lapkas interna fix 2
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
TERAPI OKUPASI PADA GERIATRI
Oleh :
MARDHATILLAH FUADY (090100111)
SARAH ZORAYA MIRZA (090100321)
AMALIA PUSPITA DEWI (090100213)
RO RABIAN REIN ROZA T (090100083)
IKA DIAMANDA (090100320)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Terapi Okupasi Pada Geriatri”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 1 Desember 2013
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1. Definisi......................................................................................................3
2.2. Tujuan terapi okupasi bagi pasien geriatri.................................................3
2.3. Peranan terapi okupasi/pekerjaan untuk terapi..........................................4
2.4. Proses terapi okupasi.................................................................................4
2.5. Penatalaksanaan ........................................................................................6
2.6. Jenis aktivitas terapi okupaasi...................................................................8
BAB 3 LAPORAN KASUS.............................................................................22
3.1. Laporan kasus............................................................................................22
3.2. Follow up pasien........................................................................................32
BAB 4 DISKUSI..............................................................................................51
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................53
DAFTAR PUSTAKA
ii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival. Namun juga diketahui sebagai sumber
kesenangan. Dengan bekerja seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya,
misalnya dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan , kerajinan
tangan dan lain-lain, dan hal ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di cina berpendapat bahwa penyakit timbul
karena ketidak aktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya
hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan
pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan
pasiennya. Di mesir dan yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan
adalah salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain music,
bermain boneka untuk anak-anak, bermain bola.1
Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia. Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu
bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan
sebagi pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk
memikirkan hal-hal yang lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka okupasiterapi mulai berkembang dan
diterapkan pada abad 19. Philipina pinel memperkenalkan terapi kerja pada tahun
1786 disuatu rumah sakit jiwa diparis. Dia mengatakan bahwa dengan
okupasi/pekerjaan pasien jiwa akan dikembalikan kearah hidup yang normal dan
dapat meningkatkan minatnya. Juga sekaligus memelihara dan mempraktikan
keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang
yang produltif.
Pada tahun 1982 Adolf Meyer dari amerika melaporkan bahwa penggunaan waktu
dengan baik yaitu dengan mengerjakan aktivitas yang berguna ternyata merupakan
suatu dasar terapi pasien neuripsikiatrik. Meyer adalah seorang psikiater. Isterinya
adalah seorang pekerja sosial mulai menyusun suatu dasar yang sistematis tentang
pengguanaan aktivitas sebagai program terapi pasien jiwa.2
2
Masih banyak lagi ahli-ahli terkenal yang berjasa dalam pengembangan
okupasiterapi sebagai salah satu terapi khususnya untuk pasien mental terutama dari
amerika, eropa dan lain-lain. Risetpun masih tetap dilakukan guna lebih
mengefektifkan penggunaan okupasiterapi untuk terapi pasien mental.
1.2. Tujuan
Makalah ini diselesaikan guna melengkapi tugas dalam menjalani Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, selain itu untuk memberikan
pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai Terapi Okupasi Pada Geriatri.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Okupasi terapi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan kemampuan, dan mempermudah
belajar keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan. Juga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi dan atau
memperbaiki ketidak normalan (kecacatan), dan memelihara atau meningkatkan
derajat kesehatan.1
Okupasi terapi lebih dititik beratkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada
pada seseorang kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu
mengatasi masalah-masalah yang diharapkannya.1
Okupasiterapi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media.
Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis
disesuaikan dengan tujuan terapis itu sendiri. Jadi bukan hanya sekedar kegiatan
untuk membuat seseorang sibuk.2
Sebagai tujuan utama okupasi terapi adalah membentuk seseorang agar mampu
berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain.
Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri dari usaha medik,
sosial, edukasional dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai
kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Rehabilitasi medik adalah usaha-
usaha yang dilakukan secara medic khususnya untuk mengurangi invaliditas atau
mencegah memburuknya invaliditas yang ada.2
2.2. Tujuan Terapi Okupasi Bagi Pasien Geriatri
Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain
Membantu melepaskan/menyalurkan dorongan-dorongan emosi secara wajar dan
produktif
Menghidupkan kemauan atau motivasi pasien
Menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya
Mengumpulkan data guna penentuan diagnosa dan penetapan terapi lainnya
4
2.3. Peranan Terapi Okupasi/Pekerjaan Untuk Terapi
Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui
aktivitas manusia dihubungkan deengan lingkungan, kemudian mempelajarinya,
mencoba keterampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi
kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang digunakan sebagai dasar dalam
pelaksanaan okupasiterapi, baik bagi penderita fisik maupun mental.
Aktivitas dalam okupasiterapi digunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien
waktu mengerjakan suatu aktivitas dan dengan menilai hasil pekerjaan dapat
ditentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut.
Penting untuk diingat bahwa aktivitas dalam okupasiterapi tidak untuk
menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi yang terarah setelah
penyelesaian suatu aktivitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan
tersebutlah terapis dapat mengarahkan pasien. Melalui diskusi tersebutlah pasien
belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.
Melalui aktivitas pasien diharapkan akan berkomunikasi lebih baik untuk
mengekpresikan dirinya. Melalui aktivitas kemampuan pasien akan dapat diketahui
baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri. Dengan menggunakan alat-alat atau
bahan-bahan dalam melakukan suatu aktivitas pasien akan didekatkan dengan
kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya. Mengerjakan suatu
aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya intraksi diantara anggota
yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi, dan menilai kemampuan diri masing-
masing dalam hal keefisiensiannya berhubungan dengan orang lain.
2.4. Proses Terapi Okupasi
Dokter yang mengirimkan pasien untuk okupasaiterapi akan menyertakan juga
data mengenai pasien berupadiagnosa, masalahnya dan juga akan menyatakan apa
yang perlu diperbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang
lebih banyak untuk keperluan diagnose, atau untu terapi, atau untuk rehabilitasi.4
5
Setelah pasien berada diunit okupasiterapi maka terapis akan bertindak
sebagaiberikut:
1. Koleksi data
Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang disertakan
waktu pertama kali pasien mengujungi unit terapi okupasional.Jika dengan
mengadakan interviu dengan pasien atau keluarganya, atau dengan mengadakan
kunjungan rumah. Data ini diperlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien.
Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan
2. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah dan atau kesulitan pasien. Ini dapat berupa masalah dilingkungan keluarga
atau pasien itu sendiri
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar tujuan
terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjangnya
4. Penentuan aktivitas
Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai
tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut sertakan dalam
menentukan jenis kegiatan yang kan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut
bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat
bahwa aktivitas itu sendiri tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya sebagai
media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya dengan
bimbingan terapis. Pasien itu sendiri harus diberitahu alasan-alasan mengenai dia
harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan diharapkan akan
mengerjakannya dengan aktif.
5. Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan tujuan
terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai
dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat direncanakan
kemudian mengenai peneyesuain jenis aktivitas yang kan diberikan. Namun dalam hal
tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan setelah bebrapa waktu setelah melihat
bahwa tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien.
6
Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai
kebutuhan sendiri
d. Kerjasama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas
pendapatnya tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
o. Kemampuan menrima instruksi dan mengingatnya
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat
u. Dan lain sebagainya yang dianggap perlu4
2.5. Penatalaksanaan
1. Metode
Okupasiterapi dapat dilakukan baik secara indivisual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain:
a. Metode individual dilakukan untuk:
Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan
sekaligus untuk evaluasi pasien
7
Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik
didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu
kelomppok bila dia dimasukan dalam kelompok tersebut
Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat
mengevaluasi pasien lebih efektif
b. Metode kelompok dilakukan untuk:
· Pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hamper bersamaan, atau
dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi bebrapa pasien sekaligus.
Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka
terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih
mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok
disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakaukan, dan kemampuan terapis
mengawasi.
2. Waktu
Okupasiterapi dilakukan antara 1 – 2 jam setiap session baik yang individu
maupun kelompok setiap hari,dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan
terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu ½ - 1 jam untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan dan 1 – 1 ½ jam untuk
diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara
lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai
dengan tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri
dengan dasar bahwa pasien :
Dianggap telah mampu mengatsi persolannya
Dianggap tidak akan berkembang lagi
Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasi terapi
8
2.6. Jenis Aktivitas Terapi Okupasi
1) Aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa
2) Aktivitas dengan pendekatan kognitif
3) Aktivitas yang memacu kreativitas
4) Training ketrampilan
5) Terapi bermain
Kegiatan yang diberikan dapat berupa kerajinan tangan,seni
tari,musik,drama,rekreasi,ADL (activities of daily living),kegiatan yang dilakukan
tersebut bersifat terapeutik dan menyiapkan pasien untuk dapat dipulangkan
ketengah-tengah masyarakat atau dicalonkan untuk direhabilitasikan,kegiatan ini
dijalankan secara individu atau kelompok.semua kegiatan tersebut dipandu oleh
seorang okupasi terapis dimana tugas pokok okupasi terapis adalah membangkitkan
aktivitas positif melalui pekerjaan/aktivitas lain yang bersifat terapeutik dan
mengevaluasi perkembangan pasien secara kontinyu dan mengetahui efek terapi yang
diberikan.sedangkan peran okupasi terapis adalah:
1) Sebagai motivator & sumber reinforces:memberikan motivasi pada pasien dan
meningkatkan motivasi dengan memberikan penjelasan pada pasien tentang
kondisinya,memberikan penjelasan dan menyakinkan tentang fungsi-fungsi dari
aktivitas yang diberikan,memberikan dukungan dan menyakinkan pada pasien akan
sukses
2) Sebagai guru:terapis memberikan pengalaman learning re-rearning,okupasi
terapis harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat menciptakan
dan menerapkan aktivitas mengajarnya pada pasien
3) Sebagai peran model sosial:seorang terapis harus dapat menampilkan perilaku
yang dapat dipelajari oleh pasien,pasien mengidentifikasikan dan meniru terapis
melalui role playing,terapis mendemonstrasikan tingkah laku yang diinginkan
(verbal/non verbal) yang akan dicontoh pasien
4) Sebagai konsultan:terapis menentukan program perilaku yang dapat
menghasilkan respon terbaik dari pasien,terapis bekerja sama dengan
pasien,keluarganya dalam merencanakan rencana tersebut5
I. FISIOTERAPI
9
Fisioterapi merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang berupa intervensi fisik non-
farmakologis dengan tujuan utama kuratif dan rehabilitatif gangguan kesehatan.
Fisioterapi atau Terapi Fisik secara bahasa merupakan teknik pengobatan dengan
modalitas fisik (fisika).
II. TEKNIK FISIOTERAPI
II.1 Exercise therapy (Terapi latihan)
Teknik fisioterapi ini merupakan teknik fisioterapi yang paling sering dipergunakan
terutama pada keadaan kronis. Pada penggunaannya, jenis, frekuensi, intensitas dan
durasi latihan ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik. Terapi latihan dapat
dilakukan pada fase rehabilitasi berbagai jenis kelainan seperti stroke, penggantian
sendi maupun penuaan.
II.2 Manipulation/ Manual therapy
Berbagai teknik terapi manipulasi dapat dilakukan untuk menghasilkan gerakan
pasif. Teknik ini meliputi terapi gerak dan massage (pijat). Manipulation therapy
terutama ditujukan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fleksibilitas sendi.
II.3 Thermotherapy (Heat therapy / Terapi Panas)
Thermotherapy merupakan terapi dengan menggunakan suhu panas biasanya
dipergunakan dengan kombinasi dengan modalitas fisioterapi yang lain seperti
exercise dan manual therapy. Terapi ini efektif untuk mengurangi nyeri yang
10
berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan untuk
mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain. Panas pada fisioterapi dipergunakan untuk
meningkatkan aliran darah kulit dengan jalan melebarkan pembuluh darah yang
dapat meningkatkan suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan. Panas juga
meningkatkan elastisitas otot sehingga mengurangi kekakuan otot.
Indikasi :
a. Kekakuan Otot.
b. Arthritis, antara lain: Osteoarthritis,Rheumatoid arthritis, Juvenile arthritis,
Ankylosing spondylitis, Gout, Psoriatic arthritis dan Reiter’s syndrome
c. Hernia discus intervertebra. Sebagian besar kasus hernia ini dicetuskan oleh
kekakuan otot, oleh karenanya keadaan ini dapat diperbaiki dengan thermotherapy.
d. Nyeri bahu, antara lain : rotator cuff.
e. Tendinitis (radang tendo)
f. Bursitis (radang bursa)
g. Sprain ( robekan ligamen sendi)
h. Strain ( robekan otot)
i. Nyeri pada mata yang diakibatkan oleh peradangan kelopak mata (blepharitis).
j. Gangguan sendi temporo mandibular.
k. Nyeri dada yang disebabkan oleh nyeri pada tulang rususk (costochondritis).
l. Nyeri perut dan pelvis.
m. Fibromyalgia dengan gejala nyeri otot, kekakuan, kelelahan dan gangguan
tidur.
n. Gangguan nyeri kronis seperti pada lupus dan nyeri myofascial.
o. Asthma
a. Short Wave Diathermy
Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi yang
menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik
frekuensi tinggi.
Indikasi :
a. Beberapa jenis patologi seperti traumatologi dan rematologi dapat dipercepat
penyembuhan lukanya dengan pemberian SWD intermittern.
b. Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
11
c. Kondisi peradangan sub acut dan chronic menggunakan SWD continued.
d. Nyeri musculosceletal.
e. Ketegangan, perlengketan, pemendekan otot dan jaringan lunak.
f. Persiapan latihan atau senam.
g. Gangguan pada sistem peredaran darah.
Kontra Indikasi :
a. Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
b. Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
c. Gangguan peredaran darah.
d. Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
e. Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
f. Mata, testis, luka dan exim basah.
g. Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
h. Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer, Neuropathy
akibat DM, Angiopathy dabetica.
i. Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
j. Setelah X ray.
k. Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
l. Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
m. Faktor kalogenase
.
b. Micro Wave Diathermy
Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi tinggi dengan
frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
Indikasi :
a. Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
b. Kondisi peradangan sub acut dan chronic
c. Nyeri musculosceletal.
d. Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan lunak.
e. Persiapan latihan atau senam.
f. Gangguan pada sistem peredaran darah.
Kontra Indikasi :
12
a. Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
b. Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
c. Gangguan peredaran darah.
d. Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
e. Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
f. mata, testis, luka dan exim basah.
g. Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
h. Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
i. Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
j. Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
k. Setelah X ray.
l. Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
m. Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic
n. Faktor kalogenase
c. Terapi Ultrasonic
Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan mekanisme
getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek klinik frekuensi yang
digunakan antara 0,7 MHz – 3 MHz, dengan intensitas 1 – 3 w / cm2
Indikasi :
a. Kelainan/penyakit pada jaringan tulang, sendi dan otot.
b. Keadaan post traumatik seperti kontusio, distorsi, luxation dan fractur. Kontra
indikasi relatif selama 24-36 jam setelah trauma.
c. Rheumatoid arthritis stadium tak aktif.
d. Arthritis
e. M. Becherev ( Local )
f. Bursitis, capsulitis, tendinitis
g. Kelainan/penyakit pada persyarafan : Neuropathie, Panthoom pain, H N P
h. Kelainan/penyakit pada sirkulasi darah : M. Raynould, M. Buerger, Sudeck
dystrofie, Oedema
i. Penyakit pada organ dalam
j. Kelainan pada kulit
k. Jaringan parut setelah operasi
13
l. Jaringan parut karena traumatic
m. Dupuytren contracture
Kontra Indikasi :
a. Absolut : Mata, Daerah jantung, Uterus pada wanita hamil, Epiphyseal plate,
Testis
b. Relatif : Hilangnya sensibilitas, Endoprothese, Tumor, Post traumatic,
Tromboplebitis dan varices, Septis – inflammation, Diabetis mellitus
d. Sinar Infra Merah
Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 7.700 – 4 juta A.
Indikasi :
a. Kondisi peradangan setelah sub-acut : kontusio, muscle strain, trauma
sinovitis.
b. Arthritis :RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis.
c. Gangguan sirkulasi darah : thrombo plebitis, thrombo angitis obliterans,
raynold’s desease.
d. Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.
e. Persiapan exercise dan massage.
Kontra Indikasi :
a. Daerah dengan insufisiensi pada darah.
b. Gangguan sensibelitas kulit.
c. Kecenderungan pendarahan.
II.4 Coldtherapy (Terapi Dingin)
Aplikasi dingin pada area radang dapat mengurangi kepekaan syaraf yang pada
gilirannya akan mengurangi rasa nyeri. Metode ini paling sering dipergunakan pada
keadaan akut sebagai bagian dari sistem RICE (Rest-Ice-Compression-Elevation).
Indikasi :
a. Cedera (sprain, strain dan kontusi)
b. Sakit kepala (migrain, tension headache dan cluster headache).
c. Gangguan temporomandibular (TMJ disorder).
14
d. Testicular dan scrotal pain.
e. Nyeri post operasi..
f. Fase akut arthritis (peradangan pada sendi).
g. Tendinitis dan bursitis.
h. Carpal tunnel syndrome.
i. Nyeri lutut.
j. Nyeri sendi.
k. Nyeri perut
Kontra Indikasi :
a. Raynaud’s syndrome
b. Vasculitis
c. Neuropathy, contoh akibat diabetes
d. Cyroglobulinemia
e. Paroxysmal cold hemoglobulinuria
II.5 Electrotherapy
Electrotherapy merupakan terapi dengan mempergunakan impuls listrik untuk
menstimulasi saraf motorik ataupun untuk memblok saraf sensorik. Salah satu jenis
electrotherapy yang sering dipergunakan untuk pengobatan adalah transcutaneous
electro nerve stimulation (TENS). Alat ini sering dipergunakan untuk mengatasi
nyeri pada tendonitis dan bursitis. Alat inimempergunakan arus listrik frekuensi
tinggi untuk meningkatkan suhu pada kulit.
II.6 Iontophoresis dan Phonophoresis
Ionthoporesis merupakan usaha memasukkan obat dalam jaringan dengan
mempergunakan bantuan arus listrik sedangkan phonophoresis merupakan usaha
memasukkan obat dalam jaringan dengan mempergunakan bantuan ultrasound.
Metode ini sering digunakan untuk menangani nyeri leher, nyeri punggung dan
radang sendi.
II.7 Traksi
15
Traksi merupakan prosedur koreksi neuro-muskulo-skeletal seperti patah tulang,
dislokasi dan kekakuan otot dengan mempergunakan alat yang berfngsi sebagai
penarik. Terapi ini juga sering mempergunakan beban.
A. Fisioterapi Musculoskeletal (Orthopaedic)
Fisioterapi musculoskeletal (orthopaedic) bertujuan untuk mendiagnosis dan
menangani gangguan musculoskeletal. Beberapa modalitas yang dipergunakan
meliputi exercise therapy (latihan kekuatan, kontrol,fleksibilitas dan ketahanan,
manual therapy, soft tissue massage, cryotherapy, heattherapy, iontophoresis,
phonophoresiss dan electrotherapy.
Beberapa keadaan yang dapat diatasi dengan fisioterapi
antara lain adalah :
a. Nyeri punggung
Nyeri punggung merupakan gangguan yang sering memerlukan penanganan
fisioterapi. Penyebabnya antara lain: herniasi diskus, scatia, gangguan penurunan
fungsi tulang.
b. Nyeri leher.
Nyeri leher yang terjadi dapat berupa whisplash atau syaraf terjepit di tulang leher
dapat menyebabkan nyeri leher, contoh Hernia Nukleus Pulposus.
c. Nyeri lutut.
Nyeri lutut yang terjadi antara lain berupa cedera pada anterior cruciate ligamen
(ACL) yang merupakan cedera lutut pada olahraga yang paling seringterjadi. Cedera
pada menisci (cartilage pads) juga sering terjadi.
d. Radang Sendi (Arthritis)
Radang sendi (arthritis) yang sering terjadi meliputi osteoarthritis dan rheumatoid
arthritis. Kondisi ini sering terjadi di tangan, jari, lutut, dan pinggang.
e. Nyeri bahu.
16
Nyeri bahu yang sering terjadi antara lain meliputi bahu membeku (frozen shoulder)
adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan kaku sendi bahuyang berakibat
berkurangnya keleluasaaan gerak dari bahu tersebut.
f. Tendinitis (Radang tendon).
Penyebab yang umum terjadi pada tendinitis adalah penggunaan yang berlebihan.
Daerah yang sering mengalami bursitis adalah tangan, siku, dan lutut.
g. Nyeri siku
Nyeri siku yang sering terjadi disebabkan oleh tendinitis. Bentuk nyeri siku dapat
berupa sebagai tennis elbow (lateral epicondylitis) ketika terjadi cedera pada tendon
bagian luar dan golfer elbow (medial epicondylitis) ketika terdapatcedera pada
tendon bagian dalam.
h. Bursitis (Radang Bursa)
Bursa merupakan cairan antara tendon dan tulang yang memiliki fungsi sebagai
pelapis untuk merngurangi gesekan antara jaringan yang ada di dalam tubuh.
Terdapat 160 bursa di dalam tubuh, letaknya terdapat pada sekitar lengan,siku,
punggung dan lutut. Biasanya bursitis terletak di lengan.
i. Complex regional pain syndrome
Merupakan kondisi kronis yang bisa terjadi setelah cedera pada lengan atau kaki.
Hal ini sering digambarkan sebagai sensasi seperti terbakar yang kadang melebihi
rasa nyeri pada saat pertama kali timbul cedera.
j. Myofascial pain syndrome (MPS).
MPS merupakan sebuah kondisi kronis yang berefek pada fascia (jaringan
penghubung yang melindungi otot), bisa berupa otot atau kumpulan otot. Hal ini bias
disebabkan oleh adanya cedera atau tarikan yang berlebihan pada beberapa daerah di
sekitar tubuh.
k. Gangguan sendi temporomandibular (sendi rahang).
17
Sendi temporomandibular menghubungkan rahang bawah dengan tengkorak. Sendi
ini lebih banyak digunakan daripada sendi yang lainnya pada tubuh sehingga sering
mengalami gangguan.
Fisioterapi dada
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna
bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi
dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam
upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi
paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah
mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu
membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret,
memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan
neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti
fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi
rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi. Kontra indikasi fisioterapi dada
ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan
perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah
tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya
keganasan serta adanya kejang rangsang.
Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
1. Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan
sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya
gravitasi.. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka
PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu
yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan
sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari. PD dapat dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat
pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan
18
produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan
vibrating.
I. Indikasi untuk Postural Drainase
Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
Pasien yang memakai ventilasi
Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau
bronkiektasis
Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
Mobilisasi sekret yang tertahan
Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
Pasien dengan abses paru
Pasien dengan pneumonia
Pasien pre dan post operatif
Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau
batuk
II. Kontra indikasi untuk postural drainase :
• Tension pneumotoraks
• Hemoptisis
• Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard
akutrd infark dan aritmia.
• Edema paru
• Efusi pleura yang luas
2. Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan
tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau
melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang
diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk
kedua tangan deperti mangkok.
lndikasi untuk perkusi :
19
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi
semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
1. Patah tulang rusuk
2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
3. Skin graf yang baru
4. Luka bakar, infeksi kulit
5. Emboli paru
6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
3. Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural
drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk
mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke
jalan nafas yang besar sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret.
Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh
bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak
inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara
meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan
bergetar. Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.
MANFAAT DAN RESIKO FISIOTERAPI
Beberapa manfaat fisioterapi meliputi:
1. Penderita dapat mengerti aspek-aspek gangguan yang dialaminya secara lebih
menyeluruh.
2. Penderita dapat mempelajari dan mengikuti teknik fisioterapi yang dilakukan
untuk kemudian secara mandiri dapat mengikutinya secara mandiri.
3. Rasa nyeri dapat berkurang.
4. Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, kontrol, fleksibilitas serta
ketahanan otot.
5. Penderita dapat belajar untuk mencegah terjadinya cedera lanjut.
e. TRAKSI CERVICAL
20
Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan
suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah cervical.
Type :
- Static atau konstan : Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
- Intermittent : Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
Indikasi :
a. Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP, spondylosis
b. Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
c. Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
d. Spasme otot
e. Meniscoid blocking
f. Nyeri disckogenik
Kontra Indikasi :
a. Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi apabila
diberikan traksi nyeri meningkat
b. Spinal hipermobility
c. RA
d. Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
e. Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit cardovaskuler
f. Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan merupakan
kontra indikasi seperti : fraktur
f. TRAKSI LUMBAL
Traksi Lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan
suatu tehnik penarikan untuk daerah lumbal
Type :
1. Statik atau konstan : Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
2. Intermittent : Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
Indikasi :
1. Penekanan radix nervus spinalis lumbalis
2. Proses degenerasi discus intervertebralis lumbalis.
3. Proses calsificasi tendon, otot, ligamentum dan discus intervertebralis lumbalis
4. Dislokasi ringan vertebrae lumbalis
21
5. Pembengkokan struktur vertebrae
Kontra Indikasi
1. Proses degeratif aktif yang melibatkan medula spinalis
2. Proses porose vertebrae dan costae, spinabifida occulta, hemi vertebrae
3. Gangguan sistem vascularisasi intervertebrae lumbalis
4. Infeksi akut dan kronik vertebrae, ligamentum, otot dan syaraf.
5. Nyeri akut lokasi vertebrae lumbalis
6. Tanda-tanda keganasan masing-masing lokasi vertebrae.
7. Strain, sprain otot, tendon, ligamentum dan fractur vertebrae lumbalis.
8. Kehamilan melibihi 4 bulan
9. Gangguan sistem traktus urinarius
g. PARAFIN BATH / WAX BATH
Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan farafin.yang
telah dicairkan
Indikasi :
1. Skin contractur
2. Stiff Joint
3. Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus heberden’s
4. Scleroderma
5. Stadium awal dupuytren contracture
6. Post trauma tangan dengan skin contractur
7. Rheumatoid arthritis jari-jari.
Kontra Indikasi :
1. Luka terbuka
2. Penyakit kulit menular
3. Penyakit kulit tidak menular
4. Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
5. Gangguan sensasi kulit (relatif)
6. Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)
22
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESE PRIBADI
Nama : Saut Simanullang
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Batak
Agama : Kristen
Alamat : Desa Pakpahan Kec. Pangaribuan
No RM : 00.58.42.91
ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Hal ini dialami os ± 2 minggu ini dan memberat dalam 5 hari
ini. Nyeri perut dirasakan os hilang timbul muncul tiba-tiba. Nyeri juga terasa panas dan
seperti ditusuk – tusuk. Nyeri tidak hilang dengan obat penghilang rasa sakit. Nyeri tidak
menyebar. Nyeri saat tidur telentang dijumpai. Nyeri tekan dijumpai. Nyeri ulu hati tidak
dijumpai.
Mual tidak dijumpai. Muntah tidak dijumpai.
Diare dijumpai 1 minggu yg lalu, demam dialami os sejak 2 minggu yg lalu. Demam bersifat
naik – turun dan turun dengan obat penurun panas, os juga merasa menggigil.
Keringat malam tidak dijumpai. Penurunan nafsu makan dan berat badan dijumpai sejak 2
minggu yg lalu ± 5 kg.
Badan kuning dan mata kuning dijumpai 1 bulan ini
BAB pucat dialami os 2 minggu yang lalu, BAK berwarna seperti the sekitar 2 minggu ini.
Riwayat minum alcohol dijumpai sejak 20 tahun yang lalu.
Riwayat merokok dijumpai sejak 20 tahun yang lalu.
Riwayat sakit kuning (-). Riwayat kontak dengan penderita hepatitis(-).
Riwayat transfuse (-). Riwayat penggunaan jarum suntik(-)
23
RPT : -
RPO: -
ANAMNESE ORGAN
Jantung Sesak nafas : -
Angina pektoris : -
Edema : -
Palpitasi : -
Lain-lain : -
Sal. Pernafasan Batuk-batuk : -
Dahak : -
Asma, bronkitis : -
Lain-lain : -
Sal. Pencernaan Nafsu makan : menurun
Keluhan menelan : -
Keluhan perut : -
Penurunan BB : (+)
Keluhan defekasi : pucat
Lain-lain : -
Sal. Urogenital Sakit BAK : -
Mengandung batu : -
BAK tersendat : -
Keadaan urin : pekat
Lain-lain : -
Sendi dan tulang Sakit pinggang : -
Kel. Persendiaan : -
Keterbatasan gerak : -
Lain-lain : -
Endokrin Haus/polidipsi : -
Poliuri : -
Polifagi : -
Gugup : -
Perubahan suara : -
Lain-lain : -
Syaraf Pusat Sakit kepala : - Hoyong : -
Lain-lain : -
Darah dan P. darah Pucat : -
Petechie : -
Perdarahan : -
Purpura : -
Lain-lain : -
Sirkulasi Claudicatio intermitten : - Lain-lain :
Jaundice
ANAMNESE FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
24
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah: 100/60 mmHg
Nadi : 82 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 26 x/i
Temperatur : 37 oC
Pancaran Wajah : Lemah
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : +
Refleks patologis : -
Keadaan Gizi :
TB : 160cm kesan : Normoweight
BB : 60kg
Anemia (-). Ikterus (+). Dispnoe (+).
Sianosis (-). Udem (-). Purpura (-).
Turgor kulit : baik
KEPALA
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-), ikterus (+), pupil : isokor, ukuran Ø 3mm.
Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : dalam batas normal
Lain-lain : -
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi/geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal
LEHER
Struma: tidak membesar, tingkat : -
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Posisi trakea : Medial. TVJ : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : (-), lain-lain : -
TORAKS DEPAN
Inspeksi : spider nevi(-), venektasi(-),vena kolateral (-), ikterik(-)
Bentuk : simetris fusiformis
Pergerakan : simetris
Palpasi
Nyeri tekan : -
Fremitus suara : SF kanan = kiri, kesan : normal
25
Iktus : tidak teraba
Perkusi
Paru
Batas Paru – Hati R/A : R : ICS V ; A : ICS VI
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICR III sinistra
Batas kiri jantung : 2 cm lateral LMCS sinistra
Batas kanan jantung : LSD
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua paru
Suara tambahan : -
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, T2 > T1, desah sistolik (-), tingkat : (-) desah diastolik
(-), lain-lain : -
HR : 84 x/i, reguler, intensitas : cukup.
TORAKS BELAKANG
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : sonor pada kedua paru
Auskultasi : Suara pernafasan= vesikuler
Suara tambahan = -
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : asimetris, membesar
Gerakan lambung/usus : tidak tampak
Vena kolateral : -
Caput medusae : -
Palpasi
Dinding abdomen : soepel, Hepar teraba membesar ± 5 cm bac, ± 6 cm bpx
26
Hati
Pembesaran : (+)
Permukaan : Licin / rata
Pinggir : tajam
Nyeri tekan : (+)
Limpa
Pembesaran : -
Ginjal
Ballotement : - Lain-lain : -
Tumor : -
Perkusi
Pekak Hati : (+)
Pekak beralih : -
Auskultasi
Peristaltik usus : peristaltik (+), kesan : normal
Lain-lain : -
Pinggang
Nyeri ketok sudut kostovertebra : -
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi : -
Lokasi : -
Jari tabuh : -
Tremor ujung jari : -
Telapak tangan sembab : -
Sianosis : -
Eritema palmaris : -
Udem
A. femoralis
A. tibialis posterior
A. dorsalis pedis
Refleks APR
Refleks KPR
Refleks fisiologis
Kiri
-
+
+
+
+
+
+
Kanan
-
+
+
+
+
+
+
27
Lain-lain : - Refleks patologis
Lain-lain
-
-
-
-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Kemih Tinja
Hb : 11,5 g%
Lekosit : 18,41x103
/mm3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 3,63x106/ mm3
Ht : 30,3%
Hitung Jenis: N/L/M/E/B
80,10/11,1/8,60/0,00/0,00
Trombosit : 329.000/ mm3
Warna : kuning pekat
Reduksi : +1
Protein : +1
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Sedimen
Eritrosit : 0-1/lpb
Lekosit : 2-3/lpb
Silinder : -
Epitel :0-1/lpb
Warna : -
Konsistensi : -
Eritrosit :-
Lekosit : -
Amuba/kista : -
Telur cacing:
Askaris : -
Ankilostoma : -
Trichuris : -
Kremi : -
RESUME
ANAMNESE
KU : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Hal ini dialami os ± 2 minggu ini dan memberat dalam 5 hari
ini. Nyeri perut dirasakan os hilang timbul muncul tiba-tiba. Nyeri juga
terasa panas dan seperti ditusuk – tusuk. Nyeri saat tidur telentang
dijumpai. Nyeri tekan dijumpai. Diare dijumpai 1 minggu yg lalu,
demam dialami os sejak 2 minggu yg lalu. Demam bersifat naik – turun
dan turun dengan obat penurun panas, os juga merasa menggigil.
Penurunan nafsu makan dan berat badan dijumpai sejak 2 minggu yg
lalu ± 5 kg. Badan kuning dan mata kuning dijumpai 1 bulan ini
BAB pucat dialami os 2 minggu yang lalu, BAK berwarna seperti the
sekitar 2 minggu ini.
Riwayat minum alcohol dijumpai sejak 20 tahun yang lalu.
Riwayat merokok dijumpai sejak 20 tahun yang lalu.
STATUS Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
28
PRESENSKeadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
PEMERIKSAAN
FISIK
Kepala : dbn
T/H : Dalam batas normal
mulut : dbn
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : perkusi : Sonor pada kedua paru
Auskultasi: SP: vesikuler
ST: -
Abdomen : I : Membesar, Asimetris
P : Hati teraba membesar 5 cm bac, 6 cm bpx
Permukaan licin, pinggir tajam, nyeri tekan
dijumpai
P : Pekak hati (+)
A: dbn
Ekstremitas : dalam batas normal
Laboratorium
Rutin
Darah : Leukositosis
Kemih: Dalam batas normal
Tinja: tdp
Diagnosa Banding 1. Liver absess + Hiponatremia + Hipoglikemia2. Hepatoma + Hiponatremia + Hipoglikemia3. Kolesistitis + Hiponatremia + Hipoglikemia
4.
Diagnosa
sementara
Liver absess + Hiponatremia + Hipoglikemia
Penatalaksanaan
Aktivitas: Tirah Baring
Diet : Diet MB
Tindakan supportif : IVFD D5% 20 gtt/I makro
Medicamentosa : Inj. Metronidazole drips 500 mg/8 jam Inj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jam Paracetamol 3x500mg Subs. Natrium
29
RencanaDarah lengkap, Urinalisis, LFT, RFT, Elektrolit, AGDA, HST, Anemia profile, Foto Thorax, USG Hepar, CT Scan Abdomen, EKG, Konsul PTI dan GEH
30
Foto Thoraks pada tanggal 06-11-2013
31
Foto thoraks pada tanggal 16-11-2013
Kesan :
32
Foto Thoraks pada tanggal 26-11-13
Kesan :
33
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
13/12/2013 Nyeri perut
kanan atas
Sens : CM
TD : 100/60 HR : 80 x/i
RR : 20 x/i T : 37,0
Kepala : dbn
T/H : Dalam batas normal
mulut : dbn
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : perkusi : Sonor pada
kedua paru
Auskultasi: SP:
vesikuler
ST: -
Abdomen : I : Membesar,
Asimetris
P : Hati teraba
membesar 5 cm bac, 6
cm bpx
Permukaan licin,
Liver absess + Hiponatremia + Hipoglikemia
Tirah baring
Diet MB
IVFD D 5% 20 gtt/i makroInj. Metronidazole drips 500 mg/8 jamInj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jamParacetamol 3x500mgSubs. Natrium :(135-123) x 60 x 0,6 = 432Tetesan : (135-123)/0,6 = 120 jamNaCl 3 % = 500/20 = 25 gtt/i mikroNaCl 0,9 % = 25 gtt/i mikro
Urinalisis, LFT,
Albumin, USG
Abdomen,
Konsul PTI,
Konsul GEH,
Prcalcitonin
33
34
pinggir tajam, nyeri
tekan dijumpai
P : Pekak hati (+)
A: dbn
Ekstremitas : dalam batas normal
Hasil Laboratorium (13/12/2013):
Darah Lengkap:
Hb: 11.50 g/dl (11,7 – 15,5),
Eri: 3.63 106/mm3 (4.20 -4.87),
Leu: 18.41 103/mm3 (4.500-11.000),
Ht: 30.30 % (43-49),
Trombosit: 400x 103/mm3 (150.000-
450.000),
MCV:82.70 fL (85-95),
MCH: 31.70 ρg (28-32),
MCHC: 38.80 g/dl, (33-35)
Neutrofil 80.20 %,
Limfosit 11.70%,
Monosit 8.50 %,
Eosinofil 0.10 %,
34
35
Basofil 0.200%.
Elektrolit
Natrium : 123 (135-155)
Kalium : 4,2 (3,6-5,5)
Klorida : 92 (96-106)
Glukosa Darah Sewaktu : 79,2 mg/dL
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
14/12/2013 Nyeri perut
kanan atas
berkurang
Sens : CM
TD : 100/60 HR : 80 x/i
RR : 20 x/i T : 37,0
Kepala : dbn
T/H : Dalam batas normal
mulut : dbn
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : perkusi : Sonor pada
kedua paru
Liver absess + Hiponatremia + Hipoglikemia
Tirah baring
Diet MB
IVFD D 5% 20 gtt/i makroInj. Metronidazole drips 500 mg/8 jamInj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jamParacetamol 3x500mgSubs. Natrium :(135-123) x 60 x 0,6 = 432Tetesan : (135-123)/0,6 = 120 jamNaCl 3 % = 500/20 = 25 gtt/i mikroNaCl 0,9 % = 25 gtt/i mikro
35
36
Auskultasi: SP:
vesikuler
ST: -
Abdomen : I : Membesar,
Asimetris
P : Hati teraba
membesar 5 cm bac, 6
cm bpx
Permukaan licin,
pinggir tajam, nyeri
tekan dijumpai
P : Pekak hati (+)
A: dbn
Ekstremitas : dalam batas normal
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
15-
17/12/2013
Nyeri perut
kanan atas
Sens : CM
TD : 100/60 HR : 80 x/i
Liver absess + Hiponatremia
Tirah baring
Diet MB
Diagnostik
USG Abdomen
36
37
berkurang RR : 20 x/i T : 37,0
Kepala : dbn
T/H : Dalam batas normal
mulut : dbn
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : perkusi : Sonor pada
kedua paru
Auskultasi: SP:
vesikuler
ST: -
Abdomen : I : Membesar,
Asimetris
P : Hati teraba
membesar 5 cm bac, 6
cm bpx
Permukaan licin,
pinggir tajam, nyeri
tekan dijumpai
P : Pekak hati (+)
A: dbn
+ Hipoglikemia
IVFD D 5% 20 gtt/i makroInj. Metronidazole drips 500 mg/8 jamInj. Ciprofloxacin 200 mg/12 jamParacetamol 3x500mgSubs. Natrium :(135-123) x 60 x 0,6 = 432Tetesan : (135-123)/0,6 = 120 jamNaCl 3 % = 500/20 = 25 gtt/i mikroNaCl 0,9 % = 25 gtt/i mikro
Punksi Cairan
Liver Abses
37
38
Ekstremitas : dalam batas normal
Hasil Laboratorium (17/12/2013):
Darah Lengkap:
Hb: 9,3 g/dl (11,7 – 15,5),
Eri: 3.03 106/mm3 (4.20 -4.87),
Leu: 13.25 103/mm3 (4.500-11.000),
Ht: 26.40 % (43-49),
Trombosit: 625x 103/mm3 (150.000-
450.000),
MCV:87.70 fL (85-95),
MCH: 31.70 ρg (28-32),
MCHC: 35.80 g/dl, (33-35)
Neutrofil 80.20 %,
Limfosit 12.70%,
Monosit 7.50 %,
Eosinofil 0.10 %,
Basofil 0.200%.
Elektrolit
Natrium : 123 (135-155)
38
39
Kalium : 4,2 (3,6-5,5)
Klorida : 92 (96-106)
Glukosa Darah Sewaktu : 79,2 mg/dL
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Diagnostik
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
FOLLOW UP
39
40
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
40
41
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
41
42
BAB 4
DISKUSI
Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit
dan jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GI. Hal ini ditandai dengan
proses supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi,
dan sel darah dalam parenkim hepar.
Manifestasi sistemik abses hepar berupa nyeri tekan pada regio perut kanan dan
pembesaran hepar 3 – 6 jari. Gejala lain dapat berupa mual, muntah, anoreksia, BB turun,
malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang hebat bila
ditekan. Pada pasien ini didapati nyeri perut kanan atas yang dialami os ± 2 minggu ini dan
memberat dalam 5 hari ini. Nyeri perut dirasakan os hilang timbul muncul tiba-tiba. Nyeri
juga terasa panas dan seperti ditusuk – tusuk. Nyeri tidak hilang dengan obat penghilang rasa
sakit. Pasien ini juga didapati penurunan nafsu makan dan berat badan dijumpai sejak 2
minggu yg lalu ± 5 kg. Badan kuning dan mata kuning dijumpai 1 bulan ini. BAB pucat
dialami os 2 minggu yang lalu, BAK berwarna seperti the sekitar 2 minggu ini. Riwayat
minum alcohol dijumpai sejak 20 tahun yang lalu.
Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, LED, alkali fosfatase, transaminase,
dan bilirubin meningkat. Albumin menurun dan PT memanjang. Pada pasien ini dijumpai
leukositosis (18.410/mm3), anemia (9,3 gr/dL), bilirubin meningkat (Total = 4,49; Direk =
3,95), serta serum albumin yang menurun (2,3gr/dL).
Untuk menegakkan diagnosis abses hepar, digunakan kriteria Sherlock, yaitu
hepatomegali dengan nyeri tekan, leukositosis, peninggian diafragma kanan, aspirasi didapati
pus, hemaglutinin test positif dan USG dijumpai rongga pada hepar. Pada hasil USG didapati
abses hati sebesar 9 x 12 cm2 dengan permukaan tidak rata, ukuran membesar, pinggir tumpul
dan parenkim heterogen.
Terapi medikamentosa dapat diberikan metronidazol atau tinidazol yaitu obat
amoebisidal. Selain itu dapat dilakukan aspirasi untuk mengurangi gejala dan menyingkirkan
infeksi sekunder. Pada pasien ini telah dilakukan punksi liver abses dan didapati hasil berupa
keluarnya cairan pekat kecoklatan 5 cc.
43
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Abses hepar merupakan infeksi pada hepar yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, prasit, jamur maupun nekrosis paru. Gejala yang paling sering muncul dapat
berupa nyeri tekan pada perut kanan, mual, muntah , anoreksia, BAB seperti kapur, dan
urin berwarna gelap. Pada hasil laboratorium didapati leukositosis, anemia, dan
menurunnya serum albumin.
Terapi pada pasien abses hati dapat berupa drainase perkutan , pembedahan ,
aspirasi, dan medikamentosa.
Prognosis akan buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
5.2. Saran
Seorang klinisi harus mengetahui pola manajemen yang benar dalam
mendiagnosis agar dapat memberikan pengobatan yang tepat pada pasien abses hati.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
1. http//okipasi/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi-wnes.html
2. http//okipasi/okupasi.php.htm
3. Setyonegoro Koesumanto,1983.Pedoman Rehabilitasi Pasien mental di
Indonesia,Jakarta.Direktorat Kesehatan Jiwa Dep.Kes.RI
4. Punwar,A.J.Occupational Therapy Principle & Practise.Wilians & Wilkins:London
5. Creek,J (1997),Occupational Therapy & Mental Heal.Churchil Livis Stone:London
46
DAFTAR PERTANYAAN LAPORAN KASUS
1. Indikasi fisioterapi exercise therapy pada kasus ini?
Teknik fisioterapi ini dipergunakan terutama pada keadaan kronis seperti pada pasien
ini. Terapi latihan dapat dilakukan pada fase rehabilitasi berbagai jenis kelainan
seperti stroke, penggantian sendi maupun penuaan seperti pada pasien ini. Sebelum
dilakukan exercise therapy diberikan terapi infra red terlebih dahulu.
2. Apakah indikasi fisioterapi infra merah pada pasien ini ?
Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 7.700 – 4 juta A. Indikasi :
a. Kondisi peradangan setelah sub-acut : kontusio, muscle strain, trauma sinovitis.
b. Arthritis :RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis.
c. Gangguan sirkulasi darah : thrombo plebitis, thrombo angitis obliterans, raynold’s
desease.
d. Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.
e. Persiapan exercise dan massage.
3. Bagaimana cara terapi panas dapat mengurangi kekuan otot?
Panas pada fisioterapi dipergunakan untuk meningkatkan aliran darah kulit dengan
jalan melebarkan pembuluh darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen dan nutrisi
pada jaringan. Panas juga meningkatkan elastisitas otot sehingga mengurangi
kekakuan otot.
4. Pada pasien apa sajakah terapi okupasi panas dapat diberikan?
Terapi panas dapat diberikan pada pasien yang mengalami kekakuan otot, Arthritis,
Hernia discus intervertebra, rotator cuff, Tendinitis (radang tendon), Bursitis (radang
bursa), Fibromyalgia, dan banyak lagi diagnose dengan keluhan nyeri otot maupun
nyeri tulang lainnya.
5. Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi
penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Apakah
kontraindikasi fisioterapi dada?
Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung,
status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif
seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru
dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.