kurikulum pendidikan akhlak di sd muhammadiyah
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat, menyebabkan terjadinya
globalisasi yang tidak dapat dihindari. Produk iptek
yang berupa teknologi industri, sarana transportasi,
teknologi informasi dan komunikasi, dan sebagainya,
berdampak pada pesatnya perubahan kehidupan
masyarakat menjadi semakin terbuka, semakin mudah
dan instant, serba teknologi, dan bersifat global.
Derasnya arus perubahan dan perkembangan
masyarakat tersebut berakibat pada besarnya
gelombang modernisasi dan globalisasi yang
melahirkan kompleksitas dalam segala aspek
kehidupan. Hal ini pada gilirannya membawa dampak
pada perubahan orientasi kehidupan manusia modern
yang semakin materialistik, individualistik,
hedonistik, bahkan menjadi semakin permissif
2
terhadap nilai-nilai di masyarakat. Orientasi pola
hidup yang demikian ini tidak sedikit membawa
konsekuensi pada termarginalkannya nilai-nilai moral
dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Sungguh menjadi suatu ironi, Indonesia yang
berpenduduk muslim terbesar di dunia ternyata
memiliki problem krisis moral yang begitu kompleks.
Padahal, ajaran Islam selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai moralitas (akhlak) yang sempurna
sebagaimana risalah Rasulullah s.a.w yang
memproklamirkan misi penyempurnaan akhlak.
Penyimpangan terhadap nilai-nilai moral ini
menghinggapi hampir seluruh golongan masyarakat. Di
dunia internasional, Indonesia termasuk salah satu
negara terkorup. Praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme seakan menjadi hal yang sangat biasa,
semuanya dilakukan tanpa malu-malu lagi. Belum lagi
pertikaian antar etnis ataupun penganut agama yang
tak kunjung berakhir. Bahkan dekadensi moral ini
juga menjangkiti kaum muda, yang mayoritas adalah
3
pelajar dan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari
maraknya penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar,
seks bebas, pornografi dan pornoaksi, pembunuhan,
dan lain-lain yang sampai saat ini belum dapat
diatasi secara tuntas.
Realitas ini secara langsung ataupun tidak,
sangat mempengaruhi kinerja dunia pendidikan.
Tudingan masyarakat seringkali diarahkan kepada
dunia pendidikan sebagai pihak yang bertanggung
jawab atas masalah ini. Dunia pendidikan Indonesia
dianggap belum berhasil menjalankan peran mendasar
dalam membentuk budi pekerti peserta didik,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional yang salah satu tujuannya adalah
mendidik manusia agar berakhlak mulia.1
1UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3. Kalimat lengkapnya adalah “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
4
Fenomena kemerosotan moral tersebut
mengindikasikan dua hal yang saling berkaitan.
Pertama, adalah pertanda bahwa dunia pendidikan kita
belum mampu membina peserta didiknya dengan kualitas
berpikir yang andal. Kedua, pendidikan moral dan
etika belum mendapat porsi yang selayaknya atau
belum dilakukan dengan metode pembinaan yang efektif
dan bermakna.2
Merespon hal tersebut, salah satu upaya yang
harus dilakukan sekolah adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikan, khususnya pada aspek pendidikan
moral yang seringkali terabaikan. Karena
sesungguhnya, fungsi pendidikan tidak hanya untuk
transfer pengetahuan, tetapi juga transfer nilai
(moral). Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja, seksama, terencana, dan bertujuan
yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti
2H.A.R. Tilaar, Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera Indonesia, 1999), 94.
5
memiliki bekal ilmu pengetahuan menyampaikannya
kepada anak didik secara bertahap.3
Faktanya, pendidikan moral yang selama ini
dilaksanakan dalam sistem pendidikan di Indonesia
dinilai belum berhasil memperbaiki dan meningkatkan
moralitas peserta didik. Hal ini bisa dimaklumi
karena materi pendidikan moral atau pendidikan
akhlak yang diselipkan dalam mata pelajaran PPKN,
agama, atau budi pekerti, pengajarannya hanya
sebatas teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai
pendidikan tersebut. Contohnya dapat kita lihat dari
teks soal-soal ujian yang lebih banyak menekankan
pada aspek kognitif, kemampuan hafalan siswa, tanpa
mencerminkan aspek afektif dan psikomotorik.
Sehingga siswa hanya memiliki hafalan teori-teori
akhlak tanpa memiliki penghayatan, sikap, dan
ketrampilan merefleksikan nilai-nilai moral yang
mereka butuhkan untuk menghadapi realita kehidupan
di luar pagar sekolah yang sangat kompleks.3Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 10.
6
Padahal, di era globalisasi, ketika segala
sesuatu bisa berubah dengan begitu cepat, dunia
pendidikan dituntut untuk tampil lebih cepat dan
tanggap dalam merespon dan memecahkan berbagai
tantangan baru yang timbul dari perubahan tersebut.
Ini berarti bahwa sekolah mempunyai tanggungjawab
untuk melawan pengaruh-pengaruh negatif terhadap
siswa yang timbul dari masyarakat dan memberikan
pengalaman belajar yang edukatif, bukan
eksploitatif.4 Hal yang demikian adalah logis
mengingat dunia pendidikan adalah salah satu pranata
yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa
depan umat manusia. Oleh karena itu pendidikan harus
terus mengembangkan strategi dan rencana yang lebih
baik untuk mengimbangi arus perubahan pola kehidupan
masyarakat, demi memperbaiki moralitas bangsa ini.
Sedangkan dalam Islam, moral sering merupakan
terjemahan dari kata akhlak. Akhlak adalah berasal
dari bahasa Arab “Akhla>q” merupakan jamak dari4Daniel Tanner and Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey:Prentice Hall, Inc., 1995), 257.
7
“khuluq” yang berarti adat kebiasaan (al-‘a>dah),
perangai, tabiat, watak, adab atau sopan santun dan
agama. Menurut ulama Salaf, akhlak adalah kemampuan
jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara
spontan, tanpa pemikiran atau paksaan. Sering pula
yang dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang
lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau
buruk.5 Sedangkan menurut al-Syaibany, akhlak adalah
kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari
mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
gampang.6
Upaya peningkatan kualitas pendidikan akhlak
sangat perlu dilakukan mengingat beberapa hal,
pertama, bahwa siswa adalah generasi penerus yang
akan memimpin bangsa dan negara, jika krisis akhlak
ini tidak segera diatasi, maka kehancuran bangsa dan
Negara bukanlah hal yang mustahil. Kedua, bahwa
pembinaan akhlak adalah inti ajaran Islam. Ketiga,
5Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta:Belukar, 2004), 31.6Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.
8
bahwa akhlak mulia tidaklah terjadi dengan
sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, terutama lingkungan keluarga, pendidikan dan
masyarakat pada umumnya. Dan keempat, pembinaan
akhlak terhadap siswa, yang berada pada usia remaja,
amat penting dilakukan mengingat secara psikologis
usia remaja merupakan usia yang mudah terpengaruh
dan goncang sebagai akibat dari keadaan dirinya yang
belum memiliki pengetahuan, mental, dan pengalaman
yang cukup, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh
lingkungan7.
Salah satu langkah meningkatkan kualitas
pendidikan akhlak adalah dengan terus menerus
mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak sesuai
kondisi dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum adalah
aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan,
diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan
sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah.8
7Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), 215-217.8Subandijah, Pengembangan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 2.
9
Sedangkan Ronald Doll mengartikan kurikulum ……all the
experiences which are offered to learner under the auspices or
direction of the school.9 Sedangkan pengembangan kurikulum
adalah proses di mana dirancang di dalamnya
pengalaman-pengalaman belajar bagi siswa dan
dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas yang
terkoordinir.10 Hal ini berarti bahwa kurikulum bukan
hanya berupa materi yang disampaikan di kelas,
melainkan juga mencakup berbagai pengalaman belajar
dan aktivitas-aktivitas yang dirancang bagi siswa,
baik di dalam maupun di luar sekolah, dengan
pengawasan dari sekolah untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya dalam hal ini adalah untuk tujuan
pendidikan akhlak.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan
mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam proses
pendidikan di mana kurikulum merupakan salah satu
sarana terwujudnya proses pendidikan, sehingga
9Ronald Doll, Curriculum Improvement Decision Making and Processes, (t.tp.: Ally and Bacon, 1974), 22.10Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development A Guide to Practice, (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2002), 19.
10
kurikulum sebagai alat hendaknya mampu menjamin
tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, kurikulum harus bersifat dinamis
dan selalu berkembang agar dapat merespon tuntutan
perubahan di masyarakat dan mampu mengatasi segala
persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang
akan datang.11
Penelitian ini akan dilakukan di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai salah satu sekolah
dasar yang berlandaskan kepada nilai-nilai Islam.
Sehingga pendidikan akhlak merupakan kurikulum yang
harus diterapkan di sekolah tersebut. Sebagai salah
satu sekolah unggul di Kabupaten Sidoarjo,
selayaknya terus digali hal-hal positif yang bisa
diterapkan bagi sekolah lain, terutama pada aspek
pendidikan akhlak.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
11Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 90.
11
Pendidikan akhlak merupakan kebutuhan mendesak
di era globalisasi. Hal ini disebabkan semakin
merosotnya akhlak setiap individu bangsa Indonesia
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dalam
berbagai jabatan, kedudukan, dan profesinya. Nilai-
nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong
menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh
penyelewengan, penipuan, penindasan, dan saling
menjegal, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.12
Yang paling mengkhawatirkan adalah kemerosotan
akhlak tersebut telah menjangkiti kalangan pelajar
sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini tentu saja
mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Para
pelajar yang seharusnya menunjukkan akhlak yang baik
sebagai hasil didikan itu, justru menunjukkan
tingkah laku yang buruk. Sehingga kemudian patut
dipertanyakan di manakah letak fungsi dan peranan
sekolah sebagai salah satu penyelenggara dan
12Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, 189.
12
penanggungjawab pendidikan – di samping keluarga dan
masyarakat - dalam meningkatkan akhlak bangsa?
Dunia pendidikan Indonesia terus berupaya
meningkatkan kualitas peserta didik, dalam hal ini
mencakup kualitas moral atau akhlak. Diantaranya
melalui Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan
penyusunan kurikulum dengan memperhatikan aspek
peningkatan akhlak mulia. Namun pada
implementasinya, pendidikan akhlak tidak mendapat
perhatian yang selayaknya. Kurikulum pendidikan
agama yang di dalamnya mencakup pendidikan akhlak,
selama ini dianggap tidak berhasil, karena
pengajarannya hanya sebatas teori tanpa adanya
refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut.
Pendidikan akhlak terlalu banyak menekankan aspek
kognitif anak didik -hal ini dapat dilihat dari
contoh soal mata pelajaran agama untuk tes-tes di
13
sekolah- dan kurang memberikan tekanan pada aspek
afektif dan psikomotorik.13
Kegagalan pendidikan dalam membentuk moralitas
peserta didik harus segera diperbaiki dengan terus
mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak. Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan
yang cukup sentral dalam proses pendidikan di mana
kurikulum merupakan salah satu sarana terwujudnya
proses pendidikan. Untuk itu yang perlu segera
dipikirkan dan dirumuskan sebagai langkah kongkrit
dalam mengatasi dan mengantisipasi masalah moralitas
di era globalisasi adalah bagaimana mengisi dan
memberi muatan kurikulum pendidikan akhlak dan
bagaimana metode yang efektif untuk
mengimplementasikan kurikulum tersebut. Hal ini
mengingat bahwa derasnya arus perubahan di
masyarakat menuntut setiap individu memiliki
kapasitas yang memadai untuk menyikapi dan menfilter
efek negatif yang ditimbulkannya. Sehingga13M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005), 79.
14
diperlukan muatan pendidikan akhlak serta metode
pembelajaran yang efektif, yang dapat mengantarkan
peserta didik agar tidak mudah terkontaminasi oleh
budaya global.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka
penelitian ini akan dibatasi pada hal-hal yang
menyangkut proses pengembangan kurikulum pendidikan
akhlak, muatan kurikulum pendidikan akhlak serta
metode yang digunakan dalam implementasi kurikulum
pendidikan akhlak.
C. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.Bagaimana proses pengembangan kurikulum pendidikan
akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo?
2.Apa saja muatan kurikulum pendidikan akhlak di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo?
3.Bagaimana cara mengimplementasikan kurikulum
pendidikan akhlak yang telah dikembangkan?
15
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan
penelitian adalah sebagai berikut:
1.untuk mengetahui proses pengembangan kurikulum
pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
2.untuk mengetahui muatan kurikulum pendidikan
akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
3.untuk mengetahui cara mengimplementasikan
kurikulum pendidikan akhlak yang telah
dikembangkan
E. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak
yang berkecimpung di bidang pendidikan
2.Memberikan alternatif model pengembangan kurikulum
pendidikan akhlak bagi institusi pendidikan yang
lain
16
F. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,
sampai saat ini tidak ada satupun penelitian baik
dalam bentuk buku, skripsi, tesis, maupun disertasi
yang menfokuskan pada pengembangan kurikulum
pendidikan akhlak bagi siswa tingkat Sekolah Dasar.
Demikian halnya belum pernah dilakukan penelitian
mengenai kurikulum Pendidikan Islam di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field research). Guna memperoleh hasil yang optimal,
peneliti mengadakan interaksi dengan pihak
lembaga pendidikan yang menjadi obyek penelitian,
guru, siswa, dan orang tua siswa, dengan harapan
dapat memperoleh informasi yang kongkrit. Dengan
17
demikian, data dan konsep yang telah ada di
lingkungan pendidikan dapat segera diketahui.
Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti suatu kelompok manusia,
obyek, sistem pemikiran, ataupun suatu kasus
peristiwa pada masa sekarang, bertujuan untuk
membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.14 Data
yang dikumpulkan lebih banyak merupakan data
kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam
bentuk kata-kata verbal, bukan dalam bentuk
angka.15
2. Obyek Penelitian
14Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63.15Robert L. Bogelan dan Sari Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 2.
18
Obyek penelitian ini adalah kurikulum
pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
dan perkembangannya dengan mengambil beberapa
informan yang terkait dengan permasalahan
penelitian.
3.Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diambil melalui wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dan
semi terbuka. Wawancara dilakukan dengan tatap
muka agar setiap pertanyaan semi terbuka dapat
disampaikan dan memperoleh jawaban atau data
secara langsung.
b. Observasi
Observasi yaitu kegiatan mengamati gejala-
gejala obyektif yang terkait langsung dengan
penelitian, di mana peneliti terlibat langsung
dalam observasi tersebut. Metode ini digunakan
19
peneliti untuk mengamati model kurikulum yang
diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
c. Dokumentasi
Metode pengumpulan data ini digunakan peneliti
dalam upaya menghimpun data yang bersumber dari
tulisan (naskah), seperti buku, majalah,
peraturan, dokumen sekolah, bank data, dan
sebagainya. Data-data yang terkait dengan hal
tersebut adalah mengenai sejarah dan profil SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sarana pembelajaran
dan fasilitas lain yang berhubungan langsung
dengan usaha pengembangan kurikulum.
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Dengan demikian, analisis data yang
digunakan oleh peneliti mengacu pada 3 langkah
sebagaimana metode yang diketengahkan oleh Miles
and Huberman16, yaitu:16Mathew B. Miles and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, (London: Sage Publications, 1984), 21.
20
a. Reduksi Data
Reduksi data berkenaan dengan proses
penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, dan
perubahan data kasar yang terdapat dalam
bentuk tulisan hasil dari catatan lapangan.
Reduksi data dilakukan secara terus menerus
selama pelaksanaan penelitian yang mengarah
pada rancangan penelitian.
b. Display Data
Display data adalah suatu proses
pengorganisasian data. Proses ini dilakukan
dengan cara membuat matriks, diagram, atau
grafik. Penyusunan display data membantu
peneliti dalam memahami data dan
menganalisisnya, sehingga peneliti dapat
dengan mudah menguasai data dan tidak
tenggelam dalam tumpukan data yang banyak.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ini dimulai dengan mencari pola,
hubungan, hal-hal yang sering muncul, dan
21
sebagainya yang mengarah pada konsep
pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo, kemudian diakhiri
dengan menarik kesimpulan sebagai hasil dari
temuan di lapang.
H.Sistematika Bahasan
Penelitian ini akan disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
Bab I mengungkapkan Latar Belakang Masalah,
Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan
Sistematika Bahasan.
Bab II memuat landasan teori yang mencakup 2
sub bab, pertama adalah mengenai Pengembangan
Kurikulum yang terdiri dari Pengertian Kurikulum
dan Pengembangan Kurikulum, Jenis-Jenis
Kurikulum, Landasan Pengembangan Kurikulum,
Prinsip Pengembangan Kurikulum, dan Model
22
Pengembangan Kurikulum, Implementasi Kurikulum,
dan Evaluasi Kurikulum. Kedua, adalah mengenai
Pendidikan Akhlak yang terdiri dari Pengertian
Pendidikan Akhlak, Materi Pendidikan Akhlak, dan
Metode Pendidikan Akhlak.
Bab III memberikan gambaran umum profil SD
Muhamadiyah 1 Sidoarjo yang memuat Sejarah
Singkat, Visi Misi dan Filosofi Pendidikan,
Keadaan Siswa, Keadaan Tenaga Pendidik, Keadaan
Sarana dan Prasarana yang dimiliki, Struktur
Organisasi Sekolah, Kurikulum Sekolah, Kegiatan
Pembelajaran, Kegiatan Penunjang, serta Prestasi-
prestasi Siswa.
Bab IV adalah Penyajian dan Analisis Data,
yang memuat Tujuan Pendidikan, Struktur Program
dan Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak, Strategi
dan Proses Pembelajaran Akhlak, Evaluasi
Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Akhlak,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Akhlak,
Analisis Data secara keseluruhan.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Kurikulum
1.Pengertian Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai subject matter atau bahan
belajar adalah gambaran kurikulum paling
tradisional yang menggambarkan suatu kurikulum
sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka
isi materi (content) yang diajarkan.17 Konsep inilah
yang dipahami oleh kebanyakan guru ketika ditanya
tentang kurikulum sekolah, yaitu sejumlah mata
pelajaran atau bahan belajar yang yang diajarkan
untuk anak didik.
Kurikulum juga dipahami sebagai seperangkat
pengalaman yang telah direncanakan secara khusus
dengan cara penulisan.18 Namun, pada prakteknya,
banyak pengalaman yang didapatkan anak didik dari
17Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 45.18Ibid., 46.
25
proses belajar yang belum atau tidak direncanakan
dalam kurikulum tertulis. Kurikulum inilah yang
disebut hidden curriculum.
Salah satu karakteristik kurikulum yang
menerima dukungan adalah pendapat bahwa kurikulum
sebagai alat reproduksi kultural yakni harus
merefleksikan suatu budaya masyarakat tertentu.19
Peranan sekolah dalam hal ini adalah menyampaikan
pengetahuan dan nilai-nilai yang penting untuk
digunakan oleh suatu generasi ke arah generasi
yang sukses.
Karakteristik kurikulum yang berkembang
akhir-akhir ini adalah kurikulum sebagai currere,
yang diartikan running of the race, yaitu jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari. Berbagai
penafsiran yang berbeda-beda mengenai kurikulum
muncul dari para ahli pendidikan. Namun, dari
perbedaan tersebut terdapat kesamaan makna yang
mengarah pada kurikulum sebagai suatu usaha untuk
19Ibid., 47.
26
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan
adalah sebagai alat mencapai tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, kurikulum mempunyai komponen-
komponen penunjang yang saling mendukung satu sama
lain. Komponen utama kurikulum adalah tujuan, isi
atau materi, organisasi atau strategi, media, dan
proses pembelajaran. Sedangkan komponen
penunjangnya adalah sistem atau administrasi dan
supervisi, pelayanan bimbingan dan penyuluhan, dan
sistem evaluasi.20
Komponen tujuan merupakan hal yang paling
penting dalam proses pendidikan, yakni hal yang
ingin dicapai secara keseluruhan yang meliputi
tujuan domain kognitif, domain afektif, dan domain
psikomotorik.21 Kurikulum bukan hanya diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan intelektual atau
kecerdasan saja, akan tetapi juga harus dapat20Subandijah, Pengembangan Inovasi, 4.21Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 52.
27
membentuk sikap sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat, serta dapat memberikan
ketrampilan untuk dapat hidup di lingkungan
masyarakatnya.
Komponen isi dan struktur program atau materi
adalah materi yang diprogramkan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau
materi yang dimaksud biasanya berupa bidang-bidang
studi yang disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan
jalur pendidikan yang ada.22
Komponen media merupakan sarana dalam proses
pembelajaran untuk memudahkan dalam
mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah
dimengerti oleh anak didik. Ketepatan memilih alat
atau media merupakan suatu hal yang dituntut bagi
seorang pendidik agar materi yang ditransfernya
bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan
pendidikan dari proses belajar mengajar diharapkan
bisa tercapai dengan baik.
22Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 55.
28
Dalam proses belajar mengajar, seorang
pendidik perlu memahami suatu strategi. Strategi
menunjuk pada suatu pendekatan (approach), metode
(method), dan peralatan mengajar yang diperlukan
dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran lebih
lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki
oleh seorang pendidik dalam proses pembelajaran.
Dengan menggunakan strategi yang tepat, diharapkan
hasil yang diperoleh dalam proses pembelajaran
dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun bagi
anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat
dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat
kompetensi pendidik.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam
pelaksanaan kurikulum, diperlukan evaluasi.
Komponen evaluasi berhubungan erat dengan komponen
lainnya, sehingga cara penilaian atau evaluasi ini
akan menentukan tujuan kurikulum, materi atau
bahan, serta proses belajar mengajar.
29
Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik
akan mengevaluasi anak didik dengan materi atau
bahan yang telah diajarkan, atau paling tidak, ada
kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini
sangat penting mengingat hasil penilaian tidak
jarang menjadi barometer atas keberhasilan proses
pendidikan. Lebih lanjut, evaluasi tidak hanya
berfungsi untuk mengukur prestasi anak didik,
tetapi juga sebagai sumber input bagi perbaikan
dan pengembangan kurikulum.23
Sebagai program pendidikan yang telah
direncanakan secara sistematis, kurikulum
mengemban peranan yang sangat penting bagi
pendidikan siswa. Diantara peranan tersebut adalah
peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif,
dan peranan kreatif. Ketiga peranan tersebut sama
pentingnya dan saling berkaitan yang dilaksanakan
secara berkesinambungan.24
23Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 57.24Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2008), 11.
30
Pada peranan konservatif, kurikulum
bertanggung jawab mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial pada generasi muda. Sekolah sebagai
sebuah lembaga sosial dapat memengaruhi dan
membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai
nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini
seiring dengan hakekat pendidikan yang berfungsi
sebagai jembatan antara para siswa selaku anak
didik dengan orang dewasa dalam suatu proses
pembudayaan yang semakin berkembang menjadi
semakin kompleks.
Namun di sisi lain, sekolah tidak hanya
mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga
menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang
akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum harus
berperan kritis dan evaluatif dengan turut aktif
berpartisipasi dalam kontrol sosial dan
menghilangkan, memodifikasi, atau memperbaiki
nilai-nilai sosial yang telah ada agar sesuai
dengan keadaan di masa mendatang.
31
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai
kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian
menciptakan dan menyusun hal yang baru sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan
yang akan datang. Untuk membantu setiap individu
dalam mengembangkan semua potensi yang ada
padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran,
pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan
ketrampilan baru yang memberikan manfaat bagi
masyarakat.25
Pengembangan kurikulum adalah proses
perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini
berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian
berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara
lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum
dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata
pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur
pengembangan kurikulum.
25Ibid., 12.
32
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat
dilakukan pada berbagai kondisi, mulai dari
tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional.
Kondisi-kondisi itu meliputi pengembangan
kurikulum oleh seorang guru kelas, pengembangan
kurikulum oleh kelompok guru dalam satu sekolah,
pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teachers
center), pengembangan kurikulum pada tingkat daerah,
dan pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek
nasional.26
Dalam mengembangkan suatu kurikulum, banyak
pihak yang turut berpartisipasi, yaitu
administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-
guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh
masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara
terus menerus turut terlibat dalam pengembangan
kurikulum adalah administrator, guru, dan orang
tua.26Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 183.
33
Administrator pendidikan terdiri dari
direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan
kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor
kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah.
Kepala sekolah mempunyai wewenang dalam membuat
operasionalisasi sistem pendidikan pada masing-
masing sekolah. Kepala sekolah ini yang
sesungguhnya secara terus menerus terlibat dalam
pengembangan dan implementasi kurikulum,
memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-
guru.
Walaupun guru dapat mengembangkan kurikulum
sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus
didorong dan dibantu oleh para administrator.27
Administrator lokal harus bekerjasama dengan
kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
mengkomunikasikan sistem pendidikan kepada
27Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 155
34
masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum
oleh guru-guru di kelas.
Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan
dengan implementasi kurikulum di sekolahnya.
Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam
menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum
di sekolahnya. Ia merupakan figur kunci di
sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat
mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan
kurikulum.28
Guru memegang peranan yang cukup penting baik
di dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum.
Dia adalah perencana, pelaksana, dan pengembang
kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun ia tidak
mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang
kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum
yang datang dari atas. Dialah yang mengolah,
meramu kembali kurikulum dari pusat untuk
disajikan di kelasnya. Karena guru juga merupakan
28Ibid, 156
35
barisan terdepan pengembang kurikulum maka guru
pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan
penyempurnaan terhadap kurikulum. Peranan guru
bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar
muridnya, tetapi juga menilai implementasi
kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil
penilaian yang demikian akan sangat membantu
pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan-
hambatan dalam implementasi kurikulum.29
Orang tua juga mempunyai peranan dalam
pengembangan kurikulum. Peranan mereka berkenaan
dengan dua hal: pertama, dalam penyusunan
kurikulum, kedua, dalam pelaksanaan kurikulum.
Dalam penyusunan kurikulum, mungkin tidak semua
orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas pada
beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai
latar belakang yang memadai. Peranan orangtua
lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam
pelaksanaan kurikulum diperlukan kerjasama yang
29Ibid, 157
36
erat antara guru atau sekolah dengan para orang
tua murid. Partisipasi orangtua dapat berupa
pengamatan yang mereka lakukan terhadap kegiatan
belajar anak, dan melaporkan perkembangannya ke
sekolah, serta aktif dalam kegiatan yang diadakan
oleh sekolah. Peranan orangtua murid seperti ini
akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan dan
pengembangan kurikulum.
2. Jenis-jenis kurikulum
Dalam menyusun kurikulum, sangatlah
tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk
penyajian bahan pelajaran atau organisasi
kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum yang
dikenal juga dengan sebutan jenis-jenis kurikulum.
Pertama, adalah separated subject curriculum. Kurikulum
ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang
terpisah satu sama lain. Kurikulum ini terdiri
dari mata pelajaran-mata pelajaran terpisah yang
harus dikuasai oleh anak didik dari tiap mata
37
pelajaran secara logis, sistematis, dan mendalam.
Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-
syarat minimum yang harus dikuasai anak didik
untuk bisa naik kelas. Biasanya, bahan pelajaran
dan textbook merupakan alat dan sumber utama
pelajaran.
Kedua, correlated curriculum, dimana sejumlah mata
pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lain
sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin
luas. Misalnya, pada pelajaran shalat dapat
dihubungkan dengan pelajaran al-Qur’an atau hadits
yang berhubungan dengan shalat.
Ketiga, adalah broad fields curriculum atau kadang-
kadang disebut kurikulum fusi. Kurikulum ini
menghapuskan batas-batas dan menyatukan mata
pelajaran yang berhubungan erat. Sebagai contoh,
mata pelajaran sejarah, geografi, ilmu ekonomi,
dan ilmu politik disatukan menjadi Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).30
30Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 144.
38
Jenis kurikulum lainnya adalah kurikulum
terpadu (integrated curriculum) yang merupakan suatu
produk dari upaya pengitegrasian bahan pelajaran
dari berbagai macam pelajaran. Integrasi
diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada
masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan
materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu atau
mata pelajaran.
Kurikulum jenis ini membuka kesempatan yang
lebih banyak untuk melakukan kerja kelompok,
menjadikan masyarakat dan lingkungan sebagai
sumber belajar sehingga berpengaruh terhadap
integrasi pribadi anak didik dan lingkungannya,
mementingkan perbedaan individual anak didik, dan
melibatkan anak didik dalam perencanaan pelajaran.
Kurikulum terpadu sangat mengutamakan agar anak
didik dapat memiliki sejumlah pengetahuan secara
fungsional, yaitu mampu memecahkan masalah yang
ada, dan mengutamakan proses belajarnya.31
31Ibid., 147.
39
Integrated curriculum mempunyai ciri yang sangat
fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang
sama dari semua anak didik. Guru, orangtua, dan
anak didik merupakan komponen yang bertanggung
jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain,
kurikulum ini mengalami kesulitan bagi anak didik,
terutama ketika anak didik mengikuti ujian akhir
atau tes masuk yang uniform.
3. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan
mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam
seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses
pelaksanaan, dan hasil pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan
dan dalam perkembangan kehidupan manusia,
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam.
40
Ada beberapa landasan utama dalam
pengembangan suatu kurikulum yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial
budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan
teknologi.
a. Landasan filosofis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu dari kata philos (cinta yang mendalam) dan
sophia (kearifan). Dengan demikian, secara
harfiah, filsafat diartikan sebagai cinta yang
mendalam akan kearifan.32 Dalam batasan modern,
filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha
memahami semua hal yang muncul di dalam
keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang
berharap agar manusia dapat mengerti dan
mempunyai pandangan yang menyeluruh dan
sistematis mengenai alam semesta dan tempat
manusia di dalamnya. Sedangkan dalam istilah
32Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), 42.
41
yang lebih populer, filsafat sering diartikan
pandangan hidup individu atau masyarakat.
Sebagai induk dari semua pengetahuan,
filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang
metafisika, yaitu studi tentang hakikat
realitas, epistemologi, yaitu studi tentang
hakikat pengetahuan, aksiologi, yaitu studi
tentang nilai, etika, yaitu studi tentang
hakikat kebaikan, estetika, yaitu studi tentang
hakikat keindahan, dan logika, yaitu studi
tentang hakikat penalaran.33
Apabila diamati item-item tersebut, tampak
filsafat mempunyai jangkauan kajian yang sangat
luas. Namun demikian, seseorang tidak perlu
mendalami semua bidang filsafat dalam
mengembangkan kurikulum. Para pengembang hanya
perlu memperhatikan falsafah yang dianut di mana
lembaga pendidikan berada, yakni mencakup
falsafah bangsa Indonesia, yaitu falsafah
33Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 68.
42
Pancasila, dan falsafah lembaga pendidikan itu
sendiri.
b. Landasan psikologis
Kondisi psikologis merupakan karakteristik
psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam
interaksi dengan lingkungannya.34 Perilaku
tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri
kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak
tampak.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda
karena perbedaan tahap perkembangannya, latar
belakang sosial budaya, juga karena perbedaan
faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi
inipun berbeda pula bergantung pada konteks,
peranan, dan status individu di antara individu
lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi
pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis para peserta didik maupun kondisi
34Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 45.
43
pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah
berbeda dengan interaksi pendidikan di sekolah,
interaksi antara siswa dan guru pada sekolah
dasar berbeda dengan sekolah lanjutan pertama
dan lanjutan atas.
Peserta didik adalah individu yang sedang
berada dalam proses perkembangannya. Tugas utama
pendidikan adalah membantu perkembangan peserta
didik secara optimal. Apa yang dididikkan dan
bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan
dengan pola perkembangan anak.
c. Landasan sosial budaya
Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk
transfer pengetahuan kepada anak didik, lebih
dari itu, pendidikan diharapkan mampu memberikan
bekal ketrampilan dan nilai-nilai kehidupan yang
dibutuhkan anak ketika berbaur dalam
masyarakatnya. Anak-anak berasal dari
masyarakat, memperoleh pendidikan baik formal
maupun non formal dari lingkungan masyarakatnya
44
dan akan diarahkan bagi kehidupan dalam
masyarakat pula.
Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan
untuk menyiapkan generasi muda menjadi orang
dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan
produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya
tuntutan individual dan sosial dari orang dewasa
kepada generasi muda. Tuntutan individual
merupakan harapan orang dewasa agar generasi
muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri,
mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang
dimilikinya. Tuntutan sosial adalah harapan
orang dewasa agar anak mampu bertingkahlaku,
berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai
situasi dan lingkungan masyarakat.
Setiap masyarakat masing-masing memiliki
sistem sosial budaya yang berbeda ditinjau dari
ruang dan waktu. Salah satu aspek yang cukup
penting dalam sistem sosial budaya adalah
tatanan nilai. Tatanan nilai merupakan
45
seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral
yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku
para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut
bersumber dari agama, budaya, kehidupan politik,
maupun dari segi-segi kehidupan lainnya.35
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga ikut
berkembang.
Konsep pendidikan bersifat universal,
tetapi pelaksanaan pendidikan bersifat lokal,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat setempat. Karena itulah dalam
mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum,
para pengembang mesti merujuk pada lingkungan
atau dunia di mana mereka tinggal, merespon
berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau
diusulkan oleh beragam golongan dalam
masyarakat, dan memahami pencantuman nilai-nilai
35Ibid., 59.
46
falsafah pendidikan bangsa dan falsafah
pendidikan yang berlaku di sekolah.
d. Landasan perkembangan ilmu dan teknologi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai hasil kemampuan berpikir manusia telah
membawa umat manusia pada keadaan yang tidak
pernah terbayang sebelumnya. Terciptanya produk-
produk teknologi, seperti teknologi komunikasi,
transportasi, industri, dan lain-lain, membawa
pengaruh yang sangat besar pada semua aspek
kehidupan manusia. Di satu sisi, manusia
memperoleh banyak kemudahan dan kenyamanan
dengan hadirnya teknologi tersebut. Namun di
sisi lain, berbagai efek negatif muncul yang
justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri,
seperti masalah kriminalitas, ataupun gesekan
antar budaya, bahkan perubahan tatanan nilai di
masyarakat.
Munculnya permasalahan baru ini menyebabkan
kompleksitas tugas pendidikan yang diemban oleh
47
sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan
dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi
juga harus memberi ketrampilan tertentu serta
menanamkan nilai dan budi pekerti.
Sesuai dengan perubahan yang sangat cepat
itu, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat
pendidikan, harus terus menerus diperbarui
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, agar menjadi nilai
yang positif bagi siswa, dan masyarakat pada
umumnya.
4. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan
bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum
terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan,
dan perbuatan pendidikan. Suatu kurikulum
diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi
pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara
48
optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan
perkembangan masyarakat. Untuk itulah perlu
diperhatikan prinsip-prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum.
a. Prinsip relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki
kurikulum yaitu relevan ke dalam dan relevan ke
luar. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi,
dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum
hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan,
dan perkembangan masyarakat.
Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup
dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang
dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa
untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya
menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang
tetapi juga yang akan datang.
Kurikulum juga harus memiliki relevansi di
dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi
antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara
49
tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.
Relevansi internal ini menunjukkan suatu
keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur
atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak
untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang,
di sini dan di tempat lain, bagi anak yang
memiliki latar belakang dan kemampuan yang
berbeda.
Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam
pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi
daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar
belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas
Prinsip kontinuitas adalah prinsip
kesinambungan. Perkembangan dan proses balajar
anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak
50
terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena
itu, pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara
satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara
satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya,
juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan
serempak bersama-sama, perlu selalu ada
komunikasi antara para pengembang kurikulum
sekolah dasar dengan SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi.
d. Prinsip Praktis
Maksudnya adalah bahwa kurikulum harus
mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat
sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini
juga disebut prinsip efisiensi. Betapa pun bagus
dan idealnya suatu kurikulum, kalau menuntut
keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan
mahal, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan
sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan
51
selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-
keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya,
alat, maupun personalia.
e. Prinsip efektivitas
Walaupun kurikulum harus murah dan
sederhana, tetapi keberhasilannya tetap harus
diperhatikan, dari sisi kualitatif dan
kuantitatif. Pengembangan suatu kurikulum tidak
dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan. Keberhasilan kurikulum
akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.36
5. Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan
pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu
disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
36Ibid., 151.
52
pengelolaan pendidikan yang dianut serta model
konsep pendidikan yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan
pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda
dengan yang desentralisasi. Model pengembangan
dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis
berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis,
dan rekonstruksi sosial.
a. Model Tyler
Model pengembangan kurikulum Tyler, dalam
bukunya yang berjudul Basic Principles of Curriculum and
Instruction, adalah lebih bersifat bagaimana
merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan
dan misi suatu institusi pendidikan. Dia
menekankan pentingnya upaya pengembangan
kurikulum dilakukan secara rasional dan
sistematis.37
37Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 154.
53
Proses pengembangan kurikulum menurut Tyler
ada 4, yaitu pertama, menentukan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai; kedua, menentukan
pengalaman belajar yang akan diberikan kepada
siswa untuk mencapai tujuan tersebut; ketiga,
mengorganisasi pengalaman belajar; dan keempat,
evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian
tujuan yang telah ditetapkan.38
b. Model Taba
Berbeda dengan model yang dikembangkan
Tyler, model Taba lebih menitikberatkan pada
bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu
proses perbaikan dan penyempurnaan. Tahapan-
tahapan pengembangan kurikulum yang ditawarkan
Taba adalah bersifat induktif yaitu diawali
dengan mendiagnosis kebutuhan. Hal ini dilakukan
agar pengembang kurikulum mempunyai informasi
(input) yang cukup pada setiap proses pengembangan
kurikulum.
38Wina Sanjaya, Kurikulum, 82-87.
54
Model pengembangan yang ditawarkan Taba
sebenarnya memodifikasi model dasar Tyler agar
lebih representatif terhadap pengembangan
kurikulum di tingkat sekolah. Menurutnya, ada 7
langkah utama yang harus dilakukan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu mendiagnosis
kebutuhan, menformulasikan tujuan, memilih isi,
mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar,
mengorganisasi pengalaman belajar, menentukan
alat evaluasi dan menguji keseimbangan isi
kurikulum.39
Hal yang perlu diperhatikan dalam
mendiagnosis kebutuhan adalah diperlukannya
data-data yang bersumber dari tuntutan
masyarakat di mana siswa akan memanfaatkan hasil
pendidikannya, kebutuhan perkembangan siswa yang
dilihat dari perkembangan mental dan pengalaman
yang telah dimiliki siswa, dan isi bahan
39Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development, 34.
55
pelajaran yang mencakup materi dan metode
pembelajaran.40
Langkah-langkah tersebut dilakukan sebagai
unit percobaan. Jika eksperimen dinilai layak
digunakan maka kurikulum yang telah teruji akan
diimplementasikan. Pada tahap ini perlu
dipersiapkan kemampuan guru-guru melalui
penataran, lokakarya dan lain-lain, serta
mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai
dengan tuntutan kurikulum.41
c. Model Beauchamp
Model ini dikembangkan oleh seorang ahli
kurikulum Beauchamp. Dia mengemukakan lima hal
dalam pengembangan suatu kurikulum.
40Daniel Tanner dan Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1995), 232.41Wina Sanjaya, Kurikulum, 88-89.
56
Pertama, menetapkan arena atau lingkup
wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan,
kabupaten, propinsi, atau negara. Pentahapan
arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki
oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan
kurikulum.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-
siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang
yang turut berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum, yaitu 1) ahli pendidikan/kurikulum
yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan
ahli bidang ilmu dari luar, 2) ahli
pendidikan/kurikulum dari perguruan tinggi atau
sekolah dan guru-guru terpilih, 3) para
profesional dalam sistem pendidikan, 4)
profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga, organisasi dan prosedur
pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan
57
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam
merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta
kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan
keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi
keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah,
yaitu 1) membentuk tim pengembang kurikulum, 2)
mengadakan penilaian atau penelitian terhadap
kurikulum yang ada yang sedang digunakan, 3)
studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan
kurikulum baru, 4) merumuskan kriteria-kriteria
bagi penentuan kurikulum baru, 5) penyusunan dan
penulisan kurikulum baru.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah
ini membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik
kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan,
maupun biaya, serta kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Langkah yang kelima adalah evaluasi
kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat
58
hal, yaitu 1) evaluasi tentang pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru, 2) evaluasi desain
kurikulum, 3) evaluasi hasil belajar siswa, 4)
evaluasi keseluruhan sistem kurikulum. Data yang
diperoleh dari evaluasi kemudian digunakan bagi
penyempurnaan sistem, desain kurikulum, dan
prinsip pelaksanaannya.42
d. Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum
merupakan proses yang membentuk lingkaran. Ini
berarti bahwa pengembangan kurikulum terjadi
secara terus menerus, sistematis atau berurutan,
dan tanpa ujung.43 Karena penekanannya terhadap
hakikat lingkaran (cycle) dari elemen-elemen
kurikulum maka model ini disebut juga dengan
cycle models.
Elemen-elemen pengembangan kurikulum yang
dimaksud terdiri dari 5 langkah, yaitu pertama,
seleksi maksud, tujuan, dan sasaran; kedua,42Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163-165.43Wina Sanjaya, Kurikulum, 94.
59
seleksi pengalaman belajar; ketiga, menentukan
isi atau materi pembelajaran; keempat,
mengorganisasikan dan mengintegrasikan
pengalaman dan materi pembelajaran; kelima,
melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan
pencapaian tujuan.44
e. Model Nicholls
Model pengembangan kurikulum Nicholls
menggunakan pendekatan siklus seperti model
Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin
menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh
terjadinya perubahan situasi.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum
menurut Nicholls, yaitu, analisis situasi,
menentukan tujuan khusus, menentukan dan
mengorganisasi isi pelajaran, menentukan dan
mengorganisasi metode, dan evaluasi.45
Analisis situasi adalah langkah pertama
yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang44Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,163.45Wina, Kurikulum, 95.
60
kurikulum secara mendetail dan serius agar
mereka memahami faktor-faktor yang akan
dikembangkan. Di samping itu, dengan masuknya
fase analisis situasi ini, diharapkan para
pengembang kurikulum juga lebih responsif
terhadap perubahan lingkungan dan kebutuhan anak
didik.46
f. Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan
kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah
model pengembangan kurikulum pada level sekolah.
Model ini ditujukan untuk setiap guru yang
ingin mengembangkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan
berjalan dengan baik, maka setiap pengembang
termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok
yang dimulai dari menganalisis situasi,
menformulasikan tujuan, menyusun program,
46Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,166.
61
menginterpretasi dan implementasi, serta
monitoring, feedback, penilaian, dan
rekonstruksi.47
6. Implementasi Kurikulum
Implementasi kurikulum adalah penerapan atau
pelaksanaan program kurikulum yang telah
dikembangkan dalam dalam tahap sebelumnya,
kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan
pengelolaan, sambil senantiasa dilakukan
penyesuaian terhadap situasi lapangan dan
karakteristik peserta didik, baik perkembangan
intelektual, emosional, serta fisiknya.
Implementasi ini juga sekaligus merupakan
penelitian lapangan (field research) untuk keperluan
validasi sistem kurikulum itu sendiri.
Implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan
pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan
pembelajaran, dan evaluasi.
47Wina, Kurikulum, 96.
62
a. Pengembangan program mencakup
program tahunan, semester atau catur wulan,
bulanan, mingguan dan harian. Selain itu ada
juga program bimbingan dan konseling atau
program remedial
b. Pelaksanaan pembelajaran. Pada
hakikatnya, pembelajaran adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang
paling utama adalah mengkondisikan lingkungan
agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik tersebut.
c. Evaluasi proses yang dilakukan
sepanjang proses pelaksanaan kurikulum catur
wulan atau semester serta penilaian akhir
formatif dan sumatif mencakup penilaian
keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi
pelaksanaan kurikulum.
63
Implementasi kurikulum dipengaruhi oleh tiga
faktor,yaitu:
a. Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang
lingkup bahan ajar, tujuan, fungsi, sifat, dan
sebagainya.
b. Strategi implementasi, yaitu strategi yang
digunakan dalam implementasi kurikulum, seperti
diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya
penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan
lain yang dapat mendorong penggunaan kurikulum
di lapangan.
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, serta nilai
dan sikap guru terhadap kurikulum dalam
pembelajaran.48
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan
komitmen semua pihak yang terlibat, dan didukung
oleh kemampuan profesional seperti guru sebagai
salah satu implementator kurikulum. Terdapat
48Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 239.
64
beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses
implementasi kurikulum di antaranya faktor guru,
faktor siswa, sarana prasarana, serta faktor
lingkungan.49
Guru adalah komponen terpenting dalam
implementasi kurikulum. Peran guru dalam suatu
pembelajaran tidak hanya sebagai model atau
teladan bagi siswa, tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran. Dengan demikian, efektivitas proses
pembelajaran sangat tergantung pada guru. Oleh
karenanya, guru dituntut mempunyai kualitas atau
kemampuan yang memadai untuk mengimplementasikan
kurikulum.
7. Evaluasi Kurikulum
Sebagai suatu bagian dari sistem evaluasi
pendidikan sekolah, secara fungsional evaluasi
kurikulum juga merupakan bagian dari sistem
kurikulum. Sistem kurikulum memiliki tiga fungsi
49Wina Sanjaya, Kurikulum, 197.
65
pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan
kurikulum dan evaluasi efek sistem kurikulum.
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas,
kompleks, dan dilakukan terus menerus untuk
mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem
pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentangan yang
cukup luas, mulai dari yang bersifat informal
sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat
yang informal, evaluasi kurikulum berbentuk
perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan
yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada
tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum
meliputi pengumpulan dan pencatatan data,
sedangkan pada tingkat yang sangat formal
berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke
arah tujuan yang telah ditentukan.50
Evaluasi kurikulum minimal berfokus pada
empat bidang, yaitu evaluasi terhadap penggunaan
50Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 173.
66
kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan
sistem kurikulum. Umpan balik dari evaluasi akan
memulihkan vitalitas berbagai bagian dari sistem
kurikulum. Seleksi dan pengorganisasian pihak-
pihak pengembang kurikulum, prosedur penyusunan,
pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fungsi
koordinator dalam tim penyusun, pengaruh tingkat
guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum,
semuanya perlu dievaluasi dan hasilnya dapat
memperbaiki sistem kurikulum secara keseluruhan.51
Luas atau sempitnya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai
keseluruhan sistem kurikulum atau hanya komponen-
komponen tertentu dalam kurikulum tersebut.
Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat
dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
diberikan sesudah satu kegiatan belajar
51Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 254.
67
diselesaikan yang bertujuan untuk mengumpulkan
data atau informasi tentang kualitas proses
pembelajaran tersebut. Evaluasi dituntut
dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses
pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif
diberikan menyelesaikan kegiatan belajar dalam
satu periode tertentu yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau informasi mengenai taraf
penyerapan siswa terhadap pelajaran yang telah
diberikan.52
B. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan berasal dari kata didik yang
mendapat awalan pen- dan akhiran –an, dan bearti
perbuatan, hal, cara, dan sebagainya mendidik,
pengetahuan tentang mendidik, dan berarti pula
pemeliharaan, latihan-latihan dan sebagainya yang
52Zainul Asmawi, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), 36.
68
meliputi badan, batin, dan sebagainya.53 Pendidikan
juga bisa diartikan usaha membina dan
mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek
rohaniah dan jasmaniah berlangsung setahap demi
setahap.54
Dalam Islam, akhlak menepati posisi sangat
penting. Akhlak dalam Lisa>n al-’Arab tertulis ”akhla>q”
yang diartikan sebagai agama55. Pemaknaan ini
menunjukkan bahwa mengajarkan agama kepada anak
didik berarti menanamkan nilai-nilai moral pada
mereka. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak harus
menetap dalam jiwa, perbuatan itu muncul dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Senada dengan al-Ghazali adalah apa yang
dikemukakan oleh Ibn Miskawaih (320-421 H/932-1030
M) dalam Tahdhi>b al-Akhla>q. Menurutnya, akhlak
adalah keadaan jiwa yang menyebabkan seseorang
53W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1991), 763.54H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11.55Abi> al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muh}ammad, Lisa>n al-‘Arab, Jil. 10, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1990), 86.
69
bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ia
tidak bersifat rasional, atau dorongan nafsu56.
Demikian halnya dengan al-Syaibany yang
mengartikan akhlak sebagai kebiasaan atau sikap
yang mendalam dalam jiwa darimana timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah. Menurutnya,
akhlak dalam Islam bersifat universal atau
menyeluruh, seimbang yang berarti bahwa Islam
memberi hak bagi setiap segi dan meletakkannya
pada tempat yang seharusnya. Selain itu, akhlak
juga bersifat menghargai berbagai kebutuhan
manusia dan segala tuntutan hidup, serta sederhana
dan tidak berlebihan.57
Menurut Abudin Nata, yang disebut moral
mempunyai ciri-ciri diantaranya perbuatan tersebut
telah mendarah daging sehingga menjadi identitas
orang yang melakukannya, perbuatan tersebut
dilakukan dengan mudah serta tanpa memerlukan
56Ibn Miskawayh, Tahdhi>b al-Akhla>q, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>, 1934), 73.57Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, ter. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.
70
pikiran lagi, perbuatan tersebut dilakukan dengan
kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari luar,
perbuatan tersebut dilakukan dengan sebenarnya,
bukan karena berpura-pura, dan perbuatan tersebut
dilakukan atas dasar lubuk hati karena Allah.58
Akhlak dalam istilah lain muncul dengan
sebutan moral, etika, dan susila. Etika adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, tindakan
yang harus dilakukan manusia terhadap yang lain,
tujuan yang akan dicapai, dan jalan yang akan
ditempuh. Etika bisa disebut filsafat yang mencoba
menggali hakekat sesuatu dan juga mengarahkan
orientasi dalam setiap perilaku moral sehingga
kita bisa mempertanggungjawabkan kehidupan kita
dan tidak ikut-ikutan dalam bersikap begini atau
begitu.59
Padanan istilah ini mengandung maksud yang
sama, yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai
58Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), 197. 59Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 17.
71
baik buruk suatu perbuatan yang dilakukan manusia.
Baik akhlak maupun istilah yang lain menginginkan
terwujudnya masyarakat yang baik, teratur, aman,
damai yang berujung pada kesejahteraan lahir dan
batin60. Kesamaan pengertian istilah ini dapat
diambil dari sudut substansi pemaknaan secara
universal.
Adapun yang membedakan akhlak dengan etika,
moral, dan susila adalah terletak pada sumber yang
dijadikan rujukan dalam melakukan penilaian
terhadap sesuatu menjadi baik atau buruk. Jika
etika digali berdasarkan pendapat akal pikiran,
moral atau susila mengacu pada kebiasaan (adat)
yang berlaku umum di masyarakat, maka akhlak
bersumber dari ketentuan al-Qur`an dan al-Hadith.
Dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa etika
merupakan produk akal, moral atau susila sebagai
60Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 97.
72
produk budaya, sedangkan akhlak sebagai produk
wahyu61.
Pendidikan moral (pendidikan akhlak)
merupakan tema yang menjadi perdebatan di kalangan
para tokoh filsafat. Perdebatan tersebut sudah
terjadi sejak zaman Hellenis (Yunani Kuno),
seperti Socrates (469-399 SM) dan Aristoteles
(384-322 SM). Seperti pernyataan Meno kepada
Socrates sebagai berikut:
Socrates, apakah moral itu bisa diajarkan,
atau hanya bisa dicapai melalui praktek sehari-
hari? Seandainya melalui pengajaran dan praktek
tidak bisa dicapai, apakah nilai moral bisa
dicapai secara alamiah atau dengan cara lain?
Pernyataan Meno di atas sampai sekarang masih
diperdebatkan terutama di kalangan ahli psikologi
dan filsafat moral. Pernyataan tersebut pada masa
sekarang dirumuskan sebagai berikut:
61Ibid., 98.
73
Apakah pendidikan moral diartikan dengan
pendidikan tentang moral, atau apakah dimaksudkan
agar manusia belajar menjadi manusia yang
bermoral?62
Pernyataan tentang pendidikan moral yang
terus diperdebatkan para tokoh filsafat etika
telah memberikan perhatian terhadap perlunya
pendidikan moral. Sampai saat ini, pendidikan
moral masih tetap relevan untuk dibahas guna
memperkuat bangunan moral dalam pranata kehidupan
umat manusia. Pernyataan tersebut akan berpengaruh
pada isi dan metode penyajian pendidikan moral
serta dengan sendirinya berpengaruh pula pada
kurikulum sekolah.
Bagi Socrates, pendidikan moral adalah suatu
proses rasional63. Dengan demikian, seseorang
melakukan perbuatan buruk karena ia tidak mengerti
62Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 21.63John S. Brubacher, A History of The Problem of Education (New York: Mc Graw Hill, 1947), 220.
74
tentang kebaikan atau hanya orang yang tidak
mengerti akan melakukan kesalahan.
Adapun Aristoteles menganggap bahwa seseorang
tidak cukup hanya mengetahui masalah moral, tetapi
harus pula melakukannya secara berulang sehingga
menjadi kebiasaan. Menurutnya, pendidikan moral
itu seperti halnya seni yang memerlukan 3 bagian,
yaitu pembawaan, kebiasaan, pengetahuan. Pembawaan
merupakan potensi diri sebagai dasar untuk
membentuk perilaku yang dapat dilatih untuk
melakukan kebaikan. Kebiasaan merupakan hasil dari
potensi yang dilatih melakukan kebaikan sehingga
menjadi karakter. Pengetahuan yang bersifat
rasional diperlukan untuk menentukan mana
perbuatan baik atau buruk64.
Abdullah Ulwan mendefinisikan pendidikan
akhlak sebagai keutamaan tingkah laku yang harus
dilakukan anak didik yang diusahakan dan
dibiasakan sejak kecil hingga dewasa. Adapun
64Ibid., 320-321.
75
definisi lain mengatakan bahwa pendidikan akhlak
adalah upaya penanaman, pengembangan, dan
pembentukan akhlak mulia dalam diri anak.
Pendidikan ini tidak harus menjadi pelajaran
khusus, akan tetapi menjadi suatu dimensi dari
seluruh usaha pendidikan secara terintegrasi65.
Dengan demikian, beberapa definisi di atas
menunjukkan bahwa akhlak/moral anak dapat
ditumbuhkan, dibentuk, dan dikembangkan melalui
proses pendidikan.
Sementara di Indonesia, jika ditelaah
berbagai nilai-nilai budaya yang tercantum dalam
Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan beragam Undang-
Undang Pendidikan, maka pengertian pendidikan
moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia
belajar menjadi bermoral yang tujuannya adalah
agar seseorang mampu menyesuaikan diri dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh
karena itu, pada tahap awal, perlu dilakukan65M. Sastrapateja DJ., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: Gramedia, 1993), 3.
76
pengondisian moral dan latihan moral untuk
pembiasaan.
Namun ada pula paham yang beranggapan bahwa
pendidikan moral adalah pendidikan tentang moral,
yang akan mengutamakan penalaran moral dan
pertumbuhan intelegensi. Dalam pendidikan ini,
diterapkan penalaran moral dan konflik kognitif
dalam membicarakan moral sehingga akan melatih
siswa dalam melakukan pilihan dan penilaian moral
yang paling tepat.
Akhlak adalah nilai-nilai hidup manusia yang
sungguh-sungguh dilaksanakan bukan karena sekadar
kebiasaan, tetapi berdasar pemahaman dan kesadaran
diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai ini hanya
dapat diperoleh melalui proses yang berjalan
sepanjang hidup manusia. Maka dari penanaman sikap
dan nilai hidup dapat diberikan pada pendidikan
formal yang direncanakan dan dirancang secara
matang. Upaya tersebut mencakup penentuan nilai-
nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode dan
77
kegiatan apa saja yang dapat digunakan untuk
menanamkan nilai-nilai tersebut. Dan hal ini harus
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan kejiwaan anak.
2. Materi Pendidikan Akhlak
Pemahaman mengenai arti pendidikan moral akan
ikut menentukan isi pendidikan. Bagi pengikut
paham yang mengartikan pendidikan moral untuk
menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan
merupakan pilihan yang paling tepat untuk
mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat. Bahan
pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan
tujuan moral, atau yang sifatnya tabu,
bersinggungan dengan masalah SARA, tidak akan
dimasukkan dalam kurikulum.
Bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan
moral sebagai pendidikan tentang moral, penyusunan
isi pelajaran hampir tidak ada pembatasan. Bahan
pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu
78
pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Isi pelajaran lebih banyak menekankan
aspek kognitif sehingga pada akhirnya akan
mengembangkan moral kognitif. Namun, penyusunan
bahan seperti ini bisa mengakibatkan transfer
negatif yang menimbulkan pilihan sikap yang
negatif pula bagi siswa. Hal ini bisa terjadi jika
guru kekurangan bahan dan pengetahuan dalam
membahas suatu topik yang problematis.
Menurut Abdullah Ulwan, pendidik, terutama
orangtua, mempunyai tanggung jawab untuk mendidik
anak sejak kecil, diantaranya dalam beberapa hal,
yaitu jujur, amanah, istiqomah, mengutamakan orang
lain, menolong orang-orang yang membutuhkan,
menghormati orang yang lebih tua, memuliakan tamu,
berbuat baik kepada tetangga, mencintai sesama,
selalu berkata baik dan menghindari kata-kata
kotor, dan berperasaan lemah lembut, seperti
berbuat baik pada anak yatim dan fakir miskin.66
66‘Abdulla>h ‘Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 1, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1978), 180.
79
Jika merujuk pada ayat al-Quran yaitu,
ر ال�ل����ه" ك����� ر و ذ� خ������ وم الآ� ���� ي� و ال�ل����ه و ال� ���� رج�� ان ي�� من ك����� ة) ل� ن� س���� وة) ح� س����� ول ال�ل����ه ا0 ي� رس����� م ف� ك ان ل� د ك����� ق)���� ل�
را ي� ث< 67"ك�
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”68
maka pada ayat tersebut menyatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah teladan bagi umat manusia maka
sesungguhnya materi akhlak adalah tergambar pada
diri beliau yaitu yang tertera secara keseluruhan
dalam al-Qur’an, sebagaimana pernyataan Aisyah
R.A., istri Rasulullah SAW yang ditanya tentang
bagaimana akhlak beliau, ia mengatakan “ka>na
khuluquhu> al-Qur’a>n” (akhlak beliau adalah al-
Qur’an). Maka menjadi kewajiban pendidik untuk
67al-Qur’an, 33 (al-Ahzab): 21. 68Departemen Agama RI, Al-Hikmah: al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV.Penerbit Diponegoro, 2005), 420.
80
mengkaji secara mendalam isi al-Qur’an untuk
menemukan materi-materi akhlak pada diri
Rasulullah SAW, satu-satunya teladan bagi umat
manusia. Di samping itu, pendidik juga dapat
menggunakan realitas-realitas di masyarakat
sebagai materi pendidikan akhlak.
3. Metode Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak sangatlah luas cakupannya,
sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala
pendidikan akhlak hanya menjadi tanggung jawab
guru. Seluruh kegiatan guru, orang tua,
masyarakat, dan negara diharapkan membantu dalam
pencapaian tujuan pendidikan akhlak.
Sekolah sebagai salah satu institusi yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak,
dianggap berada di barisan terdepan untuk
melaksanakan pendidikan akhlak. Untuk itu, sekolah
selalu dituntut untuk terus mengembangkan dan
memperbaiki upaya pendidikan akhlak, terutama dari
81
segi materi dan metode pembelajarannya agar dapat
menghasilkan output siswa yang berkualitas dan
berakhlak mulia sebagaimana tujuan pendidikan
nasional pada umumnya.
Menurut Abdullah Ulwan, metode pendidikan
anak yang efektif adalah mencakup 5 metode yaitu
dengan keteladanan, pembiasaan, nasehat,
perhatian, dan hukuman. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj al-
Tarbiyah al-Isla>miyyah yang ditambahkan dengan metode
bercerita dan pemberian pengalaman.
Keteladanan merupakan metode pendidikan yang
dianggap paling efektif dalam membina akhlak anak
dan membentuk kepribadian dan kemampuan sosialnya.
Karena sebaik apapun model pendidikan yang
diberikan, anak tidak akan berperilaku baik jika
dia tidak melihat pendidiknya berperilaku baik
pula.69 Pendidik yang dimaksud bukan hanya
69‘Abdulla>h ‘Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 2, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1979), 633.
82
terbatas pada guru, tetapi juga mencakup orang
tua, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.
Metode lainnya dalam pendidikan anak adalah
dengan memberikan nasehat. Metode ini digunakan
sebagai bentuk antisipasi terhadap perkembangan
jiwa anak yang terus berubah dan memiliki
kecenderungan untuk berbuat coba-coba dan melawan
nilai-nilai yang ada di masyarakat.70 Dalam
kondisi seperti ini, memberikan keteladanan saja
tidak cukup sehingga harus menyertakan metode
nasehat dengan memperhatikan cara penyampaian dan
penggunaan kalimat yang sesuai.
Jika keteladanan dan nasehat tidak
berpengaruh pada anak, maka dapat digunakan metode
pemberian hukuman, meskipun ini bukanlah metode
yang banyak dianjurkan dalam pendidikan anak serta
tidak dapat diterapkan pada setiap anak.71 Sebelum
pendidik memutuskan untuk memberikan hukuman,
70Muh}ammad Qut}b, Manhaj al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, juz 1, (Kairo: Da>ral-Shuru>q, 1993), 187.71Ibid., 190.
83
pendidik harus mendahulukan memberikan nasehat dan
mengajak anak berbuat baik dengan penuh kesabaran.
Sehingga pemberian hukuman benar-benar menjadi
cara terakhir untuk mendidik anak.
Pendidikan anak juga dapat diberikan melalui
metode bercerita. Hal ini mengingat pada jiwa anak
terdapat kecenderungan untuk menyukai cerita. Di
samping itu, cerita juga dapat memberikan pengaruh
yang tertanam dalam hati. Materi cerita yang
disampaikan berupa cerita sejarah yang menyebutkan
secara detail tempat, pelaku, dan kejadiannya,
seperti sejarah Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan
utama bagi manusia, serta cerita sahabat dan tokoh
yang dapat diambil pelajaran darinya. Cerita juga
bisa berasal dari kisah nyata dalam kehidupan
manusia, atau cerita drama fiktif yang mempunyai
nilai positif bagi pendidikan anak.
Metode lain dalam pendidikan anak adalah
dengan pemberian pengalaman kepada anak. Metode
ini diterapkan ketika anak secara nyata mengalami
84
permasalahan yang mengharuskannya menentukan
tindakan. Maka ketika anak mengambil tindakan yang
benar ataupun salah, pendidik harus menjelaskannya
kepada anak tentang tindakannya tersebut. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan teguran kepada
anak jika ia salah, dan memberikan pujian jika ia
benar.
Al-Ghazali secara spesifik mengungkapkan
bahwa metode pendidikan akhlak adalah melalui
metode takhalluq, yaitu membebani diri dengan
perbuatan-perbuatan yang mengarah pada akhlak yang
diinginkan. Contoh yang diajukannya adalah jika
seseorang ingin berakhlak dermawan maka ia harus
dibebani untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
berkaitan dengan hal tersebut, seperti
mengorbankan hartanya, sampai perbuatan itu
tertanam dalam dirinya. Metode takhalluq ini akan
membentuk hubungan yang erat antara hati dan
anggota tubuh.72 72Zaki> Muba>rak, al-Akhla>q ‘Inda al-Ghaza>li>, (Beirut: Manshu>ra>tu al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.t.), 116.
85
Metode takhalluq ini dapat juga dikatakan
sebagai metode pembiasaan. Dengan melakukan suatu
perbuatan secara berulang-ulang maka perbuatan
tersebut akan tertanam dalam hati. Hal ini
dikarenakan, akan terjadi ikatan yang erat antara
anggota badan dan hati ketika melakukan perbuatan
secara berulang-ulang.
Metode-metode tersebut dapat diterapkan di
sekolah dengan pertimbangan yang dibuat oleh guru
sesuai kondisi anak didik. Tanggung jawab
pendidikan akhlak tidak hanya dibebankan kepada
guru agama saja, melainkan menjadi tanggung jawab
seluruh guru dan pihak yang terlibat dalam
pendidikan pada umumnya.
Dalam implementasinya, guru bidang studi
dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan
pendidikan akhlak. Demikian pula kepala sekolah
dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam
kaitannya dengan masalah akhlak, walaupun masalah
lingkungan masyarakat, seperti keadilan,
86
kemakmuran, keamanan, kesetiakawanan sosial, dan
lain sebagainya akan mempengaruhi penentuan sikap
dan pertimbangan moral seseorang. Dengan perkataan
lain, keberhasilan pendidikan akhlak adalah
tanggung jawab kolektif semua unsur masyarakat.73
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan
peserta didik untuk membentuk mental, moral,
spiritual, personal, dan sosial, maka penerapan
pendidikan budi pekerti dapat digunakan berbagai
pendekatan, yaitu, pertama, pendekatan penanaman
nilai. Pendekatan ini mengusahakan agar peserta
didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik
mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang
diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan,
menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan
nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang
digunakan dalam pendekatan ini antara lain
keteladanan, penguatan positif dan negatif,
simulasi dan bermain peran.74
73Nurul Zuriah, Pendidikan Moral, 25.74Ibid., Pendidikan Moral, 75.
87
Kedua, pendekatan perkembangan moral
kognitif. Pendekatan ini menekankan pada berbagai
tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat
mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran
moral melalui diskusi masalah moral sehingga
peserta didik dapat membuat keputusan tentang
pendapat moralnya. Cara yang dapat digunakan dalam
pendekatan ini adalah diskusi kelompok dengan
topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang
abstrak (hipotetikal).
Ketiga, pendekatan analisis nilai, yaitu
dengan menekankan agar peserta didik dapat
menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah
dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan
dengan nilai tertentu. Cara yang dapat digunakan
dalam pendekatan ini, antara lain diskusi terarah
yang menuntut argumentasi, penegasan bukti,
penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat,
dan penelitian.
88
Keempat, pendekatan klarifikasi nilai.
Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka
sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu,
pendekatan ini juga membantu peserta didik untuk
mampu mengomunikasikan secara jujur dan terbuka
tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang
lain serta mampu menggunakan kemampuan berpikir
rasional dan emosional dalam menilai perasaan,
nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain
bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang
nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan
sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi
kelompok.75
Kelima, pendekatan pembelajaran berbuat.
Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
75Ibid., 76.
89
menganalisis dan mengidentifikasi nilai mereka dan
orang lain, seperti halnya pendekatan analisis
nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, tetapi
juga untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam
melakukan kegiatan sosial serta mendorong untuk
melihat diri sendiri sebagai makhluk yang
senantiasa berinteraksi dalam kehidupan
bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan adalah
melalui kegiatan/proyek sekolah, hubungan antar
pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan
berorganisasi.
90
BAB III
DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo didirikan pada 1
Agustus 1964 yang merupakan salah satu lembaga
pendidikan di bawah naungan persyarikatan
Muhammadiyah Sidoarjo. Cikal bakal sekolah ini
adalah berupa sebuah Taman Pendidikan Diniyah yang
dirintis oleh seorang tokoh Muhammadiyah di Sidoarjo
yaitu Bapak Muhammad Harun. Taman pendidikan ini
pada awalnya hanya menempati bekas gudang yang
ditata menjadi sebuah ruangan kelas untuk kegiatan
pembelajaran.
Seiring berjalannya waktu, minat masyarakat
terhadap taman pendidikan Diniyah ini kian meningkat
dengan bertambahnya jumlah siswa. Melihat kondisi
tersebut, pengurus Muhammadiyah mempunyai keinginan
yang kuat untuk mengembangkan taman pendidikan
91
tersebut menjadi Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar
Muhammadiyah.
Akhirnya untuk merealisasikan keinginan
tersebut, pada tahun 1970, Pimpinan Muhammadiyah
Sidoarjo membentuk kepengurusan yang khusus
membidangi pendidikan, yaitu Bagian Pendidikan dan
Kebudayaan yang berada di bawah naungan Pimpinan
Cabang Muhammadiyah Sidoarjo.76 Tujuannya adalah
untuk meningkatkan penataan lembaga pendidikan
Muhammadiyah menjadi lebih baik. Setelah itu,
dibentuklah Lembaga Pendidikan Muhammadiyah yang
diberi nama Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Pucanganom
dan menempati tanah wakaf milik H. Anwar Ridwan
beserta gedung yang sebelumnya dipergunakan untuk
gedung pertemuan Majelis Tarjih se-Indonesia.
B. Visi, Misi dan Filosofi Pendidikan
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo senantiasa
mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga76Saat ini, Bagian Pendidikan dan Kebudayaan telah diubah namanya menjadi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah.
92
pendidikan Islam. Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan yang mencakup masalah moral dan sosial
yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadith
sebagaimana program pendidikan yang diinginkan dan
dicita-citakan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, yaitu menanamkan kehidupan Islami pada
diri setiap siswa dalam kegiatan sehari-hari. Dengan
landasan filosofis tersebut, SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo menetapkan visi yaitu melahirkan manusia
muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri
sendiri, serta memiliki aqidah Islamiyah istiqomah.
Visi tersebut akan dicapai dengan misi menjadi
sekolah alternatif untuk mendidik generasi muslim
alim dalam agama dan ilmu-ilmu dunia, luas
pandangan serta berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Strategi pendidikan yang diterapkan untuk mencapai
visi misi tersebut adalah:
1. Prinsip pengajaran mencakup moralitas dan
sosialitas berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadith
93
2. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan
sehari-hari
3. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berfikir
inovatif, kreatif, tekun, dan berpendirian kuat
4. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu yang
didukung oleh segmen pendidikan yaitu sekolah,
keluarga, dan masyarakat
Seiring dengan semakin tingginya tuntutan
masyarakat kepada sekolah untuk meningkatkan
kompetensi anak didik dalam berbagai bidang, maka
sejak tahun 2002, SD Muhammadiyah menerapkan sistem
full day school di mana kegiatan belajar
diselenggarakan mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul
15.00 WIB.
C. Keadaan Siswa
Secara kuantitatif, perkembangan siswa SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo menunjukkan angka yang
positif. Jumlah siswa dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari
94
data jumlah siswa dalam kurun 3 tahun terakhir
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Jumlah Siswa SD Muhammadiyah 1Sidoarjo
No Kelas
Jumlah Siswa2006/2007 2007/2008 2008/2009
1. I 193 siswa 209 siswa 196 siswa2. II 162 siswa 192 siswa 210 siswa3. III 175 siswa 163 siswa 194 siswa4. IV 172 siswa 173 siswa 159 siswa5. V 157 siswa 171 siswa 176 siswa6. VI 142 siswa 155 siswa 168 siswaJumlah 1.001 siswa 1.063 siswa 1.103 siswa
Tiap kelas dibagi menjadi 5 rombongan belajar
yang berarti tiap rombongan belajar terdiri dari 30-
40 siswa.
Penerimaan murid baru dilakukan melalui
mekanisme seleksi kemampuan calon siswa dengan
mengukur potensi, kematangan psikologis dan mental,
serta kepribadian.
D. Keadaan Tenaga Pendidik
95
Para pendidik di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
adalah guru-guru terpilih dengan tingkat pendidikan
rata-rata adalah sarjana S1 yang telah diseleksi
melalui proses rekruitmen yang bertahap. Adapun data
jumlah dan tingkat pendidikan terakhir guru SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Data Jumlah Guru dan Tingkat PendidikanTerakhir
No Status Tingkat Pendidikan
SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3
1 Guru tetap 1 1 14 1
2 Guru tidak tetap
4 1 3 38
3 Guru Bantu 1
Jumlah 5 0 2 3 53 1 0
Jumlah Guru 64 orang
Selain sebagai seorang yang profesional di
bidangnya, setiap guru dituntut untuk terus
mengembangkan diri sebagai pendidik di sekolah Islam
dengan mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Sehingga peran seorang
96
guru tidak hanya sebagai orang yang kompeten dalam
mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada
siswa, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang
mampu mentransfer nilai-nilai Islam.
Untuk itulah SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo selalu
mengupayakan peningkatan kompetensi guru melalui
berbagai kegiatan, diantaranya bimbingan dan kajian
Islam di awal kegiatan rapat guru yang
diselenggarakan tiap hari Sabtu, simposium, workshop
dan seminar yang diadakan oleh Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah tingkat Cabang sampai Wilayah.
E. Keadaan Sarana Prasarana
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati lahan
milik persyarikatan Muhammadiyah yang berada di Jl.
Raden Patah 91 F, Kelurahan Pucanganom, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Denah lokasi SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dilihat pada lampiran
2.
97
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati tanah
seluas 2511 m2. Dari luasan tersebut dibangun gedung
bertingkat dua yang terdiri dari 24 ruang kelas
berukuran 8x7 m, masjid, laboratorium komputer,
ruang guru dan tata usaha, ruang kepala sekolah,
perpustakaan, kantin, koperasi, dan kamar mandi.
Sisa tanah seluas 937 m2 dipergunakan sebagai
halaman sekolah.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sidoarjo
Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah
LPPM Majlis Sekolah
Litbang
KAUR Humas
KAUR PAI
KAUR Sarpra
s
Ka. Tata Usaha
Dewan Guru
98
F. Struktur Organisasi Sekolah
Struktur organisasi di SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo tersusun sebagaimana dalam Gambar 3.1
Gambar 3.1 Struktur Organisasi SD Muhammadiyah 1Sidoarjo
G. Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang dijadikan pegangan di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo berasal dari 3 sumber, yaitu
kurikulum Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah,
yaitu bagian dalam Pimpinan Muhammadiyah yang
99
menangani bidang pendidikan, kurikulum Departemen
Pendidikan Nasional tahun 2006 (KTSP), dan
Pengembangan kurikulum dari Singapura, khusus untuk
mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan
Sains.
Kurikulum pendidikan akhlak mengacu pada
Kurikulum Al-Islam yang diterbitkan Majelis
Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
Tahun 2005, tanpa memasukkan kurikulum pendidikan
agama Islam dari Departemen Pendidikan Nasional.
H. Kegiatan Pembelajaran
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menerapkan sistem
full day school, dimana kegiatan pembelajaran
berlangsung dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 WIB
pada hari Senin sampai Kamis. Adapun hari Jum’at,
mulai pukul 07.00-10.40 WIB. Sedangkan pada hari
Sabtu mulai pukul 07.00-11.20 WIB, dilanjutkan
dengan kegiatan ekstrakurikuler pada pukul 11.30-
13.30 WIB.
100
Bidang studi yang diajarkan adalah al-Islam
yang mencakup Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadith, Fiqh
Ibadah, Sejarah Islam, Bahasa Arab, dan
Kemuhammadiyahan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam atau Sains, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Olahraga, Art, Bahasa Inggris, Komputer,
Bahasa Daerah, dan Tilawah atau Membaca Al-Qur’an.
I. Kegiatan Penunjang
Untuk mendukung kegiatan pembelajaran agar
siswa dapat memperdalam pemahamannya tentang bidang
studi tertentu serta untuk memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan potensi dirinya, SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo menyediakan berbagai kegiatan pendukung
diantaranya adalah kegiatan ekstrakurikuler, assembly
one day in english, peringatan hari besar Islam dan
Nasional, serta selalu aktif berpartisipasi dalam
perlombaan di luar sekolah.
Beragam kegiatan ekstrakurikuler yang
disediakan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah drum
101
band, musik, beladiri Tapak Suci, kepanduan Hizbul
Wathan, seni lukis, dan renang. Bagi siswa yang
mempunyai minat pada bidang Bahasa Inggris,
disediakan kegiatan Assembly One Day in English. Pada
kegiatan yang diadakan setiap hari Jum’at di halaman
sekolah ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk
menunjukkan kemampuannya dalam berpidato, menyanyi,
bercerita, berdialog, dan lain-lain dengan
menggunakan bahasa Inggris.
J. Prestasi-Prestasi
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo telah berhasil
mengantarkan siswanya untuk mencapai beragam
prestasi dari tingkat Kecamatan sampai tingkat
Nasional pada bidang akademik dan non akademik.
Adapun data prestasi yang pernah diraih siswa SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo disajikan pada lampiran 1.
102
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data
1.Tujuan Pendidikan
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah salah satu
lembaga pendidikan yang mengaktualisasikan dirinya
sebagai lembaga pendidikan Islam yang bersumber
pada al-Qur’an dan al-Hadits. Visi yang ditujunya
adalah melahirkan manusia muslim berakhlak mulia,
cakap, percaya pada diri sendiri, serta memiliki
aqidah Islamiyah istiqomah.
Dengan visi tersebut, SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo merumuskan strategi pendidikannya sebagai
berikut:
a. Prinsip pengajaran mencakup moralitas, dan
sosialitas berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits
b. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan
sehari-hari
103
c. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berpikir
inovatif, kreatif, tekun, dan berpendirian kuat
d. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu
yang didukung oleh segmen pendidikan yaitu
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Melihat pada visi dan strategi pendidikan di
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo maka dapat diketahui
bahwa tujuan utama pendidikannya adalah membentuk
anak didik yang memiliki akhlak mulia. Tujuan ini
direalisasikan melalui usaha memasukkan kurikulum
akhlak dalam struktur kurikulum.
Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo menggunakan kurikulum yang berada dalam
lingkup kurikulum al-Islam yang disusun oleh Tim
KBK Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur tahun 2005.
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari
kurikulum yang diterbitkan oleh Majlis Pendidikan
Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah
104
disesuaikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
Kurikulum al-Islam mencakup perwujudan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama
manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya yang
tertuang dalam beberapa mata pelajaran yaitu al-
Qur’an dan al-Hadits, Keimanan, Akhlak, Fiqh
Ibadah, dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Fungsi kurikulum al-Islam di Sekolah Dasar
Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
a. Penanaman, yaitu menanamkan nilai ajaran
Islam kepada peserta didik sebagai pedoman
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;
b. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT serta
akhlak mulia seoptimal mungkin, yang telah
ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan
keluarga;
105
c. Penyesuaian mental, yaitu memberi bekal
peserta didik agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan fisik dan sosial sesuai dengan
ajaran Islam (melalui Pendidikan Agama Islam);
d. Pencegahan, yaitu mencegah dan menangkal
peserta didik dari hal-hal negatif dari
kepercayaan atau paham dan budaya asing yang
dapat membahayakan dan menghambat perkembangan;
e. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam memahami, menghayati, dan meyakini, serta
mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari;
f. Pengajaran, yaitu memberikan ilmu pengetahuan
keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya;
g. Penyaluran, yaitu menyalurkan peserta didik
yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam
agar dapat berkembang dan bermanfaat secara
optimal, serta untuk mendalami pendidikan agama
ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
106
Sedangkan tujuan kurikulum al-Islam di
Sekolah Dasar Muhammadiyah adalah untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya
kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia yang
dibuktikan dengan gemar membaca al-Qur’an, berbudi
pekerti luhur terhadap diri sendiri, kedua
orangtua, guru, sesama manusia dan makhluk lain
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, rajin beribadah serta dapat melanjutkan
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Di samping tujuan dan strategi pendidikan
tersebut, untuk menekankan pencapaian aspek akhlak
dalam diri peserta didik, SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo membuat semboyan “Wujudkan 7 K di
Lingkungan Sekolah” yaitu Ketaqwaan, Kerindangan,
Keindahan, Keamanan, Ketertiban, Kekeluargaan,
107
Kebersihan. Di mana nilai Ketaqwaan diposisikan
pertama pada semboyan tersebut.
2.Struktur Program dan Materi Kurikulum Pendidikan
Akhlak
Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo menggunakan kurikulum al-Islam yang
disusun oleh Tim KBK Majlis Pendidikan Dasar dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
tahun 2005. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan
dari kurikulum yang diterbitkan oleh Majlis
Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang telah disesuaikan dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pembelajaran al-Islam di SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo diselenggarakan selama 6 jam seminggu
untuk kelas 1 sampai 6 dengan alokasi waktu tiap
jam adalah 35 menit. Adapun materi akhlak
diberikan alokasi waktu 1 jam pelajaran yang
digabung dengan materi keimanan. Perbandingan
108
komposisi alokasi waktu tiap materi al-Islam
selengkapnya adalah al-Qur’an 2 jam, Akhlak dan
Keimanan 1 jam, Ibadah 2 jam, dan Tarikh 1 jam.
Struktur kurikulum secara keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 4.1
Materi kurikulum pendidikan akhlak yang
diterapkan SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo pada tahun
ajaran 2009-2010 disajikan dalam Tabel 4.2; Tabel
4.3; Tabel 4.4; Tabel 4.5; Tabel 4.6; Tabel 4.7.
109
Tabel 4.1 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Tahun 2009-
2010Komponen Kelas dan alokasi
waktuI II III
IV V VIA. Mata Pelajaran1. Pendidikan Agama :
Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1 Ibadah Syari’ah/Fiqih
2 2 2 2 2 2 Al-qur’an Hadits 2 2 2 2 2 2 Tarekh 1 1 1 1 1 1
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2 2 2 2 2 23. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 84. Matematika 6 6 6 6 6 85. Ilmu Pengetahuan Alam
3 3 5 5 5 56. Ilmu Pengetahuan Sosial
2 2 3 3 3 37. Kerajinan Tangan danKetrampilan
2 2 2 2 2 28. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
B. Muatan lokal :1. Bahasa Arab - - 2 2 2 22. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 13. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 24. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 25. Komputer - - 1 1 1 16. Lab Arab - - 1 1 1 17. Lab. Inggris - - 1 1 1 18. Math - - 2 2 2 -9. Science - - 2 2 2 -
C. Pengembangan diriTotal Jam Pelajaran 33 33 46 46 46 46Remidi dan pengayaan 2 2 2 2
110
Tabel 4.2 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas I Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Berperilaku hidupbersih, jujur, kasih sayang, dermawan, dan rajin
Siswa dapat:1.Membersihkan
badan, pakaian, tempat shalat, tempat tidur, dan tempat belajar
2.Membedakan yang bersih dengan yangkotor
Hidup Bersih
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian hidup jujur
2.Menyebutkan kriteria hidup jujur
3.Menyebutkan keuntungan orang yang jujur
4.Menunjukkan sikap jujur
Hidup Jujur
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian kasih sayang
2.Menjelaskan orang-orang yang harus dikasih sayangi
3.Memperlihatkan sifat kasih sayang
4.Menyebutkan contoh-contoh sifat kasih sayangkepada bapak, ibu,
Hidup Kasih Sayang
111
kakak, adik, dan makhluk hidup lainnya
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian hidup dermawan
2.Menyebutkan keuntungan orang yang berperilaku dermawan
3.Menunjukkan perilaku dermawan
Hidup Dermawan
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian hidup rajin
2.Menyebutkan keuntungan orang yang berperilaku rajin
3.Menunjukkan berperilaku rajin
Hidup Rajin
Terbiasa bertata krama ketika belajar, makan minum, dan sebelum dan sesudah tidur, berbakti terhadaporang tua dan bekerja
Siswa dapat:1.Berdo’a sebelum
dan sesudah belajar
2.Mengulang pelajaran
3.Mengerjakan tugas dari sekolah
Adab Belajar di Rumah dan di Sekolah
Siswa dapat:1.Membaca basmalah
maupun do’a sebelum dan sesudah makan dan minum
2.Mencuci tangan sebelum dan
Adab Makan dan Minum
112
sesudah makan3.Menggunakan tangan
kanan saat makan dan minum
4.Tidak tergesa-gesa, dan tidak berlebihan ketika makan dan minum
Siswa dapat: 1.Membersihkan
pakaian dan tempattidur
2.Berdo’a sebelum dan sesudah tidur
Adab Sebelum danSesudah Tidur
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian berbakti kepada ayah dan ibu
2.Membantu ibu-bapakdalam kehidupan sehari-hari
3.Menghormat kepada kedua orang tua
4.Mengikuti perintahdan larangan orangtua
5.Menunjukkan kesabaran sewaktu merawat ibu dan bapak sedang sakit
6.Mendo’akan ibu danayah baik sewaktu masih hidup, sewaktu sakit, maupun setelah meninggal
Adab Berbakti Terhadap Ayah dan Ibu
Siswa dapat:1. Membaca basmalah
Adab Bekerja
113
setiap memulai pekerjaan dan mengakhiri dengan hamdalah
2. Bersungguh-sungguh, jujur, dan ikhlas dalam mengerjakan pekerjaan
114
Tabel 4.3 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas II Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTertib ketika mandi dan buang air
Siswa dapat:1. Menunjukkan beberapa cara yangbaik ketika mandi,misalnya meratakanair ke seluruh badan, menggosok-gosok badan, hematmenggunakan air
2. Menggosok gigi sebelum mandi
3. Mengeringkan badan setelah mandi
4. Tidak berbicara ketika buang air
5. Mencuci dengan sempurna
6. Berdo’a ketika masuk dan keluar WC
Tertib Ketika Mandi dan Buang Air
Terbiasa bertata krama (beradab) dalam bergaul dengan guru, teman sebaya, orang yang lebih muda, dan dengan orang yang lebih tua
Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan guru
Adab Bergaul dengan Guru
Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan teman sebaya
Adab Bergaul dengan Teman Sebaya
Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan orang yang lebih muda
Adab Bergaul dengan Orang yang Lebih Muda
Siswa dapat menunjukkanrasa hormat dalam bergaul dengan orang yang lebih tua
Adab Bergaul dengan Orang yang Lebih Tua
115
Terbiasa berperilaku rendah hati dan sederhana
Siswa dapat:1. Menunjukkan sikap rendah hati
2. Menyebutkan keuntungan orang yang mempunyai sifat yang rendah hati
Berperilaku Rendah Hati
Siswa dapat:1. Mencontohkan keuntungan orang yang mempunyai sifat sederhana
2. Menunjukkan sifat sederhana
Berperilaku Sederhana
Terbiasa berperilaku rajin, tertib/disiplin/ menghargai waktu,sopan berbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil
Siswa dapat menunjukkansikap rajin dalam melaksanakan setiap tugas dan aktivitas
Rajin
Siswa dapat menunjukkankebiasaan tertib, berdisiplin, dan menghargai waktu dalam melaksanakan setiap tugas dan aktivitas
Tertib/Disiplin/Menghargai waktu
Siswa dapat menunjukkansikap sopan dalam berbicara dengan teman,orang yang lebih tua, muda
Sopan Berbicara
Siswa dapat menunjukkansikap jujur/amanah dalam melaksanakan berbagai tugas dan aktivitas kehidupan
Jujur/Amanah
Siswa dapat menunjukkansikap suka menepati janji
Menepati Janji
Siswa dapat menunjukkansikap adil dalam mengambil keputusan
Adil
116
Siswa dapat menyebutkanpelbagai keuntungan bagi orang yang rajin, tertib/disiplin/ menghargai waktu, sopanberbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil
Pelbagai Keuntungan bagi orang yang rajin, tertib/disiplin/menghargai waktu, sopan berbicara, jujur/amanah, menepati janji, serta bersikap adil
Beradab dalam menerima ketentuan Allah SWT sewaktu menerima karunia,terhindar dari musibah, dan sewaktu mendapat musibah
Siswa dapat menunjukkansikap bersyukur sewaktumenerima karunia dari Allah SWT
Adab Sewaktu Menerima Karunia
Siswa dapat menunjukkansikap bersyukur sewaktuterhindar dari musibah dari Allah SWT
Adab sewaktu Terhindar dari Musibah
Siswa dapat menunjukkansikap sabar ketika mendapat musibah dari Allah
Adab Sewaktu Mendapat Musibah
Siswa dapat menyebutkanhikmah musibah dari Allah SWT
Hikmah Musibah
Terbiasa menuntutilmu
Siswa dapat:1.Menunjukkan
pentingnya mengisiwaktu dengan menuntut ilmu
2.Menunjukkan peranan ilmu dalamkehidupan manusia
3.Menunjukkan adab dalam menuntut ilmu
4.Menunjukkan gairahdalam menuntut ilmu
Pentingnya, Peranan, dan Adab Menuntut Ilmu
118
Tabel 4.4 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas III Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKBerperilaku dan bersikap percaya diri, tekun, dan tidak boros
Siswa dapat:1.Menunjukkan sikap
percaya diri2.Menyebutkan
keuntungan orang yang percaya diri
Sikap Percaya Diri dan Keuntungannya
Siswa dapat:1.Menunjukkan sikap
tekun dalam belajar
2.Menyebutkan keuntungan orang yang bersikap tekun
3.Membaca do’a sebelum dan sesudah belajar
Tekun dan Do’a dalam Belajar
Siswa dapat:1.Menyebutkan
keuntungan orang yang hemat
2.Menunjukkan kerugian orang yang boros
Keuntungan HidupHemat dan Kerugian Hidup Boros
Terbiasa bertata krama sewaktu masuk dan keluar masjid, masuk dankeluar rumah, ketika masuk dan keluar kamar mandi
Siswa dapat:1.Menunjukkan tata
cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar masjid
2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar masjid
3.Mengartikan do’a masuk dan keluar masjid
Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Masjid
119
4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar masjid
Siswa dapat:1.Menunjukkan tata
cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar rumah
2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar rumah
3.Mengartikan do’a masuk dan keluar rumah
4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar rumah
Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Rumah
Siswa dapat:1.Menunjukkan tata
cara sewaktu masuk, di dalam, dan keluar kamar kecil
2.Menunjukkan hafal do’a masuk dan keluar kamar kecil
3.Mengartikan do’a masuk dan keluar kamar kecil
4.Terbiasa bertata krama sewaktu masuk, berada di dalam, dan keluar kamar kecil
Tata cara dan Do’a Sewaktu Masuk, Berada didalam, dan Keluar Kamar Kacil
Terbiasa bertata Siswa dapat: Adab Bertetangga
120
krama dan silaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim, bertamu, dan menerima tamu
1.Menyebutkan tatacara bertetangga dengansesama muslim menurut ajaran Islam
2.Menyebutkan tatacara bertetangga dengannon muslim menurutajaran Islam
3.Menunjukkan kebiasaan bersilaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim sesuai ajaran Islam
4.Menyebutkan hikmahsilaturrahim dengan tetangga muslim dan non muslim
Muslim dan Non Muslim, Silaturrahim, dan Hikmahnya
Siswa dapat:1.Menyebutkan
tatacara bertamu dan menerima tamu menurut ajaran Islam
2.Menunjukkan perilaku bertamu dan menerima tamu sesuai ajaran Islam
Adab Bertamu danMenerima Tamu
Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji sewaktu
Siswa dapat:1.Menunjukkan
tatacara berpakaian bagi laki-laki dan
Tatacara Berpakaian dan Bepergian
121
berpakaian dan bepergian
perempuan sesuai ajaran Islam
2.Membedakan berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak
3.Menunjukkan kebiasaan berpakaian sesuai dengan ajaran Islam
4.Menunjukkan hafal do’a mengenakan pakaian
5.Menunjukkan hafal do’a bepergian
6.Menunjukkan perilaku terbiasa berpakaian sesuai ajaran Islam baik sewaktu berada di rumah maupun di luar rumah (bepergian, bekerja, dll)
7.Menyebutkan hikmahberpakaian sesuai dengan ajaran Islam baik di rumah maupun di luar rumah
122
Tabel 4.5 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas IV Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji; pemaaf terhadap sesama, dan bersemangat dalammelakukan berbagai aktivitas kehidupan
Siswa dapat:1.Menyadari pemaaf
merupakan perintahAllah SWT
2.Menyadari bersemangat merupakan perintahAllah SWT
3.Menjelaskan keutamaan orang yang suka pemaaf terhadap sesama
4.Menjelaskan keuntungan orang yang terbiasa bersemangat dalam melakukan berbagaiaktivitas kehidupan
5.Menunjukkan sikap pemaaf terhadap sesama
6.Menunjukkan sikap semangat dalam melakukan berbagaiaktivitas kehidupan
Sifat-sifat terpuji; pemaaf dan bersemangat
Terbiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT yang diterimanya
Siswa dapat:1.Menunjukkan bahwa
nikmat Allah tiadaterhingga
2.Menunjukkan dirinya sadar bahwa nikmat Allahtiada terhingga
Bersyukur atas nikmat Allah SWT, macam-macamnikmat Allah SWT, dan manfaatciptaan Allah SWT
123
3.Menjelaskan dengancontoh berbagai macam nikmat AllahSWT
4.Menjelaskan manfaat ciptaan Allah SWT baik bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat luas
Terbiasa menghindari hasud, khianat, dan takabbur
Siswa dapat:1.Menjelaskan
kriteria hasud2.Mencontohkan
kegiatan yang terkategori hasud
3.Menjelaskan bahayahasud baik bagi dirinya maupun orang lain
4.Membuktikan bahwa hasud dapat membahayakan dirinya maupun orang lain
5.Menyadari hasud merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT
6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan hasud dalam kehidupan sehari-hari
Hasud
Siswa dapat:1.Menjelaskan
Khianat
124
kriteria khianat2.Mencontohkan
kegiatan yang terkategori khianat
3.Menjelaskan bahayakhianat baik bagi dirinya maupun orang lain
4.Membuktikan bahwa khianat dapat membahayakan dirinya maupun orang lain
5.Menyadari khianat merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT
6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan khianat dalam kehidupan sehari-hari
Siswa dapat:1.Menjelaskan
kriteria takabbur2.Mencontohkan
kegiatan yang terkategori takabbur
3.Menjelaskan bahayatakabbur baik bagidirinya maupun orang lain
4.Membuktikan bahwa takabbur dapat membahayakan
Takabbur
125
dirinya maupun orang lain
5.Menyadari takabburmerupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT
6.Membuktikan dirinya terbiasa menghindari perbuatan takabburdalam kehidupan sehari-hari
126
Tabel 4.6 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas V Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku dengan sifat-sifat hemat, dermawan, sabar, dan suka menolong
Siswa dapat1. Menjelaskan pengertian hemat
2. Menjelaskan keuntungan hidup hemat
3. Menunjukkan terbiasa hidup hemat
Hemat
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian dermawan
2.Menjelaskan keuntungan hidup dermawan
3.Menunjukkan terbiasa hidup dermawan
Dermawan
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian sabar2.Menjelaskan
keuntungan sifat sabar
3.Menceritakan kesabarab Nabi Ayyub
4.Meneladani kesabaran Nabi Ayyub
5.Menunjukkan terbiasa hidup sabar
Sabar
Siswa dapat: Suka Menolong
127
1. Menjelaskan pengertian suka menolong
2. Menyebutkan macam-macam pertolongan yang dibenarkan oleh Islam
3. Menjelaskan keuntungan hidup suka menolong
4. Menunjukkan contoh-contoh sikap orang yang suka tolong menolong seperti menyantuni orang yang tidak mampu, meminjamkan buku pelajaran pada teman, menolong orang tua di rumah
5. Menunjukkan terbiasa hidup suka menolong sesama
Terbiasa bersyukur atas nikmat Allah yangberkaitan dengan kesempurnaan manusia, nikmat lingkungan, dan nikmat keluarga
Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan manusia
2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang
Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia:a)Pengertian
bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan
128
terkait dengan nikmat kesempurnaan manusia
3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia
4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia
5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaan manusia
manusiab)Alasan
bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia
c)Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia
d)Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan kesempurnaanmanusia
Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang terkait dengan
Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan:a) Pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
b) Alasan
129
nikmat lingkungan3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan
4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan lingkungan
5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
c) Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
d) Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan lingkungan
Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
2. Menjelaskan alasan kenapa manusia harus bersyukur terhadapnikmat Allah yang terkait dengan nikmat keluarga
3. Menyebutkan keuntungan bersyukur atas nikmat Allah yang
Syukur atas nikmat Allah yang berkaitan dengankeluarga:a)Pengertian
bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
b)Alasan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
130
berkaitan dengan keluarga
4. Menunjukkan contoh-contoh caramensyukuri nikmat Allah yang berkaitan dengan keluarga
5. Menunjukkan kebiasaan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
c)Keuntungan bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
d)Contoh-contoh bersyukur atas nikmat Allah terkait dengan keluarga
Terbiasa menghindari akhlak tercela, yakni malas, kikir, boros, tinggi hati, pemarah, dusta, dendam, dan dengki
Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian malas
2. Menjelaskan kenapa manusia harus menghindari malas
3. Menyebutkan kerugian malas
4. Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemalas
5. Menunjukkan terbiasa menghindari sikap malas
Malas a)Pengertian
malasb)Alasan
manusia harus menghindari sikap malas
c)Kerugian pemalas
d)Contoh orangpemalas
Siswa dapat:1. Menjelaskan pengertian kikir
2. Menjelaskan kenapa manusia harus menghindari kikir
3. Menyebutkan
Kikir a)Pengertian
kikirb)Alasan
manusia harus menghindari sikap kikir
131
kerugian kikir4. Menunjukkan contoh-contoh orang yang kikir
5. Menunjukkan terbiasa menghindari sikap kikir
c)Kerugian kikir
d)Contoh orangkikir
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian boros2.Menjelaskan kenapa
manusia harus menghindari boros
3.Menyebutkan kerugian boros
4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemboros
5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap boros
Boros a)Pengertian
borosb)Alasan
manusia harus menghindari sikap boros
c)Kerugian pemboros
d)Contoh orangboros
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian tinggi hati
2.Menjelaskan kenapamanusia harus menghindari tinggihati
3.Menyebutkan kerugian tinggi hati
4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang tinggi hati
Tinggi hatia)Pengertian
tinggi hatib)Alasan
manusia harus menghindari sikap tinggihati
c)Kerugian tinggi hati
d)Contoh orangtinggi hati
132
5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap tinggi hati
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian marah2.Menjelaskan kenapa
manusia harus menghindari marah
3.Menyebutkan kerugian marah
4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pemarah
5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap marah
Maraha)Pengertian
marahb)Alasan
manusia harus menghindari sikap marah
c)Kerugian pemarah
d)Contoh orangpemarah
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian dusta2.Menjelaskan kenapa
manusia harus menghindari dusta
3.Menyebutkan kerugian dusta
4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pendusta
5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap pendusta
Dusta a)Pengertian
dustab)Alasan
manusia harus menghindari sikap dusta
c)Kerugian pendusta
d)Contoh orangpendusta
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian dendam2.Menjelaskan kenapa
Dendam a)Pengertian
dendamb)Alasan
133
manusia harus menghindari dendam
3.Menyebutkan kerugian dendam
4.Menunjukkan contoh-contoh orang yang pendendam
5.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap pendendam
manusia harus menghindari sikap dendam
c)Kerugian pendendam
d)Contoh orangpendendam
134
Tabel 4.7 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Kelas VI Tahun Ajaran 2009-2010KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOKTerbiasa berperilaku tanggung jawab, berkasih sayang, menghargai kesehatan, percaya diri, rela berkurban demi kebaikan dankebenaran, ramah,dan suka berterima kasih
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian tanggung jawab
2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang bertanggung jawab
3.Menunjukkan sikap bertanggung jawab,misalnya mengerjakan sesuatu harus tepat waktu, ucapan harus sesuai dengan perbuatan
Pengertian dan contoh-contoh sikap tanggung jawab
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian berkasih sayang
2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang berkasih sayang terhadap sesama, yang lebih tua maupun yang lebih muda
3.Menunjukkan sikap berkasih sayang terhadap sesama, yang lebih tua maupun yang lebih muda
Pengertian dan contoh-contoh sikap berkasih sayang
135
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian menghargai kesehatan
2.Menyebutkaan contoh-contoh orang yang menghargai kesehatan
3.Menunjukkan sikap menghargai kesehatan
Pengertian dan contoh-contoh sikap menghargai kesehatan
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian percayadiri
2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang percayadiri
3.Menunjukkan sikap percaya diri
Pengertian dan contoh sikap percaya diri
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian rela berkurban
2.Menyebutkan contoh-contoh relaberkurban demi kebaikan dan kebenaran
3.Menunjukkan sikap rela berkurban demi kebaikan dan kebenaran
Pengertian dan contoh-contoh sikap rela berkurban
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian ramah
Pengertian dan contoh-contoh sikap ramah
136
2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang ramah
3.Menunjukkan sikap ramah terhadap sesama, lebih mudamaupun lebih tua
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian berterima kasih
2.Menyebutkan contoh-contoh orang yang berterima kasih
3.Menunjukkan sikap berterima kasih atas pertolongan, pemberian, dan bantuan orang lain
Pengertian dan contoh sikap berterima kasih
Senang melakukan silaturrahim dengan sesama muslim dan ahlul kitab, serta mewujudkan ukhuwah islamiyah, dan kerukunan kehidupan beragama
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian silaturrahim
2.Menjelaskan pengertian ahlul kitab
3.Menyebutkan tatacara bersilaturrahim dengan sesama muslim dan dengan ahlul kitab
4.Menyebutkan contoh-contoh silaturrahim yang baik dengan sesamamuslim dan ahlul kitab
Pengertian silaturrahim dan ahlul kitab, tatacara dan contoh bersilaturrahim dengan sesama muslim maupun ahlul kitab
137
5.Menunjukkan sikap suka bersilaturrahim dengan sesama muslim dan ahlul kitab
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian ukhuwahIslamiyah beragama
2.Menyebutkan syaratterwujudnya ukhuwah Islamiyah
3.Menyebutkan tatacara mewujudkan ukhuwahIslamiyah
4.Menyebutkan contoh-contoh mewujudkan ukhuwahIslamiyah
5.Menunjukkan sikap suka mewujudkan ukhuwah Islamiyah
Pengertian, syarat, tatacara, dan contoh mewujudkan ukhuwahIslamiyah
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian kerukunan kehidupan beragama
2.Menyebutkan syaratterwujudnya kerukunan kehidupan beragama
3.Menyebutkan tatacara mewujudkan kerukunan kehidupan beragama
4.Menyebutkan
Pengertan, syarat,tatacara, dan contoh mewujudkan kerukunan kehidupan beragama
138
contoh-contoh mewujudkan kerukunan kehidupan beragama
5.Menunjukkan sikap suka mewujudkan kerukunan kehidupan beragama
Terbiasa menghindari acuh tak acuh, zalim dan merusak
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian acuh tak acuh
2.Menjelaskan alasanacuh tak acuh harus dihindari
3.Menunjukkan terbiasa menghindari sikap acuh tak acuh
Pengertian dan alasan menghindarisikap acuh tak acuh
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian zalim2.Menjelaskan
kriteria perbuatanzalim
3.Menjelaskan alasanperbuatan zalim harus dihindari
4.Menunjukkan terbiasa menghindari perbuatan zalim
Pengertian, kriteria dan alasan menghindariperbuatan zalim
Siswa dapat:1.Menjelaskan
pengertian merusak2.Menjelaskan
kriteria perbuatanmerusak
3.Menjelaskan alasan
Pengertian, kriteria dan alasan menghindarisikap suka merusak
140
3.Strategi dan Proses Pembelajaran Pendidikan Akhlak
Tahap ini merupakan tahap keseluruhan
kegiatan proses pembelajaran yang dialami siswa
untuk mencapai target kompetensi yang dituangkan
pada indikator-indikator. Proses ini bertujuan
agar anak didik mampu mengalami, menjalani, dan
mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses pembelajaran akhlak digunakan
pendekatan integrated study, active learning, dan
pendekatan individual.
Metode integrated study dimaksudkan bahwa dalam
pembelajaran akhlak, guru tidak hanya menyampaikan
materi yang tertulis pada kurikulum saja, akan
tetapi menghubungkannya dengan materi lain yang
dapat menambah pengkayaan kemampuan anak didik.
Di samping itu ditekankan pula aspek-aspek yang
mengarah pada pembentukan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Hal ini meliputi:
141
a. Aspek keimanan, yaitu memberikan peluang
kepada anak didik untuk mengembangkan pemahaman
adanya Allah sebagai sumber kehidupan makhluk
sejagat ini;
b. Pengamalan, yaitu memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk mempraktekkan pendidikan
akhlak dalam menghadapi tugas dan masalah
kehidupan sehari-hari;
c. Pembiasaan, yaitu mengarahkan anak didik
untuk membiasakan sikap dan prilaku baik yang
sesuai dengan ajaran Islam;
d. Rasional, yaitu memberikan kesempatan kepada
anak didik untuk memahami dan membedakan
perilaku baik dan buruk dalam kehidupan di
masyarakat;
e. Fungsional, yaitu menyajikan kepada anak
didik semua manfaat dari materi pendidikan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari dalam arti
luas;
142
f. Emosional, yaitu upaya melatih dan menggugah
emosi (perasaan) anak didik dalam menghayati
perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan
budaya bangsa;
g. Keteladanan, yaitu menjadikan figur semua
guru dan karyawan sekolah muapun orangtua
sebagai teladan dalam berkepribadian Islam.
Metode active learning adalah suatu strategi
pembelajaran yang berbasis student centered yang
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga
semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang
mereka miliki. Penggunaan metode ini diharapkan
dapat memperkuat dan memperlancar stimulus dan
respon anak didik dalam pembelajaran sehingga
proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan
dan tidak membosankan.
Pada penelitian ini penulis mengambil contoh
pembelajaran akhlak di kelas VI.
143
a. Materi silaturrahim
Metode yang digunakan pada materi ini adalah
eksplorasi diri, dan diskusi. Guru meminta
kepada anak didik untuk menuliskan kegiatan
mereka selama liburan di buku masing-masing.
Guru juga menuliskan kegiatannya selama liburan
di papan tulis dengan memberi tanda pada
kegiatan yang bernilai silaturrahim. Guru
kemudian menjelaskan tentang kegiatan
silaturrahim dan meminta kepada anak didik untuk
mengidentifikasi kegiatan yang telah mereka
catat yang termasuk dalam kegiatan silaturrahim.
Pada akhir pembelajaran, guru mengajak anak
didik untuk berdiskusi mengenai keuntungan
silaturrahim.
b. Materi Ukhuwah Islamiyah
Strategi pembelajaran pada materi Ukhuwah
Islamiyah adalah dengan memainkan game yaitu
siswa diajak memperagakan permainan ‘gendong
dengan tangan’ di depan kelas. Dari pengamatan
144
siswa terhadap permainan tersebut, siswa diminta
menuliskan kesimpulan dari game tersebut sesuai
dengan pendapatnya sendiri. Setelah itu siswa
diajak bermain bersama-sama sebuah permainan
‘saling pencet hidung’. Siswa mencatat
pengalaman yang dirasakannya selama permainan
tersebut. Pada akhir sesi, siswa mendengarkan
penjelasan guru mengenai hikmah keseluruhan
permainan sesuai dengan materi pelajaran.
Kemudian guru memberikan tugas kepada siswa
untuk menghafal dalil Ukhuwah Islamiyah yaitu:
م"77 ك �Aي و ج�� يCن ا0 واب�� لح ص� ا0 وة) ف�� ج�� Kون ا ي� م� مو0 ما ال� ن�� Kا"
c. Menghindari sikap acuh tak acuh, dzalim, dan
merusak
Materi-materi ini disampaikan dengan metode
sosio drama, yaitu guru memainkan sebuah drama
77al-Qur’an, 49 (al-Hujurat): 10.
145
yang menggambarkan sikap acuh tak acuh, dzalim,
dan merusak untuk membangkitkan reaksi siswa
terhadap perilaku guru seperti itu. Misalnya,
pada materi ‘Menghindari sikap acuh tak acuh’,
guru melakukan tindakan yang akan menimbulkan
reaksi siswa, tetapi guru tidak menghiraukannya
(acuh tak acuh). Kemudian guru mendiskusikan
kejadian tersebut dengan siswa. Setelah siswa
memahami sosio drama tersebut, siswa diminta
menyimpulkan sikap yang dilakukan guru serta
memberikan pendapat tentang apa yang sebaiknya
dilakukan guru. Kemudian guru memberikan
penjelasan kepada siswa dengan membaca puku
paket.
Sosio drama yang diperankan guru pada materi
‘Menghindari sikap dzalim’ yaitu guru meminta
kepada petugas piket kelas untuk membersihkan
kelasnya. Setelah itu guru membuat kotor kelas
untuk membuat siswa bereaksi. Dari kejadian
tersebut, siswa membuat catatan dan kesimpulan
146
masing-masing. Kemudian guru mengajak siswa
membahasnya dengan acuan buku paket. Pada akhir
sesi, siswa diminta menghafal hadits yang
artinya“sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi orang lain”.
Sedangkan untuk materi ‘Menghindari sikap
merusak’ disampaikan dengan metode praktek dan
penjelasan. Di awal sesi, guru mengingatkan
kembali siswa dengan slogan ‘bersih pangkal
sehat’, ‘kebersihan sebagian dari iman’.
Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok dan mengajak siswa membersihkan kelas
dan lingkungan sekitarnya. Setelah kegiatan
tersebut, guru menjelaskan mengenai sikap
menjaga lingkungan dan mengajak siswa membaca
buku paket.
Selain metode integrated learning dan active
learning, juga digunakan metode pendekatan
individual yang dilakukan oleh guru terhadap siswa
tertentu. Metode ini dilakukan dengan cara
147
memberikan perhatian berupa pujian atau teguran
kepada siswa yang berhasil menunjukkan perilaku
positif atau pun kepada siswa yang dianggap
bersalah dan melakukan sikap tidak terpuji. Metode
ini diterapkan agar siswa langsung mendapatkan
respon yang sesuai dari guru tentang segala
tindakannya.
Pendekatan individual ini tidak hanya
dilakukan ketika siswa berada di lingkungan
sekolah saja, melainkan juga ketika siswa berada
di rumah dengan cara guru menanyakan melalui
telepon, sms, atau media lain tentang kegiatan
siswa, di antaranya ibadah dan perilaku lainnya,
baik kepada siswa ataupun melalui orangtua.
Dengan metode ini, siswa secara tidak langsung
akan belajar dari perilaku-perilaku yang
ditunjukkannya sehari-hari.
Pendidikan akhlak tidak hanya disampaikan
melalui proses belajar di dalam kelas, namun juga
diimplementasikan dalam aktivitas siswa di luar
148
kelas. Untuk menunjukkan rasa hormat pada guru,
siswa dibiasakan bersalaman dengan guru ketika
tiba di sekolah dan pada waktu pulang sekolah.
Saat akan memasuki kelas, siswa akan berbaris di
depan kelas dengan teratur untuk melatih sikap
kedisiplinan dan kerapian. Piket kelas diterapkan
untuk melatih kemampuan siswa dalam menjaga
kebersihan serta menumbuhkan tanggung jawab
terhadap diri dan lingkungannya. Serta beberapa
aktivitas lain seperti, berdo’a sebelum dan
setelah belajar, bersikap jujur ketika terlambat
datang di sekolah dengan melaksanakan konsekuensi
berdo’a sendiri di depan kelas, dan lain-lain.
Pemilihan strategi pembelajaran dilakukan
pada rapat guru yang diadakan setiap Sabtu. Pada
rapat tersebut dibahas evaluasi sekolah selama
seminggu dan rencana kegiatan pada pekan
selanjutnya, termasuk membahas strategi
pembelajaran tiap mata pelajaran. Jika dibutuhkan
alat atau sarana untuk proses pembelajaran, maka
149
hal ini akan disiapkan oleh guru mata pelajaran
secara kolektif. Hal ini dilakukan agar terdapat
keseragaman dalam metode pembelajaran antar kelas
dan mata pelajaran yang sama.
Buku acuan pendidikan akhlak yang dipakai di
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah buku mata
pelajaran Aqidah Akhlak yang disusun oleh Tim MKKS
(Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SD/MI
Muhammadiyah Sidoarjo. Buku yang khusus dipakai
untuk SD/MI Muhammadiyah ini direvisi tiap tahun
oleh Tim MKKS sesuai kurikulum yang diterapkan.
Selain itu juga digunakan bahan lain yang relevan
untuk pembelajaran yang dikembangkan oleh tiap
guru mata pelajaran.
4.Evaluasi Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan
Akhlak
Evaluasi kurikulum dan pembelajaran
diperlukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan
pelaksanaan kurikulum yang diimplementasikan dalam
bentuk pembelajaran. Komponen evaluasi harus
150
berhubungan dengan komponen lainnya, sehingga cara
evaluasi ini akan menentukan tujuan kurikulum,
materi kurikulum, bahan serta proses pembelajaran.
Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan akhlak
di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan dengan
berbagai cara yang meliputi penilaian terhadap
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Jika diamati dari kegiatan pembelajaran kurikulum
akhlak di kelas VI maka dapat diketahui metode
yang digunakan dalam penilaian hasil belajar
siswa. Sebagai contoh, penilaian terhadap sikap
siswa dilakukan dengan memberikan tugas berupa
pembuatan catatan siswa tentang kegiatan selama
liburan, penugasan lembar isian, dan pembuatan
kesimpulan dari pengamatan siswa terhadap
permainan. Penilaian kognitif didapatkan dari
kemampuan siswa membuat kesimpulan bacaan, hafalan
dalil al-Qur’an dan Hadits, serta ulangan harian
dan ulangan semester yang berupa soal-soal
tertulis. Sedangkan penilaian kemampuan
151
psikomotorik dilakukan dengan meminta siswa
membuat salinan tulisan dalil dan unjuk kerja
membersihkan kelas.
Evaluasi akhir semester atau evaluasi sumatif
diselenggarakan melalui pemberian soal-soal
tertulis berupa pilihan ganda, uraian, dan isian
singkat. Hasil evaluasi tersebut disajikan dalam
bentuk angka dalam raport. Sedangkan penilaian
terhadap sikap siswa dilakukan dengan pengamatan
guru terhadap perilaku siswa sehari-hari mencakup
beberapa aspek, seperti kejujuran, kerapian,
kebersihan, tanggungjawab, kedisiplinan, yang
ditampilkan dalam bentuk kategori baik, cukup,
atau kurang.
Penilaian tentang keberhasilan kurikulum
didapatkan dari hasil pengamatan seluruh guru
terhadap perkembangan siswa selama di sekolah
serta laporan orangtua ke pihak sekolah yang
disampaikan pada kesempatan rapat dengan orangtua
atau pun disampaikan langsung oleh orangtua
152
sewaktu-waktu. Hal ini memang menuntut kemauan
kuat dari orangtua untuk ikut peduli terhadap
kemajuan perkembangan siswa.
5.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Akhlak
a. Dasar Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak
di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan setelah
adanya evaluasi terhadap siswa. Evaluasi
dilakukan oleh seluruh guru dengan melihat
perkembangan sikap dan prilaku siswa serta dari
hasil laporan orangtua siswa maupun pihak lain
yang peduli terhadap perkembangan siswa. Dari
hasil evaluasi tersebut, didapatkan kesimpulan
pentingnya dikembangkan upaya-upaya yang
mengarah pada peningkatan aspek akhlak siswa.
Hal ini karena, sebagaimana diungkapkan Kepala
Sekolah bahwa siswa masih cenderung menunjukkan
perilaku-perilaku positif hanya ketika berada
di lingkungan sekolah saja. Salah satu upaya
153
yang dilakukan adalah dengan mengembangkan
kurikulum pendidikan akhlak. Hal ini
berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu:
Pertama, sebagai sekolah yang berlandaskan
nilai-nilai Islam, adalah menjadi suatu
keharusan bagi sekolah untuk menjamin
terciptanya kualitas keimanan siswa yang salah
satunya tercermin pada aspek akhlak. SD
Muhammadiyah 1 selama ini dinilai telah banyak
mengantarkan siswa-siswanya meraih prestasi di
bidang akademik dan non akademik. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai penghargaan yang
didapatkan siswa pada perlombaan dan kejuaraan
mulai tingkat Kabupaten sampai Nasional. Maka
akan menjadi suatu ironi jika keberhasilan ini
tidak dibarengi meningkatnya kualitas spiritual
siswa, di antaranya akhlak yang mulia
sebagaimana visi yang telah ditetapkan sekolah.
Hal ini akan menjadi bekal yang dibutuhkan
siswa ketika ia masuk dalam lingkungannya dan
154
menghadapi permasalahan yang serba kompleks di
tengah masyarakat.
Kedua, perkembangan iptek yang semakin
cepat memaksa anak untuk berada pada lingkungan
yang terus berubah. Tidak hanya perubahan yang
bersifat materi tetapi juga perubahan pola
hidup dan pergeseran nilai di masyarakat. Hal
ini membawa dampak yang besar pada perkembangan
anak. Anak akan menjadi sangat terbiasa hidup
dalam era serba teknologi sehingga pola
pergaulan pun menjadi semakin bebas. Masalah-
masalah moral yang berkaitan dengan
perkembangan iptek ini harus segera disikapi
oleh sekolah dengan meneguhkan benteng keimanan
anak agar tidak mudah terseret arus yang
negatif.78
Ketiga, kurikulum pendidikan akhlak yang
selama ini diterapkan dinilai kurang efektif
dalam mengembangkan sikap dan perilaku siswa.
78Burhanuddin, Wawancara, Sidoarjo, 12 Juni 2010.
155
Padahal jika dilihat dari isi kurikulum
pendidikan akhlak telah mencakup nilai-nilai
yang dibutuhkan siswa dalam berperilaku antara
dirinya dengan Sang Pencipta, manusia, dan
makhluk lainnya. Kelemahan pendidikan akhlak
dinilai ada pada tataran implementasi yang
masih lebih banyak menekankan pada domain
kognitif.
Hal ini dikarenakan orientasi pendidikan
akhlak seolah-olah hanya proses untuk mengejar
target kurikulum yang telah ditetapkan.
Bagaimana tidak, materi kurikulum yang demikian
banyak, disampaikan dalam waktu 1 jam pelajaran
yaitu 35 menit tiap minggu. Waktu yang demikian
pendek hanya cukup untuk menyampaikan materi
tanpa ada kesempatan bagi guru untuk mengajak
dan memantau siswa membiasakan diri
mengimplementasikan materi yang diajarkan.
Di samping itu, materi yang diberikan
serta evaluasi yang dilakukan masih lebih
156
banyak menekankan pada teori sehingga metode
evaluasi pun melalui pemberian soal-soal.79 Hal
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menghafal sehingga siswa lebih banyak
menggunakan kemampuan kognitifnya dibandingkan
kemampuan afektif dan psikomotoriknya.
Sedangkan penilaian terhadap sikap dan perilaku
siswa hanya dilakukan melalui pengamatan guru
yang dilakukan sebatas kemampuan guru mengamati
sejumlah siswa yang diajarnya.
Pertimbangan keempat, yaitu perlunya
meningkatkan peran orangtua dalam mendukung
proses pembelajaran anak di luar sekolah.
Selama ini siswa hanya melakukan aktivitas-
aktivitas belajar dan beribadah hanya ketika
berada di lingkungan sekolah. Anak masih
menganggap bahwa seluruh aktivitas tersebut
adalah kewajiban di sekolah saja. Hal ini bisa
terjadi karena ketika anak berada di luar
79Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.
157
sekolah, orangtua kurang mengawasi atau
cenderung memberikan kelonggaran kepada anak
dalam segala tindakannya. Sehingga anak akan
beranggapan aktivitas belajar dan beribadah
dilakukan karena takut kepada guru, bukan
sebagai tindakan yang harus dilaksanakan karena
kesadaran dan pemahamannya.
Menurut Kepala Sekolah, pengembangan
kurikulum pendidikan akhlak yang berupa
kurikulum pembiasaan untuk menciptakan iklim
learning culture bagi siswa, karena selama ini
hanya diterapkan learning habit. Di mana siswa
hanya melakukan proses belajar, melakukan
aktivitas ibadah hanya ketika ia berada di
lingkungan sekolah. Ketika anak berada di luar
sekolah, ia akan berhenti melakukannya.
Sedangkan dalam learning culture, anak akan
dibiasakan untuk melakukan kegiatan dan
berperilaku positif di manapun berada, dan anak
158
akan bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya.
b. Proses Pengembangan Kurikulum
Proses pengembangan kurikulum pendidikan
akhlak dimulai dengan melakukan analisis
kebutuhan pendidikan akhlak bagi siswa. Hal ini
didapatkan dari hasil evaluasi terhadap
kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini
diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Dalam
pendidikan akhlak, siswa tidak harus dikejar
dengan target terselesaikannya kurikulum selama
waktu yang ditentukan. Lebih dari itu, siswa
membutuhkan waktu lebih banyak untuk
mempraktekkan apa yang ada di kurikulum secara
berulang-ulang sampai siswa terbiasa
melakukannya.
Analisis kebutuhan siswa terhadap model
baru pendidikan akhlak tersebut disambut
positif oleh beberapa guru dengan memberikan
ide dasarnya berupa rancangan pokok-pokok
159
materi yang akan diberikan kepada siswa dalam
format kurikulum baru yaitu kurikulum
pembiasaan. Rancangan materi ini didasarkan
pada pengamatannya terhadap beberapa perilaku
siswa yang perlu dibenahi dan ditingkatkan.
Adapun rancangan Kurikulum Pembiasaan yang akan
diterapkan pada tahun ajaran 2010-2011 tersebut
tersaji dalam Tabel 5.
160
Tabel 4.8 Kurikulum Pembiasaan Tahun 2010-2011STANDAR
KOMPETENSIKOMPETENSI DASAR MATERI POKOK INDIKATOR
1. Menerapkan tertib berdo’a, dzikir dan tertib di masjid.
a. Menjelaskan adab berdo’a dan berdzikir
b. Menjelaskan adab masuk dan keluar masjid
Disiplin diri Tanggung jawab
Siswa dapat:1)Menjelaskan adab-adab berdo’a dan
berdzikir dalam Islam2)Siswa dapat membiasakan diri berdo’a
dan berdzikir dengan tertib3)Menjelaskan adab-adab masuk dan keluar
masjid4)Membiasakan diri tertib ketika masuk
dan keluar masjid5)Membiasakan diri cinta akan masjid
(menjaga kebersihan dan memakmurkan masjid)
2. Menerapkan senyum dansalam dalam kehidupan sehari-hari
a. Menjelaskan adab mengucapsalam
b. Menjelaskan senyum dalam Islam
Menghormati Merawat
Siswa dapat:1)Menjelaskan salam dalam Islam2)Menjelaskan hikmah salam3)Membiasakan diri mengucap salam ketika
bertemu dengan saudaranya4)Menjelaskan senyum dalam Islam5)Menjelaskan hikmah senyum bagi diri
dan orang lain
161
6)Membiasakan diri mengulum senyum pada saudaranya
3.Menerapkan adab dalam menuntut ilmu
Menjelaskan adab menuntut ilmu
Ketekunan Menghormati Merawat Tanggung jawab
Keadilan
Siswa dapat:1)Menjelaskan adab-adab siswa terhadap
guru2)Menjelaskan adab siswa terhadap sesama
siswa3)Menjelaskan hikmah dalam menuntut ilmu4)Membiasakan diri untuk hormat dan taat
kepada guru5)Membiasakan diri untuk menghargai dan
berbuat baik kepada sesama siswa6)Membiasakan diri tekun dalam belajar
4.Menerapkan adab-adab dalam berbicara
Menjelaskan adab-adab dalam berbicara
Menghormati Disiplin diri
Siswa dapat :1)Menjelaskan sopan santun dalam
berbicara dengan orang yang lebih tua atau muda
2)Membiasakan diri bersikap santun dalamberbicara.
5.Menerapkanperilakumulia
Menjelaskanamalan kecilberpahala besar
Merawat Disiplin Tanggung jawab Kejujuran
Siswa dapat :1)Menjelaskan hikmah membuang sampah
pada tempatnya2)Menjelaskan hikmah menyingkirkan benda
162
Keberanian yang menghalangi dan membahayakanjalan (duri, sampah, batu, dll)
3)Menjelaskan pentingnya mengingatkanteman (amar ma’ruf nahi munkar)
4)Membiasakan diri membuang sampah padatempatnya
5)Membiasakan diri menyingkirkan bendayang menghalangi dan membahayakanjalan (duri, sampah, batu, dll)
6)Membiasakan diri untuk beranimengingatkan teman dengan baik
6.Menerapkanadab makandan minum
Menjelaskan adabmakan dan minum
Disiplin diri Merawat Menghormati
Siswa dapat :1)Menjelaskan adab makan dan minum2)Membiasakan makan dan minum sesuai
tuntunan Rasulullah
163
Kurikulum pembiasaan tersebut digolongkan
dalam kurikulum Muatan Lokal. Hal ini
dikarenakan kurikulum pembiasaan termasuk
kurikulum yang ditetapkan oleh lokal sekolah
saja yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Kurikulum ini akan
diberlakukan bagi seluruh siswa mulai kelas I
sampai kelas VI dengan alokasi waktu 1 jam
pelajaran/minggu.
Sesuai dengan namanya, kurikulum
pembiasaan ini akan menekankan proses
implementasinya pada upaya membiasakan siswa
untuk berperilaku sebagaimana materi kurikulum
yang telah ditetapkan tanpa meniadakan metode
penyampaian materi seperti ceramah, diskusi,
eksplorasi, atau pun melalui cerita untuk
memperdalam pemahaman siswa terhadap materi.
Pada implementasinya, aspek pembiasaan
akhlak yang menjadi target kurikulum ini akan
diupayakan melalui mekanisme kontrol terhadap
164
perilaku siswa dengan menggunakan beberapa
strategi. Strategi yang akan diimplementasikan
tidak hanya terbatas pada perilaku siswa di
sekolah, namun juga ketika siswa berada di
rumah.
Sebagai sekolah yang menerapkan sistem full
day school, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menetapkan
jam sekolah yang lebih panjang dibandingkan
sekolah lain. Setiap hari, siswa menghabiskan
waktu kurang lebih 8 jam di lingkungan sekolah,
yang berarti sepertiga waktu dari 24 jam sehari
dimanfaatkan sekolah untuk pendidikan siswanya.
Dalam waktu yang cukup panjang ini lah sekolah
berupaya merencanakan dan menyediakan
pengalaman belajar dan sarana parasarana bagi
pembiasaan akhlak siswa.
Pembiasaan siswa terhadap perilaku tertib
ketika masuk dan keluar masjid diupayakan
ketika siswa melakukan shalat dhuhur berjamaah
di masjid sekolah. Pada saat tersebut, guru
165
akan mengamati perilaku siswa mulai berangkat
ke masjid, ketika berada di dalam masjid, dan
ketika keluar dari masjid. Perilaku siswa yang
selama ini sering terjadi, seperti berlari
ketika berangkat ke masjid, bergurau di dalam
masjid, dan kurang peduli terhadap kebersihan
masjid diharapkan dapat berubah sesuai adab
yang diajarkan Islam melalui kurikulum
pembiasaan ini.
Materi membiasakan siswa menerapkan senyum
dan salam dilakukan selama siswa menghabiskan
waktunya di sekolah. Pembiasaan perilaku
mengucapkan salam dapat diterapkan pada siswa
ketika memasuki ruang kelas, baik pada jam
pembelajaran maupun pada jam istirahat,
memasuki ruang guru, dan ketika bertemu guru di
luar kelas. Demikian pula cara ini diterapkan
untuk membiasakan siswa tersenyum dan tidak
bersikap acuh tak acuh ketika bertemu teman,
guru, dan orang lain yang dikenalnya.
166
Dalam upaya menerapkan adab siswa ketika
menuntut ilmu, siswa akan lebih banyak
dibiasakan dengan perilaku-perilaku ketika
berada di dalam kelas. Misalnya, membiasakan
siswa untuk memperhatikan penjelasan guru dan
tidak berbincang-bincang dengan teman, mentaati
perintah guru, seperti mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru, serta menghargai sesama
teman ketika berada di kelas dengan cara tidak
membuat kegaduhan di kelas atau mengganggu
teman ketika proses pembelajaran. Pembiasaan
perilaku ini akan diterapkan dan diamati oleh
semua guru yang mengajar di tiap kelas.
Upaya membiasakan siswa untuk menerapkan
adab santun dalam berbicara ditekankan pada
saat siswa berada di luar kelas. Hal ini
dikarenakan, ketika berada di dalam kelas,
interaksi siswa terbatas dengan guru dan teman
sekelasnya. Terlebih ketika berada di dalam
kelas, pada saat pembelajaran, perilaku siswa
167
lebih terkendali dengan adanya proses
pembelajaran. Sedangkan ketika di luar kelas,
siswa akan berinteraksi dengan orang yang lebih
beragam, tidak hanya dengan teman dan guru,
tetapi juga dengan karyawan sekolah, serta adik
kelas ataupun kakak kelas.
Selain faktor lamanya waktu yang digunakan
siswa di sekolah dengan berbagai aktivitas
mereka yang dijadikan sebagai kontrol dalam
implementasi kurikulum pembiasaan yang akan
diterapkan, faktor tersedianya sarana dan
prasarana yang dimiliki sekolah akan menjadi
faktor yang juga mendukung upaya pembiasaan
tersebut. Hal ini bisa dilihat pada upaya
pembiasaan siswa untuk membuang sampah pada
tempatnya dan menyingkirkan benda yang
membahayakan jalan didukung dengan
disediakannya tempat sampah di tiap ruangan,
baik ruang kelas, maupun ruang perpustakaan,
kantin, dan di halaman sekolah. Adanya tempat
168
sampah yang mudah dijumpai siswa, akan membantu
siswa dalam membiasakan dirinya membuang sampah
dan menyingkirkan benda yang mengganggu jalan
pada tempat yang tersedia.
Upaya membiasakan siswa makan dan minum
sesuai tuntutan Islam dilakukan pada saat siswa
berada di luar kelas pada waktu istirahat.
Untuk mendukung upaya tersebut, sekolah
menyiapkan kantin lengkap dengan fasilitas
tempat duduk untuk membiasakan siswa makan dan
minum dengan duduk. Selain tempat duduk di
kantin, sekolah juga menyiapkan tempat duduk di
halaman sekolah ataupun beranda kelas yang
bersih agar bisa dimanfaatkan siswa untuk
duduk.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum
pembiasaan ini, sekolah akan melibatkan seluruh
guru dalam mengontrol dan menilai perilaku
siswa sesuai aspek-aspek yang ditekankan pada
kurikulum. Upaya ini dilakukan sekolah dengan
169
menginformasikan dan menyamakan persepsi tiap
guru terhadap pelaksanaan kurikulum pembiasaan.
Hasil pengamatan dan penilaian guru akan
diinformasikan secara terkoordinasi kepada wali
kelas pada acara rapat rutin guru yang diadakan
setiap Sabtu. Dengan demikian, pemantauan
terhadap perkembangan perilaku siswa dapat
dilakukan setiap minggu.
Selain kontrol terhadap perilaku siswa di
sekolah, kurikulum pembiasaan juga menuntut
adanya kontrol terhadap perilaku siswa di luar
sekolah. Idealnya, penerapan kurikulum
pembiasaan ini menuntut keterlibatan banyak
pihak untuk melakukan fungsi kontrol terhadap
perilaku siswa, tidak hanya pihak sekolah,
namun juga orang tua dan seluruh masyarakat.
Namun, karena keterbatasan sekolah dalam upaya
kontrol perilaku siswa secara keseluruhan, maka
di luar lingkungan sekolah, pihak sekolah hanya
akan melibatkan orang tua.
170
Strategi yang digunakan sekolah dalam hal
ini adalah dengan membuat instrumen berupa buku
check list yang memuat deskripsi perilaku yang
tampak pada siswa selama berada di rumah sesuai
dengan indikator sikap yang telah tertera pada
kurikulum pembiasaan. Sekolah akan meminta
orangtua mengisi check list tersebut sesuai
keadaan siswa dan menyerahkannya ke sekolah
setiap minggu. Dalam hal ini, orangtua dituntut
bersikap jujur dalam mengisinya agar diperoleh
data yang akurat sebagai informasi bagi guru
untuk memperbaiki perilaku siswa.
Data dan informasi yang diberikan oleh
guru dan orangtua akan dijadikan sebagai bahan
evaluasi untuk mengukur seberapa jauh
penghayatan dan pengamalan siswa terhadap
kurikulum pembiasaan serta seberapa besar
keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.
Dengan demikian, penilaian tidak dilakukan
171
melalui ujian tes tertulis sebagaimana
diterapkan pada kurikulum lainnya.80
Dimasukkannya kurikulum pembiasaan sebagai
kurikulum baru menyebabkan perubahan struktur
kurikulum yaitu kurikulum Laboratorium Bahasa
Arab dan Inggris yang semula berdiri sendiri
menjadi terintegrasi ke dalam kurikulum Bahasa
Arab dan Bahasa Inggris. Perubahan struktur
kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo tahun
2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 4.9 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo
Tahun 2010-2011Komponen Kelas dan alokasi
waktuI II III
IV V VIA. Mata Pelajaran1. Pendidikan Agama : Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1 Ibadah Syari’ah/Fiqih
1 1 2 2 2 2 Al-qur’an Hadits 1 1 2 2 2 2 Tarekh 1 1 1 1 1 1
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2 2 2 2 2 23. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 84. Matematika 6 6 7 7 6 85. Ilmu Pengetahuan Alam
2 2 4 4 5 56. Ilmu Pengetahuan Sosial
2 2 3 3 3 37. Kerajinan Tangan dan Ketrampilan
2 2 2 2 2 2
80Tri Oktavia Wahyuningsih, Wawancara, Sidoarjo, 1 Juni 2010.
172
8. Pendidikan Jasmani
2 2 2 2 2 2B. Muatan lokal :1. Bahasa Arab - - 2 2 2 22. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 13. Pembiasaan 1 1 1 1 1 14. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 25. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 26. Math - - 2 2 2 -7. Science - - 2 2 2 -
C. Pengembangan diriTotal Jam Pelajaran 31 31 45 45 45 45Remidi dan pengayaan umum
2 2 4 4 4 4Remidi dan pengayaan al-Islam
4 4 4 4
Sampai saat penelitian ini ditulis, SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo belum membentuk Tim
Pengembang Kurikulum secara resmi. Rancangan
pengembangan kurikulum yang disajikan dalam
tulisan ini disusun oleh Wakil Kepala Sekolah,
Ibu Tri Oktavia Wahyuningsih dan Ibu Zumaroh
yang keduanya merupakan guru mata pelajaran Al-
Islam.
Tim pengembang kurikulum dibentuk
menjelang pelaksanaan tahun ajaran baru. Tim
ini terdiri dari pimpinan (kepala sekolah dan
173
wakil sekolah) dan 2 orang guru kelas. Tim
bertugas untuk menetapkan garis-garis besar
penyusunan kurikulum untuk kegiatan
pembelajaran setahun ke depan. Dari hasil
rumusan tersebut, kemudian disusun lebih rinci
strategi pelaksanaannya secara riil di lapangan
oleh semua guru.81
81Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.
174
B. Analisis Data
SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sebagai sekolah
yang mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga
pendidikan Islam, maka relevansinya adalah
menjadikan tujuan pendidikannya sesuai dengan tujuan
Pendidikan Islam. Tujuan inilah yang melandasi
seluruh sekolah Muhammadiyah.
Tujuan Pendidikan Islam sendiri adalah
merealisasikan manusia muslim yang beriman,
bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu
mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq. Rumusan
tujuan ini tidak berbeda dengan rumusan Tujuan
Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dari tujuan-tujuan tersebut, takwa dan akhlak
mulia menjadi aspek yang selalu diperhatikan sebagai
175
salah satu tolak ukur keberhasilan pendidikan. Hal
ini dipahami bahwa orientasi Pendidikan Islam
memiliki keterkaitan dengan fungsi keberadaan
manusia di muka bumi sebagai khalifah. Dalam fungsi
tersebut, manusia diharapkan mampu menjaga
hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia,
dan dengan alam sekitarnya.
Bertitik tolak dari tujuan Pendidikan Islam,
maka sekolah harus menentukan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan sebagai alat yang dapat
mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan tersebut.
Selama ini, dunia pendidikan sering dikritik karena
munculnya persoalan moralitas atas nama pelajar. Mau
tidak mau, para pendidik harus terus mengevaluasi
pola pendidikan, terutama pendidikan agama, untuk
mengatasi masalah ini. Salah satu komponen yang
perlu ditinjau ulang adalah kurikulum.
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu
alat atau usaha untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diinginkan sekolah. Karena itu, sekolah harus
176
selalu melakukan evaluasi terhadap tujuan tersebut
apakah telah dicapai atau belum. Maksudnya, bila
tujuan-tujuan yang diinginkan belum tercapai maka
sekolah hendaknya meninjau kembali alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan itu, misalnya dengan
meninjau kurikulumnya.
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi
tersusun mempunyai fungsi sebagai persiapan bagi
anak didik. Kurikulum diharapkan mampu menawarkan
program-program pada anak didik yang akan hidup pada
zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan
kultural yang berbeda dengan zaman di mana kedua
orang tuanya berada.
Kurikulum pendidikan akhlak yang tercakup dalam
Kurikulum Pendidikan Islam, merupakan salah satu
kurikulum yang berfungsi menciptakan anak didik yang
berakhlak mulia sebagai salah satu tujuan pendidikan
Islam. Ketika masalah moralitas pelajar semakin
menyeruak maka kurikulum ini perlu dilihat kembali
177
serta dievaluasi bilamana terdapat kekurangan atau
bahkan kesalahan di dalamnya.
Para pendidik dan konseptor pendidikan agama
sebagai pihak yang bergumul dengan realitas
kehidupan anak didik sehari-hari ditantang untuk
membuat terobosan formulasi pendidikan agama yang
efektif. Apa saja materi yang dibutuhkan, serta
metode apa yang digunakan harus dirumuskan dengan
matang agar menjadi bekal bagi anak didik untuk
menghadapi realitas kehidupannya di masyarakat. Para
guru tidak boleh terjebak dan terbelenggu oleh
silabus dan kurikulum serta rutinitas pembelajaran
yang sudah ada.
Hal ini lah yang coba dilakukan SD Muhammadiyah
1 Sidoarjo ketika merasakan bahwa tujuan
pendidikannya belum tercapai secara optimal, yaitu
pada masalah akhlak. Beberapa guru menganalisis,
mengevaluasi, dan mengembangkan kurikulum pendidikan
akhlak menjadi sebuah formulasi baru Kurikulum
Pembiasaan.
178
Kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini
berada dalam kurikulum Pendidikan Al-Islam,
dirasakan masih belum efektif dalam menciptakan
pribadi anak didik yang berakhlak mulia. Hal ini
dikarenakan beberapa alasan, yaitu materi dan metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan
kognitif anak, minimnya jam pelajaran dibarengi
banyaknya target materi yang harus diselesaikan,
serta kurangnya partisipasi orangtua dalam
pendidikan anak.
Kurikulum pembiasaan yang akan diterapkan pada
tahun ajaran 2010-2011 diharapkan mampu mengatasi
masalah-masalah tersebut. Terdapat beberapa aspek
yang dapat ditemukan pada kurikulum tersebut yang
dianggap menjadi alternatif pemecahan masalah.
Pertama, perubahan orientasi dan fokus
pengajaran akhlak yang semula bersifat subject matter
oriented, meskipun mata pelajaran akhlak tetap
diberlakukan, yakni dari yang semula berpusat pada
pemberian materi akhlak dalam arti memahami dan
179
menghafal teori-teori akhlak sesuai kurikulum,
menjadi pembelajaran akhlak yang berorientasi pada
pengalaman dan pembentukan sikap melalui pembiasaan
perilaku sesuai dengan Islam.
Kedua, penambahan jam pembelajaran akhlak yang
diberikan dalam rangkaian kurikulum muatan lokal, di
luar kurikulum pendidikan akhlak yang telah ada,
yaitu 1 jam pelajaran tiap minggu untuk kurikulum
pembiasaan. Di mana kurikulum ini dirancang untuk
mencapai target pembiasaan perilaku pada siswa,
bukan target materi. Demikian pula evaluasi yang
diberikan tanpa soal-soal yang menuntut siswa untuk
menghafal materi pembelajarn, melainkan melalui
pengamatan perubahan perilaku oleh guru.
Ketiga, dengan adanya kurikulum pembiasaan ini,
orangtua juga ikut terlibat dalam mensukseskannya
dengan cara meningkatkan perhatian, kasih sayang,
bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh kedua
orang tua dirumah.
180
Bagi orangtua, kurikulum difungsikan sebagai
bentuk adanya partisipasi orangtua dalam membantu
usaha sekolah untuk memajukan putra putrinya.
Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi dengan
pihak sekolah mengenai masalah yang menyangkut anak
mereka. Dengan membaca dan memahami kurikulum
sekolah, orangtua dapat mengetahui pengalaman
belajar yang diperlukan anak, sehingga partisipasi
orangtua pun tidak kalah pentingnya dalam
menyukseskan proses pembelajaran di sekolah.
Meskipun orangtua telah menyerahkan anaknya
kepada sekolah agar diajarkan ilmu pengetahuan dan
dididik menjadi orang yang bermanfaat bagi
pribadinya, orangtua, keluarga, agama, dan
masyarakatnya, namun tidak berarti tanggung jawab
kesuksesan anak secara total diserahkan kepada
sekolah atau pendidik. Keberhasilan tersebut
merupakan hasil dari sistem kerjasama berdasarkan
fungsi masing-masing. Karenanya, pemahaman orangtua
mengenai kurikulum menjadi hal yang mutlak.
181
Model pengembangan kurikulum yang dilaksanakan
oleh SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dikategorikan
menggunakan pendekatan pengembangan kurikulum Hilda
Taba. Hal ini dilihat dari proses awal sebelum
kurikulum pembiasaan ini dirumuskan yaitu adanya
proses diagnosis kebutuhan siswa. Proses ini
dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi guru
terhadap perkembangan perilaku anak didik. Dari
evaluasi tersebut disimpulkan adanya kebutuhan untuk
memberikan model baru dalam pembelajaran akhlak guna
mencapai tujuan pendidikan.
Informasi yang diperoleh dari proses diagnosis
digunakan untuk menformulasikan pokok-pokok tujuan
yang akan dicapai. Proses ini dilanjutkan dengan
pemilihan dan perumusan materi atau isi kurikulum
yang didasarkan pada realitas kebutuhan anak didik,
mengorganisasikan pengalaman belajar, serta
menentukan strategi evaluasi. Perumusan pengembangan
kurikulum ini dilakukan oleh beberapa guru mata
182
pelajaran al-Islam yang hasilnya telah disajikan
pada data penelitian.
Dilihat dari sumber awal diadakannya
pengembangan kurikulum pembiasaan ini maka dapat
dikatakan sebagai the grass roots model, di mana
inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum datang
dari guru. Pengembangan kurikulum model ini hanya
dapat terjadi pada sekolah yang menganut sistem
pendidikan desentralisasi. Hal ini bisa dinilai
suatu kelebihan karena guru lah yang dianggap paling
tahu kebutuhan anak didiknya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu
atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat
digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah
lain. Model pengembangan kurikulum yang bersifat
desentralisasi dengan grass rootsnya memungkinkan
terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan
183
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan
melahirkan manusia yang mandiri dan kreatif.82
Sampai penelitian ini ditulis, proses
pengembangan kurikulum masih berada pada tahap
organisasi pengalaman belajar dan strategi evaluasi
secara global. Untuk mengoptimalkan tahap
selanjutnya, yaitu penentuan deskripsi perilaku dari
tiap indikator dalam kurikulum yang akan digunakan
dalam proses kontrol dan penilaian siswa, SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo akan membentuk tim khusus
pengembangan kurikulum pendidikan akhlak. Untuk
menyelesaikan proses ini sehingga tercipta kurikulum
seperti yang diharapkan maka dibutuhkan anggota tim
yang memiliki latar belakang, kompetensi dan
pengalaman yang memadai, serta persepsi yang tidak
berseberangan.
Materi pendidikan akhlak, baik yang tercantum
pada kurikulum al-Islam yang selama ini dipakai
maupun kurikulum pembiasan yang baru dirumuskan,
82Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163.
184
menurut penulis belum memuat materi yang
mengantisipasi isu-isu moral yang terjadi saat ini,
seperti pola pergaulan remaja yang semakin bebas
dengan lawan jenis, kemajuan dunia teknologi
komunikasi dan informasi yang memunculkan modus-
modus cyber crime baru yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya, perubahan sikap konsumtif dan
materialistis remaja, pengungkapan hak suara atau
demonstrasi dengan cara kekerasan dan anarkis, serta
isu-isu lain.
Kurikulum pembiasaan yang telah dirumuskan
diharapkan bersifat fleksibel dan tanggap terhadap
isu-isu aktual yang terjadi di lingkungan siswa.
Sehingga materi kurikulum yang telah ditetapkan
untuk setahun ke depan tidak bersifat pasif dan
dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang lebih
mendesak atau lebih diprioritaskan. Untuk itu, tim
pengembang kurikulum yang akan dibentuk tidak hanya
bekerja pada awal tahun ajaran saja, melainkan siap
185
setiap saat untuk mengantisipasi perubahan
masyarakat yang kian pesat dan tak terduga.
Selain perlu memperhatikan materi, guru juga
dituntut mampu merancang metode pembelajaran,
termasuk menyeleksi alat dan bahan yang akan
digunakan dalam pembelajaran secara detail. Baik
kurikulum pendidikan akhlak yang ada dalam kurikulum
al-Islam maupun kurikulum pembiasaan yang akan
diterapkan harus disampaikan dengan metode yang
tepat dan efektif. Di antaranya dengan menggunakan
beberapa pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan penanaman nilai untuk mengusahakan
agar peserta didik mengenal dan menerima nilai
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas
keputusan yang diambilnya. Cara yang digunakan
dalam pendekatan ini antara lain keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulasi dan
bermain peran
b. Pendekatan perkembangan moral kognitif dengan
mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran
186
moral melalui diskusi masalah moral sehingga
peserta didik dapat membuat keputusan tentang
pendapat moralnya
c. Pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan
ini tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam menganalisis dan
mengidentifikasi nilai mereka dan orang lain,
seperti halnya pendekatan analisis nilai dan
pendekatan klarifikasi nilai, tetapi juga untuk
mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan
kegiatan sosial serta mendorong untuk melihat diri
sendiri sebagai makhluk yang senantiasa
berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara
yang dapat digunakan adalah melalui
kegiatan/proyek sekolah, hubungan antar pribadi,
praktek hidup bermasyarakat dan berorganisasi.
Di samping menentukan strategi pembelajaran,
penggunaan buku ajar adalah sesuatu yang dapat
membantu anak didik serta tidak dapat dihindarkan
sebagai pedoman guru dalam menyampaikan
187
pembelajaran. Jika buku ajar tersebut digunakan pula
sebagai buku pegangan bagi siswa maka harus
diperhatikan isinya, yaitu mencakup tulisan dan
gambar yang ditampilkan di buku tersebut agar tidak
terdapat tulisan yang membuat siswa bingung atau
gambar yang tidak sesuai.
Komponen evaluasi merupakan komponen yang tidak
kurang penting dari komponen-komponen lainnya.
Dengan penerapan kurikulum pembiasaan yang
meniadakan metode evaluasi dengan tes tulis yang
berupa butir-butir soal, guru tetap harus menentukan
metode evaluasi yang sesuai sehingga data yang
diperoleh dapat dijadikan informasi yang akurat
mengenai hasil belajar siswa.
Jika dalam kurikulum pembiasaan, evaluasi
ditekankan pada aspek sikap dan perilaku siswa maka
perlu diadakan perumusan deskripsi perilaku yang
diharapkan sehingga lebih operasional atau spesifik,
serta bersifat obyektif. Dengan penguasaan guru
terhadap strategi evaluasi maka diharapkan proses
188
evaluasi tidak dilakukan dengan pengamatan yang
sifatnya informal saja. Dengan demikian, seluruh
komponen yang terlibat dalam pembelajaran benar-
benar diperhatikan secara matang dan detail untuk
mendukung keberhasilan implementasi kurikulum.
189
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengembangan kurikulum pendidikan
akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan
dengan beberapa pertimbangan yaitu:
a. Belum tercapainya
tujuan sekolah secara optimal yaitu melahirkan
manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya
pada diri sendiri, serta memiliki aqidah
Islamiyah istiqomah;
b. Perkembangan iptek
yang semakin cepat memaksa anak untuk berada
pada lingkungan yang terus berubah dan membawa
dampak yang besar pada perkembangan anak
sehingga sekolah merasa berkewajiban membekali
anak agar tidak mudah terseret arus yang
negatif;
190
c. Kurikulum pendidikan
akhlak yang selama ini diterapkan dinilai kurang
efektif dalam mengembangkan sikap dan perilaku
anak karena lebih banyak menekankan pada domain
kognitif;
d. Peran orangtua yang
harus ditingkatkan dalam mendukung proses
pembelajaran anak di luar sekolah sehingga siswa
melakukan aktivitas-aktivitas belajar dan
beribadah tidak hanya ketika berada di
lingkungan sekolah.
Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo digolongkan sebagai the
grass roots model, yaitu muncul dari ide guru berupa
format kurikulum baru yaitu kurikulum pembiasaan.
Proses pengembangannya sesuai dengan model
pengembangan kurikulum Hilda Taba yaitu diawali
dengan melakukan analisis kebutuhan pendidikan
akhlak bagi siswa. Kemudian disusun pokok tujuan,
pemilihan materi yang sesuai dengan kebutuhan
191
siswa, organisasi pengalaman belajar, dan strategi
evaluasi.
2. Muatan materi kurikulum pendidikan
akhlak belum menyentuh pada isu persoalan
moralitas pelajar yang aktual dan kompleks.
3. Kurikulum pembiasaan
diimplementasikan pada seluruh siswa kelas I
sampai VI dengan materi yang sama. Metode yang
digunakan adalah dengan pembelajaran di kelas dan
pembiasaan siswa terhadap perilaku yang
dimaksudkan dalam kurikulum yang dipantau dan
dievaluasi melalui pengamatan guru dan orangtua
terhadap perilaku siswa.
B. Saran
1. Kepala Sekolah SD
Muhammadiyah 1 Sidoarjo
a. Untuk membentuk
tim pengembang kurikulum secara khusus dan
berkelanjutan agar dapat mengembangkan kurikulum
192
pendidikan akhlak untuk menyikapi permasalahan
yang terjadi di masyarakat.
b. Untuk lebih
selektif dalam memilih dan menentukan penggunaan
buku ajar, terutama buku pendidikan akhlak.
Penulis menemukan gambar yang tidak sesuai
dengan nilai akhlak pada buku Aqidah Akhlak
kelas VI.
c. Untuk
meningkatkan partisipasi orangtua dalam membantu
proses pembelajaran siswa di luar sekolah.
2. Dewan Guru
a. Bagi guru mata
pelajaran akhlak agar terus berusaha
mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak secara
mandiri yang sesuai dengan kebutuhan anak dan
perkembangan masyarakat, baik pada segi materi,
alat dan bahan pembelajaran, maupun metode
pembelajaran.
193
b. Bagi guru mata
pelajaran kurikulum pembiasaan agar menentukan
strategi evaluasi yang bersifat formal dan
obyektif dalam menilai perubahan perilaku siswa
agar dapat digunakan sebagai bahan evaluasi yang
akurat untuk pengembangan kurikulum selanjutnya.
c. Bagi seluruh
guru agar mendukung terlaksananya kurikulum
pembiasaan dengan menjadi teladan, ikut
mengawasi dan mengingatkan siswa tentang
perilaku yang kurang baik, terutama berkenaan
dengan materi kurikulum pembiasaan.