lapkas polip nasi fix

23
LAPORAN KASUS POLIP NASI DUPLEX STADIUM 2 DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER DISUSUN OLEH : Rizky Ika Nahdiah 01.210.6265 Satrio Ponco Aji Nugroho 01.210.6272

Upload: sa3opontjoe

Post on 17-Nov-2015

100 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

koas tht

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSPOLIP NASI DUPLEX STADIUM 2

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

DISUSUN OLEH :

Rizky Ika Nahdiah

01.210.6265Satrio Ponco Aji Nugroho01.210.6272

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEMARANG 2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUSPOLIP NASI DEXTRA STADIUM 2Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Kepaniteraan Klinik Departemen THT Rumah Sakit Umum Daerah SEMARANGOleh :

Rizky Ika Nahdiah

01.210.6265

Satrio Ponco Aji Nugroho

01.210.6272

Semarang, 23 Maret 2015Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(Dr. Djoko Prasetyo Adinugroho Sp.THT KL)

BAB I

LAPORAN KASUS1. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. S

Umur

: 48 tahun

Pekerjaan

: wiraswasta

Alamat : Jl. Peterongan Sari Raya 12

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Status pernikahan : Sudah menikah

Nomor RM

: 273102

Tanggal pemeriksaan: 18 Maret 20152. ANAMNESIS

Tanggal 18 Maret 2015Keluhan Utama

Pasien datang ke Poliklinik dengan keluhan hidung kanan tersumbat sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang

Satu tahun SMRS, OS mengeluhkan hidung sebelah kanan dan kiri tersumbat. Rasa tersumbat tersebut tidak berpindah-pindah, rasanya tidak hilang timbul namun terus menerus dan semakin lama semakin memberat, rasa terumbat tidak tergantung posisi pasien. Selain itu dirasakan juga keluar ingus berwarna bening dan tidak berbau.

Satu bulan SMRS, OS keluhkan hidung tersumbat makin lama makin memberat dan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, ingus yang keluar masih berwarna bening, tidak berbau dan sering susah dikeluarkan. OS sering menggunakan cutton bud untuk mengurangi keluhan tersebut. OS juga mengeluhkan nyeri pada daerah wajah yang hilang timbul dengan rasa seperti cekot-cekot. Selain itu sekarang mulai merasakan ada ingus yang tertelan ke mulut atau cairan yang mengalir di tenggorokan, batuk dan sesak.

OS mengatakan tidak memiliki riwayat alergi, tidak pernah mimisan, tidak ada gangguan dalam penghidunya, tidak kemasukan benda asing, telinga tidak berdenging, tidak ada cairan keluar dari telinga, sering pilek berulang, hidung terasa pengar, tidak pernah merasa nyeri menelan, tidak pernah bersuara serak, ada penglihatan double selama hidung tersumbat.

Riwayat penyakit dahuluSebelumnya tidak pernah mengeluhkan keluhan seperti ini. Pernah operasi tumor di bola mata di RSDK kurang lebih 1 tahun yang lalu.Riwayat penyakit keluargaDi keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Sosial Ekonomi Kesan ekonomi cukup pasien didukung dengan BPJS. 3. PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis

Keadaan Umum : Baik Kesadaran/GCS : Compos mentis/15 Status Gizi

: BaikStatus Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorokan)

a. Kepala dan leher : Kepala

: mesocephale

Wajah

: simetris

Leher

: pembesaran kelenjar limfe (-)

b. Gigi dan Mulut : Gigi geligi: normal Lidah

: normal, kotor (-), tremor (-) Pipi

: bengkak (-)c. Telinga :KananKiri

AuriculaBentuk normal

Nyeri tarik (-)

Tragus pain (-)Bentuk normal

Nyeri tarik (-)

Tragus pain (-)

Pre-auricularBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Fistula (-)Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Fistula (-)

Retro-auricularBengkak (-)

Nyeri tekan (-)Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

MastoidBengkak (-)

Nyeri tekan (-)Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

CAEHiperemis (-)

Serumen (-)

Sekret (-)Hiperemis (-)

Serumen (-)

Sekret (-)

Membran timpaniWarna putih mengkilap Refleks cahaya (+)

Perforasi (-)

Retraksi (-)Warna putih mengkilap

Refleks cahaya (+)

Perforasi (-)

Retraksi (-)

Kesan : dalam batas normal

Pemeriksaan rutin khusus telinga : tidak dilakukan

d. Hidung dan Sinus Paranasal :PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Hidung LuarDeformitasTidak Ada

Kelainan Kongenital

Trauma

Radang

Massa

VestibulumVibriseAdaAda

RadangTidak AdaTidak Ada

Cavum NasiCukup Lapang (N)+-

Sempit-+

Lapang+-

SekretLokasiAda(cavum nasi)Ada(cavum nasi)

JenisSeromucous Seromucous

JumlahSedikitSedikit

BauTidak AdaTidak Ada

Konka InferiorUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanRataRata

EdemaTidak AdaTidak Ada

Konka MediaUkuranHipertrofieutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanRataRata

EdemaTidak AdaTidak ada

SeptumCukup lurus/deviasiKe kiriKe kiri

PermukaanRata, licinRata, licin

WarnaMerah mudaMerah muda

SpinaTidak adaTidak ada

KristaTidak adaTidak ada

AbsesTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

MassaLokasiposteriorposterior

BentukBulat lonjongBulat lonjong

UkuranTidak bisa dinilaiTidak bisa dinilai

PermukaanlicinLicin

WarnaPutih keabuabuanPutih keabu-abuan

KonsistensiLunak,tidak rapuh, tidak mudah berdarahLunak, tidak rapuh, tidak mudah berdarah

Mudah digoyang(+)(+)

Pengaruh vasokonstriktorTidak dilakukanTidak dilakukan

Kesan : polip nasi stadium 2 cavum nasi duplex berjumlah 1

Pemeriksaan rutin khusus hidung

Proyeksi nyeri sinus paranasal

DextraSinistra

infraorbitaNyeri tekan (-)Nyeri tekan (-)

Nyeri ketuk (-)Nyeri ketuk (-)

GlabelaNyeri tekan (-)Nyeri tekan (-)

Nyeri ketuk (-)Nyeri ketuk (-)

SupraorbitaNyeri tekan (-)Nyeri tekan (-)

Nyeri ketuk (-)Nyeri ketuk (-)

Tes diafanoskopi

dextraSinistra

Fossa CaninaKesuraman (-)Kesuraman (-)

GlabelaKesuraman (-)Kesuraman (-)

SupraorbitaKesuraman (-)Kesuraman (-)

Kesan : kesuraman pada sinus maxillaris

e. Faring :OrofaringKananKiri

MukosaHiperemis (-)Hiperemis (-)

Dinding faringGranular (-)Granular (-)

Palatum moleUlkus (-)

Hiperemis (-)Ulkus (-)

Hiperemis (-)

Arcus faring Simetris (+)

Hiperemis (-)Simetris (+)

Hiperemis (-)

UvulaDitengah

Edema (-)

Tonsil :

UkuranT1T1

Permukaan ratarata

WarnaHiperemis (-)Hiperemis (-)

Kripte Melebar (-)Melebar (-)

Detritus (-)(-)

Kesan : dbn

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab darah rutin (16 Maret 2015)HB: 14,2 g/dLHT: 42,40

Leukosit: 11.5 /uL

Trombosit: 350.000 /uL

CT: 230

BT: 930

HBsAg: negativeGDS: 98 mg/dL

CT SCAN sinus paranasal

Kesan :

Sinusitis maksilaris, ethmoid, dan sphenoid kanan kiri

Polip sinus frontalis kanan kiri

Deviasi septum nasi ke kiri

Obliterasi ostiomeatal kompleks kanan kiri

X Foto Thorax PA

Kesan :

Cor

: Normal

Pulmo: tak tampak kelainan

5. RINGKASANSatu tahun SMRS, OS mengeluhkan hidung sebelah kanan dan kiri tersumbat. Rasa tersumbat tersebut tidak berpindah-pindah, rasanya tidak hilang timbul namun terus menerus dan semakin lama semakin memberat, rasa terumbat tidak tergantung posisi pasien. Selain itu dirasakan juga keluar ingus berwarna bening dan tidak berbau.

Satu bulan SMRS, OS keluhkan hidung tersumbat makin lama makin memberat dan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, ingus yang keluar masih berwarna bening, tidak berbau dan sering susah dikeluarkan. OS sering menggunakan cutton bud untuk mengurangi keluhan tersebut. OS juga mengeluhkan nyeri pada daerah wajah yang hilang timbul dengan rasa seperti cekot-cekot. Selain itu sekarang mulai merasakan ada ingus yang tertelan ke mulut atau cairan yang mengalir di tenggorokan, batuk dan sesak.

OS mengatakan tidak punya riwayat alergi, pernah mimisan, tidak ada gangguan dalam penghidunya, tidak kemasukan benda asing, telinga tidak berdenging, tidak ada cairan keluar dari telinga, sering pilek berulang, hidung terasa pengar, tidak pernah merasa nyeri menelan, tidak pernah bersuara serak, ada penglihatan double selama hidung tersumbat. Riwayat penyakit dahulu pernah operasi tumor di bola mata di RSDK kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik sinus paranasal didapatkan nyeri tekan dan ketok pada daerah sinus frontal dan nyeri supraorbital dan rinoskopi anterior menunjukkan adanya masa bertangkai berwarna putih keabuan menutupi rongga hidung kanan dan kiri.

6. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis Anatomi cavum nasi sinus paranasal Diagnosis Patologi Radang (kronis) Neoplasma 7. DIAGNOSA SEMENTARA

Polip Nasi duplex stadium 28. TERAPI OPERATIF

Polipektomi

FESS

MEDIKAMENTOSA antibiotik ( cefadroxyl 2x500 mg, diberikan selama 5-7 hari analgetik ( Asam mefenamat 3 x 500 mg diberikan secara peroral

pseudoefedrin dan antiinflamasi9. PROGNOSA Quo ad vitam

: bonam

Quo ad sannationam: bonam

Quo ad fungtionam: bonam1. KOMPLIKASIa. Descenden

i. Faringitis

ii. Laringitis

b. Sinusparanasal

i. sinusitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 AnatomiRongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior (Corbrigde,1998).

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan vibrise (Ballenger 1997;Hilger 1989).Septum Nasi

Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung (Hollinshead 1996; Corbridge 1998).Bagian tulang terdiri dari:1. Lamina perpendikularis os etmoidLamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista gali.

2. Os Vomer Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi.

3. Krista nasiis os maksila

Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.4. Krista nasiis os palatine (Lund 1997; Corbridge 1998)

Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)

Bagian tulang rawan terdiri dari1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.2. KolumelaKedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela (Lund 1997; Corbridge 1998).

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum (Ballenger 1997; Hilger 1989).

Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior (Ballenger 1997; Hilger 1989).

Gambar 2. Anatomi Hidung (Netter F)

PerdarahanBagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis (Lund 1997).

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior (Lund 1997). Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis (Ballenger 1997).

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund 1997).Persarafan

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero- inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero- superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus (Hollinshead 1966). Sistem limfatik

Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe submaksilaris (Lund 1997).

2.2 DefinisiPolip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga hidung (Erbek et al,2007).

Polip nasi dapat pula didefinisikan sebagai kantong mukosa yang edema, jaringan fibrosus, pembuluh darah, sel-sel inflamasi dan kelenjar (Tos & Larsen,2001).

Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, yang berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan silia dan sel goblet (Fokkens et al,2007).

Gambar 3. Polip Nasi (Archer 2009)

2.3 KekerapanPrevalensi polip nasi pada populasi bervariasi antara 0,2%-4,3% (Drake Lee 1997, Ferguson et al.2006). Polip nasi dapat mengenai semua ras dan frekuensinya meningkat sesuai usia. Polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30 tahun sampai 60 tahun dimana dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada pria (Kirtsreesakul 2005, Ferguson et al 2006, Erbek et al 2007).

Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1 (Fransina 2008).

Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita polip nasi, sedangkan di Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%.3 Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak. Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic fibrosis karena cystic fibrosis merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip (Fransina 2008).

Prevalensi alergi pada pasien polip nasi dilaporkan bervariasi antara 10- 64%. Kern et al menemukan polip nasi pada pasien dengan alergi sebesar 25,6% dibandingkan dengan kontrol sebesar 3,9% (Fokkens et al,2007). Settipane dan Chaffe melaporkan 55% dari 211 pasien polip nasi memiliki tes kulit positif. Keith et al melaporkan 52% dari 87 pasien memiliki tes kulit positif (Grigoreas et al,2002). Bertolak belakang dengan penelitian di atas yang menunjukkan bahwa alergi lebih sering terdapat pada pasien polip nasi, dilaporkan beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda (Fokkens et al,2007). Seperti penelitian Grigoreas et al di Yunani tahun 1990-1998 menemukan polip nasi lebih banyak ditemukan pada pasien non alrergi dibandingkan dengan pasien alergi (10,8% vs 2,1%). Pada penelitian ini 37,5% dari 160 pasien polip nasi memiliki tes kulit positif. Pada penelitian Drake Lee et al dijumpai 44% dari 200 pasien polip nasi memiliki tes kulit positif. Pada penelitian Small et al dijumpai 47% dari19 pasien polip nasi memiliki hasil tes kulit positif (Grigoreas et al.2002).

Polip nasi banyak dijumpai pada ruang transisi antara hidung dan sinus. Kami menemui 75% polip nasi berdekatan pada resesus etmoidalis. Banyak polip nasi yang unilatral (63%), dan polip nasi bilateral dijumpai 37% pada kadaver (Tos & Larsen 2001)

2.4 Etiologi dan PatogenesisBanyak teori yang menyatakan bahwa polip merupakan manifestasi utama dari inflamasi kronis, oleh karena itu kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis dapat menyebabkan polip nasi. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip nasi seperti alergi dan non alergi, sinusitis alergi jamur, intoleransi aspirin, asma, sindrom Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis kistik, Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis, bronkiektasis, situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip nasi) (Kirtreesakul 2002).

Beberapa mekanisme lain terbentuknya polip nasi juga telah dikemukakan antara lain ketidak seimbangan vasomotor, gas NO, superantigen, gangguan transportasi ion transepitel, gangguan polisakarida, dan ruptur epitel (Assanasen 2001, Kirtreesakul 2002).

Patogenesis polip nasi masih belum diketahui. Perkembangan polip telah dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi sistem saraf autonom dan predisposisi genetik. Berbagai keadaan telah dihubungkan dengan polip nasi, yang dibagi menjadi rinosinusitis kronik dengan polip nasi eosinofilik dan rinosinuritis kronik dengan polip nasi non eosinofilik, biasanya neutrofilik (Drake Lee,1997; Ferguson & Orlandi,2006; Mangunkusumo & Wardani 2007).

Pada penelitian akhir-akhir ini dikatakan bahwa polip berasal dari adanya epitel mukosa yang rupture oleh karena trauma, infeksi, dan alergi yang menyebabkan edema mukosa, sehingga jaringan menjadi prolaps (King 1998). Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal di meatus media. Walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasi dan sering kali bilateral atau multiple (Nizar & Mangunkusumo 2001).

2.5 Gejala dan TandaGejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang terus menerus namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. Pasien juga mengeluh keluar ingus encer dan post nasi drip. Anosmia dan hiposmia juga menjadi ciri dari polip nasi. Sakit kepala jarang terjadi pada polip nasi (Drake Lee 1997, Ferguson et al 2006).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai massa polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi. Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan tidak mudah berdarah (Newton et al 2008).

Pemeriksaan nasoendoskopi memberikan visualisasi yang baik terutama pada polip yang kecil di meatus media (Assanasen 2001). Penelitian Stamberger pada 200 pasien polip nasi yang telah dilakukan bedah sinus endoskopik fungsional ditemukan polip sebanyak 80% di mukosa meatus media, processus uncinatus dan infundibulum (Tos 2001). Stadium polip berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi menurut Mackay dan Lund dibagi menjadi stadium 0: tanpa polip, stadium 1: polip terbatas di meatus media, stadium 2: polip di bawah meatus media, stadium 3: polip masif (Assanasen 2001). Polip nasi hampir semuanya bilateral dan bila unilateral membutuhkan pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan keganasan atau kondisi lain seperti papiloma inverted (Newton et al 2008).

Pada pemeriksaan histopatologi, polip nasi ditandai dengan epitel kolumnar bersilia, penebalan dasar membran, stoma edematous tanpa vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel plasma dan eosinofil. Eosinofil dijumpai sebanyak 85% pada polip dan sisanya merupakan neutrofil (Bernstein 2001, Bachert et al 2003, Newton et al 2008).

Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklassifikasikan polip nasi menjadi 4 tipe yaitu : (I) Eosinophilic edematous type (stroma edematous dengan eosinofil yang banyak), (II) Chronic inflammatory or fibrotic type (mengandung banyak sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil dengan sedikit eosinofil), (III) Seromucinous gland type (tipe I+hiperplasia kelenjar seromucous), (IV) Atypical stromal type (Kirtsreesakul 2002, Kim 2002).

2.6 DiagnosisDiagnosis polip nasi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior, pemeriksaan nasoendoskopi (Assanasen 2001, Ferguson et al 2006, Fokkens et al 2007).

2.7 PenatalaksanaanPolip nasi sangat mengganggu pada kebanyakan pasien. Penyakit ini sering berulang dan memerlukan pengobatan yang lama sampai bertahun-tahun. Dengan demikian pengobatannya bertujuan untuk mengurangi besarnya atau menghilangkan polip agar aliran udara hidung menjadi lapang dan penderita dapat bernafas dengan baik. Selanjutnya gejala-gejala rinitis dapat dihilangkan dan fungsi penciuman kembali normal. Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk polip nasi mulai dari pemberian obat-obatan, pembedahan konvensional sederhana dengan menggunakan snare polip sampai pada bedah endoskopi yang memakai alat lebih lengkap. Walaupun demikian, angka kekambuhan masih tetap tinggi sehingga memerlukan sejumlah operasi ulang (Munir 2006).

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat di berikan topikal atau sistemik. Polip eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasi dibandingkan polip tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah (Mangunkusumo, Wardani 2007).

Penanganan polip nasi adalah obat-obatan, pembedahan atau kombinasi antara keduanya. Pembedahan merupakan pengangkatan polip dari rongga hidung atau pembedahan yang lebih ekstensif melibatkan sinus-sinus paranasal (Bateman 2003).

Tujuan dari penanganan polip nasi adalah untuk mengeliminasi atau secara signifikan mengurangi ukuran polip nasi sehingga meredakan gejala hidung tersumbat, beringus, perbaikan dalam drainase sinus, restorasi penciuman dan pengecapan (Newton 2008).