fistel ani

31
BAB 1 PENDAHULUAN Fistula ani, fistula in ano, atau sering juga disebut fistula perinanal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan granulasi. Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya terletak pada kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multipel yang berasal dari satu bukaan primer saja. 1,2,3 Apabila tidak ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, fistula akan tetap terbuka sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal atau rektum yang berakibat terbentuknya pus terus menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses, dapat juga tidak berhubungan dengan anal atau rektum dan secara definisi disebut sebagai sinus, bukan fistula. 4 Fistula ani adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh sehingga membentuk traktus akibat inflamasi. Akibat dari keterkaitan ini dikatakanlah bahwa abses anorektal dan fistula ani menggambarkan stadium yang berbeda dari suatu keadaan patologis yang berkelanjutan. Abses menggambarkan fase inflamasi akut dan fistula proses kronik. 5,6 1

Upload: siti-marliah

Post on 19-May-2017

239 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fistel Ani

BAB 1

PENDAHULUAN

Fistula ani, fistula in ano, atau sering juga disebut fistula perinanal merupakan sebuah

hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit

perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan granulasi.

Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya terletak pada

kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multipel yang berasal dari satu bukaan

primer saja. 1,2,3

Apabila tidak ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, fistula akan tetap

terbuka sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal atau rektum yang berakibat

terbentuknya pus terus menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses, dapat juga tidak

berhubungan dengan anal atau rektum dan secara definisi disebut sebagai sinus,

bukan fistula.4

Fistula ani adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh sehingga

membentuk traktus akibat inflamasi. Akibat dari keterkaitan ini dikatakanlah bahwa

abses anorektal dan fistula ani menggambarkan stadium yang berbeda dari suatu

keadaan patologis yang berkelanjutan. Abses menggambarkan fase inflamasi akut dan

fistula proses kronik. 5,6

Fistula ani suatu kondisi yang telah tergambarkan sebelum mulainya sejarah

kedokteran. Pada sekitar tahun 430 sebelum masehi, Hipokrates mengemukakan

bahwa fistula ini disebabkan akibat kontusi dari seringnya berkuda atau mendayung.

Dia juga orang pertama yang menyarankan penggunaan seton untuk

penatalaksanaannya. Usaha mencari penanganan yang tepat telah tercatat dalam

buku-buku selama lebih dari 2000 tahun. Bahkan rumah sakit St.Mark di London,

dibangun khusus untuk menangani pasien-pasien dengan fistula ani dan kondisi rektal

lainnya. 7

1

Page 2: Fistel Ani

Sejak jaman Hipokrates itu, sedikit yang berubah mengenai pengertian proses

penyakit ini. Pada 1976, dikemukakan klasifikasi fistula ani yang tetap digunakan

secara luas hingga saat ini. Dalam 30 tahun terakhir, banyak penulis telah

mempresentasikan teknik-teknik baru dan sejumlah kasus dalam usaha mengurangi

angka rekurens dan komplikasi inkontinensia. Walau dengan pengalaman lebih 2500

tahun, fistula ani tetap menjadi suatu penyakit bedah yang membingungkan.3

Suatu hal yang perlu dimengerti bahwa fistula ani bukan kondisi yang

membahayakan jiwa pasien, namun lebih memberi penderitaan akibat pus yang

keluar atau saat defekasi. Dan hal ini juga berujung pada keadaan psikososial dari

penderita.2

2

Page 3: Fistel Ani

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Kanalis anal merupakan bagian akhir dari usus besar dan rektum, yang berawal

dari diafragma pelvis yang melewati otot levator ani dan berakhir pada pinggiran

anal. Kanalis ini mempunyai panjang sekitar 4 cm. Dinding otot dari kanalis anal

merupakan kelanjutan dari lapisan otot sirkuler rektum yang kemudian menebal dan

membentuk sfingter internal. 5,8

Secara anatomis kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai ke linea

dentata. Akan tetapi untuk alasan praktis, ahli bedah terkadang mendefinisikan

kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai ke cincin anorektal. Cincin

anorektal sendiri teraba saat pemeriksaan rektal sekitar 1-1,5 cm di atas linea dentata. 5,8

3

Gambar 1. Anatomi kanalis anal (dikutip dari kepustakaan no.3)

Page 4: Fistel Ani

Pinggiran anal adalah pertemuan antara anoderm dan kulit perianal. Anoderm

merupakan epitel tersendiri yang kaya akan saraf tapi kurang dalam hal perangkat

kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat). Linea dentata atau

linea pectinata yang merupakan pertemuan mukokutaneus sebenarnya, terletak 1 –

1,5 di atas pinggiran anal. Terdapat zona transisional atau cloacogenik sebesar 6 – 12

mm di atas linea dentata, yang merupakan peralihan epitel skuamosa anoderm

menjadi kuboidal dan kemudian epitel kolumnar. 5,8

Kanalis anal dikelilingi oleh sebuah sfingter eksternal dan internal, yang

keduanya menjalankan mekanisme sfingter anal. Sfingter internal merupakan

kelanjutan dari bagian dalam otot polos sirkuler rektum. Juga merupakan otot

involunter dan normalnya berkontraksi saat istirahat. Bidang intersfingterik

menggambarkan kelanjutan fibrosa dari lapisan otot polos longitudinal rektum.5,8

Sfingter eksternal merupakan otot volunter berlurik, yang terbagi menjadi tiga

putaran bentuk U (subkutaneus, superfisial, dan profunda) namun bekerja sebagai

satu kesatuan. Sfingter eksternal merupakan kelanjutan dari otot-otot levator dari

dasar pubis, khususnya otot puborectalis. Putaran paling atas terbentuk oleh otot

puborektalis, yang berasal dari pubis. Putaran di tengah terbentuk oleh otot sfingter

eksternal superfisial, yang berasal dari ujung coccyx atau ligamentum anococcygeal.

Putaran yang paling bawah tersusun oleh lapisan subkutaneus dari otot sfingter

eksternal. Otot puborektalis berasal dari pubis dan menyatu pada posterior dari

rektum. Normalnya sfingter berkontraksi menghasilkan penyudutan 80° dari sudut

pertemuan anorektal.5,8

Dari area setinggi cincin anorectal ke arah distal dan antara otot sfingter internal

dan eksternal, lapisan otot longitudinal rektum menyatu dengan serat dari levator ani

dan otot puborektalis yang kemudian membentuk otot longitudinal conjoined. Serat-

serat otot ini, yang dapat memotong bagian bawah dari sfingter eksternal untuk

kemudian masuk ke dalam kulit perianal dan mengerutkan pinggiran anal, disebut

sebagai corrugator cutis ani.5

4

Page 5: Fistel Ani

Kolumna Morgagni terdiri dari 8 – 14 lipatan mukosa longitudinal yang terletak

tepat di atas linea dentata dan membentuk kripta analis pada ujung distalnya.

Kelenjar-kelenjar rudimenter kecil membuka pada kripta-kripta ini. Saluran dari

kelenjar-kelenjar ini menembus sfingter internal dan badan dari kelenjar ini terletak

pada bagian intersfingterik. 8

EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap 100.000 populasi. Prevalensi

pada pria adalah 12,3 tiap 100.000 populasi. Pada wanita, berkisar 5,6 kasus tiap

100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita adalah 1,8:1, yang menggambarkan

lebih seringnya penyakit ini pada pria. Umur rata-rata dari penderita fistel ani adalah

38 tahun.3

ETIOLOGI

Fistula ani hampir selalu disebabkan oleh abses anorektal yang mendahului.

Kelenjar anal yang terletak pada linea dentata menyediakan jalan bagi organisme

patogen untuk mencapai ruang intersfingterik.6

Namun penyebab lainnya dapat berupa trauma, penyakit Crohn, fisura anal,

kanker, terapi radiasi, infeksi actinomycoses, tuberkulosis, dan chlamydial.6

PATOFISIOLOGI

Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan bahwa

fistula in ano merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan

membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi

melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar

dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan

itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat

terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi. Apabila

kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses di dalam

5

Page 6: Fistel Ani

rongga intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan

meninggalkan fistula.1,9

KLASIFIKASI

Pada kasus-kasus mudah, aturan Goodsall dapat membantu untuk mengantisipasi

keadaan anatomi dari fistula ani. Aturan ini menyatakan bahwa fistula dengan bukaan

eksternal yang terletak anterior dari garis transversal tengah anus akan mengikuti

garis radial lurus menuju linea dentata. Fistulae dengan bukaan posterior dari garis

transversal akan mengikuti garis membelok menuju garis tengah posterior.

Pengecualian untuk aturan ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari tiga sentimeter

dari pinggiran anus. Gambaran yang terakhir ini hampir selalu berasal dari traktus

primer atau sekunder dari garis tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal

kuda sebelumnya.3

Klasifikasi yang paling membantu namun tetap rumit dikemukakan oleh Parks et

al. Empat bentuk dasar dari fistula in ano digambarkan dalam klasifikasi ini, yang

berdasarkan pada hubungan antara fistula dan otot-otot sfingter.

6

Gambar 2. Penampang yang menunjukkan Goodsall’s rule (dikutip dari kepustakaan no. 7)

Page 7: Fistel Ani

1) Fistula intersfingterik

Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses perianal. Traktus berjalan di dalam ruang

intersfingterik. Jenis juga merupakan tipe yang paling sering dengan kisaran 70%

dari semua fistula in ano. Pada fistula intersfingterik juga dapat didapatkan sebuah

traktus buntu yang tinggi dengan arah ke atas dari ruang intersfingterik menuju

ruang supralevator. Bukaan eksternalnya biasanya pada kulit perianal yang dekat

dengan pinggiran anal. 1,5,6

2) Fistula Transsfingterik

Merupakan fistula kedua yang tersering, mencakup 23% dari semua fistula yang

didapatkan. Umumnya hasil dari abses ischiorektal. Traktus fistula berjalan dari

ruang intersfingterik melewati sfingter eksternal, menuju ke dalam fossa

ischiorektal, dan kemudian berakhir pada kulit. Ketinggian traktus melewati

sfingter eksternal agak bervariasi. Fistula transsfingterik dapat melibatkan hampir

seluruh sfingter eksternal atau hanya bagian superfisialnya saja. Fistula jenis ini

juga dapat mempunyai traktus buntu yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari

fossa ischiorectal atau dapat memanjang melalui otot levator ani dan ke dalam

pelvis. 1,5,6

7

Gambar 3. Fistula intersfingterik, fistula transfingterik, dan fistula transfingterik yang memanjang ke atas (dikutip dari kepustakaan no. 7)

Page 8: Fistel Ani

3) Fistula Suprasfingterik

Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses supralevator dan mencakup 5% dari semua

jenis fistula. Traktus berjalan di atas dari puborektalis setelah naik seperti abses

intersfingterik. Traktus kemudian berbelok ke arah bawah lateral menuju sfingter

eksternal dalam ruang ischioanal dan kulit perianal. Traktus buntu dapat juga

timbul pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk tapal kuda. 1,5,6

4) Fistel Ekstrasfingterik

Merupakan jenis yang paling jarang dan hanya 2% dari semua fistula. Pada jenis

ini traktus terdapat di luar dari kompleks sfingter. Traktus berjalan dari rektum di

atas dari levator ani dan melewatinya untuk menuju ke kulit perianal via ruang

ischioanal. Fistul ini dapat terjadi akibat penetrasi benda asing pada rektum

disertai drainase melalui levator, akibat cedera penetrasi pada perineum, akibat

penyakit Crohn, atau kanker serta penatalaksanaannya. Akan tetapi, penyebab

yang paling sering mungkin akibat iatrogenik sekunder setelah pemeriksaan yang

terlalu berlebih saat operasi fistula. 1,5,6

8

Gambar 4. Fistula suprasfingterik, fistula ekstrasfingterik, dan fistula tapal kuda (dikutip dari kepustakaan no.7)

Page 9: Fistel Ani

MANIFESTASI KLINIK

Umumnya, gejala utama yang tersering adalah keluarnya pus seropuruluen yang

mengiritasi kulit di sekitarnya dan menyebabkan perasaan tidak enak. Terkadang

anamnesis mengatakan gejala ini sudah menahun. Abses perianal yang rekurens

menyarankan adanya fistula ani. Selama bukaannya cukup besar untuk pus keluar,

maka nyeri belum menjadi gejala. Tapi bila bukaan tersumbat maka nyeri akan timbul

meningkat hingga pus dapat keluar. Biasanya bukaan hanya soliter, terletak 3,5 – 4

cm dari anus, memberi gambaran elevasi kecil dengan jaringan granulasi warna

merah pada mulut lubang. Bila elevasi ditekan akan keluar pus. Pada fistula

sederhana atau superfisial, traktus dapat teraba sebagai jalinan yang keras.5

Terkadang terjadi penyembuhan superfisial yang kemudian menyebabkan pus

terakumulasi dan abses terbentuk kembali. Abses kemudian akan pecah lagi melalui

lubang yang sama atau lubang baru. Oleh sebab ini terkadang ditemukan dua atau

lebih bukaan eksternal, yang biasanya terkelompok bersama pada sisi kiri atau kanan

dari garis tengah pantat. Tapi bila kedua fossa ischiorektal terkait maka bukaan akan

terlihat pada kedua sisi.5

DIAGNOSIS

Dengan keluhan yang beragam dan hampir serupa dengan beberapa penyakit

lain. Maka penegakan diagnosis fistula ani membutuhkan anamnesis yang terperinci,

pemeriksaan fisik yang mendetail, serta dengan bantuan pemeriksaan penunjang. 3

Dari anamnesis pasien dengan fistula ani, keluhan-keluhan yang sering adalah

pengeluaran pus dari lubang pantat, nyeri pada daerah pantat, bengkak, perdarahan,

diare, ekskoriasi kulit pantat, dan lubang yang terlihat di daerah dekat lubang pantat. 3

Pada riwayat penyakit terdahulu dapat ditemukan hal-hal penting seperti riwayat

inflammatory bowel disease, diverticulitis, radiasi untuk kanker prostat atau rektal,

terapi steroid, infeksi HIV. Perlu juga ditanyakan mengenai ada tidaknya nyeri perut,

kehilangan berat badan yang berarti, serta perubahan dari pola defekasi. 3

9

Page 10: Fistel Ani

Pemeriksaan fisik yang mendetail merupakan cara diagnosis yang paling penting

dan tepat pada fistula ani. Pemeriksa harus memeriksa keseluruhan perineum untuk

mencari bukaan eksternal yang akan tampak seperti sinus terbuka atau elevasi

jaringan granulasi. Pada rectal touche dapat ditemukan traktus fibrosa atau uliran di

bawah kulit. Pengeluaran pus secara spontan dapat terlihat atau terjadi saat penekanan

dengan jari tangan.3,5

Anoskopi harus dilakukan untuk mengidentifikasi bukaan internalnya. Pemeriksa

harus menentukan hubungan antara cincin anorektal dan posisi dari traktus sebelum

pasien direlaksasi dengan anestesi. Proctoskopi atau sigmoidoskopi fleksibel

dilakukan untuk menyingkarkan lesi lainnya atau inflammatory bowel disease. Probe

fistula dimasukkan ke dalam traktus fistula untuk menentukan arah dan bukaan

internalnya. Namun tidak selalu probe dapat tembus keluar dari bukaan internalnya.3,5

DIAGNOSIS BANDING

Ada beberapa kelainan yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding

fistula anal. Hidradenitis supuratif, yang dibedakan dengan adanya bukaan kulit

perianal yang multipel dan penampakan kulit sekitar seperti jaket kulit. Sinus

pilonidal dengan ekstensi perianal dan kista sebasea perianal yang terinfeksi juga

10

Gambar 5. Beragam jenis probe fistula yang digunakan (dikutip dari kepustakaan no. 7)

Page 11: Fistel Ani

harus dipertimbangkan. Penting juga untuk menyingkirkan fistula yang berhubungan

dengan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Divertikulitis dari colon signmoid

dengan perforasi dan fistulasasi dari perineum serta Kanker rektal yang rendah, yang

dapat memberi gambaran fistula pada perineum. 6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium

Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk penyakit ini.

Yang biasa dilakukan hanya pemeriksaan preoperatif sesuai umur dan

komorbiditas.3

- Pencitraan

Pemeriksaan radiologi bukanlah pemeriksaan rutin untuk evaluasi fistula.

Pemeriksaan dilakukan untuk membantu saat dari bukaan primer/internal sulit

diidentifikasi atau pada kasus fistulae rekuren atau fistulae multipel untuk

mengidentifikasi traktus sekunder atau bukaan primer yang terlewatkan. 3

Fistulografi dapat dilakukan dengan menginjeksi zat kontras melalui bukaan

internal yang kemudian diikuti dengan x-ray anteroposterior, lateral, dan oblik

untuk melihat jalannya traktus fistula. Prosedur ini mempunyai tingkat akurasi

16-48 % dan membutuhkan kemampuan untuk memvisualisasi bukaan internal.

Jaringan granulosa dan materi purulen di dalam traktus fistula seringkali

mengobstruksi aliran kontras menuju perpanjangan fistula sehingga dapat

memberikan gambaran yang salah. Yang lebih menambah kesulitan adalah tidak

adanya patokan anatomis dalam melihat fistula pada pemeriksaan ini.1,3,6

11

Gambar 6. Hasil fistulogram tampak anteroposterior (dikutip dari kepustakaan no.7)

Page 12: Fistel Ani

CT-scan yang dilakuan dengan kontras intravena dan rektal merupkan metode

noninvasif untuk melihat ruang perirektal. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk

mengidentifikasi abses-abses anorektal dengan letak dalam, tapi jarang digunakan

sebagai evaluasi preoperatif fistula ani. CT-scan mempunyai resolusi yang kurang

baik dalam memberi gambaran jaringan lunak sehingga sulit memberikan

gambaran fistula berkaitan dengan otot –otot levator dan sfingter khususnya pada

potongan aksial.1,3,6

USG endoanal dilakukan untuk menentukan hubungan antara traktus primer

dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah fistula sederhana atau kompleks

dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer. Transduser

dimasukkan ke dalam kanalis analis kemudian hidrogen peroksida dapat

dimasukkan melalui bukaan eksternal. USG endo anal memberikan gambaran

yang baik dari daerah anal dan sangat akurat dalam mengidentifikasi

pengumpulan cairan dan traktus fistula. Akan tetapi identifikasi dari bukaan

internal masih sukar. Bahkan dengan penggunaan hidrogen peroksida yang masih

sering terasa agak sulit. Pada beberapa penelitian, pemeriksaan ini 50% lebih baik

dalam menemukan bukaan internal yang sulit daripada pemeriksaan fisik saja. 1,3,6

MRI mempunyai resolusi jaringan yang bagus dan kapabilitas multiplanar

sehingga sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hasil MRI 80-90% mendekati

penemuan saat operasi. Hal ini membuat MRI menjadi pilihan utama dalam

mengidentifikasi fistulae yang kompleks. Walaupun terlihat lebih baik daripada

USG dalam mengevaluasi fistula ani, namun USG lebih murah dan dapat

digunakan saat operasi sedang berlangsung dalam kamar operasi. 1,3

PENATALAKSANAAN

Prinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani adalah untuk menghilangkan

fistula, mencegah rekurens, dan untuk memelihara fungsi sfingter. Keberhasilan

12

Page 13: Fistel Ani

biasanya ditentukan oleh identifikasi bukaan primer dan memotong otot dengan

jumlah yang paling minimal.6

Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi bukaan saat berada

di kamar operasi: 6

1. Memasukkan probe melalui bukaan eksternal sampai ke bukaan internal, atau

sebaliknya.

2. Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen

peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata. Walaupun

methylene blue dapat mewarnai jaringan sekitarnya, namun mencairkannya

dengan saline atau hidrogen peroksida akan mengatasi masalah ini.

3. Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.

4. Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini

dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang

kompleks.

13

Gambar 7. Teknik probing pada fistula ani(dikutip dari kepustakaan no. 7)

Page 14: Fistel Ani

Kesulitan dari penanganan fistula ani terlihat dari banyaknya teknik berbeda

yang berkembang. Teknik lay-open dengan pembelahan semua jaringan yang distal

dari traktus primer, merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan fistula.

Namun efektifitasnya harus diseimbangkan dengan risiko inkontinensia ani yang

mengganggu. Teknik ini yang disebut juga sebagai fistulotomi ini mengandung risiko

yang sebanding dengan jumlah otot sfingter yang terkait dengan fistula. Maka kriteria

tunggal yang sangat penting dalam pemilihan penanganan bedah adalah hubungan

antara traktus fistula dan kompleks sfingter.1

Pada prosedurnya pasien dibaringkan dengan posisi jackknife prone setelah

diinduksi dengan anestesi regional. Setelah insersi spekulum anal, anestesi lokal

lidokain dengan epinefrin diinjeksi sepanjang traktus fistula untuk hemostasis. Probe

dimasukkan sepanjang fistula, kemudiang jaringan kulit, subkutaneus, otot sfingter di

atas probe diinsisi dengan pisau bedah atau kauter listrik dan jaringan granulasi

dikuretase serta dikirim untuk evaluasi patologis. Probe yang lembut dimasukkan

untuk mengidentifikasi adanya traktus buntu yang tersembunyi atau adanya

pemanjangan. Bila ada, dilanjutkan dengan insisi untuk membuka.6

Pada daerah yang rendah di anus, sfingter internal dan subkutaneus sfingter

eksternal dapat dibelah pada sudut yang tepat dari jaringan di atas tanpa mengganggu

kontinensia. Tapi hal ini tidak berlaku apabila fistulotomi dilakukan anterior pada

14

Gambar 8. Fistulotomi (dikutip darikepustakaan no. 7)

Page 15: Fistel Ani

pasien wanita. Apabila lajur traktus terletak tinggi dari mekanisme sfingter, maka

pemasangan seton harus dilakukan.3

Seton dapat berupa benda asing apapun yang dapat dimasukkan ke dalam fistula

untuk mengelilingi otot sfingter. Materi yang sering digunakan adalah sutera atau

bahan lain yang tidak terserap, karet, kateter silastik. Seton dapat digunakan secara

tunggal, dikombinasikan dengan fistulotomi, atau digunakan secara bertahap.

Penggunaannya sangat berguna pada pasien dengan kondisi-kondisi berikut: 3

- Fistulae yang kompleks (transsfingterik tinggi, suprasfingterik,

extrasfingterik atau multipel fistulae

- Fistulae rekuren setelah fistulotomi

- Fistulae anterior pada pasien wanita

- Tekanan sfingter yang buruk pada preoperatif

- Pasien dengan penyakit Crohn atau dengan imunosupresi

Penggunaan seton mempunyai dua tujuan selain memberikan identifikasi visual

terhadap banyaknya otot sfingter yang terlibat. Yang pertama untuk mengalirkan dan

memajukan fibrosis dan kedua untuk memotong fistula. Penggunaannya dapat satu

tahap atau dua tahap. 3

15

Page 16: Fistel Ani

Penggunaan satu tahap (cutting seton) dilakukan dengan memasukkan seton ke

dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam setelah membelah kulit,

jaringan subkutaneus, otot sfingter interna, dan subkutaneus otot sfingter eksterna.

Seton kemudian diikat dan diamankan dengan ikatan sutera yang berbeda. Dengan

berjalannya waktu, fibrosis akan muncul di atas dari seton seiring dengan

pemotongan otot sfingter oleh seton yang akhirnya mengeluarkan traktus tersebut.

Seton diperkuat tiap kunjungan poliklinik sampai dilepas yaitu ± 6 – 8 minggu

kemudian. Cutting seton dapat juga digunakan tanpa berbarengan dengan fistulotomi. 3

Penggunaan dua tahap (draining/fibrosing) dilakukan dilakukan dengan

memasukkan seton ke dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam

setelah membelah kulit, jaringan subkutaneus, otot sfingter interna, dan subkutaneus

otot sfingter eksterna. Tidak seperti cutting seton, seton dibiarkan lepas untuk

mengosongkan ruang intersfingterik dan memajukan fibrosi pada otot sfingter yang

dalam. Ketika luka superfisial telah sembuh sempurna (± 2 – 3 bulan kemudian), otot

sfingter yang masih dilingkari seton dibelah.3

Saat fistulotomi tidak tepat, sebagai contoh pada pasien wanita dengan fistula

anterior, pasien dengan inflammatory bowel disease, pada pasien dengan fistula

transfingterik dan suprasfingterik, begitu juga dengan pasien yang telah menjalani

operasi sfingter sebelumnya, dan fistula kompleks, maka penggunaan anorectal

16

Gambar 9. Penggunaan seton (dikutipdari kepustakaan no. 7)

Page 17: Fistel Ani

advancement flap disarankan. Keuntungan dari teknik ini termasuk reduksi dari

waktu penyembuhan, reduksi dari rasa tidak nyaman, kurangnya deformitas dari

kanalis anal, dan kurangnya kerusakan tambahan pada otot sfingter karena tidak ada

otot yang dibelah. Setelah identifikasi, bukaan internal dieksisi. Kemudian bukaan

eksterna diperbesar untuk memudahkan drainase. Lipatan tebal dari mukosa rektal,

submukosa, dan sebagian sfingter interna diangkat. Bukaan internal yang tersisa

ditutup dengan jahitan mudah serap. Lipatan kemudian ditarik sampai 1 cm di bawah

bukaan internal. Ujung bukaan yang mengandung jaringan fistula dieksisi dan lipatan

dijahit dengan jahitan mudah serap sambil menjaga garis jahitan otot dan mukosa

tidak bertumpang tindih. Dasar dari lipatan harus dua kali lebar bagian atas untuk

menjaga aliran darah yang baik. Keberhasilan dilaporkan pada 90% pasien. 6

Saat ini penggunaan lem fibrin sebagai penatalaksanaan tunggal maupun

kombinasi dengan advancement flap telah digemari. Penggunaannya menarik karena

pendekatan noninvasif yang tidak berisiko inkontinensia. Apabila gagal, dapat

diulang beberapa kali tanpa mengganggu kontinensia. Serupa dengan fistulotomi,

jalur fistula diidentifikasi dengan bukaan interna dan eksternanya dikuret. Kemudian

lem fibrin diinjeksikan ke dalam traktus fistula melalui konektor-Y hingga seluruh

traktus terisi dan lem dapat terlihat keluar pada bukaan interna. Secara pelan, kateter

injeksi ditarik sehingga seluruh traktus terisi. Lem fibrin sedang dipertimbangkan

untuk menjadi terapi lini pertama untuk fistula ani kompleks.6

17

Gambar 10. Mucosal advancement flap (dikutip dari kepustakaan no.7)

Page 18: Fistel Ani

Setelah operasi pilihan dilakukan, pasien diberikan diet normal, obat pengumpul

feces, dan analgesik non codein. Pasien diberi instruksi sitz bath secara rutin untuk

menjaga higienitas perianal. Pasien dievaluasi dengan interval 2 minggu untuk

menjaga penyembuhan terjadi dari dalam traktus. Jaringan granulasi dapat

dikauterisasi dengan nitrat perak dan batang kapas digunakan untuk memeriksa

kedalaman agar penyembuhan yang secukupnya tetap jalan. Pada operasi

advancement flap, kateter foley dilepas sehari setelah operasi. Dan disarankan untuk

menjaga pasien dengan terapi intravena dan tanpa nutrisi oral untuk menginjinkan

penyembuhan yang adekuat dari flap.6

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi

yang dapat langsung terjadi antara lain: 3

- Perdarahan

- Impaksi fecal

- Hemorrhoid

Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:

- Inkontinensia

Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang

terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi

dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat

merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak.

Apabila pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat

menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko ini juga

meningkat seiring menua dan pada wanita. 3,6

- Rekurens

Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau

mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari

18

Page 19: Fistel Ani

bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab

persistennya fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada

wanita. 3,6

- Stenosis analis

Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal. 3,6

- Penyembuhan luka yang lambat

Penyembuhan luka membutuhkan waktus ± 12 minggu, kecuali ada penyakit

lain yang menyertai (seperti penyakit Crohn). 3,6

PROGNOSIS

Prognosis dari penyakit ini sangat baik setelah sumber infeksi dan fistula

teridentifikasi. Fistula akan menetap bila tidak didrainase dengan benar. Dengan

tindakan yang tepat dan mengikuti anjuran yang, maka prognosis dari fistula ani

baik. Komplikasi pun dapat terhindarkan.9

Pada pasien yang telah menjalani fistulotomi standar, dilaporkan angka

rekurensnya berkisar antara 0-18% dan angka inkontinensia antara 3-7%. Pasien yang

menjalani penggunaan seton, angka rekurensnya 0-17% dan angka inkontinensia

antara 0-17%. Sedangkan yang menjalani advancement flap, angka rekurensnya

berkisar antara 1-10% dan angka inkontinensia antara 6-8%.3

19

Page 20: Fistel Ani

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.1994.

3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta

:EGC.2000.

4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta

:Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748

20

Page 21: Fistel Ani

5. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.

6. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.

7. Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.

2005

REFERAT

FISTULA ANI

DISUSUN OLEH

LEWI MARTHA FURI

0918011056

21

Page 22: Fistel Ani

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RSUD. DR. HI. ABDUL MOELOEK BADAR LAMPUNG

DESEMBER 2013

22