pembuatan trichokompos
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketersediaan pupuk sebagai sumber unsur hara bagi tanaman adalah
merupakan hal yang mutlak, agar tanaman menjadi sehat, tahan terhadap serangan
OPT dan dengan demikian diharapkan mampu mencapai produksi yang optimal.
Pemberian pupuk kimia secara berlebihan dan kurang bijaksana justru akan
memperburuk kondisi fisik tanah. Tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk
organik (kompos), maka efisiensi dan efektifitas penyerapan unsur hara oleh
tanaman menjadi tidak optimal.
Alternatif yang cukup memberikan harapan bagi petani dalam mengatasi hal
diatas adalah dengan memanfaatkan kotoran ternak, arang sekam dan trichoderma
sebagai kompos (pupuk organik). Sudah saatnya kita kembali memperkenalkan
dan memanfaatkan kompos dalam praktek budidaya tanaman. Dengan sentuhan
teknologi, maka kompos akan menjadi berkualitas.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan
mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang
dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik
disini merupakan bahan baku untuk kompos ialah jerami, sampah kota, limbah
pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya.
Trichokompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik kompos yang
mengandung cendawan antagonis Trichoderma sp . Semua bahan organik yang
1
dalam proses pengomposannya ditambahkan Trichoderma disebut sebagai
“Trichokompos”.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dilaksanakanlah praktikum
mengenai pembuatan trichokompos ini.
B. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum pembuatan trichokompos ini adalah:
1. Untuk mengenalkan kepada mahasiswa cara-cara pembuatan trichokompos.
2. Untuk mengetahui bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan trichokompos.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair, yang dapat
mensuplai/menyediakan senyawa karbon dan sebagai sumber nitrogen tanah yang
utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia
dan biologi tanah (Refliatty et al., 2013).
Trichokompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik kompos yang
mengandung cendawan antagonis Trichoderma sp . Semua bahan organik yang
dalam proses pengomposannya ditambahkan Trichoderma disebut sebagai
“Trichokompos” ( Suheiti, 2009).
Trichoderma yang terkandung dalam kompos ini berfungsi sebagai
dekomposer bahan organik dan sekaligus sebagai pengendali OPT penyakit tular
tanah seperti: Sclerotium sp, Phytium sp,Fusarium sp dan Rhizoctonia sp.
Olubukola et al., (2010) menyatakan bahwa pengomposan memperbaiki
kualitas bahan organik kompos sebagai pembenah tanah dan kompos dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Pupuk organik, khususnya
kompos, merupakan sumber hara makro dan mikro yang lengkap walau
ketersediaan hara tersebut berada dalam kadar yang rendah (Setyorini et al.,
2006).
Komposisi fisik, kimia dan biologi pupuk organik sangat bervariasi dan
manfaatnya bagi tanaman umumnya tidak secara langsung sehingga respon
3
tanaman relatif lambat. Pupuk organik diperlukan dalam takaran yang relatif
tinggi (minimal 2 t/ha/MT), sehingga seringkali menyulitkan dalam hal
transportasi dan pengadaannya. Dampak negatif yang harus diwaspadai dari
penggunaan pupuk organik adalah: (a) penggunaan pupuk organik dengan bahan
yang sama secara terus-menerus dapat menimbulkan ketidak seimbangan hara, (b)
penggunaan kompos yang belum matang dapat mengganggu pertumbuhan dan
produksi tanaman, (c) kemungkinan adanya kandungan logam berat yang
melebihi ambang batas (Suriadikarta et al., 2005).
Menurut Basuki dan Situmorang (Novita, dkk. 2008), bahwa trichokompos
sangat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman karena merupakan
bahan yang banyak mengandung bahan organik yang dapat memperbaiki sifat
fisik tanah melalui interaksi pertukaran unsur organik. Selain itu bahan organik
merupakan bahan penting di dalam menciptakan kesuburan tanah, baik sifat fisik,
kimia maupun dari segi biologi tanah dan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan kesehatan bagi yang mengkonsumsi-nya. Tanah
pertanian yang baik dan produktif adalah tanah yang banyak mengandung bahan
organik dan jasad hidup (mikro dan makro organisme). Bahan organik mati akan
dihancurkan oleh organisme hidup menjadi bahan organik yang halus dan dapat
diserap oleh akar tanaman. Beberapa mikroorganisme hidup yang dijumpai dalam
tanah adalah bakteri, cendawan ganggang, protozoa, dan amuba. Disamping itu,
trichokompos mengandung cendawan Trichoderma sp., cendawan ini berperan
sebagai dekomposer dalam mempercepat proses dekomposisi dan memperbaiki
kualitas kompos. Cendawan Trichoderma sp. merupakan salah satu cendawan
4
antagonis yang banyak digunakan sebagai agen pengendali hayati beberapa jenis
patogen, terutama patogen rular tanah. Cendawan ini dapat menghambat
pertumbuhan patogen tular tanah pada beberapa jenis tanaman melalui kompetisi,
antibiosis dan parasitisme.
Berdasarkan uji Laboratorium, kandungan hara Trichokompos dari bahan
organik kotoran sapi adalah sebagai berikut: N 0,50%, P 0,28%, K 0,42%, Ca
1,035 ppm, Fe 958 ppm, Mn 147 ppm, Cu 4 ppm, Zn 25 ppm (Suheiti, 2009).
Trichokompos efektif sebagai penggembur tanah, penyubur tanaman,
merangsang pertumbuhan anakan, bunga dan buah. Selain itu, pupuk organik
tersebut juga sebagai pengendali penyakit, seperti penyakit layu, busuk batang dan
daun (Suheiti, 2009).
Pracaya (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara yang yang dapat
ditempuh agar lingkungan tidak tercemar dan rusak oleh bahan kimia pada sistem
pertanian, yaitu melalui (1) memupuk dengan kompos, pupuk kandang atau
guano; (2) memupuk dengan pupuk hijau; (3) memupuk dengan limbah asal
kandang ternak, pemotongan hewan atau septic tank, dan (4) mempertahankan
dan melestarikan habitat tanaman local. Hal lain ditambahkan oleh Pracaya bahwa
kelebihan penggunaan sistem pertanian organik, antara lain adalah: (1) tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan dan produknya tidak mengandung residu
racun; (2) tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan
tanaman non organik, dan (3) produk tanaman organik harganya lebih kompetitif.
Wahyudi (2009), menjelaskan bahwa hasil dekomposisi bahan organik
berupa humus yang banyak mengandung asam-asam organik, asam-asam organik
5
ini dapat mengikat aluminium menjadi ikatan organo kompleks (khelat) yang
menyebabkan turunnya aktivitas aluminium. Asam-asam organik bertindak
sebagai ligan organik. Asam-asam organik dari proses dekomposisi ini akan
menghasilkan muatan-muatan negatif yang dapat mengikat aluminium
membentuk suatu ikatan komplek logam organik.
Penggunaan pupuk kimia dimaksudkan untuk menambah hara dalam tanah
sehingga kebutuhan hara esensial (hara makro maupun mikro) untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tercukupi dan diperoleh hasil tanaman
yang optimal. Akan tetapi penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan secara
terus menerus akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan baik
lingkungan perairan maupun lingkungan tanah sehingga dapat mengancam
keberlanjutan produktivitas lahan (Setyorini et al., 2006).
6
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: karung plastik dan ember.
Sementara bahan yang digunakan yaitu isolat Trichoderma, kotoran ternak, batang
pisang, potongan jerami dan SO kontan.
B. Prosedur Kerja
a. Pembuatan trichocompos di pekarangan
1. Alat dan bahan disiapkan
2. SO kontan dilarutkan dengan air
3. Kotoran ternak dicampur dengan larutan SO kontan dan Trichoderma
4. Dicacah-cacah supaya tercampur semua
5. Campuran ditutup rapat dengan karung plastik dan didiamkan selama
sebulan.
b. Pembuatan trichokompos di sawah
1. Alat dan bahan disiapkan
2. SO kontan dilarutkan dengan air
3. Lahan sawah ditutupi dengan potongan jerami dan cacahan batang pisang
4. Larutan SO kontan diciprat-cipratkan ke seluruh permukaan lahan
5. Diamkan.
6. Kemudian digaru, tanah diberi Trichoderma harzianum.
7. Umur 2 minggu disemprotkan kembali bioaktivator.
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum ini yaitu pupuk kompos dan Trichokompos
Pembuatan kompos di lahan sawah Trichokompos
B. Pembahasan
Secara umum, pengertian pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah dengan cara menambahkan bahan tersebut ke
dalam tanah agar tanah menjadi lebih subur. Oleh karena itu, pemupukan diartikan
sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat-
sifat kimia dan fisik tanah, seperti pengapuran, pemberian abu atau tanah mineral
(lumpur, pasir dan liat) pada tanah organik dan sebaliknya penambahan bahan
organik atau kompos pada tanah mineral (Muslihat, 2014).
8
Tanaman tidak dapat menyerap hara dari bahan organik yang masih mentah,
apapun bentuk dan asalnya. Kotoran ternak yang masih segar tidak bisa diserap
haranya oleh tanaman. Apalagi sisa tanaman yang masih segar bugar juga tidak
dapat diserap haranya oleh tanaman. Melihat besarnya sampah organik yang
dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik
menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
(Rohendi, 2005).
Banyak macam pupuk yang kini digunakan. Dari aspek cara
memperolehnya ada pupuk alam dan ada pupuk buatan; dari aspek senyawa kimia
yang menyusunnya ada pupuk organik dan ada pupuk anorganik. Pada umumnya
pupuk organik merupakan pupuk yang bahannya diperoleh dari alam yang
diproses berdasar proses alam, maka lebih umum disebut pupuk alam; sedangkan
pupuk anorganik umumnya dibuat dengan bahan alam pula yangkemudian
diproses di suatu pabrik dengan basis industri kimia sehingga lebih umum disebut
pupuk buatan atau pupuk kimia (Djuwanto, 1999).
Tanpa pupuk organik, efisiensi dan efektivitas penyerapan unsur hara
tanaman pada tanah tidak akan berjalan lancar karena efektivitas penerapan unsur
hara sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik dalam tanah. Pupuk kimia tidak
dapat menggantikan fungsi kompos karena masing-masing memiliki peran yang
menyediakan nutrisi dalam jumlah yang besar bagi tanaman, sedangkan pupuk
organik berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah
dimanfaatkan oleh tanaman untuk menyerap unsur hara yang disediakan pupuk
kimia. Penggunaan pupuk kimia dan pupuk organik secara seimbang akan
9
meningkatkan produktivitas tanah dan mendukung pertumbuhan tanaman
(Yuniwati et al., 2012).
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
a. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
b. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
c. Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya,
d. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
e. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
f. Tidak berbau
Trichokompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik kompos yang
mengandung cendawan antagonis Trichoderma sp . Semua bahan organik yang
dalam proses pengomposannya ditambahkan Trichoderma disebut sebagai
“Trichokompos”.
Berdasarkan uji Laboratorium, kandungan hara Trichokompos dari bahan
organik kotoran sapi adalah sebagai berikut: N 0,50%, P 0,28%, K 0,42%, Ca
1,035 ppm, Fe 958 ppm, Mn 147 ppm, Cu 4 ppm, Zn 25 ppm (Suheiti, 2009).
Trichokompos efektif sebagai penggembur tanah, penyubur tanaman,
merangsang pertumbuhan anakan, bunga dan buah. Selain itu, pupuk organik
tersebut juga sebagai pengendali penyakit, seperti penyakit layu, busuk batang dan
daun (Suheiti, 2009).
Manfaat Trichokompos adalah sebagai berikut:
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro
10
2. Memperbaiki struktur tanah
3. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menahan air
4. Meningkatkan aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang menguntungkan.
5. Meningkatkan PH pada tanah asam
6. Sebagai pengendalian OPT penyakit tular tanah
Dalam praktikum kali ini dilakukan 2 macam pembuatan Trichocompos,
yaitu di pekarangan dan di lahan sawah. Berikut tahapan pembuatan
Trichocompos tersebut:
1. Pembuatan Trichokompos di pekarangan
Dibuat beberapa lapisan, lapisan paling bawah yaitu seresah atau sisa-sisa
tanaman. Fungsi dari seresah dedaunan adalah untuk menambah unsur N
dalam pupuk kompos, semakin banyak kandungan hijau maka kandungan N
akan lebih tinggi.
Pada lapisan berikutnya diberi kotoran ternak. Fungsi dari kotoran ternak
adalah sebagai starter. Beberapa ternak yang dapat digunakan antara lain
kotoran ayam, kambing dan sapi.
11
Lapisan diratakan, dan kemudian di beri larutan Trichoderma.
Tutup bahan-bahan tersebut secara rapat dengan menggunakan karung
plastik.
2. Pembuatan Trichokompos di lahan sawah
Potongan jerami dihamparkan diatas permukaan tanah sawah. Jerami padi
merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai penambah
unsur hara apabila dikembalikan ke
dalam tanah. Sampai saat ini, penanganan
limbah jerami padi oleh petani sebagian
besar dilakukan dengan cara dibakar dan
abunya digunakan sebagai pupuk.
12
Cacahan batang pisang disebar merata
pada lahan. Bonggol pisang
mengandung mikrobia pengurai bahan
organik. Mikrobia pengurai tersebut
terletak pada bonggol pisang bagian
luar maupun bagian dalam. Jenis mikrobia yang telah diidentifikasi pada
MOL bonggol pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan
Aspergillus nigger. Mikrobia inilah yang biasa menguraikan bahan organik.
Mikrobia pada MOL bonggol pisang akan bertindak sebagai dekomposer
bahan organik yang akan dikomposkan.
Diatasnya diberi pupuk kandang dengan
takaran 5 ton/ha. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Kusuma (2012), beberapa
jenis pupuk kandang berpengaruh
terhadap kualitas bokashi di antaranya
kandungan unsur hara P dan K, sedangkan dari segi warna, bau dan tekstur
tidak jauh berbeda dari warna, bau dan tekstur bahan asalnya.
Ditaburkan larutan Trichoderma ke atas tumpukan bahan. Pemberian jamur
Trichoderma sp. seperti Trichoderma harzianum pada saat pengomposan
dapat mempercepat proses pengomposan dan memperbaiki kualitas kompos
yang dihasilkan, karena jamur ini dapat menghasilkan tiga enzim yaitu
enzim celobiohidrolase (CBH) yang aktif merombak selulosa alami, enzim
13
endoglikonase yang aktif merombak selulosa terlarut dan enzim glokosidase
yang aktif menghidrolisis unit selobiosa menjadi molekul glukosa
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen)
atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen
yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban,
konsentarasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH),
ukuran bahan. Mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%.
Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme bekerja optimal. Kebutuhan
oksigen dalam pembuatan kompos yakni berkisar antara 10-18%. Temperatur
optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35
55°C. Perbandingan C/N yang optimum untuk proses pengomposan adalah
berkisar antara 25-25. Derajat keasaman yang terbaik untuk proses pengomposan
adalah pada kondisi pH netral yakni berkisar antara 6-8. Ukuran bahan yang
dianjurkan pada pengomposan aerobik berkisar antara 1-7,5 cm.
Terdapat 17 unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman, 7 macam
unsur diantaranya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga disebut sebagai unsur
14
mikro.Unsurunsur mikro tesebut yaitu seng, tembaga, boron,molibdenium,kobalt
dan khlor. Peran unsurunsur mikro adalah terkait dengan proses metabolisme
Contoh : tembaga, berkaitan dengan proses respirasi , zat besi dan boron
mendukung proses absorbsi air dan translokasi gula dan besi berperan dalam
pembentukan khlorofil dan sintesis protein. Dengan demikian unsurunsur mikro
tersebut sangat besar perannya dalam kelangsungan hidup tanaman (Umniyatie,
1999).
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan pembahasan di depan adalah
sebagai berikut:
1. Dalam praktikum dilakukan dua kali pembuatan trichokompos, yaitu
pembuatan di pekarangan dan di lahan sawah.
2. Pemberian jamur Trichoderma sp. seperti Trichoderma harzianum pada saat
pengomposan dapat mempercepat proses pengomposan dan memperbaiki
kualitas kompos yang dihasilkan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban,
konsentarasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH),
ukuran bahan.
4. Trichokompos efektif sebagai penggembur tanah, penyubur tanaman,
merangsang pertumbuhan anakan, bunga dan buah. Selain itu, pupuk organik
tersebut juga sebagai pengendali penyakit, seperti penyakit layu, busuk batang
dan daun
B. Saran
Saran saya untuk praktikum yang akan datang sebaiknya sistem diperbarui,
peralatan lebih dilengkapi dan jumlah asisten praktikum ditambah.
5.
16
DAFTAR PUSTAKA
Novita Trias, Evita, dan Jasminarni, 2008. Pemanfaatan Trichokompos dalam Pengembangan Polikultur Sayuran Bebas Pestisida di Desa Talang Lindung Kabupaten Kerinci. Tidak dipublikasikan. Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Jambi, Jambi
Olubukola, S A, O. Aderemi O, EAdewoyin, D Tinuke, A H Akinwunmi and A, J Oladipupo. 2010. Comparing the use of Tithonia diversifolia and Compost as soil amendments for growth and yield of Celosia argentea. New York Science Journal 2010; 3(6)
Pracaya, 2003. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Penebar Swadaya, Jakarta.
Refliaty, Endriani dan Zurhalena. 2013. Efek aplikasi berbagai formula pupuk bio-organik trichokompos terhadap hasil dan serapan hara oleh kedelai pada tanah masam. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol. 15(2): 25-32 hal.
Setyorini, D., R. Saraswati, dan E.K. Anwar. 2006. Kompos.. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 11 – 40 hal.
Suheiti, Kiki. 2009. Pemanfaatan trichokompos pada tanaman sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. No 08: 1-3 hal.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan.
Umniyatie, Siti. 1999. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif (Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya Alternatif Mahasiswa.
17