skripsi - universitas muhammadiyah malang

55
IDENTIFIKASI PENANDA DIAGNOSTIK POTENSIAL GANGGUAN DEPRESI DENGAN MENGGUNAKAN BIOMARKER N-METHYLNICOTINAMIDE DAN HIPPURIC ACID DALAM URINE SKRIPSI Oleh: Nadila Apriola Susanto 201810230311099 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2022

Upload: khangminh22

Post on 04-May-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI PENANDA DIAGNOSTIK POTENSIAL GANGGUAN DEPRESI

DENGAN MENGGUNAKAN BIOMARKER N-METHYLNICOTINAMIDE DAN

HIPPURIC ACID DALAM URINE

SKRIPSI

Oleh: Nadila Apriola Susanto

201810230311099

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022

IDENTIFIKASI PENANDA DIAGNOSTIK POTENSIAL

GANGGUAN DEPRESI DENGAN MENGGUNAKAN BIOMARKER

N-METHYLNICOTINAMIDE DAN HIPPURIC ACID DALAM URINE

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah

satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Nadila Apriola Susanto

NIM: 201810230311099

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Nadila Apriola Susanto Nim: 201810230311099

Telah dipertahankan di depan Dewan

Penguji Pada tanggal, 22 April 2022

dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan

memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

Ketua/Pembimbing I, Sekretaris/Pembimbing II,

Dr.,Iswinarti.,M.Si

Anggota I Anggota II

Istiqomah.,M.Si Muhammad Fath Mashuri.,M.A

Mengesahkan

D e k a n

Muhamad Salis Yuniardi, M. Psi., Ph.D

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nadila Apriola Susanto

NIM : 201810230311099

Fakultas / Jurusan : Psikologi/Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Identifikasi Penanda Diagnostik Potensial Gangguan Depresi dengan Menggunakan Biomarker

N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dalam Urine.

1. Adalah bukan karya orang lain baik langkah maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk

kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak

bebas royalti non-eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar- benarnya dan apabila pernyataan ini

tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 11 April 2022

Mengetahui

Ketua Program Studi Yang menyatakan

Sofa Amalia, S.Psi., M.Si Nadila Apriola Susanto

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat

dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi

Penanda Diagnostik Potensial Gangguan Depresi dengan Menggunakan Biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dalam Urine” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Assoc. Prof. Dr. Iswinarti, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat

berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Dr. dr. Sulistyo Mulyo Agustini, Sp.PK., selaku dosen pembimbing laboratorium

pelaksanaan penelitian pada program kreativitas mahasiswa.

4. Sofa Amalia, S.Psi., M.Si., selaku ketua program Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang sekaligus dosen wali penulis yang telah mendukung dan

memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

5. Papa Heri Susanto, Mama I’ah Malihah, kak Dewangga, mba Silvi, kak Dwinda, dan

adik Fatih yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap do’a-do’a nya serta

curahan kasih sayang yang tiada tara. Hal ini merupakan kekuatan terbesar bagi penulis

untuk terus memiliki motivasi dalam perkuliahan dan proses skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat dan teman dekat penulis, Luna, Mayang, Aulia, Shafa, Isty, Olif,

Yunita, dan Fauza, yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis

sejak awal perkuliahan.

7. Arthur Persada Heryana dengan ketulusannya selalu memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis.

8. RS. Muhammadiyah Lamongan, kepada Bapak/Ibu kepala rumah sakit yang telah

memberikan ijin akses subjek sesuai dengan kriteria penelitian. Selain itu, kepada

pasien RS. Muhammadiyah Lamongan, teman-teman, dan pihak-pihak lain yang telah

bersedia untuk memberikan sampel urine untuk penelitian.

9. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dikti Kementrian Pendidikan,

Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI atas pendanaan penelitian yang diberikan pada

program kreativitas mahasiswa 2021.

10. Pimpinan Universitas Muhammadiyah Malang, fakultas psikologi, dan fakultas

kedokteran atas dukungan dan pendampingan selama pelaksanaan penelitian pada

program kreativitas mahasiswa.

11. Teman-teman tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Malang yaitu Uswatun Hasanah, Handini Risma Hani, Sekar Asih, dan AL-Bidarri

Tsamira Annafila yang telah membantu jalannya proses penelitian.

iv

12. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang khusunya

angkatan 2018 kelas B yang selalu memberikan semangat dan juga membantu proses

turun lapang penulis.

13. Laboratorium Fakultas Psikologi beserta rekan-rekan asisten, untuk setiap dukungan

dan bantuan selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi

perbaikan karya ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga ini

dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 11 April 2022

Nadila Apriola Susanto

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii

DAFTAR ISI............................................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ viii

Gangguan Depresi .................................................................................................................. 5

Gejala Gangguan Depresi....................................................................................................... 5

Metode Diagnostik Gangguan Depresi .................................................................................. 6

Etiologi Gangguan Depresi .................................................................................................... 6

Urine ....................................................................................................................................... 7

Pemeriksaan Urine ................................................................................................................. 7

N-Methylnicotinamide ........................................................................................................... 8

Hippuric Acid ......................................................................................................................... 9

Depresi, Urine, N-Methylnicotinamide, Hippuric Acid ......................................................... 9

Kerangka Berpikir ................................................................................................................ 10

Hipotesis ............................................................................................................................... 11

METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 11

Rancangan Penelitian ........................................................................................................... 11

Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian ............................................................................... 11

Variabel dan Instrumen Penelitian ....................................................................................... 12

Alat dan Bahan Penelitian .................................................................................................... 13

Prosedur Penelitian ............................................................................................................... 13

Teknik Analisis Data ............................................................................................................ 14

HASIL PENELITIAN ........................................................................................................... 15

Uji Signifikansi Biomarker .................................................................................................. 15

Penilaian Kinerja Diagnostik ............................................................................................... 16

DISKUSI ................................................................................................................................. 18

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Demografi Sampel Subjek Penelitian ............................................................ 12

Tabel 2. Standar N-Methylnicotinamide ...................................................................... 13

Tabel 3. Standar Hippuric Acid ................................................................................... 14

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar Biomarker .............................................................. 15

Tabel 5. Hasil uji Normalitas Nilai Biomarker ........................................................... 15

Tabel 6. Hasil Uji Mann Whitney ................................................................................ 16

Tabel 7. Area Under the Curve (AUC) ....................................................................... 17

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................... 10

Gambar 2. Pengenceran Larutan Standar ................................................................... 13

Gambar 3. Kurva ROC ............................................................................................... 16

Gambar 4. Titik Potong ROC Biomarker N-Methylnicotinamide .............................. 17

Gambar 5. Titik Potong ROC Biomarker Hippuric Acid ........................................... 17

Gambar 6. Alur patofisiologi gangguan depresi pada tubuh ……………………….. 20

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue Print Zung Self-Rating Depression Scale …………………………. 30

Lampiran 2. Tabulasi Data Pengukuran Gangguan Depresi …………………………. 32

Lampiran 3. Hasil Uji Laboratorium ………………………………………………… 35

Lampiran 4. Hasil Analisis Data (Uji Normalitas, Komparatif, Diagnostik) ………... 39

Lampiran 5. Surat Verifikasi Cek Plagiasi …………………………………………... 44

1

IDENTIFIKASI PENANDA DIAGNOSTIK POTENSIAL GANGGUAN DEPRESI

DENGAN MENGGUNAKAN BIOMARKER N-METHYLNICOTINAMIDE DAN

HIPPURIC ACID DALAM URINE

Nadila Apriola Susanto

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Abstrak. Sebuah studi dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menunjukkan

lebih dari 60% dari 5.600 pasien menerima kesalahan diagnosis depresi berat. Hal tersebut

dikarenakan saat ini diagnosis dibuat berdasarkan identifikasi subjektif dari cluster gejala

masih dapat menghasilkan tingkat kesalahan yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, maka

dibutuhkan penunjang metode diagnostik yang objektif dengan menggunakan laboratorium

empiris untuk pasien gangguan depresi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi

urine sebagai penunjang diagnositik gangguan depresi dengan menggunakan biomarker N-

Methylnicotinamide & Hippuric Acid. Penelitian ini menggunakan 13 sampel urine pasien

gangguan depresi dan 13 sampel urine normal. Desain penelitian yang digunakan yaitu

observational analytic dengan pendekatan cross sectional study yang kemudian dilakukan uji

komparatif Mann Whitney dan analisis kurva ROC untuk menggambarkan keakuratan

diagnosis. Hasil yang didapatkan adanya perbedaan antara biomarker N-Methylnicotinamide

dan Hippuric Acid pada urine gangguan depresi dan normal yang ditandai dengan nilai

signifikansi 0,000 pada biormarker N-Methylnicotinamide dan 0,001 Hippuric Acid.

Sedangkan berdasarkan hasil analisis kurva ROC, kedua biomarker ini menunjukan nilai

sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam membantu diagnosis gangguan depresi.

Berdasarkan hal tersebut, penggunaan biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid

pada urine dapat menjadi salah satu metode laboratorium empiris untuk menunjang diagnosis

gangguan depresi.

Kata Kunci: Biomarker Urine, Gangguan Depresi, Hippuric Acid, Diagnostik, N-

Methylnicotinamide

Abstract. A study of John Hopkins Bloomberg, School of Public Health has found that more than 60%

of about 5.600 patients have received diagnosis error of severe depression. Inasmuch as that the recent

diagnosis which was made and based on subjective identification from symptom cluster could still result

a fairly large error rate. Based on that condition, it required an objective diagnostic method support through

empirical laboratory for patients with depressive disorder. The aim of this research was to identify urine

as a diagnostic support of depression disorder by exerting two biomarkers of N-Methylnicotinamide &

Hippuric Acid. Moreover, this research used about 13 samples of patients’ urine with depression disorder

and 13 samples of normal urine. The design of research was observational analytic with cross sectional

study approach. Further, it continued to comparative test of Mann Whitney and ROC curve analysis in

order to figure out diagnosis accuracy. As the result, this research found difference between biomarkers

of N-Methylnicotinamide and Hippuric Acid in patients’ urine with depressive symptom and normal urine

which was indicated from significance value of 0,000 on biomarker of N-Methylnicotinamide and 0,001

on biomarker of Hippuric Acid. Meanwhile, based on the result of ROC curve analysis, those two

biomarkers referred a good sensitivity and specificity rate to help diagnosis of depressive disorder. Based

on this finding, the use of N-Methylnicotinamide and Hippuric Acid biomarkers in urine could be one of

laboratory empirical methods to support diagnosis of depressive disorder.

Keywords: Urine Biomarkers, Depressive Disorder, Hipuric Acid, Diagnostic, N-Methylnicotinamide

2

The Institute Health Metrics and Evaluation (IHME) pada tahun 2016 mengestimasi bahwa

lebih dari 1,1 miliar penduduk di dunia mengalami gangguan mental (Zhou, dkk., 2019). Di

Indonesia, prevalensi penderita gangguan mental terus bertambah dengan berbagai faktor

predisposisi diantaranya faktor biologis, psikologis, dan sosial (Wibowo, dkk., 2020). Menurut

data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018, prevalensi gangguan mental

emosional dengan gejala seperti depresi dan kecemasan mencapai sekitar 6,1% dari jumlah

penduduk di Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan mental berat, seperti skizofrenia

mencapai sekitar 1,7 per 1.000 penduduk di Indonesia. Dengan itu, salah satu gangguan mental

yang banyak terjadi di Indonesia, yaitu gangguan yang melibatkan emosional. Data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional

dengan gejala seperti depresi dan kecemasan pada usia lebih dari 15 tahun mencapai 14 juta

jiwa. Data lain juga menunjukan pada tahun 2020 lebih dari 200 juta orang (3,6 % dari

populasi) menderita gangguan kecemasan dan lebih dari 322 juta orang (4,4% dari populasi)

menderita gangguan depresi (Anisah, 2020). Hal tersebut menunjukan salah satu gangguan

mental yang umum dan banyak terjadi yaitu gangguan depresi.

Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan seseorang terus merasa sedih

dan kehilangan minat dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Menurut World Health

Organization atau WHO (2017), gangguan depresi merupakan salah satu gangguan mental

yang paling umum dan banyak terjadi dengan prevalensi paling tinggi di dunia. Selain itu, pada

tahun 2021 WHO juga telah mengidentifikasi bahwa terdapat 280 juta orang mengalami

gangguan depresi dengan perkiraan 3,8% dari populasi dunia, termasuk 5,0% diantaranya

orang dewasa dan 5,7% diantaranya orang dewasa dengan lebih dari 60 tahun. Sedangkan di

Indonesia, gangguan depresi juga termasuk jenis gangguan jiwa yang menduduki peringkat

pertama banyak dialami dalam tiga dekade ini (1990-2017) (InfoDATIN, 2019). Berdasarkan

laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2018), prevalensi gangguan depresi pada penduduk yang berumur lebih dari 15 tahun yaitu

706.689 jiwa dengan Jawa Timur menduduki posisi kedua terbanyak setelah Jawa Barat. Lebih

lanjut lagi, adanya pandemi COVID-19 saat ini juga mempengaruhi terjadinya banyak

permasalah kesehatan mental termasuk gangguan depresi.

Dalam sebuah studi cross-sectional, berbasis komunitas yang terdaftar di PubMed atau Web

of Science sejak 1 Januari 2020 hingga 8 Mei 2020 juga melaporkan terdapat peningkatan

prevalensi gangguan depresi sebesar 25% atau 7 kali lebih tinggi pada masa pandemi COVID-

19 dibandingkan dengan prevalensi global sebelumnya sebesar 3,44% pada tahun 2017

(Bueno-Notivol, dkk., 2021). Hal tersebut juga didukung data Internasional Health Metrics

and Evaluation (2021) yang mendapati adanya peningkatan 53,2 juta angka gangguan depresi

dunia dari 193 juta kasus dasar pada masa pandemi COVID-19. Padahal menurut Pusat Data

dan Informasi Kementrian RI (2019), depresi juga merupakan kontributor utama kematian

akibat bunuh diri yang mendekati 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya. Berbagai berita

dalam media online juga banyak menginformasikan mengenai kasus-kasus depresi yang

berujung pada kematian. Diantaranya, pada tahun 2021 seorang laki-laki pasien COVID-19

diduga bunuh diri karena depresi setelah 10 hari menjalani isolasi mandiri (tribunnews.com).

Selain itu pada tahun 2020 juga terdapat siswa depresi yang melakukan bunuh diri karena

pembelajaran jarak jauh ketika pandemi COVID-19 (sindonews.com, 2020). Dengan

demikian, penting untuk mengidentifikasi gangguan depresi secara cepat dan tepat agar dapat

membantu perencanaan pengobatan yang efektif penderitanya.

3

Saat ini, diagnosis gangguan depresi dibuat berdasarkan indentifikasi subjektif dari cluster

gejala (Chen, dkk., 2018). Namun, metode ini kurang dapat menjamin heterogenitas yang

memadai sehingga memungkinkan adanya kesalahan dalam melakukan diagnosis gangguan

mental yang tidak dapat dihindari. Menurut Shen, dkk. (2018), terdapat beberapa gangguan

mental yang kerap kali terjadi kesalahan diagnosis diantaranya depresi, bipolar, skizofrenia,

kecemasan, ADHD, dan beberapa gangguan lainnya. Bahkan berdasarkan sebuah studi dari

Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (2013) menunjukkan lebih dari 60% dari

5.600 pasien menerima kesalahan diagnosis depresi berat. Hal tersebut juga didukung WHO

(2021) yang menyatakan sering adanya kesalahan diagnosis pada gangguan depresi sehingga

kerap kali diberikan antidepresan. Selain itu, menurut sebuah studi tahun 2012 yang dilakukan

oleh Royal College of Physicians juga mendapati terdapat 85% partisipan mengalami

keterlambatan diagnosis yang menyebabkan 71% orang mengalami gejala-gejala yang semakin

memburuk (Galletly, 2016). Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan penunjang metode

diagnostik yang akurat dan objektif dengan menggunakan laboratorium empiris untuk pasien

gangguan depresi.

Dalam perkembangannya menurut penelitian yang Comes, dkk. (2018) dan Lakhan, dkk.

(2010) mendapati adanya perbedaan kadar biomarker di dalam darah pada seseorang dengan

penyakit mental parah seperti skizofrenia, bipolar, dan depresi mayor. Bilello, dkk. (2015)

dalam penelitiannya mendapati terdapat 9 biomarker didalam darah untuk mengidentifikasi

seseorang dengan gangguan depresi mayor dengan akurasi lebih dari 90% secara objektif.

Penelitian Cui, dkk. (2016) juga mendapati adanya molekul RNA di dalam sel mononuklear

darah yang dapat digunakan sebagai biomarker non-invasif baru untuk gangguan depresi

mayor. Namun, kesulitan dalam pengambilan sampel darah pada subjek penelitian dengan

gangguan mental juga menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti di masa yang akan mendatang

(Wainberg, dkk., 2017). Selain itu, pengambilan sampel dalam tes darah juga dapat membuat

sebagian pasien merasa tidak nyaman karena membuat beberapa orang merasa mual,

terdapatnya sebagian orang yang fobia jarum suntik/atau darah, dan mengeluarkan biaya

pemeriksaan yang mahal (Meentken, dkk., 2020). Oleh karena itu, dibutuhkan biomarker lain

yang mudah didapatkan sehingga mampu menunjang dan mendorong diagnosis dini sebagai

pencegahan, pengobatan, dan prognosis berbagai penyakit agar lebih cepat dan akurat. Salah

satunya dengan menggunakan urine.

Menurut Astuti (2018), urine sangat berkaitan erat dengan darah karena merupakan hasil

pembuatan sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostatis cairan tubuh.

Hal tersebut juga didukung Holmen, dkk. (1981) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa

cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial. Oleh karena itu,

penggunaan urine sebagai cairan yang berkaitan erat dengan darah diprediksi dapat juga

membantu dalam menunjang diagnosis gangguan mental khususnya depresi. Berbagai

penelitian juga telah dilakukan mengenai penggunaan urine sebagai biomarker sebuah penyakit

mental, diantaranya penelitian yang dilakukan Chen, dkk. (2019) yang menggunakan asam

organik pada urine dengan dikombinasikan degan algoritma XGBoost sehingga dapat menjadi

strategi baru dan akurat sebagai biomarker potesial patogenesis autis. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Zheng, dkk. (2013) juga mendapati bahwa tes laboratorium berbasis urine

dengan menggunakan biomarker urine memungkinkan dapat berguna dalam diagnosis

gangguan bipolar. Dengan itu, urine sebagai cairan biologis non-invasif yang mudah

didapatkan dapat menjadi sumber penting untuk studi biomarker penyakit.

4

Pemeriksaan urine atau metode analisa untuk mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam

urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine disebut dengan urinalisis. Menurut Firdausa,

dkk. (2018), urinalisis merupakan identifikasi urine secara makroskopis, mikroskopis, dan

analisis kimia sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis pada penyakit ginjal dan

berbagai penyakit lainnya. Secara kualitatif pemeriksaan urine bertujuan untuk

mengidentifikasi zat-zat yang secara normal terdapat di dalam urine dan zat-zat yang

seharusnya tidak ada di dalam urine. Sedangkan secara kuantitatif atau semi-kuantitatif

pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui jumlah zat-zat tersebut di dalam urine

(Riswanto, 2015). Menurut Harpole, dkk. (2016) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa

urine juga merupakan bio spesimen yang sangat baik untuk menganalisis biomarker karena

dapat dikumpulkan secara berulang dengan teknik non-invasif dan volume yang relatif besar.

Dengan demikian, penggunaan urine sebagai biomarker dalam mengidentifikasi gangguan

depresi menjadi salah satu potensi yang besar sehingga menciptakan metode laboratorium

empiris sebagai penunjang diagnosis secara objektif, praktis, dan mudah.

Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan biomarker N-Methylnicotinamide dan

Hippuric Acid dalam urine sebagai indikator penunjang diagnostik gangguan depresi.

Pemilihan biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid didasari karena keduanya

merupakan biomarker yang mudah ditemui di dalam hasil metabolisme tubuh pada urine.

Menurut Holmen, dkk. (1981) N-Methylnicotinamide merupakan metabolit niacin

(nicotinamide) dan umumnya ditemukan dalam urine manusia. Berbagai penelitian juga telah

dilakukan mengenai N-Methylnicotinamide sebagai kandidat biomarker gangguan mental,

diantaranya yaitu gangguan bipolar (Zheng, dkk., 2013) dan kecemasan (Chen, dkk., 2018).

Selain itu, menurut Zheng, dkk. (2013) N-Methylnicotinamide juga terlibat dalam jalur asam

triptofan-nikotinat dan peningkatan N-Methylnicotinamide pada ekskresi urine juga dapat

menunjukkan regulasi aktivitas jalur asam triptofan-nikotinat pada subjek gangguan depresi.

Sedangkan Hippuric Acid merupakan asam karboksilat dan senyawa organik yang juga

ditemukan di dalam urine. Menurut Raikhlin-Wisenkraft (2001) adanya biomarker Hippuric

Acid yang tinggi di dalam urine akan mengindikasikan adanya keracunan pada toluena yang

akan menyebabkan depresi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk adanya penunjang metode diagnosis gangguan

depresi secara empiris melalui uji laboratorium sehingga menghasilkan analisis yang lebih

cepat, tepat, dan akurat. Salah satunya dengan melakukan “Identifikasi Penanda Diagnostis

Potensial Gangguan Depresi Menggunakan Biomarker N-Methylnicotinamide dan

Hippuric Acid dalam Urine”. Dengan itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengidentifikasi urine sebagai penunjang diagnostik gangguan depresi dengan menggunakan

biomarker N-Methylnicotinamide & Hippuric Acid. Adapun manfaat yang didapatkan dari

penelitian mengenai topik permasalahan di atas yaitu manfaat keilmuan dan aplikatif. Dalam

manfaat keilmuan dapat dijadikan sebagai dasar teori untuk menambah wawasan ilmu

pengetahuan, sekaligus sebagai dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam

bidang kesehatan, khususnya pada diagnostik pasien depresi dengan menggunakan urine.

Sedangkan dalam manfaat aplikatif dapat dijadikan bahan pertimbangan praktisi khususnya

psikolog atau psikiater untuk menciptakan suatu langkah alternatif baru dalam mendiagnostik

pasien dengan gangguan depresi khususnya dengan menggunakan biomarker N-

Methylnicotinamide & Hippuric Acid dalam urine secara cepat dan tepat.

5

Gangguan Depresi

Gangguan depresi adalah gangguan mood yang berasal dari hilangnya kendali terhadap

perasaannya dan adanya pengalaman subjektif terhadap suatu hal yang dianggapnya sebagai

suatu penderitaan yang berat (Julianto & Subandi, 2015). Menurut WHO (2017), gangguan

depresi merupakan salah satu gangguan perasaan dasar yang ditandai dengan perasaan sedih,

hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri rendah, adanya gangguan

tidur, hilangnya nafsu makan, perasaan kelelahan, dan sulit untuk berkonsentrasi. Sedangkan

menurut Muchid, dkk. (2007) gangguan depresi termasuk dalam kategori gangguan mood yang

mengganggu aktivitas sehari-hari dengan ditandai suasana perasaan murung, perubahan pola

tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat),

lelah, perasaan putus asa dan tidak berdaya, serta adanya pikiran untuk bunuh diri. Selain itu,

WHO (2021) juga menyebutkan seseorang dengan gangguan depresi dapat menyebabkan

dampak yang sangat menderita dan memiliki keberfungsian buruk di tempat kerja, sekolah,

dan keluarga.

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III), gangguan depresi

merupakan gangguan suasana perasaan yang disertai dengan kehilangan minat, menurunnya

kegiatan, dan adanya pesimisme dalam menghadapi masa yang akan datang (Maslim, 2000).

Sedangkan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-

V), depresi merupakan gangguan disregulasi emosi dengan berbagai gambaran klinis yaitu

gangguan depresif (termasuk episode depresi mayor), gangguan depresi persistent, gangguan

disforik pramenstruasi, gangguan depresi akibat zat/obat, gangguan depresi karena kondisi

medis lain, gangguan depresi spesifik, dan gangguan depresi tidak spesifik. Dengan itu, depresi

dapat diartikan sebagai bentuk gangguan mood yang mempengaruhi proses mental individu

seperti pikiran, perasaan, dan perilaku sehingga dapat menghambat aktivitas sehari-hari yang

dapat merugikan diri sendiri bahkan juga orang lain disekitarnya.

Gejala Gangguan Depresi

Berdasarkan kriteria diagnostik American Psychiatric Association, seseorang dikatakan

mengalami gangguan depresi apabila mengalami 5 atau lebih gejala depresi fisik maupun

psikologis selama lebih dari 2 minggu secara berturut-turut termasuk suasana hati yang buruk

dan rasa kekurangan energi. Adapun gejala-gejala tersebut diantaranya perasaan murung, rasa

lelah, perasaan tidak berguna, gangguan konsentrasi, sulit tidur atau tidur berlebihan,

berkurangnya minat pada semua aktivitas, pikiran akan kematian atau bunuh diri, rasa gelisah,

dan penurunan atau kenaikan berat badan yang signifikan (DSM V, 2013). Sedangkan dalam

PPDGJ-III gejala gangguan depresi dibagi menjadi gejala utama, gejala lainnya, dan gejala

somatik. Dalam hal ini gejala utama gangguan depresi yaitu:

a. Afek depresi atau perasaan tertekan

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi yang ditunjukan dengan mudah lelah dan menurunnya aktivitas

Sedangkan gejala lain gangguan depresi meliputi:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Perasaan bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

e. Pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur dan nafsu makan terganggu

6

Dan gejala somatik gangguan depresi yaitu:

a. Kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati

b. Tidak adanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya

menyenangkan

c. Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya

d. Kondisi depresi yang lebih parah pada pagi hari

e. Bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata

f. Kehilangan nafsu makan secara mencolok

g. Penurunan berat badan (5% atau lebih dari sebelumnya)

h. Kehilangan libido secara mencolok

Gejala-gejala tersebut bermanfaat menentukan penegakan diagnosis gangguan depresi menjadi

beberapa klasifikasi berdasarkan PPDGJ-III yaitu episode depresi ringan, episode depresi

sedang, episode depresi berat tanda gejala psikotik, dan episode depresi berat dengan gejala

psikotik.

Metode Diagnostik Gangguan Depresi

Menurut Smith, dkk. (2013) dalam penelitiannya menyatakan metode diagnosis secara

tradisional dibuat berdasarkan kriteria klinis, termasuk gejala dan riwayat pasien saat ini.

Metode ini banyak digunakan oleh para klinisi tetapi bergantung pada interpretasi subjektif.

Dengan itu untuk membakukan data yang diperoleh dan hasil interpretasi yang didapat,

berbagai instrumen berbasis wawancara dan metode non-wawancara untuk skrining dan

pengujian gangguan depresi juga kerap kali dilakukan. Metode non-wawancara tersebut dapat

berupa observasi atau tes psikologi seperti dengan menggunakan Zung Self Depression Scale.

Menurut Zung (1986) Zung Self Depression Scale digunakan untuk menilai tingkat depresi

pasien yang didiagnosis dengan gangguan depresi. Terdapat 20 item dalam skala untuk menilai

empat karakteristik umum dari depresi yaitu pervasive effect, kondisi fisiologis, kegiatan

psikomotorik, dan gangguan lain. Menurut Thurber, dkk. (2002) Zung Self Depression Scale

yang dimaksud juga digunakan untuk mengukur efek depresi dan terkait simtomatologi.

Selain itu, metode laboratorium seperti tes deksametason juga kerap berkontribusi dalam

diagnosis gangguan depresi pada jangka waktu yang lama. Test deksametason merupakan tes

yang mengukur proses sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dikeluarkan oleh

kelenjar pituitary (Arana, dkk., 1985). Tes ini biasanya digunakan untuk memeriksa penyakit

chuching’s syndrome yaitu ketika kelenjar adrenalin memproduksi hormon kortisol dalam

jumlah yang besar. Metode laboratorium lainnya yang digunakan seperti genomik (studi

tentang gen), proteomik (studi tentang protein), dan metabolomik (studi tentang zat hasil

metabolisme). Namun, penggunaan metode laboratorium tersebut masih belum ada yang

digunakan secara luas untuk menilai gangguan depresi (Smith, dkk., 2013). Berdasarkan hal

tersebut, maka dapat disimpulkan terdapat dua jenis metode dalam melakukan diagnosis

gangguan depresi yaitu secara laboratorium dan non-laboratorium.

Etiologi Gangguan Depresi

Menurut Wahyuni (2018) depresi merupakan gangguan multifaktor, dengan berbagai faktor

risiko yang dapat berinteraksi dari berbagai aspek seperti organobiologik, genetik, psikososial,

kepribadian, dan psikodinamik. Pada faktor organobiologik, hormon norepinefrin, dopamine,

dan serotonin menjadi neurotransmitter yang berpengaruh terhadap gangguan depresi.

Sedangkan pada faktor genetik terhadap gangguan depresi dapat melalui mekanisme yang

7

kompleks karena juga dipengaruhi oleh faktor psikososial dan faktor lainnya. Pada faktor

psikososial, seringkali dikatakan sebagai penyebab awal dari gangguan depresi yang biasanya

terjadi karena peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress. Dalam hal ini, stress juga dapat

mengakibatkan perubahan keadaan fungsional beberapa neurotransmitter, hilangnya neuron,

dan penurunan kontak sinaptik secara signifikan. Selain itu, faktor lain yang berkontribusi

menjadi penyebab dari gangguan depresi yaitu faktor kepribadian dan psikodinamik. Menurut

Shea, dkk. (1987) semua kepribadian memiliki risiko untuk terkena depresi, namun

kepribadian obsesi kompulsi, histrionik, dan ambang lebih memiliki risiko terkena depresi

dibandingkan dengan kepribadian lainnya. Sedangkan pada faktor psikodinamik dapat

disebabkan ketika seseorang merasa bahwa dirinya tidak mampu menggapai cita-cita yang

tinggi.

Urine

Menurut Mukarramah, dkk. (2018) urine merupakan cairan sisa metabolisme yang

diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.

Sedangkan menurut Boutra, dkk. (2013) urine merupakan cairan yang diproduksi oleh ginjal,

dikumpulkan di kandung kemih, dan dikeluarkan melalui uretra. Wahyundari (2016) dalam

penelitiannya juga menyatakan bahwa urine merupakan sisa material yang diekskresikan oleh

ginjal dan ditampung dalam saluran kemih hingga akhirnya dikeluarkan oleh tubuh melalui

proses urinasi dalam bentuk cairan. Ekskresi urine diperlukan untuk membuang molekul-

molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan

tubuh. Selain itu, menurut Pearce (2009) urine juga memiliki fungsi utama yaitu membuang

zat sisa seperti racun atau obat obatan dari dalam tubuh. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa urine merupakan zat hasil proses metabolisme tubuh yang dikeluarkan oleh

ginjal melalui proses urinasi untuk menjaga kestabilan cairan di dalam tubuh.

Dalam pembentukannya, sistem urine bekerjasama dengan sistem lain dari tubuh untuk

membantu mempertahankan homeostasis cairan di dalam tubuh. Menurut Bouatra, dkk. (2013)

sistem urine terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Namun, ginjal merupakan

organ ekskresi yang paling penting karena berfungsi untuk mempertahankan lingkungan

internal yang stabil untuk sel dan jaringan yang optimal pada proses metabolisme. Menurut

Zuwannita (2017), pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan proses yaitu filtrasi

(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan), dan sekresi atau augmentasi. Pada komposisinya,

urine yang terbentuk terdiri dari bahan utama yaitu air sebesar 90% (pada urine normal) dan

zat lain seperti urea, asam urat dan amonia, zat warna empedu, garam/NaCl, dan beberapa zat

beracun (Purnamasari, dkk., 2022). Semua cairan dan pembentuk urine tersebut berasal dari

darah atau cairan interstisial. Menurut Saputra (2020), komposisi urine berubah sepanjang

proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh.

Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan urine atau yang biasa disebut urinalisis merupakan pemeriksaan urine secara fisik,

kimia, dan mikroskopik (Hardjoeno & Fitriayani, 2007). Menurut Purnomo (2011),

pemeriksaan urine secara makroskopis atau fisik mencangkup warna, bau, dan berat jenis urine

sedangkan pemeriksaan urine secara kimiawi meliputi derajat keasamaan/Ph, protein, dan gula.

Selain itu, pemeriksaan urine secara mikroskopik mencangkup kemungkinan adanya sel-sel,

cast¸atau bentukan lain di dalam urine. Namun, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang

akurat, maka diperlukan spesimen yang memenuhi syarat. Menurut Riswanto (2015), terdapat

8

beberapa jenis spesimen urine berdasarkan waktu pengumpulannya, yaitu urine sewaktu, urine

pagi pertama, urine pagi kedua, urine 24 jam, dan urine postprandial. Hasil dari pemeriksaan

urine telah banyak digunakan bukan hanya untuk memberikan informasi mengenai ginjal dan

saluran kemih, tetapi juga mengenai kondisi faal berbagai organ tubuh manusia seperti hati,

pankreas, dan lainnya. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Chen, dkk. (2018),

sebagian besar urine merupakan cairan yang memiliki nilai sangat tinggi sebagai biofluida

diagnostik.

Menurut Nicholson & Lindon (2008) bahkan pada faktanya, urine menjadi biofluida pertama

yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit genetik manusia yaitu alkaptonuria secara klinis.

Selain itu, Menurut Chen, dkk. (2018) juga menyatakan saat ini banyak penelitian

menggunakan metabolomik untuk mempelajari metabolit urine untuk mengidentifikasi

biomarker penyakit. Biomarker atau disebut juga sebagai suatu penanda biologis yang

merupakan indikator terukur dari suatu keadaan atau kondisi biologis (Yaqin, 2019). Dalam

perkembangannya urine diprediksi sebagai salah satu biomarker yang mampu mendorong

dalam diagnosis dini, pencegahan, pengobatan, dan prognosis berbagai penyakit tertentu.

Sebagai cairan biologis non-invasif dan mudah didapat, urine menjadi sumber penting untuk

studi biomarker penyakit (Jing & Gao, 2018). Selain itu, Harpole, dkk. (2016) dalam

penelitiannya juga menyatakan bahwa urine juga merupakan bio spesimen yang sangat baik

untuk menganalisis biomarker karena dapat dikumpulkan secara berulang dengan teknik non-

invasif dan volume yang relatif besar.

N-Methylnicotinamide

Menurut Chemical Entities of Biological Interest (2022), N-Methylnicotinamide merupakan

piridinkarboksamida yang termasuk Nicotinamide yang di mana salah satu hydrogen amida

disubstitusi oleh gugus metil dan memiliki peran sebagai metabolit. N-Methylnicotinamide

juga dikenal sebagai metabolit niacinamide/nicotinamide dan niacin/nicotinic Acid (vitamin

B3) yang biasa digunakan untuk mendiagnosis defisiensi niacin dengan mengukur kadar N-

Methylnicotinamide di dalam urine (Penberthy & Kirkland, 2020). Menurut Deen, dkk. (2020),

N-Methylnicotinamide juga diartikan sebagai produk akhir berturut-turut dari katabolisme

NAD+. Selain itu menurut Lester (1971), N-Methylnicotinamide diartikan sebagai produk akhir

metabolisme nikotinamida, dan nikotinamida terlibat dalam jalur triptofan-asam nikotinat.

Berdasarkan tinjauan tersebut, maka dapat diketahui N-Methylnicotinamide merupakan hasil

metabolisme niacinamide tubuh manusia yang pada umumnya ditemukan di dalam urine.

Fu, dkk. (2019) dalam penelitiannya menyatakan N-Methylnicotinamide juga diketahui dapat

menghambat transportasi kolin dan mengurangi pembersihan kolin keluar dari otak. Hal

tersebut dapat membantu mengembangkan kognisi, menunda efek degenerasi kolinergik, dan

membantu perkembangan otak yang tepat (Williams, dkk., 2005). Selain itu, penggunaan N-

Methylnicotinamide sebagai biomarker kerap kali juga dilakukan salah satunya untuk

mengetahui adanya paparan nitrat/nitrit pada manusia melalui pola sekresi N-

Methylnicotinamide di dalam urine (Fu, dkk., 2019). Lebih lanjut lagi N-Methylnicotinamide

telah banyak digunakan sebagai biomarker untuk menganalisis sistem transport kation organik

pada ginjal (Miyake, dkk., 2019). Menurut Holmen, dkk. (1981) dalam pengukurannya N-

Methylnicotinamide sebagai Analisa kuantitatif biasa dilakukan dengan menggunakan

kromatografi gas dan kromatografi gas spektrofotometri massa pada ekstrak urine yang

dibasakan.

9

Hippuric Acid

Hippuric Acid atau yang biasa disebut asam hipurat merupakan suatu zat sejenis asam

karboksilat yang dibentuk oleh konjugasi asam benzoat dengan glisin di hati, kemudian diserap

ke dalam darah dan akhirnya diekskresikan melalui urine (Pero, 2010). Menurut National

Cancer Institute (2022), Hippuric Acid diartikan sebagai hasil pertemuan antara asam benzoat

dan glisin yang ditemukan sebagai komponen normal di dalam urine yang merupakan hasil

metabolit senyawa aromatik dari makanan. Hippuric Acid juga dikenal dengan nama N-

benzoilglisin yang memiliki peran sebagai toksin uremik dan metabolit serum darah manusia

(ChEBI, 2016). Menurut Nauli, dkk. (2019), Hippuric Acid juga berkaitan erat dengan toluen

yang masuk ke dalam tubuh manusia. Toluen yang terinhalasi akan dikeluarkan dari tubuh

melalui pernapasan sebesar 20% dan lainnya akan mengalami metabolisme menjadi asam

benzoat dan berkonjugasi dengan glisin di dalam hati membentuk Hippuric Acid yang akan

diekskresikan oleh urine. Dengan itu, Hippuric Acid juga kerap kali digunakan sebagai

indikator paparan toluene yang paling dapat diandalkan (Duydu, dkk., 1999). Selain itu, adanya

peningkatan Hippuric Acid di dalam urine juga dipercaya berfungsi memiliki efek antibakteri

(Bodel, dkk., 1959).

Depresi, Urine, N-Methylnicotinamide, Hippuric Acid

Diagnostik gangguan depresi pada umumnya menggunakan identifikasi cluster gejala

berdasarkan pedoman Diagnostic and Statistical of Mental Disorder edisi ke-5 (DSM-V) dan

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-III). Gejala-gejala tersebut

pada dasarnya ditandai dalam dua kategori yaitu psikologis dan somatik (fisik). Selain kedua

hal tersebut, pada dasarnya gangguan depresi juga kerap kali dikaitkan dengan terjadinya

perubahan secara biologis pada tubuh penderitanya. Menurut Damayanti, dkk. (2008) pada

setiap individu, terdapat keterkaitan antara sistem biologis, sistem psikologis, dan sistem sosial

pada tubuh manusia. Perubahan secara biologis pada penderita gangguan depresi biasanya

ditandai dengan adanya kelainan biogenik amin dan pengaktifan hormon stress yang

berpengaruh pada neurotransmitter seperti epinefrin (adrenalin), norepinefrin, kortisol, dan

serotonin yang menyebabkan terjadinya depresi (Felayati, 2018). Durisko, dkk. (2015) dalam

penelitiannya juga menyatakan gangguan depresi biasanya dipahami sebagai kerusakan

neurotransmisi atau sirkuit otak yang mengatur suasana hati, kesenangan dan penghargaan,

atau fungsi eksekutif lainnya. Selain itu Drevets (1999) dalam penelitiannya juga mendapati

depresi juga mempengaruhi proses metabolisme didalam tubuh, salah satunya Prefrontal

Cortical-Amygdalar. Dengan itu, gangguan depresi sebagai gangguan psikologis juga memiliki

keterkaitan erat pada terjadinya perubahan struktur biologis dalam tubuh manusia.

Penggunaan metode diagnosis menggunakan analisis struktur biologis pada gangguan

psikologis dengan metode laboratorium juga telah banyak direkomendasikan sebagai

penunjang diagnosis. Adanya keterkaitan kondisi psikologis dan biologis, membuat kedua hal

tersebut seringkali dihubungkan dalam mengidentifikasi sebuah penyakit. Metode

laboratorium yang kerap kali digunakan dalam mengidentifikasi sebuah penyakit diantaranya

seperti genomik (studi tentang gen), proteomik (studi tentang protein) dan metabolik (studi

tentang zat hasil metabolisme) (Wardani, dkk., 2017). Untuk mengidentifikasi ketiga struktur

biologis tersebut, salah satunya dapat menggunakan tes urine yang merupakan hasil dari sisa

metabolisme didalam tubuh. Menurut penelitian yang dilakukan Chen, dkk. (2018), sebagian

besar urine merupakan cairan yang memiliki nilai sangat tinggi sebagai biofluida diagnostik.

Berdasarkan penelitian Chen, dkk. (2019) asam organik pada urine juga dapat digunakan untuk

10

mengidentifikasi gangguan autisme menggunakan metode Gas Kromatografi. Selain itu,

Marciano, dkk. (2016) dalam penelitiannya juga mendapatkan adanya disfungsi saluran kemih

(urine) pada bagian bawah (LUTD) mempengaruhi sekitar 2-25 % dari populasi anak dan

berhubungan dengan adanya gangguan emosional dan perilaku. Oleh karena itu, urine sebagai

cairan sisa metabolisme tubuh dapat menjadi zat yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu

gangguan mental.

Beberapa zat yang hasil metabolisme yang umum dan mudah ditemui di dalam urine yaitu N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid. N-Methylnicotinamide merupakan hasil metabolisme

niacinamide (Deen, dkk., 2020) dan Hippuric Acid merupakan hasil metabolisme fenilalanin

yang ditemui di dalam urine (Chen, dkk., 2016). Kedua metabolit tersebut, kerapkali digunakan

sebagai biomarker sebuah penyakit. Menurut penelitian Chen, dkk. (2014), N-

Methylnicotinamide memiliki korelasi anatomi dengan gangguan depresif mayor dan gangguan

bipolar pada aliran darah. Selain itu, Zheng, dkk. (2013) dalam penelitiannya juga mendapati

bahwa N-Methylnicotinamide terlibat dalam jalur asam triptofan-nikotinat dan peningkatan N-

Methylnicotinamide pada ekskresi urine yang menunjukkan regulasi aktivitas jalur asam

triptofan-nikotinat pada pasien depresi. Sedangkan pada Hippuric Acid, Raikhlin-Eisenkraft

(2001) dalam penelitiannya mendapati tingginya kadar Hippuric Acid mengindikasikan adanya

keracunan pada toluena yang akan menyebabkan depresi. Lebih lanjut lagi, ekskresi Hippuric

Acid kerap kali dikaitkan dengan subjek gangguan kecemasan (Persky, dkk., 1950).

Berdasarkan hal tersebut, N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dapat menjadi potensial

biomarker pada subjek dengan psikologis, khususnya gangguan depresi.

Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Gangguan Depresi

Penyebab (Etiologi) Menyebabkan (Gejala)

1. Organobiologik

2. Genetik

3. Psikososial

4. Kepribadian

5. Psikodinamik

1. Psikologis

2. Somatik

Kondisi Psikologis

Kondisi Biologis

Non-laboratorium

Laboratorium

Metode Diagnostik

N-Methylnicotinamide

Perubahan hasil metabolisme

Hippuric Acid

Urine

11

Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu (1) terdapat perbedaan kadar biomarker N-

Methylnicotonamide antara pasien dengan gangguan depresi dan normal, (2) Terdapat

perbedaan kadar biomarker Hippuric Acid antara pasien dengan gangguan depresi dan normal,

(3) Biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dapat digunakan sebagai penunjang

diagnostik pasien dengan gangguan depresi.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian uji diagnostik dan skrining ini termasuk jenis penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional study. Pada pendekatan cross sectional, peneliti hanya

melakukan observasi dan pengukuran variabel pada saat tertentu (Nurdini, 2006). Sehingga

dalam studi ini, akan didapatkan prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) yang

dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam, 2011). Menurut Putra, dkk.

(2016) pendekatan cross sectional dalam penelitian uji diagnostik dan skrining berarti semua

variabel, termasuk tes yang diuji dan gold standard (baku emas) diukur pada satu periode

waktu yang sama. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin bahwa kondisi penyakit masih sama

dan valid pada pada waktu yang sama.

Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan sejak bulan Juni-September 2021 yang dilakukan di

Laboratorium Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pengambilan sampel

pada subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria

inklusi yaitu pasien dengan gangguan depresi dan normal (tanpa memiliki gangguan jiwa) yang

telah didiagnosa oleh dokter spesialis kejiwaan dan bersedia untuk diambil urine. Pengambilan

sampel urine dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur untuk kriteria

pasien depresi. Sedangkan untuk kriteria pasien non-depresi (normal) dilakukan dengan

menggunakan penyebaran.

Perhitungan jumlah minimal banyaknya sampel urine dilakukan dengan menggunakan rumus

Analitik Korelatif Numerik (Prihatin, 2016), yaitu:

N = [ (𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)

0,5𝐼𝑛 (1+𝑟

1−𝑟 ) ]

2

+ 3

N = [(1,64+1,28)

0,5𝐼𝑛 (1+0,77

1−0,77 ) ]

2

+ 3

N = 11,18 ≈ 11sampel

Keterangan:

N = Jumlah sampel

α = Deviat baku α (tingkat kesalahan tipe I) = 1,64

β = Deviat baku β (tingkat kesalahan tipe II) = 1,28

12

r = 0.77 (berdasarkan hasil penelitian sebelumnya)

Dengan demikian, didapatkan jumlah minimal sampel urine penelitian ini yaitu 11 sampel pada

setiap kelompok subjek penelitian. Dalam penelitian ini didapatkan 13 sampel urine pasien

depresi dan 13 urine manusia normal dengan rentang usia 17-70 tahun. Adapun data demografi

subjek penelitian yang didapatkan yaitu:

Tabel 1. Demografi Sampel Subjek Penelitian

Pasien Depresi

Jenis Kelamin Laki-laki 3

Perempuan 10

Normal

Laki-laki 5

Perempuan 8

Subjek yang termasuk dalam kriteria inklusi pada kedua kelompok, kemudian dilakukan

pengambilan urine. Adapun urine yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu 0,5 ml pada setiap

sampelnya. Sebelum dilakukan pengambilan urine subjek diminta untuk puasa semalaman dan

melakukan diet makanan protein satu hari sebelum pengambilan urine. Urine yang digunakan

pada penelitian ini merupakan urine pagi pembuangan kedua. Selanjutnya, sampel urine

diambil pada waktu pagi (8:00-10:00 WIB) dan disimpan didalam inkubator dalam suhu -20°C.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel dalam penelitian ini tersusun dari dua jenis variabel yaitu bebas (X) dan terikat (Y).

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu:

a. Urine pasien yang terdiagnosis depresi

b. Urine manusia yang tidak mengalami gangguan jiwa (normal)

Sedangkan variabel terikat atau tergantung dalam penelitian ini yaitu biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid.

Urine sebagai variabel bebas (X) dalam hal ini dapat diartikan sebagai zat atau cairan hasil

proses metabolisme tubuh yang dikeluarkan oleh ginjal melalui proses urinasi. Urine yang

digunakan dalam penelitian menggunakan dua kelompok urine yaitu urine dari seseorang

dengan gangguan depresi dan normal (tanpa gangguan mental). Pengambilan sampel urine

pasien depresi dan normal dilakukan dengan pemilihan subjek sesuai dengan standar baku

psikiater yang dilakukan melalui proses anamnesis sesuai dengan kriteria gejala depresi pada

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-V) dan Pedoman

Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ). Selain itu, pemeriksaan diagnosis

depresi juga dilakukan melalui pemeriksaan psikiatri khusus skrining gangguan depresi melalui

pengisian Zung Self-Rating Depression Scale (SDS) miliki Zung (1986) yang telah diadaptasi

oleh Fadilah (2013) dengan nilai reliabilitas 0,905 dan validitas 0,244-0,672.

Biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid sebagai variabel terikat (Y) merupakan zat yang umumnya terdapat di dalam urine yang bisa diukur pengaruhnya dalam

memprediksikan sebuah kejadian dampak atau suatu penyakit. N-Methylnicotinamide diartikan

sebagai zat piridinkarboksamida yang termasuk Nicotinamide, sedangkan Hippuric Acid

merupakan sejenis asam karboksilat yang dibentuk oleh konjugasi asam benzoat dengan glisin

di hati. Pada pengukuran biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dilakukan

13

dengan menggunakan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). ELISA

merupakan teknik assay yang berbasiskan plat/lempengan yang dirancang untuk mendeteksi

dan kuantifikasi peptida, protein, antibodi, antigen, glikoprotein, serta hormone (Alhajj &

Farhana, 2021). Kemampuan untuk mencuci material nonspesifik yang tidak berikatan

membuat pemeriksaan ELISA menjadi alat pemeriksaan yang akurat untuk mengukur analitik

spesifik (BBT, 2020).

Alat dan Bahan Penelitian

Persiapan alat dan bahan penelitian yaitu Standard Solution, plat, strip sumur, Biotinylated

Human N-Methylnicotinamidee Antibody, Biotinylated Human Hippuric Acid Antibody, Plat

Sealer, Stop Solution, Konsentrat Buffer Cuci, Streptavidin-HRP, solusi substrat, inkubator

(37°C±0.5°C), absorbent paper, pipet, pembersih tabung, air deionisasi atau air suling, dan

pembaca pelat mikro dengan filter panjang gelombang 450 ± 10nm.

Prosedur Penelitian

Adapun tahapan metode ELISA dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Menyiapkan semua reagen, sampel dan standar

Gambar 2. Pengenceran Larutan Standar

Persiapan larutan standar N-Methylnicotinamide. Semua reagen dibawa ke suhu

kamar sebelum digunakan. Standar disusun 120μl standar (600 pg/mL) dengan 120μl

pengencer standar untuk menghasilkan larutan stok standar 200 pg/mL. Standar

dibiarkan selama 15 menit dengan pengadukan lembut sebelum membuat pengenceran.

Menyiapkan titik standar duplikat dengan mengencerkan larutan stok standar (600

pg/mL) secara berurutan 1:2 dengan pengencer standar untuk menghasilkan 200pg/mL,

100pg/mL, 50pg/mL, 25pg/mL, 12,5pg/mL, 6,25pg/mL dan larutan 3.125pg/mL.

Pengencer standar berfungsi sebagai standar nol (0 ng/ml).

Tabel 2. Standar N-Methylnicotinamide

Standard

Concentration

Standar

d No.7

Standard

No.6

Standard

No.5

Standard

No.4

Standard

No.3

Standard

No.2

Standard

No.1

600pg/mL 200pg/Ml 100pg/mL 50pg/mL 25pg/mL 12.5pg/mL 5.25pg/mL 3.25pg/mL

Persiapan larutan standar Hippuric Acid. Semua reagen dibawa ke suhu kamar

sebelum digunakan. Standar disusun dengan standar 120μl (500 pg/mL) dengan 120μl

pengencer standar untuk menghasilkan larutan stok standar 100 pg/mL. Standar

dibiarkan selama 15 menit dengan pengadukan lembut sebelum membuat pengenceran.

Siapkan titik standar duplikat dengan mengencerkan larutan stok standar (500 pg/mL)

secara berurutan 1:2 dengan pengencer standar untuk menghasilkan 100pg/mL,

50pg/mL, 25pg/mL, 12,5pg/mL, 6,25pg/mL dan 3.125pg/ mL larutan. Pengencer standar

berfungsi sebagai standar nol (0 ng/ml).

14

Tabel 3. Standar Hippuric Acid

Standard

Concentration

Standard

No.6

Standard

No.5

Standard

No.4

Standard

No.3

Standard

No.2

Standard

No.1

500pg/m 100pg/mL 50pg/mL 25pg/mL 12.5pg/mL 5.25pg/mL 3.25pg/mL

b. Membekukan larutan sisa pada suhu -20°C dan digunakan dalam waktu satu bulan.

c. Mengencerkan 20ml Wash Buffer Concentrate 25x ke dalam air deionisasi atau suling

untuk menghasilkan 500 ml 1x Wash Buffer. Jika kristal telah terbentuk dalam

konsentrat, aduk perlahan sampai kristal benar-benar larut.

d. Menentukan jumlah strip yang diperlukan untuk pengujian dan memasasukkan strip ke

dalam bingkai untuk digunakan. Strip yang tidak digunakan disimpan pada suhu 2-8°C.

e. Menambahkan sampel dan reagen ELISA ke dalam masing-masing sumur. Inkubasi

selama 1 jam pada suhu 37°C.

Menambahkan standar 50μl ke sumur standar (catatan: tidak menambahkan antibodi ke

standar dengan baik karena larutan standar mengandung antibodi terbiotinilasi). Pada

pengukuran N-Methylnicotinamide menambahkan 40μl sampel ke sumur sampel lalu

menambahkan 10μl antibodi anti-N-Methylnicotinamide ke sumur sampel, lalu

menambahkan 50μl streptavidin-HRP ke sumur sampel dan sumur standar (bukan sumur

kontrol kosong). Sedangkan pada pengukuran Hippuric Acid, menambahkan 40μl sampel

ke sumur sampel lalu tambahkan 10μl antibodi anti-Hippuric Acid ke sumur sampel, lalu

tambahkan 50μl streptavidin-HRP ke sumur sampel dan sumur standar (bukan sumur

kontrol kosong). Kemudian dicampur dengan baik dan tutupi piring dengan sealer. Lalu

inkubasi selama 60 menit pada suhu 37°C.

f. Sealer dilepaskan dan piring dicuci sebanyak 5 kali dengan buffer pencuci. Selanjutnya

merendam sumur setidaknya 0,35ml buffer pencuci selama 30 detik hingga 1 menit untuk

setiap pencucian. Untuk pencucian otomatis, aspirasi atau tuang setiap sumur dan cuci 5

kali dengan buffer pencuci. Blot piring ke handuk kertas atau bahan penyerap lainnya.

g. Menggabungkan 50μl larutan substrat A ke masing-masing sumur dan kemudian

tambahkan 50μl larutan substrat B ke setiap sumur. Inkubasi piring ditutup dengan sealer

baru selama 10 menit pada 37°C dalam gelap. Selanjutnya menambahkan 50μl Stop

Solution ke masing-masing sumur, warna biru akan langsung berubah menjadi kuning.

h. Menentukan densitas optik (nilai OD) masing-masing sumur segera dengan

menggunakan pembaca pelat mikro yang disetel ke 450nm dalam waktu 10 menit setelah

menambahkan larutan penghenti.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji hipotesis non-parametrik

Mann Whitney dan analisis ROC (Relative Operating Characteristics). Uji Mann Whitney

merupakan pengujian untuk mengetahui perbedaan nyata antara rata-rata dua populasi yang

distribusinya sama, melalui dua sampel independent (bebas) yang diambil dari dua populasi.

Penelitian ini dinilai bermakna bila nilai p<0,05. Hal tersebut berarti maka terdapat perbedaan

yang signifikan antara biomarker yang terdapat di dalam urine pasien gangguan depresi dan

normal. Selain itu juga dilakukan analisis kurva ROC untuk menggambarkan keakuratan

diagnosis dan penentuan nilai cut-off yang optimal. Uji statistik tersebut dicek dengan

menggunakan program statistik SPSS.

15

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sampel yang berasal dari 13 urine pasien yang memiliki gangguan

depresi dan 13 urine manusia tanpa ganguuan depresi (normal). Berdasarkan data demografis

yang diperoleh (tabel 1) didapatkan sampel urine dari subjek pasien dengan gangguan depresi

ringan 3 orang, depresi sedang 6 orang, dan depresi berat 4 orang. Pada subjek dengan

gangguan depresi didapatkan 3 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan pada

subjek tanpa gangguan mental (normal) didapatkan 5 orang laki-laki dan 8 orang perempuan.

Adapun hasil kadar yang didapatkan dari uji laboratorium adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar Biomarker

Depresi Normal

Kode

Sampel

[N-

Methylnicotina

mid], pg/ml

[Hippuric

Acid],

pg/ml

Kode

Sampel

[N-

Methylnicotina

mid], pg/ml

[Hippuric

Acid],

pg/ml

1 21.691 15.698 1 9.892 32.722

2 36.511 13.238 2 7.806 6.532

3 34.353 12.762 3 3.058 7.365

4 210.396 16.849 4 5.791 7.722

5 85.360 16.968 5 3.058 7.802

6 122.842 24.865 6 1.835 8.040

7 66.799 32.444 7 6.079 11.611

8 74.209 17.444 8 1.906 11.452

9 55.432 14.429 9 2.410 9.389

10 70.036 25.698 10 3.273 12.365

11 46.295 16.532 11 5.360 8.675

12 50.036 18.516 12 0.396 16.810

13 62.770 42.603 13 1.115 10.143

Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan nilai mean kadar biomarker N-

Methylnicotinamide dari sampel urine pasien depresi mendapatkan 72,05 pg/ml dan non-

depresi (normal) mendapatkan 3,99 pg/ml. Sedangkan nilai mean kadar biomarker Hippuric

Acid dari sampel urine pasien depresi mendapatkan 20,6 pg/ml dan non-depresi (normal)

mendapatkan 11,5 pg/ml.

Uji Signifikansi Biomarker

Tabel 5. Hasil uji Normalitas Nilai Biomarker

Biomarker Kelompok

Sampel

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

N-Methylnicotinamide Depresi .783 13 .004

Non-depresi .912 13 .334

Hippuric Acid Depresi .801 13 .007

Non-depresi .636 13 .000

Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk untuk mengetahui apakah data yang

didapatkan berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji

16

Shapiro-Wilk didapatkan hasil bahwa data berdistribusi tidak normal. Hal tersebut ditandai

dengan nilai signifikansi dua variabel pada dua kelompok berbeda memiliki nilai p<0,05.

Dengan itu, data yang diperoleh dilakukan uji beda dengan Mann Whitney.

Tabel 6. Hasil Uji Mann Whitney

[N-Methylnicotinamid],

pg/ml

[Hippuric Acid],

pg/ml

Mann-Whitney U .000 17.000

Wilcoxon W 91.000 108.000

Z -4.340 -3.462

Asymp.Sig.

(2-tailed)

.000 .001

Uji beda Mann Whitney untuk mengetahui perbandingan kadar biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dari urine pasien depresi dan normal. Penggunaan

analisis uji Mann Whitney merupakan uji beda non-parametrik yang digunakan untuk

mengetahui perbedaan median 2 kelompok bebas dengan tidak berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai signifikansi 0,000 pada biomarker N-

Methylnicotinamide dan 0,001 biomarker Hippuric Acid yang keduanya memiliki nilai p< 0,05.

Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid pada urine pasien dengan gangguan depresi dan non-

depresi (normal).

Penilaian Kinerja Diagnostik

Gambar 3. Kurva ROC

Dalam penelitian ini, data yang dianalisis dengan menggunakan kurva ROC (Relative

Operating Characteristics) untuk melihat kualitas sistem dalam memprediksi gangguan

depresi. Berdasarkan hasil kurva ROC, didapatkan hasil bahwa nilai AUC (Area Under the

Curve) N-Methylnicotinamide lebih besar daripada Hippuric Acid. Dikatakan baik apabila

lebih dari > 80%-90% dan dikatakan sangat baik apabila lebih dari > 90%-100%.

17

Tabel 7. Area Under the Curve (AUC)

Area Std.

Errora

Asymptotic

Sigb

Asymptotic 95% Confidence Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

[N-Methylnicotinamid],

pg/ml

1.000 .000 .000 1.000 1.000

[Hippuric Acid], pg/ml .899 .074 .001 .755 1.000

Dari hasil tersebut, penentuan depresi paling baik yaitu dengan menggunakan kadar N-

Methylnicotinamide. Namun, kedua biomarker memiliki nilai AUC yang signifikan (p<0,05).

Selain itu, berdasarkan hasil analisis kedua biomarker ini menunjukan nilai sensitivitas dan

spesifisitas yang baik.

Gambar

Gambar 4. Titik Potong ROC Biomarker N-Methylnicotinamide

Gambar 5. Titik Potong ROC Biomarker Hippuric Acid

Pada hasil cut off N-Methylnicotinamide ≥ 28,022 pg/ml memiliki nilai sensitivitas 92,3% dan

spesifisitas 100%. Sedangkan nilai cut off pada Hippuric Acid ≥ 15,0635 pg/ml memiliki nilai

sensitivitas 76,9% dan spesifisitas 84,6%. Oleh karena itu, melalui kurva ROC didapatkan

sensitivitas dan spesifisitas pada cut off biomarker adalah baik. Hal ini sekaligus menunjukkan

bahwa semakin tinggi kadar biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dalam urine

maka akan semakin tinggi tingkat depresi yang diderita. Dengan itu, penggunaan biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai indikator

dalam menunjang diagnosis pasien dengan gangguan depresi.

18

DISKUSI

Depresi merupakan gangguan mood yang mempengaruhi proses mental individu seperti

pikiran, perasaan, dan perilaku sehingga dapat menghambat aktivitas sehari-hari yang dapat

merugikan diri sendiri bahkan juga orang lain disekitarnya. Banyaknya tekanan kehidupan,

stress interpersonal, dan penolakan sosial menjadi faktor risiko terbesar mengalami depresi

(Slavich & Irwin, 2014). Menurut Wahyuni (2018) depresi juga merupakan gangguan

multifaktor, dengan berbagai faktor risiko yang dapat berinteraksi dari berbagai aspek seperti

organobiologik, genetik, psikososial, kepribadian, dan psikodinamik. Terjadinya perubahan

biologis pada penderita gangguan depresi juga berkaitan erat dengan adanya faktor

organobiologik yang mempengaruhi tubuh. Pada faktor organobiologik, hormon norepinefrin,

dopamine, dan serotonin menjadi neurotransmitter yang berpengaruh terhadap gangguan

depresi. Selain itu, stress juga dapat mengakibatkan perubahan keadaan fungsional beberapa

neurotransmitter, hilangnya neuron, dan penurunan kontak sinaptik secara signifikan. Namun,

menurut Chen, dkk., (2018) heterogenitas biologis gangguan depresi masih kurang jelas

sehingga perlunya penanda biologis untuk meningkatkan diagnosis dan klasifikasi lebih

homogen dari sub populasi yang berbeda. Hasil dalam penelitian ini, mendukung pembahasan

lebih lanjut mengenai adanya heterogenitas kondisi biologis gangguan depresi melalui

identifikasi zat hasil sisa metabolisme tubuh yaitu urine.

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, adanya perbedaan yang berarti pada kadar

biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid antara pasien dengan gangguan depresi

dan normal (tanpa gangguan mental) melalui identifikasi urine (Asymp.Sig NM= 0,000, HC=

0,001, p< 0,05). Hal tersebut membuktikan urine sebagai zat sisa dari hasil metabolisme tubuh

yang menunjukan adanya keterkaitan dengan gangguan depresi. Temuan dalam penelitian ini

sejalan dengan penelitian Ilavska, dkk. (2020) yang menemukan adanya gangguan pada proses

metabolisme neurotransmitter dalam urine pada etiopatogenesis (asal mula penyakit

berdasarkan etiologi dan patogenesis) gangguan depresi. Penelitian yang dilakukan Chen, dkk.

(2017) juga mendapati tingkat keparahan gangguan depresi memiliki keterkaitan erat dengan

adanya metabolit diferensial dalam urine. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk.

(2015) juga menemukan terdapat perbedaan fenotipe metabolisme urine yang pada gangguan

depresi mayor dan bipolar disorder. Menurut Zheng, dkk. (2010), perubahan yang terjadi pada

metabolit urine menunjukkan bahwa gangguan metabolisme asam amino, metabolisme energi

dan usus mikroflora terkait dengan gangguan depresi. Adanya keterkaitan antara gangguan

depresi dengan zat sisa hasil metabolisme di dalam urine membawa tinjauan lebih lanjut

mengenai patofisiologi gangguan depresi.

Dalam kaitannya antara gangguan depresi dengan terjadinya perubahan zat hasil metabolisme

di dalam urine kerap kali dihubungkan dengan berbagai faktor yang mendasari penyebab dan

akibat dari gangguan depresi. Khususnya gangguan depresi yang seringkali dikaitkan dengan

adanya gangguan pada otak. Menurut Durisko, dkk. (2015) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa gangguan depresi biasanya dipahami sebagai karena adanya kerusakan neurotransmisi

atau sirkuit otak yang mengatur suasana hati, kesenangan dan penghargaan, atau fungsi

eksekutif lainnya. Malik (2019) juga menyatakan terjadinya perubahan mood pada seseorang

dengan gangguan depresi berkaitan dengan hilangnya volume di dalam otak yang disebabkan

oleh sel otak yang mati serta faktor genetik dan nongenetik, efek hormon stress pada gangguan

depresi, monoamina yang berbeda, disfungsi di daerah otak tertentu, hipotesis neurotropik,

aktivitas GABAenergi, disregulasi sistem glutamate, dan ritme sirkadian yang rusak. Selain

itu, Parker, dkk. (2003) dalam penelitiannya juga menyatakan gangguan depresi dapat merusak

19

sistem hypothalamic–pituitary–adrenocortical (HPA) yang dapat meningkatkan kadar kortisol

dalam darah dan perubahan sekresi Adrenocorticotropic hormone (ACTH). Adanya gangguan

pada otak yang melibatkan hipotalamus dapat menyebabkan terganggunya neurotransmitter

yang berperan terhadap gangguan depresi.

Hipotalamus merupakan pusat regulasi neuroendokrin yang menerima rangsangan neural

menggunakan neurotransmitter biogenik amin. Menurut Malik (2019), adanya disfungsi pada

poros hipotalamus akan menyebabkan corticotropin-releasing hormone (CRH) terlepas

sebagai reaksi terhadap persepsi stress oleh wilayah otak kortikal. Sejalan dengan itu, menurut

Abbas (2000) dan Herowitz (1993), perubahan sistem endokrin dalam tubuh penderita

gangguan depresi juga dapat berakibat menurunnya imunitas dalam tubuh yang dapat

mengganggu sistem perlindungan tubuh dari sakit terutama akibat infeksi, imun yang bereaksi,

dan respon imun. Menurut Khanifah, dkk. (2021) terdapat beberapa neurotransmitter yang

berperan terhadap terjadinya gangguan depresi diantaranya hormon norepinefrin, epinefrin,

kortisol, dopamine, dan serotonin. Dalam teori defisiensi monoamine juga menjelaskan

etiologi depresi yang paling umum, khususnya berkaitan dengan hipotesis monoamin yang

menyatakan tingkat neurotransmitter monoamine termasuk serotonin (5-HT), dan dopamine

(DA) di dalam otak dapat menyebabkan gangguan depresi (Zhang, 2020). Malik (2019) juga

menjelaskan dalam teori defisiensi monoamine, gangguan depresi termasuk gangguan yang

diakibatkan karena kurangnya neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin, atau dopamin

di sistem saraf pusat (SSP).

Menurut Lunemaan, dkk. (2002) salah satu neurotransmitter yang dapat menghambat proses

metabolisme diantaranya sel mononuklear darah perifer manusia melalui reseptor adrenergik

yaitu norepinefrin (noradrenalin). Norepinefrin diyakini dapat menghambat konsumsi oksigen

sel mononuklear darah perifer manusia pada konsentrasi yang relevan dengan kisaran

fisiologisnya. Selain itu, menurut Otte, dkk. (2005) dalam penelitiannya juga mendapati adanya

hubungan gejala gangguan depresi dengan meningkatnya kadar ekskresi norepinefrin yang

dapat mengganggu proses metabolisme. Futtrup, dkk. (2018) dalam penelitiannya juga

menemukan adanya hubungan penting yang ditemukan antara norepinefrin (p-NE) dan variable

metabolik pada gangguan depresi yang mempengaruhi risiko kardiovaskular. Dengan itu,

adanya keterkaitan antara gangguan depresi dan terganggunya proses metabolisme membawa

kaitan erat dengan terjadinya perubahan zat-zat metabolisme di dalam tubuh (Robbins, 2008).

Menurut Sinto & Naiggolan (2010) perubahan zat-zat hasil sisa metabolisme di dalam tubuh

karena terjadinya sebuah penyakit dapat digunakan sebagai biomarker. Biomarker atau disebut

juga sebagai suatu penanda biologis yang merupakan indikator terukur dari suatu keadaan atau

kondisi biologis (Yaqin, 2019). Menurut Hirsch & Watkins (2020), biomarker sering diukur

dan dievaluasi menggunakan darah, urine, atau jaringan lunak untuk memeriksa proses biologis

normal, proses pathogenesis, atau respon farmakologis terhadap intervensi terapeutik.

Dalam mengidentifikasi biomarker yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

urine sebagai zat analisisnya. Penggunaan urine dalam mengidentifikasi biomarker terpilih

pada penelitian ini juga memberikan hasil yang berarti dengan terdapatnya perbedaan kadar

pada kelompok dengan gangguan depresi dan normal (tanpa gangguan mental). Menurut Chen,

dkk. (2018), sebagian besar urine merupakan cairan yang memiliki nilai sangat tinggi sebagai

biofluida diagnostik sehingga seringkali metabolit urine digunakan untuk mengidentifikasi

biomarker penyakit tertentu. Selain itu, Jing & Gao (2018) juga menyatakan sebagai cairan

biologis non-invasif dan mudah didapatkan urine menjadi sumber penting untuk studi

biomarker penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis ROC untuk

20

mengetahui keakuratan diagnosis melalui identifikasi hubungan antara sensitivitas dan

spesifisitas didapatkan nilai UAC yang baik antara kedua biomarker pada urine yang diteliti.

Dengan itu, penelitian ini juga membuktikan kembali urine dapat menjadi salah satu biomarker

yang mampu menunjang dalam diagnosis dini dan prognosis berbagai penyakit tertentu tanpa

terkecuali gangguan mental. Sejalan dengan itu, saat ini, banyak peneliti menggunakan

metabolomik untuk mempelajari metabolit urine untuk mengidentifikasi biomarker

penyakit. Menurut Zheng, dkk. (2009) saat ini terdapat 294 biomarker yang teridentifikasi pada

hasil metabolit urine.

Gambar 6. Alur patofisiologi gangguan depresi pada tubuh

Dalam penelitian ini, terdapat dua platform metabolomik yang dilakukan untuk

mengeksplorasi perubahan metabolik pada kelompok gangguan depresi dan normal (tanpa

gangguan mental) melalui urine. Identifikasi tersebut dilakukan pada metabolit N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid. Berdasarkan hasil penelitian, kadar kedua metabolit

tersebut dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok gangguan depresi

dengan normal (tanpa gangguan mental). Perbedaan tersebut ditandai dengan nilai kadar yang

lebih tinggi dari kedua biomarker pada kelompok gangguan depresi dibandingkan kelompok

normal (tanpa gangguan mental). Selain terdapatnya perbedaan yang signifikan antara kedua

biomarker di kelompok gangguan depresi dan normal, penelitian ini juga mendapatkan nilai

sensitivitas dan spesifisitas yang baik pada kedua biomarker N-Methylnicotinamide dan

Hippuric Acid sebagai penunjang diagnostik gangguan depresi di masa depan. Terjadinya

peningkatan biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid pada urine kelompok

gangguan depresi tidak terlepas karena terdapatnya gangguan pada hipotalamus di otak yang

menyebabkan norepinefrin atau noradrenalin meningkat sehingga terganggunya metabolisme

tubuh.

Hasil analisis yang didapatkan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

bahwa metabolisme triptofan, asam nikotinat, dan N-Methylnicotinamide (NMNA) merupakan

produk akhir dari metabolisme nikotinamida ini meningkat secara signifikan pada subjek

Gangguan Depresi

Terganggunya Hipotalamus

Terjadinya Perubahan Neurotrasmitter

Metabolisme Fenilalanin

Terganggu

Metabolisme Triptofan

Terganggu

Hippuric Acid

Meningkat N-Methylnicotinamide

Meningkat

Dikelurakan Melalui Urine

21

depresi mayor relatif terhadap HC (Health Control) (Zheng, dkk., 2013). Selain itu, menurut

Lester, dkk. (1971) menyatakan bahwa nikotinamida prekursor N-Methylnicotinamide terlibat

dalam terganggunya jalur triptofan-asam nikotinat. Menurut Carney, dkk. (2010), triptofan

merupakan prekursor biokimia dari serotonin dan asam nikotinat. Oleh karena itu, adanya

peningkatan metabolit asam nikotinat dapat menunjukan penurunan biosintesis serotonin. Hal

tersebut juga didukung Chen, dkk. (2018) dalam penelitiannya yang mendapati terjadinya

perubahan tingkat N -Methylnicotinamide secara signifikan yang berkaitan dengan gangguan

asam triptofan-nikotinat aktivitas jalur pada pasien dengan gangguan depresi dan kecemasan.

Selain itu, Lin, dkk. (2017) dalam penelitiannya juga melaporkan bahwa kadar Hippuric Acid

juga secara signifikan berubah pada pasien dengan depresi postpartum. Didukung oleh Hou,

dkk., (2015) juga menemukan perubahan signifikan pada kadar Hippuric Acid pada pasien

hepatitis dengan depresi. Berdasarkan hal tersebut spekulasi ini bisa didukung oleh temuan

sebelumnya bahwa perubahan neurotransmisi serotonergik bisa berkontribusi pada

patofisiologi depresi dan gangguan kecemasan (Senkowski, dkk., 2003).

Selain biomarker N-Methylnicotinamide, salah satu biomarker lainnya yang diteliti dalam

penelitian ini yaitu biomarker Hippuric Acid. Dari hasil penelitian yang dilakukan biomarker

Hippuric Acid juga menunjukan nilai yang berarti dalam membedakan antara urine kelompok

dengan gangguan depresi dan normal (tanpa gangguan mental). Menurut Chen, dkk. (2016)

Hippuric Acid merupakan metabolit fenilalanin oleh mikroflora usus. Adanya efek

transaminasi mikroflora usus pada triptofan dan indoksil sulfat menghasilkan Indole-3-asetat

(IAA) mengandung triptifanase yang merupakan hasil metabolisme triptofan. Lesch, dkk.

(1995) dalam penelitiannya menyatakan adanya IAA yang menurun dikaitkan dengan

hilangnya nafsu makan yang gejala umum dalam gangguan depresi. Selain itu, menurut

penelitian Cheung, dkk. (2019) adanya perubahan mikroflora usus dapat menyebabkan gejala

gastrointestinal pada pasien depresi serta komorbiditas dari depresi berat dan sindrom iritasi

usus besar. Hippuric Acid dipercaya sebagai metabolit yang berhubungan dengan adanya

gangguan pada mikroflora usus karena terjadi pada sekitar dua pertiga pasien dengan gangguan

depresi yang menggambarkan gejala somatik seperti kekurangan energi atau kelelahan, nyeri,

dan gejala gastrointestinal yang di indikasikan sebagai gejala somatik pada gangguan depresi

(Yuan, dkk., 2021). Dengan itu, hal ini juga konsisten membuktikan gangguan depresi akan

menyebabkan terganggunya mikroflora usus dan metabolisme fenilalanin sehingga

meningkatkan kadar biomarker Hippuric Acid.

Berdasarkan uraian di atas, biomarker yang diperoleh dari penelitian ini menjelaskan hubungan

antara depresi dan gejala somatik pada urine tingkat metabolit. Hal tersebut dibuktikan dengan

semakin tinggi kadar biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid dalam urine maka

akan semakin tinggi tingkat depresi yang diderita. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid pada urine dapat

dijadikan sebagai penanda biologis untuk pasien gangguan mental terkhususkan pada pasien

dengan gangguan depresi. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid yang ada di dalam urine menjadi penunjang tes

laboratorium dalam diagnosis gangguan mental yang sebelumnya dilakukakan dengan

menggunakan cluster gejala atau tes non-laboratorium. Penggunakan tes-laboratorium dengan

menggunakan biomarker di dalam urine ini, direkomendasikan untuk mendukung hasil analisis

para ahli (psikolog atau psikiater) dalam menentukan gangguan mental khususnya gangguan

depresi sehingga mendapatkan hasil yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, tetap diperlukannya

metode diagnostik non-laboratorium dengan menggunakan cluster gejala sebagai metode

22

diagnostik utama dan didukung dengan menggunakan tes laboratorium yang salah satunya

melalui identifikasi biomarker ini.

Penggunaan metode laboratorium untuk menunjang metode diagnostik secara laboratorium

dengan menggunakan biomarker pada urine ini, tidak bisa dipisahkan dengan adanya metode

diagnostik secara non-laboratorium melalui identifikasi cluster gejala. Hal tersebut

dikarenakan dalam berbagai penelitian juga mengungkapkan kedua biomarker N-

Methylnicotinamide dan Hippuric Acid juga berpotensi sebagai penanda gangguan atau

penyakit lain di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, identifikasi menggunakan cluster gejala

tetap menjadi metode diagnostik utama dalam mengidentifikasi gangguan mental tertentu.

Selain itu, hasil penelitian ini ditargetkan dimasa yang akan datang dapat diciptakan suatu kit

yang dapat membantu mempermudah praktisi dalam mendiagnosis pasien dengan gangguan

depresi secara efektik. Sehingga dapat diimplementasikan langsung serta memiliki daya jual

dan kebermanfaatan sebagai alat untuk penunjang diagnostik secara cepat dan tepat bagi para

psikolog atau psikiater. Namun, penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu

sampel urine pasien depresi yang digunakan berasal dari penderita depresi yang telah menjalani

pengobatan lebih dari dua bulan dan banyak sampel urine yang digunakan masih terbatas

dikarenakan sulitnya mendapatkan akses dengan pasien gangguan depresi pada saat

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) COVID-19. Selain itu, masih

sedikitnya literatur yang secara jelas dan komprehensif menggambarkan patofisiologi

gangguan depresi dengan pasti serta tidak dilakukannyan pengujian kadar untuk tingkatan

depresi yaitu kadar depresi ringan, sedang dan berat juga menjadi kekurangan dalam penelitian

ini.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan pada biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric dalam

urine gangguan depresi dan normal (tanpa gangguan mental). Sehingga hasil penelitian ini

menggambarkan adanya perubahan biologis yang berarti pada urine akibat adanya gangguan

psikologis khususnya depresi. Adanya perbedaan biomarker N-Methylnicotinamide dan

Hippuric juga memiliki nilai baik dalam studi diagnostik. Hal tersebut juga dibuktikan dari

kedua biomarker yang menunjukan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam

keakuratan diagnosis pada gangguan depresi melalui urine. Oleh karena itu, penggunaan

biomarker N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid pada urine dapat menjadi salah satu

alternatif baru melalui metode empiris laboratorium untuk menunjang diagnosis pasien dengan

gangguan depresi.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperjelas dan menguatkan kembali penggunaan

urine sebagai biomarker gangguan depresi melalui N-Methylnicotinamide dan Hippuric Acid

sehingga dapat menjadi sebagai dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam

bidang kesehatan, khususnya pada diagnostik pasien depresi dengan menggunakan urine.

Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi dunia kesehatan

dalam menyusun metode diagnostik laboratorium empiris dalam mengidentifikasi gangguan

depresi secara cepat, tepat, dan akurat. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diperlukan lebih

lanjut untuk menyempurnakan penelitian ini lebih lanjut di kemudian hari dan dibutuhkan

pengkajian lebih lanjut mengenai biomarker lain yang terdapat dalam urine yang dapat

menunjang diagnostik pasien depresi sehingga dapat menghasilkan sebuah metode penunjang

diagnostik yang lebih objektif.

23

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, K. A. (2000). Cellular and molecular immunology (4th). [Ebook]. Philadelphia: W.B.

Saunders Company.

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=ydmYDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP

1&dq=EEG.

Alhajj, M., & Farhana, A. (2021). Enzyme linked immunosorbent assay. StatPearls

Anisah, A. L. (2020). Intervensi literasi dan layanan kesehatan mental PNS dalam meningkatkan

kualitas pelayanan publik di era new normal. Civil Service Journal. 14(2), 29-39.

Arana, G. W., Baldessarini, R. J., & Ornsteen, M. (1985). The dexamethasone suppression test

for diagnosis and prognosis in psychiatry: commentary and review. Archives of general

psychiatry, 42(12), 1193-1204.

https://doi.org/10.1001/archpsyc.1985.01790350067012.

Astuti, T. I. (2018). Perbedaan jumlah silinder urin yang diperiksa segera dan ditunda. Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Bilello, J. A., Thurmond, L. M., Smith, K. M., Pi, B., Rubin, R., Wright, S. M., ... & Papakostas,

G. I. (2015). MDDScore: confirmation of a blood test to aid in the diagnosis of major

depressive disorder. The journal of clinical psychiatry, 76(2), 11343.

https://doi.org/10.4088/JCP.14m09029.

Bodel, P. T., Cotran, R., & Kass, E. H. (1959). Cranberry juice and the antibacterial action of

hippuric acid. The Journal of laboratory and clinical medicine, 54(6), 881-888.

https://doi.org/10.5555/uri:pii:0022214359901180.

Boster Biological Technology. (2020). ELISA Handbook: Principle, Troubleshooting, Sample

Preparation and Assay Protocols [Ebook]. https://www.bosterbio.com/ebook.

Bouatra, S., Aziat, F., Mandal, R., Guo, A. C., Wilson, M. R., Knox, C., ... & Wishart, D. S.

(2013). The human urine metabolome. PloS one, 8(9), e73076.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0073076.

Bueno-Notivol, J., Gracia-García, P., Olaya, B., Lasheras, I., López-Antón, R., & Santabárbara,

J. (2021). Prevalence of depression during the COVID-19 outbreak: A meta-analysis

of community-based studies. International journal of clinical and health

psychology, 21(1), 100196. https://doi.org/10.1016/j.ijchp.2020.07.007

Carney, D. R., Cuddy, A. J., & Yap, A. J. (2010). Power posing: Brief nonverbal displays affect

neuroendocrine levels and risk tolerance. Psychological science, 21(10), 1363-1368.

https://doi.org/10.1177/0956797610383437.

Chemical Entities of Biological Interest. (2016, Oktober 4). Hippuric Acid. Diakses melalui: http://www.ebi.ac.uk/chebi/searchId.do?chebiId=CHEBI:18089.

Chen, J. J., Bai, S. J., Li, W. W., Zhou, C. J., Zheng, P., Fang, L., ... dan Xie, P. (2018). Urinary

biomarker panel for diagnosing patients with depression and anxiety disorders.

Translational psychiatry. 8(1), 1-10. https://doi.org/10.1038/s41398-018-0245-0

Chen, J. J., Zhou, C. J., Liu, Z., Fu, Y. Y., Zheng, P., Yang, D. Y., ... & Xie, P. (2015). Divergent

urinary metabolic phenotypes between major depressive disorder and bipolar disorder

identified by a combined GC–MS and NMR spectroscopic metabonomic

approach. Journal of Proteome Research, 14(8), 3382-3389.

https://doi.org/10.1021/acs.jproteome.5b00434.

Chen, Jian-jun; Zhou, Chan-juan; Zheng, Peng; Cheng, Ke; Wang, Hai-yang; Li, Juan; Zeng, Li;

Xie, Peng (2017). Differential urinary metabolites related with the severity of major

depressive disorder. Behavioural Brain Research, 332, 280–

287. https://doi.org/10.1016/j.bbr.2017.06.012.

24

Chen, Q., Qiao, Y., Xu, X. J., You, X., dan Tao, Y. (2019). Urine organic acids as potential

biomarkers for autism-spectrum disorder in Chinese children. Frontiers in cellular

neuroscience. 13(1), 150. https://doi.org/10.3389/fncel.2019.00150.

Chen, Y., Duan, J. A., Guo, J., Shang, E., Tang, Y., Qian, Y., ... & Liu, P. (2016). Yuanhuapine-

induced intestinal and hepatotoxicity were correlated with disturbance of amino acids,

lipids, carbohydrate metabolism and gut microflora function: A rat urine metabonomic

study. Journal of Chromatography B, 1026, 183-192.

https://doi.org/10.1016/j.jchromb.2015.08.024.

Cheung, S. G., Goldenthal, A. R., Uhlemann, A. C., Mann, J. J., Miller, J. M., & Sublette, M. E.

(2019). Systematic review of gut microbiota and major depression. Frontiers in

psychiatry, 10, 34. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2019.00034.

Comes, A. L., Papiol, S., Mueller, T., Geyer, P. E., Mann, M., & Schulze, T. G. (2018).

Proteomics for blood biomarker exploration of severe mental illness: pitfalls of the past

and potential for the future. Translational psychiatry, 8(1), 1-15.

https://doi.org/10.1038/s41398-018-0219-2.

Cui, X., Niu, W., Kong, L., He, M., Jiang, K., Chen, S., ... & Zhang, L. (2016).

Hsa_circRNA_103636: potential novel diagnostic and therapeutic biomarker in Major

depressive disorder. Biomarkers in medicine, 10(9), 943-952.

https://doi.org/10.2217/bmm-2016-0130.

Damayanti, A. D., Fitriyah, & Indriani (2008). Penanganan masalah sosial dan psikologis pasien

kanker stadium lanjut dalam perawatan paliatif. Indonesian Journal of Cancer, 2(1).

Deen, C.P.K., Veen, A., Gomes, A.W., Geleijnse, J.M., Berg, K.J., Heiner-Fokkema, M.R.,

Kema, I.P., dan Bakker, S.J.L. (2020). Urinary Excretion of N1-methyl-2-pyridone-5-

carboxamide and N1-methylnicotinamide in Renal Transplant Recipients and Donors.

Journal of Clinical Medicine.

Drevets, W. C. (1999). Prefrontal cortical‐amygdalar metabolism in major depression. Annals of

the New York Academy of Sciences, 877(1), 614-637. https://doi.org/10.1111/j.1749-

6632.1999.tb09292.x.

DSM, Fifth Edition. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Am

Psychiatric Assoc 21.

Durisko, Z., Mulsant, B. H., & Andrews, P. W. (2015). An adaptationist perspective on the

etiology of depression. Journal of Affective Disorders, 172, 315-323.

https://doi.org/10.1016/j.jad.2014.09.032.

Duydu, Y., Süzen, S., Erdem, N., Uysal, H., & Vural, N. (1999). Validation of hippuric acid as

a biomarker of toluene exposure. Bulletin of environmental contamination and

toxicology, 63(1), 1-8.

Fadilah, S. Z. (2013). Hubungan dukungan keluarga dengan depresi penderita kusta di dua

wilayah tertinggi kusta di Kabupaten Jember. Disertasi doktoral, Unveritas Jember.

Felayati, N. K. (2018). Kondisi psikologis depresi pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)

yang menjalani hemodialisa. Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah

Semarang.

Firdausa, S., Pranawa, P., & Suryantoro, S. D. (2018). Arti klinis urinalisis pada penyakit

ginjal. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(1), 34-43.

Fu, L., Liu, C., Chen, L., Lv, Y., Meng, G., Hu, M., ... & Tang, S. (2019). Protective effects of

1-methylnicotinamide on Aβ1–42-induced cognitive deficits, neuroinflammation and

apoptosis in mice. Journal of Neuroimmune Pharmacology, 14(3), 401-412.

https://doi.org/10.1007/s11481-018-09830-1.

25

Futtrup, J., Nordentoft, M., Elfving, B., & Krogh, J. (2018). The association between

norepinephrine and metabolism in patients with major depression. Neurology,

Psychiatry and Brain Research, 30, 91-97. https://doi.org/10.1016/j.npbr.2018.07.002.

Galletly, C., Castle, D., Dark, F., Humberstone, V., Jablensky, A., Killackey, E., ... & Tran, N.

(2016). Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists clinical practice

guidelines for the management of schizophrenia and related disorders. Australian &

New Zealand Journal of Psychiatry, 50(5), 410-472.

https://doi.org/10.1177/0004867416641195.

Hardjoeno, H. dan Fitriani. (2007). Substansi dan cairan tubuh. Makasar: Lembaga penerbitan

Universitas Hassanudin.

Harpole, M., Davis, J., dan Espina, V. (2016). Current state of the art for enhancing urine

biomarker discovery. Expert review of proteomics. 13(6), 609-626.

https://doi.org/10.1080/14789450.2016.1190651.

Herowitz. (1993). Immunologi III. Yogyakarta: Gadjahmada University Press

Hirsch, M.S. & Watkins, J. (2020). A Comprehensive Review of Biomarker Use in the

Gynecologic Tract Including Differential Diagnoses and Diagnostic Pitfalls. Advances

in Anatomic Pathology. 27 (3), 164–192.

https://doi.org/10.1097/PAP.0000000000000238.

Holmen, H., Egsgaard, H., Funck, J., & Larsen, E. (1981). N'‐methylnicotinamide in human

urine. Biomedical Mass Spectrometry, 8(3), 122-124.

https://doi.org/10.1002/bms.1200080308.

Hou, L. J., Wang, H. W., Wei, X. X., Duan, S. P., Zhuo, Y., Song, X. W., & Shen, B. S. (2015).

Urinary metabonomics for diagnosis of depression in hepatitis B virus-infected

patients. Iranian Red Crescent Medical Journal, 17(4).

https://doi.org/10.5812/ircmj.17(4)2015.27359.

Ilavská, L., Morvová Jr, M., Trebatická, J., Ďuračková, Z., & Šikurová, L. (2020). Determination

of metabolites in urine of youths with depression. Book of Contributions.

InfoDATIN. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia. Diakses dari:

https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-

Kesehatan-Jiwa.pdf.

International Health Metrics and Evaluation (2021, Oktober 8). The Lancet: COVID-19

pandemic led to stark rise in depressive and anxiety disorders globally in 2020, with

women and younger people most affected. Diakses dari:

https://www.healthdata.org/news-release/lancet-covid-19-pandemic-led-stark-rise-

depressive-and-anxiety-disorders-globally-2020

Jing, J., dan Gao, Y. (2018). Urine biomarkers in the early stages of diseases: current status and

perspective. Discovery medicine. 25(136):57-65.

Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. (2013, April 30). Over-diagnosis and over-

treatment of depression is common in the U.S. Diakses melalui:

https://publichealth.jhu.edu/2013/mojtabai-depression-over-diagnosis-and-over-

treatment.

Julianto, V., & Subandi, S. (2015). Membaca Al Fatihah reflektif intuitif untuk menurunkan

depresi dan meningkatkan imunitas. Jurnal psikologi, 42(1), 34-46.

Khanifah, F., Sari, E. P., & Susanto, A. (2021). Efektivitas kombinasi ekstrak etanol kunyit

(curcuma longa linn.) dan coklat (theobroma cacao) sebagai kandidat antidepresan pada

tikus putih (rattus norvegicus) galur wistar. Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan

Kesehatan, 8(2), 103-110.

Lakhan, S.E., Vieira, K. & Hamlat, E. (2010). Biomarkers in psychiatry: drawbacks and potential

for misuse. Int Arch Med 3, 1. https://doi.org/10.1186/1755-7682-3-1.

26

Lesch, K. P., Gross, J., Franzek, E., Wolozin, B. L., Riederer, P., & Murphy, D. L. (1995).

Primary structure of the serotonin transporter in unipolar depression and bipolar

disorder. Biological psychiatry, 37(4), 215-223. https://doi.org/10.1016/0006-

3223(94)00147-U.

Lester, G. (1971). End-product regulation of the tryptophan-nicotinic acid pathway in

Neurospora crassa. Journal of bacteriology. 107(2):448-455.

https://doi.org/10.1128/jb.107.2.448-455.1971.

Lin, L., Chen, X. M., & Liu, R. H. (2017). Novel urinary metabolite signature for diagnosing

postpartum depression. Neuropsychiatric Disease and Treatment, 13, pp. 1263–1270.

https://doi.org/10.2147/NDT.S135190.

Lünemann, J. D., Buttgereit, F., Tripmacher, R., Baerwald, C. G., Burmester, G. R., & Krause,

A. (2001). Norepinephrine inhibits energy metabolism of human peripheral blood

mononuclear cells via adrenergic receptors. Bioscience reports, 21(5), 627-635.

https://doi.org/10.1023/A:1014768909442.

Malik, A. S. (2019). EEG-Based Experiment Design for Major Depressive Disorder

Pathophysiology of Depression. [Ebook]. Academic Press.

Marciano, R. C., Cardoso, M. G. D. F., Vasconcelos, M. M. D. A., Paula, J. J. D., Oliveira, E.

A., & Lima, E. M. (2016). Mental disorders in children and adolescents with lower

urinary tract dysfunction. Brazilian Journal of Nephrology, 38, 441-449.

https://doi.org/10.5935/0101-2800.20160070.

Maslim, R. (2000). Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

Meentken, M. G., van der Mheen, M., van Beynum, I. M., Aendekerk, E. W., Legerstee, J. S.,

van der Ende, J., ... & Utens, E. M. (2020). EMDR for children with medically related

subthreshold PTSD: short-term effects on PTSD, blood-injection-injury phobia,

depression and sleep. European journal of psychotraumatology, 11(1), 1705598.

https://doi.org/10.1080/20008198.2019.1705598.

Miyake, T., Mizuno, T., Takehara, I., Mochizuki, T., Kimura, M., Matsuki, S., ... & Kusuhara,

H. (2019). Elucidation of N1-methyladenosine as a potential surrogate biomarker for

drug interaction studies involving renal organic cation transporters. Drug Metabolism

and Disposition, 47(11), 1270-1280. https://doi.org/10.1124/dmd.119.087262.

Muchid, A., Chusun, Wurjati, R. (2007). Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan

Depresif. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan

Alat Kesehatan Depkes RI. Jakarta: Academia.

Mukarramah, R., Nardin, N., & Utami, N. (2018). Studi hasil pemeriksaan protein urin segera

pada pasien infeksi saluran kemih menggunakan asam sulfosalisilat di RSU wisata

universitas indonesia timur. Jurnal media laboran, 8(1), 21-25.

National Cancer Institute. (2022). Hippuric Acid. Diakses melalui:

https://ncithesaurus.nci.nih.gov/ncitbrowser/ConceptReport.jsp?dictionary=NCI_Thes

aurus&ns=ncit&code=C87277.

Nauli, M., Ashar, T., & Lubis, R. (2019). Paparan toluena dan kadar hippuric acid urin pada

pekerja usaha percetakan di Kota Medan. Berita Kedokteran Masyarakat, 35(6), 233-

236.

Nicholson JK dan Lindon JC. (2008). Systems biology-metabonomics. Nature. 455: 1054–1056.

Nurdini, A. (2006). Cross-sectional vs longitudinal": pilihan rancangan waktu dalam penelitian

perumahan permukiman. Dimensi: Journal of Architecture and Built

Environment, 34(1), 52-58.

Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metode penelitian dalam keperawatan. Jakarta.

Salemba Medika.

27

Otte, C., Neylan, T. C., Pipkin, S. S., Browner, W. S., & Whooley, M. A. (2005). Depressive

symptoms and 24-hour urinary norepinephrine excretion levels in patients with

coronary disease: findings from the Heart and Soul Study. American Journal of

Psychiatry, 162(11), 2139-2145. https://doi.org/10.1176/appi.ajp.162.11.2139.

Parker, K. J., Schatzberg, A. F., & Lyons, D. M. (2003). Neuroendocrine aspects of

hypercortisolism in major depression. Hormones and behavior, 43(1), 60-66.

https://doi.org/10.1016/S0018-506X(02)00016-8.

Pearce, E.C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis, Jakarta: PT. Gramaedia Pustaka

Utama.

Penberthy, W. T., & Kirkland, J. B. (2020). Niacin. In Present Knowledge in Nutrition (pp. 209-

224). Academic Press.

Pero, R. W. (2010). Health consequences of catabolic synthesis of hippuric acid in

humans. Current clinical pharmacology, 5(1), 67-73.

https://doi.org/10.2174/157488410790410588.

Persky, H., Grinker, R. R., & Mirsky, I. A. (1950). The excretion of hippuric acid in subjects

with free anxiety. The Journal of Clinical Investigation, 29(1), 110-114.

https://doi.org/10.1172/JCI102226.

Prihanti, G. S. (2016). Pengantar Biostatistik. UMMPress.

Purnamasari, A., ST, S., Musni, S. K. M., Kaswi, N., Al Muzafri, S. T. P., Tenriola, N. A., ... &

Syarifuddin, S. P. (2022). Fisiologi Manusia dan Zat Gizi. Cendekia Publisher.

Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi (Edisi kedua). Jakarta: CV Sagung Seto.

Pusat Data dan Informasi Kementrian RI. (2019, Oktober 3). Situasi dan Pencegahan Bunuh

Diri. Diakses melalui: https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/19103000002/situasi-

danpencegahan-bunuh-diri.html.

Putra, W.G.A.E.P, Sutarga, M., Kardiwinata, M.P., Suariyani, N.L.P.S., Septarini, N.W., dan

Subrata, M. (2016). Modul Penelitian Uji Diagnostik dan Skrining. Program Studi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kdokteran Universitas Udayana Denpasar.

Raikhlin-Eisenkraft, B., Hoffer, E., Baum, Y., dan Bentur, Y. (2001). Determination of urinary

hippuric acid in toluene abuse. Journal of Toxicology: Clinical Toxicology. 39(1),73-

76. https://doi.org/10.1081/CLT-100102883.

Riskesdas. (2018, Desember). Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Diakses dari:

http://labdata.litbang.kemkes.go.id/ccount/click.php?id=19.

Riswanto, R. M. (2015). Pemeriksaan Kimia Urine. Pustaka Rasmedik. Edisi I, 51-117.

Robbins, P. R. (2008). Understanding depression. McFarland.

Saputra, A. T. J. (2020). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Urin Rutin (Protein, Glukosa, Ph)

Dengan Urin Analyzer Urit-50 Dan Metode Carik Celup. Doctoral dissertation,

Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Senkowski, D., Linden, M., Zubrägel, D., Bär, T., & Gallinat, J. (2003). Evidence for disturbed

cortical signal processing and altered serotonergic neurotransmission in generalized

anxiety disorder. Biological psychiatry, 53(4), 304-314. https://doi.org/10.1016/S0006-

3223(02)01478-6.

Shea, M. T., Glass, D. R., Pilkonis, P. A., Watkins, J., & Docherty, J. P. (1987). Frequency and

implications of personality disorders in a sample of depressed outpatients. Journal of

Personality Disorders, 1(1), 27-42. https://doi.org/10.1521/pedi.1987.1.1.27.

Shen, H., Zhang, L., Xu, C., Zhu, J., Chen, M., & Fang, Y. (2018). Analysis of misdiagnosis of

bipolar disorder in an outpatient setting. Shanghai archives of psychiatry, 30(2), 93.

https://doi.org/10.11919/j.issn.1002-0829.217080.

28

Sidonews.com. (2020, Oktober 20). Siswa di gowa meninggal karena depresi PJJ, Ini Kata

Psikolog. https://lifestyle.sindonews.com/read/202682/155/siswa-di-gowa-

meninggal-karena-depresi-pjj-ini-kata-psikolog-1603203024.

Sinto, R., & Nainggolan, G. (2010). Acute kidney injury: pendekatan klinis dan tata laksana. Maj

Kedokt Indon, 60(1), 2.

Slavich, G. M., & Irwin, M. R. (2014). From stress to inflammation and major depressive

disorder: a social signal transduction theory of depression. Psychological

bulletin, 140(3), 774. https://doi.org/10.1037/a0035302.

Smith, K. M., Renshaw, P. F., & Bilello, J. (2013). The diagnosis of depression: current and

emerging methods. Comprehensive psychiatry, 54(1), 1-6.

https://doi.org/10.1016/j.comppsych.2012.06.006

Thurber, S., Snow, M., & Honts, C. R. (2002). The Zung self-rating depression scale: convergent

validity and diagnostic discrimination. Assessment, 9(4), 401-405.

https://doi.org/10.1177/1073191102238471.

Tribunnews.com. (2021, Januari 9). Diduga bunuh diri karena depresi, saat jalani isolasi mandiri

di rumah. Diakses melalui: https://aceh.tribunnews.com/2021/01/09/pasien-covid-19-

diduga-bunuh-diri-karena-depresi-saat-jalani-isolasi-mandiri-di-rumah.

Wahyundari, A. 2016. Pengaruh lama waktu penyimpanan sampel urine pada suhu 2- 8 oC

terhadap hasil pemeriksaan kimia urine. Skripsi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,

Jogyakarta.

Wahyuni, S. (2018). Perceived stress dan sindrom depresi pada ibu primigravida. Jurnal Ilmiah

Bidan, 3(2), 21-28.

Wainberg, M. L., Scorza, P., Shultz, J. M., Helpman, L., Mootz, J. J., Johnson, K. A., ... &

Arbuckle, M. R. (2017). Challenges and opportunities in global mental health: a

research-to-practice perspective. Current psychiatry reports, 19(5), 1-10.

https://doi.org/10.1007/s11920-017-0780-z.

Wardani, A. K., Wijayanti, S. D., & Widyastuti, E. (2017). Pengantar Bioteknologi. Universitas

Brawijaya Press.

WHO. (2017, November 28). Mental Disorder. Diakses dari:

https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/mental-disorders.

WHO. (2021, September 13). Depression. Diakses dari: https://www.who.int/news-room/fact-

sheets/detail/depression

Wibowo, D. A., & Zen, D. N. (2020). Pentingnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan

jiwa di dusun cimamut kabupaten ciamis. Abdimas Galuh, 2(1), 65-71.

Williams, A. C., Cartwright, L. S., & Ramsden, D. B. (2005). Parkinson's disease: the first

common neurological disease due to auto-intoxication. Qjm, 98(3), 215-226.

https://doi.org/10.1093/qjmed/hci027.

Yaqin, K. (2019). Petunjuk Praktis Aplikasi Biomarker Sederhana. UPT. Jakarta.

Yuan, X., Chen, B., Duan, Z., Xia, Z., Ding, Y., Chen, T., ... & Chen, Y. (2021). Depression and

anxiety in patients with active ulcerative colitis: crosstalk of gut microbiota,

metabolomics and proteomics. Gut microbes, 13(1), 1987779.

https://doi.org/10.1080/19490976.2021.1987779.

Zhang, J., Yang, Z., Wang, X., Li, J., Dong, L., Wang, F., ... & Zhang, J. (2020). The relationship

between resilience, anxiety and depression among patients with mild symptoms of

COVID‐19 in China: A cross‐sectional study. Journal of clinical nursing, 29(21-22),

4020-4029. https://doi.org/10.1111/jocn.15425.

Zheng, P., Wang, Y., Chen, L., Yang, D., Meng, H., Zhou, D., ... dan Xie, P. (2013).

Identification and validation of urinary metabolite biomarkers for major depressie

29

disorder. Molecular & Cellular Proteomics. 12(1), 207-214.

https://doi.org/10.1074/mcp.M112.021816.

Zheng, S., Yu, M., Lu, X., Huo, T., Ge, L., Yang, J., ... & Li, F. (2010). Urinary metabonomic

study on biochemical changes in chronic unpredictable mild stress model of

depression. Clinica Chimica Acta, 411(3-4), 204-209.

https://doi.org/10.1016/j.cca.2009.11.003.

Zhou, T. H., Hu, G. L., & Wang, L. (2019). Psychological disorder identifying method based on

emotion perception over social networks. International journal of environmental

research and public health, 16(6), 953. https://doi.org/10.3390/ijerph16060953

Zung, W. W. (1986). Zung self-rating depression scale and depression status inventory.

In Assessment of depression (pp. 221-231). Springer, Berlin, Heidelberg.

https://doi.org/10.1007/978-3-642-70486-4_21.

Zuwannita, R. (2017). Gambaran Hasil Pemeriksaan Keton Urine Segera Dan Ditunda Metode

Rothera. Doctoral dissertation, Muhammadiyah University of Semarang, Semarang.

30

LAMPIRAN I

Blue Print Zung Self-Rating Depression Scale

31

BLUE PRINT ZUNG SELF-RATING DEPRESSION SCALE

Zung Self-rating Depression Scale dirancang oleh W.W. Zung untuk menilai tingkat depresi

untuk pasien yang didiagnosis dengan gangguan depresi. Ada sepuluh pertanyaan dengan kata-

kata positif dan sepuluh pertanyaan dengan kata-kata negatif. Setiap pertanyaan diberi skor

pada skala dari 1-4 (sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, sangat setuju).

Skor yang didapat dari Zung Self-rating Depression Scale berkisar dari 25-100, dengan rincian

pengelompokan sebagai berikut:

• 25-49 Rentang Normal

• 50-59 Depresi Ringan

• 60-69 Depresi Sedang

• 70 tahun ke atas Depresi Berat

Keterangan Item

Favorable 1,3,4,7,8,9,10,13,15, 19

Unfavorable 2,5,6,11,12,14,16,17,18,20

No Pernyataan STS TS S SS Nilai

1. Saya merasa sedih dan murung

2. Saya merasa paling baik pada pagi hari

(merasa segar di pagi hari)

3. Saya bisa menangis mendadak atau

menjadi mudah menangis

4. Saya punya masalah tidur di malam hari

5. Nafsu makan saya sebaik dulu

6. Saya masih bisa menikmati sex

7. Saya mengalami penurunan berat badan

8. Saya punya masalah konstipasi

9. Jantung saya berdebar lebih cepat

dibanding biasanya

10. Saya merasa lelah tanpa sebab

11. Pikiran saya jernih seperti biasanya

12. Saya mudah untuk melakukan hal- hal

yang biasa saya lakukan

13. Saya merasa gelisah dan tidak bisa diam

14. Saya merasa masa depan saya baik

15. Saya lebih mudah tersinggung dibanding

biasanya

16. Mudah bagi saya untuk menentukan

keputusan

17. Saya merasa berguna dan dibutuhka

18. Hidup saya cukup berwarna

19. Saya pikir orang lain akan merasa lebih

baik jika saya mati

20. Saya masih menikmati hal-hal yang biasa

saya lakukan

32

LAMPIRAN II

Tabulasi Data Pengukuran Gangguan Depresi

33

Tabulasi Data Pengukuran Gangguan Depresi

Subjek penelitian: Pasien gangguan depresi RS Muhammadiyah Lamonngan

Subjek Item

1

Item

2

Item

3

Item

4

Item

5

Item

6

Item

7

Item

8

Item

9

Item

10

Item

11

Item

12

Item

13

Item

14

Item

15

Item

16

Item

17

Item

18

Item

19

Item

20

Total Ket.

Subjek 1

4 3 2 2 1 4 3 3 2 1 1 2 3 3 2 3 1 4 4 4 52

Depresi

Ringan

Subjek 2

4 4 3 4 3 2 3 2 3 4 4 3 3 1 2 3 4 3 3 4 62

Depresi

Sedang

Subjek 3

3 4 3 3 4 3 3 3 2 3 4 4 2 2 3 4 4 1 2 4 61

Depresi

Sedang

Subjek 4

4 4 4 3 2 4 4 3 4 2 1 4 3 4 3 2 3 4 2 3 63

Depresi

Sedang

Subjek 5

4 3 3 2 3 4 4 3 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 68

Depresi

Sedang

Subjek 6

4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 2 4 4 2 3 4 4 3 3 69

Depresi

Sedang

Subjek 7

3 4 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 3 2 1 2 3 3 4 64

Depresi

Sedang

Subjek 8

4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 72

Depresi

Berat

Subjek 9

4 3 3 3 2 4 1 2 4 2 3 1 2 3 4 4 4 4 3 3 59

Depresi

Ringan

Subjek 10

5 3 4 2 3 4 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 64

Depresi

Sedang

Subjek 11

4 4 4 4 3 2 2 2 3 4 3 2 4 4 4 4 3 3 3 4 66

Depresi

Sedang

Subjek 12

4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 74

Depresi

Berat

Subjek 13

3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 2 3 4 4 4 3 4 4 68

Depresi

Sedang

34

Sampel penelitian: Nondepresi (tanpa gangguan mental)

Subjek Item

1

Item

2

Item

3

Item

4

Item

5

Item

6

Item

7

Item

8

Item

9

Item

10

Item

11

Item

12

Item

13

Item

14

Item

15

Item

16

Item

17

Item

18

Item

19

Item

20

Total Ket.

Subjek 1 2 2 1 1 1 4 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 29 Normal

Subjek 2 1 2 1 1 3 3 1 1 2 1 2 3 1 2 1 3 3 2 1 2 36 Normal

Subjek 3 1 2 1 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 3 1 1 1 33 Normal

Subjek 4 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 28 Normal

Subjek 5 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 26 Normal

Subjek 6 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 1 2 2 1 1 1 2 35 Normal

Subjek 7 2 3 1 1 2 4 2 1 1 1 3 2 1 2 1 2 2 2 1 2 36 Normal

Subjek 8 1 1 3 2 2 4 3 1 1 1 2 1 2 2 3 2 2 1 1 1 36 Normal

Subjek 9 2 3 1 3 3 4 2 1 1 1 2 2 1 3 1 2 2 2 1 2 39 Normal

Subjek 10 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 27 Normal

Subjek 11 2 2 2 2 3 2 1 1 1 3 2 2 2 2 1 2 2 3 4 1 40 Normal

Subjek 12 1 2 3 4 1 1 2 1 2 2 1 1 3 1 2 2 2 1 4 1 37 Normal

Subjek 13 1 3 2 1 2 4 3 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 34 Normal

35

LAMPIRAN III

Hasil Uji Laboratorium

36

37

38

39

LAMPIRAN IV

Hasil Analisis Data (Uji Normalitas, Komparatif,

Diagnostik)

40

Hasil Uji Normalitas

Case Processing Summary

Kelompok_

Subjek

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

N_Methylni

cotinamide

Depresi 13 100.0% 0 0.0% 13 100.0%

Non_Depresi 13 100.0% 0 0.0% 13 100.0%

Hipuric Acid Depresi 13 100.0% 0 0.0% 13 100.0%

Non_Depresi 13 100.0% 0 0.0% 13 100.0%

Tests of Normality

Kelompok_

Subjek

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

N_Methyln

icotinamide

Depresi .252 13 .024 .784 13 .004

Non_Depresi .218 13 .093 .929 13 .334

Hipuric

Acid

Depresi .288 13 .004 .801 13 .007

Non_Depresi .301 13 .002 .654 13 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Hasil Uji Man Withney

Ranks

Kelompok_Subjek N Mean Rank Sum of Ranks

Hipuric

Acid

Depresi 13 18.69 243.00

Non_Depresi 13 8.31 108.00

Total 26

Test Statisticsa

Hipuric

Mann-Whitney U 17.000

Wilcoxon W 108.000

Z -3.462

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .000b

a. Grouping Variable: Kelompok_Subjek

b. Not corrected for ties.

41

Ranks

Kelompok_Subjek N Mean Rank Sum of Ranks

N_Meth

ylnicotin

amide

Depresi 13 20.00 260.00

Non_Depresi 13 7.00 91.00

Total 26

Test Statisticsa

N_Methyl

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 91.000

Z -4.334

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .000b

a. Grouping Variable: Kelompok_Subjek

b. Not corrected for ties.

Uji Diagnostik

Case Processing Summary

Kelompok Valid N (listwise)

Positivea 13

Negative 13

Larger values of the test result variable(s) indicate stronger evidence for a positive actual

state.

a. The positive actual state is Depresi.

42

Area Under the Curve

Test Result Variable(s) Area

Std.

Errora

Asymptotic

Sig.b

Asymptotic 95% Confidence

Interval

Lower Bound Upper Bound

[N-Methylnicotinamid],

pg/ml

1.000 .000 .000 1.000 1.000

[Hippuric Acid], pg/ml .899 .074 .001 .755 1.000

a. Under the nonparametric assumption

b. Null hypothesis: true area = 0.5

Coordinates of the Curve

Test Result Variable(s)

Positive if Greater Than

or Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity

[N-Methylnicotinamid],

pg/ml

-.60400 1.000 1.000

.75550 1.000 .923

1.47500 1.000 .846

1.87050 1.000 .769

2.15800 1.000 .692

2.73400 1.000 .615

3.16550 1.000 .462

4.31650 1.000 .385

5.57550 1.000 .308

5.93500 1.000 .231

6.94250 1.000 .154

8.84900 1.000 .077

15.79150 1.000 .000

28.02200 .923 .000

35.43200 .846 .000

41.40300 .769 .000

48.16550 .692 .000

52.73400 .615 .000

59.10100 .538 .000

64.78450 .462 .000

68.41750 .385 .000

72.12250 .308 .000

79.78450 .231 .000

104.10100 .154 .000

166.61900 .077 .000

211.39600 .000 .000

[Hippuric Acid], pg/ml 5.5320 1.000 1.000

43

6.9485 1.000 .923

7.5435 1.000 .846

7.7620 1.000 .769

7.9210 1.000 .692

8.3575 1.000 .615

9.0320 1.000 .538

9.7660 1.000 .462

10.7975 1.000 .385

11.5315 1.000 .308

11.9880 1.000 .231

12.5635 1.000 .154

13.0000 .923 .154

13.8335 .846 .154

15.0635 .769 .154

16.1150 .692 .154

16.6710 .615 .154

16.8295 .615 .077

16.9085 .538 .077

17.2060 .462 .077

17.9800 .385 .077

21.6905 .308 .077

25.2815 .231 .077

29.0710 .154 .077

32.5830 .077 .077

37.6625 .077 .000

43.6030 .000 .000

a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the largest

cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the

averages of two consecutive ordered observed test values.

44

LAMPIRAN V

Surat Verifikasi Cek Plagiasi

45