grand design industri telekomunikasi indonesia

80
TIM PERUMUS RUU KONVERGENSI Grand Design Industri Telekomunikasi Ditjen PPI

Upload: independent

Post on 26-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TIM PERUMUS RUU KONVERGENSI

Grand DesignIndustri

Telekomunikasi

Ditjen PPI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................2

BAB I Umum...........................................................5

1.1 Visi dan misi TIK nasional.....................................5

1.2 Definisi Grand Design TIK......................................7

1.3 Maksud Grand Design............................................8

1.4 Tujuan Grand Design............................................8

BAB II Pendekatan akademis membangun Grand Design....................9

2.1 Teori umum mengenai Grand Design...............................9

2.2 Pendekatan dan metodologi penyusunan Grand Design.............12

2.3 Pendekatan Grand Design oleh beberapa negara..................13

2.3.1 OPTA (belanda)............................................13

2.3.2 Malaysia..................................................13

2.3.3 Singapore.................................................13

2.4 Identifikasi permasalahan (pertanyaan2 mengenai rumah industri?)13

BAB III Konsep Umum Grand Design Industri TIK di Indonesia..........17

3.1 Adopsi Pendekatan yang dipilih dalam membangun Grand Design...17

3.2 Konsep rumah industri.........................................18

3.2.1 Fundamental industri TIK (pondasi)........................18

3.2.2 Pengaturan Industri TIK (atap)............................19

3.2.3 Pilar Industri TIK........................................19

3.2.4 Peran Industri TIK (bagian)...............................19

BAB IV Rincian Grand Design Industri TIK di Indonesia...............21

4.1 Peta Peran dalam industri TIK.................................21

4.1.1 Pemerintah sebagai pengambil kebijakan bersama-sama denganLegislatif (RUU Pasal............................................21

4.1.2 Regulator.................................................22

4.1.3 Penyelenggara.............................................23

4.1.4 Pengguna..................................................26

4.2 Fungsi dan kapasitas masing-masing Peran dalam industri TIK...26

4.2.1 Pemerintah................................................26

4.2.2 Regulator.................................................26

4.2.3 Penyelenggara.............................................26

4.2.4 Pengguna – masyarakat.....................................26

4.3 Relasi antar Peran dalam industri TIK.........................26

4.3.1 Diatur atau tidak?........................................26

4.3.2 Perlu kerangka B2B atau tidak?............................26

4.4 Regulasi telekomunikasi ke depan..............................26

4.4.1 Regulasi Tariff...........................................26

Usulan Rencana Regulasi Biaya Era Konvergensi.......................28

4.4.2 Regulasi Perizinan........................................28

4.4.3 Regulasi Perlindungan Pelanggan...........................31

Garis besar regulasi terkait dengan perlindungan konsumen...........31

4.4.4 Regulasi Komitmen Pembangunan.............................32

4.4.5 Regulasi BHP /Regulatory charges..........................32

4.4.6 Regulasi Pemanfaatan Industri Dalam Negeri................34

4.4.7 Regulasi Infrastruktur Sharing............................34

4.4.8 Regulasi Open Access......................................34

4.4.9 Regulasi Kualitas Layanan.................................34

4.4.10 Regulasi Persaingan Usaha.................................34

4.4.11 Regulasi USO..............................................34

4.4.12 Regulasi Keamanan.........................................35

4.4.13 Regulasi Dispute Resolution...............................37

4.4.14 Regulasi Pengelolaan Spektrum.............................37

4.4.15 Regulasi Penomoran........................................40

4.4.16 Regulasi Keterhubungan....................................44

BAB V Transisi industri eksisting ke Konsep Grand Design............46

5.1 Penyelenggara Eksisting, akan masuk ke perizinan apa..........46

5.2 Pola penyediaan telekomunikasi untuk keperluan sendiri (Telsus),ambil gambar dari ekosistem broadband dari ITU. Telsus diutamakanuntuk daerah blank spot. Menggunakan jaringan public, denganstandar,kualitas, keamanan sesuai dengan kebutuhan telsus..........46

5.3 Bentuk konsolidasi industri...................................46

5.3.1 By regulation.............................................46

5.3.2 By business...............................................46

5.3.3 By mediation..............................................46

BAB VI Action Plan implementasi Grand Design Industri TIK...........47

6.1 Rumusan kebijakan transisi....................................47

6.2 Monitoring implementasi Grand Design..........................49

6.2.1 Monitroring...............................................49

6.2.2 Evaluasi..................................................50

BAB I Umum

1.1 Visi dan misi TIK nasional

Visi Terwujudnya

Indonesia M aju, Sejahtera dan Berdaulat M elalui Teknologi Inform asi dan Kom unikasi

Misi M em bawa TIK Sebagai Katalisator

Perkem bangan di Setiap Dim ensi Kehidupan di IndonesiaM elanjutkan Pem bangunan M enuju Indonesia Sejahtera Berbasis TIKM em perkuat Persatuan dan Kesatuan Indonesia dengan TIK

Tujua

n M endorong Pertum buhan Ekonom i dan Budaya Berbasis TIKM enciptakan M asyarakat M andiri, M adani & Unggul berbasis TIKM em bangun Tata Kelola dan Infrastruktur TIK yang berm anfaat luas bagi M asyarakatM enjaga Pertahanan & Kedaulatan Negara M elalui TIK

Gambar 1.1 Visi,Misi dan Tujuan TIK Nasional

Visi yang ada dari pengembangan TIK Nasional Indonesia adalahTerwujudnya Indonesia Maju, Unggul, Sejahtera dan berdaulat MelaluiTeknologi Informasi dan Komunikasi. Visi tersebut merupakan gambaranbesar cita-cita nasional Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonominasional seperti halnya yang tersurat dalam rencana pemerintah dalamdokumen MP3EI, yakni untuk mencapai pertumbuhan perekonomian nasional

dengan pemberdayaan ekonomi kreatif dan semangat « not business asusual « yang akan memicu tumbuhnya potensi-potensi dari bisnis skalakecil-menengah dan mendukung pertumbuhan bisnis skala enterprise.Tentunya visi menjadi Indonesia maju, unggul, sejahtera, dan berdaulatbukan hanya ditopang dengan pertumbuhan bisnis, namun disini fungsiTIK juga sebagai sarana untuk menyatukan masyarakat Indonesia, danmemperkaya masyarakat indonesia akan akses ke informasi global yangakan mendorong peningkatan SDM (capacity building) indonesia.

Misi TIK Nasional antara lain :

• Membawa TIK Sebagai Katalisator Perkembangan di Setiap DimensiKehidupan di Indonesia

• Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia Sejahtera Berbasis TIK

• Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Indonesia dengan TIK

Tujuan pengembangan TIK nasional adalah mengacu kepada tujuan yangingin dicapai oleh pemerintah yang sejalan dengan visi dan misipemerintah. Tujuan yang direncanakan oleh pemerintah dalam Visi danMisi TIK nasional sudah mencakup beberapa strategi danprogram&inisiatif untuk pencapaian tujuan nasional tersebut.

Tujuan, strategi dan program&inisiatif TIK nasional tersebut adalahdijabarkan pada table dibawah:

No Tujuan Strategi Program dan inisiatif

1MendorongPertumbuhanEkonomi danBudayaBerbasis TIK

• Menciptakan EkosistemIndustri TIK Mandiridan produktif

• Menciptakan ketahananpangan

• Melestarikan danmengembangkan budaya

• Menciptakanpemerintahan yangbersih

• Mengintensifkankerjasama A-B-G

• NSW• E-Budgeting• E-Procurement• E-Agriculture• E-Cultural Heritage• Industri TIK

Inisiative

Academic, Businessdan Government

2. MenciptakanMasyarakatMandiri,Madani &Unggulberbasis TIK

• Menciptakanmasyarakat sehat daninformatif

• Meningkatkankuantitas dankualitas SDM TIKbekerjasama denganinstitusi pendidikandan Pusat Penelitiandan Pengembangan

• E-education• E-Health• SDM TIK Inisiative

3 Membangun TataKelola danInfrastrukturTIK yangbermanfaatluas bagiMasyarakat

• Merancang danMengimplementasikanGrand Design TIKNasional

• Menerapkan TataKelola TIK Nasionaldi seluruh instansipemerintahan

• Mengembangkan PusatData Nasional

• Mengembangan JaringanData antar InstansiPemerintah

• SIN• Palapa Ring• GIDC• GIIX

4 MenjagaPertahanan &KedaulatanNegara MelaluiTIK

• Merumuskan kebijakandan regulasi KeamananInformasi dankekayaan intelektual

• Memperkuat LembagaKeamanan Informasi

• Meningkatkankesadaran keamananTIK

• Software Legal• National Cyber

Security •

1.2 Definisi Grand Design TIK

Grand Design TIK merupakan rancang bangun ekosistem TIK secaramenyeluruh yang bisa menjadi acuan penetapan kebijakan dan regulasioleh pemerintah terhadap industri TIK.

Grand Design TIK harus disusun di bawah pijakan hukum. Pijakan hukum disamping memberi aspek legal juga memberikan gambaran tentang komponenapa saja yang harus dipersiapkan dan dikembangkan sesuai denganstandar nasional, regional maupun lokal yang berlaku. Landasan hukumdan perundangan juga merupakan acuan pokok bagi analisis awal, bagipengembangan selanjutnya. Landasan hukum penyusunan Grand Design TIKantara lain :

a) Undang-Undang Dasar 1945, sesuai dengan amandemen terakhir;

b) Undang-Undang R.I. Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

c) Undang-Undang R.I. Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

d) Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

e) Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025

1.3 Maksud Grand Design

Grand Design TIK yang disusun dokumen perencanaan jangka panjang (long termplanning). Grand Design ini dapat disebut sebagai pengejawantahan rencanapembangunan jangka panjang (RPJP) bidang TIK. Karenanya, maksud dantujuan disusunnya Grand Design TIK ini, antara lain sebagai berikut :

a. Menggambarkan kondisi saat ini dan trend masa mendatang kondisiTIK, baik pada skala nasional maupun daerah

b. Menetapkan arah, visi, dan misi, serta strategis Kominfo dan Visidan misi TIK Nasional dalam mencapai visi dan misi pada tahun2025.

c. Mensinkronisasikan, mengintegrasikan, dan menyelaraskanpelaksanaan pembangunan dan pengembangan TIK baik pada tatarannasional, maupun di daerah

d. Memberikan arah pengembangan TIK kedepan agar lebih fokus

1.4 Tujuan Grand Design

Adapun Tujuan Penyusunan Grand Design ini yaitu :

a. Memberikan pedoman, petunjuk, referensi dalam menyusun RencanaStrategis (Renstra) bidang TIK, baik bagi semua pemangkukepentingan baik pada tingkat pusat maupun daerah.

b. Memberikan pedoman, petunjuk, referensi dalam menyusun RencanaKinerja (Renja) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) bidang TIK,baik bagi semua pemangku kepentingan baik pada tingkat pusatmaupun daerah

c. Menjadi pedoman arah industry TIK ke depan terkait bentukindustry, strategi industry dan tatanan perizinan industry TIK diIndonesia.

d. Memetakan kebutuhan regulasi TIK ke depan, yang sesuai denganarah visi dan misi TIK nasional yang diselaraskan denganperkembangan pasar, teknologi, dan tujuan nasional.

BAB II Pendekatan akademis membangun GrandDesign

2.1 Teori umum mengenai Grand Design

Grand Design TIK adalah rencana makro/besar yang dilakukan secaraberjangka waktu yang berisi tentang arah, kebijakan dan strategipengelolaan TIK dan penerapannya dalam wilayah kesatuan RepublikIndonesia dengan tetap memperhatikan rencana pembangunan TIK dansektor lainnya.

Grand design TIK diperlukan Untuk menunjang perencanaan pembangunanTIK yang berkelanjutan baik di daerah maupun skal nasional.

GRAND DESIGN TIK adalah Rancangan Induk untuk kurun dalam waktu

tertentu yang berisi langkah-langkah umum dalam pengembangan dan

pembangunan TIK

Grand design akan menjadi instrumen yang menghubungkan antara Arah

Kebijakan Pengembangan TIK sebagaimana yang telah dinyatakan dalam

RPJP 2005 – 2025 dengan langkah-langkah operasionalnya, terutama dalam

5 tahun yang berupa langkah-langkah yang lebih rinci (roadmap) selama

periode lima tahunan secara Nasional

Prinsip-prinsip Penyusunan Grand Design

Beberapa prinsip dalam melaksanakan Grand design TIK dapat dikemukakan

sebagai berikut.

a. Outcomes oriented

Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan

dengan program ini harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang

mengarah pada peningkatan kualitas kelembagaan, tata laksana,

peraturan perundang-undangan, manajemen SDM kualitas layanan,

b. Terukur

Pelaksanaan Grand design TIK yang dirancang dengan outcomes

oriented harus dilakukan secara terukur dan jelas target serta

waktu pencapaiannya.

c. Efisien

Pelaksanaan program garand design TIK yang dirancang dengan

outcomes oriented harus memperhatikan pemanfaatan sumber daya

yang ada secara efisien dan profesional.

d. Efektif

Program ini harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan

target pencapaian sasaran pengembangan TIK nasional.

e. Realistik

Outputs dan outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program

ditentukan secara realistik dan dapat dicapai secara optimal.

f. Kepatuhan

Penyusunanan dan pelaksaksanaan grand design ini harus dilakukan

sesuai dengan peraturan perundangundangan.

g. Dimonitor

Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor secara melembaga

untuk memastikan semua tahapan dilalui dengan baik, target

dicapai sesuai dengan rencana

Keterhubungan antara Grand design dan Roadmap pemerintah yang

dituangkan dalam RPJMN maupun renstra kominfo dalam membangun

industry TIK di Indonesia.

Gambar 2.1 Keterhubungan antara Grand Design dan Roadmap

Grand Design adalah rancangan induk yang berisi arah kebijakan

pelaksanaan dari dalam kurun waktu tertentu agar pengembangan TIK yang

dilakukan oleh stakeholder dapat berjalan secara efektif, efisien,

terukur,konsisten, terintegrasi, melembaga,dan berkelanjutan.

Grand design pada umumnya berisi visi dan misi, tujuan, sasaran,

prinsip-prinsip, sasaran lima tahunan, ukuran keberhasilan, dan

strategi pelaksanaan

Sedangkan Road Map adalah bentuk operasionalisas Grand Design yang

disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan

rencana rinci dari operasional dari satu tahapan ke tahapan

selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas.

Pada roadmap lebih berisi tentang rencana kerja (action plan),

penanggung jawab, pelaksana, dukungan , target atau indikator

pencapaiannya

2.2 Pendekatan dan metodologi penyusunan Grand Design

Visi-m isiM aksud-Tujuan

Perm asalahan

NaskahAkadem is

M ateripokokKetigaRUU

KondisiEksisting

Stakeholders

Definisi“rum ah” industri

PetaPeran

FungsidanKapasitas

Relasi

Regulasi

StrukturPerizinankedepan

ProsesTransisi

Action Plan

Regulasi

StrukturIndustri

KetercapaianIndustri

Secara metodologis, penyusunan Grand Design TIK melalui berbagi macamtahapan. Penyusunan Grand Design dimulai dengan merumuskan gagasanawal, yang selanjunya dibahas pada Pra Wrokshop ( focus group discussion )dengan mengundang berbagai pihak stakeholder / pemangku kepentiunganTIK . Forum diskusi dilakukan dimaksudkan untuk menggali pendapat danmenjaring pendapat dari berbagai pihak terkait grnad design TIK yangtelah disusun kerangkanya. Dari FGD diharapkan menghasilkan Draf GrandDesign TIK. Forum ini dapat dilakukan berepa kali sesuai dengantingkat keperluan.

Draft Grand DesignPenyempurnaan I (Internal)

Penyempurnaan II (External) Finalisasi

Pra Workshop(FGD)Gagasan Awal

Pemikiran dan usulan yang berkembang dan muncul selama forum diskusiselanjutnya akan dibahas, digali, dianalisis, dirumuskan butir-butirpenting dan hasilnya berupa Draft Grand Design TIK. Setelah didapatHasil Draf Grand Design kemudian dilakukan penyempurnaan I berdasarkanreview internal. Hasil dari penyempurnaan I dilakukan penyempurnaan IIberdasarkan hasil review external yang melibatkan berbagai StakholderTIK dan juga tentunya sekaligus sebagai uji publik terhadap granddesign TIK. Dalam Uji publik, semua pihak berkesempatan memberikoreksi dan masukan guna penyempurnaan grand design dan ditampung olehTim Penyusun sebagai bahan penyempurnaan gran design. Setelahdisempurnakan, maka grand design TIK dapat dinyatakan final danselanjutnya diserahkan ke Pemerintah yang kedepan dibuat sebagi produkhukum

Gambar 2.2 Metode dan Pendekatan Penyusunan Grand Design

2.3 Pendekatan Grand Design oleh beberapa negara

Dalam menyusun grand design konvergensi di Indonesia, dilakukan jugabenchmark ke beberapa regulator di Negara lain terkait strategi dansifat regulasi dalam menghadapi era konvergensi TIK. Hasil studybenchmark dari United kingdom (UK), United States (US), dan KoreaSelatan diasopsi dari kajian yang dilakukan oleh OPTA1.

2.3.1 OPTA (belanda)

Driver TES dan rantai antar ABC dalam pasar konvergensi

OPTA memahami konsep konvergensi dalam suatu gambar diatas, yakniadanya rantai “antar informasi”, yang diawali dari sumberinformasi (Source), melalui publisher dan broadcaster, searchagent, connection provider, devices hingga pelanggan akhirinformasi (Consumer)

2.3.2 United Kingdom (UK)

Pasar komunikasi UK merupakan salah satu yang paling kompetitifdi eropa dan memiliki karakteristik dengan struktur industry yang

1 Responding to convergence : Different Approaches for TelecommunicationRegulator, 2008, OPTA

kompleks dengan adanya incumbent dominan, operator denganperforma yang buruk (penetrasi broadband, harga, kualitas),industry konten sangat dipengaruhi oleh incumbent public.

Kasus UK merupakan Negara yang memiliki regulator yang palingkonvergen yakni ofcom, yang dibentuk dari hasil penyatuan 5regulator akibat dari adanya tren integrasi deliveri informasi kepasar. Ofcom tidak sepenuhnya berfungsi sebagai regulator yangkomprehensif dan independen terhadap seluruh aspek dari rantai-antaran (delivery-chain) informasi. Ofcom lebih merupakanplatform central dimana isu konvergensi, tools dan pola analisadapat diintegrasikan dan bisa mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan stakeholder. Ofcom merupakan regulator yang independendan memiliki pengaruh kebijakan yang signifikan, kekuatanregulasi dan pengawasan, yang bergerak pada lingkungan yangsedang berubah menuju pasar yang liberal dan terdapat deregulasi.

Kasus UK menjadi sangat menarik karena ofcom bekerja keras untukmenjadi yang terdepan di seluruh area, sangat aktif dalammelakukan riset, memulai design lelang frekuensi yang baru,melaksanakan konsultasi dengan skala besar, memiliki keterlibatandengan stakeholder dan mendukung solusi self-regulation, terutamapada domain internet dan area konten audiovisual. Ofcommenggunakan posisinya untuk mendukung inovasi dan kompetisi yangmelindungi kepentingan konsumen. Kajian yang bisa diambil darikasus UK adalah diantaranya:

1) Perubahan paradigm, dari perizinan telekomunikasi menjadiotorisasi, yang mengharuskan perusahaan untuk menyertakankomitmen penyelenggaraan, memfasilitasi fleksibilitas danmeminimalkan regulasi untuk menyatukan pihak lain (merger danakuisisi).

2) Manajemen spectrum akan lebih menggunakan pendekatan market-based yang akan membuka kemungkinan spectrum trading antarapengguna spectrum yang berlisensi maupun yang tidakberlisensi dan meningkatkan penggunaan yang tidak berlisensiketika memungkinkan secara teknis.

3) Perizinan bergerak dari paradigm yang detail dan rinci menujuperizinan yang lebih transparan dan liberal dengan tendensilebih ke co-regulation dan self-regulation.

4) Regulasi konten bergerak dari struktur regulatori 3-tieruntuk merasionalisasi gap (kesenjangan) dan tumpang-tindihyang terjadi.

5) Kepemilikan media menjadi lebih liberal.

Kebijakan konten dan penyiaran hanya sebagian yang menjaditanggung-jawab Ofcom dan menjadi bagian yang belum akandiintegrasikan oleh ofcom. Sebagian besar aspek masih ditanganioleh Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga (seringkali masihdalam kerjasama dengan ofcom) dan banyak kebijakan kompetisimasih ditangani oleh komisi kompetisi, yang termasuk jugalarangan cross-ownership. Ofcom termasuk aktif dalam domainterkait dengan konten internet.

2.3.3 United States (US)

Regulator telekomunikasi di US pada dasarnya tidak memilikipandangan yang koheren dan lebih berpandangan ke depan (forward-looking approach), dan menyelesaikan permasalahan ketika adakonflik yang muncul diantara konsumen, incumbent, dan pemainbaru. Begitu juga dengan konvergersi, regulator US tidak memilikigrand strategy melainkan hanya lebih sebagai pendekatan “muddlingthrough” atau mengatasi kendala yang terjadi. System di USbergantung kepada keputusan dari pengadilan tinggi, danketerlibatan masyarakat sipil. Bagaimanapun juga, ketika FCC(Federal Communication Committee) ikut intervensi, keputusannyaakan memberikan impact yang besar pada konvergensi danpengembangan pasar. Intervensi untuk menjaga kompetisi pasarlocal akan berkembang kepada duopoly telekomunikasi nasional,deregulasi operator penyelenggara akses broadband (penyelenggaratelekomunikasi jaringan tetap diregulasi), dan lebih ringannyapengaturan kepemilikan media telah mendorong lembaga penyiaranbesar untuk memasuki dunia online.

Sifat reaktif pada pendekatan US menjadikan regulasi maupunkebijakan akan sangat bisa ditebak dan kuat dimana penyelenggara

baru akan dapat menguji (challenge) praktek bisnis eksisting. Halini akan memungkinkan FCC untuk menyusun aturan “breakthrough”dan akan menyebabkan FCC akan tetap menjadi bagian terdepan dalampenyusunan kebijakan yang terkait efek konvergensi. Sifatkebijakan yang seperti tadi memang akan membuat kebijakan menjadibiaya yang besar dan memungkinkan incumbent untuk menunda bahkanmenutup kemungkinan adanya pemain baru untuk masuk ke pasar.

US merupakan salah satu Negara yang memiliki kompetisi broadbandyang sangat ketat antara DSL (Digital Subscriber Line) dan kabelmodem, dan juga dengan pembangunan FTTH (Fiber to the home) yangcukup signifikan. FCC termasuk kurang efektif dalam memastikankompetisi pada jaringan, yang juga ditunjukkan dengan masihadanya perdebatan dalam net-neutrality, yang sudah tidak lagi menjadipermasalahan utama di eropa pada saat ini. US juga merupakancontoh pasar telekomunikasi yang baik karena telah memulai denganinstrument regulasi self-regulation dan lelang frekuensi.Perbedaan yang utama antara US dan Negara-negara lainnya adalahpada ringannya regulasi pada konten, sehingga akan sangatmemudahkan terjadinya konvergensi pada level distribusi konten.

2.3.4 Korea Selatan

Korea selatan memiliki lingkungan pasar telekomunikasi yangsangat dinamis, penetrasi broadband yang sangat tinggi, danmerupakan leader dalam pengembangan layanan konvergensi.Pengembangan pasar lebih banyak didominasi oleh perusahaantelekomunikasi yang besar, bukan oleh pemain baru maupun industrykonten. Pemerintah Korea Selatan secara aktif mendukungpembangunan FTTH dan mendorong TIK sebagai pendorong utama dariekonomi Korea Selatan. Tren konvergensi di Korea Selatan didorongoleh pasar dan pemerintah cenderung mengikuti pola kompetisipasar yang terjadi. Setelah 2004, Korea Selatan melakukanreformasi pada kepemimpinan pasar dan regulasi sebagai tantanganmenuju konvergensi. Pemerintah memandang konvergensi sebagaipengembangan yang positif dan merupakan sebuah tujuan kebijakan,dengan potensi yang besar untuk inovasi dan pengembangan layananbaru. Korea Selatan memilih untuk mengadopsi model regulasisingle dengan menyatukan regulator telekomunikasi (MIC) dan

regulator penyiaran (KBC) menjadi sebuah KCC (KoreanCommunication Committee). KCC memiliki wewenang yang sangat luasuntuk mengatur perihal yang bertujuan teknis, ekonomis, dansocial.

Namun pendekatan yang konvergen tersebut hanya diimplementasikansecara partial, karena struktur pelaporan masih mengacu kepadapelaporan yang terpisah antara penyiaran dan telekomunikasi, danmasih terdapat celah antara regulator legacy kepada struktur baruregulator komunikasi yang konvergen. Korea Selatan telahmendemonstrasikan kemampuan dan memicu keseimbangan tujuanteknologi, ekonomi dan societal (TES). Keseimbangan inidipengaruhi oleh legacy regulasi, dengan kebijakan konten masihdidominasi oleh masyarakat dan kebijakan telekomunikasi olehperspektif pasar dan teknologi.

Dari ketiga benchmark dari US, UK, dan Korea selatan tersebut, bisadisimpulkan bahwa ketiga Negara tersebut memiliki pertimbangan tentangkonvergensi sebagai tren yang sangat relevan yang memiliki potensiuntuk merubah pasar dan struktur pemerintah dan regulasi saat ini.Kesadaran tersebut menyebabkan terjadinya adjustment pada regulatorpada kasus US, dan penyesuaian yang besar pada landscape regulasi diUK, dan Korea Selatan sebagai Negara yang memandang konvergensi secarasederhana. Proses perubahan tersebut berat dan menyebabkan resistensiinternal, yang memerlukan kepemimpinan politis yang kuat untuk bisaberhasil.

Tidak seluruh regulator sekarang sudah memiliki solusi yang benar-benar konvergen. Pada UK, ofcom belum terlalu memiliki peran yangbesar terhadap kebijakan konten dan media, FCC tidak memiliki kekuatanuntuk meregulasi internet, KCC masih mengembangkan perannya kekonvergensi, namun peran kebijakan konten komunikasi dan audiovisualmasih akan ditangani oleh karakteristik legacy.

Secara tipikal, hampir semua kasus regulator memilih untukmengintegrasikan kebijakan spectrum kepada regulator TIK, karenaspectrum dipandang sebagai kebijakan strategis ex-ante yang memilikidampak besar kepada pasar TIK dan masyarakat secara keseluruhan.

Tujuan teknologi legacy telah digantikan dengan tujuan TES yang lebihbalance secara strategic, yang memerlukan koherensi dan konsistensidalam implementasinya. Mekanisme alokasi spectrum

2.4 Identifikasi permasalahan (pertanyaan2 mengenai rumah industri?)

Pendekatan akademis dilakukan dengan melihat permasalahan-permasalahanyang muncul dalam industry, untuk melakukan identifikasi permasalahanDalam menyusun grand design TIK nasional, pendekatan dipergunakanuntuk menyusun akan memerlukan suatu trigger (pemicu)

Menuju era konvergensi telekomunikasi, penyiaran dan teknologiinformasi

Pencapaian ICT nasional:

Pertumbuhan ekonomi nasional

Pemerataan infrastruktur dan layanan

Penguasaan teknologi dalam negeri

Kebijakan dan regulasi TIK belum lengkap Kesadaran Keamanan TIK masih kurang Konten Lokal berbasiskan TIK masih sedikit Sumber daya manusia TIK masih terbatas Infrastruktur, aplikasi, dan data belum terintegrasi Koordinasi antar instansi dalam memanfaatkan TIK masih

lemah Pengembangan industri TIK masih lambat Visi TIK belum terpadu

Terdapat Gap antara kondisi era konvergensi dengan kondisieksisting

Telekomunikasi

Penyiaran

Teknologi Informasi

Apa peran, relasi, dan persyaratan yang diperlukan untuk mengisirumah industri TIK?

Bagaimana Strategi Transisi ke era konvergensi?

Secara umum, pembangunan di bidang komunikasi dan informatika,terutama Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satuaspek penting yang mendorong pembangunan nasional. Selain menjadifaktor produksi dan ekonomi, TIK juga berperan sebagai enabler dalamperubahan sosial budaya kemasyarakatan di berbagai aspek. Aspek-aspekyang dimaksud seperti pengembangan kehidupan politik yang lebihdemokratis, pengembangan budaya dan pendidikan, dan peningkatankapasitas governance di berbagai sektor pembangunan

Strategi kebijakan TIK yang akan disusun oleh pemerintah dan seluruh

stakeholder TIK terdiri dari berbagai macam cara . Untuk membuat

Kerangka kerja menuju konvergensi haruslah lengkap – namun juga dapat

luwes mengingat cakupan perubahan industri yang berlaku terus menerus.

Dalam jangka waktu dekat, perhatian regulator harus difokuskan untuk

melakukan transisi dari pengaturan yang ada saat ini ke konvergensi.

Diantara banyak tindakan yang dibutuhkan, ada beberapa hal yang perludiperhatikan pengembangan sektor TIK kedepan, yaitu:

Pergeseran mendasar, dari regulasi yang kompleks berubah menjadi

regulasi yang sederhana;

Pengelolaan sumber daya terbatas harus secara efektif efisien dan

adil dan penggunana teknologi netral

Pernyataan eksplisit tentang prinsip regulasi (transparansi, non-

discrimninatory, kepastian, berpandangan jauh kedepan)

Intervensi regulasi hanya diperlukan saat terjadi kegagalan pasar

;

Pergerakan mengarah mekanisme swa-regulasi industri dan kode etik

industri;

Pengembangan infrastruktur kearah infrastruktur sharing, open

access dan VNO

evaluasi industri secara menyeluruh dalam rangka langkah

perbaikan contoh ; Memungkinkan rasionalisasi industri melalui

merger

Kelembagaan regulasi yang konvergen dan indenpenden

Adanya perlindungan konsumen

Strategi transisi menuju era konvergensi

Dalam perubahan menuju arah konvergensi perlu melihat dan menganlisa

kondisi yang ada saat sekarang (eksisting). Unntuk masa konvergensi

melihat kondisi yang ideal yang diharapkan. Namun sebelum pelaksanaan

pada era konvergensi terdapat masa perantara sebelum masuk pada era

konvergensi yaitu masa transisi. Pada masa transisi dilakukan analisa

gap dan analisa prioritas untuk langkah yang memudahkan pelaksanaan

pada era konvergensi.

WG Layanan Konvergensi Yogya,24 November 2011

Kondisi Eksisting Era Konvergensi

GAPKondisi EksistingMasa TransisiEra Konvergensi

1.Regulasi sederhana & jelas2.Kompetisi yg sehat & adil3.Sumber daya yg adil & efisien,

penomoran yg support IP4.Interkoneksi , interworking & koneksiIP based

5.Lisensi yg sederhana 6.Regulatory Charges kembali

manfaatnya bagi industri7.Jaringan konvergen

& infrastruktur sharing8. Independent& konvergen

regulatoryBody9. QoS yg handal

1.Blm adanya roadmap regulasi2.Aturan kompetisi yg blm jelas3.Alokasi sumber daya yang blm fair4.Interkoneksi cost based, TDM based

5.Lisensi yang terlalu beragam6.Regulatory Charges yg tinggi

& tdk kembali ke industri7.Jaringan yg tumpang tindih & blm merata8.Kelembagaaan regulator yg blm independen9.QoS yg msh rendah

1.Perlu dibuat milestone kebijakan 2.Pentaaan industri yg sehat 3.Penataan penggunaan sumber daya

4.Evaluasi thd kebijakan interkoneksi

5.Rasionalisasi & penyederhanaan lisensi

6. Evaluasi charges utk mendptkan kewajaran 7.Pemerataan akses & broadband nasional

dgn insentif8.Independensi fungsi regulator

9. Regulasi QoS yg ketat

1.

Gambar 17 Strategi Transisi Menuju Era Konvergensi

BAB III Konsep Umum Grand Design Industri TIK diIndonesia

3.1 Adopsi Pendekatan yang dipilih dalam membangun Grand Design

Metode analisis kajian ini adalah menggunakan pendekatan analisisdeskriptif kualitattif. Pendekatan deskriptif mengacu kepada kebutuhanalat analisis perencanaan pengembangan TIK (melibatkan data-datakuantitatif dan dokumen-dokumen analisis deskriptif) mengenai kondisimasing-masing pemangku kepentingan, tujuan kajian yang dilengkapidengan informasi proses pembentukan data; metode perhitungan data; dankegunaan data.

Analisa kuantitatif meliputi pengolahan data yang menggunakan alat-alat uji statistik maupun ekonometrik terkait model ekonomi maupunproyeksi indikator ekonomi masyarakat dalam jangka menengah

Tahapan kajian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Persiapan: melakukan persiapan komprehensif kajian, koordinasiteknis, kelengkapan administratif, menyusun kerangka analisis, danpembagian tugas tim analisis.

(2) Pengumpulan Data: meliputi pengumpulan informasi data primer(survei dan wawancara) maupun sekunder dari pihak terkait

(3) Pengolahan Data: meliputi evaluasi kesesuaian data, tabulasi data,pengolahan data dan verifikasi data akhir.

(4) Analisis Data: analisa data

(5) Presentasi Draft Hasil: menyampaikan hasil sementara,mempresentasikan hasil, mengevaluasi dan menyempurnakan hasil.

(6) Penyampaian Laporan Akhir: menyampaikan hasil kajian analisa dalambentuk buku laporan grand design pengembangan TIK

Pekerjaan kajian Grand Design Pengembangan TIK dilakukan malaluikajian desk research, focus group discussion, kuesioner dan workshop.Hasil pengumpulan data awal tersebut kemudian dikaji untuk mendapatkankesinambungan program pengembangan TIK sehingga nampak jelas adanyapenajaman atau konsep detail dari usaha yang telah ditentukan.

Aspek yang dipelajari dari studi terdahulu meliputi :

Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap kajian yang

akan dilaksanakan.

Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian

diklarifikasi validitasnya di lapangan.

Rekomendasi pemecahan masalah dan program penangannya baik aspek

teknik maupun skala prioritasnya.

Ketersediaan data dari studi terdahulu, referensi dan lain -

lain.

3.2 Konsep rumah industri

Istilah “rumah” industri dipergunakan sebagai suatu terminology yangmenggambarkan adanya seluruh entitas yang memiliki kepentingan dalamindustri TIK baik sekarang, maupun yang akan hadir ke depannya.“rumah” industri akan menjadi gambaran dari ekosistem bisniskeseluruhan industri TIK dari hulu ke hilir, baik yang bersifat secarafundamental sebagai trigger (pemicu) bisnis, maupun skema bisnis yangakan terjadi akibat adanya dorongan fundamental (misalnya regulasi)maupun dorongan pasar (misalnya kompetisi dan efisiensi operasional).

“rumah” industri merupakan suatu konsep playing field yang menggambarkandefinisi dan kegiatan dari masing-masing entitas di dalamnya, yakniseluruh entitas yang ada dalam industri TIK. Struktur dari konsep“rumah” industri sendiri seperti halnya dalam suatu konstruksibangunan, harus terdiri dari Pondasi (Fundamental Industri), PilarIndustri (resource dan ketentuan kepatuhan dan kesesuaian), Bagiandari industri (Identifikasi entitas di Industri), Pengaturan Industri

TIK dan juga bagian yang berfungsi sebagai pengatur industri TIK(Regulasi Industri).

Keempat entitas akan memiliki peran dan juga persyaratan untuk masukke dunia telekomunikasi, untuk itu diperlukan suatu peraturan yanglebih down-to-earth untuk imlementaisi sekeluarga,

3.2.1 Fundamental industri TIK (pondasi)

Dalam Industri TIK, bahwa segala kegiatan bisnis maupun kegiatanadministrasi akan selalu menggunakan aksi, salah satu yangmenjadi penting dalam skema akan dibiarkan lagi secara lebihlonggat waktunya.

Bagian-bagian yang terdapat di dalam Fundamental industri TIK diIndonesia akan didefinisikan lebih luas juga, dan lebih terarah,selain definisi, White Paper Study Group, dan dokumen maupundiskusi yang lain dengan pada stakeholder.

Definisi pondasi bisa dibilang adalah merupakan landasan utamadari sebuah struktur bangunan agar bangunan tersebut bisa berdiridan bagian diatasnya bisa diletakkan dengan kokoh.

Sektor industri TIK hingga sekarang masih tergolong sebagaisektor bisnis dengan aturan yang cenderung ketat, yangmenempatkan peran legislative menjadi peran yang fundamentalterhadap berjalanannya sektor industri, baik yang berupa produkundang-undang maupun produk dari peraturan-peraturan daerah yangharus dipatuhi oleh seluruh entitas industri.

3.2.2 Pengaturan Industri TIK (atap)

Selain pondasi sebagai landasan berdirinya sebuah rumah, makaatap juga sangat penting yang berperan sebagai payung dariseluruh kegiatan yang ada di bawahnya (kegiatan seluruh bagianperan sebuah rumah).

Payung dari sebuah industri telekomunikasi adalah berupa regulasitelekomunikasi, dimana seluruh peran dan juga tata kelola bisnis

industri harus sesuai dengan regulasi yang diterapkan di industritersebut.

Regulasi akan mengatur sebuah industri agar berjalan dalamkoridor yang semestinya, yang mendorong kepada kompetisi yangfair, efisiensi sumber daya, perlindungan pelanggan, dan jugakeamanan penggunaan produk sebuah industri, dalam hal ini terkaitdengan layanan telekomunikasi.

3.2.3 Pilar Industri TIK

Diatas peran dari sebuah pondasi dalam sebuah rumah, pilar jugamenjadi bagian penting dalam memperkuat struktur sebuah bangunan,tanpa adanya pilar, sebuah atap tidak akan bisa dipasang dengankuat sehingga bagian-bagian di dalamnya juga tidak akan bisaberada dalam sebuah rumah dengan tenang.

Pilar dalam “rumah” industri dikatakan sebagai bagian dariindustri yang menjadi topangan bagi atap diatasnya, dan atap akandibangun sesuai dengan konstruksi pilar dibawahnya.

Dalam industri telekomunikasi, yang menjadi pilar atau penopangsebuah regulasi yakni adanya sumber daya yang terbatas(frekuensi, penomoran, nama domain), standarisasi alat/perangkatjaringan, keamanan layanan/jaringan, kualitas layanan/jaringan,dan juga arah kepentingan stakeholder dalam ekosistem sebuahindustri TIK.

3.2.4 Peran Industri TIK (bagian)

Dengan adanya Pondasi, Pilar, dan Atap dalam sebuah rumah, akanmemudahkan dan mengarahkan bagian-bagian yang ada di dalamnyauntuk beroperasi dan berbisnis. Seperti halnya anggota keluargaakan bisa melakukan kegiatannya dengan nyaman dan aman di rumah,maka pelaku industri TIK juga akan bisa melakukan bisnis dengannyaman dan aman juga.

Dalam konsep “rumah” industri ini, Bagian Industri akan mengacukepada pondasi (kebijakan pemerintah, legislative) ketika akan

beroperasi, sehingga tidak menyalahi tatanan dari perundangan danjuga peraturan yang telah ditetapkan di suatu Negara. Bagian darirumah industri juga harus menaati dan mengikuti regulasi yang adadiatasnya, sehingga semangat kompetisi, kenyamanan, keamanan, danjuga keseimbangan sumber daya alam bisa termanfaatkan secaraefisien dan efektif. Bagian dari “rumah” industri jugamemperhatikan pilar-pilar yang ada di sampingnya dan juga ikutberperan dalam mengawasi pemanfaatan pilar sehingga regulasi yangberlaku tidak malah merugikan industri TIK tersebut.

Kebijakan Pem erintahLegislasi terkait : Penyadapan, ITE, TipiTI, dll

Dengan melihat kepada gambar diatas, maka sudah sangat jelas tergambarmasing-masing entitas yang menjadi penyusun dari “rumah” industri TIKdi Indonesia dalam era konvergensi ke depan. Konsep dari “rumah”industri ini yang akan menjadi pokok materi dari penyusunan naskahgrand design TIK nasional ini, yakni dengan mendeskripsikan setiapdetail dari entitas yang ada dalam “rumah” industri secara lebihdetail pada bab-bab selanjutnya.

BAB IV Rincian Grand Design Industri TIK diIndonesia

Sesuai dengan perumusan konsep umum Grand Design industri TIKnasional, maka diperlukan ada kajian yang lebih mendalam mengenaidetail dari aktivitas dan model bisnis yang akan terjadi pada industriTIK di Indonesia pada era konvergensi ke depan.

Perincian ini akan mempertimbangkan kepada ekosistem eksisting yangsudah ada, dan juga harapan-harapan stakeholder industri TIK diIndonesia yang diakomodasi dalam naskah akademis white paper StudyGroup Penyusunan Regulasi Telekomunikasi pada era konvergensi tahun2011, dan juga tren bisnis TIK di Negara-negara lain.

4.1 Peta Peran dalam industri TIK

Bagian pertama dari rincian Grand Design Industri TIK adalah denganmengidentifikasi peta peran setiap anggota dalam industri TIK, yakniseluruh pihak yang terlibat dalam “rumah” industri TIK.

Hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun dan mendefinisikan petaperan dalam industri TIK ini adalah dengan memperhatikan bahwa adatujuan bersama yang ingin dicapai, yakni tujuan pemerintah terkaitdengan pemerataan infrastruktur TIK di seluruh Indonesia, dan untukmencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara; tujuan masyarakatuntuk memperoleh suatu layanan TIK yang baik, aman, nyaman, danaffordable; dan tujuan industri untuk dapat selalu tumbuh danmendapatkan keuntungan dari bisnis telekomunikasi di Indonesia.

4.1.1 Pemerintah sebagai pengambil kebijakan bersama-sama denganLegislatif (RUU Pasal

Pemerintah sebagai pengambil kebijakan bersama-sama denganlegislative bertanggung-jawab dalam mengambil kebijakan dalam

mengawal industri telekomunikasi, sebagai pondasi industritelekomunikasi dalam menyelenggarakan bisnis telekomunikasi.

Beberapa produk kebijakan dan UU yang diperlukan dalam bidangtelekomunikasi adalah diantaranya:

1. Kewajiban Pelayanan Universal2. Biaya Hak Penyelenggaraan3. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)4. Pertahanan dan keamanan5. Kerahasiaan Informasi6. Penyadapan

(dijabarkan bagaimana ke depannya)

4.1.2 Regulator (dari RUU Telekomunikasi)

Regulator merupakan entitas yang ditugaskan oleh pemerintah dalammenjaga iklim industri telekomunikasi di Indonesia dapat berjalandan dapat mencapai tujuan-tujuan dari pemerintah, industri danmasyarakat. Regulator dalam hal tugasnya di bidangtelekomunikasi, memiliki fungsi untuk melakukan pengaturan,pengawasan dan pengendalian untuk menumbuh kembangkan industriuntuk mencapai tujuan-tujuan setiap entitas di ”rumah” industri.

Menteri dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika,menjalankan fungsi dalam menetapkan kebijakan dan arah peta jalanpembangunan TIK ke depan. Dalam pelaksanaan fungsinya, menteriakan melimpahkan fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalianindustri tersebut kepada suatu Badan Regulasi Telekomunikasi.Dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan menumbuh-kembangkanindustri TIK, Menteri dan Badan Regulasi harus memperhatikanpemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat sertaperkembangan global telekomunikasi di dunia.

Badan Regulasi (Komite Regulasi Telekomunikasi) di Indonesiabertugas untuk memberikan pendapat terhadap pelaksanaan fungsipengaturan, pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraantelekomunikasi. Pendapat yang bisa disampaikan tersebutdiantaranya adalah:

1. Penetapan pengaturan dan regulasi penyelenggaraantelekomunikasi termasuk pengaturan sumber daya;

2. Penetapan peluang usaha penyelenggaraan jaringan dan/ataujasa telekomunikasi;

3. Penggabungan dan/atau peleburan dua atau lebih penyelenggaratelekomunikasi;

4. Penghentian penerbitan izin penyelenggaraan telekomunikasi;5. Penghentian sementara operasi penyelenggaraan telekomunikasi;6. Perintah pemutusan hubungan kerjasama penyelenggara

telekomunikasi dengan pihak lain dalam menyelenggarakanlayanan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi; dan

7. Perintah penggantian manajemen penyelenggara telekomunikasiyang terbukti melakukan pelanggaran aturan penyelenggaraantelekomunikasi.

Keanggotaan dari Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT) harusterdiri dari elemen pemerintah (perwakilan) dan juga elemenmasyarakat sehingga dapat menjadi suatu tim yang bisa subyektifdalam mengatur industri telekomunikasi, baik dari sudut pandangpemerintah sebagai pengambil keputusan yang mengutamakantercapainya tujuan nasional, dan juga sudut pandang masyarakatsebagai obyek (end-user) dalam memanfaatkan layanantelekomunikasi.

Untuk anggota KRT yang berasal dari perwakilan masyarakat,menteri harus menunjuk individu yang memiliki kredibilitas danloyalitas tinggi pada industri telekomunikasi, dan harus mampuberfikir pencapaian bersama untuk industri telekomunikasi untukpencapaian tujuan dari setiap entitas di ”rumah” industri TIK diIndonesia.

Dalam menyampaikan pendapat terkait dengan fungsinya, KRT harusmenyertakan dokumen berikut sebagai bahan pertimbangan menteridalam mengambil kebijakan bersama dengan elemen pemerintahan yanglainnya:

1. Evaluasi dan analisa dari kondisi industri yang dituangkandalam pendapat tertulis.

2. Data dan informasi yang berkaitan dengan materi pendapat.

3. Kerangka solusi yang diharapkan untuk dapat diatasi olehpemerintah.

4. Alternatif solusi yang dimungkinkan untuk diambil, yang bisamemenuhi kepentingan dari seluruh pihak (pemerintah,industri, masyarakat).

5. Kerangka dan draft regulasi yang akan dijadikan regulasidalam mengatur industri telekomunikasi.

Dalam memutuskan sebuah regulasi maupun tindak lanjut daripendapat KRT, maka menteri harus mempertimbangkan dan menilaibahwa pendapat tersebut berazaskan keadilan dan tidakmenguntungkan salah satu pihak, sesuai dengan tujuanpenyelenggaraan telekomunikasi, dan tidak bertentangan denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam menjalankan fungsinya, regulator juga melaksanakan fungsipenyelesaian perselisihan (dispute resolution) dalampenyelenggaraan telekomunikasi. Perselisihan yang dimaksud adalahsebagai berikut:

a. Perselisihan antar penyelenggara dalam memenuhi aturanpenyelenggaraan telekomunikasi;

b. perselisihan antar Menteri dan penyelenggara dalam memenuhiaturan penyelenggaraan telekomunikasi; dan/atau

c. perselisihan antara pengguna dengan penyelenggaratelekomunikasi dalam memenuhi aturan penyelenggaraantelekomunikasi.

Dalam menyelesaikan permasalahan terkait dengan perselisihantersebut, regulator akan menyelesaikan dengan cara baik secaramediasi maupun arbitrase.

Fungsi dari Regulator terkait dengan penyelenggaraantelekomunikasi lainnya adalah:

1. Komitmen pembangunan2. Tariff3. Perizinan4. Kualitas layanan5. Persaingan usaha6. Jenis layanan

7. Pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi

4.1.3 Penyelenggara

Dalam industri telekomunikasi, peran penyelenggara sangat pentingsebagai bagian dari proses bisnis, yakni sebagai penyedia layananhingga end-user bisa menikmati layanan tersebut.

Pada era monopoli, jumlah penyelenggara telekomunikasi sangatsedikit, bahkan hanya dikuasai oleh satu pihak. Era kompetisibaru dimulai semenjak dibukanya investasi dari sektor swastauntuk menggantikan peran pemerintah dalam investasi ditelekomunikasi pada tahun 1990-an.

Penyelenggaraan di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga), yakni:

1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasia. Penyelenggara jaringan tetap local circuit switchb. Penyelenggara jaringan tetap local paket switchc. Penyelenggara jaringan Jarak Jauhd. Penyelenggara jaringan Internasional (SLI)e. Penyelenggara jaringan tetap tertutupf. Penyelenggara jaringan bergerak selulerg. Penyelenggara jaringan bergerak satelith. Penyelenggara jaringan bergerak terestrial

2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasia. Penyelenggara jasa telekomunikasi dasarb. Penyelenggara jasa multimediac. Penyelenggara jasa nilai tambah

3. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan sendiri (dariRUU Tel)

Masing-masing penyelenggaraan tersebut memiliki fungsi dan peranmasing-masing dalam industry telekomunikasi.

a. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Penyelenggara jaringan berperan dalam menyediakan danmemeratakan infrastruktur jaringan telekomunikasi sesuaidengan komitmen awal pembangunan saat penyelenggara mengajukanijin penyelenggaraan.

Perkembangan telekomunikasi di Indonesia, dimulai daripertumbuhan infrastruktur jaringan yang semakin merata danjuga pertumbuhan pelanggan mulai dirasakan semenjak iklimkompetisi dibuka. Investasi sektor swasta sangat berperandalam meningkatkan juga kompetisi, sehingga penyelenggara jugamau membangun wilayah-wilayah diluar jawa untuk pemerataaninfrastruktur.

Dalam konsep RUU Telekomunikasi, penyelenggaraan jaringandibedakan menjadi Penyelenggara Fasilitas Jaringan danPenyelenggara Layanan Jaringan. Penyelenggara FasilitasJaringan merupakan penyelenggara fasilitas untuk pembangunanlayanan jaringan, Penyelenggara Fasilitas Jaringanbertanggung-jawab dalam menyediakan fasilitas pendukungtelekomunikasi berupa menara, duct, power system, dark fiber,kolokasi, satelit/stasiun bumi, dll.

Sedangkan Penyelenggara Layanan Jaringan merupakanpenyelenggara layanan kepada pengguna dalam bentuk penyediaankanal atau bandwidth. Penyediaan kanal tersebut bisa dalambentuk jaringan akses maupun jaringan backbone. PenyelenggaraLayanan Jaringan contohnya adalah provider jaringan core (MGW,MSC), jaringan core packet switch (GGSN, SGSN), jaringan akses(PSTN, FWA, seluler, 2G, 3G, VPN, WLAN), Network supportserver, communication control, jaringan akses, backhaul,backbone, dll.

Dalam mengatur dan mengawal pertumbuhan industrytelekomunikasi, pemerintah perlu untuk mengatur kompetisi yangdimulai dari perizinan, hingga komitmen penyelenggaraan.Penyelenggara jaringan telekomunikasi merupakan sebuah bisnisyang capital intensive, yang memerlukan modal yang sangat padatuntuk berinvestasi dan mengembangkan jaringan telekomunikasidi Indonesia. Dengan sifat yang capital intensive tersebut,maka diperlukan regulasi yang lebih heavy supaya iklimkompetisi dan bisnis penyelenggara dapat memberikan benefit,baik bagi penyelenggara, dan juga bagi masyarakat dan tujuanpemerataan infrastruktur.

Peran yang sangat penting dari penyelenggara yang harusdikawal dengan regulasi adalah komitmen pembangunan untukpemerataan dan tanggung jawab dari penyelenggara dalammemenuhi kewajiban perizinan, dan juga kewajiban untukketerbukaan akses (open access) untuk jaringan backbone danakses ke pelanggan.

Setiap penyelenggara jaringan diwajibkan untuk membangunketerhubungan (koneksi) dengan penyelenggara jaringan lainuntuk menjamin ketersediaan akses dan kelangsungan koneksipelanggan ke layanan telekomunikasi. Dalam membangunketerhubungan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi bisadilakukan dengan skema interkoneksi, sewa jaringan maupun swapkapasitas.

Dalam konteks interkoneksi dan sewa jaringan, perludipersiapkan regulasi yang mengatur tariff sehingga bisamelindungi penyelenggara, baik sebagai penyedia akses maupunpencari akses, tariff akan dihitung dengan mekanisme berbasisbiaya sehingga fair bagi seluruh pihak.

Penyelenggara jaringan juga diwajibkan untuk membayar sejumlahBHP Penyelenggara yang terdiri dari BHP jastel dan BHP USO.

b. Penyelenggara Jasa TelekomunikasiDalam RUU Telekomunikasi penyelenggara jasa telekomunikasiwajib memberikan layanan kepada pengguna berupa penyediaanlayanan aplikasi telekomunikasi yang terdiri dari penyediaanlayanan aplikasi dasar telekomunikasi dan penyediaan layananaplikasi nilai tambah, serta wajib menyediakan lauanan kontentelekomunikasi. Dalam RUU Telekomunikasi, Pemerintah inginmengakommodir semua jenis penyelenggaraan telekomunikasi, baikpenyelenggara jaringan maupun penyelenggara jasatelekomunikasi sehingga mempunyai perizinan yang jelas dandilindungi secara hukum.Penyediaan layanan aplikasi dasar telekomunikasi merupakanpenyediaan layanan suara, data, dan video dan yang menggunakanlayanan jaringan akses milik penyelenggara layanan jaringan

telekomunikasi. Sedangkan, penyediaan layanan aplikasi nilaitambah merupakan penyediaan layanan terintegrasi antaralayanan aplikasi dasar untuk memberikan nilai tambah dan untukkeperluan tertentu yang menggunakan layanan jaringan aksesmilik penyelenggara layanan jaringan.Penyediaan layanan konten telekomunikasi merupakan penyediaanlayanan konten/konten aplikasi kepada pengguna yangdiintegrasikan langsung dengan menggunakan layanan aplikasidasar.

c. Penyelenggara Telekomunikasi KhususPenyelenggaraan Telekomunikasi Khusus merupakanpenyelenggaraan jaringan untuk keperluan suatu komunitastertentu secara tertutup (tidak komersil). Penyelenggaraantelekomunikasi khusus atau untuk keperluan sendiri oleh badanpemerintah atau badan hukum Indonesia dibatasi jumlahpenyelenggaranya oleh pemerintah. Pembatasan tersebutdilakukan apabila telah terdapat penyelenggara jaringan danpenyelenggara jasa yang dapat memenuhi kebutuhan layanantelekomunikasi.

NFP, NSF, dll

4.1.4 Pengguna

Pengguna sebagai end-user merupakan salah satu entitas dalamindustri telekomunikasi yang wajib dilindungi oleh regulatormelalui regulasi terkait penyelengaraan telekomunikasi. Hakmutlak yang wajib dijamin Pemerintah adalah setiap penggunamempunyai hak yang sama untuk menggunakan layanan telekomunikasisesuai yang diinginkan.

Setiap penyelenggara telekomunikasi dalam memberikan ataumenyediakan layanan telekomunikasi diwajibkan untuk:

a. Menjamin kerahasiaan data identitas penggunab. Menjamin pemenuhan standar kualitas layanan, standar keamanan,

standar keamanan jaringan, serta standar penyediaan sarana danprasarana.

c. Menyediakan layanan telekomunikasi sesuai dengan informasimengenai kualitas dan harga yang ditawarkan oleh penyelenggaratelekomunikasi.

d. Memberikan informasi yang lengkap dan transparan mengenailayanan yang diberikan.

e. Menyampaikan informasi ketentuan berlangganan antarapenyelenggara telekomunikasi dan pengguna harus jelas dantransparan.

f. Menyelesaikan keluhan sesuai standar pelayanan penyelesaiankeluhan.

Guna menjamin hal tersebut diatas, regulator harus memilikiwewenang yang kuat dalam melakukan pengawasan terhadap tindakanyang dapat merugikan pengguna, seperti halnya tindak penipuanyang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terkaitpenyalahgunaan layanan SMS Premium, sehingga merugikan penggunadalam jumlah yang cukup besar.

Pemerintah wajib menjamin kemudahan bagi pengguna untuk menuntutganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi atas kesalahanatau kelalaian yang dilakukan penyelenggara telekomunikasisehingga mengakibatkan kerugian yang dialami pengguna sesuaidengan peraturan perundang-undangan. Rugulator juga melakukaninvestigasi terhadap pengaduan yang disampaikan pengguna, apabilaterbukti penyelenggara melakukan kesalahan atau kelalaian yangmerugikan pengguna, maka penyelenggara telekomunikasi wajibmemberikan ganti rugi kepada pengguna, kecuali penyelenggaratelekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukandiakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian penyelenggaratelekomunikasi.

4.2 Fungsi dan kapasitas masing-masing Peran dalam industri TIK(kondisi ideal)

4.2.1 Pemerintah

UU Nomor 3 Tahun 1989 mengamanatkan kepada pemerintah untukmelakukan pembangunan terhadap infrastruktur telekomunikasi,namun seiring dengan adanya perubahan ke UU Nomor 36 Tahun 1999peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasidiambil alih oleh pihak swasta. Pengambil alihan pembangunaninfrastruktur telekomunikasi oleh pihak swasta inilah yangdiyakini oleh sebagian orang menjadi faktor tidak meratanyapembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Pihakswasta lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur di daerahurban yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga menimbulkanketimpangan digital.

Hal tersebut membuat banyak masyarakat yang tinggal di daerahtertinggal atau rural tidak dapat menikmati jaringan internet.Berikut gambar sebaran jaringan backbone oleh operator jartatupdi Indonesia

Sumber : olahan konsultan

Berdasarkan gambar di atas terlihat jelas bahwa pembangunanjaringan backbone di Indonesia masih terkonsentrasi di daerah

barat, terutama di pulau Jawa, Sedangkan di Indonesia bagiantimur pembangunannya masih lamban. Penggunaan ICT Fund dalampembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia bagiantimur harus lebih efisien, selain itu harus ditingkatkanrangsangan – rangsangan yang dapat mengakibatkan ketergantunganmasyarakat terhadap layanan broadband. Karena pembangunaninfrastruktur tidak akan berguna apabila masyarakat merasa tidakmembutuhkan jaringan internet untuk menunjang aktivitaskesehariannya.

Oleh karena itu muncul ide untuk memberikan amanat kembali kepadapemerintah untuk melakukan pembangunan infrastrukturtelekomunikasi melalui Rancangan Undang-Undang telekomunikasi.Salain itu melalui RUU Telekomunikasi, Pemerintah mengaturterkait penggunaan infrastruktur secara bersama, keterbukaanjaringan akses, dll yang diharapkan dapat meningkatkan penetrasilayanan telekomunikasi di seluruh Indonesia, terutama di daerahrural, terpencil, atau daerah perbatasan.

Pemerintah melalui kementrian terkait kini dapat mengalokasikanAPBN dalam melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi,selain juga menggunakan dana USO yang dikumpulkan daripenyelenggara telekomunikasi. Penggunaan APBN dalam pembangunaninfrastruktur telekomunikasi diharapkan dapat mempercepatpembangunan konektivitas nasional yang merupakan salah satusyarat percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai denganyang diamanatkan dalam dokumen MP3EI.

Infrastruktur review, capacity building, RoW, TKDN, USO, BHP,sumber daya, dll

4.2.2 Regulator

Jelaskan detail seluruh regulasi yang ada pada pasal pengaturanpenyelenggaraan (perizinan, BHP, tariff, Interkoneksi, sumberdaya, dan pasal 40 ayat 1 huruf (a) – (o)) pengawasan,pengendalian ambil dari naskah RUU

Ambil dari naskah Telkom pak widi, SGR,

Peran regulator market review

4.2.3 Penyelenggara

Penyelenggaraan telekomunikasi merupakan kegiatan penyediaanpelayanan telekomunikasi yang terdiri dari BUMN, BUMD, atau BadanUsaha yang Berbadan Hukum Indonesia serta pemerintah yang dapatmenyelenggarakan telekomunikasi pada daerah serta kondisitertentu untuk meningkatkan pemerataan jaringan dan layanantelekomunikasi.

Dalam konteks RUU Telekomunikasi, pemerintah diberikan wewenangdalam melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, bahkanhingga menyediakan jasa telekomunikasi. Tujuannya adalah untukmendorong percepatan pemerataan infrastruktur telekomunikasi yangdiharapkan dapat mempercepat pembangunan perekonomian nasionalmelalui konektivitas nasional.

Selain itu, dalam konteks RUU Telekomunikasi juga diatur mengenaipembatasan jumlah penyelenggara telekomunikasi, baikpenyelenggara jaringan, penyelenggara jasa, maupunpenyelenggaraan untuk keperluan sendiri. Hal tersebut perludilakukan mengingat industri telekomunikasi saat ini sedang tidaksehat. Jumlah penyelenggara telekomunikasi di Indonesia yangbegitu banyak merupakan dua mata pisau yang memberikan dampakpositif dan negatif. Positifnya adalah tarif layanan yang relatifmurah akibat adanya persaingan, namun negatifnya adalah perangtarif yang diakibatkan oleh kompetisi membuat sebagian besarpenyelenggara mengalami kerugian akibat revenue yang tidak mampumenutupi cost penyelenggara telekomunikasi.

Situasi tersebut membuat konsolidasi, serta peleburan maupunakuisisi membuat sebuah pilihan yang tepat untuk menyehatkanindustri telekomunikasi. Dalam RUU telekomunikasi, penggabungan,peleburan, atau pengambil-alihan usaha diatur oleh pemerintah danwajib mendapatkan persetujuan dari Menteri. Yang perludiperhatikan dalam proses merger dan akuisisi adalah pemindahtanganan asset serta sumber daya perusahaan yang dibeli.Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2000 tidak mengizinkanpemindah tanganan spektrum frekuensi dan block number, artinyaketika suatu penyelenggara telekomunikasi membeli penyelenggara

telekomunikasi lainnya, penyelenggara tersebut tidak bisamemiliki frekuensi dan block number perusahaan yang dibelinya.

Pemerintah perlu memberikan suatu stimulus atau kompensasi untukmemudahkan proses merger dan akusisi oleh penyelenggaratelekomunikasi, seperti memberikan sebagian frekuensi dan blocknumber penyelenggara yang dibeli kepada penyelenggara yangmembeli, sehingga proses merger dan akuisisi menjadi lebihmenarik bagi penyelenggara telekomunikasi. Dengan adanya stimulustersebut diharapkan penyelenggara telekomunikasi di Indonesiadapat ditekan, sehingga idealnya penyelenggara telekomunikasi diIndonesia cukup terdiri dari 4 penyelenggara saja.

Termasuk kapasitas, jumlah, dll

4.2.4 Pengguna – masyarakat

Pengguna telekomunikasi merupakan salah satu entitas pentingdalam industri telekomunikasi di suatu negara. Pengguna berhakmendapatkan perlindungan dari pemerintah atau regulator dalammendapatkan layanan telekomunikasi. Oleh karena itu, pemerintahharus menjamin ketersediaan layanan telekomunikasi bagi seluruhmasyarakat Indonesia, baik yang berada di daerah urban, maupunyang berada di daerah rural atau daerah perbatasan.

Layanan yang wajib diterima masyarakat untuk saat ini tidak hanyalayanan dasar (voice dan sms), namun juga layanan data.

4.3 Relasi antar Peran dalam industri TIK (aturan)

4.3.1 Diatur atau tidak?

4.3.2 Perlu kerangka B2B atau tidak?

4.4 Regulasi telekomunikasi ke depan

4.4.1 Regulasi Tariff

Tarif merupakan suatu keputusan yang sangat penting bagi perusahaan,

karena ini akan menentukan seberapa besar pendapatan yang akan

diperoleh dari operasional perusahaan. Di dalam industri

telekomunikasi yang pada awalnya bersifat monopolistik, regulasi harga

banyak dilakukan oleh regulator atas operator incumbent. Regulasi

harga diperlukan dalam kondisi di mana jika tanpa regulasi harga hal-

hal berikut akan terjadi:

Harga yang terlalu tinggi. Jika ada operator atau service

provider memiliki market power, mereka akan meningkatkan

harga di atas level kompetitif, maka di sini diperlukan

regulasi harga

Perilaku anti kompetitif: jika operator atau penyedia

layanan dengan market power terlibat di dalam praktek

penentuan harga yang akan memperlambat kompetisi di pasar.

Tiga praktek penentuan harga anti kompetitif yang sangat

penting adalah cross subsidization, price squeezes dan

predatory pricing.

Fungsi regulator adalah mengeluarkan regulasi bilamana perlu, yang dapat

mendorong industri telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dengan jangkauan yang luas, kualitas yang baik dan harga yang semurah mungkin

yang dapat dicapai, dengan tetap memberi kesempatan kepada semua provider

dan vendor untuk memperoleh rate of return yang layak.

Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan di dalam memilih metoda

regulasi harga, yaitu:

1) Mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar

2) Meningkatkan efisiensi ekonomi. Ada beberapa ukuran

efisiensi:

a. Efisiensi teknis. Barang dan jasa harus diproduksi

dengan ongkos yang serendah-rendahnya

b. Efisiensi alokatif. Harga di pasar yang terobservasi

oleh seseorang haruslah mencerminkan biaya yang

dialami oleh masyarakat dalam memproduksi layanan

tersebut. Ini akan menjamin bahwa konsumen yang

memvaluasi layanan tersebut melebihi biaya produksi

layanan tersebut akan membeli layanan tersebut dan

yang tidak akan meninggalkannya.

c. Efisiensi dinamis. Perusahaan harus memiliki insentif

yang cukup untuk melakukan investasi teknologi baru

dan menawarkan layanan baru

3) Meningkatkan kompetisi

4) Meminimasi biaya regulatory

5) Menjamin kualitas layanan yang tinggi

6) Menjamin harga layanan yang kompetitif dengan negara lain.

Tujuan ini relevan untuk negara-negara yang menggunakan

harga layanan telekomunikasi, sebagai salah satu

infrastruktur penting, untuk menarik investasi asing

7) Memberi kesempatan pada perusahaan yang diregulasi untuk

menghasilkan keuntungan yang wajar

Usulan Rencana Regulasi Biaya Era Konvergensi

Regulatory A ccounting

Price Floor PriceC eiling

ContentProvider N N NService Application Provider

N N N

Acces N W -Retail Y Y Dependon m arket situation

Acces N W -wholesale

Y Y Y

Backbone N W Provider

Y Y Y

N etwork Facilities Provider

N N N

4.4.2 Regulasi Perizinan

Sistem pemberian lisensi akan berubah. Lisensi kemungkinan tidak lagi

dari semula menganut pola vertikal menjadi menganut pola horizontal.

Dimana akan meuncul beberapa bentuk baru dari semangat konvergensi

dimana akan ada konvergensi lisensi yang akan lebih memudahkan

penyelenggara dalam mengembangkan layanannya.

Izin penyelenggaraan telekomunikasi di era konvergensi akan dibagimenjadi 2 (dua) izin penyelenggaraan, yakni:

1. Izin Penyelenggaraan Jaringan2. Izin Penyelenggaraan Jasa

1. Penyelenggaraan Jaringan

Perizinan Penyelenggaraan Jaringan merupakan perizinan yang diberikan

kepada penyelenggara yang menyelenggarakan jaringan telekomunikasi

sebagai enabler untuk terbentuknya layanan telekomunikasi. Dalam Izin

Penyelenggaraan Jaringan, akan ada 3 (tiga) segment penyelenggaraan

yakni Penyediaan Fasilitas Jaringan, Penyediaan Layanan Jaringan,

Penyediaan Jaringan untuk Keperluan Sendiri

2. Penyelenggaraan Jaringan

Perizinan Penyelenggaraan Jaringan merupakan perizinan yang diberikankepada penyelenggara yang menyelenggarakan jaringan telekomunikasisebagai enabler untuk terbentuknya layanan telekomunikasi. Dalam IzinPenyelenggaraan Jaringan, akan ada 3 (tiga) segment penyelenggaraanyakni Penyediaan Fasilitas Jaringan, Penyediaan Layanan Jaringan,Penyediaan Jaringan untuk Keperluan Sendiri

a) Penyediaan Fasilitas Jaringan

Penyediaan Fasilitas Jaringan merupakan penyedia infrastrukturpasif yang akan dipergunakan oleh penyelenggara lainnya untukmenyediakan layanan jaringan maupun layanan jasa.

b) Penyediaan Layanan Jaringan

Penyediaan Layanan Jaringan merupakan penyedia kanal jaringankepada penggunanya (infrastruktur aktif) yang akan menjadienabler layanan-layanan jasa yang akan bergerak diatas PenyediaanLayanan Jaringan Telekomunikasi

1) Penyediaan Layanan Jaringan Akses

Penyediaan Layanan Jaringan Akses diklasifikasikan sebagaipenyedia kanal akses bagi pelanggan (end-user) berupabandwidth. Penyediaan layanan ini dilakukan dengan azasteknologi netral sehingga tidak membatasi apapun teknologiyang dipergunakan oleh penyelenggara

2) Penyediaan Layanan Jaringan Backbone

Penyediaan Layanan Jaringan Backbone diklasifikasikan sebagaipenyedia kanal yang menghubungkan antar operator maupuninternal operator (antar kota atau antar region maupunbackbone inner city

c) Penyediaan Layanan Jaringan untuk Keperluan SendiriPenyediaan Layanan Jaringan untuk keperluan sendiri merupakankelompok usaha yang memerlukan jaringan untuk keperluan sendiriakibat dari tidak tersedianya infrastruktur dan/atau jaringantelekomunikasi di daerah terkait

3. Penyelenggaraan JasaPerizinan Penyelenggaraan Jasa merupakan perizinan yang diberikankepada penyelenggara yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi yangbergerak diatas Jaringan Telekomunikasi.Dalam Izin Penyelenggaraan Jasa, akan ada 3 (tiga) kelompokusaha/bisnis penyelenggaraan yakni Penyediaan Layanan Jasa,Penyediaan Layanan Aplikasi, dan Penyediaan Konten.

a) Penyediaan Layanan JasaPenyediaan Layanan Jasa merupakan penyelenggaraan penyediaanlayanan suara atau data, layanan nilai tambah, dan layananmultimedia (suara, gambar, video) dan interaktif menggunakan jasatelekomunikasi yang melekat ke layanan jaringan akses1) Penyediaan Layanan Jasa Dasar

Penyediaan Layanan Jasa Dasar merupakan penyedia layanan jasalayanan suara atau data yang melekat kepada layanan jaringanakses.

2) Penyediaan Layanan Aplikasi Rantai Nilai (Value Chained)Pneyediaan layanan ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu A. Penyediaan Layanan Nilai Tambah

3) Penyediaan Layanan MultimediaPenyediaan Layanan Multimedia merupakan layanan terpadu suara,data dan video dan interaktif yang menggunakan jasatelekomunikasi.

Dengan definisi dari jenis perizinan tersebut di atas adalah

sebagai berikut:

Perizinan Individu merupakan perizinan yang diberlakukan untuk

penyelenggaraan Telekomunikasi yang karena sifatnya memerlukan

pengaturan yang ketat. Hal ini dilakukan dalam rangka antara

lain optimasi penggunaan sumber daya terbatas (contohnya

spektrum frekuensi radio) dan menciptakan iklim usaha yang

sehat.

Perizinan kelas merupakan perizinan yang diberlakukan untuk

penyelenggaraan Telekomunikasi yang karena sifatnya tidak

memerlukan pengaturan yang ketat.

Tidak Perlu berizin merupakan bentuk kemudahan yang diberikan di

era konvergensi karena ada banyak sekali bentuk penyelenggaraan

layanan yang bisa berubah-ubah setiap waktu dan biasanya dalam

skala kecil serta banyak dilakukan oleh masyarakat dan individu.

Prinsip regulasi dalam memberikan lisensi :

• tata cara dan bentuk lisensi yang sederhana; • proses yang transparan, adil, dan tidak diskriminatif; dan • penyelesaian dalam waktu yang singkat.• penyelenggara yang mempunyai ijin lebih dari satu jenis

penyelenggaraan wajib menjalankan akuntansi terpisah untuk

masing-masing izin dan wajib menjaga tidak terjadi praktek

subsidi silang

• Kemitraan dalam penyelenggaraan layanan dimungkinkan dan

diserahkan sesuai kebutuhan para penyelenggara selama tidak

merugikan kepentingan umum dan kepentingan negara/nasional.

4.4.3 Regulasi Perlindungan Pelanggan

Garis besar regulasi terkait dengan perlindungan konsumen

Networkperformance

Operator diwajibkan untuk bisa menyediakankualitas jaringan dan kualitas layanan(QoS) dengan performansi yang sesuai denganstandard yang ditetapkan secarainternasional,

Pengaturan mengenai availability jaringanyang harus disediakan oleh operator

Operator wajib memberikan laporan terkaitdengan performansi jaringan terhadapregulator secara periodik

Perlu dilakukan pemeriksaan performansijaringan secara periodic untuk bisamengetahui kondisi jaringan di lapangan

Billing Penyediaan billing dari operator harusdisertai dengan perhitungan yangtransparan,

Operator harus menginformasikan segalaperubahan berkaitan dengan tariff secaratransparan terhadap pelanggan

Maintainability Jaminan dari operator terhadap pelanggan,yakni SLA (service Level Agreement) dan SLG(service Level Guarantee) harus diatur olehpemerintah, dengan mempertimbangkanstandard yang berlaku secara internasional

Operator harus menyediakan jaminan MTTR(Mean Time To Repair) terhadap pelangganbila terjadi kerusakan atau gangguanterhadap jaringan

Customer care Pengaturan tentang tingkat availabilitycustomer care untuk menangani kebutuhanpelanggan

Customer care harus mempunyai kemampuandalam menangkap keluhan dan permasalahanyang dialami oleh pelanggan dalam waktuyang tidak lama

Mekanisme terhadap Pemerintah harus menyediakan mekanismepenyampaian keluhan pelanggan yang bisa

penyampaiankeluhan pelanggan

dimengerti secara mudah oleh pelanggan Badan perlindungan konsumen harus bisa

netral dan mampu menyampaikan permasalahanyang dialami pelanggan secara cepat, danbenar

Supplementaryservice (VAS)

Perlu diatur QoS untuk penyediaan layanantambahan (VAS)

Perlu adanya pengaturan mengenai penyediaanVAS dari operator terhadap pelanggan

Konten Tidak bertentangan dengan undang-undang Tidak bersifat pornografi , SARA Adanya perlindungan hak cipta

4.4.4 Regulasi Komitmen Pembangunan

Pembangunan pada daerah urban

Pembangunan pada daerah rural

4.4.5 Regulasi BHP /Regulatory charges

Selain mengenai tarif layanan dalam , hal regulasi bisnis ada bebrapa

hal yang menjadi bahasan yang diatur :

• biaya-biaya yang harus dibayarkan operator kepada Pemerintah

kedepan (BHP Telekomunikasi, BHP Frekuensi, BHP USO)

• sistem pelaporan operator kepada regulator (bagaimana pola RFR di

era konvergensi)

• penggunaan regulatory costing dalam pengawasan dan penetapan

kebijakan lainnya yang terkait dengan harga dan kualitas

Dalam era konvergensi usulan dalam regulatory charges yang terkait

dengan lisensi adalah

UU 36/1999 ttg TelekomunikasiPP terkaitPermen terkait

RUU ttg TelekomunikasiRPP terkaitRPermen terkait

Tarif :RetailInterkoneksiSirkit SewaMultimediaDan lainya

Regulatory charges:BHP TelBHP FrekuensiUSO

Kategori Penyelenggara :NFPNSPASPCASP

Tarif :RetailInterkoneksiSirkit SewaMultimediaDan lainya

Kategori Penyelenggara :Penyelenggara JaringanPenyelenggara JasaTelekomunikasi Khusus

Regulatory charges:BHP TelBHP FrekuensiUSO

Pada saat ini tarif yang berlaku masih sensitive terhadap Jarak, Cost Based, dijumpai klasifikasi area layanan yang belum seragam, tarif promosi dan lainya

Bgmn pengaturan tarif di era konvergensi?. Cost based ? masih sensitive terhadap Jarak?klasifikasi area yang belum seragam ?Ada tarif promosi ?dan lainya

Data 2008, menunjukkan bahwa estimasi prosentase biaya Regulatory costing terhadap :Total cost : 8.73% - 15.44%Oprtg Rev.: 6.2% - 13.54%

Bagaimana di era konvergensi ?

Prosentasi Annual License Fee disesuaikan dengan skala ekonomis suatu bisnis yang disusun dan diformulasikan berdasarkan data-data historis dan data pembanding yang sejenis. Dengan pertimbangan-pertimbangan :Secara Keseluruhan PNBP tidak mengalami penurunan atau terjadi kenaikan relatif kecil, atau dalam data PNBP dari 2006 ke 2010, CAGR 33,8 %. Formulasi di masa mendatang misalkan < 20%.Beban Regulatory costing para penyalenggara bisa berkurangIndustri Tellematika tumbuhMasyarakat dapat menikmati berbagai jenis jasa layanan yang ditawarkan para penyelenggara

4.4.6 Regulasi Pemanfaatan Industri Dalam Negeri

Pemanfaatan produksi perangkat-perangkat telekomunikasi dalamnegeri yang juga akan berdampak pada perekonomian industri dalamnegeri terutama di sektor telekomunikasi diharapkan dapatmeningkatkan Indonesia. pemanfaatan industri dalam negeriterutama dalam bidang TIK diyakini masih sangat rendah saat ini,hal tersebut dikarenakan masih tinginya biaya produksi perangkatteknologi yang berakibat pada tingginya harga jual perangkattelekomunikasi.

4.4.7 Regulasi Infrastruktur Sharing

Pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi secara bersama merupakankebijakan yang diharapkan dapat menciptakan kompetisi yang lebihbaik dalam telekomunikasi di Indonesia. Kompetisi telekomunikasipada dasarnya dapat tercapai dengan intervensi pemerintah maupuninisiatif industri sendiri dengan strategi kompetisinya masing-masing. Inisiatif industri untuk menggunakan infrastrukturtelekomunikasi secara bersma harus dirangsang dengan intervensipemerintah melalui peraturan-peraturan strategis terkaitpenggunaan atau pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi secarabersama.

Penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur secara bersama olehpenyelengara telekomunikasi merupakan salah satu kebijakan yangsudah dikembangkan terutama di negara negara maju. Kebijakanpenggunaan atau pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi secarabersama memberikan beberapa manfaat bagi penyelenggaraan layanantelekomunikasi, antara lain:

a. Meringankan beban biaya operasional infrastruktur.b. Memberikan pilihan layanan yang lebih banyak kepada

pengguna.c. Menciptakan iklim kompetisi.d. Kualitas layanan yang akan semakin meningkat diakibatkan

adanya kompetisi.e. Serta tarif layanan yang kompetitif.

Penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi secarabersama dibagi menjadi 2, yaitu infrastruktur aktif dan

infrastruktur pasif. Infrastruktur aktif merupakan jenisinfrastruktur yang dapat menghasilkan layanan telekomunikasisecara langsung dalam bentuk kanal saluran transmisi maupunperangkat yang dapat merutekan aliran layanan telekomunikasi,sedangkan infrastruktur pasif merupakan infrastruktur yangbersifat hanya sebagai sarana maupun pendukung instalasi dariinfrastruktur aktif.

Pelaksanaan penggunaan atau pemanfaatan infrastrukturtelekomunikasi secara bersama harus dilakukan dengan prinsip:

a. Terbuka, transparan, dan non-diskriminatifb. Pemanfaatan sumber daya secara efisien

4.4.8 Regulasi Open Access

Pengaturan keterbukaan akses (open access) merupakan suatukebijakan yang banyak diterapkan oleh negara di dunia, baik dinegara asean seperti Malaysia dan Thailand, juga negara eropaseperti halnya Jerman. Negara tersebut mengatur mengenaiketerbukaan jaringan akses dalam Undang-Undang telekomunikasinya.

Perlunya pengaturan keterbukaan akses di Indonesia dilakukanuntuk:

a. Memberi kebebasan kepada pengguna untuk dapat memilih jasatelekomunikasi yang digunakan.

b. Membangun persaingan yang sehat antar penyelenggaratelekomunikasi.

c. Serta untuk meningkatkan efisiensi sumber daya dalampenyelenggaraan telekomunikasi.

Regulasi open access sudah saatnya diterapkan di Indonesia,mengingat semakin meningkatnya pelanggan data di Indonesia,sehingga membutuhkan layanan yang lebih variatif. Selain itu,industri telekomunikasi sebagai industri yang padat modal dapatmemberikan kesempatan bagi perusahaan kecil untuk dapatberkompetisi dalam memberikan layanan melalui kebijakan openaccess. Open access juga merupakan salah satu tools dalammemberikan perlindungan terhadap pengguna. Dengan kebijakan openaccess, penyelenggara akan berlomba untuk berkompetisi dalam

memberikan kualitas layanan terbaik dengan tarif yang terjangkau,sehingga akan memudahkan pengguna dalam menentukan pilihanlayanan apa yang akan digunakan.

Keuntungan lainnya dari adanya regulasi open access adalahmengefisienkan penggunaan sumber daya telekomunikasi. Denganadanya regulasi oen access, penyelenggara telekomunikasi tidakperlu membangun jaringan aksesnya, sehingga tidak menyebabkan overcapacity di suatu daerah, dan dapat mengalihkan investasinya didaerah lain yang masih minim infrastruktur telekomunikasi. Denganadanya regulasi open access diharapkan dapat mengefisienkanjaringan dan mempercepat pemerataan jaringan dan jasatelekomunikasi di Indonesia.

4.4.9 Regulasi Kualitas Layanan

Kualitas layanan telekomunikasi harus terus dijaga olehpenyelenggara telekomunikasi untuk memberikan layanantelekomunikasi yang berkualitas kepada pengguna layanan. Setiappenyelenggara harus mematuhi standar kualitas layanan yang telahditetapkan oleh regulator, sehingga akan memberikan jaminankepada pengguna dalam menggunakan layanan telekomunikasi.

Banyak negara di dunia menentukan standar yang begitu tinggiterhadap kualitas layanan yang harus disediakan olehpenyelenggara telekomunikasi kepada penggunanya. Bahkan, KoreaSelatan membuat suatu badan yang dibentuk khusus untuk mengawasikualitas layanan telekomunikasi, sehingga apabila kualitaslayanan yang diberikan kepada pelanggan di bawah standar yangtelah ditentukan oleh regulator, maka regulator akan melakukantindakan tegas kepada penyelenggara telekomunikasi.

Kedepan diperlukan suatu pengaturan yang tegas mengenai standarkualitas layanan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dalammenyediakan layanan telekomunikasinya.

4.4.10 Regulasi Persaingan Usaha

Persaingan usaha di industri telekomunikasi Indonesia saat inisudah tidak sehat, hal tersebut terlihat dari rendahnya tarif

layanan telekomunikasi di Indonesia, bahkan yang terendah didunia. Selain itu, jumlah penyelenggara telekomunikasi diIndonesia yang terbanyak di dunia, dengan total 10 penyelenggaratelekomunikasi. Persaingan usaha yang cenderung tidak sehatmembuat sebagian besar penyelenggara telekomunikasi di Indonesiamengalami kerugian, dan hanya menyisakan 3 penyelenggara yangmendapat keuntungan.

4.4.11 Regulasi USOKewajiban Pelayanan Universal (KPU) sangat penting bagi perluasanjangkauan pelayanan dan pengembangan sarana telekomunikasi terutama diIndonesia yang memiliki wilayah yang luas dan masih belum terjangkauoleh pelayanan jasa telekomunikasi.

ITU didalam regulation toolkit mendefinisikan dalam layanan komunikasi

sebagai dua hal yaitu:

Universal access (UA) dimana setiap orang berhak mendapatkan

akses terhapa layanan komunikasi di suatu tempat atau di tempat

umum yang disebut juga akses umum, komunitas atau bersama.

Universal service (US) didefinisikan ketika setiap orang atau

tempat tinggal dapat memiliki layanan, dapat menggunakannya

secara pribadi atau secara individu dapat menggunakan layanan

tersebut dengan perangkat wireless.

Ketiga prinsip dari UA dan US:

Availability: layanan ini tersedia untuk bagian Negara yang

dihuni melalui perangkat di tempat umum, di suatu komunitas yang

digunakan secara bersama sama atau pribadi;

Accessibility: semua warga negara dapat menggunakan layanan ini,

terlepas dari lokasi, jenis kelamin, cacat dan karakteristik

pribadi lainnya, dan

Affordability: layanan ini terjangkau untuk semua warga negara.

Rekomendasi Regulasi USO

1. Penetapan program dilakukan oleh BP3TI dimana BP3TI sudah

menetapkan Roadmap hingga tahun 2025 dimana USO Fund akan menjadi

ICT Fund. ICT Fund itu sendiri tidak hanya menyediakan layanan

dasar telekomunikasi tetapi juga digunakan untuk Infrastruktur

Backbone hingga infrastruktur lainnya.

2. Dalam tahapan migrasi USO Fund menuju ICT Fund diperlukan

persiapan:

a. Pada Jaringan ■ Melakukan, menggunakan kemitraan publik-swasta yang sesuai,

penyebaran jaringan akses broadband terbuka di daerahterpencil atau daerah dengan biaya tinggi.

■ Mengkoordinasikan akses untuk rights of way.b. Pada Layanan

■ Melakukan expansi USO dimana juga memasukkan layananBroadband

c. Pada Aplikasi ■ Mengembangkan program e-gov lebih lanjut■ Menawarkan hibah bagi komunitas atau daerah yang menjadi

broadband demand aggregator.d. Pada Pengguna

■ Membuat Pusat Akses Komunitas■ Memberikan subsidi pada user divice bagi rumah tangga yang

miskin.3. Broadband Meaningful yang menjadi tujuan dari USO di era

konvergensi tidak akan berhasil jika hanya didukung oleh

pembangunan infrastruktur saja. Disini juga harus ada program

pendamping seperti pemberdayaan masyarakat dalam menggunakan

infrastruktur yang disediakan.

4. Program USO haruslah tepat sasaran. Artinya tidak hanya pada

pemilihan jenis program tetapi juga demand yang dituju juga harus

sesuai. Sebagai contoh pembangunan jaringan FTTH tidak perlu

dibangun di daerah dengan geografis pegunungan dan demand yang

rendah.

5. Peran pemerintah daerah seharusnya tidak hanya dalam perencanaan

tetapi juga harus dilibatkan dalam operasional. Karena

bagaimanapun pemerintah daerah juga harus punya rasa memiliki

sehingga bisa mengoptimalkan infrastruktur yang ada.

4.4.12 Regulasi Keamanan

Hal yang penting terkait dengan masalah keamanan :

① Security requirements

② Security architectures

③ Security management

④ The Directory, authentication, and IdM

⑤ Securing the network infrastructure

⑥ Some specific approaches to network security

⑦ Application security

⑧ Countering common network threats

Pemahaman yang jelas secara menyeluruh meliputi:

pemain-pemain yang terlibat di dalamnya;

aset-aset yg perlu dilindungi;

bentuk usaha-usaha yg mengancam aset tersebut

kerentanan yg berkenaan dengan aset tersebut;

dan resiko secara keseluruhan terhadap kerentanan dan

ancaman terhadap aset tersebut.

Sedangkan pendekatan –pendekatan dalam melindungi jaringan dalamsuatu sistem, terutama jaringan konvergen adalah antara lain :

1. Pendekatan untuk melindungi berbagai tipe jaringan. Misal

persyaratan security di NGN

2. Diikuti dengan mobile comm networks yang merupakan transisi dari

mobility based dalam sebuah single technology (CDMA or GSM) ke

mobility lintas platform dengn IP.

3. security requirements untuk home network dan TV kabel dievaluasi

4. Tantangan dalam security untuk ubiquitous sensor network.

Data yg digunakan utk memonitor dan mengontrol telecommunicationnetwork management traffic selalu ditransmisikan dlm jaringan ygterpisah yg hanya membawa netw management traffic

a) Telecomm management network (TMN) ITU-T M.3010

b) Untuk menyediakan security bagi end-to-end solution,

security measures (access control, authentication) harus

diaplikasikan ke setiap tipe aktivitas network dalam

infrastruktur network, layanan, & aplikasi.

Dalam pengembangan NGN yang mengarah pula ke arah jaringan yangbersifat konvergen. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan,diantaranya :

NGN security

Mobile communication security

Security for home networks

IPCablecom

Security for ubiquitous sensor networks

Untuk sistem keamanan pada jaringan masa depan maka bentuk keamananyang harus disiapkan oleh penyelenggara

SecM an(09)_F23

Transport

CSCF

TransportTransit

UNI

NNI

UNI

ANIANI

NNI NN I

CSCF

TE TE

Application servers A pplication servers

Softswitch Softswitch

Service stratum Service stratum

Access(xDSL, Cable,FTTP, W iFi,W iM AX)

Otherprovider

Usernetworks

Usernetworks

TEs TEs

Users Users

Users Users

Signalling M edia/bearer

Corporate networks

Corporate networks

Network-provided security on network domain by networkdomain basis for end-to-end com munications

Access(xDSL, Cable,FTTP, W iFi,W iM AX)

Gambar Sistem Keamanan Pada NGN

4.4.13 Regulasi Dispute Resolution

4.4.14 Regulasi Pengelolaan Spektrum

Untuk mengeksplorasi semua kemungkinan penggunaan spektrum yang lebihefisien dan optimal, diperlukan reformasi manajemen spektrum yanglebih fleksibel, antara lain:

1. Pendefinisian ulang mengenai hak guna frekuensi untuk setiapizin frekuensi eksisting, di mana diperlukan batasan-batasanantara lain:

Dimensi Frekuensi : Frekuensi kerja, lebar pita termasukguard band yang diperlukan (in-band + out-of-band emission)

Dimensi Waktu : Waktu kerja, termasuk “guard time”

Dimensi Spasial: Lokasi pemancar, daerah cakupan geografis,azimuth, elevasi, dsb termasuk ”guard space” / daerahpenyangga dengan ”adjacent areas”.

2. Transformasi dari metoda pengelolaan frekuensi dari ”commandand control” metoda evaluasi permohonan ke sejumlah metodayang lebih fleksibel antara lain:

Mekanisme pasar (market-based mechanism) yaitu lelang

frekuensi. Hal ini dilakukan untuk alokasi eksklusif

frekuensi pita lebar akses di suatu wilayah untuk pengguna

tertentu, seperti BWA, selular, pay-TV, mobile-TV, dsb.

Spectrum commons / Penggunaan spektrum bersama oleh semua

pengguna (general user). Khususnya untuk penggunaan pita

frekuensi ISM band, U-NII, perangkat low power, WiFi 2.4,

5.x GHz band, dsb.

Mekanisme lain yang adaptif terhadap perkembangan teknologi

wireless yang inovatif dan bergerak sangat cepat.

Pengalokasian spectrum telah menjadi kebijakan strategis karenaspectrum frekuensi merupakan resource yang sangat dibutuhkan olehpenyelenggara untuk dapat menyelenggarakan layanan telekomunikasi.Dalam perubahan menuju ke era konvergensi, dimana kompetisi akan lebih“diketatkan” pada kompetisi layanan daripada kompetisi jaringan dan

infrastruktur, maka akan terjadi juga perubahan paradigm dalampengaturan spectrum frekuensi. Gambar dibawah akan menjelaskanperubahan paradigm yang akan terjadi pada pengaturan spectrumfrekuensi di era konvergensi ke depan:

Tujuana. Penggunaan spectrum yang optimalb. Mendorong kompetisic. Mendorong inovasid. Availability dan diversitas dari layanane. Realisasi nilai ekonomis yang optimal dari resource spektrum

Adanya komitmen (obligasi) pembangunan dan investasi pada spectrumyang dialokasikan

Memungkinkan “spectrum trading” Hak frekuensi yang tidak lagi eksklusif

Spektrum frekuensi sebagai Limited Resources harus dikelola secara efektifdan efisien melalui:

1. Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi yang bersifat dinamis

dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan

teknologi.

2. Pengelolaan spektrum frekuensi secara sistemik dan didukung

sistem informasi spektrum frekuensi yang akurat dan terkini.

3. Pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi yang

konsisten dan efektif.

4. Regulasi yang bersifat antisipatif dan memberikan kepastian.

5. Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi yang kuat, didukung

oleh SDM yang profesional serta prosedur dan sarana pengelolaan

spektrum frekuensi yang memadai.

Alasan mengapa perlunya pengelolaan kembali spectrum:

Spektrum fleksibilitas. Tanpa fleksibilitas, aturan birokrasi

yang kaku dapat membatasi inovasi dan adopsi teknologi baru untuk

memenuhi kebutuhan konsumen dan masyarakat umum.

Ada empat revolusi teknologi besar selama sekitar 27 tahun (1G->

2G-> 3G-> 4G), peningkatan kebutuhan bandwidth yang terus

berkembang dari waktu ke waktu dan untuk menyediakan akses bagi

pelanggan sehingga dirasa perlu adanya pengelolan kembali

spektrum frekuensi

Metodology Proyeksi Spektrum Kedepan

Rekomendasi pengelolaan Spektrum :

Sangat penting kiranya bilamana ingin diterapkan 4G di pita 700 MHz,

dilakukan hal-hal sebagai berikut:

Mendorong Pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan

konversi TV Analog ke TV Digital dalam jangka waktu tidak

terlalu lama (Digital Switchover).

Opsi kedua "Digital Dividend " untuk Mobile Broadband dengan

masa transisi memadai merupakan pilihan yang optimal.

Market ForecastTraffic UsersDevice ecosystem

INPUT

Assumption

Guaranteed Bit Rate : 256 Kbps85 % users are Broadband usersMax Site allowedAverage cell throughput per Technology

Contention Ratio 30 – 40 %Target mErl/ SubTarget BHCA/ Sub

Dimensioning Tool

Year 0Network “As is”Starting Network Capacity

Gov Strategic PlanRPJMMP3EI Area Criteria Available Freq

Network & TechnologyNetwork TopologyTraffic Distributions

Menetapkan perencanaan frekuensi jangka panjang untuk "Digital

Dividend" di pita UHF 700 MHz, dengan sub-band bawah (478 s/d

694 MHz) untuk Digital Terrestrial TV Broadcasting / DTTB (TV

Siaran Digital), dan sub-band atas (694 s/d 806 MHz) untuk

Mobile Broadband.

Menetapkan kanal "guard band" / reserved antara Mobile

Broadband dan TV Digital paling tidak sebesar 10 MHz, yaitu di

pita frekuensi 678 s/d 694 MHz (Ch.47 dan Ch.48 UHF).

4.4.15 Regulasi Penomoran

Penomoran adalah enabler layanan kepada pelanggan, dimana nomor

merupakan identitas bagi pelanggan, dan merupakan alamat pelanggan

untuk akses layanan

Nomor merupakan sumber daya nasional yang terbatas. Pengertian

terbatas disini, sebetulnya tidak mutlak, seperti sumber daya nasional

lain yang juga terbatas yaitu frekuensi yang terbatasnya mutlak.

Terbatasnya “nomor” karena nomor merupakan sumber daya jaringan, yang

keterbatasannya ditentukan oleh jaringannya. Penomoran juga merupakan

sarana untuk kerjasama antar jaringan/interkoneksi antar jaringan.

Karena hal ini maka penomoran dapat merupakan salah satu “entry

barrier” bagi calon operator (“new entrant”).

Dengan perkembangan teknologi yang berdampak pada munculnya layanan-

layanan baru, yang dari semula hanya layanan teleponi dasar berkembang

menjadi berbagai layanan multimedia, maka masalah penomoran dan

koordinasinya menjadi semakin kompleks. Perkembangan teknologi yang

mempengaruhi jaringan, utamanya ada pada transmisi dan

penyambungan/switching

Dengan semakin banyaknya penyelenggara dan perkembangan teknologi kearah konvergensi maka akan berdampak pada kebutuhan penomoran. Secaraumum permasalahan penomoran yang terjadi dapat diidentifikasi sebagaiberikut :

Semakin terbatasnya alokasi penomoran, karena penomoran merupakan

sumber daya yang terbatas.

Adanya inefisiensi terhadap system penomoran yang ada saat ini.

Dengan perkembangan teknologi yang berdampak pada munculnya

layanan-layanan baru, yang dari semula hanya layanan teleponi

dasar berkembang menjadi berbagai layanan multimedia.

Perkembangan system penomoran E.164 dengan berkembangnya IPv6 dan

system penomoran ENUM.

Belum adanya system penomoran telekomunikasi yang yang dapat

mencakup sistem penomoran untuk era konvergen dan tetap juga

mendukung sistem penomoran yang ada.

Setelah identifikasi dan analisa terhadap kondisi layanan danteknologi ke depan, dan juga dengan adanya isu mengenai FMC, ENUM, danNumber Portability maka perlu disimpulkan suatu skema penomoran kedepan, yang mengakomodasi seluruh potensi layanan yang akan datang.

Alokasi penomoran

Penomoran layanan dan jaringan telekomunikasi

Pengalokasian penomoran tersebut dilakukan dengan memetakanlayanan dan juga kepentingan dari setiap layanan ke tabelpenomoran seperti berikut:

Tabel: Usulan numbering plan Indonesia

1st digit

2nd digit

3rd digit

4th digit

5th digit

6th digit

7th digit

8th digit

9th digit

10th digit

11th digit

12th digit

13th digit

14th digit

Sam bungan Langsung Internasional 0 0 XITKP satu tahap internasional 0 1 0 XITKP satu tahap nasional 0 1 0 X Y

0 1 10 1 ...0 1 9

2 C D E F G H I J K L M N... C D E F G H I J K L M N9 C D E F G H I J K L M N

M obile Cellular Service 0 8 X Y1 0 X Y Z1 1 X Y Z

FM C 1 2 X Y Z F G H I J K L M NRPUU 1 3 0 X Y

1 4 X Y Z1 5 X Y Z

ENUM 1 6 X Y Z F G H I J K L M NITKP dua tahap 1 7 0 X YVOBB geografis 1 8 X Y Z F G H I J K L M NVOBB nasional 1 9 X Y Z F G H I J K L M NNom or Lokal PSTN 2 x x x x

0PSTN & FW A (Area Code)

Sam bungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ)

Nom or Khusus

Call Centre

Ada 5 layanan yang diusalkan penomoran baru yakni:

1. FMCDialokasikan pada blok nomor +62.12-xyz (15 digit)

2. ENUMDialokasikan pada blok nomor +62.16-xyz (15 digit)

3. VoBB geografisDialokasikan pada blok nomor +62.18-xyz (15 digit)

4. VoBB nasionalDialokasikan pada blok nomor +62.19-xyz (15 digit)

5. Mobile Number PortabilityDialokasikan pada blok nomor 084-xyz (14 digit)

Penomoran untuk konten telekomunikasi

Kerangka kebijakan yang diperlukan untuk pengaturan konten

telekomunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan penggunaan nomor IN operator

Nomor IN perlu didaftarkan penggunaannya kepada regulator

untuk kepentingan pengawasan penggunaan nomor dan juga

konten yang diberikan kepada pengguna.

Kewajiban ini diberlakukan untuk menjaga penyediaan konten

supaya bisa dimonitor dan menjaga peran dan tanggung jawab

operator dalam memberikan layanan kepada pengguna sebagai

end-user telekomunikasi.

2. Kewajiban registrasi dan laporan tahunan penyelenggara

konten

Penyedia konten juga diwajibkan melakukan registrasi untuk

bisa menjalankan bisnisnya kepada pelanggan. Kewajiban

tersebut supaya regulator bisa mengawasi proses bisnis dan

memonitor kejadian-kejadian yang terjadi yang berhubungan

dengan penyelenggaraan bisnis konten di Indonesia.

Terutama ketika terjadi permasalahan yang baru saja terjadi

di Indonesia, terkait dengan dugaan pencurian pulsa, maka

regulator bisa menindak penyelenggara konten jika regulator

memiliki data yang jelas mengenai penyelenggara konten

tersebut.

3. Kewajiban operator dalam menjaga layanan konten yang

diberikan kepada pelanggan

Terkait dengan perlindungan pelanggan telekomunikasi, maka

pelanggan juga berhak untuk mendapatkan kejelasan dalam

penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, terutama

masalah perlindungan ketika pelanggan merasa dirugikan,

customer care yang siap memberikan penjelasan dan

penyelesaian terhadap masalah yang dirasakan pelanggan, dan

juga ganti rugi ketika pelanggan dirugikan secara materi

oleh operator yang bersangkutan.

Penyediaan layanan konten dilakukan melalui jaringan yang

dikelola oleh operator telekomunikasi, sehingga seluruh

kontrol dan monitoring sudah seharusnya menjadi domain dari

operasional operator.

Terkait dengan penyelenggaraan konten telekomunikasi di

Indonesia, maka operator akan bertanggung jawab secara penuh

terhadap segala konten yang dinikmati oleh penggunanya,

termasuk juga ketika pelanggan mengajukan komplain terkait

penyelenggaraan.

Manajemen penomoran

Ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan terkait penomoran diIndonesia, yakni:

1. Manajemen penomoran dilakukan oleh industriIndustri memiliki kepentingan besar terhadap nomor, terutamadalam menyediakan layanan telekomunikasi kepada pelanggannya.Dalam era ke depan, maka sebaiknya manajemen penomoran, dan jugaalokasinya dilakukan oleh industri sendiri.

Dengan skema seperti ini, maka industri yang akan tahu bagaimanakebutuhan industri akan penomoran, dan regulator bertugas untukmengawasi dan menjadi badan arbitrase ketika terjadiperselisihan di industri.

2. Perlu database nasional untuk penomoranSemenjak penomoran sudah tidak dipetakan di jaringan milik PT.Telkom, maka sekarang tidak ada lagi badan yang memilikiotoritas dan tanggung jawab untuk memetakan penomoran nasional.

Database seharusnya menjadi otoritas bagi industri, karena nomortidak menjadi sumber daya yang sangat terbatas yang sangat vitalbagi industri dan regulator.

4.4.16 Regulasi Keterhubungan

Jaringan masa depan menuntut adanya model interkoneksi baru. Jaringan

dan trafik berbasis IP dipastikan berpengaruh terhadap pengaturan

interkoneksi. Regulasi harus memberikan jaminan terhadap perlakukan

non-diskriminatif.

Setiap penyelenggara teknologi informasi dan komunikasi juga wajib

menjamin interoperatibilitas dengan penyelenggara lainnya dan

menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara lainnya.

Pelaksanaan hak dan kewajiban interkoneksi dilakukan berdasarkan

prinsip :

a. Apa saja ke apa saja (any-to-any)

b. Transparan

c. tidak diskriminatif

d. berjangka waktu

e. persaingan yang sehat

f. kerja sama yang saling menguntungkan

Dengan adanya perubahan strutkur industri tersebut di atas, maka isu-

isu terkait interkoneksi kedepan adalah sebagai berikut ;

a. Konsep dan definisi Interkoneksi

b. Jenis Keterhubungan antara penyelenggara (NFP, NSP, ASP, CASP)

c. Perlunya penyesuaian RFR dan DPI

d. Penentuan Operator Dominan (SMP)

e. Pengaturan Interkoneksi :

Interkoneksi berbasis circuit based

Interkoneksi berbasis IP

f. Kebijakan Tarif Interkoneksi

g. Pengaturan POI dan POC interkoneksi

h. Analisa QoS pada jaringan NGN

i. Asymetric Regulation

BAB V Transisi industri eksisting ke KonsepGrand Design

5.1 Konsep perijinan telekomunikasi ke depan

Bisnis telekomunikasi sedang berada pada era transisi dimana konsepbisnis dahulu yang bersifat network-driven sudah mengarah ke konsepindustry yang application-driven. Bisnis network-driven terjadi karenapengaruh teknologi dulu lebih menguasai pasar daripada pengaruhlayanan, dimana bisnis para operator dulunya adalah bisnis jaringankarena layanan masih sangat terbatas pada layanan suara, sms, daninternet (leased line dan dial-up).

Perkembangan yang terjadi pada bidang telekomunikasi sekarang dan kedepan lebih mengarah ke era bisnis layanan konten/aplikasi dimanalayanan telekomunikasi cenderung semakin menyumbangkan revenue yanglebih meningkat daripada revenue voice/SMS. Layanan konten/aplikasimerupakan bisnis yang sangat berkembang karena bisnis konten/aplikasimerupakan bisnis kreatif dan bisa dikembangkan oleh entitas yang kecilsekalipun, baik perorangan, perusahaan kecil maupun juga bisa dalamenterprise skala menengah-besar.

Pada era industry konten, akan semakin banyak pihak yang akan munculsebagai penyedia konten/aplikasi, dimana setiap konten tersebut akanbisa diakses oleh pelanggan ketika konten tersebut diletakkan padajaringan operator telekomunikasi.

Jaringan telekomunikasi juga sudah mengalami kejenuhan pada kapasitasjaringan, terutama pada daerah-daerah yang besar (high-demand), namunterjadi kekurangan supply pada daerah yang low-demand. Gap tersebutakan menyebabkan terjadinya dampak gap (digital devide) yang semakin besardiantara masyarakat yang berada pada daerah low-demand denganmasyarakat yang berada pada wilayah high-demand di Indonesia. Digitaldivide akan memberikan dampak yang buruk terhadap pertumbuhanperekonomian dan pemerataan kemampuan masyarakat dalam meningkatkantaraf hidup, karena digital divide akan mematasi masyarakat untuk bisaberkembang secara bersama.

Bisa diprediksi bahwa tren yang akan terjadi pada era ke depan padapenyelenggaraan jaringan adalah adanya konsolidasi para penyelenggarajaringan di Indonesia, dan pertambahan penyedia konten yang sangatbesar. Tren tersebut harus bisa dijawab dengan adanya perubahan konsepperijinan yang bisa mengakomodasi perkembangan setiap bidang, danmeningkatkan pelayanan kepada pelanggan

IzinKelompok

Usaha/Bisnis

JenisUsahaBisnis

Deskripsi Contoh KegiatanUsaha/Bisnis

CakupanLayanan Bentuk Izin Otoritas

IzinProsesIzin

JaringanTelekomunikasi

PenyediaanFasilitasJaringan

PenyediaanFasilitasJaringan

Fasilitas jaringan :infrastruktur pasif yangakan digunakan menyediakanlayanan jaringan kanal

Fasilitas Satelit,Duct, Dark Fiber,Tower, Stasiun Bumi

Nasional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

Regional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

PenyediaanLayananJaringan

PenyediaanLayananJaringanAkses

Penyediaan kanal akses bagipengguna (bandwith)

Layanan akses (kanalakses): Kabel atauTanpa Kabel

Nasional

ModernLisensing

Menteri Evaluasi

Regional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

PenyediaanLayananJaringanBackbone

Penyediaan kanal yangmenghubungkan antaroperator atau internaloperator

LayananBackbone/Backhaul :Fiber optik atauRadio Link:

Nasional

ModernLisensing

Menteri Evaluasi

Layanan intermediasijaringan :hub ,CDN,IMS, softswitch, muxbroadcast

Nasional

ModernLisensing

Menteri Evaluasi

PenyediaanLayananJaringanuntukKeperluanSendiri

- Penyediaan jaringan untukkeperluan sendiri akibattidak tersedianyainfrastruktur dan/ataujaringan telekomunikasi

- Regional

ModernLisensingNon-Komitmen

Dirjen -

JasaTelekomunikasi

PenyediaanLayananAplikasi(Serviceapplication)

PenyediaanLayananAplikasiDasar

Layanan aplikasi dasar(suara, gambar dan data)yang disediakan denganmengunakan layanan jaringanakses

Layanan suara, gambardan data (NO,VNO/MVNO)

Nasional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

Layanan Internet Nasional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

Regional

Registrasi - -

PenyediaanLayananAplikasiRantaiNilai

Layanan nilai tambah yangmenggunakan layananaplikasi dasar

Layanan Call Centre,Information Centredan Premium Call,Premium Services

Nasional

ModernLisensing

Dirjen Evaluasi

Layanan aplikasi Layanan Content Nasiona Modern Dirjen Evaluas

(ValueChained)

transaksional menggunakanlayanan aplikasi dasar

Agregator, paymentgateway, cloud,Transaksional (e-commerce, e-banking,dll)

l Lisensing i

PenyediaLayananMultimedia

Layanan terpadu suara,gambar dan video daninteraktif menggunakanlayanan jaringan akses

Layanan IPTV Nasional

ModernLisensing

Menteri Evaluasi

PenyediaanKonten

PenyediaanKonten

Layanan konten / Kontenaplikasi menggunakanaplikasi layanan dasar

Layanan kontenaplikasi : Ring Backtone, sms premium,push content,dedicated messaging

Nasional

Registrasi/Notifikasiberdasarkanjeniskonten

- -

Gambar 5.1 : Matrix perijinan telekomunikasi ke depan

5.2 Pola penyediaan telekomunikasi untuk keperluan sendiri (Telsus),ambil gambar dari ekosistem broadband dari ITU. Telsus diutamakanuntuk daerah blank spot. Menggunakan jaringan public, denganstandar,kualitas, keamanan sesuai dengan kebutuhan telsus.

5.3 Bentuk konsolidasi industri

5.3.1 By regulation

5.3.2 By business

5.3.3 By mediation

BAB VI Action Plan implementasi Grand DesignIndustri TIK

6.1 Rumusan kebijakan transisi

Kebijakan, strategi serta hasil-hasilnya penyelenggaraan pengembangan

TIK terfokus pada perluasan dan pemerataan TIK yang sejalan dengan

peningkatan visi,misi dan sasaran TIK Nasional.

Sasaran TIK nasional :

Terbentuknya Government Backbone ( National Backbone)

Terkonsolidasinya budget TIK nasional

Terbentuknya critical mass pemilik komputer

Terbentuknya critical mass pengguna internet sehingga

Terbentuknya critical mass aplikasi yang dikembangkan secara

domestik, sehingga industri tertarik untuk menyediakan layanan

jasa TIK

Terbentuknya critical mass konten TIK sehingga menarik bagi

industri untuk mengembangkan domestic content

Strategi TIK Nasional :

1) Intervensi pemerintah untuk menyambungkan masyarakat (connectingcommunities)

– Pengadaan backbone Nasional

– Harga komputer yang terjangkau

– Harga berlangganan internet yang terjangkau

2) Mensyaratkan porsi komponen lokal untuk setiap investasi TIKdilingkungan pemerintah dalam rangka menghidupkan industri TIK

– Komponen hardware

– Komponen software

– Konten, dll.

3) Melengkapi berbagai kebijakan dan peraturan TIK, antara lain:

– Digital signatures Act untuk pembentukan Public Key

Infrastructure/PKI dan memfasilitasi pembentukan Certification

Authority

– dll

4) Peningkatan kualitas SDM TIK melalui kerjasama antara berbagaiinstansi pemerintah dengan pusat penelitian dan pendidikan TIK diperguruan tinggi

– Instansi pemerintah sebagai salah satu playing field bagipenelitian dan pendidikan TIK di perguruan tinggi dengan menyediakanjasa layanan TIK, pengembangan aplikasi, dan pengelolaan dataelektronis

5) Menyediakan dana yang bersifat multiyears untuk mencapai criticalmass TIK dan menjamin keberlanjutan TIK

Kebijakan dan program strategis perlu dicarikan strategi implementasiuntuk mencapai apa yang menjadi tujuan dan sasaran strategi, dalamkerangka melaksanaka misi untuk mewujudkan visi pengembangan TIK

Grand design yang disusun merupakan pengejawantahan. RencanaPembangunan Jangka Panjang (RJPJ) TIK karenanya, implementasi granddesign ini, dilaksanakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diwujudkan dalambentuk Rencana Strategis (Renstra)

Berdasarkan strategi umum implementasi kebijakan dan program strategisdi atas. Maka akan melahirkan strategi implementasi kebijakan danprogram strategis bersifat teknis dan operasional. Beberapa strategiimplementasi kebijakan dan program strategis, dalam kerangka mencapaitujuan dan sasaran strategis, untuk melaksanakan misi guna mewujudkanvisi tahun 2025, dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Penetapan skala prioritas bidang TIK

2. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) setiap lima tahun

3. Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT),

4. Strategis Teknis Implementasi Kebijakan dan Program Strategis

Perkembangan TIK menyebabkan terciptanya lalu lintas informasi dankomunikasi bebas hambatan antar Negara dan wilayah. Dengan kata lain,keberadaan TIK mampu menghilangkan berbagai hambatan geografissehingga terjadi transformasi pola hidup manusia di berbagai bidangmenuju masyarakat berbasis ilmu pengetahuan atau knowledgebasedsociety.

Untuk menjamin dan mendukung terwujudnya peran telekomunikasi bagimasyarakat perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan daribidang telekomunikasi yang ada salah satunya dukungan dari pemerintah.Peran utama dari pemerintah adalah membuat regulasi atau kebijakanyang terkait dengan pengembangan telekomunikasi.

Kerangka kerja menuju implemetasi grand design sebaiknya bersifatluwes mengingat cakupan perubahan industri yang dinamis. Dalam jangka

waktu dekat, perhatian harus difokuskan untuk melakukan transisi daripengaturan implementasi grand design.

Diantara banyak tindakan yang dibutuhkan, ada beberapa hal yang perludiperhatikan Pemerintah dalam pembuatan roadmap yang sesuai untukpengembangan sektor, yaitu:

• Pergeseran mendasar, dari regulasi yang kompleks berubah menjadiregulasi yang sederhana;

• Pengelolaan sumber daya terbatas harus secara efektif efisien danadil dan penggunana teknologi netral

• Pernyataan eksplisit tentang prinsip regulasi (transparansi, non-discrimninatory, kepastian, berpandangan jauh kedepan)

• Intervensi regulasi hanya diperlukan saat terjadi kegagalan pasaryang jelas terlihat;

• Pergerakan mengarah mekanisme swa-regulasi industri dan kode etikindustri;

• Pengembangan infrastruktur kearah infrastruktur sharing, openaccess dan VNO

• evaluasi industri secara menyeluruh dalam rangka langkahperbaikan contoh ; Memungkinkan rasionalisasi industri melalui merger

• Kelembagaan regulasi yang konvergen dan indenpenden

• Adanya perlindungan konsumen

6.2 Monitoring implementasi Grand Design

6.2.1 Monitoring

Monitoring minimal dilakukan setiap enam bulan sekali yangdilaksanakan oleh tim independen

yang dibentuk dari tingkat pusat maupun daerah. Hasilnya monitoringakan dilaporkan ke Menteri.

6.2.2 Evaluasi

Untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan pengembangan TIK maka setiaptahun akan dilakukan evaluasi oleh tim indenpenden baik pada tingkatpusat maupunb tingkat daerah. Evaluasi paling tidak dilakukanberdasarakan program dan kegiatan yang harus dilakukan oleh tiappemangkku kepentingan.

Hasil evaluasi yang disusun dalam bentuk laporan akan dilaporkankepada Menteri dan Menteri akan memberikan saran/ rekomendasiberkaitan dengan reward dan punishment sesuai dengan peraturan yangberlaku.