keterlibatan perempuan dalam proses

of 211 /211
1 KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD DI DPRD KABUPATEN BARRU Skripsi Untuk memenuhi sebagian Persyaratan Untuk mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Ilmu Pemerintahan Oleh Yusriah Amaliah E12113011 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: khangminh22

Post on 25-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

1

KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PROSES

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD

DI DPRD KABUPATEN BARRU

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian Persyaratan

Untuk mencapai derajat Sarjana S-1

Program Studi Ilmu Pemerintahan

Oleh

Yusriah Amaliah

E12113011

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

2

3

4

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan

Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.” Penulisan Skripsi ini

diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (S1) pada Prodi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu

Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa dalam

menyusun skripsi ini tidaklah mudah dan tidak dalam waktu singkat.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menemukan berbagai hambatan

dan tantangan, namun hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi

berkat kemauan yang kuat, segala upaya dan usaha yang keras tentunya

dukungan tenaga, pikiran dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu

melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan mengucapkan banyak terima kasih yang setinggi-

tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya

terkhusus kepada kedua orang tua, ayahanda Sudirman Nur, S.Pd. M.Pd

dan ibunda Rihaija S.Pd yang senantiasa memberi dukungan yang luar

biasa kepada penulis dalam kelancaran studi penulis baik berupa kasih

5

sayang, dukungan moral dan materi, semangat serta doa yang setiap

saat beliau haturkan kepada penulis agar selalu mencapai kemudahan

disegala urusan, diberi kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT. Tak

lupa didikan dan perjuangannya dalam membesarkan penulis, semoga

Allah SWT selalu melindungi, memberikan kesehatan, melimpahkan

rezeki serta kebahagiaan yang tiada tara di dunia maupun di akhirat kelak.

Amin.

Selain itu, ucapan terima kasih dengan penuh rasa tulus dan

hormat penulis haturkan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menempuh pendidikan Strata Satu (S1) di Universitas

Hasanuddin

2. Bapak Prof. Dr. A. Alimuddin Unde, M.Si selaku Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta

seluruhnya stafnya.

3. Bapak Dr. Andi Samsu Alam, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu

Politik dan Pemerintahan FISIP Unhas beserta seluruh stafnya.

4. Ibu Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Pemerintahan FISIP Unhas

5. Bapak Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si. selaku Pembimbing I

sekaligus Penasehat Akademik (PA) penulis yang sering mengontrol

dan mengingatkan penulis untuk cepat ujian skripsi, telah rela

6

mengorbankan waktunya untuk membimbing penulis, memberi

arahan, saran, dan kritikan terhadap penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Rahmatullah S.IP, M.Si selaku Pembimbing II penulis telah

rela mengorbankan waktunya untuk membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini terlebih selama menempuh pendidikan di

Universitas Hasanuddin.

7. Kepada para penguji penulis mulai dari Ujian Proposal hingga Ujian

Skripsi, terima kasih atas masukan dan arahannya.

8. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP

Unhas, terima kasih atas didikan dan ilmu yang diberikan selama

perkuliahan.

9. Seluruh staf tata usaha pada lingkup Departemen Ilmu Politik dan

Pemerintahan beserta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Unversitas Hasanuddin.

10. Kepada Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Barru, perangkat

birokrasi di kantor DPRD, Kantor Pemerintah Kabupaten, Bapak

Bupati beserta kepala dinas terkait yang memberikan bantuan

dalam penelitian yang penulis lakukan, Ketua dan Wakil ketua

DPRD Kabupaten Barru dan seluruh unsur perangkat pemerintah

dan yang telah membantu penulis dalam proses penelitian untuk

mendapatkan informasi dan data-data terkait.

11. Kepada saudara-saudara penulis, yang senantiasa mendoakan dan

memberikan dukungan serta semangat yang tiada hentinya kepada

7

penulis selama ini. Terima kasih sudah menjadi saudara terbaik

penulis. Semoga kita selalu bisa membahagiakan orang tua kita.

12. Kepada keluarga besar Tjolly, yang senantiasa memberi motivasi

dan doanya dalam suka maupun duka. Doa mereka adalah

restu terbesar dalam hidupku.

13. Kepada Rian, terima kasih atas waktu dan segala bentuk

dukungannya.

14. Kepada teman-teman yang mengisi ruang taman orange yaitu Arya,

Herul, Uceng, Alif, Edwin, Hasyim, Herul, Uli, Irez, Najib, Oskar,

Wahid, Dika, Wahyu, dan Yeyen senantiasa memberi saran,

motivasi, dan doanya. Semoga kita tidak seperti yang orang bilang

bahwa negeri ini negeri selembar kertas, masyarakat kita

masyarakat selembar ijazah.

15. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Feby, Maryam, Dewi, Ike,

Wulan yang selalu memberi dukungan dan dorongan dalam

penyelesaian skripsi ini, sahabat yang telah menghiasi hari-hari

selama bermahasiswa, tidak pernah mengenal sepi jika ada mereka

yang selalu ramai dan ribut.

16. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Pondo, Niar, Husnil, Inda,

Rani yang selalu memberikan dukungan kepada penulis meskipun

intensitas pertemuan kami sangat kurang.

17. Adik-adik AC Bersatu yang pernah serumah dengan penulis yaitu

Lina, Dilla, Ririn,Mila, Ani terima kasih sudah menjadi saudara

8

penulis juga adek bagi penulis, semoga kalian sukses dan ikut

menyusul penyelesaian studinya..

18. Keluarga kecilku Ilmu pemerintahan angkatan 2013

LEBENSRAUM tercinta. Yang bagiku lebih dari sekedar

pertemanan. Lebih dari sekedar persahabatan. yaitu Dina, Anti,

Azura, Dirga, ekki, Jusna, Beatrix, Suna, Ulfi, Karina, Immang,

Hanif, Dias, Zul, Yun, gunawan, Erik, Lala, Icha, Suci, Ayyun, Afni,

Mega, Kaswandi, Fahril, Ekka, Yani, Fitri, Syarif, Babba, Juwita,

Dede, Dana, Kakak Ade, Adit, Uma, Sube, Ugi, Hendra, Fitra,

Angga, Mia, Haeril, Tami, Wulan, Cana, Hillary, Ika, Supe, Ina, Irma,

Jay, Ivha, Sundari, Aksan, Salfia, Reza, Rosandi, Rum, Sani, Wiwi,

Wiwin, Yusra dan Kak uni yang telah menemani selama kurang

lebih 3 tahun di kampus tercinta Universitas Hasanuddin. Semoga

semangat merdeka militan tetap kita jaga. Kenangan bersama

kalian akan tetap diingatan.

19. Rumah sekaligus tempat belajarku berbagai hal, HIMAPEM

(Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan). Banyak pengalaman

berkesan yang kuterima darinya. Untuk kakak-kakak Revolusioner

(05), Respublika (06), Renaissance (07), Glastnost (08), Aufklarung

(09), Volksgeist (10), Enlightment (11), Fraternity (12), dan adik-adik

yang masih berjuang dalam kampus, Fidelitas (2014), Federasi

(2015), Verenigen (16), serta mahasiswa baru Keizen (17).

9

20. Rekan-rekan pengurus BEM FISIP UNHAS Periode 2016-2017

Selamat berjuang teman-teman, senang bisa terlibat dalam

kepengurusan di akhir- akhir masa studiku. Selamat Berjuang untuk

SOSPOL, “Bersama Bersatu Berjaya.” Panjang Umur.

21. Kepada teman-teman SMAN 1 Barru yang sampai sekarang masih

bersama meskipun intensitas pertemuan tidak sesering dulu.

22. Teman-teman KKN Reguler Gelombang 93 Unhas Kabupaten Wajo

Kecamatan Takkalalla Kelurahan Peneki, khususnya teman

serumah selama kurang lebih 1 bulan menjalani pengabdian kepada

masyarakat yaitu Kak Afdal, Butet, Dewi, Aldi, A. Baso, Rusdi, Ibu

Posko Petta Batari, dan ibu camat yang seperti ibu Pung Besse,

beserta seluruh masyarakat.

23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan permohonan maaf atas segala

kekurangan dan kekhilafan. Terima Kasih, Wassalamu Alaikum

Warahamatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Januari 2018.

Penulis

10

DAFTAR ISI

Sampul I

Lembar Pengesahan Ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi X

Daftar Tabel xiii

Daftar Gambar xiii

Daftar Matriks xiii

Daftar Lampiran xiv

Intisari xv

Abstract xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Penelitian 1

1.2. Rumusan Masalah 5

1.3. Tujuan Penelitian 6

1.4. Manfaat Penelitian 6

BAB II Tinjauan Pustaka 8

2.1. Partisipasi 8

2.2. Perempuan 12

2.3. Gerakan perempuan dalam Perspektif Sejarah 17

2.4. Pemerintahan 20

2.5. Legislatif (DPRD) 22

11

2.6. Peranan Perempuan dalam Pembangunan 24

2.9 Peraturan Daerah 29

2.10 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 34

2.11 Kerangka Konseptual 39

BAB III METODE PENELITIAN 42

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 43

3.2. Tipe Penelitian 43

3.3. Sumber Data 43

3.4. Teknik Pengumpulan Data 44

3.5. Analisis Data 46

3.6. Definisi Operasional 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 50

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Barru 50

4.1.1. Sejarah Kabupaten Barru 50

4.1.2. Keadaan Geografis 52

4.1.3. Wilayah Pemerintahan 55

4.1.4. Keadaan Sosial dan Ekonomi

4.1.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

4.1.4.2 Keadaan Kesehatan

4.1.4.3 Tingkat Pendidikan

4.1.4.4 Keadaan Ketenagakerjaan

4.1.4.5. Keadaan Ekonomi

57

57

59

60

61

62

4.1.5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) 64

12

a. Sejarah DPRD Kabupaten Barru 65

b. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD 67

c. Visi dan Misi DPRD Kabupaten Barrru 68

d. Struktur Organisasi DPRD Kabupaten Barru

4.1.6. Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah

69

83

4.2. Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan

Perda tentang APBD

87

4.2.1. Kuantitas perempuan dalam Jabatan Politik di

DPRD Kabupaten Barru

4.2.2. Proses Perancangan Perda APBD

87

90

4.2.3. Proses Pembahasan Perda APBD 100

4.2.4. Proses Penetapan Perda APBD 120

4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Perempuan dalam Pembentukan Perda

135

4.3.1. Faktor Pendukung 135

4.3.2. Faktor Penghambat 145

BAB V PENUTUP 153

5.1. Kesimpulan 153

5.2. Saran 157

DAFTAR PUSTAKA 159

LAMPIRAN-LAMPIRAN

13

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Daerah dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten

Barru, 2017

54

Tabel 2. Nama Ketua DPRD Kabupaten Barru dari Masa ke

Masa

66

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru

Periode 2014-2019

67

Tabel 4. Nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Barru Menurut

Fraksi, 2014-2019

69

Tabel 5. Ringkasan APBD Kabupaten Barru 85

Tabel 6 Nama anggota DPRD Perempuan di Kabupaten Barru

Periode 2014-2019

88

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konseptual 41

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Barru, 2017 55

Gambar 3 Tahap Pembahasan Kedua APBD 122

DAFTAR MATRIKS

Matriks 1 Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan

Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten

Barru.

129

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Penelitian

Lampiran 2. Peraturan Daerah Kabupaten Barru

Lampiran 3. Dokumentasi

Lampiran 4. Susunan Organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten Barru

Lampiran 5. Daftar Hadir dan Risalah Rapat Pembahasan RAPBD 2017

Lampiran 6. Rencana Kerja DPRD Kabupaten Barru tahun 2016

15

I N T I S A R I

Yusriah Amaliah, Nomor Induk Mahasiswa E12113011, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin menyusun skripsi dengan judul Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan Daerah Tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru, dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si sebagai Pembimbing I dan Bapak Rahmatullah S.IP, M.Si sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di lembaga legislatif daerah Kabupaten Barru serta faktor yang berpengaruh didalamnya. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan mengurai data secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, studi pustaka, serta dokumentasi dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam

proses pembentukan Perda APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten

Barru mulai dari tahap perancangan, pembahasan dan penetapan belum

optimal. Hal ini terlihat pada proses pembahasan, keaktifan anggota

perempuan dalam mengikuti agenda sidang kurang meskipun sidang

berjalan sesuai dengan alur yang ditetapkan. Secara kuantitas pada

dasarnya kebutuhan perempuan dan laki-laki tentunya berbeda, untuk

menampung dan memahami permasalahan perempuan serta

merumuskan kebijakan tentunya lebih idealnya jika perempuan lebih

aktif dalam perumusannya. Partisipasi perempuan dalam kepemimpinan

pemerintahan terutama dalam persoalan pembentukan peraturan daerah

tentang APBD tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

mendukung maupun menghambat .Faktor pendukung meliputi kebijakan

terkait peluang perempuan, keterlibatan partai sebagai sarana

komunikasi, budaya patriarki, dan komunikasi Intra-intitusional. Faktor

penghambat meliputi kuantitas perempuan dan kapabilitas perempuan

untuk terlibat dalam proses pembentukan.

Kata kunci : partisipasi, perempuan, pembentukan peraturan

16

Abstract Yusriah Amaliah, Student Identity Number E12113011, Governmental Studies Program, Faculty of Social and Political Sciences, Hasanuddin University drafted a thesis entitled Women's Involvement in The Process of Formulating Local Regulation About APBD in Barru Regency, under the guidance of Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si as First Advisor and Mr. Rahmatullah S.IP, M.Si as Supervisor II.

This study aims to determine the level of women's participation in the process of formulating local regulations on APBD in institutions legislative areas of Barru regency and influential factors inside it. The research method used is qualitative research by parsing the data descriptively. Data collection technique done by observation, interview, literature study, as well as documentation using qualitative descriptive analysis techniques.

The results of this study indicate that women's participation in the process of forming Regional Regulation of Regional Budget of Fiscal Year 2017 Regency Barru start from the design stage, discussion and determination yet optimal. This is seen in the process of discussion, the liveliness of members women in following the agenda of the hearing less though the trial running according to the specified groove. In quantity on essentially the needs of women and men are certainly different, for accommodate and understand women's issues as well formulating a policy is certainly more ideally if women are more active in the formulation. Women's participation in leadership government especially in the issue of the formation of local regulations on APBD are certainly influenced by some factors that support or inhibit. Supporting factors include policies related to women's opportunities, party involvement as a means communications, patriarchal culture, and Intra-intitial communication. Factor inhibitors include the quantity of women and capability of women to be involved in the process decision-making.

Keyword : Participant, Women, formation of regulations

17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kemerdekaan Indonesia membawa angin segar bagi

perempuan untuk tampil di publik lewat jabatan struktural di

pemerintahan, memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak.

Munculnya Gerwabi (Gerakan Wanita Indonesia) yang oleh

beberapa kalangan dianggap sebagai organisasi perempuan yang

berfikiran maju. Reformasi 1999, gerakan perempuan bangkit

dengan melakukan penyadaran perempuan untuk kembali

berpartisipasi dalam jabatan struktural di pemerintahan. Hingga

tahun 2014 ketika sudah berlangsung pemilu legislative dan pemilu

presiden, masih juga terdapat keraguan yang ada dalam diri

perempuan. Pertama berhubungan dengan trauma terhadap sejarah

politik Indonesia yang dapat dikatakan kelam. Alasan kedua bahwa

perempuan selama ini merasa aman dan nyaman ditempatkan di

wilayah privat. Budaya patriarkal secara massif dan intensif

mengindoktrinasi perempuan, bahwa politik itu kotor dan perempuan

adalah ibu, makhluk suci, sehingga tidak pantas berada dalam

wilayah publik untuk melakukan tindakan politik. Ketika perempuan

berhasil masuk ke wilayah publik, masih saja dihembuskan berbagai

macam stigma yang menganggap perempuan tidak mampu

18

bersuara, perempuan tidak mampu bernegosiasi dengan laki-laki,

dan berbagai macam stigma negatif yang lain. Terkait dengan hal

itu, sesuai yang tertuang dalam kesepakatan yang kita kenal

dengan wujud Sumpah Pemuda, maka dapat kita cermati bahwa

kesempatan untuk berjuang dan berpartisipasi untuk kemajuan

bangsa memberi peluang yang sama antara kaum laki-laki maupun

perempuan. Hal ini diperkuat oleh UU Republik Indonesia No.39

Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 46 “Yang dimaksud

dengan “keterwakilan wanita” adalah pemberian kesempatan dan

kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya

dalam bidang eksekutif, yudikatif, lesgislatif, kepartaian, dan

pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender”.

Demokrasi yang dianggap sebagai capaian terbesar abad ini.

Dalam kehidupan demokrasi dipercaya ada penghormatan pada hak

asasi manusia. Demokrasi juga diyakini bisa mencegah

penyalahgunaan kekuasaan dengan janji bahwa setiap individu bisa

merayakan kebebasan serta masyarakat didorong untuk bekerja

sama demi tujuan yang mulia. Dalam konteks ini perempuan juga

menempatkan isu gender dalam agenda baru dari pemerintahan

demokratis yang dibangun. Perempuan yang jumlahnya lebih dari

separuh anggota masyarakat dapat menjadi sumber daya manusia

yang potensial. Aktualisasi perempuan sebagai sumber daya

pembangunan dan pengembangan diri ini hanya bisa terjadi dalam

19

situasi atau kondisi yang kondusif yang memang memungkinkan hal

ini terjadi.

Selain melihat dari dimensi budaya, dalam dimensi politik

pemerintahan pun perempuan sudah cukup banyak landasan

hukum yang dibuat baik formal maupun tidak formal, berupa

undang-undang, aturan dan konvensi di tingkat nasional maupun

internasional yang membahas tentang peranan/penyertaan hak

antara laki-laki dan perempuan pada semua bidang, misalnya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. CEDAW

(Convention on the Elimination of Form Deskrimination Against

Woman) UU No.7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi

penghapusan deskriminasi terhadap perempuan, INPRES Nomor 9

Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional, serta UU.no.10 Tahun 2008 pasal 53,

pasal 54 dan pasal 55 tentang kuota perempuan di kursi legislatif.

Perempuan seharusnya memanfaatkan peluang dan

kesempatan yang sama untuk berperan dalam pengambilan

keputusan terlebih lagi itu akan berdampak bagi kehidupannya.

Partisipasi dan keterwakilan mereka dalam perumusan kebijakan

dan pengambilan keputusan merupakan salah satu langkah nyata

untuk mencapai kondisi yang adil bagi perempuan. Peran tersebut

juga harus terlihat pada setiap perumusan kebijakan di DPRD serta

pengambilan keputusan.

20

Berdasarkan data di Kabupaten Barru, Jumlah Penduduk

perempuan sebanyak 89.287 jiwa dibandingkan dengan laki-laki

sebanyak 82.619, hal ini mengindikasikan peluang keterwakilan

perempuan sebagai tempat aspirasi sangat dibutuhkan. Kemudian

melihat secara kuantitas, jumlah anggota DPRD Kabupaten Barru

dari 25 orang diantaranya diduduki oleh 6 orang perempuan yakni

sebanyak 24 persen. Jika diurai untuk melihat perannya dalam

lembaga legislatif beberapa diantaranya menduduki jabatan

strategis. Diantaranya, Ketua fraksi Golkar dan fraksi PKS, dan

Komisi 2. Hal yang menarik kemudian, bahwa untuk pertama kalinya

di DPRD Kabupaten Barru jabatan pimpinan DPRD saat ini diduduki

oleh perempuan. Dari empat badan di DPRD Kabupaten Barru, tiga

diantaranya masing-masing ada perwakilan perempuan. Badan

yang dimaksudkan yaitu badan legislasi, badan musyawarah, dan

badan anggaran. Tentunya kondisi ini memberikan kesadaran

bahwa keterwakilan perempuan di ruang publik seharusnya

memanfaatkan peluang dan kesempatan yang sama untuk

berperan dalam pengambilan keputusan terlebih lagi itu akan

berdampak bagi kehidupannya.

Dari fakta yang penulis lihat melalui data dan pengamatan,

yang dikaji bagaimana partisipasi perempuan dalam pembentukan

perda atas keterwakilannya yang dimaksudkan dalam perumusan

peraturan daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru. Bahkan

21

ketika pemerintah dan negara telah memberi kesempatan untuk

mendorong perempuan terlibat dalam jabatan politik.

Untuk melihat seberapa besar peran perempuan dalam

jabatan politik di Kabupaten Barru pada proses pengambilan

keputusan dalam perumusan kebijakan, maka penulis tertarik untuk

mengajukan skripsi yang berjudul : “Keterlibatan Perempuan dalam

Proses Pembentukan Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD

Kabupaten Barru”.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang diuraikan di atas oleh penulis,

maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam proses

pembentukan perda tentang APBD di lembaga legislatif daerah?

2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat tingkat

partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda tentang

APBD di lembaga legislatif daerah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka ada beberapa tujuan

yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut :

22

1. Untuk mengetahui dan menganalisi gambaran terkait dengan

tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda

tentang APBD di lembaga legislatif daerah.

2. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat

partisipasi perempuan dalam proses pembentukan perda tentang

APBD di lembaga legislatif daerah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang nanti akan dicapai pada penelitian ini diharapkan

memberi manfaat sebagai berikut:

1. Dari aspek akademis, penelitian yang akan dilakukan ini dapat

dijadikan suatu bahan studi perbandingan selanjutnya dan akan

menjadi sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-

kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam kajian ilmu pemerintahan.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini yaitu

dapat menjadi suatu bahan masukan atau evaluasi bagi pemerintah

Kabupaten Barru dalam penyusunan kebijakan dan peraturan

perundang-undangan untuk meningkatkan penerapan kesetaraan

gender dalam pemerintahan.

3. Sebagai gambaran dan informasi bagi publik terkait tingkat

partisipasi perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Barru.

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka sangat penting untuk lebih menjelaskan dan

mempertegas aspek teoritis . dalam bab ini akan membahas konsep-

konsep penting yang relevan dengan judul dan rumusan masalah yang

diteliti. Konsep –konsep ini menjadi landasan atau kerangka berfikir dalam

perumusan masalah dan penelitian yang akan dilaksanakan.

2.1 Partisipasi

Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009: 31-

32), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang

24

dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan

mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala

kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala

kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian

tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi

dari seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong

mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan kelompok

tersebut dan ikut bertanggungjawab terhadap kelompoknya.

Pendapat lain menjelaskan bahwa partisipasi merupakan

penyertaan pikiran dan emosi dari pekerja- pekerja kedalam

situasi kelompok yang bersangkutan dan ikut bertanggungjawab

atas kelompok itu. Partisipasi juga memiliki pegertian “a

valuentary process by which people including disadvantaged

(income, gender, ethnicity, education) influence or control the

affect them” (Deepa Naryan, 1995), artinya suatu proses yang

wajar di mana masyarakat termasuk yang kurang beruntung

(penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau

mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung

menyangkut hidup mereka.

Partisipasi menurut Huneryear dan Heoman dalam Siti

Irene Astuti D. (2009: 32) adalah sebagai keterlibatan mental

25

dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorongnya

memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta

membagi tanggungjawab bersama mereka. Pengertian

sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal

dan Dedi Supriadi (2001: 201-202), di mana partisipasi dapat juga

berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau

masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan

pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi

dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka

sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan

memecahkan masalahnya. H.A.R Tilaar (2009: 287)

mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari

keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses

desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya

perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan

mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pembangunan masyarakatnya.

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah

keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian

masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan

pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk

menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,

26

dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi

perubahan yang terjadi. Mikkelsen (1999: 64) membagi

partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:

1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada

proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;

2) Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak

masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan

kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;

3) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat

dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;

4) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang

mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait,

mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk

melakukan hal itu;

5) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat

setempat dengan para staf yang melakukan persiapan,

pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh

informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak

sosial;

6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam

pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.

27

Dari beberapa pakar yang mengungkapkan definisi

partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi

adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok

orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara

sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap

evaluasi.

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991:

154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat

merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai

kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang

tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek

akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai

proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan

dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka

akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan

akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;

ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah

meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang

terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah

28

program pembangunan dengan cara melibatkan mereka

dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan

selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.

2.2 Perempuan

Manusia sudah mengenal adanya perbedaan antara laki-

laki dan perempuan sejak manusia itu ada di muka bumi.

Pembedaan antara laki-laki dan perempuan ini didasari oleh apa

yang melekat pada individu itu sendiri, pembedaan serupa ini atas

dasar unsur biologis. Tetapi selain pembedaan yang didasari oleh

unsur-unsur biologis, ada pula pembedaan yang didasari oleh akal

budi manusia, pembedaan yang didasari oleh hasil berfikir

manusia, pembedaan yang didasari oleh unsur-unsur sosial

yang diciptakan oleh manusia.

Perempuan memang bukan kelompok yang rentan, seperti

anak, lansia, dan penyandang cacat, melainkan kelompok yang

terdiri atas setengah jumlah penduduk yang diharapkan

memaksimalkan potensi-potensi yang dimilikinya sebagai warga

negara seperti halnya laki-laki.

Di dalam kehidupan manusia baik di keluarga maupun di

masyarakat, pembedaan secara biologis maupun pembedaan yang

didasari oleh unsur- unsur sosial terkadang menjadi problematika

terhadap eksistensi perempuan di segala bidang, tentunya ada

banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.

29

Perempuan tidak untuk diistimewakan daripada laki-laki,

melainkan perempuan harus memberdayakan dirinya.

Berdaya dalam arti bisa mengatasi persoalan-persoalan dalam

kehidupan. Tentunya, ini berkaitan dengan pengembangan diri

setiap perempuan dalam mengatasi berbagai persoalan. Baik

sebagai individu, ibu, maupun sebagai salah satu unit dari

masyarakat dan negara.

Selama ini perempuan dikonstruksikan secara sosial dan

politik punya label-label tertentu dengan kecenderungan hanya

berada pada ranah privat yang tidak ada urusannya sama sekali

dengan ranah publik. Terminologi publik dan privat yang erat

kaitannya dengan konsep jender, peran jender dan stereotipe, telah

menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara

perempuan dan laki-laki.

Dimensi kultural berkaitan dengan posisi perempuan di

masyarakat. Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti anggapan atau

bahkan keyakinan bahwa status perempuan yang rendah di dunia

publik sering menjadi hambatan bagi perempuan untuk dapat

berperan aktif dalam pemerintahan. Kendala-kendala sosial

ekonomi mempengaruhi pula partisipasi perempuan. Persoalan

seperti kemiskinan, pengangguran, lemahnya sumber keuangan,

buta huruf dan terbatasnya akses ke pendidikan, serta beban

30

ganda perempuan, sering dikemukakan sebagai kendala dalam

pertisipasi perempuan di dunia publik.

Banyak kegiatan perempuan yang berada dalam lingkup

privat seperti menjalankan fungsi reproduksi, mengurus rumah

tangga, dan mendidik anak, tidak termasuk dalam kategori publik.

Padahal perempuan sebagai satu kategori pembuat kebijakan,

pada dasarnya dapat berpartisipasi dalam bentuk tidak langsung

yaitu sebagai wakil kelompok perempuan yang bisa

merepresentasikan kepentingan kelompok mereka. Keterwakilan

perempuan dalam artian ini adalah untuk menyuarakan

kepentingan perempuan. Pada titik ini, yang banyak diabaikan oleh

banyak kalangan, yakni bahwa kepentingan-kepentingan

perempuan memang lebih baik disuarakan oleh perempuan sendiri

karena mereka yang sesungguhnya paling mengerti kebutuhan-

kebutuhan perempuan. Mempertimbangkan kepentingan

perempuan serta melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses

pembuatan kebijakan adalah dasar dari kerangka demokrasi yang

mendorong ke arah kesetaraan dan keadilan gender.

Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada

lingkup atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya

penuh dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas

menentukan apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang

31

perempuan ingin menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat

publik, sama saja nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya.

Partisipasi kaum perempuan dalam sektor publik merupakan

upaya untuk meningkatkan kemampua dan kemandirian

perempuan sebagai insan dan sebagai sumber daya manusia

dalam pembangunan. Peran aktif perempuan dalam pembangunan

pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan diri yang

dapat dilihat pada bidang-bidang yang memberi pengaruh luas di

sektor publik meliputi politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi

perempuan memberikan kemampuan, kemandirian serta ketahanan

mental dan spiritual menuju terwujudnya kemitrasejajaran

perempuan dan laki-laki yang selaras, serasi, dan seimbang yang

dilandasi saling menghormati, saling menghargai, saling

membutuhkan dan saling mengisi. Dengan demikian akan terdapat

persamaan status, kedudukan, hak kewajiban dan tanggung jawab

antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran masing-

masing. Peran perempuan dalam berbagai sektor atau bidang

dalam kehidupan masyarakat atau sektor publik masih banyak

terhambat oleh alasan budaya, tradisi dan tata nilai yang telah

melembaga di masyarakat.

Secara keseluruhan, peran perempuan yang sangat

terbatas dalam pembuatan kebijakan dan posisi kepemimpinan

disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit

32

perempuan terlibat secara penuh di dalamnya. Tingkat pendidikan

perempuan yang pada umumnya rendah, serta faktor kemiskinan

yang mereka alami, semakin memperburuk permasalahan ini.

Dalam situasi di mana mayoritas laki-laki tidak menyadari

pentingnya partisipasi perempuan yang setara, serta rendahnya

dukungan sosial dan keluarga, membuat perempuan semakin sulit,

untuk mengatakan tidak mungkin terlibat dalam dunia publik.

Menurut pandangan Alisjahbana (1982:47), sistem sosial

budaya baru atau sistem kebudayaan modern sangat menjunjung

nilai-nilai teori, nilai ekonomi dan nilai solidaritas. Dalam sistem

budaya ini, menjadi ibu dan menjadi istri adalah sebuah pilihan.

Karena sifatnya yang opsional, seorang perempuan tidak memiliki

keharusan untuk menjalankan peran itu. Peran-peran hasil

konstruksi sosial dapat diperjuangkan untuk dapat berubah melalui

proses panjang dan terus-menerus. Untuk menjadi maju,

perempuan harus meraihnya sendiri dengan menjunjung tinggi

nilai-nilai teori dan ekonomi. Laki-laki hanyalah sebagai mitra atau

teman dalam berproses itu, bukan menjadi penentu bagi “proses

menjadi” perempuan.

2.3 Gerakan Perempuan dalam Perspektif Sejarah

Pembahasan tentang latar belakang keterlibatan aktif

perempuan dalam perjuangan dan sejarah bangsa, perlu

mendapatkan perhatian serius, karena hingga saat ini penulisan

33

sejarah Indonesia belum mendudukkan secara jelas posisi dan

peran aktif perempuan dalam sejarah bangsa. Paling sedikit,

terlihat dalam literatur sejarah perjuangan dan kontribusi

perempuan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan serta

bagaimana sumbangan mereka dalam memperbaiki posisi

perempuan sebelum dan sesudah kemerdekaan, tidak pernah

menjadi fokus perhatian para ahli sejarah. Selain itu, pasang

surutnya pergerakan perempuan Indonesia yang beriringan dengan

kondisi sosial politik bangsa juga cenderung melupakan peran aktif

perempuan sejak sebelum kemerdekaan.

Dalam periode Revolusi Kemerdekaan, peran dan posisi

perempuan dan laki-laki cukup seimbang. Mereka tidak

direndahkan, tidak diasosiasikan sebagai ibu yang tugas utamanya

menjadi pendamping suami dan mengurus rumahtangga belaka,

tetapi perempuan justru diikutsertakan dalam perjuangan bangsa.

Berkat perjuangan perempuan, jumlah perempuan yang mengikuti

pendidikan formal antara 1950-1960 bertambah. Perempuan juga

mulai mengisi perannya secara profesional (diruang publik).

Pada zaman Orde Baru, dengan Demokrasi Pancasila-nya,

terutama di akhir tahun 1970 dan tahun-tahun sesudahnya

menyurutkan secara bertahan dan kemandirian serta peran aktif

perempuan di dunia publik.

34

Di era demokratisasi seperti saat ini, partisipasi dan

representasi perempuan dituntut untuk lebih adil. Demokrasi yang

bermakna adalah demokrasi yang memperhatikan dan

memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia yang

terdiri dari perempuan. Memperbaiki kehidupan mereka sebagai

mitra sejajar, adalah prasyarat mutlak jika memang taruhannya

adalah membangun kehidupan demokrasi yang sejati atau lebih

bermakna. Demokrasi tanpa melibatkan perempuan di dalamnya,

sudah pasti itu bukan demokrasi yang sesungguhnya.

Perempuan Indonesia, jelas telah membuktikan sejak

sebelum kemerdekaan, bahwa mereka merupakan aset bangsa

yang dari jumlahnya tidak bisa diingkari keberadaannya, tetapi

sayangnya dari segi politik-sosial dan budaya masih juga

dipandang sebelah mata. Tetapi yang pasti semangat perjuangan

perempuan tidak pernah bisa dibendung.

Sejarah perkembangan bangsa mempunyai bukti-bukti

bahwa nasionalisme perempuan Indonesia tidak kurang bobotnya

dibandingkan dengan nasionalisme laki-laki Indonesia. Salah satu

keinginan yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan adalah

bertambahnya pemimpin perempuan, terbukanya kesempatan bagi

perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan,

yang selama ini pimpinan atau manajer hampir selalu didominasi oleh

laki-laki. Perempuan memang mempunyai peluang untuk memegang

35

peran melihat jumlahnya yang cukup besar yang bila diikuti dengan

kualitas dan kemampuan, akan menjadi suatu potensi pembangunan yang

kuat. Namun kenyataanya perempuan masih selalu dianggap sebagai

orang kedua (subordinat) dari berbagai bidang. Sementara seorang

pimpinan dikatakan baik dan berhasil manakala mampu mengambil

keputusan yang rasional dan bijaksana.

2.4 Pemerintahan

Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang

berasal dari kata perintah. kata-kata itu berarti:

a) Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh

melakukan sesuatu.

b) Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah,

daerah, atau, Negara.

c) Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam

memerintah

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan

memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif,

dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan

penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan

adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif

beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan

36

penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai

suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen

pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi

dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan

dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi

tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan

menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan

pemerintahan. Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan

membentuk undang-undang, dan Kekuasaan Yudikatif yang berati

kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.

Terdapat dua nilai dasar pemerintahan, yaitu power

pemerintah dan legitimacy dari yang diperintah. Dengan perkataan

lain, janji dan bukti dari pemerintah, dan imbalannya trust dari yang

diperintah. Dalam sistem demokrasi, legitimacy dan trust itu datang

dari pihak yang diperintah, baik dalam proses pembentukan

kekuasaan, proses penggunaan kekuasaan, dan proses

pertanggungjawaban penggunaan kekuasaan.

Terdapat dua macam fungsi pemerintah. Pertama fungsi

primer dan kedua fungsi sekunder. Fungsi primer yaitu fungsi yang

terus-menerus berjalan dan berhubungan positif dengan kondisi

pihak yang di perintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah

berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial

masyarakat, semakin meningkat kondisi yang di perintah, semakin

37

meningkat fungsi primer pemerintah. Pemerintah berfungsi primer

sebagai provider jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan

civil termasuk layanan birokrasi. Kedua jenis fungsi itu disingkat

sebagai fungsi pelayanan (serving). Fungsi sekunder pemerintah

adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi,

politik dan sosial yang di perintah, dalam arti, semakin tinggi taraf

hidup, semakin kuat bargaining position, dan semakin integratif

masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder

pemerintah. Fungsi pemerintah berubah, dari rowing ke steering.

Jika kondisi ekonomi masyarakat lemah, pemerintah

menyelenggarakan pembangunan. Semakin berhasil

pembangunan, semakin meningkat kondisi ekonomi masyarakat,

semakin berkurang fungsi pemerintah dalam pembangunan.

Hubungan pemerintahan yang sehat memerlukan

keseimbangan yang dinamik antara pemerintah dengan yang

diperintah. Keseimbangan yang dinamik itu bergantung pada

pilihan terbaik antara hubungan perwakilan dengan hubungan

langsung. Jika alternatif pertama yang dipilih, maka hubungan

antara sampel dengan populasi harus benar-benar terjamin.

2.5 Legislatif (DPRD)

Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

38

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat

DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

DPRD dibentuk sebagai legislatif di daerah, kedudukan DPRD

sejajar dengan Kepala Daerah, keanggotaan DPRD dipilih

langsung secara demokratis oleh rakyat.Hal ini agar anggota DPRD

lebih meningkatkan akuntabilitas kepada rakyat yang telah

memilihnya.

Adapun fungsi DPRD Berdasarkan Undang-Undang No.23

Tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa Fungsi DPRD :

a) Fungsi Legislasi berkaitan dengan pembentukan peraturan

daerah. Hal ini tidak mungkin terwujud apabila mekanisme

penyusunan Peraturan Daerah bersifat eksklusif dan tertutup.

Untuk itu, mekanisme penyusunan Perda yang dituangkan dalam

Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar

mampu menampung aspirasi rakyat. Fungsi ini dilaksanakan

dengan cara membahas bersama Kepala daerah dan menyetujui

atau tidak, menyetujui rancangan Perda Kabupaten/kota,

mengusulkan usul rancangan Perda, menyusun program

pembentukan Perda bersama Bupati/walikota.

b) Fungsi anggaran diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk

persetujuan bersama terhadap rancangan Perda Kabupaten/kota

39

tentang APBD Kabupaten/kota yang diajukan oleh

Bupati/Walikota.

c) Fungsi pengawasan. Dalam hal ini, pihak legislatif mengontrol

pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan

pemerintah daerah.

Adapun tugas dan wewenang DPRD adalah membentuk

peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.

Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan

daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota, Melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan

anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/kota,

mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/walikota

kepada Menteri melalui Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan atau

pemberhentian.

2.6 Peranan Perempuan dalam Pembangunan

Selama ini perempuan dikonstruksikan secara sosial dan

politik punya label-label tertentu dengan kecenderungan hanya

berada pada ranah privat yang tidak ada urusannya sama sekali

dengan ranah publik. Dimensi kultural berkaitan dengan posisi

perempuan di masyarakat. Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti

anggapan atau bahkan keyakinan bahwa status perempuan yang

40

rendah di dunia publik sering menjadi hambatan bagi perempuan

untuk dapat berperan aktif dalam pemerintahan. Kendala-kendala

sosial ekonomi mempengaruhi pula partisipasi perempuan.

Persoalan seperti kemiskinan, pengangguran, lemahnya sumber

keuangan, buta huruf dan terbatasnya akses ke pendidikan, serta

beban ganda perempuan, sering dikemukakan sebagai kendala

dalam pertisipasi perempuan di dunia publik.

Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada

lingkup atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya

penuh dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas

menentukan apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang

perempuan ingin menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat

publik, sama saja nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya.

Partisipasi kaum perempuan dalam sektor publik merupakan

upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian

perempuan sebagai insan dan sebagai sumber daya manusia

dalam pembangunan. Peran aktif perempuan dalam pembangunan

pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan diri yang

dapat dilihat pada bidang-bidang yang memberi pengaruh luas di

sektor publik meliputi politik dan sektor pemerintahan. Partisipasi

perempuan memberikan kemampuan, kemandirian serta ketahanan

mental dan spiritual menuju terwujudnya kemitrasejajaran

perempuan dan laki-laki yang selaras, serasi, dan seimbang yang

41

dilandasi saling menghormati, saling menghargai, saling

membutuhkan dan saling mengisi. Dengan demikian akan terdapat

persamaan status, kedudukan, hak kewajiban dan tanggung jawab

antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran masing-

masing. Peran perempuan dalam berbagai sektor atau bidang

dalam kehidupan masyarakat atau sektor publik masih banyak

terhambat oleh alasan budaya, tradisi dan tata nilai yang telah

melembaga di masyarakat.

Secara keseluruhan, peran perempuan yang sangat

terbatas dalam pembuatan kebijakan dan posisi kepemimpinan

disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit

perempuan terlibat secara penuh di dalamnya. Tingkat pendidikan

perempuan yang pada umumnya rendah, serta faktor kemiskinan

yang mereka alami, semakin memperburuk permasalahan ini.

Dalam situasi di mana mayoritas laki-laki tidak menyadari

pentingnya partisipasi perempuan yang setara, serta rendahnya

dukungan sosial dan keluarga, membuat perempuan semakin sulit,

untuk mengatakan tidak mungkin terlibat dalam dunia publik.

Menurut pandangan Alisjahbana (1982:47), sistem sosial

budaya baru atau sistem kebudayaan modern sangat menjunjung

nilai-nilai teori, nilai ekonomi dan nilai solidaritas. Dalam sistem

budaya ini, menjadi ibu dan menjadi istri adalah sebuah pilihan.

Karena sifatnya yang opsional, seorang perempuan tidak memiliki

42

keharusan untuk menjalankan peran itu. Peran-peran hasil

konstruksi sosial dapat diperjuangkan untuk dapat berubah melalui

proses panjang dan terus-menerus. Untuk menjadi maju,

perempuan harus meraihnya sendiri dengan menjunjung tinggi

nilai-nilai teori dan ekonomi. Laki-laki hanyalah sebagai mitra atau

teman dalam berproses itu, bukan menjadi penentu bagi “proses

menjadi” perempuan.

Ketika membahas dampak representasi perempuan harus

dibedakan antara isu-isu perempuan dan perspektif perempuan. Isu

perempuan adalah isu yang memilik dampak langsung terhadap

perempuan (misalnya hak reproduksi atau alasan sosial lain seperti

perawatan anak). Perspektif perempuan adalah pandangan

perempuan tentang semua persoalan publik. Cara pandang

perempuan/perspektif perempuan seringkali berbeda dengan laki-

laki. Walaupun sama-sama peduli pada masalah-masalah ekonomi,

perempuan akan lebih berminat pada masalah upah, pensiun, kerja

paruh waktu, sedangkan laki-laki cenderung tertarik pada masalah

seperti isu pengangguran dan lainnya yang sejenis.

Bagi perempuan perjuangan emansipasi dilaksanakan

dimana saja. Bagi perempuan yang terkait pada struktur, posisi

keterpenjaraan dan keterikatan tidak menghalangi dirinya untuk

selalu memperjuangkan emansipasi. Menjadi istri pejabat bukanlah

halangan untuk memperjuangkan ideologinya. Menjadi menteri,

43

aktivis lembaga swadaya masyarakat, pemimpin organisasi sosial,

artis, relawan, anggota legislatif dan menjadi lainnya adalah ladang

yang luas untuk selalu meneriakkan perjuangan itu. Apa saja yang

dimiliki dan melekat pada perempuan menjadi arena perjuangan

emansipasi. Sifat, perilaku, tindak tutur, asesoris, cara pikir, dan

cara pandang menjadi arena perjuangan. Semua itu harus

dilakukan dengan intensitas ekstensitas yang tinggi.

Untuk membangun demokrasi di Indonesia dibutuhkan peran

yang sama dan adil antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi

membutuhkan partisipasi, pengalaman serta upaya dari laki-laki

dan perempuan bersama-sama. Adanya perbedaan antara laki-laki

dan perempuan mengakibatkan terjadinya pembagian kerja atau

pembagian peran dalam masyarakat. Dalam pembagian kerja

tradisional, perempuan ditempatkan pada peran akspressif,

domestik, reproduktif, parsial dan sensitif, sedangkan laki-laki

ditempatkan pada peran instrumental, publik, produktif, dominan,

dan kompetitif. Pembagian kerja ini akan bergeser dan berubah

searah dengan munculnya masyarakat modern yang tidak lagi

terkait dalam batasan-batasan peran, tetapi lebih berorientasi pada

penghargaan hidup, kebebasan, bakat, prestasi, dan karir individu

sebagai dasar masyarakat pluralistik.

Jalan memang masih panjang, tapi bukan tanpa harapan.

Jika sejarah adalah bentukan manusia, maka perempuan pun bisa

44

membuat sejarahnya sendiri menuju masyarakat yang lebih adil

dan setara di antara warganya.

2.7 Peraturan Daerah

Peraturan Daerah (Legislasi) dalam arti sempit merupakan

proses dan produk pembuatan undang-undang. Legislasi dalam arti

luas termasuk pula pembentukan Peraturan Pemerintah dan

peraturan-peraturan lain yang mendapat pendelegasian

kewenangan dari undang-undang (delegation of rule making

powerby the laws). Hukum Bambang Palasara menuturkan bahwa

Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang strategis, karena

diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur

dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional,Perda

memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi

daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI

Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah.

2. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta

penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun,

pengaturannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan

45

Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD

1945.

3. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan

daerah.

4. Sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Proses pembentukan suatu Undang-Undang atau perda

dapat diurut sebagai berikut:

a) Tahap Perencanaan

Tahap pertama pembentukan UU atau perda (provinsi

maupun kabupaten/kota) pada dasarnya adalah sama, yakni

diawali dengan tahap perencanaan yang dituangkan dalam

bentuk program legislasi. Untuk program pembentukan undang-

undang disebut program legislasi nasional (Prolegnas),

sedangkan untuk program pembentukan perda disebut program

legislasi daerah (Prolegda) provinsi, kabupaten/kota. Program

legislasi nasional (Prolegnas) adalah instrument perencanaan

program pembentukan Undang-undang yang disusun secara

berencana, terpadu dan sistematis sedangkan program

legislasi daerah (Prolegda) adalah instrument perencanaan

pembentukan peraturan daerah yang disusun secara

berencana, terpadu dan sistematis.

46

b) Tahap Perancangan

1) Perumusan Ranperda dilakukan dengan mengacu pada

naskah akademik;

2) Hasil naskah akademik akan menjadi bahan pembahasan

didalam rapat konsultasi; dan

3) Pembahasan di dalam rapat konsultasi adalah untuk

memantapkan konsepsi terhadap ranperda yang

direncanakan pembentukannya secara menyeluruh (holistis).

4) Pembentukan Tim Asistensi.Tim asistensi dibentuk guna

membahas/ menyusun materi ranperda dan melaporkannya

kepada kepala daerah dengan segala permasalahan yang

dihadapi.

5) Konsultasi Ranperda dengan pihak-pihak terkait

6) Persetujuan Ranperda oleh kepala daerah.

c) Tahap Pembahasan

Pada tahap pembahasan, Ranperda dibahas oleh DPRD

dengan Gubernur, Bupati/walikota untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Sebagaimana diketahui Ranperda dapat

berasal dari DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif kepala

daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah lebih

dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan peraturan

daerah merupakan salah satu tahap pembuatan peraturan

47

daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan

setelah tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan

telah layak dibahas pada sidang paripurna.

d) Tahap Pengundangan

Undang-undang atau perda yang telah ditetapkan,

selanjutnya diundangkan dengan menempatkannya didalam

lembaran daerah oleh sekertaris daerah, sedangkan penjelasan

perda dicatat didalam tambahan lembaran daerah oleh

sekretaris daerah, atau oleh kepala biro hukum/ kepala bagian

hukum.

e) Tahap Sosialisasi

Meskipun Perda telah diundangkan didalam lembaran

daerah, namun belum cukup menjadi alasan untuk

menganggap bahwa masyarakat telah mengetahui eksistensi

perda tersebut. Oleh karena itu, Perda yang telah disahkan dan

diundangkan tersebut harus pula disosialisasikan.

f) Tahap Evaluasi

Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh sebuah

Perda setelah diberlakukan, maka perlu dilakukan evaluasi.

Melalui evaluasi akan dapat diketahui kelemahan dan kelebihan

48

Perda yang sedang diberlakukan, yang selanjutnya guna

menentukan kebijakan-kebijakan, misalnya apakah perda tetap

dipertahankan atau perlu direvisi.

Namun, berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 UU

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, menyatakan bahwa Pembentukan

Perundang-undangan mencakup tahap perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.

Tahapan tersebut adalah prosedur baku yang harus dilewati oleh

setiap Pembentukan Peraturan Perudang-undangan termasuk

Peraturan Daerah.

Dalam pembentukan peraturan daerah, penetapan

rancangan peraturan daerah merupakan tahap pengambilan

keputusan terbentuknya suatu peraturan daerah. Rancangan

peraturan daerah yang telah disetujui pada tahap pembahasan,

disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah

untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah.

2.8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun

2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017, Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana

49

keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan

disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan

ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur APBD berdasarkan

Permendagri No.13 Tahun 2006 bahwa Struktur APBD merupakan

satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah; 2. Belanja

Daerah dan; 3. Pembiayaan Daerah.

1. Anggaran pendapatan daerah, terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan

penerimaan lain-lain.

2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil,

Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

3) Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana

darurat.

2. Anggaran belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan

penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu

dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima

kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun

tahun-tahun anggaran berikutnya.

Jika telah dilakukan sosialisasi oleh Sekretaris Daerah, Kepala

Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang

APBD tersebut beserta Nota Keuangannya kepada DPRD untuk

50

dibahas lebih lanjut dalam rangka mendapatkan persetujuan

bersama, yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

Pasal 43, menyebutkan bahwa Kepala Daerah menyampaikan

rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD disertai

penjelasan dan dokumen pendukungnya pada Minggu Pertama

Bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka

memperoleh persetujuan bersama.

Mekanisme pembahasan yang dilakukan antara Pemerintah

Daerah dan DPRD menurut tata cara yang ditetapkan dalam

peraturan tata tertib DPRD yang bersangkutan, antara lain dengan

melalui rapat-rapat kerja dengan SKPD. Dengan kata lain bahwa

pembahasan di DPRD melibatkan SKPD yang bersangkutan,

apabila SKPD tersebut sudah mendapat kesempatan untuk

dibahas rancangan kegiatan dan anggarannya yang tercantum

dalam Rancangan APBD. Setelah melalui pembahasan di DPRD

antara pemerintah daerah/SKPD dan DPRD, dan telah menemukan

atau menghasilkan kesepakatan dalam bentuk keputusan bersama,

maka dianggap bahwa pembahasan pada tingkat daerah di DPRD

sudah berakhir, untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pasal 45

ayat (1) dinyatakan bahwa Pengambilan keputusan bersama DPRD

dan Kepala Daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang

APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun

51

anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Setelah

penandatanganan persetujuan bersama antara Kepala daerah

dengan DPRD selesai, maka pembahasan rencana kegiatan dan

anggaran (RAPBD) telah berakhir dan atas dasar keputusan

bersama terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

seperti tersebut di atas, Kepala Daerah selanjutnya menyusun

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.

Dalam rangka penetapannya secara sah, maka Rancangan

Peraturan Daerah tentang APBD yang sudah dibahas, dan

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Dalam

Negeri, sedang Kabupaten/Kota ke Gubernur untuk dievaluasi.

Keharusan evaluasi terhadap kedua dokumen perencanaan

tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

Pasal 47 ayat (1) dan (2), yang menegaskan bahwa : (1)

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui

bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang

Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur, paling

lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri Dalam

Negeri untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada

Gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak

diterimanya rancangan dimaksud. Ketentuan seperti ini juga

52

berlaku bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Rancangan

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Kabupaten

dan Kota yang wajib dievaluasi oleh Gubernur yang bersangkutan

dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Dokumen berupa Rancangan Peraturan Daerah tentang

APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang

Penjabaran APBD yang telah dievaluasi dan telah disetujui oleh

Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi

Kabupaten/Kota, hasil evaluasinya dituangkan dalam Keputusan

Menteri Dalam Negeri/Gubernur dan selanjutnya ditetapkan oleh

Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Peraturan Kepala

Daerah tentang Penjabaran APBD. Mengenai ketentuan waktu

penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan penjabarannya

diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2005, dan Pasal 116 ayat (1) dan (2) Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, sebagai berikut:

(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan

peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah

dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan

daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD.

53

(2) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan

peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat

tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

Dengan ditetapkannya kedua dokumen anggaran tersebut,

maka berarti bahwa seluruh materi atau muatan yang ada dalam

Rancangan APBD telah disetujui untuk dilaksanakan, dengan kata

lain bahwa proses atau tahap perencanaan, pembahasan dan

penetapan anggaran telah berakhir untuk tahun anggaran yang

bersangkutan.

2.9 Kerangka Konseptual

DPRD sebagai lembaga Legislatif adalah badan atau

lembaga yang berwenang untuk membuat Perda (Peraturan

Daerah) dan sebagai kontrol terhadap Pemerintahan. Peraturan

daerah yang merupakan produk hukum daerah dapat dibagi dalam

dua kategori yakni perda yang bersifat insedentil dan perda yang

bersifat rutin. APBD Perda yang bersifat insedentil dapat

dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah

Daerah (Kepala daerah) sesuai dengan kebutuhan masyarakat

daerah. Sedangkan perda yang bersifat rutin (APBD) merupakan

kewenangan eksekutif dalam hal perancangannya. Tahap

perancangan Perda APBD pada dasarnya merupakan ranperda

yang diusulkan oleh eksekutif namun pembahasan dan

54

penetapannya tetap bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (legislatif).

Peraturan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) dibuat untuk menjadi pedoman pemerintah daerah dalam

pengelolaaan keuangan daerah selama 1 tahun pemerintahan.

Penyusunan Perda APBD harus berdasar pada Peraturan Menteri

yang dikeluarkan setiap tahunnya yang menjadi pedoman

penyusunan Perda APBD. Seperti halnya Peraturan Menteri Dalam

Negeri No.31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017.Dalam

proses pembentukan Perda APBD tersebut dimulai dari tahapan

perancangan sampai pada tahap penetapan Perda yang

merupakan kewenangan Kepala Daerah dan DPRD.

Dalam proses pembentukannya kemudian di DPRD

Kabupaten Barru, penulis melihat bagaimana tingkat partisipasi

anggota DPRD perempuan dan faktor-faktor apa yang mendorong

maupun menghambat. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut

:

55

Gambar 1

Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pembentukan Peraturan

Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

TENTANG APBD

TAHUN ANGGARAN 2017

KABUPATEN BARRU

Partisipasi Perempuan

Anggota DPRD

Proses Pembentukan

Perda APBD 2017

Kabupaten Barru

- Tahap Perancangan

- Tahap Pembahasan

- Tahap Penetapan

Faktor pendukung :

1) Kebijakan tentang

peluang perempuan

dalam wilayah

publik

2) Keterlibatan Partai

sebagai sarana

komunikasi

3) Budaya Patriarki

4) Komunikasi intra-

Institusional

Faktor penghambat :

1) Kuantitas

perempuan

2) Kapabilitas

Perempuan

56

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III merupakan bagian yang menjalaskan metode penelitian

yang digunakan penulis pada saat melakukan penelitian, Garis besar yang

terdapat dalam bab ini, diantaranya lokasi penelitian, latar penelitian, tipe

penelitian yang digunakan, sumber data, teknik pengumpulan data,

infrorman penelitian, yang akan menjadi narasumber dalam penelitian

serta teknik analisis data yang digunakan sebagai tindak lanjut untuk

mengolah data yang telah diperoleh dilapangan menjadi data yang lebih

rinci, jelas, sehingga tujuan penelitian dapat tergambar lebih jelas. Bab III

merupakan bagian yang menjalaskan metode penelitian yang digunakan

penulis pada saat melakukan penelitian, Garis besar yang terdapat dalam

bab ini, diantaranya lokasi penelitian, latar penelitian, tipe penelitian yang

digunakan, sumber data, teknik pengumpulan data, infrorman penelitian,

57

yang akan menjadi narasumber dalam penelitian serta teknik analisis data

yang digunakan sebagai tindak lanjut untuk mengolah data yang telah

diperoleh dilapangan menjadi data yang lebih rinci, jelas, sehingga tujuan

penelitian dapat tergambar lebih jelas.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Barru dimana titik

pengambilan data pada Kantor DPRD untuk mengetahui proses

pembentukan Perda APBD 2017. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 12

Juni 2017 sampai dengan 31 Agustus 2017.

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif, yaitu

penelitian ini memberi informasi, gambaran serta memahami dan

menjelaskan bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam proses

pembentukan Perda tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru dengan

mendasarkan pada hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan studi

kepustakaan.

3.3 Sumber Data

58

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber

asalnya, data primer di peroleh melalui :

• Hasil observasi visual, dilakukan untuk mengetahui kondisi

keberadaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat maupun

parpol di Kabupaten Barru.

• Hasil wawancara, dilakukan pada informan baik itu dari

DPRD sebagai lembaga legislative maupun pada beberapa

parpol. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah memperoleh,

menganalisis DPRD (legislatif) sebagai lembaga dalam

proses pembentukan peraturan daerah maupun parpol di

Kabupaten Barru.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-

dokumen, catatan-catatan, laporan - laporan, maupun arsip -

arsip resmi yang diperoleh dari pemerintah daerah dan DPRD

Kabupaten Barru.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

1.) Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian

yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan

dengan obyek penelitian.

59

2.) Interview atau wawancara mendalam (in dept interview) yaitu

mengadakan wawancara dengan informan yang bertujuan untuk

menggali informasi yang lebih mendalam tentang berbagai

aspek yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Peneliti telah melakukan wawancara langsung dengan informan

terkait seperti proses perancangan, penetapan dan

pembahasan Perda APBD serta faktor-faktor yang berpengaruh

di dalamnya.

3.) Studi Pustaka yaitu bersumber dari hasil bacaan literatur atau

buku-buku atau data terkait dengan topik penelitian. Ditambah

penulusuran data online, dengan pencarian data melalui fasilitas

internet.

4.) Dokumentasi yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar

inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang

dilakukan. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan

sebagainya

5.) Informan Penelitian

Informan adalah orang-orang yang paham atau pelaku yang

terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan

dalam penelitian ini dipilih karena dianggap paling banyak

mengetahui atau bahkan terlibat langsung dalam kerjasama

60

pemerintahan daerah dalam pembentukan peraturan daerah di

Kabupaten Barru. Pemilihan informan dalam penelitian ini

dengan teknik penarikan sample secara subjektif dengan

maksud atau tujuan tertentu, peneliti menganggap bahwa

informan yang diambil tersebut memiliki informasi yang

diperlukan bagi penelitian yang akan dilakukan.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

• Anggota DPRD Perempuan Kabupaten Barru

• Anggota DPRD laki-laki Kabupaten Barru

• Ketua DPC Partai yang dinaungi anggota DPRD Perempuan

- DPC Golkar

- DPC PKS

- DPS PDIP

3.5 Analisis Data

Analisis data adalah proses penyempurnaan data kedalam bentuk

yang lebih mudah dibaca. Teknik analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematis fakta dan data yang diperoleh serta

hasil penelitian, baik dari hasil studi lapang maupun studi literature untuk

memperjelas gambaran hasil penelitian. Tahapan analisis data yang

dilakukan oleh penulis, yaitu:

61

a. Pengelompokan data. Tahapan ini merupakan tahapan awal yang

dilakukan oleh peneliti dalam rangkaian analisis data untuk

mengelompokkan hasil temuan diantaranya hasil wawancara dari

setiap informan, hasil studi pustaka yang dilakukan dan dokumen

yang diperoleh penulis.

b. Reduksi data. Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data

mentah, dengan menggunakan alat seperti alat perekam, catatan

lapangan serta observasi yang dilakukan penulis selama berada di

lokasi penelitian. Pada tahapan ini penulis sekaligus melakukan

proses penyeleksian, penyederhanaan, pemfokusan data dari

catatan lapangan dan transkrip hasil wawancara.

c. Analisis Isi. Tahapan analisis dilakukan berdasarkan hasil reduksi

data penelitian untuk mendapatkan tingkat perbedaan dan

hubungan atau korelasi dari setiap temuan baik hasil wawancara,

studi pustaka dan dokumen.

d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan oleh

penulisberdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan untuk

memperjelas hasil temuan.

3.6 Definisi Operasional

Setelah beberapa konsep diuraikan dalam hal yang berhubungan

dengan kegiatan ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai

62

tujuan penelitian perlu disusun defenisi operasional yang dapat

dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini antara lain :

1. Partisipasi perempuan yang dimaksudkan adalah keterlibatan

perempuan dalam jabatan politik yang tentunya erat kaitannya

dengan partisipasi kaum perempuan dalam perumusan kebijakan

dan proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di DPRD

Kabupaten Barru. Dalam hal partisipasi yang dimaksudkan

tentunya dalam proses pembentukan peraturan daerah melalui

tahapan yang diuraikan, sebagai berikut :

1) Tahap perancangan adalah sebagaimana diketahui Ranperda

dapat berasal dari DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif

kepala daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah lebih

dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan peraturan daerah

merupakan salah satu tahap pembentukan peraturan daerah.

Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan setelah

tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak

dibahas pada sidang paripurna.

2) Tahap pembahasan. Ranperda dibahas oleh DPRD dengan

Bupati/walikota untuk mendapatkan persetujuan bersama.

63

3) Tahap Penetapan. Proses ini dilakukan setelah RAPBD dibahas

bersama eksekutif dan legislatif kemudian menetapkan RAPBD

menjadi Perda.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu hal-hal yang mendasari

dorongan maupun hambatan dari partisipasi perempuan dalam

proses pembentukan peraturan daerah tentang APBD di DPRD

Kabupaten Barru.

64

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. 1. Gambaran Umum Kabupaten Barru

4. 1. 1 Sejarah Kabupaten Barru

Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah

sebuah kerajaan kecil yang masing - masing dipimpin oleh seorang

Raja yaitu : Kerajaan Berru (Barru), Kerajaan Tanete,Kerajaan

Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi. Dimasa pemerintahan

Belanda dibentuk Pemerintahan Sipil Belanda dimana wilayah

Kerajaan Berru, Tanete dan Soppeng Riaja dimasukkan dalam

wilayah Onder Afdelling Barru,yang bernaung dibawah Afdelling

Pare Pare sebagai kepala Pemerintahan Onder Afdelling diangkat

seorang control Belanda yang berkedudukan di Barru,

sedangkan ketiga bekas kerajaan tersebut diberi status sebagai

Self Bestuur (Pemerintahan Kerajaan Sendiri) yang mempunyai

hak otonom untuk menyelenggarakan Pemerintahan sehari-hari

baik terhadap eksekutif maupun dibidang yudikatif.

Dari sejarahnya, sebelum menjadi daerah-daerah

Swapraja pada permulaan Kemerdekaan Bangsa Indonesia,

65

keempat wilayah Swapraja ini merupakan 4 bekas Selfbestuur

didalam Afdeling Pare-Pare masing-masing:

a. Bekas Selbesteuur Mallusetasi yang daerahnya sekarang

menjadi kecamatan Mallusetasi dengan Ibu Kota

Palanro. Adalah penggabungan bekas-bekas Kerajaan Lili

dibawah kekuasan Kerajaan Ajattapareng oleh Belanda

sebagai Selfbestuur, ialah Kerajaan Lili Bojo dan Lili Nepo.

b. Bekas selfbestuur Soppeng Riaja yang merupakan

penggabungan 4 Kerajaan Lili dibawah bekas Kerajaan

Soppeng (Sekarang Kabupaten Soppeng) Sebagai Satu

Selfbestuur, ialah bekas Kerajaan Lili Siddo, Lili Kiru-Kiru, Lili

Ajakkang, dan lili Balusu.

c. Bekas Selfbestuur Barru yang sekarang menjadi Kecamatan

Barru dengan lbu Kotanya Sumpang Binangae yang sejak

semula memang merupakan suatu bekas kerajaan kecil yang

berdiri sendiri.

d. Bekas Selbestuur Tanete dengan pusat Pemerintahannya di

Pancana daerahnya sekarang menjadi 3 Kecamatan masing-

masing Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Riaja,

Kecamatan Pujananting.

Seiring dengan perjalanan waktu,maka pada tanggal

24 Pebruari 1960 merupakan tongkak sejarah yang menandai

awal kelahiran Kabupaten Daerah TK.II Barru dengan Ibukota

66

Barru berdasarkan Undang-Undang Nomor 229 tahun 1959

tentang pembentukan Daerah-Daerah Tk. II di Sulawesi Selatan.

Kabupaten Barru terbagi dalam 7 Kecamatan dan 54

Desa/Kelurahan.

Sebelum dibentuk sebagai suatu Daerah Otonom

berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 pada tahun 1961, Daerah

ini terdiri dari 4 Wilayah Swapra didalam kewedanaan Barru

Kabupaten Pare-Pare lama, masing-masing Swapraja Barru

Swapraja Tanete, Swapraja Soppeng Riaja dan bekas Swapraja

Mallusetasi, Ibu Kota Kabupaten Barru sekarang bertempat di

bekas ibu Kota Kewedanaan Barru.

4. 1. 2. Keadaan Geografis

Aspek geografi merupakan gambaran mengenai karakteristik

lokasi dan wilayah, potensi pengambangan wilayah dan

kerentanan wilayah terhadap bencana. Secara rinci aspek

geografi kabupaten Barru dapat dilihat sebagai berikut

Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang

terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah yakni

1.174,72 km2, terbagi dalam tujuh kecamatan yakni : Kecamatan

Tanete Riaja seluas 174,29 km2, Kecamatan Tanete Rilau seluas

79,17 km2, Kecamatan Barru seluas 199,32 km2, Kecamatan

Soppeng Riaja seluas 78,90 km2, Kecamatan Mallusetasi seluas

67

216,58 km2, Kecamatan Pujananting seluas 314,26 km2,

dan Kecamatan Balusu seluas 112, 20 km2. Selain daratan,

terdapat juga wilayah laut teritorial seluas empat mil dari pantai,

sepanjang 78 km.

Kabupaten Barru terletak di Pantai Barat Sulawesi Selatan,

berjarak sekitar 100 km arah utara Kota Makassar. Secara

geografis terletak pada koordinat 40 05’ 49” LS – 40 47’ 35” LS

dan 1190 35’ 00” BT - 1190 49’ 16” BT. Dengan batas-batas

wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara Kabupaten Barru berbatasan Kota

Parepare dan Kabupaten Sidrap,

b. Sebelah timur berbatasan Kabupaten Soppeng dan

Kabupaten Bone,

c. Sebelah selatan berbatasan Kabupaten Pangkep,

d. Sebelah barat berbatasan Selat Makassar.

Adapun jumlah luas masing masing dari 7 Kecamatan yang ada

di Kabupaten Barru dapat dilhat pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 1 Luas Daerah dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Barru, 2017

68

Sumber : Barru dalam angka Kabupaten Barru, tahun 2017

Kecamatan Km2 Persentase

(1) (2) (3)

Tanete Riaja 174,29 14,84

Tanete Rilau 79,17 6,74

Barru 199,32 16,97

Soppeng Riaja 78,9 6,72

Mallusetasi 216,58 18,44

Pujananting 314,26 26,75

Balusu 112,2 9,55

Total 1174,72 100,00

69

Gambar II. Peta Wilayah Kabupaten Barru

Sumber : Barru dalam angka Kabupaten Barru, tahun 2017

4. 1. 3. Wilayah Pemerintahan

Kondisi organisasi perangkat daerah meliputi Sekretariat

Daerah terdiri dari 3 Asisten dan 10 bagian, Sekretariat DPRD

70

terdiri tiga bagian, dinas daerah 10 unit yakni Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan,

Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas

Pekerjaan Umum, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Perhubungan

dan Dinas Pertambangan. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 3

badan dan 14 kantor yakni Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah, Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah, Badan Pengawasan

Daerah, Kantor Perindag dan Penanaman Modal, Kantor Pengelolaan

dan Pemeliharaan Asset Daerah, Kantor Koperasi dan Pengusaha

Kecil, Kantor PDE dan Informasi, Kantor Kesejahteraan Sosial dan

Tenaga Kerja, Kantor Ketahanan Pangan, Kantor Pengendalian

Dampak Lingkungan, Kantor Bina Kesbang dan Linmas, Kantor

Pariwisata dan Kebudayaan, Kantor PMD, Kantor RSU, Kantor Tata

Ruang dan Wasbang, Kantor Urusan Pertanahan, Kantor

Kependudukan dan Capil, sedangkan susunan organisasi kecamatan

terdiri dari 7 kecamatan; begitu pula organisasi kelurahan terdapat 14

kelurahan.

Terkait dengan kondisi Kecamatan dan kelurahan, pada

tahun 1999 di Kabupaten Barru terjadi pembentukan dua

kecamatan baru yaitu Kecamatan Balusu dan Kecamatan

Pujananting disamping lima kecamatan yang sudah ada, dan

didefinitifkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001.

71

Kecamatan Balusu merupakan pemekaran dari Kecamatan

Soppeng Riaja dan Kecamatan Barru sedangkan kecamatan

Pujananting merupakan pemekaran dari Kecamatan Tanete Riaja.

Jumlah desa dan kelurahan pada tahun 1995 sampai dengan tahun

2008 adalah Desa 40 buah dan kelurahan 14 buah dengan sebaran

Kecamatan Tanete Riaja terdiri dari 6 desa, 1 kelurahan.

Kecamatan Pujananting terdiri dari 6 desa. Kecamatan Tanete

Rilau terdiri dari 8 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan Barru terdiri

dari 5 desa dan 5 kelurahan. Kecamatan Soppeng Riaja terdiri

dari 5 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan Balusu terdiri dari 5

desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Mallusetasi terdiri dari 5 desa

dan 3 kelurahan.

4. 1. 4. Keadaan Sosial dan Ekonomi

4.1. 4. 1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2016 pada bulan Juli

penduduk Kabupaten Barru berjumlah sekitar 171.906 jiwa. Dari

jumlah tersebut tercatat bahwa penduduk perempuan lebih banyak

dibanding dengan laki- laki, sehingga mempunyai rasio jenis kelamin

sekitar 92,53 yang berarti diantara 100 perempuan terdapat 92,53 laki-

laki .

72

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Barru dari tahun

1990 (SP90 146 653 jiwa) sampai tahun 2000 (SP00 151 247 jiwa)

adalah 0,34 persen per tahun. Sedangkan LPP selama periode 2000-

2014 (SP00 dan Penduduk Tahun 2014) sekitar 1,22 persen per tahun.

Untuk tahun 2015, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya

mengalami pertumbuhan sekitar 0,4 persen Secara umum dapat

disimpulkan bahwa dalam dua periode di atas, pertambahan penduduk

di daerah ini dapat dikendalikan .

Kalau dilihat dari komposisi umur penduduk dapat diperoleh

Angka Beban Tanggungan (ABT) yang secara kasar dapat

mencerminkan indikator ekonomi. Makin rendah ABT diperkirakan

indikator ekonomi penduduk suatu daerah makin baik, karena dapat

dikatakan bahwa jumlah tanggungan penduduk usia produktif (usia 15-

65 tahun) yaitu penduduk usia muda (0-14 tahun) dan usia lanjut (65

tahun ke atas) juga semakin mengecil. ABT di Kabupaten Barru sekitar

56,36 hal ini menunjukkan bahwa setiap seratus penduduk usia

produktif secara hipotesis/teori menanggung sekitar 56 penduduk usia

non produktif (usia muda dan lanjut).

73

4. 1. 4. 2. Keadaan kesehatan

Angka Harapan Hidup (e0) atau lamanya hidup terhitung sejak

lahir, yang ternyata sedikit mengalami peningkatan dari 67,69 tahun

(tahun 2012) menjadi 67,73 tahun (tahun 2014). Besar kecilnya AHH

dipengaruhi oleh banyak variabel baik yang bersifat endogen (kondisi

bawaan) maupun eksogen (pengaruh dari luar). Khusus untuk varibel

eksogen dapat dibuat daftar yang cukup panjang diantaranya

mencakup input makanan, upaya kesehatan dan kondisi lingkungan

yang juga dipengaruhi oleh variabel lainnya. Pengaruh variabel-

variabel tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung,

dapat seketika maupun dengan tenggang waktu (time lag) tertentu.

Pengaruh variabel-variabel tersebut bekerja secara tersendiri maupun

bersinergi dengan variabel lain.

Sementara itu, terdapat beberapa variabel yang diperkirakan

berpengaruh terhadap AHH/e0. Secara umum diharapkan bahwa

dengan semakin tingginya persentase balita yang ditolong kelahirannya

oleh tenaga medis akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan

hidupnya. Tetapi perkiraan hubungan tersebut dapat menyimpang jika

pertolongan tenaga medis digunakan untuk proses kelahiran yang

abnormal dan dengan penanganan yang sudah terlambat. Demikian

pula jika dihubungkan dengan beberapa variabel lain seperti

74

persentase bayi yang disusui secara eksklusif selama 4-6 bulan,

persentase balita yang telah diimunisasi secara lengkap, serta tingkat

ketersediaan puskesmas dan dokter. Terlepas dari keterkaitan tersebut

gambaran data menunjukkan perlu adanya intervensi, terutama dari

pemerintah untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat seperti

perluasan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga medis.

4. 1. 4. 3. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan penduduk Kabupaten Barru berdasarkan

hasil Susenas 2014 ternyata cukup bervariasi. Hal ini tercermin dari

indikator yang mencakup rata-rata lama sekolah, angka harapan lama

sekolah, angka rata- rata lama sekolah sekolah dan persentase

penduduk yang telah menamatkan SLTP ke atas. Rata-rata Lama

Sekolah (MYS), terlihat diatas 7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

penduduk Kabupaten Barru rata-rata hanya menamatkan sekolah

sampai pada tingkat SD, ini tercermin masih rendahnya penduduk

yang tamat SLTP ke atas. Sementara itu Angka Partisipasi

Sekolah (APS) pada usia SLTP (13-15 tahun) dan SLTA (16-18 tahun)

serta perguruan tinggi (19-24 tahun) juga masih tergolong rendah.

Kondisi seperti ini mungkin disebabkan oleh faktor fasilitas pendidikan

yang masih kurang memadai dan sukar dijangkau, disamping masih

75

rendahnya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke

jenjang yang lebih tinggi.

4. 1. 4. 4. Keadaan Ketenagakerjaan

Bekerja adalah kegiatan untuk memperoleh atau membantu

memperoleh penghasilan bagi kelangsungan hidup seseorang atau

sekelompok orang tertentu. Bekerja atau tidaknya seseorang

dipengaruhi oleh adanya kebutuhan ekonomi dan kebutuhan non

ekonomi. Adanya tekanan kebutuhan ekonomi akan memaksa

paling tidak satu orang dari suatu rumahtangga untuk bekerja. Makin

besar tekanan tersebut makin banyak anggota rumah tangga yang

terjun ke pasar tenaga kerja baik bekerja maupun mencari pekerjaan.

Mereka yang bekerja dan mereka yang sedang mencari pekerjaan

disebut dengan angkatan kerja (AK).

Dalam kondisi krisis ekonomi sesungguhnya akan semakin

banyak penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja, tetapi

kondisi krisis pula yang mengakibatkan terbatasnya

peluang/kesempatan kerja. Salah satu akibatnya dapat berupa

peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT), tetapi data tahun

2014 dibandingkan data tahun 2016 menunjukkan kenaikan TPT (dari

2,27 persen menjadi 7,35 persen).

76

Dampak krisis ekonomi lebih terasa pada sektor industri, yang

banyak mengandalkan komponen import. Mereka yang kehilangan

pekerjaan dari sektor industri kemudian sebagian beralih ke sector

pertanian dan jasa (termasuk perdagangan) yang bersifat fleksibel

dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini tercermin dari penyerapan

tenaga kerja sektor industri relatif kecil dibanding dengan sektor

pertanian dan jasajasa. Gambaran dampak krisis terhadap keadaan

ketenagakerjaan tingkat propinsi sekilas tidak terlalu mengkhawatirkan,

tetapi keadaan ketenagakerjaan di beberapa kabupaten/kota ternyata

mengalami kemerosotan. Dampak yang paling mengkhawatirkan

adalah dalam bentuk kombinasi rendahnya tingkat partisipasi angkatan

kerja (TPAK) disertai dengan tingginya tingkat pengangguran terbuka

(TPT). Hal tersebut terutama berkaitan dengan sangat minimnya

kesempatan kerja yang berakibat pada tingginya TPT dan bahkan

sebagian keluar dari angkatan kerja.

4. 1. 4. 5. Keadaan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB

atas dasar harga konstan yang diperoleh pada tahun tertentu

dibandingkat dengan nilai PDRB sebelumnya. Penggunaan angka atas

dasar harga konstan dimaksudkan untuk menghindari pengaruh

perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur adalah perubahan

77

produksi yang menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi, sedangkan

harga konstan yang dimaksud adalah harga konstan tahun 2010.

Bila diperhatikan selama periode 2010-2014, terlihat bahwa

perekonomian Kabupaten Barru berpluktuasi, hal ini terlihat bahwa

pertumbuhan ekonomi berada kisaran 6,06 persen sampai 8,39

persen, dengan pertumbuhan rata-rata 7,43 persen. Secara

keseluruhan pertumbuhan ekonomi didaerah ini dalam periode tersebut

cukup tinggi, pada tahun 2014 pertumbuhan sedikit melambat yang

disebabkan melambatnya pertumbuhan sektor peternakan yang

mempunyai share 4,51 persen terhadap pembentukan PDRB

Kabupaten Barru.

Struktur ekonomi Kabupaten Barru dapat dilihat dari peranan

masing- masing kategori dalam sumbangannya terhadap PDRB total

atas dasar harga berlaku (ADHB). Di Kabupaten Barru tahun 2014,

peranan sektor pertanian terhadap perekonomian masih cukup besar

yakni sebesar 7,63 persen, meningkat dibanding tahun 2013 yaitu 5,35

persen. Tingginya peranan ini ditopang oleh lapangan usaha tanaman

pangan dengan kontribusi 4,02 persen pada tahun 2014 naik dari 1,13

persen pada tahun 2013 . Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

penduduk Kabupaten Barru perekonomiannya masih mengandalkan

pada pertanian tanaman pangan.

78

Kategori lain mempunyai kontribusi cukup besar terhadap

pembentukan total PDRB Kabupaten barru adalah kategori

Perdagagan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor

sebesar 11,49 persen, kategori jasa lainnya sebesar 15,27 persen dan

kategori transportasi dan pergudangan sebesar 10,71. persen.

Sebaliknya yang paling kecil kontribusinya adalah kategori pengadaan

air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang yaitu hanya 0,33

persen,

Penghitungan PDRB perkapita dihitung dengan membagi PDRB

atas harga berlaku dengan penduduk pertengahan tahun. Hasil olahan

menunjukkan bahwa PDRB perkapita di Kabupaten Barru pada tahun

2011 sebesar Rp.17.386.923 dan tahun 2012 naik menjadi

Rp.20.017.479, tahun 2013 naik menjadi Rp.22.544.297.kemudian

pada tahun 2014 naik menjadi Rp.25.816.165. Angka tersebut bukan

merupakan penerimaan secara riil merata disemua penduduk, tetapi

menggambarkan rata-rata tingkat pendapatan penduduk.

4. 1. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dalam Pasal 40 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan pasal 364 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD bahwa DPRD

kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang

79

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

kabupaten/kota yang terdiri atas anggota partai politik peserta unsur

penyelenggara pemerintahan memiliki 3 (tiga) fungsi utama yaitu fungsi

legislasi, pengawasan dan anggaran.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga legislatif di

daerah untuk memperjuangkan dan sebagai konstituen bagi rakyat.

Adapun pimpinan DPRD Kabupaten Barru yang terdiri dari satu orang

ketua dan dua orang wakil ketua tahun 2009-2014 terdiri dari :

1) H. Fakhruddin Sabir, SE yang diusung oleh Partai Golongan Karya sebagai ketua

2) Andi Haeruddin sebagai wakil ketua 1 3) Nur Aman Syam sebagai wakil ketua 2

Selanjutnya pimpinan DPRD Kabupaten Barru tahun 2014-2019

terdiri dari:

1) Hj. A. Nurhudajah Aksa sebagai ketua DPRD Kabupaten Barru 2) Rakhman, S.Sos menjabat sebagai wakil ketua 1 DPRD 3) A. Wawo Mannojengi, SH sebagai wakil ketua 2 DPRD

a. Sejarah DPRD Kabupaten Barru

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga

legislatif di daerah untuk memperjuangkan dan sebagai konstituen

bagi rakyat di daerah. DPRD merupakan wakil rakyat dalam

menyuarakan aspirasi dari masyarakat dan sebagai penyambung

antara rakyat pemerintah daerah (kepala daerah). DPRD terbentuk di

Kabupaten Barru sejak tahun 1964 sampai sekarang ini dengan

80

pergantian ketua sebanyak 13 kali. Berikut daftar Ketua DPRD

Kabupaten Barru dari 2005 tahun 2009 sampai sekarang.

Tabel 2. Nama Ketua DPRD Kabupaten Barru dari Masa ke Masa

N0 KETUA DPRD MULAI JABATAN AKHIR JABATAN

1.

Drs. H. HASAN ABDULLAH

2005

2009

2.

H. FAKHRUDDIN SABIR, SE

2009

2014

3.

Hj. A. NURHUDAJAH AKSA

2014

2019

(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)

81

b. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru Periode

2014-2019

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kualitas kinerja dan

perilaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan

tugas dan kewajiban yang diembannya. Oleh karena itu sudah sewajarnya

jika tongkat pendidikan menjadi salah satu pertimbangan untuk menjadi

anggota DPRD. Berikut daftar tingkat pendidikan Anggota DPRD

Kabupaten Barru.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Barru Periode

2014-2019

No. Nama Anggota DPRD Tingkat Pendidikan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Hj. A. NURHUDAJAH AKSA

RAKHMAN, S.Sos

A.WAWO MANNOJENGI, SH

NUR HASBIAH MAIN,S.Sos

Drs. ARIFIN MUIN

Ir. NURHAIDAH

MUHAMMAD IKBAL, SE

ANDI HAERUDDIN, SH

H. MANNAHALI DG. MATTAKKO

ANDI DHARWANA

HJ. MARWA, S.Sos

S1

S1

S1

S1

S1

S1

S1

S1

SMA

SMA

S1

82

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

ANDI ARQAM ANWAR

A.BASO MANNAN, S.Sos

H. SIRUA MUSTAFA, S.Sos

DARMAEDI

FAJAR FITRAWAN

LUKMAN T

HJ. HAMSIATI

HASANUDDIN

H. DJAMALUDDIN ISMAIL, SE

HACING, S.Sos

M. ALIFANDI ASKA, S.Pd

IKHWAN FITRAWAN

Drs. H. ABUJAHJA MUHAMMAD

H. SAHARUDDIN SUNRE, S.Pd, MM.

S1

S1

S1

SMA

S1

SMA

SMA

SMA

S1

S1

S1

S1

S1

S2

(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)

c. Visi dan Misi DPRD Kabupaten Barru

Sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD

Kabupaten Barru berkaitan dengan tugas, fungsi dan tanggungjawab yang

terkandung dalam kedudukannya, harus ada visi dan misi yang menjadi

landasan untuk menjalankan fungsinya. Sejalan dengan Visi dan Misi

Pemerintah Daerah, maka dirumuskan Visi dan Misi DPRD, sebagai berikut :

VISI : Mewujudkan kelancaran tugas-tugas Legislatif Kabupaten Barru

sebagai mitra sejajar Eksekutif

MISI :

83

1. Melaksanakan Koordinasi dengan Instansi terkait.

2. Memfasilitasi kegiatan/tugas anggota Legislatif

3. Meningkatkan pelayanan terhadap tugas Legislatif secara

Profesional, Transaran dan Akuntabel.

d. Struktur Organisasi DPRD Kabupaten Barru

DPRD Kabupaten Barru periode 2014-2019 berjumlah 25 anggota

yang terbagi ke dalam fraksi. Fraksi merupakan pengelompokan anggota

DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi di DPRD untuk

mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD serta

hak dan kewajiban anggota DPRD.

Tabel 4. Nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Barru Menurut

Fraksi, 2014-2019

No. Nama Anggota DPRD Jabatan Fraksi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Hj. A. NURHUDAJAH AKSA

RAKHMAN, S.Sos

A.WAWO MANNOJENGI, SH

NUR HASBIAH MAIN,S.Sos

Drs. ARIFIN MUIN

Ir. NURHAIDAH

MUHAMMAD IKBAL, SE

ANDI HAERUDDIN, SH

H. MANNAHALI DG. MATTAKKO

Ketua DPRD

W. Ketua DPRD

W. Ketua DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

GOLKAR

NASDEM

PPP

PKS

PDIP

GOLKAR

PDIP

DEMOKRAT

PKS

84

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

ANDI DHARWANA

HJ. MARWA, S.Sos

ANDI ARQAM ANWAR

A.BASO MANNAN, S.Sos

H. SIRUA MUSTAFA, S.Sos

DARMAEDI

FAJAR FITRAWAN

LUKMAN T

HJ. HAMSIATI

HASANUDDIN

H. DJAMALUDDIN ISMAIL, SE

HACING, S.Sos

M. ALIFANDI ASKA, S.Pd

IKHWAN FITRAWAN

Drs. H. ABUJAHJA MUHAMMAD

H. SAHARUDDIN SUNRE, S.Pd, MM.

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

Anggota DPRD

PDIP

GOLKAR

PDIP

DEMOKRAT

PPP

GOLKAR

NASDEM

NASDEM

PKS

PDIP

GOLKAR

GOLKAR

PDIP

DEMOKRAT

GOLKAR

PPP

(Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Barru)

Selain pembentukan fraksi oleh DPRD, berdasarkan amanat

UU bahwa Provinsi kota membentuk alat kelengkapan DPRD setelah

anggota DPRD mengucapkan sumpah/janji, maka terbentuklah Alat

Kelengkapan DPRD yang dibentuk oleh rapat paripurna. Alat

kelengkapan DPRD sesuai dengan Peraturan DPRD sesuai dengan

Peraturan DPRD Kabupaten Barru Nomor 01 tahun 2014 tentang Tata

Tertib DPRD, yaitu :

85

a. Pimpinan DPRD mempunyai tugas:

1) memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil keputusan;

2) menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan

pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;

3) melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan

agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;

4) menjadi juru bicara DPRD;

5) melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;

6) mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi

lainnya;

7) mengadakan konsultasi dengan Bupati dan pimpinan

lembaga/instansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRD;

8) mewakili DPRD di pengadilan

9) melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan

penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

10) menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat

DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna;

dan

11) menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat

paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.

86

b. Badan Musyawarah mempunyai tugas, yakni :

a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu)

masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang,

perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu

penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak

mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;

b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam

menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan

tugas dan wewenang DPRD;

c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat

kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan

keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-

masing;

d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD;

e. untuk maksud tersebut ayat d mengadakan sidang 3x dalam

satu bulan yaitu tanggal 10, 20 dan 30 bulan berjalan.

f. untuk maksud tersebut ayat d mengatakan sidang 3x dalam

satu bulan yaitu tanggal 10, 20, dan tanggal 30 bulan berjalan.

g. memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan;

h. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan

i. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna

kepada Badan Musyawarah.

87

Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:

a. mengadakan konsultasi dengan fraksi sebelum mengikuti

rapat Badan Musyawarah; dan

b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah

kepada fraksi.

8. Komisi yang terdapat di DPRD Kabupaten Barru, yakni :

i. Komisi I, Bidang Pemerintahan meliputi :

Perundang-undangan dan Hukum, Ketertiban,

Pertahanan - Keamanan, Organisasi, Humas dan Protokol,

Umum, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Sekretariat Korpri,

Insfektorat, Kepegawaian, Kesbang, Politik, Perlindungan

Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan

dan Pencatatan Sipil, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika,

Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi, Agama, dan Sekretariat

KPU ;

ii. Komisi II, Bidang Ekonomi dan keuangan, meliputi:

Perekonomian, Pertanian Tanaman Pangan dan

Perkebunan, Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan,

Koperasi / Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan

Perdagangan, Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi,

88

Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Keuangan

dan seluruh perangkat Daerah yang mengelolah pendapatan

Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Perijinan dan

Penanaman Modal, dan Lingkungan Hidup ;

iii. Komisi III, Bidang Pembangunan,Kesejahteraan Rakyat dan

Pendidikan, meliputi :

Pembangunan, Kesejahteraan Rakyat Perencanaan

Daerah, PUK, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana, Kesehatan, Pendidikan, Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga

;

Mitra Kerja masing-masing Komisi dengan SKPD, ditetapkan

sebagai berikut :

a) Komisi I : Bidang

Pemerintahan dan Hukum :

1. Asisten Administrasi Pemerintahan

2. Sekretaris DPRD

3. Sekretaris KPU

4. Inspektorat Daerah

89

5. Badan Kepegawaian Daerah

6. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Linmas

7. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa

8. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

9. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

10. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi

11. Satuan Polisi Pamong Praja

12. Bagian Hukum

13. Bagian Pemerintahan Umum

14. Bagian Pemerintahan Kecamatan, Kelurahan dan Desa

15. Bagian Pertanahan

16. Bagian Umum

17. Bagian Organisasi

18. Bagian Humas dan Protokol

19. Pemerintah Kecamatan, Kelurahan dan Desa

20. A g a m a

90

b) Komisi II : Bidang Ekonomi

dan Keuangan :

1. Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan dan

Kesos;

2. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

3. Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan

4. Dinas Peternakan

5. Dinas Kelautan dan Perikanan

6. Dinas Kehutanan

7. Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil & Menengah, Perindustria

dan Perdagangan

8. Dinas Pertambangan dan Energi

9. Dinas Pengelola Keuangan Daerah

10. Kantor Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal

11. Kantor Lingkungan Hidup

12. PDAM

13. Perusda Setia Karya

91

14. Perusda Kepelabuhanan dan Pelayaran Barru

15. Bagian Administrasi Perekonomian

16. Kantor Pelaksana Penyuluhan Kab. Barru

c) Komisi III : Bidang Pembangunan, Kesejahteraan Masyarakat dan

Pendidikan :

1. Asisten Administrasi Umum

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

3. Dinas Pekerjaan Umum

4. Dinas Kesehatan

5. Dinas Pendidikan

6. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

7. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga

8. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

9. Rumah Sakit Umum Daerah

10. Bagian Administrasi Pembangunan

11. Bagian Kesejahteraan Rakyat

92

12. Cabang Dinas Pendidikan

13. Puskesmas

14. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tugas Komisi yakni :

a) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan

daerah dan rancangan keputusan DPRD;

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan

Daerah dan APBD sesuai dengan Ruang Lingkup tugas komisi;

d) Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian

masalah yang disampaikan oleh dan / atau masyarakat kepada

DPRD;

e) Melakukan pengawsan terhadap Pelaksaan Peraturan Daerah

dan APBD sesuai dengan ruang lingkup daerah tugas komisi.

f) Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti

aspirasi masyarakat ;

g) Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di

daerah;

93

h) Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas

persetujuan Pimpinan DPRD;

i) Mengadakan rapat Kerja dab Rapat Dengar Pendapat;

j) Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk

dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi; dan

k) Memberikan Laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang

hasil pelaksanaan tugas komisi.

9. Badan anggaran memiliki tugas, yakni :

a) memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran

DPRD kepada Bupati dalam mempersiapkan rancangan

anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima)

bulan sebelum ditetapkannya APBD;

b) melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya

kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka

pembahasan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas

dan plafon anggaran sementara;

c) memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam

mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang

perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

94

d) melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah

tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil

evaluasi gubernur bersama tim anggaran pemerintah

daerah;

e) melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah

daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD serta

rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang

disampaikan oleh Bupati; dan

f) memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam

penyusunan anggaran belanja DPRD.

10. Badan Kehormatan mempunyai tugas, yakni :

a) memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan

terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD

dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan

kredibilitas DPRD.

b) meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota

DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD;

c) melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas

pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau

masyarakat; dan

95

d) melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil

penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud

pada huruf c kepada rapat paripurna DPRD.

11. Badan legislasi mempunyai tugas adalah :

a. menyusun rancangan program legislasi daerah yang

memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah

beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan

DPRD;

b. koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah

antara DPRD dan pemerintah daerah;

c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD

berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;

d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan

konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota,

komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan

daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD;

e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan

daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan

komisi, di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun

berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar

dalam program legislasi daerah;

96

f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap

pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui

koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;

g. memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas

rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan

Musyawarah;

h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD

baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk

dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa

keanggotaan berikutnya.

12. Panitia Khusus yang mempunyai tugas, yakni :

a) melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu

tertentu yang ditetapakan oleh DPRD;

b) melakukan investigasi terhadap laporan/atau pengaduan

masyarakat maupun temuan di lapangan;

c) melakukan/mengadakan pengkajian terhadap tugas yang

diberikan;

d) mengadakan pertemuan, kunjungan kerja dalam rangka

menyelesaikan tugas yang diberikan;

e) melaporkan hasil kerja pada sidang paripurna;

f) pansus dinyatakan bubar karena tugasnya dinyatakan selesai;

97

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD,

dibentuk sekretariat DPRD yang terdiri dari pegawai negeri sipil.

Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi

kesekretariatan, administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan

tugas dan fungsi DPRD, dan bertugas menyediakan serta

mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai

dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin

seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh kepala daerah atas usul

pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis operasional berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara

administratif bertanggung jawab kepada daerah melalui sekretaris

daerah.

4.1.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Barru

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun

2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017, Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana

keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui

bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan

peraturan daerah. Struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13

98

Tahun 2006 bahwa Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri

dari: 1. Pendapatan Daerah; 2. Belanja Daerah dan; 3. Pembiayaan

Daerah.

1. Anggaran pendapatan daerah, terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan

penerimaan lain-lain.

2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil,

Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

3) Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana

darurat.

2. Anggaran belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan

penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar

kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik

pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun

anggaran berikutnya.

Dengan ditetapkannya aturan daerah tentang APBD, berikut

adalah ringkasan APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten Barru :

99

100

101

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 . Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan Perda tentang

APBD

4. 2.1. Kuantitas Perempuan dalam Jabatan Politik di DPRD Kabupaten

Barru

Eksistensi perempuan dalam jabatan-jabatan politik dalam

sebuah daerah tentunya dapat dilihat dari jumlah atau kuantitas

mereka di dalamnya. Tingkat partisipasi perempuan menggambarkan

minat para perempuan- perempuan untuk mulai memberdayakan

dirinya termasuk dalam ikut merumuskan kebijakan dan pengambilan

keputusan yang nantinya akan berdampak dan memberi konstribusi

yang besar bagi daerahnya.

Dari data yang peneliti dapatkan, Kabupaten Barru hingga

saat ini masih menampakkan kesenjangan jumlah perempuan-

perempuan yang menduduki kursi-kursi politik. tentunya salah satu

jabatan politik yang sangat penting pula dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara adalah keterlibatan warga negara sebagai wakil

rakyat yang lazimnya disebut sebagai anggota DPR. Perempuan juga

memiliki kesempatan dan peluang untuk berpartisipasi merumuskan

kebijakan daerahnya. Namun dari data yang peneliti dapatkan,

jumlah anggota DPRD perempuan Kabupaten Barru hanya mencapai

102

24%. Hanya ada 6 orang dari 25 anggota DPRD (Data Kantor

DPRD Kabupaten Barru). Sehingga hanya ada 6 orang perempuan

yang masih aktif hingga saat ini dalam perumusan kebijakan atau

pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Barru. Berikut nama-

nama anggota DPRD Kab.Barru periode 2014-2019 :

Tabel 6.

Anggota DPRD Perempuan di Kabupaten Barru Periode 2014-2019

NO NAMA JABATAN POLITIK

1. Hj. A. Nurhudajah Aksa • Ketua DPRD Kabupaten

Barru

• Ketua Badan Musyawarah

• Ketua Badan Anggaran

2. Ir. Nurhaidah Anggota Komisi 1 dan Anggota

Badan Musyawarah

3. Hj. Marwa S.Sos • Ketua Fraksi Golkar

• Ketua Komisi 2

4. Andi Darwana Anggota Komisi 3 dan Anggota

Badan Musyawarah

5. Hj. Hamsiati Ketua Fraksi PKS

103

6. Nur Hasbiah Main, S.Sos Ketua Badan Legislasi

(sumber : sekretariat DPRD Kabupaten Barru)

Sebagai perumus kebijakan memang dibutuhkan jumlah

perempuan yang lebih lagi, setidaknya meningkat dari angka 6. Hal ini

diungkapkan Ibu Nurhasbiah Main,

“Dalam perumusan kebijakan, keterlibatan perempuan

sebanyak 6 orang tentunya masih sangat kurang. Meskipun

tidak mencapai kuota, Pemerintahan dalam hal eksekutif,

kepala dinas perempuan hanya 1 orang dari 33 dinas yaitu

dinas catatan sipil mengindikasikan kurang, asisten ada

perempuan 1 orang. Legislatif di DPRD mulai terlihat,

Alhamdulillah suara perempuan di DPRD tetap didengarkan

apalagi saat ini ketua disi oleh seorang perempuan. anggota

laki-laki selalu mengharapkan perempuan untuk terlibat.

Saya berharap jumlah itu lebih meningkat lagi.”

(Wawancara, 10 Juli 2017)

Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Ir. Nurhaidah

terkait eksistensi perempuan sebagai pejabat publik,

“Di Barru sendiri, meskipun belum mencapai tapi perempuan

sudah dianggap bisa mulai dari kepala dinas ada 1 orang dan

bebebrapa menduduki di sub bagian dan ketua DPRD kan dari

perempuan, tapi masih peru ditingkatkan dan diperjuangkan.

Harapan saya, artinya kuota perempuan ditingkatkan lagi.

Secara pribadi tidak usah dibatasi sampai 30 persen, masa kita

dibatasi, mari kita berjuang sama-sama.Persoalan domestik

rumah tangga bisa kita atur. Bisa seiring dengan kegiatan diluar

apalagi sebagai pejabat public.” (wawancara, 19 juli 2017)

104

Jadi pada dasarnya secara kuantitas perempuan dalam jabatan

politik di DPRD Kabupaten Barru melalui pengamatan penulis sebagai

masyarakat kabupaten Barru, melalui wawancara dari berbagai

narasumber serta dari data dan literatur, maka kuantitas/jumlah

tersebut dalam partisipasinya menduduki jabatan-jabatan politik

masih kurang.

4. 2. 2. Proses Perancangan Perda APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah

rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang

disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan

dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu

tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31

Desember. Dalam Proses pembentukan Perda APBD ada beberapa

tahapan yang dilakukan yakni tahap perancangan, pembahasan,

sampai penetapannya. Seluruh tahap ini merupakan rangkaian

tahapan penting dan panjang untuk melahirkan kebijakan

penyelenggara pemerintah daerah dalam hal pengalokasian anggaran

daerah selama satu tahun.

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan anggaran

dalam Undang-Undang Keuangan Negara meliputi penegasan tujuan

dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD

105

dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,

pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem

penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan

anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah

dalam penyusunan anggaran.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan

ekonomi. Anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan

stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka

mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali

tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan

secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses

penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan

pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal

ini sesuai dengan yang diungkap oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten

Barru Bapak Rahman, bahwa,

“Setiap kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat seperti tentang kebijakan-kebijakan, perencanan, maupun penganggaran, diharuskan pemerintah dan DPRD membicarakan bersama dan mengeluarkan kesepakatan-kesepakatan. Hal ini berfungsi agar keduanya mampu mengawal pembangunan dan kesejahteraan rakyat”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah

dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran

106

(budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran

(budget operational planning). Sebagai bagian dari kebijakan

anggaran, Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan kebijakan

umum APBD tahun anggaran berikutnya dengan sejalan dengan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kepada DPRD. RKPD

adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun

yang merupakan penjabaran dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Daerah.

Proses perencanaan diawali dari musyawarah perencanaan

pembangunan atau musrenbang yang dilakukan pemerintah daerah

dalam penjaringan aspirasi masyarakat. kegiatan musyawarah

pembangunan daerah atau Musrenbang sebagai sarana untuk

melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di

daerah. Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk

meningktkan efektivitas partisipasi masyarakat, antara lain dengan

melembagakan prosedur Musrenbang dalam peraturan Daerah

(Perda); pengembangan Perda transparansi dan partisipasi;

keterlibatan lebih besar DPRD dalam proses perencanaan;

kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk fasilitasi

pembahasan anggaran; serta pelatihan metodologi dan teknik

prioritisasi alokasi anggaran bagi fasilitator Musrenbang.

107

Selanjutnya, proses perencanaan APBD dilakukan hingga pada

tahap arah kebijakan umum anggaran serta penentuan strategi dan

prioritas APBD. Dasar yang digunakan dalam tahap penyusunan

perencaaan anggaran program daerah yang berasal dari hasil aspirasi

masyarakat yang telah dimasukkan kepada DPRD dan pemerintah

daerah berdasarkan Reses DPRD dan hasil musrenbang serta

dokumen-dokumen perencanaan pembangunan lainnya seperti

RPJPD,RPJMD dan RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu A.Nurhudujah, Ketua DPRD

Barru, bahwa,

“Dalam perancangan, yang dibicarakan itu usulan semua masyarakat dalam musrenbang, semua kegiatan itu dari masyarakat, Semua kegiatan itu ditampung, sesuai dengan usulan dari masyarakat, usulan masyarakat itu disesuaikan visi misi Bupati. Kita tampung semua aspirasi dari masyarakat melalui reses yg tentunya dari pihak legislatif melakukan reses. (wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Proses musrenbang diawali dari musrenbang tingkat Desa,

Kecamatan, hingga Kabupaten. Hal ini dimaksudkan agar program-

program pembangunan yang akan dimasukkan ke dalam APBD

Kabupaten dapat tepat sasaran kepada masyarakat sampai pada

tingkat Desa. Hal ini juga disampaikan oleh Ibu hasbiah, bahwa,

“proses lahirnya perda APBD 2017.Diawali musrenbang di Desa, Kecamatan, hingga Kabupaten. Distulah dibuat program kegiatan untuk 1 tahun. Selanjutnya, untuk APBD 2017 musrenbangnya

108

dilaksanakan tahun 2016. Kalau pembahasan di DPRD itu melalui reses,kemudian dituangkan dalam musrenbang, resesnya itu 3 kali dalam setahun sesuai dengan tata tertib APBD,yakni berdasarkan masa sidang, masa sidang pertama yakni di bulan Maret,ke 2 Juli, ke 3 dimulai Oktober. (wawancara pada tanggal 10 Juli 2017).

Senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Hasbiah, Anggota Badan

Musyawarah DPRD , Bapak H. Saharuddin mengatakan bahwa,

“Proses perencanaan ini dimulai dari perencanaan yang berawal dari perencanaan yang sifatnya dari pemerintah desa, kemudian musrenbang kabupaten. APBD ada kaitannya RPJMD, semua program yang ada di APBD terkait jika tidak ada akan menyalahi aturan. APBD itu ada dua usulan, dari atas dan dari bawah. Musrembang Dari bawah itu mulai dari desa, kecamatan, kabupaten dan disesuaikan dengan RPJMD. Hasil dari itu, kemudian dipersentasekan di kabupaten untuk di prioritaskan di depan tim anggaran. Itu kemudian menjadi usulan APBD disusun berdasarkan RKPD. RKPD itu bersumber dari hasil musrenbang, dari pokok-pokok pikiran DPRD,dari hasil konsultasi public, dari hasil penyesuaian terhadap rencana kerja pembangunan daerah, itu semua di selaraskan,maka lahirlah yang namanya rencana kerja pemerintah daerah itu yang dirumuskan menjadi KUA PPAS, jadi masyarakat tidak terlibat lagi disini, saat musrenbang saja.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017 2017).

Kebijakan umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah

dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan

pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu)

tahun. Kebijakan umum APBD disusun berdasarkan RKPD yang telah

ditetapkan dan dijadikan pedoman dalam rangka penyusuan

rancangan APBD.

Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang

terukur dari program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan

109

dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintah

daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi

belanja daerah, sumber, dan penggunaan pembiayaan yang disertai

dengan asumsi yang mendasarinya.

Program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan

dilaksanakan harus diseleraskan dengan prioritas pembangunan yang

ditetapkan oleh pemerintah, dimana asumsi-asumsi yang

mendasarinya setidaknya mempertimbangkan perkembangan ekonomi

makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan

oleh pemerintah. Program-program yang dimasukkan ke dalam APBD

harus dibuatkan skala prioritas yang disesuaikan dengan visi-misi

Bupati. DPRD akan melihat program-program yang sesuai misalnya

visi misi yang berkaitan dan difokuskan pada infrastruktur, maka

program yang ada harus terkait dengan bidang tersebut dengan

menyesuaikan dengan jumlah anggaran. Setelah mempunyai

kerangka acuan maka dituangkan didalam KUA (kebijakan umum

anggaran) dan PPAS yang berasal dari hasil musrenbang. Setelah

masuk didalam proses perancangan awal RKPD dan ditetapkan

menjadi RKPD maka dilakukan penyusunan kebijakan umum

anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS). Jadi

PPAS merupakan penjabaran dari pada KUA. KUA adalah kebijakan

110

yang memuat seluruh anggaran yang ada dan tertuang didalam KUA

sedangkan PPAS adalah penjabaran dari KUA. PPAS sifatnya

sementara, maksudnya tidak final. Hal ini dikarenakan PPAS dibuat

hanya oleh Eksekutif yang kemudian dimasukkan dan dibahas di

DPRD dan bisa diubah sebab DPRD melihat dari hasil reses dan hasil

penerimaan aspirasi masyarakat yang dikombinasikan. Kemudian

setelah KUA-PPAS sudah disepakati maka dituangkan di dalam

RAPBD. Setelah disepakati, lalu dituangkan kedalam RKA (Rencana

Kerja Anggaran) yang merupakan rencana kerja SKPD. Dari KUA-

PPAS itu melahirkan RAPBD. Masing-masing SKPD membuat RKA

nya untuk dimasukkan kedalam RAPBD. Hal ini sesuai dengan yang

disampaikan oleh Ibu A. Nurhudujah, bahwa,

“Sebelum disetujui kan dibahas dulu secara bersama baik itu dari DPRD dan Pemerintah Kabupaten, setelah diserahkan KUA PPAS ke DPRD, tim anggaran membahas KUA PPAS,kemudian disetujui bersama, setelah disetujui bersama, itulah dasar untuk membuat RAPBD, harus KUA PPAS dulu yang dibuat, itu dasar untuk pembuatan RAPBD, jadi ada semacam Prioritas plafon anggaran sementara, belumpi final itumi disitu dia rancang secara macro atau umum , kalau di KUA PPAS tidak ada kegiatan dimasukkan dalam program, kegiatannya tertuang dalam RAPBD.” (wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Dalam menyusun rancangan KUA, Kepala Daerah oleh Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tim Anggaran Pemerintah

Daerah dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh

sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta

111

melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan

APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat badan perencana daerah,

pejabat badan pengelola keuangan daerah, dan pejabat lainnya sesuai

dengan kebutuhan.

Berdasarkan KUA yang telah disepakati maka disusunlah plafon

dan prioritas anggaran sementara (PPAS). Prioritas dan plafon

anggaran sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan

program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang

diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam

penyusunan RKA-SKPD.

Plafon anggaran sementara adalah jumlah rupiah batas

tertinggi yang dapat dianggarkan oleh tiap-tiap satuan kerja perangkat

daerah, termasuk di dalamnya belanja pegawai sehingga penentuan

batas maksimal dapat dilakukan setelah memperhitungkan belanja

pegawai.

Prioritas adalah suatu upaya mengutamakan sesuatu daripada

yang lain. Prioritas merupakan proses dinamis dalam pembuatan

keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan

komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut .Penetapan

prioritas tidak hanya mencakup keputusan apa yang panting untuk

112

dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat

wewenang/urusan/fungsi atau program dan kegiatan yang harus

dilakukan lebih dahulu dibanding program atau kegiatan yang lain.

Tujuan prioritas terpenuhinya skala dan lingkup kebutuhan masyarakat

yang dianggap paling penting dan paling luas jangkauannya, agar

alokasi sumber daya dapat digunakan dimanfaatkan secara ekonomi,

efisien dan efektif, mengurangi tingkat risiko, dan ketidakpastian serta

tersusunnya program atau kegiatan yang lebih realistis.

Rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara disusun dengan

tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan

pilihan.

2. Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan.

3. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing

program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah

disusun kepada DPRD untuk dibahas.. Pembahasan PPAS dilakukan

oleh TAPD, bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang

telah dibahas paling lambat akhir bulan November tahun anggaran

berjalan disepakati menjadi Perioritas dan Plafon Anggaran (PPA)

dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama

113

antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bapak Rahman, Wakil Ketua DPRD bahwa,

“Pertama masuk KUA-PPAS, kemudian dibahas antar banggar dan TPAD,disepakati,setelah disepakati,pimpinan dan bupati menyepakati,Kemudian masuk rancangannya, ranperda tentang apbd, masuk itu kemudian dibahas. Kalau mekanisme pembahasnnya itu kan pertama masuk dipimpinan, dalam hal ini masuk di Ibu ketua, kemudian dibawa ke badan anggaran, dalam hal ini untuk disesuaikan kemudian dibawa ke badan musyawarah kan di badan musyawarah disepakati jadwal, pada saat pembahasan di bamus dipanggil pemda untuk menyepakati jadwalnya,sudah disepakati jadwal kemudian di bawa ke rapat paripurna”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 17)

Dari pernyataan tersebut, dalam mekanisme perencanaan

RAPBD tahun 2017 ini dilakukan pembahasan. Pembahasan yang

dilakukan lebih awal di badan Anggaran dan kemudian dibawa ke

badan musyawarah. Adapun bentuk keterlibatan perempuan dalam

proses ini berdasarkan data dan pernyataan, ikut terlibat aktif. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan Wakil ketua DPRD, sekaligus

anggota Badan Musyawarah, A. Wawo Mannojengi,

“Keterlibatan perempuan dalam pembahasan, hampir seluruh

perempuan rajin dalam menghadiri rapat pembahasan, dalam siding

pleno maupun dalam paripurna. Dan memang di setiap komisi maupun

badan-badan kelengkapan DPRD diisi oleh perempuan masing-

masing, contohnya di Badan anggaran dan Badan Musyawarah, ada

ibu ketua selaku ketua badan dan yg lainnya sebagai anggota. Mereka

jadi warna tersendiri di DPRD Kabupaten Barru.” (Wawancara, 11 Juli

2017)

114

Terkait dengan pembahasan jadwal di Badan Musyawarah telah

disepakati, pelaksanaan rapat badan musyawarah pada tanggal 13

Desember 2016, dihadiri 14 Anggota hal ini diungkapkan oleh anggota

Badan Musyawarah, Hj. Marwa,

“Jadi dalam perencanaan itu, kan masuk rancangan APBD yg telah

disepakati, maka kita agendakan lagi untuk mekanisme selanjutnya.

Dalam hal ini, di bamus diadakanlah rapat terkait pelaksanaan Rapat

Paripurna tk. I dengan agenda Penyerahan, pemandangan Umum dan

Pembahasan APBD dengan ksepakatan akan dilaksanakan 16

Desember, disitulah kemudian dibahas lagi.” (Wawancara, 11 Juli

2017).

4. 2. 2. Proses Pembahasan Perda APBD

Pada tahap pembahasan, Ranperda APBD dibahas oleh

DPRD dengan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Sebagaimana diketahui Ranperda dapat berasal dari DPRD dan dapat

pula berasal dari inisiatif kepala daerah. Pembahasan rancangan

peraturan daerah lebih dikenal dengan tahap pembicaraan rancangan

peraturan daerah merupakan salah satu tahap pembuatan peraturan

daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan setelah

tahap rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak

dibahas pada sidang paripurna. Selanjutnya, tahap-tahapan

pembahasan dapat dirinci sebagai berikut :

115

1) penyerahan dan penjelasan bupati tentang RAPBD

2) pemandangan umum fraksi

3) jawaban bupati terhadap pemandangan umum fraksi

4) rapat kerja komisi dengan masing-masing mitra kerja

5) rapat badan anggaran

6) laporan akhir komisi

7) penandatanganan persetujuan bersama tentang APBD

8) evaluasi gubernur tentang APBD

9) rapat banggar sebagai finalisasi

Sebelumnya, RAPBD diserahkan dan dibahas bersama DPRD,

RKA-SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati bersama

antara Kepala SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

digunakan sebagai dasar untuk penyiapan Ranperda APBD. Ranperda

ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan daerah yang untuk

selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah. Ranperda tentang

APBD harus dilengkapi dengan lampiran-lampiran berikut ini :

a. Ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan

b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan

organisasi

c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, pendapatan, belanja, dan pembiayaan

116

d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, program, dan kegiatan

e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan

keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka

pengelolaan keuangan negara

f. Daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan

g. Daftar piutang daerah

h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah

i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap

daerah

j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain

k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang

belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran

ini

l. Daftar dana cadangan daerah, dan

m. Daftar pinjaman daerah.

Suatu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa

sebelum disampaikan dan dibahas dengan DPRD, Ranperda tersebut

harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang

bersifat memberikan informasi tentang hak dan kewajiban pemerintah

daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD pada tahun

117

anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi

tentang Ranperda APBD ini dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah

selaku koordinator pengelola keuangan daerah.

Adapun secara teknis, pembahasan RAPBD pada sidang

paripurna dipimpin oleh pimpinan komisi yakni ketua komisi. Rapat

Paripurna dalam rangka penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD

Tahun Anggaran 2017 dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2016.

Kemudian SKPD mempresentasekan program kerja SKPD, yang akan

ditanggapi oleh DPRD. Dalam hal ini, program kerja yang akan

diutamakan adalah program kerja yang sifatnya prioritas dan

menguntungkan masyarakat banyak. Hal ini juga disampaikan oleh

Hasbiah Main bahwa,

“pembahasannya sudah jelas dari jadwal, misalnya Dinas Pendidikan, anggota DPRD hadir dan kemudian dinas terkait disajikan apa-apa saja yang akan dilakukan untuk APBD tahun anggaran 2017, apa yang menjadi programnya, berapa anggarannya. Misalnya anggaran yang diajukan 40 M, apakah sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat, kalau banyak dikurangi atau dianggap sedikit karena berkaitan dengan pendidikan dianggap bersentuhan langsung dengan masyarakat”.(Wawancara pada tanggal 10 Juli 2017).

Senada dengan pelaksanaan pembahasan rancangan APBD,

adapun alur yang diungkapkan Ketua DPRD, Ibu A. Nurhudajah

mengatakan bahwa,

“Dalam pembahasan RAPBD itu dibahas disetiap komisi-komisi, kemudian setelah komisi-komisi membahas, lalu kemudian ada

118

namanya laporan komisi-komisi yg diwakili komisi tersebut itu disitulah pengambilan keputusan untuk persetujuan bersama antara DPRD dengan Bupati, kalau sudah ada persetujuan bersama maka pimpinan DPRD menyerahkan ke Bupati untuk melakukan asistensi/ evaluasi ke gubernur dalam hal ini biro keuangan provinsi, Kemudian setelah ada hasil dari evaluasi itu, dari sana,dibawa lagi ke DPRD di Banggar untuk dibahas bersama, nah kalau sudah ada kesepakatan lagi disitu, maka keluarlah surat keputusan pimpinan, kembali diserahkan ke bupati untuk ditetapkan”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Dalam pembahasan RAPBD ini, harus dihadiri oleh pihak DPRD

dan SKPD-SKPD. Namun, berdasarkan Risalah Rapat /Masa Sidang I

dalam agenda penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD, bahwa

beberapa dari jumlah Anggota DPRD tidak menghadiri Rapat. Seperti

yang diungkapkan Bapak Rahman dalam hasil wawancara berikut,

“Dalam RAPBD Itu harus terlibat semua anggota dewan, semua terlibat dalam pembahasan, karena pembahas kan semua komisi-komisi, nah dalam komisi-komisi kan semua anggota dewan harus ada. Hasil-hasil pembahasan komisi itu, akan dikembalikan kepada badan anggaran, dan badan anggaran yang memutuskan, usulan2 dari misalkan ada permintaan dari komisi, permintaan itu dilaporkan ke badan anggaran, apakah setuju atau tidak. Komisi itu finalnya ada di banggar. Komisi hanya membahas kegiatan-kegiatan SKPD.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Selanjutnya, dalam pembahasan RAPBD, dilakukan dalam 2

tingkatan yang dijelaskan Bapak Rahman ini telah digolongkan

menjadi 2 tingkatan, yaitu Pembicaraan tingkat I dan Pembicaraan

Tingkat II. Pembicaraan Tingkat I mengagendakan tentang

pembahasan RAPBD. Sedangkan Pembicaraan Tingkat II

119

mengagendakan Penetapan RAPBD untuk menjadi APBD. Alur sidang

Pembicaraan Tingkat I sebagai berikut:

Pembicaraan pada Tingkat Pertama

a. Penyampaian Surat Bupati Kabupaten Barru tentang Nota

Keuangan dan Draf Ranperda APBD kepada DPRD Kabupaten Barru

b. Rapat Pimpinan DPRD Kabupaten Barru untuk membicarakan

persiapan Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD

c. Rapat Badan Musyawarah DPRD dalam rangka penyusunan

dan penetapan jadwal pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD

d. Rapat Fraksi-Fraksi DPRD Kabupaten Barru untuk

membicarakan persiapan Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD

e. Rapat Badan Anggaran DPRD dalam rangka persiapan

Pembahasan RAPBD

f. Penyerahan secara resmi Nota Keuangan dan RAPBD oleh

Kepala Daerah kepada DPRD Kabupaten Barru dalam rapat Paripurna

DPRD

g. Penjelasan DPRD Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan

dan RAPBD dalam Rapat Paripurna DPRD

h. Fraksi-Fraksi DPRD menyampaikan Pemandangan Umum

Fraksi atas penjelasan Bupati Kabupaten Barru terhadap Nota

Keuangan dan RAPBD melalui Rapat Paripurna DPRD

120

i. Bupati menyampaikan jawaban atas Pemandangan Umum

Fraksi-Fraksi DPRD terhadap RAPBD pada Rapat Paripurna DPRD

j. Komisi-Komisi DPRD melakukan Rapat Kerja bersama SKPD

terkait yang menjadi mitra kerja dalam rangka pembahasan RAPBD

k. Komisi-komisi DPRD melakukan kunjungan kerja di wilayah

Kabupaten Barru dan di luar Kabupaten Barru dalam rangka untuk

menampung, menerima masukan, menerima saran dan pendapat

terkait pembahasan RAPBD

l. Komisi-komisi DPRD melakukan Rapat Kerja bersama SKPD

terkait dalam rangka lanjutan pembahasan RAPBD berdasarkan hasil

kajian dari hasil kunjungan kerja komisi-komisi DPRD

m. Rapat Gabungan Komisi DPRD dalam rangka menyampaikan

hasil rapat kerja komisi-komisi DPRD bersama Pemerintah Kabupaten

Barru untuk dilanjutkan kepada Badan Anggaran DPRD

n. Badan Anggaran DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah

Kabupaten Barru melakukan Rapat Badan Anggaran dalam rangka

finalisasi pembahasan RAPBD dan persiapan pembahasan tahap

akhir.

Berdasarkan dokumen-dokumen pelengkap yang didapatkan

dari objek penelitian seperti Risalah Rapat, maka dapat dijelaskan

secara umum kegiatan dan poin-poin penting dalam rapat

121

pembahasan RAPBD 2017 antara Pemerintah Daerah dan DPRD.

Gambaran pelaksanaan sidang dijelaskan sebagai berikut.

Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat I dengan agenda

Penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017 dan

penjelasan Bupati Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan dan

RAPBD Tahun Anggaran 2017. Sidang pembahasan dengan agenda

yang dimaksud merupakan sidang yang terbuka untuk umum dan

dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2016 pukul 09.00-selesai

Wita dengan dihadiri oleh 19 Anggota DPRD Kabupaten Barru.

Hal-hal penting yang tersirat dalam pembahasan sidang

tersebut bahwa adanya penjelasan dari pimpinan DPRD yang

menyatakan bahwa proses pelaksanaan penyusunan RAPBD diawali

dengan penyusunan KUA/PPAS yang telah disepakati bersama antara

Pemerintah Kabupaten Barru dengan DPRD Kabupaten Barru, untuk

dijadikan acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD Tahun

Anggaran 2017. Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBD Tahun

Anggaran 2016 dibahas sesuai mekanisme DPRD sebagaimana diatur

dalam tata tertib DRPD yang diawali dengan rapat pimpinan Diperluas

DPRD dan rapat Badan Musyawarah DPRD yang dilaksanakan pada

tanggal 20 Desember 2016, untuk persiapan pembahasan dan

penyusunan jadwal pembahasan.

122

Rapat Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi dan atas

Penjelasan Bupati terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun

Anggaran 2017. Rapat pemandangan umum fraksi dilakukan pada

tanggal 15 Desember 2016 pukul 09.00- selesai WITA. Rapat ini

merupakan rapat ini bersifat terbuka, yang dihadiri oleh 19 anggota

DPRD Kabupaten Barru, pemerintah Kabupaten, undangan, dan para

SKPD yang berada dalam lingkup pemerintahan Kabupaten Barru.

Dalam sidang tersebut terdapat 7 fraksi yang menyampaikan

pemandangan umum atas penjelasan Bupati Barru terhadap Nota

Keuangan, dan RAPBD Tahun Anggaran 2017. Fraksi-fraksi tersebut

antara lain :

1) Fraksi Golkar : Hj. Marwa S.sos

2) Fraksi Partai Nasdem : Lukman T

3) Fraksi partai PKS : Hj. Hamsiati

4) Fraksi partai PDI-P : Drs. Arifai Muin

5) Fraksi partai Gerindra : Andi Arqam Anwar

6) Fraksi Demokrat : A. Baso Mannan, S.Sos

7) Fraksi PPP : H. Sirua Mustafa

Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut terdapat

beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan tanggapan dari

Pemerintah Kabupaten. Secara umum, pemandangan umum fraksi

123

DPRD menyampaikan rekomendasi, saran, pertanyaan pada setiap

kebijakan anggaran, dan pernyataan serta kesepakatan terhadap

belanja daerah yang disusun berdasarkan pendekatan Money Follows

Program kepada Pemerintah Kabupaten Barru. Hal ini dilakukan agar

Pemerintah Kabupaten lebih serius terhadap pelaksanaan program

kinerja sehingga berjalan maksimal mengingat pada saat tersebut

Pemerintahan Kabupaten dianggap memasuki masa transisi sehingga

diperlukan kehati-hatian dalam mengelola kebijakan keuangan daerah

agar segala yang diharapkan dapat tercapai.

Pernyataan dan rekomendasi dari fraksi melahirkan pertanyaan-

pertanyaan yang intinya tentang antara lain: pertanyaan mengenai

besaran yang dialokasikan pada program tertentu; upaya keefektifan

dan keefisienan penggunaan anggaran dalam pembangunan; strategi

Pemerintah Kabupaten pada pengalokasian anggaran dalam

pengalihan beberapa kewenangan seperti urusan pengelolaan

pendidikan menengah, kesehatan, ketenagakerjaan, EESDM dan

perhubungan; dan upaya Pemerintah Daerah agar tidak mengalami

defisit.

Pemandangan umum fraksi inilah yang menggambarkan sikap

politik fraksi di DPRD Kabupaten Barru tentang RAPBD yang

ditawarkan pemerintah daerah. Pemandangan umum dari fraksi-fraksi

124

di DPRD kiranya dapat dilihat bahwa substansi pokok dalam

pemandangan umum tersebut mengharapkan lahirnya Perda APBD

2017 yang nantinya akan lebih berorientasi kepada kepentingan

masyarakat. Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Fraksi Golkar, Hj.

Marwa,

“Terkait pembahasan, diberikan kesempatan untuk memberikan

pandangan fraksi, kan ada 7 fraksi di DPRD Kabupaten Barru. Jadi

prosesnya itu setiap fraksi menyampaikan hal terkait dengan APBD,

bagaimana menurut Golkar, PKS misalnya terhadap APBD ini, setuju

atau tidak dengan kebijakan yang diajukan, apa kemudian yang

menjadi kritikan”. (Wawancara, 11 Juli 2017)

Senada dengan hal tersebut, Hj. Hamsiati mengatakan peran fraksi

dalam pemberian kritik maupun saran dalam pembahasan, yakni

“ Kalau kami di PKS, selama ini belum pernah menolak kebijakan tapi

tentu ada catatan-catatan pada poin tapi itu tidak berarti kita tidak

mengkritik, selalu ketika kebijakan tersebut tidak mesti pada porosnya.

Seperti 2016 kemarin ada beberapa hal yang menjadi catatan penting

untuk penyusunan APBD, seperti penyerapan anggaran kurang, PAD

tidak mencapai seratus persen. Tentuna ada sikap terkait pembahasan

APBD.” (Wawancara, 11 Juli 2017)

Jawaban Bupati Kabupaten Barru atas Pemandangan Umum

Fraksi tersebut terhadap Nota keuangan dan RAPBD Tahun

Anggaran 2017. Berkaitan dengan penyampaian pemandangan umum

fraksi, maka pemerintah daerah berkewajiban untuk memberikan

tanggapan atau jawaban. Inti dari jawaban pemerintah daerah bahwa

125

pembiayaan semua program yang dituangkan dalam RAPBD

merupakan program sesuai dengan aturan yang mengaturnya baik

pada pembagian porsi anggaran. Bentuk penganggaran, serta

perumusan program merupakan sinkronisasi dari program yang lebih

tinggi dan berdasar pada dokumen-dokumen perencanaan

pembangunan.

Rapat Jawaban Bupati Kabupaten Barru atas Pemandangan

Umum Fraksi terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran

2017 merupakan rapat yang bersifat terbuka untuk umum yang

dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016, Pukul 09.00 Wita s/d

selesai yang dihadiri oleh 19 anggota DPRD Kabupaten Barru, serta

pemerintah daerah, undangan dan para SKPD yang berada dalam

lingkup pemerintahan daerah Kabupaten Barru. Anggota Fraksi DPRD

telah menyampaikan Pemandangan Umum atas Penjelasan Bupati

Kabupaten Barru terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun

Anggaran 2017, dimana pada umumnya menyampaikan tanggapan,

saran, pendapat maupun pertanyaan yang perlu mendapat jawaban

dari Pemerintah Kabupaten Barru.

Setelah mendengarkan Jawaban Bupati atas Pemandangan

Umum Fraksi-Fraksi terhadap Nota Keuangan dan RAPBD Tahun

Anggran 2017, maka selanjutnya pemberian kesempatan kepada

126

Anggota Fraksi Pembawa Pemandangan Umum untuk memberikan

tanggapan balik atas Jawaban Bupati yang baru saja didengarkan

bersama. Pemandangan umum fraksi DPRD menyatakan setuju untuk

dilanjutkan pembahasan pada tahap berikutnya.

1. Pembahasan Tahap Akhir terhadap Ranperda APBD Tahun Anggaran

2017

Rapat Pembahasan Tahap Akhir terhadap Ranperda APBD

Tahun Anggaran 2017 dilakukan pada tanggal 22 s/d 24 Desember

2016, dimana dimulai dari pukul 09.00 Wita s/d selesai yang dihadiri

oleh 19 anggota DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten

Barru. Sebelum diadakannya rapat ini terlebih dahulu dilaksanakan

kunjungan kerja komisi-komisi dalam rangka pembahasan RAPBD

Tahun Anggaran 2017. Adapun rangkaiannya sebagai berikut :

a. Kamis, 22 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita diadakan Rapat

Kerja Komisi-komisi bersama Pemerintah Daerah dalam rangka

pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017 dan dilanjutkan

dengan Rapat Gabungan Komisi untuk menyampaikan Laporan

Hasil Rapat Kerja Komisi-komisi. Dengan Jumlah anggota DPRD

yang hadir 17 orang.

b. Jumat, 23 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita diadakan rapat

gabungan komisis, pembahasan ranperda tentang APBD

127

Kabupaten Barru Tahun anggaran 2017 dengan jumlah anggota

DPRD yang hadir 16 orang.

c. Sabtu, 24 Desember 2016 pada jam 09.00 Wita s/d selesai

kembali diadakan rapat gabungan komisi dan pembahasan APBD

Tahun anggaran 2017 dengan jumlah anggota DPRRD yang hadir

15 orang.

Rapat Badan Anggaran DPRD Kabupaten Barru membicarakan

Pembahasan Tahap Akhir terhadap Pembahasan RAPBD Tahun

Anggaran 2017. Rapat Badan Anggaran dilaksanakan untuk

mendengarkan hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi DPRD bersama

Pemerintah Kabupaten Barru dalam rangka pembahasan Tahap

Akhir terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017.

Ketua DPRD menyatakan bahwa setelah mendengarkan

masukan dan penjelasan dari masing-masing Komisi dan Anggota

Badan Anggaran dan Tim TAPD Pemerintah Kabupaten Barru, maka

kesimpulan rapat adalah : Pimpinan DPRD memberikan kesempatan

kepada Komisi-Komisi yang belum menyelesaikan pembahasannya,

agar segera menyelesaikan pembahasan secepatnya sehingga

jadwal asistensi di provinsi dapat dilaksanakan secepatnya.

128

2. Rapat Finalisasi Pembahasan Ranperda APBD Tahun Anggaran 2017

dan penyampaian Laporan Hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi terhadap

RAPBD Tahun Anggaran 2017.

Rapat Finalisasi Pembahasan Ranperda APBD Tahun

Anggaran 2017 dan penyampaian Laporan Hasil Rapat Kerja Komisi-

Komisi terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dilakukan pada

tanggal 29 Desember 2016 Pukul 15.00 s/d 16.30 Wita yang dihadiri

oleh 16 anggota DPRD, Sekretaris Daerah serta Tim Anggaran

Pemerintah Kabupaten Barru.

Rapat Badan Anggaran DPRD Kabupaten Barru membicarakan

kondisi Hasil Rapat Kerja Komisi-Komisi dan Finalisasi terhadap

Pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017. Rapat Badan Anggaran

DPRD dilaksanakan untuk mendengarkan Laporan hasil Rapat kerja

Komisi-Komisi DPRD bersama Pemerintah Kabupaten Barru dalam

rangka pembahasan Tahap Akhir terhadap RAPBD Tahun Anggaran

2017 dan Finalisasi pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017,

masing-masing Komisi menyampaikan hasil akhir rapat kerja bersama

dengan mitra kerja masing-masing.

Rapat Badan Anggaran DPRD merupakan kondisi Hasil Rapat

Kerja Komisi-Komisi dalam rangka pembahasan Tahap Akhir terhadap

129

RAPBD dan Finalisasi terhadap Pembahasan RAPBD dengan pilihan

setuju atau tidak setuju dengan penetapan persetujuan APBD tahun

Anggaran 2017 kemudian diketuk palu pada tanggal 30 Desember.

Semua Fraksi setuju dengan penetapan RAPBD, namun disertai

beberapa penyampaian hasil rapat kerja bersama mitra kerjanya

masing-masing. Penyampaian hasil akhir rapat diajukan oleh komisi

disampaikan secara langsung dalam sidang pembahasan yang

dibacakan oleh masing-masing komisi.

Setelah mendengarkan masukan dan penjelasan dari masing-

masing Komisi dan Anggota Badan Anggaran dan Tim TAPD

Pemerintah Kabupaten Barru, Ketua DPRD membacakan kesimpulan

rapat yakni :

1. Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Barru dalam rangka Persetujuan

Bersama terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 yang didahului

dengan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi akan

dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2016 pada pukul 09.00

wita.

2. Pembahasan Akan dilanjutkan setelah ada hasil evaluasi Biro

Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap RAPBD tahun

Anggaran 2017 melalui Rapat Kerja Badan Anggaran DPRD

130

bersama Tim TAPD Kabupaten Barru dalam rangka

penyempurnaan RAPBD Tahun Anggaran 2017.

Dalam proses pembahasan tersebut diatas, DPRD harus

melihat setiap usulan program kegiatan yang disampaikan oleh

Eksekutif. Setiap program harus betul-betul sesuai dengan proses

perencanaan dari awal dan berorientasi pada kepentingan masyarakat

Kabupaten Barru. Jika ada program dan kegiatan yang di usulkan

yang masuk lantas tidak memenuhi syarat, program tersebut akan

dihapus dari RAPBD. Sebelum membahas RAPBD, yang harus

dibahas terlebih dahulu adalah APBD perubahan. Secara sederhana,

perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah

untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan

yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada

meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau

sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang ungkapan oleh Ibu A.

Nurhudajah :

“Sebelum membahas RAPBD, yang harus dibahas adalah APBD Perubahan. Setelah itu, pembahasan selanjutnya membicarakan APBD Pokok. Jadwalnya pun telah ditentukan, yaitu pada pertengahan bulan 11 hingga 30 desember”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Setelah RAPBD dibahas bersama oleh DPRD dan Bupati,

kemudian diserahkan kepada Pihak Provinsi untuk diperiksa. Hal ini

131

dimaksudkan agar RAPBD yang akan ditetapkan sesuai dengan

perencanaan dan dokumen-dokumen lain yang dijadikan dasar seperti

Visi Misi Kepala Daerah, RPJMD dan lainnya. Hal ini sesuai hasil

wawancara dengan Bapak Andi Haeruddin, Anggota Badan Anggaran,

yaitu,

“Setelah rancangan APBD itu dibahas dan disetujui, rancangan itu

kemudian dibawa ke provinsi untuk dilakukan asistensi, nanti disana asistensi, ini tidak bisa misalnya, ini boleh, ini harus sesuai dengan ini, hasilnya itu dibahas lagi antara TAPD dengan Banggar yang ada di DPRD, itu dibahas bersama sama, TAPD itu eksekutif dan banggar itu legislative, dibahas, penyesuaian2, lalu disepakati, disepakati maka yang diambil lakukan adalah penetapan RAPBD menjadi APBD di DPRD”. (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017).

Selama pembahasan RAPBD berlangsung, dalam setiap

sidang, terkadang terjadi perdebatan antara berbagai pihak yakni dari

Eksekutif dan Legislatif. Perdebatan-perdebatan dilatar belakangi

berbagai masalah, salah satunya adalah mengenai anggaran yang

diusulkan ketika rapat bersama DPRD yang diperdebatkan. Hal ini

dicontohkan oleh Ir. Nurhaidah sebagai berikut.

“Dalam pembahasan APBD, tentunya ada aspirasi yang

menjadi ajuan dari legislator perempuan sesuai dengan hasil reses di

tiap dapil yang dianggap menjadi prioritas yang terkadang luput

menjadi perhatian pada APBD, pembahasan terkadang rumit dalam

hal meng-goalkan yang menjadi aspirasi. Apalagi kondisi forum

didominasi oleh laki-laki, tapi dari perempuan selalu memperjuangkan

hal itu”. (Wawancara pada tanggal 12 Juli 2017).

132

Hal diatas yang terjadi merupakan hal yang lumrah sebab dalam

menentukan pilihan yang orientasinya kepada kepentingan

masyarakat tentu akan mengelurkan banyak pemikiran dan perbedaan

pendapa. Pada tahap pembahasannya, sering terjadi perbedaan

pandangan, hal ini disebabkan pihak eksekutif dan legislatif susah

bertemu pendapatnya, karena berbagai kepentingan dari kedua belah

pihak, sehingga kondisi dalam sidang terkadang alot. Seperti yang

diungkapkan A. Haeruddin :

“Masing-masing anggota DPR aktif termasuk perempuan, aktif

memberikan saran. APBD minimal kita ketahui apa yang akan

dilakukan SKPD. Mereka meberikan warna. Warna yang saya

maksudkan yaitu memang perempuan aktif dalam memberikan

masukan dalam pembahasan. Kritis mereka, kalau ada yang memang

dianggap menjadi perhatian mereka lebih bisa melihat cela itu

dibanding kami.” (wawancara, 12 Juli 2017)

Pada proses pembahasan yang sering terjadi perbedaan

pandangan, menjadi perhatian ibu ketua DPRD untuk menyikapi hal

tersebut, menurut A. Wawo :

“Sesuai fungsinya memimpin rapat, mengambil keputusan,

mendengarkan pendapat. Sama halnya ketika laki-laki, intinya

pimpinan tidak bisa mengintervensi peserta. Ibu ketua bijaksana dalam

hal memberikan pendapat terkait perbedaan di pembahasan, tentunya

disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur.

Dari pernyataan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa

kebijakan- kebijakan yang lahir dalam pembahasan APBD memang

133

merupakan sebuah peluang bagi kaum perempuan namun hal itu

kiranya dijadikan motivasi untuk membekalkan dirinya dengan lebih

pengalaman dan pendidikan politik.

“ …Hal ini tentunya berkaitan dengan perekrutan calon

perempuan yang tidak memiliki kemampuan dalam politik akan

menjadi boomerang sendiri bagi demokrasi di negara ini terlebih

ketika berada dalam legislatif, bersyukur hamper semua anggota

perempuan mumpuni dalam tugas yag diemban.” lanjut A. Wawo.

(Wawancara, 12 juli 2017)

Sebagian besar informan menyatakan merupakan sebuah jalan

yang baik bagi perempuan-perempuan yang memiliki minat politik

dan kepemimpinan untuk membekalkan dirinya jauh- jauh hari

sebelumnya karena pada zaman sekarang ini tidak ada lagi

deskriminasi atau marginalisasi bagi kaum perempuan. Saatnya

perempuan mengoptimalkan peluang yang telah dibuka. Dengan

adanya kebijakan dan kesempatan, maka negara pada umumnya dan

daerah pada khususnya membutuhkan perempuan-perempuan yang

berkualitas untuk menyumbangkan segenap fikiran dan tenaganya

bersama kaum laki-laki untuk bekerja sama membangun bangsa

yang lebih baik lagi. Disampaikan oleh Ibu Nurhasbiah,

“ Dilihat dari segi nilai, jumlah anggota laki-laki lebih besar tapi

saya melihat dalam prosesnya tidak ada dominasi. Hampir setiap

pembahasan dengan komisi pula, perempuan hadir, disesuaikan

jadwal, jadi misalnya satu hari dengan 10 SKPD. Dalam pembahasan

134

APBD pun luar biasa perdebatan. Berdebat dengan pendapat masing-

masing tentunya sesuai dengan aspirasi dapil, semisal saya kemarin

dapil I, ada aspirasi jalan yang menjadi maslah untuk masyarakt,

tentunya disampaikan dengan pertimbangan dengan melihat porsi

anggaran tiap wilayah. Untuk program itupun, dipertahankan dan

Alhamdulillah disepakati.” (Wawancara, 10 juli 2017)

4. 2. 3. Proses Penetapan Perda APBD

Setelah RAPBD dibahas bersama Eksekutif dan Legislatif dan

diserahkan kepada Provinsi dalam hal ini akan diasistensi di biro

keuangan. Tahapan terakhir adalah menetapkan ranperda APBD dan

rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang

telah dievaluasi tersebut menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD paling lambat

tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Pada proses

penetapan RAPBD dilakukan oleh pihak Eksekutif dan Legislatif. Hal

ini sesuai hasil wawancara dengan Bapak A. Haeruddin bahwa,

“Setelah RAPBD dibahas dalam rapat paripurna bersama Bupati dan DPRD, barulah kita menetapkan apbd, jadi kita menetapkan apbd itu setelah hasil konsultasi. Kita asistensi namanya, di bedah itu apbd. Yang kesana tinggal kita banggar dengan tpad. Setelah kita ada hasil rapat disana,kita nunggu hasilnya dari provinsi.” (wawancara pada tanggal 12 Juli 2017).

Penetapan RAPBD menjadi APBD di Kabupaten Barru dilaksanakan

pada bulan Desember 2016. Seperti yang diungkapkan Ketua DPRD

Kabupaten Barru, Ibu A. Nurhudajah Aksa, bahwa,

135

“Kemudian kalau apbd tahun 2017 ini kita tetapkan pas tggl 30 desember 2016. Jadi itu urutan-urutannya, yang sudah dilaksanakan mulai dari penyusunan sampai pembahasan bersama pemerintah daerah, Alhamdulillah tepat waktu berdasarkan peraturan menteri dalam negeri tentang penyusunan, jadi kita tidak kena sanksi.” (Wawancara pada tanggal 11 Juli 2017 2017).

Penetapan RAPBD tersebut masuk dalam tahap Pembicaraan Tingkat

II dengan dilaksanakan dengan sidang paripurna. Alur Pembicaraan Tingkat

II dijelaskan pada poin-poin sebagai berikut.

Pembicaraan pada Tingkat Kedua

a. Persetujuan bersama terhadap RAPBD antara Pemerintah Daerah

Kabupaten Barru dengan DPRD Kabupaten Barru yang didahului oleh

penyampaian laporan akhir komisi-komisi DPRD dalam Rapat

Paripurna DPRD

b. Pendapat akhir Bupati persetujuan bersama terhadap RAPBD melalui

Rapat Paripurna DPRD

c. Pemerintah Kabupaten Barru bersama Badan Anggaran DPRD

Kabupaten Barru menyampaikan RAPBD dan Rancangan Peraturan

Bupati tentang penjabaran RAPBD kepada Biro keuangan Provinsi

Sulawesi Selatan untuk dilakukan evaluasi

d. Hasil evaluasi RAPBD dan Rancangan Peraturan Bupati tentang

penjabaran RAPBD oleh Provinsi, Badan Anggaran DPRD bersama

Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Barru melakukan Rapat Badan

136

Anggaran untuk melakukan penyempurnaan dan rasionalisasi

terhadap hasil evaluasi RAPBD dan Penjabaran RAPBD.

e. Hasil penyempurnaan RAPBD dan Rancangan Peraturan Bupati

tentang Penjabaran RAPBD sesuai hasil evaluasi di provinsi,

ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD tentang

Penyempurnaan RAPBD.

Secara ringkas, pembahasan tingkat II digambarkan dalam skema

sebagai berikut.

Gambar 3. Tahap Pembahasan Kedua

Selanjutnya, teknis dalam sidang Rapat Paripurna pembicaraan

Tingkat 2, tentang Penetapan Persetujuan Program Pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Barru dan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi

terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dijelaskan sebagai berikut.

Rapat paripurna DPRD

dalam rangka persetujuan

bersama terhadap RAPBD

Penyampaian RAPBD dan

perda tentang penjabaran

rapbd kepada Biro Keuangan

Provinsi

Keputusan pimpinan dprd tentang

penyempurnaan rapbd hasil evaluasi

di Provinsi

Rapat badan anggaran dprd

bersama tim anggaran pemerintah

Kabupaten Barru dlm rangka

penyempurnaan rapbd hasil

evaluasi di provinsi

Penetapan peraturan daerah tentang

APBD oleh bupati

137

Rapat Paripurna Penetapan Persetujuan Program Pembentukan

Peraturan Daerah Kabupaten Barru dan Penyampaian Laporan Akhir Komisi-

Komisi terhadap RAPBD dilakukan pada tanggal 30 Desember 2017 Pukul

10.30 s/d 11.45 wita, rapat ini terbuka untuk umum,dihadiri oleh anggota

DPRD, pemerintah Kabupaten, para undangan dan para SKPD yang berada

dilingkup pemerintahan Kabupaten Barru. Rapat Paripurna DPRD Kabupaten

Barru, memiliki beberapa agenda didalamnya, diantaranya :

a. Persetujuan Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten

Barru Tahun 2017.

b. Penandatanganan keputusan DPRD dan Persetujuan bersama

DPRD Kabupaten Barru dengan Pemerintah Daerah Kabupaten

Barru.

Berdasarkan ketentuan pasal 239 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada

prinsipnya menyebutkan bahwa Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah

dilakukan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah yang disusun oleh

DPRD dan Kepala Daerah untuk jangka waktu 1(satu) tahun berdasarkan

skala prioritas pembentukan rancangan Peraturan Daerah yang selanjutnya

ditetapkan dengan keputusan DPRD, Penyusunan dan Penetapan program

pembentukan Peraturan Daerah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan

RAPBD.

138

Berdasarkan ketentuan tersebut, Badan Pembentukan Peraturan

Daerah DPRD Kabupaten Barru menyampaikan Program Pembentukan

Peraturan Daerah Tahun 2017, setelah mendengarkan bersama

penyampaian Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2017 yang

telah disampaikan oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD

Kabupaten Barru. Namun, untuk penegasannya ditanyakan kepada seluruh

anggota DPRD tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun

2017 tersebut dapat ditetapkan menjadi Keputusan DPRD atau tidak.

Anggota DPRD semua setuju Pembentukan Peraturan Daerah dapat

ditetapkan menjadi Keputusan DPRD.

Untuk mengetahui Rancangan Keputusan DPRD Kabupaten Barru

tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barru tahun

2017, Sekretaris DPRD membacakan Naskah Rancangan Keputusan DPRD

dimaksud. Setelah itu, acara penandatanganan Keputusan dan persetujuan

bersama oleh Ketua DPRD dan Bupati Kabupaten Barru.

Selanjutnya pada kesempatan Rapat Paripurna DPRD Kabupaten

Barru, disampaikan Laporan Akhir Komisi-Komisi terhadap Rancangan

Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2017. Sebelumnya diawali

dengan tahapan-tahapan pembahasan sebagai berikut :

139

• Proses Pembahasan Ranperda APBD Kabupaten Barru Tahun

Anggaran 2017,didasarkan Penyampaian Surat Bupati, perihal

Penyampaian Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017.

Dengan dasar surat tersebut, Pimpinan DPRD menyepakati bahwa

Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017, diproses

sesuai mekanisme DPRD.

• Pada tanggal 15 Desember 2016 dilaksanakan Rapat Paripurna

DPRD dalam rangka penyerahan Nota Keuangan dan RAPBD

Tahun Anggaran 2017 dan dilanjutkan Penjelasan Bupati terhadap

Nota Keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran 2017.

Kemudian pada siang hari, dilaksanakan Rapat Paripurna

DPRD untuk penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD

atas Penjelasan Bupati Kabupaten Barru. Dan dilanjutkan Rapat

Paripurna DPRD untuk mendengarkan Jawaban Bupati Kabupaten

Barru atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD. Pada tanggal

22 - 24 Desember 2016, dilaksanakan Rapat Kerja Komisi-Komisi

DPRD bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Barru.

Setelah melalui tahapan-tahapan pembahasan berikut, akhirnya

pada tanggal 27 Desember 2016, dilaksanakan Rapat Pimpinan

diperluas dalam rangka Persiapan Penyampaian Program

Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2017 dan persiapan

140

Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi terhadap RAPBD Tahun

Anggaran 2017, kemudian dilanjutkan Rapat Badan Anggaran DPRD

bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Barru

melakukan Rapat Finalisasi pembahasan terhadap RAPBD Tahun

Anggaran 2017. Penyampaian Laporan Akhir Komisi-Komisi dan fraksi

terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2017 dijabarkan sebagai berikut :

. Dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada Tahun

Anggaran 2017, setelah mempertimbangakan beberapa sisi, baik

substanstif maupun daya dukungnya, maka pemerintah daerah

merencanakan pendapatan daerah sebesar Rp 850,4 milyar lebih

dengan perencanaan belanja sebesar Rp 858,2 milyar lebih. Sehingga

kondisi deficit anggaran antara pendapatan dengan belanja sebesar

tujuh milyar lebih, dapat diatasi dengan sisa lebih perhitungan

anggaran tahun lalu.

Dalam mencermati ranperda APBD Tahun 2017, pihak DPRD

melalui rapat-rapat antara komisi-komisi di DPRD dengan mitra satuan

kerjanya maupun dalam internal fraksi, maka terhadap Ranperda

APBD Tahun 2017, dapat disimpulkan sebagai berikut :

141

1. Bahwa Program dan Kegiatan yang direncanakan Tahun 2017

diharapkan tetap mempriotaskan kesinambungan pembangunan

sebagaimana yang telah menjadi kebijakan dalam anggaran tahun

lalu.

2. Rencana belanja, sedapat mungkin diperuntukkanuntuk

membiayai objek-objek yang mendesak dan strategis, diantaranya

pembiayaan untuk kegiatan yang sudah berjalan namun

membutuhkan peningkatan volume maupun kualitas

3. Rencana anggaran yang tertuang dalam APBD tahun 2017

diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan,

kesehatan dan pertanian dalam arti luas diantaranya melalui

pembangunan infrastruktur kesehatan dan penataan prosedur

standar pelayan kesehatan: di bidang pendidikan melalui

pembenahan pelaksanaan pendidikan gratis, pembangunan

infrastruktur pendidikan dan sebagainya; dan pembangunan

fasilitas produksi pertanian; yang diharapkan dapat lebih

berkesinambungan melalui APBD Tahun Anggaran 2017.

4. Untuk mewujudkan kesinambungan pelayanan dan peningkatan

kualitas pelayanan terhadap kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan sehingga lebih baik,

khususnya pelayanan kependudukan, daya dukung secretariat

daerah dan secretariat DPRD.

142

5. Secara khusus memberi perhatian kepada eksekutif agar

meningkatkan daya serap APBD secara proporsional melalui

sistem manajemen pengelolaan keuangan yg baik, terutama yang

terkait dengan koordinasi lintas sektoral dalam disbursement

(pencairan) anggaran daerah agar tidak mengalami keterlambatan.

Dengan memperhatikan hal tersebut penyerapan anngaran dapat

dioptimalkan, karena dapat mempengaruhi mobilitas kinerja

aparatur dan kinerja mitra pemerintahan daerah.

6. Terhadap peningkatan kinerja aparat khususnya Aparatur Sipil

Negara melalui peningkatan kesejahteraan dan pemerataan akses

dan peluang peningkatan kualitas SDM

7. Terhadap peningkatan pengawasan pelaksanaan program dan

kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,

kinerja inspektorat perlu ditingkatkan dengan bersinergi dengan

lembaga pengawasan lain. Pengawasan yang dimaksud juga

diprioritaskan pada kegiatan Alokasi Dana Desa.

Setelah mendengarkan bersama penyampaian Laporan Akhir

fraksi yang disampaikan oleh juru bicara Komisi yang diwakili 1 orang,

maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya DPRD dapat

menerima RAPBD Tahun Anggaran 2017 untuk disetujui menjadi

Persetujuan Bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten Barru. Selanjutnya, Ranperda APBD Tahun Anggaran

143

2017 telah disetujui bersama DPRD Kabupaten Barru dengan

Pemerintah Daerah Kabupaten Barru untuk ditetapkan menjadi

Peraturan Daerah. Untuk mengetahui Rancangan Persetujuan DPRD

Kabupaten Barru tentang Ranperda APBD Tahun Anggaran 2017,

kemudian Sekretaris DPRD membacakan Naskah Rancangan

Persetujuan DPRD. Selanjutnya diadakan acara penandatanganan

persetujuan bersama oleh ketua DPRD dan Bupati Barru.

Matriks 1. Partisipasi Perempuan dalam Proses Pembentukan

Peraturan Daerah tentang APBD di DPRD Kabupaten Barru.

NO. TAHAPAN

PEMBENTUKAN AGENDA ANALISIS

1.

Perancangan

1. Surat Bupati perihal

penyampaian

rancangan

KUA/PPAS kepada

DPRD

2. Pimpinan DPRD

membahas surat

Bupati perihal

penyampaian

Adapun bentuk

keterlibatan perempuan

dalam proses ini

berdasarkan data dan

pernyataan, ikut terlibat

aktif. Hal ini bisa dilihat di

setiap badan-badan

kelengkapan DPRD diisi

oleh perempuan masing-

144

KUA/PPAS APBD

3. Rapat badan

musyawarah DPRD

dalam rangka

penyusunan dan

penetapan jaadwal

pembahasan

4. Rapat badan

anggaran dalam

rangka membahas

KUA/PPAS APBD

5. Rapat Pimpinan

diperluas DPRD

dalam rangka

penandatanganan

kesepakatan

bersama antara

pemerintah

Kabupaten dengan

DPRD terhadap

KUA/PPAS APBD

masing, contohnya di

Badan anggaran dan

Badan Musyawarah, ada

ibu ketua selaku ketua

badan dan yg lainnya

sebagai anggota. Terkait

dengan pembahasan

jadwal di Badan

Musyawarah telah

disepakati, pelaksanaan

rapat badan musyawarah

pada tanggal 13

Desember 2016, dihadiri

14 Anggota diantaranya

anggota dewan

perempuan. Dan

ditetapkan bahwa

pembahasan

dilaksanakan pada

tanggal 16 Desember

2016.

145

2. Pembahasan 6. Penyampaian surat

bupati ttg nota

keuangan dan draf

ranperda APBD

kepada DPRD

7. Rapat pimpinan

DPRD perihal surat

bupati

8. Rapat bamus

perihal penyusunan

dan penetapan

jadwal

pembahasan

9. Rapat fraksi-fraksi

DPRD terkait

persiapan

pembhasan

10. Rapat komisi-

komisi

11. Rapat Badan

• 16 Desember 2016

pukul 09.00-selesai

Wita dengan dihadiri

oleh 19 Anggota DPRD

penyerahan nota dan

penjelasan bupati yang

dipimpin oleh pimpinan

DPRD

• Rapat Penyampaian

Pemandangan Umum

Fraksi dan atas

Penjelasan Bupati

terhadap Nota

Keuangan dan RAPBD

dimana dari 7 fraksi 2

diantaranya perempuan

sebagai ketua.

• Rapat Pembahasan

Tahap Akhir terhadap

Ranperda APBD Tahun

146

Anggaran

12. Rapat paripurna

terkait

penyerahan/penya

mpaian sekaligus

penjelasan bupati

13. Rapat paripurna

terkait pandangan

fraksi thdp

penjelasan bupati

14. Rapat paripurna

dprd dalam rangka

jawaban bupati

terkait pandangan

fraksi

15. Rapat kerja komisi-

komisi bersama

skpd/mitra kerja

dan kunjungan

kerja komisi-komisi

setelahnya

Anggaran 2017

dilakukan pada tanggal

22 s/d 24 Desember

2016. Sebelumnya

dilakukan kunjungan

kerja komisi-komisi.

• Rapat Finalisasi

Pembahasan Ranperda

APBD Tahun Anggaran

2017 dan penyampaian

Laporan Hasil Rapat

Kerja Komisi-Komisi

terhadap RAPBD

Tahun Anggaran 2017

dilakukan pada tanggal

29 Desember 2016

Pukul 15.00 s/d 16.30

Wita yang dihadiri oleh

16 anggota DPRD,

Sekretaris Daerah serta

Tim Anggaran

147

16. Lanjutan rapat

kerja komisi terkait

pembahasan

laporan akhir

17. Rapat gabungan

komisi DPRD

18. Rapat badan

anggaran

pembahasan tahap

akhir RAPBD

Pemerintah Kabupaten

Barru.

• Dalam perjalanan

pembahasan RAPBD,

partisipasi perempuan

dilihat pada setiap

posisi yang diduduki.

Terkadang terjadi

perdebatan ataupun

adanya lobby diluar

forum formal terkait

program yang akan

dilaksanakan.

3. Penetapan 19.Rapat paripurna

dlm rangka

persetujuan

bersama

20. Penyampaian

RAPBD dan perda

ttg penjabaran

kepada biro

Rapat Paripurna

Penetapan Persetujuan

Program Pembentukan

Peraturan Daerah

Kabupaten Barru dan

Penyampaian Laporan

Akhir Komisi-Komisi

terhadap RAPBD

148

keuangan Prov.

Sulsel

21. Rapat Badan

Anggaran DPRD

bersama TAD untuk

penyempurnaan

RAPBD hasil

evaluasi

22. Keputusan

pimpinan DPRD

tentang

penyempurnaan

RAPBD

23. Penetapan

peraturan daerah

tentang APBD oleh

bupati

dilakukan pada tanggal

30 Desember 2017 Pukul

10.30 s/d 11.45 wita,

rapat ini terbuka untuk

umum,dihadiri oleh

anggota DPRD,

pemerintah Kabupaten,

para undangan dan para

SKPD yang berada

dilingkup pemerintahan

Kabupaten Barru.

(Sumber : Analisis Data Primer, 2017)

149

4. 3. Faktor yang mempengaruhi Partisipasi Perempuan

Partisipasi perempuan dalam kepemimpinan pemerintahan

terutama dalam persoalan pengambilan keputusan tentunya

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara langsung ataupun tidak

langsung dapat mempengaruhi peran perempuan dalam sebuah

kepemimpinan dalam pemerintahan. Sama halnya dengan yang ada di

DPRD Kabupaten Barru, keberadaan perempuan sebagai salah satu

pilar dalam kepemimpinan pemerintahan selain laki-laki ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang telah peneliti kaji melalui pengamatan,

literatur serta hasil wawancara dengan berbagai informan yang ditemui

adalah sebagai berikut :

4. 3. 1 Faktor Pendukung

1) Kebijakan

Kebijakan yang membuka peluang perempuan untuk

berpartisipasi dalam arus politik pemerintahan mulai terbuka lebar.

Seperti UUD 1945 pasal 27 ayat 1 tentang kesetaraan laki-laki dan

perempuan di mata hukum dan pemerintahan, INPRES RI No.9

tahun 2000 tentang peningkatan partisipasi perempuan dalam

pembangunan nasional, serta yang marak dibicarakan saat ini

mengenai UU no.10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif pada

pasal 53, 54 dan 55 yang menjelaskan pernyataan tentang

150

sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada

kepengurusan parpol tingkat pusat dan daerah sebagai salah satu

persyaratan parpol untuk menjadi peserta pemilu.

Dalam hal kebijakan tersebut, perempuan telah diberi

kesempatan untuk berpolitik demi pembangunan bangsa dan

negara. Namun pada kenyataannya peluang tersebut belum

digunakan secara maksimal oleh perempuan. Menurut ibu H.

Hamsiati selaku anggota DPRD menjelaskan bahwa berbagai

upaya telah dilakukan negara untuk mendongkrak keterwakilan

perempuan di parlemen. Tentunya jika faktanya perempuan sangat

kurang, maka itu pasti didasari oleh beberapa alasan.

“Contohnya saja di Kabupaten Barru ini, terlihat perempuan di

sini lebih banyak yang tertarik untuk sektor lain, dan tidak

membuka dirinya untuk berorganisasi apalagi untuk bergelut di

partai. Usaha peningkatan keterwakilan dan keterpilihan

perempuan di parlemen harus diimbangi dengan pembangunan

pendidikan dan karakter politik bagi mereka yang ditempatkan

sebagai calon kedepannya.” (Wawancara, 12 Juli 2017)

Dari pernyataan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa

kebijakan- kebijakan yang lahir memang merupakan sebuah

peluang bagi kaum perempuan namun hal itu kiranya dijadikan

motivasi untuk membekalkan dirinya dengan pengalaman dan

pendidikan politik.

151

“ Perekrutan calon perempuan yang tidak memiliki kemampuan

dalam politik akan menjadi boomerang sendiri bagi demokrasi di

negara ini.” lanjut ibu Hamsiati. (Wawancara, 12 Juli 2017)

Sebagian besar informan menyatakan bahwa kebijakan yang

lahir merupakan sebuah jalan yang baik bagi perempuan-

perempuan yang memiliki minat politik dan keterlibatan dalam

parlemen untuk membekalkan dirinya jauh- jauh hari sebelumnya

karena pada zaman sekarang ini tidak ada lagi deskriminasi atau

marginalisasi bagi kaum perempuan. Saatnya perempuan

mengoptimalkan peluang yang telah dibuka. Dengan adanya

kebijakan tersebut, maka negara pada umumnya dan daerah pada

khususnya membutuhkan perempuan-perempuan yang berkualitas

untuk menyumbangkan segenap fikiran dan tenaganya bersama

kaum laki-laki untuk bekerja sama membangun bangsa yang lebih

baik lagi.

Menurut salah satu informan bapak Yasit, Sekretaris DPD

Golkar Kabupaten Barru menjelaskan bahwa saat ini partai-partai

mulai antusias dengan adanya kebijakan tersebut di Kabupaten

Barru dikarenakan persentase perempuan memenuhi di setiap partai

untuk mendapatkan sosok-sosok perempuan untuk pada posisi

pejabat publik.

152

“Kebijakan kuota 30% kemarin diimplementasikan dengan

optimal, dan itu menjadi keharusan pada periode ini kebijaka

tersebut diimplementasikan lebih ketat. Tinggi persentase di

kabupaten barru anggota DPRD Perempuan dibanding

kabupaten lain. Di golkar sendiri bisa kita lihat asal golkar, Ketua

DPRD dan Ketua Fraksi perempuan, tentunya jelas keterlibatan

perempuan di DPRD perempuan..” (Wawancara, 19 Juli 2017)

Jadi pada dasarnya, kebijakan-kebijakan yang lahir sangat

memberi konstribusi besar untuk membuka peluang perempuan

dalam mengembangkan minat dan kualitasnya untuk ikut berjuang

dalam kancah perpolitikan terlebih menyuarakan aspirasi di DPRD

Kabupaten Barru..

2) Keterlibatan Partai sebagai sarana komunikasi

Partai politik merupakan pengorganisasian warga Negara yang

menjadi anggotanya untuk bersama-sama memperjuangkan dan

mewujudkan Negara dan masyarakat yang adil dan makmur, dan

mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, dapat menyalurkan aspirasi

masyakarat dan menyampaikan atau menginformasikan program

maupun kegiatan pemerintah daerah kepada masyakat. Kemudian

partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga Negara

dalam proses pembuatan kebijakan publik (mulai dari perencanaan,

sampai dengan pelaksanaan kebijakan) dan sebagai penentuan siapa

153

yang akan menjadi penyelenggara Negara pada berbagai lembaga

Negara di pusat dan daerah yang kemudian dibantu oleh aparatur

Negara sebagai birokrat.

Sebagaimana yang telah dikemukakan Oleh Ketua DPC Partai

PDIP Kabupaten Barru, Bapak Arifai Muin,

“…bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa tersalurkan kepada

pemerintah, maka disinilah fungsi dari partai politik yang akan

menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan

mengaturnya sedemikian rupa. Selalu ada komunikasi yang dibangun

ke partai terkait dengan pembahasan apalagi hal itu menyangkut

aspirasi masyarakat yang kemudian membutuhkan pandangan fraksi”

(Wawancara, 9 Juli 2017)

Pemerintah Daerah juga harus dapat menampung semua

aspirasi masyarakat (asmara) untuk dapat diakomidir yang berasal dari

Usul ataupun kebijaksanaan partai dalam anggaran dan diproses

sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari

musrenbang desa, kecamatan, kab/kota sampai ditingkat pusat dan

pada akhirnya merupakan Kebijaksanaan Umum (Public Policy) atau

dalam bentuk RPJP/RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Pendek

dan Menengah) yang kesemua ini adalah dalam kerangka

pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.

Sebaliknya, partai politik juga dapat menyampaikan dan

menginformasikan kepada masyarakat, kegiatan atau program-

154

program pemerintah dalam bentuk Kebijaksanaan Umum, dengan

demikian kalau hal ini terjadi, maka akan terciptakan komunikasi politik

dari bawah ke atas dan sebaliknya dari atas kebawah, dimana partai

politik dapat memainkan peranannya sebagai penghubung antara

yang memerintah dengan diperintah, antara pemerintah dan warga

masyarakat. Seperti yang diungkapkan Bapak Yasit, Sekretaris DPD

Golkar Kabupaten Barru, yakni ;

“Partai tentunya ada persentase keterlibatan perepuan dalam legislatif,

tentunya itu menunjang kinerja fraksi. Fraksi wajib hukumnya

komunikasi dengan partai makanya ada tenaga ahli. Seperti Golkar

kepengurusan kita sampai di kelurahan, di kecamatan pun dibentuk

rumah aspirasi, masyarakat bisa memasukkan aspirasi. Hal itu yang

kemudian dikomunikasikan ke tenaga ahli ataupun anggota yg menjadi

wakil. Logikanya partai melibatkan seluruh perempuan minimal dalam

hal budgeting 30 persen. Setiap musrembang kecamatan, untuk

menyerap aspirasi. Peranan fraksi meng-goalkan program yang

menjadi bahan aspirasi. Itupun tergantung dari upaya yang ditempuh

anggota partai yang menduduki posisi di legislatif” (wawancara, 19 Juli

2017)

Dari pernyataan tersebut menekankan bahwa fraksi sebagai

kepanjangan tangan partai politik dapat mewarnai berbagai proses

politik yang terjadi di tingkat alat kelengkapan DPRD dan lobby di luar

kelembagaan formal DPRD. Fraksi memegang peranan penting dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD baik secara kelembagaan

maupun terhadap masing-masing individu anggotanya. Fraksi tidak

hanya sekedar sebagai wadah berhimpun para anggota partai politik

155

yang duduk sebagai wakil rakyat di parlemen. Tetapi lebih dari itu,

fraksi juga. dapat mengarahkan setiap pilihan sikap dan keputusan

yang diambil dalam proses politik pemerintahan secara keseluruhan.

Hal ini senada dengan yang diungkapkan Ibu Marwah, ketua fraksi

golkar, bahwa :

“Ada dua yang mengikat, wajib kita ikuti tatib di DPRD yang

menjadi ornament DPRD itu tidak bisa dicampuri partai. Kemudian

jalur yang ditempuh yaitu komunikasi ke partai melalui fraksi, partai

tidak terlalu menilai lagi anggota fraksinya, tetapi mendukung penuh

yang dilakukan anggota dewan. Tergantung keinginan anggota yang

berada di parlemen, tanpa persetujuan partai dilakukan sebuah

keputusan tapi tetap ada komunikasi yang dibangun. Tetapi saat ini

dilakukan pembenahan,untuk golkar sendiri terkait perda setiap fraksi

ada staf ahli dan staf ahli inilah yang membuatkan laporan dan partai

meminta untuk setiap ada perda untuk terlebih dahulu dibahas di

partai sebelum disampaikan pandangan. Inilah yang menjadi

penguatan anggota Fraksi.” (Wawancara, 11 Juli 2017)

Fungsi fraksi tidak bisa kita pisahkan dari DPRD, bahkan

sangat berpengaruh dalam memastikan peran DPRD dalam

menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran baik di

tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. pengaturan

mengenai fraksi, diatur juga pada pasal 31-35 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No.16 Tahun 2010. Pada Bab VI, pasal 31

disebutkan juga secara tegas “Untuk mengoptimalkan pelaksanaan

fungsi, tugas, dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban

156

anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun

anggota DPRD.

Posisi fraksi yang strategis tidak saja terkait dengan proses

pembahasan agenda DPRD tentang rencana kebijakan daerah, seperti

halnya antara lain mengenai Peraturan Daerah (Perda). Tetapi lebih

dari itu, posisi fraksi juga berperan terhadap proses penggunaan

sarana pelaksanaan hak-hak DPRD baik secara kelembagaan

maupun setiap individu anggotanya, dalam setiap menghadapi

persoalan atau isu publik lokal. Dengan sistem pembahasan agenda

DPRD yang bertumpu pada sikap fraksi, maka sukar diabaikan adanya

pertimbangan atas desain komposisi dan kekuatan anggota

masing-masing fraksi, baik secara aspek kuantitas maupun aspek

kualitas para kader partai yang mengisinya.

3) Budaya Patriarki

Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan berhak

memasuki berbagai bidang kehidupan menurut bakat dan

preferensinya masing-masing. Perempuan dan laki-laki memiliki

kesempatan yang sama. Perempuan memiliki hak-hak yang sama

dengan laki-laki dalam berbagai bidang, salah satunya adalah di

DPRD.

157

Budaya, tradisi, dan kebiasaan seperti anggapan atau bahkan

keyakinan bahwa status perempuan yang rendah di dunia publik

sering menjadi hambatan bagi perempuan untuk dapat berperan aktif

dalam pemerintahan. Peran perempuan yang sangat terbatas dalam

proses pembentukan kebijakan dan posisi kepemimpinan disebabkan

oleh kondisi sosial budaya yang mempersulit perempuan terlibat

secara penuh di dalamnya.

Perempuan tidak seharusnya dibatasi peranannya pada lingkup

atau peran tertentu. Kehidupan di dunia ini sesungguhnya penuh

dengan pilihan-pilihan di mana perempuan juga bebas menentukan

apa yang baik untuk dirinya. Apakah seorang perempuan ingin

menjadi seorang ibu rumah tangga atau pejabat publik, sama saja

nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya. Seperti yang

disampaikan oleh Anggota DPRD yaitu Ibu A. Darwana yang

mengatakan bahwa perempuan juga memiliki kapasitas yang sama

dengan laki-laki untuk dapat berkarir di dunia publik tidak hanya

sekedar mengurus rumah tangga.

“Perempuan juga memiliki kapasitas untuk berkarir di dunia publik tidak hanya sekedar mengurus rumah tangga. Buktinya saya sekarang bisa menjadi anggota DPRD sekaligus ibu rumah tangga dan masih banyak perempuan lain seperti saya yang terpenting bagaimana kita membagi diri sebagai seorang pejabat publik tetapi tidak melupakan kewajiban kita sebagai seorang ibu rumah tangga yang bertugas mengurus keluarga.” (Wawancara 31 Juli 2017).

158

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa

budaya patriarki yang masih melekat tidaklah menjadi penghambat

justru semakin mendorong perempuan di DPRD Kabupaten Barru

untuk menjalankan tugasnya. Pada dasarnya untuk lingkungan

pemerintahan, tidak melarang ataupun membatasi kaum perempuan

untuk berkarir dan menjadi seorang pemimpin khususnya dalam dunia

publik. Karena jika melihat sejarah keanggotaan di DPRD Kabupaten

Barru, perempuan telah membuktikan keterlibatannya dalam proses

pemerintahan yakni dengan melihat beberapa masa dimana

perempuan telah aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten Barru dan

pimpinan DPRD saat ini dipimpin oleh perempuan dengan proses

pemilihan.

4) Komunikasi Intra-Institusional

Faktor ini berkaitan dengan komunikasi politik baik formal

maupun informal, komunikasi politik yang terbangun antara

pemerintah dengan DPRD dalam hal penetapan Perda APBD.

Komunikasi instra-institussional berkaitan dengan koordinasi yang

dilakukan oleh TAPD dan TA DPRD terkait dengan prioritas

anggaran dan alokasi anggaran pembangunan yang dituangkan

dalam APBD. Berikut wawancara dengan Hasbiah Main

159

berkaitan dengan komunikasi intra-institusional sebagai faktor yang

mempengaruhi proses pembentukan Perda APBD Kabupaten Barru

Tahun Anggaran 2017;

“…menurut hemat saya, komunikasi yang dibangun bukan

hanya dalam ruang formal, jadi ada lobby yang dilakukan dengan

yang bersangkutan sesuai permasalahan untuk memperbaiki pola

penganggaran yang terjadi di Kabupaten Barru agar penetapan

Perda APBD sesuai dengan aturan yang ada. Agar program yang

akan direalisasikan tidak berpotensi merugikan banyak pihak

terutama masyarakat miskin dan anak-anak yang membutuhkan

bantuan seperti misalnya di bidang pendidikan…”

4. 3. 2 Faktor Penghambat

1) Kuantitas Perempuan

Eksistensi perempuan dalam jabatan-jabatan politik dalam

sebuah daerah tentunya dapat dilihat dari jumlah atau kuantitas

mereka di dalamnya. Tingkat partisipasi perempuan

menggambarkan minat para perempuan- perempuan untuk mulai

memberdayakan dirinya termasuk dalam ikut merumuskan

kebijakan dan pengambilan keputusan yang nantinya akan

berdampak dan memberi konstribusi yang besar bagi daerahnya.

Keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan

memberikan kuota 30% malalui Undang-Undang Pemilu No.10

Tahun 2008 ini masih menjadi kontroversi dalam penerapannya.

Banyak kalangan perempuan sendiri menolak dengan alasan

160

membatasi langkah perempuan, ditinjau dengan hitungan statistik

berdasarkan jumlah masih dinilai tidak adil. Sebagian kalangan

perempuan yang lain menyambut wacana tersebut dengan langkah

maju untuk memberi gerak bagi perekrutan kaum perempuan dalam

langgam politik.

Rendahnya keterwakilan perempuan dilembaga Legislatif ini

mengakibatkan minimnya peran dan partisipasi perempuan dalam

setiap pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, sangatlah wajar

ketika kebijakan- kebijakan yang dibuat sangat maskulin dan kurang

berperspektif gender. Dalam hal ini perempuan tidak banyak terlibat

dalam proses pembuatan keputusan. Perempuan lebih banyak

sebagai penikmat keputusan. Padahal keputusan yang dihasilkan

seringkali sangat bias gender, tidak memperhatikan kepentingan

perempuan, melainkan justru lebih banyak membuat perempuan

menenggelamkan diri pada sektor-sektor yang sangat tidak

strategis. Dalam jangka panjang, hal ini mengakibatkan posisi

perempuan berada pada posisi marginal.

Jumlah anggota DPRD perempuan Kabupaten Barru hanya

mencapai 24%. Hanya ada 6 orang dari 25 anggota DPRD

(Data Kantor DPRD Kabupaten Barru). Sehingga hanya ada 6

orang perempuan yang masih aktif hingga saat ini dalam

perumusan kebijakan atau pembuatan Peraturan Daerah di

161

Kabupaten Barru. Sebagai perumus kebijakan memang

dibutuhkan jumlah perempuan yang lebih lagi, setidaknya

meningkat dari angka 6. Hal ini diungkapkan Ibu Nurhasbiah Main,

“Dalam perumusan kebijakan, keterlibatan perempuan

sebanyak 6 orang tentunya masih sangat kurang. Meskipun

tidak mencapai kuota, Pemerintahan dalam hal eksekutif,

kepala dinas perempuan hanya 1 orang dari 33 dinas yaitu

dinas catatan sipil mengindikasikan kurang, asisten ada

perempuan 1 orang. Legislatif di DPRD mulai terlihat,

Alhamdulillah suara perempuan di DPRD tetap didengarkan

apalagi saat ini ketua disi oleh seorang perempuan. anggota

laki-laki selalu mengharapkan perempuan untuk terlibat.

Saya berharap jumlah itu lebih meningkat lagi.”

(Wawancara, 10 Juli 2017)

Jadi pada dasarnya secara kuantitas perempuan dalam

jabatan politik di DPRD Kabupaten Barru melalui pengamatan

penulis sebagai masyarakat kabupaten Barru, melalui

wawancara dari berbagai narasumber serta dari data dan

literatur, maka kuantitas atau jumlah tersebut dalam

partisipasinya menduduki jabatan-jabatan politik masih kurang dan

berpengaruh dalam proses pembentukan daerah.

2) Kapabilitas Perempuan

Membahas mengenai kapabilitas agar dapat berperan dalam

dunia publik dan untuk menjadi seorang pemimpin, tentunya hal yang

menjadi landasan utama adalah dengan melihat ukuran tingkat

162

pendidikan serta pengalaman organisasi yang dimiliki seseorang

tersebut. Kedua hal ini adalah hal yang wajib bagi perempuan agar

yang berperan dalam dunia publik khususnya pemerintahan adalah

insan-insan yang berkualitas.

Kepemimpinan merupakan sebuah sikap bagaimana

mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai sebuah tujuan

dengan visi dan misi yang kuat, hal tersebut tidak terbatas dalam

menjadikan perempuan sebagai pemimpin bahkan melalui

kemampuannya perempuan dapat lebih diperhitungkan jika

dibandingkan dengan laki-laki. Menurut anggota DPRD, Bapak Drs. H.

Abuhjaja Muhammad mengatakan untuk menjadi seorang pemimpin

yang baik, diperlukan kemampuan yang memang sesuai dengan posisi

yang dimiliki tidak terkecuali untuk perempuan yang ingin menjadi

pemimpin dalam pejabat publik.

“Keterlibatan perempuan dalam dunia publik tergantung dari kemampuan yang dimiliki karena menjadi seorang pemimpin itu tidak mudah harus sesuai antara posisi yang dimiliki dan kemampuannya, selama perempuan tersebut tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan menmpunyai tanggung jawab dalam mengurus rumah tangganya. Seharusnya jika melibatkan seseorang dalam jabatan pemerintahan lebih mengacu kepada kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut tanpa melihat jenis kelamin perempuan atau laki-laki. Paling tidak ada keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam menjadi pemimpin di pemerintahan yang telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin.” (Wawancara 11 Juli 2017)

163

Karakteristik kepemimpinan pada umumnya dimanapun dan

apapun tingkatannya adalah jelas yaitu dia harus kewibawaan dan

kelebihan untuk mempengaruhi serta mengajak orang lain guna

bersama-sama berjuang, bekerja, dan berusaha mencapai satu tujuan

bersama. sifat-sifat utama dari pemimpin dan kepemimpinannya harus

sesuai dan bisa diterima oleh kelompoknya juga bersangkutan, serta

cocok dengan situasi dan zamannya. Hal tersebut juga disampaikan

Ketua DPRD yaitu Ibu Hj. A. Nurhudajah Aksa yang mengatakan

bahwa perempuan yang ingin menjadi pemimpin dalam wilayah publik

harus memiliki dinamika selain itu diperlukan pula seni dalam

memimpin.

“Perempuan jika ingin menjadi pemimpin yang baik, memang

harus terlebih dahulu melewati banyak proses dari bawah agar

kemapuan yang dimilki dapat diasah terlebih dahulu. Perempuan untuk

menjadi pemimpin harus memiliki dinamika, perempuan tidak boleh

lemah karena jika lemah tidak bisa berhasil. Pemimpin perempuan jika

memilki dinamika harus pula memiliki seni dalam memimpin, bukan

pemimpin jika tidak pernah marah, bukan pemimpin jika tidak tegas,

dan bukan pemimpin jika tidak disiplin.” (Wawancara, 11 Juli 2017)

Jika melihat perempuan yang menjadi anggota DPRD, banyak

diantaranya telah memiliki kemampuan yang memadai untuk terlibat

dalam proses di DPRD termasuk dalam hal kepemimpinan. Hal

tersebut disampaikan oleh salah informan yaitu Bapak Drs. H.

Abuhjaja sebagai sebagai salah satu anggota DPRD mengatakan

164

bahwa perempuan di DPRD lebih mampu mengenali situasi

lingkungannya jika dibandingkan dengan pemimpin laki-laki.

“Perempuan lebih mampu mengenali situasi lingkungan, seperti kasus perceraian atau kekerasan terhadap perempuan. Pemimpin perempuan akan segera mengetahui bagaimana perasaan warganya dan tau bagaimana menyelesaikan masalahnya, jika dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Perempuan itu lebih lembut tapi tetap bertanggung jawab.” (Wawancara 11 Juli 2017)

Hal lain juga disampaikan oleh Bapak A. Haeruddin yang

mengatakan bahwa jika melihat dari segi kecerdasan, perempuan

memang sudah dapat disejajarkan dengan laki-laki bahkan banyak

yang pendidikannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki

tetapi ada wilayah tertentu yang memang belum sepenuhnya menjadi

perhatian oleh perempuan.

“Untuk dari segi kemampuan, perempuan juga sudah dapat

disejajarkan dengan laki-laki, bahkan bayak perempuan sekarang

yang kecerdasannya melebihi laki-laki. Tetapi ada sektor/wilayah

tertentu yang tidak bisa jika dipimpin Dia terkadang mampu melihat

cela ketika dilakukan pembahasan, makanya saya bilang dia

memberi warna tersendiri di DPRD. Persoalan pengaruh budaya

patriarki itu saya kira untuk legislator perempuan di Kabupaten

Barru tidak berpengaruh. Karna memang terbangun kesepahaman

bahwa perempuan itu juga bisa dan harus menunjukkan dirinya

sebagai betul-betul wakil rakyat dan tentunya disaksikan oleh

banyak perwakilan ketika pembahasan. Cuman, beberapa

diantaranya dari segi retorika yang perlu diperbaiki, tergantung dari

pengalaman. Ada kemudian hal-hal yang tidak sepolos laki laki

ketika ingin disampaikan inimi kubilang persoalan watak”

(Wawancara 12 Juli 2017)

165

Untuk menjadi seorang pemimpin dan pengambil keputusan

tentunya yang harus dimiliki tidak hanya kemauan atau minat saja, tapi

seorang perempuan itu sebaiknya pula ditopang oleh tingkat

pendidikan serta pengalaman organisasi yang matang. Seorang

pejabat publik harus memiliki karakteristik serta kemampuan.

Perempuan yang menjadi anggota legislatif di Kabupaten Barru

memang memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi. Mereka

memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dan ditopang dengan

pengalaman organisasi. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih

ada perempuan yang tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam

agenda dewan dikarenakan mereka kurang dalam hal karakteristik

sebagai pemimpin pemerintahan yang memadai untuk menjadi

seorang pemimpin. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ketua DPRD yang

menegaskan bahwa masih adanya anggota perempuan di Kabupaten

Barru yang sulit mengikuti setiap agenda dikarenakan belum

menyadari sepenuhnya dirinya sebagai wakil rakyat, dalam hal ini dari

segi karakteristik.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa masih adanya perempuan di Kabupaten Barru yang belum sepenuhnya aktif terlibat dalam proses agenda-agenda yang telah ditetapkan, hal tersebut biasanya diakibatkan karena perempuan tersebut belum bisa menyadari secara penuh tugasnya sebagai wakil rakyat, ini tentunya berkaitan dengan

166

karakteristik yang dimiliki. Kami beberapa anggota, sudah melakukan tindakan dengan menyampaikannya ke Badan Kehormatan untuk memberi perhatian terhadap hal tersebut agar agenda bisa lebih optimal lagi” (Wawancara 11 Jui 2017)

Perempuan sebagai satu kategori pembuat kebijakan, pada

dasarnya dapat berpartisipasi dalam bentuk tidak langsung yaitu

sebagai wakil kelompok perempuan yang bisa merepresentasikan

kepentingan kelompok mereka. Pada titik ini, yang banyak diabaikan

oleh banyak kalangan, yakni bahwa kepentingan-kepentingan

perempuan memang lebih baik disuarakan oleh perempuan sendiri

karena mereka yang sesungguhnya paling mengerti kebutuhan-

kebutuhan perempuan. Mempertimbangkan kepentingan perempuan

serta melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses pembuatan

kebijakan adalah dasar dari kerangka demokrasi yang mendorong ke

arah kesetaraan dan keadilan gender. Jika perempuan memang ingin

menjadi seorang pemimpin, setidaknya harus dibekali dengan

kemampuan yang memadai serta harus memiliki karakteristik yang

baik untuk menjadi seorang pejabat publik karena pertisipasi dan

keterwakilan mereka dalam prosesnya adalah langkah nyata untuk

mencapai kondisi yang adil bagi perempuan.

167

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V merupakan bab yang berisi kesimpulan dan saran dari

pembahasan sebelumnya. Kesimpulan merupakan jawaban singkat dari

rumusan masalah yang ditetapkan, sedangkan saran merupakan suatu

masukan atau pandangan untuk menjadi bahan perbaikan terhadap suatu hal

yang tidak maksimal dalam praktiknya. Berikut adalah pemaparan

kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.

5.1. Kesimpulan

1. Tingkat partisipasi perempuan dalam proses pembentukan

peraturan daerah tentang APBD Kabupaten Barru dilihat dari

beberapa tahap masih kurang optimal. Hal ini dapat dilihat dari

data-data yang ada serta hasil wawancara dengan berbagai

informan yang terlibat dalam jabatan politik serta yang tidak terlibat.

a. Tahap Perancangan

Tingkat partisipasi perempuan dalam proses ini dapat dilihat

dari proses awal pengajuan dari eksekutif perihal rancangan,

yang kemudian dari DPRD melakukan pembahasan bersama

sesuai dengan aturan. Bentuk partisipasi itu ditunjukkan melalui

168

posisi strategis dan keaktifan dari perempuan dalam proses ini

meskipun belum optimal.

b. Tahap Pembahasan

Pada tahap pembahasan, Ranperda APBD dibahas oleh

DPRD dengan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Pembahasan ini dilakukan setelah tahap

rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak

dibahas pada sidang paripurna. Tingkat partisipasi disesuaikan

dengan alur pada pembahasan ranperda ini, seperti

pembahasan di tiap komisi, pandangan fraksi, serta rapat yang

dilaksanakan badan anggaran dan musyawarah terkait

persiapan penetapan meskipun pada setiap prosesnya

partisipasi perempuan belum optimal.

c. Tahap Penetapan

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir untuk

menetapkan ranperda APBD dan rancangan peraturan kepala

daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi

menjadi peraturan daerah tentang APBD

Partisipasi perempuan dalam proses pembentukan

Perda APBD Tahun Anggaran 2017 Kabupaten Barru mulai

dari tahap perancangan, pembahasan dan Penetapan belum

optimal. Secara kuantitas pada dasarnya kebutuhan

169

perempuan dan laki-laki tentunya berbeda, untuk

menampung dan memahami permasalahan perempuan

serta merumuskan kebijakan tantunya lebih idealnya jika

perempuan lebih aktif dalam perumusannya.

2. Partisipasi perempuan pada proses perancangan, pembahasan

dan penetapan APBD 2017 di Kabupaten Barru dipengaruhi

berbagai faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.

a. Faktor pendukung

• Kebijakan terkait peluang perempuan dianggap merupakan

sebuah jalan yang bagi perempuan karna kebijakan yang

lahir sangat memberi kontribusi besar untuk membuka

peluang perempuan dalam mengembangkan minat dan

kualitasnya untuk ikut berjuang terlebih menyuarakan

aspirasi di DPRD Kabupaten Barru.

• Keterlibatan Partai sebagai sarana komunikasi dalam hal

ini fungsi fraksi yang berpengaruh dalam memastikan

peran DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi,

pengawasan dan anggaran. Dengan fraksi dianggap

mewarnai berbagai proses di tingkat alat kelengakapan

DPRD dan lobby diluar kelembagaan DPRD dalam proses

pembentukan perda tentang APBD

170

• Budaya Patriarki yang dianggap status status perempuan

yang rendah di dunia public sering menjadi hambatan bagi

perempuan untuk dapat berperan aktif dalam pemerintahan

tidak berlaku untuk perempuan dalam memengaruhi tingkat

partisipasinya, justru mendorong untuk lebih giat

menjalankan tugasnya.

• Komunikasi Intra-Institusional. Faktor ini mendukung

berkaitan dengan komunikais politik baik formal maupun

informal, komunikais yang terbangun antara pemerintah

dengan DPRD dalam hal penetapan Perda tentang APBD.

b. Faktor penghambat meliputi

• Kuantitas perempuan

Rendahnya keterwakilan perempuan dilembaga Legislatif

ini mengakibatkan minimnya peran dan partisipasi

perempuan dalam setiap pengambilan kebijakan. Oleh

karena itu, sangatlah wajar ketika kebijakan- kebijakan

yang dibuat sangat maskulin dan kurang berperspektif

gender.

• Kapabilitas Perempuan

Perempuan yang menjadi anggota legislative di

Kabupaten Barru memang memiliki kemampuan yang tidak

171

diragukan lagi. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih

ada perempuan yang tidak dapat berpartisipasi aktif dalam

agenda dewan pada proses pembentukan perda tentang

APBD.

5.2. Saran

1. Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai partisipasi perempuan

dalam proses pembentukan peraturan daerah Perempuan-

perempuan yang menduduki jabatan-jabatan politik di DPRD

Kabupaten Barru belum optimal, sangat diharapkan mampu

memberi konstribusi yang baik serta memotivasi perempuan-

perempuan dengan menjadi teladan yang baik ketika duduk di

legislatif ataupun menjadi seorang pemimpin.

2. Jabatan politik adalah sebuah jabatan yang sangat urgen dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Keputusan serta berbagai

kebijakan berada di tangan mereka. Perempuan saat ini diharapkan

mampu memberi konstribusi atau partisipasi politik sebagaimana

laki-laki. Ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh kaum

perempuan saat ini. Misalnya dengan mulai membekalkan diri sejak

jauh hari sebelum maju dalam jabatan politik, seperti dengan

melibatkan diri dalam organisasi- organisasi atau LSM-LSM yang

ada di daerah. Segala hal yang ingin dicapai harus diasah dari

172

bawah, bekal organisasi dan pendidikan sangat dibutuhkan agar

perempuan bisa memaksimalkan potensinya dalam jabatan-jabatan

politik. Perempuan juga kiranya tidak menutup diri dan membuka diri

dengan dunia sosial serta membuka jaringan yang lebih luas. Maka

selayaknya sebagai perempuan mulai mengasah dan membekalkan

diri agar menjadi manusia-manusia berkualitas untuk manusia

lainnya.

173

Daftar Pustaka

Buku :

Alan Rosenthal, Legislative Life: People, Process, and Performance in the States, Harper & Row. Publisher, New York, 1981

Budiardjo, Miriam. (1989). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: PT

Rineka Cipta.

Dra.Sri Sundari Sasongko.Konsep dan teori gender.Jakarta:BKkbN.

Fakih, Dr. Mansour.2013. Analisis Gender dan Transformasi

Sosial.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas. 2013. Pedoman Penulisan Proposal dan

Skripsi. Makassar LP3ES.

Jurnal Ilmu Pemerintahan (2013), Analisis Proses Penyusunan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru Tahun

2012,FISIP – UR

Jurnal Perempuan.2012. Perempuan Pejabat Publik. Jakarta Selatan.

Kabupaten Barru dalam angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru.

Munsira. 2009. Peranan Perempuan dalam Proses Pengambilan

Keputusan Pada Kelembagaan Pemerintah Kota Bau-Bau. Jakarta: Tesis

Muhadam, Labolo. 2004. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

Nugroho, Dr.Riant. Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia.

174

Rajawali Pres Salusu, J. 1966. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik

dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Saptari R. (1997). Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta. Graffiti. Suyanto, Bagong. (2011). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syamsi S.U, Drs.Ibnu. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi.

Jakarta : PT Bumi Aksara.

Perundang-Undangan :

Kementrian Pemberdayaan Perempuan INPRES No.9.(2000). Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Jakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017

Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1. Tentang kedudukan laki-laki dan perempuan di mata hukum dan pemeritahan.

Undang-Undang No.7 tahun 1984. Tentang Penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap kaum perempuan. Kemitraan Negara Urusan Peranan Wanita.

Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 46

. Website :

Akhiriyati Sundari, Pelopor Gerakan Perempuan Feminis-Sosialis Indonesia.

Diakses Melalui

175

http://www.jurnalperempuan.org/blog2/gerwani-pelopor-gerakan-perempuan-

feminis-sosialis-di-indonesia pada tanggal 28 Maret 2017 Pukul 2.25 WITA

Wikipedia. 2013. Pemerintah. Diakes Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah pada tanggal 9 April 2017 Pukul 21.28 WITA

Indah Ahdiah, Peran-Peran Perempuan dalam Masyarakat. Diakses Melalui

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=167041&val=6118&title=

PERANPERAN%20PEREMPUAN%20DALAM%20MASYARAKAT pada

tanggal 9 April 2017 Pukul 21.40 WITA

Ramdhany Muhammad, Pengambilan Keputusan dalam Organisasi. Diakses

melalui

https://ramdhanyazho.blogspot.co.id/2013/08/pengambilan-keputusan-dalam-

organisasi.html Pada tanggal 24 April 2017 Pukul 13.23

Alfiati Laily, Peran Kebijakan dalam Meningkatkan Partisipasi dan

Keterwakilan Perempuan di Parlemen. Diakses melalui

http://lailialfiati.blogspot.co.id/2013/12/peran-kebijakan-dalam-

meningkatkan.html Pada tanggal 11 Januari 2018

Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

diakses melalui

http://www.sumbarprov.go.id/details/news/1481 Pada tanggal 22 Desember

2017

176

Lampiran 1

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186

187

Lampiran 3. Dokumentasi

Wawancara dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Kabupaten Barru

Wawancara bersama Ibu Nurhasbiah Main (Anggota DPRD Perempuan)

188

Wawancara dengan Anggota DPRD Perempuan diantaranya Ibu A. darwana,

Ibu Hj. Hamsiati, Ibu Ketua DPRD A. Nurhudajah Aksa,Ibu Hj. Marwa dan Ibu

Nurhaidah.

189

Wawancara bersama dengan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Barru

1) A. Wawo Mannojengi 2) Rakhman S.Sos

Bersama Bapak Drs. H. Abuhjaja Muhammad (Anggota DPRD Kabupaten

Barru)

190

Bersama Anggota DPRD Kabupaten Barru

1) H. Saharuddin Sunre 2) Andi Haeruddin

Bersama A. Arqam Anwar ( Anggota DPRD Kabupaten Barru )

191

Bersama Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Barru

Bersama Ketua DPD Partai PKS Kabupaten Barru

192

193

194

195

196

197

198

199

200

201

202

203

204

205

206

207

208

209

210

211