isi prposal

Upload: wandhy-dfullbuster

Post on 11-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Proposal Pajak Penghasilan Pasal 21

TRANSCRIPT

45

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPajak adalah salah satu sumber penerimaan Negara yang paling diandalkan selain minyak bumi dan gas alam. Dalam tabel 1.1 terlihat kontribusi penerimaan pajak terhadap pendapatan Negara cenderung meningkat setiap tahunnya. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2012, penerimaan dari sektor pajak sebesar 1.019.332,4 miliar rupiah atau 79% dari seluruh penerimaan Negara yang berarti sektor pajak adalah penyumbang terbesar dalam penerimaan Negara dibandingkan dengan penerimaan Negara bukan pajak dan hibah sebesar 273.545,3 miliar rupiah atau 21% dari seluruh penerimaan Negara.Tabel 1.1 Kontribusi Pajak Terhadap Penerimaan NegaraTahunPenerimaan PajakPenerimaan Negara Bukan Pajak dan HibahPenerimaan Negara

Miliar

(Rp)Kontribusi

(%)Miliar

(Rp)Kontribusi

(%)Miliar (Rp)

2006409.203,064228.784,236637.987,2

2007490.988,669216.817,531707.806,2

2008658.700,867322.908,633981.609,4

2009619.922,273228.841,027848.763,2

2010723.306,673271.964,927995.271,5

2011878.685,275291.229,4251.169.914,6

20121.019.332,479273.545,3211.292.877,7

Sumber: Data Pokok APBN 2006-2012 Kementerian Keuangan RI.Fungsi pajak sebagai sumber penerimaan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembiayaan operasional pemerintah baik untuk pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sedangkan sebagai sumber pengatur, penerimaan pajak dapat digunakan pemerintah sebagai alat percepatan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan rangsangan dan stimulus yang kondusif bagi dunia usaha.

Perubahan tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang bergulir cepat sejak runtuhnya rezim kekuasaan orde baru adalah proses perubahan dalam segala bidang, cita-cita untuk mewujudkan Negara yang maju memacu perubahan-perubahan yang mendasar diberbagai sektor dan tahapan.

Peraturan perpajakan selalu disempurnakan sejalan dengan perkembangan ekonomi dan sosial. Perubahan selalu dibuat untuk menyesuaikan kondisi yang ada, karena itu peraturan perpajakan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Salah satunya adalah terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Perubahan diatas merupakan salah satu upaya dari Pemerintah untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak serta agar lebih dapat diciptakan kepastian hukum. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983, dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Terakhir diubah dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008.Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut, dilakukan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan/ efisiensi administrasi dan produktifitas penerimaan Negara serta tetap mempertahankan self assessment system.

Sistem pemungutan pajak dengan self assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, self assessment system wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang menurut Undang-Undang pada suatu masa pajak, sedangkan fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi.Hal ini berarti bahwa wajib pajak bertanggung jawab atas kewajiban pajak menurut peraturan Undang-Undang mulai dari saat pendaftaran sebagai wajib pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung, menyetorkan pajak yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah dalam self assessment system, mewajibkan kepada wajib pajak untuk memiliki kemampuan dalam memahami dan menerapkan peraturan perpajakan yang sedang berlaku, mengikuti informasi terhadap peraturan perpajakan yang sedang berkembang, mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan pentingnya membayar pajak.

Banyaknya upaya perubahan untuk memperbaiki peraturan perpajakan, namun kenyataannya dalam pelaksanaan masih banyak wajib pajak yang kurang mengerti dan memahami dalam penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam hal penghitungan, pelaporan dan penyetoran kewajiban perpajakannya.

Selain ketentuan peraturan Undang-Undang perpajakan diatas, dasar hukum yang dipakai dalam penghitungan, pemotongan, pelaporan dan penyetoran PPh Pasal 21 adalah Peraturan Direktorat Jendral Pajak No. PER-31/ PJ/ 2009.Begitu banyak peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah, namun dalam pelaksanaannya seringkali terjadi pelanggaran yang tidak sesuai dengan dasar hukum pajak. Adapun jenis penyimpangan yang sering terjadi adalah banyaknya wajib pajak yang tidak membayar kewajibannya secara penuh. Hal tersebut akibat adanya pemalsuan dokumentasi atau proses penahapan yang dilakukan tidak sesuai prosedur. Dengan adanya perubahan Undang-Undang perpajakan tersebut diharapkan wajib pajak juga dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara lebih baik.

Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan diatas maka penulis memutuskan mengajukan skripsi dengan konsentrasi perpajakan khususnya pajak atas penghasilan orang pribadi dalam negeri pada suatu perusahaan. Adapun judul yang diajukan oleh penulis yaitu Analisis Penerapan Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Sermani Steel. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah: apakah PT. Sermani Steel dalam menetapkan kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 telah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008?C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh PT. Sermani Steel sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008.D. Manfaat penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi bahan evaluasi berkenaan dengan penerapan penghitungan dan pelaporan pajak selanjutnya, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.2. Bagi Peneliti

Berharap dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan menjadi pengetahuan apabila nanti terjun secara langsung ke lapangan. Serta merupakan persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi STIE Tri Dharma Nusantara Makassar.3. Bagi PembacaDiharapkan dapat menambah wawasan mengenai aspek-aspek perpajakan, khususnya dalam hal penghitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.II. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kerangka PikirAdapun kerangka pikir dari penelitian ini, yaitu:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka PikirB. HipotesisBerdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:

PT. Sermani Steel dalam menetapkan kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 belum sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008.III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar-Dasar Perpajakan1. Pengertian PajakPajak Merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah dalam pembangunan Negara. Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. yang dikutip oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. dalam bukunya Perpajakan Edisi Revisi (2013: 1):Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dalam definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Apabila memerhatikan coraknya, dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi dan lain sebagainya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang diletakkannya, sebagai contoh dari segi penghasilan, segi daya beli, namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi.Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli lainnya yang dikutip oleh Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2007: 2), adalah sebagai berikut:

a. Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan: Tax is compulsory contribution from the person, to the government to depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Dari definisi tersebut terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.b. Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economics of Public Finance memberikan batasan pajak seperti yang dikemukakan Prof. Edwin R. A. Seligman hanya menggatikan without reference dengan with little reference.c. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldman dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

d. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis Belastingen (terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah.e. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa barang atau uang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi diatas tidak tampak istilah dipaksakan karena bertitik tolak pada istilah iuran wajib. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak.f. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan menyatakan pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari pengertia-pengetian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.c. Pajak dipungut oleh Negara baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

2. Fungsi PajakSebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu:a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran Pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam Negeri.b. Fungsi Mengatur (Regulerent)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

3. Sistem Pemungutan PajakSistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:

a. Official Assessment SystemSistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri Official Assessment System:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.2) Wajib pajak bersifat pasif.3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment SystemSistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.c. With Holding SystemSistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

B. Pajak Penghasilan Pasal 211. Pengertian Pajak Penghasilan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak harus ditetapkan dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sebagai hasil reformasi undang-undang Perpajakan tahun 1983 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagai landasan hukum pengenaan Pajak Penghasilan yang berlaku sejak tahun 1984, sebagaimana telah diubah beberapa kali, dimana yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.Menurut Herry Purwono dalam bukunya Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak (2010: 86):

Pajak Penghasilan yaitu salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari pendapatan rakyat, merupakan wujud kenegaraan dan peran serta rakyat dalam pembiayaan dan Pembangunan Nasional.

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan;

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991;

d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. dalam bukunya Perpajakan Edisi Revisi (2013: 188): Pajak Penghasilan Pasal 21, selanjutnya disingkat PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara kegiatan.

Jumlah pajak yang telah dipotong dan disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja dan pemotong lainnya dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun. 3. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yang termasuk pemotong PPh Pasal 21 adalah:

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;b. Bendaharawan atau pemegang kas Pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/ POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan;c. Dana pensiun, badan penyelanggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT).

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;

3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;

e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan Pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.4. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:

a. Pegawai:

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawari, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;

3) Olahragawan;

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;

5) Pengarang, peneliti dan penerjemah;

6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7) Agen iklan;

8) Pengawas atau pengelola proyek;

9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

10) Petugas penjaga barang dagangan;

11) Petugas dinas luar asuransi;

12) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

4) Peserta pendidikan, pelatihan dan magang;

5) Peserta kegiatan lainnya.

5. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, yaitu:a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaanya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;b. Pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.6. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis;d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;e. Imbalan kepada bukan pegawai, Antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan;

f. Imbalan kepada peserta kegiatan, Antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun dan imbalan sejenis dengan nama apapun;g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:1) Bukan wajib pajak;

2) Wajib pajak yang dikanakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau3) Wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).7. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21Dalam penelitian ini untuk menghitung Pajak Penghasilan yaitu dengan mengalikan tarif PPh dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Berikut tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi:

Tabel 3.1 Tarif Pasal 17, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif pajak

Sampai dengan Rp50.000.000,005%

Diatas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,0015%

Diatas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,0025%

Diatas Rp500.000.000,0030%

Sumber: Pasal 17, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.8. Pengurangan Yang Diperbolehkan

Dalam menentukan Penghasilan Netto pegawai tetap, ada beberapa hal yang menjadi faktor pengurang dari penghasilan bruto:

a. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp6.000.000,00 setahun atau Rp500.000,00 sebulan.b. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp2.400.000,00 setahun atau Rp200.000,00 sebulan.9. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan netto Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). PTKP ditentukan berdasarkan status dari Wajib Pajak beserta jumlah Tanggungannya. Status Wajib Pajak terdiri dari:

Tabel 3.2 Status Wajib Pajak

TK/Tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;

K/Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;

K/I/Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya ditambah dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;

PH/Wajib Pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. PTKP nya tetap seperti PTKP untuk WP kawin yang penghasilan suami isteri digabungkan (K/I/);

HB/Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga. PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak tidak kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan (sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang PPh).

Sumber:Kementerian Keuangan RI Dirjen Pajak, Leaflet penyesuaian PTKP 2013.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 162/ PMK.011/ 2012 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, ketentuan mengenai besarnya PTKP baru akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak orang pribadi adalah jumlah penghasilan bersih dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Adapun penyesuaian PTKP adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Penyesuaian PTKP per tahun

1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2012Mulai Januari 2013

Untuk diri wajib pajak orang pribadi.15.840.000,0024.300.000,00

Tambahan untuk wajib pajak kawin.1.320.000,002.025.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.15.840.000,0024.300.000,00

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.1.320.000,002.025.000,00

Sumber:Kementerian Keuangan RI Dirjen Pajak, Leaflet penyesuaian PTKP 2013.

Berdasarkan penyesuaian pada tabel 3.3 tersebut maka Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

WP Tidak KawinKode1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2012Mulai Januari 2013

0 TanggunganTK/015.840.000,0024.300.000,00

1 TanggunganTK/117.160.000,0026.325.000,00

2 TanggunganTK/218.480.000,0028.350.000,00

3 TanggunganTK/319.800.000,0030.375.000,00

WP KawinKode1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2012Mulai Januari 2013

0 TanggunganK/017.160.000,0026.325.000,00

1 TanggunganK/118.480.000,0028.350.000,00

2 TanggunganK/219.800.000,0030.375.000,00

3 TanggunganK/321.120.000,0032.400.000,00

WP Kawin + Penghasilan Istri DigabungKode1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2012Mulai Januari 2013

0 TanggunganK/I/033.000.000,0050.625.000,00

1 TanggunganK/I/134.320.000,0052.650.000,00

2 TanggunganK/I/235.640.000,0054.675.000,00

3 TanggunganK/I/336.960.000,0056.700.000,00

Sumber:Kementerian Keuangan RI Dirjen Pajak, Leaflet penyesuaian PTKP 2013.

10. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak

a. Hak Pemotong Pajak

1) Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwin lebih kecil dari pada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

2) Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.

3) Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

b. Kewajiban Pemotong Pajak

1) Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Palayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

2) Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Palayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

3) Pemotong pajak wajib menghitung, memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwin. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank BUMN atau BUMD, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya.

4) Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Palayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya.

5) Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Psal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon dan penerima dan pensiun.

6) Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwin, maka bukti pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

7) Dalam waktu dua bulan setelah tahun takwin berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif Pasal 17 Undang-Undang No. 17 tahun 2000.

8) Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Palayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. SPT Tahunan Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya. Dalam hal pemotong pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus ditandatangani dan diisi oleh orang lain maka harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.

9) Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan.

10) Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam satu tahun takwin lebih besar dari pada PPh Pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwin berikutnya, sebelum batas akhir waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21.

C. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap.a. Dengan gaji bulanan

Ahmad Zakaria pada tahun 2013 bekerja pada perusahaan PT. Zamrud abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00 dan membayar uang pensiun sebesar Rp100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:Gaji sebulan

Rp 3.000.000,00

Pengurangan: Biaya jabatan:

5% x Rp3.000.000,00 Rp 150.000,00

Iuran pensiun:

Rp 100.000,00 Rp 250.000,00Penghasilan neto sebulan

Rp 2.750.000,00

Penghasilan neto setahun

12 x Rp2.750.000,00

Rp33.000.000,00

PTKP setahun: Untuk WP diri pribadi Rp24.300.000,00

Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,00 Rp26.325.000,00PKP setahun

Rp 6.675.000,00PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp6.675.000,00= Rp333.750,00

PPh Pasal 21 sebulan:

Rp292.500,00 : 12

= Rp 27.812,00b. Dengan gaji mingguanHarun Santoso pegawai pada perusahaan PT. Segara Hurip dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp700.000,00. Harun kawin dan mempunyai seorang anak. PT. Segara Hurip masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT. Segara Hurip membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Harun membayar iuran pensiun Rp10.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji.Penghasilan sebulan (4 x Rp700.000,00) Rp 2.800.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja

1% x Rp2.800.000,00

Rp 28.000,00

Premi Jaminan Kematian0,3% x Rp2.800.000,00

Rp 8.400,00

Jaminan Hari Tua

3,7% x Rp2.800.000,00

Rp 103.600,00Penghasilan bruto

Rp 2.940.000,00

Pengurangan:

Biaya jabatan

5% x Rp2.940.000,00 Rp 147.000,00

Iuran pensiun

Rp 10.000,00

Iuran Jaminan Hari Tua 2% x Rp2.800.000,00 Rp 56.000,00 Rp 213.000,00Penghasilan neto sebulan adalah

Rp 2.727.000,00

Penghasilan neto setahun:

12 x Rp2.727.000,00

Rp32.724.000,00

PTKP setahun:

Untuk WP diri pribadi Rp24.300.000,00

Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,00

Tambahan 1 orang anak Rp 2.025.000,00 Rp28.350.000,00PKP setahun

Rp 4.374.000,00PPh Pasal 21 setahun:

5% x Rp4.374.000,00= Rp218.700,00

PPh Pasal 21 sebulan:

Rp218.700,00 : 12

= Rp 18.225,00

PPh Pasal 21 atas gaji/ upah mingguan:Rp18.225,00 : 4

= Rp 4.556,00

2. Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Gaji dan Bonus.Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT. Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp3.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima bonus sebesar Rp5.000.000,00. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp60.000,00. Cara menghitung PPh Pasal 21 atas dan bonus adalah sebagai berikut:a. PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus (penghasilan setahun):

Gaji setahun (12 x Rp3.000.000,00)

Rp36.000.000,00

Bonus

Rp 5.000.000,00Penghasilan bruto setahun

Rp41.000.000,00

Pengurangan:

Biaya jabatan:

5% x Rp41.000.000,00 Rp2.050.000,00

Iuran pensiun setahun:

12 x Rp60.000,00 Rp 720.000,00 Rp 2.770.000,00Penghasilan neto setahun

Rp38.230.000,00

PTKP setahun:

Untuk WP diri pribadi

Rp24.300.000,00Penghasilan Kena Pajak

Rp13.930.000,00

PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp13.930.000,00= Rp696.500,00

b. PPh Pasal 21 atas gaji setahun:

Gaji setahun (12 x Rp3.000.000,00)

Rp36.000.000,00

Pengurangan:

Biaya jabatan:

5% x Rp36.000.000,00 Rp1.800.000,00

Iuran pensiun setahun:

12 x Rp60.000,00 Rp 720.000,00 Rp 2.520.000,00

Penghasilan neto setahun

Rp33.480.000,00

PTKP setahun:

Untuk WP diri pribadi

Rp24.300.000,00Penghasilan Kena Pajak

Rp 9.180.000,00

PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp9.180.000,00= Rp459.000,00

c. PPh Pasal 21 atas bonus adalah:

Rp696.500,00 Rp459.000,00 = Rp237.500,00

3. Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Peserta Kegiatan.Taufik Hidayat adalah seorang pemain bulu tangkis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia, ia menjuarai turnamen Indonesia terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp500.000.000,00.

PPh terutang atas hadiah turnamen Indonesia terbuka tersebut adalah:

5% x Rp50.000.000,00

= Rp 2.500.000,0015% x Rp250.000.000,00= Rp37.500.000,00

15% x Rp200.000.000,00= Rp30.000.000,00 Rp70.000.000,00

4. Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Tenaga Ahli Yang Melakukan Pekerjaan BebasIr. Garda Suganda adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima fee sebesar Rp100.000.000,00 dari PT. Selaras Propetindo sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya. Pada bulan Juli 2009 menerima pelunasan sisa fee sebesar Rp50.000.000,00.Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan Ir. Garda Suganda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Penghitungan Pemotong PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Tenaga Ahli Yang Melakukan Pekerjaan Bebas.BulanPenghasilan Bruto (Rupiah)Dasar Pemotongan PPH Pasal 21

(Rupiah)Dasar Pemotongan PPH Pasal 21 Kumulatif

(Rupiah)Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UUD PPhPPH Pasal 21 Terutang

(1)(2)(3)=50%x(2)(4)(5)(6)=(3)x(5)

Maret100.000.00050.000.00050.000.0005%2.500.000

Juli50.000.00025.000.00075.000.00015%3.750.000

Jumlah150.000.00075.000.0006.250.000

Sumber:Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. Perpajakan Edisi Revisi (2013: 242).Penjelasan Penghitungan:Pada bulan maret 2009, jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto yang dibayarkan kepada Ir. Garda Suganda sebsar Rp50.000.000,00 (belum lebih dari 50 juta), sehingga atas penghasilan yang dibayarkan kepada Ir. Garda Suganda harus dipotong PPh Pasal 21 sebsar 5% dari 50% jumlah penghasilan bruto yang diterima. Sementara itu, pada bulan Juli 2009, jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto yang dibayarkan kepada Ir. Garda Suganda telah melebihi Rp50.000.000,00 sehingga tariff yang berlaku adalah 15% dari 50% jumlah penghasilan bruto.D. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

1. Pengertian NPWP

Dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-20/ PJ/ 2013 Pasal 1 Ayat 8, menyatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-register.

Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotong PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.

2. Fungsi NPWPNPWP memiliki beberapa fungsi antara lain:

a. Sebagai sarana dan administrasi perpajakan;

b. Sebagai identitas Wajib Pajak;

c. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan;

d. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

3. Format NPWPNPWP terdiri atas 15 digit, dengan pembagian 9 digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Format tersebut adalah sebagai berikut: XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX. Mulai tahun 1998, NPWP ini otomatis sama dengan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

E. Surat Pemberitahuan (SPT)1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. dalam bukunya Perpajakan Edisi Revisi (2013: 31), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak PPh adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:a. Pembayaran dan pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/ atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak;

c. Harta dan kewajiban; dan/ atau

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pembertahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; danb. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.3. Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembentulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempopembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

4. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu:a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.SPT meliputi:a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan;

b. SPT Masa yang terdiri dari:

1) SPT Masa Pajak Penghasilan;2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan

3) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

SPT dapat berbentuk:

a. Formulir kertas (hardcopy); atau

b. e-SPT

5. Batas Waktu Penyampaian SPTBatas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak;b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun Pajak; atau

c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun Pajak.

6. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. Rp50.000,00 untuk SPT Masa PPN;b. Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya;

c. Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan;

d. Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.

F. Surat Setoran Pajak (SSP)1. Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.2. Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP)Surat Setoran Pajak (SSP) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.3. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajaka. Bank-bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;b. Kantor Pos.

4. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran PajakBatas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut:a. Pembayaran Masa

1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2) PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

3) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

5) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

6) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.7) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.8) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu satu hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada penyalur/ agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

12) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

13) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.

14) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

15) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.16) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.

17) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.

b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.IV. METODE PENELITIANA. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada PT. Sermani Steel yang beralamat di Jl. Jenderal Urip Sumoharjo Km. 7, Tello Baru, Makassar Waktu penelitian direncanakan yaitu pada Akhir bulan Desember 2013 sampai Awal bulan Februari 2014.

B. Metode Pengumpulan DataDalam penelitian deskriptif ini penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan dengan metode:a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)Penelitian Kepustakaan yaitu usaha yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data-data sekunder yang diperlukan dengan cara membaca, mempelajari, menelaah dan menganalisis sumber kepustakaan yang relevan seperti buku, undang-undang peraturan perpajakan, serta diklat-diklat kuliah yang berkaitan dengan pembahasan skripsi sebagai dasar perbandingan antara teori yang relevan dengan praktik yang terjadi dalam operasi perusahaan.b. Penelitian Lapangan (Field Research)Penelitian Lapangan yaitu usaha yang dilakukan penulis dalam rangka memperoleh data primer dan sekunder berupa:a. Observasi yaitu, pengamatan secara langsung di lokasi penelitian, dengan tujuan memperoleh keterangan dan informasi sebagai data yang akurat.

b. Wawancara yaitu, dengan tanya jawab pada beberapa karyawan dan pimpinan perusahaan guna mendapatkan data yang berkaitan dengan masalah yang dikemukakan oleh penulis.

c. Dokumentasi yaitu, pengumpulan data sebanyak mungkin baik sesuatu yang tertulis atau yang tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan yang berkaitan dengan variabel yang diteliti.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Kualitatif

Yaitu data-data yang didapat dari perusahaan bukan berbentuk angka-angka, data ini diperoleh antara lain melalui hasil observasi dengan pihak perusahaan. Data kualitatif, seperti sejarah perkembangan perusahaan struktur organisasi perusahaan, dan kegiatan usaha perusahaan.

b. Data Kuantitatif

Yaitu data-data yang didapat dari perusahaan berbentuk angka-angka, data ini diperoleh antara lain melalui hasil observasi dengan pihak perusahaan. Data kuantitatif, seperti laporan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21.2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data sekunder adalah data yang telah diolah perusahaan untuk dijadikan sebagaibahan oleh penulis. Data sekunder tersebut diperoleh melalui pengutipan atau informasi dari kepustakaan, laporan perusahaan, seperti sejarah perkembangan perusahaan, struktur organisasi perusahaan.

b. Data Primer adalah data yang diperoleh oleh sumber-sumber lain, seperti buku dan makalah tentang pajak, hasil analisis pasar yang berhubungan dengan data yang diteliti.D. Metode Analisa

Dalam mengolah data yang diperoleh dari perusahaan, penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:1. Analisa Deskriptif

Metode ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 pada PT. Sermani Steel dengan cara memperoleh data-data mengenai gaji, tunjangan serta iuran yang berlaku diperusahaan kemudian mengujinya dengan penghitungan PPh Pasa 21 yang berlaku.2. Analisa KomparatifDalam metode ini, yang dilakukan adalah membandingkan hasil perhitungan PPh yang dilakukan oleh PT. Sermani Steel dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 serta Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009.

E. Operasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengidentifikasi variabel-variabel yang digunaka dalam membahas masalah tersebut:

1. Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto yaitu penghasilan yang diterima oleh karyawan berupa gaji, tunjangan-tunjangan dan lain-lain.

2. Biaya Jabatan

Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto sebesar-besarnya Rp6.000.000,00 setahun atau Rp500.000,00 sebulan.

3. Penghasilan Neto

Penghasilan Neto yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan.

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak yaitu jumlah pengurangan terhadap penghasilan neto yang besarnya ditentukan oleh undang-undang perpajakan dan Peraturan Dirjen Pajak.

5. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan Kena Pajak yaitu dasar penghitungan pajak terutang yang diperoleh dari jumlah penghasilan neto dikurang PTKP.

6. Pajak TerutangPajak Terutang yaitu pajak yang harus dibayar pada suatu masa pajak, besarnya pajak terutang dihitung dari jumlah PKP yang diperoleh lalu dikalikan dengan tarif pajak Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

F. Rencana Isi Hasil PenelitianBAB I:Berisikan tentang pendahuluan, yang maliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat hasil penelitian.

BAB II: Berisi tentang kerangka pikir dan hipotesis.BAB III: Berisikan tentang tinjauan pustaka, yang meliputi dasar-dasar perpajakan, Pajak Penghasilan Pasal 21, cara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP).

BAB IV:Berisi tentang metode penelitian, yang meliputi ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, metode analisa, operasi variabel penelitian, rencana isi hasil penelitian.

BAB V:Berisi mengenai pembahasan, yang meliputi sekilas gambaran umum objek penelitian, hasil dan pembahasan.BAB VI:Berisi tentang kesimpulan dan saran.DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data Pokok APBN Tahun 2006-2012.Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia. Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009 Tentang Penghitungan, Pemotongan, Pelaporan Dan Penyetoran PPh Pasal 21.

Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.Soemitro, Rochmat dalam Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Purwono, Herry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 3 Ayat (1c).

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Leafled Penyesuaian PTKP.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Nomor 162/ PMK.011/ 2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.Republik Indonesia. Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-20/ PJ/ 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak.

LAMPIRAN

A. Jadwal PenelitianTabel:Agar Pelaksanaan penelitian ini lebih terarah dan terencana, maka jadwal Perincian penelitian sebagai berikut:

NoKeterangan20132014

NovemberDesemberJanuariFebruari

1234123412341234

1Observasi

2Pembuatan Proposal

3Pengumpulan data

4Pengelolahan dan Analisis data

5Penulisan Skripsi dan Konsultasi

6Seminar Hasil

7Ujian Skripsi

8Penggandaan

B. Komposisi Biaya Penelitian

1. Observasi

: Rp 100.000,002. Pembuatan Proposal

: Rp 100.000,003. Pengumpulan Data

: Rp 150.000,004. Pengolahan dan Analisis data

: Rp 100.000,005. Penulisan Skripsi dan Konsultasi

: Rp 250.000,006. Seminar Hasil

: Rp 200.000,007. Ujian Skripsi

: Rp 200.000,008. Penggandaan

: Rp 100.000,009. Biaya Lain-lain

: Rp 300.000,00

_____________ +

Total Biaya Penelitian

Rp1.500.000,001

Teori

Pajak Merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah dalam pembangunan Negara.

Fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan dan fungsi mengatur.

Pajak Penghasilan Pasal 21.

Rumusan Masalah

apakah PT. Sermani Steel dalam menetapkan kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 telah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008?

Dukungan Teori

UU PPh No. 36 Tahun 2008

Perpajakan Edisi Revisi (Mardiasmo)

Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009

Leaflet penyesuaian PTKP 2013

Masalah Pokok

Penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sesuai undang-undang dan peraturan perpajakan.

Pemecahan Masalah

UU PPh No. 36 Tahun 2008

Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009

Hasil Yang di harapkan

Memberikan informasi mengenai identifikasi masalah perpajakan yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku.

7

9

Gambar 2.1. Bagan Kerangaka Pikir

9

43

48

49