dinamika gereja pada masa reformasi dan kontra reformasi (1517-1903)
TRANSCRIPT
Masa ini banyak diwarnai dengan berbagai
perubahan dalam tubuh Gereja akibat perpecahan dan perkembangan penghayatan Ekaristi (melalui iman, teologi, dan magisterium gereja), waluapun tetap ada bagian konstan yang tidak mengalami perubahan.
Liturgi Gereja Katolik mengalami perkembangan yang lambat pada masa ini (abad 16), sebagai imbas dari usaha menstabilkan kondisi Gereja dan situasi kontra-reformasi dalam Konsili Trente
Latar Belakang
Masa ini juga diwarnai suasana politik keagamaan dengan
pembentukan secara radikal gereja-gereja reformasi.
Zaman ini (abad 16) sering disebut sebagai zaman eksplorasi, yang menggambarkan kekuasaan Eropa melanjutkan kolonialisme di Afrika dan eksplorasi “dunia baru” di Amerika Utara dan Selatan.
Banyak pergeseran hidup rohani kekristenan di Eropa, seperti perubahan sistem kebiaraan menjadi biara konstitusional yang lebih bersifat politik, pemberontakan raja Henry dari Inggris kepada Gereja Katolik karena pernikahan keduanya dinilai tidak sah, dan kekuatan-kekuatan politik yang mendorong reformasi religius dan liturgi sehingga muncul gereja-gereja reformasi.
Latar Belakang
Kondisi Gereja Katolik yang berantakan disertai pula
dengan kondisi carut marut di Eropa:
Penolakan-penolakan serius atas kepausan;
Wabah penyakit dan iklim yang buruk menggoncang Eropa;
Berbagai revolusi yang dilancarkan oleh rakyat jelata dan kaum buruh kepada raja atau kaisar;
Tindak korupsi merajalela di dalam Gereja, termasuk salah satunya dalam rupa penjualan indulgensi.
Latar Belakang
Marthin Luther merupakan salah satu pelopor reformasi
Gereja yang didukung oleh banyak pihak pada masa itu, yang menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Jerman, dan dikutuk oleh Paus Leo X.
Kondisi-kondisi sebelumnya mendorong sebagian besar rakyat Eropa memberikan dukungan bagi reformasi Luther untuk mengubah bentuk praktek pastoral dan pengajaran iman.
Melalui 95 tesis, Luther menyerang Gereja Katolik Romayang dinilai sudah tidak memiliki adekuasi sebagai institusi religius.
Selain Luther, masih ada beberapa tokoh reformasi Gereja yang lain, seperti Ulrich Zwingli dan Martin Bucer
Latar Belakang
Akan tetapi, ketiga tokoh ini (sekurang-kurangnya)
memiliki cara pandang yang berbeda mengenai Gereja ideal. Walaupun pada bulan Oktober 1529 mereka sempat berunding untuk membentuk kesepakatan bersama, tetapi perbedaan di antara mereka tetap ada dan menjadi ciri Gereja masing-masing hingga sekarang.
Latar Belakang
Sekitar tahun 1530-an, hubungan multilateral antara
Skandinavia, Inggris, Jerman, Austria, dan beberapa bagian Perancis terputus dengan Roma. Hal ini dipicu oleh berbagai suksesi untuk mempertahankan otoritas para penguasa, termasuk pula paus.
Dua konsili diadakan untuk menjawab berbagai keresahan ini: Konsili konstantin (menghapuskan skisma besar dengan
memberhentikan 3 paus tandingan dan menetapkan konsili sebagai otoritas tertinggi Gereja; dilaksanakan jauh sebelum abad 16/1530, namun masih berefek hingga saat itu)
Konsili Trente (hampir dalam rentang waktu 20 tahun secara periodik) yang berusaha memerangi (bukan berdamai) kaum reformis Gereja dan memberlakukan pembaharuan tertentu dalam Gereja Katolik
Latar Belakang
Bentuk reaksi kontra-reformasi Gereja Katolik ini
telah mereformasi dan memecah-mecah Kristianitas Barat, dan juga Gereja Katolik Roma sendiri.
Nyatanya, hasil-hasil dari kondili Trente tidak sepenuhnya diterima dan diimplementasikan oleh Gereja Katolik Roma secara menyeluruh, seperti munculnya Gallicanisme, Josephinisme.
Di dalam tubuh gereja protestan pun muncul beragam aliran, dan juga kemunculan kaum reformis anabaptis.
Latar Belakang
Kristianitas barat secara fundamental mengalami
pengaturan kembali, terutama melalui perkembangan sains dan filsafat
Nicolaus Copernicus yang mematahkan doktrin gereja mengenai matahari sebagai pusat tata surya (mengukuhkan pendapat Galileo Galilei)
Isaac Newton yang mengembangkan teori-teori baru mengenai optik, matematika, dan hukum gravitasi.
Latar Belakang
Ini menjadi era baru yang disebut sebagai era
“modern”, suatu awal bagi kemunculan zaman pencerahan (enlightment).
Masa ini menawarkan suatu alat yang baru dan tantangan yang kuat bagi perkembangan Teologi dan peribadatan di dalam Gereja.
Akan tetapi, hal ini tidak terlalu mempengaruhi kehidupan liturgi, setidaknya sampai abad ke-20
Latar Belakang
ARSITEKTUR
• Arsitektur gereja pada masa ini dipengaruhi oleh
• Pergolakan dan kemeriahan gerejani yang terjadi
pada abad ke-16
• Pengubahan bentuk secara radikal dari Kristianitas
Barat
• Gaya arsitektural yang memberikan energi pada masa
yang heboh, penuh kegembiraan dan perayaan
kemenangan ini ditandai dengan kemunculan GAYA
BAROQUE dalam arsitektur gereja.
Gaya Baroque
• Walaupun telah ada gaya arsitektural yang lain, seperti gaya rococo dan neo-klasikisme, tetapi Gereja tetap menggunakan gaya Baroque sebagai simbol arsitektural gereja Katolik Roma pada masa Post-Tridentine.
• Begitu pula pada gereja Lutheran dan Anglican (komunitas Gereja Protestan), gaya Baroque. Tetapi, banyak gereja Protestan lebih berfokus pada usaha yang memungkinkan komunitasnya untuk mendengar dan merespon sabda lebih baik, daripada mengusahakan rekonstruksi gereja melalui gaya Baroque.
Gaya Baroque
• Ciri gaya Baroque:
Ada atmosfer antusiasme dan optimisme atas kehidupan
Ada unsur perayaan
Mulai hilang unsur ketakutan atas yang ilahi sebagai pribadi yang transendental. Allah dirasakan lebih dekat (imanen), sehingga lebih ditekankan sisi humanisme
Dekorasi ornamental
Segala bangunan gereja 3 dimensi diukir/diberi gesture dan dilukis
Sering ditemukan cupid-cupid (malaikat kecil) pada lukisan interior
Muncul aliran fresco: lukisan nyata pada langit-langit bangunan gereja sehingga tampak mewah, megah, dan elegan
BASILIKA SANTO PETRUS
DI ROMA
• Abad ke-16: Basilika ini mengalami transisi dari
arsitektur gaya renaissance menuju arsitektur gaya
baroque.
• Ironisnya, seperti yang diungkapkan oleh Martin Luther,
pembiayaan rekonstruksi gereja basilika St, Petrus
didukung oleh penjualan indulgensi.
BASILIKA SANTO PETRUS
DI ROMA
• Donato Bramante mendesain suatu ruang pusat yang
terdiri atas suatu rangkaian bentuk salib Yunani kecil
(dengan empat lengan sisi yang sama panjang) yang
dikelilingi satu bentuk salib Yunani berukuran besar.
• Rancangan ini mengekspresikan simbol posisi gereja
Basilika Santo Petrus sebagai pusat gereja barat,
Kristianitas, dan dunia.
BASILIKA SANTO PETRUS
DI ROMA
• Michelangelo (tahun 1546) melanjutkan karya Bramante
yang meninggal pada tahun 1514.
• Dengan menyederhanakan rancangan Bramante dan
memasukkan ruangan dalam suatu bentuk persegi yang
melintang, Michelangelo mengkonversikan Basilika St.
Petrus dari bangunan bergaya Renaissance menjadi
bangunan bergaya Baroque.
BASILIKA SANTO PETRUS
DI ROMA
• Setelah Michelangelo wafat, rancangan bangunan Basilika St. Petrus diubah dengan suatu penambahan bagian tengah ruangan Gereja, yakni mengubahnya dari yang awalnya suatu salib Yunani menjadi salib Latin (tiga sisi lengan berukuran sama, dengan satu sisi lengan yang lebih panjang).
• Kelebihan dari penambahan ini:
Mengakomodasi dengan lebih baik liturgi Roma
Prosesi-prosesi liturgi menjadi lebih integral
• Kekurangannya ialah:
― Penambahan ini menutupi kubah besar yang dirancang oleh Michelangelo, yang hingga saat ini kubah itu hanya dapat diamati dari balik bangunan Basilika St. Petrus.
BASILIKA SANTO PETRUS
DI ROMA
• Gian Lorenzo Bernini menyelesaikan bagian akhir dari
proses transisi Basilika St. Peter dari gaya renaissance
menjadi gaya baroque dengan menambahkan piazza:
ruangan terbuka yang besar, dikelilingi oleh dua sisi
barisan tiang-tiang berbentuk elips yang terdiri atas 284
kolom marmer yang diatasnya berdiri 162 patung santo-
santa setinggi 12 kaki.
• Maksud dari penambahan piazza ini:
Mengisyaratkan sagala sesuatu ke dalam pelukan Ibu
Gereja di Roma.
Il Gesú dan Gaya Baroque
• Il Gesú (Bahasa Italia, berarti “Gereja Yesus) adalah
gereja induk para Jesuit yang menjadi salah satu gereja
pertama bergaya baroque.
• Melambangkan vitalitas dan kecendekiawanan
komunitas Jesuit yang masih baru berdiri saat itu dan St.
Ignatius Loyola sebagai pendirinya:
• Sangat Terpusat dalam sistem pemerintahan
komunitas
• Terorganisasi dengan baik
• Bebas bergerak dan bebas dari tuntutan hidup
liturgis, seperti Offisi bersama.
Il Gesú dan Gaya Baroque
• Ciri-Ciri gereja Il Gesú:
Lebih memiliki ruangan terbuka dan dinamis dibanding kebanyakan gereja Gothic yang memiliki ruang yang terbagi-bagi
Mengeliminasi sisi jalan/gang di antara deretan bangku umat/pew
Memperpendek apse (bagian depan gereja yang menonjol berbentuk setengah lingkaran)
Menghilangkan tempat koor pada umumnya yang biasanya terletak antara altar dan konggregasi itu (ini disebabkan karena arsitektur greja ini mengafirmasi penghilangan Offisi/Ibadat bersama dalam praktek kehidupan Jesuit), sehingga terdapat ruang terbuka yang besar dengan area pusat gereja itu yang ditekankan pada suatu kubah.
Il Gesú dan Gaya Baroque
• Ciri-Ciri gereja Il Gesú:
Perhatian lebih pada mimbar dan tindakan kotbah
Menggambarkan kedekatan kaum awam dengan
tindakan liturgis
Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam
Gereja-Gereja Katolik Roma
• Konsili Trente dan karya yang dihasilkan darinya telah
membuahkan suatu keseragaman baru dalam
peribadatan Katolik Roma. Misalnya: keseragaman
doktrin ekaristi dan keseragaman dalam tata perayaan
Ekaristi (akibat dari revisi terhadap buku-buku liturgi).
• Karena keseragaman-keseragaman itu semakin tersebar
luas, maka arsitektural gereja pun harus mendukung
keseragaman dalam perayaan ritus-ritus ekaristi.
Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam
Gereja-Gereja Katolik Roma
• Akan tetapi karena tidak diatur berdasarkan mandat
hukum/aturan Gereja, keseragaman itu justru bersifat
mutitafsir dan bahkan menjadi aturan yang dianggap
legal (padahal hanya berupa kebiasaan umum)
• Contoh: soal peletakan tabernakel yang awalnya
sebagai salah satu bejana liturgis, menjadi suatu
perlengkapan arsitektural yang bersifat tetap; soal jalur
khusus untuk komuni.
Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam
Gereja-Gereja Katolik Roma
• Charles Borromeo (uskup agung Milan) merupakan
pribadi yang berpengaruh dalam standardisasi beberapa
ketentuan-ketentuan liturgi saat itu melalui penjelasan
detil dari buku yang ditulis olehnya pada tahun1577,
yang berjudul “Instructions on the Architecture and
Furnishings of Churches”
Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam
Gereja-Gereja Katolik Roma
• Sebagai sekretaris bagian di Vatican, pengaruhnya
sangat signifikan, yaitu:
1. Membantu mengadakan kembali Konsili Trente;
2. Berpartisipasi pada sesi terakhir dari konsili
tersebut;
3. Mendorong pembuatan Katekismus Romawi
(Roman Catechism)
4. Berusaha merevisi buku Brevir dan buku Roman
Missal
5. Memegang jabatan sebagai Prefek atas Konsili
Trente
Gereja-Gereja Reformasi
• Protestantisme memunculkan suatu kebaruan bentuk
pluralitas dalam tata aturan liturgi dalam rumah
peribadatan mereka
• Mereka menggunakan gereja yang telah ada dan
menyesuaikannya dengan kebutuhan mereka
Gereja-Gereja Reformasi
• Bentuk penggubahan itu diantaranya:
Menghilangkan unsur-unsur ikonografi dan patung-
patung;
Menciptakan gambaran baru yang
mempertimbangkan lebih banyak pada koreksi teologi
Gereja-Gereja Reformasi
• Kemunculan buku Book of Common Prayer tahun 1549
dan 1552 mengatur standar-standar kewajiban jemaat
untuk menghadiri persekutuan hari Minggu dan minimal
pada hari raya Paskah
• Akibatnya, ini menjadi norma peribadatan protestan
yang umum dijadikan pedoman pada era itu
Gereja-Gereja Reformasi
• Secara umum di benua Eropa, renovasi ruang
peribadatan meliputi:
Pembongkaran rood screen yang memisahkan gereja
menjadi dua bagian, sebuah ruang tengah gereja
yang besar (untuk jemaat melakukan kebaktian dan
menyanyikan lagu pujian, ) dengan area koor (untuk
digunakan bagi pelayanan komuni/persekutuan)
Menghilangkan elaborasi/perluasan reredos dan
tabernakel
Pemindahan mimbar ke bagian depan di tengah-
tengah
Gereja-Gereja Reformasi
• Sayangnya, pembedaan dari tradisi dan alam desentralisasi yang dilakukan kaum reformasi protestan macam itu sulit diterapkan pada gedung gereja yang telah ada, dan berbagai pengecualian-pengecualian akhirnya harus diterima
• Contohnya:
Rumah Sakramen abad 15 di Katedral Ulm tetap bertahan sampai saat ini, meskipun tidak dipergunakan dalam perayaan Ekaristi mereka
Katedral Lutheran di Stockholm menerima reredos dan altar baru yang terbuat dari kayu eboni dan perak di tahun 1640
Gereja-Gereja Reformasi
• Tidak puas dengan berbagai renovasi itu dan kebutuhan
untuk menambah gereja baru, akhirnya mereka
membangun gedung gereja baru milik mereka sendiri
• Ciri umum bangunan gereja baru mereka ialah
keterpusatan pada mimbar/ambo, yang menegaskan
referensi baru mengenai Sabda Allah dalam kitab suci
dan pentingnya khotbah dalam peribadatan Kristen.
Gereja-Gereja Reformasi
• Penekanan pada pewartaan Sabda itu justru menutupi tradisi Perjamuan Malam Terakhir Tuhan Yesus, yang bahkan oleh Gereja Zwingli perayaan Ekaristi pengenangan Perjamuan Malam Terakhir hanya dirayakan 4 kali setahun di Zurich
• Akibatnya, meja altar tidak dibuat paten, tetapi fleksibel
• Tetapi, Gereja Leipzig pada masa J.S. Bach yang mengadakan perayaan komuni kudus dalam tiap peribadatan utama di hari Minggu justru berusaha membuat altar yang permanen
Gereja-Gereja Reformasi
• Menurut Spiro Kostof, hal umum dalam arsitektur Protestan ialah pergeseran fungsi ruangan dari fungsi prosesional (visual tata gerak) menjadi fungsi auditorial (pendengaran), baik secara horisontal maupun vertikal (menjadi semacam gedung opera)
• Contoh: Gereja Frauenkirche di Dresden
• Disamping itu, Gereja mereka juga dipenuhi dengan bangku-bangku umat, yang melambangkan immobilitas (ketidakbergerakkan) dan kepasifan peserta ibadat
MUSIK
Perkembangan musik pada masa ini lebih
banyak dipengaruhi oleh para reformator gereja,
daripada oleh Takhta Suci di Roma.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan dan bakat
musikal yang tinggi dari para reformator
tersebut, seperti Martin Luther
MUSIK
Fokus reformasi musik pada
pelayanan sabda dengan menyandingkan antara
Sabda Tuhan dengan kemampuan musik;
Tradisi yang kuat pada musik-musik berbahasa
lokal/tradisional dalam wilayah yang bertutur kata
bahasa Jerman yang mana proses Reformasi itu
dimulai
PERBEDAAN MENDASAR
Gereja Katolik Roma:
Musik ditekankan pada gaya yang
lebih tenang dalam
Polifoni/Perpaduan Suara
berbahasa Latin
Gereja Protestan:
Musik ditekankan pada lagu-lagu
konggregasional
PERSAMAAN MENDASAR
Komposer Protestan dan beberapa Katolik Roma
sama-sama mengeksplorasi melodi bergaya
hymne dan aransemen/gubahan atas melodi itu
Kedua tradisi itu (Katolik dan Protestan)
dipengaruhi oleh opera dan pengembangan
musik orkestra yang sangat berpengaruh pada
masa itu
LAGU REFORMASI
Sangat dipengaruhi oleh komposer-komposer handal dalam musik gerejani, seperti Martin Luther:
Berpegang pada prinsip teologi “keimaman bagi seluruh orang beriman”, mengubah tekanan musik dari klerikal musik skolastik menjadi musik konggregasional yang mudah dinyanyikan bersama (musik sederhana), tekstual dan lebih tahan zaman yang diterapkan dalam peribadatan.
Kekhasan musik Luther ialah melodi yang bergerak secara stepwise dan mentransformasikan musik non liturgis dan lagu-lagu religius ke dalam musik-musik liturgi.
LAGU REFORMASI
Sayangnya, musik-musik Luther tidak berlaku
secara universal (walaupun banyak berpengaruh
luas) di semua gereja protestan; Contoh:
Gereja Zwingli yang menganggap bahwa musik
secara esensial bersifat sekular, sehingga tidak
memperoleh tempat dalam ibadat mereka.
Gereja Calvinis yang melarang polifoni dan
instrumental (dianggap menutupi Sabda), tetapi
mengizinkan untuk menyanyikan lagu-lagu yang
diangkat dari KS dan musik-musik religius dari
musisi terkenal dan puisi-puisi religius saat itu.
Kemunculan geneva psalter (versi sajak yang dibuat
menjadi suatu melodi sederhana) dalam peribadatan
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
KONSILI TRENTE
Konsili Trente (yang muncul sebagai reaksi
Gereja Katolik Roma atas reformasi)
menekankan kejelasan dan ketenangan dalam
musik gereja.
Yohanes XXII dalam sesi ke-22 konsili Trente
memberikan dekrit suplemental yakni “melarang
segala jenis musik gerejani yang bersifat
menimbulkan nafsu birahi dan tidak murni
(terlalu profan)
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
KONSILI TRENTE
Tetap berpegang pada paduan suara klerikal dan
solis cantor, melebihi konggregasi dalam musik
liturgi
Tidak mengizinkan perayaan Ekaristi dengan
bahasa lokal
Musik polifoni diizinkan dalam Ekaristi
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
KONSILI TRENTE
Giovani Palestrina: komposer yang berhasil
menghasilkan kejernihan dan ketenangan
musik, sesuai dengan yang diharapkan oleh
Konsili Trente dan Tradisi Polifonik.
Ciri musiknya:
yang bergerak secara stepwise, mengandalkan
harmoni konsonan, menghindari nada-nada
kromatik, menunjukkan penghargaan terhadap
teks.
Hasil karya:
Missa Papae Marcelli yang bersifat polifoni
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
KONSILI TRENTE
Disisi lain, lagu-lagu berlogat lokal/tradisional
tetap eksis dan berkembang dalam peribadatan
Gereja Katolik Roma
Perkembangan ini berakar pada perkembangan
era nasionalisme saat itu, dan masa „Pencerahan‟
yang menekankan kejelasan dan sebab-sebab
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
KONSILI TRENTE
Buku lagu Michael Vehe yang berjudul Ein neue
Gesangbuchlein Geistlicher Lieder dianggap
sebagai buku pertama mengenai himne berlogat
lokal (berbahasa German) dalam Gereja Katolik
Roma.
Anthony Ruff melalui Singmesse memberikan
warna baru dalam partisipasi jemaat. Lagu-lagu
bernada himne Katolik Roma yang dibawakan
dalam logat lokal (logat Jerman khususnya)
memperoleh tempat dalam penggabungan
dengan proprium dan ordinarium perayaan
Ekaristi.
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA:
Di “Dunia Baru”, lagu-lagu vernacular juga
memperoleh tempat dalam Gereja Katolik Roma,
namun dengan tujuan yang berbeda, yakni
untuk membantu praktek pewartaan ajaran
religius para misionaris.
Musik-musik konggregasional lebih menjadi
musik dalam liturgi daripada musik untuk
liturgi itu sendiri.`
Buku
• Perkembangan industri percetakan sangat
mempengaruhi perkembangan buku-buku religius,
terutama buku-buku yang berkaitan dengan Gereja.
• Beberapa contoh buku yang terbit pada masa ini:
Imitation of Christ karya Thomas A Kempis
Vulgata (kitab suci berbahasa latin yang ditulis oleh
St. Hieronimus dan dicetak oleh percetakan
Gutenberg)
Buku
• Perkembangan industri percetakan juga mempengaruhi
laju perkembangan para kaum reformis dan kaum anti-
semitik (bangsa smith) dengan menyebarluaskan
berbagai karya mereka dan mencetak pamflet-pamflet
yang mendukung reformasi Gereja.
• Contoh:
• Kisah pencurian hosti oleh seorang Yahudi di Passau
• Pamflet Luther yang menyibak sisi gelap Gereja
dalam penjualan indulgensi.
Buku
• Percetakan pada masa ini memungkinkan suatu
pertukaran ide dan gagasan dengan cepat, serta
menjadi katalis/perantara bagi perubahan
• Kemampuan percetakan untuk memperbanyak suatu
karya tulis secara identik (dibandingkan dengan proses
memperbanyak melalui tulisan tangan yang memiliki
unsur human error) memungkinkan terbentuknya suatu
keseragaman.
• Oleh sebab itu, masa ini menjadi zaman baru bagi
uniformitas dalam liturgi
Buku-Buku Kaum Protestan
• Buku-buku liturgi cetakan jarang yang memuat secara
komprehensif, terutama pada masa awal gerakan
reformasi.
• Kombinasi antara instruksi, ritus, dan uraian dalam buku
liturgi cetakan sering lebih serupa dengan tata perayaan
missa, daripada dengan buku-buku liturgi pada abad
pertengahan.
Buku-Buku Kaum Protestan
Awal Upaya
• Tahun 1520, Martin Luther untuk pertama kali
menyebarkan pamflet yang dengan berapi-api
mengecam sistem sakramen Gereja Katolik Roma,
berjudul The Babylonian Captivity of Church, namun ia
belum mengajukan revisi tata perayaan missa dalam
karya itu.
• Nyatanya, banyak perbedaan pendapat di antara kaum
reformis, yang pada akhirnya justru menimbulkan sikap
saling beroposisi antar para teolog dan reformis
protestan
Buku-Buku Kaum Protestan
Awal Upaya
• Beberapa contoh cetakan publikasi mengenai tata cara missa yang dimunculkan kaum reformis:
• Evangelical Mass karya saudara Karmelit di Nordling (1522)
• The Rite for Mass and Communion for the Church of Wittenberg karya Luther (1523) yang disukai oleh sebagian besar kaum reformis
• An Attack upon the Canon of the Mass dan Action or Use of the Lord’s Supper karya Zwingli (1523 dan 1525)
• Form and Manner of the Lord’s Supper in Basil karya John Oecolampadius
• German Mass dan Order of Worship karya Luther yang dipublikasikan pada tahun 1526
Buku-Buku Kaum Protestan
Pematangan Ritus Reformasi
• Muncul buku Kirkenordnungen karya pastor Johann
Bugenhagen (pengikut Luther) yang berisi berbagai
petunjuk bagi kehidupan dan peribadatan Gereja
Reformasi: bentuk peribadatan, isi khotbah, berbagai
ketetapan/aturan gereja.
• Martin Bucer (pengikut Calvin yang sangat
mempengaruhi pemikiran Calvin) menerbitkan revisi
atas liturgi Strasbourg (yang dibuat oleh Calvin pada
tahun 1540) yang berjudul Psalter, with Complete
Church Prayers and Hymns
Buku-Buku Kaum Protestan
Pematangan Ritus Reformasi
• Di Inggris, kematian Raja Henry VIII membuka jalan bagi publikasi liturgi baru yang dipelopori oleh Mgr. Thomas Cranmer, Uskup Agung Canterbury, dengan judul buku Common Prayer and Administracion of the Sacraments, atau yang dikenal juga dengan sebutan First Prayer Book of King Edward (karena muncul pada masa pemerintahan Raja Edward VI)
• Karena ada pihak yang merasa tidak senang dengan sebutan kedua dari buku ini, diciptakan edisi kedua yang berjudul Boke of Common Prayer.
• Dua publikasi ini menjadi dasar/pondasi bagi peribadatan Gereja Anglikan dan Episcopalian hingga sekarang.
Buku-Buku Kaum Protestan
Pematangan Ritus Reformasi
• John Knox (seorang reformis Skotlandia yang
dipengaruhi pemikiran Calvin dan Cranmer) menerbitkan
buku The Form and Prayers and Ministration of the
Sacrament untuk kelompok Protestan Inggris di Geneva
dan digunakan oleh Gereja Skotlandia pada tahun 1562.
• Kaum Puritan juga mengadaptasi pemikiran Knox dalam
buku tata ibadat mereka yang berjudul Book of the
Forme of Common Prayers yang diterbitkan pada tahun
1586
Buku-Buku Kaum Protestan
Abad ke-17 dan ke-18
• Meskipun petunjuk umum mengenai liturgi reformasi
muncul pada abad ke-16, kepentingan dan dinamika
publikasi buku-buku liturgi terus berlanjut sepanjang
abad ke-17 dan ke-18.
Buku-Buku Kaum Protestan
Abad ke-17 dan ke-18
• Contohnya:
• Parlemen Inggris membredel buku Book of Common Prayer dan menyetujui penggunaan buku Directory for the Public Worship of God atau yang biasa juga disebut Westminster Directory for Worship. Buku ini hanya digunakan selama 15 tahun. Bersamaan dengan kenaikan tahta Charles II dan restorasi biara Inggris, buku Book of Common Prayer digunakan kembali dan sebuah edisinya yang bar teDirectoryrbit pada tahun 1662.
• Meskipun demikian, buku Directory for the Public Worship of God tetap digunakan oleh Gereja Skotlandia, bahkan menjadi normatif bagi seluruh kaum Presbyterian.
Buku-Buku Gereja Katolik Roma
• Pada dasarnya, panggilan untuk memperbaharui buku-buku
liturgi Roma telah disuarakan jauh sebelum reformasi terjadi:
Abad ke-15, Mgr. Nicholas dari Cusa, uskup Brixen
menganjurkan seluruh perayaan Ekaristi di keuskupannya
memiliki kesesuaian dengan satu model yang diakui dan
sama.
Awal abad ke-16, para kaum reformis dari berbagai
kelompok menuntut hal serupa.
• Panggilan untuk menyusun kembali (merevisi) buku-buku ini
bukan hanya menyangkut satu diosesan saja, tetapi lebih-
lebih menyangkut uniformitas seluruh Gereja Latin
Buku-Buku Gereja Katolik Roma
• Sebenarnya, selama beberapa abad pada masa itu telah
ada kecenderungan-kecenderungan untuk terarah pada
satu buku yang sama dalam berliturgi, seperti buku
Roman Missal.
• Buku tata perayaan missa di lingkungan kepausan,
khususnya yang direvisi oleh Haymo dari Faversham
(Superior Jenderal Ordo Fransiskan) menjadi sungguh
populer di abad-abad pertengahan.
Buku-Buku Gereja Katolik Roma
• Buku Revisi Tata Perayaan Ekaristi Gereja Katolik Roma inilah yang diadopsi oleh Kepausan dan menjadi dasar pencetakan pertama buku tata perayaan Ekaristi (Missale Romanum) di tahun 1474.
• 8 April 1546, Sesi ke-14 Konsili Trente mengantisipasi pembuatan buku-buku liturgi dengan mengeluarkan dekrit mengenai Scripture, yang menyatakan bahwa buku-buku yang berkaitan dengan teks-teks suci dan penjelasan-penjelasan tentang itu tidak dapat dicetak tanpa persetujuan dari kewenangan Gereja.
• Pada 20 Juli 1562, Paus Pius IV menunjuk suatu komisi untuk mengumpulkan suatu daftar terbitan dan kelompok yang mengandung penyalahgunaan/penyimpangan dalam Missa.
Buku-Buku Gereja Katolik Roma
• Awalnya, hanya tata perayaan Ekaristi dan brevir yang mengalami pembaharuan. Hal ini ditandai dengan pemakaian brevir, tata perayaan Ekaristi, dan rubrik-rubrik Roma oleh seluruh Gereja Latin.
• Buku kemartiran Roma terbit pada tahun 1584, buku tentang kepausan terbit pada tahun 1595, dan buku tentang susunan upacara ritus kekristenan Roma terbit pada tahun 1595.
• Meskipun ritus-ritus ini hanya mengalami sedikit revisi dalam perjalanan abad ke abad, buku-buku liturgi yang dipublikasikan 50 tahun setelah konsili Trente tetap bertahan hingga paruh kedua abad ke-20.
Vessel
• Seperti yang telah dijelaskan pada masa-
masa sebelumnya, gaya dan ukuran
vessel untuk ekaristi berhubungan dengan
ukuran dan gaya arsitektural ruang
peribadatan yang digunakan
• Setelah abad ke-16, suatu keterkaitan
yang tampak antara arsitektur dan vessel
ekaristi masih jelas terlihat dalam
beberapa bagian dari peribadatan Gereja
Katolik Roma
Vessel
• Dalam Gereja-Gereja Protestan, terjadi
kecenderungan yang berbeda: seperti
penekanan pada komuni bagi setiap orang
dari cawan yang sama dan penurunan
frekuensi perayaan Ekaristi; yang
mengarahkan pada keberbedaan, dan
bahkan kontradiksi dalam pengembangan
vessel Ekaristi
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
• Mengacu pada Konsili Trente, Tidak ada
jenis vessel baru yang dikembangkan
dalam Gereja Katolik Roma.
• Perubahan struktural utama, yang telah
tercatat sebelumnya adalah penyatuan
tabernakel ke altar yang tinggi, sehingga
mengakibatkan tabernakel bertransisi dari
vessel menjadi bagian arsitektural
• Gaya Baroque dan Rococo secara khusus
berpengaruh pada desain piala dan
monstran.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Tabernakel
• Sebelum abad ke-16, Sakramen
Mahakudus biasanya diletakkan pada
sebuah piksis berpenutup di atas altar, di
sebuah lemari sakristi, di dalam sebuah
dinding berceruk, atau di dalam sebuah
rumah sakramen
• Selama abad ke-16, peletakkan di dalam
tabernakel yang dilekatkan pada altar
utama menjadi pilihan yang lebih disukai
di Italia
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Tabernakel
• Tahun 1584, Ritual diosesan Roma memuat pertama kali petunjuk Roma secara eksplisit untuk meletakkan tabernakel di atas Altar, juga dipertegas pada Roman Ritual pada tahun 1614
• Kehadiran buku Roman Ritual ini bukan bertujuan untuk membuat suatu ketetapan yang memaksa, melainkan memberikan anjuran yang baru bagi Gereja Universal dengan masih mengakui berbagai perbedaan pratek, termasuk tata letak tabernakel.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Tabernakel
• Tahun 1584, Ritual diosesan Roma memuat pertama kali petunjuk Roma secara eksplisit untuk meletakkan tabernakel di atas Altar, juga dipertegas pada Roman Ritual pada tahun 1614
• Kehadiran buku Roman Ritual ini bukan bertujuan untuk membuat suatu ketetapan yang memaksa, melainkan memberikan anjuran yang baru bagi Gereja Universal dengan masih mengakui berbagai perbedaan pratek, termasuk tata letak tabernakel.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Tabernakel
• Pada tahun 1863, Konggregasi Suci Ritus-Ritus melarang Gereja-Gereja untuk memperkenalkan kembali praktek peletakan Sakramen Mahakudus di dalam rumah-rumah sakramen, di dalam piksis berpenutup, atau cara-cara tradisional lainnya.
• Ini bukan berarti mengharuskan gereja-gereja untuk meninggalkan salah satu kebiasaan mereka mengenai peletakkan Sakramen Mahakudus yang menjadi alternatif bentuk peletakkan, melainkan suatu larangan bagi Gereja-Gereja lama dan baru yang belum pernah mempraktekkan suatu cara peletakkan yang tradisional mengadopsi cara tersebut menjadi kebiasaan mereka.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Tabernakel
• Sebagai puncaknya, tabernakel
bertranformasi dari suatu vessel Ekaristi
yang dapat berdiri sendiri, menjadi bagian
dari arsitektur Gereja.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Piala dan Monstran
• Banyak pengembang artistik dalam
vessel-vessel Gereja Katolik Roma selama
masa post-tridentin hanya dapat
melakukan hal-hal kecil dengan sakramen
komuni yang berkaitan dengan iman
• Misalnya:
• Standardisasi ukuran dan bentuk piala
yang saat itu hanya diperuntukkan bagi
komuni imam
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Piala dan Monstran
• Pengembangan kedalaman artistik piala
atau monstran pada dasarnya hanya untuk
memperindah vessel-vessel yang
digunakan dalam perayaan Ekaristi,
hampir bukan untuk meningkatkan suatu
fungsi ritual atas vessel-vessel itu
• Akibatnya, seringkali vessel-vessel itu
mencerminkan gaya Baroque dan Rococo
yang berkembang pada zaman ini
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Piala dan Monstran
• Piala-piala yang berbentuk kerucut (populer
pada era Gothic) ditinggalkan, dan digantikan
dengan yang berbentuk melingkar seperti bel
atau seperti berbentuk bunga tulip.
• Bagian pegangan piala yang kaku dengan
suatu gagang tunggal dan berbentuk dasar
geometris, diubah menjadi pegangan piala
yang membulat dengan kesan lembut,
seringkali bercabang menjadi 2 atau 3 cabang
gagang didasarnya dan diakhiri dengan dasar
yang menggunduk
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Piala dan Monstran
• Monstran-monstran pada masa ini sering mencerminkan arsitektur Gereja Post-Tridentine dengan baik, dengan hiasan permata dan logam-logam mulia di bagian luar sekitar tempat Hosti yang berada di tengah
• Sayangnya, artistik monstran yang berlebihan ini seringkali mengkerdilkan fungsinya dari perlengkapan vessel Ekaristi menjadi hanya bagian arsitektur Gereja yang berfungsi untuk memberi unsur keindahan yang lebih.
• Contohnya: Sebuah Monstran yang sangat besar dibangun di Katedral Toledo.
Vessel-Vessel Gereja Katolik
Roma
Piala dan Monstran
• Akibatnya, seperti tabernakel pada abad
ke-16, monstran-monstran yang tidak
mendukung sebagai vessel Ekaristi atau
hanya menjadi desain yang permanen,
digunakan arsitektur Ekaristi.
• Seperti yang dilakukan di Spanyol, suatu
prosesi monumental monstran yang besar
(menyerupai bangunan kecil) digunakan
pada pesta Tubuh Kristus
Vessel-Vessel Protestan
• Karena setiap kelompok Gereja Protestan
memiliki cara pandang, aturan dan tingkat
keseringan perayaan Ekaristi yang
berbeda-beda, maka muncul pula
berbagai perbedaan vessel Ekaristi
• Berbagai tipe vessel yang baru mulai
dikembangkan
Vessel-Vessel Protestan
Adaptasi
• Luther dan Cranmer adalah dua orang
reformis yang sangat menghargai Ekaristi
• Hal itu tampak dalam berbagai hasil karya
seni yang indah dan apik pada vessel-
vessel yang mereka hasilkan
• Contohnya:
berbagai vessel mereka yang dibuat di
Jerman serupa dengan yang digunakan
dalam peribadatan Katolik Roma, tetapi
dengan corak yang estetis Protestan
Vessel-Vessel Protestan
Adaptasi
• Kekhasan estetis vessel Gereja Protestan pada masa ini adalah penghilangan gambaran-gambaran santo-santa dan lebih menekankan gambar-gambar dan ikon-ikon yang memiliki dasar biblis.
• Contohnya:
• Relief pohon anggur dan buah anggur pada piala (Yohanes 15)
• Ikon anak domba pada piksis (Wahyu 5)
• Tulisan Ego sum Pastor bonus pada sebuah cawan komuni abad 17 (Yohanes 10:11) yang menyimbolkan Kristus sebagai gembala yang baik
Vessel-Vessel Protestan
Eliminasi dan Substitusi
• Banyak Gereja Reformasi sepanjang abad ke-16 melakukan „pembersihan‟, mencakup penghancuran gambar-gambar, penghilangan batas-batas arsitektural, penghapusan tabernakel, membongkar organ-organ pipa
• Kebutuhan beberapa kaum reformis untuk menetapkan suatu pemutusan definitif terhadap Perayaan Ekaristi Tradisional Gereja Katolik Roma dikukuhkan dengan mengeliminasi berbagai vessel ekaristi.
Vessel-Vessel Protestan
Eliminasi dan Substitusi
• Banyak Gereja Reformasi sepanjang abad ke-16 melakukan „pembersihan‟, mencakup penghancuran gambar-gambar, penghilangan batas-batas arsitektural, penghapusan tabernakel, membongkar organ-organ pipa
• Kebutuhan beberapa kaum reformis untuk menetapkan suatu pemutusan definitif terhadap Perayaan Ekaristi Tradisional Gereja Katolik Roma dikukuhkan dengan mengeliminasi berbagai vessel ekaristi.
• Contohnya:
pada masa pemerintahan Raja Edward VI, seluruh vessel kecuali sebuah cawan dan piring dari semua Gereja harus dihilangkan (dihancurkan, dijual, atau diberikan bebas)
Vessel-Vessel Protestan
Eliminasi dan Substitusi
• Ketika kebutuhan vessel baru meningkat, menjadi hal yang lazim bagi Gereja-Gereja Reformasi di Benua Eropa, Inggris, dan New World (Amerika Utara dan Selatan) meminjam vessel-vessel sekuler; seperti mangkuk bir, mangkuk sup, gelas anggur, cangkir, talam, dan piring makan.
• Vessel-vessel sekuler itu digunakan sebagai cawan komuni dan tatakan bagi roti ekaristi pada beberapa kelompok jemaat
• Terkadang vessel itu amat sederhana (terbuat dari kayu), dan terkadang pula amat anggun karena didonasikan oleh kaum hartawan dari meja makan mereka
Vessel-Vessel Protestan
Penemuan/Penciptaan
• Pengembalian (restorasi) cawan kepada jemaat dalam Gereja-Gereja Reformasi menghasilkan dua jenis vessel baru untuk anggur: satu spesial vessel digunakan untuk membawa anggur sebelum dikonsekrasikan, dan satu lagi berupa piala yang digunakan selama perayaan
• Digunakan juga beberapa botol besar, mangkuk bir, dan cawan-cawan besar untuk mengedarkan anggur diantara umat, yang mana wadah yang lebih kecil diisikan anggur dari wadah yang lebih besar secara berkala
• Beberapa vessel itu didonasikan pada gereja dari penggunaan rumah tangga, dan beberapa yang lain memang dibuat khusus untuk tujuan peribadatan.
Vessel-Vessel Protestan
Penemuan/Penciptaan
• Di Amerika Serikat pada abad ke-19,
diciptakan suatu vessel ekaristi baru
berupa sebuah nampan yang berisi
cawan-cawan kecil untuk anggur, sejalan
dengan perkembangan sains dan ilmu
kesehatan (aspek higienis) yang
diadopsikan dalam pertimbangan-
pertimbangan peribadatan kaum reformis
Vessel-Vessel Protestan
Penemuan/Penciptaan
• Penemuan yang kedua juga dari Amerika
Serikat, yang mengubah anggur dari suatu
minuman beralkohol menjadi minuman
non-alkohol (jus anggur).
• Mereka juga tidak lagi menggunakan roti
tak beragi, melainkan roti beragi seperti
pada abad ke-16
Teologi Ekaristi
• Perselisihan pendapat mengenai teologi dan praktek Ekaristi bukanlah suatu hal yang baru dan khusus pada periode Kristianitas ini.
• Sejak kemunculan Kristianitas telah ada berbagai pertanyaan mengenai:
Apa itu Ekaristi?
Bagaimana Ekaristi dilakukan?
Unsur-unsur ritual apa yang harus diikutsertakan dalam Ekaristi?
Siapa yang diundang untuk ikut berpartisipasi dala Ekaristi?
Siapa yang harus memimpin Ekaristi?
Teologi Ekaristi
• Akan tetapi, pada masa ini, pertentangan pendapat
mengenai kekristenan itu memuncak pada pecahnya
Kristianitas.
• Permasalahan tentang „kehadiran yang nyata‟, jumlah
sakramen-sakramen, peran dari proses pentahbisan,
efek dari sakramen pengampunan dosa, dan peran
liturgis dari Sabda Allah menjadi pokok masalah
keterpecahkan Kristianitas pada abad ke-16
Teologi Ekaristi
• Permasalahan yang terjadi saat itu bukan berpusat pada
teori yang berusaha memecahkan persoalan-persoalan
Kristianitas tersebut, tetapi lebih-lebih praktek pastoral
dan pengaruh mereka bagi kehidupan dan iman jemaat
pada umumnya.
• Perhatian para cendekiawan di bidang Ekaristi pada
masa itu lebih pada bagaimana melakukan perubahan-
perubahan pada ritual, dan tidak semata-mata membuat
teologi yang abstrak tentang Ekaristi.
Teologi Ekaristi
• Akibatnya, reformasi itu memunculkan perbedaan yang
luas mengenai Ekaristi melebihi apa yang pernah terjadi
pada masa-mas sebelumnya, baik dalam praktek dan
teologi
• Kondisi ini menimbulkan respon yang kuat dan bersifat
membatasi, sehingga memperbesar polarisasi
(pengkubuan) jemaat-jemaat Kristen di Barat sepanjang
era ini
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Dalam pamflet “The Babylonian Captivity of The
Church”, Luther menyuarakan banyak tema yang
menggaungkan seluruh proses reformasi Gereja, salah
satunya mengenai transubstansiasi
• Luther menolak gagasan tentang transubstansiasi atas
dasar biblis, sebab tidak diajarkan dalam ajaran gereja
selama 1200 tahun awal masa kekristenan, dan
kontradiktif dengan ajaran Aristoteles; tetapi tanpa
mengutuki mereka yang mengimani „transubstansiasi‟
dalam Ekaristi
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Luther percaya bahwa substansi tubuh dan darah
Kristus secara real hadir dalam roti dan anggur yang real
pula—keduanya bersubstansi bersama (baik roti dan
anggur, maupun tubuh dan darah Kristus hadir secara
nyata dalam substansi masing-masing tanpa suatu
peristiwa transubtansiasi)
• Ajaran Luther ini dikemudian hari dikenali dengan istilah
„konsubstansiasi‟
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Dalam ajaran Thomas Aquinas di akhir abad ke-13, ko-
eksistensi antara unsur roti dan anggur yang sejalan
dengan kehadiran Kristus merupakan suatu ajaran yang
keliru dan bukanlah interpretasi yang benar mengenai
ajaran ortodoks „transubstansiasi‟ yang benar dalam
gereja (terutama dalam Konsili Lateran ke-4)
• Tetapi kritik Aquinas ini banyak di tolak oleh kaum
reformis dan lebih membenarkan Luther, termasuk pula
John Wycliffe
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Reformis yang sangat tidak setuju dengan cara pandang Luther dan memiliki cara pandang yang sangat berbeda tentang kehadiran Ekaristi adalah Zwingli
• 2 cara pandang utama Zwingli mengenai Ekaristi tubuh dan darah Kristus ialah 1. Tidak ada sesuatu yang bersifat fisik mampu mempengaruhi jiwa (bdk.
Yoh. 6:63), sehingga melahirkan konsep dualisme dalam ajaran Zwingli yang membedakan dengan jelas antara hal-hal yang bersifat spiritual dan hal-hal yang bersifat material. Sakramen diposisikan sebagai latihan spiritual, bukan material.
2. Konsep „janji‟ yang menjadi pemaknaan paling awal dari sakramen-sakramen merupakan suatu bentuk komitmen seseorang pada Tuhan, bukan semata-mata sebagai tanda perjanjian Tuhan dengan kita (manusia). Sakramen-sakramen menjadi upacara ritual bagi setiap orang beriman untuk merayakan imannya, daripada sebagai momen untuk menerima karunia khusus
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Menurut Zwingli, kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah secara spiritual atau metaforis, daripada secara substansial.
• Kata-kata Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir, “inilah tubuh-Ku” berarti “inilah yang menandakan tubuh-Ku”.
• Jadi, tidak ada konsekrasi dalam Ekaristi, hanya bantuan secara visual yang mendorong orang-orang yang telah dibaptis untuk mengakui imannya akan Kristus, dan bersedia mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari
• Kehadiran Kristus dalam Ekaristi ialah berupa transubstansiasi iman jemaat itu sendiri, bukan semata-mata transubstansiasi unsur-unsur dalam Ekaristi
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Sedangkan bagi John Calvin, para
penerima komuni kudus dalam Ekaristi
sama-sama berbagi tubuh dan darah
Kristus, tetapi kehadiran Kristus itu sendiri
bukan di altar, melainkan di Surga
• Manusia dihubungkan dengan Kristus
dengan suatu vinculum communicationis
(pengikat komunikasi), yakni Roh Kudus
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Tiga pemikiran yang berbeda itu
menunjukkan:
• keberbedaan perspektif teologi diantara
para reformis Protestan;
• Pertentangan yang luas mengenai apa
yang dipercayai kaum Protestan mengenai
„Kehadiran yang Nyata‟
Konsep tentang
„Kehadiran yang Nyata‟
• Gereja Katolik Roma menanggapi keberagaman cara pandang dan tantangan ini melalui suatu dekrit yang dihasilkan dalam Konsili Trente sesi ke-13 pada bulan Oktober 1551 (berlandas pada ajaran Aquinas) dengan menyatakan bahwa: Kristus “sungguh benar, sungguh nyata, dan secara substansial
terkandung” dalam Ekaristi didalam kenampakan roti dan anggur.
Konsekrasi mengubah seluruh substansi roti menjadi Tubuh Kristus, dan seluruh substansi anggur menjadi Darah Kristus (Transubstansiasi)
Mengutuk dan menyalahkan semua teori Ekaristi yang menganggap tidak adanya perubahan substansial, yang berpikir bahwa Kristus hanya hadir sebagai simbol, dan yang berasumsi bahwa substansi anggur dan roti tetap berlanjut (ada) setelah konsekrasi
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Persoalan tentang Ekaristi dan pengorbanan adalah salah satu topik hangat abad ke-16 yang dipublikasikan Martin Luther dalam pamfletnya, Babylonian Captivity.
• Ini berkaitan dengan penggunaan indulgensi sebagai praktek religius yang komersial/berbayar, seolah-olah tindakan manusia lebih berpengaruh melampaui Allah.
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Menurut Luther, pemikiran tentang pengorbanan dalam Ekaristi berdasarkan pada perjamuan malam terakhir kala Kristus berjanji akan memberi pengampunan dosa.
• Itu berarti, Ekaristi merupakan tawaran Allah bagi manusia secara cuma-Cuma (anugerah ilahi bagi karya manusia), bukan manusia berusaha menawarkan sesuatu pada Allah
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Sedangkan bagi Zwingli, Ekaristi bukanlah suatu pengorbanan, melainkan sebuah perayaan peringatan akan satu pengorbanan Kristus di kayu salib dan suatu meterai penebusan melalui Kristus
• Bagi Calvin yang menyandarkan pandangannya berdasarkan kitab suci, Ekaristi adalah pengorbanan diri Kristus yang hanya satu kali bagi semua orang, bukan sebuah perayaan sebagai suatu pengorbanan.
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Kenyataan yang terjadi saat itu ialah banyak terjadi skandal praktek religius dalam hal stipendium dan „pembelian‟ perayaan Ekaristi, khususnya untuk liturgi kematian, dan berbagai korupsi yang merajalela dalam sistem gerejani.
• Maka, susah sekali mengubah sudut pandang orang-orang awam pada umumnya mengenai perayaan Ekaristi sebagai suatu upaya „menyuap‟ Allah
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Berdasarkan hal itu, seringkali terjadi keterputusan hubungan antara praktek perayaan Ekaristi dengan panggilan kemuridan Yesus
• Gambaran karya penyelamatan saat itu lebih serupa dengan sihir, daripada sebagai suatu dukungan bagi perubahan diri dan komitmen personal. Sehingga, sistem sakramen saat itu tidak selalu mengarahkan perjalanan hidup orang-orang Kristen pada panggilan Kemuridan Yesus
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Luther juga mengkritik fungsi imamat yang menjembatani Allah dengan orang-orang yang telah dibaptis.
• Menurut Luther, semua orang Kristen adalah sederajat sebagai imam, dan memiliki kuasa yang sama untuk menghormati sabda dan sakramen. Saat manusia dibaptis, ia dikonsekrasikan menjadi imam.
• Baginya, tidak ada praktek perayaan sakramen, tetapi suatu ritus gerejani. Komunitas Kristen dapat mendesain/mempersiapkan sendiri pemimpin pastoral mereka dan mempercayakan padanya suatu karya untuk mengatur kekayaan anugerah Allah bagi gereja.
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Dalam banyak kelompok gereja Protestan juga mempersipkan seorang klerus untuk dapat memberi sakramen baptis dan Ekaristi, walaupun mereka ini sering tidak dapat bertahan dalam Gereja Protestan yang secara teologis tidak mendukung hal ini.
• Kata „Imam‟ dalam gereja protestan diubah menjadi pastor, pendeta, atau presbiter.
• Terjadi pula kontroversi pada abad ke-16 di Inggris tentang penggunaan jubah dan busana-busana liturgi mengenai apa yang harus dikenakan dalam Ekaristi dan apa yang harus dikenakan pada perayaan religius lain
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Gereja Katolik Roma melalui Konsili Trente
menyatakan bahwa tidak ada gambaran
lain dari Ekaristi kecuali dalam
pengorbanan. Artinya, Gereja Katolik Roma
menyalahkan semua praktek religius yang
menolak peran imam tertahbis, khususnya
dalam hal mempersembahkan missa
Konsep tentang
„Pengorbanan dan Imamat‟
• Perbedaan cara pandang atas Ekaristi ini (disatu sisi sebagai perjanjian dan rahmat, disisi lain sebagai persembahan dan pengorbanan) harus dilihat dari perbedaan gambaran masyarakat dan perbedaan kepentingan politik antara berbagai komunitas Protestan dan komunitas Katolik Roma
• Perubahan tatanan sosial akibat perjuangan-perjuangan demokrasi seperti di Switzerland (yang menentang kekaisaran roma) menjadi cikal bakal mengapa terjadi perbedaan cara pandang itu, yang pada intinya ibadat dan unsur-unsurnya harus mencerminkan demokrasi.
• Sedangkan Gereja Katolik Roma sendiri kala itu tidak membuka ruang bagi gerakan demokrasi dan tetap berpegang pada sistem monarki (hierarki) yang tak dapat dipertanyakan (absolut)→memuncak dalam promulgasi doktrin kepausan Konsili Vatikan I tahun 1870
Konsep tentang
„Inkulturasi‟
• Walaupun istilah „inkulturasi‟ baru muncul sekitar abad 20, tetapi budaya dan peribadatan adalah dua hal yang saling mempengaruhi sejak kemunculan kristianitas
• Reformasi kaum protestan merupakan suatu gerakan radikal ke arah inkulturasi, yaitu dengan jalan mengaitkan sensibilitas kultural atau kontekstual tertentu dengan teologi tradisional dan berbagai praktek peribadatan gereja, sehingga memunculkan sesuatu yang baru
Konsep tentang
„Inkulturasi‟
• Disaat yang sama, Gereja Katolik Roma menolak segala proses inkulturasi
• Tetapi secara resmi, Gereja Katolik Roma pada abad ke-16 mengakui keberadaan berbagai ritus kuno yang masih dipraktekkan dalam komunitas-komunitas religius di wilayah tertentu, sejauh masih beriringan dengan Ritus Roma.
• Contohnya:
Ritus Cistersian, Dominikan
Ritus Ambrosian di Milan
Ritus Mozarabik di Spanyol
Konsep tentang
„Inkulturasi‟
• Dalam promulgasi buku Tridentine Roman Missal tahun 1570, Paus Pius V menyatakan bahwa
semua ritus yang telah ada selama 200 tahun diizinkan untuk terus dipergunakan
Buku Roman Missal yang baru itu dapat dipergunakan oleh pihak manapun, termasuk mereka yang merayakan missa berdasarkan ritus-ritus lain (dilakukan demi menunjang terciptanya uniformitas peribadatan)
Konsep tentang
„Inkulturasi‟
• Setelah promulgasi itu, muncul kebingungan: apa yang mungkin untuk dianggap sebagai adaptasi liturgi?
• Akibatnya, ada begitu banyak praktek dan percobaan untuk mengadaptasi liturgi ke dalam berbagai konteks kultural, seperti memasukkan musik-musik tradisional kedalam perayaan Ekaristi resmi Latin
• Contoh ekstrem yang terjadi: • Para pemimpin gereja dan sipil di Perancis yang melakukan
berbagai tindakan teologis dan legislatif untuk menunjukkan bahwa kerajaan Perancis lebih berkuasa dibandingkan Paus; selain itu mereka juga mendukung bentuk-bentuk musik liturgi dan peribadatan yang berbeda di Perancis. Hal ini menghasilkan banyak lagu gereja, tata perayaan, brevir, dan beraneka buku liturgi yang baru.
Konsep tentang
„Inkulturasi‟
• Era ini juga menjadi masa yang luar biasa dalam hal aktivitas eksplorasi dan misionaris
• Sayangnya, berbagai dinamika adaptasi liturgi yang mengiringi dua aktivitas ini tidak terdokumentasi dan hilang begitu saja
• Salah satu yang sempat terdokumentasi ialah karya misi di Cina pada abad ke-17, yang dilakukan oleh Matteo Ricci (seorang Jesuit asal Italia yang tiba di Cina pada akhir abad ke-16)
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Selain tantangan biblis dan pastoral yang dilakukan oleh para reformis Protestan pada abad ke-16, tantangan besar lain yang harus dihadapi oleh teologi Katolik pada masa itu adalah Era Pencerahan (Enlightment; Aufklarung) yang menekankan akal (rasionalisme) dan pengalaman manusia.
• Banyak teolog Gereja Katolik Roma pada masa ini menitikberatkan perhatian mereka pada rasionalisme, untuk mengembangkan pendekatan teologis yang lebih bersifat ilmiah
• Contohnya:
Terdapat beberapa teolog yang mengembangkan teologi dengan pendekatan metode deduktif dan sangat mempercayai berbagai bentuk ajaran filosofis dari karya-karya kuno para filsuf Yunani, khususnya Aristoteles.
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Kemudian muncul suatu paham baru yang disebut „Neo-Skolastikisme‟ atau „Neo-Thomisme‟ yang memiliki bentuk teologi sangat berbeda dari ajaran teologi Thomas Aquinas dan teolog-teolog abad pertengahan yang lain.
• Bentuk teologi ini dikembangkan sebagai bentuk apologetik dan pertahanan Gereja Katolik Roma untuk mempertahankan posisi dan pengaruhnya (authoritarian) yang mulai hilang di Eropa
• Teologi ini juga digunakan untuk menghadapi berbagai tantangan teologis para kaum Protestan dan kekurangan intelektual dalam era pencerahan
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Simbol pendekatan „ilmiah‟ kepada teologi pada masa ini (Neo-Skolastikisme) adalah kemunculan “buku pedoman” teologis, suatu jenis ensiklopedia informasi teologi yang secara sistematis menyusunnya berdasarkan perbedaan-perbedaan prinsip.
• Suatu kekhasan dari buku pedoman ini ialah dimulai dengan ajaran gereja, bukan pertanyaan disputif seperti yang dilakukan oleh Aquinas dan para skolastik. Ajaran Gereja merupakan fondasi dan prisma yang melampaui berbagai sumber teologis lain, seperti Kitab Suci dan ajaran teologis para penulis yang lain.
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Peletakkan Kitab suci pada posisi kedua ini
menjadi suatu respon bagi para reformis
Protestan sekaligus tanggapan atas prinsip
sola scriptura mereka.
• Para teolog Neo-Skolatik berpendapat
bahwa ajaran resmi gereja membantu kaum
beriman untuk dapat menginterpretasi Kitab
Suci dengan benar dan menghindari
berbagai salah tafsir.
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Ketika Neo-Skolastikisme berkembang pesat di Roma, Perancis, Spanyol, dan juga Filipina; gerakan itu juga secara khusus berpengaruh kuat di Jerman.
• Seorang Jesuit berkebangsaan Jerman, Pater Joseph Kleutgen menjadi figur kunci pada masa ini dan menjadi pusat bagi seluruh kemajuan gerakan Neo-Skolastik
• Bukunya yang berjudul Philosophie der Vorzeit (Filsafat Masa Lalu) berisi tentang prinsip-prinsip fundamental dari Thomisme, satu-satunya kumpulan prinsip yang mampu memuaskan berbagai kebutuhan akal manusia.
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Pengaruh Kleutgen ini memperluas naskah
penyusunan versi akhir Konstitusi Dogmatik
iman Katolik, Dei Filius (Putra Allah) yang
dipromulgasikan pada Konsili Vatikan
Pertama (1869-1870)
• Konstitusi ini mengejawantahkan prinsip-
prinsip neo-skolastik, khususnya seputar
hubungan iman dan akal budi
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Kleutgen juga dihargai sebagai pengarang utama ensiklik Paus Leo XIII yang diterbitkan pada tahun 1879, Aeterni Patris (Putra Tunggal Bapa yang Kekal); ensiklik ini berisi: • pengangkatan Thomas Aquinas sebagai filsuf
sekaligus teolog yang mulia dalam Gereja Katolik Roma,
• Penetapan pendekatan Neo-Skolatikisme sebagai bahan yang akan digunakan dalam pembinaan imam-imam Gereja Katolik Roma di segala masa mendatang,
• Penggunaan paham Neo-Skolastik sebagai perisai baja apologetik Gereja Katolik Roma
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Efek dari teologi Neo-Skolastik dalam teologi Ekaristi sangatlah luas dan berkesinambungan
• Teologi Neo-Skolastik menawarkan refleksi inti dari apa yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran fundasional, bukan semata-mata pada liturgi itu sendiri.
• Pendekatan ilmiah ini bersifat langsung, ringkas, dan metodologis
Konsep tentang
„Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟
• Sayangnya, Neo-skolastikisme bersifat
mereduksi (reduksionistik):
• Jarang memberikan akses pada pembaca
kepada sumber primer, tetapi lebih
menawarkan berbagai ringkasan yang
mengurangi nuansanya, dan kadangkala juga
ketajamannya.