peran perempuan dalam politik merujuk pada tatanan global

21
Arti Perempuan Gender dan Perempuan. Kebanyakan masyarakat di dunia memberi sambutan yang berbeda atas kelahiran anak laki- laki dan anak perempuan. Hal ini berkaitan dengan Gender dan Peran yang akan dijalani oleh bayi perempuan dan bayi laki-laki. Salah satu hal yang paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Gender. Secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Menurut Oakley (1972) Istilah gender berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender menentukan berbagai pengalaman hidup yang akan kita alami, gender pula dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, pekerjaan, alat-alat dan sumber daya yang akan diperlukan untuk industri dan keterampilan. Sedangkan didalam konteks pendidikan dimana percakapan yang memainkan peranan yang sangat penting dalam belajar di kelas : 1

Upload: umy

Post on 24-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Arti Perempuan

Gender dan Perempuan. Kebanyakan masyarakat di dunia

memberi sambutan yang berbeda atas kelahiran anak laki-

laki dan anak perempuan. Hal ini berkaitan dengan

Gender dan Peran yang akan dijalani oleh bayi perempuan

dan bayi laki-laki. Salah satu hal yang paling menarik

mengenai peran gender adalah peran-peran itu berubah

seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan

kultur lainnya.

Gender. Secara mendasar gender berbeda dari jenis

kelamin biologis. Gender adalah seperangkat peran yang

menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah

feminin atau maskulin. Menurut Oakley (1972) Istilah

gender berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan

biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut

Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan

perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan

selain dari struktur biologis, sebagian besar justru

terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender

menentukan berbagai pengalaman hidup yang akan kita

alami, gender pula dapat menentukan akses kita terhadap

pendidikan, pekerjaan, alat-alat dan sumber daya yang

akan diperlukan untuk industri dan keterampilan.

Sedangkan didalam konteks pendidikan dimana percakapan

yang memainkan peranan yang sangat penting dalam

belajar di kelas :

1

Cara mengantarkan gagasan-gagasan, cara membuat gagasan-

gagasan benar-benar tergantung seseorang mampu memikirkannya, dan

cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah mempertimbangkannya.

Jadi, perbincangan bukan hanya sekedar suatu cara untuk

menyampaikan gagasan-gagasan yang ada kepada orang lain; tapi juga

merupakan suatu cara bagi kita untuk mengekplorasi gagasan,

menjelaskannya, dan menjadikannya sebagai kuasa kita.

Membincangkan berbagai hal memberi kesempatan untuk memilah

gagasan dan merumuskan penerapannya dan dengan cepat dan

sungguh-sungguh mengarah pada pewujudan gagasan tersebut.

(Marland, 1977, hal 129)

Dalam penelitian Sadker dan Sadker terhadap lebih

dari 100 kelas, yang mencakup bidang studi seni dan

sains, anak laki-laki rata-rata berbicara tiga kali

lebih banyak dari anak perempuan –dan angka ini sama

sekali tidak mengejutkan. Karena banyak alasan mengenai

ketidaksepadanan semacam ini yang sekurang-kurangnya

dibebankan pada tanggung jawab guru. Sebagai contoh,

ada bukti bahwa guru lebih banyak memperhatikan anak

laki-laki, menyampaikan lebih banyak kritikan dan juga

lebih banyak menghargai dan mendorong mereka.

(Clarricoates, 1983). Bahkan, kesadaran untuk membagi

perhatian secara adil antara anak perempuan dan laki-

laki mungkin sukar dicapai. Para guru juga

memperlakukan dengan wajar pada anak laki-laki atas

perilaku yang anak perempuan dianggap tidak pantas

melakukannya. Sebagai misal, Sadker dan Sadker

2

menemukan bahwa anak laki-laki delapan kali lebih

cenderung meneriakkan jawaban dibandingkan anak

perempuan, dan para guru menerima jawaban-jawaban

semacam itu dari anak laki-laki, tapi memarahi anak

perempuan jika berteriak semacam itu. French dan French

(1984a) merinci analisis bahwa anak laki-laki

memanfaatkan berbagai macam strategi untuk melakukan

partisipasi yang lebih besar –mereka mungkin saja

merencanakan hal-hal yang lebih menarik dan lebih

berarti untuk dikatakan, sehingga mendorong guru untuk

mempertanyakan lebih jauh lagi.

Selain itu, gender merupakan satu-satunya faktor

alam yang membentuk kita menjadi apa nantinya.

Mendasari pengertian diatas, konsep gender menyebabkan

terjadinya perbedaan peran, posisi, dan nilai yang

diberikan terhadap perempuan dan laki-laki yang

terkadang menimbulkan ketidakadilan. Dan perempuan

adalah kelompok yang paling menderita dari

ketidakadilan tersebut. Di seluruh dunia, sedikit

banyak perempuan mengalami tindak kekerasan,

pemerkosaan, pemukulan, perusakan atau pemotongan organ

intim, maupun pembuatan pornografi. Hubungannya adalah

karena perempuan dilihat sebagai objek untuk dimiliki

dan diperdagangkan oleh laki-laki, dan bukan sebagai

individu dengan hak atas tubuh dan kehidupannya. Bentuk

ketidakadilan lainnya terhadap perempuan tampak dengan

keutamaan laki-laki dalam hal mandapatkan pendidikan

3

dan ruang lingkup pekerjaan yang lebih luas. Peran

perempuan-pun dibatasi dan dinormorduakan oleh laki-

laki. Kesetaraan perempuan dan laki-laki dimulai dengan

dikumandangkannya 'emansipasi' di tahun 1950-1960-an.

Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan

yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan

ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki

diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari

konferensi PBB tahun 1975, dengan tema  Women In

Development (WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi

perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi

perempuan dalam pembangunan.

Permasalahan Gender di Indonesia, didukung dengan

lambatnya pemahaman tentang gender itu sendiri. Perlu

adanya peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai

gender yang harus didukung dengan adanya keterwakilan

perempuan-perempuan dalam lembaga-lembaga negara,

terutama lembaga pembuat kebijakan. Munculnya Konsep

Hak Asasi Perempuan (HAP), yang sedikitnya memiliki dua

makna yang terkandung didalamnya. Yang pertama, Hak

Asasi Perempuan hanya dimaknai sekedar berdasarkan akal

sehat. Logika yang dipakai adalah pengakuan bahwa

perempuan adalah manusia, dan karenanya sudah

sewajarnya mereka juga memiliki hak asasi. Makna yang

kedua, dibalik istilah Hak Asasi Perempuan terkandung

visi dan maksud transformasi relasi sosial melalui

4

perubahan relasi kekuasaan yang berbasis gender. Makna

Hak Asasi Perempuan yang kedua ini memang lebih

revolusioner karena adanya pengintegrasian Hak Asasi

Perempuan kedalam standar Hak Asasi Manusia (HAM). Hak

asasi perempuan di Indonesia cukup menonjol. Menurut

UUD 1945 secara formal tidak ada perbedaan antara laki-

laki dan perempuan.

Pasal 27 UUD 1945 misalnya, dengan tegas

mengatakan bahwa semua orang sama kedudukannya

dihadapan hukum. Akan tetapi, dalam praktiknya

perempuan masih banyak mengalami diskriminasi. Dengan

kata lain, kedudukan perempuan secara de jure jauh

berbeda dengan kedudukan secara de facto. Sebenarnya,

kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup

kuat sebab banyak ketentuan dalam berbagai undang-

undang serta peraturan lain yang memberikan

perlindungan yuridis padanya. Selain itu, Indonesia pun

telah meratifikasi dua perjanjian, yaitu Perjanjian

mengenai Hak Politik Perempuan (Convention on Political Rights

of Women) dan Perjanjian mengenai Penghapusan

Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Political

Elimination of All Forms of Discrimination againts Women) atau

CEDAW. Kemudian pada 1993, Indonesia telah menerima

Deklarasi Wina yang sangat mendukung kedudukan

perempuan. Pasal 1, 18 menyatakan dengan tegas bahwa

“Hak asasi perempuan serta anak adalah bagian dari hak

asasi yang tidak dapat dicabut (inalienable), integral,

dan tidak dapat dipisahkan (indivisible).” 5

Ada tiga isu utama yang berkaitan dengan hak

perempuan di Indonesia, yakni kekerasan terhadap

perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga,

kewarganegaraan, dan perdagangan (trafiking) perempuan

dan anak. Dari isu utama itulah memunculkan tiga UU,

antara lain : UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT); UU No. 12 Tahun

2006 tentang Kewarganegaraan RI; UU No. 21 Tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(PTPPO).

6

Hak Perempuan Dalam Naskah

1. 1945 : Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27

2. 1958 : Undang-Undang No.68 Tahun 1958,

Konvensi Hak Politik Perempuan

3. 1984 : Undang-Undang No.7 Tahun 1984,

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Wanita (CEDAW)

4. 1966/1976 : Kovenan Hak Sipil dan Politik

dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi

Indonesia)

5. 1993 : Deklarasi Wina, Pasal I /18

6. 1998 : S.K. Presiden No.181, Komisi

Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Mendasari dari ketiga isu utama yang telah

dipaparkan diatas, kami mencoba menganilisis dari

sebuah survei yang dilakukan oleh My World 2015

Analytics, yang merupakan salah satu program survei

global dari PBB (United Nation) kepada warga dunia.

Kami mengambil sampel Negara Indonesia kemudian fokus

pada jenis kelamin perempuan dan kisaran usia antara

16-30 tahun yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan

ditingkat sekolah menengah atas. Terdapat 1.583

responder perempuan (29/04), tersebut menyatakan bahwa

ada lima harapan besar dari perempuan mengenai

kehidupan mereka selanjutnya, antara lain :

1. A good education

2. An honest and responsive government

3. Better Healthcare

4. Better job opportunities

5. Protection against crime and violence

Dari kelima harapan inilah kita mampu mengamati

bahwasanya kualitas pendidikan yang baik diharapan oleh

kaum perempuan sebagai pemecah batu dari berbagai

permasalahan yang terus melanda kaum perempuan. Dengan

7

harapan saat seorang perempuan mempunyai pendidikan

yang memadai sesuai dengan bidang yang ia tekuni maka

ia akan mampu berkontribusi dalam pembangunan nasional,

seperti misalnya saja ikut terlibat dalam ranah

politik, kegiatan kelembagaan perempuan, dan pembuat

kebijakan publik di negeri ini.

Perempuan dan Politik

Hak Politik Perempuan. dalam kehidupan politik dan

kemasyarakatan negaranya, diatur didalam pasal 7 CEDAW,

antara lain :

1. Hak untuk memilih dan dipilih

2. Hak untuk berpartisipasi dalam perumusan

kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya

3. Hak untuk memegang jabatan dalam pemerintah dan

melaksanakan segala fungsi pemerintahan disegala

tingkat

4. Hak berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan

perkumpulan-perkumpulan non pemerintah yang

berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan

politik bernegara.

Pasal 8. Mereka pada tingkat internasional dan

berpartisipasi dalam pekerjaan untuk mewakili

pemerintah dalam tingkat internasional dan

berpatisipasi dalam organisasi-organisasi

internasional.8

Konvensi Hak Politik Perempuan, yang pada 1952

diterima PBB dan telah diratifikasi oleh DPR menjadi UU

No. 68 Tahun 1958, pada Pasal I menetapkan bahwa:

“Perempuan berhak memberikan suara dalam semua

pemilihan dengan status sama dengan pria tanpa

diskriminasi (Women shall be entitled to vote in all elections on equal

terms with men without any discrimination).” Hak ini telah

dilaksanakan dalam Pemilu 1955, sebelum Indonesia

meratifikasi konvensi ini. Pasal II menyatakan:

“Perempuan dapat dipilih untuk semua badan elektif yang

diatur dengan hukum nasional, dengan status sama dengan

pria tanpa diskriminasi (Women shall be eligible for election to

all publicly elected bodies established by national law, on equal terms with

men, without any discrimination)”; “Perempuan berhak menduduki

jabatan resmi dan menyelenggarakan semua fungsi resmi

yang diatur semua hukum nasional, dengan status sama

dengan pria tanpa diskriminasi (Women shall be entitled to

hold public office and to exercise all public functions, established by

national law, on equal terms with men, without any discrimination).”

Dalam suatu Kovenan yang belum kita ratifikasi,

yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (International

Covenant on Civil and Political rights). Dinyatakan

dalam Pasal 3 : “Negara-negara peserta Kovenan ini

sepakat untuk menjamin hak yang sama bagi pria dan

perempuan untuk menikmati hak-hak sipil dan politik

yang dicanangkan dalam Kovenan ini (The State Parties

to the present Covenant undertake to ensure the equal

right of men and women to the enjoyment of all civil9

and political rights set forth in the present

Covenant).” Hak-hak ini antara lain mencakup hak atas

hidup (Pasal 6), kesamaan dibadan-badan pengadilan

(Pasal 14), kebebasan mempunyai pendapat tanpa campur

tangan (pihak lain) (Pasal 19). Kovenan Hak Ekonomi,

Sosial, Politik menyatakan hal yang serupa dalam (Pasal

3).

Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap

Perempuan (CEDAW—The Convention on the Elimination of

All Forms of Discrimination againts Women) yang

diterima oleh PBB pada 1979 dan oleh DPR diratifikasi

menjadi UU No. 7 Tahun 1984, memberi perlindungan

terutama dibidang ketenagakerjaan.

Hak politik perempuan dirumuskan juga dalam UU

No.12 Tahun 2003 tentang pemilu memberi peluang baru

dengan menetapkan dalam Pasal 65 (1) : “Setiap Partai

Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota

DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk

setiap Daerah Pemilihan dengan memerhatikan

keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” Dalam

Pemilu 2004 ternyata perempuan belum dapat memenuhi

kuota sebagaimana yang diharapkan. Terlansir didalam

surat kabar harian Kedaulatan Rakyat (22/04) dalam

rangka memperingati hari Kartini belum lama ini,

menyatakan bahwa jangan sampai keterwakilan perempuan

dalam pemilu 9 April yang lalu hanyalah pelengkap kuota

saja, namun ada harapan agar siapapun calon legislatif10

perempuan yang terpilih dan menduduki kursi jabatan

mampu menunjukkan bahwa mereka bisa mewakili rakyat

dalam pengertian yang sesungguhnya, selain itu ia mampu

memperjuangkan berbagai dimensi perempuan seperti

halnya mengenai diskriminasi gender yang masih

berkembang, perlunya regulasi yang memberdayakan

kapasitas perempuan sehingga tidak banyak lagi kaum

perempuan yang menjadi TKW. Ditambah LSI mengungkapkan,

dalam hal kemampuan laki-laki dan perempuan, masyakarat

menilai sama. Bahkan, dalam hal anti korupsi,

masyarakat lebih mendukung perempuan karena dinilai

lebih mampu menahan keserakahannya untuk tidak

melakukan korupsi. Tingkat kepercayaan kepada laki-laki

untuk tidak melakukan korupsi hanya 30%, sedagkan untuk

perempuan diatas 50%.

Perempuan dalam Pemilu. Keterlibatan perempuan dalam

politik dan pemerintahan merupakan suatu anugerah bagi

keberlanjutan suatu negara. Ibarat negara sebuah rumah

tangga, maka perempuan-lah yang memiliki peran untuk

mengurus rumah serta mengatur hajat hidup seluruh

penghuni rumah tersebut. Maka, dapat dipastikan

bahwasanya perempuan memiliki andil yang luar biasa

dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Walaupun demikian, bagi negeri yang bernama Indonesia,

peran perempuan masih dimarginalkan. Hal ini terlihat

dari total partisipasi perempuan dalam parlemen yang

dibatasi hanya sebesar 30% semata. 11

Tentunya, menjadi sebuah tragedi bagi negeri yang

menjunjung genderisasi, namun masih memiliki pandangan

yang tak rasional bagi peran perempuan. Hingga saat

ini, peran perempuan dan representasi politiknya di

parlemen serta pada pemerintahan, baik secara global

maupun nasional masih sangat rendah dan memprihatinkan.

Rendahnya partisipasi perempuan tersebut bisa jadi

disebabkan oleh berbagai faktor, yakni tidak ada

pendidikan politik dan pendidikan pemilih khususnya di

negara-negara berkembang dan terbelakang, selain itu

tidak adanya pelatihan dan penguatan keterampilan

politik perempuan untuk memperkuat keterampilan

politiknya, kurang adanya kesadaran perempuan untuk

aktif dan terlibat di dalam kegiatan-kegiatan politik

terutama untuk berpartisipasi dalam institusi politik

formal seperti lembaga legislatif dan partai politik,

serta masih adanya sistem perundang-undangan politik

yang membatasi aksesibilitas dan partisipasi perempuan

dalam pemilu, parlemen dan dalam pemerintahan. Pada

dasarnya, peranan perempuan merupakan jawaban dalam

menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kesejahteraan

rakyat. Dengan kata lain perempuan yang berkontribusi

dalam legislatif dapat menyuarakan kepentingan

perempuan dan aspirasi masyarakat.

Representasi Politik (perempuan). Di Indonesia sendiri

hak untuk memilih dan dipilih yang setara antara laki

laki dan perempuan sudah berlaku sejak pemilu 199512

sampai sekarang. Namun dalam relalitasnya partisipasi

perempuan dalam menjadi calon legislatif masih belum

memenuhi harapan. UU No. 10 tahun 2008 tentang

pemilihan umum Anggota, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 53 menegaskan

bahwa daftar calon anggota legislatif memuat paling

sedikit 30% keterwakilan perempuan, namun usaha

meningkatkan status dan peran perempuan sama sekali

belum maksimal jika dibandingkan laki-laki. Jumlah

perempuan wakil rakyat di DPRD  secara kuantitas belum

sesuai UU.

Berikut ini adalah kursi DPR yang dimiliki

perempuan dan periode waktu seperti dikutip dari

laporan IPU (Inter-Parliamentary Union) :

Pemilu tahun 1955 : 5,9% (Data dari

UNDP, 2010)

Pemilu tahun 1971 : 7,17% (33 perempuan dari

total 460)

Pemilu tahun 1977 : 7,39% (34 perempuan dari

total 460)

Pemilu tahun 1982 : 8,26% (38 perempuan dari

total 460)

Pemilu tahun 1987 : 11,4% (57 perempuan dari

total 500)

Pemilu tahun 1992 : 12,2% (61 perempuan dari

total 500)

13

Pemilu tahun 1997 : 11,4% (57 perempuan dari

total 500)

Pemilu tahun 1999 : 8% (40 perempuan dari

total 500)

Pemilu tahun 2004 : 11,2% (62 perempuan dari

total 550)

Pemilu tahun 2009 : 18,6% (104 perempuan dari

total 560)

Di DPRD Kota Yogayakarta misalnya, pada pemilu

tahun 2009, meskipun jumlah kursi perempuan naik 6

kursi namun kenaikannya baru mencapai 20%. Secara

kuantitas jumlah tersebut tentu tidak terpenuhi. Lalu

secara kualitas, perempuan yang duduk menjadi anggota

dewan terkadang memiliki banyak hambatan dalam

mengembangkan potensinya,  keluarga, sekolah, partai

politik dan lingkungan sosial lainnya. Namun tahun 2014

ini, jumlah partisipasi calon legislatif Perempuan

mengalami peningkatan dibanding tahun 2009 lalu. Jika

dipresentase caleg perempuan naik sebanyak 7%, dengan

begitu tahun ini caleg perempuan mencapai 37% yang

dulunya hanya 30%. Dari 6.607 caleg 2.467 diantaranya

adalah Caleg Perempuan.

Efektivitas Peran Perempuan dalam

Pembangunan Nasional

14

Perempuan dalam Pembangunan Nasional. Dalam hal ini,

pemerintah telah menerbitkan  Inpres No. 9/2000 tentang

Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,

sebagai acuan memaksimalkan potensi perempuan dalam

pembangunan. Dalam keluarga, kaum perempuan merupakan

tiang keluarga, kaum perempuan akan melahirkan dan

mendidik generasi penerus. Kualitas generasi penerus

bangsa ditentukan oleh kualitas kaum perempuan sehingga

mau tidak mau kaum perempuan harus meningkatkan

kualitas pribadi masing-masing. Tidak mungkin akan

terbentuk keluarga yang berkualitas tanpa meningkatkan

kualitas perempuan.

Kualitas pendidikan perempuan juga merupakan aspek

yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Kaum

perempuan harus berusaha meraih jenjang pendidikan

setinggi mungkin. Peningkatan derajat kesehatan

perempuan juga seiring dengan upaya peningkatan akses

pendidikan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana

dan pelayanan kesehatan. Terlepas dari semua kekurangan

dan keterbatasan perempuan Indonesia, saat ini

perempuan Indonesia berbeda dengan perempuan Indonesia

masa lalu. Bila dulu perempuan Indonesia beraktivitas

hanya di sekitaran keluarga dan rumah tangga, kini bisa

disaksikan bagaimana perempuan Indonesia berperan

hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan profesi.

Bahkan, salah seorang presiden Indonesia adalah

perempuan. Tidak sedikit pula yang berprofesi sebagai

15

pimpinan dalam perusahaan atau lembaga. Hal ini

menunjukkan bagaimana kualitas perempuan  Indonesia,

sesungguhnya tidak kalah dari kaum laki-laki. Optimisme

akan pembangunan nasional dan daerah yang bertumpu pada

semua pihak akan terselenggara dengan baik. Dukungan

semua pihak tetap diperlukan, agar keseimbangan yang

telah terjadi selama ini, dapat terus disempurnakan,

saling mengisi dan memberikan kontribusi pada

pembangunan daerah dan nasional.

Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan. dapat dilakukan

melalui beberapa jalur, yaitu :

1. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara

formal dapat berperan aktif di lingkungannya

sendiri melalui berbagai kegiatan yang mendukung

program pemeritahan, seperti PKK, Posyandu, KB,

dan kegiatan lainnya yang dapat menggerakkan ibu-

ibu ke arah kepentingan bersama.

2. Perempuan yang menginginkan karier di bidang

politik dapat menjadi anggota salah satu partai

politik yang sesuai dengan ideologinya, terutama

dalam memperjuangkan kaum perempuan, dan yang

bersangkutan dapat mencalonkan diri sebagai

anggota legislatif untuk dipilih oleh masyarakat

pada saat pemilu.

3. Perempuan yang memilih karier di eksekutif atau

pemerintahan dapat menjalankan fungsi sesuai

dengan kemampuan, latar belakang pendidikan, dan16

beban tugas yang diberikan kepadanya dengan penuh

rasa tanggung jawab.

4. Perempuan yang bekerja di bidang yudikatif atau

yang berhubungan dengan hukum sebagai pengacara,

jaksa, hakim, atau sebagai polisi penyidik perkara

dapat bekerja dengan jujur dan adil demi tegaknya

hukum itu sendiri, tanpa membedakan latar belakang

agama, suku, budaya, daerah, pendidikan, golongan,

dan lain-lain.

17

Kesimpulan

Menarik sebuah kesimpulan dari seluk-beluk gender

dan perempuan sekaligus lika-liku dinamika perjuangan

hak asasi perempuan serta usaha untuk ikut ambil bagian

dalam peranan kepemimpinan dan menjamah wilayah politik

di dalam pemerintahan. Perempuan seyogyanya adalah

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mendapat anugerah

berlimpah. Karena jika ia mendapatkan fasilitas

pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sama dengan

kaum laki-laki. Kami percaya bahwa perempuan akan mampu

berjalan setara dengan laki-laki dalam membangun

Indonesia yang lebih maju dan jaya.

Selain itu, peran dunia internasional maupun

organisasi internasional yang sedikit banyak telah ikut

terlibat dalam pembuatan kebijakan bagi perempuan untuk

lebih terlindungi, terjamin hak asasinya, dan serta

mendapat peluang yang sama dalam pendidikan, pekerjaan,

maupun hak perempuan dalam politik negaranya. Perlu

kiranya, kita apresiasi karena dengan demikian kaum

perempuan yang semula mendapat ketidak adilan serta

ketidak seimbangan gender mulai hilang dan

bertranformasi mengarah pada keterwakilan dan peran18

perempuan dalam pembangunan nasional maupun

internasional. Menurut Plato, seorang Filosof era

Yunani, ia percaya bahwa kaum wanita bisa memerintah

sama efektifnya dengan kaum pria karena alasan

sederhana, yaitu bahwa para pemimpin mengatur negara

berdasarkan akal mereka. Kaum wanita menurut Plato

mempunyai kemampuan penalaran yang sama persis dengan

kaum pria, asalkan mereka mendapatkan pelatihan yang

sama dan dibebaskan dari kewajiban membesarkan anak dan

mengurusi rumah tangga. Dalam kitab Hukum yang ditulis

Plato yang menggambarkan “negara konstitusional”

sebagai negara terbaik kedua setelah negara ideal.

Plato menegaskan bahwa :

“... sebuah negara yang tidak mendidik dan melatih kaum

wanita itu seperti orang yang hanya melatih tangan kanannya...”

Akhirnya, dapat kita katakan bahwa seorang Filosof

Plato mempunyai pandangan positif tentang kaum wanita.

Dan dalam suasana politik di hari Kartini belum lama

ini yang merupakan sebuah momentum bagi perempuan untuk

menjadikan evaluasi bersama sekaligus sebagai penggugah

isu penguatan peranan perempuan dalam bidang politik

dimasa ini dan masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Julia Cleves Mosse, 1993. Gender & Pembangunan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

19

Jostein Gaarder, 1991. Dunia Sophie, pengantar Dr.

Bambang Sugiharto. Bandung: PT. Mizan Pustaka

Prof. Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

David Graddol dan Joan Swann, 1989. GENDER VOICES,

Telaah Kritis Relasi Bahasa-Jender. Pasuruan: Pedati

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/

196103231986031-R._GURNIWAN_KAMIL_PASYA/

jurnal_wanita.pdf diakses pada tanggal 30 Maret 2014

pukul 08.00 WIB

http://eprints.uny.ac.id/9812/2/BAB%202%20-

%2008110241024.pdf diunduh pada tanggal 02 Mei

2014 pukul 08.30 WIB

_______ My World 2015 Analytics

http://data.myworld2015.org/ diakses pada

tanggal 29 April 2014 pukul 20.54 WIB

_______ Jangan Hanya Jadi Pelengkap Kuota Saja Surat

Kabar Harian Kedaulatan Rakyat terbit pada

tanggal 22 April 2014

20

_______ Saatnya Perempuan: Berkiprah di Semua Bidang

Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat terbit

pada tanggal 22 April 2014

21