laporan pembuatan chocholate chip cookies (bakery)
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PRODUK BAKERY
CHOCOLATE CHIP COOKIES
Penanggungjawab :
Fika Puspita A1M012001Melda Ruth M. A1M012027
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kue kering yang juga sering disebut cookies
berasal dari kata koekie yang arti small cake. Bahan
dan cara pembuatan kue kering memang tidak jauh
berbeda dengan cara membuat cake. Meskipun begitu,
di Indonesia sebutan cookies malah menjadi kue
kering, karena rasanya yang memang renyah dan kering.
Kue kering tidak sama dengan biskuit.
Membuat kue kering sekilas tampaknya amat
mudah. Semua bahan dicampur lalu dibentuk dan dioven.
Padahal prosesnya tak semudah itu. Ada beberapa hal
yang perlu diketahui dan lakukan agar kue kering
tidak sekadar jadi, tetapi enak rasanya. Pemahaman
bahan dan karakternya akan membantu menciptakan
kue kering yang lezat. Teknik pembuatan kue juga
akan banyak menolong saat menemukan kegagalan waktu
membuat kue kering.
Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah sangat
mengenal Butter Cookies, Cookies ini merupakan salah satu
jenis kue kering yang cukup sering dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia terutama pada hari raya
keagamaan atau hari-hari tertantu. Umunya bentuk Butter
Cookies hampir sama antar merek dagang atau home
industri. Perlu dilakukan modifikasi bentuk untuk
menghilangakn rasa jenuh masyarakat terhadap kue Butter
Cookies, selain itu modifiksi juga untuk menarik minat
masyarakat yang lebih, serta meningkatkan pendapatan
produksi.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
proses pembuatan chocolate chip cookies
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah
satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, relative renyah bila dipatahkan
dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN, 1992).
Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya
termasuk ke dalam golongan short dough. Biskuit yang
tergolong sebagai short dough berbeda dengan biskuit
golongan lainnya. Biskuit golongan ini terbuat dari
adonan yang kurang elastis dan kurang mengembang.
Jumlah lemak dan gula di dalam adonan memberikan
plastisitas dan kesatuan adonan tanpa adanya atau
sedikit sekali pembentukan jaringan gluten. (Pembahasan
tentang Biscuit dapat dilihat pada akhir bab ini).
Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu
yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu
cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang
berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti
tercantum pada tabel berikut ini:
Tabel. 1: Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992
(BSN, 1992)
Kriteria Uji Klasifikasi
Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400
Air (%)Protein (%)Lemak (%)Karbohidrat (%)Abu (%)Serat kasar (%)Logam berbahayaBau dan rasaWarna
Maksimum 5Minimum 9Minimum 9.5Minimum 70Maksimum 1.5Maksimum 0.5NegatifNormal dan tidak tengikNormal
Bahan untuk membuat kue kering terdiri atas bahan
pengikat seperti tepung, air, susu bubuk, telur, dan
putih telur,serta bahan pelembut seperti gula,
shortening atau margarine, bahan pengembang (soda kue
dan baking powder) dan kuning telur. Keempukan dan
kelembutan kue kering (cookies) ditentukan terutama
oleh tepung terigu, gula dan lemak (shortening dan
margarine).
1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah salah satu bahan yang
mempengaruhi proses pembuatan adonan dan menentukan
kualitas akhir produk berbasis tepung terigu. Tepung
terigu lunak cenderung membentuk adonan yang lebih
lembut dan lengket. Fungsi tepung sebagai struktur
cookies. Sebaiknya gunakan tepung terigu protein rendah
(8-9%). Warna tepung ini sedikit gelap, jika
menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan
kue yang rapuh dan kering merata.
2. Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam
pembuatan cookies. Jumlah gula yang ditambahkan
biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan
cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies
selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi
memperbaiki tesktur, memberikan warna pada permukaan
cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar
gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan
cookies menjadi semakin keras. Dengan adanya gula, maka
waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak
hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam
adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna.
Jenis gula yang umum digunakan:
Gula bubuk (icing sugar) = untuk adonan
lunak.
Gula kastor = gula pasir yang halus
butirannya.
Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk
memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara
lain: madu, brown sugar, molase, malt dan sirup jagung.
Cookies sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung
gula. Jenis gula ini akan menghasilkan kue berpori-pori
kecil dan halus. Di dalam pembuatan adonan cookies,
gula berfungsi sebagai pemberi rasa, dan berperan dalam
menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue. Untuk
cookies, sebaiknya menggunakan gula halus karena mudah
di campur dengan bahan-bahan lain dan menghasilkan
tekstur kue dengan pori-pori kecil dan halus.
Sebaliknya tekstur poripori yang besar dan kasar akan
terbentuk jika menggunakan gula pasir. Gunakan gula
sesuai ketentuan resep, pemakaian gula yang berlebih
menjadikan kue cepat menjadi browning akibat dari
reaksi karamelisasi. Dampak yang lain kue akan melebar
sewaktu di panggang Industri cookies biasanya
menggunakan gula cair. Keuntungan dari gula cair adalah
bisa ditimbang lebih akurat dan lebih efisien karena
tahap awal dari proses produksi, yaitu pelarutan gula
sudah dilakukan sebelum proses pembuatan adonan
dimulai. Gula cair biasanya terdiri dari 67% padatan
dan mengandung kurang dari 5% gula invert untuk
menghindari kristalisasi. Gula cair ini disimpan pada
suhu ruang dan karena konsentrasinya yang cukup tinggi,
timbulnya jamur juga dapat dicegah.
Sirup sukrosa; adalah sirup yang merupakan
campuran dari sukrosa dan invers sirup. Sirup yang
bisanya digunakan dalam industri biscuit atau cookies
mempunyai 60% padatan sebagai invers, 40% sebagai
sukrosa dan 1% - 2% adalah bahan organik. pH dari
invers sirup biasanya 5.5, dan dipertahankan pada suhu
400ºC agar mudah dipompa. Madu; adalah jenis sirup yang
sangat istimewa dan paling mahal digunakan dalam
industri biscuit/ cookies. Madu digunakan biasanya
karena flavornya yang spesifik.
3. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam
pembuatan cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies
merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada
variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur
sehingga cookies/biskuit menjadi lebih lembut. Selain
itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi
dengan protein tepung terigu dan membentuk jaringan
teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung,
jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan
setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek
dan lebih cepat meleleh di dalam mulut. Lemak yang
biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah
mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak
65 – 75 % dari jumlah tepung. Prosentase ini akan
menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna
kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma
dalam pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan
margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan
margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa
kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak
berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah
hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan
menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret
dimulut.
Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada
pembuatan cookies karena harganya relatif lebih rendah
dari butter. Fungsinya untuk menghalangi terbentuknya
gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting
diantara bahan baku yang lain dalam industry
cookies/biskuit. Dibandingkan dengan terigu dan gula,
harga lemak yang paling mahal. Oleh karena itu,
penggunaannya harus benar-benar diperhatikan untuk
memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau. Lemak digunakan baik pada adonan,
disemprotkan dipermukaan biscuit/ cookies, sebagai isi
krim dan coating pada produk biskuit cokelat. Tentu
saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan
jenis lemak yang berbeda pula.
4. Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri
sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut
tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur
memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur
dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan
bagian telur. Merupakan pengikat bahan-bahan lain,
sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan
untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat
produk lebih mengembang karena menangkap udara selama
pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/
pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.
5. Susu Skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki
aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan
cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung
protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim
berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan
warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu
skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika
berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan
adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat
menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang.
6. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat
bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan
cookies. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan
tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis
tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang
lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena
garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang
menentukan adalah formulasi yang dipakai. Formula yang
lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak.
7. Bahan Pengembang (leavening agents)
Kelompok leavening agents (pengembang adonan)
merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai
menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening
agents yang sering digunakan dalam pengolahan cookies
adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat
cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama
pengolahan. Kombinasi sodium bikarbonat dan asam
dimaksudkan untuk memproduksi gas karbondioksida baik
sebelum dipanggang atau pada saat dipanaskan dioven.
Bahan pengasam yang digunakan tidak selalu berupa asam,
yang penting dapat memberikan ion hydrogen (H+) supaya
dapat melepas CO2 dari NaHCO3, misalnya garam
alumunium-sulfat bila bereaksi dengan air akan
menghasilkan asam sulfat. Pereaksi asam yang digunakan
adalah garam asam dari asam tartarat, asam fosfat, atau
senyawa alumunium. Fungsi bahan pengembang adalah untuk
meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan
berpori, menghasilkan cookies yang renyah dan halus
teksturnya.
8. Bahan Tambahan Cookies
a. Macam-macam kacang (kacang tanah, kacang almond,
kacang mete dan lain- lain)
b. Rempah-rempah
c. Cokelat (pasta atau bubuk)
d. Buah-buahan
e. Essence
f. Pewarna makanan
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa selain
bahan baku utama di atas digunakan pula emulsifier
(biasanya lecithin) untuk menstabilasi emulsi yang
terjadi antara lemak dan air pada adonan. Pemakaian
bahan pengembang juga bisa tunggal ataupun berupa
kombinasi dari berbagai macam pengembang. Yang harus
diperhatikan pada pemakaian pengembang ini adalah
karena pengembang akan meninggalkan residu dalam adonan
yang akan mempengarui Ph akhir adonan dan berpengaruh
terhadap rasa dari produk. Bahan pengembang yang sering
digunakan adalah sodium bikarbonat dan ammonium
bikarbonat.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat : 1. Baskom2. Oven3. Pengocok4. Loyang5. Sendok
Bahan: 1. 130 gram gula palm
2. 160 gram gula
3. 170 gram royal margarine
4. 70 gram telur (± 1-2 butir)
5. 45 gram air
6. 3 gram baking soda
7. 370 gram terigu kunci biru
8. 6 gram garam
9. 400 gram chocolate chips
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Foto Keterangan
Semua bahan untuk membuat
cookies disiapkan ; gula
palm, gula halus, royal
margarin, telur, air,
baking soda, terigu kunci
biru, garam, chocholate
chips
Semua bahan ditimbang
sesuai kebutuhan
Awalnya, mengaduk
margarin, gula palm, dan
gula pasir selama 5 menit,
dan ditambhakan telur dan
air kocok hingga lembut
Kemudian bahan lain
ditambahkan seperti
terigu, baking soda dan
garam, aduk merata dan
masukkan chocholate chips
Bulatkan dengan sendok dan
dipipihkan, lalu letakkan
dalam loyang
Masukkan dalam oven dengan
suhu 160 0 C selama 15 – 20
menit hingga matang
Angkat cookies yang sudah
matang
Letakkan ke wadah lain
untuk di dinginkan, lalu
kemas dengan plastik
B. Pembahasan
1. Bahan Baku
Jenis bahan yang digunakan dan fungsinya
Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji
gandum melalui proses penggilingan. Kata “terigu”
sendiri diserap dari bahasa Portugis “trigo” yang
berarti gandum. Definisi tepung terigu sebagai bahan
makanan menurut SNI (Standard Nasional Indonesia)
adalah tepung yang dibuat dari endosperm biji gandum
Triticum aestivum L. (Club wheat) dan atau Triticum campactum Host
atau campuran keduanya dengan penambahan fortifikan zat
besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2 dan asam
folat.
Menurut Mudjayanto (2004) terigu dengan kadar
protein tinggi cocok untuk membuat mie. Tepung terigu
dengan kadar protein rendah cocok untuk membuat produk-
produk seperti cake, cookies, biskuit, dan kue kering
karena tidak memerlukan adonan yang liat. Pada tepung
terigu terdapat 5 jenis protein utama yaitu albumin,
globumin, protease, glutenin, dan gliadin. Jumlah
kandungan albumin dan globulin sekitar 1 % dalam tepung
terigu dan dapat diekstrak dengan larutan garam.
Protease sekitar 0,5 % dalam tepung terigu. Menurut
Budi (2006) jenis-jenis tepung terigu antara lain:
1. Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi)
Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard
wheat). Kandungan protein dari tepung ini antara 11-
13%. Hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie
dan pasta, karena sifatnya elastis dan mudah
difermentasikan.
2. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang)
Jenis terigu medium wheat mengandung protein 10% -
11%. Medium wheat cocok untuk membuat adonan fermentasi
dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat,
bakpau, dan cake. Pada praktikum ini yang digunakan
adalah terigu kunci biru dari bogasari yang merupakan
terigu protein sedang untuk pembuatan chocholata chip
cookies.
3. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)
Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan
kandungan protein gluten 8 % - 9 %. Sifatnya, memiliki
daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan
adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan
daya pengembangannya rendah. Soft wheat cocok untuk
membuat kue kering, biscuit, pastel dan kue yang tidak
memerlukan proses fermentasi.
4. Self Raising Flour
Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan
pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat
tepung lebih stabil dan tidak perlu menambahkan
pengembang lagi ke dalam adonan.
5. Enriched Flour
Adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan
beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki
nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih
mahal.
6. Whole Meal Flour
Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh
termasuk dedak dan
lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap atau
cream.
Margarin
Menurut Ketaren (1986), margarin merupakan suatu
bahan pangan berlemak dalam bentuk emulsi water in oil
(W/O), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau
lemak. Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin
berasal dari lemak nabati yang sering digunakan adalah
minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas,
minyak kedelai, minyak wijen, dan minyak jagung. Minyak
nabati umumnya berwujud cair, karena mengandung asam
lemak tidak jenuh, seperti asam linoleat, oleat, dan
linolenat. Minyak tersebut sebelum dijadikan margarin
terlebih dahulu dihidrogenasi. Hidrogenasi minyak
bertujuan merubah minyak cair menjadi lemak berwujud
padat. Menurut Bukle (1987) warna yang diinginkan pada
margarin adalah warna kuning mentega (butter yellow).
Minyak nabati yang yang telah mempunyai warna kuning
misalnya kelapa sawit, jika dijadikan margarin cukup
sedikit ditambahkan β-karoten, sedangkan pembuatan
margarin dari minyak nabati yang berwarna pucat, harus
ditambahkan β-karoten dan lesitin dalam jumlah yang
lebih besar, sehingga diperoleh warna kuning mentega.
Gula
Menurut Bukle (1987) gula ditambahkan pada jenis
roti tertentu (roti basah, roti kering, dan kue kering)
untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk fermentasi
dan untuk memberikan rasa yang lebih manis. Tapi gula
lebih banyak dipakai untuk pembuatan kue dan biskuit di
mana selain rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur.
Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah kue lebih
lunak, dan pada biskuit juga bersifat melunakkan. Gula
juga berperan dalam pembentukan warna kulit roti. Gula
yang umumnya digunakan untuk membuat roti, kue, cake dan
biskuit adalah gula tebu atau gula pasir (Mudjayanto,
2004).
Telur
Menurut (Suprapti, 2002) telur merupakan salah
satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan
susu. Telur dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai
macam keperluan, antara lain sebagai bahan penambah
cita rasa, bahan pengembang, bahan pengempuk dan bahan
pengental. Telur memiliki kandungan gizi lengkap dan
mudah dicerna. Kandungan nutrisi dari telur baru dan
lama tidak ada perbedaan, kecuali rasa dan
penampilannya tidak menarik lagi. Perbedaan penampilan
ini dapat dilihat bila telur dibuat masakan telur mata
sapi :
Telur yang masih baru
Kuning telur berada pada puncak tengah putih telur yang
tebal dengan garis tengah sangat pendek
Telur yang telah berumur seminggu
Kuning telur sudah menipis dan melebar pada tengah-
tengah putih telur yang juga sudah menipis dengan garis
tengah lebih panjang
Telur yang telah berumur 3 minggu
Kuning dan putih telur telah sama-sama sangat melebar
dan tipis (Sumoprastowo, 2005).
Garam
Menurut Mudjayanto (2004), fungsi garam dalam
pembuatan roti adalah:
1. Penambahan rasa gurih
2. Penambah kekuatan gluten
3. Pengatur warna kulit dan mencegah timbulnya bakteri
dalam adonan
Banyaknya garam yang digunakan dalam pembuatan roti
berkisar 1,5 - 2,5 %. Penggunaan garam yang lebih
rendah dari 1,5 % akan memberikan rasa hambar pada
roti. Tepung terigu dengan protein tinggi memerlukan
garam hanya sekitar 1,5 %, sedangkan terigu dengan
protein rendah sekitar 2 - 2,5 %. Garam juga berfungsi
menambah keliatan gluten. Garam yang digunakan untuk
pembuatan roti sebaiknya halus, bersih dan cepat larut.
2. Proses Pembuatan Kue Kering
Kue kering adalah kue yang berkadar air rendah.
Untuk membuat kue kering diperlukan bahan pengikat dan
bahan pelembut. Bahan pengikat yang digunakan adalah
tepung dan kuning telur, sedangkan sebagai bahan
pelembut yang digunakan adalah mentega dan gula. Cara
pembuatan kue kering yang sangat mudah mendorong para
produsen kue kering untuk memproduksi kue kering dalam
jumlah yang banyak sehingga produk kue kering yang
beredar dipasaran sangat banyak. Untuk membuat kue
kering (cookies) ini yaitu :
Pencampuran Margarin, Gula Palm dan Gula Halus
Tahap pertama dalam proses pembuatan kue kering
adalah mengaduk margarin, gula palm dan gula halus.
Tujuannya adalah supaya adonan dapat tercampur secara
homogen.
Pencampuran Kuning Telur dan air
Setelah margarin dan gula halus tercampur secara
homogen, kuning telur dimasukkan dan dikocok. Menurut
(Suprapti, 2002) telur merupakan salah satu sumber
protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Telur
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam
keperluan, antara lain sebagai bahan penambah cita
rasa, bahan pengembang, dan bahan pengempuk.
Pencampuran Tepung Terigu, baking soda dan garam
Tahap pencampuran tepung terigu, baking soda dan
garam pada adonan harus kalis. Menurut Mudjajanto
(2004) kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum
sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-
tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi
menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan
dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis yang elastis.
Kunci pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang
digunakan harus tepat karena jika pengadukkan terlalu
lama akan menghasilkan adonan yang keras dan tidak
kompak, sedangkan pengadukkan yang sangat cepat
mengakibatkan adonan tidak tercampur rata dan lengket.
Pemipihan Adonan dan Pencetakan Adonan
Tujuan dari pembulatan ini supaya adonan lebih
rekat, tidak lengket, dan tidak mudah hancur.
Pembulatan adonan dilakukan untuk mendapatkan permukaan
yang halus. Namun jika adonan terlalu ditekan maka
kulit akan menjadi pecah. Sebelum pencetakan adonan,
pada loyang dan cetakan diolesi dengan margarin supaya
adonan tidak menempel pada cetakan dan loyang. Namun
pada praktikum kali ini loyang sudah diberi shortening
putih. Tujuan dari pencetakan adonan adalah supaya
adonan yang sudah dibentuk menghasilkan kue kering yang
seragam.
Menghias Cetakan Adonan
Setelah tahap pencetakan adonan, selanjutnya
bagian atas kue ditaburi chocholate chips. Tujuannya
memperindah kenampakan pada kue kering.
Pengovenan
Sebelum melakukan pengovenan, oven terlebih dahulu
dipanaskan selama 15 menit dengan tujuan supaya panas
pada oven stabil. Pada tahap pengovenan kue kering,
suhu yang digunakan berkisar antara 160 0C, selama 15 -
20 menit. Suhu tersebut akan menghasilkan kue kering
yang tidak gosong, bagian tengah matang, dan tidak
lembek.
3. Produk yang dihasilkan
Chocholate Chip Cookies
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pembuatan Chocholate Chip Cookies yaitu
Pencampuran Margarin, Gula Palm dan Gula Halus,
Pencampuran Kuning Telur dan air, Pencampuran Tepung
Terigu, baking soda dan garam, Pemipihan Adonan dan
Pencetakan Adonan, Menghias Cetakan Adonan, Pengovenan
B. Saran
Agar lebih efektif seharusnya dalam satu kelompok
dibagi lagi untuk tiap acara per anggotanya supaya
semua paham selama proses pembuatan dan tidak
ketinggalan tahapan, karena praktikum ada yang
dilakukan dalam waktu yang bersamaan seperi roti manis
dan chiffon cake.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2011. Tips Tentang Cookies.https://sites.google.com/site/resepkuekering01211aa/tips-tentang-cookies (diakses pada 16 Desember2014).
Buckle, KA. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta
Desrosier, W. Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UIPress. Jakarta.
Djaeni, Achmad. 2004. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta.
Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI. Jakarta.
Mudjayanto, dkk. 2004. Membuat Aneka Roti. Jurnal J I T VBab 4, halaman 121-153. Penebar Swadaya. Bogor.
NS Palupi, FR Zakaria dan E Prangdimurti. 2007.Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan.Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & TeknologiPangan-Fateta-IPB.
Sastrohamidjaja, H. 2005. Kimia Organik. UGM Press.Yogyakarta.
Sumoprastowo, 2005. Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, Buah-Buahan, dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta.
Suprapti. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta.
Sitorus, S. R. (2003). Pembuatan Biskuit untuk Sapihandari Pati Garut (Marantha arundinaceae L.).Skripsi, Institut Pertanian Bogor.
Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan. UGM Press.Yogyakarta. warintek.ristek.go.id/pangan. Cookies(kue kering) (diakses pada 20 Desember 2013)
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia.Jakarta.
Winarno, F.G dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Panganyang Baik. MBRIO Press. Bogor.
Terimakasih kunjungannya, selamat berproses, selamat belajartidak semua dari laporan ini benar, sudah pasti banyak kesalahan dan kekurangan.Fika Puspita / fikapuspita.blogspot.com / fika_puspita