laporan akhir ekpd 2009 sumatera barat - unand

54

Upload: ekpd

Post on 23-Jun-2015

1.720 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Sumatera Utara oleh Universitas Andalas

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

 

  i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, S.W.T. atas terlaksananya penyusunan

Laporan Akhir dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera

Barat tahun 2009.

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah tahun 2009, dilaksanakan untuk menilai

keberhasilan pelaksanaan dari program dan kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran

yang telah disepakati. Evaluasi ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apakah

perencanaan pembangunan telah berjalan pada jalur yang benar berdasarkan sasaran

pembangunan yang telah ditetapkan.

Dari hasil kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2009 di Provinsi

Sumatera Barat ini, terungkap capaian indikator pembangunan daerah yang dibandingkan

dengan capaian pembangunan nasional untuk mengukur relevansi dan efektifitas

pembangunan. Diharapkan laporan evaluasi ini akan menghasilkan bahan masukan

penyusunan RPJMN Tahun 2010-2014.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas

segala bantuan dan partisipasinya dalam penyusunan Draft Laporan Akhir ini, terutama

sekali kepada Bappenas melalui Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan atas

kepercayaan dan kerjasamanya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada jajaran

Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sumatera Barat yang telah

memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian laporan.

Padang, Desember 2009

Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS Rektor Universitas Andalas

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

 

 

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

Daftar Gambar ................................................................................................ iii

Daftar Grafik ................................................................................................... iv

Daftar Tabel ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang dan Tujuan ........................................................... 1

1.2. Keluaran ........................................................................................ 2

1.3. Metodologi ..................................................................................... 2

1.4. Sistematika Penulisan Laporan ..................................................... 10

BAB II HASIL EVALUASI 11

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI ................... 19

2.1.1. Capaian Indikator ............................................................. 19

2.1.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 24

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ....................... 25

2.2.1. Capaian Indikator ............................................................... 25

2.2.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 28

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI ....................................... 32

2.3.1. Capaian Indikator .............................................................. 32

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........... 35

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 36

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ................... 37

2.4.1. Capaian Indikator .............................................................. 37

2.4.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 40

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ........................................ 42

2.5.1. Capaian Indikator .............................................................. 42

2.5.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 45

BAB III KESIMPULAN 47

LAMPIRAN

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel :

Tabel 1.3.1. Tingkat Capaian Hasil Pembangunan Provinsi, % ………………............. 6

Tabel 3.1. Ringkasan Hasil Evaluasi Capaian Pembangunan

Provinsi Sumatera Barat. …………………………………………………… 49

Tabel 3.2. Capaian Hasil Pembangunan Provinsi Sumatera Barat

Terhadap Nasional (%) …………………………………………………….. 49

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

iv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik

Grafik 1.3.1. Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat ................................................................................... 9

Grafik 2.1.A. Tingkat Pelayanan Publik Nasional dan Provinsi Sumatera Barat ........ 20

Grafik 2.1.B. Tingkat Kualitas Pembangunan Demokrasi Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat .................................................................................. 22

Grafik 2.2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Nasional dan

Provinsi Sumatera Barat ..................................................................... 25

Grafik 2.3. Tingkat Pembangunan Ekonomi Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat ..................................................................................... 33

Grafik 2.4. Tingkat Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Hidup Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat ................................................................. ................... 38

Grafik 2.5. Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat ..................................................................................... 43

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk

meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik

dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.

Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan

program pembangunan di daerah masing-masing.

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi

dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini

juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan /

sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari

pembangunan daerah tersebut.

Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai

alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan

dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.

Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna

mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode

berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana

Dekonsentrasi (DEKON).

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

2

1.2. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:

• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Sumatera

Barat.

• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Sumatera Barat.

1.3. Metodologi

Dalam penyusunan EKPD 2009 ini disusun dalam bentuk kerangka kerja yang melalui

beberapa tahapan kegiatan utama yaitu:

(1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap

pencapaian tujuan pembangunan daerah;

(2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan

(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana

terlihat pada Gambar 1.3.1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)

Indikator kinerja dari tujuan / sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak

(impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.

Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan

dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:

• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;

• Relevant, mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output

dalam rangka mencapai target outcomes yang ditetapkan; serta antara target

outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;

• Measurable, jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati,

dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;

• Reliable, indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan

kinerja;

• Verifiable, memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk

menghasilkan indikator;

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

3

• Cost-effective, kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan /

sasaran pembangunan daerah meliputi:

1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.

2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.

3. Tingkat Pembangunan Ekonomi

4. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

5. Tingkat Kesejahteraan Sosial.

Gambar 1.3.1. : Kerangka Kerja EKPD 2009

5 FOKUS PEMBAHASAN

RELEVANSI dan EFEKTIVITAS

REKOMENDASI

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

4

(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi

Hubungan antara tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat

dalam Gambar 1.3.2 yaitu:

• Relevansi untuk menilai sejauhmana pembangunan yang dijalankan relevan terhadap

sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.

• Efektivitas untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap

pencapaian, baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah.

• Efisiensi untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran

(outputs).

• Efektivitas biaya untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes

pembangunan.

• Kualitas yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan dengan

kebutuhan dan harapan masyarakat.

• Waktu yaitu ketepatan waktu / periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.

• Produktivitas untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan

dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.

Gambar 1.3.2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan

Evaluasi

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

5

Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka

untuk menilai kinerja pembangunan daerah dengan pendekatan evaluasi hanya meliputi:

a) Relevansi dan

b) Efektivitas pencapaian.

a) Analisis Relevansi

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauhmana tujuan / sasaran pembangunan

yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama / tantangan. Dalam hal ini,

relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan

atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Variabel yang digunakan untuk menentukan relevansi capaian hasil (outcomes)

pembangunan adalah:

(1) Beberapa Indikator Pendukung atau indikator outputs (keluaran) yang secara

bersamaan akan menggambarkan capaian hasil (outcomes) pembangunan bidang

tertentu. Misalnya Kesejahteraan Sosial terdiri dari 5 buah indikator pendukung.

(2) Indikator hasil (outcomes) adalah rata-rata dari capaian indikator pendukung per

tahun.

(3) Tren atau laju pertumbuhan dari capaian indikator outcomes per tahun (tahun 2005

sampai 2008). Tren tidak dapat dihitung dengan analisa regresi. Kelemahan analisa

regresi dalam kasus ini adalah: terbatasnya jumlah observasi (5 observasi) dan

sebahagian besar observasi berfluktuasi atau deviasinya cukup besar akibat faktor

eksternal sehingga hasilnya cenderung tidak significant. Jika dalam analisis regresi

tersebut dilakukan penambahan jumlah observasi dengan data diluar periode EKPD

2009 atau data sebelum periode RPJMN 2004-2009, maka analisis tidak sesuai

dengan tujuan EKPD 2009.

Capaian hasil pembangunan dapat dikatakan RELEVAN jika memenuhi dua syarat

berikut:

(1) Tren capaian indikator outcomes pembangunan daerah sejalan dengan nasional.

Artinya jika tren nasional menurun, maka daerah juga menunjukkan hasil yang

menurun demikian pula sebaliknya jika menaik.

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

6

(2) Tren capaian indikator outcomes pembangunan daerah lebih baik dari capaian

pembangunan nasional. Artinya laju pertumbuhan indikator outcomes daerah lebih

besar dari nasional.

Kesimpulan dari analisis relevansi adalah: RELEVAN atau TIDAK RELEVAN. Diperlukan

penjelasan lebih mendalam kenapa hasil analisis tersebut Relevan atau Tidak Relevan.

Kalau ada kesimpulan dengan kategori KURANG atau SANGAT RELEVAN, maka

diperlukan metoda penentuan kategori tersebut secara kuantitatif.

Analisis Tingkat Capaian Hasil (Outcomes)

Tingkat capaian hasil (outcomes) pembangunan Provinsi dapat dikelompokkan dalam

beberapa kategori (lihat Tabel 1.3.1). Tingkat capaian hasil pembangunan dihitung

dengan membandingkan rata-rata capaian daerah dengan rata-rata capaian nasional atau

rata-rata capaian daerah dibagi dengan rata-rata capaian nasional (dalam %). Intervalnya

dapat dilihat pada Tabel 1.3.1.

Tabel 1.3.1. : Tingkat Capaian Hasil Pembangunan Provinsi, %

No Kategori Interval (%)

1. Sangat Tinggi > 110

2. Tinggi 100 -110

3. Sedang 70 – 99

4. Rendah 30 – 69

5. Sangat Rendah < 30

b) Analisis Efektivitas

Efektivitas untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap

pencapaian, baik tujuan spesifik maupun umum dari pembangunan daerah.

Dengan demikian Efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara

hasil (outcomes) dan dampak (impact) pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.

Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauhmana capaian pembangunan daerah

membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

7

(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan

Pelaksanaan evaluasi melalui 6 tahap yaitu :

1) Tahap pertama evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan

tantangan utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan

daerah.

2) Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian.

3) Tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas

pencapaian.

4) Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang

menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim

Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian

pembangunan daerah. Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah data

indikator outputs dalam persentase yang dipakai juga data lain yang terkait dengan

indikator hasil. Dalam hal ini juga dapat dimanfaatkan hasil penelitian yang tersedia.

5) Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan

penganggaran pembangunan periode berikutnya.

6) Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi di

atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah.

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah

sebagai berikut:

(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator keluaran (outputs) terpilih

yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator outputs

dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.

(3) Indikator outputs yang satuannya bukan berupa persentase, maka tidak dimasukkan

dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

Indikator keluaran (outputs) Indikator hasil (outcomes)

(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,

maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu

menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

8

(5) Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin

tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.

(6) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari pendukung indikator hasil dibagi

jumlah dari pendukung indikator hasil dibagi dengan jumlah dari pendukung indikator

hasil.

Pengolahan Data

Hasil pengolahan Data dalam bentuk grafik (lihat Grafik 1.3.1). yang menunjukkan tingkat

capaian indikator hasil (outcomes) pembangunan bidang tertentu dan tingkat tren (laju

pertumbuhan) per tahun dari capaian indikator hasil (outcomes) tersebut, lihat contoh.

Contoh: Tingkat Kesejahteraan Sosial.

Indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial didukung oleh:

1) Persentase penduduk miskin

2) Tingkat pengangguran terbuka

3) Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

4) Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

5) Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

Semua pendukung komponen indikator hasil ini bermakna negatif, sehingga cara

menghitung Indikator Outcomes Kesejahteraan Sosial adalah sebagai berikut:

Indikator Hasil (outcomes) Kesejahteraan Sosial = {(100% - persentase penduduk miskin)

+ (100% - tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan

sosial bagi anak) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +

(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial} / 5

Cara Menghitung tren: Tren atau Pertumbuhan (%) = (rata-rata tahun berjalan – rata-rata

tahun sebelumnya) / rata-rata tahun sebelumnya.

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

9

Grafik 1.3.1. : Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat

91.50

92.00

92.50

93.00

93.50

94.00

94.50

95.00

95.50

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-1.00

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

Tingkat Kesejahteraan Sosial Prov Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

1. Pengumpulan Data Primer dan Pengamatan langsung

Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di

daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan

hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait. Data primer

diperoleh melalui Focuss Group Discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan

pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat / diskusi dalam

menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah,

Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

Hasil Analisis:

Tidak relevan : Tren daerah

lebih rendah dari nasional.

Tidak efektif: Terdapat tren

atau pertumbuhan negatif

pada tahun 2005 dan 2006..

Perlu penjelasan How dan

Why tentang Hasil Analisis

tersebut.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

10

1.4. Sistematika Penulisan Laporan Bab I PENDAHULUAN

Bab II HASIL EVALUASI

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

2.1.1. Capaian Indikator

2.1.2. Rekomendasi Kebijakan

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

2.2.1. Capaian Indikator

2.2.2. Rekomendasi Kebijakan

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

2.3.1. Capaian Indikator

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

2.4.1. Capaian Indikator

2.4.2. Rekomendasi Kebijakan

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

2.5.1. Capaian Indikator

2.5.2. Rekomendasi Kebijakan

Bab III KESIMPULAN

Lampiran

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

11

BAB II

HASIL EVALUASI

Berdasarkan permasalahan, tantangan serta keterbatasan yang dihadapi Provinsi

Sumatera Barat, maka ditetapkan Visi Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2006-2010 yaitu mewujudkan Sumatera Barat yang Tangguh, Bersih dalam

Semangat Kebersamaan. Visi Sumatera Barat 2010 dijabarkan dalam tiga aspek

pembangunan sebagai berikut :

1) Terwujudnya masyarakat religius yang maju dan berbudaya

2) Terwujudnya pemerintahan yang menjunjung tinggi hukum, adil dan demokratis.

3) Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan

kehidupan yang layak secara berkelanjutan.

Berdasarkan visi pembangunan daerah, maka ditetapkan Misi Pembangunan Daerah

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 yaitu :

1) Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai tanggung jawab

bernegara dan berbangsa.

2) Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.

3) Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan.

Dalam upaya mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan daerah tahun 2006-

2010, maka ditetapkan Strategi Pokok Pembangunan Daerah 2006-2010 sebagai berikut :

1. Pengembangan SDM yang mampu bersaing diera globalisasi. Strategi ini diarahkan

untuk menciptakan masyarakat berkualitas yang mentaati perundangan dan peraturan

serta mampu bersaing ditingkat regional dan internasional. Ketauladan, kebersamaan,

kejujuran dan penguasaan ilmu pengetahuan serta sehat jasmani dan rohani

merupakan prasyarat penting untuk dapat tercapainya tujuan pembangunan terutama

dalam penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih serta peningkatan

hubungan sosial-budaya dan ekonomi dengan dunia luar.

2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi pembangunan yang berkeadilan. Strategi ini

diarahkan untuk mewujudkan stabilitas sosial-ekonomi, kemandirian, pertumbuhan

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

12

ekonomi yang cepat, pemerataan hasil dan kesempatan dalam pembangunan,

jaminan dan kepastian hukum yang dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan.

Keterbatasan potensi SDA dan kurang menguntungkannya letak Provinsi Sumatera

Barat secara geografis memerlukan iklim yang dapat mendukung masuknya arus

modal, barang dan orang / wisatawan ke Provinsi ini.

3. Pemenuhan hak dasar rakyat. Strategi ini diarahkan untuk pemenuhan hak dasar

rakyat dalam bentuk bebas dari kemiskinan atau terpenuhinya kebutuhan hidup

(sandang, pangan dan papan), bebas dari pengangguran atau tersedianya pekerjaan

yang layak, bebas dari keterbelakangan atau terpenuhinya layanan pendidikan dan

kesehatan, bebas dari ketidakadilan, penindasan, rasa takut, dan kebebasan

mengemukakan pemikiran dan pendapat. Tanpa terpenuhinya hak dasar rakyat

secara proporsional akan sulit diharapkan partisipasi masyarakat dan kebersamaan

didalam pelaksanaan pembangunan. Strategi ini juga ditujukan untuk mempersiapkan

landasan pembangunan yang kokoh yang diperlukan bagi pembangunan yang

berkelanjutan dan kehidupan generasi mendatang yang lebih baik.

Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Sumatera Barat tahun 2006-

2010 adalah untuk dapat menjawab kebutuhan daerah serta dapat meminimalkan

permasalahan yang ada terutama berkaitan dengan agenda pembangunan daerah yaitu :

(1) Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama dan Sosial Budaya; (2) Membangun

Sumberdaya Manusia Berkualitas; (3) Menyelenggarakan Pemerintahan yang Baik dan

Bersih; (4) Membangun Ekonomi yang Tangguh dan Berkeadilan; (5) Mengembangkan

Infrastruktur yang Mendorong Percepatan Pembangunan; (6) Mempercepat Penurunan

Tingkat Kemiskinan dan (7) Memberdayakan Nagari sebagai Basis Pembangunan.

Dalam uraian berikut akan dijelaskan permasalahan dan tantangan utama pembangunan

daerah untuk masing-masing indikator outcomes.

A. Pelayanan Publik dan Demokrasi

Permasalahan dan tantangan utama dalam pelayanan publik di Provinsi Sumatera Barat

adalah :

1. Hambatan yuridis Pasal 36 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dirasa sangat menghambat penyidikan tindak pidana yang

dilakukan oleh Kepala Daerah karena baru boleh dilakukan setelah adanya

persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik. Apalagi proses tersebut

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

13

membutuhkan waktu 60 hari sejak diterimanya permohonan kemudian baru proses

penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan. Dengan kata lain hambatan struktural

berupa perizinan untuk memproses pejabat yang diduga melakukan tindak pidana

korupsi prosesnya sangat lama.

2. Tidak terdapat Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) maupun Lembaga-Lembaga Non

Pemerintah (NGO) yang intens memperhatikan, memantau dan mengawal korupsi

sekaliber Indonesian Corruption Watch (ICW) karena itu kasus yang ditangani hanya

semata-mata berdasarkan temuan Kejaksaan saja.

3. Penggantian Pejabat penegak hukum terlalu cepat, sehingga program penanganan

korupsi yang sudah dicanangkannya belum jalan / tuntas, akibatnya penanganan

kasus kurang terlihat kontinuitasnya.

4. Penanganan korupsi nampaknya masih setengah hati dan terkenal dengan konsep

tebang pilih. Selain itu penegakkan hukum terutama pemberantasan korupsi masih

sarat dengan kepentingan politik.

5. Komitmen Kepala Daerah untuk memberantas korupsi hanya sebatas wacana karena

setelah diadakan MoU, penanganan berhenti sampai disana dan tidak ada follow up-

nya

6. Manajemen pengelolaan keuangan daerah belum transparan dan akuntabel sehingga

beban keuangan ke kas daerah cenderung diatur dengan Peraturan Gubernur saja,

sehingga terjadi penyelundupan norma.

7. Belum adanya Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang akurat terukur sesuai

dengan kebutuhan rakyat.

8. Terdapatnya egoisme sektoral dinas maupun kantor dalam menyatukan pemberian

pelayanan pada satu kantor Pelayanan Satu Pintu (Penataan Organisasi Pemda).

9. Belum mempunyai birokrasi yang mengartikulasikan keinginan rakyat.

10. Peningkatan kualitas aparatur mempunyai predikat S-1 belum terprogram secara baik

dan juga belum didukung alokasi budget yang membuka kesempatan lebih luas /

banyak bagi aparatur untuk mengikuti pendidikan tambahan.

11. Upaya peningkatan strata pendidikan aparatur lebih mengutamakan peningkatan pada

aparatur yang lebih senior sehingga untuk jangka panjang tidak relevan dengan

peningkatan strata pendidikan.

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

14

12. Kebijakan pengangkatan pegawai honorer akan menurunkan persentase aparatur

yang sudah mencapai S-1. (Perlu kebijakan penerimaan pegawai dengan standar

yang jelas).

B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia

Persoalan pemerataan pendidikan selalu menjadi tantangan bagi pembangunan

sumberdaya manusia berkualitas. Ketimpangan terhadap akses pendidikan di Sumatera

Barat terjadi pada berbagai level baik pada level region antar daerah maupun intra daerah

kabupaten / kota, kelompok umur, pendapatan dan gender serta berbagai karakteristik

sosial-ekonomi lainnya. Rasio guru bidang studi tidak merata pada setiap sekolah

terutama yang berada di pedesaan. Kualitas dan jumlah fasilitator pendidikan non-formal

masih belum memenuhi harapan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan

kesetaraan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan pemberdayaan perempuan sampai

pada pendidikan keagamaan.

Sumatera Barat menghadapi tantangan untuk menyediakan tenaga kesehatan secara

merata untuk setiap daerah agar masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dasar.

Disparitas umumnya terjadi antara daerah kota dan desa. Peningkatan derajat kesehatan

masyarakat erat kaitannya dengan ketersediaan akses masyarakat terhadap layanan

kesehatan berkualitas. Kemiskinan dan buruknya derajat kesehatan berjalan seiring,

kemiskinan menyebabkan status kesehatan seseorang rendah dan tidak mampu

membayar biaya kesehatan serta rentan terhadap serangan penyakit.

Tujuan utama program keluarga berencana adalah menurunkan tingkat kelahiran dan

mewujudkan keluarga kecil keluarga berkualitas. Pada umumnya masyarakat sudah

mempunyai persepsi yang positif terhadap pelaksanaan program KB namun kalangan

masyarakat miskin dan pedesaan masih mengalami banyak kendala dalam

mensukseskan program KB baik di tingkat Nasional maupun di daerah.

C. Tingkat Pembangunan Ekonomi

Permasalahan dan tantangan utama dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera

Barat secara umum adalah:

1. Kesempatan kerja masih terbatas. Selain disebabkan oleh rendahnya kegiatan

perekonomian daerah, terbatasnya kesempatan kerja juga disebabkan oleh

pertumbuhan jumlah penduduk atau angkatan kerja yang kurang diimbangi oleh

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

15

tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang cukup tinggi sehingga kesejahteraan

rakyat belum dapat meningkat seperti yang diharapkan. Akibatnya masalah

kemiskinan dan pengangguran masih merupakan tantangan dimasa depan kecuali

pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dapat dipacu lebih cepat sehingga

kesempatan kerja semakin luas.

2. Struktur ekonomi belum seimbang. Perekonomian Sumatera Barat masih didominasi

oleh sektor pertanian dan perekonomian akan semakin sulit berkembang karena

keterbatasan lahan dan rendahnya pemanfaatan teknologi. Disamping itu

pertumbuhan sektor pertanian dan industri masih relatif rendah dimana sebagian

besar tenaga kerja diserap oleh kedua sektor tersebut. Dengan demikian peningkatan

produktivitas sektor pertanian dan perluasan sektor industri merupakan tantangan

utama di masa depan.

3. Komposisi Ekspor didominasi produk pertanian. Akibat belum berkembangnya sektor

industri karena rendahnya investasi, terbatasnya sumberdaya alam dan sumberdaya

manusia yang mendukung pembangunan sektor industri maka produksi dan ekspor

Sumatera Barat masih didominasi oleh produk primer atau bahan setengah jadi

dengan nilai tambah relatif rendah. Keadaan ini juga mengakibatkan rendahnya

penciptaan lapangan pekerjaan baru.

4. Pemanfaatan IPTEK masih rendah. Rendahnya penggunaan IPTEK maju

mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing (harga dan kualitas) produk

yang dihasilkan sehingga pemasaran produk selalu merupakan masalah utama.

Rendahnya produktivitas sektor pertanian disebabkan belum optimalnya penggunaan

bibit unggul, pembangunan sarana-prasarana pendukung, peningkatan keterampilan

tenaga kerja dan permodalan. Akses terhadap teknologi baru dan pengembangan

kelembagaan penelitian perlu ditingkatkan di masa depan.

5. Investasi DN dan LN masih terbatas. Khusus di Sumatera Barat keterbatasan lahan,

sumberdaya alam dan tenaga kerja terampil non pertanian merupakan hambatan

utama dalam kegiatan penanaman modal, terutama disektor industri. Investasi yang

dapat dikembangkan di Sumatera Barat adalah investasi dibidang jasa dan industri

yang memanfaatkan tenaga terampil. Tantangan bagi Sumatera Barat kedepan

adalah mengembangkan bidang pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga terampil

untuk industri jasa dan manufaktur. Dengan kata lain insentif untuk investor yang perlu

dikembangkan adalah insentif non fiskal yaitu penyediaan tenaga kerja yang terampil

dan berpendidikan tinggi.

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

16

6. Infrastruktur yang terbatas. Infrastruktur yang mendudukung sektor utama (pertanian)

relatif masih kurang sehingga sulit untuk memacu pertumbuhan yang tinggi. Demikian

pula infrastruktur yang mendukung sektor jasa dan industri seperti tenaga listrik,

transportasi, dan pelabuhan darat dan laut masih rendah kualitas dan kuantitasnya.

Permasalahan masa datang adalah ketersediaan dana pembangunan daerah untuk

menyediakan infrastruktur dalam jangka pendek untuk menarik investasi potensial

dimasa depan. Pusat-pusat pertumbuhan di Sumatera Barat harus dapat terhubungi

dengan transportasi jalan raya standar Asean sehingga dapat mengurangi dampak

dari bencana alam yang sering terjadi.

D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Permasalahan dan tantangan utama dalam kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Barat secara umum adalah :

1. Hutan sebagai bagian sumberdaya alam yang memiliki arti dan peran dalam berbagai

aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup harus dikelola dan

dilindungi dari berbagai tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem hutan. Sebagai

suatu sumberdaya alam, hutan kedudukannya agak berbeda dengan sumberdaya

alam lainnya karena kualitas sumberdaya hutan sangat berpengaruh pada keadaan

sumberdaya alam lainnya seperti sumberdaya air, lahan, lingkungan dan

keanekaragaman hayati (biodiversity).

2. Secara ekonomi nilai ekspor hasil hutan Provinsi Sumatera Barat cenderung menurun

karena sumberdaya kayu yang dapat diperdagangkan dari hutan produksi menurun

seiring semakin menurunnya produksi hutannya. Pengambilan kayu saat ini diduga

sudah masuk kedalam kawasan lindung bahkan kawasan cagar alam. Data dari citra

satelit yang dikeluarkan oleh Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT)

/ BPDAS Agam Kuantan melaporkan dari 200.000 Ha kawasan hutan yang difoto

melalui citra satelit yang terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi terbatas

memperlihatkan bahwa 22% dari hutan lindung telah ditebang selama satu dekade

belakang, sedangkan hutan produksi telah terbagi habis kepada sejumlah pemegang

HPH.

3. Penurunan hasil hutan akibat eksploitasi besar-besaran tersebut tampak jelas dari

penurunan volume hasil hutan utama (kayu bulat dan kayu olahan). Sebaliknya hasil

hutan non kayu (rotan, damar, tabu-tabu, getah pinus dan sarang burung walet)

cenderung meningkat. Berakhirnya masa eksploitasi hasil kayu juga dirasakan oleh

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

17

perusahaan HPH karena eksploitasi kayu dalam skala besar saat ini dinilai sudah

tidak menguntungkan dibandingkan dengan investasi yang dibutuhkan. Dengan

demikian pengelolaan sumberdaya kehutanan mencakup aspek-aspek: (i)

Menurunnya produksi kayu, (ii) Menurunnya kualitas hutan, (iii) Menurunnya kapasitas

hutan sebagai penyangga tata air regional; (iv) Bermukimnya masyarakat miskin

disekitar hutan dan (v) Lemahnya pengamanan hutan.

4. Sumberdaya perikanan belum dikelola secara baik dan cenderung berlebihan

sehingga menimbulkan kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir dan perairan karang.

Sumberdaya kelautan Provinsi Sumatera Barat merupakan potensi yang cukup besar

untuk menggerakkan pembangunan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Luas

potensi perairan lepas pantai menurut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) serta pulau-

pulau di Kepulauan Mentawai sekitar 186.580 km2 dengan panjang garis pantai 375

km mulai dari Kabupaten Pasaman Barat sampai Pesisir Selatan.

5. Adanya konflik penggunaan ruang baik antar pengguna didalam provinsi maupun

diluar.

6. Terumbu karang sudah mengalami kerusakkan yang relatif berat dimana 60%

dikategorikan sebagai sangat rusak.

7. Lemahnya penegakan hukum sehingga sering muncul tindakan yang cenderung

merusak sumberdaya perikanan dan kelautan.

8. Kemiskinan masyarakat nelayan pesisir yang umumnya bermata pencaharian dari

penangkapan ikan sehingga sering melakukan kegiatan penangkapan tanpa

memperhatikan kelestarian lingkungan.

9. Ketidakpastian dan ketidakstabilan harga ikan yang menyebabkan kurang terjaminnya

penerimaan dan tingkat pendapatan.

10. Lemahnya akses sumberdaya modal dan pasar yang berakibat pada kurangnya

perkembangan usaha penangkapan dan budi daya perikanan.

11. Lemahnya kemampuan nelayan sehingga hasil tangkapan relatif rendah.

12. Teknologi penangkapan ikan yang dimiliki oleh nelayan relatif rendah sehingga

kapasitas nelayan dalam penangkapan ikan sangat terbatas sekali. Sementara itu

dengan beroperasinya kapal-kapal nelayan yang berasal dari provinsi lain atau negara

lain dengan alat tangkap yang super canggih akan merugikan petani nelayan yang

kecil. Malahan sering terjadi konflik antara nelayan lokal dengan nelayan yang berasal

di luar kawasan.

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

18

13. Belum memadainya sarana pasca panen berupa pengawetan ikan, sehingga akan

berpengaruh pada harga ikan apabila terjadi over produksi ikan, maka harga akan

turun.

14. Rendahnya daya saing poduk perikanan Provinsi Sumatera Barat.

15. Sumberdaya alam bersifat tidak dapat diperbaharui (non-renewable) lokasinya di

daerah pesisir dan laut.

16. Peraturan perundangan yang mengatur interaksi diantara pengguna, nilai dan harga

sumberdaya alam belum jelas.

E. Kesejahteraan Sosial

Permasalahan dan tantangan utama dalam peningkatan kesejahteraan sosial di Provinsi

Sumatera Barat secara umum adalah :

1. Struktur ekonomi Provinsi Sumatera Barat masih lemah sehingga jumlah kemiskinan

masih tinggi. Penduduk miskin yang sebagian besar termasuk kedalam kategori

kemiskinan kronis (chronic poverty) yaitu kemiskinan yang terjadi terus menerus

sehingga membutuhkan penanganan serius, terpadu secara lintas sektor dan

berkelanjutan. Selain itu, penduduk miskin yang tergolong kedalam kemiskinan

sementara (transient poverty) yang diindikasikan dengan menurunnya pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat secara sementara. Hal ini disebabkan oleh perubahan

kondisi perekonomian, bencana alam yang kejadiannya sulit diperkirakan secara

cepat dan tepat, dan bencana sosial.

2. Masih tingginya jumlah pengangguran karena sedikitnya ketersediaan lapangan kerja.

3. Masih adanya masalah-masalah sosial seperti keterlantaran, kecacatan,

ketunasosialan, kerawanan sosial ekonomi, penyimpangan perilaku, keterpencilan,

eksploitasi dan diskriminasi serta kerentanan sosial warga masyarakat yang semua ini

berpotensi menimbulkan meningkatnya penyandang masalah kesejahteraan sosial

(PMKS)

4. Meningkatnya jumlah anak terlantar, anak jalanan, balita terlantar dan anak nakal. Hal

ini bisa disebabkan meningkatnya populasi anak yang menghadapi perlakuan salah

yaitu anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau dieksploitasi dan terpaksa

bekerja ditempat-tempat yang memiliki resiko tinggi.

5. Masalah kecacatan dirasakan semakin berat jika terkait dengan masalah sosial

lainnya seperti kemiskinan. Kondisi seperti ini menyebabkan hak penyandang cacat

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

19

untuk tumbuh kembang dan berkreasi tidak dapat terpenuhi. Belum cukupnya sarana

dan prasarana pelayanan sosial dan kesehatan terutama aksesibilitas terhadap

pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat dan

penyediaan lapangan kerja bagi mereka.

6. Meningkatnya jumlah tuna sosial seperti gelandangan, pengemis, tuna susila, bekas

narapidana.

7. Masih kurangnya jumlah tenaga lapangan dibidang kesejahteraan sosial yang terdidik,

terlatih dan berkemampuan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jangkauan dan

kemampuan pelaku pembangunan kesejahteraan sosial dari unsur masyarakat

sebagai sumber dan potensi kesejahteraan sosial, serta penataan sistem pendataan,

pelaporan dan jalur koordinasi ditingkat Nasional dan daerah. Permasalahan serius

yang harus ditangani adalah masih lemahnya koordinasi kerja antar instansi di tingkat

Nasional dan daerah, dan belum tertatanya sistem dan standar pelayanan minimal

dibidang kesejahteraan sosial.

8. Perlindungan sosial yang ada saat ini seperti sistem jaminan sosial, masih belum

banyak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Penyelenggaraan jaminan

sosial telah banyak dilaksanakan baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta.

Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional belum

dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.

9. Bantuan sosial yang diperuntukkan bagi penduduk miskin juga masih terbatas yaitu

antara lain pada bidang pendidikan dan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh

pembiayaan untuk perlindungan sosial yang saat ini masih terbatas pada pembiayaan

bantuan sosial yang bersumber dari APBN dan APBD.

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

2.1.1. Capaian Indikator

Indikator output yang digunakan untuk melihat perkembangan indikator hasil (outcomes)

dari Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi dibagi atas dua kelompok indikator

pendukung yaitu: a) Pelayanan Publik dan b) Demokrasi.

A. Pelayanan Publik

Indikator pendukung dalam menentukan keberhasilan pelayanan publik yang digunakan

adalah :

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

20

1) Persentase jumlah kasus korupsi yang ditangani dibanding dengan kasus korupsi

yang dilaporkan.

2) Persentase aparatur yang berijazah sarjana satu (S-1).

3) Persentase Kabupaten / Kota yang memiliki Peraturan Daerah Pelayanan 1 (satu)

atap.

Grafik 2.1.A : Tingkat Pelayanan Publik Nasional dan Provinsi Sumatera Barat

0

10

20

30

40

50

60

70

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Pelayanan Publik Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

Analisis Relevansi

Berdasarkan Grafik 2.1.A. terlihat bahwa tren capaian pembangunan pelayanan publik

Provinsi Sumatera Barat searah dan relatif lebih baik (kecuali pada tahun 2006) dari

capaian pembangunan Nasional sehingga dapat dikatakan relevan.

Faktor penyebab lebih baiknya peningkatan pelayanan publik di Provinsi Sumatera Barat

adalah :

INDIKATOR PENDUKUNG 1. Persentase jumlah kasus korupsi yang ditangani dibanding dengan kasus korupasi yang dilaporkan. 2. Persentase aparatur yang berijazah sarjana satu (S-1). 3. Persentase Kabupaten / Kota yang memiliki Peraturan Daerah Pelayanan 1 (satu) atap

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

21

1. Dengan adanya agenda pemberantasan korupsi dan dibentuknya KPK secara

bertahap telah membawa pengaruh pada penanganan korupsi di daerah sehingga

implementasinya pada tahun 2007 membawa peningkatan penanganan korupsi.

2. Jumlah Kabupaten / Kota yang memiliki Peraturan Daerah Pelayanan satu atap

setiap tahun meningkat yang sebelumnya telah dirintis oleh Kabupaten Solok dan

Kabupaten Tanah Datar. Dengan dibentuknya Organisasi Tata Kerja Pemerintahan

Daerah berdasarkan PP 41 tahun 2008 maka daerah semakin terpicu membuat

aturan dan membentuk kantor pelayanan satu atap (baca satu pintu, untuk

membedakan dengan SAMSAT).

Analisis Efektivitas

Capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat menunjukkan peningkatan setiap

tahunnya, sehingga dapat dikatakan efektif. Keberhasilan ini disebabkan oleh:

1. Keberhasilan pembangunan dalam bidang Pelayanan Publik sangat ditentukan oleh

kualitas SDM terutama dalam bidang pendidikan. Jika dibandingkan persentase

pegawai yang telah mencapai pendidikan S-1 di Provinsi Sumatera Barat dengan

pegawai secara Nasional, kondisi pegawai yang telah berpendidikan S-1 di Provinsi

Sumatera Barat jauh lebih banyak dan marjinnya mencapai 5%.

2. Upaya pembangunan pelayanan publik diprioritaskan pada beberapa jenis pelayanan

publik dan telah menggunakan teknologi informasi / elektronik, seperti tender

pengadaan barang publik yang dikenal dengan service excellence. Partisipasi publik

dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan karena telah diberi kesempatan

melakukan kontrol terhadap pemerintah. Masyarakat dapat mempertanyakan segala

persoalan tentang pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah melalui media massa

dan pemerintah menjawab atau memberikan penjelasan.

3. Salah satu indikator keberhasilan dalam bidang pelayanan publik adalah terciptanya

pelayanan yang cepat, mudah dan tidak berbelit. Hal itu dapat diwujudkan melalui

pemberian Pelayanan 1 (satu) Pintu. Pada tahun 2004 terdapat 7 kabupaten dan kota

yang memiliki sistem pelayanan 1 (satu) pintu meskipun belum diatur dalam Peraturan

Daerah. Untuk tahun selanjutnya tidak ada data yang di up date. Namun beberapa

kabupaten telah mengikuti pemberian pelayanan 1 (satu) pintu seperti Kabupaten

Agam, Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Padang, Kota Padang Panjang.

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

22

B. Demokrasi

Indikator pendukung dalam menentukan keberhasilan pelayanan demokrasi yang

digunakan adalah :

1) Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi.

2) Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Legislatif.

3) Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Presiden.

Grafik 2.1.B : Tingkat Pembangunan Demokrasi Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat

56.0058.0060.0062.0064.0066.0068.0070.0072.0074.0076.0078.00

2004 2005 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-14.00

-12.00

-10.00

-8.00

-6.00

-4.00

-2.00

0.00Tr

en C

apai

an In

dika

tor

Out

com

e

Tingkat Demokrasi Prov Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Demokrasi Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

Analisis Relevansi

Sehubungan dengan tidak dilakukannya pemilihan legislatif dan Kepala Daerah /

Gubernur pada tahun 2006 dan 2007 maka data tidak lengkap. Berdasarkan Grafik 2.1.B

terlihat bahwa tren capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat dan Nasional

menunjukkan kecendrungan menurun dimana capaian pembangunan Provinsi Sumatera

Barat tidak lebih baik dari capaian Nasional karena penurunan capaian di Sumatera Barat

INDIKATOR PENDUKUNG 1. Tingkat partisipasi politik

masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi. 2. Tingkat partisipasi politik

masyarakat dalam Pemilihan Legislatif. 3. Tingkat partisipasi politik

masyarakat dalam Pemilihan Presiden.

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

23

lebih cepat. Dengan demikian capaian pembangunan demokrasi di Provinsi Sumatera

Barat tidak relevan. Keadaan ini disebabkan oleh:

(1) Timbulnya sikap apatis disebagian warga negara karena mereka beranggapan

keikutsertaan mereka memilih tidak akan memberi manfaat secara individu maupun

secara kolektif bagi mereka.

(2) Pemilihan yang dilakukan mengingkari ikrar bersama Partai Politik dan Calon

Legislatif untuk melaksanakan pemilihan yang dikenal dengan konsep ”Pemilu

Badunsanak”, artinya hubungan antara parpol peserta pemilu dan Calon Legislatif

ibarat hubungan adik kakak, hubungan saudara, bukan hubungan kompetitif yang

memacu permusuhan. Hal ini disebabkan karena karakteristik mayoritas pemilih di

Provinsi Sumatera Barat warga Minang yang dianggap lebih egaliter dan

demokratis.

(3) Selain itu faktor pendidikan masyarakat yang semakin meningkat, sehingga

mempunyai korelasi signifikan dengan kesadaran politik warga.

(4) Faktor lain adalah kelemahan data kependudukan / daftar calon pemilih tetap

walaupun dapat teratasi dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi yang

membolehkan warga memberikan hak suaranya dengan menggunakan Kartu

Penduduk (KTP).

Analisis Efektivitas

Capaian pembangunan bidang demokrasi Provinsi Sumatera Barat tidak efektif karena

tingkat partisipasi masyarakat menurun. Faktor penyebab kurang efektifnya capaian

pembangunan demokrasi adalah :

1. Timbulnya sikap apatis disebagian warga negara karena mereka beranggapan

keikutsertaan mereka memilih dirasakan akan memberi manfaat secara pribadi bagi

mereka.

2. Seringnya pelaksanaan pemilihan dalam waktu hampir bersamaan (terutama

Pemilihan Kepala Daerah) akhirnya berujung keributan suasana kacau, sehingga

pemilihan tidak menarik untuk mereka ikuti.

3. Seringkalinya agenda pemilihan yang diikuti warga, sehingga membuat warga bosan

dengan agenda pemilihan. Dalam 5 tahun dapat berlangsung sebanyak 5 kali

(Pemilihan Bupati / Walikota, Pemilihan Gubernur, Pemilihan Legislatif, Pemilihan

Presiden).

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

24

4. Buruknya pengelolaan data kependudukan, sehingga banyak warga yang tidak

terdaftar, sehingga tidak dapat menyampaikan partisipasi politiknya dalam pemilihan.

2.1.2. Rekomendasi Kebijakan

A. Pelayanan Publik

1. Mencabut mekanisme prosedural perizinan pemeriksaan bagi pejabat politik yang

diduga / sangka melakukan tindak pidana korupsi (peraturan yang lebih demokratis)

dengan menerapkan asas equlity before the law.

2. Menghindari mutasi pejabat penegak hukum yang terkesan mendadak dan harus ada

kesinambungan kinerja.

3. Membentuk Perwakilan KPK di Tingkat Provinsi.

4. Meningkatkan pengelolaan keuangan daerah agar lebih transparan dan akuntabel,

dimana selama ini beban keuangan ke kas daerah cenderung diatur dengan

Peraturan Gubernur saja sehingga terjadi penyelundupan norma.

5. Meningkatkan partisipasi publik dan kontrol publik dalam setiap tahapan dari siklus

pengelolaan keuangan daerah.

6. Membentuk Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang akurat terukur sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi rakyat.

7. Menghilangkan egoisme sektoral antar dinas dan kantor untuk menyatukan pemberian

pelayanan pada satu kantor (Penataan Organisasi Pemda).

B. Demokrasi

1. Melaksanakan pemilihan Kepala Daerah yang serentak dalam jangka pendek untuk

mengurangi kejenuhan pemilih serta dapat melakukan efisiensi biaya.

2. Memberi interval waktu Pemilihan Legislatif dengan Pemilihan Presiden supaya

pelaksanaannya jangan dalam 1 (satu) tahun anggaran. Selain mengakibatkan

pemilih / warga dapat bosan, seringnya pemilihan akan berakibat kinerja pemerintah

akan terganggu.

3. Membenahi / meningkatkan pengelolaan data kependudukan sehingga akurasi data

kependudukan dapat dipercaya, dengan data tersebut akan disusun / menjadi dasar

penyusunan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

25

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

2.2.1. Capaian Indikator

Untuk mengukur capaian pembangunan sumberdaya manusia digunakan 11 indikator

outputs yang mencakup bidang pendidikan (Angka Partisipasi Murni SD/MI, Angka Putus

Sekolah SD, Angka Putus Sekolah SMP/MTs, Angka Putus Sekolah Menengah, Angka

Melek Huruf 15 Tahun Ke Atas, Persentase Guru Yang Layak Mengajar SMP/MTs,

Persentase Guru Yang Layak Mengajar Sekolah Menengah), bidang kesehatan

(Prevalensi gizi kurang, Persentase tenaga kesehatan per penduduk) dan bidang

Keluarga Berencana (Persentase penduduk ber-KB, Persentase laju pertumbuhan

penduduk). Semua indikator diatas akan digunakan untuk menilai keberhasilan program

peningkatan kualitas SDM di daerah Sumatera Barat selama periode 2004-2008.

Grafik 2.2. : Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat

75.00

76.00

77.00

78.00

79.00

80.00

81.00

82.00

83.00

84.00

85.00

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

Tingkat Kualitas SDM Prov Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Kualitas SDM Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

Analisis Relevansi

Grafik diatas menunjukkan bahwa tren capaian indikator hasil (outcomes) pembangunan

SDM Provinsi Sumatera Barat menunjukkan kecenderungan penurunan untuk periode

Indikator Pendukung

1. Angka Partisipasi Murni SD/MI.

2. Angka Putus Sekolah SD.

3. Angka Putus Sekolah SMP/MTs.

4. Angka Putus Sekolah Menengah

5. Angka Melek Aksara 15 tahun Keatas

6. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar SMP/MTs

7. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar Sekolah Menengah

8. Prevalensi Gizi kurang (%)

9. Persentase tenaga kesehatan per penduduk

10. Persentase penduduk ber-KB

11. Persentase laju pertumbuhan penduduk

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

26

2004-2008. Walaupun tren capaian hasil pembangunan SDM cenderung menurun, grafik

diatas menunjukkan bahwa capaian indikator hasil pembangunan SDM Sumbar selalu

jauh lebih tinggi dari capaian pembangunan Nasional untuk tahun 2005, 2006 dan 2008,

kecuali pada tahun 2007 terlihat bahwa capaian pembangunan SDM Nasional sedikit

lebih tinggi dari capaian pembangunan SDM Sumatera Barat. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa capaian pembangunan SDM di Provinsi Sumatera Barat dapat

dikatakan sudah relevan karena berada jauh diatas tren Nasional. Faktor-faktor yang bisa

menjelaskan bahwa tren indikator hasil pembangunan SDM Sumbar sudah relevan

dengan target pembangunan Nasional, jika dianalisis berdasarkan masing-masing

indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan APM berkontribusi terhadap pencapaian indikator hasil pembangunan

SDM. Beberapa terobosan kebijakan sudah dilakukan untuk meningkatkan akses dan

perluasan kesempatan belajar bagi semua anak usia pendidikan dasar dengan target

utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil dan terisolasi. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) cukup membantu dalam peningkatan akses

terhadap pendidikan dasar.

2. Rata-rata nilai akhir SMP/MTs sebagai salah satu indikator peningkatan kualitas

pendidikan menunjukkan perkembangan berarti. Rata-rata nilai akhir SMP/MTs pada

tahun 2004 adalah 5,42 sementara tahun 2008 menjadi 6,56. Rata-rata nilai akhir

SMA/SMK/MA memperlihatkan peningkatan dari 4,25 tahun 2004 menjadi 6,69 pada

tahun 2008.

3. Presentase angka putus sekolah SD terlihat cukup tinggi pada tahun 2005, yaitu

7,58%, dan ini mengalami penurunan drastis pada tahun 2007 menjadi 2,59, dan 1,81

tahun 2008. Sementara angka putus sekolah SMP/MTs sebaliknya mencatat

peningkatan cukup signifikan dari 1,55% (2004) menjadi 3,48% (2007). Pada tingkat

SMU, angka putus sekolah terlihat stagnan sekitar 3,5%, walapun terlihat bahwa

angka ini pernah mencatat nilai paling kecil pada tahun 2005 (2,64%). Tapi

kecenderungan angka putus sekolah SD dan Menengah mengalami penurunan. Ini

memerlukan terobosan kebijakan untuk menyelesaikan agenda pendidikan dasar 9

tahun.

4. Presentase guru yang layak mengajar pada tingkat pendidikan SMP/MTs sebesar

79,03% tahun 2004, menjadi 86,14% tahun 2007. Sementara itu pada tingkat SMU,

presentase guru yang layak mengajar lebih tinggi secara rata-rata, yaitu sekitar 86%

pada tahun 2008.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

27

5. Kualitas pembangunan manusia diukur oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM Sumatera Barat menunjukkan peningkatan dari 62,34 tahun 2004 menjadi 67,00

pada tahun 2008. Walaupun angka ini masih berada dibawah IPM Nasional (70,5),

laju pertumbuhan IPM Sumatera Barat menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi

dari laju pertumbuhan IPM Nasional. Ini menggambarkan upaya serius yang sudah

dilakukan Sumbar untuk meningkatkan IPM dalam 4 tahun terakhir. Peningkatan IPM

sebagian kecil bisa menjelaskan tingkat relevansi pembangunan SDM Sumatera Barat

yang jauh lebih tinggi dari capaian Nasional.

Analisis Efektivitas

Grafik diatas menunjukkan perkembangan capaian indikator pembangunan kualitas SDM

Provinsi Sumatera Barat. Capaian indikator pembangunan SDM Sumatera Barat

menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun sama halnya dengan perbaikan yang dialami

secara Nasional. Indikator ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan Sumatera

Barat sudah efektif mencapai tujuan yang ditetapkan dalam strategi pembangunan yang

tercantum dalam RPJM. Pada sektor pendidikan misalnya, efektifitas pembangunan

sektor pendidikan diperlihatkan pula perbaikan disemua indikator pendukung seperti

Angka Partisipasi Murni SD/MI, Angka Putus Sekolah SD, Angka Putus Sekolah

Menengah, Angka melek aksara 15 tahun keatas, Persentase jumlah guru yang layak

mengajar SMP/MTs. Secara lebih spesifik, efektifnya pembangunan sektor pendidikan

Sumatera Barat dapat didukung oleh fakta berikut:

1. Umur harapan hidup di Provinsi Sumatera Barat sudah menunjukkan perbaikan dari

tahun ke tahun. Umur harapan hidup mengalami peningkatan dari 68,2 pada tahun

2005 menjadi 68,80 pada tahun 2007. Meningkatnya angka harapan hidup merupakan

refleksi keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dan kemajuan derajat

kesehatan masyarakat.

2. Angka kematian bayi di Sumatera Barat telah mengalami perbaikan dari tahun 2004

ke 2008. Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup menunjukkan pengurangan

secara konsisten: 42,25 per 1.000 kelahiran tahun 2004; dan 36,5 tahun 2005. Hasil

riset menunjukkan tiga faktor utama penyebab kematian bayi diantaranya adalah

penyakit ISPA, diare dan kekurangan gizi. Jenis penyakit lainnya yang juga relevan

berkontribusi adalah berat bayi rendah, tetanus dan kekurangan zat gizi mikro. Faktor-

faktor ini semakin dominan terlihat pada kelompok rumah tangga miskin serta

kelompok penduduk yang jauh dari layanan kesehatan dasar. Jadi, persoalan

penurunan angka kematian bayi bervariasi sesuai dengan faktor yang

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

28

menyebabkannya. Faktor lingkungan juga dominan menyebabkan masih tingginya

angka kematian bayi. Juga, pendidikan yang rendah disertai dengan kekurangan

akses terhadap pelayanan yang diperoleh khususnya ibu, baik semasa hamil, maupun

setelah melahirkan juga bisa menimbulkan tingginya angka kematian bayi.

3. Sumatera Barat cukup konsisten dalam mengurangi angka kematian ibu. Angka

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup menunjukkan penurunan dari 240 tahun

2005 menjadi 229 pada tahun 2007. Penurunan angka kematian ibu menunjukkan

membaiknya pelayanan pre- dan post-natal untuk ibu hamil dan melahirkan. Salah

satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi AKI adalah dengan meningkatkan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang saat ini baru mencapai 82 persen

(Susenas 2007). Mengingat outcomes pembangunan adalah fungsi dari berbagai

faktor, upaya penurunan AKI juga perlu didukung dengan perbaikan keadaan gizi ibu

hamil, pendidikan ibu, peran perempuan, penanggulangan kemiskinan, serta

peningkatan sarana prasarana pelayanan kesehatan, diantaranya ketersediaan

kendaraan dan mutu sarana transportasi.

4. Perkembangan perbaikan status gizi balita di Sumatera Barat bila diukur dari berat

badan menurut umur untuk kelompok usia 0-59 bulan memperlihatkan perkembangan

yang fluktuatif. Pada tahun 2007, prevalensi gizi kurang menurun signifikan menjadi

13,50.

5. Hasil pembangunan keluarga berencana di Sumatera Barat terlihat sangat relevan

selama periode 2004-2008. Tren tingkat kualitas pembangunan KB di Sumatera Barat

selalu lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat kualitas pembangunan KB

Nasional. Jika pada tahun 2004, cakupan KB adalah sekitar 78%, maka pada tahun

2008 angka ini meningkat tajam hampir mencapai 90%. Keberhasilan Sumatera Barat

dalam meningkatkan persentase cakupan penduduk ber-KB mempunyai asosiasi

dengan tingkat penyuluhan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk

merencanakan kelahiran.

2.2.2. Rekomendasi Kebijakan

1. Meningkatkan capaian pemerataan pendidikan. Peningkatan pemerataan pendidikan

diprioritaskan pada tiga daerah yang memiliki resiko pencapaian pemerataan

pendidikan rendah. Daerah-daerah yang dianggap penting didisain pelayanan dan

pemodelan penyelenggaraan pendidikan adalah (i) Daerah terpencil yang hanya

akses pada fasilitas pendidikan dasar dan sekolah satu atap, (ii) Daerah kawasan

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

29

perkebunan, (iii) Daerah kawasan tepi pantai. Selain dari ketiga daerah juga disertai

dengan anak anak yang berasal dari keluarga miskin. Oleh karenanya dalam

kerangka pencapaian pendidikan untuk semua, maka prioritas pendidikan adalah

untuk mencapai pemerataan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, sekaligus

untuk menurunkan tingkat kebodohan dan keterampilan kelompok masyarakat, yang

relatif miskin.

2. Memantapkan ketersediaan alat pembelajaran, mutu guru, dan aksesibilitas anak didik

terhadap pendidikan umum dan agama. Sekolah yang menjadi prioritas adalah

dimana sekolah tersebut memiliki mutu yang rendah, lebih khusus sekolah yang jauh

dari fasilitas publik, dan sekolah yang diselenggarakan oleh swasta, baik sekolah

umum maupun sekolah yang bernaung dibawah yayasan keagamaan.

3. Melanjutkan program beasiswa untuk keluarga miskin. Seluruh keluarga miskin mesti

dibantu melalui program pemberian beasiswa baik yang diberikan melalui dana APBD

maupun yang dikembangkan melalui partisipasi masyarakat.

4. Mengembangkan bahan bacaan minimal. Di seluruh sekolah dasar dan sekolah

menengah pertama, buku ajar tersedia lengkap untuk mata ajar Sains, Bahasa

Indonesia dan Matematika. Oleh karena jumlah kelas berada semenjak pendidikan

dasar sampai kelas SMP, maka diperlukan 3 jenis buku pada masing masing jenjang

kelas untuk seluruh jenjang pendidikan, setidaknya Matematika, Sains dan Bahasa

Indonesia.

5. Mengatasi buta aksara dan kebodohan. Tahun 2012 sekitar 2% saja dari kelompok

usia penduduk berusia 15 tahun keatas yang tidak dapat baca tulis. Program strategis

untuk mengatasi hal ini ada dua. Pertama adalah melanjutkan Program Paket A dan

Paket B. Kedua adalah menyelenggarakan keterampilan kerja sekitar 25% dari

mereka yang buta huruf.

6. Mengalokasikan jumlah anggaran yang lebih besar untuk pendidikan sekolah

menengah pertama dengan syarat efisiensi pengeluaran pemerintah yang lebih pro-

poor seperti penajaman bantuan beasiswa bagi siswa yang berasal dari kelompok

keluarga kurang beruntung. Rekomendasi ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka

lulusan SD yang tidak melanjutkan (transisi) pendidikan ke level SMP/SMA

merupakan fenomena yang meruyak pasca krisis ekonomi. Jumlah siswa SMP yang

tidak melanjutkan ke SMA lebih tinggi pada saat ini, dibanding pada masa lampau.

Problem akses pendidikan memang lebih signifikan untuk tingkat pendidikan SMP.

Pada jenjang ini masih terdapat perbedaan jumlah partisipasi yang sangat besar

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

30

diantara kelompok masyarakat dengan jumlah pendapatan yang berbeda, sesuatu

yang tidak menjadi masalah pada level SD. Seorang anak yang berasal dari keluarga

miskin mempunyai kemungkinan 20 persen lebih rendah untuk melanjutkan ke tingkat

pendidikan SMP dibandingkan anak yang tidak berasal dari keluarga miskin. Dalam

hal ini kebijakan pendidikan pemerintah pada level pendidikan menengah dan tinggi

memang cenderung pro-rich (World Bank, 2006).

7. Mengkaitkan pembangunan pendidikan kedepan dengan kerusakan infrastruktur

pendidikan trauma yang dialami oleh guru sekolah dan murid akibat gempa bumi 30

September 2009. Pembangunan kembali infrastruktur dan fasilitas sekolah mesti

diikuti dengan trauma healing guru dan murid sekolah. Bangunan sekolah yang masih

dipakai untuk proses belajar mengajar, padahal secara fisik kelihatan mengalami

kerusakan berat, menengah dan ringan perlu dilakukan pengujian struktur bangunan

secara teknis untuk memastikan bahwa sekolah yang rusak tersebut masih aman

untuk digunakan.

8. Mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam proses rehabilitasi sekolah sangat

diperlukan. Banyak studi yang menunjukkan bahwa infrastruktur yang dibangun atas

partisipasi masyarakat lebih kecil biayanya pada kualitas yang memadai,

dibandingkan infrastruktur yang diperoleh melalui proses tender pengadaan barang

dan jasa.

9. Merevitalisasi pelayanan kesehatan dasar seperti penyegaran kembali pelaksanaan

program di Puskesmas dan Posyandu. Kegiatan Posyandu selama ini seperti sudah

tidak ada, padahal cukup efektif dalam mengurangi gizi buruk, angka kematian bayi

dan ibu.

10. Meningkatkan kampanye tentang hidup sehat, perilaku nutrisi dan perilaku kebersihan

serta sanitasi lingkungan dengan meningkatkan koordinasi lintas sektoral, LSM, dan

organisasi masyarakat.

11. Memperbaiki akses terhadap air bersih penduduk tepi sungai, pantai dan kelompok

miskin.

12. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh kelompok masyarakat miskin

dan terisolir dengan terobosan program dan skim pembiayaan kesehatan pada

kelompok miskin.

13. Penyediaan asuransi kesehatan terutama micro insurance juga sangat diperlukan bagi

masyarakat untuk jangka menengah dan panjang untuk mengurangi dampak yang

diakibatkan oleh shock. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan bagi penduduk

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

31

miskin dan kurang mampu melalui inovasi program jaminan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin. Askeskin perlu dilanjutkan dan efektivitasnya perlu ditingkatkan.

Anggaran daerah agar lebih pro miskin (pro-poor budgeting).

14. Rekonstruksi bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan (sebagaimana lainnya)

harus mengikuti standar bangunan yang tahan gempa. Rumah sakit harusnya menjadi

bangunan yang tetap bertahan dari goncangan gempa karena akan menjadi tempat

penyelamatan korban bencana.

15. Kondisi Pasca Gempa Bumi 30 September 2009 diperkirakan akan menganggu

kinerja bidang kesehatan selama beberapa tahun kedepan. Total kerusakan dan

kerugian dibidang kesehatan sebagai akibat gempa bumi 30 September 2009

mencapai angka Rp. 611 miliar. Kerusakan pada infrastruktur kesehatan akan

mempengaruhi penyediaan layanan dasar kesehatan kepada sekitar 25% penduduk

Sumatera Barat. Dalam jangka menengah dan panjang intervensi pemerintah sangat

diperlukan disamping untuk emergency relief. Kerusakan bangunan dan peralatan

medis terjadi pada 8 daerah kabupaten dan kota sehingga dapat menurunkan kualitas

dan kapasitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memerlukannya. Upaya

pemulihan pelayanan kesehatan masyarakat dan meningkatkan kembali kinerja

pembangunan bidang kesehatan ini akan memerlukan dana dalam jumlah besar dan

waktu yang relatif panjang.

16. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi bagi

keluarga miskin. Menurunkan tingkat kelahiran dengan cara meningkatkan pelayanan

KB kepada keluarga miskin. Untuk itu perlu dilakukan revitalisasi organisasi dan

kelembagaan KB dengan mengikutsertakan masyarakat seperti halnya telah dilakukan

dengan baik di zaman Orde Baru.

17. Meningkatkan advokasi, komunikasi dan pendidikan masyarakat dalam rangka

meningkatkan partisipasi dalam program KB. Kegiatan ini perlu didukung dengan

penyediaan alat, obat dan pelayanan KB terutama bagi target akseptor pada keluarga

miskin dan masyarakat pedesaan.

18. Memberdayakan petugas lapangan dengan cara meningkatkan pemahaman tentang

program KB, memberikan keterampilan teknis KB dan menggunakan komunikasi yang

efektif dan disesuaikan dengan target akseptor.

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

32

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

2.3.1. Capaian Indikator

Indikator output yang digunakan untuk melihat perkembangan indikator hasil (outcomes)

dari tingkat pembangunan ekonomi adalah:

1) Laju pertumbuhan ekonomi (%)

2) Persentase ekspor terhadap PDRB

3) Persentase output manufaktur terhadap PDRB

4) Persentase output UMKM terhadap PDRB

5) Laju inflasi (%)

6) Persentase pertumbuhan realisasi PMA (Penanaman Modal Asing)

7) Persentase pertumbuhan realisasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

Dari 7 indikator ini hanya tingkat inflasi yang dikonversikan atau dikurangi dari 100

sebelum dihitung rata-rata dari indikator tersebut. Hasil analisis data indikator pendukung

selama periode 2004-2008 dapat dilihat pada Grafik 2.3.

Analisis Relevansi

Dari Grafik 2.3. terlihat bahwa capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat dapat

dikatakan tidak relevan karena tren capaian pembangunan Sumatera Barat tidak sejalan

dan jauh lebih rendah dari capaian pembangunan Nasional walaupun pada tahun 2006

capaian Provinsi Sumatera Barat lebih baik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Struktur ekonomi Sumatera Barat yang didominasi oleh sektor pertanian demikian

pula komoditi ekspornya yang didominasi komoditi primer sehingga persentase

output manufaktur terhadap PDRB sangat rendah dibandingkan dengan Nasional.

2. Struktur ekonomi demikian juga dapat dilihat dari output UKM. Peningkatan

persentase output UKM terhadap PDRB yaitu dari 25,43% pada tahun 2004

menjadi 32,47% (2007) dan diperkirakan 31% pada tahun 2008. Sedangkan

peranan output UMKM tingkat Nasional cenderung menurun selama periode yang

sama yaitu dari 55,40% (2004) menjadi 52,70% (2008). Kondisi ini menunjukkan

perekonomian Provinsi Sumatera Barat masih didominasi UKM dan belum terkait

dengan permintaan luar negeri sehingga pengembangan ekonomi belum bisa

dipacu lebih cepat.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

33

Grafik 2.3. : Tingkat Pembangunan Ekonomi Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-100.00

-50.00

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

eTingkat Pembangunan Ekonomi Prov Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Pembangunan Ekonomi Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

3. Struktur ekonomi juga mempengaruhi arus perdagangan Sumatera Barat

sehingga persentase ekspor terhadap PDRB lebih rendah dari Nasional. Dengan

kata lain Sumbar belum dapat meningkatkan nilai tambah yang dapat dinikmati

oleh rakyat Sumbar sehingga pendapatan per kapita Provinsi Sumbar lebih rendah

dari Nasional.

4. Dalam kurun waktu 2004 sampai 2008 rata-rata pertumbuhan realisasi PMA di

tingkat Nasional menunjukkan angka jauh lebih tinggi dari Sumatera Barat

demikian juga PMDN. Perbedaan tingkat pertumbuhan disebabkan adanya

perbedaan yang cukup signifikan dibidang potensi sumber daya alam, dukungan

infrastruktur dan potensi pasar.

5. Kondisi keamanan dalam negeri kurang kondusif, gejolak politik membawa

pengaruh kepada stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Dalam periode 2004-

2008 telah dilaksanakan beberapa kali pemilihan umum tingkat nasional, provinsi

dan kabupaten/kota. Meningkatnya dinamika politik disekitar waktu pemilihan

umum tersebut berpengaruh negatif terhadap perkembangan realisasi investasi di

daerah Sumatera Barat.

INDIKATOR PENDUKUNG

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi

2. Persentase Ekspor terhadap PDRB

3. Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB

4. Persentase Output UMKM terhadap PDRB

5. Laju Inflasi

6. Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA

7. Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

34

6. Potensi sumber alam dan ekonomi daerah relatif rendah sehingga tidak bisa

menarik investor skala besar dari luar daerah dan luar negeri untuk menanam

modalnya di daerah Sumatera Barat.

Analisis Efektivitas

Capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat dapat dikatakan tidak efektif karena

capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat tidak menunjukkan keadaan yang lebih

baik dari tahun ke tahun.

1. Pada awalnya memperlihatkan kecenderungan yang membaik dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya tetapi pada tahun 2008 terjadi penurunan.

Walaupun negatif tetapi tingkat pertumbuhan (tren) pada tahun 2006 dan 2008

lebih baik dari Nasional.

2. Struktur ekonomi yang menghasilkan produk berbasis sumberdaya lokal atau

rendah kandungan impornya dengan pasar utamanya provinsi tetangga

mengakibatkan rendahnya ekspor terhadap PDRB demikian juga output

manufaktur. Produk utama Provinsi Sumatera Barat merupakan pasokan bagi

provinsi tetangga seperti Provinsi Riau, Kepri dan Jambi. Kondisi demikian

merupakan tantangan masa depan untuk meningkatkan hasil pembangunan

Provinsi Sumbar.

3. Arus investasi yang rendah di Provinsi Sumatera Barat disebabkan oleh beberapa

faktor sebagai berikut:

a) Infrastruktur kurang memadai sehingga mengakibatkan tingginya biaya

operasional ditambah lagi dengan masalah kekurangan suplai tenaga listrik

yang membuat daya saing investasi daerah menjadi sangat rendah.

b) Sulitnya mendapatkan info dan data potensi ekonomi yang akurat sehingga

calon investor merasa sulit dan lambat dalam pengambilan keputusan

investasinya

c) Permasalahan rendahnya pertumbuhan realisasi investasi di Sumatera Barat

disebabkan antara lain; potensi sumber alam dan ekonomi daerah relatif

rendah, infrastruktur kurang memadai dan pelayanan publik yang masih

banyak dikeluhkan oleh calon investor. Peningkatan investasi PMA dan PMDN

di Sumatera Barat juga masih terkendala karena keterbatasan lahan, sumber

daya alam dan tenaga kerja terampil non pertanian.

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

35

d) Prosedur pengurusan izin-izin investasi belum tersosialisasi dengan baik,

masyarakat masih harus banyak bertanya tentang prosedur investasi dan

harus berurusan dengan beberapa instansi pemberi izin secara terpisah.

e) Adanya kebijakan pemerintah (peraturan daerah) yang saling bertentangan di

bidang pelayanan investasi misalnya soal wewenang perizinan dan retribusi

daerah

f) Adanya konflik beberapa perusahaan perkebunan besar dengan petani plasma

dalam pola kemitraan (PIR) yang disebabkan sebagian oleh perjanjian

kemitraan yang tidak tegas dan lemahnya penegakan hukum dalam hal terjadi

konflik antara inti dan plasma

g) Adanya premanisme dibeberapa daerah yang sangat menganggu kelancaran

kegiatan bisnis dan menyita waktu serta pemikiran para eksekutif pengambil

keputusan dalam investasi

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

1. Indikator yang lebih menonjol di Provinsi Sumatera Barat adalah tingkat pertumbuhan

ekonomi rata-rata dimana mencapai angka yang relatif lebih tinggi dari pertumbuhan

ekonomi Nasional selama periode 2004-2008. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi

Sumatera Barat yang tinggi tidak terlepas dari struktur ekonomi dan komposisi ekspor.

produk utama Provinsi Sumatera Barat adalah produk pertanian dan produk agro-

industry yang berbasis sumberdaya lokal dimana komponen impornya relatif sangat

kecil. Kondisi demikian membuat perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat

relatif kurang terpengaruh oleh krisis financial global.

2. Indikator lain yang menonjol tetapi menunjukkan kinerja kurang memuaskan adalah

investasi baik PMA maupun PMDN di Provinsi Sumatera Barat. Rendahnya

pertumbuhan realisasi investasi di Provinsi Sumatera Barat sangat erat hubungannya

dengan terbatasnya potensi sumberdaya alam, infrastruktur dan lokasi yang relatif

terisolir dari pusat pertumbuhan di Pulau Sumatera. Upaya untuk memacu arus

investasi ke Provinsi Sumatera Barat berdasarkan kondisi daerah saat ini adalah

meningkatkan kualitas SDM sehingga di Provinsi Sumatera Barat tersedia tenaga

intelektual dan tenaga berketerampilan tinggi yang dapat menarik investor untuk

mengembangkan industri berteknologi tinggi seperti industri manufaktur yang

menghasilkan komponen dari produk elektronik, computer, dll.

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

36

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Di Provinsi Sumatera Barat sebaiknya dikembangkan industri berbasis

sumberdaya lokal dengan menggunakan teknologi tinggi atau knowledge based

industries sehingga terjadi peningkatan nilai tambah.

2. Insentif yang perlu dikembangkan adalah insentif non-fiskal yaitu tersedianya SDM

terampil berkualitas tinggi. Oleh karena itu perlu dikembangkan pendidikan

keterampilan dengan standar internasional pada setiap tingkatan pendidikan

keterampilan.

3. Perlu segera dibangun infrastruktur seperti irigasi, tenaga listrik, transportasi

standard ASEAN dan air bersih yang mendukung pengembangan agro-industri

berteknologi tinggi. Transportasi standard ASEAN artinya kualitas fisik dan

kenyamanan transportasi yang dapat mengantisipasi terjadinya bencana alam

seperti gempa dan longsor. Pembangunan infrastruktur semakin mendesak

terutama sekali karena terjadinya kerusakan infrastruktur dan bangunan akibat dari

gempa 30 September 2009 yang lalu.

4. Untuk membuka lapangan kerja disektor pertanian maka teknologi modern harus

dimanfaatkan pada setiap level usaha (dari sekala kecil hingga besar). Kegiatan

Litbang (Penelitian dan Pengembangan) harus ditingkatkan sehingga dapat

menghasilkan teknologi modern yang dibutuhkan. Teknologi baru juga dapat

berasal dari lembaga penelitian diluar Sumatera Barat atau luar negeri. Di Provinsi

Sumatera Barat terdapat beberapa lembaga mandat nasional yang potensial untuk

dikembangkan seperti Balai Penelitian Buah (Balibu), Balai Penelitian Pertanian

(Balitan), Stasiun Pengembangan Ternak Besar. Lembaga penelitian ini sebaiknya

dipacu pengembangannya untuk dapat melayani kebutuhan IPTEK modern di

Pulau Sumatera.

5. Provinsi Sumatera Barat harus tetap dipertahankan sebagai sumber bahan

pangan bernilai tambah tinggi yang berasal dari peternakan, perikanan, sayur-

sayuran, buah-buahan untuk wilayah Sumatera.

6. Upaya peningkatan investasi di Sumatera Barat antara lain adalah:

a) Memberikan kemudahan perizinan, misalnya pelayanan cepat dan transparan

serta memberi kemudahan akses kepada instansi pemberi izin melalui internet,

pos atau kontak langsung dengan petugas pelayanan yang terampil dan

profesional.

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

37

b) Memberikan keringanan beban PBB dan retribusi daerah sesuai dengan

kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah.

c) Menyediakan info dan data dasar ekonomi dan potensi investasi yang akurat

dan lengkap melalui web-site dan media cetak yang mudah diakses oleh

masyarakat.

d) Menyediakan data profil pengusaha lokal yang siap bermitra dan menyediakan

media untuk mempertemukan calon investor dari luar daerah dengan

pengusaha lokal yang akan menjadi mitra bisnisnya.

e) Memberikan pelayanan prima kepada investor dan pengusaha umumnya baik

pada tahap persiapan maupun setelah memasuki tahap operasional

perusahaannya.

f) Menjalankan program promosi investasi yang efektif melalui kegiatan expo,

business meeting, seminar dan menyebarkan leaflet dan booklet panduan

investasi di daerah Sumatera Barat

g) Melaksanakan program pengawasan dan pengendalian investasi dalam rangka

ikut mengatasi lebih dini permasalahan investasi di lapangan

h) Mendorong tumbuhnya forum komunikasi investor dan pengusaha dalam

rangka meingkatkan efektivitas kerjasama bisnis.

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

2.4.1. Capaian Indikator

Indikator output yang digunakan untuk melihat perkembangan indikator hasil (outcomes)

dari kualitas pengelolaan sumber daya alam adalah : (i) Persentase luas lahan rehabilitasi

dalam hutan terhadap lahan kritis dan (ii) Persentase terumbu karang dalam keadaan

baik. Hasil analisis data indikator pendukung selama periode 2004-2008 dapat dilihat

pada Grafik 2.4.

Analisis Relevansi

Dari Grafik 2.4 terlihat bahwa capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat dapat

dikatakan tidak relevan karena tren capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat tidak

sejalan dan lebih rendah dari capaian pembangunan Nasional. Tren ini tidak sesuai

dengan harapan pembangunan dibidang sumberdaya alam karena seharusnya capaian

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

38

Grafik 2.4. : Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup Nasional dan Provinsi Sumatera Barat

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-60.00

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r O

utco

me

Kualitas Pengelolaan SDA Prov Sumatera Barat (outcomes)

Kualitas Pengelolaan SDA Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

pembangunan semakin besar atau meningkat. Rendahnya hasil pembangunan

sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Barat antara lain

disebabkan :

1. Rendahnya upaya peningkatan rehabilitasi hutan dibandingkan dengan percepatan

luas lahan kritis. Artinya luas lahan kritis meningkat lebih cepat daripada luas hutan

yang dapat direhabilitasi. Meningkatnya luas lahan kritis disebabkan oleh (a)

Rendahnya disiplin aparatur dan penegakan hukum, sehingga sering terjadinya

perusakan hutan dan pencurian kayu hampir pada setiap kawasan; (b) Infrastruktur

untuk mendukung sektor kehutanan relatif masih kurang dan sangat terbatas, seperti

menara pengawasan, perangkat untuk polisi hutan dan aksesibilitas patroli hutan; (c)

Rendahnya daya dukung kawasan konservasi sebagai akibat alih fungsi lahan

sehingga merubah karakter hidrologis kawasan dimana kawasan yang sebelumnya

basah menjadi kering.

2. Terbatasnya program dan dana untuk meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan.

Diperlukan kerjasama pembiayaan program rehabilitasi antar Pemerintah Provinsi

untuk peningkatan rehabilitasi hutan walaupun kawasan hutan tidak pada wilayah

INDIKATOR PENDUKUNG 1. Persentase luas lahan

rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis

2. Persentase terumbu karang

dalam keadaan baik

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

39

suatu provinsi tertentu tetapi hutan menentukan kelestarian sumberdaya air terutama

melalui sungai lintas provinsi tersebut.

3. Terumbu karang sudah mengalami kerusakan yang relatif berat dimana 60%

dikategorikan sebagai sangat rusak. Hal ini disebabkan karena;

a) Telah berubahnya ketersediaan dan kondisi sumberdaya kelautan di Provinsi

Sumatera Barat sesuai dengan pemanfaatan yang sudah dilakukan pada waktu

sebelumnya. Panjang garis pantai daratan Provinsi Sumatera Barat berhadapan

dengan Samudera Hindia mempunyai gelombang besar dan memberikan potensi

untuk terjadinya abrasi pantai. Kerusakan terumbu karang berkaitan erat dengan

permasalahan tehnologi pemanfaatan, pelestarian, konservasi, pengolahan limbah

dan daur ulang serta rehabilitasi sumberdaya kelautan.

b) Adanya permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan kerangka hukum dan

kelembagaan di daerah untuk pengelolaan. Kurangnya pengawasan dan

pengendalian melalui pembuatan peraturan daerah, monitoring dan evaluasi yang

diperlukan untuk perbaikan sistem manajemen dan peningkatan pengelolaan dan

penegakan hukum.

c) Kurang baiknya sistem manajemen yang menerapkan pendekatan pengelolaan

sumber daya alam secara terpadu antara pemanfaatan dan konservasi untuk

menjaga kondisi fisik sumberdaya pada tingkat yang dapat memberi manfaat

secara berkelanjutan.

d) Masih kurangnya kapasitas kelembagaan dan kemampuan teknis pengelolaan

sumberdaya alam baik oleh pemerintah maupun masyarakat dalam kerangka

penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Analisis Efektivitas

Pembangunan Provinsi Sumatera Barat dapat dikatakan tidak efektif karena capaian

pembangunan sumberdaya alam Provinsi Sumatera Barat memperlihatkan kecendrungan

yang memburuk dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan pada tahun terakhir

terjadi penurunan yang cukup signifikan

1. Penurunan capaian pembangunan ini seperti dijelaskan di atas lebih banyak

disebabkan oleh meningkatnya lahan kritis sehingga peningkatan persentase luas

lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis semakin rendah. Hal ini terlihat

dari Luasnya hutan dan lahan kurang produkstif dan kritis yang mencapai 512 Ha

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

40

sementara laju Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam 5 tahun terakhir terbatas

hanya 15.000 – 20.000 Ha/tahun.

2. Kondisi terumbu karang tempat berkembang biaknya beberapa jenis ikan, sudah

mengalami kerusakan yang relatif berat hampir mencapai 60% dikategorikan

sebagai sangat rusak. Terumbu karang banyak digunakan untuk bahan bangunan.

3. Penurunan capaian pembangunan sumberdaya alam juga dipicu oleh; (i) Konflik

status hutan terkait dengan hukum adat (tanah ulayat) dengan adanya klaim

penguasaan tanah dalam kawasan hutan oleh masyarakat, (ii) Melanggar jalur

penangkapan ikan (fishing ground), (iii) Menggunakan alat tangkap yang dilarang

seperti Trawl, penggunaan dinamit, sianida / racun (iv) Membuang limbah industri

dan dari kapal (oli bekas) kelaut, dan (v) Kemiskinan dan pengangguran

masyarakat sekitar hutan yang menyebabkan maraknya penebangan liar,

perambahan hutan.

3.4.2. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan kondisi sumberdaya alam di Provinsi Sumatera Barat di atas maka perlu

dikembangkan beberapa program kebijakan pembangunan sumberdaya alam yang

terpadu dengan semua kepentingan baik secara sosial, politik, ekonomi dan ekologis.

Diharapkan program tersebut mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

mengelola sumberdaya alam melalui antara lain :

1. Melestarikan sumberdaya hutan dilakukan melalui : (i) Menjalin kerjasama dengan

provinsi tetangga dalam kaitannya jasa lingkungan, (ii) Rehabilitasi hutan bekas

tebangan, (iii) Pengembangan teknologi pengolahan hasil kayu terutama dalam

penekanan limbah dan (iv) Memperlambat tingkat eksploitasi untuk mempercepat

rehabilitasi hutan.

2. Memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan yang sangat

strategis untuk menjaga dan melestarikan hutan supaya terhindar dari kerusakan,

antara lain dengan : (i) Pengembangan hutan kemasyarakatan berbasis nagari

melalui revitalisasi hukum adat (khususnya yang berkaitan dengan tanah ulayat)

sepanjang ini memungkinkan, (ii) Pemberdayaan masyarakat dalam pengamanan

hutan, (iii) Pemberian hak pengelolaan hutan (HPH) dalam sekala kecil atau lokal

brdasarkan cakupan kewilayahan yang dikelola oleh koperasi, (iv) Pemanfaatan

kawasan hutan untuk hasil non kayu pada hutan lindung dan hutan produksi, (v)

Pengembangan industri kecil dan menengah berbasis hasil hutan atau non kayu, (vi)

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

41

Pengembangan sistem agroforestry pada kawasan hutan dekat permukiman dengan

tidak merubah fungsi hutan, (vii) Peningkatan kegiatan penyuluhan dan

pendampingan dalam pengelolaan hutan kepada masyarakat luas atau

stakeholders, dan (viii) Diversifikasi hasil hutan seperti lebah madu, rotan, bambu,

buah-buahan dan pengembangan pariwisata dalam bentuk ecoturism.

3. Mengembangkan pengendalian sumberdaya kelautan berbasis kemitraan antara

Pemerintah, Lembaga Non Pemerintah, Swasta, masyarakat pesisir, serta

stakeholders yang terkait secara partisipatif. Terutama dalam upaya rehabilitasi

ekosistem mangrove, pembuatan terumbu karang buatan untuk membantu

rehabilitasi terumbu karang yang telah rusak, pengayaan berbagai jenis ikan laut,

penyediaan rupon untuk memudahkan nelayan menangkap ikan.

4. Meningkatkan pemanfaatan dan pengendalian tata ruang laut dan wilayah pesisir.

Menginventarisir potensi sumberdaya kelautan baik hayati (terumbu karang,

mangrove, padang lamun, esturia ikan) maupun non hayati pada tingkat provinsi

dan menyusun tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya sekaligus mencegah konflik diantara

pengguna.

5. Meningkatkan kinerja pelayanan aparatur berdasarkan standar pelayanan minimal

untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik / amanah (good governance) yang

merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk memenuhi aspirasi

masyarakat, dengan meningkatkan kinerja pelayanan aparatur melalui; (i) Pelatihan

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aparatur Pemerintah, (ii)

Penataan organisasi pemerintah, (iii) Penyediaan sarana dan prasarana dalam

penunjang kerja dan (iv) Meningkatkan pelayanan pemerintah dalam

mengembangkan kemitraan usaha.

6. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan sumberdaya alam dilaksanakan

melalui : (i) Meningkatan partisipasi masyarakat, sehingga Pemerintah dapat

mengurangi beban dalam kegiatan operasi dan pengamanan sumberdaya alam, (ii)

Meninjau kembali fungsi kawasan yang telah ditetapkan (iii) Menegakkan aturan

pengamanan sumberdaya alam dengan menempatkan masyarakat sebagai

komponen utama penegakan aturan dan pengembangan sanksi sosial dan hukum

yang kuat terhadap pelanggaran, (iv) Memperkuat Control Public melalui

keterbukaan media dan kesadaran politik masyarakat tentang hak dan

kewajibannya, dan menggali nilai sosial budaya masyarakat berkaitan dengan

pemanfaatan perlindungan sumberdaya alam.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

42

7. Mengembangkan sistem informasi sumberdaya alam Provinsi Sumatera Barat untuk

mendukung pengambilan keputusan produksi, konservasi dan penanganan berbagai

bentuk bencana alam.

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

2.5.1. Capaian Indikator

Indikator hasil (outcomes) dari Tingkat Kesejahteraan Sosial berdasarkan kepada 5 (lima)

indikator output sebagai berikut yaitu :

1) Persentase penduduk miskin;

2) Tingkat pengangguran terbuka;

3) Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak / Persentase jumlah anak

(terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal) yang dilayani oleh Departemen Sosial;

4) Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia / Persentase jumlah

lanjut usia yang dilayani oleh Departemen Sosial;

5) Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial / Persentase jumlah (penyandang cacat,

tunasosial dan korban penyalahgunaan narkoba) yang dilayani oleh Departemen

Sosial.

Analisis Relevansi Berdasarkan Grafik 2.5 terlihat bahwa capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat

dapat dikatakan tidak relevan karena tren capaian pembangunan Sumatera Barat tidak

sejalan dan lebih dari capaian pembangunan Nasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu :

1. Persentase miskin masih tinggi pada tahun 2005 dan 2006. Kemiskinan yang

bersifat konsekuensial yang terjadi akibat kejadian lain atau faktor eksternal diluar

si miskin. Kemiskinan yang disebabkan oleh perubahan kondisi perekonomian,

bencana sosial dan bencana alam.

2. Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka karena masih terbatasnya

kesempatan dan ketersediaan lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang

berkesinambungan. Terbatasnya akses dan masih rendahnya mutu kualitas

pendidikan yang membuat kalah dalam persaingan dunia kerja. Hal ini juga

disebabkan struktur ekonomi masih agraris dan program pemerintah kurang

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

43

mendorong pengembangan UMKM / sektor industri yang bisa menyerap banyak

tenaga kerja.

Grafik 2.5. : Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional dan Provinsi

Sumatera Barat

91.50

92.00

92.50

93.00

93.50

94.00

94.50

95.00

95.50

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

-1.00

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

e

Tingkat Kesejahteraan Sosial Prov Sumatera Barat (outcomes)

Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional (outcomes)

Tren Provinsi

Tren Nasional

3. Meningkatnya persentase anak terlantar, jalanan, balita terlantar dan anak nakal

yang dilayani oleh Departemen Sosial sebagian besar merupakan dampak

kemiskinan dan pengangguran. Akibat ketidakmampuan dan ketidakberuntungan

sosial tadi mereka menjadi terlantar. Masalah ini dapat menyebabkan daerah

kehilangan generasi karena anak muda tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas.

4. Menurunnya persentase jumlah lanjut usia yang dilayani oleh Departemen Sosial

karena pada umumnya para lanjut usia tinggal dan dilayani oleh keluarga terdekat,

anak atau saudara.

5. Menurunnya jumlah pelayanan untuk penyandang cacat, tunasosial dan korban

penyalahgunaan narkoba oleh Departemen Sosial. Hal ini disebabkan banyak

keluarga yang anggota keluarga yang menjadi korban narkoba mengobati sendiri

dan tidak menginformasikan kepada pihak luar karena mereka ingin melindungi

INDIKATOR PENDUKUNG

1. Persentase Penduduk Miskin ;

2. Tingkat Pengangguran Terbuka ;

3. Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi

anak/Presentase jumlah anak

(terlantar, jalanan, balita terlantar,

dan nakal) yang dilayani oleh

Dep.sos

4. Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi lanjut

usia/Presentase jumlah lanjut usia

yang dilayani oleh Dep.sos

5. Persentase Pelayanan dan

rehabilitasi sosial / Persentase

jumlah (penyandang cacat,

tunasosial, dan korban penyalahgunaan narkoba)

yang dilayani oleh Dep.sos

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

44

anggota keluarga mereka tersebut. Untuk penyandang cacat, juga mengalami hal

yang sama.

6. Secara umum, kondisi pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan

oleh panti-panti sosial masih terbatas. Hal ini disebabkan terbatasnya dana untuk

program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial. Kurangnya

pemberdayaan pekerja sosial untuk memberikan pelatihan dan pendidikan

kewirausahaan bagi anak-anak terlantar tersebut. Kurang aktifnya karang taruna,

rumah singgah, LSM, yayasan sosial dalam menyusun program kegiatan sebagai

wadah menyalurkan kreativitas bagi mereka.

Analisis Efektivitas

Berdasarkan Grafik 2.5. terlihat capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat dapat

dikatakan tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh :

(1) Meningkatnya persentase penduduk miskin pada tahun 2005 dan 2006 karena

lemahnya kondisi ekonomi rumah tangga akibat krisis ekonomi, sehingga

menurunkan daya beli masyarakat. Kurangnya sosialisasi pemberian bantuan usaha

untuk keluarga miskin, sehingga pemberian bantuan belum tepat guna. Belum

maksimalnya beberapa program pemerintah seperti Program Inpres Desa Tertinggal

(IDT), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program

Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan (P2KP) dan Jaringan Pengaman Sosial (JPS).

(2) Meningkatnya angka pengangguran terbuka terutama karena belum

berkembangnya sektor industri manufaktur dan rendahnya keterampilan pekerja.

(3) Meningkatnya jumlah anak terlantar disebabkan meningkatnya jumlah anak-anak

yang putus sekolah sehingga mereka harus diberdayakan pendapatan untuk

membantu keluarga mereka. Disamping itu lembaga pelayanan sosial masyarakat

atau swasta. Lembaga pelayanan sosial yang ada belum bisa memberikan

kontribusi pelatihan, pendidikan dan keterampilan kewirausahaan yang mandiri yang

dapat dijadikan modal hidup bagi anak-anak terlantar dan jalanan.

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

45

2.5.2. Rekomendasi Kebijakan

Untuk meningkatkan relevansi dan efektivitas program pembangunan Nasional dan

daerah dalam bidang kesejahteraan sosial maka dapat direkomendasikan sebagai

berikut:

1. Perlunya sinkronisasi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan (dengan

melibatkan LSM dan Perguruan Tinggi) untuk bidang dan program sosial yang

dilaksanakan Nasional dengan Provinsi. Mengintegrasikan program anti kemiskinan

dengan berbagai pelaku termasuk perantau dengan kearifan lokal sebagai gerakan

bersama untuk mengatasi akar masalah kemiskinan. Fokus kepada proses

pemberdayaan komunitas miskin dengan program ekonomi dan sosial yang terpadu

supaya terbangun generasi penerus yang sehat dan kuat serta cerdas dan mandiri.

Berbagai program Nasional seperti PNPM perlu diakomodasikan dalam gerakan yang

terintegrasi dengan Program Anti Kemiskinan Sumatera Barat. Peningkatan

kepedulian dan partisipasi keluarga tidak miskin dan perantau dalam menanggulangi

kemiskinan. Peningkatan sosialisasi program bantuan untuk penduduk miskin

khususnya, dan program kesejahteraan sosial lainnya. Peningkatan kerjasama lintas

sektor dunia usaha dalam usaha kesejahteraan sosial. Kesemua itu dilakukan dengan

pemberdayaan sosial, kemitraan, partisipasi dan advokasi sosial.

2. Memberikan perlindungan terhadap dampak krisis untuk mengatasi pengangguran

terbuka dan membuka akses terhadap kebijakan stimulus. Fokus kepada peningkatan

upaya bersama yang berbasis kepada jejaring bisnis terutama peningkatan arus

perantauan untuk mengurangi tekanan terhadap daya serap angkatan kerja di daerah.

Upaya ini perlu dikaitkan dengan peningkatan kapasitas terutama soft-skill untuk

merantau.

3. Mengembangkan gerakan anti kehilangan generasi. Gerakan ini menjadi titik masuk

melalui gerakan lintas pelaku pembangunan termasuk pemerintah antara lain berupa

program beasiswa dan orangtua asuh. Fokus kepada perubahan orientasi dari

mengatasi masalah kepada antisipasi tumbuh dan kembang masalah, sehingga dapat

dikurangi dampaknya dalam jangka panjang.

4. Memberdayakan karang taruna, LSM, organisasi atau yayasan sosial dan organisasi

profesi. Mengembangkan wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat ini

diharapkan agar komunitas lokal terdorong untuk berpartisipasi.

5. Meningkatkan penyuluhan dan pemberdayaan keluarga miskin agar mereka bisa

mandiri dan mampu menjalankan fungsinya sebagai orang tua. Pemberdayaan

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

46

masyarakat diupayakan melalui peningkatan kapasitas SDM agar dapat bersaing

memasuki pasar tenaga kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan

dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Menciptakan kesempatan berusaha

pada usaha tani padi dan usaha tani non padi (on-farm), dan non-farm.

6. Meningkatkan kualitas dan profesional pekerja sosial dan tenaga pelayanan

kesejahteraan sosial. Lebih memberdayakan pekerja sosial masyarakat dan tenaga

kesejahteraan sosial masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan melalui pelatihan. Untuk memotivasi tenaga kesejahteraan sosial bisa

dilakukan seleksi tenaga kesejahteraan sosial yang berprestasi.

7. Pengelolaan ekonomi makro untuk menjamin stabilitas, pertumbuhan ekonomi,

perluasan kesempatan kerja dan pengurangan kesenjangan.

8. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendampingan sosial oleh pekerja

sosial di lapangan meliputi kegiatan pelatihan dan advokasi. Pelatihan dilakukan

terutama untuk meningkatkan keterampilan keluarga miskin dalam mengatasi

masalah dan memenuhi kebutuhan hidupnya (seperti motivasi, peningkatan

kesadaran dan pelatihan kemampuan, manajemen diri, mobilisasi sumber dan

pengembangan jaringan sosial. Advokasi adalah bentuk pembelaan dan

keberpihakkan kepada masyarakat miskin

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

  47

BAB III

KESIMPULAN

A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.

Capaian pembangunan pelayanan publik searah dan relatif lebih baik (kecuali pada tahun

2008) dari capaian pembangunan Nasional sehingga dapat dikatakan relevan. Hal itu

disebabkan karena adanya agenda pembangunan pemberantasan korupsi dan

dibentuknya KPK serta semakin banyaknya dibentuk Kantor Pelayanan Satu Pintu

dengan kualitas SDM lebih baik. Namun masih diperlukan langkah-langkah perbaikan

dimasa yang akan datang karena tingkat kebutuhan masyarakat makin meningkat.

Capaian pembangunan demokrasi di Provinsi Sumatera Barat dan Nasional menunjukkan

kecendrungan menurun dimana capaian pembangunan Provinsi Sumatera Barat tidak

lebih baik dari capaian Nasional. Karena adanya penurunan adanya capaian di Sumatera

Barat dengan demikian pembangunan demokrasi tidak relevan dan pembangunan

demokrasi tidak efektif karena partisipasi masyarakat menurun.

B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.

Capaian pembangunan SDM di Provinsi Sumatera dapat dikatakan relevan karena

berada jauh di atas tren nasional. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

cukup berhasil meningkatkan APM. Disamping itu rata-rata nilai akhir SMP/MTs sebagai

salah satu indikator peningkatan kualitas pendidikan menunjukkan perkembangan berarti.

Presentase angka putus sekolah cukup tinggi, tetapi kecenderungan Angka Putus

Sekolah (APS) SD dan Sekolah Menengah mengalami penurunan. Presentase guru yang

layak mengajar meningkat dan laju pertumbuhan IPM Sumatera Barat menunjukkan

peningkatan yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan IPM nasional.

Perkembangan indikator outcomes menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan

Sumatera Barat dapat dikatakan efektif. Efektifnya pembangunan sektor pendidikan

Sumatera Barat dapat didukung oleh fakta bahwa umur harapan hidup di Provinsi

Sumatera Barat sudah menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun. Angka kematian bayi

di Sumatera Barat telah mengalami perbaikan dari tahun 2004 ke 2008 bersamaan

dengan penurunan angka kematian ibu sebagai akibat membaiknya pelayanan pre- dan

post-natal untuk ibu. Kualitas pembangunan KB di Sumatera Barat selalu lebih baik jika

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

  48

dibandingkan dengan tingkat kualitas pembangunan KB nasional. Keberhasilan Sumatera

Barat dalam meningkatkan persentase penduduk ber-KB berasosiasi dengan tingkat

penyuluhan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk merencanakan kelahiran.

C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.

Capaian pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat tidak relevan dan tidak efektif

karena struktur ekonomi yang didominasi sektor pertanian mengakibatkan persentase

ekspor terhadap PDRB dan output manufaktur terhadap PDRB lebih rendah dari nasional.

Disamping itu rendahnya realisasi investasi baik PMDN maupun PMA dibandingkan

nasional juga mempengaruhi perkembangan ekonomi Sumatera Barat sehingga

pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Barat juga berada dibawah nasional. Lemahnya

infrastruktur dan terbatasnya sumberdaya alam merupakan faktor utama rendahnya arus

investasi ke Sumatera Barat.

D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Capaian pengelolaan SDA tidak relevan dan tidak efektif karena karena kegiatan

rehabilitasi lahan dalam hutan dan pelestarian terumbu karang tidak mampu mengikuti

peningkatan capaian nasional. Keadaan ini disebabkan keterbatasan dana dan lemahnya

penegakan hukum disamping tingkat perekonomian rakyat yang terkait dengan sektor ini

relatif tertingggal sehingga kerusakan hutan dan terumbu karang sulit ditekan.

E. Tingkat Kesejahteraan Sosial.

Capaian pembangunan kesejahteraan sosial Provinsi Sumatera Barat tidak relevan dan

tidak efektif walaupun capaian indikator outcomes lebih tinggi dari nasional. Hal ini

disebabkan karena rata-rata persentase penduduk miskin jauh lebih rendah dari nasional

sedangkan indikator pendukung lainnya relatif sama. Disamping itu terbatasnya lapangan

pekerjaan karena struktur ekonomi yang agraris mengakibatkan tingkat pengangguran

terbuka lebih tinggi dari nasional.

Capaian pembangunan kesejahteraan sosial provinsi Sumatera Barat dapat dikatakan

tidak efektif karena terjadi peningkatan penduduk miskin pada tahun 2005 dan 2006

sehingga capaian pembangunan tidak lebih baik dari sebelumnya.

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND

  49

Tabel 3.1. Ringkasan Hasil Evaluasi Capaian Pembangunan Provinsi Sumatera Barat.

INDIKATOR OUTCOMES Hasil Evaluasi

Relevan Efektif Hasil Capaian

1. Tingkat Pelayanan Publik Ya Ya Rendah

Tingkat Demokrasi Tidak Tidak Sedang

2. Tingkat Kualitas SDM Ya Ya Tinggi

3. Tingkat Pembangunan Ekonomi Tidak Tidak Rendah

4. Tingkat Pengelolaan SDA Tidak Tidak Rendah

5. Tingkat Kesejahteraan Sosial Tidak Tidak Tinggi

Tingkat Capaian Hasil (Outcomes)

Tingkat capaian hasil (outcomes) pembangunan Provinsi dapat dikelompokkan dalam

beberapa kategori, Lihat Tabel berikut:

Tabel 3.2. Capaian Hasil Pembangunan Provinsi Sumatera Barat Terhadap Nasional (%)

INDIKATOR OUTCOMES

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

Sangat Rendah

>105 100-105 70-99 30-69 < 30

1. Tingkat Pelayanan Publik 61,78

Tingkat Demokrasi 90,74

2. Tingkat Kualitas SDM 102,62

3. Tingkat Pembangunan Ekonomi 59,88

4. Tingkat Pengelolaan SDA 42,85

5. Tingkat Kesejahteraan Sosial 100,92