makalah revisi.doc

22
1 م يِ ح اارِ ن مْ ح ر لاِ اﷲِ مْ سِ بHukum Pinjam Meminjam Dan Hutang Piutang Dalam Islam Hukum Pinjam Meminjam A. Pengertian Pinjam Meminjam Pinjam meminjam dalam bahasa Arab disebut “Ariyah”. Kata “Ariyah”menurut bahasa artinya pinjaman. Pinjam- meminjam menurut istilah ‘Syara” ialah akad berupa pemberian mamfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya. Allah swt. Berfirman ونُ ع ا مْ ل ا ونُ ع نْ م ي و“dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Al-ma’un: 7) B. Hukum Pinjam Meminjam (Al-Arriyah)

Upload: rudi-setiawan

Post on 01-Feb-2016

248 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH REVISI.doc

1

ح�يم ر�� اا ح ر ح� �� ر اهللاحال حم ح�ــــــــــــــــ ح�

Hukum Pinjam Meminjam Dan Hutang Piutang Dalam

Islam

Hukum Pinjam Meminjam

A. Pengertian Pinjam Meminjam

Pinjam meminjam dalam bahasa Arab disebut “Ariyah”. Kata

“Ariyah”menurut bahasa artinya pinjaman. Pinjam-meminjam menurut istilah

‘Syara” ialah akad berupa pemberian mamfaat suatu benda halal dari seseorang

kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda

itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya.

Allah swt. Berfirman

ر� ع�و را حل ا ر� ع�و ر� ح ر� ر�“dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Al-ma’un: 7)

B. Hukum Pinjam Meminjam (Al-Arriyah)

Hukum ‘ariyah adalah sunnah berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al

Maidah ayat 2, akan tetapi bisa jadi ‘ariyah itu hukumnya menjadi wajib, misalnya

meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Dan

hukumnya bisa haram apabila barang yang dipinjam itu digunakan untuk sesuatu

yang haram atau dilarang oleh agama. Karena jalan menuju sesuatu, hukumnya

sama dengan hukum yang dituju.

Page 2: MAKALAH REVISI.doc

2

Wajib: apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang sangat

membutuhkan. Misalnya meminjamkan mobil untuk mengantar orang sakit keras

ke rumah sakit.

Haram: apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan maksiat atau

perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya meminjamkan pisau untuk

berkelahi, atau meminjamkan mobil untuk melakukan perampokan.

Diantara Hukum-hukum ariyah adalah sebagai berikut :

· Sesuatu yang dipinjamkan harus sesuatu yang

mubah(diperbolehkan). Jadi seseorang tidak boleh meminjamkan

budak wanita kepada orang lain untuk digauli atau seseorang tidak

boleh meminjamkan orang muslim untuk melayani orang kafir atau

meminjamkan parfum haram atau pakaian yang diharamkan, karena

Allah Ta’ala berfirman :

ح� ر�ا ح� ع� حل ر�ا حم �ح ��ح ح� ا ر!ى ر� ع"وا ر� ر�ا ر# �ر� ر�

“Dan jangan kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran.” (Al Maidah:2)

· Jik mu’ir (pihak yang meminjamkan) mengisyaratkan bahwa

musta’ir (peminjam) berkewajiban mengganti barang yang dipinjam

jika dia merusak barang yang dipinjam, maka musta’ir wajib

menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda :

Page 3: MAKALAH REVISI.doc

3

“Kaum muslimin itu berdasarkan syarat-syarat mereka.”(riwayat

Abu Daud dan Al Hakim)

Jika mu’ir tidak mengisyaratkan, kemudian barang pinjaman rusak

bukan karena kesalahan musta’ir atau tidak karena disengaja, maka

musta’ir tidak wajib mengganti, hanya saja dia disunnahkan untuk

menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda kepada salah

seorang istrinya yang telah memecahkan salah Satu tempat makanan.

“makanan dengan makanan dan tempat dengan tempat.”

(diriwayatkan Al Bukhari).

Namun jika kerusakannya hanya sedikit disebabkan karena dipakai

dengan izin tidaklah patut diganti, karena terjadinya sebab

pemakaian yang diizinkan.(ridlo kepada sesuatu berarti ridlo pula

kepada akibatnya).

Jika barang pinjaman mengalami kerusakan karena kesalahan dan

disengaja oleh musta’ir, dia wajib menggantinya dengan barang yang

sama atau dengan uang seharga barang pinjaman tersebut, karena

Rosulullah SAW bersabda :

“Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia

menunaikannya.” (Diriwayatkan Abu Daud, At Tirmidzi dan Al

Page 4: MAKALAH REVISI.doc

4

Hakim yang men-shahih-kannya).

· Musta’in (peminjam) harus menanggung biaya pengangkutan

barang pinjaman ketika ia mengembalikannya kepada mu’ir jika

barang pinjaman tersebut tidak bisa diangkut kecualioleh kuli

pengangkut atau dengan taksi.

Rosulullah,bersabda:

“Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia

menunaikannya.”(diriwayatkan Abu Daud, At Tarmidzi dan Al

Hakim)

· Musta’in tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya.

Adapun meminjamkannya kepada orang lain dibolehkan, dengan

syarat mu’in merelakannya.

· Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam ataupun yang

meminjamkan boleh memutuskan aqad asal tidak merugikan kepada

salah seorang di antara keduanya. Jika seseorang meminjamkan

kebun untuk dibuat tembok, ia tidak boleh meminta pengembalian

kebun tersebut hingga tembok tersebut roboh. Begitu juga orang

yang meminjamkan sawah untuk ditanami, ia tidak boleh meminta

pengembalian sawah tersebut hingga tanaman yang ditanam diatas

sawah tersebut telah dipanen, karena menimbulkan mudharat kepada

seorang muslim itu haram.

· Barang siapa meminjamkan sesuatu hingga waktu tertentu, dia

disunahkan tidak meminta pengembaliannya kecuali setelah

habisnya batas waktu peminjaman.

Page 5: MAKALAH REVISI.doc

5

C. Rukun Pinjam Meminjam

Rukun pinjam meminjam ada empat macam dengan syaratnya masing-

masing sebagai berikut:

1. Orang-orang yang meminjamkan, disyaratkan;

a. Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang

dipaksa anak kecil tidak sah meminjamkan.

b. Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung

jawab orang yang meminjamkannya.

2. Orang-orang yang meminjam, disyaratkan;

a. Berhak menerima kebaikan. Oleh sebab itu, orang gila atau anak

kecil tidak sah meminjam.

b. Hanya mengambil manfaat dari barang dari barang yang dipinjam.

3. Barang yang dipinjam, disyaratkan;

a. Ada manfaatnya

b. Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh

karena itu, makanan yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau

berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.

4. ijab qobul, kesepakatan antara peminjam dan pemilik barang yang

meminjamkan.

Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan

sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti,

Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya-

mempercayai. Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam

akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain,

Page 6: MAKALAH REVISI.doc

6

maka wajib menggantinya. Shofwan bin Umaiyah menginformasikan,

Sesungguhnya Nabi saw. telah meminjam beberapa baju perang dari

shofwan pada waktu Perang Hunain. Shofwan bertanya: "Paksaankah,

ya Muhammad?" Rosulullah saw. menjawab: "Bukan, tetapi pinjaman

yang dijamin". Kemudian (baju perang itu) hilang sebagian, maka

Rosulullah saw. mengemukakan kepada shofwan akan menggantinya.

Shofwan berkata: "Saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam

Islam." (HR. Ahmad dan Nasai).

D. Syarat syah Pinjam Meminjam

Untuk sahnya ‘ariyah ada empat syarat yang wajib dipenuhi :

· a. Pemberi pinjaman hendaknya orang yang layak berbaik hati. Oleh

karena itu, ‘ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang ditahan

hartanya tidak sah.

· b. Manfaat dari barang yang dipinjamkan itu hendaklah milik dari

yang meminjamkan. Artinya, sekalipun orang itu tidak memiliki

barang, hanya memiliki manfaatnya saja, dia boleh

meminjamkannya, karena meminjam hanya bersangkut dengan

manfaat, bukan bersangkut dengan zat.

· c. Barang yang dipinjamkan hendaklah ada manfaatnya. Maka tidak

sah meminjamkan barang yang tidak berguna. Karena sia-sia saja

tujuan peminjaman itu.

d. Barang pinjaman harus tetap utuh, tidak boleh rusak setelah

diambil manfaatnya, seperti kendaraan, pakaian ataupun

Page 7: MAKALAH REVISI.doc

7

alat-alat lainnya. Maka tidak sah meminjamkan barang-barang

konsumtip karena barang itu tidak utuh, seperti meminjamkan

makanan,lilin ataupun lainnya karena barang itu tidak utuh. Karena

pemanfaatan barang barang konsumtip ini justru terletak dalam

penghabiskannya. Padahal syarat sahnya ariyah hendaklah barang itu

tetap utuh

Page 8: MAKALAH REVISI.doc

8

HUTANG PIUTANG DALAM ISLAM

A. Pengertian Hutang Piutang

Dalam membahas pengertian utang piutang dalam Islam kita telusuri dulu

definisi dari berbagai sumber. Kata Utang dalam kamus bahasa Indonesia terdiri

atas dua suku kata yaitu “Utang” yang mempunyai arti uang yang dipinjamkan

dari orang lain. Sedangkan kata “piutang” mempunyai arti uang yang dipinjamkan

(dapat ditagih dari orang lain).

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan

istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang

berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut

Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.

(Lihat Fiqh Muamalat (2/11), karya Wahbah Zuhaili)

Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah

menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang

akan memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai

dengan padanannya. (Lihat Muntaha Al-Iradat (I/197). Dikutip dari Mauqif Asy-

Syari’ah Min Al-Masharif Al-Islamiyyah Al-Mu’ashirah, karya DR. Abdullah

Abdurrahim Al-Abbadi, hal.29).

Atau dengan kata lain, Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi

hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian

hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman

Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa depan si peminjam akan

Page 9: MAKALAH REVISI.doc

9

mengembalikan uang sejumlah satu juta juga.

B. Dasar Hukum Hutang Piutang

Adapun yang menjadi dasar hutang piutang dapat dilihat pada ketentuan Al-

Qur’an dan Al-Hadits, dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 2

yang berbunyi :

… اب� ( ال�ع�ق� د�يد ش� الل�ه� إ�ن� الل�ه� وا ات�ق و� ال�عد�و�ان� و� �ث�م� اإل� ع�ل�ى نوا ت�ع�او� 2و�ال�

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.(Q.S al-

Maidah : 2)

Sedangkan dalam sunnah Rasululllah SAW. Dapat ditemukan antara lain dalam

sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai berikut:

ابن ( رواه ة! ر� م� ا ت�ه� د�ق� ك�ص� ك�ان� إ�ال� ت�ي�ن� ر� م� ا ض! ر� ق� ا ل�م! مس� ر�ض يق� ل�م/ مس� م�ن� ا م�

ماجه

“Seorang muslim yang mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah telah

bersedekah kepadanya satu kali”

Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan

orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat

membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya

terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya

hutang piutang ialah sebagaimana berikut ini:

Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah I: “Siapakah yang mau memberi

Page 10: MAKALAH REVISI.doc

10

pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan

Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan

lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan

kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Namun meskipun berhutang atau meminta pinjaman itu diperbolehkan dalam

syariat Islam, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang

semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam

keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut Rasulullah r, merupakan

penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat

membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah r: “Sesungguhnya

seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan

berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

Rasulullah r pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui

masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya.

Rasulullah r bersabda: “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya,

kecuali hutangnya.” (HR. Muslim).

Utang piutang itu hukumnya boleh bila telah terpenuhi rukun dan

syaratnya. Adapun rukun utang piutang adalah akad yang bermaksud melepaskan

uang untuk sementara dengan cara menunjukkan adanya rasa suka sama suka.

C. Adab Hutang Piutang

Unsur-unsur yang terlibat dalam transaksi utang piutang tersebut adalah

orang yang berutang (dain), orang yang memberi utang muddain dan objek utang

piutang yaitu uang atau barang yang dinilai dengan uang dan tenggang waktu

pembayaran, berakal sehat dan berbuat dengan sendirinya tanpa paksaan.

Sedangkan syarat yang berkenaan dengan objek yaitu uang adalah jelas nilainya,

milik sempurna dari yang memberi utang dan dapat diserahkan pada waktu akad.

Page 11: MAKALAH REVISI.doc

11

Sedangkan yang menyangkut dengan tenggang waktu harus jelas dan dalam masa

itu uang yang diserahkan telah dapat dimanfaatkan.

Utang harus dibayar dalam jumlah dan nilai sama dengan yang diterima

dari pemiliknya, tidak boleh berlebih karena kelebihan pembayaran itu menjadikan

transaksi ini menjadi riba yang diharamkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi

dalam hadis dari Ali r.a menurut riwayat al-Harits bin Usamah yang artinya “setiap

utang yang menghasilkan keuntungan adalah riba”.

Diantara adab dalam hutang piutang yakni :

A). Adab bagi Pemberi Hutang

1. Sebaiknya memberi tempo pembayaran kepada yang meminjam agar

ada kemudahan untuk membayar. (HR. Muslim, Ahmad).

Utang wajib dibayar pada waktu yang ditentukan bila memang

yang berutang telah mampu membayarnya. Namun bila yang

berutang memang tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh

tempo, orang yang mengutangi diharapkan bersabar sampai yang

berutang mempunyai kemampuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah

dalam surat al-Baqarah ayat 280 :

Dan jika mereka (orang yang berutang) dalam kesulitan, maka

hendaklah tunggu sampai ia mempunyai kemampuan untuk

membayar. Bila kamu sedekahkan, ia akan lebih baik, seandainya

kamu mengetahui.

Page 12: MAKALAH REVISI.doc

12

2. Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan.

(HR. Ahmad)

3. Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. (HR.

Bukhari, Muslim, Tirmidzi). Boleh menyuruh orang lain untuk

menagih utang, tetapi terlebih dahulu diberi nasihat agar bersikap

baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih. (HR.

Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim). Allah akan memberikan kasih

sayangnya kepada orang yang bermurah hati ketika menagih utang.

(HR. Bukhori).

4. Sebaiknya memaafkan orang yang berutang apabila ditagih belum

mampu membayar karena Alloh akan memaafkan si piutang di

hadapan-Nya nanti. (HR. Bukhori dan Muslim)

5. Menyedekahkan hutang terhadap orang yang menemui kesulitan /

kesukaran mengembalikannya, itu lebih baik.

"… Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik

bagimu, jika kamu mengetahui." (Al-Baqarah:280)

B). Adab bagi Peminjam

Adapun adab bagi peminjam diantaranya :

1. Sebaik-baik orang adalah yang mudah dalam membayar hutang

(tidak menunda-nunda). (HR. Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah,

Page 13: MAKALAH REVISI.doc

13

Tirmidzi).

2. Yang berhutang hendaknya berniat sungguh-sungguh untuk

membayar. (HR. Bukhari, Muslim)

3. Menunda-nunda hutang padahal mampu adalah kezaliman. (HR.

Thabrani, Abu Dawud).

4. Barangsiapa menunda-nunda pembayaran hutang, padahal ia mampu

membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari. (HR.

Baihaqi).

5. Bagi yang memiliki hutang dan ia belum mampu membayarnya,

dianjurkan banyak-banyak berdoa kepada Allah agar dibebaskan dari

utang, serta banyak-banyak membaca surat Ali Imran ayat 26. (HR.

Baihaqi).

6. Pengutang boleh melebihkan pengembalian pinjaman sebagai tanda

terima kasih atau hadiah kepada pemberi pinjaman.

Boleh ada kelebihan pembayaran, berubah menjadi hadiah,

asalkan tidak diakadkan sebelumnya." (HR. Bukhari, Muslim, Abdur

Razak). Selain itu, kita pun dilarang memberikan syarat macam-

macam kepada peminjam, "Jangan ada syarat lain dalam utang-

piutang kecuali (waktu) pembayarannya." (HR. Ahmad, Nasa’i).

Page 14: MAKALAH REVISI.doc

14

7. Disunnahkan agar segera mengucapkan tahmid (Alhamdulillah)

setelah dapat membayar utang. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i,

Ahmad).

Contoh Praktek Hutang Piutang Di Bank :

Hukum Meminjam Uang di Bank Untuk Usaha

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya kalau kita utang di bank dengan tujuan

mengembangkan usaha. Apakah ini termasuk hutang yang dilarang

agama?

Dari: Saiful Rijal

Jawaban:

Disebutkan dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau

mengatakan,

!ع!ن! ول% ل س% ,ه* ر! ,ه% ص!ل,ى الل 1ه* الل !ي ,م! ع!ل ل *ل! و!س! !ا، آك ب !ه%، الر> *ل 1ه*، و!م%وك اه*د!ي !ه% و!ش! *ب !ات و!ك

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang makan riba,

pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat

transaksinya.” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan disahihkan Al-Albani)

Dalam riwayat yang lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau

mengatakan,

!ع!ن! ول% ل س% ,ه* ر! 1ه* الله% ص!ل,ى الل !ي ,م! ع!ل ل *ل!: و!س! آك Pة ر! !ا، ع!ش1 ب !ه%، الر> *ل !ه%، و!م%وك *ب !ات و!ك 1ه* اه*د!ي و!ش!

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat 10 orang: pemakan riba,

pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat

transaksinya.” (HR. Ahmad 635).

Page 15: MAKALAH REVISI.doc

15

Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan:

ه%م1: و!اءZ و!ق!ال! س!

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Mereka semua sama.”

(Baihaqi dalam As-Shugra, 1871).

Siapakah pemberi makan riba?

Dalam Aunul Ma’bud Syarh sunan Abu Daud dinyatakan:

!ه% *ل ي1 و!موك! !ه% أ *م!ن1 م%ع1ط*ي 1خ%ذ%ه% ل !أ ي

“Pemberi makan” maksudnya yang memberikan riba kepada orang yang

mengambilnya. (Aunul Ma’bud, 9:130)

Dan masih banyak penjelasan lainnya, yang semuanya memberikan

kesimpulan bahwa “pemberi makan riba” adalah nasabah yang berutang ke

rentenir atau bank. Konsekuensinya, dia harus memberikan bunga kepada

bank. Meskipun dia sama sekali tidak makan riba itu, tapi bank-lah yang

makan.

Al-Khatib mengatakan,

أحدهما كان وإن عليه وتعاونهما الفعل في الشتراكهما الوعيد في بينهما سوى مهتضما واآلخر مغتبطا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman yang sama pada

keduanya, karena mereka sama-sama terlibat dalam perbuatan itu (transaksi

riba) dan saling membantu untuk melakukannya. Meskipun yang satu untung

dan yang satu terzalimi.” (Faidhul Qadir, 1:53)

Berdasarkan kesimpulan di atas, meminjam dari bank meskipun untuk tujuan

usaha yang halal, statusnya terlarang. Karena bagaimanapun bank akan

mempersyaratkan riba, meskipun bisa jadi usahanya untung besar, dan bisa

menutupi cicilan bank. Namun hakikatnya itu bukan bagi hasil, tapi itu riba

yang telah ditetapkan nilainya di awal transaksi. Sebagai orang yang

beriman, tentu kita tidak ingin mendapatkan laknat dari Nabi shallallahu

Page 16: MAKALAH REVISI.doc

16

‘alaihi wa sallam

Daftar Pustaka

http://kafeilmu.com/pengertian-hutang-piutang-dalam-islam/

http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/muamalah/787-adab-hutang-piutang

http://rudiiain.blogspot.com/2013/11/pinjam-meminjam-dalam-islam.html

http://www.artikelislami.net/aturan-pinjam-meminjam-dalam-

http://blog.mtt.or.id/pengertian-pinjam-meminjam-dalam-islam/