makalah spondilitis tbc
DESCRIPTION
spondilitisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3 juta
kematian terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa
merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, terutama
yang berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka
insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih
sering terkena dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi diseluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia
serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan
sumber morniditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang
berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih
menjadi masalah utama.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
a. Agar dapat mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa
b. Agar dapat mengetahui penyebab dari spondilitis tuberkulosa
c. Agar dapat mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa
d. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
e. Agar dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk spondilitis
tuberkulosa
f. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa
1.3 Manfaat PenulisanAdapun tujuan yang didapatkan antara lain:
a. Mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa
b. Mengetahui penyebab dari spondilitis tuberkulosa
c. Mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa
d. Mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
e. Mengetahui pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk spondilitis tuberkulosa
f. Mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang
Medulla spinalis dikelompokan dan dinamai sesuia dengan daerah yang ditempatinya diantaranya tujuh vertebra servikalis, dua belas vertebra torakalis, lima vertebra sakralis, lima vertebra lumbalis dan empat vertebra koksigues. Dari medulla spinalis ini keluar (dan masuk) saraf spinal melalui foramen intervertebralis diantaranya 8 dari servikalis, 12 dari torakalis, 5 dari lumbal, 5 dari sacral dan 1 dari koksigeus.
1. Kolumna vertebralis
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah stuktur lentur yang terbentuk oleh sejumlah tulang yang disebut dengan ruas tulang belakang dimana berhubungan kokoh satu sama lain, tetapi tetap dapat menghasilkan gerakan terbatas satu sama lain.. Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Price C.Evelyn, 2002, hlm 56 dan Watson Roger, 2002, hlm 156).
Kolumna vertebralis merupakan tulang yang tidak beraturan dan bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya sama, hanya ada perbedaannya sedikit tergantung pada kerja yang di tanganinya. Ruas-ruas ini terdiri atas beberapa bagian yaitu :
1. Badan Ruas, merupakan bagian yang terbesar, bentuknya tebal dan kuat terletak disebelah depan
2. Lengkungan Ruas, bagian ini melingkari dan melindungi lubang ruas tulang belakang, terletak disebelah belakang, pada bagian ini dapat beberapa benjolan, yaitu :
a) Prosesus spinosus / taju duri, terdapat di tengah-tengah lengkungan ruas menonjol kebelakang.
b) Prosesus tranversum / taju sayap, terdapat disamping kiri dan kanan lengkung ruas.
c) Prosesus artikulasi / taju penyendi, membantu persedian dengan ruas tulangbelakang. Ruas tulang belakang ini tersusun dari atas kebawah dan diantara masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut dengan cakram antara ruas sehingga tulang belakang bisa tegak
2
dan membungkuk, disamping itu disebelah depan dan di belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang (Syaifudin, 1997, hlm 21).
Bagian dari ruas tulang belakang meliputi :
a. Vetebra servikalis (tulang leher) ada 7 ruas
Ketujuh vertebra servikalis merupakan vertebra terkecil dan dapat dengan mudah dikenali karena proseksus tranversusnya mengandung foramina untuk tempat lewatnya arteri vertebralis. Ruas pertama vertebra servikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala untuk menganguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoid (aksis) yang memungkinkan kepala untuk berputar kekiri dan kekanan.Ruas ketujuh mempunyai taju yan disebut prosesus Prominan.
b. Vertebra torakalis (tulang punggung) terdiri dari 12 ruas
Kedua belas vertebra torakalis lebih besar dari vertebra servikalis dan ukurannya semakin besar dari atas ke bawah, pada bagian dataran sendi sebelah atas, bawah, kiri, dan kanan membentuk persendian dari tulang iga.
c. Vertebra lumbalis (tulang pinggang) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebra lumbalis merupakan vertebra paling besar dan tidak mempunyai segi untuk berartikulasi dengan iga. Prosesus spinosusnya besar dan kuat dan merupakan perlekatan otot.
d. Vertebra sakralis (tulang kelangkangan) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebralis sakralis bergabung menjadi satu tulang besar yang disebut sacrum. Di samping kiri dan kanannya terdapat lubang-lubang kecil 5 buah yang disebut foramen sakralis. Os sacrum menjadi dinding bagian tulang belakang dari rongga panggul.
e. Vertebra koksigilis (tulang ekor) terdiri dari 4 ruas
Tulang koksiges merupakan tulang kecil berbentuk segitiga yang terdiri dari ronnga panggul, dapat bergerak sedikit karena membentuk persendiaan dengan sakrum (Watson Roger, 2002, hlm 158-163 dan Syaifuddin, 1997, hlm 21-22).
2. Saraf-Saraf Spinal
Medula spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis (lubang pada tulang bertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya saraf-saraf
3
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama.
Dalam medulla spinal keluar 31 pasang saraf, tediri dari :
a. Servikal : 8 pasang
b. Torakal : 12 pasang
c. Lumbal : 5 pasang
d. Sakral : 5 pasang
e. Koksigial : 1 pasang
Pada semua saraf spinal tersebar ke segmen-segmen tubuh tertentu keculi bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ventral ini saling terjalin sehingga menbentuk jalinan saraf yang disebut pleksus. Dengan demikian pleksus yang terbentuk adalah :
a. Pleksus servikalis. Dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikal yang pertama (C1-C4),
cabang ini berkerja sama dengan nervus vagus dan nervus assesoris yang menpersarafi otot-otot leher dan bahu, dan juga menpersarafi nervus frenikus yang menpersarafi diagframa.
b. Pleksus brakialis. Dibentuk dari segmen servikal 4 sampai torakal kesatu yang
menpersarafi ekstermitas atas. Cabang-cabangnya pada lengan yang penting adalah :
1) Saraf radial, terletak di sekeliling humerus bagian belakang dan sisi terluar lengan bawah dimana menspersarafi otot-otot ekstensi siku, pergelangan tangan, dan tangan. Cedera saraf radial dapat mengakibatkan wrist-droop, yaitu suatu keadaan di man sendi fleksi tidak dapat di ekstensikan.
2) Saraf ulnar dan medial masing-maisng terletak di sisi dalam dan pada pertengahan dan menpersarafi otot-otot fleksor pergelangan tangan dan tangan. Cedera pada daerah tersebut dapat menyebabkan hiperekstensi dan tangan seperti mencakar (claw-like)
3) Saraf terkecil keempat, yaitu saraf muskulokutaneus mempersarafi fleksor sendi siku bisep.
c. Saraf –saraf torakal tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkosta sebagai saraf interkostalis. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot abdomen, otot dada, dan kulit dada.
4
d. Pleksus lumbalis,
saraf lumbal ke-1 dan ke-2 membentuk nervus genitofemoralis yang mengurus persarafan kulit daerah genetalia dan paha. Saraf L2-L4 membentuk obturatorius yang mensarafi otot obturator dan abductor paha bagian sensori mensarafi persendian paha.
f. Pleksus sakralis, dari L4 sampai S5 yang mensarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian
dan ekstermitas bawah. Saraf utama dari pleksus adalah saraf iskiadiskus/siatik, saraf terbesar dalam tubuh. saraf iskiadikus/siatik menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha mempersarafi otot pada daerah tersebut. Saraf ini membagi daerah di atas lutut menjadi dua cabang-cabang utama, yaitu :
1) Saraf peroneal, yang mempersarafi otot kaki bagian depan.
2) Saraf tibial, yang mempersarafi otot kaki bagian belakang.
g. Pleksus koksigealis,
dengan cabang-cabang saraf dari sakralis bagian bawah, membentuk pleksus kecil kedua di belakang rongga panggul, yang menyuplai otot dan kulit di daerah tersebut, misalnya ruang pelvik mempersarafi otot dan kulit pada daerah tersebut, misalnya otot-otot perineum, spingter eksternal anus, kulit, dan jaringan-jaringan lain genetalia eksternal dan perineum.
2.2 Definisi
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh
Mycobacterium tuberculosa.
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi
sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.
Percivall Pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang
belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott (Rasjad,
2007).
5
2.3 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil. Bakteri yang paling
sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. (Brooks, 2008)
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan
lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus
urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis
(Rasjad, 2007).
2.4 Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman
tuberkulosa yang sudah bermukim ditubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah
bening. Penyebaran itu menyebar melalui darah arteri vertebralis ( hematogen ).
Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Infeksi berawal dari
bagian sentral, bagian depan, atau epifisial korpus vertebra ( paling sering dibagian
lumbal dan sakral ). Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan korpus ( gibus ).
Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifise, diskus intervertebralis dan
vertebra sekitarnya. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra
yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat menyebar kedepan, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan
mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum
dan berekspansi keberbagai arah disepanjang ligamen yang lemah.
Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya
merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semakin
hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan ke samping
korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau merusak ke posterior
di sela subdural. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga
timbul paraplegia
6
Perjalanan penyakit ini terbagi menjadi 5 stadium, yaitu:
a. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada di dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah
paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
c. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang
terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang
baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih
mudah terjadi pada daerah ini.
Tuberkolosis paraplegia atau pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tegantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paraventebral atau
akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan
jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis
7
paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai
gangguan vaskuler vertebra.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu:
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum
terjadi gangguan saraf sensori.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi.
e. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra
yang massif disebelah depan (Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 146).
2.5 Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan
tuberculosis pada umumnya, yaitu :
a) Badan lemah / lesu
b) Nafsu makan berkurang
c) Berat badan menurun
d) Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari
e) Sakit pada punggung
f) Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila
istirahat.
g) Deformitas tulang belakang
h) Adanya spasme otot paravertebralis
i) Nyeri ketok tulang vertebra
j) Gangguan motorik
k) Adanya gibus/kifosis
8
(Rajad Chairuddin, 2003, hlm 146)
Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah
sebagai berikut:
a. Pada leher,
jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar
kepalanya dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa
nyeri pada leher atau pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan
fluktasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang
otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring).
b. Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis).
Dengan adanya penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung
yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakan kakinya
daripada mengayun punggungnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia
menukuk lutut sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat
pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus)
diperlihatkan dengan korpus yang terlipat.
c. Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul
sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama
dapat menyebabkantuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju
ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal menyebabkan paralisis.
d. Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal),
dimana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar
pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan
tampak sebagai pembengkakan lunak atas atau bawah ligamentum pada lipatan
paha atau di bawah tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada
keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai
permukaan belakang sendi panggul.
e. Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang
demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di
9
beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening,
tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa.
f. Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus
(angulasi dari tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan
bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau
pembuluh darah.
2.6 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis
tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis
b. Uji Mantoux : positif tb
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2. Pemeriksaan radiologis
a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus
vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus
tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral
c. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis
d. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang
e. Pemeriksaan CT scan
f. Pemeriksaan MRI
2.7 Penatalaksanaan
10
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas: (Rasjad, 2007)
1. Terapi konservatif, berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum klien
c. Pemasangan brace pada klien, baik yang dioperasi ataupun yang tidak
dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa
Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:
a. Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari
dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat
badan.
b. Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan
c. Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari
d. Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak.
Pada orang dewasa 300-400 mg per hari.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi klien
tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan
penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi
tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.
BAB III
11
ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelomp[okan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
12
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
13
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pada klien spondilitis kelihatan lemah, pucat, dan tulang belakang
terlihat bentuk kifosis (membungkuk)
Palpasi
Ditemukan adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
Perkusi
Terdapat nyeri ketok pada tulang belakang yang mengalami infeksi
Auskultasi
Tidak ditemukan adanya kelainan paru
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
b. Gangguan mobilitas fisik
14
c. Perubahan konsep diri : Body image.
3.3 Intervensi
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
1) Tujuan
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
2) Kriteria hasil
a. klien melaporkan penurunan nyeri
b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
4) Rasional.
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
15
d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
16
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
4. Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
4) Rasional
17
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
18
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi
sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.
Dimana tanda dan gejalanya yaitu Badan lemah / lesu, Nafsu makan berkurang,
Berat badan menurun, Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari,
Sakit pada punggung , Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan
menghilang bila istirahat, Nyeri ketok tulang vertebra, Gangguan motorik,Adanya
gibus/kifosis
19
Pertanyaan
1. Perjalan penyakit spondilitis tuberkulosis terbagi menjadi 5 stadium. Apakah harus mengikuti setiap stadium tersebut? (Gefrina Bella Isriani)
Jawab: Tidak, bisa saja pada stadium Implantasi pasien langsung mengalami
kelemahan pada anggota geraknya tanpa melewati stadium destruksi awal sampai stadium deformitas residual, ini tergantang pada daya tahan tubuh pasien.
2. Salah satu penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa adalah operasi. Operasi apa yang dilakukan? (Volita)
Jawab:Jika terdapat abses maka opersi yang dilakukan adalah pemasangan drainase
abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Untuk pengangkatan abses ini juga bisa dilakukan dengan cara perawatan luka ganggren. Selain itu operasi yang dilakukan adalah penyambungan vetebre 1 dengan vetebre yang lainnya karena terjadinya destruksi pada tulang vetebre tersebut.
3. Komplikasi berbahaya apa yang bisa timbul pada penderita spondilitis tuberkulosis ini? Dan apa penatalaksanaanny? (Suci Monasti)
Jawab:Kompilkasi yang ditimbulkan adalah meningitis karena kuman tuberkulosa
yang sudah bermukim ditubuh menyebar melalui pembuluh darah dan terbawa sampai ke selaput otak, dan menyebabkan infeksi pada daerah tersebut. Selain itu juga bisa mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak karena terjadinya destruksi pada tulang belakang sehingga syaraf-syaraf spinal mengalami penekanan dan kerusakan.
Penatalaksaan yang bisa dilakukan adalah:
Terapi konservatif, berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum klien
c. Pemasangan brace pada klien, baik yang dioperasi ataupun yang tidak
dioperasi.
d. Pemberian obat antituberkulosa
Terapi operatif
Untuk pengeluaran abses dan penyambungan vetebre.
20