fisiologi tumbuhan 1

27
RESPON FISIOLOGI TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP STRESS GARAM Oleh : Indria Yumrotul Janah B1J012131 Desi Ariana Syahid B1J012145 Fesi Mastriyona B1J012179 Firda Isdianto B1J012201 LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

Upload: universitasjenderalsoedirman

Post on 27-Nov-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESPON FISIOLOGI TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP STRESS GARAM

Oleh :

Indria Yumrotul Janah B1J012131Desi Ariana Syahid B1J012145Fesi Mastriyona B1J012179Firda Isdianto B1J012201

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN IKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2013

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

Oleh :

Indria Yumrotul Janah B1J012131Desi Ariana Syahid B1J012145Fesi Mastriyona B1J012179Firda Isdianto B1J012201

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian akhir praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan I pada Fakultas Biologi

Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Menerima dan menyetujuiPurwokerto, 20 Desember 2013

Asisten

Faisal Anggi Pradita B1J010012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan laporan praktikum Fisiologi Tumbuhan I sebagai

salah satu syarat untuk mengikuti ujian responsi dan ujian akhir mata kuliah

Fisiologi Tumbuhan I di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyadarai bahwa penyusunan laporan praktikum Fisiologi

Tumbuhan I tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dosen Fisiologi Tumbuhan I yang telah memberikan bimbingan.

2. Asisten praktikum yang telah membantu pelaksanaan praktikum dan

penyusunan laporan ini.

3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan praktikum

Fisiologi Tumbuhan I.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan

ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Purwokerto, 20 Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii

KATA PENGANTAR......................................................................................... iii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................

B. Tujuan..........................................................................................

II. MATERI DAN METODE

A. Materi..........................................................................................

B. Metode........................................................................................

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil............................................................................................

B. Pembahasan................................................................................

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................

B. Saran...........................................................................................

DAFTAR REFERENSI.....................................................................................

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap faktor lingkungannya.

Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi

“Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang

merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu

terhadap kondisi faktor lingkungannya”. Setiap makhluk hidup memiliki range of

optimum atau kisaran optimum terhadap faktor lingkungan

untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi

itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Kondisi stress fisiologis ini,

populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu

yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulus hidupan, maka organisme

tersebut akan mati (Dharmawan, 2005).

Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-

garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman.Stres garam meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat

mengakibatkan kematian tanaman. Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap

salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel,

yaitu senyawa organik yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima

garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar

tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka

waktu yang lama (glikofita) kecuali pada tanaman halofita, yaitu tanaman yang

toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang

memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell et al.,

2003).

Toleransi setiap tanaman akan berbeda dengan tanaman lain, juga pada jenis

tanaman yang sama tetapi berbeda varietas akan berbeda juga toleransinya.

Dengan demikian perlu dikaji mengenai tanggapan varietas tanaman terhadap

kadar garam tinggi sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan

ketahanan hidup tanaman pada pada kondisi salin. Mini Proyek ini menggunakan

tanaman tomat (Solanum lycopersicum) sebagai tanaman yang akan diuji

ketahanan hidupnya pada kondisi salin. Tanaman tomat ini termasuk tanaman

glikofita, yaitu tanaman yang tidak tahan terhadap salinitas tinggi (Putri et al.,

2009).

Tanaman tomat umumnya ditanam di sawah, tegalan, dan pekarangan. Tomat

memiliki penyesuaian yang luas terhadap lingkungan tumbuh dan mudah

dibudidayakan di dalam pot dan wadah lainnya dengan volume yang terbatas.

Tomat dapat tumbuh di segala macam tipe tanah dan ketinggian tempat, tetapi

tidak tahan terhadap hujan, terutama pada fase pembungaan karena mudah gugur.

Suhu udara yang tinggi menyebabkan produksi buah tomat menurun. Tanah yang

cocok adalah tanah yang gembur dan cukup bahan organik. PH tanah optimum

tanaman tomat untuk tumbuh adalah pada pH 5-6. Pengaturan pada masa tanam

sangat penting sehingga musim berbunga dan musim berbuah jatuh pada musim

kering (Yasemin, 2005). Tanaman tomat diamati selama 5 minggu dengan

mengacu pada 6 parameter, yaitu tinggi tanaman, berat basah, berat kering

tanaman, luas daun, kandungan klorofil daun dan titik eksklusi garam. Selama

proses penanaman hingga pengamatan berlangsung, diberlakukan perlakuan

dengan tingkat stres garamdengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 0, 10, 20,

30, 40, 50 mmol. Alasan dipilihnya tanaman tomat sebagai bahan praktikum

karena tanaman tomat merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mewakili kelas

dikotil dan tanaman glikofita, selain itu struktur dan fisiologinya sangat lengkap

sehingga mudah untuk diamati dan mudah didapat.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum Respon Fisiologi Tanaman Tomat(Solanum

lycopersicum) terhadap Stress Garam adalah :

1. Memahami bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal (lingkungan).

2. Memahami bahwa kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman) merupakan

kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

3. Menentukan besarnya kandungan garam dalam media tanam dimana tanaman

masih bisa toleran untuk tumbuh.

4. Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi terhadap perubahan-perubahan

fisiologi tanaman tomat (Solanum lycopersicum).

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah polibag,

penggaris, gunting, timbangan analitik, spektrofotometer, mortar dan pastle,

kertas HVS 70 gram, oven, gelas ukur, gelas beaker, tabung kuvet, koran,

alumunium, kertas saring, kamera, hot plate dan stirer serta kertas label.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah tanaman

Tomat (Solanum lycopersicum), NaCl dengan konsentrasi 0 mM, 10 mM, 20 mM,

30 mM, 40 mM, dan 50 mM , aceton 80%, dan akuades.

B. Metode

1. Cara Kerja

1.1. Prosedur umum

Benih yang digunakan dipilih, disemai dan kemudian ditanam dalam

polibag ukuran 5 kg, sebanyak 2 tanaman/polybag. Pemupukan dan pemeliharaan

tanaman dilakukan sesuai standar.

1.2. Pemaparan NaCl

Pembuatan larutan garam. Untuk miniproject ini digunakan garam dapur.

Garam dapur (NaCl) yang digunakan ditimbang dengan rumus:

M = gr x 1000

Mr V

Dimana :

M = molaritas garam yang diinginkan (mol)

G = berat garam yang harus ditimbang (gram)

Mr = berat molekul NaCl (gram)

V = volume larutan yang diinginkan (ml)

Perlakuan NaCl diberikan ketika tanaman berumur 14 hari, sampai

dengan tanaman sampai berumur 8 minggu, dengan dosis 1 liter/

polybag. Pemberian NaCl dilakukan setiap 2hari sekali.

1.3. Pengamatan parameter fisiologi

1.3.1.Pengukuran luas daun

Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali.

Data luas daun diperoleh dengan cara mengukur luas daun kedua

(fully expanded leaf), dan dinyatakan dalam cm2.

Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode gravimetri.

a) Dengan menggunakan kertas HVS 70 gram, dibuat kotak

bujursangkar berukuran 4 x 4 cm; dengan demikiaan luas kertas

tersebut adalah 16 cm2 (A).

b) Kertas bujur sangkar (a) ditimbang dengan timbangan analitik,

misalnya terukur X gram (B).

c) Dibuat pola daun ke-2 tanaman sampel. Kertas bujursangkar

dipotong sesuai pola yang dibuat, untuk kemudian ditimbang

dengan timbangan analitik, misalnya terukur Y gram (C).

d) Luas daun ke-2 dihitung dengan rumus :

Luas daun = ACcm2

B

Dimana :

A = luas kertas bujur sangkar (cm2)

B = berat kertas bujur sangkar (gram)

C = berat pola sampel daun (gram)

1.3.2.Pengukuran tinggi tanaman

Pengukuran dilakukan oleh mahasiswa, alat ukur, dan cara

pengukuran yang sama, dan dilakukan setiap minggu.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi

tanaman mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh apikal

tanaman.

1.3.3.Pengukuran berat basah dan berat kering

Data berat basah dan berat kering tanaman diperoleh dengan

menimbang berat basah dan berat kering tanaman diakhir penelitian,

dan dinyatakan dalam gram.

Pengukuran berat basah dan berat kering dilakukan dengan cara

pemisahan akar, batang, dan daun. Pengukuran ini dilakukan sebagai

berikut :

Memisahkan media dari akar tanaman, dilakukan dengan cara

mencabut tanaman tersebut hingga akar, membuang media tanaman

dengan air, diusahakan akar tidak ikut terbuang.

Memotong/memisahkan bagian akar, batang, dan daun tanaman.

Menimbang masing-masing bagian tanaman (berat basah).

Mengeringkan masing-masing bagian akar dan batang dengan cara

mengoven sampai dengan diperoleh berat yang konstan (berat

kering).

Menghitung ratio berat basah dan berat kering masing-masing akar,

batang, dan daun.

1.3.4.Pengukuran kandungan klorofil dengan menggunakan

spektrofotometer dilakukan dengan cara :

Penimbangan kandungan klorofil dillakukan pada minggu ke tujuh.

Memotong daun segar dengan ukuran 1 x 1 cm (1 cm2) dan

dilumatkan dalam mortal dengan pelarut aseton 80% sampai semua

pigmen terlarut.

Dengan menggunakan spektrofotometer, baca absorbansi filtrat pada

panjang gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.

Kandungan klorofil dapat ditentukan dengan menggunakan

formulasi :

Chlorophyll a(μg/ml) = 12.21 (A663) - 2.81 (A646)

Chlorophyll b(μg/ml) = 20.13 (A646) - 5.03 (A663)

Total chlorophyll (μg/ml) = 17.3 (A646) – 7.18 (A663) + Karotenoid

Dimana : A470, A646, dan A663 adalah absorbansi pada panjang

gelombang 470, 646, dan 663 nm.

1.3.5.Penentuan titik eksklusi garam dilakukan dengan mengamati

kemunculan kristal garam pada permukaan daun dan dinyatakan

setelah hari paparan.

1.3.6.Pengamatan dilakukan setiap minggu dan dinyatakan dalam hari

setelah pemaparan.

1.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dengan uji

F, dan dilanjutkan dengan uji BNJ dengan taraf kepercayaaan 95 dan 99 %.

2. Metode Penelitian

2.1 Lokasi dan waktu

Mini project ini akan dilakukan di Fakultas Biologi Unsoed selama 8

minggu.

2.2 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dasar Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa konsentrasi garam NaCl (K) yang

diberikan yaitu: K0 (kontrol), K1 (10 mM NaCl), K2 (20 mM NaCl), K3 (30 mM

NaCl), K4 (40 mM NaCl), dan K5 (50 mM NaCl). Masing-masing perlakuan

diulang paling sedikit 3 kali.

2.3 Variabel dan Parameter

Variable yang diamati adalah pertumbuhan tomat (Solanum

lycopersicum)dengan parameter yang diukur: tinggi tanaman, berat basah dan

berat kering tanaman, luas daun, kandungan klorofil daun, dan titik eksklusi

garam.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Gambar Hasil Pengamatan

Tinggi tanaman minggu 1 Tinggi tanaman minggu 2

Tinggi tanaman minggu 3 Klorofil

Tabel 1. Hasil Tinggi Tanaman

Perlakuan

Ulangan Jumlah

Rataan1 2 3 4 5

K0 (0 mM) 19 26 37 49 56 187 37,4K1 (10 mM) 16,5 24,5 36 48 53 178 35,6

K2 (20 mM) 18 23 30 40 51 162 32,4

K3 (30 mM) 18 26 40 35 49 168 33,6

K4 (40 mM) 14 20 31 49 55 169 33,8

K5 (50 mM) 16,5 22 32 45 50 165,5 33,1

Anova Tinggi Tanaman

No Sumber ragam dB JK KT Fhitung

FTabel

0,05 0,01

1 Perlakuan 5 85,4417,0883

30,07769

9 ns 2,62 3,9

2 Galat 245278,3

0219,929

2

3 Total 295363,7

4

0 1 2 3 4 5 6 729303132333435363738

RGR

Perlakuan

Tabel 2. Hasil Luas Daun

Perlakuan

Ulangan Jumlah Rataan1 2 3

K0 (0 mM) 8,45 11,26 11,26 30,97 10,32333

K1 (10 mM) 11,26 19,71 15,55 46,52 15,5066

7K2 (20 mM) 8,45 8,45 8,45 25,35 8,45

K3 (30 mM) 11,26 18,3 15,5 45,06 15,02

K4 (40 mM) 7,04 19,71 14,08 40,83 13,61

K5 (50 mM) 8,45 12,67 12,67 33,79 11,2633

3

Anova Luas Daun

No Sumber ragam dB JK KT FhitungFTabel

0,05 0,01

1 Perlakuan 52868,3

8573,675

443,4156

9 ** 2,39 3,11

2 Galat 12 158,5613,2135

5

3 Total 173026,9

4

1 2 3 4 5 602468

1012141618

10.3233333333333

15.5066666666667

8.45

15.0213.61

11.2633333333333

Luas Daun

Perlakuan

Tabel 3. Hasil Berat Basah

Perlakuan Ulangan1 2 3 4 5 Jumlah Rataan

K0 (0 mM) 22,96 13,7 38,44 7,68 6,3 89,08 17,816K1 (10 mM) 17,08 17,97 22,43 6,39 28,77 92,64 18,528K2 (20 mM) 18,96 30,94 19,43 2,5 17,42 89,25 17,85K3 (30 mM) 18,39 32,29 23,98 4,93 33,39 112,98 22,596K4 (40 mM) 19,85 19,04 16,9 7,6 11 74,746

14,9492

K5 (50 mM) 24,04 27,51 49,86 6,26 21,52 129,19 25,838

Tabel 4. Hasil Berat Kering

Perlakuan Ulangan1 2 3 4 5 Jumlah Rataan

K0 (0 mM) 5,13 4,86 6,24 7,68 6,3 30,21 6,042K1 (10 mM) 4,7 7,57 5,79 6,39 28,77 53,22 10,644K2 (20 mM) 8,11 14,64 7,01 2,5 17,42 49,68 9,936K3 (30 mM) 7,54 14,11 8,6 4,93 33,39 68,57 13,714

K4 (40 mM) 7,65 3,96 6,29 7,6 11,356 36,856 7,3712K5 (50 mM) 6,64 9,14 49,86 6,26 21,52 93,42 18,684

Tabel 5. Hasil Perbandingan Berat Kering dan Berat Basah

Perlakuan

Ulangan Jumlah Rataan1 2 3 4 5K0 (0 mM) 0,2234321 0,354745 0,162331 1 1 2,74050

70,54810

1K1 (10 mM) 0,2751756 0,421258 0,258136 1 1 2,95457 0,59091

4K2 (20 mM) 0,4277426 0,473174 0,360782 1 1 3,26169

9 0,65234

K3 (30 mM) 0,4100054 0,436977 0,358632 1 1 3,20561

50,64112

3K4 (40 mM) 0,3853904 0,207983 0,372189 1 1 2,96556

30,59311

3K5 (50 mM) 0,2762063 0,332243 1 1 1 3,60844

9 0,72169

Anova Perbandingan Berat Basah dan Berat Kering

No Sumber ragam dB JK KT Fhitung

FTabel

0,05 0,01

1 Perlakuan 5 0,090,01844

70,13540

8 ns 2,62 3,92 Galat 24 3,27 0,13623

43 Total 29 3,36

1 2 3 4 5 60

0.10.20.3

0.4

0.50.60.70.8

0.548101497320709

0.590913944020259

0.65233975927836

0.641123004722805 0.593112594120

265

0.721689828717556

Rasio BK:BB

Perlakuan

Tabel 6. Hasil Kandungan Klorofil

Perlakuan

Ulangan Jumlah Rataan1 2 3 4 5

K0 (0 mM) 0,77 0,493 0,3918 0,8978 0,8554 3,408 0,6816K1 (10 mM) 1,12 0,5648 11,392 1,159 1,5638 15,799

63,1599

2K2 (20 mM) 1,53 -3,2276 0,653 1,665 2,171 2,7914 0,5582

8K3 (30 mM) 1,23 0,666 1,0838 1,779 5,406 10,164

82,0329

6K4 (40 mM) 2,37 0,33 0,7248 2,69 5,9578 12,072

62,4145

2K5 (50 mM) 0,607 0,5648 0,8978 1,374 2,171 5,6146 1,1229

2

Anova Kandungan Klorofil

No Sumber ragam dB JK KT FhitungFTabel

0,05 0,01

1 Perlakuan 5 27,095,41765

10,92209

1 ns 2,62 3,9

2 Galat 24 141,015,87539

73 Total 29 168,10

1 2 3 4 5 60

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0.6816

3.15992

0.55828

2.032962.41452

1.12292

KandunganTotal Klorofil

Perlakuan

Tabel 7. Hasil Kandungan Karotenoid

Perlakuan

Ulangan Jumlah Rataan1 2 3 4 5

K0 (0 mM) 0,18 0,18 0,207 0,56 0,361 1,488 0,2976K1 (10 mM) 0,24 0,25 -5,506 -0,28 0,396 -4,9 -0,98

K2 (20 mM) 0,09 1,23 0,506 -0,61 0,546 1,762 0,3524

K3 (30 mM) 0,19 0,27 0,049 0,42 -0,627 0,302 0,0604

K4 (40 mM) -0,37 0,1797 0,18 -0,83 -0,714 -1,5543

-0,3108

6K5 (50 mM) 0,31 0,34 -0,315 -0,5 0,117 -0,048 -0,0096

Anova Kandungan Karotenoid

No Sumber ragam dB JK KT FhitungFTabel

0,05 0,01

1 Perlakuan 5 6,081,21549

70,97374

9 ns 2,62 3,9

2 Galat 24 29,961,24826

6

3 Total 29 36,04

K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)

-6-5-4-3-2-10123

1.488

-4.9

1.762

0.302

-1.5543

-0.048

Kandungan Karotenoid

Perlakuan

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum pengaruh stress garam terhadap tanaman tomat

(Solanum lycopersicum) didapatkan hasil untuk tinggi tanaman tomat pada

pengamatan minggu kedua yaitu umur 2 minggu dilihat pada RGR I didapatkan

nilai fhit 0,077699 dan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9 untuk α 0,01 . Dari data

tersebut dapat dilihat bahwa nilai fhit < ftab, artinya nonsignifikan yaitu stress garam

mempengaruhi tinggi tanaman secara tidak nyata, jadi tanaman tomattersebuttidak

terkena pengaruh stres garam secara nyata, sehingga tidak dilakukan uji lanjut

BNJ.

Hasil untuk luas daun tanaman tomat fhit43,41569 dan ftab2,39 untuk α 0,05

dan 3,11 untuk α 0,01. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa fhit>ftab artinya

signifikan, yaitu stress garam mempengaruhi secara nyata luas daun tanaman

tomat. Kandungan klorofil tanaman tomat diperoleh hasil fhit0,92209 sedangkan

ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9 untuk α 0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu

stress garam tidak mempengaruhi kandungan klorofil tanaman. Hasil fhit untuk

karoteniod tanaman tomatyaitu 0.973749 dengan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9

untuk α 0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu stress garam mempengaruhi

berat basah dan berat kering tanaman tomat secara tidak nyata. Hasil fhit untuk

karoteniod tanaman tomat yaitu 0.135048 dengan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9

untuk α 0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu stress garam mempengaruhi

berat basah dan berat kering tanaman tomat secara tidak nyata. Pada percobaan

kali ini tidak terbentuk kristal garam pada permukaan daun tanaman tomat.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa hasil pengamatan tidak

sesuai dengan pernyataan Robinson (1999), bahwa adanya kadar garam yang

tinggi pada tanah menyebabkan penurunan jumlah daun, luas daun, berat basah

dan berat kering tanaman, tinggi tanaman, rasio pertumbuhan panjang sel,

kandungan klorofil daun, dan munculnya kristal garam pada daun. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cara penanaman, pemberian larutan,

dan perawatan tanaman yang kurang benar, faktor cuaca, dan kurangnya ketelitian

dalam memasukkan data.

Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi

yang berlebihan dalam larutan tanah. Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Cekaman garam merupakan cekaman yang kompleks, umumnya

ditunjukkan sebagai kondisi kekuranagan air karena pengaruh osmotik garam.

Pada keadaan ekstrim dapat menimbulkan kematian tanaman karena konsentrasi

garam yang tinggi dalam tanah dapat menimbulkan gangguan osmotik, keracunan

ion atau ketidakseimbangan ion (Putri et al., 2009).

Stress (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang

tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman. Campbell et al

(2003), mendefinisikan cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi

pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup

tumbuhan. Stress lingkungan pada tanaman dikelompokkan menjadi stress biotik

dan stress abiotik. Bentuk stress biotik diantaranya kompetensi dan infeksi,

misalnya adalah gulma. Menurut Inawati (2000) derajat kompetisi yang terjadi

antara tanaman dan gulma dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas

dan jenis gulma. Jenis gulma yang tumbuh dominan dan sangat kompetetif pada

lahan kering salah satunya adalah gulma teki (Cyperus rotundus L). Stress abiotik

meliputi stress suhu, stress radiasi, stress bahan kimia, stress angin, dan stress air

(Purwanto dan Agustono, 2010).

Cekaman air atau kekeringan merupakan kondisi dimana kadar air tanah

berada pada kondisi yang minimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.

Menurut Gardner (1991) pengaruh cekaman kekeringan pada stadium vegetatif

dapat mengurangi laju pelebaran daun dan laju asimilasi intrasel (LAI) pada

tingkat perkembangan berikutnya.Cekaman air yang parah dapat menyebabkan

penutupan stomata, yang mengurangi pengambilan karbondioksida dan produksi

berat kering. Menurut Yasemin (2005) yang menyatakan bahwa, selama terjadi

cekaman kekeringan terjadi penurunan laju fotosintesis yang disebabkan oleh

penutupan stomata dan terjadinya penurunan transport elektron dan kapasitas

fosforilasi didalam kloroplas daun.

Stress garam termasuk stress bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion, gas,

herbisida, dan insektisida (Harjadi dan Yahya, 1988). Stress garam terjadi dengan

terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam

tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stress

garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat

konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam

yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4,

MgCl2 yang terlarut dalam air. Stress akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi

beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan

tanaman (Sipayung, 2006).

Menurut Quinet (2010) adanya kadar garam yang tinggi pada tanah juga

menyebabkan penurunan jumlah daun, luas daun, berat basah dan berat kering

tanaman, tinggi tanaman, rasio pertumbuhan panjang sel, kandungan klorofil

daun, dan munculnya kristal garam pada daun. Penurunan kandungan klorofil ini

berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang akan terganggu, karena klorofil

merupakan bahan utama dalam fotosintesis. Selain itu juga akan terjadi akumulasi

garam pada jaringan mesofil dan meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel

(interseluler) yang dapat mengurangi pembukaan stomata. Pembentukan klorofil

ini dipengaruhi oleh faktor genetik, cahaya, karbohidrat, air, unsur hara dan

biosintesis protein (Robinson, 1999).

Cekaman garam mengakibatkan peningkatan secara drastis level asam

amino prolin dalam jaringannya. Cekaman garam mempengaruhi pertumbuhan

secara tidak langsung dengan menurunnya kecepatan fotosintesis yang disebabkan

oleh penutupan stomata atau pengaruh langsung garam terhadap organ

fotosintesis. Dengan demikian tanaman yang dihadapkan pada kadar garam tinggi

dengan cepat mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan. Fenomena tersebut

merupakan konsekuensi langsung dan gangguan metabolik yang diinduksi oleh

garam. Hambatan pertumbuhan akibat cekaman garam berkaitan dengan

berkurangnya penyerapan air dan unsur hara. Selain itu, adanya ion-ion dalam

jumlah berlebihan mengganggu proses metabolisme pada tanaman. Keadaan ini

berpengaruh terhadap kemampuan akar dalam menyerap air dan hara dari

medium, akibatnya, berkurangnya suplai air menyebabkan fotosintesis menurun.

Jumlah daun pada tanaman akan mempengaruhi luas daun. Pengurangan luas daun

merupakan salah satu bentuk mekanisme morfologi. Salah satu perubahan akibat

salinitas tinggi yaitu pengurangan jumlah daun dan luas daun untuk memperkecil

kehilangan air akibat cekaman air, karena transpirasi tidak diimbangi oleh

penyerapan air dari medium (Inawati, 2000).

Terdapat tiga pengaruh cekaman salinitas terhadap proses-proses

metabolisme tanaman, yaitu efek tekanan osmotik, toksisitas mineral garam, dan

hambatan suplai mineral nutrisi. Salah satu karakter morfologis yang berkaitan

dengan ketahanan terhadap salinitas adalah sistem perakaran. Sebagaimana pada

ketahanan kapas terhadap cekaman keterbatasan air, sistem perakaran yang dalam

juga sangat berpengaruh terhadap ketahanan terhadap cekaman salinitas, dengan

demikian aksesi-aksesi yang memiliki ketahanan tersebut pasti memiliki akar

yang lebih panjang, sehingga mampu mendukung pertumbuhan tunas secara

maksimal (Sulistyowati, 2010).

Keberadaan garam yang tinggi dalam tanah mengakibatkan meningkatnya

kemampuan beradaptasi tanaman. Proses dimana perlakuan tingkat stress yang

lebih rendah dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan

tekanan lingkungan pada umumnya dikenal sebagai aklimatisasi. Aklimatisasi

garam ditandai dengan kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam yang

sebaliknya akan mematikan tanaman yang tidak terbiasa. Perlakuan tingkat rendah

stress garam NaCl meningkatkan ketahanan salinitas berikutnya pada tanaman,

misalnya pada tanaman jagung (Zea mays L), bit, kedelai (Glycine max), kacang

tunggak (Vigna unguiculata), padi (Oryza sativa) dan kentang (Solanum

tuberosum) (Etehadnia et al., 2010).

Untuk mempertahankan kehidupannya, jenis-jenis tanaman tertentu

memiliki mekanisme toleransi tanaman sebagai respon terhadap salinitas tanah.

Jenis-jenis tanaman memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas.

Beberapa tanaman budidaya misalnya bit, gula dan beras belanda lebih toleran

terhadap garam dibandingkan tanaman lainnya (Salisbury and Ross, 1995). Secara

garis besar respon tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua bentuk

adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. Bentuk

adaptasi dengan mekanisme fisiologi menurut Sipayung (2006), terdapat dalam

beberapa bentuk sebagai berikut :

1. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis)

Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian

dengan menurunkan potensial osmose tanpa kehilangan turgor. Untuk

memperoleh air dari tanah sekitarnya potensial air dalam cairan xilem harus

sangat diturunkan oleh tegangan. Beberapa halofita mampu menjaga potensial

osmotik terus menjadi lebih negatif selama musim pertumbuhan sejalan dengan

penyerapan garam. Halofita lainnya memiliki kemampuan mengatur penimbunan

garam (Na+ dan Cl-) pada kondisi cekaman salinitas, misalnya tanaman bakau

yang mampu mengeluarkan 100% garam (Salisbury and Ross, 1995).

Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintesis dan akumulasi

solute organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan

meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang setara dengan aktifitas

metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam amino dan senyawa

gula disintesis sebagai respon langsung terhadap menurunnya potensial air

eksternal yang redah. Senyawa organik yang berperan mengatur osmotik pada

tanaman glikopita tingkat tinggi adalah asam-asam organik dan senyawa-senyawa

gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang

berlebihan. Asam oksalat dalam tanaman halofita merupakan asam organik yang

menyeimbangkan osmotik akibat kelebihan kation. Demikian juga pada beberapa

tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi pada penyesuaian

osmotik dan merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988).

2. Kompartementasi dan sekresi garam

Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai

kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor

membran dan kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi

dalam organel-organel atau dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada

permukaan daun akan membantu mempertahankan konsentrasi garam yang

konstan dalam jaringan tanaman. Beberapa tanaman halofita yang mampu

mengeluarkan garam dari kelenjar garam pada permukaan daun dan menyerap air

secara higroskopis dari atmosfir. Banyak halofita dan beberapa glikofita telah

mengambangkan struktur yang disebut glandula garam (salt glands) dari daun dan

batang. Spesies mangrove biasanya mampu menyerap air dengan kadar salinitas

tinggi kemudian mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari

pohon. Secara khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam

memiliki kelenjar garam di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan

Na+ dan Cl- (Salisbury and Ross, 1995).

3. Integritas membran

Sistem membran semi permeabel yang membungkus sel, organel dan

kompartemen-kompartemen adalah struktur yang paling penting untuk mengatur

kadar ion dalam sel. Lapisan terluar membran sel atau plasmolema memisahkan

sitoplasma dan komponen metaboliknya dari larutan tanah salin yang secara

kimiawi tidak cocok. Membran semi permeabel ini berfungsi menghalangi difusi

bebas garam ke dalam sel tanaman, dan memberi kesempatan untuk

berlangsungnya penyerapan aktif atas unsur-unsur hara essensial. Membran

lainnya mengatur transpor ion dan solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau

organel-organel sel lainnya termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolema

yang berhadapan langsung dengan tanah merupakan membran yang pertama kali

menderita akibat pengaruh salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif

membran ini menjadi unsur penting lainnya dalam toleransi terhadap garam

(Harjadi dan Yahya, 1988).

Diamin putresin, polyamine spermidin dan spermin merupakan molekul

kation organic sederhana yang berperan dalam berbagai proses fisiologis dan

perkembangan makhluk hidup. Peran yang utama pada tumbuhan termasuk

pengaturan pembelahan sel, rhizogenesis, embryogenesis, senescense,

perkembangan bunga dan pematangan buah. Penelitian terkini menunjukan bahwa

putresin mampu mengurangi akumulasi Na+ pada akar tanaman, sehingga

berperan penting dalam mendukung ketahanan terhadap stress garam, di sisi lain

stress garam justru memberikan umpan balik positif terhadap proporsi putresin

terkonjugasi pada tanaman halophyta namun berakibat sebaliknya pada tanaman

glycophyta. Mekanisme ini menjelaskan bagaimana suatu tanaman mampu

bertahan dalam keadaan stress garam tinggi (Quinet et al., 2010).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi hormon,

enzim dan keadaan sel-sel tanaman tersebut. Faktor eksternal yang

mempengaruhi meliputi suhu, air, tekanan dan cekaman dari luar.

2. Kondisi lingkungan yang ektrim dapat menyebabkan penurunan jumlah daun,

luas daun, berat basah dan berat kering tanaman, tinggi tanaman, rasio

pertumbuhan panjang sel, kandungan klorofil daun, dan munculnya kristal

garam pada daun.

3. Besarnya kandungan garam dalam media tanam yang masih toleran untuk

tumbuh adalah berkisar 10-20 mmol.

4. Cekaman garam tinggi dapat mempengaruhi perubahan fisiologi tanaman

meliputi osmoregulasi (pengaturan potensial osmose), kompartementasi dan

sekresi garam, dan integritas membran.

B. Saran

Praktikum fisiologi tumbuhan untuk kedepannya semoga bisa lebih baik lagi

dan diperbanyak waktu untuk mengerjakan laporannya, garam NaCl sebaiknya

disimpan di green house sehingga larutan tidak tercecer kemana-mana.

DAFTAR REFERENSI

Campbell, N.A., J.B. Reece, dan L.G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2 5thed.Erlangga, Jakarta.pp: 398.

Dharmawan, A. 2005. Ekologi.UMM Press, Malang.

Etehadnia, M., J. Schoenau, D. Waterer and T. Karen. 2010. The Effect of CaCl2

and NaCl Salt Acclimation in Stress Tolerance and its Potential Role in ABA and Scien/Rootstock-Mediated Salt Stress Responses. Plant Stress 4 (special Issue 1) 72-8 Global Science Books.

Harjadi , S.S. dan S. Yahya. 1988. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB, Bogor.

Inawati, L. 2000. Pengaruh Jenis Gulma terhadap Pertumbuhan, Pembentukan Bintil Akar dan Produksi Kedelai.Skripsi Fakultas Pertanian IPB, Bogor.34p.

Purwanto dan T. Agustono.2010.Kajian Fisiologi Tanaman Kedelai pada Berbagai Kepadatan Gulma Teki dalam Kondisi Cekaman Kekeringan.J. Agroland 17 (2) : 85- 90, Agustus 2010.

Putri, R.S.J., T. Nurhayati, & W. Budi.2009.Uji Ketahanan Tanaman Tebu Hasil Persilangan (Saccharum sp. Hybrid) pada Kondisi Lingkungan Cekaman Garam (NaCl).Fakultas MIPA ITS, Surabaya.

Quinet, M., A. Ndariragije and I. Lefevre.2010. Putrescine differently influences the effect of salt stress on polyamine metabolism and ethylene synthesis in rice cultivars differing in salt resistance, Journal of Experimental Botany Vol. 61, No. 10, pp. 2719–2733,

Robinson. 1999. World Salinization with Emphasis on Australia. Journal of Experimental Botany 57 (2): 1017-1023.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid3. Penerbit ITB, Bandung.

Sipayung, R. 2006.Stress Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Sulistyowati, E. S. Sumartini dan Abdurrakhman. 2010. Toleransi 60 aksesi kapas terhadap cekaman salinitas pada fase vegetative. Jurnal Littri vol. 16.no. 1: 20 – 26. Karangploso, Malang

Yasemin. 2005. The Effect of Drought on Plant and Tolerance Mechanisms. G.U. Journal of Science 18 (4) : 723 – 740.