reformasi di persimpangan jalan
TRANSCRIPT
TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIAPAPER
“REFORMASI DI PERSIMPANGAN JALAN”
Disusun oleh:
Anita Widyastuti (12/330794/EK/18969)
Astri Meida Wardanie (12/331315/EK/18999)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc.
Fakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada
2013
Reformasi di Persimpangan JalanMengkaji Ulang Reformasi
Selama masa pemerintahan di Indonesia, reformasi
memiliki sebutan di setiap pemerintahan. Pada masa
penjajaan dan Orde Lama, disebut dengan revolusi. Pada masa
Orde Baru dijabarkan sebagai tahap-tahap pembangunan.
Sedangkan pada masa Soeharto, reformasi diartikan sebagai
perombakan tatananl lama yang otoriter, korup, dan timpang,
menuju tatanan baru yang lebih demokratik, pro-rakyat, dan
berkeadilan.
Kebijakan-kebijakan pada tiap masa pemerintahan:
1. Masa Soekarno
Soekarno pada masa ini berorintasi ke dalam (inward
looking) dalam pengembangan strategi industry. Pemerintah
pada masa itu memfokuskan diri pada BUMN (Baan Usaha
Milik Negara) yang bergerak pada sektor manufaktur.
Namun pada periode ini terjadi ketidakstabilan politik,
deficit anggaran, inflasi yang melonjak karena terlalu
kuatnya campur tangan dari pemerintah sehingga industry
nasional tidak dapat berkembang dengan baik.
2. Masa Soeharto
Gambar 1.1 Perkembangan Kebijakan Industri Nasional
Pada periode ini, kebijakan yang paling terkenal adalah
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang
menitikberatkan pada :
Industri yang menghasilkan devisa dengan cara
memproduksi barang subtitusi Impor,
Industry yang memproses bahan mentah dalam negeri
dalam jumlah yang besar,
Industry padat karya,
Perusahaaan negara untuk tujuan strategis dan
politis.
Hingga pada tahun 1997 mulailah terjadi krisis ekonomi
yang menyebabkan gejolak di berbagai sektor termasuk
sektor industry.
3. Pasca Presiden Soeharto
Perkembangan Kebijakan IndustriNasional (1967 – 2009)
Sumber : kuncoro (2009)
Pada tahun 1998 oleh Presiden Habibie (pengganti
Soeharto) kebijakan industry berubah menjadi periode
pemulihan krisis. Sebagai awal dari rentetan kebijakan
yang dimaksudan untuk memperbaiki dan memulihkan keadaan
perekonomian nasional pasca krisis.
4. Masa Abdurrahman Wahid dan Megawati
Kebijakan yang diterapkan masih berkaitan dengan
pemulihan perekonomian yaitu revitalisasi, konsolidasi,
dan restrukturisasi industry, serta muali menerapkan
pendekatan kluster.
5. Masa Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla
Visi kebijakan industry yang dijalankan oleh pasangan
SBY-JK adalah “pada tahun 2020 Indonesia menjadi negara
industry baru”. Kebijakan ini dijalankan dalam dua
sasaran kualitatif, yaitu jangka menengah (2004-2009) dan
jangka panjang (2010-2020). Pada masa pemerintahan SBY-
JK ini, focus kebijakan masih sama dengan masa
pemrintahan sebelumnya yaitu pengembangan dan pemulihan
indutri pasca krisis.
Saat itu SBy-JK juga menjelaskan tentang strategi yang
mereka miliki yaitu tripple strategy yang isinya adlah sebagai
berikut
– Mencapai pertumbuhan 6,5% per tahun
– Menggerakkan kembali sektor riil
– Revitalisasi pertanian dan perekonomian perdesaaan
6. Masa Susilo Bambang Yudhoyono – Boediono
SBY – Boe memiliki visi utama yaitu “Terwujudnya
Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan” .
Dengan misi sebagai berikut
– Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera
– Memperkuat pilar-pilar demokrasi
– Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang
Pada masa SBY – Boediono orientasi yang dituju masih
inward & outward looking.
Dinamika Lingkungan Bisnis di Indonesia
Gambar 1.2 Sektor Riil dalam Dinamika Perekonomian Indonesia
Gambar 1.2 menjelaskan dinamika sektor riil yang
dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal.
Lingkungan internal perekonomian Indonesia bisa dibilang
masih sangat lemah. Struktur perekonomian Indonesia
masih rentan terhadap berbagai macam gejolak.
Lingkungan internal lain yang masih harus diperhatkan
adalah ketimpangan antar daerah yang semakin melebar.
Pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia tidak
dibarengi dengan pembangunan yang merata di seluruh
Indonesia terutama penduduk yang berada di daerah-daerah
terpencil. Selama ini aktivitas dan pembangunan ekonomi
hanya terjadi di kawasan Barat Indonesia yang meliputi
Jawa, Bali, Sumatra. Sedangkan Kawasan Timur Indonesia
Sektor RiilLingkungan InternalStruktur perekonomian yang rentak gejolakKetimpangan antar golongan pendapatan meningkatKetimpangan antar daerah meningkatKeamanan energi dan panganBencana alamOtonomi DaerahKebijakan FiskalKebijakan Moneter dan PerbankanKebijakan SektoralLingkungan EksternalVoltalitas Harga MinyakPerilaku Kurs ValasKrisis dn Resesi GlobalAEC 2015KEBANGKITAN EKONOMI INDONESIA 2030Sektor Riil Dalam DinamikaPerekonomian Indonesia
Sumber : kuncoro (2009)
hanya mendapat sisa dari kue pembangunan di Kawasan
Barat.
Tabel 1.1. 10 Provinsi dengan Jumlah Penduduk Terbanyak
Selain lingkungan internal, lingkungan eksternal juga
banyak mempengaruhi sektor riil di Indonesia. Volatilitas
harga minyak merupakan salah satu factor yang mempengaruhi
perekonomian Indonesia. Seperti yang diketahui, Indonesia
telah menjadi net importer yang otomatis sangat terpengaruh
10 Provinsi dengan JumlahPenduduk Terbanyak
Sumber : BPS
Provinsi 2000 2010
Jawa Barat 35.729.537 43.053.732
Jawa Timur 34.783.640 37.476.757
Jawa Tengah 31.228.940 32.382.657
Sumatera Utara 11.649.655 12.982.204
DKI Jakarta 8.389.443 9.607.787
Banten 8.098.780 10.632.166
Sulawesi
Selatan8.059.627 8.034.776
Sumatera
Selatan6.899.675 7.450.394
Lampung 6.741.439 7.608.405
Riau 4.957.627 5.538.367
INDONESIA 206.264.595 237.641.326
terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Ditambah lagi
konsumsi minyak di Indonesia yang setiap tahunnya semakin
meningkat juga menjadi salah satu factor mengapa harga
minyak dunia akan sangat mempengaruhi sektor riil di
Indonesia.
Lingkungan eksternal yang lain adalah perilaku kurs
valas. Pada tahun 1998 sempat terjadi krisis yang benar-
benar memporakporandakan Indonesia di berbagai sektor.
Hilangnya kepercayaaan, pelarian modal, merosotnya nilai
tukar akhirnya memunculkan suatu lingkaran setan yang tidak
kunjung usai.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah ancaman
krisis dan resesi global serta pendeklarasian Asean
Economics Community 2015. Yang perlu dipertanyakan adalah
apakah Indonesia siap bersaing dengan negara-negara Asean
dengan keadaan ekonomi dan social yang bisa dibilang masih
belum stabil.
Pro-Poor, Pro-Job, Pro-Growth
Gambar 1.3. Bagan Kerja Pemerintahan SBY
Gambar 1.3 menjelaskan bagaimana bagan kerja dari
pemerintahan SBY. Pada awal pemerintahan SBY-JK telah
disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Namun RPJMN tersebut mendapat kritik dari Tim
Indonesia Bangkit (2006), RPJMN ini dianggap tidak sesuai
dengan yang semestinya. RPJMN ini dituding tidak memiliki
strategi dan kebijakan untuk mencapai visi dan dianggap
suatu kegagalan pemerintah dalam perencanaan pembangunan.
Kendati demikian, setelah resmi dipilih oleh rakyat,
SBY menjabarkan tentang Concern.nya tentang kepedulian untuk
mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang disebut new deal.
New deal ini tertuang dalam triple track strategy, yang isinya :
pro-poor, pro-job, pro-growth.
Selain itu pada saat Pidato Kenegaraan dan Keterangan
Pemerintah atas RAPBN dan Nota Keuangan Tahun 2009, SBY
Bagan Kerja Pemerintahan SBY
Sumber : Kuncoro(2013)
juga menjelaskan tentang focus dan arah kebijakan pemerintah
yang meliputi ;
Strategi yang dijalankan adalah strategi pertumbuhan
disertai pemerataan “growth with equity”,
Produksi beras nasional lebih tinggi daripada konsumsi
beras dan Indonesia mencapai swasembada beras,
Tema pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2009 adlah “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan
Pengurangan Kemiskinan”.
Yang perlu dipertanyakan sekarang adalah bagaimana
implementasi dari triple track strategy dan tiga agenda utama
kebijakan pemerintahan SBY 2004 - 2013 ? Akan kita bahas
lebih lanjut.
Pencapaian RPJMN tahun 2004 - 2013
1. Kinerja Ekonomi dan Sosial
Grafik 1.1. Indikator Ekonomi dan Sosial tahun 2004 -
2009
Tahun 2004-2013 dapat dikatakan indicator-indikator
diatas cukup stabil. Walaupun sempat terjadi gejolak
pada tahun 2008 dan 2009 untuk indicator inflasi yang
sempat melonjak tinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar
Sumber : Kuncoro (2009),BPS (2013)
2004
2006
2008
2010
2012
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Indikator Ekonomi dan Sosial tahun
2004 - 2013 total pengangguranpenduduk miskininflasipertumbuhan
pers
enta
se
11,06% dan turun drastis pada tahun 2009 (2,78%).
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi juga sempat mengalami
penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2009, pada
tahun 2008 pertumbuhannya 6,01% dan pada tahun 2009
menjadi 4,63%. Untuk dua indicator lain seperti tingkat
kemiskinan dan pengangguran dapat dibilang cukup stabil
dan semakin membaik karena persentasenya semakin kecil
setiap tahunnya.
Tingkat kemiskinan pada tahun 2004 sebesar 16,70% dan
pada tahun 2013 hanya sebesar 11,37%. Sedangkan untuk
tingkat pengangguran pada tahun 2004 berada pada angka
9,90% dan pada tahun 2013 turun menjadi 6,25%. Namun
turunnya persentase tersebut mash jauh dari target yang
ingin dicapai oleh pemerintahan SBY.
Grafik 1.2. Jumlah Pengangguran di Indonesia tahun 2004 -
2013
Dapat dilihat pada grafik 1.2 bahwa jumlah angkatan
kerja semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2004
Sumber : Kuncoro (2009),BPS (2013)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
0.0020.0040.0060.0080.00100.00120.00140.00
Jumlah Pengangguran di Indonesia tahun 2004 - 2013
Angkatan Kerja Bekerja Penganggur
juta
orang
jumlah angkatan kerja 104,00 juta jiwa dan terus
meningkat setiap tahunnya 105,90 juta jiwa (2005), 106,40
juta jiwa (20060 hingga mencapai 118,19 juta jiwa pada
tahun 2013. Dari peningkatan angkatan kerja terlihat
bahwa jumlah penduduk yang bekerja juga meningkat
mengikuti peningkatan jumlah angkatan kerja. Namun
jumlah penganggur semakin menurun setiap tahunnya seperti
pada tahun 2004 dengan jumlah angkatan kerja 104,00 juta
jiwa jumlah penganggur sebesar 10,30 juta jiwa ,terus
menurun hingga pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja
118,19 juta jiwa jumlah penganggur hanya sebesar 7,39juta
jiwa. Berikut tabel yang menunjukkan tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2004 – 2013.
Grafik 1.3. Tingkat Pengangguran Terbuka tahun 2004 - 2013
Dari grafik 1.3 dapat dilihat bahwa tingkat
pengangguran terbuka setiap tahunnya menurun dari tahun
2004 (9,90%) meningkat menjadi 11,20% pada tahun 2005
dan kembali turun pada tahun 2006 (10,20%) dan terus
turun hingga menyentuh angka 6,25% pada tahun 2013.
Sumber : Kuncoro (2009),BPS (2013)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20130.002.004.006.008.0010.0012.00
Tingkat Pengangguran Terbuka (2004-2013)
Pers
enta
se
Trend ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan
dan cukup baik namun tetap belum mencapai target yang
tertera pada RPJMN hingga 2010.
Tabel 1.2. Ringkasan RPJMN tahun 2004 - 2013
2004 - 2009 2010 - 2013No.
Sasaran Hasil Tercapai/Belum
Sasaran Hasil Tercapai/ Belum
1. Pertumbuhan
ekonomisebesar
7,6% padatahun2009.
Pertumbuhan
ekonomitercatatmeningkatcukup
signifikan dari 5%
padatahun2004
menjadi6,3% padaakhirtahun2007.
Belumtercapaikarena
pertumbuhan
ekonomiper tahunselama
2005-2008sebesar5,9% danpadatahun2009
diproyeksikanhanya
mencapai4,5 –5,5%.
Pertumbuhan
ekonomisebesar6,7-7,4%
padatahun2013.
Pertumbuhan
ekonomitercatatmeningka
tmencpai6,49%padatahun2011.Namunterus
menurunhingga
menyentuh angka5,62%tahun2013.
Belumtercapaikarena
pertumbuhan
ekonomipertahunselama2010-2013tidakpernah
mencapaitargetkecuali2011
2. Mengurangi angkapengangguranterbukamenjadi5,1% padatahun
Jumlahpengangguranterbukamenurunsecarasignifikan, yaitu
Belumtercapaikarenameskimenurun,pengangguran masih9,1% pada
Pengangguranterbukaberkurangmenjadi5-6%
Jumlahpengangguranterbukamenurunsecarasignifikan,
Belumtercapaikarenameskimenurun,pengangguranmasih
Ringkasan RPJMN tahun 2004-2013
2009. dari11,2%padatahun2005menjadi9,1% padatahun2007.Selainitu,jumlahlapanganpekerjaanmeningkatsebesar 6juta.
tahun2007,masihjauh daritarget5,1% ditahun2009.
yaitu7,14%tahun2010mencapai6,14%tahun2012
sebesar6,25%padatahun2013
3. Menurunkan angkakemiskinan menjadi8,2% padatahun2009
Angkakemiskinanmeningkatmenjadi17,8tahun2006 dan16,6%padatahun2007 darisebesar16% padatahun2005
Belumtercapaikarenakemiskinan masih15,4%padatahun2008,masihjauh daritarget8,2%tahun2009
Menurunkan angkakemiskinan menjadi9,5%-10,5%padatahun2013
Angkakemiskinanmengalamipenurunan yangcukupsignifikan,13,33%tahun2010menjadi11,37%tahun2013
Belumtercapaikarenakemiskinan masihjauhdaritargetyaitusebesar9,5%10,5% padatahun2013
Dilihat dari keseluruhan data yang telah dibahas ,dapat
disimpulkan dari RPJMN 2004 dan 2010 yang mencakup pro-
Sumber : Kuncoro (2009), Perpres No.5 tahun 2010
poor, pro-job, pro-growth mayoritas belum tercapai secara
maksimal.
Menuju Indonesia Lebih Baik (bingung meh dikei subtitle opo)
Selain factor-faktor yang berhubungan dengan triple
track strategy, masih ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah Indonesia, antara lain
1. Pembangunan Ekonomi yang kurang merata
Dapat dilihat pada grafik 1.1 bahwa pertumbuhan
ekonomi memang terus mengalami peningkatan dari tahun
2004-2009, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
pertumbuhan yang terus meningkat itu tidak dibarengi
dengan pembangunan ekonomi yang merata. Pembangunan
banyak dilakukan di provinsi-provinsi utama di kawasn
barat Indonesia sedangkan kawasan timur hanya
mendapatkan serpihan-serpihan kecil dari pembangunan.
Hal tersebut merupakan salah saatu PR besar
pemerintah bagaimana agar tidak terjadi ketimpangan
antar daerah dan pembangunan ekonomi dapat dilakukan
secara merata di seluruh Indonesia.
Tabel 1.3. Koefisien Variasi Tingkat Kemiskinan Tiap Provinsi di Indonesia
Aceh
Sumatera BaratJambi
Bengkulu
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Jawa TimurBali
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Maluku UtaraPapua
0.000.150.300.45
Koefisien Variasi
CV
Provinsi
Pers
entase
Terlihat pada tabel 1.3 bahwa tingkat kemiskinan
terbesar ada di Papua (30,66%) dan terendah ada di DKI
Jakarta (3,70%). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
ketimpangan yang sangat signifikan antara provinsi di
kawasan barat dan provinsi-provinsi di kawasan timur
sehingga banyak terjadi kemiskinan di kawasan Indonesia
Timur.
Selain ketimpangan tingkat kemiskinan, juga terjadi
kesenjangan pendapatan antara penduduk miskin dan
penduduk kaya di Indonesia. Walaupun tingkat penduduk
miskin semakin berkurang seperti yang dapat dilihat pada
grafik 1.3, namun tidak berarti rasio gini akan semakin
kecil, seperti yang ada pada tabel 1.4 berikut.
Tabel 1.4. Indeks Gini Ratio (2004 -2013)Indeks Gini Ratio (2004-2012)
Society
GroupSBY – JK SBY - BOEDIONO
2005 2006
2007
2008 2009 2010 2011 2012
40%Lowest 18,8 19,
819,1
19,56
21,22
18,05
16,85
16,88
40%Middle 36,4 38,
136,1
35,67
37.54
36,48
34,37
34,18
20%Highest 44,8 42,
244,8
44,77
41,24
45,47
48,42
48,94
GiniRatio 0,36 0,3
30,37
0,36 0,37 0,38 0,41 0,41
Tabel 1.5. Peranan Wilayah dalam Pembentukan GDP
Wilayah 2004
2005
2006
2007
2008
2009 2010 2011
*)2012**)
Sumatera 22,41
22,12
22,27
22,73
22,90
22,69 23,12 23,5
7 23,77
Jawa &Bali
60,63
60,11
60,68
60,23
59,21
59,88 59,33 58,8
1 58,87
Kalimantan
9,49
10,00
9,51
9,38
10,36
9,21 9,15 9,55 9,30
Sulawesi 4,16
4,07
4,04
4,09
4,19
4,46 4,52 4,61 4,74
NusaTenggara, Maluku& Papua
3,30
3,71
3,50
3,58
3,34
3,76 3,88 3,46 3,32
*) Angka sementara**) Angka sangat sementaraSumber : BPS (2013)
Penyumbang GDP terbesar dari tahun 2004-2013 masih
di dominasi oleh pulau-pulau di kwasan barat Indonesia
seperti Jawa, Sumatra, yng mencapai kisaran 20%.
Sedangkan minritas sumbangan berasal dari Maluku dan
Papua yang hanya sebesar 3%.
2. Perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber : BI (2011), BPS (2012), Kuncoro (2009)
Peranan Wilayah dalam Pembentuan GDP
Tabel 1.5. Human Development Index Negara-negara Asia
Timur dan Pasifik 2013
Dilihat dari tingkat pengembangan sumber daya
manusia Indonesia masih berada pada level menengha
dengan estimasi HDI sebesar 0,629. Jika dibandingkan
dengan beberapa negara ASEAN seperti singapura dan
Malaysia, Indonesia masih jauh tertinggal karena
Singapura sendiri berada pada level sangat tinggi dengan
Human Development Index Negara-NegaraAsia Timur dan Pasifik Tahun 2013
Sumber : Wikipedia
estimasi HDI 0,895. Sedangkan Malaysia berada pada
level tinggi dengan estimasi HDI 0,769.
3. Stabilitas dan dukungan fundamental yang kuat
Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebuah negara
merupakan indeks gabungan, sebuah hasil polling,
kumpulan pendapat ahli terkait korupsi dan survei bisnis
yang dilakukan oleh sejumlah lembaga independen dan
terkemuka.
IPK memfokuskan diri pada korupsi di sektor publik
dan mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan
wewenang pada kantor2 publik untuk keuntungan pribadi.
Contoh : penyuapan pejabat publik, kecurangan
proses pengadaan barang dan jasa, penggelapan dana
publik, dll
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut
dalah peringkat menuruk IPK ini, tabel 1.8 akan
menjabarkan peringkat Indonesia selama beberapa tahun
dari beberapa negara.
Tabel 1.6. Corruption perception Index Indonesia
(2004-2013)Corruption Perception Index Indonesia (2004-2013)
Di tahun 2013 ini Indonesia dapat dikatakan bukan lagi
sepuluh negara terkorup di Dunia. Indonesia seperti
yang terlihat pada tabel 1.8 menduduki peringkat 114
dari 177 negara dengan indeks persepsi korupsi sebesar
32 dari range 1-100.
*range 1-10** range 1-100 (mulai 2012)Sumber : transparency
Tahun CPI Peringkat (JumlahNegara)
2004 2 * 133 (145) 2005 2,2 137 (159) 2006 2,4 2007 2,3 143 (180) 2008 2,6 126 (180) 2009 2,8 - 2010 2,8 110 (178) 2011 3 100 (182) 2012 32 ** 118 (176) 2013 32 114 (177)
Tabel 1.7. Corruption Perception Index Negara-negara
Asia (2013)
Apabila ditilik kembali, kenaikan peringkat ini dapat
dikatakan akibat dari adanya lembaga baru yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dengan adanya lembaga semacam
itu, dapat muncul rasa takut da tidak mau untuk
Corruption Perception Index Negara-negaraAsia (2013)
Peringkat Negara CPI5 Singapura 8,615 Hongkong 7,536 Taiwan 6,146 Korea Selatan 5,580 China 494 Filipina 3,6114 Indonesia 3,2116 Vietnam 3,1119 Timor Leste 3157 Myanmar 2,1
Total Negara 177Sumber : transparency international
melakukan korupsi sehingga CPI Indonesia terus
meningkat.
Penutup
Lima belas tahun era reformasi ternyata belum banyak
membawa perubahan di negeri ini, terutama dari segi ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dikatakan tidak
berkualitas, aspasial, bias ke kawasan Indonesia barat, dan
hanya menguntungkan kelompok kaya. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan perkembangan kinerja ekonomi selama lima belas
tahun terakhir, mungkin reformasi perlu segera dikaji ulang.