fistel enterokutaneus.docx

28
PENDAHULUAN Fistel adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain (fistel interna), atau suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit (fistel eksterna). Fistel enterokutaneus atau enterocutaneous fistula (ECF) diklasifikasikan sebagai fistel ekskterna, adanya hubungan antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit. 1,2 Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan yang biasanya muncul 7-10 hari pasca operasi. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 15-25% hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, radiasi, penyakit inflamasi pada usus, atau kondisi iskemik maupun infeksi. 3,4 Meskipun kemajuan dalam perawatan gizi, pengendalian infeksi, dan teknik bedah, fistula enterocutaneous (ECF) tetap menjadi sumber morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Tingkat kematian pada fistula ini adalah mulai dari 5-20%, akibat terjadinya sepsis, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta malnutrisi. 4,5 Dalam review dari 157 pasien yang dirawat di RS. Umum Massachusetts antara tahun 1946-1959, kejadian malnutrisi berkisar dari 20 % pada pasien dengan fistula kolon, 74% dengan fistula jejunum atau ileum, kejadian gizi buruk pada 1

Upload: alexandra-yoelita

Post on 24-Nov-2015

159 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANFistel adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain (fistel interna), atau suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit (fistel eksterna). Fistel enterokutaneus atau enterocutaneous fistula (ECF) diklasifikasikan sebagai fistel ekskterna, adanya hubungan antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit.1,2Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan yang biasanya muncul 7-10 hari pasca operasi. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasipasca operasi, sementara sekitar 15-25% hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, radiasi, penyakit inflamasi pada usus, atau kondisi iskemik maupun infeksi.3,4Meskipun kemajuan dalam perawatan gizi, pengendalian infeksi, dan teknik bedah, fistula enterocutaneous (ECF) tetap menjadi sumber morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Tingkat kematian pada fistula ini adalah mulai dari 5-20%, akibat terjadinya sepsis, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta malnutrisi.4,5Dalam review dari 157 pasien yang dirawat di RS. Umum Massachusetts antara tahun 1946-1959, kejadian malnutrisi berkisar dari 20 % pada pasien dengan fistula kolon, 74% dengan fistula jejunum atau ileum, kejadian gizi buruk pada pasien dengan fistula duodenum sebesar 53 %. Para penulis menyoroti hubungan antara kejadian malnutrisi dan kematian, dengan tingkat kematian secara keseluruhan fistula usus kecil sebesar 16% dan untuk dari 54% untuk fistula kolon. Poin ini ditinjau lagi dalam studi yang lebih kecil lagi pada empat tahun berikutnya, dimana 56 pasien dengan fistula enterocutaneous. Tingkat penutupan fistula adalah 89% dan angka kematian keseluruhan 12% dalam kelompok ini, dibandingkan dengan tingkat penutupan 37% dan angka kematian secara keseluruhan sebesar 55% pada pasien yang dinilai telah menerima gizi suboptimal. Dalam tindak lanjut review dari RS. Umum Massachusetts, Soeterser et al, mortalitas dibandingkan pada pasien dengan fistula enterocutaneous diobati sebelum dan setelah pemberian nutrisi parenteral. Angka kematian keseluruhan antara tahun 1970 dan 1975, ketika nutrisi parenteral dipekerjakan secara rutin dalam pengobatan pasien dengan enterocutaneous fistula adalah 21,1%, dibandingkan dengan dengan gabungan angka kematian. Angka kematian keseluruhan 44% antara tahun 1946 dan 1959. Namun, kematian antara tahun 1960 dan 1970 juga rendah, dengan angka kematian gabungan dari 15,1%.6ECF adalah kondisi umum dan tantangan nyata bagi ahli bedah sejauh manajemen yang bersangkutan. Selama beberapa dekade terakhir, upaya perbaikan dalam penanganan ECF terus dikembangkan. Pendekatan agresif dengan kontrol yang efektif dari sepsis, asupan nutrisi yang memadai serta cairan dan keseimbangan elektrolit adalah kunci untuk keberhasilan pengelolaan fistula ini. Hal ini mempengaruhi kualitas hidup pasien, memperpanjang tinggal di rumah sakit, dan meningkatkan biaya keseluruhan untuk pengobatan. Dengan memahami patofisiologi dan faktor risikonya serta penanganan yang tepat dapat membantu untukmengurangi terjadinya fistula enterokutaneus.7

Gambar 1. Pasien dengan fistula enterocutaneousANATOMI USUSUsus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.8Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:8a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior,pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah. c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agartidak masuk lagi ke dalam ileum.

Gambar 2. Usus KecilStruktur Usus BesarUsus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.23 Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus eksterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.9Bagian-bagian usus besar terdiri dari :9a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfosit, menonjol dari ujung sekum.b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi, yaitu: Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI ECFFistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi, fisiologi dan etiologi, yaitu sebagai berikut:10,111. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneus dibagi menjadi 2 yaitu fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang menghubungkan antara viscera dengan kulit.2.Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneus dibagi menjadi 3 yaitu high-output, moderate-outputdan low output. Fistula enterokutaneus dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal kedunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula dengan high-outputapabila pengeluaran cairan intestinal sebanyak >500ml perhari, moderate-outputsebanyak 200-500 ml per hari dan low-outputsebanyak