ringkasan laporan pengukuran indeks demokrasi indonesia 2013

33
LPPsi UI RINGKASAN LAPORAN PENGUKURAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA 2013 Oleh Bagus Takwin (LPPsi UI) Alfindra Primaldhi (LPPsi UI) Daniel Hutagalung (P2D) Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia (LPPsi UI) Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Jakarta, Mei 2014

Upload: ui

Post on 26-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LPPsi UI

 

 

 

    RINGKASAN LAPORAN

PENGUKURAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA 2013  

 

 

 

Oleh

Bagus Takwin (LPPsi UI) Alfindra Primaldhi (LPPsi UI)

Daniel Hutagalung (P2D)  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia (LPPsi UI) Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)

Jakarta, Mei 2014

2

Daftar Isi Ringkasan 3 1. Pendahuluan 5 2. Tujuan 5 3. Kualitas Demokrasi 5 3.1. Pengertian Kualitas Demokrasi 5 3.2. Konstruk dan Langkah Pengukuran Kualitas Demokrasi 7 4. Metode 9 4.1. Sampel dan Teknik Sampling 9 4.2. Alat Ukur Kualitas Demokrasi 9 4.3. Teknik Analisis Data 10 5. Hasil 10 5.1. Indeks Demokrasi Indonesia 10 5.2. Indeks Demokrasi Per Provinsi 12 5.3. Kualitas Demokrasi Per Provinsi 17 6. Kesimpulan 31 Daftar Pustaka 33

3

RINGKASAN Pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan: Seberapa jauh demokrasi di Indonesia berfungsi dan sampai pada warga? Bagaimana penilaian warga terhadap demokrasi yang berlangsung di Indonesia? Apakah sistem dan komponen-komponennya sudah berfungsi seperti yang diharapkan? Apakah dengan sistem demokrasi yang berjalan di Indoesia warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percaya sebagai yang terbaik? Bagaimana kualitas demokrasi yang berjalan di Indonesia?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk dijawab guna memahami apakah demokrasi di Indonesia sudah berfungsi sesuai dengan tujuannya yaitu berlangsungnya situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik.

Pengukuran kualitas demokrasi ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia (LPPsi-UI) dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D). Pengukuran pertama dilakukan pada akhir tahun 2013 dan hasilnya tersaji dalam laporan ini. Hasil pengukurannya disajikan dalam wujud indeks demokrasi.

Indeks demokrasi dalam pengukuran ini dipahami sebagai komponen dari penilaian warga mengenai kualitas demokrasi yang mencakup kualitas fungsi partisipasi politik, kebebasan sipil, dan kualitas pemerintahan. Kualitas demokrasi adalah fungsi dari lembaga-lembaga demokrasi (sistem demokratis) dalam masyarakat (kehidupan demokratis) untuk berlangsungnya situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik. Fungsi demokrasi yang dimaksud di sini secara umum terdiri atas tiga fungsi, yaitu kualitas pemerintahan, partisipasi politik, dan kebebasan sipil. Dari setiap fungsi umum ini diturunkan fungsi-fungsi yang lebih khusus yang efeknya dapat langsung dipersepsi dan dirasakan oleh warga.

Kualitas demokrasi yang digali dalam pengukuran ini ada kualitas demokrasi berdasarkan penilaian warga. Indeks demokrasi ini dapat dipahami juga sebagai bentuk pemantauan dan evaluasi warga terhadap demokrasi di Indonesia. Dengan pengukuran ini, diharapkan bias rezim yang sering muncul dalam pengukuran dan penilaian terhadap demokrasi dapat diperkecil.

Pengukuran indeks demokrasi ini dilakukan menggunakan metode survei dengan kuesioner melibatkan 2367 responden dari 30 provinsi di Indonesia. Responden diperoleh menggunakan teknik multistage random sampling (sampling error 1.98%, tingkat kepercayaan 95%). Pengukuran dan analisis data dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap 1: Pengukuran terhadap sistem demokratis menggunakan check-list lembaga atau komponen sistem demokratis.

Tahap 2: Pengukuran terhadap kehidupan demokrasi menggunakan skala likert-like type dengan skala empat butir (4point scale).

Tahap 3: Pengukuran kualitas demokrasi melalui analisis terhadap interaksi antara keberadaan sistem demokratis dan penilaian warga terhadap kualitas setiap komponen sistem itu.

Berdasarkan analisis terhadap hasil pengukuran kualitas demokrasi ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Indeks Demokrasi Nasional Indonesia adalah 61, masuk dalam kategori “Agak Demokratis”. Skor

indeks ini relatif rendah karena masih banyak komponen sistem demokratis atau lembaga demokrasi yang dinilai buruk atau sangat buruk. Secara umum, komponen sistem demokrasi dinilai sudah ada tetapi kualitas dari sebagai besar komponen itu dinilai buruk atau sangat buruk.

2. Dilihat per komponen sistem demokrasi, komponen sistem demokrasi belum berfungsi optimal di Indonesia. Hasil pengukuran terhadap komponen sistem demokrasi Indonesia dan kualitasnya mengindikasikan hal ini. Kategori yang digunakan untuk mengelompokan hasil penilaian warga terhadap keberadaan dan kualitas komponen demokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut.

3. Semua komponen demokrasi yang diukur belum masuk dalam kategori “ada dan baik”. Kualitas tertinggi yang dicapai adalah “Ada dan Buruk”. Komponen demokrasi berikut ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Buruk”:

4

Pelaksanaan Pilkada secara teratur

Kerukunan antar umat beragama

Kebebasan beragama

Kebebasan memilih dalam pemilu

Warga bebas berusaha memperoleh kehidupan ekonomi yang baik

Kebebasan berorganisasi

Kebebasan berpendapat

Kesetaraan jender

Warga dapat mengikuti pendidikan secara mudah dan terjangkau

Pemberdayaan perempuan Komponen demokrasi berikut ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Sangat Buruk”:

Media massa yang bebas

Peraturan daerah yang jelas

Pemerintahan yang stabil

Pemerintahan daerah yang bekerja sesuai aturan

Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

Penerapan hukum yang tidak pandang bulu

Pegawai pemerintah dapat bersaing sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan

Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah

Warga dapat mengawasi pemerintah 4. Berdasarkan penilaian warga, keberadaan sistem demokrasi di Indonesia belum berfungsi dan

belum memberikan efek yang berarti bagi warga. Kualitas demokrasi di Indonesia belum dapat membawa warga kepada pencapaian-pencapaian tujuan yang mereka pilih. Demokrasi yang berlangsung di Indonesia masih sebatas usaha untuk melengkapi komponen-komponen sistem demokrasi. Dilihat dari aspek prosedural pun, demokrasi di Indonesia masih belum berjalan optimal.

5. Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori demokratis (Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Lampung). Sebesar 60% provinsi masuk dalam kategori cukup demokratis (Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, NTB, Jawa Barat, Papua, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Jambi, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Banten, Kepulauan Riau). Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori kurang demokratis (Jawa Timur, NTT, Bali, Riau, Papua Barat, DKI Jakarta).

6. Secara umum, keberadaan dan kualitas komponen sistem demokratis yang dinilai paling tinggi oleh warga adalah pelaksanaan pilkada secara teratur, kerukunan umat beragama, dan kebebasan beragama.

7. Secara umum, keberadaan dan kualitas komponen sistem demokratis yang dinilai paling rendah oleh warga adalah persaingan sehat di pemerintahan, warga mampu menyampaikan pedendapat pada pemerintah, dan pengawasan warga terhadap pemerintah.

8. Ada indikasi kuat bahwa belum semua warga tercerahkan sehingga belum semua warga mengetahui dan dapat menentukan apa yang terbaik untuk mereka. Ini menghambat keberlangsungan demokrasi secara optimal di Indonesia karena untuk mengetahui apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik, orang-orang harus tercerahkan, setidaknya dalam derajat tertentu. Keadaan ini mengindikasikan bahwa belum setiap warga memiliki kesempatan yang memadai dan sama untuk menemukan dan memvalidasi pilihan terhadap hal yang diputuskan sebagai tawaran terbaik bagi kepentingan warga.

5

1. PENDAHULUAN

Seberapa jauh demokrasi di Indonesia berfungsi dan sampai pada warga? Bagaimana penilaian warga terhadap demokrasi yang berlangsung di Indonesia? Selama ini kita mengetahui dari sisi rezim bahwa sistem demokrasi sudah berjalan dan komponen-komponennya sudah dilengkapi. Tetapi, apakah sistem dan komponen-komponennya sudah berfungsi seperti yang diharapkan? Apakah dengan sistem demokrasi yang berjalan di Indoesia warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percaya sebagai yang terbaik? Dengan kata lain, bagaimana kualitas demokrasi yang berjalan di Indonesia?

Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab melalui pengukuran kualitas demokrasi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia (LPPsi-UI) dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D). Pengukuran pertama dilakukan pada akhir tahun 2013 dan hasilnya tersaji dalam laporan ini. Hasil pengukurannya disajikan dalam wujud indeks demokrasi.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk dijawab guna memahami apakah demokrasi di Indonesia sudah berfungsi sesuai dengan tujuannya, yaitu berlangsungnya situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik. Jika belum, komponen apa saja yang belum berfungsi dan lebih jauh lagi, upaya apa yang perlu dilakukan untuk membuat komponen itu berfungsi. Jika sudah semakin mengarahkan dan mendekatkan kepada tujuan demokrasi, bagaimana memperkuat dan meningkatkannya.

Dengan didasari konsep kualitas demokrasi dari Ringen (2010), dalam pengukuran ini kualitas demokrasi didefinisikan sebagai fungsi dari lembaga-lembaga demokrasi (sistem demokratis) dalam masyarakat (kehidupan demokratis) untuk berlangsungnya situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik. Fungsi demokrasi yang dimaksud di sini secara umum terdiri atas tiga fungsi, yaitu kualitas pemerintahan, partisipasi politik, dan kebebasan sipil. Dari setiap fungsi umum ini diturunkan fungsi-fungsi yang lebih khusus yang efeknya dapat langsung dipersepsi dan dirasakan oleh warga.

Dengan dasar itu, indeks demokrasi dalam pengukuran ini dipahami sebagai komponen dari penilaian warga mengenai kualitas demokrasi yang mencakup kualitas fungsi partisipasi politik, kebebasan sipil, dan kualitas pemerintahan. Kualitas demokrasi yang digali dalam pengukuran ini ada kualitas demokrasi berdasarkan penilaian warga. Indeks demokrasi ini dapat dipahami juga sebagai bentukpemantauan dan evaluasi warga terhadap demokrasi di Indonesia. Dengan pengukuran ini, diharapkan bias rezim yang sering muncul dalam pengukuran dan penilaian terhadap demokrasi dapat diperkecil.

2. TUJUAN

Pengukuran kualitas demokrasi ini dilakukan dengan tujuan mengetahui kualitas demokrasi Indonesia dan komponen atau lembaga demokrasi apa yang sudah atau belum berfungsi. Dengan pengetahuan ini dapat diajukan rekomendasi mengenai upaya perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia. Pengukuran ini juga bertujuan untuk mengetahui penyebaran praktek demokrasi dan kualitasnya di setiap provisinsi. Melalui pengukuran ini, nanti dapat diidentifikasi komponen atau lembaga demokrasi yang masih belum berfungsi di setiap provinsi dan dipikirkan upaya perbaikannya.

3. KUALITAS DEMOKRASI 3.1. Pengertian Kualitas Demokrasi Kerangka konseptual yang digunakan untuk melakukan pengukuran kualitas demokrasi dalam pengukuran ini adalah model pengukuran demorasi dari Ringen (2010) yang sejalan dengan Lijphart

6

(1977, 2008).Merujuk Ringen kualitas demokrasi adalah fungsi dari lembaga-lembaga demokrasi (sistem demokratis) dalam masyarakat (kehidupan demokratis) untuk berlangsungnya situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik.Konsep kualitas demokrasi ini diajukan dengan mempertimbangkan tujuan demokrasi.Dengan konsep ini dipahami bahwa keberadaan lembaga demokrasi saja tidak cukup. Lebih jauh, diperlukan kualitas tertentu untuk pada lembaga demokrasi agar dapat secara substansial menjadi demokratis. Lembaga dan kualitas itu terkait satu sama lain. Kaitan itu memungkinkan berlangsungnya masyarakat yang di dalamnya orang-orang yang menjadi anggotanya mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang dianggap terbaik oleh mereka.

Ringen (2010) mengajukan sebuah paradigma baru yang mendasari pengukuran kualitas demokrasi.Menurutnya, sebuah penjelasan normatif yang kuat tentang kualitas demokrasi harus bersandar pada tiga dasar. Pertama, pengukuran harus dimulai dengan pengamatan terhadap rezim.Analisis ini harus didasarkan pada teori demokrasi standar mengenai lembaga-lembaga demokrasi.Keberadaan lembaga demokrasi merupakan syarat pertama dari sistem demokratis dan pencapaian kualitas demokrasi yang memadai. Dalam proses analisis terhadap kualitas demokrasi, keberadaan lembaga-lembaga demokrasi ini menjadi data dari kategori analisis sistem dari kualitas demokrasi.

Kedua, upaya pengukuran harus menyertakan pengamatan tentang bagaimana potensi dalam rezim diaktualisasi dalam kehidupan warga. Analisis ini harus didasarkan pada sebuah teori tujuan demokrasi yang menegaskan bahwa demokrasi bertujuan mencapai situasi tempat warga mendapatkan apa yang diinginkan atau apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik. Pencapaian tujuan itu dapat terlaksana jika lembaga-lembaga demokrasi berfungsi dengan baik, atau dengan kata lain memiliki kualitas yang baik. Dalam prakteknya, aktualisasi potensi sistem demokratis itu dapat dilihat dari kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaanpara warganya, namun dapat juga dilihat dari seberapa baik kualitas setiap lembaga demokrasi yanga ada menurut penilaian warga. Dalam pengukuran ini, cara yang kedua yang digunakan. Warga diminta untuk menilai kualitas setiap lembaga demokrasi atau komponen sistem demokratis yang ada di daerahnya. Dalam proses analisis terhadap kualitas demokrasi, penilaian warga ini menjadi data dari kategori analisis individu dari kualitas demokrasi.

Ketiga, penjelasan tentang kualitas demokrasi akhirnya harus dibuat hanya melalui dari kombinasi atau indeks informasi analisis sistem dan analisis individu.Analisis gabungan itu harus didasarkan pada teori pengukuran, khususnya hukum individualisme metodologis dan prinsip pembukuan ganda melalui pengukuran yang menggunakan multi-level dan multi-indicator. Perpaduan hasil penilaian warga terhadap komponen sistem demokratis dan kualitasnya perlu didasari oleh satu kerangka pikir yang dijamin oleh metode dan teknik pengukuran modern yang didasari hukum individualisme metodologis. Berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan alat ukur yang valid dan reliabel kini telah tersedia, seperti analisis faktor dan principal component analysis.

Dengan dasar konsep kualitas demokrasi, pengukuran terhadap demokrasi semestinya difokuskan pada keberfungsian demokrasi dalam kehidupan warga. Pengukuran demokrasi tidak efektif jika dilakukan hanya dengan mengidentifikasi keberadaan dan kelengkapan lembaga demokrasi. Keberadaan lembaga demokrasi baru indikasi dari keberadaan sistem demokratis, belum menjelaskan kualitas demokrasi. Selain itu, jika pengukuran hanya fokus pada keberadaan lembaga demokrasi maka pengukuran itu akan bias karena cenderung menguatkan pandangan rezim yang mengklaim sudah menyediakan sarana demokrasi tanpa mencermati apakah sarana itu berfungsi atau tidak. Lebih jauh lagi, pengukuran itu semestinya melibatkan warga sebagai target utama demokrasi. Warga perlu diminta penilaiannya terhadap lembaga-lembaga demokrasi yang ada.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana lembaga-lembaga demokrasi berfungsi dalam sebuah masyarakat, diperlukan analisis baik terhadap lembaga-lembaga itu, maupun terhadap bagaimana potensi-potensi yang dikandung lembaga itu diaktualisasi dalam kehidupan orang-orang di masyarakat itu. Berbagai lembaga demokrasi perlu bekerja sebagai satu kesatuan agar membentuk

7

sistem demokratis yang berfungsi menghasilkan kualitas demokrasi yang memadai. Sistem inimerupakan potensi dari kualitas demokrasi. Sistem demokratis dapat dipahami sebagai sebuah rezim yang berpotensi untuk mengantarkan para warganya kepada situasi di mana mereka mendapatkan apa yang mereka percayai sebagai yang terbaik.

Aktualita dari potensi itu dapat dikenali dari seberapa baik sistem itu bekerja bagi warga. Komponen dari kerja sistem bagi warga dapat dikenali pada perubahan-perubahan diri setiap warga, mulai dari perasaan, pikiran, tindakan, aktivitas dan interaksi hingga kebahagiaan para warga karena beberapa studi menunjukkan hubungan antara demokrasi dan komponen-komponen itu (Frey and Stutzer, 2000). Aktualita dari potensi demokrasi itu membentuk kehidupan demokratis. Istilah “kehidupan demokratis” dalam pengukuran ini digunakan untuk merujuk aktualita dari potensi yang dikandung sistem demokratis. Komponennya ada penilaian warga mengenai kualitas dari setiap lembaga atau komponen sistem demokratis. Warga perlu menilai keberadaan dan kulitas dari komponen sistem demokratis. Hasil penilaiannya menjadi komponen dari kualitas demokrasi dan bisa disebut sebagai indeks demokrasi. 3.2. Konstruk dan Langkah Pengukuran Kualitas Demokrasi Dalam pengukuran kualitas demokrasi perlu disertakan pengamatan terhadap komponen-komponen sistem demokratis dan pengamatan terhadap sejauh mana sistem itu mengantarkan warga kepada pencapaian-pencapaian tujuan yang mereka pilih. Dari sisi proses, pengukuran kualitas demokrasi adalah pengukuran keberfungsian sistem demokratis. Secara umum, keberfungsian itu dapat dikenali warga dari keberadaan dan kualitas setiap lembaga demokrasi. Tetapi untuk lebih akurat, penilaian warga perlu dilakukan terhadap unsur atau ciri yang lebih spesifik dari lembaga demokrasi. Demi kepentingan itu, setiap lembaga demokrasi perlu diurai berdasar unsur atau cirinya yang lebih dapat dikenali secara langsung oleh warga.

Dari sisi isi, pengukuran demokrasi dilakukan terhadap dimensi-dimensi demokrasi. Satu dimensi demokrasi adalah kualitas pemerintahan demokratis yang ciri-cirinya dikemukakan oleh Dahl (1971, 1984, 1985). Ciri-ciri pemerintahan demokratis adalah adanya jaminan pemerintah bagi kebebasan warga negara untuk (1) membentuk dan ikut serta dalam organisasi; (2) berekspresi atau berpendapat; (3) menjadi pejabat publik; (4) melakukan persaingan atau kontestasi di antara warga untuk mendapatkan dukungan dalam rangka memperebutkan jabatan-jabatan publik penting; (5) memberikan suara dalam pemilihan umum. Ciri lainnya adalah: (6) adanya pemilihan umum yang jujur dan adil; (7) adanya sumber-sumber informasi selain yang diberikan pemerintah; dan (8) adanya jaminan kelembagaan bahwa setiap kebijakan pemerintah tergantung pada dukungan suara dan bentuk-bentuk ekspresi keinginan lainnya, dan oleh sebab itu harus ada jaminan pemilihan umum secara periodik agar setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terbuka untuk dievaluasi dan dipertanggung jawabkan dalam pemilihan umum (Dahl 1971: 3). Keberadaan delapan ciri demokrasi dalam sebuah masyarakat merupakan komponen dari adanya sistem demokratis.

Perlu ditambahkan di sini bahwa untuk mengetahui apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik, orang-orang harus tercerahkan, setidaknya dalam derajat tertentu (Dahl, 1989). Dengan demikian, setiap warga negara harus memiliki kesempatan yang memadai dan sama untuk menemukan dan memvalidasi pilihan terhadap hal yang diputuskan sebagai tawaran terbaik bagi kepentingan warga negara.

Dalam pengukuran ini, digunakan juga penjelasan dari Gastil (1993) dan Bollen (1993) mengenai ciri-ciri pokok sistem demokratis. Dari mereka dapat dipahami bahwa ada dua dimensi demokrasi, yaitu hak-hak politik (political rights) dan kebebasan sipil (civil liberties). Pada prakteknya, hak-hak politik tampil dalam kesediaan dan kemampuan warga berpartisipasi dalam politik, serta sejauh mana persaingan yang sehat untuk menduduki jabatan publik dijamin dan berlangsung. Hak politik ada sejauh pemerintah akuntabel terhadap warga dan setiap individu leluasa untuk berpartisipasi dalam pemerintahan secara langsung atau melalui perwakilan.

8

Berdasarkan beberapa konsep demokrasi dan pengukuran-pengukuran yang sudah dilakukan terdahulu, dalam pengukuran ini digunakan tiga dimensi dari demokrasi seperti yang sudah disinggug di pendahuluan laporan ini. Tiga dimensi itu adalah (1) kualitas pemerintahan daerah; (2) partisipasi politik warga; dan (3) kebebasan sipil.

Berdasarkan beberapa konsep demokrasi dan pengkuran-pengukuran yang sudah dilakukan terdahulu, diperoleh komponen lebih rinci dari tiga dimensi kualitas demokrasi sebagai berikut: 1. Kualitas pemerintahan daerah: keberfungsian pemerintah, keterbukaan lembaga-lembaga politik, jangka waktu pemerintahan dan konsolidasi demokratis, prosedur-prosedur yang terinstitusionalisasi, persaingan dalam perekrutan eksekutif, indepedensi pimpinan eksekutif, kapasitas pembuatan keputusan pemerintahan daerah, proteksi proses demokratis dari gangguan kekuasaan ekonomi, dukungan terhadap kebebasan pers, dan struktur kelembagaan politik. 2. Partisipasi politik warga: kepercayaan terhadap pemerintah, keterlibatan dalam program-program pemerintah, partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, hak untuk memberikan suara, hak untuk memperebutkan jabatan publik, hak berkompetisi dalam merebut suara, pemilihan yang bebas dan adil, dan pembuatan kebijakan pemerintah berdasarkan suara atau pilihan publik. 3. Kebebasan sipil: keamanan warga dalam modal fisik dan modal manusia, kepercayaan pada kebebasan di masa depan, kebebasan membentuk dan ikut serta dalam organisasi, kebebasan berekspresi dan berpendapat, kebebasan menjadi pejabat publik, kebebasan melakukan persaingan atau kontestasi di antara warga untuk mendapatkan dukungan dalam rangka memperebutkan jabatan-jabatan publik penting, kebebasan memberikan suara dalam pemilihan umum, berlangsungnya pemilihan umum yang jujur dan adil, adanya sumbersumber informasi alternatif di luar yang diberikan pemerintah, serta adanya jaminan kelembagaan bahwa setiap kebijakan pemerintah tergantung pada dukungan suara dan bentuk-bentuk ekspresi keinginan lainnya.

Penilaian terhadap ketiga dimensi demokrasi ini melalui penilaian terhadap komponen-komponennya menjadi konstruk dari kualitas demokrasi dalam pengukuran ini. Indeks demokrasi dihasilkan dari perpaduan penilaian warga mengenai keberadaan ciri-ciri dari setiap dimensi tersebut dan kualitasnya masing-masing.

Tabel 1. Komponen Demokrasi Yang Menjadi Indikator Dalam Pengukuran

No. Komponen Demokrasi Yang Menjadi Indikator Dalam Pengukuran

1. Pelaksanaan Pilkada secara teratur

2. Peraturan daerah yang jelas

3. Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah

4. Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

5. Pemerintahan yang stabil

6. Kerukunan antar umat beragama

7. Pemberdayaan perempuan

8. Warga bebas berusaha memperoleh kehidupan ekonomi yang baik

9. Perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan yang sama di berbagai bidang (kesetaraan jender)

10. Media massa yang bebas

11. Pemerintahan daerah yang bekerja sesuai aturan

12. Kebebasan berorganisasi

13. Kebebasan berpendapat

14. Kebebasan memilih dalam pemilu

15. Kebebasan beragama

16. Penerapan hukum yang tidak pandang bulu

17. Para pegawai pemerintah dapat bersaing sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan

18. Warga dapat mengikuti pendidikan secara mudah dan terjangkau

19. Warga dapat mengawasi pemerintah

Secara operasional tahap-tahap pengukuran kualitas demokrasi dilakukan sebagai berikut:

9

1. Tahap 1: Pengukuran terhadap sistem demokratis menggunakan check-list lembaga atau komponen sistem demokratis. Warga diminta menilai ada atau tidaknya lembaga atau komponen sistem demokratis. Keberadaan lembaga-lembaga itu menjadi komponen dari kelengkapan sistem demokratis.

2. Tahap 2: Pengukuran terhadap kehidupan demokrasi menggunakan skala likert-like type dengan skala empat butir (4point scale). Untuk menguji reliabilitas dan validitas alat ukur ini digunakan skala pembanding untuk mengukur konstruk yang secara teoritis berkorelasi dengan skala kehidupan demokrasi, yaitu alat ukur subjective well-being.

3. Tahap 3: Pengukuran kualitas demokrasi melalui analisis terhadap interaksi antara keberadaan sistem demokratis dan penilaian warga terhadap kualitas setiap komponen sistem itu. Hasil penjumlahan penilaian itu dengan mempertimbangkan simpangan serta distribusi frekuensinya menjadi komponen dari kualitas demokrasi dan disebut indeks demokrasi dalam pengukuran ini.

4. METODE 4.1. Sampel dan Teknik Sampling Pengukuran indeks demokrasi ini dilakukan menggunakan metode survei dengan kuesionermelibatkan 2367 responden dari 30 provinsi di Indonesia. Responden diperoleh menggunakan teknik multistage random sampling (sampling error 1.98%, tingkat kepercayaan 95%). Melalui survei dengan kuesioner akan digali penilaian responden terhadap sistem dan kehidupan demokrasi. 4.2.Alat Ukur Kualitas Demokrasi Ada dua macam alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas demokrasi, satu alat ukur untuk mengukur sistem demokratis berbentuk inventorycheck-list dan satu alat ukur untuk menggali penilaian warga mengenai kualitas komponen yang ada pada sistem demokratis dengan bentuk skala likert-like typedengan skala 4 butir (4 point-scale). Kedua alat ukur ini dipapaparkan bersama-sama dalam lembar kuesioner, masing-masing terdiri atas 19 item. Item pernyataan yang tercakup dalam alat ukur ini dipilih berdasasarkan hasil uji validitas item menggunakan analisis faktor dan principal component analysis.

Berikut ini adalah contoh item alat ukur sistem demokratis.

Tabel 2. Contoh Item Alat Ukur Sistem Demokratis

Lembaga/Komponen Demokrasi Ya Tidak Tidak Tahu / Ragu-Ragu

Peraturan daerah yang jelas

Warga dapat mengadu jika ada pelanggaran hukum

Media massa yang bebas

Berikut ini adalah beberapa item alat ukur skala kehidupan demokratis yang diperoleh melalui analisis faktor.

Tabel 3. Contoh Item Alat Ukur Skala Kehidupan Demokratis

No. Item

Pernyataan Sangat Buruk

Buruk Baik Sangat Baik

Penilaian Terhadap Kualitas Pemerintahan Daerah

1 Pemerintah di daerah Bapak/Ibu/Saudara sudah bekerja sesuai dengan tugasnya

2 Aparat pemerintah di daerah Bapak/Ibu/Saudara terbuka terhadap masukan dari warga

10

Partisipasi Politik

4 Warga merasa memiliki demokrasi yang berlangsung di daerah Bapak/Ibu/Saudara

6 Warga di daerah Bapak/Ibu/Saudara dapat ikut mengawasi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya

Kebebasan Sipil

7 Perempuan di daerah Bapak/Ibu/Saudara dapat menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan

9 Daerah Bapak/Ibu/Saudara bebas dari korupsi

4.3. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan perhitungan statistik dengan teknik analisis statistik deskriptif, analisis faktor, analisis regresi,dan Anova. Analisis-analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antar tahap analisis dan antar dimensi, serta perbedaan antar kelompok Untuk melihat gambaran umum penelitian dilakukan perhitungan prosentase, rata-rata (mean) serta penyebaran usia dan jenis kelamin subyek melalui statistik deskriptif.

5. HASIL 5.1. Indeks Demokrasi Indonesia Bagaimana kualitas demokrasi Indonesia secara keseluruhan dalam penilaian warga? Pertanyaan ini dijawab dengan Indeks Demokrasi Indonesia. Pengukuran indeks demokrasi melalui survei ini menghasilkan Indeks Demokrasi dengan rentang nilai 1-100 dan kategori skor sebagai berikut:

Tabel 4. Rentang Nilai dan Kategori Skor Indeks Demokrasi

0-17 TIDAK DEMOKRATIS

18-35 SANGAT KURANG DEMOKRATIS

36-53 KURANG DEMOKRATIS

54 - 71 AGAK DEMOKRATIS

72 - 89 DEMOKRATIS

90 - 100 SANGAT DEMOKRATIS

Rata-rata Indeks Demokrasi nasional adalah 61 yang masuk dalam kategori “Agak

Demokratis”. Meski masuk dalam kategori “agak demokratis”, jika dibandingkan tujuan demokrasi dan kualitas yang diharapkan, skor indeks ini relatif rendah karena masih banyak komponen sistem demokratis atau lembaga demokrasi yang dinilai buruk. Secara umum, komponen sistem demokrasi dinilai sudah ada tetapi kualitas dari sebagai besar komponen itu dinilai buruk. Hasil ini secara umum sejalan dengan hasil survei yang dipaparkan dalam Freedom House: Countries at the Crossroads 2012, meski dalam survei kualitas demokrasi tahun 2013 ini nuansanya sedikit lebih positif. Di situ dinyatakan Indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang belum sepenuhnya menerapkan demokrasi dan disebut “masih di persimpangan jalan” antara demokrasi dan bukan demokrasi.

Berdasarkan survei kualitas demokrasi tahun 2013, semua komponen demokrasi masih dinilai rendah kualitasnya oleh warga yang menjadi responden survei ini, di antaranya media massa, pengawasan warga terhadap pemerintah, saluran pendapat dan pengaduan warga kepada pemerintah, persaingan sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan, dan kesetaraan di depan hukum. Lingkungan media massa di Indonesia berkembang dengan kepemilikan yang terbatas. Banyak pemilik media yang juga petinggi partai dan mempengaruhi media yang dimiliki dengan kepentingan politik mereka sendiri. Hingga akhir tahun 2013 belum ada mekanisme yang jelas untuk penyampaian pendapat dan pengaduan warga kepada pemerintah. Kepentingan politik perorangan dan kelompok masih mempengaruhi penempatan orang dalam jabatan publik. Praktek oligarki

11

makin jelas indikasinya. Putusan-putusan pengadilan masih mengindikasikan ada ketidak-setaraan di depan hukum, contohnya: untuk dua kasus yang relatif sama, vonisnya sangat berbeda.

Dilihat per komponen sistem demokrasi, komponen sistem demokrasibelum berfungsi optimal di Indonesia. Hasil pengukuran terhadap komponen sistem demokrasi Indonesia dan kualitasnya mengindikasikan hal ini. Kategori yang digunakan untuk mengelompokan hasil penilaian warga terhadap keberadaan dan kualitas komponen demokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Rentang Nilai dan Kategori Skor Keberadaan Komponen Sistem Demokratis

Rentang Skor Kategori

0-,99 TIDAK ADA

1-1,99 KEBERADAANYA DIRAGUKAN

2-2,99 ADA NAMUN SANGAT BURUK

3-3,99 ADA NAMUN BURUK

4-4,99 ADA DAN BAIK

5 ADA DAN SANGAT BAIK

Semua aspek demokrasi yang diukur belum masuk dalam kategori “Ada dan Baik” (Lihat Grafik

1). Kualitas tertinggi yang dicapai adalah “Ada dan Buruk”. Aspek demokrasi di bawah ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Buruk”:

Pelaksanaan Pilkada secara teratur

Kerukunan antar umat beragama

Kebebasan beragama

Kebebasan memilih dalam pemilu

Warga bebas berusaha memperoleh kehidupan ekonomi yang baik

Kebebasan berorganisasi

Kebebasan berpendapat

Kesetaraan jender

Warga dapat mengikuti pendidikan secara mudah dan terjangkau

Pemberdayaan perempuan Aspek demokrasi di bawah ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Sangat Buruk”:

Media massa yang bebas

Peraturan daerah yang jelas

Pemerintahan yang stabil

Pemerintahan daerah yang bekerja sesuai aturan

Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

Penerapan hukum yang tidak pandang bulu

Pegawai pemerintah dapat bersaing sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan

Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah

Warga dapat mengawasi pemerintah

Berdasarkan penilaian warga, keberadaan sistem demokrasi di Indonesia belum berfungsi dan belum memberikan efek yang berarti bagi warga. Kualitas demokrasi di Indonesia belum dapat membawa warga kepada pencapaian-pencapaian tujuan yang mereka pilih. Demokrasi yang berlangsung di Indonesia masih sebatas usaha untuk melengkapi komponen-komponen sistem demokrasi. Selain itu, meski prosedur tertulis untuk menjalankan sistem demokrasi sudah ada, pada pelaksanaan prosedur itu belum berfungsi efektif karena masih ada perbedaan penafsiran terhadap prosedur dan masih ada yang menyeleweng dari prosedur. Dilihat dari aspek prosedural saja pun, demokrasi di Indonesia masih belum berjalan optimal.

12

Grafik 1. Keberadaan dan Kualitas Komponen Demokrasi

5.2. Indeks Demokrasi Per Provinsi Jika Indeks Demokrasi Nasional dibandingkan dengan dengan Indeks Demokrasi yang diperoleh provinsi, terdapat 11 provinsi (37%) yang berada dibawah rata-rata ini (Tabel 3, Grafik 2 dan Grafik 3). Dilihat per wilayah (lihat Grafik 4), maka wilayah dengan rata-rata tertinggi adalah wilayah Kalimantan (71), dikuti oleh Sulawesi (69), dan Sumatera (61). Sementara Wilayah Timur (59), dan Jawa (56) berada di bawah rata-rata nasional. Provinsi paling tinggi adalah Sualwesi Selatan dengan skor 79,katergori “demokratis”. Sementara provinsi terendah adalah DKI Jakarta, dengan skor 41, kategori “kurang demokratis”.

Tabel 3. Indeks Demokrasi Per Provinsi

Indeks Demokrasi Provinsi Rata-rata

Sulawesi Selatan 79

Kalimantan Timur 78

Kalimantan Barat 76

Maluku 75

Sulawesi Utara 73

Lampung 72

Kalimantan Selatan 71

Sulawesi Tengah 69

NTB 69

Jawa Barat 68

Papua 67

Sumatera Selatan 66

Bangka Belitung 66

3,8 3,8 3,7 3,7 3,5 3,4 3,4 3,3 3,2 3,1

2,8 2,8 2,7 2,7 2,6 2,6 2,4 2,4

2,2

,0

,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

Rata-rata Nasional Batas "Ada dan Baik"

13

Sumatera Utara 65

Sumatera Barat 64

Aceh 63

Jambi 62

DI Yogyakarta 61

Kalimantan Tengah 61

Jawa Tengah 60

Sulawesi Tenggara 57

Bengkulu 55

Banten 55

Kepulauan Riau 54

Jawa Timur 51

NTT 50

Bali 49

Riau 47

Papua Barat 42

DKI Jakarta 41

INDEKS DEMOKRASI NASIONAL 61

Jika dilihat per provinsi, maka terdapat 6 provinsi (20%) yang sudah masuk ke kategori

“Demokratis”, 18 provinsi (60%) yang “cukup demokratis” dan sisanya 6 provinsi (20%) kurang demokratis. Pelaksanaan Pilkada secara teratur, kerukunan umat beragama, dan kebebasan beragama adalah komponen demokrasi yang dinilai paling konsisten dijalankan, untuk ketiganya di atas 90% responden menjawab “Ya”. Sementara komponen persaingan sehat di pemerintahan, warga mampu menyampaikan pedendapat pada pemerintah, dan pengawasan warga terhadap pemerintah adalah 3 komponen paling rendah, untuk ketiganya responden yang menjawab “Ya” di bawah 60%.

Rendahnya Indeks Demokrasi nasional, dapat dijelaskan dengan rendahnya kualitas pelaksanaan demokrasi. Secara keseluruhan, 19 komponen masih berada di bawah ambang batas kualitas “Ada dan Baik”. Pencapaian tertinggi ada di “pelaksanaan Pilkada”, “kerukunan beragama”, “kebebasan beragama”, dan “kebebasan memilih dalam pemilu keduanya semuanya dengan skor diatas 3.5, namun demikian, hal tersebut masih berada dalam kategori “Ada Namun Buruk”. Selain itu, 9 komponen demokrasi, secara rata-rata nasional masih berada dalam kategori “Ada Namun Sangat Buruk”:

Media massa yang bebas

Peraturan daerah yang jelas

Pemerintahan yang stabil

Pemerintahan daerah yang bekerja sesuai aturan

Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

Penerapan hukum yang tidak pandang bulu

Pegawai pemerintah dapat bersaing sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan

Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah

Warga dapat mengawasi pemerintah Tidak ada provinsi yang masuk dalam kategori “Ada dan Baik” untuk komponen “Penerapan

Hukum yang tidak pandang bulu” dan “Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah”. Sepertiga (10 provinsi) dari seluruh provinsi masuk dalam kategori “Keberadaanya Meragukan“ untuk komponen “warga dapat mengawasi pemerintah”. Dari 19 komponen demokrasi, hanya 5 komponenyang masuk dalam kategori “ada dan baik” di 33% atau lebih provinsi. Komponen itu adalah kerukunan umat beragama, kebebasan beragama, kebebasan memilih dalam pemilu, peraturan daerah yang jelas, dan persaingan sehat bagi para pegawai pemerintah.

14

Grafik 2. Indeks Demokrasi Provinsi

Rata-rata Nasional: 61,“Agak Demokratis”.

79 78 76 75 73 72 71 69 69 68 67 66 66 65 64 63 62 61 61 60 57 55 55 54

51 50 49 47

42 41

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Sula

wes

i Sel

atan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Mal

uku

Sula

wes

i Uta

ra

Lam

pu

ng

Kal

iman

tan

Sel

atan

Sula

wes

i Ten

gah

NTB

Jaw

a B

arat

Pap

ua

Sum

ater

a Se

lata

n

Ban

gka

Bel

itu

ng

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ace

h

Jam

bi

DI Y

ogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Ten

gah

Jaw

a Te

nga

h

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Ben

gku

lu

Ban

ten

Kep

ula

uan

Ria

u

Jaw

a Ti

mu

r

NT

T

Bal

i

Ria

u

Pap

ua

Bar

at

DK

I Jak

arta

DIATAS RATA-RATA NASIONAL DIBAWAH RATA-RATA NASIONAL RATA-RATA NASIONAL

15

Grafik 3. Proporsi Indeks Demokrasi Provinsi yang Berada di Atas dan di Bawah

Rata-rata Indeks Demokrasi Nasional

11 Provinsi (37%) berada dibawah rata-rata nasional.

19 Provinsi (63%) diatas rata-rata nasional.

63%

37%

DIATAS RATA-RATA DIBAWAH RATA-RATA

16

Grafik 4. Perbandingan Indeks Demokrasi Wilayah di Indonesia

Jawa

Indonesia Bagian Timur

Sumatera

Sulawesi

Kalimantan

Banten DI Yogyakarta

DKI Jakarta Jawa Barat

Jawa Tengah Jawa Timur

Bali Maluku

NTB NTT

Papua Papua Barat

Aceh Kepulauan Riau Bangka Belitung

Lampung Bengkulu

Riau Jambi

Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara

Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara

Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

Kawasan dengan rata-rata Indeks Demokrasi tertinggi adalah Kalimantan.

Kawasan Indonesia Bagian Timur dan Jawa berada di bawah rata-rata Indeks Demokrasi Nasional: 61.

56 59 61

69 71

JAWA TIMUR SUMATERA SULAWESI KALIMANTAN

Rata-rata Indeks Demokrasi

17

5.3. Kualitas Demokrasi Per Provinsi Hasil survei ini mengindikasikan bahwa menurut warga kebanyakan provinsi di Indonesia belum demokratis. Hanya 6 provinsi yang masuk dalam kategori demokratis (Lihat Grafik 5). Sebanyak 18 provinsi (60%) masuk dalam kategori cukup demokratis dan 6 provinsi (20%) masuk dalam kategori kurang demokratis.Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan demokrasi dengan kualitas yang memadai belum berlangsung di Indonesia. Situasi ini dapat dipahami sebagai belum adanya standar dan prosedur yang jelas mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ini juga mengindikasikan belum dijalankannya peraturan yang terkait dengan pelaksanaan demokrasi. Grafik 5. Distribusi Indeks DemokrasiProvinsi Berdasarkan Kategori Kualitas Demokrasi

51 50 49 47 42 41

71 69 69 68 67 66 66 65 64 63 62 61 61 60 57 55 55 54

79 78 76 75 73 72

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

36-53 54 - 71 72 - 89 RATA-RATA

18

Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori demokratis (Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Lampung). Sebesar 60% provinsi masuk dalam kategori cukup demokratis (Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, NTB, Jawa Barat, Papua, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Jambi, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Banten, Kepulauan Riau).Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori kurang demokratis (Jawa Timur, NTT, Bali, Riau, Papua Barat, DKI Jakarta). Pelaksanaan Pilkada secara teratur, kerukunan umat beragama, dan kebebasan beragama adalah aspek paling tinggi berada di atas 90% responden menjawab ya. Persaingan sehat di pemerintahan, warga mampu menyampaikan pedendapat pada pemerintah, dan pengawasan warga terhadap pemerintah adalah 3 aspek paling rendah, ketiganya berada di bawah 60%.

Dalam penilaian warganya, DKI Jakarta menempati peringkat terendah untuk kualitas demokrasi. Hampir di semua komponen sistem demokrasi, DKI Jakarta dinilai rendah. Dalam dimensi pemerintahan yang kuat, DKI Jakarta dinilai sangat buruk, di antaranyaperaturan daerah yang tidak jelas, pemerintahan yang dinilai tidak stabil dan belum bekerja sesuai aturan, serta warga tidak dapat mengadu kepada pemerintah jika ada keluhan atau masalah. Dalam dimensi kebebasan sipil pun warga memberikan nilai sangat buruk.Kerukunan antar umat beragama dinilai masih belum berlangsung baik sebab masih banyak kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama tertentu memaksakan kemauan mereka bahkan dengan menggunakan kekerasan. Kebebasan beragama pun dinilai buruk. Kurangnya pemberdayaan perempuan, belum terjaminnya kebebasan memperoleh kehidupan yang layak, media massa yang tak bebas karena dimiliki oleh para politikus dan pejabat, rendahnya kebebasan berorganisasi dan berpendapat, serta belum berlangsungnya persaingan sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan berperan dalam rendahnya kualitas demokrasi di DKI Jakarta. Hal yang kurang-lebih serupa juga terjadi pada lima provinsi lain yang tergolong “kurang demokratis” (Papua Barat, Riau, Bali, NTT, dan Jawa Timur).

Dari hasil survei ini diperoleh indikasi bahwa demokrasi di Indonesia belum berfungsi optimal di seluruh Indonesia. Komponen-komponen yang sudah ada masih memiliki kualitas sangat buruk dan buruk. Bahkan di beberapa provinsi beberapa komponen dinilai belum ada oleh warga. Di tataran sistem demokratis pun masih ada komponen yang belum lengkap. Ini menjelaskan mengapa kehidupan demokratis belum berlangsung baik di Indonesia. Warga belum menerima dan merasakan dampak dari sistem demokratis karena kualitas komponen-komponennya masih buruk dan sangat buruk. Bahkan di beberapa wilayah beberapa komponen dinilai belum ada oleh warga.

Grafik 6. Proporsi Kategori Kualitas Demokrasi di Seluruh Provinsi

20% 60%

20%

Agak Demokratis Demokratis

Kurang Demokratis

19

Berdasarkan perhitungan proporsi keberadaan komponen demokrasi di tingkat nasional, masih ada penilaian yang menyatakan bahwa komponen tertentu dari sistem demokrasi belum ada (lihat Grafik 7). Ada juga warga yang tidak tahu apakah komponen tertentu ada atau tidak ada di daerahnya. Ini mengindikasikan bahwa belum semua warga mempunyai perhatian dan pemahaman mengenai demokrasi.Ada indikasi belum semua warga tercerahkan sehingga belum semua warga mengetahui dan dapat menentukan apa yang terbaik untuk mereka. Padahal, untuk mengetahui apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik, orang-orang harus tercerahkan, setidaknya dalam derajat tertentu. Dengan demikian, setiap warga harus memiliki kesempatan yang memadai dan sama untuk menemukan dan memvalidasi pilihan terhadap hal yang diputuskan sebagai tawaran terbaik bagi kepentingan warga. Dari hasil ini diperoleh indikasi kuat bahwa setiap warga harus memiliki kesempatan yang memadai dan sama dalam hal ini.

20

Grafik 7. Proporsi Keberadaan Komponen-Komponen Demokrasi

92% 91% 91% 89% 85% 83% 83% 81% 77% 73%

68% 68% 65% 65% 64% 62% 58% 57% 54%

5% 5% 6% 7% 10% 10% 11% 13% 16%

16% 19% 20%

20% 22% 23% 23% 26% 27% 31%

3% 4% 3% 4% 5% 7% 6% 6% 7% 11% 13% 12% 14% 13% 13% 16% 16% 16% 15%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

YA TIDAK TIDAK TAHU

21

Grafik 8. Rincian Kualitas Pelaksanaan Komponen Demokrasi Per Provinsi

Grafik 8A

Grafik 8B

4,2 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,8 3,8 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,6 3,6 3,4 3,2 3,2 2,9 2,9 2,7 2,5

Pelaksanaan Pilkada Secara Teratur

4,0 4,0 3,9 3,6 3,5 3,5 3,4 3,4 3,4 3,4 3,2 3,0 3,0 3,0 2,9 2,9 2,8 2,8 2,8 2,8 2,7 2,6 2,6 2,6 2,4 2,3 2,1 2,0

1,7 1,5 1,5

Peraturan Daerah yang Jelas

22

Grafik 8C

Grafik 8D

3,9 3,6 3,5 3,5

3,2 3,2 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 3,0 2,9 2,6 2,5 2,5 2,4 2,4 2,3 2,2 2,2 2,2 2,1 2,0 1,9 1,7

1,4 1,3 1,3 1,2 1,1

Warga Dapat Menyampaikan Pendapatnya Kepada Pemerintah

4,0 3,9 3,6 3,6 3,5 3,5 3,4 3,3 3,2 3,1 3,0 3,0 2,8 2,8 2,6 2,6 2,6 2,6 2,5 2,4 2,4 2,3 2,3 2,2 2,1 2,0 1,8 1,6 1,6 1,5 1,3

Warga Dapat Mengadu Jika Ada Keluhan Atau masalah

Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

23

Grafik 8E

Grafik 8F

4,0 3,7 3,7 3,7 3,6 3,5 3,5 3,4 3,3 3,3 3,2 3,1 3,0 2,9 2,9 2,8 2,8 2,7

2,5 2,5 2,5 2,3 2,3 2,2 2,2 2,1 1,9 1,8 1,7 1,6 1,4

Pemerintahan Yang Stabil

4,4 4,4 4,3 4,3 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,8 3,8 3,6 3,6 3,5 3,5 3,3 3,3 3,2 3,2 2,5

Kerukunan Antar Umat Beragama

24

Grafik 8G

Grafik 8H

4,2 4,1 4,0 4,0 3,8 3,8 3,7 3,6 3,6 3,6 3,5 3,5 3,4 3,4 3,3 3,2 3,2 3,1 3,1 3,0 3,0 2,9 2,9 2,7 2,7 2,5 2,4 2,2

2,0 1,8 1,8

Pemberdayaan Perempuan

4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,8 3,7 3,7 3,6 3,6 3,5 3,4 3,4 3,3 3,2 3,1 3,1 3,0 2,8 2,5 2,5 2,4 2,3

Warga Bebas Berusaha Memperoleh Kehidupan Ekonomi Yang Baik

25

Grafik 8I

Grafik 8J

4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,8 3,8 3,8 3,8 3,7 3,6 3,6 3,6 3,5 3,5 3,4 3,3 3,3 3,1 3,1 2,9 2,8 2,5 2,5 2,4 2,4 2,4

2,0

Kesetaraan Gender

4,0 4,0 3,9 3,8 3,8 3,6 3,6 3,5 3,5 3,5 3,4 3,3 3,2 3,1 3,1 3,0 3,0 2,8 2,8 2,7 2,5 2,5 2,3 2,3 2,3 2,3 2,2 2,1 2,0 1,6

,8

Media Massa Yang Bebas

26

Grafik 8K

Grafik 8L

4,0 4,0 4,0 3,7 3,5 3,5 3,5 3,4 3,4 3,2

3,0 2,9 2,9 2,8 2,8 2,7 2,7 2,6 2,6 2,5 2,2 2,1 2,0 2,0 2,0 1,9 1,8

1,5 1,5 1,4 1,3

Pemerintahan Daerah Yang Bekerja Sesuai Aturan

4,2 4,2 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,8 3,8 3,8 3,7 3,7 3,6 3,5 3,4 3,4 3,3 3,2 2,8 2,8 2,7 2,6 2,5 2,4 2,3 2,2

Kebebasan Berorganisasi

27

Grafik 8M

Grafik 8N

4,3 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,8 3,8 3,8 3,7 3,7 3,6 3,6 3,5 3,5 3,4 3,4 3,4 3,4 3,1 3,1 2,9 2,7 2,6 2,4 2,4

1,9

Kebebasan Berpendapat

4,5 4,2 4,2 4,2 4,2 4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,8 3,8 3,7 3,7 3,7 3,6 3,5 3,5 3,3 3,3 3,3 3,3

2,7 2,7 2,5

Kebebasan Memilih Dalam Pemilu

28

Grafik 8O

Grafik 8P

4,5 4,3 4,3 4,3 4,3 4,2 4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,9 3,8 3,8 3,8 3,8 3,8 3,7 3,6 3,5 3,4 3,4 3,3 3,2 3,1 2,6

Kebebasan Beragama

3,9 3,9 3,7 3,5 3,4 3,3 3,2 3,2 3,2 3,1 3,0 3,0 2,9 2,8 2,6 2,5 2,4 2,3 2,3 2,3 2,2 2,2 2,0 2,0 1,9 1,7 1,7 1,5 1,3 1,3 1,3

Penerapan Hukum Yang Tidak Pandang Bulu

29

Grafik 8Q

Grafik 8R

3,9 3,8 3,7 3,4 3,3 3,1 3,1 3,0 3,0 3,0 3,0 2,9 2,7 2,7 2,6 2,6 2,4 2,2 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7 1,5 1,5 1,5 1,4 1,3 1,3 1,2 1,2

Para Pegawai Pemerintah Dapat Bersaing Sehat Untuk Menduduki Jabatan di Pemerintahan

4,0 4,0 4,0 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,7 3,6 3,6 3,6 3,5 3,4 3,3 3,3 3,3 3,2 3,1 3,1 3,0

2,4 2,3 2,3 2,3 2,1 2,0 1,8 1,6 1,6

Warga Dapat Mengikuti Pendidikan Secara Mudah dan Terjangkau

30

Grafik 8S

4,0 3,7

3,5 3,2 3,2 3,1 3,0 2,9 2,8 2,8 2,6 2,5 2,5 2,5 2,5 2,4 2,3 2,2

2,0 2,0 1,9 1,9 1,8 1,8 1,6 1,6 1,6 1,3

1,1 1,1

,3

Warga Dapat Mengawasi Pemerintah

31

6. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap hasil pengukuran kualitas demokrasi ini diperoleh kesimpulan-kesimpulan berikut: 1. Indeks Demokrasi Nasional Indonesia adalah 61, masuk dalam kategori “Agak Demokratis”. Skor

indeks ini relatif rendah karena masih banyak komponen sistem demokratis atau lembaga demokrasi yang dinilai buruk atau sangat buruk. Secara umum, komponen sistem demokrasi dinilai sudah ada tetapi kualitas dari sebagai besar komponen itu dinilai buruk atau sangat buruk.

2. Dilihat per komponen sistem demokrasi, komponen sistem demokrasi belum berfungsi optimal di Indonesia. Hasil pengukuran terhadap komponen sistem demokrasi Indonesia dan kualitasnya mengindikasikan hal ini. Kategori yang digunakan untuk mengelompokan hasil penilaian warga terhadap keberadaan dan kualitas komponen demokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut.

3. Semua komponen demokrasi yang diukur belum masuk dalam kategori “Ada dan Baik”. Kualitas

tertinggi yang dicapai adalah “Ada dan Buruk”. Komponen demokrasi berikut ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Buruk”:

Pelaksanaan Pilkada secara teratur

Kerukunan antar umat beragama

Kebebasan beragama

Kebebasan memilih dalam pemilu

Warga bebas berusaha memperoleh kehidupan ekonomi yang baik

Kebebasan berorganisasi

Kebebasan berpendapat

Kesetaraan jender

Warga dapat mengikuti pendidikan secara mudah dan terjangkau

Pemberdayaan perempuan Komponen demokrasi berikut ini secara rata-rata nasional masuk dalam kategori “Ada dan Sangat Buruk”:

Media massa yang bebas

Peraturan daerah yang jelas

Pemerintahan yang stabil

Pemerintahan daerah yang bekerja sesuai aturan

Warga dapat mengadu jika ada keluhan atau masalah

Penerapan hukum yang tidak pandang bulu

Pegawai pemerintah dapat bersaing sehat untuk menduduki jabatan di pemerintahan

Warga dapat menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah

Warga dapat mengawasi pemerintah

4. Berdasarkan penilaian warga, keberadaan sistem demokrasi di Indonesia belum berfungsi dan belum memberikan efek yang berarti bagi warga. Kualitas demokrasi di Indonesia belum dapat membawa warga kepada pencapaian-pencapaian tujuan yang mereka pilih. Demokrasi yang berlangsung di Indonesia masih sebatas usaha untuk melengkapi komponen-komponen sistem demokrasi. Dilihat dari aspek prosedural pun, demokrasi di Indonesia masih belum berjalan optimal.

32

5. Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori demokratis (Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur,

Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Lampung). Sebesar 60% provinsi masuk dalam kategori cukup demokratis (Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, NTB, Jawa Barat, Papua, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Jambi, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Banten, Kepulauan Riau). Sebesar 20% provinsi masuk dalam kategori kurang demokratis (Jawa Timur, NTT, Bali, Riau, Papua Barat, DKI Jakarta).

6. Secara umum, keberadaan dan kualitas komponen sistem demokratis yang dinilai paling tinggi oleh

warga adalah pelaksanaan pilkada secara teratur, kerukunan umat beragama, dan kebebasan beragama.

7. Secara umum, keberadaan dan kualitas komponen sistem demokratis yang dinilai paling rendah

oleh warga adalah persaingan sehat di pemerintahan, warga mampu menyampaikan pendapat pada pemerintah, dan pengawasan warga terhadap pemerintah.

8. Ada indikasi kuat bahwa belum semua warga tercerahkan sehingga belum semua warga

mengetahui dan dapat menentukan apa yang terbaik untuk mereka. Ini menghambat keberlangsungan demokrasi secara optimal di Indonesia karena untuk mengetahui apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik, orang-orang harus tercerahkan, setidaknya dalam derajat tertentu. Keadaan ini mengindikasikan bahwa belum setiap warga memiliki kesempatan yang memadai dan sama untuk menemukan dan memvalidasi pilihan terhadap hal yang diputuskan sebagai tawaran terbaik bagi kepentingan warga.

Jakarta, Mei 2014 Bagus Takwin (LPPsi UI) Alfindra Primaldhi (LPPsi UI) Daniel Hutagalung (P2D)

33

DAFTAR PUSTAKA Bollen, Kenneth A. (1993). “Political Democracy: Conceptual and Measurement Traps” dalam Alex

Inkelas (Ed), On Measuring Democracy. New Brunswick: Transaction Publisher. Dahl, Robert A. (1971), Polyarchy, Participation and Opposition. New Haven: Yale University Press. Dahl, Robert A. (1984). “Polyarchy, Pluralism, and Scale” dalam Scandinavian Political Studies, 7 (4). Dahl, Robert A. (1985). A Preface to Economic Democracy. Berkeley: University of California Press. Dahl, Robert A. (1989). Democracy and Its Critics (New Haven: Yale University Press. Frey, Bruno S. and Alois Stutzer (2000). “Happiness, Economy and Institutions.” The Economic Journal,

110 (466) (October): 918-938. Gastill, Raymond Duncan (1993) “Comparative Survey of Freedom: Experiences and Suggestions.” Dalam

Alex Inkeles (Ed), On Measuring Democracy. New Brunswick: Transaction Publisher. Lijphart, Arend. (1977). Democracy in Plural Societies: A Comparative Exploration. New Haven: Yale

University Press. Lijphart, Arend. (2008). Thinking About Democracy: Power Sharing and Majority Rule in Theory and

Practice. London: Routledge. Ringen, Stein (2010/2011). “The Measurement of Democracy: Towards a New Paradigm”. Symposium:

Measuring Democracy. New York: Springer.