himpunan pedoman teknis di bidang bangunan & sarana

809
KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN TAHUN 2012 PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS DI BIDANG BANGUNAN DAN SARANA RUMAH SAKIT PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS DI BIDANG BANGUNAN DAN SARANA RUMAH SAKIT

Upload: khangminh22

Post on 12-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

KEM

ENTER

IAN

KESEH

ATAN

RI

DIR

EKTO

RAT JEN

DER

AL B

INA U

PAYA KESEH

ATAN

DIR

EKTO

RAT B

INA PELAYA

NA

N PEN

UN

JAN

G M

EDIK

D

AN

SAR

AN

A KESEH

ATAN

TAH

UN

2012

PEDOMAN-PEDOMAN TEKNISDI BIDANG BANGUNAN DAN SARANA RUMAH SAKIT

PEDOMAN-PEDOM

AN TEKNISDI BIDANG BANGUNAN DAN SARANA RUM

AH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

PEDOMAN-PEDOMAN TEKNISDIBIDANG BANGUNAN DAN

SARANA RUMAH SAKIT

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

DAFTAR ISI

PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY) RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK (MASTER PLAN) RUMAH SAKIT

PEDOMAN BANGUNAN SARANA DAN PRASARANA RUMAH SAKIT KELAS B

PEDOMAN BANGUNAN RS : ● RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

● RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT

● RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS : ● SISTEM INSTALASI GAS MEDIK DAN VAKUM MEDIK RUMAH SAKIT

● INSTALASI TATA UDARA PADA BANGUNAN RUMAH SAKIT

● BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG AMAN DALAM SITUASI DARURAT DAN BENCANA

● SARANA KESELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN RUMAH SAKIT

● SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENYUSUNANSTUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN 1.1 Umum

Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan) 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Pengertian BAB - II PERSIAPAN 2.1. Pengumpulan Data Primer2.2. Pengumpulan Data Sekunder BAB - III ANALISIS SITUASI 3.1. Aspek Eksternal 3.2. Aspek Internal BAB - IV ANALISIS PERMINTAAN 4.1. Lahan dan Lokasi 4.2. Klasifikasi Kelas RS BAB - V ANALISIS KEBUTUHAN BAB - VI ANALISIS KEUANGAN BAB - VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN BAB - VIII PENUTUP

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.

Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan (Feasibility Study).

Dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit diperlukan suatu proses atau langkah-langkah yang sistematis dengan melakukan suatu penelitian atau studi yang benar, karena setiap proses saling berkaitan satu sama lainnya dan dilakukan secara bertahap.

Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu Rumah Sakit.

Dari kondisi Laju Pertumbuhan Demografi, Pengembangan Pembangunan dan Peningkatan Kehidupan di suatu wilayah, Pola Penyakit dan Epidemiologi, dan lain-lain, dapat dipahami bahwa suatu Rumah Sakit itu secara relatif akan berada di daerah Urban atau Semi-Urban. Dimana hal ini pula yang dapat menentukan bahwa Sarana dan Prasarana suatu Rumah Sakit akan berbeda sesuai dengan Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikannya kepada masyarakat dimana Rumah Sakit tersebut berada.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit dapat mendeterminasi fungsi layanan yang tepat dan terintegrasi sehingga sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan (;health needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (;budget).

Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Studi Kelayakan (Feasibility Study) suatu Rumah Sakit meliputi pembahasan Analisis Lingkungan/ Situasi Kecenderungan Aspek Internal dan Eksternal, Analisis Permintaan terkait Kelayakan dari Aspek-aspek yang dapat mempengaruhinya, Analisis Kebutuhan dan Analisis Keuangan serta Rekomendasi Kelayakan dari Rencana Pendirian atau Pengembangan Rumah Sakit tersebut.

Pelaksanaan Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) sesuai lingkupnya akan dilakukan dalam suatu proses atau langkah-langkah secara bertahap yang akan diuraikan selanjutnya sesuai Tahapannya dan dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

PROSES PENYUSUNNAN STUDI

KELAYAKAAN

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.4 PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

mengembangkan Rumah Sakit.

1.4.2. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi

Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).

1.4.3. Zonasi

Membagi wilayah/area, gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan pemeliharaan.

1.4.4. Studi Kelayakan

Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu Rumah Sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

BAB II PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Tahapan melakukan Kompilasi Data dari seluruh Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data yang terdiri dari Data Primer dan Data Sekunder.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER

Pengumpulan Data Primer, dapat dilakukan dengan melalui proses Pengamatan atau Observasi langsung / Pengamatan atau Observasi Lapangan sehingga akan didapat seluruh Informasi atau Data secara visual pada wilayah Perencanaan. Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab kepada Instansi-instansi dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan langsung kepada masyarakat umum selaku salah satu Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara bersifat terbuka artinya pengambilan data tidak terpatok pada kuesioner namun dapat dikembangkan secara lisan dengan responden.

Secara garis besar Data yang didapat dari Pengumpulan Data Primer adalah :

1. Kondisi Potensi Lahan/ Lokasi

2. Informasi langsung lainnya yang terkait dengan Kondisi dan Potensi yang ada terkait dengan Standar/ Pedoman dan Ketentuan yang berlaku serta Sasaran dari Rencana Pembangunan/ Pengembangan Rumah Sakit serta informasi keinginan yang ada

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

Pengambilan Data Sekunder, dapat dilakukan dengan mendatangi pula masing-masing Instansi lainnya yang berkaitan sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika pada salah satu Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau sedang digunakan untuk keperluan lain maka konsultan dapat mencari pada Instansi lain yang terkait sesuai dengan kebutuhan data atau mencarinya pada Literatur mengenai KeRumah Sakitan lainnya.

Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan Data Internal/ Data Dalam dari rumah sakit yang ada dan atau rumah sakit di wilayah sekitarnya, yang terdiri dari :

1. Data Kesehatan pada Rumah Sakit yang ada, meliputi :

- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Angka Kematian (Mortalitas)

- Angka Kelahiran

- Angka Pasien Rujukan

- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap

- Jumlah Pasien Rawat Jalan

- Jumlah Pasien Rawat Inap

- Jumlah Hari Rawat

- Angka Rata-rata Hari Rawat secara keseluruhan

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan

- Jumlah dan jenis Tenaga Kesehatan

- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik Rumah Sakit

- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik Rumah Sakit

- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit

2. Data Lokasi

- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan pengembangannya

- Bentuk dan Luas Lahan serta Lantai Bangunan yang ada serta rencana perluasannya

- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan daerah setempat.

- Batas lokasi lahan sekelilingnya

- Jaringan Listrik, Air Minum, Telkom, Air Kotor/Limbah, Pemadam Kebakaran, Jaringan Gas dan Pembuangan Sampah

- Data Penggunaan dan ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan Bangunan yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan).

3. Data Finansial/Keuangan

- Data Tarif Perawatan yang ada di Rumah Sakit

- Cash Flow Rumah Sakit yang ada

- Data Kinerja Tahunan Rumah Sakit yang ada

4. Data Luar/ Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan

a. Data Kesehatan

- Angka Kesehatan (Morbiditas), Penyakit Utama Rawat Jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit

- Angka Kesakitan (Mortalitas), Penyakit Utama Rawat Inap di Puskesmas dan Rumah Sakit

- Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan Tempat Tidur dan Puskesmas Keliling

- Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan Puskesmas Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja.

- Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta.

- Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja

- Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit.

- Jumlah dan Jenis tenaga dokter umum dan Spesialis di wilayah kerja.

- Jumlah tenaga kesehatan lainnya diwilayah kerja

b. Data Keadaan Lingkungan Sekitar

- Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

- Utilitas bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki jaringan telepon, listrik, air bersih dan saluran pembuangan serta data kondisinya.

- Kondisi Topografi wilayah perencanaan.

- Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).

- Iklim dan cuaca setempat diwilayah ini.

5. Data Kesehatan Kota/ Kabupaten

- Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi

- Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah

- Pola penyakit daerah setempat.

6. Data Kebijakan, Pedoman dan Peraturan Pemerintah

- Kebijakan dan pedoman terkait layanan Kesehatan Rumah Sakit.

- Peruntukan Tanah diwilayah setempat.

- Rencana Detail Tata Ruang.

- Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:

1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)

2) Jarak bebas Bangunan

3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)

4) Tinggi maksimal lantai bangunan

5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)

6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)

7. Data Demografi

- Luas Wilayah

- Jumlah Penduduk

- Angka Kepadatan

- Laju Pertumbuhan Penduduk

8. Data Sosial Dan Budaya

- Agama

- Peranan Masyarakat

- Suku Bangsa

9. Data Ekonomi

- Mata Pencarian

- Tingkat Pendapatan

- Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)

- Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB III ANALISIS SITUASI

Analisis Situasi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) dilakukan suatu analisis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal sebagai peluang ataupun ancaman maupun aspek Internal yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit tersebut.

Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting, kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.

Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. Aspek Esternal

Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.

1. Kebijakan

Melakukan kajian berupa menganalisis kebijakan dan Pedoman serta Peraturan baik kebijakan dan pedoman yang terkait dengan pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit dari berbagai aspek Ekternal maupun Peraturan - peraturan Daerah setempat dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.

2. Demografi

Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit tersebut. Untuk melihat kecenderungan demografi perlu diproyeksikan hingga maksimum 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi demografi yang dimaksud berupa proyeksi :

a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.

b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.

c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.

3. Geografi

Letak Rumah Sakit secara Geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap Kondisi Wilayah disebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur beserta Kondisi Sarana Prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan, pendidikan, aksesibilitas dll, yang merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan dibangun maupun dalam melakukan pengembangan peningkatan layanan kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

4. Sosial Ekonomi dan Budaya

a. Sosial Ekonomi

Pada kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian penduduk dan perekonomian daerah setempat, berupa proyeksi :

1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata pencaharian

2) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan

3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.

4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.

b. Sosial Budaya

Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.

5. Sumber Daya Manusia/ Ketenaga Kerjaan Kesehatan

Kajian terhadap ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang kesehatan pada wilayah dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan dalam membuat suatu layanan kesehatan Rumah Sakit terutama dikaitkan dengan layanan unggulan. Ketersediaan Sumber Daya Manusia/ Ketenagakerjaan di Bidang Kesehatan antara lain :

a. Tenaga medis dan penunjang medis

b. Tenaga keperawatan

c. Tenaga kefarmasian

d. Tenaga manajemen Rumah Sakit

e. Tenaga nonkesehatan

6. Derajat Kesehatan

Derajat Kesehatan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu dilakukan kajian dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu sehingga dalam menyiapkan fasilitas kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan di wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada. Kajian derajat kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Angka Kematian

b. Angka Kelahiran

c. Angka Kesakitan

d. Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah tertentu

e. Jumlah Tempat Tidur tersedia di wilayah tertentu

f. Indikator Kinerja Rumah Sakit di wilayah tertentu

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.2. Aspek Internal

Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat survive dalam melaksanakan operasional yang akan mengurangi ancaman yang terjadi, serta melihat kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.

1. Sarana Kesehatan

Kajian Sarana Kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal pangsa pasar serta pola penentuan Sistim Tarif di wilayah tertentu.

2. Pola Penyakit dan Epidemiologi

Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederungan Pola Penyakit yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan kencenderungan Pola Penyakit guna menentukan unggulan Rumah Sakit.

3. Teknologi

Kajian terhadap Kemajuan Teknologi berupa peralatan kesehatan yang terus menerus mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap Layanan Kesehatan serta kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.

4. SDM/ Ketenaga Kerjaan Rumah Sakit

Kajian terhadap SDM di Rumah Sakit dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit terhadap Jenis Layanan Kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segmentasi dan posisioning dari Rumah Sakit tersebut.

5. Organisasi

Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap Kegiatan Operasional Rumah Sakit yang berdampak kepada Kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk Organisasi akan disesuaikan dengan Jenis Layanan dan Klasifikasi Rumah Sakit.

6. Kinerja dan Keuangan

Kondisi Kinerja Rumah Sakit dan Kondisi Keuangan Rumah Sakit berupa Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana pengembangan Rumah Sakit tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

BAB IV ANALISIS PERMINTAAN

Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan (strength) dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).

Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.

4.1. LAHAN DAN LOKASI

Kelayakan lahan dan lokasi tentunya terkait dengan kecenderungan Letak Geografis yang terletak pada wilayah dimana kondisi wilayah disekitarnya sangat mendukung dari aspek penggunaan lahan, infrastruktur dan aksesibilitas serta kecenderungan demografi di wilayah dimana Rumah Sakit berada.

4.2. KLASIFIKASI KELAS RS

Kelayakan Klasifikasi Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga dapat memperoleh gambaran Klasifikasi Kelas Rumah Sakit sesuai dengan jenis layanannya serta kesiapan SDM yang dimiliki.

1. Kapasitas Tempat Tidur (TT)

Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh Rumah Sakit tersebut. Prakiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal 1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000 orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.

2. Jenis Layanan

Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa pelayanan medik, penunjang medik, administrasi dan servis.

3. Layanan Unggulan

Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu layanan unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB V ANALISIS KEBUTUHAN

Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.

Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :

1. KEBUTUHAN LAHAN

Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.

2. KEBUTUHAN RUANG

Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 – 110 m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.

3. PERALATAN MEDIS & NON MEDIS

Peralatan Medis dan Non Medis akan disesuaikan dengan Kapasitas dan Jenis Layanan dari Rumah Sakit tersebut.

4. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefisien dan seefektif mungkin agar menjadikan suatu Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit yang optimal.

5. ORGANISASI & URAIAN TUGAS

Organisasi dan Uraian Tugas akan disusun sesuai dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

BAB VI ANALISIS KEUANGAN

Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan diinvestasikan. Dengan demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin akan diperoleh.

Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:

1. Rencana Investasi dan Sumber Dana

2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya

3. Proyeksi Cash Flow

4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present Value (NPV)

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN

7.1. KESIMPULAN Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4 sudut pandang, yaitu analisis situasi, analisis permintaan, analisis kebutuhan dan analisis keuangan.

1. Analisis Situasi

Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai suatu kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi, Geografi, Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan aspek internal terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi, SDM Kesehatan di RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan

2. Analisis Permintaan

Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan (weakness) dan mengatasi ancaman (threat).

3. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.

Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis & non medis, SDM, organisasi & uraian tugas.

4. Analisis Keuangan

Mengetahui secara keseluruhan analisis keuangan dari segi :

a. Rencana Investasi dan Sumber Dana

b. Proyeksi Pendapatan dan Biaya

c. Proyeksi Cash Flow

d. Analisis Keuangan : BEP, Internal Rate of Return, dan Net Present Value

7.2. REKOMENDASI

Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

BAB VIII PENUTUP

8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.

8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

PEDOMAN PENYUSUNANRENCANA INDUK (MASTER PLAN)

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN 11.1 Umum 1 Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)1.2 Maksud dan Tujuan 21.3 Ruang Lingkup 21.4 Pengertian 4

BAB - II PERSIAPAN 5

2.1. Pengumpulan Data Primer 52.2. Pengumpulan Data Sekunder 5

BAB - III ANALISIS KONDISI UMUM 9

3.1. Aspek Eksternal 93.2. Aspek Internal 11

BAB - IV MASTER PROGRAM 12 BAB - V PROGRAM FUNGSI 14

5.1. Aktivitas Kerja 145.2. Hubungan Fungsional 155.3. Pengelompokan/ Zonasi 165.4. Pola Sirkulasi Kegiatan Rumah Sakit 165.5. Kebutuhan Pembiayaan 19

BAB - VI RENCANA BLOK BANGUNAN DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT 20

6.1. Perencanaan Blok Plan 206.2. Perencanaan Konsep Utilitas 20

BAB - VII RENCANA INDUK/ MASTER PLAN RS 21 BAB - VIII PENUTUP 22

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.

Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan/ Feasibility Study.

Rencana ini selanjutnya akan disusun dalam suatu Kajian berupa Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan yang menggambarkan Rencana Pembangunan dan atau Pengembangan serta Rencana Pentahapan Pelaksanaannya yang dilihat dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan serta utuh sebagai satu kesatuan Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah Sakit.

Pembangunan Fasilitas Sarana Prasarana Rumah Sakit diperlukan adanya suatu perencanaan yang terpadu secara keseluruhan dalam jangka waktu maksimal 20 tahun mendatang dan dapat dilakukan pengkajian ulang sesuai kebutuhan, yang walaupun dilaksanakan secara bertahap perencanaan ini akan menjadi dasar acuan penyusunan perencanaan detail desain bangunan Rumah Sakit tersebut, yang selanjutnya akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi fisik guna memperoleh hasil yang maksimal nantinya dalam satu kesatuan yang terpadu dan berkesinambungan.

Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah salah satu tahapan atau bagian dari pekerjaan yang dilakukan pada Tahap Awal Pekerjaan Perencanaan dan Perijinan, yang disusun

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

dengan berdasarkan hasil Studi Analisis terhadap Kondisi Potensi, Kebijakan dan Batasan yang ada sehingga dapat dihasilkan suatu perencanaan Rencana Induk/ Master Plan yang terintegrasi.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam menyusun rencana secara keseluruhan yang berkesinambungan dan terpadu untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya sebagai Rumah Sakit yang terus berkembang dalam peningkatan layanannya secara terinci dalam tahapan-tahapan pengadaan sumber daya manusia, pembiayaan, maupun prasarana dan sarana fisik bangunannya, yang tersusun dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan ini meliputi Pembahasan Kecenderungan Eksternal dan Internal, Master Program, Program Fungsi, Rencana Block Plan dan Konsep Utilitas serta Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Rumah Sakit dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan, yang Tahapan prosesnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

PROSES PENYUSUNAN MASTER PLAN

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.4. PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

1.4.2. Rencana Induk/ Master Plan

Rencana dan langkah-langkah dari tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan mengembangkan Rumah Sakit.

1.4.3. Rencana Blok (Block Plan)

Peletakan massa-massa bangunan dengan bentuk rencana atapnya yang ditempatkan pada permukaan suatu tapak, dimana konsep tata letak memperhatikan hubungan (pola aktifitas) antar massa bangunan tersebut.

1.4.4. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi

Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).

1.4.5. Zonasi

Membagi wilayah/area , gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan pemeliharaan.

1.4.6. Studi Kelayakan

Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu Rumah Sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

BAB II PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah suatu Tahapan pekerjaan dimana dilakukan Kompilasi Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data, yang terdiri dari Data Primer maupun Data Sekunder. Pengumpulan Data untuk penyusunan Rencana Induk Pembangunan Rumah Sakit Baru dan Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER

Pengumpulan Data Primer, dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung/ pengamatan lapangan sehingga akan didapat informasi atau data secara visual pada wilayah perencanaan. Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab kepada Instansi terkait, Pihak yang berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan Masyarakat Umum selaku Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara yang dilakukan terbuka, dimana pengambilan data tidak terpatok hanya pada kuesioner saja namun dapat dikembangkan secara lisan dengan responden.

Secara garis besar data yang didapat dari Data Primer adalah :

1. Kondisi Lahan/ Lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan sebagai Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah Sakit.

2. Informasi lainnya yang terkait dengan rencana dari Manajemen Rumah Sakit.

3. Informasi keinginan masyarakat sekitar terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

Pengumpulan Data Sekunder, dilakukan dengan mendatangi masing-masing Instansi terkait sesuai dengan Data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika pada salah satu Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau sedang digunakan untuk keperluan lain maka Data dapat mencari pada instansi lain yang terkait sesuai dengan kebutuhan data tersebut.

Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan data-data:

2.2.1. Data Dalam/Internal dari Rumah Sakit

1. Data Kesehatan

- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Rumah Sakit

- Angka Kematian (Mortalitas) pada Rumah Sakit.

- Angka Kelahiran

- Angka Pasien Rujukan

- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap di Rumah Sakit

- Jumlah Pasien Rawat Jalan pada Rumah Sakit

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

- Jumlah Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit

- Jumlah Hari Rawat pada Rumah Sakit

- Angka Rata-rata Hari Rawat di Rumah Sakit secara keseluruhan

- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit

- Jumlah dan jenis Tenaga Dokter pada Rumah Sakit

- Jumlah Tenaga Paramedik Perawatan di Rumah Sakit

- Jumlah Tenaga Peramedik Non Perawatan di Rumah Sakit

- Jumlah Tenaga Non medik di Rumah Sakit

- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik di Rumah Sakit

- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik di Rumah Sakit

- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit

2. Data Lokasi

- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan rencana pengembangannya

- Bentuk dan Luas Lahan dan Lantai Bangunan yang ada serta rencana perluasannya

- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan Pemerintah Daerah setempat pada Lahan yang ada dan sekitarnya

- Batas lokasi lahan sebelah Utara/ Selatan/ Timur/ Barat atau Depan/ Belakang/ Kiri/ Kanan lokasi Lahan

- Jaringan Listrik, Air Minum, Telepon, Air Kotor / Limbah, Pemadam Kebakaran, Jaringan Gas dan Pembuangan Sampah

- Data Penggunaan dan Ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan Bangunan yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan)

3. Data Studi Terdahulu

- Studi Kelayakan Rumah Sakit terdahulu yang masih berlaku

- Rencana Bisnis atau Rencana Strategi Rumah Sakit

2.2.2. Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan

1. Data Kesehatan

a. Angka Kesehatan (Morbiditas) penyakit utama Rawat Jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit

b. Angka Kesakitan (Morbilitas) penyakit utama Rawat Inap di Puskesmas dan Rumah Sakit

c. Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan tempat tidur dan Puskesmas Keliling

d. Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan Puskesmas Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja

e. Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta

f. Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

g. Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit

h. Jumlah dan Jenis Tenaga Dokter Umum dan Spesialis di wilayah kerja

i. Jumlah Tenaga Para Medik Perawatan, Para Medik Non Perawatan dan Tenaga Non Medik diwilayah kerja

2. Data Keadaan Lingkungan Sekitar

a. Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.

b. Utilitas Bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki Jaringan Telepon, Listrik, Air Bersih dan Saluran Pembuangan serta data kondisinya.

c. Kondisi Topografi wilayah perencanaan.

d. Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).

e. Iklim dan Cuaca setempat diwilayah ini.

3. Data Kesehatan Kota/Kabupaten

a. Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi

b. Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah

c. Pola penyakit Kota/ Kabupaten

4. Data Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan Pemerintah Setempat

a. Kebijakan dan Pedoman terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit

b. Peruntukan Tanah diwilayah setempat

c. Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:

1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)

2) Jarak bebas Bangunan

3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)

4) Tinggi maksimal lantai bangunan

5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)

6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)

5. Data Demografi

a. Luas Wilayah

b. Jumlah Penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dll

c. Angka Kepadatan

d. Laju Pertumbuhan Penduduk

6. Data Sosial Dan Budaya

a. Agama

b. Peranan Masyarakat

c. Suku Bangsa

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7. Data Ekonomi

a. Mata Pencarian

b. Tingkat Pendapatan

c. Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)

d. Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

BAB III ANALISIS KONDISI UMUM

Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah melakukan analisiis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal maupun aspek Internal sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan rumusan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit, yang disebut Perumusan Kecenderungan atau Master Program.

Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada walaupun di dalam Analisis Situasi pada Studi Kelayakan telah dilakukan, dan hasil dari Analisis Kondisi Umum pada penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah untuk perumusan Master Program.

Untuk menganalisis Aspek Ekternal dan Aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting, kecuali data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.

Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis Kondisi Umum diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan Rumah Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. ASPEK EKSTERNAL

Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.

1. Kebijakan

Melakukan Kajian berupa menganalisis Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan, baik Kebijakan dan Pedoman yang terkait dengan pembangunan baru atau pengembangan suatu Rumah Sakit dari berbagai aspek ekternal maupun peraturan-peraturan Pemerintah Daerah setempat dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.

2. Geografi

Letak Rumah Sakit secara geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap kondisi wilayah disebelah utara, selatan, barat dan timur beserta kondisi sarana prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan, pendidikan, aksesibilitas dll, merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan dibangun maupun melakukan pengembangan peningkatan Layanan Kesehatan Rumah Sakit.

3. Demografi

Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit tersebut. Untuk melihat kecenderungan Demografi perlu diproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi Demografi yang dimaksud berupa proyeksi:

a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.

b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.

c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Sosial Ekonomi dan Budaya

a. Sosial Ekonomi

Pada Kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian penduduk dan perekonomian daerah terkait, berupa proyeksi:

1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata pencaharian

2) Jumlah penduduk secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan

3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.

4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.

b. Sosial Budaya

Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.

5. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan

Kajian terhadap ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Bidang Kesehatan pada wilayah dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan dalam membuat suatu Layanan Kesehatan Rumah Sakit terutama dikaitkan dengan Layanan Unggulan.

Ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang Kesehatan antara lain :

a. Tenaga medis dan penunjang medis

b. Tenaga keperawatan

c. Tenaga kefarmasian

d. Tenaga manajemen Rumah Sakit

e. Tenaga nonkesehatan

6. Derajat Kesehatan

Derajat kesehatan dalam penyusunan Rencana Induk/ Master Plan perlu dilakukan Kajian, dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu sehingga dalam menyiapkan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan di wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.

Kajian Derajat Kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Angka Kematian

b. Angka Kelahiran

c. Angka Kesakitan

d. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan

e. Jumlah Tempat Tidur tersedia

f. Indikator Kinerja Rumah Sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

3.2. ASPEK INTERNAL

Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat melaksanakan operasional secara berkesinambungan dengan mengantisipasi ancaman yang kemungkinan terjadi, serta melihat kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.

1. Bangunan Kesehatan

Kajian bangunan kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal pangsa pasar serta pola tarif di wilayah tertentu.

2. Pola Penyakit Di Rumah Sakit

Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederunagn Pola Penyakit yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan kencenderungan Pola Penyakit guna menentukan Unggulan Layanan Kesehatan Rumah Sakit serta penyiapan Fasilitas Sarana dan Prasarananya.

3. Teknologi

Kajian terhadap kemajuan Teknologi berupa Peralatan Kesehatan/ Sumber Daya Alat (SDA) yang terus menerus mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap Layanan Kesehatan serta kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.

4. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit

Kajian terhadap Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Rumah Sakit dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit terhadap Jenis Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segmentasi dan posisioning dari Rumah Sakit tersebut.

5. Organisasi

Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap kegiatan operasional Rumah Sakit yang berdampak kepada kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk organisasi akan disesuaikan dengan jenis layanan dan tipe Rumah Sakit.

6. Kinerja dan Keuangan

Kondisi kinerja Rumah Sakit dan kondisi keuangan Rumah Sakit berupa pendapatan dan pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana pengembangan Rumah Sakit tersebut.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB IV MASTER PROGRAM

Dalam melaksanakan pembangunan baru atau pengembangan suatu Layanan Kesehatan Rumah Sakit, tentunya dilakukan dengan melalui berbagai macam tahapan baik mulai dari Studi Kelayakan, Studi Lingkungan, Penyusunan Master Plan, Perencanaan Fisik hingga Pelaksanaan Pembangunan Fisik. Pada Tahap Awal Studi yang telah dilakukan adalah Penyusunan Studi Kelayakan (;Feasibility Study) Rumah Sakit, dimana pada tahap ini telah dapat menentukan Master Program Rumah Sakit. Namun Master Program juga dapat ditentukan melaui Analisis Kondisi Umum yang dilakukan pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini.

Master Program merupakan perumusan kecenderungan Rumah Sakit yang menggambarkan secara umum Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan dapat diberikan kepada masyarakat.

Hasil Studi Kelayakan ataupun Analisis Kondisi Umum pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini sangat menentukan Master Program berupa perumusan kecederungan karena telah mengkaji seluruh aspek baik Aspek Eksternal yaitu yang telah memberi gambaran mengenai segmentasi baik dari aspek geografi, demografi, sosesbud, derajat kesehatan dan ketenagakerjaan serta Aspek Internal yang memberikan gambaran mengenai kondisi Rumah Sakit dilihat dari aspek lahan, lokasi, SDM dan organisasi, Teknologi hingga kemampuan dari Pendanaan/ Pembiayaan.

Master Program dalam Rencana Induk/ Master Plan, dapat terdiri dari:

1. Jenis Layanan dan Unggulan Rumah Sakit

Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa Pelayanan Medik dan Perawatan, Penunjang Medik dan Operasional, Penunjang Umum dan Administrasi. Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu Layanan Unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.

2. Penetapan Kelas Rumah Sakit

Penetapan Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga dapat memperoleh gambaran Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Layanan Kesehatan yang akan dilakukan, atau klasifikasi kelas Rumah Sakit sesuai dengan Jenis layanannya serta kesiapan SDM yang dimiliki dan Fasilitas Sarana dan Prasarana yang akan disediakan (al. Bangunan, Peralatan dan Jumlah Tempat Tidur/ TT).

3. Kapasitas Tempat Tidur/ TT dan Klasikfikasi Kelas Perawatan

Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh Rumah Sakit tersebut. Perkiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal 1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000 orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

4. Perhitungan SDM dan Struktur Organisasi

Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefektif mungkin agar menjadikan suatu Manajemen Rumah Sakit yang baik. Dalam membentuk suatu Struktur Organisasi dan uraian tugas akan disusun sesuai dengan klasifikasi kelas Rumah Sakit dan Standar atau Ketentuan yang berlaku.

5. Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit

Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit akan desesuaikan dengan Jenis dan Kapasitas Layanan serta Aktifitas yang akan diberikan oleh Rumah Sakit kepada masyarakat. Perhitungan besaran ruangan masing-masing ruangan pada bangunan berdasarkan fungsi akan dihitung sesuai dengan standar Arsitektur serta Pedoman Teknis di Bidang Sarana dan Prasarana Rumah Sakit. Secara perhitungan kasar Standar Luas Lantai Bangunan total Rumah Sakit dapat dihitung sebesar 80 – 110 m2 / TT.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB V PROGRAM FUNGSI

Program Fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari Master Program atau Perumusan Kecenderungan Rumah Sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada Rumah Sakit, berupa :

5.1. AKTIVITAS KERJA

Aktivitas Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh Kinerja Rumah Sakit. Aktivitas Rumah Sakit dapat dipengaruhi oleh penempatan fungsi-fungsi ruangan yang harus berkaitan atau berhubungan dengan akses yang mudah dan cepat antara fungsi-fungsi yang berkaitan.

Secara umum Pola akitifitas di Rumah Sakit terdiri dari aktivitas-aktivitas:

1. Dalam Bangunan Rumah Sakit

Pola aktivitas dan sirkulasi yang terbentuk dari adanya pergerakan yang timbul dari kegiatan - kegiatan yang berlangsung di dalam bangunan Rumah Sakit, yang terdiri atas kegiatan perawatan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, Administrasi dan rekam medik, servis dan utilitas, serta pelayanan perawatan gawat darurat, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pola yang terbentuk dari adanya kegiatan Pelayanan Medis baik alur pasien, Tenaga Medis dan Penunjang Medis, Tenaga Non Medis serta Pengunjung atau Pengantar/ Keluarga pasien serta alur peralatan.

b. Pola sirkulasi aktivitas seluruh kegiatan Rumah Sakit dengan pengaturan alur tersebut diatas memenuhi ketentuan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit.

c. Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis yang terbentuk akibat adanya kegiatan Medis dan penunjangnya.

d. Pelayanan dan Asuhan Keperawatan yang terbentuk adanya kegiatan Tenaga, Peralatan Medis dan Non Medis, Pasien dan keluarganya serta pengunjung lainnya pada rawat Jalan dan Rawat Inap.

e. Pelayanan Rujukan yang terbentuk akibat adanya persyaratan dari yang melakukan perujukan terhadap Rumah Sakit dalam pelayanan Medis dan Non Medis

f. Pelaksanaan Administrasi Umum dan Keuangan terjadi dengan adanya kegiatan Administrasi Umum dan Keuangan guna tercapainya Tertib Administrasi dan percepatan pelayanan, dimana terjadi kegiatan petugas, pasien dan keluarganya serta berkas/ file.

2. Luar Bangunan Rumah Sakit

Pola aktifitas yang terbentuk dari adanya kegiatan-kegiatan yang terjadi di luar bangunan Rumah Sakit, yang terdiri atas pergerakan kendaraan: pengunjung, pasien rawat jalan dan rawat inap, dokter/ staf Rumah Sakit, servis dan gawat darurat. Selain itu faktor yang mempengaruhi aktifitas di luar bangunan adalah ketersediaan sarana parkir untuk Pasien, pengunjung, dokter/ staf Rumah Sakit dan Servis, pola pengiriman barang dan servis, dan aktifitas unit gawat darurat terutama yang dikaitkan dengan pola sirkulasi dan perletakan titik pencapaian/ pintu keluar masuk agar tidak saling silang menggangu antar kegiatan dan jelas serta mudah pencapaiannya, dapat diuraikan sebagai berikut:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

a. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun ambulans.

b. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien yang berjalan kaki.

c. Pola yang terbentuk dari jumlah pengunjung yang harus setara dengan penyediaan fasilitas parkir.

d. Pola yang terbentuk dari adanya aktifitas staf/karyawan Rumah Sakit yang dalam pelaksanaannya membutuhkan fasilitas parkir.

e. Menyediakan fasilitas yang aksesibel.

f. Mengendalikan pertambahan dan penurunan jumlah pegawai berkaitan dengan ketersediaan parkir.

g. Pengiriman barang kebutuhan operasional Rumah Sakit.

h. Pola aktifitas pasien rawat jalan.

Rencana Pola Aktifitas Dalam Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari masing-masing pihak dan persyaratan bangunan dan prasarananya. Konsep dasar untuk pengelompokkan dan pola aktifitas di Rumah Sakit adalah dengan cara menyusun sistem Zonasi berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, zonasi berdasarkan pelayanan yang saling berkaitan dan saling mendukung untuk menghasilkan Pelayanan Kesehatan yang memenuhi persyaratan Medis dan Lingkungan serta aman, nyaman dan mudah bagi pengguna Rumah Sakit.

Masalah yang dapat terjadi dari pola aktifitas ini adalah kejelasan Pintu Utama, Pintu IGD dan Pintu Servis Rumah Sakit yang dibuat secara terpisah dengan mengutamakan keamanan dan fungsinya. Selain itu pengelompokan aktifitas tetap harus memperhatikan perletakannya agar kegiatan dapat dilakukan dengan cepat dan nyaman bagi pelaku dan penerima layanan, disamping persyaratan dari lokasi dan lingkungan lokasinya.

Rencana Pola Aktifitas Luar Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan prasarananya serta lingkungan sekitar lokasi/lahan. Pengelompokan kegiatan dari masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan prasarananya serta lingkungan pada lokasi lahan dikelompokan atas: Bangunan Utama Rumah Sakit, Bangunan Sarana Prasarana Penunjang dan Pelayanan Rumah Sakit serta Jalan, Parkir dan Taman. Perletakannya perlu mendapat perhatian terhadap Jalan Raya dan kondisi lingkungan sekitarnya di sekeliling lokasi dari faktor keamanan dan kemudahan serta pencemaran lingkungan.

5.2. HUBUNGAN FUNGSIONAL

Hubungan Fungsional Rumah Sakit adalah hubungan antar Fungsi kegiatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang saling berkaitan satu sama lain guna menghasilkan pelayanan yang sesuai dengan standar dan dengan memperhatikan faktor efisiensi dan efektifitas dalam segala bidang. Rencana Fisik Bangunan dari sebuah Rumah Sakit pada dasarnya menjelaskan segala hal yang terkait dengan upaya penetapan lokasi kerja setiap unit pekerjaan dalam bentuk Rencana Zonasi / Rencana Kelompok Peruntukan Ruang dan atau Rencana Blok Bangunan Rumah Sakit sesuai dengan luasan lantai dan fungsinya bangunan guna memenuhi kebutuhan utama dan penunjangnya.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.3. PENGELOMPOKKAN/ ZONASI

Pengelompokkan/ zonasi rumah sakit pengkategoriannya yaitu zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.

(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari:

area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.

area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.

area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.

area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patologi.

(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :

area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).

area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.

area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.

(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :

Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank Darah).

Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).

Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

5.4. POLA SIRKULASI KEGIATAN RUMAH SAKIT

Pada dasarnya jalur sirkulasi adalah jalur yang menjadi titik hubung antara satu pola aktifitas dengan aktifitas lainnya, baik itu kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang medis dan administrasi.

Sirkulasi dalam Bangunan, kemudahan dalam mencapai lokasi layanan perlu mendapatkan perhatian sepenuhnya baik secara horizontal maupun vertikal secara langsung maupun tidak langsung dengan pemakaian petunjuk arah yang dapat membantu. Terjadi sirkulasi silang antara

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

fungsi-fungsi di dalam bangunan tidak terjadi dengan baik, untuk pemecahan masalah sirkulasi di dalam bangunan dapat diatasi dengan cara pengelompokan fungsi secara baik dan teratur.

Kondisi sirkulasi di luar bangunan dilihat dari besaran, kenyamanan, dan pencapaian serta jarak pencapaian antar fungsi perlu diatur dengan baik untuk pejalan kaki, maupun untuk kendaraan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya konflik sirkulasi pencapaian ke dalam fungsi layanan.

Fungsi-fungsi layanan tertentu memerlukan akses cepat dan mudah ditemukan sehingga perlu dipertimbangkan :

- Peletakkan pintu dan besarannya.

- Tata letak fungsi bangunan, jarak antar massa bangunan dan luasannya.

- Pengaturan sirkulasi, jarak, dan besaran baik untuk pejalan kaki dan kendaraaan.

- Jarak Pencapaian dari halte kendaraan umum menuju ke pintu utama lokasi Rumah Sakit harus dekat dan aman bagi pejalan kaki.

Perencanaan jalur sirkulasi dari dan menuju bangunan harus memperhatikan hal sebagai berikut:

- Mencegah terjadinya sirkulasi silang

- Pintu Masuk Utama harus mudah terlihat dan dicapai.

- Tersedia fasilitas parkir yang memadai dan parkir khusus bagi penyandang cacat.

- Pintu Masuk RS minimal 3 pintu, yaitu pintu utama, pintu khusus ke Instalasi Gawat Darurat dan pintu ke area servis.

Komponen-komponen yang membentuk jalur sirkulasi dalam dan luar bangunan, yaitu:

1. Akses Horisontal yaitu Koridor/Selasar, terdiri dari koridor/Selasar yang beratap dan tidak yang harus dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya, khusus untuk lantainya digunakan material bangunan yang tidak licin. Koridor/ Selasar juga harus mempertimbangkan aksesibilitas untuk evakuasi, orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat. Ukuran koridor/selasar yang aksesibilitas minimal 2,4 meter.

2. Akses Vertikal

a. Tangga

Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai.

Persyaratan tangga adalah sebagai berikut :

(1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.

(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.

(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom

(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.

(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

b. Ramp

Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift). Persyaratan ramp adalah sebagai berikut :

(1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).

(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.

(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda/ stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.

(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.

(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

c. Lift (;elevator)

Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. Persyaratan lift adalah sebagai berikut :

(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.

(2) Lift penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.

(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lift harus tersedia lift kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).

(5) Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran/lift penumpang biasa/lift barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.5. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN

Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan pembangunan Rumah Sakit diperhitungkan dengan rincian item pembiayaan sebagai berikut:

1. Biaya Jasa Konsultansi

- Biaya Penyusunan Studi Kelayakan, Rencana Induk dan UPL/UKL

- Biaya Perencanaan Konstruksi Bangunan (DED)

- Biaya Pengawasan/Manajemen Konstruksi Pembangunan Konstruksi Fisik

2. Biaya Pembangunan/Renovasi Bangunan

- Persiapan

- Pekerjaan Standar

- Pekerjaan Non Standar

3. Biaya Furnitur dan Peralatan Kesehatan

4. Biaya Manajemen Proyek, Perizinan dan Pra Operasional

- Pengadaan dan Penyiapan SDM

- Operasional Awal

- Perijinan-perijinan

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VI RENCANA BLOK BANGUNAN

DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT

6.1. PERENCANAAN BLOK PLAN

Perencanaan Blok Plan Rumah Sakit di rencanakan secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit mendatang atas dasar jenis layanan, jumlah SDM, Struktur Organisasi, Kapasitas TT, kelas Rumah Sakit yang telah dihitung dalam peritungan kebutuhan luas ruang bangunan Rumah Sakit dengan mempertimbangkan pedoman serta kebijakan Daerah setempat.

Perencanaan Blok Plan secara keseluruhan ini dapat dibangun secara bertahap sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan Sumber Daya (Keuangan, Manusia dan Peralatan) yang tersedia.

6.2. PERENCANAAN KONSEP UTILITAS

Kebutuhan Pelayanan Jaringan Utilitas bagi kawasan Rumah Sakit merupakan suatu keharusan, karena keberadaannya akan sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan Rumah Sakit. Kebutuhan Jaringan Utilitas di kawasan Rumah Sakit ini meliputi:

- Air bersih

- Telepon/Komunikasi

- Listrik

- Gas

- Saluran drainase

- Saluran pembuangan air kotor dan limbah

- Tempat pembuangan sampah

- Pemadam kebakaran

Rencana penataan jaringan utilitas di kawasan Rumah Sakit pada dasarnya mengikuti pola jaringan yang telah ada. Penyediaan ini akan berkaitan langsung dengan beberapa instansi yang berwenang menangani permasalahan ini. Secara teknis, pembangunan jaringan utilitas tersebut dilakukan secara hirarkis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

BAB VII RENCANA INDUK/ MASTER PLAN

RUMAH SAKIT

Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini adalah bagian utama dari Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit, karena pada bagian ini akan didapat bagaimana rencana dan langkah-langkah dari tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan mengembangkan Rumah Sakit dari aspek-aspek penentunya.

Perencanaan dan Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini diuraikan dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit yang mencakup aspek-aspek penentunya, yaitu:

1. Rencana Pentahapan Penyediaan Fisik Rumah Sakit

2. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Manusia/ SDM Rumah Sakit

3. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Alat/ SDA Rumah Sakit

4. Rencana Pentahapan Penyediaan Pembiayaan Pembangunan Rumah Sakit

Yang disusun dengan mengkaitkannya kepada kesiapan dana/ keuangan/ pembiayaan dan target waktu serta sasaran Rencana Strategi dan Rencana Bisnis yang akan dicapai.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VIII PENUTUP

8.1 Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta penyesuaian Pedoman Master Plan Rumah Sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.

8.3 Dalam penyusunan Master Plan Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

PEDOMAN BANGUNAN DAN PRASARANARUMAH SAKIT KELAS B

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

Kata Pengantar

Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. Dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas. Dalam rangka mencapai kualitas dan kemampuan pelayanan medis pada Rumah Sakit Kelas B ini, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana rumah sakit yang terencana, baik dan benar. Oleh karena itu lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (gedung),dan prasarana rumah sakit kelas B.

Rumah sakit harus memenuhi, persyaratan teknis sarana dan prasarana rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan secara paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus direncanakan sesuai dengan standard dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut fisik gedung/ bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang membuat sarana tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain.

Persyaratan rumah sakit disarankan memenuhi kriteria pemilihan lokasi rumah sakit dengan mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi masyarakat, aksesibilitas dan luas lahan untuk bangunan rumah sakit; serta persyaratan teknis lainnya.

Persyaratan teknis sarana rumah sakit meliputi persyaratan atap, langit-langit, dinding, lantai, struktur dan konstruksi, pintu dan toilet.

Persyaratan teknis prasarana rumah sakit meliputi persyaratan, ventilasi, listrik, air bersih, drainase, pengolahan limbah, sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, sistem komunikasi, sistem tata suara, pencahayaan, sistem gas medis, sarana transportasi vertikal (ramp dan tangga serta lift),dan sebagainya.

Penyusunan “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B“ ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan setingkat rumah sakit kelas B, para pengelola rumah sakit, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai kesamaan persepsi mengenai fasilitas rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini.

Jakarta, Desember 2010 KEPALA PUSAT SARANA, PRASARANA DAN PERALATAN KESEHATAN Sukendar Adam DIM. M.Kes NIP. 195706191981031003

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiPendahuluan xi

BAGIAN - I KETENTUAN UMUM 1.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan 21.3 Pengertian 2

BAGIAN - II PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI RUMAH SAKIT KELAS B

2.1 Umum 52.2 Pengelompokan Area Fasilitas RS Kelas B 72.3 Alur Sirkulasi Pasien 82.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit 9

BAGIAN - III PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

3.1 Lokasi Rumah Sakit 663.2 Perencanaan bangunan rumah sakit 71

BAGIAN - IV PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT

4.1 Atap 744.2 Langit-langit 744.3 Dinding dan Partisi 744.4 Lantai 754.5 Struktur Bangunan 764.6 Pintu 814.7 Toilet (Kamar Kecil) 82

BAGIAN - V PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran 845.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah Sakit 855.3 Sistem Proteksi Petir 945.4 Sistem Kelistrikan 955.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC) 985.6 Sistem Pencahayaan 1005.7 Sistem Fasilitas Sanitasi 1015.8 Sistem Instalasi Gas Medik 1035.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran 1055.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit 1075.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam rumah sakit 1075.12 Sarana Evakuasi 1135.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat 1135.14 Sarana/Prasarana Umum 114

BAGIAN - VI PENUTUP 115

KEPUSTAKAAN 116DAFTAR TABELDAFTAR GAMBARLampiran – Gambar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 2.3 Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum

2 Gambar 2.4.1.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Jalan

3 Gambar 2.4.1.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Gawat Darurat

4 Gambar 2.4.1.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Inap

5 Gambar 2.4.1.4 Alur Kegiatan pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU)

6 Gambar 2.4.1.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Bedah Sentral (COT)

7 Gambar 2.4.1.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit

Kandungan (Obstetri dan Ginekologi)

8 Gambar 2.4.1.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Rehabilitasi Medik

9 Gambar 2.4.1.8 Alur Kegiatan pada Unit Hemodialisa

10 Gambar 2.4.2.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Farmasi

11 Gambar 2.4.2.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Radiodiagnostik

12 Gambar 2.4.2.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Laboratorium

13 Gambar 2.4.2.4 Alur Kegiatan pada Bank Darah/UTDRS

14 Gambar 2.4.2.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

15 Gambar 2.4.2.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan

Forensik.

16 Gambar 2.4.2.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)

17 Gambar 2.4.2.8 Alur Kegiatan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik

18 Gambar 2.4.2.9 Alur Kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).

19 Gambar 2.4.2.10 Alur Kegiatan pada Instalasi Sanitasi

20 Gambar 2.4.2.11 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemeliharaan Sarana

21 Gambar 2.4.3 Alur Kegiatan pada Area Penunjang Umum & Administrasi RS

22 Gambar 3.1.3.a Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola

Pembangunan Horisontal

23 Gambar 3.1.3.b Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola

Pembangunan Vertikal

24 Gambar 3.2.3-a Contoh gambar akses pintu masuk RS.

25 Gambar 3.2.3-b Contoh Model Aliran Lalu Lintas dalam RS.

26 Gambar 3.2.3-c Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site RS (Rencana Blok).

27 Gambar 4.6.1 Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap harus terbuka ke luar.

28 Gambar 4.7.2 Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

29 Gambar 5.11.1.a Tipikal ramp

30 Gambar 5.11.1.b Bentuk-bentuk ramp

31 Gambar 5.11.1.c Kemiringan ramp

32 Gambar 5.11.1.d Pegangan rambat pada ramp

33 Gambar 5.11.1.e Kemiringan sisi lebar ramp

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

34 Gambar 5.11.1.f Pintu di ujung ramp

35 Gambar 5.11.2.a Tipikal tangga

36 Gambar 5.11.2.b Pegangan rambat pada tangga

37 Gambar 5.11.2.c Desain profil tangga

38 Gambar 5.11.2.d Detail pegangan rambat tangga

39 Gambar 5.11.2.e Detail pegangan rambat pada dinding

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | ix

DAFTAR TABEL

1 Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Rawat Jalan.

2 Tabel 2.4.1.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Gawat Darurat.

3 Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Rawat Inap.

4 Tabel 2.4.1.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU).

5 Tabel 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Bedah Sentral (COT).

6 Tabel 2.4.1.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

7 Tabel 2.4.1.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

8 Tabel 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Unit Hemodialisa.

9 Tabel 2.4.1.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Radioterapi.

10 Tabel 2.4.1.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Kedokteran Nuklir.

11 Tabel 2.4.2.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Farmasi.

12 Tabel 2.4.2.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Radiodiagnostik.

13 Tabel 2.4.2.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Laboratorium.

14 Tabel 2.4.2.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Bank Darah/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit.

15 Tabel 2.4.2.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT).

16 Tabel 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik.

17 Tabel 2.4.2.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)

18 Tabel 2.4.2.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik.

19 Tabel 2.4.2.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).

x | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

20 Tabel 2.4.2.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan

Fasilitas pada Instalasi Sanitasi.

21 Tabel 2.4.2.11 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas pada Instalasi Pemeliharaan Sarana.

22 Tabel 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan

Fasilitas pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS.

23 Tabel 3.1.4 Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.

24 Tabel 5.5.2 Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

25 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

26 Tabel 5.9 Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

27 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | xi

Pendahuluan

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakt agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan : a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan

rumha sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;

Mengingat hal tersebut diatas, maka suatu pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit harus memiliki suatu standar acuan ditinjau dari segi sarana fisik bangunan, serta prasarana atau infrastruktur jaringan penunjang yang memadai.

Dalam rangka memenuhi suatu standar acuan tersebut diperlukan suatu pedoman perencanaan rumah sakit yang memadai, salah satunya adalah “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B ”, agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit kelas B.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAGIAN – I KETENTUAN UMUM

1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakt agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan : a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; Undang-undang tentang bangunan gedung nomor 28 tahun 2002 juga menyebutkan bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, maka perlu diperhatikan keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Pengkategorian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU) yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit, sedangkan rumah sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu jenis penyakit tertentu berdasarkan ke khususannya. Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas, lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (bangunan) dan prasarana (utilitas) rumah sakit kelas B. Pedoman ini di susun sebagai panduan teknis penyelenggaraan bangunan gedung rumah sakit kelas B yang merupakan perkembangan dari pedoman teknis bangunan gedung rumah sakit kelas C, ini membahas tentang persyaratan umum bangunan rumah sakit kelas B, persyaratan teknis sarana rumah sakit kelas B, persyaratan teknis prasarana rumah sakit kelas B, dan uraian bangunan rumah sakit kelas B. Dari pembahasan pedoman ini diharapkan dapat memberikan arahan, referensi cara-cara pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit kelas B, yang diperlukan oleh investor, pemilik rumah sakit, pemberi ijin rumah sakit.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.2 Tujuan

Tujuan umum dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :

Sebagai pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit kelas B

Tujuan khusus dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :

1. Menjadi pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang tata cara pengembangan dan perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B

3. Meningkatkan pengetahuan bagi manajemen RS dalam pengambilan keputusan pada pemilihan tata letak pengembangan dan perencanaan pengembangan dan perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B.

1.3 Pengertian. 1.3.1 Bangunan gedung.

Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

1.3.2 Rumah sakit. Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

1.3.3 Rumah sakit umum.

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.

1.3.4 Pembangunan rumah sakit pola horisontal.

Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa-massa bangunan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya secara lateral, sehingga pola pergerakan aktifitas umumnya adalah secara horisontal. Pengembangan rumah sakit pola horisontal membutuhkan luas lahan yang besar.

1.3.5 Pembangunan rumah sakit pola vertikal. Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa bangunan bertingkat, sehingga pola pergerakan aktifitas umumnya adalah secara vertikal. Pengembangan rumah sakit pola vertikal umumnya dilaksanakan pada daerah dengan lahan yang terbatas dan/ harga tanahnya relatif mahal.

1.3.6 Rumah sakit umum kelas B.

rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

1.3.7 Rumah sakit umum kelas B Non Pendidikan. Rumah sakit umum kelas B yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal di bidang kesehatan.

1.3.8 Rumah sakit umum kelas B Pendidikan.

Rumah sakit umum kelas B yang menyelenggarakan pendidikan formal di bidang kesehatan.

1.3.9 Fasilitas. Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.

1.3.10 Sarana.

Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba oleh panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.

1.3.11 Prasarana.

Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.3.12 Instalasi Rawat Jalan. Fasilitas yang digunakan sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan.

1.3.13 Instalasi Gawat Darurat. Fasilitas yang melayani pasien yang berada dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya yang membutuhkan pertolongan secepatnya.

1.3.14 Instalasi Rawat Inap.

Fasilitas yang digunakan merawat pasien yang harus di rawat lebih dari 24 jam (pasien menginap di rumah sakit).

1.3.15 Instalasi Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU).

Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan sakit berat sesudah operasi berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan pemantauan secara intensif dan tindakan segera.

1.3.16 Instalasi Kebidanan dan penyakit kandungan.

Fasilitas menyelenggarakan kegiatan persalinan, perinatal, nifas dan gangguan kesehatan reproduksi.

1.3.17 Instalasi Bedah.

Suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan/operasi secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.

1.3.18 Instalasi Farmasi.

Fasilitas untuk penyediaan dan membuat obat racikan, penyediaan obat paten, serta memberikan informasi dan konsultasi perihal obat.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.3.19 Instalasi Radiodiagnostik. Fasilitas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien dengan menggunakan energi radioaktif dalam diagnosis dan pengobatan penyakit.

1.3.20 Instalasi Radioterapi. Fasilitas pelayanan pengobatan pasien dengan penggunaan partikel atau gelombang berenergi tinggi seperti sinar gamma, berkas elektron, foton, proton dan neutron untuk menghancurkan sel kanker.

1.3.21 Instalasi Kedokteran Nuklir. Fasilitas yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta penelitian dengan memanfaatkan materi radioaktif yaitu menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed’).

1.3.22 Unit Hemodialisa Fasilitas tempat pasien cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.

1.3.23 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/ Central Supply Sterilization Departement) Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterile Supply Department = CSSD). Fasilitas untuk mensterilkan instrumen, linen, bahan perbekalan.

1.3.24 Instalasi Laboratorium.

Fasilitas kerja khususnya untuk melakukan pemeriksaan dan penyelidikan ilmiah (misalnya fisika, kimia, higiene, dan sebagainya)

1.3.25 Instalasi Rehabilitasi Medik.

Fasilitas pelayanan untuk memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh dan mental pasien setinggi mungkin sesudah kehilangan/ berkurangnya fungsi tersebut.

1.3.26 Instalasi Diagnostik Terpadu. Fasilitas diagnostik kondisi medis organ tubuh pasien.

1.3.27 Bagian Administrasi dan Manajemen Suatu unit dalam rumah sakit tempat melaksanakan kegiatan administrasi pengelolaan/ manajemen rumah sakit serta tempat melaksanakan kegiatan merekam dan menyimpan berkas-berkas jati diri, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan dan pengobatan pasien yang diterapkan secara terpusat/sentral.

1.3.28 Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Forensik. Fasilitas untuk meletakkan/menyimpan sementara jenazah sebelum diambil oleh keluarganya, memandikan jenazah, pemulasaraan dan pelayanan forensik.

1.3.29 Instalasi Gizi/Dapur.

Fasilitas melakukan proses penanganan makanan dan minuman meliputi kegiatan; pengadaan bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan-minuman.

1.3.30 Instalasi Cuci (Laundry).

Fasilitas untuk melakukan pencucian linen rumah sakit. 1.3.31 Bengkel Mekanikal dan Elektrikal (;Workshop)

Fasilitas untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan ringan terhadap komponen-komponen Sarana, Prasarana dan Peralatan Medik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

BAGIAN – II PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI

RUMAH SAKIT KELAS B

2.1 Umum Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan kekhususannya. Klasifikasi Rumah Sakit Umum adalah pengelompokan Rumah Sakit Umum berdasarkan perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas A, B, C dan D. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis Penyakit Dalam, Obstetri dan ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak. Pelayanan Spesialis Penunjang adalah pelayanan medik Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik. Pelayanan Medik Spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan, Mata, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut, Jantung, Paru, Bedah Syaraf, Ortopedi. Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan Medik Sub Spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan Pelayanan Medik

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Sub Spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya. Kriteria, fasilitas dan kemampuan RSU Kelas B meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, Pelayanan Medik Spesialis dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan medik subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik. Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan meliputi: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik. Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut, konservasi / endodonsi, dan periodonti. Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/linen, Dapur Utama, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Pemeliharaan Fasilitas, Sistem Fasilitas Sanitasi (Pengadaan Air Bersih, Pengelolaan Limbah, Pengendalian Vektor, dll), Sistem Kelistrikan, Boiler, Sistem Penghawaan dan Pengkondisian Udara, Sistem Pencahayaan, Sistem Komunikasi, Sistem Proteksi Kebakaran, Sistem Instalasi Gas Medik, Sistem Pengendalian terhadap Kebisingan dan Getaran, Sistem Transportasi Vertikal dan Horizontal, Sarana Evakuasi, Aksesibilitas Penyandang Cacat, dan Sarana/ Prasarana Umum.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

2.2 Pengelompokan Area Fasilitas Rumah Sakit Kelas B

Area Pelayanan Medik dan Perawatan

Area Penunjang dan Operasional

Area Administrasi dan Manajemen

Area Fasilitas Rumah Sakit Kelas B

1. Instalasi Rawat Jalan (IRJ)

2. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

3. Instalasi Rawat Inap (IRNA)

4. Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU)

5. Instalasi Bedah

6. Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan

7. Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM)

8. Unit Hemodialisa

9. Instalasi Radioterapi

10. Instalasi Kedokteran Nuklir

A. Penunjang Medik

1. Instalasi Farmasi

2. Instalasi Radiodiagnostik

3. Laboratorium

4. Bank Darah / Unit Transfusi Darah (BDRS/UTDRS)

5. Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

6. Pemulasaraan Jenazah dan Forensik

B. Penunjang Non-Medik

7. Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD)

8. Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik

9. Laundri

10. Instalasi Sanitasi

11. Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).

1. Unsur pimpinan rumah sakit

2. Unsur pelayanan medik

3. Unsur pelayanan penunjang medik

4. Pelayanan keperawatan

5. Unsur pendidikan dan pelatihan

6. Administrasi umum dan keuangan

7. SDM

8. Komite medik

9. Komite etik dan hukum.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

PASIEN SAKIT MASUK

PENDAFTARAN/ADMINISTRASI

INSTALASI RAWAT JALAN

INSTALASI LABORATORIUM

INSTALASI RADIOLOGI

INSTALASI GAWAT

DARURAT

INSTALASI KEBIDANAN DAN

KANDUNGANINSTALASI BEDAH

INSTALASI PERAWATAN INTENSIF

INSTALASI RAWAT INAP

INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN

INSTALASI PEMULASARAAN JENAZAH

PULANGSEHAT

KELUAR

DA

ERA

H P

ELA

YAN

AN

PA

SIEN

DA

ERA

H P

ELA

YAN

AN

KR

ITIS

DA

ERA

H P

ELA

YAN

AN

UM

UM

2.3 Alur Sirkulasi Pasien

Gambar 2.3 – Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.

2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.

- Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis selanjutnya dapat langsung pulang.

- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai pasien lama.

- Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang

- Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang.

3. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai dengan kondisi kegawat daruratan pasien.

- Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan medis dapat langsung pulang.

- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat pulang.

2.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit 2.4.1 Fasilitas Pada Area Pelayanan Medik dan Perawatan 2.4.1.1 Instalasi Rawat Jalan

Fungsi Instalasi Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan. Poliklinik juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagnosa dini, yaitu tempat

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut di dalam tahap pengobatan penyakit. 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Kebutuhan sarana pelayanan Rumah Sakit Kelas B terdiri dari: 1) Poli/ klinik terdiri dari 4 klinik spesialistik dasar yaitu :

Klinik Penyakit Dalam Klinik Anak Klinik Bedah Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan

2) Dipilih 8 klinik spesialistik lain terdiri dari : Klinik Penyakit Mata Klinik Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) Klinik Gigi dan Mulut Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin Klinik Penyakit Syaraf Klinik Kesehatan Jiwa Klinik Rehabilitasi Medik Klinik Jantung Klinik Paru Klinik Bedah Syaraf Klinik Ortopedi Klinik Kanker Klinik Nyeri Klinik Geriatri Klinik Fertilisasi Gizi Klinik

3) Dan dipilih 2 dari sub spesialistik, antara lain : Klinik Penyakit Dalam (antara lain klinik sub spesialis ginjal

hipertensi, endokrin, infeksi tropis, dll) Klinik Anak (antara lain klinik sub spesialis neonatal dan tumbuh

kembang, gizi anak, jantung anak, infeksi tropis anak, haematologi anak, endokrinologi anak, ginjal anak, neurologi anak, dll)

Klinik Bedah (antara lain klinik sub spesialis bedah digestive, bedah onkologi, bedah anak, bedah jantung dan pembuluh darah, bedah plastik dan rekonstruksi, bedah orthopedic, dll)

Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan (antara lain klinik sub spesialis infertilitas, onkologi kebidanan, fetomaternal, endokrin, dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Pada Instalasi Rawat Jalan No. Nama Ruangan Fungsi

Kebutuhan

Ruang/Luas Kebutuhan Fasilitas

1

Ruang Administrasi : Area Informasi Area Pendaftaran

Pasien. Area Pembayaran/Kasir

Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, meliputi : 1. Pendataan pasien rawat jalan 2. Pembayaran biaya pelayanan medik.

3~5 m2/ petugas (luas ruangan disesuaikan dengan jumlah petugas)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

2 Ruang Pengendali ASKES

Tempat kegiatan administratif ASKES Rumah Sakit dilaksanakan.

3~5 m2/ petugas (luas ruangan disesuaikan dengan jumlah petugas)

Meja & kursi kerja, lemari arsip, telepon & intercom, komputer personal, serta perangkat kerja lainnya.

3 Ruang Rekam Medis

Tempat menyimpan informasi tentang identitas pasien, diagnosis, perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis serta dokumentasi hasil pelayanan. Biasanya langsung berhubungan dengan loket pendaftaran.

+ 12~16 m2/ 1000 kunjungan pasien /

hari ( untuk 5 tahun)

Meja, kursi, lemari arsip, komputer

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

4 Ruang Tunggu Poli Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu panggilan di depan ruang poliklinik.

1~1,5 m2/ orang (luas area

disesuaikan dengan jumlah kunjungan

pasien/ hari)

Kursi, Televisi & AC

5 Ruang Periksa & Konsultasi (Klinik)

Ruang tempat dokter spesialis melakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan pasien

12~24 m2/ poli (khusus klinik mata salah satu sisi ruang harus mempunyai panjang > 4m)

Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2 (dua) kursi hadap, lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, dan kelengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan tiap-tiap kliniknya.

6 Ruang Tindakan Bedah Umum

Ruang tempat melakukan tindakan pembedahan kecil/ ringan.

12~24 m2/ poli

Lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, dan kelengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan tindakan bedah.

7 Ruang Tindakan Bedah Tulang

Ruang tempat melakukan tindakan ringan pada tulang.

12~25 m2/ poli

Lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, dan kelengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan tindakan bedah tulang.

8 Ruang Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Ruang tempat melakukan tindakan atau diagnostic kebidanan dan penyakit kandungan terhadap pasien.

24 m2/ poli

meja ginekologi, USG, tensimeter, stetoskop, timbangan ibu, stetoskop linen, lampu periksa, Doppler, set pemeriksaan ginekologi, pap smear kit, IUD kit & injeksi KB, implant kit, Kolposkopi, Poforceps biopsy, Stetoskop laenec.

9

Klinik Mata : - 1 Ruang Tindakan Poli

Mata - 3 ruang konsultasi/

periksa

Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien penyakit mata.

Pada ruang periksa mata, salah satu sisi ruang harus

mempunyai panjang > 4m

Slitlamp, lensa & kacamata coba tes, kartu snellen, kartu jager, flash light & penggaris, streak retinoskopi, lensmeter, lup, tonometer schiotz, opthalmoskop, indirect/binocular opthalmoskop, sterilisator table model, buku ishihara 14 plate, Kampimeter, placido test, dilator pungtum & jarum anel, tangenscreen & bjerrum, gunting perban, korentang, lid retractor, hertel exopthalmometer, flourscein strips, kursi periksa, kursi & meja dokter, spatula kimura, gelas objek & cover set,. Mikroskop binocular, incubator. gunting perban, gelas objek dan gelas cover set.

10 Klinik THT Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien penyakit THT.

12~25 m2/ poli

ENT unit, ENT diagnostik instrument set, head light, suction pump, laringoskop, audiometer.

11

Klinik Gigi dan Mulut Add : Klinik gigi minimal memiliki 2 dental unit + laboratorium teknik gigi (24-30 m2)

Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien penyakit gigi dan mulut.

24 m2/ poli

Dental unit, dental chair, Instrumen bedah gigi dan mulut (dental operating instrument), sterilisator, diagnostic set, scaler set, cotton roll holder, glass lonometer lengkap, composite resin lengkap khusus fissure sealent, anastesi local set, exodontia set, alat sinar, amalgam set, preparation cavitas set, tambalan sewarna gigi dan set bedah mulut dengan sinar laser, dental row standar, peralatan laboratorium teknik gigi dasar, set aktivar, set orthodonsi piranti lepas, set penyemenan, set preparasi mahkota dan jembatan, Set cetak GTS/GTP & mahkota/ jembatan,set insersi GTS/GTP, indirect inlay set

12 Klinik Kulit dan Penyakit Kelamin

Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien penyakit kulit dan kelamin.

12 m2

Timbangan badan, tensimeter, stetoskop, loupe, tongspatel, senter, sterilisator basah, peralatan diagnostic kulit dan kelamin, instrument set tindakan dan operasi kulit dan kelamin.

13 Klinik Syaraf Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien penyakit syaraf

12 m2

Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes sensasi, stetoskop, tensimeter, set diagnostic syaraf, flash light, garpu tala, termometer, spatel lidah, licht kaas.

14

Ruang Medical Check-up 1. Ruang pendaftaran 2. Ruang loker 3. Ruang tunggu 4. Pantri 5. Ruang pemeriksaan

dasar 6. Ruang konsultasi

Ruang tempat pemeriksaan kondisi medis pasien rawat jalan Sesuai kebutuhan

Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes sensasi, stetoskop, tensimeter, set diagnostic syaraf, flash light, garpu tala, termometer, spatel lidah, licht kaas.

15 Ruang Laktasi Ruang khusus bagi ibu menyusui anaknya. 6~12 m2 Kursi, meja, wastafel/sink, water

dispenser

16 Ruang Penyuluhan (KIE)

Ruang tempat penyuluhan pasien dan pengunjung RS selama menunggu diberikan pelayanan medis.

Sesuai kebutuhan Meja, kursi, Papan pengumuman

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18 Klinik Jiwa Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan pasien kejiwaan.

12 m2

Set diagnostik dan stimulator syaraf dan jiwa, palu reflek, funduskopi, defibrillator, suction pump, tensimeter, timbangan, ECG, meja periksa, lampu periksa, resusitasi set.

19 Toilet (petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/ wanita luas +2 – 3 m2 (min.untuk pasien dapat berjalan & maks. untuk pasien berkursi roda)

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut : 1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari

bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium.

2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi.

3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk dan keluar pasien pada pintu yang sama).

4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan. 5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya

Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan. 6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan. 7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir). 8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME. 9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ.

4. Alur Kegiatan

Alur kegiatan pada instalasi rawat jalan dapat dilihat pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rawat Jalan

Pasien Datang tanpa Rujukan Pasien Datang dengan Rujukan

Pendaftaran- Pasien baru / Ulang - Rekam Medik - Kasir

R. Periksa Poliklinik

Dirujuk ke klinik spesialis lain

Penunjang Medik: - Laboratorium - Radiologi dll

Pulang

Pendaftaran Rawat Inap

Ruang Tindakan Rehab. Medik ApotikDirawat di Inst. Rawat

Inap

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

2.4.1.2 Instalasi Gawat Darurat Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : Melakukan pemeriksaan awal kasus – kasus gawat darurat Melakukan resusitasi dan stabilisasi.

Pelayanan di Unit Gawat Darurat rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara terus menerus 7 hari dalam seminggu.

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum siaga ditempat (on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan GELS (General Emergency Life Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway, Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam. 1. Lingkup Sarana Pelayanan

A. Program Pelayanan pada IGD : True Emergency (Kegawatan darurat) 1. False Emergency (Kegawatan tidak darurat) 2. Cito Operation. 3. Cito/ Emergency High Care Unit (HCU). 4. Cito Lab. 5. Cito Radiodiagnostik. 6. Cito Darah. 7. Cito Depo Farmasi.

B. Pelayanan Kegawatdaruratan pada IGD : 1. Pelayanan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler 2. Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernafasan / Respiratory 3. Pelayanan Kegawatdaruratan Saraf Sentral / Otak 4. Pelayanan Kegawatdaruratan Lain antara lain : saluran

kemih/prostat, pencernaan, dll.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel 2.4.1.2

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Gawat Darurat

No. Nama Ruangan Fungsi Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

A. RUANG PENERIMAAN

1 Ruang Administrasi dan pendaftaran

Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, meliputi : 1. Pendataan pasien IGD 2. Penandatanganan surat pernyataan

dari keluarga pasien IGD. 3. Pembayaran biaya pelayanan medik.

3~5 m2/ petugas (luas area

disesuaikan dengan jumlah petugas)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box, dan peralatan kantor lainnya.

2 Ruang Tunggu Pengantar Pasien

Ruang di mana keluarga/ pengantar pasien menunggu. Ruang ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan.

1~1,5 m2/ orang (luas area

disesuaikan dengan jumlah kunjungan

pasien/ hari)

Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)

3 Ruang Rekam Medis

Tempat menyimpan informasi tentang identitas pasien, diagnosis, perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis serta dokumentasi hasil pelayanan. Biasanya langsung berhubungan dengan loket pendaftaran.

Sesuai kebutuhan Meja, kursi, filing cabinet/lemari arsip, komputer

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4 Ruang Informasi dan Komunikasi (Ket : boleh ada/tidak)

Ruang tempat memberikan pelayanan informasi kepada pasien Sesuai kebutuhan Kursi, Meja informasi, Televisi & Alat

Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)

5 Ruang Triase

Ruang tempat memilah-milah tingkat kegawatdaruratan pasien dalam rangka menentukan tindakan selanjutnya terhadap pasien, dapat berfungsi sekaligus sebagai ruang tindakan.

Min. 25 m2 Tt periksa, wastafel, kit pemeriksaan sederhana, label

6 Ruang Persiapan Bencana Massal

Ruang tempat persiapan penanganan pasien korban bencana massal.

Min. 3 m2/ pasien bencana

Area terbuka dengan/ tanpa penutup, fasilitas air bersih dan drainase

B. RUANG TINDAKAN

7 R. Resusitasi Bedah

Ruangan yang dipergunakan untuk melakukan tindakan penyelamatan penderita gawat darurat akibat gangguan ABC.

Min. 36 m2

Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop set anak, laringoskop set dewasa, nasotrakeal, orotrakeal, suction, trakeostomi set, bag valve Mask (dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen mask (dewasa/anak), chest tube, crico/trakeostomi, ventilator transport, monitor, infussion pump, syringe pump, ECG, vena section, defibrilator, gluko stick, stetoskop, termometer, nebulizer, oksigen medis, warmer. Imobilization set (neck collar, splint, long spine board, scoop strechter, kndrik extrication device, urine bag, NGT, wound toilet set, Film viewer, USG (boleh ada/tidak).

8 R. Resusitasi Non Bedah

Ruangan yang dipergunakan untuk melakukan tindakan penyelamatan penderita gawat darurat akibat gangguan ABC.

Min. 36 m2

Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop set anak, laringoskop set dewasa, nasotrakeal, orotrakeal, suction, trakeostomi set, bag valve Mask (dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen mask (dewasa/anak), chest tube, crico/trakeostomi, ventilator transport, monitor, infussion pump, syringe pump, ECG, vena section, defibrilator, gluko stick, stetoskop, termometer, nebulizer, oksigen medis, warmer. Imobilization set (neck collar, splint, long spine board, scoop strechter, kndrik extrication device, urine bag, NGT, wound toilet set, Film viewer, USG (boleh ada/tidak).

9 R. Tindakan Bedah Ruang untuk melakukan tindakan bedah ringan pada pasien.

Min. 7,2 m2/ meja tindakan

Meja periksa, dressing set, infusion set, vena section set, torakosintetis set, metal kauter, tempat tidur, tiang infus, film viewer

10 R. Tindakan Non Bedah Ruang untuk melakukan tindakan non bedah pada pasien.

Min. 7,2 m2/ meja tindakan

Kumbah lambung set, EKG, irigator, nebulizer, suction, oksigen medis, NGT, (syrine pump, infusion pump, jarum spinal, lampu kepala, otoscope set, tiang infus, tempat tidur, film viewer, ophtalmoscopy, bronchoscopy (boleh ada/tidak), slip lamp (boleh ada/tidak)

11 R.Dekontaminasi

Ruang untuk membersihkan/ dekontaminasi pasien setelah drop off dari ambulan dan sebelum memasuki area triase.

Min. 6 m2

Shower dan sink, lemari/rak alat dekontaminasi

12 R.Khusus / Isolasi Ruang untuk khusus untuk perawatan isolasi pasien Min. 9 m2 Tt pasien, monitor set, tiang infus,

infusion set, oksigen C. RUANG OBSERVASI

13 R. Observasi Ruangan yang dipergunakan untuk melakukan observasi terhadap pasien setelah diberikan tindakan medis.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur periksa

Tempat tidur periksa, poliklinik set, tensimeter, stetoskop, termometer

D. RUANG KHUSUS

14 Ruang Plester Ruang untuk melakukan tindakan gips. Min. 12 m2 Tt pasien, monitor set, tiang infus, infusion set, oksigen

E. RUANG PENUNJANG MEDIS

15 Ruang Farmasi/ Obat Ruang tempat menyimpan obat untuk keperluan pasien gawat darurat. Min. 3 m2 Lemari obat

16 Ruang Linen Steril Tempat penyimpanan bahan-bahan linen steril. Min. 4 m2 Lemari

17 Ruang Alat Medis

Ruangan tempat penyimpanan peralatan medik yang setiap saat diperlukan. Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

Min. 8 m2 Lemari instrument

18 R. Radiologi Cito (Jika diperlukan)

Tempat untuk melaksanakan kegiatan diagnostik cito. Min. 6 m2

Mobile X-Ray, mobile ECG, apron timbal, automatic film processor, dan film viewer, (mobile USG dan CT-Scan boleh ada/tidak)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

19 Laboratorium Standar &/ Khusus (Jika diperlukan)

Ruang pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera/cito untuk beberapa jenis pemeriksaan tertentu.

Min. 4 m2 Lab rutin, elektrolit, kimia darah, analisa gas darah, (CKMB (jantung) dan lab khusus boleh ada/tidak)

20 R. Dokter Konsulen

Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian : 1. Ruang kerja. 2. Ruang istirahat/kamar jaga. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi,

wastafel.

22 R. Diskusi Ruang diskusi petugas medik Sesuai kebutuhan Set meja dan kursi rapat

23 Ruang Pos Perawat (;Nurse Station)

R. untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dpt mengawasi pasiennya secara efektif.

3~5 m2/ perawat (luas ruangan

disesuaikan dengan jumlah perawat jaga

pada satu waktu)

Meja, kursi, wastafel.

24 Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

25 Ruang Kepala IGD

Ruang tempat Kepala IGD melakukan manajemen instalasinya, diantaranya pembuatan program kerja dan pembinaan.

Sesuai kebutuhan Lemari, meja/kursi, sofa, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya.

26 Gudang Kotor (Spoolhoek/Dirty Utility).

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

Sesuai kebutuhan Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

27 Toilet (petugas, pengunjung) KM/WC @ 2 m2 – 3m2

28 R. Sterilisasi (jika diperlukan)

Tempat pelaksanaan sterilisasi instrumen dan barang lain yang diperlukanan di Instalasi Gawat Darurat.

Min. 4 m2

Workbench, 1 sink/ 2 sink lengkap dengan instalasi air bersih & air buangan. Lemari instrumen sebagai penyimpanan instrumen yang belum disterilkan dan berada dalam tromol/pak.

29 R. Gas Medis R. Tempat menyimpan gas medis. Min. 3 m2 Gas Medis, Sentral gas medis

30 R. Loker Ruang tempat menyimpan barang-barang milik petugas. Sesuai kebutuhan Loker

31 Pantri Ruang istirahat dan makan petugas Sesuai kebutuhan Meja pantry, sink, kulkas, dll

32 R. Parkir Troli Tempat parkir troli selama tidak diperlukan Min. 2 m2 Troli

33 R. Brankar Tempat meletakkan tempat tidur pasien selama tidak diperlukan. Min. 3 m2 Tt pasien

3. Persyaratan Khusus

1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS. 2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah

sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah dimengerti masyarakat umum.

3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.

4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea RS.

5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak (Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki akses langsung.

6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities Preparedness Area).

7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien (Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive / Pass Thru Patient System).

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

8. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Bedah Sentral. 9. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Rawat Inap

Intensif (ICU (Intensive Care Unit)/ ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)/ HCU (High Care Unit)).

10. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Kebidanan. 11. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Laboratorium. 12. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Instalasi Radiologi. 13. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan BDRS (Bank Darah

Rumah Sakit) atau UTDRS (Unit Transfusi Darah Rumah Sakit) 24 jam.

4. Alur Kegiatan Alur kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada bagan alir berikut:

Gambar 2.4.1.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat. 2.4.1.3 Instalasi Rawat Inap

1. Lingkup Sarana Pelayanan Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien, rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu pasien, mandi, dapur kecil/pantry, konsultasi medis).

PULANG

Observasi Maks 24 jam OK

ICU

Meninggal Rawat Inap

PASIEN

Pintu Masuk IGD

“VISUAL TRIAGE”

TIDAK GAWAT GAWAT DARURAT

REGULAR TRIAGE

Triase Obyektif Resusitasi & Stabilisasi

Darurat

Tidak Gawat Tidak Darurat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara lain : 1). Pelayanan keperawatan. 2). Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik). 3). Pelayanan penunjang medik :

Konsultasi Radiologi. Pengambilan Sample Laboratorium. Konsultasi Anestesi. Gizi (Diet dan Konsultasi). Farmasi (Depo dan Klinik). Rehab Medik (Pelayanan Fisioterapi dan Konsultasi).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Pada Instalasi Rawat Inap No. Nama Ruangan Fungsi

Besaran Ruang / Luas

Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Perawatan

Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.

Tergantung Kelas & keinginan desain, kebutuhan ruang 1 tt min. 7.2 m2

Tempat tidur pasien, lemari, nurse call, meja, kursi, televisi, tirai pemisah bila ada, (sofa untuk ruang perawatan VIP).

2. Ruang Stasi Perawat (;Nurse Station)

Ruang utk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan post-confrence, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien.

3~5 m2/ perawat (Ket : perhitungan

1 stasi perawat untuk melayani maksimum 25 tempat tidur)

Meja, Kursi, lemari arsip, lemari obat, telepon/intercom alat monitoring untuk pemantauan terus menerus fungsi2 vital pasien.

3. Ruang Konsultasi Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada pasien dan keluarganya.

Sesuai kebutuhan Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/intercom, peralatan kantor lainnya

4. Ruang Tindakan Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien baik berupa tindakan invasive ringan maupun non-invasive

12-20 m2

Lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, wastafel, lampu periksa, tiang infus dan kelengkapan lainnya.

5. R. Administrasi/ Kantor

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di Ruang Rawat Inap, yaitu berupa registrasi & pendataan pasien, penandatangan-an surat pernyataan keluarga pasien apabila diperlukan tindakan operasi.

3~5 m2/ petugas (min.9 m2)

Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/ intercom, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya

6. R. Dokter Jaga Ruang kerja dan kamar jaga dokter. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi, wastafel.

7. Ruang pendidikan/ diskusi

Ruang tempat melaksanakan kegiatan pendidikan/diskusi Sesuai kebutuhan Meja, kursi, perangkat audio visual, dll

8. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

9. Ruang kepala instalasi rawat inap

Ruang tempat kepala ruangan melakukan manajemen asuhan dan pelayanan keperawatan diantaranya pembuatan program kerja dan pembinaan.

Sesuai kebutuhan Lemari, meja/kursi, sofa, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya.

10. Ruang Loker

Ruang ganti pakaian bagi petugas instalasi rawat inap. Sesuai kebutuhan Loker, dilengkapi toilet (KM/WC)

11. Ruang Linen Bersih Tempat penyimpanan bahan-bahan linen steril/ bersih. Min. 4 m2 Lemari

12. Ruang Linen Kotor

Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan linen kotor yang telah digunakan di r. perawatan sebelum dibawa ke r. cuci (;Laundry).

Min. 4 m2 Bak penampungan linen kotor

13. Gudang Kotor (Spoolhoek/Dirty Utility).

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak/ kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

4-6 m2 Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

14. KM/WC (pasien, petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

15. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas di Ruang Rawat Inap RS.

Sesuai kebutuhan Kursi+meja untuk makan, sink, dan perlengkapan dapur lainnya.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

16. Gudang Bersih Ruangan tempat penyimpanan alat-alat medis dan bahan-bahan habis pakai yang diperlukan.

Sesuai kebutuhan Lemari

17. Janitor/ Ruang Petugas Kebersihan

Ruang untuk menyimpan alat-alat kebersihan/cleaning service. Pada ruang ini terdapat area basah.

Min. 4-6 m2 Lemari/rak

18. High Care Unit (HCU)

Ruang perawatan yang diletakkan didepan atau bersebelahan dengan nurse station, untuk pasien dalam kondisi stabil yang memerlukan pelayanan keperawatan lebih intensif dibandingkan ruang perawatan biasa.

Min. 9 m2 /tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call

19. Ruang Perawatan Isolasi Ruang perawatan untuk pasien yang berpotensi menular, mengeluarkan bau dan pasien yang gaduh gelisah.

Min. 12 m2/tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call

3. Persyaratan Khusus

Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan/ membutuhkan.

Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang).

Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.

Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan tersebut.

Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang (tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.

Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan. Alur petugas dan pengunjung dipisah. Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang

isolasi. Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus. Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah

dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar

memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu/kotoran.

Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran lain.

Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti :

- Pasien yang menderita penyakit menular. - Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit

tumor, ganggrein, diabetes, dsb). - Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)

Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25 tempat tidur.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

4. Alur Kegiatan Alur kegiatan pada instalasi rawat inap dapat dilihat pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.3 – Alur Kegiatan Pasien, Petugas dan Alat Pada Instalasi Rawat Inap.

2.4.1.4 Instalasi Perawatan Intensif (;ICU)

1. Lingkup Sarana Pelayanan Merupakan instalasi untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan segera. Instalasi ICU (Intensive Care Unit (ICU) merupakan unit pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel 2.4.1.4

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Perawatan Intensif

No. Nama Ruangan Fungsi Besaran Ruang

/ Luas (+) Kebutuhan Fasilitas

1. Loker (Ruang ganti).

Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari daerah rawat pasien, yang diperuntukan bagi petuga. Disediakan juga ruang ganti pengunjung.

Sesuai kebutuhan Loker

2. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi

3. Ruang Kepala Perawat Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi

4. R. Dokter Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian : 1. Ruang kerja. 2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi, wastafel, dilengkapi toilet

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5. Daerah rawat Pasien ICU : (a) Daerah rawat pasien non isolasi (b) Daerah rawat pasien isolasi

Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam keadaan yang membutuhkan pemantauan khusus dan terus menerus. Kamar yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan intensif yang memiliki batas fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan ICU lainnya, dan harus memiliki ruang antara (;anteroom)

Min. 12 m2 /tt

Ruang isolasi min. 16 m2 /tt (belum termasuk ruang antara)

Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri dari : Ventilator sederhana; 1 set alat resusitasi; alat/sistem pemberian oksigen (nasal canule; simple face mask; nonrebreathing face mask); 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya; berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor; berbagai ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup laring dan alat bantu jalan nafas lainnya; berbagai ukuran introduser untuk pipa endotrakeal dan bougies; syringe untuk mengembangkan balon endotrakeal dan klem; forsep magill; beberapa ukuran plester/pita perekat medik; gunting; suction yang setara dengan ruang operasi; tournique untuk pemasangan akses vena; peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena dan berbagai macam cairan infus yang sesuai; pompa infus dan pompa syringe; alat pemantauan untuk tekanan darah non-invasive, elektrokardiografi reader, oksimeter nadi, kapnografi, temperatur; alat kateterisasi vena sentral dan manometernya, defebrilator monovasik; tempat tidur khusus ICU; bedside monitor; peralatan drainase thoraks, peralatan portable untuk transportasi; lampu tindakan; unit/alat foto rontgen mobile, Elektrokardiograf monitor; defibrilator bivasik; sterilisator; anastesi apparatus; oxygen tent; sphigmomanometer; central gas; central suction; suction thorax; mobile X-Ray unit; heart rate monitor; respiration monitor, blood pressure monitor; temperatur monitor; haemodialisis unit; blood gas analyzer; Electrolite analyzer.

6. Sentral monitoring/nurse station.

Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, asuhan dan pelayanan keperawatan selama 24 jam (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dpt mengawasi pasiennya secara efektif. (Disarankan ruang ini menggunakan pembatas fisik tembus pandang untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat)

4-16 m2 (dengan memperhatikan sirkulasi tempat

tidur pasien didepannya)

Kursi, meja, lemari obat, lemari barang habis pakai, komputer, printer, ECG monitoring system, central patient vital sign.

7. Gudang alat medik

Ruang penyimpanan alat medik yang setiap saat diperlukan. Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

Sesuai kebutuhan Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X-Ray, dan lain lain.

8. Gudang bersih (Clean Utility)

Tempat penyimpanan instrumen dan barang habis pakai yang diperlukan untuk kegiatan di ruang ICU, termasuk untuk barang-barang steril.

Sesuai kebutuhan Lemari/kabinet alat

9. Gudang Kotor (Spoolhoek/Dirty Utility).

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

4-6 m2 Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

10. Ruang tunggu keluarga pasien.

Tempat keluarga/ pengantar pasien menunggu. Sesuai kebutuhan Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila

RS mampu),

11. Ruang Administrasi

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medik internal pasien di instalasi ICU. Ruang ini berada pada bagian depan instalasi ICU dengan dilengkapi loket atau Counter.

3~5 m2/ petugas Meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/interkom, komputer, printer dan perlengkapan kantor lainnya.

12. Janitor/ Ruang cleaning service

Ruangan tempat penyimpanan barang-barang dan peralatan untuk kebersihan ruangan. Pada ruangan ini terdapat area basah

4-6 m2 Lemari/rak

13. Toilet (petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3m2

14. R. Penyimpanan Silinder Gas Medik

R. Tempat menyimpan tabung-tabung gas medis cadangan.

4 – 8 m2 Tabung Gas Medis

15. R. Parkir Brankar Tempat parkir brankar selama tidak ada kegiatan pembedahan atau selama tidak diperlukan.

2-6 m2 Brankar (stretcher)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

3. Persyaratan Khusus 1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedah

sentral, instalasi gawat darurat, laboratorium dan instalasi radiologi. 2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan tahan terhadap

getaran. 3. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang. 4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin. 5. Aliran listrik tidak boleh terputus. 6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara. 7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udara segar (;fresh air). 8. Ruang pos perawat (;Nurse station) disarankan menggunakan pembatas

fisik transparan/ tembus pandang (antara lain kaca tahan pecah, flexi glass) untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat.

9. Perlu disiapkan titik grounding untuk peralatan elektrostatik. 10. Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction). 11. Pintu kedap asap & tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila

terjadi kebakaran. 12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak

instalasi ICU tidak pada lantai dasar. 13. Ruang ICU/ICCU sebaiknya kedap api (tidak mudah terbakar baik dari

dalam/dari luar). 14. Pertemuan dinding dengan lantai dan pertemuan dinding dengan dinding

tidak boleh berbentuk sudut/ harus melengkung agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

4. Alur kegiatan. Alur Kegiatan di Instalasi ICU ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.4 – Alur Kegiatan Pada Instalasi ICU.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.4.1.5 Instalasi Bedah Sentral (;COT/Central Operation Theatre) 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Instalasi bedah, adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Ruang bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.

Pelayanan bedah pada rumah sakit kelas B meliputi : 1. Bedah minor (antara lain : bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak

pada kulit, ekstraksi kuku / benda asing, sirkumsisi). 2. Bedah umum/ mayor dan bedah digestif. 3. Bedah spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi/tumor, urologi,

orthopedik, bedah plastik dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan vaskuler).

4. Bedah sub spesialistik (antara lain: transplantasi ginjal, mata, sumsum tulang belakang; kateterisasi Jantung (;Cathlab); dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel. 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Pada Instalasi Bedah Sentral

No. Nama Ruangan Fungsi Besaran Ruang

/ Luas Kebutuhan Fasilitas

1 R. Pendaftaran

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan bedah. Ruang ini dilengkapi loket pendaftaran.

3~5 m2/ petugas

(min.9 m2)

Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/intercom, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya

2 Ruang Tunggu Ruang untuk pengantar pasien menunggu selama pasien menjalani proses bedah.

1~1,5 m2/ orang

(min. 12 m2)

Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi

Udara (AC / Air Condition)

3 Ruang transfer (Ganti Brankar)

Ruang tempat mengganti brankar pasien dengan brankar instalasi bedah

Sesuai kebutuhan Brankar

4 Ruang persiapan (;Preparation room)

Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum memasuki kamar bedah. Kegiatan dalam ruang ini yaitu : Penggantian pakaian penderita, Membersihkan/mencukur bagian tubuh yg perlu dicukur, Melepas semua perhiasan dan menyerahkan ke keluarga pasien

Min. 9 m2

Alat cukur, oksigen, linen, brankar sphygmomanometer, thermometer, instrumen troli tiang infus

5

Ruang Induksi/anaestesi (;Induction room) Ket : Apabila luasan area instalasi bedah RS tidak memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di Ruang Operasi

Ruang yang digunakan untuk persiapan anaestesi/pembiusan. Kegiatan yang dilakukan di kamar ini adalah sebagai berikut : Mengukur tekanan darah pasien, Pemasangan infus, Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menenangkan diri,

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilaksanakan,

Min. 9 m2

Suction Unit Sphygmomanometer Thermometer Trolley Instrument Infusion stand

6 Ruang untuk cuci tangan (scrub station)

Ruang untuk cuci tangan dokter ahli bedah, asisten dan semua petugas yang akan mengikuti kegiatan dalam kamar bedah.

Min. 3 m2 Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort plastik/karet, handuk

6 Ruang bedah minor Kamar bedah untuk bedah minor atau tindakan endoskopi + 36 m2

Peralatan utama pada kamar bedah minor ini adalah :

Meja Operasi, Lampu operasi tunggal, Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik menggunakan pendan anestesi atau cara lain, peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain, Film Viewer, Jam dinding, Instrument Trolley

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

untuk peralatan bedah, Tempat sampah klinis, Tempat linen kotor, dll (seperti lemari obat/ peralatan)

7 Ruang bedah umum

Ruang untuk melakukan kegiatan pembedahan umum/general. Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi

Min. 42 m2

Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :

1) 1 meja operasi, 2) 1 set lampu operasi, terdiri dari

lampu utama dan lampu satelit. 3) 2 set Peralatan Pendant, masing-

masing untuk pendan anestesi dan pendan bedah.

4) 1 mesin anestesi, 5) Film Viewer. 6) Jam dinding. 7) Instrument Trolley untuk peralatan

bedah. 8) Tempat sampah klinis. 9) Tempat linen kotor, dll

8 Ruang bedah besar (mayor)

Ruang pembedahan yang digunakan untuk tindakan pembedahan yang membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.

Min. 50 m2

Peralatan kesehatan utama yang diperlukan, antara lain 1 (meja operasi khusus), 1 (satu) lampu operasi, 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet listrik, 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor, mesin anestesi, dll

9

Ruang Kateterisasi Jantung (;Cathlab)

R. Tindakan Kateterisasi Jantung

Ruang untuk melakukan tindakan kateterisasi jantung. Min. 36 m2

Mesin C-arm cathlab, meja operasi khusus cathlab, monitor-monitor cathlab, set operasi minor, set operasi mayor, lampu operasi, head lamp unit, electro surgery unit, suction pump, laser coagulator, serta lemari pendingin dan lemari simpan hangat, defibrillator, respirator, perlengkapan dan mesin Anaestesi (bila diperlukan), jam operasi, lampu petunjuk operasi, oksigen, scavenging unit.

Ruang Monitor (Ruang Kontrol)

Ruang tempat memonitor kinerja mesin C-arm cathlab dan ruang tindakan kateterisasi jantung.

tergantung meja monitor yang ada.

Meja kontrol, printer laser, monitor-monitor kontrol, kursi operator

Ruang Mesin Ruang tempat meletakkan mesin-mesin cathlab ( generator, system control, cooling unit)

tergantung mesin prosesor yang ada. Mesin-mesin prosesor

Ruang Perlengkapan (;Equipment Room)

Ruang tempat meletakkan/ menyimpan perlengkapan katerisasi.

Tergantung kebutuhan Perlengkapan katerisasi

10 Ruang Resusitasi Neonatus

Ruangan yang dipergunakan untuk menempatkan bayi baru lahir melalui operasi caesar, untuk dilakukan tindakan resusitasi terhadap bayi.

Sesuai kebutuhan Tempat tidur bayi, incubator perawatan bayi, alat resusitasi bayi

11 Ruang Pemulihan/ PACU (;Post Anesthetic Care Unit)

Ruang pemulihan pasien pasca operasi yang memerlukan perawatan kualitas tinggi dan pemantauan terus menerus. Kapasitas ruangan ini harus menampung tt 1,5 x jumlah ruang bedah.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur

Tt pasien, monitor set, tiang infus, infusion set, oksigen

12

Ruang Pasca Bedah One Day Care Ket : boleh ada/tdk, atau pasien pasca bedah dapat dirawat ke ICU/HCU apabila kondisi pasien belum stabil.

Ruang untuk perawatan singkat pasca bedah Min. 9 m2/tt Tt pasien, monitor set, tiang infus,

infusion set, oksigen

13 Gudang Steril (;clean utility)

Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instumen berada dalam Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrument. Bahan-bahan lain seperti linen, kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol

14

Ruang Sterilisasi (TSU = Theatre Sterilization Unit) Ket : boleh ada/tdk

Tempat pelaksanaan sterilisasi instrumen dan barang lain yang diperlukan untuk pembedahan. Di kamar sterilisasi harus terdapat lemari instrumen untuk menyimpan instrumen yang belum disterilkan.

Sesuai kebutuhan Autoklaf, Model meja strilisasi, Tromol, meja sink, troli instrumet, lemari instrument

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

15 Ruang ganti pakaian/ loker

Ruang untuk ganti pakaian, sebelum petugas masuk ke area r. bedah. Pada kamar ganti sebaiknya disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci dipegang oleh masing-masing petugas.

Sesuai kebutuhan Loker, toilet didalamnya

16 Depo Farmasi Ruang/ tempat menyimpan obat-obatan untuk keperluan pasien. Sesuai kebutuhan Lemari obat

17 Ruang dokter Ruang tempat istirahat dokter dilengkapi dengan KM/WC. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.

18 Ruang perawat

Ruang untuk istirahat perawat/ petugas lainnya setelah melakukan kegiatan pembedahan atau tugas jaga. Ruang jaga harus berada di bagian depan shg mempermudah semua pihak yang memerlukan pelayanan bedah.

Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.

19 Ruang Diskusi Medis Ruang untuk diskusi para operator kamar operasi sebelum melakukan tindakan pembedahan.

Sesuai kebutuhan Meja + kursi diskusi, dll

20 Gudang Kotor (Dirty Utility).

Ruang tempat penyimpanan sementara barang dan bahan setelah digunakan untuk keperluan operasi sebelum dimusnahkan ke insenerator, atau dicuci di londri dan disterilkan di CSSD.

Sesuai kebutuhan Container

21 Spoolhoek

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak/ kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

4-6 m2 Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

22 KM/WC (petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

23 Parkir brankar Tempat parkir brankar selama tidak ada kegiatan pembedahan atau selama tidak diperlukan.

Sesuai kebutuhan Brankar/ stetcher

3. Persyaratan Khusus

1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar barang-barang & pakaian kotor.

2. Koridor steril (;steril corridor) dipisahkan/ tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor (;dirty corridor)

3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah:

(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal) Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor. Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3>3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter) Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas. Ruang Tunggu Pasien (;holding)/ ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2. Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter) Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang resusitasi neonates, ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi. Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter) Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(5) Area Nuklei Steril Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana pembedahan dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

4. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh setidaknya 1 ruang scrub station.

5. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.

6. Persyaratan ruang operasi :

a. Pintu kamar operasi yang ideal harus selalu tertutup selama operasi.

b. Pergantian udara yang dianjurkan sekitar 18-25 kali/jam. c. Tekanan udara yang positif di dalam kamar pembedahan, dengan

demikian akan mencegah terjadinya infeksi ‘airborne’. d. Sistem AC Sentral, suhu kamar operasi yang ideal 26 – 280C yang

harus terjaga kestabilannya dan harus menggunakan filter absolut untuk menjaring mikroorganisme.

e. Kelembaban ruang yang dianjurkan 70% (jika menggunakan bahan anaestesi yang mudah terbakar, maka kelembaban maksimum 50%).

f. Penerangan alam menggunakan jendela mati, yang diletakkan dengan ketinggian diatas 2 m.

g. Lantai harus kuat dan rata atau ditutup dengan vinyl yang rata atau teras sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak tertumpuk, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.

h. Pertemuan dinding dengan lantai dan dinding dengan dinding harus melengkung agar mudah dibersihkan dan tidak menjadi tempat sarang abu dan kotoran.

i. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran lain.

j. Pintu harus yang mudah dibuka dengan sikut, untuk mencegah terjadinya nosokomial, disarankan menggunakan pintu geser dengan sistem membuka dan menutup otomatis.

k. Harus ada kaca tembus pandang di dinding ruang operasi yang menghadap pada sisi dinding tempat ahli bedah mencuci tangan.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Alur kegiatan. Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral ditunjukkan pada bagan alir

berikut :

Gambar 2.4.1.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral.

2.4.1.6 Instalasi Kebidanan Dan Penyakit Kandungan (Obstetri Dan Ginekologi)

1. Lingkup Sarana Pelayanan Pelayanan di Fasilitas Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi :

1. Pelayanan persalinan. Pelayanan persalinan meliputi : pemeriksaan pasien baru, asuhan persalinan kala I, asuhan persalinan kala II (pertolongan persalinan), dan asuhan bayi baru lahir.

2. Pelayanan nifas. Pelayanan nifas meliputi : pelayanan nifas normal dan pelayanan nifas bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi/eklampsi).

3. Pelayanan KB (Keluarga Berencana). Pelayanan gangguan kesehatan reproduksi/penyakit kandungan, Fetomaternal, Onkologi Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi Rekonstruksi, Obgyn Sosial.

4. Pelayanan tindakan/operasi kebidanan Pelayanan tindakan/operasi kebidanan adalah untuk memberikan tindakan, misalnya ekserpasi polip vagina, operasi sectio caesaria, operasi myoma uteri, dll.

5. Dan pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan penyakit kandungan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Tabel 2.4.1.6

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan

No.

Nama Ruangan Fungsi Besaran

Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

1. R. Administrasi dan pendaftaran

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di ruang kebidanan dan kandungan. Ruang ini berada pada bagian depan instalasi/r. kebidanan & kandungan dengan dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/ interkom. Kegiatan administrasi meliputi : Pendataan pasien. Penandatanganan surat

pernyataan keluarga pasien (jika diperlukan tindakan operasi).

Pembayaran (Kasir).

3~5 m2/ petugas Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/intercom, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya

2. Ruang Tunggu Pengantar Pasien

Ruang untuk pengantar pasien menunggu selama pasien menjalani proses persalinan/ tindakah bedah.

1~1,5 m2/ orang Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi Udara (AC/ Air Condition)

3. Ruang untuk cuci tangan (scrub station)

Ruang untuk cuci tangan semua petugas yang akan mengikuti kegiatan persalinan/tindakan kebidanan dan penyakit kandungan.

Min. 3 m2 Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort plastik/karet, handuk

4.

Ruang Persiapan Bersalin Tanpa Komplikasi/ Kala II-III (labour) (Minimal 2 tempat tidur, harus mempunyai KM/WC)

Ruang tempat persiapan bersalin tanpa komplikasi.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

5.

Ruang Persiapan Bersalin dengan Komplikasi (pre-eclamsy labour) (Minimal 1 tempat tidur, harus mempunyai KM/WC)

Ruang tempat persiapan bersalin dengan komplikasi yang diawasi secara intensif.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

6.

Ruang Persiapan Bersalin Tanpa Komplikasi/ Kala II-III (labour) (Minimal 2 tempat tidur, harus mempunyai 1 KM/WC)

Ruang tempat persiapan bersalin tanpa komplikasi.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

7.

Ruang Bersalin Tanpa Komplikasi (;delivery) (memiliki area membersihkan/ memandikan bayi) (Minimal RS yg memiliki 3 tempat tidur, harus memiliki 1 KM/WC)

Ruang sebagai tempat dimana pasien melahirkan bayinya tanpa komplikasi termasuk kegiatan-kegiatan untuk tindakan saat persalinan.

Min. 12 m2/ tempat tidur

bersalin

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

8.

Ruang Bersalin dengan Komplikasi (memiliki area membersihkan/ memandikan bayi)

Ruang sebagai tempat dimana pasien melahirkan bayinya dengan komplikasi termasuk kegiatan-kegiatan untuk tindakan saat persalinan.

Min. 12 m2/ tempat tidur

bersalin

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(Minimal RS yg memiliki 1 tempat tidur, harus memiliki KM/WC)

sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

9.

Ruang Bersalin Privat (labour, delivery, recovery, post partum/ LDRP) (jika diperlukan)

Ruang tempat dimana pasien mulai persiapan melahirkan sampai dengan pemulihan.

Min. 20 m2/ tempat tidur

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

10.

Ruang Bersalin dalam Air (;Water Birth) (jika diperlukan)

Ruang sebagai tempat dimana pasien melahirkan bayinya dalam air tanpa komplikasi.

Sesuai kebutuhan

Set partus, set minor surgery, doppler, USG, tensimeter, timbangan bayi, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, infuse set, set kebidanan (minimal : forceps, vakum ekstraktor, klem hemostasis arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar), sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, cardiotocograph (CTG), stetoskop, resusitasi set dewasa, resusitasi set bayi.

11. Ruang Tindakan Ruang tempat melakukan tindakan kebidanan dan penyakit kandungan

Min. 12 m2/ tempat tidur

Set partus, set AVM/kuretase, set minor surgery, tensimeter, suction apparatus, lampu periksa, stand infuse, O2 set, emergency light, sarung tangan, celemek plastik, kasa dan kapas, doek, stetoskop, resusitasi set dewasa.

12.

Ruang Pemulihan (;Recovery) (Minimal 4 tempat tidur, harus memiliki KM/WC)

Ruang pemulihan pasien pasca melahirkan yang memerlukan perawatan kualitas tinggi dan pemantauan terus menerus.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur

Tt pasien, monitor pasien, tiang infus, infusion set, oksigen

13. Ruang Bayi Normal (termasuk didalamnya ruang mandi bayi)

Ruang tempat bayi setelah dilahirkan Sesuai kebutuhan

Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan dan pengukur panjang bayi, tensimeter, alat resusitasi bayi, blue lamp therapy, tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi

14. Ruang Bayi Patologis (termasuk didalamnya ruang mandi bayi)

Ruang tempat bayi yang infeksius atau mengalami cacat bawaan atau kelainan patologis lainnya

Sesuai kebutuhan

Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan dan pengukur panjang bayi, tensimeter, alat resusitasi bayi, blue lamp therapy, tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi

15. Ruang Rawat Intensif Bayi Neonatal (;NICU)

Ruang tempat bayi yang memerlukan perawatan intensif.

Sesuai kebutuhan

Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan dan pengukur panjang bayi, tensimeter, alat resusitasi bayi, blue lamp therapy, tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi

16.

Ruang Perinatologi : High Care

Ruang tempat bayi yang memerlukan perawatan tingkat tinggi

Sesuai kebutuhan

Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan dan pengukur panjang bayi, tensimeter, alat resusitasi bayi, blue lamp therapy, tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi

17. Ruang Laktasi Ruang untuk inisiasi ASI dini (menyusui)

Sesuai kebutuhan Tt pasien, tiang infus, infusion set

18. Ruang Perawatan (Post Partum)

Ruang untuk perawatan pasien melahirkan dan juga pasien penyakit kandungan yang tidak memaparkan penyakit ke pasien lain, dilengkapi dengan toilet.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur Tt pasien, tiang infus, infusion set

19. Ruang Perawatan Isolasi (Minimal 1 ruang/tempat tidur)

Ruang untuk perawatan isolasi pasien penyakit kandungan yang memaparkan penyakit ke pasien lain, dilengkapi dengan toilet.

Min. 12 m2/ tempat tidur Tt pasien, tiang infus, infusion set

20. Gudang Steril (;clean utility)

Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instumen berada dalam Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrument. Bahan-bahan lain seperti linen, kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol

21.

Ruang Sterilisasi (jika diperlukan atau sterilisasi bisa dilaksanakan di CSSD RS)

Tempat pelaksanaan sterilisasi instrumen dan barang lain yang diperlukan untuk kegiatan di ruang kebidanan dan penyakit kandungan.

Min. 6 m2

Workbench, 1 sink/2 sink dilengkapi instalasi air bersih dan air buangan.

Lemari penyimpanan instrumen yang belum disterilkan tetapi sudah dicuci dan berada dalam tromol/pak.

Autoklaf

22. Ruang ganti pakaian/ loker

Tempat ganti pakaian, sepatu/alat kaki sebelum masuk ke- dan sebaliknya setelah keluar dari ruang kebidanan dan kandungan,/ suatu ruangan yang diperuntukkan bagi

Sesuai kebutuhan Loker, rak sepatu bersih, wastafel

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

para pengunjung, staf medis/ non medis untuk berganti pakaian atau alas kaki sebelum masuk ke r. kebidanan & kandungan.

23. Ruang Penyimpanan Linen Ruang/ tempat menyimpan linen bersih Min. 3 m2 Lemari/rak

24. Ruang dokter Ruang tempat kerja dan istirahat dokter dilengkapi dengan KM/WC.

Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.

25. Ruang perawat/ Petugas

Ruang untuk istirahat perawat/ petugas lainnya setelah melaksanakan kegiatan pelayanan atau tugas jaga. Kamar jaga harus berada di bagian depan sehingga mempermudah semua pihak yang memerlukan pelayanan pasien.

Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.

26. Ruang Diskusi Medis Ruang untuk diskusi medis para petugas inst. kebidanan & kandungan.

Sesuai kebutuhan Meja + kursi diskusi, dll

27. Pantri Ruang untuk menyiapkan makanan bagi pasien dan para petugas instalasi kebidanan dan kandungan.

Sesuai kebutuhan

Meja, kursi, microwave, kompor, penghangat, kulkas, sink

28. Gudang Kotor (Spoolhoek/Dirty Utility).

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

4-6 m2 Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

29. KM/WC (petugas, pasien, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas

2 m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

30. Janitor Ruang tempat penyimpanan peralatan kebersihan/cleaning service.

Min. 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

31. Parkir Brankar Tempat untuk parkir brankar selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau selama tidak diperlukan.

Min. 2 m2 Brankar

3. Persyaratan Khusus

1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat, ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi atau ruang tindakan yang memadai.

2. Bagunan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising.

3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan sistem rawat gabung.

4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur kelembaban udara untuk kenyamanan termal.

5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran.

6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar.

7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.

8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di incenerator.

9. Untuk persyaratan ruang operasi kebidanan dapat dilihat pada poin 2.4.1.5

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Alur kegiatan. Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

2.4.1.7 Instalasi Rehabilitasi Medik Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan/ berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan/ penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien.

1. Lingkup Sarana Pelayanan

Lingkup pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik mencakup : 1. Fisioterapi 2. Terapi Okupasi (;OT-Occupation Therapy) 3. Terapi Wicara (TW) / Terapi Vokasional (;Speech Therapy) 4. Orthotik dan Prostetik/ OP 5. Pelayanan Sosio Medik/ Pekerja Sosial Masyarakat/PSM 6. Pelayanan Psikologi 7. Rehabilitasi Medik Spesialistik Terpadu, berada pada unit pelayanan

terpadu rumah sakit (UPT-RS), meliputi : Muskuloskeletal, Neuromuskuler, Kardiovaskuler, Respirasi, Pediatri, Geriatri

8. Pelayanan cidera olahraga

Administrasi & Pendaftaran

Pasien & Pengantar Pasien

Ruang Bersalin

Pengantar Pasien

Pasien

Ruang Tunggu

Ruang Persiapan Ruang Tindakan

Ruang Operasi

Ruang Rawat Inap

Ruang Pemulihan

Ruang Bayi

Pulang

Dokter, Bidan & Perawat

Ruang Ganti & Loker

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.1.7

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Rehabilitasi Medik

No.

Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Loket Pendaftaran dan Pendataan

Ruangan tempat pasien melakukan pendaftaran, pendataan awal dan ulang untuk segera mendapat suatu tindakan.

3~5 m2/ petugas Meja, kursi, computer, printer, lemari, lemari arsip, dan peralatan kantor lainnya.

2. Ruang Administrasi, Keuangan dan Personalia

Ruang kerja para Petugas Instalasi RM yaitu melaksanakan kegiatan administrasi, keuangan dan personalia di unit Pelayanan Rehabilitasi Medik

3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

3. Ruang Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan RM 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

4. Ruang Pemeriksaan/ Penilaian Dokter

Ruangan tempat Dokter melakukan pemeriksaan (seperti: anamesa, pemeriksaan dan asesmen fisik), diagnosis maupun prognosis terhadap pasiennya & tempat pasien melakukan konsultasi medis dengan Dokter

12~25 m2

Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2 (dua) kursi hadap, lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, dan kelengkapan lainnya.

5. RUANG TERAPI PSIKOLOGI

Ruang tempat melaksanakan kegiatan terapi psikologi bagi pasien.

12~25 m2

Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2 (dua) kursi hadap, lemari alat, kursi terapi, dll

6.

FISIOTERAPI 1. Ruang Fisioterapi Pasif 2. Ruang Fisioterapi Aktif

a. Ruang Senam (Gymnasium) b. Ruang Hidroterapi

(Dilengkapi ruang ganti pakaian, KM/WC, terpisah antara pasien wanita & pria)

Ruang untuk memberikan pelayanan berupa suatu intervensi radiasi/ gelombang elektromagnet dan traksi, maupun latihan manipulasi yang diberikan pada pasien yang bersifat individu. Ruang tempat pasien melakukan kegiatan senam (misalnya senam stroke, senam jantung, senam diabetes, senam pernafasan, senam asma, senam osteoporosis, dll. Ruangan yang didalamnya terdapat satu (atau lebih) kolam renang / bak rendam hidroterapi yang dilengkapi dengan fasilitas penghangat air (Water Heater Swimming Pool) dan pemutar arus ( Whirpool System) bila ada.

Miin. 12 m2/ tempat tidur traksi

Min. 50 m2

Min. 25 m2/kolam 4-12 m2 (untuk

ruang ganti pakaian)

Tempat tidur periksa, unit traksi, alat stimulasi elektrik, micro wave diathermy, ultraviolet quartz, dan peralatan fisioterapi lainnya Treadmill, parallel bars, ergocycle, exercise bicycle, dan peralatan senam lainnya. Perlengkapan hidroterapi

7.

TERAPI OKUPASI

Ruang Terapi Okupasi Ruang tempat terapis okupasi melakukan terapi kepada pasien

@ jenis okupasi 6-30 m2

Fasilitas tergantung dari jenis okupasi yang akan diselenggarakan, Misalnya : ruangan dalam rumah (dapur,

kamar mandi, ruang makan, ruang tamu, ruang tidur),

kantor (ruang kerja, bengkel, ruang studio),

tempat Ibadah, kasir, model ruangan kendaraan

(misalnya : tempat naik dan duduk pada bis umum, ruang mengemudi mobil dan motor), dll

Ruang Sensori Integrasi (SI) Anak.

Ruangan tempat Terapis Okupasi melakukan terapi secara (umumnya) kelompok kepada pasien anak untuk merangsang panca-indera serta gerak motorik halus dan kasar.

Tergantung peralatan SI yang

disediakan

area bermain yang dilengkapi pelindung-pelindung khusus (misalnya : busa dilapis kulit sintetis) pada daerah-daerah yang keras (misalnya: tiang, dinding & lantai) serta daerah bersudut yang cukup tajam (misalnya: tepi meja, tepi ayunan, sudut - sudut dinding).

Ruang Relaksasi / Perangsangan Audio-Visual

Ruangan tempat Terapis Okupasi melakukan terapi perangsangan audio-visual (umumnya pada anak) dalam suatu ruangan tertutup yang dilengkapi dengan sarana audio-visual maupun benda-benda bercahaya. Ruangan ini juga merupakan ruangan relaksasi bagi pasien.

Sesuai kebutuhan

lampu fiberoptik berpelindung dan akuarium Flexyglass yang mampu mengeluarkan cahaya multi warna secara bergantian, televisi, bantal, tempat duduk, bola keseimbangan, dll

Daerah Okupasi Terapi Terbuka/ Taman Terapetik Ket : Boleh ada/tidak

Suatu daerah terbuka hijau/taman yang juga digunakan sebagai daerah Latihan Terapi Okupasi Dewasa (dan Anak) berupa suatu jalur jalan (Walking Track)

Tergantung peralatan yang

disediakan

Pararell Bar’s dengan variasi permukaan pijakan yang berbeda-beda, seperti batu-batuan, semen, pasir dan ubin keramik untuk

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

dengan benda-benda Fasilitas Terapi. memberi rangsangan yang berbeda pada telapak kaki, ramp untuk latihan pengguna kursi roda dan perancah bantu jalan (Walker)

9.

TERAPI WICARA

Ruang Terapi Wicara /Vokasional

Ruang tempat terapis wicara melakukan terapi kepada pasien

12-30 m2 Cermin, meja, kursi pasien & petugas

Ruang Terapi Wicara Audiometer.

Ruangan tempat Terapis Wicara melakukan pengujian kemampuan pendengaran kepada pasiennya secara individual (dengan operator Audiometer sebagai asisten terapis). Terdiri dari 2 ruang : ruang operator & ruang pasien.

Min. 3 m2/ ruang pasien

Min. 4 m2 / ruang

operator

Alat uji audiometer, kursi pasien, meja operator, headphone pasien, speaker monitor operator

10.

RUANG ORTHOTIK DAN PROSTETIK/ OP

Loker Petugas Bengkel OP Ruang ganti pakaian dan menyimpan barang-barang milik petugas. @ 4-12 m2 Loker/ lemari, tempat duduk (bench),

dll

Bengkel Halus Ruang tempat menghaluskan, merangkai, menyetel barang yang akan diserahkan kepada pasien.

Min. 9 m2

Peralatan bengkel mekanik halus (seperti gerinda halus, bor halus, ampelas halus, tang, sekrup, baut, set obeng dan kunci-kunci, dll)

Bengkel Kasar Ruang tempat pengolahan bahan baku menjadi protese. Min. 36 m2

Mesin potong besi, mesin potong fiber glass, mesin pencetak fiber glass, mesin cetak kulit lateks, gerinda kasar, dan mesin-mesin mekanis produksi lainnya

Ruang Jahit/Kulit

Ruang tempat mempola, membuat, menjahit dan merakit selubung OP dari kulit, termasuk membuat sepatu untuk kaki palsu.

Min. 12 m2 Meja pola, alat penggunting kulit, mesin jahit kulit, alat pelubang kulit, dll

Ruang Bionik (Biologi Elektronik)

Ruang tempat melakukan perakitan serta penyetelan komponen elektronik yang akan ditambahkan pada barang OP.

Min. 9 m2

Set obeng dan kunci-kunci, solder, mesin pembuat pcb, osciloskop, avometer, serta alat-alat ukur elektronik lainnya.

Ruang Penyimpanan Barang Jadi

Ruang tempat menyimpan sementara barang OP yang sudah jadi. Sesuai Kebutuhan Lemari

Gudang Bahan Baku Tempat penyimpanan bahan baku untuk pembuatan barang OP Sesuai Kebutuhan Lemari, rak

Ruang Penyetelan (;Fitting Room)

Ruang tempat pasien mengepas barang OP yang telah jadi. Sesuai Kebutuhan Cermin, tempat duduk pasien, dll

11. RUANG PSM

Ruang tempat petugas PSM bekerja sebelum dan sesudah melaksanakan tugas di luar RS. Pada ruangan ini dapat juga dilakukan pendaftaran pasien pelayanan sosio medik diluar RS (;home care service)

Min. 4 m2/ orang (luas disesuaikan

dengan jumlah petugas PSM)

Meja, kursi, computer, printer, lemari, lemari arsip, dan peralatan kantor lainnya.

12. Gudang Peralatan RM Ruang tempat penyimpanan peralatan RM yang belum terpakai atau sedang tidak digunakan.

Sesuai Kebutuhan Lemari/rak

13. Gudang Linen dan Farmasi

Ruang penyimpanan linen bersih (misalnya : handuk, tirai & sprei) dan juga perbekalan farmasi untuk terapi (misalnya : parafin, alkohol, kapas, tissue, jelly).

Sesuai Kebutuhan Lemari/rak

14. Gudang Kotor

Ruang penyimpanan alat-alat, juga perabot RM yang sudah tidak dapat digunakan lagi tetapi belum dapat dihapuskan dengan segera.

Sesuai Kebutuhan Lemari/rak

15. Ruang Kepala IRM Ruang tempat kepala IRM bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

16. Ruang Petugas RM Ruang tempat istirahat petugas IRM Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari

17. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di IRM dan sebagai tempat istirahat petugas.

Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink

18. KM/WC petugas/pasien KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar: 1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan

instalasi rawat jalan/ poliklinik dan rawat inap. 2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket

pendaftaran, pembayaran dan administrasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

3. Disarankan akses masuk untuk pasien terpisah dari akses masuk staf. 4. Disarankan menggunakan sistem sirkulasi udara/ ventilasi udara alami. 5. Apabila ada ramp (tanjakan landai), maka harus diperhatikan

penempatan ramp, lebar dan arah bukaan pintu dan lebar pintu untuk para pemakai kursi roda serta derajat kemiringan ramp yaitu maksimal 70.

6. Untuk pasien yang menggunakan kursi roda disediakan toilet khusus yang memiliki luasan cukup untuk bergeraknya kursi roda.

4. Alur kegiatan.

Gambar 2.4.1.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

2.4.1.8 Unit Hemodialisa 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Pelayanan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel. 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Pada Unit Hemodialisa No.

Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Administrasi dan Rekam Medik

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi di unit HD, yaitu berupa registrasi & pendataan pasien, dan tempat penyimpanan berkas medik pasien.

3~5 m2/ petugas Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/ intercom, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya

2. Ruang Tunggu Ruang di mana keluarga/ pengantar pasien menunggu. Ruang ini perlu disediakan tempat duduk dengan

1~1,5 m2/ orang Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan.

3. Ruang Cuci Darah Ruang tempat pasien mendapatkan tindakan cuci darah.

Min. 7,2 m2/ tempat tidur Tt pasien, mesin HD

4. Ruang Isolasi Cuci Darah Ruang isolasi tempat pasien mendapatkan tindakan cuci darah.

Min. 9 m2/ tempat tidur Tt pasien, mesin HD

5. Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)

Ruang utk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan post-confrence, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien.

Sesuai kebutuhan

Meja, Kursi, lemari arsip, lemari obat, telepon/intercom, komputer Peralatan penyelamatan hidup (live saving equipment), defibrilator, alat resusitasi pasien, obat-obatan penyelamatam hidup, tensimeter/ spygmomanometer, termometer, peralatan kesehatan perbekalan HD, stetoskop, dll

6. Ruang Konsultasi

Ruang untuk melakukan konsultasi oleh dokter spesialis penyakit dalam/ sub spesialis ginjal/ kepada pasien dan keluarganya.

Sesuai kebutuhan Meja, Kursi/ sofa, telepon/intercom, peralatan kantor lainnya

7. Ruang Reverse Osmosis (RO) dan Sterilisasi UV

Ruang tempat meletakkan mesin RO dan filter UV sebelum air ditampung dalam tanki air harian. Ruang ini dapat digabung dengan ruang tanki air harian.

1 mesin RO memiliki dimensi +

1,5 x 0,6 m2 Mesin RO dan lampu UVGI

8. Ruang Tanki Air Harian (Ready To Use Tank)

Ruang tempat meletakkan tanki yang menampung air yang telah disterilisasi untuk dapat langsung digunakan oleh mesin hemodialisa atau mesin pembersih filter.

Tergantung kapasitas tanki air. Tanki air dan pompa

9. Ruang Pencucian Filter (Reuse Filter Cleaning)

Ruang tempat membersihkan filter agar dapat dipergunakan kembali. Kegiatan ini dapat dilaksanakan di CSSD.

Min. 4-6 m2 Bak cuci filter (sink), alat pembersih filter, alat dekontaminasi filter

10. Gudang Ruang penyimpanan alat-alat hemodialisa. Sesuai kebutuhan Lemari/rak

11. Ruang Kepala Unit HD Ruang tempat kepala Unit HD bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Sesuai kebutuhan Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

12. Ruang Utilitas Kotor/ Spoelhoek dan tempat cuci

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

4-6 m2

Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai

13. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di Unit HD dan sebagai tempat istirahat petugas.

Sesuai kebutuhan Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink

14. KM/WC petugas/pasien KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

1. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien dilengkapi dengan minimal inlet air steril dan outlet pembuangan air dari mesin dialisis.

2. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien juga dilengkapi dengan bed head unit, minimal terdiri dari outlet suction, Oksigen, stop kontak listrik dengan suplai Catu Daya Pengganti Khusus(CDPK = UPS) dan 2 buah stop kontak biasa, tombol panggil perawat (nurse call).

3. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna yang menyilaukan.

4. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

4. Alur kegiatan.

Gambar 2.4.1.8 – Alur Kegiatan Pada Unit Hemodialisa

2.4.1.9 Instalasi Radioterapi 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Pelayanan radioterapi meliputi : 1. Pelayanan radioterapi eksternal, yaitu pelayanan radioterapi dengan

menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau ada jarak antara pasien dengan alat penyinaran.

2. Pelayanan brakiterapi, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang didekatkan pada tumor.

3. Pelayanan radioterapi interstisial adalah pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang dimasukkan dalam tumor.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan radioterapi mengacu pada Permenkes No. 1427/MENKES/SK/XII/2006 tentang Standar Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.1.9

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Radioterapi

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Penerimaan, Pendaftaran, pembayaran dan pengambilan hasil

Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, tempat pembayaran dan sebagai tempat mengambil hasil pemeriksaan

3~5 m2/ petugas Rak/lemari berkas, meja, kursi, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

2. Ruang Administrasi dan Rekam Medis.

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personalia dan ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

3. Ruang Pemeriksaan dan Konsultasi

Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan konsultasi pasien oleh dokter spesialis Radiologi.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.

Administrasi dan Pendaftaran

Pasien & Pengantar Pasien

Pengantar Pasien

Pasien

Ruang Tunggu

Ruang (/Isolasi) Cuci Darah

Pulang

Ruang Konsultasi

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Ruangan Tunggu Pasien

Ruangan pasien menunggu diberikannya pelayanan radioterapi. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

5. Ruang Tunggu Pasien Tirah Baring

Ruangan pasien dengan tempat tidur (tirah baring) menunggu diberikannya pelayanan radioterapi.

Min. 7.2 m2/ tt Brankar/tt pasien

3. Ruang Moulding Ruang untuk membuat cetakan bagian tubuh yang akan dilakukan penyinaran dengan pesawat radioterapi

Sesuai kebutuhan Set Perlengkapan Moulding/ Cetakan

4. Ruang Kemoterapi Ruang untuk mengakomodasi sejumlah pasien yang sedang dilakukan tindakan medis kemoterapi.

Sesuai kebutuhan Sofa, kursi, meja, tiang infus, dll

5. Ruang Simulator Ruang tempat mensimulasi tubuh pasien sebelum dilakukan penyinaran/radiasi. Sesuai kebutuhan Set peralatan simulator

6. Ruang Terapi Penyinaran (;Treatment Room)

Ruang tempat dilakukan terapi sinar radiasi . Ruangan ini dilengkapi dengan ruang control dan ruang untuk mesin.

Tergantung peralatan terapi yang digunakan.

Set peralatan radioterapi

7. Ruang Kontrol Kualitas (Quality Control) Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan

8. Ruang Fisikawan Medik Ruang kerja dan istirahat fisikawan medik. 3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari, telepon, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

9. Ruang Petugas Ruang kerja dan istirahat petugas. 3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari, telepon, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

10. Pantri Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit.

Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri

11. Ruang Ganti Petugas

Ruang untuk ganti pakaian petugas sebelum petugas masuk ke area tindakan. Ruang ganti petugas pria dan wanita dipisah.

Sesuai Kebutuhan Loker, dilengkapi toilet.

12. Ruang Diskusi Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll

13. KM/WC petugas & pasien KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan pelayanan radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh BAPETEN.

2.4.1.10 Instalasi Kedokteran Nuklir

Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disinegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan proses fisiologi, metabolisme dan terapi radiasi internal.

2. Lingkup Sarana Pelayanan 1. Pelayanan diagnostic in-vivo adalah pemeriksaan yang dilakukan

terhadap pasien dengan cara pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka, kemudian dengan menggunakan alat pencacah atau kamera gamma dilakukan pengamatan terhadap radionuklida dan/atau radiofarmaka tersebut selama berada dalam tubuh. Hasil yang diperoleh dari pengamatan tersebut dapat berupa citra atau non-citra.

2. Pelayanan diagnostik in-vitro adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap specimen yang diperoleh dari pasien menggunakan teknik Radio Immuno Assay (RIA) atau Immuno Radiometric Assay (IRA).

3. Pelayanan pemeriksaan in-vivtro adalah gabungan antara pemeriksaan in-vivo dan in-vitro.

4. Pelayanan terapi radiasi internal adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Kedokteran Nuklir mengacu pada KEPMENKES-RI No. 008/MENKES/SK/I/2009 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Nuklir Di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Uraian Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir berdasarkan pelayanan diatas pada rumah sakit kelas B dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kedokteran Nuklir Pratama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan gamma probe.

2. Kedokteran Nuklir Madya, meliputi pelayanan diagnostik in-vitro dan in-vivo dengan kamera gamma yang dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator LEHR/LEGP.

3. Kedokteran Nuklir Utama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan peralatan gamma probe dan kamera gamma yang telah dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator LEHR, Kollimator LEHS/LEGP dan Kollimator Pin Hole.

4. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan teknologi PET-CT

3. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.1.10

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Kedokteran Nuklir

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

I. Kedokteran Nuklir Pratama

1. Ruangan Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

2. Ruang Administrasi dan Rekam Medis.

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personalia dan ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

3. Loket Pendaftaran, pembayaran dan pengambilan hasil

Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, tempat pembayaran dan sebagai tempat mengambil hasil pemeriksaan

3~5 m2/ petugas Rak/lemari berkas, meja, kursi, � elevise, printer, dan alat perkantoran lainnya.

4. Ruang Konsultasi Dokter Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan konsultasi pasien oleh dokter spesialis Kedokteran Nuklir.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.

5. Ruang Pemberian Dosis Ruang tempat penyuntikan/ pemberian dosis radiofarmaka ke tubuh pasien. Sesuai Kebutuhan Sink, meja, kursi pasien dan kursi

petugas.

6. Ruang Tunggu Pasien Ruang tempat pasien menunggu setelah pemberian dosis radiofarmaka. Sesuai Kebutuhan Sofa, washtafel

7. Ruang Probe & Counting System

Ruang tempat melakukan tindakan dengan probe.

Min. 12 m2 Probe & Counting System

8. Ruang Penyiapan dan Penyimpanan Radiofarmaka

Ruang tempat menyiapkan dosis radiofarmaka untuk pasien, dilengkapi juga dengan tempat penyimpanan radioisotope dan ruang generator Tc-99m

Sesuai Kebutuhan Sink, banker/lemari khusus simpan radioisotop, glass box untuk penyiapan dosis radiofarmaka.

9. Ruang Dekontaminasi Ruang tempat dekontaminasi petugas setelah menyiapkan radiofarmaka. Sesuai Kebutuhan Sink, shower, dll

10. Ruang Istirahat Dokter & Petugas Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri

11. KM/WC petugas & pasien KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

12. Ruang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat

Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus

II. Kedokteran Nuklir Madya Adalah kedokteran nuklir Pratama ditambah ruangan-ruangan dibawah ini :

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1. Ruang Pencacahan In Vivo

Ruang tempat pencacahan(non-imaging) sampel cairan dari tubuh pasien. Sesuai Kebutuhan Meja kerja, Alat pencacah In Vivo

2.

Ruang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat

Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus

3. Laboratorium RIA Ruang tempat pemeriksaan sampel cairan tubuh pasien yang telah direaksikan dengan � elevise� ope.

Sesuai Kebutuhan Set laboratorium RIA

4. Ruang Sampling Ruang tempat pengambilan dan penanganan sampel dari tubuh pasien Sesuai Kebutuhan Set pengambilan sampel

5. Ruang Cardiac Stress Test Ruang tempat latihan/exercise dengan alat pacu jantung. Sesuai Kebutuhan Treadmill

6. Ruang Gamma Kamera (dilengkapi ruang operator)

Ruang tempat melakukan pencitraan dengan gamma kamera. Sesuai Kebutuhan

Set Gamma Kamera yang dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator LEHR(Low Energy High Resolution)/ LEGP(Low Energy General Purpose)

III. Kedokteran Nuklir Utama Adalah kedokteran nuklir Madya ditambah ruangan dibawah ini :

1. Ruang Probe & Counting System

Ruang tempat melakukan tindakan dengan probe.

Min. 12 m2 Probe & Counting System

2.

Kekhususan untuk ruang kamera gamma pada KN Utama dibandingkan dengan KN Madya dapat dilihat pada kolom kebutuhan fasilitas di sebelah kanan kolom ini.

Ruang tempat melakukan pencitraan dengan gamma kamera. Sesuai Kebutuhan

Set Gamma Kamera yang dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator LEHR(Low Energy High Resolution), Kollimator LEHS (Low Energy High Sensitivity)/ LEGP(Low Energy General Purpose) dan Kollimator Pin Hole.

IV. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT

1. Ruangan Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi dll

2. Ruang Administrasi dan Rekam Medis.

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personalia dan ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

3. Ruang Konsultasi Dokter Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan konsultasi pasien oleh dokter spesialis Kedokteran Nuklir.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.

4. Ruang Ganti Petugas

Ruang untuk ganti pakaian, sebelum petugas masuk ke area tindakan. Pada kamar ganti sebaiknya disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci dipegang oleh masing-masing petugas.

Sesuai Kebutuhan Loker, � elevise� baju bersih petugas, � elevise� baju kotor petugas, dilengkapi toilet.

5. Ruang Pemberian Dosis Ruang tempat penyuntikan/ pemberian dosis � elevise� ope ke tubuh pasien. Sesuai Kebutuhan Sink, brankar, meja, kursi pasien dan

kursi petugas.

6. Ruang Penyiapan Radiofarmaka

Ruang tempat menyiapkan dosis radiofarmaka untuk pasien Sesuai Kebutuhan Sink, processing glass box untuk

penyiapan dosis radiofarmaka.

7. Ruang Hot Lab. (dilengkapi dengan ruang dekontaminasi petugas)

Laboratorium dengan tingkat paparan radiasi nuklir yang cukup tinggi, tempat memformulasikan � elevise� ope.

Sesuai Kebutuhan Perlengkapan Hot lab.

8. Ruang Cyclotron Ruang tempat penanganan dan penyimpanan bahan � elevise� ope sebagai bahan radiofarmaka.

Sesuai Kebutuhan Cyclotron dengan perlakuan ruangan khusus.

9. Ruang PET-CT (dilengkapi ruang � elevis dan ruang mesin)

Ruang tempat melakukan tindakan penelusuran radioaktif terhadap pasien pasca pemberian dosis dengan alat PET-CT (Computed Tomograpy)

Sesuai Kebutuhan PET-CT, Mesin, Perlengkapan monitor dan � elevise operator, dll

10. Ruang Up-Take Ruang tempat memonitor pasien setelah diberikan dosis tapi sebelum pencitraan. Sesuai Kebutuhan Tt pasien, � elevise, monitor

pemantau radiasi, bedhead, dll

11. Ruang Pemulihan Ruang tempat pemulihan kondisi pasien setelah dilakukan radiasi dan pencitraan Sesuai Kebutuhan Tt pasien, bedhead, nurse stasion,

dll

12. Ruang Isolasi Terapi Ruang tempat memonitor pasien setelah di radiasi. Sesuai Kebutuhan

Tt pasien, � elevise, monitor pemantau radiasi, meja, lemari, bedhead, dilengkapi washtafel dan toilet tersendiri.

13. Ruang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat

Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus

14. Ruang Istirahat dan Diskusi Dokter dan Petugas

Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll

15. Ruang Kontrol Kualitas (Quality Control) Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan

16. Ruang pengolahan /penanganan limbah cair Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

3. Persyaratan Khusus Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi

radiasi. Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan

pelayanan radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh BAPETEN.

Persyaratan pengkondisian udara : a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan

tekanan seimbang. b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah

antara 45~60%. Tersedia penanganan/ pengelolaan limbah radioaktif khusus.

2.4.2 Fasilitas Pada Area Penunjang dan Operasional 2.4.2.1 Instalasi Farmasi (;Pharmacy)

1. Lingkup Sarana Pelayanan Unit Farmasi direncanakan mampu untuk melakukan pelayanan : 1. Melakukan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan obat, alat

kesehatan reagensia, radio farmasi, gas medik sesuai formularium RS. 2. Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk

pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan 3. Pendistribusian obat, alat kesehatan, regensia radio farmasi & gas

medis. 4. Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi obat. 5. Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama

24 jam.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.1

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Farmasi

No. Nama Ruangan Fungsi Besaran Ruang

/ Luas Kebutuhan Fasilitas

1 Ruang Peracikan Obat Ruang tempat melaksanakan peracikan obat oleh asisten apoteker.

Min. 6 m2/ asisten apoteker

(min. 36 m2)

Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik steril maupun non steril.

2 Depo Bahan Baku Obat Ruang tempat penyimpanan bahan baku obat. Sesuai kebutuhan Lemari/rak

3 Depo Obat Jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak

4 Gudang Perbekalan dan Alat Kesehatan

Ruang tempat penyimpanan perbekalan dan alat kesehatan Sesuai kebutuhan Lemari/rak

5 Depo Obat Khusus

Ruang tempat penyimpanan obat khusus seperti untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika, dan obat berbahaya.

Sesuai kebutuhan Lemari khusus , lemari pendingin dan AC, kontainer khusus untuk limbah sitotoksis, dll

6

Ruang Administrasi (Penerimaan dan Distribusi Obat)

Ruang untuk melaksanakan kegiatan administrasi kefarmasian RS, meliputi kegiatan pencatatan keluar masuknya obat, penerimaan dan distribusi obat.

Sesuai kebutuhan

Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

7

Konter Apotik Utama (Loket penerimaan resep, loket pembayaran dan loket pengambilan obat)

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan penerimaan resep pasien, penyiapan obat, pembayaran, dan pengambilan obat

3~5 m2/ petugas Rak/lemari obat, meja, kursi, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

8 Ruang Loker Petugas (Pria dan Wanita dipisah)

Tempat ganti pakaian, sebelum melaksanakan tugas medik yang diperuntukan khusus bagi staf medis.

Sesuai kebutuhan Lemari loker

9 Ruang Rapat/Diskusi Ruang tempat melaksanakan kegiatan pertemuan dan diskusi farmasi.

Sesuai kebutuhan Meja, kursi, peralatan meeting lainnya.

10 Ruang Arsip Dokumen & Perpustakaan

Ruang menyimpan dokumen resep dan buku-buku kefarmasian. Sesuai kebutuhan Lemari arsip, kartu arsip

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

11 Ruang Kepala Instalasi Farmasi

Ruang kerja dan istirahat kepala Instalasi Farmasi. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari,

meja/kursi

12 Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi

13 Ruang Tunggu Ruang tempat pasien dan pengantarnya menunggu menerima pelayanan dari konter apotek.

1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila RS mampu),

14 Dapur Kecil (;Pantry) Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas di Instalasi Farmasi RS.

Sesuai kebutuhan Kursi+meja untuk makan, sink, dan perlengkapan dapur lainnya.

15 KM/WC (pasien, petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

16

Unit Apotik Satelit

Ruang Racik Obat Ruang tempat melaksanakan peracikan obat oleh asisten apoteker.

Min. 6 m2/ asisten apoteker

(min. 36 m2)

Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik steril maupun non steril.

Depo Bahan Baku Ruang tempat penyimpanan bahan baku obat. Sesuai kebutuhan Lemari/rak

Depo Obat jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak

Gudang Perbekalan Ruang tempat penyimpanan bahan perbekalan. Sesuai kebutuhan Lemari/rak

Ruang Apoteker Ruang kerja dan istirahat Apoteker. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi

Ruang Loker Petugas (Pria dan Wanita dipisah)

Tempat ganti pakaian, sebelum melaksanakan tugas medik yang diperuntukan khusus bagi staf medis.

Sesuai kebutuhan Lemari loker

Ruang Tunggu Ruang tempat pasien dan pengantarnya menunggu menerima pelayanan dari konter apotek.

1~1,5 m2/ orang

(min. 36 m2) Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila RS mampu),

Konter Apotek

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan penerimaan resep pasien, penyiapan obat, pembayaran, dan pengambilan obat

3~5 m2/ petugas Rak/lemari obat, meja, kursi, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

Ruang Administrasi (Penerimaan dan Distribusi Obat)

Ruang untuk melaksanakan kegiatan administrasi kefarmasian RS, meliputi kegiatan pencatatan keluar masuknya obat, penerimaan dan distribusi obat.

3~5 m2/ petugas

Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi

Dapur Kecil (;Pantry) Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas di Instalasi Farmasi RS.

Sesuai kebutuhan Kursi+meja untuk makan, sink, dan perlengkapan dapur lainnya.

3. Persyaratan Khusus

Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS. Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada

pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan. Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus

sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas, pasien dan pengunjung.

Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta obat/ bahan berbahaya.

Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi farmasi).

Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan dokumen dan arsip resep.

Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek utama.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

4. Alur kegiatan.

1. Alur Pasien dan pengunjung

2. Alur Petugas Instalasi Farmasi

3. Alur Barang

Gambar 2.4.2.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Farmasi.

2.4.2.2. Instalasi Radiodiagnostik Radiologi adalah Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan/ imejing (;imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit. Merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-X (;X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat sinar-X atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari pencitraan/imejing kedokteran (;medical imaging).

Pasien/ Pengunjung

Loket Penerimaan Resep

Loket Pembayaran

Ruang Tunggu Pengambilan Obat Pulang

Petugas/ staf

Loker

Konter Apotek

Ruang Peracikan

Ruang Administrasi, Penerimaan & Distribusi Obat

Obat / Barang Perbekalan Masuk

Ruang Administrasi, (Penerimaan Obat & Barang Perbekalan)

Depo Bahan Baku

Depo Obat Jadi

Gudang Perbekalan dan Alat Medis

Depo Obat Khusus

Ruang Peracikan

Gudang Penyimpanan Tabung gas medis

Konter Apotek

R. Administrasi, (Distribusi Obat dan Barang Perbekalan)

Obat / Barang Perbekalan Keluar

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1. Lingkup Sarana Pelayanan Instalasi Radiologi melakukan pelayanan sesuai kebutuhan dan permintaan dari unit-unit kesehatan lain di RSU tersebut. Unit Radiologi dapat pula melayani permintaan dari luar. Pelayanan Radiologi pada Rumah Sakit Kelas B yaitu : 1. Radiodiagnostik, terdiri dari pemeriksaan general X-Ray, fluoroskopi,

Tomografi, Angiografi, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI. 2. Radioterapi, 3. Kedokteran Nuklir pada RS Kelas B memberikan pelayanan tergantung

dari kemampuan RS. Pilihannya adalah : - Kedokteran nuklir tingkat pratama (diagnostik in-vivo) - Kedokteran nuklir tingkat madya (diagnostik in-vivo dan in-vitro) - Kedokteran nuklir tingkat madya+ (diagnostik in-vivo, in-vitro dan

kamera gamma)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.2

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Radiodiagnostik

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruangan Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

2. Ruang Administrasi dan Rekam Medis.

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personalia dan ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

3. Loket Pendaftaran, pembayaran dan pengambilan hasil

Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, tempat pembayaran dan sebagai tempat mengambil hasil pemeriksaan

3~5 m2/ petugas Rak/lemari berkas, meja, kursi, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

4. Ruang Konsultasi Dokter

Ruangan tempat membaca film hasil diagnosa pasien dan tempat pasien konsultasi medis dengan Dokter spesialis radiologi.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.

5. Ruang ahli fisika medis Ruangan kerja dan penyimpanan alat ahli fisika medis Sesuai Kebutuhan Lemari alat monitor radiologi, kursi,

meja, wastafel.

6.

Ruang Pemeriksaan a. General b. Tomografi c. Fluoroskopi d. Ultra SonoGrafi (USG) e. Angiografi f. CT-Scan g. MRI (; Magnetic

Resonance Imaging)

Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik umum Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik tomografi (jaringan lunak) Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik fluoroskopi Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan USG Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik angiografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan komputer tomografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik dengan menggunakan alat MRI

Min. 12 m2

Min. 12 m2

Min. 12 m2

Min. 9 m2

Min. 9 m2/bed unit

Min. 12 m2

Min. 18 m2

General X-Ray unit (bed dan standing unit dengan bucky) X-Ray Tomografi unit (bed dan/ standing unit dengan bucky) X-Ray Fluoroskopi unit, bed unit dengan bucky General USG unit dengan multi probe sesuai kebutuhan pelayanan RS. X-Ray angiografi unit, bed unit dengan bucky, Monitor CT-Scan, meja pasien (;automatic adjustable patient table) MRI, meja pasien (;automatic adjustable patient table)

Ruang-ruang Penunjang (Pada tiap-tiap ruang pemeriksaan diatas kecuali USG)

Ruang operator/ panel kontrol

Ruang tempat mengendalikan/ mengkontrol pesawat X-Ray

Min. 4 m2 Meja kontrol, Komputer

Ruang Mesin Ruang tempat meletakkan transformator/genetaor/CPU

Min. 4 m2

Transformator/genetaor/CPU tomografi unit

Ruang ganti pasien Ruang tempat pasien berganti pakaian dan menyimpan barang milik pribadi.

Min. 4 m2

Lemari baju bersih, kontainer baju kotor, kaca, hanger

KM/WC pasien KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

7.

Kamar gelap (Bila tidak menggunakan AFP (;Automatic Film Processor) digital ataupun AFP kering)

Ruang tempat memproses film, terdiri dari 2 area; daerah basah dan daerah kering. Sesuai Kebutuhan Automatic film processor (AFP), sink

& waste liquid container

8. Ruang Jaga Radiografer Ruang tempat istirahat radiografer cito Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.

9. Gudang penyimpanan berkas

Ruang tempat penyimpanan berkas hasil pemeriksaan. Sesuai Kebutuhan Lemari arsip

10. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di Ruang Radiologi Rumah Sakit dan sebagai tempat istirahat petugas.

Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur

11. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat darurat, laboratorium, ICU, dan instalasi bedah sentral.

Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan sirkulasi staf.

Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film. Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi

radiasi. Ruangan gelap dilengkapi exhauster. Persyaratan pengkondisian udara :

a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan tekanan seimbang.

b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah antara 45~60%.

Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus. 4. Alur kegiatan.

1. Alur Pasien

ASKES/ Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Pasien Umum

Ruang Tunggu

Ruang Pemeriksaan

Loket Pengambilan Hasil

- Poliklinik - Bagian/Inst. Lain - Dr. Praktek - Puskesmas

PASIEN

Umum

Loket Pendaftaran Pasien ASKES

Loket Pembayaran Pasien Umum

Loket Pembayaran Pasien ASKES

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2. Alur Film

Gambar 2.4.2.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Radiologi Radiodiagnostik.

2.4.2.3 Instalasi Laboratorium

1. Lingkup Sarana Pelayanan Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian yaitu patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Pemeriksaan laboratorium pada Rumah Sakit Kelas B adalah : 1. Patologi klinik dengan pemeriksaan :

- Hematologi sederhana - Hematologi lengkap - Hemostasis penyaring dan bank darah - Analisis urin dan tinja dan cairan tubuh lain - Serologi sederhana/ immunologi - Parasitologi dan mikologi - Mikrobiologi - Bakteriologis air - Kimia Klinik

2. Patologi Anatomi - Histopatologi lengkap - Sitologi lengkap - Histokimia - Imunopatologi - Patologi Molekuler

3. Forensik, yaitu melakukan pelayanan kamar mayat dan bedah mayat forensik - Otopsi forensik - Perawatan/pengawetan mayat - Visum et repertum mayat - Visum et repertum korban hidup - Medikolegal - Pemeriksaan histopatologi forensik - Pemertiksaan serologi forensik - Pemeriksaan forensik lain - Toksikologi forensik

Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas berikut : Blood Sampling Administrasi penerimaan spesimen Gudang regensia & bahan kimia Fasilitas pembuangan limbah Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku

Processing Film (Kamar Gelap/ AFP)

Identifikasi Foto

Interpretasi (R. Konsultasi Dokter)

Hasil

Pengambilan Foto (R. Pemeriksaan)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.3

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Laboratorium

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

A. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK

1.

Ruang Administrasi dan Rekam Medis (Terdapat loket pendaftaran, loket pembayaran, dan loket pengambilan hasil)

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi, pendaftaran, pembayaran dan pengambilan hasil serta ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Meja, kursi, computer, printer, lemari, lemari arsip, dan peralatan kantor lainnya.

2. Ruang Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan lab.

1~1,5 m2/ orang (min. 25 m2)

Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila RS mampu),

3. Ruang Pengambilan/ Penerimaan Bahan/ Sample

Ruang tempat pengambilan sample darah, pengumpulan sample urin, feses. Ruangan ini dilengkapi dengan toilet untuk pengambilan sampel urin dan feses

Sesuai Kebutuhan Meja. Kursi, jarum suntik dan pipetnya, container urin, timbangan, tensimeter.

4. Bank Darah Ruang tempat pengambilan dan penyimpanan persediaan darah. Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, refrigerator, freezer, blood pack transporter, blood bank, thermosealer, dll

5. Ruang Konsultasi Ruang tempat konsultasi pasien dengan dokter spesialis Patologi klinik.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, dan peralatan kantor lainnya.

6. Laboratorium Sero Imunologi

Ruang pemeriksaan/ analilsis sero imunologi

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Mikroskop fluorescence, sentrifuge, waterbath, autoanalyzer imunologi, rotator shaker, refrigerator, freezer, incubator, pipet otomatis dengan berbagai ukuran, pipet volume dengan berbagai ukuran, washing sink.

7. Laboratorium Kimia Klinik Ruang pemeriksaan/ analilsis kimia klinik.

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Meja lab, spektrofotometer, sentrifus, water bath, electrophoresis protein, autoanalyzer kimia, electrolyte analyzer, incubator, timbangan analitik, blood gas analyzer, pipet otomatis dengan berbagai ukuran, pipet volume dengan berbagai ukuran, washing sink

8. Laboratorium Hematologi Ruang pemeriksaan/ analilsis hematologi dan hemostasis, dll

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Meja lab, spektrofotometer, autoanalyzer untuk hemostasis, autoanalyzer untuk hematologi, hematologi elektrophoresis, mikroskop binokuler, mikroskop binokuler dengan digital recorder, sentrifus, sentrifus hematokrit, water bath, Dift counter digital dan manual, rolling mixer/ rotator, incubator, haemocitometer, refractometer, refrigerator, pipet otomatis dengan berbagai ukuran, pipet volume dengan berbagai ukuran, washing sink, timer, stopwatch

9. Laboratorium Mikrobiologi Ruang pemeriksaan/ analilsis mikrobiologi

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Analytical balance, autoclave, automatic analyzer microbiologi, sterilisator kering dan basah, incubator, loop/kaca pembesar, mikropscope fluorescence, microscope binocular dengan digital reader, microscope binocular, microtitation plate incubator, petri dish, reader antibiotic, reader patri dish, rotator shaker, automatic reader analyzer untuk identifikasi dan resistensi kuman, pipet otomatis dengan berbagai ukuran, Bunsen, densimat, bio safety cabinet (BSC), anaerobic jar, washing sink

10.

Laboratorium Urinalis Ket : Lab. Ini dapat digabungkan dengan lab. Lain.

Ruang pemeriksaan/ analilsis urin Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Automatic urin analyzer, sentrifus, laboratory refrigerator, microscope binocular, refractometer, water bath, washing sink

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

11. Ruang Penyimpanan Bio Material

Ruang tempat penyimpanan bio material

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan Rak, refrigerator, freezer, dll

12. Ruang Sputum/ Dahak Ruang tempat pengambilan specimen dahak

Sesuai Kebutuhan dan jenis alat yang

dipergunakan

Ruangan dengan resiko pajanan tinggi, dilengkapi fasilitas penggantian/pertukaran udara (exhause fan)

13. Gudang Regensia dan Bahan Habis Pakai

Ruang tempat penyimpanan regensia bersih dan bahan habis pakai.

Sesuai Kebutuhan Rak/Lemari

14. Ruang Cuci Peralatan Ruang tempat pencucian regensia bekas pakai. Sesuai Kebutuhan Lemari, sink

15. Ruang Diskusi dan Istirahat Personil.

Ruang tempat diskusi dan istirahat personil/ petugas lab. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari, dll

16. Ruang Kepala Laboratorium

Ruang tempat kepala laboratorium bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

17. Ruang Petugas Laboratorium

Ruang tempat istirahat petugas laboratorium. Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari

18. Ruang Ganti/ Loker Ruang tempat ganti pakaian petugas laboratorium. Sesuai Kebutuhan loker

19. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di Instalasi CSSD dan sebagai tempat istirahat petugas.

Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink

20. KM/WC pasien KM/WC dan pengambilan sample urin

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

21. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

B. LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI

C. LABORATORIUM KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

3. Persyaratan Khusus

Letak laboratorium/sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik (bukan area umum).

Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau porselen).

Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak.

Akses masuk petugas dengan pasien/pengunjung disarankan terpisah. Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci

tangan dan tempat cuci alat Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pada Instalasi laboratorium adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.3. – Alur Kegiatan Pada Instalasi Laboratorium Patologi Klinik.

2.4.2.4 Bank Darah / Unit Transfusi darah (BDRS / UTDRS) Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit. Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit. 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Peran UTDRS adalah sebagai berikut : a. Mengerahkan dan melestarikan donor darah sukarela tanpa pamrih dari

masyarakat resiko rendah b. Melakukan seleksi donor darah c. Melaksanakan pemeriksaan golongan darah dan rhesus donor d. Melakukan pengambilan darah donor e. Melakukan uji saring darah donor terhadap penyakit infeksi menular (HIV,

Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis) f. Melakukan pemisahan darah menjadi komponen-komponennya g. Melaksanakan penyimpanan darah sementara

Pendaftaran

Pasien dan/ pengantar pasien

Pasien Umum ASKES/ Jaminan

Loket Pembayaran

Lengkapi Berkas

Pengambilan Sample/ Pemeriksaan

Tim Pengendali

Nota Persetujuan

Ruang Tunggu

Hasil

Pasien Rawat Inap

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

h. Melakukan distribusi darah i. Melakukan penyelidikan kejadian reaksi transfusi darah dan kasus

inkompatibilitas. Peran BDRS adalah sebagai berikut : a. Menerima darah dari UTD yang telah memenuhi syarat uji saring (non

reaktif) dan telah dikonfirmasi golongan darah. b. Menyimpan darah dan memantau suhu simpan darah. c. Memantau persediaan darah harian/ mingguan. d. Melakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus pada kantong

darah donor dan darah resipien. e. Melakukan uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien. f. Menyerahkan darah yang cocok untuk pasien kepada petugas rumah

sakit yang diberi kewenangan. g. Melacak penyebab terjadinya reaksi transfusi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.4

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Bank darah / Unit Transfusi Darah (BDRS/UTDRS)

No.

Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1.

Ruang Administrasi Loket Permintaan

Darah Loket Pengambilan

Darah Loket Pembayaran

Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan : 1. Pendataan persediaan darah,

permintaan dan pengambilan darah untuk pasien.

2. Loket tempat pengisian formulir permintaan darah oleh keluarga pasien.

3. Loket tempat pengambilan darah 4. Loket tempat pembayaran.

3~5 m2/ petugas (min. 30 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

2. Ruang Tunggu

Ruang di mana keluarga pasien/ pendonor menunggu. Ruang ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan.

1~1,5 m2/ orang (min. 30 m2)

Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)

3. Ruang Penyimpanan Darah (Blood Bank Room)

Ruang tempat meletakkan lemari pendingin untuk penyimpanan kantong darah.

Tergantung Kebutuhan

Kulkas/ lemari pendingin penyimpanan darah.

4. Laboratorium Skrining Darah (Blood Screening Lab.)

Ruang tempat penyaringan/ penapisan/ penyeleksian kualitas dan keamanan darah.

Tergantung jenis dan jumlah

parameter alat screening darah

Alat-alat screening darah

5. Ruang Donor Darah Ruang tempat pendonor diambil darahnya.

Tergantung tempat tidur pendonor

yang disediakan.

Tt pendonor dilengkapi dengan kantung darah (Blood pack), tensimeter, stetoskop, kursi petugas

6. Ruang Pemberian Makanan Pasca Donor

Ruang tempat pemberian makanan dan suplemen kepada pendonor pasca donor.

Tergantung kebutuhan

Meja, Kursi, dispenser, kulkas makanan, kompor pemanas

7. Ruang Kepala dan Staf BDRS/UTDR

Ruang tempat kepala dan staf BDRS/UTDRS bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 1,5 m2/ petugas

Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

8. Gudang Ruang tempat penyimpanan perlengkapan dan perbekalan BDRS/ UTDRS

Tergantung kebutuhan Lemari penyimpanan

9. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

10. KM/WC pendonor KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk membersihkan peralatan laboratorium.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

2. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna yang menyilaukan.

3. Suhu ruangan harus dijaga antara 220- 270 C dengan kelembaban 50 – 70 %.

4. Stop kontak pada ruang penyimpanan darah dilengkapi dengan Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK/UPS)

5. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

4. Alur kegiatan.

Gambar 2.4.2.4 – Alur Kegiatan Pada BDRS/ UTDRS

2.4.2.5 Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

IDT adalah instalasi yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pelayanan internalisasi diagnostik pencitraan di rumah sakit. Umumnya, IDT merupakan instalasi unggulan dalam pelayanan di rumah sakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan Pelayanan dalam IDT disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah

sakit, jenis pemeriksaan dengan peralatan pencitraan diantaranya adalah : 1. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 2. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 3 Dimensi 3. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 4 Dimensi 4. Pemeriksaan dengan Elektro Kardiogram (EKG) 5. Pemeriksaan dengan Endoscopy 6. Pemeriksaan dengan Electro EEG 7. Pemeriksaan dengan Echo jantung sonografi 8. Treadmil, dll

Keluarga cari

pendonor

Pemeriksaan Darah Pendonor

Pengambilan Darah dari Pendonor

Proses Skrining Darah

Loket Permintaan Darah

Keluarga Pasien/ Petugas RS yang diberi kewenangan

Persediaan Darah ada/

tidak

Loket Pembayaran

Loket Pengambilan Darah

Ya

Tidak

Penyimpanan Darah (Blood Bank)

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.5

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pada Instalasi Radiodiagnostik

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang / Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruangan Tunggu Pasien & Pengantar Pasien

Ruangan pasien & pengantar pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

2. Ruang Administrasi dan Rekam Medis.

Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personalia dan ruangan untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.

3~5 m2/ petugas Alat tulis kantor, meja+kursi, loket, lemari, telepon, faksimili, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

3. Loket Pendaftaran, pembayaran dan pengambilan hasil

Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, tempat pembayaran dan sebagai tempat mengambil hasil pemeriksaan

3~5 m2/ petugas Rak/lemari berkas, meja, kursi, komputer, printer, dan alat perkantoran lainnya.

4. Ruang Konsultasi Dokter

Ruangan tempat membaca film hasil diagnosa pasien dan tempat pasien konsultasi medis dengan Dokter spesialis radiologi.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.

5. Ruang Kepala IDT Ruangan kerja kepala IDT Sesuai Kebutuhan Lemari, meja, kursi dll

6.

Ruang Pemeriksaan a. Ultra SonoGrafi (USG)

b. Ultra SonoGrafi (USG) 3D

c. Ultra SonoGrafi (USG) 4D

d. Electro Cardiograph (EKG)

e. Endoscopy (Dilengkapi ruang kontrol dan ruang mesin)

f. Electroenchepalograph (EEG)

g. Echo Cardio Sonografi

h. Treadmil

Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan USG Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan USG 3D Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan USG 4D Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan Electro Cardiograph (EKG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan menegakkan diagnosis dan mengobati kelainan atau penyakit saluran cerna atas maupun saluran cerna bawah Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan Electroenchepalograph (EEG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik jaringan lunak menggunakan Echo Cardio Sonografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan diagnostik kondisi jantung

Min. 9 m2/ bed unit

Min. 9 m2/bed unit

Min. 9 m2/bed unit

Min. 9 m2/bed unit

Sesuai Kebutuhan

Min. 9 m2/bed unit

Sesuai Kebutuhan

Sesuai Kebutuhan

General USG unit dengan multi probe sesuai kebutuhan pelayanan RS. USG 3 Dimensi unit. USG 4 Dimensi unit. EKG Unit, bed, dll Endoscopy unit EEG unit Echo Cardio Sonografi unit treadmil

7. Ruang Petugas Ruang tempat istirahat petugas Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.

9. Ruang Arsip Ruang tempat penyimpanan berkas hasil pemeriksaan. Sesuai Kebutuhan Lemari arsip

10. Dapur Kecil (;Pantry) Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas dan sebagai tempat istirahat petugas.

Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur

11. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Lokasi IDT mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi rawat jalan. Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film. Persyaratan pengkondisian udara :

a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan tekanan seimbang.

b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah antara 45~60%.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

4. Alur kegiatan. 1. Alur Pasien

Gambar 2.4.2.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

2.4.2.6 Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik

1. Lingkup Sarana Pelayanan Fungsi Ruang Jenazah adalah : 1. Tempat meletakkan/penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil

keluarganya. 2. Tempat memandikan/dekontaminasi jenazah. 3. Tempat mengeringkan jenazah setelah dimandikan 4. Otopsi jenazah. 5. Ruang duka dan pemulasaraan. 6. Laboratorium patologi anatomi

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel. 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Instalasi Pemulasaraan Jenazah No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan

Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Administrasi Ruang para Petugas melaksanakan kegiatan administrasi, keuangan dan personalia.

3~5 m2/ petugas (min. 6 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

2. Ruang Tunggu Keluarga Jenazah Ruangan keluarga jenazah menunggu 1~1,5 m2/ orang

(min. 12 m2) Tempat duduk, televisi & Telp umum

3.

Ruang Duka (dilengkapi toilet) Ket : Min. 3 ruang duka

Ruang tempat menyemayamkan jenazah sementara sebelum dibawa pulang. Dilengkapi dengan ruang hias, ruang tidur penunggu keluarga.

Min. 45 m2/ ruang duka

Kursi, perlengkapan ruang tidur, toilet beserta fasilitasnya.

4. Gudang perlengkapan Ruang Duka

Ruang penyimpanan perlengkapan yang diperlukan pada ruang duka. Min. 9 m2

Lemari/rak, kursi, meja, penyangga jenazah, peti mati, mimbar, alat2 upacara keagamaan, dll

ASKES/ Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Pasien Umum

Ruang Tunggu

Ruang Pemeriksaan

Loket Pengambilan Hasil

- Pasien Rawat Jalan - Bagian/Inst. Lain - Dr. Praktek - Puskesmas

PASIEN

Umum

Loket Pendaftaran Pasien ASKES

Loket Pembayaran Pasien Umum

Loket Pembayaran Pasien ASKES

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5. Ruang Dekontaminasi dan Pemulasaraan Jenazah

Ruang tempat memandikan/ dekontaminasi serta pemulasaraan jenazah (pengkafanan untuk jenazah muslim/ pembalseman & pemulasaraan lainnya untuk jenazah non-muslim) .

Min. 18 m2

Shower dan sink, brankar, lemari/rak alat dekontaminasi, lemari perlengkapan pemulasaraan dll

6. Laboratorium Otopsi Ruang tempat dokter forensik melakukan kegiatan otopsi jenazah Min. 24 m2

Lemari alat, lemari barang bukti, meja periksa organ, timbangan organ, shower dan sink, brankar, lemari/rak alat dekontaminasi, dll

7. Ruang Pendingin Jenazah Ruang Pendingin Jenazah 1 lemari pendingin min. 21 m2

Lemari pendingin jenazah, washtafel, brankar

8. Ruang Ganti Pakaian APD (dilengkapi dengan toilet)

Ruang Ganti pakaian petugas sebelum dan sesudah melakukan kegiatan otopsi.

Sesuai Kebutuhan Toilet, Loker/ lemari pakaian bersih dan kontainer pakaian kotor

9. Ruang Kepala Instalasi Pemulasaraan Jenazah

Ruang tempat kepala Instalasi bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2 Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

10. Ruang Jemur Alat Ruang pengeringan/ jemur alat-alat/ perabot yang telah digunakan. 12 m2 Rak, wastafel

11. Gudang instalasi forensik Ruang penyimpanan alat-alat serta perabot yang diperlukan pada instalasi pemulasaraan jenazah.

Min. 9 m2 Lemari/rak

12. KM/WC petugas/ pengunjung KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

1. Kapasitas ruang jenazah minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1% dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat menampung 4 jenazah)/ tergantung kebutuhan.

2. Ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan beberapa instalasi lain yaitu instalasi gawat darurat, Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral, dan Instalasi ICU/ICCU.

3. Area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan. 4. Area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik,

lantai kedap air, tidak berpori, mudah dibersihkan. 5. Akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double. 6. Disediakan garasi ambulan koroner/ mobil jenazah. 7. Disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah

duka, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah.

Jenazah RS

Jenazah yang Dirujuk untuk di Otopsi

Area Dekontaminasi

Area Pemulasaraan

Ruang Duka

Infeksius

Non-Infeksius

Laboratorium Otopsi

R. Pendingin Jenazah Jenazah

Keluar

Keluarga Pasien

Administrasi Ruang Tunggu

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

2.4.2.7 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/Central Supply Sterilization Departement) Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan dan pengobatan pasien.

Kegiatan utama dalam Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan perbekalan baru. Dekontaminasi merupakan proses mengurangi jumlah pencemar mikroorgsanisme atau substansi lain yang berbahaya baik secara fisik atau kimia sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut. Proses dekontaminasi meliputi proses perendaman, pencucian, pengeringan sampai dengan proses sterilisasi itu sendiri. Barang/ bahan yang didekontaminasi di CSSD seperti Instrumen kedokteran, sarung tangan, kasa/ pembalut, linen, kapas.

Sistem ini merupakan salah satu upaya atau program pengendalian infeksi di rumah sakit, dimana merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi.

1. Lingkup Sarana Pelayanan

Kegiatan dalam instalasi CSSD adalah sebagai berikut:

1. Menerima bahan, terdiri dari a. Barang/linen/bahan perbekalan baru dari instalasi farmasi yang perlu

disterilisasi. b. Instrumen dan linen yang akan digunakan ulang (;reuse).

2. Mensortir, menghitung dan mencatat volume serta jenis bahan, barang dan instrumen yang diserahkan oleh ruang/unit Instalasi Rumah Sakit Umum.

3. Melaksanakan proses Dekontaminasi meliputi : Perendaman Pencucian Pengeringan Pengemasan

Membungkus, mengemas dan menampung alat-alat yang dipakai untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah ménjaga keamanan bahan agar tetap dalam kondisi steril.

STERILISASI

4. Distribusi; menyerahkan dan mencatat pengambilan barang steril oleh ruang/unit /Instalasi Rumah Sakit Umum yang membutuhkan.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.7

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Administrasi, Loket Penerimaan & Pencatatan

Ruangan tempat melakukan kegiatan Adminstrasi dan pencatatan, penerimaan, penyortiran barang/bahan/ linen yang akan disterilkan.

8-25 m2 Meja, kursi, computer, printer, lemari dan peralatan kantor lainnya.

2. Ruang Dekontaminasi Ruang tempat perendaman, pencucian dan pengeringan instrumen atau linen bekas pakai.

Min. 30 m2

Meja cuci, mesin cuci, meja bilas, meja setrika, Perlengkapan dekontaminasi lainnya (ultrasonic washer dengan volume chamber 40-60 lt, Mesin pengering slang, ett, Mesin cuci handschoen,

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. Ruang Pengemasan Alat

Ruang tempat melaksanakan kegiatan membungkus, mengemas dan menampung alat-alat yang akan disterilisasi.

Min. 9 m2 Container, alat wrapping, Automatic washer disinfector,

4. Ruang Prosesing / Produksi

Ruang tempat melaksanakan kegiatan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk persiapan sterilisasi. Selain itu di ruang ini jg dilaksanakan kegiatan persiapan bahan seperti kassa, kapas, cotton swabs, dll.

Min. 16 m2 Container, alat wrapping, dll

5. Ruang Sterilisasi Ruang tempat melaksanakan kegiatan sterilisasi instrumen, linen dan bahan perbekalan baru.

Sesuai kebutuhan

Autoklaf table, horizontal sterilizer, container for sterilizer, autoklaf unit (steam sterilizer), sterilizer kerosene, (atau jika memungkinkan ada pulse vacuum sterilizer, plasma sterilizer)

6. Gudang Steril Ruang tempat penyimpanan Instrumen, linen dan bahan perbekalan baru yang telah disterilisasi.

12-25 m2 Lemari/Rak linen, lemari instrumen, Lemari sarung tangan, lemari kasa/ kain pembalut, dan kontainer

7. Gudang Barang/Linen/ Bahan Perbekalan Baru

Ruang tempat penyimpanan (depo) sementara Barang, linen dan bahan perbekalan baru sebelum disterilisasi.

4-16 m2 Rak/Lemari

8.

Ruang Dekontaminasi Kereta/Troli : a. Area Cuci b. Area Pengeringan

Ruang tempat mendekontaminasi kereta/troli untuk mengangkut barang-barang dari dan ke CSSD.

Min. 6 m2 Perlengkapan cuci troli

9. Ruang pencucian perlengkapan

Ruang tempat pencucian perlengkapan penunjang yang tidak perlu disterilkan. Min. 6 m2 Meja bilas, sink, dll

10. Ruang Distribusi Instrumen dan Barang Steril

Ruang tempat pengaturan instrumen dan barang-barang yang sudah steril untuk didistribusikan ke Instalasi Bedah, ICU, Ruang Isolasi, dll

9-25 m2 Kontainer, rak/lemari, meja, kursi,

komputer, printer dan alat perkantoran lainnya.

11. Ruang Kepala Instalasi CSSD

Ruang tempat kepala instalasi CSSD bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2 Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

12. Ruang Ganti Petugas (Loker)

Tempat mengganti/mengenakan pakaian instalasi CSSD (dilengkapi toilet) Min. 9 m2 Loker

13. Ruang Staf/ Petugas Ruang tempat istirahat staf/ petugas CSSD. Min. 9-16 m2 Kursi, meja, lemari

14. Dapur Kecil (;Pantry)

Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di Instalasi CSSD dan sebagai tempat istirahat petugas.

Min. 6 m2 Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink

15. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien.

Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen bersih/steril.

Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut : Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif

supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour-ACH : 10 times)

Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah : suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.

Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut : Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90% –

95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron) Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :

suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

Permukaan dinding dan lantai ruangan mudah dibersihkan, tidak mudah menyerap kotoran atau debu.

Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan (sebaiknya memiliki akses masuk dan keluar yang berlawanan)

Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran atau debu.

Pada area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja bilas kedap air dengan ketinggian 0.80 – 1,00 m dari permukaan lantai, dan apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan jenis yang tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian minimal 1.40 m dari permukaan lantai.

Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori.

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah sebagai berikut:

Instrumen dan Linen Barang/Linen/Bahan Bekas Pakai (;Reuse) perbekalan baru Masuk

Gambar 2.4.2.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sterilisasi Pusat.

Penerimaan Dan

Pencatatan

Sortir (pencatatan volume dan jenis barang) Pengemasan &

Pelabelan

STERILISASI

Gudang Steril

Distribusi Barang Keluar

Penerimaan & Pencatatan Barang Baru

Perendaman

Pencucian

Pengeringan

Kontrol Indikator

Ya

Tidak

Sortir (Layak disterilkan/ tidak)

Ya

Kembalikan ke unit pengiriman instrument/linen

Tidak

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.4.2.8 Instalasi Dapur Utama Dan Gizi Klinik 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Sistem pelayanan dapur yang diterapkan di rumah sakit adalah sentralisasi kecuali untuk pengolahan formula bayi. Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik RS mempunyai fungsi untuk mengolah, mengatur makanan pasien setiap harinya, serta konsultasi gizi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.8

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Penerimaan dan Penimbangan Bahan Makanan

Ruang tempat melaksanakan kegiatan penerimaan dan penimbangan bahan makanan.

+ 16 m2

Rak bahan-bahan makanan, timbangan kap. 20-300 kg, kereta angkut, pembuka botol, penusuk beras, pisau, kontainer, troli, alat penguji kualitas telur, lemari arsip, APAR

2. Ruang Penyimpanan Bahan Makanan Basah

Ruang tempat menyimpan bahan makanan basah yang harus dimasukkan kedalam lemari pendingin.

Min. 6 m2 Freezer, lemari pendingin, container bahan makanan, timbangan kapasitas 20-100 kg, kereta angkut, pengusir tikus elektrik

3. Ruang Penyimpanan Bahan Makanan Kering

Ruang tempat menyimpan bahan makanan kering. Min. 9 m2

Lemari beras, rak/palet/lemari penyimpanan bahan makanan, timbangan kapasitas 20-100 kg, kereta angkut, pengusir tikus elektrik

4. Ruang/Area Persiapan

Ruang tempat mempersiapkan bahan makanan, misalkan menyiangi, memotong-motong, area pencucian bahan makanan dapat dilaksanakan pada ruang ini.

Min. 18 m2

Meja kerja/persiapan, bangku kerja, meja daging, mesin sayuran, bak cuci persegi, bak cuci dua bergandengan, pisau, mesin pemarut kelapa berdinamo, saringan kelapa, mesin pemotong dan penggiling daging kapasitas 20 kg, blender, bak cuci, cobek/ulekan, mixer, timbangan meja, talenan

5. Ruang Pengolahan/ Memasak dan Penghangatan Makanan

Ruang tempat mengolah bahan makanan. Min. 18 m2

Kompor gas elpiji, kompor minyak tanah bertekanan, kompor minyak tanah sumbu, kompor listrik, kompor uap (Steam Cooker), panci besar, penggorengan, rice cooker, rak-rak makanan, rice cooker kapasitas 30 kg, oven, mixer, blender, pisau, dapur, sendok, sayur, sodet, pembuka botol/kaleng, serikan, talenan, saringan teh, wajan datar 2 ukuran (diameter 16 cm dan 18 cm), timbangan kapasitas 2 kg, mesin penggiling tangan, serbet, cempal, cetakan nasi, lemari es, meja pemanas, pemanggang sate, toaster, meja kerja, bangku, bak cuci, kereta dorong, kereta warmer

6. Ruang Pembagian/ Penyajian Makanan

Ruang menyajikan/ mempersiapkan makanan matang pada plato (piring pasien) yang akan dikirimkan dengan troli gizi

Min. 9 m2

Meja pembagi, bangku, sendok, sendok garpu, penjepit makanan, sarung tangan plastik sekali pakai, garpu, piring makan, gelas minum, mangkuk sayur, piring kue cekung, cangkir tertutup, tutup dan tatanan gelas, nampan, tempat telur (sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan/plastik, stainless steel, keramik), troli untuk makanan 3 susun, rak-rak piring kapasitas 3 susun, kertas label, alat tulis

7. Dapur Susu/ Laktasi Bayi Ruang menyajikan/ mempersiapkan susu ke dalam botol susu.

Min. 4 m2

Peralatan besar : Lemari pendingin, panci aluminium, tungku uap, meja pemanas, rak-rak penyimpanan botol 3 susun, bak pencuci Peralatan kecil : thermos, blender, gelas ukur, sendok makan, sendok teh, panci kecil bertangkai diameter 15 cm, piring dan gelas, mangkok, waskom plastik, kocokan susu, serbet, cempal, sikat botol, timbangan susu kapasitas 2 kg, sterilisator, mixer, blender

8. Ruang Cuci Ruang cuci plato serta perlengkapan makan dan minum lainnya

@ min. 9 m2

Pencucian secara mekanik memerlukan : mesin cuci kapasitas 100 piring, rak pengering alat kebersihan Pencucian manual memerlukan : ember plastik kapasitas 30 liter, baskom plastik kapasitas 30 liter, perlengkapan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

kebersihan (sapu, sikat, lap, alat/kain untuk pel, vacuum cleaner Tambahan untuk ruang pencucian : alat pengukur desinfektan pencucian, sabun cuci, karbol, pencuci dinding keramik, tempat sampah tertutup (basah dan kering), serok air

9. Ruang Penyimpanan Troli Gizi

Ruang penyimpanan troli gizi sebelum dibersihkan Min. 6 m2 Sabun cuci colek, sikat, alat/kain untuk

mengelap, serok air

10. Ruang Penyimpanan Peralatan Dapur

Ruang penyimpanan perlengkapan dapur bersih Min. 9 m2 Lemari perkakas dapur khusus, rak

perkakas dapur, meja, kursi

11. Ruang Ganti Alat Pelindung Diri (APD) dan loker.

Ruang petugas dapur mengenakan APD (Sarung tangan, celemek, sepatu, tutup kepala, masker, dll)

Min. 6 m2

Sarung tangan, sepatu dapur / sepatu boot, baju khusus, loker, tutup rambut, masker (tutup hidung dan mulut), celemek/apron

12. Ruang Administrasi

Ruang para Petugas melaksanakan kegiatan teknis medis gizi klinik serta administrasi, keuangan dan personalia pada instalasi dapur.

3~5 m2/ petugas (min. 6 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

13. Ruang Kepala Instalasi Gizi

Ruang tempat kepala lnstalasi bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2 Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

14. Ruang Pertemuan Gizi Klinik

Ruang tempat diskusi/pertemuan Min. 9 m2 Meja, kursi, lemari berkas/arsip,

intercom/telepon, safety box

15. Janitor Ruang penyimpanan perlengkapan kebersihan Min. 3 m2 Rak/lemari, perlengkapan kebersihan

16. Ruang Pengaturan/ Manifold Uap

Ruang untuk pengendalian dan pendistribusian uap

3 m2 (sesuai kebutuhan)

Keran pengatur uap, Manometer uap, Header Uap

17. Ruang Panel Listrik Ruang sentral pengendalian listrik

3 m2 (sesuai kebutuhan)

Panel daya penerangan, panel daya stop kontak, panel daya listrik

18. Ruang Pengaturan/ Manifold Gas Elpiji

Ruang untuk pengaturan pemakaian gas elpiji

4 m2 (tergantung kebutuhan)

Keran pengatur gas, Manometer tekanan gas elpiji, Header gas elpiji

19. Ruang Penyimpanan Tabung Gas Elpiji

Untuk menyimpan tabung gas elpiji 3 m2 Penjepit Tabung, Kedudukan Tabung, Troli

Tabung

20. Gudang Alat Untuk memyimpan alat makan Min. 16 m2 Rak-rak

21. Ruang PKL Untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan mahasiswa + 32 m2 Meja, kursi, white board, Laptop, LCD dll

22. Ruang Petugas Jaga Dapur Untuk pelaksanaan pengawasan produksi makanan

+ 12 m2 Meja, kursi dan peralatan administrasi dll

23. Ruang Nutrisionis Tempat nutrisionis + 10 m2 Meja, kursi, komputer, rak buku

24. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

1. Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien.

2. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.

3. Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah. 4. Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin. 5. Mempunyai area masuk bahan makanan mentah yang tidak bersilangan

dengan alur makanan jadi. 6. Harus mempunyai pasokan air bersih yang cukup dan memenuhi

persyaratan baku mutu air minum. 7. Pada area pengolahan makanan harus mempunyai langit-langit yang

tinggi dilengkapi ventilasi untuk pembuangan udara panas selama proses pengolahan.

8. Pada dapur bangunan bertingkat harus disediakan fan pembuangan (exhaust fan) dengan kapasitas ekstraksi minimal 60 Liter/detik yang hanya boleh dioperasikan pada waktu memasak.

9. Harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pengelolaan makanan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik RS adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.8 – Alur kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian

makanan rumah sakit. 2.4.2.9 Instalasi Pencucian Linen/ Londri (;Laundry)

Londri RS adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (;steam boiler), pengering, meja, dan mesin setrika.

1. Lingkup Sarana Pelayanan Kegiatan pencucian linen terdiri dari : 1. Pengumpulan

a. Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai jenisnya serta diberi label.

b. Menghitung dan mencatat linen di ruangan. 2. Penerimaan

a. Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan non-infeksius.

b. Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya. 3. Pencucian

a. Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

Alur MakananAlur Peralatan Alur Limbah Padat Domestik

R. Penyimpanan Perlengkapan

Ruang Pencucian Peralatan

Ruang Persiapan

R. Penyajian Makanan

Distribusi Makanan, Dan Minuman

R. Penyimpanan Bahan Makanan Basah

R. Penyimpanan Bahan Makanan Kering

Area Cuci Bahan Makanan

Ruang Penerimaan Bahan Makanan

Ruang Pengolahan dan Penghangatan Bahan Makanan

Area untuk Wadah Pembuangan Sementara

Sampah Dapur

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

b. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.

c. Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya. 4. Pengeringan 5. Penyetrikaan 6. Penyimpanan

a. Linen harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya. b. Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah. c. Pintu lemari selalu tertutup.

7. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.

8. Pengangkutan a. Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan

kantong untuk membungkus linen kotor. b. Menggunakan kereta dorong yang berbeda warna dan tertutup antara

linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan desinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.

c. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.

d. Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna. e. RS yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangutannya dari

dan ke tempat laundry harus menggunakan mobil khusus.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Tabel. 2.4.2.9

Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Instalasi Pencucian Linen/ Loundri

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Administrasi dan Pencatatan

Ruang para Petugas melaksanakan kegiatan administrasi, keuangan dan personalia.

3~5 m2/ petugas (min. 9 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

2. Ruang Kepala Londri Ruang tempat kepala londri bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

9-12 m2 Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

3. Ruang Penerimaan dan Sortir

Ruang tempat penerimaan linen kotor dari unit-unit di RS kemudian disortir. Min. 12 m2 Meja, kursi, rak, kontainer

4. Ruang Dekontaminasi/ perendamani Linen

Ruang tempat melaksanakan dekontaminasi linen, meliputi urutan kegiatan pembilasan awal, perendaman dan pembilasan akhir.

Min. 20 m2 Bak pembilasan awal, bak perendaman dan bak pembilasan akhir, keran, sink

5. Ruang Cuci dan Pengeringan Linen

Ruang tempat mencuci dan mengeringkan linen Min. 16 m2 Mesin cuci dan pengering

linen

6. Ruang Setrika dan Lipat Linen

Ruang tempat penyetrikaan dan melipat linen.

Min. 30 m2

Setrika, meja setrika, meja lipat, handpress

7. Ruang Perbaikan Linen Ruang tempat memperbaiki/ menjahit linen setelah dicuci dan keringkan. Min. 8 m2

Mesin jahit, jarum, benang dan perlengkapan perbaikan linen lainnya

8. Ruang Penyimpanan Linen Ruang tempat penyimpanan linen bersih setelah dicuci, setrika dan dilipat. Min. 20 m2 Rak/lemari

9. Ruang Dekontaminasi Troli Ruang tempat melaksanakan dekontaminasi dan pengeringan troli. Min. 6 m2 Keran, selang, alat

pengering

10. Ruang Penyimpanan Troli Ruang tempat penyimpanan troli bersih setelah didekontaminasi & dikeringkan. Min. 8 m2

11. Gudang Bahan Kimia Tempat menyimpan bahan-bahan kimia seperti deterjen dll Min. 8 m2 lemari

12. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. Persyaratan Khusus 1. Tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang

memadai, air panas untuk desinfeksi dengan desinfektan yang ramah terhadap lingkungan. Suhu air panas mencapai 700C dalam waktu 25 menit (/ 950C dalam waktu 10 menit) untuk pencucian pada mesin cuci.

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda.

3. Tersedia saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (; pre-treatment) khusus laundry sebelum dialirkan ke IPAL RS.

4. Untuk linen non-infeksius (misalnya dari ruang-ruang administrasi perkantoran) dibuatkan akses ke ruang pencucian tanpa melalui ruang dekontaminasi.

5. Tidak disarankan untuk mempunyai tempat penyimpanan linen kotor. 6. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak

mengandung 6 x 103 spora spesies Bacillus per inci persegi.

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.9 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen/Laundry.

2.4.2.10 Instalasi Sanitasi 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Kegiatan pada instalasi sanitasi meliputi : 1. Pengolahan air limbah rumah sakit dan pemeriksaan kualitas air limbah

yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun. 2. Pemeriksaan sanitasi di ruang instalasi dapur utama yang dilakukan 3-4

kali dalam setahun. 3. Pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

Pengeringan Linen

Pencucian Linen

Penyetrikaan Linen

Melipat Linen

R.Penyimpanan Linen Bersih

Ruang Dekontaminasi

Bak Pembilasan Awal

Bak Pembilasan Akhir

Bak Desinfeksi (Perendaman)

R. Dekontaminasi Troli & Pengeringan

R. Penyimpanan Troli Bersih

Linen Kotor Troli Kotor

Distribusi Linen Bersih

CSSD (Resterilisasi)

Tanpa Sterilisasi

Penerimaan & Pencatatan

Perbaikan Linen

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

4. Pemeriksaan kualitas/ kondisi udara di ruang-ruang khusus yang dilakukan 2 kali dalam setahun.

5. Pemeriksaan emisi incenerator dan generator set yang dilakukan 2 kali dalam setahun.

6. Pembuatan dokumen Implementasi Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) setiap 6 bulan sekali.

7. Pemantauan, pengawasan dan pengelolaan limbah padat medis (Pewadahan, pengangkutan dan pembuangan/ pemusnahan limbah padat medis).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel. 2.4.2.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Instalasi Sanitasi No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan

Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Kerja dan Arsip Ruang para Petugas melaksanakan kegiatan dokumentasi hasil pemantauan dan ruang simpan arsip

3~5 m2/ petugas (min. 6 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

2. Ruang Laboratorium Kesehatan Lingkungan

Ruang tempat pemeriksaan kesehatan lingkungan rumah sakit

1~1,5 m2/ orang (min. 12 m2)

Bak cuci peralatan lab., gelas ukur, ph meter, DO meter, spektrofotometer, reagen, bahan-bahan kimia, pipet, dll

3. Area Pengolahan Air Limbah Area tempat mengolah air limbah Sesuai kebutuhan

Pompa, Bak ekualisasi, kolam aerasi, bak pengendap, bak desinfeksi, blower, kolam ikan, dll

4. Area Incenerator Area tempat pembakaran limbah padat medis.

Sesuai kebutuhan

Alat pengeruk sampah, troli sampah, sapu, incenerator

5. Area TPS Area penampungan sementara limbah padat non-medis

Sesuai kebutuhan

Alat pengeruk sampah, troli sampah, sapu

6. KM/WC petugas KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

1. Lokasi incenerator dan IPAL jauh dari area pelayanan pasien dan instalasi dapur rumah sakit.

2. Lingkungan sekitar incenerator dan IPAL harus dijaga jangan sampai orang yang tidak berkepentingan memasuki area tersebut.

3. Segera dilakukan pembakaran limbah padat medis. 4. Pembuangan abu hasil pembakaran incenerator harus dilakukan secara

periodik. 5. Area Penampungan sementara limbah padat non-medis harus dijaga

kebersihan dan kerapihannya. 6. Bagi rumah sakit yang pemusnahan limbah padat medisnya di luar

rumah sakit, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut : a. Menyediakan tempat penampungan sementara limbah padat medis

dan limbah tersebut harus setiap hari diangkut dan dibuang keluar rumah sakit.

b. Bila pengangkutan dan pembuangan limbah padat medis dilakukan lebih dari 1 hari maka pewadahan dan area penampungan sementaranya harus tertutup/ terisolasi. Waktu toleransi limbah padat medis dengan kondisi tersebut maksimal 3 hari.

c. Area penampungan sementara limbah padat medis harus senantiasa dijaga kebersihan dan kerapihannya.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Alur kegiatan. Alur kegiatan pada Instalasi Sanitasi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sanitasi.

2.4.2.11 Instalasi Pemeliharaan Sarana (Bengkel Mekanikal & Elektrikal /;Workshop) 1. Lingkup Sarana Pelayanan

Tugas pokok dan fungsi yang harus dirangkum unit workshop adalah, sebagai berikut : 1. Pemeliharaan dan perbaikan ringan pada :

Peralatan medik (Optik, elektromedik, mekanis dll) Peralatan penunjang medik Peralatan rumah tangga dari metal/ logam (termasuk tempat tidur) Peralatan rumah tangga dari kayu Saluran dan perpipaan Listrik dan elektronik.

2. Kegiatan perbaikan-perbaikan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut : Laporan dari setiap unit yang mengalami kerusakan alat Peralatan diteliti tingkat kerusakannya untuk mengetahui tingkat

perbaikan yang diperlukan kepraktisan teknis pelaksanaan perbaikannya (apakah cukup diperbaiki ditempatnya, atau harus dibawa ke ruang workshop)

Analisa kerusakan Proses pengadaan komponen/suku cadang Pelaksanaan perbaikan/pemasangan komponen Perbaikan bangunan ringan Listrik/ Elektronik Telpon / Aiphone / Audio Visual.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan

Tabel. 2.4.2.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Instalasi Pemeliharaan Sarana (Workshop) No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan

Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Kepala IPSRS Ruang tempat kepala Instalasi bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 8 m2 Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon, safety box

Ruang ICU

Instalasi Rawat Inap

Instalasi Pengolahan Air Limbah

Instalasi Dapur Utama

Instalasi Sanitasi Laboratorium KesLing

Ruang Bedah

Inst. Pemeliharaan Sarana

Incenerator

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63

2. Ruang Administrasi (pencatatan) dan Ruang Kerja Staf

Ruang tempat pencatatan masuk dan keluar peralatan/ perabot rusak dan ruang tempat staf bekerja.

3~5 m2/ petugas (min. 12 m2)

Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

3. Ruang Rapat/ Pertemuan Teknis

Ruang tempat melaksanakan diskusi/ pertemuan teknis. Min. 9 m2 Kursi, meja, screen, dll.

4. Ruang Studio Gambar dan Arsip Teknis

Ruang tempat menggam bar dan menyimpan arsip-arsip teknis. Min. 9 m2 Meja gambar, komputer dan

printer, lemari arsip. 5. Bengkel/ Workshop

Bangunan/Kayu Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, prasarana dan peralatan yang terbuat dari kayu. Min. 9 m2 Perlengkapan bengkel

bangunan/ kayu 6. Bengkel/ Workshop metal/

logam Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, prasarana dan peralatan yang terbuat dari metal/ logam.

Min. 9 m2 Perlengkapan bengkel metal/ logam

7. Bengkel/ Workshop Peralatan Medik (Optik, Elektromedik, Mekanik)

Ruang tempat memperbaiki kerusakan peralatan medik, yaitu peralatan optik, elektromedik, dan mesin mekanik.

Min. 16 m2 Perlengkapan bengkel peralatan elektromedik

8. Bengkel/ Workshop penunjang medik.

Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, prasarana dan peralatan penunjang medik. Min. 16 m2 Perlengkapan bengkel

peralatan mekanikal 9. Ruang Panel Listrik Ruang tempat pengaturan distribusi listrik RS

untuk kegiatan di IPSRS. Min. 8 m2 Perlengkapan listrik, panel, dll

10. Gudang spare part Ruang penyimpanan suku cadang (sparepart). Min. 9 m2 Lemari/rak 11. Gudang Ruang penyimpanan sarana, prasarana dan

peralatan yang sudah tidak terpakai, telah diperbaiki (belum diserahkan kembali) atau yang akan diperbaiki.

Min. 9 m2 Lemari/rak

12. KM/WC petugas/ pengunjung KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3 m2 Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Terletak jauh dari daerah perawatan dan gedung penunjang medik, sebaiknya diletakan di daerah servis karena banyak menimbulkan kebisingan.

4. Alur kegiatan.

Alur kegiatan pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal (;Workshop).

Barang Keluar

Spare Part

Barang Rusak

Ruang Pencatatan Barang Masuk

Gudang Spare Part

Gudang

Bengkel/ Workshop Ruang Pencatatan Barang Keluar

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.4.3 Fasilitas Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi 2.4.3.1 Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi

1. Lingkup Sarana Pelayanan Suatu bagian dari rumah sakit tempat dilaksanakannya manajemen rumah sakit. Terdiri dari : Unsur direksi/ pimpinan rumah sakit Unsur pelayanan medik Unsur pelayanan penunjang medik Pelayanan keperawatan Unsur pendidikan dan pelatihan Administrasi umum dan keuangan SDM Komite medik Komite etik dan hukum.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Tabel. 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas

Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan

Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas

1. Ruang Direksi Ruang kerja direktur RS, tempat melaksanakan perencanaan program dan manajemen RS.

Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, sofa, computer, printer, lemari, lemari arsip, dan peralatan kantor lainnya.

2. Ruang Sekretaris Direktur Ruang kerja sekretaris direktur. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

3. Ruang Rapat dan Diskusi Ruang pertemuan/ rapat/ diskusi. Sesuai Kebutuhan Meja rapat, kursi, LCD projector, layar, dll

4. Ruang Kepala Komite Medis Ruang kerja kepala komite medis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

5. Ruang Komite Medis Ruang kerja staf komite medis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

6. Ruang Kepala Bagian Keperawatan

Ruang kerja kepala bagian keperawatan Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

7. Ruang Bagian Keperawatan Ruang kerja staf bagian keperawatan Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

8. Ruang Kepala Bagian Pelayanan

Ruang kerja kepala bagian Pelayanan Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

9. Ruang Bagian Pelayanan Ruang kerja staf bagian pelayanan Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

10. Ruang Kepala Bagian Keuangan dan Program

Ruang kerja kepala bagian keuangan dan program Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon, safety box

11. Ruang Bagian Keuangan dan Program

Ruang kerja staf bagian keuangan dan program Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

12. Ruang Kepala Bagian pelayanan penunjang medik

Ruang kerja kepala bagian pelayanan penunjang medik Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

13. Ruang Bagian Pelayanan Penunjang Medik

Ruang kerja staf bagian pelayanan penunjang medik Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

14. Ruang Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Ruang kerja kepala bagian pendidikan dan pelatihan Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

15. Ruang Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Ruang kerja staf bagian pendidikan dan pelatihan Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

16. Ruang Kepala Bagian SDM Ruang kerja kepala bagian SDM Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65

17. Ruang Bagian SDM Ruang kerja bagian SDM Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

18. Ruang Kepala Bagian Kesekretariatan dan Rekam Medis

Ruang kerja kepala bagian kesekretariatan dan rekam medis Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

19. Bagian Rekam Medis Ruang kerja staf bagian Kesekretariatan dan Rekam Medis Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

20. Ruang SPI (Satuan Pengawasan Internal)

Ruang kerja Satuan Pengawasan Internal Sesuai Kebutuhan

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, komputer, printer, intercom/telepon

21. Ruang Arsip/ file Ruang tempat penyimpanan Arsip RS. Sesuai Kebutuhan Lemari berkas/arsip, komputer,

printer, dll

22. Ruang Tunggu Ruang tempat pengunjung/ tamu bagian administrasi dan kesekretariatan menunggu.

Sesuai Kebutuhan Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila RS mampu),

23. Janitor Ruang tempat penyimpanan alat-alat kebersihan (cleaning service) Sesuai Kebutuhan Lemari/rak

24. Dapur Kecil (;Pantry) Sebagai tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman. Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur, kursi,

meja, sink

25. KM/WC KM/WC @ KM/WC

pria/wanita luas 2 m2 – 3 m2

Kloset, wastafel, bak air

3. Persyaratan Khusus

Penempatan area penunjang umum dan administrasi sedapat mungkin mudah dicapai.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAGIAN – III

PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

3.1 Lokasi Rumah Sakit.

3.1.1 Pemilihan lokasi. (1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi, Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya

dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia pedestrian, Aksesibel untuk penyandang cacat

(2) Kontur Tanah kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur, dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.

(3) Fasilitas parkir. Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur)1 atau menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir.

(4) Tersedianya utilitas publik. Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik,

dan jalur telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu tersedia.

(5) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak lingkungan antara lain : Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS

terhadap lingkungan disekitarnya, hendaknya dibuat dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya dilaporkan setiap 6 (enam) bulan (KepmenKLH/08/2006).

Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–infeksius (sampah domestik).

Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); Sewage Treatment Plan (STP); Hospital Waste Water Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah cair yang mengandung logam berat dan radioaktif disimpan dalam kontainer khusus kemudian dikirim ke tempat pembuangan limbah khusus daerah setempat yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.

Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi Radiologi.

1 Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67

Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit, terutama pada daerah yang kesulitan dalam menyediakan air bersih.

(6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.

Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang tenang.

Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber.

(7) Master Plan dan Pengembangannya. Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan.

Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan bangunan baru. Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun.

3.1.2 Massa Bangunan. (1) Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak

antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini : a. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran; b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan; c. Kenyamanan; d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;

(2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL), yaitu : a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka area yang dapat didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/ tanah.

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan KDB maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat dibangun adalah 3 kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.

c. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan 1. daerah resapan air 2. ruang terbuka hijau kabupaten/kota Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.

d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP) Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.

(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal Penentuan pola pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan RS (;health needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (;budget).

3.1.3 Zonasi.

Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.

(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :

area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.

area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.

area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.

area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patolgi.

(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :

area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).

area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.

area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.

(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :

Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank Darah).

Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).

Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69

(Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Gambar 3.1.3.a - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola Pembangunan Horisontal

Gambar 3.1.3.b - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola Pembangunan Vertikal

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.1.4 Kebutuhan luas lantai. (1) Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum ini disarankan + 80 m2.

(2) Sebagai contoh, rumah sakit umum dengan kapasitas 300 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m2/tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000 m2 .

(3) Tabel 3.1.4 menunjukkan bagian-bagian dari rumah sakit umum dan ruangan yang dibutuhkannya.

Tabel 3.1.4 – Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.

Daerah Luas (m2) per tempat tidur

1 Administrasi 3 ~ 3,5

2 Unit Gawat Darurat 1 ~ 1,5

3 Poliklinik 1 ~ 1,5

4 Pelayanan social 0,1

5 Pendaftaran 0,2

6 Laboratorium Klinis, Pathologi 2,5 ~ 3

7 Kebidanan dan kandungan 1,2 ~ 1,5

8 Diagnostik dan Radiologi 3 ~ 4

9 Dapur makanan 2,5 ~ 3,0

10 Fasilitas petugas 0,5 ~ 0,8

11 Ruang pertemuan, pelatihan 0,5 ~ 1

12 Terapi Wicara dan pendengaran. 0,1

13 Rumah tangga/kebersihan 0,4 ~ 0,5

14 Manajemen material 0,4 ~ 0,5

15 Gudang pusat 2,5 ~ 3,5

16 Pembelian 0,2

17 Laundri 1 ~ 1,5

18 Rekam medis 0,5 ~ 0,8

19 Fasilitas staf medik 0,2 ~ 0,3

20 Teknik dan pemeliharaan 5 ~ 6

21 Pengobatan nuklir 0,4 ~ 0,5

22 Ruang anak 0,4 ~ 0,5

23 Petugas 0,3 ~ 0,4

24 Farmasi 0,4 ~ 0,6

25 Ruang public 1 ~ 1,5

26 Ruang pengobatan kulit 0,1 ~ 0,2

27 Therapi radiasi 0,8 ~ 1

28 Therapi fisik 1 ~ 1,2

29 Therapi okupasi 0,3 ~ 0,5

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71

30 Ruang bedah 3,5 ~ 5

31 Sirkulasi 10 ~ 15

32 Unit rawat inap 25 ~ 35

3.2 Perencanaan bangunan rumah sakit. 3.2.1 Prinsip umum.

(1) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien.

(2) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. RS adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat, mengingat jiwa pasien taruhannya, oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan seefisien mungkin baik dari segi waktu, biaya maupun tenaga.

(3) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien, dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.

(4) Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.

Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas RS. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga terhadap infeksi.

3.2.3 Prinsip khusus. (1) Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian

bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk RS yang tidak menggunakan AC.

(2) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 3.2.3-a - Contoh gambar akses pintu masuk RS

(3) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis.

(4) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.

(5) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga lainnya yang berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.

(6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.

(7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan.

(8) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70)

(9) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.

(10) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

GEDUNG D

GEDUNG E

GEDUNG C

GEDUNG A

GEDUNG B

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73

Gambar 3.3.2-c – Contoh Model Aliran lalu lintas dalam RS

(11) Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan peruntukan bangunan yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada gambar 2.3.2-d.

Gambar 3.3.2-d – Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site Rumah Sakit (Rencana Blok)

IPAL

SERVICE UTILITAS

MASJID

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAGIAN – IV PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT

4.1. Atap.

4.1.1 Umum. Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

4.1.2 Persyaratan atap. (1) Penutup atap.

(a) Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi dengan lapisan tahan air.

(b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.

(c) Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.

(2) Rangka atap. (a) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.

(b) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.

(c) Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.

4.2. Langit-langit. (1) Umum. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

(2) Persyaratan langit-langit. (a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar

(koridor) minimal 2,40 m.

(b) Rangka langit-langit harus kuat.

(c) Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile, GRC (Grid Reinforce Concrete), bahan logam/metal.

4.3. Dinding dan Partisi.

4.3.1 Umum. Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75

4.3.2 Persyaratan dinding. Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

(a) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.

(b) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.

(c) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

(d) khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak, pelapis dinding warna-warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas anak.

(e) pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 ~ 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada.

Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif (tidak mengandung pori-pori).

(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan.

(g) pada ruang yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Diathermy, penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal atau baja sedapat mungkin dihindarkan.

(h) khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien), maka bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau area/ruang yang bising (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, dll) menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

4.4. Lantai.

4.4.1 Umum. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.

4.4.2 Persyaratan lantai. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :

(a) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.

(b) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.

(c) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

(d) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan pelayanan.

(e) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan.

(g) khusus untuk daerah perawatan pasien (daerah tenang) bahan lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi atau area/ruang yang bising menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

(h) Pada ruang-ruang khusus yang menggunakan peralatan (misalkan ruang bedah), maka lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari sengatan listrik.

4.5. Struktur Bangunan.

4.5.1 Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit. (1) Umum.

(a) Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.

(c) Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.

(d) Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri.

(e) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.

(f) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.

(g) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77

(2) Persyaratan Teknis. (a) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur

terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

(b) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti :

1) SNI 03–1726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencana an ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.

2) SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.

4.5.2 Struktur Atas (1) Umum. Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton,

konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus

(2) Persyaratan Teknis, (a) Konstruksi beton Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis yang

berlaku, seperti :

1) SNI 03–2847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung.

2) SNI 03–3430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung.

3) SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung.

4) SNI 03–2834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal.

5) SNI 03–3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan dan pengecoran beton.

6) SNI 03–3449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.

(b) Konstruksi Baja Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang berlaku

seperti :

1) SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung.

2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi baja .

3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.

(c) Konstruksi Kayu Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang

berlaku, seperti:

1) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung.

2) Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi kayu.

3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu

4) SNI 03 – 2407 – 1991 atau edisi terbaru; Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung.

(d) Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus 1) Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus

harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan teknologi khusus tersebut.

2) Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar teknis padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus tersebut.

(e) Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi,

standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:

1) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

2) SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

3) SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; Tata cara dasar koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan gedung.

4) SNI 03–2395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.

5) SNI 03–2394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit.

6) SNI 03–2404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.

7) SNI 03–2405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termitisida.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79

4.5.3 Struktur Bawah (1) Umum. Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung

atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah sakit.

(2) Persyaratan Teknis. (a) Pondasi Langsung

1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.

2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.

4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang.

(b) Pondasi Dalam 1) Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus

mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku.

2) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi pedoman teknis dan standar yang berlaku.

3) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang.

4) Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait)

5) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

6) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

7) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.

8) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

9) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1% dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.

(c) Keselamatan Struktur 1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus

dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.

2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.

3) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

(d) Keruntuhan Struktur Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak

diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.

(e) Persyaratan Bahan 1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua

persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku.

2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

3) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81

4) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan.

4.6. Pintu.

4.6.1 Umum. Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).

4.6.2 Persyaratan. (1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau

dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.

(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.

(3) Pintu Darurat

Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.

Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).

Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal 25 m dari segala arah.

(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.9.1), dan lebar daun pintu minimal 85 cm.

Gambar 4.6.1 - Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap

harus terbuka ke luar

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4.7. Toilet (Kamar kecil).

4.7.1 Umum. Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya

4.7.2 Persyaratan. (1) Toilet umum.

(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.

(b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm).

(c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.

(d) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.

(e) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

(2) Toilet untuk aksesibilitas.

(a) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya.

(b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.

(c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)

(d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

(e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.

(f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.

(g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.

(h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.

(j) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 83

Gambar 4.7.2 - Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

84 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAGIAN – V

PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran

5.1.1 Sistem Proteksi Pasif Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit.

(1) Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran.

(2) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:

(a) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.

(b) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.

(c) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran

(3) Proteksi Bukaan

Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

5.1.2 Sistem Proteksi Aktif Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.

(1) Pipa tegak dan slang Kebakaran

Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari sumber pasokan air.

(2) Hidran Halaman

Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 85

(3) Sistem Springkler Otomatis.

Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler pecah.

(4) Pemadam Api Ringan (PAR)

Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,

(5) Sistem Pemadam Kebakaran Khusus.

Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus.

Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.

(6) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.

(7) Sistem Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator.

(8) Tanda Arah.

Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.

(9) Sistem Peringatan Bahaya

Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas.

5.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah sakit Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan sistem panggil perawat.

Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

86 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.2.1 Sistem Telepon dan Tata Suara. (1) Umum.

(a) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.

(b) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.

(c) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.

(d) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang

(2) Persyaratan Teknis Instalasi Telepon. (a) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan :

1) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan mudah dikerjakan.

2) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.

3) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.

(b) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.

(c) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:

1) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.

2) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.

3) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.

(d) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.

(3) Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara (a) Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m

keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 87

(b) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.

(c) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.

(d) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.

(e) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:

1) UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.

2) PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

5.2.2 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call) 5.2.2.1 Umum

(1) Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam kondisi rutin atau darurat.

(2) Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat dan pasien dalam bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan sinyal pada kejadian darurat pasien.

5.2.2.2 Persyaratan Teknis (1) Peralatan Sistem Panggil Perawat (SPP).

(a) Panel Kontrol SPP.

Panel kontrol SPP harus :

1) jenis audio dan visual.

2) penempatannya diatas meja.

3) perlengkapan yang ada pada panel kontrol SPP sebagai berikut :

a) mempunyai mikrofon. speaker dan handset. Handset dilengkapi kabel dengan panjang 910 mm (3 ft). Handset harus mampu menghubungkan dua arah komunikasi antara perawat dan pos pemanggil yang dipilih. Mengangkat handset akan mematikan mikrofon/speaker.

b) Tombol penunjuk atau layar sentuh dengan bacaan digital secara visual memberitahu lokasi panggilan dan menempatkannya dalam sistem, meliputi:

(i) Nomor ruang.

(ii) Kamar.

(iii) Tempat tidur.

(iv) Prioritas panggilan.

88 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

c) Panggilan dari pos darurat yang ditempatkan di dalam toilet atau kamar mandi.

d) Mampu menampilkan sedikitnya 4 (empat) panggilan yang datang.

e) Modul mengikuti perawat.

Apabila modul mengikuti perawat ditempatkan di bedside ruang rawat inap pasien diaktifkan, semua panggilan yang ditempatkan dalam sistem secara visual atau audible diteruskan ke bedside yang dikunjungi.

f) Berfungsi menjawab secara otomatis atau selektif.

g) Fungsi prioritas panggilan yang datang.

Sinyal visual atau audible akan menandai adanya suatu panggilan rutin atau darurat dan akan menerus sampai panggilan itu dibatalkan. Panggilan darurat harus dibatalkan hanya di pos darurat setempat.

h) Fungsi pengingat (memory).

Dapat menyimpan sementara suatu panggilan yang ditempatkan dan menghasilkan sinyal visual berupa nyala lampu dome di koridor yang dihubungkan dengan bedside dengan cara mengaktifkan fungsi/sirkit pengingat. Sinyal visual ini akan mati dan panggilan yang tersimpan terhapus dari memory ketika panggilan itu dibatalkan di pos setempat.

i) Kemampuan menghasilkan sinyal audible dan visual untuk menandai adanya panggilan yang datang dari pos yang terhubung :

(i) dapat menghentikan atau melemahkan sinyal audible melalui rangkaian rangkaian mematikan/melemahkan saat panel kontrol sedang digunakan untuk menjawab atau menempatkan suatu panggilan. Sinyal audible untuk panggilan yang datang dan tidak terjawab harus secara otomatis disambungkan kembali ketika panel kontrol SPP dikembalikan ke modus siaga.

(ii) Sinyal visual untuk panggilan yang datang harus tetap ditampilkan pada setiap saat sampai panggilan terjawab atau dibatalkan pada pos pemanggilan.

(iii) Sinyal audible dan sinyal visual untuk panggilan rutin dan darurat harus jelas berbeda.

(iv) Tampilan visual untuk menunjukkan lokasi pos panggilan harus muncul pada panel kontrol SPP.

j) Tombol sentuh, atau serupa membolehkan perawat memilih pos panggilan dan melakukan komunikasi suara dua arah.

Tombol sentuh juga harus memberikan program status prioritas dan kemampuan fungsi lain yang ada, yaitu :

(i) Kemampuan memonitor bedside.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 89

(ii) Kemampuan berhubungan minimum 10 pos beside secara serempak.

(iii) Mampu menerima panggilan dari 10 pos panggilan terkait secara serempak.

(iv) Kemampuan untuk menjawab dengan cara :

k) Dengan mengangkat handset atau mengaktifkan satu fungsi panggilan untuk menjawab, berikutnya akan secara otomatis mengizinkan perawat untuk berkomunikasi dengan pos berikutnya di dalam urutan prioritas panggilan, atau

l) Dengan memilih jawaban dari setiap pos panggilan yang ditempatkan di dalam urutan.

m) Sedikitnya ditambahkan 10% untuk mengakomodasi tambahan pasien, dan pos darurat didalam setiap panel kontrol SPP.

n) Panel Kontrol SPP yang menggunakan daya listrik arus bolak balik haruslah disambungkan ke panel daya listrik darurat arus bolak balik. Suatu UPS harus disediakan di lokasi panel kontrol SPP untuk menyediakan daya darurat.

(b) Peralatan Komunikasi pada Kabinet Bedside (;Beside Communication Equipment). 1) Setiap bedside harus menyediakan :

a) microphone/speaker. b) lampu pos pemanggil. c) tombol reser d) kotak kontrol untuk cordset.

2) Setiap microphone/speaker harus mati jika handset disambungkan ke bedside.

3) Panggilan dari bedside harus menghasilkan sinyal panggilan visual rutin pada lampu dome di koridor.

(c) Pos darurat. 1) Pos darurat dengan kabel tarik harus disediakan dalam setiap

kloset dan setiap pancuran (shower) kamar mandi. Pos darurat ini harus dipasang kurang lebih 50 cm (18 inci) dari kepala pancurannya (shower head) dan/atau 180 cm (72 inci) di atas lantai jadi. Setiap pos darurat yang di area pancuran atau toilet harus kedap air.

2) Pos darurat harus disediakan dengan :

a) kabel tarikan yang diuji tarik dengan gaya sebesar 5 kg ( 10 lbs) dan pendant dihubungkan ke gerakan sakelar ON/OFF pada pos darurat. Kabel tarikan yang gantung yang terbawah harus dipasang 15 cm ( 6 inci) dari lantai jadi.

b) Gaya tarikan untuk mengaktifkan sakelar minimum 0,4 kg.

c) Pada pos darurat dilengkapi fungsi "reset/cancel".

90 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

d) Lampu darurat merah dengan nyala mati-hidup secara bergantian dengan interval waktu 1 detik ditempatkan pada bagian luar dari kamar mandi atau toilet, dipasang pada ketinggian 2 meter dari lantai jadi.

e) Pada pos darurat , ditempel atau ditempatkan secara permanen dengan plat kalimat "Panggilan Darurat Perawat". Tinggi huruf minimal 4 mm (1/8 inci).

(d) Armatur Lampu Dome di Koridor. 1) Tutup lampu harus tembus cahaya, tidak berubah warna atau

berubah bentuk karena panas, atau rusak karena penggunaan zat pembersih.

2) Lampu dome harus berisi lampu yang cukup membedakan :

a) panggilan rutin dari bedside.

b) panggilan darurat dari pos perawat kamar mandi atau toilet.

c) Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus dibedakan.

(e) Armatur Lampu Dome dengan isi dua lampu di Koridor. Dua lampu dalam satu armatur lampu dome berisi minimum dua lampu

untuk mengidentifikasikan panggilan setempat dalam sistem. Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus jelas perbedaannya.

(f) Cordset. 1) Umum. Setiap cordset, harus :

a) panjangnya 1,8 meter atau 2,4 meter, jenis kabel fleksibel.

b) tidak korosif.

c) apabila cordset dilepas, panggilan darurat harus secara otomatis memberitahukan panel kontrol SPP. Sinyal audible dan visual harus tetap diaktifkan sampai cordset disisipkan kembali, atau alat lain disisipkan yang secara teknis dapat mematikan fitur panggilan otomatis.

d) gaya tarikan untuk mengaktifkan cordset sebesar 0,5 kg (1 lb).

e) tidak berubah warna.

2) Cordset dengan aksi tombol tekan. Setiap cordset harus disediakan :

a) sambungan ke kotak kontak bedside cordset.

b) berisi tombol tekan untuk panggilan pada ujung cordsetnya.

(g) Sistem distribusi. Setiap kabel yang digunakan dalam SPP harus asli dan bersertifikat,

diberi label pada setiap rel dan disetujui oleh instansi terkait.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 91

(h) Perlengkapan Instalasi. 1) Kabel. Kabel harus termasuk semua penyambung, tali pengikat,

penggantung, klem dan sebaginya yang dibutuhkan untuk melengkapi kerapihan instalasi.

2) Konduit. Perlengkapan harus termasuk konduit, duct (saluran) kabel, rak

kabel, kotak penyambung, roset, plat penutup dan perangkat keras lain yang diperlukan untuk melengkapi kerapihan dan keamanan, dan memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000).

(3) Label. Setiap komponen dari sub sistem harus diberi label.

(2). Pemasangan peralatan dan instalasi sistem panggil perawat. (a) Pengiriman. Pengiriman bahan-bahan ke lokasi harus dalam kontainer asli tertutup,

jelas terlabel nama pengirim, model peralatan dan nomor erie identifikasi, dan logo standar. Pengawas akan meneliti peralatan SPP pada saat itu dan akan menolak terhadap item yang tidak memenuhi syarat.

(b) Penyimpanan. Peralatan SPP harus disimpan dengan benar sebelum dipasang,

terlindung terhadap kerusakan.

(c) Pemasangan. 1) Umum.

a) SPP dan sistem alarm kebakaran tidak boleh diletakkan dalam satu konduit, satu rak kabel atau jalur yang sama.

b) Kontraktor harus menyediakan filter, trap dan pad yang sesuai untuk meminimalkan interferensi dan untuk balansing amplifier dan sitem distribusi. Item yang digunakan untuk balansing dan meminimalkan interferensi harus mampu menyalurkan bunyi, sinyal data dan kontrol dalam kecepatan dan frekuensi yang dipilih, dalam arah yang ditentukan, dengan kerugian gesek yang kecil, isolasi tinggi dan dengan perlambatan minimum dari sistem poling atau subcarrier frequency.

c) Pasokan daya listrik darurat (contoh : batere, UPS) harus dipasang dalam kabinet/lemari terpisah. Kabinet/lemari ini harus disediakan dekat dengan panel kontrol SPP.

d) Apabila bedside unit buatan pabrik yang digunakan, kontraktor harus meminta izin pada pengawas untuk melakukan pemasangan instalasi SPP.

e) Semua peralatan harus dihubungkan sesuai spesifikasi untuk memastikan terminasi, isolasi, dan impedansinya sesuai dan terpasang dengan benar.

92 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

f) Pemasangan semua peralatan untuk setiap lokasi diidentifikasi sesuai dengan gambar.

g) Semua saluran utama, distribusi dan interkoneksi harus diterminasi pada kondisi dapat memfasilitasi fitur perluasan sistem.

h) Semua jalur vertikal dan horizontal harus diterminasi sehingga memudahkan perluasan sistem.

i) Terminasi resistor harus digunakan untuk terminasi semua cabang yang tidak digunakan.

2) Saluran (duct) Konduit dan Sinyal. a) Konduit.

(i) Instalasi harus dipasang dengan cara yang benar. Ukuran diameter minimum konduit 25 mm ( 1 inci) untuk distribusi primer sinyal dan 19 mm ( 3/4 inci) untuk sambungan jauh (contoh lampu dome, tombol darurat, dan sebaginya).

(ii) Semua kabel harus dipasang dalam konduit terpisah. Campuran kabel SPP dan kabel alarm kebakaran tidak dibolehkan.

(iii) Isi konduit harus tidak melebihi 40%.

(iv) Jalur kabel harus bebas tersambung antara sambungan konduit dan kotak interface dan lokasi peralatan.

b) Saluran (duct) sinyal, saluran (duct) kabel dan rak kabel. (i) Harus dapat menggunakan saluran (duct) sinyal,

saluran (duct) kabel dan/atau rak kabel.

(ii) Saluran (duct) sinyal dan/atau saluran (duct) kabel harus berukuran minimal 10 cm x 10 cm ( 4 inci x 4 inci) yang dapat dilepas tutup atas atau sampingnya. Pada sudut-sudut yang tajam harus diberi proteksi.

(iii) Rak kabel sepenuhnya harus tertutup, apabila rak kabel juga digunakan untuk sirkit elektronik lainnya, harus biberi partisi.

(iv) Tidak diperbolehkan menarik kabel melalui kotak. fiting atau selubung jika terjadi perubahan ukuran konduit. Radius bengkokan harus tepat.

(v) Selubung kabel yang tergores tidak dapat diterima. Ujung tutup kabel yang keluar melalu lubang rangka dari lemari/kabinet, atau rak, selubung, kotak tarikan atau kotak persimpangan harus menggunakan plastik atau bahan nylon grommeting.

(vi) Semua persimpangan kabel harus mudah dijangkau. Digunakan tutup kotak persimpangan dengan ukuran minimum 15 cm x 15 cm x 10 cm (6 inci x 6 inci x 4 inci) diletakkan pada saluran (duct) sinyal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 93

3) Kabel distribusi sinyal dari sistem. a) Kabel harus dipasang dengan cara yang praktis seperti

pemasangan kabel untuk proteksi kebakaran atau sistem darurat yang teridentifikasi. Kabel harus mampu menahan kondisi lingkungan yang merugikan tanpa perubahan bentuk. Apabila pintu konsol, kabinet/lemari atau rak, dibuka atau ditutup, tidak mengganggu pemasangan kabel.

b) Jalannya kabel antara peralatan SPP ke lemari/kabinet, rak , saluran (duct) kabel, saluran (duct) sinyal atau rak kabel harus dipasang dengan konduit yang terpasang pada struktur bangunan.

c) Semua kabel harus terinsulasi untuk mencegah induksi sinyal atau arus yang dibawa oleh konduktor dan 100% terlindung. Pemasangan kabel harus lurus, dibentuk dan dipasang dengan ikatan yang kuat, disesuaikan dalam hubungan horizontal atau vertikal ke peralatan, kontrol, komponen atau terminator.

d) Penggunaan kabel yang dipilin tidak dibolehkan. Setiap penyambungan kabel harus menggunakan terminator.

e) Kabel harus dikelompokkan sesuai pelayanannya. Kabel kontrool dan kabel sinyal boleh dijadikan satu kelompok. Kabel harus dibentuk rapih dan posisinya harus tidak berubah dalam kelompok. Kabel yang menggantung tidak diperkenankan. Kabel yang ditempatkan di saluran (duct) sinyal, konduit, saluran (duct) kabel atau rak harus dibentuk rapih, diikat pada jarak antara 60 cm sampai 90 cm (24 inci sampai 36 inci), dan harus tidak berubah posisinya dalam kelompok.

f) Kabel distribusi harus dipasang dan dikencangkan tanpa menyebabkn bengkokan yang tajam dari kabel terhadap ujung yang tajam. Kabel harus dikencangkan dengan perangkat keras yang tidak akan mengganggu.

g) Kabel harus diberi label dengan tanda permanen pada terminal dari elektronik dan peralatan pasif dan pada setiap persimpangan dengan huruf pada diagram rekaman.

h) Pengujian lengkap kabel setelah semua instalasi dan penggantian kabel yang rusak.

i) Polaritas input dan output sistem seperti direkomendasi pabrik.

4) Kotak outlet, kotak belakang dan plat muka. a) Kotak outlet. Kotak sinyal, kotak daya, kotak interface, kotak sambungan,

kotak distribusi, kotak persimpangan harus disediakan seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem.

94 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

b) Kotak belakang. Kotak belakan harus disediakan langsung dari manufaktur

seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem yang disetujui.

c) Plat muka (atau plat penutup). Plat muka harus dari jenis standar. Konektor dan jack yang

muncul pada plat muka harus jelas dan ditandai permanen.

5) Konektor. Setiap konektor haru dirancang untuk ukuran kabel khusus yang digunakan dan dipasang dengan perkakas yang disetujui manufaktur.

6) Daya listrik arus bolak balik. Kabel daya listrik arus bolak balik harus berjalan terpisah dengan

kabel sinyal.

7) Pembumian. a) Umum. Semua peralatan yang dipasang harus dibumikan untuk

mengurangi bahaya kejutan. Total tahanan pembumian maksimal harus 0,1 Ohm.

(i) Jika tidak ada netral arus bolak balik, salah satu panel daya atau kotak kontak outlet, digunakan untuk kontrol sistem, atau acuan pembumian.

(ii) Menggunakan konduit, saluran (duct) sinyal atau rak kabel sebagai sistem pembumian listrik tidak dibolehkan. Item ini dapat dipakai hanya untuk pelepasan internal statik yang dibangkitkan.

b) Kabinet/lemari. Pembumian yang umum menggunakan kabel tembaga solid

berukuran #10 AWG harus digunakan pada seluruh kabinet/lemari peralatan dan dihubungkan ke sitem pembumian. Perlu disediakan sambungan pembumian yang terpisah dan terisolasi dari setiap pembumian kabinet/lemari peralatan ke sistem pembumian. Jangan mengikat kabel pembumian peralatan bersama-sama.

5.3 Sistem Proteksi Petir. (1) Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari

bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.

(2) Instalasi proteksi petir disesuaikan dengan adanya perluasan atau penambahan bangunan rumah sakit

5.3.1 Protektor Head Protektor Head ada 2 macam :

1. Franklin

2. Elektrostatik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 95

5.3.2 Konduktor 1. Konduktor biasa (menggunakan kabel DC)

2. Menggunakan kabel tri aksial

5.3.3 Pembumian

Impedansi pembumian RS yang menggunakan peralatan elektronik minimum 0,2 ohm.

Pembumian untuk peralatan medik dipisahkan dari pembumian instalasi bangunan.

Jenis pembumian :

1. Pembumian langsung

2. Pembumian tidak langsung

5.4 Sistem Kelistrikan Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati, dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan tidak merugikan lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta perancangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan PUIL/SNI.04-0225 edisi terakhir dan peraturan yang berlaku

5.4.1 Sumber Daya Listrik Sumber daya listrik dibagi 3 :

(1) Sumber Daya Listrik Normal

Sumber daya listrik utama gedung harus diusahakan untuk menggunakan tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara.

(2) Sumber Daya Listrik Siaga

1) Bangunan, ruang atau peralatan khusus yang pelayanan daya listriknya disyaratkan tidak boleh terputus putus, harus memiliki pembangkit/ pasokan daya listrik siaga yang dayanya dapat memenuhi kelangsungan pelayanan dengan persyaratan tersebut.

2) Sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS.

(3) Sumber Daya Listrik Darurat

1) Sistem instalasi listrik pada rumah sakit harus memiliki sumber daya listrik darurat yang mampu melayani kelangsungan pelayanan seluruh atau sebagian beban pada bangunan rumah sakit apabila terjadi gangguan sumber utama.

2) Sumber/Pasokan daya listrik darurat yang digunakan harus mampu melayani semua beban penting termasuk untuk perlengkapan pengendali kebakaran, secara otomatis.

3) Pasokan Daya Listrik Darurat berasal dari Peralatan UPS (;Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi (;Central Operation Theater), Ruang Perawatan Intensif (;Intensive

96 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung (;Intensive Cardiac Care Unit). Persyaratan : a. Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai

kebutuhan) terletak di Ruang Operasi Rumah Sakit, Ruang Perawatan Intensif dan diberi pendingin ruangan.

b. Kapasitas UPS setidaknya 50 KVA.

5.4.2 Jaringan Distribusi Listrik 1) Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti tunggal atau banyak

dan/atau busduct dari berbagai tipe, ukuran dan kemampuan.

Tipe dari penghantar listrik harus disesuaikan dengan sistem yang dilayani.

2) Peralatan pada papan hubung bagi seperti pemutus arus, sakelar, tombol, alat ukur dan lain-lain harus ditempatkan dengan baik sehingga memudahkan pengoperasian dan pemeliharaan oleh petugas.

3) Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif kebakaran, peralatan pengendali asap, sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem komunikasi darurat, dan beban penting lainnya harus terpisah dari instalasi beban lainnya, dan dilindungi terhadap kebakaran atau penggunaan penghantar tahan api, dan mengikuti ketentuan yang berlaku.

4) Bagian jaringan yang disebut pada butir (3) di atas, pasokan daya listriknya harus dijamin dan mempunyai sumber/pasokan daya listrik darurat sesuai ketentuan yang berlaku.

5.4.3 Panel-panel listrik 5.4.4 Instalasi Listrik

(1) Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya listrik, jaringan distribusi, papan hubung bagi dan beban listrik.

Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah diamati, dilakukan peliharaan dan perbaikan, tidak membahayakan, mengganggu atau merugikan bagi manusia, lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lainnya.

(2) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku.

Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa Rumah Sakit Kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik 1000 KVA, dengan perhitungan 2,75 KVA per Tempat Tidur (TT).

(3) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain : a. Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar

gardu PLN). b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang). c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya. d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 97

(4) Semua perlengkapan listrik, diantaranya penghantar, papan hubung bagi dan isinya, transformator dan lain-lainnya, tidak boleh dibebani melebihi batas kemampuannya.

Masalah harmonisa dalam sistem kelistrikan harus ikut diperhatikan.

(5) Sistem Penerangan Darurat (;emergency lighting) harus tersedia pada ruang-ruang tertentu.

(6) Sistem kelistrikan RS Kelas B harus dilengkapi dengan transformator

isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-peralatan medis penting (;life support medical equipment, seperti ruang anastesi, ruang bedah, ruang katerisasi jantung, ruang ICU dan ICCU, ruang angiografi, dan ruang inkubator bayi).

(7) Sistem Pembumian (;grounding system) harus terpisah antara grounding

panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.

(8) Transformator Distribusi

1) Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan dalam ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan lantai yang kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh petugas.

2) Ruangan transformator harus diberi ventilasi yang cukup, serta mempunyai luas ruangan yang cukup untuk perawatan dan perbaikan.

3) Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran, maka diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.

(9) Penghematan energi harus sangat diperhatikan.

5.4.5 Pemeliharaan

1) Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi cukup.

2) Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang.

3) Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik harus dihidupkan untuk menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila diperlukan.

5.4.6 Persyaratan Teknis Persyaratan sistem kelistrikan harus memenuhi:

1) SNI 04-0227-1994 atau edisi terbaru; Tegangan standard.

2) SNI 04-0225-2000 atau edisi terbaru; Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL edisi terakhir).

98 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3) SNI 04-7018-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga.

4) SNI 04-7019-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan.

5) Dalam hal masih persyaratan lainnya, atau yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

5.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC) 5.5.1 Sistem Penghawaan (Ventilasi)

(1) Umum. (a) Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami

dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

(b) Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

(2) Persyaratan Teknis (a) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan

ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.

(b) Pada ruang–ruang khusus seperti Ruang Isolasi, Ruang Laboratorium maupun Ruang Farmasi, diperlukan Fasilitas Pengelolaan Limbah Udara Infeksius Paparan Udara.

(c) Sistem Tata Udara harus ditempatkan agar memudahkan dalam pemeriksaan dan pemeliharaan.

(d) Sebagai ventilasi, udara segar harus dimasukkan ke dalam ruangan untuk menjaga kesegaran dan kesehatan ruangan, sesuai ketentuan dalam standar ASHRAE tentang Indoor Air Quality.

(e) Udara segar harus dimasukkan langsung dari luar dan bukan udara yang berasal dari lobi atau koridor tertutup.

(f) Untuk instalasi tata udara sentral, udara segar harus dimasukkan

melalui mesin pengolah udara sentral. (g) Untuk sistem tata udara individu, seperti unit jendela dan unit split,

udara segar boleh dimasukkan langsung ke dalam ruangan.

(h) Kebutuhan udara segar untuk penggunaan umum pada ruangan yang dikondisikan dengan sistem tata udara dapat digunakan nilai minimum 280 Liter/menit untuk setiap penghuni, atau minimum 160 Liter/menit per m2 luas lantai, dipilih mana yang memeberikan nilai lebih besar.

(i) Ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi mekanik harus diberikan pertukaran udara minimal 6 (enam) kali per jam.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 99

(j) Tata udara untuk ruangan yang dapat menimbulkan pencemaran atau penularan penyakit ke ruangan lainnya, harus langsung dibuang ke luar.

(k) Ruang bedah dan ruang perawatan penyakit menular yang berbahaya, pembuangan udaranya harus ke tempat yang tidak membahayakan lingkungan rumah sakit.

(l) Ruang pengolahan bahan obat, proses foto, dan proses kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan, pembuangan udaranya harus melalui penyaring dan pemroses untuk menetralisir bahan yang terkandung di dalam udara buangan tsb sesuai ketentuan yang berlaku.

(m) Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti Persyaratan Teknis berikut:

1) SNI 03 – 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

2) SNI 03 – 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung.

5.5.2. Sistem Pengkondisian Udara (1) Umum.

(a) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

Tabel 5.5.2 – Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara

Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

No. Ruang atau Unit Suhu (0C)

Kelembaban (%) Tekanan

1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif

2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif

3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang

4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang

5 Perawatan bayi 22 – 26 35 - 60 Seimbang

6 Perawatan premature 24 – 26 35 - 60 Positif

7 ICU 22 – 23 35 - 60 Positif

8 Jenazah/Otopsi 21 – 24 - Negative

9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang

10 Laboratorium 22 – 26 35 - 60 Positif

11 Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang

12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Positif

13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang

14 Gawat Darurat 19 – 24 45 – 60 Positif

15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang

16. Ruang luka baker 24 – 26 35 - 60 Positif

100 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan :

1) fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;

2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan

3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan

(2) Persyaratan Teknis. Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI 03-6572-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

5.6 Sistem Pencahayaan (1) Umum.

Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(2) Persyaratan Teknis. (a) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan

bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit.

(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

(d) Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya sebagai berikut :

Tabel 5.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

No.

Ruang atau Unit

Intensitas Cahaya (lux)

Keterangan

1

Ruang

pasien

- saat tidak

tidur

- saat tidur

100 – 200

maks. 50

Warna

cahaya

sedang

2 R. Operasi

umum 300 – 500

3 Meja

operasi 10.000 – 20.000

Warna

cahaya

sejuk

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101

atau

sedang

tanpa

bayang

an

4 Anastesi,

pemulihan 300 – 500

5 Endoscopy,

lab 75 – 100

6 Sinar X minimal 60

7 Koridor Minimal 100

8 Tangga Minimal 100 Malam

hari

9 Administrasi

/kantor Minimal 100

1

0

Ruang

alat/gudang Minimal 200

1

1 Farmasi Minimal 200

1

2 Dapur Minimal 200

1

3 Ruang cuci Minimal 100

1

4 Toilet Minimal 100

1

5

R. Isolasi

khusus

penyakit

Tetanus

0,1 – 0,5

Warna

cahaya

biru

1

6

Ruang luka

baker 100 – 200

5.7 Sistem Fasilitas Sanitasi

5.7.1 Persyaratan Sanitasi Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.2 Persyaratan Air Bersih (1) Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan,

atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari. (3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang

membutuhkan secara berkesinambungan. (4) Tersedia penampungan air (;reservoir) bawah atau atas. (5) Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus

menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

102 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.

(7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun sekali.

(8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan), titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.

(9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi. (10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM,

sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultra violet.

(11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisis.

(12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

(13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem Plambing 2000.

5.7.3 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.4 Persyaratan Penyaluran Air Hujan (1) Umum

Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

(2) Persyaratan Teknis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103

(a) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.

(b) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(c) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

(d) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

(e) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

(f) Pengolahan dan penyaluran air hujan mengikuti persyaratan teknis berikut:

1) SNI 03-2453-2002 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.

2) SNI 03-2459-2002 atau edisi terbaru; Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.

3) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung.

5.8 Sistem Instalasi Gas Medik (1) Umum.

Sistem gas medik yang dimaksud meliputi O2, N2O, Udara tekan Medik, CO2, dan vakum medik. Sistem Instalasi Gas Medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

Sistem Instalasi Gas Medik :

1. Sistem Sentral Gas Medik

a) Sumber Gas Medis

b) Instalasi Gas Medis

c) Outlet dan Inlet

2. Sistem gas medik stand alone

3. Sistem portable/moveable

(2) Persyaratan Teknis. (a) Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas pelayanan kesehatan di

rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin. dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

(b) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas

104 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas tersebut.

(c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.

(d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.

(j) Pengoperasian sistem pasokan sentral.

1) Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.

2) Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai dengan spesifikasi gas medik.

3) Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan penandaan yang disyaratkan.

4) Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau silinder gas medik.

5) Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.

6) Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut harus dibuang sebelum disimpan.

7) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila silinder sedang tidak digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105

(k) Perancangan dan pelaksanaan.

Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi persyaratan berikut :

1) Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya.

2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat dikunci, atau diamankan dengan cara lain.

3) Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar.

4) Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.

5) Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis yang masih tersedia.

6) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh.

7) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem kelistrikan esensial.

8) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar.

(l) Standar dan pedoman teknis.

1) Untuk sistem gas medik pada bangunan gedung, harus dipenuhi SNI 03-7011-2004, tentang ; Keselamatan pada bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, atau edisi terakhir.

2) Dalam hal persyaratan diatas belum ada SNI-nya, dipakai Standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.

5.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran

(1) Kenyamanan terhadap Kebisingan (a) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat

kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.

(b) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru.

106 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.

(d) Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.

(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung.

(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS adalah sebagai berikut :

Tabel 5.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit2

(2) Kenyamanan terhadap Getaran Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya.

Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan. Tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, untuk lingkungan kegiatan rumah sakit adalah 55 dB(A)

2 Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.

No. Ruang atau Unit Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan satuan dBA)

1

Ruang pasien

- saat tidak tidur

- saat tidur

45

40

2 R. Operasi umum 45

3 Anastesi, pemulihan 45

4 Endoscopy, lab 65

5 Sinar X 40

6 Koridor 40

7 Tangga 45

8 Kantor/Lobi 45

9 Ruang Alat/ Gudang 45

10 Farmasi 45

11 Dapur 78

12 Ruang Cuci 78

13 Ruang Isolasi 40

14 Ruang Poli Gigi 80

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107

5.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit. (1) Umum.

(a) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan RS meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat.

(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal antarruang dalam bangunan RS, akses evakuasi, termasuk bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat.

(c) Kelengkapan prasarana disesuaikan dengan fungsi RS.

(2) Persyaratan Teknis. (a) Setiap bangunan RS harus memenuhi persyaratan kemudahan

hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut

(b) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.

(c) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.

(d) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna. Ukuran koridor yang aksesibilitas brankar pasien minimal 2,4 m.

5.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam Rumah Sakit. (1) Umum. Setiap bangunan RS bertingkat harus menyediakan sarana hubungan

vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.

(2) Persyaratan Teknis. (a) Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus

berdasarkan fungsi bangunan RS, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna gedung.

(b) Setiap bangunan RS dengan ketinggian di atas lima lantai harus menyediakan sarana hubungan vertikal berupa lif.

(c) Bangunan RS umum yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana hubungan vertikal bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat.

108 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.11.1 Ramp.

(1) Umum. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift)

(2) Persyaratan Ramp. (1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70,

perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).

(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.

(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

Gambar 5.11.1.a– Tipikal ramp

UU RI No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung bagian ketiga pasal 18 perihal persyaratan keselamatan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109

Gambar 5.11.1.b– Bentuk-bentuk ramp

Gambar 5.11.1.c – Kemiringan ramp.

Gambar 5.11.1.d – Pegangan rambat pada ramp.

110 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 5.11.1.e – Kemiringan sisi lebar ramp.

Gambar 5.11.1.f – Pintu di ujung ramp.

(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.

Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.

(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

4.11.2 Tangga. (1) Umum.

Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111

(2) Persyaratan. (1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran

seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.

(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.

(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom

(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.

(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Gambar 5.11.2.a – Tipikal tangga

Gambar 5.11.2.b – Pegangan rambat pada tangga

112 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

Gambar 5.11.2.c – Desain profil tangga.

Gambar 5.11.2.d – Detail pegangan rambat tangga

Gambar 5.11.2.e – Detail pegangan rambat pada dinding.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 113

5.11.3 Lift (Elevator)

(1) Umum. Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien.

(2) Persyaratan. (1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya

tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.

(2) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.

(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.

(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).

(5) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.12 Sarana Evakuasi (1) Umum. Setiap bangunan RS harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang

berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :

(a) sistem peringatan bahaya bagi pengguna,

(b) pintu keluar darurat, dan

(c) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan RS untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan RS secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

(2) Persyaratan Teknis. (a) Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan RS harus

dipenuhi standar tata cara perencanaan sarana evakuasi pada bangunan gedung.

(b) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

5.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat (1) Umum. Setiap bangunan RS, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk

menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam bangunan RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

114 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Persyaratan Teknis. (a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon

umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas, dan ketinggian bangunan RS.

5.14 Prasarana/Sarana Umum. (1) Umum.

(a) Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan RS untuk beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan RS untuk kepentingan umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan RS, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

(b) Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas bangunan RS, serta jumlah pengguna bangunan RS.

(2) Persyaratan Teknis.

Perencanaan sarana dan prasarana dalam bangunan RS mengikuti:

(a) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(b) SNI 03-1746-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(c) SNI 03-6573-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem transportasi vertikal dalam gedung (lif).

(d) Ketentuan teknis Kelengkapan Prasarana dan Sarana bangunan RS.

(e) Ketentuan teknis Prasarana dan Sarana pemanfaatan Bangunan RS dan Kelengkapannya.

(f) Ketentuan teknis Ukuran, Konstruksi, Jumlah Fasilitas dan Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat.

(g) Dalam hal persyaratan di atas belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 115

BAGIAN VI PENUTUP

6.1 Pedoman teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola

fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa konstruksi, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

6.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatip, serta penyesuaian Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.

6.3 Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya.

116 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

KEPUSTAKAAN

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

4. Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1197/Menkes/SK/X/2004

tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

7. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

8. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers,

Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

9. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC

Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill

Publishing Company Limited, 2004.

11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,

Penerbit Erlangga, 1995.

12. Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2007.

PEDOMAN BANGUNAN RS :RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi iii

BAB - I Ketentuan Umum 1.1 Latar Belakang 11.2 Maksud Dan Tujuan 11.3 Sasaran 21.4 Pengertian 21.5 Lingkup Materi Pedoman 11

BAB- II Pedoman Teknis Arsitektur Dan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 2.1 Umum 122.2 Alur Sirkulasi Kegiatan Ruangan Operasi 122.3 Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit 152.4 Aksesibilitas Dan Hubungan Antar Ruang 172.5 Kebutuhan Ruang 182.6 Sarana Evakuasi Dan Aksesibilitas Penyandang Cacat 312.7 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 32

BAB - III Pedoman Teknis Prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit 3.1 Umum 333.2 Prasarana 333.3 Instalasi Mekanikal 333.4 Instalasi Elektrikal 413.5 Instalasi Proteksi Kebakaran 47

BAB - IV Penutup 51Kepustakaan 52

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB – I

KETENTUAN UMUM

1.1 Latar belakang. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang: …. d. ruang operasi; …. .

Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.

Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tersebut, maka perlu disusun pedoman teknis bangunan rumah sakit ruang operasi yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Disamping itu pula, ruang operasimerupakan tempat diselenggarakannya tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, hal mana membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya yang harus dicapai sesuai pedoman teknis ini.

1.2 Maksud dan tujuan. PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi ini, dimaksudkan sebagai acuan teknis penyediaan fasilitas fisikbangunan dan utilitasnya agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.

PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan bangunan ruang operasi di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan dibuat memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pasien dan pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.3 Sasaran. PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi iniakan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit, khususnya pengelola ruang operasi dan dapat menjadi acuan bagi konsultan perencana dalam membuat perencanaan bangunan ruang operasi, sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama.

1.4 Pengertian. 1.4.1 Bangunan gedung. konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.

1.4.2 Ruangan di rumah sakit. gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.

1.4.3 Prasarana Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.4.4 Ruang Operasi Rumah Sakit. suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.

1.4.5 Ruang Pendaftaran. (1) Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, khususnya pelayanan

bedah.

(2) Ruang ini berada pada bagian depan Ruang OperasiRumah Sakit dengan dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.

(3) Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang pendaftaran.

(4) Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan pendataan pasien bedah dan penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.

(5) Kegiatan administrasi meliputi :

(a) Pendataan pasien bedah.

(b) Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah.

(c) Rincian biaya pembedahan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

1.4.6 Ruang tunggu Pengantar. Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat televisi dan ruangan yang dilengkapi sistem pengkondisian udara.

1.4.7 Ruang Transfer (Transfer Room). (1) Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien bedah yang

datang menggunakan stretcher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.7 - Contoh Transfer bed ruang operasi.

(2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.

(3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)

1.4.8 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room). Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh petugas Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat di laksanakan di Ruang Transfer.

1.4.9 Ruang Persiapan Pasien. (1) Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki ruang

operasi.

(2) Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh pasienbedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.

(3) Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan pakaian khusus pasien bedah.

(4) Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang operasi.

1.4.10 Ruang Induksi. Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan darah pasien bedah, memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk beristirahat/ menenangkan diri, dan memberikan penjelasan pada pasien bedah mengenai tindakan yang akan dilaksanakan.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Anastesi dapat dilakukan pada ruangan ini.Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di kamar bedah.

1.4.11 Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah. Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembedahan dipersiapkan pada ruang ini.

1.4.12 Kamarbedah. (1) Kamarbedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau

pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatanbedah.Kamarbedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.

(2) Di kamarbedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja operasi/bedah.

(3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).

(4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

1.4.13 Ruang Pemulihan (Recovery). (1) Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan kamarbedah dan diawasi oleh perawat.

Pasien bedah yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus dipantau karena pasien masih dalam kondisi pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status : jantung, pernapasan dan physiologis, dan bila diperlukan melakukan tindakan dengan memberikan pertolongan yang tepat.

(2) Setiap tempat tidur pasien pasca bedah dilengkapi dengan minimum satu outlet Oksigen, suction, udara tekan medis, peralatan monitor dan 6 (enam) kotak kontak listrik,

(3) Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi dengan defibrillator, saluran napas (airway), obat-obatan darurat, dan persediaan lainnya.

(4) Di beberapa rumah sakit, ruang pemulihan sering juga dinamakan ruang PACU(Post Anaesthetic Care Unit).Komunikasi ruang pemulihan atau ruang PACUlangsung ke ruang dokter bedah dan perawat bedah dengan perangkat interkom.Tombol panggil darurat ditempatkan diseluruh Ruang Operasi Rumah Sakit.

1.4.16 Ruang ganti pakaian (Loker). (1) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medik mengganti

pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.

(2) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing-masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat yang sudah disteril. Loker dipisah antara pria dan wanita.Loker juga dilengkapi dengan toilet.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

1.4.17 Ruang Dokter. Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :

(1) Ruang kerja.

(2) Ruang istirahat/kamar jaga.

Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur.Sedangkan pada ruang istirahat diperlukan sofa.Ruang Dokter perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.

1.4.18 ScrubStation. (1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas

medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi.

(2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station.

(3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depanruang operasi.

Gambar 1.4.18 – Scrub station untuk 3 orang

(4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :

(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.

(b) Aliran air pada setiap kran cukup.

(c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.

(d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.

(e) Dilengkapi sikat kuku.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.4.19 Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal). (1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.

Spoolhoek terdiri dari :

(a) Sloop sink (lihat gambar 1.4.19.a& b).

(b) Service Sink (lihat gambar 1.4.19.a & c)

(2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke ruang kotor (disposal, spoel Hoek).

(3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan CSSD (Central Sterilized Support Departement).untuk dibersihkan dan disterilkan.

(4) Ruang Laundri dan CSSD berada diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

Slop Sink Service Sink

Gambar 1.4.19.a - Slop Sink dan Service Sink

Gambar 1.4.19.b- Sloop Sink

Gambar1.4.19.c - Service Sink

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

1.4.20 Ruang Linen. Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4 - Kompleks ruang operasi

1.4.21 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah (1) Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instrumen berada dalam

Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrumen. Bahan-bahan lain seperti kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20 cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit-langit. Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan di bungkus secara terpadu.

(3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan emergensi diletakkan pada ruang yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan bedah.

1.4.22 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor). Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan barang-barang kotor di dalam kontainer tertutup yang berasal dari ruang-ruang di dalam bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.22 – Janitor

1.4.23 Meja Operasi/bedah. Meja operasi/bedah adalah meja yang digunakan untuk membaringkan pasien bedah, sesuai dengan posisi yang sesuai, dimana Dokter bedah akan melakukan operasi pembedahan.

Secara umum, ada 2 jenis meja operasi, yaitu : meja operasi yang digerakkan secara hidarolik, dan meja operasi yang digerakkan dengan elektrohidraulik (sebelumnya ada meja operasi yang digerakkan secara mekanik).

1.4.24 Lampu Operasi/bedah. Lampu operasi umumnya diletakkan menggantung di langit-langit ruang operasi, dan berada di posisi diatas meja operasi (Operating Table). Namun demikian untuk keperluan lainnya, lampu operasi juga ada dari jenis diletakkan di lantai (floor mounted) atau jenis pemasangan di dinding (wall mounted).

1.4.25 Mesin Anesthesi. Mesin anestesi adalah peralatan medik yang berfungsi untuk pembiusan pada pasien yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi sebelum dilakukan pembedahan oleh dokter spesialis bedah.Lokasi peralatan anestesi ini ada di kamar bedah.Untuk mengoperasikan mesin anestesi ini diperlukan gas oksigen (O2), gas nitrous oksida (N2O), dan zat anestesi.Disamping gas dan zat tersebut di atas, idealnya juga dilengkapi dengan vakum medik, udara tekan dan sistem buangan gas anestesi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

Gam

1.4.26 VVentilator mekanis ke

Ventilator lemah. Peditunjukkan

Ventilator oksigen, asebesar 3,pasien sepalat ini sep

1.4.27 CCeiling penICU, dapatceiling penmenempat

mbar 1.4.25

entilator. umumnya e paru-paru

berfungsi senggunaann pada gam

dioperasikatau dengan,5 bar samppenuhnya teperti ditunjuk

Gamb

eiling Penndant adalat digerakkandant yangtkan outlet/i

– Mesin an

digunakan u.

sebagai alanya di ka

mbar 1.4.26.

an dengan n kompresopai 4 bar. Serpisah, dakkan pada g

bar 1.4.26 :

ndant. ah rak yangn ke segala

g digunakannlet gas me

nesthesi den

di ruang o

t bantu peramar bedah.

pemipaan or udara listSistem ini cn tidak adagambar 1.4

Ventilator d

g dipasang da arah.Ceilinn untuk meedik dan ou

ngan 3 vapo

operasi dan

rnapasan ph bersama

sentral garik yang dilcukup amana aliran gas 4.26

dengan sum

di langit-lanng pendanteletakkan p

utlet listrik.

orizer dileng

n di ruang

pada pasiena sama de

s (oksigen etakkan di n di mana sbertekanan

mber pengg

ngit, umumnt umumnya peralatan m

gkapi ventila

ICU untuk

n yang dalaengan me

atau udaramana sajasirkit aliran n tinggi dial

gerak sentra

nya di kamaterdiri dari

monitor, da

ator dan mo

mengalirka

am kondisi sin aneste

a tekan) at, jika tersedgas dan s

lirkan ke pa

al gas.

ar bedah ata2 jenis.Jenn jenis ke

onitor

an ventilasi

fisik cukupesi, seperti

tau silinderdia tekananirkit gas ke

asien. Jenis

au di ruangis pertama,dua untuk

i

p i

r n e s

g , k

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

PenempataDokter bed

1.4.28 AAlat monitjantung. Sparameter

1.4.29 FiFilm Viewe

1.4.30 AAspirator ydigunakanpembedahanestesi utenggorokarawat inap

1.4.31 SSuction Unsuction/vakbedah, ata

an ceiling dah dan yan

Alat Monitotor yang u

Selain itu atubuh lainn

ilm Vieweer adalah al

Aspirator. yang digun oleh dokte

han disebut untuk mengan selain d.

uction Unnit adalah akum, yang

au dilokasi la

pendant ung lainnya d

or mum terda

alat ini juganya.

r. at untuk me

akan dalamer bedah uaspirator b

hisap lendiigunakan d

nit. alat yang d

menyatu ain, seperti

ntuk memoditempatkan

apat di ruaa dilengkap

elihat, mem

m kamar beuntuk mengbedah (lihatr di tenggo

di kamar be

Gambar 1.

digunakan udengan unICU/ICCU

onitor kondn dekat den

ang operaspi dengan p

mbaca dan m

edah dapatghisap darat gambar 1.orokan pasieedah, juga d

4.30 - Aspi

untuk memnit aspiratodan ruang p

disi pasien ngan mesin

i berfungsi perlengkapa

mengartikan

t dibagi dalah, atau za.4.30), dan en disebut digunakan

rator bedah

peroleh daornya. Pengperawatan.

diletakkananestesi,

untuk mean untuk m

n hasil foto r

lam 2 jenisat lain dari

aspirator yaspirator tedi ruang IC

h

ya hisap dggunaannya

berhadapa

erekam aktimemonitor

rontgen.

s, yaitu asptubuh pas

yang digunaenggorokan

CU/ICCU da

engan melaa terutama

an dengan

ivitas listrikparameter-

pirator yangien selamaakan doktern. Aspiratoran di ruang

alui pompaa di kamar

n

k -

g a r r g

a r

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

1.5 LLingkup mberikut :

(1) Bab

memlingk

(2) Bab Saki

memSakit.

(3) Bab

mempersy

(4) Bab

ingkup Mmateri Pedo

I : Ketentu

mberikan gakup materi p

II :Pedomt.

mberikan gat, kebutuha

III :Pedom

mberikan gyaratan kes

IV : Penutu

Materi Peoman Tekn

uan Umum.

ambaran upedoman.

man Teknis

ambaran mn ruang, zo

an Teknis

gambaran selamatan b

up.

Gambar

edoman.is Banguna

.

mum yang

s Arsitektu

mengenai aoning dan p

Prasarana

mengenai bangunan, k

1.4.31. Suc

an Ruang

g meliputi l

ur dan Stru

lur kegiataersyaratan

(Utilitas) R

persyaratkesehatan b

ction Unit

Operasi Ru

latar belaka

uktur Bang

n pada baumum kom

Ruang Ope

tan utilitasbangunan, k

umah Saki

ang, maks

gunan Rua

angunan Rumponen ban

erasi Ruma

s bangunakenyamana

t ini melipu

ud dan tuj

ang Opera

uang Operangunan insta

ah Sakit.

an yang an dan kem

uti sebagai

juan, serta

asi Rumah

asi Rumahalasi bedah

memenuhiudahan.

i

a

h

h h

i

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB – II

PEDOMAN TEKNIS

ARSITEKTUR DAN STRUKTUR

BANGUNAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT 2.1 Umum. (1) Setiap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan tempat untuk melakukan kegiatan

tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.

(2) Fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dikualifikasikan berdasarkan tingkat sterilitas dan tingkat aksesibilitas.

2.2 Alur Sirkulasi kegiatan Ruangan Operasi.

Gambar - 2.2 : Alur kegiatan di Ruang Operasi Rumah Sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

Alur sirkulasi (pergerakan) ruang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit ditunjukkan pada gambar 2.2, dan dijelaskan sebagai berikut :

(1) Pasien.

(a) Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang operasi menggunakan transfer bed.

(b) Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi, sesuai jadwal operasi, membawa pasien ke ruang pendaftaran untuk dicocokkan identitasnya, apakah sudah sesuai dengan data yang sebelumnya dikirim ke ruang administrasi ruang operasi dan sudah dipelajari oleh dokter bedah bersangkutan.Pengantar pasien dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu pengantar.

(c) Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer, di ruang ini, pasien dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju ruang persiapan.

(d) Di ruang persiapan pasien dibersihkan, misalnya dicukur pada bagian rambut yang akan dioperasi, atau dibersihkan bagian-bagian tubuh lain yang dianggap perlu,

(e) Apabila, pada saat pasien selesai dibersihkan ruang operasi masih digunakan untuk operasi pasien lain, pasien ditempatkan di ruang tunggu pasien yang berada di lingkungan ruang operasi.

(f) Setelah tiba waktunya, pasien dibawa masuk ke ruang induksi (bila ada), yang mana, pasien diperiksa kembali kondisi tubuhnya, menyangkut tekanan darah, detak jantung, temperatur tubuh, dan sebagainya.

(g) Apabila kondisi tubuh pasien cukup layak untuk dioperasi, pasien selanjutnya masuk ke ruang bedah, untuk dilakukan operasi pembedahan.

(h) Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih dipengaruhi oleh bius dari zat anestesi, selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan (recovery room). Ruang ini sering juga dinamakan ruang PACU (Post Anesthesi Care Unit).Bila dianggap perlu, pasien bedah dapat juga langsung dibawa ke ruang perawatan intensif (ICU).

(i) Apabila bayi yang dioperasi, setelah dioperasi bayi tersebut selanjutnya dibawa masuk ke ruang resusisitasi neonatal (dibeberapa rumah sakit, jarang ruang resisutasi neonatal ini berada di ruang operasi, biasanya langsung dibawa ke ruang perawatan intensif bayi (NICU), yang berada di bagian melahirkan (Ginekologi).

(j) Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar, pasien dibawa ke ruang rawat inap,

(2) Paramedis dan Dokter Bedah/Anestesi.

(a) Paramedis. 1) Dokter dan paramedis, mengganti baju dan sepatu/sandalnya di ruang loker,

yang mana dokter/paramedis selanjutnya mengenakan baju, penutupkepala dan penutup hidung/mulut yang sebelumnya sudah disterilkan.

2) Paramedis selanjutnya melakukan kegiatan persiapan perlengkapan operasi, meliputi penyiapan peralatan bedah, pembersihan ruang bedah, mensterilkan ruang bedah dengan penyemprotan fogging, menyeka (mengelap) meja bedah, lampu bedah, mesin anestesi, pendant, dengan cairan atau lap yang sesuai. Memeriksa seluruh utilitas ruang operasi (tekanan gas medis, vakum, udara tekan medis, kotak kontak listrik, jam dinding, tempat sampah medis, dan sebagainya).

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3) Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang peralatan bedah yang letaknya dekat dengan kamar bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah,

4) Setelah siap, Dokter bedah akan memeriksa kembali seluruh peralatan bedah yang diperlukan, dan mengujinya bila diperlukan.

5) Selanjutnya peralatan bedah ini dimasukkan ke kamar bedah.Apabila pengadaan ruang persiapan peralatan bedah ini karena sesuatu hal tidak dimungkinkan, maka persiapan peralatan bedah dapat dilakukan di kamar bedah.

(b) Dokter. 1) Di ruang Dokter, Dokter beserta stafnya, termasuk dokter anestesi, melakukan

koordinasi tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap pasien, termasuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

2) Selesai melakukan koordinasi, Dokter bedah menuju ruang persiapan peralatan bedah, memeriksa dan menguji apakah seluruh peralatan sudah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pembedahan.

3) Dokter selanjutnya ke ruang induksi, memeriksa kondisi pasien apakah sudah cukup siap untuk operasi.

4) Dokter anestesi, memeriksa peralatan mesin anestesi apakah sudah berfungsi dengan baik, termasuk zat anestesi yang akan digunakan.

5) Dokter bedah dan staf yang membantu operasi, sebelum melakukan pembedahan, mencuci tangan terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang disebut dengan “Scrub Up”. Tempat cuci tangan ini terdiri dari air biasa, sabun dan zat anti septik (biasa digunakan betadine).Selanjutnya dokter dan staf yang terlibat pengoperasian menggunakan sarung tangan yang telah disterilkan.

6) Dokter, staf yang membantu operasi selanjutnya masuk ke ruang operasi untuk melakukan pembedahan. Sebelum melakukan operasi, Dokter biasanya melakukan penyesuaian posisi meja operasi dan lampu operasi yang lebih nyaman, demikian pula dengan posisi troli peralatan operasi.

7) Selesai melakukan operasi, Dokter beserta stafnya kembali mencuci tangan di scrub up, dan Dokter kembali ke ruang Dokter untuk membuat laporan.

(3) Alur Material/bahan.

(a) Material/bahan bersih/steril.

Material/bahan bersih untuk kebutuhan kamar bedah diambil dari :

1) ruang penyimpanan bersih/steril, seperti linen, peralatan kebutuhan bedah, dan sebagainya.

2) Untuk kebutuhan farmasi (obat-obatan), diambil dari ruang penyimpanan farmasi, termasuk bahan/material yang sekali pakai. Bila ruang farmasi tidak tersedia, dapat digunakan ruang persiapan peralatan.

3) Zat anestesi, umumnya disimpan di ruang penyimpanan anestesi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

(b) Material kotor/bekas.

1) Material kotor, terdiri dari :

a) Material kotor/bekas yang digunakan dan sifatnya habis pakai, dimasukkan ke dalam tempat sampah berupa kontainer kotor, selanjutnya ditutup rapat, dan dibawa ke area kotor untuk selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan yang khusus digunakan untuk ini.

b) Material kotor/bekas yang masih dapat digunakan kembali, seperti linen, peralatan kedokteran dan sebagainya dibawa ke ruang spool hook, setelah dibersihkan dan dikemas dikirim ke ruang laundri atau CSSD.

2.3 Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. 2.3.1 Ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam beberapa 5 zona (lihat gambar 2.3.1).

Gambar 2.3.1–Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit

Keterangan :

1 = Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal) 2 = Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter) 3 = Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter) 4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan Positif) 5 = Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)

Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor danruang utilitas kotor.

Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3> 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)

Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)

Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan (preparation),peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan (recovery),ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi.

Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter)

Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(5) Area Nuklei Steril

Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

2.3.2 Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.

2.3.3 Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada setiap zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.

2.3.4 Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga harus memenuhi ketentuan yang spesifik.

2.3.5 Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung dan aliran bahan steril dan kotor.

2.3.6 Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :

(1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :

(a) mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah.

(b) stafruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.

(c) kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.

(2) Persyaratan teknis bangunan, seperti :

(a) Denah (layout) sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. Jalur yang salah dari aliran barang “bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat dengan mudah terjadi infeksi silang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

(b) Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang disebabkan oleh alur sirkulasi barang “bersih” dan “kotor” dan alur sirkulasi orang, maka harus dilengkapi dengan standar-standar prosedur operasional.

(c) Area-area dimana pelapis struktural dan peralatan yang terkontaminasi.

(d) Aliran udara. Udara dapat langsung (melalui partikel debu pathogenic) dan tidak langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung tangan dan instrumen) dapat menyebabkan kontaminasi.Oleh karena itu, sistem pengkondisian udara mempunyai peranan yang sangat penting untuk mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang terakhir.

2.4 Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang 2.4.1 Aksesibiltas. Umumnya, sarana Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat tidur.Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-lain, dan area lalu lintas yang bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.

Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.

Tabel 2.4.1 menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan aksesibilitas dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini mempunyai konsekuensi terhadap lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.

Tabel 2.4.1 - Persyaratan dasar aksesibilitas

Keterangan area Persyaratan minimum

Area bebas lalu lintas (antara rel pegangan tangan) 2,30 m

Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu berputar. 2,40 m

Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur (ruang operasi, area persiapan, dan lain-lain) 1,10 m

2.4.2 Hubungan antar ruang. Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana) instalasi bedah.

(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang Operasi Rumah Sakit tidak diperbolehkan.

(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air-lock” di lokasi rumah sakit.

(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.

(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.5 Kebutuhan Ruang 2.5.1 Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi= Zone 4)

2.5.1.1 Ruang operasi Minor.

Gambar 2.5.1.1A : Contoh Denah Ruang operasi minor

Gambar - 2.5.1.1B : Contoh Ruang operasi Minor

(a) Denah (Layout).

Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal, regional atau total dilakukan pada ruangan steril.

Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar ruangan ruang operasi ini.

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m2, dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(b) Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :

(1) Meja Operasi.

(2) Lampu operasi tunggal.

(3) Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik menggunakan pendan anestesi atau cara lain.

(4) Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.

(5) Film Viewer.

(6) Jam dinding.

(7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.

(8) Tempat sampah klinis.

(9) Tempat linen kotor.

(10) lemari obat/ peralatan dan lain-lain.

2.5.1.2 Ruang operasi Umum (General Surgery Room).

(a) Denah (Layout)

Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang sterile untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.

Gambar 2.5.1.2.A – Contoh denah/layout ruang operasi umum

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 2.5.1.2.B – Contoh suasana ruang operasi umum (general) (42 m2)

Contoh denah (layout) dari ruang operasi umum ini seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.A, dan suasananya seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.B.

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.

(b) Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :

1) 1 (satu) meja operasi (operation table),

2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu satelit.

3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan pendan bedah.

4) 1 (satu) mesin anestesi,

5) Film Viewer.

6) Jam dinding.

7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.

8) Tempat sampah klinis.

9) Tempat linen kotor.

10) dan lain-lain.

(3) Ruang Operasi Besar (Mayor).

(a) Denah (layout).

Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.

(b) Peralatan kesehatan utama yang diperlukan, antara lain 1) 1 (meja operasi khusus),

2) 1 (satu) lampu operasi,

3) 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet listrik,

4) 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor, mesin anestesi,

5) dan sebagainya.

(4) Persyaratan Umum Ruang.

Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain :

(a) Komponen penutup lantai.

1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api.

2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri.

3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.

Gambar 2.5.1.3A : Contoh denah (layout) Ruang Operasi Besar

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 2.5.1.3.B – Contoh Ruang Operasi Besar (50 m2)

Gambar 2.5.1.3C – Contoh ruang operasi jantung (lebih dari 60 m2)

4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.

6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).

8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

(b) Komponen dinding.

Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia,tidak berjamur dan anti bakteri.

2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara.

5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless), mudah dibersihkan dan dipelihara.

7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat dengan cat anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless).

8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau membentuk serpihan.

(c) Komponen langit-langit.

Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri.

2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.

3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.

5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme setiap kali digerakkan.

(d) Pintu Ruang operasi.

1) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.

a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrikpenggerak pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual.

c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan.

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).

e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jeniscat anti bakteri & jamur dengan warna terang.

f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus dibersihkan setiap selesai pembedahan.

2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalamruang operasi.

b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and interlock system.

c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double glass fixed windows).

3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek (disposal). (catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material / barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan bisa dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan linen ke CSSD)

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan doorseal and interlock systemdan mengayun keluar dari ruang operasi.

b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto hinge) atau alat penutup pintu (doorcloser).

c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terangdan dicat jenis duco dengan warna terang.

d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).

4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/ instrumen (jika ada).

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.

b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).

2.5.2. Zona Resiko Tinggi (Kompleks Ruang operasi = Zone 3)

2.5.2.1 Ruang Induksi

(1) Denah (layout).

Contoh denah (layout) ruang induksi atau sering juga disebut sebagai ruang anastesi ditunjukkan pada gambar 2.5.2.1.

Pasien bedah menunggu di ruangan ini, apabila belum siap. Pembiusan lokal, regional dan total dapat dilakukan diruangan ini. Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari bahaya listrik.

Area ruang induksi (preoperatif) yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 15 m2.

(2) Persyaratan Umum ruang.

(a) Komponen penutup lantai.

1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/gesekan peralatan dan tahan terhadap api (vinil anti gores).

2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.

3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.

4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

Gambar 2.5.2.1 : Contoh denah (layout) Ruang Induksi/ Persiapan

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.

6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

7) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding disarankan menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).

8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.

(b) Komponen dinding.

Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur.

2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding disarankan tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara.

5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, disarankan tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

(c) Komponen langit-langit.

Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri.

2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.

3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

(d) Pintu ke Ruang Induksi/Persiapan.

1) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.

a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis.

b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual.

c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan.

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).

e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri & jamur dengan warna terang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus dibersihkan setiap selesai pembedahan.

2) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dengan koridor komplek bedah.

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang induksi/ persiapan.

b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and interlock system.

c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double glass fixed windows).

2.5.2.2Ruang Penyiapan Peralatan (Preparation Room).

(1) Denah (layout).

Denah ruang penyiapan peralatan/instrumen untuk kebutuhan pembedahan pasien ditunjukkan pada gambar 2.5.2.2.

Ruangan ini digunakan untuk menyimpan dan menyiapkan bahan-bahan bersih dan steril yang dipakai serta peralatan/instrumen untuk pembedahan pasien, penyimpanan dan penyiapan obat terjamin keamanannya, termasuk cairan suntik.

Gambar 2.5.2.2 : Denah ruang penyiapan peralatan/bahan untuk pembedahan

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Ruangan ini juga berfungsi sebagai area penyimpanan alternatif trolley obat.Ruangan menyediakan tempat penyimpanan obat-obat berbahaya, sesuai ketentuan yang berlaku.

Hanya petugas yang berkepentingan boleh masuk ke dalam ruaangan ini.Luas area ruangan ini sebaiknya ± 14 m2.

(2) Persyaratan Umum Ruang.

(a) Komponen penutup lantai.

1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api (vinil anti gores).

2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.

3) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

4) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.

5) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

(b) Komponen dinding.

Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur.

2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

4) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat dan mudah dibersihkan.

(c) Komponen langit-langit.

Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur.

2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.

3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

(d) Pintu.

1) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dan ruang operasi.

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.

b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer).

c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).

2) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dengan koridor komplek bedah.

a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang persiapan peralatan/instrumen.

b) Pintu tidak boleh dibiarkan sering terbuka, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer).

2.5.2.3 “Airlock”.

Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang operasi, area yang digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.

2.5.2.4 Ruang Pemulihan

Ruang pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali jumlah ruang operasi. Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 15 m2. Jarak antara tempat tidur pemulihan sekurang-kurangnya 1,50 m.

2.5.2.5 Ruang Scrub Up

Ruang/area scrub stationminimal membutuhkan luas + 6 m2.

2.5.2.6 Ruang Resusitasi Bayi/ Neonatus

Ruang ini minimal mempunyai luas yang dapat menampung minimal 2 inkubator bayi beserta perlengkapan resusitasi bayi, yaitu + 12m2.

2.5.2.7 Ruang Linen

Ruang ini mempunyai luas + 6 m2.

2.5.2.8 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah

Ruang ini terdiridari :

(1) Ruang penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan.

(2) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan emergensi.

(3) danRuang penyimpanan bahan radiologi.

Masing-masing ruangan tersebut mempunyai luas minimal +9 m2.

2.5.2.9 Ruang Pelaporan Bedah

Ruang ini berfungsi sebagai tempat pelaporan seluruh proses/kegiatan/tindakan bedah oleh petugas pencatat, pelaporan ini dilaksanakan saat berlangsungnya bedah dan paska bedah.

Ruang ini mempunyai luas +9 m2.

2.5.3. ZonaTingkat Resiko Sedang(Zone 2)

2.5.3.1 Ruang Transfer (Transfer Room)

Ruang ini mempunyai luas +16 m2.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.5.3.2 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)

Ruang tunggu pasien minimal mempunyai kapasitas brankarsama dengan jumlah ruang operasi. Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 4.8 m2.Luas ruangan ini sekurang-kurangnya 19.2m2.

2.5.3.3 Ruang Ganti Petugas (Ruang Loker)

Ruang loker dipisah antara petugas pria dengan petugas wanita.Masing-masing ruang loker dilengkapi dengan toilet.Luas masing-masing ruang loker+20 m2.

2.5.3.4 Ruang Dokter

Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.5 Ruang Perawat

Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.6 Ruang Plester Ruang ini mempunyai luas minimal9 m2.

2.5.3.7 Ruang Diskusi

Luas ruang ini tergantung pada jumlah kapasitas tempat duduk yang dibutuhkan dan jumlah mahasiswa yang belajar. Satupetugas membutuhkan area untuk tempat duduk beserta sirkulasinya dan area untuk meja rapat, sehingga luas yang dibutuhkan adalah+2,5 m2.

2.5.3.8 Pantri

Ruang ini mempunyai luasminimal 9 m2.

2.5.4. Zona Tingkat Resiko Rendah (Zone 1)

2.5.4.1 Ruang Tunggu Keluarga Pasien

Luas ruang ini tergantung pada jumlah tempat duduk keluarga pasien yang akan disediakan. Satu tempat duduk beserta sirkulasinya membutuhkan luas +2 m2.

2.5.4.2 Ruang Pendaftaran dan Administrasi

Luas yang diperlukan per petugas adalah 3 – 5 m2.Fasilitas yang ada didalam ruangan ini adalah meja, kursi, komputer, lemari-lemari arsip dan konter pendaftaran.

2.5.4.3 Ruang Utilitas Kotor (Spoelhoek, Disposal)

Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

2.5.4.4 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor)

Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

2.6 Sarana evakuasi dan aksesibilitas penyandang cacat. 2.6.1 Sarana evakuasi.

(1) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

(2) Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman.

(3) Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

2.6.2 Aksesibilitas penyandang cacat. (1) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk

menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.

(2) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

(3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit.

(4) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.

2.7. Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit. (1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan

stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit menyelamatkan diri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

BAB – III PEDOMAN TEKNIS

PRASARANARUANG OPERASI RUMAH SAKIT

3.1. Umum. (1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan

yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai tempat perawatan pasien.

(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.

3.2 Prasarana. 3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :

(1) Instalasi Mekanikal;

(2) Instalasi Elektrikal;

(3) Instalasi proteksi kebakaran.

3.3 Instalasi Mekanikal. Instalasi mekanikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi :

(1) Instalasiair bersih dansanitasi.

(2) Instalasi gas medik, vakum medik.

(3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC).

(4) Kebisingan dan getaran.

3.3.1 Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangankotoran dan sampah. Setiap bangunan ruang operasi rumah sakit harus dilengkapi dengan :

(1) Instalasi air bersih,

(2) Instalasisanitasi; dan

(3) pembuangan kotoran dan sampah.

3.3.1.1 Instalasi air bersih.

(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.

(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub station), harus di filter, dengan menggunakan 3 jenis filter :

(a) prefilter;

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) medium filter yang menyaring air bersih sampai dengan 5 micron; dan

(c) micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2 micron.

(4) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan ruang operasi harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

3.3.1.2 Instalasi Sanitasi.

(1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

(2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.

(3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari buangan kamar bedah dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.

(4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

3.3.1.3 Pembuangan kotoran dan sampah.

(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.

(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang operasi.

(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

(4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer, ditutup rapat, dan di bakar di tempat pembakaran (incinerator).

3.3.1.4. Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, instalasi air bersih dan instalasi sanitasi pada ruang operasi mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau standar teknis lain yang berlaku.

3.3.2 Instalasi Gas Madik, Vakum Medik, (1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi :

(a) Gas Oksigen;

(b) Gas Nitrous Oksida;

(c) Gas Carbon dioksida;

(d) Udara tekan medis dan udara tekan instrumen;

(c) Vakum bedah medik dan vakum medik.

(2) Dalam sentral gas medik, Oksigen, Nitrous Oksida, Carbon dioksida, udara tekan medik dan udara tekan instrumen disalurkan dengan pemipaan ke ruang operasi.

Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit (ceiling pendant).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

(3) Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain, sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor,Bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi.

(4) Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi.

3.3.3 Sistem Ventilasi (1) Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol.

Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.

(2) disarankanpertukaran udara di ruang bedah dua puluh lima kali per jam.

(3) Filter microbial dalam saluran udara pada ruang bedah tidak menghilangkan limbah gas-gas anestesi. Filter penyaring udara praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu.

(4) Jika udara pada ruang bedah disirkulasikan, kebutuhan sistem buangan gas anestesi (scavenging) untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak, terutama untuk menghindari pengumpulan gas anestesi yang merupakan risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim bedah.

(5) Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair.

(6) Sistem pengaliran udara searah dibuat dalam satu kotak dalam kamar operasi. Udara disaring dengan menggunak high efficiency particulate filter (HEPA Filter).

(7) Sistem ventilasi dalam ruang operasi harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit.

(8) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor-koridor, ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub) (tekanan positip).

(9) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai.

(10) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.3.4 Sistem pengkondisian udara.

3.3.4.1 Ketentuan Kamar Operasi.

(1) Studi sistem distribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa penyaluran udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.

Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.

Gambar 3.3.4.1.(1) – Kamar bedah

(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari (kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau ke semua ruang operasi.

(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.

(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk menghilangkan buangan gas anestesi.

Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

(5) Metodeng

Keenkhuspeme

(6) Kondtulan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6) effisi

(7) selur

(8) semusekuBagiharusdindi

(9) bahadeng

Bagisuarafilm p

ode disinfekgan hasil ba

ngganan unsus, diperlukeliharaan.

disi berikut ng:

harus mam

kelembab

tekanan udengan m

pembacaapembacaatembusanterbaca.

Indikator memperm

ensi filter h

ruh instalas

ua udara urang-kuranan bawah ds dari jenising harus di

an akustik tigan effisiens

an dalam ia yang dipapolyester ya

ksi udara daik, namun i

ntuk menggkan proteks

direkomend

mpu menca

an relatif ud

udara harumemasok ud

an perbedaan tekanan (penetras

kelembabamudah obse

arus sesua

i harus mem

harus di sgnya 2 lokadari outlet ps tidak langihindari.

idak boleh si minimum

isolasi unit asang padaang diisi den

Gambar 3.3

dengan penini jarang di

unakan irrasi bagi pasi

dasikan un

apai temper

dara harus d

s dijaga podara lebih da

aan tekanaudara dala

i) pada lan

n udara darvasi (peng

i dengan ta

menuhi kete

suplai dari asi dekat depembuangagsung.Indu

digunakan 90% arah

terminal da ducting hngan bahan

3.4.1.(4) – S

nyinaran (irrigunakan.

adiasi disebien dan pet

tuk ruang o

ratur 200 sam

dijaga anta

ositif yang ari 15%;

an di ruanam ruang. ntai dan p

an thermomamatan).

bel 1.

entuan yang

langit-langengan lantan harus setksi yang ti

sebagai laphilir dari lap

dapat dikemharus dari jen akustik.

Scavenging

radiation) d

babkan: insttugas, perlu

operasi, cat

mpai 240C;

ra 50% ~ 60

berhubung

ng harus Menyekat sintu untuk

meter harus

g berlaku.

git dan dibai (lihat tabetidaknya 75nggi pada

pisan ductinpisan.

mas denganenis tidak t

g

di ruang op

talasinya mu memonito

therisasi, cy

0%;

gan dengan

dipasang useluruh dinmenjaga k

s ditempatk

buang atauel 3 untuk la5 mm di ata

difuser lan

ng kecuali d

n bahan yaterbungkus

erasi telah

memerlukan or effisiensi

ystoscopy,

n ruang dis

untuk memding, langitkondisi tek

kan pada l

u dikembaaju ventilasis lantai.Sup

ngit-langit a

dipasang filt

ang disetujuatau mem

dilaporkan

rancanganlampu dan

dan bedah

sebelahnya

mungkinkant-langit dananan yang

okasi yang

likan pada minimum).plai diffuser

atau difuser

ter terminal

ui.Peredamiliki lapisan

n

n n

h

a

n n g

g

a . r r

l

m n

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan zat penghambat pertumbuhan jamur.

(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap sebelum udara masuk ke dalam ruangan.

Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah.

Tabel 3.3.4.1.(6)– Effisiensi Filter

Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.

Jumlah minimum dudukan

filter.

Tujuan Area

Filter Efficiencies, % Dudukan filter

No. 1a No. 2a No. 3b

3 Ruang operasi Orthopedic.

25 90 99.97c Ruang operasi transplantasi tulang belakang. Ruang operasi transplantasi Organ

2

Ruang operasi prosedur umum.

25 90

Ruang melahirkan. Ruang anak. Unit Perawatan Intensif. Ruang Perawatan Pasien. Ruang Tindakan. Diagnostik dan area terkait.

1 Laboratorium. 80 Penyimpanan Sterile.

1

Area Persiapan Makanan.

25 Laundri. Area Administrasi. Penyimpanan besar Area Kotor.

aDidasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.

bDidasarkan pada tes DOP. cHEPA filter pada outlet.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

Tabe

l 3.3

.4.1

– H

ubun

gan

Teka

nan

dan

Vent

ilasi

sec

ara

umum

dar

i are

a te

rten

tu d

i rum

ah s

akit

Fung

si R

uang

H

ubun

gan

teka

nan

terh

adap

are

a be

rseb

elah

an

Pert

ukar

an

udar

a da

ri lu

ar

per j

am

min

imum

a

Tota

l pe

rtuk

aran

ud

ara

per j

am

min

imum

b

Selu

ruh

udar

a di

bu

ang

lang

sung

ke

luar

ba

ngun

an

Res

irkul

asi

udar

a di

dal

am

unit

ruan

gan

PER

AW

ATA

N B

EDA

H D

AN

KR

ITIS

Rua

ng O

pera

si:

S

iste

m s

elur

uhny

a ud

ara

luar

P

15

c15

Y

a Ti

dak

Sis

tem

uda

ra d

i res

irkul

asi

P

5 25

P

iliha

n Ti

dak

Rua

ng M

elah

irkan

Sis

tem

sel

uruh

nya

udar

a lu

ar

P

15

15

Pili

han

Tida

k S

iste

m u

dara

di r

esirk

ulas

i P

5

25

Pili

han

Tida

k R

uang

Pem

ulih

an

E

2 6

Pili

han

Tida

k R

uang

bay

i P

5

12

Pili

han

Tida

k R

uang

Tra

umad

P

5 12

P

iliha

n Ti

dak

Gud

ang

anes

tesi

±

Pili

han

8 Y

a Ti

dak

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.3.4.2 Instalasi Tata Udara Ruang Operasi

(1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam ruang operas, harus dipertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

(2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :

(a) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.

(b) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan

(c) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.

(3) Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Kelembaban relatip yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan tekanan udara positif pada ruang operasi.

(4) Uap air memberikan suatu medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi pada kelembaban relatip yang rendah.

(5) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 190C sampai 240C.

(6) Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.

(7) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.

(8) Ruang operasi dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara dari plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan adanya tim bedah, suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum mengalir kedalam area bedah atau diatas meja instrumen.

(9) Jika pada area penyiapan instrumen/ peralatan steril tidak dilakukan di bawah aliran udara aliran udara ke bawah dari langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar kebawah harus dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana preparasi steril dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah).

(10) Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada emisi debu dari bagian bawah langit-langit pada area preparasi dan ruang operasi ke dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang rapat sebaiknya digunakan atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat menahan tekanan khususnya di area preparasi dan ruang operasi.

(11) Penting untuk memilih perletakan lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem ventilasi guna mencegah terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup dalam arah tertentu.

(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan rehabilitasi medik mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.3.5 Kebisingan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit

(2) Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasibedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3.3.5 Getaran. (1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi

Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3.4 Instalasi Elektrikal. Instalasi Elektrikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit, meliputi :

(1) Sistem proteksi petir;

(2) Sistem kelistrikan;

(3) Sistem pencahayaan; dan

(4) Sistem komunikasi.

3.4.1 Sistem Proteksi Petir. (1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,

ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.

(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.4.2 Sistem Kelistrikan.

3.4.2.1 Sumber daya listrik.

Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

3.4.2.2 Jaringan.

(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.

(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.

(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

3.4.2.3 Terminal.

(1) Kotak kontak (stop kontak)

(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.

(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.

(2) Sakelar.

Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3.4.2.4 Pembumian.

Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas.Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian(Equal potential grounding system).Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

3.4.2.5 Peringatan.

Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat dicegah dengan :

(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.

(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar.

3.4.2.6 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan.

(2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga.

(3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan.

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku

3.4.3 Sistem pencahayaan.

3.4.3.1 Pencahayaan Umum.

(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(2) Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang pemulihan sebaiknya dibuat untuk memungkinkan tembusnya (penetrasi) cahaya siang langsung/tidak langsung.

(3) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit perlu mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

(4) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

(5) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.

(6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

(7) Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.

(8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

(9) Dokter anestesi harus mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle( = 2.000 Lux), untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas.

(10) Untuk mengurangi kelelahan mata (fatique), perbandingan intensitas pencahayaan ruangan umum dan di ruang operasi, jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu berbanding tiga.

(11) Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus dipertahankan di koridor, tempat pembersihan dan di ruangannya sendiri, sehingga dokter bedah menjadi terbiasa dengan pencahayaan tersebut sebelummasuk ke dalam daerah steril. Warna warni cahaya harus konsisten.

3.4.3.2 Pencahayaan tempat operasi/bedah.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(1) Pencahayaan tempat operasi/bedah tergantung dari kualitas pencahayaan dari sumber sinar lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead) dan refleksi dari tirai.

(2) Cahaya atau penyinaran haruslah sedemikian sehingga kondisi patologis bisa dikenal.

Lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead), haruslah :

(a) Membangkitkan cahaya yang intensif dengan rentang dari 10.000 Lux hingga 20.000 Lux yang disinarkan ke luka pemotongan tanpa permukaan pemotongan menjadi silau.

Harus memberikan kontras terhadap kedalaman dan hubungan struktur anatomis.

Lampu sebaiknya dilengkapi dengan kontrol intensitas. Dokter bedah akan meminta cahaya agar lebih terang jika diperlukan. Lampu cadangan harus tersedia.

(b) Menyediakan berkas cahaya yang memberikan pencahayaan diametral (lingkaran) dan mempunyai fokus yang tepat untuk ukuran luka pembedahan. Ini dilakukan dengan menyesuaikan tombol-tombol pengontrol yang terpasang di armatur/fixture lampu.

Hal terpenting adalah menghindari terjadinya bagian yang gelap di daerah yang dibedah.

Suatu fokus dengan ke dalaman 10 sampai 12 inci (25 sampai 30 cm) memberikan intensitas yang relatif sama pada permukaan dan kedalaman luka potong.

Untuk menghindari kesilauan, suatu bagian berupa lingkaran dengan diameter 25 cm memberikan zona intensitas maksimum sebesar 5 cm di tengah bagian dan dengan 1/5 (seperlima) intensitas disekelilingnya.

(c) Hilangkan bayangan. Sumber cahaya yang majemuk (banyak) atau reflektor yang majemuk (banyak) mengurangi terjadinya bayangan. Pada beberapa unit hubungannya tetap; yang lain mempunyai sumber sumber cahaya yang terpisah yang bisa diatur untuk mengarahkan cahaya dari sudut pemusatan.

(d) Pilihlah cahaya yang mendekati biru/putih (daylight). Kualitas cahaya dari tissue yang normal diperoleh dengan energi spektral dari 1800 hingga 6500 Kelvin (K).Disarankan menggunakan warna cahaya yang mendekati warna terang (putih) dari langit tak berawan di siang hari, dengan temperatur kurang lebih 5000 K.

(e) Kedudukan lampu operasi/bedah harus bisa diatur menurut suatu posisi atau sudut.

Pergerakan ke bawah dibatasi sampai 1,5 m di atas lantai kalau dipergunakan bahan anestesi mudah terbakar.

Jika hanya dipergunakan bahan tidak mudah terbakar, lampu bisa diturunkan seperti yang dikehendaki.

Umumnya lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan armatur/fixturenya bisa digerakkan/digeser-geser.

Beberapa jenis lampu operasi/bedah mempunyai lampu ganda atau track ganda dengan sumber pada tiap track .

Lampu operasi direncanakan untuk dipergunakan guna memperoleh intensitas cahaya yang cukup dan bayangan yang sekecil mungkin pada luka pembedahan.

Armatur/fixture disesuaikan sedemikian hingga dokter bedah bisa mengarahkan sinar dengan perantaraan pegangan-pegangan yang steril pada armatur/fixture tersebut.

Fixture/armature harus digerakkan seperlunya untuk mengurangi tersebarnya debu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

(f) Lampu operasi/bedah harus menghasilkan panas yang serendah rendahnya untuk menghindari luka pada jaringan (;tissue) yang terekspos, untuk membuat ketenangan kerja tim, dan untuk mengurangi mikro organisme di udara.

Ketika lampu memanas, aliran-aliran konveksi mengganggu mikro organisme yang telah mapan dan menyebabkannya terbang mengudara.

Panas yang dihasilkan beberapa armatur/fixture di keluarkan oleh fan-fan ke luar ruangan.

Panas yang dikeluarkan ke dalam ruangan oleh lampu operasi/bedah yang digantung, harus dapat didinginkan oleh sistem pengkondisian udara.

Disarankan menggunakan lampu operasi jenis LED (;Light EmmittedDiode) dengan temperatur lampu yang memenuhi sehingga dihasilkan lampu yang lebih fokus dan efek panas kecil.

(g) Lampu operasi/bedah menghasilkan kurang dari 25.000 microwatt per cm2 energi penyinaran (radiant energy).

Jika mempergunakan banyak lampu (multi bulb), secara kolektip penyinaran tidak boleh melebihi limit tersebut pada satu tempat.

Diluar jangkauan tersebut, energi penyinaran yang dihasilkan oleh sinar infra merah berubah menjadi panas di dekat permukaan jaringan yang terbuka.

Sebagian gelombang infra merah dan gelombang panas diserap oleh mangkok filter yang menutupi bola lampu pijar.

(h) Lampu operasi harus mudah dibersihkan. Track (jalur) yang masuk ke dalam langit-langit dapat mengurangi akumulasi debu. Track yang tergantung atau suatu fixture/armatur yang terpasang terpusat, harus mempunyai permukaan-permukaan yang halus yang mudah dicapai untuk pembersihan.

(i) Ikuti peraturan keselamatan instalasi listrik untuk lokasi anestesi.

(3) Suatu lampu tambahan mungkin diperlukan untuk lokasi kedua di tempat operasi/bedah. Beberapa rumah sakit memiliki unit lampu satelit yang menjadi bagian dari armature lampu gantung.

Lampu ini hanya bisa dipakai untuk lokasi kedua kalau pembuatnya menyatakan bahwa intensitas tambahannya masih dalam batas radiant energi yang aman jika digunakan bersamaan dengan sumber cahaya utama.

(4) Suatu sumber cahaya yang berasal dari sirkit yang berlainan harus ada yang dapat dipergunakan pada saat sumber listrik utama terganggu.

Ini memerlukan sumber daya listrik darurat yang terpisah.Terbaik jika lampu operasi dilengkapi sedemikian rupa sehingga suatu sakelar otomatik dipasang untuk sumber daya lampu darurat tersebut, jika sumber listrik yang normal terganggu.

(5) Umumnya dokter bedah menyukai bekerja dalam kamar yang digelapkan dengan hanya pencahayaan yang kuat di tempat operasi/bedah.

Kondisi ini terutama untuk dokter bedah dengan instrumen endoscopy dan mikroskop operasi.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(6) Jika ruangannya berjendela, tirai yang tidak tembus cahaya boleh ditutup untuk menggelapkan ruangan jika peralatan tersebut sedang dipergunakan. Kemungkinan jatuhnya debu bisa terjadi pada rumah sakit yang mempunyai jendela dengan tirai-tirai tersebut.

(7) Meskipun kondisi ruang operasi digelapkan, perawat atau dokter anestesi harus dapat dengan baik mengenali warna kulit pasien dan memonitor kondisinya. Jika pembiusan hanya menggunakan zat anestesi yang tidak mudah terbakar, semacam lampu tambahan bisa dipasang di lantai.

3.4.3.3 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung,

(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung,

(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan tanda peringatan,

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Tabel 3.4.3.2

Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan

Fungsi ruangan Tingkat

pencahayaan (Lux)

Kelompok renderasi

warna

Temperatur Warna

Warm < 3300 Kelvin

Warm White 3300

Kelvin ~ 5300Kelvin

Cool Day light > 5300

Kelvin

Ruang tunggu Ruang rawat inap Ruang Operasi & Ruang bersalin

Laboratorium Ruang Rehabilitasi Medik

Koridor siang hari Koridor malam hari Kantor Staf Kamar mandi & toilet pasien

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

3.4.4 Instalasi Komunikasi. Instalasi komunikasi di bangunan rumah sakit, ruang operasi, meliputi :

3.4.4.1 Telepon.

Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.

3.4.4.2 Interpon.

Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.

3.4.4.3 CCTV.

Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan.Rekaman dapat dilihat langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain yang dianggap perlu.

3.4.4.4 Alat panggil perawat (nurse call)

Alat panggil perawat, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang pemulihan, dan pos perawat ruang operasi.

3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran, meliputi :

(1) Sistem Proteksi Pasif; dan

(2) Sistem Proteksi Aktif.

3.5.1 Sistem Proteksi Pasif,

3.5.1.1 Umum.

(1) Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi bangunan, seperti :

(a) proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA); dan

(b) kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap.

(2) Proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi penjalaran api, asap dan panas, dengan demikian akan memberikan lingkungan yang aman untuk evakuasi dan penyelamatan.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Ketebahwartiny

Gamba

Padastrukterpa

G

ntuan kompwa kebakarya membole

r 3.5.1.1.(3

a sisi lain tktur stabil japar ke risik

Gambar 3.5.

partemen aran tidak aehkan peng

) – Kemampenjala

ingkat ketaika terpapa

ko akibat ke

1.1.(2) – Pe

pi dengan pakan menjaghuni untuk

puan memiran api dan

ahanan api ar ke api, eruntuhan st

enjalaran ap

periode tingalar ke kom

meninggal

kul beban sn kemampua

terhadap sdan penghtruktur bang

pi internal d

gkat ketahanmpartemen kan bangun

struktur banan menaha

struktur banhuni serta rgunan.

dalam gedun

nan api (TKlain di da

nan yang te

ngunan, kemn panas

ngunan akaregu pema

ng

KA), untuk malam perioderbakar.

mampuan m

an memastiadam kebak

memastikande tertentu,

menahan

kan bahwakaran tidak

n ,

a k

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

(4) Sistebang

(5) Sistejalur meni

3.5.1.2. Pr

(1) Padamesiray, d

(2) Sesuselurmeng

(3) Apabmakaketen

em pengendgunan baik s

Gambar 3

em presurisutama pe

inggalkan b

roteksi pas

a kompleksin anestesi,dan sebaga

uai ketentuaruh dindingggunakan b

bila komplea kompleksntuan yang

dalian asapsecara alam

.5.1.1.(4) –

asi udara denyelamatanbangunan.

Ga

sif pada ko

s ruang ope ceiling pen

ainya, yang

an yang beg, lantai, labahan/mate

eks ruang os ruang ope

menyangku

ppada suatumiah atau m

Efek cerob

diterapkan pn, dan jug

mbar 3.5.1

omplek ruan

erasi, banyandant, mejatidak diingi

erlaku, sisteangit-langit erial yang m

operasi bererasi harus ut tingkat ke

u kompartemekanis.

bong dan ge

pada tanggaga member

.1.(5) - Pres

ng operasi

ak terdapat operasi, innkan untuk

em springkledan bukaa

mempunyai T

rada menyadianggap setahanan a

emen akan

erakan asap

a eksit unturikan waktu

surisasi tan

i.

t peralatan-strumen-ins

k disiram air

er otomatikan-bukaan Tingkat Ket

atu denganebagai satupistrukturny

memaksa a

p, Lantai 4 b

uk menahanu lebih ban

gga

-peralatan mstrumen ber pada saat

k, boleh tida(pintu, jendahanan Ap

ruang lainu komparteya harus dip

asap meng

bebas asap

n asap tidaknyak untuk

medik (lampdah, monitoterjadinya k

ak digunakadela dan si minimal 2

n di dalam men, sehinpenuhi.

galir ke luar

k masuk kek penghuni

pu operasi,or, mobile xkebakaran.

an, asalkanebagainya)(dua) jam.

bangunan,gga segala

r

e i

, x

n )

, a

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.5.1.6 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,

3.5.2 Sistem Proteksi Aktif.

3.5.2.1 Proteksi kebakaran aktif di kompleks ruang operasi.

(1) Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen, harus dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya.

(2) Bilamana terjadi kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang operasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan.

(3) Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara melakukan pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk itu.

(4) Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral yang ramah lingkungan di gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran, dan diletakkan di lokasi yang tepat di luar kamar bedah.

3.5.2.2 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi aktif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 3988 – 1990, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan.

(2) SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(3) SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(4) SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

BAB – IV

PENUTUP

4.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

4.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi” oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

4.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait lainnya.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

KEPUSTAKAAN

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

2. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

3. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

4. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

5. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 2004.

PEDOMAN BANGUNAN RS :RUANG PERAWATAN INTENSIF

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita dapat menyusun Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.

Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat, sehingga perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi persyaratan teknis bangunan. Pedoman teknis ini, dimaksudkan sebagai upaya menetapkan acuan mengenai perencanaan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas fisik Ruang Perawatan Intensif yang dapat menampung kebutuhan pelayanan dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 9(b) menyatakan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan usia lanjut.

Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran bersama dari stake holder terkait, yaitu asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Demikian sambutan kami, selamat dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit ini, dan semoga dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di Indonesia.

Jakarta, Maret 2012

Direktur Jederal Bina Upaya Kesehatan

dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan KaruniaNya buku Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dapat diselesaikan dengan baik.

Ruang Perawatan Intensif (ICU = Intensive Care Unit) di rumah sakit merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di fasilitas pelayanan kesehatan. Fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat privasi, tingkat kebersihan ruangan serta tingkat aksesibilitas, sehingga perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi persyaratan teknis bangunan.

Penyusunan “Persyaratan Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit” ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung Undang-Undang No. 44 tahu 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan (life safety) bagi pengguna Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.

Persyaratan ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi profesi serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi para pengelola rumah sakit, praktisi pengelola Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit, para perencana atau pengembang rumah sakit dan pihak lain untuk dapat mengembangkan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit yang bermutu.

Pedoman teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta hal-hal lainnya yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Jakarta, Maret 2012 Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes NIP. 195501171981111001

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN iiiKATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiTIM PENYUSUN viii

BAB I KETENTUAN UMUM 1A. Latar belakang 1B. Maksud dan tujuan 2C. Sasaran 2D. Pengertian 2

BAB II PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF

RUMAH SAKIT 3A. Persyaratan Arsitektur 3

1. Kebutuhan Ruang 2. Hubungan Antar Ruang 3. Komponen dan Bahan Bangunan

B. Persyaratan Struktur 11

BAB III PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT 12A. Umum 12B. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Keselamatan 12

a. Sistem proteksi petir b. Sistem proteksi Kebakaranc. Sistem kelistrikan.d. Sistem gas medik dan vakum medik

C. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kesehatan Lingkungan 17a. Sistem ventilasi.b. Sistem pencahayaan.c. Sistem Sanitasi.

D. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kenyamanan 21a. Sistem pengkondisian udara.b. Kebisingan c. Getaran.

E. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kemudahan 22a. Kemudahan hubungan horizontal.b. Kemudahan hubungan vertikal.c. Sarana evakuasi.d. Aksesibilitas.

BAB IV PENUTUP 23

LAMPIRAN 24

DAFTAR PUSTAKA 30

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Direktur Bina Pelayanan Penunjang

Medik dan sarana Kesehatan

Ketua Ir. Azizah

Wakil Ketua Ir. Hanafi, MT

Penyusun :

1. dr. Rudyanto Sedono, Sp.An Kepala ICU RSCM

2. dr. Hermansyur, Sp.B Direksi RS Pondok Indah

3. Lina Haida, SKM, MM RSUD Tangerang

4. Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI).

5. Ir. Arie Soeharto, IAI Ikatan Arsitek Indonesia

6. dr. Anwarul Dit. Bina Yanmed Spesialistik

7. dr. Suhartono, Sp.B(K)Vas Sekjen IKABI

8. drg. Hendro Harry Tjahjono, M.Sc Direksi RS Kanker Dharmais

9. dr. Priyono PH, Sp.An RSPAD Gatot Subroto

10. dr. Aries Perdana, Sp.An RSUP dr. Cipto Mangunkusumo

11. Ir. Soekartono Suwarno, PII Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

12. Jusuf Umar, Dipl. Ing Konsultan / PT. Aneka Gas

13. Tommy Pagaribuan, ST.,MT Dinas P2B DKI Jaya

14. Ir. Rakhmat Nugroho, MBAT Kepala BPFK Surabaya

15. Dr. Henry Tjandra Direksi Eka Hospital

16. R. Aryo Seto Isa, ST KEMKES

17. Erwin Burhanuddin, ST KEMKES

18. Siti Ulfa Chanifah, ST KEMKES

19. Romadona, ST KEMKES

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28

Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan, dimana pasal 1 poin 7 mendefinisikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilaukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang merupakan tugas pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Selanjutnya undang-Undang No. 44 tahun 2009 pasal 7 menyebutkan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan.

Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam. Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

B. MAKSUD DAN TUJUAN Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini, dimaksudkan sebagai

upaya menetapkan acuan atau referensi teknis fasilitas fisik agar RS memiliki fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.

Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan Ruang Perawatan Intensif yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan pelayanan dan dapat digunakan oleh pasien dan, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

C. SASARAN Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan

konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.

D. PENGERTIAN

1. Sarana/bangunan

Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

2. Prasarana Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan

3. Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU) Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan belum stabil sesudah operasi berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan secara intensif pemantauan ketat atau tindakan segera.

4. Bangunan instalasi. Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

BAB II PERSYARATAN TEKNIS

BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT

A. PERSYARATAN ARSITEKTUR .

1. KEBUTUHAN RUANG Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :

a. Ruang administrasi. Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/interkom.

b. Ruang untuk tempat tidur pasien.

Gambar 2.A.1b – Ruang Rawat Pasien ICU

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(1) Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus dan terus-menerus.

(2) Ruang pasien harus dirancang untuk menunjang semua fungsi perawatan yang penting.

(3) Luas lantai yang digunakan untuk setiap tempat tidur pasien dapat mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan petugas yang berhubungan dengan pasien untuk kebutuhan perawatan.

(4) Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12 m2- 16 m2 per tempat tidur.

(5) Tombol alarm harus ada pada setiap bedside di dalam ruang rawat pasien. Sistem alarm sebaiknya terhubung secara otomatis ke pusat telekomunikasi rumah sakit, pos sentral perawat, ruang pertemuan ICU, ruang istirahat petugas ICU, dan setiap ruang panggil. Perletakan alarm ini harus dapat terlihat.

(6) Pencahayaan alami harus optimal.

(7) Sebaiknya memaksimalkan jumlah jendela sebagai sarana visual untuk menguatkan orientasi pada siang dan malam hari. Jendela sebaiknya tahan lama, tidak menyimpan debu dan mudah dibersihkan dan harus dibersihkan secara rutin.

(8) Daerah rawat pasien harus teduh, dan tidak silau, harus mudah dibersihkan, tahan api, bersih debu dan kuman, dan dapat digunakan sebagai peredam suara dan dapat mengontrol tingkat pencahayaan.

(9) Rasio kebutuhan tempat tidur di Ruang Perawatan Intensif dipengaruhi oleh :

(a) Jumlah total tempat tidur pasien di rumah sakit.

(b) Jumlah kasus yang memerlukan pelayanan perawatan intensif.

Untuk rumah sakit, diasumsikan jumlah tempat tidur pasien di Ruang Perawatan Intensif berkisar + 2 % dari total tempat tidur pasien.

c. Ruang isolasi pasien. (1) Ruang yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan

intensif dan memiliki batasan fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan ICU lain.

(2) Ruang yang diperuntukkan bagi pasien menderita penyakit yang menular, pasien yang rentan terkena penularan dari orang lain, pasien menderita penyakit yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes) dan untuk pasien menderita penyakit yang mengeluarkan suara dalam ruangan.

(3) Pintu dan partisi pada ruang isolasi terbuat dari kaca minimal setinggi 100 cm dari permukaan lantai agar pasien terlihat dari pos perawat.

(4) Ruang Perawatan Intensif dengan modul kamar individual/ kamar isolasi luas lantainya 16 m2- 20 m2 per kamar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

Gambar 2.A.1c – Ruang Perawatan Intensif - Isolasi

d. Pos sentral perawat/ ruang stasi perawat (;Nurse central station) (1) Pos sentral perawat adalah tempat untuk memonitor perkembangan pasien

ICU selama 24 jam sehingga apabila terjadi keadaan darurat pada pasien segera diketahui dan dapat diambil tindakan seperlunya terhadap pasien.

(2) Letak pos perawat harus dapat menjangkau seluruh pasien

(3) Pos stasiun perawat sebaiknya memberikan ruangan yang nyaman dan berukuran cukup untuk mengakomodasi seluruh fungsi yang penting.

(4) Pos stasiun perawat harus mempunyai pencahayaan cukup, dan dilengkapi jam dinding.

(5) Kepala perawat sebaiknya mempunyai ruang kerja tersendiri. Pos perawat (Nurse Station) dilengkapi dengan lemari penyimpanan barang habis pakai dan obat.

e. Ruang dokter jaga (1) Ruang kerja dan istirahat Dokter dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan

toilet

(2) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

f. Ruang istirahat petugas. (1) Ruang istirahat petugas medik dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan toilet.

(2) Ruang istirahat petugas medik harus berada dekat dengan ruang rawat pasien ICU.

(3) Ruang ini sebaiknya memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan lingkungan yang santai.

(4) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

g. Pantri. Daerah untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk petugas, dilengkapi meja untuk menyiapkan makanan, freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin.

h. Ruang penyimpanan alat medik. (1) Ruang penyimpanan alat medik berfungsi sebagai penyimpanan peralatan

medik yang setiap saat diperlukan dan belum digunakan.

(2) Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

(3) Alat-alat yang disimpan dalam ruangan ini antara lain respirator/ventilator, alat/mesin hemodialisa (HD), mobile X-ray, monitor pasien, syringe pump, infusion pump, defibrillator dan lain-lain.

(4) Ruang sebaiknya cukup besar untuk memudahkan akses, lokasinya mudah untuk mengeluarkan peralatan .

(5) Kotak kontak pembumian listrik sebaiknya tersedia di dalam ruang dengan kapasitas yang cukup untuk membuang arus batere dari peralatan yang menggunakan batere.

i. Ruang utilitas bersih. (1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling

berhubungan.

(2) Lantai sebaiknya ditutup dengan bahan tanpa sambungan untuk memudahkan pembersihan.

(3) Ruang utilitas bersih sebaiknya digunakan untuk menyimpan obat-obatan, semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan untuk menyimpan linen bersih.

(4) Rak dan lemari untuk penyimpanan harus diletakkan cukup tinggi dari lantai untuk memudahkan akses pembersihan lantai yang ada di bawah rak dan lemari tersebut.

(5) Tempat/kabinet/lemari penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan yang diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril.

j. Ruang utilitas kotor (1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling

berhubungan.

(2) Ruang utilitas kotor harus menghadap ke luar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor.

(3) Ruang utilitas kotor tempat membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.

(4) Ruang ini temperaturnya harus terkontrol, dan pasokan udara dari ruang utilitas kotor harus dibuang ke luar.

(5) Ruang utilitas kotor harus dilengkapi dengan spoelhoek dan slang pembilas serta pembuangan air limbahnya disalurkan instalasi pengolahan air limbah RS.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

(6) Spoelhoek adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoelhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

(7) Pada ruang Spoolhoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci wadah kotoran pasien. Ruang spoolhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor.

(8) Saluran air kotor/limbah dari Spoolhoek dihubungkan ke tangki septik khusus atau jaringan IPAL.

(9) Kontainer tertutup yang terpisah harus disediakan untuk linen kotor dan limbah padat.

(10) Kontainer khusus sebaiknya disediakan untuk buangan jarum suntik dan barang-barang tajam lainnya.

k. Ruang Kepala Ruangan ICU. Ruang kerja dan isitirahat Kepala perawat dilengkapi sofa, meja dan kursi kerja.

l. Parkir troli. Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau selama tidak diperlukan.

m. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria wanita) (termasuk di dalamnya Loker). (1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah

rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung.

(2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion).

(3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan, karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali.

n. Ruang tunggu keluarga pasien (berada di luar wilayah ICU). (1) Tempat keluarga atau pengantar pasien menunggu. Tempat ini perlu

disediakan tempat duduk dengan jumlah sesuai dengan aktivitas pelayanan pasien yang dilaksanakan di Ruang Perawatan Intensif. Disarankan untuk menyediakan pesawat televisi dan fasilitas telepon umum.

(2) Letak ruang tunggu pengunjung dekat dengan Ruang Perawatan Intensif dan di luar ruang rawat pasien.

(3) Akses pengunjung sebaiknya di kontrol dari ruang resepsionis.

(4) Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk keluarga pasien adalah 1 tempat tidur pasien ICU berbanding 1 – 2 tempat duduk.

(5) Dilengkapi dengan fasilitas toilet pengunjung

(6) Disarankan menyediakan ruang konsultasi untuk keluarga.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

o. Koridor untuk kebutuhan pelayanan. (1) Koridor disarankan mempunyai lebar minimal 2,4 m.

(2) Pintu masuk ke Ruang Perawatan Intensif, ke daerah rawat pasien dan pintu-pintu yang dilalui tempat tidur pasien dan alat medik harus lebarnya minimum 36 inci (1,2 m), yang terdiri dari 2 daun pintu (dimensi 80 cm dan 40 cm) untuk memudahkan pergerakan tanpa hambatan.

(3) Lantai harus kuat sehingga dapat menahan beban peralatan yang berat.

p. Janitor/ Ruang Cleaning Service. Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik.

q. Toilet petugas medik. Toilet petugas medik terdiri dari closet yang dilengkapi hand shower dan wastafel/ lavatory.

r. Ruang penyimpanan silinder gas medik. (1) Ruang yang digunakan untuk menyimpan tabung-tabung gas medis

cadangan yang digunakan di Ruang Perawatan Intensif.

(2) Penyimpanan silinder gas medik ini berlaku bagi RS yang tidak memiliki central gas. O2, vacuum dan compress air (udara tekan medik).

s. Toilet pengunjung/penunggu pasien.

Toilet pengunjung/penunggu pasien terdiri dari closet dan wastafel/ lavatory.

t. Ruang diskusi medis (terutama bagi RS A dan B). (1) Ruang diskusi ditempatkan di ICU atau dekat dengan ICU untuk digunakan

sebagai tempat kegiatan pendidikan dan diskusi medis.

(2) Ruangan ini dilengkapi dengan telepon atau sistem komunikasi internal dan sistem alarm yang tersambung langsung ke ICU.

(3) Ruang diskusi dilengkapi dengan tempat/ lemari untuk menyimpan buku-buku kedokteran/ medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar.

2. HUBUNGAN ANTAR RUANG. Hubungan antar ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif, ditunjukkan

pada gambar sebagai berikut :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

Gambar 2.A.2 - Hubungan antar ruang dalam bangunan

Ruang Perawatan Intensif

a. Alur Petugas (Dokter/Perawat/Staf) : (1) Ganti pakaian di ruang ganti (Loker).

(2) Masuk daerah rawat pasien

(3) Keluar melalui alur yang sama.

b. Alur Pasien : (1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat

Darurat, Instalasi Bedah.

(2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :

(a) ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau

(b) pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.

(c) ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.

c. Alur Alat/Material : (1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas

kotor.

(2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) rumah sakit.

(3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD (Central Sterilized Support Departement).

(4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan disterilkan di Instalasi CSSD.

(5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang utilitas bersih.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. KOMPONEN DAN BAHAN BANGUNAN. Sebagai bagian dari Rumah Sakit, beberapa komponen sarana yang ada di Ruang Perawatan Intensif memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :

a. Komponen penutup lantai. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.

(2) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.

(3) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

(4) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan pelayanan.

(5) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

(6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).

(7) Disarankan menggunakan bahan vinil khusus yang dipakai untuk lantai Ruang Rawat Pasien ICU.

b. Komponen dinding. Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.

(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

(4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan.

c. Komponen langit-langit. Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur.

(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.

(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

B. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN.

1. UMUM (1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).

(2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

2. PERSYARATAN STRUKTUR SARANA BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF. (1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, strukturnya harus direncanakan

kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif, baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya.

(4) Struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Perawatan Intensif menyelamatkan diri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB III PERSYARATAN TEKNIS

PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT

A. UMUM (1) Setiap prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan

instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan sarana bangunan sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).

(2) Fungsi prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

B. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESELAMATAN. Pelayanan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk “daerah pelayanan kritis”,

sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.

a. Sistem proteksi petir. (1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif yang berdasarkan letak, sifat geografis,

bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.

(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Perawatan Intensif dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

b. Sistem proteksi Kebakaran. (1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, harus dilindungi terhadap bahaya

kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.

(2) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.

(3) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

(4) Bilamana terjadi kebakaran di Ruang Perawatan Intensif, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan ke Ruang Perawatan Intensif untuk mencegah terjadinya ledakan.

(5) Api harus dipadamkan di Ruang Perawatan Intensif, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus tahu peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

c. Sistem kelistrikan. 1) Sumber daya listrik. Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk

katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal (PLN) dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

2) Jaringan. (1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa

digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.

(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.

(3) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

3) Terminal. (1) Kotak Kontak (stop kontak)

(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.

(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang + 1,25 m di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.

(c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan kritis, minimal 6 buah khusus untuk peralatan medik yang membutuhkan daya listrik besar (diluar ventilator, suction, monitor) misalnya Syringe pump.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Sakelar.

Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4) Pembumian. Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus

memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

5) Peringatan. Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik

membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.

Bahaya ini dapat dicegah dengan :

(a) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk bangunan Ruang Perawatan Intensif. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.

(b) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.

(c) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar.

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif mengikuti Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.

d. Sistem gas medik dan vakum medik. Sistem gas medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan tingkat keselamatan bagi penggunanya. Ketentuan mengenai sistem gas medik dan vakum medik di RS Pratama mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik di RS” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jendeal Bina Upaya Kesehan, Kenterian Kesehatan RI, Tahun 2011.

1) Outlet dan inlet. (a) Outlet dan inlet untuk gas medik atau vakum harus untuk jenis gas

tertentu, yaitu outlet dan inlet dengan sambungan ulir atau kopel cepat yang tidak dapat dipertukarkan.

(b) Setiap outlet harus terdiri dari satu katup primer dan sekunder.

(c) Setiap inlet, hanya terdiri dari satu katup primer.

(d) Katup sekunder (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk menghentikan aliran gas medik bila katup primer dilepaskan.

(e) Katup primer (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk menghasilkan aliran vakum bila katup primer (atau katup unit) dilepaskan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

(f) Setiap outlet/inlet harus diberi identitas yang mudah dibaca dengan nama atau simbol kimia untuk gas medik atau vakum tertentu yang disediakannya.

(g) Setiap Outlet dan inlet berulir harus dari jenis sambungan yang tidak dapat dipertukarkan, sesuai ketentuan yang berlaku.

(h) Setiap outlet/inlet, termasuk yang dipasang pada kolom, gulungan selang (wall mounted), saluran langit-langit (ceiling mounted), atau instalasi khusus lainnya, harus dirancang sedemikian sehingga bagian atau komponen yang dipersyaratkan untuk jenis gas tertentu tidak dapat dipertukarkan antara outlet/inlet untuk jenis gas yang berbeda.

(i) Penggunaan komponen sebagai bagian dari outlet/inlet, seperti pegas, ring cincin, baut pengencang, penyekat, dan sumbat penutup diperbolehkan.

(j) Komponen inlet vakum yang diperlukan untuk pemeliharaan dan kekhususan vakum, harus diberi tanda yang mudah dibaca untuk mengidentifikasinya sebagai suatu komponen atau bagian dari sistem vakum atau sistem pengisapan.

(k) Komponen inlet yang tidak khusus untuk vakum tidak harus ditandai.

(l) Bila terpasang banyak outlet/inlet pada dinding, outlet/inlet tersebut harus diberi jarak untuk mengijinkan penggunaan secara serempak berbagai jenis peralatan terapi.

2) Rel gas medik (RGM). (a) RGM boleh dipasang bila diperkirakan dan diperlukan ada banyak

pemakaian gas medik dan vakum pada satu lokasi pasien.

(b) RGM harus sepenuhnya terlihat dalam ruangan, tidak menembus atau melewati dinding, partisi, dan sejenisnya.

(c) RGM harus dibuat dari bahan dengan temperatur leleh sekurangnya 5380C (10000F).

(d) RGM harus selalu dibersihkan.

(e) Outlet/inlet tidak boleh ditempatkan pada ujung-ujung RGM.

(f) RGM harus dihubungkan ke pipa saluran melalui fiting yang dipatri ke pipa saluran tersebut.

3) Pemipaan gas medik. Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip di lokasi : (a) Pipa, katup, fiting, outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem

gas medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat sebelum dilakukan pemasangan sesuai ketentuan yang berlaku.

(b) Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya ditutup atau disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga siap untuk pemasangan.

(c) Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan tersegel, diberi label, dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk pemasangan.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(d) Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, SNI 03-7011 tahun 2004 atau pipa yang setara untuk medical gas.

Pipa gas medik dari tipe L, kecuali jika tekanan kerja di atas tekanan relatif 1275 kPa (185 psig), maka jenis K harus digunakan untuk ukuran yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (diameter luar = 3 8

1 inci)

(e) Pipa gas medik yang memenuhi syarat harus diidentifikasikan oleh pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, “OXY/ARC” atau “ARC/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K).

(f) Pemasang harus menyerahkan dokumen yang resmi menyatakan bahwa semua bahan pipa yang terpasang memenuhi persyaratan.

Bahan pipa untuk sistem vakum medik yang dipasang di lokasi : Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, ASTM B 819, tipe K, L dan M.

4) Fiting. (a) Belokan, pergeseran atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas

medik dan vakum harus dibuat dengan fiting kapiler tembaga tempa dipatri, yang memenuhi ANSInB16.22 Wrought copper and Copper alloy patri-Joint fitting atau fiting patri yang memenuhi MSS SP-73 Brazed Joints for Wrought and Cast Copper Alloy Patri-Joint pressure fittings.

(b) Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh digunakan.

(c) Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan menggunakan sambungan Tee yang dibuat secara mekanik, di bor, dan dikempa (extruded) yang dibentuk sesuai dengan instruksi pabrik pembuat peralatan, dan di patri.

5) Penamaan dan identifikasi. Penamaan dan identifikasi gas medik dan vakum ditunjukkan pada tabel-1.

Tabel- 1 Standar penandaan warna dan tekanan kerja untuk sistem gas medik dan vakum

(Sumber: Pedoman Instalasi Gas Medis Rumah Sakit, DEPKES-RI, Ditjen Yanmed, Dit. Instalmed, 1994)

Layanan gas Singkatan nama Warna tabung Standar ukuran

tekanan Udara tekan medik Udara tekan

medik Hijau 345 ~ 380 kPa

(50~55 psi) Karbon dioksida CO2

Hitam 345 ~ 380 kPa (50~55 psi)

Nitrogen N2 Abu-abu 1100 ~ 1275 kPa

(160 ~ 185 psi). Nitrous Oksida N2O Biru 345 ~ 380 kPa

(50~55 psi) Oksigen O2

Putih 345 ~ 380 kPa (50~55 psi)

Oksigen/campuran karbon dioksida

O2/CO2n% ( n adalah % dari

CO2)

Hijau/putih 345 ~ 380 kPa (50~55 psi)

Vakum medik/ Suction Med Vac Kuning

380 mm sampai 760 mm ( 15 in sampai 30 in) HgV.

Buangan Sisa Gas Anestesi BSGA Violet (warna

lembayung)/putih.Bervariasi sesuai tipe sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

(a) Pemipaan harus dinamai dengan menggunakan penandaan yang dicetakkan atau penandaan yang ditempelkan guna menunjukkan sistem gas medik atau vakum.

(b) Label pipa harus menunjukkan nama gas/sistem vakum atau simbol kimia.

(c) Label pipa harus ditempatkan pada lokasi seperti berikut :

(1) Pada interval jarak tidak lebih dari 6 m (20 ft).

(2) Setidaknya sekali dalam atau di atas setiap ruangan.

(3) Pada kedua sisi dinding atau partisi yang ditembus pipa.

(4) Setidaknya sekali dalam setiap tingkat ketinggian yang dilewati oleh pipa tegak (riser).

6) Penerapan. (a) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku

wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, udara tekan medik dan vakum medik.

(b) Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan standar ini, harus boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan penggunaannya tidak membahayakan jiwa.

7) Potensi bahaya sistem gas dan vakum. Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral gas medik dan vakum harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.

8) Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat (sentral). (a) Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang telah dibuat,

diuji dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak berwenang.

(b) Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempel, menyebut isi tabung sesuai ketentuan yang berlaku.

(c) Label tidak boleh dirusak, diubah atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh dimodifikasi.

C. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESEHATAN LINGKUNGAN.

1. Sistem ventilasi. (a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Perawatan

Intensif harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan Ruang Perawatan Intensif.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. Misalkan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan Ruang Perawatan Intensif tinggi, jarak antar bangunan tidak memungkinkan udara bersih untuk masuk.

(c) Bila memakai sistem ventilasi mekanik/buatan maka instalasinya harus dilakukan pembersihan/penggantian filter secara berkala untuk mengurangi kandungan debu dan bakteri/kuman.

(d) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.

(e) Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.

(f) Minimal enam kali pertukaran udara per jam di bangunan Ruang Perawatan Intensif yang disarankan.

(g) Sistem ventilasi dalam Ruang Perawatan Intensif harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit.

(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Sistem pencahayaan. (a) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami

dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.

(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

(d) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

(e) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.

(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

(g) Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan lampu-lampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu.

(h) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

Tabel-2 Tingkat pencahayaan rata-rata, renderasi dan temperatur warna yang direkomendasikan.

Fungsi ruangan Tingkat

pencahayaan (lux)

Kelompok

renderasi warna

Temperatur warna

Warm white <3300

K

Cool white

3300 K ~ 5300

K

Daylight

>5300 K

Ruang rawat pasien. 250 1 atau 2 X

Ruang istirahat Dokter dan perawat

250 1 X

Ruang ganti pakaian

Ruang administrasi 350 1 atau 2 X X

Ruang Sterilisasi 250 1 atau 2 X

Gudang 150 1 atau 2 X X

Pantri 200 1 X

Toilet 250 1 atau 2 X X

Ruang pertemuan 250 1 atau 2 X X

Ruang tunggu 200 1 X X

Spoelhok 250 1 atau 2 X

Tabel-3

Daya listrik maksimum untuk pencahayaan

Lokasi Daya pencahayaan maksimum (W/m2) (termasuk rugi-rugi balast)

Daerah rawat pasien 15

Daerah penunjang 15

(i) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya.

(j) Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu.

(k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. Sistem Sanitasi.

Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan Ruang Perawatan Intensif harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.

a. Sistem air bersih. (1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusi air rumah sakit.

(2) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

(3) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem perpipaan air bersih rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

b. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah. (1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah dialirkan ke Instalasi

pengolahan Air Limbah (IPAL).

(2) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem pembuangan air kotor / air limbah rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

c. Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis.

(1) Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis harus terpisah pewadahannya dan tertutup sesuai jenis limbahnya mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 /MENKES/SK/X/ Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

d. Sistem penyaluran air hujan.

(1) Sistem penyaluran air hujan pada bangunan di daerah resapan air hujan harusdiserapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan.Untuk daerah yang bukan daerah resapan maka air hujan dialirkan ke jaringandrainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapatditerima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yangdibenarkan oleh instansi yang berwenang.

(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinyaendapan dan penyumbatan pada saluran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

D. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KENYAMANAN.

1. Sistem pengkondisian udara. (a) Sistem pengkondisian udara harus mempertimbangkan :

(1) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.

(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan

(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.

(b) Kelembaban relatif yang dianjurkan adalah 60%, untuk lokasi anestesi yang mudah terbakar tidak kurang dari 50%.

(c) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (220C sampai 260C) di buku hijau.

(d) Meskipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber mikro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus dibersihkan dan/atau diganti secara berkala.

(e) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.

(f) Penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan Ruang Perawatan Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Kebisingan (a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan

Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.

(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

3. Getaran. (a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan

Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.

(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

E. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KEMUDAHAN.

1. Kemudahan hubungan horizontal. (a) Arah bukaan daun pintu ke daerah rawat pasien dianjurkan mengarah ke luar

agar memudahkan evakuasi pasien pada saat terjadi bencana internal dalam RS (Aspek keselamatan).

(b) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.

(c) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan horisontal dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010

2. Kemudahan hubungan vertikal. (a) Apabila akses menuju Ruang Perawatan Intensif dengan lift, maka disarankan

disediakan lift terpisah antara pasien dan umum

(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan vertikal dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

3. Sarana evakuasi. (a) Penjelasan mengenai sarana evakuasi dapat dilihat pada Pedoman Sarana

Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

4. Aksesibilitas. (a) Penjelasan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dapat dilihat pada

Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

BAB IV

PENUTUP

(1) Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU ini diharapkan dapat

digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi,

instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan

pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam

pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan

bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

(2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian

“Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU” pada bangunan rumah

sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di

daerah.

(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait

lainnya.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

LAMPIRAN – 1 CONTOH MODEL DENAH RUANG ICU

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

LAMPIRAN – 2 Matriks Kebutuhan Ruang, Fungsi, Besaran Ruang dan Peralatan

Dalam Bangunan ICU

No. Nama Ruangan Fungsi

Besaran

Ruang /

Luas (+)

Kebutuhan Alat

1

Daerah rawat Pasien ICU. (a) Ruang untuk tempat tidur pasien (b) Ruang isolasi pasien

Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam keadaan yang membutuhkan pemantauan khusus dan terus menerus. Kamar yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan intensif yang memiliki batas fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan ICU lainnya.

12 - 16 m2 /tt

16 – 20 m2 /tt

Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri dari :

Ventilator sederhana; 1 set alat resusitasi; alat/sistem pemberian oksigen (nasal canule; simple face mask; nonrebreathing face mask); 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya; berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor; berbagai ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup laring dan alat bantu jalan nafas lainnya; berbagai ukuran introduser untuk pipa endotrakeal dan bougies; syringe untuk mengembangkan balon endotrakeal dan klem; forsep magill; beberapa ukuran plester/pita perekat medik; gunting; suction yang setara dengan ruang operasi; tournique untuk pemasangan akses vena; peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena dan berbagai macam cairan infus yang sesuai; pompa infus dan pompa syringe; alat pemantauan untuk tekanan darah non-invasive, elektrokardiografi reader, oksimeter nadi, kapnografi, temperatur; alat kateterisasi vena sentral dan manometernya, defebrilator monovasik; tempat tidur khusus ICU; bedside monitor; peralatan drainase thoraks, peralatan portable untuk transportasi; lampu tindakan; unit/alat foto rontgen mobile.

Peralatan ICU di RS Kelas B terdiri dari :

Peralatan seperti di RS kelas C ditambah dengan sebagai berikut :

Elektrokardiograf monitor; defibrilator bivasik; sterilisator; anastesi apparatus; oxygen tent; sphigmomanometer; central gas; central suction; suction thorax; mobile X-Ray unit; heart rate monitor; respiration monitor, blood pressure monitor; temperatur monitor; haemodialisis unit; blood gas analyzer; Electrolite analyzer.

2

Pos Sentral Perawat/ stasi perawat/ nurse station.

Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, asuhan dan pelayanan keperawatan selama 24 jam (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dpt mengawasi pasiennya secara efektif.

8 - 16 m2 (dengan memperhatikan sirkulasi tempat tidur pasien didepannya)

Kursi, meja, lemari obat, lemari barang habis pakai.

3 R. Dokter Jaga

Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :

1. Ruang kerja. 2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

8 - 16 m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel, dilengkapi toilet

4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5 Pantri Daerah untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk pe

Tergantung kebutuhan

Meja untuk menyiapkan makanan, freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin.

6 Ruang penyimpanan alat medik

Ruang penyimpanan alat medik yang setiap saat diperlukan. Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

9 - 25 m2 Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X-Ray, dan lain lain.

7 Ruang utilitas bersih

untuk menyimpan obat-obatan, semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan untuk menyimpan linen bersih, juga untuk menyimpan instrumen dan bahan perbekalan yang diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril.

Tergantung kebutuhan Lemari/kabinet/ rak

8 Ruang utilitas kotor

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).

6 - 16 m2 Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)

9 Ruang Kepala ICU Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. 6 - 12 m2 Sofa, lemari, meja/kursi

10 Ruang Administrasi

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medik internal pasien di instalasi ICU. Ruang ini berada pada bagian depan instalasi ICU dengan dilengkapi loket atau Counter.

Min. 2 m2/ petugas

Meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/interkom.

11 Parkir Troli

Tempat parkir troli selama tidak ada kegiatan pembedahan atau selama tidak diperlukan.

2 - 6 m2 troli

12 Ruang ganti pakaian (termasuk didalamnya Loker)

Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari daerah rawat pasien, yang diperuntukan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung, dipisah antara pria dan wanita

4 - 16 m2/ ruang ganti

(tergantung kebutuhan)

Lemari loker, kontainer untuk baju pelindung bekas pakai

13 Ruang Diskusi Medis Ruang tempat diskusi medis, pendidikan dan pembahasan kasus multi disiplin.

Min. 1.5 m2/ org(misal. Kapasitas

10 org maka butuh luas 15m2)

Lemari/Rak penyimpanan bahan-bahan bacaan medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar, meja, kursi, komputer, LCD, dll

14 Ruang tunggu keluarga pasien.

Tempat keluarga/ pengantar pasien menunggu. Min. 5 m2/ pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum

(bila RS mampu),

15 Janitor/ Ruang cleaning service

Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik.

4 - 6 m2 Lemari/rak

16 Toilet (petugas, pengunjung) KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2 – 3m2

17 R. Penyimpanan Silinder Gas Medik

R. Tempat menyimpan tabung-tabung gas medis cadangan.

4 – 8 m2

Gas Medis

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

LAMPIRAN – 7 CONTOH RUANG PERAWATAN INTENSIF DAN PERALATANNYA

Gambar L5A

Peralatan di ruang rawat pasien ICU, menggunakan ceiling pendant

Gambar L5B Peralatan di ruang rawat pasien ICU

menggunakan bedhead

Gambar L5C

Contoh Model Peralatan di ruang ICU Neonatal menggunakan bedhead

Gambar L1 – Contoh Model Ruang Rawat Pasien ICU dengan ceiling pendant

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/XII/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

5. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

6. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook,

Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

7. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC Design

Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

8. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 2004.

PEDOMAN BANGUNAN RS :RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

KATA PENGANTAR

Bangunan ruang rawat inap di rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan, sehingga perlu

dilakukan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap dengan baik dan terpadu.

Penyusunan buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” ini

merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan profesional pengelola

instalasi rawat inap di rumah sakit.

Dengan dibakukanya buku Pedoman Teknis ini, maka saat ini tersedia pedoman sebagai

bahan acuan pelaksanaan bagi mereka yang menyelenggarakan pengelolaan dan

perencanaan bangunan instalasi rawat inap di rumah sakit.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya buku Pedoman Teknis

ini, kami ucapkan terima kasih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiDaftar Isi v

BAGIAN - I Pendahuluan 11.1. Latar belakang 11.2. Maksud dan tujuan 21.3 Sasaran 21.4 Batasan dan pengertian 2

BAGIAN - II Kegiatan di instalasi rawat inap 52.1 Alur kegiatan 52.2. Alur Dokter, Perawat, Staf 62.3. Alur Pasien 6

BAGIAN - III Persyaratan teknis Sarana Bangunan Instalasi rawat inap 72.1 Lokasi 72.2 Denah 72.3. Lantai. 92.4. Langit-langit. 92.5 Pintu. 92.6 Kamar mandi. 92.7 Jendela. 10

BAGIAN - IV Persyaratan Teknis Prasarana Bangunan Instalasi rawat inap 114.1 Persyaratan keselamatan bangunan. 114.2 Persyaratan kesehatan bangunan. 144.3 Persyaratan kenyamanan. 174.4 Persyaratan kemudahan. 18

BAGIAN - V Penutup 21 Lampiran 22 Kepustakaan 26

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB - I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang.

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras dari sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta konstribusi positif dari berbagai sektor pembangunan lainnya.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang: b. ruang rawat inap; Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.

Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tersebut, maka harus disusun pedoman teknis fasilitas ruang rawat inap rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan. Ruang rawat inap yang aman dan nyaman merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien, oleh karena itu dalam merancang ruang rawat inap harus memenuhi persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya ruang rawat inap yang sehat, aman dan nyaman.

Perencanaan dan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap rumah sakit pada dasarnya adalah suatu upaya dalam menetapkan fasilitas fisik, tenaga dan peralatan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.2. Maksud dan tujuan. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi Rawat Inap ini bertujuan

untuk memberikan petunjuk agar dalam perencanaan dan pengelolaan suatu bangunan instalasi rawat inap di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bagunan instalasi rawat inap yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan dapat digunakan oleh pemakai, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

1.3 Sasaran.

Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai pegangan dan acuan bagi Pengelola Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan perencana dan pengembang bangunan rumah sakit sehingga masing-maing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.

1.4 Batasan dan pengertian. 1.4.1 Ruang pasien rawat inap.

Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.

Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya.

1.4.2 Ruang Pos Perawat.

Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien.

1.4.3 Ruang Konsultasi.

Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada pasien dan keluarganya.

1.4.4 Ruang Tindakan.

Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien baik berupa tindakan invasive ringan maupun non-invasive.

1.4.5 Ruang administrasi.

Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di ruang rawat inap. Ruang ini berada pada bagian depan ruang rawat inap dengan dilengkapi loket/counter, meja kerja, lemari berkas/arsip, dan telepon/interkom.

Kegiatan administrasi meliputi :

(a). Pendataan pasien.

(b). Penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien (apabila diperlukan tindakan bedah).

(c) Rekam medis pasien.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

1.4.6 Ruang Dokter.

Ruang Dokter terdiri dari 2 ruangan, yaitu kamar kerja dan kamar istirahat/kamar jaga.

Pada kamar kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur. Sedangkan pada kamar istirahat hanya diperlukan sofa dan tempat tidur. Ruang Dokter dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.

1.4.7 Ruang perawat.

Ruang untuk istirahat perawat/petugas lainnya setelah melaksanakan kegiatan pelayanan pasien atau tugas jaga.

Ruang perawat harus diatur sedemikian rupa untuk mempermudah semua pihak yang memerlukan pelayanan pasien sehingga apabila ada keadaan darurat dapat segera diketahui untuk diambil tindakan terhadap pasien.

1.4.8 Ruang Loker.

Ruang ganti pakaian Dokter, perawat dan petugas rawat inap.

1.4.9 Ruang kepala rawat inap.

Ruang tempat kepala rawat inap melakukan manajemen asuhan dan pelayanan keperawatan, diantaranya pembuatan program kerja dan pembinaan.

1.4.10 Ruang linen bersih.

Ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan digunakan di ruang rawat.

1.4.11 Ruang linen kotor.

Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan linen kotor yang telah digunakan di ruang rawat inap sebelum di bawa ke ruang cuci (laundri).

1.4.12 Spoolhoek.

Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khusnya yang berupa cairan. Spoelhoek dala, bentuk bak atau kloset dengan leher angsa (water seal). Pada ruang spoehoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci tempat cairan atau cuci tangan. Ruang tempat spoelhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar area rawat inap ke arahj koridor kotor. Spoelhoek dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan IPAL.

1.4.13 Kamar mandi/Toilet.

Fasilitas diatur sesuai kebutuhan, dan harus dijaga kebersihannya karena dengan kamar mandi/toilet yang bersih citra rumah sakit khususnya ruang rawat inap akan baik. Terdiri dari toilet pasien dan toilet staf.

1.4.14 Pantri.

Tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di ruang rawat inap rumah sakit.

1.4.15 Ruang Janitor.

Ruang tempat menyimpan dan mencuci alat-alat pembersih ruangan rawat inap.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.4.16 Gudang bersih.

Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk keperluan ruang rawat inap.

1.4.17 Gudang kotor.

Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan bekas pakai.

1.4.18 Bangunan gedung.

adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.

1.4.19 Banguan instalasi di rumah sakit.

adalah gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

BAB – II KEGIATAN DI BANGUNAN RUANG RAWAT INAP

2.1 Alur kegiatan

Alur kegiatan di bangunan rawat inap seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Ruang Rawat Inap

Ruang Tunggu Pengantar

RuangDokter

Gudang BersihRuang

Perawat

InstalasiGawatDarurat

InstalasiBedah

InstalasiRawatJalan

Ruang Administrasi & Pendaftaran

Instalasi ICU

Pasien

Spoolhoek & Gudang Kotor

RuangLinenKotor

Laundri

Pos PerawatRuang Konsultasi

Ruang Ganti (Loker) Ruang Linen Bersih

Dokter Perawat

PulangSehat

MeninggalDunia

KamarMayat

Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar

INSTALASI RAWAT INAP

Gambar 2.1 – Skema alur kegiatan di ruang rawat inap

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.2. Alur Dokter, Perawat, Staf.

(a). Akan bertugas.

(1). Dokter masuk ke ruang dokter untuk ganti pakaian.

(2). Perawat, masuk ke ruang perawat untuk ganti pakaian.

(3). Staf, masuk ke ruang staf untuk ganti pakaian.

(b). Setelah selesai tugas.

Dokter, Perawat , staf ke luar melalui alur yang sama.

2.3. Alur Pasien.

(a). Pasien masuk ruang rawat inap.

(1). Pasien masuk ruang rawat inap dari IGD/COT/Rawat jalan melalui admisi.

(2). Pasien mendapatkan Nomor Rekam Medis.

(3). Serah terima & orientasi di pos perawat (Nurse Station).

(4). Pasien ganti pakaian.

(5). Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut di ruang rawat inap.

(b). Pasien meninggalkan ruang rawat inap.

(1) Pasien pulang ke rumah setelah sehat, atau

(2) Pasien meninggal dikirim ke kamar janazah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

BAB - III PERSYARATAN TEKNIS

BANGUNAN RUANG RAWAT INAP

2.1 Lokasi.

(a) Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana penunjang rawat inap.

(b) Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan bising dari mesin/generator.

2. 2 Denah.

(a). Persyaratan umum.

(1). Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.

(2) Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan/membutuhkan.

(3) Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.

(4). Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang)

(5) Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien yang akan ditampung.

(6) Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.

(7). Alur petugas dan pengunjung dipisah.

(8) Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan minimal seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2.a.8

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 2.2.a.8

Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap

Nama ruang Luas (+) Satuan

1 Ruang Perawatan : VIP 18 m2/tempat tidur Kelas I 12 m2/tempat tidur Kelas II 10 m2/tempat tidur Kelas III 7.2 m2/tempat tidur

2 Ruang Pos perawat 20 m2 3 Ruang Konsultasi. 12 m2 4 Ruang Tindakan. 24 m2 5 Ruang administrasi 9 m2 6 Ruang Dokter. 20 m2 7 Ruang perawat. 20 m2 8 Ruang ganti/Locker 9 m2 9 Ruang kepala rawat inap. 12 m2

10 Ruang linen bersih. 18 m2 11 Ruang linen kotor. 9 m2 12 Spoelhoek 9 m2 13 Kamar mandi/Toilet 25 m2 14 Pantri. 9 m2 15 Ruang Janitor/service 9 m2 16 Gudang bersih 18 m2 17 Gudang kotor 18 m2

(b). Persyaratan khusus.

(1) Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :

a) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP).

b) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1)

c) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)

d) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).

(2). Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti :

a) Pasien yang menderita penyakit menular.

b) Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya).

c) Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).

Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang akan dirawat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

(c) Pos Perawat (Nurse Station).

Lokasi Pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayaninya, sehingga pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efektif dan efisien.

2.3. Lantai.

(a). Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.

(b). Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang rata atau keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak mengumpul, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.

(c) Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

2.4. Langit-langit.

Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran lain.

2.5 Pintu.

(a) Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass).

(b) Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.

(c) Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1 kamar mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat.

(d) Pintu kamar mandi pasien, harus membuka ke luar kamar mandi.

(e) Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.

2.6 Kamar mandi.

(a) Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan bak cuci tangan (wastafel).

(b) Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau standar teknis yang berlaku.

(d) Jumlah kamar mandi untuk penyandang cacat, 1 (satu) buah untuk setiap kelas.

(e) Toilet umum, terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel).

(f) Disediakan 1 (satu) toilet umum untuk penyandang cacat di lantai dasar, dengan persyaratan sebagai berikut :

(a) Toilet umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya.

(b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.

(c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm).

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

(e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.

(f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.

(g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.

(h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.

(j) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, disarankan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Gambar 2.6 - Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

2.7 Jendela.

Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan cukup rapat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

BAB – IV PERSYARATAN TEKNIS

PRASARANA BANGUNAN RUANG RAWAT INAP 4.1 Persyaratan keselamatan bangunan.

Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan kritis”, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.

4.1.1 Struktur bangunan.

(a) Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi rawat inap, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

(c) Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.

(d) Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjai keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan instalasi rawat inap menyelamatankan diri.

(e) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4.1.2 Sistem proteksi petir.

(a) Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.

(b) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan instalasi rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(c) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

4.1.3 Sistem proteksi Kebakaran.

(a) Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.

(b) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap..

(c) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap.

(d) Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang rawat inap untuk mencegah terjadinya ledakan.

(e) Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit . Semua petugas harus tahu peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.

(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi kebakaran aktif mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit : Sistem Proteksi Kebakaran Aktif, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tahun 2012.

4.1.4 Sistem kelistrikan.

(a) Sumber daya listrik.

Sumber daya listrik pada ruang perawatan pasien di ruang rawat inap termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 1”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik diesel generator untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

Tapi pada ruang tindakan pasien termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 2” di mana pasokan listrik tidak boleh terputus apabila terjadi gangguan.

(b) Jaringan.

(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.

(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

(3) Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

(c) Terminal.

(1) Kotak Kontak (stop kontak)

a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.

b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.

c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur minimal 2 titik untuk melayani peralatan kesehatan yang membutuhkan suplai listrik. Pada ruang tindakan yang merupakan ruang pelayanan kritis minimal harus dilengkapi 5 titik kotak kontak.

(2) Sakelar.

Sajekar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.

(d) Pembumian.

Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

(e) Peringatan.

Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.

Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.

Bahaya ini dapat dicegah dengan :

(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.

(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar.

(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti

Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.

4.1.5 Sistem gas medik dan vakum medik.

(a) Vakum, udara tekan medik dan oksigen disalurkan dengan pemipaan ke ruang instalasi rawat inap. Outlet-outletnya dipasang pada bed-head pasien. Pada ruang perawatan minimal dilengkapi 1 (satu) outlet oksigen tiap tempat tidur pasien, sedangkan pada ruang tindakan dilengkapi minimal 1 (satu) outlet oksigen, 1 (satu) outlet vakum dan 1 (satu) outlet udara tekan medik pada bed-head tempat tidur tindakan.

(d) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem gas medik dan vakum medik pada bangunan Ruang rawat inap Rumah Sakit mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik di RS” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

4.2 Persyaratan kesehatan bangunan.

4.2.1 Sistem ventilasi.

(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya.

(b) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

(c) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat.

(d) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan ruang rawat inap.

(e) Pada ruang perawatan pasien dan koridor di ruang rawat inap, minimal 4 (empat) kali pertukaran udara per jam, untuk ruang perawatan isolasi infeksius, minimal 6 (enam) kali pertukaran udara per jam.

(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan ruang rawat inap mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

4.2.2 Sistem pencahayaan.

(a) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(b) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

(c) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan instalasi rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan instalasi rawat inap.

(d) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

(e) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

(g) Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada plafon (recessed) karena tidak mengumpulkan debu.

(i) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

(j) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti :

(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung,

(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung,

(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan tanda peringatan,

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

4.2.3 Sistem Sanitasi.

Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.

(a) Sistem air bersih.

(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.

(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat inap harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

(b) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.

(1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

(c) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.

(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.

(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.

(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap mengikuti Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

(d) Sistem penyaluran air hujan.

(1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

(2) Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.

(3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

(5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4.3 Persyaratan kenyamanan.

4.3.1 Sistem pengkondisian udara.

(a) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan ruang rawat inap, pengelola bangunan ruang rawat inap harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

(b) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :

(1) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.

(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan

(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.

(c) Kelembaban relatif dipertahankan 30 - 60% .

(e) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (200C sampai 260C).

(f) Apabila ruang rawat inap menggunakan alat pengkondisian udara, unit pengkondisian udara tersebut bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu. Apabila menggunakan sistem pengkondisian udara sentral, maka saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

4.3.2 Kebisingan

(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap

(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4.3.3 Getaran.

(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap.

(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4.4 Persyaratan kemudahan.

4.4.1 Kemudahan hubungan horizontal.

(a) Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut.

(b) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.

(c) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan. Terkait dengan sarana keselamatan pada bangunan rumah sakit, maka pintu ruang perawatan disarankan membuka keluar, dengan tanpa mengganggu akses pengguna koridor.

(d) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

4.4.2 Kemudahan hubungan vertikal.

(a) Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/ eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.

(b) Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.

(c) Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif kebakaran.

(d) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.

(e) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

4.4.3 Sarana Keselamatan Jiwa.

(a) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana keselamatan yang meliputi:

1. Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.

2. Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu tertentu.

3. Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.

4. Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup, dan eksit memiliki konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya kebakaran.

5. Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur penyelamatan.

6. Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu yang memungkinkan setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak di antara ruang-ruang khusus dalam bangunan.

7. Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan dirinya terhadap api dan asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan bagian dari strategi proteksi kebakaran.

8. Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur bangunan untuk melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan asap kebakaran.

9. Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran.

10. Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman kebakaran.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

11. Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.

(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana keselamatn jiwa mengikuti ”Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit”, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2012.

4.4.3 Aksesibilitas.

(a) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.

(b) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

(c) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit.

(d) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlak

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

BAB – V PENUTUP

5.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

5.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian “ Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” pada bangunan rumah sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

5.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait lainnya.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

LAMPIRAN

Gambar L1 – Contoh ruang rawat inap VIP.

Gambar L2 – Contoh ruang rawat inap 2 tempat tidur

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

Gambar L3 – Contoh ruang rawat inap 4 tempat tidur

Gambar L4 – Contoh ruang rawat inap 6 tempat tidur

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 5 – Contoh detail ruang rawat inap

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

Gambar 6 – Contoh Instalasi Rawat Inap 1 Saf 9 Ruang Dokter 2 Toilet 10 Ruang Pantri 3 Ruang perawat 11 Saf 4 Ruang peralatan 12 Ruang tindakan 5 Ruang perlengkapan 13 Gudang kotor. 6 Pos Perawat 14 Tangga darurat 7 Ruang peralatan 15 Atrium 8 Ruang panel listrik

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

KEPUSTAKAAN

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

2. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

3. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

4. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

5. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 2004.

PERATURAN MENTERI KESEHATANREPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011

TENTANG

PERSYARATAN TEKNIS PRASARANAINSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG

PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (6) Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu

menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan

Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970

Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2918);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan

Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4532);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4729);

iv | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5052);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

7. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang

Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394)

sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26

Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan

Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4628);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor

28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor

01.P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan;

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 /PRT/M/2006

tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IV/ 1998

tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan pada Sarana

Pelayanan Kesehatan;

13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

KEP-75/MEN/2002 tentang Pemberlakuan (SNI) Nomor SNI-

04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik

2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja;

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 530/Menkes/Per/IV/2007

tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan Fasilitas

Kesehatan;

15. Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2007 tentang

pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 04-0225-2000/Amd

1-2006 mengenai Amandemen 1 Persyaratan Umum Instalasi

Listrik 2000 (PUIL 2000, sebagai Standar Wajib)

16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/

PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERSYARATAN

TEKNIS PRASARANA INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT.

vi | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Pasal 1 Pengaturan persyaratan prasarana instalasi elektrikal rumah sakit bertujuan untuk

memberikan acuan kepada Rumah Sakit dalam mewujudkan instalasi listrik yang

berkualitas sesuai dengan fungsinya, andal, efisien, serasi dan selaras dengan

lingkungan.

Pasal 2 Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit sebagaimana tercantum

dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 3 (1) Pelaksanaan Persyaratan Teknis Instalasi Elektrikal Rumah Sakit di Daerah diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan ini.

(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai peraturan daerah sebagaimana pada ayat

(1) maka pelaksanaan persyaratan teknis prasarana Instalasi Elektrikal Rumah

Sakit berpedoman pada Peraturan ini.

(3) Dalam hal Daerah Telah mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) sebelum Peraturan ini di berlakukan maka Peraturan daerah

tersebut harus menyesuaikan peraturan ini.

Pasal 4 (1) Dalam melaksanakan pembinaan tentang Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah

Sakit, Pemerintah melakukan Peningkatan Kemampuan aparat Pemerintah

Propinsi, Pemerintah kabupaten / kota maupun masyarakat dalam memenuhi

persyaratan Teknis sebagaimana dimaksud untuk terwujudnya Prasarana Instalasi

Elektrikal Rumah Sakit yang Andal.

(2) Dalam melaksanakan pengendalian, penyelenggaraan prasarana instalasi

elektrikal rumah sakit pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten / kota wajib

mengikuti persyaratan teknis ini.

(3) Terhadap aparat Pemenrintah, pemerintah Propinsi, dan kabupaten / kota yang

bertugas dalam penentuan dan pengendalian Prasarana Instalasi elektrikal yang,

melakukan pelanggaran dalam peraturan ini dikenakan sangsi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii

(4) Terhadap penyedia jasa kontruksi yang terlibat dalam penyelenggaraan prasarana

instalasi elektrikal rumah sakit yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam

pasal (3) dan pasal (4) dikenakan sanksi dan atau ketentuan pidana sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5 Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan persyaratan teknis prasarana

instalasi elektrikal rumah sakit sepanjang tdak bertentangan dengan peraturan ini,

dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 6 (1) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

(2) Peraturan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk

diketahui untuk dilaksanakan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal ...............................

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | ix

DAFTAR ISI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011, TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT iii

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang 1B Pengertian 1

1 Lokasi Medik 2 Pasien 3 Perlengkapan Listrik Medik 4 Bagian Terapan 5 Kelompok Lokasi 6 Prosedur Intrakardiak 7 Sistem Listrik Medik 8 Lingkungan Pasien 9 Panel Distribusi Utama 10 Sistem IT Medik

C Maksud Dan Tujuan 4D Ruang Lingkup 5

BAB II ASESMEN KARAKTERISTIK UMUM A Asesmen Karakteristik Umum 6B Kebutuhan, Suplai Dan Struktur 6

1 Kebutuhan Maksimum Dan Keragaman 2 Susunan Konduktor Dan Pembumian Sistem 3 Suplai 4 Pembagian Instalasi

C Kompabilitas 281 Kompabilitas Karakteristik 2 Kompatibilitas Elektromagnetik

D Kemampupeliharaan 29E Pelayanan Keselamatan 29

1 Umum 2 Klasifi kasi

F Kontinuitas Pelayanan 30G Asesmen Pada Lokasi Medik 31

1 Jenis Sistem Pembumian 2 Suplai Daya

x | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB III SUMBER DIESEL GENERATOR A Pertimbangan Rancangan 32B Perlengkapan Pengindera 33C Sirkit Pelindung 34D Sumber Listrik Esensial 33E Batere Untuk Generator 33F Generator Sebagai Sumber Daya Normal 33G Generator Sebagai Sumber Daya Pengganti 33H Penggunaan Sistem Elektrikal Esensial 34I Ruang Pembangkit 35J Kapasitas Dan Nilai Normal 35K Pengangkatan Beban 35L Menjaga Temperatur 35M Ventilasi Udara 35N Batere Untuk Memutar Engkol 36O Peralatan Pengasut Udara Tekan 36P Pasokan Bahan Bakar 36Q Persyaratan Alat Keselamatan 36

1 Motor Bakar 2 Penggerak Mula Jenis Lain

Pasokan Bahan Bakar Cair R Anunsiator (annunciator) Alarm 37S Batere 38

BAB IV PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN

A Proteksi Terhadap Kejut Listrik 391 Proteksi Terhadap Sentuh Langsung Maupun Tidak Langsung 2 Proteksi Kebakaran

BAB V PEMILIHAN DAN PEMASANGANPERLENGKAPAN LISTRIK

A Kondisi Operasi Dan Pengaruh Eksternal 441 Kondisi Operasi 2 Pengaruh Eksternal

B Diagram, Dokumentasi Dan Petunjuk Operasi 45C Sistem Pengkawatan 46D Perangkat Hubung Bagi Dan Kendali (PHBK) 46

1 Proteksi Untuk Sistem Pengkawatan Pada Lokasi Medik E Perlengkapan Lain 46

1 Sirkit Pencahayaan 2 Sirkit Kotak Kontak Pada Sistem IT Medik Untuk Lokasi Medik Kelompok 2

F Pelayanan Keselamatan 471 Sumber

G Alokasi Nomor Kelompok Dan Klasifi kasi Untuk Pelayanan Keselamatan Lokasi Medik 47

H Sirkit Pencahayaan Keselamatan 531 Pencahayaan Keselamatan

I Pelayanan Lain 53

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | xi

BAB VI VERIFIKASI A Verifi kasi 55B Verifi kasi Awal 55C Verifi kasi Periodik 55

BAB VII CARA PENGKAWATAN DAN PERLENGKAPAN A Cara Pengkawatan Dan Perlengkapan 57B Kabel Yang Dicabang 58C Tindakan Proteksi 59D Tindakan Proteksi Terhadap Bahaya Ledakan Dan Kebakaran 70

1 Proteksi Terhadap Ledakan 2 Proteksi Terhadap Kebakaran

E Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK) 71F Menguji Instalasi 74

BAB VIII KETENTUAN UNTUK PROTEKSI DASAR

A Insulasi Dasar Bagian Aktif 77B Penghalang Atau Selungkup 77

BAB IX PENUTUP 79 PENYUSUN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 81

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan semakin berkembangnya teknologi peralatan kesehatan yang

berhubungan dengan elektrikal, dituntut adanya pengelolaan dan pengawasan

yang baik terhadap prasarana elektrikal Rumah Sakit, di mulai dari perencanaan,

pemasangan, pengujian, pengoperasian, sampai pemeliharaan, sehingga listrik

yang digunakan pada peralatan kesehatan tersebut aman, dan efisien.

Dalam rangka memenuhi amanat Pasal 11 Ayat (1) huruf b Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu disusun Peraturan Menteri

Kesehatan tentang Persyaratan Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit.

B. Pengertian

1. Lokasi medik,

adalah lokasi yang dimaksudkan untuk keperluan diagnosis, perawatan

(termasuk perawatan kosmetik), pemantauan dan perawatan pasien.

Untuk memastikan proteksi pada pasien terhadap kemungkinan bahaya

listrik, tindakan proteksi tambahan perlu diterapkan dalam lokasi medik. Jenis

dan uraian bahaya ini dapat bervariasi menurut perawatan yang

dilaksanakan. Cara dalam penggunaan ruangan memerlukan beberapa

pembagian dalam area yang berbeda untuk membedakan prosedur medik.

2. Pasien,

adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya

untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara

langsung maupun tidak langsung di rumah sakit.

Orang yang dirawat untuk keperluan kosmetik dapat dianggap sebagai

pasien, sepanjang berkaitan dengan standar ini.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. Perlengkapan listrik medik,

adalah perlengkapan listrik yang dilengkapi dengan tidak lebih dari satu

hubungan ke jaringan suplai khusus dan dimaksudkan untuk mendiagnosis,

merawat atau memantau pasien di bawah supervisi medik dan yang :

a. membuat kontak fisik atau listrik dengan pasien, dan/atau

b. mentransfer energi ke atau dari pasien, dan/atau

c. mendeteksi transfer energi tersebut ke dan dari pasien

Perlengkapan mencakup lengkapan yang ditentukan pabrikan yang dianggap

perlu untuk memungkinkan penggunaan normal dari perlengkapan.

4. Bagian terapan,

adalah bagian perlengkapan listrik medik yang dalam penggunaan normal :

a. Diperlukan kontak fisik dengan pasien agar perlengkapan dapat

melakukan fungsinya, atau

b. dapat dibuat agar kontak dengan pasien, atau

c. perlu untuk disentuh oleh pasien.

5. Kelompok lokasi.

a. Kelompok 0 adalah Lokasi medik dimana tidak ada bagian terapan

yang akan digunakan.

b. Kelompok 1 adalah Lokasi medik dimana bagian terapan yang

dimaksudkan untuk digunakan secara eksternal atau masuk ke

sembarang bagian tubuh, kecuali berlaku pada kelompok 2 .

c. Kelompok 2 adalah Lokasi medik dimana terdapat bagian terapan yang

dimaksudkan untuk digunakan dalam penerapan seperti prosedur

intrakardiak, ruang operasi/bedah dan perawatan vital jika

diskontinuitas (kegagalan) suplai dapat menyebabkan kematian

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

6. Prosedur intrakardiak,

adalah prosedur dengan konduktor listrik ditempatkan di dalam jantung

pasien atau mungkin kontak dengan jantung, konduktor tersebut dapat

diakses di luar tubuh pasien. Dalam konteks ini, konduktor listrik mencakup

kawat berinsulasi seperti elektrode pemacu jantung atau elektrode

intrakardiak, EKG, atau tabung berinsulasi diisi dengan cairan konduktif.

7. Sistem listrik medik,

adalah kombinasi beberapa perlengkapan, yang salah satunya sekurang-

kurangnya merupakan perlengkapan listrik medik dan diinterkoneksi dengan

hubungan fungsional atau menggunakan multi kotak kontak Portable.

Sistem mencakup lengkapan yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem

dan ditentukan oleh pabrikan.

8. Lingkungan pasien,

adalah setiap ruang dimana dapat terjadi sentuh sengaja atau tak sengaja

antara pasien dan bagian sistem atau antara pasien dan orang lain yang

menyentuh bagian sistem. [untuk ilustrasi lihat gambar I.B.8]

CATATAN Hal ini berlaku jika posisi pasien ditentukan sebelumnya, jika tidak, semua posisi pasien sebaiknya dipertimbangkan.

CATATAN Dimensi yang terlihat tidak sebenarnya

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

C.

9.

10

M

1.

.

0.

Mak

.

P

a

u

d

S

a

p

ks

P

d

p

R

se

Pan

da

tam

rop

Sist

da

en

ud

Pers

ima

ras

Rum

ela

nel

lah

ma

p v

tem

lah

era

d d

sya

aks

sar

mah

aras

dis

h p

un

olta

m IT

h s

apa

dan

ara

sud

ran

h S

s d

G

str

an

ntu

ase

T m

sis

an

n T

atan

dka

a i

Sa

den

Ga

ribu

el

uk a

e d

me

tem

me

Tuj

n

an

nst

kit

nga

mb

usi

da

are

diuk

dik

m

edi

jua

Te

s

tala

ya

an l

bar

i ut

alam

ea

kur

k,

lis

k.

an

ekn

seb

asi

ang

ing

r I.B

tam

m g

ba

r un

strik

n

nis

bag

ele

g

gku

B.8

ma

ged

ang

ntu

k

P

gai

ekt

be

ung

8 –

,

dun

gun

k m

IT

Pra

a

trik

rku

gan

Co

ng

nan

me

y

asa

acu

kal

uali

nny

ont

y

n, s

ngo

yan

aran

uan

un

itas

ya.

toh

yan

sup

ope

g

na

n

tuk

s,

lin

g m

plai

era

m

I

da

k m

se

ngk

me

i ya

asik

em

nst

alam

mew

esu

kun

eme

ang

kan

mpu

tala

m

wuj

ai

nga

enu

g d

n la

uny

asi

pe

jud

de

an p

uhi

dig

aya

yai

i

em

dka

eng

pas

se

un

ana

p

Ele

men

n p

gan

sie

em

aka

an

per

ekt

nuh

pra

n f

n

mua

an

kes

sya

rika

han

asa

fun

a fu

un

sel

ara

al

n

ran

gs

ung

ntu

am

atan

R

pe

na

iny

gsi

uk i

mat

n

Rum

ersy

ins

ya,

dis

itu

tan

sp

mah

yar

sta

a

stri

da

.

pes

h

rata

las

nda

bu

an

sifik

Sa

an

si e

al,

si

dim

k u

aki

t

elek

se

list

ma

unt

t

ekn

ktri

era

trik

ana

tuk

ini

nis

kal

asi,

k

a

k

i

s

l

,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

2. Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal ini bertujuan untuk

terselenggaranya fungsi prasarana instalasi elektrikal Rumah Sakit yang

selamat, sehat, nyaman dan memberikan kemudahan bagi pengguna

instalasi elektrikal di Rumah Sakit.

D. Ruang Lingkup

1. Persyaratan prasarana instalasi elektrikal Rumah Sakit ini berlaku untuk

instalasi listrik dalam lokasi medik sedemikian sehingga memastikan

keselamatan pasien dan staf medik.

2. Persyaratan ini secara keseluruhan mengacu pada Rumah Sakit, klinik

pribadi, praktek medik dan kedokteran gigi, pusat perawatan kesehatan dan

ruang medik khusus di tempat kerja.

Catatan:

Mungkin perlu untuk memodifikasi instalasi listrik yang ada, sesuai dengan persyaratan ini, apabila terjadi pergantian pemanfaatan lokasi. Sebaiknya diambil tindakan khusus jika dilaksanakan prosedur intrakardiak dalam instalasi yang ada.

3. Ruang lingkup ini terdiri dari :

a. Bab I : Pendahuluan;

b. Bab II : Asesmen Karakteristik Umum;

c. Bab III : Sumber Diesel Generator;

d. Bab IV : Proteksi Untuk Keselamatan;

d. Bab V : Pemilihan dan Pemasangan Perlengkapan Listrik;

e. Bab VI : Verifikasi;

f. Bab VII : Cara Perkawatan dan Perlengkapan;

g. Bab VIII : Ketentuan Untuk Proteksi Dasar; dan

h. Bab IX : Penutup.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB II

ASESMEN KARAKTERISTIK UMUM

A. Asesmen Karakteristik Umum

Klasifikasi lokasi medik harus dibuat dengan kesepakatan dari staf medik,

organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk

keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan. Untuk menentukan klasifikasi

lokasi medik, perlu agar staf medis menyatakan prosedur medik apa yang akan

berada di dalam lokasi. Berdasarkan pada penggunaan yang dimaksudkan,

klasifikasi yang sesuai untuk lokasi harus ditentukan (kemungkinan bahwa lokasi

medik tertentu digunakan untuk tujuan yang berbeda yang memerlukan kelompok

yang lebih tinggi yang harus ditetapkan oleh manajemen risiko).

CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medis sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian terapan dan pasien, maupun untuk tujuan apa lokasi tersebut digunakan.

CATATAN 2 Bagian terapan ditentukan oleh standar tertentu untuk perlengkapan listrik medik.

B. Kebutuhan, suplai dan struktur

1. Kebutuhan maksimum dan keragaman

Untuk desain yang ekonomis dan andal dari instalasi dalam batas termal dan

batas penurunan tegangan (drop voltage), penentuan kebutuhan maksimum

adalah penting. Pada penentuan kebutuhan maksimum instalasi atau bagian

instalasi, dapat diperhitungkan keragaman.

2. Susunan konduktor dan pembumian sistem

Karakteristik berikut harus diakses:

a. susunan konduktor penghantar arus pada kondisi operasi normal;

Susunan konduktor penghantar arus tergantung pada jenis arus.

Susunan konduktor yang diuraikan dalam bagian ini tidak menyeluruh.

Hal ini termasuk sebagai contoh susunan tipikal.

Susunan berikut dari konduktor penghantar arus pada kondisi operasi

normal diperhitungkan dalam persyaratan ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

1). Susunan konduktor penghantar arus pada sirkit a.b.

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 1 – Fase tunggal 2-kawat

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 2 – Fase tunggal 3-kawat

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 3 – Dwifase 3-kawat

Gambar II.B.2.a.1) - 4 – Trifase 3-kawat

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar II.B.2.a.1) - 5 – Trifase 4-kawat

Trifase 4-kawat dengan konduktor netral atau konduktor PEN.

Sebagai definisi, PEN bukan merupakan konduktor aktif tetapi

konduktor yang menghantarkan arus operasi.

Catatan:

a) Dalam hal susunan fase tunggal 2-kawat yang didapat dari susunan trifase 4-kawat, dua konduktor adalah dua konduktor lin atau konduktor lin dan konduktor netral atau konduktor lin dan konduktor PEN.

b) Pada instalasi dengan semua beban dihubungkan antara fase, pemasangan konduktor netral mungkin tidak diperlukan.

2) Susunan konduktor penghantar arus pada sirkit a.s.

Gambar II.B.2.a.2) - 1 - 2-kawat

Gambar II.B.2.a.2) - 2 – 3-kawat

Catatan :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

Konduktor PEL dan PEM bukan konduktor aktif, walaupun konduktor tersebut menghantarkan arus operasi. Oleh karena itu, berlaku penamaan susunan 2-kawat atau 3-kawat.

b. Jenis Sistem Pembumian

Jenis pembumian sistem berikut diperhitungkan dalam standar ini.

Catatan :

1) Gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 1 hingga gambar II.B.2.b.3) – 2 memperlihatkan contoh sistem trifase yang umum digunakan. Gambar II.B.2.b.4).a) - A hingga gambar II.B.2.b.4).e) – B memperlihatkan contoh sistem a.s. yang umum digunakan.

2) Garis titik-titik menunjukkan bagian sistem yang tidak dicakup dalam ruang lingkup persyaratan, sedang garis menunjukkan bagian yang dicakup persyaratan.

3) Untuk sistem privat, sumber dan/atau sistem distribusi dapat dianggap sebagai bagian instalasi dalam cakupan pengertian persyaratan ini. Untuk hal ini, gambar tersebut dapat lengkap digambarkan dengan garis.

4) Kode yang digunakan mempunyai arti berikut:

Huruf pertama – berkaitan dengan sistem daya ke bumi:

T = hubungan langsung sebuah titik ke bumi;

I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi; atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedans tinggi.

Huruf kedua – Berkaitan dengan bagian konduktif terbuka (BKT) instalasi ke bumi.

T = hubungan listrik langsung dari BKT ke bumi, tidak tergantung pada pembumian sembarang titik sistem daya.

N = hubungan listrik langsung BKT ke titik sistem daya yang dibumikan (dalam sistem a.b., titik yang dibumikan dari sistem daya secara normal adalah titik netral atau, jika titik netral tidak ada, konduktor lin).

Huruf berikutnya (jika ada) – Susunan konduktor netral dan konduktor proteksi.

S = fungsi proteksi diberikan oleh konduktor yang terpisah dari konduktor netral atau dari konduktor lin yang dibumikan (atau dalam sistem a.b. fase yang dibumikan).

C = fungsi netral dan proteksi digabung dalam konduktor tunggal (konduktor PEN).

Penjelasan simbol pada Gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 1 hingga gambar II.B.2.b.4).e) - B

Konduktor netral (N), konduktor titik tengah (M)

Konduktor proteksi (PE)

Gabungan konduktor proteksi dan konduktor netral (PEN)

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

CA

S

ATA

Sist

ATA

tem

AN

m T

gam

TN-

mb

-S d

ar I

1

den

II.B

)

nga

B.2.b

S

a

an

b.1)

Sis

a)

ko

).a)

stem

S

S

l

t

d

p

(

ond

).(1)

m T

Sis

Sis

an

ters

dip

pro

(1)

Gduk

) –

TN

ste

stem

gs

seb

ert

otek

S

t

C

U

Gamktor

1 :

N

m

m

ung

but

tim

ksi

Sis

ter

II.BCat

Unt

mbr ne

P

su

da

g p

t m

ba

, se

stem

pis

B.2tata

tuk

bar etra

em

mb

aya

pad

mel

ng

eba

m

sah

.b.an :

sim

II.Bal d

s

mbum

ber

a T

da

alu

kan

aga

T

h

1)a:

mbo

B.2dansist

mia

r tu

TN

su

ui k

n

ai b

N-S

pa

a).(

ol, li

2.bn ktem

an ta

ung

m

um

kon

se

ber

S,

ada

(1)

hat

.1)on

m.

amb

gga

me

be

ndu

esu

riku

d

a

t pe

.a)du

bah

al

mp

r,

ukt

uai

ut:

digu

s

1.

enje

.(1kto

han

pun

BK

tor

s

una

selu

elas

) -or p

da

nya

KT

pr

sus

aka

uru

an

1pro

ari P

ai

ins

rote

un

an

h

yan

tek

PE p

sat

sta

eks

an

ko

s

ng d

ksi

pad

tu

las

si.

k

ond

sist

dibe

ter

da in

tit

si d

Tig

kon

duk

tem

erik

rpis

nsta

tik

dih

ga

ndu

kto

m.

kan

sah

alas

ya

ub

je

ukto

or

L

pad

h p

si d

ang

un

enis

or

pr

Lih

da b

ad

apa

g

gka

s s

n

rote

at

but

a s

at d

dib

an

sist

etr

eks

ir II

selu

dibe

bum

ke

tem

ral

si

ga

.B.2

uru

erika

mik

e t

m T

d

ya

amb

2.b

uh

an.

kan

itik

TN

dan

ang

bar

.

n

k

N

n

g

r

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

Gambar II.B.2.b.1).a).(1) - 2 Sistem TN-S dengan konduktor lin dibumikan dan konduktor proteksi terpisah pada

seluruh sistem CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada distribusi dan pada instalasi dapat diberikan.

Gambar II.B.2.b.1).a).(1) - 3 Sistem TN-S dengan konduktor proteksi dibumikan dan tanpa konduktor netral

didistribusikan, di seluruh sistem CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 3 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Pada sistem TN–C-S, fungsi konduktor netral dan

konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor

tunggal pada sebagian sistem. Lihat gambar

II.B.2.b.1).a).(2) - 1, gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2 dan

gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 3. CATATAN Untuk simbol lihat penjelasan yang diberikan pada butir

II.B.2.b.

Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 1 Sistem TN-C-S trifase, 4-kawat, dengan PEN terpisah menjadi PE dan N di tempat lain

pada instalasi CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN atau PE pada instalasi dapat diberikan. Konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal pada sebagian sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2 Sistem TN-C-S trifase, 4-kawat dengan PEN terpisah menjadi PE dan N di awal instalasi

(lazim di Indonesia) CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2 : Pembumian tambahan dari PEN pada distribusi dan PE pada instalasi dapat diberikan.

Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 3 Sistem TN-C-S – fase tunggal, 2-kawat dengan PEN terpisah menjadi PE dan N

di awal instalasi CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 3 : Pembumian tambahan dari PEN pada distribusi dan PE pada instalasi dapat diberikan.

Fungsi netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal di sebagian

sistem.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Sistem TN-C dengan fungsi konduktor netral dan

konduktor proteksi digabungkan dalam satu konduktor

tunggal di seluruh sistem. Lihat gambar II.B.2.b.1).a).(3)

- 1.

CATATAN Untuk simbol lihat penjelasan yang diberikan dalam butir II.B.2.b.

Gambar II.B.2.b.1).a).(3) - 1

Sistem TN-C dengan fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal di seluruh sistem

CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(3) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN dalam instalasi dapat diberikan.

b) Sistem multisumber

Catatan:

Sistem multisumber diperlihatkan pada sistem TN dengan tujuan unik untuk memberikan EMC (electromagnetic compatibility – kesesuaian elektromagnetik – KEM).

Sistem multisumber tidak diperlihatkan dalam sistem TT dan IT karena sistem tersebut biasanya kompatibel berkaitan dengan EMC.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

Dalam hal desain tidak sesuai pada instalasi yang

merupakan bagian sistem TN dengan multisumber,

beberapa arus operasi dapat mengalir melalui jalur yang tak

dikehendaki. Arus tersebut dapat menyebabkan:

(1) kebakaran;

(2) korosi;

(3) interferens elektromagnetik.

Sistem yang diperlihatkan dalam gambar II.B.2.b.1).b) - 1 adalah sistem dengan arus operasi parsial minor yang mengalir sebagai arus melalui jalur yang tak dikehendaki. Persyaratan desain esensial yang diperlihatkan dalam gambar II.B.2.b.1).b) – 1 dari (1) hingga (4) diberikan dalam catatan di bawah gambar II.B.2.b.1).b) - 1.

Penandaan konduktor PE harus sesuai dengan IEC 60446/PUIL.

Setiap perluasan sistem harus diperhitungkan berkaitan dengan berfungsinya tindakan proteksi dengan baik.

Gambar II.B.2.b.1).b) - 1 Sistem multisumber TN-C-S dengan konduktor proteksi dan konduktor netral terpisah ke

perlengkapan pemanfaat listrik Catatan gambar II.B.2.b.1).b) - 1 :

(1) Tidak diizinkan adanya hubungan langsung dari titik netral transformator atau titik bintang generator ke bumi.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Konduktor interkoneksi antara titik-titik netral transformator atau titik-titik bintang generator harus diinsulasi. Fungsi konduktor ini adalah seperti PEN; namun titik ini tidak boleh dihubungkan ke perlengkapan pemanfaat listrik.

(3) Hanya satu hubungan antara titik-titik netral interkoneksi dari sumber dan PE harus disediakan. Hubungan ini harus terletak di dalam rakitan PHBK utama.

(4) Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat disediakan.

Pada bangunan industri dengan hanya beban 2-fase dan beban 3-fase antara konduktor

fase, tidak perlu dilengkapi dengan konduktor netral. Lihat gambar II.B.2.b.1).b) - 2. Dalam

hal ini, konduktor proteksi sebaiknya mempunyai multi hubungan ke bumi.

Gambar II.B.2.b.1).b) - 2 Sistem multisumber TN dengan konduktor proteksi dan tanpa konduktor netral di seluruh

sistem untuk beban 2- atau 3-fase. Catatan gambar II.B.2.b.1).b) – 2 :

(1) Tidak diizinkan adanya hubungan dari titik netral transformator atau titik bintang generator ke bumi.

(2) Konduktor interkoneksi antara titik-titik netral trnsformator atau titik-titik bintang generator harus diinsulasi. Fungsi konduktor ini adalah seperti PEN, namun konduktor tersebut tidak boleh dihubungkan ke perlengkapan pemanfaat listrik.

(3) Hanya satu hubungan antara titik-titik netral interkoneksi dari sumber dan PE harus disediakan. Hubungan ini harus terletak di dalam rakitan PHBK utama.

(4) Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat disediakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

2) Sistem TT

Sistem TT hanya mempunyai satu titik yang dibumikan langsung

dan BKT instalasi dihubungkan ke elektrode bumi yang

independen secara listrik dari elektrode bumi sistem suplai. Lihat

gambar II.B.2.b.2) – 1 dan gambar II.B.2.b.2) - 2.

Gambar II.B.2.b.2) - 1 Sistem TT dengan konduktor netral dan konduktor proteksi terpisah di seluruh instalasi

CATATAN gambar II.B.2.b.2) - 1 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar II.B.2.b.2) - 2 Sistem TT dengan konduktor proteksi dibumikan dan tanpa konduktor netral

didistribusikan, di seluruh instalasi CATATAN gambar II.B.2.b.2) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

3) Sistem IT

Sistem daya IT mempunyai semua bagian aktif diisolasi dari bumi

atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedans. BKT

instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif

atau ke pembumian sistem. Lihat gambar II.B.2.b.3) - 1 dan

gambar II.B.2.b.3) - 2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

Gambar II.B.2.b.3) - 1 Sistem IT dengan semua BKT diinterkoneksi dengan konduktor proteksi yang secara

kolektif dibumikan CATATAN gambar II.B.2.b.3) – 1 : Pembumian tambahan dari PE pada

instalasi dapat diberikan.

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup tinggi. Hubungan ini dapat dilakukan misalnya pada titik netral, titik netral buatan, atau konduktor lin.

(2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar II.B.2.b.3) - 2 Sistem IT dengan BKT dibumikan dalam kelompok atau secara individual

CATATAN gambar II.B.2.b.3) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada

instalasi dapat diberikan.

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup tinggi.

(2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan.

4) Sistem a.s.

Jenis pembumian sistem untuk sistem arus searah (a.s.).

Jika gambar II.B.2.b.4).a) - A hingga gambar II.B.2.b.4).a) - B

berikut memperlihatkan pembumian kutub spesifik dari sistem a.s.

2-kawat, keputusan apakah membumikan kutub positif atau

negatif harus didasarkan pada keadaan operasional atau

pertimbangan lain, misalnya menghindari efek korosi pada

konduktor lin dan susunan pembumian.

a) Sistem TN-S

Konduktor lin dibumikan misalnya L– pada jenis (A) atau

konduktor titik tengah dibumikan M pada jenis (B), dipisahkan dari

konduktor proteksi di seluruh instalasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).a) - A

CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).a) - B – Sistem a.s. TN-S

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

b) Sistem TN-C

Fungsi konduktor lin dibumikan misalnya L– dan konduktor

proteksi pada jenis (A) digabungkan dalam satu konduktor

tunggal PEL di seluruh instalasi, atau konduktor titik tengah

dibumikan M dan konduktor proteksi digabungkan pada jenis

(B) dalam satu konduktor tunggal PEM di seluruh instalasi.

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).b) - A

CATATAN 3 Pembumian tambahan dari PEL pada instalasi dapat diberikan.

Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).b) - B – Sistem a.s. TN-C

CATATAN 4 Pembumian tambahan dari PEM pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

c) Sistem TN-C-S

Fungsi konduktor lin dibumikan misalnya L– pada jenis (A)

dan fungsi konduktor proteksi digabungkan dalam satu

konduktor tunggal PEL di sebagian instalasi, atau konduktor

kawat-tengah dibumikan M pada jenis (B) dan konduktor

proteksi digabungkan dalam satu konduktor tunggal PEM di

sebagian instalasi.

Jenis A

Gambar II.B.2.b.4).c) - A – Sistem a.s. TN-C-S

CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Jenis B)

Gambar II.B.2.b.4).c) - B – Sistem a.s. TN-C-S

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

d) Sistem TT

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).d) - A - Sistem a.s T.T

CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).d) - B - Sistem a.s. TT

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

e) Sistem IT

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui lmpedans

yang cukup tinggi. CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat

diberikan.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).e) - A – Sistem a.s IT

Jenis B)

(2) Sistem boleh dihubungkan ke bumi melalui impedans

yang cukup tinggi. CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat

diberikan.

Gambar II.B.2.b.4).e) - B - Sistem a.s IT

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

3. Suplai

a. Umum

Karakteristik berikut dari suplai, dari sumber mana saja, dan julat

normal dari karakteristik tersebut jika sesuai, harus ditentukan dengan

perhitungan, pengukuran, investigasi atau inspeksi:

1) voltase nominal

2) sifat arus dan frekuensi;

3) arus hubung pendek prospektif di awal instalasi;

4) impedans lingkar gangguan bumi dari bagian sistem yang

eksternal terhadap instalasi;

5) kesesuaian untuk persyaratan instalasi, termasuk kebutuhan

maksimum, dan

6) jenis dan peringkat gawai proteksi arus lebih yang beroperasi di

awal instalasi.

Karakteristik ini harus dipastikan untuk suplai eksternal dan harus

ditentukan untuk sumber privat. Persyaratan ini dapat diterapkan sama

terhadap suplai utama dan terhadap pelayanan keselamatan dan suplai

siaga.

b. Suplai untuk pelayanan keselamatan dan sistem siaga.

Jika ketentuan pelayanan keselamatan disyaratkan, misalnya oleh yang

berwenang terkait dengan tindakan pencegahan kebakaran dan

kondisi lain untuk evakuasi darurat bangunan, dan/atau jika ketentuan

suplai siaga disyaratkan oleh personel yang menspesifikasikan

instalasi, karakteristik sumber suplai untuk pelayanan keselamatan

dan/atau sistem siaga harus diases secara terpisah. Suplai tersebut

harus mempunyai kapasitas, keandalan dan peringkat yang memadai

dan waktu tukar alih yang sesuai untuk operasi yang ditentukan.

Untuk persyaratan lebih lanjut bagi suplai pelayanan keselamatan, lihat

PUIL. Untuk sistem siaga, tidak ada persyaratan tertentu dalam standar

ini.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. Pembagian instalasi

a. Setiap instalasi harus dibagi dalam sirkit, jika diperlukan, untuk:

1) mencegah bahaya dan meminimalkan kesulitan jika terjadi

gangguan;

2) memfasilitasi inspeksi, pengujian dan pemeliharan yang aman;

3) memperhitungkan bahaya yang mungkin timbul dari kegagalan

sirkit tunggal seperti sirkit pencahayaan;

4) mengurangi kemungkinan trip yang tak diinginkan dari GPAS

karena arus konduktor PE yang berlebihan yang tidak disebabkan

gangguan;

5) mengurangi efek EMI;

6) mencegah energisasi tak langsung pada sirkit yang dimaksudkan

akan diisolasi.

b. Sirkit distribusi terpisah harus disediakan untuk bagian instalasi yang

perlu dikendalikan secara terpisah, sedemikian sehingga sirkit tersebut

tidak dipengaruhi oleh kegagalan sirkit lain.

C. Kompabilitas

1. Kompabilitas karakteristik

Asesmen harus dilakukan pada setiap karakteristik perlengkapan yang

mungkin mempunyai efek merusak terhadap perlengkapan listrik lain atau

pelayanan lain atau mungkin mengganggu suplai, misalnya untuk koordinasi

dengan fihak terkait. Karakteristik tersebut mencakup, misalnya:

a. voltase lebih transien;

b. voltase kurang;

c. beban tak seimbang;

d. beban berfluktuasi cepat;

e. arus asut;

f. arus harmonik;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

g. umpan balik a.s.;

h. osilasi frekuensi tinggi;

i. arus bocor bumi;

j. keperluan hubungan tambahan ke bumi;

k. arus konduktor PE berlebihan yang tidak disebabkan gangguan.

2. Kompatibilitas elektromagnetik

Semua perlengkapan listrik harus memenuhi persyaratan EMC yang sesuai,

dan harus sesuai dengan standar EMC yang relevan.

Harus dipertimbangkan oleh perencana dan desainer instalasi listrik untuk

tindakan mengurangi efek gangguan voltase yang diinduksikan dan

interferens elektromagnetik (electromagnetic interference - EMI).

Tindakan diberikan pada PUIL.

D. Kemampupeliharaan

Asesmen harus dilakukan dari seringnya dan mutu pemeliharaan instalasi yang

diharapkan dapat diterima selama usia instalasi yang dimaksudkan. Jika ada yang

berwenang bertanggung jawab terhadap operasi instalasi, maka yang berwenang

tersebut harus dikonsultasi. Karakteristik tersebut harus diperhitungkan dalam

menerapkan persyaratan Bab IV hingga Bab VI sedemikian sehingga berkaitan

dengan seringnya dan mutu pemeliharaan yang diharapkan:

1. setiap inspeksi dan pengujian periodik, pemeliharaan dan perbaikan yang

mungkin perlu selama umur yang dimaksudkan dapat siap dan aman

dilaksanakan, dan

2. keefektifan dari tindakan proteksi untuk keselamatan selama umur yang

dimaksudkan harus dipertahankan, dan

3. keandalan perlengkapan untuk berfungsi dengan benar dari instalasi sesuai

dengan umur yang dimaksudkan.

E. Pelayanan keselamatan

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1. Umum

CATATAN 1 Keperluan pelayanan keselamatan dan sifatnya sering diatur oleh otoritas pemerintah yang persyaratannya harus diobservasi.

CATATAN 2 Contoh pelayanan keselamatan adalah: lampu keluar darurat, sistem alarm kebakaran, instalasi untuk pompa kebakaran, lift pemadam kebakaran, perlengkapan pengeluaran asap dan bahang. Sumber untuk pelayanan keselamatan dikenal sebagai berikut:

a. batere

b. sel primer;

c. set generator yang independen dari suplai normal;

d. penyulang terpisah jaringan suplai yang independen dari suplai normal

(lihat PUIL).

2. Klasifikasi

a. Pelayanan keselamatan adalah:

1) suplai nonotomatis; pengasutannya dilakukan oleh operator; atau

2) suplai otomatis, pengasutannya independen dari operator.

b. Suplai otomatis diklasifikasikan seperti berikut sesuai dengan waktu

tukar alih:

1) tanpa putus: suplai otomatis yang dapat memastikan suplai

kontinu dalam kondisi yang ditentukan selama periode transisi,

misalnya berkaitan dengan variasi voltase dan frekuensi;

2) putus sangat singkat: suplai otomatis tersedia dalam 0,15 detik;

3) putus singkat: suplai automatis tersedia dalam 0,5 detik;

4) putus medium: suplai otomatis tersedia dalam 15 detik;

5) putus lama: suplai otomatis tersedia lebih dari 15 detik.

F. Kontinuitas pelayanan

Asesmen harus dilakukan pada setiap sirkit untuk setiap keperluan kontinuitas

pelayanan yang dianggap perlu selama umur instalasi yang dimaksudkan.

Karakteristik berikut sebaiknya dipertimbangkan:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

1. pemilihan pembumian sistem,

2. pemilihan gawai proteksi untuk mencapai selektifitas;

3. jumlah sirkit;

4. multisuplai daya;

5. penggunaan gawai monitor.

G. Asesmen pada lokasi Medik.

Klasifikasi lokasi medik harus dibuat berdasarkan kesepakatan dengan staf medik,

organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk

keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan nasional. Untuk menentukan

klasifikasi lokasi medik, perlu untuk staf medik menunjukkan prosedur medik apa

yang akan berada di dalam lokasi.

Berdasarkan pada penggunaan yang dimaksudkan, klasifikasi yang sesuai untuk

lokasi harus ditentukan (kemungkinan bahwa lokasi medik tertentu dapat

digunakan untuk keperluan berbeda yang memerlukan kelompok yang lebih tinggi,

sebaiknya ditetapkan oleh manajemen risiko).

1. Jenis Sistem Pembumian.

Sistem TN-C tidak diizinkan dalam lokasi medik dan bangunan medik setelah

panel distribusi utama.

2. Suplai Daya.

Dalam lokasi medik, sistem distribusi sebaiknya didesain dan dipasang untuk

memfasilitasi tukar alih otomatis dari jaringan distribusi utama ke sumber

keselamatan listrik yang menyuplai beban esensial (lihat PUIL atau IEC

710.3131.1).

CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medik sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian terapan dan pasien, maupun untuk keperluan apa lokasi tersebut digunakan.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB III

SUMBER DIESEL GENERATOR

A. Pertimbangan Rancangan

Dua sumber untuk daya normal harus dipertimbangkan tetapi bukan merupakan

sumber daya pengganti seperti dijelaskan dalam pasal ini.

1. Susunan sistem distribusi harus dirancang untuk meminimalkan interupsi ke

sistem kelistrikan karena gangguan internal oleh penggunaan peralatan.

2. Faktor berikut harus dipertimbangkan dalam merancang sistem distribusi :

a. Tegangan abnormal seperti fasa tunggal dari peralatan utilitas 3 fasa,

pengubahan dan atau / surja petir, penurunan tegangan dan

sebagainya.

b. Kemampuan tercepat perbaikan yang mungkin tercapai dari sirkit yang

ditunjukkan setelah bebas dari gangguan.

c. Pengaruh perubahan mendatang, seperti penambahan beban dan/atau

kapasitas pasokan.

d. Stabilitas dan kemampuan daya dari penggerak mula selama dan

setelah kondisi abnormal.

e. Urutan dan penyambungan kembali beban untuk mencegah arus

sesaat (inrush) yang besar yang menjatuhkan (trip) alat pengaman arus

lebih atau beban lebih generator.

f. Susunan pintas (bypass) untuk mengijinkan pengujian dan

pemeliharaan komponen sistem yang sebaliknya tidak dapat dipelihara

tanpa mengganggu fungsi rumah sakit yang penting.

g. Pengaruh dari setiap arus harmonik pada konduktor netral dan

peralatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

B. Perlengkapan Pengindera.

Perlengkapan pengindera arus, fasa dan bumi, harus dipilih untuk meminimalkan

perluasan interupsi ke sistem kelistrikan karena arus abnormal yang disebabkan

oleh beban lebih dan / atau sirkit hubung singkat.

C. Sirkit Pelindung.

Sirkit pelindung beban generator dirancang untuk tujuan mengurangi beban atau

sistem prioritas beban, tidak harus memelindungi keselamatan jiwa beban

cabang/, beban cabang kritis yang melayani daerah pelayanan kritis, kompresor

udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa menjaga tekanan (jockey) untuk

sistem proteksi kebakaran yang berbasis air, pompa bahan bakar generator, atau

perlengkapan generator lainnya.

D. Sumber Listrik Esensial.

Sistem kelistrikan esensial harus mempunyai minimum dua sumber daya yang

berdiri sendiri : sumber normal biasanya memasok seluruh sistem kelistrikan dan

satu atau lebih sumber pengganti untuk digunakan bila sumber normal

terinterupsi.

E. Batere untuk Generator

Batere untuk generator di lokasi harus dipelihara sesuai ketentuan yang berlaku

atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik darurat dan

siaga.

F. Generator Sebagai Sumber Daya Normal.

Apabila sebagai dasar pemikiran sumber normal terdiri dari unit generator, sumber

pengganti harus salah satu generator lain atau pelayanan utilitas eksternal.

G. Generator Sebagai Sumber Daya Pengganti.

Generator set yang dipasang sebagai sumber daya pengganti dari sistem

kelistrikan penting harus dirancang memenuhi persyaratan layanan.

1. Sumber daya elektrikal yang penting Kelompok 0 dan 1 harus diklasifikasi

sesuai ketentuan yang berlaku seperti pada SNI 04-7018-2004, Sistem

pasokan daya listrik darurat dan siaga.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2. Sumber daya elektikal yang penting kelompok 2 harus diklasifikasikan sesuai

standar yang berlaku seperti pada SNI 04-7018-2004, tentang Sistem

pasokan daya listrik darurat dan siaga.

H. Penggunaan Sistem Elektrikal Esensial.

1. Peralatan pembangkit yang digunakan harus secara eksklusif mempunyai

cadangan untuk pelayanan atau penggunaan normal yang dipakai untuk

maksud : mengontrol pada kebutuhan puncak, mengontrol tegangan internal,

melepas beban utilitas eksternal, atau pembangkit.

Jika penggunaan normal untuk maksud lain seperti tersebut di atas, maka

dua set atau lebih pembangkit harus dipasang, sehingga kebutuhan aktual

maksimum yang diperoleh dari beban tersambung sistem darurat, seperti

kompresor udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa kebakaran

yang dioperasikan dengan listrik, pompa jockey, pompa bahan bakar dan

perlengkapan generator, harus terpenuhi dengan satu generator set terbesar

tidak dioperasikan.

Sumber pengganti daya darurat untuk iluminasi dan identifikasi sarana jalan

ke luar harus dari sistem kelistrikan esensial.

Sistem daya pengganti untuk sistem sinyal proteksi kebakaran harus dari

sistem kelistrikan esensial.

2. Satu generator set yang mengoperasikan sistem kelistrikan esensial harus

boleh menjadi bagian dari sistem yang memasok untuk tujuan lain seperti

ditunjukkan pada butir III.A, untuk penggunaan tersebut tidak akan

mengurangi perioda rata-rata antara jadwal waktu perawatan overhaul

sampai kurang dari tiga tahun.

3. Beban pilihan harus boleh dilayani oleh peralatan pembangkit sistem

kelistrikan esensial.

Beban pilihan, harus dilayani oleh sarana pemindah yang semestinya dan

beban ini tidak boleh dipindahkan ke peralatan pembangkit apabila

pemindahan dapat berakibat beban lebih pada peralatan pembangkit, dan

harus terlindung dari beban lebih peralatan pembangkit itu sendiri.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

Penggunaan peralatan pembangkit untuk melayani beban pilihan tidak boleh

membentuk tujuan lain seperti yang dijelaskan dalam butir III.H.1 dan untuk

itu tidak mempersyaratkan generator lebih dari satu.

I. Ruang pembangkit.

1. Konvertor energi harus ditempatkan dalam kamar layanan yang terpisah

yang terlihat dari peralatan pembangkit, pemisahan dari sisa bangunan

dengan bahan yang memiliki tingkat ketahanan api 2 jam, atau ditempatkan

di bangunan tertutup di luar bangunan utama yang mampu menahan

masuknya air hujan dan menahan kecepatan angin maksimum seperti

ditentukan dalam persyaratan teknis bangunan gedung setempat. Kamar

untuk peralatan seperti itu tidak boleh digabung dengan peralatan lain atau

melayani peralatan listrik yang bukan sistem kelistrikan esensial.

2. Peralatan pembangkit harus dipasang di lokasi yang mudah dijangkau dan

ruang kerja yang cukup (minimum 30 inci atau 76 cm) sekeliling unit untuk

pemeriksaan, perbaikan, pemeliharaan, pembersihan dan penggantian.

J. Kapasitas dan nilai nominal

Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup dan nilai nominal yang

tepat untuk memenuhi kebutuhan aktual maksimum untuk melayani beban

tersambung dari sistem kelistrikan esensial pada setiap saat.

K. Pengangkatan beban.

Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengangkat beban

dan memenuhi persyaratan frekuensi dan tegangan yang stabil dari sistem darurat

di dalam waktu 10 detik setelah hilangnya daya normal.

L. Menjaga temperatur

Ketentuan harus dibuat untuk menjaga ruang generator tidak kurang dari 10 oC

(50 oF) atau temperatur selimut air mesin tidak kurang dari 32 oC (90 oF).

M. Ventilasi udara

Ketentuan harus dibuat untuk menyediakan udara yang cukup untuk pendinginan

dan untuk melengkapi lagi udara pembakaran mesin.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

N. Batere untuk memutar engkol

Batere untuk memutar motor bakar harus sesuai dengan persyaratan batere yang

berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik

darurat dan siaga.

O. Peralatan pengasut udara tekan

Alat pengasut disel generator untuk harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk

usaha memasok sebanyak 5 kali, dan 10 detik untuk setiap kalinya, serta tidak

lebih 10 detik berhenti antara setiap usaha.

P. Pasokan bahan bakar

Pasokan bahan bakar untuk generator set harus memenuhi ketentuan yang

berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik

darurat dan siaga.

Q. Persyaratan alat keselamatan

1. Motor bakar

Motor bakar yang melayani generator set harus dilengkapi dengan :

a. Alat sensor ditambah alat peringatan visual untuk menunjukkan

temperatur selubung air di bawah yang dipersyaratkan pada butir III.B.

b. Alat sensor ditambah alat peringatan visual alarm awal untuk

menunjukkan :

1) Temperatur mesin tinggi (di atas rentang operasi aman yang di

rekomendasikan manufaktur).

2) Tekanan pelumasan minyak pelumas rendah (di bawah rentang

operasi aman yang direkomendasikan manufaktur).

3) Permukaan air pendingin rendah.

c. Alat mematikan mesin secara otomatik ditambah alat visual untuk

menunjukkan matinya mesin terjadi dikarenakan :

1) putaran engkol lebih (gangguan pengasutan).

2) kecepatan lebih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

3) tekanan minyak pelumas rendah.

4) temperatur mesin berlebihan.

d. Alarm bunyi untuk memberi peringatan adanya kondisi satu atau lebih

alarm awal atau alarm.

2. Penggerak mula jenis lain

Penggerak mula, selain motor bakar yang melayani generator set, harus

mempunyai alat pengaman yang cocok ditambah alarm visual dan alarm

bunyi untuk memperingatkan kondisi alarm atau mendekati alarm.

3. Pasokan bahan bakar cair

Pasokan bahan bakar cair untuk sumber daya darurat dan pembantunya

harus dilengkapi dengan alat sensor untuk memperingatkan bahwa isi tangki

bahan bakar utama kurang dari 4 jam untuk memasok operasi.

R Anunsiator (annunciator) alarm

1. Anunsiator yang jauh, batere penyimpan tenaga, harus tersedia untuk

beroperasi di luar ruang pembangkit dalam lokasi yang mudah terlihat oleh

petugas operasi dari tempat kerjanya regular (lihat ketentuan yang berlaku,

SNI 04-0225-2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik Anunsiator

dari sumber daya darurat atau sumber daya tambahan harus menunjukkan

kondisi alarm sebagai berikut :

a. Sinyal visual individu akan menunjukkan sebagai berikut :

1) Apabila sumber daya darurat atau pembantunya beroperasi

memasok daya ke beban.

2) Apabila pengisi batere gagal berfungsi.

b. Sinyal visual individu ditambah sinyal visual biasa yang

memperingatkan kondisi alarm mesin - generator harus menunjukkan :

1) Tekanan minyak pelumas rendah.

2) Temperatur air rendah (di bawah yang dipersyaratkan pada butir

III.L).

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3) Temperatur air yang berlebihan.

4) Bahan bakar rendah – apabila tangki penyimpan bahan bakar

utama berisi kurang dari 4 jam memasok untuk operasi.

5) Putaran engkol lebih (kegagalan pengasutan).

6) Kecepatan lebih.

2. Apabila tempat kerja regular tidak selalu terjaga, sinyal bunyi dan visual yang

menunjukkan kekacauan, yang terlabel dengan tepat, harus ditentukan pada

lokasi yang terus menerus termonitor.

Sinyal yang menunjukkan kekacauan ini harus bekerja apabila setiap kondisi

pada butir III.R.1 dan butir III.R.2 terjadi, tetapi kondisi ini tidak ditunjukkan

secara individu.

S. Batere.

Sistem batere harus memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku SNI 04-0225-

2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

BAB IV

PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN

A. Proteksi terhadap kejut listrik

1. Proteksi terhadap sentuh langsung maupun tidak langsung

a. SELV dan PELV

Jika menggunakan sirkit SELV dan/atau PELV dalam lokasi medik

kelompok 1 dan kelompok 2, voltase nominal yang diterapkan pada

pemanfaat listrik tidak boleh melebihi 25 V a.b. efektif atau 60 V a.s.

bebas riak. Proteksi dengan insulasi dasar bagian aktif dan dengan

penghalang atau selungkup adalah esensial, lihat bab III.D.

Dalam lokasi medik kelompok 2, bagian konduktif terbuka (BKT)

perlengkapan (misalnya luminer ruang operasi/bedah), harus

dihubungkan ke konduktor ikatan ekuipotensial.

b. Proteksi terhadap sentuh langsung

1) Rintangan

Proteksi dengan rintangan tidak diizinkan.

2) Penempatan di luar jangkauan

Proteksi dengan penempatan di luar jangkauan tidak diizinkan.

Hanya proteksi dengan insulasi bagian aktif atau proteksi dengan

penghalang atau selungkup yang diizinkan.

c. Proteksi terhadap sentuh tak langsung

1) Diskoneksi otomatis suplai

a) Umum

(1) Diskoneksi suplai

Dalam lokasi medik dari kelompok 1 dan kelompok 2,

berlaku yang berikut:

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(a) untuk sistem IT, TN dan TT, voltase sentuh

konvensional UL tidak boleh melampaui 25 V

(UL 25 V);

(b) untuk sistem TN dan IT, berlaku Tabel

IV.A.1.c.1).a).(1).(b).

Tabel IV.A.1.c.1).a).(1).(b)

Sistem 50 V < Uo 120 V 120 V < Uo 230 V 230 V < Uo 400 V Uo > 400 V

detik detik detik detik

a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s.

TN 0,8 Catatan 1 0,4 5 0,2 0,4 0,1 0,1

TT 0,3 Catatan 1 0,2 0,4 0,07 0,2 0,04 0,1

Jika dalam sistem TT, diskoneksi dilaksanakan oleh gawai proteksi arus lebih (GPAL) dan ikatan ekuipotensial proteksi dihubungkan dengan semua BKE di dalam instalasi, dapat digunakan waktu diskoneksi maksimum yang berlaku untuk sistem TN.

U0 adalah voltase lin ke bumi a.b. atau a.s. nominal.

CATATAN 1 Diskoneksi dapat disyaratkan untuk alasan selain proteksi terhadap kejut listrik.

CATATAN 2 Jika diskoneksi dilakukan dengan GPAS lihat butir IV.A.1.c.2) dan butir IV.A.1.c.3).

CATATAN Diskoneksi suplai ketika terjadi kondisi beban lebih atau hubung pendek, dapat dicapai dengan metode desain yang berbeda dalam prosedur aturan umum untuk memenuhi tingkat keselamatan yang disyaratkan.

2) Sistem TN

Pada sirkit akhir kelompok 1 dengan nilai pengenal hingga 32 A,

harus digunakan gawai proteksi arus sisa (GPAS) dengan arus

operasi sisa maksimum 30 mA (proteksi tambahan).

Pada lokasi medik kelompok 2, proteksi dengan diskoneksi

otomatis suplai dengan sarana GPAS dengan arus operasi sisa

tidak melebihi 30 mA hanya harus digunakan untuk sirkit berikut:

a) sirkit untuk suplai meja bedah;

b) sirkit untuk unit sinar X;

c) sirkit untuk perlengkapan besar dengan daya pengenal lebih

besar dari 5 kVA;

d) sirkit untuk perlengkapan listrik nonkritis (bukan penunjang

hidup).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

Harus diperhatikan untuk memastikan bahwa penggunaan secara

serentak banyak jenis perlengkapan tersebut yang dihubungkan

ke sirkit yang sama tidak dapat menyebabkan trip yang tidak

dikehendaki dari GPAS.

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, jika disyaratkan

penggunaan GPAS oleh sub-ayat ini, harus dipilih hanya jenis (A)

atau jenis (B), tergantung pada kemungkinan arus gangguan yang

timbul.

CATATAN Direkomendasikan bahwa sistem TN-S dipantau untuk memastikan tingkat insulasi semua konduktor aktif.

3) Sistem TT

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, persyaratan

sistem TN berlaku dan dalam semua hal harus menggunakan

GPAS.

4) Sistem IT medik

CATATAN 1 Di Amerika Serikat sistem tersebut dikenal sebagai “Sistem Daya Terisolasi”

a) Pada lokasi medik kelompok 2, sistem IT medik harus

digunakan untuk sirkit yang menyuplai perlengkapan listrik

medik dan sistem yang dimaksudkan untuk penunjang hidup,

penerapan bedah dan perlengkapan listrik lain yang terletak

di “lingkungan pasien”, tidak termasuk perlengkapan yang

tercantum dalam butir IV.A.1.c.2).

b) Untuk setiap kelompok ruangan yang melayani fungsi sama,

sekurang-kurangnya diperlukan satu sistem IT medik yang

terpisah. Sistem IT medik harus dilengkapi dengan gawai

monitor insulasi (GMI) sesuai persyaratan spesifik berikut:

(1) impedans internal a.b. harus sekurang-kurangnya 100

k ,

(2) voltase uji tidak boleh lebih besar dari 25 V a.s.;

(3) arus yang diinjeksikan, bahkan pada kondisi gangguan,

tidak boleh lebih besar dari 1 mA puncak;

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) indikasi harus ada saat terakhir ketika resistans insulasi

telah berkurang hingga 50 k . Harus dilengkapi dengan

gawai uji.

c) Untuk setiap sistem IT medik, sistem akustik dan alarm

visual yang terpadu dengan komponen berikut harus disusun

pada tempat yang sesuai sedemikian sehingga dapat

dipantau secara permanen (sinyal dapat terdengar dan

terlihat) oleh staf medik.

(1) lampu sinyal hijau untuk menunjukkan operasi normal;

(2) lampu sinyal kuning akan menyala bila dicapai setelan

nilai minimum untuk resistans insulasi. Tidak boleh

dimungkinkan lampu ini dibatalkan atau didiskoneksi.

(3) alarm dapat terdengar yang berbunyi bila dicapai

setelan nilai minimum untuk resistans insulasi. Alarm

dapat terdengar ini boleh dimatikan.

(4) sinyal kuning harus padam ketika gangguan telah

hilang dan jika kondisi normal pulih.

Jika hanya satu perlengkapan saja yang disuplai dari

satu transformator IT terdedikasi, maka dapat dipasang

tanpa GMI.

Disyaratkan untuk memantau beban lebih dan suhu

tinggi pada transformator IT medik.

5) Ikatan ekuipotensial suplemen

a) Pada setiap lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2,

konduktor ikatan ekuipotensial suplemen harus dipasang dan

dihubungkan ke busbar ikatan ekuipotensial untuk keperluan

menyamakan beda potensial antara bagian berikut, yang

terletak dalam “lingkungan pasien”:

(1) konduktor proteksi;

(2) bagian konduktif ekstra (BKE);

(3) skrin terhadap medan interferens listrik, jika dipasang;

(4) hubungan ke grid lantai konduktif, jika dipasang;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

(5) skrin logam transformator isolasi, jika ada.

CATATAN Penunjang pasien nonlistrik konduktif magun (terpasang tetap) seperti meja bedah, dipan fisioterapi dan kursi dokter gigi sebaiknya dihubungkan ke konduktor ikatan ekuipotensial kecuali dimaksudkan untuk diisolasi dari bumi.

b) Pada lokasi medik kelompok 2, resistans konduktor,

termasuk resistans hubungannya, antara terminal untuk

konduktor proteksi dari kotak kontak dan dari perlengkapan

magun atau setiap BKE dan busbar ikatan ekuipotensial

tidak boleh melebihi 0,2 .

CATATAN Nilai resistans dapat juga ditentukan dengan penggunaan luas penampang yang sesuai dari konduktor.

c) Busbar ikatan ekuipotensial harus terletak di dalam atau

dekat lokasi medik. Pada setiap panel distribusi atau di

dekatnya, harus dilengkapi dengan busbar ikatan

ekuipotensial tambahan yang harus dihubungkan ke

konduktor ikatan suplemen dan konduktor bumi proteksi.

Hubungan harus disusun sedemikian sehingga terlihat

dengan jelas dan masing-masing dapat didiskoneksi dengan

mudah.

2. Proteksi kebakaran

Peraturan nasional atau SNI yang memberikan persyaratan tambahan dapat

berlaku.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB V

PEMILIHAN DAN PEMASANGAN PERLENGKAPAN LISTRIK

A. Kondisi operasi dan pengaruh eksternal

1. Kondisi operasi

a. Transformator untuk sistem IT medik

Transformator harus dipasang di dekat, di dalam atau di luar lokasi

medik dan ditempatkan dalam lemari atau selungkup untuk mencegah

kontak yang tidak disengaja dengan bagian aktif.

Voltase pengenal Un pada sisi sekunder transformator tidak boleh

melebihi 250 V a.b.

b. Sistem IT medik untuk lokasi medik kelompok 2

Transformator harus sesuai dengan SNI 04-0225-edisi terakhir, dengan

persyaratan tambahan berikut:

Arus bocor belitan keluaran ke bumi dan arus bocor selungkup jika

diukur dalam kondisi tanpa beban dan transformator disuplai pada

voltase pengenal dan frekuensi pengenal tidak boleh melebihi 0,5 mA.

Transformator fase tunggal harus digunakan untuk membentuk sistem

IT medik untuk perlengkapan portabel dan magun dan keluaran

pengenalnya tidak boleh kurang dari 0,5 kVA dan tidak boleh melebihi

10 kVA.

Jika suplai beban trifase melalui sistem IT juga disyaratkan,

transformator trifase terpisah harus disediakan untuk keperluan ini

dengan voltase keluaran lin ke lin tidak melebihi 250 V.

2. Pengaruh eksternal

CATATAN Jika sesuai, sebaiknya diberikan perhatian untuk pencegahan interferens elektromagnetik.

a. Risiko ledakan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

CATATAN 1 Persyaratan untuk perlengkapan listrik medik yang dihubungkan ke gas dan uap mudah terbakar tercantum dalam SNI 04-0225-edisi terakhir.

CATATAN 2 Jika kondisi berbahaya mungkin terjadi (yaitu adanya gas dan uap mudah terbakar) dapat disyaratkan tindakan pencegahan khusus.

CATATAN 3 Pencegahan terhadap timbulnya listrik statik direkomendasikan.

Gawai listrik (misalnya kotak kontak dan sakelar) harus dipasang pada

jarak horizontal sekurang-kurangnya 0,2 m (titik tengah ke titik tengah)

dari setiap outlet gas medik, sedemikian sehingga meminimalkan risiko

penyulutan gas mudah terbakar.

B. Diagram, dokumentasi dan petunjuk operasi

Rencana instalasi listrik bersama-sama dengan catatan, gambar, diagram

perkawatan dan tambahan modifikasi, dan juga petunjuk untuk operasi dan

pemeliharaan, harus disediakan untuk pengguna.

CATATAN Gambar dan diagram perkawatan sebaiknya sesuai dengan SNI 04-0225-edisi terakhir.

Dokumen relevan terutama adalah:

1. diagram blok yang memperlihatkan sistem distribusi suplai daya normal dan

suplai daya untuk pelayanan keselamatan dalam gambar lin tunggal.

Diagram ini harus memuat informasi mengenai lokasi dari panel subdistribusi

di dalam bangunan;

2. diagram blok panel utama dan panel subdistribusi yang memperlihatkan

perangkat hubung bagi dan kendali (PHBK) dalam gambar lin tunggal;

3. gambar arsitektur;

4. diagram skema kendali;

5. petunjuk untuk operasi, inspeksi, pengujian dan pemeliharaan aki dan

sumber daya untuk pelayanan keselamatan;

6. verifikasi komputational kesesuaian dengan persyaratan ini;

7. daftar beban yang secara permanen dihubungkan ke suplai daya untuk

pelayanan keselamatan dengan menunjukkan arus normal dan dalam hal

beban dioperasikan motor, arus asutnya;

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

8. buku catatan yang berisi rekaman semua pengujian dan inspeksi yang perlu

dilengkapi sebelum komisioning.

C. Sistem perkawatan

Setiap sistem perkawatan dalam lokasi medik kelompok 2 harus khusus untuk

penggunaan perlengkapan dan fiting di lokasi tersebut.

D. Perangkat hubung bagi dan kendali (PHBK)

1. Proteksi untuk sistem perkawatan pada lokasi medik kelompok 2.

Proteksi arus lebih terhadap arus hubung pendek dan beban lebih perlu

untuk setiap sirkit akhir. Proteksi arus beban lebih tidak diizinkan pada sirkit

penyulang di hulu dan hilir dari transformator sistem IT medik. Sekering

boleh digunakan untuk proteksi hubung pendek.

E. Perlengkapan lain

1. Sirkit pencahayaan

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, sekurang-kurangnya harus

dilengkapi dengan dua sumber suplai berbeda untuk beberapa luminer

dengan 2 sirkit. Salah satu dari dua sirkit harus dihubungkan ke pelayanan

keselamatan.

Untuk rute penyelamatan, luminer selang-seling harus dihubungkan untuk

pelayanan keselamatan.

2. Sirkit kotak kontak pada sistem IT medik untuk lokasi medik kelompok 2.

a. Pada setiap tempat perawatan pasien, misalnya kepala tempat tidur,

konfigurasi kotak kontak harus sebagai berikut:

1). harus dipasang minimum dua sirkit terpisah yang menyulang

kotak kontak; atau

2). setiap kotak kontak harus secara individu diproteksi terhadap arus

lebih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

b. Jika sirkit disuplai dari sistem lain (sistem TN-S atau TT) pada lokasi

medik yang sama, kotak kontak yang dihubungkan ke sistem IT medik

harus:

1). konstruksinya sedemikian sehingga mencegah digunakan dalam

sistem lain, atau

2). ditandai dengan jelas dan permanen.

F. Pelayanan keselamatan

1. Sumber

Klasifikasi pelayanan keselamatan diberikan dalam Tabel V.F.1.

Kelas 0 (tanpa pemutusan) Suplai otomatis tersedia tanpa pemutusan

Kelas 0,15 (pemutusan sangat singkat Suplai otomatis tersedia dalam 0,15 detik

Kelas 0,5 (pemutusan singkat) Suplai otomatis tersedia dalam 0,5 detik

Kelas 15 (pemutusan menengah) Suplai otomatis tersedia dalam 15 detik

Kelas >15 (pemutusan lama) Suplai otomatis tersedia dalam lebih dari 15 detik

CATATAN 1 : Biasanya tidak diperlukan untuk menyediakan suplai daya tanpa pemutusan untuk perlengkapan listrik medik. Namun perlengkapan dikendalikan mikroprosesor dapat mensyaratkan suplai tersebut.

CATATAN 2 : Pelayanan keselamatan disediakan untuk lokasi yang mempunyai klasifikasi berbeda sebaiknya memenuhi klasifikasi yang memberikan keamanan suplai tertinggi. Mengacu ke Tabel V.G untuk pedoman keterkaitan klasifikasi pelayanan keselamatan dengan lokasi medik

CATATAN 3 : Pengertian “di dalam” berarti “ ”

G. Alokasi nomor kelompok dan klasifikasi untuk pelayanan keselamatan lokasi medik

Daftar definitif lokasi medik yang memperlihatkan kelompok peruntukannya tidak

praktis, karena penggunaan lokasi (ruangan) tersebut akan digunakan berbeda

antara negara dan bahkan di dalam suatu negara. Tabel V.G berikut adalah

contoh yang diberikan hanya sebagai pedoman.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel V.G – Kelompok dan Klasifikasi untuk pelayanan keselamatan di lokasi medik.

Fungsi ruang Kelompok Kelas

0 1 2 0,5 detik > 0,5 detik 15 detik

INSTALASI GAWAT DARURAT 1 Ruang Triage X 2 Ruang Observasi X 3 Ruang Resusitasi X 4 Ruang Tindakan X Xa X

INSTALASI RAWAT JALAN 5 Ruang Pendaftaran X 6 Ruang Tunggu X 7 Ruang Periksa X 8 Ruang Tindakan X

INSTALASI RAWAT INAP 9 Kamar Pasien X 10 Ruang Tindakan X Xa X

11 Ruang Isolasi X

INSTALASI KEBIDANAN DAN KANDUNGAN 12 Ruang Periksa X

13 Ruang Kala (Labor) X

14 Ruang Melahirkan (Delivery) X Xa X

15 Ruang Pemulihan Melahirkan X

16 Ruang Bayi Lahir X Xa X

INSTALASI BEDAH SENTRAL 17 Ruang Pendaftaran X

18 Ruang Persiapan X

19 Ruang Induksi/Anestesi X Xa X

20 Scrubstation X

21 Ruang Utilitas Bersih X

22 Ruang Utilitas Kotor X

23 Ruang Persiapan Peralatan X

24 Kamar Bedah X Xa X

25 Ruang Spoolhuok X

26 Gudang Anestesi X

27 Ruang Pemulihan Bedah X

28 Gudang Peralatan X

2 Gudang Obat X

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

9 30 Gudang Linen X

INSTALASI PERAWATAN INTENSIF (ICU) 31 Ruang Rawat Intensif X Xa X

32 Ruang Isolasi Infeksi X Xa X

33 Ruang Isolasi X Xa X

34 Ruang Linen X

35 Gudang Obat X

36 Ruang Darurat Bayi Lahir (NICU) X Xa X

37 Ruang Darurat Anak-anak (PICU) X Xa X

38 Ruang Luka Bakar X Xa X

LABORATORIUM 39

Laboratorium, umum (darah, urine, vishes) X

40 Laboratorium, bacteriology X

41 Laboratorium, biochemistry X

42 Laboratorium, cytology X

43 Laboratorium, hematologi X

44 Laboratorium, histology X

45 Laboratorium, Microbiology X

46 Laboratorium, pengobatan nuklir X

47 Laboratorium, pathology X

48 Laboratorium, serology X

49 Bank darah X Xa X

50 Ruang otopsy X

51 Farmasi X

INSTALASI DIAGNOSTIK 52 Ruang Pemeriksaan X

53 Ruang ECG / EEG / EMG X

54 Ruang Treat Mill X

55 Ruang Kedap Suara X

56 Ruang Laparascopy X

5 Ruang Endoscopy X

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7 58 Ruang Bronchoscopy X

INSTALASI RADIOLOGI 59 Radiologi Diagnostik X

60 Ruang CT Scan X

61 Ruang MRI X

62 Ruang Angiografi X

63 Ruang Panoramik X

64 Ruang Radioterapi X

INSTALASI REHABILITASI MEDIK 65 Gymnasium Mats X

66 Treatment X

67 Ruang Hidroterapi X

68 Ruang Pemeriksaan X

INSTALASI LAUNDRY 69 Laundri, umum X

70 Sortir linen kotor dan gudang. X

71 Gudang linen bersih X

72 Linen and trash chute room X

73 Ruang Setrika X

STERILISASI DAN SUPLAI 74 Ruang Disassembly X

75 Ruang Cuci Alat X

76 Ruang Assembly X

77 Gudang Steril X

DAPUR 78 Ruang Penerimaan X

79 Ruang Proses Memasak X

80 Walk in Freezer X

81 Walk in Refrigerator X

82 Gudang X

a Luminer dan perlengkapan listrik medik penunjang hidup yang memerlukan suplai daya dalam 0,5 detik atau kurang.

b Bukan merupakan ruang bedah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

a. Persyaratan umum untuk sumber suplai daya keselamatan dari kelompok 1 dan kelompok 2

1) Pada lokasi medik, suplai daya untuk pelayanan keselamatan

disyaratkan yang dalam kasus kegagalan sumber suplai daya

normal, harus dienergisasi untuk menyulang perlengkapan yang

dinyatakan dalam butir V.F.1.b.1), butir V.F.1.b.2), dan butir

V.F.1.b.3) dengan energi listrik untuk periode waktu yang

ditentukan dan di dalam dalam periode tukar alih yang ditentukan

sebelumnya.

2) Jika voltase di panel distribusi utama drop pada satu atau

beberapa konduktor lebih dari 10% dari voltase nominal, suplai

daya keselamatan harus menggantikan suplai secara otomatis.

Pengalihan suplai sebaiknya dicapai dengan penundaan untuk

melayani penutupan balik otomatis dari pemutus sirkit suplai

masuk (pemutusan waktu singkat).

3) Untuk kabel interkoneksi antara komponen individu dan subrakitan

sumber suplai daya keselamatan, lihat butir V.C.

CATATAN Sirkit yang menghubungkan sumber suplai daya untuk pelayanan keselamatan ke panel distribusi utama sebaiknya dianggap sebagai sirkit keselamatan.

4) Bila kontak tusuk disuplai dari sumber suplai daya keselamatan

maka harus siap diidentifikasi.

b. Persyaratan rinci untuk pelayanan suplai daya keselamatan

1) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih kurang dari atau sama dengan 0,5 detik

Saat terjadi kegagalan voltase pada satu atau lebih konduktor lin

di panel distribusi, sumber suplai daya keselamatan khusus harus

mempertahankan luminer meja ruang bedah dan luminer esensial

lain, misalnya endoskopi, untuk periode minimum 3 jam. Sumber

ini harus memulihkan suplai dalam periode tukar alih tidak

melebihi 0,5 detik.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih kurang dari atau sama dengan 15 detik.

Perlengkapan sesuai menurut butir V.H.1 dan butir V.I harus

dihubungkan dalam 15 detik ke sumber suplai daya keselamatan

yang mampu mempertahankannya untuk periode minimum 24

jam, jika voltase satu atau lebih konduktor lin pada panel distribusi

utama untuk pelayanan keselamatan telah berkurang lebih dari

10% nilai nominal voltase suplai dan dengan durasi lebih besar

dari 3 detik.

CATATAN Durasi selama 24 jam dapat dikurangi hingga minimum 3 jam jika persyaratan medik dan penggunaan lokasi, termasuk setiap perawatan, dapat ditutup dan jika gedung dapat dikosongkan dengan baik dalam waktu yang kurang dari 24 jam.

3) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih lebih lama dari 15 detik.

Perlengkapan selain dari yang dicakup dalam butir V.F.1.b.1) dan

butir V.F.1.b.2) , yang disyaratkan untuk pemeliharaan pelayanan

rumah sakit, dapat dihubungkan secara otomatis atau manual ke

sumber suplai daya ke selamatan yang mampu

mempertahankannya selama periode minimum 24 jam.

Perlengkapan ini dapat mencakup, misalnya:

a) perlengkapan sterilisasi;

b) instalasi bangunan teknik, khususnya sistem pengondisi

udara, pemanas dan ventilasi, pelayanan bangunan dan

sistem pembuangan limbah;

c) perlengkapan pendingin;

d) perlengkapan masak;

e) pengisi aki.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

H. Sirkit pencahayaan keselamatan

1. Pencahayaan keselamatan

Saat kegagalan daya jaringan, iluminans minimum yang diperlukan harus

disediakan dari sumber pelayanan keselamatan untuk lokasi berikut. Periode

tukar alih ke sumber keselamatan tidak boleh melebihi 15 detik:

a. rute penyelamatan;

b. pencahayaan tanda keluar;

c. lokasi PHBK untuk set generator darurat dan untuk panel distribusi

utama suplai daya normal dan untuk sumber daya untuk pelayanan

keselamatan;

d. ruangan yang dimaksudkan untuk pelayanan esensial. Dalam setiap

ruangan sekurang-kurangnya satu luminer harus disuplai dari sumber

daya untuk pelayanan keselamatan;

e. ruangan lokasi medik kelompok 1. Dalam setiap ruangan sekurang-

kurangnya satu luminer harus disuplai dari sumber suplai daya untuk

pelayanan keselamatan;

f. ruangan lokasi medik kelompok 2. Minimum 50 % pencahayaan harus

disuplai dari sumber daya untuk pelayanan keselamatan.

CATATAN Nilai untuk iluminans minimum dapat diberikan dalam peraturan nasional atau daerah.

I. Pelayanan lain

Pelayanan selain pencahayaan yang mensyaratkan suplai pelayanan

keselamatan dengan periode tukar alih tidak melebihi 15 detik dapat mencakup,

misalnya yang berikut:

1. lif terpilih untuk personel pemadam kebakaran

2. sistem ventilasi untuk penghisap asap

3. sistem pemanggilan;

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4. perlengkapan listrik medik yang digunakan dalam lokasi medik kelompok 2

yang melayani pembedahan atau tindakan lain yang sangat vital.

Perlengkapan tersebut akan ditentukan oleh staf medik yang bertanggung

jawab;

5. perlengkapan listrik untuk suplai gas medik termasuk udara bertekanan,

suplai vakum dan pembiusan (anestetik) pernafasan maupun gawai

pemantaunya;

6. sistem deteksi kebakaran, alarm kebakaran dan pemadaman kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

BAB VI

VERIFIKASI

A. Verifikasi

Tanggal dan hasil setiap verifikasi harus direkam.

B. Verifikasi awal

Pengujian yang ditentukan di bawah pada butir 1 hingga butir 5 sebagai tambahan

pada persyaratan PUIL, kedua-duanya harus dilakukan sebelum komisioning dan

setelah perubahan atau perbaikan dan sebelum komisioning ulang.

1. Uji fungsional GMI dari sistem IT medik dan sistem alarm akustik/visual.

2. Pengukuran untuk memverifikasi bahwa ikatan ekuipotensial suplemen

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Verifikasi keterpaduan fasilitas yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku untuk ikatan ekuipotensial.

4. Verifikasi keterpaduan persyaratan bab IV.F untuk pelayanan keselamatan.

5. Pengukuran arus bocor sirkuit keluaran dan selungkup transformator IT

medik dalam kondisi tanpa beban.

C. Verifikasi periodik

Verifikasi periodik butir 1 hingga butir 5 dari bab V.B harus dilakukan sesuai

dengan peraturan daerah/nasional. Jika tidak terdapat peraturan daerah/nasional,

direkomendasikan interval berikut:

1. uji fungsional gawai tukar alih: 12 bulan;

2. uji fungsional GMI: 12 bulan;

3. pemeriksaan, dengan inspeksi visual, setelan gawai proteksi: 12 bulan;

4. pengukuran untuk memverifikasi ikatan ekuipotensial suplemen: 36 bulan

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5. verifikasi keterpaduan fasilitas yang disyaratkan untuk ikatan ekuipotensial:

36 bulan;

6. uji fungsional bulanan dari:

a. pelayanan keselamatan dengan aki: 15 menit;

b. pelayanan keselamatan dengan mesin bakar: hingga suhu berjalan

pengenal tercapai; 12 bulan untuk “jalan daya tahan”;

c. pelayanan keselamatan dengan aki: uji kapasitas;

d. pelayanan keselamatan dengan mesin bakar: 60 menit;

7. Dalam semua hal sekurang-kurangnya 50 % hingga 100 % daya pengenal

harus diambil alih;

a. pengukuran arus bocor transformator IT: 36 bulan;

b. pemeriksaan trip GPAS pada I N: tidak kurang dari 12 bulan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

BAB VII

CARA PERKAWATAN DAN PERLENGKAPAN

A Cara perkawatan dan perlengkapan

1. Perlengkapan listrik, termasuk perlengkapan elektromedik atau yang digunakan dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan, harus memenuhi syarat dalam beberapa subayat di bawah ini.

2. Perlengkapan yang harus dihubungkan secara khusus hanya boleh dipasang jika semua prasarananya telah disiapkan. Syarat khusus untuk itu tercantum dalam rincian teknis dan gambar instalasi yang disediakan oleh pabrikan.

3. Perlengkapan dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan harus dipasang sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh perlengkapan non medik (misalnya komputer, pemancar, dan pesawat panggil) yang secara fungsi berhubungan, atau memperoleh listrik dari konduktor yang sama tetapi terdapat di luar ruang tersebut.

4. Bila voltase, arus, atau frekuensi yang digunakan berbeda-beda, kontak tusuk yang digunakan harus tidak dapat dipertukarkan.

5. Dalam ruang kelompok 2, di atas plafonnya hanya boleh dipasang konduktor untuk perlengkapan dalam ruang itu saja.

6. Hanya inti dari sirkit utama yang boleh dipasangkan pada kabel berinti banyak, atau dalam satu pipa untuk kabel berinti tunggal. Berbagai sirkit bantu hanya boleh dipasangkan pada sirkit utamanya dalam satu jalur konduktor (misalnya pipa), jika semuanya terhubung pada satu perlengkapan dan disuplai dari sumber yang sama.

7. Pada setiap sirkit dalam ruang pelayanan kesehatan, yang menggunakan gawai proteksi arus sisa yang memenuhi butir VII.C.6 tersebut di atas, harus dipasang satu konduktor proteksi. Hal yang sama bagi sirkit arus fase tiga yang betul-betul simetris.

CATATAN : Pencegah gangguan frekuensi sering kali dipasang antara konduktor netral dan konduktor fase, supaya arus sisa yang melalui konduktor proteksi tidak menjadi lebih tinggi dari yang dibolehkan.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

B. Kabel yang dicabang

Kabel yang dicabangkan tidak boleh dipasang dalam ruang Kelompok 2

1. PHBK harus dipasang di luar ruang pelayanan kesehatan dan harus mudah

dicapai.

CATATAN : Kotak hubung dan terminal yang menjadi satu dengan perlengkapan (misalnya pipa pesawat sinar X), tidak termasuk PHBK seperti yang dimaksud di sini.

2. Tiap ruang pelayanan kesehatan dan ruang bukan pelayanan kesehatan

harus mempunyai PHBK tersendiri (lihat butir VII.B.3).

a. PHBK untuk ruang kelompok 2 harus langsung dihubungkan ke

PHBK utama bangunan. Bila instalasi diperluas, PHBK tersebut boleh

dihubungkan ke PHBK cabang yang digunakan untuk ruang kelompok

ini.

b. Daya untuk PHBK ruang Kelompok 0 dan 1 boleh disalurkan ke PHBK

cabang yang digunakan untuk ruang bukan pelayanan kesehatan.

Dalam hal ini harus dipasang konduktor proteksi tersendiri pada konduktor

yang menyalurkan daya pada PHBK cabang.

3. PHBK untuk ruang pelayanan kesehatan dan ruang bukan pelayanan

kesehatan boleh berada dalam satu lemari, jika ketentuan tersebut di bawah

ini dipenuhi :

a. PHBK untuk kedua ruang itu dipisahkan oleh dinding dan mempunyai

tutup masing-masing;

b. PHBK berinsulasi pengaman. Lemari terbuat dari bahan konduktor,

hanya diizinkan jika konduktor proteksi dipasang juga pada konduktor

yang menyalurkan daya ke PHBK ruang bukan pelayanan kesehatan.

4. Bagian PHBK yang terhubung pada aparat catu daya pengganti dan segala

konduktornya dipisahkan oleh dinding dengan tutup tersendiri.

5. Pengujian insulasi untuk tiap sirkit harus dapat dilaksanakan tanpa membuka

terminal konduktor netral, misalnya dengan memasang terminal pemisah

pada PHBK tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

6. Penampang rel konduktor proteksi harus sama dengan penampang rel

konduktor fase, tetapi sekurang-kurangnya 16 mm2 Cu.

C. Tindakan proteksi

Untuk menghindari bahaya sentuh tak langsung harus dilakukan dengan cara

yang cocok tiap kelompok ruang pelayanan kesehatan. Ruang yang pada saat

yang sama, atau untuk sementara, dapat digolongkan dalam berbagai kelompok,

izin proteksinya hanya diberikan untuk satu kelompok saja.

1 Tindakan proteksi berlaku bagi semua perlengkapan yang bervoltase di atas

25 V antar fase atau antara fase dan bumi.

2 Cara proteksi tersebut dalam butir VII.C.1 di atas harus dipilih yang cocok

dengan ruang, ditambah syarat untuk tiap kelompok sebagai berikut :

a Jenis proteksi yang diizinkan untuk ruang Kelompok 0 dan 1 ialah:

1) insulasi proteksi dengan memperhatikan butir VII.C.3 ;

2) voltase ekstra rendah dengan memperhatikan butir VII.C.4 ;

3) sistem IT dengan memperhatikan butir VII.C.5 ;

4) gawai proteksi arus sisa dengan memperhatikan butir VII.C.6.

b Macam proteksi yang diperkenankan untuk ruang Kelompok 2 ialah :

1) insulasi proteksi dengan memperhatikan butir VII.C.3 ;

2) voltase ekstra rendah proteksi dengan memperhatikan butir

VII.C.4;

3) sistem IT dengan memperhatikan butir VII.C.5, untuk aparat

penyambung dan kontak tusuk melebihi 25 V;

4) gawai proteksi arus sisa dengan memperhatikan butir VII.C.6

untuk:

a) peranti dengan daya sambung lebih dari 5 kVA, jika

terputusnya aliran listrik karena hubungan bumi pertama

tidak menimbulkan bahaya, baik bagi penderita maupun bagi

operator;

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

b) pesawat rontgen, walaupun dengan daya lebih kecil dari 5

kVA;

c) perlengkapan listrik lain dengan sambungan magun dan

tidak digunakan untuk pelayanan medik;

d) pencahayaan umum ruang.

3 Insulasi di tempat kaki berpijak saja tidak diizinkan sebagai insulasi proteksi

(lokasi nonkonduktif).

4 Voltase nominal dari voltase rendah proteksi tidak boleh melebihi 25 V

5 Sistem IT

Untuk sistem IT harus diperhatikan hal-hal berikut :

a. Harus menggunakan transformator pasangan tetap yang dipasang di

luar ruang fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Setiap ruang atau setiap kumpulan ruang Kelompok 2 beserta semua

ruang yang bersebelahan tetapi berfungsi sebagai bagian dari ruang

Kelompok 2 harus tersedia paling sedikit satu transformator. Lebih dari

satu transformator dapat dihubungkan paralel jika semuanya melayani

satu ruang atau kumpulan ruang.

c. 1) Mengingat syarat yang ketat bagi keandalan catu daya listrik,

maka gawai proteksi transformator tersebut pada butir VII.C.5.b)

harus sedemikian rupa sehingga pada hubung bumi pertama

aliran listrik tidak terputus (misalnya transfomator ditempatkan di

atas insulasi)

2) Setiap ruang yang termasuk Kelompok 2 harus disediakan paling

sedikit 2 (dua) buah kotak kontak. Khusus dalam ruang operasi

harus disediakan paling sedikit 5 buah kotak kontak yang

tersambung pada sekurang-kurangnya tiga sirkit akhir (jika

mungkin tiga fase yang berlainan) dan dipasang paling sedikit

1,25 m dari lantai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

d. Sebagai proteksi hubung pendek dan beban lebih dari sirkit beban

hanya boleh digunakan pemutus sirkit arus lebih. Pemutus sirkit ini

harus bekerja secara selektif dengan gawai proteksi yang dipasang di

depannya.

e. Transformator tersebut di atas harus mempunyai kumparan yang

terpisah, dan berinsulasi ganda yang diperkuat. Beberapa syarat

tambahan :

1) Voltase nominal pada sisi sekunder tidak boleh lebih dari 230 V;

hal itu berlaku juga untuk voltase antara fase pada voltase fase

tiga.

2) Transformator harus dilengkapi dengan pelindung statis antara

lilitan primer dan lilitan sekunder. Pelindung ini harus dapat

disambungkan pada ekuipotensial khusus atau konduktor proteksi

dengan konduktor berinsulasi.

CATATAN : Mengingat pemakaian, pengaruh kegagalan listrik, dan arus bocor maka

a) daya pengenal transformator harus antara 3,15 kVA, dan 8

kVA;

b) gawai proteksi insulasi harus dipasang secara sistematis.

f. Setiap sistem IT harus dilengkapi dengan gawai monitor insulasi yang

memenuhi syarat berikut:

1) Impedans arus bolak-balik (Zi) dari monitor tersebut paling sedikit

100 k . Voltase ukurnya harus 24 V a.s.; arus ukur tidak boleh

melebihi 1 mA, juga pada keadaan hubung pendek ke bumi yang

sempurna dari salah satu fase.

2) Harus ada isyarat bila resistans insulasi turun sampai 50 k .

3) Setiap ruang atau kumpulan ruang, di tempat yang mudah terlihat

atau terdengar, harus dipasang aparat pemberi isyarat dan dalam

ruang itu harus selalu ada petugas.

Aparat pemberi isyarat tersebut berupa:

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

a) lampu berwarna hijau yang menyala sebagai isyarat bahwa

aparat pemberi isyarat sedang digunakan;

b) lampu berwarna kuning yang menyala jika nilai insulasi

berada di bawah nilai yang sudah ditentukan. Lampu ini tidak

dapat dipadamkan atau dinyalakan lewat sakelar.

c) isyarat bunyi dipasang paralel dengan lampu berwarna

kuning yang dapat dihentikan, tetapi tidak dapat diputuskan.

d) tombol tekan untuk uji coba.

4) Untuk setiap konduktor proteksi harus dipasang sebuah resistans

coba 42 k melalui tombol tekan untuk uji coba sesuai dengan

butir VII.C.5.f.3) antara konduktor fase dan konduktor proteksi.

6 Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS)

a. Resistans pembumian RE haruslah :

dengan :

I N = arus operasi sisa pengenal yang mentripkan (membidaskan)

GPAS.

b. GPAS harus mempunyai proteksi arus operasi sisa pengenal tidak lebih

dari 30 mA.

7. Konduktor proteksi

a. Konduktor proteksi di PHBK

1). Untuk setiap sirkit beban harus dipasang satu konduktor proteksi

tersendiri, mulai dari PHBK utama bangunan atau sambungan

rumah. Untuk ruang praktek dokter dari ruang Kelompok 1,

konduktor proteksi ini dipasang mulai dari PHBK cabang untuk

ruang praktek dokter tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63

Bila menggunakan sistem TN, konduktor proteksi dan konduktor

fase harus berada dalam satu pipa atau merupakan salah satu

konduktor dari kabel berinti banyak.

2) Penampang konduktor proteksi harus sekurang-kurangnya sesuai

dengan PUIL.

b. Konduktor proteksi pada sirkit beban

1) Tidak diizinkan menggunakan sebuah konduktor bersama untuk

lebih dari satu sirkit beban, kecuali bila digunakan konduktor

bersama menurut catatan butir VII.7.b.2) di bawah ini.

Kontak proteksi dari kotak kontak yang berdekatan dari berbagai

sirkit beban boleh dihubungkan yang satu dengan yang lain. Pada

unit instalasi yang sudah berupa barang jadi dari pabrik (seperti rel

untuk pencahayaan), konduktor proteksi, dan ekuipotensial yang

sudah terpasang pada perlengkapan pakai dapat dihubungkan

melalui rel yang disambungkan dengan konduktor berpenampang

paling sedikit 16 mm2 Cu, kepada rel konduktor proteksi dari

PHBK yang bersangkutan atau rel ekuipotensial sesuai .

2). Resistans antara rel konduktor proteksi yang terakhir dengan

kontak proteksi dari kotak kontak atau dengan kontak konduktor

proteksi pada perlengkapan pakai, tidak boleh lebih dari 0,2

untuk ruang Kelompok 2.

CATATAN Dengan memperhitungkan resistans kontak, syarat ini berarti, bahwa untuk penampang minimum 2,5 mm2 Cu, panjangnya hanya maksimum 20 m; keterbatasan itu dapat di atasi, dengan cara:

1) memperbanyak PHBK cabang; atau

2) memasang sejumlah rel konduktor proteksi yang saling dihubungkan dengan penampang minimum 16 mm2 Cu dan tersambung terus sampai dengan PHBK.

c. Dalam PHBK dan pada rel konduktor proteksi, setiap konduktor proteksi

harus diberi tanda yang jelas sesuai dengan gambar instalasi.

d. Konduktor proteksi harus ditandai sesuai dengan PUIL dan berinsulasi

untuk voltase nominal 500 V.

8. Ekuipotensial khusus.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan harus terpasang ekuipotensial.

Semua bagian yang bersifat konduktor harus dihubungkan ke ekuipotensial

itu jika resistansnya terhadap konduktor proteksi lebih kecil dari 7 k .

Selain itu dalam ruang Kelompok 2, semua bagian yang bersifat konduktor di

dalam daerah 2,5 m dari tempat penderita harus dihubungkan ke

ekuipotensial jika resistannya terhadap konduktor proteksi lebih kecil dari 2,4

k . Pengujian dilakukan dengan voltase searah paling sedikit 100 V. Syarat

ini tidak berlaku untuk bagian konduktif yang diinsulasi sehingga sentuhan

tidak langsung dapat dihindarkan.

a. Barang berikut harus selalu dihubungkan dengan konduktor ekuipotensial khusus:

1) semua pipa logam;

2) pelindung terhadap medan listrik yang mengganggu dan lantai

yang bersifat konduktor;

3) rel penahan perlengkapan dan sistem kanal;

4) BKT perlengkapan magun berinsulasi proteksi yang mungkin

tersentuh, dan BKT perlengkapan dengan voltase ekstra rendah;

5) perlengkapan yang bersifat konduktor yang mungkin tersentuh

atau biasa disentuh (misalnya meja operasi, pipa gas, bak mandi

kecuali bak untuk elektrogalvanisasi).

b. Konduktor ekuipotensial dan rel ekuipotensial

1) Konduktor ekuipotensial yang disebut dalam butir VII.C.8.a harus dihubungkan pada rel ekuipotensial.

Rel konduktor proteksi tersebut dalam butir VII.C.7 dan rel ekuipotensial harus berada dalam satu kotak.

2) Kedua rel di atas harus dihubungkan ke konduktor yang berpenampang minimum 16 mm2 Cu, dan harus dapat dilepas.

3) Konduktor ekuipotensial dengan penampang minimum 4 mm2 Cu harus berinsulasi untuk voltase nominal minimum 500 V dan diberi warna loreng hijau-kuning.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65

4) Antar rel ekuipotensial dari ruang atau kelompok ruang yang dilengkapi aparat ukur atau aparat pengamat yang sama fungsinya (misalnya perlengkapan untuk fungsi voltase aksi organ tubuh), harus dipasang konduktor ekuipotensial khusus dengan penampang minimum 16 mm2 Cu.

5) Pada rel ekuipotensial harus tersambung konduktor ekuipotensial secara teratur dan jelas, mudah dilepas dan disambungkan, ditandai dengan jelas dan permanen menurut fungsinya.

6) Bagian konduktif yang termasuk dalam ekuipotensial yang sama, semuanya harus secara langsung tersambung ke rel ekuipotensial.

Bagian konduktif, seperti pipa gas dalam satu ruang boleh disambungkan ke rel ekuipotensial.

7) Dalam ruang Kelompok 2 harus disediakan alat penghubung satu kutub yang sudah diamankan terhadap kemungkinan terlepas tanpa sengaja, untuk memungkinkan penyambungan konduktor ekuipotensial bagi perlengkapan pasangan tidak tetap yang digunakan dalam ruang itu.

CATATAN : Dianjurkan agar alat penghubung ini disediakan juga dalam ruang pelayanan kesehatan lainnya.

8) Untuk ruang Kelompok 2 berlaku juga hal berikut :

Resistans antara rel ekuipotensial di satu pihak, dan semua

bagian yang terhubung pada ekuipotensial itu termasuk juga alat

penghubungnya dipihak lain, tidak boleh lebih dari 0,2 . Antara

rel ekuipotensial disatu pihak dan perlengkapan atau bagiannya

yang terpasang magun dan terhubung pada konduktor proteksi

atau konduktor ekuipotensial dipihak lain, dalam jarak 2,5 m dari

tempat penderita, tidak boleh ada voltase lebih besar dari 10 mV

dalam keadaan gangguan.

CATATAN : Bila setelah dilakukan tindakan penyamaan voltase dan dalam keadaan tanpa gangguan, pada BKT yang menuju ke daerah aman yang masih terdapat voltase 10 mV, maka harus:

a) dipasang sekat insulasi;

b) dilapisi atau diselubungi dengan insulasi.

CONTOH :

Sebagai contoh pelaksanaan ekuipotensial dengan rel penyama voltase lihat Gambar VII.C.8.a.8) - 1 dan gambar VII.C.8.a.8) - 2 .

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar VII.C.8.a.8) - 1 Contoh instalasi ruang operasi dengan ekuipotensial

Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) - 1:

1. Perlengkapan yang terpasang permanen dengan voltase 5 kV

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67

2. Aparat rontgen 3. Aparat elektromedik 4. Lampu operasi 5. Pencahayaan ruang 6. Perlengkapan dengan insulasi pelindung 7. Perlengkapan untuk tindakan proteksi, dengan konduktor proteksi 8. Panel dengan tanda-tanda akustis dan optis, tombol uji coba, dan tombol PE 9. Kemungkinan penyambungan untuk pemberitahuan keadaan insulasi jarak

jauh 10. Meja operasi 11. Instalasi gas, air dan pemanas ruang 12. Tusuk kontak 5 kutub 13. Jaring pembuang dari lantai yang bersifat konduktor 14. Aparat penjaga nilai insulasi 15. Catu daya pengganti khusus (CDPK) 16. Ekuipotensial dan rel konduktor proteksi

17. Gawai proteksi arus bocor dengan I N 30 mA.

16. Gawai proteksi arus bocor dengan I N 30 mA.

19. Gawai proteksi arus bocor dengan I N 30 mA. 20. Penjaga nilai voltase dan perlengkapan pindah sambung 21. Perlengkapan penyambung untuk ekuipotensial 23. Monitor Gantung 24. Unit 220 V dan 240 V untuk lampu operasi 25. Lampu pemberitahuan bagi CDPK 26. Dinding penyekat

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar VII.C.8.a.8) - 2 Contoh ekuipotensial di ruang operasi

Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) - 2:

1. Gawai rontgen atau alat lain dengan daya 5 kVA 2. Perlengkapan penyambungan untuk ekuipotensial

3. Lemari instrumen pada resistan 24 mili terhadap rel konduktor proteksi PE

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69

4. Lampu operasi 5. Meja operasi 6. Pelindung konduktor 7. Transformator untuk sistem konduktor pelindung dengan pelindung statis 8. Perlengkapan pengukur insulasi 9. PHBK untuk ruang operasi 10. Instalasi gas, air dan pemanas ruang 11. Dinding penyekat

Gambar VII.C.8.a.8) - 3 Daerah (zone) rawan di ruang operasi yang menggunakan anastetik mampu bakar berupa

campuran gas anastetik dan bahan pembersih Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) – 3 : 1. Masukan sistem tata udara 2. Kolom gas anastetik 3. Perlengkapan medik 4. Lampu operasi 5. Penderita 6. Sakelar injak 7. Zone M 8+9 Perlengkapan gas anastetik 10. Keluaran sistem tata udara 11. Zone G.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

D Tindakan proteksi terhadap bahaya ledakan dan kebakaran

1. Proteksi terhadap ledakan

a. . Di dalam daerah bahaya ledakan, ruang fasilitas pelayanan kesehatan,

hanya boleh dipasang perlengkapan berikut :

1) Perlengkapan elektromedik jenis ”G” dan ”M” (perlengkapan

dengan uji anastesi);

2) (dalam Zone M) juga perlengkapan listrik lainnya yang sesuai

dengan butir VII.D.1.a.1).

CATATAN : Yang dimaksud dengan daerah bahaya ledakan ialah:

Zone G, juga disebut sistem gas medis tertutup, mencakup seluruh rongga (tidak selalu harus tertutup) yang secara terus menerus ataupun tidak, membuat, menggunakan, dan dialiri campuran gas yang mudah meledak dalam jumlah sedikit (tidak termasuk udara yang mudah meledak).

Zone M, juga disebut daerah sekitar kegiatan medis, mencakup bagian dari ruang tempat udara yang mudah meledak dapat terbentuk sebagai akibat penggunaan bahan analgetik pembersih kulit, atau disinfektan dalam jumlah sedikit dan dalam waktu yang singkat.

b. Bila dalam hal luar biasa di ruang fasilitas pelayanan kesehatan sesuai

dengan fungsinya dapat timbul zone bahaya ledakan yang lain dari

zone G dan M, di zone tersebut berlaku ketentuan dalam PUIL, butir

VII.D.1.a.1) tentang Ruang dengan bahaya kebakaran dan ledakan.

c. Perlengkapan listrik yang dapat menimbulkan percikan api, baik dalam

keadaan biasa maupun saat ada gangguan, harus sekurang-kurangnya

berada 20 cm dari tempat gas keluar (misal, gas anastesi) dan tidak

boleh berada pada arah arus gas.

2. Proteksi dari kebakaran

Bila bagian perlengkapan mencakup pipa yang berisi gas yang memudahkan

terjadinya kebakaran, misalnya zat asam atau gas gelak (N20), untuk bagian

ini berlaku hal berikut :

a. Tempat ke luar gas harus berjarak minimum 20 cm dari bagian

perlengkapan listrik yang dapat menimbulkan percikan api yang dapat

menyulut gas, baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71

Perlengkapan listrik tadi tidak boleh ditempatkan pada arah gas

mengalir.

b. Bila konduktor listrik dan pipa untuk gas yang memudahkan terjadinya

kebakaran dipasang bersama-sama dalam satu jalur, pipa, atau kotak,

maka konduktor listrik harus minimum memenuhi syarat untuk jenis

NYM.

Untuk kabel telepon hanya diperlukan tindakan pencegahan, bila hasil

perkalian dari voltase tanpa beban dan arus hubung pendek melebihi

10 VA.

E Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK)

1. Bila aliran listrik terputus dalam ruang pelayanan kesehatan Kelompok 1 dan

2, perlengkapan seperti yang disebutkan dalam butir VII.E.2 harus dapat

bekerja terus dengan daya dari suatu CDPK, dengan mengindahkan

ketentuan di bawah ini:

CDPK tidak dapat mengganti CDP seperti yang disyaratkan, sebaliknya CDP

yang sesuai tidak dapat menggantikan CDPK.

CONTOH :

CDPK dalam sistem distribusi instalasi listrik pada fasilitas pelayanan

kesehatan diberikan dalam butir VII.E.1.

CATATAN : Dalam hal ini masing-masing ketentuan yang berlaku dalam persyaratan pembangunan rumah sakit harus dipenuhi.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar VII.C.4

Contoh sistem distribusi instalasi listrik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2 Menghubungkan perlengkapan

a Dalam setiap ruang bedah atau ruang kegiatan medis lain yang dapat

digolongkan pada Kelompok 1 dan 2, sekurang-kurangnya harus ada

seperangkat lampu bedah yang dapat dinyalakan dengan tenaga dari

CDPK, misalnya dari baterai.

Waktu pindah beban paling lambat 0,5 detik.

Padamnya satu lampu dari seperangkat lampu tidak boleh

menghentikan kegiatan pembedahan.

b Pada CDPK harus juga terhubung lampu pencahayaan khusus bila

padamnya pencahayaan umum akan membahayakan penderita.

c Perlengkapan medis yang digunakan untuk menjamin kesinambungan

fungsi bagian badan manusia yang penting, harus dapat berjalan

normal kembali selambat-lambatnya dalam waktu 10 detik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73

d CDPK dapat juga dihubungkan dengan sirkit lain dari sistem konduktor

proteksi dari ruang Kelompok 2 sesuai dengan butir VII.C.5, bila CDPK

tersebut memang sudah direncanakan untuk itu. Jika tidak semua kotak

kontak tersambung pada CDPK, kotak kontak yang tersambung

padanya harus diberi tanda yang jelas dan permanen.

3 Persyaratan umum

a. CDPK harus terjamin kerjanya sekurang-kurangnya selama 3 jam.

b. CDPK harus secara otomatis mengambil alih beban bila:

1) voltase jaringan umum turun lebih dari 10 %

2) voltase pada PHBK hilang, paling sedikit pada satu konduktor

fase.

Penghubungan kembali pemanfaatan listrik pada jaringan umum atau

CDP harus dilaksanakan dengan penangguhan waktu secukupnya.

c. Tindakan proteksi terhadap sentuh tak langsung harus tetap

dilaksanakan, bila menggunakan CDPK. Syarat menurut butir VII.C.5

tidak perlu dipenuhi bila tindakan proteksi dengan konduktor proteksi

menurut butir VII.C tetap dipertahankan.

CATATAN : Dengan pengecualian ini maka pada beban yang kecil sumber daya bekerja lebih ringan karena arus mula dari transformator untuk sistem konduktor proteksi tidak ada.

d. Bekerjanya CDPK dalam setiap ruang atau kelompok ruang harus

disertai isyarat yang mudah terlibat.

CATATAN : Untuk mengamankan pemberian daya, sebaiknya ditambah juga alat ukur beban dengan penunjukan beban tertinggi yang dapat diberikannya.

e. Pembangkit tenaga listrik harus dipasang di luar ruang pelayanan

kesehatan, kecuali pembangkit tenaga listrik pengganti rendah.

Semua kabel dan konduktornya harus terpisah dan berjarak minimum 5

cm dari kabel konduktor listrik lainnya atau dipisahkan dengan sekat

yang tidak mudah terbakar. Kabel dan konduktor ini tidak boleh ditarik

melintasi ruang dengan bahaya kebakaran, dan harus dilindungi dari

kemungkinan kerusakan mekanik.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

f. Untuk gambar instalasi listrik, PHBK, dan konduktor berlaku ketentuan

dalam PUIL.

g. Bila CDPK harus melayani lebih dari satu sirkit, selektivitas proteksi

arus lebih harus terjamin bila terjadi hubung pendek.

h. Bila menggunakan CDPK, perubahan voltase yang lebih besar dari

10% voltase nominal pada titik sambung dengan perlengkapan pakai,

hanya diizinkan bila berlangsung tidak lebih dari waktu alih beban

seperti dimaksud pada butir VII.C.2.a.

4 Pembangkit Tenaga Listrik (PTL)

a. PTL dengan mesin penggerak harus memenuhi syarat dalam PUIL,

sejauh tidak ditentukan lain dalam bab VII.

b. Batere yang diperkenankan untuk digunakan sebagai CDPK hanya

jenis Ni-Cd atau batere Pb dengan permukaan kutub positif yang luas.

Batere kendaraan bermotor tidak boleh digunakan.

c. Memelihara muatan baterai

1) Keadaan muatan batere harus terjamin dengan sistem otomat

pengisian muatan.

2) Perlengkapan pengisian harus dibuat sedemikian rupa sehingga

batere yang telah bekerja selama 3 jam terus menerus dengan

beban nominal pada cos = 0,8, dapat diisi penuh kembali dalam

waktu 6 jam.

3) Bila suatu CDP yang sesuai dengan butir VII.H.2.a tersedia,

batere dari CDPK harus juga terhubung pada CDP ini agar

muatannya terjamin bila jaringannya terganggu.

F Menguji instalasi

1 Agar instalasi listrik dapat digunakan dengan baik, instalasi itu perlu diulang

uji secara berkala dan pengguna instalasi harus mempunyai dokumen

berikut:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75

a) diagram umum (diagram listrik dalam bentuk sederhana) PHBK,

termasuk catu daya pengganti umum dan catu daya pengganti khusus;

b) gambar instalasi listrik sesuai dengan PUIL;

c) petunjuk penggunaan dan pemeliharaan;

d) buku uji atau berita acara pengujian mengenai hasil semua pengujian

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Pengujian sebelum penggunaan yang pertama dilakukan sesuai dengan

PUIL.

3. Pengujian tambahan pada penggunaan pertama

a. Resistans konduktor proteksi dan konduktor ekuipotensial harus diuji.

b. Pengujian menurut PUIL harus dilakukan sedapat mungkin pada saat

instalasi seluruh bangunan mengalami pembebanan penuh; semua

perlengkapan elektromedik baik yang tetap maupun yang randah,

dihidupkan atau dinyalakan.

Pengukuran harus dilakukan dengan voltmeter voltase efektif dengan

resistan dalam sekitar 1 k .

Daerah frekuensi voltmeter tersebut hendaknya tidak melampaui terlalu

jauh dari 1 kHz.

c. CDPK harus diuji menurut bab VII.E.

4. Pengujian setelah instalasi diubah dan atau ditambah

a. Instalasi listrik dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan yang

dipasang sesuai dengan ketentuan ini, setelah mengalami perubahan

atau penambahan harus tetap memenuhi syarat dalam ketentuan ini.

b. Untuk itu, instalasi harus diuji sesuai dengan butir VII.F.2 dan butir

VII.F.2.b. Gambar instalasi listrik dan diagram PHBK harus diperbaiki

jika terjadi perubahan atau penambahan pada instalasi.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5. Pengujian berkala

a Untuk mempertahankan tingkat keamanan yang tinggi dari seluruh

instalasi haruslah dilakukan pengujian berkala terhadap instalasi yang

digunakan.

b Hasil pengujian harus dicatat dalam buku uji sesuai dengan butir

VII.F.1.

c Pengujian berkala dilaksanakan sebagai berikut:

1). Pengujian sesuai dengan bab VII.F harus dilakukan oleh orang

juru sekurang-kurangnya setahun sekali.

2). Pengujian monitor insulasi dan sakelar proteksi arus sisa harus

dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan menekan tombol uji

sekurang-kurangnya setengah tahun sekali.

3). Uji coba CDPK harus dilakukan dengan pembebanan sekurang-

kurangnya 50 % daya nominal : selama 15 menit untuk catu daya

statis dan konverter berputar dan 60 menit untuk catu daya

dinamis, dilaksanakan oleh petugas sekurang-kurangnya sebulan

sekali sesuai dengan petunjuk pembuat perlengkapan catu daya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77

BAB VIII

KETENTUAN UNTUK PROTEKSI DASAR

CATATAN Ketentuan untuk proteksi dasar memberikan proteksi pada kondisi normal dan diterapkan jika ditentukan sebagai bagian tindakan proteksi yang dipilih

A Insulasi dasar bagian aktif

CATATAN Insulasi dimaksudkan untuk mencegah sentuh dengan bagian aktif

Bagian Aktif harus tertutup seluruhnya dengan insulasi yang hanya dapat dilepas dengan

merusaknya.

Untuk perlengkapan, insulasi harus memiliki standar relevan untuk perlengkapan listrik

B Penghalang atau Selungkup

CATATAN Penghalang atau selungkup dimaksudkan untuk mencegah sentuh dengan bagian aktif

1 Bagian aktif harus berada di dalam selungkup atau di belakang penghalang

yang memberikan tingkat proteksi sekurang-kurangnya IPXXB atau IP2X,

kecuali jika terjadi lubang yang lebih besar selama penggantian bagian,

misalnya fiting lampu atau sekering tertentu, atau jika diperlukan lubang yang

lebih besar agar perlengkapan dapat berfungsi dengan baik menurut

persyaratan relevan untuk perlengkapan tersebut, maka :

a harus diambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk mencegah

manusia atau ternak menyentuh bagian aktif secara tidak sengaja, dan

b harus dapat dipastikan sejauh dapat dipraktikkan, supaya manusia

peduli bahwa bagian aktif dapat tersentuh melalui lubang dan

sebaiknya tidak disentuh dengan sengaja , dan

c lubang harus sekecil mungkin, konsisten dengan persyaratan untuk

berfungsinya secara baik dan untuk penggantian bagian.

2 Permukaan bagian atas horizontal penghalang atau selungkup yang mudah

di akses harus memberikan tinggkat proteksi sekurang-kurangnya IPXXD

atau IP4X.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3 Penghalang dan selungkup harus terpasang dengan kokoh di tempatnya dan

mempunyai kestabilan dan daya tahan yang memadai untuk

mempertahankan tingkat proteksi yang disyaratkan dan pemisahan yang

memadai dari bagian aktif dalam kondisi pelayanan normal yang dikenal,

dengan memperhitungkan pengaruh eksternal yang relevan.

4 Jika diperlukan untuk melepaskan penghalang atau membuka selungkup

atau melepas bagian selungkup, hal ini hanya mungkin :

a dengan menggunakan kunci atau perkakas menggunakan kunci atau

perkakas, atau

b setelah diskoneksi suplai ke bagian aktif yang diberi proteksi oleh

penghalang atau selengkup tersebut, pemulihan suplai hanya

dimungkinkan setelah penggantian atau penutupan balik penghalang

atau selungkup, atau

c jika ada penghalang antara yang memberikan tingkat proteksi

sekurang-kurangnya IPXXB atau IP2X untuk mencegah sentuh dengan

bagian aktif, maka penghalang antara tersebut hanya dapat dilepas

dengan mengunakan kunci atau perkakas

5 Jika dibelakang penghalang atau di dalam selungkup, perlengkapannya

terpasang dapat menyimpan muatan listrik berbahaya setelah disakelar off

(Kapasitor, dan sebagainya), diperluakan label peringatan. Kapasitor kecil

misalnya yang digunakan untuk pemadaman busur, untuk penundaan

respons relai, dan sebagai. Tidak dianggab berbahaya.

CATATAN Sentuh tidak sengaja tidak dianggap berbahaya jika voltase yang yang dihasilkan dari muatan satik turun di bawah 120 V a.s dalam waktu kurang dari 5 detik setelah dikoneksi dari suplai daya

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79

BAB IX

PENUTUP

Persyaratan teknis prasarana instalasi elektikal rumah sakit ini diharapkan dapat

digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa kontruksi,

pemerintah daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan

pengendalian penyelenggaraan pembangunan prasarana instalasi elektrikal guna

menjamin keselamatan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya elektrikal.

Persyaratan teknis yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian

persyaratan prasarana instalasi elektikal pada rumah sakit oleh masing-masing daerah

disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

Sebagai pedoman/petunjuk kelengkapan dapat digunakan Standar Nasional Indonesia

(SNI) terkait lainnya.

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81

PENYUSUN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Pembina : dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH Pengarah : dr. Supriyantoro, Sp.P,MARS - dr. Zamrud Ewita Aldy, Sp.PK,MM - Sukendar Adam, DIM, M.Kes - Ir. Azizah - Ir. Hanafi. MT - Erwin Burhanuddin. ST - R. Aryo Seto, ST Pelaksana : Elizabeth S. Sampelino, ST, MM - Irvan, ST, MBAT Nara Sumber Wakil-wakil instansi Pemerintah, Asosiasi, Akademisi, Pemeritah Kelompok Kerja Ir. Sukartono Soewarno Persatuan Insinyur Indonesia Ir Bartien Sayogo Yayasan Peraturan Umum Instalasi Listrik Ir. Sukarno Yayasan Peraturan Umum Instalasi Listrik Ir. Taufik Izwan , MT, MM Pusat Sarana Prasarana dan Peralatan

Kesehatan Ir. Sodikin Sodek, M.Kes RSUP Fatmawati Jakarta Tommy I Pangaribuan, ST, MT Dinas P2B Prop.DKI Jakarta Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia Ir. Rachmat Nugroho, MBAT Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan

Surabaya Ir. Daniel Mangindaan Himpunan Ahli Elektro Indonesia Yohanes Kho, Dipl. Ing Konsultan Listrik Ir. Hilman Hamid Konsultan Perencana Ir. Nurfulela, MT Akademisi

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS : SISTEM INSTALASI GAS MEDIK DAN

VAKUM MEDIK

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

DAFTAR ISI

1 Penggunaan 12 Sifat bahaya dari sistem gas dan vakum 13 Sumber 14 Katup 375 Stasiun outlet I inlet 416 Rakitan buatan pabrik 427 Rel gas medik (RGM) yang terpasang pada permukaan 448 Indikator tekanan dan vakum 459 Sistem peringatan 4510 Distribusi 5011 Penamaan dan identifi kasi 6012 Kriteria dan uji kinerja (gas, vakum medik-bedah, dan BSGA) 6313 Pengoperasian dan manajemen 75

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

Persyaratan Teknis Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik Rumah Sakit

1 Penggunaan. 1.1 Ketentuan ini berlaku wajib untuk Rumah sakit yang menggunakan sistem instalasi gas

medik dan vakum medik.

1.2 Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku bagi semua sistem

perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum

medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut.

Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi

gas tersebut.

1.3 Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap

digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak

membahayakan jiwa.

2 Sifat bahaya dari sistem gas dan vakum. Potensi bahaya kebakaran, ledakan dan lainnya yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral

gas medik dan sistem vakum bedah-medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan,

pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan dari sistem ini.

3 Sumber.

3.1 Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan sentral. 3.1.1 Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang dibuat, diuji, dan dipelihara

sesuai spesifikasi dan peraturan atau standar yang berlaku.

3.1.2 Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempelkan pada

silinder dan kontainer yang menyebutkan isi silinder sesuai ketentuan yang berlaku.

3.1.3 Sebelum digunakan isi silinder dan kontainer harus dipastikan.

3.1.4 Label tidak boleh dirusak, diubah, atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh

dimodifikasi.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.1.5 Pintu ruangan yang berisi gas medik selain dari oksigen dan udara medik harus berlabel

sebagai berikut:

AWAS Gas Medik

Dilarang Merokok atau Menyalakan Api Oksigen Dalam Ruangan Mungkin Tidak Cukup

Buka Pintu dan Biarkan Ruangan Terventilasi Sebelum Masuk

3.1.6 Pintu ruangan yang berisi sistem pasokan sentral atau silinder yang hanya berisi oksigen

atau udara medik harus berlabel sebagai berikut:

AWAS Gas Medik

Dilarang Merokok atau Menyalakan Api

3.2 Pengoperasian sistem pasokan sentral. 3.2.1 Dilarang penggunaan adaptor atau fiting konversi untuk menyesuaikan fiting khusus suatu

gas ke fiting gas lainnya.

3.2.2 Silinder dan kontainer harus ditangani sesuai bab 13 secara ketat.

3.2.3 Hanya silinder gas medik dan kontainer yang dapat diisi ulang, serta kelengkapannya

yang boleh disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral.

3.2.4 Dilarang menyimpan bahan mudah menyala, silinder berisi gas mudah menyala atau

kontainer berisi cairan mudah menyala, dalam ruangan bersama silinder gas medik.

3.2.5 Dibolehkan pemasangan rak kayu untuk menyimpan silinder gas medik.

3.2.6 Bila silinder dibungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut harus dibuang sebelum

disimpan.

3.2.7 Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila silinder sedang tidak

digunakan.

3.2.8 Dilarang menggunakan silinder tanpa penandaan yang benar, atau yang tanda dan fiting

untuk gas spesifik tidak sesuai.

3.2.9 Unit penyimpan cairan kriogenik yang dimaksudkan memasok gas ke fasilitas dilarang

digunakan untuk mengisi ulang bejana lain.

3.2.10 Tidak diperkenankan memindahkan oksigen dari satu silinder ke silinder lain.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

3.3. Penempatan sistem pasokan sentral. 3.3.1 Penempatan sistem pasokan sentral harus memenuhi kriteria dalam butir 3.3.1.1 sampai

3.3.1.10.

3.3.1.1 Setiap sistem berikut boleh ditempatkan bersama dalam satu konstruksi pelindung di luar

bangunan (outdoor) :

(1) manifol untuk silinder gas tanpa sumber cadangan. (lihat butir 3.4.9);

(2) manifol untuk silinder gas dengan sumber cadangan;

(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);

(4) sistem cairan kriogenik curah (lihat butir 3.4.11).

3.3.1.2 Setiap sistem berikut ini boleh ditempatkan bersama dalam satu konstruksi pelindung di

dalam bangunan (indoor) :

(1) manifol untuk silinder gas tanpa sumber cadangan. (lihat butir 3.4.9);

(2) manifol untuk gas dengan sumber cadangan;

(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);

(4) cadangan darurat dalam bangunan (lihat butir 3.4.13);

(5) header siaga untuk udara instrumen (lihat butir 3.8.5).

3.3.1.3 Setiap sistem berikut ini boleh ditempatkan bersama dalam satu ruangan :

(1) sumber pasokan sentral kompresor udara medik (lihat butir 3.5.3);

(2) sumber vakum sentral bedah-medik (lihat butir 3.6);

(3) sumber pembuangan sentral sisa gas anestesi (lihat butir 3.7);

(4) sumber udara sentral instrumen (lihat butir 3.8).

3.3.1.4 Setiap sistem dalam butir 3.3.1.3 dilarang ditempatkan dalam satu ruangan yang sama

dengan setiap sistem dalam butir 3.3.1.1 atau 3.3.1.2, kecuali bila header cadangan untuk udara

medik atau udara instrumen memenuhi butir 3.4.13

3.3.1.5 Lokasi sistem pasokan sentral harus dipilih untuk memudahkan akses kendaraan

pengantar dan pengelolaan silinder (sebagai contoh: kedekatan dengan landasan bongkar-muat,

akses ke lif, pengangkutan silinder melalui daerah umum).

3.3.1.6 Lokasi dalam bangunan untuk gas oksigen, nitrous oksida, dan campuran dari gas-gas ini

tidak boleh berhubungan dengan yang berikut ini :

(1) daerah yang berhubungan dengan pelayanan pasien kritis; (2) lokasi pelaksanaan anestesi; (3) lokasi penyimpanan bahan mudah menyala; (4) ruang yang berisi kontak listrik terbuka atau trafo; (5) tangki penyimpan cairan mudah terbakar atau mudah menyala; (6) mesin; (7) dapur; (8) daerah dengan nyala api terbuka.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.3.1.7 Silinder yang sedang digunakan dan yang tersimpan harus dicegah agar tidak mencapai

temperatur melampui 54oC (130oF).

3.3.1.8 Sistem pasokan sentral untuk nitrous oksida dan karbon dioksida harus dicegah agar

tidak mencapai temperatur yang lebih rendah dari rekomendasi pabrik pembuat sistem pasokan

sentral, tetapi sama sekali tidak boleh lebih rendah dari –7oC (20oF) atau lebih tinggi dari 54 oC

(130oF).

3.3.1.9 Sistem pasokan sentral untuk oksigen dengan kapasitas terpasang dan tersimpan

seluruhnya 566 kiloliter (20 000 ft3) atau lebih, pada temperatur dan tekanan standar, harus

memenuhi ketentuan yang berlaku.

3.3.1.10 Sistem pasokan sentral untuk nitrous oksida dengan kapasitas terpasang dan tersimpan

seluruhnya 1451 kg (3200 lb) atau lebih pada temperatur dan tekanan standar harus memenuhi

ketentuan yang berlaku.

3.3.2 Perancangan dan pemasangan. Lokasi sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi persyaratan

berikut:

(1) Dipasang dengan akses yang mudah untuk memindahkan silinder, peralatan, dan

sebagainya, keluar dan masuk lokasi.

(2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat dikunci atau diamankan

dengan cara lain.

(3) Jika di luar bangunan, ruangan harus dilindungi dengan dinding atau pagar dari bahan

yang tidak mudah terbakar.

(4) Jika di dalam bangunan, harus dibangun dan menggunakan bahan interior yang tidak

mudah terbakar atau sulit terbakar sehingga semua dinding, lantai, langit-langit, dan

pintu sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.

(5) Jika peralatan listrik ditempatkan pada atau lebih tinggi dari 150 cm (5 ft) di atas lantai

untuk menghindari kerusakan fisik, harus memenuhi ketentuan atau standar yang

berlaku.

(6) Jika diperlukan pemanasan, harus dipanaskan dengan cara tidak langsung, (misalnya

dengan uap air atau air panas).

(7) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk mengamankan masing-

masing silinder, baik yang terhubung maupun yang tidak terhubung, penuh atau

kosong, agar tidak roboh.

(8) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem kelistrikan esensial.

(9) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari bahan tidak mudah

terbakar atau bahan sulit terbakar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

3.3.3 Ventilasi

3.3.3.1 Ventilasi di lokasi manifol Lokasi yang berisi sistem pasokan sentral atau yang digunakan untuk menyimpan kontainer gas

medik, harus diberi ventilasi untuk mencegah akumulasi gas medik akibat kebocoran dan

pengoperasian alat keselamatan tekanan lebih dari silinder atau pipa manifol sesuai butir 3.3.3.1

(a) sampai 3.3.3.1 (g).

(a) Sistem pasokan sentral dalam bangunan harus mempunyai katup relief tekanan

(pressure release valve) yang melepaskan tekanan menurut butir 3.4.5.1 (5) hingga

(9).

(b) Bila volume total dari gas medik yang terhubung dan tersimpan lebih besar dari 85

kiloliter (3000 ft3), pada tekanan dan temperatur standar, lokasi pasokan sentral dalam

bangunan harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik khusus yang menyedot

udara pada ketinggian 300 mm (1 ft) dari lantai finis dan bekerja secara terus menerus.

(c) Sumber daya listrik untuk fan ventilasi mekanik harus memenuhi persyaratan sistem

kelistrikan esensial.

(d) Ventilasi alami dapat digunakan bila volume total dari gas medik yang tersambung dan

tersimpan lebih kecil dari 85 kiloliter (3000 ft3), pada tekanan dan temperatur standar,

atau gas bertekanan dalam ruang hanya udara medik.

(e) Bila ventilasi alami diperbolehkan, ventilasi tersebut harus terdiri dari dua bukaan

dengan kisi-kisi (louver), masing-masing mempunyai luas bebas minimum 465 cm2 (72

in2), satu ditempatkan dalam jarak 300 mm (1 ft) dari lantai finis dan yang lainnya lagi

dalam jarak 300 mm (1 ft) dari langit-langit.

(f) Bukaan dengan kisi-kisi untuk ventilasi alami tidak boleh diletakkan pada koridor akses

menuju eksit.

(g) Ventilasi mekanik harus disediakan jika persyaratan butir 3.3.3.1.(f) tidak dapat

dipenuhi.

3.3.3.2 Ventilasi untuk peralatan yang digerakkan motor Lokasi sumber berikut harus diventilasikan dengan cukup untuk mencegah akumulasi panas:

(1) sumber udara medik (lihat butir 3.5);

(2) sumber vakum bedah-medik (lihat butir 3.6);

(3) sumber pembuangan limbah gas anestesi (lihat butir 3.7.1);

(4) sumber udara instrumen.

3.3.3.3 Ventilasi untuk lokasi di luar bangunan Lokasi di luar bangunan yang dikelilingi oleh dinding yang tidak permanen harus mempunyai

bukaan ventilasi terlindung yang ditempatkan pada dasar tiap dinding untuk memungkinkan

sirkulasi udara secara bebas.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.3.4 Penyimpanan 3.3.4.1 Silinder gas medik penuh atau kosong yang tidak tersambung dengan sistem distribusi

harus disimpan di tempat yang memenuhi butir 3.3.2 sampai 3.3.3 dan boleh berada dalam

ruangan bersama dengan sistem pasokan sentralnya.

3.4 Sistem pasokan sentral. Sistem pasokan sentral boleh terdiri dari :

(1) manifol silinder untuk silinder gas sesuai butir 3.4.9;

(2) manifol untuk silinder cairan kriogenik sesuai butir 3.4.10;

(3) sistem cairan kriogenik curah sesuai butir 3.4.11;

(4) sistem kompresor udara medik sesuai butir 3.5;

(5) pembangkit vakum bedah-medik sesuai butir 3.6;

(6) penghisap limbah gas anestesi sesuai butir 3.7;

(7) sistem kompresor udara instrumen sesuai butir 3.8;

3.4.1 Sistem pasokan sentral dibolehkan dipasang sesuai petunjuk suplier yang memahami

pemasangan dan penggunaannya yang tepat.

3.4.2* Sistem pasokan sentral untuk oksigen, udara medik, nitrous oksida, karbon dioksida,

nitrogen dan semua gas medik lainnya tidak boleh disalurkan ke, atau digunakan untuk keperluan

apapun, selain untuk pelayanan pasien.

3.4.3 Bahan yang digunakan pada sistem pasokan sentral harus memenuhi persyaratan

berikut:

(1) slang penghubung pada bagian sistem yang dimaksudkan untuk menangani oksigen

pada tekanan relatif lebih besar dari 2070 kPa (300 psig), tidak boleh mengandung

bahan polimer;

(2) pada bagian sistem yang dimaksudkan untuk menangani oksigen atau nitrous oksida

pada tekanan relatif kurang dari 2070 kPa (300 psig), bahan konstruksi harus cocok

dengan oksigen pada tekanan dan temperatur terhadap mana komponen-komponen

tersebut terekspos dalam pewadahan dan penggunaan oksigen, nitrous oksida,

campuran gas-gas tersebut, atau campuran gas yang mengandung oksigen lebih dari

23,5 persen;

(3) bahan yang berpotensi terekspos temperatur kriogenik, harus dirancang untuk

pemakaian pada temperatur rendah;

(4) bahan yang dimaksudkan untuk pemakaian di luar bangunan, harus dipasang menurut

persyaratan pabrik pembuat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

3.4.4 Regulator tekanan pada saluran akhir 3.4.4.1 Semua sistem pasokan sentral bertekanan positip harus dilengkapi dengan regulator

tekanan saluran akhir jenis ganda (dupleks), yang dipasang paralel dengan katup isolasi/penutup

sebelum regulator tekanan, untuk memungkinkan perbaikan pada salah satu regulator tekanan

tanpa mengganggu pasokan. (gambar 3.4.4.1)

Gambar 3.4.4.1 Tipikal Regulator tekanan pada saluran akhir.

3.4.4.2 Alat indikator tekanan harus ditempatkan di bagian hilir setiap regulator tekanan.

3.4.5 Katup relief tekanan 3.4.5.1 Semua sistem pasokan sentral bertekanan positip harus dilengkapi dengan sekurang-

kurangnya satu katup relief tekanan yang memenuhi persyaratan berikut :

(1) dibuat dari bahan kuningan, perunggu, atau baja tahan karat;

(2) dirancang untuk pelayanan gas;

(3) ditempatkan antara katup outlet regulator saluran akhir dan katup sumber;

(4) di set pada 50 % di atas tekanan operasional normal sistem (lihat tabel 2); (hal.70)

(5) disalurkan ke bagian luar bangunan gedung, kecuali katup relief tekanan untuk sistem

udara tekan yang kurang dari 85 kiloliter ( 3000 ft3), pada tekanan dan temperatur

standar, boleh dilepas setempat;

(6) bila disalurkan ke luar, disambung ke pipa pelepasan berukuran sekurang-kurangnya

sama dengan outlet katup relief tekanan;

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(7) bila banyak katup relief tekanan disalurkan ke dalam pipa ven bersama, pipa tersebut

harus mempunyai luas penampang “dalam” sama atau lebih besar dari jumlah luas

penampang “dalam” dari semua katup relief tekanan yang dilayani;

(8) bila disalurkan ke luar bangunan, dilepas ke daerah yang jauh dari bahan mudah

menyala dan bukan ke tempat mungkin membahayakan orang lewat;

(9) bila disalurkan ke luar bangunan, diarahkan ke bawah dan ujungnya dipasang saringan

untuk mencegah masuknya air atau binatang kecil yang mengganggu.

3.4.5.2 Bila dibuang keluar bangunan, bahan untuk pipa ven katup relief tekanan harus mengikuti

butir 10.1.

3.4.6 Tekanan berbeda Bila sistem pasokan sentral tunggal memasok dua jaringan pipa distribusi yang bekerja pada

tekanan yang berbeda, maka setiap jaringan pipa distribusi harus dilengkapi dengan semua

elemen dalam butir 3.4.

3.4.7 Sinyal lokal 3.4.7.1 Sistem berikut harus mempunyai sinyal lokal pada peralatan sumbernya :

(1) untuk silinder gas tanpa pasokan cadangan (lihat butir 3.4.9);

(2) manifol untuk silinder gas dengan pasokan cadangan;

(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);

(4) sistem cairan kriogenik curah (lihat butir 3.4.11);

(5) cadangan darurat dalam bangunan (lihat butir 3.4.13);

(6) header udara instrumen (lihat butir 3.4.8);

3.4.7.2 Sinyal lokal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) memberikan hanya indikasi visual;

(2) diberi label agar perawatan dan pengkondisian termonitor;

(3) jika dimaksud untuk pemasangan di luar bangunan gedung, dipasang sesuai

persyaratan pabrik pembuat.

3.4.8 Header Setiap header yang dipasang pada sistem pasokan sentral menggunakan silinder yang berisi gas

atau cairan, harus mencakup:

(1) jumlah sambungan silinder yang dibutuhkan header;

(2) satu slang penghubung (cylinder lead) untuk setiap silinder sesuai butir 3.4.3. dan

dilengkapi dengan fiting ujung yang dipasang permanen mengikuti ketentuan yang

berlaku;

(3) suatu filter dari bahan sesuai butir 3.4.3 untuk mencegah masuknya kotoran ke dalam

pengendali manifol;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

(4) katup penutup header yang dipasang di bagian hilir dari sambungan silinder terdekat,

tetapi dipasang di bagian hulu titik sambungan header ke sistem pasokan sentral;

(5) suatu indikator tekanan header;

(6) katup penahan balik untuk mencegah aliran balik ke dalam header dan untuk

memungkinkan pemeliharaan header;

(7) katup penahan balik pada setiap sambungan slang penghubung silinder dalam butir

3.4.8.(2), dimaksudkan untuk pemeliharaan silinder gas, untuk mencegah kehilangan

gas jika terjadi kerusakan pada slang penghubung silinder atau bekerjanya satu katup

relief tekanan;

(8) regulator tekanan, dimaksudkan untuk mengurangi tekanan silinder ke tekanan relatif

di bawah 2070 Kpa (300 Psi);

(9) katup relief tekanan dimaksudkan untuk pelayanan silinder cairan kriogenik.

.

Gambar 3.4.8(a) Header untuk Silinder Gas.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 3.4.8(b) Header untuk Gas Kriogenik dalam Kontainer.

3.4.9 Manifol untuk silinder gas tanpa pasokan cadangan

3.4.9.1 Manifol dalam katagori ini harus ditempatkan sesuai butir 3.3.1 dan ketentuan berikut :

(1) jika ditempatkan di luar bangunan, harus dipasang dalam konstruksi pelindung dan

ditempatkan mengikuti ketentuan yang berlaku;

(2) jika ditempatkan di dalam bangunan, harus dipasang di dalam ruangan khusus; 3.4.9.2 Tempat manifol dalam katagori ini harus sesuai butir 3.3.2

3.4.9.3 Tempat manifol dalam katagori ini harus diberi ventilasi sesuai butir 3.3.3

3.4.9.4 Manifol dalam katagori ini harus terdiri dari:

(1) Dua header yang sama sesuai butir 3.4.8, masing-masing dilengkapi dengan

sambungan silinder gas dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rata-rata harian

tetapi tidak kurang dari dua, dan dengan header disambungkan ke regulator tekanan

pipa akhir sedemikian hingga salah satu header dapat memasok sistem.

(2) Sebuah Katup relief tekanan “antara” disambungkan ke luar sesuai butir 3.4.5.1 (5)

sampai (9), yang melindungi pemipaan antara regulator tekanan header dan regulator

tekanan pipa, dan melindungi regulator tekanan pipa dari tekanan berlebihan bila

terjadi kegagalan regulator tekanan header.

3.4.9.5 Manifol dalam katagori ini harus mencakup sarana otomatik pertukaran dua header untuk

menyempurnakan pengoperasian normal sebagai berikut :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

(1) satu header sebagai header primer, dan lainnya sebagai header sekunder, dan

keduanya dapat bertukar peran;

(2) bila header primer sedang memasok sistem, header sekunder dicegah memasok

sistem;

(3) bila header primer menipis, header sekunder harus otomatik mulai memasok sistem.

3.4.9.6 Manifol dalam katagori ini harus membangkitkan sinyal lokal dan harus mengaktifkan

suatu indikator pada semua panel utama alarm, sebelum header sekunder mulai memasok sistem,

yang menunjukkan peralihan telah atau akan terjadi.

3.4.9.7 Jika manifol ditempatkan di luar bangunan, maka harus dipasang mengikuti persyaratan

pabrik pembuatnya.

Gambar 3.4.9 - Manifol Untuk Silinder-Silinder Gas.

3.4.10. Manifol untuk silinder cairan kriogenik 3.4.10.1 Manifol dalam katagori ini harus ditempatkan sesuai dengan butir 3.3.1 dan ketentuan

berikut :

(1) jika ditempatkan di luar bangunan, harus dipasang dalam konstruksi pelindung dan

ditempatkan mengikuti ketentuan yang berlaku;

(2) jika ditempatkan di dalam bangunan, harus dipasang di dalam ruangan khusus.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.4.10.2 Header primer dan sekunder dalam katagori ini harus ditempatkan dalam konstruksi

pelindung yang sama.

3.4.10.3 Header cadangan ditempatkan dalam konstruksi pelindung yang sama seperti header

primer dan sekunder atau dalam konstruksi pelindung lain mengikuti butir 3.4.10.1.

Gambar 3.4.10 Sumber Pasokan Tipikal untuk Kontainer Kriogenik Cair-gas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

3.4.10.4 Manifol dalam katagori ini harus terdiri dari:

(1) Dua header yang sama sesuai butir 3.4.8, masing-masing dilengkapi dengan

sambungan silinder gas dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rata-rata harian

tetapi tidak kurang dari dua, dan dengan header disambungkan ke regulator tekanan

pipa akhir sedemikian hingga salah satu header dapat memasok sistem.

(2) Suatu header cadangan, tersebut di butir 3.4.8 mempunyai cukup sambungan silinder

gas untuk kebutuhan rata-rata harian tetapi tidak kurang dari tiga sambungan,

dihubungkan di bagian hilir header primer/sekunder dan di bagian hulu dari regulator

tekanan pipa akhir.

(3) Katup pelepas tekanan dipasang di bagian hilir dari sambungan header cadangan dan

di bagian hulu regulator tekanan pipa akhir dan tekanannya di set pada 50 % di atas

tekanan masukan maksimum yang diperkirakan.

3.4.10.5 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi sarana otomatik pengendalian tiga header

agar dalam operasi normal dapat dicapai hal berikut:

(1) Satu header untuk cairan kriogenik, header primer dan lainnya sebagai header

sekunder, dan keduanya dapat saling tukar fungsinya.

(2) Bila header primer sedang memasok sistem, header sekunder dicegah memasok

sistem.

(3) Bila header primer menipis, header sekunder harus otomatik mulai memasok sistem .

3.4.10.6 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi dengan sarana untuk konservasi gas yang

dihasilkan dari penguapan cairan kriogenik dalam header sekunder. Mekanisme ini harus melepas

gas tersebut ke dalam sistem di bagian hulu regulator tekanan pipa akhir.

3.4.10.7 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi pula dengan sarana manual dan otomatik

untuk memfungsikan satu header sebagai header primer dan lainnya sebagai header sekunder.

3.4.10.8 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi dengan sarana otomatik untuk mengaktifkan

header cadangan bila header primer dan sekunder tidak berfungsi memasok sistem oleh sebab

apapun.

3.4.10.9 Manifol dalam katagori ini harus membangkitkan sinyal lokal dan harus mengaktifkan

suatu indikator pada semua alarm dengan persyaratan berikut :

(1) bila pada titik set tertentu, sebelum header sekunder mulai memasok sistem, yang

menunjukkan peralihan fungsi.

(2) bila pada titik set tertentu, sebelum header cadangan mulai memasok sistem, yang

menunjukkan cadangan sedang berfungsi.

(3) bila pada titik set tertentu, sebelum isi header cadangan tinggal untuk kebutuhan rata-

rata satu hari, yang menunjukkan cadangan rendah.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.4.11 Sistem cairan kriogenik curah.

Gambar 3.4.11 Sumber Pasokan Tipikal untuk Cairan Kriogenik dalam Bentuk Curah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

3.4.11.1 Sistem cairan kriogenik curah harus ditempatkan diluar bangunan dengan ketentuan

sebagai berikut :

(1) dalam suatu konstruksi pelindung yang ditempatkan memenuhi persyaratan jarak

minimum yang berlaku;

(2) dalam konstruksi pelindung yang dibuat tersebut di butir 3.3.2 (1) sampai (3) dan (5),

(8) dan (9);

(3) dalam konstruksi pelindung diberi ventilasi tersebut di butir 3.3.3.3;

(4) mengikuti ketentuan yang berlaku.

3.4.11.2 Sistem cairan kriogenik curah harus ditempatkan sesuai butir 3.4.11.2 (a) sampai (f).

(a) sistem pasokan harus diangker dengan kuat pada plat beton, yang sesuai dengan

beratnya, beban permukaan, dan persyaratan gempa setempat;

(b) lokasi harus tertutup rapat tersebut pada butir 3.3.2. (3) dengan pelat beton mengisi

seluruh lantai ruangan diantara dinding pembatas;

(c) lokasi yang dimaksudkan untuk kendaraan pengantar (landasan kendaraan) harus

sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

(d) lokasi yang dimaksudkan untuk penyambungan dengan kendaraan pengiriman harus

di beton;

(e) drainase landasan peralatan dan landasan kendaraan harus jauh dari bangunan,

kendaraan yang di parkir atau sumber berpotensi menyala lain;

(f) drainase tidak boleh ditempatkan di dalam batas landasan atau lebih dekat dari 2,45 m

(8 ft) terhadap tepi landasan.

3.4.11.3 Sumber cairan kriogenik curah harus terdiri dari:

(1) satu atau lebih bejana pasokan utama, yang kapasitasnya harus ditentukan setelah

mempertimbangkan jadwal pengiriman, kedekatan fasilitas dari sumber pasokan

pengganti, dan rencana penanggulangan keadaan darurat;

(2) pengukur isi pada setiap bejana utama;

(3) pasokan cadangan yang ditentukan ukurannya lebih besar dari rata-rata pemakaian

harian, dengan ukuran yang tepat dari bejana atau jumlah ditentukan setelah

mempertimbangkan jadwal pengiriman, kedekatan fasilitas dari sumber pasokan

pengganti, dan rencana penanggulangan keadaan darurat untuk fasilitas tersebut.

3.4.11.4 Sumber cairan kriogenik curah harus termasuk suatu pasokan cadangan meliputi salah

satu atau keduanya sebagai berikut :

(1) bejana cairan kriogenik kedua, termasuk sakelar penggerak/sensor yang memonitor

tekanan internal, pengukur isi, dan katup penahan balik untuk mencegah aliran balik ke

dalam sisitem cadangan;

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) sebuah header silinder sesuai butir 3.4.8 yang mempunyai sambungan silinder gas

yang cukup untuk pasokan rata-rata harian tetapi tidak kurang dari tiga dan termasuk

sakelar tekanan isi.

3.4.11.5 Sumber cairan kriogenik curah harus beroperasi untuk terlaksananya fungsi-fungsi berikut

:

(1) apabila pasokan utama sedang memasok sistem, pasokan cadangan harus dicegah

agar tidak memasok sistem sampai pasokan utama gagal atau habis, pada saat itu

pasokan cadangan harus secara otomatik mulai memasok sistem;

(2) apabila terdapat lebih dari satu bejana pasokan utama, sistem harus beroperasi seperti

diuraikan dalam butir 3.4.10 untuk operasi primer, sekunder atau cadangan;

(3) dua bejana kriogenik atau lebih boleh bergantian fungsi primer, sekunder, dan

cadangan, dengan ketentuan urutan operasi (primer – sekunder – cadangan) seperti

dipersyaratan dalam butir 3.4.10.4 dan dipertahankan setiap waktu;

(4) dalam hal bejana kriogenik digunakan sebagai cadangan, bejana cadangan tersebut

harus dilengkapi sarana konservasi gas yang dihasilkan oleh penguapan cairan

kriogenik dalam bejana cadangan dan untuk melepas gas ke dalam pipa di bagian hulu

dari regulator tekanan pipa akhir seperti dipersyaratan dalam butir 3.4.10.6.

3.4.11.6 Sistem curah harus membangkitkan sinyal lokal dan alarm pada alarm utama yang

dipersyaratakan dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) bila atau pada titik set tertentu sebelum pasokan utama mencapai pasokan rata-rata

harian, yang menunjukkan isi sedikit;

(2) bila atau pada titik set tertentu sebelum pasokan cadangan mulai memasok sistem,

menunjukkan cadangan sedang digunakan;

(3) bila atau pada titik set tertentu sebelum isi pasokan cadangan turun sampai pasokan

rata-rata sehari, menunjukkan isi cadangan sedikit;

(4) bila cadangan adalah bejana kriogenik, bila atau pada titik set tertentu sebelum

tekanan internal cadangan menurun terlalu rendah untuk pengoperasian yang tepat,

yang menunjukkan kegagalan cadangan;

(5) bila terdapat lebih dari satu bejana pasokan utama, bila atau pada titik set tertentu

sebelum bejana sekunder mulai memasok sistem, menunjukkan pergantian.

3.4.12* Sambungan Pasokan Oksigen Darurat ( SPOD) POD harus dipasang untuk memungkinkan penyambungan ke sumber sementara pasokan untuk

keadaan darurat atau pemeliharaan dengan kondisi sebagai berikut:

(1) apabila sistem pasokan sentral cairan kriogenik curah diluar dan jauh dari bangunan

yang dilayani pasokan oksigen;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

(2) apabila tidak ada dalam bangunan suatu cadangan oksigen yang tersambung cukup

untuk memasok rata-rata harian (lihat butir 3.4.13 untuk cadangan seperti itu);

(3) apabila bangunan mandiri dilayani dari sumber oksigen tunggal sedemikian sehingga

kerusakan pada pipa interkoneksi oksigen dapat menyebabkan hilangnya pasokan

oksigen pada satu atau lebih bangunan. Dalam situasi ini setiap bangunan harus

dilengkapi dengan suatu sambungan darurat terpisah.

Gambar 3.4.12(a) : Jaringan Pasokan Oksigen Darurat

3.4.12.1 SPOD harus ditempatkan sebagai berikut :

(1) pada bagian luar bangunan yang dilayani di lokasi yang dapat dijangkau oleh

kendaraan pasokan darurat pada setiap waktu dan kondisi cuaca;

(2) disambungkan ke pasokan utama langsung di bagian hilir dari katup penutup utama.

3.4.12.2 Sambungan Pasokan Oksigen Darurat (SPOD) harus terdiri dari:

(1) proteksi fisik untuk mencegah pengrusakan dari orang yang tidak berwenang;

(2) lubang inlet betina DN (NPS) untuk penyambungan sumber oksigen darurat yang

kapasitasnya 100 % dari kebutuhan sistem pada tekanan gas sumber darurat;

(3) katup penutup manual untuk mengisolasi SPODjika tidak digunakan;

(4) dua katup penahan balik, satu di bagian hilir dari SPOD dan satu di bagian hilir dari

katup penutup jalur utama, dan keduanya di bagian hulu dari sambungan T untuk

kedua pipa;

(5) sebuah katup relief tekanan yang ukurannya ditentukan untuk memproteksi sistem

pemipaan dan peralatannya di bagian hilir, terhadap tekanan melebihi 50% di atas

tekanan normal pipa;

(6) setiap katup yang dibutuhkan untuk memungkinkan penyambungan dari suplai

pasokan darurat oksigen dan pengisolasian pemipaan ke sumber normal suplai

pasokan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.4.13 Cadangan darurat dalam bangunan 3.4.13.1 Cadangan darurat dalam bangunan tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk

cadangan gas curah yang dipersyaratkan dalam butir 3.4.11.4.

3.4.13.2 Jika suatu cadangan disediakan di dalam bangunan sebagai pengganti SSOD SPOD,

cadangan ini harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :

(1) di dalam suatu ruangan atau konstruksi pelindung yang dibuat sesuai butir 3.3.2;

(2) di dalam suatu ruangan atau konstruksi pelindung yang diberi ventilasi sesuai butir

3.3.3

3.4.13.3 Cadangan darurat di dalam bangunan harus terdiri dari salah satu sebagai berikut :

(1) header silinder gas sesuai butir 3.4.8 dengan sambungan silinder yang cukup untuk

menyediakan sekurang-kurangnya pasokan rata-rata harian;

(2) suatu manifol untuk silinder gas memenuhi butir 3.4.9.

3.4.13.4 Cadangan darurat dalam bangunan harus dilengkapi katup penahan balik pada jalur

utama yang ditempatkan pada sisi sistem distribusi dari katup jalur utama sumber yang biasa,

untuk mencegah aliran gas cadangan darurat dari sumber yang biasa.

3.4.13.5 Cadangan darurat dalam bangunan harus membangkitkan sinyal lokal dan alarm pada

semua alarm utama bila atau sesaat sebelum mulai melayani sistem.

3.5 Sistem pasokan udara medik.

3.5.1 Kualitas udara medik Udara medik harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

(1) Dipasok dari silinder, kontainer curah, sumber kompresor udara medik, atau diperoleh

dari rekonstitusi oksigen dan nitrogen kering, bebas minyak;

(2) memenuhi persyaratan udara medik ;

(3) kadar hidrokarbon cair tidak terdeteksi;

(4) kadar gas hidrokarbon kurang dari 25 ppm;

(5) kadar partikulat permanen, yang berukuran 1 mikron atau lebih, sama atau kurang dari

5 mg/m3

3.5.2 Sumber udara medik harus dihubungkan hanya ke sistem distribusi udara medik, dan

harus digunakan hanya untuk respirasi pasien, dan kalibrasi dari alat medik untuk respirator.

3.5.3 Sumber kompresor udara medik 3.5.3.1 Sistem kompresor udara medik harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :

(1) Di dalam bangunan, dalam daerah khusus peralatan mekanikal, berventilasi cukup,

dan dilengkapi dengan utilitas yang dibutuhkan (contoh, listrik, drainase, pencahayaan,

dan lain-lain).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(2) Dalam ruangan yang dibangun sesuai butir 3.3.2.

(3) Dalam ruangan yang diberi ventilasi sesuai butir 3.3.3.2.

(4) Untuk peralatan yang didinginkan dengan udara, dalam ruangan yang dirancang untuk

mempertahankan rentang temperatur ambien seperti yang direkomendasikan oleh

pabrik pembuat.

3.5.3.2 Sistem kompresor udara medik harus terdiri dari:

(1) komponen yang mengikuti butir 3.5.4 sampai 3.5.10, dirangkai sesuai butir 3.5.11;

(2) sarana otomatik untuk mencegah aliran balik dari semua kompresor yang bekerja

terhadap semua kompresor yang berhenti;

(3) katup penutup manual untuk mengisolasi setiap kompresor dari sistem pemipaan

sentral dan dari kompresor lain untuk pemeliharaan atau perbaikan tanpa kehilangan

tekanan dalam sistem;

(4) lubang masuk filter tipe kering;

(5) katup relief tekanan yang di set pada 50 % di atas tekanan pipa.

3.5.3.3 Sistem kompresor udara medik harus mencegah kondensasi uap air dalam sistem

distribusi dengan memasang peralatan pengering udara.

3.5.4 Kompresor udara medik 3.5.4.1* Kompresor udara medik harus dirancang untuk mencegah masuknya pencemar atau

cairan ke dalam pipa dengan salah satu dari metoda berikut :

(1) menghilangkan minyak di mana saja dalam kompresor; direkomendasikan

menggunakan kompresor bebas minyak (oil free atau oil less).

(2) memisahkan bagian yang mengandung minyak dari rongga kompresi dengan

sekurang-kurangnya dua penyekat yang membentuk suatu daerah terbuka ke atmosfir

yang memungkinkan:

(a) pemeriksaan visual langsung dan tidak terhalangi terhadap poros interkoneksi

melalui lubang ven dan pemeriksaan tidak lebih kecil dari 1,5 diameter poros;

(b) Konfirmasi berfungsinya sekat dengan benar oleh petugas, dengan pemeriksaan

visual langsung melalui bukaan di atas poros, tanpa membongkar kompresor.

3.5.4.2 Untuk kompresor dengan cincin cairan, kualitas air dan sekat air harus yang

direkomendasikan oleh pabrik pembuat kompresor.

3.5.4.3 Kompresor dibuat dari bahan mengandung feros dan/atau non-feros.

3.5.4.4 Dudukan anti getaran harus dipasang pada kompresor yang diperlukan oleh dinamika

kompresor atau lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat.

3.5.4.5 Sambungan fleksibel harus dipasang pada intake dan outlet kompresor ke sistem

pemipaan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 3.5 - Elemen Tipikal Sistem Sumber Udara Medik Duplek dengan Kompresor.

3.5.5 Alat pendingin akhir Alat pendingin akhir apabila diperlukan, harus dilengkapi perangkap kondensat (condensate traps)

individual. Penampung (receiver) tidak boleh digunakan sebagai alat pendingin akhir (aftercooler)

atau perangkap alat pendingin akhir (aftercooler trap).

3.5.5.1 Alat pendingin akhir dibuat dari bahan feros (mengandung Fe) dan / atau non-feros.

3.5.5.2 Dudukan anti getaran harus dipasang pada alat pendingin akhir yang diperlukan oleh

dinamika atau lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya.

3.5.11.6

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

3.5.6 Penampung (receiver) udara medik Penampung udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :

(1) Dibuat dari bahan tahan korosi atau dibuat tahan korosi.

(2) Memenuhi ketentuan yang berlaku tentang bejana bertekanan.

(3) Dilengkapi dengan katup relief tekanan, pengering otomatik (otomatik drain), pengering

manual (manual drain), manhole, dan penunjuk tekanan.

(4) Kapasitasnya cukup untuk mencegah kompresor dari siklus pendek.

3.5.7 Pengering udara medik Pengering udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :

(1) Dirancang untuk menyediakan udara pada titik embun maksimum di bawah titik beku

00C (32 0F) pada setiap tingkat kebutuhan.

(2) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi

perancangan.

(3) Dibuat dari bahan feros (Mengandung Fe) dan/atau non-feros.

(4) Dipasang dengan dudukan anti getaran sesuai yang diperlukan oleh dinamika atau

lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya.

3.5.8 Filter udara medik Filter udara medik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Cocok untuk kondisi udara masuk.

(2) Ditempatkan di bagian hulu dari regulator tekanan pipa ujung.

(3) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi

perancangan, dan dengan efisiensi minimum 98% pada 1 mikron atau lebih besar.

(4) Dilengkapi dengan indikator visual yang terus menerus menunjukkan status umur

elemen filter.

(5) Dibuat dari bahan feros dan/ atau non-feros.

3.5.8.1 Kompresor yang mengikuti butir 3.5.4.1 (2) harus dilengkapi dengan:

(1) Filter coalescing dengan indikator pengganti elemen.

(2) Penyerap dari arang dengan indikator kolorimetrik untuk hidrokarbon.

3.5.9 Regulator tekanan udara medik Regulator tekanan udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :

(1) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi

perancangan.

(2) Dibuat dari bahan feros dan / atau non-feros.

(3) Dilengkapi indikator tekanan yang menunjukkan tekanan keluar.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.5.10 Alarm lokal udara medik Suatu alarm lokal mengikuti butir 9.4 harus disediakan untuk sumber kompresor udara medik.

3.5.11 Susunan pemipaan dan redundansi 3.5.11.1 Penyusunan komponen harus sebagai berikut :

(1) Komponen harus disusun untuk memungkinkan pelayanan dan pasokan udara medik

yang terus menerus jika terjadi kegagalan akibat satu kesalahan.

(2) Susunan komponen boleh berubah sesuai kebutuhan teknologi yang digunakan,

dengan ketentuan tingkat redundansi pengoperasian dan kualitas udara medik tetap

dipertahankan.

Gambar.3.5.11.6 Alternatif Pemasangan Deretan Katup untuk Pengontrolan Saluran dalam Udara

Medik.

3.5.11.2 Kompresor udara medik harus berkapasitas cukup untuk melayani kebutuhan puncak

yang dihitung dengan satu kompresor terbesar tidak bekerja. Dalam keadaan apapun jumlah

kompresor tidak boleh kurang dari dua.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

3.5.11.3 Bila dilengkapi alat pendingin akhir, kapasitasnya harus cukup untuk melayani

kebutuhan puncak yang dihitung dengan sebuah alat pendingin akhir terbesar tidak bekerja dan

dilengkapi katup yang memadai untuk memindahkan sistem tanpa menutup pasokan udara tekan

medik.

3.5.11.4 Penampung udara medik harus dilengkapi dengan bypass tiga katup untuk

memungkinkan pemeliharaan penampung tanpa mematikan sistem udara medik.

3.5.11.5 Pengering, filter dan regulator sekurang-kurangnya dibuat ganda dengan setiap

komponen berkapasitas untuk melayani kebutuhan puncak yang dihitung dengan salah satu

komponen terbesar tidak bekerja.

3.5.11.6 Pengering, filter dan regulator harus dilengkapi dengan katup manual di bagian hulu,

dan dengan katup manual atau katup penahan balik di bagian hilir untuk memudahkan

pemeliharaan komponen tanpa menghentikan sistem dengan salah satu cara berikut :

(1) dipasang untuk setiap komponen di bagian hulu dan hilir dari setiap komponen untuk

memudahkan setiap komponen diisolasi secara individual, atau,

(2) dipasang di bagian hulu dan hilir dari komponen yang dipasang seri sehingga

membuat redundansi cabang paralel dari komponen.

3.5.11.7 Katup dengan lubang penuh, tiga arah, berindeks aliran, boleh dipakai untuk

mengisolasi satu cabang atau komponen untuk tujuan 3.5.11.6.

3.5.11.8 Dalam pengoperasian normal hanya satu alat pendingin akhir harus dibuka untuk

mengalirkan udara dengan menutup katup alat pendingin akhir lainnya.

3.5.11.9 Dalam pengoperasian normal hanya satu urutan alat pengering-filter-regulator dibuka

untuk mengalirkan udara dengan katup urutan lainnya tertutup.

3.5.11.10 Jika katup relief tekanan dipersyaratkan pada butir 3.5.3.2 (5) dan 3.5.6.(3) dapat

diisolasi dari sistem dengan susunan katup yang digunakan untuk memenuhi butuir 3.5.11.6, maka

katup relief tekanan redundansi harus dipasang dalam urutan paralel.

3.5.11.11 Lubang sampel untuk mengambil contoh dengan katup DN 8 (NPS ¼) harus dipasang di

bagian hilir dari regulator tekanan pipa ujung, monitor titik embun dan monitor karbon monoksida

dan di bagian hulu dari katup penutup sumber untuk memudahkan mengambil sampel udara

medik.

3.5.11.12 Sistem sumber udara medik harus disediakan dengan sebuah katup sumber sesuai butir

4.4.

3.5.11.13 Apabila diperlukan sistem pemipaan udara medik pada beberapa tekanan kerja yang

berbeda, pemipaan harus terpisah setelah filter, tetapi harus dilengkapi dengan regulator, monitor

titik embun, katup relief tekanan dan katup penutup sumber yang terpisah.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.5.12 Daya listrik dan kontrol 3.5.12.1 Kompresor tambahan harus secara otomatik bekerja bila kompresor yang sedang

beroperasi tidak mampu mempertahankan tekanan yang dibutuhkan.

3.5.12.2 Pergantian kompresor secara otomatik atau manual harus memungkinkan pembagian

waktu operasi. Jika pergantian otomatik kompresor tidak disediakan, petugas fasilitas harus

menyusun jadwal pergantian secara manual.

3.5.12.3 Setiap motor kompresor harus dilengkapi dengan komponen listrik, termasuk tetapi tidak

terbatas pada:

(1) Sakelar pemutus arus khusus yang dipasang di sirkuit listrik sebelum setiap starter

motor listrik.

(2) Alat start motor.

(3) Proteksi beban lebih.

(4) Apabila sistem kompresor mempunyai dua atau lebih kompresor yang, menggunakan

trafo pengendali atau pengendali tegangan daya, sekurang-kurangnya dipasang dua

alat seperti itu.

(5) Sirkuit pengendali disusun sedemikian agar bila satu kompresor dihentikan tidak

mengganggu operasi kompresor lainnya.

3.5.12.4 Instalasi listrik dan pengawatan harus sesuai persyaratan SNI 0225-edisi terakhir

tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL).

3.5.12.5 Layanan listrik darurat untuk kompresor harus memenuhi persyaratan sistem kelistrikan

esensial.

3.5.13 Intake kompresor 3.5.13.1 Kompresor udara medik harus mengambil udara dari suatu sumber udara bersih di

lokasi yang diperkirakan tidak ada kontaminasi yang berasal dari buangan mesin penggerak,

ventilasi tempat penyimpanan bahan bakar, pembuangan sistem vakum bedah-medik, bahan

partikel, atau setiap jenis bau-bauan.

3.5.13.2 Intake udara dari kompresor udara harus ditempatkan di luar, di atas atap bangunan,

sekurangnya 31 cm (10 ft) dari setiap pintu, jendela, lubang buangan, lubang intake lain, atau

bukaan pada bangunan, dan minimum 61 cm (20 ft) di atas tanah.

3.5.13.3 Jika terdapat suatu sumber udara yang setara atau lebih baik dari udara luar (misal:

udara yang telah disaring untuk pemakaian dalam sistem ventilasi ruang operasi), sumber tersebut

boleh digunakan untuk kompresor udara medik dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Sumber pengganti pasokan udara ini harus tersedia terus-menerus 24 jam per hari, 7

hari per minggu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

(2) Harus dilarang penggunaan sistem ventilasi yang mempunyai fan dengan penggerak

motor atau belt (sabuk karet) yang ditempatkan pada aliran udara sebagai sumber

intake udara medik.

3.5.13.4 Pemipaan intake kompresor harus dari bahan yang disetujui untuk pemipaan vakum

menurut butir 10.2.1, yang tidak akan menambah bahan kontaminan yang berbentuk partikel kecil,

bau, atau gas-gas lain.

3.5.13.5 Intake udara untuk beberapa kompresor terpisah boleh digabungkan menjadi satu intake

gabungan bila dipenuhi kondisi berikut:

(1) Ukuran intake gabungan dirancang untuk meminimalkan tekanan balik sesuai dengan

rekomendasi pabrik pembuat.

(2) Masing-masing kompresor dapat diisolasi oleh katup manual atau katup penahan balik,

flens penutup, atau penutup lubang, untuk mencegah inlet pemipaan yang terbuka jika

kompresor dilepas untuk perawatan dan pengaruh aliran balik dari udara ruangan ke

dalam kompresor lainnya.

3.5.14 Alarm pengoperasian dan sinyal lokal Sistem udara medik harus di monitor untuk kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi kualitas

udara selama penggunaan atau ketika terjadi kegagalan, berdasarkan pada tipe kompresor yang

digunakan dalam sistem.

3.5.14.1 Bila digunakan kompresor udara cincin cairan (liquid ring air compresor), kompresor

dengan kepala silinder berpendingin air (water-cooled heads), atau kompresor dengan unit

pendinginan akhir berpendingin air (water-cooled aftercooler), maka alat penampung udara harus

dilengkapi dengan sensor permukaan air tinggi yang menghentikan sistem kompresor dan

mengaktifkan indikator lokal (lihat butir 9.4.4. (7))

3.5.14.2 Bila digunakan kompresor cincin cairan, maka setiap kompresor harus mempunyai

sensor level cairan pada setiap unit pemisah air-udara, yang bila level cairan ada diatas level

rancangan, akan menghentikan kompresor dan mengaktifkan indikator lokal [lihat butir 9.4.4. (8)].

3.5.14.3 Bila digunakan kompresor cincin bukan cairan yang mengikuti butir 3.5.4.1(1), maka

temperatur udara pada lubang keluaran terdekat dari setiap silinder kompresor harus dimonitor

dengan suatu sensor temperatur tinggi yang akan menghentikan kompresor dan mengaktifkan

indikator alarm lokal [lihat butir 9.4.4 (9)]. Pengaturan temperatur kerja sensor harus sesuai

dengan rekomendasi pabrik pembuat.

3.5.14.4 Bila digunakan kompresor yang memenuhi butir 3.5.4.1 (2), persyaratan berikut harus

diterapkan:

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(1) temperatur pada lubang keluaran terdekat dari setiap silinder kompresor harus

dimonitor oleh sensor temperatur tinggi yang akan menghentikan kompresor dan

mengaktifkan indikator alarm lokal [lihat butir 9.4.4 (9)]. Pengaturan temperatur kerja

sensor harus sesuai rekomendasi pabrik pembuat kompresor;

(2) harus dilengkapi filter koalesi (coalescing) dengan indikator penggantian elemen;

(3) harus dilengkapi filter arang dengan indikator kolorimetri hidrokarbon;

(4) hidrokarbon cair harus dimonitor secara terus menerus dengan indikator pigmen atau

instrumen permanen jenis lainnya yang dipasang di bagian hilir dari setiap kompresor

dan harus diperiksa dan didokumentasikan setiap hari;

(5) gas hidrokarbon harus dimonitor setiap 3 bulanan.

3.5.14.5 Bila kompresor cadangan tidak bekerja, suatu alarm lokal harus diaktifkan.

3.5.15 Pemonitoran kualitas udara medik Kualitas udara medik harus dimonitor di bagian hilir regulator udara medik dan di bagian hulu dari

sistem pemipaan sebagai berikut :

(1) titik embun harus dimonitor dan mengaktifkan alarm lokal dan semua panel alarm

utama jika titik embun pada sistem melebihi + 40C (+ 39 0F);

(2) karbon monosikda harus dimonitor dan mengaktifkan alarm lokal jika level CO melebihi

10 ppm [ lihat butir 9.4.4. (2)]

3.6 Sistem sentral vakum bedah - medik

3.6.1 Sentral vakum bedah - medik 3.6.1.1 Sentral vakum bedah-medik harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :

(1) di dalam gedung di daerah khusus peralatan mekanikal, berventilasi cukup dengan

setiap utilitas yang diperlukan;

(2) dalam ruangan yang dibuat sesuai butir 3.3.2;

(3) dalam ruangan yang berventilasi sesuai butir 3.3.3.2;

(4) untuk peralatan yang didinginkan dengan udara, dalam ruangan yang dirancang untuk

mempertahankan rentang temperatur ambien seperti direkomendasikan oleh pabrik

pembuat peralatan.

3.6.1.2 Sentral vakum bedah-medik harus terdiri dari sebagai berikut :

(1) dua atau lebih pompa vakum yang cukup untuk melayani perhitungan kebutuhan

puncak dengan satu pompa vakum tunggal terbesar tidak bekerja;

(2) sarana otomatik untuk mencegah aliran balik dari setiap pompa vakum yang sedang

bekerja terhadap pompa vakum yang sedang berhenti;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

(3) katup penyetop atau sarana isolasi lainnya untuk mengisolasi setiap pompa vakum dari

sistem pemipaan sentral dan pompa vakum lain guna pemeliharaan atau perbaikan

tanpa kehilangan vakum di dalam sistem;

(4) alat penampung vakum;

(5) pemipaan antara pompa vakum dan katup penyetop sumber yang memenuhi butir 10.2

kecuali bahwa baja tahan karat boleh digunakan sebagai bahan pemipaan.

(6) Filter steril (bakteri) dupleks

Gambar 3.6 Elemen-Elemen Tipikal Sistem Sentral Vakum Duplek

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.6.2 Pompa vakum 3.6.2.1 Pompa vakum boleh dibuat dari bahan feros atau non-feros

3.6.2.2 Dudukan anti getaran harus dipasang untuk pompa vakum seperti yang dipersyaratkan

oleh dinamika peralatan atau lokasinya dan sesuai rekomendasi pabrik pembuat.

3.6.2.3 Hubungan pompa vakum dengan pipa masukan dan pipa keluaran harus menggunakan

sambungan fleksibel.

3.6.3 Alat Penampung vakum receiver harus memenuhi persyaratan berikut :

(1) dibuat dari bahan feros atau non-feros;

(2) memenuhi ketentuan yang berlaku untuk bejana bertekanan;

(3) mampu menahan tekanan relatif 415 kPa (60 psi) dan 760 mm (29,9 inci) HgV;

(4) dilengkapi dengan pembuangan cairan manual (manual drain);

(5) mempunyai kapasitas yang sesuai dengan kapasitas pompanya.

3.6.4 Alarm pompa vakum Alarm lokal yang memenuhi butir 9.4 harus disediakan untuk sumber vakum.

3.6.5 Susunan pemipaan dan redundansi 3.6.5.1 Susunan pemipaan harus sebagai berikut :

(1) pemipaan harus disusun untuk memungkinkan pelayanan dan pasokan vakum bedah-

medik yang terus menerus bila terjadi satu kegagalan;

(2) susunan pemipaan boleh dirubah berdasar pada perkembangan teknologi, asalkan

tingkat redundansi pengoperasiannya yang setara dapat dipertahankan;

(3) bila hanya tersedia satu set pompa vakum untuk melayani kombinasi antara sistem

vakum bedah-medik, laboratorium analisa, riset, atau pendidikan, maka laboratorium-

laboratorium seperti itu harus disambungkan secara terpisah dari sistem bedah-medik,

langsung ke tangki alat penampung melalui katup isolasi tersendiri dan unit perangkap

cairan yang ditempatkan pada alat penampung. Antara katup isolasi dan unit

perangkap cairan, boleh dipasang alat pembersih.

3.6.5.2 Penampung vakum bedah-medik harus dapat dirawat tanpa mematikan sistem vakum

bedah-medik dengan cara sebagai berikut :

(1) dengan menyediakan katup isolasi bila penampung disambungkan ke pipa saluran

utama melalui sambungan T ;

(2) dengan menghubungkan pipa penampung pada ujung katup isolasi saluran.

3.6.5.3 Sumber sistem vakum bedah-medik harus dilengkapi dengan katup penutup sumber

sesuai butir 4.4.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

3.6.6 Pengendali dan daya listrik 3.6.6.1 Pompa tambahan harus secara otomatik diaktifkan bila pompa yang sedang beroperasi

tidak cukup mampu mempertahankan vakum yang dibutuhkan.

3.6.6.2 Pergantian pompa secara otomatik atau manual harus memungkinkan pengaturan waktu

operasi. Jika tidak disediakan pergantian otomatik dari pompa, petugas fasilitas harus menyusun

jadwal pergantian secara manual.

3.6.6.3 Setiap motor pompa harus disediakan dengan komponen listrik, tetapi tidak dibatasi,

sebagai berikut :

(1) sakelar pemisah khusus yang dipasang pada sirkuit listrik di depan setiap alat/panel

start motor listrik ;

(2) alat/panel start motor;

(3) proteksi beban lebih;

(4) bila sistem pompa mempunyai dua atau lebih pompa yang dioperasikan dengan suatu

trafo pengendali atau alat pengendali tegangan listrik lainnya, sekurangnya diperlukan

dua alat jenis tersebut ;

(5) sirkuit pengendali disusun sedemikian sehingga bila mematikan (OFF) satu pompa

tidak akan mengganggu pengoperasian pompa lainnya.

3.6.6.4 Instalasi listrik dan pengawatan harus memenuhi persyaratan SNI 0225-edisi terakhir

tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL)”.

3.6.6.5 Layanan listrik darurat untuk pompa harus memenuhi persyaratan sistem kelistrikan

esensial.

3.6.7 Pembuangan sumber vakum bedah – medik 3.6.7.1 Pompa vakum bedah-medik harus membuang sumber vakum medik dengan cara

membuangnya ke lokasi yang akan meminimalkan bahaya kebisingan, kontaminasi dan

lingkungannya.

3.6.7.2 Pembuangan harus berada di lokasi sebagai berikut:

(1) di luar ruangan;

(2) sekurangnya 3 m (10 ft) dari setiap pintu, jendela, intake udara, atau bukaan lainnya

pada bangunan;

(3) pada ketinggian yang berbeda dengan intake udara;

(4) lokasi di mana angin, bangunan di sebelahnya, kontur permukaan tanah (topografi)

atau pengaruh lain yang ada tidak akan menyimpangkan buangan ke daerah yang

dihuni atau mencegah pembauran dari bahan buangan.

3.6.7.3 Ujung saluran buangan harus dibengkokkan ke bawah dan dilengkapi kisi atau dilindungi

terhadap masuknya binatang kecil, benda kecil, atau tetesan hujan dengan kisi yang dibuat atau

disusun dari bahan yang tidak berkarat.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.6.7.4 Pipa saluran buangan harus dari bahan yang dibolehkan untuk pemipaan pompa vakum

bedah-medik menurut butir 10.2

3.6.7.5 Pipa saluran buangan harus bebas dari lekukan atau lengkungan yang akan menjebak

kondensat atau minyak. Bila titik rendah seperti itu tidak dapat dihindarkan, harus dipasang suatu

pipa tetes dan pipa yang dilengkapi katup pengering.

3.6.7.6 Pipa pembuangan vakum dari banyak pompa boleh digabungkan ke dalam satu pipa

buang gabungan bila kondisi berikut ini dipenuhi:

(1) ukuran pipa buang gabungan ditentukan untuk meminimisasikan tekanan balik sesuai

dengan rekomendasi pabrik pembuat pompa;

(2) masing-masing pompa dapat diisolasi dengan katup manual atau katup penahan balik,

flens buntu atau penutup pipa untuk mencegah pipa buang yang terbuka bila pompa

dilepaskan guna perbaikan dan selanjutnya mencegah mengalirnya udara buangan ke

dalam ruangan.

3.6.8 Alarm pengoperasian Sistem vakum bedah-medik harus mengaktifkan suatu alarm lokal apabila pompa cadangan atau

pompa utama tidak dapat beroperasi menurut 9.4

3.7* Buangan sisa gas anestesi (BSGA)

3.7.1* Sistem Sistem BSGA ditentukan bersama dengan petugas medik yang memahami persyaratan untuk

menentukan; jenis sistem, jumlah, penempatan terminal, alat-alat pengoperasian dan keselamatan

lain yang diperlukan.

3.7.1.1 BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, dialirkan melalui sistem vakum bedah-

medik, blower atau dengan pipa venturi .

3.7.1.2 Bila BSGA dialirkan melalui sistem vakum bedah-medik, berlaku ketentuan berikut:

(1) sistem vakum bedah-medik harus memenuhi butir 3.6;

(2) bahan anesthesi mudah terbakar atau uap mudah terbakar lainnya harus diencerkan

terlebih dahulu sampai di bawah batas penyalaannya sebelum dibuang ke dalam

sistem vakum bedah-medik tersebut;

(3) ukuran sistem vakum bedah-medik harus ditentukan untuk mengakomodasikan

tambahan volume tersebut.

3.7.1.3 Bila BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, berlaku ketentuan berikut:

(1) sistem BSGA harus ditempatkan pada lokasi sesuai dengan butir 3.3.3;

(2) sistem BSGA harus berada dalam bangunan, dalam suatu daerah yang dikhususkan

untuk peralatan mekanik;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

(3) sistem BSGA harus dalam ruang yang dibangun dengan mengikuti butir 3.3.2;

(4) sistem BSGA harus dilengkapi dengan ventilasi menurut 3.3.3.2;

(5) untuk peralatan berpendingin udara, sistem BSGA harus ditempatkan pada lokasi

sedemikian rupa guna menjaga rentang temperatur udara ambien yang

direkomendasikan oleh pabrik pembuat.

3.7.1.5 Sistem BSGA harus terdiri dari:

(1) dua atau lebih peralatan BSGA yang cukup untuk melayani kebutuhan puncak dengan

peralatan BSGA tunggal terbesar tidak beroperasi;

(2) suatu sarana untuk mencegah aliran balik dari setiap peralatan BSGA yang sedang

bekerja terhadap peralatan BSGA yang sedang tidak bekerja;

(3) suatu katup penyetop untuk mengisolasi masing-masing peralatan BSGA dari sistem

pipa terpusat dan dari peralatan BSGA lainnya guna pemeliharaan atau perbaikan

dengan tanpa hilangnya tekanan vakum bedah-medik dalam sistem;

(4) pemipaan antara peralatan BSGA dan katup penyetop sistem yang memenuhi butir

10.2, selain itu bahan tahan karat boleh dipakai sebagai bahan pipa;

(5) dudukan anti getaran harus dipasang pada peralatan BSGA seperti yang disyaratkan

dinamika peralatan atau lokasinya, dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat;

(6) sambungan fleksibel yang menghubungkan peralatan dengan pipa intake dan pipa

outlet seperti yang disyaratkan oleh dinamika peralatan atau lokasinya, sesuai dengan

rekomendasi pabrik pembuat penghasil BSGA.

3.7.1.6 Bila BSGA dihasilkan oleh suatu pipa venturi, berlaku ketentuan berikut:

(1) pipa venturi bukan dari jenis yang mudah diubah-ubah oleh pengguna (misal harus

memerlukan suatu alat khusus);

(2) pipa venturi harus memperoleh sumber daya dari gas mulia, udara instrumentasi, atau

sumber udara khusus lainnya;

(3) udara medik tidak boleh digunakan untuk memberikan daya tabung venturi.

3.7.2 Peralatan BSGA khusus Peralatan BSGA khusus harus dirancang dengan menggunakan bahan dan pelumas, yang tidak

mengikat oksigen, nitrous oksida, dan bahan anestesi halogen.

3.7.3 Alarm BSGA Bila sistem BSGA dilayani oleh suatu sumber terpusat, suatu alarm lokal yang memenuhi.9.4

harus disediakan untuk sistem BSGA.

3.7.3.1 Suatu sistem BSGA harus mengakifkan suatu alarm lokal bila peralatan BSGA cadangan

atau peralatan BSGA lambat bekerja.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.7.4 Pengendalian dan daya listrik 3.7.4.1 Bila peralatan BSGA yang sedang beroperasi tidak mampu mempertahankan tekanan

vakum yang diperlukan, peralatan BSGA tambahan secara otomatik aktif.

3.7.4.2 Pergantian peralatan BSGA secara manual atau secara otomatik harus diatur dengan

adanya pembagian waktu kerja. Bila pergantian otomatik dari peralatan BSGA tidak disediakan,

petugas kesehatan tersebut harus mengatur jadwal untuk pergantian secara manual.

3.7.4.3 Dengan tidak bertujuan untuk membatasi, setiap motor dari peralatan BSGA harus

dilengkapi dengan komponen listrik yang meliputi:

(1) suatu sakelar pemutus hubungan khusus yang dipasang pada jaringan listrik didepan

alat/panel start dari setiap motor;

(2) alat untuk start motor;

(3) alat proteksi beban lebih;

(4) bila sistem BSGA mempunyai dua atau lebih peralatan BSGA yang dioperasikan oleh

suatu trafo pengendali atau alat pengontrol tegangan listrik, sekurangnya diperlukan

dua buah alat jenis tersebut;

(5) Jaringan pengendali harus ditata sedemikian sehingga penghentian satu dari peralatan

BSGA tidak akan memutuskan pengoperasian peralatan lainnya.

3.7.4.4 Instalasi dan pengawatan listrik harus memenuhi persyaratan dalam SNI 0225-edisi

terakhir, tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL)”.

3.7.4.5 Layanan listrik darurat untuk peralatan BSGA harus mengikuti persyaratan dari sistem

kelistrikan esensial.

3.7.5 Pengeluaran Buangan sisa gas anestesi (BSGA) Pompa BSGA harus membuang sesuai dengan butir 3.6.7

3.8 Sistem pasokan udara instrumen 3.8.1 Kualitas udara instrumen harus seperti berikut:

(1) memenuhi persyaratan yang berlaku untuk udara instrumentasi atau standar lain;

(2) disaring hingga 0,01 mikron;

(3) bebas dari cairan (misal udara, hidrokarbon, bahan pelarut dan sebagainya);

(4) bebas dari uap hidrokarbon;

(5) kering hingga suatu titik embun – 40oC (- 40oF).

3.8.2 Umum 3.8.2.1 Udara instrumen boleh digunakan untuk dukungan medik (misalnya untuk

mengoperasikan peralatan, batang (boom) penopang yang digerakkan udara, alat penggantung,

dan pemakaian sejenis lainnya) dan untuk digunakan dalam laboratorium.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

3.8.2.2 Sesuai dengan 3.3, sistem pasokan udara instrumen harus ditempatkan pada lokasi

sebagai berikut:

(1) dalam bangunan, pada suatu ruang khusus peralatan mekanik, yang berventilasi

cukup dan dilengkapi utilitas yang diperlukan;

(2) dalam suatu ruangan yang dibangun mengikuti 3.3.2;

(3) dalam ruangan berventilasi mengikuti 3.3.3.2;

(4) untuk instrumen berpendingin udara, dalam suatu ruangan yang dirancang untuk

mempertahankan rentang temperatur udara lingkungan seperti yang direkomendasikan

oleh pabrik pembuat peralatan.

3.8.2.3 Sistem udara instrumen disarankan untuk tidak yang berikut ini:

(1) saling terhubung dengan sistem udara medik;

(2) penggunaan untuk setiap maksud dimana udara tidak sengaja dapat terisap oleh

pasien atau staf.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 3.8 Elemen-elemen Sumber Udara Tipikal.

3.8.3 Sumber udara instrumen 3.8.3.1 Sumber udara instrumen harus menghasilkan udara pada tekanan relatif keluaran tidak

kurang dari 1380 kPa (200 psig).

3.8.3.2 Sumber udara instrumen harus menyediakan udara yang memenuhi definisi Udara

instrumentasi.

3.8.3.3 Sumber udara instrumen diperbolehkan terdiri dari sekurangnya dua kompresor, atau satu

kompresor dengan header siaga yang memenuhi 3.8

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

3.8.3.4 Sumber udara instrumen harus memenuhi 3.5.3 dengan perkecualian seperti yang

ditentukan dalam 3.8

3.8.4 Kompresor udara instrumen Kompresor udara instrumen boleh dari jenis yang mampu memberikan tekanan udara keluaran

sekurangnya 1380 kPa (200 psig) dan mampu menyediakan udara yang memenuhi definisi udara

instrumen.

3.8.5 Header siaga udara instrumen 3.8.5.1 Bila sistem udara instrumen disediakan dengan suatu header siaga, header tersebut

harus memenuhi persyaratan berikut;

(1) memenuhi 3.4.8, kecuali bahwa jumlah tabung silinder yang tersambung harus cukup

untuk pengoperasian selama satu jam;

(2) menggunakan konektor seperti untuk udara medik sesuai ketentuan yang berlaku;

(3) memasuki sistem di bagian hulu dari regulator pada saluran akhir (final-line);

(4) secara otomatik melayani sistem bila terjadi kegagalan kompresor.

3.8.6 Udara intake Udara intake untuk kompresor udara instrumen boleh diambil dari lokasi peralatan.

3.8.7 Filter saringan udara instrumen 3.8.7.1 Sumber udara instrumen harus disaring dengan filter karbon aktif yang memenuhi

persyaratan berikut:

(1) ditempatkan pada hulu dari filter saluran akhir;

(2) ukurannya ditentukan untuk 100 persen beban puncak sistem terhitung pada kondisi

perancangan;

(3) dibuat dari bahan ferrous atau non-ferrous.

3.8.7.2 Filter saluran akhir harus memenuhi persyaratan berikut:

(1) ditempatkan di hulu dari regulator tekanan saluran akhir dan di hilir dari filter karbon;

(2) ukurannya ditentukan untuk 100 persen beban puncak sistem terhitung pada kondisi

perancangan;

(3) mempunyai tingkat efisiensi minimum 98 persen pada 0,01 mikron;

(4) dilengkapi dengan indikator visual kontinyu yang memperlihatkan status dari umur

elemen filter;

(5) dibuat dari bahan ferrous dan/atau non ferrous.

3.8.7.3 Filter yang mengkombinasikan fungsi dari 3.8.7.1 dan 3.8.7.2 boleh digunakan.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.8.8 Kelengkapan udara instrumen Kelengkapan yang digunakan untuk sumber udara instrumen harus memenuhi butir sebagai

berikut:

(1) 3.5.5 untuk pendingin akhir;

(2) 3.5.6 untuk penampung udara;

(3) 3.5.7 untuk pengering udara;

(4) 3.5.9 untuk regulator udara.

3.8.9 Susunan pemipaan udara instrumen dan redundansi Sumber udara instrumen harus memenuhi 3.5.11, kecuali untuk yang berikut ini:

(1) sistem yang menggunakan header siaga dapat mempunyai pendingin akhir dan

pengering udara jenis simpleks;

(2) sistem yang menggunakan header siaga tidak memerlukan suatu katup bypas

penampung jenis three-valve;

(3 Header siaga, bilamana disediakan, harus diisolasi dari kompresor dengan suatu katup

penahan balik untuk mencegah aliran balik melalui kompresor.

3.8.10 Pemonitor dan alarm udara instrumen 3.8.10.1 Sumber udara instrumen harus meliputi alarm berikut ini:

(1) alarm lokal yang aktif pada atau sesaat sebelum kompresor cadangan (bila disediakan)

aktif, menandakan bahwa kompresor “lag” sedang beroperasi;

(2) alarm lokal dan alarm pada semua panel alarm utama yang aktif bila titik embun pada

sistem tekanan melampaui -30 oC (-22 oF), yang menandakan titik embun tinggi.

3.8.10.2 Untuk sumber dengan header siaga, kondisi tambahan berikut ini harus mengaktifkan

suatu alarm lokal di ruang kompresor, suatu sinyal lokal pada lokasi header, dan alarm pada

semua panel alarm utama:

(1) suatu alarm yang aktif pada atau sesaat sebelum cadangan memasok sistem,

menandakan cadangan sedang digunakan;

(2) suatu alarm yang aktif pada atau sesaat sebelum sumber cadangan turun di bawah

suatu pasokan rata-rata jam, menandakan sumber cadangan rendah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

4 Katup

4.1 Katup penyetop gas dan tekanan vakum Katup penyetop harus disediakan untuk mengisolasi bagian dari sistem pemipaan guna

pemeliharaan, perbaikan, atau kebutuhan ekspansi yang direncanakan kelak, dan untuk

memudahkan pengujian fasilitas.

Gambar 4.2 - Penataan Komponen-komponen Saluran Pemipaan.

4.2 Aksesibilitas Semua katup, kecuali katup dalam rakitan kotak katup zona, harus ditempatkan pada lokasi yang

aman, seperti misalnya dikunci terhadap pipa “locked piped chases” , dikunci atau digrendel pada

posisi pengoperasian, dan ditandai dengan label berisi jenis pasokan gas dan ruangan yang

dikendalikan oleh katup tersebut.

4.2.1 Katup penyetop yang dapat diakses oleh selain petugas berwenang harus dipasang

dalam suatu lemari katup dengan pintu yang dapat dibuka atau dipecahkan yang cukup lebar

untuk mengijinkan pengoperasian katup secara manual.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4.2.2 Katup penyetop yang digunakan pada daerah tertentu, seperti pada ruang psikiatrik atau

pediatrik, boleh diamankan dengan persetujuan dari pihak yang berwenang untuk mencegah

akses yang tidak sesuai.

4.2.3 Katup untuk gas medik yang tidak mudah terbakar dan katup gas mudah terbakar tidak

boleh dipasang dalam rakitan lemari katup zona yang sama.

4.3 Jenis katup Katup penyetop baru atau pengganti harus dari jenis berikut:

(1) jenis bola, seperempat putaran – lubang penuh;

(2) dibuat dari kuningan atau perunggu;

(3) mempunyai lengan tambahan untuk pematrian;

(4) mempunyai tuas yang menandakan terbuka atau tertutup;

(5) terdiri dari 3 bagian untuk memudahkan pemeliharaan setempat.

4.3.1 Katup untuk gas bertekanan positif untuk layanan oksigen harus dibersihkan oleh pabrik

pembuat.

4.3.2 Katup untuk layanan tekanan vakum atau BSGA boleh dari jenis katup bola atau katup

kupu-kupu dan tidak harus dibersihkan untuk layanan oksigen

4.4 Katup sumber Suatu katup penyetop harus dipasang pada hubungan antara masing-masing sistem sumber ke

pipa - pipa distribusi untuk dibolehkan mengisolasi keseluruhan sumber, termasuk semua

kelengkapannya (misal pengering udara, regulator tekanan saluran akhir, dan sebagainya) dari

fasilitas tersebut.

4.4.1 Katup sumber harus ditempatkan pada lokasi yang cukup dekat dari peralatan sumber.

4.4.2 Katup sumber harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.5. Katup saluran utama Suatu katup penyetop harus disediakan pada saluran utama pasokan di dalam bangunan bila

katup penyetop sumber tidak dapat diakses dari dalam bangunan.

4.5.1 Katup saluran utama harus ditempatkan pada lokasi yang mengijinkan akses hanya bagi

petugas berwenang (misal dengan menempatkannya di atas langit-langit atau dibelakang suatu

pintu akses yang terkunci).

4.5.2 Katup saluran utama harus ditempatkan pada lokasi pada sisi fasilitas dari katup sumber

dan diluar ruang sumber, konstruksi pelindung sumber atau di tempat di mana saluran utama

mula-mula menembus bangunan.

4.5.3 Katup saluran utama harus diberi label sesuai dengan 11.2

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

4.5.4 Suatu katup saluran utama tidak diperlukan bila katup penyetop dapat diakses dari dalam

bangunan

4.6 Katup saluran tegak Setiap saluran tegak yang dipasok dari saluran utama harus dilengkapi dengan sebuah katup

penyetop pada saluran tegak dekat dengan saluran utama

4.6.1 Katup saluran tegak boleh ditempatkan di atas langit-langit, tetapi tetap harus dapat

diakses dan tidak terhalang

4.6.2 Katup saluran tegak harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.7 Katup pemeliharaan Katup pemeliharaan harus dipasang untuk pemeliharaan atau pengubahan dari saluran cabang

dari suatu saluran utama atau dari saluran tegak tanpa mematikan keseluruhan saluran utama,

saluran tegak atau fasilitas.

4.7.1 Hanya satu katup pemeliharaan yang diperlukan untuk masing-masing pencabangan dari

suatu saluran tegak, tanpa memandang jumlah kotak katup zona yang terpasang pada cabang

tersebut.

4.7.2 Katup pemeliharaan harus ditempatkan pada pipa cabang sebelum kotak katup zona

pada cabang tersebut

4.7.3 Katup pemeliharaan harus ditempatkan menurut satu dari yang berikut ini:

(1) dibelakang pintu akses yang terkunci;

(2) terkunci pada posisi terbuka, di atas langit-langit;

(3) terkunci pada posisi terbuka, dalam suatu ruang yang aman.

4.7.4 Katup pemeliharaan harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.7.5 Sensor untuk panel alarm wilayah seperti yang dipersyaratkan dalam 9.3.4 boleh

ditempatkan dalam setiap hubungan dengan katup layanan (bila dipasang)

4.8 Katup zona Semua stasiun outlet/inlet harus dipasok melalui suatu katup zona sebagai berikut:

(1) katup zona harus dipasang sedemikian sehingga suatu dinding berada diantara katup

dan inlet/oulet yang dikontrolnya;

(2) katup zona hanya boleh melayani inlet/outlet yang ditempatkan pada lantai yang sama

4.8.1 Katup zona harus segera dapat dioperasikan dari suatu posisi berdiri di koridor pada

lantai yang sama yang dilayaninya.

4.8.2 Katup zona harus ditata sedemikian sehingga penghentian pasokan gas medik atau

vakum ke satu zona tidak akan mempengaruhi pasokan gas medik atau vakum ke zona lainnya

atau bagian lainnya dari sistem.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4.8.3 Suatu indikator tekanan/vakum harus disediakan pada sisi stasiun inlet/outlet dari setiap

katup zona.

4.8.4 Kotak katup zona harus dipasang ditempat yang terlihat dan dapat diakses setiap waktu

4.8.5 Panel katup zona tidak boleh dipasang di belakang pintu yang secara normal terbuka atau

secara normal tertutup, atau dengan kata lain terhalang dari pandangan biasa.

4.8.6 Panel katup zona tidak boleh ditempatkan dalam ruang, daerah, atau lemari yang tertutup

atau terkunci

4.8.7 Suatu katup zona harus ditempatkan, pada saluran gas medik dan/atau vakum, langsung

diluar setiap lokasi mesin “vital life-support”, perawatan pasien kritis, dan lokasi anestesi, dan

ditempatkan di lokasi sedemikian rupa sehingga dapat segera diakses untuk suatu keadaan

darurat.

4.8.7.1 Semua kolom penyaluran gas, gulungan slang, saluran langit-langit, panel kontrol,

penggantung (pendant), dan tiang (boom) atau instalasi khusus lainnya harus ditempatkan di

bagian hilir dari katup zona

4.8.7.2 Katup zona harus ditata sedemikian sehingga penutupan pasokan gas ke satu dari ruang

operasi atau lokasi anestesi tidak akan mempengaruhi lainnya

4.8.8 Katup zona harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.9 Katup jalur Katup jalur optional boleh dipasang untuk mengisolasikan atau menutup pipa guna pemeliharaan

ruang atau daerah individual.

4.9.1 Katup penyetop jalur yang ditujukan untuk mengisolasi pipa guna pemeliharaan atau

pengubahan harus memenuhi persyaratan berikut ini :

(1) ditempatkan dalam daerah yang pengunjungnya dibatasi;

(2) terkunci atau digrendel pada posisi terbuka;

(3) diidentifikasikan sesuai dengan butir 11.2

4.9.2 Sensor untuk panel alarm wilayah seperti yang dipersyaratkan dalam 9.3.4 boleh

ditempatkan dalam setiap hubungan dengan katup jalur (bila dipasang)

4.10 Katup untuk sambungan mendatang Katup penutup yang disediakan untuk sambungan dari pipa mendatang harus memenuhi

persyaratan berikut:

(1) ditempatkan dalam daerah yang pengunjungnya dibatasi;

(2) terkunci atau diselot pada posisi terbuka;

(3) diidentifikasikan sesuai dengan 11.2

4.10.1 Katup sambungan mendatang harus diberi label dari isi kandungan gas yang boleh

dihubungkan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

4.10.2 Pemipaan di bagian hilir harus ditutup dengan tutup yang dipatri dengan panjang pipa

yang cukup untuk pemotongan dan pematrian ulang

5 Stasiun outlet I inlet 5.1 Masing-masing stasiun inlet/outlet untuk gas medik atau vakum harus untuk jenis gas

tertentu, baik inlet/outlet tersebut berulir, atau berupa suatu kopel cepat yang tidak dapat

dipertukarkan.

5.2 Setiap stasiun outlet harus terdiri dari suatu katup (atau rakitan katup) primer dan

sekunder.

5.3 Setiap stasiun inlet hanya terdiri dari satu katup (atau rakitan katup) primer.

5.4 Katup sekunder (atau katup unit) harus menutup secara otomatik/manual untuk

menghentikan aliran gas medik atau vakum bila katup primer (atau katup unit) dilepaskan.

5.5 Setiap inlet/outlet harus diberi identitas yang mudah dibaca sesuai 11.3

5.6 Inlet/outlet berulir harus dari jenis sambungan yang tidak dapat dipertukarkan, sesuai

ketentuan yang berlaku.

5.7 Setiap stasiun inlet/outlet, termasuk yang dipasang pada kolom, gulungan slang, saluran

langit-langit, atau instalasi khusus lainnya, harus dirancang sedemikian sehingga bagian atau

komponen yang dipersyaratakan untuk jenis gas tertentu guna pemenuhan persyaratan 5.1 dan

5.9 tidak dapat dipertukarkan antara stasiun inlet/outlet untuk jenis gas yang berbeda.

5.8 Penggunaan komponen bagian bersama pada inlet/outlet, seperti pegas, ring cincin, baut

pengencang, penyekat, dan sumbat penutup diperbolehkan.

5.9 Komponen dari suatu stasiun inlet vakum yang diperlukan untuk pemeliharaan dari

kekhususan vakum harus diberi tanda yang mudah dibaca untuk mengidentifikasikannya sebagai

suatu komponen atau bagian dari sistem vakum atau sistem pengisapan.

5.10 Komponen inlet yang tidak khusus untuk vakum tidak harus ditandai

5.11 Pipa yang dipasang oleh pabrik pembuat pada stasiun outlet dan menonjol tidak lebih dari

21 cm (8 inci) dari badan terminal harus berukuran tidak kurang dari DN 8 (NPS ¼) ( 3/8 inci

diameter luar), dengan diameter dalam minimum 8 mm (0,3 inci)

5.12 Pipa yang dipasang oleh pabrik pembuat pada stasiun inlet dan menonjol tidak lebih dari

21 cm (8 inci) dari badan terminal berukuran tidak boleh kurang dari DN 10 (NPS 3/8) ( ½ inci

diameter luar), dengan diameter dalam minimum 10 mm (0,4 inci)

5.13 Stasiun inlet/outlet boleh melekuk kedalam dinding atau dilindungi dari kerusakan dengan

cara lain.

5.14 Bila terpasang banyak inlet/outlet pada dinding, inlet/outlet tersebut harus diberi jarak

untuk mengijinkan penggunaan secara serempak dari inlet/outlet yang bersebelahan dengan

berbagai jenis peralatan terapi.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.15 Stasiun outlet dalam sistem yang mempunyai tekanan operasi tidak standar harus

memenuhi persyaratan berikut ini:

(1) untuk gas tertentu;

(2) untuk tekanan tertentu di mana satu gas tunggal dipipakan pada lebih dari satu

tekanan pengoperasian (misal suatu stasiun outlet untuk oksigen 550 kPa (80 psi)

tidak boleh menerima suatu adapter untuk oksigen 345 kPa (50 psi));

(3) bila dioperasikan pada suatu tekanan di atas 550 kPa (80 psi), harus berupa

sambungan D.I.S.S (diameter index safety sistem)/SIS (Screw index sistem). atau

yang memenuhi butir 4;

(4) bila dioperasikan pada tekanan relatif antara 1380 kPa (200 psig) dan 2070 kPa (300

psig), stasiun outlet tersebut harus dirancang sedemikan untuk mencegah pencopotan

adapter sampai tekanan telah dilepaskan, guna mencegah adapter mencelakakan

pengguna atau orang lain ketika dilepaskan dari outlet tersebut.

6 Perakitan pabrik

Gambar 6 Terminal-terminal perakitan Pabrik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

6.1 Sebelum tiba di lokasi pemasangan, terminal-terminal perakitan pabrik harus diuji, oleh

pabrik pembuatnya, terdiri dari :

(1) uji pembersihan awal sesuai 12.2.2;

(2) uji tekanan awal sesuai 12.2.3 ;

(3) uji kebersihan pipa sesuai 12.2.5;

(4) uji daya tahan tekanan sesuai 12.2.6 atau 12.2.7, kecuali seperti yang diijinkan di

bawah 6.2.

6.2 Uji daya tahan tekanan menurut 6.1 (4) boleh dilaksanakan dengan setiap metoda

pengujian yang akan memastikan suatu penurunan tekanan kurang dari satu persen selama 24

jam.

6.3 Pabrik pembuat rakitan harus menyediakan dokumentasi yang resmi menyatakan kinerja

dan keberhasilan penyelesaian uji yang ditentukan dalam 6.1

6.4 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang fleksibel harus menggunakan slang dan

konektor yang mempunyai tekanan ledak minimum sebesar 6895 kPa (1000 psig)

6.5 Rakitan buatan pabrik harus mempunyai peringkat penyebaran api tidak lebih dari 200

ketika diuji sesuai ketentuan yang berlaku.

6.6 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang atau pipa fleksibel harus disambungkan

ke saluran pipa dengan menggunakan stasiun inlet/outlet.

6.7 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang atau konektor fleksibel, di mana stasiun

inlet/outlet yang terhubung ke pemipaan tidak segera dan sepenuhnya dapat diakses (misal tidak

dapat dimanipulasi tanpa melepas panel, pintu dan sebagainya), harus mempunyai stasiun

inlet/outlet dengan karakteristik tambahan berikut ini:

(1) merupakan konektor jenis D.I.S.S; (diameter index safety sistem)/SIS (crew index

sistem)/Screw

(2) katup searah sekunder yang disyaratkan dalam 5.2 boleh ditiadakan;

(3) dilengkapi dengan terminal kedua, dimana pengguna menyambung dan melepas

hubungan, yang memenuhi 5 kecuali 5.2,

6.8 Rakitan buatan pabrik yang disambungkan dengan saluran pemipaan dengan pematrian

harus mempunyai stasiun inlet/outlet yang memenuhi semua persyaratan 5

6.9 Instalasi rakitan buatan pabrik harus diuji menurut 12.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7 Rel gas medik (RGM) yang terpasang pada permukaan 7.1 Rakitan RGM boleh dipasang bila diperkirakan dan diperlukan ada banyak pemakaian

gas medik dan vakum pada satu lokasi pasien

7 2 Rakitan RGM harus sepenuhnya terlihat dalam ruangan, tidak menembus atau melewati

dinding, partisi, dan sejenisnya.

7.3 Rakitan RGM harus dibuat dari bahan dengan temperatur leleh sekurangnya 538 oC

(1000 oF)

7.4 Rakitan RGM harus dibersihkan menurut 10.1.1

7.5 Stasiun inlet atau outlet tidak boleh ditempatkan pada ujung-ujung dari rakitan RGM

7.6 Bukaan untuk stasiun inlet/outlet dalam rakitan RGM harus untuk jenis gas tertentu

7.7 Bukaan pada RGM yang tidak digunakan oleh stasiun inlet/outlet (misal untuk

penggunaan mendatang) harus ditutup atau disumbat sedemikian sehingga diperlukan alat khusus

untuk melepasnya (misal tidak dapat dibuka dengan kunci pas, kunci inggris, obeng, atau alat

umum lainnya)

7.8 Rakitan RGM harus dihubungkan ke pipa saluran melalui fiting yang dipatri ke pipa

saluran tersebut

7.9* Bila pipa saluran dan rakitan RGM terbuat dari metal yang tidak sama, penyambungan

harus digalvanis atau dilindungi dari interaksi dua metal dengan cara lainnya.

7.10 Instalasi RGM harus diuji sesuai dengan 12 dan 13.

8 Indikator tekanan dan vakum

8.1 Umum 8.1.1 Indikator tekanan dan relatif untuk sistem pemipaan gas medik harus dibersihkan untuk

layanan oksigen

8.1.2 Alat ukur tekanan harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

8.1.3 Rentang skala tekanan positif dari indikator analog harus sedemikian sehingga

pembacaan normal berada pada tengah, 50 persen skala.

8.1.4 Rentang skala dari indikator digital tidak boleh lebih dari dua kali tekanan kerja dari sistem

pemipaan

8.1.5 Rentang skala indikator vakum harus berupa 0 ~ 760 mm (0 ~ 29,9 in) HgV relatif, kecuali

untuk indikator dengan rentang tampilan normal yang menunjukkan kondisi normal hanya di atas

300 mm (12 inci) HgV relatif.

8.1.6 Indikator yang ada di sebelah aktuator alarm utama dan alarm wilayah harus diberi label

untuk mengidentifikasikan nama atau simbol kimia dari sistem pemipaan khusus yang dimonitor.

8.1.7 Tingkat akurasi indikator yang digunakan dalam pengujian harus 1 persen (dari skala

penuh) atau yang lebih baik, pada titik pembacaan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

8.2 Lokasi penempatan 8.2.1 Indikator tekanan dan vakum harus dapat dibaca dari suatu posisi berdiri.

8.2.2 Indikator tekanan dan vakum sekurangnya harus disediakan pada lokasi berikut:

(1) di sebelah alat penginisiasi alarm, untuk alarm tekanan dan vakum pipa saluran utama

pada sistem alarm utama;

(2) pada atau dalam panel alarm wilayah guna mengindikasikan tekanan/vakum pada alat

pengaktivasi alarm untuk masing-masing sistem yang dimonitor oleh panel;

(3) pada sisi stasiun inlet/outlet dari katup zona

8.2.3 Semua alat pengindera tekanan dan alat ukur tekanan saluran pipa utama di bagian hilir

dari katup sumber harus dilengkapi dengan suatu fiting pemeriksa kebutuhan gas tertentu guna

memudahkan penggantian dan pengujian layanan.

8.2.4 Fiting pemeriksaan kebutuhan harus disediakan untuk semua alat pemonitor.

9 Sistem peringatan.

9.1 Umum Semua sistem alarm utama, wilayah, dan lokal yang digunakan untuk sistem gas medik dan

vakum harus meliputi yang berikut ini:

(1) indikator visual yang terpisah untuk masing-masing kondisi yang dimonitor, kecuali

untuk alarm lokal dan yang ditampilkan pada panel alarm utama seperti yang diijinkan

dalam 9.4.2;

(2) indikator visual yang tetap menandakan alarm hingga situasi yang menyebabkan alarm

telah diatasi;

(3) suatu indikasi audio yang dapat dibatalkan (dimatikan) dari masing-masing kondisi

alarm, yang menghasilkan bunyi dengan level minimum 80 dBA pada jarak 92 cm (3

ft);

(4) suatu sarana untuk mengindikasikan lampu atau LED kegagalan;

(5) indikasi visual dan audial bahwa hubungan kabel ke suatu alat penginisiasi alarm

dilepaskan;

(6) pemberian label pada setiap indikator, yang menandakan kondisi yang dimonitor;

(7) pemberian label setiap panel alarm untuk setiap wilayah pengawasannya;

(8) inisiasi ulang sinyal bunyi bila kondisi alarm lainnya terjadi sementara alarm bunyi

sedang dimatikan;

Direkomendasikan meliputi yang berikut ini :

(9) daya dari cabang “life safety” sistem kelistrikan darurat seperti dijelaskan pada sistem

kelistrikan esensial;

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(10) pengabelan dari berbagai sakelar atau sensor yang disupervisi atau diproteksi

sebagaimana dipersyaratkan atau sesuai dengan SNI 04-0225 – edisi terakhir,

Persuaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL);

(11) jaminan dari pihak fasilitas yang berwenang memberikan label pada alarm, di mana

digunakan nomer ruang atau kegunaannya, adalah akurat dan mutakhir;

(12) kelengkapan untuk start ulang secara otomatik setelah matinya aliran daya, selama 10

detik (misal selama penyalaan generator) tanpa menghasilkan suatu alarm palsu atau

memerlukan reset secara manual.

9.2 Alarm utama Suatu sistem alarm utama harus disediakan untuk memonitor pengoperasian dan kondisi dari

sumber pasokan, sumber cadangan (bila ada), dan tekanan dalam saluran utama dari masing-

masing sistem pemipaan gas medik dan vakum.

9.2.1 Sistem alarm utama harus terdiri dari dua atau lebih panel alarm yang ditempatkan

sekurangnya pada dua lokasi yang terpisah:

(1) satu panel alarm utama harus ditempatkan di ruang kantor atau ruang kerja dari

petugas yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan sistem pemipaan gas medik

dan vakum;

(2) untuk memastikan pengawasan secara kontinyu terhadap sistem gas medik dan

vakum ketika fasilitas sedang dalam pengoperasian, panel alarm utama sekunder

harus ditempatkan dalam daerah yang diamati secara kontinyu (misal ruang telepon,

kantor Satpam, atau lokasi lainnya yang dijaga staf secara kontinyu);

9.2.2 Suatu komputer terpusat (misal sistem manajemen bangunan) tidak boleh menggantikan

setiap panel yang dipersyaratkan dalam 9.2.1, tetapi boleh digunakan sebagai suplemen dari

sistem alarm gas medik dan vakum.

9.2.3 Panel alarm utama yang dipersyaratkan dalam 9.2.1 harus berhubungan langsung

dengan alat penginisiasi alarm yang dimonitornya.

(a) sinyal alarm utama tidak boleh direle dari satu panel alarm utama ke panel alarm

lainnya;

(b) bila digunakan rele alarm banyak kutub untuk mengisolasi sinyal penginisiasi alarm ke

panel alarm utama, sumber daya untuk mengontrol rele harus tidak bergantung pada

salah satu dari panel-panel alarm utama.

9.2.4 Panel alarm utama untuk sistem gas medik dan vakum masing-masing harus meliputi

sinyal berikut ini:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

(1) suatu indikasi alarm pada atau sesaat sebelum pergantian terjadi dalam sistem gas

medik yang dipasok oleh suatu manifol, atau jenis pengganti sistem curah sebagai

suatu bagian dari pengoperasian normalnya, suatu pergantian dari satu bagian dari

pasokan kerja ke bagian lainnya;

(2) suatu indikasi alarm untuk sistem cairan kriogenik curah ketika pasokan utama

mencapai pasokan rata-rata harian, yang mengindikasikan kandungan rendah;

(3) suatu indikasi alarm pada atau sesaat sebelum pergantian ke pasokan cadangan

terjadi pada suatu sistem gas medik yang terdiri dari satu atau lebih unit yang secara

kontinyu memasok sistem pemipaan, sementara lainnya tetap sebagai pasokan

cadangan dan beroperasi hanya dalam kasus keadaan darurat ;

(4) bila suatu penyimpan cairan kriogenik digunakan sebagai suatu cadangan untuk

sistem pasokan curah, suatu indikasi alarm ketika isi dari cadangan berkurang menjadi

satu kali pasokan rata-rata harian;

(5) bila suatu penyimpan cairan kriogenik digunakan sebagai suatu cadangan untuk

sistem pasokan curah, suatu indikasi alarm ketika tekanan gas yang tersedia dalam

unit cadangan dibawah tekanan yang diperlukan agar suatu sistem gas medik

berfungsi;

(6) suatu indikasi alarm ketika tekanan dalam saluran utama dari masing-masing sistem

gas medik yang terpisah meningkat 20 persen atau turun 20 persen dari tekanan kerja

normal;

(7) suatu indikasi alarm ketika tekanan relatif vakum bedah-medik dalam saluran utama

dari masing-masing sistem vakum turun hingga atau di bawah 300 mm (12 inci) HgV ;

(8) suatu indikasi dari panel alarm lokal seperti yang dijelaskan dalam 9.4.2 untuk

mengindikasikan satu atau lebih dari kondisi yang dimonitor di lokasi kerja memberikan

alarm;

(9) suatu alarm titik pengembunan tinggi dari masing-masing lokasi kompresor untuk

memberikan indikasi ketika titik embun dalam saluran tekanan lebih besar dari + 4 oC

(39 oF)

(10) suatu alarm BSGA ketika tingkat vakum atau aliran BSGA di bawah batas efektif

pengoperasian;

(11) suatu alarm titik embun udara instrumen tinggi dari masing-masing lokasi kompresor

untuk mengindikasikan titik embun saluran tekanan lebih besar dari –30 oC (-22 oF).

9.2.5 Indikasi alarm yang dipersyaratkan dalam 9.2.4.(6) dan (7) harus berasal dari sensor yang

dipasang pada saluran utama dekat daerah hilir (pada sisi fasilitas) dari katup sumber. Bila perlu

memasang suatu katup saluran utama sebagai tambahan terhadap katup sumber (lihat 4.5 dan

4.5.4), sensor harus ditempatkan di bagian hilir (pada sisi fasilitas) dari katup utama.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

9.3* Alarm wilayah Panel alarm wilayah harus disediakan untuk memonitor semua gas medik, vakum bedah-medik,

dan sistem BSGA yang dipipakan memasok lokasi tindakan anestesi, dan mesin/peralatan

keselamatan jiwa (life support) penting lainnya serta daerah kritis seperti ruang pemulihan paska

anesthesi, ruang ICU, bagian UGD, dan seterusnya.

9.3.1 Alarm wilayah harus ditempatkan pada pos perawat, atau lokasi lainnya yang akan

memberikan pengawasan yang bertanggung jawab secara kontinyu

9.3.2 Panel alarm wilayah untuk sistem gas medik harus memberikan indikasi jika tekanan

dalam saluran di wilayah yang sedang dimonitor meningkat atau turun hingga 20 persen dari

tekanan normal saluran.

9.3.3 Panel alarm untuk sistem vakum bedah-medik harus memberikan indikasi bila vakum

relatif dalam wilayah tersebut jatuh hingga atau di bawah 300 mm (12 in) HgV.

9.3.4 Sensor untuk alarm wilayah harus ditempatkan pada lokasi berikut:

(1)* daerah vital life-support dan daerah kritis harus mempunyai sensor alarm yang

dipasang pada sisi keluaran dari setiap rakitan individual kotak katup zona

(2)* daerah untuk pemberian gas anesthesi harus mempunyai sensor yang dipasang pada

sisi sumber dari setiap rakitan kotak katup zona dari ruangan individual, sehingga

penutupan satu atau lebih dari katup zona ruang anestesi tidak akan menyebabkan

suatu alarm.

(3) penempatan sensor tidak boleh dipengaruhi oleh katup yang ditempatkan di daerah

yang hanya dapat diakses oleh petugas yang berwenang, seperti katup layanan (lihat

4.7) atau katup dalam jalur (lihat 4.9)

9.4* Alarm lokal Alarm lokal harus dipasang untuk memonitor fungsi sistem kompresor udara, sistem pompa vakum

bedah-medik, sistem BSGA, dan sistem udara instrumen.

9.4.1 Sinyal yang dimaksud dalam 9.4.4 boleh ditempatkan sebagai berikut:

(1) pada atau dalam panel kontrol untuk peralatan mesin yang dimonitor;

(2) di dalam suatu alat pemonitor (misal pemonitor titik embun atau pemonitor karbon

dioksida);

(3) pada suatu panel alarm terpisah

9.4.2 Sekurangnya satu sinyal dari masing-masing sistem alarm lokal harus dihubungkan

dengan panel alarm utama untuk mengindikasikan bahwa terdapat masalah dengan peralatan

sumber pada lokasi tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

9.4.3 Bila terdapat lebih dari satu sistem kompresor udara medik dan/atau lebih dari satu sistem

pompa vakum medik/bedah pada lokasi yang berbeda dalam fasilitas, atau bila kompresor udara

medik dan/atau pompa vakum medik/bedah terdapat pada lokasi yang berbeda dalam fasilitas,

masing-masing lokasi perlu mempunyai alarm yang terpisah pada panel alarm utama.

9.4.4 Fungsi berikut ini harus dimonitor pada masing-masing lokasi alarm lokal:

(1) kompresor cadangan atau kompresor yang sedang beroperasi:

untuk mengindikasikan saat kompresor primer tidak dapat memenuhi persyaratan

kebutuhan sistem, kecuali bila sistem udara medik mempunyai tiga atau lebih

kompresor, maka sinyal cadangan dapat menyalakan alarm bila kompresor terakhir

telah diisyaratkan untuk strart;.

(2) kadar karbon monoksida tinggi:

untuk mengindikasikan saat kadar karbon monoksida dalam sistem udara medik 10

ppm atau lebih;

(3) Titik embun udara medik tinggi,

untuk mengindikasikan saat titik embun saluran tekanan lebih besar dari +4 C (+390 F);

(4) Pompa vakum cadangan. :

untuk mengindikasikan ketika pompa vakum primer tidak dapat memenuhi persyaratan

kebutuhan sistem, kecuali bila sistem pompa vakum mempunyai tiga atau lebih

kompresor, maka sinyal cadangan boleh menyalakan alarm ketika kompresor terakhir

telah diisyaratkan untuk start.

(5) Pompa BSGA sedang digunakan:

bila suatu penghasil (peralatan penghasil) BSGA disediakan sesuai 3.7.1.3,

(6) Titik embun udara instrumen tinggi:,

untuk mengindikasikan titik embun saluran tekanan lebih dari –300 C (-220 F)

(7) Untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor cincin cairan atau kompresor

dengan komponen berpendingin air, air dalam tangki penampung tinggi :

untuk mengindikasikan ketika permukaan air dalam tangki penampung telah mencapai

suatu tinggi permukaan yang ditetapkan dapat merusakkan pengoperasian sistem

(8) Air dalam separator tinggi:

untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor cincin cairan

(9) Temperatur udara keluaran tinggi:

untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor selain cincin cairan

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10 Pemipaan dan fiting.

10.1 Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip yang dipasang di lokasi.

10.1.1 Pipa, katup, fiting, stasiun outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem gas

medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat sebelum dilakukan

pemasangan sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali fiting boleh dibersihkan oleh suplier atau

agen selain dari pabrik pembuat.

10.1.2 Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya ditutup atau

disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga siap untuk pemasangan

10.1.3 Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan tersegel, diberi label,

dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk pemasangan

10.1.4 Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper” penggunaan untuk pipa gas medik,

tipe L atau setara, kecuali jika tekanan kerja diatas tekanan relatif 1275 kPa (185 psig) maka Jenis

K atau setara harus digunakan untuk ukuran yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (3 inci

diameter luar)

10.1.5 Pipa gas medik yang memenuhi persyaratan yang berlaku harus diidentifikasikan atau

disertifikasi oleh pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, OXY/ARC” atau

“ACR/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K)

10.1.6 Pemasang harus menyerahkan dokumen resmi yang menyatakan bahwa semua bahan

pipa dipasang memenuhi persyaratan 10.1.1

10.2 Bahan pipa untuk sistem vakum bedah medik yang dipasang di lokasi

10.2.1 Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, baik pipa gas medik ASTM B

819/BSEN 13348 , pipa air (water cube) ASTM B 88 (tipe K, L, M), atau pipa ACR ASTM B 280.

10.3 Fiting 10.3.1 Belokan, pergeseran (offset) atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas medik dan

vakum harus dibuat dari fiting kapiler tembaga tempa dipatri, atau fiting patri , atau hanya untuk

fiting vakum yang diijinkan menggunakan fiting khusus sesuai butir 10.5.8 (4) hingga 10.5.8 (7).

10.3.2 Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh dipergunakan.

10.3.3 Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan menggunakan

sambungan T (tee) yang dibuat secara mekanik, di bor, dan dikempa (extruded) yang dibentuk

sesuai dengan instruksi pabrik pembuat peralatan, dan dipatri.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

10.4 Sambungan berulir Sambungan berulir pada pipa distribusi gas medik dan vakum harus memenuhi persyaratan

berikut:

(1) dibatasi hanya untuk hubungan ke indikator tekanan/vakum, peralatan alarm, dan peralatan sumber;

(2) Dari jenis ulir meruncing yang memenuhi ketentuan yang berlaku.

(3) Dilapis dengan pita polytetrafluoroethylene (misal Teflon) atau perapat ulir lain yang

direkomendasikan untuk layanan oksigen, dengan bahan perapat dilapiskan hanya

pada ulir jantan saja.

10.5 Sambungan patri

10.5.1 Persyaratan umum 10.5.1.1 Sambungan yang dipatri harus dibuat dengan menggunakan logam patri paduan yang

mempunyai titik leleh di atas 538oC (1000oF) untuk mempertahankan kesatuan sistem pemipaan

bila terjadi kebakaran.

10.5.1.2 Sambungan pipa yang dipatri harus tipe soket

10.5.1.3 Batang patri (filler) harus mengikat dan secara metalurgik kompatibel dengan logam

dasar dari pipa yang disambung.

10.5.1.4 Batang patri (filler) harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

10.5.1.5 Sambungan tembaga ke tembaga harus dipatri dengan menggunakan batang patri

logam jenis tembaga-phosphor atau tembaga-phospor –perak ( Seri BcuP ) tanpa bahan pengalir

patri (fluks).

10.5.1.6 Sambungan yang akan dipatri di tempat harus dapat diakses untuk persiapan,

perakitan, pemanasan, penerapan batang patri, pendinginan, pembersihan dan pemeriksaan.

10.5.2 Pemotongan Ujung Pipa 10.5.2.1 Ujung pipa harus dipotong tegak lurus dengan menggunakan pemotong pipa yang tajam

untuk menghindari perubahan bentuk pipa.

10.5.2.2 Roda pemotong pada alat pemotong pipa harus bersih dari gemuk pelumas, minyak,

atau pelumas lain yang tidak sesuai untuk layanan oksigen.

10.5.2.3 Ujung potongan pipa harus diratakan dengan alat perata yang tajam dan bersih yang

dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah agar serpihan tidak masuk ke dalam pipa.

10.5.3 Pembersihan sambungan untuk pematrian 10.5.3.1 Permukaan bagian dalam dari pipa, sambungan dan komponen lainnya yang telah

dibersihkan untuk layanan oksigen harus disimpan dan dijaga untuk mencegah kontaminasi

sebelum perakitan dan pematrian.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10.5.3.2 Permukaan luar dari ujung pipa harus dibersihkan sebelum pematrian untuk

menghilangkan oksida logam dari permukaan.

10.5.3.3 Bila membersihkan permukaan luar dari ujung pipa, benda apa pun tidak boleh masuk

kedalam pipa.

10.5.3.4. Bila permukaan dalam fiting sambungan telah terkontaminasi sebelum pematrian,

mereka harus dibersihkan kembali untuk layanan oksigen sesuai dengan 10.5.3.10 dan

dibersihkan dengan sikat kawat yang bersih dan bebas dari minyak guna pematrian.

10.5.3.5. Lap yang tidak abrasif harus digunakan untuk membersihkan permukaan luar dari ujung

pipa.

10.5.3.6 Penggunaan sabut baja atau dan kain ampelas harus dilarang.

10.5.3.7 Proses Pembersihan tidak boleh menghasilkan Alur Goresan pada Permukaan yang

disambung.

10.5.3.8. Sesudah diampelas, permukaan harus dilap dengan kain putih yang bersih dan tidak

berbulu.

10.5.3.9. Bagian dalam dari pipa, fiting, katup, dan komponen lain harus diperiksa secara visual

sebelum disambung untuk memastikan bahwa mereka tidak terkontaminasi untuk layanan oksigen

dan bahwa mereka bebas dari hambatan atau kotoran.

10.5.3.10 Permukaan dalam dari ujung pipa, fiting, dan komponen lain yang telah dibersihkan

untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat, tetapi telah terkontaminasi sebelum pemasangan,

dapat dibersihkan kembali di lapangan oleh pemasang dengan menggosok seluruh permukaan

dalam dengan menggunakan kain dan larutan air panas mengandung alkalin seperti sodium

karbonat atau trisodium phospate 450 g dalam 11 liter air layak minum dan dibilas bersih dengan

air panas layak minum.

10.5.3.11 Larutan air pembersih lainnya boleh digunakan untuk pembersihan ulang di lokasi dalam

10.5.3.10. asalkan mereka direkomendasikan sesuai ketentuan yang berlaku.

10.5.3.12 Bahan yang telah terkontaminasi bagian dalamnya dan tidak dibersihkan untuk layanan

oksigen tidak boleh dipasang.

10.5.3.13 Sambungan harus sudah dipatri dalam waktu satu jam sesudah permukaan dibersihkan

untuk pematrian.

10.5.4 Pematrian logam yang berbeda 10.5.4.1 Bahan pengalir patri hanya boleh digunakan bila dalam penyambungan dua metal yang

berbeda seperti tembaga dan perunggu atau kuningan, menggunakan bahan patri perak ( BAg

series ).

10.5.4.2 Permukaan harus dibersihkan untuk pematrian sesuai dengan 10.5.3.

10.5.4.3 Bahan pengalir patri harus digunakan dengan hemat untuk mengurangi kontaminasi

bagian dalam pipa.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

10.5.4.4 Bahan pengalir patri dapat digunakan secara merata pada permukaan yang telah

dibersihkan dan akan disambung dengan menggunakan sikat untuk memastikan penutupan

secara merata dan pembasahan permukaan dengan bahan pengalir patri.

10.5.4.5 Bila memungkinkan, potongan pendek pipa tembaga yang akan dipatri ke komponen

bukan tembaga, dan bagian dalam dari sub-rakitan tersebut harus dibersihkan dari bahan pengalir

patri sebelum pemasangan dalam sistem pemipaan.

10.5.4.6 Dalam penyambungan pipa berukuran DN20 ( NPS ¾ ) ( inchi O.D.) dengan yang

lebih kecil , batang patri berlapis bahan pengalir boleh digunakan sebagai pengganti pemakaian

bahan pengalir patri pada permukaan yang akan disambungkan.

10.5.5 Pembersihan dengan nitrogen 10.5.5.1 Sementara sedang dipatri, sambungan harus selalu dibersihkan dengan nitrogen kering

NF yang bebas minyak untuk mencegah terbentuknya oksida tembaga di permukaan bagian

dalam dari sambungan.

10.5.5.2 Sumber dari gas pembersih harus selalu dimonitor dan pemasang harus diingatkan

dengan alarm peringatan bunyi bila kandungan sumber rendah.

10.5.5.3 Laju aliran gas pembersih tidak boleh menghasilkan suatu tekanan positif dalam sistem

pemipaan.

10.5.5.4 Laju aliran gas pembersih harus dikontrol dengan menggunakan regulator tekanan dan

pengukur laju aliran atau kombinasi keduanya.

10.5.5.5 Pengatur tekanan saja tidak boleh dipergunakan untuk mengontrol laju aliran gas

pembersih.

10.5.5.6 Selama dan sesudah pemasangan, bukaan dalam sistem pemipaan harus ditutup untuk

menjaga suatu atmosfir nitrogen di dalam pemipaan guna mencegah kotoran atau kontaminan

lainnya masuk ke dalam sistem pemipaan.

10.5.5.7 Ketika sambungan sedang dipatri, suatu bukaan pembuangan harus disediakan pada

sisi lain dari sambungan di mana gas pembersih dialirkan.

10.5.5.8 Aliran gas pembersih harus dijaga sampai sambungan terasa dingin bila disentuh.

10.5.5.9 Sesudah sambungan dingin, bukaan pembuangan gas pembersih harus ditutup untuk

mencegah kontaminasi bagian dalam dari pipa dan menjaga atmosfir nitrogen di dalam sistem

pemipaan.

10.5.5.10 Penyambungan akhir dari pemipaan baru ke pemipaan yang telah ada, dan sedang

digunakan, dapat dilakukan tanpa menggunakan nitrogen pembersih.

10.5.5.11 Setelah penyambungan akhir dalam sistem pemipaan gas medik bertekanan positif

dilakukan tanpa pembersihan dengan gas nitrogen, suatu outlet terdekat di zona bagian hilir dari

bagian yang terkena pengaruh penyambungan baik pada pipa baru dan pipa lama yang sedang

digunakan harus diuji sesuai 12.3.9, Uji Penyambungan Akhir Saluran.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10.5.6 Perakitan dan pemanasan sambungan 10.5.6.1 Ujung-ujung pipa harus dimasukkan secara sempurna kedalam soket dari fiting.

10.5.6.2 Bila bahan pengalir patri boleh digunakan, sambungan harus dipanaskan perlahan-

lahan sampai bahan pengalir tersebut mencair.

10.5.6.3 Sesudah bahan pengalir patri mencair, sambungan harus dipanaskan secara cepat

sampai temperatur pematrian, hati-hati jangan sampai sambungan telampau panas.

10.5.6.4 Teknik pemanasan sambungan , penggunaan logam bahan patri campuran, dan

penyambungan horisontal, vertikal dan penyambungan pipa berdiameter besar harus sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

10.5.7 Pemeriksaan sambungan patri 10.5.7.1 Sesudah pematrian, permukaan luar semua sambungan harus dicuci dengan air dan

disikat dengan sikat kawat untuk menghilangkan sisa kotoran dan memungkinkan pemeriksaan

secara visual dari sambungan.

10.5.7.2 Bila telah digunakan bahan pengalir patri, maka pencucian dilakukan dengan

menggunakan air panas.

10.5.7.3 Setiap sambungan yang dipatri harus diperiksa secara visual sesudah pembersihan

permukaan luarnya.

10.5.7.4. Tidak diperkenankan adanya sambungan yang menampakkan kondisi berikut ini :

(1) bahan pengalir patri atau sisanya (bila digunakan bahan pengalir atau bahan patri BAg

berlapis bahan pengalir dalam pematrian dua logam pipa yang berbeda);

(2) logam pipa dan fiting yang meleleh atau berkarat;

(3) logam bahan patri yang tidak meleleh;

(4) kerusakan dari logam bahan patri terlihat secara nyata disekeliling sambungan pada

celah antara pipa dan soket sambungan;

(5) retakan pada pipa atau komponen lainnya;

(6) retakan pada logam bahan patri;

(7) kerusakan sambungan untuk menahan tekanan uji ketika dilakukan uji tekanan awal

oleh pemasang (12.2.3.) dan uji kemampuan mempertahankan tekanan (12.2.6. atau

12.2.7.).

10.5.7.5 Sambungan patri yang teridentifikasi gagal menurut kondisi-kondisi dalam 10.5.7.4. (2)

atau (5) harus diganti.

10.5.7.6 Sambungan patri yang terindikasi gagal menurut kondisi-kondisi dalam 10.5.7.4. (1), (3),

(4), (6) atau (7) boleh diperbaiki , kecuali bahwa sambungan boleh dipanaskan satu kali sebelum

diganti.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

10.5.8 Fiting khusus Fiting khusus berikut boleh dipakai untuk mengganti sambungan patri:

(1) kopling sambungan yang mempunyai tingkat temperatur dan tekanan sambungan tidak

kurang dari suatu sambungan patri;

(2) bila fiting pipa gas dibuat dari logam yang terdaftar atau yang disetujui, menghasilkan

suatu sambungan permanen yang mempunyai sifat mekanik, sifat thermal, dan tingkat

penyekatan (sealing integrity) setara dengan sambungan patri;

(3) fiting dielektrik, bila dipersyaratkan oleh pabrik pembuat peralatan medik khusus, untuk

mengisolasi peralatan dari kelistrikan yang berasal dari sistem pipa distribusi;

(4) kopling dan fiting yang telah diuji oleh pabrik pembuat fiting/kopling untuk layanan

vakum dan yang mempunyai sambungan tekan secara mekanik teruji yang meliputi

sekat cincin elastik (O-ring seal) untuk penggunaan dengan bahan anesthesi;

(5) sambungan beralur yang telah diuji oleh pabrik pembuat kopling/fiting untuk layanan

vakum terdiri dari pipa dengan ujung beralur-gulir dan kopling sambungan-mekanik

dengan gasket elastik yang telah diuji untuk penggunaan dengan bahan anestesi;

(6) pipa tembaga tidak boleh disambungkan dengan alur-guling bila ukuran pipa lebih kecil

daripada DN50 ( NPS 2 in);

(7) penyambungan mekanik-tekan dan sambungan beralur harus dilakukan dengan

menggunakan prosedur kopling/fiting yang direkomendasikan pabrik pembuat.

10.5.9 Sambungan yang dilarang Sambungan-sambungan berikut dilarang pada seluruh sistem pipa distribusi gas medik dan vakum

:

(1) penyambungan tipe kompresi dan kerucut, termasuk sambungan ke outlet dan inlet,

peralatan alarm, dan komponen lainnya;

(2) selain dari sambungan ulir-lurus (straight-threaded), termasuk union.

10.6 Pemasangan pipa dan peralatan

10.6.1 Penentuan ukuran pipa 10.6.1.1 Sistem pemipaan harus dirancang dan ukuran pipa ditentukan untuk menyalurkan laju

aliran yang dibutuhkan pada tekanan penggunaan.

10.6.1.2 Pipa utama dan pipa cabang dalam sistem gas medik tidak boleh kurang dari DN15

(NPS ½) ( in.O.D.).

10.6.1.3 Pipa utama dan pipa cabang dalam sistem vakum bedah-medik tidak boleh kurang dari

DN120 (NPS ¾) ( in.O.D.).

10.6.1.4 Pipa ujung ke masing-masing stasiun (pos) inlet dan outlet tidak boleh kurang dari DN

15 (NPS ½ ) ( in.O.D.).

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10.6.1.5 Pipa keluar yang menuju panel alarm,dan pipa sambungan ke indikator tekanan dan

peralatan alarm boleh berukuran DN 8 ( NPS ¼ ) ( in.O.D.).

10.6.2 Proteksi pipa Pemipaan harus diproteksi dari kemungkinan pembekuan, karat, dan kerusakan fisik.

10.6.2.1 Pipa yang terekspos di koridor dan di tempat lain yang dapat terkena kerusakan fisik

akibat pergerakan kereta pasien, tandu, peralatan portabel, atau kereta barang, harus diberi

pelindung.

10.6.2.2 Pipa bawah tanah dalam bangunan atau tertanam dalam lantai beton atau dinding harus

dipasang dalam saluran konduit yang menerus.

10.6.3 Lokasi pemipaan 10.6.3.1 Pipa tegak boleh dipasang di saf pemipaan, jika diproteksi terhadap kerusakan fisik,

temperatur tinggi, korosi atau kontak dengan minyak

10.6.3.2 Pemipaan tidak boleh dipasang di dapur, ruang panel listrik, saf elevator, dan ruangan

dengan nyala api terbuka.

10.6.3.3 Pipa gas medik boleh dipasang pada kanal (trench) atau lorong yang sama dengan pipa

bahan bakar gas, pipa bahan bakar minyak, atau kabel/saluran listrik, dan utilitas sejenis asalkan

kanal atau lorong tersebut diberi ventilasi (alami atau mekanis) dan mempunyai temperatur ambien

maksimum di sekitar pipa gas medik 54o C ( 130 o F )

10.6.3.4 Pemipaan gas medik tidak boleh ditempatkan di lokasi yang dapat menyebabkan kontak

dengan minyak, termasuk tempat genangan bila terjadi kebocoran minyak.

10.6.4 Penggantung dan penyangga pipa 10.6.4.1 Pemipaan harus ditumpu pada struktur bangunan sesuai dengan standar teknis yang

berlaku.

10.6.4.2 Penggantung atau penumpu pipa harus memenuhi dengan standar teknis yang berlaku.

10.6.4.3 Penggantung untuk pipa tembaga harus mempunyai pelapis tembaga dan sesuai

dengan ukuran pipa tembaga.

10.6.4.4 Pada lokasi yang berpotensi lembab, penggantung atau penumpu pipa tembaga yang

kontak langsung dengan pipa harus diberi lapisan (cat) plastik atau diberi isolasi terhadap pipanya.

10.6.4.5 Jarak maksimum antar penumpu harus sesuai dengan Tabel 1.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

Tabel 1. Jarak maksimum antar penyangga pipa

Ukuran Jarak penyangga

Pipa Cm Ft

DN8(NPS ¼ )( 3/8 in O.D.) 152 5

DN10(NPS 3/8 )( ½ in O.D.) 183 6

DN15(NPS ½ )(5/8 in O.D.) 183 6

DN20(NPS ¾ )(7/8 in O.D.) 213 7

DN25(NPS 1)(1 1/8 in O.D.) 244 8

DN32(NPS 1¼ )(1 3/8 in O.D.)

dan lebih besar 274 9

DN40( NPS 1½ )(1 5/8 in O.D.) 305 10

Pipa tegak, semua ukuran, di

semua lantai tidak boleh lebih dari : 457 15

10.6.4.6. Bila dipersyaratkan, pemipaan gas medik dan vakum harus tahan gempa sesuai dengan

peraturan bangunan yang ada.

10.6.5. Pipa bawah tanah di luar bangunan 10.6.5.1. Pipa yang ditanam di luar bangunan harus dipasang di bawah kedalaman penetrasi

pembekuan setempat.

10.6.5.2 Pipa bawah tanah harus dalam suatu konstruksi pelindung yang kontinyu untuk

memproteksi pipa pada saat pekerjaan penimbunan berlangsung.

10.6.5.3 Konstruksi pelindung harus dibelah, atau dengan suatu cara lain, untuk menyediakan

akses terhadap sambungan pipa selama pemeriksaan visual dan uji kebocoran.

10.6.5.4 Pipa bawah tanah yang akan menerima beban permukaan harus ditanam pada suatu

kedalaman yang akan melindungi pipa dan konstruksi pelindung dari tekanan yang berlebihan.

10.6.5.5 Tebal minimum timbunan tanah yang akan menutupi bagian atas konstruksi pelindung

untuk pipa yang ditanam di luar bangunan haruslah 90 cm ( 36 In.). kecuali itu tebal minimum

dapat dikurangi sampai 45 cm ( 18 in ) bila kerusakan fisik dapat dicegah dengan cara lain.

10.6.5.6 Kanal harus digali sedemikian sehingga konstruksi pelindung pipa mendapatkan daya

dukung tanah yang kokoh dan kontinyu pada bagian dasar dari kanal.

10.6.5.7 Tanah timbunan harus bersih dan dipadatkan sedemikian untuk melindungi dan

mendukung konstruksi pelindung pipa secara kontinyu.

10.6.5.8 Pita atau tanda kontinyu yang diletakkan tepat di atas konstruksi pelindung saluran pipa,

harus jelas menunjukkan jalur pipa dengan nama yang spesifik.

10.6.5.9 Sarana peringatan yang kontinyu juga harus disediakan di atas jalur pemipaan pada

tinggi kira-kira setengah kedalaman tanah timbunan.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10.6.5.10 Bila pipa bawah tanah yang dipasang menembus dinding, ujung-ujung bagian yang

tertembus harus diberi sekat penutup untuk mencegah air permukaan masuk kedalam bangunan.

10.6.6 Titik pencabangan Pencabangan aliran dari pipa horisontal diambil dari atas garis sumbu pipa utama atau pipa

cabang dan naik ke atas dengan sudut 450 dari arah vertikal.

10.6.7 Slang dan sambungan fleksibel 10.6.7.1 Slang dan sambungan fleksibel baik dari bahan logam atau bukan logam tidak boleh

lebih panjang dari yang diperlukan dan tidak boleh menembus atau tersembunyi dalam dinding,

lantai, langit-langit, atau dinding partisi.

10.6.7.2 Sambungan fleksibel baik dari bahan logam atau bukan logam harus mempunyai

tekanan ledak relatif minimum 6895 kPa (1000 psig).

10.6.8 Penyambungan antar sistem yang dilarang 10.6.8.1 Dua atau lebih sistim pemipaan gas atau vakum tidak boleh saling dihubungkan guna

pemasangan, pengujian atau untuk alasan lainnya.

10.6.8.2 Uji kebocoran harus dilakukan dengan pemuatan gas, dan pengujian dilakukan secara

terpisah untuk masing-masing sistem pemipaan.

10.6.9 Petunjuk pabrik pembuat 10.6.9.1. Pemasangan komponen individual harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dari pabrik

pembuat.

10.6.9.2 Instruksi seperti itu harus memuat arahan dan informasi yang oleh pabrik pembuat

dipandang cukup untuk melaksanakan pengoperasian, pengujian dan pemeliharaan yang tepat

dari sistem gas medik dan vakum.

10.6.9.3 Fotocopy dari instruksi pabrik pembuat harus diserahkan kepada pemilik sistem.

10.6.10 Perubahan dalam penggunaan sistem 10.6.10.1 Bila suatu sistem distribusi gas medik bertekanan positif yang mula-mula digunakan atau

dibangun untuk sebuah tekanan dan untuk satu gas tertentu dikonversikan untuk pengoperasian

pada tekanan lain atau gas lain, semua ketentuan 10 harus diterapkan seolah-olah sistem adalah

baru.

10.6.10.2 Sistim vakum tidak boleh dikonversikan untuk digunakan sebagai suatu sistem gas.

10.6.11 Kualifikasi pelaksana pemasangan 10.6.11.1 Instalasi sistem gas medik dan vakum harus dilakukan oleh teknisi yang cakap,

kompeten, dan berpengalaman dalam membangun instalasi semacam itu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

10.6.11.2 Pelaksana pemasangan sistem gas medik dan vakum harus memenuhi ketentuan yang

berlaku. (Standar kualifikasi profesional pelaksana pemasangan sistem instalasi gas medik dan

vakum.)

10.6.11.3 Pematrian harus dilakukan oleh seseorang yang cakap menurut ketentuan 10.6.12.

10.6.11.4 Sebelum suatu pekerjaan instalasi dilakukan, pelaksanan pemasangan pemipaan gas

medik dan vakum medik harus menyediakan dan menyimpan dokumentasi, di tempat pelaksanaan

pekerjaan, tentang kualifikasi prosedur pematrian dan kualifikasi masing-masing tukang patri

seperti yang dipersyaratkan pada 10.6.12.

10.6.11.5 Personil dari organisasi pelayanan kesehatan boleh memasang sistem pemipaan bila

semua persyaratan pada 10.6.11 dipenuhi selama pemasangan.

10.6.12 Kualifikasi prosedur pematrian dan pekerjaan pematrian 10.6.12.1 Prosedur pematrian dan kinerja tukang patri untuk pemasangan pipa gas medik dan

vakum harus cakap (memenuhi kualifikasi) sesuai standar yang berlaku, dimana keduanya telah

dimodifikasi seperti pada 10.6.12.2. sampai 10.6.12.5.

10.6.12.2 Tukang patri harus diuji kecakapannya dengan pemeriksaan visual dari potongan tes

pematrian diikuti oleh pemotongan hasil pematrian.

10.6.12.3 Spesifikasi prosedur pematrian harus membahas pembersihan, jarak bebas dari

sambungan, panjang overlap, gas pembersih bagian dalam pipa, laju gas pembersih, dan logam

bahan patri.

10.6.12.4 Spesifikasi prosedur pematrian dan catatan kinerja uji kualifikasi tukang patri harus

mendokumentasikan logam bahan patri yang digunakan, pembersihan, jarak bebas dari

sambungan, panjang overlap, gas pembersih bagian internal dan laju aliran gas pembersih selama

pematrian dari potongan pipa, dan ada/tidaknya oksidasi pada bagian dalam dari potongan pipa

yang telah selesai dipatri.

10.6.12.5 Kualifikasi prosedur pematrian yang disahkan (dikeluarkan) oleh sebuah kelompok atau

badan yang secara teknis berkompeten harus boleh digunakan dalam kondisi berikut :

(1) spesifikasi prosedur pematrian dan catatan prosedur uji kualifikasi memenuhi

persyaratan dari standar ini;

(2) pemberi tugas mendapatkan masing-masing sebuah salinan dari spesifikasi prosedur

pematrian dan catatan pendukung uji kualifikasi dari kelompok atau badan yang

menerbitkannya, dan menandatangani dan memberi tanggal pada catatan ini, dan

dengan demikian menerima tanggung jawab untuk spesifikasi dan uji kualifikasi yang

dilaksanakan oleh grup atau badan tersebut;

(3) pemberi tugas menguji kualifikasi setidaknya seorang pelaku pematrian dengan

mengikuti setiap spesifikasi prosedur pematrian yang digunakan.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

10.6.12.6 Seorang pemberi tugas boleh menerima catatan uji kualifikasi tukang patri dari pemberi

tugas sebelumnya di bawah kondisi berikut :

(1) tukang patri tersebut telah diuji kecakapannya dengan menggunakan sebuah prosedur

yang sama atau setara dengan yang digunakan oleh pemberi tugas yang baru.

(2) pemberi tugas yang baru memperoleh sebuah salinan rekaman kinerja uji kecakapan

tukang patri tersebut dari pemberi tugas sebelumnya dan menandatangani dan

memberi penanggalan pada rekaman ini, dengan demikian menerima tanggung jawab

untuk uji kualifikasi yang dilaksanakan oleh pemberi kerja sebelumnya.

10.6.12.7 Uji kualifikasi kinerja dari tukang patri harus tetap berlaku selamanya kecuali jika tukang

patri tersebut tidak melakukan pekerjaan pematrian, dengan prosedur yang telah dibakukan,

dalam waktu lebih dari 6 bulan, atau ada alasan khusus untuk mempertanyakan kemampuan dari

tukang patri tersebut.

11 Penamaan dan identifikasi Lihat tabel 2.

11.1 Penamaan pipa 11.1.1 Pemipaan harus dinamai dengan menggunakan penandaan yang dicetakkan atau

penandaan yang ditempelkan guna menunjukkan sistem gas medik atau vakum.

11.1.2 Label pipa harus menunjukkan nama gas/sistem vakum atau simbol kimia.

11.1.3 Untuk gas nitrogen, bila sistem pemipaan gas bertekanan positif bekerja pada tekanan

selain dari tekanan relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55 psig) atau tekanan

relatif dari 1100 sampai 1275 kPa (160 sampai 185 psig), label pipa harus mencantumkan tekanan

operasional tidak standar ini sebagai tambahan pada nama gas.

11.1.4 Label pipa harus ditempatkan pada lokasi seperti berikut :

(1) pada interval jarak tidak lebih dari 6,1 m (20 ft);

(2) setidaknya satu di dalam setiap ruangan;

(3) pada kedua sisi dinding atau partisi yang diterobos pipa;

(4) setidaknya satu pada setiap tingkat ketinggian yang dilewati oleh pipa tegak (riser).

11.2 Katup penyetop 11.2.1 Katup penyetop harus diindetifikasikan sebagai berikut:

(1) nama atau simbol kimia untuk gas medik atau sistem vakum yang spesifik;

(2) ruangan atau area yang dilayani;

(3) sebuah peringatan untuk tidak menutup atau membuka katup kecuali dalam keadaan

darurat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

11.2.2 Untuk gas Nitrogen atau udara instrumen, bila sistem pemipaan gas bertekanan positif

bekerja pada tekanan selain dari tekanan relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55

psig) atau tekanan relatif dari 1100 sampai 1275 kPa (160 sampai 185 psig), identifikasi katup

harus juga mencakup tekanan operasional tidak standar tersebut.

11.2.3 Katup sumber harus diberi label pada bagian dasarnya sebagai berikut:

KATUP SUMBER UNTUK (NAMA SUMBER)

11.2.4 Katup saluran utama harus dinamai pada bagian dasarnya seperti berikut:

KATUP SALURAN UTAMA UNTUK (NAMA GAS/VAKUM) MELAYANI (NAMA BANGUNAN)

11.2.5 Katup pipa tegak harus dinamai pada dasarnya seperti berikut:

PIPA TEGAK UNTUK (NAMA GAS/VAKUM) MELAYANI

(NAMA AREA/BANGUNAN YANG DILAYANI OLEH PIPA TEGAK TESEBUT)

11.2.6 Katup layanan harus dinamai pada dasarnya seperti berikut:

KATUP LAYANAN UNTUK (NAMA GAS/VAKUM)

MELAYANI (NAMA AREA/BANGUNAN YANG DILAYANI OLEH KATUP

TERSEBUT)

11.3 Stasiun outlet dan inlet 11.3.1 Stasiun outlet dan inlet harus diidentifikasikan dengan nama atau simbol kimia untuk gas

medik atau vakum tertentu yang disediakannya.

11.3.2 Untuk gas Nitrogen, bila sistem gas medik bekerja pada tekanan selain dari tekanan

relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55 psig) atau tekanan relatif dari 1100 sampai

1275 kPa (160 sampai 185 psig), identifikasi stasiun outlet harus mencantumkan tekanan

operasional yang tidak standar tersebut sebagai tambahan pada nama gas.

11.4 Panel alarm Penamaan panel alarm harus memenuhi persyaratan butir 5.1.9.1 (6) dan (7)

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabe

l 2

- Sta

ndar

pen

anda

an w

arna

dan

teka

nan

oper

asio

nal u

ntuk

sis

tem

gas

dan

vak

um

Laya

nan

gas

Sing

kata

n na

ma

War

na (l

atar

/tulis

an)

Stan

dar u

kura

n te

kana

n U

dara

Med

ik

Uda

ra te

kan

med

ik

Hija

u/hi

tam

34

5 ~

420

kPa

(50

~ 55

psi

) K

arbo

n di

oksi

da

CO

2 H

itam

/put

ih

345

~ 4

20 k

Pa

(50

~ 55

psi

) H

eliu

m

He

Cok

lat/p

utih

34

5 - 4

20 k

Pa (5

0 –5

5 ps

i) N

itrog

en

N2

Abu

-abu

/put

ih

1100

- 14

75 k

Pa

(160

-185

psi

) N

itrou

s ok

sida

N

2O

Biru

/put

ih

345

- 420

kPa

(50-

55 p

si)

Oks

igen

O

2 P

utih

/hija

u 34

5 - 4

20 k

Pa (5

0 –5

5 ps

i) O

ksig

en/c

ampu

ran

karb

on d

ioks

ida

O2/

CO

2n%

(n a

dala

h %

dar

i C

O2)

H

ijau/

putih

34

5 ~

420

kPa

(50

~ 55

psi)

Vak

um m

edik

- be

dah

Med

Vac

K

unin

g/hi

tam

38

0 m

m s

ampa

i 760

mm

(15

in. s

ampa

i 30

in.)

HgV

. Li

mba

h an

aste

tik

buan

gan

gas

BS

GA

V

iole

t (w

arna

lem

bayu

ng)/p

utih

B

erva

riasi

ses

uai t

ipe

sist

em

Cam

pura

n la

in

Gas

A%

/ G

as B

%

War

na s

eper

ti di

ata

s ga

s ut

ama

(maj

or) u

ntuk

la

tar/

gas

min

or u

ntuk

tulis

an

Tida

k ad

a

Uda

ra n

on m

edik

(ti

ngka

t 3 a

lat

berte

naga

gas

)

Kun

ing

dan

putih

gar

is d

iago

nal/h

itam

Ti

dak

ada

Vak

um n

on m

edik

da

n tin

gkat

3

P

utih

dan

hita

m g

aris

dia

gona

l/kot

ak h

itam

Ti

dak

ada

Labo

rato

rium

uda

ra

K

unin

g da

n pu

tih p

apan

cek

/hita

m

Tida

k ad

a La

bora

toriu

m

Vaku

m

P

utih

dan

hita

m p

apan

cek

/kot

ak h

itam

Ti

dak

ada

udar

a In

stru

men

Mer

ah/p

utih

11

00-1

475

kPa

(160

-185

psi

)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63

12 Pemeriksaan dan pengujian (gas, vakum medik-bedah, dan BSGA)

12.1 Umum 12.1.1 Pemeriksaan dan pengujian harus dilaksanakan pada semua sistem gas dalam pipa yang

baru, penambahan, renovasi, instalasi sementara, atau sistem yang sedang diperbaiki, untuk

memastikan fasilitas tersebut, dengan prosedur yang didokumentasikan, bahwa semua ketentuan

yang berlaku dari dokumen ini telah ditaati dan integritas sistem tercapai atau terjaga

12.1.2 Pemeriksaan dan pengujian harus mencakup semua komponen atau bagian sistem

tetapi tidak membatasi pada, sumber gas curah, manifol, sistem sumber udara bertekanan (seperti

kompresor, pengering, saringan, regulator), alarm sumber dan pengawasan keamanan, alarm

utama, jalur pipa, katup isolasi, alarm wilayah, katup zona, dan stasiun inlet (vakum) dan stasiun

outlet (gas bertekanan).

12.1.3 Semua sistem yang dibuka/ditembus dan komponen-komponen yang mengalami

penambahan, perbaikan, atau penggantian (seperti sumber gas baru: curah, manifol, kompresor,

pengering, alarm) harus diperiksa dan diuji.

12.1.4 Sistem-sistem harus dipandang telah dibuka/ditembus pada titik penyusupan dalam jalur

pipa oleh pemisahan fisik atau oleh pelepasan, penggantian, atau penambahan komponen sistem.

12.1.5 Bagian dari sistem yang dibuka/ditembus yang mengalami pemeriksaan dan pengujian

harus dibatasi hanya pada zona spesifik yang telah diubah dan komponen dalam zona atau

daerah yang berhubungan langsung, dan berada di hulu dari sistem vakum dan di hilir dari gas

bertekanan pada titik atau area penyusupan.

12.1.6 Laporan pemeriksaan dan pengujian harus diserahkan langsung pada pihak yang

dikontrak untuk pengujian, dan harus menyerahkan laporan melalui jalur-jalur pelaporan kepada

otoritas fasilitas yang bertanggung jawab dan fihak lain yang dipersyaratkan.

12.1.7 Laporan harus berisikan daftar rincian semua temuan dan hasil pemeriksaan dan

pengujian.

12.1.8 Otoritas fasilitas yang bertanggung jawab harus meninjau ulang catatan pemeriksaan dan

pengujian ini sebelum penggunaan semua sistem untuk menjamin bahwa semua temuan dan hasil

pemeriksaan dan pengujian telah diselesaikan dengan baik.

12.1.9 Semua dokumentasi yang mengacu pada pemeriksaan dan pengujian harus disimpan

pada lokasi setempat dalam fasilitas.

12.1.10 Sebelum sistem pemipaan digunakan, otoritas di dalam fasilitas harus bertanggung jawab

untuk memastikan bahwa gas/vakum yang disalurkan (didistribusikan) pada outlet/inlet adalah

seperti yang ditunjukkan pada label outlet/inlet dan bahwa fiting penyambungan yang tepat telah

terpasang untuk pelayanan gas/vakum tertentu.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

12.1.11 Penerimaan laporan pemeriksaan oleh verifikator boleh digunakan untuk memenuhi

persyaratan pada 12.1.10.

12.1.12 Untuk tujuan pengujian, pencopotan komponen dalam suatu sistem sumber untuk

perbaikan dan pemasangan kembali, atau penggantian komponen yang serupa, harus

diperlakukan seperti pekerjaan baru, bila pekerjaan seperti itu melibatkan pemotongan dan/atau

pematrian pipa baru.

12.1.12.1 Bila tidak ada pipa yang diubah, pengujian fungsional harus dilaksanakan seperti

(1) untuk memeriksa fungsi dari peralatan yang diganti;

(2) untuk menjamin bahwa tidak ada peralatan lain dalam sistem terkena pengaruh yang

merugikan.

12.1.12.2 Bila tidak ada pipa yang diubah, sebagai tambahan pada pengujian fungsi umum

seperti dipersyaratkan pada 12.1.12.1, pengujian harus dilaksanakan seperti berikut:

(1) sumber gas bertekanan harus diuji sesuai 12.3.14.2 tergantung jenis peralatan;

(2) sumber udara medik dan sumber udara instrumentasi harus diuji menurut 12.3.14.2(A).

(3) Sistem vakum dan BSGA harus diuji menurut 12.3.14.4.

(4) Sistem alarm harus diuji menurut 12.3.5.2 dan 12.3.5.3

(5) Semua komponen yang berpengaruh harus diuji, sesuai dengan komponen spesifik

tersebut (misal alat monitor titik embun - dew point), pengganti harus diuji menurut

3.5.15).

12.2 Pengujian yang dilaksanaan oleh pelaksana pemasangan

12.2.1 Umum 12.2.1.1 Pengujian yang dipersyaratkan oleh 12.2 harus dilaksanakan dan didokumentasikan oleh

pelaksana pemasangan sebelum melaksanakan pengujian yang tercatat pada 12.3, Pemeriksaan

sistem.

12.2.1.2 Pengujian gas harus menggunakan Nitrogen NF kering, bebas minyak.

12.2.1.3 Bila rakitan peralatan buatan pabrik akan dipasang, pengujian yang dipersyaratkan oleh

12.2 harus dilaksanakan sebagai berikut :

(1) setelah pemasangan pipa distribusi selesai, tetapi sebelum uji kemampuan

mempertahankan tekanan;

(2) sebelum pemasangan rakitan peralatan buatan pabrik yang disuplai dipasok melalui

pipa slang atau pipa fleksibel;.

(3) pada semua stasiun outlet/inlet pada rakitan buatan pabrik terpasang yang dipasok

melalui pipa tembaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65

12.2.2 Pembersihan awal Pemipaan pada sistem distribusi gas medik dan vakum harus dibersihkan dengan cara ditiup

dengan menggunakan Nitrogen kering, bebas minyak, sebagai berikut :

(1) setelah pemasangan pipa distribusi;

(2) sebelum pemasangan stasiun outlet/inlet dan komponen sistem lainnya (misal

peralatan alarm tekanan/vakum, indikator tekanan/vakum, katup relief tekanan,

manifol, peralatan sumber).

12.2.3 Pengujian tekanan awal 12.2.3.1 Setiap bagian pemipaan dalam sistem gas medik dan vakum harus diuji tekanan.

12.2.3.2 Pengujian tekanan awal harus dilaksanakan sebegai berikut:

(1) setelah pemasangan stasiun outlet/inlet dalam seluruh rakitan, tutup pipa pengujian

boleh digunakan;

(2) sebelum pemasangan komponen-komponen dari sistem pipa distribusi yang bisa

menjadi rusak oleh pengujian tekanan (misal peralatan alarm tekanan/vakum, indikator

tekanan/vakum, katup relief tekanan, rakitan peralatan buatan pabrik dengan slang

fleksibel, slang , dan lainnya).

12.2.3.3 Katup penyetop sumber harus tetap tertutup selama pengujian ini.

12.2.3.4 Tekanan uji untuk gas bertekanan harus 1,5 kali tekanan kerja sistem tetapi tidak kurang

dari tekanan relatif 1035 kPa (150 psig).

12.2.3.5 Tekanan uji untuk vakum harus tidak kurang dari tekanan relatif 415 kPa (60 psi).

12.2.3.6 Pengujian tekanan harus dijaga sampai setiap sambungan telah diuji kebocoran dengan

menggunakan air sabun atau cara pendeteksi kebocoran lain yang setara efektifitasnya, dan aman

digunakan bersama oksigen.

12.2.3.7 Kebocoran, jika ada, harus ditetapkan lokasinya, diperbaiki (jika dibolehkan), diganti (jika

dibutuhkan), dan diuji ulang.

12.2.4 Pengujian sambungan silang Antara berbagai sistem pemipaan gas dan vakum medik harus diperiksa bahwa tidak terdapat

sambungan silang di antaranya.

12.2.4.1 Semua tekanan dalam sistem pemipaan harus diturunkan hingga pada tekanan atmosfir.

12.2.4.2 Sumber gas uji harus diputuskan dari semua sistem pemipaan kecuali untuk satu-

satunya sistem yang akan diuji.

12.2.4.3 Sistem yang sedang diuji harus diisi dengan Nitrogen NF kering, bebas minyak, hingga

tekanan relatif 345 kPa (50psig).

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

12.2.4.4 Setelah pemasangan masing-masing muka panel dengan adaptor yang tepat dan yang

sesuai dengan label outlet/inlet, setiap outlet/inlet pada setiap sistem pemipaan gas medik dan

vakum yang terpasang harus diperiksa untuk menentukan bahwa uji gas disalurkan hanya dari

sistem pemipaan yang sedang diuji.

12.2.4.5 Pengujian sambungan silang yang dimaksud dalam 12.2.4 harus diulangi untuk setiap

sistem pemipaan gas medik dan vakum yang terpasang.

12.2.4.6 Penamaan dan identifikasi yang tepat pada outlet/inlet sistem harus dikonfirmasikan

selama pengujian ini.

12.2.5 Pengujian kebersihan pemipaan Outlet pada setiap sistem pemipaan gas medik harus dibersihkan untuk membuang setiap partikel

bahan dari pipa distribusi.

12.2.5.1 Dengan menggunakan adaptor yang tepat, setiap outlet harus dibersihkan dengan aliran

gas uji dalam volume besar yang terputus-putus sampai uji pembersihan ini tidak menghasilkan

perubahan warna pada kain putih bersih.

12.2.5.2 Pembersihan ini harus dimulai pada bagian terjauh dari katup zona.

12.2.6 Pengujian kemampuan mempertahankan tekanan untuk pemipaan gas medik bertekanan positif

Setelah lulus uji tekanan awal menurut 12.2.3, pipa distribusi gas medik harus dikenai suatu uji

kemampuan mempertahankan tekanan.

12.2.6.1 Pengujian harus dilakukan setelah pemasangan terakhir dari katup stasiun keluaran,

muka panel, dan komponen sistem distribusi lainnya (misal alat alarm tekanan, indikator tekanan,

katup pelepasan tekanan saluran, rakitan buatan pabrik, selang, dan sebagainya).

12.2.6.2 Katup sumber harus ditutup selama dalam pengujian ini

12.2.6.3 Sistem pemipaan harus dikenai pengujian kemampuan menahan tekanan selama 24 jam

dengan menggunakan Nitrogen NF kering, bebas minyak.

12.2.6.4 Tekanan uji harus 20 persen diatas tekanan kerja normal sistem saluran.

12.2.6.5 Pada akhir pengujian, harus tidak ada perubahan tekanan uji selain daripada yang

disebabkan oleh perubahan temperatur udara ambien, seperti yang diijinkan dalam 12.2.7.6.

12.2.6.6 Kebocoran, bila ada, harus ditentukan tempatnya, diperbaiki (bila dibolehkan) atau

diganti (bila diperlukan), dan diuji ulang.

12.2.7 Pengujian kemampuan menahan tekanan untuk sistem vakum Setelah lulus pengujian tekanan awal menurut 12.2.3, pemipaan distribusi vakum harus dikenai

suatu pengujian kemampuan menahan tekanan vakum.

12.2.7.1 Pengujian harus dilakukan setelah pemasangan semua komponen sistem vakum.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67

12.2.7.2 Sistem pemipaan harus dikenai pengujian kemampuan mempertahankan tekanan vakum

selama 24 jam.

12.2.7.3 Tekanan relatif pengujian uji tidak boleh kurang dari 300 mm (12 in) HgV.

12.2.7.4 Selama pengujian, hubungan sumber tekanan vakum uji harus dilepas dari sistem

pemipaan.

12.2.7.5 Pada akhir pengujian harus tidak terdapat perubahan vakum uji selain dari pada yang

disebabkan oleh perubahan temperatur udara ambien, seperti yang diijinkan dalam 12.2.7.6.

12.2.7.6 Perubahan vakum uji yang disebabkan oleh pemuaian atau pengerutan harus boleh

dihitung dengan metoda hubungan tekanan-temperatur seperti berikut:

(1) tekanan absolut akhir yang dihitung sama dengan tekanan absolut awal dikalikan

dengan temperatur absolut akhir dan dibagi dengan temperatur absolut awal;

(2) tekanan absolut adalah pembacaan tekanan relatif ditambah 101,4 kPa (14,7 psi);

(3) temperatur absolut adalah pembacaan temperatur ditambah 238 oC (460 oF);

(4) pembacaan tekanan relatif akhir yang diijinkan sama dengan pembacaan tekanan

absolut akhir dikurangi tekanan relatif sebesar 101,4 kPa (14,7 psi).

12.2.7.7 Kebocoran, bila ada, harus ditentukan tempatnya, diperbaiki (bila dibolehkan) atau

diganti (bila diperlukan), dan diuji ulang

12.3 Verifikasi sistem

12.3.1. Umum 12.3.1.1 Uji verifikasi harus dilakukan hanya setelah lulus semua uji yang dipersyaratkan dalam

12.2 uji yang dilakukan pelaksana pemasangan.

12.3.1.2 Gas uji haruslah bebas minyak, dari jenis Nitrogen NF kering atau gas sistem bilamana

diijinkan.

12.3.1.3 Pengujian pengujian harus dilakukan oleh pihak yang secara teknis berkompeten dan

berpengalaman di bidang pengujian saluran pipa gas medik dan vakum dan memenuhi

persyaratan yang berlaku.

12.3.1.4 Pengujian harus dilakukan oleh pihak lain, bukan dari kontraktor pemasangan.

12.3.1.5 Bila sistem belum pernah dipasang oleh personil setempat dari fasilitas, pengujian harus

boleh dilakukan oleh personil organisasi tersebut yang memenuhi persyaratan 12.3.13

12.3.1.6 Semua pengujian yang dipersyaratkan dalam 12.3 harus dilakukan setelah pemasangan

dari setiap rakitan peralatan buatan pabrik yang dipasok melalui slang atau pipa lentur.

12.3.1.7 Bila terdapat banyak titik penyambungan yang mungkin untuk terminal-terminal, setiap

posisi yang mungkin harus diuji secara independen.

5.1.12.3.1.8 Bila diijinkan oleh instansi berwenang, dimana penggunaan nitrogen tidak

memungkinkan, gas sumber harus boleh dipergunakan untuk pengujian berikut:

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(1) uji kemampuan mempertahankan tekanan (12.3.2);

(2) uji sambungan silang (12.3.3);

(3) uji alarm (12.3.5);

(4) uji pembersihan pipa (12.3.6);

(5) uji kebersihan pipa dari partikel (12.3.7);

(6) uji kemurnian pipa (12.3.8);

(7) uji tekanan kerja (12.3.10).

12.3.2 Pengujian kemampuan mempertahankan tekanan Sistem pemipaan harus dilakukan pengujan kemampuan mempertahankan tekanan selama 10

menit, pada tekanan kerja saluran dengan menggunakan prosedur berikut:

(1) setelah sistem diisi dengan nitrogen atau gas sumber, katup sumber dan semua katup

zona harus ditutup;

(2) sistem pemipaan harus tidak menunjukkan penurunan tekanan setelah 10 menit;

(3) Setiap kebocoran yang ditemukan harus ditandai lokasinya, diperbaiki dan diuji

kembali menurut 12.2.6.

12.3.3 Pengujian sambung-silang Setelah penutupan dari dinding-dinding dan lulus persyaratan 12.2 pengujian yang dilakukan

pelaksana pemasangan, sistem harus diperiksa bahwa tidak ada sambung silang dari sistem-

sistem pemipaan, dengan metoda yang dijelaskan dalam 12.3.3.1 atau 12.3.3.2

12.3.3.1 Pemberian tekanan masing-masing pipa (a) tekanan dalam semua sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diturunkan

sampai tekanan atmosfir;

(b) semua sumber gas uji dari semua sistem gas medik dan vakum, dengan perkecualian

sistem yang sedang diuji, harus diputuskan hubungannya;

(c) sistem yang sedang diuji harus diberi tekanan sampai tekanan relatif 345 kPa (50 psi);

(d) dengan adapter yang sesuai dan dengan label-label keluaran, setiap stasiun (pos)

inlet/outlet dari semua sistem gas medik dan vakum yang terpasang harus diperiksa

untuk menentukan bahwa gas uji hanya dikeluarkan dari lubang masukan/keluaran dari

sistem pemipaan yang sedang diuji;

(e) sambungan sumber gas uji harus diputuskan dan sistem yang diuji diturunkan

tekanannya hingga tekanan atmosfir;

(f) dilanjutkan menguji setiap sistem pemipaan lainnya hingga semua sistem pemipaan

gas medik dan vakum bebas dari sambungan silang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69

12.3.3.2 Pengujian beda tekanan (a) tekanan dalam semua sistem gas medik harus diturunkan sampai tekanan atmosfir

(b) tekanan gas uji dalam semua sistem pemipaan gas medik harus dinaikkan hingga

harga-harga yang ditunjukkan dalam tabel 3, bersama sama mempertahankan tekanan

nominal ini hingga keseluruhan pengujian.

(c) sistem dengan tekanan kerja yang tidak standar harus diuji pada suatu tekanan relatif

sekurangnya 70 kPa (10 psig) lebih tinggi atau lebih rendah dari setiap sistem lainnya

yang sedang diuji.

(d) setiap sistem vakum harus dalam kondisi beroperasi sehingga sistem vakum ini diuji

pada waktu yang sama dengan sistem gas medik yang sedang diuji.

Tabel 3 - Berbagai tekanan pengujian.

Gas medik Tekanan

Tekanan Relatif

Campuran gas 140 kPa (20 psi) Nitrogen/Udara instrumen 210 kPa (30 psi) Nitro oksida 275 kPa (40 psi) Oksigen 345 kPa (50 psi) Udara Medik 415 kPa (60 psi) Sistem pada tekanan tidak standar 70 kPa (10 psi) lebih tinggi dari rendah dari

setiap sistem lainnya HgV Vakum Vakum 510 mm (20 in) HgV BSGA 380 mm (15 in) HgV (bila dirancang

demikian)

(e) Setelah pengaturan tekanan sesuai dengan 12.3.3.2.(b) dan (c), setiap stasiun outlet

untuk sistem gas medik harus diuji dengan menggunakan sambungan gas-khusus

untuk setiap sistem dengan pengukur tekanan pengujian terpasang, untuk

memverifikasikan bahwa tekanan uji/vakum yang benar telah diperoleh pada setiap

inlet/outlet dari masing-masing sistem yang terdaftar dalam tabel 3.

(f) Setiap pengukur tekanan pengujian yang digunakan dalam pelaksanaan pengujian ini

harus dikalibrasikan dengan indikator tekanan yang digunakan pada regulator saluran

tekanan yang dipakai untuk menyediakan (indikasi) tekanan sumber.

(g) Setiap stasiun (pos) outllet harus diidentifikasikan dengan suatu label (dan penandaan

dengan warna, bila digunakan), dan tekanan yang diindikasikan pada pengukur

tekanan uji harus seperti yang terdapat dalam tabel 3 untuk sistem yang sedang diuji.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

12.3.4 Pengujian katup Katup yang dipasang pada sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diuji untuk memeriksa

kebenaran dari pengoperasian dan ruangan atau daerah yang dikontrolnya.

12.3.4.1 Harus dibuat daftar yang memuat data ruangan atau daerah yang dikontrol oleh masing-

masing katup untuk masing-masing gas.

12.3.4.2 Informasi dalam daftar tersebut harus digunakan untuk membantu dan memeriksa

kebenaran pemberian label yang tepat dari semua katup.

12.3.5 Pengujian alarm

12.3.5.1 Umum (a) Semua sistem peringatan untuk setiap sistem gas medik dan vakum harus diuji untuk

memastikan bahwa semua komponen berfungsi dengan tepat sebelum menempatkan

sistem ke dalam pemakaian;

(b) Rekaman permanen dari semua pengujian ini harus disimpan.

(c) Sistem peringatan yang merupakan bagian tambahan pada suatu sistem pemipaan

yang telah ada harus diuji sebelum penyambungan dari pemipaan yang baru ke sistem

yang telah ada.

(d) Pengujian dari sistem peringatan untuk instalasi baru (pengujian awal) harus dilakukan

setelah pengujian sambung-silang (12.3.3), tetapi sebelum penggelontoran

(pembersihan) dari pemipaan (12.3.6) dan melakukan uji verifikasi lainnya yang tersisa

(belum dilakukan) (12.3.7 hingga 12.3.14)

(e) Pengujian awal dari suatu sistem peringatan, yang dapat dimasukkan ke dalam suatu

penambahan atau perluasan kepada suatu sistem pemipaan yang telah ada, harus

diselesaikan sebelum penyambungan dari sistem tambahan tersebut kepada sistem

yang telah ada.

(f) Gas uji untuk pengujian awal harus bebas minyak, nitrogen NF kering, gas peruntukan

sistem, atau vakum kerja.

12.3.5.2 Alarm induk (a) Pengujian sistem alarm induk harus dilakukan untuk setiap sistem pemipaan gas

medik dan vakum.

(b) Catatan permanen dari pengujian-pengujian ini harus disimpan dan dipelihara seperti

yang dipersyaratkan dalam 12.1.7

(c) Sinyal bunyi dan sinyal visual yang tidak dapat dibatalkan menurut 12.9. harus

mengindikasikan bilamana tekanan dalam saluran pipa utama mengalami kenaikkan

atau mengalami penurunan sekitar 20 persen dari tekanan kerja normal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71

(d) Pengoperasian dari seluruh sinyal alarm induk yang diacu dalam 9.2.4. harus

diverifikasikan.

12.3.5.3 Alarm ruangan/daerah/setempat Sinyal peringatan untuk seluruh sistem saluran pemipaan yang memasok lokasi (ruang) anesthesi

dan ruangan keselamatan jiwa yang vital (“vital life-support”) serta ruangan pelayananan kritis,

seperti ruang pemulihan paska anestesi, unit pelayanan intensif ICU, unit perawatan jantung

koroner, ruang darurat dan ruang operasi-bedah harus diuji untuk membuktikan suatu kondisi

alarm bilamana tekanan dalam sistem pemipaan mengalami kenaikkan atau penurunan 20 persen

dari tekanan kerja normal untuk gas yang bertekanan positif, atau ketika tekanan sistim vakum

turun di bawah 300 mm (12 inci) HgV tekanan relatif.

12.3.6 Pengujian pembersihan (penggelontoran) pipa Dalam upaya menghilangkan setiap sisa dari zat yang sangat kecil yang mengendap di dalam

saluran-saluran pipa sebagai akibat dari konstruksi, suatu penggelontoran dengan volume aliran

yang besar dan terputus-putus harus dilakukan

12.3.6.1 Adaptor yang tepat harus disediakan oleh fasilitas atau manufakturer, dan laju

penggelontoran yang tinggi sekurangnya 225 NIiter/min (8 SCFM) harus dilakukan terhadap setiap

lubang keluaran (outlet).

12.3.6.2. Setelah pembersihan (penggelontoran) dimulai, proses ini harus terputus-putus dengan

cepat beberapa kali hingga pembersihan menghasilkan tidak terjadinya perubahan warna pada

sebuah pakaian putih yang dengan kendor diikatkan di atas adaptor selama terjadinya

pembersihan.

12.3.7 Pengujian kebersihan sistem pipa dari partikel kecil Untuk setiap sistem gas bertekanan positif, kebersihan dari sistem pemipaan harus

diverifikasikan.

(a) Sekurangnya 1000 liter ( 35 ft3) harus difilter melalui filter yang bersih, berwarna putih,

berukuran 0,45 mikron pada sebuah laju aliran minimum 100 NIiter/min (3,5 SCFM)

(b) 25% dari zona-zona harus diuji pada lubang outlet yang paling jauh dari sumbernya.

(c) Filter tersebut harus memperoleh tidak lebih dari 0,001 g (1 mg) bahan (endapan) dari

setiap lubang keluaran yang diuji.

(d) Bilamana ada satu lubang outlet gagal dalam tes ini, lubang outlet yang terjauh dari

setiap zona harus diuji.

(e) Pengujian ini harus dilakukan dengan menggunakan nitrogen kering atau gas sistem,

yang bebas minyak,

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

12.3.8 Pengujian kemurnian sistem pemipaan Untuk setiap sistem bertekanan positif, kemurnian dari sistem pemipaan harus dibuktikan

(diperiksa kebenarannya).

(a) Pengujian ini harus dilakukan dengan nitrogen kering atau gas dari peruntukan sistem,

yang bebas minyak.

(b) Pengujian ini digunakan untuk menghitung jumlah total hidrokarbon (seperti metan)

dan hidrokarbon dihalogenisasi, dan dibandingkan dengan gas sumber.

(c) Pengujian-pengujian ini harus dilakukan pada lubang outlet terjauh dari sumber

(d) Perbedaan di antara kedua pengujian, untuk satu kasus pun, harus tidak melebihi

batasan sebagai berikut:

(1) Hidrokarbon total, 1 ppm

(2) Hidrokarbon yang dihalogensasi, 2 ppm

(e) Suatu pengujian titik embun harus dilakukan pada lubang keluaran yang terjauh dari

sumber dan titik embun harus tidak lebih 500 ppm pada 120C (53,6 oF).

12.3.9 Uji penyambungan akhir saluran 12.3.9.1 Sebelum penyambungan pekerjaan (baru), atau pengembangan atau penambahan

sistem pemipaan yang telah ada, uji pada butir 12.3.1 hingga butir 12.3.8 harus berhasil

dilaksanakan pada hasil kerja yang baru ini.

12.3.9.2 Setiap sambungan dalam jaringan (pipa) akhir antara pekerjaan yang baru dan

sistem yang telah ada harus dilakukan uji kebocoran dengan gas dari peruntukan sistem

pada tekanan kerja normal dengan menggunakan air yang mengandung sabun atau cara

lain yang aman digunakan dengan oksigen.

12.3.9.3 Untuk gas-gas bertekanan positif, segera setelah jaringan pipa akhir dibuat dan diuji

kebocorannya, zona tertentu yang diubah dan komponen dalam zona atau area yang langsung

harus dibersihkan (digelontor, dibilas) menurut 12.3.6

12.3.9.4 Sebelum hasil pekerjaan yang baru digunakan untuk perawatan pasien, gas-gas

bertekanan positif harus diuji untuk tekanan kerja, dan konsentrasi gasnya menurut dengan

12.3.10. dan 12.3.11.

12.3.9.5 Catatan yang permanen dari pengujian-pengujian ini harus disimpan sesuai

dengan 13.8.1.

12.3.10 Pengujian tekanan kerja Pengujian tekanan kerja harus dilakukan pada setiap pos (stasiun) lubang keluaran/lubang

masukan atau terminal dimana pengguna melakukan penyambungan dan pemutusan sambungan.

12.3.10.1 Pengujian harus dilakukan dengan nitrogen kering, gas dari peruntukan sistem atau

(tekanan) vakum kerja, yang bebas minyak.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73

12.3.10.2 Seluruh lubang keluaran dengan tekanan relatif sebesar 345 kPa (50 psi), termasuk tapi

tidak terbatas pada oksigen, gas nitrous oksida, udara medik dan karbon dioksida, harus

mengalirkan 100 Nl/menit (3.5 SCFM) dengan penurunan tekanan tidak lebih dari 35 kPa (5 psi)

dan tekanan statik sebesar 345 - 380 kPa (50-55 psi).

12.3.10.3 Lubang outlet harus mengalirkan 140 Nl/menit (5.0 SCFM) dengan penurunan tekanan

relatif tidak lebih dari 35 kPa (5 psi) dan tekanan statis sebesar 1100 hingga 1275 kPa (160 - 180

psi).

12.3.10.4 Lubang inlet (tekanan) vakum bedah-medik harus mengisap 85 Nl/menit (3 SCFM) tanpa

mengurangi tekanan vakum di bawah 300 mm (12 inci) HgV pada setiap pos (stasiun) lubang inlet

terdekat.

12.3.10.5 Lubang outlet oksigen dan udara yang melayani ruang perawatan (pasien) kritis

dibolehkan laju aliran transiennya sebesar 170 Nl/Menit (6 SCFM) selama 3 detik.

12.3.11 Pengujian konsentrasi gas medik Setelah pembersihan masing - masing sistem dengan gas peruntukkan sistem, yang berikut ini

harus dikerjakan :

1) setiap sumber gas bertekanan dan lubang keluaran harus dianalisa untuk konsentrasi

gas per volumenya;.

2) analisa harus dilakukan dengan alat yang dirancang untuk mengukur gas tertentu yang

dikeluarkan.

3) konsentrasi yang diperbolehkan harus seperti ditunjukkan dalam tabel 4

Tabel 4 - Konsentrasi gas

Jenis Gas Medik Konsentrasi

Oksigen > 94% oksigen Karbon dioksida < 5 Vpm

Karbon monoksida < 5 Vpm H2O < 25 Vpm

Nitro Oksida > 99 % Nitro Oksida Nitrogen > 99% Nitrogen atau

< 1% Oksigen Udara tekan medik 19,5 – 23,5 % Oksigen Gas lain Seperti yang ditentukan oleh labelnya

1%, kecuali ditentukan dengan cara lain

12.3.12 Pengujian kemurnian udara medik (sistem kompresor) 12.3.12.1 Sumber udara medik harus dianalisa untuk konsentrasi bahan pencemar berdasarkan

volumenya sebelum katup sumber dibuka.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

12.3.12.2 Contoh uji harus diambil untuk pengujian sistem udara - pada lubang pengambilan

contoh uji pada sistem.

12.3.12.3. Hasil pengujian harus tidak melebihi parameter dalam tabel 12.3.12.3 .

Tabel 12.3.12.3 - Parameter pencemar dalam udara medik

Parameter Nilai Ambang Batas Titik embun 40C (390F) Karbon Monoksida 10 ppm Karbon Dioksida 500 ppm Gas-gas Hidrokarbon 25 ppm ( misal metan) Gas Hidrokarbon dihalogenisasi 2 ppm

12.3.13 Penamaan (pelabelan) Penamaan yang dipersyaratkan oleh standar ini untuk seluruh komponen seperti stasiun

outley/inlet, katup penyetop, dan panel alarm harus diverifikasi kebenarannya.

12.3.14 Verifikasi peralatan sumber

12.3.14.1 Umum Verifikasi dari peralatan sumber harus dilaksanakan setelah pemasangan dari saluran pipa yang

saling menghubungkan, aksesori, dan peralatan sumber.

12.3.14.2 Sumber pasokan gas (a) Sebelum sistem peralatan mulai digunakan, peralatan sistem tersebut harus diuji

ketepatan fungsinya, termasuk pergantian dari pasokan primer ke pasokan

sekundernya (dengan sinyal pergantiannya) dan pengoperasian pasokan cadangan

(dengan sinyal cadangan-sedang-digunakan’).

(b) Jika sistem mempunyai tombol aktuasi dan sinyal untuk memonitor isi cadangan,

fungsi tombol tersebut harus diuji terlebih dahulu sebelum sistem mulai digunakan

(c) Jika sistem mempunyai tombol aktuasi dan sinyal untuk memonitor tekanan dari unit

cadangan, fungsi tombol tersebut harus di tes terlebih dahulu sebelum sistem mulai

digunakan.

(d) Pengujian dari sinyal asokan curah dan pemasangan panel sinyal utama harus diatur

bersama dengan pemilik atau organisasi yang bertanggung jawab untuk

pengoperasian dan pemeliharaan sistem pasokan untuk pengujian dari sinyal pasokan

curah guna memastikan identifikasi dan aktivasi yang tepat dari panel sinyal induk agar

fasilitas dapat memonitor status (keadaan) dari sistem pasokan dengan pasti.

(e) Semua uji yang dipersyaratkan dalam butir 12.3.14.2 (d) harus di lakukan lagi jika unit

penyimpanan diubah atau diganti.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75

12.3.14.3 Sistem kompresor udara medik (a) Pengujian sistem kompresor udara medik harus mencakup pengujian kemurnian

kualitas udara, dan pengujian sensor-sensor alarm setelah pengkalibrasian dan

perakitan sesuai instruksi yang diberikan oleh pabrik pembuat, termasuk kontrol “lead-

lag “.

(b) Pengujian harus dilakukan di lubang pengambilan sampel uji dari sistem kompresor

udara medik

(c) Pengoperasian sensor pengendali sistem, seperti titik embun, temperatur udara, dan

semua sensor pemonitor dan pengendali kualitas udara, harus di periksa ketepatan

fungsi dan kerjanya sebelum sistem tersebut dioperasikan.

(d) Kualitas dari udara yang dikeluarkan oleh sistem ini harus dipastikan terlebih dahulu

sebelum digunakan oleh pasien.

(e) Pengujian kualitas udara seperti pada butir 12.3.14.(d) harus dilakukan minimum

setelah 24 jam pengoperasian sesuai dengan 12.3.14.3.(f) tentang hal mesin

(kompresor).

(f) Suatu kebutuhan kira-kira sebesar 25 persen dari kapasitas rata-rata kompresor harus

dihasilkan agar kompresor itu terus menerus berotasi hidup dan mati dan pengering

beroperasi selama periode 24 jam.

12.3.14.4 Sistem vakum medik – bedah Kinerja yang benar (tepat) dari sistem vakum bedah medik- harus di uji terlebih dahulu sebelum di

operasikan.

13 Pengoperasian dan manajemen.

13.1 Administrasi Pihak yang berwenang dalam menata organisasi pelayanan kesehatan harus menyediakan

peraturan dan langkah-langkah untuk keselamatan dalam praktek.

13.1.1 Spesifikasi pembelian (peralatan) mencakup hal berikut ini:

(a) spesifikasi dari tabung silinder;

(b) penandaan dari tabung silinder, regulator, dan katup;

(c) sambungan yang cocok dari tabung silinder yang dipasok untuk fasilitas (pelayanan

kesehatan).

13.1.2 Prosedur pelatihan harus mencakup yang berikut:

(1) program perawatan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat untuk pemipaan

sistem gas;

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) penggunaan dan pengangkutan peralatan serta penanganan yang tepat dari tabung

silinder, kontainer, gerobak tangan, penopang, dan katup serta tutup (topi) pelindung

katup;

(3) penggunaan yang tepat dari sistem vakum bedah-medik dalam upaya mengeliminasi

praktek-praktek yang dapat mengurangi keefektifan sistem tersebut, seperti

meninggalkan ujung isap dan pipa kateter terbuka saat tidak sedang mengisap

(menyedot), dan menggunakan rangkaian (tatanan) peralatan yang dilengkapi unit

perangkap (cairan dari udara) yang terpasang dengan tidak benar atau tidak dilengkapi

dengan unit perangkap.

13.1.3 Kebijakan penegakkan peraturan harus meliputi yang berikut ini:

(1) peraturan penyimpanan dan penanganan tabung silinder dan kontainer oksigen dan

nitrous oksida;

(2) peraturan penanganan oksigen dan nitrous oksida yang aman di ruangan/lokasi-lokasi

anesthesi.

(3) evaluasi dari setiap sinyal peringatan dan seluruh upaya cepat yang diperlukan untuk

mengembalikan fungsi yang benar dari sistem gas medik dan vakum.

(4) kemampuan organisasi dan sumber untuk mengatasi terhentinya (hilangnya) total dari

setiap sistem gas medik atau sistem vakum.

(5) semua pengujian yang dipersyaratkan dalam 12.3 harus terlaksana dengan sukses

sebelum penggunaan dari setiap sistem pemipaan gas medik atau vakum guna

perawatan pasien.

13.2 Langkah khusus pencegahan bahaya untuk penanganan tabung silinder oksigen dan pipa manifol

Penanganan tabung silinder oksigen dan pipa manifol harus berdasarkan ketentuan yang berlaku.

13.2.1 Tabung silinder oksigen, kontainer, dan peralatan yang terkait harus dilindungi dari kontak

terhadap minyak atau gemuk. Langkah khusus pencegahan bahaya harus mencakup yang berikut

ini:

(1) minyak, gemuk atau bahan yang mudah menyala harus tidak boleh mempunyai kontak

dengan tabung silinder oksigen, katup, regulator, atau penyambung;

(2) regulator, kelengkapan (fiting, sambungan), atau alat ukur tidak boleh dilumasi dengan

minyak atau bahan mudah terbakar lainnya;

(3) tabung silinder oksigen atau peralatannya tidak diperkenankan untuk ditangani dengan

tangan, sarung tangan, kain lap yang berminyak atau mengandung pelumas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77

13.2.2 Peralatan yang berhubungan dengan oksigen harus dilindungi terhadap kontaminasi.

Langkah khusus pencegahan bahaya harus meliputi yang berikut ini :

(1) partikel debu dan kotoran harus dibersihkan dari lubang bukaan katup silinder dengan

sedikit membuka dan menutup katup, sebelum memasang setiap perlengkapan

(sambungan) ke silinder;

(2) katup tekanan tinggi pada silinder oksigen harus dibuka sebelum membawa peralatan

ke pasien atau pasien ke peralatan;

(3) tabung silinder oksigen tidak diperkenankan untuk dihiasi dengan bahan apapun

seperti pakaian rumah sakit, masker, atau tutup kepala;

(4) tutup pelindung katup silinder, jika disediakan, harus disimpan di tempatnya dan

dikencangkan dengan tangan, kecuali jika silinder sedang dipakai atau terhubung

untuk pemakaian;

(5) katup harus ditutup pada semua silinder yang kosong yang berada dalam tempat

penyimpanan (gudang).

13.2.3 Tabung silinder harus dilindungi dari kerusakan. Langkah khusus pencegahan bahaya

harus meliputi yang berikut ini:

(1) tabung silinder oksigen harus dilindungi dari goncangan yang tidak normal, yang bisa

menimbulkan kerusakan pada silinder, katup atau alat pengaman;

(2) tabung silinder oksigen tidak diperkenankan untuk disimpan di dekat lif, lorong, atau di

lokasi di mana benda yang bergerak mungkin akan menabrak silinder atau barang

tersebut akan menimpanya;

(3) tabung silinder harus dijaga dari perusakan oleh orang-orang yang tidak berwenang;.

(4) silinder dan katup silinder seharusnya tidak di perbaiki atau diganti;

(5) alat relief pengaman (pelepas tekanan lebih) yang terdapat pada katup atau tabung

silinder tidak diperkenankan untuk dirusak;

(6) lubang keluaran katup yang tersumbat es dihilangkan dengan air hangat, bukan yang

mendidih;

(7) suatu obor api menyala tidak boleh, dalam keadaan apapun, mendekati dan

mempunyai kontak dengan katup silinder atau peralatan pengaman;

(8) percikan api atau api harus dijauhkan dari silinder;

(9) meskipun tabung-tabung ini dipandang kosong, silinder tidak boleh digunakan sebagai

landasan guling (roda, roller), landasan, atau untuk kegunaan lain selain dari kegunaan

yang dirancang oleh suplier silinder;

(10) tabung silinder berukuran besar (lebih dari ukuran E) dan kontainer yang lebih berat

dari 45 Kg (100 lb) harus dibawa dengan truk tangan atau kereta yang tepat;

(11) silinder yang berdiri bebas harus di rantai dengan baik atau ditopang oleh dudukan

silinder atau oleh kereta yang tepat;

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(12) silinder tidak boleh diberdirikan diatas radiator (pemanas ruangan), pipa uap, atau

pembuang panas.

13.2.4. Silinder dan isinya harus ditangani dengan seksama. Peringatan (keselamatan kerja)

spesifik harus meliputi yang berikut ini :

(1) kelengkapan (sambungan), katup, regulator, atau alat ukur untuk gas oksigen harus

belum pernah dipergunakan untuk gas lain selain oksigen;

(2) gas jenis apapun harus tidak pernah dicampur di dalam suatu silinder oksigen atau

dalam silinder lainya;

(3) oksigen harus selalu dikeluarkan dari silinder melalui regulator tekanan;

(4) katup slinder harus dibuka secara perlahan, dengan muka indikator dari regulator

menghadap ke petugas atau orang lain;

(5) oksigen harus diacu dengan nama sebenarnya yaitu oksigen bukan udara dan oksigen

cair pun harus diacu sesuai namanya yaitu oksigen cair bukan udara cair;

(6) oksigen harus tidak boleh digunakan sebagai pengganti bagi udara bertekanan (yang

dimampatkan);

(7) tanda yang dicetak pada silinder tidak diperkenankan untuk dirusak karena hal tersebut

melanggar peraturan negara jika mengganti tanda tersebut tanpa ijin tertulis dari biro

yang berwenang;

(8) tanda yang digunakan untuk menandakan isi dari tabung silinder tidak boleh ditutup

atau dilepas, termasuk instruksi pemasangan, kartu, tanda yang dicetakkan pada

badan silinder, dan bagian atas dari kartu pengangkutan;

(9) pemilik silinder harus diberitahu jika terjadi suatu kondisi telah terjadi yang bisa

mengakibatkan masuknya benda asing ke dalam tabung atau katup dengan

memberikan detail dan nomer dari silinder;

(10) tabung silinder atau kontainer harus dijauhkan dari radiator (pemanas ruangan), pipa

uap, cerobong (dakting) panas atau sumber panas lainnya;

(11) silinder yang sangat dingin harus ditangani dengan hati-hati untuk menghindari

terjadinya kecelakaan.

13.2.5 Peralatan oksigen yang rusak tidak boleh digunakan sampai salah satu butir berikut ini

terpenuhi :

(1) telah diperbaiki oleh petugas yang kompeten dalam menangani peralatan tersebut;

(2) telah diperbaiki oleh pembuat atau agen yang berwenang;

(3) telah diganti.

13.2.6 Regulator yang memerlukan perbaikan atau tabung silinder yang mempunyai katup yang

tidak dapat beroperasi dengan baik tidak boleh dipergunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79

13.3 Tindakan pencegahan khusus dalam menghubungkan silinder dan tabung kontainer

13.3.1 Kunci-kunci pas dan peralatan yang digunakan untuk menghubungkan perlengkapan

terapi pernapasan tidak disyaratkan dari jenis yang tidak menimbulkan percikan.

13.3.2 Katup silinder harus dibuka dan disambungkan sesuai dengan langkah-langkah berikut

ini.

(1) pastikan bahwa peralatan, sambungan katup silinder, katup silinder bebas dari benda

asing;

(2) jauhkan keluaran katup silinder dari petugas dan orang sekitar. Petugas berdiri di

sebelah sisi – bukan di depan dan juga bukan di bagian belakang. Sebelum

menyambungkan alat-alat ke katup silinder, buka katup silinder sebentar untuk

menghilangkan debu;

(3) sambungkan alat ke katup silinder, kencangkan baut (mur) sambungan dengan hati-

hati dengan kunci inggris;

(4) lepaskan sekrup pengatur tekanan rendah dari regulator sampai terbuka penuh.

(5) buka katup silinder perlahan sampai pada posisi terbuka penuh;

(6) putar sekrup pengatur tekanan rendah di regulator sampai tekanan yang tepat

diperoleh;

(7) buka katup untuk pengoperasian alat.

13.3.3 Sambungan untuk tabung harus sesuai dengan instruksi pengoprasian yang dibuat oleh

produsen tabung.

13.3.4 Pencegahan bahaya khusus dalam perawatan mekanisme pengaman 13.3.4.1 Petugas yang menggunakan silinder, tabung dan peralatan lainnya yang dicakup dalam

standar ini harus memahami “Pin-index Safety Sistem” dan “Diameter Index Safety Sistem”; kedua

sistem ini dirancang untuk mencegah penggunaan gas yang salah.

13.3.4.2 Melepas, mengubah, atau mengganti mekanisme pengaman dengan pelepasan tekanan,

penyambung yang tidak bisa diganti, dan cara pengamanan lainnya harus dilarang.

13.3.5 Tindak pencegahan khusus – penyimpanan silinder dan tabung 13.3.5.1 Penyimpanan harus direncanakan agar silinder dapat digunakan dalam urutan yang

sama dengan ketika mereka diterima dari para suplier.

13.3.5.2 Bila disimpan dalam konstruksi pelindung (enclosure) yang sama, silinder kosong harus

dipisahkan dari silinder yang terisi penuh.

13.3.5.3 Silinder kosong harus ditandai untuk menghindari kesalahan dan penundaan bila silinder

yang terisi penuh diperlukan mendadak.

13.3.5.4 Silinder yang disimpan di tempat terbuka harus dilindungi sebagai berikut :

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(1) terhadap cuaca ekstrim dan tanah di bawahnya untuk menghindari timbulnya karat;.

(2) selama musim dingin, terhadap akumulasi es dan salju;

(3) di musim panas, terhadap sinar matahari langsung di kota/daerah yang mempunyai

temperatur ekstrim.

13.3.5.5 Selain dari yang tersambung ke peralatan anesthesi, silinder berisi oksigen atau nitrous

oksida dilarang disimpan di lokasi pelaksanaan tindakan anesthesi.

13.3.6 Tindak pengamanan khusus – sistem pipa gas/vakum untuk pasien 13.3.6.1. Penggunaan sistem pemipaan untuk mendistribusikan gas anestesi yang mudah

terbakar dilarang.

13.6.2 Sistem gas medik tidak mudah terbakar yang digunakan memasok gas untuk terapi

pernapasan harus dipasang sesuai dengan bab 1 sampai bab 11.

13.6.3 Penggunaan sistem pemipaan gas sebagai elektroda pembumian dilarang.

13.6.4 Pembuang cairan dan potongan-potongan kecil benda dengan cara memasukkannya

kedalam sistem vakum bedah-medik dilarang.

13.6.5 Penggunaan sistem vakum bedah-medik sebagai saluran balik kondensat uap vakum

atau penggunaan non medik atau non bedah lainnya dilarang.

13.7 Informasi sistem-sistem gas/vakum dan tanda - tanda peringatan 13.7.1 Isi gas dalam sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diberi label sesuai dengan

11.1

13.7.2 Label untuk katup penyetop harus sesuai dengan 11.2 dan harus diperbaharui ketika

modifikasi yang dilakukan mengubah daerah-daerah yang dilayani.

13.8 Pemeliharaan sistem gas/vakum dan pengarsipan 13.8.1 Catatan permanen dari semua uji yang diperlukan dalam 12.3.1 sampai 12.3.14 harus

disimpan di dalam arsip organisasi.

13.8.2 Suatu prosedur pengujian periodik untuk gas/vakum medik yang tidak mudah terbakar

dan sistem alarm terkait harus dilaksanakan.

13.8.3 Ketika modifikasi yang dibuat atau perawatan yang dilakukan membuka sistem, uji

verifikasi yang ditentukan pada 12.3 harus dilakukan pada bagian hilir dari sistem pemipaan gas

medik

13.8.4 Sebuah program pemeliharaan harus dibuat untuk yang berikut ini:

(1) sistem kompresor pasokan udara medik sesuai rekomendasi pabrik pembuat;

(2) fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat suatu prosedur kalibrasi dan pengujian

yang dapat memastikan alat monitor karbon monoksida terkalibrasi sekurang-

kurangnya sekali setahun atau lebih sering lagi bila direkomendasikan pabrik pembuat;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81

(3)* Sistem pemipaan vakum bedah-medik dan peralatan sekunder yang terpasang pada

stasiun inlet vakum bedah-medik untuk memastikan berlanjutnya kinerja yang baik dari

seluruh sistem vakum bedah-medik;

(4) Sistem BSGA untuk menjamin kinerjanya. 13.8.5 Indikator alarm bunyi/visual harus memenuhi persyaratan berikut :

(1) diuji secara periodik untuk memeriksa bahwa alat-alat tersebut berfungsi dengan baik.

(2) mempunyai catatan pengujian yang telah disimpan sampai pengujian yang berikutnya

dilakukan.

13.8.6 Kinerja terminal stasiun inlet vakum bedah-medik, seperti yang disyaratkan dalam

12.3.10.4, harus diuji sebagai berikut :

(1) pada suatu jadwal reguler pemeliharaan pencegahan seperti yang ditentukan oleh staf

pemeliharaan fasilitas

(2) berdasarkan pada aliran udara bebas (NI/menit atau SCFM) ke dalam sebuah stasiun

inlet sementara secara bersamaan diperiksa.

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :INSTALASI TATA UDARA PADA BANGUNAN

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

KATA PENGANTAR

Instalasi Tata Udara Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik.

Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu disusun Pedoman Teknis Prasarana Instalasi Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit yang memenuhi standar pelayanan Keselamatan dan Kesehatan.

Sistem Tata Udara di rumah sakit berfungsi untuk pengaturan temperatur, kelembaban udara relatif, kebersihan udara dan tekanan udara di dalam ruang serta dalam rangka mencegah berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme, terutama di ruangan-ruangan khusus seperti di ruang operasi, ruang isolasi, dan lain-lain.

Pedoman Teknis ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi profesi serta instansi terkait.

Dengan diterbitkannya Pedoman Teknis ini, maka penyelenggaraan sistem Tata Udara di seluruh rumah sakit di Indonesia diharapkan dapat mengacu pada “Pedoman Teknis Prasarana Instalasi Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit” ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman Teknis ini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, September 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiDaftar Isi v

BAB - I Ketentuan Umum1.1 Latar Belakang 11.2 Pengertian 21.3 Maksud dan Tujuan 51.4 Ruang Lingkup 5

BAB - II Fasilitas Perawatan Kesehatan

2.1 Pendahuluan 62.2 Pengkondisian Udara (Air Conditioning) untuk pencegahan 7dan tindakan terhadap penyakit.

BAB - III Fasilitas Rumah Sakit 3.1 Fasilitas Rumah Sakit 93.2 Kualitas Udara 103.3 Gerakan Udara 123.4 Temperatur dan Kelembaban Udara 153.5 Perbedaan Tekanan dan Ventilasi 163.6 Pengendalian Asap 173.7 Kriteria Rancangan Spesifi k 173.8 Kontinuitas Layanan dan Konsep Energi 183.9 Perawatan 213.10 Penunjang 283.11 Kontinuitas Layanan Dan Konsep Energi 36

BAB - IV Fasilitas Rawat Jalan Rumah Sakit 4.1 Umum 404.2 Klinik Diagnostik 404.3 Klinik Pengobatan 404.4 Kriteria Rancangan 40

BAB - V Pengoperasian Dan Pemeliharaan 5.1 Pendahuluan 425.2 Pemeliharaan 425.3 Perkakas Pemeliharaan Modern. 465.4 Pengoperasian 535.5 Pemenuhan dengan Persyaratan “Joint Commisioning” 535.6 Konstruksi. 565.7 Pertimbangan Pemeliharaan Khusus untuk sistem Tata Udara/Peralatan 665.8 Komisioning Bangunan 665.9 Perancangan Modal Investasi 67

BAB - V Pengoperasian Dan Pemeliharaan 68Lampiran 69TIM PENYUSUN 81KEPUSTAKAAN 82

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB – I

KETENTUAN UMUM

1.1 Latar Belakang. 1.1.1 Bangunan rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang membutuhkan perhatian sangat khusus dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya terutama pada prasarana instalasi tata udara.

1.1.2 Bangunan rumah sakit mempunyai kekhususan yang sangat berbeda dan tidak ditemui di bangunan gedung umum lainnya.

Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit (dengan bermacam-macam penyakit) didiagnosa, diterapi, dirawat, dan dilakukan tindakan medik. Tindakan medik ini dimulai dari pemeriksaan biasa, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan dengan sinar radioaktif, pemeriksaan dengan ultrasonic, tindakan pembedahan ringan, tindakan pembedahan berat dan sebagainya.

1.1.3 Pasien datang dengan beragam penyakit dan masalah kesehatan seperti : sakit biasa atau sakit khusus yang membutuhkan dokter dan tindakan khusus, seperti sakit jantung, penyakit dalam, pasien luka bakar, pasien luka terbuka atau tertutup, pasien menular dan sebagainya.

Dengan kondisi tersebut, faktor-faktor yang membedakan rumah sakit dengan bangunan gedung biasa terletak pada peralatan dan instalasi tata udaranya.

Jam kerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, berarti membutuhkan pengkondisian yang terus menerus dilakukan oleh sistem tata udara.

1.1.4 Mengingat rumah sakit bisa dikatakan sebagai pusat sumber dari berbagai jenis mikroorganisme yang bisa menimbulkan banyak masalah kesehatan baik kepada petugas, perawat, dokter serta pasiennya yang berada di rumah sakit tersebut, maka pengaturan temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan secara keseluruhan perlu mendapatkan perhatikan khusus.

Untuk mencegah berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme tersebut, terutama di ruangan-ruangan khusus seperti: ruang operasi, ruang Isolasi, dan lain-lain, diperlukan pengaturan :

(1) temperatur;

(2) kelembaban udara relatif;

(3) kebersihan dengan cara filtrasi udara ventilasinya;

(4) tekanan ruangan yang positif dan Negatif;

(5) distribusi udara didalam ruangan.

1.1.5 Sistem redudansi menjadi masalah pokok pada sistem tata udara dan diperlukan pada ruang-ruang tertentu, hal ini mengingat bahwa ada tindakan-tindakan medik yang menginginkan tidak boleh berhentinya sistem tata udara untuk melindungi pasien dan peralatan medik yang harus selalu dikondisikan oleh sistem tata udara.

Untuk itu sistem tata udara harus mempunyai cadangan yang cukup untuk mengantisipasi kerusakan (breakdown) ataupun pada saat dilakukan tindakan pemeliharaan yang diperlukan pada sistem tata udara.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.1.6 Rumah sakit adalah bangunan yang penuh dengan sumber penyakit dan sumber infeksi. Bakteri, virus, mikroorganisme yang berada di udara (airborne microorganism), jamur, dan sumber-sumber penyakit lainnya yang dapat menular merupakan hal yang harus menjadi perhatian pada sistem tata udara.

Belum lagi, bahan kimia yang berbahaya (misalnya gas anestesi atau di laboratorium), bahan-bahan radioaktif harus diperlakukan secara benar untuk menghindari bahaya yang mungkin timbul pada pasien, petugas medis atau pengunjung rumah sakit.

1.1.7 Rumah sakit terdiri dari berbagai ruang dengan fungsi yang berbeda beda tergantung pada jenis penyakit atau tingkat keparahan pasiennya, dan juga tergantung pada perbedaan tindakan medisnya.

Perbedaan fungsi tersebut mengakibatkan setiap fungsi ruangan membutuhkan pengkondisian udara yang berbeda-beda tingkat kebersihannya.

Sistem tata udara khusus diperlukan untuk menghindarkan penularan penyakit dan memperoleh tingkat kenyamanan termal seperti kondisi temperatur dan kelembaban yang tepat untuk penyakit yang berbeda.

1.2 Pengertian.

1.2.1 barbiturat,

sebagai obat depresi sistem saraf terpusat, barbiturat menghasilkan efek spektrum yang luas dari sedasi ringan sampai total anestesi. Barbiturat juga efektif sebagai anxiolytik, sebagai hipnotik, dan sebagai antikonvulsan. Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.

1.2.2 HEPA (High Efficiency Particulate Air),

HEPA filter terutama digunakan di kamar bedah dari kompleks ruang operasi. Filter udara ini harus dapat menyaring partikel udara lebih besar dari 0,3 mikron yang melewatinya dengan effisiensi 99,97% udara.

Gambar 1.2.1 – Konstruksi fisik HEPA Filter.

1.2.3 hipertermia,

peningkatan temperatur tubuh manusia yang biasanya terjadi karena infeksi. Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai temperatur tubuh yang terlalu panas atau tinggi.

Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat untuk menurunkan temperatur tubuh. Namun, pada keadaan tertentu, temperatur dapat meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat tidak memberikan pengaruh yang cukup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

Hipertermia cenderung lebih sering terjadi pada bayi dan anak di bawah usia 4 tahun dan orang tua yang berumur 65 tahun ke atas.

Orang yang kelebihan berat badan, sedang sakit atau berada dalam pengobatan tertentu juga memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami hipertermia.

Temperatur tubuh yang terlalu tinggi dapat merusak otak dan organ vital lainnya. Pada penderita hipertermia parah, gejala yang akan timbul meliputi kondisi mental kelelahan, cemas, tubuh kejang, dan dapat mengakibatkan koma.

1.2.4 infiltrasi,

laju aliran udara tak terkendali dan tidak disengaja masuk ke dalam gedung melalui celah dan bukaan lainnya dan akibat penggunaan pintu luar gedung. Infiltrasi disebut juga sebagai kebocoran udara luar ke dalam gedung.

1.2.5 kelembaban udara relatif ruangan,

perbandingan antara jumlah uap yang dikandung oleh udara tersebut dibandingkan dengan jumlah kandungan uap air pada keadaan jenuh pada temperatur udara ruang tersebut.

1.2.6 konservasi energi sistem tata udara,

sistem tata udara yang dapat bekerja dengan hemat energi tanpa mengurangi persyaratan fungsinya.

1.2.7 konservasi energi,

upaya mengeffisienkan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi dapat dihindarkan.

1.2.8 pengkondisian udara (air conditioning),

usaha mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif, kualitas udara, dan penyebarannya.

1.2.9 sistem saluran udara variabel ( Variable Air Volume = VAV ),

sistem tata udara yang mengendalikan temperatur bola kering dalam suatu ruangan dengan mengatur laju aliran udara yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

1.2.10 sistem tata udara,

keseluruhan sistem yang mengkondisikan udara di dalam gedung dengan mengatur besaran termal seperti temperatur dan kelembaban relatif, serta kesegaran dan kebersihannya, sedemikian rupa sehingga diperoleh kondisi ruangan yang nyaman.

1.2.11 trakeostomi,

suatu tindakan dengan membuka dinding depan/interior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas. Selain itu, trakeostomi merupakan prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat jalan nafas didalam trakea servikal.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1.2.12 ULPA (Ultra Low Penetration Air),

Filter udara yang dapat menyaring udara sekurang-kurangnya 99,999 % debu, serbuk sari, jamur, bakteri, dan semua partikel berukuran 120 nanometer (0,12 micron) atau lebih besar di udara.

Gambar 1.2.2 - Bentuk fisik ULPA Filter.

1.2.13 unit pengolah udara (Air Handling Unit).

alat yang digunakan untuk mengkondisikan dan mensirkulasikan udara, pada sistem pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara (Heating, Ventilating, Air Conditioning = HVAC).

Gambar 1.2.13a - Skematik Unit Pengolah Udara (AHU)

Gambar 1.2.13b - Bentuk fisik Unit Pengolah Udara (AHU)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

Unit pengolah udara biasanya berupa kotak besar berisi blower, koil pemanas atau pendingin, rak filter atau chamber, peredam suara, dan damper.

Unit pengolah udara biasanya disambungkan ke sistem ducting (saluran udara) ventilasi dan mendistribusikan udara yang telah dikondisikan melalui terminal-terminal dan balik ke Unit Pengolah Udara.

Kadang-kadang UPU (AHU) menyemburkan udara ke dan dari ruangan yang dilayani kemudian balik langsung tanpa menggunakan ducting.

1.2.14 ventilasi udara luar (Outdoor ventilation),

pemasukan udara segar dari luar ke dalam gedung dengan sengaja, untuk menjaga kesegaran atau kualitas udara.

1.3. Maksud dan Tujuan. 1.3.1. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai ketentuan minimal bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pembangunan dan pengelolaan instalasi tata udara pada bangunan rumah sakit.

1.3.2. Pedoman teknis ini bertujuan untuk memperoleh kondisi termal dan kualitas udara sesuai fungsi ruang yang dibutuhkan bagi pasien, tenaga medis dan pengunjung di rumah sakit.

1.4 Ruang Lingkup. 1.4.1 Pedoman teknis ini diberlakukan terhadap kinerja instalasi tata udara sesuai kriteria penggunaan energi yang efektif.

1.4.2. Ruang lingkup pedoman teknis prasarana instalasi tata udara rumah sakit ini, meliputi :

Bab - I : Ketentuan Umum.

Bab - II : Fasilitas Perawatan Kesehatan.

Bab - III : Fasilitas Rumah Sakit.

Bab - IV : Fasilitas Perawatan Kesehatan Rawat Jalan.

Bab - V : Fasilitas Rumah Perawatan/Panti Jompo.

Bab - VI : Pengoperasian Dan Pemeliharaan.

Bab - VII : Penutup

Lampiran.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB – II

FASILITAS PERAWATAN KESEHATAN

2.1 Pendahuluan. 2.1.1 Kemajuan terus menerus dalam bidang kedokteran dan teknologi membutuhkan evaluasi ulang kebutuhan pengkondisian udara (air conditioning) pada fasilitas medik rumah sakit.

Bukti medis menunjukkan bahwa pengkondisian udara yang tepat sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit.

Biaya yang relatif tinggi dari instalasi pengkondian udara menuntut perancangan dan pengoperasian yang effisien untuk menjamin manajemen energi yang ekonomis.

2.1.2 Klasifikasi hunian perawatan kesehatan, didasarkan pada pedoman hunian terbaru dari NFPA, harus dipertimbangkan pada awal dari tahap perancangan proyek, terutama karena hunian perawatan kesehatan penting untuk mengadaptasi proteksi kebakaran terhadap hunian (zona asap, pengendalian asap) lebih ketat kedepan dengan sistem tata udara.

2.1.3 Fasilitas kesehatan menjadi semakin beragam dalam menanggapi kecenderungan menuju layanan rawat jalan.

Klinik pada jangka panjang mungkin merujuk bangunan tempat kerja dokter dan menjadi pusat pengobatan khusus kanker.

Pemeliharaan kesehatan prabayar yang disediakan oleh organisasi kesehatan regional yang terintegrasi merupakan model seperti untuk perawatan medis melahirkan.

Organisasi ini, sepanjang berdirinya rumah sakit, merupakan bangunan yang terlihat tidak seperti rumah sakit dan lebih seperti gedung perkantoran.

2.1.4 Untuk tujuan bab ini, fasilitas kesehatan dibagi dalam katagori berikut :

(1) Fasilitas rumah sakit.

(2) Fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan.

(3) Fasilitas rumahperawatan/panti jompo.

2.1.5 Kondisi lingkungan spesifik yang berbeda dengan apa yang ada pada bab ini, tergantung pada standar lingkungan apa yang digunakan oleh instansi yang berwenang.

2.1.6 Instansi berwenang mungkin memiliki standar fasilitas kesehatan yang berbeda, seperti yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan setempat, atau Organisasi Komisi Bersama Akreditasi Kesehatan Rumah Sakit (JCAHO = Joint Commission on Acreditation of Healthcare Organization).

Dianjurkan instansi-instansi tersebut dapat mendiskusikan tentang tujuan pengendalian infeksius bersama Komite Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.

2.1.7 Butir 2.1.4.(1) menjelaskan rumah sakit umum sebagai dasar uraian dimana berbagai layanan yang disediakan.

Kondisi lingkungan dan kriteria rancangan berlaku untuk daerah fasilitas kesehatan lainnya yang sebanding.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

Rumah sakit umum untuk perawatan akut memiliki ruang perawatan kritis, termasuk kamar operasi, kamar persiapan melahirkan, kamar melahirkan, dan kamar bayi.

Biasanya fungsi radiologi, laboratorium, pusat steril, dan farmasi terletak dekat dengan ruang perawatan kritis.

Ruang perawatan inap, termasuk perawatan intensif, ruang gawat darurat, ada di dalam kompleks ruang perawatan.

Fasilitas penunjang, termasuk layanan dapur, makan dan makanan, kamar mayat, dan dukungan kebersihan terpusat.

2.1.8 Butir 2.1.4.(2) menjelaskan kriteria untuk fasiltas rawat jalan. Tindakan operasi harian (One day care) dilakukan dengan antisipasi bahwa pasien tidak akan tinggal bermalam.

Fasilitas rawat jalan mungkin termasuk bagian dari fasilitas akut, unit berdiri sendiri, atau bagian lain dari fasilitas medik.

2.1.9 Butir 2.1.4.(3) membahas Rumah Perawatan/Panti jompo yang secara terpisah persyaratan fundamentalnya sangat berbeda dari fasilitas medis lainnya.

2.2 Pengkondisian Udara (Air Conditioning) untuk tindakan pencegahan terhadap penyakit.

2.2.1 Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang lebih penting dari sekedar promosi kenyamanan. Dalam banyak kasus, pengkondisian udara yang tepat merupakan faktor terapi pasien dan dalam beberapa kasus merupakan pengobatan utama.

2.2.2 Studi menunjukkan bahwa pasien dalam lingkungan terkendali umumnya memiliki penyembuhan fisik lebih cepat daripada orang-orang di lingkungan yang tidak terkendali.

Pasien dengan tirotoksikosis tidak menghendaki kondisi lembab atau gelombang panas yang sangat tinggi. Suatu lingkungan yang sejuk, dan kering disukai, hilangnya panas radiasi dan penguapan dari kulit dapat menyelamatkan jiwa pasien.

2.2.3 Pasien jantung mungkin tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang diperlukan untuk memastikan kerugian panas normal. Oleh karena itu pengkondisian udara di ruang rawat jantung dan ruang pasien jantung, terutama mereka yang gagal jantung diperlukan dan dianggap terapi.

2.2.4 Seseorang dengan cedera kepala, dan mengalami operasi otak, dan yang keracunan barbiturat mungkin memiliki hipertermia, terutama dilingkungan yang panas, karena adanya gangguan di pusat pengatur panas otak.

2.2.5 Faktor penting dalam pemulihan lingkungan, pasien dapat mengurangi panas oleh radiasi dan penguapan pada ruangan yang sejuk serta udara kering.

2.2.6 Suatu lingkungan yang panas dengan temperatur 320C bola kering dan kelembaban relatif 35% telah berhasil digunakan untuk merawat pasien radang sendi.

2.2.7 Kondisi kering juga dapat merupakan bahaya untuk yang sakit dan lemah dengan berkontribusi terhadap infeksi sekunder atau infeksi total yang tidak terkait dengan kondisi klinis yang menyebabkan perlu rawat inap.

2.2.8 Area klinis yang ditujukan untuk pengobatan penyakit pernapasan atas dan perawatan akut, serta area klinis umum dari seluruh rumah sakit, harus dipertahankan pada kelembaban relatif 30% sampai 60%.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.2.9 Pasien dengan penyakit paru-paru kronis sering memiliki lendir kental pada saluran pernapasannya. Lendir menumpuk dan meningkatkan viskositas, pasien bertukar dari panas dan air. Dalam keadaan ini menghirup udara lembab dan hangat, sangat penting untuk mencegah dehidrasi.

2.2.10 Pasien yang memerlukan terapi oksigen dan pasien dengan tracheostomy memerlukan perhatian khusus untuk menjamin kehangatan dan pasokan udara lembab.

Dingin, oksigen kering atau melalui mucosa nasopharyngeal menyajikan situasi yang ekstrem.

Teknik pernapasan untuk anestesi dan tertutup dalam inkubator adalah sarana khusus menangani kehilangan gangguan panas di lingkungan terapeutik.

2.2.11 Pasien luka bakar membutuhkan lingkungan yang hangat dan kelembaban relatif tinggi. Bangsal untuk korban luka bakar harus memiliki kontrol temperatur yang memungkinkan penyesuaian temperatur ruangan sampai 320C bola kering dan kelembaban relatif hingga 95%.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

BAB – III

FASILITAS RUMAH SAKIT

3.1 Fasilitas Rumah Sakit. 3.1.1 Meskipun pengkondisian udara (air conditioning) yang tepat sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, penerapan pengkondisian udara untuk fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa masih banyak masalah dihadapi yang tidak dijumpai pada sistem pengkondisian udara yang nyaman.

3.1.2 Perbedaan dasar antara pengkondisian udara untuk rumah sakit (dan fasilitas kesehatan yang terkait) dan jenis bangunan lainnya antara lain :

(1) kebutuhan untuk membatasi pergerakan udara di dalam dan antara berbagai bagian di rumah sakit;

(2) persyaratan khusus ventilasi dan filtrasi untuk melarutkan dan menghilangkan kontaminasi dalam bentuk bau, mikroorganisme udara, virus, kimia berbahaya dan zat radioaktif;

(3) temperatur dan kelembaban udara yang berbeda untuk berbagai area; dan

(4) perancangan yang canggih dibutuhkan untuk memungkinkan kontrol secara akurat dari kondisi lingkungan.

3.1.3 Sumber Infeksi dan Tindakan Pengendalian.

3.1.3.1 Infeksi Bakteri.

(1) Contoh bakteri yang sangat menular dan terbawa dalam campuran udara atau udara dan air adalah Mycobacterium tuberculosis dan Legionella pneumaphia (penyakit legionnaire).

(2) Well (1934) menunjukkan bahwa tetesan atau zat infeksius berukuran 5 m atau kurang, dapat tetap diudara tanpa batas.

(3) Isoard (1980) dan Luciano (1984) telah menunjukkan bahwa 99,9% dari semua bakteri yang berada di rumah sakit dapat dihilangkan oleh filter dengan effisiensi 90% sampai 95% (ASHRAE Standar 52.1).

(4) Hal ini disebabkan bakteri biasanya ada dalam unit pembentuk koloni yang besarnya lebih dari 1 m.

(5) Beberapa otoritas merekomendasikan penggunaan filter HEPA yang mempunyai test filter Dioctyl phthalate (DOP) dengan effisiensi penyaringan 99,97% di area tertentu.

3.1.3.2 Infeksi Virus.

(1) Contoh virus yang terbawa oleh udara dan mematikan, seperti Varisela (cacar air/herpes zoster), Rubella (Campak, Jerman) dan Rubeola (campak biasa).

(2) Pembuktian epidemiologis dan studi lain menunjukkan bahwa banyak virus di udara yang membawa infeksi berukuran sub mikron, dengan demikian tidak ada metode yang layak dikenal untuk secara efektif menghilangkan 100% dari partikel-partikel.

(3) Saat ini tersedia filter HEPA dan/atau filter ULPA yang memberikan effisiensi terbesar.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Upaya untuk menonaktifkan virus dengan sinar ultra violet dan semprotan kimia belum terbukti dapat diandalkan atau cukup efektif untuk direkomendasikan sebagai tindakan pengendalian infeksi primer.

(5) Oleh karena itu isolasi ruang dan isolasi ruang antara (ante room) dengan perbedaan tekanan dan ventilasi yang tepat merupakan sarana utama digunakan untuk mencegah penyebaran virus di lingkungan rumah sakit.

3.1.3.3 Jamur.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa jamur seperti Aspergillis bisa berakibat fatal untuk leukimia, transplantasi sumsum tulang, dan pasien immunocompromis lainnya.

3.1.3.4 Ventilasi Udara Luar.

(1) Jika intake (lubang masuk) udara luar diletakkan dan dijaga dengan benar, area dan intake udara luar dibuat dengan pertukaran udara yang cukup besar, dapat membuat area tersebut hampir bebas dari bakteri dan virus.

(2) Masalah kontrol infeksi sering melibatkan sumber bakteri atau virus di dalam rumah sakit. Ventilasi udara melarutkan kontaminasi virus dan bakteri dalam rumah sakit.

(3) Jika sistem ventilasi dirancang dengan benar, dibangun dan dipelihara untuk menjaga perbedaan tekanan korektif antara area fungsional, maka dapat menghapus zat infeksius dari lingkungan rumah sakit.

3.1.3.5 Temperatur dan Kelembaban.

(1) Kondisi termal ini dapat menghambat atau mendorong pertumbuhan bakteri dan mengaktifkan atau menonaktifkan virus.

(2) Beberapa bakteri seperti Legionella pneumophila pada dasarnya tetap bertahan dalam air dan dalam lingkungan yang lembab.

(3) Ketentuan teknis menetapkan rentang kriteria temperatur dan kelembaban udara di beberapa area rumah sakit sebagai parameter untuk pengendalian infeksi dan kenyamanan.

3.2 Kualitas Udara. Sistem harus memberikan udara yang hampir bebas dari debu, bau, kimia dan polutan radioaktif.

Dalam beberapa kasus, udara luar berbahaya untuk kondisi pasien yang menderita cardiopulmonary, pernapasan dan paru-paru.

Dalam hal demikian, sistem yang memberikan udara selang seling (intermittent) dari resirkulasi maksimum yang diijinkan perlu dipertimbangkan.

3.2.1 Intake Udara Luar (Outdoor Intake).

3.2.1.1 Intake ini harus ditempatkan sejauh mungkin (pada paparan yang berbeda secara terarah bila memungkinkan), tetapi tidak kurang dari 9 m dari cerobong outlet (lubang ke luar) buangan dari : peralatan pembakaran, outlet buangan ventilasi rumah sakit atau bangunan yang berdekatan, sistem vakum bedah medis, menara pendingin, cerobong ven plambing, dan area yang dapat mengumpulkan gas buang kendaraan dan asap berbahaya lainnya.

3.2.1.2 Apabila Inlet udara luar berada dekat dengan outlet yang cocok untuk pembuangan udara resirkulasi, pembuangan udara harus tidak terjadi hubung pendek ke intake udara luar atau sistem kipas yang digunakan untuk pengendalian asap.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

3.2.1.3 Letak intake udara luar yang melayani sistem sentral harus ditempatkan praktis tidak kurang dari 1,8 m di atas permukaan lantai, atau jika dipasang di atas atap pada 0,9 m di atas permukaan atap.

3.2.2 Outlet Pembuangan (Exhaust Outlets).

3.2.2.1 Outlet pembuangan ini harus ditempatkan minimal 3 m di atas permukaan lantai dan jauh dari pintu, area yang dihuni, dan pengoperasian jendela.

Lokasi yang lebih baik dari outlet pembuangan berdiri tegak keatas atau horizontal jauh dari intake udara luar.

3.2.2.2 Kehati-hatian perlu dilakukan dalam menempatkan buangan yang terkontaminasi tinggi (misalnya dari mesin, tudung asam, lemari keselamatan biologi, tudung dapur, dan ruang pengecatan).

Umumnya angin, bangunan yang berdekatan, dan kecepatan pelepasan harus diperhitungkan. Dalam aplikasi kritis studi terowongan angin atau pemodelan komputer mungkin diperlukan.

3.2.3 Filter Udara. 3.2.3.1 Untuk menghilangkan partikel dari aliran udara, sejumlah metode telah tersedia untuk menentukan effisiensi filter yang akan digunakan.

3.2.3.2 Semua ventilasi atau sistem pengkondisian udara terpusat harus dilengkapi dengan filter yang memiliki effisiensi tidak lebih rendah dari yang ditunjukkan dalam tabel 1.

3.2.3.3 Apabila diperlukan digunakan dua dudukan filter, dudukan filter no.1 harus terletak di hulu dari peralatan pengkondisian udara dan dudukan filter no.2 harus di hilir fan pasok bila sistem resirkulasi menggunakan percikan air untuk humidifier

3.2.3.4 Tindakan pencegahan yang tepat harus diamati untuk mencegah filter media menjadi basah oleh kelembaban uap air dari humidifier.

Apabila hanya satu dudukan filter diperlukan, harus terletak di hulu dari peralatan pengkondisian udara. Semua effisiensi filter didasarkan pada standar ASHRAE 52.1.

3.2.3.5 Berikut ini adalah panduan untuk instalasi filter :

1). Filter HEPA yang mempunyai effisiensi uji DOP 99,97% harus digunakan pada sistem pasokan udara yang melayani ruang untuk pengobatan klinis dengan kerentanan tinggi terhadap infeksi dari penderita leukimia, luka bakar, transplantasi sumsum tulang, transplantasi organ atau immunodeficiency sindrom (AIDS).

Filter HEPA juga harus digunakan pada aliran udara lemari asam atau lemari penyimpanan di mana bahan menular atau sangat radioaktif diproses.

Sistem filter harus dirancang dan dilengkapi untuk mengizinkan pemindahan, pembuangan dan penggantian filter dengan aman.

2). Semua filter harus dipasang dengan tepat untuk mencegah kebocoran antar segmen filter dan antara dudukan filter dan rangka pendukungnya.

Suatu kebocoran kecil memungkinkan udara terkontaminasi melalui filter, hal ini dapat menghancurkan kegunaan filter sebagai pembersih udara terbaik.

3). Sebuah manometer harus dipasang dalam sistem filter untuk mengukur penurunan tekanan di setiap kelompok filter. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat kapan filter harus diganti.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4). Filter dengan effisiensi tinggi harus dipasang dalam sistem dengan fasilitas yang memadai, disediakan untuk pemeliharaan tanpa memasukkan kontaminasi ke dalam sistem penyaluran atau area yang dilayani.

5). Karena filter effisiensi tinggi harganya mahal, rumah sakit harus memproyeksikan umur dudukan filter dan biaya penggantiannya serta memasukkan ini ke dalam anggaran operasional rumah sakit.

6). Selama konstruksi, bukaan pada ducting dan diffuser harus ditutup untuk mencegah intrusi debu, kotoran dan bahan-bahan berbahaya lainnya. Kontaminasi tersebut sering permanen dan menjadikan media untuk pertumbuhan zat infeksius. Filter yang ada atau baru mungkin cepat menjadi terkontaminasi oleh debu konstruksi.

Tabel 1

Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.

Jumlah minimum dudukan

filter.

Tujuan Area

Filter Efficiencies, % Dudukan filter

No. 1a No. 2a No. 3b

3 Ruang operasi Orthopedic.

25 90 99.97c Ruang operasi transplantasi tulang belakang. Ruang operasi transplantasi Organ

2

Ruang operasi prosedur umum.

25 90

Ruang melahirkan. Ruang anak. Unit Perawatan Intensif. Ruang Perawatan Pasien. Ruang Tindakan. Diagnostik dan area terkait.

1 Laboratorium. 80 Penyimpanan Sterile.

1

Area Persiapan Makanan.

25 Laundri. Area Administrasi. Penyimpanan besar Area Kotor.

a Didasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992. b Didasarkan pada tes DOP. c HEPA filter pada outlet.

3.3 Gerakan Udara 3.3.1 Data yang diberikan dalam tabel 2 menggambarkan sejauh mana kontaminasi dapat tersebar ke udara dan lingkungan rumah sakit dengan salah satu kegiatan rutin yang banyak dilakukan untuk perawatan pasien normal.

3.3.2 Penghitungan bakteri di lorong jelas menunjukkan penyebaran kontaminasi ini. Karena penyebaran bakteri yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, sistem pengkondisian udara harus menyediakan pola gerakan udara yang meminimalkan penyebaran kontaminasi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

Table 2

Tabel 2 – Pengaruh penggantian sprei terhadap hitungan bakteri di udara dalam rumah sakit. (Influence of Bedmaking on Airborne Bacterial Count in Hospitals)

Item Hitungan per m3

Di dalam kamar pasien Kamar pasien dekat lorong

Kebersihan ruangan 1200 1060 Selama penggantian sprei 4940 2260 Setelah 10 menit 2120 1470 Setelah 30 menit 1270 950 Kebersihan ruangan (background) 560 Penggantian sprei normal (Normal bedmaking) 3520

Penggantian sprei dengan bersemangat (Vigorous bedmaking) 6070

Sumber Greene et al. (1960)

3.3.3 Aliran udara yang tidak diinginkan antara ruangan dan lantai sering sekali sulit untuk dikontrol, hal tersebut terjadi karena adanya pintu yang terbuka, gerakan petugas dan pasien, perbedaan temperatur, dan efek cerobong, terutama ditekankan pada bukaan vertikal seperti tempat peluncuran, saf lif, tangga, dan saf yang umumunya untuk kebutuhan mekanikal rumah sakit.

Sementara beberapa dari faktor ini di luar kendali praktis, efek lain mungkin diminimalkan dengan menutup bukaan saf di ruang tertutup dan dengan merancang dan menyeimbangkan sistem udara untuk menciptakan tekanan udara positif atau negatif dalam ruang dan area tertentu.

3.3.4 Sistem yang melayani area sangat terkontaminasi, seperti ruang otopsi dan ruang isolasi pasien menular atau immunocompromise, tekanan udara positif atau negatif harus dijaga terhadap ruang sebelah atau koridor.

Tekanan diperoleh dengan memasok udara sedikit lebih ke area terhadap udara yang dibuang dari area. Hal ini akan menyebabkan udara mengalir ke area sekitar perimeter pintu dan mencegah aliran udara dari luar.

3.3.5 Ruang operasi menunjukkan kondisi yang berlawanan. Ruangan ini membutuhkan udara yang bebas dari kontaminasi, harus bertekanan relatif positip terhadap ruang sebelah atau koridor untuk mencegah aliran udara masuk dari area yang relatif sangat terkontaminasi.

3.3.6 Suatu perbedaan tekanan udara dapat dijaga hanya di ruangan yang seluruhnya tertutup. Oleh karena itu penting untuk mencegah kebocoran udara dari semua pintu atau pembatas antara area yang berdekatan.

3.3.7 Paling penting dilakukan adalah dengan menggunakan penahan cuaca dan penutup bawah pada pintu. Pembukaan atau penutupan pintu antara dua area secara cepat dapat mengurangi perbedaan tekanan di antara area tersebut.

Apabila terjadi bukaan, suatu pertukaran udara alami berlangsung karena adanya arus termal yang ditimbulkan dari perbedaan temperatur antara dua area tersebut.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.3.8 Uberdekatanpenggunaa

3.3.9 Gprosedur orendah didisebabkaoperasi.

G

3.3.10 Seterkontami

3.3.11 Suzone kerja

Bagian baw

3.3.12 A3.3.12.1 bersih tela

3.3.12.2 dari bangu

3.3.12.3 untuk ruan3.3.12.(2).

3.3.12.4 secara dopada kece

ntuk area n dan geran kunci ud

ambar 1, moperasi normi ruang opn oleh tingk

ambar 1 - T

ecara umumnasi harus

usunan ini pada luas

wah bukaan

Aliran udarAliran uda

h menarik m

Adanya sunan, menyu

Beberapa ng operasi, t

Aliran udaminan searpatan 0,46

kritis yangrakan petuara (air lock

menunjukkamal. Penghperasi dibakat yang le

Tipikal Penc

m, outlet suditempatka

memberikalantai yang

n balik atau

ra laminarara laminarminat dari b

istem pendulitkan kerja

otoritas metetapi mend

ara laminarrah dan tida± 0,10 m/de

g membutuugas antark) atau ruan

an jumlah itungan bakandingkan

ebih rendah

cemaran ud

uplai udara an pada lang

an gerakan terkontami

buang har

r r konsep y

beberapa ot

dukung baika tim bedah

edis tidak mdorong siste

r di ruang oak terhalanetik.

hkan pemea area krng antara.

bakteri di kteri dilakuk

dengan paktivitasny

dara dalam A

ke area-aregit-langit, da

udara bersnasi untuk

us setidakn

yang dikemtoritas medi

k aliran udah.

menganjurkaem udara ya

operasi bedng. Pola ali

eliharaan teritis dan r

ruang opekan secara bpetugas yaya dan teka

Area Bedah

ea sensitif dan inlet bua

sih ke bawadibuang.

nya 75 mm d

bangkan us.

ara laminar

an aliran udang mirip d

dah didefiniran udara

ekanan paduang berd

rasi dan rubersamaan

ang beradaanan tinggi

h dan area

dan area ultangan dekat

ah melalui z

di atas lanta

ntuk pengg

r vertikal da

dara laminaengan yang

sikan sebalaminar sea

da ruang-rdekatan, di

uang sebel. Jumlah baa di ruangudara di da

bersebelah

tra bersih yt dengan la

zona perna

ai.

gunaan ind

an horizont

ar seperti bug dijelaskan

agai aliran uarah biasan

ruang yangindikasikan

lah selamaakteri relatifg sebelah,alam ruang

an

ang sangatntai.

apasan dan

ustri ruang

tal terpisah

utir 3.3.12.2n pada butir

udara yangnya dicapai

g n

a f ,

g

t

n

g

h

2 r

g i

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

Gambar 3.3.12.a – Aliran udara non laminair.

Gambar 3.3.12.b – Aliran udara laminair.

3.3.12.5 Sistem aliran udara laminar telah digunakan untuk pengobatan pasien yang sangat rentan terhadap infeksi. Diantara pasien tersebut ada yang menjalani terapi radiasi, kemoterapi terkonsentrasi, transplantasi organ, amputasi dan penggantian sendi.

3.4 Temperatur dan Kelembaban Udara. Rekomendasi khusus untuk rancangan temperatur dan kelembaban udara diberikan pada bab selanjutnya. Persyaratan kriteria rancangan khusus, temperatur dan kelembaban udara untuk area rawat inap lain yang tidak tercakup harus 220C atau kurang dan 30% sampai 60%.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 3.3.12.c – Kamar bedah dengan aliran udara laminair.

3.5 Perbedaan Tekanan dan Ventilasi. 3.5.1 Tabel 3 mencakup standar ventilasi untuk kenyamanan, aseptis, dan kontrol bau di area perawatan akut rumah sakit yang secara langsung mempengaruhi perawatan pasien.

3.5.2 Jika kriteria instansi tertentu harus dipenuhi maka merujuk pada literatur ventilasi sesuai dengan ASHRAE 62, Standar Kualitas Udara Ventilasi untuk Bagian Dalam Bangunan (Ventilation for acceptable Indoor Air Quality) harus digunakan untuk standar tempat-tempat khusus.

3.5.3 Apabila kebutuhan udara luar lebih tinggi dari yang disebut pada standar ASHRAE 62 di tabel 3, nilai yang lebih tinggi harus digunakan.

3.5.4 Area khusus pasien termasuk untuk transplantasi organ dan unit luka bakar, harus memiliki ketentuan tambahan untuk ventilasi pengendalian kualitas udara yang sesuai. Perancangan sistem ventilasi harus sebanyak mungkin memberikan pergerakan udara dari bersih ke area kurang bersih.

3.5.5 Di area perawatan kritis, sistem volume konstan harus digunakan untuk menjamin perbedaan tekanan dan ventilasi yang tepat, kecuali di ruang kosong. Di area perawatan non kritis dan ruang petugas, sistem volume udara variabel (Variable Air Volume = VAV) dapat dipertimbangkan untuk konservasi energi.

3.5.6 Bila menggunakan sistem VAV dalam rumah sakit, perawatan khusus harus dilakukan untuk memastikan bahwa tingkat ventilasi minimal (seperti yang dipersyaratkan oleh persyaratan teknis yang berlaku) dan perbedaan tekanan antara di berbagai bagian dipertahankan.

Dengan sistem VAV, metode penelusuran volume udara antara pasokan dan pembuangan/balik dapat digunakan untuk mengontrol perbedaan tekanan.

Dalam tabel 3, area yang memerlukan kontrol terus menerus diberi notasi P untuk tekanan positip, N untuk tekanan negatip dan E untuk tidak ada perbedaan tekanan. Apabila notasi ± digunakan berarti tidak ada persyaratan untuk mengontrol terus menerus arah aliran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

3.5.7 Jika ketentuan ini dibuat jumlah pertukaran udara dapat dikurangi sampai 25% dari nilai yang ditunjukkan pada saat ruangan kosong,

Untuk memastikannya maka :

(1) jumlah pertukaran udara yang diindikasikan dikembalikan ke posisi semula setiap kali ruang ditempati; dan

(2) perbedaan tekanan dengan ruangan disekelilingnya dijaga ketika pertukaran udara berkurang.

3.5.8 Di area yang tidak memerlukan kontrol arah aliran yang terus menerus, sistem ventilasi dapat dimatikan apabila ruang tidak berpenghuni dan jika ventilasi tidak dibutuhkan.

3.5.9 Karena kesulitan pembersihan dan potensi penumpukan kontaminasi, unit resirkulasi ruang tidak boleh digunakan di area yang ditandai “Tidak”. Perhatikan bahwa standar resirkulasi ruang juga dapat untuk mengontrol di mana gas buang keluar diperlukan.

3.5.10 Di kamar yang mempunyai tudung, tambahan udara harus disediakan untuk pembuangan udara pada tudung sehingga perbedaan tekanan yang diinginkan dipertahankan.

3.5.11 Untuk konservasi energi maksimum, penggunaan resirkulasi udara lebih disukai. Jika sistem udara digunakan semuanya dari luar, metode pemanfaatan kembali panas yang effisien harus dipertimbangkan.

3.6 Pengendalian Asap. 3.6.1 Sebagai rancangan ventilasi yang dikembangkan, strategi pengendalian asap yang tepat harus dipertimbangkan. Sistem proteksi kebakaran pasif mengandalkan pada mematikan fan, partisi asap dan api, dan pengoperasian jendela. Pemeliharaan yang tepat dari tembusan (penetrasi) ducting harus diperhatikan.

3.6.2 Sistem pengendalian asap aktif yang menggunakan sistem ventilasi menciptakan area tekanan positif dan negatif dan bersama dengan partisi api dan asap membatasi penyebaran asap.

Cara menghilangkan asap dari hasil produk pembakaran dapat menggunakan sistem ventilasi mekanis. Sebagai rancangan, sistem pengendalian asap aktif terus berkembang, otoritas keinsinyuran dan persyaratan teknis harus hati-hati merencanakan sistem operasi dan konfigurasinya.

3.7 Kriteria Rancangan Spesifik. 3.7.1 Terdapat tujuh prinsip pembagian rumah sakit umum untuk pelayanan akut, yaitu :

(1) bedah dan perawatan kritis;

(2) perawatan;

(3) penunjang;

(4) administrasi;

(5) diagnostik dan pengobatan;

(6) sterilisasi dan suplai; dan

(7) pelayanan.

3.7.2 Persyaratan lingkungan dari setiap bagian/ruang di dalam pembagian ini berbeda satu sama lain sesuai fungsinya dan prosedur melakukannya. Bab ini menjelaskan fungsi dari setiap bagian/ruang dan lingkup uraian dari persyaratan perancangan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.7.3 Kerja sama yang erat perencana perawatan kesehatan dengan spesialis peralatan medik dalam perancangan mekanikal dan konstruksi fasilitas kesehatan penting untuk mencapai kondisi yang diinginkan.

3.8 Bedah dan Perawatan Kritis. 3.8.1 Tidak ada persyaratan rumah sakit yang tidak memerlukan kehati-hatian lebih dalam pengendalian kondisi aseptik dari lingkungannya selain kamar bedah.

Sistem yang melayani ruang operasi, termasuk cystoscopic dan ruang bedah tulang, membutuhkan kehati-hatian dalam perencanaan untuk mengurangi seminimum mungkin konsentrasi organisme di udara.

3.8.2 Sejumlah besar bakteri terdapat dalam ruang operasi yang datangnya dari tim bedah dan hasil daripada kegiatan selama pembedahan.

Selama operasi, banyak anggota tim bedah berada disekeliling meja operasi, menciptakan situasi terjadinya konsentrasi pencemaran yang tidak diinginkan di area yang mempunyai sensitif tinggi.

3.8.3 Kamar Operasi. 3.8.3.1 Studi sistem distribusi udara ruang operasi dan observasi instalasi di kamar bersih industri menunjukkan bahwa penyaluran udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.

Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.

3.8.3.2 Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari (kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau ke semua ruang operasi.

3.8.3.3 Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.

3.8.3.4 Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk menghilangkan buangan gas anestesi.

Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.

3.8.3.5 Metode disinfeksi udara dengan penyinaran (irradiation) di ruang operasi telah dilaporkan dengan hasil baik, namun ini jarang digunakan.

Keengganan untuk menggunakan irradiasi disebabkan: instalasinya memerlukan rancangan khusus, diperlukan proteksi bagi pasien dan petugas, perlu memonitor effisiensi lampu dan pemeliharaan.

3.8.3.6 Kondisi berikut direkomendasikan untuk ruang operasi, catherisasi, cystoscopy, dan bedah tulang:

(1) harus mampu mencapai temperatur 200 sampai 240C;

(2) kelembaban relatif udara harus dijaga antara 50% ~ 60%;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(3) tekanan udara harus dijaga positif yang berhubungan dengan ruang disebelahnya dengan memasok udara lebih dari 15%;

(4) pembacaan perbedaan tekanan di ruang harus dipasang untuk memungkinkan pembacaan tekanan udara dalam ruang. Menyekat seluruh dinding, langit-langit dan tembusan (penetrasi) pada lantai dan pintu untuk menjaga kondisi tekanan yang terbaca.

(5) Indikator kelembaban udara dan thermometer harus ditempatkan pada lokasi yang mempermudah observasi (pengamatan).

(6) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1.

(7) seluruh instalasi harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

(8) semua udara harus di suplai dari langit-langit dan dibuang atau dikembalikan pada sekurang-kurangnya 2 lokasi dekat dengan lantai (lihat tabel 3 untuk laju ventilasi minimum). Bagian bawah dari outlet pembuangan harus setidaknya 75 mm di atas lantai. Suplai diffuser harus dari jenis tidak langsung. Induksi yang tinggi pada difuser langit-langit atau difuser dinding harus dihindari.

(9) bahan akustik tidak boleh digunakan sebagai lapisan ducting kecuali dipasang filter terminal dengan effisiensi minimum 90% arah hilir dari lapisan.

Bagian dalam isolasi unit terminal dapat dikemas dengan bahan yang disetujui. Peredam suara yang dipasang pada ducting harus dari jenis tidak terbungkus atau memiliki lapisan film polyester yang diisi dengan bahan akustik.

(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan zat penghambat pertumbuhan jamur.

(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap sebelum udara masuk ke dalam ruangan.

Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah.

3.8.4 Obstetrik (Obsterical-kebidanan). Tekanan udara di bagian kebidanan harus positif atau sama terhadap area lain.

3.8.5 Ruang Melahirkan (Delivery) Perancangan ruang melahirkan harus sesuai dengan persyaratan teknis ruang operasi.

3.8.6 Ruang Pemulihan (Recovery). Ruang pemulihan paska operasi digunakan dalam hubungannya dengan ruang operasi, temperaturnya harus dipertahankan 240C dan kelembaban relatif antara 50% dan 60%.

Karena bau sisa anestesi kadang-kadang menimbulkan masalah di ruang pemulihan, ventilasi menjadi penting, dan tekanan udara relatif seimbang terhadap tekanan udara area sekitarnya perlu disediakan.

3.8.7 Ruang perawatan bayi (Nursery Suite). 3.8.7.1 Ruang perawatan bayi di lingkungan rumah sakit, yang terpenting AHU menyediakan temperatur dan kelembaban udara konstan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Pola pergerakan udara di ruang bayi dirancang hati-hati untuk mengurangi kemungkinan semburan. Semua suplai udara untuk ruang ini harus berada pada atau dekat langit-langit dan dibuang dekat lantai bagian bawah dengan bukaan buangan terletak setidak tidaknya 75 mm di atas lantai.

3.8.7.2 Effisiensi sistem filter udara harus sesuai dengan tabel 1.

Bentuk radiasi pemanasan konveksi menggunakan tabung dan fin (fin and tube) tidak boleh digunakan di ruang bayi.

3.8.8 Ruang perawatan bayi jangka lama (Full Term Nursery). 3.8.8.1 Temperatur 240C dan Kelembaban relatif dari 30% sampai 60% direkomendasikan untuk ruang bayi yang tinggal lama, ruang pemeriksaan dan ruang kerja.

Seksi perawatan ibu hamil harus dikontrol serupa seperti untuk proteksi bayi baru lahir selama berada dekat dengan ibunya.

3.8.8.2 Ruang bayi harus mempunyai tekanan udara positif sampai ke ruang kerja dan ruang pemeriksaan, dan setiap ruangan antara ruang bayi dan koridor harus serupa seperti tekanan relatif terhadap koridor. Hal ini mencegah infiltrasi kontaminasi udara dari area luar.

3.8.9 Ruang khusus perawatan bayi (Special Care Nursery). Kondisi perancangan untuk ruang perawatan bayi membutuhkan rentang temperatur variabel yang mampu mencapai 240C sampai 270C dan kelembaban relatif 30% sampai 60%.

Ruang perawatan bayi biasanya dipasang dengan incubator individual untuk mengatur temperatur dan kelembaban. Hal ini diinginkan untuk menjaga kondisi yang sama di dalam ruang perawatan bayi dan untuk mengakomodasi bayi yang dipindahkan dari incubator dan setelah tidak ditempatkan dalami incubator. Tekanan pada ruang perawatan bayi ini harus sesuai dengan ruang perawatan bayi biasa.

3.8.10 Ruang observasi bayi (Observation Nursery). Temperatur dan kelembaban udara untuk ruang bayi mirip dengan ruang bayi perawatan jangka panjang.

Karena bayi dalam pertumbuhan memiliki gejala klinis yang tidak biasa, udara di area ini harus tidak boleh masuk ke ruang bayi lainnya. Tekanan udara negatif terhadap tekanan udara ruang kerja harus dijaga di kamar bayi. Ruang kerja biasanya berada diantara ruang bayi dan koridor, harus relatif bertekanan positip terhadap koridor.

3.8.11 Ruang Gawat Darurat, 3.8.11.1 Bagian ini, dalam kebanyakan kasus, area yang paling sangat tercemar di rumah sakit sebagai akibat banyak pasien tiba dalam kondisi kotor dan jumlah pengantar yang relatif besar mendampingi mereka.

3.8.11.2 Temperatur dan kelembaban udara di dalam ruang gawat darurat dan ruang tunggu harus berada dalam batas kenyamanan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

3.8.12 Ruang Trauma. Ruang trauma harus berventilasi sesuai persyaratan pada tabel 3.

Ruang operasi darurat yang terletak dekat ruang gawat darurat harus memiliki temperatur, kelembaban udara dan kebutuhan ventilasi sama seperti dengan persyaratan ruang operasi.

3.8.13 Ruang penyimpanan zat anestesi. Ruang penyimpanan zat anestesi harus berventilasi dan harus memenuhi ketentuan yang berlaku (NFPA 99). Namun dianjurkan menggunakan ventilasi mekanik.

3.9 Perawatan.

3.9.1 Ruang pasien. 3.9.1.1 Apabila sistem sentral digunakan untuk kamar pasien, rekomendasi pada tabel 1 dan tabel 3 untuk filtrasi udara dan laju pertukaran udara harus diikuti untuk mengurangi infeksi silang dan mengontrol bau.

3.9.1.2 Ruangan yang digunakan untuk isolasi pasien terinfeksi, semua pasokan udara harus dibuang keluar. Untuk rancangan temperatur 240C bola kering dengan kelembaban relatif udara 50% direkomendasikan.

3.9.1.3 Setiap kamar pasien harus memiliki kontrol temperatur individu. Tekanan udara di ruang pasien harus netral dalam kaitannya dengan area lain.

3.9.1.4 Kebanyakan kriteria rancangan dan persyaratan teknis yang dikeluarkan instansi terkait mengharuskan semua udara dari ruang toilet seluruhnya dibuang keluar ruangan.

Persyaratan ini didasarkan pada kontrol bau. Dalam menganalisa bau dari sentral sistem pembuangan toilet (pasien) rumah sakit, ditemukan bahwa sistem pembuangan sentral yang besar umumnya mempunyai pelarut yang cukup untuk untuk membuat buangan toilet tidak berbau.

3.9.1.5 Apabila sistem unit ruang digunakan (sistem unitary), pembuangan udara umumnya dilakukan melalui ruang toilet.

3.9.1.6 Jumlah udara yang dibuang sama dengan jumlah udara luar yang disuplai masuk ke ruang untuk ventilasi. Ventilasi toilet, kloset, kamar mandi, dan semua kamar interior harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.9.2 Unit Perawatan Intensif. 3.9.2.1 Unit ini melayani pasien sakit serius, pasca operasi untuk pasien jantung koroner.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabe

l 3 –

Hub

unga

n Te

kana

n da

n Ve

ntila

si s

ecar

a um

um d

ari a

rea

tert

entu

di r

umah

sak

it

Fung

si R

uang

H

ubun

gan

teka

nan

terh

adap

are

a be

rseb

elah

an

Pert

ukar

an

udar

a da

ri lu

ar

per j

am

min

imum

a

Tota

l pe

rtuk

aran

ud

ara

per j

am

min

imum

b

Selu

ruh

udar

a di

bu

ang

lang

sung

ke

luar

ba

ngun

an

Res

irkul

asi

udar

a di

dal

am

unit

ruan

gan

PER

AW

ATA

N B

EDA

H D

AN

KR

ITIS

Rua

ng O

pera

si:

Sis

tem

sel

uruh

nya

udar

a lu

ar

P

15c

15

Ya

Tida

k

Sis

tem

uda

ra d

i res

irkul

asi

P

5 25

P

iliha

n Ti

dak

Rua

ng M

elah

irkan

Sis

tem

sel

uruh

nya

udar

a lu

ar

P

15

15

Pili

han

Tida

k

Sis

tem

uda

ra d

i res

irkul

asi

P

5 25

P

iliha

n Ti

dak

Rua

ng P

emul

ihan

E

2

6 P

iliha

n Ti

dak

Rua

ng b

ayi

P

5 12

P

iliha

n Ti

dak

Rua

ng T

raum

ad P

5

12

Pili

han

Tida

k

Gud

ang

anes

tesi

±

Pili

han

8 Y

a Ti

dak

PER

AW

ATA

N

Rua

ng P

asie

ne ±

2 4

Pili

han

Pili

han

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

Rua

ng T

oile

tf N

P

iliha

n 10

Y

a Ti

dak

Per

awat

an in

tens

if P

2

6 P

iliha

n Ti

dak

Isol

asi p

rote

ktifg

P

2 15

Y

a P

iliha

nh

Isol

asi I

nfek

sius

g ±

2 6

Ya

Tida

k

Isol

asi r

uang

ant

ara

± 2

10

Ya

Tida

k

Kal

a/m

elah

irkan

/pem

ulih

an/p

ostp

artu

m

(LD

RP

) E

2

4 P

iliha

n P

iliha

n

Kor

idor

pas

iene

E

2 4

Pili

han

Pili

han

PEN

UN

JAN

G

Rad

iolo

gi :

X-R

ay (b

edah

dan

per

awat

an k

ritis

) P

3

15

Pili

han

Tida

k

X-R

ay (d

iagn

ostik

dan

tind

akan

) ±

2 6

Pili

han

Pili

han

Rua

ng g

elap

N

2

10

Yai

Tida

k

Labo

rato

rium

, Um

um

N

2 6

Ya

Tida

k

Labo

rato

rium

, Bac

terio

logi

N

2

6 Y

a Ti

dak

Labo

rato

rium

, bio

chem

istry

P

2

6 P

iliha

n Ti

dak

Labo

rato

rium

, Cyt

olog

y N

2

6 Y

a Ti

dak

Labo

rato

rium

, pen

cuci

an g

elas

N

P

iliha

n 10

Y

a P

iliha

n

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Labo

rato

rium

, his

tolo

gy

N

2 6

Ya

Tida

k

Labo

rato

rium

, pen

goba

tan

nukl

ir.

N

2 6

Ya

Tida

k

Labo

rato

rium

, pat

holo

gi

N

2 6

Ya

Tida

k

Labo

rato

rium

, ser

olog

i. P

2

6 P

iliha

n Ti

dak

Labo

rato

rium

, ste

rilis

asi

N

Pili

han

10

Ya

Tida

k

Labo

rato

rium

, tra

nsfe

r med

ia.

P

2 4

Pili

han

Tida

k

Aut

opsy

N

2

12

Ya

Tida

k

Rua

ng tu

nggu

– tu

buh

tidak

di

ding

inka

nj N

P

iliha

n 10

Y

a Ti

dak

Farm

asi

P

2 4

Pili

han

Pili

han

AD

MIN

ISTR

ASI

Pen

dafta

ran

dan

ruan

g tu

nggu

N

2

6 Y

a P

iliha

nh

DIA

GN

OSA

DA

N T

IND

AK

AN

Bro

ncho

scop

y, s

putu

m c

olle

ctio

n, d

an

adm

inis

trasi

pen

tam

idin

e N

2

10

Ya

Pili

hanh

Rua

ng P

emer

iksa

ame

± 2

6 P

iliha

n P

iliha

n

Rua

ng P

engo

bata

n P

2

4 P

iliha

n P

iliha

n

Rua

ng T

inda

kane

± 2

6 P

iliha

n P

iliha

n

Ther

api f

isik

dan

ther

api h

idro

N

2

6 P

iliha

n P

iliha

n

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

Rua

ng k

otor

ata

u te

mpa

t sam

pah

N

2 10

Y

a Ti

dak

Rua

ng b

ersi

h at

au te

mpa

t ber

sih

P

2 4

Pili

han

Pili

han

STER

ILIS

ASI

DA

N S

UPL

AI

Rua

ng p

eral

atan

ste

rilis

asi.

N

Pili

han

10

Ya

Tida

k

Rua

ng k

otor

dan

dek

onta

min

asi.

N

2 6

Ya

Tida

k

Tem

pat b

ersi

h da

n gu

dang

ste

ril.

P

2 4

Pili

han

Pili

han

Gud

ang

pera

lata

n ±

2 (P

iliha

n)

2 P

iliha

n P

iliha

n

PELA

YAN

AN

Pus

at p

ersi

apan

mak

anan

±

210

Ya

Tida

kTe

mpa

t cuc

i N

Pili

han

10Y

aTi

dak

Gud

ang

diet

ary

haria

Pili

han

2P

iliha

nTi

dak

Laun

dri,

umum

N2

10Y

aTi

dak

Sor

tir li

nen

koto

r dan

gud

ang

NP

iliha

n10

Ya

Tida

kG

udan

g lin

en b

ersi

hP

2 (P

iliha

n)2

Pili

han

Pili

han

Line

n da

n N

Pili

han

10Y

aTi

dak

Rua

ng b

edpa

nN

Pili

han

10Y

aTi

dak

Kam

ar m

andi

NP

iliha

n10

Pili

hanf

Tida

kK

lose

t Jan

itor

NP

iliha

n10

Pili

han

Tida

kP

= Po

sitif.

N =

Neg

atif,

E =

sama

, ± =

kontr

ol lan

gsun

g sec

ara t

erus

men

erus

di bu

tuhka

n e

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

a) Ventilasi sesuai standar ASHRAE 62-1989, ventilasi untuk kualitas udara di dalam bangunan yang dapat diterima, harus digunakan untuk area yang laju ventilasi spesifiknya tidak diberikan. Apabila persyaratan udara luar lebih tinggi seperti yang disebut pada standar 62 dari yang ada pada tabel 3, nilai yang tertinggi harus diambil.

b) Total pertukaran udara yang ditunjukkan harus dipasok atau apabila disyaratkan harus dibuang.

c) Untuk ruang operasi, 100% udara luar harus digunakan hanya jika ketentuan yang ada mempersyaratkan dan hanya jika alat pemulihan panas digunakan.

d) Istilah ruang trauma yang digunakan disini adalah ruang bantuan pertama dan/atau ruang darurat yang digunakan tindakan awal dari korban kecelakaan. Ruang operasi di dalam pusat trauma yang secara rutin digunakan untuk bedah darurat dianggap sebagai ruang operasi.

e) Meskipun kontrol langsung secara terus menerus tidak dipersyaratkan, perbedaan harus diminimalisir, dan dalam tidak adanya kontrol arah, tidak boleh ada penyebaran infeksi dari satu area ke area lain.

f) Untuk diskusi pertimbangan untuk sistem pembuangan udara sentral di toilet, lihat pada “ruang pasien”.

g) Ruang isolasi infeksius yang dijelaskan dalam tabel ini mungkin digunakan untuk pasien infeksius pada komunitas rumah sakit rata-rata. Ruangan bertekanan negatif, Beberapa ruang isolasi mungkin mempunyai ruang antara terpisah. Lihat pembahasan dalam bab ini untuk informasi lebih rincil. Apabila penyakit menular yang sangat infeksius terhirup seperti tuberkulosis, harus diisolasi. peningkatan laju pertukaran udara perlu dipertimbangkan. Ruang isolasi protektif yang digunakan untuk pasien immunosuppressed. Ruang bertekanan positip untuk memprotek pasien. Ruang antara umumnya dipersyaratkan dan harus bertekanan negatif dengan ruang pasien yang ada.

h) Resirkulasi diizinkan dalam ruangan pasien isolasi pernapasan jika udara difilter denga HEPA filter.

i) Semua udara yang dibutuhkan tidak perlu dibuang jika peralatan ruang gelap dilengkapi ducting saluran pembuangan (scavenging exhaust) dan memenuhi standar NIOSH, OSHA, dan petugas yang terpapar terbatas.

j) Tubuh yang didinginkan di ruangan hanya ada fasilitas untuk melakukan otopsi di lokasi dan menggunakan ruang untuk jangka pendek sambil menunggu tubuh yang akan dipindahkan.

k) Pusat persiapan makanan harus mempunyai kelebihan pasokan udara untuk tekanan positif jika tudung tidak dioperasikan. Jumlah pertukaran udara dapat dikurangi atau bervariasi untuk mengontrol bau jika ruangan tidak digunakan. Total pertukaran udara per jam minimal harus dipersyaratkan untuk memberikan udara tambahan yang tepat ke sistem pembuangan dapur.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

3.9.2.2 Temperatur dengan kemampuan rentan variabel dari 200C sampai 300C, kelembaban relatif udara minimum 30% dan maksimum 60%, serta tekanan udara positif direkomendasikan.

3.9.3 Unit Isolasi Protektif. 3.9.3.1 Pasien imonosupresi (termasuk sumsum tulang belakang atau transpantasi organ, leukimia, luka bakar, dan pasien AIDS) sangat rentan terhadap penyakit.

3.9.3.2 Beberapa dokter lebih memilih isolasi dengan menggunakan unit laminar udara untuk melindungi pasien.

3.9.3.3 Dokter lainnya berpendapat bahwa kondisi sel laminar memiliki pengaruh psikologis yang merugikan pada pasien dan menjadi merah bila keluar ruangan dan mengurangi spora di udara,

3.9.3.4 Distribusi udara dengan 15 kali pertukaran udara per jam disuplai melalui sebuah diffuser tanpa bunyi sering direkomendasikan. Udara steril dihembuskan melintasi pasien dan kembali dekat lantai, di atau dekat pintu ruang.

3.9.3.5 Dalam kasus pasien imunosupresi yang tidak menular, tekanan positip harus dipertahankan antara ruang pasien dan area yang berdekatan.

Beberapa ketentuan dapat mempersyaratkan ruang antara yang mempertahankan perbedaan tekanan negatif dengan ruang isolasi yang berdekatan dan perbedaan tekanan yang sama dengan koridor, pos perawat atau area umum.

Ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan harus dikontrol dengan cara yang sama.

Tekanan positif juga harus dipertahankan antara seluruh unit dan area yang berdekatan untuk menjaga kondisi steril.

3.9.3.6 Apabila seorang pasien imunosupresi yang menular, ruang isolasi mungkin dirancang dan diseimbangkan untuk menyediakan perbedaan tekanan yang sama atau negatif permanen yang berhubungan dengan area berdekatan atau ruang antara.

Atau, bila ketentuan mengizinkan, ruang isolasi tersebut dapat dilengkapi dengan kontrol yang memungkinkan ruangan menjadi positif, sama atau negatif dengan area yang berdekatan.

3.9.3.7 Namun, dalam kasus seperti ini, kontrol terhadap area yang berdekatan atau ruang antara harus menjaga perbedaan tekanan yang benar dengan kamar yang berdekatan lainnya.

3.9.3.8 Secara terpisah, sistem pengkondisian udara terdedikasi untuk melayani unit isolasi protektif menyederhanakan kontrol tekanan dan kualitas.

3.9.4 Unit Isolasi Infeksius. 3.9.4.1 Ruang isolasi menular digunakan untuk melindungi penghuni di rumah sakit dan pasien berpenyakit menular. Terakhir untuk menghindari penularan tubercolosis, di dalam ruang pasien dapat dilakukan perancangan distribusi udara, tekanan, laju pertukaran udara, dan filtrasi.

Temperatur dan kelembaban relatif udara harus sesuai dengan ketentuan untuk ruang pasien.

3.9.4.2 Perencana harus bekerja sama dengan perencana perawatan kesehatan dan instansi berwenang setempat untuk menentukan perancangan ruang isolasi yang sesuai.

3.9.4.3 Kondisi ini dimungkinkan dengan pengontrolan yang lebih lengkap, menggunakan sebuah ruangan terpisah yang digunakan sebagai kunci udara (air lock) untuk meminimalkan potensi partikel di udara dari area pasien mencapai area-area yang berdekatan.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Beberapa perancang telah menyediakan ruang isolasi yang memungkinkan fleksibilitas ruang maksimum dengan menggunakan pendekatan dengan membalikkan arah aliran udara dan memvariasikan laju aliran gas buang.

Pendekatan ini berguna hanya jika diperlukan penyesuaian yang tepat untuk berbagai jenis prosedur isolasi.

3.9.5 Pantri di Lantai. (Floor pantry). 3.9.5.1 Persyaratan ventilasi untuk area ini tergantung pada jenis makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Apabila makanan massal dibagikan dan fasilitas pencuci piring disediakan di area pantri, dianjurkan penggunaan tudung pembuangan ke luar di atas peralatan pencuci.

3.9.5.2 Pantri kecil yang digunakan untuk menyiapkan makanan kecil di antara jam makan tidak memerlukan ventilasi khusus. Tekanan udara di ruang pantri harus seimbang dengan area sekitarnya untuk mengurangi gerakan udara ke dalam atau ke luar ruang pantri.

3.9.6 Sebelum Melahirkan/Melahirkan/Pemulihan/Pasca melahirkan (Labor/ Delivery/Recovery/ Post partum) (LDRP).

3.9.6.1 Prosedur untuk melahirkan bayi normal dianggap non-invasif, ruang dikondisikan sama dengan ruang pasien. Beberapa ketentuan, mungkin menentukan tingkat pertukaran udara yang lebih tinggi daripada ruang pasien yang biasa.

3.9.6.2 Diharapkan prosedur invasif seperti bedah caesar dilakukan di ruang melahirkan terdekat atau di ruang operasi.

3.10 Penunjang.

3.10.1 Departemen Radiologi. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi rancangan sistem ventilasi di area ini adalah karakteristik berbau untuk perlakuan klinik tertentu dan konstruksi khusus yang dirancang untuk mencegah kebocoran radiasi.

3.10.1.1 Fluoroscopic, radiografi, dan Ruang terapi.

Ruangan ini mempersyaratkan temperatur 240C sampai 270C dan kelembaban relatif udara 40% sampai 50%.

Tergantung pada lokasi outlet suplai udara dan intake buangan udara, lapisan timah hitam (Pb) dipersyaratkan pada ducting suplai dan ducting balik pada titik masuk ke area klinik yang beragam untuk mencegah kebocoran radiasi ke area hunian lain.

3.10.1.2 Ruang gelap.

Ruang gelap umumnya digunakan untuk periode yang lama pada ruang sinar X dan harus mempunyai sistem ventilasi independent untuk membuang udara ke luar.

Buangan dari alat pemroses film dihubungkan ke buangan kamar gelap.

3.10.2 Laboratorium. 3.10.2.1 Pengkondisian udara diperlukan di laboratorium untuk kenyamanan dan keselamatan para teknisi. Asap kimia, bau, uap, panas dari peralatan, dan bukaan jendela yang tidak diinginkan semuanya berkontribusi terhadap kebutuhan pengkondisian udara.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

3.10.2.2 Perhatian khusus harus diberikan untuk ukuran dan jenis peralatan yang menambah panas dan digunakan dalam berbagai laboratorium.

Peralatan yang memerlukan panas, biasanya merupakan bagian utama dari beban pendinginan.

3.10.2.3 Distribusi udara dan sistem pembuangan secara umum harus terbuat dari bahan konvensional mengikuti rancangan standar untuk jenis sistem yang digunakan.

Sistem pembuangan yang melayani tudung bahan radioaktif, pelarut yang mudah menguap, dan oksidator kuat seperti asam perklorat yang digunakan harus dibuat dari baja tahan karat (stainless steel).

Fasilitas membasuh harus disediakan untuk tudung dan ducting yang menangani asam perklorat. Tudung asam perklorat harus dilengkapi fan pembuangan khusus.

3.10.2.4 Tudung yang digunakan menentukan bahan ducting lainnya. Tudung di mana bahan radioaktif atau infeksi akan digunakan, harus dilengkapi dengan filter yang effisiensi ultra tinggi pada lubang outlet buangan dan memiliki prosedur dan peralatan untuk penggantian dengan aman filter yang terkontaminasi.

3.10.2.5 Jalur ducting pembuangan harus sependek mungkin dengan meminimalkan kerugian horizontal. Hal ini terutama berlaku untuk tudung asap perklorat karena sifatnya sangat berbahaya dapat menimbulkan ledakan.

3.10.2.6 Menentukan sistem ventilasi yang efektif, ekonomis dan aman membutuhkan penelitian yang cukup lama.

3.10.2.7 Apabila perkiraan kuantitas ventilasi udara ruang laboratorium untuk ventilasi tudung dapat diperkirakan, sistem pembuangan dengan tudung dapat digunakan untuk pembuangan semua udara ventilasi dari area laboratorium.

3.10.2.8 Dalam situasi di mana tudung pembuangan melebihi suplai udara, pasokan udara tambahan dapat digunakan untuk menambah udara pada tudung. Penggunaan VAV untuk sistem pasokan/pembuangan di laboratorium dapat diterima tetapi membutuhkan perawatan khusus dalam rancangan dan instalasi.

3.10.2.9 Pasokan udara tambahan yang tidak perlu dikondisikan harus disediakan oleh sistem terpisah dari sistem ventilasi normal.

Sistem tudung pembuangan individu harus saling berkaitan dengan sistem udara tambahan. Sistem tudung pembuangan harus tidak dimatikan jika sistem udara tambahan gagal.

Ruang penyimpanan bahan kimia harus memiliki sistem pembuangan udara yang terus beroperasi dengan fan terminal.

3.10.2.10 Fan pembuangan yang melayani tudung harus terletak diujung aliran dari sistem pelepasan untuk mencegah kemungkinan hasil pembuangan memasuki bangunan.

3.10.2.11 Udara pembuangan dari tudung di unit untuk biokimia, histologi, sitologi, patologi, pencuci gelas/sterilisasi, dan serologi-bakteriologi harus dibuang keluar dengan tanpa resirkulasi.

3.10.2.12 Biasanya, pembuangan dari fan pembuangan berdiri tegak dengan jarak minimum 2,1 m di atas atap dengan kecepatan sampai 20 m/detik. Unit bakteriologi-serologi harus bertekanan relatif terhadap area sekitarnya untuk mengurangi kemungkinan infiltrasi aerosol mencemari spesimen yang sedang diproses.

3.10.2.13 Area seluruh laboratorium harus di bawah tekanan sedikit negatif untuk mengurangi penyebaran bau atau kontaminasi ke area rumah sakit lainnya. Temperatur dan kelembaban harus berada dalam batas kenyamanan.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.10.3 Laboratorium Bacteriologi. 3.10.3.1 Unit ini tidak harus memiliki pergerakan udara yang tidak semestinya, sehingga perawatan dilakukan untuk membatasi minimum kecepatan udara.

Ruang transfer steril yang mungkin berdampingan dengan laboratorium bakteriologi adalah ruang di mana media steril didistribusikan dan di mana spesimen akan di transfer ke media pembiakan.

3.10.3.2 Untuk mempertahankan lingkungan yang steril, filter HEPA effisiensi ultra tinggi harus dipasang di ducting suplai dekat titik masuk ke ruangan.

Ruang media, pada dasarnya adalah dapur, harus berventilasi untuk menghilangkan bau dan uap.

3.10.4 Laboratorium penyakit Infeksius dan Virus. 3.10.4.1 Laboratorium ini hanya ditemukan di rumah sakit besar yang memerlukan perlakuan khusus.

3.10.4.2 Suatu tingkat ventilasi minimal dengan pertukaran udara 6 kali per jam atau tambahan yang sama dengan volume pembuangan pada tudung di rekomendasikan untuk laboratorium ini,

Laboratorium harus memiliki tekanan relatif negatif terhadap area lain disekitarnya untuk mencegah exfiltrasi dari setiap kontaminan udara.

3.10.4.3 Pembuangan udara dari lemari asap atau lemari keselamatan dalam laboratorium harus disterilkan sebelum dibuang ke luar bangunan.

Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pemanas listrik atau gas yang ditempatkan secara serie dalam sistem pembuangan dan dirancang untuk memanaskan udara buang sampai 3150C.

Suatu metode yang lebih umum dan lebih murah dari sterilisasi udara buang adalah dengan menggunakan filter dengan effisiensi ultra tinggi dalam sistem.

3.10.5 Laboratorium Pengobatan Nuklir. 3.10.5.1 Laboratorium mengatur radioisotop untuk pasien melalui mulut, infus, atau penghirupan untuk memfasilitasi diagnosis dan pengobatan penyakit.

3.10.5.2 Dalam banyak kasus, sedikit sekali terjadinya kontaminasi udara dari lingkungan internal, kecuali ada pertimbangan khusus.

3.10.5.3 Salah satu pengecualian penting melibatkan penggunaan larutan iodine 131 dalam kapsul atau dalam botol untuk mendiagnosa gangguan kelenjar tiroid.

Keterlibatan lain penggunaan gas Xenon 131 melalui penghirupan untuk mempelajari berkurangnya fungsi paru-paru pasien.

3.10.5.4 Kapsul xenon 131 terkadang bocor isinya sebelum digunakan. Pada pesiapan dosis, botol ketika dibuka melepaskan kontaminan ke udara.

3.10.5.5 Hal ini merupakan kejadian umum untuk botol pada waktu dibuka dan ditangani dalam lemari asap standar laboratorium.

Suatu kecepatan permukaan minimum 0,5 m/detik harus mencukupi untuk tujuan ini

3.10.5.6 Rekomendasi ini hanya berlaku di mana sejumlah kecil ditangani dalam operasi sederhana.

Keadaan lain mungkin memerlukan penyediaan kotak sarung tangan atau serupa kurungan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

3.10.5.7 Penggunaan Xenon 133 untuk mempelajari pasien, melibatkan instrumen khusus yang memungkinkan pasien menghirup gas dan menghembuskan nafas kembali ke instrumen.

3.10.5.8 Gas dihembuskan lewat melalui perangkap arang yang dipasang paling depan dan sering (tapi tidak selalu) dilepaskan keluar. Proses ini menunjukkan beberapa potensi gas untuk lepas ke dalam lingkungan internal.

3.10.5.9 Karena keunikan ini, operasi dan peralatan khusus yang terlibat, dianjurkan perancang sistem menentukan instrumen tertentu yang akan digunakan dan menghubungi produsen untuk memperoleh petunjuk.

3.10.5.10 Panduan lain tersedia di US Nuclir Regulatory Commission, Regulatory Guide 10.8 (NRC 1980). Secara khusus prosedur darurat yang harus diikuti dalam kasus lepasnya xenon 133 harus mencakup evakuasi sementara dari area dan/atau meningkatkan laju ventilasi area tersebut.

3.10.5.11 Rekomendasi tentang perbedaan tekanan, filtrasi suplai udara, volume suplai udara, resirkulasi dan atribut lain dari sistem suplai dan aliran udara untuk laboratorium histologi, patologi, dan sitologi juga relevan dengan laboratorium kedokteran nuklir.

Namun demikian, beberapa persyaratan sistem ventilasi khusus dikenakan oleh NRC apabila bahan radioaktif digunakan.

3.10.5.12 Sebagai contoh, NRC (1980) memberikan prosedur perhitungan untuk memperkirakan aliran udara yang diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi gas xenon 133 pada atau di bawah tingkat yang ditentukan.

3.10.5.13 NRC juga berisi persyaratan khusus untuk jumlah radioaktif yang dapat dilepaskan ke atmosfer, metode pembuangan pilihan adalah dengan penyerapan menggunakan perangkap arang.

3.10.6 Ruang Autopsi. 3.10.6.1 Ruang otopsi adalah area dari bagian patologi yang memerlukan perhatian khusus.

Perhatian terhadap ruang ini terutama pada kontaminasi bakteri dan bau. Intake buangan harus ditempatkan di langit-langit atau di sisi rendah dinding.

Sistem buangan harus mengalirkan udara di atas atap rumah sakit.

Suatu tekanan negatif relatif terhadap sekitarnya harus disediakan di ruang otopsi untuk mencegah penyebaran kontaminasi.

3.10.6.2 Apabila sejumlah besar formalin digunakan, tudung pembuangan khusus mungkin diperlukan untuk menjaga konsentrasi sampai tingkat di bawah ketentuan yang berlaku.

3.10.6.3 Untuk rumah sakit kecil di mana ruang otopsi jarang digunakan, kontrol lokal dari sistem ventilasi dan sistem kontrol bau lebih baik menggunakan karbon aktif atau potassium permanganat yang dipenuhi alumina aktif lebih disukai.

3.10.7 Kandang Hewan. 3.10.7.1 Area ini hanya ditemukan di rumah sakit yang lebih besar. Terutama karena bau, kandang hewan memerlukan sistem pembuangan mekanis di mana pembuangan udara yang terkontaminasi diletakkan di atas atap rumah sakit.

3.10.7.2 Untuk mencegah penyebaran bau atau kontaminan lainnya dari kandang hewan ke area lain, tekanan udara negatif sedikitnya 25 Pa relatif terhadap daerah sekitarnya harus dijaga.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.10.8 Farmasi. Ruang farmasi harus dikondisikan untuk kenyamanan dan tidak memerlukan ventilasi khusus. Distribusi udara ruangan harus dikoordinasikan dengan setiap meja yang mungkin membutuhkan aliran udara laminar.

3.10.9 Administrasi. Bagian ini meliputi lobi utama, kantor dan ruang rekam medis.

Area pendaftaran dan ruang tunggu adalah area di mana risiko potensi penularan penyakit melalui udara tidak terdiagnosis.

Penggunaan sistem pembuangan lokal yang membuang udara terhadap pasien yang mendaftar harus dipertimbangkan.

Sistem pengkondisian udara terpisah yang tepat diinginkan untuk memisahkan area ini karena biasanya rumah sakit kosong pada malam hari.

3.10.10 Diagnostik dan Pengobatan.

3.10.10.1 Bronchoscopy, Sputum collection, dan Pentamidine Administration.

(1) Ruangan ini berpotensi tinggi karena adanya pembuangan sejumlah besar tetesan air yang infeksius ke dalam udara ruangan.

(2) Meskipun prosedur yang dilakukan dapat mengindikasikan penggunaan tudung pasien, ventilasi ruang secara umum harus ditingkatkan berdasarkan asumsi bahwa kontaminasi udara yang menular dihasilkan lebih tinggi dari tingkat normal.

3.10.10.2 Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Temperatur, kelembaban dan ventilasi ruang ini harus diperlakukan sebagai ruang pemeriksaan. Namun demikian diperlukan perhatian khusus dimana di ruang kontrol melepaskan panas dari peralatan komputer dan penggunaan cryogenic diruang pemeriksaan.

3.10.10.3 Ruang Pengobatan/Tindakan (Treatment Room).

Pasien dibawa ke ruang ini untuk perawatan khusus yang tidak dapat dengan mudah dilakukan di ruang pasien.

Untuk mengakomodasi pasien yang mungkin dibawa dari tempat tidur, ruangan harus memiliki temperatur dan kontrol kelembaban individu.

Temperatur dan kelembaban harus sesuai ketentuan seperti kamar pasien.

3.10.10.4 Bagian therapi fisik.

(1) Beban pendinginan dari bagian elektroterapi dipengaruhi oleh gelombang pendek diatermi, infra merah, ultra violet dan peralatan yang digunakan di area ini.

(2) Seksi Hidroterapi.

Seksi ini terdiri dari berbagai pengobatan dengan pemandian air, umumnya temperatur dipertahankan sampai 270C. Panas laten yang potensial di area ini tidak boleh diabaikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

(3) Seksi latihan tidak memerlukan perlakuan khusus, temperatur dan kelembaban harus berada dalam zona kenyamanan. Udara dapat diresirkulasikan pada area ini, dan sistem kontrol bau disarankan.

3.10.10.5 Bagian Therapi Kerja.(Occupational Therapy Department).

(1) Ruang bagian ini digunakan untuk kegiatan seperti menenun, mengepang, karya seni dan menjahit, tidak memerlukan ventilasi khusus.

Resirkulasi udara dalam sistem ventilasi di area ini diperbolehkan menggunakan filter kelas menengah.

Rumah sakit yang lebih besar dan yang mengkhususkan diri dalam rehabilitasi memiliki keragaman yang lebih besar dari keterampilan dan kerajinan, termasuk pertukangan, logam, fotografi, keramik dan lukisan.

(2) Persyaratan pengkondisian udara dan ventilasi dari berbagai bagian harus sesuai dengan praktek yang normal untuk area tersebut dan untuk ketentuan yang berkaitan dengan mereka. Temperatur dan kelembaban harus dipertahankan dalam zona kenyamanan.

3.10.10.6 Bagian Therapi hirup (Inhalation Therapy Department).

Terapi hirup untuk pengobatan gangguan pernapasan paru-paru dan lainnya.

Udara harus sangat bersih, dan areanya harus memiliki tekanan udara positif terhadap area sekitarnya.

3.10.10.7 Ruang Kerja.

(1) Ruang kerja bersih (clean utility) yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan dan distribusi persediaan bersih harus dipertahankan pada tekanan udara positif relatif terhadap koridor.

(2) Ruang kerja kotor (dirty utility) terutama berfungsi sebagai tempat pengumpulan peralatan dan material kotor.

Ruang ini dianggap sebagai ruangan yang terkontaminasi dan harus memiliki tekanan udara negatif relatif terhadap area sekitarnya.

Temperatur dan kelembaban udaranya harus berada dalam batas kenyamanan.

3.10.10.8 Sterilisasi dan Persediaan.

(1) Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi seperti instrumen dan alat, dibawa ke unit ini untuk dibersihkan dan disterilisasi sebelum digunakan kembali.

(2) Unit biasanya terdiri dari area pembersihan, area sterilisasi dan area penyimpanan di mana persediaan disimpan sampai dipesan untuk digunakan.

Jika area ini berada dalam suatu ruangan yang besar, udara harus mengalir dari penyimpanan bersih dan area steril ke area bersih yang terkontaminasi.

(3) Perbedaan tekanan udara harus sesuai seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.

Temperatur dan kelembaban harus berada dalam rentang nyaman.

(4) Pedoman berikut ini penting untuk unit pusat sterilisasi dan persediaan :

(a) Insulasi alat sterilisasi digunakan untuk mengurangi beban panas.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Ventilasi pada lemari peralatan sterilisasi harus cukup untuk menghilangkan kelebihan panas.

(c) Apabila alat Ethylene Oksida (ETO) gas sterilisasi digunakan, dilengkapi sistem pembuangan yang terpisah dengan terminal fan, dilengkapi perangkap buangan dengan kecepatan yang memadai disekitar sumber kebocoran ETO

(d) Memasang pembuangan di pintu alat sterilisasi dan di atas pengering alat sterilisasi. Aerator pembuangan dan ruang layanan, sensor konsentrasi ETO, sensor aliran buangan, dan alarm juga harus disediakan.

(e) ETO sterlisasi harus ditempatkan di ruang khusus tak berpenghuni. Memiliki perbedaan tekanan sangat negatif terhadap ruang yang berdekatan dan pertukaran udaranya 10 kali per jam.

Banyak otoritas mengharuskan sistem pembuangan ETO memiliki peralatan untuk menghilangkan ETO dari pembuangan udara.

(5) Menjaga tempat penyimpanan untuk persediaan steril pada kelembaban relatif tidak lebih dari 50%.

3.10.10.9 Pelayanan.

(1) Daerah layanan termasuk dietary, rumah tangga, mekanikal, dan fasilitas karyawan.

(2) Daerah ini udaranya dapat dikondisikan atau tidak. Ventilasi yang memadai penting untuk menyediakan sanitasi dan lingkungan yang sehat. Ventilasi daerah ini tidak dapat dibatasi pada sistem pembuangan saja, ketentuan untuk suplai udara harus terkait dalam perancangan. Udara tersebut harus disaring dan dialirkan pada temperatur yang terkendali.

(3) Sistem pembuangan yang dirancang dengan baik menjadi tidak effektif tanpa suplai udara yang memadai. Pengalaman menunjukkan bahwa ketergantungan pada jendela yang terbuka hanya menghasilkan ketidak puasan terutama selama musim panas.

(4) Penggabungan pertukaran panas dari udara ke udara memberikan kemungkinan untuk beroperasi secara ekonomis di area ini.

(5) Fasilitas Dietary.

(a) Area ini biasanya mencakup dapur utama, pembuatan roti, kantor ahli gizi dan ruang makan.

(b) Karena berbagai kondisi dihadapi (yaitu panas yang tinggi, kelembaban dan bau masakan), perhatian khusus dalam perancangan diperlukan untuk menyediakan lingkungan yang dapat diterima.

(c) Kantor ahli gizi ini sering berada di dalam atau berdekatan dengan dapur utama. Biasanya benar-benar tertutup untuk memastikan privatisasi dan pengurangan kebisingan. Pengkondisian udara dianjurkan untuk pemeliharaan kenyamaan dalam kondisi normal.

(d) Ruang cuci piring harus tertutup dan berventilasi pada tingkat minimum yang sama dengan tudung buangan untuk mesin cuci piring. Hal yang tidak biasa adalah membagi area pencucian piring ke dalam area kotor dan area bersih. Bila ini dilakukan, area yang kotor harus dibuat bertekanan negatif terhadap area bersih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

(6) Ruang Kompressor/Kondenser Dapur.

(a) Ventilasi dari ruang ini harus sesuai dengan persyaratan teknis setempat, dengan tambahan pertimbangan sebagai berikut ;

1) ventilasi udara 220 liter/detik per kilowatt kompressor harus digunakan untuk unit yang diletakkan di dalam dapur;

2) unit kondensing harus beroperasi optimal pada maksimum temperatur ambient 32,20C; dan

3) apabila temperatur udara atau sirkulasi udara kecil, kombinasi udara dan unit kondensing yang didinginkan air harus ditentukan.

(b) Hal ini sering untuk menggunakan kondensor berpendingin air dimana kondensor diletakkan jauh. Perolehan kembali panas dari kondenser berpendingin air harus dipertimbangkan.

(7) Ruang Makan.

(a) Ventilasi dari ruang ini harus sesuai dengan persyaratan teknis setempat. Penggunaan kembali udara dari ruang makan untuk ventilasi, dan pendinginan area persiapan makanan di rumah sakit disarankan asalkan udara balik dilewatkan melalui filter dengan effisiensi 80%.

(b) Apabila layanan kantin disediakan, area layanan dan meja yang menggunakan uap biasanya dilengkapi tudung. Kapasitas AHU dari tudung ini harus minimal 380 liter/detik per m2 luas.

(8) Laundri dan Linen.

(a) Dari fasilitas ini, hanya ruang penyimpanan linen kotor, ruang sortir linen kotor, ruang utilitas kotor, dan area proses laundri yang memerlukan perhatian khusus.

(b) Ruang yang disediakan untuk penyimpanan linen kotor sebelum diambil oleh laundri, umumnya bau dan terkontaminasi. Untuk itu ruang ini harus berventilasi baik dan dipertahankan pada tekanan udara negatif.

(c) Ruang utilitas kotor yang disediakan untuk layanan rawat inap dan biasanya terkontaminasi dengan bau yang berbahaya harus langsung dibuang ke luar dengan cara mekanis.

(d) Dalam area proses linen, mesin cuci (washer), alat pengering (tumbler), alat seterika, dan sebagainya udaranya harus dibuang langsung ke atas untuk mengurangi kelembaban.

(e) Sebuah kanopi di atas alat seterika dan lubang pembuangan udara yang terbaik diletakkan di dekat peralatan penghasil panas untuk diambil dan dibuang panasnya.

(f) Sistem pembuangan udara dari alat seterika dan alat pengering harus terpisah dari sistem pembuangan udara umum dan dilengkapi dengan filter kain.

Udara harus dibuang di atas atap atau di mana tidak mengganggu penghuni di area lain. Reklamasi panas dari udara buangan laundri mungkin tidak praktis dan tidak diinginkan.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(g) Apabila pengkondisian udara dipertimbangkan, pasokan udara tambahan yang terpisah, serupa dengan yang direkomendasikan untuk tudung dapur, mungkin diletakkan di lokasi sekitar kanopi pembuangan di atas alat seterika. Alternatifnya, dapat dipertimbangkan tempat yang dingin untuk istirahat petugas terbatas pada area tertentu

(9) Fasilitas Mekanikal.

(a) Suplai udara untuk ruang boiler harus disediakan baik untuk kondisi kerja yang nyaman dan kuantitas udara yang dibutuhkan untuk laju pembakaran dari bahan bakar khusus yang digunakan.

Boiler dan kemampuan burner menentukan laju pembakaran maksimum, jadi kuantitas udara dapat dihitung sesuai jenis dari bahan bakarnya.

Udara yang cukup harus disuplai ke ruang boiler untuk mensuplai fan buangan selain untuk boiler.

(b) Di tempat kerja, sistem ventilasi harus membatasi temperatur udara sampai 320C. Apabila temperatur udara luar ambient lebih tinggi, temperatur di dalam ruang mungkin naik sampai maksimum 360C untuk melindungi motor dari panas

(10) Bengkel Pemeliharaan.

Bengkel kerja tukang kayu, mesin, listrik dan plambing tidak membutuhkan persyaratan ventilasi.

Ventilasi yang tepat dibutuhkan pada bengkel cat dan area gudang cat karena bahaya kebakaran dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku.

Bengkel pemeliharaan apabila terdapat pekerjaan pengelasan harus mempunyai ventilasi buangan.

3.11 Kontinuitas Layanan dan Konsep Energi

3.11.1 Zoning. 3.11.1.1 Zoning dimaksudkan adalah menggunakan sistem udara terpisah untuk berbagai bagian, dapat dimaksudkan untuk :

(1) kompensasi paparan, karena orientasi atau untuk kondisi lain yang dikenakan oleh konfigurasi bangunan tertentu;

(2) meminimalkan resirkulasi antar bagian;

(3) memberikan fleksibilitas operasi;

(4) menyerdehanakan ketentuan untuk operasi pada kondisi daya darurat; dan

(5) menghemat energi.

3.11.1.2 Dengan ducting suplai udara dan beberapa unit pengolah udara (air handling unit) ke sebuah planum, sistem sentral dapat mencapai ukuran kapasitas siaga.

Apabila satu unit dimatikan, udara dapat dialihkan dari area non kritis atau area yang sebentar-sebentar dioperasikan untuk mengakomodasi area-area kritis yang harus beroperasi secara terus menerus.

Proteksi siaga dengan cara ini atau cara lain sangat penting agar pasokan udara tidak terganggu oleh pemeliharaan rutin atau kegagalan komponen.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

3.11.1.3 Pemisahan sistem pasokan, antara yang balik dan yang dibuang oleh bagian sering diinginkan, khususnya untuk bagian bedah, kebidanan, patologi, dan laboratorium.

3.11.1.4 Keseimbangan relatif diinginkan dalam area kritis, Harus dijaga saling mengunci antara pasokan dan fan (misalnya pembuangan harus berhenti apabila pasokan aliran udara dihentikan).

3.11.2 Pemanasan dan Layanan Siaga Air Panas. 3.11.2.1 Jumlah dan susunan boiler harus sedemikian rupa sehingga apabila satu boiler rusak atau sementara dilakukan pemeliharaan rutin, kapasitas boiler yang tersisa cukup untuk menyediakan layanan air panas untuk penggunaan :

(1) klinis,

(2) diet untuk pasien,

(3) uap untuk sterilisasi dan tujuan diet; dan

(4) pemanasan dibutuhkan untuk: operasi, melahirkan, persalinan, persiapan melahirkan, pemulihan, perawatan intensif, perawatan bayi, dan kamar pasien umum.

3.11.2.2 Pompa pengisi boiler, pompa sirkulasi air panas, pompa kondensat balik, dan pompa bahan bakar minyak harus dihubungkan dan dipasang untuk menyediakan layanan normal dan siaga.

3.11.2.3 Pipa utama pasokan dan balik dan pipa tegak untuk pendinginan, pemanasan dan proses sistem uap, harus dilengkapi dengan katup untuk mengisolasi berbagai bagian.

3.11.2.4 Setiap peralatan harus dilengkapi dengan katup pada pipa suplai dan pipa balik.

3.11.2.5 Beberapa sistem pasokan dan pembuangan untuk ruang melahirkan dan ruang operasi harus dirancang independen dari sistem fan lain dan pada kejadian kegagalan daya listrik normal, beroperasi dari sistem listrik darurat rumah sakit.

3.11.2.6 Ruang operasi dan ruang bersalin harus berventilasi sehingga fasilitas rumah sakit tetap dapat mempertahankan kondisi ruang bedah dan ruang melahirkan dalam kasus-kasus kegagalan sistem ventilasi.

3.11.2.7 Uap dari boiler sering memerlukan perlakuan dengan bahan kimia yang tidak bisa dibuang oleh unit pengolah udara yang melayani area kritis.

Dalam kasus ini, sistem uap bersih harus dipertimbangkan digunakan untuk humidikasi.

3.11.3 Pendinginan Mekanikal. 3.11.3.1 Sumber pendinginan mekanik untuk area klinis dan pasien di rumah sakit harus dipertimbangkan dengan cermat. Metoda yang dipilih adalah sistem pendingin tidak langsung dengan menggunakan air sejuk (chilled water).

3.11.3.2 Bila menggunakan pendingin langsung, perhatikan ketentuan yang berlaku untuk keterbatasan tertentu dan larangan-larangannya.

3.11.4 Insulasi. 3.11.4.1 Semua pipa panas, ducting dan peralatan yang terbuka harus diinsulasi untuk menjaga effisiensi energi dari semua sistem dan melindungi penghuni bangunan.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.11.4.2 Untuk mencegah kondensasi, ducting, selubung, pipa dan peralatan dengan temperatur permukaan luar di bawah titik embun ambien harus ditutupi dengan insulasi yang memiliki pembatas uap eksternal.

3.11.4.3 Insulasi, termasuk finis dan perekat pada permukaan luar ducting, pipa dan peralatan harus memiliki tingkat penyebaran api 25 atau kurang dan tingkat pengembangan asap 50 atau kurang sebagaimana ditentukan oleh laboratorium pengujian independen sesuai standar NFPA 255, dan seperti yang dipersyaratkan oleh NFPA 90A.

3.11.4.4 Tingkat pengembangan asap untuk insulasi pipa tidak boleh melebihi 150.

3.11.4.5 Lapisan internal ducting dan peralatan harus memenuhi metode uji erosi seperti dijelaskan dalam UL standar 181 (Underwriters Laboratories).

3.11.4.6 Lapisan internal ini termasuk pelapis, perekat dan insulasi pada permukaan luar dari pipa dan ducting di ruang bangunan gedung yang digunakan sebagai pasokan udara ventilasi, harus memiliki tingkat penyebaran api 25 atau kurang dan peringkat pengembangan asap 50 atau kurang, sebagaimana ditentukan oleh laboratorium pengujian independen sesuai dengan standar ASTM E.84.

3.11.4.7 Lapisan internal duct tidak boleh digunakan dalam sistem suplai ruang operasi, ruang bersalin, ruang pemulihan, ruang bayi, unit perawatan luka bakar atau unit perawatan intensif, kecuali terminal filter dengan effisiensi minimal 90% dipasang di hilir lapisan.

3.11.4.8 Lapisan internal duct harus digunakan hanya untuk perbaikan akustik. Untuk tujuan termal, insulasi ekternal harus digunakan.

Apabila sistem yang ada dimodifikasi, bahan asbes harus tidak digunakan dan dibuang sesuai ketentuan yang berlaku.

3.11.5 Energi. 3.11.5.1 Perawatan kesehatan membutuhkan energi intensif, sumber energi tergantung pada perusahaan pensuplai energi.

3.11.5.2 Fasilitas rumah sakit berbeda dari bangunan lainnya, rumah sakit beroperasi 24 jam per hari sepanjang tahun, memerlukan sistem cadangan yang canggih dalam kasus utilitas normal padam, penggunaan sejumlah besar udara luar untuk memerangi bau dan pelarutan mikroorganisme, dan harus berhubungan dengan masalah infeksi dan pembuangan limbah padat.

3.11.5.3 Sejumlah besar energi dibutuhkan untuk sumber daya diagnostik, teraputik, dan peralatan pemantau serta dukungan layanan seperti penyimpanan, persiapan dan pelayanan makanan dan fasilitas laundri.

3.11.5.4 Penghematan energi di rumah sakit dapat dilakukan dalam berbagai cara, seperti menggunakan tangki penyimpanan energi yang lebih besar dan menggunakan perangkat konservasi energi yang mentransfer energi dari udara panas atau dingin dari pembuangan panas bangunan atau udara dingin yang masuk.

3.11.5.5 Pemanasan pipa, berjalan sekitar loop dan bentuk lain pemulihan panas memperoleh perhatian yang meningkat.

3.11.5.6 Insinerator limbah padat menghasilkan buangan uap panas yang dapat digunakan untuk laundri dan air panas perawatan pasien menjadi semakin umum.

3.11.5.7 Komplek perawatan kesehatan yang besar menggunakan sistem mesin sentral yang mungkin termasuk penyimpanan panas, economizer hidronik, pompa primer/sekunder, kogenerasi panas boiler, pemulihan energi, dan pemulihan panas insinerator.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

3.11.5.8 Rancangan pembangunan fasilitas baru, termasuk perubahan dari dan penambahan bangunan yang sudah ada, memiliki pengaruh besar pada jumlah energi yang dibutuhkan untuk layanan tersebut terutama disediakan untuk pemanas, pendingin dan pencahayaan.

3.11.5.9 Pemilihan komponen bangunan dan sistem untuk penggunaan energi yang efektif memerlukan perencanaan yang cermat.

Integrasi bangunan limbah panas ke dalam sistem dan penggunaan sumber energi terbarukan (misalnya, surya dibawah beberapa kondisi iklim) akan memberikan penghematan substansial (Setty 1976).

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB - IV

FASILITAS RAWAT JALAN RUMAH SAKIT.

4.1 Umum. 4.1.1 Fasilitas rawat jalan dapat menjadi unit yang berdiri sendiri, bagian dari fasilitas perawatan akut, atau bagian dari fasilitas medis seperti bangunan medis (klinik).

4.1.2 Beroperasinya dilakukan tanpa mengantisipasi pasien bermalam (yaitu, fasilitas beroperasinya dari 8 jam sampai 10 jam per hari).

Jika secara fisik terhubung ke fasilitas rumah sakit dan dilayani oleh sistem tata udara rumah sakit, ruang fasilitas rawat jalan harus sesuai dengan persyaratan fasilitas rumah sakit.

4.1.3 Apabila fasilitas rawat jalan benar-benar terpisah dan memiliki sistem tata udara sendiri, maka fasilitas perawatan kesehatan ini dapat dikatagorikan sebagai klinik diagnostik atau klinik pengobatan.

4.2 Klinik Diagnostik. 4.2.1 Klinik diagnostik adalah fasilitas di mana pasien secara teratur berada pada bagian rawat jalan untuk layanan diagnostik atau pengobatan ringan, tetapi tidak dilakukan pengobatan yang memerlukan anestesi umum atau operasi.

4.2.2 Fasilitas klinik diagnostik memiliki kriteria rancangan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 dan tabel 5 (lihat bagian tentang fasilitas panti jompo).

4.3 Klinik Pengobatan. Klinik pengobatan adalah fasilitas yang menyediakan rawat jalan, pengobatan besar atau kecil untuk pasien yang tidak mampu berbuat untuk melindungi dirinya dalam kondisi darurat tanpa bantuan orang lain.

4.4 Kriteria Rancangan. 4.4.1 Perancang sistem harus mengacu pada paragraf berikut dari bagian fasilitas rumah sakit :

(1) sumber infeksi dan tindakan pengendalian;

(2) kualitas udara;

(3) gerakan udara;

(4) temperatur;

(5) perbedaan tekanan dan ventilasi; dan

(6) pengendalian asap.

4.4.2 Persyaratan pembersihan udara untuk ruang operasi sesuai dengan yang ada di tabel 1.

Area pemulihan tidak perlu dianggap sebagai area sensitif.

Perhatian terhadap bakteri sama seperti di rumah sakit perawatan akut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

Laju ventilasi minimal, perbedaan tekanan, kelembaban relatif, dan rentang temperatur yang diinginkan dirancang mirip dengan persyaratan untuk rumah sakit seperti ditunjukkan pada tabel 3, kecuali untuk ruang operasi, yang mungkin memenuhi ketentuan untuk kamar trauma.

4.4.3 Area fungsi berikut dalam fasilitas klinik pengobatan memiliki kriteria rancangan mirip dengan yang di rumah sakit:

(1) operasi bedah, ruang pemulihan dan ruang penyimpanan anestesi;

(2) penunjang;

(3) diagnostik dan pengobatan kecil radiologi di wilayah umumnya;

(4) sterilisasi dan persediaan; dan

(5) layanan kotor, ruang kerja, fasilitas mekanik, dan kamar ganti.

4.4.4 Kontiunitas Pelayanan dan Konsep Energi. 4.4.4.1 Beberapa pengelola mungkin menginginkan bahwa pemanas, pengkondisian udara, dan sistem pelayanan air panas selalu siaga melayani dalam kondisi darurat dan sistem ini dapat berfungsi setelah bencana berlalu.

4.4.4.2 Untuk mengurangi biaya utilitas, fasilitas harus mencakup langkah-langkah konservasi energi seperti perangkat pemulihan, volume udara variabel, beban peneduh, atau sistem untuk mematikan atau mengurangi ventilasi area tertentu saat kosong. Ventilasi mekanik harus memanfaatkan udara luar dengan menggunakan siklus ekonomizer, untuk mengurangi beban pemanasan dan pendinginan.

4.4.4.3 Sub bagian pada layanan kontuinitas dan konsep energi bagian fasilitas rumah sakit juga mencakup informasi mengenai zonasi dan isolasi yang berlaku untuk klinik pengobatan.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB – V

PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN 5.1 Pendahuluan. 5.1.1 Fungsi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rumah sakit dan klinik dapat dijelaskan dengan cara-cara yang berbeda.

Banyak fasilitas mempunyai petugas pemeliharaan sendiri yang menyediakan pemeliharaan minimum sampai yang mahal, sering juga sangat canggih dan sistem dengan teknik yang kompleks.

5.1.2 Beberapa fasilitas menunjukkan pekerjaan pemeliharaan minimum yang dikerjakan sendiri (biasanya keselamatan jiwa yang terkait dengan fungsinya) dan pada fungsi lainnya dikerjakan oleh sumber luar (outsourcing).

5.1.3 Model lain adalah seluruhnya dilakukan oleh bagian pemeliharaan dari sumber lain (oursourcing). Beberapa bagian dilakukan oleh serikat pekerja yang mempunyai keahlian praktis, dan beberapa bagian lain tidak dilakukan oleh serikat kerja.

5.1.4 Bab ini tidak ditujukan untuk membicarakan penilaian dari beragam sistem pemeliharaan yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menunjukkan pentingnya fungsi pemeliharaan dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

5.1.5 Untuk tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh petugas, perlu dipertimbangkan untuk menggunakan kontraktor atau konsultan. Pastikan bahwa kontraktor yang digunakan mampu melakukan pemeliharaan yang terbaik dan mempunyai pelatihan khusus. Untuk menghemat waktu dan mencegah masalah komunikasi, yakinkan kontraktor dapat memberikan layanan diagnostik dan perbaikan. Akhirnya untuk memastikan bahwa semua masalah dapat tertangani, tentukan kontraktor yang berpandangan holistik pada fasilitas.

5.1.6 Program pemeliharaan dan pengoperasian yang baik harus diimplementasikan untuk memastikan bahwa bangunan fasilitas pelayanan kesehatan dan sistem operasi dapat memberikan pelayanan yang andal kepada pasien.

5.2 Pemeliharaan.

5.2.1 Umum. 5.2.1.1 Sesuatu bagian yang bergerak akhirnya akan patah atau rusak. Sebuah rumah sakit membutuhkan pemeliharaan seperti fasilitas lainnya.

5.2.1.2 Pada suatu saat, biaya pemeliharaan menjadi komponen terbesar yang tidak terkontrol dari pengoperasian rumah sakit. Karenanya pemeliharaan harus secara hati-hati ditinjau ulang.

5.2.1.3 Pelaksanaan jadwal pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang benar, seperti pemeliharaan pencegahan atau perbaikan chiller yang didasarkan secara sederhana dan dilakukan dalam jangka waktu pendek, dapat menjadi sangat mahal.

Hal sebaliknya bila pemeliharaan dilakukan hanya pada saat peralatan/komponen tidak berfungsi (pemeliharaan reaktif) dapat menyebabkan kerugian fungsi yang besar dan sulit diterima.

5.2.1.4 Empat (4) pendekatan umum untuk pemeliharaan : reaktif, preventif, prediktif, dan proaktif - berevolusi setiap tahun sebagai progres dalam sistem diagnostik telah dilakukan.

Penjelasan lebih detail tentang pendekatan pemeliharaan diberikan dibawah ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

5.2.2 Pemeliharaan reaktif. 5.2.2.1 Pemeliharaan reaktif adalah pemeliharaan mulai beroperasi sampai rusak/gagal, penggantian peralatan hanya dilakukan pada saat rusak.

5.2.2.2 Pemeliharaan reaktif dapat diterima untuk peralatan yang penggunaannya tidak kritis dan biaya penggantian atau perbaikan peralatan kurang dari biaya monitor dan masalah pencegahannya.

5.2.2.3 Untuk contoh, penggantian lampu pencahayaan atau penggantian motor kecil yang biayanya hanya Rp. 4 juta.

5.2.2.4 Kerugiannya adalah sebagai berikut :

(1) Biaya waktu menganggur (downtime),

Permesinan sering gagal dengan tanpa atau sedikit pemberitahuan, akibatnya peralatan menjadi tidak dapat melayani sampai penggantian suku cadang tiba.

Jika peralatan pada area kritis, pelayanan perawatan pada pasien menjadi terganggu.

Jika suku cadang sulit diperoleh, dapat mengakibatkan jangka waktu tidak dapat melayani menjadi lama.

Bahkan peralatan murah dapat menyebabkan terganggunya waktu dan berdampak pada bisnis negatif yang signifikan.

(2) Biaya pemeliharaan keseluruhan tinggi.

Kegagalan yang tidak diharapkan dapat mengakibatkan biaya lembur untuk perbaikan darurat.

Biaya suku cadang naik karena pengirimannya dapat membutuhkan waktu yang lama dan tidak effisien, harga yang ditawarkan juga tidak kompetitif.

Sebagai tambahan, kegagalan akan menjadi lebih parah jika kegagalan yang terjadi tak terduga, kemungkinan dapat merusakkan atau menghancurkan komponen-komponen lain.

Sebagai contoh karena kegagalan “timing belt”, dapat menyebabkan kerusakan pada katup, bantalan (bearing), poros engkol, kopling, impeller, sangkar fan, kipas, roda gigi, dan rumahnya.

(3) Bahaya keselamatan.

Kegagalan peralatan, khususnya fan jenis vane-axial, dapat mencelakakan petugas yang berada didekatnya.

Untuk contoh bagian dari kipas fan dapat merobek saluran udara (ductwork).

5.2.3. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance). 5.2.3.1 Pemeliharaan pencegahan berhubungan dengan jadwal pemeliharaan atau tugas pada jangka waktu tertentu.

Untuk contoh, penggantian minyak pelumas pada kendaraan setiap 5000 km atau penggantian “timing belt” setiap 100.000 km.

5.2.3.2 Dalam sistem tata udara, hal tersebut termasuk tugas untuk mengganti minyak, filter dan pembersihan peralatan.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.2.3.3 Dengan melaksanakan pemeliharaan pencegahan, akan mencegah banyak masalah daripada pendekatan reaktif.

5.2.3.4 Pemeliharaan pencegahan memiliki beberapa kelemahan antara lain :

(1) Sering boros.

Pemeliharaan pencegahan mungkin mengganti peralatan yang masih mempunyai umur pakai kedepan yang panjang.

Timing belt sebuah kendaraan, umurnya 100.000 km, tetapi penggantiannya pada 60.000 km untuk mencegah kerusakan mungkin menjadi pemborosan.

Serupa, sebuah chiller dibongkar yang jadwalnya tidak perlu, mungkin memboroskan Rp. 150 juta atau lebih dan mungkin akhirnya harus mengganti bantalan yang masih baik.

(2) Tidak mencegah semua kerusakan.

Pemeliharaan pencegahan gagal untuk menyelesaikan beberapa masalah.

Jika akibat kebocoran minyak melemahkan sebuah sabuk (belt), sabuk yang baru dapat menjadi cepat rusak.

Serupa, jika ketidak seimbang atau salah penyetelan menyebabkan bantalan aus, selanjutnya bantalan dapat rusak sebelum jadwal pemeliharaan berikutnya.

(3) Dapat menyebabkan masalah.

Pemeliharaan pencegahan dapat secara nyata menyebabkan masalah baru.

Setiap pembongkaran menciptakan potensi untuk membuat kesalahan selama pembongkaran atau kerusakan yang lebih cepat dari komponen yang tidak asli.

Kedua kejadian tersebut akan menuju kerusakan yang lebih cepat daripada jika mesin beroperasi menggunakan komponen yang asli.

(4) Kebutuhan persediaan (Inventori) yang besar.

Pemeliharaan pencegahan membutuhkan persediaan (inventori) suku cadang yang besar dengan maksud mengatasi semua masalah yang dapat meningkat pada setiap bagian peralatan atau dapat dibutuhkan selama pembongkaran.

5.2.4 Pemeliharaan Prediktif (Predictive). 5.2.4.1 Pemeliharaan predictif berhubungan dengan memeriksa kondisi peralatan sesuai operasinya. Pemeliharaan prediktif tidak berhubungan dengan jadwal pemeliharaan atau kebutuhan layanan.

5.2.4.2 Jika dari analisa menunjukkan masalah, manager fasilitas dapat merubah jadwal sebelum kerusakan total terjadi. Identifikasi awal masalah membantu mencegah waktu mengganggur dan biaya kerusakan sekunder.

5.2.4.3 Pemeliharaan prediktif merangkum masalah terbesar yang berhubungan dengan umur pakai komponen - tanpa membiarkan rusak sebelum habis umur pakainnya.

Dengan melakukan ini, maka akan mengurangi biaya pemeliharaan dan waktu menganggur.

5.2.4.4 Contoh, untuk sebuah kendaraan, mengetahui bahwa timing belt tidak akan rusak sampai 150.000 km, pemilik menjalankan jadwal penggantian pada 100.000 km.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

Dalam suatu fasilitas, pemeliharaan predictive membolehkan manager untuk menghapus jadwal pembongkaran (overhaul) jika predictive secara teknis menunjukkan bahwa peralatan masih dalam kondisi baik.

Pertimbangan pemeliharaan prediktif ada tiga: Pertama, mengungkap masalah sebelum menyebabkan kerusakan, Kedua, memperpanjang waktu layanan untuk peralatan yang dalam kondisi baik. Akhirnya, tentukan kondisi peralatan pada saat beroperasi-tanpa mengganti mesin secara terpisah.

5.2.4.5 Teknik pemeliharaan prediktif dapat mengurangi biaya dengan mengungkapkan waktu optimal untuk pemeliharaan.

5.2.4.6 Teknik prediktif berikut digunakan dan akan dijelaskan lebih detail pada bagian 6.3.

(1) Analisis getaran.

(2) Pemeriksaan thermografik dengan infrared.

(3) Analisis arus listrik motor.

(4) Analisis minyak.

(5) Analisis refrigeran.

5.2.5 Pemeliharaan proaktif. 5.2.5.1 Pemeliharaan proaktif mengandalkan pada metode prediktif (seperti analisis getaran) untuk menunjukkan komponen-komponen yang cenderung memburuk.

Tidaklah cukup mengetahui kapan komponen akan rusak, pemeliharaan proaktif juga akan mengeliminasi sumber kegagalan.

5.2.5.2 Untuk contoh, bukan pekerjaan sederhana mengganti bantalan yang aus, pemeliharaan proaktif mencari untuk mengeliminasi penyebab keausan.

5.2.5.3 Dengan memperoleh akar permasalahan kerusakan fan dan pompa (contoh ketidak seimbangan dan kesalahan penyetelan), proaktif berbicara mengurangi biaya mengganggur, mengeliminasi masalah-masalah yang berulang, memperpanjang usia penggunaan mesin, mengurangi biaya energi, dan mengidentifikasi pendekatan operasional yang tidak effektif.

5.2.6 Sistem Pemeliharaan dengan Komputer. 5.2.6.1 Komputer dapat berguna dalam mengimplementasi salah satu pendekatan pemeliharaan di atas. Sebagian besar rumah sakit modern memiliki beberapa jenis perintah kerja dengan sistem komputerisasi yang berguna dalam menerapkan pemeliharaan dan diperlukan pada sistem tata udara, pengendalian inventarisasi suku cadang, mengalokasikan tenaga kerja yang tersedia dengan effisien untuk tugas yang diperlukan, dan lain-lain.

5.2.6.2 Ada beberapa perangkat lunak komputerisasi sistem manajemen pemeliharaan yang sangat baik dan komputer sistem manajemen dilengkapi fasilitas yang tersedia (CAFM).

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.3 Perkakas Pemeliharaan Modern.

5.3.1 Analisis Getaran.

5.3.1.1 Penyelenggaran Analisis Getaran.

(1) Analisis getaran adalah salah satu teknik yang paling efektif untuk menganalisis kondisi peralatan berputar. Hal tersebut merupakan landasan program pemeliharaan prediktif karena mendeteksi berbagai masalah sebelum peralatan menyebabkan kerusakan.

(a) Penyetelan yang salah dan ketidak seimbangan (60% ~ 80% disebabkan oleh masalah kipas dan pompa).

(b) Resonansi dan cacat bantalan.

(c) Masalah roda gigi dan sabuk.

(d) Masalah impeller dan katrol (sheave).

(e) Poros longgar dan bengkok.

(g) Masalah yang berhubungan dengan aliran (kavitasi dan resirkulasi).

(h) Masalah kelistrikan (masalah batang rotor).

(2) Dalam lingkungan yang kritis, manfaat terbesar dari analisis getaran adalah dapat memperkirakan waktu yang paling tepat untuk memperbaiki masalah mesin, dan menghilangkan waktu menganggur yang tidak terjadwal.

5.3.1.2 Analisa kinerja getaran.

(1) Analisa getaran berhubungan dengan pemasangan sensor kecil di lokasi yang telah ditentukan pada peralatan yang dipilih.

Teknisi sensor ini menghubungkan accelerometer untuk mengumpulkan data dan mengkonversi gerakan mekanikal (getaran) menjadi sinyal listrik. Memplot sinyal-sinyal ini untuk menghasilkan grafik yang disebut grafik getaran dan memberitahu teknisi komponen-komponen yang bergetar dan berapa banyak.

Gambar 6.3.1.2 - Contoh analisis getaran pada sebuah chiller.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

(2) Gambar 6.3.1.2 menunjukkan grafik getaran yang khas untuk chiler. Amplitudo dan frekuensi adalah dua karakteristik getaran yang digunakan untuk mendiagnosa masalah pada peralatan.

(3) Amplitudo menunjukkan jumlah getaran. Ini menunjukkan keparahan masalah. Semakin besar amplitudonya semakin besar pula masalahnya. Amplitudo diukur dalam inci per sekon (ips).

(4) Frekuensi mengidentifikasi sumber getaran.

Sebagai contoh, sebuah poros motor dapat bergetar pada 50 Hz, sementara kompressor dapat bergetar pada 120 Hz.

Selain itu masalah mekanis yang berbeda dapat menyebabkan getaran pada frekuensi yang berbeda.

Frekuensi diukur dalam rotasi per menit (rpm). siklus per menit (cpm), dan siklus per sekon (cps atau hertz [Hz]).

Rpm mesin adalah ukuran frekuensi. Di bawah ketidak seimbangan, terjadi satu siklus selama masing-masing putaran. Oleh karena itu, frekuensi untuk ketidak seimbangan adalah 1 x rpm. Mesin yang berbeda berjalan pada rpm yang berbeda. Sebuah motor yang beroperasi pada 1800 rpm memiliki frekuensi ketidak seimbangan 1 x rpm atau 1800 cpm.

5.3.1.3 Gejala meningkatnya getaran.

(1) Gambaran besar gejala-gejala yang ada adalah mengukur tingkat getaran dari waktu ke waktu dan membantu menentukan lebih tepat jika sebuah mesin akan gagal. Suatu pengukuran getaran tunggal memberikan potret dari kondisi mesin, mempelajari gejala dan memberikan gambaran penuh dari kinerja peralatan.

(2) Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 6.3.1.3, getaran mesin 0,13 ips, yang masih berada sesuai spesifikasi.

Gambar 6.3.1.3 - Kecenderungan getaran pada sebuah chiller

(3) Jika hanya berdasar pada pengukuran saja, maka mesin tidak memiliki masalah.

(4) Pada grafik apabila menunjukkan gejala bahwa tingkat getaran naik pada laju yang meningkat, merupakan tanda akan ada masalah di waktu mendatang,

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.3.1.4 Gejala getaran.

(1) Perkiraan gejala di masa mendatang dan menyediakan waktu untuk mempersiapkan pemeliharaan pada peralatan yang diperlukan.

(2) Daripada melakukan perbaikan darurat, manajer pemeliharaan dapat menjadwalkan perbaikan dengan penghentian peralatan yang direncanakan pada lepas jam puncak. Setiap pengukuran gejala-gejala dapat mengurangi risiko waktu menganggur yang tidak terjadwal. Pentingnya jangka waktu untuk mencatat frekuensi dari pengukuran gejala.

5.3.1.5 Getaran keseluruhan.

Getaran keseluruhan (diukur dalam ips) adalah getaran total dalam sebuah peralatan, getaran disebabkan oleh semua masalah peralatan.

Mengukur keseluruhan getaran mesin akan dengan cepat mengungkapkan apakah mesin dalam kondisi baik, kondisi ini tidak memberitahu kita, tetapi bagaimanapun kita tahu apa masalahnya.

Titik getaran yang tinggi secara keseluruhan membutuhkan analisa melalui grafik getaran.

5.3.2 Pemeriksaan thermografik dengan Infrared. 5.3.2.1 Thermografik berhubungan dengan analisa pertukaran kalor radiasi elektromagnetik.

5.3.2.2 Semua obyek hidup dan tak hidup (misalnya: panel kontrol listrik, motor, dan pintu boiler) memancarkan radiasi elektromagnetik dalam spektrum infra merah. Hanya sebuah kamera infra merah dapat melihat radiasi tersebut.

5.3.2.3 Inspeksi thermografik adalah teknik yang akurat, cepat, dan efektif untuk menghindari kerusakan peralatan dengan mengumpulkan dan menyajikan informasi kinerja termal tentang sistem.

5.3.2.4 Ini bukan satu-satu cara untuk memastikan pengoperasian peralatan yang tepat, bagaimanapun, pengujian lainnya dan pemeliharaan yang tepat diperlukan untuk memastikan kinerja yang handal.

5.3.2.5 Pemindai infra merah terlihat seperti kamera video. Catatan informasi ini dikumpulkan pada diskete atau pada rekaman video standar Compact disc untuk nanti diperiksa dan diselidiki. Sebuah tampilan layar membantu untuk mengidentifikasi daerah potensi masalah dengan segera.

5.3.2.6 Pelaksanaan inspeksi thermografik.

(1) Dalam inspeksi thermografik, peralatan dalam bangunan secara sistematis dipindai untuk memperoleh profil temperatur dalam rangka menemukan dan memperbaiki masalah sebelum terjadi berkembangnya kerusakan peralatan.

(2) Analisa dapat mengisolasi daerah sumber masalah panas yang berlebihan atau lainnya. Anomali temperatur dalam peralatan - baik tempat-tempat panas dan tempat-tempat dingin - dapat diselidiki. Tingkat keparahan relatif dari tempat panas dapat ditentukan, dan akar masalahnya dapat diisolasi dan diidentifikasi.

5.3.2.7 Penggunaan lain dari pemeriksaan thermografik.

(1) Inspeksi listrik adalah salah satu dari banyak aplikasi teknologi thermografik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

(2) Pikirkan sistem listrik sebagai suatu jaringan. Tegangan menyebabkan sambungan putus pada sambungan terlemah. Dalam sistem listrik, tempat panas yang disebabkan kenaikan temperatur yang kecil dapat melemahkan sambungan. Ketika komponen mengalami kerusakan, temperaturnya naik, dan akhirnya membakar atau terjadi hubung arus pendek pada sambungan.

5.3.3 Analisis Arus Listrik Motor. 5.3.3.1 Analisa arus listrik motor digunakan untuk mendiagnosa masalah rotor, termasuk :

(1) Patah atau retaknya batang rotor atau cincin terhubung singkat (kortsluit).

(2) Sambungan buruk mengakibatkan tahanan tinggi antara batang rotor dan cincin yang terhubung singkat (kortsluit).

(3) Laminasi rotor terhubung singkat (kortsluit).

(4) Batang rotor longgar atau terbuka, tidak membuat kontak yang baik dengan ujung cincin.

5.3.3.2 Analisa arus listrik menghilangkan kebutuhan pengujian untuk mendiagnosa masalah tanpa mematikan dan membongkar peralatan.

5.3.3.3 Analisa arus listrik motor umumnya dapat dilakukan sementara peralatan sedang berjalan. Satu pengecualian adalah mesin bertegangan tinggi, ini harus dimatikan untuk menghindari risiko bahaya listrik.

5.3.3.4 Bagaimana analisa arus listrik motor ditunjukkan.

(1) Suatu analisa arus listrik motor dilakukan dengan multimeter dan klem penjepit arus listrik motor yang mengukur arus listrik yang ditarik oleh motor.

(2) Arus listrik motor dapat diukur baik pada fase utama arus listrik atau pada sirkit kontrol sekunder. Sirkit sekunder aman;

(3) Gunakan selalu tegangan lebih dari 600 Volt untuk mengukur arus listrik utama peralatan. Apabila melakukan analisis arus listrik motor, ukur ujung jalur listrik tiga fase. Kemudian analisa dengan membandingkan arus listrik disetiap fase.

(4) Beda arus listrik disetiap fase harus tidak lebih dari 3% satu sama lain. Perbedaan lebih tinggi dari 3% dapat terjadi masalah pada stator.

5.3.4 Analisis Minyak. 5.3.4.1 Analisis minyak adalah salah satu teknologi prediktif tertua, yang paling umum, dan berguna.

5.3.4.2 Analisis ini membantu mencegah kegagalan dan waktu menganggur yang tak terjadwal dengan menampilkan jumlah keausan logam dan jenis kontaminan dalam minyak.

5.3.4.3 Jumlah keausan logam menunjukkan apakah peralatan mengalami keausan yang tidak biasa.

5.3.4.4 Jenis kontaminan dalam minyak, serta karakteristik fisik minyak, menentukan apakah jangka waktu penggantian minyak dapat diperpanjang.

5.3.4.5 Umumnya metode untuk menentukan kualitas minyak meliputi analisis spectrochemical, test fisik, dan ferrography.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Analisis spectrochemical mengidentifikasi partikel yang dipakai (logam seperti, seng, alumunium, nikel, tembaga dan chromium) dalam minyak.

5.3.4.6 Jumlah yang tinggi dari kontaminen logam menunjukkan komponen aus. Tes fisik menunjukkan seberapa baik pelumas melakukan tugasnya. Pelumas yang terkontaminasi dapat diganti sebelum keausan komponen terjadi.

5.3.4.7 Tes fisik yang paling umum meliputi :

(1) Viskositas.

Viskositas adalah resistansi internal pelumas untuk mengalir. Ini sifat fisik satu-satunya yang paling penting dari minyak. Perubahan viskositas pelumas menunjukkan kerusakan, pencemaran, atau perawatan yang tidak benar. Masing-masing kejadian menyebabkan kerusakan prematur komponen.

(2) Air dalam minyak.

Air mendorong oksidasi dan karat pada komponen. Air juga menghalangi pelumas melakukan tugasnya.

(3) Angka Total Keasaman.

(a) Angka total keasaman adalah tingkat asam dalam bahan pelumas. Angka ini menunjukkan kontaminasi asam atau oksidasi dalam minyak meningkat. Keduanya meningkatkan potensi keausan karena karat.

(b) Perrography merupakan teknik yang berguna untuk menganalisa peralatan sentrifugal dengan transmisi dan untuk kompresor sekrup (screw). Perrography ini menentukan kondisi komponen dengan langsung memeriksa partikel keausan logamnya.

(c) Keausan logam dan partikel kontaminan dipisahkan dari minyak dan disusun menurut ukuran dan komposisinya. Pembacaan dapat dilakukan langsung dengan monitor ferrography (DR) dan mengukur gejala konsentrasi keausan dari partikel besi.

(d) Pembacaan langsung menggunakan ferrography untuk menunjukkan gejala kondisi abnormal atau kritis yang memicu untuk menganalisa dengan ferrography. Pembacaan langsung ferrography biasanya tidak diperlukan jika analisa getaran sedang dilakukan karena analisis getaran untuk analisis kondisi roda gigi dinilai lebih akurat.

(e) Pengambilan sampel secara teratur penting untuk kesuksesan menganalisa minyak. Sampel menentukan kesesuaian untuk layanan selanjutnya. Sampel juga dapat memberikan informasi penting tentang keberadaan logam yang aus, asam, uap air, dan kontaminasi lainnya.

5.3.5 Analisis Refrigeran. 5.3.5.1 Analisis refrigeran memeriksa sifat-sifat fisik, kontaminasi fase uap, dan kontaminasi fase cair untuk menentukan kondisi refrigeran.

5.3.5.2 Uap air dan keasaman adalah dua hal yang paling penting untuk dipantau.

5.3.5.3 Uap air yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam, yang pada gilirannya menyebabkan insulasi motor memburuk dan tabung logam terkikis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

5.3.5.4 Apabila asam dalam sistem bermigrasi ke dalam minyak, asam mempercepat keausan komponen yang berputar seperti bantalan dan roda gigi. Hal ini menyebabkan kerusakan prematur dari komponen. Suatu analisis refrigerant juga dapat memverifikasi bahwa refrigeran yang dibeli memenuhi standar ARI 700-99 (ARI 1999b) dan biasanya digunakan untuk menilai kondisi refrigeran.

5.3.5.5 Analisa harus dilakukan setelah memperbaiki kebocoran, menambah refrigeran atau melakukan perbaikan besar yang memiliki potensi tinggi terjadinya kontaminasi uap air.

5.3.5.6 Keakuratan tes refrigeran tergantung pada teknik pengambilan sampel. Hal ini penting untuk tidak mencemari sampel dengan uap air dari luar karena kadar uap air merupakan indikator penting dari kondisi refrigeran.

5.3.6 Kesejajaran Poros. 5.3.6.1 Kesejajaran yang tidak tepat umumnya dapat menyebabkan tingginya getaran dan kerusakan prematur dari peralatan.

5.3.5.2 Tingkat getaran yang tinggi menyebabkan keausan yang berlebihan pada bantalan, bos (bushing), kopling, sekat poros, dan roda gigi.

5.3.6.3 Kesejajaran yang tepat dapat memperlambat kemunduran dari peralatan. Kesejajaran berarti penyesuaian sebuah peralatan sehingga poros sesuai dengan mesin yang disambungkan.

5.3.6.4 Apabila mesin penggerak dan yang digerakkan dihubungkan melalui kopling yang biasa, dan berputar bersama pada keseimbangan operasi, putaran unit sepanjang sumbu bersama dari putaran, sebagai unit secara terus menerus tanpa getaran yang berlebihan.

5.3.6.5 Ada tiga jenis kesejajaran yang umum, yaitu :

(1) Paralel, dimana muka pusat kopling paralel, tetapi dua garis pusat poros seimbang, jarak dua garis pusat poros menjadi penting.

(2) Menyudut, dimana muka pusat kopling tidak paralel dan garis pusat poros tidak konsentris.

(3) Sempurna, dimana muka pusat kopling paralel dan garis pusat poros konsentris.

5.3.7 Koreksi ketidak sejajaran poros. Apabila prosedur kesejajaran dan getaran dilakukan, penyetelan dilakukan hanya untuk satu mesin. Mesin ini adalah unit penggerak.

Mesin yang tidak disetel (karena keterbatasan ukuran dan fisik), biasanya mesin yang dipasang tetap atau unit yang digerakkan.

Cara terbaru kesejajaran dan perkakas yang membuat kesejajaran relatif lebih cepat dan mudah, terdiri dari cara :

(a) Indikator terbalik.

(b) Laser.

(c) Optik;

(d) Kesejajaran.

Setiap kesejajaran, juga kesejajaran tepi lurus, lebih baik dilakukan daripada tidak dilakukan sama sekali.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.3.8 Kesimbangan dinamis. 5.3.8.1 Ketidak seimbangan terjadi jika pusat massa dari sistem yang berputar tidak tepat dengan pusat putaran. Massa yang berlebihan pada satu sisi dari motor menimbulkan ketidak seimbangan. Gaya sentrifugal yang bekerja pada sisi terberat melebihi gaya sentrifugal yang ditentukan.

5.3.8.2 Besarnya getaran akibat kecepatan berputar menimbulkan ketidak seimbangan dan secara langsung berbanding dengan jumlah ketidak seimbangan. Ketidak seimbangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, termasuk konstruksi yang tidak betul, bahan yang dibuat, atau rotor yang longgar.

5.3.8.3 Ketidak seimbangan rotor menyebabkan meningginya tingkat getaran dan menaiknya tegangan pada komponen yang berputar. Peninggian tingkat getaran dalam rotor dari konstruksi berpengaruh pada keseluruhan mesin dan menyebabkan keausan yang berlebihan pada struktur pendukung, bantalan, bos (bushing) poros dan roda gigi.

5.3.8.4 Kondisi ketidak seimbangan dapat terjadi pada satu bidang (ketidak seimbangan statik) atau multi bidang (ketidak seimbangan gabungan).

5.3.8.5 Kombinasi yang disebut ketidak seimbangan dinamis dan menimbulkan suatu vektor yang berputar dengan poros dan menghasilkan satu per putaran tanda getaran.

5.3.8.6 Unit keseimbangan dinamis :

(1) memperpanjang umur bantalan, bos (bushing) poros dan roda gigi.

(2) mengurangi getaran sampai tingkat yang dapat diterima yang tidak akan mempercepat kemunduran peralatan.

(3) mengurangi ketegangan yang menyebabkan peralatan rusak.

(4) meminimalkan kebisingan, kelelahan operator, dan ketidak puasan.

(5) mengurangi kerugian energi.

6.3.9 Identifikasi ketidak seimbangan. 6.3.9.1 Ketidak seimbangan perlu dibedakan dari sumber getaran lain sebelum memulai prosedur menyeimbangkan. Suatu puncak getaran pada atau dekat kecepatan berputar rotor dapat memiliki beberapa penyebab, seperti ketidak sejajaran, poros bengkok atau retak, eksentrisitas, batang rotor terbuka atau ketidak seimbangan

5.3.9.2 Periksa adanya ketidak seimbangan sebelum melanjutkan prosedur menyeimbangkan. Teknik menganalisa seperti spectrum bentuk gelombang atau analisa fase dapat mengisolasi ketidak seimbangan seperti yang menyebabkan getaran.

5.3.9.3 Ketidak seimbangan ini ditandai oleh :

(1) Besarnya getaran yang dominan pada kecepatan berputar dari rotor.

(2) Getaran yang tertinggi pada bidang radial dan vertikal dan terendah tingkat getarannya pada bidang aksial.

(3) Amplitudo dan sudut fasa dari getaran yang berulang dan mantap.

(4) Pengukuran getaran radial terhadap sudut fase vertikal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

5.4 Pengoperasian.

5.4.1 Layanan yang terus menerus. 5.4.1.1 Rumah sakit tidak pernah tutup. Rumah sakit beroperasi 24 jam sehari, 7 hari per minggu. Fasilitasnya harus dirancang untuk memungkinkan berhenti untuk pemeliharaan dan menambah fitur ke sistem. Filosofi rancangan dapat disimpulkan secara mudah dengan dua kata : isolasi dan redundansi.

5.4.1.2 Prosedur yang ditunjukkan pada fasilitas rawat jalan dan klinik meningkatkan kompleksitas. Meskipun rumah sakit digolongkan sebagai bukan hunian bisnis, seorang manajer fasilitas harus melihat dengan hati-hati persyaratan untuk setiap fungsi sesuai jenis bangunan. Banyak rumah sakit sederhana yang beroperasi kurang dari 24 jam per hari.

5.4.2 Kebutuhan berkolaborasi. 5.4.2.1 Kerjasama yang erat dan tim kerja dibutuhkan antara departemen pemeliharaan dan lembaga lain rumah sakit. Lembaga ini termasuk bagian pengendalian infeksius, terapi pernapasan, teknik biomedikal, polisi dan keamanan, dan/atau layanan lingkungan.

5.4.2.2 Untuk contoh, kerjasama bagian pemeliharaan dengan lainnya untuk memastikan bahwa sistem bangunan beroperasi dengan benar untuk mengurangi infeksius.

Penggunaan yang kurang tepat ruang isolasi bertekanan negatif dapat memungkinkan zat infeksius dari ruangan masuk koridor dan menginfeksi pekerja, pasien-pasien lain, atau pengunjung.

5.4.2.3 Ketidaktepatan temperatur air panas dapat memungkinkan pertumbuhan mikrobial.

Ketidak tepatan pemakaian filter atau pemeliharaannya dapat menimbulkan masalah pengendalian infeksius.

5.5 Pemenuhan dengan Persyaratan “Joint Commisioning”. Bagian pemeliharaan bekerja sama erat dengan departemen lain dan komite keselamatan fasilitas untuk memperoleh pemenuhan “Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JHAHO)” Area kunci berikut relatif menjadi perhatian untuk pemenuhan tersebut.

5.5.1 Pernyataan Kondisi 5.5.1.1 JCAHO mempersyaratkan bahwa semua fasilitas perawatan kesehatan menggunakan informasi mutakhir kondisi fasilitas.

5.5.1.2 Dokumen ini disebut Pernyataan Kondisi (Statement Of Conditions = SOC).

5.5.1.3 Pernyataan Kondisi (SOC) berisi daftar semua tindakan korektif yang ditunjukkan dalam suatu rencana koreksi (Plan for Correction = PFC).

5.5.1.4 SOC adalah dokumen yang tetap tinggal. SOC harus selalu diperbaharui jika fasilitas dirubah, direnovasi, atau ditingkatkan.

Bagian pemeliharaan memainkan peran sentral dalam mempersiapkan dokumen SOC dan melaksanakan PFC.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.5.2 Kesiapan rumah sakit menghadapi bencana 5.5.2.1 Lisensi negara biasanya mempersyaratkan fasilitas perawatan kesehatan untuk mempunyai rencana tanggap bencana sebagai keharusan dari JCAHO.

Bagian pemeliharaan mempunyai peran penting dalam memformulasi dan mengimplemen tasi rencana tersebut.

5.5.2.2 Contoh lain dari kerja sama yang erat dibutuhkan antara bagian pemeliharaan dan bagian lain. Komite perencanaan tanggap bencana fasilitas perawatan kesehatan biasanya termasuk perwakilan dari berikut ini :

(1) petugas medik;

(2) administrasi (termasuk manajer risiko).

(3) bagian gawat darurat;

(4) keamanan/komunikasi;

(5) hubungan publik.

(6) Rekam medik dan pendaftaran;

(7) laboratorium;

(8) radiologi;

(9) terapi pernapasan.

5.5.3 Sarana Penyelamatan Jiwa Sementara. 5.5.3.1 Menciptakan lingkungan bangunan yang aman adalah sasaran persyaratan teknis keselamatan jiwa dan standar yang mencakup: jalan ke luar, tangga, alat deteksi api, dan hunian umum.

5.5.3.2 Sepanjang perencanaan bangunan tetap tidak berubah, perencanaan terpadu sistem keselamatan jiwa juga tidak berubah.

5.5.3.3 Namun demikian, fasilitas perawatan kesehatan selalu berubah, seperti bangunan yang sedang mengalami renovasi dan konstruksi (baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan), keterpaduan sistem keselamatan jiwa dapat berkurang.

5.5.3.4 Oleh karena itu, potensial untuk menciptakan sistem keselamatan jiwa sementara untuk mengatasi penurunan keselamatan jiwa tersebut.

Keselamatan jiwa sementara umumnya diabaikan selama perancangan renovasi dan sering tidak ditangani sampai dengan konstruksi sebenarnya dimulai.

5.5.3.5 Tidak pernah terlambat membuat penyesuaian yang diperlukan untuk proses perancangan dan konstruksi. Jika tidak, pasien dan pengunjung mungkin terkena bahaya. Bagian pemeliharaan dapat dipanggil untuk menyelenggarakan tambahan latihan pemadaman kebakaran dan evakuasi dan menjalankan pengawasan pada pekerjaan pemotongan, solder, dan penggunaan api dalam proses konstruksi.

5.5.3.6 Beberapa masalah bagian pemeliharaan adalah dalam mengeluarkan ijin internal penggunaan api untuk kontraktor luar dan keamanan zona alarm kebakaran seperti yang diperlukan untuk pembangunan di bangunan yang sudah ada. Setelah pembangunan selesai, sistem alarm dikembalikan ke kondisi pengoperasian normal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

5.5.4 Manajemen Utilitas. 5.5.4.1 Manajemen utilitas mempunyai fungsi kompleks dalam fasilitas perawatan kesehatan. Peningkatan kualitas diperlukan dengan kecenderungan munculnya sistem utilitas dan peralatan yang baru.

5.5.4.2 Manajer utilitas harus mencatat semua kebutuhan dan menyadari masalah keterbatasan ruang lingkup yang berhubungan dengan ketentuan pemeliharaan, keselamatan dan persyaratan teknis (contoh OSHA).

5.5.5 Penilaian sendiri dan resolusi masalah kualitas udara dalam ruangan. 5.5.5.1 Masalah kualitas udara dalam ruangan berasal dari banyak sumber yang berbeda di dalam fasilitas. Sumber ini dapat terkait dengan sistem bangunan, proses dan prosedur, praktek manajemen, karyawan, dan pengaruh luar.

5.5.5.2 Bagian pemeliharaan biasanya memperoleh panggilan pertama yang berhubungan dengan masalah ini, dan bagian ini mengikuti sistematik proses investigasi yang dibutuhkan.

5.5.6 Pencegahan penyakit Legionnaire. 5.5.6.1 Fasilitas perawatan kesehatan dapat rentan terhadap wabah Legionella. Bagian pemeliharaan merupakan pertahanan baris depan terhadap masalah ini. ASHRAE menyelenggarakan diskusi yang sangat baik dari masalah ini dan potensial solusinya.

5.5.6.2 Legionella adalah bakteri. Nama penyakit ini berasal dari wabah terkenal pada tahun 1976, di bahas pada Konvensi Legiun di Philadelphia Amerika Serikat, dan berkaitan dengan sebuah menara pendingin. Legionella terjadi pada sumber-sumber air alami dan sistem air perkotaan dalam konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi.

5.5.6.3 Dalam kondisi tertentu konsentrasi dapat meningkat secara dramatis dalam proses yang dinamakan “amplification (penguatan). Kondisi amplification yang disukai termasuk :

(1) temperatur air 770F ~ 1080F (250C ~ 420C).

(2) tidak mengalir (mandeg)

(3) pengapuran (scale) dan sedimen.

(4) biofilm;

(5) keberadaan amuba.

(6) beberapa bahan alami, seperti karet, kayu, beberapa bahan plastik.

5.5.6.4 Penularan ke manusia terjadi ketika air yang mengandung organisme ini dalam bentuk tetesan aerosol terhirup (1 ~ 5 mikron) dan dihirup oleh pemilik rumah yang rentan. Infeksi pada awalnya terjadi pada saluran pernapasan atas atau bawah. Risiko terbesar untuk orang tua, mereka yang merokok, mereka yang memiliki penyakit paru-paru kronis dan mereka yang mengalami imunosupresi.

5.5.6.5 Teknologi menjanjikan untuk peredaan Legionella atau mengendalikannya meliputi pengobatan dengan klorin dioksida, chloramines, atau mengijeksikan ion tembaga-perak dalam pasokan air domestik.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.5.6.6 Telah lama diketahui bahwa menara pendingin merupakan penyebab potensial Legionellosis. Rekomendasi yang merupakan kunci untuk meminimalkan risiko dari menara pendingin mengaitkan permukaan yang bersih dan program biosida. Bantuan profesional dengan pengobatan kimia dianjurkan.

5.5.6.7 Filtrasi mekanik harus dipertimbangkan untuk meminimalkan kekotoran (fouling). Drift eliminator harus secara teratur diperiksa, dibersihkan dan diperbaiki sesuai kebutuhan.

5.5.6.8 Secara praktis untuk pilihan biocides digunakan untuk pengolahan air dalam rangka menghindari berkembangnya jenis yang resistan dengan mikroba.

5.5.6.9 Direkomendasikan pergantian secara mingguan.

5.5.6.10 Menghentikan dan menjalankan menara pendingin memerlukan perhatian khusus. Ketika sebuah sistem dimatikan selama lebih dari 3 (tiga) hari, pengeringan sistem keseluruhan untuk membersihkan limbah dianjurkan.

Apabila tidak praktis untuk melakukannya, air yang diam harus diolah ulang dengan biosida regimen sebelum menara pendingin tersebut dijalankan.

Sirkulasi air sampai 6 (enam) jam disarankan untuk sistem dengan pengeringan, dan untuk yang tidak dikeringkan setelah penambahan biocide dan sebelum fan menara pendingin dioperasikan.

5.5.7 Sistem pemantauan tekanan untuk ruang isolasi. 5.5.7.1 NIOSH merekomendasikan pemeriksaan suatu tabung asap arah aliran udara untuk pemeriksaan kualitatif “kalibrasi” tekanan diferensial.

5.5.7.2 Jika sistem monitor tekanan terpasang, direkomendasikan kalibrasi kuantitatif dilakukan pada jangka waktu tertentu untuk memastikan bahwa sistem ini akurat untuk memantau tekanan.

5.5.8 Tanggap pertama 5.5.8.1 Koordinasi untuk persiapan terjadinya penghentian tak terduga dan kegagalan sistem adalah penting.

5.5.8.2 Perencanaan yang matang bagi mereka yang ada dan menangani bagaimana mereka akan berkomunikasi dengan petugas perawatan kesehatan adalah penting.

5.5.8.3 Jalur keputusan manajemen harus didefinisikan secara jelas, dan kontigensi harus dibangun untuk petugas yang absen

5.6 Konstruksi.

5.6.1 Umum 5.6.1.1 Banyak bagian pemeliharaan melakukan sendiri pekerjaan jasa konstruksi di bangunan untuk renovasi atau proyek konstruksi baru.

5.6.1.2 Jika dikelola dengan baik, biasanya dapat memberikan konstruksi dengan biaya yang lebih rendah dari kontraktor luar.

5.6.1.3 Bagian pemeliharaan memiliki keuntungan dengan memanfaatkan waktu menganggur dan jika diperlukan mereka dapat bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain dalam waktu singkat.

5.6.1.4 Konstruksi dan fungsi pemeliharaan harus didefinisikan secara jelas dan terpisah. Selalu ada bahaya bahwa pekerjaan konstruksi yang terlalu banyak dapat mengalihkan sumber daya manusia dari fungsi bagian perawatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

5.6.1.5 Penilaian risiko infeksi oleh kelompok kontrol infeksi fasilitas perawatan kesehatan harus menjadi bagian intergral dari proses konstruksi. Bagian pemeliharaan selalu termasuk dalam kelompok pengendalian infeksi pada pertemuan meninjau rencana dan pertemuan perhitungan awal konstruksi.

5.6.1.6 Menugaskan perwakilan pemilik untuk semua proyek konstruksi sangat dianjurkan. Dalam kebanyakan kasus, ini merupakan kunci untuk menentukan apakah pemilik uang mempunyai cukup uang dan seberapa baik tim perancang/konstruksi melakukan tugasnya.

5.6.1.7 Wakil ini harus memahami konstruksi, perdagangan, harus memahami kontrak yang diberikan, dan cukup fleksibel untuk bekerja menyelesaikan masalah koordinasi antara kontraktor dan pemilik.

5.6.1.8 Waktu menganggur, kerja malam dan mencari peluang untuk kegiatan yang bising (seperti memotong dan memalu) dikoordinasikan melalui wakil ini, yang mungkin juga bertanggung jawab untuk pengelasan dan ijin kerja yang berhubungan dengan panas.

5.6.1.9 Suatu tim kecil dari departemen pemeliharaan bersama wakil pemilik dapat mengidentifikasi masalah kinerja dan pemeliharaan sebelum langit-langit dan dinding yang tertutup diinspeksi ditempat oleh kelompok pemelihara sangat dianjurkan. Pemeriksaan ini harus dikontrol dan dijadwalkan oleh wakil pemilik atau kantor pemeliharaan.

5.6.2 Tinjauan Rencana Konstruksi. Bagian pemeliharaan biasanya diminta untuk terlibat dalam meninjau proyek-proyek konstruksi yang baru dan renovasi. Uraian berikut dapat membantu selama proses ini:

5.6.2.1 Ruang peralatan mekanikal dan elektrikal.

(1) Ruang mekanikal.

(a) Idealnya ruang mekanikal untuk peralatan utama seperti peralatan pengkondisian udara dan chiller harus langsung dapat diakses dari luar bangunan untuk kemudahan penggantian-penggantian.

(b) Fitur ini praktis, minimal lokasi ruang mekanikal harus dapat meminimalkan gangguan dari petugas pemeliharaan ke lantai medik.

(c) Jika memungkinkan kendaraan transportasi dapat langsung untuk melakukan perawatan peralatan sesuai yang diinginkan. Akses dengan lif langsung ke ruang mekanik di lantai atas sangat membantu.

(2) Peralatan yang dipasang di atap.

(a) Peralatan yang dipasang di atap secara umum harus dihindari untuk pemakaian pada kondisi kritis karena akses biasanya sulit dan kondisi kerja yang tidak aman untuk petugas pemeliharaan.

(b) Namun demikian peralatan tata udara yang dipasang di atap adalah pilihan biaya yang sangat efektif untuk klinik.

(c) Juga fan buang (Exhaust fan), menara pendingin, dan peralatan pelepas kalor lainnya sering ditempatkan di atap.

(d) Setiap kali digunakan peralatan yang dipasang di atap, perlu disediakan jalan akses untuk petugas yang tidak merusak atap, Sebuah tangga tetap dan atau catwalk harus dipertimbangkan untuk setiap peralatan yang memerlukan akses untuk perawatan (termasuk katup) dan tidak mudah diakses dari tangga portabel tinggi 6 ft (2 m).

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(e) Kabel dan kotak kontak untuk layanan listrik harus termasuk dan berada didekat peralatan.

(3) Tata Letak Ruang Mekanikal.

(a) Tata letak ruang mekanikal harus mencakup ruang yang cukup untuk akses ke peralatan untuk pengoperasian, pemeliharaan dan termasuk catwalk permanen atau tangga untuk akses ke peralatan yang tidak dapat dijangkau dari lantai.

(b) Periksa bahwa sarana yang praktis tersedia untuk memindahkan/mengganti jenis peralatan berat dan/atau besar yang diletakkan di dalam fasilitas dan disediakan ruangan untuk menarik semua koil, penukar kalor, chiller, tabung boiler, dan filter.

(4) Chiller dan Boiler.

Ketentuan harus dibuat untuk memindahkan unit-unit ke dalam dan keluar dari bangunan. Untuk chiller yang besar, pertimbangkan untuk memasang balok yang melekat di struktur untuk memindahkan atau mengganti kompressor yang besar atau motor-motor.

(5) Akses Petugas Umum.

(a) Sarana yang aman dan praktis dari akses petugas harus disediakan. Jarak minimum 2 ft (0,6 m) dari peralatan mekanikal umumnya dibutuhkan pada semua titik layanan ke peralatan mekanikal untuk akses petugas dan ruang kerja.

(b) Ruangan yang lebih besar mungkin dibutuhkan untuk peralatan khusus dan pekerjaan pemeliharaan. Selama tinjauan, kemampuan kebutuhan layanan peralatan untuk ruang peralatan mekanikal, koridor, ruang berpenghuni, dinding belakang, langit-langit atas, dan/atau ditanam dalam tanah harus diperiksa.

(6) Bangunan energi yang terpisah.

(1) Jika air sejuk, air hangat, atau generator uap diletakkan dalam bangunan energi terpisah di luar untuk fasilitas primer, pemasangan jalur utilitas penghubung dalam terowongan atau ruang tertutup yang mudak diakses lain untuk menyediakan akses pemeliharaan dan pemeriksaan dan proteksi dari unsur-unsur yang sangat tidak diinginkan.

(b) Aksesibilitas untuk jalur utama seluruh utilitas dikehendaki untuk memfasilitasi pemeriksaan dan perbaikan dari insulasi, fiting, kompensasi ekspansi termal, vent udara, dan lain-lain, serta untuk memfasilitasi penggantian yang akan datang atau ekspansi.

(c) Aksesibilitas yang aman dan nyaman penting untuk unsur-unsur yang memerlukan pemeriksaan berkala atau layanan, termasuk katup isolasi, perangkap pengering kondensate, pompa pengering dan fan ventilasi.

(7) Menara pendingin.

(a) Lokasi menara pendingin dan penempatannya sebaiknya ditinjau ulang. Semprotan atau pancaran dapat menjadi sumber Legionella.

(b) Tentukan jarak terdekat masukan (intake) dari alat pengkondisian udara. Jangan menerima “angin yang terlalu kuat”, cukup beralasan jika terlalu dekat untuk dipindahkan.

(c) Baki baja tahan karat disarankan untuk umur pakai yang panjang dan membantu menghambat pertumbuhan mikrobial.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

(d) Tinjau ulang bersama perencana pilihan layanan untuk mengganti motor

(e) Lihat perbedaan pilihan untuk bak pemanas, termasuk kontrol untuk pemanas. Hati-hati menara pendingin tidak berjalan sepanjang tahun.

(8) Perlakuan Kimia (Chemical Treatment)

(a) Perlakuan kimia merupakan bagian integral untuk memastikan bahwa sistem perpipaan di dalam bangunan fisik dalam kondisi internal yang baik.

(b) Pipa yang kotor menciptakan biaya energi dan dapat menyebabkan effisiensi sistem lebih rendah dan menimbulkan ketidak nyamanan pada penghuni. Pengolahan air yang tidak benar pada sisi air kondenser dapat menyebabkan air yang berlebihan tumpah dan terbuang.

(c) Pengurasan boiler terlalu banyak menghasilkan limbah air, sehingga program perawatan untuk boiler juga diperlukan.

(d) Label uji ditempatkan di lokasi-lokasi strategis harus dilakukan dan diperiksa secara rutin.

(e) Pemasukan zat kimia harus terletak di daerah yang mudah diakses dan dapat dicuci. Panci unit pengkondisian udara harus diperlakukan secara teratur dengan tablet biocida. Produk dengan wadah drum beratnya 60 lbs (28 kg), berarti untuk itu diperlukan alat menggerakkan dan mengangkatnya.

(9) Koil pendingin.

(a) Ketebalan koil tidak boleh melebihi 6 (enam) baris untuk memudahkan pembersihan. Koil dengan fin (sirip) yang lebih halus dari 14 fin per inci semakin sulit untuk dibersihkan dengan pembersih koil. Pembersih ini biasanya diterapkan pada sisi hulu dari koil dan diizinkan untuk menembus ke dalam deretan koil.

(b) Setelah bersih, pekerjaan selanjutnya adalah melunakkan pengapuran (scale) dan pertumbuhan biologis (lumut = algae). Pompa air bertekanan tinggi digunakan untuk pembersihan akhir.

(c) Bila koil lebih dari 6 (enam) baris yang digunakan untuk efek dehumidifier, koil dapat dipisahkan menjadi unit 4 atau 6 baris dengan akses yang disediakan untuk muka koil baik dari hulu dan hilir. Biasanya ruang antara setebal 24 inci (610 mm) cukup memadai.

(10) Panci pengering baja tahan karat.

Panci pengering dari bahan baja tahan karat harus disediakan untuk mengoptimalkan pembersihan dan mengurangi pertumbuhan mikroba.

Untuk memastikan pengeringan panci, manajemen fasilitas harus meninjau dimensi perangkap untuk memverifikasi bahwa perangkap telah mengkompensasi pengaruh dari tekanan kipas angin.

(11) Fitur proteksi pembekuan.

(a) Proteksi terhadap pembekuan adalah fitur yang sangat penting. Anti beku dirancang untuk melindungi peralatan pengkondisian udara dan koil dari pembekuan. Jika sistem ini tidak dirancang dan dipasang dengan benar, peralatan pengkondisian udara akan sering trip (mati) dan berhenti.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Gangguan trip menyebabkan kehilangan kontrol aliran udara dan juga bisa menjadi bahaya keselamatan. Banyak petugas pemelihara berupaya untuk mengimbangi situasi ini dengan meningkatkan temperatur udara suplai. Temperatur tinggi yang dihasilkan akan menyebabkan kesulitan dalam menyediakan pendinginan.

(12) Kelengkapan balansing (Balancing feature).

(a) Untuk fasilitasi pemecahan masalah atau balansing sistem di masa depan, periksa alat ukur dan damper balansing pada semua peralatan tata udara.

(b) Termasuk lubang untuk mengukur temperatur dan tekanan atau alat pada sambungan inlet dan outlet ke semua koil, serta katup balansing. Kelengkapan untuk mengukur aliran dan lubang ukur temperatur atau alat pada bermacam-macam lokasi pada unit pengolah udara. Lubang tekanan atau alat ukur arah hulu dan arah hilir dari fan dan lubang untuk melintasi pitot dan aliran udara harus disediakan.

(c) Untuk fasilitas balansing ulang secara periodik atau modifikasi kedepan, damper balansing manual harus disediakan pada semua cabang ducting, dan diletakkan sejauh mungkin ke hulu dari fixture terminal (diffuser, register), sebagai cara untuk mengurangi kebisingan udara yang dihasilkan.

(13) Stasiun Sentral Unit Pengolah Udara (Air Handling Unit).

(a) Untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan mikroba dalam unit insulasi, unit pengolah udara yang digunakan pada fasilitas medis harus jenis diinsulasi bagian dalam, jenis dinding ganda (double) dengan dinding bagian dalam tahan korosi.

(b) Permukaan dinding bagian dalam berperforasi (berlubang-lubang) tidak dianjurkan. Jika filtrasi akhir disediakan pada unit pengolah udara, diletakkan di hilir dari koil pendingin, ketentuan harus dibuat untuk menghindari kebasahan filter. Evaluasi yang hati-hati untuk rancangan tarikan terhadap dorongan udara yang melaluinya.

(14) Pertimbangan rancangan pekerjaan ducting.

Akses menuju panel untuk pemeriksaan atau perawatan peralatan yang dipasang dengan ducting (termasuk damper api, damper asap, dan kontrol-kontrol) dan untuk pembersihan secara periodik atau disinfeksi harus berukuran benar dan dipasang di lokasi yang mudah diakses. Kipas yang berputar harus tidak dipasang di saluran udara balik dan saluran udara buang.

(15) Damper asap dan sistem pengendalian asap.

(a) Meskipun masalah ini mungkin menjadi bagian dari “komisioning”, penting untuk menyatakan kembali bahwa pengujian yang dilakukan untuk memastikan bahwa sistem pengendalian asap beroperasi seperti yang diinginkan.

(b) Bagian pertama dari pengujian meliputi aspek-aspek fungsional dari sistem yang melibatkan dua area.

(c) Pertama, sistem proteksi pasif (kelengkapan dan integritas dari konstruksi tahan api, penyetop api, pintu tahan api, dan lain-lain) harus dievaluasi.

(d) Kemudian sub sistem harus diuji sejauh mana mereka dapat mempengaruhi operasi dari sistem pengendalian asap :

1) Sistem sinyal proteksi kebakaran;

2) Sistem Manajemen Bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

3) Peralatan listrik.

4) Sistem pengendalian temperatur;

5) Sumber daya listrik;

6) Daya listrik siaga;

7) Sistem supressi otomatik;

8) Pintu yang beroperasi otomatis membuka dan menutup;

9) Operasi lif darurat.

(e) Bagian kedua, pengujian serah terima adalah pengujian berorientasi pada kinerja. Bagian dari pengujian ini adalah apakah seluruh sistem telah memenuhi kinerja sistem sesuai seluruh mode yang disyaratkan.

(f) Perhatikan bahwa ketentuan teknis model (termasuk bangunan, mekanikal dan ketentuan pencegahan kebakaran) berisi persyaratan untuk pengujian, pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pengendalian asap.

(g) Selain itu ANSI/NFPA 92B dan 92B berisi pedoman teknis untuk pengujian.

(h) Setelah instalasi disetujui, kontraktor harus menyediakan salinan sertifikat yang menunjukkan bahwa sistem pengendalian asap dipasang sesuai ketentuan yang berlaku dan bahwa semua pengujian penerimaan sesuai ketentuan ANSI/NFPA 92A dan semua dokumentasi pengujian operasional diserahkan kepada pemilik.

(i) Pengujian dan pemeliharaan berkala sangat penting untuk memastikan bahwa sistem pengendalian asap bekerja sebagaimana dimaksud dalam skenario api. Komponen termasuk perangkat menginisiasi (initiate), fan, damper, kontrol dan pintu-pintu harus diuji secara terjadwal.

(j) ANSI/NFPA 92A merekomendasikan pengujian sistem yang terdedikasi dan sistem yang nondedikasi setiap semester pada setiap tahunnya. Standar berikut digunakan sebagai persyaratan sistem ini :

1) ANSI/NFPA 92A, 2000, Recommended Practice for smoke control systems, National Fire Protection Association, Quincy, MA.

2) ANSI/NFPA 93B, 2000, Guide for smoke management system in Malls, Atria, and Large Area, National Fire Protection Association, Quincy, MA.

(16) Damper api/Damper Asap.

(a) NFPA mempersyaratkan pemeliharaan damper dan inspeksi setiap lima tahun. Inspektur JCAHO akan melihat apakah instalasi damper api terpasang dengan benar, kinerja dan rekaman pemeliharaannya. Mereka membutuhkan pengujian bagian dari damper apakah beroperasi dengan benar.

(b) Operasi ini membutuhkan sambungan lebur (fusible link). Setelah sambungan (link) dilepas, pegas damper harus segera jatuh. Gerakkan kembali damper pada posisinya, biasanya agak sulit dan memerlukan dua orang.

(c) Oleh karena itu, akses ke panel harus dipasang pada setiap sisi dari sebuah damper api. Biasanya satu orang memegang satu sisi damper dan bersama-sama mereka mendorong damper kembali ke posisi semula menggunakan kayu atau tuas serupa, kemudian sambungan lebur dipasang kembali. Ini cukup sulit dan membutuhkan tenaga kerja secara intensif.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(d) Upaya meminimalkan jumlah damper api dan damper asap melalui proses perancangan. Tunjukkan dan lengkapi akses di kedua sisi damper bila memungkinkan. Memisahkan sambungan pada ducting yang tegak umumnya diabaikan untuk akses. Pintu akses yang memadai harus disediakan untuk saf utilitas.

(17) Pembersihan ducting bila ducting eksisting digunakan.

(a) Sebelum memulai suatu proyek pembersihan ducting, hati-hati menyelidiki biaya dan manfaat terhadap risikonya. Konsultasikan kebersihan dan kirimkan sampel dari bahan yang menempel pada ducting ke laboratorium untuk dianalisa.

(b) Pekerjaan pembersihan ducting dapat memberikan hasil yang beragam. Tipikal pekerjaan pembersihan jalur ducting biasanya bila mungkin diganti dan bukan dibersihkan. Insulasi luar dari ducting yang sudah ada dilakukan oleh tenaga kerja dan dalam beberapa kasus tidak mungkin tanpa memindahkan semua utilitas yang ada disekelilingnya.

(18) Pompa-pompa.

(a) Ada beberapa konfigurasi untuk pompa: end suction, vertical split case, vertical inline, dan lain-lain. Keterbatasan ruang, biaya, tata letak ruang mekanikal, dan effisiensi pompa menentukan semua konfigurasi.

(b) Pompa dilengkapi lubang tekanan dan katup untuk pancingan air sehingga petugas pemelihara dapat memeriksa kinerja pompa.

(c) Lakukan pelatihan bagi petugas perawatan untuk setiap jenis pompa. Jika motor listrik penggerak pompa sangat besar (lebih dari 15 HP = 11kW) dan pompa dipasang, lengkapi balok atau sistem rel untuk memindahkan barang-barang yang berat masuk atau keluar dari ruang mekanikal.

(19) Sistem Proteksi Kebakaran.

(a) Kecenderungan sistem terlalu besar telah mengakibatkan lebih besarnya pelepas tekanan pada pipa. Periksa secara hati-hati dan pastikan bahwa jalur tekanan telah benar-benar diperhitungkan.

(b) Pipa bypass dengan meter aliran adalah pilihan yang baik dan menghemat sejumlah besar air untuk pengujian sistem, karena pengujian sistem di rumah sakit harus dilakukan setiap minggu.

(20) Generator Darurat.

(a) Manajer fasilitas harus menentukan apakah fasilitas pembangkit seperti, program pembagian beban (load sharing) atau mengurangi kerugian akan menjadi bagian dari sistem daya darurat. Penempatan generator sangat penting tetapi umumnya ditentukan oleh permasalahan arsitektur daripada kinerja atau perhatian terhadap ventilasi.

(b) Knalpot mesin diesel di permukaan tanah hampir selalu menjadi masalah terutama bau. Letakkan knalpot diesel di atap bila memungkinkan. Louver (kisi-kisi) pendingin harus ditempatkan di area bebas yang direkomendasikan oleh manufaktur.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63

(c) Spesifikasi generator harus dibaca dengan hati-hati. Umumnya spesifikasi mengikuti NFPA 70, National Electrical Code, dan spesifikasi generator mengikuti NFPA 110, Standard for Emergency and Standby Power Systems diacu oleh NFPA 70 dan memiliki beberapa persyaratan yang sangat spesifik untuk konstruksi generator darurat dan pengoperasiannya (NFPA 2002A, 2003). Tinjau ulang dokumen-dokumen ini dengan hati-hati dan sesuaikan spesifikasinya bila diperlukan.

(21) Rencana pemulihan dari keadaan darurat.

(a) Tentukan apakah fasilitas perawatan kesehatan dapat melaksanakan seluruh operasi dengan menggunakan daya darurat.

(b) Hal ini tidak jarang menemukan bahwa penyimpanan bahan bakar tidak cukup untuk menjalankan kebutuhan daya bangunan untuk periode yang lebih panjang.

(c) Manajer pemeliharaan harus hati-hati meninjau persyaratan fasilitas dan ketentuan untuk pengoperasiannya.

(22) Intake udara luar.

(a) Lokasi yang tidak tepat kisi-kisi (louver) udara luar di dekat sumber kontaminasi dapat menyebabkan masalah kualitas udara dalam ruang.

(b) Jangan biarkan arsitek untuk menempatkan kisi-kisi udara segar di dekat dok bongkar muat. Demikian pula, jangan biarkan arsitek menempatkan kisi-kisi udara segar di dekat diesel generator. Gas buang diesel terdeteksi oleh manusia dalam konsentrasi rendah 6 ppm .

(c) Pompa vakum medik banyak digunakan. Tentukan lokasi aman untuk pelepasan dari vakum medik yang biasanya selalu diabaikan.

(23) Pompa air domestik.

Harus hati-hati di evaluasi penggunaan penggerak dengan kecepatan variabel (variable speed drive) untuk pompa air domestik, terutama jika sistem tidak bisa merespon dengan baik perubahan yang cepat dari kebutuhan air bangunan.

(24) Pemanas air.

(a) Kualitas unit pemanas air terbuat dari baja tahan karat yang dilapisi bahan tahan panas dengan lapisan kaca yang effisien.

(b) Alat ukur temperatur dan tekanan harus dipasang pada inlet dan outlet dari unit pemanas air. Aliran air harus benar dan seimbang. Ventilasi harus menjadi perhatian pada unit yang menggunakan bahan bakar gas. Unit yang berbahan bakar gas harus tidak berada satu ruang dengan peralatan refrigerasi.

(25) Redudansi.

(a) Beberapa layanan listrik dan sistem tata udara di rumah sakit direkomendasikan menggunakan 100% redudansi.

(b) Pada saat yang sama, ruang untuk pengembangan kedepan diperlukan karena perkembangan tidak dapat dihindari.

(c) Sebagai contoh dimana redudansi dalam sistem mekanikal dilakukan pada penggunaan sistem sistem perpipaan melingkar (loop). Dua jalur distribusi di dalam bangunan memungkinkan lebih banyak pilihan dalam kondisi darurat.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(d) Sistem melingkar (loop) dapat digunakan secara efektif untuk gas dan cairan. Perlu diperiksa persyaratan yang berlaku dan juga biayanya.

(26) Katup-katup.

(a) Jumlah katup tidak pernah cukup. Marilah kita lihat pernyataan yang mengatakan bahwa katup jarang di tempatkan di lokasi yang tepat untuk mengisolasi peralatan untuk kebutuhan pemeliharaan.

(b) Katup lebih murah dibandingkan dengan penggantiannya. Katup stop darurat (atau penutup jalur darurat) biasanya lebih mahal 100 kali daripada katup di lokasi yang sama. Hal ini tipikal untuk menyediakan sebuah katup antara setiap bagian dari peralatan pada loop atau header tetapi hampir tidak pernah pada header.

(27) Penggantian Filter.

(a) Persyaratan filter untuk fasilitas medis bukan merupakan konsep baru.

(b) Peryaratan yang pertama dibuat pada tahun 1947 di bawah undang-undang Hill-Burton. Setelah 50 tahun lebih sejak itu, persyaratan telah dimodifikasi sesuai teknologi saat ini untuk filtrasi dan pengendalian pencemaran mikroba.

(c) Guidelines for the Design and Construction of Hospitals and Health Care Facilities (AIA 2001) menerbitkan persyaratan untuk tingkat minimum effisiensi filtrasi udara.

Persyaratakan juga mendefinisikan filtrasi oleh area dan catatan tambahan seperti pertukaran udara yang dibutuhkan per jam, temperatur yang direkomendasikan, kelembaban relatif yang dianjurkan dan tekanan relatif ruang terhadap seluruh fasilitas.

(d) Sistem tata udara untuk fasilitas medis yang tidak umum direkomendasikan menggunakan 2 buah filter, salah satu ditempatkan di hulu dari koil dan lainnya di kelompok hilir pada akhir dari koil.

(e) Standar tata udara meletakkan keduanya pada hulu koil.

(f) Dalam ruang transplantasi ortopedi, transplantasi sumsum tulang belakang dan organ dan ruang pemulihan, tahap penyaringan tambahan HEPA dianjurkan pada outlet udara. Filter HEPA juga direkomendasikan untuk ruang isolasi TB dimana resirkulasi digunakan untuk mempertahankan persyaratan pergantian udara yang tinggi atau dimana 100% di buang keluar tidak mungkin.

(g) Filter kaku lebih disukai di rumah sakit.

(h) Apabila kantong filter runtuh selama pemeliharaan normal alat pengolah udara, partikel debu pada permukaan luar dari media filter dilepaskan ke aliran udara. Filter kaku secara alamiah tidak mempunyai masalah ini. Biasanya filter arang digunakan untuk mengendalikan bau dari sumber eksternal seperti knalpot diesel. Arang aktif juga dapat digunakan untuk mengendalikan bau dalam sistem pasokan udara dimana diperlukan dalam fasilitas perawatan medis.

(i) Effisiensi terdaftar sebagai effisien debu setempat karena dinilai di bawah standar ASHRAE 52, 1-992. Sebagai standar ASHRAE 52.2 (yang berkaitan dengan pengujian filter berdasarkan pada ukuran partikel dibandingkan effisiensi) menjadi metodologi umum, filter untuk aplikasi khusus akan memiliki nilai peringkat effisiensi minimum (MERVs) dari MERV 7 sebelum koil dan MERV 14 sebagai akhir atau filter sekunder.

(j) Selain itu, pedoman AIA merekomendasikan lokasi inlet udara dan outlet udara yang disyaratkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65

(k) Inlet udara luar harus diletakkan sejauh mungkin di atas tanah – pada ketinggian minimum 6 ft (1,8 m). Ketinggian inlet di atas atap sekurang-kurangnya 3 ft (0,9 m) di atas atap.

(l) Inlet udara dari luar juga harus sekurang-kurangnya 25 ft (7,6 m) dari knalpot atau peralatan pembakaran (venting). Suplai udara ke ruangan harus diletakkan pada atau dekat ketinggian langit-langit.

(28) Pertimbangan Pemeliharaan.

(a) Unit pengolah udara.

1) Frekuensi penggantian filter adalah fungsi biaya penggantian filter, kurva fan pengkondisian udara, biaya listrik lokal, biaya tenaga kerja, dan tekanan statik terminal dari filter yang digunakan.

2) Seiring dengan peningkatan tekanan statik, biaya menjalankan unit fan juga meningkat. Biaya harus diukur terhadap biaya tenaga kerja dan biaya material penggantian filter. Beban optimal untuk jenis filter tertentu tersedia dari manufaktur filter.

(b) HEPA.

1) Membuka kantong dan menutup kantong rumah filter dan filter harus dilakukan oleh teknisi yang terlatih dan bersertifikat dalam pengendalian infeksi dan teknik membuka dan menutup rumah filter dan sekat yang digunakan.

2) Manajer pemeliharaan harus mengetahui ukuran filter selama proses konstruksi. Hal ini tercakup dalam kontrak tentang spesifikasi filter dalam kondisi umum mekanikal, tetapi sering terlewatkan. Pemilihan filter juga dapat dipengaruhi oleh pembicaraan langsung dengan kontraktor mekanikal yang menawarkan pada proyek ini.

5.6.2 Serah terima proyek konstruksi. 5.6.2.1 Konstruksi jalur cepat tampaknya menjadi norma dan bukan pengecualian, dalam dunia konstruksi saat ini, bagian pemeliharaan lebih sering diminta untuk menerima proyek yang belum selesai sebelum pengguna mulai bergerak masuk.

5.6.2.2 Kadang-kadang terjadi kebingungan mengenai tanggal dimana pemilik sebenarnya mengambil alih kepemilikan gedung, kapan perawatan dimulai dan kapan periode garansi yang diberikan kontraktor berakhir.

5.6.2.3 Jika keputusan untuk awal bangunan dibuat, pemilik harus meninjau konsekuensi dan pengaturan kontrak dengan kontraktor dan mendengarkan masukan-masukan dari tim perencana.

5.6.2.4 Proyek bertahap sangat sulit untuk diselesaikan. Sebuah kontrak harus menguraikan secara jelas apa yang akan diselesaikan pada akhir setiap tahap.

5.6.2.5 Proyek bertahap dapat berjalan selama bertahun-tahun, sehingga perlu gambar-gambar telah terpasang (as built drawing), manual operasi dan pemeliharaan, dan bahan cadangan untuk setiap tahapan disampaikan kepada pemilik sebagai penyelesaian dari masing-masing tahapan.

5.6.2.6 Akhirnya dengan mempertahankan kepentingan perusahaan dalam membangun akan meningkatkan kepercayaan pemilik, antara lain dengan melakukan inspeksi perdagangan, saran operasional, pemeriksaan peralatan dan bahan yang dibeli untuk proyek.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.7 Pertimbangan Pemeliharaan Khusus untuk sistem Tata Udara/Peralatan.

Deskripsi berikut diberikan sebagai pertimbangan pemeliharaan khusus untuk peralatan perawatan kesehatan dan sistem.

5.7.1 Unit Fan Koil. 5.7.1.1 Setiap unit fan koil dengan suatu koil pendingin mempunyai nampan pengering (drain pan) yang dapat menjadi reservoir untuk pertumbuhan mikrobial.

5.7.1.2 Inspeksi periodik dari nampan kondensat penting untuk mencegah berhentinya aliran dan dapat menyebabkan bahan disekitarnya menjadi basah, dengan demikian menciptakan tambahan luas untuk amplikasi mikrobial.

Karena unit ini secara tipikal diletakkan didalam ruangan yang dilayani, petugas pemeliharaan membutuhkan akses untuk area yang dihuni.

5.7.2 Radiasi tabung fin dan unit konveksi. Unit ini juga membutuhkan pembersihkan yang sering untuk meminimalkan pengumpulan debu dan puing-puing. Peralatan ini juga membutuhkan akses untuk area yang dihuni.

5.7.3 Daya listrik Terminal Fan Unit. Daya listrik terminal unit membutuhkan inspeksi dan pemeliharaan. Akses ke filter dibutuhkan. Unit ini mempunyai fan motor dan fan yang mungkin membutuhkan penggantian. Ventilasi udara terpisah dan masukan udara primer mungkin disediakan dan sebaiknya secara periodik diperiksa.

5.7.4 Sistem Udara sekunder. Suatu contoh dari tipe sistem ini adalah sistem aliran laminer dalam kamar operasi orthopedik atau unit resirkulasi filter HEPA untuk unit transplantasi sumsun tulang. Ini dapat disediakan dengan filter yang membutuhkan penggantian, seperti sebuah motor yang mungkin membutuhkan service periodik atau penggantian.

5.8 Komisioning Bangunan. 5.8.1 Komisioning adalah proses yang difokuskan pada kualitas yang dicapai, pengesahan dan mendokumentasikan bahwa fasilitas yang direncanakan, dirancang, dipasang, diuji dan mampu dioperasikan dan dipelihara untuk melakukan sesuatu sesuai dengan maksud perancangan.

5.8.2 Proses komisioning meluas melalui semua tahapan dari suatu proyek yang baru atau renovasi ke hunian dan pengoperasian, dan telah diperiksa pada setiap tahap proses untuk menjamin keabsahan kinerja untuk memenuhi persyaratan rancangan dari pemilik.

5.8.3 Sasaran mendasar dari proses komisioning adalah :

(1) Untuk membuktikan dan menyusun dokumen dokumentasi yang menyatakan bahwa kinerja fasilitas dan sistem telah memenuhi syarat seperti yang diminta pemilik.

(2) Untuk meningkatkan komunikasi dengan mendokumentasikan informasi dan keputusan seluruh tahapan proyek.

(3) Untuk membuktikan dan melaporkan bahwa kinerja sistem di dalam bangunan telah memenuhi maksud perancangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67

5.8.4 Partisipasi aktif dan berkelanjutan petugas pemeliharaan dan operasi dalam proses komisioning sangat penting untuk keberhasilannya.

5.9 Perancangan Modal Investasi. 5.9.1 Bagian pemeliharaan bertanggung jawab untuk penyusunan anggaran kegiatan peningkatan infrastruktur fasilitas. Perhatian harus dibayar untuk mengakses kebutuhan fasilitas untuk perkembangan di masa depan seperti yang disajikan dalam anggaran modal.

5.9.2 Bagian pemeliharaan juga meminta dana untuk memperbaiki dan/atau mengganti barang-barang mekanik dan listrik yang harus diganti secara teratur.

5.9.3 Memahami kebutuhan komunitas medis ketika meningkatkan sistem atau peralatan.

5.9.4 Misalnya penggantian pada unit transplantasi tulang belakang memerlukan pasien dipindahkan ke area lain dan mengembalikannya lagi.

5.9.5 Ini jenis biaya sekunder yang sering diabaikan, tetapi mereka harus disertakan pada saat penganggaran.

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VI

PENUTUP

(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas Kesehatan Daerah, dan instansi yang terkait dengan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan rumah sakit dalam prasarana sistem tata udara, guna menjamin kesehatan dan kenyamanan rumah sakit dan lingkungannya.

(2) Ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian pedoman teknis prasarana sistem tata udara oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69

LAMPIRAN

LAMPIRAN - 1

PERGERAKAN UDARA DAN PERBEDAAN TEKANAN

L1.1 Pergerakan Udara (air movement). L1.1.1. Pergerakan udara harus diusahakan untuk meminimalkan sumber penyakit agar tidak menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar kemungkinan terjadinya penularan diantara pasien, tenaga medis dan pengunjung.

Gambar L1.1.1 - Pergerakan udara

Gambar L1.1.1 menunjukkan pergerakan udara yang memungkinkan mikroorganisme menyebar ke udara dan dapat menimbulkan penularan dari pasien ke petugas medik dan pengunjung. Kondisi ini masih dapat digunakan untuk ruang rawat inap dan perawatan intensif.

L1.1.2 Pergerakan udara direncanakan seteliti mungkin dimana kecepatan udara harus serendah mungkin dengan arah aliran udara yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar L1.1.2a dan L1.1.2b.

L1.1.3 Letak outlet dari suplai udara, inlet untuk udara balik atau udara buang menjadi sangat menentukan dalam menghasilkan pola aliran udara (air flow pattern) untuk menghindarkan mikroorganisme yang menyebar (airborne microorganism).

Seperti pada ruang bedah, aliran udara sejajar dengan arah ke bawah (laminair undirectional) dengan kecepatan keluaran dari HEPA filter 0.45 m/s ± 0.1 m/s (meter per detik) dapat menghindarkan mikroorganisme yang menyebar serta membahayakan karena adanya bukaan pada tubuh pasien saat pembedahan.

L1.1.4 Gambar L1.1.2a menunjukkan posisi pasokan udara di langit-langit dan udara balik pada bagian bawah dinding menciptakan aliran udara kotor langsung ke outlet udara balik. Kondisi semacam ini dapat mengurangi mikroorganisme yang menyebar.

L1.1.5 Gambar L1.1.2b menunjukkan aliran udara laminer yang umumnya digunakan pada kamar bedah. Kecepatan udara keluar dari HEPA filter (0.45 m/dt ± 0.1 m/dt)

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gamb

L1.2. T

Ukuran pintu

Kondisi

Luas bukaan

(m2) Tekanan

statik (inch.W.G)Q (CFM)

1/16” ko

Ukuran pintu

Kondisi

Luas bukaan

(ft2) Tekanan

statik (inch.W.G)Q (CFM)

1/16” ko

Gamb

bar L1.1.2b

Tekanan AT

41,

30% terbuka

0,67

) 15,625

7344 olom air = 0,

30% terbuka

7,2

) 0,0625

4320 olom air = 0,

ar L1.1.2a

- Aliran lam

Antar RuTabel L1.2.

,2 m x 1,8 m

60% terbuka

1te

1,33

15,625 1

14688 20625

4 ft x 6 ft

60% terbuka

1te

14,4

0,0625 0

8640 10625

a - Mengur

miner, memb

uang. 1 – Contoh

100% erbuka

30terb

2,22 1,

5,625 15,

24480 171

100% erbuka

30terb

24 16

0,0625 0,0

14400 100

rangi mikro

batasi konta

h gerakan

2,1 m x 2

0% buka

60%terbuk

53 3,11

625 15,62

136 3427

7 ft x 8

0% buka

60%terbuk

6,5 33,6

625 0,062

080 2016

oorganisme

aminasi mik

udara dan

2,4 m

% ka

100% terbuka

5,18

25 15,625

2 57120

8 ft

% ka

100% terbuka

6 56

25 0,0625

0 33600

e yang me

kroorganism

n presurisa

Ke

30% terbuka

2,22

15,625

24480

Ke

30% terbuka

24

0,0625

14400

nyebar

me yang me

asi

edua pintu

60% terbuka

1ter

4,26 4

15,625 15

48960 8

edua pintu

60% terbuka

1ter

46

0,0625 0,

28800 48

nyebar

00% rbuka

4,63

5,625

1600

00% rbuka

50

0625

8000

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71

L1.2.1 Perbedaan tekanan antar ruang fungsi tertentu dengan ruang disebelahnya harus direncanakan dengan benar untuk menghindari adanya migrasi dari sumber penyakit atau bahan-bahan berbahaya yang dapat dihirup oleh pengunjung rumah sakit lainnya, mencegah infiltrasi udara yang kurang bersih ke dalam ruangan yang lebih bersih, sehingga diusahakan ruangan lebih bersih, tekanan udaranya juga lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan kurang bersih.

Tabel L1.2.1 dan gambar L1.2.1 menunjukkan contoh gerakan udara dan presurisasi dari ruangan-ruangan yang bersebelahan.

Pada gambar L2.1.1 dan tabel L2.1.1 menunjukkan gerakan udara dan presurisasi

Gambar L1.2.1 – Perbedaan tekanan udara antara ruangan dengan ruangan sebelahnya.

L1.2.2 Tekanan positip diruang tertentu direncanakan agar sumber penyakit dari luar ruangan tidak masuk/infitrasi ke dalam ruangan tersebut yang di dalamnya terdapat pasien dalam keadaan darurat, atau dengan luka terbuka.

L1.2.3. Ruang dengan tekanan negatif diperlukan agar pasien yang mempunyai penyakit menular dan berbahaya tidak membahayakan pengunjung dan pasien yang lain.

L1.3. Kunci Udara (Air Lock). L1.3.1. Untuk ruang air lock dan penggunaannya dapat dilihat digambar L1.3.1 dan tabel L1.3.1.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel L1.3.1 - Contoh penggunaan Air Lock.

Jenis ruang bersih Pemilihan airlock Fungsi airlock Hubungan tekanan

relatif

Tekanan positif Tanpa asap dan zat bio Tanpa dibutuhkan penghalang / penahanan

Cascading

Mencegah ruang bersih terkontaminasi dari udara luar yang kotor

Mencegah udara bersih terkontaminasi dari ruang sekelilingnya melalui retakan

Ruang bersih + + + Airlock + + Koridor +

Tekanan negatif Ada kontaminasi dari asap dan zat bio

Dibutuhkan penghalang/penahan

Bubble

Mencegah ruang bersih terkontaminasi dari udara kotor koridor

Mencegah ruang bersih melepas asap atau zat bio ke koridor

Ruang bersih – Airlock + + Koridor +

Tekanan negatif Ada kontaminasi dari asap dan zat bio

Dibutuhkan penghalang/penahan

Sink

Mencegah ruang bersih terkontaminasi udara kotor koridor

Mengizinkan asap atau zat bio ruang bersih lepas ke air lock. Tidak ada peralatan proteksi petugas yang dibutuhkan

Ruang bersih – Airlock – – Koridor +

Tekanan negatif Ada asap beracun atau zat bio yang berbahaya atau mempunyai potensi gabungan unsur

Dibutuhkan penghalang/penahan

Proteksi petugas dibutuhkan

(Dual Compartment) Kompartemen ganda

Mencegah ruang bersih terkontaminasi dari udara kotor koridor

Mencegah asap udara bersih atau zat bio lepas ke koridor

Proteksi peralatan yang digunakan petugas (seperti peralatan presurisasi dan respiratur bila disyaratkan)

Udara bersih – Airlock negatif – – Airlock positif + + Koridor –

Gambar L1.3.1- Jenis-jenis dari Air Lock.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73

LAMPIRAN – 2

PENGUKURAN, PENGUJIAN, PENGOPERASIAN DAN

PEMELIHARAAN SISTEM TATA UDARA

L2.1. Pengukuran L2.1.1. Tidak semua Rumah Sakit yang telah berdiri sebelum standar ini diberlakukan telah direncanakan dengan pertimbangan akan dilakukan pengukuran pemakaian energi di kemudian hari. Oleh karena itu, pengukuran energi dan pengukuran beban pendingin perlu dilakukan dengan tidak mengorbankan ketelitian dan kebenaran prinsip pengukuran.

L2.1.2. Berikut ini adalah petunjuk untuk sistem tata udara yang umum digunakan pada gedung:

(1) Pengukuran untuk menghitung COP dilakukan pada mesin refrigerasi. Untuk mesin refrigerasi yang evaporatornya menghasilkan air sejuk (chilled water), dilakukan pengukuran kapasitas pendingin pada sisi air sejuk. Sedang untuk mesin refrigerasi yang evaporatornya menghasilkan udara sejuk dilakukan pada sisi udara. Daya listrik yang dipakai mesin refrigerasi untuk perhitungan COP adalah daya kompresor saja.

(2) Perhitungan untuk mengevaluasi sistem tata udara keseluruhan meliputi pengukuran kapasitas pendingin pada evaporator, pengukuran seluruh daya listrik yang diperlukan untuk menyelenggarakan kenyamanan dalam gedung tersebut.

(3) Dalam beberapa kondisi dapat dilakukan pengukuran tidak langsung. Misalnya apabila sistem tata udara atau peralatannya relatif masih baru, diharapkan peralatan tersebut masih bekerja sesuai dengan karakteristik yang dijamin pabriknya. Dengan demikian misalnya pada pompa air dapat diukur beda tekanan sisi masuk dan keluar pompa, diukur kecepatan putarnya, dan kemudian membaca besarnya laju aliran air pada kurva karakteristik yang diterbitkan oleh pabrik pompa tersebut. Prinsip yang sama dapat dilakukan pula kepada fan yang karakteristiknya diketahui dari pabrik pembuatnya dan kondisinya relatif masih baru, sehingga dapat dianggap masih beroperasi mengikuti kurva karakteristik tersebut.

(4). Seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran, sehingga semua hasil pengukuran harus dapat diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Oleh karena itu penting untuk menjamin bahwa alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan telah dikalibrasi dalam batas waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Kalibrasi harus dilakukan oleh pihak yang diberi wewenang hukum untuk itu.

L2.2. Pengujian L2.2.1. Prosedur pengukuran berbagai besaran harus mengikuti ketentuan yang relevan terutama dalam SNI 05-3052-1992 “Cara Uji Unit Pengkondisian Udara”, khususnya mengenai pengukuran temperatur, kecepatan aliran udara dalam duct, laju aliran air sejuk dalam pipa.

L2.2.2. Pengujian effisiensi dapat dilakukan pada sesuatu sub sistem atau sesuatu peralatan dalam sistem tata udara, untuk memeriksa apakah sub sistem atau peralatan tersebut masih bekerja dengan effisiensi yang dijamin pabrik. Kalau hasil pengujian menunjukkan effisiensinya telah berkurang cukup besar, perlu diperiksa untuk mencari kemungkinan perbaikan atau modifikasi agar dapat diperoleh effisiensi yang lebih baik.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

L2.3. Pengoperasian

L2.3.1. Mesin refrigerasi (1) Jangka waktu operasi mesin refrigerasi dapat dikurangi, misalnya dengan memanfaatkan

besarnya masa air sejuk yang berfungsi sebagai semacam penyimpan energi dingin.

(2) Selain jangka waktu beban parsial perlu dicari kombinasi operasi unit jamak (multiple units) yang akan menuntut masukan energi yang paling rendah (multi chiller, atau multi compressor pada satu chiller).

(3) Dengan memperhatikan karakteristik pompa distribusi air sejuk, dicari setting laju aliran air keluar chiller minimum yang masih diijinkan sesuai ketentuan pabrik pembuat chiller, sekaligus dengan memperhatikan rentang kenaikan suhu dalam chiller.

L2.3.2 Sistem distribusi udara dan air sejuk (1) Pada sistem tata udara dengan air sejuk, perlu dicari upaya agar laju aliran air sejuk minimal,

kalau pompa distribusi air sejuk menunjukkan karakteristik daya masukan rendah pada laju aliran air rendah.

(2) Secara umum. infiltrasi udara luar perlu dicegah karena akan sulit mengendalikan kondisi ruang sesuai yang direncanakan.

L2.3.3 Beban pendingin (1) Menaikkan setting temperatur ruang sampai batas maksimum yang masih berada di dalam

zona nyaman (comfort zone).

(2) Berdasarkan rekaman pemakaian energi dicari jam pengoperasian AHU dan FCU yang paling hemat energi.

(3) Beban dalam ruangan yang dapat dimatikan tanpa mengganggu fungsi ruangan merupakan salah satu peluang penghematan energi yang paling mudah, misalnya mematikan lampu pada zona eksterior siang hari jika pencahayaan alami sudah cukup memadai.

L2.4. Pemeliharaan.

L2.4.1. Umum L2.4.1.1 Pemeliharaan Sistem Tata Udara yang dimaksud adalah kegiatan yang berkaitan dengan upaya untuk mempertahankan kinerja mesin berikut komponennya agar dapat beroperasi secara aman dan tidak mengganggu keselamatan kerja dan kenyamanan penghuni gedung.

L2.4.1.2 Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan yang terencana dan terjadwal dapat mengurangi kerusakan mesin serta dapat mempertahankan umur mesin sesuai dengan ketentuan pabrik.

L2.4.1.3 Sebelum pelaksanaan kegiatan pemeliharaan, diperlukan informasi lengkap tentang

(1) Gambar sistem Tata Udara lengkap dengan data-data teknis, petunjuk operasi mesin dan petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat mesin pendingin.

(2) Dokumen sejarah operasi mesin dan komponennya yang berisi keterangan tentang

(3) Data operasi mesin.

(4) Jenis kerusakan dan penggantian komponen yang pernah dilakukan sebelumnya serta penyebab kerusakan yang dialami.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75

(5) Catatan kebutuhan daya listrik yang dikonsumsi mesin.

L2.4.2. Pemeliharaan rutin. Kegiatan pemeliharaan rutin mencakup:

(1) Pembersihan/pencucian/penggantian filter udara di Air Handling Unit (AHU) dan atau Fan Coil Unit (FCU) di tiap lantai.

(2) Pembersih/pencucian cooling coil di Air Handling Unit dan atau Fan Coil Unit di tiap lantai

(3) Pembersihan/pencucian finned tube air cooled condenser.

(4) Pembersihan dan pelumasan bearing semua motor listrik

(5) Pemeriksaan dan pengencangan V-belt motor fan AHU/FCU

(6) Pemeriksaan dan pengencangan baut-baut terutama pada tempat-tempat yang menimbulkan getaran, misalnya condensing unit, dudukan AHU/FCU, Tata Udara, Exhaust Fan dsb.

(7) Pembersihan komponen-komponen listrik didalam panel control.

(8) Pemeriksaan, penambahan/penggantian oli kompressor.

(9) Pemeriksaan/penambahan refrijeran.

(10) Pemeriksaan dan penggantian silica gel filter drier.

(11) Pemeriksaan fungsi alat ukur meliputi :

(a) thermometer, pressure gage pada chiller water system

(b) pressure pada instalasi pipa refrijeran

(c) thermostat, hygrometer didalam ruangan.

(12) Pemeriksaan alat ukur tegangan, ampere pada panel listrik

(13) Pemeriksaan fungsi peralatan elektronik pada mesin pendingin.

(14) Pemeriksaan fungsi pompa chiller water.

L2.4.3. Pemeliharaan harian dan mingguan. Pemeriksaan harian dan mingguan dilakukan terhadap alat-alat kontrol di ruangan yang dikondisikan dan pengamatan terhadap elemen-elemennya.

(1) Pemeriksaan/perbaikan terhadap gangguan-gangguan secara menyeluruh pada sistem operasi.

(2) Pemeriksaan/penggantian komponen-komponen terutama fuse/pemutus arus.

(3) Pemeriksaan/perbaikan set point alat-alat kendali, dan indicator yang penting.

(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian instalasi pengkabelan pada instalasi sistem kendali

(5) Pemeriksaan/perbaikan kebocoran-kebocoran pada instalasi pipa refrijeran dan air dingin.

L2.4.4. Pemeliharaan Bulanan Kegiatan pemeliharaan yang bertitik berat pada peralatan mekanikal :

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

L2.4.4.1 Bearing

(1) Periksa temperatur dan kebisingan yang timbul.

(2) Pada saat mulai dioperasikan temperatur bearing akan naik akibat gesekan, namun beberapa saat kemudian akan kembali normal.

(3) Pemeriksaan/pelumasan/penggantian bearing.

L2.4.4.2 Motor

(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan

(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name plate atau dari brosur.

(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling

(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian tahanan kumparan kawat stator pada motor

L2.4.4.3 V-belt

(1) Periksa tegangan belt

(2) Periksa/atur kelurusan pulley

L2.4.4.4 Pompa

(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan

(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name Plate atau dari brosur

(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling dan lubang-lubang tangkai motor dengan pompa

(4) Pemeriksaan/perbaikan kebocoran

(5) Pemeriksaan/pembersihan kotoran yang terbawa oleh air dan mengendap di rumah pompa

(6) Pemeriksaan/pembersihan karat

(7) Pemeriksaan/pembersihan tangkai katup sisi hisap dan sisi tekan

(8) Pemeriksaan/perbaikan sebagai akibat tidak normalnya kapasitas pompa, misalnya tekanan dan kecepatan air berkurang.

L2.4.4.5. Filter udara

Pemeriksaan/pencucian/penggantian, jika beda tekanan di AHU terlalu tinggi.

L2.4.5. Pemeliharaan Periode 4 s/d 6 bulan Pemeliharaan pada periode ini yang diutamakan mencakup pengecekan terhadap pelumasan, pembersihan dan pemeriksaan fungsi-fungsi dari seluruh komponen/peralatan yang terpasang misalnya fungsi dari:

(1) Ventilasi :

AHU, Cooling, Dehumidification, Sound Attenuation, Louver Flaps

(2) Mesin refrigerasi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77

Condensing Unit, Evaporator, Accessory Equipment, Heat Recovery, Crankcase Heater, Piping.

(3) Sistem Kendali :

Switching Circuit, Indicator, Safety Equipment,

(4) Fungsi Dari : Ventilasi and Control, Refrigeration, Condensing Unit, Chilled Water System.

L2.4.6. Pemeliharaan Tahunan.

L2.4.6.1 Alat-alat kendali dan regulator : (1) Pemeriksaan/penyesuaian set point pada alat-alat kontrol.

(a) Pemeriksaan/penyesuaian ketepatan indicator pada instrument control

(b) Pemeriksaan interaksi dari masing-masing gerakan alat-alat kendali.

(c) Pemeriksaa/pembersihan/penggantian overload relay dan fuse-fuse pada panel control

(2) Inlet/outlet air :

Pemeriksaan/perbaikan/penyetelan grille/diffuser tiap titik lokasi

L2.4.6.2 Pemeliharaan Kompresor.

(1) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian control system atau komponen yang menyebab kan kompresor tidak berfungsi.

(2) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment dari refrigeration system (on-off kompresor terlalu cepat)

(3) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment yang menyebakan pembekuan pada suction line.

(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment yang menyebabkan liquid line dingin

(5) Pemeriksaan/perbaikan yang menyebabkan berkurangnya oli kompresor

L2.4.6.3 Pemeliharaan Umum.

(1) Isolasi duct

(2) Isolasi pipa chilled water

(3) Flexible duct

(4) Vibration damper

(5) Perlindungan anti karat

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel - L2. DAFTAR SIMAK

PERAWATAN RUTIN MESIN-MESIN TATA UDARA (TIPIKAL)

No Uraian pekerjaan semua jenis mesin-mesin tata udara Frekuensi

D 1 2 4 12 26 52

1 Item 1 berlaku untuk semua jenis mesin-mesin tata udara Catat data-data penting di dalam “Log Form”. Amati minyak pelumas kompressor pada kaca penduga. Amati apakah terdapat kelainan-kelainan pada mesin seperti : tetesan minyak pada lantai, amati apakah ada kebisingan yang tidak wajar

X X X X X X X

Tiga kali sehari, pagi, siang dan malam

2

Item 2 s/d 10 umumnya berlaku untuk semua jenis mesin tata udara Periksa aliran refrigeran di kaca penduga (tidak boleh ada gelembung-gelembung udara)

X X X X

3

Periksa kebocoran refrigeran pada sistem, cek apakah terdapat minyak pelumas disekitar perapat poros, kaca penduga, batang katup, flensa dan sambungan flare. Demikian pula terdapat katup pengaman pada kondenser.

X X X X

4 Periksa setelan “high pressure cut-out”. Harus 25 psig lebih rendah dari setelan katup pengaman

X X X X

5 Jika suatu ketika mesin harus dihentikan, amati posisi “pressure cut-out” pada sisi tekanan rendah

X X X X

6

Pada saat mesin berhenti :

a. Periksa tegangan belt atau kelonggaran kopling penggerak dan kelurusan poros

X X X X

b. Periksa saringan dikondenser (sebelum pompa kondenser) jika perlu dibersihkan

X X X X

7 Lumasi bantalan pada motor sesuai dengan petunjuk pabrik R

8 Periksa semua sambungan kabel listrik, baik pada junction box maupun pada semua contactor (cek kekencengan ikatan kabel)

X

9

Motor listrik

a. Bersihkan motor listrik dengan bantuan udara bertekanan (jika tersedia)

X

b. Periksa dan bersihkan switch untuk star motor listrik

10

Periksa kekencangan semua baut-baut X

11

Periksa purge valve (jika dilengkapi)

a. Periksa purge unit pada kompresor pada saat operasi normal X X X X X

b.

Pada saat mesin bekerja, periksa kebocoran yang dapat diketahui dengan adanya (1), adanya tekanan yang lebih besar dari tekanan keluar purge yang normal, (2) adanya gas keluar dari purge relief valve, (3) adanya akumulasi air dibagian atas purge separator. Air tersebut harus dikeluarkan

X X X X X

c. Stop purge valve dan periksa semua fitting, flensa dll. X X X X X

CATATAN : D = harian; 1 = 1 minggu; 2 = 2 minggu dst. R = sesuai dengan kebutuhan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79

LAMPIRAN – 3 CONTOH SISTEM TATA UDARA PADA RUANG BEDAH - 1

Gambar L3 -1 – Contoh sistem tata udara pada ruang bedah 1

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

CONTOH SISTEM TATA UDARA PADA RUANG BEDAH – 2

Gambar L3 -2 – Contoh sistem tata udara pada ruang bedah 2

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81

TIM PENYUSUN

1 Penanggung Jawab

2 Ir. Azizah. Ketua Tim Penyusun

3 Ir. Soekartono Soewarno, IPM Editor merangkap anggota IAFBI/PII

4 Prof.DR.Ir. RM Soegijanto, Anggota IAFBI/PII/ITB

5 Ir. Soufyan M Noerbambang. MSME, IPU Anggota IAFBI/PII/ITB

6 Prof.DR. Ir. Indra Nurhadi. Anggota ITB

7 DR. Ir. Prihadi Anggota ITB

8 Ir. Rusdi Malin. MSc Anggota IAFBI/UI

9 Ir. John Budi Heriyanto, MSc. Anggota IAFBI

10 Ramadhona, ST Anggota

Penjelasan :

IAFBI = Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia.

PII = Persatuan Insinyur Indonesia.

ITB = Institut Teknologi Bandung.

UI = Universitas Indonesia.

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

KEPUSTAKAAN

(1) ASHRAE, Application Handbook, 1995, Chapter 7 – Health Care Facility.

(2) ASHRAE, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003, Chapter 14 – Operation and Maintenance.

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG AMAN DALAM

SITUASI DARURAT DAN BENCANA

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

KATA PENGANTAR

Indonesia, letak geografi berada pada lempeng samudra hindia australia. Sehingga dampak negatif yang bisa terjadi adalah patahnya lempengan tersebut akibat pergeseran lapisan bumi yang disebut dengan istilah “sesar”. Akibat terjadinya patahan ini terjadilah bencana gempa, atau yang lebih dahsyat lagi disebut dengan tsunami.

Indonesia, terdiri dari banyak gunung-gunung yang masih aktif, dimana sewaktu waktu dapat meletus dan akibat bencana ini mengancam jiwa terhadap manusia dan kerugian harta benda.

Indonesia, terutama di kota-kota besarnya mempunyai sistem drainase yang kurang memadai, sehingga dengan terjadinya hujan lebat berdampak pada bencana banjir.

Kecerobohan manusia disertai bangunan dan prasarana yang kurang atau tidak memadai sesuai ketentuan yang berlaku juga dapat mengakibatkan terjadinya bencana kebakaran.

Empat kondisi tersebut di atas merupakan bentuk kondisi bencana dan situasi darurat yang harus dihadapi rumah sakit.

“Rumah Sakit” harus tetap kokoh berdiri dengan aman terhadap bentuk bencana apapun yang terjadi, dan rumah sakit harus tetap mampu melayani masyarakat dalam bidang kesehatan.

Untuk memberikan arahan terhadap pembangunan rumah sakit yang aman terhadap bencana dan kondisi darurat, Kementerian Kesehatan menyusun buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan bencana”, dengan harapan dapat menjadi pedoman untuk pembangunan rumah sakit yang berada di daerah rawan bencana.

Buku Pedoman teknis ini juga merupakan salah satu petunjuk pelaksanaan dari sub bagian dari pasal 11 ayat (g) tentang “petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat” pada “Persyaratan Teknis Prasarana Rumah Sakit”, yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang “Rumah Sakit”.

Buku pedoman teknis ini merupakan bentuk “adopsi modifikasi” dari buku “Safe Hospitals in Emergencies and Disasters, Structural, Non Structural and Function Indicators, yang diterbitkan oleh World Health Organization Regional Office for the Western Pacific 2009, bersama Europian Commision.

Dengan diterbitkannya buku ini semoga bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, September 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiDaftar Isi v

BAB I KETENTUAN UMUM 11.1 Latar Belakang 11.2 Penilaian Kelemahan Bangunan Rumah Sakit 11.3 Sasaran Pengguna 11.4 Tujuan 11.5 Bangunan Menggunakan Pedoman Teknis Ini 21.6 Ruang Lingkup 2

BAB II PETUNJUK BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT YANG AMAN 3 2.1 Pendahuluan 32.2 Petunjuk Struktur Yang Aman Untuk Bangunan Rumah Sakit 32.3 Petunjuk Non Struktur Untuk Keamanan Bangunan Rumah Sakit 52.4 Petunjuk Fungsional Untuk Keselamatan Di Rumah Sakit 15

BAB III RINGKASAN DAN KESIMPULAN 26KEPUSTAKAAN 28APENDIKS 29

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG AMAN

DALAM SITUASI DARURAT DAN BENCANA

BAB - I : KETENTUAN UMUM.

1.1 Latar belakang WHO menganggap perlu untuk membangun rumah sakit yang aman, terutama pada situasi bencana dan keadaan darurat, yang mana rumah sakit tersebut harus mampu untuk menyelamatkan jiwa dan dapat terus menyediakan pelayanan kesehatan esensial bagi masyarakat. Karenanya dibutuhkan kampanye untuk mengurangi kerugian pada bangunan rumah sakit yang diakibatkan situasi darurat dan bencana.

Kampanye mengurangi kerugian diakibatkan bencana dimaksudkan untuk :

(1) melindungi jiwa pasien dan petugas kesehatan dengan memastikan ketahanan struktural dari fasilitas kesehatan;

(2) memastikan bahwa akibat bencana dan kondisi darurat fasilitas kesehatan dan layanan kesehatan mampu tetap berfungsi; dan

(3) meningkatkan kemampuan manajemen darurat dari petugas kesehatan dan instansi terkait.

1.2 Penilaian Kelemahan Bangunan Rumah Sakit Bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan mempunyai peranan penting pada situasi terjadinya bencana dan keadaan darurat. Struktur bangunan rumah sakit harus tetap kokoh dan tetap dapat beroperasi pada kondisi tersebut. Untuk memastikan bahwa bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan dapat bertahan pada kondisi darurat dan bencana, penilaian terhadap kelemahannya sangat perlu. Kelemahan tersebut mungkin dari sisi struktural (sistem beban bearing), nonstruktural (elemen arsitektur, instalasi dan peralatan) dan sistem operasinya.

1.3 Sasaran Pengguna, Keselamatan bangunan rumah sakit dalam situasi darurat dan bencana ditujukan terutama untuk petugas yang memahami peran penting rumah sakit dan fasiltas perawatan kesehatan selama situasi darurat dan bencana. Petugas dimaksud termasuk petugas administrasi dan manager sebagai pengguna utama dari pedoman teknis ini, pengunjung dan pasien sebagai klien yang harus diprioritaskan keselamatannya.

1.4 Tujuan. Pedoman Teknis ini bertujuan dapat menjadi panduan dan acuan untuk :

(1) menilai kelemahan struktural, nonstruktural dan fungsional bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada;

(2) memberikan saran dalam membangun rumah sakit dan fasilitas kesehatan baru yang mampu bertahan dalam kondisi darurat dan bencana; dan

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) memeriksa rencana renovasi dan retrofit dari bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk memastikan ketahanan, keselamatan dan keberlangsungan operasi selama keadaan darurat dan bencana.

1.5 Bagaimana menggunakan pedoman teknis ini. 1.5.1 Rumah sakit yang ingin menggunakan pedoman teknis ini harus memahami bangunan, persyaratan teknis struktur, persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran, persyaratan teknis kelistrikan, dan pedoman teknis lainnya yang terkait dengan struktur, fungsi rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

1.5.2 Untuk memastikan rumah sakit dapat menerapkan pedoman ini sesuai dengan kebutuhannya, daftar acuan disediakan diakhir pedoman ini untuk memberikan tambahan informasi untuk pembaca.

1.5.3 Rumah sakit juga diharapkan membentuk kelompok kerja teknis yang dapat meninjau ulang petunjuk-petunjuk yang ada dalam daftar apakah masih berlaku atau perlu diperbaiki sesuai ketentuan bangunan rumah sakit itu sendiri. Kelompok ini dapat terdiri dari koordinator kesehatan darurat rumah sakit, arsitek, insinyur, petugas keamanan dan petugas administrasi.

1.5.4 Pedoman teknis ini menjelaskan berbagai petunjuk dan penjelasannya. Penjelasan-penjelasan disampaikan sebelum daftar petunjuk penggunaan pedoman teknis ini. Diharapkan penjelasan yang disampaikan dibaca dengan hati-hati untuk memastikan bahwa petunjuk dipahami secara jelas.

1.5.5 Pedoman teknis ini tidak dimaksudkan untuk dibandingkan dengan peraturan-peraturan lokal. Sebaliknya, pedoman ini digunakan sebagai penilaian internal untuk memperbaiki struktur dan fungsi bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk kesiapan tanggap darurat.

1.5.6 Beberapa petunjuk mungkin perlu disesuaikan dengan peraturan lokal. Untuk contoh, pedoman tentang peralatan, pengobatan/tindakan, protokol dan ketentuan darurat harus didasarkan pada jenis/kelas rumah sakit dan mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku. Perbaikan dapat dilakukan lebih lanjut terhadap pedoman teknis ini bila diperlukan.

1.5.7 Petunjuk yang tercantum dalam pedoman ini perlu ditinjau dan diuji lebih lanjut untuk penerapannya di rumah sakit.

1.5.8 Pedoman ini tidak dimaksudkan untuk menjadi panduan mengajukan klaim dan hanya untuk memastikan keselamatan bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan apabila terjadi keadaan darurat dan bencana.

1.6 Ruang lingkup. Ruang lingkup pedoman teknis ini meliputi :

(1) Ketentuan umum;

(2) Petunjuk bangunan dan prasarana rumah sakit yang aman.

(3) Ringkasan dan kesimpulan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

BAB - II : PETUNJUK BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT YANG AMAN

2.1 Pendahuluan. 2.1.1 Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam usaha membantu keselamatan jiwa.

2.1.2 Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting seperti layanan medik, perawatan, laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta merespon persyaratan- persyaratan yang berhubungan dengan keadaan darurat.

2.1.3 Bangunan rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir dengan rencana kontigensi di tempat dan tenaga kesehatan terlatih untuk menjaga jaringan operasional.

2.1.4 Membangun rumah sakit yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang berkontribusi terhadap kelemahan bangunan selama keadaan darurat atau bencana, seperti lokasi gedung, spesifikasi desain dan bahan yang digunakan serta memberikan kontribusi pada kemampuan bangunan rumah sakit dalam menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa alam yang merugikan.

2.1.5 Dengan munculnya keadaan darurat atau bencana, kerusakan elemen nonstruktural dapat memaksa rumah sakit menghentikan operasinya. Keadaan ini memungkinkan timbulnya peningkatan kasus-kasus darurat yang membutuhkan rumah sakit. Keadaan ini menjadi tantangan ketika petugas medis dan petugas pendukung juga terpengaruh, sehingga kapasitas respon rumah sakit menjadi terbatas.

2.1.6 Rumah sakit yang aman memerlukan visi dan komitmen untuk memastikan bahwa rumah sakit berfungsi penuh, terutama selama keadaan darurat dan bencana. Untuk itu perlu melibatkan berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian rumah sakit, keuangan, pelayanan publik, arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan bangunan rumah sakit dan menangani perbaikannya.

2.1.7 Desain dalam pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus mengikuti persyaratan teknis proteksi kebakaran, keselamatan dan langkah-langkah pengurangan risiko. Kelemahan fasilitas nonstruktural dan fungsional yang ada harus dikurangi.

2.2 Petunjuk struktur yang aman untuk bangunan rumah sakit.

2.2.1 Umum. 2.2.1.1 Elemen-elemen struktur bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan seperti lokasi bangunan dan pertimbangan desain struktur penting untuk bangunan dalam menghadapi peristiwa yang merugikan.

2.2.1.2 Elemen-elemen struktur harus sesuai dengan lokasi bangunan dan bahaya alam yang umum di lokasi itu.

2.2.1.3 Letak dimana bangunan rumah sakit atau fasilitas kesehatan mengindikasikan adanya ancaman seperti banjir di lembah atau tanah longsor di sepanjang lereng harus dihindari.

2.2.1.4 Identifikasi lokasi dan setiap potensi bahaya harus ditangani dengan langkah-langkah yang tepat untuk meminimalkan kerusakan struktur.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.2.1.5 Harus ada ketentuan untuk drainase air hujan yang tepat di daerah rawan banjir.

2.2.1.6 Menggunakan bahan atap yang lebih ringan dan aman untuk zona gempa.

2.2.1.7 Menggunakan bahan yang kokoh untuk lokasi rawan topan.

2.2.1.8 Standar struktur lainnya seperti akses untuk penyandang cacat harus selalu ada.

2.2.1.9 Ram harus berada dilokasi yang tepat untuk membawa pasien yang berbaring di tempat tidur atau duduk dikursi roda.

2.2.1.10 Kegagalan dalam melakukan hal-hal terebut di atas, dapat membahayakan keselamatan penghuni rumah sakit.

2.2.1.11. Pertimbangan-pertimbangan elemen struktur yang berbeda, umumnya disebabkan adanya persyaratan atau peraturan yang diberlakukan pada pembangunan rumah sakit di kota/kabupaten.

2.2.1.12 Administrator rumah sakit perlu memahami persyaratan teknis bangunan, persyaratan teknis proteksi kebakaran dan persyaratan teknis struktur bangunan lainnya, untuk memastikan bahwa rumah sakit melaksanakan pembangunan mengikuti persyaratan-persyaratan teknis tersebut.

Kurangnya kepatuhan, seperti penggunaan standar bahan atau pemilihan lokasi yang tidak sesuai untuk bangunan rumah sakit atau fasilitas kesehatan dapat membatasi operasi rumah sakit selama keadaan darurat dan bahkan dapat menyebabkan sebuah tragedi.

2.2.1.13 Perubahan struktur bangunan atau renovasi dalam upaya untuk menciptakan ruang baru atau membangun struktur atau instalasi baru, juga dapat mengakibatkan struktur melemah jika desain asli tidak diperhitungkan.

2.2.1.14 Peraturan tentang izin bangunan dan izin struktur yang baru atau yang sudah ada penting untuk memastikan keamanan bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

2.2.2 Lokasi. 2.2.2.1 Bangunan tidak berada di lokasi area berbahaya.

(1) tidak ditepi lereng.

(2) tidak dekat kaki gunung, rawan terhadap tanah longsor.

(3) tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis pondasi.

(4) tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif (kurang dari 10 meter)

(5) tidak di daerah rawan tsunami.

(6) tidak di daerah rawan banjir

(7) tidak dalam zona topan

(8) tidak di daerah rawan badai

2.2.2.2 Bangunan memiliki infra struktur yang memadai untuk mengatasi bahaya terkait lokasi seperti drainase air hujan dan tanggul.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

2.2.3 Desain. 2.2.3.1 Bangunan rumah sakit memiliki bentuk yang sederhana dan simitris di kedua sumbu lateral dan longitudinal (misalnya persegi atau persegi panjang), sehingga tahan ketika mengalami gaya seperti yang ditimbulkan oleh gempa bumi.

2.2.3.2 Elemen struktur bangunan (pondasi, kolom, balok, lantai lembaran, gulungan) dan elemen nonstruktural diperhitungan sesuai dengan persyaratan untuk angin kencang (faktor penting angin 1,15) dan gempa bumi (faktor penting seismik 1,25)

2.2.3.3 Dinding kaca, pintu dan jendela mampu menahan kecepatan angin antara 200 ~ 250 km/jam.

2.2.3.4 Jumlah lantai bangunan (lantai) untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan kurang dari lima, terutama di daerah yang rawan terhadap gempa.

2.2.3.5 Sudut atap 300 ~ 400 (optimal untuk menahan kekuatan angin) untuk bangunan di daerah rawan topan.

2.2.4 Struktur. 2.2.4.1 Tidak ada keretakan pada struktur utama. Keretakan kecil atau retak rambut harus diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di lokasi.

2.2.4.2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun.

2.2.4.3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Inspeksi dan kontrol mutu bangunan dilaksanakan dengan tepat.

2.2.4.4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangkur dengan benar

2.2.4.5 Ram berada pada area yang tepat untuk pergerakan tempat tidur pasien dan untuk digunakan penyandang cacat.

2.2.5 Perizinan. 2.2.5.1 Lengkapi set gambar konstruksi sesuai yang dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.

2.2.5.2 Lengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2.2.5.3 Selama konstruksi, bahan konstruksi secara menyeluruh diperiksa dan dikontrol mutunya oleh tenaga ahli yang kompeten.

2.2.5.4 Perubahan bangunan dilakukan dengan meninjau/ memperhatikan rencana asli bangunan dan dilakukan bersama tenaga ahli yang kompetent.

2.3 Petunjuk Non Struktur untuk Keamanan Bangunan Rumah Sakit

2.3.1 Umum. 2.3.1.1 Elemen non struktural termasuk elemen-elemen arsitektur (seperti langit-langit, jendela dan pintu), peralatan medik, peralatan laboratorium, jalur penyelamatan jiwa (mekanikal, listrik dan instalasi pipa), keselamatan dan masalah keamanan. Elemen ini penting untuk beroperasinya rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Jika rusak, maka rumah sakit menjadi tidak berfungsi dan dapat menyebabkan kecelakaan fisik pada pasien dan petugas.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.3.1.2 Pertimbangan dasar mengenai elemen arsitektur, mirip dengan petunjuk struktur, yaitu struktur bangunan harus dapat menahan setiap tegangan fisik yang disebabkan oleh bahaya alam seperti topan, banjir, tanah longsor dan gempa bumi.

2.3.1.3 Rumah sakit setiap saat harus memiliki dan selalu tersedia :

(1) gambar perencanaan (design drawing) pembangunan yang disetujui dan menunjukkan bahwa bangunan telah dirancang oleh arsitek profesional dan tenaga ahli teknik yang akan bertanggung jawab atas integritas bangunan disemua aspek arsitektur dan teknik;

(2) gambar terpasang (as built drawing) bangunan yang menunjukkan seluruh denah, potongan, instalasi yang telah terpasang, serta petunjuk (manual) untuk pengoperasian dan pemeliharaan.

(3) pembaharuan gambar terpasang atau catatan renovasi dan referensi dokumen untuk perubahan hasil desain dan renovasi; dan

(4) izin bangunan yang mengesahkan kepatuhan bangunan dengan persyaratan teknis bangunan dan hukum yang berlaku dan menunjukkan bahwa di dalam kondisi yang sesuai untuk hunian.

2.3.1.4 Pertimbangan yang berkaitan dengan peralatan dan keselamatan jiwa difokuskan pada lokasi dan apakah peralatan tersebut telah diangkur/dipasang dengan benar. Adanya peralatan berat atau mesin dapat merubah integritas struktur bangunan.

Peralatan seperti ini jangan ditempatkan di lantai atas atau di lantai yang strukturnya lemah, karena dapat mengakibatkan runtuhnya struktur, seperti misalnya dengan sedikit gerakan yang disebabkan oleh gempa bumi atau keausan normal bangunan selama bertahun-tahun.

Peralatan dan mesin yang berat juga harus diangkur ke elemen struktur bangunan atau pada pondasinya. Hal ini dimaksud untuk mencegah bergeraknya peralatan, seperti meluncur atau jatuh yang bisa menyebabkan kerusakan struktural atau cedera fisik pada pasien dan petugas.

2.3.1.5 Masalah keselamatan terkait dengan penanganan dan penyimpanan unsur bahan kimia dan berpotensi berbahaya. Penanganan dan penyimpanan bahan kimia dan zat berbahaya yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera disebabkan toksisitas yang melekat atau menyebabkan reaksi kimia yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan.

Harus ada pelatihan yang tepat bagi petugas dalam menangani bahan kimia dan zat berbahaya. Petunjuk keselamatan untuk penangan dan penyimpanan harus disebar luaskan dan diimplementasikan. Misalnya pengaturan yang tepat dan pengelompokan bahan kimia harus diikuti secara ketat untuk mencegah bahan kimia disengaja bereaksi.

Label yang tepat dengan peringatan dari produsen dan menyediakan instruksi sesuai apa yang harus dilakukan jika terjadi kontak disengaja dengan zat ini merupakan aspek penting dari pedoman keselamatan.

Penggunaan lembar data keselamatan juga harus didorong, meskipun peraturan yang berbeda mengenai penggunaannya. Dokumen-dokumen resmi tentang informasi keselamatan terhadap kimia yang digunakan harus disebar luaskan kepada para petugas, responden darurat dan publik.

2.3.1.6 Keamanan bangunan dan keselamatan umum dari semua pasien dan petugas dalam rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga harus ditangani.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

2.3.2 Dokumen bangunan/gambar/perencanaan. 2.3.2.1 Persetujuan rencana pembangunan, spesifikasi teknis, perhitungan struktural, ditanda tangani dan disegel oleh ahli profesional yang tepat dan diserahkan dan disetujui oleh petugas resmi pemerintah daerah.

2.3.2.2 Gambar terpasang ditugaskan oleh pemilik ke kontraktor dan disiapkan oleh arsitek dan ahli teknik profesional.

2.2.3.3 Gambar terpasang yang terbaru.

2.2.3.4 Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2.3.3 Elemen arsitektur, 2.3.3.1 Keselamatan pada atap.

(1) atap dirancang tahan terhadap kecepatan angin 175 ~ 250 kph dalam area rawan topan.

(2) seluruh bahan atap terpasang dengan aman, dilas, dikeling atau disemen.

(3) sistem drainase atap mempunyai kapasitas yang cukup dan dirawat dengan benar.

(4) atap kedap bocor, diinsulasi dan kedap suara.

2.3.3.2 Keselamatan pada langit-langit.

(1) langit-langit dari beton harus tidak retak dan tidak bocor.

(2) penurunan langit-langit yang dibuat dari bahan selain beton, dipasang dengan aman.

(3) bahan langit-langit seperti papan fibre semen, fibreglass, papan gipsum akustik, bahan kayu, dilapis atau diolah dengan cat tahan api.

(4) langit-langit lurus atau armatur lampu dipasang dengan benar dan ditunjang (support)

(5) Lengkungan kebawah, balkon atau emperan, bebas dari keretakan struktur dan plester semen yang jatuh.

2.3.3.3 Keselamatan pada pintu masuk dan pintu-pintu.

(1) bahan pintu tahan terhadap angin dan api.

(2) pintu-pintu terpasang erat ke tiang pintu.

(3) pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya kurang dari 50 harus mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 112 cm; pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya lebih dari 50 orang (ruang konfrensi, ruang fungsional) harus mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 122 cm, pintu yang letaknya jauh satu sama lain harus membuka keluar.

(4) pintu utama menggunakan pintu ganda, pintu kamar mandi membuka keluar

(5) pintu eksit kebakaran tahan api, terbuka keluar, dengan perangkat menutup sendiri dan dilengkapi batang panik.

(6) pintu partisi asap diletakkan sepanjang lorong dan koridor, harus dua pintu ayun pada setiap kelompok ruangan atau bagian untuk kompartemenisasi.

(7) pintu yang digerakkan dengan daya listrik dapat dioperasikan secara manual ke ruangan yang dibolehkan pada peristiwa kegagalan daya listrik.

(8) pintu otomatik dapat dijalankan secara manual.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(9) ruangan seperti ruang operasi, unit perawatan intensif, ruang pemulihan, ruang melahirkan, ruangan sebelum melahirkan, ruang isolasi, dan area steril mempunyai pintu yang menutup secara manual.

(10) bangunan tinggi, tangga eksit vertikal bagian dalam bangunan mempunyai eksit kebakaran bertekanan atau eksit kebakaran kedap asap yang sesuai disekat terhadap asap, panas dan api.

(11) kunci yang dipasang di ruang tidur dapat dikunci hanya dari koridor untuk memungkinkan eksit dari ruangan dengan mengoperasikan secara sederhana tanpa sebuah kunci.

(12) pintu yang dirancang untuk selalu tertutup sebagai jalan keluar, seperti pintu tangga atau eksit horizontal, dilengkapi dengan mekanisme menutup sendiri yang handal.

(13) sebuah pintu yang dirancang untuk selalu tertutup harus diberi tanda seperti : EKSIT KEBAKARAN, PINTU DIJAGA TERTUTUP.

2.3.3.4 Keselamatan jendela dan tirai luar jendela (shutter).

(1) jendela mempunyai alat proteksi angin dan matahari.

(2) jendela memiliki fitur untuk mengamankan keselamatan pasien (misalnya kisi-kisi, pagar) yang juga disediakan dengan eksit kebakaran dan sistem proteksi kebakaran.

(3) jendela kedap kebocoran

(4) Bukaan jendela harus aman dari kemungkinan orang meloncat keluar.

2.3.3.5 Keselamatan dinding , pembagi dan partisi

(1) Dinding luar memenuhi tingkat ketahanan api 2 (dua) jam.

(2) Partisi ruangan dibuat dari material konstruksi tahan api.

(3) Kompartemen antara plat lantai ke plat lantai tertutup (lantai ke lantai) dan dinding ke dinding tahan api.

(4) Ruangan dapat dibagi lagi asalkan susunannya memungkinkan untuk langsung dan secara visual konstan disupervisi oleh petugas perawatan

2.3.3.6 Keselamatan elemen eksterior (cornices, ornament, façade, plester).

(1) Elemen eksterior dipasang kuat ke dinding.

(2) Penggantung armatur lampu diangkur dengan benar.

(3) Kawat listrik dan kabel dipasang dengan benar dan dikencangkan.

2.3.3.7 Keselamatan penutup lantai.

(1) Material lantai anti slip tanpa celah-celah dalam seluruh area layanan dan klinik dan bahan lantai mudah dibersihkan dalam semua area non klinik lainnya.

(2) Slab lantai beton diperkuat.

(3) Finis interior dengan sistem tahan terhadap api.

(4) Finis interior dinding dan langit-langit pada setiap ruangan atau eksit harus “Kelas A” sesuai dengan “Cara pengujian karakteristik terbakarnya permukaan dari material bangunan”.

(5) Material finis lantai “Kelas A” atau “Kelas B” seluruh rumah sakit, panti jompo, perumahan atau fasilitas penyandang cacat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

2.3.4 Fasilitas jalur keselamatan jiwa. 2.3.4.1 Sistem kelistrikan.

(1) Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas rumah sakit (ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk untuk ruang operasi, perawatan intensif dan lorong).

(2) Voltase distribusi yang lebih tinggi, seperti sistem 380/220V-3 phase, 4 kawat dipertimbangkan terhadap biaya awal rendah dan nilai tambah yang lebih besar untuk effisiensi jangka panjang.

(3) Rumah generator atau rumah sumber daya (Power House) di proteksi dari bencana alam dan bencana yang dibuat manusia; dibuat dari beton yang diperkuat; ketinggian lantainya lebih tinggi dari tanah.

(4) Generator dan peralatan lainnya yang bergetar harus dipasang dengan pengikat (bracket) khusus yang memungkinkan gerakan tetapi mencegahnya dari terjungkir.

(5) mempunyai generator yang tidak berisik dan tidak bergetar; sistem buangan harus dibuat dalam bentuk silencer jenis kritis, atau kualitas rumah sakit dan unit dilengkapi dengan isolator getaran jika generator berada di dalam bangunan.

(6) generator dilengkapi dengan sakelar pemindah otomatis.

(7) menggunakan sistem pendingin transformer yang tidak mudah terbakar (yaitu jenis kering, resin epoxy atau minyak silikon atau minyak temperatur tinggi)

(8) menggunakan sistem proteksi bio (BPS), kawat mempunyai sertifikat standar, lebih disukai dengan insulasi thermoplastik nilon tahan panas tinggi dan kabel dipasang erat dan dikencangkan pada pemutus arus (CB) atau sakelar atau pengaman kawat.

(9) Pemutus beban, kontaktor magnetic, pengaman lebur, atau sakelar tanpa pengaman lebur yang terpasang dalam panel control harus terproteksi.

(10) Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau lembab, kotak kontak harus dilengkapi dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian (GPAS = Gawai Proteksi Arus Sisa).

(11) kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi dengan kutup pembumian.

(12) bagian-bagian metalik dari sistem elektrikal yang bukan konduit arus, dibumikan dengan benar, termasuk penutup elektrikal, kotak, selokan, duct dan tray.

(13) panel kontrol diproteksi, sakelar pemutus arus dan kabel mengikuti standar SNI 0225-2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik dan diproteksi dengan electrical surge suppressor.

(14) semua sistem elektrikal dan ruangan-ruangan diproteksi dengan unit pemadam api kimia ringan.

(15) sistem ducting - polyvinyl chloride (PVC) untuk daya dan pencahayaan; konduit baja kaku atau konduit metal menengah untuk sistem deteksi dan alarm; PVC untuk telepon, intekom, CCTV, kabel TV, jaringan data komputer.

(16) menggunakan pencahayaan fluorecent kompak hemat energi dan tabung merkuri tanpa merkuri.

(17) pencahayaan yang cukup dalam seluruh area rumah sakit, termasuk halaman.

(18) sistem listrik ekterior dipasang dibawah tanah.

(19) listrik fungsional dan lampu darurat dengan batere cadangan dalam seluruh area ktiris.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(20) luminus (armatur) lampu eksit dengan batere cadangan.

2.3.4.2 Sistem komunikasi.

(1) antena dan batang terminal proteksi petir dijepit dan ditumpu untuk keselamatan.

(2) terminal proteksi petir dengan fitur proaktif operasional lebih disukai.

(3) dilengkapi dengan proteksi petir.

(4) radio mempunyai sumber arus listrik cadangan (batere).

(5) tersedia sistem komunikasi cadangan.

(6) peralatan komunikasi dan kabel dipasang dengan angkur dan penjepit.

(7) sistem alarm yang secara otomatis mengirimkan alarm ke pos kebakaran terdekat atau seperti bantuan dari luar lain tersedia.

(8) Sistem komunikasi di luar bangunan dipasang dibawah tanah

2.3.4.3 Sistem pasokan air.

(1) untuk kebutuhan rumah sakit, tangki penyimpan air mempunyai cadangan yang cukup minimal (tiga) hari setiap waktu.

(2) tangki penyimpanan air lokasi dan pemasangannya aman.

(3) sumber air pengganti tersedia (contoh air sumur dalam, air dari PDAM, mobil tangki penyimpan air atau truk kebakaran).

(4) menggunakan pipa yang las untuk mencegah patah dan bocor.

(5) sistem distribusi air (katup, pipa, sambungan) bebas dari kebocoran dan zat berbahaya.

(6) pipa tegak basah harus mengalirkan tidak kurang 132 liter air per menit dengan tekanan sisa tidak kurang dari 1,8 kg per cm2 pada setiap dua (2) kran (outlet) yang mengalir serempak dalam waktu 30 menit.

2.3.4.4 Sistem Gas Medik.

(1) gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi cukup area penyimpanan dengan kompartemen.

(2) lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.

(3) untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, minimum penyimpanan selama minimum 7 (tujuh) hari.

(4) untuk rumah sakit yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum untuk 3 (tiga) hari.

(5) tangki mempunyai segel (seal) utuh dan aman dari pemasok.

(6) pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga pipa.

(7) angkur dilengkapi untuk tangki, silinder, dan peralatan terkait.

(8) keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan) terjamin.

(9) alat ukur fungsional dan fiting.

(10) menggunakan pipa standar (kedap api, kedap air)

(11) sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

(12) melakukan prosedur pengujian secara regular.

(13) dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam kasus kebakaran pada kompleks ruang operasi, katup zona dapat menutup).

(14) tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat.

(15) gas industri diletakkan di luar bangunan dan dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis (contoh LPG).

(16) apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan, ventilasi ledakan ke luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis atau ventilasi lain yang disetujui.

(17) semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang berbahaya harus mempunyai tingkat ketahanan api 1 (satu) jam dan bukaan antara setiap bangunan dan ruangan-ruangan atau ruang tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi dengan pintu kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.

2.3.4.5 Sistem Pemadam Kebakaran

(1) sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan sistem alarm kebakaran otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam kebakaran otomatik.

(2) sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan otomatis.

(3) sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen monitor yang terakreditasi.

(4) deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit, panti jompo, dan fasilitas penyandang cacat.

(5) detektor asap harus tidak dipasang terlalu jauh dari 9 (sembilan) meter dari titik pusatnya dan lebih dari 4 (empat) dan 6 (enam) sampai 10 meter dari setiap dinding.

(6) menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan kerusakan yang diakibatkannya kecil.

(7) setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.

(8) direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal dan elektronik menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum menggunakan alat pemadam api ringan jenis ABC.

(9) dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya.

(10) mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan mengutamakan sebagai berikut :

(a) di organisasi oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar, pelatihan pemadaman api, pelatihan evakuasi dalam situasi kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa bumi,

(b) melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi kebakaran.

(c) melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan pemadaman kebakaran.

(d) tersedia peralatan pemadam kebakaran.

(e) pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(f) tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan evakuasi melalui eksit kebakaran di tempat yang menyolok pada setiap tingkat lantai.

2.3.4.6 Sistem Eksit Darurat

(1) lantai balok dari jalan keluar diterangi pada semua titik termasuk sudut dan persimpangan dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit dengan lampu yang mempunyai lumen minimal 0,001 lumen per cm2.

(2) sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik PLN.

(3) fasilitas pencahayaan darurat dijaga dengan tingkat iluminasi tertentu pada kejadian kegagalan pencahayaan normal untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 jam.

(4) tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber yang andal, 0,005 lumen per cm2.

(5) tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan lebar tidak kurang dari 19 mm.

(6) lengkapi luminous (armature) penunjuk arah eksit pada dinding dan diletakkan 30 cm atau lebih lebih rendah dari permukaan lantai.

2.3.4.7 Sistem Pemanas, Ventilasi dan Pengkondisian Udara dalam Area Kritis.

(1) pengikat cukup memadai untuk duct dan tinjau ulang fleksibilitas duct dan pemipaan yang menyilang pada sambungan ekspansi.

(2) pemipaan, sambungan dan katup kedap bocor

(3) peralatan sentral pemanasan dan/atau pemanas air diangkur.

(4) peralatan sentral pengkondisian udara diangkur.

(5) keselamatan yang memadai diberikan untuk ruang tertutup yang dilengkapi dengan alat pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara.

(6) peralatan dapat dioperasikan setiap saat (boiler, sistem pengkondisian udara, fan pembuangan)

2.3.5 Peralatan medik dan laboratorium. 2.3.5.1 Peralatan di ruang operasi dan ruang pemulihan.

(1) peralatan dalam ruang operasi dipasang dengan roda atau troli beroda harus stabil, di angkur dan dikencangkan dekat meja operasi selama prosedur pembedahan dan dapat dipindahkan setelah itu.

(2) peralatan pada troli beroda harus mempunyai sistem angkur yang tepat menggunakan kait dan rantai dan dapat dipasang pada tempat tidur atau dinding (ECG, monitor, suction unit, ventilator, incubator, Blood pressure monitor, peralatan resusitasi).

(3) lampu-lampu, peralatan untuk anestesi dan meja bedah terpasang dengan aman dan roda meja dikunci.

2.3.5.2 Peralatan Radiologi dan peralatan penunjang lainnya.

(1) peralatan yang berat dan bergerak diangkur atau dibaut pada lantai (contoh mesin X-Ray), atau ke dinding (tabung X-Ray).

(2) tersedia rangka baja untuk pemasangan peralatan (contoh unit X-ray, CT Scanner, MRI Scanner).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

(3) ruangan cukup terlindung (proteksi terhadap radiasi, frekuensi radio, medan magnit).

(4) ruangan ber AC dilengkapi dengan kontrol humidity.

(5) bebas dari banjir.

(6) kotak kontak listrik yang dipasang pada dinding dan sistem pembumiannya aman.

(7) pemisahan dan penyimpanan material berbahaya dan kimia benar/tepat.

(8) pasokan air, sistem plambing dan drainase, baik.

2.3.5.3 Peralatan laboratorium dan penunjang lainnya.

(1) persediaan dan isi laboratorium disimpan dalam lemari dan rak-rak (contoh lemari dipasang ke dinding dan pengikat rak).

(2) lantai-lantai tanpa celah, ubin di grout (mortar atau pasta untuk mengisi celah) dan lapisan dijaga secara regular.

(3) ventilasi, air conditioning dan humiditi terkontrol dengan baik.

(4) pemberian kode warna untuk pemisahan keranjang buangan yang benar.

(5) pasokan air, drainase dan sistem plambing, baik.

(6) pemasangan instalasi listrik dan kotak kontak aman,

(7) penyimpanan reagent dan kultur organisme/media aman,

(8) tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).

(9) buangan air bekas ke instalasi pengolahan air limbah.

(10) dilengkapi tudung asap (tergantung level laboratorium)

2.3.5.4 Peralatan medik dalam ruang UGD/Unit Perawatan Intensif/Rawat Inap.

(1) tempat tidur harus dilindungi di tempat tetapi juga dapat digerakkan jika dibutuhkan.

(2) peralatan dan kelengkapannya yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan dan ditempatkan dekat dengan tempat tidur disangga, diangkur dan dipasang dengan rangka baja yang tersedia untuk peralatan yang tertutup rapat/terlindung.

(3) baut angkur disediakan pada dinding dalam lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat dipindahkan dan dipasang di tempat yang aman jika tidak digunakan.

(4) pengkawatan listrik dan kotak kontak terpasang dengan aman.

(5) persediaan dan isi lemari medik terlindung dalam rak/rak susun yang diangkur/diikat ke dinding.

(6) peralatan di atas troli beroda mempunyai sistem angkur yang tepat menggunakan pengait dan rantai dan dapat dipasang ke tempat tidur atau dinding (ECG, Monitor, Suction Unit, Ventilator, incubator, BP monitor, peralatan resusitasi).

2.3.5.5 Peralatan Medik di Bagian Farmasi.

(1) persediaan dan isi lemari farmasi disimpan dalam rak susun dan rak-rak yang diangkur ke dinding.

(2) ruangan berventilasi dan ber air conditioning cukup.

(3) kotak kontak listrik terpasang pada dinding dan aman.

(4) penyimpanan yang benar untuk material berbahaya bebas dari kebocoran.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

2.3.5.6 Peralatan medik dalam unit sterilisasi.

(1) persediaan dan isi untuk sterilisasi dilindungi pada rak susun dan rak yang diangkur ke dinding.

(2) peralatan yang berat dan bergerak diangkur dan dibaut ke lantai atau ke dinding (contoh otoklaf).

(3) kotak kontak listrik aman dan terlindung.

(4) bersih dan teratur, bebas dari kotoran, dan material infeksius.

2.3.5.7 Peralatan dan alat penunjang lain dalam bagian pengobatan nuklir dan unit therapi radiasi.

(1) perlindungan yang memadai terhadap bahaya radiasi.

(2) menggunakan iluminasi dengan sistem cadangan pencahayaan dalam kasus kegagalan daya listrik normal.

(3) aman dari banjir.

(4) tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).

(5) ventilasi, air conditioning dan humiditi kontrol yang baik.

(6) pasokan daya listrik yang cukup (kira-kira 24 kW/unit) dengan pemutus arus tersendiri, sistem dibumikan.

(7) tempat tidur harus terlindung di tempat dan dapat juga digerakkan jika dibutuhkan.

(8) peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan/tindakan diletakkan dekat penunjang tempat tidur, dipasang tetap dan diangkur.

(9) monitor area lengkap dengan alarm, meter radiasi permukaan dengan peringatan suara.

(10) penyimpanan dan pemisahan yang tepat, penangan dan pembuangan kimia, radioaktif, dan material berbahaya lainnya.

(11) fasilitas terpisah terpisah untuk pemrosesan reagent dan unsur kimia, radio pharmasi, dan diagnosa kit.

(12) air bekas dibuang ke instalasi pengolahan air limbah.

(13) adanya peralatan keselamatan sebagai berikut :

(a) pelindung;

(b) peralatan proteksi petugas;

(c) perkakas untuk penangan jarak jauh;

(d) kontainer untuk material radioaktif;

(e) monitor nilai dose dengan alarm;

(f) tanda arah, label, rekaman/catatan.

(g) kit darurat.

2.3.6 Keselamatan dan keamanan petugas, peralatan dan persediaan. 2.3.6.1 Keselamatan petugas.

(1) pintu masuk dan titik eksit terlindung.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

(2) peralatan untuk inspeksi seperti metal detektor.

(3) tersedia pelindung keliling

(4) camera CCTV dengan perekam.

(5) peralatan proteksi petugas untuk tindakan pencegahan umum.

(6) peralatan sterilisasi dan persediaan

(7) informasi komunikasi material yang mendidik dan papan informasi untuk pasien dan petugas tentang apa yang harus dilakukan selama kondisi darurat dan bencana

2.3.6.2 Keselamatan perlengkapan, peralatan dan persediaan.

(1) peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan/tindakan dan diletakkan dekat tempat tidur ditunjang, diangkur atau dipasang, tersedia rangka baja untuk mengamankan peralatan.

(2) baut angkur di dalam dinding pada lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat dipindahkan dan dipasang dalam tempat yang aman jika tidak digunakan.

(3) persediaan dalam laboratorium, farmasi, penyimpanan umum dalam unit CSSD dan ruang operasi cukup aman dalam lemari dan di dalam rak.

(4) kotak kontak aman dan terlindung dengan baik.

(5) tidak ada perlengkapan yang menggantung atau ornamen dekoratif; tidak ada perlengkapan menggantung diatas tempat tidur pasien.

(6) tersedia petunjuk (manual) instruksi untuk pengguna dan mudah diakses untuk semua jenis peralatan.

(7) pemisahan dan penyimpanan yang benar dari material dan kimia berbahaya.

(8) tersedia lembar data keselamatan material yang berisi informasi sebagai berikut :

(a) sifat kimia dan fisik;

(b) prosedur tumpahan dan pembuangan;

(c) bahaya kesehatan;

(d) perawatan darurat dan bantuan pertama;

(e) penyimpanan dan penanganan;

(f) proteksi petugas;

(g) reactivity;

(h) data registrasi dan lingkungan.

2.4 Petunjuk Fungsional untuk Keselamatan di Rumah Sakit

2.4.1 Umum. 2.4.1.1 Fungsi rumah sakit dan fasilitas kesehatan selama keadaan darurat atau bencana sangat penting. Perlu dipastikan bahwa layanan kesehatan harus tersedia karena sangat dibutuhkan. Kelompok petunjuk fungsional meliputi :

(1) Lokasi dan aksesibilitas.

(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Peralatan dan perlengkapan;

(4) Pedoman dan standar prosedur operasi darurat ;

(5) Sistem logistik dan utilitas;

(6) Keamanan dan alarm;

(7) Sistem transportasi dan komunikasi;

(8) Sumber daya manusia; dan

(9) Pemantauan dan evaluasi.

2.4.1.2 Lokasi dan aksesibilitas rumah sakit dan fasilitas kesehatan merupakan aspek penting dalam menentukan kelemahan fungsional.

(1) Rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus berada di dekat jalan yang baik dengan sarana transportasi yang memadai.

(2) Rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga harus dekat dengan fasilitas kelembagaan yang lain, seperti pusat pendidikan, agama dan komersial.

(3) Harus tidak ada bahaya lingkungan disekitarnya.

Sebagai contoh, jika fasilitas berada dekat sungai atau sungai yang rawan banjir atau dekat garis patahan aktif, keselamatan struktural akan terancam, mengakibatkan tidak dapat diakses oleh orang-orang yang mencari bantuan.

Standar harus menetapkan bahwa fasilitas kesehatan yang berada dekat jalan utama yang menghubungkan daerah-daerah berkembang atau kota, dalam beberapa kasus harus mempunyai jalur alternatif sebagai jalan akses yang mudah untuk evakuasi dalam keadaan darurat.

2.4.1.3 Aspek fungsional lain rumah sakit dan fasilitas kesehatan adalah sirkulasi internal dan interoperabilitas.

Zonasi yang tepat dari berbagai area rumah sakit dan fasilitas kesehatan, mengingat keterkaitan diantaranya, membantu menjaga tingkat optimal operasi selama kondisi normal dan selama keadaan darurat atau bencana. Dalam kondisi buruk, beberapa titik masuk dapat tertutup untuk membatasi dan mengontrol jumlah orang yang memasuki fasilitas. Hal ini untuk menghindari berdesak desakan yang tidak perlu, mencegah lalu lalang masuk keluar dan melindungi petugas dari kekuatan eksternal yang bermusuhan.

Beberapa area mungkin juga diperlukan untuk diubah menjadi ruang pasien jika terjadi peningkatan jumlah pasien atau jika ada ruangan di rumah sakit yang perlu dikosongkan. Area ini perlu memiliki utilitas dasar seperti listrik, pemanas air, ventilasi atau unit pendingin udara dan sistem komunikasi.

Penggunaan lorong dan koridor tidak dianjurkan karena dapat menghambat aliran pasien, petugas dan layanan.

2.4.1.4 Ada juga peralatan dan persediaan vital untuk keberlangsungan operasi dari fasilitas. Suatu sistem harus diatur untuk persediaan reguler dari item ini untuk memastikan bahwa manajemen pasien tidak tertunda karena tidak adanya peralatan diagnostik dan theraputik. Hal ini juga penting bahwa peralatan secara berkala diperiksa untuk memastikan peralatan tersebut siap digunakan selama keadaan darurat.

2.4.1.5 Standar prosedur operasi dan pedoman harus mencakup kondisi yang berkaitan untuk keadaan darurat dan bencana, termasuk pedoman fasilitas dan prosedur untuk mengatasi banyaknya pasien yang masuk dan terbatasnya sumber daya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

2.4.1.6 Sistem juga harus dapat memperkirakan, mempertahankan persediaan, menyimpan, menyalurkan dan mengendalikan kebutuhan obat. Setiap fasilitas kesehatan di tingkat rujukan pertama harus menjaga persedian bank darah yang cukup memadai dengan perhatian khusus diberikan untuk memperbaiki penyimpanan dan penangan darah serta produk darah. Jika bank darah tidak layak, sumber-sumber yang memungkinkan untuk produk darah perlu diidentifikasi dan sistem diatur untuk pengadaan cepat pada keadaan darurat.

2.4.1.7 Ketersediaan utilitas seperti penyediaan air, listrik dan gas medis penting untuk operasi sehari-hari rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Pasokan air harus aman dan dapat diminum dan harus ada sumber air alternatif yang dapat diandalkan seperti tangki penyimpanan air, sistem air di pedesaan, dan air untuk pemadam kebakaran. Hal ini karena konsumsi air harian dibutuhkan dalam fasilitas kesehatan, kebutuhannya diperkirakan 5 liter setiap pasien rawat jalan dan 60 ~ 100 liter setiap pasien rawat inap. Tambahan air diperlukan juga untuk kebutuhan laundri, penggelontoran toilet dan utilitas lainnya.

2.4.1.8 Selain itu diperlukan juga sumber daya listrik alternatif yang handal untuk digunakan pada kondisi darurat, seperti untuk pencahayaan dan pengoperasian peralatan penting pada saat terjadinya kegagalan daya listrik normal. Sumber daya listrik siaga ini harus mampu sedikitnya memasok 50% ~ 60% dari beban listrik normal.

Sumber ini diletakkan ditempat tidak berdekatan dengan daerah operasi dan lingkungan.

Lampu/pencahayaan darurat harus tersedia untuk digunakan antara waktu gangguan pasokan listrik normal dan pasokan listrik dari generator cadangan, seperti untuk pencahayaan yang penting di fasilitas kesehatan, tangga eksit, lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, pos perawat dan area kasir. Sumber daya darurat ini tidak digunakan sebagai pengganti untuk generator siaga.

2.4.1.9 Pasokan gas medik sangat penting untuk keselamatan jiwa beberapa pasien pada fasilitas kesehatan tetapi juga merupakan sumber bahaya jika tidak dipelihara dengan baik. Tangki-tangki, silinder dan pipa-pipa gas medik harus diperiksa secara teratur untuk memastikan bahwa peralatan tersebut masih dalam kondisi baik. Dalam kasus pipa gas, harus dipasang katup pengaman untuk mencegah bila terjadinya kebocoran gas.

2.4.1.10 Masalah keamanan, termasuk adanya tanda arah dalam fasilitas kesehatan yang menunjukkan jalur untuk menyelamatkan diri dan lokasi peralatan pemadam kebakaran. Hal ini untuk mencegah kepanikan selama keadaan darurat yang dapat menyebabkan penghuni berdesak-desakan atau terjebak dalam ruang tertutup. Detektor asap dan sistem alarm kebakaran juga penting untuk merespon langsung terhadap terjadinya kebakaran.

Apabila dianggap perlu, penempatan yang tepat dari detektor api dan peralatan pemadam kebakaran dapat dilihat pada pedoman teknis yang berlaku atau dikoordinasikan dengan dinas pemadam kebakaran setempat. Selama keadaan darurat, kemanan harus diperketat di beberapa area yang berisiko tinggi seperti pintu masuk utama dan fasilitas eksit, area penyimpanan zat dan bahan kimia yang mudah menguap dan area peralatan medis yang mempunyai nilai tinggi.

2.4.1.11 Komunikasi sangat penting untuk keberhasilan upaya koordinasi semua pihak. Lokasi pusat informasi harus ditetapkan dimana publik dapat memperoleh informasi tentang anggota keluarganya. Pusat informasi ini harus dikoordinasikan bersama pekerja sosial dan didampingi petugas fasilitas kesehatan atau sukarelawan. Perencanaan fasilitas kesehatan pada kondisi bencana harus menyediakan fasilitas lanjutan dari pusat informasi publik selama situasi bencana.

Pendidikan publik sebaiknya diintegrasikan ke dalam rencana penanggulangan bencana pada fasilitas kesehatan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Masyarakat harus diberitahu tentang jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi dan menyampaikan bagaimana mereka harus bereaksi selama keadaan darurat. Cara ini akan membantu pemerintah untuk mengurangi dampak dari bencana.

2.4.1.12 Sumber daya manusia tetap yang paling penting diantara sumber daya yang tersedia dalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Petugas harus cukup siap untuk situasi darurat dan bencana. Ada juga yang harus mengorganisir kelompok-kelompok orang atau komite yang bertanggung jawab untuk perencanaan dan merespon jika ada keadaan darurat atau bencana. Komite perencanaan darurat harus jelas mendefinisikan situasi yang menjamin kegiatan perencanaan bencana. Fasilitas kesehatan dapat membentuk tim tanggap bencana, tergantung pada ketersediaan fisik dan sumber daya manusia. Persyaratan dasar untuk petugas di tim ini adalah bahwa mereka benar-benar terlatih untuk melakukan pertolongan pertama dan memiliki sarana untuk segera bergerak ke lokasi bencana. Pelatihan penting lainnya termasuk sarana keselamatan jiwa dasar, cara menyelamatkan jiwa penderita penyakit jantung lanjutan dengan sistem komando bencana, latihan pemadaman kebakaran dan latihan simulasi dilakukan sekali atau dua kali per tahun.

2.4.1.13 Pemantauan dan evaluasi juga diperlukan, termasuk evaluasi pasca bencana atau bencana yang telah direspon untuk latihan simulasi pemadaman kebakaran untuk memastikan rumah sakit dan fasilitas kesehatan aman pada keadaan darurat kesehatan.

2.4.2 Lokasi dan aksesibilitas rumah sakit / fasilitas kesehatan 2.4.2.1 Lokasi.

(1) dilokasi sepanjang atau dekat jalan raya yang baik dan sarana transportasinya memadai mudah diakses oleh masyarakat.

(2) cukup bebas dari kebisingan yang tidak semestinya, asap, bau busuk, banjir dan tidak terletak berdekatan dengan jalur kereta api, angkutan umum, taman bermain anak-anak, bandara, pabrik industri, pabrik pengolahan sampah.

(3) mematuhi semua peraturan zonasi lokal.

2.4.2.2 Aksesibilitas

(1) Tidak ada penghalang di jalan menuju rumah sakit.

(2) Memiliki akses ke lebih dari satu jalan (jalur alternatif) dan memiliki pintu masuk lokasi dan pintu keluar lokasi terpisah

(3) Memiliki jalan akses yang diaspal (semen atau aspal) yang diidentifikasi dan diberi label dengan benar.

(4) Tersedia tanda arah, dipasang dengan benar dan mudah dibaca dalam keadaan gelap.

(5) Koridor, lorong dan gang harus mempunyai lebar 2,4 ~ 2,5 meter.

(6) Menggunakan ram sebagai akses ke lantai dua dan yang lebih tinggi.

(7) Jalur tangga yang aman dan dipasang dengan rel pegangan tangga dengan lebar tangga sekurang-kurangnya 112 ~ 120 m, setiap anak tangga harus mempunyai ketinggian kurang dari 17 cm dan dibuat dari beton.

(8) Setiap bukaan pada dinding diproteksi dengan pintu tahan api atau jendela tetap dengan kaca kawat.

(9) Setiap pintu ke tangga, ram, saf lif, pencahayaan, saf ventilasi atau parasut di jalur tangga tertutup harus menutup sendiri dan dalam keadaan normal dijaga selalu tertutup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(10) Tangga keluar bangunan harus tertutup dan bukaan terproteksi.

(11) Tersedia parkir yang aman dan pencahayaannya baik.

2.4.3 Sirkulasi internal dan interoperabilitas. 2.4.3.1 Sirkulasi Internal.

(1) Perawat di ruang pos perawat dapat melihat keluar rawat inap dan mempunyai akses ke pasien.

(2) Ruang rawat dan sanitasi toilet.

(3) Zona area layanan yang tepat :

(a) Departemen yang paling erat hubungannya dengan masyarakat diletakkan dekat pintu masuk Rumah Sakit (Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Administrasi, perawatan kesehatan primer).

(b) Departemen yang menerima beban kerja dari instalasi rawat inap atau “zona bagian dalam” harus diletakkan dekat dengan bagian ini (radiologi, laboratorium)

(c) Departemen rawat inap harus berada di “zona bagian dalam”.

(4) Pintu masuk yang aman dan terkontrol dilengkapi dengan peta area.

2.4.3.2 Interoperabilitas.

(1) Area penunjang, seperti pembangkit listrik, boiler, fasilitas penyimpanan air, area laundri dan rumah pompa diletakkan pada bangunan terpisah.

(2) Area yang akan diubah menjadi ruang pasien selama situasi bencana benar-benar teridentifikasi dengan pencahayaan yang memadai, kotak kontak, persediaan air dan kloset atau kamar mandi.

(3) Kamar mayat diletakkan terpisah dari area layanan, sebaiknya dilengkapi dengan pagar atau pintu gerbang.

(4) Area diagnostik dengan menggunakan peralatan yang berat sebaiknya diletakkan di lantai dasar, akan tetapi aman terhadap banjir.

(5) Di identifikasi area evakuasi dan tempat berkumpul.

(6) Fasilitas Laboratorium, radiologi dan radiotherapi adalah area terbatas.

2.4.4 Peralatan dan persediaan. 2.4.4.1 Peralatan dasar dan persediaan.

(1) Peralatan dasar harus tersedia di setiap instalasi rawat inap atau area pengobatan/tindakan.

(2) Diagnostik dasar dan peralatan theraputik adalah fungsional dan dilabel dengan benar.

(3) Penyimpanan obat-obatan sekurang-kurangnya untuk persediaan 1 (satu) minggu.

2.4.4.2 Peralatan dan Persediaan untuk situasi darurat.

(1) Obat-obat untuk situasi darurat harus tersedia di dalam instalasi gawat darurat dan di dalam area layanan kritis (ruang operasi, ruang pemulihan, ruang rawat intensif, ruang rawat intensif bayi).

(2) Instrumen untuk prosedur darurat.

(3) Gas medik

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Ventilator, peralatan penyelamatan jiwa.

(5) Peralatan proteksi petugas sekali pakai untuk epidemik.

(6) Kereta (stretcher) untuk pasien dengan jantung kritis.

(7) Label triase dan persediaan lain untuk mengelola korban masal.

2.4.5 Kebijakan manajemen darurat, prosedur dan pedoman. 2.4.5.1 Prosedur Operasional Standar (SOP) dan Protokol.

(1) SOP untuk kontrol infeksius, prosedur dekontaminasi,

(2) SOP untuk pasien internal dan pasien rujukan dari luar.

(3) SOP untuk pendaftaran instalasi gawat darurat.

(4) SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi.

2.4.5.2 Prosedur.

(1) Prosedur administrasi khusus untuk tanggap darurat dan bencana.

(2) Prosedur untuk mobilisasi sumber daya (dana, logistik, sumber daya manusia), termasuk penggiliran tugas selama bencana dan darurat

(3) Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian lonjakan jumlah pasien.

(4) Prosedur proteksi rekam medik pasien.

(5) Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan oleh otoritas yang sesuai dan pemeliharaan pencegahan.

(6) Prosedur pengawasan epidemiologic rumah sakit.

(7) Prosedur untuk menyiapkan lokasi untuk penempatan sementara untuk pemeriksaan forensik.

(8) Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik.

(9) Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.

2.4.5.3 Pedoman

(1) Pedoman untuk makanan dan persediaan untuk petugas rumah sakit selama situasi darurat.

(2) Pedoman dan tindakan untuk memastikan mobilisasi penambahan petugas selama situasi darurat secara baik.

(3) Pedoman untuk kesehatan jiwa dan dukungan psychosocial.

(4) Pedoman tindakan/pengobatan atau protokol.

(5) Pedoman seperti memorandum atau perintah rumah sakit untuk semua petugas rumah sakit untuk berpartisipasi dalam latihan dan pelaksanaan simulasi.

(6) Pedoman untuk menangani sukarelawan, khususnya selama situasi darurat dan bencana.

(7) Pedoman tentang senjata api untuk polisi yang datang dan pergi mengunjungi rumah sakit, atau menjaga pasien terhukum.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

2.4.6 Sistem logistik dan utilitas. 2.4.6.1 Sitem Logistik.

(1) Sistem untuk memperkirakan kebutuhan obat, menjaga persediaan, penyimpanan, penyaluran, mengeluarkan dan mengontrol penggunaan obat.

(2) Penyimpanan persediaan yang berhubungan dengan medik untuk situasi darurat.

(3) Pengaturan khusus dengan penjual dan pemasok untuk pembelian dalam situasi darurat .

(4) Membagikan dana kontigensi untuk kebutuhan darurat.

(5) Sistem untuk merotasi barang-barang yang pertama kadaluarsa, dan meletakkannya ditempat sementara.

(6) Proses untuk mengalokasi sumber daya dan rekaman penggunaannya.

(7) Kit (perangkat) darurat.

(8) Fasilitas bank darah yang memadai dengan SOP dan pedoman untuk penyimpanan yang benar dan penanganan darah dan penghasil darah dan pengadaan yang cepat dalam situasi darurat

2.4.6.2 Sistem Pasokan Air

(1) Kebutuhan air minum dalam situasi darurat 5 (lima) liter per hari untuk pasien rawat jalan, dan 60 ~ 100 liter per hari untuk pasien rawat inap dan ditambah liter untuk laundri, pengelontoran toilet, dan utilitas lain.

(2) Sumber air pengganti jika pasokan utama rusak.

(3) Identifikasi agen yang bertanggung jawab untuk perbaikan setiap saat layanan air, sistem pompa tambahan jika sistem gagal atau layanan terhenti atau untuk pasokan air pengganti.

2.4.6.3 Sistem Kelistrikan.

(1) Sistem tentang bagaimana daya listrik dipasok ke rumah sakit, voltase tinggi distribusi seperti 380V/220V, menggunakan sistem 3 phase 4 kawat untuk biaya rendah dan effisiensi lebih besar.

(2) Pasokan listrik rumah sakit, dalam istilah amper, cycle atau kiloWatt.

(3) Transformer menggunakan sistem pendinginan yang tidak mudah terbakar, yaitu jenis kering, epoksi resin, atau minyak silikon atau minyak R-Temp bertemperatur tinggi.

(4) Lokasi panel kontrol dan jalur distribusi daya harus ditunjukkan pada perencanaan lantai.

(5) Adanya generator sebagai daya darurat atau daya pengganti untuk pencahayaan darurat dan operasi peralatan penting.

(6) Generator set harus diletakkan pada ditempat yang tidak berdekatan dengan ruang operasi atau area rawat inap.

(7) Direkomendasikan sirkit untuk daya darurat harus disediakan untuk:

(a) Pencahayaan :

1) semua eksit, termasuk tanda arah eksit, tangga dan koriddor;

2) kamar bedah, kebidanan, ruang pemulihan, dan ruang gawat darurat;

3) ruang bayi, laboratorium, unit perawatan intensif, pos perawat, ruang sebelum melahirkan, dan farmasi;

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

4) lokasi generator set, lokasi panel utama listrik dan ruang boiler;

5) satu atau dua elevator, jika dibutuhkan untuk situasi darurat;

6) ruang operator telepon;

7) ruang komputer,

(b) Peralatan :

1) sistem panggil perawat;

2) sistem alarm, termasuk alarm kebakaran;

3) pompa kebakaran.

4) refrigerator untuk bank darah;

5) peralatan untuk operasi, pemulihan, perawatan intensif, dan ruang melahirkan;

6) satu unit sterilisasi yang menggunakan listrik, jika dipasang;

7) sistem pengolahan air limbah, dan sistem pompa angkat.

8) peralatan penting untuk memelihara layanan telepon dan sistem dasar radio dua arah.

(c) Pemanasa, Pendinginan dan sistem ventilasi:

ruang operasi, ruang melahirkan, ruang sebelum melahirkan, ruang pemulihan, unit perawatan intensif, ruang bayi, unit perawatan intensif bayi baru lahir, dan ruang pasien.

(8) Lampu darurat tersedia dengan batere cadangan untuk digunakan selama periode antara terputusnya pasokan daya dan sambungan ke generator set untuk di area penting di dalam rumah sakit seperti tangga, lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, unit perawatan intensif, ruang pemulihan, unit perawatan intensif bayi baru lahir, pos perawat dan area kasir.

2.4.6.4 Sistem Distribusi Gas Medik.

(1) Jalur gas medik dijaga dengan benar.

(2) Tangki gas dan pipa gas medik secara regular diperiksa.

(3) Katup pengaman dipasang untuk mencegah kebocoran dalam pipa gas.

(4) Sistem alarm kebocoran tersedia dan dengan alat pengukur.

2.4.7 Sistem Keselamatan dan sistem keamanan. 2.4.7.1 Sistem Keselamatan dan Keamanan

(1) Tanda arah di dalam rumah sakit yang menunjukkan lokasi jalur penyelamatan dan letak peralatan pemadam kebakaran.

(2) diagram tata letak bangunan disediakan untuk memudahkan identifikasi; menunjukkan lokasi evakuasi untuk setiap rawat inap rumah sakit.

(3) Detektor asap pada jarak cakupan yang tepat pada seluruh bangunan.

(4) pemeriksaan regular dari detektor asap untuk memastikan fungsinya dan mempunyai pasokan daya listrik yang cukup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

(5) Peralatan terlihat dan mudah dijangkau untuk mengendalikan api setempat, termasuk slang kebakaran dan alat pemadam api ringan yang harus ditempatkan pada tempat yang strategis di koridor, pada jalur eksit, dan pada pintu masuk untuk ruangan berisiko tinggi seperti laboratorium.

(6) Pemeliharaan regular dari alat pemadam api ringan, isinya yang sudah kadaluarsa dan harus diganti secara regular,

(7) Memenuhi pedoman untuk penempatan detektor api yang benar dan peralatan pemadam kebakaran.

(8) Latihan petugas untuk penggunaan alat pemadam api ringan.

(9) Kewaspadaan rumah sakit untuk selalu siap dan memobilisasi sumber daya dalam merespon tanda peringatan awal atau sinyal.

(10) Sistem panggilan petugas dan posisinya untuk kemungkinan memanggilnya dalam situasi darurat.

(11) Sistem mengaktifkan dan menonaktifkan isyarat waspada.

2.4.7.2 Sistem Keamanan.

(1) Tersedia unit pengaman (swasta atau organik).

(2) SOP yang ketat pada area berisiko tinggi tertentu seperti pintu masuk utama dan pintu keluar, area yang menyimpan zat dan kimia mudah menguap dan area yang berisi peralatan medik yang bernilai tinggi.

(3) Tempat penyimpanan senjata api saat memasuki rumah sakit (tidak diperbolehkan ada senjata api di dalam rumah sakit).

(4) Ketentuan untuk mengingatkan dan memanggil penjaga untuk bertugas selama situasi darurat dan bencana.

(5) Koordinasi dengan pejabat setempat untuk membantu rumah sakit selama situasi darurat dan bencana.

2.4.8 Komunikasi, transportasi dan sistem informasi. 2.4.8.1. Sistem Komunikasi dan transportasi.

(1) Fasilitas komunikasi cadangan (telepon seluler, radio jinjing, fasilitas komunikasi satelit).

(2) Dilengkapi ambulans untuk transportasi korban dari lokasi ke rumah sakit, untuk memindahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit lain atau memindahkan pasien ke rumah sakit lain karena rumah sakit sudah penuh dan untuk evakuasi dan relokasi pasien.

(3) Daftar ambulans yang tersedia dan dapat digunakan dalam situasi darurat dan bencana.

(4) Daftar peralatan, persediaan medik, obat-obatan untuk kondisi darurat, dan petugas terlatih untuk ambulans.

2.4.8.2 Sistem informasi publik

(1) Pusat informasi publik dimana orang bisa memperoleh informasi tentang anggota keluarganya.

(2) Pusat informasi publik yang dikoordiner oleh pekerja sosial dan dikelola oleh petugas atau relawan.

(3) Pelatihan untuk petugas informasi tentang risiko komunikasi.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Kesadaran publik dan kampanye mendidik publik dengan pesan-pesan peringatan dan risiko komunikasi.

(5) Prosedur berkomunikasi dengan publik dan media.

2.4.8.3 Sistem Manajemen Informasi

(1) Persiapan sensus pasien yang dirawat, dan yang dirujuk ke rumah sakit yang lain.

(2) Rekaman dan laporan yang benar menggunakan formulir standar.

(3) Cara berbagi informasi dengan pihak yang berwenang.

(4) Sistem manajemen informasi selama pemantauan kejadian dalam situasi darurat dan bencana.

2.4.9 Perencanaan untuk situasi darurat dan bencana. 2.4.9.1 Sistem komando insiden darurat di rumah sakit

(1) Kepala Rumah Sakit sebagai pemegang komando insiden darurat dan staf lain mengisi kelompok komando insiden.

(2) Sistem untuk mengaktifkan dan menonaktifkan Kelompok komando insiden.

(3) Dengan identifikasi, dan lembar deskripsi pekerjaan yang seragam

(4) Tersedia pusat operasi dan pusat operasi pengganti.

2.4.9.2 Rencana dalam situasi Darurat. (Contingency Plan)

(1) Mudah diakses, diuji, diperbaharui dan disebar luaskan kesiapan rumah sakit menghadapi situasi darurat, rencana merespon dan memulihkan termasuk pencegahan bahaya dan rencana penanggulangan, rencana mengurangi kelemahan dan rencana pengembangan kapasitas. Rencana ini termasuk sistem, pedoman, SOP dan protokol untuk manajemen darurat.

(2) Termasuk rencana evakuasi dalam situasi darurat.

(3) Rencana untuk perluasan layanan di saat tiba-tiba terjadi lonjakan pasien.

(4) Prosedur untuk mengaktifkan dan menonaktifkan bencana.

(5) Pengaturan yang kooperatif dengan rencana darurat lokal.

(6) Rencana darurat untuk tindakan medik yang dibutuhkan selama bencana yang berbeda, termasuk bencana dengan potensi epidemik.

2.4.9.3 Manual untuk pengoperasian, pemeliharaan pencegahan, dan perbaikan layanan kritis.

(1) Pasokan listrik dan generator cadangan.

(2) Pasokan air minum dan sumber pengganti air minum.

(3) Cadangan bahan bakar.

(4) Gas medik

(5) Standar dan cadangan sistem komunikasi.

(6) Instalasi pengolahan air limbah.

(7) Instalasi pengolahan limbah padat.

(8) Pemadam kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

2.4.10 Sumber Daya Manusia. 2.4.10.1 Organisasi Komite Bencana Rumah Sakit dan Pusat Operasi Darurat.

(1) Komite Manajemen Krisis dengan tenaga ahli teknis yang dapat memberi nasehat komite eksekutif berkaitan dengan krisis, manajemen bencana dan darurat.

(2) Tim respon darurat yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, petugas teknisi manajemen darurat yang terlatih, paramedik dan pengemudi ambulans yang terlatih.

(3) Kelompok perencana kesehatan darurat yang bertanggung jawab merumuskan rencana kesiapan, respon dan pemulihan serta rencana respon rumah sakit lainnya.

(4) Komite keselamatan yang dikepalai oleh pimpinan yang mempromosikan keselamatan dalam rumah sakit terhadap semua bahaya.

(5) Pusat Operasional Rumah Sakit yang dipimpin oleh koordinator manajemen darurat rumah sakit yang bertanggung jawab memantau situasi darurat atau bencana, pengiriman tim yang merespon, memobilisasi sumber daya lain untuk situasi darurat, operasional 24 jam sehari, 7 (tujuh) hari per minggu. Memiliki kantor atau unit dengan petugas yang dilengkapi fasilitas komunikasi, sistem komputer, directori dan sistem komunikasi pengganti jika sistem gagal.

2.4.10.2 Kemampun Petugas Bangunan

(1) Semua petugas kesehatan dilatih dasar-dasar penyelamatan jiwa, standar pertolongan pertama, dan resusitasi cardio pulmonary.

(2) Petugas medik di ruang gawat darurat dilatih dalam hal membantu penyelamatan jiwa penyakit jantung lanjutan dan penyelamatan jiwa penyakit jantung anak-anak lanjutan.

(3) Responden rumah sakit yang dilatih mengikuti kursus teknis medik dalam situasi darurat, yaitu Sistem Komando Insiden dan untuk Insiden kecelakaan masa.

(4) Manajer rumah sakit harus dilatih dalam hal sistem komando insiden darurat.

2.4.10.3 Latihan pemadaman Kebakaran.

(1) Mengadakan latihan pemadaman api sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun.

(2) Mengadakan simulasi pemadaman atau latihan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

2.4.11 Pemantauan dan evaluasi. (1) Evaluasi Setelah kejadian darurat dan bencana yang telah di respon.

(2) Evaluasi latihan pemadaman pada sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun.

(3) Evaluasi latihan simulasi darurat atau pemadaman sekurang-kurang sekali dalam setahun.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB – III : RINGKASAN DAN KESIMPULAN

3.1 Identifikasi struktur, non struktur dan kelemahan fungsional adalah langkah pertama yang perlu dilakukan dalam rangka pengurangan risiko di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan memastikan akan tangguh, aman dan akan tetap beroperasi pada saat kejadian darurat dan bencana.

3.2 Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar petunjuk yang perlu dipertimbangkan dalam menilai kelemahan rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

3.3 Petunjuk struktur yang kritis untuk bangunan dalam menahan peristiwa alam yang merugikan, termasuk :

(1) lokasi bangunan;

(2) speifikasi rancangan; dan

(3) material-material yang digunakan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

3.4 Petunjuk nonstruktural penting untuk operasi harian rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Jika nonstruktural ini rusak, maka rumah sakit tidak akan mampu untuk berfungsi dan kejadian ini dapat menyebabkan kecelakaan pada pasien. Nonstruktural ini termasuk :

(1) Elemen arsitektural seperti langit-langit, jendela dan pintu;

(2) Peralatan medik dan laboratorium;

(3) Penyelamatan jiwa (instalasi mekanikal, elektrikal dan plambing); dan

(4) Masalah keselamatan dan keamanan.

3.5 Petunjuk fungsional penting untuk kelangsungan operasi rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Fungsional ini termasuk :

(1) Lokasi dan aksesibilitas;

(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas;

(3) Peralatan dan pasokan;

(4) Prosedur operasi standar dan pedoman-pedoman;

(5) Sistem logistik dan utilitas;

(6) Keamanan dan Alarm (tanda bahaya);

(7) Sumber daya manusia; dan

(8) Pemantauan dan evaluasi.

3.6 Setelah identifikasi kelemahan-kelamahan, langkah selanjutnya adalah merencana kan aksi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelemahan.

(1) Pada kelemahan struktural, termasuk meningkatkan perencanaan berdasarkan persyaratan teknis yang berlaku, retrofit, merelokasi layanan kritis untuk mengurangi bagian-bagian yang lemah dari bangunan dan penggunaan penghalang untuk proteksi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

(2) Pada kelemahan nonstruktural, fokusnya adalah memastikan keselamatan penghuni dan peralatan, kelangsungan penyaluran layanan dan tindakan rehabilitasi darurat.

Mengurangi kelemahan yang mungkin, termasuk merelokasi aktifitas, membatasi mobilitas peralatan, mengamankan peralatan, perkuatan, perbaikan darurat dan prosedur rehabilitasi dan perencanaan segala kemungkinan.

(3) Dalam mengurangi kelemahan fungsional, beberapa kemungkinan tindakan termasuk optimalisasi penggunaan beragam area dan layanan distribusi kritis, menjaga peningkatan kualitas dan jaminan kualitas, sistem peringatan awal untuk identifikasi risiko dan manajemen, supervisi petugas selama darurat, mengamankan penyaluran yang berhubungan dengan keselamatan jiwa, menjaga peralatan dan penggunaan prosedur khusus dan protocol selama keadaan darurat.

3.7 Rumah sakit yang aman harus tetap menyuarakan struktural, organisir dengan baik dan dapat beroperasi penuh dalam keadaan darurat dan bencana. Dukungan terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk membuatnya aman dalam kondisi darurat menjadi kewajiban setiap orang.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

KEPUSTAKAAN

(1) WHO/EURO (2006), Health facility seismic vulnerability evaluation; a handbook, Copenhagen,

Denmark.

(2) WHO/PAHO (2003), Protecting new health facilities from natiral disasters; guidelines for the promotion

of disaster mitigation. Washington,D.C

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

APENDIKS

Tabel 2.2.14 - PETUNJUK STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal.

Y atau

X Catatan

A LOKASI 1 Bangunan tidak berada di lokasi area berbahaya. a tidak di tepi lereng. b tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah longsor. c tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis

pondasi.

d tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif. e tidak di daerah rawan tsunami. f tidak di daerah rawan banjir g tidak dalam zona topan h tidak di daerah rawan badai 2 Bangunan memiliki ketentuan yang memadai untuk mengatasi bahaya

terkait lokasi seperti drainase air hujan dan tanggul

B DESAIN 1 Bangunan rumah sakit memiliki bentuk yang sederhana dan simitris di kedua

sumbu lateral dan longitudinal (misalnya persegi atau persegi panjang), sehingga tahan ketika mengalami gaya seperti yang ditimbulkan oleh gempa bumi.

2 Elemen struktur bangunan (pondasi, kolom, balok, plat lantai, rangka batang) dan elemen nonstruktural diperhitungan sesuai dengan persyaratan untuk angin kencang (faktor keutamaan angin 1,15) dan gempa bumi (faktor keutamaan seismik 1,4)

3 Dinding kaca, pintu dan jendela mampu menahan kecepatan angin antara 200 ~ 250 km/jam.

4 Jumlah lantai yang digunakan untuk pelayanan kesehatan pada bangunan rumah sakit harus kurang dari 5 (lima) lantai, terutama di daerah yang rawan gempa.

C STRUKTUR 1 Tidak ada keretakan pada struktur utama, keretakan kecil atau retak rambut

harus diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di lokasi.

2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun. 3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Dilaksanakan

inspeksi dan pengawasan bangunan secara tepat.

4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangker dengan benar 5 Ramp berada pada area yang tepat untuk memindahkan tempat tidur pasien

dan untuk digunakan oleh penyandang cacat.

D PERIZINAN 1 Harus dilengkapi set gambar terpasang (as built drawing) sesuai yang

dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.

2 Harus dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3 Material konstruksi diperiksa dengan teliti oleh tenaga ahli material/jaminan kualitas/kontrol kualitas selama konstruksi sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan.

4 Perubahan bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan tenaga ahli dan penelaahan atas rencana awal bangunan

Tabel 2.3 - PETUNJUK NON STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal.

Y atau

X Catatan

A DOKUMEN BANGUNAN/GAMBAR/PERENCANAAN 1 Persetujuan rencana pembangunan, spesifikasi teknis, perhitungan

struktural, ditandatangani dan disahkan oleh ahli profesional yang tepat dan diserahkan dan disetujui oleh petugas resmi pemerintah daerah.

2 Gambar terpasang (as built drawing) dipersiapkan oleh tenaga ahli dari kontraktor.

3 Gambar terpasang yang terakhir (up dated as built drawing), apabila ada perubahan pada bangunan.

4 Sertifikat Laik Fungsi (SLF). B ELEMEN ARSITEKTUR. 1 Keselamatan pada atap a atap dirancang tahan terhadap kecepatan angin 175 ~ 250 km/jam

dalam area rawan topan.

b seluruh bahan atap terpasang dengan aman. c sistem drainase atap mempunyai kapasitas yang cukup dan dirawat dan

dipelihara dengan benar.

d atap kedap bocor, diinsulasi dan kedap suara. 2 Keselamatan pada langit-langit. a langit-langit dari beton harus tidak retak dan tidak bocor. b penurunan langit-langit (drop ceiling) yang dibuat dari bahan selain

beton, dipasang dengan aman.

c bahan langit-langit seperti papan fibre semen, fibreglass, papan gipsum akustik, bahan kayu, dilapis atau diolah dengan cat tahan api.

d Pencahayaan pada langit-langit atau armatur lampu dipasang dengan benar dan ditunjang (support)

e Bagian bawah lengkungan, balkon, dan tritisan bebas dari keretakan struktur dan plesteran yang jatuh.

3 Keselamatan pada pintu masuk dan pintu-pintu. a bahan pintu tahan terhadap angin dan api. b pintu-pintu terpasang erat ke kusen pintu. c pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya kurang dari 50 harus

mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 112 cm; pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya lebih dari 50 orang (ruang konfrensi, ruang fungsional) harus mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 122 cm, pintu yang letaknya jauh satu sama lain harus membuka keluar.

d pintu utama menggunakan pintu ganda, pintu kamar mandi membuka keluar

e pintu eksit kebakaran tahan api, terbuka keluar, dengan perangkat menutup sendiri dan batang panik.

f pintu partisi asap diletakkan sepanjang lorong dan koridor harus dua pintu ayun pada setiap kelompok ruangan atau bagian untuk

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

kompartemenisasi. g pintu yang digerakkan dengan daya listrik dapat dioperasikan secara

manual ke ruangan yang dibolehkan pada peristiwa kegagalan daya listrik.

h pintu otomatik dapat dijalankan secara manual. i ruangan seperti ruang operasi, unit perawatan intensif, ruang pemulihan,

ruang melahirkan, ruangan sebelum melahirkan, ruang isolasi, dan area steril mempunyai pintu yang menutup secara manual.

j Pada bangunan tinggi (5 lantai ke atas), tangga eksit vertikal bagian dalam bangunan mempunyai eksit kebakaran bertekanan positif, kedap asap, tahan panas dan api.

k kunci yang dipasang di ruang perawatan pasien dapat dikunci hanya dari koridor untuk memungkinkan eksit dari ruangan dengan mengoperasikan secara sederhana tanpa sebuah kunci.

l pintu yang dirancang untuk selalu tertutup sebagai jalan keluar, seperti pintu tangga atau eksit horizontal, dilengkapi dengan mekanisme menutup sendiri yang handal.

m pintu yang dirancang untuk selalu tertutup harus diberi tanda, antara lain seperti: EKSIT KEBAKARAN, PINTU DIJAGA TERTUTUP.

4 Keselamatan jendela dan Penutup Luar Jendela (Shutter). a Jendela harus terlindung dari sinar matahari langsung dan angin. b Jendela memiliki fitur untuk mengamankan keselamatan pasien

(misalnya kisi-kisi, teralis) yang juga disediakan dengan eksit kebakaran dan sistem proteksi kebakaran.

c Jendela kedap kebocoran. d Bukaan jendela harus aman dari kemungkinan orang meloncat keluar. 5 Keselamatan dinding dan partisi. a Dinding luar memenuhi tingkat ketahanan api 2 (dua) jam. b Partisi ruangan dibuat dari material konstruksi tahan api. c Kompartemenisasi antara pelat lantai ke pelat lantai dan dinding ke

dinding harus dibuat tahan api.

d Ruangan perawatan dapat dibagi lagi asalkan susunannya memungkinkan untuk langsung dan secara visual konstan disupervisi oleh petugas perawatan.

6 Keselamatan elemen eksterior (cornices, ornament, façade, plester). a Elemen eksterior dipasang kuat ke dinding. b Penggantung armatur lampu diangker dengan benar. c Kawat listrik dan kabel dipasang dengan benar dan dikencangkan. 7 Keselamatan penutup lantai. a Material lantai anti slip tanpa celah-celah dalam seluruh area layanan

dan klinik dan bahan lantai mudah dibersihkan dalam semua area non klinik lainnya.

b Slab lantai beton diperkuat. c Finis interior dengan sistem tahan terhadap api. d Finis interior dinding dan langit-langit pada setiap ruangan atau eksit

harus “Kelas A” sesuai dengan “Cara pengujian karakteristik terbakarnya permukaan dari material bangunan”.

e Material finis lantai “Kelas A” atau “Kelas B” seluruh rumah sakit, panti jompo, perumahan atau fasilitas penyandang cacat.

C FASILITAS JALUR KESELAMATAN JIWA 1 Sistem Kelistrikan. a. Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas

rumah sakit (ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

untuk ruang operasi, perawatan intensif dan lorong. b Voltase distribusi yang lebih tinggi, seperti sistem 380/220V-3 phase, 4

kawat dipertimbangkan terhadap biaya awal rendah dan nilai tambah yang lebih besar untuk effisiensi jangka panjang.

c Rumah generator atau rumah sumber daya (Power House) di proteksi dari bencana alam dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia; dibuat dari beton bertulang; ketinggian lantainya aman terhadap banjir.

d Generator dan peralatan lainnya yang bergetar harus dipasang dengan pengikat (braket) khusus yang memungkinkan gerakan tetapi mencegahnya dari terjungkir.

e mempunyai generator yang tidak berisik dan tidak bergetar ; sistem buangan harus dibuat dalam bentuk peredam jenis kritis, atau kualitas rumah sakit dan unit dilengkapi dengan isolator getaran jika generator berada dalam bangunan.

f generator dilengkapi dengan sakelar pemindah otomatis (ATS). g menggunakan sistem pendingin transformer yang tidak mudah terbakar

(yaitu jenis kering, resin epoxy atau minyak silikon atau minyak temperatur tinggi)

h menggunakan kawat/kabel dengan sertifikat standar sistem bio-proteksi (BPS = Bio Protection System) lebih disukai dengan insulasi thermoplastik nilon tahan panas tinggi dan kabel dipasang erat dan dikencangkan pada pemutus arus (CB) atau sakelar atau pengaman kawat.

i Pemutus beban, kontaktor magnetic, pengaman lebur, atau sakelar tanpa pengaman lebur yang terpasang dalam panel control harus terproteksi.

j Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau lembab, kotak kontak harus dilengkapi dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian (GPAS = Gawai Proteksi Arus Sisa).

k kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi dengan kutub pembumian. l bagian-bagian yang bersifat metal dari sistem elektrikal yang tidak

mengalirkan arus harus dibumikan dengan benar, termasuk panel listrik, boxes, saluran kabel di bawah lantai / cable gutter, saluran kabel tertutup / cable duct dan rak kabel / cable tray.

m panel kontrol, sakelar pemutus arus dan kabel diproteksi dengan mengikuti SNI 0225 Persyaratan umum instalasi listrik edisi terakhir, dan/atau ketentuan teknis lain yang berlaku, serta diproteksi dengan Gawai Pengaman Petir (electrical surge suppressor).

n Ruang panel listrik diproteksi dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). o sistem konduit PVC untuk daya dan pencahayaan; sistem konduit baja

untuk sistem deteksi dan alarm; sistem konduit PVC untuk telepon, intekom, CCTV, kabel TV, dan jaringan data komputer.

p menggunakan pencahayaan fluorecent kompak hemat energi. q pencahayaan yang cukup dalam seluruh area rumah sakit, termasuk

halaman.

r sistem listrik jaringan luar gedung dipasang di dalam tanah. s listrik yang fungsional dan lampu darurat dilengkapi batere cadangan

dipasang pada seluruh area kritis.

t lampu “eksit” dan “bukan eksit” dilengkapi batere cadangan. 2 Sistem Komunikasi a antena dan batang terminal proteksi petir dijepit dan ditumpu untuk

keselamatan.

b terminal proteksi petir dengan fitur proaktif operasional lebih disukai, mengikuti SNI proteksi petir.

c dilengkapi dengan proteksi petir. d radio mempunyai sumber arus listrik cadangan (batere). e tersedia sistem komunikasi cadangan (a.l handy talky). f peralatan utama komunikasi dan kabel dipasang dengan angker dan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

penjepit. g sistem alarm kebakaran mengirimkan alarm secara otomatis ke pos

pemadam kebakaran terdekat atau bantuan dari luar lainnya.

h Sistem komunikasi di luar bangunan dipasang di dalam tanah. 3 Sistem pasokan air. a untuk kebutuhan rumah sakit, tangki penampungan air bawah (ground

water tank) mempunyai cadangan yang cukup minimal (tiga) hari setiap waktu.

b tangki penyimpanan air lokasi dan pemasangannya harus aman. c sumber air pengganti tersedia (contoh air sumur dalam, air dari PDAM,

mobil tangki penampungan air atau truk kebakaran).

d menggunakan pipa baja atau tembaga yang di las untuk mencegah patah dan bocor.

e sistem distribusi air (katup, pipa, sambungan) bebas dari kebocoran dan zat berbahaya.

f pipa tegak basah harus mengalirkan tidak kurang 132 liter air per menit dengan tekanan sisa tidak kurang dari 1,8 kg per cm2 pada setiap dua (2) kran (outlet) yang mengalir serempak dalam waktu 30 menit.

4 Sistem Gas Medik. a gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi

cukup dan berkompartemen ( dinding tahan api ).

b Lokasi harus benar dan aman untuk penyimpanan gas medik. c Penyimpanan gas medik dalam pipa minimum untuk kebutuhan selama 7

(tujuh) hari.

d untuk yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum untuk kebutuhan selama 3 (tiga) hari.

e tangki yang dipasok oleh produsen harus dalam kondisi disegel (sealed) utuh.

f pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga pipa.

g tangki, silinder, dan peralatan terkait, dilengkapi dengan angkur. h keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan)

harus terjamin.

i alat ukur dan fiting berfungsi. j menggunakan pipa standar khusus untuk gas medis, kedap api dan

kedap air.

k sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan. l melakukan prosedur pengujian secara regular. m dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam

kasus kebakaran pada kompleks ruang operasi, katup zona dapat di tutup).

n tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat. o gas industri diletakkan di luar bangunan untuk fungsi pelayanan dan

dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis (contoh LPG).

p apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan, ventilasi ledakan ke luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis atau ventilasi lain yang disetujui.

q semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang berbahaya harus mempunyai tingkat ketahanan api 2 (dua) jam dan bukaan antara setiap bangunan dan ruangan-ruangan atau ruang tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi dengan pintu kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.

4 Sistem Pemadam Kebakaran. a sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan

sistem alarm kebakaran otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam kebakaran otomatik.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

b sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan atau otomatis.

c sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen monitor yang terakreditasi.

d deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit bertingkat. e detektor asap harus tidak dipasang lebih dari 9 (sembilan) meter dari titik

pusatnya dan jarak ke setiap dinding 4 (empat) sampai 10 (sepuluh) meter.

f menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan kerusakan yang diakibatkannya kecil.

g setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan. h direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal

dan elektronik menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum menggunakan alat pemadam api ringan jenis ABC.

i dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya. j mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan

mengutamakan sebagai berikut : diselenggarakan oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar,

pelatihan pemadaman api, pelatihan evakuasi dalam situasi kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa bumi,

melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi kebakaran.

melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan pemadaman kebakaran.

tersedia peralatan pemadam kebakaran. pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran. tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan

evakuasi melalui eksit kebakaran di tempat yang menyolok pada setiap tingkat lantai.

6 Sistem Eksit Darurat. a lantai jalan keluar diiluminasi pada semua titik termasuk sudut dan

persimpangan dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit dengan lampu yang mempunyai lumen minimal 0,001 lumen per cm2.

b sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik PLN.

c fasilitas pencahayaan darurat dijaga dengan tingkat iluminasi tertentu pada kejadian kegagalan pencahayaan normal untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 jam.

d tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber yang andal, 0,005 lumen per cm2.

e tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan lebar tidak kurang dari 19 mm.

f lengkapi luminous (armature) penunjuk arah eksit pada dinding dan diletakkan 30 cm atau lebih lebih rendah dari permukaan lantai.

7 Sistem Pemanasan, Ventilasi dan Pengkondisian Udara dalam Area Kritis. a bracket untuk duct dan fleksibilitas duct dan pemipaan yang menyilang

pada sambungan ekspansi harus diperiksa.

b pemipaan, sambungan dan katup tidak bocor c peralatan sentral pemanas dan/atau pemanas air diangkur. d peralatan sentral pengkondisian udara diangkur. e keselamatan yang memadai diperlukan untuk ruang tertutup yang

dilengkapi dengan alat pemanas, ventilasi dan pengkondisian udara.

f Peralatan dapat dioperasikan setiap saat (boiler, sistem pengkondisian udara, Fan pembuangan)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

E PERALATAN MEDIK DAN LABORATORIUM. 1 Peralatan di ruang operasi dan ruang pemulihan. a peralatan dalam ruang operasi dipasang dengan roda atau troli beroda

harus stabil, di angkur atau dikencangkan (rem) dekat meja operasi selama prosedur pembedahan dan dapat dipindahkan setelah itu.

b peralatan di atas meja troli yang beroda harus mempunyai bracket yang tepat dan dapat dipasang pada sisi tempat tidur atau dinding (ECG, monitor, suction unit, ventilator, incubator, Blood pressure monitor, peralatan resusitasi).

c lampu-lampu, peralatan untuk anestesi dan meja bedah terpasang dengan aman dan roda meja bedah dikunci (rem).

2 Peralatan Radiologi dan peralatan penunjang lainnya. a peralatan yang berat dan bergerak diangkur atau dibaut pada lantai

(contoh unit X-Ray, CT Scanner, MRI Scanner), atau ke dinding (tabung X-Ray).

b Untuk pemasangan peralatan yang melekat pada langit tersedia rangka baja untuk pemasangan peralatan (contoh radiografi fluoroskopi).

c ruangan cukup terlindung (proteksi terhadap radiasi, frekuensi radio, medan magnit).

d ruangan ber AC dilengkapi dengan kontrol humidity. e bebas dari banjir. f kotak kontak listrik yang terpasang dengan baik dan sistem

pembumiannya harus aman.

g penyimpanan material berbahaya dan bahan kimia dipisahkan dengan benar.

h pasokan air, sistem plambing dan sistem drainase harus baik. 3 Peralatan Laboratorium dan Penunjang lainnya. a persediaan dan bahan-bahan yang digunakan di laboratorium disimpan

dalam lemari dan rak-rak (contoh lemari dipasang ke dinding dan pengikat rak).

b lantai-lantai tanpa celah, ubin di grout (mortar atau pasta untuk mengisi celah) dan lapisan dijaga secara regular.

c ventilasi, alat pengkodisian udara dan humiditi terkontrol dengan baik. d pemberian kode warna untuk pewadahan limbah infeksius dan non

infeksius dipisahkan dengan benar.

e pasokan air, drainase dan sistem plambing, baik. f pengkabelan listrik dan kotak kontak dipasang dengan baik dan aman, g penyimpanan reagen dan kultur organisme/media diletakkan dengan

aman,

h tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak). i air buangan dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. j dilengkapi tudung asap (tergantung level laboratorium) 4 Peralatan medik dalam ruang UGD/Unit Perawatan Intensif/Rawat Inap. a tempat tidur harus dilindungi di tempat tetapi juga dapat digerakkan jika

dibutuhkan.

b peralatan dan kelengkapannya yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan dan ditempatkan dekat dengan tempat tidur yang ditopang, diangkur atau dikencangkan. Disediakan rak baja untuk penempatan peralatan agar aman.

c baut angkur disediakan pada dinding dalam lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat dipindahkan dan dipasang di tempat yang aman jika tidak digunakan.

d pengkabelan listrik dan kotak kontak terpasang dengan aman. e persediaan dan isi dari lemari medik terlindung dalam rak/rak susun yang

diangkur/diikat ke dinding.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

f peralatan di atas troli beroda diangkur dengan sistem yang tepat dengan menggunakan pengait dan rantai dan dapat dipasang ke tempat tidur atau dinding (ECG, Monitor, Suction Unit, Ventilator, incubator, BP monitor, peralatan resusitasi).

5 Peralatan Medik di Bagian Farmasi. a persediaan dan isi lemari farmasi disimpan dalam rak susun dan rak-rak

yang diangker ke dinding.

b ruangan berventilasi atau ber AC cukup. c kotak kontak listrik terpasang pada dinding dan aman. d penyimpanan yang benar untuk material berbahaya bebas dari

kebocoran.

6 Peralatan medik dalam unit sterilisasi. a persediaan dan isi untuk sterilisasi dilindungi pada rak susun dan rak

yang diangkur ke dinding.

b peralatan yang berat dan bergerak diangkur dan dibaut ke lantai atau ke dinding (contoh otoklaf).

c kotak kontak listrik aman dan terlindung. d bersih dan teratur, bebas dari kotoran dan material infeksius. 7 Peralatan dan alat penunjang lain dalam bagian pengobatan nuklir dan unit therapi

radiasi. a perlindungan yang memadai terhadap bahaya radiasi. b menggunakan iluminasi dengan sistem cadangan pencahayaan dalam

kasusu kegagalan daya listrik normal.

c aman dari banjir. d tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak). e ventilasi, air conditioning dan humiditi kontrol yang baik. f pasokan daya listrik yang cukup (kira-kira 24 kW/unit) dengan pemutus

arus tersendiri, sistem dibumikan.

g tempat tidur harus terlindung di tempat dan dapat juga digerakkan jika dibutuhkan.

h peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan diletakkan dekat penunjang tempat tidur, dipasang tetap dan diangkur.

i Area monitor dilengkapi dengan alarm, meter survey radiasi dengan peringatan suara.

j penyimpanan dan pemisahan yang tepat, penangan dan pembuangan kimia, radioaktif, dan material berbahaya lainnya.

k fasilitas terpisah terpisah untuk pemrosesan reagent dan unsur kimia, radio pharmasi, dan diagnosa kit.

l air bekas dibuang ke instalasi pengolahan air limbah. m adanya peralatan keselamatan sebagai berikut :

pelindung; peralatan proteksi petugas; perkakas untuk penangan jarak jauh; kontainer untuk material radioaktif; monitor nilai dose dengan alarm; tanda arah, label, rekaman/catatan. kit darurat.

E KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGGUNA, PERALATAN DAN PERSEDIAAN. 1 Keselamatan petugas dan pasien. a pintu masuk dan pintu keluar/eksit harus aman. b peralatan untuk inspeksi seperti detector metal. c Tersedia railing pengaman. d kamera CCTV dilengkapi dengan perekam.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

e Petugas dilengkapi alat pelindung diri (masker, sarung tangan, baju pelindung.

f peralatan sterilisasi dan persediaan g Bahan informasi pendidikan komunikasi dan papan informasi untuk

pasien dan petugas tentang apa yang harus dilakukan selama kondisi darurat dan bencana.

2 Alat keselamatan, peralatan dan persediaan a peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan

/tindakan dan diletakkan dekat tempat tidur ditunjang, diangkur atau dipasang, tersedia rangka baja untuk mengamankan peralatan.

b baut angker di dalam dinding pada lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat dipindahkan dan dipasang dalam tempat yang aman jika tidak digunakan.

c persediaan dalam laboratorium, farmasi, penyimpanan umum dalam unit CSSD dan ruang operasi cukup aman dalam lemari dan di dalam rak.

d kotak kontak aman dan terlindung dengan baik. e tidak ada perlengkapan yang menggantung atau ornamen dekoratif; tidak

ada perlengkapan menggantung diatas tempat tidur pasien.

f tersedia manual instruksi untuk pengguna tersedia dan mudah diakses untuk semua jenis peralatan.

g pemisahan dan penyimpanan yang benar dari material dan kimia berbahaya.

h tersedia lembar data keselamatan material yang berisi informasi sebagai berikut :

sifat kimia dan fisik; prosedur tumpahan dan pembuangan; bahaya kesehatan; perawatan darurat dan bantuan pertama; penyimpanan dan penanganan; proteksi petugas; reactivity; data registrasi dan lingkungan.

Tabel 2.2.14 - PETUNJUK STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal.

Y atau

X Catatan

A LOKASI DAN AKSESIBILITAS RUMAH SAKIT/FASILITAS KESEHATAN 1 Lokasi. a dilokasi sepanjang atau dekat jalan raya yang baik dan sarana

transportasinya memadai mudak diakses oleh masyarakat.

b Cukup bebas dari kebisingan yang tidak semestinya, asap, bau busuk, banjir dan tidak terletak berdekatan dengan jalur kereta api, angkutan umum, taman bermain anak-anak, bandara, pabrik industri, pabrik pengolahan sampah.

c Mematuhi semua peraturan zonasi lokal. 2 Aksesibilitas a Tidak ada penghalang di jalan menuju rumah sakit. b Memiliki akses ke lebih dari satu jalan (jalur alternatif) dan memiliki pintu

masuk lokasi dan pintu keluar lokasi terpisah

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

c Memiliki jalan akses yang diaspal (semen atau aspal) yang diidentifikasi dan diberi label dengan benar.

d Tersedia tanda arah, dipasang dengan benar dan mudah dibaca dalam keadaan gelap.

e Koridor, lorong dan gang harus mempunyai lebar 2,4 ~ 2,5 meter. f Menggunakan ram sebagai akses ke lantai dua dan yang lebih tinggi. g Jalur tangga yang aman dan dipasang dengan rel pegangan tangan

dengan lebar tangga sekurang-kurangnya 112 ~ 120 m, setiap anak tangga harus mempunyai ketinggian kurang dari 17 cm dan dibuat dari beton.

h Setiap bukaan pada dinding diproteksi dengan pintu tahan api atau jendela tetap dengan kaca kawat.

i Setiap pintu ke tangga , ram, saf lif, pencahayaan, saf ventilasi atau parasut di jalur tangga tertutup harus menutup sendiri dan dalam keadaan normal dijaga selalu tertutup.

j Tangga keluar bangunan harus tertutup dan bukaan yang terproteksi. k Tersedia parkir yang aman dan pencahayaannya baik. B SIRKULASI INTERNAL DAN INTEROPERASBILTAS. 1 Sirkulasi Internal. a Perawat di ruang pos perawat dapat melihat keluar rawat inap dan

mempunyai akses ke pasien.

b Ruang rawat dan sanitasi toilet. c Zona area layanan yang tepat :

Departemen yang paling erat hubungannya dengan masyarakat diletakkan dekat pintu masuk Rumah Sakit (Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Administrasi, perawatan kesehatan primer).

Departemen yang menerima beban kerja dari instalasi rawat inap atau zona bagian dalam harus diletakkan dekat dengan bagian ini (radiologi, laboratorium)

Departemen rawat inap harus berada di zona bagian dalam.

d Pintu masuk yang aman dan terkontrol dilengkapi dengan peta area. 2 Interoperabilitas. a Area penunjang, seperti pembangkit listrik, boiler, fasilitas penyimpanan

air, area laundri dan rumah pompa diletakkan pada bangunan terpisah.

b Area yang akan diubah menjadi ruang pasien selama situasi bencana benar-benar teridentifikasi dengan pencahayaan yang memadai, kotak kontak, persediaan air dan closet atau kamar mandi.

c Kamar mayat diletakkan terpisah dari area layanan, sebaiknya dilengkapi dengan pagar atau pintu gerbang.

d Area diagnostik dengan menggunakan peralatan yang berat sebaiknya diletakkan di lantai dasar, akan tetapi aman terhadap banjir.

e Di identifikasi area evakuasi dan tempat berkumpul. f Fasilitas Laboratorium, radiologi dan radiotherapi adalah area terbatas. C PERALATAN DAN PERSEDIAAN 1 Peralatan dasar dan persediaan. a Peralatan dasar harus tersedia di setiap instalasi rawat inap atau area

pengobatan/tindakan.

b Diagnostik dasar dan peralatan theraputik adalah fungsional dan dilabel dengan benar.

c Penyimpanan obat-obatan sekurang-kurangnya untuk persediaan 1 (satu) minggu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

2 Peralatan dan Persediaan untuk situasi darurat. a Obat-obat untuk situasi darurat harus tersedia di dalam instalasi gawat

darurat dan di dalam area layanan kritis (ruang operasi, ruang pemulihan, ruang rawat intensif, ruang rawat intensif bayi).

b Instrumen untuk prosedur darurat. c Gas medik d Ventilator, peralatan penyelamatan jiwa. e Peralatan proteksi petugas sekali pakai untuk epidemik. f Kereta untuk pasien dengan jantung kritis. g Label triase dan persediaan lain untuk mengelola korban masal. D KEBIJAKAN MANAJEMEN DARURAT, PROSEDUR DAN PEDOMAN. 1 Prosedur Operasional Standar (SOP) dan Protokol. a SOP untuk kontrol infeksius, prosedur dekontaminasi, b SOP untuk pasien internal dan pasien rujukan dari luar. c SOP untuk pendaftaran untuk instalasi gawat darurat. d SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi. 2 Prosedur. a Prosedur administrasi khusus untuk tanggap darurat dan bencana. b Prosedur untuk mobilisasi sumbr daya (dana, logistik, sumber daya

manusia), termasuk penggiliran tugas selama bencana dan darurat

c Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian lonjakan jumlah pasien.

d Prosedur proteksi rekam medik pasien. e Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan oleh otoritas

yang sesuai dan pemeliharaan pencegahan.

f Prosedur pengawasan epidemiologic rumah sakit. g Prosedur untuk menyiapkan lokasi untuk penempatan sementara untuk

pemeriksaan forensik.

h Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik. i Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur. 3 Pedoman a Pedoman untuk makanan dan perediaan untuk petugas rumah sakit

selama situasi darurat.

b Pedoman dan tindakan untuk memastikan mobilisasi penambahan petugas selama situasi darurat secara baik.

c Pedoman untuk kesehatan jiwa dan dukungan psychosocial. d Pedoman tindakan/pengobatan atau protokol. e Pedoman seperti memorandum atau perintah rumah sakit untuk semua

petugas rumah sakit untuk berpartisipasi dalam latihan dan pelaksanaan simulasi.

f Pedoman untuk menangani sukarelawan, khususnya selama situasi darurat dan bencana.

g Pedoman tentang senjata api untuk polisi yang datang dan pergi mengunjungi rumah sakit, atau menjaga pasien terhukum.

E SISTEM LOGISTIK DAN UTILITAS. 1 Sistem Logistik. a Sistem untuk memperkirakan kebutuhan obat, menjaga persediaan,

penyimpanan, penyaluran, mengeluarkan dan mengontrol penggunaan obat.

b Penyimpanan persediaan yang berhubungan dengan medik untuk situasi darurat.

c Pengaturan khusus dengan penjual dan pemasok untuk pembelian dalam situasi darurat .

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

d Membagikan dana kontigensi untuk kebutuhan darurat. e Sistem untuk merotasi barang-barang yang pertama kadaluarsa, dan

meletakkannya ditempat sementara.

f Proses untuk mengalokasi sumber daya dan rekaman penggunaannya. g Kit (perangkat) darurat. h Fasilitas bank darah yang memadai dengan SOP dan pedoman untuk

penyimpanan yang benar dan penanganan darah dan penghasil darah dan pengadaan yang cepat dalam situasi darurat.

2 Sistem Pasokan Air a Kebutuhan air minum dalam situasi darurat 5 (lima) liter per hari untuk

pasien rawat jalan, dan 60 ~ 100 liter per hari untuk pasien rwat inap dan ditambah liter untuk laundri, pengelontoran toilet, dan utilitas lain.

b Sumber air pengganti jika pasokan utama rusak. c Identifikasi agen yang bertanggung jawab untuk perbaikan setiap saat

layanan air, sistem pompa tambahan jika sistem gagal atau layanan terhenti atau untuk pasokan air pengganti.

3 Sistem Kelistrikan. a Sistem tentang bagaimana daya listrik dipasok ke rumah sakit, voltase

inggi ditribusi seperti 380V/220V, menggunakan sistem 3 phase 4 kawat untuk biaya rendah dan effisiensi lebih besar.

b Pasokan listrik rumah sakit, dalam istilah amper, cycle atau kiloWatt. c Transformer menggunakan sitem pendinginaan yang tidak mudah

terbakar, yaitu jenis kering, epoksi resin, atau minyak silikon atau minyak R-Temp bertemperatur tinggi.

d Lokasi panel kontrol dan jalur distribusi daya harus ditunjukkan pada perencanaan lantai.

e Adanya generator sebagai daya darurat atau daya pengganti untuk pencahayaan darurat dan operasi peralatan penting.

f Generator set harus diletakkan pada ditempat yang tidak berdekatan dengan ruang operasi atau area rawat inap.

g Direkomendasikan sirkit untuk daya darurat harus disediakan untuk: Pencahayaan :

semua eksit, termasuk tanda arah eksit, tangga dan koriddor; kamar bedah, kebidanan, ruang pemulihan, dan ruang gawat

darurat; ruang bayi, laboratorium, unit perawatan intensif, pos perawat,

ruang sebelum melahirkan, dan farmasi; lokasi generator set, lokasi panel utama listreik dan ruang boiler; satu atau dua elevator, jika dibutuhkan untuk situasi darurat; ruang operator telepon; ruang komputer,

Peralatan : Sistem panggil perawat; sistem alarm, termasuk alarm kebakaran; pompa kebakaran. refrigerator untuk bank darah; peralatan untuk operasi, pemulihan, perawatan intensif, dan

ruang melahirkan; satu unit sterilisasi yang menggunakan listrik, jika dipasang; sistem pengolahan air limbah, dan sistem pompa angkat. peralatan penting untuk memelihara layanan telepon dan sistem

dasar radio dua arah. Pemanasa, Pendinginan dan sistem ventilasi:

ruang operasi, ruang melahirkan, ruang sebelum melahirkan, ruang pemulihan, unit perawatan intensif, ruang bayi, unit perawatan intensif bayi baru lahir, dan ruang pasien.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

h Lampu darurat tersedia dengan batere cadangan untuk digunakan selama periode antara terputusnya pasokan daya dan sambungan ke generator set untuk di area penting di dalam rumah sakit seperti tangga, lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, unit perawatan intensif, ruang pemulihan, unit perawatan intensif bayi baru lahir, pos perawat dan area kasir.

4 Sistem Distribusi Gas Medik. a Jalur gas medik dijaga dengan benar. b Tangki gas dan pipa gas medik secara regular diperiksa. c Katup pengaman dipasang untuk mencegah kebocoran dalam pipa gas. d Sistem alarm kebocoran tersedia dan dengan alat pengukur. F SISTEM KESELAMATAN DAN SISTEM KEAMANAN. 1 Sistem Keselamatan dan Keamanan a Tanda arah di dalam rumah sakit yang menunjukkan lokasi jalur

penyelamatan dan letak peralatan pemadam kebakaran.

b diagram tata letak bangunan disediakan untuk memudahkan identifikasi; menunjukkan lokasi evakuasi untuk setiap rawat inap rumah sakit.

c Detektor asap pada jarak cakupan yang tepat pada seluruh bangunan. d pemeriksaan regular dari detektor asap untuk memastikan fungsinya dan

mempunyai pasokan daya listrik yang cukup.

e Peralatan terlihat dan mudah dijangkau untuk mengendalikan api setempat, termasuk slang kebakaran dan alat pemadam api ringan yang harus ditempatkan pada tempat yang strategis di koridor, pada jalur eksit, dan pada pintu masuk untuk ruangan berisiko tinggi seperti laboratorium.

f Pemeliharaan regular dari alat pemadam api ringan, isinya yang sudah kadaluarsa dan harus diganti secara regular,

g Memenuhi pedoman untuk penempatan detektor api yang benar dan peralatan pemadam kebakaran.

h Latihan petugas untuk penggunaan alat pemadam api ringan. i Kewaspadaan rumah sakit untuk selalu siap dan memobilisasi sumber

daya dalam merespon tanda peringatan awal atau sinyal.

j Sistem panggilan petugas dan posisinya untuk kemungkinan memanggilnya dalam situasi darurat.

k Sistem mengaktifkan dan menonaktifkan isyarat waspada. 2 Sistem Keamanan. a Tersedia unit pengaman (swasta atau organik). b SOP yang ketat pada area berisiko tinggi tertentu seperti pintu masuk

utama dan pintu keluar, area yang menyimpan zat dan kimia mudah menguap dan area yang berisi peralatan medik yang bernilai tinggi.

c Tempat penyimpanan senjata api saat memasuki rumah sakit (tidak diperbolehkan ada senjata api di dalam rumah sakit).

d Ketentuan untuk mengingatkan dan memanggil penjaga untuk bertugas selama situasi darurat dan bencana.

e Koordinasi dengan pejabat setempat untuk membantu rumah sakit selama situasi darurat dan bencana.

G KOMUNIKASI, TRANSPORTASI DAN SISTEM INFORMASI. 3 Sistem Komunikasi dan transportasi. a Fasilitas komunikasi cadangan (telepon seluler, radio jinjing, fasilitas

komunikasi satelit).

b Dilengkapi ambuans untuk transportasi korban dari lokasi ke rumah sakit, untuk memindahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit lain atau memindahkan pasien ke rumah sakit lain karena rumah sakit sudah penuh dan untuk evakuasi dan relokasi pasien.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

c Daftar ambulans yang tersedia dan dapat digunakan dalam situasi darurat dan bencana.

d Daftar peralatan, persediaan medik, obat-obatan untuk kondisi darurat, dan petugas terlatih untuk ambulans.

4 Sistem informasi publik a Pusat informasi publik dimana orang bisa memperoleh informasi tentang

anggota keluarganya.

b Pusat informasi publik yang dikoordiner oleh pekerja sosial dan dikelola oleh petugas atau relawan.

c Pelatihan untuk petugas informasi tentang risiko komunikasi. d Kesadaran publik dan kampanye mendidik publik dengan pesan-pesan

peringatan dan risiko komunikasi.

e Prosedur berkomunikasi dengan publik dan media. 5 Sistem Manajemen Informasi a Persiapan sensus pasien yang dirawat, dan yang dirujuk ke rumah sakit

yang lain.

b Rekaman dan laporan yang benar menggunakan formulir standar. c Cara berbagi informasi dengan pihak yang berwenang. d Sistem manajemen informai selama pemantauan kejadian dalam situasi

darurat dan bencana.

H PERENCANAAN UNTUK SITUASI DARURAT DAN BENCANA. 1 Sistem komando insiden darurat di rumah sakit a Kepala Rumah Sakit sebagai pemegang komando insiden darurat dan

staf lain mengisi kelompok komando insiuden.

b Sistem untuk mengaktifkan dan menonaktifkan Kelompok komando insiden.

c Dengan identifikasi, dan lembar deskripsi pekerjaan yang seragam d Tersedia pusat operasi dan pusat operasi pengganti. 2 Rencana dalam situasi Darurat. (Contingency Plan) a Mudah diakses, diuji, diperbaharui dan disebar luaskan kesiapan rumah

sakit menghadapi situasi darurat, rencana merespon dan memulihkan termasuk pencegahan bahaya dan rencana penanggulangan, rencana mengurangi kelemahan dan rencana pengembangan kapasitas. Rencana ini termasuk sistem, pedoman, SOP dan protokol untuk manajemen darurat.

b Termasuk rencana evakuasi dalam situasi darurat. c Rencana untuk perluasan layanan di saat tiba-tiba terjadi lonjakan pasien. d Prosedur untuk mengaktifkan dan menonaktifkan bencana. e Pengaturan yang kooperatif dengan rencana darurat lokal. f Rencana darurat untuk tindakan medik yang dibutuhkan selama bencana

yang berbeda, termasuk bencana dengan potensi epidemik.

3 Manual untuk pengoperasian, pemeliharaan pencegahan, dan perbaikan

layanan kritis.

1 Pasokan listrik dan generator cadangan. 2 Pasokan air minum dan sumber pengganti air minum. 3 Cadangan bahan bakar. 4 Gas medik 5 Standar dan cadangan sistem komunikasi. 6 Instalasi pengolahan air limbah. 7 Instalasi pengolahan limbah padat. 8 Pemadam kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

I SUMBER DAYA MANUSIA. 1 Organisasi Komite Bencana Rumah Sakit dan Pusat Operasi Darurat. a Komite Manajemen Krisis dengan tenaga ahli teknis yang dapat memberi

nasehat komite eksekutif berkaitan dengan krisis, manajemen bencana dan darurat.

b Tim respon darurat yng terdiri dari dokter, perawat, bidan, petugas teknisi manajemen darurat yang terlatih, paramedik dan pengemudi ambulans yang terlatih.

c Kelompok perencana kesehatan darurat yang bertanggung jawab merumuskan rencana kesiapan, respon dan pemulihan serta rencana respon rumah sakit lainnya.

d Komite keselamatan yang dikepalai oleh pimpinan yang mempromosikan keselamatan dalam rumah sakit terhadap semua bahaya.

e Pusat Operasional Rumah Sakit yang dipimpin oleh koordinator manajemen darurat rumah sakit yang bertanggung jawab memantau situasi darurat atau bencana, pengiriman tim yang merespon, memobilisasi sumber daya lain untuk situasi darurat, operasional 24 jam sehari, 7 (tujuh) hari per minggu. Memiliki kantor atau unit dengan petugas yang dilengkapi fasilitas komunikasi, sistem komputer, directori dan sistem komunikasi pengganti jika sistem gagal.

2 Kemampun Petugas Bangunan a Semua petugas kesehatan dilatih dasar-dasar penyelamatan jiwa,

standar pertolongan pertama, dan resusitasi cardiopulmonary.

b Petugas medik di ruang gawat darurat dilatih dalam hal membantu penyelamatan jiwa penyakit jantung lanjutan dan penyelamatan jiwa penyakit jantung anak-anak lanjutan.

c Responden rumah sakit yang dilatih mengikuti kursus teknis medik dalam situasi darurat, yaitu Sistem komando Insiden dan untuk Insiden kecelakaan masa.

d Manajer rumah sakit harus dilatih dalam hal sistem komando insiden darurat.

3 Latihan pemadaman Kebakaran. a Mengadakan latihan pemadaman api sekurang-kurangnya 2 kali dalam

setahun.

b Mengadakan simulasi pemadaman atau latihan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

J PEMANTAUAN DAN EVALUASI. 1 Evaluasi Setelah kejadian darurat dan bencana yang telah di respon. 2 Evaluasi latihan pemadaman pada sekurang-kurangnya 2 kali dalam

setahun.

3 Evaluasi latihan simulasi darurat atau pemadaman sekurang-kurang sekali dalam setahun.

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :KESELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

KATA PENGANTAR Peningkatan kualitas rumah sakit, ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu “Pelayanan” oleh petugas rumah sakit, dan bangunan serta prasarana dari rumah sakit itu sendiri.

Banyak masyarakat Indonesia khususnya di daerah perbatasan dengan negara tetangga lebih menyukai untuk berobat di negara tetangga tersebut. Hal ini bukan disebabkan karena kualitas layanan petugas medik kita rendah, akan tetapi lebih disebabkan bangunan dan prasarana rumah sakit kita masih sangat minim atau boleh dikatakan memprihatinkan, sehingga kepercayaan masyarakat untuk berobat di rumah sakit di negara kita sendiri sangat berkurang.

Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang R.I. No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, merupakan payung hukum untuk seluruh pihak mendukung dibangunnya rumah sakit yang minimal memenuhi persyaratan.

Karena rumah sakit merupakan bentuk “bangunan”, maka dalam ketentuan pembangunannya, rumah sakit harus mengikuti persyaratan teknis yang tertuang dalam Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Persyaratan tersebut meliputi 2 (dua) faktor utama, yaitu :

(1) Persyaratan Tata Bangunan;

(2) Persyaratan Keandalan Bangunan.

Di dalam Persyaratan Keandalan bangunan gedung, ada 4 (empat) faktor yang harus diperhatikan, yaitu : keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Faktor Keselamatan bangunan gedung meliputi :

(1) Faktor kekuatan struktur bangunan.

(2) Faktor proteksi bangunan terhadap sambaran petir, dan sengatan listrik.

(3) Faktor Proteksi bangunan terhadap kebakaran.

Undang-Undang R.I. No. 44 tentang rumah sakit, pada Pasal 11 ayat (1).g, mengamanatkan faktor yang harus diperhatikan pada prasarana rumah sakit adalah adanya “petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadinya keadaan darurat”.

Pada Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002, “sarana evakuasi saat terjadinya keadaan darurat” masuk dalam kelompok “Sistem proteksi Kebakaran”, sehingga persyaratan-persyaratan teknis yang ada padanya harus diterapkan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan teknis Prasarana Rumah Sakit.

Sebagai petunjuk pelaksanaan dari Persyaratan Menteri tersebut, maka perlu diterbitkan Pedoman teknis ini.

Pedoman Teknis ini, terdiri dari 2 (dua) buku, meliputi :

(1) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Sarana Keselamatan Jiwa

(2) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang Aman terhadap bencana dan situasi darurat.

Untuk pemenuhan pedoman teknis ini disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiDaftar Isi v

KETENTUAN UMUM 11.1 Pendahuluan 11.2 Maksud Dan Tujuan 11.3 Pengertian 21.4 Ruang Lingkup 4

BAB I Pedoman Teknis Sarana Keselamatn Jiwa 5Pada Bangunan Rumah Sakit

BAB II Bangunan Dan Fitur Proteksi Kebakaran 8

BAB III Penutup 25 Kepustakaan 26 APENDIKS 27

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

KETENTUAN UMUM 1. Pendahuluan. Menyusun pedoman sebagai sarana akreditasi bangunan dan prasarana rumah sakit dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara pilihan.

Cara pertama, disusun berdasarkan hasil penelitian dimana sebelum diterbitkan, terlebih dahulu dipublikasikan kepada masyarakat terkait, untuk dimintai pendapat dan keberatannya. Cara ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak kecil.

Cara kedua, disusun berdasarkan adopsi dari standar akreditasi yang dilakukan oleh negara lain dan telah digunakan di banyak negara sebagai sarana akreditasi bangunan dan prasarana rumah sakit.

Pada pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan rumah sakit ini memilih standar akreditasi yang dikeluarkan oleh JCI (Joint Commission International), sebagai acuan adopsi dari pedoman teknis ini.

Standar JCI telah digunakan untuk mengakreditasi beberapa rumah sakit di Indonesia, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta, dengan maksud agar kualitas bangunan dan prasarana rumah sakitnya setara dengan standar internasional.

JCI, dalam penyusunannya banyak mengacu pada standar NFPA (National Fire Protection Association), dimana standar ini telah digunakan juga sebagai Standard Nasional Indonesia (SNI), dan yang telah diterbitkan sebagai SNI juga telah diwajibkan pula penggunaannya oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/Tahun 2008.

Untuk penyesuaian dengan pedoman teknis ini, tidaklah mudah, mengingat telah banyak rumah sakit yang dibangun di Indonesia saat ini dari tingkat kota Metropolitan, Kota Besar dan Kabupaten belum banyak yang memenuhi syarat.

Untuk itu, perlu ada suatu kebijakan dari Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan) dan Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), untuk menerapkannya secara bertahap, sesuai kemampuan daerahnya masing-masing.

Dalam penerapannya, untuk konsultasi lebih lanjut, Pemerintah Daerah dapat menghubungi Kementerian Kesehatan R.I, Sub Dit Sarana dan Prasarana Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

2. Maksud dan Tujuan. Pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan dan prasarana rumah sakit ini, dimaksudkan sebagai upaya memberikan acuan teknis fasilitas fisik agar rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.

Pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan dan prasarana rumah sakit ini bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan sarana keselamatan jiwa bangunan dan prasarana di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga dapat digunakan oleh mereka-mereka yang terkait.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3. Pengertian. 3.1 Akses eksit bagian dari sarana jalan ke luar yang menuju ke sebuah eksit.

Gambar 3.1 - Akses eksit.

3.2 Cacat mobilitas yang serius kemampuan untuk bergerak ke arah tangga tetapi tidak dapat menggunakan tangga.

3.3 Daerah tempat berlindung Suatu daerah tempat berlindung, adalah salah satu dari :

(a) satu tingkat dalam bangunan, dimana bangunan tersebut diproteksi menyeluruh oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan mempunyai paling sedikit dua ruangan atau tempat yang dapat dicapai dan terpisah satu sama lain oleh partisi yang tahan asap, atau

(b) satu tempat, di dalam satu jalur lintasan menuju jalan umum yang diproteksi dari pengaruh kebakaran, baik dengan cara pemisahan dengan tempat lain di dalam bangunan yang sama atau oleh lokasi yang baik, sehingga memungkinkan adanya penundaan waktu dalam lintasan jalan ke luar dari tingkat manapun .

(c) suatu tempat berlindung yang pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan yang berlaku.

3.4 Eksit horisontal suatu jalan terusan dari satu bangunan ke satu daerah tempat berlindung di dalam bangunan lain pada ketinggian yang hampir sama, atau suatu jalan terusan yang melalui atau mengelilingi suatu penghalang api ke daerah tempat berlindung pada ketinggian yang hampir sama dalam bangunan yang sama, yang mampu menjamin keselamatan dari kebakaran dan asap yang berasal dari daerah kejadian dan daerah yang berhubungan.

3.5 Eksit bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan lintasan jalan yang diproteksi menuju eksit pelepasan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

Gambar 3.6. Eksit.

3.6 Eksit pelepasan bagian dari sarana jalan ke luar antara batas ujung sebuah eksit dan sebuah jalan umum.

Gambar 3.7 - Eksit pelepasan.

3.7 Jalur lintasan bersama bagian dari akses eksit yang dilintasi sebelum dua jalur lintasan terpisah dan berbeda menuju dua eksit yang tersedia. Jalur yang tergabung adalah jalur lintasan bersama.

Gambar 3.8 - Jalur lintas bersama.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3.8 Lobi lif sebuah tempat dari mana orang langsung memasuki kereta lif dan ke mana orang langsung ke luar dari kereta lif.

3.9 Pintu lif lobi sebuah pintu diantara lif lobi dan satu tempat pada bangunan yang bukan saf lif.

3.10 Ram suatu jalan yang memiliki kemiringan lebih curam dari 1 : 20.

3.11 Ruang tertutup tahan asap sebuah ruang tertutup untuk tangga dirancang untuk membatasi pergerakan dari hasil pembakaran.

3.12 Sarana jalan ke luar yang dapat dilalui suatu jalur lintasan yang dapat digunakan oleh seseorang dengan cacat mobilitas yang menuju jalan umum atau suatu daerah tempat berlindung.

3.13 Sarana jalan ke luar suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat dari titik manapun dalam bangunan gedung ke jalan umum, terdiri dari tiga bagian yang jelas dan terpisah; akses eksit, eksit dan eksit pelepasan.

3.14 Sistem evakuasi dengan lif sebuah sistem, termasuk sederetan vertikal lobi lif, meliputi pintu lobi lif, saf lif dan ruangan mesin yang menyediakan proteksi dari pengaruh kebakaran bagi penumpang lif, orang yang menunggu lif, dan peralatan lif, untuk dapat menggunakan lif sebagai jalan ke luar.

4. Ruang Lingkup. Lingkup materi Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit ini adalah sebagai berikut :

(1) Ketentuan Umum.

memberikan gambaran umum yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, serta ;lingkup materi pedoman.

(2) Bab I : Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit.

(3) Bab II : Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Instalasi Bedah.

(4) Bab III : Persyaratan Teknis Prasarana (Utilitas) Instalasi Bedah.

(5) Bab IV : Penutup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

BAB I

PEDOMAN TEKNIS SARANA KESELAMATAN JIWA PADA

BANGUNAN RUMAH SAKIT.

1.1.1 Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.

1.1.1.1 Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Rumah sakit menugaskan perseorangan atau tim untuk menilai apakah kelengkapan

dokumen “Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa” telah terpenuhi dalam bentuk “Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan dengan format elektronik (PK-e)”, dan mengatasi kekurangannya.

(2) Rumah sakit harus memelihara dokumen “Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik (PK-e)” sampai saat ini.

Catatan :

“Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik (PK-e)” selalu tersedia untuk setiap rumah sakit dan dapat di akses melalui sambungan situs extranet.

(3) Apabila Rumah sakit berencana untuk memperbaiki kekurangannya melalui “Rencana Perbaikan (RP)”, Rumah sakit harus memenuhi kerangka waktu yang ditentukan dalam “Rencana Perbaikan (RP)” dan dapat disetujui..

(4) Untuk Rumah sakit yang menggunakan “Akreditasi Rumah Sakit” untuk tujuan menyatakan status: rumah sakit harus menyimpan dokumentasi dari setiap inspeksi dan persetujuan yang dibuat oleh instansi terkait.

1.2.1 Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu tertentu ketika pedoman teknis keselamatan jiwa ini tidak terpenuhi atau selama jangka waktu konstruksi.

1.2.1.1 Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut : (1)* Rumah sakit memberitahukan Instansi Pemadam Kebakaran (atau kelompok tanggap

darurat lainnya) dan mulai mengamati alarm kebakaran atau sistem sprinkler yang tidak berfungsi dalam jangka waktu lebih dari 4 jam dari 24 jam pada bangunan yang dihuni. Pemberitahuan dan waktu melihat api dicatat.

(Untuk kalimat penuh dan setiap pengecualian, lihat NFPA 101-2000: 9.6.1.8 dan 9.7.6.1) (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(2) Rumah sakit memasang tanda arah yang menunjukkan lokasi alternatif “Eksit” untuk setiap orang yang berada di area itu. (Lihat juga butir 1.1.1. ayat 3).

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Rumah sakit memiliki “kebijakan tertulis tindakan keselamatan jiwa sementara (ILSM = Interim Life Safety Measure) yang mencakup situasi dimana sarana keselamatan jiwa terdapat kekurangan yang tidak dapat secara langsung diperbaiki atau selama periode konstruksi. Kebijakan termasuk evaluasi jika dan untuk perluasan apa dari rumah sakit berikut langkah khusus untuk kompensasi dari peningkatan risiko keselamatan jiwa. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).

(4) Apabila rumah sakit teridentifikasi adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama jangka waktu konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : memeriksa “Eksit” di daerah yang terkena dampak setiap hari, Kebutuhan untuk pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria langkah “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).

(5) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Melengkapi sementara tetapi setara sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk digunakan jika sistem kebakaran terganggu. Kebutuhan untuk peralatan ini didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(6) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan-kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Melengkapi peralatan pemadam api tambahan. Kebutuhan untuk peralatan ini didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(7) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Penggunaan konstruksi partisi sementara tahan asap, atau dibuat tidak mudah terbakar atau bahan mudah terbakarnya terbatas, yang tidak akan menambah berkembangnya atau menjalarnya api. Kebutuhan partisi ini didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(8) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan pada sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat dengan segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Meningkatkan pengawasan bangunan, pekarangan, peralatan, memberikan perhatian khusus pada area konstruksi dan gudang, penggalian dan kantor lapangan. Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).

(9) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Menyediakan gudang konstruksi, kerumahtanggaan, dan secara praktis membuang puing-puing yang dapat mengurangi bahan mudah terbakar pada bangunan dan beban api yang mudah terbakar sampai tingkat serendah mungkin. Kebutuhan penerapan ini didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(10) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Menyediakan latihan tambahan untuk mereka yang bekerja di rumah sakit tentang penggunaan peralatan pemadam kebakaran. Kebutuhan akan pelatihan tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(11) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan hal berikut : Melakukan satu latihan kebakaran tambahan per shif per kuartal. Kebutuhan latihan tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

(12) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan hal berikut : Memeriksa dan menguji sistem sementara setiap bulan. Tanggal penyelesaian pengujian dicatat. Kebutuhan untuk pemeriksaan dan pengujian berdasarkan kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(13) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan kekurangan bangunan, bahaya konstruksi, dan langkah-langkah sementara, diimplimentasikan untuk menjaga keselamatan terhadap bahaya kebakaran. Kebutuhan pendidikan didasarkan pada “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

(14) Rumah sakit melatih mereka yang bekerja di rumah sakit untuk mengkompensasi gangguan struktural atau fitur kompartemen keselamatan kebakaran. Kebutuhan pelatihan berdasarkan kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).

Catatan :

Kompartemenisasi adalah konsep menggunakan berbagai komponen bangunan (misalnya, dinding dan pintu tahan api, penghalang asap, plat lantai tahan api) untuk mencegah penyebaran api dan produk pembakaran sehingga memberikan sarana jalan ke luar yang aman yang disetujui. Kehadiran fitur ini bervariasi, tergantung pada klasifikasi penghuni bangunan.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB II

BANGUNAN DAN FITUR PROTEKSI KEBAKARAN

2.1.10 Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.

Penjelasan 2.1.10 :

Bangunan harus dirancang, dibangun dan dipelihara untuk meminimalkan bahaya dari pengaruh api, termasuk asap, panas dan gas beracun. Karakteristik struktural bangunan dan juga umurnya, menentukan tipe fitur proteksi kebakaran yang dibutuhkan. Fitur yang dicakup dalam standar ini termasuk struktur, sistem sprinkler otomatik, pemisahan bangunan, dan pintu-pintu.

Catatan :

Bila renovasi atau merancang sebuah bangunan baru, rumah sakit juga harus memenuhi pedoman teknis dan standar (lokal, propinsi, kabupaten/kota) yang mungkin lebih ketat daripada persyaratan teknis sarana keselamatan jiwa. Juga pedoman teknis yang mencakup pertimbangan khusus untuk renovasi kecil dan besar.

Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :

(1)* Bangunan memenuhi persyaratan ketinggian dan tipe konstruksi sesuai dengan NFPA 101-2000: 18/19.1.6.1

(2)* Bangunan baru dan bangunan eksisting yang dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui, dipersyaratkan untuk setiap jenis konstruksi

(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000; 18.3.5.1 dan 19.1.6.2)

(3)* Tingkat Ketahanan Api dinding 2 jam (seperti dinding bersama antara bangunan dan dinding pemisah hunian di dalam bangunan) meluas dari plat lantai ke lantai atau lantai atap di atas dan meluas dari dinding luar ke dinding luar

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.2.2)

(4)* Tingkat ketahanan api bukaan 1½ jam pada dinding yang mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam (Lihat juga butir 2.1.20 ayat 3; butir 2.1.30 ayat 1)

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.1).

(5)* Pintu-pintu dipersyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api yang mempunyai fungsi perangkat keras, termasuk kunci yang menempel dan alat menutup otomatis atau yang menutup sendiri. Celah antara ujung pertemuan dari sepasang pintu tidak boleh lebih dari 1/8 inci lebarnya, dan potongan di bawah tidak boleh lebih besar dari ¾ inci. (Lihat juga butir 2.1.30 ayat 2; butir 2.1.34 ayat 2)

(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.; 8.2.3.2.3.1 dan NFPA 80-1999; 2.3.1.7 dan 1.11.4)

(6)* Pintu tahan api tidak perlu memiliki plat pelindung yang tidak disetujui, yang dipasang lebih tinggi dari 16 inci di atas bagian bawah pintu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

Catatan : Pintu untuk ruang berbahaya mungkin mempunyai plat pelindung tidak tahan api yang ditempatkan tidak lebih tinggi dari 48 inci dari bagian bawah pintu

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 80-1999, 2-4.5 dan NFPA 101-2000,19.3.2.1).

(7)* Pintu-pintu membutuhkan tingkat ketahanan api ¾ jam atau lebih lama, bebas dari benda-benda pelapis, dekorasi, atau benda lainnya yang dilekatkan pada permukaan pintu, kecuali tanda-tanda informasi.

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 80-1999, 1-3.5)

(8)* Ducting yang menembus dinding pemisah yang mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam diproteksi dengan damper yang mempunyai tingkat ketahanan api 1½ jam

(Untuk kalimat penuh dan setiap pengecualiannya, mengacu NFPA 101-2000; 8.2.3.2.4.1 dan NFPA 90A-1999: 3-3.1).

(9)* Ruang sekitar pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara, atau tabung pnumatik yang menembus dinding dan lantai tahan api diproteksi dengan material tahan api yang disetujui.

Catatan :

Busa jenis Polyurethane tidak bisa diterima sebagai bahan tahan api.

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 101-2000; 8.2.3.2.4.2)

(10)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain dari sarana keselamatan jiwa berkaitan dengan Persyaratan umum. (NFPA 101-2000; 18/19.1)

2.1.20 Setiap bangunan rumah sakit memelihara keterpaduan sarana jalan ke luar.

Penjelasan terhadap 2.1.20.

Oleh karena pasien berada dalam kondisi perawatan medis sehingga dalam banyak hal tidak dapat bergerak menyelamatkan dirinya saat menghadapi kebakaran, maka bangunan dimana pasien tersebut dirawat harus dirancang dan dipelihara sedemikian sehingga pasien dapat dilindungi di tempatnya atau dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman dalam bangunan ( daripada dipindahkan atau dievakuasikan ke tempat lain di luar bangunan ).

Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup, dan eksit memiliki konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya kebakaran.

Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur penyelamatan.

Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu yang memungkinkan setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak di antara ruang-ruang khusus dalam bangunan.

Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan dirinya terhadap api dan asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan bagian dari strategi proteksi kebakaran.

Catatan :

Persyaratan Keselamatan Jiwa (Life Safety Code) membolehkan memilih pintu-pintu mana yang dikunci apabila ada sebab-sebab klinis yang membatasi gerakan pasien.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :

(1)* Pintu-pintu dalam sarana jalan yang mengarah ke luar harus dalam keadaan tidak terkunci

(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.2.2.4)

(2)* Pada bangunan rumah sakit yang mempunyai ruangan dengan jumlah penghuninya 50 orang atau lebih, pintu-pintu dalam sarana jalan ke luar harus membuka ke arah luar

(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.1.4.2)

(3)* Dinding-dinding yang menutupi eksit horisontal dengan tingkat ketahanan api 2 jam atau lebih, memanjang dari pelat lantai paling bawah ke pelat lantai atau atap di atasnya, dan membentang menerus dari dinding luar ke dinding luar. (Lihat pula ketentuan dalam butir 2.1, ayat 4)

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.4.3.1 dan 8.2.2.2)

(4)* Tangga-tangga eksit luar dipisahkan dari bagian dalam bangunan dengan dinding-dinding yang memiliki tingkat ketahanan api yang sama dengan yang diperlukan untuk tangga-tangga yang dilindungi.

Dinding berdiri vertikal dari permukaan tanah ke ketinggian 3.0 m atau lebih di atas tangga teratas atau garis atap (yang mana yang lebih rendah) dan memanjang horisontal 3.0 m atau lebih

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.2.6.3)

(5)* Pintu-pintu di bangunan baru yang merupakan bagian dari eksit horisontal memiliki kotak kaca penglihat yang disetujui dan dipasang tanpa menggunakan tiang jendela

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.2.2.5.6)

(6)* Apabila dinding-dinding eksit horisontal di bangunan baru, berakhir di dinding-dinding luar pada sudut kurang dari 180 derajat, dinding-dinding luar harus memiliki tingkat ketahanan api 1 jam untuk jarak 3.0 m atau lebih. Bukaan-bukaan di dinding pada setiap interval 3.0 m memiliki ketahanan api ¾ jam

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.4.3.2)

(7)* Tangga-tangga dan tangga dengan kemiringan (ramp) yang melayani sarana jalan ke luar memiliki pegangan tangga dan dinding tangga pada kedua sisi untuk bangunan baru dan sekurang-kurangnya satu sisi pada bangunan eksisting

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.2.4.2)

(8)* Eksit pelepasan ke halaman luar atau lewat jalur terusan eksit yang disetujui yang menerus dan berhenti di jalanan umum atau pada eksit pelepasan di luar halaman bangunan

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.7

(9)* Apabila pintu-pintu sarana jalan keluar di ruang tangga terbuka yang disebabkan oleh peralatan pembuka otomatis maka inisiasi dari gerakan menutup pintu pada setiap level maka akan menyebabkan semua pintu-pintu di semua level tangga akan menutup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.2.2.7).

(10)* Pintu-pintu yang menuju ke boiler baru, ruang-ruang pemanas baru dan ruang-ruang peralatan mekanikal baru yang terletak di sarana jalan ke luar tidak terbuka dengan alat pelepas otomatik

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.2.2.6).

(11)* Pada bangunan baru atau eksisting, lebar koridor eksit berukuran sekurang-kurangnya 2.4 m.

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.3.3).

(12)* Lebar koridor tidak boleh dihalangi dengan tonjolan-tonjolan dinding

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.3.3).

Catatan* :

Bila lebar koridor bukan area yang dilewati pasien adalan 1.8 m atau lebih, Komisi Bersama mengizinkan benda-benda tertentu menyembul di koridor, seperti alat pencuci tangan atau meja komputer yang dapat ditarik atau dimasukkan kembali. Obyek-obyek tersebut tidak boleh melebihi 110 cm lebarnya dan tidak boleh menonjol lebih dari 15 cm ke dalam koridor. Benda-benda ini harus dipasang sekurang-kurangnya berjarak 125 cm dan di atas tinggi pegangan tangga

(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.3.3).

(13)* Jalur eksit, akses eksit dan eksit pelepasan kearah jalan publik harus bebas dari penghalang atau rintangan, seperti adanya penumpukan barang (contoh peralatan, kereta / kursi dorong, perabotan), bahan konstruksi

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.1.10.1).

(14)* Pintu-pintu akses eksit dan pintu-pintu eksit harus bebas atau bersih dari kaca-kaca cermin, barang-barang tergantung, atau barang-barang tenun / kain yang bisa menyembunyikan, mengaburkan atau membingungkan arah ke luar

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.5.2.2).

(15)* Lantai-lantai atau kompartemen-kompartemen dalam bangunan dua atau lebih eksit yang disetujui yang diatur dan dibuat diletakkan berjauhan satu sama lain

(Untuk uraian selangkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.4.1).

(16)* Ruang-ruang tempat tidur pasien atau ruang tidur pasien utama (suites) berukuran lebih besar dari 100 m2 harus dilengkapi sedikitnya 2 (dua) pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.2).

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(17)* Ruang-ruang atau ruang-ruang besar (yang tidak digunakan sebagai ruang tidur pasien) berukuran lebih besar dari 230 m2 harus memiliki 2 (dua) pintu-pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.3).

(18)* Ruang-ruang besar (suites) untuk tempat tidur pasien dibatasi sampai 460 m2, dan ruang-ruang besar untuk keperluan lain dibatasi hingga 930 m2. Ruang-ruang besar tersebut harus diatur sedemikian hingga tidak ada ruang-ruang antara yang merupakan area berbahaya (Lihat pula LS.02.01.30, EP2).

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.7).

(19)* Dalam ruang-ruang besar untuk ruang tidur pasien, jarak tempuh ke pintu akses eksit dari setiap titik dalam ruang besar adalah 30 m atau kurang

(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.8).

(20)* Dalam ruang-ruang besar yang tidak digunakan untuk tempat tidur pasien yang memiliki 1 (satu) ruang antara, jarak tempuh ke pintu akses eksit dari setiap titik di ruang besar adalah 30 m atau kurang, dan dalam ruang-ruang besar yang memiliki 2 (dua) ruang-ruang antara adalah 15 m atau kurang.

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.8)

(21)* Ruang-ruang tempat tidur pasien membuka langsung ke koridor eksit.

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.1)

(22)* Pintu-pintu yang mengarah ke ruang-ruang tidur pasien tidak dikunci.

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.2.2.2).

(23)* Jarak tempuh ke pintu ruangan dari setiap titik di ruang tidur pasien adalah 15 m atau kurang

(Untuk uraian selengkapnya dan dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.6.2.3)

(24)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh, antara tiap pintu ruang ke eksit adalah 30 m atau kurang (atau 45 m atau kurang apabila dipasang sistem sprinkler otomatis). Pada bangunan baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan dan ke eksit adalah 45 m atau kurang

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.6.2.1)

(25)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh antara setiap titik dalam ruangan dan eksit adalah 45 m atau kurang (atau 60 m atau kurang apabila dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis). Pada bangunan baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan ke eksit adalah 60 m atau kurang

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19. 2.6.2.2).

(26)* Pada bangunan baru, tidak ada ujung buntu yang lebih panjang dari 9 m

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.2.5.10).

(27)* Jalan ke luar diterangi dengan baik pada semua titik, termasuk sudut-sudut dan simpangan koridor dan jalan-jalan terusan, jalur tangga, bordes tangga, pintu-pintu eksit dan eksit pelepasan.

(Uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.8)

(28)* Iluminasi di sarana jalan ke luar, termasuk di eksit pelepasan diatur sedemikian rupa, sehingga bila terjadi kegagalan pada tiap satuan kelengkapan pencahayaan atau tabung pencahayaan tidak menimbulkan kegelapan di area tersebut

(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.8.1.4).

(29)* Tangga-tangga yang melayani 5 (lima) lantai atau lebih harus memiliki tanda di setiap bordes di shaft tangga yang memberikan identifikasi lantai tersebut, shaft tangga, bagian atas dan bawah, dan arah ke dan lantai pelepasan eksit. Tanda-tanda ditempatkan 1.5 m di atas bordes dalam posisi yang dapat dengan mudah dilihat saat pintu dibuka atau ditutup.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.2.5.4)

(30)* Tanda-tanda bertuliskan “BUKAN EKSIT” dipasang pada setiap pintu, jalan terusan, atau jalur tangga yang bukan jalan ke luar atau akses ke jalan ke luar yang bisa menimbulkan kekeliruan saat mencari pintu ke luar

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.10.8.1)

(31)* Tanda-tanda eksit harus mudah dilihat apabila jalur jalan ke eksit tidak langsung terlihat jelas. Tanda-tanda tersebut harus mendapatkan pencahayaan yang cukup, memiliki tulisan berukuran tinggi 10 cm atau lebih (atau tinggi 15 cm apabila mendapatkan pencahayaan dari luar).

(Untuk uraian yang lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.10.1.2, 7.10.5, 7.10.6.1, dan 7.10.7.1).

(32)* Bangunan rumah sakit memenuhi semua persyaratan sarana jalan ke luar (NFPA 101-2000 : 18/19.2)

2.1.30 Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur bangunan untuk melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan asap kebakaran.

Penjelasan terhadap butir 2.1.30

Bahaya api dan asap kebakaran harus mendapatkan perhatian khusus bagi pengelola rumah sakit oleh karena ketidak mampuan sebagian pasien untuk menyelamatkan diri tanpa bantuan petugas.

Apabila suatu bangunan tidak diproteksi dengan baik maka pasien akan menghadapi risiko karena asap dan api dapat menjalar melalui bukaan-bukaan dalam bangunan.

Untuk menjamin aspek penyelamatan atau evakuasi yang aman, bahaya api dan asap dapat dihindari atau dibatasi apabila bagian-bagian bangunan dipisahkan melalui sistem kompartemenisasi.

Disamping itu, bahan-bahan pelapis interior perlu dikontrol untuk meminimasi asap dan gas-gas beracun. Bukaan-bukaan diperlukan terkait dengan adanya peralatan pemanas, ventilasi, sistem pengkondisian udara, ruang luncur elevator, shaft pembuangan sampah dan penggelontoran untuk pencucian.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Bangunan rumah sakit dirancang dan dipelihara sedemikian rupa agar bukaan-bukaan tersebut mampu membatasi penjalaran api ke kompartemen atau ke lantai-lantai lainnya.

Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :

(1) Bukaan-bukaan vertikal yang ada (di luar tangga-tangga eksit) dilindungi dalam konstruksi tahan api 1 jam. Pada konstruksi yang baru, bukaan vertikal (di luar tangga-tangga eksit) dilindungi dalam konstruksi dinding tahan api 1 jam apabila menghubungkan 3 lantai atau kurang; dan dalam konstruksi dinding tahan api 2 jam apabila menghubungkan 4 lantai atau lebih. (Lihat juga butir 2.1.10 ayat 4).

(2) Semua area berbahaya dilindungi dengan dinding-dinding dan pintu-pintu yang memiliki ketahanan api sesuai dengan NFPA 101-2000 : 18/19.3.2.1 (Lihat juga butir 2.1.10, ayat 5, butir 2.1.20, ayat 18). Area atau lokasi berbahaya termasuk, tetapi tidak terbatas, pada elemen elemen berikut :

(a) Boiler / Ruang-ruang pemanas menggunakan bahan bakar

1) Ruang-ruang boiler atau pemanas eksisting berbahan bakar, dilindungi sistem sprinkler, mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup otomatis; atau ruang dilindungi dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Ruang-ruang boiler / pemanas berbahan bakar yang baru dilindungi sistem sprinkler dan memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

(b) Ruang Londri berukuran lebih dari 9 m2

1) Ruang Londri eksisting, berukuran lebih dari 9 m2 yang dilindungi sistem sprinkler, mampu menahan jalaran asap, memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup otomatis; atau berada dalam ruangan dengan dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Ruang Londri baru, berukuran lebih dari 9 m2 yang dilindungi sistem sprinkler dan memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

(c) Ruang-ruang penyimpanan cairan mudah terbakar (Lihat NFPA 30-1996: 4-4.2.1 dan 4-4.4.2)

1) “Ruang tangki cairan mudah menyala” eksisting, yang dilindungi dengan dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam

2) “Ruang tangki cairan mudah menyala” baru, dilindungi sistem sprinkler dan memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam

(d) Laboratorium (Lihat NFPA 45-1996 untuk menentukan apakah laboratorium termasuk area sangat berbahaya)

1) Laboratorium eksisting yang bukan area sangat berbahaya, yang memiliki sistem sprinkler, mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup pintu otomatis; atau laboratorium tersebut memiliki dinding tahan api 1 jam dengan pintu tahan api ¾ jam

2) Laboratorium baru yang bukan termasuk area sangat berbahaya, memiliki sistem sprinkler, mampu menahan jalaran asap dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau diberi alat pentutup pintu otomatis

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

3) Laboratorium eksisting yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA 99-1999 : 10-3.1.1) yang memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam. Apabila dilindungi dengan sistem sprinkler maka dinding cukup bertahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

4) Laboratorium baru yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA 99-1999 : 10-3.1.1) harus memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

5) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” eksisting di laboratorium harus diproteksi dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam (Lihat NFPA 99-1999 : 10-10.2.2)

6) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” baru di laboratorium harus memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam (Lihat NFPA 99-1999 : 10-10.2.2)

(e) Bengkel perawatan dan pemeliharaan

1) Bengkel perawatan dan pemeliharaan eksisting yang dilindungi sistem sprinkler harus mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau diberikan alat penutup pintu otomatis; atau bengkel tersebut harus diproteksi dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Bengkel perawatan dan pemeliharaan yang baru yang diproteksi sistem sprinkler harus memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

(f) Ruang-ruang suplai tangki oksigen yang menggunakan pipa (Lihat NFPA 99-1999 : 4-3.1.1.2)

1) Ruang suplai tangki oksigen eksisting harus diproteksi dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Ruang suplai tangki oksigen baru yang diproteksi system sprinkler harus memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

(g) Bengkel tempat pengecatan yang bukan area sangat berbahaya

1) Bengkel pengecatan eksisting yang bukan area sangat berbahaya harus diproteksi system sprinkler dan harus mampu menahan jalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau mempunyai alat penutup pintu otomatis; atau bahwa bengkel tsb memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Bengkel pengecatan baru yang bukan area sangat berbahaya yang memiliki system sprinkler harus diproteksi dinding tahan api 1 jam serta pintu tahan api ¾ jam.

(h) Ruang-ruang linen yang kotor

1) Ruang-ruang linen kotor eksisting harus diproteksi sistem sprinkler dan harus mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis; atau ruang-ruang tersebut memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

2) Ruang-ruang linen kotor yang baru harus diproteksi system sprinkler dan mempunyai dinding tahan api 1 jam serta pintu tahan api ¾ jam

(i) Ruang-ruang tempat penyimpanan / penimbunan

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1) Ruang-ruang tempat peyimpanan eksisting untuk benda-benda mudah terbakar (combustible) berukuran lebih besar dari 5 m2 harus diproteksi system sprinkler, mampu menahan jalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup pintu otomatis; atau dinding ruangan memiliki ketahanan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

2) Ruang-ruang tempat penyimpanan benda-benda combustible yang baru berukuran antara 5 m2 hingga 10 m2, harus mampu menahan penjalaran asap dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau memiliki alat penutup pintu otomatis

3) Ruang-ruang tempat penyimpanan benda-benda combustible yang baru, berukuran lebih besar dari 10 m2 harus diproteksi system sprinkler dan berdinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

(j) Ruang-ruang pengumpulan sampah / barang bekas

1) Ruang-ruang tempat pengumpulan sampah / barang bekas eksisting harus diproteksi system sprinkler, mampu menahan jalaran asap dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau memakai alat penutup pintu otomatis; atau berdinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam

2) Ruang-ruang tempat pengumpulan sampah / barang bekas yang baru harus diproteksi system sprinkler dan mempunyai dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.

(3)* Toko mainan yang menyimpan atau memajang benda-benda mudah terbakar dalam jumlah yang termasuk berbahaya harus dipisahkan dengan dinding-dinding tahan api 1 jam dan pintu-pintu tahan api ¾ jam. Pada bangunan eksisting, kombinasi dinding-dinding dan pintu-pintu untuk menghambat penjalaran asap dan sistem sprinkler otomatis boleh digunakan untuk toko mainan yang menyimpan atau memajang benda-benda mudah terbakar dalam jumlah yang dapat dikategorikan berbahaya

(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.2.5)

(4)* Bahan pelapis interior dinding dan plafon eksisting harus memiliki rating klas A atau B untuk membatasi perkembangan asap dan penyebaran nyala api. Bahan pelapis interior dinding dan plafon yang baru dipasang memiliki rating klas A

(Untuk uraian selengkapnya dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.3.2).

(5)* Bahan pelapis lantai yang baru dipasang di koridor kompartemen asap tanpa sistem sprinkler harus memiliki daya fluks radiasi Klas I

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.3.3)

(6)* Partisi koridor eksisting dari konstruksi tahan api ½ jam dipasang menerus dari pelat lantai ke lantai atau pelat atap di atas, hingga melalui tiap ruang-ruang tersembunyi (seperti ruang-ruang yang terdapat di atas plafon gantung dan ruang-ruang antara), harus ditutup rapat dan dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.

Catatan-1 :

Ruang-ruang yang tidak tertutup rapat berukuran 1/8 inci atau kurang yang terletak sekeliling pipa, saluran udara dan pengkawat di atas plafon diperbolehkan

Catatan-2 :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

Di dalam kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang disetujui, partisi koridor diperbolehkan berakhir pada langit-langit apabila langit-langit tersebut dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.

Penjalaran asap dapat dibatasi dengan langit-langit yang memiliki lembaran akustik gantung yang terbuka (exposed, suspended-grid acoustical tile ceiling).

Fitur langit-langit berikut ini juga mampu membatasi penjalaran asap, sistem pemipaan sprinkler dan sprinkler yang menembus langit-langit, pemanasan saluran udara, ventilasi, dan suplai pengkondisian udara (HVAC) dan difuser udara balik; pengeras suara dan kelengkapan pencahayaan yang dipasang masuk (recessed).

(Untuk uraian lengkap dan perkecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.6.2 dan 19.3.6.2.2)

(7)* Pada bangunan baru, dinding koridor dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.3.6.2)

(8)* Pada kompartemen asap tanpa sistem sprinkler, jendela-jendela kebakaran yang terpasang tetap, berukuran 25% atau kurang dari ukuran dinding-dinding koridor dimana jendela-jendela tersebut terpasang.

Catatan :

Pemasangan jendela eksisting yang sebelumnya memenuhi kriteria Life Safety Code (seperti luasan 0,8 m2 atau kurang, dipasangi kaca berkawat (wire glass), atau kaca tahan api, dan dipasang pada rangka metal yang disetujui).

(Untuk uraian lengkap dan setiap perkecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.6.3.8 dan 8.2.3.2 (2).

(9)* Pada bangunan-bangunan eksisting, semua pintu-pintu koridor dibuat dari panel kayu padat atau yang setara setebal 4.4 cm atau lebih dan tidak memiliki lubang ventilasi atau gril (dengan pengecualian pada kamar mandi, toilet dan bak benam yang tidak mengandung bahan mudah terbakar atau menyala)

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.6.3.1 dan 19.3.6.4)

(10)* Pintu-pintu koridor yang tidak memiliki plat pelindung dipasang lebih tinggi dari 125 cm di atas bagian bawah pintu

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.6.3.5)

(11)* Pintu-pintu koridor dilengkapi dengan alat pengunci positif, diatur untuk membatasi gerakan asap, dan ber-engsel sehingga mampu berayun. Celah antara sisi pertemuan pasangan pintu tidak lebih dari 0.3 cm, dan undercuts tidak lebih dari 2.5 cm. Pengunci jenis gulung tidak diperkenankan.

Catatan :

Untuk pintu-pintu eksisting, disarankan untuk menggunakan suatu alat yang bisa mempertahankan pintu tetap tertutup bila mendapatkan tekanan seberat 22 N pada sisi pintu.

(Untuk uraian selengkapnya bisa mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.6.3.1 dan 7.2.1.4.1)

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(12)* Bukaan-bukaan panel-panel atau pintu-pintu dengan kaca pengintai di dinding-dinding koridor (di luar kompartemen-kompartemen asap yang membatasi ruangan tidur pasien) dipasang pada atau di bawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit. Bukaan-bukaan ini tidak boleh lebih besar dari 520 cm2 pada bangunan baru atau lebih besar dari 130 cm2 pada bangunan eksisting.

Catatan :

Bukaan bisa termasuk, tetapi tidak terbatas pada, ukuran celah surat dan jendela celah seperti di laboratorium, farmasi dan tempat kasir

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 101-2000 : 18/19.3.6.5).

(13)* Koridor-koridor yang melayani ruang-ruang bersebelahan tidak boleh digunakan sebagai bagian dari plenum suplai udara, udara balik atau udara buang.

Catatan :

Komisi gabungan menganggap peraturan mengijinkan gerakan udara antara ruang-ruang dan koridor (seperti ruang-ruang isolasi) karena kebutuhan akan beda tekanan di rumah sakit perawatan.

Pada kondisi semacam ini, arah aliran udara tidak menjadi fokus elemen kinerja.

Untuk tujuan proteksi kebakaran, transfer udara harus dibatasi pada jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan beda tekanan positif atau negatif

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 90A-1999 : 2-3.11.1).

(14)* Pada bangunan-bangunan eksisting harus disediakan sekurang-kurangnya dua kompartemen asap pada setiap lantai yang memiliki lebih dari 30 pasien di ruang-ruang perawatan.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.7.1)

(15)* Pada bangunan-bangunan baru harus disediakan sekurang-kurangnya dua kompartemen asap untuk setiap lantai yang meliputi :

o ruang-ruang tidur pasien atau perawatan.

o lantai-lantai yang bukan untuk ruang-ruang tidur yang memiliki penghuni dengan kapasitas 50 orang atau lebih.

o lantai-lantai yang tidak dihuni dan digunakan.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.3.7.1 dan 18.3.7.2).

(16)* Penghalang-penghalang asap membatasi ukuran maksimum dari kompartemen asap hingga 2100 m2. Jarak tempuh dari setiap titik dalam kompartemen ke dinding penghalang asap tidak lebih dari 60 m

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.1)

(17)* Ukuran kompartemen-kompartemen asap memenuhi persyaratan yang berlaku (NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.4)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

(18)* Penghalang-penghalang asap membentang dari pelat lantai ke lantai atau pelat atap di atasnya, melalui setiap ruang-ruang tersembunyi (seperti ruang-ruang di atas langit-langit gantung dan ruang-ruang antara), dan memanjang menerus dari dinding luar ke dinding luar. Semua penembusan ditutup rapat.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.3)

(19)* Pada bangunan-bangunan eksisting, penghalang-penghalang asap memiliki ketahanan api ½ jam dan pada bangunan baru, penghalang api memiliki ketahanan api 1 jam

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.3)

(20)* Pada bangunan-bangunan eksisting, saluran-saluran udara yang menembus penghalang-penghalang asap harus diproteksi damper-damper asap yang disetujui yang akan menutup saat detektor asap beroperasi. Detektor ditempatkan di dalam sistem saluran udara atau di area yang melayani kompartemen asap.

Catatan :

Pada bangunan-bangunan eksisting dengan dua kompartemen bersebelahan yang dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis, tidak diperlukan damper-damper pada penghalang-penghalang asap

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.3 dan 8.3.5.2)

(21)* Damper-damper asap yang disetujui harus melindungi bukaan aliran udara yang dipasang sepanjang penghalang-penghalang asap di ruang-ruang plafon yang digunakan sebagai plenum tanpa saluran udara baik untuk udara suplai maupun balik

(Uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 8.3.5.1).

(22)* Susunan jendela api terpasang tetap pada dinding-dinding atau pintu-pintu penghalang asap atau pintu-pintu yang memiliki ketahanan api 20 menit dan luasannya 25% atau kurang dari ukuran penghalang asap.

Catatan :

Instalasi dinding eksisting yang memiliki kaca patri atau kaca tahan api, dan memiliki luas 0.8 m2 atau lebih kecil, serta dibuat pada rangka metal dapat diterima

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.3.7.7, 19.3.7.5 dan 8.2.3.2.2)

(23)* Pintu-pintu pada penghalang-penghalang asap dapat menutup sendiri atau menutup secara otomatis, dibuat dari bahan panel kayu padat atau yang setara, berukuran 4.4 cm atau lebih, dan dipasang untuk menahan penjalaran asap.

Celah di antara sisi-sisi pertemuan pasangan pintu tidak boleh lebih lebar dari 0.3 cm, dan potongan bawah (undercuts) tidak boleh lebih besar dari ¾ inci.

Pintu-pintu harus tidak memiliki lapisan papan pelindung tidak tahan api dengan ketinggian lebih dari 125 cm di atas bagian bawah pintu

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu kepada NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.5, 18/19.3.7.6, dan 8.3.4.1).

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(24)* Dalam bangunan, pintu eksit yang menghubungkan tiga lantai atau kurang harus memiliki ketahanan api 1 jam; eksit yang menghubungkan empat lantai atau lebih harus memiliki ketahanan api 2 jam

(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.1.3.2.1)

(25)* Bangunan rumah sakit memenuhi semua persyaratan proteksi asap dan api sesuai ketentuan yang berlaku (NFPA 101-2000 : 18/19.3)

Catatan :

Sesuai ketentuan Komisi Bersama sejumlah tertentu pembersih tangan (hand-rub) berbasis alkohol boleh digunakan dalam kompartemen asap tunggal.

2.1.34 Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran. Uraian elemen-elemen kinerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1)* Sistem alarm kebakaran secara otomatis mengirim sinyal ke salah satu dari yang di bawah ini.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 9.6.4).

(a)* Suatu sistem alarm kebakaran yang dihubungkan langsung ke kantor pemadam kebakaran (damkar) seperti diuraikan pada ketentuan yang berlaku (NFPA 72 - 1999; 6.16).

(b)* Pusat panel utama seperti diuraikan dalam ketentuan yang berlaku (NFPA 72-1999; 5.2).

(c)* Sistem stasiun dengan supervisi dari pengelola seperti yang dijelaskan dalam ketentuan yang berlaku atau suatu metoda yang disetujui “Komisi bersama” untuk suatu sistem transmisi manual (NFPA 72 - 1999; 5.3).

(d)* Suatu stasiun sistem alarm kebakaran dengan supervisi jarak jauh seperti yang diuraikan dalam ketentuan yang berlaku (NFPA 72 - 1999; 5.4).

(2)* Kontrol panel utama alarm kebakaran terletak pada daerah yang terproteksi (suatu area yang tertutup dan berdinding tahan api selama 1 jam dengan pintu kebakaran tahan api selama ¾ jam) yang setiap saat harus dijaga atau di dalam ruangan yang dilengkapi dengan detektor asap. (Lihat juga butir 2.1.10, ayat 5).

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4 dan NFPA 72 - 1999; 1.5.6 dan 3.8.41).

(3)* Panel pendukung yang dipasang pada jarak jauh yang mengeluarkan suara dan pengumuman terletak di lokasi yang disetujui Otoritas Berwenang Setempat atau setara dengannya.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4).

(4) Rumah sakit harus memenuhi persyaratan deteksi, alarm kebakaran dan system komunikasi sesuai persyaratan keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.3.4).

2.1.35 Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman kebakaran.

Uraian elemen-elemen kinerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

(1)* Sistem alarm kebakaran memonitor komponen sistem sprinkler otomatis yang disetujui.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.2 dan 9.7.2.2).

(2)* Sistem alarm kebakaran disambungkan pada alarm aliran air,

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.7.2.2).

(3)* Gantungan pemipaan untuk sistem sprinkler otomatik yang disetujui tidak boleh longgar atau rusak.

(Untuk uraian lengkap & pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1998; 2.2.3).

(4)* Pemipaan untuk sistem sprinkler otomatik yang disetujui tidak boleh digunakan untuk menggantung peralatan lainnya.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1999; 2.2.2).

(5)* Kepala springkler tidak dalam keadaan rusak, bebas korosi, bebas material lain, dan bebas cat.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1999; 2.2.1.1).

(6)* Perlu selalu dijaga area yang bebas dengan jarak 18” (45 cm) atau lebih, dari titik di bawah deflektor kepala sprinkler ke titik tertinggi dari barang yang disimpan.

Catatan :

Dinding perimeter dan ketinggian rak boleh memanjang sampai ke langit-langit apabila tidak terletak tepat di bawah kepala sprinkler.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 13 - 1999; 5.8.5.2.1).

(7)* Sistem sprinkler area terbatas yang memproteksi area terisolasi dan berbahaya harus disambungkan ke sistem pemipaan air domestik mempunyai katup yang dapat ditutup dan mempunyai titik kepala sprinkler tidak lebih dari 6 (enam) buah. Deteksi aliran air harus terpasang pada instalasi baru apabila dua atau lebih sprinkler melayani satu area.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.7.1.2).

(8)* Jarak tempuh terjauh untuk mencapai APAR (Alat Pemadam Api Ringan) terdekat adalah 75 ft (23 m) atau kurang.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.6 dan NFPA 10 - 1998; 3.1.1).

(9)* APAR Kelas K diletakkan di dalam jarak 30 ft (9 m) dari suatu peralatan peralatan dapur yang mengeluarkan cairan berminyak seperti penggorengan dengan tempat minyak yang dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;18/19.3.5.6 dan NFPA 10 - 1998; 2.3.2.).

(10)* Alat mengeluarkan cairan berminyak pada peralatan dapur seperti penggorengan dengan tempat minyak yang dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang harus mempunyai kanopi atau tudung, sistem saluran udara udara buang (exhaust duct), juga alat penangkap lemak tanpa saringan.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.6 dan NFPA 96 - 1998; 1.3.1).

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(11)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan berminyak harus seperti berikut: Dapat mengaktifkan sistem alarm kebakaran gedung.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.2.6, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.6.2).

(12)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan berminyak harus seperti berikut : Dapat mematikan aliran minyak/bahan bakar.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.2.6, 9.2.3, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.4.1).

(13)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan berminyak harus seperti berikut : Dapat mengontrol fan buang (exhaust fan) sesuai desain.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.3.2.6, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 8.1.5).

(14) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lainnya terkait dengan keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5).

2.1.40. Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.

Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :

(1)* Gedung yang tidak berjendela atau sebagian dari gedung tak berjendela harus memenuhi persyaratan yang ada (NFPA 101 - 2000; 18/19.4.1).

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 11.7).

(2)* Gedung bertingkat tinggi yang baru harus diproteksi dengan sistem springkler otomatis yang disetujui untuk memenuhi persyaratan yang berlaku (NFPA 101 - 2000; 18.4.2).

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 11.8).

2.1.50 Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan gedung untuk memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran dan asap.

Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :

(1)* Peralatan pengapian tidak diperkenankan pada area tempat tidur, bila dibolehkan, pengapian harus dipisahkan dari area tempat tidur dengan konstruksi tahan api 1 jam atau lebih.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).

(2)* Peralatan pengapian yang dilengkapi dengan dinding harus dijamin terhadap keretakan dinding dan tahan sampai temperatur 343,30C (6500F) dan konstruksinya dengan kaca tahan panas atau material lain yang disetujui.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).

(3)* Tungku dari peralatan pengapian baru harus dipasang dengan ditinggikan sekitar 4” (10,6 cm) di atas lantai.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).

(4)* Pada lift baru, terpasang alat-alat sebagai berikut :

(a) Kunci untuk memanggil regu pemadam kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

(b) Pemanggilan kembali secara otomatis melalui detektor asap.

(c) Kunci untuk operasi darurat yang digunakan khusus untuk petugas pemadam kebakaran.

(d) Detektor asap ruang mesin lift.

(e) Detektor asap lobi lift.

Lift eksisting yang memiliki jarak tempuh (jarak dari lift eksisting ke eksit) 25 ft (7,62 m) atau lebih, di atas atau di bawah level/lantai yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi kebutuhan operasi pemadam kebakaran juga harus memenuhi persyaratan ini.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.3 dan 9.4.3).

(5)* Saf peluncur pembuangan sampah (refuse chute) harus dibuang menuju tempat penampungan yang tidak digunakan untuk keperluan lain.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.3).

(6)* Pada suatu bangunan rumah sakit yang baru, sampah linen dan kotak sampah harus mempunyai bukaan vent melalui atap yang membuka langsung ke udara luar.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18.5.4.1 dan NFPA 82 - 1999; 3.2.2.4).

(7)* Pada bangunan yang lebih dari dua tingkat, sistem sprinkler otomatis yang disetujui harus dipasang di atas puncak bukaan-bukaan layanan pada saf buangan linen dan sampah yang melayani seluruh tingkat bangunan.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.3).

(8)* Pada bangunan eksisting, konstruksi pintu masuk yang melayani buangan sampan linen dan saf sampah mempunyai tingkat ketahanan api ¾ jam (atau 1 jam bila pintunya terbuka ke arah koridor). Pada bangunan baru, konstruksi pintu masuk saf sampah harus mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam (atau 1 ½ jam pada tempat peluncuran sampah bangunan empat tingkat atau lebih).

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1).

(9)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu mempunyai engsel positip yang dapat menutup sendiri.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1 dan 8.2.3.2.3.1 dan NFPA 82.1999; 3.2.2.9).

(10)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu harus mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1 dan 8.2.3.2.3.1).

(11)* Saf peluncuran sampah linen dan sampah yang menuju pada suatu ruangan penampungan khusus harus dipisahkan dari koridor dengan tingkat ketahanan api konstruksi dinding selama 1 jam.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1 dan 18/19.3.2.1; NFPA 82 - 1999; 3.2.6.1).

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(12)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan operasi keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.5).

2.1.70 Rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur yang memenuhi persyaratan pencegahan kebakaran api dan asap.

Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :

(1)* Rumah sakit harus melarang penggunaan semua bahan dekorasi mudah terbakar yang bukan penghambat api.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 7.5.4).

(2)* Tempat penyimpanan linen kotor dan sampah yang lebih besar dari 121,12 liter (32 gallon) (termasuk kontainer daur ulang) harus diletakkan dalam ruangan yang terproteksi sebagai area yang berbahaya.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.5.5).

(3)* Rumah sakit harus melarang alat pemanas portabel (ringan) di dalam kompartemen asap yang berada dalam ruang perawatan dan ruang tindakan.

(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.8).

(4) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain mengenahi fitur operasi terkait keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.7. Lihat juga butir 2.3.3. ayat 1).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

BAB III

PENUTUP 3.1 Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan serta guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

3.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian “Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana rumah sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

3.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait lainnya.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Kepustakaan

1 NFPA 10, 1988 Standard for Portable Fire Extinguishers.

2 NFPA 13, 1999 Standard for the installation of sprinkler systems.

3 NFPA 25, 1999 Standard for the inspection, testing and maintenance of water based fire protection systems.

4 NFPA 72, 1999 National Fire Alarm and signaling code.

5 NFPA 80, 1999 Standard for fire doors and other opening protectives.

6 NFPA 82, 1999 Standard on incenerators and waste and linen handling systems and equipment.

7 NFPA 90A - 1999 Standard for the installation of Air conditioning and ventilating systems.

8 NFPA 96 - 1998 Standard for Ventilation Control and Fire Protection of Commercial Cooking operation.

9 NFPA 101 - 2000 Life Safety Code.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

APENDIKS

NFPA 10 - 1988 CHAPTER 2 2.3.2 Pemadam api yang disediakan untuk melindungi peralatan memasak yang menggunakan media memasak mudah terbakar (minyak tumbuhan atau minyak daging binatang dan lemak) harus terjamin kualitasnya dan memperoleh label untuk kebakaran Klas K.

Pengecualian :

Pemadam api yang dipasang khusus untuk mengatasi bahaya kebakaran ini sebelum Juni, 1998.

CHAPTER 3 3.1.1 Sejumlah minimum APAR yang diperlukan untuk melindungi bangunan harus ditentukan sebagaimana diuraikan secara garis besar dalam Bab ini. Secara berkala, tambahan APAR harus dipasang untuk untuk menghasilkan proteksi yang lebih baik. APAR yang memiliki rating / daya padam lebih rendah dari yang ditetapkan pada Tabel 3-2.1 and 3-3.1 dapat dipasang, asalkan peralatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memenuhi pesyaratan perlindungan minimum yang ditentukan di Bab ini.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 13 - 1999 CHAPTER 5 5.8.5.2.1 Rintangan baik kontinyu maupun diskontinyu kurang atau pun sama dengan 18 in. (457 mm) dibawah deflector kepala sprinkler yang mencegah corak pancaran dari pengembangan penuh harus memenuhi butir 5-8.5.2. Apapun yang ditentukan oleh Sub.Bab ini, rintangan padat kontinyu harus memenuhi persyaratan 5-8.5.1.2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

NFPA 25 – 1999 CHAPTER 2 2.2.1.1 Sprinkler-sprinkler harus diperiksa dari mulai level lantai setiap tahunnya. Sprinkler harus bebas korosi, benda-benda asing, cat, dan kerusakan fisik dan harus dipasang dengan arah yang benar (misal menghadap ke atas, menghadap kebawah, atau arah sisi dinding). Setiap kepala sprinkler yang kena karat, kena cat, rusak atau terbebani dan salah arah, harus diganti.

Pengecualian :

1* Pipa dan sambungan-sambungan yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit gantung, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.

2. Pipa yang dipasang di area-area yang sulit dijangkau, untuk pertimbangan keamanan dan operasi proses, dilakukan pemeriksaannya saat penutupan operasi sementara (shutdown).

2.2.2 Pipa dan sambungan-sambungan. Pipa dan sambungan-sambungan sprinkler harus diperiksa setahun sekali dari mulai level lantai. Selain itu pipa dan sambungan-sambungan tersebut harus dalam kondisi baik dan bebas dari kerusakan mekanik, kebocoran, korosi dan salah penyambungan. Pemipaan sprinkler tidak menjadi sasaran beban berat eksternal, baik terhadap pipa maupun tergantung di pipa.

Pengecualian

1* Pipa dan sambungan-sambungan yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit gantung, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.

2 Pipa yang dipasang di area-area yang sulit dijangkau, untuk pertimbangan keamanan dan operasi proses, dilakukan pemeriksaannya saat penutupan operasi sementara (shutdown).

2.2.3 Gantungan dan kait seismik. Gantungan pipa sprinkler dan kait seismik harus diperiksa setiap tahun dari level lantai. Gantungan dan kait seismik tidak boleh rusak atau hilang. Gantungan dan kait seismik yang rusak atau hilang harus segera diganti atau dikencangkan.

Pengecualian

1* Gantungan pipa dan kait seismik yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit gantung, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.

2 Gantungan-gantungan pipa yang dipasang di area-area yang sulit dicapai karena pertimbangan keselamatan terkait operasi proses, harus diperiksa selama waktu penutupan sementara (shutdown) yang dijadwalkan.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 30 – 1996 CHAPTER 2 4.4.2.1 Semua area penyimpanan harus dikonstruksikan untuk memenuhi tingkat ketahanan api yang ditentukan dalam tabel 4.4.2.1. Konstruksi tersebut harus memenuhi spesifikasi pengujian sesuai ketentuan yang berlaku (NFPA 251, Standard Methods of Tests of Fire Endurance of Building Construction and Materials).

Tabel 4.4.2.1 Tingkat Ketahanan Api untuk area penyimpanan cairan di dalam gedung

Tingkat Ketahanan Api, Jam

Jenis area penyimpanan Dinding di dalam1, langit-langit, diantaranya

Atap Dinding luar

Di dalam ruangan :

Area lantai < 150 ft2 1 -- --

Area lantai > 150 ft2 dan < 500 ft2. 2 -- --

Bagian bangunan dan dilekatkan pada bangunan:

Area lantai < 300 ft2 1 12 --

Area lantai > 300 ft2 2 22 23

Gudang cairan 44 -- 25 or 46

Unit SI : 1 ft2 = 0,09 m2 1 Antara area penyimpanan cairan dan setiap area yang berdekatan tidak diperuntukkan untuk penyimpanan cairan. 2 Atap dari bangunan pada gedung, satu lantai tingginya, harus dimungkinkan untuk dari bahan konstruksi ringan tidak mudah terbakar jika pemisah bagian di dalam dinding mempunyai minimum parapet 3 ft (0,9 m). 3 Apabila bagian lain dari bangunan atau properti lain terekspos. 4 Ini harus dinding api standar. 5 Untuk dinding terekspos yang diletakkan lebih dari 10 ft (3 m) tetapi kurang dari 50 ft (15 m) dari bangunan penting atau jalur properti yang berdekatan yang dapat dibangun. 6 Untuk dinding terekspos yang diletakkan 10 ft (3 m) tetapi kurang dari 50 ft (15 m) dari bangunan penting atau jalur properti yang berdekatan yang dapat dibangun.

4.4.4.2 Penyimpanan di dalam ruangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam tabel 4.4.4.2. Sebagai tambahan, kontainer dengan kapasitas di atas 113,5 Liter (30 galon) yang berisi cairan kelas I atau kelas II harus tidak disimpan pada ketinggian lebih dari tinggi satu kontainer di dalam ruangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

Tabel 4.4.4.2 – Batas Penyimpanan untuk Ruangan di dalam.

Area lantai total (ft2) Apakah proteksi kebakaran otomatik disediakan?1

Kuantitas yang diijinkan total (gallon/ft2 dari area lantai).

150 Tidak 2

Ya 5

>150 and 500 Tidak 42

Ya 10

Unit SI : 1 ft2 = 0,09 m2; 1 gallon = 3,8 liter. 1 Sistem proteksi kebakaran harus sistem springkler otomatik, menyemprotkan air, carbon dioksida, kimia kering, atau sistem lain yang disetujui (lihat sub bagian 4.8). 2 Kuantitas total yang diijinkan dari cairan Klas 1A dan 1B harus tidak melebihi kuantitas yang diijinkan dalam tabel 4.4.4.1 atau yang diijinkan oleh butir 4.4.4.4.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 45 – 1996 CHAPTER 2 2.3 Area kerja laboratorium dan klasifikasi unit laboratorium dengan bahaya

ledakan. 2.3.1 Area kerja suatu laboratorium harus dipertimbangkan jika berisi bahan berbahaya ledakan jika jumlah bahan yang dapat meledak atau konsentrasi bahan dalam butir (a) sampai (e) di bawah ini dapat menimbulkan kecelakaan yang serius pada petugas di dalam area kerja laboratorium.(lihat apendiks C).

(a) Penyimpanan bahan dengan tingkat reaktifitas bahaya 4 (lihat B.2.5)

(b) Menggunakan bentuk bahan dengan tingkat reaktifitas 4 (lihat B.2.5)

(c) Reaksi exothermic yang tinggi, seperti polymerization, oxidation, nitration, peroxidation, hydrogenation, atau reaksi organo-metallik.

(d) Menggunakan bentukan dari bahan yang struktur kimianya menunjukkan potensi bahaya, tetap sifat-sifatnya tidak stabil, seperti triple bond, epoxy radical, nitro dan nitroso compound, dan peroxide.

(e) Reaksi tekanan tinggi. (lihat gambar C.4.5)

2.3.2 Suatu unit laboratorium harus tidak diperhitungkan berisi bahan berbahaya ledakan kecuali area kerja laboratorium di dalam unit berisi bahan dengan bahaya ledakan cukup besar yang sampai dapat menyebabkan kerusakan benda-benda atau kecelakan serius diluar area kerja laboratorium.

2.3.3 Untuk persyaratan proteksi bahaya ledakan, lihat bab 5.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

NFPA 72 – 1999 CHAPTER 1 1.5.6 Dalam area yang tidak dihuni terus menerus, deteksi asap otomatis harus disediakan pada lokasi dari setiap unit kontrol alarm kebakaran untuk memberikan pemberitahuan kebakaran pada lokasi itu.

Pengecualian :

Apabila kondisi lingkungan melarang instalasi deteksi asap otomatis. deteksi panas otomatik harus dimungkinkan.

CHAPTER 3 3.8.4.1 - Pemberitahuan ke penghuni. Sistem alarm kebakaran yang disediakan untuk evakuasi atau merelokasi penghuni bangunan harus mempunyai satu atau lebih alat pemberitahu yang dijamin berfungsi untuk setiap lantai dan diletakkan sedemikian sehingga alat tersebut memiliki sifat-sifat sebagaimana diuraikan dalam Bab 4 untuk keperluan umum atau pribadi, sesuai yang diperlukan.

Zona-zona notifikasi harus konsisten dengan rencana respons emergensi atau evakuasi untuk bangunan yang dilindungi. Batas-batas zona notifikasi harus sama dengan dinding-dinding luar bangunan, batas-batas kompartemen kebakaran atau asap bangunan, pemisahan lantai atau pembagian lainnya terkait keamanan terhadap bahaya kebakaran.

CHAPTER 5

5.2 Sistem Alarm Kebakaran untuk Layanan Stasiun Pusat. Persyaratan bab 1 dan 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm kebakaran eksklusif, kecuali adanya konflik dengan persyaratan bagian ini.

5.3 Sistem stasiun supervisi eksklusif. Persyaratan bab 1 dan bab 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm eksklusif, kecuali ada konflik dengan persyaratan dari bagian ini.

5.4 Sistem Alarm kebakaran pada stasiun supervisi jarak jauh. Persyaratan bab 1 dan 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm kebakaran stasiun supervisi jarak jauh, kecuali ada konflik dengan persyaratan bagian ini.

CHAPTER 6

6.16. Perlengkapan sistem alarm kebakaran. Persyaratan bab 1, 3 dan 7 harus diterapkan untuk perlengkapan sistem alarm kebakaran, kecuali ada konflik dengan persyaratan bagian 6.16. Jika dimungkinkan oleh otoritas berwenang setempat, penggunaan sistem yang dijelaskan dalam bab 6 harus dimungkinkan untuk melengkapi laporan fungsi dari atau di dalam tempat pribadi.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 80 – 1999 CHAPTER 1 1.3.5 Tanda Arah Tanda arah dipasang pada permukaan pintu kebakaran dan harus memenuhi sub seksi.

1.3.5.1 Tanda arah informasi diperbolehkan dipasang pada permukaan pintu kebakaran sesuai dengan sub seksi ini.

1.3.5.2 Area total yang ditempel tanda arah harus tidak melebihi 5% dari area muka pintu kebakaran untuk yang ditempel.

1.3.5.3 Tanda arah harus ditempel ke pintu kebakaran menggunakan perekat (lem). Penempelan secara mekanis seperti dengan sekrup atau paku tidak diijinkan.

1.3.5.4 Pintu kebakaran dari bahan kaca tidak boleh dipasang tanda arah.

1.3.5.5 Tanda arah tidak boleh dipasang pada permukaan pintu kebakaran yang dapat merusak atau mengganggu pengoperasian pintu kebakaran.

1.11.4 Jarak Celah (Clearance). Jarak celah dibagian bawah pintu harus memenuhi Tabel 1.11.4.

Table 1.11.4 Jarak celah di bagian bawah pintu

Pintu ayun dengan

peralatan bangunan

Pintu ayun dengan

peralatan pintu kebakaran

Pintu geser horizontal

Pintu geser Vertikal.

Pintu geser akordion horizontal

khusus atau pintu lipat

inci mm inci mm inci mm inci mm inci mm Pintu bagian bawah dan kusen tidak mudah terbakar yang dinaikkan.

9.5 9.5 9.5 9.5 9.5

Lantai dimana tidak ada kusen. ¾ 19.1 ¾ 19.1 ¾ 19.1 ¾ 19.1

Lantai ubin yang keras, 15.9 Pelapis lantai ½ 12.7 ½ 12.7 ½ 12.7 ½ 12.7

CHAPTER 2 2.3.1.7 Jarak celah antara tepi pintu pada sisi tarikan dan rangka pintu, dan tepi-tepi pertemuan pintu yang berayun berpasangan pada sisi tarikan adalah 1/8 in. ± 1/16 in. (3.18 mm ± 1.59 mm) untuk pintu-pintu baja dan tidak melampaui 1/8 in. (3.18 mm) untuk pintu-pintu kayu.

2.4.5 Pelat jaminan perlindungan pabrik pembuat harus dipasang sesuai listing pintu kebakaran. Pelat tersebut harus diberi label dan dipasang sesuai dengan listing-nya.

Pengecualian :

Pemberian label tidak dipersyaratkan apabila bagian ujung pelat perlindungan tidak lebih dari 16 in. (406 mm) di atas alas / dasar pintu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

NFPA 82 – 1999 CHAPTER 3 3.2.2.4 Ventilasi saluran pembuangan. Saluran pembuangan kotoran atau linen kotor harus memanjang (ukuran penuh) sekurang-kurangnya 3 ft (0.92 m) di atas atap bangunan. Saluran atau corong tersebut harus terbuka ke udara luar dengan ukuran penampang bukaan sama dengan saluran pembuangan tsb.

Pengecualian :

Saluran pembuangan bisa kurang dari 3 ft (0.92 m) di atas atap bangunan dari konstruksi Tipe I, Tipe II-222, atau Tipe II-111 sesuai persetujuan OB.

3.2.2.9 Pintu-pintu pelepasan saluran pembuangan. Saluran pembuangan sistem gravitasi harus sedemikian sehingga bukaan dasar saluran pembuangan atau cerobong atau keduanya, harus dilindungi dengan pintu kebakaran yang memiliki api 1-jam, yang dilengkapi dengan penutup otomatis atau pintu yang dapat menutup sendiri yang disetujui yang cocok untuk bukaan Klas B.

3.2.6.1 Kriteria Ruang Pelepasan Saluran Pembuangan. Saluran pembuangan kotoran dan kain linen kotor harus berakhir atau melepas langsung ke suatu ruangan yang ketahanan api minimumnya tidak kurang dari yang disyaratkan untuk saluran pembuangan. Bukaan-bukaan ke ruangan-ruangan tersebut harus dilindungi dengan pintu-pintu berketahanan api 11/2-jam yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup otomatis yang cocok untuk bukaan-bukaan Klas B.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 90A – 1999 CHAPTER 2 2.3.11.1 Koridor penyelamat. Koridor-koridor penyelamat di hunian-hunian perawatan kesehatan, penahanan untuk perawatan penyembuhan dan perumahan tidak boleh digunakan sebagai bagian dari sistem pengaliran udara suplai, balik ataupun pembuangan yang melayani area-area yang bersebelahan. Bukaan-bukaan untuk pemindahan udara tidak diperbolehkan di dinding-dinding atau di pintu-pintu yang memisahkan koridor penyelamat dari area-area yang berdekatan.

Pengecualian

1 Ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang tambahan semacam itu harus memiliki bukaan yang langsung menuju koridor penyelamat..

2 Apabila lebar celah pintu tidak melampaui persyaratan yang ditentukan dalam NFPA 80, Standar pintu dan jendela kebakaran (Standard for Fire Doors and Fire Windows), pengaliran udara lewat perbedaan tekanan dapat diperbolehkan.

3 Penggunaan koridor penyelamat sebagai bagian dari sistem kontrol asap yang dirancang secara teknis.

4 Di hunian penahanan untuk penyembuhan dengan pemisahan-pemisahan koridor dari konstruksi yang terbuka (contoh, pintu-pintu atau partisi bentuk kisi-kisi).

CHAPTER 3 3.3.1 Dinding dan Partisi tahan Api 3-3.1.1* Damper api yang disetujui harus dipasang apabila saluran-saluran udara menembus atau berhenti pada bukaan-bukaan di dinding atau partisi yang disyaratkan memiliki ketahanan api 2 jam atau lebih.

Pengecualian*:

Damper-damper api tidak disyaratkan apabila bukaan-bukaan lain melalui dinding tidak disyaratkan untuk diproteksi.

3-3.1.2 Damper-damper api yang disetujui harus dipasang di semua bukaan-bukaan pemindah udara di partisi-partisi yang disyaratkan memiliki TKA dan yang bukaan-bukaan lainnya disyaratkan untuk dilindungi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

NFPA 96 - 1998 CHAPTER 1 1.3.1 Peralatan memasak yang digunakan dalam proses-proses yang menghasilkan asap atau uap yang mengandung lemak harus dilengkapi dengan system pembuangan yang memenuhi semua persyaratan peralatan dan kinerja sebagaimana ditentukan dalam standar ini, dan peralatan serta kinerjanya harus tetap dipertahankan selama perioda operasi peralatan memasak tersebut. Secara spesifik, peralatan berikut harus dijaga tetap dalam kondisi kerja yang baik :

(a) Peralatan memasak

(b) Sungkup pembuang asap

(c) Saluran udara (bila diterapkan)

(d) Kipas-kipas angin

(e) Sistem pemadaman kebakaran

(f) Aliran khusus untuk peralatan kontrol energi

Semua aliran udara harus dipelihara. Pemeliharaan dan perbaikan harus dilakukan terhadap semua komponen pada setiap perioda yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi-kondisi semacam ini.

CHAPTER 7 7.1.1 Peralatan pemadam api untuk melindungi alat pembuang lemak, perangkat sungkup pembuang asap, dan system saluran udara buang harus disediakan.

7.4.1 Saat aktivasi system pemadam kebakaran untuk opeasi memasak, maka semua sumber-sumber bahan bakar dan tenaga listrik yang menghasilkan panas ke semua peralatan yang memerlukan perlindungan harus dimatikan secara otomatis.

Pengecualian

1 Uap yang dihasilkan dari sumber luar. 2 Operasi memasak dengan bahan bakar padat.

7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.

Pengecualian :

Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :

(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali sebagai sarana jalan ke luar .

(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)

(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum yang diperlukan untuk bukaan pintu.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7.6.2 Apabila system pensinyalan alarm kebakaran melayani hunian yang terdapat didalamnya system pemadam kebakaran, maka aktivasi system pemadam kebakaran otomatik harus mengaktivasi pula system pensinyalan alarm kebakaran.

CHAPTER 8 8.1.5 Sungkup pembuang asap yang dijamin kualitasnya harus dioperasikan sesuai dengan persyaratan surat keterangan jaminan dan instruksi perusahaan pembuatnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

NFPA 99 - 1999 CHAPTER 2 10.3 Saling mengunci (interlocks). Sistem sirkulasi harus disediakan dengan interlok dari semya komponen kritis dan beroperasi seperti ditunjukkan dalam butir 10.3.1 sampai 10.3.4, sehingga jika setiap interlok ini diputus, perangkat memasak harus tidak mampu untuk beroperasi.

10.3.1 Semua panel tertutup yang dialiri aliran udara harus mempunyai interlok (saling mengunci) untuk memastikan panel ditempatkan dan tersekat penuh.

10.3.2 Setiap komponen filter (lemak dan bau) harus mempunyai interlok untuk memastikan komponen berada di tempatnya.

10.3.3 Setiap ESP harus mempunyai sensor untuk memastikan kinerja seperti yang direncanakan, dengan tidak terputus dari daya tidak melebihi 2 menit. Sensor ini harus dilengkapi dengan peralatan reset manual atau sirkit.

10.3.4 Saklar aliran udara dari transducer harus disediakan setelah komponen akhir filter untuk memastikan bahwa aliran udara minimum dipelihara. Alat ini membuka sirkit interlok jika aliran udara turun 25% di bawah operasi aliran normal sistem atau 10% di bawah tingkat minimum terdaftar, yang mana lebih rendah. Saklar atau transducer ini harus dilengkapi alat reset manual atau sirkit.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

NFPA 101 – 2000. CHAPTER 7 7.1.3.2.1 Apabila peraturan ini mensyaratkan suatu eksit harus dipisahkan dari bagian-bagian bangunan lain, maka konstruksi pemisah harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 8.2 dan hal-hal berikut :

(a)* Pemisah harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) tidak kurang dari 1-jam dan eksit menghubungkan 3 lantai atau kurang.

Gambar 7.4 – Proteksi akses eksit koridor

(b)* Pemisah harus mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) tidak kurang dari 2-jam apabila eksit tersebut menghubungkan empat atau lima lantai. Pemisah harus dikonstruksi dari susunan bahan-bahan tidak mudah terbakar atau bahan yang bersifat mudah terbakarnya terbatas dan harus ditopang dengan konstruksi yang memiliki TKA tidak kurang dari 2-jam.

Gambar 7.5 – Konstruksi pemisah yang dibutuhkan untuk tangga eksit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

Gambar 7.6 – Ruang sela tak dihuni dengan bukaan ke tangga eksit tertutup

Pengecualian

1 Pada bangunan rendah eksisting, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak kurang dari 1-jam.

2 Pada bangunan-bangunan eksisting yang diproteksi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai dengan Sub.Bab 9.7, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak kurang dari 1-jam.

3 Pengecualian No. 3: Ruang-ruang pelindung dengan TKA 1-jam sesuai dengan ketentuan 28.2.2.1.2, 29.2.2.1.2, 30.2.2.1.2, dan 31.2.2.1.2 sebagai alternatif.

(c) Bukaan-bukaan di dinding pemisah harus dilindungi dengan susunan pintu kebakaran dilengkapi dengan penutup pintu sesuai ketentuan 7.2.1.8.

(d) Bukaan-bukaan di ruang-ruang pelindung eksit harus dibatasi untuk keperluan akses ke ruang pelindung dari ruang-ruang yang dihuni secara normal dan koridor, serta penyelamatan dari ruang pelindung.

Pengecualian

1 Bukaan-bukaan di jalan terusan eksit di bangunan-bangunan mall tertutup sebagaimana diatur dalam Bab 36 dan 37 diperbolehkan.

2 Di bangunan-bangunan konstruksi Tipe I atau Tipe II, pintu-pintu tahan api eksisting masih diperbolehkan ke ruang-ruang antara asalkan bahwa ruang tersebut memenuhi kriteria berikut ini :

(a) Ruang tersebut digunakan semata mata untuk distribusi pipa, saluran udara dan saluran kabel.

(b) Ruangan tersebut bukan tempat penyimpanan (storage).

(c) Ruang tersebut dipisahkan dari ruang pelindung eksit sesuai ketentuan 8.2.3.

(e) Penembusan kedalam dan bukaan-bukaan lewat susunan ruang pelindung eksit tidak diperbolehkan kecuali untuk hal-hal berikut :

(1) Saluran kabel listrik melayani jalur tangga

(2) Pintu-pintu eksit yang disyaratkan

(3) Saluran udara dan peralatan yang diperlukan untuk pemberian tekanan lebih secara independen pada tangga

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Pipa air atau uap yang diperlukan untuk pemanasan atau pendinginan ruang pelindung eksit

(5) Pipa-pipa sprinkler

(6) Pipa-pipa tegak

Pengecualian

1 Penembusan-penembusan eksisting yang diproteksi sesuai ketentuan 8.2.3.2.4 diperbolehkan.

2 Penembusan-penembusan untuk sirkit alarm kebakaran diperbolehkan di dalam ruang pelindung asalkan sirkit alarm kebakaran dipasang dalam saluran kabel metal dan penembusan tersebut dilindungi sesuai ketentuan 8.2.3.2.4.

(f) Penembusan-penembusan atau bukaan-bukaan yang saling berhubungan tidak diperbolehkan antara ruang-ruang pelindung eksit yang berdekatan.

7.1.10.1 Sarana jalan ke luar harus secara kontinyu dipelihara, agar senantiasa tidak terhalangi atau bebas gangguan sehingga dapat digunakan secara penuh saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

7.2.1.4.1 Setiap pintu di sarana jalan keluar harus dari tipe engsel sisi, atau berayun terpusat. Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari tiap posisi ke posisi kelebaran penuh dari pintu tersebut.

Pengecualian :

1 Pintu-pintu luncur sebagaimana diuraikan dalam Bab 22 dan 23, serta pintu-pintu sebagaimana diuraikan dalam Bab-bab 24, 32, and 33.

2 Apabila diperbolehkan sesuai ketentuan di Bab 12 sampai dengan Bab 42, kisi-kisi pengaman gulungan vertikal atau kisi-kisi luncur horisontal yang merupakan bagian dari sarana jalan ke luar yang disyaratkan, diperbolehkan dipasang asalkan memenuhi kriteria berikut :

(a) Kisi-kisi atau pintu-pintu semacam itu harus tetap aman dalam posisi terbuka penuh selama masa oleh penggunaannya

(b) Pada atau berdekatan dengan kisi-kisi atau pintu, harus terdapat tanda yang dapat langsung terlihat jelas, dengan tulisan berukuran tinggi tidak kurang dari 1 in. (2.5 cm) dengan warna latar belakang yang kontras terbaca sebagai berikut :

PINTU INI TETAP TERBUKA

SAAT BANGUNAN DIHUNI

(c) Pintu-pintu atau kisi-kisi tidak boleh dalam keadaan posisi tertutup saat ruangan dihuni atau digunakan.

(d) Pintu-pintu atau kisi-kisi harus bisa dioperasikan dari dalam ruangan tanpa harus menggunakan alat atau cara-cara lain.

(e) Apabila disyaratkan dua atau lebih sarana jalan ke luar, tidak lebih dari separuh jumlah sarana tersebut dilengkapi dengen kisi-kisi luncur horisontal atau gulungan vertikal atau pintu-pintu.

3 Diperbolehkan memasang pintu-pintu luncur horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14.

4 Pintu-pintu ke garasi pribadi, area niaga, area industri dan area pergudangan dengan beban penghunian tidak melebihi 10, dan garasi pribadi, area niaga, area industri dan area pergudangan tersebut mengandung bahan-bahan bersifat bahaya ringan atau biasa, dibebaskan dari persyaratan ini.

5 Pintu putar yang memenuhi ketentuan 7.2.1.10 diperbolehkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

6 Pintu-pintu kebakaran eksisting dari tipe luncur horisontal dioperasikan lewat sambungan timah yang mudah melebur atau pintu kebakaran jenis gulungan vertikal diperbolehkan digunakan sesuai dengan ketentuan di Bab 12 sampai 42.

7.2.1.4.2 Pintu-pintu yang disyaratkan harus dari tipe pintu engsel sisi atau pintu ayun poros harus membuka ke arah jalan ke luar bilamana melayani ruangan atau area dengan beban penghunian 50 orang atau lebih.

Gambar 7.15 – Ayunan pintu yang perlu dipertimbangkan

Pengecualian

1 Pintu-pintu di eksit horizontal tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan apabila dibebaskan sesuai ketentuan 7.2.4.3.6.

2 Pintu-pintu penghalang asap tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan sebagaimana diberikan di Bab 19.

7.2.2.4.2 Pegangan tangga. Tangga dan tangga miring (ramp) harus memiliki pegangan tangga pada kedua sisinya. Selain itu, pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 30 in. (76 cm) dari semua porsi lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan. Lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan harus disediakan sepanjang jalur jalan ke luar. (Lihat pula 7.2.2.4.5.)

Pengecualian

1 Pada tangga-tangga eksisting, pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 44 in. (112 cm) dari semua bagian lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan.

2 Apabila tangga atau ramp tunggal merupakan bagian dari suatu curb yang memisahkan jalur jalan kaki dengan jalan kendaraan, maka tidak diperlukan pegangan tangga.

3 Tangga eksisting, ramp eksisting, tangga-tangga di dalam unit hunian dan dalam ruang tamu, dan ramp di dalam unit-unit hunian dan kamar-kamar tamu diperbolehkan memiliki pegangan tangga hanya di satu sisi.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar A.7.2.2.4.2 – Diasumsikan jalur lintasan biasa pada tangga monumental dengan beragam

lokasi pegangan tangga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

Gambar 7.32 Pandangan atas tangga dengan

pegangan tangga dengan pencapaian lebar maksimum 76

cm (30 inci)

Gambar 7.33 Lebar maksimum yang disyaratkan dimungkinkan tanpa

pegangan tangga tengah pada tangga yang baru

7.2.2.5.4 Tanda-tanda Identifikasi Tangga-tangga. Tangga-tangga yang melayani lima lantai atau lebih harus diberi bertanda di dalam ruangan tangga pada tiap landasan atau lantai. Penandaan harus dapat menunjukkan lantai, dimana, bagian akhir di atas dan dibawah ruangan tangga, dan identifikasi ruangan tangga. Penandaan tersebut harus pula menyatakan lantai dan arah ke pelepasan eksit. Penandaan harus berada di dalam suatu tempat terletak kira-kira 1.5 m (5 ft) di atas landasan lantai dalam posisi yang langsung tampak saat pintu dalam posisi terbuka atau tertutup.

Gambar 7.42 – Detail Penandaan arah tangga

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 7.43 – Penempatan tanda arah tangga

7.2.2.6.3 Pemisahan dan Proteksi Tangga-tangga luar. Tangga-tangga luar harus dipisahkan dari bagian dalam bangunan dengan konstruksi dinding dengan tingkat ketahanan api yang disyaratkan untuk tangga yang dilindungi dengan pelindung bukaan terpasang atau pelindung bukaan yang dapat menutup sendiri. Konstruksi ini harus memanjang vertikal dari dasar ke titik 3 m (10 ft) di atas landasan tangga paling atas atau ke garis atap, yang mana yang lebih rendah, dan ke suatu titik horisontal tidak kurang dari 3 m (10 ft).

Gambar 7.44 – Contoh 1, proteksi bukaan untuk tangga luar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

Gambar 7.45 – Contoh 2, proteksi bukaan untuk tangga luar.

Gambar 7.46 - Contoh 3 dan 4, proteksi bukaan untuk tangga luar

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Pengecualian

1 Tangga-tangga luar yang melayani balkon akses eksit luar yang mempunyai dua tangga luar atau ramp yang berjauhan diperbolehkan tidak dilindungi.

2 Tangga-tangga luar yang melayani tidak lebih dari dua lantai-lantai yang berdekatan, termasuk lantai pelepasan eksit, diperbolehkan tidak dilindungi karena ada eksit kedua yang letaknya berjauhan.

3 Pada bangunan-bangunan eksisting, tangga-tangga luar eksisting yang melayani tidak lebih dari tiga lantai-lantai yang berdekatan, termasuk lantai pelepasan eksit, diperbolehkan untuk tidak dilindungi, karena ada eksit kedua yang lokasinya berjauhan..

4 Tingkat ketahanan api kontruksi pemisah yang memanjang 3 m (10 ft) dari tangga-tangga tidak diharuskan melebihi 1-jam dengan bukaan-bukaan yang memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 3/4-jam..

7.2.4.3.1 Penghalang-penghalang api yang memisahkan area-area yang diantaranya terdapat eksit horizontal harus memiliki TKA 2-jam dan harus memberikan pemisahan yang kontinyu hingga ke bagian bawah (Lihat juga 8.2.3.)

Pengecualian:

Apabila penghalang api menyediakan eksit horisontal di tiap lantai bangunan, penghalang api semacam itu tidak harus disyaratkan di lantai-lantai lainnya, asalkan memenuhi kriteria berikut :

(a) Lantai-lantai yang tidak memerlukan penghalang api dipisahkan dari lantai yang ada eksit horizontalnya dengan konstruksi tahan api yang tingkat ketahanan apinya sekurang-kurangnya sama dengan penghalang api eksit horizontal tsb.

(b) Bukaan-bukaan vertikal antar lantai dengan eksit horizontal dan lantai area kebakaran terbuka (open fire area story) dilindungi dengan kontruksi tahan api dengan tingkat ketahanan api sekurang-kurangnya sama dengan penghalang api eksit horizontal..

(c) Semua eksit-eksit yang disyaratkan di luar eksit-eksit horizontal, harus melepas langsung ke arah luar..

Gambar 7.52 – Bangunan dengan eksit horizontal hanya berupa tirai lantai.

7.2.4.3.2 Apabila penghalang-penghalang api yang melayani eksit-eksit horisontal, di luar eksit-eksit horisontal eksisting, berakhir pada dinding-dinding luar dan dinding-dinding luar berada pada sudut kurang dari 180 derajat untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi eksit horisontal, maka dinding-dinding luar harus memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 1-jam dengan tingkat ketahanan api pelindung bukaan tidak kurang dari 3/4 –jam untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi eksit horisontal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

Gambar 7.53 – Proteksi dinding luar bangunan dengan pembatas horizontal eksit.

7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.

Pengecualian :

Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :

(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali sebagai sarana jalan ke luar .

(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)

(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum yang diperlukan untuk bukaan pintu.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7.5.4 Sarana Jalan Ke Luar yang dapat diakses 7.5.4.1* Area-area yang dapat dicapai oleh orang-orang yang memiliki ketidakmampuan mobilitas yang sangat, yang bukan di bangunan-bangunan eksisting, harus mempunyai tidak kurang dari dua sarana jalan ke luar yang dapat diakses.

Akses harus disediakan ke tidak kurang dari satu area pengungsian yang dapat di akses atau ke satu eksit yang dapat diakses yang menyediakan rute yang dapat dicapai ke suatu pelepasan eksit dan harus tetap dalam jarak tempuh yang diperbolehkan.

Gambar 7.79 – Akses sarana jalan ke luar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

Pengecualian :

1 Akses eksit yang ada sepanjang sarana jalan ke luar yang dapat diakses diperbolehkan menjadi untuk umum atau bersama untuk jarak yang diperbolehkan sebagai jalan atau jalur perjalanan yang biasa.

2 Sarana jalan ke luar tunggal yang dapat dicapai, diperbolehkan dari bangunan-bangunan atau area-area dalam bangunan yang diperbolehkan memiliki eksit tunggal.

3 Persyaratan ini tidak berlaku bagi hunian-hunian perawatan kesehatan yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.

7.5.4.2 Apabila disyaratkan dua sarana jalan ke luar yang dapat dicapai, maka eksit-eksit yang melayani jalur-jalur ini harus ditempatkan pada suatu jarak satu sama lain tidak kurang dari setengah panjang ukuran diagonal maksimum dari bangunan atau area yang dilayani, diukur dalam garis lurus antara sisi terdekat dari pintu-pintu eksit atau pintu-pintu akses eksit.

Apabila ruang-ruang pelindung eksit disediakan sebagai eksit yang disyaratkan dan dihubungkan oleh koridor dengan ketahanan api tidak kurang dari 1-jam, maka pemisah eksit diperbolehkan diukur sepanjang garis perjalanan di dalam koridor.

Pengecualian:

1 Persyaratan ini tidak berlaku pada bangunan-bangunan yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang diawasi dan disetujui sesuai ketentuan Sub.Bab 9.7.

2 Persyaratan ini tidak berlaku apabila penataan atau pengaturan fisik sarana jalan ke luar mencegah kemungkinan bahwa akses ke kedua sarana jalan keluar yang dapat diakses akan dihalangi oleh salah satu dari kondisi kebakaran atau keadaan darurat lainnya sebagaimana disetujui oleh OB.

7.5.4.3 Tiap sarana jalan ke luar yang dapat diakses dan disyaratkan, harus menerus atau kontinyu dari tiap area hunian yang dapat diakses ke jalan umum, atau area pengungsian sesuai dengan ketentuan dalam 7.2.12.2.2.

7.5.4.4 Apabila suatu tangga eksit digunakan di suatu sarana jalan ke luar yang dapat di akses, maka tangga tersebut harus memenuhi persyaratan 7.2.12.2.3 dan harus menjadi satu kesatuan, apakah dengan suatu area pengungsian dalam landasan level lantai yang diperluas, atau harus dapat diakses dari suatu area pengungsian.

7.5.4.5 Agar bisa dianggap sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang dapat diakses, maka suatu elevator harus memenuhi persyaratan 7.2.12.2.4.

7.5.4.6 Untuk bisa diperhitungkan sebagai bagian dari sarana jalan keluar yang dapat diakses, penghalang asap sesuai dengan Sub.Bab 8.3 dengan ketahanan api tidak kurang dari 1-jam, atau suatu eksit horisontal sesuai ketentuan 7.2.4, harus melepas atau membuang ke arah area pengungsian sesuai dengan 7.2.12.

7.5.4.7 Lantai-lantai yang dapat diakses yakni empat lantai atau lebih di atas atau dibawah lantai pelepasan eksit harus memiliki tidak kurang dari satu elevator yang memenuhi ketentuan 7.5.4.5.

7.7 Eksit Pelepasan. 7.7.1* Eksit harus berakhir langsung di jalanan umum/publik atau di eksit pelepasan eksterior. Halaman, lapangan, ruang terbuka atau bagian-bagian lain dari pelepasan eksit harus memenuhi syarat kelebaran dan ukuran untuk menyediakan akses aman bagi semua penghuni bangunan ke jalanan umum.

Pengecualian

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

1 Persyaratan ini tidak berlaku bagi pelepasan eksit interior sebagaimana diuraikan dengan cara lain di ketentuan 7.7.2.

2 Persyaratan ini tidak berlaku untuk pelepasan eksit di puncak atap sebagaimana diuraikan dengan cara lain lewat ketentuan 7.7.6.

3 Sarana jalan ke luar diperbolehkan untuk berakhir di area pengungsian luar sebagaimana diuraikan di Bab 22 dan 23..

7.7.2 Tidak lebih dari 50% jumlah eksit yang disyaratkan, dan tidak lebih dari 50% kapasitas jalan ke luar yang disyaratkan, diperbolehkan untuk melepas melalui area-area pada level pelepasan eksit, asalkan memenuhi kriteria 7.7.2(1) sampai (3) :

(1) Pelepasan tersebut harus mengarahkan ke jalan yang aman dan tidak terhalangi menuju ke luar bangunan, dan jalan semacam itu langsung nampak dan dapat dikenali dari titik pelepasan di eksit.

(2) Permukaan pelepasan harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7, atau bagian dari permukaan pelepasan harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai Sub.Bab 9.7 dan harus dipisahkan dari bagian lantai yang tidak dilindungi sistem sprinkler dengan konstruksi tahan api yang memenuhi persyaratan untuk konstruksi pelindung eksit (Lihat 7.1.3.2.1).

Gambar 7.83 – Eksit pelepasan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

Pengecualian :

Persyaratan 7.7.2(2) tidak berlaku apabila area pelepasan adalah suatu pendopo atau foyer yang memenuhi hal-hal berikut :

(a) Kedalaman eksterior bangunan tidak boleh lebih dari 10 ft (3 m) dan panjangnya tidak boleh lebih dari 30 ft (9.1 m).

(b) Foyer harus dipisahkan dari bagian tingkatan pelepasan lewat konstruksi yang memiliki proteksi tidak kurang dari kawat kaca di kerangka baja.

(c) Foyer melayani hanya sebagai sarana jalan ke luar termasuk eksit langsung ke halaman luar.

(3) Seluruh area pada level pelepasan harus dipisahkan dari area-area dibawahnya dengan konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari yang dipersyaratkan untuk ruang penutup eksit.

Pengecualian :

Level atau tingkatan dibawah level pelepasan diperbolehkan terbuka ke arah level pelepasan di suatu atrium sesuai ketentuan 8.2.5.6.

1 Seratus persen eksit eksit diperbolehkan untuk melepas pengguna melewati area-area pada tingkat pelepasan eksit sebagaimana diberikan di Bab 22 dan 23.

2 Pada bangunan eksisting, batas 50% kapasitas jalan ke luar tidak berlaku apabila telah memenuhi batas 50% jumlah eksit yang disyaratkan.

7.7.3 Pintu pelepasan eksit harus diatur dan diberi tanda agar arah jalan ke luar ke jalanan umum menjadi jelas. Tangga-tangga harus diatur pula sedemikian rupa agar arah ke jalanan umum menjadi jelas. Tangga-tangga yang Stairs that menghubungkan lebih dari satu setengah lantai di luar tingkat pelepasan eksit harus dibatasi pada tingkat pelepasan eksit dengan partisi, pintu-pintu atau sarana lainnya yang efektif.

Gambar 7.84 – Tangga eksit terpotong pada level eksit pelepasan

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7.7.4 Pintu-pintu, tangga-tangga, ramp, koridor, lintasan-lintasan eksit, jembatan, balkon, eskalator, ban berjalan, dan komponen-komponen pelepasan eksit lainnya harus memenuhi persyaratan rinci yang dimuat dalam Bab ini.

7.7.5 Tanda-tanda penunjuk. (Lihat 7.2.2.5.4 and 7.2.2.5.5.)

7.7.6 Apabila disetujui oleh otoritas yang berwenang (OB), pintu-pintu eksit diijinkan untuk melepas ke bagian atap bangunan atau bagian-bagian lain dari bangunan atau bangunan yang berdekatan apabila memenuhi kriteria berikut :

(1) Konstruksi atap bangunan memiliki TKA tidak kurang dari yang disyaratkan untuk ruang pelindung eksit.

(2) Terdapat sarana jalan ke luar yang menerus dari bagian atap.

7.8.1.4 Pencahayaan yang disyaratkan harus diatur sedemikian sehingga sekiranya ada gangguan pada satu sumber cahaya tidak sampai mengakibatkan tingkat pencahayaan pada area yang dituju menjadi kurang dari 0.2 ft-candle (2 lux).

7.10.8.1 Bukan Eksit Setiap pintu, jalan terusan atau jalur tangga yang bukan eksit atau jalan ke akses eksit harus diletakkan atau diatur sedemikian sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dengan cara memberikan tanda sebagai berikut :

BUKAN

EKSIT

Tanda semacam itu harus mempunyai ukuran kata BUKAN dengan tinggi 2 in. (5 cm) dengan lebar 3/8 in. (1 cm) dan kata EKSIT dengan tinggi 1 in. (2.5 cm), terletak di bawah kata BUKAN.

Pengecualian :

Persyaratan ini tidak berlaku terhadap penandaan yang ada.

7.10.1.2 Tanda Eksit. Eksit, selain pintu-pintu eksit utama luar yang secara jelas dan nyata ter-identifikasi sebagai eksit, harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui dan dapat secara langsung terlihat dari setiap arah akses ke eksit.

7.10.5 Pencahayan Tanda-tanda. 7.10.5.1* Umum. Setiap tanda yang disyaratkan oleh butir 7.10.1.2 atau 7.10.1.4, selain ruang-ruang operasi dan proses yang memerlukan level pencahayaan yang rendah, harus diberi pencahayaan yang cukup dari sumber cahaya yang handal. Tanda-tanda yang diterangi secara eksternal maupun internal harus dapat dibaca baik dalam kondisi normal maupun darurat.

7.10.5.2* Pencahayaan kontinyu. Setiap tanda yang disyaratkan diberi pencahayaan sesuai butir 7.10.6.3 dan 7.10.7 harus diberi pencahayaan secara kontinyu sebagaimana disyaratkan oleh persyaratan di Sub.Bab 7.8.

Pengecualian*:

Pencahayaan untuk tanda-tanda diperbolehkan berkedip-kedip saat sistem alarm di aktivasikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

7.10.6.1 Ukuran Tanda-Tanda.

Tanda-tanda yang diberi pencahayaan eksternal sebagaimana disyaratkan dalam 7.10.1 dan 7.10.2, selain tanda-tanda yang ada dan disetujui, harus mempunyai kata EKSIT atau kata-kata lainnya yang tepat, mudah dibaca dengan ukuran tinggi huruf tidak kurang dari 15 cm. (6 in), dan lebar huruf tidak kurang dari 2 cm (¾ in).

Kata EKSIT harus memiliki lebar huruf tidak kurang dari 5 cm (2 in), kecuali huruf I, dan jarak minimum antar huruf tidak kurang dari 1 cm. ( inci). Tanda-tanda lebih besar dari ukuran minimum yang ditetapkan dari paragraf ini harus mempunyai ukuran lebar, cetakan dan jarak antar huruf yang proporsional dengan tingginya.

Pengecualian

1 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap tanda-tanda yang sudah ada yang mempunyai susunan kata-kata yang disyaratkan dalam huruf jelas dapat dibaca berukuran tinggi tidak kurang dari 10 cm. (4 inci).

2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap penandaan sebagaimana disyaratkan oleh 7.10.1.3 dan 7.10.1.5.

7.10.7.1 Pendaftaran (Listing). Tanda-tanda yang diberi pencahayaan internal, selain tanda-tanda eksisting yang disetujui atau tanda-tanda eksisting yang mempunyai susunan kata-kata yang disyaratkan dalam huruf-huruf yang dapat dibaca jelas berukuran tinggi tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) harus didaftarkan (listed) sesuai dengan standar UL 924, Standard for Safety Emergency Lighting and Power Equipment.

Pengecualian :

Persyaratan ini tidak berlaku terhadap tanda-tanda yang sesuai dengan ketentuan dalam 7.10.1.3 dan 7.10.1.5.

CHAPTER 8 8.2.2.2 Kompartemen api harus dibentuk dengan penghalang api yang menerus dari dinding luar ke dinding luar, dari satu penghalang api ke lainnya, atau kombinasi daripadanya, termasuk kontiunitas melalui semua ruang yang tersembunyi, seperti yang terdapat di atas langit-langit, termasuk ruang celah. Dinding yang digunakan sebagai penghalang api harus memenuhi Bab 3 dari NFPA 221, Standard for Fire Walls and Fire Barrier Walls. NFPA 221 yang membatasi persentase lebar bukaan tidak harus diterapkan.

Pengecualian : Suatu penghalang dinding yang dipersyaratkan untuk suatu ruangan yang dihuni di bawah celah ruangan tidak dipersyaratkan untuk diperpanjang melalui celah ruang, asalkan bentuk konstruksi dari dasar celah ruang mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari penghalang apinya.

Gambar 8.2 - Penghalang api tipikal

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 8.3 – Penghalang api vertikal menerus

8.2.3.2.1 Susunan pintu di penghalang api harus dari tipe yang disetujui dengan TKA yang cocok dengan lokasi tempat pemasangannya dan harus memenuhi ketentuan berikut.

(a)* Pintu-pintu kebakaran harus dipasang sesuai NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows. Selain itu pintu-pintu kebakaran harus dari rancangan yang telah diuji memenuhi standar NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies.

Pengecualian :

Persyaratan 8.2.3.2.1(a) tidak berlaku apabila ditentukan lain sebagaimana diuraikan dalam 8.2.3.2.3.1.

(b) Pintu-pintu kebakaran harus bisa menutup sendiri atau dipasang penutup pintu otomatis sesuai ketentuan 7.2.1.8 dan, apabila digunakan di dalam ruangan sarana jalan ke luar harus memenuhi persyaratan 7.2.1.

8.2.3.2.2. Susunan jendela kebakaran diperbolehkan dipasang pada pembatas api yang memiliki tingkat ketahanan api 1 jam atau kurang dan harus dari tipe yang disetujui dengan tingkat ketahanan api sesuai dengan lokasi terpasangnya jendela tersebut. Jendela kebakaran harus dipasang sesuai dengan NFPA 80, Standar Pintu Kebakaran dan Jendela kebakaran, dan harus memenuhi yang berikut ini :

(1)* Jendela kebakaran yang digunakan di penghalang api, yang bukan instalasi jendela kebakaran eksisting dari kawat kaca dan yang bukan dari bahan kaca tahan api dalam kerangka metal, harus dirancang dan telah diuji memenuhi kondisi penerimaan sesuai NFPA 257, Standard Uji untuk Susunan Jendela dan Blok Kaca.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

(2) Jendela-jendela kebakaran yang digunakan dalam penghalang api, yang berbeda dengan instalasi jendela kebakaran eksisting dari kawat kaca dan berbeda dengan bahan kaca tahan api dalam kerangka metal yang disetujui, harus tidak boleh melebihi 25% dari luas penghalang api dimana jendela tersebut dipasang.

Pengecualian :

Bahan kaca tahan api boleh dipasang pada kerangka eksisting yang disetujui

8.2.3.2.3 Perlindungan Bukaan. 8.2.3.2.3.1 Setiap bukaan dalam penghalang api harus dilindungi untuk membatasi sebaran api dan mencegah gerakan asap dari satu sisi ke sisi lainnya dari penghalang api.

Tingkat ketahanan api (TKA) pelindung bukaan adalah sebagai berikut:

(1) Penghalang api dengan TKA 2 jam — Pelindung bukaan dengan TKA 11/2-jam

(2) Penghalang api dengan TKA 1-jam — pelindung bukaan dengan TKA 1-jam bila digunakan untuk bukaan atau ruang penutup eksit vertikal, atau pelindung bukaan dengan TKA 3/4-jam apabila digunakan bukan untuk bukaan atau ruang penutup eksit vused for other than vertical openings or exit enclosuresrtikal sebagaimana diuraikan secara khusus pada Bab 7 atau Bab 11 sampai 42

Pengecualian :

1 Apabila dipasang penghalang api sebagimana diuraikan pada butir 8.2.3.2.3.1(2) sebagai konsekwensi dari persyaratan bahwa dinding koridor atau penghalang asap harus dari kontruksi tahan api 1-jam, maka pelindung bukaan boleh memiliki TKA kurang dari 20-menit bila diuji sesuai dengan NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies, tanpa uji pancaran air.

2 Persyaratan butir 8.2.3.2.3.1(2) tidak berlaku apabila memenuhi persyaratan khusus pintu dengan TKA 1-jam pada dinding koridor dan TKA 1-jam pada penghalang asap sebagaimana diuraikan pada bab 18 sampai 21.

3 Pintuk-pintu eksisting yang memiliki TKA 3/4-jam diperbolehkan terus digunakan di bukaan-bukaan vertikal dan di ruang-ruang penutup atau pelindung aksit sebagai pengganti TKA 1-jam sebagaimana disyaratkan oleh butir 8.2.3.2.3.1(2).

(3) Penghalang dengan TKA 1/2-jam — Pelindung bukaan dengan TKA 20-menit.

Pegecualian :

Pintu-pintu dengan TKA 20-menit harus dibebaskan dari uji pancaran air deras sebagimana diatur dalam NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies.

8.2.3.2.3.2 Apabila pintu dengan TKA 20-menit disyaratkan dipasang pada bangunan eksisting, pintu eksisting padat berukuran tebal 13/4-in. (4.4-cm), pintu inti kayu, atau pintu kayu eksisting lapis baja (tin-clad), atau pintu baja inti padat eksisting dengan alat pengunci dan penutup positif, boleh digunakan.:

Pengecualian :

Persyaratan ini tidak berlaku kecuali apabila dipersyaratkan lain dalam Bab 11 sampai 42.

8.2.3.2.4.1 Bukaan pada penghalang api untuk saluran (ductwork) pengendali udara (Air Handling) atau pergerakan udara harus diproteksi sesuai butir 9.2.1.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 8.6 – Persyaratan damper api sesuai NFPA 90A untuk tembusan partisi

8.2.3.2.4.2 Pipa-pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara (ducting) dan peralatan layanan bangunan serupa yang lewat melalui penghalang api harus diproteksi sebagai berikut :

(1) Ruang antara tembusan dan penghalang api harus memenuhi satu dari kondisi berikut:

(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;

(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.

(2) Apabila tembusan menggunakan selongsong (sleeve) untuk menembus penghalang api, dan ruang diantaranya harus memenuhi satu dari kondisi berikut :

(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;

(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.

(3) Insulasi dan penutup untuk pipa dan saluran udara harus tidak lewat melalui penghalang api, kecuali satu dari kondisi berikut dipenuhi :

(a) material harus mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api.

(b) material harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.

8.3.4.1 Pintu-pintu di penghalang asap harus mampu menutup bukaan, hanya meninggalkan celah berukuran minimum yang diperlukan untuk ketepatan operasi dan tidak boleh ada pemotongan bagian bawah, lubang angin atau kisi-kisi.

8.3.5.1 Suatu damper yang disetujui yang dirancang untuk menahan penjalaran asap harus disediakan untuk setiap bukaan pemindahan udara atau penembusan saluran udara dari penghalang asap yang disyaratkan, kecuali apabila secara spesifik dibebaskan menurut Bab 12 sampai 42.

Pengecualian :

1 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran udara atau bukaan pemindah udara yang merupakan bagian dari sistem kontrol asap yang dirancang sesuai ketentuan di Sub.Bab 9.3.

2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran-saluran udara yang udaranya tetap bergerak dan sistem pengolah udara yang dipasang diatur untuk mencegah resirkulasi udara buang atau udara balik saat kondisi darurat.

3 Persyaratan ini tidak berlaku apabila bukaan-bukaan pintu masuk dan pintu keluar udara di saluran-saluran udara dibatasi hanya untuk kompertemen asap tunggal.

4 Persyaratan ini tidak berlaku apabila saluran-saluran udara menembus lantai-lantai yang berfungsi sebagai penghalang-penghalang asap.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

Gambar 8.26 – Posisi damper asap pada ducting AHU

8.3.5.2 Damper-damper asap yang disyaratkan di lokasi penembusan penghalang-penghalang asap harus menutup saat mendeteksi adanya asap lewat pemasangan detektor-detektor asap yang disetujui sesuai ketentuan NFPA 72, Standar pemasangan alarm kebakaran nasional (National Fire Alarm Code).

Pengecualian :

1 Detektor-detektor saluran udara tidak disyaratkan apabila saluran-saluran udara menembus penghalang asap di atas pintu-pintu penghalang asap dan detektor pelepas pintu menjalankan damper.

2 Instalasi detektor asap yang disetujui yang terletak dalam saluran udara pada instalasi eksisting dibebaskan dari persyaratan NFPA 72, National Fire Alarm Code.

CHAPTER 9 9.4.3 Layanan Pemadam Kebakaran. 9.4.3.1 Semua elevator baru harus memenuhi Persyaratan layanan Dinas Pemadam Kebakaran seperti ASME/ANSI A17.1, Peraturan Keselamatan untuk Elevator dan Eskalator.

9.4.3.2 Semua elevator eksisting yang mempunyai jarak tempuh 25 ft (7.6 m) atau lebih di atas atau dibawah level terbaik terkait kebutuhan personel keadaan darurat untuk tujuan pemadaman kebakaran atau penyelamatan harus memenuhi Persyaratan Layanan Dinas Pemadam Kebakaran dari ASME/ANSI A17.3, dan Peraturan Keselamatan untuk Elevator Eksisting dan Eskalator.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

9.6.1.8 Apabila sistem alarm kebakaran sedang dalam perbaikan untuk jangka waktu 4 jam dari 24 jam, Otoritas Berwenang Setempat (OBS) harus diberitahu dan gedung harus dikosongkan atau pengamat kebakaran yang disetujui harus disediakan untuk semua pihak yang dilindungi selama sistem dimatikan sampai sistem alarm kebakaran dikembalikan kelayanan.

9.6.4 Pemberitahuan keadaan darurat. Apabila disyaratkan oleh Sub.Bab lain dalam Peraturan ini, pemberitahuan atau notifikasi tanggap darurat harus disediakan untuk menyiagakan pemadam kebakaran kota dan tim pemadam internal (bila ada) akan adanya kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Apabila notifikasi kepada pemadam kebakaran disyaratkan oleh Sub.Bab lainnya dalam Peraturan ini, sistem alarm kebakaran harus diatur untuk mengirim alarm secara otomatis lewat sarana berikut yang dapat diterima oleh otoritas yang berwenang (OB) dan sesuai dengan standar NFPA 72, National Fire Alarm Code:

(1) Sistem alarm pendukung

(2) Sambungan stasion sentral

(3) Sistem stasion milik sendiri

(4) Sambungan stasion jarak jauh

Pengecualian : Untuk instalasi eksisting yang tidak satupun dari yang disebut dalam butir 9.6.4(1) sampai (4) ada, maka suatu rencana untuk pemberitahuan ke pemadam kebakaran yang dapat diterima atau disetujui oleh OB, diperbolehkan.

9.7.1.2 Pemipaan sprinkler yang melayani tidak lebih dari 6 kepala sprinkler untuk setiap area berbahaya diperbolehkan dihubungkan langsung dengan system suplai air domestic yang mempunyai kapasitas cukup untuk menyediakan suplai air sebesar 6.1 lpm/m2 (20.15 gpm/ft2) per luas lantai untuk seluruh area yang dilindungi. Suatu katup penutup yang terindikasi harus dipasang di lokasi mudah dijangkau terletak antara sprinkler-sprinkler dengan sambungan ke suplai air domestik.

9.7.2.2 Transmisi sinyal alarm. Apabila pengawasan terhadap sistem sprinkler otomatis disediakan sesuai dengan persyaratan lain dalam Peraturan ini, alarm aliran air harus ditransmisikan ke sistem-sistem yang disetujui seperti fasilitas penerima alarm milik sendiri, stasion penerima jarak jauh, stasion pusat, atau pemadam kebakaran. Sambungan semacam itu harus sesuai dengan ketentuan 9.6.1.4.

9.7.6.1 Apabila sistem sprinkler otomatis sedang dalam perbaikan untuk jangka waktu 4 jam dari 24 jam, Otoritas Berwenang Setempat (OBS) harus diberitahu dan gedung harus dikosongkan atau pengamat kebakaran yang disetujui harus disediakan untuk semua pihak yang dilindungi selama sistem dimatikan sampai sistem sprinkler dikembalikan kelayanan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

CHAPTER 11 11.7 Struktur bawah tanah & tanpa jendela 11.7.1 Aplikasi. Persyaratan Sub.Bab 11.1 berlaku.

11.7.2* Definisi khusus. Bukaan akses darurat. Lihat 3.3.54.

Struktur bawah tanah. Lihat 3.3.205.

Struktur tanpa jendela. Lihat 3.3.212.

Gambar 11.3 – Bukaan akses darurat

11.7.3 Persyaratan Khusus untuk Struktur Tanpa Jendela atau Bawah Tanah. 11.7.3.1 Suatu struktur atau bagian dari struktur tidak dapat diperhitungkan sebagai tanpa jendela apabila memenuhi kriteria berikut ini:

(1) Struktur adalah struktur satu lantai atau bagian dari struktur yang lantainya dilengkapi dengan pintu-pintu level dasar atau bukaan-bukaan akses darurat pada 2 sisi bangunan, berjarak satu sama lain tidak lebih dari 38 m (125 ft) di dinding luar.

(2) Struktur adalah struktur bangunan atau bagian-nya dengan tinggi lebih dari satu lantai yang harus memenuhi kriteria berikut :

a. Bukaan-bukaan akses darurat disediakan di lantai pertama sebagaimana disyaratkan oleh ketentuan 11.7.3.1(1).

b. Tiap lantai di atas lantai pertama dilengkapi dengan bukaan-bukaan akses darurat pada dua sisi bangunan, berjarak tidak lebih dari 9 m (30 ft) satu sama lain.

11.7.3.2 Suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak dipertimbangkan sebagai struktur bawah tanah apabila lantai disediakan pada tidak kurang dari dua sisi dengan tidak kurang dari 2 m2 (20 ft2) bukaan akses emergensi seluruhnya di atas level tingkat yang bersebelahan di tiap 15 lineal m (50 lineal ft) area dinding luar yang dilindungi.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

11.7.3.3 Apabila struktur tanpa jendela atau struktur bawah tanah memiliki beban penghunian lebih dari 50 orang di struktur tanpa jendela atau porsi bagain bawah struktur, maka bagian tanpa jendela atau bagian bawah tanah dan semua area dan level-level lantai dalam perjalanan ke pelepasan eksit harus dilindungi sistem sprinkler otomatik yang diawasi sesuai ketentuan dalam Sub.Bab 9.7.

Pengecualian :

1 Persyaratan ini tidak berlaku bagi struktur-struktur tanpa jendela eksisting atau struktur bawah tanah eksisting dengan beban penghunian 100 orang atau kurang di bagian struktur tanpa jendela atau bagian struktur bawah tanah.

2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap struktur tanpa jendela lantai tunggal yang diperbolehkan memiliki eksit tunggal per Bab 12 sampai 42 dan dengan suatu langkah umum perjalanan tidak melebihi 15 m (50 ft).

11.7.3.4 Bagian tanpa jendela atau bagian bawah tanah bangunan dan semua area yang dilintasi dalam perjalanan ke pelepasan eksit, diluar atau yang bukan satu dan dua hunian keluarga, harus disediakan lampu atau pencahayaan darurat sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.9.

11.7.4 Persyaratan tambahan untuk struktur bawah tanah. 11.7.4.1 Suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak dapat dipertimbangkan suatu struktur bawah tanah apabila lantai diberikan pada tidak kurang dari dua sisi dengan tidak kurang dari 2 m2 (20 ft2) bukaan akses darurat seluruhnya diatas level dasar yang berdekatan di tiap baris lurus 5 m (1 pada baris 50 ft) area dinding pelindung luar.

11.7.4.2 Persyaratan butir 11.7.3 harus diterapkan.

11.7.4.3 Eksit dari struktur bawah tanah yang memiliki beban penghunian lebih dari 100 orang di bagian bawah tanah dari struktur dan memiliki satu lantai yang digunakan untuk hunian manusia lebih dari 9.1 m (30 ft) atau lebih dari satu tingkat di bawah tingkat terendah dari pelepasan eksit harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :

(1) Eksit harus dipotong dari tingkat pelepasan eksit per 7.1.3.2.

(2) Eksit harus disediakan dengan fasilitas ventilasi asap luar atau sarana lain untuk mencegah eksit menjadi termuati dengan asap dari setiap kebakaran di area-area yang dilayani eksit.

11.7.4.4 Bagian bawah tanah dari struktur bawah tanah, yang bukan struktur bawah tanah eksisting, harus dilengkapi dengan ventilasi asap yang disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.3, yang struktur bawah tanah tersebut mempunyai hal-hal berikut :

(1) Bagian struktur bawah tanah-nya mempunyai beban penghunian lebih dari 100 orang

(2) Satu level lantai yang digunakan untuk hunian, lebih dari 9 m (30 ft) atau lebih dari satu level dibawah level terendah dari pelepasan eksit.

(3) Isi bahan mudah terbakar, bahan lapis intrior mudah terbakar atau konstruksi mudah terbakar.

11.7.4.5 Ruang pelindung tangga eksit di struktur bawah tanah memiliki satu level lantai yang digunakan untuk hunian (orang) lebih dari 9 m (30 ft) atau lebih dari satu level dibawah level terendah dari pelepasan eksit harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk sesuai ketentuan 7.2.2.5.4 yang diletakkan pada setiap landasan level lantai yang dilintasi dalam perjalanan ke pelepasan eksit.

Tanda-tanda penunjuk tersebut harus terdiri atas indikator berbasis tanda-pangkat (chevron-based) untuk menunjukkan arah ke pelepasan eksit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63

11.8 Bangunan Bertingkat Tinggi 11.8.1 Umum. 11.8.1.1 Apabila disyaratkan oleh Bab 12 hingga 42, persyaratan Sub.Bab 11.8 harus diberlakukan pada bangunan bertingkat tinggi sebagaimana didefinisikan pada butir 3.3.101.

11.8.1.2 Menambah persyaratan di Sub.bab 11.8, maka pemenuhan terhadap semua persyaratan lainnya dalam Peraturan ini harus disyaratkan.

Gambar 11.4 – Penentuan jika bangunan tinggi sesuai dengan kriteria 23 m (74 ft)

11.8.2 Persyaratan pemadaman. 11.8.2.1* Bangunan bertingkat tinggi harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan setujui menurut Sub.Bab 9.7. Katub kontrol sprinkler dan alat aliran air harus dipasang di tiap lantai.

11.8.2.2 Bangunan tinggi harus dilindungi seluruhnya dengan system pipa tegak Klas I sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 11.5 – Sistem kombinasi tipikal pipa tegak/springkler dengan 2 ½ inci katup sambungan

pemadam kebakaran.

11.8.3 Sistem Deteksi, Alarm dan Komunikasi. 11.8.3.1* Sistem alarm kebakaran yang menggunakan system komunikasi suara / alarm darurat yang disetujui harus dipasang sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.6.

11.8.3.2 Layanan komunikasi telepon 2-arah harus disediakan untuk penggunaan pemadam kebakaran. Sistem tersebut harus memenuhi standar NFPA 72, National Fire Alarm Code. Sistem komunikasi harus beroperasi antara station control pusat dan setiap kendaraan elevator, setiap lobi elevator dan setiap level lantai dari tangga eksit.

Pengecualian :

Persyaratan ini tidak berlaku apabila digunakan system radio pemadam kebakaran yang disetujui digunakan sebagai system ekivalen.

11.8.4 Pencahayaan darurat dan Sumber Daya Siaga. 11.8.4.1 Pencahayaan darurat sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.9 harus disediakan.

11.8.4.2* Klas 1, Tipe 60, daya siaga, sesuai dengan standar NFPA 70, National Electrical Code, and NFPA 110, Standard for Emergency and Standby Power Systems, harus disediakan. Sistem daya darurat harus memiliki kapasitas dan rating yang cukup untuk mensuplai semua peralatan. Pilihan beban awal dan beban teralirkan diperbolehkan sesuai ketentuan NFPA 70, National Electrical Code. Sistem daya darurat harus dihubungkan dengan yang berikut:

(1) Sistem pencahayaan darurat

(2) Sistem alarm kebakaran

(3) Pompa kebakaran listrik

(4) Peralatan dan pencahayaan pada stasion control sentral

(5) Tidak kurang dari satu elevator melayani semua lantai, dengan daya siaga yang dapat dialirkan ke setiap elevator.

(6) Peralatan mekanik untuk ruang pelindung tahan asap

(7) Peralatan mekanik yang disyaratkan untuk memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.3

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65

11.8.5* Stasion Kontrol Pusat / Sentral. Stasion control pusat harus disediakan di lokasi yang disetujui oleh Pemadam Kebakaran. Stasion control harus terdiri atas komponen berikut :

(1) Panel dan control system alarm kebakaran suara

(2) Panel-panel dan kontrol layanan komunikasi telepon, dua arah, departemen pemadam kebakaran, apabila disyaratkan oleh Sub.Bab lainnya dalam Peraturan ini.

(3) Panel-panel pemberitahuan sistem deteksi dan alarm kebakaran.

(4) Pemberitahu lokasi dan operasi elevator

(5) Pemberitahu katub dan aliran air sprinkler

(6) Indikator-indikator status generator darurat

(7) Kontrol untuk setiap sistem pembuka kunci pintu sumur tangga otomatis.

(8) Indikator status pompa kebakaran

(9) Telepon untuk digunakan bagi departemen pemadam kebakaran dengan akses terkendali ke system telepon umum.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

CHAPTER 18

18.1 Persyaratan Umum. 18.1.1 Aplikasi. 18.1.1.1 Umum. 18.1.1.1.1 Persyaratan pada Bab ini berlaku untuk kondisi berikut:

(1) Bangunan atau bagian-bagian bangunan baru yang digunakan sebagai hunian-hunian perawatan kesehatan (Lihat 1.4.1)

(2) Penambahan-penambahan yang dibuat atau digunakan sebagai hunian perawatan kesehatan (Lihat 4.6.6 dan 18.1.1.4)

Pengecualian : Persyaratan 18.1.1.1.1 tidak berlaku pada penambahan penambahan yang diklasifikasikan sebagai hunian-hunian selain perawatan kesehatan yang dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan sesuai dengan butir 18.1.2.1(2) dan memenuhi persyaratan untuk hunian spesifik berdasarkan ketentuan dalam Bab 12 sampai 17 dan Bab 17 dan 20 sampai 42, diambil yang sesuai atau cocok.

(3) Perubahan-perubahan, pembaharuan, atau renovasi terhadap hunian-hunian perawatan kesehatan eksisting (Lihat 4.6.7 dan 18.1.1.4)

(4) Bangunan-bangunan atau bagian-bagian bangunan eksisting setelah diubah menjadi hunian perawatan kesehatan (Lihat 4.6.11)

Pengecualian*: Fasilitas yang telah dilengkapi dengan kelengkapan keselamatan yang memiliki tingkat keselamatan yang setara sebagaimana ditetapkan oleh OB sesuai Sub.Bab 1.5.

18.1.1.1.2 Bab ini menetapkan persyaratan keselamatan jiwa untuk rancangan semua bangunan rumah sakit, rumah perawatan dan fasilitas kesehatan terbatas yang baru. Istilah rumah sakit yang digunakan dalam peraturan ini mencakup rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, dan rumah sakit khusus. Istilah rumah perawatan, yang digunakan dalam peraturan ini, mencakup rumah perawatan dan penyembuhan, fasilitas perawatan terlatih, fasilitas perawatan sementara dan dan rumah sakit untuk orang tua. Karena bervariasinya persyaratan, untuk setiap hunian perawatan kesehatan spesifik, maka terdapat paragraf-paragraf khusus mengenai hal tersebut. Bab 20 menetapkan persyaratan keselamatan jiwa untuk semua fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan, sedangkan Sub.bab 18.7 menetapkan persyaratan fitur-fitur operasi untuk semua hunian perawatan kesehatan.

18.1.1.1.3 Fasilitas perawatan kesehatan yang diatur dalam Bab ini memberikan kelengkapan ruang tidur bagi penghuninya dan dihuni oleh orang-orang yang umumnya tidak mampu mengurus dirinya karena faktor usia, karena ketidakmampuan fisik atau mental, atau karena tindakan keamanan di luar kontrol penghuni.

18.1.1.1.4 Bangunan atau bagian-bagian bangunan, yang dikhususkan untuk menampung pasien-pasien yang, menurut pendapat pengurus dan pihak pemerintah, mampu memutuskan atau bertindak tepat secara fisik untuk mengurus dirinya sendiri pada kondisi darurat, diperbolehkan memenuhi ketentuan Bab-bab dalam Peraturan ini selain dari bab 18.

18.1.1.1.5 Harus diperhatikan bahwa, dalam bangunan yang menampung tipe-tipe pasien tertentu atau memiliki ruang-ruang penahanan atau bagian sekuriti, perlu untuk mengunci pintu-pintu dan jendela ber-jeruji untuk membatasi dan melindungi penghuni dan penunjung bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67

Dalam hal ini OB harus membuat modifikasi yang tepat terhadap ketentuan-ketentuan dalam sub-sub bab Peraturan ini atau apakah sarana jalan ke luar tetap di biarkan tidak terkunci.

18.1.1.1.6 Bangunan-bangunan, atau bagian-bagian bangunan, yang dihuni oleh orang-orang tua dan yang memberikan aktivitas untuk memelihara ketidaktergantungan mereka secara kontinyu, tetapi tidak diberikan pelayanan berbeda terkait dengan hunian perawatan kesehatan (lihat 18.1.3) sebagaimana ditentukan dalam 3.3.98, diperbolehkan memenuhi persyaratan pada bab-bab lain dari Peraturan ini, seperti pada Bab 30 atau Bab 32.

18.1.1.1.7 Fasilitas yang tidak menampung penghuninya selama 24-jam harus diklasifikasikan sebagai hunian lainnya dan di atur persyaratannya dalam Bab-bab lain dari Peraturan ini.

18.1.1.1.8* Persyaratan-persyaratan yang diatur dalam bab ini didasarkan atas asumsi bahwa staf selalu ada di semua area yang dihuni pasien untuk melaksanakan fungsi penyelamatan tertentu terhadap kebakaran sebagaimana disyaratkan pada paragraf lain dari Bab ini.

18.1.1.2* Sasaran dan Tujuan. Sasaran dan tujuan Sub.bab 4.1 dan 4.2 harus cocok atas pertimbangan persyaratan fungsional. Hal ini dapat dicapai dengan membatasi pertumbuhan dan penyebaran kebakaran pada ruang asal api dan mengurangi kebutuhan penghuni untuk evakuasi, kecuali di ruang asal api tersebut.

18.1.1.3 Konsep total. Semua fasilitas perawatan kesehatan harus dirancang, di konstruksi, dipelihara, dan di operasikan untuk meminimasi kemungkinan kondisi darurat kebakaran yang memerlukan evakuasi penghuninya. Karena keselamatan kesehatan penghuni tidak dapat dijamin sepenuhnya melalui ketergantungan pada evakuasi, maka perlindungan terhadap penghuni dari bahaya kebakaran harus diberikan melalui pengaturan fasilitas yang tepat, pelatihan staf dan pengembangan prosedur operasi dan pemeliharaan mencakup hal-hal berikut :

(1) Perancangan, konstruksi dan kompartemenisasi

(2) Pemasangan sistem deteksi, alarm dan peralatan pemadam

(3) Perencanaan pencegahan kebakaran, pelatihan personil dan program latihan kebakaran untuk pembatasan api, pemindahan penghuni ke area pengungsian atau evakuasi bangunan.

18.1.1.4 Penambahan-penambahan, konversi, pembaharuan, renovasi dan konstruksi.

18.1.1.4.1 Penambahan-penambahan. Penambahan-penambahan harus dipisahkan dari setiap struktur eksisting yang tidak memenuhi persyaratan dalam bab 19 oleh penghalang api yang mempunyai TKA tidak kurang dari 2-jam dan dikonstruksi dari bahan yang disyaratkan (Lihat 4.6.11 dan 4.6.6.)

18.1.1.4.2 Bukaan-bukaan untuk komunikasi dalam pembagian penghalang-penghalang api sebagaimana disyaratkan oleh 18.1.1.4.1 hanya boleh di koridor-koridor dan harus dilindungi dengan alat penutup pintu otomatis yang disetujui. (Lihat pula Sub.Bab 8.2.)

18.1.1.4.3 Pintu-pintu di penghalang yang dipersyaratkan pada 18.1.1.4.1 harus dalam keadaan normal tertutup.

Pengecualian :

Pintu-pintu boleh dibiarkan terbuka apabila memenuhi persyaratan 18.2.2.2.6.

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.1.1.4.4 Perubahan-perubahan hunian. Perubahan-perubahan hunian harus memenuhi butir 4.6.11. Setiap perubahan dari satu sub-klasifikasi hunian perawatan kesehatan ke lainnya harus memenuhi persyaratan untuk konstruksi baru.

Pengecualian

1 Perubahan dari rumah sakit ke rumah perawatan atau dari rumah perawatan ke rumah sakit tidak harus dipertimbangkan sebagai perubahan dalam penghunian atau sub-klasifikasi penghunian.

2 Perubahan dari rumah sakit atau rumah perawatan ke fasilitas perawatan terbatas tidak harus dipertimbangkan sebagai perubahan hunian atau perubahan sub-klasifikasi hunian.

3 Perubahan dari rumah sakit atau rumah perawatan ke fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan tidak harus dipertimbangkan sebagai perubahan hunian atau perubahan dalam sub klasifikasi hunian.

Gambar 18/19.1 – Pemisahan konstruksi baru dari bangunan eksisting

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69

18.1.1.4.5* Renovasi, perubahan dan Pembaharuan. Apabila renovasi, perubahan atau peremajaan besar dibuat pada fasilitas tanpa sprinkler, maka persyaratan sprinkler otomatis sebagaimana diuraikan dalam bab 18 harus diberlakukan pada kompartemen asap yang tengah dilakukan renovasi, perubahan atau pembaharuan.

Walaupun demikian, apabila bangunan tidak dilindungi seluruhnya dengan peralatan sprinkler otomatis, maka persyaratan 19.1.6 dan 19.2.3.2 harus pula diberlakukan.

Pengecualian No. 2 hingga 18.3.7.3 diperolehkan hanya apabila kompartemen asap yang letaknya bersebelahan dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai dengan 18.3.5.2. Apabila renovasi, perubahan dan pembaharuan berskala kecil dilakukan pada fasilitas tanpa sprinkler, maka persyaratan butir 18.3.5.1 tidak boleh diterapkan, dalam hal ini pekerjaan renovasi, perubahan dan pembaharuan atau perbaikan tidak boleh mengurangi keselamatan jiwa di bawah level yang sebelumnya ada, atau di bawah level persyaratan Bab 19 untuk bangunan-bangunan tanpa sprinkler (Lihat 4.6.7).

18.1.1.4.6 Pekerjaan Konstruksi, Perbaikan, dan Penyempurnaan. (Lihat 4.6.10.)

18.1.2 Hunian Campuran. (lihat juga 6.1.14.)

18.1.2.1* Bagian-bagian dari fasilitas perawatan kesehatan diperbolehkan untuk diklasifikasikan sebagai hunian lainnya, asalkan memenuhi kondisi-kondisi berikut ini :

(1) Bagian-bagian tersebut tidak dimaksudkan untuk melayani perawatan kesehatan penghuni bangunan baik dalam arti menampung, merawat ataupun akses yang biasa bagi pasien yang tidak mampu menolong dirinya sendiri..

(2) Bagian-bagian tersebut dipisahkan dari area hunian perawatan kesehatan dengan konstruksi yang memiliki TKA tak kurang dari 2-jam.

18.1.2.2* Fasilitas rawat jalan, klinik medis, dan fasilitas sejenis yang berdekatan dengan hunian perawatan kesehatan tetapi utamanya dimaksudkan untuk memberikan layanan luar rumah sakit (outpatient) dapat diklasifikasikan sebagai hunian bisnis atau fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan (ambulatory) dengan syarat bahwa fasilitas tersebut dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan dengan konstruksi tahan api tidak kurang dari 2-jam dan fasilitas tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan layanan simultan untuk 4 orang pasien atau lebih yang litterborne.

18.1.2.3 Hunian perawatan kesehatan dalam bangunan yang menampung hunian-hunian lainnya harus benar-benar dipisahkan melalui konstruksi dengan TKA tidak kurang dari 2 jam sebagaimana diberikan untuk penambahan-penambahan dalam ketentuan 18.1.1.4.

18.1.2.4 Semua sarana jalan ke luar dari hunian perawatan kesehatan yang melintas melewati ruang-ruang bukan perawatan kesehatan harus memenuhi persyaratan Peraturan ini.

Pengecualian:

Eksit melalui eksit horisontal kedalam hunian berdekatan lainnya yang tidak memenuhi persyaratan jalan ke luar untuk perawatan kesehatan, tetapi masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk hunian lainnya yang diatur dalam Peraturan ini, bisa diizinkan, asalkan hunian tersebut tidak mengandung muatan bahaya tinggi. Eksit horisontal harus memenuhi persyaratan pada butir 18.2.2.5.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.1.2.5 Persyaratan jalan ke luar untuk area perawatan kesehatan yang berhubungan dengan hunian lainnya harus memenuhi persyaratan keterkaitan yang diatur dalam Peraturan ini. Apabila hunian klinis untuk keperluan pasiennya memerlukan penguncian sarana jalan ke luar, maka harus ada pengaturan staf untuk mengawasi keluarnya pasien selama waktu-waktu pemakaian nya.

18.1.2.6 Auditorium, tempat peribadatan, area rumah tinggal staf, atau hunian-hunian lainnya yang disediakan terkait dengan fasilitas perawatan kesehatan harus memiliki sarana jalan ke luar yang memenuhi ketentuan dalam Sub.Bab lainnya dalam Peraturan ini.

18.1.2.7 Setiap area yang mengandung muatan berbahaya dan diklasifikasikan lebih tinggi dari hunian perawatan kesehatan dan berada dalam lokasi yang sama harus diproteksi sesuai ketentuan 18.3.2.

18.1.2.8 Hunian-hunian yang tidak terkait dengan perawatan kesehatan dan diklasifikasikan mengandung bahan-bahan bahaya tinggi, dilarang berada dalam bangunan-bangunan yang digunakan untuk hunian-hunian perawatan kesehatan.

18.1.3 Definisi Khusus. Hunian Perawatan Kesehatan Rawat Jalan. Lihat 3.3.8.

Rumah Sakit. Lihat 3.3.104.

Fasilitas Perawatan Terbatas. Lihat 3.3.117.

Rumah Perawatan. Lihat 3.3.132.

18.1.4 Klasifikasi Hunian. (Lihat 18.1.3.)

18.1.5 Klasifikasi Muatan Berbahaya. Klasifikasi muatan atau kandungan bahan berbahaya harus sesuai dengan definisi sebagaimana diuraikan dalam Sub.Bab 6.2.

18.1.6 Persyaratan konstruksi minimum. 18.1.6.1 Sesuai ketentuan 18.1.6, jumlah lapis bangunan harus dihitung mulai dari tingkatan pertama atau awal dari pelepasan eksit dan berakhir hingga tingkatan hunian tertinggi. Sesuai tujuan ketentuan 18.1.6, tingkatan pertama pelepasan eksit suatu bangunan harus lapis terendah yang lantainya rata atau di atas pelataran garis dinding luar untuk 50% atau lebih kelilingnya. Tingkatan bangunan di bawah tingkatan pertama tidak dihitung sebagai lapis bangunan.

18.1.6.2 Hunian perawatan kesehatan harus dibatasi tipe konstruksinya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 18.1.6.2. (Lihat 8.2.1.)

Pengecualian :

Setiap bangunan dari konstruksi Tipe I(443), Tipe I(332), Tipe II(222), atau Tipe II(111) diperbolehkan memakai sistem atap yang memiliki penyangga, penopang atau atap dari bahan mudah terbakar, dengan syarat memenuhi kriteria berikut :

(a) Penutup atap memenuhi persyaratan Klas A sesuai dengan standar NFPA 256, Standard Methods of Fire Tests of Roof Coverings.

(b) Atap terpisah dari bagian-bagian bangunan yang dihuni dengan menggunakan pasangan lantai dari bahan tidak mudah terbakar dengan TKA tidak kurang dari 2-jam dibuat dari beton atau lapis gipsum setebal tidak kurang dari 21/2 in. (6.4 cm).. Untuk ini diperlukan elemen struktur untuk menopang pasangan lantai dengan TKA 2-jam untuk memperoleh tingkat ketahanan api yang diperlukan bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71

Table 18.1.6.2 Pembatasan Tipe Konstruksi

Tipe konstruksi Lapis bangunan 1 2 3 4 atau lebih

I (443) X X X X I (332) X X X X II (222) X X X X II (111) X X X NP II (000) X NP NP NP III (211) X NP NP NP III (200) NP NP NP NP IV (2HH) X NP NP NP V (111) X NP NP NP V (000) NP NP NP NP

X : Tipe konstruksi yang diijinkan NP: Tidak diijinkan

18.1.6.3 Semua dinding-dinding dan partisi interior dalam dengan Konstruksi Tipe I atau Tipe II harus dari bahan-bahan tidak mudah terbakar atau terbakar terbatas.

18.1.6.4 Semua bangunan yang memiliki lebih dari satu tingkatan dibawah tingkatan pelepasan eksit harus memiliki tingkatan yang lebih rendah yang dipisahkan dari tingkatan pelepasan eksit dengan konstruksi Tipe II (111).

Gambar 18/19.2 – Penetuan jumlah lantai untuk penerapan persyaratan minimum konstruksi.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.1.7 Beban Penghunian. Beban penghunian, dalam jumlah orang-orang yang diperlukan dalam persyaratan jalan ke luar dan harus ditentukan berdasarkan faktor beban penghunian dari Tabel 7.3.1.2 yang merupakan karakteristik penggunaan ruang atau harus ditentukan dari jumlah populasi yang mungkin berada dalam suatu ruang yang diperhitungkan, yang mana yang lebih besar.

18.2.1 Umum. Setiap jalan masuk, jalan terusan, koridor, pelepasan eksit, lokasi eksit dan akses ke eksit harus sesuai dengan Bab 7.

Pengecualian :

Sebagaimana ditentukan oleh pasal 18.2.2 hingga 18.2.11.

18.2.2* Komponen-komponen sarana jalan ke luar. 18.2.2.1 Komponen-komponen sarana jalan ke luar harus dibatasi terhadap tipe-tipe sebagaimana diuraikan dalam pasal 18.2.2.2 hingga 18.2.2.10.

18.2.2.2 Pintu-pintu. 18.2.2.2.1 Hanya pintu-pintu yang memenuhi ketentuan 7.2.1 diperbolehkan.

18.2.2.2.2 Kunci-kunci tidak diperkenankan dipasang pada pintu-pintu ruang tidur pasien.

Pengecualian

1 Peralatan pengunci yang menghalangi akses ke ruangan dari koridor yang hanya dapat dioperasikan oleh staf dari sisi koridor diperbolehkan. Peralatan semacam itu tidak boleh menghalangi jalur penyelamatan dari dalam ruangan.

2 Pengaturan penguncian pintu diperbolehkan pada hunian perawatan kesehatan atau bagian dari hunian perawatan kesehatan yang kebutuhan klinis pasiennya memerlukan upaya sekuriti khusus untuk keselamatannya, dengan syarat bahwa kunci-kunci dibawa setiap saat oleh staf.

18.2.2.2.3 Pintu-pintu yang terletak dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan diperbolehkan dikunci.

18.2.2.2.4 Pintu-pintu di dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan tidak boleh dipasangi palang pintu atau kunci yang memerlukan penggunaan alat atau anak kunci untuk membukanya dari sisi jalan ke luar.

Pengecualian

1 Pengaturan penguncian pintu tanpa menunda waktu penyelamatan dibolehkan pada hunian perawatan kesehatan atau bagian dari hunian perawatan kesehatan yang kebutuhan klinis pasiennya memerlukan upaya penp membuka pintu-pintu tersebut. (Lihat 18.1.1.1.5 dan 18.2.2.2.5.)

2* Kunci-kunci penunda penyelamatan yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.1 diperbolehkan dengan syarat tidak lebih dari satu alat semacam itu ditempatkan di tiap jalur penyelamatan.

3 Pintu-pintu penyelamatan yang dikendalikan aksesnya yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.2 diperbolehkan.

18.2.2.2.5 Pintu-pintu yang terletak di sarana jalan ke luar yang diperbolehkan dikunci sesuai ketentuan lain dalam Bab ini harus memiliki kelengkapan untuk bisa memindahkan secara cepat penguna atau penghuni bangunan dengan cara seperti kontrol jarak jauh pengunci, mengubah penguncian pintu yang dapat dibuka oleh kunci-kunci yang dibawa staf setiap saat, atau cara lainnya yang handal yang bisa dijangkau atau digunakan oleh staf setiap saat. Hanya satu alat pengunci diperbolehkan pada setiap pintu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73

Pengecualian:

Pengunci sesuai dengan Kekecualian No. 2 dan 3 hingga 18.2.2.2.4.

18.2.2.2.6* Setiap pintu di jalan terusan eksit, ruang pelindung tangga, eksit horisontal, penghalang asap atau ruang pembatas area berbahaya (kecuali ruang-ruang boiler, ruang-ruang pemanas, dan ruang-ruang peralatan mesin) diperbolehkan terbuka hanya dengan peralatan pelepas otomatis yang memenuhi ketentuan 7.2.1.8.2. Sistem-sistem sprinkler otomatis, alarm kebakaran dan sistem-sistem yang disyaratkan menurut ketentuan 7.2.1.8.2 harus diatur untuk meng-inisiasi gerak menutup dari semua pintu-pintu di seluruh kompartemen asap atau di semua fasilitas.

18.2.2.2.7 Apabila pintu-pintu di dalam ruang pelindung tangga dalam kondisi terbuka oleh peralatan pembuka otomatis sebagaimana diperbolehkan oleh ketentuan 18.2.2.2.6, inisiasi gerak menutup pintu pada setiap level harus bisa membuat semua pintu pada semua level di ruang pelindung tangga menutup.

18.2.2.2.8 Hunian perawatan kesehatan bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan re-entry sebagaimana diatur dalam 7.2.1.5.2.

18.2.2.2.9 Pintu-pintu luncur horisontal sebagaimana diperbolehkan berdasarkan pasal 7.2.1.14, yang tidak menutup secara otomatis harus dibatasi hanya untuk pintu daun tunggal dan harus memiliki pengunci atau mekanisme lain yang dapat menjamin bahwa pintu-pintu tersebut tidak akan memantul kembali ke posisi terbuka sebagian apabila ditutup secara keras saat terjadi keadaan darurat.

18.2.2.3 Tangga-tangga. Tangga-tangga yang memenuhi ketentuan 7.2.2 diperbolehkan.

18.2.2.4 Ruang-ruang pelindung tahan asap. Ruang-ruang pelindung tahan asap sesuai ketentuan 7.2.3 diperbolehkan.

18.2.2.5 Eksit-eksit horisontal. Eksit-eksit horisontal yang memenuhi persyaratan 7.2.4 dan modifikasi sesuai ketentuan 18.2.2.5.1 sampai 18.2.2.5.6 diperbolehkan.

18.2.2.5.1 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) untuk setiap pasien di suatu rumah sakit atau rumah perawatan, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) untuk setiap penghuni di fasilitas perawatan terbatas, harus disediakan dalam ruang bersama di koridor, ruang-ruang pasien, ruang-ruang perawatan, ruang-ruang tempat duduk-duduk atau ruang-ruang makan dan area lainnya pada setiap sisi eksit horisontal. Pada lantai-lantai yang tidak menampung tempat tidur pasien, tidak kurang dari 6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) untuk setiap penghuni harus disediakan pada setiap sisi eksit horisontal untuk jumlah total penghuni di kompartemen yang bersebelahan.

18.2.2.5.2 Kapasitas penyelamatan total dari eksit lainnya (tangga-tangga, ramp-ramp, pintu-pintu yang mengarah ke luar bangunan) tidak boleh dikurangi dibawah sepertiga dari yang disyaratkan untuk seluruh area bangunan.

18.2.2.5.3 Suatu pintu tunggal diperbolehkan di eksit horisontal apabila eksit melayani hanya satu arah. Pintu semacam itu harus dari jenis pintu ayun atau pintu luncur horisontal yang memenuhi ketentuan pasal 7.2.1.14. Kelebaran bersih pintu tidak boleh kurang dari 41.5 in. (105 cm).

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.2.2.5.4 Suatu eksit horisontal yang terdiri atas sebuah koridor yang lebarnya 8 ft (2.4 m) atau lebih melayani sebagai sarana jalan ke luar dari kedua sisi jalur pintu harus mempunyai bukaan yang dilindungi dengan pasangan pintu-pintu ayun yang diatur untuk bisa berayun dalam arah yang berlawanan satu sama lain, dengan setiap pintu memiliki lebar bersih tidak kurang dari 41.5 in. (105 cm), atau oleh pintu luncur horisontal yang memenuhi 7.2.1 dan memberikan lebar bersih tidak kurang dari 83 in. (211 cm).

18.2.2.5.5 Suatu eksit horisontal yang terdiri atas koridor dengan lebar 6 ft (1.8 m) atau lebih melayani sebagai sarana jalan ke luar dari kedua sisi jalur pintu harus mempunyai bukaan yang dilindungi oleh sepasang pintu-pintu ayun, yang diatur untuk berayun dalam arah yang berlawanan satu sama lain, dengan setiap pintu mempunyai lebar bersih tidak kurang dari 32 in. (81 cm), atau oleh pintu luncur horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14 yang memberikan lebar bersih tidak kurang dari 64 in. (163 cm).

18.2.2.5.6 Suatu panel penglihat yang disetujui disyaratkan pada setiap eksit horisontal. Tiang jendela di tengah-tengah dilarang.

Gambar 18/19.3(a) – Eksit horizontal pada rumah sakit yang baru atau rumah jompo.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75

Gambar 18/19.3(b) – Eksit horizontal pada fasilitas perawatan terbatas atau rumah sakit jiwa.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.3.(c) – Eksit horizontal pada hunian perawatan kesehatan eksisting.

18.2.2.6 Ramp. 18.2.2.6.1 Ramp yang memenuhi 7.2.5 diperbolehkan.

18.2.2.6.2 Ramps terlindung sebagai eksit harus memiliki kelebaran yang cukup untuk memberikan kapasitas penyelamatan sesuai dengen ketentuan 18.2.3.2.

18.2.2.7 Jalan Terusan Eksit. Jalan terusan eksit yang memenuhi 7.2.6 diperbolehkan.

18.2.2.8 Tangga-tangga Penyelamatan. Tangga-tangga penyelamatan kebakaran yang memenuhi ketentuan 7.2.9 diperbolehkan.

18.2.2.9 Peralatan Anak Tangga Selang seling. Peralatan anak tangga selang-seling sesuai 7.2.11 dapat digunakan.

18.2.2.10 Area pengungsian. Area pengungsian yang digunakan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang disyaratkan harus memenuhi ketentuan 7.2.12.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77

18.2.3 Kapasitas sarana jalan ke luar. 18.2.3.1 Kapasitas setiap sarana jalan ke luar harus didasarkan pada kelebarannya, sebagaimana ditetapkan pada Bagian 7.3.

18.2.3.2 Kapasitas jalan ke luar yang menyediakan perjalanan dengan menggunakan tangga harus 0.3 in. (0.8 cm) untuk setiap orang, dan kapasitas kapasitas untuk sarana jalan ke luar yang menyediakan perjalanan (tanpa tangga) dengan menggunakan pintu-pintu, ramp, atau eksit horisontal harus 0.2 in. (0.5 cm) per orang.

18.2.3.3* Lebar bersih pintu masuk ruang tengah, koridor, dan ramp yang disyaratkan untuk akses eksit di bangunan rumah sakit atau rumah perawatan harus tidak boleh kurang dari 8 ft (2.4 m), serta tidak terhalangi. Bila ramp digunakan sebagai eksit, maka harus lihat 18.2.2.6.

Pengecualian

1* Lebar bersih pintu jalan masuk, koridor, dan ramp di area yang bersebelahan yang tidak digunakan untuk menampung, merawat atau menggunakan untuk pasien rawat inap harus tidak boleh kurang dari 44 in. (112 cm), dan tidak terhalangi.

2* Akses ke eksit di dalam suatu ruangan atau ruangan besar harus memenuhi persyaratan 18.2.5.

18.2.3.4 Lebar bersih pintu masuk utama, koridor, dan ramp yang disyaratkan untuk akses ke eksit pada fasilitas perawatan terbatas atau rumah sakit bagi perawatan sakit jiwa harus tidak boleh kurang dari 6 ft (1.8 m) dan tidak terhalangi. Apabila ramp digunakan sebagai eksit, lihat ketentuan 18.2.2.6.

Pengecualian

1* Lebar bersih pintu masuk utama, koridor, dan ramp di area-area bersebelahan yang tidak dimaksudkan untuk menampung, merawat atau menggunakan untuk keperluan rawat inap pasien harus tidak boleh kurang dari 44 in. (112 cm) dan tidak terhalangi.

2* Akses eksit di dalam suatu ruangan atau ruangan utama harus memenuhi persyaratan 18.2.5.

18.2.3.5 Lebar bersih minimum untuk pintu-pintu di sarana jalan ke luar dari ruang-ruang tidur, area diagnostik dan perawatan seperti sinar-X, pembedahan atau terapi fisik dan ruang perawatan harus sebagai berikut :

(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)

(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)

Pengecualian :

1 Lebar bersih pintu-pintu yang dipasang sedemikian sehingga tidak digunakan oleh penghuni rumah sakit harus tidak boleh kurang dari 32 in. (81 cm)..

2 Lebar bersih pintu-pintu di ruang-ruang pelindung tangga eksit tidak boleh kurang dari 32 in. (81 cm).

3 Lebar bersih pintu-pintu yang melayani perawatan bagi yang baru melahirkan tidak boleh kurang dari 32 in. (81 cm.

4 Apabila disediakan suatu pasangan pintu, maka sekurang-kurangnya satu pintu harus memiliki bukaan dengan lebar bersih tidak kurang dari 32-in. (81-cm) dilengkapi dengan alur pintu, lereng atau astragal pada pinggir pertemuan daun pintu. Bagian daun pintu yang tidak aktif harus dipasang pasak sembul otomatis untuk membentuk pengunci yang kencang.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.4(a) – Akses eksit koridor dalam fasilitas perawatan kesehatan baru

Gambar 18/19.4(b) – Akses eksit koridor dalam fasilitas perawatan kesehatan eksisting.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79

Gambar 18/19.5 - Pengukuran lebar pintu minimum untuk pintu eksisting

18.2.4 Jumlah eksit. 18.2.4.1 Pada setiap lantai atau ruang pembatas api, harus dipasang sekurang-kurangnya dua eksit dari tipe sebagaimana diuraikan dalam ketentuan 18.2.2.2 hingga 18.2.2.10, yang lokasinya berjauhan satu sama lain.

18.2.4.2 Sekurang-kurangnya satu eksit dari setiap lantai atau ruang pembatas api harus merupakan salah satu dari yang berikut ini :

(1) Pintu yang mengarah langsung ke luar bangunan

(2) Tangga

(3) Ruang pelindung tahan asap

(4) Ramp

(5) Jalan terusan eksit

Tiap ruang pembatas api yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan ini harus dipertimbangkan sebagai bagian dari zona yang berdekatan. Jalur penyelamatan tidak disyaratkan kembali melewati zona asal api.

Gambar 18/19.6 – Susunan eksit untuk kompartemen api dibentuk oleh eksit horizontal dengan

penghalang api.

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.7 – Susunan eksit untuk kompartemen asap yang dibentuk oleh penghalang asap.

18.2.4.3* Tidak kurang dari dua eksit dari tipe sebagaimana diuraikan dalam pasal 18.2.2.2 sampai pasal 18.2.2.10 harus dapat dicapai dari tiap kompartemen asap. Jalan keluar diperbolehkan lewat kompartemen bersebelahan, tetapi tidak boleh kembali melewati kompartemen asal api.

18.2.5 Pengaturan Sarana Jalan Ke Luar. 18.2.5.1 Setiap ruang hunian harus memiliki sebuah pintu akses eksit yang langsung menuju ke koridor akses eksit.

Pengecualian

1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke luar dari ruangan di tingkat dasar.

2 Akses eksit dari ruangan tidur pasien dengan tidak lebih dari 8 tempat tidur pasien diperbolehkan jalan melewati ruangan antara untuk mencapai ke koridor akses eksit.

3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan melewati satu ruang antara, untuk mencapai koridor akses eksit, apabila dari pengaturan memungkinkan dilakukanya supervise visual langsung dan konstan oleh personel perawatan.

4 Akses ke eksit dari ruang-ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien diperbolehkan melewati tidak lebih dari dua ruang-ruang berdekatan, untuk mencapai koridor akses eksit apabila jarak tempuh didalam ruang utama tersebut memenuhi ketentuan 18.2.5.8.

18.2.5.2 Setiap ruangan tidur pasien, atau setiap ruang utama yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien, berukuran lebih dari 000 ft2 (93 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain.

18.2.5.3 Setiap ruangan atau setiap ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien, yang luasnya lebih dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua pintu akses eksit yang letaknya berjauhan satu sama lain.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81

18.2.5.4 Setiap ruangan-ruangan besar yang memenuhi persyaratan 18.2.5 diperbolehkan dipisah-pisahkan dengan menggunakan partisi-partisi yang bersifat tidak tahan api penuh, tidak mudah terbakar, atau terbakar namun terbatas.

18.2.5.5 Ruang-ruang antara tidak boleh merupakan area berbahaya sebagaimana didefinisikan dalam ketentuan 18.3.2.

18.2.5.6 Ruang-ruang tidur utama atau besar tidak boleh melebihi 5000 ft2 (460 m2) luasnya.

18.2.5.7 Ruang-ruang besar, selain ruang-ruang tidur pasien, tidak boleh melebihi 10,000 ft2 (930 m2) luasnya.

18.2.5.8 Ruang-ruang besar, selain ruang-ruang untuk tidur pasien, diperbolehkan memiliki satu ruang antara apabila jarak tempuh dalam ruang besar tersebut ke pintu-pintu akses eksit tidak melebihi 100 ft (30 m) dan boleh memiliki dua ruang antara apabila jarak tempuh di dalam ruang besar tersebut ke pintu akses eksit tidak melebihi 50 ft (15 m).

18.2.5.9 Setiap koridor harus menyediakan akses ke, tidak kurang dari dua eksit yang disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.4 dan 7.5 tanpa harus melewati ruang-ruang antara selain koridor atau lobi.

18.2.5.10 Setiap eksit atau akses ke eksit harus diatur sedemikian sehingga tidak satupun dari koridor, jalan masuk utama, jalan terusan memiliki lorong buntu melebihi 30 ft (9.1 m).

Gambar 18/19.8 – Akses langsung ke koridor dari ruang yang dihuni

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.9 – Ruang antara dari ruang pasien dan koridor

Gambar 18/19.10(a) – Ruang tidur pasien

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 83

Gambar 18/19.10(b) – Ruang tidur pasien dengan ruang antara ke koridor.

Gambar 18/19.11(a) – Ruang tindakan/pengobatan (tidak tidur)

84 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.11(b) – Ruang tindakan/pengobatan satu ruang antara ke koridor.

Gambar 18/19.11(c) – Ruang tindakan/pengobatan dengan dua ruang antara ke koridor.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 85

Gambar 18/19.12 – Ujung buntu dalam hunian perawatan kesehatan baru

18.2.6 Jarak tempuh ke eksit. 18.2.6.1 Jarak tempuh harus diukur berdasarkan Sub.Bab 7.6.

18.2.6.2 Jarak tempuh harus memenuhi ketentuan 18.2.6.2.1 sampai 18.2.6.2.4.

18.2.6.2.1 Jarak tempuh antara setiap pintu ruangan yang disyaratkan sebagai akses eksit ke eksit tidak boleh melebihi 150 ft (45 m).

18.2.6.2.2 Jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan ke eksit tidak boleh melampaui 200 ft (60 m).

18.2.6.2.3 Jarak tempuh antara setiap titik di ruangan tidur perawatan kesehatan ke pintu akses eksit di ruangan tersebut tidak boleh melebihi 50 ft (15 m).

18.2.6.2.4 Jarak tempuh antara setiap titik di ruangan tidur utama sebagaimana diperbolehkan sesuai ketentuan 18.2.5 ke pintu akses eksit di ruangan utama tersebut tidak boleh melebihi 100 ft (30 m) dan harus pula memenuhi persyaratan butir 18.2.6.2.2.

Gambar 18/19.13 – Pembatasan jarak tempuh

86 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.2.7 Pelepasan dari eksit. Pelepasan dari eksit harus diatur sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.7.

18.2.8 Pencahayaan sarana jalan ke luar. Sarana jalan ke luar harus diberi pencahayaan sesuai ketentuan Sub.Bab 7.8.

18.2.9 Lampu darurat. 18.2.9.1 Lampu darurat harus disediakan sesuai ketentuan pada Sub.Bab 7.9.

18.2.9.2 Bangunan-bangunan yang dilengkapi dengan atau apabila pasien memerlukan penggunaan system penopang hidup (lihat 18.5.1.3) harus mempunyai peralatan pencahayaan darurat yang disuplai oleh cabang penyelamatan jiwa dari system kelistrikan bangunan sebagaimana diuraikan dalam NFPA 99, Standar Fasilitas Perawatan Kesehatan (Standard for Health Care Facilities).

18.2.10 Penandaan pada sarana jalan ke luar. 18.2.10.1 Sarana jalan ke luar harus memiliki tanda-tanda sesuai ketentuan Sub.Bab 7.10.

18.2.10.2 Bangunan-bangunan yang dilengkapi denan atau terdapat pasien yang memerlukan penggunaan sistem penopang hidup (Lihat ketentuan 18.5.1.3) harus mempunyai pencahayaan pada eksit yang disyaratkan dan tanda-tanda penunjuk yang disuplai dari cabang penyelamatan jiwa dari system kelistrikan bangunan sebagaimana diuraikan dalam Standar NFPA 99, Standar untuk Fasilitas Perawatan Kesehatan (Standard for Health Care Facilities).

Pengecualian :

Dipasang tanda penunjuk eksit yang menerangi sendiri (self-luminous) sebagaimana diperbolehkan dalam ketentuan 7.10.4.

Table 18.3.2.1 Proteksi Area Berbahaya

Uraian area berbahaya Pemisah /proteksi

Ruang-ruang boiler dan pemanas berbahan bakar 1 jam Tempat cuci pakaian terpusat atau timbunan, berukuran lebih besar dari 100 ft2 (9.3 m2) 1 jam

Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala atau mudah terbakar dalam jumlah kurang dari yang dapat menimbulkan bahaya tinggi.

Lihat 18.3.6.3.4

Laboratorium yang menggunakan bahan berbahaya yang dapat diklasifikasikan sebagai bahaya tinggi menurut NFPA 99, Standard for Health Care Facilities

1 jam

Toko / tempat penyimpanan cat yang menggunakan bahan dan material berbahaya dalam jumlah yang kurang dari yang ter-klasifikasikan sebagai bahaya tinggi

1 jam

Bengkel pemeliharaan fisik bangunan & lingkungan 1 jam Ruang-ruang kain tenun kotor 1 jam Ruang penyimpanan berukuran lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2) tetapi tidak melebihi 100 ft2 (9.3 m2) yang menyimpan bahan-bahan mudah terbakar Lihat 18.3.6.3.4

Ruang-ruang penyimpanan berukuran lebih besar dari 100 ft2 (9.3 m2) yang menyimpan bahan-bahan mudah terbakar. 1 jam

Ruang-ruang pengumpulan sampah / barang bekas 1 jam

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 87

18.3.6.2 Konstruksi dinding-dinding koridor. Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran asap. Dinding-dinding tersebut diperbolehkan dibangun sampai langit-langit yang dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap. Tidak ada ketentuan mengenai tingkat ketahanan api pada dinding-dinding koridor dalam hal ini.

18.3.7.1 Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus dibagi dengan penghalang-penghalang api sebagai berikut :

(1) Membagi setiap lantai yang digunakan bagi pasien rawat inap untuk tidur atau mendapat perlakuan kedalam kurang dari dua kompartemen asap.

(2) Membagi setiap lantai yang mempunyai beban penghunian 50 orang atau lebih, tidak tergantung dari pemakaiannya, ke dalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.

(3) Membatasi ukuran setiap kompartemen asap yang disyaratkan oleh (1) dan (2) menjadi area yang ukurannya tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)

Pengecualian :

Area atrium yang dipisahkan mengikuti ketentuan 8.2.5.6 tidak boleh dibatasi ukurannya.

(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang api yang disyaratkan ke suatu jarak yang tidak melebihi 200 ft (60 m).

Pengecualian

1 Lantai-lantai yang tidak terdapat didalamnya hunian perawatan kesehatan dan terletak sepenuhnya di atas hunian perawatan kesehatan.

2 Area yang tidak terdapat didalamnya hunian perawatan kesehatan dan dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan dengan penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.

3 Lantai-lantai yang tidak terdapat didalamnya hunian-hunian perawatan kesehatan dan terletak lebih dari satu lantai dibawah hunian perawatan kesehatan.

4 Konstruksi parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan diawasi sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.

18.3.7.2. Penghalang-penghalang asap harus disediakan pada lantai-lantai yang dapat dimanfaatkan namun tidak dihuni.

18.3.1 Proteksi Bukaan-bukaan vertikal. 18.3.1.1 Setiap bukaan vertikal harus ditutupi atau dilindungi sesuai ketentuan 8.2.5.

Pengecualian

1 Bukaan-bukaan vertikal yang tidak dilindungi sesuai dengan ketentuan 8.2.5.8 diperbolehkan.

2 Kekecualian No. 1 untuk 8.2.5.6 (1) tidak berlaku pada ruang-ruang tidur pasien dan ruang-ruang perlakuan untuk pasien.

3 Area-area tidur pasien bertingkat banyak (multilevel) di fasilitas perawatan sakit jiwa diperbolehkan tanpa proteksi pelindung antar tingkat, dengan syarat kondisi-kondisi berikut memenuhi :

(a) Seluruh area yang dihuni termasuk semua level lantai yang berhubungan, cukup terbuka dan tak terhalangi sehingga kebakaran atau kondisi berbahaya lainnya di setiap bagian akan terlihat jelas bagi penghuni atau personel pengawas di area tsb.

88 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Kapasitas jalan ke luar cukup untuk menampung semua penghuni secara simultan dari semua tingkat dan area yang berhubungan, dengan semua tingkat yang berhubungan di area kebakaran yang sama dipertimbangkan sebagai area lantai tunggal untuk penentuan kapasitas jalan ke luar yang disyaratkan.

(c) Beda ketinggian antara tingkat lantai teratas dan terbawah tak boleh melebihi 13 ft (4 m); jumlah tingkat tidak harus dibatasi.

4 Bukaan-bukaan yang tidak dilindungi sesuai ketentuan 8.2.5.5 tidak diperbolehkan.

18.3.1.2 Pintu di ruang pelindung eksit harus bisa menutup sendiri dan harus dalam posisi tertutup pada keadaan normal.

Pengecualian:

Pintu-pintu di ruang pelindung tangga dijaga tetap terbuka dibawah kondisi-kondisi sebagaimana diuraikan dalam ketentuan 18.2.2.2.6 dan 18.2.2.2.7.

Gambar 18/19.14 – Bukaan nyaman yang dimungkinkan

18.3.2 Perlindungan dari Bahaya. 18.3.2.2* Laboratorium. Laboratorium-laboratorium yang menggunakan sejumlah bahan-bahan mudah menyala, mudah terbakar atau berbahaya yang diperhitungkan sebagai area sangat berbahaya harus dilindungi sesuai dengan ketentuan dalam NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.

18.3.2.3 Lokasi-lokasi Anestesi. Lokasi-lokasi anestesi harus dilindungi sesuai dengan ketentuan dalam standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.

18.3.2.4 Gas-Medis. Area penyimpanan gas medis dan administrasinya harus dilindungi sesuai dengan standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.

18.3.2.5 Toko Souvenir.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 89

Toko-toko souvenir harus dilindungi sebagai area-area berbahaya apabila penggunaannya untuk penyimpanan maupun pemajangan bahan-bahan mudah terbakar ada dalam jumlah yang dianggap membahayakan. Toko-toko souvenir yang dipertimbangkan tidak berbahaya dan mempunyai gudang terpisah dan dilindungi, diperbolehkan untuk sebagai berikut :

(1) Membuka ke arah lobi atau koridor apabila toko souvenir luasnya tidak lebih dari 500 ft2 (46.5 m2)

(2) Dipisahkan dari lobi atau koridor dengan dinding-dinding yang tidak harus tahan api

Table 18.3.2.1 Proteksi Area Berbahaya

Uraian area berbahaya Pemisahan/proteksi

Ruang-ruang boiler dan pemanas berbahan bakar 1-jam

Tempat cuci terpusat / timbunan lebih besar dari 100 ft2 (9.3 m2)

1-jam

Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala atau terbakar dalam jumlah kurang dari yang dipertimbangkan sangat berbahaya.

Lihat 18.3.6.3.4

Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan berbahaya yang dapat diklasifikasikan sebagai sangat berbahaya sesuai dengan standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities

1-jam

Toko-toko cat yang memakai bahan-bahan dan substansi berbahaya dalam jumlah yang dapat diklasifikasikan sebagai sangat berbahaya.

1-jam

Bengkel pemeliharaan peralatan 1-jam

Ruangan-ruangan kain linen kotor 1-jam

Ruangan-ruangan tempat penyimpanan bahan-bahan mudah terbakar yang luasnya lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2) tetapi tidak melebihi 100 ft2 (9.3 m2).

Lihat 18.3.6.3.4

Ruangan-ruangan tempat penyimpanan bahan-bahan mudah terbakar yang luasnya lebih besar dari 100 ft2 (9.3 m2)

1-jam

Ruangan-ruangan pengumpulan barang bekas 1-jam

90 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.3.2.6 Fasilitas memasak. Fasilitas memasak harus dilindungi sesuai ketentuan 9.2.3.

Pengecualian*:

Apabila peralatan memasak rumah tangga digunakan untuk menghangatkan makanan atau memasak terbatas, maka proteksi atau pemisahan fasilitas penyiapan makanan tidak diperlukan.

18.3.2.7 Bangunan-bangunan yang menampung hunian-hunian perawatan kesehatan sebagaimana ditunjukkan dalam ketentuan 18.1.1.1.2 yang memiliki landasan helikopter diatap bangunan harus dilindungi sesuai dengan standar NFPA 418, Standard for Heliports.

18.3.3 Lapis interior. 18.3.3.1 Bahan lapis interior harus memenuhi ketentuan Sub.Bab 10.2.

18.3.3.2 Dinding Interior dan Pelapis Plafon. Bahan-bahan pelapis interior dinding dan langit-langit yang memenuhi ketentuan 10.2.3 diperbolehkan digunakan apabila dari Klas A atau Klas B. Persyaratan 10.2.8.1 tidak diterapkan.

Pengecualian

1 Dinding-dinding dan langit-langit diperbolehkan memiliki bahan pelapis Klas A, Klas B, atau Klas C di dalam kamar-kamar individu yang mempunyai kapasitas tidak melebihi 4 orang..

2 Bahan pelapis dinding koridor yang tingginya tidak lebih dari 4 ft (1.2 m) yang dibatasi hanya untuk separuh bagian bawah dinding, diperbolehkan dari bahan Klas A, Klas B atau Klas C..

18.3.3.3 Pelapis lantai Interior. (Tidak ada persyaratan)

18.3.4 Sistem Deteksi, Alarm dan Komunikasi. 18.3.4.1 Umum. Hunian-hunian perawatan kesehatan harus dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran sesuai dengan ketentuan dalam Sub.Bab 9.6.

18.3.4.2* Inisiasi. Inisiasi sistem alarm kebakaran yang disyaratkan berasal dari sarana manual sesuai dengan ketentuan 9.6.2 dan dengan alarm aliran air dari sistem sprinkler, alat deteksi atau sistem deteksi.

Pengecualian :

Kotak-kotak alarm kebakaran manual di area tidur pasien tidak diperlukan pada eksit, apabila terletak pada semua stasion kontrol perawat atau lokasi lainnya yang mendapat perhatian kontinyu staf, asalkan kotak-kotak alarm manual tersebut mudah dilihat dan dapat dijangkau serta jarak tempuh yang disyaratkan oleh ketentuan 9.6.2.4 tidak dilampaui.

18.3.4.3 Pemberitahuan / notifikasi. 18.3.4.3.1 Notifikasi Penghuni. Pemberitahuan ke penghuni harus dapat dicapai secara otomatis sesuai ketentuan 9.6.3. Pengecualian No. 3 sampai 9.6.3.2 harus dilarang.

Pengecualian *:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 91

Sebagai pengganti sinyal alarm dengar, peralatan penunjuk alarm yang dapat dilihat atau tampak, diperbolehkan digunakan di area-area perawatan kritis.

18.3.4.3.2 Notifikasi Tanggap Darurat / Emergenci. Pemberitahuan ke pemadam Kebakaran harus dapat dilakukan sesuai ketentuan 9.6.4.

Pengecualian:

Alat deteksi asap atau sistem deteksi asap yang dilengkapi dengan kelengkapan rekonfirmasi tidak diperlukan untuk pemberitahuan otomatis ke pemadam kebakaran kecuali jika kondisi kondisi alarm tidak ter-rekonfirmasi dalam waktu tidak lebih dari 120 detik.

18.3.4.3.3 Pemberitahuan alarm harus disediakan sesuai ketentuan 9.6.7.

Pengecualian :

Zona alarm diperbolehkan bersamaan dengan area yang diperbolehkan untuk kompartemen asap.

18.3.4.4 Kontrol keadaan darurat. Beroperasinya tiap alat aktivasi dalam sistem alarm yang disyaratkan harus diatur untuk memenuhi tiap fungsi kontrol otomatis dari alat tersebut. (Lihat 9.6.5.)

18.3.4.5 Deteksi. 18.3.4.5.1 Sistem-sistem pendeteksian apabila disyaratkan harus memenuhi Sub.Bab 9.6.

18.3.4.5.2 Deteksi di Ruang-ruang yang membuka ke Koridor. (See 18.3.6.1.)

18.3.4.5.3* Rumah Perawatan. Suatu sistem deteksi asap yang disetujui harus dipasang di koridor-koridor di seluruh kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien dan di ruang-ruang yang membuka kearah koridor-koridor sebagaimana diperbolehkan di rumah-rumah perawatan menurut ketentuan 18.3.6.1.

Pengecualian

1 Sistem-sistem koridor tidak disyaratkan apabila setiap ruang tidur pasien dilindungi dengan sistem deteksi asap yang disetujui.

2 Sistem-sistem koridor tidak disyaratkan apabila pintu-pintu ruang pasien dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis, dilengkapi dengan dengan detektor-detektor asap integral pada sisi ruangan yang dipasang sesuai dengan jaminan-nya, dengan syarat detektor-detektor integral tersebut memberikan notifikasi ke penghuni.

18.3.5 Persyaratan Pemadam Kebakaran. 18.3.5.1* Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.

Pengecualian:

Pada konstruksi Tipe I dan Tipe II, apabila disetujui oleh otoritas yang berwenang, upaya proteksi alternatif diperbolehkan sebagai penganti sprinkler di area spesifik yang menurut otoritas yang berwenang melarang penggunaan sprinkler, tanpa menyebabkan bangunan terklasifikasi sebagai bangunan tanpa sprinkler.

18.3.5.2* Sistem sprinkler respons cepat dan sistem sprinkler residensial yang dijamin harus digunakan di seluruh kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien.

92 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.3.5.5* Sprinkler di area-area yang tirai kubikasi dipasang harus memenuhi ketentuan dalam standar NFPA 13, standar pemasangan instalasi sistem sprinkler (Standard for the Installation of Sprinkler Systems).

18.3.5.6 Alat pemadam api ringan (APAR) harus disediakan di semua hunian perawatan kesehatan sesuai dengan ketentuan 9.7.4.1.

18.3.6 Koridor-koridor. 18.3.6.1 Koridor-koridor harus dipisahkan dari area-area lainnya dengan partisi-partisi yang memenuhi ketentuan butir-butir 8.3.6.2 sampai 18.3.6.5. (Lihat pula 18.2.5.9.)

Pengecualian

1 Ruang-ruang diperbolehkan tidak dibatasi luasnya dan membuka ke koridor, dengan syarat kriteria berikut ini dipenuhi :

(a) Ruang-ruang tersebut tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien, ruang-ruang perlakuan medis, atau area-area berbahaya.

(b) Koridor-koridor kearah mana ruang-ruang terbuka berada dalam kompartemen asap yang sama dan dilindungi dengan sistem deteksi asap otomatik yang diawasi secara elektrik sesuai dengan ketentuan 18.3.4, atau kompartemen-kompartemen asap tempat ruang tersebut terletak diproteksi seluruhnya dengan sprinkler jenis respons cepat.

(c) Ruang terbuka diproteksi dengan sistem deteksi asap otomatis, diawasi secara elektris sesuai ketentuan 18.3.4, atau seluruh ruangan diatur dan diletakkan sehingga memungkinkan dilakukan pengawasan langsung oleh staf fasilitas dari stasion perawat atau ruangan semacam itu.

(d) Ruang tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan.

Gambar 18/19.15(a) – Ukuran ruangan tak terbatas yang terbuka ke koridor

Gambar 18/19.15(b) – Ruang tunggu dengan ukuran terbatas yang terbuka ke koridor.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 93

2 Ruang-ruang tunggu diperbolehkan membuka ke koridor, asalkan kriteria berikut dipenuhi :

(a) Jumlah area tunggu di setiap kompartemen asap tidak melebihi 600 ft2 (55.7 m2).

(b) Setiap area dilindungi dengan sistem deteksi asap otomatis yang diawasi secara elektris sesuai ketentuan 18.3.4, atau setiap area diatur dan diletakkan untuk memungkinkan dilakukannya supervisi langsung oleh staf fasilitas dari suatu stasion atau pos perawat atau ruangan semacam itu.

(c) Area tersebut tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan..

3* Ruang-ruang untuk pos-pos perawat.

4 Toko-toko souvenir yang membuka ke koridor yang diproteksi sesuai ketentuan 18.3.2.5.

5 Dalam fasilitas perawatan terbatas, ruang-ruang pertemuan kelompok atau penyembuhan multiguna diperbolehkan membuka ke koridor, dengan syarat kriteria berikut ini dipenuhi :

(a) Ruangan bukan area berbahaya.

(b) Ruangan diproteksi oleh sistem deteksi asap otomatik yang diawasi secara elektris sesuai ketentuan 18.3.4, atau ruangan diatur dan diletakkan sedemikian sehingga memungkinkan dilakukannya pengawasan langsung oleh staf fasilitas dari pos perawatan atau lokasi semacam itu.

(c) Area tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan.

18.3.6.2* Konstruksi dinding-dinding koridor. Dinding-dinding koridor harus membentuk suatu penghalang untuk membatasi perpindahan asap. Dinding-dinding semacam itu diperbolehkan dibangun sampai ke langit-langit yang langit-langit nya dibangun untuk membatasi penjalaran asap. Tidak perlu ada ketentuan TKA untuk dinding-dinding koridor.

18.3.6.3* Dinding-dinding koridor. 18.3.6.3.1* Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor harus dibuat untuk menahan penjalaran asap. Pemenuhan standar NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows, tidak diperlukan. Celah antara bagian bawah pintu dengan penutup lantai yang tebalnya tidak melebihi 1 in. (2.5 cm) diperbolehkan untuk pintu-pintu koridor.

Pengecualian:

Pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.

18.3.6.3.2 Pintu-pintu harus disediakan dengan dilengkapi dengan perangkat pengunci positif. Tidak boleh menggunakan pengunci gulung.

Pengecualian:

Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet rooms, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang lain semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.

18.3.6.3.3* Alat untuk mempertahankan agar pintu tetap terbuka yang akan terlepas saat pintu didorong atau ditarik diperbolehkan.

18.3.6.3.4 Alat penutup pintu tidak diperlukan pada pintu-pintu di bukaan-bukaan dinding koridor selain pintu–pintu yang melayani eksit-eksit yang disyaratkan, penghalang asap, atau ruang-ruang pelindung bukaan-bukaan vertikal dan area-area berbahaya.

18.3.6.3.5 Pelat pelindung yang dipasang dilapangan atau di pabrik yang tidak memiliki TKA, memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas bagian bawah pintu, diperbolehkan.

94 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.3.6.3.6 Pintu-pintu “Belanda” diperbolehkan apabila memenuhi 18.3.6.3. Selain dari itu, daun pintu bagian atas dan bagian bawah harus dilengkapi dengan alat pengunci, dan sisi pertemuan antara daun pintu bagian atas dan bagian bawah diberi astragal, alur pintu / rabbet, atau lereng / bevel.

Pintu-pintu “Beranda” yang melindungi bukaan-bukaan di ruang sekeliling area berbahaya harus memenuhi standar NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows.

18.3.6.4 Kisi-kisi pemindah. Kisi-kisi pemindah, apakah dilindungi oleh damper-damper yang dioperasikan oleh sambungan timah yang mudah melebur atau tidak dilindungi, tidak boleh digunakan di dinding-dinding atau pintu-pintu ini.

Pengecualian:

Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang lain semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala diperbolehkan memiliki lubang-lubang ventilasi atau dipotong bagian bawahnya.

18.3.6.5 Bukaan-bukaan. Selain di kompartemen-kompartemen asap yang terdapat didalamnya tempat-tempat tidur pasien, Bukaan-bukaan lainnya seperti lubang surat, jendela layanan farmasi, jendela layanan laboratorium, jendela layanan kasir diperbolehkan dipasangi panel penglihat atau pintu-pintu tanpa perlindungan khusus, asalkan jumlah total area bukaan-bukan per ruangan tidak melebihi 80 in.2 (520 cm2), dan bukaan-bukaan dipasang pada atau dibawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit ruangan.

18.3.7* Pembagian Ruang-ruang bangunan. 18.3.7.1 Bangunan-bangunan yang berisikan fasilitas perawatan kesehatan harus dibagi-bagi dengan penghalang asap, sebagai berikut :

(1) Membagi setiap lantai yang digunakan oleh pasien rawat inap untuk tidur atau mendapat perlakuan medis kedalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.

(2) Membagi setiap lantai yang memiliki beban penghunian 50 orang atau lebih, apapun peruntukannya, ke dalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.

(3) Membatasi ukuran tiap kompartemen asap yang diperlukan oleh (1) dan (2) ke suatu ukuran luas tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)

Pengecualian:

Area suatu atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak dibatasi ukurannya.

(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang asap yang disyaratkan ke suatu jarak tidak melebihi 200 ft (60 m).

Pengecualian

1 Lantai-lantai yang tidak memuat hunian perawatan kesehatan, terletak di atas hunian perawatan kesehatan.

2 Area yang tidak memuat hunian perawatan kesehatan dan dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan dengan penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 95

3 Lantai-lantai yang tidak perawatan kesehatan dan terletak lebih dari satu lantai di bawah hunian perawatan kesehatan.

4 Struktur parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai ketentuan Sub.Bab 9.7.

18.3.7.2 Penghalang-penghalang asap harus disediakan pada lantai-lantai yang dapat digunakan tetapi tidak dihuni.

18.3.7.3 Setiap penghalang asap yang disyaratkan harus dibuat atau dikonstruksi sesuai Sub.Bab 8.3 dan memiliki TKA tidak kurang dari 1-jam.

Pengecualian

1 Apabila ada atrium, maka penghalang asap diperbolehkan sampai ke dinding atrium yang dikonstruksi sesuai dengan kekecualian no. 2 sampai butir 8.2.5.6(1). Tidak kurang dari dua kompartemen asap harus disediakan pada tiap lantai.

2* Damper-damper tidak disyaratkan dipasang di penembusan-penembusan penghalang asap pada sistem HVAC (pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara)..

18.3.7.4 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) per pasien di bangunan rumah sakit atau rumah perawatan, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) per penghuni di fasilitas perawatan terbatas, harus diberikan dalam luas total area koridor, ruang-ruang pasien, ruang-ruang perlakuan medis, area bebas dan makan dan area bahaya rendah lainnya yang terletak pada tiap sisi penghalang asap. Pada lantai-lantai yang bukan tempat pasien tidur atau melahirkan, tak kurang dari 6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) per penghuni harus disediakan pada tiap sisi penghalang asap untuk jumlah total penghuni di kompartemen-komparemen yang berdekatan.

18.3.7.5* Pintu-pintu di penghalang asap harus pintu-pintu yang kokoh, seperti pintu inti kayu rekat padat setebal 13/4-in. (4.4-cm), atau dari konstruksi yang dapat menahan api tidak kurang dari 20 menit. Pelat pelindung buatan yang memanjang tidak kurang dari 48 in. (122 cm) di atas bagian bawah pintu diperbolehkan. Bukaan-bukaan yang melintas di koridor di penghalang asap harus dilindungi dengan pasangan pintu ayun atau pintu geser horisontal yang memenuhi butir 7.2.1.14. Pintu-pintu ayun harus diatur sedemikian sehingga setiap pintu dapat membuka ke arah yang berlawanan satu sama lain.

Lebar bersih minimum untuk pintu-pintu berayun harus sebagai berikut :

(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)

(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)

Lebar bersih minimum bukaan untuk pintu-pintu geser horisontal adalah sebagai berikut :

(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 83 in. (211 cm)

(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 64 in. (163 cm)

18.3.7.6* Pintu-pintu di penghalang asap harus memenuhi ketentuan 8.3.4 dan harus dilengkapi dengan alat menutup sendiri atau penutup otomatis sesuai dengan ketentuan 18.2.2.2.6.

18.3.7.7* Panel penglihat terdiri atas kaca tahan api atau panel kaca berkawat diberi rangka yang disetujui harus disediakan di tiap pintu ayun yang memotong / melintas koridor dan pada tiap pintu geser yang memotong koridor di penghalang asap.

18.3.7.8 Kelengkapan pintu seperti rabet, bevel atau astragals harus disyaratkan pada sisi-sisi pertemuan pintu, dan stops disyaratkan pada sisi atas dan samping kerangka pintu di penghalang asap. Pengunci tidak disyaratkan. Pintu yang membuka lewat poros di tengah tidak diperbolehkan.

96 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.17 – Penghalang asap untuk bangunan hunian perawatan kesehatan baru.

Gambar 18/19.18 – Penghalang asap membagi lantai dalam dua kompartemen asap.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 97

Gambar 18/19.19 – Jarak tempuh terbatas ke pintu pada penghalang asap.

Gambar 18/19.20(a) – Detail dari penghalang asap baru

98 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.20(b) – Detail dari penghalang asap eksisting

Gambar 18/19.21 – Kompartemen asap dalam bangunan atrium

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 99

Gambar 18/19.22 – Kompartemen asap atrium dengan area terbatas.

18.3.8* Fitur proteksi khusus — Pintu atau jendela luar. Setiap ruang tidur pasien harus mempunyai jendela atau pintu luar. Ketinggian ambang jendela yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 36 in. (91 cm) diatas muka lantai.

Pengecualian

1 Ruang-ruang perawatan bagi pesalinan dan ruang-ruang yang diperuntukan untuk penghunian kurang dari 24 jam, seperti ruang-ruang yang menampung tempat-tempat tidur untuk perawatan kebidanan, penyembuhan dan pemeriksaan medis di bagian layanan darurat.

2 Jendela-jendela di dinding-dinding atrium harus dipertimbangkan sebagai jendela-jendela luar untuk tujuan yang dimaksudkan dalam persyaratan ini..

3 Ambang jendela di area-area layanan perawatan khusus, seperti area-area yang menampung pasien-pasien ICU, CCU, pasien hemodialysis, dan pasien baru melahirkan, tidak boleh melebihi 60 in. (152 cm) di atas muka lantai.

4 Ambang jendela di fasilitas perawatan terbatas tidak boleh melebihi 44 in. (112 cm) di atas permukaan lantai.

18.5.1 Utilitas. 18.5.1.1 Utilitas harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.1. 18.5.1.2 Daya listrik untuk sistem-sistem alarm kebakaran, komunikasi darurat dan pencahayaan di lokasi genset harus sesuai dengan persyaratan sistem kelistrikan pokok sebagaimana diuraikan dalam standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities (Standar untuk Fasilitas Perawatan Kesehatan).

100 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18.5.1.3 Tiap hunian perawatan kesehatan, sebagaimana ditunjukkan dalam ketentuan 18.1.1.1.2, yang umumnya menggunakan alat penopang-hidup harus memiliki sistem-sistem kelistrikan yang dirancang dan dipasang sesuai ketentuan standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.

Pengecualian :

Persyaratan ini tidak berlaku untuk fasilitas yang menggunakan peralatan penopang-hidup hanya untuk keadaan darurat saja. 18.5.2 Pemanasan, Ventilasi dan Pengkondisian Udara. 18.5.2.1 Pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara harus memenuhi persyaratan di Sub.Bab 9.2 dan harus dipasang sesuai dengan spesifikasi manufaktur.

Pengecualian :

Sebagaimana dimodifikasi dalam butir 18.5.2.2.

18.5.2.2* Tiap peralatan pemanas yang bukan unit mesin pemanasan sentral harus dirancang dan dipasang sedemikian sehingga bahan mudah terbakar tidak tersulut oleh alat tersebut dan kelengkapannya.

Apabila menggunakan bahan bakar, alat pemanas tersebut harus dihubungkan dengan cerobong atau pipa asap atau dihubungkan dengan lubang udara, yang mengambil udara untuk pembakaran langsung dari luar, dan harus dirancang dan dipasang untuk dapat melakukan pemisahan penuh sistem pembakaran dari udara di area yang dihuni.

Tiap alat pemanas harus mempunyai sarana pengamanan untuk menghentikan secara langsung aliran bahan bakar dan mematikan peralatan apabila terjadi kenaikan temperatur berlebih atau ada kegagalan dalam penyulutan.

Pengecualian

1 Unit-unit pemanas gantung yang disetujui diperbolehkan dipasang di lokasi-lokasi bukan sarana jalan ke luar dan area-area tidur pasien, asalkan pemanas-pemanas tersebut ditempatkan cukup tinggi dari jangkauan orang-orang di area tersebut dan dilengkapi dengan sarana pengaman sebagaimana disyaratkan dalam 18.5.2.2.

2 Tungku perapian diperbolehkan dan dapat digunakan hanya di area-area yang bukan area-area tidur pasien, asalkan area-area tersebut dipisahkan dari ruang-ruang tidur pasien dengan konstruksi yang memiliki ketahanan api tidak kurang dari 1-jam dan perapian semacam itu harus memenuhi persyaratan 9.2.2. Tambahan pula, perapian harus dilengkapi dengan landasan muka perapian yang tingginya tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) dan ruang pelindung perapian dapat dijamin tahan terhadap keruntuhan sampai temperature 650°F (343°C) dan dikonstruksi dari kaca tahan panas atau bahan lain yang disetujui. Apabila menurut pendapat OB, ada bahaya khusus, maka alat pengunci pada ruang pelindung dan sarana pengaman keselamatan lainnya diperbolehkan untuk digunakan.

18.5.4.2 Tiap saluran pembuangan sampah atau saluran pembuangan kain linen kotor, termasuk sistem sampah dan kain linen pneumatic, harus dilengkapi dengan proteksi pemadam kebakaran otomatis yang memenuhi persyaratan dalam Sub.Bab 9.7. (Lihat Sub.Bab 9.5.)

18.5.4 Saluran Pembuangan Sampah, Insinerator dan Saluran Kain Cucian 18.5.4.4 Insinerator tidak boleh langsung bermuara ke saluran atau cerobong pembuang (flue-fed), juga tiap saluran yang mengisi lantai tidak boleh berhubungan langsung dengan kamar pembakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101

CHAPTER 18/19 18.1.6.1/19.1.6.1 Untuk memenuhi persyaratan 19.1.6, maka jumlah lantai harus dihitung mulai dari tingkatan terbawah pelepasan eksit hingga tingkatan hunian paling atas. Untuk memenuhi 19.1.6, tingkatan terbawah pelepasan eksit adalah lapis paling bawah yang lantainya sama tinggi atau lebih tinggi dengan pelataran pada garis dinding luar untuk 50% atau lebih dari kelilingnya. Tingkatan bangunan dibawah tingkatan terbawah tidak diperhitungkan sebagai satu lapis bangunan.

18/19.2.2.2.2 Pintu-pintu ruang tidur pasien tidak diperbolehkan dikunci.

Pengecualian :

1. Diperbolehkan menggunakan peralatan pengunci yang membatasi akses ke ruang dari koridor dan hanya dioperasikan oleh staf dari sisi koridor. Peralatan semacam itu harus tidak menghalangi jalan ke luar dari ruangan.

2. Pengaturan penguncian pintu diperbolehkan di hunian-hunian perawatan kesehatan atau bagian-bagian dari hunian perawatan kesehatan apabila klinik menampung pasien yang memerlukan upaya pengamanan khusus, asalkan kunci-kunci dipegang sepanjang waktu oleh staf.

18/19.2.2.2.4. Pintu-pintu dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan tidak harus dilengkapi dengan alat pengunci yang memerlukan anak kunci atau alat untuk membukanya dari sisi penyelamatan.

Pengecualian :

1 Pengaturanan penguncian-pintu tanpa menunda waktu penyelamatan diperbolehkan pada hunian-hunian perawatan kesehatan atau bagian-bagian dari hunian perawatan kesehatan, seperti halnya di hunian klinis yang pasiennya memerlukan upaya pengamanan khusus untuk keselamatan jiwanya, dengan syarat setiap saat ada staf yang senantiasa siap membuka pintu yang terkunci. (Lihat 18.1.1.1.5 dan 18.2.2.2.5.).

2* Kunci-kunci penunda jalan ke luar yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.1 boleh digunakan asalkan tidak lebih dari satu alat semacam itu terpasang di jalur sarana jalan ke luar.

3 Pintu-pintu ke luar yang aksesnya terkontrol sesuai dengan ketentuan 7.2.1.6.2 diperbolehkan.

18/19.2.2.2.6 Pintu-pintu yang menuju ruang Boiler baru, ruang pemanas baru, ruang mekanikal baru yang terletak pada sarana jalan keluar boleh terbuka tanpa bantuan alat pelepas otomatis.

18/19.2.2.2.7 Apabila pintu-pintu di ruang pelindung eksit dalam kondisi terbuka lewat alat pembuka otomatis sebagaimana diijinkan oleh ketentuan butir 18.2.2.2.6, maka harus ada inisiasi dari operasi penutup pintu yang berada pada setiap tingkat yang bisa menutup semua pintu yang terdapat di ruang pelindung eksit.

18/19.2.3.3 Jalan masuk bangunan, koridor, dan ramp yang diperlukan untuk akses eksit di bangunan rumah sakit atau rumah perawatan harus berukuran lebar tidak kurang dari 8 ft (2.4 m) serta tidak terhalangi. Apabila ramp digunakan sebagai eksit, harus mengacu ke 18.2.2.6.

Pengecualian :

1* Lebar jalan-jalan masuk bangunan, koridor, dan ramp yang terletak di area-area tambahan yang tidak digunakan untuk penampungan, perawatan atau penggunaan bagi pasien rawat inap harus tidak kurang dari 44 in. (112 cm) dan tidak terhalangi.

2* Akses eksit yang terletak di dalam ruangan atau ruangan-ruangan besar (suites) harus memenuhi ketentuan dalam butir 18.2.5.

102 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

18/19.2.4.1 Pada setiap lantai atau bagian bangunan yang dilindungi terhadap bahaya kebakaran harus disediakan sekurang-kurangnya 2 (dua) eksit dengan tipe sebagaimana diuraikan pada ketentuan 18.2.2.2 sampai 18.2.2.10, yang letaknya berjauhan satu sama lain.

18/19.2.5.1 Setiap ruang hunian harus mempunyai pintu akses eksit yang menuju langsung ke koridor akses eksit.

Pengecualian :

1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke arah luar dari ruangan di lantai dasar.

2 Akses eksit dari ruang tidur pasien dengan tidak lebih dari delapan tempat tidur pasien diperbolehkan lewat melalui satu ruang antara untuk mencapai koridor akses eksit.

3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan lewat melalui satu ruang antara untuk mencapai koridor akses eksit yang telah diatur sedemikian sehingga bisa dilakukan pengawasan visual konstan dan langsung oleh personel perawat..

4 Akses ke eksit dari ruang utama yang bukan ruang tidur pasien, diperbolehkan untuk lewat melalui tidak lebih dari dua ruang ruang yang berdekatan untuk mencapai koridor akses eksit yang jarak tempuh di dalam ruang utama adalah sesuai dengan persyaatan 18.2.5.8.

18/19.2.5.2 Setiap ruang tidur pasien atau setiap ruang utama (suite) yang memiliki ruang-ruang tidur pasien, dengan ukuran lebih dari 1000 ft2 (93 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-pintu akses yang lokasinya berjauhan satu sama lain.

18/19.2.5.3 Setiap ruangan atau ruangan utama, di luar ruang-ruang tidur pasien berukuran lebih dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain..

18/19.2.5.7 Ruang-ruang utama (suite), yang bukan ruang-ruang tidur pasien, tidak boleh berukuran lebih dari 10,000 ft2 (930 m2).

18/19.2.5.8 Ruang-ruang utama, yang tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien, diperbolehkan memiliki satu ruang antara, apabila jarak tempuh dari dalam ruang utama tersebut ke pintu akses eksit tidak melebihi 100 ft (30 m) dan diperbolehkan memiliki dua ruang antara apabila jarak tempuh dari dalam ruang antara ke pintu akses eksit tidak melampaui 50 ft (15 m).

18/19.2.6.2.3 Jarak tempuh dari setiap titik di ruang tidur perawatan kesehatan ke pintu akses eksit di ruangan tersebut tidak lebih dari 50 ft (15 m).

18/19.2.6.2.1 Jarak tempuh dari setiap pintu ruang yang diperlukan sebagai akses eksit ke suatu eksit tidak boleh melebihi 150 ft (45 m).

18/19.2.6.2.2 Jarak tempuh antara tiap titik dalam ruang dengan suatu eksit tidak boleh melebihi 200 ft (60 m).

18/19.2.8 Pencahayaan Sarana Jalan Ke Luar .

Sarana jalan ke luar harus diberi pencahayan yang cukup sesuai persyaratan Sub.Bab 7.8.

18/19.3.2.1 Area berbahaya. Setiap area berbahaya harus dilindungi sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 8.4. Area-area sebagaimana diuraikan pada Tabel 18.3.2.1 harus dilindungi sebagaimana ditunjukkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103

18/19.3.2.5 Toko Mainan.

Toko mainan harus diproteksi sebagai area berbahaya karena ada tempat penimbunan / gudang atau tempat pemajangan bahan-bahan mudah terbakar sehingga dipertimbangkan berbahaya. Toko mainan yang tidak dipertimbangkan berbahaya dan memiliki gudang yang lokasinya terpisah dan dilindungi dapat diperbolehkan, asalkan memenuhi sbb :

(1) Terbuka kearah lobi atau koridor apabila luas toko tidak melebihi 500 ft2 (46.5 m2)

(2) Dipisahkan dari lobi atau koridor dengan dinding tahan api.

18/19.3.6.3.1 Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor harus dibuat untuk mampu menahan penjalaran asap. Pemenuhan terhadap standar NFPA 80, Standar untuk Pintu-pintu kebakaran dan jendela kebakaran, tidak disyaratkan.

Celah antara bagian bawah pintu dengan penutup lantai berjarak tidak lebih dari 1 in. (2.5 cm) diperbolehkan untuk pintu-pintu koridor.

Pengecualian :

Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.

18/19.3.6.3.5 Plat pelindung bukan tahan api, dari pabrik pembuat yang memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas bagian bawah pintu diperbolehkan.

18/19.3.6.5 Bukaan-bukaan

Selain masalah kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien, bukaan-bukaan lainnya seperti lubang surat, jendela penyampaian obat, jendela penyampaian hasil lab, dan jendela pembayaran untuk kasir diperbolehkan dipasang dalam panel atau pintu penglihat tanpa dilindungi secara khusus, dengan sayarat luas bukaan total atau secara bersama-sama per ruangan tidak melebihi 80 in.2 (520 cm2) dan bukaan-bukaan tersebut dipasang pada atau dibawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit ruangan.

18/19.3.7.1 Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus dibagi dalam penghalang-penghalang asap sebagai berikut :

(1) Membagi setiap lantai yang digunakan sebagai tempat tidur pasien rawat inap atau perawatan medis kedalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.

(2) Membagi tiap lantai yang memiliki beban penghunian 50 orang atau lebih, apapun penggunaannya, ke dalam tak kurang dari dua kompartemen asap.

(3) Membatasi tiap kompartemen asap yang disyaratkan menurut butir (1) dan (2) ke suatu area luasnya yang tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)

Pengecualian :

Area atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak harus dibatasi ukurannya.

(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang api yang disyaratkan sampai jarak tidak melebihi 200 ft (60 m).

Pengecualian :

1 Lantai-lantai yang bukan hunian perawatan kesehatan, yang lokasinya terletak di atas hunian perawatan kesehatan.

2 Area yang bukan hunian perawatan kesehatan yang dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan lewat penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.

104 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

3 Lantai-lantai yang bukan hunian perawatan kesehatan dan letaknya lebih dari satu lantai di bawah hunian perawatan kesehatan.

4 Konstruksi parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang disetujui sesuai ketentuan Sub.Bab 9.7.

18/19.3.7.3 Setiap penghalang asap yang disyaratkan harus dikonstruksi sesuai ketentuan Sub.Bab 8.3 dan harus memiliki TKA tidak kurang dari 1 jam.

Pengecualian :

1 Apabila digunakan atrium, maka penghalang asap diperbolehkan berhenti sampai dinding atrium yang dikonstruksi sesuai dengan Kekecualian No. 2 sampai ketentuan 8.2.5.6(1). Tidak kurang dari dua kompartemen asap yang terpisah disediakan pada setiap lantai.

2* Damper-damper tidak diperlukan di penembusan saluran udara dari penghalang asap pada sistem pengkondisian udara, ventilasi dan pemanasan secara penuh.

18/19.3.7.4 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) untuk setiap pasien di rumah sakit atau rumah jompo, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) untuk setiap penghuni di fasilitas perawatan terbatas, harus disediakan di dalam luas penjumlahan koridor, ruang-ruang pasien, ruang-ruang rawat, area bebas atau makan-makan, dan ruang-ruang potensi bahaya rendah lainnya pada setiap sisi penghalang asap.

Pada lantai-lantai yang tidak mewadahi tempat tidur atau pasien baru melahirkan, tidak kurang dari 6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) per penghuni harus disediakan pada setiap sisi penghalang asap untuk jumlah total penghuni di kompartemen-kompartemen yang berdekatan.

18/19.3.7.5 Pintu-pintu di penghalang api harus pintu yang kokoh, seperti pintu inti kayu tumpukan padat setebal 13/4-in. (4.4-cm), atau dari konstruksi yang dapat menahan api tidak kurang dari 20 menit. Pelat pelindung yang dibuat di lapangan atau di pabrik yang memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) diperbolehkan dipasang di atas bagian bawah pintu. Bukaan-bukaan yang memotong koridor di penghalang api harus diproteksi oleh sepasang pintu ayun atau suatu pintu geser horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14. Pintu-pintu ayun harus diatur sedemikian sehingga setiap pintu berayun berlawanan arah satu sama lain.

Lebar bersih minimum pintu-pintu ayun harus sebagai berikut :

(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)

(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)

Lebar bersih minimum bukaan untuk pintu-pintu geser horisontal haruslah sebagai berikut :

(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 83 in. (211 cm)

(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 64 in. (163 cm)

18/19.3.7.6 Pintu-pintu di penghalang asap harus memenuhi ketentuan 8.3.4 dan harus dapat menutup sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup otomatis sesuai ketentuan 18.2.2.2.6.

18/19.5.2.2 Setiap peralatan pemanas, yang bukan pusat pemanas sentral harus dirancang dan dipasang sedemikian sehingga bahan mudah terbakar tidak tersulut oleh alat tersebut atau peralatan pendukungnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105

Apabila digunakan pembakaran bahan bakar, maka peralatan tersebut harus dilengkapi dengan cerobong yang dihubungkan dengan lubang udara atau ventilasi, harus mengambil udara untuk pembakaran langsung dari luar, dan harus dirancang dan dipasang untuk menyediakan pemisahan penuh terhadap system pembakaran dari udara atmosfir di area yang dihuni.

Setiap peralatan pemanas harus mempunyai sarana pengaman untuk menghentikan secara segera aliran bahan bakar dan mematikan peralatan bila terjadi temperature berlebih atau kegagalan dalam penyulutan.

Pengecualian

1 Unit-unit pemanas yang tergantung, yang disetujui diperbolehkan dipasang di lokasi-lokasi di luar sarana jalan ke luar dan area tidur pasien, asalkan pemanas-pemanas tersebut diletakkan cukup tinggi di atas jangkauan orang-orang yang menggunakan area tersebut dan dilengkapi dengan sarana keselamatan sebagaimana disyaratkan oleh ketentuan 18.5.2.2.

2 Tungku perapian diperbolehkan dan dapat digunakan hanya di area-area yang bukan area-area tidur pasien, asalkan area-area tersebut dipisahkan dari ruang-ruang tidur pasien dengan konstruksi yang memiliki ketahanan api tidak kurang dari 1-jam dan perapian semacam itu harus memenuhi persyaratan 9.2.2. Tambahan pula, perapian harus dilengkapi dengan landasan muka perapian yang tingginya tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) dan ruang pelindung perapian dapat dijamin tahan terhadap keruntuhan sampai temperature 650°F (343°C) dan dikonstruksi dari kaca tahan panas atau bahan lain yang disetujui. Apabila menurut pendapat OB, ada bahaya khusus, maka alat pengunci pada ruang pelindung dan sarana pengaman keselamatan lainnya diperbolehkan untuk digunakan.

18/19.5.3 Elevator, Eskalator dan Conveyors. Elevator, eskalators, dan conveyors harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.4.

18/19.5.4.1 Saluran pembuangan sampah, insinerator dan saluran cuci pakaian harus memenuhi persyaratan dalam Sub.Bab 9.5.

18/19.5.4.3 Setiap saluran untuk pembuangan sampah harus melepas ke ruang koleksi sampah dan tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya dan dilindungi sesuai dengan Sub.Bab 8.4.

18/19.7.5.5 Tempat-tempat penyimpanan kain linen kotor atau pengumpulan sampah, kapasitasnya tidak melebihi 32 gal (121 L). Berat jenis rata-rata kapasitas kontainer di dalam ruangan atau kamar tidak melebihi 0.5 gal/ft2 (20.4 L/m2). Kapasitas 32 gal (121 L) tidak akan melebihi luasan sebesar 64-ft2 (5.9-m2). Tempat penyimpanan pengumpulan kain linen kotor atau pengumpulan sampah dengan kapasitas lebih besar dari 32 gal (121 L) harus diletakkan dalam suatu ruangan yang dilindungi seperti halnya area berbahaya, apabila tidak dipelihara atau dirawat.

Pengecualian :

Ukuran dan densitas kontainer tidak dibatasi di area-area berbahaya.

106 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.23 – Linen kotor dan tempat pengumpulan sampah dibolehkan

18/19.7.8 Peralatan Pemanas Ruangan Portabel. Alat pemanas ruang yang dapat dijinjing (portable) dilarang digunakan di semua hunian perawatan kesehatan.

Pengecualian :

Alat pemanas ruang portabel diperbolehkan digunakan dia area-area bukan ruang tidur staf dan karyawan yang temperatur alat tersebut tidak melebihi 212°F (100°C).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107

CHAPTER 19 19.1.6.2 Hunian perawatan kesehatan harus dibatasi tipe konstruksinya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 19.1.6.2 (Lihat 8.2.1)

Pengecualian*:

Tiap bangunan dari konstruksi Tipe I (443), Tipe II (332), Tipe II (222), atau Tipe II (111) diperbolehkan menggunakan sistem atap yang memiliki penyangga, penopang atau atap dari bahan mudah terbakar asalkan memenuhi kriteria berikut :

(a) Penutup atap memenuhi persyaratan Class C sesuai NFPA 256, Standar Metoda Uji Penutup Atap.

(b) Atap terpisah dari bagian bagian hunian dalam bangunan dengan susunan lantai dari bahan tidak mudah terbakar yang terdiri atas beton atau lapis gipsum setebal tak kurang dari 21/2 in. (6.4 cm). .

(c) Ruang di bawah atap atau ruang lain harus tidak dihuni atau harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang disetujui.

Tabel 19.1.6.2 Pembatasan Tipe Konstruksi

Tipe Konstruksi Lapis lantai

1 2 3 4 atau lebih

I (443) X X X X

I (332) X X X X

II (222) X X X X

II (111) X X* X* NP

II (000) X* X* NP NP

III (211) X* X* NP NP

III (200) X* NP NP NP

IV (2HH) X* X* NP NP

V (111) X* X* NP NP

V (000) X* NP NP NP

Keterangan : X: Tipe konstruksi yang diperbolehkan. NP: Tidak diperbolehkan. *Bangunan perlu dilindungi sprinkler otomatis. (Lihat 19.3.5.1.)

108 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

19.3.2.1. Area berbahaya Setiap area berbahaya harus diamankan dengan konstruksi penghalang yang memiliki TKA 1-jam atau dipasang sistem sprinkler otomatis sesuai ketentuan 8.4.1. Pemadam otomatis bisa pula dipasang sesuai ketentuan 19.3.5.4. Apabila digunakan sistem sprinkler otomatis maka area tersebut harus dipisahkan dari ruang-ruang lainnya melalui partisi atau pintu-pintu tahan asap. Pintu-pintu harus bisa menutup sendiri atau dipasang alat penutup otomatis. Area-area berbahaya meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut :

(1) Ruang-ruang penempatan boiler dan pemanas dengan bahan bakar

(2) Pusat tempat pencucian berukuran lebih dari 100 ft2 (9.3 m2)

(3) Tempat / toko cat

(4) Bengkel perawatan

(5) Ruang-ruang kain kotor

(6) Ruang-ruang pengumpulan sampah

(7) Ruang-ruang berukuran lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2), termasuk bengkel perawatan including repair shops, yang digunakan untuk penyimpanan barang-barang dan peralatan mudah terbakar dalam jumlah yang dianggap berbahaya oleh OB;

(8) Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala dan terbakar dalam jumlah kurang dari yang dipertimbangkan sebagai bahaya tinggi..

Pengecualian :

Pintu-pintu yang berada dalam ruang yang dilindungi boleh memiliki pelat jaminan perlindungan yang tidak ber TKA yang menonjol tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas alas pintu.

19.3.3.2 Dinding interior dan penutup plafon Bahan-bahan interior dinding dan bahan pelapis plafon yang memenuhi persyaratan 10.2.3 diperbolehkan sebagai berikut :

(1) Bahan-bahan eksisting — Klas A atau Klas B

Pengecualian :

Dalam ruangan yang dilindungi dengan system sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui, bahan pelapis Klas C diperbolehkan terus digunakan pada dinding dan plafon di dalam ruangan tersebut yang dipisahkan dari koridor akses eksit sesuai ketentuan 19.3.6.

(2) Bahan-bahan terpasang baru — Klas A

Pengecualian :

1. Dinding dan plafon yang baru, diperbolehkan dari bahan pelapis interior Klas A atau Klas B di ruang ruang individu yang kapasitasnya tidak melebihi empat orang.

2 Bahan pelapis dinding koridor baru yang tingginya tidak melebihi 4 ft (1.2 m) yang dibatasi pada setengah bagian bawah dinding diperbolehkan dari bahan Klas A atau Klas B.

19.3.3.3 Bahan lapis lantai interior. Bahan pelapis lantai interior yang baru dipasang yang memenuhi ketentuan 10.2.7 diperbolehkan di koridor dan eksit apabila dari bahan Klas 1. Tidak ada pembatasan terhadap pelapis lantai interior eksisting.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109

Pengecualian :

Pada kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui menurut ketentuan 19.3.5.2, maka tidak ada ketentuan mengenai pelapis lantai interior.

19.3.6.2 Konstruksi dinding-dinding koridor. 19.3.6.2.1* Dinding-dinding koridor harus menerus dari lantai ke sisi bawah lantai atau penopang atap di atasnya, melalui tiap ruang-ruang tersembunyi, seperti di atas langit-langit gantung, dan melewati ruang-ruang antara struktur dan mekanikal, dan harus memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 1/2 jam.

Pengecualian :

1* Di dalam kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai dengan ketentuan 19.3.5.2, maka koridor diperbolehkan dipisahkan dari semua area lainnya dengan partisi yang tidak memiliki tingkat ketahanan api dan diperbolehkan sampai ke langit-langit yang dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.

2 Partisi-partisi koridor eksisting diperbolehkan dipasang sampai ke langit-langit yang bukan merupakan bagian integral dari konstuksi lantai apabila terdapat ruang atau celah sebesar 5 ft (1.5 m) atau lebih di antara puncak subsistem langit-langit dan bagian bawah dari lantai atau atap di atasnya, asalkan kriteria dibawah ini dipenuhi :

(a) Langit-langit harus merupakan bagian dari susunan kontruksi tahan api yang diuji tingkat ketahanan apinya tidak kurang dari 1 jam memenuhi persyaratan 8.2.3.1.

(b) Partisi-partisi koridor membentuk sambungan kedap asap dengan langit-langit (pengisi sambungan, apabila digunakan, harus dari bahan tidak mudah terbakar).

(c) Setiap kompartemen ruang antara yang membentuk area asap terpisah, saat keadaan darurat asap, harus dialirkan udaranya ke luar secara mekanis dengan kapasitas yang cukup untuk menghasilkan tidak kurang dari dua kali pertukaran udara per jam tetapi, harus selalu tidak kurang dari 5000 ft3/min (2.36 m3/s).

(d) Ruang antara tidak boleh digunakan untuk tempat penyimpanan.

(e) Ruang tidak boleh digunakan sebagai ruang plenum untuk suplai, pembuangan maupun pengaliran udara balik, kecuali sebagaimana diuraikan pada 19.3.6.2.1(3).

3* Partisi koridor eksisting diperbolehkan sampai ke langit-langit monolithic yang membatasi jalur asap karena terdapat sambungan anti asap di antara bagian atas partisi dan bagian bawah langit-langit.

19.3.6.2.2* Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran asap.

19.3.6.2.3 Susunan jendela kebakaran yang terpasang tetap sesuai ketentuan 8.2.3.2.2 diperbolehkan di dinding-dinding koridor.

Pengecualian :

Tidak ada batasan area dan ketahanan api dari kaca dan kerangka di kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan di awasi sesuai dengan ketentuan 19.3.5.2.

110 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 18/19.16(a) – Dinding koridor pada hunian perawatan kesehatan baru dan eksisting,

hunian perawatan kesehatan berspringkler.

Gambar 18/19.16(b) – Dinding koridor eksisting, pada kompartemen asap dari non springkler

perawatan kesehatan

19.3.6.2.2. Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran asap

19.3.6.3.8 Susunan jendela kebakaran terpasang sesuai ketentuan 8.2.3.2.2 diperbolehkan di pintu koridor.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111

Pengecualian :

Tidak ada batasan dalam hal luasan dan ketahanan api kaca dan kerangka nya pada kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan di awasi sesuai ketentuan 19.3.5.2.

19.3.6.3.1 Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor yang bukan di ruang pelindung yang disyaratkan untuk bukaan-bukaan vertikal, eksit, atau area berbahaya harus pintu-pintu yang kokoh, sebagaimana yang terbuat dari kayu inti lapis padat setebal 13/4-in. (4.4-cm) atau konstruksi yang mampu menahan api tidak kurang dari 20 measap. Pemenuhan terhadap NFPA 80, Standar untuk Pintu Kebakaran dan jendela Kebakaran, tidak disyaratkan. Celah di antara bagian bawah pintu dan penutup lantai yang ukurannya tidak melebihi 1 in. (2.5 cm) diperbolehkan untuk pintu-pintu koridor.

Pengecualian

1 Pintu-pintu menuju ke ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, WC dan ruang-ruang tambahan semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah menyala atau mudah terbakar.

2 Di kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui, sesuai dengen ketentuan 19.3.5.2, persyaratan konstruksi pintu sesuai 19.3.6.3.1 bukan merupakan keharusan, tetapi pintu-pintu harus dikonstruksi sedemikian untuk menahan jalaran asap.

19.3.6.4 Kisi-kisi pemindah. Kisi-kisi pemindah, apakah dilindungi dengan damper yang beroperasi dengan sambungan timah yang mudah melebur atau tidak, tidak boleh dipergunakan di dinding-dinding atau pintu-pintu ini.

Pengecualian :

Pintu-pintu ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan semacam itu yang tidak mengandung bahan mudah terbakar atau mudah menyala, diperbolehkan memiliki lubang-lubang udara ventilasi atau dipotong di bagian bawahnya (undercut).

19.3.7.1. Penghalang-penghalang asap harus disediakan untuk membagi setiap lantai yang digunakan untuk ruang-ruang tidur untuk lebih dari 30 pasien kedalam tidak kurang dari dua kompartemen asap. Ukuran tiap kompartemen asap semacam itu harus tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2), dan jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang asap yang disyaratkan tidak melebihi 200 ft (60 m).

Pengecualian

1 Apabila panjang atau lebar kompartemen asap tidak melampaui 150 ft (45 m), jarak tempuh untuk mencapai penghalang asap tidak harus dibatasi.

2 Area atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak dibatasi ukurannya.

19.3.7.5. Bukaan-bukaan di penghalang asap harus diproteksi dengan bahan lapis kaca tahan api, dengan panel kawat kaca dan kerangka baja, dengan pintu-pintu yang kokoh seperti pintu-pintu bahan inti kayu padat tebal 13/4-in. (4.4-cm) atau dengan konstruksi tahan api tidak kurang dari 20 menit. Pemasangan pelat pelindung yang dibuat dilapangan atau buatan pabrik yang memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas dasar pintu, diperbolehkan.

Pengecualian:

Pintu-pintu diperbolehkan memiliki susunan atau pasangan jendela kebakaran sesuai ketentuan 8.2.3.2.2.

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS : SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF

RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATANSUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

TAHUN 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

KATA PENGANTAR

Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang “Bangunan Gedung”, mengamanatkan 4 faktor utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan. Disamping itu pula, Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang “Rumah Sakit”, mengamanatkan diperlukannya persyaratan teknis yang berkaitan dengan “pencegahan dan penanggulangan kebakaran”.

Sistem proteksi kebakaran merupakan kelengkapan penting di rumah sakit yang berhubungan dengan keselamatan bangunan. Disamping kebutuhannya untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sistem proteksi kebakaran mempunyai peranan penting dalam mencegah jatuhnya korban dan kerugian materiel akibat kebakaran.

Untuk itu diperlukannya pengetahuan yang cukup khususnya bagi para petugas di rumah sakit untuk memahami tentang “sistem proteksi kebakaran”, dan juga bagi para perancang, pelaksana pemasangan, pemeriksa dan pengelola sistem proteksi kebakaran.

Dari pengalaman, banyak rumah sakit yang kurang tepat dalam pengelolaan, dan pemeliharaan peralatan ini, sehingga sangat merugikan apabila terjadi kebakaran.

Untuk mencegah adanya instalasi sistem proteksi kebakaran yang kurang memenuhi syarat, misalnya pemilihan pompa kebakaran, perletakan detektor alarm kebakaran, kepala springkler, dan sistem pemipaannya akan berarti pembuangan biaya yang tidak ada manfaatnya.

Dengan pedoman teknis ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para petugas rumah sakit dalam menangani pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iiiDaftar Isi v

BAB I : KETENTUAN UMUM 11.1 Pendahuluan 11.2 Maksud Dan Tujuan 31.3 Ruang Lingkup 3

BAB II : SISTEM “DETEKSI” DAN “ALARM KEBAKARAN” 42.1 Umum 42.2 Peraturan Dan Standar 42.3 Sistem Dan Instalasi 42.4 Lain-lain 9

BAB III: ALAT PEMADAM API RINGAN 103.1 Umum 103.2 Peraturan Dan Standar 103.3 Sistem Dan Instalasi 103.4 Lain-lain 14

BAB IV: SISTEM PIPA TEGAK DAN KOTAK SLANG KEBAKARAN 154.1 Umum 154.2 Peraturan Dan Standar 154.3 Sistem Dan Instalasi 154.4 Jumlah Pipa Tegak 204.5 Klasifi kasi Sistem Pipa Tegak 204.6 Tekanan Sisa Dan Laju Aliran Air Minimum Pada Pipa Tegak 204.7 Kotak Slang Kebakaran (Hidran Gedung) Dan Kelengkapannya 224.8 Hidran Halaman 234.9 Lain-lain 25

BAB V: SISTEM SPRINGKLER OTOMATIK 265.1 Umum 265.2 Peraturan Dan Standar 265.3 Sistem Dan Instalasi 265.4 Lain-lain 32

BAB VI: INSTALASI POMPA KEBAKARAN 336.1 Umum 336.2 Peraturan 336.3 Instalasi 336.4 Lain-lain 41

vi | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VII: SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN 427.1 Umum 427.2 Peraturan Dan Standar 427.3 Sistem Dan Instalasi 43

BAB VIII: INSPEKSI, TES DAN PEMELIHARAAN 458.1 Umum 458.2 Tujuan 458.3 Catatan Pemeliharaan 458.4 Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran 468.5 Alat Pemadam Api Ringan 468.6 Sistem Pompa Kebakaran 478.7 Sistem Pipa Tegak Dan Slang Atau Hidran Bangunan 478.8 Sistem Sprinkler Otomatik 478.9 Sistem Tangki Air Pemadam Kebakaran 478.10 Tabel-tabel 48

BAB IX: MANAJEMEN PENGAMANAN KEBAKARAN 599.1 Umum 599.2 Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) 599.3 Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) 599.4 Pelatihan Kebakaran (Fire Drills) 609.5 Audit/ Evaluasi/ Asesmen Keselamatan Kebakaran 60

BAB X: PENUTUP 61

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

BAB – I : KETENTUAN UMUM.

1.1 Pendahuluan. Sistem proteksi kebakaran aktif, adalah salah satu faktor keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif wajib diadakan untuk bangunan rumah sakit dimana sebagian besar penghuninya adalah pasien dalam kondisi lemah sehingga tidak dapat menyelamatkan dirinya dari bahaya kebakaran

1.1.1 Pencegahan bahaya kebakaran. (1) Asap sebagai akibat kebakaran paling fatal di area rumah sakit. Saat ini, banyak area di

rumah sakit yang melarang merokok, namun demikian apabila merokok dimungkinkan di area tertentu, peraturan larangan merokok harus ditegakkan.

Batasi merokok di semua area yang ditunjuk atau setelah merokok mereka yang merokok secara langsung dipantau oleh para profesional perawatan kesehatan.

Tempelkan aturan dilarang merokok secara mencolok di tempat-tempat strategis dan terapkan aturan ini pada semua orang, pasien, petugas, pengunjung dan ibu-ibu yang melahirkan.

Sediakan wadah putung rokok yang besar di tempat merokok yang ditunjuk, dan kosongkan sesering mungkin serta jangan membuang sampah apapun pada wadah putung rokok ini.

Jangan biarkan pasien merokok di tempat tidur. Jangan pernah mentolerir merokok di mana oksigen disimpan atau digunakan. Dalam kamar pasien banyak menggunakan tangki oksigen. Ini termasuk unit perawatan intensif, kamar terapi pernapasan, laboratorium, kamar operasi, ruang pemulihan, dan ruang gawat darurat. Pasang area ini dengan tanda DILARANG MEROKOK.

(2) Peralatan yang rusak dan tidak layak digunakan juga merupakan penyebab kebakaran di area perawatan kesehatan.

(3) Bersihkan serat dan lemak dari peralatan memasak dan peralatan cuci pakaian, tudung ventilator (ventilator hood), filter, dan saluran.

(4) Hindari penggunaan sambungan (ekstensi) kabel. Jika Anda harus menggunakannya, jangan dibebani dengan beban lebih.

Pemasangan sambungan kabel dilarang melalui pintu atau di mana kabel ini dapat terinjak. Dilarang memasang sambungan kabel lebih dari satu sambungan dari satu outlet.

(5) Bagian pemeliharaan dan perbaikan memeriksa dan memelihara semua peralatan pada jadwal rutin. Berhati-hatilah menggunakan peralatan yang dibawa pasien dari rumah dan ikuti kebijakan mengenai penggunaannya.

1.1.2 Keselamatan terhadap kebakaran secara umum. (1) Jauhkan produk kertas, seprai, pakaian, dan barang mudah terbakar lainnya, dari perangkat

yang memproduksi panas, termasuk lampu baca.

(2) Jangan gunakan perangkat yang menghasilkan bunga api, termasuk mainan atau peralatan bermotor, di daerah di mana oksigen digunakan.

(3) Simpan tabung gas dengan aman dan jauh dari pasien. Beri tanda silinder apabila sedang tidak digunakan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Area perawatan dan penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah antara lain serbuk gergaji, serutan kayu, kain berminyak, dan lain-lain. Ruangan dan jalur evakuasi dipelihara tetap bersih.

(5) Pastikan bahwa tanda-tanda “EKSIT” (EXIT) selalu diterangi dan pencahayaan darurat menyala dengan baik.

(6) Jangan pernah membiarkan pintu EKSIT/Darurat/Kebakaran terbuka. Pintu ini tidak hanya melarang orang keluar/masuk dalam keadaan normal, pintu ini dimaksudkan untuk menjaga penyebaran api, bila terjadi kebakaran.

1.1.3 Penanggulangan Bahaya Kebakaran (1) Persiapan bila terjadi kebakaran

Area rumah sakit harus memiliki rencana darurat lengkap. Direktur atau manajer keselamatan kebakaran harus mengawasi latihan kebakaran, sehingga semua petugas memahami apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran.

Hal-hal yang harus diketahui petugas :

(a) Lokasi alarm kebakaran di area kerja mereka dan bagaimana meresponnya .

(b) Lokasi alat pemadam kebakaran ringan (APAR) di area kerja mereka, dan bagaimana dan kapan digunakannya.

(c) Lokasi Instalasi gas oksigen dan bagaimana cara menutup aliran gas oksigen pada sistem pipa gas sesuai prosedur.

(2) Dalam kejadian kebakaran :

Dalam banyak kasus, dimana pasien dan keluarga tidak dapat membantu diri mereka sendiri, menjadi tanggung jawab petugas rumah sakit untuk menjaga keselamatan mereka. Dalam hal ini petugas harus:

(a) jika terjadi kebakaran, tetap tenang; berikan contoh pada pasien,

(b) laporkan adanya api;

(c) Padamkan api pada awal kebakaran saat api masih kecil dan lokalisir agar tidak menyebar, seperti kasus api dalam keranjang sampah, hanya dilakukan oleh petugas yang telah dilatih untuk mengoperasikan alat pemadam api portabel.

(d) Apabila penggunaan alat pemadam api ringan kurang berhasil memadamkan api, dapat digunakan slang kebakaran berukuran kecil (1 atau 1½ inci) oleh petugas rumah sakit yang terlatih.

(e) pindahkan pasien yang berada dalam bahaya asap atau api ke tempat yang aman

(f) tutup pintu ruang pasien,

(g) menjadi panutan bagi pasien;

1.2 Maksud dan tujuan

1.2.1 Maksud Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi penyelenggara bangunan rumah sakit agar aman terhadap bahaya kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

1.2.2 Tujuan. Pedoman teknis ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit dan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas medik dan pengunjung, serta segala peralatan yang ada di dalamnya dari bahaya kebakaran, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kerugian jiwa dan materi

1.3 Ruang lingkup. Ruang lingkup pedoman ini meliputi :

(1) Ketentuan umum.

(2) Sistem alarm dan deteksi kebakaran.

(3) Alat pemadam api ringan.

(4) Sistem pipa tegak dan slang/hidran.

(5) Sistem springkler kebakaran otomatik.

(6) Sistem pompa kebakaran terpasang tetap.

(7) Sistem ventilasi dan pengendalian asap.

(8) Inspeksi, dan pemeliharaan.

(9) Manajemen pengamanan kebakaran.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

B

2.(1)

(2)

(3)

2.2Sis

(1)

(2)

2.3

2.3Ins

(1)

(2)

BA

1 )

)

)

2. ste

)

)

3

3.1sta

)

)

B

Side

Inpe

PrVI

em d

Pesis

SNAl

1 las

Si

(a

(b

(c

Si

(a

(b

(c

(d

II

Uisteeng

staedo

rosIII I

Pdet

eraste

NI larm

S

Ssi si

iste

a)

b)

c)

iste

a)

b)

c)

)

:

muem gan

alasoma

edunsp

eratek

aturm p

03-m K

ist

istste

em

P

tit

S

em

pa

de

tit

si

S

umde

n pe

si dan

ur pek

atuksi d

ran pro

-39Keb

tem

temem

ala

ane

tik p

ign

det

ane

ete

tik p

gna

IS

m etekedo

danini.

insksi,

uradan

Motek

986bak

m d

m. det

arm

el A

pan

nal a

tek

el a

kto

pan

al a

STE

ksi oma

n u

pek Te

n dn a

entksi

6-20kara

dan

tek

m ke

Alar

ngg

ala

ksi d

alar

or p

ngg

alar

EM

daan i

uji

ksi/es D

danlar

terikeb

000an O

n In

ksi d

eba

G

rm;

gil m

arm

dan

rm;

pan

gil m

rm

M

an ini.

se

/peDan

n sm k

i Pbak

0 atOto

nst

dan

aka

Gam

;

man

(al

n al

as

man

(al

“D

ala

rah

emen P

stankeb

Pekekara

tauoma

ala

n al

ran

mb

nua

larm

larm

da

nua

arm

DE

arm

h te

erikPem

ndbak

erjaan

u edatis

asi

larm

n m

ar

al;

m b

m k

n a

al;

m b

ET

m ke

erim

ksaameli

ar.kara

aanpa

disis U

.

m k

man

2.3

bel/

keb

asa

bel/

EK

eba

ma

an,iha

. an

n Uda

i tentu

keb

ual

3.1.

/bu

baka

p;

buz

KS

aka

s

peraa

ha

Umuba

erakuk P

baka

l, te

(1)

zze

ara

zze

SI”

ara

iste

engan p

rus

umngu

khirPen

ara

erdi

) - S

er/la

an o

er/la

” D

n h

em

gujiped

s di

, Nuna

r; Tnce

an,

iri d

Sist

am

otom

am

DA

haru

d

an dom

pas

Noman

Tataega

me

dar

tem

mpu

ma

pu)

AN

us

ete

daman

san

morged

a Chan

elip

i

m al

).

atis,

).

N “

dis

eks

an n in

ng s

r 2dun

Carn B

uti

larm

, te

“A

sed

si d

pemni.

ses

6/Png d

ra PBah

2 je

m k

rdir

LA

diak

dan

me

sua

PRTdan

Peraya

eni

keb

ri d

AR

kan

n a

liha

ai de

T/Mn lin

rena K

s :

baka

dari

RM

di

alar

ara

eng

M/20ngk

canKeb

ara

:

M K

ba

rm

an

gan

008kun

naaaka

an m

KE

ang

ke

be

n :

8, tnga

an ara

ma

EB

gun

eba

erka

tenan.

Daan P

nua

BA

nan

aka

ala

ntan

an PPad

al

AKA

ru

ara

ha

ng

Pemda B

AR

uma

n

arus

Pe

maBan

RA

ah

har

s m

ersy

asanngu

AN

sak

rus

men

yara

ngauna

N”

kit

m

ngik

ata

an an G

.

s

men

kuti

an t

InsGed

ses

ngik

i BA

tek

staldun

uai

kuti

AB

knis

asing.

i

i

B

s

i

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

2.3(1)

(2)

3.2)

)

2 Sedede

Sedemdic

Untiddi

Kemetekeng

Ar

esueteketecak

ntudakkur

Keteua kto

gan

rea

uai kto

er ukup

uk mk adran

G

entder p

n de

yan

str teuntp ol

meda gi.

Gam

G

tuaetekpanaetek

ng d

tanerdeuk eh

maceLlih

mb

am

an ktoras kto

dica

darekadede

astikelahhat

ar 2

mba

per asmer as

aku

r uat keteketek

kanh pt ga

2.3

ar 2

enesapemsap

p u

ntuke tktorktor

n bpadaamb

3.2.

.3.

empp mpunp.

ntu

uk atitikr pr in

bahwa tbar

(2)

1.(2

patmemnya

uk d

arek teanadiv

watitikr 2.

– A

2) -

tanmpuai p

dete

ea urseas.

vidu

prk ya3.2

Are

- Si

n dunypers

ekto

umebu G

ual.

roteang2.(2

ea y

iste

eteyai sya

or as

umut hGam

eksg b2).

yan

em

ektpe

arat

sap

Ga

m jaaru

mba

si yberh

ng t

ala

torrsytan

p

amb

arakus tar 2

anghub

tida

arm

r payara ja

Ar

bar

k atida2.3.

g dbun

ak t

m da

anaatanrak

rea

r 2.3

ntaak m.2.(

dicanga

terc

an d

as n ja

k an

yan

3.2

ara me(1)

akun d

cak

det

daaranta

ng d

.(1

selebme

up ddar

kup

teks

an dak ar d

dica

)

etiapbihi enu

di sri b

di

si k

detantaete

aku

p ti7,5

unju

sudban

poj

keb

tekar dekto

p u

itik 5 mukk

dut yak

jok

baka

ktodetor y

untu

dametekan

ruak d

k da

ara

or atektyan

uk d

alamer u

n ar

angdete

an d

an o

asator ng s

dete

m auntrea

ganekto

di p

oto

ap. ya

sam

ekto

areuk

a m

n dor,

perp

ma

ang ma

or p

a yde

mak

an jar

pot

atik

same

ana

yantek

ksim

unrak

tong

amaesk

as

ng dktormum

ntukk an

gan

a, jkipu

dipr asm y

k mnta

n.

ugaun

rotesapyan

memran

a sbe

eksp dang

masny

semrbe

si dan 5dap

stikhar

muaeda

dan5,3pat

kanrus

a a

n 3 t

n s

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(3) Untuk memastikan cakupan lengkap denah segi empat, jarak antara detektor dan dinding harus dikurangi sampai 5 meter untuk detektor asap, dan 3,5 meter untuk detektor panas. Lihat gambar 2.3.2.(3).

Gambar 2.3.2.(3)

(4) Untuk memastikan cakupan lengkap, jarak antar detektor harus dikurangi sampai 10 meter antar detektor asap, dan 7 meter antar detektor panas. Lihat gambar 2.3.2.(4).

Jarak antar detektor asap Jarak antar dtektor panas

Gambar 2.3.2.(4) – Jarak aktual detektor asap dan detektor panas

(5) Untuk koridor kurang dari 2 meter lebarnya, hanya garis pusat membutuhkan pertimbangan dimana tidak penting untuk mengurangi jarak antara detektor untuk melengkapi seluruh cakupan yang diberikan.

Dengan demikian, jarak antara detektor untuk detektor asap menjadi 7,5 meter dari dinding dan 15 meter antar detektor. Untuk detektor panas, jarak antaranya menjadi 5,3 meter ke dinding dan 10 meter antar detektor. Lihat gambar 2.3.2.(5).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

Gambar 2.3.2.(5) – Jarak antar detektor asap di koridor.

(6) Data tersebut di atas berlaku hanya untuk langit-langit datar, untuk langit-langit yang miring atau langit-langit yang permukaannya tidak rata, jarak antaranya akan berubah. Untuk langit-langit yang miring, detektor harus dipasang sesuai kemiringan langit-langit dan diperlukan tambahan 1% untuk setiap 10 kemiringannya sampai 25%. Terdekat ditetapkan 600 mm untuk detektor asap dan 150 mm untuk detektor panas.

2.3.3 Instalasi. (1) Lokasi penempatan instalasi sistem deteksi dan alarm kebakaran di rumah sakit, ditentukan

seperti ditunjukkan pada tabel 2.3.3.(1)

Tabel 2.3.3.(1) – Lokasi penempatan sistem deteksi dan alarm kebakaran.

Jumlah lantai

Jumlah luas minimum/lantai

(m2)

Sistem alarm dan deteksi kebakaran

1 1 Tanpa batas Manual 2 2 ~ 4 T.A.B Otomatik 3 > 4 T.A.B Otomatik

(2) Lokasi penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit ditunjukkan pada tabel 2.3.3.(2).

Tabel 2.3.3.(2) – Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit

Fungsi Ruang DETEKTOR

Detektor Panas

Detektor Laju kenaikan temperatur

Detektor Asap

Detektor lain

PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS Ruang Operasi:

Kamar operasi Tidak Tidak Ya Tidak Ruang penunjang Tidak Tidak Ya Tidak Ruang Melahirkan Tidak Tidak Ya Tidak Delivery Suite Tidak Tidak Ya Tidak Labour Suite Tidak Tidak Ya Tidak Ruang Pemulihan Tidak Tidak Ya Tidak Ruang bayi Tidak Tidak Ya Tidak Ruang Traumad Tidak Tidak Ya Tidak Gudang anestesi Tidak Tidak Ya Tidak

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

PERAWATAN

Ruang Pasiene Tidak Tidak Ya Tidak Ruang Toiletf Tidak Tidak Tidak Tidak Perawatan intensif Tidak Tidak Ya Tidak Isolasi protektifg Tidak Tidak Ya Tidak Isolasi Infeksiusg Tidak Tidak Ya Tidak Isolasi ruang antara Tidak Tidak Tidak Tidak Kala/melahirkan/pemulihan/postpartum (LDRP)

Tidak Tidak Ya Tidak

Koridor pasiene Ya Tidak Tidak Tidak PENUNJANG

Radiologi : Tidak Tidak Ya Tidak X-Ray (bedah dan perawatan kritis)

Tidak Tidak Ya Tidak

X-Ray (diagnostik dan tindakan) Tidak Tidak Ya Tidak Ruang gelap Ya Tidak Ya Tidak Laboratorium, Umum Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, Bacteriologi Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, biochemistry Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, Cytology Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, pencucian gelas Tidak Tidak Tidak Tidak Laboratorium, histology Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, pengobatan nuklir.

Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, pathologi Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, serologi. Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, sterilisasi Tidak Tidak Ya Tidak Laboratorium, transfer media. Tidak Tidak Ya Tidak Autopsy Tidak Tidak Tidak Tidak Ruang tunggu – tubuh tidak didinginkanj Ya Tidak Tidak Tidak

Farmasi Ya Tidak Tidak Tidak

ADMINISTRASI

Pendaftaran dan ruang tunggu Ya Tidak Tidak Tidak

DIAGNOSA DAN TINDAKAN

Bronchoscopy, sputum collection, dan administrasi pentamidine

Tidak Tidak Ya Tidak

Ruang Pemeriksaame Ya Tidak Tidak Tidak Ruang Pengobatan Ya Tidak Tidak Tidak Ruang Tindakane Ya Tidak Tidak Tidak Therapi fisik dan therapi hidro Ya Tidak Tidak Tidak Ruang kotor atau tempat sampah

Tidak Tidak Tidak Tidak

Ruang bersih atau tempat bersih Ya Tidak Tidak Tidak

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

STERILISASI DAN SUPLAI

Ruang peralatan sterilisasi. Ya Tidak Tidak Tidak Ruang kotor dan dekontaminasi. Tidak Tidak Tidak Tidak Tempat bersih dan gudang steril.

Ya Tidak Tidak Tidak

Gudang peralatan Ya Tidak Tidak Tidak PELAYANAN Pusat persiapan makanan Tidak Tidak Tidak Tidak Tempat cuci Tidak Tidak Tidak Tidak Gudang dietary harian Ya Tidak Tidak Tidak Laundri, umum Tidak Tidak Tidak Tidak Sortir linen kotor dan gudang Tidak Tidak Tidak Tidak Gudang linen bersih Ya Tidak Tidak Tidak Linen dan Ya Tidak Tidak Tidak Ruang bedpan Ya Tidak Tidak Tidak Kamar mandi Tidak Tidak Tidak Tidak Kloset Janitor Tidak Tidak Tidak Tidak

2.4 Lain-lain. Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB III : ALAT PEMADAM API RINGAN

3.1 Umum 3.1.1 Alat pemadam api ringan harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan pedoman ini.

3.1.2 Jenis alat pemadam api ringan harus sesuai dengan klasifikasi bahaya kebakaran yang ada : Kelas A, B, C, D atau K.

3.1.3 Instalasi alat pemadam api ringan harus mengikuti pedoman ini.

3.1.4 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

3.2. Peraturan dan standar. Alat pemadam api ringan harus dipasang sesuai dengan :

(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

(2) SNI 03-3987-1995 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.

3.3 Sistem dan Instalasi.

3.3.1 Klasifikasi bahaya kebakaran.

Untuk tujuan pemadaman kebakaran dengan menggunakan alat pemadam api ringan (APAR), bahaya kebakarannya diklasifikasi sesuai tabel 3.3.1.

Tabel 3.3.1 - Klasifikasi Kebakaran APAR

Kebakaran dibagi dalam 5 kelas berdasarkan terutama kepada benda yang terbakar. Klasifikasi ini menolong asesmen bahaya dan penentuan jenis media pemadam yang paling efektif. Juga digunakan untuk klasifikasi, ukuran, dan pengujian alat pemadam api ringan/ APAR

No Kelas Simbol

1 Kelas A : meliputi benda mudah terbakar biasa: antara lain kayu, kertas dan kain. Perkembangan awal dan pertumbuhan kebakaran biasanya lambat, dan karena benda padat, agak lebih mudah dalam penanggulangannya. Meninggalkan debu setelah terbakar habis.

2 Kelas B : meliputi cairan dan gas mudah menyala dan terbakar antara lain bensin, minyak dan LPG.Jenis kebakaran ini biasanya berkembang dan bertumbuh dengan sangat cepat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

3 Kelas C: meliputi peralatan listrik yang hidup: antara lain motor listik, peralatan listrik, dan panel listrik. Benda yang terbakar mungkin masuk dalam kelas kebakaran lainnya. Bila daya listrik diputus, kebakaran bukan lagi sebagai kelas C. Tidak penting peralatan listrik dihidupkan atau dimatikan, tetap peralatan tersebut masuk dalam Kelas C.

4 Kelas D: meliputi metal terbakar antara lain magnesium, tirtanium dan zirconium. Jenis kebakaran ini biasanya sulit untuk disulut (ignited) tetapi menghasilkan panas yang hebat. Kebakaran kelas D amat sulit untuk dipadamkan, dan untungnya jarang dijumpai.

5 Kelas K: meliputi minyak untuk memasak. Ini adalah kelas terbaru dari kelas-kelas kebakaran.

3.3.2 Ketentuan penempatan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). (1) Jarak tempuh penempatan alat pemadam api ringan dari setiap tempat atau titik dalam

bangunan rumah sakit harus tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) meter.

(2) Setiap ruangan tertutup dalam bangunan rumah sakit dengan luas tidak lebih dari 250 m2, harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam api ringan berukuran minimal 2 kg sesuai klasifikasi isi ruangan,

(3) Setiap luas tempat parkir yang luasnya tidak melebihi 270 m2 harus ditempatkan minimal dua buah alat pemadam api ringan kimia berukuran minimal 2 kg, yang ditempatkan antara tempat parkir kendaraan dan gedung, pada tempat yang mudah dilihat dan dicapai.

Tabel 3.3.2.a – Penempatan dan Ukuran APAR untuk Bahaya Kelas A

Kriteria

Bahaya Hunian Ringan

(Rendah)

Bahaya Hunian Biasa

(Sedang)

Bahaya Hunian Ekstra

(Tinggi) Nominal minimum APAR tunggal 2A* 2A* 4A†

Luas lantai maksimum per unit A 279 m2 139 m2 93 m2

Luas lantai maksimum untuk APAR 1045 m2‡ 1045 m2‡ 1045 m2‡

Jarak tempuh maksimum ke APAR 22,7 m 22,7 m 22,7 m

Sumber : NFPA 10

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 3.3.2.b - Luas Maksimum Yang Akan Diproteksi Per Unit APAR dalam m2

Nominal Kelas A Pada APAR

Ringan (Rendah) Bahaya Hunian

Biasa (Sedang) Bahaya Hunian

Ekstra (Tinggi) Bahaya Hunian

1A

2A 557 278

3A 836 418

4A 1045 557 371

6A 1045 836 557

10A 1045 1045 929

20A 1045 1045 1045

30A 1045 1045 1045

40A 1045 1045 1045

Catatan: 1045 m2 dianggap sebagai batas praktis Sumber : NFPA 10

Tabel 3.3.2.c - Jenis APAR untuk Ruangan Rumah Sakit

No. Ruangan Jenis Kelas 1 Kamar Operasi (OR) Water mist A, B, C 2 Fasilitas MRI dan Kamar Pasien Water mist A, B, C

3 Data Processing Centers, Telecommunications Records Storage, Collection and Server Rooms

Water mist, atau Halotron I A, B, C

4 Intensive Care Units (ICU) Water mist A, B, C 5 Heliports/helipads FFFP beroda A, B, C 6 Dapur besar/ komersial Kimia basah K 7 Ruangan Diesel generator CO2 B, C

8 Ruangan lain Kimia kering serbaguna A, B, C

3.3.3 Lokasi Alat pemadam api ringan (APAR). (1) Tempatkan APAR :

(a) sehingga mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda identifikasinya.

(b) sehingga mudah dicapai (APAR harus tidak terhalang oleh peralatan atau material-material);

(c) di atau dekat koridor atau lorong yang menuju eksit.

(d) dekat dengan area yang berpotensi bahaya kebakaran, akan tetapi tidak terlalu dekat karena bisa rusak oleh sambaran api.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

(e) di mana orang tidak menggunakan APAR untuk risiko yang tidak semestinya, misalnya menggunakan APAR jenis gas pada area yang tidak berventilasi.

(f) di mana APAR tidak akan rusak karena terkorosi oleh proses kimia.

(g) sehingga APAR terlindungi dari kerusakan jika ditempatkan di luar ruangan.

(2) Dalam area khusus :

Apabia bahan yang disimpan mudah terbakarnya tinggi di dalam ruangan yang kecil atau tempat tertutup, tempatkan APAR di luar ruangan (ini akan digunakan oleh pengguna untuk memadamkan api).

(3) Untuk ruangan yang berisi peralatan listrik :

(a) tempatkan APAR di dalam atau dekat ruangan.

(b) Pada kendaraan atau di area di area dimana APAR ditempatkan di area yang bising atau bergetar, pasang APAR dengan pengikat yang dirancang untuk tahan terhadap getaran.

(4) Pemasangan APAR ditentukan sebagai berikut :

APAR di pasang di dinding

APAR dipasang bersama hidran gedung

APAR dipasang dengan troli beroda

Gambar 3.3.3 - Pemasangan APAR

(a) dipasang pada dinding dengan pengikat atau dalam lemari kaca dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan;

(b) dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian maksimum 120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia kering (dry powder) penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.

(c) tidak diperbolehkan dipasang di dalam ruangan yang mempunyai temperatur lebih dari 490C dan di bawah 40C.

3.3.4 Penandaan Alat Pemadam Api Ringan. Untuk membedakan isi tabung APAR, pada tabung dibutuhkan penandaan dengan warna yang menunjukkan apakah isi APAR tersebut air, busa, bubuk kering, kimia basah atau bubuk klas D. Penandaan warna tersebut ditunjukkan pada tabel 3.3.3, dan posisi penandaan warna tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 3.3.3.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 3.3.4 - Penandaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) *1)

Jenis

Warna tabung Sesuai untuk penggunaan

kelas kebakaran.(tanda kurung kadang-kadang digunakan)

Air Tabung warna merah. A

Busa

Tabung warna merah dengan panel putih ke kuning-kuningan (cream) di atas instruksi pengoperasian.

A B

Bubuk kering

Tabung warna merah dengan panel biru di atas instruksi pengoperasian. (A) B C

Carbon dioxide CO2

Tabung warna merah dengan panel hitam di atas instruksi pengoperasian.

B

Kimia basah

Tabung warna merah dengan panel kuning di atas instruksi pengoperasian.

A (B)

Bubuk klas D

Tabung merah dengan panel biru di atas instruksi pengoperasian.

D

*1 Adopsi standar BS dan EN

Gambar 3.3.4 – Posisi penandaan warna pada APAR

3.4 Lain-lain. Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

BAB IV : SISTEM PIPA TEGAK DAN KOTAK SLANG KEBAKARAN.

4.1 Umum 4.1.1 Sistem pipa tegak harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan pedoman ini. Lokasi sambungan pemadam kebakaran/ siamese harus diletakkan di lokasi yang mudah diakses oleh mobil pemadam kebakaran

4.1.2 Sistem ini harus meliputi :

(1) Sistem pipa tegak.

(2) dan alat kontrol atau panelnya,

(3) katup kontrol,

(4) pipa tegak,

(5) landing valve,

(6) kotak slang kebakaran yang berisi katup kebakaran 1 ½ inch plus slang dan nozel atau katup kebakaran 2 ½ inch,

(7) sambungan siamese.

(8) hidran halaman.

4.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem pipa tegak dan slang/ hidran harus mengikuti pedoman ini.

4.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

4.2. Peraturan dan standar. Sistem pipa tegak dan slang kebakaran harus dipasang sesuai dengan :

(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

(2) SNI 03-1745-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak Dan Slang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

(3) SNI 03-1735-2000 atau edisi terakhir, Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan Dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

4.3 Sistem dan Instalasi.

4.3.1 Sistem.

(1) Sistem pipa tegak dalam bangunan rumah sakit terdiri dari :

(a) Sistem pipa tegak kering.

(b) Sistem pipa tegak basah.

(c) Kombinasi pipa tegak kering dan pipa tegak basah.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Sistem pipa tegak kering atau sistem pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing dan sambungan siamese,

4.3.2 Sistem pipa tegak kering. (1) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit dimana ketinggian yang layak

dihuni lebih dari 10 m, tetapi tidak lebih dari 40 m.

(2) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit untuk tujuan pemadaman kebakaran yang dilakukan oleh petugas dinas kebakaran,

Gambar 4.3.2 - Pipa tegak kering.

(3) Pipa tegak kering, dalam keadaan normal kering (tidak berisi air), tetapi akan diisi dengan air yang dipompa dari mobil pompa pemadam kebakaran melalui sambungan siamese.

4.3.3 Sistem pipa tegak basah. (1) Sistem pipa tegak basah, dipasang pada bangunan dimana ketinggian bangunan rumah

sakit lebih dari 40 m.

(2) Pipa tegak basah, dipasang dalam bangunan untuk tujuan pemadaman kebakaran oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dan pipa diisi secara tetap dengan air yang diperoleh dari sumber pasokan air bertekanan.

4.3.4 Katup landing. (1) Setiap katup landing Ø 65 mm (2½“) dengan panjang slang 40 m harus dapat melayani luas

ruangan pada setiap lantai tidak lebih dari 930 m2 .

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

Gambar 4.3.3.(1) - Jangkauan slang kebakaran Ø 65 mm (2½ inci)

(2) Pipa tegak kering atau pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing Ø65 mm ( 2½“) di setiap lantainya.

Gambar 4.3.3.(2) - Pipa tegak dan katup landing

4.3.5 Sambungan Siamese. (1) Pipa tegak kering dan pipa tegak basah dilengkapi dengan sambungan siamese yang

berguna untuk menyambungkan slang kebakaran berukuran Ø65 mm (Ø2½“) dari mobil pemadam kebakaran yang posisinya berada pada permukaan akses bangunan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Sambungan siamese diletakkan menempel pada dinding luar bangunan

Sambungan siamese diletakkan berdiri sendiri di halaman bangunan.

Gambar 4.3.5.(1) - sambungan siamese

(2) Setiap sambungan siamese harus mempunyai sedikitnya dua kopling Ø 65 mm (2½”) sesuai ketentuan yang berlaku.

(a) sambungan siamese harus dipasang dengan penutup untuk melindungi sistem pemipaan dari masuknya puing-puing/kotoran.

(b) Apabila Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) setempat menggunakan kopling yang berbeda dengan yang sudah ada, kopling kompatibel dengan peralatan DPK setempat harus digunakan dan diameter minimumnya harus 65 mm.

(3) Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan siamese dan sistem.

(4) Katup searah (katup penahan balik) harus dipasang pada masing-masing sambungan siamese dan ditempatkan secara praktis didekat titik penyambungan ke sistem.

(5) Sambungan siamese harus diletakkan pada sisi bangunan yang menghadap ke jalan, mudah terlihat dan dikenali dari jalan atau diletakkan pada titik jalan masuk terdekat dengan peralatan pemadam kebakaran, dan harus diletakkan sehingga sambungan slang dapat disambungkan ke kopling sambungan siamese tanpa terganggu oleh bangunan, pagar, tonggak-tonggak dan lain-lain.

(6) Setiap sambungan siamese harus dirancang dengan penandaan dalam bentuk huruf besar, tidak kurang 25 mm ( 1 inci) tinggi hurufnya, ditulis pada plat dengan bunyi tulisan : “SAMBUNGAN PIPA TEGAK”.

Jika springkler otomatis juga dipasok oleh sambungan siamese, penandaan atau kombinasi penandaan harus menunjukkan keduanya (contoh : “SAMBUNGAN PIPA TEGAK DAN SPRINGKLER OTOMATIS” atau “SAMBUNGAN SPRINGKLER OTOMATIS DAN PIPA TEGAK”.

(7) Apabila sambungan siamese hanya melayani suatu bagian bangunan, suatu penandaan harus dilekatkan pada posisi yang menunjukkan bagian bangunan yang dilayani.

(8) Sambungan siamese untuk masing-masing sistem pipa tegak harus diletakkan tidak lebih dari 30 m (100 ft) dari hidran halaman terdekat yang dihubungkan ke pasokan air dari sistem pemipaan hidran kota.

(9) Sambungan siamese harus diletakkan dengan tinggi tidak kurang dari 45 cm (18 inci) dan tidak lebih dari 120 cm (48 inci) di atas permukaan tanah atau jalan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

4.3.6 Lokasi pipa tegak. Lokasi pipa tegak dan katup landing harus ditempatkan terutama pada posisi sebagai berikut

(1) di dalam lobi stop asap;

Gambar 4.3.6.(1) – Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap asap.

(2) dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung, sedekat mungkin dengan tangga eksit jika tidak ada lobi stop asap;

Gambar 4.3.6.(2) – Pipa tegak pada lobi yang diproteksi terhadap asap diluar tangga eksit.

(3) ditempatkan pada lobi dan di luar tangga eksit yang diproteksi, dan diletakkan di dalam saf yang terproteksi.

Gambar 4.3.6.(3). – Pipa tegak di luar tangga yang diproteksi

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) di dalam tangga eksit, bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah umum.

Gambar 4.3.6.(4) – Pipa tegak di dalam tangga yang diproteksi.

4.4. JUMLAH PIPA TEGAK. Pada bangunan rumah sakit, setiap tangga eksit yang disyaratkan, harus dilengkapi dengan pipa tegak tersendiri.

Pada bangunan rumah sakit bertingkat tinggi, minimal mempunyai 2 tangga eksit, untuk itu diperlukan 2 (dua) buah pipa tegak yang dipasang pada setiap tangga eksit..

4.5 KLASIFIKASI SISTEM PIPA TEGAK. Klasifikasi sistem pipa tegak, terdiri dari :

4.5.1 Sistem Kelas I. Sistem pipa tegak kelas I harus disediakan dengan Katup landing Ø65 mm (2 ½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh petugas terlatih atau sambungan slang yang digunakan oleh DPK.

4.5.2 Sistem Kelas II. Sistem pipa tegak kelas II harus disediakan dengan katup landing Ø40 mm (1½”) yang umumnya ditempatkan pada kotak slang kebakaran (hidran kebakaran gedung) pada hunian dengan bahaya kebakaran ringan dan digunakan oleh penghuni.

4.5.3 Sistem Kelas III. Sistem kelas III merupakan gabungan dari sistem kelas I dan sistem kelas II, di mana katup landing Ø 65 mm (2½“) pada pipa tegak dan katup slang Ø40 mm (1½ “) pada pipa cabang dan berada pada kotak slang kebakaran serta diletakkan didalam koridor atau ruangan yang berdekatan dengan saf tangga menuju jalur eksit, keduanya tersambung pada pipa tegak yang sama.

4.6 TEKANAN SISA DAN LAJU ALIRAN AIR MINIMUM PADA PIPA TEGAK.

4.6.1 Tekanan sisa.

4.6.1.1 Pengertian.

Tekanan sisa (residual pressure), atau kadang-kadang disebut juga sebagai tekanan akhir, adalah tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh sistem.

Dalam instalasi pipa tegak, tekanan sisa ini adalah tekanan setelah katup landing atau katup slang kebakaran pada kotak slang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

4.6.1.2 Tekanan Sisa pada Sistem Kelas I.

(1) Tekanan sisa minimum pada katup landing Ø 65 mm (2½ inci), adalah sebesar 6,9 bar (100 psi).

(2) Apabila tekanan sisa pada katup landing melampaui 12,1 bar (175 psi), harus dilengkapi katup penurun tekanan (Pressure Reducing Valve) untuk membatasai tekanan sisa.

4.6.1.3 Tekanan Sisa pada Sistem Kelas II.

(1) Tekanan sisa minimum pada katup slang kebakaran Ø 40 mm (1½ inci), adalah sebesar 4,5 bar (65 psi).

(2) Apabila tekanan sisa pada katup sambungan slang kebakaran Ø 40 mm melampaui 6,9 bar (100 psi), katup penurun tekanan (Pressure Reducing Valve) harus disediakan untuk membatasai tekanan sisa.

4.6.2 Laju Aliran Minimum.

4.6.2.1 Laju aliran minimum pada sistem Kelas I.

(1) Untuk sistem kelas I, laju aliran minimum dari pipa tegak hidrolik terjauh harus sebesar 1.893 liter/menit (550 USGPM).

(2) Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus sebesar 946 liter/menit (250 USGPM) untuk setiap pipa tegak, yang jumlahnya tidak melebihi 4.731 liter/menit (1.250 USGPM).

4.6.2.2 Laju aliran minimum pada sistem Kelas II.

(1) Untuk sistem kelas II, laju aliran minimum untuk pipa tegak terjauh dihitung secara hidrolik adalah sebesar 379 liter/menit (100 USGPM).

(2) Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1 (satu) pipa tegak.

4.6.2.3 Laju aliran minimum pada sistem Kombinasi.

(1) Sistem kombinasi terpadu.(satu pipa tegak)

(a) Yang dimaksudkan dengan sistem kombinasi terpadu adalah pipa tegak untuk sambungan katup landing dan sambungan untuk springkler kebakaran otomatis berada pada satu pipa tegak.

(b) Laju aliran yang disyaratkan untuk pipa tegak sistem kombinasi dalam suatu bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan sistem springkler otomatis secara terpadu tidak dipersyaratkan melampaui 3.785 liter/menit (1.000 USGPM) kecuali disyaratkan oleh instansi berwenang setempat.

(2) Sistem kombinasi parsial.

(a) Yang dimaksudkan dengan sistem kombinasi parsial adalah pipa tegak untuk sambungan katup landing dan pipa tegak untuk sistem springkler otomatis dilayani oleh masing-masing satu pipa tegak.

(b) Untuk sistem kombinasi pada bangunan rumah sakit yang dilengkapi dengan proteksi springkler otomatis secara parsial, laju aliran yang dipersyaratkan harus dinaikkan dengan jumlah yang setara dengan kebutuhan springkler yang dihitung

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

secara hidrolik atau 568 liter/menit (150 USGPM) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit (500 USGPM) untuk tingkat bahaya kebakaran sedang.

4.7 KOTAK SLANG KEBAKARAN (HIDRAN GEDUNG) DAN KELENGKAPAN NYA.

4.7.1 Kotak slang kebakaran.

Gambar 4.7.1 -

Kotak slang kebakaran dilengkapi dengan katup slang 1 ½“, rak, slang 1 ½, dan nozel.

Kotak slang kebakaran atau sering juga disebut dengan Indoor hydrant box (hidran kebakaran di dalam gedung), terdiri dari :

(1) lemari tertutup;

(2) slang kebakaran;

(3) rak slang; dan

(5) nozel.

4.7.1.1 Lemari tertutup.

(1) Kotak slang berupa lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus berukuran cukup untuk pemasangan peralatan penting dan dirancang tidak saling mengganggu pada waktu sambungan slang, digunakan secara cepat pada saat terjadi kebakaran.

(2) Di dalam lemari, sambungan slang dan tuas putar katup harus ditempatkan dengan jarak tidak kurang 25 mm ( 1 inci) dari bagian lemari, sehingga memudahkan pembukaan dan penutupan katup sambungan slang kebakaran.

(3) Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran, dan setiap lemari di cat dengan warna yang menyolok mata.

(4) Apabila jenis “kaca mudah pecah” (break glass) sebagai tutup pelindung, harus disediakan alat pembuka, untuk memecahkan panel kaca dan diletakkan dengan aman dan tidak jauh dari area panel kaca.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

4.7

(1)

(2)

4.7

(1)

(2)

4.7

No

4.7Ko

(1)

(2)

(3)

4.7Sis(Øda

4.84.8ha

4.8ma

7.1

)

)

7.1

)

)

7.1

oze

7.2otak

)

)

)

7.3ste

Ø 1½ari l

8 8.1

amb

8.2aka

.2

Sesadi

Ap(1

.3

Sede

Seha

.4

el ya

2 k s

di dis

pepe

papedi

3 em ½ iant

bata

a ha

Sl

etiaakitlipa

pab ½

R

etiaeng

etiaarus

N

ang

Lolan

kosam

engenu

adaerawpas

Jakelncitai

HTi

an

Biaru

lan

ap t (Sat.

bila“),

ak

ap kgan

ap s d

ozz

g d

okg k

oridmb

gatuuh d

a swasan

araas ), sban

IDRiap 50

ila us d

ng k

samSist

a slaha

sla

kotn ra

kotdipa

zle

ise

askeb

or ung

uraden

setitan

ng m

ak JII h

slanngu

RAbam

hiddise

keb

mbem

angarus

ang

ak k a

tak asa

.

edia

i Kbaka

atagka

n innga

ap n, pmin

Jaharng una

AN agiada

draedia

bak

ungm ke

g bs di

g.

slaatau

slang

aka

Kotaara

au dan k

ni man o

bperknim

ngrus den

an b

HAan dari h

n kaka

kara

ganelas

erdigu

angu fa

angdn

n u

ak an

di rke

memora

angkan

mum

kadil

ngaber

ALAdar

hidr

kotaan h

an.

n ss I

diamnak

G

40asili

g 4nga

untu

Sl 4

ruapip

mung-

gunntorm 1

auaengan rada

AMri jaran

a yhid

.

lanI),

metkan

Ga

0 mitas

40 mn g

uk p

an40 m

ngapa t

ngk-ora

nanran(sa

an Kgkapaa p

MAalur ko

yanran

ng yhar

ter n sl

amb

mm s pe

mmgulu

pel

ng Kmm

an ega

kinang

n u, d

atu)

Kaapi nja

pad

N. r ak

ota

ng n ha

yanrus

kulan

bar

(1½eny

m (1ung

aya

Kem (1

yaak.

kang ya

uman ) K

tupKa

ang a ja

kse(lih

mealam

ng s di

rang y

4.7

½”) yim

1½ gan

ana

ba½”

ng

n uang

umpeota

p Satus

40ang

es mhat

emema

dispas

ng dyan

7.1

yampa

“) ali

an p

aka) p

be

ntug se

m/teertoak S

Slasp 0 mgka

mobgam

enuan y

edisan

darg ti

.2.(

ang nan

seiran

pip

aranerle

erde

uk meda

mpokoaSlan

ngSla

m, raaua

bil mb

uhi yan

iakng

ri 4ida

(2)

disn la

esuan m

a te

n 4eta

eka

menang

pat an/ng

g Kangak n 4

pembar

peg d

an de

0 mk te

- S

sedain

ai umen

ega

40 makan

atan

nggg la

pe/pasKe

ebg Kedan

40 m

ma4.8

ersydisa

unnga

mmerlip

Slan

diakyan

untneru

ak k

mmnny

n d

gunari k

ertesar

eba

akeban nm (

ada8.1)

yaraamb

ntukan

m (1pat

ng y

kanng

tuk us y

kel

m (ya d

eng

nakkelu

emr unkar

karaakanozz130

m d).

atabun

k dpa

½ t.

yan

n dedis

klayan

as

(1½dia

gan

kan uar

uannturan

an aranzle 0 ft

di l

an tngk

igunja

inc

ng t

engsetu

asifng t

II,

½ “tur

n s

sepa

n, k s Ø4

Øn yse

t) d

aha

terskan

unaang

ci) d

tida

ganujui

fikaterd

her

).se

af

ecarada

temsetia40

40yangedeari

an

sebn de

kan tid

digu

ak t

n slai.

asi daf

rus

ebag

tan

ra tsa

mpap mm

0 mg bmikKS

ba

but eng

n odak

una

terl

ang

pipftar/

ter

gai

ngg

tepaat

at lan

m (1

mm berikianSSK

ngu

pagan

olehk le

aka

ipa

g 4

pa /ter

ruji

be

a y

at sterj

hibntai1½

(1si :n ruK 4

una

ada jar

h pebih

an u

at

0 m

tegruji

/ter

erik

yan

slajad

buri de

½”).

½“: kaupa0 m

an

a bring

etuh da

unt

mm

gak.

rda

kut:

ng m

ng iny

raneng

“). atupa smm

har

utirgan

ugaari

uk

(1

k ke

afta

me

bilaya k

, pgan

p behi

m (1

rus

r 4n pi

as b30

kot

½”

elas

r.

nuj

a takeb

pern lu

beruing½ “

s da

.8.pa

ban0 m

tak

) ha

s I

ju j

angbaka

rhotas

ukuga “).

alam

1 thid

ngum, lu

k sla

aru

da

alu

ggaara

tela80

uranse

m j

tidadra

nauru

ang

us d

an k

ur E

a jaan.

an, 00 m

n Øtiap

ara

ak tn k

n rs,

g 4

dipa

kela

Eks

lur

tem2

Ø 4p b

ak b

terskota

rumdap

0 m

asa

as

it d

ek

emphar

0 mbag

beb

seda..

mahpat

mm

ang

III,

dan

ksit

patrus

mmian

bas

dia,

h t

m

g

,

n

t

t s

m n

s

,

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

GGam

G

mba

Gam

ar 4

mb

4.8

bar

.1 -

- 4

- C

4.8.

ont

.2 -

toh

- Po

dim

osis

ma

si H

na

Hidr

ba

ran

ang

n ha

una

alam

an

ma

tida

n te

ak j

erh

jau

had

uh d

ap

dar

hid

i hi

dra

dra

n k

an k

kota

kota

a.

a.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

Gambar 4.8 3 - Hidran halaman dengan 2 outlet Ø2½ “, mampu memasok air 2 x 250 gpm

4.8.3 Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-

hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.

Hidran H1 pada gambar 4.8.3 dapat dihilangkan karena tidak mungkin tanah yang disebelah akan digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan sebagainya.

Hidran bersama yang ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan.

4.8.4 Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 500 GPM pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.

4.9 Lain-lain. Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pipa tegak yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB V : SISTEM SPRINKLER OTOMATIK

5.1. Umum 5.1.1 Sistem sprinkler otomatik harus disediakan pada bangunan sesuai dengan pedoman ini.

5.1.2 Sistem sprinkler otomatik harus dipasang di seluruh bangunan.

5.1.3 Sistem sprinkler otomatik tidak wajib di area berikut :

(1) setiap ruangan di mana penerapan air, atau nyala api dan air, merupakan ancaman yang serius terhadap kehidupan atau bahaya kebakaran.

(2) setiap kamar atau ruang di mana sprinkler dianggap tidak diinginkan karena sifat dari isi ruangan.

(3) ruang generator dan transformator yang dipisahkan dari bangunan dengan dinding dan lantai / langit-langit atau rakitan atap / langit-langit yang memiliki nilai ketahanan api tidak kurang dari 2 jam.

(4) di kamar atau daerah yang konstruksinya tidak mudah terbakar dengan isi sepenuhnya bahan tidak mudah terbakar.

(5) untuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkan pasien dipindahkan (ruang bedah, ruang ICU, ruang radiologi, dan lain-lain), sprinkler boleh tidak dipasang asalkan dinding, lantai, langit-langit dan bukaan, mempunyai tingkat ketahanan api minimal 2 jam.

5.1.4 Sistem ini harus meliputi kepala springkler, katup kontrol alarm, dan sistem pemipaannya.

5.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem springkler otomatik harus mengikuti pedoman ini.

5.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti BAB VIII, Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan Pedoman ini.

5.2 Peraturan dan Standar. Sistem springkler otomatik harus dipasang sesuai dengan :

(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

(2) SNI 03-3989-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

5.3 Sistem dan Instalasi. 5.3.1 Klasifikasi Sistem

Sistem springkler sesuai klasifikasi hunian bahaya kebakarannya, terdiri :

(1) sistem bahaya kebakaran ringan.

(2) sistem bahaya kebakaran sedang.

(3) sistem bahaya kebakaran berat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh dihubungkan dengan satu katup kendali asalkan ketentuan jumlah kepala springkler yang dilayani tidak melebihi jumlah maksimum.

5.3.2 Pembatasan area proteksi dari sistem.

(1) Area maksimum lantai pada setiap lantai yang diproteksi oleh springkler disuplai oleh satu pipa tegak sistem springkler atau pipa tegak kombinasi harus sebagai berikut :

(a) Bahaya kebakaran ringan - 52.000 ft2 (4.831 m2).

(b) Bahaya kebakarab sedang - 52.000 ft2 (4.831 m2).

(c) Bahaya kebakaran ekstra :

(2) Selain berdasarkan luas, jumlah springkler juga menentukan klasifikasi bahaya kebakaran yang dipilih. Jumlah springkler per satu katup kendali :

(a) Sistem bahaya kebakaran ringan = 500 springkler;

(b) Sistem bahaya kebakaran sedang = 1000 springkler; dan

(c) Sistem bahaya kebakaran berat = 1000 springkler.

5.3.3 Kepadatan (densitas) Pancaran dan Daerah Kerja Maksimum. Kepadatan pancaran yang direncanakan dan daerah kerja maksimum yang diperkirakan untuk ketiga klasifikasi tersebut di atas sesuai SNI 3989, tercantum di bawah ini :

(1) Sistem bahaya kebakaran ringan.

Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit.

Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 84 m2.

(2) Sistem bahaya kebakaran sedang.

Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit.

Daerah kerja maksimum yang diperkirakan : 72 ~ 360 m2.

(3) Sistem bahaya kebakaran berat.

(a) Bahaya pada proses.

Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 10 mm/men.

Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 m2.

(b). Bahaya pada gudang penimbunan tinggi.

Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 30,0 mm/men.

Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 ~ 300 m2.

5.3.4 Kepala Sprinkler.

5.3.4.1 Ukuran lubang kepala springkler :

Ukuran nominal lubang kepala springkler untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran ditunjukkan pada tabel 5.3.4.1

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 5.3.4.1 - Ukuran lubang kepala springkler

No Klasifikasi Bahaya Kebakaran Ukuran nominal lubang kepala springkler dalam mm (inci).

1 Sistem bahaya kebakaran ringan 10 mm ( ½ inci)

2 Sistem bahaya kebakaran sedang 15 mm ( ¾ inci)

3 Sistem bahaya kebakaran berat 20 mm ( 1 inci).

5.3.4.2 Aliran Air dan Tekanan air pada Kepala Springkler.

Tekanan air pada kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang, tergantung pada besarnya aliran air pada pipa tegak untuk sistem kombinasi parsial, atau pada pipa pembagi pada sistem kombinasi terpadu (integral). Besarnya tekanan air pada kepala springkler tersebut ditunjukkan pada tabel 5.3.4.2.(1), dibawah ini :

Tabel 5.4.3.2.(1) - Tekanan air pada kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang

No Klasifikasi bahaya kebakaran Aliran air Tekanan air pada

kepala springkler.

1 Sistem bahaya kebakaran ringan 225 L/menit (60 USGPM) 2,2 kg/cm2

Sistem bahaya kebakaran sedang Kelompok I

375 L/menit (100 USGPM) 1 kg/cm2

540 L/menit.(150 USGPM) 0,7 kg/cm2

2 Sistem bahaya kebakaran sedang Kelompok II.

725 L/menit (200 USGPM) 1,4 kg/cm2

1000 L/menit (250 USGPM) 1 kg/cm2

3 Sistem bahaya kebakaran sedang Kelompok III

1100 L/menit (250 USGPM) 1,7 kg/cm2

1350 L/menit (350 USGPM) 1,4 kg/cm2

Sumber : SNI 3989.

5.3.4.3 Penempatan dan letak kepala springkler.

(1) Penempatan kepala springkler ditentukan berdasarkan luas maksimum tiap kepala springkler di dalam satu deret dan jarak maksimum deretan yang berdekatan.

(a) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan.

1) Luas proteksi maksimum kepala springkler :

a) springkler dinding : 17 m2.

b) springkler lain : 20 m2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

2) Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak maksimum deretan yang berdekatan :

a) springkler dinding :

i) sepanjang dinding : 4,6 m.

ii) dari ujung dinding : 2,3 m.

b) springkler lain : 4,6 m.

3) Dibagian tertentu dari bangunan bahaya kebakaran ringan seperti : ruang langit-langit (attick), besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang binatu, gudang, ruang kerja bengkel dan sebagainya, luas maksimum dibatasi menjadi 9 m2 tiap kepala springkler dan jarak maksimum antar kepala springkler 3,7 m.

(b) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran sedang.

1) Luas proteksi maksimum kepala springkler :

a) springkler dinding : 9 m2.

b) springkler lain : 12 m2.

2) Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak maksimum deretan yang berdekatan :

a) springkler dinding :

1 sepanjang dinding :

(i) untuk langit-langit tidak tahan api : 3,4 m

(ii) untuk langit-langit tahan api : 3,7 m.

2 dari ujung dinding : 1,8 m.

5.3.4.4 Jenis kepala springkler (SPRINKLER HEAD)

(1) Springkler Standar menghadap keatas (Upright) dan menghadap kebawah (Pendant)

Springkler standar menghadap keatas (upright) atau kebawah (Pendant) digunakan pada semua klasifikasi bahaya kebakaran dan konstruksi bangunan.

Upright Sprinkler Pendent Sprinkler Conventional Sprinkler

Menghadap ke atas Menghadap ke bawah Springkler Konvensional

Gambar 5.3.4.4.1 – Springkler standar

(2) Springkler Dinding (Sidewall Sprinkler Head).

Springkler dinding hanya dipasang untuk hunian dengan risiko bahaya ringan dengan langit-langit yang halus dan datar.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Horizontal Sidewall Sprinkler Extended Coverage Sidewall

Sprinkler Sidewall Concealed Sprinkler

Gambar 5.3.4.4.2 – Springkler dinding

(3) Springkler Respon Cepat (Quick Response Sprinkler).

Springkler Respon Cepat (Quick Response Sprinkler), dapat digunakan untuk hunian dengan risiko bahaya tinggi dengan menggunakan metoda rancangan luas - densitas

Gambar 5.3.4.4.3 – Springkler Respon Cepat menghadap ke bawah (Quick Response)

(4) Springkler dengan Cakupan Diperluas (Extended Coverage Sprinkler).

Springkler dengan cakupan diperluas terbatas untuk tipe konstruksi yang tidak terhalang, seperti pada langit-langit yang datar dan halus dengan kemiringan tidak melebihi 1 : 6 (untuk kenaikan 2 unit pada panjang 12 unit, atau kemiringan atap 16,7%).

(5) Springkler Terbuka.

Springkler terbuka boleh digunakan untuk pada sistem banjir untuk memproteksi risiko bahaya kebakaran khusus atau yang terpapar (exposure), atau dalam lokasi khusus lain. Springkler terbuka dipasang sesuai seluruh persyaratan penggunaan dari standar untuk penyeimbang (counterpart) otomatis.

(6) Springkler Rumah Tinggal (Residential Sprinkler)

(a) Springkler rumah tinggal boleh digunakan unit deret unit rumah dan koridor bersebelahan yang tersedia dan dipasang memenuhi persyaratan yang berlaku.

(b) Springkler rumah tinggal digunakan hanya dalam sistem basah. Kecuali springkler rumah tinggal diijinkan untuk sistem kering atau sistem aksi awal jika secara spesifik teruji untuk pelayanan tersebut.

(c) Apabila springkler rumah tinggal didalam kompartemen, semua springkler di dalam kompartemen harus jenis respon cepat (fast response) yang memenuhi kriteria.

(d) Springkler rumah tinggal yang dipasang memenuhi standar ini harus tidak terhalang.

(7) Springkler respon cepat pemadaman awal (Early Suppression Fast Response - ESFR).

(a) Springkler ESFR digunakan hanya untuk sistem basah.

Pengecualian : Springkler ESFR diijinkan untuk penggunaan sistem kering jika terjamin untuk pelayanan tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

(b) Springkler ESFR dipasang hanya dipasang didalam bangunan dimana atap atau langit-langit kemiringannya diatas springkler tidak melebihi 1 : 6 (kenaikan 2 unit untuk panjang 12 unit, kemiringan atap 16,7%).

(c) Springkler ESFR diijinkan untuk digunakan hanya di dalam bangunan dengan jenis konstruksi sebagai berikut :

1) Langit-langit halus, kaso terdiri dari bagian tiang penunjang dari baja, atau bagian tiang penunjang dari kayu yang terdiri dari bagian atas atau bagian bawahnya dihubungkan tidak melebihi 100 mm kedalamannya dengan pipa baja atau batang jaringan.

2) Balok kayu 100 mm x 100 mm atau ukuran yang lebih besar, beton, atau balok baja dengan jarak 1 m sampai 2,3 m dari garis pusatnya dan keduanya ditumpu pada rangka ke balok penompang.

3) Konstruksi dengan panel langit-langit yang dibentuk oleh bagian yang mampu menjadi perangkap panas untuk membantu kerjanya springkler dengan jarak antar bagiannya lebih besar dari 2,3 m dan dibatasi untuk area maksimum 28 m2.

(d) Apabila sistem springkler ESFR dipasang berdekatan dengan sistem springkler respon standar, perlu ada tirai dari konstruksi tahan api dan sekurang-kurangnya 0,6 m kedalamannya dibolehkan untuk memisahkan dua area.

(e) Laju temperatur springkler untuk springkler ESFR harus dari risiko bahaya kebakaran sedang.

5.3.5 KATUP KENDALI ALARM (Alarm Control Valve)

5.3.5.1 Umum.

(1) Tanda bahaya lokal dengan aliran air harus digunakan pada semua sistem springkler yang mempunyai jumlah kepala springkler lebih dari 20 buah.

(2) Pada sistem springkler yang mempunyai jumlah kepala springkler kurang dari 20 buah dapat dipakai alat deteksi aliran air (flow switch)

Gambar 5.3.5. - Katup kendali alarm.

5.3.5.2 Peralatan Katup Kendali Alarm.

Peralatan tanda bahaya untuk sistem springkler harus terdiri dari : katup kendali tanda bahaya (alarm control valve) atau alat deteksi aliran air (flow switch) dengan perlengkapan yang diperlukan untuk memberikan suatu isyarat tanda bahaya.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

5.4 Lain-lain. Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem springkler otomatik yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

BAB VI : INSTALASI POMPA KEBAKARAN

6.1 UMUM. 6.1.1 Apabila tidak terdapat pasokan air kebakaran dari jaringan kota sesuai tekanan dan debit air yang dibutuhkan maka instalasi pompa kebakaran harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan pedoman ini.

6.1.2. Pompa kebakaran harus terdiri dari pompa kebakaran utama dan pompa kebakaran siaga. Salah satu dari ke dua pompa kebakaran tersebut harus berpenggerak mesin diesel.

6.1.3 Untuk bangunan dengan ketinggian tertentu, kedua pompa kebakaran dapat menggunakan pompa dengan penggerak listrik dari sumber yang berbeda (satu PLN dan yang kedua emergency diesel).

6.1.4 Semua hisapan pompa harus hisapan positif.

6.1.5 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

6.2 PERATURAN . Instalasi pompa kebakaran harus dipasang sesuai dengan :

(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

(2) SNI 03-6570-2001 Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran.

6.3 INSTALASI. Instalasi pompa kebakaran meliputi instalasi dari mulai tangki/reservoir air bawah/atas, sampai ke awal pipa tegak. Instalasi ini meliputi :

(1) tangki air; (2) instalasi pipa isap, (3) pompa kebakaran, (4) pompa jockey; (5) penggerak pompa kebakaran dan pompa jockey; dan (6) instalasi pipa tekan.

6.3.1 Tangki Air.

(1) Setiap sistem proteksi kebakaran berbasis air harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan satu jenis sistem penyediaan air berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat.

(2) Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya pompa. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air bersih.

(3) Kapasitas tangki air disesuaikan dengan tingkat risiko bahaya kebakarannya, dan harus mampu melayani beroperasinya pompa kebakaran sebagai berikut :

(a) Untuk bahaya kebakaran ringan : 30 menit.

(b) Untuk bahaya kebakaran sedang : 60 menit.

(c) Untuk bahaya kebakaran berat : 90 menit.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(4) Apabila kebutuhan air untuk sistem proteksi kebakaran digabung dengan sistem penyediaan air bersih bangunan gedung, instalasi pemipaannya harus diusahakan agar tidak terjadi air mati pada dasar tangki air tersebut.

6.3.2 Instalasi pipa isap, Instalasi pipa isap terdiri dari :

(1) Plat Anti Vortex

(a) Pompa yang menghisap air dari tangki air bawah, harus dipasang plat anti vortex (pusaran) pada ujung pipa isap dimana air mulai masuk.

(b) Plat anti vortex (pusaran) mencegah pembentukan pusaran yang dapat menyebabkan masuknya udara ke dalam pompa dengan cara memaksa terjadinya vortex mengelilingi plat dan kemudian selanjutnya masuk kedalam pipa isap. Gerakan berputar-putar pada plat tidak dapat menghilangkan vortex, sehingga air yang diisap bebas dari vortex (pusaran).

(2) Saringan Isap (Suction Screening).

(a) Apabila pasokan air diperoleh dari sumber terbuka seperti kolam, sumur, saluran dan bahan yang dapat menyumbat pompa, harus dihindari.

(b) Saringan isap ganda yang mudah dibuka harus disediakan pada pipa isap .

(c) Saringan harus diletakkan sehingga mudah dibersihkan atau diperbaiki tanpa mengganggu pipa isap.

(d) Saringan kawat yang digunakan dari bahan brass, tembaga, monel, baja tahan karat atau bahan metal tahan karat lainnya, ukuran saringan kawatnya mesh 12,7 mm (1/2 inci), harus dilindungi dengan rangka metal geser vertikal pada bagian masuknya. Luas keseluruhan saringan ini harus 1,6 kali luas bersih bukaan saringan

(3) Katup Sorong (Gate Valve) di sisi pipa isap.

(a) Katup sorong jenis OS & Y harus dipasang pada pipa isap. Katup kupu-kupu (Butterfly valve) sebaiknya dipasang pada jarak lebih dari 50 ft (16 m) dari flens isap pompa.

(b) Apabila pasokan pipa diperoleh dari jaringan kota, katup sorong sebaiknya diletakkan sejauh mungkin dari flens isap pompa.

(c) Apabila air berasal dari tangki air bawah, katup sorong sebaiknya diletakkan pada lubang keluar dari tangki air.

(d) Katup kupu-kupu pada sisi isap pompa dapat menimbulkan turbulensi yang pengaruhnya merugikan terhadap kinerja pompa dan dapat meningkatkan hambatan pada pipa isap.

(e) Katup sorong penting dipasang pada sisi pipa isap sehingga pompa dapat diisolasi untuk pemeliharaan dan perbaikan.

(f) Katup OS&Y disyaratkan. karena pintu sorong dapat terbuka penuh sehingga seluruh aliran dapat dialirkan tanpa menimbulkan trubulensi.

(4) Reducer dan Increaser.

(a) Apabila pipa isap dan flens isap pompa tidak sama ukurannya, maka harus dihubungkan dengan reducer atau increaser eksentrik. Jenis eksentrik digunakan untuk mencegah kantong udara.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

(b) Penggunaan jenis concentrik sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan kantong udara.

(5) Sambungan Flexible.

Tujuan pemasangan sambungan fleksibel adalah untuk mencegah getaran pompa ke pipa dan sambungannya.

(6) Alat Ukur Tekanan Isap.

(a) Alat pengukur tekanan mempunyai jarum penunjuk dan diameternya tidak kurang dari 90 mm ( 3 ½ “), dipasang dekat dengan lubang masuk atau lubang ke luar pompa dengan katup alat pengukur 6,25 mm (1/4”).

(b) Penunjuk harus menunjukkan tekanan sekurang-kurangnya dua kali tekanan kerja pompa, tetapi tidak kurang dari 13,8 bar (200 psi). Muka dari penunjuk harus terbaca dalam ukuran bar, psi atau keduanya dengan graduasi standar pabrik.

(c) Gabungan pengukur tekanan dan vakum mempunyai penunjuk dengan ukuran tidak kurang dari 90 mm, dipasang ke pipa isap yang dekat dengan lubang masuk pompa dengan katup alat pengukur 6,25 mm (1/4”).

6.3.3 Pompa Kebakaran. Ukuran pompa dinyatakan sebagai kombinasi aliran dan tekanan.

(1) Aliran.

Aliran pompa dinyatakan dalam gpm, seperti 25, 50, 100, 150, 200, 250, 300, 400, 450, 500, 750, 1000, 1250, 1500, 2000, 2500, 3000, 3500, 4000, 4500, dan 5000.

(2) Tekanan.

(a) NFPA 20 membolehkan pompa memberikan tekanan sebesar 140% dari tekanan nominalnya, yaitu pada kondisi tanpa aliran (kondisi berputar-putar = churn).

(b) NFPA 20 juga menyatakan bahwa pompa harus mampu menyediakan sedikitnya 65% dari tekanan nominalnya pada saat mengalirkan 150% dari aliran nominalnya.

(c) Titik tersebut pada butir (1) dan (2) tersebut di atas, menunjukkan daerah kerja aliran dan tekanan untuk pompa kebakaran yang dibuat di pabrik. Perlu dicatat bahwa titik ini menunjukkan batas kurva pompa.

(d) Titik “churn” (140% dari tekanan nominal) adalah tekanan maksimum pompa yang dibolehkan, dan titik lain (65% dari tekanan nominal) adalah minimum tekanan pada aliran 150% dari aliran nominal. Llihat gambar 5.3.3.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Gambar 6.3.3. - Kurva aliran yang dapat diterima untuk pompa 1000 gpm

6.3.4 Pompa Jockey. (1) Pompa jockey menjaga tekanan dan mempertahankan tekanan dalam sistem serta

mencegah pompa kebakaran utama beroperasi.

(2) Kapasitas pompa jockey berkisar antara 5 sampai 10 USGPM dan sebaiknya tidak melebihi kebutuhan air dari satu springkler yaitu ± 20 USGPM.

(3) Head pompa jockey biasanya 5 psi sampai 10 psi lebih tinggi dari tekanan kerja (head) pompa kebakaran utama, sehingga pompa jockey akan beroperasi sebelum pompa kebakaran utama bekerja. Pemilihan pompa jockey ini tidak memerlukan persetujuan atas standar tertentu.

6.3.5 Penggerak Pompa.

6.3.5.1 Penggerak listrik untuk pompa

(1) Sumber daya

Daya harus dipasok ke motor listrik pompa kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua atau lebih sumber yang tak saling bergantung.

(2) Pelayanan

Bilamana daya listrik dipasok oleh suatu pelayanan, harus ditempatkan dan diatur sedemikian sehingga meminimalkan kemungkinan rusak karena kebakaran dari dalam bangunan dan menghadap bahaya.

(3) Fasilitas daya listrik setempat

Bila daya dipasok ke pompa kebakaran semata hanya dari fasilitas daya listrik setempat (sendiri), fasilitas demikian harus ditempatkan dan diproteksi untuk meminimalkan kemungkinan rusak akibat kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

(4) Sumber daya lain

Untuk penggerak pompa yang menggunakan motor listrik, apabila daya listrik yang dapat diandalkan tidak dapat diperoleh dari satu daya pada butir (1) atau (2), suatu sumber daya lain harus disediakan, berupa :

(a) Kombinasi yang disetujui dari dua atau lebih sumber daya pada butir (2)

(b) Satu dari sumber-sumber daya yang disetujui berupa generator cadangan setempat.

Gambar 6.3.5.1 – Pompa kebakaran digerakkan dengan listrik

(5) Konduktor pasok

Konduktor pasok harus secara langsung menyambungkan sumber daya ke kombinasi antara alat kontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya atau ke sarana pemutus dan alat proteksi arus lebih yang memenuhi persyaratan.

(6) Jaringan pemasok daya

(a) Konduktor sirkit

Sirkit penyalur pompa kebakaran dan perlengkapannya harus terdedikasi dan terproteksi tahan terhadap kemungkinan rusak oleh api, kerusakan struktur atau kecelakaan operasional.

(7) Sambungan pasokan daya

Pasokan daya ke pompa kebakaran harus tidak terputuskan dari sumber pasokan bila pembangkit daya ke seluruh bangunan terputus.

(8) Kelangsungan daya

Sirkit yang memasok pompa kebakaran yang digerakkan motor listrik harus disupervisi terhadap kecerobohan pemutusan sambungan.

(9) Sambungan langsung

Konduktor pasok harus tersambung langsung ke sumber daya baik ke alat kontrol pompa kebakaran teruji atau ke kombinasi yang teruji alat kontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(10) Sambungan tersupervisi

Sarana pemutus tunggal dan alat proteksi arus lebih yang terkait harus dibolehkan dipasang antara sumber daya yang jauh dan satu dari yang berikut:

(a) Alat kontrol pompa kebakaran.

(b) Sakelar pemindah daya pompa kebakaran.

(c) Kombinasi pengontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya.

(11) Sarana pemutus dan alat proteksi arus lebih

Untuk sistem yang dipasang, penambahan sarana pemutus dan peralatan proteksi arus lebih yang terkait hanya dibolehkan seperti yang dipersyaratkan memenuhi ketentuan SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".

6.3.5.2 Penggerak motor diesel

Gambar 6.3.5.2 – Pompa Kebakaran digerakkan dengan Diesel

(1) Umum

Peralatan pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel untuk setiap situasi harus didasarkan pada pertimbangan secara teliti faktor berikut:

(a) Tipe kontrol yang paling andal.

(b) Pasokan bahan bakar.

(c) Instalasi.

(d) Start dan mengoperasikan motor diesel.

(2) Motor

(a) Nilai nominal motor harus berdasarkan kondisi standar Society of Automotive Engineers (SAE), yaitu pada tekanan 752,1 mm kolom air raksa (29,61 inch Hg) dan temperatur udara 250C pada ketinggian kurang lebih 91,4 m (300 ft) diatas permukaan laut, dilakukan lewat pengujian di laboratorium yang diakui.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

(b) Nilai nominal daya kuda teruji dari motor yang diuji di laboratorium pengujian dengan kondisi standar SAE, harus dapat diterima.

(c) Dalam hal khusus, motor yang berada di luar rentang daya dan tipe motor yang teruji, harus mempunyai kemampuan daya kuda bila dipakai untuk melayani gerakan pompa kebakaran, tidak kurang dari 10 persen lebih besar dari daya kuda rem maksimum dibutuhkan pompa pada setiap kondisi beban pompa. Motor harus memenuhi semua persyaratan lain dari motor yang teruji.

(d) Pengurangan sebanyak 3 persen dari daya kuda nominal motor pada kondisi standar SAE harus dibuat untuk motor diesel yang dipasang pada ketinggian 305 m (1.000 ft) di atas 91,4 m (300 ft).

(e) Untuk motor diesel yang berada pada temperatur udara luar di atas 250C, maka untuk setiap kenaikan 5,60C (100F) menurut koreksi kondisi standar SAE, pengurangan daya kuda nominalnya sebesar 1 persen harus dibuat.

(f) Bila penggerak dengan roda gigi siku tegak lurus digunakan antara pompa turbin vertikal dan penggeraknya, daya kuda yang diperlukan oleh pompa harus diperbesar untuk mengatasi kehilangan daya di roda gigi penggerak.

(g) Bila telah memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada butir (a) sampai dengan butir (f), motor setelah dijalankan minimum 4 jam, harus mempunyai daya kuda nominal sama atau lebih besar dari daya kuda rem yang dibutuhkan untuk menggerakkan pompa pada kecepatan nominalnya di bawah setiap kondisi beban pompa.

(3) Sambungan motor ke pompa

(a) Pompa poros horisontal

Motor harus disambung ke pompa poros horisontal dengan menggunakan kopling fleksibel atau poros sambungan fleksibel teruji untuk pelayanan ini. Kopling fleksibel harus dipasang langsung pada roda gigi terbang (flywheel) motor atau pada bagian terpendek dari poros.

(b) Pompa tipe turbin poros vertikal

Motor harus disambung ke pompa poros vertikal dengan menggunakan penggerak roda gigi siku tegak lurus dengan poros sambungan fleksibel teruji yang akan mencegah terjadinya tegangan yang berlebihan pada motor atau roda gigi penggeraknya.

(4) Instrumentasi dan kontrol

(a) Governor

Motor harus dilengkapi dengan governor yang mampu mengatur kecepatan motor dalam rentang 10 persen antara kondisi pompa tak berbeban sampai beban maksimum pompa. Governor harus dapat diatur di lapangan dan diset serta diamankan untuk mempertahankan kecepatan nominalnya pada beban maksimum pompa.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Alat pemutus kecepatan lebih

Motor harus dilengkapi dengan alat pemutus kecepatan lebih.

Alat ini harus diatur sedemikian rupa sehingga menghentikan motor pada saat kecepatan mencapai kurang lebih 20% di atas kecepatan nominal motor dan dapat direset secara manual.

Suatu sarana harus didakan untuk menunjukkan adanya sinyal gangguan kecepatan lebih ke alat kontrol otomatik sehingga alat kontrol tidak dapat direset sebelum alat pemutus kecepatan lebih direset secara manual ke operasi normal.

6.3.6 Instalasi pipa tekan. Intalasi pipa tekan, meliputi :

(1) Katup Pelepas Udara Otomatik (Automatic Air Release Valve).

Pompa yang bekerja secara otomatis harus dilengkapi dengan katup pelepas udara dengan ukuran tidak kurang dari ½ inci, untuk melepas udara dari pompa secara otomatis.

(2) Katup Relief Tekanan (Pressure Relief Valve).

(a) Konstruksi

1) Katup ini menjaga tekanan pasokan air yang aman di dalam pipa dan mencegah jalur pipa dan peralatannya rusak yang disebabkan oleh eskalasi yang mendadak akibat tekanan air.

2) Apabila pompa dimatikan atau jalur pipa tiba-tiba tertutup, tekanan air di dalam pipa menjadi tidak normal. Tekanan air dapat menjadi di luar batas aman, katup relief tekanan dapat membuka secara otomatis dan melepaskan tekanan air kembali ke batas aman, jadi untuk memastikan keamanan jalur pipa dan peralatannya.

(b) Ada dua jenis katup relief tekanan :

1) pegas yang dibebani.

2) pilot yang dioperasikan diapragma.

(c) Bekerjanya katup relief tekanan.

Apabila tekanan air di dalam jalur pipa menjadi lebih besar daripada tekanan outlet yang ditentukan, katup pilot relief tekanan membuka dan secara serempak melepaskan tekanan di dalam bilik tekanan. Pada saat ini, katup utama didorong terbuka dan menjaga katup utama dalam kondisi terbuka.

Apabila tekanan kembali ke batas aman, katup pilot akan menutup serempak, tekanan bilik pada katup utama memulihkan kondisi akumulasi tekanan, dan katup utama dapat menutup perlahan-lahan. Dalam cara ini tekanan di dalam jalur pipa dapat dijaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

Katup Pelepas (release) udara Katup Relief Tekanan

Gambar 6.3.6 - Katup Pelepas Udara dan Katup Relief Tekanan

(d) Pemasangan.

1) Katup relief tekanan dipasang antara pompa dan katup searah pada sisi pelepasan pompa dan harus diletakkan pada posisi yang mudah dilihat dan mudah dibuka untuk perbaikan tanpa mengganggu pipa.

2) Katup relief tekanan harus dari jenis pegas atau diapragma

6.4 Lain-lain. Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pompa kebakaran yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

BAB VII : SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN

Gambar 7.1 – Penjalaran api pada bangunan

7.1 Umum 7.1.1 Sistem pengendalian asap kebakaran termasuk :

(1) Presurisasi fan pada setiap tangga kebakaran yang terlindung.

(2) Sistem pembuangan asap mekanik yang dirancang secara teknik (engineered smoke system) pada bangunan atau bagian bangunan yang dipersyaratkan dilengkapi dengan sistem tersebut, misalnya pada atrium.

(3) Sistem pembuangan asap dapur komersial.

7.1.2 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti butir 7.2. pedoman ini.

7.2. Peraturan dan standar. Presurisasi fan pada setiap tangga kebakaran yang terlindung harus dipasang sesuai dengan

(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

(2) SNI 03-6571-2001 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan Gedung. butir 2.3 Sistem dan Instalasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

(3) SNI 03-7012-2004 atau edisi terakhir; tentang Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Manajemen Asap Di Dalam Mal, Atrium Dan Ruangan Bervolume Besar.

(4) NFPA 96, Standard for Ventilation Control and Fire Protection of Commercial Cooking Operations.

7.3 Sistem dan Instalasi 7.3.1. Presurisasi Fan Pada Setiap Tangga Kebakaran Yang Terlindung.

(1) Di setiap bangunan di mana tinggi yang dihuni melebihi 24 m, setiap tangga kebakaran internal harus dipresurisasi sesuai persyaratan di dalam pedoman ini.

(2) Di setiap bangunan yang mempunyai lebih dari 4 lapis besmen, tangga kebakaran di setiap lantai besmen harus dipresurisasi sesuai persyaratan di dalam pedoman ini.

(3) Tingkat presurisasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(a) Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan perbedaan tekanan tidak kurang dari 50 Pa (0.125 IncWg) antara tangga kebakaran yang dipresurisasi dan daerah yang dihuni dengan semua pintu tertutup.

(b) Bila sistem presurisasi diperpanjang sampai ke lobi bebas asap (smoke-stop lobby), gradien tekanan harus sedemikian rupa sehingga tekanan pada tangga kebakaran harus selalu lebih tinggi (tekanan positif).

(c) Gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu terhadap tahanan kombinasi udara presuriasi dan mekanisme penutup pintu otomatik harus tidak melebihi 110 N (…lbf) pada pegangan pintu.

(4) Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan sebuah aliran udara berkecepatan cukup melalui pintu terbuka untuk mencegah asap masuk ke dalam daerah bertekanan. Kecepatan aliran harus dicapai bila sebuah kombinasi dari setiap dua pintu berurutan dan pintu eksit pelepasan (exit discharge door) dalam posisi terbuka penuh. Besar kecepatan dirata-ratakan terhadap luas penuh dari setiap bukaan pintu harus tidak kurang dari 1,0 m/det.

(5) Laju suplai udara presurisasi ke daerah bertekanan harus cukup untuk mengganti kerugian tekanan melalui kebocoran ke daerah sekeliling yang tidak bertekanan.

(6) Pelepasan (relief) yang cukup dari kebocoran udara keluar dari daerah dihuni harus disediakan untuk menghindari penumpukan tekanan (pressure build-up) di daerah ini, berupa kebocoran perimeter atau sistem pelepasan tekanan yang dibuat khusus.

(7) Jumlah dan distribusi titik injeksi udara untuk memasok udara presurisasi ke tangga kebakaran harus menjamin suatu profil tekanan yang sama dan rata mengikuti butir 6.3.2.(3).

(8) Pengaturan dari titik injeksi dan kontrol dari sistem presurisasi harus sedemikian sehingga bila pembukaan pintu dan faktor lain menyebabkan variasi signifikan pada perbedaan tekanan, kondisi dalam butir 6.3.2.(3). harus dapat dikembalikan secepat mungkin.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

7.3.2. Sistem Pembuangan Asap Mekanik Yang Dirancang Secara Teknik (Engineered Smoke System).

(1) Untuk mal, atrium dan ruangan yang bervolume besar, serta presurisasi kompartemen atau pengendalian asap terzona, sebuah sistem manajemen asap yang dirancang secara teknik harus disediakan.

(2) Ketentuan teknis sebuah sistem pengendalian asap yang dirancang secara teknik (engineered smoke control system) dalam bentuk sebuah sistem ventilasi asap baik secara alami maupun mekanik, harus sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku, antara lain tentang :

(a) Prosedur atau cara perancangan/perhitungan.

(b) Kriteria perancangan.

(c) Dan persyaratan terkait lainnya, antara lain perhitungan waktu evakuasi aman tersedia (ASET – Available Safe Egress Time), dan waktu evakuasi aman diperlukan (RSET - Required Safe Egress Time).

7.3.3. Sistem Pembuangan Asap Dapur Komersial. 7.3.3.1. Sistem ini harus disediakan di ruangan dapur, dimana sistem terdiri dari peralatan masak, tudung (hood), dakting pembuangan (bila ada), fan, peralatan pemadam kebakaran terpasang tetap, dan peralatan lainnya seperti pengendalian energi dan limbah khusus.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

BAB VIII : INSPEKSI, TES DAN PEMELIHARAAN

8.1 Umum 8.1.1 Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi:

(1) Sistem deteksi dan alarm kebakaran.

(2) Alat pemadam api ringan.

(3) Sistem pompa kebakaran.

(4) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran (hidran gedung).

(5) Sistem sprinkler otomatik.

(6) Sistem tangki air pemadam kebakaran.

(7) Sistem ventilasi dan pembuangan asap kebakaran.

8.1.2 Tanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran secara baik dan benar terletak pada pemilik / pengelola bangunan.

8.1.3 Dengan cara inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala, semua peralatan harus ditunjukkan ada dalam kondisi operasi yang baik, atau setiap kerusakan dan kelemahan dapat diketahui.

8.2 Tujuan 8.2.1 Tujuan dari inspeksi adalah untuk verifikasi secara visual bahwa sistem proteksi kebakaran dan perlengkapannya tampak dalam kondisi operasi dan bebas dari kerusakan fisik.

8.2.2 Tujuan dari pengetesan adalah untuk menjamin operasi otomatik atau manual atas kebutuhan dan pengiriman kontinyu dari output sistem proteksi kebakaran yang dipersyaratkan, dan untuk mendeteksi ketidaksempurnaan sistem proteksi kebakaran yang tidak tampak pada saat inspeksi.

8.2.3 Sedangkan tujuan dari pemeliharaan sistem proteksi kebakaran adalah perawatan pencegahan (preventive maintenance) dan perbaikan (corrective maintenance) untuk mempertahankan fungsi optimum dari peralatannya.

8.3 Catatan Pemeliharaan 8.3.1 Perlu ditegaskan bahwa dalam pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran harus dijamin pemenuhan kepada ketentuan dan standar yang berlaku termasuk persyaratan sertifikasi personil, frekuensi tes dan pemeliharaan dan juga dokumentasi dan pelaporan termasuk penyimpanan catatan (record keeping).

8.3.2 Catatan pemeliharaan:

(1) Catatan dari inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala sistem dan komponennya harus tersedia bagi instansi yang berwenang atas permintaan, dan digunakan sebagai salah satu pertimbangan penetapan perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(2) Catatan harus menunjukkan prosedur yang dilakukan (misal inspeksi, pengujian atau pemeliharaan), organisasi/personil yang melaksanakan, hasilnya, dan tanggal dilaksanakan.

(3) Catatan harus disimpan oleh pemilik / pengelola bangunan.

(4) Catatan orisinil (dari serah terima pertama atau kedua) harus disimpan selama umur sistem atau bangunan.

(5) Catatan selanjutnya harus disimpan selama perioda waktu 1 (satu) tahun setelah inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berikutnya yang dipersyaratkan.

8.3.3 Adalah penting untuk disadari bahwa semua sistem proteksi kebakaran tersebut di atas tidak terpisah dan berdiri sendiri dalam operasinya untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan penyelamatan/evakuasi penghuni bangunan. Terdapat pengaruh saling berhubungan, interlok dan antarmuka (interface) antara sistem. Pemeliharaan dan perawatan yang buruk dari satu sistem dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan keselamatan kebakaran bangunan.

8.4 Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran. 8.4.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti SNI 03-3986-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

8.4.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus menggunakan Tabel 1-1 Frekwensi inspeksi visual sistem alarm kebakaran dan Tabel 1-2 Frekwensi tes sistem alarm kebakaran.

8.4.3 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.5 Alat pemadam api ringan. 8.5.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti SNI 03-3987-1995 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.

8.5.2 Inspeksi/ pemeriksaan setiap bulan harus dilakukan untuk :

(1) Jenis yang sesuai

(2) Dalam kondisi siap dioperasikan

(3) Di lokasi yang benar

(4) Akses tidak terhalang

(5) Ditandai dengan jelas

(6) Tanggal pemeliharaan masih berlaku

8.5.3 Pengetesan hidrolik tabung harus menggunakan Tabel 2. Jarak Waktu Pengujian Hidrostatik Alat Pemadam Api Ringan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

8.5.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.6 Sistem pompa kebakaran. 8.6.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti SNI 03-6570-2001 atau edisi terakhir; Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran

8.6.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran.

8.6.3 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.7 Sistem Pipa Tegak Dan Slang Atau Hidran Bangunan. 8.7.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti SNI 03-1745-2000 atau edisi terakhir; Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

8.7.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran, Tabel 4. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan, Tabel 5. Hidran halaman, Tabel 6. Sistem pipa tegak dan slang kebakaran, dan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup.

8.7.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.

8.7.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.8 Sistem Sprinkler Otomatik. 8.8.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti SNI 03-3989- 2000 atau edisi terakhir; Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

8.8.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran, Tabel 8. Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem springkler, dan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup.

8.8.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.

8.8.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

8.9 Sistem Tangki Air Pemadam Kebakaran 8.9.1 Sistem ini meliputi tangki air/ reservoir untuk air pemadam kebakaran, pemipaan dan gantungan, katup, serta peralatan lainnya.

8.9.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.

8.9.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala katup harus menggunakan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup.

8.9.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.10 Tabel-Tabel Tabel 1-1 Frekwensi inspeksi visual sistem alarm kebakaran

No.

Peralatan

Serah terima ke 1/ dites kembali

Bulanan Kwartal Setengah tahunan Tahunan

1. Peralatan notifikasi alarm

a Alat yang berbunyi (audible) X X

b Speaker X X c Alat yang tampak (visible) X X 2. Batere sistem Fire Alarm:

a Jenis Lead-Acid X b Jenis Nickle-Cadmium X c Jenis primer - Dry Cell X d Jenis Sealed Lead-Acid X 3. Peralatan kontrol sistem FA yang dimonitor untuk

a alarm, supervisi, sinyal kesalahan (trouble)

b Pengaman lebur X X c Peralatan interface X X d Lampu dan LED X X

e Pasokan daya primer/ utama X X

4. Peralatan kontrol sistem FA yang tidak dimonitor

a untuk alarm, supervisi, sinyal kesalahan

b Pengaman lebur X X c Peralatan interface X X d Lampu dan LED X X

e Pasokan daya primer/utama X X

5. Sinyal kesalahan panel control (trouble) X X

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

No.

Peralatan

Serah terima ke 1/ dites kembali

Bulanan Kwartal Setengah tahunan Tahunan

6. Peralatan komunikasi suara/alarm darurat X X

7. Sambungan kabel fiber optik X X

8. Peralatan sekuriti / guard's tour equipment X X

9. Alat memulai sinyal / initiating devices:

a Pengambilan contoh udara / air sampling X X

b Detektor dakting X X

c Alat pelepas jenis elektromekanik X X

d Saklar sistem pemadam kebakaran X X

e Kotak alarm

kebakaran/titik panggil manual

X X

f Detektor panas X X

g Detektor jenis energi radiasi X X

h Detektor asap X X i Alat sinyal supervisi X X j Alarm aliran air X X 10. Peralatan interface X X 11. Panel annunciator X X 12. Prosedur khusus X X

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 1-2 Frekwensi tes sistem alarm kebakaran

No. Peralatan Serah terima

ke 1/ dites kembali

Bulanan Kwartal Setengah tahunan Tahunan

1. Peralatan notifikasi alarm

a a. Alat yang berbunyi (audible) X X

b b. Speaker X X

c c. Alat yang tampak (visible) X X

2. Batere sistem Fire Alarm: a Jenis Lead-Acid

1

Charger Test (ganti batere bila perlu)

X

X

2 Discharged Test (30 menit) X X

3 Load Voltage Test X X 4 Spesific Gravity X X b Jenis Nickle-Cadmium

1 Charger Test (ganti batere bila perlu) X X

2 Discharged Test (30 menit) X X

3 Load Voltage Test X X c Jenis primer - Dry Cell 1 Load Voltage Test X X d Jenis Sealed Lead-Acid 1 Charger Test X X (ganti batere bila perlu)

2 Discharged Test (30

menit) X X

3 Load Voltage Test X X 3. Penghantar metalik X 4. Penghantar non-metalik X

5. Peralatan kontrol sistem FA yang dimonitor untuk alarm, supervisi, sinyal kesalahan

a Fungsi X X b Pengaman lebur X X c Peralatan interface X X d Lampu dan LED X X

e Pasokan daya

primer/utama X X

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

No. Peralatan Serah terima

ke 1/ dites kembali

Bulanan Kwartal Setengah tahunan Tahunan

f Transponder X X

6.

Peralatan kontrol sistem FA yang tidak dimonitor untuk alarm, supervisi, sinyal kesalahan

a Fungsi X X b Pengaman lebur X X c Peralatan interface X X d Lampu dan LED X X

e Pasokan daya

primer/utama X X

f Transponder X X

7. Sinyal kesalahan unit control (trouble) X X

8. Peralatan komunikasi suara/alarm darurat X X

9. Daya kabel fiber optik X X

10. Peralatan sekuriti / guard's tour equipment X X

11. Alat memulai sinyal / initiating devices:

a Pengambilan contoh udara

/ air sampling X X

b Detektor dakting X X

c Alat pelepas jenis

elektromekanik X X

d Saklar sistem pemadam

kebakaran X X

e Kotak alarm kebakaran/titik

panggil manual X X

f Detektor panas X X g Detektor jenis energi radiasi X X h Detektor asap X X i Alat sinyal supervisi X X j Alarm aliran air X X 12. Peralatan interface X X 13. Panel annunciator X X

14. Prosedur khusus X X

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 2. Jarak Waktu Pengujian Hidrostatik Alat Pemadam Api Ringan

Jenis Alat Pemadam Api Ringan Jarak Waktu Tes (Tahun)

1 Tekanan disimpan (stored pressure), dan loaded stream 5 2 Media pemadam basah (wet agent) 5 3 AFFF (aqueous film-forming foam) 5 4 FFFP (film-forming fluoroprotein foam) 5 5 Kimia kering dengan tabung tahan karat (stainless steel) 5 6 Karbon dioksida 5 7 Kimia basah 5

8 Kimia kering, tekanan disimpan, dengan tabung baja lunak, kuningan atau aluminium 12

9 Kimia kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder operated), dengan tabung baja lunak 12

10 Media pemadam berbasis halon 12

11 Bubuk kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder operated), dengan tabung baja lunak 12

Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran.

RINCIAN AKTIVITAS FREKWENSI 1 Rumah pompa, kisi ventilasi Inspeksi Mingguan 2 Sistem Pompa Kebakaran Inspeksi Mingguan 3 Ruang Pompa, Kisi-kisi Ventilasi Inspeksi Mingguan 4 Operasi Pompa: 5 1) Kondisi Tidak Ada Aliran Tes Mingguan 6 2) Kondisi Aliran Tes Tahunan 7 Hidrolik Pemeliharaan Tahunan 8 Transmisi Mekanik Pemeliharaan Tahunan 9 Sistem Elektrikal Pemeliharaan Tergantung Pabrik 10 Panel Kontrol, Komponen-komponennya Pemeliharaan Tergantung Pabrik 11 Motor Listrik Pemeliharaan Tahunan

12 Sistem Mesin Diesel, Macam-macam Komponen Pemeliharaan Tergantung Pabrik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

Tabel 4. Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem pipa tegak / hidran

KOMPONEN AKTIVITAS FREKWENSI1 Katup-Katup/Valve Yang Di Segel Inspeksi Mingguan

2 Katup-Katup/Valve Yang Di Gembok/Kunci Inspeksi Bulanan

3 Saklar Anti Rusak/Tamper Switches Di Katup Inspeksi Bulanan

4 Katup-Katup Penahan Balik/Check Valves Inspeksi 5 Tahun

5 Katup Pembuang/Relief Valves Di Rumah Pompa Inspeksi Mingguan

6 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valve Inspeksi 3 bulan

7 Pemipaan/Piping Inspeksi 3 bulan

8 Sambungan Slang/Hose Connection Inspeksi 3 bulan

9 Kotak/Rumah Slang/Hose Cabinet Inspeksi 1 tahun

10 Slang/Hose Inspeksi 1 tahun

11 Alat Gantungan Slang/Hose Storage Devices Inspeksi 1 tahun

12 Sambungan Pemadam Kebakaran/Fire Dept. Connection Inspeksi Bulanan

13 Alat Deteksi/Alarm Devices Tes 3 bulan

14 Nozel/Hose Nozzel Tes 1 tahun

15 Alat Gantungan Slang/Hose Storage Devices Tes 1 tahun

16 Slang/Hose Tes 5 tahun

17 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valve Tes 5 tahun

18 Tes Hidrostatik/Hydrostatic Test Tes 5 tahun

19 Tes Aliran/Flow Test Tes 5 tahun

20 Sambungan Slang/Hose Connection Perawatan 1 tahun

21 Semua Katup/All Valves Perawatan 1 tahun

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 5. Hidran pilar

KONDISI TINDAKAN KOREKTIF 1 Tidak dapat diakses Buat supaya dapat diakses

2 Kebocoran di outlet atau bagian atas hidran pilar

Perbaiki atau ganti gasket, paking, atau komponen seperlunya

3 Keretakan di batang pilar hidran Perbaiki atau ganti 4 Outlet Beri pelumas atau kencangkan seperlunya 5 Alur nozel yang aus Perbaiki atau ganti 6 Mur operasi hidran yang aus Perbaiki atau ganti 7 Ketersediaan kunci hidran Pastikan kunci hidran tersedia

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

Tabel 6. Sistem pipa tegak / hidran

KOMPONEN / TITIK SIMAK TINDAKAN KOREKTIF 1 Sambungan Slang a Tutup hilang Ganti b Sambungan slang rusak Perbaiki c Roda pemutar katup hilang Ganti d Gasket tutup hilang atau rusak Ganti e Katup bocor Tutup katup dan perbaiki f Terhalang benda lain Pindahkan g Katup tidak dapat lancar dioperasikan Diberi pelumas atau perbaiki 2 Pemipaan a Kerusakan pada pemipaan Perbaiki b Katup kontrol rusak Perbaiki atau ganti

c Gantungan / penopang pipa hilang atau rusak Perbaiki atau ganti

d Kerusakan pada alat supervisi Perbaiki atau ganti 3 Slang

a Inspeksi Lepaskan dan periksa slang, termasuk gasket, dan pasang kembali pada rak atau penggulung

(reel)

b Ditemui berjamur, berlubang, kasar dan pelapukan Ganti dengan slang sesuai standar

c Kopling rusak Ganti atau perbaiki d Gasket hilang atau lapuk Ganti

e Alur kopling yang tidak cocok/ tidak kompatibel Ganti atau sediakan adaptor

f Slang tidak tersambung ke katup Sambung kembali 4 Nozel slang a Hilang Ganti dengan nozel sesuai standar b Gasket hilang atau lapuk Ganti

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

c Halangan/obstruksi Pindahkan d Nozel tidak dapat lancar dioperasikan Perbaiki atau ganti 5 Alat penyimpan slang (rak dan penggulung) a Sukar dioperasikan Perbaiki atau ganti b Rusak Perbaiki atau ganti c Halangan/obstruksi Pindahkan d Slang disimpan / digulung secara salah Disimpan / digulung kembali secara benar

e Bila ditempatkan dalam kotak, apakah rak akan berputar keluar sekurang-kurangnya 90 derajat?

Perbaiki atau pindahkan semua halangan

f Kotak slang

g Periksa kondisi umum untuk bagian yang rusak atau berkarat

Perbaiki atau ganti komponen; bila perlu, ganti seluruh kotak slang

h Pintu kotak tidak dapat dibuka penuh Perbaiki atau pindahkan halangan i Kaca pintu retak atau pecah Ganti

j Bila jenis break glass, apakah kunci berfungsi? Perbaiki atau ganti

k Tidak ada tanda identifikasi berisi alat pemadam kebakaran Pasang tanda identifikasi

l Terhalang benda lain Pindahkan

m Semua katup, selang, nozel, alat pemadam api ringan dan lain-lain dapat diakses dengan mudah

Pindahkan semua benda yang tidak terkait

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup

ITEM AKTIVITAS FREKWENSI 1 Katup kontrol a Disegel Inspeksi Mingguan b Digembok/dikunci Inspeksi Bulanan c Saklar Anti Rusak (Tamper proof switch) Inspeksi Bulanan 2 Katup alarm a Eksterior Inspeksi Bulanan b Interior Inspeksi 5 Tahun c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun 3 Katup penahan balik (Check valve) a Interior Inspeksi 5 Tahun 4 Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve) a Eksterior Inspeksi Bulanan b Interior Inspeksi 1 tahun / 5 Tahun c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun 5 Katup pipa kering (Dry pipe valve) a Eksterior Inspeksi Bulanan

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

ITEM AKTIVITAS FREKWENSI b Interior Inspeksi 1 tahun c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun

6 Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief valve)

a Sistem sprinkler Inspeksi 3 bulan b Sambungan slang Inspeksi 3 bulan c Rak slang Inspeksi 3 bulan 7 Pompa kebakaran: relief valve pada rumah (casing) pompa a Pressure relief valve Inspeksi Mingguan b Sambungan Pemadam Kebakaran Inspeksi 3 bulan c Pembuangan utama (main drain) Tes 1 tahun 8 Katup kontrol a Posisi Tes 1 tahun b Operasi Tes 1 tahun c Supervisi Tes 6 bulan 9 Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve) a Isi air (priming) Tes 3 bulan b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan c Aliran penuh Tes 1 tahun

10 Katup pipa kering (Dry pipe valve) a Isi air (priming) Tes 3 bulan b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan c Uji aktivasi (trip test) Tes 1 tahun d Uji aktivasi (trip test) aliran penuh Tes 3 tahun

11 Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief valve)

a Sistem sprinkler Tes 5 tahun

b Pengaman tekanan sirkulasi (circulation relief) Tes 1 tahun

c Katup pengaman tekanan (pressure relief valve) Tes 1 tahun

d Sambungan slang Tes 5 tahun e Rak slang Tes 5 tahun f Katup kontrol Pemeliharaan 1 tahun

g Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve) Pemeliharaan 1 tahun

h Katup pipa kering (Dry pipe valve) Pemeliharaan 1 tahun

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

Tabel 8. Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem springkler

KOMPONEN AKTIVITAS FREKWENSI 1 Springkler/Sprinklers Inspeksi 1 tahun 2 Cadangan Springkler/Spare Sprinklers Inspeksi 1 tahun 3 Pemipaan & Sambungan/Pipe & Fittings Inspeksi 1 tahun 4 Katup-Katup/Valve Yang Di Segel Inspeksi Mingguan 5 Katup-Katup/Valve Yang Di Gembok/Kunci Inspeksi Bulanan 6 Saklar Anti Rusak/Tamper Switches Di Katup Inspeksi Bulanan 7 Katup Alarm/Alarm Valve Inspeksi Bulanan 8 Katup-Katup Penahan Balik/Check Valves Inspeksi 5 Tahun

9 Katup Pembuang/Relief Valves Di Rumah Pompa Inspeksi Mingguan

10 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valves Inspeksi 3 bulan

11 Sambungan Pemadam Kebakaran Inspeksi Bulanan 12 Meteran (sistim pipa basah)/Gauges Inspeksi Bulanan 13 Pembuangan Air/Main Drains Tes 3 bulan 14 Katup-Katup Kendali/Control Valves – Posisi Tes 3 bulan

15 Katup-Katup Kendali/Control Valves – Operasi Tes 6 bulan

16 Pengawasan & Supervisi/Control – Supervisory Tes 3 bulan

17 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valves Tes 1 tahun

18 Pembuangan Sirkulasi/ Circulation Relief Tes 1 tahun 19 Katup Pengaman / Pressure Relief Valve Tes 1 tahun

20 Springkler Temp. Extra Tinggi/Sprinklers – Extra High Temp. Tes 5 Tahun

21 Springkler Fast Response/Sprinklers – Fast Response Tes 20 Tahun dan kemudian tiap 10

tahun

22 Springkler Tes 50 Tahun dan kemudian tiap 10 tahun

23 Alat Ukur (sistim pipa basah)/Gauges Tes 5 Tahun 24 Semua Katup /All Valves Pemeliharaan 1 tahun

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan tangki/reservoir air

ITEM AKTIVITAS FREKWENSI 1 Kondisi air di dalam tangki Inspeksi 1 bulan 2 Katup kontrol Inspeksi Mingguan/bulanan (Tabel 5) 3 Tinggi air Inspeksi Bulanan 4 Eksterior Inspeksi 3 bulan 5 Stuktur penopang Inspeksi 3 bulan 6 Tangga dan platform Inspeksi 3 bulan 7 Daerah sekeliling Inspeksi 3 bulan 8 Permukaan yang dicat/dilapisi Inspeksi 1 tahun

9 Sambungan ekspansi (expantion joint) Inspeksi 1 tahun

10 Interior Inspeksi 3 tahun/5 tahun 11 Katup penahan balik (check valve) Inspeksi 5 tahun 12 Alarm tinggi air Tes 6 bulan 13 Indikator tinggi air Tes 5 tahun 14 Pembuangan endapan Pemeliharaan 6 bulan 15 Katup kontrol Pemeliharaan Tabel 5 16 Katup penahan balik (check valve) Pemeliharaan Tabel 5

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

BAB IX : MANAJEMEN PENGAMANAN KEBAKARAN

9.1 Umum 9.1.1. Bangunan rumah sakit harus mempunyai Manajemen Pengamanan Kebakaran (MPK) yang dipimpin oleh seorang manajer keselamatan kebakaran, sesuai dengan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.

9.1.2. Tugas MPK adalah membuat Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan), Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan), dan Pelatihan Evakuasi & Relokasi serta Pelatiham Kebakaran (Fire Drill), serta pembuatan prosedur operasional standar (POS) terkait.

9.1.3. Administratif setiap hunian layanan kesehatan harus memberlakukan, menyediakan, dan memberikan salinan tertulis dari rencana pada butir 9.1.2. ke semua personil supervisi, untuk proteksi semua orang pada saat terjadi kebakaran, untuk evakuasi mereka ke daerah berhimpun yang aman (areas of refuge), dan evakuasi mereka ke luar bangunan bila diperlukan.

9.1.4. Semua karyawan harus diberi instruksi dan diberi tahu secara berkala terhadap tugas-tugas di bawah rencana persyaratan pada butir 9.1.2.

9.1.5. Sebuah salinan dari rencana yang dipersyaratkan pada butir 9.1.2. harus tersedia setiap saat di lokasi operator telepon atau di pusat keamanan/ sekuriti.

9.2 Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) 9.2.1. Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) adalah sebuah rencana tertulis yang meliputi antara lain :

(1) Penggunaan alarm

(2) Transmisi alarm ke instansi pemadam kebakaran

(3) Pemberitahuan darurat via telepon ke instansi pemadam kebakaran

(4) Tanggapan terhadap alarm

(5) Isolasi api kebakaran

(6) Evakuasi daerah yang terkena

(7) Evakuasi kompartemen asap (tempat tidur pasien)

(8) Persiapan untuk evakuasi lantai dan bangunan

(9) Pemadaman kebakaran

9.3 Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) 9.3.1. Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) meliputi antara lain :

(1) Proteksi pasien

(a) Memindahkan semua penghuni yang terpapar langsung oleh darurat kebakaran.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

(b) Mentransmisikan sinyal alarm kebakaran yang sesuai untuk memperingatkan penghuni bangunan lain dan memanggil staf.

(c) Membatasi efek kebakaran dengan menutup pintu untuk mengisolasi daerah kebakaran.

(d) Merelokasi pasien seperti dibakukan secara detil dalam Rencana Keselamatan Kebakaran bangunan.

(2) Respon Petugas

(a) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan dan respon alarm kebakaran.

(b) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan kata sandi untuk menjamin transmisi sebuah alam di bawah kondisi berikut :

1) Ketika individuil yang menemukan sebuah kebakaran harus segera pergi menolong orang yang terpapar bahaya.

2) Selama terjadi kerusakan pada sistem alarm kebakaran bangunan rumah sakit.

(c) Personil yang mendengar kata sandi yang diumumkan harus pertama mengaktifkan alarm kebakaran bangunan rumah sakit dengan menggunakan kotak manual alarm kebakaran terdekat dan kemudian harus melaksanakan tugas-tugas mereka seperti yang ditulis di dalam Rencana Keselamatan Kebakaran bangunan rumah sakit.

9.4 Pelatihan Kebakaran (Fire Drills) 9.4.1. Pelatihan kebakaran di rumah sakit harus termasuk transmisi sinyal alarm kebakaran dan

simulasi kondisi darurat kebakaran.

9.4.2. Pasien yang tidak dapat bangkit dari tempat tidur tidak dipersyaratkan untuk dipindahkan selama pelatihan ke lokasi yang aman atau ke luar bangunan.

9.4.3. Pelatihan harus dilakukan setiap kwartal pada setiap giliran/ shift kerja untuk membiasakan petugas (perawat, intern, teknisi pemeliharaan, dan staf administrasi) dengan sinyal dan tindakan darurat yang diperlukan di bawah berbagai kondisi.

9.4.4. Apabila pelatihan dilakukan antara jam 9:00 malam dan 6:00 pagi, sebuah pengumuman yang tersandi harus diperkenankan untuk digunakan daripada alarm bunyi.

9.4.4. Karyawan rumah sakit harus diberi instruksi dalam prosedur dan peralatan keselamatan kebakaran.

9.5 Audit/ Evaluasi/ Asesmen Keselamatan Kebakaran 9.5.1. Sekurang-kurangnya satu kali setiap tahun, atau apabila terdapat renovasi, pengalihan fungsi ruangan atau lantai, atau konstruksi bangunan baru, MPK harus melakukan evaluasi keselamatan kebakaran.

9.5.2. Audit/ evaluasi/ asesmen keselamatan kebakaran harus menggunakan FSES (Fire Safety Evaluation System) sesuai dengan NFPA 101A, Guide on Alternative Approaches to Life Safety, untuk bangunan rumah sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

BAB – X : PENUTUP.

(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas Kesehatan Daerah, dan instansi yang terkait dengan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan rumah sakit dalam prasarana sistem proteksi kebakaran aktig, guna menjamin keselamatan dan keamanan rumah sakit dan lingkungannya.

(2) Ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian pedoman teknis prasarana sistem proteksi kebakaran aktif oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya.