kurikulum pendidikan akhlak di sd muhammadiyah

193
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, menyebabkan terjadinya globalisasi yang tidak dapat dihindari. Produk iptek yang berupa teknologi industri, sarana transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, dan sebagainya, berdampak pada pesatnya perubahan kehidupan masyarakat menjadi semakin terbuka, semakin mudah dan instant, serba teknologi, dan bersifat global. Derasnya arus perubahan dan perkembangan masyarakat tersebut berakibat pada besarnya gelombang modernisasi dan globalisasi yang melahirkan kompleksitas dalam segala aspek kehidupan. Hal ini pada gilirannya membawa dampak pada perubahan orientasi kehidupan manusia modern yang semakin materialistik, individualistik, hedonistik, bahkan menjadi semakin permissif

Upload: umsida

Post on 08-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang semakin pesat, menyebabkan terjadinya

globalisasi yang tidak dapat dihindari. Produk iptek

yang berupa teknologi industri, sarana transportasi,

teknologi informasi dan komunikasi, dan sebagainya,

berdampak pada pesatnya perubahan kehidupan

masyarakat menjadi semakin terbuka, semakin mudah

dan instant, serba teknologi, dan bersifat global.

Derasnya arus perubahan dan perkembangan

masyarakat tersebut berakibat pada besarnya

gelombang modernisasi dan globalisasi yang

melahirkan kompleksitas dalam segala aspek

kehidupan. Hal ini pada gilirannya membawa dampak

pada perubahan orientasi kehidupan manusia modern

yang semakin materialistik, individualistik,

hedonistik, bahkan menjadi semakin permissif

2

terhadap nilai-nilai di masyarakat. Orientasi pola

hidup yang demikian ini tidak sedikit membawa

konsekuensi pada termarginalkannya nilai-nilai moral

dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Sungguh menjadi suatu ironi, Indonesia yang

berpenduduk muslim terbesar di dunia ternyata

memiliki problem krisis moral yang begitu kompleks.

Padahal, ajaran Islam selalu menjunjung tinggi

nilai-nilai moralitas (akhlak) yang sempurna

sebagaimana risalah Rasulullah s.a.w yang

memproklamirkan misi penyempurnaan akhlak.

Penyimpangan terhadap nilai-nilai moral ini

menghinggapi hampir seluruh golongan masyarakat. Di

dunia internasional, Indonesia termasuk salah satu

negara terkorup. Praktek korupsi, kolusi, dan

nepotisme seakan menjadi hal yang sangat biasa,

semuanya dilakukan tanpa malu-malu lagi. Belum lagi

pertikaian antar etnis ataupun penganut agama yang

tak kunjung berakhir. Bahkan dekadensi moral ini

juga menjangkiti kaum muda, yang mayoritas adalah

3

pelajar dan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari

maraknya penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar,

seks bebas, pornografi dan pornoaksi, pembunuhan,

dan lain-lain yang sampai saat ini belum dapat

diatasi secara tuntas.

Realitas ini secara langsung ataupun tidak,

sangat mempengaruhi kinerja dunia pendidikan.

Tudingan masyarakat seringkali diarahkan kepada

dunia pendidikan sebagai pihak yang bertanggung

jawab atas masalah ini. Dunia pendidikan Indonesia

dianggap belum berhasil menjalankan peran mendasar

dalam membentuk budi pekerti peserta didik,

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional yang salah satu tujuannya adalah

mendidik manusia agar berakhlak mulia.1

1UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3. Kalimat lengkapnya adalah “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

4

Fenomena kemerosotan moral tersebut

mengindikasikan dua hal yang saling berkaitan.

Pertama, adalah pertanda bahwa dunia pendidikan kita

belum mampu membina peserta didiknya dengan kualitas

berpikir yang andal. Kedua, pendidikan moral dan

etika belum mendapat porsi yang selayaknya atau

belum dilakukan dengan metode pembinaan yang efektif

dan bermakna.2

Merespon hal tersebut, salah satu upaya yang

harus dilakukan sekolah adalah dengan meningkatkan

kualitas pendidikan, khususnya pada aspek pendidikan

moral yang seringkali terabaikan. Karena

sesungguhnya, fungsi pendidikan tidak hanya untuk

transfer pengetahuan, tetapi juga transfer nilai

(moral). Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan

dengan sengaja, seksama, terencana, dan bertujuan

yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti

2H.A.R. Tilaar, Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera Indonesia, 1999), 94.

5

memiliki bekal ilmu pengetahuan menyampaikannya

kepada anak didik secara bertahap.3

Faktanya, pendidikan moral yang selama ini

dilaksanakan dalam sistem pendidikan di Indonesia

dinilai belum berhasil memperbaiki dan meningkatkan

moralitas peserta didik. Hal ini bisa dimaklumi

karena materi pendidikan moral atau pendidikan

akhlak yang diselipkan dalam mata pelajaran PPKN,

agama, atau budi pekerti, pengajarannya hanya

sebatas teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai

pendidikan tersebut. Contohnya dapat kita lihat dari

teks soal-soal ujian yang lebih banyak menekankan

pada aspek kognitif, kemampuan hafalan siswa, tanpa

mencerminkan aspek afektif dan psikomotorik.

Sehingga siswa hanya memiliki hafalan teori-teori

akhlak tanpa memiliki penghayatan, sikap, dan

ketrampilan merefleksikan nilai-nilai moral yang

mereka butuhkan untuk menghadapi realita kehidupan

di luar pagar sekolah yang sangat kompleks.3Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 10.

6

Padahal, di era globalisasi, ketika segala

sesuatu bisa berubah dengan begitu cepat, dunia

pendidikan dituntut untuk tampil lebih cepat dan

tanggap dalam merespon dan memecahkan berbagai

tantangan baru yang timbul dari perubahan tersebut.

Ini berarti bahwa sekolah mempunyai tanggungjawab

untuk melawan pengaruh-pengaruh negatif terhadap

siswa yang timbul dari masyarakat dan memberikan

pengalaman belajar yang edukatif, bukan

eksploitatif.4 Hal yang demikian adalah logis

mengingat dunia pendidikan adalah salah satu pranata

yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa

depan umat manusia. Oleh karena itu pendidikan harus

terus mengembangkan strategi dan rencana yang lebih

baik untuk mengimbangi arus perubahan pola kehidupan

masyarakat, demi memperbaiki moralitas bangsa ini.

Sedangkan dalam Islam, moral sering merupakan

terjemahan dari kata akhlak. Akhlak adalah berasal

dari bahasa Arab “Akhla>q” merupakan jamak dari4Daniel Tanner and Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey:Prentice Hall, Inc., 1995), 257.

7

“khuluq” yang berarti adat kebiasaan (al-‘a>dah),

perangai, tabiat, watak, adab atau sopan santun dan

agama. Menurut ulama Salaf, akhlak adalah kemampuan

jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara

spontan, tanpa pemikiran atau paksaan. Sering pula

yang dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang

lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau

buruk.5 Sedangkan menurut al-Syaibany, akhlak adalah

kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari

mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan

gampang.6

Upaya peningkatan kualitas pendidikan akhlak

sangat perlu dilakukan mengingat beberapa hal,

pertama, bahwa siswa adalah generasi penerus yang

akan memimpin bangsa dan negara, jika krisis akhlak

ini tidak segera diatasi, maka kehancuran bangsa dan

Negara bukanlah hal yang mustahil. Kedua, bahwa

pembinaan akhlak adalah inti ajaran Islam. Ketiga,

5Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta:Belukar, 2004), 31.6Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.

8

bahwa akhlak mulia tidaklah terjadi dengan

sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh berbagai

faktor, terutama lingkungan keluarga, pendidikan dan

masyarakat pada umumnya. Dan keempat, pembinaan

akhlak terhadap siswa, yang berada pada usia remaja,

amat penting dilakukan mengingat secara psikologis

usia remaja merupakan usia yang mudah terpengaruh

dan goncang sebagai akibat dari keadaan dirinya yang

belum memiliki pengetahuan, mental, dan pengalaman

yang cukup, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh

lingkungan7.

Salah satu langkah meningkatkan kualitas

pendidikan akhlak adalah dengan terus menerus

mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak sesuai

kondisi dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum adalah

aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan,

diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan

sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah.8

7Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), 215-217.8Subandijah, Pengembangan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 2.

9

Sedangkan Ronald Doll mengartikan kurikulum ……all the

experiences which are offered to learner under the auspices or

direction of the school.9 Sedangkan pengembangan kurikulum

adalah proses di mana dirancang di dalamnya

pengalaman-pengalaman belajar bagi siswa dan

dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas yang

terkoordinir.10 Hal ini berarti bahwa kurikulum bukan

hanya berupa materi yang disampaikan di kelas,

melainkan juga mencakup berbagai pengalaman belajar

dan aktivitas-aktivitas yang dirancang bagi siswa,

baik di dalam maupun di luar sekolah, dengan

pengawasan dari sekolah untuk mencapai tujuan

tertentu. Misalnya dalam hal ini adalah untuk tujuan

pendidikan akhlak.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan

mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam proses

pendidikan di mana kurikulum merupakan salah satu

sarana terwujudnya proses pendidikan, sehingga

9Ronald Doll, Curriculum Improvement Decision Making and Processes, (t.tp.: Ally and Bacon, 1974), 22.10Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development A Guide to Practice, (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2002), 19.

10

kurikulum sebagai alat hendaknya mampu menjamin

tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, kurikulum harus bersifat dinamis

dan selalu berkembang agar dapat merespon tuntutan

perubahan di masyarakat dan mampu mengatasi segala

persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang

akan datang.11

Penelitian ini akan dilakukan di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai salah satu sekolah

dasar yang berlandaskan kepada nilai-nilai Islam.

Sehingga pendidikan akhlak merupakan kurikulum yang

harus diterapkan di sekolah tersebut. Sebagai salah

satu sekolah unggul di Kabupaten Sidoarjo,

selayaknya terus digali hal-hal positif yang bisa

diterapkan bagi sekolah lain, terutama pada aspek

pendidikan akhlak.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

11Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 90.

11

Pendidikan akhlak merupakan kebutuhan mendesak

di era globalisasi. Hal ini disebabkan semakin

merosotnya akhlak setiap individu bangsa Indonesia

mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dalam

berbagai jabatan, kedudukan, dan profesinya. Nilai-

nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong

menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh

penyelewengan, penipuan, penindasan, dan saling

menjegal, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.12

Yang paling mengkhawatirkan adalah kemerosotan

akhlak tersebut telah menjangkiti kalangan pelajar

sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini tentu saja

mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Para

pelajar yang seharusnya menunjukkan akhlak yang baik

sebagai hasil didikan itu, justru menunjukkan

tingkah laku yang buruk. Sehingga kemudian patut

dipertanyakan di manakah letak fungsi dan peranan

sekolah sebagai salah satu penyelenggara dan

12Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, 189.

12

penanggungjawab pendidikan – di samping keluarga dan

masyarakat - dalam meningkatkan akhlak bangsa?

Dunia pendidikan Indonesia terus berupaya

meningkatkan kualitas peserta didik, dalam hal ini

mencakup kualitas moral atau akhlak. Diantaranya

melalui Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan

penyusunan kurikulum dengan memperhatikan aspek

peningkatan akhlak mulia. Namun pada

implementasinya, pendidikan akhlak tidak mendapat

perhatian yang selayaknya. Kurikulum pendidikan

agama yang di dalamnya mencakup pendidikan akhlak,

selama ini dianggap tidak berhasil, karena

pengajarannya hanya sebatas teori tanpa adanya

refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut.

Pendidikan akhlak terlalu banyak menekankan aspek

kognitif anak didik -hal ini dapat dilihat dari

contoh soal mata pelajaran agama untuk tes-tes di

13

sekolah- dan kurang memberikan tekanan pada aspek

afektif dan psikomotorik.13

Kegagalan pendidikan dalam membentuk moralitas

peserta didik harus segera diperbaiki dengan terus

mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak. Kurikulum

sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan

yang cukup sentral dalam proses pendidikan di mana

kurikulum merupakan salah satu sarana terwujudnya

proses pendidikan. Untuk itu yang perlu segera

dipikirkan dan dirumuskan sebagai langkah kongkrit

dalam mengatasi dan mengantisipasi masalah moralitas

di era globalisasi adalah bagaimana mengisi dan

memberi muatan kurikulum pendidikan akhlak dan

bagaimana metode yang efektif untuk

mengimplementasikan kurikulum tersebut. Hal ini

mengingat bahwa derasnya arus perubahan di

masyarakat menuntut setiap individu memiliki

kapasitas yang memadai untuk menyikapi dan menfilter

efek negatif yang ditimbulkannya. Sehingga13M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005), 79.

14

diperlukan muatan pendidikan akhlak serta metode

pembelajaran yang efektif, yang dapat mengantarkan

peserta didik agar tidak mudah terkontaminasi oleh

budaya global.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka

penelitian ini akan dibatasi pada hal-hal yang

menyangkut proses pengembangan kurikulum pendidikan

akhlak, muatan kurikulum pendidikan akhlak serta

metode yang digunakan dalam implementasi kurikulum

pendidikan akhlak.

C. Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.Bagaimana proses pengembangan kurikulum pendidikan

akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo?

2.Apa saja muatan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo?

3.Bagaimana cara mengimplementasikan kurikulum

pendidikan akhlak yang telah dikembangkan?

15

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan

penelitian adalah sebagai berikut:

1.untuk mengetahui proses pengembangan kurikulum

pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

2.untuk mengetahui muatan kurikulum pendidikan

akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

3.untuk mengetahui cara mengimplementasikan

kurikulum pendidikan akhlak yang telah

dikembangkan

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak

yang berkecimpung di bidang pendidikan

2.Memberikan alternatif model pengembangan kurikulum

pendidikan akhlak bagi institusi pendidikan yang

lain

16

F. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,

sampai saat ini tidak ada satupun penelitian baik

dalam bentuk buku, skripsi, tesis, maupun disertasi

yang menfokuskan pada pengembangan kurikulum

pendidikan akhlak bagi siswa tingkat Sekolah Dasar.

Demikian halnya belum pernah dilakukan penelitian

mengenai kurikulum Pendidikan Islam di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan

(field research). Guna memperoleh hasil yang optimal,

peneliti mengadakan interaksi dengan pihak

lembaga pendidikan yang menjadi obyek penelitian,

guru, siswa, dan orang tua siswa, dengan harapan

dapat memperoleh informasi yang kongkrit. Dengan

17

demikian, data dan konsep yang telah ada di

lingkungan pendidikan dapat segera diketahui.

Adapun metode penelitian yang digunakan

adalah metode deskriptif kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Deskriptif adalah suatu

metode dalam meneliti suatu kelompok manusia,

obyek, sistem pemikiran, ataupun suatu kasus

peristiwa pada masa sekarang, bertujuan untuk

membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki.14 Data

yang dikumpulkan lebih banyak merupakan data

kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam

bentuk kata-kata verbal, bukan dalam bentuk

angka.15

2. Obyek Penelitian

14Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63.15Robert L. Bogelan dan Sari Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 2.

18

Obyek penelitian ini adalah kurikulum

pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

dan perkembangannya dengan mengambil beberapa

informan yang terkait dengan permasalahan

penelitian.

3.Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Data yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diambil melalui wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dan

semi terbuka. Wawancara dilakukan dengan tatap

muka agar setiap pertanyaan semi terbuka dapat

disampaikan dan memperoleh jawaban atau data

secara langsung.

b. Observasi

Observasi yaitu kegiatan mengamati gejala-

gejala obyektif yang terkait langsung dengan

penelitian, di mana peneliti terlibat langsung

dalam observasi tersebut. Metode ini digunakan

19

peneliti untuk mengamati model kurikulum yang

diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

c. Dokumentasi

Metode pengumpulan data ini digunakan peneliti

dalam upaya menghimpun data yang bersumber dari

tulisan (naskah), seperti buku, majalah,

peraturan, dokumen sekolah, bank data, dan

sebagainya. Data-data yang terkait dengan hal

tersebut adalah mengenai sejarah dan profil SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sarana pembelajaran

dan fasilitas lain yang berhubungan langsung

dengan usaha pengembangan kurikulum.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif. Dengan demikian, analisis data yang

digunakan oleh peneliti mengacu pada 3 langkah

sebagaimana metode yang diketengahkan oleh Miles

and Huberman16, yaitu:16Mathew B. Miles and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, (London: Sage Publications, 1984), 21.

20

a. Reduksi Data

Reduksi data berkenaan dengan proses

penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, dan

perubahan data kasar yang terdapat dalam

bentuk tulisan hasil dari catatan lapangan.

Reduksi data dilakukan secara terus menerus

selama pelaksanaan penelitian yang mengarah

pada rancangan penelitian.

b. Display Data

Display data adalah suatu proses

pengorganisasian data. Proses ini dilakukan

dengan cara membuat matriks, diagram, atau

grafik. Penyusunan display data membantu

peneliti dalam memahami data dan

menganalisisnya, sehingga peneliti dapat

dengan mudah menguasai data dan tidak

tenggelam dalam tumpukan data yang banyak.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah ini dimulai dengan mencari pola,

hubungan, hal-hal yang sering muncul, dan

21

sebagainya yang mengarah pada konsep

pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo, kemudian diakhiri

dengan menarik kesimpulan sebagai hasil dari

temuan di lapang.

H.Sistematika Bahasan

Penelitian ini akan disusun dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab I mengungkapkan Latar Belakang Masalah,

Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan

Sistematika Bahasan.

Bab II memuat landasan teori yang mencakup 2

sub bab, pertama adalah mengenai Pengembangan

Kurikulum yang terdiri dari Pengertian Kurikulum

dan Pengembangan Kurikulum, Jenis-Jenis

Kurikulum, Landasan Pengembangan Kurikulum,

Prinsip Pengembangan Kurikulum, dan Model

22

Pengembangan Kurikulum, Implementasi Kurikulum,

dan Evaluasi Kurikulum. Kedua, adalah mengenai

Pendidikan Akhlak yang terdiri dari Pengertian

Pendidikan Akhlak, Materi Pendidikan Akhlak, dan

Metode Pendidikan Akhlak.

Bab III memberikan gambaran umum profil SD

Muhamadiyah 1 Sidoarjo yang memuat Sejarah

Singkat, Visi Misi dan Filosofi Pendidikan,

Keadaan Siswa, Keadaan Tenaga Pendidik, Keadaan

Sarana dan Prasarana yang dimiliki, Struktur

Organisasi Sekolah, Kurikulum Sekolah, Kegiatan

Pembelajaran, Kegiatan Penunjang, serta Prestasi-

prestasi Siswa.

Bab IV adalah Penyajian dan Analisis Data,

yang memuat Tujuan Pendidikan, Struktur Program

dan Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak, Strategi

dan Proses Pembelajaran Akhlak, Evaluasi

Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Akhlak,

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Akhlak,

Analisis Data secara keseluruhan.

23

Bab V memuat Kesimpulan dan Saran dari

penelitian yang telah dilakukan.

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengembangan Kurikulum

1.Pengertian Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai subject matter atau bahan

belajar adalah gambaran kurikulum paling

tradisional yang menggambarkan suatu kurikulum

sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka

isi materi (content) yang diajarkan.17 Konsep inilah

yang dipahami oleh kebanyakan guru ketika ditanya

tentang kurikulum sekolah, yaitu sejumlah mata

pelajaran atau bahan belajar yang yang diajarkan

untuk anak didik.

Kurikulum juga dipahami sebagai seperangkat

pengalaman yang telah direncanakan secara khusus

dengan cara penulisan.18 Namun, pada prakteknya,

banyak pengalaman yang didapatkan anak didik dari

17Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 45.18Ibid., 46.

25

proses belajar yang belum atau tidak direncanakan

dalam kurikulum tertulis. Kurikulum inilah yang

disebut hidden curriculum.

Salah satu karakteristik kurikulum yang

menerima dukungan adalah pendapat bahwa kurikulum

sebagai alat reproduksi kultural yakni harus

merefleksikan suatu budaya masyarakat tertentu.19

Peranan sekolah dalam hal ini adalah menyampaikan

pengetahuan dan nilai-nilai yang penting untuk

digunakan oleh suatu generasi ke arah generasi

yang sukses.

Karakteristik kurikulum yang berkembang

akhir-akhir ini adalah kurikulum sebagai currere,

yang diartikan running of the race, yaitu jarak yang

harus ditempuh oleh seorang pelari. Berbagai

penafsiran yang berbeda-beda mengenai kurikulum

muncul dari para ahli pendidikan. Namun, dari

perbedaan tersebut terdapat kesamaan makna yang

mengarah pada kurikulum sebagai suatu usaha untuk

19Ibid., 47.

26

mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan

pendidikan yang ingin dicapai.

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan

adalah sebagai alat mencapai tujuan pendidikan.

Oleh karena itu, kurikulum mempunyai komponen-

komponen penunjang yang saling mendukung satu sama

lain. Komponen utama kurikulum adalah tujuan, isi

atau materi, organisasi atau strategi, media, dan

proses pembelajaran. Sedangkan komponen

penunjangnya adalah sistem atau administrasi dan

supervisi, pelayanan bimbingan dan penyuluhan, dan

sistem evaluasi.20

Komponen tujuan merupakan hal yang paling

penting dalam proses pendidikan, yakni hal yang

ingin dicapai secara keseluruhan yang meliputi

tujuan domain kognitif, domain afektif, dan domain

psikomotorik.21 Kurikulum bukan hanya diharapkan

dapat mengembangkan kemampuan intelektual atau

kecerdasan saja, akan tetapi juga harus dapat20Subandijah, Pengembangan Inovasi, 4.21Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 52.

27

membentuk sikap sesuai dengan sistem nilai yang

berlaku di masyarakat, serta dapat memberikan

ketrampilan untuk dapat hidup di lingkungan

masyarakatnya.

Komponen isi dan struktur program atau materi

adalah materi yang diprogramkan untuk mencapai

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau

materi yang dimaksud biasanya berupa bidang-bidang

studi yang disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan

jalur pendidikan yang ada.22

Komponen media merupakan sarana dalam proses

pembelajaran untuk memudahkan dalam

mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah

dimengerti oleh anak didik. Ketepatan memilih alat

atau media merupakan suatu hal yang dituntut bagi

seorang pendidik agar materi yang ditransfernya

bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan

pendidikan dari proses belajar mengajar diharapkan

bisa tercapai dengan baik.

22Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 55.

28

Dalam proses belajar mengajar, seorang

pendidik perlu memahami suatu strategi. Strategi

menunjuk pada suatu pendekatan (approach), metode

(method), dan peralatan mengajar yang diperlukan

dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran lebih

lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki

oleh seorang pendidik dalam proses pembelajaran.

Dengan menggunakan strategi yang tepat, diharapkan

hasil yang diperoleh dalam proses pembelajaran

dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun bagi

anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat

dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat

kompetensi pendidik.

Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam

pelaksanaan kurikulum, diperlukan evaluasi.

Komponen evaluasi berhubungan erat dengan komponen

lainnya, sehingga cara penilaian atau evaluasi ini

akan menentukan tujuan kurikulum, materi atau

bahan, serta proses belajar mengajar.

29

Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik

akan mengevaluasi anak didik dengan materi atau

bahan yang telah diajarkan, atau paling tidak, ada

kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini

sangat penting mengingat hasil penilaian tidak

jarang menjadi barometer atas keberhasilan proses

pendidikan. Lebih lanjut, evaluasi tidak hanya

berfungsi untuk mengukur prestasi anak didik,

tetapi juga sebagai sumber input bagi perbaikan

dan pengembangan kurikulum.23

Sebagai program pendidikan yang telah

direncanakan secara sistematis, kurikulum

mengemban peranan yang sangat penting bagi

pendidikan siswa. Diantara peranan tersebut adalah

peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif,

dan peranan kreatif. Ketiga peranan tersebut sama

pentingnya dan saling berkaitan yang dilaksanakan

secara berkesinambungan.24

23Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 57.24Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2008), 11.

30

Pada peranan konservatif, kurikulum

bertanggung jawab mentransmisikan dan menafsirkan

warisan sosial pada generasi muda. Sekolah sebagai

sebuah lembaga sosial dapat memengaruhi dan

membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai

nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini

seiring dengan hakekat pendidikan yang berfungsi

sebagai jembatan antara para siswa selaku anak

didik dengan orang dewasa dalam suatu proses

pembudayaan yang semakin berkembang menjadi

semakin kompleks.

Namun di sisi lain, sekolah tidak hanya

mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga

menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang

akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum harus

berperan kritis dan evaluatif dengan turut aktif

berpartisipasi dalam kontrol sosial dan

menghilangkan, memodifikasi, atau memperbaiki

nilai-nilai sosial yang telah ada agar sesuai

dengan keadaan di masa mendatang.

31

Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai

kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian

menciptakan dan menyusun hal yang baru sesuai

dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan

yang akan datang. Untuk membantu setiap individu

dalam mengembangkan semua potensi yang ada

padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran,

pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan

ketrampilan baru yang memberikan manfaat bagi

masyarakat.25

Pengembangan kurikulum adalah proses

perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana

kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini

berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian

berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara

lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum

dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata

pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur

pengembangan kurikulum.

25Ibid., 12.

32

Kegiatan pengembangan kurikulum dapat

dilakukan pada berbagai kondisi, mulai dari

tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional.

Kondisi-kondisi itu meliputi pengembangan

kurikulum oleh seorang guru kelas, pengembangan

kurikulum oleh kelompok guru dalam satu sekolah,

pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teachers

center), pengembangan kurikulum pada tingkat daerah,

dan pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek

nasional.26

Dalam mengembangkan suatu kurikulum, banyak

pihak yang turut berpartisipasi, yaitu

administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli

kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-

guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh

masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara

terus menerus turut terlibat dalam pengembangan

kurikulum adalah administrator, guru, dan orang

tua.26Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 183.

33

Administrator pendidikan terdiri dari

direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan

kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor

kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah.

Kepala sekolah mempunyai wewenang dalam membuat

operasionalisasi sistem pendidikan pada masing-

masing sekolah. Kepala sekolah ini yang

sesungguhnya secara terus menerus terlibat dalam

pengembangan dan implementasi kurikulum,

memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-

guru.

Walaupun guru dapat mengembangkan kurikulum

sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus

didorong dan dibantu oleh para administrator.27

Administrator lokal harus bekerjasama dengan

kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan

kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,

mengkomunikasikan sistem pendidikan kepada

27Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 155

34

masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum

oleh guru-guru di kelas.

Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan

dengan implementasi kurikulum di sekolahnya.

Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam

menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum

di sekolahnya. Ia merupakan figur kunci di

sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat

mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan

kurikulum.28

Guru memegang peranan yang cukup penting baik

di dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum.

Dia adalah perencana, pelaksana, dan pengembang

kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun ia tidak

mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang

kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum

yang datang dari atas. Dialah yang mengolah,

meramu kembali kurikulum dari pusat untuk

disajikan di kelasnya. Karena guru juga merupakan

28Ibid, 156

35

barisan terdepan pengembang kurikulum maka guru

pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan

penyempurnaan terhadap kurikulum. Peranan guru

bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar

muridnya, tetapi juga menilai implementasi

kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil

penilaian yang demikian akan sangat membantu

pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan-

hambatan dalam implementasi kurikulum.29

Orang tua juga mempunyai peranan dalam

pengembangan kurikulum. Peranan mereka berkenaan

dengan dua hal: pertama, dalam penyusunan

kurikulum, kedua, dalam pelaksanaan kurikulum.

Dalam penyusunan kurikulum, mungkin tidak semua

orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas pada

beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai

latar belakang yang memadai. Peranan orangtua

lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam

pelaksanaan kurikulum diperlukan kerjasama yang

29Ibid, 157

36

erat antara guru atau sekolah dengan para orang

tua murid. Partisipasi orangtua dapat berupa

pengamatan yang mereka lakukan terhadap kegiatan

belajar anak, dan melaporkan perkembangannya ke

sekolah, serta aktif dalam kegiatan yang diadakan

oleh sekolah. Peranan orangtua murid seperti ini

akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan dan

pengembangan kurikulum.

2. Jenis-jenis kurikulum

Dalam menyusun kurikulum, sangatlah

tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk

penyajian bahan pelajaran atau organisasi

kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum yang

dikenal juga dengan sebutan jenis-jenis kurikulum.

Pertama, adalah separated subject curriculum. Kurikulum

ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang

terpisah satu sama lain. Kurikulum ini terdiri

dari mata pelajaran-mata pelajaran terpisah yang

harus dikuasai oleh anak didik dari tiap mata

37

pelajaran secara logis, sistematis, dan mendalam.

Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-

syarat minimum yang harus dikuasai anak didik

untuk bisa naik kelas. Biasanya, bahan pelajaran

dan textbook merupakan alat dan sumber utama

pelajaran.

Kedua, correlated curriculum, dimana sejumlah mata

pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lain

sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin

luas. Misalnya, pada pelajaran shalat dapat

dihubungkan dengan pelajaran al-Qur’an atau hadits

yang berhubungan dengan shalat.

Ketiga, adalah broad fields curriculum atau kadang-

kadang disebut kurikulum fusi. Kurikulum ini

menghapuskan batas-batas dan menyatukan mata

pelajaran yang berhubungan erat. Sebagai contoh,

mata pelajaran sejarah, geografi, ilmu ekonomi,

dan ilmu politik disatukan menjadi Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).30

30Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 144.

38

Jenis kurikulum lainnya adalah kurikulum

terpadu (integrated curriculum) yang merupakan suatu

produk dari upaya pengitegrasian bahan pelajaran

dari berbagai macam pelajaran. Integrasi

diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada

masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan

materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu atau

mata pelajaran.

Kurikulum jenis ini membuka kesempatan yang

lebih banyak untuk melakukan kerja kelompok,

menjadikan masyarakat dan lingkungan sebagai

sumber belajar sehingga berpengaruh terhadap

integrasi pribadi anak didik dan lingkungannya,

mementingkan perbedaan individual anak didik, dan

melibatkan anak didik dalam perencanaan pelajaran.

Kurikulum terpadu sangat mengutamakan agar anak

didik dapat memiliki sejumlah pengetahuan secara

fungsional, yaitu mampu memecahkan masalah yang

ada, dan mengutamakan proses belajarnya.31

31Ibid., 147.

39

Integrated curriculum mempunyai ciri yang sangat

fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang

sama dari semua anak didik. Guru, orangtua, dan

anak didik merupakan komponen yang bertanggung

jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain,

kurikulum ini mengalami kesulitan bagi anak didik,

terutama ketika anak didik mengikuti ujian akhir

atau tes masuk yang uniform.

3. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan

mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam

seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses

pelaksanaan, dan hasil pendidikan. Mengingat

pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan

dan dalam perkembangan kehidupan manusia,

penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan

sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan

landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil

pemikiran dan penelitian yang mendalam.

40

Ada beberapa landasan utama dalam

pengembangan suatu kurikulum yaitu landasan

filosofis, landasan psikologis, landasan sosial

budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan

teknologi.

a. Landasan filosofis

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno,

yaitu dari kata philos (cinta yang mendalam) dan

sophia (kearifan). Dengan demikian, secara

harfiah, filsafat diartikan sebagai cinta yang

mendalam akan kearifan.32 Dalam batasan modern,

filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha

memahami semua hal yang muncul di dalam

keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang

berharap agar manusia dapat mengerti dan

mempunyai pandangan yang menyeluruh dan

sistematis mengenai alam semesta dan tempat

manusia di dalamnya. Sedangkan dalam istilah

32Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), 42.

41

yang lebih populer, filsafat sering diartikan

pandangan hidup individu atau masyarakat.

Sebagai induk dari semua pengetahuan,

filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang

metafisika, yaitu studi tentang hakikat

realitas, epistemologi, yaitu studi tentang

hakikat pengetahuan, aksiologi, yaitu studi

tentang nilai, etika, yaitu studi tentang

hakikat kebaikan, estetika, yaitu studi tentang

hakikat keindahan, dan logika, yaitu studi

tentang hakikat penalaran.33

Apabila diamati item-item tersebut, tampak

filsafat mempunyai jangkauan kajian yang sangat

luas. Namun demikian, seseorang tidak perlu

mendalami semua bidang filsafat dalam

mengembangkan kurikulum. Para pengembang hanya

perlu memperhatikan falsafah yang dianut di mana

lembaga pendidikan berada, yakni mencakup

falsafah bangsa Indonesia, yaitu falsafah

33Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 68.

42

Pancasila, dan falsafah lembaga pendidikan itu

sendiri.

b. Landasan psikologis

Kondisi psikologis merupakan karakteristik

psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang

dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam

interaksi dengan lingkungannya.34 Perilaku

tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri

kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak

tampak.

Kondisi psikologis setiap individu berbeda

karena perbedaan tahap perkembangannya, latar

belakang sosial budaya, juga karena perbedaan

faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi

inipun berbeda pula bergantung pada konteks,

peranan, dan status individu di antara individu

lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi

pendidikan harus sesuai dengan kondisi

psikologis para peserta didik maupun kondisi

34Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 45.

43

pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah

berbeda dengan interaksi pendidikan di sekolah,

interaksi antara siswa dan guru pada sekolah

dasar berbeda dengan sekolah lanjutan pertama

dan lanjutan atas.

Peserta didik adalah individu yang sedang

berada dalam proses perkembangannya. Tugas utama

pendidikan adalah membantu perkembangan peserta

didik secara optimal. Apa yang dididikkan dan

bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan

dengan pola perkembangan anak.

c. Landasan sosial budaya

Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk

transfer pengetahuan kepada anak didik, lebih

dari itu, pendidikan diharapkan mampu memberikan

bekal ketrampilan dan nilai-nilai kehidupan yang

dibutuhkan anak ketika berbaur dalam

masyarakatnya. Anak-anak berasal dari

masyarakat, memperoleh pendidikan baik formal

maupun non formal dari lingkungan masyarakatnya

44

dan akan diarahkan bagi kehidupan dalam

masyarakat pula.

Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan

untuk menyiapkan generasi muda menjadi orang

dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan

produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya

tuntutan individual dan sosial dari orang dewasa

kepada generasi muda. Tuntutan individual

merupakan harapan orang dewasa agar generasi

muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri,

mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang

dimilikinya. Tuntutan sosial adalah harapan

orang dewasa agar anak mampu bertingkahlaku,

berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai

situasi dan lingkungan masyarakat.

Setiap masyarakat masing-masing memiliki

sistem sosial budaya yang berbeda ditinjau dari

ruang dan waktu. Salah satu aspek yang cukup

penting dalam sistem sosial budaya adalah

tatanan nilai. Tatanan nilai merupakan

45

seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral

yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku

para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut

bersumber dari agama, budaya, kehidupan politik,

maupun dari segi-segi kehidupan lainnya.35

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga ikut

berkembang.

Konsep pendidikan bersifat universal,

tetapi pelaksanaan pendidikan bersifat lokal,

disesuaikan dengan situasi dan kondisi

masyarakat setempat. Karena itulah dalam

mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum,

para pengembang mesti merujuk pada lingkungan

atau dunia di mana mereka tinggal, merespon

berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau

diusulkan oleh beragam golongan dalam

masyarakat, dan memahami pencantuman nilai-nilai

35Ibid., 59.

46

falsafah pendidikan bangsa dan falsafah

pendidikan yang berlaku di sekolah.

d. Landasan perkembangan ilmu dan teknologi

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

sebagai hasil kemampuan berpikir manusia telah

membawa umat manusia pada keadaan yang tidak

pernah terbayang sebelumnya. Terciptanya produk-

produk teknologi, seperti teknologi komunikasi,

transportasi, industri, dan lain-lain, membawa

pengaruh yang sangat besar pada semua aspek

kehidupan manusia. Di satu sisi, manusia

memperoleh banyak kemudahan dan kenyamanan

dengan hadirnya teknologi tersebut. Namun di

sisi lain, berbagai efek negatif muncul yang

justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri,

seperti masalah kriminalitas, ataupun gesekan

antar budaya, bahkan perubahan tatanan nilai di

masyarakat.

Munculnya permasalahan baru ini menyebabkan

kompleksitas tugas pendidikan yang diemban oleh

47

sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan

dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi

juga harus memberi ketrampilan tertentu serta

menanamkan nilai dan budi pekerti.

Sesuai dengan perubahan yang sangat cepat

itu, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat

pendidikan, harus terus menerus diperbarui

menyesuaikan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, agar menjadi nilai

yang positif bagi siswa, dan masyarakat pada

umumnya.

4. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang

merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan

bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum

terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan,

dan perbuatan pendidikan. Suatu kurikulum

diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi

pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara

48

optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan

perkembangan masyarakat. Untuk itulah perlu

diperhatikan prinsip-prinsip umum dalam

pengembangan kurikulum.

a. Prinsip relevansi

Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki

kurikulum yaitu relevan ke dalam dan relevan ke

luar. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi,

dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum

hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan,

dan perkembangan masyarakat.

Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup

dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang

dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa

untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya

menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang

tetapi juga yang akan datang.

Kurikulum juga harus memiliki relevansi di

dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi

antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara

49

tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.

Relevansi internal ini menunjukkan suatu

keterpaduan kurikulum.

b. Prinsip Fleksibilitas

Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur

atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak

untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang,

di sini dan di tempat lain, bagi anak yang

memiliki latar belakang dan kemampuan yang

berbeda.

Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum

yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam

pelaksanaannya memungkinkan terjadinya

penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi

daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar

belakang anak.

c. Prinsip kontinuitas

Prinsip kontinuitas adalah prinsip

kesinambungan. Perkembangan dan proses balajar

anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak

50

terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena

itu, pengalaman belajar yang disediakan

kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara

satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara

satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya,

juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan

serempak bersama-sama, perlu selalu ada

komunikasi antara para pengembang kurikulum

sekolah dasar dengan SMP, SMA, dan Perguruan

Tinggi.

d. Prinsip Praktis

Maksudnya adalah bahwa kurikulum harus

mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat

sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini

juga disebut prinsip efisiensi. Betapa pun bagus

dan idealnya suatu kurikulum, kalau menuntut

keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan

mahal, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan

sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan

51

selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-

keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya,

alat, maupun personalia.

e. Prinsip efektivitas

Walaupun kurikulum harus murah dan

sederhana, tetapi keberhasilannya tetap harus

diperhatikan, dari sisi kualitatif dan

kuantitatif. Pengembangan suatu kurikulum tidak

dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari

perencanaan pendidikan. Keberhasilan kurikulum

akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.36

5. Model Pengembangan Kurikulum

Banyak model yang dapat digunakan dalam

pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model

pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas

kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan

pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu

disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem

36Ibid., 151.

52

pengelolaan pendidikan yang dianut serta model

konsep pendidikan yang digunakan. Model

pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan

pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda

dengan yang desentralisasi. Model pengembangan

dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis

berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis,

dan rekonstruksi sosial.

a. Model Tyler

Model pengembangan kurikulum Tyler, dalam

bukunya yang berjudul Basic Principles of Curriculum and

Instruction, adalah lebih bersifat bagaimana

merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan

dan misi suatu institusi pendidikan. Dia

menekankan pentingnya upaya pengembangan

kurikulum dilakukan secara rasional dan

sistematis.37

37Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 154.

53

Proses pengembangan kurikulum menurut Tyler

ada 4, yaitu pertama, menentukan tujuan

pendidikan yang ingin dicapai; kedua, menentukan

pengalaman belajar yang akan diberikan kepada

siswa untuk mencapai tujuan tersebut; ketiga,

mengorganisasi pengalaman belajar; dan keempat,

evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian

tujuan yang telah ditetapkan.38

b. Model Taba

Berbeda dengan model yang dikembangkan

Tyler, model Taba lebih menitikberatkan pada

bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu

proses perbaikan dan penyempurnaan. Tahapan-

tahapan pengembangan kurikulum yang ditawarkan

Taba adalah bersifat induktif yaitu diawali

dengan mendiagnosis kebutuhan. Hal ini dilakukan

agar pengembang kurikulum mempunyai informasi

(input) yang cukup pada setiap proses pengembangan

kurikulum.

38Wina Sanjaya, Kurikulum, 82-87.

54

Model pengembangan yang ditawarkan Taba

sebenarnya memodifikasi model dasar Tyler agar

lebih representatif terhadap pengembangan

kurikulum di tingkat sekolah. Menurutnya, ada 7

langkah utama yang harus dilakukan dalam

pengembangan kurikulum, yaitu mendiagnosis

kebutuhan, menformulasikan tujuan, memilih isi,

mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar,

mengorganisasi pengalaman belajar, menentukan

alat evaluasi dan menguji keseimbangan isi

kurikulum.39

Hal yang perlu diperhatikan dalam

mendiagnosis kebutuhan adalah diperlukannya

data-data yang bersumber dari tuntutan

masyarakat di mana siswa akan memanfaatkan hasil

pendidikannya, kebutuhan perkembangan siswa yang

dilihat dari perkembangan mental dan pengalaman

yang telah dimiliki siswa, dan isi bahan

39Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development, 34.

55

pelajaran yang mencakup materi dan metode

pembelajaran.40

Langkah-langkah tersebut dilakukan sebagai

unit percobaan. Jika eksperimen dinilai layak

digunakan maka kurikulum yang telah teruji akan

diimplementasikan. Pada tahap ini perlu

dipersiapkan kemampuan guru-guru melalui

penataran, lokakarya dan lain-lain, serta

mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai

dengan tuntutan kurikulum.41

c. Model Beauchamp

Model ini dikembangkan oleh seorang ahli

kurikulum Beauchamp. Dia mengemukakan lima hal

dalam pengembangan suatu kurikulum.

40Daniel Tanner dan Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1995), 232.41Wina Sanjaya, Kurikulum, 88-89.

56

Pertama, menetapkan arena atau lingkup

wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum

tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan,

kabupaten, propinsi, atau negara. Pentahapan

arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki

oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan

kurikulum.

Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-

siapa yang turut serta terlibat dalam

pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang

yang turut berpartisipasi dalam pengembangan

kurikulum, yaitu 1) ahli pendidikan/kurikulum

yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan

ahli bidang ilmu dari luar, 2) ahli

pendidikan/kurikulum dari perguruan tinggi atau

sekolah dan guru-guru terpilih, 3) para

profesional dalam sistem pendidikan, 4)

profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

Ketiga, organisasi dan prosedur

pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan

57

dengan prosedur yang harus ditempuh dalam

merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus,

memilih isi dan pengalaman belajar, serta

kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan

keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi

keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah,

yaitu 1) membentuk tim pengembang kurikulum, 2)

mengadakan penilaian atau penelitian terhadap

kurikulum yang ada yang sedang digunakan, 3)

studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan

kurikulum baru, 4) merumuskan kriteria-kriteria

bagi penentuan kurikulum baru, 5) penyusunan dan

penulisan kurikulum baru.

Keempat, implementasi kurikulum. Langkah

ini membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik

kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan,

maupun biaya, serta kesiapan manajerial dari

pimpinan sekolah atau administrator setempat.

Langkah yang kelima adalah evaluasi

kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat

58

hal, yaitu 1) evaluasi tentang pelaksanaan

kurikulum oleh guru-guru, 2) evaluasi desain

kurikulum, 3) evaluasi hasil belajar siswa, 4)

evaluasi keseluruhan sistem kurikulum. Data yang

diperoleh dari evaluasi kemudian digunakan bagi

penyempurnaan sistem, desain kurikulum, dan

prinsip pelaksanaannya.42

d. Model Wheeler

Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum

merupakan proses yang membentuk lingkaran. Ini

berarti bahwa pengembangan kurikulum terjadi

secara terus menerus, sistematis atau berurutan,

dan tanpa ujung.43 Karena penekanannya terhadap

hakikat lingkaran (cycle) dari elemen-elemen

kurikulum maka model ini disebut juga dengan

cycle models.

Elemen-elemen pengembangan kurikulum yang

dimaksud terdiri dari 5 langkah, yaitu pertama,

seleksi maksud, tujuan, dan sasaran; kedua,42Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163-165.43Wina Sanjaya, Kurikulum, 94.

59

seleksi pengalaman belajar; ketiga, menentukan

isi atau materi pembelajaran; keempat,

mengorganisasikan dan mengintegrasikan

pengalaman dan materi pembelajaran; kelima,

melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan

pencapaian tujuan.44

e. Model Nicholls

Model pengembangan kurikulum Nicholls

menggunakan pendekatan siklus seperti model

Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin

menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh

terjadinya perubahan situasi.

Ada lima langkah pengembangan kurikulum

menurut Nicholls, yaitu, analisis situasi,

menentukan tujuan khusus, menentukan dan

mengorganisasi isi pelajaran, menentukan dan

mengorganisasi metode, dan evaluasi.45

Analisis situasi adalah langkah pertama

yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang44Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,163.45Wina, Kurikulum, 95.

60

kurikulum secara mendetail dan serius agar

mereka memahami faktor-faktor yang akan

dikembangkan. Di samping itu, dengan masuknya

fase analisis situasi ini, diharapkan para

pengembang kurikulum juga lebih responsif

terhadap perubahan lingkungan dan kebutuhan anak

didik.46

f. Model Dynamic Skilbeck

Menurut Skilbeck, model pengembangan

kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah

model pengembangan kurikulum pada level sekolah.

Model ini ditujukan untuk setiap guru yang

ingin mengembangkan kurikulum sesuai dengan

kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan

berjalan dengan baik, maka setiap pengembang

termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok

yang dimulai dari menganalisis situasi,

menformulasikan tujuan, menyusun program,

46Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,166.

61

menginterpretasi dan implementasi, serta

monitoring, feedback, penilaian, dan

rekonstruksi.47

6. Implementasi Kurikulum

Implementasi kurikulum adalah penerapan atau

pelaksanaan program kurikulum yang telah

dikembangkan dalam dalam tahap sebelumnya,

kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan

pengelolaan, sambil senantiasa dilakukan

penyesuaian terhadap situasi lapangan dan

karakteristik peserta didik, baik perkembangan

intelektual, emosional, serta fisiknya.

Implementasi ini juga sekaligus merupakan

penelitian lapangan (field research) untuk keperluan

validasi sistem kurikulum itu sendiri.

Implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan

pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan

pembelajaran, dan evaluasi.

47Wina, Kurikulum, 96.

62

a. Pengembangan program mencakup

program tahunan, semester atau catur wulan,

bulanan, mingguan dan harian. Selain itu ada

juga program bimbingan dan konseling atau

program remedial

b. Pelaksanaan pembelajaran. Pada

hakikatnya, pembelajaran adalah proses interaksi

antara peserta didik dengan lingkungannya,

sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang

lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang

paling utama adalah mengkondisikan lingkungan

agar menunjang terjadinya perubahan perilaku

bagi peserta didik tersebut.

c. Evaluasi proses yang dilakukan

sepanjang proses pelaksanaan kurikulum catur

wulan atau semester serta penilaian akhir

formatif dan sumatif mencakup penilaian

keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi

pelaksanaan kurikulum.

63

Implementasi kurikulum dipengaruhi oleh tiga

faktor,yaitu:

a. Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang

lingkup bahan ajar, tujuan, fungsi, sifat, dan

sebagainya.

b. Strategi implementasi, yaitu strategi yang

digunakan dalam implementasi kurikulum, seperti

diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya

penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan

lain yang dapat mendorong penggunaan kurikulum

di lapangan.

c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang

meliputi pengetahuan, keterampilan, serta nilai

dan sikap guru terhadap kurikulum dalam

pembelajaran.48

Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan

komitmen semua pihak yang terlibat, dan didukung

oleh kemampuan profesional seperti guru sebagai

salah satu implementator kurikulum. Terdapat

48Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 239.

64

beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses

implementasi kurikulum di antaranya faktor guru,

faktor siswa, sarana prasarana, serta faktor

lingkungan.49

Guru adalah komponen terpenting dalam

implementasi kurikulum. Peran guru dalam suatu

pembelajaran tidak hanya sebagai model atau

teladan bagi siswa, tetapi juga sebagai pengelola

pembelajaran. Dengan demikian, efektivitas proses

pembelajaran sangat tergantung pada guru. Oleh

karenanya, guru dituntut mempunyai kualitas atau

kemampuan yang memadai untuk mengimplementasikan

kurikulum.

7. Evaluasi Kurikulum

Sebagai suatu bagian dari sistem evaluasi

pendidikan sekolah, secara fungsional evaluasi

kurikulum juga merupakan bagian dari sistem

kurikulum. Sistem kurikulum memiliki tiga fungsi

49Wina Sanjaya, Kurikulum, 197.

65

pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan

kurikulum dan evaluasi efek sistem kurikulum.

Evaluasi merupakan kegiatan yang luas,

kompleks, dan dilakukan terus menerus untuk

mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem

pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentangan yang

cukup luas, mulai dari yang bersifat informal

sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat

yang informal, evaluasi kurikulum berbentuk

perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan

yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada

tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum

meliputi pengumpulan dan pencatatan data,

sedangkan pada tingkat yang sangat formal

berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke

arah tujuan yang telah ditentukan.50

Evaluasi kurikulum minimal berfokus pada

empat bidang, yaitu evaluasi terhadap penggunaan

50Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 173.

66

kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan

sistem kurikulum. Umpan balik dari evaluasi akan

memulihkan vitalitas berbagai bagian dari sistem

kurikulum. Seleksi dan pengorganisasian pihak-

pihak pengembang kurikulum, prosedur penyusunan,

pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fungsi

koordinator dalam tim penyusun, pengaruh tingkat

guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum,

semuanya perlu dievaluasi dan hasilnya dapat

memperbaiki sistem kurikulum secara keseluruhan.51

Luas atau sempitnya suatu program evaluasi

kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya.

Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai

keseluruhan sistem kurikulum atau hanya komponen-

komponen tertentu dalam kurikulum tersebut.

Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat

dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan

sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang

diberikan sesudah satu kegiatan belajar

51Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 254.

67

diselesaikan yang bertujuan untuk mengumpulkan

data atau informasi tentang kualitas proses

pembelajaran tersebut. Evaluasi dituntut

dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses

pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif

diberikan menyelesaikan kegiatan belajar dalam

satu periode tertentu yang bertujuan untuk

mengumpulkan data atau informasi mengenai taraf

penyerapan siswa terhadap pelajaran yang telah

diberikan.52

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan berasal dari kata didik yang

mendapat awalan pen- dan akhiran –an, dan bearti

perbuatan, hal, cara, dan sebagainya mendidik,

pengetahuan tentang mendidik, dan berarti pula

pemeliharaan, latihan-latihan dan sebagainya yang

52Zainul Asmawi, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), 36.

68

meliputi badan, batin, dan sebagainya.53 Pendidikan

juga bisa diartikan usaha membina dan

mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek

rohaniah dan jasmaniah berlangsung setahap demi

setahap.54

Dalam Islam, akhlak menepati posisi sangat

penting. Akhlak dalam Lisa>n al-’Arab tertulis ”akhla>q”

yang diartikan sebagai agama55. Pemaknaan ini

menunjukkan bahwa mengajarkan agama kepada anak

didik berarti menanamkan nilai-nilai moral pada

mereka. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak harus

menetap dalam jiwa, perbuatan itu muncul dengan

mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.

Senada dengan al-Ghazali adalah apa yang

dikemukakan oleh Ibn Miskawaih (320-421 H/932-1030

M) dalam Tahdhi>b al-Akhla>q. Menurutnya, akhlak

adalah keadaan jiwa yang menyebabkan seseorang

53W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1991), 763.54H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11.55Abi> al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muh}ammad, Lisa>n al-‘Arab, Jil. 10, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1990), 86.

69

bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ia

tidak bersifat rasional, atau dorongan nafsu56.

Demikian halnya dengan al-Syaibany yang

mengartikan akhlak sebagai kebiasaan atau sikap

yang mendalam dalam jiwa darimana timbul

perbuatan-perbuatan dengan mudah. Menurutnya,

akhlak dalam Islam bersifat universal atau

menyeluruh, seimbang yang berarti bahwa Islam

memberi hak bagi setiap segi dan meletakkannya

pada tempat yang seharusnya. Selain itu, akhlak

juga bersifat menghargai berbagai kebutuhan

manusia dan segala tuntutan hidup, serta sederhana

dan tidak berlebihan.57

Menurut Abudin Nata, yang disebut moral

mempunyai ciri-ciri diantaranya perbuatan tersebut

telah mendarah daging sehingga menjadi identitas

orang yang melakukannya, perbuatan tersebut

dilakukan dengan mudah serta tanpa memerlukan

56Ibn Miskawayh, Tahdhi>b al-Akhla>q, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>, 1934), 73.57Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, ter. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.

70

pikiran lagi, perbuatan tersebut dilakukan dengan

kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari luar,

perbuatan tersebut dilakukan dengan sebenarnya,

bukan karena berpura-pura, dan perbuatan tersebut

dilakukan atas dasar lubuk hati karena Allah.58

Akhlak dalam istilah lain muncul dengan

sebutan moral, etika, dan susila. Etika adalah

ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, tindakan

yang harus dilakukan manusia terhadap yang lain,

tujuan yang akan dicapai, dan jalan yang akan

ditempuh. Etika bisa disebut filsafat yang mencoba

menggali hakekat sesuatu dan juga mengarahkan

orientasi dalam setiap perilaku moral sehingga

kita bisa mempertanggungjawabkan kehidupan kita

dan tidak ikut-ikutan dalam bersikap begini atau

begitu.59

Padanan istilah ini mengandung maksud yang

sama, yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai

58Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), 197. 59Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 17.

71

baik buruk suatu perbuatan yang dilakukan manusia.

Baik akhlak maupun istilah yang lain menginginkan

terwujudnya masyarakat yang baik, teratur, aman,

damai yang berujung pada kesejahteraan lahir dan

batin60. Kesamaan pengertian istilah ini dapat

diambil dari sudut substansi pemaknaan secara

universal.

Adapun yang membedakan akhlak dengan etika,

moral, dan susila adalah terletak pada sumber yang

dijadikan rujukan dalam melakukan penilaian

terhadap sesuatu menjadi baik atau buruk. Jika

etika digali berdasarkan pendapat akal pikiran,

moral atau susila mengacu pada kebiasaan (adat)

yang berlaku umum di masyarakat, maka akhlak

bersumber dari ketentuan al-Qur`an dan al-Hadith.

Dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa etika

merupakan produk akal, moral atau susila sebagai

60Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 97.

72

produk budaya, sedangkan akhlak sebagai produk

wahyu61.

Pendidikan moral (pendidikan akhlak)

merupakan tema yang menjadi perdebatan di kalangan

para tokoh filsafat. Perdebatan tersebut sudah

terjadi sejak zaman Hellenis (Yunani Kuno),

seperti Socrates (469-399 SM) dan Aristoteles

(384-322 SM). Seperti pernyataan Meno kepada

Socrates sebagai berikut:

Socrates, apakah moral itu bisa diajarkan,

atau hanya bisa dicapai melalui praktek sehari-

hari? Seandainya melalui pengajaran dan praktek

tidak bisa dicapai, apakah nilai moral bisa

dicapai secara alamiah atau dengan cara lain?

Pernyataan Meno di atas sampai sekarang masih

diperdebatkan terutama di kalangan ahli psikologi

dan filsafat moral. Pernyataan tersebut pada masa

sekarang dirumuskan sebagai berikut:

61Ibid., 98.

73

Apakah pendidikan moral diartikan dengan

pendidikan tentang moral, atau apakah dimaksudkan

agar manusia belajar menjadi manusia yang

bermoral?62

Pernyataan tentang pendidikan moral yang

terus diperdebatkan para tokoh filsafat etika

telah memberikan perhatian terhadap perlunya

pendidikan moral. Sampai saat ini, pendidikan

moral masih tetap relevan untuk dibahas guna

memperkuat bangunan moral dalam pranata kehidupan

umat manusia. Pernyataan tersebut akan berpengaruh

pada isi dan metode penyajian pendidikan moral

serta dengan sendirinya berpengaruh pula pada

kurikulum sekolah.

Bagi Socrates, pendidikan moral adalah suatu

proses rasional63. Dengan demikian, seseorang

melakukan perbuatan buruk karena ia tidak mengerti

62Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 21.63John S. Brubacher, A History of The Problem of Education (New York: Mc Graw Hill, 1947), 220.

74

tentang kebaikan atau hanya orang yang tidak

mengerti akan melakukan kesalahan.

Adapun Aristoteles menganggap bahwa seseorang

tidak cukup hanya mengetahui masalah moral, tetapi

harus pula melakukannya secara berulang sehingga

menjadi kebiasaan. Menurutnya, pendidikan moral

itu seperti halnya seni yang memerlukan 3 bagian,

yaitu pembawaan, kebiasaan, pengetahuan. Pembawaan

merupakan potensi diri sebagai dasar untuk

membentuk perilaku yang dapat dilatih untuk

melakukan kebaikan. Kebiasaan merupakan hasil dari

potensi yang dilatih melakukan kebaikan sehingga

menjadi karakter. Pengetahuan yang bersifat

rasional diperlukan untuk menentukan mana

perbuatan baik atau buruk64.

Abdullah Ulwan mendefinisikan pendidikan

akhlak sebagai keutamaan tingkah laku yang harus

dilakukan anak didik yang diusahakan dan

dibiasakan sejak kecil hingga dewasa. Adapun

64Ibid., 320-321.

75

definisi lain mengatakan bahwa pendidikan akhlak

adalah upaya penanaman, pengembangan, dan

pembentukan akhlak mulia dalam diri anak.

Pendidikan ini tidak harus menjadi pelajaran

khusus, akan tetapi menjadi suatu dimensi dari

seluruh usaha pendidikan secara terintegrasi65.

Dengan demikian, beberapa definisi di atas

menunjukkan bahwa akhlak/moral anak dapat

ditumbuhkan, dibentuk, dan dikembangkan melalui

proses pendidikan.

Sementara di Indonesia, jika ditelaah

berbagai nilai-nilai budaya yang tercantum dalam

Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan beragam Undang-

Undang Pendidikan, maka pengertian pendidikan

moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia

belajar menjadi bermoral yang tujuannya adalah

agar seseorang mampu menyesuaikan diri dengan

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh

karena itu, pada tahap awal, perlu dilakukan65M. Sastrapateja DJ., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: Gramedia, 1993), 3.

76

pengondisian moral dan latihan moral untuk

pembiasaan.

Namun ada pula paham yang beranggapan bahwa

pendidikan moral adalah pendidikan tentang moral,

yang akan mengutamakan penalaran moral dan

pertumbuhan intelegensi. Dalam pendidikan ini,

diterapkan penalaran moral dan konflik kognitif

dalam membicarakan moral sehingga akan melatih

siswa dalam melakukan pilihan dan penilaian moral

yang paling tepat.

Akhlak adalah nilai-nilai hidup manusia yang

sungguh-sungguh dilaksanakan bukan karena sekadar

kebiasaan, tetapi berdasar pemahaman dan kesadaran

diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai ini hanya

dapat diperoleh melalui proses yang berjalan

sepanjang hidup manusia. Maka dari penanaman sikap

dan nilai hidup dapat diberikan pada pendidikan

formal yang direncanakan dan dirancang secara

matang. Upaya tersebut mencakup penentuan nilai-

nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode dan

77

kegiatan apa saja yang dapat digunakan untuk

menanamkan nilai-nilai tersebut. Dan hal ini harus

dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan

perkembangan kejiwaan anak.

2. Materi Pendidikan Akhlak

Pemahaman mengenai arti pendidikan moral akan

ikut menentukan isi pendidikan. Bagi pengikut

paham yang mengartikan pendidikan moral untuk

menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan

merupakan pilihan yang paling tepat untuk

mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat. Bahan

pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan

tujuan moral, atau yang sifatnya tabu,

bersinggungan dengan masalah SARA, tidak akan

dimasukkan dalam kurikulum.

Bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan

moral sebagai pendidikan tentang moral, penyusunan

isi pelajaran hampir tidak ada pembatasan. Bahan

pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu

78

pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan

sehari-hari. Isi pelajaran lebih banyak menekankan

aspek kognitif sehingga pada akhirnya akan

mengembangkan moral kognitif. Namun, penyusunan

bahan seperti ini bisa mengakibatkan transfer

negatif yang menimbulkan pilihan sikap yang

negatif pula bagi siswa. Hal ini bisa terjadi jika

guru kekurangan bahan dan pengetahuan dalam

membahas suatu topik yang problematis.

Menurut Abdullah Ulwan, pendidik, terutama

orangtua, mempunyai tanggung jawab untuk mendidik

anak sejak kecil, diantaranya dalam beberapa hal,

yaitu jujur, amanah, istiqomah, mengutamakan orang

lain, menolong orang-orang yang membutuhkan,

menghormati orang yang lebih tua, memuliakan tamu,

berbuat baik kepada tetangga, mencintai sesama,

selalu berkata baik dan menghindari kata-kata

kotor, dan berperasaan lemah lembut, seperti

berbuat baik pada anak yatim dan fakir miskin.66

66‘Abdulla>h ‘Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 1, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1978), 180.

79

Jika merujuk pada ayat al-Quran yaitu,

ر ال�ل����ه" ك����� ر و ذ� خ������ وم الآ� ���� ي� و ال�ل����ه و ال� ���� رج�� ان ي�� من ك����� ة) ل� ن� س���� وة) ح� س����� ول ال�ل����ه ا0 ي� رس����� م ف� ك ان ل� د ك����� ق)���� ل�

را ي� ث< 67"ك�

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu

suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang

yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)

hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”68

maka pada ayat tersebut menyatakan bahwa Nabi

Muhammad SAW adalah teladan bagi umat manusia maka

sesungguhnya materi akhlak adalah tergambar pada

diri beliau yaitu yang tertera secara keseluruhan

dalam al-Qur’an, sebagaimana pernyataan Aisyah

R.A., istri Rasulullah SAW yang ditanya tentang

bagaimana akhlak beliau, ia mengatakan “ka>na

khuluquhu> al-Qur’a>n” (akhlak beliau adalah al-

Qur’an). Maka menjadi kewajiban pendidik untuk

67al-Qur’an, 33 (al-Ahzab): 21. 68Departemen Agama RI, Al-Hikmah: al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV.Penerbit Diponegoro, 2005), 420.

80

mengkaji secara mendalam isi al-Qur’an untuk

menemukan materi-materi akhlak pada diri

Rasulullah SAW, satu-satunya teladan bagi umat

manusia. Di samping itu, pendidik juga dapat

menggunakan realitas-realitas di masyarakat

sebagai materi pendidikan akhlak.

3. Metode Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak sangatlah luas cakupannya,

sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala

pendidikan akhlak hanya menjadi tanggung jawab

guru. Seluruh kegiatan guru, orang tua,

masyarakat, dan negara diharapkan membantu dalam

pencapaian tujuan pendidikan akhlak.

Sekolah sebagai salah satu institusi yang

bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak,

dianggap berada di barisan terdepan untuk

melaksanakan pendidikan akhlak. Untuk itu, sekolah

selalu dituntut untuk terus mengembangkan dan

memperbaiki upaya pendidikan akhlak, terutama dari

81

segi materi dan metode pembelajarannya agar dapat

menghasilkan output siswa yang berkualitas dan

berakhlak mulia sebagaimana tujuan pendidikan

nasional pada umumnya.

Menurut Abdullah Ulwan, metode pendidikan

anak yang efektif adalah mencakup 5 metode yaitu

dengan keteladanan, pembiasaan, nasehat,

perhatian, dan hukuman. Hal ini senada dengan yang

diungkapkan Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj al-

Tarbiyah al-Isla>miyyah yang ditambahkan dengan metode

bercerita dan pemberian pengalaman.

Keteladanan merupakan metode pendidikan yang

dianggap paling efektif dalam membina akhlak anak

dan membentuk kepribadian dan kemampuan sosialnya.

Karena sebaik apapun model pendidikan yang

diberikan, anak tidak akan berperilaku baik jika

dia tidak melihat pendidiknya berperilaku baik

pula.69 Pendidik yang dimaksud bukan hanya

69‘Abdulla>h ‘Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 2, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1979), 633.

82

terbatas pada guru, tetapi juga mencakup orang

tua, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.

Metode lainnya dalam pendidikan anak adalah

dengan memberikan nasehat. Metode ini digunakan

sebagai bentuk antisipasi terhadap perkembangan

jiwa anak yang terus berubah dan memiliki

kecenderungan untuk berbuat coba-coba dan melawan

nilai-nilai yang ada di masyarakat.70 Dalam

kondisi seperti ini, memberikan keteladanan saja

tidak cukup sehingga harus menyertakan metode

nasehat dengan memperhatikan cara penyampaian dan

penggunaan kalimat yang sesuai.

Jika keteladanan dan nasehat tidak

berpengaruh pada anak, maka dapat digunakan metode

pemberian hukuman, meskipun ini bukanlah metode

yang banyak dianjurkan dalam pendidikan anak serta

tidak dapat diterapkan pada setiap anak.71 Sebelum

pendidik memutuskan untuk memberikan hukuman,

70Muh}ammad Qut}b, Manhaj al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, juz 1, (Kairo: Da>ral-Shuru>q, 1993), 187.71Ibid., 190.

83

pendidik harus mendahulukan memberikan nasehat dan

mengajak anak berbuat baik dengan penuh kesabaran.

Sehingga pemberian hukuman benar-benar menjadi

cara terakhir untuk mendidik anak.

Pendidikan anak juga dapat diberikan melalui

metode bercerita. Hal ini mengingat pada jiwa anak

terdapat kecenderungan untuk menyukai cerita. Di

samping itu, cerita juga dapat memberikan pengaruh

yang tertanam dalam hati. Materi cerita yang

disampaikan berupa cerita sejarah yang menyebutkan

secara detail tempat, pelaku, dan kejadiannya,

seperti sejarah Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan

utama bagi manusia, serta cerita sahabat dan tokoh

yang dapat diambil pelajaran darinya. Cerita juga

bisa berasal dari kisah nyata dalam kehidupan

manusia, atau cerita drama fiktif yang mempunyai

nilai positif bagi pendidikan anak.

Metode lain dalam pendidikan anak adalah

dengan pemberian pengalaman kepada anak. Metode

ini diterapkan ketika anak secara nyata mengalami

84

permasalahan yang mengharuskannya menentukan

tindakan. Maka ketika anak mengambil tindakan yang

benar ataupun salah, pendidik harus menjelaskannya

kepada anak tentang tindakannya tersebut. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan teguran kepada

anak jika ia salah, dan memberikan pujian jika ia

benar.

Al-Ghazali secara spesifik mengungkapkan

bahwa metode pendidikan akhlak adalah melalui

metode takhalluq, yaitu membebani diri dengan

perbuatan-perbuatan yang mengarah pada akhlak yang

diinginkan. Contoh yang diajukannya adalah jika

seseorang ingin berakhlak dermawan maka ia harus

dibebani untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang

berkaitan dengan hal tersebut, seperti

mengorbankan hartanya, sampai perbuatan itu

tertanam dalam dirinya. Metode takhalluq ini akan

membentuk hubungan yang erat antara hati dan

anggota tubuh.72 72Zaki> Muba>rak, al-Akhla>q ‘Inda al-Ghaza>li>, (Beirut: Manshu>ra>tu al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.t.), 116.

85

Metode takhalluq ini dapat juga dikatakan

sebagai metode pembiasaan. Dengan melakukan suatu

perbuatan secara berulang-ulang maka perbuatan

tersebut akan tertanam dalam hati. Hal ini

dikarenakan, akan terjadi ikatan yang erat antara

anggota badan dan hati ketika melakukan perbuatan

secara berulang-ulang.

Metode-metode tersebut dapat diterapkan di

sekolah dengan pertimbangan yang dibuat oleh guru

sesuai kondisi anak didik. Tanggung jawab

pendidikan akhlak tidak hanya dibebankan kepada

guru agama saja, melainkan menjadi tanggung jawab

seluruh guru dan pihak yang terlibat dalam

pendidikan pada umumnya.

Dalam implementasinya, guru bidang studi

dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan

pendidikan akhlak. Demikian pula kepala sekolah

dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam

kaitannya dengan masalah akhlak, walaupun masalah

lingkungan masyarakat, seperti keadilan,

86

kemakmuran, keamanan, kesetiakawanan sosial, dan

lain sebagainya akan mempengaruhi penentuan sikap

dan pertimbangan moral seseorang. Dengan perkataan

lain, keberhasilan pendidikan akhlak adalah

tanggung jawab kolektif semua unsur masyarakat.73

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan

peserta didik untuk membentuk mental, moral,

spiritual, personal, dan sosial, maka penerapan

pendidikan budi pekerti dapat digunakan berbagai

pendekatan, yaitu, pertama, pendekatan penanaman

nilai. Pendekatan ini mengusahakan agar peserta

didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik

mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang

diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan,

menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan

nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang

digunakan dalam pendekatan ini antara lain

keteladanan, penguatan positif dan negatif,

simulasi dan bermain peran.74

73Nurul Zuriah, Pendidikan Moral, 25.74Ibid., Pendidikan Moral, 75.

87

Kedua, pendekatan perkembangan moral

kognitif. Pendekatan ini menekankan pada berbagai

tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat

mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran

moral melalui diskusi masalah moral sehingga

peserta didik dapat membuat keputusan tentang

pendapat moralnya. Cara yang dapat digunakan dalam

pendekatan ini adalah diskusi kelompok dengan

topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang

abstrak (hipotetikal).

Ketiga, pendekatan analisis nilai, yaitu

dengan menekankan agar peserta didik dapat

menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah

dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan

dengan nilai tertentu. Cara yang dapat digunakan

dalam pendekatan ini, antara lain diskusi terarah

yang menuntut argumentasi, penegasan bukti,

penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat,

dan penelitian.

88

Keempat, pendekatan klarifikasi nilai.

Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan

kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta

didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka

sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu,

pendekatan ini juga membantu peserta didik untuk

mampu mengomunikasikan secara jujur dan terbuka

tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang

lain serta mampu menggunakan kemampuan berpikir

rasional dan emosional dalam menilai perasaan,

nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang

dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain

bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang

nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan

sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi

kelompok.75

Kelima, pendekatan pembelajaran berbuat.

Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

75Ibid., 76.

89

menganalisis dan mengidentifikasi nilai mereka dan

orang lain, seperti halnya pendekatan analisis

nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, tetapi

juga untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam

melakukan kegiatan sosial serta mendorong untuk

melihat diri sendiri sebagai makhluk yang

senantiasa berinteraksi dalam kehidupan

bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan adalah

melalui kegiatan/proyek sekolah, hubungan antar

pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan

berorganisasi.

90

BAB III

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo didirikan pada 1

Agustus 1964 yang merupakan salah satu lembaga

pendidikan di bawah naungan persyarikatan

Muhammadiyah Sidoarjo. Cikal bakal sekolah ini

adalah berupa sebuah Taman Pendidikan Diniyah yang

dirintis oleh seorang tokoh Muhammadiyah di Sidoarjo

yaitu Bapak Muhammad Harun. Taman pendidikan ini

pada awalnya hanya menempati bekas gudang yang

ditata menjadi sebuah ruangan kelas untuk kegiatan

pembelajaran.

Seiring berjalannya waktu, minat masyarakat

terhadap taman pendidikan Diniyah ini kian meningkat

dengan bertambahnya jumlah siswa. Melihat kondisi

tersebut, pengurus Muhammadiyah mempunyai keinginan

yang kuat untuk mengembangkan taman pendidikan

91

tersebut menjadi Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar

Muhammadiyah.

Akhirnya untuk merealisasikan keinginan

tersebut, pada tahun 1970, Pimpinan Muhammadiyah

Sidoarjo membentuk kepengurusan yang khusus

membidangi pendidikan, yaitu Bagian Pendidikan dan

Kebudayaan yang berada di bawah naungan Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Sidoarjo.76 Tujuannya adalah

untuk meningkatkan penataan lembaga pendidikan

Muhammadiyah menjadi lebih baik. Setelah itu,

dibentuklah Lembaga Pendidikan Muhammadiyah yang

diberi nama Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Pucanganom

dan menempati tanah wakaf milik H. Anwar Ridwan

beserta gedung yang sebelumnya dipergunakan untuk

gedung pertemuan Majelis Tarjih se-Indonesia.

B. Visi, Misi dan Filosofi Pendidikan

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo senantiasa

mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga76Saat ini, Bagian Pendidikan dan Kebudayaan telah diubah namanya menjadi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah.

92

pendidikan Islam. Pendidikan yang dimaksud adalah

pendidikan yang mencakup masalah moral dan sosial

yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadith

sebagaimana program pendidikan yang diinginkan dan

dicita-citakan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri

Muhammadiyah, yaitu menanamkan kehidupan Islami pada

diri setiap siswa dalam kegiatan sehari-hari. Dengan

landasan filosofis tersebut, SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo menetapkan visi yaitu melahirkan manusia

muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri

sendiri, serta memiliki aqidah Islamiyah istiqomah.

Visi tersebut akan dicapai dengan misi menjadi

sekolah alternatif untuk mendidik generasi muslim

alim dalam agama dan ilmu-ilmu dunia, luas

pandangan serta berjuang untuk kemajuan masyarakat.

Strategi pendidikan yang diterapkan untuk mencapai

visi misi tersebut adalah:

1. Prinsip pengajaran mencakup moralitas dan

sosialitas berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadith

93

2. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan

sehari-hari

3. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berfikir

inovatif, kreatif, tekun, dan berpendirian kuat

4. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu yang

didukung oleh segmen pendidikan yaitu sekolah,

keluarga, dan masyarakat

Seiring dengan semakin tingginya tuntutan

masyarakat kepada sekolah untuk meningkatkan

kompetensi anak didik dalam berbagai bidang, maka

sejak tahun 2002, SD Muhammadiyah menerapkan sistem

full day school di mana kegiatan belajar

diselenggarakan mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul

15.00 WIB.

C. Keadaan Siswa

Secara kuantitatif, perkembangan siswa SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo menunjukkan angka yang

positif. Jumlah siswa dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari

94

data jumlah siswa dalam kurun 3 tahun terakhir

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Jumlah Siswa SD Muhammadiyah 1Sidoarjo

No Kelas

Jumlah Siswa2006/2007 2007/2008 2008/2009

1. I 193 siswa 209 siswa 196 siswa2. II 162 siswa 192 siswa 210 siswa3. III 175 siswa 163 siswa 194 siswa4. IV 172 siswa 173 siswa 159 siswa5. V 157 siswa 171 siswa 176 siswa6. VI 142 siswa 155 siswa 168 siswaJumlah 1.001 siswa 1.063 siswa 1.103 siswa

Tiap kelas dibagi menjadi 5 rombongan belajar

yang berarti tiap rombongan belajar terdiri dari 30-

40 siswa.

Penerimaan murid baru dilakukan melalui

mekanisme seleksi kemampuan calon siswa dengan

mengukur potensi, kematangan psikologis dan mental,

serta kepribadian.

D. Keadaan Tenaga Pendidik

95

Para pendidik di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

adalah guru-guru terpilih dengan tingkat pendidikan

rata-rata adalah sarjana S1 yang telah diseleksi

melalui proses rekruitmen yang bertahap. Adapun data

jumlah dan tingkat pendidikan terakhir guru SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Data Jumlah Guru dan Tingkat PendidikanTerakhir

No Status Tingkat Pendidikan

SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3

1 Guru tetap 1 1 14 1

2 Guru tidak tetap

4 1 3 38

3 Guru Bantu 1

Jumlah 5 0 2 3 53 1 0

Jumlah Guru 64 orang

Selain sebagai seorang yang profesional di

bidangnya, setiap guru dituntut untuk terus

mengembangkan diri sebagai pendidik di sekolah Islam

dengan mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Sehingga peran seorang

96

guru tidak hanya sebagai orang yang kompeten dalam

mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada

siswa, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang

mampu mentransfer nilai-nilai Islam.

Untuk itulah SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo selalu

mengupayakan peningkatan kompetensi guru melalui

berbagai kegiatan, diantaranya bimbingan dan kajian

Islam di awal kegiatan rapat guru yang

diselenggarakan tiap hari Sabtu, simposium, workshop

dan seminar yang diadakan oleh Majelis Pendidikan

Dasar dan Menengah tingkat Cabang sampai Wilayah.

E. Keadaan Sarana Prasarana

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati lahan

milik persyarikatan Muhammadiyah yang berada di Jl.

Raden Patah 91 F, Kelurahan Pucanganom, Kecamatan

Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Denah lokasi SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dilihat pada lampiran

2.

97

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati tanah

seluas 2511 m2. Dari luasan tersebut dibangun gedung

bertingkat dua yang terdiri dari 24 ruang kelas

berukuran 8x7 m, masjid, laboratorium komputer,

ruang guru dan tata usaha, ruang kepala sekolah,

perpustakaan, kantin, koperasi, dan kamar mandi.

Sisa tanah seluas 937 m2 dipergunakan sebagai

halaman sekolah.

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sidoarjo

Kepala Sekolah

Wakil Kepala Sekolah

LPPM Majlis Sekolah

Litbang

KAUR Humas

KAUR PAI

KAUR Sarpra

s

Ka. Tata Usaha

Dewan Guru

98

F. Struktur Organisasi Sekolah

Struktur organisasi di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo tersusun sebagaimana dalam Gambar 3.1

Gambar 3.1 Struktur Organisasi SD Muhammadiyah 1Sidoarjo

G. Kurikulum Sekolah

Kurikulum yang dijadikan pegangan di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo berasal dari 3 sumber, yaitu

kurikulum Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah,

yaitu bagian dalam Pimpinan Muhammadiyah yang

99

menangani bidang pendidikan, kurikulum Departemen

Pendidikan Nasional tahun 2006 (KTSP), dan

Pengembangan kurikulum dari Singapura, khusus untuk

mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan

Sains.

Kurikulum pendidikan akhlak mengacu pada

Kurikulum Al-Islam yang diterbitkan Majelis

Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

Tahun 2005, tanpa memasukkan kurikulum pendidikan

agama Islam dari Departemen Pendidikan Nasional.

H. Kegiatan Pembelajaran

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menerapkan sistem

full day school, dimana kegiatan pembelajaran

berlangsung dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 WIB

pada hari Senin sampai Kamis. Adapun hari Jum’at,

mulai pukul 07.00-10.40 WIB. Sedangkan pada hari

Sabtu mulai pukul 07.00-11.20 WIB, dilanjutkan

dengan kegiatan ekstrakurikuler pada pukul 11.30-

13.30 WIB.

100

Bidang studi yang diajarkan adalah al-Islam

yang mencakup Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadith, Fiqh

Ibadah, Sejarah Islam, Bahasa Arab, dan

Kemuhammadiyahan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu

Pengetahuan Alam atau Sains, Ilmu Pengetahuan

Sosial, Olahraga, Art, Bahasa Inggris, Komputer,

Bahasa Daerah, dan Tilawah atau Membaca Al-Qur’an.

I. Kegiatan Penunjang

Untuk mendukung kegiatan pembelajaran agar

siswa dapat memperdalam pemahamannya tentang bidang

studi tertentu serta untuk memfasilitasi siswa dalam

mengembangkan potensi dirinya, SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo menyediakan berbagai kegiatan pendukung

diantaranya adalah kegiatan ekstrakurikuler, assembly

one day in english, peringatan hari besar Islam dan

Nasional, serta selalu aktif berpartisipasi dalam

perlombaan di luar sekolah.

Beragam kegiatan ekstrakurikuler yang

disediakan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah drum

101

band, musik, beladiri Tapak Suci, kepanduan Hizbul

Wathan, seni lukis, dan renang. Bagi siswa yang

mempunyai minat pada bidang Bahasa Inggris,

disediakan kegiatan Assembly One Day in English. Pada

kegiatan yang diadakan setiap hari Jum’at di halaman

sekolah ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk

menunjukkan kemampuannya dalam berpidato, menyanyi,

bercerita, berdialog, dan lain-lain dengan

menggunakan bahasa Inggris.

J. Prestasi-Prestasi

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo telah berhasil

mengantarkan siswanya untuk mencapai beragam

prestasi dari tingkat Kecamatan sampai tingkat

Nasional pada bidang akademik dan non akademik.

Adapun data prestasi yang pernah diraih siswa SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo disajikan pada lampiran 1.

102

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Penyajian Data

1.Tujuan Pendidikan

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah salah satu

lembaga pendidikan yang mengaktualisasikan dirinya

sebagai lembaga pendidikan Islam yang bersumber

pada al-Qur’an dan al-Hadits. Visi yang ditujunya

adalah melahirkan manusia muslim berakhlak mulia,

cakap, percaya pada diri sendiri, serta memiliki

aqidah Islamiyah istiqomah.

Dengan visi tersebut, SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo merumuskan strategi pendidikannya sebagai

berikut:

a. Prinsip pengajaran mencakup moralitas, dan

sosialitas berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits

b. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan

sehari-hari

103

c. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berpikir

inovatif, kreatif, tekun, dan berpendirian kuat

d. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu

yang didukung oleh segmen pendidikan yaitu

sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Melihat pada visi dan strategi pendidikan di

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo maka dapat diketahui

bahwa tujuan utama pendidikannya adalah membentuk

anak didik yang memiliki akhlak mulia. Tujuan ini

direalisasikan melalui usaha memasukkan kurikulum

akhlak dalam struktur kurikulum.

Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo menggunakan kurikulum yang berada dalam

lingkup kurikulum al-Islam yang disusun oleh Tim

KBK Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan

Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur tahun 2005.

Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari

kurikulum yang diterbitkan oleh Majlis Pendidikan

Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

104

disesuaikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK)

Kurikulum al-Islam mencakup perwujudan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan

manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama

manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya yang

tertuang dalam beberapa mata pelajaran yaitu al-

Qur’an dan al-Hadits, Keimanan, Akhlak, Fiqh

Ibadah, dan Sejarah Kebudayaan Islam.

Fungsi kurikulum al-Islam di Sekolah Dasar

Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

a. Penanaman, yaitu menanamkan nilai ajaran

Islam kepada peserta didik sebagai pedoman

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;

b. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan

ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT serta

akhlak mulia seoptimal mungkin, yang telah

ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan

keluarga;

105

c. Penyesuaian mental, yaitu memberi bekal

peserta didik agar dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan fisik dan sosial sesuai dengan

ajaran Islam (melalui Pendidikan Agama Islam);

d. Pencegahan, yaitu mencegah dan menangkal

peserta didik dari hal-hal negatif dari

kepercayaan atau paham dan budaya asing yang

dapat membahayakan dan menghambat perkembangan;

e. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-

kesalahan dan kelemahan-kelemahan peserta didik

dalam memahami, menghayati, dan meyakini, serta

mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan

sehari-hari;

f. Pengajaran, yaitu memberikan ilmu pengetahuan

keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya;

g. Penyaluran, yaitu menyalurkan peserta didik

yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam

agar dapat berkembang dan bermanfaat secara

optimal, serta untuk mendalami pendidikan agama

ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

106

Sedangkan tujuan kurikulum al-Islam di

Sekolah Dasar Muhammadiyah adalah untuk

menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui

pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,

pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang

agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang

terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya

kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia yang

dibuktikan dengan gemar membaca al-Qur’an, berbudi

pekerti luhur terhadap diri sendiri, kedua

orangtua, guru, sesama manusia dan makhluk lain

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, rajin beribadah serta dapat melanjutkan

pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Di samping tujuan dan strategi pendidikan

tersebut, untuk menekankan pencapaian aspek akhlak

dalam diri peserta didik, SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo membuat semboyan “Wujudkan 7 K di

Lingkungan Sekolah” yaitu Ketaqwaan, Kerindangan,

Keindahan, Keamanan, Ketertiban, Kekeluargaan,

107

Kebersihan. Di mana nilai Ketaqwaan diposisikan

pertama pada semboyan tersebut.

2.Struktur Program dan Materi Kurikulum Pendidikan

Akhlak

Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo menggunakan kurikulum al-Islam yang

disusun oleh Tim KBK Majlis Pendidikan Dasar dan

Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

tahun 2005. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan

dari kurikulum yang diterbitkan oleh Majlis

Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat

Muhammadiyah yang telah disesuaikan dengan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Pembelajaran al-Islam di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo diselenggarakan selama 6 jam seminggu

untuk kelas 1 sampai 6 dengan alokasi waktu tiap

jam adalah 35 menit. Adapun materi akhlak

diberikan alokasi waktu 1 jam pelajaran yang

digabung dengan materi keimanan. Perbandingan

108

komposisi alokasi waktu tiap materi al-Islam

selengkapnya adalah al-Qur’an 2 jam, Akhlak dan

Keimanan 1 jam, Ibadah 2 jam, dan Tarikh 1 jam.

Struktur kurikulum secara keseluruhan dapat

dilihat pada Tabel 4.1

Materi kurikulum pendidikan akhlak yang

diterapkan SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo pada tahun

ajaran 2009-2010 disajikan dalam Tabel 4.2; Tabel

4.3; Tabel 4.4; Tabel 4.5; Tabel 4.6; Tabel 4.7.

109

Tabel 4.1 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Tahun 2009-

2010Komponen Kelas dan alokasi

waktuI II III

IV V VIA. Mata Pelajaran1. Pendidikan Agama :

Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1 Ibadah Syari’ah/Fiqih

2 2 2 2 2 2 Al-qur’an Hadits 2 2 2 2 2 2 Tarekh 1 1 1 1 1 1

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 23. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 84. Matematika 6 6 6 6 6 85. Ilmu Pengetahuan Alam

3 3 5 5 5 56. Ilmu Pengetahuan Sosial

2 2 3 3 3 37. Kerajinan Tangan danKetrampilan

2 2 2 2 2 28. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2

B. Muatan lokal :1. Bahasa Arab - - 2 2 2 22. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 13. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 24. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 25. Komputer - - 1 1 1 16. Lab Arab - - 1 1 1 17. Lab. Inggris - - 1 1 1 18. Math - - 2 2 2 -9. Science - - 2 2 2 -

C. Pengembangan diriTotal Jam Pelajaran 33 33 46 46 46 46Remidi dan pengayaan 2 2 2 2

110

Tabel 4.2 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas I Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Berperilaku hidupbersih, jujur, kasih sayang, dermawan, dan rajin

Siswa dapat:1.Membersihkan

badan, pakaian, tempat shalat, tempat tidur, dan tempat belajar

2.Membedakan yang bersih dengan yangkotor

Hidup Bersih

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian hidup jujur

2.Menyebutkan kriteria hidup jujur

3.Menyebutkan keuntungan orang yang jujur

4.Menunjukkan sikap jujur

Hidup Jujur

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian kasih sayang

2.Menjelaskan orang-orang yang harus dikasih sayangi

3.Memperlihatkan sifat kasih sayang

4.Menyebutkan contoh-contoh sifat kasih sayangkepada bapak, ibu,

Hidup Kasih Sayang

111

kakak, adik, dan makhluk hidup lainnya

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian hidup dermawan

2.Menyebutkan keuntungan orang yang berperilaku dermawan

3.Menunjukkan perilaku dermawan

Hidup Dermawan

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian hidup rajin

2.Menyebutkan keuntungan orang yang berperilaku rajin

3.Menunjukkan berperilaku rajin

Hidup Rajin

Terbiasa bertata krama ketika belajar, makan minum, dan sebelum dan sesudah tidur, berbakti terhadaporang tua dan bekerja

Siswa dapat:1.Berdo’a sebelum

dan sesudah belajar

2.Mengulang pelajaran

3.Mengerjakan tugas dari sekolah

Adab Belajar di Rumah dan di Sekolah

Siswa dapat:1.Membaca basmalah

maupun do’a sebelum dan sesudah makan dan minum

2.Mencuci tangan sebelum dan

Adab Makan dan Minum

112

sesudah makan3.Menggunakan tangan

kanan saat makan dan minum

4.Tidak tergesa-gesa, dan tidak berlebihan ketika makan dan minum

Siswa dapat: 1.Membersihkan

pakaian dan tempattidur

2.Berdo’a sebelum dan sesudah tidur

Adab Sebelum danSesudah Tidur

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian berbakti kepada ayah dan ibu

2.Membantu ibu-bapakdalam kehidupan sehari-hari

3.Menghormat kepada kedua orang tua

4.Mengikuti perintahdan larangan orangtua

5.Menunjukkan kesabaran sewaktu merawat ibu dan bapak sedang sakit

6.Mendo’akan ibu danayah baik sewaktu masih hidup, sewaktu sakit, maupun setelah meninggal

Adab Berbakti Terhadap Ayah dan Ibu

Siswa dapat:1. Membaca basmalah

Adab Bekerja

113

setiap memulai pekerjaan dan mengakhiri dengan hamdalah

2. Bersungguh-sungguh, jujur, dan ikhlas dalam mengerjakan pekerjaan

114

Tabel 4.3 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas II Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTertib ketika mandi dan buang air

Siswa dapat:1. Menunjukkan beberapa cara yangbaik ketika mandi,misalnya meratakanair ke seluruh badan, menggosok-gosok badan, hematmenggunakan air

2. Menggosok gigi sebelum mandi

3. Mengeringkan badan setelah mandi

4. Tidak berbicara ketika buang air

5. Mencuci dengan sempurna

6. Berdo’a ketika masuk dan keluar WC

Tertib Ketika Mandi dan Buang Air

Terbiasa bertata krama (beradab) dalam bergaul dengan guru, teman sebaya, orang yang lebih muda, dan dengan orang yang lebih tua

Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan guru

Adab Bergaul dengan Guru

Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan teman sebaya

Adab Bergaul dengan Teman Sebaya

Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan orang yang lebih muda

Adab Bergaul dengan Orang yang Lebih Muda

Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan orang yang lebih tua

Adab Bergaul dengan Orang yang Lebih Tua

115

Terbiasa berperilaku rendah hati dan sederhana

Siswa dapat:1. Menunjukkan sikap rendah hati

2. Menyebutkan keuntungan orang yang mempunyai sifat yang rendah hati

Berperilaku Rendah Hati

Siswa dapat:1. Mencontohkan keuntungan orang yang mempunyai sifat sederhana

2. Menunjukkan sifat sederhana

Berperilaku Sederhana

Terbiasa berperilaku rajin, tertib/disiplin/ menghargai waktu,sopan berbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil

Siswa dapat menunjukkansikap rajin dalam melaksanakan setiap tugas dan aktivitas

Rajin

Siswa dapat menunjukkankebiasaan tertib, berdisiplin, dan menghargai waktu dalam melaksanakan setiap tugas dan aktivitas

Tertib/Disiplin/Menghargai waktu

Siswa dapat menunjukkansikap sopan dalam berbicara dengan teman,orang yang lebih tua, muda

Sopan Berbicara

Siswa dapat menunjukkansikap jujur/amanah dalam melaksanakan berbagai tugas dan aktivitas kehidupan

Jujur/Amanah

Siswa dapat menunjukkansikap suka menepati janji

Menepati Janji

Siswa dapat menunjukkansikap adil dalam mengambil keputusan

Adil

116

Siswa dapat menyebutkanpelbagai keuntungan bagi orang yang rajin, tertib/disiplin/ menghargai waktu, sopanberbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil

Pelbagai Keuntungan bagi orang yang rajin, tertib/disiplin/menghargai waktu, sopan berbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil

Beradab dalam menerima ketentuan Allah SWT sewaktu menerima karunia,terhindar dari musibah, dan sewaktu mendapat musibah

Siswa dapat menunjukkansikap bersyukur sewaktumenerima karunia dari Allah SWT

Adab Sewaktu Menerima Karunia

Siswa dapat menunjukkansikap bersyukur sewaktuterhindar dari musibah dari Allah SWT

Adab sewaktu Terhindar dari Musibah

Siswa dapat menunjukkansikap sabar ketika mendapat musibah dari Allah

Adab Sewaktu Mendapat Musibah

Siswa dapat menyebutkanhikmah musibah dari Allah SWT

Hikmah Musibah

Terbiasa menuntutilmu

Siswa dapat:1.Menunjukkan

pentingnya mengisiwaktu dengan menuntut ilmu

2.Menunjukkan peranan ilmu dalamkehidupan manusia

3.Menunjukkan adab dalam menuntut ilmu

4.Menunjukkan gairahdalam menuntut ilmu

Pentingnya, Peranan, dan Adab Menuntut Ilmu

117

118

Tabel 4.4 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas III Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKBerperilaku dan bersikap percaya diri, tekun, dan tidak boros

Siswa dapat:1.Menunjukkan sikap

percaya diri2.Menyebutkan

keuntungan orang yang percaya diri

Sikap Percaya Diri dan Keuntungannya

Siswa dapat:1.Menunjukkan sikap

tekun dalam belajar

2.Menyebutkan keuntungan orang yang bersikap tekun

3.Membaca do’a sebelum dan sesudah belajar

Tekun dan Do’a dalam Belajar

Siswa dapat:1.Menyebutkan

keuntungan orang yang hemat

2.Menunjukkan kerugian orang yang boros

Keuntungan HidupHemat dan Kerugian Hidup Boros

Terbiasa bertata krama sewaktu masuk dan keluar masjid, masuk dankeluar rumah, ketika masuk dan keluar kamar mandi

Siswa dapat:1.Menunjukkan tata

cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar masjid

2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar masjid

3.Mengartikan do’a masuk dan keluar masjid

Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Masjid

119

4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar masjid

Siswa dapat:1.Menunjukkan tata

cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar rumah

2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar rumah

3.Mengartikan do’a masuk dan keluar rumah

4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar rumah

Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Rumah

Siswa dapat:1.Menunjukkan tata

cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar kamar kecil

2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar kamar kecil

3.Mengartikan do’a masuk dan keluar kamar kecil

4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar kamar kecil

Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Kamar Kacil

Terbiasa bertata Siswa dapat: Adab Bertetangga

120

krama dan silaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim, bertamu, dan menerima tamu

1.Menyebutkan tatacara bertetangga dengansesama muslim menurut ajaran Islam

2.Menyebutkan tatacara bertetangga dengannon muslim menurutajaran Islam

3.Menunjukkan kebiasaan bersilaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim sesuai ajaran Islam

4.Menyebutkan hikmahsilaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim

Muslim dan Non Muslim, Silaturrahim, dan Hikmahnya

Siswa dapat:1.Menyebutkan

tatacara bertamu dan menerima tamu menurut ajaran Islam

2.Menunjukkan perilaku bertamu dan menerima tamu sesuai ajaran Islam

Adab Bertamu danMenerima Tamu

Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji sewaktu

Siswa dapat:1.Menunjukkan

tatacara berpakaian bagi laki-laki dan

Tatacara Berpakaian dan Bepergian

121

berpakaian dan bepergian

perempuan sesuai ajaran Islam

2.Membedakan berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak

3.Menunjukkan kebiasaan berpakaian sesuai dengan ajaran Islam

4.Menunjukkan hafal do’a mengenakan pakaian

5.Menunjukkan hafal do’a bepergian

6.Menunjukkan perilaku terbiasa berpakaian sesuai ajaran Islam baik sewaktu berada di rumah maupun di luar rumah (bepergian, bekerja, dll)

7.Menyebutkan hikmahberpakaian sesuai dengan ajaran Islam baik di rumah maupun di luar rumah

122

Tabel 4.5 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas IV Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji; pemaaf terhadap sesama, dan bersemangat dalammelakukan berbagai aktivitas kehidupan

Siswa dapat:1.Menyadari pemaaf

merupakan perintahAllah SWT

2.Menyadari bersemangat merupakan perintahAllah SWT

3.Menjelaskan keutamaan orang yang suka pemaaf terhadap sesama

4.Menjelaskan keuntungan orang yang terbiasa bersemangat dalam melakukan berbagaiaktivitas kehidupan

5.Menunjukkan sikap pemaaf terhadap sesama

6.Menunjukkan sikap semangat dalam melakukan berbagaiaktivitas kehidupan

Sifat-sifat terpuji; pemaaf dan bersemangat

Terbiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT yang diterimanya

Siswa dapat:1.Menunjukkan bahwa

nikmat Allah tiadaterhingga

2.Menunjukkan dirinya sadar bahwa nikmat Allahtiada terhingga

Bersyukur atas nikmat Allah SWT, macam-macamnikmat Allah SWT, dan manfaatciptaan Allah SWT

123

3.Menjelaskan dengancontoh berbagai macam nikmat AllahSWT

4.Menjelaskan manfaat ciptaan Allah SWT baik bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat luas

Terbiasa menghindari hasud, khianat, dan takabbur

Siswa dapat:1.Menjelaskan

kriteria hasud2.Mencontohkan

kegiatan yang terkategori hasud

3.Menjelaskan bahayahasud baik bagi dirinya maupun orang lain

4.Membuktikan bahwa hasud dapat membahayakan dirinya maupun orang lain

5.Menyadari hasud merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT

6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan hasud dalam kehidupan sehari-hari

Hasud

Siswa dapat:1.Menjelaskan

Khianat

124

kriteria khianat2.Mencontohkan

kegiatan yang terkategori khianat

3.Menjelaskan bahayakhianat baik bagi dirinya maupun orang lain

4.Membuktikan bahwa khianat dapat membahayakan dirinya maupun orang lain

5.Menyadari khianat merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT

6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan khianat dalam kehidupan sehari-hari

Siswa dapat:1.Menjelaskan

kriteria takabbur2.Mencontohkan

kegiatan yang terkategori takabbur

3.Menjelaskan bahayatakabbur baik bagidirinya maupun orang lain

4.Membuktikan bahwa takabbur dapat membahayakan

Takabbur

125

dirinya maupun orang lain

5.Menyadari takabburmerupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT

6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan takabburdalam kehidupan sehari-hari

126

Tabel 4.6 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas V Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku dengan sifat-sifat hemat, dermawan, sabar, dan suka menolong

Siswa dapat1. Menjelaskan pengertian hemat

2. Menjelaskan keuntungan hidup hemat

3. Menunjukkan terbiasa hidup hemat

Hemat

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian dermawan

2.Menjelaskan keuntungan hidup dermawan

3.Menunjukkan terbiasa hidup dermawan

Dermawan

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian sabar2.Menjelaskan

keuntungan sifat sabar

3.Menceritakan kesabarab Nabi Ayyub

4.Meneladani kesabaran Nabi Ayyub

5.Menunjukkan terbiasa hidup sabar

Sabar

Siswa dapat: Suka Menolong

127

1. Menjelaskan pengertian suka menolong

2. Menyebutkan macam-macam pertolongan yang dibenarkan oleh Islam

3. Menjelaskan keuntungan hidup suka menolong

4. Menunjukkan contoh-contoh sikap orang yang suka tolong menolong seperti menyantuni orang yang tidak mampu, meminjamkan buku pelajaran pada teman, menolong orang tua di rumah

5. Menunjukkan terbiasa hidup suka menolong sesama

Terbiasa bersyukur atas nikmat Allah yangberkaitan dengan kesempurnaan manusia, nikmat lingkungan, dan nikmat keluarga

Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan manusia

2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang

Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia:a)Pengertian

bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan

128

terkait dengan nikmat kesempurnaan manusia

3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia

4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia

5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan manusia

manusiab)Alasan

bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia

c)Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia

d)Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia

Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang terkait dengan

Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan:a) Pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

b) Alasan

129

nikmat lingkungan3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan

4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan

5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

c) Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

d) Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan

Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang terkait dengan nikmat keluarga

3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang

Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengankeluarga:a)Pengertian

bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

b)Alasan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

130

berkaitan dengan keluarga

4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan keluarga

5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

c)Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

d)Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga

Terbiasa menghindari akhlak tercela, yakni malas, kikir, boros, tinggi hati, pemarah, dusta, dendam, dan dengki

Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian malas

2. Menjelaskan kenapa manusia harus menghindari malas

3. Menyebutkan kerugian malas

4. Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemalas

5. Menunjukkan terbiasa menghindari sikap malas

Malas a)Pengertian

malasb)Alasan

manusia harus menghindari sikap malas

c)Kerugian pemalas

d)Contoh orangpemalas

Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian kikir

2. Menjelaskan kenapa manusia harus menghindari kikir

3. Menyebutkan

Kikir a)Pengertian

kikirb)Alasan

manusia harus menghindari sikap kikir

131

kerugian kikir4. Menunjukkan contoh-contoh orang yang kikir

5. Menunjukkan terbiasa menghindari sikap kikir

c)Kerugian kikir

d)Contoh orangkikir

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian boros2.Menjelaskan kenapa

manusia harus menghindari boros

3.Menyebutkan kerugian boros

4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemboros

5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap boros

Boros a)Pengertian

borosb)Alasan

manusia harus menghindari sikap boros

c)Kerugian pemboros

d)Contoh orangboros

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian tinggi hati

2.Menjelaskan kenapamanusia harus menghindari tinggihati

3.Menyebutkan kerugian tinggi hati

4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang tinggi hati

Tinggi hatia)Pengertian

tinggi hatib)Alasan

manusia harus menghindari sikap tinggihati

c)Kerugian tinggi hati

d)Contoh orangtinggi hati

132

5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap tinggi hati

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian marah2.Menjelaskan kenapa

manusia harus menghindari marah

3.Menyebutkan kerugian marah

4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemarah

5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap marah

Maraha)Pengertian

marahb)Alasan

manusia harus menghindari sikap marah

c)Kerugian pemarah

d)Contoh orangpemarah

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian dusta2.Menjelaskan kenapa

manusia harus menghindari dusta

3.Menyebutkan kerugian dusta

4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pendusta

5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap pendusta

Dusta a)Pengertian

dustab)Alasan

manusia harus menghindari sikap dusta

c)Kerugian pendusta

d)Contoh orangpendusta

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian dendam2.Menjelaskan kenapa

Dendam a)Pengertian

dendamb)Alasan

133

manusia harus menghindari dendam

3.Menyebutkan kerugian dendam

4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pendendam

5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap pendendam

manusia harus menghindari sikap dendam

c)Kerugian pendendam

d)Contoh orangpendendam

134

Tabel 4.7 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas VI Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku tanggung jawab, berkasih sayang, menghargai kesehatan, percaya diri, rela berkurban demi kebaikan dankebenaran, ramah,dan suka berterima kasih

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian tanggung jawab

2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang bertanggung jawab

3.Menunjukkan sikap bertanggung jawab,misalnya mengerjakan sesuatu harus tepat waktu, ucapan harus sesuai dengan perbuatan

Pengertian dan contoh-contoh sikap tanggung jawab

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian berkasih sayang

2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang berkasih sayang terhadap sesama, yang lebih tua maupun yang lebih muda

3.Menunjukkan sikap berkasih sayang terhadap sesama, yang lebih tua maupun yang lebih muda

Pengertian dan contoh-contoh sikap berkasih sayang

135

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian menghargai kesehatan

2.Menyebutkaan contoh-contoh orang yang menghargai kesehatan

3.Menunjukkan sikap menghargai kesehatan

Pengertian dan contoh-contoh sikap menghargai kesehatan

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian percayadiri

2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang percayadiri

3.Menunjukkan sikap percaya diri

Pengertian dan contoh sikap percaya diri

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian rela berkurban

2.Menyebutkan contoh-contoh relaberkurban demi kebaikan dan kebenaran

3.Menunjukkan sikap rela berkurban demi kebaikan dan kebenaran

Pengertian dan contoh-contoh sikap rela berkurban

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian ramah

Pengertian dan contoh-contoh sikap ramah

136

2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang ramah

3.Menunjukkan sikap ramah terhadap sesama, lebih mudamaupun lebih tua

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian berterima kasih

2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang berterima kasih

3.Menunjukkan sikap berterima kasih atas pertolongan, pemberian, dan bantuan orang lain

Pengertian dan contoh sikap berterima kasih

Senang melakukan silaturrahim dengan sesama muslim dan ahlul kitab, serta mewujudkan ukhuwah islamiyah, dan kerukunan kehidupan beragama

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian silaturrahim

2.Menjelaskan pengertian ahlul kitab

3.Menyebutkan tatacara bersilaturrahim dengan sesama muslim dan dengan ahlul kitab

4.Menyebutkan contoh-contoh silaturrahim yang baik dengan sesamamuslim dan ahlul kitab

Pengertian silaturrahim dan ahlul kitab, tatacara dan contoh bersilaturrahim dengan sesama muslim maupun ahlul kitab

137

5.Menunjukkan sikap suka bersilaturrahim dengan sesama muslim dan ahlul kitab

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian ukhuwahIslamiyah beragama

2.Menyebutkan syaratterwujudnya ukhuwah Islamiyah

3.Menyebutkan tatacara mewujudkan ukhuwahIslamiyah

4.Menyebutkan contoh-contoh mewujudkan ukhuwahIslamiyah

5.Menunjukkan sikap suka mewujudkan ukhuwah Islamiyah

Pengertian, syarat, tatacara, dan contoh mewujudkan ukhuwahIslamiyah

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian kerukunan kehidupan beragama

2.Menyebutkan syaratterwujudnya kerukunan kehidupan beragama

3.Menyebutkan tatacara mewujudkan kerukunan kehidupan beragama

4.Menyebutkan

Pengertan, syarat,tatacara, dan contoh mewujudkan kerukunan kehidupan beragama

138

contoh-contoh mewujudkan kerukunan kehidupan beragama

5.Menunjukkan sikap suka mewujudkan kerukunan kehidupan beragama

Terbiasa menghindari acuh tak acuh, zalim dan merusak

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian acuh tak acuh

2.Menjelaskan alasanacuh tak acuh harus dihindari

3.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap acuh tak acuh

Pengertian dan alasan menghindarisikap acuh tak acuh

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian zalim2.Menjelaskan

kriteria perbuatanzalim

3.Menjelaskan alasanperbuatan zalim harus dihindari

4.Menunjukkan terbiasa menghindari perbuatan zalim

Pengertian, kriteria dan alasan menghindariperbuatan zalim

Siswa dapat:1.Menjelaskan

pengertian merusak2.Menjelaskan

kriteria perbuatanmerusak

3.Menjelaskan alasan

Pengertian, kriteria dan alasan menghindarisikap suka merusak

139

perbuatan merusak harus dihindari

4.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap suka merusak

140

3.Strategi dan Proses Pembelajaran Pendidikan Akhlak

Tahap ini merupakan tahap keseluruhan

kegiatan proses pembelajaran yang dialami siswa

untuk mencapai target kompetensi yang dituangkan

pada indikator-indikator. Proses ini bertujuan

agar anak didik mampu mengalami, menjalani, dan

mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari

dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran akhlak digunakan

pendekatan integrated study, active learning, dan

pendekatan individual.

Metode integrated study dimaksudkan bahwa dalam

pembelajaran akhlak, guru tidak hanya menyampaikan

materi yang tertulis pada kurikulum saja, akan

tetapi menghubungkannya dengan materi lain yang

dapat menambah pengkayaan kemampuan anak didik.

Di samping itu ditekankan pula aspek-aspek yang

mengarah pada pembentukan kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Hal ini meliputi:

141

a. Aspek keimanan, yaitu memberikan peluang

kepada anak didik untuk mengembangkan pemahaman

adanya Allah sebagai sumber kehidupan makhluk

sejagat ini;

b. Pengamalan, yaitu memberikan kesempatan

kepada anak didik untuk mempraktekkan pendidikan

akhlak dalam menghadapi tugas dan masalah

kehidupan sehari-hari;

c. Pembiasaan, yaitu mengarahkan anak didik

untuk membiasakan sikap dan prilaku baik yang

sesuai dengan ajaran Islam;

d. Rasional, yaitu memberikan kesempatan kepada

anak didik untuk memahami dan membedakan

perilaku baik dan buruk dalam kehidupan di

masyarakat;

e. Fungsional, yaitu menyajikan kepada anak

didik semua manfaat dari materi pendidikan

akhlak dalam kehidupan sehari-hari dalam arti

luas;

142

f. Emosional, yaitu upaya melatih dan menggugah

emosi (perasaan) anak didik dalam menghayati

perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan

budaya bangsa;

g. Keteladanan, yaitu menjadikan figur semua

guru dan karyawan sekolah muapun orangtua

sebagai teladan dalam berkepribadian Islam.

Metode active learning adalah suatu strategi

pembelajaran yang berbasis student centered yang

dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua

potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga

semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang

memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang

mereka miliki. Penggunaan metode ini diharapkan

dapat memperkuat dan memperlancar stimulus dan

respon anak didik dalam pembelajaran sehingga

proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan

dan tidak membosankan.

Pada penelitian ini penulis mengambil contoh

pembelajaran akhlak di kelas VI.

143

a. Materi silaturrahim

Metode yang digunakan pada materi ini adalah

eksplorasi diri, dan diskusi. Guru meminta

kepada anak didik untuk menuliskan kegiatan

mereka selama liburan di buku masing-masing.

Guru juga menuliskan kegiatannya selama liburan

di papan tulis dengan memberi tanda pada

kegiatan yang bernilai silaturrahim. Guru

kemudian menjelaskan tentang kegiatan

silaturrahim dan meminta kepada anak didik untuk

mengidentifikasi kegiatan yang telah mereka

catat yang termasuk dalam kegiatan silaturrahim.

Pada akhir pembelajaran, guru mengajak anak

didik untuk berdiskusi mengenai keuntungan

silaturrahim.

b. Materi Ukhuwah Islamiyah

Strategi pembelajaran pada materi Ukhuwah

Islamiyah adalah dengan memainkan game yaitu

siswa diajak memperagakan permainan ‘gendong

dengan tangan’ di depan kelas. Dari pengamatan

144

siswa terhadap permainan tersebut, siswa diminta

menuliskan kesimpulan dari game tersebut sesuai

dengan pendapatnya sendiri. Setelah itu siswa

diajak bermain bersama-sama sebuah permainan

‘saling pencet hidung’. Siswa mencatat

pengalaman yang dirasakannya selama permainan

tersebut. Pada akhir sesi, siswa mendengarkan

penjelasan guru mengenai hikmah keseluruhan

permainan sesuai dengan materi pelajaran.

Kemudian guru memberikan tugas kepada siswa

untuk menghafal dalil Ukhuwah Islamiyah yaitu:

م"77 ك �Aي و ج�� يCن ا0 واب�� لح ص� ا0 وة) ف�� ج�� Kون ا ي� م� مو0 ما ال� ن�� Kا"

c. Menghindari sikap acuh tak acuh, dzalim, dan

merusak

Materi-materi ini disampaikan dengan metode

sosio drama, yaitu guru memainkan sebuah drama

77al-Qur’an, 49 (al-Hujurat): 10.

145

yang menggambarkan sikap acuh tak acuh, dzalim,

dan merusak untuk membangkitkan reaksi siswa

terhadap perilaku guru seperti itu. Misalnya,

pada materi ‘Menghindari sikap acuh tak acuh’,

guru melakukan tindakan yang akan menimbulkan

reaksi siswa, tetapi guru tidak menghiraukannya

(acuh tak acuh). Kemudian guru mendiskusikan

kejadian tersebut dengan siswa. Setelah siswa

memahami sosio drama tersebut, siswa diminta

menyimpulkan sikap yang dilakukan guru serta

memberikan pendapat tentang apa yang sebaiknya

dilakukan guru. Kemudian guru memberikan

penjelasan kepada siswa dengan membaca puku

paket.

Sosio drama yang diperankan guru pada materi

‘Menghindari sikap dzalim’ yaitu guru meminta

kepada petugas piket kelas untuk membersihkan

kelasnya. Setelah itu guru membuat kotor kelas

untuk membuat siswa bereaksi. Dari kejadian

tersebut, siswa membuat catatan dan kesimpulan

146

masing-masing. Kemudian guru mengajak siswa

membahasnya dengan acuan buku paket. Pada akhir

sesi, siswa diminta menghafal hadits yang

artinya“sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat

bagi orang lain”.

Sedangkan untuk materi ‘Menghindari sikap

merusak’ disampaikan dengan metode praktek dan

penjelasan. Di awal sesi, guru mengingatkan

kembali siswa dengan slogan ‘bersih pangkal

sehat’, ‘kebersihan sebagian dari iman’.

Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa

kelompok dan mengajak siswa membersihkan kelas

dan lingkungan sekitarnya. Setelah kegiatan

tersebut, guru menjelaskan mengenai sikap

menjaga lingkungan dan mengajak siswa membaca

buku paket.

Selain metode integrated learning dan active

learning, juga digunakan metode pendekatan

individual yang dilakukan oleh guru terhadap siswa

tertentu. Metode ini dilakukan dengan cara

147

memberikan perhatian berupa pujian atau teguran

kepada siswa yang berhasil menunjukkan perilaku

positif atau pun kepada siswa yang dianggap

bersalah dan melakukan sikap tidak terpuji. Metode

ini diterapkan agar siswa langsung mendapatkan

respon yang sesuai dari guru tentang segala

tindakannya.

Pendekatan individual ini tidak hanya

dilakukan ketika siswa berada di lingkungan

sekolah saja, melainkan juga ketika siswa berada

di rumah dengan cara guru menanyakan melalui

telepon, sms, atau media lain tentang kegiatan

siswa, di antaranya ibadah dan perilaku lainnya,

baik kepada siswa ataupun melalui orangtua.

Dengan metode ini, siswa secara tidak langsung

akan belajar dari perilaku-perilaku yang

ditunjukkannya sehari-hari.

Pendidikan akhlak tidak hanya disampaikan

melalui proses belajar di dalam kelas, namun juga

diimplementasikan dalam aktivitas siswa di luar

148

kelas. Untuk menunjukkan rasa hormat pada guru,

siswa dibiasakan bersalaman dengan guru ketika

tiba di sekolah dan pada waktu pulang sekolah.

Saat akan memasuki kelas, siswa akan berbaris di

depan kelas dengan teratur untuk melatih sikap

kedisiplinan dan kerapian. Piket kelas diterapkan

untuk melatih kemampuan siswa dalam menjaga

kebersihan serta menumbuhkan tanggung jawab

terhadap diri dan lingkungannya. Serta beberapa

aktivitas lain seperti, berdo’a sebelum dan

setelah belajar, bersikap jujur ketika terlambat

datang di sekolah dengan melaksanakan konsekuensi

berdo’a sendiri di depan kelas, dan lain-lain.

Pemilihan strategi pembelajaran dilakukan

pada rapat guru yang diadakan setiap Sabtu. Pada

rapat tersebut dibahas evaluasi sekolah selama

seminggu dan rencana kegiatan pada pekan

selanjutnya, termasuk membahas strategi

pembelajaran tiap mata pelajaran. Jika dibutuhkan

alat atau sarana untuk proses pembelajaran, maka

149

hal ini akan disiapkan oleh guru mata pelajaran

secara kolektif. Hal ini dilakukan agar terdapat

keseragaman dalam metode pembelajaran antar kelas

dan mata pelajaran yang sama.

Buku acuan pendidikan akhlak yang dipakai di

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah buku mata

pelajaran Aqidah Akhlak yang disusun oleh Tim MKKS

(Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SD/MI

Muhammadiyah Sidoarjo. Buku yang khusus dipakai

untuk SD/MI Muhammadiyah ini direvisi tiap tahun

oleh Tim MKKS sesuai kurikulum yang diterapkan.

Selain itu juga digunakan bahan lain yang relevan

untuk pembelajaran yang dikembangkan oleh tiap

guru mata pelajaran.

4.Evaluasi Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan

Akhlak

Evaluasi kurikulum dan pembelajaran

diperlukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan

pelaksanaan kurikulum yang diimplementasikan dalam

bentuk pembelajaran. Komponen evaluasi harus

150

berhubungan dengan komponen lainnya, sehingga cara

evaluasi ini akan menentukan tujuan kurikulum,

materi kurikulum, bahan serta proses pembelajaran.

Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan akhlak

di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan dengan

berbagai cara yang meliputi penilaian terhadap

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Jika diamati dari kegiatan pembelajaran kurikulum

akhlak di kelas VI maka dapat diketahui metode

yang digunakan dalam penilaian hasil belajar

siswa. Sebagai contoh, penilaian terhadap sikap

siswa dilakukan dengan memberikan tugas berupa

pembuatan catatan siswa tentang kegiatan selama

liburan, penugasan lembar isian, dan pembuatan

kesimpulan dari pengamatan siswa terhadap

permainan. Penilaian kognitif didapatkan dari

kemampuan siswa membuat kesimpulan bacaan, hafalan

dalil al-Qur’an dan Hadits, serta ulangan harian

dan ulangan semester yang berupa soal-soal

tertulis. Sedangkan penilaian kemampuan

151

psikomotorik dilakukan dengan meminta siswa

membuat salinan tulisan dalil dan unjuk kerja

membersihkan kelas.

Evaluasi akhir semester atau evaluasi sumatif

diselenggarakan melalui pemberian soal-soal

tertulis berupa pilihan ganda, uraian, dan isian

singkat. Hasil evaluasi tersebut disajikan dalam

bentuk angka dalam raport. Sedangkan penilaian

terhadap sikap siswa dilakukan dengan pengamatan

guru terhadap perilaku siswa sehari-hari mencakup

beberapa aspek, seperti kejujuran, kerapian,

kebersihan, tanggungjawab, kedisiplinan, yang

ditampilkan dalam bentuk kategori baik, cukup,

atau kurang.

Penilaian tentang keberhasilan kurikulum

didapatkan dari hasil pengamatan seluruh guru

terhadap perkembangan siswa selama di sekolah

serta laporan orangtua ke pihak sekolah yang

disampaikan pada kesempatan rapat dengan orangtua

atau pun disampaikan langsung oleh orangtua

152

sewaktu-waktu. Hal ini memang menuntut kemauan

kuat dari orangtua untuk ikut peduli terhadap

kemajuan perkembangan siswa.

5.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Akhlak

a. Dasar Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak

di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan setelah

adanya evaluasi terhadap siswa. Evaluasi

dilakukan oleh seluruh guru dengan melihat

perkembangan sikap dan prilaku siswa serta dari

hasil laporan orangtua siswa maupun pihak lain

yang peduli terhadap perkembangan siswa. Dari

hasil evaluasi tersebut, didapatkan kesimpulan

pentingnya dikembangkan upaya-upaya yang

mengarah pada peningkatan aspek akhlak siswa.

Hal ini karena, sebagaimana diungkapkan Kepala

Sekolah bahwa siswa masih cenderung menunjukkan

perilaku-perilaku positif hanya ketika berada

di lingkungan sekolah saja. Salah satu upaya

153

yang dilakukan adalah dengan mengembangkan

kurikulum pendidikan akhlak. Hal ini

berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu:

Pertama, sebagai sekolah yang berlandaskan

nilai-nilai Islam, adalah menjadi suatu

keharusan bagi sekolah untuk menjamin

terciptanya kualitas keimanan siswa yang salah

satunya tercermin pada aspek akhlak. SD

Muhammadiyah 1 selama ini dinilai telah banyak

mengantarkan siswa-siswanya meraih prestasi di

bidang akademik dan non akademik. Hal ini dapat

dilihat dari berbagai penghargaan yang

didapatkan siswa pada perlombaan dan kejuaraan

mulai tingkat Kabupaten sampai Nasional. Maka

akan menjadi suatu ironi jika keberhasilan ini

tidak dibarengi meningkatnya kualitas spiritual

siswa, di antaranya akhlak yang mulia

sebagaimana visi yang telah ditetapkan sekolah.

Hal ini akan menjadi bekal yang dibutuhkan

siswa ketika ia masuk dalam lingkungannya dan

154

menghadapi permasalahan yang serba kompleks di

tengah masyarakat.

Kedua, perkembangan iptek yang semakin

cepat memaksa anak untuk berada pada lingkungan

yang terus berubah. Tidak hanya perubahan yang

bersifat materi tetapi juga perubahan pola

hidup dan pergeseran nilai di masyarakat. Hal

ini membawa dampak yang besar pada perkembangan

anak. Anak akan menjadi sangat terbiasa hidup

dalam era serba teknologi sehingga pola

pergaulan pun menjadi semakin bebas. Masalah-

masalah moral yang berkaitan dengan

perkembangan iptek ini harus segera disikapi

oleh sekolah dengan meneguhkan benteng keimanan

anak agar tidak mudah terseret arus yang

negatif.78

Ketiga, kurikulum pendidikan akhlak yang

selama ini diterapkan dinilai kurang efektif

dalam mengembangkan sikap dan perilaku siswa.

78Burhanuddin, Wawancara, Sidoarjo, 12 Juni 2010.

155

Padahal jika dilihat dari isi kurikulum

pendidikan akhlak telah mencakup nilai-nilai

yang dibutuhkan siswa dalam berperilaku antara

dirinya dengan Sang Pencipta, manusia, dan

makhluk lainnya. Kelemahan pendidikan akhlak

dinilai ada pada tataran implementasi yang

masih lebih banyak menekankan pada domain

kognitif.

Hal ini dikarenakan orientasi pendidikan

akhlak seolah-olah hanya proses untuk mengejar

target kurikulum yang telah ditetapkan.

Bagaimana tidak, materi kurikulum yang demikian

banyak, disampaikan dalam waktu 1 jam pelajaran

yaitu 35 menit tiap minggu. Waktu yang demikian

pendek hanya cukup untuk menyampaikan materi

tanpa ada kesempatan bagi guru untuk mengajak

dan memantau siswa membiasakan diri

mengimplementasikan materi yang diajarkan.

Di samping itu, materi yang diberikan

serta evaluasi yang dilakukan masih lebih

156

banyak menekankan pada teori sehingga metode

evaluasi pun melalui pemberian soal-soal.79 Hal

ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menghafal sehingga siswa lebih banyak

menggunakan kemampuan kognitifnya dibandingkan

kemampuan afektif dan psikomotoriknya.

Sedangkan penilaian terhadap sikap dan perilaku

siswa hanya dilakukan melalui pengamatan guru

yang dilakukan sebatas kemampuan guru mengamati

sejumlah siswa yang diajarnya.

Pertimbangan keempat, yaitu perlunya

meningkatkan peran orangtua dalam mendukung

proses pembelajaran anak di luar sekolah.

Selama ini siswa hanya melakukan aktivitas-

aktivitas belajar dan beribadah hanya ketika

berada di lingkungan sekolah. Anak masih

menganggap bahwa seluruh aktivitas tersebut

adalah kewajiban di sekolah saja. Hal ini bisa

terjadi karena ketika anak berada di luar

79Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.

157

sekolah, orangtua kurang mengawasi atau

cenderung memberikan kelonggaran kepada anak

dalam segala tindakannya. Sehingga anak akan

beranggapan aktivitas belajar dan beribadah

dilakukan karena takut kepada guru, bukan

sebagai tindakan yang harus dilaksanakan karena

kesadaran dan pemahamannya.

Menurut Kepala Sekolah, pengembangan

kurikulum pendidikan akhlak yang berupa

kurikulum pembiasaan untuk menciptakan iklim

learning culture bagi siswa, karena selama ini

hanya diterapkan learning habit. Di mana siswa

hanya melakukan proses belajar, melakukan

aktivitas ibadah hanya ketika ia berada di

lingkungan sekolah. Ketika anak berada di luar

sekolah, ia akan berhenti melakukannya.

Sedangkan dalam learning culture, anak akan

dibiasakan untuk melakukan kegiatan dan

berperilaku positif di manapun berada, dan anak

158

akan bertanggung jawab terhadap apa yang

dilakukannya.

b. Proses Pengembangan Kurikulum

Proses pengembangan kurikulum pendidikan

akhlak dimulai dengan melakukan analisis

kebutuhan pendidikan akhlak bagi siswa. Hal ini

didapatkan dari hasil evaluasi terhadap

kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini

diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Dalam

pendidikan akhlak, siswa tidak harus dikejar

dengan target terselesaikannya kurikulum selama

waktu yang ditentukan. Lebih dari itu, siswa

membutuhkan waktu lebih banyak untuk

mempraktekkan apa yang ada di kurikulum secara

berulang-ulang sampai siswa terbiasa

melakukannya.

Analisis kebutuhan siswa terhadap model

baru pendidikan akhlak tersebut disambut

positif oleh beberapa guru dengan memberikan

ide dasarnya berupa rancangan pokok-pokok

159

materi yang akan diberikan kepada siswa dalam

format kurikulum baru yaitu kurikulum

pembiasaan. Rancangan materi ini didasarkan

pada pengamatannya terhadap beberapa perilaku

siswa yang perlu dibenahi dan ditingkatkan.

Adapun rancangan Kurikulum Pembiasaan yang akan

diterapkan pada tahun ajaran 2010-2011 tersebut

tersaji dalam Tabel 5.

160

Tabel 4.8 Kurikulum Pembiasaan Tahun 2010-2011STANDAR

KOMPETENSIKOMPETENSI DASAR MATERI POKOK INDIKATOR

1. Menerapkan tertib berdo’a, dzikir dan tertib di masjid.

a. Menjelaskan adab berdo’a dan berdzikir

b. Menjelaskan adab masuk dan keluar masjid

Disiplin diri Tanggung jawab

Siswa dapat:1)Menjelaskan adab-adab berdo’a dan

berdzikir dalam Islam2)Siswa dapat membiasakan diri berdo’a

dan berdzikir dengan tertib3)Menjelaskan adab-adab masuk dan keluar

masjid4)Membiasakan diri tertib ketika masuk

dan keluar masjid5)Membiasakan diri cinta akan masjid

(menjaga kebersihan dan memakmurkan masjid)

2. Menerapkan senyum dansalam dalam kehidupan sehari-hari

a. Menjelaskan adab mengucapsalam

b. Menjelaskan senyum dalam Islam

Menghormati Merawat

Siswa dapat:1)Menjelaskan salam dalam Islam2)Menjelaskan hikmah salam3)Membiasakan diri mengucap salam ketika

bertemu dengan saudaranya4)Menjelaskan senyum dalam Islam5)Menjelaskan hikmah senyum bagi diri

dan orang lain

161

6)Membiasakan diri mengulum senyum pada saudaranya

3.Menerapkan adab dalam menuntut ilmu

Menjelaskan adab menuntut ilmu

Ketekunan Menghormati Merawat Tanggung jawab

Keadilan

Siswa dapat:1)Menjelaskan adab-adab siswa terhadap

guru2)Menjelaskan adab siswa terhadap sesama

siswa3)Menjelaskan hikmah dalam menuntut ilmu4)Membiasakan diri untuk hormat dan taat

kepada guru5)Membiasakan diri untuk menghargai dan

berbuat baik kepada sesama siswa6)Membiasakan diri tekun dalam belajar

4.Menerapkan adab-adab dalam berbicara

Menjelaskan adab-adab dalam berbicara

Menghormati Disiplin diri

Siswa dapat :1)Menjelaskan sopan santun dalam

berbicara dengan orang yang lebih tua atau muda

2)Membiasakan diri bersikap santun dalamberbicara.

5.Menerapkanperilakumulia

Menjelaskanamalan kecilberpahala besar

Merawat Disiplin Tanggung jawab Kejujuran

Siswa dapat :1)Menjelaskan hikmah membuang sampah

pada tempatnya2)Menjelaskan hikmah menyingkirkan benda

162

Keberanian yang menghalangi dan membahayakanjalan (duri, sampah, batu, dll)

3)Menjelaskan pentingnya mengingatkanteman (amar ma’ruf nahi munkar)

4)Membiasakan diri membuang sampah padatempatnya

5)Membiasakan diri menyingkirkan bendayang menghalangi dan membahayakanjalan (duri, sampah, batu, dll)

6)Membiasakan diri untuk beranimengingatkan teman dengan baik

6.Menerapkanadab makandan minum

Menjelaskan adabmakan dan minum

Disiplin diri Merawat Menghormati

Siswa dapat :1)Menjelaskan adab makan dan minum2)Membiasakan makan dan minum sesuai

tuntunan Rasulullah

163

Kurikulum pembiasaan tersebut digolongkan

dalam kurikulum Muatan Lokal. Hal ini

dikarenakan kurikulum pembiasaan termasuk

kurikulum yang ditetapkan oleh lokal sekolah

saja yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Kurikulum ini akan

diberlakukan bagi seluruh siswa mulai kelas I

sampai kelas VI dengan alokasi waktu 1 jam

pelajaran/minggu.

Sesuai dengan namanya, kurikulum

pembiasaan ini akan menekankan proses

implementasinya pada upaya membiasakan siswa

untuk berperilaku sebagaimana materi kurikulum

yang telah ditetapkan tanpa meniadakan metode

penyampaian materi seperti ceramah, diskusi,

eksplorasi, atau pun melalui cerita untuk

memperdalam pemahaman siswa terhadap materi.

Pada implementasinya, aspek pembiasaan

akhlak yang menjadi target kurikulum ini akan

diupayakan melalui mekanisme kontrol terhadap

164

perilaku siswa dengan menggunakan beberapa

strategi. Strategi yang akan diimplementasikan

tidak hanya terbatas pada perilaku siswa di

sekolah, namun juga ketika siswa berada di

rumah.

Sebagai sekolah yang menerapkan sistem full

day school, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menetapkan

jam sekolah yang lebih panjang dibandingkan

sekolah lain. Setiap hari, siswa menghabiskan

waktu kurang lebih 8 jam di lingkungan sekolah,

yang berarti sepertiga waktu dari 24 jam sehari

dimanfaatkan sekolah untuk pendidikan siswanya.

Dalam waktu yang cukup panjang ini lah sekolah

berupaya merencanakan dan menyediakan

pengalaman belajar dan sarana parasarana bagi

pembiasaan akhlak siswa.

Pembiasaan siswa terhadap perilaku tertib

ketika masuk dan keluar masjid diupayakan

ketika siswa melakukan shalat dhuhur berjamaah

di masjid sekolah. Pada saat tersebut, guru

165

akan mengamati perilaku siswa mulai berangkat

ke masjid, ketika berada di dalam masjid, dan

ketika keluar dari masjid. Perilaku siswa yang

selama ini sering terjadi, seperti berlari

ketika berangkat ke masjid, bergurau di dalam

masjid, dan kurang peduli terhadap kebersihan

masjid diharapkan dapat berubah sesuai adab

yang diajarkan Islam melalui kurikulum

pembiasaan ini.

Materi membiasakan siswa menerapkan senyum

dan salam dilakukan selama siswa menghabiskan

waktunya di sekolah. Pembiasaan perilaku

mengucapkan salam dapat diterapkan pada siswa

ketika memasuki ruang kelas, baik pada jam

pembelajaran maupun pada jam istirahat,

memasuki ruang guru, dan ketika bertemu guru di

luar kelas. Demikian pula cara ini diterapkan

untuk membiasakan siswa tersenyum dan tidak

bersikap acuh tak acuh ketika bertemu teman,

guru, dan orang lain yang dikenalnya.

166

Dalam upaya menerapkan adab siswa ketika

menuntut ilmu, siswa akan lebih banyak

dibiasakan dengan perilaku-perilaku ketika

berada di dalam kelas. Misalnya, membiasakan

siswa untuk memperhatikan penjelasan guru dan

tidak berbincang-bincang dengan teman, mentaati

perintah guru, seperti mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru, serta menghargai sesama

teman ketika berada di kelas dengan cara tidak

membuat kegaduhan di kelas atau mengganggu

teman ketika proses pembelajaran. Pembiasaan

perilaku ini akan diterapkan dan diamati oleh

semua guru yang mengajar di tiap kelas.

Upaya membiasakan siswa untuk menerapkan

adab santun dalam berbicara ditekankan pada

saat siswa berada di luar kelas. Hal ini

dikarenakan, ketika berada di dalam kelas,

interaksi siswa terbatas dengan guru dan teman

sekelasnya. Terlebih ketika berada di dalam

kelas, pada saat pembelajaran, perilaku siswa

167

lebih terkendali dengan adanya proses

pembelajaran. Sedangkan ketika di luar kelas,

siswa akan berinteraksi dengan orang yang lebih

beragam, tidak hanya dengan teman dan guru,

tetapi juga dengan karyawan sekolah, serta adik

kelas ataupun kakak kelas.

Selain faktor lamanya waktu yang digunakan

siswa di sekolah dengan berbagai aktivitas

mereka yang dijadikan sebagai kontrol dalam

implementasi kurikulum pembiasaan yang akan

diterapkan, faktor tersedianya sarana dan

prasarana yang dimiliki sekolah akan menjadi

faktor yang juga mendukung upaya pembiasaan

tersebut. Hal ini bisa dilihat pada upaya

pembiasaan siswa untuk membuang sampah pada

tempatnya dan menyingkirkan benda yang

membahayakan jalan didukung dengan

disediakannya tempat sampah di tiap ruangan,

baik ruang kelas, maupun ruang perpustakaan,

kantin, dan di halaman sekolah. Adanya tempat

168

sampah yang mudah dijumpai siswa, akan membantu

siswa dalam membiasakan dirinya membuang sampah

dan menyingkirkan benda yang mengganggu jalan

pada tempat yang tersedia.

Upaya membiasakan siswa makan dan minum

sesuai tuntutan Islam dilakukan pada saat siswa

berada di luar kelas pada waktu istirahat.

Untuk mendukung upaya tersebut, sekolah

menyiapkan kantin lengkap dengan fasilitas

tempat duduk untuk membiasakan siswa makan dan

minum dengan duduk. Selain tempat duduk di

kantin, sekolah juga menyiapkan tempat duduk di

halaman sekolah ataupun beranda kelas yang

bersih agar bisa dimanfaatkan siswa untuk

duduk.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum

pembiasaan ini, sekolah akan melibatkan seluruh

guru dalam mengontrol dan menilai perilaku

siswa sesuai aspek-aspek yang ditekankan pada

kurikulum. Upaya ini dilakukan sekolah dengan

169

menginformasikan dan menyamakan persepsi tiap

guru terhadap pelaksanaan kurikulum pembiasaan.

Hasil pengamatan dan penilaian guru akan

diinformasikan secara terkoordinasi kepada wali

kelas pada acara rapat rutin guru yang diadakan

setiap Sabtu. Dengan demikian, pemantauan

terhadap perkembangan perilaku siswa dapat

dilakukan setiap minggu.

Selain kontrol terhadap perilaku siswa di

sekolah, kurikulum pembiasaan juga menuntut

adanya kontrol terhadap perilaku siswa di luar

sekolah. Idealnya, penerapan kurikulum

pembiasaan ini menuntut keterlibatan banyak

pihak untuk melakukan fungsi kontrol terhadap

perilaku siswa, tidak hanya pihak sekolah,

namun juga orang tua dan seluruh masyarakat.

Namun, karena keterbatasan sekolah dalam upaya

kontrol perilaku siswa secara keseluruhan, maka

di luar lingkungan sekolah, pihak sekolah hanya

akan melibatkan orang tua.

170

Strategi yang digunakan sekolah dalam hal

ini adalah dengan membuat instrumen berupa buku

check list yang memuat deskripsi perilaku yang

tampak pada siswa selama berada di rumah sesuai

dengan indikator sikap yang telah tertera pada

kurikulum pembiasaan. Sekolah akan meminta

orangtua mengisi check list tersebut sesuai

keadaan siswa dan menyerahkannya ke sekolah

setiap minggu. Dalam hal ini, orangtua dituntut

bersikap jujur dalam mengisinya agar diperoleh

data yang akurat sebagai informasi bagi guru

untuk memperbaiki perilaku siswa.

Data dan informasi yang diberikan oleh

guru dan orangtua akan dijadikan sebagai bahan

evaluasi untuk mengukur seberapa jauh

penghayatan dan pengamalan siswa terhadap

kurikulum pembiasaan serta seberapa besar

keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.

Dengan demikian, penilaian tidak dilakukan

171

melalui ujian tes tertulis sebagaimana

diterapkan pada kurikulum lainnya.80

Dimasukkannya kurikulum pembiasaan sebagai

kurikulum baru menyebabkan perubahan struktur

kurikulum yaitu kurikulum Laboratorium Bahasa

Arab dan Inggris yang semula berdiri sendiri

menjadi terintegrasi ke dalam kurikulum Bahasa

Arab dan Bahasa Inggris. Perubahan struktur

kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo tahun

2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4.9 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

Tahun 2010-2011Komponen Kelas dan alokasi

waktuI II III

IV V VIA. Mata Pelajaran1. Pendidikan Agama : Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1 Ibadah Syari’ah/Fiqih

1 1 2 2 2 2 Al-qur’an Hadits 1 1 2 2 2 2 Tarekh 1 1 1 1 1 1

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 23. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 84. Matematika 6 6 7 7 6 85. Ilmu Pengetahuan Alam

2 2 4 4 5 56. Ilmu Pengetahuan Sosial

2 2 3 3 3 37. Kerajinan Tangan dan Ketrampilan

2 2 2 2 2 2

80Tri Oktavia Wahyuningsih, Wawancara, Sidoarjo, 1 Juni 2010.

172

8. Pendidikan Jasmani

2 2 2 2 2 2B. Muatan lokal :1. Bahasa Arab - - 2 2 2 22. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 13. Pembiasaan 1 1 1 1 1 14. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 25. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 26. Math - - 2 2 2 -7. Science - - 2 2 2 -

C. Pengembangan diriTotal Jam Pelajaran 31 31 45 45 45 45Remidi dan pengayaan umum

2 2 4 4 4 4Remidi dan pengayaan al-Islam

4 4 4 4

Sampai saat penelitian ini ditulis, SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo belum membentuk Tim

Pengembang Kurikulum secara resmi. Rancangan

pengembangan kurikulum yang disajikan dalam

tulisan ini disusun oleh Wakil Kepala Sekolah,

Ibu Tri Oktavia Wahyuningsih dan Ibu Zumaroh

yang keduanya merupakan guru mata pelajaran Al-

Islam.

Tim pengembang kurikulum dibentuk

menjelang pelaksanaan tahun ajaran baru. Tim

ini terdiri dari pimpinan (kepala sekolah dan

173

wakil sekolah) dan 2 orang guru kelas. Tim

bertugas untuk menetapkan garis-garis besar

penyusunan kurikulum untuk kegiatan

pembelajaran setahun ke depan. Dari hasil

rumusan tersebut, kemudian disusun lebih rinci

strategi pelaksanaannya secara riil di lapangan

oleh semua guru.81

81Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.

174

B. Analisis Data

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sebagai sekolah

yang mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga

pendidikan Islam, maka relevansinya adalah

menjadikan tujuan pendidikannya sesuai dengan tujuan

Pendidikan Islam. Tujuan inilah yang melandasi

seluruh sekolah Muhammadiyah.

Tujuan Pendidikan Islam sendiri adalah

merealisasikan manusia muslim yang beriman,

bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu

mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq. Rumusan

tujuan ini tidak berbeda dengan rumusan Tujuan

Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Dari tujuan-tujuan tersebut, takwa dan akhlak

mulia menjadi aspek yang selalu diperhatikan sebagai

175

salah satu tolak ukur keberhasilan pendidikan. Hal

ini dipahami bahwa orientasi Pendidikan Islam

memiliki keterkaitan dengan fungsi keberadaan

manusia di muka bumi sebagai khalifah. Dalam fungsi

tersebut, manusia diharapkan mampu menjaga

hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia,

dan dengan alam sekitarnya.

Bertitik tolak dari tujuan Pendidikan Islam,

maka sekolah harus menentukan kurikulum yang sesuai

dengan kebutuhan sebagai alat yang dapat

mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan tersebut.

Selama ini, dunia pendidikan sering dikritik karena

munculnya persoalan moralitas atas nama pelajar. Mau

tidak mau, para pendidik harus terus mengevaluasi

pola pendidikan, terutama pendidikan agama, untuk

mengatasi masalah ini. Salah satu komponen yang

perlu ditinjau ulang adalah kurikulum.

Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu

alat atau usaha untuk mencapai tujuan pendidikan

yang diinginkan sekolah. Karena itu, sekolah harus

176

selalu melakukan evaluasi terhadap tujuan tersebut

apakah telah dicapai atau belum. Maksudnya, bila

tujuan-tujuan yang diinginkan belum tercapai maka

sekolah hendaknya meninjau kembali alat yang

digunakan untuk mencapai tujuan itu, misalnya dengan

meninjau kurikulumnya.

Keberadaan kurikulum sebagai organisasi

tersusun mempunyai fungsi sebagai persiapan bagi

anak didik. Kurikulum diharapkan mampu menawarkan

program-program pada anak didik yang akan hidup pada

zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan

kultural yang berbeda dengan zaman di mana kedua

orang tuanya berada.

Kurikulum pendidikan akhlak yang tercakup dalam

Kurikulum Pendidikan Islam, merupakan salah satu

kurikulum yang berfungsi menciptakan anak didik yang

berakhlak mulia sebagai salah satu tujuan pendidikan

Islam. Ketika masalah moralitas pelajar semakin

menyeruak maka kurikulum ini perlu dilihat kembali

177

serta dievaluasi bilamana terdapat kekurangan atau

bahkan kesalahan di dalamnya.

Para pendidik dan konseptor pendidikan agama

sebagai pihak yang bergumul dengan realitas

kehidupan anak didik sehari-hari ditantang untuk

membuat terobosan formulasi pendidikan agama yang

efektif. Apa saja materi yang dibutuhkan, serta

metode apa yang digunakan harus dirumuskan dengan

matang agar menjadi bekal bagi anak didik untuk

menghadapi realitas kehidupannya di masyarakat. Para

guru tidak boleh terjebak dan terbelenggu oleh

silabus dan kurikulum serta rutinitas pembelajaran

yang sudah ada.

Hal ini lah yang coba dilakukan SD Muhammadiyah

1 Sidoarjo ketika merasakan bahwa tujuan

pendidikannya belum tercapai secara optimal, yaitu

pada masalah akhlak. Beberapa guru menganalisis,

mengevaluasi, dan mengembangkan kurikulum pendidikan

akhlak menjadi sebuah formulasi baru Kurikulum

Pembiasaan.

178

Kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini

berada dalam kurikulum Pendidikan Al-Islam,

dirasakan masih belum efektif dalam menciptakan

pribadi anak didik yang berakhlak mulia. Hal ini

dikarenakan beberapa alasan, yaitu materi dan metode

pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan

kognitif anak, minimnya jam pelajaran dibarengi

banyaknya target materi yang harus diselesaikan,

serta kurangnya partisipasi orangtua dalam

pendidikan anak.

Kurikulum pembiasaan yang akan diterapkan pada

tahun ajaran 2010-2011 diharapkan mampu mengatasi

masalah-masalah tersebut. Terdapat beberapa aspek

yang dapat ditemukan pada kurikulum tersebut yang

dianggap menjadi alternatif pemecahan masalah.

Pertama, perubahan orientasi dan fokus

pengajaran akhlak yang semula bersifat subject matter

oriented, meskipun mata pelajaran akhlak tetap

diberlakukan, yakni dari yang semula berpusat pada

pemberian materi akhlak dalam arti memahami dan

179

menghafal teori-teori akhlak sesuai kurikulum,

menjadi pembelajaran akhlak yang berorientasi pada

pengalaman dan pembentukan sikap melalui pembiasaan

perilaku sesuai dengan Islam.

Kedua, penambahan jam pembelajaran akhlak yang

diberikan dalam rangkaian kurikulum muatan lokal, di

luar kurikulum pendidikan akhlak yang telah ada,

yaitu 1 jam pelajaran tiap minggu untuk kurikulum

pembiasaan. Di mana kurikulum ini dirancang untuk

mencapai target pembiasaan perilaku pada siswa,

bukan target materi. Demikian pula evaluasi yang

diberikan tanpa soal-soal yang menuntut siswa untuk

menghafal materi pembelajarn, melainkan melalui

pengamatan perubahan perilaku oleh guru.

Ketiga, dengan adanya kurikulum pembiasaan ini,

orangtua juga ikut terlibat dalam mensukseskannya

dengan cara meningkatkan perhatian, kasih sayang,

bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh kedua

orang tua dirumah.

180

Bagi orangtua, kurikulum difungsikan sebagai

bentuk adanya partisipasi orangtua dalam membantu

usaha sekolah untuk memajukan putra putrinya.

Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi dengan

pihak sekolah mengenai masalah yang menyangkut anak

mereka. Dengan membaca dan memahami kurikulum

sekolah, orangtua dapat mengetahui pengalaman

belajar yang diperlukan anak, sehingga partisipasi

orangtua pun tidak kalah pentingnya dalam

menyukseskan proses pembelajaran di sekolah.

Meskipun orangtua telah menyerahkan anaknya

kepada sekolah agar diajarkan ilmu pengetahuan dan

dididik menjadi orang yang bermanfaat bagi

pribadinya, orangtua, keluarga, agama, dan

masyarakatnya, namun tidak berarti tanggung jawab

kesuksesan anak secara total diserahkan kepada

sekolah atau pendidik. Keberhasilan tersebut

merupakan hasil dari sistem kerjasama berdasarkan

fungsi masing-masing. Karenanya, pemahaman orangtua

mengenai kurikulum menjadi hal yang mutlak.

181

Model pengembangan kurikulum yang dilaksanakan

oleh SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dikategorikan

menggunakan pendekatan pengembangan kurikulum Hilda

Taba. Hal ini dilihat dari proses awal sebelum

kurikulum pembiasaan ini dirumuskan yaitu adanya

proses diagnosis kebutuhan siswa. Proses ini

dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi guru

terhadap perkembangan perilaku anak didik. Dari

evaluasi tersebut disimpulkan adanya kebutuhan untuk

memberikan model baru dalam pembelajaran akhlak guna

mencapai tujuan pendidikan.

Informasi yang diperoleh dari proses diagnosis

digunakan untuk menformulasikan pokok-pokok tujuan

yang akan dicapai. Proses ini dilanjutkan dengan

pemilihan dan perumusan materi atau isi kurikulum

yang didasarkan pada realitas kebutuhan anak didik,

mengorganisasikan pengalaman belajar, serta

menentukan strategi evaluasi. Perumusan pengembangan

kurikulum ini dilakukan oleh beberapa guru mata

182

pelajaran al-Islam yang hasilnya telah disajikan

pada data penelitian.

Dilihat dari sumber awal diadakannya

pengembangan kurikulum pembiasaan ini maka dapat

dikatakan sebagai the grass roots model, di mana

inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum datang

dari guru. Pengembangan kurikulum model ini hanya

dapat terjadi pada sekolah yang menganut sistem

pendidikan desentralisasi. Hal ini bisa dinilai

suatu kelebihan karena guru lah yang dianggap paling

tahu kebutuhan anak didiknya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots

mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu

atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat

digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah

lain. Model pengembangan kurikulum yang bersifat

desentralisasi dengan grass rootsnya memungkinkan

terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan

183

sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan

melahirkan manusia yang mandiri dan kreatif.82

Sampai penelitian ini ditulis, proses

pengembangan kurikulum masih berada pada tahap

organisasi pengalaman belajar dan strategi evaluasi

secara global. Untuk mengoptimalkan tahap

selanjutnya, yaitu penentuan deskripsi perilaku dari

tiap indikator dalam kurikulum yang akan digunakan

dalam proses kontrol dan penilaian siswa, SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo akan membentuk tim khusus

pengembangan kurikulum pendidikan akhlak. Untuk

menyelesaikan proses ini sehingga tercipta kurikulum

seperti yang diharapkan maka dibutuhkan anggota tim

yang memiliki latar belakang, kompetensi dan

pengalaman yang memadai, serta persepsi yang tidak

berseberangan.

Materi pendidikan akhlak, baik yang tercantum

pada kurikulum al-Islam yang selama ini dipakai

maupun kurikulum pembiasan yang baru dirumuskan,

82Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163.

184

menurut penulis belum memuat materi yang

mengantisipasi isu-isu moral yang terjadi saat ini,

seperti pola pergaulan remaja yang semakin bebas

dengan lawan jenis, kemajuan dunia teknologi

komunikasi dan informasi yang memunculkan modus-

modus cyber crime baru yang tidak pernah terbayangkan

sebelumnya, perubahan sikap konsumtif dan

materialistis remaja, pengungkapan hak suara atau

demonstrasi dengan cara kekerasan dan anarkis, serta

isu-isu lain.

Kurikulum pembiasaan yang telah dirumuskan

diharapkan bersifat fleksibel dan tanggap terhadap

isu-isu aktual yang terjadi di lingkungan siswa.

Sehingga materi kurikulum yang telah ditetapkan

untuk setahun ke depan tidak bersifat pasif dan

dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang lebih

mendesak atau lebih diprioritaskan. Untuk itu, tim

pengembang kurikulum yang akan dibentuk tidak hanya

bekerja pada awal tahun ajaran saja, melainkan siap

185

setiap saat untuk mengantisipasi perubahan

masyarakat yang kian pesat dan tak terduga.

Selain perlu memperhatikan materi, guru juga

dituntut mampu merancang metode pembelajaran,

termasuk menyeleksi alat dan bahan yang akan

digunakan dalam pembelajaran secara detail. Baik

kurikulum pendidikan akhlak yang ada dalam kurikulum

al-Islam maupun kurikulum pembiasaan yang akan

diterapkan harus disampaikan dengan metode yang

tepat dan efektif. Di antaranya dengan menggunakan

beberapa pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan penanaman nilai untuk mengusahakan

agar peserta didik mengenal dan menerima nilai

sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas

keputusan yang diambilnya. Cara yang digunakan

dalam pendekatan ini antara lain keteladanan,

penguatan positif dan negatif, simulasi dan

bermain peran

b. Pendekatan perkembangan moral kognitif dengan

mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran

186

moral melalui diskusi masalah moral sehingga

peserta didik dapat membuat keputusan tentang

pendapat moralnya

c. Pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan

ini tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik dalam menganalisis dan

mengidentifikasi nilai mereka dan orang lain,

seperti halnya pendekatan analisis nilai dan

pendekatan klarifikasi nilai, tetapi juga untuk

mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan

kegiatan sosial serta mendorong untuk melihat diri

sendiri sebagai makhluk yang senantiasa

berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara

yang dapat digunakan adalah melalui

kegiatan/proyek sekolah, hubungan antar pribadi,

praktek hidup bermasyarakat dan berorganisasi.

Di samping menentukan strategi pembelajaran,

penggunaan buku ajar adalah sesuatu yang dapat

membantu anak didik serta tidak dapat dihindarkan

sebagai pedoman guru dalam menyampaikan

187

pembelajaran. Jika buku ajar tersebut digunakan pula

sebagai buku pegangan bagi siswa maka harus

diperhatikan isinya, yaitu mencakup tulisan dan

gambar yang ditampilkan di buku tersebut agar tidak

terdapat tulisan yang membuat siswa bingung atau

gambar yang tidak sesuai.

Komponen evaluasi merupakan komponen yang tidak

kurang penting dari komponen-komponen lainnya.

Dengan penerapan kurikulum pembiasaan yang

meniadakan metode evaluasi dengan tes tulis yang

berupa butir-butir soal, guru tetap harus menentukan

metode evaluasi yang sesuai sehingga data yang

diperoleh dapat dijadikan informasi yang akurat

mengenai hasil belajar siswa.

Jika dalam kurikulum pembiasaan, evaluasi

ditekankan pada aspek sikap dan perilaku siswa maka

perlu diadakan perumusan deskripsi perilaku yang

diharapkan sehingga lebih operasional atau spesifik,

serta bersifat obyektif. Dengan penguasaan guru

terhadap strategi evaluasi maka diharapkan proses

188

evaluasi tidak dilakukan dengan pengamatan yang

sifatnya informal saja. Dengan demikian, seluruh

komponen yang terlibat dalam pembelajaran benar-

benar diperhatikan secara matang dan detail untuk

mendukung keberhasilan implementasi kurikulum.

189

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengembangan kurikulum pendidikan

akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan

dengan beberapa pertimbangan yaitu:

a. Belum tercapainya

tujuan sekolah secara optimal yaitu melahirkan

manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya

pada diri sendiri, serta memiliki aqidah

Islamiyah istiqomah;

b. Perkembangan iptek

yang semakin cepat memaksa anak untuk berada

pada lingkungan yang terus berubah dan membawa

dampak yang besar pada perkembangan anak

sehingga sekolah merasa berkewajiban membekali

anak agar tidak mudah terseret arus yang

negatif;

190

c. Kurikulum pendidikan

akhlak yang selama ini diterapkan dinilai kurang

efektif dalam mengembangkan sikap dan perilaku

anak karena lebih banyak menekankan pada domain

kognitif;

d. Peran orangtua yang

harus ditingkatkan dalam mendukung proses

pembelajaran anak di luar sekolah sehingga siswa

melakukan aktivitas-aktivitas belajar dan

beribadah tidak hanya ketika berada di

lingkungan sekolah.

Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo digolongkan sebagai the

grass roots model, yaitu muncul dari ide guru berupa

format kurikulum baru yaitu kurikulum pembiasaan.

Proses pengembangannya sesuai dengan model

pengembangan kurikulum Hilda Taba yaitu diawali

dengan melakukan analisis kebutuhan pendidikan

akhlak bagi siswa. Kemudian disusun pokok tujuan,

pemilihan materi yang sesuai dengan kebutuhan

191

siswa, organisasi pengalaman belajar, dan strategi

evaluasi.

2. Muatan materi kurikulum pendidikan

akhlak belum menyentuh pada isu persoalan

moralitas pelajar yang aktual dan kompleks.

3. Kurikulum pembiasaan

diimplementasikan pada seluruh siswa kelas I

sampai VI dengan materi yang sama. Metode yang

digunakan adalah dengan pembelajaran di kelas dan

pembiasaan siswa terhadap perilaku yang

dimaksudkan dalam kurikulum yang dipantau dan

dievaluasi melalui pengamatan guru dan orangtua

terhadap perilaku siswa.

B. Saran

1. Kepala Sekolah SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo

a. Untuk membentuk

tim pengembang kurikulum secara khusus dan

berkelanjutan agar dapat mengembangkan kurikulum

192

pendidikan akhlak untuk menyikapi permasalahan

yang terjadi di masyarakat.

b. Untuk lebih

selektif dalam memilih dan menentukan penggunaan

buku ajar, terutama buku pendidikan akhlak.

Penulis menemukan gambar yang tidak sesuai

dengan nilai akhlak pada buku Aqidah Akhlak

kelas VI.

c. Untuk

meningkatkan partisipasi orangtua dalam membantu

proses pembelajaran siswa di luar sekolah.

2. Dewan Guru

a. Bagi guru mata

pelajaran akhlak agar terus berusaha

mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak secara

mandiri yang sesuai dengan kebutuhan anak dan

perkembangan masyarakat, baik pada segi materi,

alat dan bahan pembelajaran, maupun metode

pembelajaran.

193

b. Bagi guru mata

pelajaran kurikulum pembiasaan agar menentukan

strategi evaluasi yang bersifat formal dan

obyektif dalam menilai perubahan perilaku siswa

agar dapat digunakan sebagai bahan evaluasi yang

akurat untuk pengembangan kurikulum selanjutnya.

c. Bagi seluruh

guru agar mendukung terlaksananya kurikulum

pembiasaan dengan menjadi teladan, ikut

mengawasi dan mengingatkan siswa tentang

perilaku yang kurang baik, terutama berkenaan

dengan materi kurikulum pembiasaan.