keterlibatan perempuan dalam proses
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
1
KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PROSES
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD
DI DPRD KABUPATEN BARRU
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian Persyaratan
Untuk mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh
Yusriah Amaliah
E12113011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
4
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan
Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.” Penulisan Skripsi ini
diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S1) pada Prodi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa dalam
menyusun skripsi ini tidaklah mudah dan tidak dalam waktu singkat.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menemukan berbagai hambatan
dan tantangan, namun hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi
berkat kemauan yang kuat, segala upaya dan usaha yang keras tentunya
dukungan tenaga, pikiran dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu
melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan mengucapkan banyak terima kasih yang setinggi-
tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
terkhusus kepada kedua orang tua, ayahanda Sudirman Nur, S.Pd. M.Pd
dan ibunda Rihaija S.Pd yang senantiasa memberi dukungan yang luar
biasa kepada penulis dalam kelancaran studi penulis baik berupa kasih
5
sayang, dukungan moral dan materi, semangat serta doa yang setiap
saat beliau haturkan kepada penulis agar selalu mencapai kemudahan
disegala urusan, diberi kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT. Tak
lupa didikan dan perjuangannya dalam membesarkan penulis, semoga
Allah SWT selalu melindungi, memberikan kesehatan, melimpahkan
rezeki serta kebahagiaan yang tiada tara di dunia maupun di akhirat kelak.
Amin.
Selain itu, ucapan terima kasih dengan penuh rasa tulus dan
hormat penulis haturkan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menempuh pendidikan Strata Satu (S1) di Universitas
Hasanuddin
2. Bapak Prof. Dr. A. Alimuddin Unde, M.Si selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta
seluruhnya stafnya.
3. Bapak Dr. Andi Samsu Alam, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Politik dan Pemerintahan FISIP Unhas beserta seluruh stafnya.
4. Ibu Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pemerintahan FISIP Unhas
5. Bapak Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si. selaku Pembimbing I
sekaligus Penasehat Akademik (PA) penulis yang sering mengontrol
dan mengingatkan penulis untuk cepat ujian skripsi, telah rela
6
mengorbankan waktunya untuk membimbing penulis, memberi
arahan, saran, dan kritikan terhadap penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Rahmatullah S.IP, M.Si selaku Pembimbing II penulis telah
rela mengorbankan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini terlebih selama menempuh pendidikan di
Universitas Hasanuddin.
7. Kepada para penguji penulis mulai dari Ujian Proposal hingga Ujian
Skripsi, terima kasih atas masukan dan arahannya.
8. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP
Unhas, terima kasih atas didikan dan ilmu yang diberikan selama
perkuliahan.
9. Seluruh staf tata usaha pada lingkup Departemen Ilmu Politik dan
Pemerintahan beserta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Unversitas Hasanuddin.
10. Kepada Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Barru, perangkat
birokrasi di kantor DPRD, Kantor Pemerintah Kabupaten, Bapak
Bupati beserta kepala dinas terkait yang memberikan bantuan
dalam penelitian yang penulis lakukan, Ketua dan Wakil ketua
DPRD Kabupaten Barru dan seluruh unsur perangkat pemerintah
dan yang telah membantu penulis dalam proses penelitian untuk
mendapatkan informasi dan data-data terkait.
11. Kepada saudara-saudara penulis, yang senantiasa mendoakan dan
memberikan dukungan serta semangat yang tiada hentinya kepada
7
penulis selama ini. Terima kasih sudah menjadi saudara terbaik
penulis. Semoga kita selalu bisa membahagiakan orang tua kita.
12. Kepada keluarga besar Tjolly, yang senantiasa memberi motivasi
dan doanya dalam suka maupun duka. Doa mereka adalah
restu terbesar dalam hidupku.
13. Kepada Rian, terima kasih atas waktu dan segala bentuk
dukungannya.
14. Kepada teman-teman yang mengisi ruang taman orange yaitu Arya,
Herul, Uceng, Alif, Edwin, Hasyim, Herul, Uli, Irez, Najib, Oskar,
Wahid, Dika, Wahyu, dan Yeyen senantiasa memberi saran,
motivasi, dan doanya. Semoga kita tidak seperti yang orang bilang
bahwa negeri ini negeri selembar kertas, masyarakat kita
masyarakat selembar ijazah.
15. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Feby, Maryam, Dewi, Ike,
Wulan yang selalu memberi dukungan dan dorongan dalam
penyelesaian skripsi ini, sahabat yang telah menghiasi hari-hari
selama bermahasiswa, tidak pernah mengenal sepi jika ada mereka
yang selalu ramai dan ribut.
16. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Pondo, Niar, Husnil, Inda,
Rani yang selalu memberikan dukungan kepada penulis meskipun
intensitas pertemuan kami sangat kurang.
17. Adik-adik AC Bersatu yang pernah serumah dengan penulis yaitu
Lina, Dilla, Ririn,Mila, Ani terima kasih sudah menjadi saudara
8
penulis juga adek bagi penulis, semoga kalian sukses dan ikut
menyusul penyelesaian studinya..
18. Keluarga kecilku Ilmu pemerintahan angkatan 2013
LEBENSRAUM tercinta. Yang bagiku lebih dari sekedar
pertemanan. Lebih dari sekedar persahabatan. yaitu Dina, Anti,
Azura, Dirga, ekki, Jusna, Beatrix, Suna, Ulfi, Karina, Immang,
Hanif, Dias, Zul, Yun, gunawan, Erik, Lala, Icha, Suci, Ayyun, Afni,
Mega, Kaswandi, Fahril, Ekka, Yani, Fitri, Syarif, Babba, Juwita,
Dede, Dana, Kakak Ade, Adit, Uma, Sube, Ugi, Hendra, Fitra,
Angga, Mia, Haeril, Tami, Wulan, Cana, Hillary, Ika, Supe, Ina, Irma,
Jay, Ivha, Sundari, Aksan, Salfia, Reza, Rosandi, Rum, Sani, Wiwi,
Wiwin, Yusra dan Kak uni yang telah menemani selama kurang
lebih 3 tahun di kampus tercinta Universitas Hasanuddin. Semoga
semangat merdeka militan tetap kita jaga. Kenangan bersama
kalian akan tetap diingatan.
19. Rumah sekaligus tempat belajarku berbagai hal, HIMAPEM
(Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan). Banyak pengalaman
berkesan yang kuterima darinya. Untuk kakak-kakak Revolusioner
(05), Respublika (06), Renaissance (07), Glastnost (08), Aufklarung
(09), Volksgeist (10), Enlightment (11), Fraternity (12), dan adik-adik
yang masih berjuang dalam kampus, Fidelitas (2014), Federasi
(2015), Verenigen (16), serta mahasiswa baru Keizen (17).
9
20. Rekan-rekan pengurus BEM FISIP UNHAS Periode 2016-2017
Selamat berjuang teman-teman, senang bisa terlibat dalam
kepengurusan di akhir- akhir masa studiku. Selamat Berjuang untuk
SOSPOL, “Bersama Bersatu Berjaya.” Panjang Umur.
21. Kepada teman-teman SMAN 1 Barru yang sampai sekarang masih
bersama meskipun intensitas pertemuan tidak sesering dulu.
22. Teman-teman KKN Reguler Gelombang 93 Unhas Kabupaten Wajo
Kecamatan Takkalalla Kelurahan Peneki, khususnya teman
serumah selama kurang lebih 1 bulan menjalani pengabdian kepada
masyarakat yaitu Kak Afdal, Butet, Dewi, Aldi, A. Baso, Rusdi, Ibu
Posko Petta Batari, dan ibu camat yang seperti ibu Pung Besse,
beserta seluruh masyarakat.
23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan permohonan maaf atas segala
kekurangan dan kekhilafan. Terima Kasih, Wassalamu Alaikum
Warahamatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Januari 2018.
Penulis
10
DAFTAR ISI
Sampul I
Lembar Pengesahan Ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi X
Daftar Tabel xiii
Daftar Gambar xiii
Daftar Matriks xiii
Daftar Lampiran xiv
Intisari xv
Abstract xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Penelitian 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Manfaat Penelitian 6
BAB II Tinjauan Pustaka 8
2.1. Partisipasi 8
2.2. Perempuan 12
2.3. Gerakan perempuan dalam Perspektif Sejarah 17
2.4. Pemerintahan 20
2.5. Legislatif (DPRD) 22
11
2.6. Peranan Perempuan dalam Pembangunan 24
2.9 Peraturan Daerah 29
2.10 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 34
2.11 Kerangka Konseptual 39
BAB III METODE PENELITIAN 42
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 43
3.2. Tipe Penelitian 43
3.3. Sumber Data 43
3.4. Teknik Pengumpulan Data 44
3.5. Analisis Data 46
3.6. Definisi Operasional 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 50
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Barru 50
4.1.1. Sejarah Kabupaten Barru 50
4.1.2. Keadaan Geografis 52
4.1.3. Wilayah Pemerintahan 55
4.1.4. Keadaan Sosial dan Ekonomi
4.1.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
4.1.4.2 Keadaan Kesehatan
4.1.4.3 Tingkat Pendidikan
4.1.4.4 Keadaan Ketenagakerjaan
4.1.4.5. Keadaan Ekonomi
57
57
59
60
61
62
4.1.5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) 64
12
a. Sejarah DPRD Kabupaten Barru 65
b. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD 67
c. Visi dan Misi DPRD Kabupaten Barrru 68
d. Struktur Organisasi DPRD Kabupaten Barru
4.1.6. Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah
69
83
4.2. Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan
Perda tentang APBD
87
4.2.1. Kuantitas perempuan dalam Jabatan Politik di
DPRD Kabupaten Barru
4.2.2. Proses Perancangan Perda APBD
87
90
4.2.3. Proses Pembahasan Perda APBD 100
4.2.4. Proses Penetapan Perda APBD 120
4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Perempuan dalam Pembentukan Perda
135
4.3.1. Faktor Pendukung 135
4.3.2. Faktor Penghambat 145
BAB V PENUTUP 153
5.1. Kesimpulan 153
5.2. Saran 157
DAFTAR PUSTAKA 159
LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Daerah dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten
Barru, 2017
54
Tabel 2. Nama Ketua DPRD Kabupaten Barru dari Masa ke
Masa
66
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru
Periode 2014-2019
67
Tabel 4. Nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Barru Menurut
Fraksi, 2014-2019
69
Tabel 5. Ringkasan APBD Kabupaten Barru 85
Tabel 6 Nama anggota DPRD Perempuan di Kabupaten Barru
Periode 2014-2019
88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konseptual 41
Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Barru, 2017 55
Gambar 3 Tahap Pembahasan Kedua APBD 122
DAFTAR MATRIKS
Matriks 1 Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan
Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten
Barru.
129
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Penelitian
Lampiran 2. Peraturan Daerah Kabupaten Barru
Lampiran 3. Dokumentasi
Lampiran 4. Susunan Organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten Barru
Lampiran 5. Daftar Hadir dan Risalah Rapat Pembahasan RAPBD 2017
Lampiran 6. Rencana Kerja DPRD Kabupaten Barru tahun 2016
15
I N T I S A R I
Yusriah Amaliah, Nomor Induk Mahasiswa E12113011, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin menyusun skripsi dengan judul Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan Daerah Tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru, dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si sebagai Pembimbing I dan Bapak Rahmatullah S.IP, M.Si sebagai Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di lembaga legislatif daerah Kabupaten Barru serta faktor yang berpengaruh didalamnya. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan mengurai data secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, studi pustaka, serta dokumentasi dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam
proses pembentukan Perda APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten
Barru mulai dari tahap perancangan, pembahasan dan penetapan belum
optimal. Hal ini terlihat pada proses pembahasan, keaktifan anggota
perempuan dalam mengikuti agenda sidang kurang meskipun sidang
berjalan sesuai dengan alur yang ditetapkan. Secara kuantitas pada
dasarnya kebutuhan perempuan dan laki-laki tentunya berbeda, untuk
menampung dan memahami permasalahan perempuan serta
merumuskan kebijakan tentunya lebih idealnya jika perempuan lebih
aktif dalam perumusannya. Partisipasi perempuan dalam kepemimpinan
pemerintahan terutama dalam persoalan pembentukan peraturan daerah
tentang APBD tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mendukung maupun menghambat .Faktor pendukung meliputi kebijakan
terkait peluang perempuan, keterlibatan partai sebagai sarana
komunikasi, budaya patriarki, dan komunikasi Intra-intitusional. Faktor
penghambat meliputi kuantitas perempuan dan kapabilitas perempuan
untuk terlibat dalam proses pembentukan.
Kata kunci : partisipasi, perempuan, pembentukan peraturan
16
Abstract Yusriah Amaliah, Student Identity Number E12113011, Governmental Studies Program, Faculty of Social and Political Sciences, Hasanuddin University drafted a thesis entitled Women's Involvement in The Process of Formulating Local Regulation About APBD in Barru Regency, under the guidance of Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si as First Advisor and Mr. Rahmatullah S.IP, M.Si as Supervisor II.
This study aims to determine the level of women's participation in the process of formulating local regulations on APBD in institutions legislative areas of Barru regency and influential factors inside it. The research method used is qualitative research by parsing the data descriptively. Data collection technique done by observation, interview, literature study, as well as documentation using qualitative descriptive analysis techniques.
The results of this study indicate that women's participation in the process of forming Regional Regulation of Regional Budget of Fiscal Year 2017 Regency Barru start from the design stage, discussion and determination yet optimal. This is seen in the process of discussion, the liveliness of members women in following the agenda of the hearing less though the trial running according to the specified groove. In quantity on essentially the needs of women and men are certainly different, for accommodate and understand women's issues as well formulating a policy is certainly more ideally if women are more active in the formulation. Women's participation in leadership government especially in the issue of the formation of local regulations on APBD are certainly influenced by some factors that support or inhibit. Supporting factors include policies related to women's opportunities, party involvement as a means communications, patriarchal culture, and Intra-intitial communication. Factor inhibitors include the quantity of women and capability of women to be involved in the process decision-making.
Keyword : Participant, Women, formation of regulations
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kemerdekaan Indonesia membawa angin segar bagi
perempuan untuk tampil di publik lewat jabatan struktural di
pemerintahan, memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak.
Munculnya Gerwabi (Gerakan Wanita Indonesia) yang oleh
beberapa kalangan dianggap sebagai organisasi perempuan yang
berfikiran maju. Reformasi 1999, gerakan perempuan bangkit
dengan melakukan penyadaran perempuan untuk kembali
berpartisipasi dalam jabatan struktural di pemerintahan. Hingga
tahun 2014 ketika sudah berlangsung pemilu legislative dan pemilu
presiden, masih juga terdapat keraguan yang ada dalam diri
perempuan. Pertama berhubungan dengan trauma terhadap sejarah
politik Indonesia yang dapat dikatakan kelam. Alasan kedua bahwa
perempuan selama ini merasa aman dan nyaman ditempatkan di
wilayah privat. Budaya patriarkal secara massif dan intensif
mengindoktrinasi perempuan, bahwa politik itu kotor dan perempuan
adalah ibu, makhluk suci, sehingga tidak pantas berada dalam
wilayah publik untuk melakukan tindakan politik. Ketika perempuan
berhasil masuk ke wilayah publik, masih saja dihembuskan berbagai
macam stigma yang menganggap perempuan tidak mampu
18
bersuara, perempuan tidak mampu bernegosiasi dengan laki-laki,
dan berbagai macam stigma negatif yang lain. Terkait dengan hal
itu, sesuai yang tertuang dalam kesepakatan yang kita kenal
dengan wujud Sumpah Pemuda, maka dapat kita cermati bahwa
kesempatan untuk berjuang dan berpartisipasi untuk kemajuan
bangsa memberi peluang yang sama antara kaum laki-laki maupun
perempuan. Hal ini diperkuat oleh UU Republik Indonesia No.39
Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 46 “Yang dimaksud
dengan “keterwakilan wanita” adalah pemberian kesempatan dan
kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya
dalam bidang eksekutif, yudikatif, lesgislatif, kepartaian, dan
pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender”.
Demokrasi yang dianggap sebagai capaian terbesar abad ini.
Dalam kehidupan demokrasi dipercaya ada penghormatan pada hak
asasi manusia. Demokrasi juga diyakini bisa mencegah
penyalahgunaan kekuasaan dengan janji bahwa setiap individu bisa
merayakan kebebasan serta masyarakat didorong untuk bekerja
sama demi tujuan yang mulia. Dalam konteks ini perempuan juga
menempatkan isu gender dalam agenda baru dari pemerintahan
demokratis yang dibangun. Perempuan yang jumlahnya lebih dari
separuh anggota masyarakat dapat menjadi sumber daya manusia
yang potensial. Aktualisasi perempuan sebagai sumber daya
pembangunan dan pengembangan diri ini hanya bisa terjadi dalam
19
situasi atau kondisi yang kondusif yang memang memungkinkan hal
ini terjadi.
Selain melihat dari dimensi budaya, dalam dimensi politik
pemerintahan pun perempuan sudah cukup banyak landasan
hukum yang dibuat baik formal maupun tidak formal, berupa
undang-undang, aturan dan konvensi di tingkat nasional maupun
internasional yang membahas tentang peranan/penyertaan hak
antara laki-laki dan perempuan pada semua bidang, misalnya
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. CEDAW
(Convention on the Elimination of Form Deskrimination Against
Woman) UU No.7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi
penghapusan deskriminasi terhadap perempuan, INPRES Nomor 9
Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional, serta UU.no.10 Tahun 2008 pasal 53,
pasal 54 dan pasal 55 tentang kuota perempuan di kursi legislatif.
Perempuan seharusnya memanfaatkan peluang dan
kesempatan yang sama untuk berperan dalam pengambilan
keputusan terlebih lagi itu akan berdampak bagi kehidupannya.
Partisipasi dan keterwakilan mereka dalam perumusan kebijakan
dan pengambilan keputusan merupakan salah satu langkah nyata
untuk mencapai kondisi yang adil bagi perempuan. Peran tersebut
juga harus terlihat pada setiap perumusan kebijakan di DPRD serta
pengambilan keputusan.
20
Berdasarkan data di Kabupaten Barru, Jumlah Penduduk
perempuan sebanyak 89.287 jiwa dibandingkan dengan laki-laki
sebanyak 82.619, hal ini mengindikasikan peluang keterwakilan
perempuan sebagai tempat aspirasi sangat dibutuhkan. Kemudian
melihat secara kuantitas, jumlah anggota DPRD Kabupaten Barru
dari 25 orang diantaranya diduduki oleh 6 orang perempuan yakni
sebanyak 24 persen. Jika diurai untuk melihat perannya dalam
lembaga legislatif beberapa diantaranya menduduki jabatan
strategis. Diantaranya, Ketua fraksi Golkar dan fraksi PKS, dan
Komisi 2. Hal yang menarik kemudian, bahwa untuk pertama kalinya
di DPRD Kabupaten Barru jabatan pimpinan DPRD saat ini diduduki
oleh perempuan. Dari empat badan di DPRD Kabupaten Barru, tiga
diantaranya masing-masing ada perwakilan perempuan. Badan
yang dimaksudkan yaitu badan legislasi, badan musyawarah, dan
badan anggaran. Tentunya kondisi ini memberikan kesadaran
bahwa keterwakilan perempuan di ruang publik seharusnya
memanfaatkan peluang dan kesempatan yang sama untuk
berperan dalam pengambilan keputusan terlebih lagi itu akan
berdampak bagi kehidupannya.
Dari fakta yang penulis lihat melalui data dan pengamatan,
yang dikaji bagaimana partisipasi perempuan dalam pembentukan
perda atas keterwakilannya yang dimaksudkan dalam perumusan
peraturan daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru. Bahkan
21
ketika pemerintah dan negara telah memberi kesempatan untuk
mendorong perempuan terlibat dalam jabatan politik.
Untuk melihat seberapa besar peran perempuan dalam
jabatan politik di Kabupaten Barru pada proses pengambilan
keputusan dalam perumusan kebijakan, maka penulis tertarik untuk
mengajukan skripsi yang berjudul : “Keterlibatan Perempuan dalam
Proses Pembentukan Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD
Kabupaten Barru”.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang diuraikan di atas oleh penulis,
maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam proses
pembentukan perda tentang APBD di lembaga legislatif daerah?
2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat tingkat
partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda tentang
APBD di lembaga legislatif daerah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka ada beberapa tujuan
yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut :
22
1. Untuk mengetahui dan menganalisi gambaran terkait dengan
tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda
tentang APBD di lembaga legislatif daerah.
2. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat
partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda tentang
APBD di lembaga legislatif daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil yang nanti akan dicapai pada penelitian ini diharapkan
memberi manfaat sebagai berikut:
1. Dari aspek akademis, penelitian yang akan dilakukan ini dapat
dijadikan suatu bahan studi perbandingan selanjutnya dan akan
menjadi sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-
kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya dalam kajian ilmu pemerintahan.
2. Secara praktis, hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini yaitu
dapat menjadi suatu bahan masukan atau evaluasi bagi pemerintah
Kabupaten Barru dalam penyusunan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan untuk meningkatkan penerapan kesetaraan
gender dalam pemerintahan.
3. Sebagai gambaran dan informasi bagi publik terkait tingkat
partisipasi perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Barru.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka sangat penting untuk lebih menjelaskan dan
mempertegas aspek teoritis . dalam bab ini akan membahas konsep-
konsep penting yang relevan dengan judul dan rumusan masalah yang
diteliti. Konsep –konsep ini menjadi landasan atau kerangka berfikir dalam
perumusan masalah dan penelitian yang akan dilaksanakan.
2.1 Partisipasi
Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009: 31-
32), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang
24
dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan
mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala
kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala
kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian
tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.
Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi
dari seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong
mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan kelompok
tersebut dan ikut bertanggungjawab terhadap kelompoknya.
Pendapat lain menjelaskan bahwa partisipasi merupakan
penyertaan pikiran dan emosi dari pekerja- pekerja kedalam
situasi kelompok yang bersangkutan dan ikut bertanggungjawab
atas kelompok itu. Partisipasi juga memiliki pegertian “a
valuentary process by which people including disadvantaged
(income, gender, ethnicity, education) influence or control the
affect them” (Deepa Naryan, 1995), artinya suatu proses yang
wajar di mana masyarakat termasuk yang kurang beruntung
(penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau
mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung
menyangkut hidup mereka.
Partisipasi menurut Huneryear dan Heoman dalam Siti
Irene Astuti D. (2009: 32) adalah sebagai keterlibatan mental
25
dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorongnya
memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta
membagi tanggungjawab bersama mereka. Pengertian
sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal
dan Dedi Supriadi (2001: 201-202), di mana partisipasi dapat juga
berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau
masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan
pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi
dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka
sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan
memecahkan masalahnya. H.A.R Tilaar (2009: 287)
mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari
keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses
desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya
perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan
mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pembangunan masyarakatnya.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian
masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
26
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi
perubahan yang terjadi. Mikkelsen (1999: 64) membagi
partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada
proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2) Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak
masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan
kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
3) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat
dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
4) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang
mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait,
mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu;
5) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat
setempat dengan para staf yang melakukan persiapan,
pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh
informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak
sosial;
6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
27
Dari beberapa pakar yang mengungkapkan definisi
partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi
adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok
orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara
sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap
evaluasi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991:
154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat
merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang
tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan
dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka
akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan
akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;
ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah
meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang
terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah
28
program pembangunan dengan cara melibatkan mereka
dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan
selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.
2.2 Perempuan
Manusia sudah mengenal adanya perbedaan antara laki-
laki dan perempuan sejak manusia itu ada di muka bumi.
Pembedaan antara laki-laki dan perempuan ini didasari oleh apa
yang melekat pada individu itu sendiri, pembedaan serupa ini atas
dasar unsur biologis. Tetapi selain pembedaan yang didasari oleh
unsur-unsur biologis, ada pula pembedaan yang didasari oleh akal
budi manusia, pembedaan yang didasari oleh hasil berfikir
manusia, pembedaan yang didasari oleh unsur-unsur sosial
yang diciptakan oleh manusia.
Perempuan memang bukan kelompok yang rentan, seperti
anak, lansia, dan penyandang cacat, melainkan kelompok yang
terdiri atas setengah jumlah penduduk yang diharapkan
memaksimalkan potensi-potensi yang dimilikinya sebagai warga
negara seperti halnya laki-laki.
Di dalam kehidupan manusia baik di keluarga maupun di
masyarakat, pembedaan secara biologis maupun pembedaan yang
didasari oleh unsur- unsur sosial terkadang menjadi problematika
terhadap eksistensi perempuan di segala bidang, tentunya ada
banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.
29
Perempuan tidak untuk diistimewakan daripada laki-laki,
melainkan perempuan harus memberdayakan dirinya.
Berdaya dalam arti bisa mengatasi persoalan-persoalan dalam
kehidupan. Tentunya, ini berkaitan dengan pengembangan diri
setiap perempuan dalam mengatasi berbagai persoalan. Baik
sebagai individu, ibu, maupun sebagai salah satu unit dari
masyarakat dan negara.
Selama ini perempuan dikonstruksikan secara sosial dan
politik punya label-label tertentu dengan kecenderungan hanya
berada pada ranah privat yang tidak ada urusannya sama sekali
dengan ranah publik. Terminologi publik dan privat yang erat
kaitannya dengan konsep jender, peran jender dan stereotipe, telah
menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara
perempuan dan laki-laki.
Dimensi kultural berkaitan dengan posisi perempuan di
masyarakat. Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti anggapan atau
bahkan keyakinan bahwa status perempuan yang rendah di dunia
publik sering menjadi hambatan bagi perempuan untuk dapat
berperan aktif dalam pemerintahan. Kendala-kendala sosial
ekonomi mempengaruhi pula partisipasi perempuan. Persoalan
seperti kemiskinan, pengangguran, lemahnya sumber keuangan,
buta huruf dan terbatasnya akses ke pendidikan, serta beban
30
ganda perempuan, sering dikemukakan sebagai kendala dalam
pertisipasi perempuan di dunia publik.
Banyak kegiatan perempuan yang berada dalam lingkup
privat seperti menjalankan fungsi reproduksi, mengurus rumah
tangga, dan mendidik anak, tidak termasuk dalam kategori publik.
Padahal perempuan sebagai satu kategori pembuat kebijakan,
pada dasarnya dapat berpartisipasi dalam bentuk tidak langsung
yaitu sebagai wakil kelompok perempuan yang bisa
merepresentasikan kepentingan kelompok mereka. Keterwakilan
perempuan dalam artian ini adalah untuk menyuarakan
kepentingan perempuan. Pada titik ini, yang banyak diabaikan oleh
banyak kalangan, yakni bahwa kepentingan-kepentingan
perempuan memang lebih baik disuarakan oleh perempuan sendiri
karena mereka yang sesungguhnya paling mengerti kebutuhan-
kebutuhan perempuan. Mempertimbangkan kepentingan
perempuan serta melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses
pembuatan kebijakan adalah dasar dari kerangka demokrasi yang
mendorong ke arah kesetaraan dan keadilan gender.
Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada
lingkup atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya
penuh dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas
menentukan apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang
31
perempuan ingin menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat
publik, sama saja nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya.
Partisipasi kaum perempuan dalam sektor publik merupakan
upaya untuk meningkatkan kemampua dan kemandirian
perempuan sebagai insan dan sebagai sumber daya manusia
dalam pembangunan. Peran aktif perempuan dalam pembangunan
pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan diri yang
dapat dilihat pada bidang-bidang yang memberi pengaruh luas di
sektor publik meliputi politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi
perempuan memberikan kemampuan, kemandirian serta ketahanan
mental dan spiritual menuju terwujudnya kemitrasejajaran
perempuan dan laki-laki yang selaras, serasi, dan seimbang yang
dilandasi saling menghormati, saling menghargai, saling
membutuhkan dan saling mengisi. Dengan demikian akan terdapat
persamaan status, kedudukan, hak kewajiban dan tanggung jawab
antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran masing-
masing. Peran perempuan dalam berbagai sektor atau bidang
dalam kehidupan masyarakat atau sektor publik masih banyak
terhambat oleh alasan budaya, tradisi dan tata nilai yang telah
melembaga di masyarakat.
Secara keseluruhan, peran perempuan yang sangat
terbatas dalam pembuatan kebijakan dan posisi kepemimpinan
disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit
32
perempuan terlibat secara penuh di dalamnya. Tingkat pendidikan
perempuan yang pada umumnya rendah, serta faktor kemiskinan
yang mereka alami, semakin memperburuk permasalahan ini.
Dalam situasi di mana mayoritas laki-laki tidak menyadari
pentingnya partisipasi perempuan yang setara, serta rendahnya
dukungan sosial dan keluarga, membuat perempuan semakin sulit,
untuk mengatakan tidak mungkin terlibat dalam dunia publik.
Menurut pandangan Alisjahbana (1982:47), sistem sosial
budaya baru atau sistem kebudayaan modern sangat menjunjung
nilai-nilai teori, nilai ekonomi dan nilai solidaritas. Dalam sistem
budaya ini, menjadi ibu dan menjadi istri adalah sebuah pilihan.
Karena sifatnya yang opsional, seorang perempuan tidak memiliki
keharusan untuk menjalankan peran itu. Peran-peran hasil
konstruksi sosial dapat diperjuangkan untuk dapat berubah melalui
proses panjang dan terus-menerus. Untuk menjadi maju,
perempuan harus meraihnya sendiri dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai teori dan ekonomi. Laki-laki hanyalah sebagai mitra atau
teman dalam berproses itu, bukan menjadi penentu bagi “proses
menjadi” perempuan.
2.3 Gerakan Perempuan dalam Perspektif Sejarah
Pembahasan tentang latar belakang keterlibatan aktif
perempuan dalam perjuangan dan sejarah bangsa, perlu
mendapatkan perhatian serius, karena hingga saat ini penulisan
33
sejarah Indonesia belum mendudukkan secara jelas posisi dan
peran aktif perempuan dalam sejarah bangsa. Paling sedikit,
terlihat dalam literatur sejarah perjuangan dan kontribusi
perempuan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan serta
bagaimana sumbangan mereka dalam memperbaiki posisi
perempuan sebelum dan sesudah kemerdekaan, tidak pernah
menjadi fokus perhatian para ahli sejarah. Selain itu, pasang
surutnya pergerakan perempuan Indonesia yang beriringan dengan
kondisi sosial politik bangsa juga cenderung melupakan peran aktif
perempuan sejak sebelum kemerdekaan.
Dalam periode Revolusi Kemerdekaan, peran dan posisi
perempuan dan laki-laki cukup seimbang. Mereka tidak
direndahkan, tidak diasosiasikan sebagai ibu yang tugas utamanya
menjadi pendamping suami dan mengurus rumahtangga belaka,
tetapi perempuan justru diikutsertakan dalam perjuangan bangsa.
Berkat perjuangan perempuan, jumlah perempuan yang mengikuti
pendidikan formal antara 1950-1960 bertambah. Perempuan juga
mulai mengisi perannya secara profesional (diruang publik).
Pada zaman Orde Baru, dengan Demokrasi Pancasila-nya,
terutama di akhir tahun 1970 dan tahun-tahun sesudahnya
menyurutkan secara bertahan dan kemandirian serta peran aktif
perempuan di dunia publik.
34
Di era demokratisasi seperti saat ini, partisipasi dan
representasi perempuan dituntut untuk lebih adil. Demokrasi yang
bermakna adalah demokrasi yang memperhatikan dan
memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia yang
terdiri dari perempuan. Memperbaiki kehidupan mereka sebagai
mitra sejajar, adalah prasyarat mutlak jika memang taruhannya
adalah membangun kehidupan demokrasi yang sejati atau lebih
bermakna. Demokrasi tanpa melibatkan perempuan di dalamnya,
sudah pasti itu bukan demokrasi yang sesungguhnya.
Perempuan Indonesia, jelas telah membuktikan sejak
sebelum kemerdekaan, bahwa mereka merupakan aset bangsa
yang dari jumlahnya tidak bisa diingkari keberadaannya, tetapi
sayangnya dari segi politik-sosial dan budaya masih juga
dipandang sebelah mata. Tetapi yang pasti semangat perjuangan
perempuan tidak pernah bisa dibendung.
Sejarah perkembangan bangsa mempunyai bukti-bukti
bahwa nasionalisme perempuan Indonesia tidak kurang bobotnya
dibandingkan dengan nasionalisme laki-laki Indonesia. Salah satu
keinginan yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan adalah
bertambahnya pemimpin perempuan, terbukanya kesempatan bagi
perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan,
yang selama ini pimpinan atau manajer hampir selalu didominasi oleh
laki-laki. Perempuan memang mempunyai peluang untuk memegang
35
peran melihat jumlahnya yang cukup besar yang bila diikuti dengan
kualitas dan kemampuan, akan menjadi suatu potensi pembangunan yang
kuat. Namun kenyataanya perempuan masih selalu dianggap sebagai
orang kedua (subordinat) dari berbagai bidang. Sementara seorang
pimpinan dikatakan baik dan berhasil manakala mampu mengambil
keputusan yang rasional dan bijaksana.
2.4 Pemerintahan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang
berasal dari kata perintah. kata-kata itu berarti:
a) Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh
melakukan sesuatu.
b) Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah,
daerah, atau, Negara.
c) Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam
memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan
adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
36
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai
suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi
dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan
dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan
menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan. Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan
membentuk undang-undang, dan Kekuasaan Yudikatif yang berati
kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.
Terdapat dua nilai dasar pemerintahan, yaitu power
pemerintah dan legitimacy dari yang diperintah. Dengan perkataan
lain, janji dan bukti dari pemerintah, dan imbalannya trust dari yang
diperintah. Dalam sistem demokrasi, legitimacy dan trust itu datang
dari pihak yang diperintah, baik dalam proses pembentukan
kekuasaan, proses penggunaan kekuasaan, dan proses
pertanggungjawaban penggunaan kekuasaan.
Terdapat dua macam fungsi pemerintah. Pertama fungsi
primer dan kedua fungsi sekunder. Fungsi primer yaitu fungsi yang
terus-menerus berjalan dan berhubungan positif dengan kondisi
pihak yang di perintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah
berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial
masyarakat, semakin meningkat kondisi yang di perintah, semakin
37
meningkat fungsi primer pemerintah. Pemerintah berfungsi primer
sebagai provider jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan
civil termasuk layanan birokrasi. Kedua jenis fungsi itu disingkat
sebagai fungsi pelayanan (serving). Fungsi sekunder pemerintah
adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi,
politik dan sosial yang di perintah, dalam arti, semakin tinggi taraf
hidup, semakin kuat bargaining position, dan semakin integratif
masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder
pemerintah. Fungsi pemerintah berubah, dari rowing ke steering.
Jika kondisi ekonomi masyarakat lemah, pemerintah
menyelenggarakan pembangunan. Semakin berhasil
pembangunan, semakin meningkat kondisi ekonomi masyarakat,
semakin berkurang fungsi pemerintah dalam pembangunan.
Hubungan pemerintahan yang sehat memerlukan
keseimbangan yang dinamik antara pemerintah dengan yang
diperintah. Keseimbangan yang dinamik itu bergantung pada
pilihan terbaik antara hubungan perwakilan dengan hubungan
langsung. Jika alternatif pertama yang dipilih, maka hubungan
antara sampel dengan populasi harus benar-benar terjamin.
2.5 Legislatif (DPRD)
Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
38
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
DPRD dibentuk sebagai legislatif di daerah, kedudukan DPRD
sejajar dengan Kepala Daerah, keanggotaan DPRD dipilih
langsung secara demokratis oleh rakyat.Hal ini agar anggota DPRD
lebih meningkatkan akuntabilitas kepada rakyat yang telah
memilihnya.
Adapun fungsi DPRD Berdasarkan Undang-Undang No.23
Tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa Fungsi DPRD :
a) Fungsi Legislasi berkaitan dengan pembentukan peraturan
daerah. Hal ini tidak mungkin terwujud apabila mekanisme
penyusunan Peraturan Daerah bersifat eksklusif dan tertutup.
Untuk itu, mekanisme penyusunan Perda yang dituangkan dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar
mampu menampung aspirasi rakyat. Fungsi ini dilaksanakan
dengan cara membahas bersama Kepala daerah dan menyetujui
atau tidak, menyetujui rancangan Perda Kabupaten/kota,
mengusulkan usul rancangan Perda, menyusun program
pembentukan Perda bersama Bupati/walikota.
b) Fungsi anggaran diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk
persetujuan bersama terhadap rancangan Perda Kabupaten/kota
39
tentang APBD Kabupaten/kota yang diajukan oleh
Bupati/Walikota.
c) Fungsi pengawasan. Dalam hal ini, pihak legislatif mengontrol
pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan
pemerintah daerah.
Adapun tugas dan wewenang DPRD adalah membentuk
peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan
daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota, Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/kota,
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/walikota
kepada Menteri melalui Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan atau
pemberhentian.
2.6 Peranan Perempuan dalam Pembangunan
Selama ini perempuan dikonstruksikan secara sosial dan
politik punya label-label tertentu dengan kecenderungan hanya
berada pada ranah privat yang tidak ada urusannya sama sekali
dengan ranah publik. Dimensi kultural berkaitan dengan posisi
perempuan di masyarakat. Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti
anggapan atau bahkan keyakinan bahwa status perempuan yang
40
rendah di dunia publik sering menjadi hambatan bagi perempuan
untuk dapat berperan aktif dalam pemerintahan. Kendala-kendala
sosial ekonomi mempengaruhi pula partisipasi perempuan.
Persoalan seperti kemiskinan, pengangguran, lemahnya sumber
keuangan, buta huruf dan terbatasnya akses ke pendidikan, serta
beban ganda perempuan, sering dikemukakan sebagai kendala
dalam pertisipasi perempuan di dunia publik.
Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada
lingkup atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya
penuh dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas
menentukan apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang
perempuan ingin menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat
publik, sama saja nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya.
Partisipasi kaum perempuan dalam sektor publik merupakan
upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian
perempuan sebagai insan dan sebagai sumber daya manusia
dalam pembangunan. Peran aktif perempuan dalam pembangunan
pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan diri yang
dapat dilihat pada bidang-bidang yang memberi pengaruh luas di
sektor publik meliputi politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi
perempuan memberikan kemampuan, kemandirian serta ketahanan
mental dan spiritual menuju terwujudnya kemitrasejajaran
perempuan dan laki-laki yang selaras, serasi, dan seimbang yang
41
dilandasi saling menghormati, saling menghargai, saling
membutuhkan dan saling mengisi. Dengan demikian akan terdapat
persamaan status, kedudukan, hak kewajiban dan tanggung jawab
antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran masing-
masing. Peran perempuan dalam berbagai sektor atau bidang
dalam kehidupan masyarakat atau sektor publik masih banyak
terhambat oleh alasan budaya, tradisi dan tata nilai yang telah
melembaga di masyarakat.
Secara keseluruhan, peran perempuan yang sangat
terbatas dalam pembuatan kebijakan dan posisi kepemimpinan
disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit
perempuan terlibat secara penuh di dalamnya. Tingkat pendidikan
perempuan yang pada umumnya rendah, serta faktor kemiskinan
yang mereka alami, semakin memperburuk permasalahan ini.
Dalam situasi di mana mayoritas laki-laki tidak menyadari
pentingnya partisipasi perempuan yang setara, serta rendahnya
dukungan sosial dan keluarga, membuat perempuan semakin sulit,
untuk mengatakan tidak mungkin terlibat dalam dunia publik.
Menurut pandangan Alisjahbana (1982:47), sistem sosial
budaya baru atau sistem kebudayaan modern sangat menjunjung
nilai-nilai teori, nilai ekonomi dan nilai solidaritas. Dalam sistem
budaya ini, menjadi ibu dan menjadi istri adalah sebuah pilihan.
Karena sifatnya yang opsional, seorang perempuan tidak memiliki
42
keharusan untuk menjalankan peran itu. Peran-peran hasil
konstruksi sosial dapat diperjuangkan untuk dapat berubah melalui
proses panjang dan terus-menerus. Untuk menjadi maju,
perempuan harus meraihnya sendiri dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai teori dan ekonomi. Laki-laki hanyalah sebagai mitra atau
teman dalam berproses itu, bukan menjadi penentu bagi “proses
menjadi” perempuan.
Ketika membahas dampak representasi perempuan harus
dibedakan antara isu-isu perempuan dan perspektif perempuan. Isu
perempuan adalah isu yang memilik dampak langsung terhadap
perempuan (misalnya hak reproduksi atau alasan sosial lain seperti
perawatan anak). Perspektif perempuan adalah pandangan
perempuan tentang semua persoalan publik. Cara pandang
perempuan/perspektif perempuan seringkali berbeda dengan laki-
laki. Walaupun sama-sama peduli pada masalah-masalah ekonomi,
perempuan akan lebih berminat pada masalah upah, pensiun, kerja
paruh waktu, sedangkan laki-laki cenderung tertarik pada masalah
seperti isu pengangguran dan lainnya yang sejenis.
Bagi perempuan perjuangan emansipasi dilaksanakan
dimana saja. Bagi perempuan yang terkait pada struktur, posisi
keterpenjaraan dan keterikatan tidak menghalangi dirinya untuk
selalu memperjuangkan emansipasi. Menjadi istri pejabat bukanlah
halangan untuk memperjuangkan ideologinya. Menjadi menteri,
43
aktivis lembaga swadaya masyarakat, pemimpin organisasi sosial,
artis, relawan, anggota legislatif dan menjadi lainnya adalah ladang
yang luas untuk selalu meneriakkan perjuangan itu. Apa saja yang
dimiliki dan melekat pada perempuan menjadi arena perjuangan
emansipasi. Sifat, perilaku, tindak tutur, asesoris, cara pikir, dan
cara pandang menjadi arena perjuangan. Semua itu harus
dilakukan dengan intensitas ekstensitas yang tinggi.
Untuk membangun demokrasi di Indonesia dibutuhkan peran
yang sama dan adil antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi
membutuhkan partisipasi, pengalaman serta upaya dari laki-laki
dan perempuan bersama-sama. Adanya perbedaan antara laki-laki
dan perempuan mengakibatkan terjadinya pembagian kerja atau
pembagian peran dalam masyarakat. Dalam pembagian kerja
tradisional, perempuan ditempatkan pada peran akspressif,
domestik, reproduktif, parsial dan sensitif, sedangkan laki-laki
ditempatkan pada peran instrumental, publik, produktif, dominan,
dan kompetitif. Pembagian kerja ini akan bergeser dan berubah
searah dengan munculnya masyarakat modern yang tidak lagi
terkait dalam batasan-batasan peran, tetapi lebih berorientasi pada
penghargaan hidup, kebebasan, bakat, prestasi, dan karir individu
sebagai dasar masyarakat pluralistik.
Jalan memang masih panjang, tapi bukan tanpa harapan.
Jika sejarah adalah bentukan manusia, maka perempuan pun bisa
44
membuat sejarahnya sendiri menuju masyarakat yang lebih adil
dan setara di antara warganya.
2.7 Peraturan Daerah
Peraturan Daerah (Legislasi) dalam arti sempit merupakan
proses dan produk pembuatan undang-undang. Legislasi dalam arti
luas termasuk pula pembentukan Peraturan Pemerintah dan
peraturan-peraturan lain yang mendapat pendelegasian
kewenangan dari undang-undang (delegation of rule making
powerby the laws). Hukum Bambang Palasara menuturkan bahwa
Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang strategis, karena
diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur
dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional,Perda
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi
daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI
Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah.
2. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta
penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun,
pengaturannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan
45
Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945.
3. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
daerah.
4. Sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Proses pembentukan suatu Undang-Undang atau perda
dapat diurut sebagai berikut:
a) Tahap Perencanaan
Tahap pertama pembentukan UU atau perda (provinsi
maupun kabupaten/kota) pada dasarnya adalah sama, yakni
diawali dengan tahap perencanaan yang dituangkan dalam
bentuk program legislasi. Untuk program pembentukan undang-
undang disebut program legislasi nasional (Prolegnas),
sedangkan untuk program pembentukan perda disebut program
legislasi daerah (Prolegda) provinsi, kabupaten/kota. Program
legislasi nasional (Prolegnas) adalah instrument perencanaan
program pembentukan Undang-undang yang disusun secara
berencana, terpadu dan sistematis sedangkan program
legislasi daerah (Prolegda) adalah instrument perencanaan
pembentukan peraturan daerah yang disusun secara
berencana, terpadu dan sistematis.
46
b) Tahap Perancangan
1) Perumusan Ranperda dilakukan dengan mengacu pada
naskah akademik;
2) Hasil naskah akademik akan menjadi bahan pembahasan
didalam rapat konsultasi; dan
3) Pembahasan di dalam rapat konsultasi adalah untuk
memantapkan konsepsi terhadap ranperda yang
direncanakan pembentukannya secara menyeluruh (holistis).
4) Pembentukan Tim Asistensi.Tim asistensi dibentuk guna
membahas/ menyusun materi ranperda dan melaporkannya
kepada kepala daerah dengan segala permasalahan yang
dihadapi.
5) Konsultasi Ranperda dengan pihak-pihak terkait
6) Persetujuan Ranperda oleh kepala daerah.
c) Tahap Pembahasan
Pada tahap pembahasan, Ranperda dibahas oleh DPRD
dengan Gubernur, Bupati/walikota untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Sebagaimana diketahui Ranperda dapat
berasal dari DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif kepala
daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah lebih
dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan peraturan
daerah merupakan salah satu tahap pembuatan peraturan
47
daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan
setelah tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan
telah layak dibahas pada sidang paripurna.
d) Tahap Pengundangan
Undang-undang atau perda yang telah ditetapkan,
selanjutnya diundangkan dengan menempatkannya didalam
lembaran daerah oleh sekertaris daerah, sedangkan penjelasan
perda dicatat didalam tambahan lembaran daerah oleh
sekretaris daerah, atau oleh kepala biro hukum/ kepala bagian
hukum.
e) Tahap Sosialisasi
Meskipun Perda telah diundangkan didalam lembaran
daerah, namun belum cukup menjadi alasan untuk
menganggap bahwa masyarakat telah mengetahui eksistensi
perda tersebut. Oleh karena itu, Perda yang telah disahkan dan
diundangkan tersebut harus pula disosialisasikan.
f) Tahap Evaluasi
Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh sebuah
Perda setelah diberlakukan, maka perlu dilakukan evaluasi.
Melalui evaluasi akan dapat diketahui kelemahan dan kelebihan
48
Perda yang sedang diberlakukan, yang selanjutnya guna
menentukan kebijakan-kebijakan, misalnya apakah perda tetap
dipertahankan atau perlu direvisi.
Namun, berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 UU
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, menyatakan bahwa Pembentukan
Perundang-undangan mencakup tahap perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
Tahapan tersebut adalah prosedur baku yang harus dilewati oleh
setiap Pembentukan Peraturan Perudang-undangan termasuk
Peraturan Daerah.
Dalam pembentukan peraturan daerah, penetapan
rancangan peraturan daerah merupakan tahap pengambilan
keputusan terbentuknya suatu peraturan daerah. Rancangan
peraturan daerah yang telah disetujui pada tahap pembahasan,
disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah
untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah.
2.8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
49
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur APBD berdasarkan
Permendagri No.13 Tahun 2006 bahwa Struktur APBD merupakan
satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah; 2. Belanja
Daerah dan; 3. Pembiayaan Daerah.
1. Anggaran pendapatan daerah, terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain.
2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
3) Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat.
2. Anggaran belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Jika telah dilakukan sosialisasi oleh Sekretaris Daerah, Kepala
Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD tersebut beserta Nota Keuangannya kepada DPRD untuk
50
dibahas lebih lanjut dalam rangka mendapatkan persetujuan
bersama, yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
Pasal 43, menyebutkan bahwa Kepala Daerah menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD disertai
penjelasan dan dokumen pendukungnya pada Minggu Pertama
Bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka
memperoleh persetujuan bersama.
Mekanisme pembahasan yang dilakukan antara Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan tata tertib DPRD yang bersangkutan, antara lain dengan
melalui rapat-rapat kerja dengan SKPD. Dengan kata lain bahwa
pembahasan di DPRD melibatkan SKPD yang bersangkutan,
apabila SKPD tersebut sudah mendapat kesempatan untuk
dibahas rancangan kegiatan dan anggarannya yang tercantum
dalam Rancangan APBD. Setelah melalui pembahasan di DPRD
antara pemerintah daerah/SKPD dan DPRD, dan telah menemukan
atau menghasilkan kesepakatan dalam bentuk keputusan bersama,
maka dianggap bahwa pembahasan pada tingkat daerah di DPRD
sudah berakhir, untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pasal 45
ayat (1) dinyatakan bahwa Pengambilan keputusan bersama DPRD
dan Kepala Daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun
51
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Setelah
penandatanganan persetujuan bersama antara Kepala daerah
dengan DPRD selesai, maka pembahasan rencana kegiatan dan
anggaran (RAPBD) telah berakhir dan atas dasar keputusan
bersama terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
seperti tersebut di atas, Kepala Daerah selanjutnya menyusun
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Dalam rangka penetapannya secara sah, maka Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD yang sudah dibahas, dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri, sedang Kabupaten/Kota ke Gubernur untuk dievaluasi.
Keharusan evaluasi terhadap kedua dokumen perencanaan
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
Pasal 47 ayat (1) dan (2), yang menegaskan bahwa : (1)
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang
Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur, paling
lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada
Gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Ketentuan seperti ini juga
52
berlaku bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Kabupaten
dan Kota yang wajib dievaluasi oleh Gubernur yang bersangkutan
dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Dokumen berupa Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD yang telah dievaluasi dan telah disetujui oleh
Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi
Kabupaten/Kota, hasil evaluasinya dituangkan dalam Keputusan
Menteri Dalam Negeri/Gubernur dan selanjutnya ditetapkan oleh
Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD. Mengenai ketentuan waktu
penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan penjabarannya
diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005, dan Pasal 116 ayat (1) dan (2) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, sebagai berikut:
(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah
dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.
53
(2) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat
tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dengan ditetapkannya kedua dokumen anggaran tersebut,
maka berarti bahwa seluruh materi atau muatan yang ada dalam
Rancangan APBD telah disetujui untuk dilaksanakan, dengan kata
lain bahwa proses atau tahap perencanaan, pembahasan dan
penetapan anggaran telah berakhir untuk tahun anggaran yang
bersangkutan.
2.9 Kerangka Konseptual
DPRD sebagai lembaga Legislatif adalah badan atau
lembaga yang berwenang untuk membuat Perda (Peraturan
Daerah) dan sebagai kontrol terhadap Pemerintahan. Peraturan
daerah yang merupakan produk hukum daerah dapat dibagi dalam
dua kategori yakni perda yang bersifat insedentil dan perda yang
bersifat rutin. APBD Perda yang bersifat insedentil dapat
dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
Daerah (Kepala daerah) sesuai dengan kebutuhan masyarakat
daerah. Sedangkan perda yang bersifat rutin (APBD) merupakan
kewenangan eksekutif dalam hal perancangannya. Tahap
perancangan Perda APBD pada dasarnya merupakan ranperda
yang diusulkan oleh eksekutif namun pembahasan dan
54
penetapannya tetap bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (legislatif).
Peraturan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dibuat untuk menjadi pedoman pemerintah daerah dalam
pengelolaaan keuangan daerah selama 1 tahun pemerintahan.
Penyusunan Perda APBD harus berdasar pada Peraturan Menteri
yang dikeluarkan setiap tahunnya yang menjadi pedoman
penyusunan Perda APBD. Seperti halnya Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017.Dalam
proses pembentukan Perda APBD tersebut dimulai dari tahapan
perancangan sampai pada tahap penetapan Perda yang
merupakan kewenangan Kepala Daerah dan DPRD.
Dalam proses pembentukannya kemudian di DPRD
Kabupaten Barru, penulis melihat bagaimana tingkat partisipasi
anggota DPRD perempuan dan faktor-faktor apa yang mendorong
maupun menghambat. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut
:
55
Gambar 1
Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan
Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
TENTANG APBD
TAHUN ANGGARAN 2017
KABUPATEN BARRU
Partisipasi Perempuan
Anggota DPRD
Proses Pembentukan
Perda APBD 2017
Kabupaten Barru
- Tahap Perancangan
- Tahap Pembahasan
- Tahap Penetapan
Faktor pendukung :
1) Kebijakan tentang
peluang perempuan
dalam wilayah
publik
2) Keterlibatan Partai
sebagai sarana
komunikasi
3) Budaya Patriarki
4) Komunikasi intra-
Institusional
Faktor penghambat :
1) Kuantitas
perempuan
2) Kapabilitas
Perempuan
56
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III merupakan bagian yang menjalaskan metode penelitian
yang digunakan penulis pada saat melakukan penelitian, Garis besar yang
terdapat dalam bab ini, diantaranya lokasi penelitian, latar penelitian, tipe
penelitian yang digunakan, sumber data, teknik pengumpulan data,
infrorman penelitian, yang akan menjadi narasumber dalam penelitian
serta teknik analisis data yang digunakan sebagai tindak lanjut untuk
mengolah data yang telah diperoleh dilapangan menjadi data yang lebih
rinci, jelas, sehingga tujuan penelitian dapat tergambar lebih jelas. Bab III
merupakan bagian yang menjalaskan metode penelitian yang digunakan
penulis pada saat melakukan penelitian, Garis besar yang terdapat dalam
bab ini, diantaranya lokasi penelitian, latar penelitian, tipe penelitian yang
digunakan, sumber data, teknik pengumpulan data, infrorman penelitian,
57
yang akan menjadi narasumber dalam penelitian serta teknik analisis data
yang digunakan sebagai tindak lanjut untuk mengolah data yang telah
diperoleh dilapangan menjadi data yang lebih rinci, jelas, sehingga tujuan
penelitian dapat tergambar lebih jelas.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Barru dimana titik
pengambilan data pada Kantor DPRD untuk mengetahui proses
pembentukan Perda APBD 2017. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 12
Juni 2017 sampai dengan 31 Agustus 2017.
3.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian ini memberi informasi, gambaran serta memahami dan
menjelaskan bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam proses
pembentukan Perda tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru dengan
mendasarkan pada hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan studi
kepustakaan.
3.3 Sumber Data
58
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder :
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
asalnya, data primer di peroleh melalui :
• Hasil observasi visual, dilakukan untuk mengetahui kondisi
keberadaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat maupun
parpol di Kabupaten Barru.
• Hasil wawancara, dilakukan pada informan baik itu dari
DPRD sebagai lembaga legislative maupun pada beberapa
parpol. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah memperoleh,
menganalisis DPRD (legislatif) sebagai lembaga dalam
proses pembentukan peraturan daerah maupun parpol di
Kabupaten Barru.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen, catatan-catatan, laporan - laporan, maupun arsip -
arsip resmi yang diperoleh dari pemerintah daerah dan DPRD
Kabupaten Barru.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1.) Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
59
2.) Interview atau wawancara mendalam (in dept interview) yaitu
mengadakan wawancara dengan informan yang bertujuan untuk
menggali informasi yang lebih mendalam tentang berbagai
aspek yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Peneliti telah melakukan wawancara langsung dengan informan
terkait seperti proses perancangan, penetapan dan
pembahasan Perda APBD serta faktor-faktor yang berpengaruh
di dalamnya.
3.) Studi Pustaka yaitu bersumber dari hasil bacaan literatur atau
buku-buku atau data terkait dengan topik penelitian. Ditambah
penulusuran data online, dengan pencarian data melalui fasilitas
internet.
4.) Dokumentasi yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar
inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang
dilakukan. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan
sebagainya
5.) Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang paham atau pelaku yang
terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan
dalam penelitian ini dipilih karena dianggap paling banyak
mengetahui atau bahkan terlibat langsung dalam kerjasama
60
pemerintahan daerah dalam pembentukan peraturan daerah di
Kabupaten Barru. Pemilihan informan dalam penelitian ini
dengan teknik penarikan sample secara subjektif dengan
maksud atau tujuan tertentu, peneliti menganggap bahwa
informan yang diambil tersebut memiliki informasi yang
diperlukan bagi penelitian yang akan dilakukan.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
• Anggota DPRD Perempuan Kabupaten Barru
• Anggota DPRD laki-laki Kabupaten Barru
• Ketua DPC Partai yang dinaungi anggota DPRD Perempuan
- DPC Golkar
- DPC PKS
- DPS PDIP
3.5 Analisis Data
Analisis data adalah proses penyempurnaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis fakta dan data yang diperoleh serta
hasil penelitian, baik dari hasil studi lapang maupun studi literature untuk
memperjelas gambaran hasil penelitian. Tahapan analisis data yang
dilakukan oleh penulis, yaitu:
61
a. Pengelompokan data. Tahapan ini merupakan tahapan awal yang
dilakukan oleh peneliti dalam rangkaian analisis data untuk
mengelompokkan hasil temuan diantaranya hasil wawancara dari
setiap informan, hasil studi pustaka yang dilakukan dan dokumen
yang diperoleh penulis.
b. Reduksi data. Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data
mentah, dengan menggunakan alat seperti alat perekam, catatan
lapangan serta observasi yang dilakukan penulis selama berada di
lokasi penelitian. Pada tahapan ini penulis sekaligus melakukan
proses penyeleksian, penyederhanaan, pemfokusan data dari
catatan lapangan dan transkrip hasil wawancara.
c. Analisis Isi. Tahapan analisis dilakukan berdasarkan hasil reduksi
data penelitian untuk mendapatkan tingkat perbedaan dan
hubungan atau korelasi dari setiap temuan baik hasil wawancara,
studi pustaka dan dokumen.
d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan oleh
penulisberdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan untuk
memperjelas hasil temuan.
3.6 Definisi Operasional
Setelah beberapa konsep diuraikan dalam hal yang berhubungan
dengan kegiatan ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai
62
tujuan penelitian perlu disusun defenisi operasional yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini antara lain :
1. Partisipasi perempuan yang dimaksudkan adalah keterlibatan
perempuan dalam jabatan politik yang tentunya erat kaitannya
dengan partisipasi kaum perempuan dalam perumusan kebijakan
dan proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di DPRD
Kabupaten Barru. Dalam hal partisipasi yang dimaksudkan
tentunya dalam proses pembentukan peraturan daerah melalui
tahapan yang diuraikan, sebagai berikut :
1) Tahap perancangan adalah sebagaimana diketahui Ranperda
dapat berasal dari DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif
kepala daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah lebih
dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan peraturan daerah
merupakan salah satu tahap pembentukan peraturan daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan setelah
tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak
dibahas pada sidang paripurna.
2) Tahap pembahasan. Ranperda dibahas oleh DPRD dengan
Bupati/walikota untuk mendapatkan persetujuan bersama.
63
3) Tahap Penetapan. Proses ini dilakukan setelah RAPBD dibahas
bersama eksekutif dan legislatif kemudian menetapkan RAPBD
menjadi Perda.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu hal-hal yang mendasari
dorongan maupun hambatan dari partisipasi perempuan dalam
proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di DPRD
Kabupaten Barru.
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. 1. Gambaran Umum Kabupaten Barru
4. 1. 1 Sejarah Kabupaten Barru
Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah
sebuah kerajaan kecil yang masing - masing dipimpin oleh seorang
Raja yaitu : Kerajaan Berru (Barru), Kerajaan Tanete,Kerajaan
Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi. Dimasa pemerintahan
Belanda dibentuk Pemerintahan Sipil Belanda dimana wilayah
Kerajaan Berru, Tanete dan Soppeng Riaja dimasukkan dalam
wilayah Onder Afdelling Barru,yang bernaung dibawah Afdelling
Pare Pare sebagai kepala Pemerintahan Onder Afdelling diangkat
seorang control Belanda yang berkedudukan di Barru,
sedangkan ketiga bekas kerajaan tersebut diberi status sebagai
Self Bestuur (Pemerintahan Kerajaan Sendiri) yang mempunyai
hak otonom untuk menyelenggarakan Pemerintahan sehari-hari
baik terhadap eksekutif maupun dibidang yudikatif.
Dari sejarahnya, sebelum menjadi daerah-daerah
Swapraja pada permulaan Kemerdekaan Bangsa Indonesia,
65
keempat wilayah Swapraja ini merupakan 4 bekas Selfbestuur
didalam Afdeling Pare-Pare masing-masing:
a. Bekas Selbesteuur Mallusetasi yang daerahnya sekarang
menjadi kecamatan Mallusetasi dengan Ibu Kota
Palanro. Adalah penggabungan bekas-bekas Kerajaan Lili
dibawah kekuasan Kerajaan Ajattapareng oleh Belanda
sebagai Selfbestuur, ialah Kerajaan Lili Bojo dan Lili Nepo.
b. Bekas selfbestuur Soppeng Riaja yang merupakan
penggabungan 4 Kerajaan Lili dibawah bekas Kerajaan
Soppeng (Sekarang Kabupaten Soppeng) Sebagai Satu
Selfbestuur, ialah bekas Kerajaan Lili Siddo, Lili Kiru-Kiru, Lili
Ajakkang, dan lili Balusu.
c. Bekas Selfbestuur Barru yang sekarang menjadi Kecamatan
Barru dengan lbu Kotanya Sumpang Binangae yang sejak
semula memang merupakan suatu bekas kerajaan kecil yang
berdiri sendiri.
d. Bekas Selbestuur Tanete dengan pusat Pemerintahannya di
Pancana daerahnya sekarang menjadi 3 Kecamatan masing-
masing Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Riaja,
Kecamatan Pujananting.
Seiring dengan perjalanan waktu,maka pada tanggal
24 Pebruari 1960 merupakan tongkak sejarah yang menandai
awal kelahiran Kabupaten Daerah TK.II Barru dengan Ibukota
66
Barru berdasarkan Undang-Undang Nomor 229 tahun 1959
tentang pembentukan Daerah-Daerah Tk. II di Sulawesi Selatan.
Kabupaten Barru terbagi dalam 7 Kecamatan dan 54
Desa/Kelurahan.
Sebelum dibentuk sebagai suatu Daerah Otonom
berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 pada tahun 1961, Daerah
ini terdiri dari 4 Wilayah Swapra didalam kewedanaan Barru
Kabupaten Pare-Pare lama, masing-masing Swapraja Barru
Swapraja Tanete, Swapraja Soppeng Riaja dan bekas Swapraja
Mallusetasi, Ibu Kota Kabupaten Barru sekarang bertempat di
bekas ibu Kota Kewedanaan Barru.
4. 1. 2. Keadaan Geografis
Aspek geografi merupakan gambaran mengenai karakteristik
lokasi dan wilayah, potensi pengambangan wilayah dan
kerentanan wilayah terhadap bencana. Secara rinci aspek
geografi kabupaten Barru dapat dilihat sebagai berikut
Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang
terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah yakni
1.174,72 km2, terbagi dalam tujuh kecamatan yakni : Kecamatan
Tanete Riaja seluas 174,29 km2, Kecamatan Tanete Rilau seluas
79,17 km2, Kecamatan Barru seluas 199,32 km2, Kecamatan
Soppeng Riaja seluas 78,90 km2, Kecamatan Mallusetasi seluas
67
216,58 km2, Kecamatan Pujananting seluas 314,26 km2,
dan Kecamatan Balusu seluas 112, 20 km2. Selain daratan,
terdapat juga wilayah laut teritorial seluas empat mil dari pantai,
sepanjang 78 km.
Kabupaten Barru terletak di Pantai Barat Sulawesi Selatan,
berjarak sekitar 100 km arah utara Kota Makassar. Secara
geografis terletak pada koordinat 40 05’ 49” LS – 40 47’ 35” LS
dan 1190 35’ 00” BT - 1190 49’ 16” BT. Dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara Kabupaten Barru berbatasan Kota
Parepare dan Kabupaten Sidrap,
b. Sebelah timur berbatasan Kabupaten Soppeng dan
Kabupaten Bone,
c. Sebelah selatan berbatasan Kabupaten Pangkep,
d. Sebelah barat berbatasan Selat Makassar.
Adapun jumlah luas masing masing dari 7 Kecamatan yang ada
di Kabupaten Barru dapat dilhat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 1 Luas Daerah dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Barru, 2017
68
Sumber : Barru dalam angka Kabupaten Barru, tahun 2017
Kecamatan Km2 Persentase
(1) (2) (3)
Tanete Riaja 174,29 14,84
Tanete Rilau 79,17 6,74
Barru 199,32 16,97
Soppeng Riaja 78,9 6,72
Mallusetasi 216,58 18,44
Pujananting 314,26 26,75
Balusu 112,2 9,55
Total 1174,72 100,00
69
Gambar II. Peta Wilayah Kabupaten Barru
Sumber : Barru dalam angka Kabupaten Barru, tahun 2017
4. 1. 3. Wilayah Pemerintahan
Kondisi organisasi perangkat daerah meliputi Sekretariat
Daerah terdiri dari 3 Asisten dan 10 bagian, Sekretariat DPRD
70
terdiri tiga bagian, dinas daerah 10 unit yakni Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan,
Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Perhubungan
dan Dinas Pertambangan. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 3
badan dan 14 kantor yakni Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah, Badan Pengawasan
Daerah, Kantor Perindag dan Penanaman Modal, Kantor Pengelolaan
dan Pemeliharaan Asset Daerah, Kantor Koperasi dan Pengusaha
Kecil, Kantor PDE dan Informasi, Kantor Kesejahteraan Sosial dan
Tenaga Kerja, Kantor Ketahanan Pangan, Kantor Pengendalian
Dampak Lingkungan, Kantor Bina Kesbang dan Linmas, Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan, Kantor PMD, Kantor RSU, Kantor Tata
Ruang dan Wasbang, Kantor Urusan Pertanahan, Kantor
Kependudukan dan Capil, sedangkan susunan organisasi kecamatan
terdiri dari 7 kecamatan; begitu pula organisasi kelurahan terdapat 14
kelurahan.
Terkait dengan kondisi Kecamatan dan kelurahan, pada
tahun 1999 di Kabupaten Barru terjadi pembentukan dua
kecamatan baru yaitu Kecamatan Balusu dan Kecamatan
Pujananting disamping lima kecamatan yang sudah ada, dan
didefinitifkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001.
71
Kecamatan Balusu merupakan pemekaran dari Kecamatan
Soppeng Riaja dan Kecamatan Barru sedangkan kecamatan
Pujananting merupakan pemekaran dari Kecamatan Tanete Riaja.
Jumlah desa dan kelurahan pada tahun 1995 sampai dengan tahun
2008 adalah Desa 40 buah dan kelurahan 14 buah dengan sebaran
Kecamatan Tanete Riaja terdiri dari 6 desa, 1 kelurahan.
Kecamatan Pujananting terdiri dari 6 desa. Kecamatan Tanete
Rilau terdiri dari 8 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan Barru terdiri
dari 5 desa dan 5 kelurahan. Kecamatan Soppeng Riaja terdiri
dari 5 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan Balusu terdiri dari 5
desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Mallusetasi terdiri dari 5 desa
dan 3 kelurahan.
4. 1. 4. Keadaan Sosial dan Ekonomi
4.1. 4. 1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2016 pada bulan Juli
penduduk Kabupaten Barru berjumlah sekitar 171.906 jiwa. Dari
jumlah tersebut tercatat bahwa penduduk perempuan lebih banyak
dibanding dengan laki- laki, sehingga mempunyai rasio jenis kelamin
sekitar 92,53 yang berarti diantara 100 perempuan terdapat 92,53 laki-
laki .
72
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Barru dari tahun
1990 (SP90 146 653 jiwa) sampai tahun 2000 (SP00 151 247 jiwa)
adalah 0,34 persen per tahun. Sedangkan LPP selama periode 2000-
2014 (SP00 dan Penduduk Tahun 2014) sekitar 1,22 persen per tahun.
Untuk tahun 2015, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya
mengalami pertumbuhan sekitar 0,4 persen Secara umum dapat
disimpulkan bahwa dalam dua periode di atas, pertambahan penduduk
di daerah ini dapat dikendalikan .
Kalau dilihat dari komposisi umur penduduk dapat diperoleh
Angka Beban Tanggungan (ABT) yang secara kasar dapat
mencerminkan indikator ekonomi. Makin rendah ABT diperkirakan
indikator ekonomi penduduk suatu daerah makin baik, karena dapat
dikatakan bahwa jumlah tanggungan penduduk usia produktif (usia 15-
65 tahun) yaitu penduduk usia muda (0-14 tahun) dan usia lanjut (65
tahun ke atas) juga semakin mengecil. ABT di Kabupaten Barru sekitar
56,36 hal ini menunjukkan bahwa setiap seratus penduduk usia
produktif secara hipotesis/teori menanggung sekitar 56 penduduk usia
non produktif (usia muda dan lanjut).
73
4. 1. 4. 2. Keadaan kesehatan
Angka Harapan Hidup (e0) atau lamanya hidup terhitung sejak
lahir, yang ternyata sedikit mengalami peningkatan dari 67,69 tahun
(tahun 2012) menjadi 67,73 tahun (tahun 2014). Besar kecilnya AHH
dipengaruhi oleh banyak variabel baik yang bersifat endogen (kondisi
bawaan) maupun eksogen (pengaruh dari luar). Khusus untuk varibel
eksogen dapat dibuat daftar yang cukup panjang diantaranya
mencakup input makanan, upaya kesehatan dan kondisi lingkungan
yang juga dipengaruhi oleh variabel lainnya. Pengaruh variabel-
variabel tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung,
dapat seketika maupun dengan tenggang waktu (time lag) tertentu.
Pengaruh variabel-variabel tersebut bekerja secara tersendiri maupun
bersinergi dengan variabel lain.
Sementara itu, terdapat beberapa variabel yang diperkirakan
berpengaruh terhadap AHH/e0. Secara umum diharapkan bahwa
dengan semakin tingginya persentase balita yang ditolong kelahirannya
oleh tenaga medis akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan
hidupnya. Tetapi perkiraan hubungan tersebut dapat menyimpang jika
pertolongan tenaga medis digunakan untuk proses kelahiran yang
abnormal dan dengan penanganan yang sudah terlambat. Demikian
pula jika dihubungkan dengan beberapa variabel lain seperti
74
persentase bayi yang disusui secara eksklusif selama 4-6 bulan,
persentase balita yang telah diimunisasi secara lengkap, serta tingkat
ketersediaan puskesmas dan dokter. Terlepas dari keterkaitan tersebut
gambaran data menunjukkan perlu adanya intervensi, terutama dari
pemerintah untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat seperti
perluasan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga medis.
4. 1. 4. 3. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan penduduk Kabupaten Barru berdasarkan
hasil Susenas 2014 ternyata cukup bervariasi. Hal ini tercermin dari
indikator yang mencakup rata-rata lama sekolah, angka harapan lama
sekolah, angka rata- rata lama sekolah sekolah dan persentase
penduduk yang telah menamatkan SLTP ke atas. Rata-rata Lama
Sekolah (MYS), terlihat diatas 7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk Kabupaten Barru rata-rata hanya menamatkan sekolah
sampai pada tingkat SD, ini tercermin masih rendahnya penduduk
yang tamat SLTP ke atas. Sementara itu Angka Partisipasi
Sekolah (APS) pada usia SLTP (13-15 tahun) dan SLTA (16-18 tahun)
serta perguruan tinggi (19-24 tahun) juga masih tergolong rendah.
Kondisi seperti ini mungkin disebabkan oleh faktor fasilitas pendidikan
yang masih kurang memadai dan sukar dijangkau, disamping masih
75
rendahnya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke
jenjang yang lebih tinggi.
4. 1. 4. 4. Keadaan Ketenagakerjaan
Bekerja adalah kegiatan untuk memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan bagi kelangsungan hidup seseorang atau
sekelompok orang tertentu. Bekerja atau tidaknya seseorang
dipengaruhi oleh adanya kebutuhan ekonomi dan kebutuhan non
ekonomi. Adanya tekanan kebutuhan ekonomi akan memaksa
paling tidak satu orang dari suatu rumahtangga untuk bekerja. Makin
besar tekanan tersebut makin banyak anggota rumah tangga yang
terjun ke pasar tenaga kerja baik bekerja maupun mencari pekerjaan.
Mereka yang bekerja dan mereka yang sedang mencari pekerjaan
disebut dengan angkatan kerja (AK).
Dalam kondisi krisis ekonomi sesungguhnya akan semakin
banyak penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja, tetapi
kondisi krisis pula yang mengakibatkan terbatasnya
peluang/kesempatan kerja. Salah satu akibatnya dapat berupa
peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT), tetapi data tahun
2014 dibandingkan data tahun 2016 menunjukkan kenaikan TPT (dari
2,27 persen menjadi 7,35 persen).
76
Dampak krisis ekonomi lebih terasa pada sektor industri, yang
banyak mengandalkan komponen import. Mereka yang kehilangan
pekerjaan dari sektor industri kemudian sebagian beralih ke sector
pertanian dan jasa (termasuk perdagangan) yang bersifat fleksibel
dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini tercermin dari penyerapan
tenaga kerja sektor industri relatif kecil dibanding dengan sektor
pertanian dan jasajasa. Gambaran dampak krisis terhadap keadaan
ketenagakerjaan tingkat propinsi sekilas tidak terlalu mengkhawatirkan,
tetapi keadaan ketenagakerjaan di beberapa kabupaten/kota ternyata
mengalami kemerosotan. Dampak yang paling mengkhawatirkan
adalah dalam bentuk kombinasi rendahnya tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) disertai dengan tingginya tingkat pengangguran terbuka
(TPT). Hal tersebut terutama berkaitan dengan sangat minimnya
kesempatan kerja yang berakibat pada tingginya TPT dan bahkan
sebagian keluar dari angkatan kerja.
4. 1. 4. 5. Keadaan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB
atas dasar harga konstan yang diperoleh pada tahun tertentu
dibandingkat dengan nilai PDRB sebelumnya. Penggunaan angka atas
dasar harga konstan dimaksudkan untuk menghindari pengaruh
perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur adalah perubahan
77
produksi yang menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi, sedangkan
harga konstan yang dimaksud adalah harga konstan tahun 2010.
Bila diperhatikan selama periode 2010-2014, terlihat bahwa
perekonomian Kabupaten Barru berpluktuasi, hal ini terlihat bahwa
pertumbuhan ekonomi berada kisaran 6,06 persen sampai 8,39
persen, dengan pertumbuhan rata-rata 7,43 persen. Secara
keseluruhan pertumbuhan ekonomi didaerah ini dalam periode tersebut
cukup tinggi, pada tahun 2014 pertumbuhan sedikit melambat yang
disebabkan melambatnya pertumbuhan sektor peternakan yang
mempunyai share 4,51 persen terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Barru.
Struktur ekonomi Kabupaten Barru dapat dilihat dari peranan
masing- masing kategori dalam sumbangannya terhadap PDRB total
atas dasar harga berlaku (ADHB). Di Kabupaten Barru tahun 2014,
peranan sektor pertanian terhadap perekonomian masih cukup besar
yakni sebesar 7,63 persen, meningkat dibanding tahun 2013 yaitu 5,35
persen. Tingginya peranan ini ditopang oleh lapangan usaha tanaman
pangan dengan kontribusi 4,02 persen pada tahun 2014 naik dari 1,13
persen pada tahun 2013 . Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Barru perekonomiannya masih mengandalkan
pada pertanian tanaman pangan.
78
Kategori lain mempunyai kontribusi cukup besar terhadap
pembentukan total PDRB Kabupaten barru adalah kategori
Perdagagan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor
sebesar 11,49 persen, kategori jasa lainnya sebesar 15,27 persen dan
kategori transportasi dan pergudangan sebesar 10,71. persen.
Sebaliknya yang paling kecil kontribusinya adalah kategori pengadaan
air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang yaitu hanya 0,33
persen,
Penghitungan PDRB perkapita dihitung dengan membagi PDRB
atas harga berlaku dengan penduduk pertengahan tahun. Hasil olahan
menunjukkan bahwa PDRB perkapita di Kabupaten Barru pada tahun
2011 sebesar Rp.17.386.923 dan tahun 2012 naik menjadi
Rp.20.017.479, tahun 2013 naik menjadi Rp.22.544.297.kemudian
pada tahun 2014 naik menjadi Rp.25.816.165. Angka tersebut bukan
merupakan penerimaan secara riil merata disemua penduduk, tetapi
menggambarkan rata-rata tingkat pendapatan penduduk.
4. 1. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dalam Pasal 40 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan pasal 364 Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD bahwa DPRD
kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang
79
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas anggota partai politik peserta unsur
penyelenggara pemerintahan memiliki 3 (tiga) fungsi utama yaitu fungsi
legislasi, pengawasan dan anggaran.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga legislatif di
daerah untuk memperjuangkan dan sebagai konstituen bagi rakyat.
Adapun pimpinan DPRD Kabupaten Barru yang terdiri dari satu orang
ketua dan dua orang wakil ketua tahun 2009-2014 terdiri dari :
1) H. Fakhruddin Sabir, SE yang diusung oleh Partai Golongan Karya sebagai ketua
2) Andi Haeruddin sebagai wakil ketua 1 3) Nur Aman Syam sebagai wakil ketua 2
Selanjutnya pimpinan DPRD Kabupaten Barru tahun 2014-2019
terdiri dari:
1) Hj. A. Nurhudajah Aksa sebagai ketua DPRD Kabupaten Barru 2) Rakhman, S.Sos menjabat sebagai wakil ketua 1 DPRD 3) A. Wawo Mannojengi, SH sebagai wakil ketua 2 DPRD
a. Sejarah DPRD Kabupaten Barru
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga
legislatif di daerah untuk memperjuangkan dan sebagai konstituen
bagi rakyat di daerah. DPRD merupakan wakil rakyat dalam
menyuarakan aspirasi dari masyarakat dan sebagai penyambung
antara rakyat pemerintah daerah (kepala daerah). DPRD terbentuk di
Kabupaten Barru sejak tahun 1964 sampai sekarang ini dengan
80
pergantian ketua sebanyak 13 kali. Berikut daftar Ketua DPRD
Kabupaten Barru dari 2005 tahun 2009 sampai sekarang.
Tabel 2. Nama Ketua DPRD Kabupaten Barru dari Masa ke Masa
N0 KETUA DPRD MULAI JABATAN AKHIR JABATAN
1.
Drs. H. HASAN ABDULLAH
2005
2009
2.
H. FAKHRUDDIN SABIR, SE
2009
2014
3.
Hj. A. NURHUDAJAH AKSA
2014
2019
(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)
81
b. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru Periode
2014-2019
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kualitas kinerja dan
perilaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban yang diembannya. Oleh karena itu sudah sewajarnya
jika tongkat pendidikan menjadi salah satu pertimbangan untuk menjadi
anggota DPRD. Berikut daftar tingkat pendidikan Anggota DPRD
Kabupaten Barru.
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru Periode
2014-2019
No. Nama Anggota DPRD Tingkat Pendidikan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Hj. A. NURHUDAJAH AKSA
RAKHMAN, S.Sos
A.WAWO MANNOJENGI, SH
NUR HASBIAH MAIN,S.Sos
Drs. ARIFIN MUIN
Ir. NURHAIDAH
MUHAMMAD IKBAL, SE
ANDI HAERUDDIN, SH
H. MANNAHALI DG. MATTAKKO
ANDI DHARWANA
HJ. MARWA, S.Sos
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
SMA
SMA
S1
82
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
ANDI ARQAM ANWAR
A.BASO MANNAN, S.Sos
H. SIRUA MUSTAFA, S.Sos
DARMAEDI
FAJAR FITRAWAN
LUKMAN T
HJ. HAMSIATI
HASANUDDIN
H. DJAMALUDDIN ISMAIL, SE
HACING, S.Sos
M. ALIFANDI ASKA, S.Pd
IKHWAN FITRAWAN
Drs. H. ABUJAHJA MUHAMMAD
H. SAHARUDDIN SUNRE, S.Pd, MM.
S1
S1
S1
SMA
S1
SMA
SMA
SMA
S1
S1
S1
S1
S1
S2
(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)
c. Visi dan Misi DPRD Kabupaten Barru
Sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD
Kabupaten Barru berkaitan dengan tugas, fungsi dan tanggungjawab yang
terkandung dalam kedudukannya, harus ada visi dan misi yang menjadi
landasan untuk menjalankan fungsinya. Sejalan dengan Visi dan Misi
Pemerintah Daerah, maka dirumuskan Visi dan Misi DPRD, sebagai berikut :
VISI : Mewujudkan kelancaran tugas-tugas Legislatif Kabupaten Barru
sebagai mitra sejajar Eksekutif
MISI :
83
1. Melaksanakan Koordinasi dengan Instansi terkait.
2. Memfasilitasi kegiatan/tugas anggota Legislatif
3. Meningkatkan pelayanan terhadap tugas Legislatif secara
Profesional, Transaran dan Akuntabel.
d. Struktur Organisasi DPRD Kabupaten Barru
DPRD Kabupaten Barru periode 2014-2019 berjumlah 25 anggota
yang terbagi ke dalam fraksi. Fraksi merupakan pengelompokan anggota
DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi di DPRD untuk
mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD serta
hak dan kewajiban anggota DPRD.
Tabel 4. Nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Barru Menurut
Fraksi, 2014-2019
No. Nama Anggota DPRD Jabatan Fraksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hj. A. NURHUDAJAH AKSA
RAKHMAN, S.Sos
A.WAWO MANNOJENGI, SH
NUR HASBIAH MAIN,S.Sos
Drs. ARIFIN MUIN
Ir. NURHAIDAH
MUHAMMAD IKBAL, SE
ANDI HAERUDDIN, SH
H. MANNAHALI DG. MATTAKKO
Ketua DPRD
W. Ketua DPRD
W. Ketua DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
GOLKAR
NASDEM
PPP
PKS
PDIP
GOLKAR
PDIP
DEMOKRAT
PKS
84
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
ANDI DHARWANA
HJ. MARWA, S.Sos
ANDI ARQAM ANWAR
A.BASO MANNAN, S.Sos
H. SIRUA MUSTAFA, S.Sos
DARMAEDI
FAJAR FITRAWAN
LUKMAN T
HJ. HAMSIATI
HASANUDDIN
H. DJAMALUDDIN ISMAIL, SE
HACING, S.Sos
M. ALIFANDI ASKA, S.Pd
IKHWAN FITRAWAN
Drs. H. ABUJAHJA MUHAMMAD
H. SAHARUDDIN SUNRE, S.Pd, MM.
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
Anggota DPRD
PDIP
GOLKAR
PDIP
DEMOKRAT
PPP
GOLKAR
NASDEM
NASDEM
PKS
PDIP
GOLKAR
GOLKAR
PDIP
DEMOKRAT
GOLKAR
PPP
(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)
Selain pembentukan fraksi oleh DPRD, berdasarkan amanat
UU bahwa Provinsi kota membentuk alat kelengkapan DPRD setelah
anggota DPRD mengucapkan sumpah/janji, maka terbentuklah Alat
Kelengkapan DPRD yang dibentuk oleh rapat paripurna. Alat
kelengkapan DPRD sesuai dengan Peraturan DPRD sesuai dengan
Peraturan DPRD Kabupaten Barru Nomor 01 tahun 2014 tentang Tata
Tertib DPRD, yaitu :
85
a. Pimpinan DPRD mempunyai tugas:
1) memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk
diambil keputusan;
2) menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan
pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
3) melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;
4) menjadi juru bicara DPRD;
5) melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;
6) mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi
lainnya;
7) mengadakan konsultasi dengan Bupati dan pimpinan
lembaga/instansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRD;
8) mewakili DPRD di pengadilan
9) melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
10) menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat
DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna;
dan
11) menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat
paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
86
b. Badan Musyawarah mempunyai tugas, yakni :
a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu)
masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang,
perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu
penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak
mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam
menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan
tugas dan wewenang DPRD;
c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat
kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-
masing;
d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
e. untuk maksud tersebut ayat d mengadakan sidang 3x dalam
satu bulan yaitu tanggal 10, 20 dan 30 bulan berjalan.
f. untuk maksud tersebut ayat d mengatakan sidang 3x dalam
satu bulan yaitu tanggal 10, 20, dan tanggal 30 bulan berjalan.
g. memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan;
h. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan
i. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah.
87
Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:
a. mengadakan konsultasi dengan fraksi sebelum mengikuti
rapat Badan Musyawarah; dan
b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah
kepada fraksi.
8. Komisi yang terdapat di DPRD Kabupaten Barru, yakni :
i. Komisi I, Bidang Pemerintahan meliputi :
Perundang-undangan dan Hukum, Ketertiban,
Pertahanan - Keamanan, Organisasi, Humas dan Protokol,
Umum, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Sekretariat Korpri,
Insfektorat, Kepegawaian, Kesbang, Politik, Perlindungan
Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan
dan Pencatatan Sipil, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika,
Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi, Agama, dan Sekretariat
KPU ;
ii. Komisi II, Bidang Ekonomi dan keuangan, meliputi:
Perekonomian, Pertanian Tanaman Pangan dan
Perkebunan, Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan,
Koperasi / Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan, Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi,
88
Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Keuangan
dan seluruh perangkat Daerah yang mengelolah pendapatan
Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Perijinan dan
Penanaman Modal, dan Lingkungan Hidup ;
iii. Komisi III, Bidang Pembangunan,Kesejahteraan Rakyat dan
Pendidikan, meliputi :
Pembangunan, Kesejahteraan Rakyat Perencanaan
Daerah, PUK, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana, Kesehatan, Pendidikan, Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
;
Mitra Kerja masing-masing Komisi dengan SKPD, ditetapkan
sebagai berikut :
a) Komisi I : Bidang
Pemerintahan dan Hukum :
1. Asisten Administrasi Pemerintahan
2. Sekretaris DPRD
3. Sekretaris KPU
4. Inspektorat Daerah
89
5. Badan Kepegawaian Daerah
6. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Linmas
7. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
8. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
9. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
10. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi
11. Satuan Polisi Pamong Praja
12. Bagian Hukum
13. Bagian Pemerintahan Umum
14. Bagian Pemerintahan Kecamatan, Kelurahan dan Desa
15. Bagian Pertanahan
16. Bagian Umum
17. Bagian Organisasi
18. Bagian Humas dan Protokol
19. Pemerintah Kecamatan, Kelurahan dan Desa
20. A g a m a
90
b) Komisi II : Bidang Ekonomi
dan Keuangan :
1. Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan dan
Kesos;
2. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan
3. Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan
4. Dinas Peternakan
5. Dinas Kelautan dan Perikanan
6. Dinas Kehutanan
7. Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil & Menengah, Perindustria
dan Perdagangan
8. Dinas Pertambangan dan Energi
9. Dinas Pengelola Keuangan Daerah
10. Kantor Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal
11. Kantor Lingkungan Hidup
12. PDAM
13. Perusda Setia Karya
91
14. Perusda Kepelabuhanan dan Pelayaran Barru
15. Bagian Administrasi Perekonomian
16. Kantor Pelaksana Penyuluhan Kab. Barru
c) Komisi III : Bidang Pembangunan, Kesejahteraan Masyarakat dan
Pendidikan :
1. Asisten Administrasi Umum
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. Dinas Kesehatan
5. Dinas Pendidikan
6. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
7. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
8. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
9. Rumah Sakit Umum Daerah
10. Bagian Administrasi Pembangunan
11. Bagian Kesejahteraan Rakyat
92
12. Cabang Dinas Pendidikan
13. Puskesmas
14. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Tugas Komisi yakni :
a) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan
daerah dan rancangan keputusan DPRD;
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Daerah dan APBD sesuai dengan Ruang Lingkup tugas komisi;
d) Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian
masalah yang disampaikan oleh dan / atau masyarakat kepada
DPRD;
e) Melakukan pengawsan terhadap Pelaksaan Peraturan Daerah
dan APBD sesuai dengan ruang lingkup daerah tugas komisi.
f) Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti
aspirasi masyarakat ;
g) Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah;
93
h) Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas
persetujuan Pimpinan DPRD;
i) Mengadakan rapat Kerja dab Rapat Dengar Pendapat;
j) Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk
dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi; dan
k) Memberikan Laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang
hasil pelaksanaan tugas komisi.
9. Badan anggaran memiliki tugas, yakni :
a) memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran
DPRD kepada Bupati dalam mempersiapkan rancangan
anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima)
bulan sebelum ditetapkannya APBD;
b) melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya
kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka
pembahasan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas
dan plafon anggaran sementara;
c) memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam
mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
94
d) melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil
evaluasi gubernur bersama tim anggaran pemerintah
daerah;
e) melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah
daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD serta
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang
disampaikan oleh Bupati; dan
f) memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam
penyusunan anggaran belanja DPRD.
10. Badan Kehormatan mempunyai tugas, yakni :
a) memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan
terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD
dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas DPRD.
b) meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota
DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD;
c) melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas
pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau
masyarakat; dan
95
d) melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil
penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud
pada huruf c kepada rapat paripurna DPRD.
11. Badan legislasi mempunyai tugas adalah :
a. menyusun rancangan program legislasi daerah yang
memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah
beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan
DPRD;
b. koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah
antara DPRD dan pemerintah daerah;
c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD
berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota,
komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan
daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD;
e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan
daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan
komisi, di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun
berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar
dalam program legislasi daerah;
96
f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap
pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui
koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
g. memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas
rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan
Musyawarah;
h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD
baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk
dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa
keanggotaan berikutnya.
12. Panitia Khusus yang mempunyai tugas, yakni :
a) melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu
tertentu yang ditetapakan oleh DPRD;
b) melakukan investigasi terhadap laporan/atau pengaduan
masyarakat maupun temuan di lapangan;
c) melakukan/mengadakan pengkajian terhadap tugas yang
diberikan;
d) mengadakan pertemuan, kunjungan kerja dalam rangka
menyelesaikan tugas yang diberikan;
e) melaporkan hasil kerja pada sidang paripurna;
f) pansus dinyatakan bubar karena tugasnya dinyatakan selesai;
97
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD,
dibentuk sekretariat DPRD yang terdiri dari pegawai negeri sipil.
Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi
kesekretariatan, administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi DPRD, dan bertugas menyediakan serta
mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin
seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh kepala daerah atas usul
pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis operasional berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada daerah melalui sekretaris
daerah.
4.1.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Barru
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13
98
Tahun 2006 bahwa Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri
dari: 1. Pendapatan Daerah; 2. Belanja Daerah dan; 3. Pembiayaan
Daerah.
1. Anggaran pendapatan daerah, terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain.
2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
3) Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat.
2. Anggaran belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya.
Dengan ditetapkannya aturan daerah tentang APBD, berikut
adalah ringkasan APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten Barru :
101
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 . Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan Perda tentang
APBD
4. 2.1. Kuantitas Perempuan dalam Jabatan Politik di DPRD Kabupaten
Barru
Eksistensi perempuan dalam jabatan-jabatan politik dalam
sebuah daerah tentunya dapat dilihat dari jumlah atau kuantitas
mereka di dalamnya. Tingkat partisipasi perempuan menggambarkan
minat para perempuan- perempuan untuk mulai memberdayakan
dirinya termasuk dalam ikut merumuskan kebijakan dan pengambilan
keputusan yang nantinya akan berdampak dan memberi konstribusi
yang besar bagi daerahnya.
Dari data yang peneliti dapatkan, Kabupaten Barru hingga
saat ini masih menampakkan kesenjangan jumlah perempuan-
perempuan yang menduduki kursi-kursi politik. tentunya salah satu
jabatan politik yang sangat penting pula dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara adalah keterlibatan warga negara sebagai wakil
rakyat yang lazimnya disebut sebagai anggota DPR. Perempuan juga
memiliki kesempatan dan peluang untuk berpartisipasi merumuskan
kebijakan daerahnya. Namun dari data yang peneliti dapatkan,
jumlah anggota DPRD perempuan Kabupaten Barru hanya mencapai
102
24%. Hanya ada 6 orang dari 25 anggota DPRD (Data Kantor
DPRD Kabupaten Barru). Sehingga hanya ada 6 orang perempuan
yang masih aktif hingga saat ini dalam perumusan kebijakan atau
pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Barru. Berikut nama-
nama anggota DPRD Kab.Barru periode 2014-2019 :
Tabel 6.
Anggota DPRD Perempuan di Kabupaten Barru Periode 2014-2019
NO NAMA JABATAN POLITIK
1. Hj. A. Nurhudajah Aksa • Ketua DPRD Kabupaten
Barru
• Ketua Badan Musyawarah
• Ketua Badan Anggaran
2. Ir. Nurhaidah Anggota Komisi 1 dan Anggota
Badan Musyawarah
3. Hj. Marwa S.Sos • Ketua Fraksi Golkar
• Ketua Komisi 2
4. Andi Darwana Anggota Komisi 3 dan Anggota
Badan Musyawarah
5. Hj. Hamsiati Ketua Fraksi PKS
103
6. Nur Hasbiah Main, S.Sos Ketua Badan Legislasi
(sumber : sekretariat DPRD Kabupaten Barru)
Sebagai perumus kebijakan memang dibutuhkan jumlah
perempuan yang lebih lagi, setidaknya meningkat dari angka 6. Hal ini
diungkapkan Ibu Nurhasbiah Main,
“Dalam perumusan kebijakan, keterlibatan perempuan
sebanyak 6 orang tentunya masih sangat kurang. Meskipun
tidak mencapai kuota, Pemerintahan dalam hal eksekutif,
kepala dinas perempuan hanya 1 orang dari 33 dinas yaitu
dinas catatan sipil mengindikasikan kurang, asisten ada
perempuan 1 orang. Legislatif di DPRD mulai terlihat,
Alhamdulillah suara perempuan di DPRD tetap didengarkan
apalagi saat ini ketua disi oleh seorang perempuan. anggota
laki-laki selalu mengharapkan perempuan untuk terlibat.
Saya berharap jumlah itu lebih meningkat lagi.”
(Wawancara, 10 Juli 2017)
Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Ir. Nurhaidah
terkait eksistensi perempuan sebagai pejabat publik,
“Di Barru sendiri, meskipun belum mencapai tapi perempuan
sudah dianggap bisa mulai dari kepala dinas ada 1 orang dan
bebebrapa menduduki di sub bagian dan ketua DPRD kan dari
perempuan, tapi masih peru ditingkatkan dan diperjuangkan.
Harapan saya, artinya kuota perempuan ditingkatkan lagi.
Secara pribadi tidak usah dibatasi sampai 30 persen, masa kita
dibatasi, mari kita berjuang sama-sama.Persoalan domestik
rumah tangga bisa kita atur. Bisa seiring dengan kegiatan diluar
apalagi sebagai pejabat public.” (wawancara, 19 juli 2017)
104
Jadi pada dasarnya secara kuantitas perempuan dalam jabatan
politik di DPRD Kabupaten Barru melalui pengamatan penulis sebagai
masyarakat kabupaten Barru, melalui wawancara dari berbagai
narasumber serta dari data dan literatur, maka kuantitas/jumlah
tersebut dalam partisipasinya menduduki jabatan-jabatan politik
masih kurang.
4. 2. 2. Proses Perancangan Perda APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu
tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Dalam Proses pembentukan Perda APBD ada beberapa
tahapan yang dilakukan yakni tahap perancangan, pembahasan,
sampai penetapannya. Seluruh tahap ini merupakan rangkaian
tahapan penting dan panjang untuk melahirkan kebijakan
penyelenggara pemerintah daerah dalam hal pengalokasian anggaran
daerah selama satu tahun.
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan anggaran
dalam Undang-Undang Keuangan Negara meliputi penegasan tujuan
dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD
105
dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan
anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah
dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan
ekonomi. Anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan
stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka
mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali
tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan
secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses
penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan
pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal
ini sesuai dengan yang diungkap oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten
Barru Bapak Rahman, bahwa,
“Setiap kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat seperti tentang kebijakan-kebijakan, perencanan, maupun penganggaran, diharuskan pemerintah dan DPRD membicarakan bersama dan mengeluarkan kesepakatan-kesepakatan. Hal ini berfungsi agar keduanya mampu mengawal pembangunan dan kesejahteraan rakyat”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah
dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran
106
(budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran
(budget operational planning). Sebagai bagian dari kebijakan
anggaran, Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan kebijakan
umum APBD tahun anggaran berikutnya dengan sejalan dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kepada DPRD. RKPD
adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun
yang merupakan penjabaran dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Daerah.
Proses perencanaan diawali dari musyawarah perencanaan
pembangunan atau musrenbang yang dilakukan pemerintah daerah
dalam penjaringan aspirasi masyarakat. kegiatan musyawarah
pembangunan daerah atau Musrenbang sebagai sarana untuk
melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di
daerah. Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk
meningktkan efektivitas partisipasi masyarakat, antara lain dengan
melembagakan prosedur Musrenbang dalam peraturan Daerah
(Perda); pengembangan Perda transparansi dan partisipasi;
keterlibatan lebih besar DPRD dalam proses perencanaan;
kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk fasilitasi
pembahasan anggaran; serta pelatihan metodologi dan teknik
prioritisasi alokasi anggaran bagi fasilitator Musrenbang.
107
Selanjutnya, proses perencanaan APBD dilakukan hingga pada
tahap arah kebijakan umum anggaran serta penentuan strategi dan
prioritas APBD. Dasar yang digunakan dalam tahap penyusunan
perencaaan anggaran program daerah yang berasal dari hasil aspirasi
masyarakat yang telah dimasukkan kepada DPRD dan pemerintah
daerah berdasarkan Reses DPRD dan hasil musrenbang serta
dokumen-dokumen perencanaan pembangunan lainnya seperti
RPJPD,RPJMD dan RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu A.Nurhudujah, Ketua DPRD
Barru, bahwa,
“Dalam perancangan, yang dibicarakan itu usulan semua masyarakat dalam musrenbang, semua kegiatan itu dari masyarakat, Semua kegiatan itu ditampung, sesuai dengan usulan dari masyarakat, usulan masyarakat itu disesuaikan visi misi Bupati. Kita tampung semua aspirasi dari masyarakat melalui reses yg tentunya dari pihak legislatif melakukan reses. (wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Proses musrenbang diawali dari musrenbang tingkat Desa,
Kecamatan, hingga Kabupaten. Hal ini dimaksudkan agar program-
program pembangunan yang akan dimasukkan ke dalam APBD
Kabupaten dapat tepat sasaran kepada masyarakat sampai pada
tingkat Desa. Hal ini juga disampaikan oleh Ibu hasbiah, bahwa,
“proses lahirnya perda APBD 2017.Diawali musrenbang di Desa, Kecamatan, hingga Kabupaten. Distulah dibuat program kegiatan untuk 1 tahun. Selanjutnya, untuk APBD 2017 musrenbangnya
108
dilaksanakan tahun 2016. Kalau pembahasan di DPRD itu melalui reses,kemudian dituangkan dalam musrenbang, resesnya itu 3 kali dalam setahun sesuai dengan tata tertib APBD,yakni berdasarkan masa sidang, masa sidang pertama yakni di bulan Maret,ke 2 Juli, ke 3 dimulai Oktober. (wawancara pada tanggal 10 Juli 2017).
Senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Hasbiah, Anggota Badan
Musyawarah DPRD , Bapak H. Saharuddin mengatakan bahwa,
“Proses perencanaan ini dimulai dari perencanaan yang berawal dari perencanaan yang sifatnya dari pemerintah desa, kemudian musrenbang kabupaten. APBD ada kaitannya RPJMD, semua program yang ada di APBD terkait jika tidak ada akan menyalahi aturan. APBD itu ada dua usulan, dari atas dan dari bawah. Musrembang Dari bawah itu mulai dari desa, kecamatan, kabupaten dan disesuaikan dengan RPJMD. Hasil dari itu, kemudian dipersentasekan di kabupaten untuk di prioritaskan di depan tim anggaran. Itu kemudian menjadi usulan APBD disusun berdasarkan RKPD. RKPD itu bersumber dari hasil musrenbang, dari pokok-pokok pikiran DPRD,dari hasil konsultasi public, dari hasil penyesuaian terhadap rencana kerja pembangunan daerah, itu semua di selaraskan,maka lahirlah yang namanya rencana kerja pemerintah daerah itu yang dirumuskan menjadi KUA PPAS, jadi masyarakat tidak terlibat lagi disini, saat musrenbang saja.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017 2017).
Kebijakan umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah
dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan
pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu)
tahun. Kebijakan umum APBD disusun berdasarkan RKPD yang telah
ditetapkan dan dijadikan pedoman dalam rangka penyusuan
rancangan APBD.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang
terukur dari program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan
109
dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintah
daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi
belanja daerah, sumber, dan penggunaan pembiayaan yang disertai
dengan asumsi yang mendasarinya.
Program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan harus diseleraskan dengan prioritas pembangunan yang
ditetapkan oleh pemerintah, dimana asumsi-asumsi yang
mendasarinya setidaknya mempertimbangkan perkembangan ekonomi
makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan
oleh pemerintah. Program-program yang dimasukkan ke dalam APBD
harus dibuatkan skala prioritas yang disesuaikan dengan visi-misi
Bupati. DPRD akan melihat program-program yang sesuai misalnya
visi misi yang berkaitan dan difokuskan pada infrastruktur, maka
program yang ada harus terkait dengan bidang tersebut dengan
menyesuaikan dengan jumlah anggaran. Setelah mempunyai
kerangka acuan maka dituangkan didalam KUA (kebijakan umum
anggaran) dan PPAS yang berasal dari hasil musrenbang. Setelah
masuk didalam proses perancangan awal RKPD dan ditetapkan
menjadi RKPD maka dilakukan penyusunan kebijakan umum
anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS). Jadi
PPAS merupakan penjabaran dari pada KUA. KUA adalah kebijakan
110
yang memuat seluruh anggaran yang ada dan tertuang didalam KUA
sedangkan PPAS adalah penjabaran dari KUA. PPAS sifatnya
sementara, maksudnya tidak final. Hal ini dikarenakan PPAS dibuat
hanya oleh Eksekutif yang kemudian dimasukkan dan dibahas di
DPRD dan bisa diubah sebab DPRD melihat dari hasil reses dan hasil
penerimaan aspirasi masyarakat yang dikombinasikan. Kemudian
setelah KUA-PPAS sudah disepakati maka dituangkan di dalam
RAPBD. Setelah disepakati, lalu dituangkan kedalam RKA (Rencana
Kerja Anggaran) yang merupakan rencana kerja SKPD. Dari KUA-
PPAS itu melahirkan RAPBD. Masing-masing SKPD membuat RKA
nya untuk dimasukkan kedalam RAPBD. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Ibu A. Nurhudujah, bahwa,
“Sebelum disetujui kan dibahas dulu secara bersama baik itu dari DPRD dan Pemerintah Kabupaten, setelah diserahkan KUA PPAS ke DPRD, tim anggaran membahas KUA PPAS,kemudian disetujui bersama, setelah disetujui bersama, itulah dasar untuk membuat RAPBD, harus KUA PPAS dulu yang dibuat, itu dasar untuk pembuatan RAPBD, jadi ada semacam Prioritas plafon anggaran sementara, belumpi final itumi disitu dia rancang secara macro atau umum , kalau di KUA PPAS tidak ada kegiatan dimasukkan dalam program, kegiatannya tertuang dalam RAPBD.” (wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Dalam menyusun rancangan KUA, Kepala Daerah oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tim Anggaran Pemerintah
Daerah dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh
sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta
111
melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan
APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat badan perencana daerah,
pejabat badan pengelola keuangan daerah, dan pejabat lainnya sesuai
dengan kebutuhan.
Berdasarkan KUA yang telah disepakati maka disusunlah plafon
dan prioritas anggaran sementara (PPAS). Prioritas dan plafon
anggaran sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan
program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang
diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam
penyusunan RKA-SKPD.
Plafon anggaran sementara adalah jumlah rupiah batas
tertinggi yang dapat dianggarkan oleh tiap-tiap satuan kerja perangkat
daerah, termasuk di dalamnya belanja pegawai sehingga penentuan
batas maksimal dapat dilakukan setelah memperhitungkan belanja
pegawai.
Prioritas adalah suatu upaya mengutamakan sesuatu daripada
yang lain. Prioritas merupakan proses dinamis dalam pembuatan
keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan
komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut .Penetapan
prioritas tidak hanya mencakup keputusan apa yang panting untuk
112
dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat
wewenang/urusan/fungsi atau program dan kegiatan yang harus
dilakukan lebih dahulu dibanding program atau kegiatan yang lain.
Tujuan prioritas terpenuhinya skala dan lingkup kebutuhan masyarakat
yang dianggap paling penting dan paling luas jangkauannya, agar
alokasi sumber daya dapat digunakan dimanfaatkan secara ekonomi,
efisien dan efektif, mengurangi tingkat risiko, dan ketidakpastian serta
tersusunnya program atau kegiatan yang lebih realistis.
Rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara disusun dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan
pilihan.
2. Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan.
3. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing
program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah
disusun kepada DPRD untuk dibahas.. Pembahasan PPAS dilakukan
oleh TAPD, bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang
telah dibahas paling lambat akhir bulan November tahun anggaran
berjalan disepakati menjadi Perioritas dan Plafon Anggaran (PPA)
dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama
113
antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bapak Rahman, Wakil Ketua DPRD bahwa,
“Pertama masuk KUA-PPAS, kemudian dibahas antar banggar dan TPAD,disepakati,setelah disepakati,pimpinan dan bupati menyepakati,Kemudian masuk rancangannya, ranperda tentang apbd, masuk itu kemudian dibahas. Kalau mekanisme pembahasnnya itu kan pertama masuk dipimpinan, dalam hal ini masuk di Ibu ketua, kemudian dibawa ke badan anggaran, dalam hal ini untuk disesuaikan kemudian dibawa ke badan musyawarah kan di badan musyawarah disepakati jadwal, pada saat pembahasan di bamus dipanggil pemda untuk menyepakati jadwalnya,sudah disepakati jadwal kemudian di bawa ke rapat paripurna”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 17)
Dari pernyataan tersebut, dalam mekanisme perencanaan
RAPBD tahun 2017 ini dilakukan pembahasan. Pembahasan yang
dilakukan lebih awal di badan Anggaran dan kemudian dibawa ke
badan musyawarah. Adapun bentuk keterlibatan perempuan dalam
proses ini berdasarkan data dan pernyataan, ikut terlibat aktif. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan Wakil ketua DPRD, sekaligus
anggota Badan Musyawarah, A. Wawo Mannojengi,
“Keterlibatan perempuan dalam pembahasan, hampir seluruh
perempuan rajin dalam menghadiri rapat pembahasan, dalam siding
pleno maupun dalam paripurna. Dan memang di setiap komisi maupun
badan-badan kelengkapan DPRD diisi oleh perempuan masing-
masing, contohnya di Badan anggaran dan Badan Musyawarah, ada
ibu ketua selaku ketua badan dan yg lainnya sebagai anggota. Mereka
jadi warna tersendiri di DPRD Kabupaten Barru.” (Wawancara, 11 Juli
2017)
114
Terkait dengan pembahasan jadwal di Badan Musyawarah telah
disepakati, pelaksanaan rapat badan musyawarah pada tanggal 13
Desember 2016, dihadiri 14 Anggota hal ini diungkapkan oleh anggota
Badan Musyawarah, Hj. Marwa,
“Jadi dalam perencanaan itu, kan masuk rancangan APBD yg telah
disepakati, maka kita agendakan lagi untuk mekanisme selanjutnya.
Dalam hal ini, di bamus diadakanlah rapat terkait pelaksanaan Rapat
Paripurna tk. I dengan agenda Penyerahan, pemandangan Umum dan
Pembahasan APBD dengan ksepakatan akan dilaksanakan 16
Desember, disitulah kemudian dibahas lagi.” (Wawancara, 11 Juli
2017).
4. 2. 2. Proses Pembahasan Perda APBD
Pada tahap pembahasan, Ranperda APBD dibahas oleh
DPRD dengan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Sebagaimana diketahui Ranperda dapat berasal dari DPRD dan dapat
pula berasal dari inisiatif kepala daerah. Pembahasan rancangan
peraturan daerah lebih dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan
peraturan daerah merupakan salah satu tahap pembuatan peraturan
daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan setelah
tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak
dibahas pada sidang paripurna. Selanjutnya, tahap-tahapan
pembahasan dapat dirinci sebagai berikut :
115
1) penyerahan dan penjelasan bupati tentang RAPBD
2) pemandangan umum fraksi
3) jawaban bupati terhadap pemandangan umum fraksi
4) rapat kerja komisi dengan masing-masing mitra kerja
5) rapat badan anggaran
6) laporan akhir komisi
7) penandatanganan persetujuan bersama tentang APBD
8) evaluasi gubernur tentang APBD
9) rapat banggar sebagai finalisasi
Sebelumnya, RAPBD diserahkan dan dibahas bersama DPRD,
RKA-SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati bersama
antara Kepala SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
digunakan sebagai dasar untuk penyiapan Ranperda APBD. Ranperda
ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan daerah yang untuk
selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah. Ranperda tentang
APBD harus dilengkapi dengan lampiran-lampiran berikut ini :
a. Ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan
organisasi
c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, pendapatan, belanja, dan pembiayaan
116
d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, dan kegiatan
e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan
keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara
f. Daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan
g. Daftar piutang daerah
h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah
i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap
daerah
j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain
k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang
belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran
ini
l. Daftar dana cadangan daerah, dan
m. Daftar pinjaman daerah.
Suatu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa
sebelum disampaikan dan dibahas dengan DPRD, Ranperda tersebut
harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang
bersifat memberikan informasi tentang hak dan kewajiban pemerintah
daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD pada tahun
117
anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi
tentang Ranperda APBD ini dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah
selaku koordinator pengelola keuangan daerah.
Adapun secara teknis, pembahasan RAPBD pada sidang
paripurna dipimpin oleh pimpinan komisi yakni ketua komisi. Rapat
Paripurna dalam rangka penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD
Tahun Anggaran 2017 dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2016.
Kemudian SKPD mempresentasekan program kerja SKPD, yang akan
ditanggapi oleh DPRD. Dalam hal ini, program kerja yang akan
diutamakan adalah program kerja yang sifatnya prioritas dan
menguntungkan masyarakat banyak. Hal ini juga disampaikan oleh
Hasbiah Main bahwa,
“pembahasannya sudah jelas dari jadwal, misalnya Dinas Pendidikan, anggota DPRD hadir dan kemudian dinas terkait disajikan apa-apa saja yang akan dilakukan untuk APBD tahun anggaran 2017, apa yang menjadi programnya, berapa anggarannya. Misalnya anggaran yang diajukan 40 M, apakah sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat, kalau banyak dikurangi atau dianggap sedikit karena berkaitan dengan pendidikan dianggap bersentuhan langsung dengan masyarakat”.(Wawancara pada tanggal 10 Juli 2017).
Senada dengan pelaksanaan pembahasan rancangan APBD,
adapun alur yang diungkapkan Ketua DPRD, Ibu A. Nurhudajah
mengatakan bahwa,
“Dalam pembahasan RAPBD itu dibahas disetiap komisi-komisi, kemudian setelah komisi-komisi membahas, lalu kemudian ada
118
namanya laporan komisi-komisi yg diwakili komisi tersebut itu disitulah pengambilan keputusan untuk persetujuan bersama antara DPRD dengan Bupati, kalau sudah ada persetujuan bersama maka pimpinan DPRD menyerahkan ke Bupati untuk melakukan asistensi/ evaluasi ke gubernur dalam hal ini biro keuangan provinsi, Kemudian setelah ada hasil dari evaluasi itu, dari sana,dibawa lagi ke DPRD di Banggar untuk dibahas bersama, nah kalau sudah ada kesepakatan lagi disitu, maka keluarlah surat keputusan pimpinan, kembali diserahkan ke bupati untuk ditetapkan”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Dalam pembahasan RAPBD ini, harus dihadiri oleh pihak DPRD
dan SKPD-SKPD. Namun, berdasarkan Risalah Rapat /Masa Sidang I
dalam agenda penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD, bahwa
beberapa dari jumlah Anggota DPRD tidak menghadiri Rapat. Seperti
yang diungkapkan Bapak Rahman dalam hasil wawancara berikut,
“Dalam RAPBD Itu harus terlibat semua anggota dewan, semua terlibat dalam pembahasan, karena pembahas kan semua komisi-komisi, nah dalam komisi-komisi kan semua anggota dewan harus ada. Hasil-hasil pembahasan komisi itu, akan dikembalikan kepada badan anggaran, dan badan anggaran yang memutuskan, usulan2 dari misalkan ada permintaan dari komisi, permintaan itu dilaporkan ke badan anggaran, apakah setuju atau tidak. Komisi itu finalnya ada di banggar. Komisi hanya membahas kegiatan-kegiatan SKPD.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Selanjutnya, dalam pembahasan RAPBD, dilakukan dalam 2
tingkatan yang dijelaskan Bapak Rahman ini telah digolongkan
menjadi 2 tingkatan, yaitu Pembicaraan tingkat I dan Pembicaraan
Tingkat II. Pembicaraan Tingkat I mengagendakan tentang
pembahasan RAPBD. Sedangkan Pembicaraan Tingkat II
119
mengagendakan Penetapan RAPBD untuk menjadi APBD. Alur sidang
Pembicaraan Tingkat I sebagai berikut:
Pembicaraan pada Tingkat Pertama
a. Penyampaian Surat Bupati Kabupaten Barru tentang Nota
Keuangan dan Draf Ranperda APBD kepada DPRD Kabupaten Barru
b. Rapat Pimpinan DPRD Kabupaten Barru untuk membicarakan
persiapan Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD
c. Rapat Badan Musyawarah DPRD dalam rangka penyusunan
dan penetapan jadwal pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD
d. Rapat Fraksi-Fraksi DPRD Kabupaten Barru untuk
membicarakan persiapan Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD
e. Rapat Badan Anggaran DPRD dalam rangka persiapan
Pembahasan RAPBD
f. Penyerahan secara resmi Nota Keuangan dan RAPBD oleh
Kepala Daerah kepada DPRD Kabupaten Barru dalam rapat Paripurna
DPRD
g. Penjelasan DPRD Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan
dan RAPBD dalam Rapat Paripurna DPRD
h. Fraksi-Fraksi DPRD menyampaikan Pemandangan Umum
Fraksi atas penjelasan Bupati Kabupaten Barru terhadap Nota
Keuangan dan RAPBD melalui Rapat Paripurna DPRD
120
i. Bupati menyampaikan jawaban atas Pemandangan Umum
Fraksi-Fraksi DPRD terhadap RAPBD pada Rapat Paripurna DPRD
j. Komisi-Komisi DPRD melakukan Rapat Kerja bersama SKPD
terkait yang menjadi mitra kerja dalam rangka pembahasan RAPBD
k. Komisi-komisi DPRD melakukan kunjungan kerja di wilayah
Kabupaten Barru dan di luar Kabupaten Barru dalam rangka untuk
menampung, menerima masukan, menerima saran dan pendapat
terkait pembahasan RAPBD
l. Komisi-komisi DPRD melakukan Rapat Kerja bersama SKPD
terkait dalam rangka lanjutan pembahasan RAPBD berdasarkan hasil
kajian dari hasil kunjungan kerja komisi-komisi DPRD
m. Rapat Gabungan Komisi DPRD dalam rangka menyampaikan
hasil rapat kerja komisi-komisi DPRD bersama Pemerintah Kabupaten
Barru untuk dilanjutkan kepada Badan Anggaran DPRD
n. Badan Anggaran DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah
Kabupaten Barru melakukan Rapat Badan Anggaran dalam rangka
finalisasi pembahasan RAPBD dan persiapan pembahasan tahap
akhir.
Berdasarkan dokumen-dokumen pelengkap yang didapatkan
dari objek penelitian seperti Risalah Rapat, maka dapat dijelaskan
secara umum kegiatan dan poin-poin penting dalam rapat
121
pembahasan RAPBD 2017 antara Pemerintah Daerah dan DPRD.
Gambaran pelaksanaan sidang dijelaskan sebagai berikut.
Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat I dengan agenda
Penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017 dan
penjelasan Bupati Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan dan
RAPBD Tahun Anggaran 2017. Sidang pembahasan dengan agenda
yang dimaksud merupakan sidang yang terbuka untuk umum dan
dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2016 pukul 09.00-selesai
Wita dengan dihadiri oleh 19 Anggota DPRD Kabupaten Barru.
Hal-hal penting yang tersirat dalam pembahasan sidang
tersebut bahwa adanya penjelasan dari pimpinan DPRD yang
menyatakan bahwa proses pelaksanaan penyusunan RAPBD diawali
dengan penyusunan KUA/PPAS yang telah disepakati bersama antara
Pemerintah Kabupaten Barru dengan DPRD Kabupaten Barru, untuk
dijadikan acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD Tahun
Anggaran 2017. Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD Tahun
Anggaran 2016 dibahas sesuai mekanisme DPRD sebagaimana diatur
dalam tata tertib DRPD yang diawali dengan rapat pimpinan Diperluas
DPRD dan rapat Badan Musyawarah DPRD yang dilaksanakan pada
tanggal 20 Desember 2016, untuk persiapan pembahasan dan
penyusunan jadwal pembahasan.
122
Rapat Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi dan atas
Penjelasan Bupati terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun
Anggaran 2017. Rapat pemandangan umum fraksi dilakukan pada
tanggal 15 Desember 2016 pukul 09.00- selesai WITA. Rapat ini
merupakan rapat ini bersifat terbuka, yang dihadiri oleh 19 anggota
DPRD Kabupaten Barru, pemerintah Kabupaten, undangan, dan para
SKPD yang berada dalam lingkup pemerintahan Kabupaten Barru.
Dalam sidang tersebut terdapat 7 fraksi yang menyampaikan
pemandangan umum atas penjelasan Bupati Barru terhadap Nota
Keuangan, dan RAPBD Tahun Anggaran 2017. Fraksi-fraksi tersebut
antara lain :
1) Fraksi Golkar : Hj. Marwa S.sos
2) Fraksi Partai Nasdem : Lukman T
3) Fraksi partai PKS : Hj. Hamsiati
4) Fraksi partai PDI-P : Drs. Arifai Muin
5) Fraksi partai Gerindra : Andi Arqam Anwar
6) Fraksi Demokrat : A. Baso Mannan, S.Sos
7) Fraksi PPP : H. Sirua Mustafa
Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut terdapat
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan tanggapan dari
Pemerintah Kabupaten. Secara umum, pemandangan umum fraksi
123
DPRD menyampaikan rekomendasi, saran, pertanyaan pada setiap
kebijakan anggaran, dan pernyataan serta kesepakatan terhadap
belanja daerah yang disusun berdasarkan pendekatan Money Follows
Program kepada Pemerintah Kabupaten Barru. Hal ini dilakukan agar
Pemerintah Kabupaten lebih serius terhadap pelaksanaan program
kinerja sehingga berjalan maksimal mengingat pada saat tersebut
Pemerintahan Kabupaten dianggap memasuki masa transisi sehingga
diperlukan kehati-hatian dalam mengelola kebijakan keuangan daerah
agar segala yang diharapkan dapat tercapai.
Pernyataan dan rekomendasi dari fraksi melahirkan pertanyaan-
pertanyaan yang intinya tentang antara lain: pertanyaan mengenai
besaran yang dialokasikan pada program tertentu; upaya keefektifan
dan keefisienan penggunaan anggaran dalam pembangunan; strategi
Pemerintah Kabupaten pada pengalokasian anggaran dalam
pengalihan beberapa kewenangan seperti urusan pengelolaan
pendidikan menengah, kesehatan, ketenagakerjaan, EESDM dan
perhubungan; dan upaya Pemerintah Daerah agar tidak mengalami
defisit.
Pemandangan umum fraksi inilah yang menggambarkan sikap
politik fraksi di DPRD Kabupaten Barru tentang RAPBD yang
ditawarkan pemerintah daerah. Pemandangan umum dari fraksi-fraksi
124
di DPRD kiranya dapat dilihat bahwa substansi pokok dalam
pemandangan umum tersebut mengharapkan lahirnya Perda APBD
2017 yang nantinya akan lebih berorientasi kepada kepentingan
masyarakat. Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Fraksi Golkar, Hj.
Marwa,
“Terkait pembahasan, diberikan kesempatan untuk memberikan
pandangan fraksi, kan ada 7 fraksi di DPRD Kabupaten Barru. Jadi
prosesnya itu setiap fraksi menyampaikan hal terkait dengan APBD,
bagaimana menurut Golkar, PKS misalnya terhadap APBD ini, setuju
atau tidak dengan kebijakan yang diajukan, apa kemudian yang
menjadi kritikan”. (Wawancara, 11 Juli 2017)
Senada dengan hal tersebut, Hj. Hamsiati mengatakan peran fraksi
dalam pemberian kritik maupun saran dalam pembahasan, yakni
“ Kalau kami di PKS, selama ini belum pernah menolak kebijakan tapi
tentu ada catatan-catatan pada poin tapi itu tidak berarti kita tidak
mengkritik, selalu ketika kebijakan tersebut tidak mesti pada porosnya.
Seperti 2016 kemarin ada beberapa hal yang menjadi catatan penting
untuk penyusunan APBD, seperti penyerapan anggaran kurang, PAD
tidak mencapai seratus persen. Tentuna ada sikap terkait pembahasan
APBD.” (Wawancara, 11 Juli 2017)
Jawaban Bupati Kabupaten Barru atas Pemandangan Umum
Fraksi tersebut terhadap Nota keuangan dan RAPBD Tahun
Anggaran 2017. Berkaitan dengan penyampaian pemandangan umum
fraksi, maka pemerintah daerah berkewajiban untuk memberikan
tanggapan atau jawaban. Inti dari jawaban pemerintah daerah bahwa
125
pembiayaan semua program yang dituangkan dalam RAPBD
merupakan program sesuai dengan aturan yang mengaturnya baik
pada pembagian porsi anggaran. Bentuk penganggaran, serta
perumusan program merupakan sinkronisasi dari program yang lebih
tinggi dan berdasar pada dokumen-dokumen perencanaan
pembangunan.
Rapat Jawaban Bupati Kabupaten Barru atas Pemandangan
Umum Fraksi terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran
2017 merupakan rapat yang bersifat terbuka untuk umum yang
dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016, Pukul 09.00 Wita s/d
selesai yang dihadiri oleh 19 anggota DPRD Kabupaten Barru, serta
pemerintah daerah, undangan dan para SKPD yang berada dalam
lingkup pemerintahan daerah Kabupaten Barru. Anggota Fraksi DPRD
telah menyampaikan Pemandangan Umum atas Penjelasan Bupati
Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun
Anggaran 2017, dimana pada umumnya menyampaikan tanggapan,
saran, pendapat maupun pertanyaan yang perlu mendapat jawaban
dari Pemerintah Kabupaten Barru.
Setelah mendengarkan Jawaban Bupati atas Pemandangan
Umum Fraksi-Fraksi terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun
Anggran 2017, maka selanjutnya pemberian kesempatan kepada
126
Anggota Fraksi Pembawa Pemandangan Umum untuk memberikan
tanggapan balik atas Jawaban Bupati yang baru saja didengarkan
bersama. Pemandangan umum fraksi DPRD menyatakan setuju untuk
dilanjutkan pembahasan pada tahap berikutnya.
1. Pembahasan Tahap Akhir terhadap Ranperda APBD Tahun Anggaran
2017
Rapat Pembahasan Tahap Akhir terhadap Ranperda APBD
Tahun Anggaran 2017 dilakukan pada tanggal 22 s/d 24 Desember
2016, dimana dimulai dari pukul 09.00 Wita s/d selesai yang dihadiri
oleh 19 anggota DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten
Barru. Sebelum diadakannya rapat ini terlebih dahulu dilaksanakan
kunjungan kerja komisi-komisi dalam rangka pembahasan RAPBD
Tahun Anggaran 2017. Adapun rangkaiannya sebagai berikut :
a. Kamis, 22 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita diadakan Rapat
Kerja Komisi-komisi bersama Pemerintah Daerah dalam rangka
pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017 dan dilanjutkan
dengan Rapat Gabungan Komisi untuk menyampaikan Laporan
Hasil Rapat Kerja Komisi-komisi. Dengan Jumlah anggota DPRD
yang hadir 17 orang.
b. Jumat, 23 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita diadakan rapat
gabungan komisis, pembahasan ranperda tentang APBD
127
Kabupaten Barru Tahun anggaran 2017 dengan jumlah anggota
DPRD yang hadir 16 orang.
c. Sabtu, 24 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita s/d selesai
kembali diadakan rapat gabungan komisi dan pembahasan APBD
Tahun anggaran 2017 dengan jumlah anggota DPRRD yang hadir
15 orang.
Rapat Badan Anggaran DPRD Kabupaten Barru membicarakan
Pembahasan Tahap Akhir terhadap Pembahasan RAPBD Tahun
Anggaran 2017. Rapat Badan Anggaran dilaksanakan untuk
mendengarkan hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi DPRD bersama
Pemerintah Kabupaten Barru dalam rangka pembahasan Tahap
Akhir terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Ketua DPRD menyatakan bahwa setelah mendengarkan
masukan dan penjelasan dari masing-masing Komisi dan Anggota
Badan Anggaran dan Tim TAPD Pemerintah Kabupaten Barru, maka
kesimpulan rapat adalah : Pimpinan DPRD memberikan kesempatan
kepada Komisi-Komisi yang belum menyelesaikan pembahasannya,
agar segera menyelesaikan pembahasan secepatnya sehingga
jadwal asistensi di provinsi dapat dilaksanakan secepatnya.
128
2. Rapat Finalisasi Pembahasan Ranperda APBD Tahun Anggaran 2017
dan penyampaian Laporan Hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi terhadap
RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Rapat Finalisasi Pembahasan Ranperda APBD Tahun
Anggaran 2017 dan penyampaian Laporan Hasil Rapat Kerja Komisi-
Komisi terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dilakukan pada
tanggal 29 Desember 2016 Pukul 15.00 s/d 16.30 Wita yang dihadiri
oleh 16 anggota DPRD, Sekretaris Daerah serta Tim Anggaran
Pemerintah Kabupaten Barru.
Rapat Badan Anggaran DPRD Kabupaten Barru membicarakan
kondisi Hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi dan Finalisasi terhadap
Pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017. Rapat Badan Anggaran
DPRD dilaksanakan untuk mendengarkan Laporan hasil Rapat kerja
Komisi-Komisi DPRD bersama Pemerintah Kabupaten Barru dalam
rangka pembahasan Tahap Akhir terhadap RAPBD Tahun Anggaran
2017 dan Finalisasi pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017,
masing-masing Komisi menyampaikan hasil akhir rapat kerja bersama
dengan mitra kerja masing-masing.
Rapat Badan Anggaran DPRD merupakan kondisi Hasil Rapat
Kerja Komisi-Komisi dalam rangka pembahasan Tahap Akhir terhadap
129
RAPBD dan Finalisasi terhadap Pembahasan RAPBD dengan pilihan
setuju atau tidak setuju dengan penetapan persetujuan APBD tahun
Anggaran 2017 kemudian diketuk palu pada tanggal 30 Desember.
Semua Fraksi setuju dengan penetapan RAPBD, namun disertai
beberapa penyampaian hasil rapat kerja bersama mitra kerjanya
masing-masing. Penyampaian hasil akhir rapat diajukan oleh komisi
disampaikan secara langsung dalam sidang pembahasan yang
dibacakan oleh masing-masing komisi.
Setelah mendengarkan masukan dan penjelasan dari masing-
masing Komisi dan Anggota Badan Anggaran dan Tim TAPD
Pemerintah Kabupaten Barru, Ketua DPRD membacakan kesimpulan
rapat yakni :
1. Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Barru dalam rangka Persetujuan
Bersama terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 yang didahului
dengan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi akan
dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2016 pada pukul 09.00
wita.
2. Pembahasan Akan dilanjutkan setelah ada hasil evaluasi Biro
Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap RAPBD tahun
Anggaran 2017 melalui Rapat Kerja Badan Anggaran DPRD
130
bersama Tim TAPD Kabupaten Barru dalam rangka
penyempurnaan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Dalam proses pembahasan tersebut diatas, DPRD harus
melihat setiap usulan program kegiatan yang disampaikan oleh
Eksekutif. Setiap program harus betul-betul sesuai dengan proses
perencanaan dari awal dan berorientasi pada kepentingan masyarakat
Kabupaten Barru. Jika ada program dan kegiatan yang di usulkan
yang masuk lantas tidak memenuhi syarat, program tersebut akan
dihapus dari RAPBD. Sebelum membahas RAPBD, yang harus
dibahas terlebih dahulu adalah APBD perubahan. Secara sederhana,
perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah
untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan
yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada
meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang ungkapan oleh Ibu A.
Nurhudajah :
“Sebelum membahas RAPBD, yang harus dibahas adalah APBD Perubahan. Setelah itu, pembahasan selanjutnya membicarakan APBD Pokok. Jadwalnya pun telah ditentukan, yaitu pada pertengahan bulan 11 hingga 30 desember”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Setelah RAPBD dibahas bersama oleh DPRD dan Bupati,
kemudian diserahkan kepada Pihak Provinsi untuk diperiksa. Hal ini
131
dimaksudkan agar RAPBD yang akan ditetapkan sesuai dengan
perencanaan dan dokumen-dokumen lain yang dijadikan dasar seperti
Visi Misi Kepala Daerah, RPJMD dan lainnya. Hal ini sesuai hasil
wawancara dengan Bapak Andi Haeruddin, Anggota Badan Anggaran,
yaitu,
“Setelah rancangan APBD itu dibahas dan disetujui, rancangan itu
kemudian dibawa ke provinsi untuk dilakukan asistensi, nanti disana asistensi, ini tidak bisa misalnya, ini boleh, ini harus sesuai dengan ini, hasilnya itu dibahas lagi antara TAPD dengan Banggar yang ada di DPRD, itu dibahas bersama sama, TAPD itu eksekutif dan banggar itu legislative, dibahas, penyesuaian2, lalu disepakati, disepakati maka yang diambil lakukan adalah penetapan RAPBD menjadi APBD di DPRD”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).
Selama pembahasan RAPBD berlangsung, dalam setiap
sidang, terkadang terjadi perdebatan antara berbagai pihak yakni dari
Eksekutif dan Legislatif. Perdebatan-perdebatan dilatar belakangi
berbagai masalah, salah satunya adalah mengenai anggaran yang
diusulkan ketika rapat bersama DPRD yang diperdebatkan. Hal ini
dicontohkan oleh Ir. Nurhaidah sebagai berikut.
“Dalam pembahasan APBD, tentunya ada aspirasi yang
menjadi ajuan dari legislator perempuan sesuai dengan hasil reses di
tiap dapil yang dianggap menjadi prioritas yang terkadang luput
menjadi perhatian pada APBD, pembahasan terkadang rumit dalam
hal meng-goalkan yang menjadi aspirasi. Apalagi kondisi forum
didominasi oleh laki-laki, tapi dari perempuan selalu memperjuangkan
hal itu”. (Wawancara pada tanggal 12 Juli 2017).
132
Hal diatas yang terjadi merupakan hal yang lumrah sebab dalam
menentukan pilihan yang orientasinya kepada kepentingan
masyarakat tentu akan mengelurkan banyak pemikiran dan perbedaan
pendapa. Pada tahap pembahasannya, sering terjadi perbedaan
pandangan, hal ini disebabkan pihak eksekutif dan legislatif susah
bertemu pendapatnya, karena berbagai kepentingan dari kedua belah
pihak, sehingga kondisi dalam sidang terkadang alot. Seperti yang
diungkapkan A. Haeruddin :
“Masing-masing anggota DPR aktif termasuk perempuan, aktif
memberikan saran. APBD minimal kita ketahui apa yang akan
dilakukan SKPD. Mereka meberikan warna. Warna yang saya
maksudkan yaitu memang perempuan aktif dalam memberikan
masukan dalam pembahasan. Kritis mereka, kalau ada yang memang
dianggap menjadi perhatian mereka lebih bisa melihat cela itu
dibanding kami.” (wawancara, 12 Juli 2017)
Pada proses pembahasan yang sering terjadi perbedaan
pandangan, menjadi perhatian ibu ketua DPRD untuk menyikapi hal
tersebut, menurut A. Wawo :
“Sesuai fungsinya memimpin rapat, mengambil keputusan,
mendengarkan pendapat. Sama halnya ketika laki-laki, intinya
pimpinan tidak bisa mengintervensi peserta. Ibu ketua bijaksana dalam
hal memberikan pendapat terkait perbedaan di pembahasan, tentunya
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur.
Dari pernyataan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa
kebijakan- kebijakan yang lahir dalam pembahasan APBD memang
133
merupakan sebuah peluang bagi kaum perempuan namun hal itu
kiranya dijadikan motivasi untuk membekalkan dirinya dengan lebih
pengalaman dan pendidikan politik.
“ …Hal ini tentunya berkaitan dengan perekrutan calon
perempuan yang tidak memiliki kemampuan dalam politik akan
menjadi boomerang sendiri bagi demokrasi di negara ini terlebih
ketika berada dalam legislatif, bersyukur hamper semua anggota
perempuan mumpuni dalam tugas yag diemban.” lanjut A. Wawo.
(Wawancara, 12 juli 2017)
Sebagian besar informan menyatakan merupakan sebuah jalan
yang baik bagi perempuan-perempuan yang memiliki minat politik
dan kepemimpinan untuk membekalkan dirinya jauh- jauh hari
sebelumnya karena pada zaman sekarang ini tidak ada lagi
deskriminasi atau marginalisasi bagi kaum perempuan. Saatnya
perempuan mengoptimalkan peluang yang telah dibuka. Dengan
adanya kebijakan dan kesempatan, maka negara pada umumnya dan
daerah pada khususnya membutuhkan perempuan-perempuan yang
berkualitas untuk menyumbangkan segenap fikiran dan tenaganya
bersama kaum laki-laki untuk bekerja sama membangun bangsa
yang lebih baik lagi. Disampaikan oleh Ibu Nurhasbiah,
“ Dilihat dari segi nilai, jumlah anggota laki-laki lebih besar tapi
saya melihat dalam prosesnya tidak ada dominasi. Hampir setiap
pembahasan dengan komisi pula, perempuan hadir, disesuaikan
jadwal, jadi misalnya satu hari dengan 10 SKPD. Dalam pembahasan
134
APBD pun luar biasa perdebatan. Berdebat dengan pendapat masing-
masing tentunya sesuai dengan aspirasi dapil, semisal saya kemarin
dapil I, ada aspirasi jalan yang menjadi maslah untuk masyarakt,
tentunya disampaikan dengan pertimbangan dengan melihat porsi
anggaran tiap wilayah. Untuk program itupun, dipertahankan dan
Alhamdulillah disepakati.” (Wawancara, 10 juli 2017)
4. 2. 3. Proses Penetapan Perda APBD
Setelah RAPBD dibahas bersama Eksekutif dan Legislatif dan
diserahkan kepada Provinsi dalam hal ini akan diasistensi di biro
keuangan. Tahapan terakhir adalah menetapkan ranperda APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang
telah dievaluasi tersebut menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD paling lambat
tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Pada proses
penetapan RAPBD dilakukan oleh pihak Eksekutif dan Legislatif. Hal
ini sesuai hasil wawancara dengan Bapak A. Haeruddin bahwa,
“Setelah RAPBD dibahas dalam rapat paripurna bersama Bupati dan DPRD, barulah kita menetapkan apbd, jadi kita menetapkan apbd itu setelah hasil konsultasi. Kita asistensi namanya, di bedah itu apbd. Yang kesana tinggal kita banggar dengan tpad. Setelah kita ada hasil rapat disana,kita nunggu hasilnya dari provinsi.” (wawancara pada tanggal 12 Juli 2017).
Penetapan RAPBD menjadi APBD di Kabupaten Barru dilaksanakan
pada bulan Desember 2016. Seperti yang diungkapkan Ketua DPRD
Kabupaten Barru, Ibu A. Nurhudajah Aksa, bahwa,
135
“Kemudian kalau apbd tahun 2017 ini kita tetapkan pas tggl 30 desember 2016. Jadi itu urutan-urutannya, yang sudah dilaksanakan mulai dari penyusunan sampai pembahasan bersama pemerintah daerah, Alhamdulillah tepat waktu berdasarkan peraturan menteri dalam negeri tentang penyusunan, jadi kita tidak kena sanksi.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017 2017).
Penetapan RAPBD tersebut masuk dalam tahap Pembicaraan Tingkat
II dengan dilaksanakan dengan sidang paripurna. Alur Pembicaraan Tingkat
II dijelaskan pada poin-poin sebagai berikut.
Pembicaraan pada Tingkat Kedua
a. Persetujuan bersama terhadap RAPBD antara Pemerintah Daerah
Kabupaten Barru dengan DPRD Kabupaten Barru yang didahului oleh
penyampaian laporan akhir komisi-komisi DPRD dalam Rapat
Paripurna DPRD
b. Pendapat akhir Bupati persetujuan bersama terhadap RAPBD melalui
Rapat Paripurna DPRD
c. Pemerintah Kabupaten Barru bersama Badan Anggaran DPRD
Kabupaten Barru menyampaikan RAPBD dan Rancangan Peraturan
Bupati tentang penjabaran RAPBD kepada Biro keuangan Provinsi
Sulawesi Selatan untuk dilakukan evaluasi
d. Hasil evaluasi RAPBD dan Rancangan Peraturan Bupati tentang
penjabaran RAPBD oleh Provinsi, Badan Anggaran DPRD bersama
Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Barru melakukan Rapat Badan
136
Anggaran untuk melakukan penyempurnaan dan rasionalisasi
terhadap hasil evaluasi RAPBD dan Penjabaran RAPBD.
e. Hasil penyempurnaan RAPBD dan Rancangan Peraturan Bupati
tentang Penjabaran RAPBD sesuai hasil evaluasi di provinsi,
ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD tentang
Penyempurnaan RAPBD.
Secara ringkas, pembahasan tingkat II digambarkan dalam skema
sebagai berikut.
Gambar 3. Tahap Pembahasan Kedua
Selanjutnya, teknis dalam sidang Rapat Paripurna pembicaraan
Tingkat 2, tentang Penetapan Persetujuan Program Pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Barru dan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi
terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dijelaskan sebagai berikut.
Rapat paripurna DPRD
dalam rangka persetujuan
bersama terhadap RAPBD
Penyampaian RAPBD dan
perda tentang penjabaran
rapbd kepada Biro Keuangan
Provinsi
Keputusan pimpinan dprd tentang
penyempurnaan rapbd hasil evaluasi
di Provinsi
Rapat badan anggaran dprd
bersama tim anggaran pemerintah
Kabupaten Barru dlm rangka
penyempurnaan rapbd hasil
evaluasi di provinsi
Penetapan peraturan daerah tentang
APBD oleh bupati
137
Rapat Paripurna Penetapan Persetujuan Program Pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten Barru dan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-
Komisi terhadap RAPBD dilakukan pada tanggal 30 Desember 2017 Pukul
10.30 s/d 11.45 wita, rapat ini terbuka untuk umum,dihadiri oleh anggota
DPRD, pemerintah Kabupaten, para undangan dan para SKPD yang berada
dilingkup pemerintahan Kabupaten Barru. Rapat Paripurna DPRD Kabupaten
Barru, memiliki beberapa agenda didalamnya, diantaranya :
a. Persetujuan Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten
Barru Tahun 2017.
b. Penandatanganan keputusan DPRD dan Persetujuan bersama
DPRD Kabupaten Barru dengan Pemerintah Daerah Kabupaten
Barru.
Berdasarkan ketentuan pasal 239 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada
prinsipnya menyebutkan bahwa Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah
dilakukan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah yang disusun oleh
DPRD dan Kepala Daerah untuk jangka waktu 1(satu) tahun berdasarkan
skala prioritas pembentukan rancangan Peraturan Daerah yang selanjutnya
ditetapkan dengan keputusan DPRD, Penyusunan dan Penetapan program
pembentukan Peraturan Daerah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
RAPBD.
138
Berdasarkan ketentuan tersebut, Badan Pembentukan Peraturan
Daerah DPRD Kabupaten Barru menyampaikan Program Pembentukan
Peraturan Daerah Tahun 2017, setelah mendengarkan bersama
penyampaian Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2017 yang
telah disampaikan oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD
Kabupaten Barru. Namun, untuk penegasannya ditanyakan kepada seluruh
anggota DPRD tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun
2017 tersebut dapat ditetapkan menjadi Keputusan DPRD atau tidak.
Anggota DPRD semua setuju Pembentukan Peraturan Daerah dapat
ditetapkan menjadi Keputusan DPRD.
Untuk mengetahui Rancangan Keputusan DPRD Kabupaten Barru
tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barru tahun
2017, Sekretaris DPRD membacakan Naskah Rancangan Keputusan DPRD
dimaksud. Setelah itu, acara penandatanganan Keputusan dan persetujuan
bersama oleh Ketua DPRD dan Bupati Kabupaten Barru.
Selanjutnya pada kesempatan Rapat Paripurna DPRD Kabupaten
Barru, disampaikan Laporan Akhir Komisi-Komisi terhadap Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2017. Sebelumnya diawali
dengan tahapan-tahapan pembahasan sebagai berikut :
139
• Proses Pembahasan Ranperda APBD Kabupaten Barru Tahun
Anggaran 2017,didasarkan Penyampaian Surat Bupati, perihal
Penyampaian Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Dengan dasar surat tersebut, Pimpinan DPRD menyepakati bahwa
Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017, diproses
sesuai mekanisme DPRD.
• Pada tanggal 15 Desember 2016 dilaksanakan Rapat Paripurna
DPRD dalam rangka penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD
Tahun Anggaran 2017 dan dilanjutkan Penjelasan Bupati terhadap
Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Kemudian pada siang hari, dilaksanakan Rapat Paripurna
DPRD untuk penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD
atas Penjelasan Bupati Kabupaten Barru. Dan dilanjutkan Rapat
Paripurna DPRD untuk mendengarkan Jawaban Bupati Kabupaten
Barru atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD. Pada tanggal
22 - 24 Desember 2016, dilaksanakan Rapat Kerja Komisi-Komisi
DPRD bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Barru.
Setelah melalui tahapan-tahapan pembahasan berikut, akhirnya
pada tanggal 27 Desember 2016, dilaksanakan Rapat Pimpinan
diperluas dalam rangka Persiapan Penyampaian Program
Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2017 dan persiapan
140
Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi terhadap RAPBD Tahun
Anggaran 2017, kemudian dilanjutkan Rapat Badan Anggaran DPRD
bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Barru
melakukan Rapat Finalisasi pembahasan terhadap RAPBD Tahun
Anggaran 2017. Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi dan fraksi
terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dijabarkan sebagai berikut :
. Dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada Tahun
Anggaran 2017, setelah mempertimbangakan beberapa sisi, baik
substanstif maupun daya dukungnya, maka pemerintah daerah
merencanakan pendapatan daerah sebesar Rp 850,4 milyar lebih
dengan perencanaan belanja sebesar Rp 858,2 milyar lebih. Sehingga
kondisi deficit anggaran antara pendapatan dengan belanja sebesar
tujuh milyar lebih, dapat diatasi dengan sisa lebih perhitungan
anggaran tahun lalu.
Dalam mencermati ranperda APBD Tahun 2017, pihak DPRD
melalui rapat-rapat antara komisi-komisi di DPRD dengan mitra satuan
kerjanya maupun dalam internal fraksi, maka terhadap Ranperda
APBD Tahun 2017, dapat disimpulkan sebagai berikut :
141
1. Bahwa Program dan Kegiatan yang direncanakan Tahun 2017
diharapkan tetap mempriotaskan kesinambungan pembangunan
sebagaimana yang telah menjadi kebijakan dalam anggaran tahun
lalu.
2. Rencana belanja, sedapat mungkin diperuntukkanuntuk
membiayai objek-objek yang mendesak dan strategis, diantaranya
pembiayaan untuk kegiatan yang sudah berjalan namun
membutuhkan peningkatan volume maupun kualitas
3. Rencana anggaran yang tertuang dalam APBD tahun 2017
diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan,
kesehatan dan pertanian dalam arti luas diantaranya melalui
pembangunan infrastruktur kesehatan dan penataan prosedur
standar pelayan kesehatan: di bidang pendidikan melalui
pembenahan pelaksanaan pendidikan gratis, pembangunan
infrastruktur pendidikan dan sebagainya; dan pembangunan
fasilitas produksi pertanian; yang diharapkan dapat lebih
berkesinambungan melalui APBD Tahun Anggaran 2017.
4. Untuk mewujudkan kesinambungan pelayanan dan peningkatan
kualitas pelayanan terhadap kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sehingga lebih baik,
khususnya pelayanan kependudukan, daya dukung secretariat
daerah dan secretariat DPRD.
142
5. Secara khusus memberi perhatian kepada eksekutif agar
meningkatkan daya serap APBD secara proporsional melalui
sistem manajemen pengelolaan keuangan yg baik, terutama yang
terkait dengan koordinasi lintas sektoral dalam disbursement
(pencairan) anggaran daerah agar tidak mengalami keterlambatan.
Dengan memperhatikan hal tersebut penyerapan anngaran dapat
dioptimalkan, karena dapat mempengaruhi mobilitas kinerja
aparatur dan kinerja mitra pemerintahan daerah.
6. Terhadap peningkatan kinerja aparat khususnya Aparatur Sipil
Negara melalui peningkatan kesejahteraan dan pemerataan akses
dan peluang peningkatan kualitas SDM
7. Terhadap peningkatan pengawasan pelaksanaan program dan
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,
kinerja inspektorat perlu ditingkatkan dengan bersinergi dengan
lembaga pengawasan lain. Pengawasan yang dimaksud juga
diprioritaskan pada kegiatan Alokasi Dana Desa.
Setelah mendengarkan bersama penyampaian Laporan Akhir
fraksi yang disampaikan oleh juru bicara Komisi yang diwakili 1 orang,
maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya DPRD dapat
menerima RAPBD Tahun Anggaran 2017 untuk disetujui menjadi
Persetujuan Bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten Barru. Selanjutnya, Ranperda APBD Tahun Anggaran
143
2017 telah disetujui bersama DPRD Kabupaten Barru dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Barru untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah. Untuk mengetahui Rancangan Persetujuan DPRD
Kabupaten Barru tentang Ranperda APBD Tahun Anggaran 2017,
kemudian Sekretaris DPRD membacakan Naskah Rancangan
Persetujuan DPRD. Selanjutnya diadakan acara penandatanganan
persetujuan bersama oleh ketua DPRD dan Bupati Barru.
Matriks 1. Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan
Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.
NO. TAHAPAN
PEMBENTUKAN AGENDA ANALISIS
1.
Perancangan
1. Surat Bupati perihal
penyampaian
rancangan
KUA/PPAS kepada
DPRD
2. Pimpinan DPRD
membahas surat
Bupati perihal
penyampaian
Adapun bentuk
keterlibatan perempuan
dalam proses ini
berdasarkan data dan
pernyataan, ikut terlibat
aktif. Hal ini bisa dilihat di
setiap badan-badan
kelengkapan DPRD diisi
oleh perempuan masing-
144
KUA/PPAS APBD
3. Rapat badan
musyawarah DPRD
dalam rangka
penyusunan dan
penetapan jaadwal
pembahasan
4. Rapat badan
anggaran dalam
rangka membahas
KUA/PPAS APBD
5. Rapat Pimpinan
diperluas DPRD
dalam rangka
penandatanganan
kesepakatan
bersama antara
pemerintah
Kabupaten dengan
DPRD terhadap
KUA/PPAS APBD
masing, contohnya di
Badan anggaran dan
Badan Musyawarah, ada
ibu ketua selaku ketua
badan dan yg lainnya
sebagai anggota. Terkait
dengan pembahasan
jadwal di Badan
Musyawarah telah
disepakati, pelaksanaan
rapat badan musyawarah
pada tanggal 13
Desember 2016, dihadiri
14 Anggota diantaranya
anggota dewan
perempuan. Dan
ditetapkan bahwa
pembahasan
dilaksanakan pada
tanggal 16 Desember
2016.
145
2. Pembahasan 6. Penyampaian surat
bupati ttg nota
keuangan dan draf
ranperda APBD
kepada DPRD
7. Rapat pimpinan
DPRD perihal surat
bupati
8. Rapat bamus
perihal penyusunan
dan penetapan
jadwal
pembahasan
9. Rapat fraksi-fraksi
DPRD terkait
persiapan
pembhasan
10. Rapat komisi-
komisi
11. Rapat Badan
• 16 Desember 2016
pukul 09.00-selesai
Wita dengan dihadiri
oleh 19 Anggota DPRD
penyerahan nota dan
penjelasan bupati yang
dipimpin oleh pimpinan
DPRD
• Rapat Penyampaian
Pemandangan Umum
Fraksi dan atas
Penjelasan Bupati
terhadap Nota
Keuangan dan RAPBD
dimana dari 7 fraksi 2
diantaranya perempuan
sebagai ketua.
• Rapat Pembahasan
Tahap Akhir terhadap
Ranperda APBD Tahun
146
Anggaran
12. Rapat paripurna
terkait
penyerahan/penya
mpaian sekaligus
penjelasan bupati
13. Rapat paripurna
terkait pandangan
fraksi thdp
penjelasan bupati
14. Rapat paripurna
dprd dalam rangka
jawaban bupati
terkait pandangan
fraksi
15. Rapat kerja komisi-
komisi bersama
skpd/mitra kerja
dan kunjungan
kerja komisi-komisi
setelahnya
Anggaran 2017
dilakukan pada tanggal
22 s/d 24 Desember
2016. Sebelumnya
dilakukan kunjungan
kerja komisi-komisi.
• Rapat Finalisasi
Pembahasan Ranperda
APBD Tahun Anggaran
2017 dan penyampaian
Laporan Hasil Rapat
Kerja Komisi-Komisi
terhadap RAPBD
Tahun Anggaran 2017
dilakukan pada tanggal
29 Desember 2016
Pukul 15.00 s/d 16.30
Wita yang dihadiri oleh
16 anggota DPRD,
Sekretaris Daerah serta
Tim Anggaran
147
16. Lanjutan rapat
kerja komisi terkait
pembahasan
laporan akhir
17. Rapat gabungan
komisi DPRD
18. Rapat badan
anggaran
pembahasan tahap
akhir RAPBD
Pemerintah Kabupaten
Barru.
• Dalam perjalanan
pembahasan RAPBD,
partisipasi perempuan
dilihat pada setiap
posisi yang diduduki.
Terkadang terjadi
perdebatan ataupun
adanya lobby diluar
forum formal terkait
program yang akan
dilaksanakan.
3. Penetapan 19.Rapat paripurna
dlm rangka
persetujuan
bersama
20. Penyampaian
RAPBD dan perda
ttg penjabaran
kepada biro
Rapat Paripurna
Penetapan Persetujuan
Program Pembentukan
Peraturan Daerah
Kabupaten Barru dan
Penyampaian Laporan
Akhir Komisi-Komisi
terhadap RAPBD
148
keuangan Prov.
Sulsel
21. Rapat Badan
Anggaran DPRD
bersama TAD untuk
penyempurnaan
RAPBD hasil
evaluasi
22. Keputusan
pimpinan DPRD
tentang
penyempurnaan
RAPBD
23. Penetapan
peraturan daerah
tentang APBD oleh
bupati
dilakukan pada tanggal
30 Desember 2017 Pukul
10.30 s/d 11.45 wita,
rapat ini terbuka untuk
umum,dihadiri oleh
anggota DPRD,
pemerintah Kabupaten,
para undangan dan para
SKPD yang berada
dilingkup pemerintahan
Kabupaten Barru.
(Sumber : Analisis Data Primer, 2017)
149
4. 3. Faktor yang mempengaruhi Partisipasi Perempuan
Partisipasi perempuan dalam kepemimpinan pemerintahan
terutama dalam persoalan pengambilan keputusan tentunya
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara langsung ataupun tidak
langsung dapat mempengaruhi peran perempuan dalam sebuah
kepemimpinan dalam pemerintahan. Sama halnya dengan yang ada di
DPRD Kabupaten Barru, keberadaan perempuan sebagai salah satu
pilar dalam kepemimpinan pemerintahan selain laki-laki ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang telah peneliti kaji melalui pengamatan,
literatur serta hasil wawancara dengan berbagai informan yang ditemui
adalah sebagai berikut :
4. 3. 1 Faktor Pendukung
1) Kebijakan
Kebijakan yang membuka peluang perempuan untuk
berpartisipasi dalam arus politik pemerintahan mulai terbuka lebar.
Seperti UUD 1945 pasal 27 ayat 1 tentang kesetaraan laki-laki dan
perempuan di mata hukum dan pemerintahan, INPRES RI No.9
tahun 2000 tentang peningkatan partisipasi perempuan dalam
pembangunan nasional, serta yang marak dibicarakan saat ini
mengenai UU no.10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif pada
pasal 53, 54 dan 55 yang menjelaskan pernyataan tentang
150
sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada
kepengurusan parpol tingkat pusat dan daerah sebagai salah satu
persyaratan parpol untuk menjadi peserta pemilu.
Dalam hal kebijakan tersebut, perempuan telah diberi
kesempatan untuk berpolitik demi pembangunan bangsa dan
negara. Namun pada kenyataannya peluang tersebut belum
digunakan secara maksimal oleh perempuan. Menurut ibu H.
Hamsiati selaku anggota DPRD menjelaskan bahwa berbagai
upaya telah dilakukan negara untuk mendongkrak keterwakilan
perempuan di parlemen. Tentunya jika faktanya perempuan sangat
kurang, maka itu pasti didasari oleh beberapa alasan.
“Contohnya saja di Kabupaten Barru ini, terlihat perempuan di
sini lebih banyak yang tertarik untuk sektor lain, dan tidak
membuka dirinya untuk berorganisasi apalagi untuk bergelut di
partai. Usaha peningkatan keterwakilan dan keterpilihan
perempuan di parlemen harus diimbangi dengan pembangunan
pendidikan dan karakter politik bagi mereka yang ditempatkan
sebagai calon kedepannya.” (Wawancara, 12 Juli 2017)
Dari pernyataan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa
kebijakan- kebijakan yang lahir memang merupakan sebuah
peluang bagi kaum perempuan namun hal itu kiranya dijadikan
motivasi untuk membekalkan dirinya dengan pengalaman dan
pendidikan politik.
151
“ Perekrutan calon perempuan yang tidak memiliki kemampuan
dalam politik akan menjadi boomerang sendiri bagi demokrasi di
negara ini.” lanjut ibu Hamsiati. (Wawancara, 12 Juli 2017)
Sebagian besar informan menyatakan bahwa kebijakan yang
lahir merupakan sebuah jalan yang baik bagi perempuan-
perempuan yang memiliki minat politik dan keterlibatan dalam
parlemen untuk membekalkan dirinya jauh- jauh hari sebelumnya
karena pada zaman sekarang ini tidak ada lagi deskriminasi atau
marginalisasi bagi kaum perempuan. Saatnya perempuan
mengoptimalkan peluang yang telah dibuka. Dengan adanya
kebijakan tersebut, maka negara pada umumnya dan daerah pada
khususnya membutuhkan perempuan-perempuan yang berkualitas
untuk menyumbangkan segenap fikiran dan tenaganya bersama
kaum laki-laki untuk bekerja sama membangun bangsa yang lebih
baik lagi.
Menurut salah satu informan bapak Yasit, Sekretaris DPD
Golkar Kabupaten Barru menjelaskan bahwa saat ini partai-partai
mulai antusias dengan adanya kebijakan tersebut di Kabupaten
Barru dikarenakan persentase perempuan memenuhi di setiap partai
untuk mendapatkan sosok-sosok perempuan untuk pada posisi
pejabat publik.
152
“Kebijakan kuota 30% kemarin diimplementasikan dengan
optimal, dan itu menjadi keharusan pada periode ini kebijaka
tersebut diimplementasikan lebih ketat. Tinggi persentase di
kabupaten barru anggota DPRD Perempuan dibanding
kabupaten lain. Di golkar sendiri bisa kita lihat asal golkar, Ketua
DPRD dan Ketua Fraksi perempuan, tentunya jelas keterlibatan
perempuan di DPRD perempuan..” (Wawancara, 19 Juli 2017)
Jadi pada dasarnya, kebijakan-kebijakan yang lahir sangat
memberi konstribusi besar untuk membuka peluang perempuan
dalam mengembangkan minat dan kualitasnya untuk ikut berjuang
dalam kancah perpolitikan terlebih menyuarakan aspirasi di DPRD
Kabupaten Barru..
2) Keterlibatan Partai sebagai sarana komunikasi
Partai politik merupakan pengorganisasian warga Negara yang
menjadi anggotanya untuk bersama-sama memperjuangkan dan
mewujudkan Negara dan masyarakat yang adil dan makmur, dan
mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, dapat menyalurkan aspirasi
masyakarat dan menyampaikan atau menginformasikan program
maupun kegiatan pemerintah daerah kepada masyakat. Kemudian
partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga Negara
dalam proses pembuatan kebijakan publik (mulai dari perencanaan,
sampai dengan pelaksanaan kebijakan) dan sebagai penentuan siapa
153
yang akan menjadi penyelenggara Negara pada berbagai lembaga
Negara di pusat dan daerah yang kemudian dibantu oleh aparatur
Negara sebagai birokrat.
Sebagaimana yang telah dikemukakan Oleh Ketua DPC Partai
PDIP Kabupaten Barru, Bapak Arifai Muin,
“…bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa tersalurkan kepada
pemerintah, maka disinilah fungsi dari partai politik yang akan
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan
mengaturnya sedemikian rupa. Selalu ada komunikasi yang dibangun
ke partai terkait dengan pembahasan apalagi hal itu menyangkut
aspirasi masyarakat yang kemudian membutuhkan pandangan fraksi”
(Wawancara, 9 Juli 2017)
Pemerintah Daerah juga harus dapat menampung semua
aspirasi masyarakat (asmara) untuk dapat diakomidir yang berasal dari
Usul ataupun kebijaksanaan partai dalam anggaran dan diproses
sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari
musrenbang desa, kecamatan, kab/kota sampai ditingkat pusat dan
pada akhirnya merupakan Kebijaksanaan Umum (Public Policy) atau
dalam bentuk RPJP/RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Pendek
dan Menengah) yang kesemua ini adalah dalam kerangka
pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Sebaliknya, partai politik juga dapat menyampaikan dan
menginformasikan kepada masyarakat, kegiatan atau program-
154
program pemerintah dalam bentuk Kebijaksanaan Umum, dengan
demikian kalau hal ini terjadi, maka akan terciptakan komunikasi politik
dari bawah ke atas dan sebaliknya dari atas kebawah, dimana partai
politik dapat memainkan peranannya sebagai penghubung antara
yang memerintah dengan diperintah, antara pemerintah dan warga
masyarakat. Seperti yang diungkapkan Bapak Yasit, Sekretaris DPD
Golkar Kabupaten Barru, yakni ;
“Partai tentunya ada persentase keterlibatan perepuan dalam legislatif,
tentunya itu menunjang kinerja fraksi. Fraksi wajib hukumnya
komunikasi dengan partai makanya ada tenaga ahli. Seperti Golkar
kepengurusan kita sampai di kelurahan, di kecamatan pun dibentuk
rumah aspirasi, masyarakat bisa memasukkan aspirasi. Hal itu yang
kemudian dikomunikasikan ke tenaga ahli ataupun anggota yg menjadi
wakil. Logikanya partai melibatkan seluruh perempuan minimal dalam
hal budgeting 30 persen. Setiap musrembang kecamatan, untuk
menyerap aspirasi. Peranan fraksi meng-goalkan program yang
menjadi bahan aspirasi. Itupun tergantung dari upaya yang ditempuh
anggota partai yang menduduki posisi di legislatif” (wawancara, 19 Juli
2017)
Dari pernyataan tersebut menekankan bahwa fraksi sebagai
kepanjangan tangan partai politik dapat mewarnai berbagai proses
politik yang terjadi di tingkat alat kelengkapan DPRD dan lobby di luar
kelembagaan formal DPRD. Fraksi memegang peranan penting dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD baik secara kelembagaan
maupun terhadap masing-masing individu anggotanya. Fraksi tidak
hanya sekedar sebagai wadah berhimpun para anggota partai politik
155
yang duduk sebagai wakil rakyat di parlemen. Tetapi lebih dari itu,
fraksi juga. dapat mengarahkan setiap pilihan sikap dan keputusan
yang diambil dalam proses politik pemerintahan secara keseluruhan.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan Ibu Marwah, ketua fraksi
golkar, bahwa :
“Ada dua yang mengikat, wajib kita ikuti tatib di DPRD yang
menjadi ornament DPRD itu tidak bisa dicampuri partai. Kemudian
jalur yang ditempuh yaitu komunikasi ke partai melalui fraksi, partai
tidak terlalu menilai lagi anggota fraksinya, tetapi mendukung penuh
yang dilakukan anggota dewan. Tergantung keinginan anggota yang
berada di parlemen, tanpa persetujuan partai dilakukan sebuah
keputusan tapi tetap ada komunikasi yang dibangun. Tetapi saat ini
dilakukan pembenahan,untuk golkar sendiri terkait perda setiap fraksi
ada staf ahli dan staf ahli inilah yang membuatkan laporan dan partai
meminta untuk setiap ada perda untuk terlebih dahulu dibahas di
partai sebelum disampaikan pandangan. Inilah yang menjadi
penguatan anggota Fraksi.” (Wawancara, 11 Juli 2017)
Fungsi fraksi tidak bisa kita pisahkan dari DPRD, bahkan
sangat berpengaruh dalam memastikan peran DPRD dalam
menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran baik di
tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. pengaturan
mengenai fraksi, diatur juga pada pasal 31-35 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.16 Tahun 2010. Pada Bab VI, pasal 31
disebutkan juga secara tegas “Untuk mengoptimalkan pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban
156
anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun
anggota DPRD.
Posisi fraksi yang strategis tidak saja terkait dengan proses
pembahasan agenda DPRD tentang rencana kebijakan daerah, seperti
halnya antara lain mengenai Peraturan Daerah (Perda). Tetapi lebih
dari itu, posisi fraksi juga berperan terhadap proses penggunaan
sarana pelaksanaan hak-hak DPRD baik secara kelembagaan
maupun setiap individu anggotanya, dalam setiap menghadapi
persoalan atau isu publik lokal. Dengan sistem pembahasan agenda
DPRD yang bertumpu pada sikap fraksi, maka sukar diabaikan adanya
pertimbangan atas desain komposisi dan kekuatan anggota
masing-masing fraksi, baik secara aspek kuantitas maupun aspek
kualitas para kader partai yang mengisinya.
3) Budaya Patriarki
Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan berhak
memasuki berbagai bidang kehidupan menurut bakat dan
preferensinya masing-masing. Perempuan dan laki-laki memiliki
kesempatan yang sama. Perempuan memiliki hak-hak yang sama
dengan laki-laki dalam berbagai bidang, salah satunya adalah di
DPRD.
157
Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti anggapan atau bahkan
keyakinan bahwa status perempuan yang rendah di dunia publik
sering menjadi hambatan bagi perempuan untuk dapat berperan aktif
dalam pemerintahan. Peran perempuan yang sangat terbatas dalam
proses pembentukan kebijakan dan posisi kepemimpinan disebabkan
oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit perempuan terlibat
secara penuh di dalamnya.
Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada lingkup
atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya penuh
dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas menentukan
apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang perempuan ingin
menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat publik, sama saja
nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya. Seperti yang
disampaikan oleh Anggota DPRD yaitu Ibu A. Darwana yang
mengatakan bahwa perempuan juga memiliki kapasitas yang sama
dengan laki-laki untuk dapat berkarir di dunia publik tidak hanya
sekedar mengurus rumah tangga.
“Perempuan juga memiliki kapasitas untuk berkarir di dunia publik tidak hanya sekedar mengurus rumah tangga. Buktinya saya sekarang bisa menjadi anggota DPRD sekaligus ibu rumah tangga dan masih banyak perempuan lain seperti saya yang terpenting bagaimana kita membagi diri sebagai seorang pejabat publik tetapi tidak melupakan kewajiban kita sebagai seorang ibu rumah tangga yang bertugas mengurus keluarga.” (Wawancara 31 Juli 2017).
158
Berdasarkan dari hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa
budaya patriarki yang masih melekat tidaklah menjadi penghambat
justru semakin mendorong perempuan di DPRD Kabupaten Barru
untuk menjalankan tugasnya. Pada dasarnya untuk lingkungan
pemerintahan, tidak melarang ataupun membatasi kaum perempuan
untuk berkarir dan menjadi seorang pemimpin khususnya dalam dunia
publik. Karena jika melihat sejarah keanggotaan di DPRD Kabupaten
Barru, perempuan telah membuktikan keterlibatannya dalam proses
pemerintahan yakni dengan melihat beberapa masa dimana
perempuan telah aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten Barru dan
pimpinan DPRD saat ini dipimpin oleh perempuan dengan proses
pemilihan.
4) Komunikasi Intra-Institusional
Faktor ini berkaitan dengan komunikasi politik baik formal
maupun informal, komunikasi politik yang terbangun antara
pemerintah dengan DPRD dalam hal penetapan Perda APBD.
Komunikasi instra-institussional berkaitan dengan koordinasi yang
dilakukan oleh TAPD dan TA DPRD terkait dengan prioritas
anggaran dan alokasi anggaran pembangunan yang dituangkan
dalam APBD. Berikut wawancara dengan Hasbiah Main
159
berkaitan dengan komunikasi intra-institusional sebagai faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan Perda APBD Kabupaten Barru
Tahun Anggaran 2017;
“…menurut hemat saya, komunikasi yang dibangun bukan
hanya dalam ruang formal, jadi ada lobby yang dilakukan dengan
yang bersangkutan sesuai permasalahan untuk memperbaiki pola
penganggaran yang terjadi di Kabupaten Barru agar penetapan
Perda APBD sesuai dengan aturan yang ada. Agar program yang
akan direalisasikan tidak berpotensi merugikan banyak pihak
terutama masyarakat miskin dan anak-anak yang membutuhkan
bantuan seperti misalnya di bidang pendidikan…”
4. 3. 2 Faktor Penghambat
1) Kuantitas Perempuan
Eksistensi perempuan dalam jabatan-jabatan politik dalam
sebuah daerah tentunya dapat dilihat dari jumlah atau kuantitas
mereka di dalamnya. Tingkat partisipasi perempuan
menggambarkan minat para perempuan- perempuan untuk mulai
memberdayakan dirinya termasuk dalam ikut merumuskan
kebijakan dan pengambilan keputusan yang nantinya akan
berdampak dan memberi konstribusi yang besar bagi daerahnya.
Keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan
memberikan kuota 30% malalui Undang-Undang Pemilu No.10
Tahun 2008 ini masih menjadi kontroversi dalam penerapannya.
Banyak kalangan perempuan sendiri menolak dengan alasan
160
membatasi langkah perempuan, ditinjau dengan hitungan statistik
berdasarkan jumlah masih dinilai tidak adil. Sebagian kalangan
perempuan yang lain menyambut wacana tersebut dengan langkah
maju untuk memberi gerak bagi perekrutan kaum perempuan dalam
langgam politik.
Rendahnya keterwakilan perempuan dilembaga Legislatif ini
mengakibatkan minimnya peran dan partisipasi perempuan dalam
setiap pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, sangatlah wajar
ketika kebijakan- kebijakan yang dibuat sangat maskulin dan kurang
berperspektif gender. Dalam hal ini perempuan tidak banyak terlibat
dalam proses pembuatan keputusan. Perempuan lebih banyak
sebagai penikmat keputusan. Padahal keputusan yang dihasilkan
seringkali sangat bias gender, tidak memperhatikan kepentingan
perempuan, melainkan justru lebih banyak membuat perempuan
menenggelamkan diri pada sektor-sektor yang sangat tidak
strategis. Dalam jangka panjang, hal ini mengakibatkan posisi
perempuan berada pada posisi marginal.
Jumlah anggota DPRD perempuan Kabupaten Barru hanya
mencapai 24%. Hanya ada 6 orang dari 25 anggota DPRD
(Data Kantor DPRD Kabupaten Barru). Sehingga hanya ada 6
orang perempuan yang masih aktif hingga saat ini dalam
perumusan kebijakan atau pembuatan Peraturan Daerah di
161
Kabupaten Barru. Sebagai perumus kebijakan memang
dibutuhkan jumlah perempuan yang lebih lagi, setidaknya
meningkat dari angka 6. Hal ini diungkapkan Ibu Nurhasbiah Main,
“Dalam perumusan kebijakan, keterlibatan perempuan
sebanyak 6 orang tentunya masih sangat kurang. Meskipun
tidak mencapai kuota, Pemerintahan dalam hal eksekutif,
kepala dinas perempuan hanya 1 orang dari 33 dinas yaitu
dinas catatan sipil mengindikasikan kurang, asisten ada
perempuan 1 orang. Legislatif di DPRD mulai terlihat,
Alhamdulillah suara perempuan di DPRD tetap didengarkan
apalagi saat ini ketua disi oleh seorang perempuan. anggota
laki-laki selalu mengharapkan perempuan untuk terlibat.
Saya berharap jumlah itu lebih meningkat lagi.”
(Wawancara, 10 Juli 2017)
Jadi pada dasarnya secara kuantitas perempuan dalam
jabatan politik di DPRD Kabupaten Barru melalui pengamatan
penulis sebagai masyarakat kabupaten Barru, melalui
wawancara dari berbagai narasumber serta dari data dan
literatur, maka kuantitas atau jumlah tersebut dalam
partisipasinya menduduki jabatan-jabatan politik masih kurang dan
berpengaruh dalam proses pembentukan daerah.
2) Kapabilitas Perempuan
Membahas mengenai kapabilitas agar dapat berperan dalam
dunia publik dan untuk menjadi seorang pemimpin, tentunya hal yang
menjadi landasan utama adalah dengan melihat ukuran tingkat
162
pendidikan serta pengalaman organisasi yang dimiliki seseorang
tersebut. Kedua hal ini adalah hal yang wajib bagi perempuan agar
yang berperan dalam dunia publik khususnya pemerintahan adalah
insan-insan yang berkualitas.
Kepemimpinan merupakan sebuah sikap bagaimana
mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai sebuah tujuan
dengan visi dan misi yang kuat, hal tersebut tidak terbatas dalam
menjadikan perempuan sebagai pemimpin bahkan melalui
kemampuannya perempuan dapat lebih diperhitungkan jika
dibandingkan dengan laki-laki. Menurut anggota DPRD, Bapak Drs. H.
Abuhjaja Muhammad mengatakan untuk menjadi seorang pemimpin
yang baik, diperlukan kemampuan yang memang sesuai dengan posisi
yang dimiliki tidak terkecuali untuk perempuan yang ingin menjadi
pemimpin dalam pejabat publik.
“Keterlibatan perempuan dalam dunia publik tergantung dari kemampuan yang dimiliki karena menjadi seorang pemimpin itu tidak mudah harus sesuai antara posisi yang dimiliki dan kemampuannya, selama perempuan tersebut tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan menmpunyai tanggung jawab dalam mengurus rumah tangganya. Seharusnya jika melibatkan seseorang dalam jabatan pemerintahan lebih mengacu kepada kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut tanpa melihat jenis kelamin perempuan atau laki-laki. Paling tidak ada keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam menjadi pemimpin di pemerintahan yang telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin.” (Wawancara 11 Juli 2017)
163
Karakteristik kepemimpinan pada umumnya dimanapun dan
apapun tingkatannya adalah jelas yaitu dia harus kewibawaan dan
kelebihan untuk mempengaruhi serta mengajak orang lain guna
bersama-sama berjuang, bekerja, dan berusaha mencapai satu tujuan
bersama. sifat-sifat utama dari pemimpin dan kepemimpinannya harus
sesuai dan bisa diterima oleh kelompoknya juga bersangkutan, serta
cocok dengan situasi dan zamannya. Hal tersebut juga disampaikan
Ketua DPRD yaitu Ibu Hj. A. Nurhudajah Aksa yang mengatakan
bahwa perempuan yang ingin menjadi pemimpin dalam wilayah publik
harus memiliki dinamika selain itu diperlukan pula seni dalam
memimpin.
“Perempuan jika ingin menjadi pemimpin yang baik, memang
harus terlebih dahulu melewati banyak proses dari bawah agar
kemapuan yang dimilki dapat diasah terlebih dahulu. Perempuan untuk
menjadi pemimpin harus memiliki dinamika, perempuan tidak boleh
lemah karena jika lemah tidak bisa berhasil. Pemimpin perempuan jika
memilki dinamika harus pula memiliki seni dalam memimpin, bukan
pemimpin jika tidak pernah marah, bukan pemimpin jika tidak tegas,
dan bukan pemimpin jika tidak disiplin.” (Wawancara, 11 Juli 2017)
Jika melihat perempuan yang menjadi anggota DPRD, banyak
diantaranya telah memiliki kemampuan yang memadai untuk terlibat
dalam proses di DPRD termasuk dalam hal kepemimpinan. Hal
tersebut disampaikan oleh salah informan yaitu Bapak Drs. H.
Abuhjaja sebagai sebagai salah satu anggota DPRD mengatakan
164
bahwa perempuan di DPRD lebih mampu mengenali situasi
lingkungannya jika dibandingkan dengan pemimpin laki-laki.
“Perempuan lebih mampu mengenali situasi lingkungan, seperti kasus perceraian atau kekerasan terhadap perempuan. Pemimpin perempuan akan segera mengetahui bagaimana perasaan warganya dan tau bagaimana menyelesaikan masalahnya, jika dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Perempuan itu lebih lembut tapi tetap bertanggung jawab.” (Wawancara 11 Juli 2017)
Hal lain juga disampaikan oleh Bapak A. Haeruddin yang
mengatakan bahwa jika melihat dari segi kecerdasan, perempuan
memang sudah dapat disejajarkan dengan laki-laki bahkan banyak
yang pendidikannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki
tetapi ada wilayah tertentu yang memang belum sepenuhnya menjadi
perhatian oleh perempuan.
“Untuk dari segi kemampuan, perempuan juga sudah dapat
disejajarkan dengan laki-laki, bahkan bayak perempuan sekarang
yang kecerdasannya melebihi laki-laki. Tetapi ada sektor/wilayah
tertentu yang tidak bisa jika dipimpin Dia terkadang mampu melihat
cela ketika dilakukan pembahasan, makanya saya bilang dia
memberi warna tersendiri di DPRD. Persoalan pengaruh budaya
patriarki itu saya kira untuk legislator perempuan di Kabupaten
Barru tidak berpengaruh. Karna memang terbangun kesepahaman
bahwa perempuan itu juga bisa dan harus menunjukkan dirinya
sebagai betul-betul wakil rakyat dan tentunya disaksikan oleh
banyak perwakilan ketika pembahasan. Cuman, beberapa
diantaranya dari segi retorika yang perlu diperbaiki, tergantung dari
pengalaman. Ada kemudian hal-hal yang tidak sepolos laki laki
ketika ingin disampaikan inimi kubilang persoalan watak”
(Wawancara 12 Juli 2017)
165
Untuk menjadi seorang pemimpin dan pengambil keputusan
tentunya yang harus dimiliki tidak hanya kemauan atau minat saja, tapi
seorang perempuan itu sebaiknya pula ditopang oleh tingkat
pendidikan serta pengalaman organisasi yang matang. Seorang
pejabat publik harus memiliki karakteristik serta kemampuan.
Perempuan yang menjadi anggota legislatif di Kabupaten Barru
memang memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi. Mereka
memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dan ditopang dengan
pengalaman organisasi. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih
ada perempuan yang tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam
agenda dewan dikarenakan mereka kurang dalam hal karakteristik
sebagai pemimpin pemerintahan yang memadai untuk menjadi
seorang pemimpin. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ketua DPRD yang
menegaskan bahwa masih adanya anggota perempuan di Kabupaten
Barru yang sulit mengikuti setiap agenda dikarenakan belum
menyadari sepenuhnya dirinya sebagai wakil rakyat, dalam hal ini dari
segi karakteristik.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa masih adanya perempuan di Kabupaten Barru yang belum sepenuhnya aktif terlibat dalam proses agenda-agenda yang telah ditetapkan, hal tersebut biasanya diakibatkan karena perempuan tersebut belum bisa menyadari secara penuh tugasnya sebagai wakil rakyat, ini tentunya berkaitan dengan
166
karakteristik yang dimiliki. Kami beberapa anggota, sudah melakukan tindakan dengan menyampaikannya ke Badan Kehormatan untuk memberi perhatian terhadap hal tersebut agar agenda bisa lebih optimal lagi” (Wawancara 11 Jui 2017)
Perempuan sebagai satu kategori pembuat kebijakan, pada
dasarnya dapat berpartisipasi dalam bentuk tidak langsung yaitu
sebagai wakil kelompok perempuan yang bisa merepresentasikan
kepentingan kelompok mereka. Pada titik ini, yang banyak diabaikan
oleh banyak kalangan, yakni bahwa kepentingan-kepentingan
perempuan memang lebih baik disuarakan oleh perempuan sendiri
karena mereka yang sesungguhnya paling mengerti kebutuhan-
kebutuhan perempuan. Mempertimbangkan kepentingan perempuan
serta melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses pembuatan
kebijakan adalah dasar dari kerangka demokrasi yang mendorong ke
arah kesetaraan dan keadilan gender. Jika perempuan memang ingin
menjadi seorang pemimpin, setidaknya harus dibekali dengan
kemampuan yang memadai serta harus memiliki karakteristik yang
baik untuk menjadi seorang pejabat publik karena pertisipasi dan
keterwakilan mereka dalam prosesnya adalah langkah nyata untuk
mencapai kondisi yang adil bagi perempuan.
167
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V merupakan bab yang berisi kesimpulan dan saran dari
pembahasan sebelumnya. Kesimpulan merupakan jawaban singkat dari
rumusan masalah yang ditetapkan, sedangkan saran merupakan suatu
masukan atau pandangan untuk menjadi bahan perbaikan terhadap suatu hal
yang tidak maksimal dalam praktiknya. Berikut adalah pemaparan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan
peraturan daerah tentang APBD Kabupaten Barru dilihat dari
beberapa tahap masih kurang optimal. Hal ini dapat dilihat dari
data-data yang ada serta hasil wawancara dengan berbagai
informan yang terlibat dalam jabatan politik serta yang tidak terlibat.
a. Tahap Perancangan
Tingkat partisipasi perempuan dalam proses ini dapat dilihat
dari proses awal pengajuan dari eksekutif perihal rancangan,
yang kemudian dari DPRD melakukan pembahasan bersama
sesuai dengan aturan. Bentuk partisipasi itu ditunjukkan melalui
168
posisi strategis dan keaktifan dari perempuan dalam proses ini
meskipun belum optimal.
b. Tahap Pembahasan
Pada tahap pembahasan, Ranperda APBD dibahas oleh
DPRD dengan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Pembahasan ini dilakukan setelah tahap
rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak
dibahas pada sidang paripurna. Tingkat partisipasi disesuaikan
dengan alur pada pembahasan ranperda ini, seperti
pembahasan di tiap komisi, pandangan fraksi, serta rapat yang
dilaksanakan badan anggaran dan musyawarah terkait
persiapan penetapan meskipun pada setiap prosesnya
partisipasi perempuan belum optimal.
c. Tahap Penetapan
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir untuk
menetapkan ranperda APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi
menjadi peraturan daerah tentang APBD
Partisipasi perempuan dalam proses pembentukan
Perda APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten Barru mulai
dari tahap perancangan, pembahasan dan Penetapan belum
optimal. Secara kuantitas pada dasarnya kebutuhan
169
perempuan dan laki-laki tentunya berbeda, untuk
menampung dan memahami permasalahan perempuan
serta merumuskan kebijakan tantunya lebih idealnya jika
perempuan lebih aktif dalam perumusannya.
2. Partisipasi perempuan pada proses perancangan, pembahasan
dan penetapan APBD 2017 di Kabupaten Barru dipengaruhi
berbagai faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
a. Faktor pendukung
• Kebijakan terkait peluang perempuan dianggap merupakan
sebuah jalan yang bagi perempuan karna kebijakan yang
lahir sangat memberi kontribusi besar untuk membuka
peluang perempuan dalam mengembangkan minat dan
kualitasnya untuk ikut berjuang terlebih menyuarakan
aspirasi di DPRD Kabupaten Barru.
• Keterlibatan Partai sebagai sarana komunikasi dalam hal
ini fungsi fraksi yang berpengaruh dalam memastikan
peran DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi,
pengawasan dan anggaran. Dengan fraksi dianggap
mewarnai berbagai proses di tingkat alat kelengakapan
DPRD dan lobby diluar kelembagaan DPRD dalam proses
pembentukan perda tentang APBD
170
• Budaya Patriarki yang dianggap status status perempuan
yang rendah di dunia public sering menjadi hambatan bagi
perempuan untuk dapat berperan aktif dalam pemerintahan
tidak berlaku untuk perempuan dalam memengaruhi tingkat
partisipasinya, justru mendorong untuk lebih giat
menjalankan tugasnya.
• Komunikasi Intra-Institusional. Faktor ini mendukung
berkaitan dengan komunikais politik baik formal maupun
informal, komunikais yang terbangun antara pemerintah
dengan DPRD dalam hal penetapan Perda tentang APBD.
b. Faktor penghambat meliputi
• Kuantitas perempuan
Rendahnya keterwakilan perempuan dilembaga Legislatif
ini mengakibatkan minimnya peran dan partisipasi
perempuan dalam setiap pengambilan kebijakan. Oleh
karena itu, sangatlah wajar ketika kebijakan- kebijakan
yang dibuat sangat maskulin dan kurang berperspektif
gender.
• Kapabilitas Perempuan
Perempuan yang menjadi anggota legislative di
Kabupaten Barru memang memiliki kemampuan yang tidak
171
diragukan lagi. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih
ada perempuan yang tidak dapat berpartisipasi aktif dalam
agenda dewan pada proses pembentukan perda tentang
APBD.
5.2. Saran
1. Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai partisipasi perempuan
dalam proses pembentukan peraturan daerah Perempuan-
perempuan yang menduduki jabatan-jabatan politik di DPRD
Kabupaten Barru belum optimal, sangat diharapkan mampu
memberi konstribusi yang baik serta memotivasi perempuan-
perempuan dengan menjadi teladan yang baik ketika duduk di
legislatif ataupun menjadi seorang pemimpin.
2. Jabatan politik adalah sebuah jabatan yang sangat urgen dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Keputusan serta berbagai
kebijakan berada di tangan mereka. Perempuan saat ini diharapkan
mampu memberi konstribusi atau partisipasi politik sebagaimana
laki-laki. Ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh kaum
perempuan saat ini. Misalnya dengan mulai membekalkan diri sejak
jauh hari sebelum maju dalam jabatan politik, seperti dengan
melibatkan diri dalam organisasi- organisasi atau LSM-LSM yang
ada di daerah. Segala hal yang ingin dicapai harus diasah dari
172
bawah, bekal organisasi dan pendidikan sangat dibutuhkan agar
perempuan bisa memaksimalkan potensinya dalam jabatan-jabatan
politik. Perempuan juga kiranya tidak menutup diri dan membuka diri
dengan dunia sosial serta membuka jaringan yang lebih luas. Maka
selayaknya sebagai perempuan mulai mengasah dan membekalkan
diri agar menjadi manusia-manusia berkualitas untuk manusia
lainnya.
173
Daftar Pustaka
Buku :
Alan Rosenthal, Legislative Life: People, Process, and Performance in the States, Harper & Row. Publisher, New York, 1981
Budiardjo, Miriam. (1989). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: PT
Rineka Cipta.
Dra.Sri Sundari Sasongko.Konsep dan teori gender.Jakarta:BKkbN.
Fakih, Dr. Mansour.2013. Analisis Gender dan Transformasi
Sosial.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas. 2013. Pedoman Penulisan Proposal dan
Skripsi. Makassar LP3ES.
Jurnal Ilmu Pemerintahan (2013), Analisis Proses Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru Tahun
2012,FISIP – UR
Jurnal Perempuan.2012. Perempuan Pejabat Publik. Jakarta Selatan.
Kabupaten Barru dalam angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru.
Munsira. 2009. Peranan Perempuan dalam Proses Pengambilan
Keputusan Pada Kelembagaan Pemerintah Kota Bau-Bau. Jakarta: Tesis
Muhadam, Labolo. 2004. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Nugroho, Dr.Riant. Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia.
174
Rajawali Pres Salusu, J. 1966. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik
dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Saptari R. (1997). Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta. Graffiti. Suyanto, Bagong. (2011). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syamsi S.U, Drs.Ibnu. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Perundang-Undangan :
Kementrian Pemberdayaan Perempuan INPRES No.9.(2000). Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017
Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1. Tentang kedudukan laki-laki dan perempuan di mata hukum dan pemeritahan.
Undang-Undang No.7 tahun 1984. Tentang Penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap kaum perempuan. Kemitraan Negara Urusan Peranan Wanita.
Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 46
. Website :
Akhiriyati Sundari, Pelopor Gerakan Perempuan Feminis-Sosialis Indonesia.
Diakses Melalui
175
http://www.jurnalperempuan.org/blog2/gerwani-pelopor-gerakan-perempuan-
feminis-sosialis-di-indonesia pada tanggal 28 Maret 2017 Pukul 2.25 WITA
Wikipedia. 2013. Pemerintah. Diakes Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah pada tanggal 9 April 2017 Pukul 21.28 WITA
Indah Ahdiah, Peran-Peran Perempuan dalam Masyarakat. Diakses Melalui
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=167041&val=6118&title=
PERANPERAN%20PEREMPUAN%20DALAM%20MASYARAKAT pada
tanggal 9 April 2017 Pukul 21.40 WITA
Ramdhany Muhammad, Pengambilan Keputusan dalam Organisasi. Diakses
melalui
https://ramdhanyazho.blogspot.co.id/2013/08/pengambilan-keputusan-dalam-
organisasi.html Pada tanggal 24 April 2017 Pukul 13.23
Alfiati Laily, Peran Kebijakan dalam Meningkatkan Partisipasi dan
Keterwakilan Perempuan di Parlemen. Diakses melalui
http://lailialfiati.blogspot.co.id/2013/12/peran-kebijakan-dalam-
meningkatkan.html Pada tanggal 11 Januari 2018
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
diakses melalui
http://www.sumbarprov.go.id/details/news/1481 Pada tanggal 22 Desember
2017
187
Lampiran 3. Dokumentasi
Wawancara dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Kabupaten Barru
Wawancara bersama Ibu Nurhasbiah Main (Anggota DPRD Perempuan)
188
Wawancara dengan Anggota DPRD Perempuan diantaranya Ibu A. darwana,
Ibu Hj. Hamsiati, Ibu Ketua DPRD A. Nurhudajah Aksa,Ibu Hj. Marwa dan Ibu
Nurhaidah.
189
Wawancara bersama dengan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Barru
1) A. Wawo Mannojengi 2) Rakhman S.Sos
Bersama Bapak Drs. H. Abuhjaja Muhammad (Anggota DPRD Kabupaten
Barru)
190
Bersama Anggota DPRD Kabupaten Barru
1) H. Saharuddin Sunre 2) Andi Haeruddin
Bersama A. Arqam Anwar ( Anggota DPRD Kabupaten Barru )
191
Bersama Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Barru
Bersama Ketua DPD Partai PKS Kabupaten Barru