laporan akhir ekpd 2009 sumatera utara - usu

82

Upload: ekpd

Post on 04-Dec-2014

6.929 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Sumatera Utara oleh Universitas Sumatera Utara

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

Kata Pengantar

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) atas pelaksanaan RPJMN 2004-2010

Tahun 2009 adalah evaluasi yang ke empat terhadap kinerja pelaksanaan RPJMN

tersebut. Tujuan dari evaluasi ialah mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat

tentang tingkat capaian pembangunan nasional di daerah sehingga dapat digunakan

sebagai salah satu masukan berharga untuk penyusunan rencana pembangunan

berikutnya. Sebagaimana halnya di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pelaksanaan

evaluasi di Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh tim Universitas Sumatera Utara yang

dipimpin langsung oleh Rektor USU.

Sesuai dengan ketentuan dan tahapan yang ditetapkan oleh Bappenas selaku pemberi

tugas kepada USU, tim telah melakukan survai / pengumpulan data ke berbagai instansi

pemerintah antara lain ialah Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bappeda Provinsi

Sumatera Utara termasuk berbagai SKPD dan sumber-sumber lain yang relevan.

Laporan ini adalah Laporan Akhir yang telah disempurnakan oleh Tim EKPD USU

berdasarkan masukan yang diperoleh dari hasil seminar EKPD 2009 yang

diselenggarakan di Jakarta November 2009.

Kepada seluruh anggota tim yang telah bekerja keras dalam mengumpulkan data,

berdiskusi dan mempersiapkan laporan ini saya mengucapkan terima kasih. Semoga

laporan ini memberi banyak manfaat sebagai masukan kepada pemerintah khususnya

Bappenas dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam menyusun RPJMN 2010-

2014.

Medan, Desember 2009

Rektor,

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp A(K)

NIP. 19450318 197302 1001

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang dan Tujuan ---------------------------------------------------------- 1 1.2. Keluaran ----------------------------------------------------------------------------------- 3 1.3. Metodologi --------------------------------------------------------------------------------- 3 1.4. Sistematika Penulisan Laporan ------------------------------------------------------ 5

BAB II HASIL EVALUASI 6

2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 6 2.1.1. Capaian Indikator 6

Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 19 Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 20 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 20

2.2.1. Capaian Indikator 20 Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 39 Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 39 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 40 2.3.1.Capaian Indikator 41

Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 59 Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol

2.3.3.Rekomendasi Kebijakan 59 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 61

2.4.1 Capaian Indikator 61 Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 68 Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan 69 2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT 69

2.5.1. Capaian Indikator 69 2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 75 2.5.3. Rekomendasi Kebijakan 76

BAB III. KESIMPULAN 77

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dan Tujuan

Pembangunan daerah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan

nasional, pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas

daerah dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi daerah tersebut khususnya

bagi masyarakat dalam semua lapisan dan bagian wilayah. Karena tanggung jawab

utama keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah berada pada Pemerintah

Daerah maka kepada setiap Pemerintah Daerah diberikan kewenangan sesuai dengan

kebutuhannya untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerahnya

masing-masing seperti dinyatakan oleh UU No. 32 Tahun 2004. Namun demikian, peran

Pemerintah Pusat dalam pembangunan daerah juga tidak kalah pentingnya yaitu

menjamin bahwa pembangunan di daerah-daerah akan tetap terintegrasi satu dengan

yang lain dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk pencapaian kondisi

yang demikian, Pemerintah Pusat menyusun berbagai rencana berskala nasional yang

menjadi pemersatu seluruh rencana pembangunan yang disusun oleh masing-masing

Pemerintah Daerah.

Salah satu rencana pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat ialah Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Provinsi Sumatera

Utara yang merupakan salah satu provinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

telah telah pula memiliki RPJM-D Tahun 2004-2009 yang salah satu rujukan utamanya

ialah RPJMN Tahun 2004-2009 disamping dokumen-dokumen perencanaan lain.

Implementasi RPJMN Tahun 2004-2009 telah berjalan selama 4 tahun. Evaluasi

terhadap capaian / keberhasilan implementasi RPJMN Tahun 2004-2009 di setiap

Provinsi termasuk Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan setiap tahun mulai tahun

2005, dan berlanjut ke tahun-tahun berikutnya yaitu 2006, 200 dan 2008. Derajad

capaian kinerja pembangunan setiap tahun telah dievaluasi dan berbagai masalah dan

isu-isu strategis juga telah berhasil diidentifikasi.

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Sumatera Utara

dilaksanakan sebagai lanjutan terhadap evaluasi tahun-tahun sebelumnya. Berbeda

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  2

dengan cara evaluasi sebelumnya, evaluasi tahun 2009 mencakup penilaian terhadap

relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan Daerah Sumatera Utara dalam rentang

waktu 2004-2008. Evaluasi tentang relevansi dan efektifitas dilakukan untuk melihat

apakah pelaksanaan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara telah sinkron dengan

rencana pembangunan nasional serta efektif atau tidak dalam mencapai tujuan /

sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat dalam semua lapisan dan bagian

wilayah benar-benar telah mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut

sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembangunan nasional.

Seperti halnya dengan evaluasi tahun-tahun lalu, evaluasi ini secara kuantitatif

diharapkan akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai alat untuk

membantu pemangku kepentingan dan pengambil keputusan pembangunan dalam

memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil

evaluasi ini akan digunakan sebagai bahan rekomendasi yang spesifik sesuai dengan

kondisi Sumatera Utara guna mempertajam perencanaan dan penganggaran

pembangunan pusat dan daerah Sumatera Utara untuk periode berikutnya termasuk

untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Konsentrasi (Dekon)

bagi Daerah Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian pada latar belakang diadakannya evaluasi kinerja pembangunan

daerah tahun 2009 ini, tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini ialah

untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat tentangan tingkat capaian hingga

tahun ke empat pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2004-2009 di Daerah Sumatera Utara dengan sasaran sebagai berikut:

1) Tersedianya data dan informasi yang akurat dan objektif tentang evaluasi

kinerja pembangunan hingga tahun ke empat RPJMN 2004-2009 di Provinsi

Sumatera Utara

2) Teridentifikasinya sinkronisasi arah dan tujuan pembangunan daerah

Sumatera Utara dan pembangunan nasional

3) Teridentifikasinya isu-isu strategis daerah Sumatera Utara

4) Tersusunnya berbagai rekomendasi tindak lanjut dalam perumusan kebijakan

nasional dan daerah.

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  3

1.2. Keluaran Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 ini meliputi:

1) Data dan informasi serta analisis tentang upaya, capaian dan permasalahan

dalam pelaksanaan tahun ke empat RPJMN Tahun 2004-2009 di Sumatera

Utara

2) Identifikasi konsistensi arah dan tujuan pembangunan Sumatera Utara

dengan pembangunan nasional

3) Isu-isu strategis daerah Sumatera Utara

4) Rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan pelaksanaan tahun ke lima

RPJMN 2004-2009 dan bahan masukan untuk penyusunan RPJMN Tahun

2010-2014

1.3 Metodologi Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil yang

telah dijelaskan diatas adalah sebagai berikut:

1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih

yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes)

2) Pencapaian indikator hasil dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung yang

dinyatakan dalam persentase sebagai nilai satuan.

3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase, tidak

dimasukkan dalam rata-rata, dan ditunjukkan dalam tampilan tersendiri.

4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna

negatif maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus dirubah atau dikonversikan

terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Hal

seperti ini akan ditemui misalnya pada perhitungan nilai indikator pendukung

kemiskinan. Jika persentase kemiskinan tinggi maka kesejahteraan sosialnya

akan semakin rendah.

5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusunan indikator hasil

dibagi jumlah dari penyusunan indikator hasil (indikator pendukungnya). Sebagai

contoh, indikator tingkat kesejahteraan sosial disusun oleh:

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  4

a. Persentase jumlah penduduk miskin

b. Tingkat pengangguran terbuka

c. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

d. Persentase pelayanan sosial bagi orang lanjut usia

e. Persentase pelayanan dan rehabiliasi sosial

Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif seperti dijelaskan

dalam butir 4) diatas.

Untuk menilai kinerja pembangunan daerah Sumatera Utara, pendekatan yang

digunakan ialah relevansi dan efektifitas.

Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauh mana tujuan / sasaran pembangunan

yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama dan tantangan. Dalam hal

ini, relevansi pembangunan daerah dilihat dari tren capaian pembangunan daerah,

apakah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan

dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan

dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan ialah:

a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek

pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,

pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di

wilayah provinsi Sumatera Utara

b. Pengumpulan data primer

Data primer diperoleh melalui Focus Group Discussion dengan pemangku

kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi Sumatera Utara

memfasilitasi diskusi tersebut untuk menggali data dan informasi dari pemangku

kepentingan terkait.

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  5

c. Pengumpulan data sekunder

Data dan informasi sekunder yang telah tersedia pada instansi pemerintah

seperti BPS di Sumatera Utara, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah

merupakan sumber-sumber yang sangat potensial untuk disurvei.

1.4. Sistematika Penulisan Laporan Bab I : Pada bagian ini dijelaskan latar belakang, tujuan, keluaran dan metodologi

dilakukannya kajian terhadap knerja pembangunan daerah dari Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah yang kemudian diselaraskan dengan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasioanl melalui prinsip relevansi dan efektivitas,

sehingga didapatkan gambaran yang jelas dan akurat tentangan tingkat capaian hingga

tahun ke empat pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2004-2009.

Bab II : Bagian ini menjelaskan capaian dari masing-masing indikator dari

pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan

tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi,

Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia, Tingkat Pembangunan Ekonomi, Kualitas

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Tingkat Kesejahteraan sosial. Kemudian dianalisis

relevansi dan efektifitas capaian indikator-indikator tersebut secara komposit dengan

membandingkannya dengan tren nasional untuk mengetahui apakah capaian dalam

masing-masing kelompok indikator untuk mengetahui seberapa relevan dan efektif

capaian tersebut. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol juga dilakukan untuk

mendapatkan gambaran indikator apa yang cukup spesifik dan menonjol diantara

semua indikator yang dianalisis. Berdasarkan analisis di atas akhirnya diberikan

Rekomendasi Kebijakan.

Bab III : Bagian ini berisikan kesimpulan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan

daerah telah relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.

 

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  6

BAB II HASIL EVALUASI

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1. Capaian Indikator Kasus Korupsi

Korupsi adalah salah satu tindak kejahatan yang dipandang sebagai masalah yang

sangat serius di Indonesia. Kepekaan masyarakat terhadap tindak kejahatan korupsi

serta proses penanganan/penindakan para pelaku kejahatan oleh aparat penegak

hukum telah demikian peka. Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia, aparat

penegak hukum di Sumatera Utara telah menunjukkan kesigapan yang semakin tinggi

dalam melakukan penangan setiap tindak pidana korupsi. Berdasarkan data yang

terhimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Sumatera Utara, dalam periode 2004-

2009, hampir separuh kasus korupsi yang masuk tertangani serta dijatuhi hukuman.

Jumlah kasus korupsi yang dilaporkan dalam periode 2004-2009 sangat berfluktuasi

yaitu sebagai berikut: Tahun 2004 terdapat 40 kasus dan 100 % telah/sedang diproses

dengan rincian 35 % dijatuhi vonis dan 65 % sedang diproses; tahun 2005 terdapat 34

kasus dan juga 100 persen telah ditangani dengan rincian 35,3 % sudah dijatuhi vonis

dan 64,7 % sedang diproses; tahun 2006 terdapat 41 kasus dan 100 % tertangani

dengan rincian 21,9 % dijatuhi vonis, 2,4 % divonis bebas, dan 75,7 % sedang

ditangani/proses; tahun 2007 terdapat 53 kasus dan 100 % tertangani dengan rincian

50,9 % dijatuhi vonis dan 49,1 % sedang ditangani; tahun 2008 terdapat 121 kasus dan

100 % tertangani dengan rincian 45,5 % dijatuhi vonis dan 54,5 % sedang ditangani .

Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat relevansi penanganan kasus korupsi di

Sumatera Utara dengan tujuan nasional, dimana Sumatera Utara menunjukkan angka

penanganan kasus korupsi yang lebih baik dari tingkat nasional, dimana pada tingkat

nasional kasus korupsi yang tertangani masih di bawah angka 100 % bila dibanding

dengan kasus korupsi yang masuk (lihat Gambar 2.1).

Jumlah kasus korupsi yang masuk ke Kajati Sumatera Utara tahun 2004-2008

mengalami fluktuasi dari tahun 2004-2006, dan mengalami peningkatan dari tahun

2006-2008. Dibandingkan dengan angka nasional dalam hal pemberantasan korupsi di

Provinsi Sumatera Utara relatif lebih baik, meskipun jumlah kasus korupsi yang ada

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  7

pada tahun 2007 menempatkan Sumatera Utara menjadi daerah terkorup ketiga setelah

DKI Jakarta dan Jawa Timur, dan pada tahun 2008 menjadi urutan kedua.

Analisis Relevansi dan Efektivitas

Trend peningkatan kasus korupsi yang masuk / terungkap ke Kajati sejak tahun 2006-

2008 antara lain disebabkan oleh: 1) Semakin efektifnya para penegak hukum

(Kejaksaan, Kepolisian) dalam mengejar kasus-kasus korupsi; 2) Kultur masyarakat

Sumatera Utara yang terbuka, tegas, dan berani untuk melaporkan kasus-kasus korupsi

yang mereka ketahui; 3) Semakin efektifnya LSM dan media massa mengawasi

tindakan korupsi; 4) Putusan pengadilan yang belum menimbulkan efek jera bagi para

pelaku korupsi karena hukumannya masih relatif ringan; dan 5) Mentalitas masyarakat

Sumatera Utara (khususnya aparat) yang masih terbelenggu dengan mentalitas korup.

Gambar 2.1 : Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan yang Dilaporkan

Penanganan kasus korupsi di Sumatera Utara sangat baik, hal ini terlihat kemampuan

dan pekanya aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan terhadap masalah korupsi

yang dilaporkan sehingga selalu mengupayakan penanganan tindak pidana korupsi 100

persen setiap tahunnya, meskipun angka kasus korupsi yang dilaporkan cenderung

meningkat dari tahun ke tahun. Tertanganinya kasus karupsi yang dilaporkan ini

disebabkan antara lain: 1) Kerja keras yang dilakukan aparat penegak hukum,

khususnya Kajati Sumatera Utara; dan 2) Ketersediaan SDM yang semakin memadai

walupun masih tetap dirasakan belum mencukupi untuk menangani kasus-kasus korupsi

yang dilaporkan

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  8

Meskipun semua (100 %) kasus yang dilaporkan tertangani oleh Kajatisu, namun

penanganan kasus korupsi yang dapat diselesaikan hingga jatuhnya vonis di Sumatera

Utara juga mengalami fluktuasi. Fluktuasi kemampuan menangani kasus korupsi

dipengaruhi antara lain: 1) Jumlah kasus korupsi yang meningkat; 2) Keterbatasan

jumlah aparat penegak hukum dibandingkan dengan kasus korupsi yang dilaporkan; 3)

Kapasitas SDM yang masih sangat terbatas; dan 4) Keterbatasan dana, baik untuk

peningkatan kapasitas SDM maupun biaya operasional penanganan kasus korupsi.

Aparat yang Berijazah Minimal S1

Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang menentukan

bagi kualitas pelayanan publik (public services). Tingkat pendidikan pegawai birokrasi

pemerintah (Pegawai Negeri Sipil-PNS) merupakan salah satu indikator untuk melihat

kualitas SDM yang tersedia. Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Sumatera Utara

pada tahun 2008 berjumlah 184.381 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumatera Utara, diketahui bahwa jumlah

pegawai yang berijazah minimal S1 dalam periode 2004-2008 mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 jumlah pegawai yang berijazah minimal S1

berjumlah 19,97 %, pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 terus yang masing-masing

adalah 24,71 %, 28,58 % (2006), 29,88 % dan 32,07 %.

Analisis Relevansi dan Efektivitas Bila dibandingkan dengan persentase Pegawai Negeri Sipil secara Nasional yang

berkualifikasi S1, maka trend peningkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

berkualifikasi S1 di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan persentase yang terus

meningkat, bahkan pada tahun 2008 sudah mampu melampaui persentase nasional,

meskipun hingga tahun 2007 Provinsi Sumatera Utara masih berada di bawah

persentase nasional. Jumlah Pegawai Negeri Sipil tingkat nasional juga berfluktuasi dari

tahun ke tahun. Pada Juni 2009, keseluruhan Pegawai Negeri Sipil tingkat nasional

berjumlah 4.192.602 orang. Pada tahun 2004 jumlah PNS yang berijazah S1 berjumlah

29,9 %, mengalami peningkatan pada tahun berikutnya menjadi sebesar 31 % (2005)

dan 31,93 % (2006). Namun pada tahun berikutnya (2007) mengalami penurunan

menjadi 30,6 persen, dan pada tahun 2008 kembali mengalami peningkatan menjadi

30,99 % (lihat Gambar 2.2). Dari uraian di atas terlihat bahwa program peningkatan

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  9

pendidikan aparat untuk mencapai ijazah S1 di Sumatera Utara cukup relevan dengan

pembangunan nasional dan juga cukup efektif karena telah melampaui tingkat nasional.

Gambar 2.2 : Aparat yang Berijazah Minimal S1

Trend peningkatan jumlah PNS yang berkualifikasi S1 di Provinsi Sumatera Utara antara

lain disebabkan oleh: 1) Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk

meningkatkan kualitas SDM-nya, yang antara lain ditunjukkan melalui indikator tingkat

pendidikan minimal S1; 2) Munculnya kesadaran para pegawai untuk meningkatkan

kapabilitasnya melalui jalur pendidikan sejalan dengan tuntutan global yang terus

berubah dan tuntutan promosi jabatan, sehingga sebagain pegawai yang pada awalnya

hanya berkualifikasi pendidikan setingkat SLTA, banyak diantara mereka yang

melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 (izin kuliah) tanpa mengganggu pekerjaan

mereka sehari-hari dengan cara mengambil kuliah pada sore hari dan malam hari

setelah selesai jam kerja; dan 3) Kebijakan Pemprov dalam rekrutmen pegawai baru

yang memberi porsi lebih besar untuk calon yang berpendidikan S1 dibandingkan

dengan calon yang berpendidikan SLTA atau sederajat merupakan faktor lain yang

menyebabkan trend peningkatan jumlah PNS yang berkualifikasi S1 di Provinsi

Sumatera Utara.

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  10

Pelayanan Satu Atap

Sesuai dengan Permendagri nomor 24 tahun 2006, setiap kabupaten/kota diharuskan

membentuk Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Melalui

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu seperti terlihat dalam Tabel 2.1,

diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat,

sehingga pelayanan dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Di Sumatera Utara

Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini telah terbentuk di beberapa Kabupaten/Kota, yaitu:

Tabel 2.1 : Kabupaten Kota yang Memiliki Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

No. Kabupaten/Kota Dasar Pembentukan

1. Mandailing Natal Perda Nomor 6 Tahun 2007 2. Tapanuli Tengah Perda Nomor 30 Tahun 2007 3. Nias Perda Nomor 5 Tahun 2007 4. Serdang Bedagai Perda Nomor 3 Tahun 2007 5. Tapanuli Utara Perda Nomor 22 Tahun 2006 6. Binjai Perda Nomor 3 Tahun 2007 7. Padang Sidempuan Peraturan Walikota Padang Sidempuan

Nomor 47 tahun 2007 8. Asahan Perda Nomor 3 Tahun 2003 9. Deli Serdang Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor 997

Tahun 2007 10. Padang Lawas Peraturan Bupati Nomor 060/110/208 11. Nias Selatan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan

Nomor 24 Tahun 2008 12. Tebing Tinggi Perda Nomor 17 Tahun 2008 13. Samosir Perda Nomor 21 Tahun 2007 14. Tanjung Balai Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2007 15. Simalungun Perda No.36 Tahun 2008 16. Padang Lawas Utara • Perbup No.3 Tahun 2008

• Perbup No.38 Tahun 2008 • Per Gub No.6 Tahun 2008

Dari 25 Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara, sampai dengan tahun 2009

sebanyak 64 % telah membentuk Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PPTSP), dan hanya 40 % saja yang sudah menjadi Peraturan daerah (Perda),

sedangkan 24 % kabupaten/kota yang lain baru membentuknya dalam bentuk Peraturan

Bupati/Walikota. Sebanyak 36 % lainnya belum membentuk atau masih dalam proses

pembentukan. Banyaknya PPTSP di Sumatera Utara masih berada di bawah angka

nasional (tahun 2008) yang mencapai 74,31 %.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  11

Gambar 2.3 : Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap

Analisis Relevansi dan Efektivitas Kewajiban Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan “Pelayanan Satu Atap”

Permendagri N0. 24 /2006 adalah sebagai upaya pelayanan publik secara terpadu atau

populer dengan istilah Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Meskipun terjadi peningkatan,

jumlah Kabupaten/Kota yang belum menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,

masih belum relatif rendah yaitu sekitar 36 %. Beberapa faktor yang menyebabkan

masih rendahnya respons Kabupaten/Kota terhadap Permendagri No. 24 /2006 tersebut

antara lain ialah: 1) Pelayanan Satu Pintu masih dianggap oleh sebagian Pemerintah

Kabupaten/Kota akan menurunkan potensi PAD; 2) Banyaknya pihak-pihak di

Pemerintahan Kabupaten/Kota yang merasa dirugikan dengan Pelayanan Satu Atap

karena akan menghilangkan sumber-sumber dana bagi instansinya; dan 3)

Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang ada. Alasan-alasan tersebut sebenarnya

merupakan gambaran bahwa beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota belum menyadari

sepenuhnya substansi dari Pelayanan Satu Atap dalam rangka meningkatkan kualitas

pelayanan publik bagi masyarakat.

Jika tren capaian indikator-indikator pelayanan publik dievaluasi secara komposit maka

diperoleh gambaran bahwa tingkat capaian indikator pelayanan publik di Sumatera

Utara menunjukkan tren yang terus menurun yaitu pada tahun 2005 mencapai

pertumbuhan 0.85 % dan tahun 2006 sebesar 0.31 %. Selanjutnya pada tahun 2007 dan

2008 menunjukan angka negatif yaitu masing-masing -0.61 % dan -0.46 %. Tren

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  12

capaian ini jauh berbeda dengan tren nasional yang menunjukkan tren positif yang terus

meningkat yaitu 2.87 % pada tahun 2005 yang kemudian meningkat menjadi 8.38 %

pada tahun 2006 dan selanjutnya menjadi 28.40 % pada tahun 2007. Pada tahun 2008

menurun menjadi 8.25 %. Berdasarkan gambaran ini jelas terlihat bahwa capaian

indikator pelayanan publik di Sumatera Utara tidak relevan dan juga tidak efektif seperti

ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4:Tren Capaian Kualitas Pelayanan Publik

Gender Development Index (GDI)

Permasalahan gender yang dihadapi sampai saat ini adalah masih rendahnya kualitas

hidup perempuan dan kesenjangan pencapaian pembangunan antara laki-laki dan

perempuan. Permasalahan ini dapat dilihat antara lain dari gambaran peringkat

Gender-related Development Index (GDI) Indonesia yang diukur dari variable angka

harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi sekolah dan GDP riil per-kapita

antara laki-laki dan perempuan di Sumatera Utara seperti terlihat dalam Gambar 2.5.

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  13

Gambar 2.5 : Gender-related Development Index

GDI Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 yaitu 61,70 %, 62,96 % (2005), 63 %

(2006), 63,50 % (2007), 64 % (2008), dan 64,4 % (2009). Dari tahun ke tahun GDI

Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, Sumatera Utara

menduduki peringkat 7 GDI nasional, dan pada tahun 2006 telah naik menduduki

peringkat 4 nasional. Jika dibandingkan dengan angka GDI nasional dalam rentang

periode yang sama yaitu 63,94 % (2004); 65,13 % (2005); 65,3 % (2006); 65,8 %

(2007); 65,8 % (2008) terlihat bahwa kenaikan angka GDI Sumatera Utara masih berada

secara signifikan dibawah GDI nasional.

Analisis Relevansi dan Efektivitas Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.5, angka GDI Sumatera Utara dalam periode 2004-

2008 secara terus-menerus mengalami peningkatan seperti halnya yang juga terjadi

secara nasional. Peningkatan angka GDI adalah disebabkan antara lain: 1) Adanya

perbaikan terhadap indikator-indikator angka harapan hidup, angka melek huruf, angka

partisipasi sekolah dan GDP riil per-kapita antara laki-laki dan perempuan. Artinya,

angka harapan hidup di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. 2) Angka melek huruf yang terus membaik dari tahun ke tahun. Kedua indikator

tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas kesehatan dan pelayanan

pendidikan di Sumatera Utara, khususnya yang bagi kaum perempuan.

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  14

Kenaikan angka GDI Sumatera Utara secara berkelanjutan seperti halnya kenikan GDI

nasional menunjukkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia di Sumatera Utara

dilihat dari GDI sangat relevan dengan pembangunan nasional. Namun demikian,

karena angka GDI Provinsi Sumatera Utara masih terus berada dibawah angka GDI

nasional. Situasi ini menunjukkan bahwa program peningkatan angka GDI Sumatera

Utara dalam periode 2004-2008 dinilai masih tidak efektif.

Gender Empowerment Meassurement (GEM)

Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement/GEM) meliputi

variabel partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan.

Artinya, bagaimana tingkat partisipasi perempuan pada ketiga bidang tersebut. Angka

Gender Empowerment Meassurement (GEM) Sumatera Utara menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun (2004-2008), yaitu 49,49 % (2004); 51,21 % (2005);

54,8 % (2006); 56,50 % (2007); dan 58 % (2008); dan 60% pada tahun 2009. Artinya,

tingkat partisipasi perempuan pada bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan

di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan.

Analisis Relevansi dan Efektivitas Angka Gender Empowerment Meassurement (GEM) Sumatera Utara menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun (2004-2008), yaitu 49,49 % (2004); 51,21 % (2005);

54,8 % (2006); 56,50 % (2007); dan 58 % (2008); dan 60 % pada tahun 2009.

Peningkatan angka GEM di Sumatera Utara tidak terlepas dari: 1) Keberhasilan

Pemerintah Sumatera Utara dalam mengimplementasikan program-program

pengarusutamaan gender (perempuan) khususnya yang terkait dengan partisipasi

perempuan pada bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan di Sumatera

Utara; 2) Kebijakan Pemerintah Sumatera Utara yang sudah responsif gender.

Bila angka GEM Provinsi Sumatera Utara dibandingkan dengan angka GEM nasional,

dimana pada tahun 2004 GEM nasional berada pada angka 59,67 %; 61,32 % (2005);

61,8 % (2006); 62,1 % (2007); dan 62,1 % pada tahun 2008, maka GEM Sumatera

Utara masih berada di bawah GEM nasional. Ini menunjukkan bahwa Sumatera Utara

masih harus terus berupaya untuk melakukan pemberdayaan terhadap kaum

perempuan.

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  15

Gambar 2.6 : Gender Empowerment Measurement

Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Gubernur Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tanggal 16 April 2008, diikuti oleh 8,482 juta lebih

pemilih di 22.992 TPS yang tersebar di 25 kabupaten dan kota. Dalam pemilihan

gubernur ini tingkat partisipasi pemilih mencapai 63,08 %. Partisipasi pemilih tertinggi

berasal dari Kota Binjai yaitu 85 % dan terendah berasal dari Kabupaten Pakpak Bharat

yaitu sebesar 40 %. Bila dibandingkan dibandingkan dengan angka partisipasi politik

masyarakat pada pemilihan kepala daerah (gubernur) secara nasional yang berada

pada angka 75,31 %, maka tingkat partisipasi di Sumatera Utara masih relatif rendah.

Analisis Relevansi dan Efektivitas Rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun

2008 antara lain disebabkan: 1) Sosialisasi yang kurang baik dari berbagai pihak

(KPUD, Parpol, dan Calon Gubernur serta timnya); 2) Kejenuhan pemilih akibat

seringnya dilakukan pemilihan (Pemilihan Bupati/Walikota; Pemilihan Legislatif; dan

Pemilihan Presiden); dan 3) Tidak adanya perubahan yang signifikan dirasakan oleh

masyarakat (pemilih) melalui sistem Pemilihan Langsung.

 

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  16

 

Gambar 2.7: Partisipasi Politik Masyarakat dalam pemilihan Gubernur

Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Legislatif Partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Legislatif tahun 2004 di Sumatera Utara

mencapai 70-75 % Pemilu tahun 2004 ini merupakan Pemilu pertama di masa

Reformasi. Dalam Pemilu ini, pada tahap pertama rakyat memilih wakilnya di DPR,

DPRD, dan DPD. Setelah itu, pada tahap kedua, memilih presiden dan wakil presiden.

Pada Pemilu Legislatif tahun 2009, terjadi penurunan tingkat partsisipasi masyarakat

Sumatera Utara menjadi hanya 42,21 % dibanding pada Pileg tahun 2004 yang sebesar

70-75 %.

Analisis Relevansi dan Efektivitas Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan tingkat partisipasi

tersebut antara lain: 1) Euporia dan harapan yang begitu besar dari masyarakat

merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan

partisipasinya pada Pileg 2004, namun melihat hasil yang tidak banyak berubah selama

kurun lima tahun dari 2004 – 2009, membuat masyarakat menjadi enggan untuk

menggunakan hak pilihnya di Pileg 2009; 2) Kejenuhan masyarakat karena seringnya

dilakukan pemilihan yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres),

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati/Walikota dan Gubernur; 3) Kurang

berhasilnya sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat terkait dengan demokrasi.

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  17

Penurunan partisipasi Pemilu Legislatif juga terjadi secara nasional, meskipun tidak

setajam penurunan di tingkat Provinsi Sumatera Utara, dimana pada Pileg 2004 angka

partsisipasinya sebesar 75,19 %, dan menurun pada tahun 2009 menjadi 71 % secara

nasional.

Gambar 2.8 : Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Legislatif

Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Presiden

Partrisipasi Politik Masyarakat pada Pemilihan Presiden tahun 2004 di Sumatera Utara

mencapai 65 - 75 %. Pemilu ini diikuti oleh 5 pasangan calon presiden dan wakil

presiden. Pilpres yang dilakukan pada tanggal 5 Juli 2004 ini, pada putaran pertama

dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, serta

pasangan Megawati Sukarnoputri dan Ahmad Hasyim Muzadi. Pada putaran kedua

Pilpres ini dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla

dan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden RI untuk masa bakti 2004 - 2009.

Pemilu tahun 2004 sukses dilaksanakan dan didukung oleh partipasi masyarakat yang

besar. Pemilu ini menjadikan Indonesia menjadi negara demokrasi nomor 3 terbesar di

dunia. Sama halnya dengan Pileg, pada pemilihan presiden juga terjadi penurunan

partisipasi politik masyarakat Sumatera Utara pada tahun 2009, yang hanya 63,96 %.

Penurunan partisipasi Pemilu Presiden juga terjadi secara nasional, meskipun tidak

setajam penurunan di tingkat Provinsi Sumatera Utara, dimana pada Pileg 2004 angka

partsisipasinya sebesar 75,98 %, dan menurun pada tahun 2009 menjadi 73 % secara

nasional.

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  18

 

Gambar 2.9 : Partisipasi Politik Masyarakat dalam pemilihan Gubernur

Analisis Relevansi dan Efektivitas Faktor penyebab terjadinya penurunan partisipasi dalam pemilihan presiden ini sama

dengan dengan faktor penyebab penurunan pada pemilu legislatif, yaitu: 1) Keadaan

yang tidak banyak berubah selama kurun lima tahun dari 2004 – 2009, membuat

masyarakat menjadi enggan untuk menggunakan hak pilihnya di Pileg 2009;

2) Kejenuhan masyarakat karena seringnya dilakukan pemilihan (Pileg, Pilpres, Pilkada

(Bupati/Walikota dan Gubernur); 3) Kurang berhasilnya sosialisasi dan pendidikan politik

masyarakat terkait dengan demokrasi.

Bila tren Capaian Indikator Outcome dalam pelayanan demokrasi di Sumatera Utara

dibandingkan dengan tren nasional maka diperoleh hasilnya seperti terlihat dalam

Gambar 2.10. Dari tiga indikator demokrasi yang dievaluasi dalam periode 2004-2009

yaitu Gender Development Index, Gender Empowerment Measurement dan Pertisipasi

Politik Masyarakat, secara komposit menunjukkan tren yang tetap positif walaupun terus

menurun. Pada tahun 2005-2007, tren pembangunan demokrasi di Sumatera Utara

berturut-turut 4.74 %, 3.60 %, dan 1, 86 % dan kemudian pada tahun 2008 meningkat

kembali menjadi 2.62 %. Untuk mengevaluasi relevansi pembangunan demokrasi di

Sumatera Utara dengan tren nasional tidak dapat dilakukan karena tren nasional tidak

dapat dihitung karena data tidak tersedia. Namun demikian jika capaian indikator

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  19

partisipasi politik masyarakat secara nasional diukur hanya dari partisipasi dalam

Pemilihan Presiden maka dapat diketahui bahwa capaian indikator demokrasi di

Sumatera Utara cukup relevan. Tetapi karena memiliki tren yang menurun maka dapat

disimpulkan bahwa pembangunan demokrasi di Sumatera Utara tidak efektif.

Gambar 2.10: Tren Capaian Kualitas Pelayanan Demokrasi

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Walaupun secara umum terlihat bahwa tren capaian indikator pelayanan publik

menurun, capaian indikator yang menonjol ialah penanganan kasus-kasus korupsi

berjalan dengan sangat baik. Seperti telah dijelaskan di atas, capaian indikator

penangnan kasus-kasus korupsi mencapai 100 %. Masalah yang masih belum

mendapat penanganan yang baik ialah pembentukan sistem pelayanan publik satu atap

karena sebagian besar Pemerintahan Kabupaten dan Kota di daerah ini masing enggan

membuat Perda tentang pelaksanaan pelayanan satu atap.

Capaian indikator demokrasi di Sumatera Utara pada dasarnya menunjukkan angka

yang cukup baik dan secara berkesinambungan mengalami peningkatan secara terus

menerus ke arah yang lebih baik. Capaian Sumatera Utara yang cukup menonjol di

daerah ini ialah Gender Development Index dan Gender Empowerment Measurement

yang terus mengalami perbaikan

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  20

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka dalam bidang pelayanan dan

demokrasi di sumatera Utara perlu dilakukan beberapa hal antara lain:

1. Perlu upaya-upaya yang sifatnya lebih kepada upaya preventif (pencegahan)

dari aparat penegak hukum, sehingga tingkat korupsi di Sumatera Utara terus

dapat dieliminasi.

2. Terus mendorong kabupaten/kota yang belum menerapkan Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) untuk segera mengeluarkan Perda, dan

terus meningkatkan profesionalisme dalam penerapan sistem PPTSP.

3. Mendorong para stakeholders politik untuk melakukan pendidikan politik kepada

masyarakat sehingga angka partsispasi politik masyarakat dapat meningkat.

4. Membuat kebijakan-kebijakan pembangunan yang responsif gender.

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1. Capaian Indikator A. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran komprehensif mengenai

tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah sebagai dampak dari

kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM

memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada

suatu daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah melakukan berbagai

upaya untuk meningkatkan kualitas SDM di wilayahnya, baik dari aspek fisik

(kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya

beli), serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan) sehingga partisipasi rakyat dalam

pembangunan akan dengan sendirinya meningkat.

Salah satu alat ukur untuk melihat aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan

manusia adalah melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu ukuran yang secara tidak langsung

digunakan sebagai nikator dalam melihat besarnya keberhasilan pembangunan yang

telah dilaksanakan oleh suatu pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun pada

tingkat pemerintahan di daerah. Berikut ini perkembangan tingkat capaian IPM

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  21

Sumatera Utara selama periode 2004 – 2008 seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.11.

Gambar 2.11 : Perkembangan IPM Sumatera Utara dan Indonesia Periode 2004 – 2008

Berdasarkan Gambar 2.11 di atas menunjukkan bahwa secara umum perkembangan

IPM Sumatera Utara selama periode 2004 - 2008 mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Peningkatan IPM ini seiring dengan perkembangan ekonomi Sumatera Utara

selama periode tersebut. Pada tahun 2004, tingkat IPM Sumatera Utara mencapai

angka 71,40 dan meningkat menjadi 72,70 pada tahun 2008 atau mengalami

peningkatan sebesar 1,30 poin. Sementara itu, dibandingkan dengan angka capaian

IPM nasional, maka angka capaian IPM Sumatera Utara masih lebih tinggi dibandingkan

dengan angka capaian IPM nasional. Akan tetapi bila dibandingkan dengan tingkat

perkembangannya, IPM Sumatera Utara masih lebih kecil (1,30) dibandingkan dengan

perkembangan IPM nasional yang mencapai 2,40 poin selama kurun waktu 2004 –

2008.

B. Pendidikan

Salah satu upaya paling strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia

adalah melalui pendidikan. Pendidikan sangat penting karena merupakan dasar untuk

pengembangan pola berpikir konstruktif dan kreatif. Dengan pendidikan yang cukup

memadai, maka seseorang akan bisa berkembang secara optimal baik secara ekonomi

maupun sosial. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk

mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  22

hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan

kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan adalah tanggung jawab

keluarga, masyarakat dan pemerintah. Beberapa aspek yang berkaitan dengan indikator

tingkat keberhasilan pada bidang pendidikan di Sumatera Utara, antara lain adalah :

1. Angka Partisipasi Murni (APM) Untuk Tingkat SD/MI Kualitas sumber daya manusia suatu daerah sangat tergantung dari tingkat

pendidikan penduduknya. Oleh karena itu pendidikan dapat dijadikan sebagai salah

satu indikator kemajuan suatu daerah karena dengan pendidikan maka kualitas

penduduk akan menjadi lebih baik dan salah satu indikator keberhasilan tingkat

pendidikan adalah Angka Partisipasi Murni (APM).

Angka Partisipasi Murni menggambarkan tingkat partisipasi penduduk usia sekolah

atau kelompok usia 7 – 18 tahun di Sumatera Utara dengan formulasi perbandingan

antara jumlah penduduk usia sekolah yang bersekolah dengan jumlah penduduk

usia sekolah pada semua jenjang pendidikan pada waktu tertentu. Secara umum

kondisi tingkat pendidikan di Sumatera Utara berdasarkan APM menunjukkan

peningkatan yang lebih baik.

Gambar 2.12 : Perkembangan Angka Partisipasi Murni Untuk Tingkat SD/MI di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Pada tahun 2004, indikator APM di Sumatera Utara untuk tingkat SD/MI sebesar

93,53 persen dan terus mengalami peningkatan hingga 94,81 persen pada tahun

2008. Berdasarkan data tersebut, kondisi APM Sumatera Utara relatif masih lebih

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  23

baik dibandingkan kondisi APM nasional. Hal ini membuktikan bahwa tingkat

partisipasi penduduk usia sekolah untuk tingkat SD/MI di Sumatera Utara masih

lebih baik dibandingkan dengan tingkat partisipasi sekolah untuk tingkat nasional.

2. Rata-Rata Nilai Akhir Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah

menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam

menentukan kelulusan peserta didik. Salah satu kriteria yang digunakan untuk

indikator bidang pendidikan tersebut adalah rata-rata nilai akhir untuk jenjang

pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA.

Gambar 2.3 : Perkembangan Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Berdasarkan gambar 2.11 di atas memperlihatkan bahwa rata-rata nilai akhir untuk

jenjang pendidikan SMP/MTs di Sumatera Utara mengalami peningkatan selama

periode 2004 – 2008. Pada tahun 2004, rata-rata nilai akhir untuk jenjang pendidikan

SMP/MTs mencapai 5,51 dan meningkat menjadi 6,78 pada tahun 2008. Sedangkan

untuk rata-rata nilai akhir pada tingkat nasional sebesar 4,80 pada tahun 2004 dan

meningkat menjadi 6,05 pada tahun 2008. Dari data tersebut menggambarkan

bahwa rata-rata nilai akhir untuk jenjang pendidikan SMP/MTs di Sumatera Utara

masih lebih baik dari rata-rata nilai akhir secara nasional.

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  24

Gambar 2.14 : Perkembangan Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA (Gambar 2.12), tingkat rata-rata

nilai akhir di Sumatera Utara pada tahun 2004 sebesar 4,85 dan masih lebih baik

dari rata-rata nilai akhir secara nasional yang mencapai 4,77. Demikian juga halnya

pada tahun 2008, rata-rata nilai akhir baik di Sumatera Utara maupun secara

nasional sama-sama mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk rata-rata nilai

akhir di Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar 6,73 dan masih berada diatas

rata-rata nilai akhir secara nasional yang mencapai 6,35. Hal ini menunjukkan bahwa

kebijakan yang telah dijalankan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara sudah

sesuai dengan arah dan tujuan dari bidang pendidikan secara nasional.

3. Angka Putus Sekolah (APS) Salah satu indikator capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah untuk

urusan pendidikan adalah Angka Putus Sekolah (APS). APS mencerminkan anak-

anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan

suatu jenjang pendidikan tertentu. Pada umumnya penyebab utama putus sekolah

antara lain karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan

anak, kondisi ekonomi orang tua yang miskin dan keadaan geografis yang kurang

menguntungkan.

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  25

Gambar 2.15 : Perkembangan Angka Putus Sekolah SD/MI di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Berdasarkan Gambar 2.15 dibawah menunjukkan bahwa pada tahun 2004,

persentase APS di Propinsi Sumatera Utara untuk jenjang SD/MI mencapai 3,76 %

dan memperlihatkan tren yang terus menurun sampai tahun 2007 hingga mencapai

1,27 %. Penurunan angka putus sekolah ini disebabkan kebijakan Pemerintah

Propinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa terarah dan adanya bantuan

operasional sekolah (BOS) untuk semua jenjang pendidikan sehingga melalui

kebijakan ini diharapkan akan menekan persentase angka putus sekolah.

Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs (Gambar 2.16) menunjukkan angka putus

sekolah (APS) di Propinsi Sumatera Utara selama periode 2004 – 2008 mengalami

tren yang meningkat, walaupun pada tahun 2005 mengalami sedikit penurunan.

Untuk tahun 2004, angka putus sekolah mencapai 3,04 % dan sedikit mengalami

penurunan pada tahun 2005 menjadi 2,94 %. Namun pada tahun 2006, angka putus

sekolah untuk jenjang SMP/MTs kembali mengalami peningkatan menjadi 3,23

persen dan kembali meningkat pada tahun 2007 menjadi 4,85 % serta mencapai

7,41 pada tahun 2008.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  26

Gambar 2.16 : Perkembangan Angka Putus Sekolah SMP/MTs di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Peningkatan angka putus sekolah untuk jenjang SMP/MTs ini juga terjadi pada

tingkat nasional, dimana pada tahun 2004 mencapai 2,38 persen dan meningkat di

tahun 2007 menjadi 3,94 %. Berdasarkan data tersebut memperlihatkan bahwa

angka putus sekolah di propinsi Sumatera Utara relatif masih tinggi bila

dibandingkan dengan angka putus sekolah secara nasional. Tingginya persentase

APS untuk jenjang SMP/MTs di Sumatera Utara umumnya lebih disebabkan pada

alasan-alasan faktor ekonomi keluarga dan belum tumbuhnya kesadaran orang tua

akan pentingnya pendidikan bagi anaknya.

Gambar 2.17 : Perkembangan Angka Putus Sekolah SMA/SMK/MA di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  27

Sementara itu, untuk angka putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA/SMK/MA di

Sumatera Utara (Gambar 2.17) sebesar 4,76 % pada tahun 2004 dan mengalami

penurunan secara signifikan pada tahun 2007 sehingga menjadi 1,79 %. Begitupun

tingkat putus sekolah secara nasional juga mengalami penurunan selama periode

tersebut, dimana pada tahun 2004 sebesar 3,14 % dan menjadi 2,68 % pada tahun

2007. Namun demikian, keberhasilan untuk menekan angka putus sekolah pada

jenjang SMA/SMK/MA di Sumatera Utara tidak terlepas dari visi gubernur Propinsi

Sumatera Utara yang mengupayakan agar masyarakat tidak bodoh.

4. Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari angka melek huruf yang

didefinisikan sebagai persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat

membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya. Semakin tinggi persentase

melek huruf disuatu daerah maka semakin tinggi mutu sumber daya manusia di

daerah tersebut.

Secara rata-rata angka melek huruf di Sumatera Utara tahun 2008 sebesar 97,55

persen, yang berarti masih terdapat 2,45 % penduduk usia 15 tahun ke atas yang

masih buta huruf, terutama untuk penduduk usia tua. Angka melek huruf tersebut

mengalami peningkatan dibanding tahun 2004 yang mencapai 96,60 %. Dengan

demikian, mutu pembangunan pendidikan berdasarkan indikator angka melek huruf

di Sumatera Utara selama periode empat tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan semakin meningkat. Sebaliknya indikator angka buta huruf

menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  28

Gambar 2.18 : Perkembangan Angka Melek Huruf di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan indikator melek huruf tingkat nasional

menunjukkan kondisi melek huruf di Sumatera Utara relatif masih lebih baik dari

tingkat capaian nasional. Hal ini terlihat dari perkembangan persentase penduduk

dewasa yang melek huruf di tingkat nasional yang mencapai 90,40 % pada tahun

2004 dan meningkat menjadi sebesar 92,19 % pada tahun 2008.

Selanjutnya, dilihat dari mutu SDM yang ada di Sumatera Utara tersebut, pada

umumnya di daerah perkotaan cenderung relatif lebih baik dibandingkan daerah

perdesaan. Hal ini terjadi karena akses ke berbagai fasilitas dan pelayanan

masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pendidikan lebih mudah diperoleh.

Disamping itu, kondisi ekonomi juga cenderung lebih baik sehingga kesempatan

untuk meningkatkan mutu SDM lebih terbuka bagi penduduk yang berada

diperkotaan.

5. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Persentase jumlah guru yang layak mengajar menggambarkan angka relatif

banyaknya guru yang memenuhi tingkat pendidikan atau ijazah yang dimiliki dan

kompetensi mengajar dibandingkan dengan jumlah guru yang ada disuatu daerah.

Berdasarkan Gambar 2.17, persentase jumlah guru yang layak mengajar pada

jenjang pendidikan SMP/MTs di Sumatera Utara menunjukkan tren perkembangan

yang meningkat dari tahun ke tahun selama kurun waktu 2004 – 2008. Hal ini terlihat

dari persentase jumlah guru yang layak mengajar di Sumatera Utara pada tahun

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  29

2004 mencapai 74,16 % dan meningkat menjadi 86,28 % pada tahun 2008 atau

mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,13 % per tahun.

Sementara itu, bila dibandingkan antara persentase jumlah guru yang layak

mengajar di Sumatera Utara masih lebih rendah dengan jumlah guru yang layak

mengajar secara nasional. Namun pada tahun 2008, jumlah kualitas guru yang layak

mengajar di Sumatera Utara pada jenjang pendidikan SMP/MTs relatif sama

dengan jumlah kualitas guru secara nasional. Disamping itu, berdasarkan tren

perkembangannya menunjukkan bahwa jumlah guru yang layak mengajar di

Sumatera Utara memiliki tren perkembangan yang sejalan dengan tren

perkembangan secara nasional selama kurun waktu 2004 - 2008.

Gambar 2.19 : Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Selanjutnya, untuk persentase jumlah guru yang layak mengajar pada jenjang

pendidikan SMA/SMK/MA di Sumatera Utara menunjukkan peningkatan dari tahun

ke tahun selama kurun waktu 2004 – 2008. Pada tahun 2004, persentase jumlah

guru yang layak mengajar sekitar 61,65 % dan meningkat menjadi 79,46 % pada

tahun 2008 atau meningkat rata-rata sebesar 6,79 % per tahun. Apabila

dibandingkan secara nasional, persentase jumlah guru yang layak mengajar di

Sumatera Utara pada jenjang pendidikan SMA/SMK/MA relatif masih lebih rendah

dari persentase secara nasional.

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  30

Akan tetapi, berdasarkan tren perkembangnya menunjukkan bahwa tren

perkembangan persentase jumlah guru yang layak mengajar di Sumatera Utara

memiliki tren yang sejalan dengan tren perkembangan secara nasional, walaupun

dilihat dari perkembangan jumlah guru yang layak mengajar di Sumatera Utara

secara rata-rata per tahun sebesar 6,79 % atau masih lebih baik dari perkembangan

rata-rata secara nasional yang mencapai 5,01 % per tahun untuk jenjang pendidikan

SMA/SMK/MA.

Gambar 2.20 : Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

B. Kesehatan

Kesehatan dan gizi merupakan salah satu indikator kesejahteraan penduduk dalam hal

kualitas fisik dan sekaligus indikator keberhasilan dari program pembangunan.

Kesehatan dan gizi berimplikasi pada produktifitas perorangan dan kelompok, sehingga

pembangunan dan berbagai upaya di bidang kesehatan diharapkan dapat menjangkau

semua lapisan masyarakat serta tidak diskriminatif dalam pelaksanaannya, baik

program kesehatan untuk laki-laki maupun perempuan haruslah sama.

Berdasarkan UU No. 23/1992 tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan yang tinggi. Salah satu program pemerintah dalam mewujudkan

derajat kesehatan bagi seluruh penduduk adalah peningkatan pelayanan kesehatan

yang didukung oleh sarana dan prasarana kesehatan yang memadai di tiap kecamatan.

Selain itu, hal pokok yang juga harus diperhatikan adalah perluasan akses kesehatan,

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  31

khususnya kepada rakyat miskin dan perempuan di seluruh pelosok daerah. Untuk itu

pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

pembangunan manusia.

1. Umur Harapan Hidup Angka harapan hidup adalah rata-rata lamanya hidup yang akan dicapai oleh

penduduk. Dengan diketahuinya angka kematian pada setiap kelompok umur

penduduk, maka dapat diketahui rata-rata umur harapan hidup. Berdasarkan gambar

9 di bawah diperlihatkan bahwa selama periode tahun 2004 – 2008, angka harapan

hidup di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan. Angka harapan hidup

di Sumatera Utara meningkat dari 68,20 tahun pada tahun 2004 menjadi 71,48

tahun pada tahun 2008. Seiring dengan teori yang ada, angka harapan hidup

berbanding terbalik dengan angka kematian (bayi lahir mati, kematian bayi dibawah

1 tahun, kematian anak dibawah lima tahun dan kematian ibu). Makin tinggi kualitas

kesehatan menyebabkan makin rendahnya angka kematian dan berakibat kepada

meningkatnya harapan untuk hidup.

Gambar 2.21 : Perkembangan Umur Harapan Hidup di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

2. Angka Kematian Bayi (AKB) Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat memberi gambaran

perkembangan derajat kesehatan masyarakat atau dapat digunakan sebagai

indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program

pembangunan kesehatan lainnya. Tingkat kematian secara umum berhubungan erat

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  32

dengan tingkat kesakitan, karena biasanya merupakan akumulasi akhir dari berbagai

penyebab terjadinya kematian baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu alat

untuk menilai keberhasilan program pembangunan kesehatan di Sumatera Utara

yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat perkembangan angka

kematian bayi dari tahun ke tahun.

Gambar 2.22 : Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Berdasarkan data BPS, angka kematian bayi pada tahun 2004 di Sumatera Utara

adalah sebesar 36,70 bayi per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2008 angka

kematian bayi sudah berhasil ditekan hingga mencapai 23,52 bayi per 1000

kelahiran hidup. Artinya sepanjang rentang waktu lima tahun angka kematian bayi

mengalami penurunan yang sangat signifikan sebagai dampak pelaksanaan

pembangunan disegala bidang. Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir

tersebut memberi gambaran adanya peningkatan kualitas hidup dan pelayanan

kesehatan masyarakat. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh

peningkatan cakupan imunisasi bayi, peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga

kesehatan dan ditunjang dengan program penempatan bidan di desa.

3. Angka Kematian Ibu (AKI) Salah satu faktor penting untuk menciptakan sumber daya perempuan yang

berkualitas adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan perempuan itu sendiri.

Pembangunan di bidang kesehatan khususnya pelayanan untuk kaum perempuan,

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  33

seharusnya tidak boleh tertinggal dibandingkan pembangunan di sektor lain. Secara

nasional, permasalahan kesehatan perempuan masih sangat menonjol.

Salah satu indikator yang dapat dijadikan alat untuk mengukur kualitas kesehatan

perempuan adalah dengan melihat angka kematian ibu, terutama dalam program-

program kesehatan reproduksi. Sehingga tidaklah mengherankan jika para ahli

berpendapat bahwa kematian ibu merupakan jurang pemisah antara negara maju

dan berkembang. Adapun aspek-aspek yang dapat dijadikan sebagai gambaran

tinggi/rendahnya angka kematian ibu adalah kehamilan, melahirkan dan nifas.

Gambar 2.23 : Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 2004

tercatat sebanyak 322 orang ibu yang meninggal karena melahirkan. Dan angka

kematian ini mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 302 orang. Tingginya

angka kematian ibu ini disebabkan masih rendahnya kesadaran kaum ibu untuk

memeriksakan kesehatannya selama kehamilan. Indikator angka kematian ibu di

Sumatera Utara relatif masih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian ibu

untuk tingkat nasional. Untuk tahun 2004, angka kematian ibu secara nasional

mencapai 307 orang dan pada tahun 2008, angka kematian ibu dapat ditekan

secara nasional, yakni menjadi 218 orang.

4. Prevelensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang Indikator ini menggambarkan persentase jumlah balita yang memiliki status gizi

buruk dan gizi kurang. Untuk melihat prevelensi gizi buruk yang diukur berdasarkan

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  34

jumlah balita dengan status gizi buruk dibagi dengan total jumlah balita yang ada

disuatu daerah. Sedangkan untuk pengukuran pada prevelensi gizi kurang disuatu

daerah didasarkan pada jumlah balita dengan status gizi kurang dibagi dengan total

jumlah balita yang ada didaerah tersebut.

Berdasarkan gambar 14 di bawah, prevelensi gizi buruk dan gizi kurang di Sumatera

Utara menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif selama periode 2004 – 2008.

Pada tahun 2004, prevelensi gizi buruk mencapai 10,45 dan mengalami penurunan

pada tahun 2005 menjadi 8,82 serta 7,80 pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun

2007 dan 2008, prevelensi gizi buruk di Sumatera Utara mengalami peningkatan

menjadi 8,40. Namun demikian, secara rata-rata untuk prevelensi gizi buruk di

Sumatera Utara selama periode 2004 – 2008 sebesar 8,77. Hal ini menggambarkan

bahwa dari 100 balita yang ada di Sumatera Utara, terdapat sekitar 8 – 9 balita yang

masih mengalami gizi buruk.

Gambar 2.24 : Perkembangan Prevelensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Selanjutnya, untuk perkembangan prevelensi gizi kurang di Sumatera Utara tidak

jauh berbeda dengan kondisi perkembangan prevelensi gizi buruk yang ada. Pada

tahun 2004, terdapat 16,55 balita di Sumatera Utara yang mengalami gizi kurang

dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 12,86 atau selama

periode 2004 – 2008, rata-rata banyaknya balita yang mengalami gizi kurang di

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  35

Sumatera Utara sekitar 16,0. Angka ini mengindikasikan bahwa dari 100 balita yang

ada di Sumatera Utara masih terdapat 16 balita yang mengalami gizi kurang.

5. Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk Pemenuhan akan kebutuhan tenaga kesehatan merupakan salah satu hal yang

penting dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional khususnya

Propinsi Sumatera Utara. Pemenuhan tenaga kesehatan yang handal dan

profesional tidak hanya dilakukan melalui penambahan jumlah tenaga tetapi juga

melalui pemerataan dengan distribusi tenaga kesehatan yang rasional serta

pendayagunaan tenaga kesehatan itu sendiri guna memenuhi kebutuhan dalam

pencapaian tujuan. Oleh karenanya diperlukan suatu perencanaan kebutuhan

tenaga yang efektif dan efisien baik secara kualitas maupun kuantitas guna

pelaksanaan tugas dan terutama untuk menjawab tantangan dimasa depan.

Gambar 2.25 : Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk

di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Dilihat dari Gambar 2.23 di atas, persentase tenaga kesehatan per penduduk di

Sumatera Utara relatif kecil, walaupun selama periode 2004 – 2008 selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata sekitar 0,14. Artinya

dengan 14 orang tenaga kesehatan harus menangani penduduk sebanyak 100

orang. Hal ini relatif masih lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase tenaga

kesehatan per penduduk di Indonesia yang mencapai sekitar 0,23. Kecilnya

persentase tenaga kesehatan per penduduk di Sumatera Utara dikarenakan

pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, sedangkan ketersediaan tenaga

kesehatan relatif masih kecil pertumbuhannya.

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  36

C. Keluarga Berencana

Program Keluarga Berencana (KB) yang mempunyai slogan 2 anak cukup! Dicanangkan

pemerintah sebagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta

meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dengan KB, keluarga Indonesia atau pasangan

usia subur didorong untuk merencanakan kehamilan/kelahiran, menjarangkan kelahiran

agar kualitas kesehatan anak, ibu dan keluarga mencapai hasil yang maksimal.

1. Persentase Penduduk ber-KB Untuk urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera umumnya diarahkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembudayaan pola keluarga kecil

berkualitas dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk

tingkat prevalensi peserta KB aktif dinilai berdasarkan proporsi jumlah peserta

program KB aktif dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang ada disuatu

daerah.

Gambar 2.26 : Persentase Penduduk ber-KB di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Berdasarkan diatas menunjukkan bahwa persentase penduduk ber-KB di Sumatera

Utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama periode 2004 – 2008,

kecuali pada tahun 2006 yang mengalami sedikit penurunan. Menurunnya

persentase penduduk ber-KB di Sumatera Utara pada tahun 2006 disebabkan

jumlah pasangan usia subur (PUS) yang meningkat lebih besar dibandingkan

dengan meningkatnya kesadaran dari pasangan usia subur yang ikut ber-KB.

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  37

Sementara itu, dilihat dari trend perkembangannya, persentase penduduk ber-KB di

Sumatera Utara cenderung relatif sejalan dengan trend perkembangan persentase

penduduk ber-KB secara nasional, yaitu mengalami trend yang menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa kesadaran dari PUS untuk mengikuti program keluarga

berencana dengan sedikit anak akan lebih baik masih perlu ditingkatkan dan

disosialisasikan secara intensif sebagai upaya meredam laju perkembangan jumlah

penduduk di Sumatera Utara yang relatif masih tinggi.

2. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk

Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang sangat

dominan karena penduduk tidak saja menjadi pelaku pembangunan tetapi juga

menjadi sasaran atau tujuan dari pembangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, guna

menunjang keberhasilan pembangunan maka perkembangan penduduk perlu

diarahkan sehingga mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang menguntungkan

pembangunan. Pembangunan kependudukan diarahkan pada pengendalian

kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas

penduduk sebagai potensi sumber daya manusia agar menjadi kekuatan

pembangunan bangsa dan ketahanan nasional.

Berdasarkan Gambar 2.27, selama kurun waktu 2004 – 2008 dapat dilihat bahwa

laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara menunjukkan perkembangan yang

fluktuatif dan masih lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan penduduk secara

nasional. Untuk tahun 2004, laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara sebesar

1,57 % dan ternyata masih lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk secara

nasional yang mencapai 1,29 % untuk kurun waktu yang sama.

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  38

Gambar 2.27 : Laju Pertumbuhan Penduduk di Sumatera Utara Periode 2004 – 2008

Sedangkan pada tahun 2008, laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara

mengalami peningkatan menjadi 1,58 % dan jauh diatas laju pertumbuhan penduduk

nasional yang mencapai 1,28 %. Hal ini menunjukkan bahwa program KB yang

dijalankan di Sumatera Utara belum menunjukkan keberhasilannya untuk menekan

laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 2004 – 2008. Tingginya laju

pertumbuhan penduduk ini tidak hanya disebabkan belum berhasilnya program

keluarga berencana, akan tetapi dipengaruhi oleh perkembangan jumlah pasangan

usia subur yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, berdasarkan

rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun di Sumatera Utara (1,49 persen)

relatif masih lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan penduduk secara nasional

(1,29 %).

Bila tren capaian Indikator Kualitas Sumberdaya Manusia di Provinsi Sumatera Utara

dibandingkan dengan tren nasional maka hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tren indikator sumberdaya manusia di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005-

2007 meningkat setiap tahun yaitu 0.55 % pada tahun 2005, 0.67 % pada tahun

2006 dan meningkat tajam menjadi 1.37 % pada tahun 2007, tetapi pada tahun 2008

merosost tajam mjadi -0.95 %. Tren indikator sumberdaya manusia nasional

memperlihatkan pola yang sama yaitu dalam periode 2005-2007 menunjukkan

pertumbuhan kulitas sumberdaya manusia masing-masing 0.55 %, 1.04 %, 1.37 %

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  39

dan pada tahun 2007 merosot sangat tajam menjadi -3.2 %. Gambaran tren indikator

ini menunjukkan bahwa capaian indikator sumberdaya manusia di Provinsi Sumatera

Utara sangat relevan. Namun, dilihat dari besarnya angka tren yang relatif rendah,

maka capaian indikator tersebut relatif tidak efektif seperti ditunjukkan dalam

Gambar 2.28.

Gambar 2.28 Tren Capaian Indikator Kualitas Sumberdaya Manusia

2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Berdasarkan analisis capaian masing-masing indikator pembangunan sumberdaya

manusia, ada empat indikator yang menunjukkan capaian yang menonjol yaitu pelayan

keluarga berencana, persentase guru sekolah menengah layak mengajar, angka

kematian bayi dan persentase prevalensi gizi kurang. Pada pelayanan keluarga

berencana dan angka kematian bayi, tren capaian di Sumatera Utara jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan nasional sedangkan tren capaian indikator guru sekolah

menengah layak mengajar dan prvalensi gizi kurang masih terlihat cukup tinggi.

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis di atas, maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sumatera Utara melalui rekomendasi

kebijakan yang antara lain :

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  40

1. Perlu dilakukan pemerataan terhadap kualitas sumber daya manusia (IPM) antar

daerah di Sumatera Utara sehingga tidak terjadi ketimpangan kualitas SDM yang

berdampak pada terjadinya ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota.

2. Adanya kesadaran bagi daerah untuk meningkatkan alokasi anggaran pada bidang

pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas pembangunan di masing-masing daerah

dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah.

3. Perlunya menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat khususnya generasi muda

untuk memahami program keluarga berencana sejak dini.

4. Adanya program berkesinambungan yang berkaitan dengan upaya untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah sehingga akan mempercepat

pemerataan kualitas SDM dan pembangunan antar daerah.

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

2.3.1. Capaian Indikator

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2004 tingkat pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah 5,74 % dan

pada tahun 2006 meningkat menjadi 6,18 %, kemudian di tahun 2007 menjadi 6,90 %

dan tahun 2008 menurun sedikit yaitu menjadi 6.38 %. Pada tahun 2009 tingkat

pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara ditargetkan mencapai 7,79 %. Walaupun

pertumbuhan ekonomi tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun

2007, akan tetapi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara masih lebih tinggi dari

pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 6,1 %. Perkembangan PDRB Sumatera

Utara pada tahun 2008 sebagian besar nilainya merupakan kontribusi dari sektor

industri pengolahan sebesar 25,04 %, sektor pertanian sebesar 22,56 % dan sektor

perdagangan dan jasa lainnya sebesar 19,17 %. Namun demikian di sisi lain 56,13 %

PDRB Sumatera Utara digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga sedangkan

untuk pembentukan modal adalah 19,97 %. Dari segi jumlah PDRB Sumatera Utara

pada tahun 2008 ADHB meningkat dibandingkan dari tahun 2007 yaitu Rp 14,17 juta

menjadi Rp 16,4 juta pada tahun 2008.

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  41

Laju Pertumbuhan Eonomi

0

1

2

3

4

5

6

7

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

-0.5

0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

5.5

6.5

7.5

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Tren Nasional

Gambar 2.29 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Sedangkan struktur ekonomi masih tetap didominasi oleh sektor pertanian, 24,94 %

diikuti sektor industri pengolahan 33,22 % dan sisanya sektor jasa 41,84 % pada tahun

2003, dan angka ini akan mengalami perubahan sejalan dengan semakin membaiknya

sektor riil, kondisi tersebut mendorong perbaikan pada sektor industri pengolahan dan

mengalami peningkatan pada tahun 2004 mencapai 24,47 %, 33,49 % dan 42,04 %

untuk sektor pertanian, industri pengolahan dan jasa sedang untuk tahun 2006 sebesar

23,42 %, 33,26 % dan 43,32 % serta tahun 2009 ditargetkan akan 22,91 %, 33,58 %

dan 43,51 %.

Untuk kontribusi industri manufaktur terhadap PDRB Sumatera Utara mulai dari tahun

2004 yaitu 25,36 % dan terus mengalami kenaikan pada tahun 2005 sebesar 25,47 %,

25,68 % tahun 2006, dan menurun di tahun 2007 menjadi 25,04 % dan meningkat lagi

pada tahun 2008 menjadi 26,45 %.

Di Wilayah Barat Sumatera Utara umumnya memiliki basis ekonomi pada sektor

pertanian dan sektor pelayanan atau jasa-jasa. Pada tahun 2000 sektor pertanian

Kabupaten Nias memiliki lahan pertanian cukup luas sehingga mampu meningkatkan

kontribusi sektor pertanian. Disamping itu sektor pengolahan tidak/kurang menunjukkan

keunggulannya dalam pembentukan output dan tidak dapat dijadikan sebagai potensi

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  42

ekonomi. Selain itu sektor-sektor pelayanan juga memiliki keunggulan yang berarti

bahwa di Nias sektor ini merupakan potensi yang cukup besar, selain sektor pertanian.

Sampai dengan tahun 2008, di Kabupaten Nias perkembangan perekonomian yang

terjadi tidak membawa perubahan dalam potensi ekonominya. Sektor unggulannya

tetap pada sektor pertanian dan sektor pelayanan. Di Nias pertanian andalannya

adalah perkebunan kelapa, ternak babi, ikan tangkap dan hasil kehutanan. Sektor

pelayanan yang menjadi andalan adalah perhotelan terutama di daerah wisata,

perdagangan eceran, dan jasa sosial serta pemerintahan.

Kabupaten Mandailing Natal merupakan kabupaten yang baru terpisah dari induknya,

Tapanuli Selatan, tahun 1997. Analisis terhadap potensi ekonomi kabupaten ini yang

dilakukan untuk tahun 2005 dan 2008 menunjukkan bahwa peranan dari sektor

pertanian sangat penting dan merupakan potensi ekonomi daerah ini. Sedangkan

sektor lainnya tidak atau kurang memiliki potensi ekonomi. Kondisi alam Kabupaten

Mandailing Natal yang luas dan sedikit bergelombang memiliki potensi sebagai wilayah

perkebunan dan tanaman keras lainnya. Demikian pula dengan sub-sektor perikanan

budidaya karena banyak sungai dan danau di daerah ini, serta perikanan tangkap

dengan panjangnya garis pantai yang dimiliki. Sama halnya dengan Mandailing Natal,

Kabupaten Tapanuli Selatan hanya memiliki potensi ekonomi pada sektor pertanian.

Dari tahun 2005 hingga 2008, menunjukkan sektor pertanian yang memiliki potensi yang

cukup baik, sedangkan sektor lainnya kurang unggul. Sub-sektor pertanian yang paling

unggul di daerah ini adalah pertanian bahan makanan, terutama padi sawah. Sub

sektor perkebunan saat ini menjadi andalan bagi pertumbuhan ekonomi Tapanuli

Selatan dengan tanaman utama adalam kelapa sawit dan karet rakyat.

Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2005 memiliki potensi ekonomi hanya pada sektor

pertanian. Namun pada tahun 2008, sektor pelayanan juga menjadi sektor potensi bagi

daerah ini. Pertanian utama daerah ini adalah perkebunan, dan pertanian bahan

makanan. Seperti halnya daerah yang berada di pesisir barat Provinsi Sumatera Utara,

perkebunan menjadi primadona karena kontur lahan yang bergelombang. Sektor

pelayanan yang utama adalah perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa sosial

dan pemerintahan.

Di Wilayah Barat, kota utama adalah Kota Sibolga. Pada tahun 2005, potensi ekonomi

kota ini adalah sektor pertanian dan pelayanan. Namun di tahun 2008, sektor pertanian

tidak lagi potensial untuk dikembangkan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  43

kemudian menjadi penyumbang terbesar menyusul sektor transportasi dan komunikasi

serta jasa-jasa sosial dan pemerintahan.

Karakteristik geografis Wilayah Dataran Tinggi adalah pegunungan dengan lahan-lahan

yang subur. Di wilayah ini juga di jumpai beberapa lahan yang datar yang cocok untuk

dijadikan pertanian bahan makanan dan pemukiman. Sektor pertanian merupakan

potensi ekonomi semua kabupaten yang ada di Wilayah Dataran Tinggi. Tahun 2005,

sektor pengolahan memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan. Tahun 2005,

Kabupaten Karo dan Tapanuli Utara juga memiliki keunggulan dalam sektor pengolahan

sedangkan pada tahun yang sama di Dairi sektor basisnya adalah pertanian dan

pelayanan.

Di Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2005, sektor pertanian merupakan sektor yang

berpotensi bagi semua kabupaten yang ada di wilayah ini. Demikian pula dengan sektor

pelayanan juga menjadi basis kecuali di Kabupaten Simalungun. Sedangkan Kota

Pematang Siantar, selama tahun 2005 hingga tahun 2008 memiliki potensi ekonomi

pada sektor pengolahan dan pelayanan. Di daerah ini banyak terdapat industri

pengolahan hasil pertanian dari daerah yang ada di sekitarnya, demikian pula dengan

jasa perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi dan jasa sosial

lainnya.

Wilayah Timur merupakan dataran rendah dengan kondisi lahan yang subur dan sangat

cocok untuk tanaman bahan makanan dan perkebunan. Di wilayah ini terdapat Kota

Medan yang menjadi pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, dan pusat

perekonomian untuk Provinsi Sumatera bagian Utara. Wilayah Timur terdiri dari 2 (dua)

kabupaten yakni Langkat dan Deli Serdang yang memiliki basis ekonomi pada sektor

pertanian. Selama periode 2005 hingga 2008, tidak terjadi perubahan yang berarti

dalam pengembangan sektor ini. Tahun 2008, di Deli Serdang sektor industri

pengolahan memiliki potensi ekonomi yang besar, yang berarti pada tahun tersebut

potensi ekonomi daerah tersebut juga bertumpu pada sektor industri pengolahan.

Pertanian utama di Kabupaten Langkat adalah perekebunan dan pertanian bahan

makanan, termasuk palawija dan sayuran. Untuk Kabupaten Deli Serdang, sub-sektor

perkebunan merupakan pertanian utama dengan beberapa perkebunan milik negara

serta perkebunan milik asing. Pertanian bahan makanan yang utama adalah tanaman

palawija dan padi. Di Kabupaten Deli Serdang sektor industri pengolahan, merupakan

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  44

sektor unggulan utama, yang sumbangannya terhadap pembentukan output atau PDRB

terus mengalami peningkatan.

Untuk Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai sektor pertanian bukanlah basis

ekonomi. Pada ketiga kota tersebut potensi utama perekonomian adalah sektor industri

pengolahan dan pelayanan. Tahun 2005 sampai dengan 2008, di Binjai dan Medan,

sektor industri pengolahan merupakan potensi ekonomi yang baik untuk diembangkan.

Kota Tebing Tinggi memiliki keunggulan dalam sektor industri dan pelayanan, terutama

perdagangan, hotel dan restoran serta jasa sosial lainnya. Di Kota Binjai sektor

perdagangan, hotel dan restoran menjadi pilar utama ekonominya, ditambah dengan

transportasi dan komunikasi. Induatri kecil meubel dan makanan juga menjadi bagian

penting dalam kegiatan ekonomi Kota Binjai.

Kota Medan sebagai pusat perkonomian dan pemerintahan, memiliki keunggulan dalam

berbagai bidang ekonomi. Sektor konstruksi dan bangunan berkembang dengan pesat

seiring dengan permintaan yang terus meningkat. Demikian pula dengan perdagangan,

hotel dan restoran, di Kota Medan terdapat banyak usaha perdagangan besar, grosir

dan eceran dalan skala yang besar, seperti plaza, mal, toko berlangganan dan lainnya.

Juga memiliki hotel yang beragam dari kelas melati hingga bintang lima, sehingga

output yang tercipta relatif besar.

Jasa transportasi dan komunikasi di Kota Medan menjadi bagian penting yang

kontribusinya terus meningkat. Sebagai pusat perekonomian, di kota ini terdapat

pelabuhan laut dan udara yang mampu melayani arus kapal internasional. Terdapat

pula berbagai perguruan tinggi, rumah sakit dan jasa profesional lainnya, serta lembaga

keuangan sebagai basis perekonomian.

Hampir semua kondisi geografis Wilayah Timur, memiliki dataran yang subur dan luas.

Perkebunan negara dan asing banyak ditemui di wilayah ini, sehingga sektor pertanian

juga merupakan sektor basis disamping industri pengolahan. Di Kabupaten Labuhan

Batu, terdapat perkebunan rakyat dengan luas relatif besar. Kondisi alam yang

sebagian besar datar dan berada di daerah sedang menyebabkan pertanian

perkebunan tumbuh dengan subur hingga ke perbatasan Provinsi Riau. Demikian pula

dengan Kabupaten Asahan, alam dan kondisi geografisnya mirip dengan Kabupaten

Labuhan Batu sehingga hasil buminya juga mengalami kemiripan. Ditambah pula

dengan banyaknya industri pengolahan hasil-hasil pertanian, menyebabkan Kabupaten

Asahan memiliki keunggulan ekonomi pada sektor pertanian dan industri pengolahan.

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  45

Sedangkan untuk sektor pelayanan, kedua daerah ini tidak memiliki keunggulan. Kota

Tanjung Balai merupakan pintu gerbang perekonomian Wilayah Timur Provinsi

Sumatera Utara di sebelah selatan. Tahun 2000 potensi ekonomi utama di daerah ini

adalah pertanian, karena hasil perikanannya yang besar dan juga hasil-hasil

perkebunan. Sejak tahun 2005, perekonomian Tanjung Balai semakin terbuka dan

sektor perdagangan dan pelayanan sudah menjadi potensi bagi perekonomian.

Persentase Ekspor Terhadap PDRB

Sejalan dengan meningkatnya perekonomian Sumatera Utara, volume ekspor juga

mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, volume ekspor mencapai 5,49 juta ton

dengan nilai 2,69 milyar US$. Pada tahun 2004, volume ekspor mencapai 7,51 juta ton

dengan nilai 4,24 milyar US$, sedangkan untuk tahun 2006 volume ekspor mencapai

8,70 juta ton dengan nilai ekspor sebesar 5,52 milyar US$. Sementara itu, volume impor

tahun 2003 sebesar 2,34 juta ton dengan nilai 0,68 milyar US$, tahun 2004 volume

impor mencapai 3,22 juta ton dengan nilai 0,95 milyar US$, sedang untuk tahun 2006

volume impor sebesar 4,40 juta ton dengan nilai sebesar 1,46 milyar US$. Nilai ekspor

tahun 2008 adalah sebesar US $ 9,3 milyar.

Persentase Ekspor Terhadap PDRB

0.005.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

0.005.0010.0015.0020.0025.0030.0035.00

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasional

Gambar 2.30 : Persentase Ekspor Terhadap PDRB

Pada tahun 2005, nilai ekspornya mencapai US$ 4,56 miliar lebih baik dari tahun 2004

berjumlah US $ 4,24 milyar, disumbang dari Minyak Lemak, Minyak Nabati dan Hewani

sebesar US$ 1,76 juta, bahan baku senilai US$ 987 juta, barang hasil industri senilai

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  46

US$ 623 juta, bahan makanan dan binatang hidup senilai US$ 606 juta. Tahun 2007

nilai ekspor mencapai US $4,45 miliar. Tanaman Palawija juga menjadi salah satu

andalan ekspor. Terdapat 2 (dua) unggulan di provinsi ini untuk sektor pertanian yaitu

sub sektor perkebunan dan perikanan. Untuk sub sektor perkebunan terdapat 5 (lima)

komoditi unggulan, antara lain kakao, karet, kelapa sawit, kopi dan tebu. Sedangkan dari

sub sektor perikanan. Akan tetapi dikarenakan kelesuan ekonomi dunia dan ditambah

lagi oleh krisis keuangan di Amerika Serikat berdampak terhadap perekonomian

nasional, maka terjadi penurunan terhadap permintaan ekspor barang-barang di

Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara mempunyai unggulan untuk perikanan laut

danbudidaya. Sebagai pendukung kegiatan perekonomian, provinsi ini memiliki 4

(empat) kawasan industri yaitu Kawasan Industri Medan, Medan Star Industrial estate,

Binjai dan Pulahan Seruai Industrial Estate dengan dukungn sarana perhubungan yang

memadai berupa pelabuhan laut sebanyak 22 (dua puluh dua) pelabuhan dan 7 (tujuh)

Bandar Udara baik nasional maupun perintis yaitu Bandara Sibisa, Binaka, Silangit,

Pulau Batu, Aek Gondang, Pinang Sori, dan Bandara Polonia sebagai bandar udara

utama.

Analisis Relevansi dan Efektivitas

Perkembangan ekspor Sumatera Utara sangat relevan bila dibandingkan dengan trend

perkembangan ekspor di tingkat nasional. Sebagai penyumbang terbesar ekspor

Sumatera Utara adalah berasal dari ekspor produk industri yaitu sebesar US $ 7,1

milyar dan diikuti oleh produk pertanian sebesar US $ 2,2 milyar dan ekspor produk

pertambangan dan penggalian sebesar US $ 5,4 juta. Dengan demikian surplus neraca

perdagangan Sumatera Utara adalah sebesar US 5,6 milyar. Dilihat dari komoditas yang

diekspor, maka nilai ekspor terbesar Sumatera Utara adalah berasal dari minyak lemak

nabati dan hewan (47,09 %) kemudian diikuti ekspor bahan baku (20,15 %) dan bahan

makanan dan binatang hidup (13,21 %).

Persentase Manufaktur Terhadap PDRB Di Indonesia, sektor industri dikelompokkan atas industri skala besar, sedang, kecil dan

rumah tangga, Pengelompokan didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang bekerja pada

industri tersebut. Data mengenai industri besar dan sedang (BS) tersedia setiap tahun.

Jumlah usaha industri besar dan sedang di Sumatera Utara pada tahun 2005 tercatat

sebanyak 966 perusahaan, yang berarti mengalami penambahan 37 perusahaan jika

dibandingkan dengan tahun 2004 yangberjumlah 929 perusahaan.

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  47

Pada tahun 2005, nilai output industri besar dan sedang mencapai 49,57 triliun rupiah

dengan nilai tambahatas dasar harga pasar sebesar 15,98 triliun rupiah. Nilai tambah

terbesar pada tahun 2005 terdapat pada golongan industri makanan, minuman dan

tembakau golongan (31) yaitu sebesar 8,11 triliun rupiah. Kemudian diikuti oleh industri

kimia, batu bara, karet, dan plastik (golongan 35) sebesar 2,40 triliun rupiah. Nilai

tambah terkecil pada tahun yang sama terdapat pada golongan 39 yaitu industri

pengolahan lainnya sebesar 9,96 milyar rupiah.

Hingga tahun 2008 sektor industri pengolahan di Sumatera Utara merupakan sektor

yang cukup strategis dalam perekonomian makro. Hal ini terlihat dari besarnya peranan

sektor ini dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara yakni sebesar 26,33 %. Demikian

juga dalam hal upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, sektor ini

memberikan peranan yang cukup signifikan karena pada tahun 2004 pertumbuhan

sektor ini adalah mencapai 5,08 %.Bila dilihat menurut golongan industri, maka industri

besar dan sedang merupakan subsektor yang terbesar menyumbang terhadap PDRB

yakni mencapai 95,70 %, industri kecil 3,05 % dan industri kerajinan rumah tangga

sebesar 1,25 %.

Banyaknya perusahaan industri besar dan sedang sektor pengolahan yang aktif di

Sumatera Utara pada tahun 2004 adalah 947 perusahaan terdiri dari 28 perusahaan

besar dan 619 perusahaan sedang, tersebar di 21 Kabupaten/Kota dan bergerak di 36

jenis industri menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI).enis industri

tersebut adalah industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan,

sayuran, minyak dan lemak (KKI 151) dengan jumlah 150 perusahaan (15,83%), disusul

industri tersebut adalah industri makanan lainnya (KKI 154) dengan jumlah 128

perusahaan (13,52%) dan industri susu dan makanan dari susu, penggilingan padi-

padian, jagung dan makanan ternak (KKI 153) dengan 80 perusahaan (8,45%).

Selama tahun 2004 jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri pengolahan

besar dan sedang di Sumatera Utara adalah 158.598 orang, terdiri dari pekerja produksi

sebanyak 126.656 orang (79,86%) dan tenaga kerja lainnya sebanyak 31.942 orang

(20,14 %).

Permasalahan sektor industri terutama agroindustri ialah bahwa produk Sumatera

Utara masih sangat dekat dengan beragam produk murni sehingga produk primer belum

memberikan nilai tambah yang tinggi. Sementara itu, ekspor Sumatera Utara pada tahun

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  48

2002 masih juga berbentuk produk primer yang nilai tambahnya relatif rendah.

Rendahnya investasi dan kapasitas produksi yang diakibatkan belum pulihnya fungsi

intermediasi perbankan. Masih terbatasnya kemampuan industri dalam negeri untuk

mengantisipasi perubahan-perubahan didunia bisnis serta belum optimalnya

pemanfaatan pasar dalam negeri. Berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

peranan sektor industri manufaktur di Sumatera Utara beberapa langkah yang ditempuh

adalah sebagai berikut :

1). Meningkatkan penerapan standarisasi dan memanfaatkan teknologi yang sesuai dan

tepat yang didukung sistem pelayanan pemerintahan yang prima;

2) Meningkatkan pembinaan pengembangan industri kecil dan rumah tangga;

3) Membangun pola kemitraan antar pelaku ekonomi dalam kegiatan produksi dan

pemasaran;

4). Mengembangkan jaringan informasi peluang usaha, sistem informasi teknologi dan

meningkatkan nilai tambah teknologi dari berbagai industri sesuai dengan

karakteristik sumberdaya lokal dan struktural industri kecil, menengah dan koperasi

daerah;

5) Mengembangkan Industri CPO dan turunannya serta industri karet berbasis Klaster

Persentase Manufaktur Terhadap PDRB

23.00

24.00

25.00

26.00

27.00

28.00

29.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

23.00

24.00

25.00

26.00

27.00

28.00

29.00

Sumatera Uara Nasional Trend Sumut Trend Nasioanl

Gambar 2.31 : Persentase Manufaktur Terhadap PDRB

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  49

Konsentrasi industri sedang dan besar secara absolut terbanyak jumlahnya di Wilayah

Timur dibandingkan dengan Wilayah Barat. Total industri yang berada di Wilayah Timur

berjumlah 15.554 unit industri dibandingkan dengan di Wilayah Barat yang hanya

berjumlah 698 unit industri. Konsentrasi industri di Wilayah Timur terutama berada di

Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Asahan yaitu kabupaten/kota

dengan jumlah industri berada di atas 500 unit industri. Dari kenyataaan tersebut dapat

dinyatakan penyebaran industri di kedua wilayah sangat timpang dan hal tersebut akan

berdampak nyata terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah.

Dari nilai tambah yang dihasilkan sudah tentu industri di Wilayah Timur

menyumbangkan lebih besar yaitu berjumlah 64,708 milyar rupiah dibandingkan dengan

Wilayah Barat hanya Rp 2,495 milyar. Begitu pula dalam hal penyerapan tenaga kerja di

Wilayah Timur menyerap tenaga kerja sebesar 1.514.157 orang sedangkan di Wilayah

Barat menyerap tenaga kerja sebesar 50.073 orang. Adanya penurunan kontribusi dari

sektor industri terhadap PDRB juga seperti halnya permintaan ekspor diakibatkan pula

oleh kelesuan ekonomi dunia dan krisis finansial di Amerika Serikat. Karena hal tersebut

mempengaruhi produksi sektor industri, dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan

pun akan menurun dan pada akhirnya berdampak menurunnya kontribusi sektor industri

terhadap PDRB.

Tabel 2.2 : Penyebaran Jenis Industri PMDN di Wilayah Barat dan

Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara1983 – 2008

Wilayah Kabupaten/Kota Jenis Industri

Wilayah Timur

1. Medan

Industri Barang Logam Industri Farmasi Industri Kayu Industri Kertas Industri Kimia Industri Logam Dasar Industri Makanan Industri Mineral Nonlogam Industri Tekstil Jasa Konstruksi Pengangkutan Perhotelan Perumahan Peternakan

2. Deli Serdang Industri Barang Logam

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  50

Industri Kayu Industri Kertas Industri Kimia Industri Logam Dasar Deli Serdang Industri Makanan Industri Mineral Nonlogam Jasa Konstruksi Pengangkutan Perhotelan Perikanan Perkebunan Peternakan

3. Tebing Tinggi Industri Barang Logam Industri Makanan Perkebunan

4. Asahan

Industri Kayu Industri Kimia Industri Makanan Jasa Konstruksi Perkebunan Perikanan Perkebunan

5. Langkat

Industri Kayu Industri Kimia Industri Makanan Kehutanan Perikanan Industri Mineral Nonlogam Perkebunan

6. Labuhan Batu Industri Kimia Industri Makanan

7. Binjai Industri Makanan Industri Kimia

8. Tanjung Balai Industri Makanan Industri Kimia

Wilayah Barat

1.Tapanuli Tengah Industri Kayu Industri Makanan Perkebunan

2.Tapanuli Selatan

Industri Kayu Industri Makanan Kehutanan Perkebunan

3. Sibolga

Industri Kimia Perikanan

4. Nias Perhotelan Perkebunan

Sumber : Data diolah dari BKPMD dari beberapa tahun

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  51

Analisis Relevansi dan Efektifitas Perkembangan sektor industri manufaktur di Sumatera Utara sangat relevan bila

dibandingkan dengan trend perkembangan di tingkat nasional. Hal ini menunjukkan

bahwa sasaran dan tujuan yang dicapai dalam pembangunan sektor ini sangat sejalan

dengan tingkat nasional. Sejalan dengan relevansi perkembangan di tingkat daerah

dibandingkan dengan tingkat nasional , maka perkembangan manufaktur terhadap

PDRB setiap tahun mengalami peningkatan baik dari nilai tambah yang dihasilkan

maupun dari sisi pertumbuhannya.

Persentase output UMKM terhadap PDRB Struktur perekonomian di Provinsi Sumatera Utara pada dasarnya didominasi Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam perekonomian

Sumatera Utara dapat dilihat dari konstribusinya dalam pembentukan PDRB, penciptaan

lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Selain itu pada masa krisis usaha mikro

kecil dan menengah telah terbukti tangguh sebagai jaring pengaman perekonomian

Sumatera Utara.

Pada tahun 2006 jumlah UKM di Sumatera Utara sebanyak 34.084 unit dengan volume

usaha sebesar Rp 1.358.065.400 dan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak

204.524 orang. Angka ini kemudian mengalami pertumbuhan pada tahun 2007 menjadi

36.888 unit dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 221.226 orang, volume usaha

sebesar Rp. 2.803.347.081. Kemudian berkembang lagi pada tahun 2008 menjadi

37.384 unit, jumlah tenaga kerja 224.366 orang dengan volume usaha sebesar

Rp 2.913.674.000.

Namun demikian terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan

Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang antara lain sebagai berikut :

rendahnya produktifitas diakibatkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia

UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi dan

pemasaran serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM; terbatasnya akses

UMKM kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi,

informasi dan pemasaran; masih rendahnya kinerja; serta kurang kondusifnya iklim

usaha. Disamping hal tersebut otonomi daerah belum memberikan kontribusi yang nyata

terhadap kemajuan dalam upaya mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif

bagi KUMKM

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  52

Kontribusi UMKM

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.00

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasional

Gambar 2.32 : Kontribusi UMKM Terhadap PDRB Analisis Relevansi dan Efektifitas

Perkembangan konstribusi UMKM terhadap PDRB di Sumatera Utara sangat relevan

bila dibandningkan dengan trend perkembangan di tingkat nasional. Hal ini

menunjukkan bahwa sasaran dan tujuan yang dicapai dalam pembangunan sektor ini

sangat sejalan dengan kebijakan di tingkat nasional. Sejalan dengan relevansi

perkembangan di tingkat daerah dibandingkan dengan tingkat nasional, maka

perkembangan manufaktur terhadap PDRB setiap tahun mengalami peningkatan baik

dari nilai tambah produksi yang dihasilkan maupun dari sisi pertumbuhan unit usahanya.

Pendapatan Perkapita Demikian pula terhadap Pendapatan Perkapita pada tahun 2003 berdasarkan atas

harga berlaku sebesar Rp. 8,67 juta meningkat menjadi Rp.9,74 juta pada tahun 2004

sedangkan untuk tahun 2006 sebesar Rp. 12,11 juta serta tahun 2009 ditargetkan

menjadi Rp 17,93 juta.

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  53

Pendapatan Perkapita

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Rupi

ah

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasional

Gambar 2.33 : Pendapatan Perkapita Sumatera Utara

Tingkat Inflasi

Laju Inflasi di Sumatera Utara tahun 2003 berada pada posisi satu digit atau sebesar

4,23 %, sedangkan tahun 2004 naik menjadi 6,80 %, dan untuk tahun 2006 mencapai

6,11 %, tahun 2007 sebesar 6,50 %. Tahun 2008 inflasi di Sumatera Utara adalah

sebesar 10,72 % lebih rendah bila dibandingkan dengan angka inflasi nasional sebesar

11,06 %. Inflasi tetinggi terjadi pada kelompok bahan makanan mencapai 17,76 %

kemudian diikuti kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 9,15 % dan

kelompok pendidikan, rekreasi sebesar 8,83 %.

.

Inflasi

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Pers

en

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasional

Gambar 2.34 : Laju Inflasi di Sumatera Utara

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  54

Analisis Relevansi dan Efektifitas Secara umum dapat disimpulkan bahwa perkembangan inflasi di Sumatera Utara cukup relevan dibandingkan dengan trend nasional. Angka inflasi yang meningkat disebabkan

oleh kenaikan harga secara umum pada kelompok bahan makanan, makanan jadi,

minuman dan tembakau, kelopmpok pendidikan dan rekreasi. Peningkatan angka inflasi

yang cukup tajam menunjukkan kurang efektifnya kebijakan yang ada dalam hal

pengendalian laju inflasi oleh pemerintah dan ditambah pula oleh ekspekstasi

masyarakat terhadap kondisi ke depan yang relatif kurang menguntungkan.

Pertumbuhan PMDN Salah satu sebab utama dari lambatnya pemulihan ekonomi sejak krisis 1997 adalah

buruknya kinerja investasi akibat sejumlah permasalahan yang mengganggu pada

setiap tahapan penyelenggaraannya. Keadaan tersebut menyebabkan lesunya

kegairahan melakukan investasi, baik untuk perluasan usaha yang telah ada maupun

untuk investasi baru. Masalah ini akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan

perekonomian yang selama ini lebih didorong oleh pertumbuhan konsumsi ketimbang

investasi atau ekspor. Rendahnya investasi dalam beberapa tahun terakhir sejak krisis

ekonomi juga telah mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dalam maupun

luar negeri. Investasi sangat dibutuhkan untuk memacu perekonomian yang pada

akhirnya dapat mengatasi berbagai permasalahan di daerah, baik dibidang ekonomi

maupun sosial. Dinamika investasi sangat mempengaruhi tinggi rendahnya

pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2005 nilai realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar

US $ 59,94 milyar dan kemudian angka ini menurun hingga tahun 2008 menjadi US $

39,13 milyar Program Peningkatan Iklim Investasi Dan Realisasi Investasi bertujuan

menciptakan iklim investasi usaha yang berdaya saing global dan upaya untuk

membuka lapangan kerja. Dilihat dari pertumbuhan investasi PMDN, maka pada Tahun

2004 bertumbuh sebesar 73,44 %, kemudian mengalami pertumbuhan yang negatif

pada Tahun 2005. Pertumbuhan investasi PMDN ini kemudian meningkat lagi di Tahun

2006 menjadi 33,01 %, walaupun pada Tahun 2007 dan Tahun 2008 mengalami

penurunan bahkan negatif yaitu -50,73 % dan -0,38 %.

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  55

Pertumbuhan PMDN

-100.0

-50.0

0.0

50.0

100.0

150.0

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Pers

en

-100.0

-50.0

0.0

50.0

100.0

150.0

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasinal

Gambar 2.35 : Pertumbuhan PMDN di Sumatera Utara

 

Investasi terbesar PMDN terdapat disektor industri yaitu sebanyak Rp 3,11 triliun

(52,11%), selanjutnya sektor pertanian menerima investasi sebesar Rp 2,15 triliun

(35,99 %).

Penanaman Investasi Dalam Negeri di Provinsi Sumatera Utara menggunakan tenaga

kerja Indonesia berdasarkan berdasarkan lokasi di kota Medan sebanyak 151 proyek

dengan nilai investasi Rp 55,7 triliun terdiri dari sektor industri makanan, industri kimia,

industri kayu, industri tekstil, industri barang logam dan non logam, industri kertas dan

industri lainnya. Kemudian di Deli Serdang sebanyak 95 proyek dengan nilai investasi

Rp 44,24 triliun yang terdiri dari sektor perkebunan, peternakan, perikanan, pertanian

tanaman pangan, jasa konstruksi, jasa rekreasi dan perhotelan.

Peringkat selanjutnya adalah Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 35 proyek dengan

nilai investasi Rp 1,49 triliun yang sebagian bergerak disektor perkebunan indusitri,

pertambangan dan jasa. Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Madina, Kota Padang

Sidempuan sebanyak 23 proyek dengan nilai investasi 1,190 triliun rupiah yang meliputi

sektor perkebunan, kehutanan, industri, pertanian tanaman pangan dan jasa

perhotelan. Sedangkan Kabupaten Langkat 21 proyek dengan nilai investasi 1,524 triliun

rupiah meliputi perkebunan industri, perikanan dan kehutanan.

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  56

Kabupaten Karo sebanyak 12 proyek dengan nilai investasi Rp 1,43 triliun yang terdiri

dari sektor pertanian tanaman pangan, industri, jasa perhotelan dan pertambangan.

Kabupaten Tapanuli Utara, Tobasa, Humbang Hasundutan, Simalungun, Tapanuli

Tengah, Sibolga, Nias, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Tanjung Balai dan Binjai

proyek investasi PMDN terdiri dari 10 proyek kebawah dengan jumlah keseluruhannya

36 proyek, total nilai investasi sebesar Rp 1,6 triliun.

Analisis Relevansi dan Efektifitas Perkembangan investasi PMDN di Sumatera Utara kurang relevan bila dibandingkan

dengan perkembangan pada tingkat nasional, artinya pada awal tahun 2004 ke tahun

2005 trend nasional mengalami peningkatan dan trend PMDN di Sumatera Utara

menunjukkan penurunan. Akan tetapi setelah tahun 2005 ke tahun 2006 trend nasional

terjadi penurunan dan trend Sumatera Utara meningkat. Begitu pula selanjutnya di

tahun 2006 ke tahun 2007 trend nasional mengalami kenaikan sedangkan trend

Sumatera Utara mengalami penurunan. Hal yang sama terjadi pula untuk tahun 2007 ke

tahun 2008, dimana trend Sumatera Utara mengalami peningkatan sedangkan trend

nasional mengalami penurunan.

Perkembangan investasi PMDN di Sumatera Utara mengalami fluktuasi yang cukup

tajam. Walaupun demikian perkembangan investasi PMDN yang menonjol terjadi di

sektor industri makanan, industri kimia, industri kayu, industri tekstil, industri barang

logam dan non logam, industri kertas dan industri lainnya dan perkebunan.

Perkembangan investasi PMDN di Sumatera Utara tidak terlepas dari kondisi umum

perekonomian Indonesia, adanya dampak krisis ekonomi dan finansial di perekonomian

dunia serta masih panjangnya birokrasi dan perizinan. Berfluktuasinya investasi PMDN

di Sumatera Utara menujukkan kurang tercapainya sasaran investasi yang diharapkan

meningkat setiap tahunnya.

Pertumbuhan PMA

Tidak jauh berbeda dengan perkembangan PMDN yang relative berfluktuasi, maka PMA

di Sumatera Utara juga mengalami hal yang sama. Artinya perekembangan kedua

investasi tersebut sangat bergantung kepada kondisi perekonomian dalam negeri dan

ekonomi global. Bahkan pada tahun 2007 perkembangan PMA mengalami pertumbuhan

yang negatif sebesar -1,59 %. Pertumbuhan investasi PMA tertinggi di Sumatera Utara

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  57

terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 118,20 % hal ini terjadi dikarenakan persetujuan

sejumlah investasi pada tahun sebelumnya baru terealisasi dengan dikeluarkannya

perizinan oleh pemerintah pada tahun 2006.

Pertumbuhan PMA

-50.0

0.0

50.0

100.0

150.0

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Pers

en

-50.0

0.0

50.0

100.0

150.0

Sumatera Utara Nasional Trend Sumut Trend Nasional

Gambar 2.36 : Pertumbuhan PMA di Sumatera Utara

Secara umum kondisi umum investasi PMA di Sumatera Utara menunjukkan trend yang

sejalan dengan kondisi nasional, artinya perkembangan investasi PMA Sumatera Utara

memiliki relevansi yang cukup baik dengan investasi PMA di tingkat nasional, walaupun

di tingkat nasional mengalami pertumbuhan negatif pada Tahun 2006 dan tahun 2008.

Disisi lain perkembangan investasi PMA di Sumatera Utara sangat relevan dibandingkan

dengan perkebangan investasi PMA di tingkat nasional, artinya pertumbuhan investasi

PMA di Sumatera Utara mengalami fluktuasi sesuai dengan apa yang juga terjadi di

tingkat nasional.

Analisis Relevansi dan Efektifitas

Secara umum perkembangan PMA di Sumatera Utara kurang relevan bila

dibandingkan dengan perkembangan pada tingkat nasional, artinya pada awal tahun

2004 ke tahun 2005 trend nasional dan Sumatera Utara menunjukkan kenaikan. Akan

tetapi setelah tahun 2005 ke tahun 2006 trend nasional terjadi penurunan justru trend

Sumatera Utara meningkat. Begitu pula selanjutnya di tahun 2006 ke tahun 2007 trend

nasional mengalami kenaikan sedangkan trend Sumatera Utara mengalami penurunan.

Hal yang sama terjadi pula untuk tahun 2007 ke tahun 2008.

Page 62: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  58

Dilihat dari sisi efektifitas, maka perkembangan investasi PMA di Sumatera Utara

mengalami fluktuasi. Perkembangan investasi PMA di Sumatera Utara tidak terlepas

dari kondisi umum perekonomian Indonesia, adanya dampak krisis ekonomi dan

finansial di perekonomian dunia. Berfluktuasinya investasi PMA di Sumatera Utara

menujukkan kurang tercapainya sasaran investasi yang diharapkan meningkat setiap

tahunnya.

Jika tren dari ke tujuh indikator laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap

PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKM

terhadap PDRB, laju inflasi, persentase pertumbuhan realisasi investasi PMA dan

persentase realisasi PMDN dijadikan tren indikator komposit dan dibandingkan dengan

tren nasional maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Tren capaian indikator

pembangunan ekonomi Sumatera Utara menunjukkan pola yang sama dengan tren

pembangunan ekonomi nasional yaitu drop sangat tajam pada tahun 2005 yaitu 914.10

%, kemudian meningkat tajam pula pada tahun 2006 dan 2007 yaitu masing-masing

9.28 % dan 7.42 % dan tahun 2008 kembali drop tajam menjadi -15.8 %.

Gambar 2.37: Tren Capaian Indikator Pembangunan Ekonomi

Tren nasional menunjukkan drop sampai -13.78 pada tahun 2005 dan pada tahun 2006

dan 2007 meningkat tajam menjadi masing-masing 4.67 % dan 8.38 %. Pada tahun

2008 drop tajam menjadi -21.17 % seperti terlihat dalam Gambar 2.37. Gambaran ditas

Page 63: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  59

menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Sumatera Utara sangat relevan dengan

pembangunan ekonomi secara nasional. Mengingat besarnya tingkat capaian

khususnya hingga tahuan 2007 maka pembangunan ekonomi di daerah ini dipandang

cukup efektif.

2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Secara umum kondisi perekonomian Sumatera Utara menunjukkan perkembangan yang

cukup baik. Dibandingkan dengan dengan kondisi perekonomian nasional, pertumbuhan

perekonomian Sumatera Utara bahkan melebihi pertumbuhan perekonomian nasional.

Investasi yang sampai saat ini masih menunjukan trend yang tinggi terjadi di sektor

industri pengolahan dan perkebunan.

Industri pengolahan di Sumatera Utara merupakan sektor yang cukup strategis dalam

perekonomian. Hal ini terlihat dari besarnya peranan sektor ini dalam pembentukan

PDRB Sumatera Utara yakni sebesar 26,33 % dan cenderung meningkat setiap

tahunnya.

Bila dilihat menurut golongan industri, maka industri besar dan sedang merupakan

subsektor yang terbesar menyumbang terhadap PDRB yakni mencapai 95,70 %,

industri kecil 3,05 % dan industri kerajinan rumah tangga sebesar 1,25 %.

2.3.3 Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan upaya yang lebih serius peningkatan

pertumbuhan ekonomi dan kualaitasnya, dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta

berkurangnya penduduk miskin dan terjadi peningkatan kondisi sosial masyarakat

secara umum.

Agar dapat mengantisipasi dampak krisis keuangan global, maka sejalan dengan

kebijakan pemerintah yang telah menetapkan 7 (tujuh) langkah prioritas erekonomian

nasional yaitu :

- mengatasi kemingkinan pengangguran baru

- mengelola inflasi

- menjaga pergerakan sektor riil dengan insentiif fiskal

- mempertahankan daya beli

- melindungi masyarakat miskin

- menjaga kecukupan pangan dan energi

Page 64: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  60

- menjaga pertumbuhan ekonomi

perlu mendapat perhatan serius dari pemerintah daerah dan pelaku ekonomi.

Peningkatan ekspor dengan mencari pasar – pasar baru ke negara yang tidak terkena

dampak krisis global harus didorong dengan meningkatkan daya saing dan diversifikasi

produk ekspor terus dikembangkan. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi ke

depan adalah : rendahnya diversifikasi dan kualitas produk, terbatasnya akses pasar,

adanya praktek ekspor dan impor illegal, dan kurangnya promosi dan kemampuan untuk

bernegosiasi di forum internasional sehigga hal ini meyebabkan potensi yang dimiliki

Sumatera Utara kurang dikenal oleh pihak lain.

Untuk itu Iklim usaha yang lebih kondusif harus terus menerus diupayakan dan

dipertahankan dengan memberikan insentif yang tepat sasaran dalam menarik para

investor dan mendorong ekspor, sehingga akan memperkuat posisi Sumatera Utara

bagi para penanam modal untuk berinvestasi.

Kondisi perkembangan investasi di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter telah

mengalami stagnasi dan kelesuan bahkan cenderung menjadi tidak kondusif sehingga

berpengaruh terhadap perkembangan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu

indikator yang dapat dilihat adalah dari turunnya jumlah proyek dan investasi PMDN

yang telah disetujui dan realisasinya.

Dengan mengenyampingkan permasalahan nasional, ada beberapa hal yang perlu

dibenahi untuk mendorong investasi di Provinsi Sumatera Utara.

1. Menyangkut pada ketersediaan energi listrik, keterbatasan energi listrik sangat

mengurangi minat investor melekukan investasi, baik baru maupun perluasan

karena investor yang lama harus mengurangi pemakaian mesin-mesin karena

keterbatasan energi listrik. Jadi jika Provinsi Sumatera Utara mau mendorong

investasi , maka permasalahan energi listrik perlu dibenahi.

2. Menyangkut pada aktivitas penyelundupan yang marak di Provinsi Sumatera

Utara, dengan maraknya penyelundupan menyangkut maka hasrat berinvestasi

menjadi turun apalagi jika barang yang dihasilkan tidak mampu bersaing dengan

barang buatan luar negeri. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan adanya

Page 65: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  61

koordinasi serta itikad yang tulus dari kita semua. Namun harus disponsori oleh

pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara.

3. Menyangkut pada kondisi jalan dan jembatan yang tidak mulus dan tidak merata

di Provinsi Sumatera Utara. Potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah Provinsi

Sumatera Utara tidak terjangkau oleh jalan dan jembatan secara ekonomis

sehingga potensi itu tidak dapat diolah. Oleh sebab itu investasi hanya terjadi di

Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara, khususnya di kota Medan dan

Kabupaten Deli Serdang.

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1. Capaian Indikator Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Hasil-hasil yang dicapai selama tahun 2005, melalui berbagai program dan kegiatan

bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara telah

berhasil memformulasikan berbagai permasalahan lingkungan dalam kerangka

implementasi kebijakan pembangunan berkelanjutan di daerah. Eksistensi lingkungan

hidup sebagai modal dasar pembangunan semakin dirasakan. Kemerosotan dan

penurunan kualitas lingkungan perairan, udara, tanah, pantai dan laut dengan berbagai

implikasinya terhadap kehidupan manusia, flora dan fauna serta masalah lingkungan

sosial lainnya menjadi fokus perhatian yang semakin serius untuk ditangani secara

terpadu melibatkan berbagai komponen masyarakat, dunia usaha dan pemerintah.

Kualitas udara semakin menurun dengan indikator meningkatnya konsentrasi ambien

polutan udara sejalan dengan peningkatan sarana tranportasi dan pembangunan

industri serta masih banyaknya jumlah titik api (hot spot) akibat kebakaran hutan dan

lahan. Kondisi lahan semakin mengkhawatirkan dengan indikator semakin berkurangnya

luas kawasan hutan dan meningkatnya ketandusan (lahan kritis) akibat aktivitas

dibidang kehutanan dan perkebunan yang kurang memperhatikan aspek keseimbangan

lingkungan terutama di daerah pedesaan. Sementara di daerah perkotaan, penurunan

kondisi lahan berkaitan dengan pengelolaan kebersihan (sampah) dan penataan

estetika juga belum maksimal dilakukan. Kawasan pantai mengalami penurunan kualitas

yang terlihat dari indikator luas hutan bakau (mangrove) yang terus menurun. Hal ini

sangat mempengaruhi perubahan ekosistem pantai dan kehidupan masyarakat nelayan

yang kurang menguntungan. Kualitas air sungai terutama di perkotaan mengalami

Page 66: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  62

gangguan yang tidak kecil jika dilihat dari indikator BOD, COD, TSS, DO, dan pH air

sungai yang semuanya menunjukkan situasi di atas ambang batas mutu lingkungan.

Demikian juga halnya Danau Toba, walaupun parameter kualitas airnya belum

melampaui ambang batas, tetapi beberapa parameter kimia dan biologi menunjukkan

indikasi adanya peningkatan pencemaran dari limbah organik dari sumber domestik,

peternakan dan perikanan. Institusi lingkungan belum dapat berperan sebagaimana

yang dapat diharapkan karena berbagai keterbatasan-keterbatasan antara lain,

eksistensi instansi PLH belum sepenuhnya ada di Kab/Kota, jumlah SDM yang

berkualifikasi LH, PPLHD dan PPNS Lingkungan sangat terbatas, serta jumlah

perusahaan yang memiliki Dokumen Lingkungan dan ISO 14000 EMS masih jauh dari

yang diharapkan.

Salah satu kasus kerusakan lingkungan yang cukup serius yang sedang terjadi di

Kawasan Danau Toba ialah DAS Renun dengan 11 anak sungai yang terkait dengan

wilayah Kabuaten Dairi. Sejak beberapa tahun terakhir DAS ini mengalami kerusakan

serius sehubungan dengan kegiatan masyarakat yang melakukan penambangan pasir

di perbukitan sekitar dan mencuci pasir menggunakan air sungai dan mengalirkan

kembali air cucian yang telah kotor kedalam sungai. Aibatnya, sungai mengalami

pendangkalan dan mengancam operasi PLTA yang berada di bagian hilir. Jika kegiatan

ekonomi masyarakat tersebut tidak segera ditanggulangai maka operasi PLTA sebesar

2 x 41 MW yang memanfaatkan air sungai Renun tersebut akan segera berhenti

beroperasi.

Kondisi lingkungan seperti diuraikan di atas merupakan dampak dari peningkatan

pertumbuhan pendududk yang menimbulkan tuntutan ekonomi yang semakin

memeningkat serta melemahnya kordinasi dalam pengawasan lingkungan oleh

pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Selain itu, belum berkembangnya teknologi

lingkungan dan lemahnya penegakan hukum dalam pelanggaran terhadap upaya

pelestarian lingkungan ikut berperan terhadap semakin parahnya kerusakan lingkungan

di Sumatera Utara.

Page 67: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  63

Kehutanan Luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara menurut fungsinya yaitu hutan produksi

seluas 1.788.016,19 ha, hutan lindung seluas 1.481.737,69 ha, hutan konservasi

362.333,36 ha dan hutan produksi konversi seluas 47.251,24 ha. Keadaan luasan

tersebut sudah sesuai dengan RTRW Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Perda No.

7 Tahun 2003. Produksi hasil hutan Sumatera Utara tahun 2003 menurut jenis

produksinya yaitu log rimba 70.900,76 m3, log primer 1.011.910,61 m3, kayu gergajian

52.448,45 m3, kayu lapis 148.094,25 m3, pulp 113.266,77 ton dan Block Board 199,13

m3. Sedangkan produksi hasil ikutan hutan pada tahun 2003 yaitu rotan 672.955 batang,

arang 185,57 ton dan getah tusam 174.067 kg. Masalah yang utama dalam

pembangunan kehutanan di Sumatera Utara antara lain illegal logging masih terus

berlangsung, tingkat keberhasilan reboisasi dan konservasi sumber daya hutan masih

rendah dan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan hutan di sekitar kawasan

hutan masih rendah.

Berdasarkan data BP DAS 2008, luas lahan kritis dan sangat kritis di Sumatera Utara

baik di dalam maupun di luar kawasan hutan telah mencapai 30.19 % sedangkan luas

lahan yang agak kritis dan potensial menjadi kritis mencapai 51.80 % (lihat Tabel 2.3).

Dengan demikian, persentase luas lahan yang tidak kritis relatif kecil yaitu hanya

18.01 %. Persentase lahan kritis yang berhasil di rehabilitasi dalam kawasan hutan

tahun 2005-2008 berturut-turut ialah 0.42 % (2005), 0.45 % (2006), 0.52 % (2007) dan

0.30 % (2008).

Tabel 2.3: Kondisi Lahan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Kabupaten/Kota Kondisi Lahan (ha)

Tidak Kritis Potensial Kritis

Agak Kritis Kritis Sangat Kritis

Deli Serdang 123,32 4.590,98 14.681,10 41.414,33 25.717,98

Langkat 11.896,41 106.343,66 64.322,32 143.300,34 17.196,55

Simalungun 318,30 6.489,74 27.719,58 70.234,02 33.274,26

Karo 2,65 3.948,13 11.247,04 76.297,31 37.537,95

Asahan 3.835,61 17.561,41 96.571,50 10.451,86 7.230,32

Dairi 6.683,34 5.468,40 25.557,81 59.441,85 24.031,24

Pakpak Bharat 5.764,27 9.162,57 4.003,67 90.432,57 26.263,38

Page 68: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  64

Humbang H. - 152,76 97.652,49 49.316,88 16.206,11

Mandailing N. 2,65 19.730,41 164.854,08 70.128,76 768.332,18

Toba Samosir 5.111,10 6.078,91 217.921,24 52.179,51 24.546,16

Labuhan Batu 14.968,07 72.317,88 544.013,13 112.067,97 24.546,16

Tapanuli Tengah 3.494,43 61.216,59 88.101,12 410.344,09 20.493,00

Tapanuli Selatan 52.170,05 172.036,05 466.094,31 90.355,90 37.384,78

Medan - 44.10 80.92 - --

Binjai - - - - -

P. Siantar - - - - -

Tebing Tinggi - - - - -

Tanjung Balai - - - - -

Sibolga - 490,92 280,01 746,00 778,48

P. Sidempuan - 407,36 26.946,28 1.817,50 1.701,44

Jumlah 105.559,64 571.741,90 2.166.687,69 1.441.931,67 1.130.932,69

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

2004 2005 2006 2007 20080

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

Sumatera Utara Nasional Trend Sumatera Utara Trend Nasional

Gambar 2.38 : Rehabilitasi lahan luar hutan

Page 69: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  65

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

2004 2005 2006 2007 20080

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

Sumatera Utara NasionalTrend Sumatera Utara Trend Nasional

Gambar 2.39 : Luas kawasan konservasi

Perikanan dan Kelautan

Produksi perikanan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 sebesar 401.527,2 ton

yang terdiri dari Produksi perikanan budidaya sebesar 44.730,9 ton dan produksi

tangkap sebesar 356.796,3 ton. Potensi perikanan laut Sumatera Utara cukup besar

dengan potensi lestari Selat Malaka 276.030 ton dan Samudera Hindia sebesar

1.076.890 ton. Jenis-jenis ikan yang potensial adalah ikan pelagis, ikan demersal, ikan

karang,udang, cumi-cumi dan lobster, sedangkan luas perairan umum adalah 155.797

ha, yang terdiri dari danau, sungai, rawa dan waduk. Potensi budi daya air tawar adalah

84.912 ha dan tambak adalah 20.000 ha. Permasalahan utama dalam pembangunan

perikanan di Provinsi Sumatera Utara adalah pencurian ikan oleh kapal asing,

penggunaan alat tangkap yang dilarang, keterbatasan fasilitas Pangkalan Pendaratan

ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), teknologi dan peralatan tangkap yang

terbatas, zonasi budidaya yang belum jelas dan terbatasnya bibit/benur ikan yang

diproduksi daerah Sumatera Utara. Penyakit udang/ikan yang belum tuntas diatasi dan

keterbatasan permodalan nelayan dan pembudidaya ikan.

Sebagai salah satu sumberdaya alam, perhatian masyarakat untuk memanfaatkan

sumberdaya ekonomi yang terkandung di dalamnya cukup tinggi. Selain ikan yang

memiliki keragaman dan nilai ekonomi yang tinggi, berbagai sumberdaya ekonomi lain

seperti rumput laut, terumbu karang dan lain-lain sering kali sangat menggiurkan

sehingga berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mengeksploitasi yang sebagian

melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Illegal fishing, pencurian

terumbu karang dan berbagai biota laut lainnya adalah beberapa contoh pelanggaran

Page 70: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  66

yang sering terjadi baik oleh masyarakat lokal maupun domestik dan asing.

Berdasarkan data tahun tahun 2004, jumlah tindak pidana perikanan yang terjadi di

perairan Sumatera Utara ada sebanyak 7 kasus, dan pada tahun 2005 meningkat tajam

menjadi 17 kasus. Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara dengan bekerjasama dengan Lantamal, jumlah tindak pidana

perikanan kemudian menurun kembali menjadi 8 kasus pada tahun 2006 dan 4 kasus

pada tahun 2007.

0

50

100

150

200

250

2004 2005 2006 2007 20080

50

100

150

200

250

Sumatera Utara NasionalTrend Sumatera Utara Trend Nasional

Gambar 2.40: Jumlah Tindak Pidana Perikanan

Salah satu permasalahan yang dihadapi di sektor perikanan dan kelautan di Provinsi Sumatera Utara seperti juga halnya dengan provinsi lain yang mempunyai kawasan pantai di Indonesia selain pencurian terumbu karang ialah kerusakan terumbu karang. Kerusakan terumbu karang di kawasan pesisir Sumatera Utara terutama terjadi di Kabupaten Nias seluas 6.700 ha, Nias Selatan 7.400 ha dan Tapanuli Tengah 3.640 ha yang secara keseluruhan berjumlah 177.400 ha. Persentase termbu karang yang masih dapat dikategorikan cukup baik pada tahun 2008 di masing-masing wilayah tersebut adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6: Persentase Terumbu Karang Dalam Keadaan Baik Tahun 2008

Kabupaten /Lokasi 2006 2007 2008

Nias (%) 48.31 17.20 19.82

Nias Selatan (%) 7.82 6.25 8.35

Tapanuli Tengah (%) 43.63 38.31 40.66

Sumber P2O LIPI

Page 71: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  67

Sedangkan luas kawasan konservasi laut menurut data tahun 2008 ialah 189.704 ha yang tersebar di tiga lokasi yaitu Nias seluas 54.000 ha, Nias Selatan seluas 56.000 ha dan Tapanuli Tengah seluas 79.704 ha

05

1015202530354045

2004 2005 2006 2007 2008051015202530354045

Sumatera Utara NasionalTrend Sumatera Utara Trend Nasional

Gambar 2.41: Persentase Terumbu Karang Dalam Keadaan Baik

Analisis Relevansi dan Efektivitas

Jika tren Capaian Indikator Pengelolaan Sumberdaya Alam secara komposit di

Sumatera Utara dibandingkan dengan tren nasional maka hasilnya dapat dijelaskan

sebagai berikut: Tren capaian indikator kualitas pengelolaan sumberdaya alam di

Sumatera Utara menunjukkan penurunan yaitu pada tahun 2005 sebesar 5.44 %

kemudian menurun drastis menjadi -7.15 % pada tahun 2006, -2.46 % pada tahun 2007

dan -3.66 % pada tahun 2008. Tren nasional menunjukkan gambaran yang sedikit lebih

baik yaitu pada tahun 2005 adalah -0.22 % dan tahun 2006 menurun drastis menjadi -

5.96 %. Tetapi pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan tren yang cukup baik yaitu

masing-masing 2.73 % dan 3.63 %. Perbandingan ini menunjukkan bahwa capaian

indikator kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Sumatera Utara relevan dengan

capaian indikator nasional. Melihat gambaran tren negatif yang diperlihatkan oleh

capaian indikator di Sumatera Utara maka pengelolaan sumberdaya alam di daerah

dinilai tidak efektif.

Page 72: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  68

Gambar 2.42: Tren Capaian Indikator Pengelolaan Sumberdaya Alam

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik Dari dua indikator hasil pembangunan/pengelolaan sumberdaya alam kehutanan dan

dan kelautan, tidak terlihat suatu keberhasilan yang cukup menonjol. Pada sub-sektor

kehutanan, mengingat demikian luasnya lahan yang tergolong lahan kritis dan sangat

kriitis yaitu 2.572.864,36 ha, tingkat capaian rehabilitasi yang hanya berkisar 0.14 - 0.15

% per tahun dinilai masih sangat rendah. Jika prestasi atau capaian ini tidak dapat

dipacu pada tahun-tahun mendatang, maka lahan-lahan hutan yang agak kritis dan

potensial kritis seluas 2.38.429,95 ha akan menjadi lahan kritis sehingga persentase

lahan kritis bukan berkurang tetapi akan semakin meningkat secara tajam. Dalam hal

konservasi lahan di berbagai kawasan, walaupun terlihat capaian mengalami tendensi

yang menurun, tingkat capaian dinilai cukup baik. Secara rata-rata luas kawasan

konservasi per tahun cukup lumayan yaitu 490.890 ha per tahun.

Pada sub-sektor kelautan, seperti halnya pada sub-sektor kehutanan, belum ada

capaian yang menonjol. Dalam hal tindak pidana perikanan, jumlah tindak pidana yang

ditangani berfluktuasi tetapi menunjukkan tendensi yang penurunan. Demikian juga

halnya dengan rehabilitasi terumbu karang, persentase terumbu karang yang dalam

keadaan baik semakin merosost yang pada tahun 2004 sebesar 40 %, tetapi pada tahun

2008 turun menjadi hanya 35 %. Karena program-program penanggulangan terumbu

Page 73: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  69

karang setiap tahun diadalkan, maka dapat diduga bahwa tingkat kerursakan terumbu

karang di Sumatera Utara semakin meningkat.

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan Melihak keadaan sumberdaya alam khususnya sub-sektor kehutanan dan kelautan dan

sub-sektor perikanan dan kelautan yang keadaannya demikian kritis, maka pemerintah

daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Nias, Nias Selatan dan Tapanuli Tengah

perlu lebih serius mengembangkan program-program dan kegiatan rehabilitasi lahan-

lahn kritis, konservasi lahan, pengamanan terumbu karang dan konservasi lautan.

Masalah yang terkait rendahnya tren capaian indikator kualitas pengelolaan sumberdaya

alam di kedua sub-sektor tersebut ialah terbatasnya dana untuk membiayai program /

kegiatan serta besarnya kerusakan yang sudah terjadi. Dengan demikian, pemberian

dan bantuan program yang lebih besar merupakan sebuah keharusan. Mengingat begit

luasnya lahan hutan dan bukan hutan yang sudah berada dalam kondisi kritis seperti

halnya juga dengan terumbu karang yang rusak pengelolaan harus dialkukan

berdasarkan prioritas berdasarkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Oleh karena itu pemerintah daerah terutama Pemerintah Kabupaten Nias, Nias Selatan

dan Tapanuli Utara perlu menyusun lokasi prioritas serta secara erat bekerjasama

dengan Departemen Kehutanan dan Depatemen Kelautan/Perikanan melakukan

program-program penanggulangan secara sinergis.

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

2.5.1. Capaian Indikator

Proses pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan terus-menerus bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Berbagai pola dan

kebijakan terbaik telah dan sedang dilakukan dengan mengoptimalkan peran semua

pihak untuk mewujudkan tujuan tersebut. Semua pihak mengharapkan agar

kesejahteraan sosial dapat terwujud secara adil dan seksama baik di wilayah perkotaan

maupun pedesaan tanpa memandang suku, agama, ras dan sebagainya karena hidup

sejahtera merupakan hak azasi semua orang. Oleh sebab itu upaya peningkatan

kesejahteraan ini terus dilakukan dengan menggunakan semua potensi yang ada secara

maksimal.

Page 74: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  70

Tingkat kesejahteraan sosial dapat diukur dari berbagai indikator seperti persentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap masyarakat penyandang cacat, tuna sosial,

korban penyalahgunaan narkoba dan sebagainya. Secara teori, semakin sedikit jumlah

anak jalanan, anak-anak terlantar, tuna sosial, dan sebagainya merupakan indikator

yang menunjukkan keberhasilan penangangan masalah sosial di suatu daerah atau

negara dan sebaliknya. OLeh sebab itu berbagai bantuan penyuluhan, pembinaan dan

bantuan fisik lainnya terus dilakukan pemerintah untuk menekan dan mengatasi

masalah sosial yang terjadi walaupun masalah sosial ini sebenarnya terjadi disetiap

negara termasuk di negara-negara maju.

Selain indikator di atas, indikator yang paling sering dan paling utama digunakan dalam

mengukur tingkat kesejahteraan ialah adalah persentase penduduk miskin dan tingkat

pengangguran terbuka, dan pelayanan sosial bagi lanjut usia. Kemiskinan sering

dianggap sebagai musuh utama pembangunan dan kemiskinan ini terjadi salah satunya

disebabkan tingkat pengangguran terbuka yang tinggi di tengah masyarakat. Oleh

sebab itu, kedua masalah sosial ini sering dianggap memiliki keterkaitan yang erat dan

kuat. Penanganan masalah ini diupayakan oleh pemerintah dengan menyalurkan

berbagai bantuan dan subsidi serta membuka lapangan kerja dengan meningkatkan

inisiatif dan kreatifitas masyarakat di samping memperluas kesempatan investasi

langsung bagi semua pihak.

Berbagai upaya dalam menangani masalah kemiskinan dan pengangguran ini telah dan

terus dilakukan pemerintah Sumatera Utara sehingga masalah sosial ini dapat

diperkecil. Persentase penduduk miskin Sumatera Utara tahun 2004 adalah 14,93%

yang kemudian dapat diturunkan menjadi 14,68% pada tahun 2005. Tahun 2006

persentase penduduk miskin Sumatera Utara sedikit bertambah atau semakin buruk

yakni 15,01%. Namun demikian untuk tahun 2007 dan 2008 masalah ini dapat ditangani

lebih baik sehingga persentase penduduk miskin di Sumatera Utara kembali turun

masing-masing 13,90% dan 12,55%. Secara keseluruhan, persentase penduduk miskin

Sumatera Utara dari tahun 2004 sampai tahun 2008 terjadi penurunan walaupun upaya-

upaya perbaikan selanjutnya tetap harus dilakukan sungguh-sungguh.

Ditinjau dari sudut pertumbuhan ekonomi, walaupun Sumatera Utara mengalami

pertumbuhan yang moderat yaitu 4.00 % - 5.00 % per tahun, dampaknya terhadap

masyarakat bawah kurang terasa karena tingkat pertumbuhan tersebut dicapai bukan

Page 75: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  71

karena peningkatan investasi tetapi karena kenaikan harga komoditi perkebunan yang

sebagian besar adalah BUMN dan perusahaan swasta. Dengan demikian, faktor utama

yang menyebabkan menurunnya persentase penduduk miskin ialah pelaksanaan

bantuan subsidi bahan bakar yang dikenal sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang

bagi kelompok masyarakat bawah sangat menolong.

14.9316.66

14.6816.6915.01

17.7513.916.58

12.5515.42

0

5

10

15

20

2004 2005 2006 2007 2008

Sumut Nasional

Gambar 2.43 : Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Sumatera Utara

Analisis Relevansi dan Efektivitas

Gambar 2.43 menunjukkan keadaan penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara

dibandingkan dengan keadaannya secara nasional. Seperti terlihat dalam Gambar 2.38,

tren persentase penduduk miskin di Sumatera Utara menunjukkan tren yang sangat

mirip dengan tren nasional. Misalnya, pada tahun 2006 sama-sama menunjukkan

adanya kenaikan persentase jumlah penduduk miskin baik di Sumatera Utara maupun

di tingkat nasional. Kemudian untuk dua tahun selanjutnya yaitu tahun 2007,dan 2008

sama-sama menunjukkan tren yang semakin menurun. Ini menunjukkan adanya

keberhasilan upaya dan pendekatan penanganan dalam masalah kemiskinan baik di

tingkat Propinsi Sumatera Utara maupun di tingkat nasional.

Berdasarkan kenyataan ini, khusus untuk indikator kemiskinan, tren kemiskinan yang

terjadi di Propinsi Sumatera Utara terlihat mengacu atau relatif mengikuti kondisi tingkat

Page 76: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  72

kemiskinan secara nasional. Kondisi ini diyakini terjadi antara lain karena berbagai

program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat relatif

berpengaruh terhadap jumlah dan persentase kemiskinan di Sumatera Utara.

Sebaliknya, kondisi buruk yang mengakibatkan persentase tingkat kemiskinan

bertambah secara nasional, juga berpengaruh kepada peningkatan persentase

kemiskinan di Propinsi Sumatera Utara sehingga tern peningkatan dan penurunan

persentase kemiskinan terlihat sama. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa

penanggulangan kemiskinan di Sumatera Utara memiliki sangat relevan dengan dengan

penanggulangan kemiskinan secara nasional. Namun demikian, program-program

penanggulangan kemiskinan ini dipandang tidak cukup efdektif karena bersifat kurang

mendasar tetapi hanya berjangka pendek karena lebih menghandalkan BLT.

Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara secara keseluruhan juga

mengalami penurunan. Untuk tahun 2004, tingkat pengangguran terbuka di Sumatera

Utara tercatat sebesar 11,08% yang kemudian meningkat menjadi 14,55% pada tahun

2005 atau terjadi penambahan sebesar 3,47%. Namun demikian untuk tahun-tahun

berikutnya sampai tahun 2008 justru terjadi penurun seperti diharapkan. Tahun 2006

tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara adalah 11,51 % sedangkan untuk

tahun 2007 dan 2008 masing-masing 10,10% dan 9,60 %.Jika data-data yang ada

dilihat secara bersamaan dengan data-data tingkat pengangguran terbuka secara

nasional juga menunjukkan tren yang sama. Menurunnya persentase pengangguran

juga lebih banyak disebabkan oleh kebijakan rekrutmen pegawai negeri yang sejak

tahun 2006 hingga 2009 dilakukan rekrutmen dalam jumlah besar dan meliputi sebagian

besar kabupaten / kota di Sumatera Utara. Menurunnya jumlah pengangguran karena

pertumbuhan investasi di sektor riel masih kurang terasa di Sumatera Utara.

Tahun 2005 persentase pengangguran terbuka baik di tingkat Propinsi Sumatera Utara

maupun di tingkat nasional sama-sama menunjukkan sedikit peningkatan. Selanjutnya

untuk tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2006, 2007 dan 2008 sama-sama

menunjukkan tren penurunan persentase pengangguran. Sejauh ini, penanganan dua

kategori masalah sosial ini yakni kemiskinan dan pengangguran terbuka terdapat tren

kesamaan pencapaian antara Propinsi Sumatera Utara dan tingkat nasional. Lebih jelas

hal ini ditunjukkan dalam bentuk grafik Gambar 2. 44 berikut:

Page 77: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  73

11.089.86

14.55 14.22

11.5110.28 10.1

9.11 9.68.46

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2004 2005 2006 2007 2008

Sumut Nasional

Gambar 2.44: Tingkat Pengangguran Terbuka di Sumatera Utara

Gambar 2.44 di atas menunjukkan bahwa mulai tahun 2004 sampai 2008 persentase

tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara terus berada di atas persentase

secara nasional namun trennya kelihatan sama yakni sama-sama menunjukkan

penurunan sejak tahun 2006. Berdasarkan data dan gambar di atas juga terlihat bahwa

mulai tahun 2006 sampai 2008 baik pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun

Pemerintah Pusat sama-sama mampu menurunkan persentase pengangguran terbuka

di tengah masyarakat sekitar 1%. Hal ini bermakna pertambahan lapangan kerja relatif

lebih baik berbanding pertambahan jumlah tenaga kerja baik di tingkat Propinsi

Sumatera Utara maupun di tingkat nasional.

Pelayanan kesejahteraan sosial baik bagi anak telantar/jalanan/nakal maupun bagi

lanjut usia serta rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, tunasosial dan korban

narkoba menunjukkan tren yang meningkat secara tajam. Misalnya pada pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak telantar/jalanan/nakal, persentase pelayanan hanya 2.70

% tetapi pada tahun 2008 meningkat menjadi 10,09 %. Demikian pula dengan

pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang pada tahun 2004 hanya1.43 %,

pada tahun 2008 melonjak menjadi 11.02 %. Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi

Page 78: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  74

penyandang cacat, tunasosial dan korban narkoba juga menunjukkan hal yang tidak

berbeda yaitu pada pada tahun 2004 hanya mencapai 0.84 % tetapi pada 2009

melonjak menjadi 9.97 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ke tiga pelayanan

sosial terakhir di Sumatera Utara sangat relevan dengan dengan kebijakan penanganan

sosial secara nasional dan juga cukup efektif karena setiap tahun menunjukkan capaian

yang meningkat secara signifikan.

2.7

1.430.84

3.012.7

1.2

4.7

3.6

2.1

5.6

3.93.07

1.39

2.53

0.44

10.09

11.02

9.97

0

2

4

6

8

10

12

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Anak Lansia Rehabilitasi

Gambar 2.45 : Tingkat Pelayanan Kesejahteraan Anak, Lanjut Usia dan Rehabilitasi Sosial

Analisis Relevansi dan Efektivitas

Jika tren Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial secara komposit di Sumatera Utara

dibandingkan dengan tren nasional maka hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tren capaian indikator kesejahteraan sosial di Sumatera Utara hingga tahun 2007

mengalami penurunan dari tingkat pertumbuhan sebesar 0.39 % pada tahun 2005,

menjadi -1.92 %,pada tahun 2006 dan -1.47 % pada tahun 2007. Tetapi pada tahun

2008 meningkat menjadi 2,02 %. Tren nasional menunjukkan keadaan yang sebaliknya

yaitu tren capaian pada tahun 2005 sebesar -0,98 % dan kemudian naik terus menjadi

0.70 % pada tahun 2006, 0.84 % pada tahun 2007 dan kemudian merosost sedikit

Page 79: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  75

menjadi - 0.30 %. Dari gambaran tren tersebut terlihat bahwa capaian indikator

kesejahteraan sosial antara Provinsi Sumatera Utara dan nasional tidak menunjukkan

relevansi yang jelas karena pola pertumbuhan antara keduanya tidak sinkron. Dari

Gambar 2.46 juga terlihat bahwa capaian indikator kesejahteraan sosial di Sumatera

Utara juga demikian rendah sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan

kesejahteraan sosial di Sumatera Utara tidak efektif

Gambar 2.46: Tren Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial

2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Dari lima indikator kesejahteraan sosial, semua indikator memperlihatkan capaian yang

cukup menggembirakan karena keduanya menunjukkan tren yang positif. Tiga indikator

terakhir yaitu pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak telantar/nakal/jalanan/balita

telantar, pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dan pelayanan dan rehabilitasi

sosial penyandang cacat/tunasosial dan korban narkoba merupakan capaian cukup

menonjol karena menunjukkan tren yang positif yang cukup besar. Capaian terbesar

dapat disebutkan dalam hal pelayanan dan rehabilitasi sosial khususnya bagi korban

penyalahgunaan narkoba. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki program dan

kegiatan yang sangat jelas dan terarah dalam pembasmian jaringan pengedar

/penyalahgunaan narkoba serta membuka pos-pos pelayanan informasi tentang sumber

dan korban narkoba. Jika program tersebut dilanjutkan maka dapat diharapkan jaringan

pengedar narkoba di Sumatera Utara akan dapat dihapus.

Page 80: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

  76

Berkaitan dengan indikator sosial lainnya yakni persentase pelayanan kepada anak-

anak yang bermasalah, golongan lanjut usia, dan pelayanan rehabilitasi sosial di

Sumatera Utara terus meningkat sejak tahun 2004 sampai 2007 (Data berdasarkan

diskusi). Namun demikian untuk tahun 2008 terjadi penurunan untuk semua jenis

pelayanan sosial yang ada. Menurut pihak Dinas Sosial Sumatera Utara, salah satu

faktor penyebab turunnya intensitas pelayanan ini adalah kebijakan pengurangan

anggaran pada tahun tersebut. Untuk tahun 2009, pelayanan kesejahteraan sosial di

Sumatera Utara kembali membaik secara signifikan untuk semua jenis pelayanan.

Perbaikan pelayanan ini selain karena faktor anggaran yang kembali bertambah, juga

disebabkan pihak Dinas Sosial melakukan berbagai perbaikan kebijakan yang lebih

efektif termasuk reposisi pegawai tertentu.

Sebagai gambaran ringkas berdasarkan Sumatera Utara Dalam Angka 2007 (SUDA

2007), anak-anak terlantar di Sumatera Utara berjumlah 266.592 orang sedangkan

balita terlantar berjumlah 64.740 orang. Anak jalanan dan anak nakal tercatat masing-

masing 4.525 dan 18.741 orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah Propinsi

Sumatera Utara mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat dalam menangani

masalah-masalah sosial yang ada.

2.5.3 Rekomendasi Kebijakan

Dalam penanganan masalah tingkat kesejahteraan ini, perlu ada keselarasan format

indikator keberhasilan penangangan antara pemerintah Propinsi Sumatera Utara

dengan pemerintah pusat khususnya menyangkut format indikator keberhasilan

penanganan masalah sosial berkaitan dengan masalah anak-anak jalanan, anak

terlantar anak nakal, balita terlantar, golongan lanjut usia, penyandang cacat, tuna sosial

dan korban narkoba. Selain itu, diversifikasi penanganan masalah sosial harus terus

diupayakan dengan terlebih dahulu meningkatkan anggaran pelaksanan setiap

tahunnya.

Page 81: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

77 

 

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap capaian indikator komposit output dan outcome pada

lima sektor pembangunan berdasarkan RPJMN 2004-2009 di Sumatera Utara dalam

periode 2004-2008 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelayanan Publik dan Demokrasi

Pembangunan dalam peningkatan pelayanan publik di Sumatera Utara tidak relevan

dengan tujuan pembangunan sektor pelayanan publik secara nasional. Demikian juga

jika capaian indikator pelayanan publik di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan

dengan tujuan / sasaran pembangunan nasional maka capaian indikator pelayanan

publik juga terlihat tidak cukup efektif. Namun demikian, jika dilihat dalam beberapa

elemen pelayanan, pelayanan dalam penanganan korupsi memiliki capaian indikator

yang sangat menonjol sedangan dan aparat yang berijazah S1 dan kesiapan

pemerintah kabupaten / kota dalam melaksanakan pelayanan satu atap masih rendah.

Disamping itu, capaian indikator pembangunan politik masyarakat di Sumatera Utara,

hasil-hasil yang dicapai relevan dengan tujuan pembangunan nasional namun kurang

efektif. Beberapa komponen pembangunan politik yang dininai cukup relevan dan efektif

ialah Gender Development Index dan Gender Empowerment Measurement.

2.Kualitas Sumberdaya Manusia

Pembangunan sumberdaya manusia di Sumatera Utara sangat relevan dengan tujuan

pembangunan secara nasiona. Pada tahun 2008, tren capaian indikator kualitas

sumberdaya manusia di Provinsi Sumatera Utara ternyata lebih tinggi dari tren nasional.

Namun demikian, berdasarkan besaran capaian indikator pembangunan sumberdaya

manusia di Sumatera Utara terlihat tidak efektif. Ditinjau dari masing-masing komponen

kualitas sumberdaya manusia, peningkatan persentase guru sekolah menengah layak

mengajar, tingkat kematian bayi, prevalensi gizi kurang dan prevalensi gizi buruk terlihat

cukup efektif.

Page 82: Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Utara - USU

78 

 

3.Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara terlihat sangat relevan dengan

tujuan pembanguan ekonomi secara nasional. Baik di Sumatera Utara maupun secara

nasional, tren capaian indikator secara komposit memperlihatkan penurunan pada

periode 2004-2006, kemudian sama-sama menunjukkan peningkatan yang cukup tajam

dan kemudian menurun lagi dalam periode 2007-2008. Melihat fluktuasi capaian

indikator yang berakhir pada penurunan yang cukup drastis pada tahun 2008 maka

dapat dikatakan pembanguan ekonomi di Sumatera Utara belum cukup efektif.

Beberapa elemen atau komponen pembangunan ekonomi yang terlihat efektif ialah

pertumbuhan ekonomi, dan investasi industri pengolahan

4. Pengelolaan Sumberdaya Alam

Pembangunan sektor sumberdaya alam yang bertujuan peningkatan kualitas

pengelolaan sumberdaya alam juga memperlihatkan relevansi dengan tujuan

pembangunan nasional. Namun demikian, tren capaian indikator pengelolaan

sumberdaya alam di Sumatera Utara yang awalnya lebih tinggi dibandingkan dengan

tren nasional tetapi pada tahun 2007-2008 menjadi jauh lebih rendah. Dengan demikian,

pembanguan sumberdaya alam di Sumatera Utara dapat dikatakan masih kurang

efektif. Tidak ada salah satu komponen dalam indikator sumberdaya alam yang cukup

efektif ditinaju dari tujuan pembangunan nasional.

5. Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pembangunan kesejahteraan sosial di Provinsi Sumatera Utara memperlihatkan tren

capaian yang terus merosot jauh dibawah capaian indikator kesejahteraan sosial secara

nasional. Walaupun dalam periode 2007-2008 capaian indikator mengalami kenaikan

besarannya masih jauh berada dibawah capaian secara nasional. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial di Provinsi Sumatera Utara

terlihat tidak relevan dan juga tidak efektif. Beberapa komponen kesejahteraan sosial

yang masih dapat dipandang efektif ialah pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

terlantar, dan pelayanan orang tua lanjut usia.