disertasi pengaruh human placental lactogen, leptin, asupan

213
i DISERTASI PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental Lactogen Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal THE INFLUENCE OF HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, CALORIE INTAKES AND PRE-PREGNANCY BMI ON BODY FAT MASS GAIN IN PREGNANT WOMEN A Study On Adaptation Of Maternal Energy Hemostasis During Pregnancy As The Risk Factor Of Obesity In Women And The Role Of Human Placental Lactogen In Continuity Of Fetal Nutrition. YUANITA ASRI LANGI P0200313022 SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: khangminh22

Post on 07-Mar-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

DISERTASI

PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA

LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN

Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental

Lactogen Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal

THE INFLUENCE OF HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, CALORIE INTAKES AND PRE-PREGNANCY BMI ON BODY FAT

MASS GAIN IN PREGNANT WOMEN

A Study On Adaptation Of Maternal Energy Hemostasis During

Pregnancy As The Risk Factor Of Obesity In Women And The Role Of Human Placental Lactogen In Continuity Of Fetal Nutrition.

YUANITA ASRI LANGI

P0200313022

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

ii

PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA

LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN

Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental Lactogen

Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor

Program Studi

Ilmu Kedokteran

Disusun dan diajukan oleh

YUANITA ASRI LANGI

P0200313022

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

iii

iv

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : YUANITA ASRI LANGI

Nomor Mahasiswa : P0200313022

Program Studi : Ilmu Kedokteran

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri,bukan merupakan pegambilan tulisan

atau pemikiran orang lain.Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang lain,saya bersedia

menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 2017

Yang menyatakan,

YUANITA ASRI LANGI

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Besar,

Sang Khalik, Pencipta Alam Semesta, atas perkenanNYA sehingga saya

dapat menyelesaikan proses pendidikan yang menghasilkan disertasi ini.

Pembelajaran yang menuntun ke arah tahu untuk menjadi tidak tahu,

kesadaran akan keniscayaan pemikiran manusia di hadapan Kesempurnaan

dan Kebesaran Sang Maha Pencipta.

Untuk ayahanda, almarhum Pdt. William Langi, S.Th, M.Th dan

ibunda, Dra. Patmah, kepada siapa pencapaian ini pertama-tama ananda

persembahkan. Terima kasih yang tidak terhingga atas limpahan cinta kasih

yang membimbing, mendidik, mendorong dan meneguhkan.

Untuk suami Ir. Reinhard Hendrik Moga Wattie, terima kasih atas cinta

kasih dan kesabaran dalam mendukung saya untuk menjalani dan

menyelesaikan pendidikan ini. Anak-anak yang kekasih, Reywulan Gracia

Meralda Wattie (alm), Ezra Aditya Waraney Wattie , S.Ked, Kezia Natalia

Wattie, yang laksana mentari dan pelangi yang menghangatkan serta

memberi sukacita dalam kehidupan ayah dan bunda. Terima kasih untuk

keyakinan yang menyemangati bunda untuk meneruskan dan

menyelesaikan proses pendidikan yang penuh tantangan ini. Untuk ayahanda

dan ibunda mertua, Johannis Watti BA serta Nelly Linuh (almarhum), Pdt.

Bestintje Lahiwu, STh, MTh, terima kasih atas limpahan kasih sayang,

vi

kepercayaan, dukungan d an kesabaran yang senantiasa diberikan pada

saya.Dengan selesainya Disertasi ini, perkenankanlah penulis

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus serta setinggi-

tingginya atas keluangan waktu yang sangat berharga, bimbingan,

kesabaran, kepercayaan dan dukungan moril kepada :

Prof. Dr.dr. Syakib Bakri, SpPD-KGH, sebagai promotor yang telah banyak

memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat berguna

mulai dari awal perencanaan disertasi, pelaksanaan penelitian sampai pada

penyelesaian disertasi ini. Beliau bijak dan sangat teliti dalam melihat

berbagai hal terkait disertasi ini serta menuntun saya untuk belajar

menganalisis, menyimpulkan serta menyampaikan fakta-fakta ilmiah dengan

cara yang benar.

Prof. Dr.dr. Suryani As’ad, M.Sc,SpGK(K) sebagai ko-promotor, yang

senantiasa memberikan semangat, bimbingan, pencerahan dan dorongan

yang sangat berguna sejak saya memulai pendidikan doktoral selanjutnya

pada setiap tahapan perencanaan dan penyusunan disertasi ini. Beliau

banyak memberikan bimbingan mengenai metode dan pelaksanaan

penelitian serta penyusunan publikasi ilmiah. Beliau pula yang mendorong

penulis untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian (grant) dari Yayasan

Institut Danone Indonesia.

vii

Dr.dr.Agussalim Bukhari, PhD, MSc, SpGK (K) sebagai ko-promotor, yang

telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat

berguna sejak awal perencanaan disertasi ini sampai pada penyusunan dan

penyelesaian. Beliau banyak memberikan bimbingan mengenai aktifitas

tingkat biomolekular hemostasis energi serta menuntun saya memahami

metode penelitian di bidang nutrisi serta analisisnya. Beliau juga membimbing

saya untuk menyiapkan dan turut melakukan pemeriksaan laboratorium

ELISA terkait penelitian ini di Laboratorium Hasanuddin University Medical

Research Center (HUM-RC). Hormat dan penghargaan setinggi-tingginya,

diiringi ucapan terima kasih, disampaikan pula kepada :

Prof. Dr.dr. Dwia Aries Tina NK, selaku Rektor Universitas Hasanuddin,

Prof. Dr. dr. Andi As’adul Islam, SpBS, FICS, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D,

SpMK (K) selaku Ketua Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Pascasarjana

Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan

kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Prof. Dr.dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD sebagai penguji eksternal

serta Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K), Prof.dr. Veni Hadju,

M.Sc, Ph.D, Dr.dr. A. Mardiah Tahir, Sp.OG(K), Dr.dr. Burhanuddin

Bahar, MS, yang telah berkenan meluangkan waktu yang sangat berharga

viii

untuk membimbing, mengkoreksi, memberikan saran-saran, selaku penguji,

sejak pengajuan proposal penelitian, seminar hasil, ujian pra-promosi sampai

pada ujian promosi.

Prof.Dr.dr.Karel Pandelaki, SpPD-KEMD, sebagai Guru dan Senior yang

sejak awal senantiasa mendorong dan mendukung saya untuk melanjutkan

pendidikan tingkat doktoral. Beliau pula berkenan sebagai penguji yang

membimbing saya dalam setiap tahapan ujian yang menghasilkan disertasi

ini. Kepada Prof. dr. A.R. Sumual, SpPD-KEMD (almarhum) yang akan

selalu dikenang dengan penuh rasa syukur dan ucapan terima kasih atas

bimbingan, dukungan dan kepercayaan yang senantiasa diberikan kepada

saya, serta secara khusus mendorong saya untuk mendalami bidang

Endokrinologi, Metabolik dan Diabetes. Direktur Utama RSUP Prof.dr. R.D.

Kandou Manado, dr. Maxi R. Rondonuwu, DHSM, MARS yang telah

mengijinkan saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan tahapan Pendidikan

formal tertinggi ini.

Kepada tim peneliti, Iwan R. Tumbel S.Kep (Ns), dr. Ray Rattu, dr. Endrile

G Balansa, dr. Kevin Irawan, dr. Mulyadi Saul, dr. Megawati Sukardi, dr.

Jennifer Sentosa, Febriana Tinamba S.Farm, Esther Lontoh, S.Kep (Ns),

MS, Treesje Rengku, S.Kep (Ns), Djelly Kuhu S.Kep (Ns) dan Kezia

Natalia Wattie yang penuh sukacita dan kesabaran, bersama-sama

membina hubungan dengan para ibu hamil baik di Puskesmas maupun ketika

ix

harus melakukan kunjungan rumah di lokasi-lokasi yang tidak terduga dan

menantang. Kepada tim Laboratorium Klinik Prodia Manado, yang dengan

setia dan sukacita, memenuhi jadwal kunjungan lapangan yang padat

bersama-sama dengan tim peneliti. Laboratorium Klinik Prodia Makassar

yang telah membantu dalam penyimpanan sampel sebelum pengerjaan

dimulai. Kepada Tinjo M. Ginting, DCN, selaku ahli nutrisi, atas kesediaan

untuk melakukan analisis asupan gizi para ibu hamil.

Kepada Prof. dr. Syafruddin, Ph.D selaku pimpinan Laboratorium

Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC) dan dr. Sitti

Wahyuni, Ph.D selaku Kepala Unit Laboratorium Umum HUM-RC yang

telah mengijinkan saya melakukan pengerjaan analisis sampel di

Laboratorium HUM-RC. Secara khusus kepada Sulhidayah ST dan Risma

Gala, A.Md yang telah membantu sekaligus menuntun saya dalam

melakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA. Suatu

pengalaman dan pembelajaran yang mengesankan dan inspiratif.

Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado, dr. Robby Jansen Mottoh

yang telah mendukung dan mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di

Puskesmas-Puskesmas di Kota Manado. Para teman sejawat dr. Jiro

Lanes, Kepala PKM Bahu, dr. Meyni Manumpil, Kepala PKM Tuminting, dr.

Neni Tubagus, Kepala PKM Wawonasa, dr. Anastasya Sampaleng, Kepala

PKM Ranomuut dan dr. Rudi Hartoyo, dokter di PKM Ranomuut, dr. Ritha

x

Pangkerego DK, Kepala PKM Ranotana serta para teman-teman bidan di

masing-masing PKM yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Kepada Yayasan Institut Danone Indonesia yang telah mendukung melalui

kesempatan untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian yang sangat

membantu terlaksananya penelitian ini. Secara khusus kepada dr. Widjaja

Lukito, PhD, SpGK selaku Ketua Yayasan, yang senantiasa terbuka untuk

memberikan bimbingan dan dorongan. Terima kasih banyak atas

kesempatan mengikuti Realtime Manuscript Workshop yang sangat berharga,

sekaligus belajar menggunakan uji statistik yang sesuai dengan disain

penelitian ini.

Banyak pihak yang telah membantu penyelesaian dan penerbitan disertasi ini

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Dengan ketulusan hati, saya

sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Kiranya Allah Yang Maha Besar senantiasa melimpahkan karunia dan

rahmatNYA kepada kita semua, dalam tugas, pekerjaan dan kehidupan

pribadi maupun keluarga masing-masing.

Makassar, Senin 25 September 2017

Yuanita Asri Langi

xi

Abstrak

Yuanita Asri Langi. Pengaruh human placental lactogen, leptin, asupan kalori dan indeks

massa tubuh pra-hamil terhadap peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan

Studi terhadap adaptasi hemostasis energi dalam kehamilan sebagai faktor risiko obesitas

pada perempuan dan peranan human placental lactogen dalam kesinambungan suplai

nutrisi maternal-fetal (Dibimbing oleh Syakib Bakri, Suryani As’ad, dan Agussalim Bukhari)

Latar Belakang. Kehamilan merupakan periode penumpukkan massa lemak maternal (ibu

hamil) fisiologis untuk menjamin kesinambungan nutrisi janin. Dilain pihak, obesitas

maternal merupakan faktor risiko obesitas dan DM tipe 2 baik terhadap ibu maupun anak

yang dilahirkan. Untuk itu diperlukan pengendalian berat-badan ibu hamil yang adekuat.

Pemahaman akan adaptasi dan mekanisme fisiologis hemostasis energi diperlukan untuk

mengevaluasi peningkatan berat-badan yang optimal bagi maternal Indonesia. Plasenta

berperan penting dalam metabolisme intermedier maternal melalui sekresi human

placental lactogen (hPL) dan leptin. Penelitian ini bermaksud mengobservasi peranan hPL

dan leptin disamping IMT pra-hamil dan asupan kalori terhadap peningkatan massa lemak

ibu Indonesia dalam kehamilan. Metode dan Hasil Penelitian. Penelitian dilakukan secara

observasional longitudinal terhadap 70 ibu hamil, berusia 18 – 40 tahun, usia kehamilan saat

mulai dilakukan observasi adalah < 28 minggu. Baik hPL, leptin maupun massa lemak

berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan, secara berurutan, r=0,6, r=0,3, r=0,3, masing-

masing p<0,00. Akan tetapi peningkatan kadar leptin berasosiasi negatif dengan intensitas

penggunaan energi, (p<0,05) dan tidak terkait dengan penurunan asupan kalori (p>0,05).

Kadar hPL berkorelasi signifikan dan konsisten dengan leptin mulai usia kehamilan > 16

minggu. Kadar hPL dan IMT pra-hamil merupakan efektor determinan peningkatan massa

lemak maternal, kehamilan 18-24 minggu, efek tertinggi pada kadar hPL 2,1-3,5 mg/L dan

selanjutnya menurun pada kadar hPL lebih tinggi. Kadar hPL dan leptin merupakan efektor

determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30 minggu, efek

tertinggi pada interaksi antara kadar hPL 5,1-7 mg/L dengan leptin >20-40 µg/L.

Kesimpulan. Peningkatan massa lemak maternal terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin.

Human placental lactogen, disamping indeks masa tubuh (IMT) pra-hamil, merupakan faktor

yang paling berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil.

Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang tinggi mengindikasikan,

bahwa sampai pertengahan usia kehamilan hPL berperan dalam penumpukkan massa lemak

selanjutnya pada masa akhir usia kehamilan hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin

kesinambungan substrat nutrisi janin.

Kata kunci: hamil, hemostasis, energi, lemak, hPL, leptin, IMT,pra-hamil

xii

Abstract

Yuanita Asri Langi. The influence of human placental lactogen, leptin, calorie intakes and pre-pregnancy BMI on body fat mass gain in pregnant women

A study on adaptation of maternal energy hemostasis during pregnancy as the risk factor of obesity in women and the role of human placental lactogen in continuity of fetal nutrition. (Guided by Syakib Bakri, Suryani As'ad, and Agussalim Bukhari)

Background. Pregnancy is a period of physiological maternal fat mass gain to ensure continuity of fetal nutrition. On the other hand, maternal obesity is a risk factor for obesity and type 2 DM on either the mother or the child was born. The appropriate gestational weight gain guideline is important. An understanding of the physiological mechanisms of adaptation of energy hemostasis during pregnancy is needed. Placenta has an important role in maternal intermediary metabolism by secreting human placental lactogen (hPL) and leptin. This research intends to observe the maternal fat mass gain patterns and role of hPL, leptin, in addition to pre-pregnancy BMI and caloric intake on fat mass gain during pregnancy on Indonesian maternal. Methods and results. Longitudinal observational research is carried out. The fat mass gain during pregnancy age of 18-24 weeks and 24-30 weeks, between maternal with pre-pregnancy BMI underweight, normoweight and overweight/obese, is not significantly different, overall p > 0.05. Maternal's hPL, leptin, and fat mass correlated significantly with gestational age, r = 0,6, r=0,3, r=0,3, subsequently, overall p < 0.00. However, higher leptin levels associated negatively with the intensity of energy use, (p < 0.05) and not associated with decreased of caloric intake (p > 0.05). Levels of hPL correlated significantly and consistently with leptin since gestational age > 16 weeks. Levels of hPL and pre-pregnancy BMI were determinant effectors of fat mass gain on pregnancy ages 18-24 weeks, the highest effect was on hPL levels of 2.1-3.5 mg/L and trend decreased at higher levels of hPL. Levels of hPL and leptin were determinant effectors in maternal fat mass gain in pregnancy ages 24-30 weeks, the highest effect was on the interaction between hPL levels of 5.1-7 mg/L with leptin > 20-40 µ g/L. Conclusion. Range of maternal fat mass gain during pregnancy is targeted earliest and occurred following the leptin resistance phenotype. Human placental lactogen, besides pre-pregnancy BMI, is the determinant effector of maternal fat mass gain. The lower fat mass gain at higher levels of hPL indicated, in the mid-early pregnancy, hPL has an important role in maternal fat mass gain but, whereas the last half of pregnancy, hPL has a significant role in lipolysis to guarantee continuity fetal nutrient substrate.

Keywords: pregnancy, hemostasis, energy, fat, hPL, leptin, BMI , pre-pregnancy

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvi

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

a. Aspek Ilmu Pengetahuan 8

b. Aspek aplikasi 9

E. Ruang Lingkup 9

xiv

F. Definisi dan Istilah 9

G. Sistimatika dan Organisasi 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 18

A. Faktor determinan peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 18

1.01. Faktor sosial/ lingkungan 18

1.02. Faktor maternal 18

B. Komposisi dan komponen peningkatan berat badan ibu dalam

kehamilan 19

2.01 Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu

hamil 20

2.02 Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil 21

2.03 Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu

hamil 22

C. Mekanisme kendali berat badan manusia : peranan leptin dan

hypothalamus 26

1. Leptin 26

(a) Reseptor leptin 26

(b) Aktifasi jalur JAK/STAT 28

(c) Regulasi STAT3 dan SOCS3 29

2. Hipotalamus 30

D. Model jalur hemostasis energi sentral 30

xv

1. Messenger perifer : leptin 31

2. Neuron penerima pertama 32

(a) Neuron anorexigenik 32

(b) Neuron orexigenik 33

3. Neuron sekunder 33

(a) Neuron anorexigenik 33

(i) Corticotropin-releasing hormone 34

(ii) Thyrotropin-releasing hormone 34

(b) Neuron orexigenik 35

(i) Melanin concentrating hormone 35

(ii) Orexins 35

4.04. Mekanisme efektor ‘downstream’ 36

E. Resistensi leptin 37

F. Adaptasi hemostasis energy dalam kehamilan 38

1. Hiperleptinemia dalam kehamilan 39

2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan 40

3. Hormon plasenta dan resistensi leptin 42

xvi

G. Human placental lactogen 44

H. Kehamilan dan jaringan adiposa 48

I. Implikasi obesitas maternal terhadap janin 49

J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil 50

1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa 50

(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh 50

(b) Asupan lemak dan lemak tubuh 51

(c) Asupan protein dan lemak tubuh 52

III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 53

Kerangka teori 54

Kerangka konsep 55

Hipotesis 56

IV. METODE PENELITIAN 57

I. Rancangan penelitian 57

II. Tempat dan waktu 57

III. Bahan dan Alat 57

IV. Populasi dan Sampel 58

4.01 Variabel 59

4.02 Kriteria inklusi dan eksklusi 59

V. Teknik pengumpulan data 60

VI. Definisi operasional, kriteria objektif dan cara pemeriksaan 61

xvii

VII. Teknik analisa statistik 66

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68

A. Hasil Penelitian 68

I. Pelaksanaan penelitian 68

1.01 Lokasi dan waktu 68

1.02 Partisipan (sampel) 68

1.03 Alur pelaksanaan penelitian 69

II. Data hasil penelitian 73

2.01 Karakteristik Sampel 73

(a) Karaktersitik dasar dan sosio-demografi 73

(b) Usia kehamilan dan antropometri setiap kunjungan 73

2.02 Variabel dependen 76

2.03 Variabel independen 78

(a) Human placental lactogen, leptin, insulin 78

(b) IMT pra-hamil, asupan kalori, penggunaan energi 79

III. Massa Lemak Maternal 80

xviii

3.01 Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT 82

Pra-Hamil

3.02 Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal 83

Menurut IMT Pra-Hamil

3.03 Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT 84

Pra-Hamil yang Kurang

3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan 86

IV. Human Placental Lactogen 87

4.01 Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil 87

4.02 Hubungan Kadar Human Placental Lactogen 89

dengan Usia Kehamilan

4.03 Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia 90

Maternal dan Tingkat Paritas

V. Leptin 93

5.01 Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal 93

Menurut IMT Pra-Hamil

5.02 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan 94

5.03 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak 95

Maternal

VI. Pembuktian hipotesis 1: korelasi antara hPL dengan leptin 96

VII. Tahapan Pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 98

xix

7.01 Perbedaan kadar leptin usia kehamilan < 16 minggu 99

antar IMT pra-hamil

7.02 Hubungan kadar insulin dengan leptin dan massa lemak 101

7.03 Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan 102

penggunaan energi

7.04 Pengujian hipotesis 2 105

(a) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 18-24 minggu 105

(b) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 24-30 minggu 108

7.05 Pengujian hipotesis 3 110

(a) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 18-24 minggu 111

(b) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 24-30 minggu 114

B. Pembahasan 117

1. Massa Lemak Maternal 117

2. Human Placental Lactogen 121

3. Leptin 124

4. Pembuktian Hipotesis 1 126

5. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan 128

Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal

6. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan 131

energi

7. Pengujian Hipotesis 2 132

xx

7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 132

Kehamilan 18-24 minggu

7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 134

Kehamilan 24 – 30 minggu

8. Pengujian Hipotesis 3 138

8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 136

Kehamilan 18-24 minggu

8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 142

Kehamilan 24-30 minggu

9. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal 144

10.Model Peningkatan Berat Badan Maternal 145

C. Keterbatasan Dalam Penelitian 146

VI. Ringkasan, Kesimpulan dan Saran 148

Ringkasan 148

Kesimpulan 149

Saran 150

DAFTAR PUSTAKA 151

LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 175

xxi

LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 176

LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 177

LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 178

LAMPIRAN 5. Informed consent 179

xxii

DAFTAR GAMBAR

Nomor dan Judul Gambar halaman

1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil 20

2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil 21

3. Model regulasi hemostasis energ1 sentral 32

4. Alur pelaksanaan penelitian 74

5. Distribusi IMT pra-hamil 81

6. Profil Asupan Kalori Maternal Menurut Trimester Kehamilan 81

7. Perbandingan massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil 82

8. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 83

usia hamil 18-24 minggu menurut IMT pra-hamil

9. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 84

usia hamil 24-30 minggu menurut IMT pra-hamil

10. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 86

usia hamil 18-24 minggu pada IMT pra-hamil kurang

11. Mean massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil dan usia hamil 87

12. Kadar hPL serum menurut IMT pra-hamil dan Usia Kehamilan 88

13. Kadar hPL serum menurut usia kehamilan 89

14. Kadar hPL serum menurut usia maternal dan paritas 90

15. Perbandingan kadar leptin setiap kunjungan menurut IMT pra-hamil 93

16. Kadar leptin serum menurut usia kehamilan 94

xxiii

17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan 100

< 16 minggu menurut IMT pra-hamil

18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT 107

pra-Hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak

maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu

19. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar 110

leptin usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan

massa lemak maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu

20. Efek kadar hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap peningkatan 113

berat badan maternal selang usia kehamilan 18 – 24 minggu

menurut IMT pra-hamil

21. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan 116

berat badan maternal selang usia kehamilan 24 – 30 minggu

menurut IMT pra-hamil

22. Model efektor peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan 144

23. Model efektor peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 145

_________________

xxiv

DAFTAR TABEL

Nomor dan Judul Tabel halaman

1. Karakteristik Dasar dan Sosio-demografi 75

2. Usia kehamilan, berat badan dan massa lemak maternal pada

kunjungan I,II dan III 76

3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu 77

4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia

Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin 79

5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan 80

6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap

Kadar Human Placental Lactogen 92

7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 95

8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2 96

xxv

9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia

Kehamilan 97

10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu dengan

kadar leptin dan massa lemak maternal. 101

11. Asosiasi antara kadar leptin dengan asupan kalori serta

penggunaan energi maternal 103

12. Efek interaksi usia kehamilan dengan kadar leptin 104

terhadap asupan kalori maternal

13. Efek IMT pra-hamil dan hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap

peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia

kehamilan 18-24 minggu 106

14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin

Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa

Lemak Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu 109

15. Efek IMT pra-hamil, hPL usia kehamilan 18 minggu, intensitas

penggunaan energi terhadap peningkatan berat badan maternal

pada usia kehamilan 18-24 minggu 112

xxvi

16. Efek IMT pra-hamil dan kadar hPL 24 minggu terhadap

peningkatan berat badan maternal pada rentang usia

kehamilan 24-30 minggu 115

________

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 176

LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 177

LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 178

LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 179

LAMPIRAN 5. Informed consent 180

xxviii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/ singkatan Arti dan keterangan

AA asam amino

AgRP agouty-related protein

ARC arcuatus (nukleus)

Β beta

CART cocaine - and amphetamine regulated

transcript

CSH chorionic somatomammotropin hormone

ECF extra cellular fluid

FM fat mass

GH growth hormone

GnRH gonadotropin releasing hormone

HPA hypothalamus pituitary axis

HPL human placental lactogen

IMT indeks massa tubuh

xxix

JAK janus kinase

L liter

LGA large for gestation age

LHA lateral hypothalamic area

LMP last menstrual periods

MC3R melanocortin receptor 3

MC4R melanocortin receptor 4

MCH melanin concentrating hormone

mRNA messenger ribonucleotide acid

MSH melanocyte stimulating hormone=

melanotropin

NPP N-terminal peptide of POMC

NPY neuropeptide Y

ORXs orexins

PGH placental growth hormone

POMC proopiomelanocortin

xxx

PPARα peroxisome proliferator–activated receptor

alpha

PTM penyakit tidak menular

PVN paraventricular nucleus

SGA small for gestation age

SIRT1 sirtuin 1

SOCS suppression of cytokine signalling

STAT signal transducer and activator transcription

TBK total body kalium

TBW total body water

TRH thyrotropin releasing hormone

WBI water balance index

WHO World Health Organization

γ gamma

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obesitas pada wanita hamil (maternal) merupakan masalah

kesehatan yang penting. Obesitas maternal meningkatkan risiko hampir

semua penyulit dalam kehamilan seperti, hipertensi gestasional, pre-

eklampsia, dan diabetes mellitus gestasional serta penyulit persalinan akibat

bayi yang besar menurut umur kehamilan (Poston 2011). Disamping itu,

peningkatan berat badan maternal yang berlebih merupakan faktor risiko

obesitas baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Primipara obes yang

mengalami peningkatan BB > 20 kg, memiliki risiko tinggi untuk mengalami

retensi berat badan paska melahirkan (Lan-Pidhainy 2013).

Hipotesis “fetal origin of adult disease” yang diajukan oleh Barker

(1990) menempatkan masa kehidupan intra uterin bayi sebagai periode yang

amat penting bagi setting metabolik manusia (Barker 1990). Janin yang

dikandung oleh maternal obes berisiko mengalami perubahan epigenetik

program metabolik. Perubahan epigenetik tersebut akan mempengaruhi

ekspresi fenotipe metabolik aktif pada anak yang dilahirkan (Poston 2011).

2

Perubahan epigenetik diduga terkait dengan peningkatan risiko obesitas dan

diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada saat kanak-kanak dan dewasa (Poston

2011, Vaag 2012). Fenomena tersebut tampak pada sejumlah studi, seperti

adanya korelasi positif antara peningkatan berat badan (BB) maternal yang

berlebih selama kehamilan dengan skor Z indeks massa tubuh (IMT) anak di

usia balita (Hinkle 2012). Innes dkk (2002) menunjukkan bahwa terdapat

korelasi berbentuk U shape antara riwayat berat badan lahir ibu dengan risiko

timbulnya DM gestasional pada kehamilan pertama.

Kehamilan merupakan faktor risiko timbulnya gemuk dan obes,

perempuan yang tidak gemuk berisiko menjadi gemuk saat hamil, dan

perempuan gemuk yang hamil berisiko bertambah gemuk bahkan obes. Riset

Kesehatan Dasar 2010 ( Riskesdas 2010 ) menampilkan hal yang menarik

mengenai sebaran data terkait umur dan berat badan pada populasi

perempuan dewasa di Indonesia yakni, pada usia 19 tahun, prevalensi kurus

lebih tinggi ( 21,8%) dibandingkan gemuk (4,0%) dan obes (4,4%).

Memasuki rentang usia 25 – 59 tahun prevalensi gemuk (9,4%) dan obes

(11,7%) melampaui prevalensi kurus (11,3%). Selanjutnya gemuk dan obes

menetap bahkan meningkat dengan puncak tertinggi pada rentang usia 40-44

tahun yakni gemuk 14,8% dan obes 22,1. Usia kenaikan prevalensi gemuk

dan obes tersebut, tidak berbeda dengan puncak usia melahirkan rata-rata

3

perempuan Indonesia, yakni pada umur 20-34 tahun, menurut laman Data

Statistik Indonesia di tahun 1997 (Portal Statistik Indonesia 2013).

Patofisiologi obesitas terkait erat dengan regulasi hemostasis energi.

Aktifitas hemostasis energi manusia tidaklah semata-mata berdasarkan

asupan dan penggunaan energi (Rosen 2006). Mamalia memiliki sistim

keseimbangan kompleks dalam pengendalian homeostasis energi di

berbagai tingkatan ( Yi 2012). Homeostasis energi tidak bersifat statis,

melainkan responsif terhadap aktifitas hormonal dan neural terkait disamping

faktor-faktor psikologis dan kultural (Rosen 2006). Otak secara kontinu

memantau status metabolik tubuh, yang selanjutnya mempengaruh adaptasi

perilaku, baik sebagai luaran humoral maupun neuronal di organ efektor

perifer. Tujuan dasar dari kendali hemostasis energi adalah untuk

memastikan adekuasi suplai energi (Yi 2012).

Pada keadaan balans energi positif yakni asupan energi lebih tinggi

dibandingkan penggunaan, kelebihan sumber energi disimpan sebagai

triasilgliserol di sel adiposit putih (Cinti 2012). Peningkatan simpanan

triasilglserol menyebabkan penambahan massa adiposa putih, baik melalui

peningkatan volume adiposit maupun pembentukan adiposit baru (Cinti

2012). Jaringan adiposit mensintesis dan mensekresi sejumlah peptida yang

berperan dalam integrasi sejumlah besar aray homeostasis tubuh, baik

melalui jalur endokrin maupun non-endokrin (Rosen 2006).

4

Leptin merupakan peptida yang disintesis dan disekresi oleh adiposit

putih. Dalam homeostasis energi, leptin berfungsi sebagai messenger utama

status energi di depot lemak. Leptin menuju ke berbagai nukleus di

hipothalamus, dengan tujuan memelihara stabilitas tingkat cadangan lemak

tubuh (Knight 2010, Remmers 2011). Pada individu normoleptinemia, aktifasi

nukleus hipothalamus oleh leptin akan menginduksi sejumlah kaskade lintas

nukleus dengan luaran perilaku anorexigenik yakni penurunan nafsu makan

dan peningkatan penggunaan energi (Knight 2010, Remmers 2011).

Dalam kehamilan, homeostasis energi bergeser kearah

penumpukkan depot lemak dan ditandai dengan hiperfagia serta penurunan

energy expenditure (Herrera 1991, Augustine 2008, Ladyman 2010,

Ladyman 2012, Faas 2010, Trujillo 2011). Penumpukan depot lemak terjadi

secara fisiologis sebagai jaminan kesinambungan suplai energi bagi

perkembangan janin (Trujillo 2011, Herrera 1991, Augustine 2008). Proses

fisiologis ini diduga terkait dengan adanya resistensi leptin adaptif fisiologis

dalam kehamilan (Augustine 2008, Ladyman 2010, Ladyman 2012, Faas

2010, Trujillo 2011). Mekanisme induksi resistensi leptin fisiologis dalam

kehamilan belum banyak dipahami. Sejumlah studi mengindikasikan bahwa

resistensi leptin dalam kehamilan selayaknya terkait dengan hormon yang

dihasilkan oleh plasenta (Trujillo 2011, Tups 2009).

5

Human placental lactogen adalah produk gen chorionic

somatomammotropin 1 (CHS1) dan CHS2 di plasenta serta merupakan

paralog cluster gen growth hormon. Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke

6 kehamilan. Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, hPL meningkat

tinggi, jauh melebihi kadar prolaktin. Data in vitro mengindikasikan bahwa

hPL terkait dengan metabolisme intermedier maternal. Hormon ini menjaga

kesinambungan suplai energi baik maternal maupun janin. Tingginya kadar

placental lactogen yang disekresi terus menerus oleh plasenta selama

pertengahan kehamilan, menginduksi terjadinya resistensi leptin sentral

(Augustine 2008).

Peningkatan berat badan maternal berhubungan dengan asupan

nutrisi sumber energi (Lagiou 2004). Satu atau lebih nutrien sumber energi

kemungkinan memiliki efek yang berbeda terhadap kenaikan berat badan

maternal. Ibu hamil di Sulawesi Utara memiliki risiko mengkonsumsi diet

tinggi lemak. Dari 41 jenis makanan yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat

Minahasa, terdapat 16 jenis makanan kategori tinggi asam lemak tidak jenuh

(Kandou 2009).

Indeks massa tubuh (IMT) ibu pra hamil diduga berperan penting

dalam luaran kehamilan baik terhadap ibu maupun bayi. Data Riskesdas

2013 menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan propinsi dengan

6

insiden obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) tertinggi di Indonesia, yakni

> 45% (Riskesdas 2013).

Pengelolaan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan hal

penting dalam pencegahan obesitas baik pada ibu maupun bayi yang

dilahirkan. Meskipun demikian, penurunan berat badan maternal berisiko

terjadinya inadekuasi suplai nutrisi ke janin. Diperlukan fenotipe maternal

mengenai status metabolisme energi ibu, terkait tugas suplai nutrisi ke janin,

yang spesifik dan relatif mudah dianalisis.

Studi ini bermaksud menganalisis peranan human placental lactogen

dalam metabolisme energi maternal, terkait tugas suplai nutrisi ke janin.

Hipotesis yang ditegakkan adalah hPL terkait dengan induksi resistensi leptin

fisiologis adaptif maternal. Bila hipotesis ini terbukti, maka akan

meningkatkan pemahaman mengenai peran penting hPL dalam menjamin

kesinambungan suplai energi janin sekaligus menyiapkan depot-depot

sumber energi melalui penumpukan depot lemak maternal dengan cara

induksi resistensi leptin. Sejumlah faktor determinan seperti asupan nutrisi

dan IMT pra hamil serta berbagai faktor confounding dimasukkan dalam

analisis studi ini.

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah peranan human placental lactogen, leptin, IMT pra hamil dan

asupan nutrisi maternal terhadap peningkatan massa lemak tubuh pada ibu

hamil di Sulawesi Utara ?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil

usia kehamilan 18 minggu, 24 minggu dan 30 minggu ?

2. Bagaimana hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra

hamil dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-

24 minggu dan 24-30 minggu ?

3. Bagaimanakah hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT

pra hamil dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan

18-24 minggu dan 24-30 minggu ?

8

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman

mengenai adaptasi hemostasis energi ibu dalam kehamilan, secara

spesifik mengenai peranan human placental lactogen serta resistensi

leptin dalam metabolism lemak maternal, sebagai latar belakang

teoritis dalam memulai upaya perumusan peningkatan berat badan ibu

Indonesia dalam kehamilan.

b. Tujuan spesifik

Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk mempelajari :

1. Hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil usia kehamilan

18, 24 dan 30 minggu.

2. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil

dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan 18-24

minggu dan 24-30 minggu.

3. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil

dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-24

minggu dan 24-30 minggu.

9

D. Kegunaan Penelitian

a. Aspek pengembangan Ilmu Pengetahuan

Sepanjang pengetahuan peneliti, belum terdapat publikasi yang

mempelajari hubungan hPL dengan induksi resistensi leptin pada

manusia hamil serta kaitannya dengan peningkatan massa lemak

tubuh maternal. Studi mengenai hal ini belum pernah dilakukan di

Sulawesi Utara terkait pola asupan nutrisi maternal , IMT pra hamil dan

aktifitas harian.

b. Aspek Aplikasi

Bila hipotesis ini terbukti, maka dapat menjadi bagian dukungan

teoritis dalam upaya merumuskan panduan peningkatan berat badan

ibu hamil yang spesifik di Indonesia serta kemungkinan intervensi

penurunan berat badan bagi ibu hamil obes.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Mekanisme hemostasis energi ibu dalam kehamilan yang dipelajari

dalam penelitian ini terbatas pada peningkatan massa lemak. Pembahasan

mencakup pengaruh hormon hPL dan leptin dalam adipogenesis dan lipolisis

pada kehamilan. Efektor lain yang diobservasi dan analisis adalah asupan

10

nutrisi, intensitas penggunaan energi dan IMT pra-hamil. Penelitian ini

dilakukan terhadap ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di

Puskesmas dalam area Kota Manado, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

F. Definisi dan Istilah

Yang dimaksudkan dengan maternal adalah ibu yang sedang dalam

kehamilan. Definisi IMT pra-hamil dalam penelitian ini adalah IMT yang

dihitung sesuai rumus standar dengan menggunakan nilai berat badan pra-

hamil berdasarkan anamnesis dan/atau berat badan usia kehamilan < 16

minggu. Kadar hPL, leptin dan insulin merupakan kadar hormon-hormon

tersebut didalam serum partisipan yakni ibu yang sedang dalam kehamilan.

Istilah intensitas penggunaan energi maternal merujuk kepada maternal’s

energy expenditure.

G. Sistimatika dan Organisasi

Bagian penting dalam disertasi ini berada di BAB I mengenai latar

belakang masalah. Kegagalan pengendalian pertambahan jumlah penderita

obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) di dunia agaknya terkait dengan

teori yang dikemukakan Barker yakni pembentukan konsep metabolik suatu

11

individu dipengaruhi mileu hemostasis energi di masa janin, yang kemudian

dikenal sebagai proses epigenetik. Upaya preventif terhadap penyakit

metabolik yang dilakukan setelah bayi lahir dengan konsep metabolik yang

telah terbentuk, sampai saat ini tidak menunjukkan keberhasilan. Hal tersebut

tampaknya mengkonfirmasi teori Barker mengenai pentingnya masa

kehamilan dalam pencegahan penyakit metabolik baik terhadap janin yang

dikandung maupun ibu yang mengandung. Retensi berat badan paska

kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit metabolik pada ibu sekaligus

merupakan lingkungan metabolik yang kurang menguntungkan bagi janin

yang akan dikandung kemudian.

Terkait dengan paparan tersebut di atas, pengendalian berat badan ibu

dalam kehamilan menjadi hal yang amat penting. Ibu hamil Indonesia belum

memiliki panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan yang disusun

berdasarkan studi-studi yang secara spesifik dilakukan terhadap ibu

Indonesia yang hamil. Panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan

yang digunakan ibu Indonesia saat ini adalah panduan peningkatan berat

badan ibu hamil Amerika Serikat yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia.

Penelitian ini adalah upaya untuk memahami pola peningkatan berat

badan, dengan titik berat pada massa lemak, ibu hamil Indonesia sekaligus

mempelajari dan membuktikan teori-teori yang telah dibuktikan pada hewan

coba mengenai proses fisiologis determinan hemostasis energi dalam

12

kehamilan yakni, induksi peningkatan depot lemak maternal dan induksi

resistensi leptin serta peranan plasenta, diwakili oleh hormon produk plasenta

dengan kadar tertinggi yaitu human placental lactogen (hPL). Pengaruh

faktor karakteristik antropometri dasar ibu ( IMT pra-hamil), asupan kalori

serta intensitas penggunaan energi disertakan dalam penelitian.

Pada BAB II mengenai Tinjauan Pustaka, membahas dasar-dasar teori

sebagai latar belakang dan menjelaskan letak penelitian ini dalam

perkembangan ilmu pengetahuan. Pertama-tama dipaparkan mengenai

komponen maternal, antara lain massa lemak maternal yang menjadi titik

penelitian dalam disertasi ini, dan komponen fetal-placental yang

berkontribusi terhadap peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan.

Dipaparkan pula mengenai mekanisme kendali berat badan manusia yang

melibatkan peranan leptin serta nukleus arcuatus hipotalamus. Leptin pada

dasarnya merupakan hormone anorexigenik. Hormon yang pertama kali

diidentifikasi di sel adiposit ini dikenal sebagai produk jaringan adiposit yang

berfungsi sebagai messenger perifer, membawa informasi kecukupan

simpanan energi ke nukleus arkuatus. Kaskade signal selanjutnya adalah

aktifasi neuron proopiomelanocortin (POMC) dan CART yang adalah bagian

penting alur signal anorexigenik, sekaligus inhibisi aktivitas neuron orexigenik

yakni neuropeptide Y (NPY ) dan AgRP.

Pada BAB Tinjauan Pustaka ini dipaparkan pula hipotesis yang dianut

saat ini mengenai mekanisme resistensi leptin yang merupakan keadaan

13

permisif terjadinya penumpukan jaringan lemak meskipun dalam keadaan

hiperleptinemia. Sejumlah studi telah mengkonfirmasi adanya keadaan

hiperleptinemia sekaligus peningkatan massa lemak yang terjadi dalam

kehamilan. Studi-studi biomolekular terhadap jaringan otak hewan coba

mengindikasikan adanya peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan pada

area nukleus hemostasis energi di hipotalamus yang terjadi secara fisiologis,

endokrinologis.

Dijelaskan pula latar belakang teori yang menjadi landasan pemilihan

hPL , hormon yang disintesis dan disekresi oleh jaringan sincitiotropoblast

plasenta, sebagai kandidat induktor resistensi leptin dalam kehamilan. Studi-

studi terhadap hewan coba menunjukkan induksi hormon yang menyerupai

profil biologis hPL mencetuskan keadaan resistensi leptin. Telah dilaporkan

pula adanya neuron-neuron terkait hemostasis energi di hipotalamus yang

memiliki reseptor prolaktin (digunakan oleh hPL) dan sekaligus memiliki

reseptor leptin.

Kerangka teori , kerangka konsep, variabel penelitian dan hipotesis

dijabarkan dalam BAB III. Konsep penelitian ini adalah hPL sebagai variabel

independen akan menginduksi resistensi leptin (variabel intermedier)

selanjutnya keadaan resistensi akan menyebabkan peningkatan nafsu makan

( asupan kalori, variabel antara) dan penurunan intensitas penggunaan

energi, variabel antara ). Luaran dari mekanisme ini adalah terjadinya

peningkatan massa lemak maternal ( variabel dependen) dan selanjutnya

14

berat badan ibu. Sebelum hamil, dalam sirkulasi ibu telah terdapat leptin

pada kadar tertentu, yang disekresi oleh jaringan adiposit. Sejumlah studi

mengindikasikan adanya asosiasi aktifitas leptin dengan insulin. Akhir

trimester 2 kehamilan ditandai dengan keadaan resistensi insulin fisiologis.

Terkait dengan hal-hal tersebut, besaran IMT pra-hamil serta kadar insulin

pada trimester 2 dimasukkan sebagai variabel co-founding. Hipotesis

pertama dalam penelitian ini diajukan untuk mempelajari secara terukur

mengenai profil dan korelasi antara hPL dengan leptin di trimester 2 dan 3

kehamilan. Hipotesis ke dua dimaksudkan untuk mempelajari secara terukur

efek dari semua variabel baik independen, intermedier maupun co-founding

terhadap peningkatan massa lemak maternal. Selanjutnya efek dari variabel -

variabel tersebut terhadap peningkatan berat badan maternal, dipelajari

dalam pengujian hipotesis ke tiga.

Disain penelitian ini adalah observational longitudinal. Disain penelitian,

prasyarat karakteristik sampel, lokasi dan waktu serta cara dan standar

melakukan penelitian tercantum dalam BAB IV mengenai Metode Penelitian.

Penelitian dilakukan di 5 Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kota Manado, periode rekruimen sampel adalah September 2015 sampai

April 2016. Dari 125 orang sampel yang direkuit pada awal penelitian, 1

orang ibu tidak disertakan dalam kunjungan I Karena terdiagnosis DMT2.

Sejumlah 70 orang maternal menyelesaikan 3 kali pengukuran semua

15

variabel penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Observasi sampel

selesai pada awal Agustus 2016.

Besaran IMT pra-hamil merupakan hasil kalkulasi sesuai rumus standar

berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Berat badan pra-hamil diperoleh

melalui anamnesis, atau berat badan pada usia kehamilan < 16 minggu.

Massa lemak maternal diukur melalui metode bioelectric impedance analysis

(BIA). Kuantitas asupan nutrisi diperoleh melalui analisis hasil wawancara

mengenai 24 hours food recall. Intensitas penggunaan energi diperoleh

melalui perhitungan hasil Pregnancy Physical Activity Questioner (PPAQ).

Kadar hPL dan leptin dianalisis menggunakan metode ELISA monoklonal di

Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC).

Variabel independen, intermedier dan dependen diukur setiap kali kunjungan,

yakni sebanyak 3 kali, minimal selang 4 minggu. Usia kehamilan kunjungan

pertama adalah < 28 minggu.

Hasil penelitian dan pembahasan dijabarkan dalam BAB V. Penelitian

ini mengkonfirmasi adanya peningkatan massa lemak menurut usia

kehamilan. Kadar hPL dan leptin meningkat sesuai usia kehamilan serta

tidak dipengaruhi secara signifikan oleh besaran IMT pra-hamil maternal.

Akan tetapi asosiasi leptin dengan massa lemak sangat berbeda antara

maternal yang sebelum hamil gemuk dan yang tidak gemuk. Kadar leptin

dalam penelitian ini meningkat 3-4 kali lipat dibandingkan rerata kadar leptin

wanita tidak hamil dan pada maternal yang sebelum hamil gemuk, tidak

16

dijumpai korelasi antara massa lemak dengan kadar leptin. Peristiwa ini

mengindikasikan bahwa mayoritas leptin yang beredar dalam sirkulasi

maternal berasal dari plasenta.

Terdapat indikasi, peningkatan massa lemak merupakan tujuan dan

hasil penting dari mekanisme hemostasis energi maternal dan telah

terprogram sejak awal kehamilan. Peristiwa ini ditandai dengan kuatnya

peranan hPL, leptin dan IMT pra-hamil sebagai efektor determinan dalam

peningkatan massa lemak dibandingkan dengan asupan kalori. Analisis

asosiasi kadar hPL dengan massa lemak menyibakkan fakta bahwa

peningkatan massa lemak lebih tinggi terjadi pada rentang kadar hPL yang

relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar hPL yang tinggi. Sejumlah

studi mengkonfirmasi adanya fenomena ‘setengah awal usia kehamilan

merupakan periode peningkatan massa lemak dan setengah akhir usia

kehamilan adalah periode penurunan massa lemak’ . Penurunan massa

lemak terkait dengan peningkatan sensitifitas induksi aktifitas lipolisis dalam

kehamilan. Produk liposis merupakan bahan nutrisi janin, pertengahan akhir

kehamilan adalah periode perkembangan janin yang pesat sehingga

membutuhkan bahan nutrisi yang lebih banyak.

Sejumlah studi mengkonfirmasi induksi resistensi leptin oleh placental

lactogen dan terdapat pula studi-studi yang mengkonfirmasi efek lipolitik hPL

terutama di trimester akhir kehamilan. Penelitian kami mengindikasikan

adanya peranan hPL di masa peningkatan adipogenesis dan kadar tinggi hPL

17

kemungkinan bersifat lipolitik. Terdapat pula indikasi bahwa efek lipolitik hPL

dalam penelitian kami terjadi lebih dini, pada trimester ke dua. Hal ini

kemungkinan terkait dengan rendahnya asupan kalori maternal yang memicu

proses katabolisme lemak lebih dini.

Fenomena menarik lainnya yang dijumpai dalam penelitian ini adalah,

peningkatan massa lemak tetap terjadi meskipun mayoritas maternal tidak

mencapai kebutuhan asupan kalori seperti yang dianjurkan. Peristiwa ini

mengkonfirmasi paparan yang telah disebutkan di atas bahwa, peningkatan

massa lemak merupakan target penting hemostasis energi dalam kehamilan

sehingga diupayakan untuk terlaksana. Upaya tersebut bersifat terprogram,

melibatkan hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta. Dapat dikatakan,

dalam kehamilan, plasenta adalah regulator sistim hemostasis energi

maternal. Satu-satunya faktor non plasental yang berperan determinan

adalah besaran IMT pra-hamil maternal. Fakta ini mengharuskan

pengelolaan berat badan perempuan usia reproduksi untuk masuk dalam

strategi pengelolaan persiapan kehamilan sekaligus pencegahan primer

penyakit metabolik termasuk obesitas dan DMT2 pada generasi yang akan

datang.

Hormon hPL merupakan efektor paling determinan terhadap

peningkatan massa lemak maupun berat badan maternal , dalam penelitian

ini. Hormon ini cenderung tidak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri

dasar ibu, dan tampak berfluktuasi ke arah tinggi pada kehamilan yang

18

berisiko. Sifat-sifat hPL tersebut di atas menunjukkan bahwa hormon ini patut

dipertimbangkan sebagai kandidat petanda kecukupan nutrisi janin dalam

upaya menetapkan rentang peningkatan berat badan ibu hamil yang adekuat

maupun saat menurunkan berat badan ibu obes yang telah hamil. Sejumlah

studi diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengembangkan hasil-hasil dari

penelitian disertasi ini.

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor Determinan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil

Faktor determinan peningkatan berat badan ibu hamil dapat

dikelompokkan dalam faktor sosial dan lingkungan serta faktor maternal.

1. Faktor sosial/lingkungan termasuk : (Rasmussen 2009)

(a) Sosial : budaya, institusional ( kebijakan dan pelyanan kesehatan)

serta media.

(b) Lingkungan : geografis, toxikologi lingkungan, bencana alam.

(c) Komunitas : akses terhadap makanan sehat, kesempatan

melakukan aktifitas fisik.

(d) Keluarga : status pernikahan, kultur dan stabilitas keluarga,

dukungan pasangan/ keluarga.

2. Faktor maternal termasuk : (Rasmussen 2009)

(a) Karakteristik genetik, developmental programming dan epigenetik.

(b) Sosiodemografi : umur, ras, status sosioekonomi, food insecurity.

20

(c) Antropometri dan fisiologis : IMT pre pregnansi, milieu hormonal,

tingkat metabolisme basal.

(d) Medis : penyakit-penyakit penyerta, hyperemesis gravidarum,

anorexia nervosa, bulimia nervosa, bedah bariatrik, multiparitas.

(e) Psikologi : depresi, stress, dukungan sosial, sikap terhadap

peningkatan berat badan.

(f) Kebiasaan : asupan makanan, aktifitas fisik, penyalah gunaan

substansi berbahaya, kehamilan tak disengaja.

Faktor-faktor tersebut di atas akan mem pengaruhi keseimbangan

antara asupan nutrisi dan penggunaan energi maternal. Kesinambungan

produk keseimbangan asupan nutrisi dan penggunaan energi akan

menentukan pola dan peningkatan berat badan ibu hamil secara

keseluruhan.

B. Komposisi dan Komponen Peningkatan Berat Badan Ibu hamil

Peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan fenomena

biologis unik dengan tujuan utama untuk mendukung perkembangan fungsi

dan pertumbuhan janin. Plasenta merupakan ‘master mind’ regulator

berbagai adaptasi sistim homeostasis maternal termasuk hemostasis energi

21

yang terkait erat dengan perubahan berat badan maternal. Berat badan ibu

dalam kehamilan ditentukan oleh komponen massa ibu dan janin disamping

berat plasenta itu sendiri. (Gambar 1.)

Gambar 1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil

( Diterjemahkan dari Rasmussen KM, et al. 2009. Weight Gain During

Pregnancy. Reexamining the Guidelines)

1. Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu hamil

Pada kehamilan normal, komponen janin dan plasenta menyumbang

sekitar 35% dari total peningkatan berat-badan maternal. (Gambar 2, hal.19)

Berat optimal janin dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan gaya hidup maternal

dan berbagai faktor lain seperti : ( Rasmussen 2009 )

(a) Jumlah janin : tunggal, kembar 2 atau lebih.

(b) Pertumbuhan janin : kecil/ sesuai/ besar menurut umur kehamilan.

POLA PENINGKATAN BERAT BADAN TOTAL IBU DALAM KEHAMILAN

Janin : Pertumbuhan janin:

Massa bebas lemak Massa lemak

Cairan amnion

Ibu : Massa bebas lemak

Massa lemak

Plasenta

22

(c) Komposisi tubuh janin : dipengaruhi oleh genetik, paritas maternal,

IMT pra hamil maternal, peningkatan berat badan maternal,

gestasional diabetes mellitus, faktor lingkungan (rokok, altitude ).

(d) Cairan amnion

Gambar 2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil (LMP = last

menstrual period)

Sumber : Pitkin 1976. Nutritional support in obstetrics and gynecology. Clinical

Obstetrics and Gynecology 19 (3): 489-513. Dikutip dari Rasmussen KM, et al.

2009.

2. Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil

23

Terdapat hubungan linear antara berat plasenta dengan IMT

maternal, semakin tinggi IMT maka plasenta semakin berat. Pada maternal

dengan berat badan kurang terdapat restriksi pertumbuhan plasenta,

sedangkan plasenta hipertrofi dijumpai pada maternal gemuk, obes dan obes

morbid ( Wallace 2012). Rasio janin terhadap plasenta (efisiensi plasenta)

rendah pada maternal gemuk, obes dan obes morbid sedangkan maternal

normal serta berat badan kurang, efisiensi plasenta normal ( Wallace 2012).

Berat plasenta berkorelasi linear dengan indeks massa tubuh bayi yang

dilahirkan ( Ouyang 2013).

Bleker dan Hoogland (1981) melakukan estimasi volume plasenta

dengan teknik ultrasonografi longitudinal, pada kehamilan 21 minggu adalah

200 cm2, 28 minggu adalah 300 cm2, aterm adalah 500 cm2 (dikutip:

Rasmussen 2009). Penelitian di Aberdeen, Skotlandia, rata-rata berat

plasenta yang dilahirkan, laki-laki 624 + 1,8 gram, perempuan 612 + 1,8 gram

( Wallace 2012). Rata-rata berat plasenta bayi yang dilahirkan oleh wanita

Skandinavia adalah 703 + 161 gram ( Friis 2013).

3. Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu hamil

24

Komponen maternal dalam peningkatan berat badan maternal

dikelompokkan sebagai total body water (TBW), massa bebas lemak (= fat

free mass, FFM), massa lemak ( =fat mass, FM).

(a) Total body water (TBW)

Determinasi TBW melalui teknik bioelectric impedance analysis (BIA)

menunjukkan terdapat peningkatan signifikan, 6-7 L, jumlah total cairan

tubuh maternal pada kehamilan trimester II dan III (Lukaski 1994).

Penggunaan tracer sodium thyocianat mendeskripsikan distribusi

peningkatan cairan pada kenaikan berat badan hamil 12,5 kg sebagai berikut,

janin 2414 gram, plasenta 540 gram, cairan amnion 792 gram, blood-free

uterus 800 gram, kelenjar mammae 304 gram, darah 1267 gram, cairan

ekstraselular (ECF) 1496 gram pada keadaan tanpa edema, sedangkan pada

edema, ECF 4697 gram ( dikutip dari Rasmussen 2009). Water balans index

(WBI, rasio TBW terhadap hematokrit) berkisar 1.35±0.20 l.kg–1. serta

memiliki korelasi kuat, r 0.93, dengan volume sekuncup ( stroke volume )

(Valensise 2004).

Studi di Bangladesh terhadap populasi ibu hamil dengan proporsi

tubuh pendek ( 148.9 + 5.3 cm) dan kurus ( 19.5 + 2.5 kg/m2), total kenaikan

berat badan dalam kehamilan berkisar 5-6 kg, peningkatan ECF hanya

berkisar 1 kg antara trimester I dan III, volume plasma meningkat 16.6 + 15.4

25

% selang trimester I dan II, kemudian turun kembali pada trimester III. Studi

ini menyimpulkan bahwa status nutrisi maternal pada awal kehamilan

berkorelasi negatif dengan peningkatan ECF dan TBW (Gernand 2012).

(b) Massa bebas lemak ( fat free mass, FFM)

Massa bebas lemak yang dominan adalah protein. Estimasi deposisi

protein jaringan dilakukan melalui pengukuran akresi kalium tubuh total (total

body kalium, TBK). Distribusi protein dalam kehamilan terutama terdapat

pada janin yakni 150 mmol, selanjutnya uterus 65 mmol, plasenta 25 mmol,

eritrosit 25 mmol, plasma darah 6 mmol dan jaringan lain termasuk jantung,

ginjal dan otot adalah 229 mmol (dikutip dari Kalhan 2000). Pada maternal

dengan berat badan pre pregnansi 60 kg dan peningkatan berat badan dalam

kehamilan sebesar 10.5 kg, peningkatan protein pada kehamilan 10 minggu

berkisar 36 gram, 20 minggu adalah 165 gram, 30 minggu adalah 498 gram

serta 40 minggu berkisar 925 gram (van Raaij 1988). Tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada deposisi protein total dalam kehamilan

antara maternal dengan IMT rendah, normal dan berlebih, rata-rata 611 gram

protein. (Butte 2004).

26

(c) Massa lemak ( fat mass, FM )

Hytten dan Chamberlain (1991) mengembangkan model teoritikal

estimasi kebutuhan energi dalam kehamilan, asumsi kenaikan berat badan

dalam kehamilan 12,5 kg, maka terdiri dari ≈ 0.925 kg protein, ≈ 3.8 kg lemak,

≈ 7,8 kg air. Model ini menjadi dasar dari penetapan jumlah kenaikan berat

badan pada beberapa konsensus (Butte 2004).

Sohlstrom dan Forsum (1995) melakukan analisa volume dan

distribusi jaringan adiposa secara magnetic resonance imaging (MRI) pada

wanita hamil. Volume jaringan adipose meningkat 5.43 + 4.72 L selama

kehamilan, turun 3.18 + 4.61 pada 6 bulan paska melahirkan selanjutnya

terdapat retensi volume jaringan adiposa 2.86 + 2.32 L satu tahun paska

melahirkan (Sohlstrom 1995).

Dalam kehamilan, peningkatan massa jaringan adiposa, terutama

terjadi di sub kutan 76%, volume lemak sub kutan juga yang berkurang

paska melahirkan. Area penumpukan lemak terutama di batang badan (68%),

dan paha (16%). Terdapat perbedaan bermakna deposisi jaringan adiposa

antar maternal dengan IMT kurang ( FM 5.3 kg), normal ( FM 4,6 kg) dan

lebih (FM 8,4 kg) ( Butte 2004).

Peningkatan berat badan dalam kehamilan berkorelasi positif dengan

massa adiposa. Tingkat kenaikan massa adiposa dalam kehamilan

merupakan prediktor kuat atas retensi massa adiposa paska melahirkan

27

(Kopp-Hoolihan 1999). Determinasi kuat massa adiposit dalam peningkatan

berat badan dalam kehamilan juga ditunjukkan dalam studi mengenai

hubungan leptin dan IMT serta tebal lipatan lemak kulit. Terdapat korelasi

kuat antara leptin, IMT dan tebal lipatan lemak kulit (van der Wijden 2013).

C. Mekanisme Kendali Berat Badan Manusia : Peranan Leptin dan

Hipothalamus

Secara fisiologis, berat badan manusia dikendalikan oleh suatu sistim

yang mengatur keseimbangan antara asupan energi dan energy expenditure

dalam jangka panjang. Sistim ini melibatkan sejumlah messenger yang

merupakan signal perifer mengenai status simpanan energi ke hipothalamus.

1. Leptin

Leptin merupakan hormon dengan struktur menyerupai sitokin yang

diidentifikasi pertama kali oleh Zhang dkk pada tahun 1994 (Zhang 1994,

Friedman 2011). Leptin adalah peptida ‘four-helix bundle’, 16-kDa, terdiri

dari 167 asam amino dengan sekuens 21 asam amino berupa amino-

terminal signal sekrektori (Margetic 2002, Mantzoros 2011). Leptin terutama

diproduksi di jaringan adiposa, akan tetapi juga diekspresi dalam berbagai

jaringan termasuk plasenta, ovarium, epitel mammary, sumsum tulang dan

jaringan lymphoid (Margetic 2002, Mantzoros 2011).

28

(a) Reseptor Leptin

Sekuenses gen ob/ob mengkode faktor solubel yang berada dalam

sirkulasi darah, sedangkan db/db mengkode reseptor faktor solubel tersebut.

Faktor solubel selanjutnya dikenal sebagai leptin. Gen reseptor leptin

dipetakan dalam locus db, pada manusia di kromosom 1 p dan tikus (mice) di

kromosom 4 serta termasuk kelas I famili reseptor sitokin ( gp130). Saat ini

telah terdeteksi 6 reseptor leptin di manusia dan mamalia, ObRa, ObRb,

ObRc, ObRd, ObRe dan ObRc (Schultz 2007, Mantzoros 2011). Reseptor

ObRd, ObRe dan ObRf belum dijumpai pada manusia.

Reseptor leptin memiliki domain ekstraselular, tempat terjadinya ikatan

reseptor dengan leptin, pada rasio 1:1 (Lewandowski 1999). Aktifasi reseptor

akan menginduksi signal intraselular melalui jalur Janus kinase / signal

transducer and activator of transcription factor (JaK/STAT pathway ) (Schultz

2007).

Reseptor ObRb ( reseptor panjang) terkait erat dengan aktifasi STAT3

yang merupakan jalur signal utama, terkait peranan leptin dalam regulasi

berat badan ( Ladyman 2013, Friedman 2011). Ekspresi ObRb paling tinggi

dijumpai di hipotalamus, hanya sedikit terdapat pada jaringan lain seperti

bagian lain otak, adrenal, adiposit, jantung, nodus limfatikus dan lien (Schultz

2007, Ladyman 2013).

29

Reseptor pendek, ObRa dan ObRc diduga terkait dengan transpor

leptin melalui sawar otak. Kedua reseptor ini terekspresi tinggi di plexus

choroideus dan endotel kapiler otak (Schultz 2007, Trujillo 2011, Mantzoros

2011). Meskipun demikian, transportasi leptin melalui sawar otak, agaknya

tidak hanya diperantarai oleh kedua reseptor ini, eksperimental tikus Koletsky

tanpa reseptor leptin fungsional menunjukkan kadar leptin cairan

serebrospinal normal pada kadar leptin plasma yang tinggi. Model obes tikus

New Zealand yang dikarakterisasi dengan resistens i leptin perifer, transport

leptin ke otak berkurang tanpa berkorelasi dengan penurunan ekspresi

ObRa atau ObRc (Schultz 2007). Reseptor ObRe merupakan plasma binding

protein leptin dalam sirkulasi plasma manusia (Trujillo 2011, Mantzoros

2011). Fungsi biologis reseptor ObRe belum diketahui secara pasti.

Reseptor ini secara bermakna dijumpai tinggi pada kehamilan, keadaan

puasa dan penurunan berat badan serta rendah pada obesitas. Pada ob/ob,

infus reseptor solubel bersama-sama dengan leptin, meningkatkan efektifitas

terapi leptin. Diduga peningkatan kadar reseptor solubel akan menurunkan

pembersihan leptin dalam sirkulasi (Schultz 2007).

(b) Aktifasi signal intraselular, jalur JAK / STAT

Janus kinase / STAT adalah jalur signal intraselular yang teraktifasi

sebagai respon ikatan sejumlah sitokin, faktor pertumbuhan atau hormon

30

terhadap reseptornya yang selanjutnya mencetuskan sejumlah fungsi

menurut fungsi spesifik ligand yang mengikat reseptor tersebut. Aktifasi JAK

akan menginduksi fosforilase residu tirosin reseptor dan fosforilase molekul

downstream signaling , yaitu STAT. Signal transducer and activators of

transcription (STAT) merupakan molekul protein sitoplasma, ketika

terfosforilase, STAT akan membentuk dimer dan mengalami translokasi

menuju nukleus, selanjutnya memodifikasi transkripsi gen. Terdapat tujuh

gen STAT yang telah diidentifaksi pada mamalia, STAT 1-4, 5A, 5B dan 6.

Signal transducer and activators of transcription 3 (STAT 3) merupakan

molekul kunci yang terlibat dalam aktifitas homeostasis energy terkait leptin

disamping STAT 5 yang diduga berperan dalam aktifitas leptin (Ladyman

2013).

(c) Regulasi aktifitas intraselular leptin, STAT3 dan SOCS3

Aktifitas STAT 3 berhubungan dengan regulasi ekspresi peptide

anorexigenik dan orexigenik. Secara invitro, STAT 3 menstimulasi transkripsi

POMC. Gen POMC mengkode peptide yang termasuk dalam sistim

melanokortin, diantaranya α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH) yang

merupakan signal anorexigenik utama dalam regulasi simpanan dan

penggunaan energi terkait leptin (Ladyman. 2013). Pada tikus obes ob/ob,

31

signaling leptin-STAT3 terganggu, terjadi reduksi ekspresi mRNA POMC di

hipothalamus. Hal ini menunjukkan bahwa leptin dibutuhkan dalam aktifasi

STAT 3 pada regulasi POMC (Ladyman 2013). STAT 3 binding site dijumpai

di promoter TRH (thyrothropin-releasing hormone). Pemberian leptin

menginduksi interaksi STAT3 dengan region promoter TRH sekaligus

peningkatan ekspresi mRNA TRH (Ladyman 2013). Hormon tiroid berperan

dalam regulasi tingkat metabolisme basal manusia, turunnya kadar leptin

akan menurunkan thermogenesis (Lee 2009).

Molekul SOCS (suppressor of cytokine signaling) adalah famili dari

immediate-early genes yang transkripsi gen-nya diregulasi oleh STAT.

Molekul SOCS diinduksi oleh sitokin, dan beraktifitas untuk menurunkan

signaling sitokin melalui umpan balik negatif intraselular (Ladyman 2013).

Induksi fosforilase STAT 3 oleh leptin, sekaligus menginduksi ekspresi

mRNA SOCS3. SOCS3 adalah supresor signaling sitokin yang mereduksi

signaling ObRb –JAK-STAT3, dengan demikian merupakan umpan balik

negatif terhadap aktifitas STAT3 (Schulz 2007, Ladyman 2013).

2. Hipothalamus

Hipotalamus berperan sentral dalam regulasi hemostasis energi

mamalia. Regulasi hemostasis energi tersebut melibatkan sejumlah nukleus

dan aktifasi/inhibisi inter nukleus maupun neuron, secara garis besar terdiri

dari :

32

(i) Nukleus penerima signal metabolik dari perifer : nukleus arcuatus

(ARC)

(ii) Neuron anorexigenic : proopiomelanocortin ( POMC) dan

Cocaine- and amphetamine regulated transcript (CART)

(iii) Neuron orexigenik : neuropeptida Y (NPY) dan Agouti Related

Protein (AgRP).

D. Model Jalur Hemostasis Energi Sentral

Sejumlah peneliti mengajukan model untuk memberikan gambaran

mengenai konsep mekanisme hemostasis energi sentral. Model tersebut

mengikuti pola biologis suatu aktifitas fisiologis yakni, stimulasi- signaling dan

reaksi yang pada homeostasis energi sentral berupa, messenger pembawa

signal perifer – neuron penerima pertama – neuron sekunder – mekanisme

efektor downstream (Remmers 2011, Spiegelman 2001). (Gambar 3 )

1. Messenger perifer : leptin

Leptin merupakan messenger perifer determinan yang menuju

hipothalamus, membawa informasi mengenai status simpanan energi (depot

massa lemak) ke nukleus arkuatus di hipothalamus. Reseptor leptin ObRb,

ditemukan padat di area ARC serta tersebar di berbagai area hipothalamus

33

lainnya (Remmers 2011, Belgardt 2010). Leptin menembus sawar otak

diperantarai oleh reseptor ObRa dan ObRc. Kedua bentuk reseptor ini

terdeteksi di plexus choroideus.

Disamping leptin, terdapat sejumlah signal perifer lain yang mencapai

hipothalamus, yakni insulin serta sejumlah peptida saluran cerna, termasuk

ghrelin, glucagon-like peptide 1, peptide YY, cholecystokinin dan

oxyntomodulin (Remmers. 2011, Belgardt 2010).

Gambar 3. Model regulasi hemostasis energi sentral.

Sumber : Spiegelman BM and Flier JS.2001. Obesity and the regulation

of energy balance. Cell ; 104 : 531-543.

34

2. Neuron penerima pertama (primer)

(a) Neuron anorexigenic

Neuron POMC dan CART merupakan neuron primer anorexigenik di

nukleus Arcuatus. Aktifasi reseptor ObRb oleh leptin di membran neuron

POMC akan mengekspresi dan sekresi neuropeptida α-MSH yang

selanjutnya sebagai signal yang mengaktifasi reseptor MC4R neuron-

neuron sekunder di nukleus paraventrikular hipotalamus (PVN). (Remmers.

2011, Belgardt 2010).

(b) Neuron orexigenik

Neuron NPY dan AgRP merupakan neuron primer orexigenik di

nukleus arkuatus. Peningkatan ekspresi dan sekresi kedua neuropeptida ini

akan menstimulasi asupan nutrisi dan peningkatan depot adiposit putih serta

menurunkan adiposit coklat yang bersifat termogenesis. Regulator utama

neuropeptida ini adalah leptin yang bersifat inhibisi. Aktifasi reseptor ObRb

oleh leptin di membran neuron NPY dan AgRP akan menginhibisi ekspresi

dan sekresi neuropeptida NPY dan AgRP selanjutnya signal orexigenik

menuju hypothalamus lateral (LHA) (Remmers 2011).

Gangguan inhibisi neuron NPY dan AgRP seperti pada keadaan

defisiensi maupun resistensi leptin, akan menyebabkan hilangnya regulasi

35

energi positif, sehingga terjadi peningkatan nafsu makan dan penumpukan

depot lemak.

3. Neuron sekunder

(a) Neuron anorexigenik

Signaling neuropeptida α-MSH dari neuron POMC akan mengaktifasi

reseptor MC4R neuron-neuron sekunder di nukleus paraventrikular

hipotalamus (PVN). Aktifasi MC4R akan menginduksi ekspresi CRH

(corticotropin releasing hormone) dan TRH ( thyrotropin releasing hormone)

pada dua populasi neuron parvocelullar yang berbeda. Reseptor CRH1 dan

TRH2 diekspresi secara luas di area-area berbeda otak, sedangkan reseptor

CRH2 dan TRH1 diekspresi hanya di hypothalamus (Remmers 2011, Belgardt

2010).

(i) Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Peptida CRH telah lama dikenal sebagai releasing hormon pada

aksis hipothalamus- hipofisis- adrenal (HPA). Studi mengenai mekanisme

hemostasis energi sentral mengkonfirmasi keterlibatan hormon ini dalam

regulasi kesimbangan energi. Ekspresi dan kadar CRH turun saat

pembatasan makanan dan meningkat dengan pemberian leptin. Injeksi α-

36

MSH dan CART meningkatkan ekspresi CRH. Intracerebroventrikular CRH

terkait dengan penurunan asupan nutrisi dan berat badan serta induksi

aktifitas lokomotor, jaringan adiposa coklat (brown adipose tissue, BAT).

Data-data tersebut menunjukkan peranan anorexigenik dan katabolik CRH

(Remmers 2011).

(ii) Thyrotropin-releasing hormone (TRH)

Peptida TRH dikenal sebagai TSH- releasing hormon dalam aksis

hipothalamus-hipofisis-tiroid. Ekspresi dan sekresi TRH turun saat puasa,

aktifasi NPY dan AgRP . Sebaliknya, peptida ini meningkat pada

pemberian leptin, α-MSH dan CART. Injeksi TRH sentral dan perifer

menurunkan asupan nutrisi dan meningkatkan suhu tubuh (Remmers

2011).

(b) Neuron orexigenic

Dua populasi neuron yang berbeda di nukleus lateral hipotalamus

(LHA) mengekspresi peptida orexigenik MCH (melanin concentrating

hormone) dan ORXs (orexins). Nukleus LHA juga diinervasi oleh terminal-

terminal saraf yang mengandung peptida NPY, AgRP dan α-MSH serta

37

mengekspresi reseptor peptida- peptida tersebut (Remmers 2011, Belgardt

2010)

(i) Melanin concentrating hormone (MCH)

Ekspresi MCH yang meningkat pada hipothalamus ob/ob terkait

dengan peningkatan nafsu makan. Delesi gen MCH menyebabkan

ekspresi fenotipe langsing (Spiegelman 2001).

(ii) Orexins (ORXs)

Injeksi ORX sentral menstimulasi nafsu makan. Peningkatan

ekspresi dan kadar ORX di LHA menurunkan penggunaan energi.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah studi yang gagal mengkonfirmasi

efek orexigenik peptida ini. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk

membuktikan peranan ORXs sebagai neuropeptida orexigenik (Remmers

2011).

4. Mekanisme efektor ‘downstream’

Terdapat 3 ‘output’ mendasar dari proses signaling homeostasis

energy di hipothalamus yakni : (Remmers 2011, Belgardt 2010)

a. Signal yang luarannya mempengaruhi perilaku (behaviour). Luaran ini

merupakan hasil integrasi sejumlah signal dari berbagai area di otak

yang berakhir dengan aktifasi motor neuron. Sebagai contoh, efek final

38

dari peningkatan aktifitas orexigenik hipotalamus adalah dimulainya

proses makan.

b. Signal melalui jalur neuroendokrin, mempengaruhi keseimbangan

energi melalui sekresi hormon. Axis HPA dan HPT merupakan bagian

dari jalur neuroendokrin ini. Pada axis HPA, CRH dari PVN akan

menstimulasi sekresi ACTH di hipofisis, selanjutnya ACTH yang

merupakan hormon lipolitik. Sekresi hormon tiroid yang terjadi melalui

aktifasi axis HPT, akan menstimulasi penggunaan energi dan

termogenesis. Hormon tiroid memegang peran utama dalam laju

metabolisme basal manusia.

c. Jalur ketiga adalah sistim saraf otonom. Sejumlah nukleus

hipothalamus, terutama PVN, berhubungan dengan neuron-neuron

otonom di batang otak dan medulla spinalis. Aktifasi sistim otonom

akan mempengaruhi regulasi penggunaan energi, contohnya

mempengaruhi frekuensi denyut jantung dan termogenesis di jaringan

adiposa dan otot.

E. Resistensi Leptin

Penumpukan massa adiposa yang berlebih merupakan tanda

disfungsi leptin. Setidaknya terdapat 3 mekanisme disfungsi leptin yakni

pertama, penurunan ekspresi dan sekresi leptin dari sel adiposit seperti yang

ditunjukkan oleh tikus ob/ob. Kedua, defek regulator sel adiposit, dan yang

39

ketiga adalah resistensi leptin (Friedman 1998). Pada resistensi leptin,

defek terdapat di paska reseptor yakni tingkat aktifitas signal transducer

activity transcription 3 (STAT-3), sedangkan peran sel adiposit normal.

Keadaan ini menyebabkan timbulnya obesitas disertai hiperleptinemia

(Friedman 2011, Lee 2009).

Mekanisme terjadinya resistensi leptin belum dipahami secara

menyeluruh. Resistensi dapat disebabkan oleh mutasi reseptor , mutasi gen

downstream leptin maupun sindroma obesitas monogenik (jarang).

Resistensi leptin lebih sering terjadi oleh sebab yang multifaktorial.

Hiperleptinemia diperlukan untuk terjadinya resistensi leptin (Knight 2010).

Obesitas menyebabkan gangguan transport leptin melalui sawar otak dan

peningkatan ekspresi SOCS3 yang merupakan inhibitor signaling leptin

(Mantzoros 2011). Produk inflamasi, C-reactive protein (CRP) serta palmitat

diduga mengganggu ikatan leptin dengan reseptornya (Belgardt 2010).

Resistensi leptin dijumpai juga pada keadaan hiperinsulinemia kronis dan

asupan diet tinggi lemak (Lewandowski 1999, Knight 2010).

Manifestasi klinis resistensi leptin adalah timbulnya keadaan

orexigenik berupa hiperfagia dan penurunan penggunaan energi. Keadaan ini

akan menyebabkan penumpukan depot lemak yang mengakibatkan

timbulnya kegemukan dan obesitas.

40

F. Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan

Homeostasis energi terkait erat dengan homeostasis reproduksi

(Garcia-Garcia 2012). Metabolisme energi merupakan faktor terpenting

dalam kendali sukses reproduksi, hormon-hormon gonad mempengaruhi

asupan, penyimpanan dan penggunaan energi. Mempelajari metabolisme

energi dalam konteks sukses reproduksi, seakan membuka jendela ke dalam

pemahaman mengenai obesitas, gangguan pola makan, diabetes dan

kelainan patologik lain terkait hemostasis energi (Schneider 2012).

Kehamilan merupakan model unik investigasi metabolisme jaringan

adiposa. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme sejumlah hormon

yang bersifat adaptif fisiologis. Perubahan hormonal tersebut, termasuk,

hiperinsulinemia dan resistensi insulin, hiperleptinemia dan resistensi leptin,

peningkatan kadar kortisol, estrogen, progesteron dan adanya human

placental lactogen (hPL) (Lewandowski 1999). Dalam kehamilan,

homeostasis energi bergeser kearah penyimpanan depot lemak yang

ditandai dengan hiperfagia dan penurunan energy expenditure (Herrera

1991, Augustine 2008, Ladyman 2010, Faas 2010, Trujillo 2011).

1. Hiperleptinemia dalam kehamilan

Hiperfagia dan peningkatan leptin dijumpai dalam kehamilan. (Trujillo

2011, Faas 2010) Peningkatan leptin mulai nyata pada pertengahan trimester

41

II (Lewandowski 1999). Kadar leptin meningkat secara konsisten mulai

minggu ke 15 kehamilan dan mencapai puncak pada minggu ke 35 (30 μg/L

), baik pada ibu hamil dengan IMT pra hamil kurang, normal maupun lebih

(van der Wijden 2013). Rata-rata kadar leptin minggu ke 15 kehamilan

berada dalam rentang 20 – 25 μg/L, lebih tinggi dibandingkan perempuan

tidak hamil 9.97+1.6 ng/ml ( usia 18-30 tahun) dan 9.35+1.5 ng/ml (usia 31-

40 tahun) (van der Wijden 2013, Ajala 2013). Rentang percentil 15% - 95%

nilai leptin pada perempuan dewasa dengan IMT 22 kg/m2 adalah 3.3 – 18.3

ng/ml dengan nilai rata-rata 7.7 ng/ml (Esoterix, LabCorp. 2009. USA).

Proporsi peningkatan kadar leptin dalam kehamilan lebih tinggi

dibandingkan peningkatan massa lemak maternal ( > 50%) (Lewandowski

1999). Plasenta mengekspresikan mRNA leptin. Leptin disekresi oleh

plasenta dengan kadar lebih tinggi pada maternal normal dibandingkan

gestasional diabetes (Lapaas 2005). Pada perempuan fertil non hamil, kadar

leptin tertinggi dijumpai pada fase ovulasi dan luteal (Ajala 2013).

Progesteron di duga berperan dalam meningkatkan sekresi leptin pada

kehamilan trimester I (Lacasa 2001, Trujillo 2011). Hiperinsulinemia kronis

terkait dengan peningkatan kadar leptin (Cinti 2009). Insulin meningkatkan

stimulasi replikasi dan diferensiasi preadiposit serta diduga mensupresi

apoptosis adiposit (Lewandowski 1999). Kehamilan terkait dengan resistensi

insulin fisiologis adaptif.

42

2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan

Resistensi leptin adaptif fisiologis merupakan keadaan krusial bagi

kelangsungan suatu spesies dan bersifat reversibel (Tups 2009). Setidaknya

dikenal dua keadaan resistensi leptin adaptif fisiologis pada mahluk hidup.

Yang pertama adalah resistensi leptin pada hewan yang bersifat musiman (

seasonal animals) seperti hamster Siberian (Phodoups sungorus) dan tikus

tanah (Microtus agrestis) serta yang kedua adalah pada mamalia hamil

(Tups 2009).

Pemberian leptin intraserebroventrikular pada tikus hamil tidak

meningkatkan aktifitas STAT3 ,yang merupakan jalur signalling leptin

intraselular, di nukleus arkuatus (ARC) dan nukleus hipothalamus

ventromedial (VMH) (Ladyman 2004, Trujillo 2011). Ladyman dkk (2012)

melaporkan, pemberian leptin intra peritoneal meningkatkan fosforilase

STAT3 di nukleus arkuatus baik pada tikus coba hamil maupun non hamil,

akan tetapi tidak terdapat aktifasi fosforilase STAT3 di neuron sekunder,

PVN, pada tikus coba hamil ( Ladyman 2012). Pada tikus mid gestasi,

terdapat peningkatan aktifitas neuron NPY dan AgRP, sedangkan POMC

berkurang. Transportasi leptin melalui sawar otak berkurang pada tikus

gestasi mulai mid gestasi (Trujillo 2011). Pemberian leptin tidak

43

menurunkan nafsu makan pada tikus coba gestasi (Trujillo 2011, Ladyman

2012).

Pada tikus hamil, prolaktin berhubungan dengan perubahan perilaku

dan adaptasi metabolik maternal. Hormon ini juga diduga berkontribusi

terhadap induksi resistensi leptin dalam kehamilan (Grattan 2008, Augustine

2008). Prolaktin diduga berperan dalam adipogenesis, hormon ini

menunjukkan efek peningkatan simpanan lemak dan terjadinya obesitas

pada tikus coba jantan (Le 2011).

Prolaktin menurunkan transportasi leptin melalui sawar otak. (Trujillo

2011) Studi mengenai transpor leptin melalui sawar otak dengan

menggunakan sistim kultur double-chamber yang menyerupai sawar otak

menunjukkan bahwa pretreatment dengan prolaktin kadar tinggi selama 24

jam menurunkan transpor leptin secara signifikan (Trujillo 2011). Dalam

kehamilan dijumpai peningkatan ekspresi mRNA reseptor prolaktin di plexus

choroideus dan nukleus preoptik medial (Grattan 2002). Resistensi leptin

fisiologis adaptif pada hewan musiman mengindikasikan adanya peranan

pleotropik prolaktin dalam fenomena tersebut (Tups 2009). Pemberian infus

prolaktin secara kronis pada tikus pseudogestasi menginduksi terjadinya

resistensi leptin (Augustine 2008).

Teori mengenai peranan prolaktin dalam induksi resistensi leptin

fisiologis dalam kehamilan memiliki sejumlah kelemahan. Peranan prolaktin

44

dalam induksi resistensi leptin tampak pada studi-studi yang ‘mengijinkan’ sel

target kontak dengan prolaktin secara terus menerus (Augustine 2008).

Keadaan ini tidak menyerupai pola sekresi fisiologis prolaktin. Prolaktin

disekresi oleh laktotrop hipofisis anterior secara pulsatif bukan kronis.

‘Kegagalan’ prolaktin dalam menginduksi resistensi leptin tampak pada studi

pseudogestasi yang dilakukan Trujillo dkk melalui intervensi hormonal

maternal dengan pola fisiologis (Trujillo 2011).

Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya

paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya

memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental

lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun

merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan

masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin

bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens

asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing

ligand (Brooks 2012).

3. Hormon plasenta dan resistensi leptin

Pada tikus coba, progesteron meningkat di awal gestasi disertai

hiperfagia dan peningkatan depot lemak. Meskipun demikian, tidak dijumpai

45

peningkatan aktifitas NPY dan AgRP, serta tidak terdapat perubahan

ekspresi mRNA POMC (Trujillo 2011). Tikus coba pseudogestasi tidak

mengalami perubahan respon hipothalamus terhadap leptin serta transportasi

leptin di sawar otak tidak berbeda dengan kontrol (Trujillo 2011). Fakta

tersebut mengindikasikan bahwa resistensi leptin fisiologis adaptif dalam

kehamilan berhubungan dengan plasenta.

Plasenta mensintesis dan mensekresi sejumlah hormon dan sitokin.

Hormon yang disekresi oleh plasenta termasuk, progesteron, estrogen ,

human placental growth hormon (hGH), human placental lactogen (hPL) dan

prolaktin (Trujillo 2011, Lewandowski 1999). Hormon plasenta yang terkait

langsung dengan induksi resistensi leptin belum diketahui secara pasti.

Pada midgestasi, milieu endokrin maternal dipengaruhi oleh kadar

tinggi dari dua hormon laktogenik ( prolaktin dan hPL) serta satu hormon

somatogen, yakni hGH ( placental GH) (Edlow 2014). Selain oleh hipofisis,

prolaktin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan desidua maternal serta

hipofisis janin. Meskipun demikian, kadar prolaktin di sirkulasi maternal

terutama mencerminkan prolaktin yang disekresi oleh hipofisis ibu,

sedangkan prolaktin desidual dan fetus hanya sedikit berkontribusi (Edlow

2014).

46

Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya

paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya

memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental

lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun

merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan

masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin

bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens

asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing

ligand (Brooks 2012).

Inkubasi model sawar otak tikus coba dengan progesteron dan β-

estradiol tidak menginduksi perubahan dalam transportasi leptin. Transportasi

leptin berkurang secara signifikan pada inkubasi sawar otak dengan prolactin

(Trujillo 2011). Infus kronik prolaktin pada tikus coba pseudogestasi

menginduksi resistensi leptin dan hiperfagia (Augustine 2008).

G. Human Placental Lactogen (hPL)

Pada manusia, kluster gen growth hormon yang terdiri dari 5 gen

paralog di kromosom 17, locus q23.3 mengkode growth hormon dan

placental lactogen. Kluster gen growth hormon terdiri dari GH1 yang

mengkode growth hormon hipofisis dan 4 gen yang terekspresi di plasenta

47

yakni GH2 yang mengkode growth hormon placental, CSH1,CSH2 dan

CSHL1. Gen CSH1 dan CSH2 mengkode human placental lactogen,

sedangkan fungsi gen CSHL1 belum diketahui (Papper 2009, Mannik

2010). Ekspresi GH2, CSH1, CSH2 dan CSHL1 terinduksi secara koordinatif

di syncitiotropoblas sisi maternal selama perkembangan janin (Vakili 2013).

Human placental lactogen (hPL) , SwissProt P01243, terdiri dari 217

asam amino dengan 21 sekuens asam amino yang merupakan peptida

signal. Sekuens hPL adalah homolog 85% dengan growth hormon serta 22%

dengan prolactin (Brooks 2012). Sama seperti growth hormon dan

prolaktin, struktur hPL terdiri dari 4 heliks panjang yang membentuk four

helix-bundle. Hormon ini hanya disekresi oleh plasenta, dikenal juga sebagai

chorionic somatomammotropin, termasuk famili sommatotropin/ prolactin.

(Uniprot. P01243)

Di syncitiotropoblas, hPL terkandung dalam sejumlah granula kecil

(0.12-0.25 μm) yang diskret. Pola granul tersebut menyerupai granul-granul

luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon ( FSH) di hipofisis

(Morrish 1988). Sekresi hPL bergantung pada sekretagog yang menginduksi

aktivasi phosphoinositol-protein kinase C dan disekresi cepat setelah kontak

dengan sekretagog (Morrish 1988) Efisiensi produksi chorionic

somatomammotropin terkait erat dengan perkembangan dan massa plasenta

(Vakili 2013).

48

Ekspresi mRNA hPL terdapat secara eksklusif di syncitiotropoblas

plasenta (Hoshina 1982). Induksi sintesis mRNA hPL di mulai pada tahap

lanjut diferensiasi trophoblast yakni setelah tahap formasi syncitial dan

ditranskripsi secara konstan selama perkembangan plasenta (Hoshina 1982).

Berbeda dengan pola pada human chorionic gonadotropin (HCG), tingkat

sekuenses mRNA hPL di syncitiotropoblast plasenta baik pada trimester I

maupun III adalah sebanding. Rasio citotropoblas terhadap syncitiotropoblas

akan turun secara progresif serta lapisan syncitiotropoblas akan menjadi

komponen trophoblast dominan pada kehamilan aterm (Hoshina 1982).

Kedua fakta tersebut mendukung profil hPL plasma yakni kadarnya jauh lebih

tinggi dibandingkan prolaktin sejak mulai terdeteksi, serta meningkat secara

progresif seiring peningkatan massa jaringan syncitiotropoblas.

Human placental lactogen di serum maternal terdeteksi secara

bermakna melalui pemeriksaan antibodi monoklonal spesifik (Mannik 2010,

Handwerger 1994). Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa

komplikasi, menunjukkan bahwa hPL terutama disekresi ke sirkulasi

maternal, dan hanya kurang dari 0,5% disekresi ke sirkulasi fetus

(Linnemann 2000). Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke 6 kehamilan.

Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, terjadi peningkatan bermakna

pada hPL dan prolaktin maternal dengan kadar hPL jauh melebihi prolaktin

maternal. Kadar puncak hPL di minggu ke 34, 5000 – 7000 ng/ml sedangkan

prolaktin 150-180 ng/ml (Handwerger 1994, Freemark 2010). Sejumlah studi

49

menunjukkan bahwa hPL terlibat dalam metabolisme intermedier. Terdapat

indikasi bahwa hormon ini menstimulasi intoleransi glukosa, lipolisis dan

proteolisis maternal. Glukosa, asam lemak bebas (= free fatty acid, FFA) dan

asam amino yang dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya merupakan

sumber nutrisi dan energi janin (Handwerger 1991).

Aktifitas hPL secara fisiologis terjadi melalui ikatannya dengan

reseptor prolaktin. Hormon ini berikatan jauh lebih kuat dengan reseptor

prolaktin dibandingkan reseptor growth hormon , mengindikasikan bahwa

hPL lebih berfungsi sebagai laktogen dibandingkan somatogen (Freemark

2010). Studi menunjukkan bahwa aktifitas reseptor prolaktin diawali dengan

peningkatan konsentrasi ligand-nya (Brooks 2012). Kadar hPL senantiasa

lebih tinggi bahkan sampai 30 kali lipat dibandingkan prolaktin selama masa

kehamilan. Bila ikatan ligand-reseptor turut ditentukan oleh konsentrasi

ligand, maka secara logis hPL memiliki kesempatan lebih tinggi untuk

berikatan dengan reseptor prolaktin dibandingkan prolactin itu sendiri.

Reseptor prolaktin terekspresi secara luas dalam sirkuit-sirkuit penting di otak

dan baik prolaktin maupun hPL dapat melalui sawar otak (Grattan 2011).

Prolaktin dan hPL merupakan kandidat penting dalam mediasi perubahan

adaptif otak maternal.

Peptida yang dikode oleh kluster gen GH/CSH terlibat dalam

pertumbuhan janin, metabolisme janin dan maternal serta laktasi. Pada

antropoda, placental growth hormon dan placental lactogen berperan dalam

50

penggunaan sumber-sumber maternal oleh fetus selama kehamilan (Haig

2008). Hormon hPL diduga terkait langsung dengan regulasi fungsi sel beta

pankreas dalam masa kehamilan ( Brelje 1993). Reseptor prolaktin

dibutuhkan dalam hemostasis glukosa dan modulasi sel beta selama masa

kehamilan (Huang 2009). Ekspresi gen placental growth hormon dan hPL

berkurang pada bayi yang kecil menurut umur kehamilan (SGA), sedangkan

pada bayi yang besar menurut umur kehamilan (LGA) dijumpai peningkatan

ekspresi hPL (Mannick 2010).

Terdapat perbedaan pola sekresi antara prolaktin hipofisis yang

pulsatif 2 kali perhari dengan hPL yang bersifat kronis. Perbedaan ini diduga

menginduksi adaptasi hipothalamus yang antara lain memicu terjadinya

resistensi leptin sentral (Augustine 2008, Trujillo 2011).

H. Kehamilan dan Jaringan Adiposa

Asupan ekstra energi dibutuhkan oleh ibu dengan berat badan

normal yang memasuki kehamilan. Ekstra energi dibutuhkan untuk memenuhi

peningkatan metabolisme basal dalam kehamilan dan peningkatan berat

badan dalam kehamilan (Butte 2004). Perhitungan kebutuhan kalori ibu

hamil didasarkan atas model estimasi kebutuhan energi maternal, yang

dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain (1991), pada kenaikan berat

51

badan maternal normal. Diasumsikan, dengan kenaikan berat badan 12,5 kg,

( ≈0,925 kg protein, ≈3,8 kg lemak, ≈7,8 kg air) akan mencukupi kebutuhan

energi, ≈ 320 MJ, selama masa kehamilan dan laktasi (Butte 2004, van Raaij

1988).

Model yang dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain tidak

memperhitungkan perbedaan massa depot lemak maternal pra hamil

(Sohlstrom 1995). Retensi lemak paska kehamilan pada perempuan di

Eropa berkisar 2 – 5.8 kg. Masa laktasi hanya memobilisasi 1—2.5 kg lemak

ibu ( Sohlstrom 1995).

I. Implikasi Obesitas Maternal Terhadap Janin

Diet tinggi lemak menginduksi hipertrofi adiposit, resistensi leptin dan

resistensi insulin (Kubota 1999). Maternal obesitas dan diet tinggi lemak

mengubah epigenetik ekspresi mRNA circadian dan metabolik ( PPARα,

SIRT1) di hati yang akan merupakan faktor risiko timbulnya obesitas kelak di

masa dewasa (Borengasser 2014).

Hiperleptinemia hipothalamus dan penurunan aktifasi STAT3

dijumpai pada bayi tikus yang dilahirkan oleh maternal obes yang diinduksi

oleh diet tinggi lemak (Gupta 2009, Franco 2012). Adipositas neonatal

berhubungan dengan status nutrisi maternal dan paritas (Veena 2009).

52

Peningkatan berat badan dalam kehamilan berhubungan dengan kejadian

diabetes mellitus gestasional (Gibson 2012) dan risiko obesitas di usia kanak-

kanak (Ludwig 2013). Risiko cedera reperfusi dan iskemia miokard

meningkat pada anak tikus yang dilahirkan oleh maternal obes (Calvert

2009).

J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil

Asupan energi terkait erat dengan peningkatan berat badan maternal.

Lagiou dkk (2004) melaporkan peningkatan berat badan maternal berkorelasi

positif dengan asupan protein dan lemak hewani, sebaliknya negatif dengan

asupan karbohidrat (Lagiou 2004) .

1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa

Asupan dan penggunaan energi cenderung untuk saling

menyesuaikan satu dan lainnya dengan tujuan untuk mempertahankan

stabilitas berat badan. Hal ini dapat terlaksana bila oksidasi campuran

sumber energi adalah ekuivalen, dalam arti komposisi rata-rata nutrient

dalam asupan makanan, yakni tercapainya keseimbangan pada masing-

53

masing makronutrien yaitu protein, karbohidrat dan lemak (Quintela 2007).

Degradasi dan oksidasi protein serta karbohidrat terkait erat dengan

asupannya. Hal ini berbeda dengan lemak, regulasi keseimbangan lemak

hanya sedikit terkait dengan asupannya, lemak sepertinya lebih cenderung

disimpan daripada dioksidasi (Quintela 2007).

(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh

Glukosa dapat digunakan dalam lipogenesis de novo dan asam

lemak yang dihasilkan akan disimpan sebagai triacylglycerol (TAG) dalam

droplet lemak di adiposit setelah mengalami esterifikasi dengan glycerol 3-

fosfat (Haugen 2007). Akan tetapi mekanisme ini dapat berkontribusi secara

kuantitatif terhadap penyimpanan TAG hanya bila terdapat keterbatasan

dalam ketersediaan asam lemak, keadaan yang tidak lazim terjadi pada

asupan diet dengan sumber energi lemak >20% (Haugen 2007). Asupan

energi dan asupan energy-adjusted yang berasal dari karbohidrat secara

signifikan berkorelasi negatif dengan peningkatan berat badan pada ibu

(manusia) hamil (Lagiou 2004). Keadaan ini berbeda dengan tikus, diet tinggi

sukrosa akan meningkatkan berat badan maternal dan lemak tubuh secara

signifikan. Tikus selanjutnya mengalami gangguan metabolik yang lebih

nyata dibandingkan diet tinggi lemak dan tinggi lemak-sukrosa (Boque 2009).

54

(b) Asupan lemak dan lemak tubuh

Triacylglycerol merupakan simpanan energi tinggi dari energi

metabolik oleh karena bersifat dipadatkan dan anhidrous. Satu gram lemak

anhidrous menyimpan energi lebih dari enam kali lipat dibandingkan satu

gram glikogen hidrous (Berg 2002). Asupan asam lemak mempengaruhi

komposisi asam lemak dalam simpanan trigliserida di jaringan lemak subkutis

(Field 1985). Ambilan langsung asam lemak bebas sirkulasi oleh adiposit

subkutis terjadi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan di

adiposit subkutis abdominal terjadi lebih ‘rakus’ lagi (Shadid 2007). Dijumpai

korelasi positif antara kadar asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

rantai majemuk n-3 (polyunsaturated,PUFA) di jaringan adiposa dengan

prosentasi kandungan asam lemak-asam lemak tersebut dalam asupan

nutrisi (Zatonska 2012). Asupan energi dan asupan energy-adjusted yang

berasal dari lemak hewani berkorelasi positif dengan peningkatan berat

badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).

(c) Asupan protein dan lemak tubuh

Asupan energi dan asupan energy-adjusted protein berhubungan positif

dengan peningkatan berat badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).

Protein mempengaruhi penggunaan energi dan simpanan massa tubuh non

lemak

55

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

56

III.A. KERANGKA TEORI

ADIPOSIT

PLASENTA

LEPTIN

SAWAR OTAK

HPL

LEPTIN ↓

H I P O T H A L A M U S

STAT 3 ↓ SOCS 3↑

Neuropeptida orexigenik ↑ Neuropeptida anorexigenik ↓

NPY ↑ AgRP↑

POMC ↓ CART ↓

Perilaku dan aktifitas orexigenik ↑

Hiperfagia dan penurunan penggunaan energi

Depot lemak ↑

Berat badan maternal ↑

Peningkatan ‘fat free mass’ maternal, plasenta

Pertumbuhan janin, cairan amnion

HIPERINSULINEMIA

DIET TINGGI LEMAK

PROGESTERON

FAKTOR SOSIAL/ LINGKUNGAN

KARAKTERISTIK DASAR

GESTASIONAL DM ↑

RETENSI LEMAK PASKA MELAHIRKAN

PERUBAHAN EPIGENETIK JANIN

PROLAKTIN

57

Keterangan : POMC ( proopiomelanocortin), NPY ( neuropeptide Y), AgRP

(agouti related protein),STAT3 ( Signal transducer and activators of

transcription 3), SOCS3 ( suppressor of cytokine signaling)

III. B. KERANGKA KONSEP

Variabel dependen : Massa lemak maternal, BB

Variabel independent : Human placental lactogen (hPL)

Variabel intermedier : Leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik

Variabel cofounding : IMT pra-hamil, Insulin

Peningkatan berat badan maternal

Peningkatan massa lemak maternal

Hamil

hPL Resistensi

leptin (Leptin ↑)

IMT pra-hamil

Hiperfagia &

Energy expenditure

58

Cttn: IMT= indeks massa tubuh , hPL= human placental lactogen ,BB= berat badan, LILA =

lingkar lengan atas

III. C. HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu dengan usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

2. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT

berhubungan dengan peningkatan massa lemak pada ibu hamil usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

3. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT

berhubungan dengan peningkatan berat badan pada ibu hamil usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

59

BAB IV

METODE PENELITIAN

I. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional longitudinal analitik terhadap

hubungan kadar hormon hPL, leptin dan asupan nutrisi dengan peningkatan

massa lemak pada ibu dengan usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30

minggu.

II. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya

di Rumah Sakit BLU RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado, RS dan Klinik

Bersalin, Puskesmas di Manado.

III. Bahan dan Alat

Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich,

monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin

Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL

serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoklonal menggunakan Human

Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Massa lemak

60

maternal dievaluasi menggunakan metode bioelectric impedance analysis

(BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Evaluasi

asupan kalori dilakukan menggunakan 24 hour food recall dengan software

NutriSurvey 2007 dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2009. Evaluasi

intensitas penggunaan energi maternal diperoleh berdasarkan penghitungan

nilai MET.hr/week dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)

(Chasan – Taber, et al, 2004).

IV. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah wanita hamil di Kota Manado. Sampel adalah

wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel

dikalkulasi menggunakan perangkat lunak G*Power 3.1.9.2, t test, means

difference between two dependent groups, apriori: compute required sampel

size, two tail, effect size dz 0,5, α error probability 0,05, power 0,95%.

Diperoleh total sampel yang dibutuhkan minimal 54 orang. Nilai mean dan

standar deviasi menggunakan kadar leptin pada maternal berat badan

berlebih dengan usia kehamilan trimester III di Busan (Korea Selatan), yakni

20,93 + 7.27 ng/ml (Kim 2008). Mempertimbangkan risiko drop out dalam

suatu penelitian longitudinal, maka jumlah sampel yang akan direkruit

pertama kali berjumlah 125 orang.

61

4.01 Variabel

Variabel dependen : massa lemak , berat badan

Variabel independen : hPL

Variabel intermedier : leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik

Variabel confounding : IMT pra-hamil, insulin

4.02. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Kriteria inklusi :

a. Ibu hamil trimester I berusia > 18 tahun dan < 40 tahun.

b. Usia kehamilan < 16 minggu

c. Bersedia mengikuti penelitian dan menanda-tangani formulir

persetujuan.

Kriteria eksklusi :

Berat badan pra-hamil tidak bisa ditentukan, kehamilan kembar,

eklampsia, hiperemesis gravidarum, IUFD, diabetes mellitus, penyakit

ginjal kronik, gangguan fungsi tiroid dan IMT pra hamil > 35 Kg/m2.

62

V. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan secara terpadu dengan pemeriksaan kehamilan

oleh bidan di Puskesmas. Kunjungan I dengan kriteria usia kehamilan < 16

minggu kehamilan. Dilakukan percakapan dengan pasien mengenai

penelitian dan edukasi individual mengenai pengendalian berat badan dalam

kehamilan. Bila pasien menyetujui untuk mengikuti penelitian, dilakukan

penanda-tanganan formulir persetujuan (informed consent). Selanjutnya

dilakukan pengambilan data pribadi, pengukuran antropometri, wawancara

asupan nutrisi dengan teknik 24 hour food recall, wawancara aktifitas harian

dan pengisian kuesioner PPAQ serta pengambilan sampel darah untuk

kriteria eksklusi, kadar hPL dan kadar leptin.

Kunjungan II, rentang usia kehamilan 24-28 minggu. Dilakukan

pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour

food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta

pengambilan sampel darah untuk kadar hPL, kadar leptin dan insulin.

Kunjungan III, rentang usia kehamilan 32-36 minggu. Dilakukan

pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour

food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta

pengambilan sampel darah untuk kadar hPL dan kadar leptin.

Evaluasi di Puskesmas dilakukan dalam rentang waktu pkl. 08.00 –

10.00. Bila ibu tidak memenuhi jadwal kunjungan di Puskesmas terkait,

dilakukan kunjungan rumah pada rentang jam 07.00 – 10.00.

63

Data petanda biokimiawi tubuh dan hormonal diperoleh melalui

pemeriksaan serum maternal yang diambil secara intravena di vena cubitus.

Sampel darah yang diambil langsung dimasukkan ke dalam tabung terpisah

menurut peruntukan jenis pemeriksaan. Rentang waktu antara pengambilan

sampel darah di Puskesmas/rumah partisipan dengan proses pemisahan

serum di Laboratorium Klinik Prodia Manado, adalah tidak lebih dari 2 jam.

Pemeriksaan untuk kriteria eksklusi dan kadar hormon insulin dilakukan di

Laboratorium Klinik Prodia Manado. Serum untuk analisa leptin dan hPL

disimpan dalam suhu -200C di Laboratorium Klinik Prodia Manado untuk

selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Makassar dan disimpan

dalam suhu -500C sampai analisa dimulai. Analisa kadar leptin dan hPL

dilakukan di Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center

(HUM-RC). Semua transportasi sampel antar kota dilakukan menggunakan

pendingin dry-ice.

VI. Definisi Operasional, Kriteria Objektif dan Cara Pemeriksaan

6.01 Umur kehamilan

Umur kehamilan saat visit pertama ditentukan berdasarkan hari

pertama haid terakhir (HPHT).

64

6.02 Indeks Massa Tubuh (IMT) pra-hamil

Indeks massa tubuh dihitung menurut rumus : Berat Badan ( kg)

Tinggi Badan (m)2

6.03 Berat badan

Berat badan pra-hamil diperoleh berdasarkan anamnesa pada

kunjungan pertama. Bila data berat badan pra hamil tidak diperoleh,

digunakan berat badan pada kunjungan pertama ( < 16 minggu).

Pengukuran berat badan menggunakan metode bioelectric impedance

analysis (BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Ibu

diperkenankan mengenakan pakaian dalam dan satu lapis baju luar dari

bahan katun. Alas kaki dan semua perhiasan dilepas. Pengukuran dilakukan

pada pkl 08.00 – 10.00 pagi.

6.04 Tinggi badan

Pengukuran tinggi badan (cm) dilakukan menggunakan pita ukur

dengan akurasi 0,1 cm. Ukuran cm dalam pita ukur disalin ke dinding

Puskesmas, sampel berdiri tegak, kedua tangan disisi badan, kepala

memandang lurus ke depan, pembatas tinggi badan, menggunakan

penggaris, menyentuh kulit puncak kepala.

6.05 Massa lemak tubuh maternal

65

Pengukuran massa lemak tubuh total diperoleh dengan menggunakan

bioelectric impedance assesment (BIA) , OMRON HBF-358-BW. Nilai %

massa lemak yang ditampilkan oleh alat tersebut, dikalikan berat badan

maternal pada saat yang sama dan diperoleh massa lemak tubuh dalam

satuan kilogram.

6.06 Asupan nutrisi

Informasi asupan nutrisi diperoleh melalui kuesioner 24 hours food recall.

Analisis asupan kalori dan makronutrien dilakukan oleh Ahli Gizi,

menggunakan software NutriSurvey tahun 2007 merujuk kepada Tabel

Komposisi Pangan Indonesia ( TKPI) (Mahmud MK 2009).

6.07 Aktifitas fisik.

Data diperoleh dari kuesioner mengenai aktifitas ibu hamil yang

diterjemahkan dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)

(Chasan – Taber, et al (2004) Biostatistics and Epidemiology, School of

Public Health & Health Sciences, University of Massachusetts). Satuan

intensitas penggunaan energi dalam studi ini adalah metabolic energy

turnover (MET).hour/week.

66

6.08 Sosiodemografis maternal.

Faktor sosiodemografis dalam studi ini menyangkut alamat, alamat

sebelumnya, tempat tanggal lahir, status tempat tinggal, umur , etnis,

tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga setiap bulan, status

perkawinan, rokok ( aktif, pasif), tinggi/berat badan suami, tingkat paritas dan

frekuensi pemeriksaan hamil oleh bidan/ dokter.

6.09 Leptin

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi,

minimal 3 jam setelah makan terakhir. Serum dipisahkan dalam waktu < 2

jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C.

Analisa menggunakan Quantikine® ELISA, Human Leptin Immunoassay,

Catalog Number DLP00, R&D Systems.

6.10 Human placental lactogen (hPL)

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-12.00 pagi,

tanpa puasa. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan

darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan

menggunakan Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R,

Biovendor.

67

6.11 Insulin

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi.

Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah

selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan secara ELISA,

monoclonal antibody terhadap insulin ( Multi-array 96-well Insulin Plate

L451BZA-1 , sulfo-tag Anti-hInsulin Antibody1, Meso Scale Discovery, USA).

Deteksi terendah 7.5 pg/ml dengan kalibrasi 0.023 unit/ μg.

6.12 Kehamilan kembar, eklampsia, IUFD

Kecurigaan akan kehamilan kembar, eklampsia dan IUFD

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan oleh bidan. Diagnosis ditegakkan oleh

dokter ahli Kebidanan dan Kandungan.

6.13 Diabetes mellitus

Diagnosis diabetes mellitus bila pemeriksaan darah vena setelah

ibu puasa 8-10 jam mulai pukul 22.00 malam, menunjukkan kadar gula darah

plasma > 126 mg/dl atau telah terdiagnosa diabetes mellitus sebelumnya.

6.14 Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria objektif PGK dalam penelitian ini adalah bila estimasi laju

filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit menurut formula Cockcroft Gault

pada jenis kelamin perempuan.

68

estimasi LFG = (140-umur) x Berat badan (kg) x 0,85

72 x serum kreatinin (mg/dl)

5.15 Gangguan fungsi tiroid

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00

pagi. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah

selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Serum diperiksa dengan TSH assay

generasi III (Siemens). Sensitivitas 0.01 – 0.02 µIU/mL , variasi interassay

20%. Gangguan fungsi tiroid dalam penelitian ini bila kadar TSH < 0. 2

mIU/L atau > 4.0 mIU/L .

VII. Teknik Analisis Statistik

Analisis hubungan antara IMT pra-hamil, hPL, leptin, asupan nutrisi

dengan peningkatan massa lemak maternal dilakukan dengan

memperhitungkan sejumlah variabel confounding yang potensial seperti

insulin, aktifitas fisik dan faktor sosiodemografis maternal potensial seperti

umur ( kategorik), etnis, IMT suami/ pasangan hidup, tingkat pendidikan ibu,

pekerjaan ibu, paritas, penghasilan keluarga. Data disajikan dalam mean

(SD) dan median. Metode statistik inferensial yang digunakan dalam studi ini

69

adalah uji korelasi bivariat, Uji T, Oneway ANOVA, Generalized Estimating

Equation (GEE) dan Generalized Linear Model Multivariate (GLM

Multivariate), Multiple Regression Analysis. Nilai α yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 0,05. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak

IBM SPSS Statistic versi 21.

70

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

I. Pelaksanaan Penelitian

1.01 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Bahu, Ranotana Weru, Tuminting,

Wawonasa dan Ranomuut. ( Lampiran 1, Peta Lokasi Puskesmas hal. 179 )

Semua Puskesmas tersebut berada dalam lingkup kerja Dinas Kesehatan

Kota Manado. Pemilihan lokasi Puskesmas berdasarkan tingkat pelayanan

pemeriksaan antenatal. Rekruitmen sampel penelitian dimulai pada

September 2015 sampai April 2016. Rentang waktu observasi adalah

September 2015 sampai Agustus 2016.

1.02 Partisipan (Sampel)

Kriteria inklusi usia kehamilan saat penelitian dimulai adalah < 16

minggu. Selama bulan September 2015 sampai Desember 2015 hanya

71

terjaring 3 maternal. Pada bulan Januari 2016 dilakukan revisi kriteria usia

kehamilan, usia maternal dan IMT pra-hamil. Kriteria usia kehamilan menjadi

< 20 minggu, usia maternal menjadi > 16 tahun dan tanpa pembatasan IMT

pra hamil. Sampai akhir Januari 2016 sampel yang terjaring baru 60% dari N.

Pada bulan Februari 2016, dilakukan revisi kembali kriteria inklusi usia

kehamilan menjadi < 28 minggu.

1.03 Alur Pelaksanaan Penelitian

Rekruitmen dan observasi dilakukan di Puskesmas terkait. Rekruitmen

sampel dilakukan berdasarkan informasi dari Bidan Puskesmas yang telah

mendapat penjelasan mengenai penelitian ini serta kriteria inklusi dan

eksklusi dalam penelitian ini. Bidan melakukan seleksi sampel berdasarkan

usia kehamilan secara konsekutif. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan

hari pertama haid terakhir dengan menggunakan kalkukaltor usia kehamilan.

Selanjutnya semua proses penelitian dilakukan oleh tim peneliti.

Pada saat pertemuan pertama dilakukan percakapan dan penjelasan

mengenai penelitian ini dan menyangkut pengelolaan berat badan serta

nutiris dalam kehamilan. Disampaikan pula bahwa penelitian ini memerlukan

kesediaan ibu untuk dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali dalam rentang

waktu yang ditentukan. Ibu hamil dapat menolak maupun mengundurkan diri

dan tidak melanjutkan proses penelitian setiap saat, tanpa konsekuensi

72

apapun. Jika ibu hamil setuju untuk berpartisipasi dalam studi ini, ibu hamil

menanda-tangani Fromulir Persetujuan yang telah disiapkan. (Lampiran 5,

hal.183)

Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengisian formulir yang

berisikan data sosiodemografi dan ekonomi. Data tersebut terdiri dari, nama

lengkap, usia, tempat tanggal lahir, alamat saat ini, alamat sebelumnya,

kepemilikan rumah ( rumah sendiri, kontrak, seatap dengan ibu kandung,

seatap dengan ibu mertua), suku ibu kandung, suku ayah kandung,

pendidikan, pendidikan suami, penghasilan keluarga, status pernikahan,

rokok, tingkat paritas, kepemilikan mobile phone.

Berat badan (BB) sebelum hamil diperoleh berdasarkan anamnesis.

Bila usia kehamilan < 16 minggu dan ibu tidak mengetahui berat badan

sebelum hamil maka berat-badan saat kunjungan I tersebut digunakan

sebagai BB pra-hamil. Tinggi badan (TB) diukur saat pemeriksaan pertama

menggunakan pita ukur (cm). Berat badan dan massa lemak diukur

menggunakan metode bioelectric impedance analysis (BIA) dengan alat

OMRON HBF-358-BW . Selanjutnya ukuran massa lemak (%) yang

ditampakkan oleh alat tersebut, dikalikan dengan berat badan (kg) sehingga

diperoleh ukuran massa lemak dalam kilogram. Berat badan dan massa

lemak diukur setiap kunjungan. Rerata pengukuran di Puskesmas dilakukan

pada jam 08.00 – 10.00 pagi. Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh melalui

rumus BB (kg)/ TB (m)2.

73

Informasi mengenai asupan nutrisi maternal diperoleh melalui metode

24-h food recall. Tim peneliti melakukan wawancara dan mengisi tabel isian

yang mencakup jenis makanan serta minuman selang 2 jam, mulai pkl 04.00

sampai 02.00. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan perangkat lunak

Nutri-Survey dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) oleh ahli nutrisi.

Observasi nutrisi dilakukan setiap kunjungan.

Data penggunaan energi aktifitas ibu diperoleh melalui analisa hasil

kuesioner PPAQ menurut rumus yang telah ditetapkan dalam manual

penggunaan PPAQ. Tim peneliti melakukan wawancara dengan ibu hamil,

sambil mengisi kuesioner sesuai wawancara dan dilihat serta disetujui oleh

ibu hamil tersebut. Selanjutnya dilakukan kalkulasi penggunaan energi

(MET.hr/weeks) menurut rumus yang terdapat dalam manual PPAQ.

Pada kunjungan pertama, dilakukan pengambilan darah vena

berjumlah 10 cc , dimasukkan ke dalam tabung terpisah masing-masing

untuk analisis TSH, kreatinin dan gula darah serta diproses dan disimpan

untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah pada kunjungan

kedua berjumlah 10 cc, yakni untuk analisa kadar gula darah dan insulin

serta diproses dan disimpan untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Kunjungan

ketiga dilakukan pengambilan darah 8 cc untuk diproses dan disimpan untuk

pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah dilakukan setelah evaluasi

klinis oleh klinisi, bila diperoleh kesan partisipan dalam keadaan anemia klinis

atau partisipan belum bersedia, pengambilan darah ditunda dan dijadwalkan

74

kembali. Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich,

monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin

Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL

serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoclonal, menggunakan

Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Kadar hPL

dan leptin dianalisis di Laboratorium Hasanuddin University Medical

Research Center (HUM-RC).

Untuk meningkatkan kepatuhan partisipan dalam mentaati jadwal

kunjungan, tim peneliti menghubungi partisipan melalui mobile phone atau

bantuan tenaga kesehatan Puskesmas, 1-3 hari sebelum tanggal yang telah

disepakati sebelumnya. Bila partisipan tidak memenuhi jadwal kunjungan ke

Puskesmas maka Tim Peneliti akan berkunjung dan melakukan observasi di

rumah partisipan. Mempertimbangkan keadaan sosio-ekonomi sebagian

besar partisipan, dilakukan pemberian supplemen multivitamin dan mineral

yang lazim diberikan pada ibu hamil yakni mengandung zat besi, asam folat,

B12, kalsium, vitamin D dll. Pemberian suplemen multivitamin dan mineral

dilakukan mulai usia kehamilan > 24 minggu.

Sampel eligibel yang direkrut sampai akhir proses rekruitmen (minggu

I April 2016) berjumlah 125 sampel. Sebanyak 1 sampel tidak diikut-sertakan

(eksklusi) dalam observasi lanjut dikarenakan diabetes mellitus tipe 2

(DMT2). Total sampel dalam kunjungan I berjumlah 124 orang. Jumlah

sampel pada kunjungan II adalah 93 orang. Sejumlah 31 orang ibu hamil

75

tidak melanjutkan observasi pada kunjungan II disebabkan, 1 kasus aborsi, 2

kasus kematian janin intra uterus, 3 orang pindah ke daerah yang berbeda, 2

orang menolak untuk melanjutkan observasi dan hilang kontak berjumlah 23

orang. Sampel yang menyelesaikan observasi sampai kunjungan ke III

berjumlah 70 orang. Sejumlah 23 orang ibu hamil tidak melanjutkan

observasi sampai kunjungan III disebabkan, 10 ibu melahirkan lebih cepat

dari perkiraan waktu kelahiran, 2 ibu melahirkan prematur, 4 ibu kembali ke

tempat asal untuk melahirkan, 1 menolak melanjutkan observasi, 1 ibu

mengalami ketuban pecah dini, 1 ibu mengalami kematian bayi intra uterin

dan 4 ibu hilang kontak. Alur pelaksanaan penelitian tampak dalam Gambar

4 , halaman 74.

II. Data Hasil Penelitian

2.01 Karakteristik Sampel

(a) Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi

Lebih dari 50% ibu hamil berusia 18 – 35 tahun, 39% memiliki IMT>23

Kg/m2 dan 57% tingkat Pendidikan SLTA. Tabel 1 , halaman 75.

(b) Usia Kehamilan dan Antropometri Maternal Setiap Kunjungan

76

Median usia kehamilan pada kunjungan I adalah 18 minggu, II adalah

24 minggu dan kunjungan III adalah 30 minggu. Rerata (mean) massa lemak

maternal pada kunjungan I ( median usia kehamilan 18 minggu) adalah 16,9

kg, kunjungan II ( median usia kehamilan 24 minggu) adalah 18,9 kg dan

kunjungan III ( median usia kehamilan 30 minggu) adalah 20,2 kg. Tabel 2,

halaman 76.

Informed consent

Data dasar, Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik

Sampel darah : GD,Kreatinin,TSHs,Leptin, hPL

Rekruitmen, n = 125

DMT2 n=1

10 partus , 1 menolak lanjut, 1 KPD

2 prematur, 4 pulang ke daerah asal

1 IUFD, 4 hilang kontak

n = 23

Visit 1 , n=124 1 abortus, 2 IUFD,

3 pindah domisili,

2 menolak lanjut

23 hilang kontak

n = 31

Kriteria eksklusi

Visit 2, n = 93

Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik Sampel darah : GD,Insulin, Leptin, hPL

Visit 3 , n = 70

Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik

Sampel darah : Leptin, hPL

77

Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian

Tabel.1. Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi

Sampel

(n=70) %

Usia (tahun) >18 2 3

18-25 25 36

26-35 37 53

>35 6 9

Tinggi Badan (cm) <155 36 51

>155 34 49

IMT pra-hamil (Kg/m2) <18,5 12 17

18,5-22,9 31 44

>23,0 27 39

Tingkat Pendidikan SD 5 7

SLTP 20 29

SLTA 40 57

Universitas 5 7

Pekerjaan Ibu RumahTangga 61 87

Karyawan 6 9

Profesional 3 4

Penghasilan Bulanan Keluarga ( Rupiah, Juta)

<1 3 5

1-2 43 61

> 2-5 22 31

>5 2 3

Paritas 1 24 34

2 28 40

3 12 17

>3 6 9

78

Tabel.2. Usia Kehamilan, Berat Badan dan Massa Lemak Maternal Pada

Kunjungan I, II dan III

Karakteristik

(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median

Usia kehamilan (minggu)

Kunjungan I 7,0 28,0 16,6 4,4 18,0

Kunjungan II 20,0 34,0 24,3 2,7 24,0

Kunjungan III 24,0 39,0 30,6 2,9 30,0

Berat badan maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan

18 minggu 39,5 82,9 57,1 9,2 57,9

24 minggu 43,1 85,8 60,7 9,0 62,0

30 minggu 46,1 91,1 62,9 9,0 64,0

Massa lemak maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan

18 minggu 7,9 29,3 16,9 4,9 16,6

24 minggu 10,1 31,8 18,9 4,7 19,0

30 minggu 12,1 35,3 20,2 4,9 20,3

2.02 Variabel Dependen

79

Variabel dependen penelitian ini adalah peningkatan berat badan

(∆BB, kg) dan ∆ massa lemak maternal (kg). Peningkatan BB pertama

adalah ∆ BB antara kunjungan 2 (median usia kehamilan 24 minggu)

dikurangi BB kunjungan 1 (median usia kehamilan 18 minggu) yakni

M = 3,7 kg, SD = 2,4. Peningkatan BB kedua adalah ∆ BB kunjungan 3

(median usia kehamilan 30 minggu) dikurangi BB pada kunjungan 2 yakni, M

= 2,1 kg, SD = 1,8. Demikian hal yang sama berlaku terhadap massa lemak

maternal. Tabel.3.

Tabel.3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu

Variabel

(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median

Peningkatan Berat Badan Maternal (kg)

18 - 24 minggu -1,6 11,1 3,7 2,4 3,6

24 - 30 minggu -1,6 7,0 2,1 1,8 2,0

Peningkatan Massa Lemak Maternal (kg)

18 - 24 minggu -2,3 5,7 2,0 1,4 2,2

24 - 30 minggu -1,8 6,1 1,3 1,4 1,1

80

2.03 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kadar hPL. Variabel

intermedier adalah leptin, asupan nutrisi dan intensitas penggunaan energi.

Variabel co-founder adalah IMT pra-hamil dan kadar insulin pada usia

kehamilan > 24 minggu. Penyajian deskripsi data dikelompokkan ke dalam 2

tabel yakni bersifat hormonal dan bukan hormonal.

a) Gambaran Kadar Human Placental Lactogen, Leptin dan Insulin Serum

Rerata, mean (SD) kadar hPL pada visit 1 ( median usia kehamilan 18

minggu) adalah M = 3,1 mg/L, SD = 2,4 , visit 2 ( median usia kehamilan 24

minggu) adalah M = 7,4 mg/L, SD = 3,6 dan visit 3 (median usia kehamilan

30 minggu) adalah M = 9,8 mg/L , SD =4,0. Tabel.4.

81

Tabel.4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia

Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin Serum

Variabel

(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median

Kadar hPL (mg/L)

18 minggu 0,2 10,2 3,1 2,4 2,9

24 minggu 0,5 18,3 7,4 3,6 6,9

30 minggu 2,7 22,2 9,8 4,0 9,6

Kadar leptin (µg/L)

18 minggu 2,5 99,1 24,9 18,0 23,4

24 minggu 3,9 153,4 50,2 34,9 39,3

30 minggu 5,8 146,7 46,9 32,6 38,8

Kadar insulin (µIU/mL)

24 minggu 2,0 84,2 17,6 17,4 12,8

b) Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Aktifitas Maternal.

82

Nilai IMT pra-hamil paling rendah adalah 15,1 kg/m2 dan tertinggi

adalah 30 kg/m2. Nilai median IMT pra-hamil adalah 22,2 Kg/m2. Tabel 5,

Gambar 5. Mean (SD) rerata asupan kalori pada visit 1 dan 2 adalah

M= 1471 kcal , SD= 333 sedangkan rerata penggunaan energi pada visit 1

dan 2 adalah M = 141,76 MET.hr/week, SD= 60,88. Profil asupan kalori

maternal menurut trimester kehamilan, tampak pada Gambar 6, halaman 82.

Tabel. 5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan

Variabel

(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median

IMT pra-Hamil

(kg/m2) 15,1 30,0 22,6 3,8 22,2

Asupan Kalori (kcal)

18 minggu 238 2402 1343 416 1311

24 minggu 760 2949 1599 472 1574

30 minggu 838 2627 1512 452 1512

Penggunaan Energi (MET.hr/week)

18 minggu 25,7 397,4 165,0 79,0 154,4

24 minggu 20,45 331,5 118,6 64,2 108,3

83

30 minggu 18,9 297,1 101,6 68,4 73,7

Gambar 5. Distribusi Data IMT Pra-Hamil

84

Gambar 6. Distribusi Asupan Kalori Menurut Trimester Kehamilan

III. Massa Lemak Maternal

3.01. Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT Pra-Hamil

Massa lemak pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2,

berbeda secara bermakna dibandingkan dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2,

pada setiap kelompok usia kehamilan. Gambar 7.

85

Gambar 7. Perbandingan Massa Lemak Maternal Pada

Setiap Kunjungan Menurut IMT Pra-Hamil

3.02. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal Menurut IMT

Pra-Hamil

Peningkatan massa lemak maternal rentang usia kehamilan 18 – 24

minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 adalah M = 2,1 kg,

SD = 1,6 , 95% CI ( 1,6 – 2,5 ) sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil >

23 kg/m2 adalah M = 2,0 kg, SD = 1,2 , 95% CI ( 1,5 – 2,4) , p= 0,78.

(Gambar 8). Tidak dijumpai perbedaan peningkatan massa lemak rentang

86

usia kehamilan 24 – 30 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23

kg/m2 dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2, p= 0,10. Gambar 9

Gambar 8. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak

Maternal Rentang Usia Kehamilan 18-24 Minggu Menurut

IMT Pra-Hamil

87

Gambar 9. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak

Maternal Rentang Usia Kehamilan 24-30 Minggu Menurut

IMT Pra-Hamil

3.03. Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT Pra-

Hamil yang Kurang

Untuk melihat konsistensi perbandingan peningkatan massa lemak

antar kelompok IMT pra-hamil, dilakukan uji komparasi antara maternal

dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 ( penelitian ini mengikut sertakan 12

orang maternal dalam kelompok IMT tersebut ) dengan IMT pra-hamil

> 18,5 – 22,9 kg/m2 ( n = 12, diambil sekaligus menurut urutan nomor

sampel) dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( n=12, diambil sekaligus mulai dari

IMT tertinggi). Didapatkan rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan

18 – 24 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 adalah M

= 1,9 kg , SD = 1,4 sedangkan IMT pra-hamil > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 2,2 kg

, SD = 2,3, dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 , M = 2,1 kg, SD = 1,5. Analisa

komparasi secara statistic dilakukan menggunakan uji Oneway ANOVA.

Tidak terdapat perbedaan peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan

18-24 minggu pada ke tiga kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,15 , MS = 0,15,

88

F(1,33)= 0,05 , p = 0,83. Rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan

24 – 30 minggu pada maternal < 18,5 kg/m2 adalah M = 1,1 , SD = 1,0

sedangkan maternal > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 1,3 , SD = 0,8 dan IMT pra-

hamil > 23 kg/m2, M= 1,4 kg, SD = 1,5. Tidak terdapat perbedaan

peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada ke tiga

kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,48 , MS = 0,48, F(1,33)= 0,37 , p = 0,55.

Gambar 10. Pembandingan antar kelompok IMT pra-hamil dengan masing-

masing sub kelompok n = 12 orang, hanya dilakukan dalam analisis ini.

89

Gambar 10. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Pada

Maternal dengan IMT Pra-Hamil Kurang di Rentang Usia

Kehamilan 18-24 Minggu

3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan

Analisa korelasi Spearman’s-rho menunjukkan massa lemak

berkorelasi secara positif dengan usia kehamilan, r= 0,3 , p=0,000. (Gambar

11)

90

Gambar 11. Mean Massa Lemak Maternal Menurut Usia Kehamilan dan IMT

pra-hamil

91

IV. Human Placental Lactogen

4.01. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil

Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2, rerata kadar hPL

pada usia kehamilan 18 minggu adalah M = 3,7 mg/L , SD = 3,07 , dan IMT

pra-hamil 18,5 – 22,9 kg/m2 adalah M = 3,2 mg/L, SD = 2,3 , serta IMT pra-

hamil > 23 kg/m2 , M= 2,6 mg/L, SD = 2,0. Tidak dijumpai perbedaan kadar

hPL yang signifikan menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan yang sama.

Gambar 12.

92

Gambar 12. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil

dan Rerata Usia Kehamilan Dalam Setiap Kunjungan

4.02. Hubungan Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia

Kehamilan

Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95%

CI dari kadar hPL adalah 2,9 mg/L, SD(2,3) , 95%CI ( 1,5-4,2) Di usia

kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar hPL adalah 7,2 mg/L , SD

(3,6) , 95%CI (6,3 – 8,2). Kadar hPL tertinggi dijumpai pada usia kehamilan >

32 minggu (n=13), yakni mean 12,4 mg/L, SD(4,3), 95%CI ( 9,7 – 14,4).

Gambar 13.

93

Gambar 13. Kadar hPL Serum Menurut Usia Kehamilan

4.03. Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia Maternal

dan Tingkat Paritas

Rerata, mean (SD), 95% Wald CI kadar hPL pada maternal berusia >

35 tahun dengan tingkat paritas 1, 2, 3, dan > 3, masing-masing secara

berurutan adalah, 7,5 mg/L, SD (4,3) , 95% Wald CI (7,5-7,5) ; 7,4 mg/L, SD

(5,8), 95% Wald CI ( 5,1 – 9,8) ; 11,5 mg/L, SD (4,1), 95% Wald CI (11,5-

11,5) ; 8,2 mg/L, SD ( 6,5) , 95% Wald CI ( 2,0 – 14,4). Gambar 14.

94

Gambar 14. Rerata (95%CI) Kadar hPL Serum Menurut Usia Maternal

dan Tingkat Paritas

Untuk melihat asosiasi antara usia kehamilan, usia maternal dan tingkat

paritas dengan kadar hPL serum, dilakukan uji menggunakan generalized

linear model GEE (generalized estimating equations). Dibandingkan dengan

kadar hPL pada usia kehamilan > 32 minggu, kategori referens, kadar hPL

pada semua tingkatan usia kehamilan dibawah 29 minggu, lebih rendah

secara signifikan, yakni di usia kehamilan < 12 minggu (B -10,5 , p 0,00) , 12-

16 minggu ( B -7,8 , p 0,00) , 17-20 minggu (B -12,4 , p 0,00) , 21 – 24

95

minggu ( B -10,0 , p 0,01) dan 25-28 minggu ( B -12,5 , p 0,00). Kadar

hPL pada maternal berusia 18-25 tahun lebih rendah secara signifikan ( B -

7,8 , p 0,00) dibandingkan maternal berusia > 35 tahun. Kadar hPL pada

maternal dengan tingkat paritas > 3, lebih tinggi secara signifikan

dibandingkan dengan tingkat paritas 3 ( B -1,8 , p 0,00). Tabel.6

Tabel 6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap

Kadar Human Placental Lactogen

Prediktor N B SE

95% Wald CI Uji Hipotesis

Bawah Atas

Wald

Chi-

square

df p

Usia kehamilan (minggu)

< 12 14 -10,5 0,5 -11,4 -9,5 445,7 1 0,00**

12 - 16 13 -7,8 . . . . 1 0,00**

96

17 - 20 40 -12,4 3,9 -19,9 -4,8 10,3 1 0,00**

21 - 24 53 -10,0 3,8 -17,4 -2,5 6,9 1 0,01**

25 - 28 32 -12,5 0,5 -13,5 -11,5 635,7 1 0,00**

29 - 32 44 -4,7 5,0 -14,6 5,1 0,9 1 0,35

> 32 14 Referens

Usia Maternal ( tahun)

< 18 3 -0,4 5,0 -10,2 9,5 0,0 1 0,94

18 – 25 78 -7,8 2,7 -13,1 -2,6 8,6 1 0,00**

26 – 35 111 -3,7 0,5 -4,6 -2,7 55,0 1 0,00**

>35 18 Referens

Paritas

1 75 -4,6 0,5 -5,6 -3,6 86,0 1 0,00**

2 84 0,3 2,6 -4,9 5,4 0,0 1 0,92

3 30 -1,8 0,5 -2,8 -0,8 13,5 1 0,00**

>3 21 Referens

Variabel dependen : kadar hPL serum *p<0,05 , **p<0,01

V. Leptin

5.01. Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal Menurut IMT

Pra-Hamil

Rerata kadar leptin pada usia kehamilan 18 minggu adalah M =

22,6 µgr/L , SD = 14,2 dan M = 25,2 µgr/L, SD = 20,7 serta M = 25,7

µgr/L, SD = 16,5 , pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2,

18,5 – 22,9 kg/m2 dan > 23 kg/m2 secara berurutan. Uji Kruskal Wallis

97

menunjukkan tidak ada perbedaan kadar leptin yang signifikan antar ke

tiga kelompok , p = 0,51. Gambar 15.

Gambar 15. Perbandingan Kadar Leptin Antar IMT Pra-Hamil pada

Usia Kehamilan Setiap Kunjungan

5.02. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan

Analisis korelasi Spearman’s Rho menunjukkan adanya korelasi yang

signifikan antara kadar leptin dengan usia kehamilan, r = 0,34 , p = 0,000.

Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95% CI dari

kadar leptin adalah 20,2 µgr/L, SD (12,6) , 95%CI ( 13,4 – 26,0). Di usia

98

kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar leptin adalah 46,4 µgr/L, SD

(35,8) , 95%CI (35,0 – 56,0). Kadar leptin tertinggi dijumpai pada usia

kehamilan > 32 minggu ( n=13), yakni mean 51,9 µgr/L, SD (36,5) , 95%CI

(34,5 – 69,0). Gambar 16.

Gambar 16. Kadar Leptin Serum Menurut Usia Kehamilan

5.03. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak Maternal

Analisis korelasi antara kadar leptin serum dengan massa lemak

maternal dilakukan menurut kelompok IMT pra-hamil < 23 kg/m2 dan > 23

99

kg/m2. Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2, terdapat korelasi

yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak maternal pada

semua kelompok usia kehamilan dan korelasi paling kuat pada usia

kehamilan kehamilan 18 minggu , r = 0,5 , p = 0,002. Pada kelompok

maternal ini, juga dijumpai korelasi yang kuat kadar leptin antar usia

kehamilan, r = 0,6 , p = 0,000. Tabel 7. Pola tersebut tidak dijumpai pada

kelompok maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2. Tabel 8.

Tabel 7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin

Leptin (µgr/L)

(18 minggu)

r 0,47** 1 0,38* 0,66** 0,31* 0,62**

p 0,002 . 0,01 0,000 0,04 0,000

Leptin (µgr/L)

(24 minggu)

r 0,35* 0,66** 0,35* 1 0,30 0,59**

p 0,02 0,000 0,02 . 0,05 0,000

Leptin (µgr/L)

(30 minggu)

r 0,32* 0,62** 0,32* 0,59** 0,36* 1

p 0,04 0,000 0,04 0,000 0,02 .

100

#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01

Tabel 8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin

Leptin (µgr/L)

(18 minggu)

r 0,30 1 0,32 0,36 0,29 0,34

p 0,13 . 0,11 0,07 0,15 0,08

Leptin (µgr/L)

(24 minggu)

r 0,13 0,36 0,16 1 0,10 0,57

p 0,52 0,07 0,43 . 0,62 0,002*

Leptin (µgr/L)

(30 minggu)

r -0,06 0,34 -0,06 0,57 -0,04 1

p 0,76 0,08 0,76 0,002 0,86 .

#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01

101

VI. Pembuktian Hipotesis 1

Hipotesis 1 : terdapat hubungan yang positif antara hPL dengan

leptin pada ibu dengan usia kehamilan 24-28 minggu dan 32-36

minggu.

Hipotesis ini diajukan sesuai dengan kerangka konsep bahwa dalam

kehamilan, hPL menginduksi resistensi leptin. Untuk menguji hipotesis

mengenai korelasi antara hPL dan leptin menurut usia kehamilan, sampel

dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan yakni, < 12 minggu, <16 minggu,

< 20 minggu, < 24 minggu, <28 minggu, < 32 minggu, < 36 minggu dan <

39 minggu yang merupakan usia kehamilan tertinggi dalam studi ini. Total

analisis kadar hPL dan leptin adalah tiga kali analisis selang waktu lebih dari

4 minggu terhadap 70 sampel, yakni 210 analisis. Data kadar leptin tidak

terdistribusi secara normal. Dilakukan uji korelasi Spearmans-rho antara

kadar hPL dengan leptin pada setiap kelompok umur. Hasil analisa korelasi

tampak pada Tabel 9.

Tabel 9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia

Kehamilan

102

Usia Kehamilan n r P

< 12 minggu 14 0,10 0,73

< 16 minggu 27 0,28 0,15

< 20 minggu 67 0,44 0,000**

< 24 minggu 119 0,43 0,000**

< 28 minggu 151 0,36 0,000**

< 32 minggu 196 0,34 0,000**

< 36 minggu 207 0,33 0,000**

< 39 minggu 210 0,34 0,000**

**p<0,01

VII. Tahapan Pengujian Hipotesis 2 dan Hipotesis 3

(a) Hipotesis 2 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan

IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan massa

lemak pada ibu hamil, usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30

minggu.

(b) Hipotesis 3 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan

IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan berat badan

103

maternal pada usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30

minggu.

Sesuai dengan kerangka konsep yang diajukan dalam penelitian ini,

peningkatan massa lemak dan berat badan maternal terkait dengan

resistensi leptin yang menyebabkan peningkatan asupan nutrisi dan

penurunan penggunaan energi. Indeks massa tubuh pra hamil dimasukkan

sebagai variabel yang memberikan efek terhadap kadar leptin sebelum

induksi resistensi leptin oleh hPL. Hasil analisis hipotesis 1 (Tabel 9,

halaman 98), menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar hPL

dengan leptin sejak setelah minggu ke 16. Untuk melihat pengaruh IMT-pra

hamil terhadap leptin, kami menganalisis pengaruh IMT pra hamil terhadap

kadar leptin pada usia kehamilan < 16 minggu. Studi ini juga mengajukan

kadar insulin sebagai variabel co-founder terhadap leptin. Berdasarkan

aktifitas fisiologi insulin dalam kehamilan, maka kami melakukan analisis

mengenai asosiasi kadar leptin dengan kadar insulin pada usia kehamilan >

24 minggu. Dengan demikian, sesuai alur dalam kerangka konsep, proses

pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut :

(i) Perbedaan kadar leptin menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan

< 16 minggu.

104

(ii) Asosiasi kadar insulin pada usia kehamilan > 24 minggu dengan

kadar leptin dan massa lemak maternal.

(iii) Asosiasi antara leptin dengan asupan nutrisi dan penggunaan energi.

(iv) Pengujian hipotesis 2

(v) Pengujian hipotesis 3

7.01. Perbedaan Kadar Leptin Usia Kehamilan < 16 Minggu Antara

IMT pra-Hamil < 23 kg/m2 dengan > 23 kg/m2

Analisis dilakukan menggunakan uji T, leptin mengalami transformasi

menurut square root. Pada usia kehamilan < 16 minggu, maternal dengan

IMT pra-hamil <23 kg/m2 ( n=16) memiliki kadar leptin lebih rendah ( M= 20,7

µgr/L, SD= 5,08) dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2

(n=11), ( M= 29,3 µgr/L, SD= 2,6), akan tetapi tidak berbeda secara

signifikan, t -1,08 , p 0,23. Gambar 17.

105

Gambar 17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan

< 16 minggu antara maternal dengan IMT pra-hamil > 23

kg/m2 dan < 23 kg/m2

7.02. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu Dengan

Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal

106

Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu leptin pada usia kehamilan < 16

minggu berkorelasi negatif secara signifikan dengan kadar leptin pada usia

kehamilan < 16 minggu , r = -0,39 , p = 0,04 . Kadar insulin usia kehamilan

24 minggu berkorelasi secara negatif dengan kadar leptin usia kehamilan 18

minggu ( r = -0,27 , p = 0,06) dan dengan kadar leptin usia kehamilan 30

minggu ( r = -0,23 , p = 0,06). Sedangkan korelasi antara insulin dengan

leptin dalam usia kehamilan yang sama, tidak signifikan ( r = - 0,13, p =

0,27). Tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar insulin 24 minggu

dengan massa lemak maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Tabel

10.

Tabel 10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu

dengan kadar leptin dan massa lemak maternal.

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak* Leptin** Lemak Leptin Lemak Leptin

Insulin (µIU/ml)

(24 minggu)

r 0,09 -0,27 0,09 -0,13 0,08 -0,23

p 0,46 0,06 0,45 0,27 0,49 0,06

*kilogram, **µgr/L

107

7.03. Asosiasi Antara Leptin Dengan Asupan Kalori dan Penggunaan

Energi

Sampel disusun kebawah dalam model , 3 x pemeriksaan terhadap 70

sampel= 210 sampel. Selanjutnya dikeluarkan 27 sampel yang berusia

kehamilan < 16 minggu, total sampel yang dianalisis berjumlah 183 sampel.

Oleh karena pengukuran kadar leptin, asupan kalori dan penggunaan energi

dilakukan secara berulang pada individu yang sama, maka analisis dilakukan

menggunakan metode statistik Generalized Estimating Equations (GEE).

Variabel dependen ( respon) masing-masing adalah jumlah asupan kalori dan

jumlah penggunaan energi aktifitas maternal. Prediktor adalah kadar leptin

yang dikelompokkan dalam 4 kategori yakni < 19, 19-30, >30-52, >52 µgr/L

dan kategori usia kehamilan ( <12, 13-24, >24 minggu).

Tidak dijumpai perbedaan asupan kalori yang signifikan antara maternal

dengan kadar leptin < 19µgr/L ( M= 1460 kcal, SD = 488 ) dan maternal yang

memiliki kadar leptin > 52 µgr/L ( M = 1588 kcal, SD = 497), B 0,07, p 0,33.

Kadar leptin berhubungan dengan penggunaan energi maternal, maternal

dengan kadar leptin >30 – 50 µgr/L (M=106,2 METs.hr/week, SD 68,9),

mengeluarkan energi lebih rendah secara signifikan dibandingkan kadar

leptin < 20 µgr/L ( M = 152,2 METs.hr/week, SD = 84,1) , B -0,31, p 0,03.

Tabel 11.

108

Tabel 11. Asosiasi Antara Kadar Leptin dengan Asupan Kalori serta

Penggunaan Energi Maternal.

Prediktor:

Leptin (µgr/L) Respon n Mean SD B p

Referens : < 19

Asupan Kalori#

50

1445 465 0 .

Penggunaan Energi## 154,4 84,9 0 .

19 – 30

terhadap < 19

Asupan Kalori

55

1511 418 -60 0,76

Penggunaan Energi 139,2 78,2 -0,27 0,24

> 30 – 52

terhadap < 19

Asupan Kalori

53

1432 460 -250 0,06

Penggunaan Energi 111,2 69,1 -1,16 0,000**

>52 terhadap

< 19

Asupan Kalori

52

1548 491 168 0,24

Penggunaan Energi 109,4 59,6 -0,31 0,03*

# kcal ,

## METS.hr/week, *p <0,05, **p<0,01

109

Dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat efek interaksi antara kadar

leptin dengan usia kehamilan terhadap asupan kalori menggunakan

generalized linear model GEE (generalized estimating equations). Terdapat

indikasi peningkatan asupan kalori seiring peningkatan usia hamil dan kadar

leptin ( kolom B pada Tabel 12 ), meskipun tidak konsisten. Tabel 12

Tabel 12. Efek Interaksi Usia Kehamilan Dengan Kadar Leptin Terhadap

Asupan Kalori Maternal

Prediktor

B SE

95% Wald CI

p Usia Hamil

(minggu)

Leptin

(µgr/L) Bawah Atas

>32

> 52 305,2 380,2 -440,1 1050,4 0,42

30-52 -292,2 235,0 -752,7 168,3 0,21

19-30 Referens

29-32

> 52 403,8 156,9 96,2 711,4 0,01*

30-52 429,8 223,9 -9,0 868,7 0,05

19-30 273,2 252,5 -221,7 768,2 0,28

<19 Referens

25-28

> 52 197,6 233,9 -260,8 656,0 0,40

30-52 -122,0 264,2 -639,9 395,8 0,64

19-30 -319,0 299,5 -906,0 268,1 0,29

<19 Referens

21-24 > 52 364,4 214,3 -55,6 784,4 0,09

30-52 173,3 204,6 -227,8 574,4 0,40

110

19-30 95,8 217,3 -330,0 521,7 0,66

< 19 Referens

17-20

> 52 653,7 194,1 273,3 1034,2 0,00**

30-52 378,5 213,3 -39,6 796,6 0,08

19-30 325,8 286,0 -234,7 886,4 0,25

<19 Referens

12-16

30-52 302,4 248,5 -184,7 789,4 0,22

19-30 274,1 424,8 -558,4 1106,6 0,52

<19 Referens

<12 Referens

7.04 Pengujian Hipotesis 2

Pengujian hipotesis 2 dilakukan terhadap peningkatan massa lemak

maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan

24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi

dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel

dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut-

sertakan dalam analisis hipotesis 2 dan 3 berjumlah 59 orang.

111

(a) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak

rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 2,1 kg, SD= 1,2). Variabel

independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL

usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia

kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali

kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan

energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi

analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini hanya dapat memprediksi sejumlah 8 %

variasi peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,08, SS= 6,19, MS= 1,24,

F(5,53)=0,92, p=0,47). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal,

dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap,

variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat

badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan

dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, asupan kalori dan

aktifitas fisik ( R2= 0,074, SS= 5,74, MS= 2,87, F(2,56)=2,25, p=0,12), akan

tetapi tidak signifikan. Tampak variabel kadar leptin, asupan kalori dan

aktifitas fisik hanya memiliki kontribusi sebesar 0,6% terhadap variasi

peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18-24 minggu. Dibandingkan

dengan variabel-variabel yang lain, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu,

112

memiliki kontribusi cukup bermakna terhadap peningkatan berat badan.

Tabel 13.

Tabel 13. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 18 minggu

terhadap Peningkatan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Prediktor B SE Beta p Part of

Correlations

(Constant) 3,83 1,00 - 0,000 -

Kadar HPL (mg/L)

(usia kehamilan 18 minggu) -0,12 0,07 -0,25 0,069 -0,24

IMT Prahamil

(Kg/m2) -0,06 0,04 -0,20 0,15 -0,19

Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil

terhadap peningkatan massa lemak dilakukan analisis univariat general

linear model, dengan memasukkan peningkatan massa lemak rentang usia

hamil 18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia

kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin

usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan

energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 18.

113

Gambar 18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT

pra-hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak maternal

selang usia kehamilan 18 – 24 minggu

(b) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 24-30 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak

rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 1,3 kg, SD= 1,3). Variabel

independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL

usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia

kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia

kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam

114

3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas

penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=

50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 11 % (R2=0,11)

varians peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia kehamilan 24-

30 minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 10,49, MS=

1,75, F(6,52)=1,11, p=0,39). Untuk mencari model regresi multilinier yang

optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara

bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap

perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan

dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori, kadar

insulin, IMT pra-hamil, aktifitas fisik (R2= 0,089, SS= 8,41, MS= 4,2,

F(2,56)=2,72, p=0,075). Tampak bahwa variabel asupan kalori, kadar insulin,

IMT pra-hamil, aktifitas fisik memiliki kontribusi sebesar 2,1% terhadap

variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL

dan leptin memiliki kontribusi terbesar dibandingkan variabel-variabel lain,

dalam peningkatan massa lemak usia kehamilan 24-30 minggu. Tabel 14.

Tabel 14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin

Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa Lemak

Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu

115

Prediktor B SE Beta p Part of

Correlations

(Constant) 2,29 0,46 0,000 -

Kadar Leptin

( µg/L) 0,01 0,01 -0,20 0,13 -0,20

Kadar HPL

(mg/L) -0,08 0,05 -0,19 0,14 -0,19

Gambaran profile plots diperoleh melalui analisis general linear

model, univariat dengan memasukkan peningkatan massa lemak usia

kehamilan 24-30 minggu sebagai variabel dependen, kadar hPL usia

kehamilan 24 minggu dan leptin usia kehamilan 24 minggu sebagai fix

factors. Kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu, IMT pra-hamil dan

rerata asupan nutrisi serta rerata intensitas penggunaan energi sebagai

kovariat. Gambar 19.

116

G

a

m

b

a

r

1

9

.

E

f

ek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar leptin usia

kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan massa lemak maternal

selang usia kehamilan 24 – 30 minggu

117

7.05 Pengujian Hipotesis 3

Pengujian hipotesis 3 dilakukan terhadap peningkatan berat badan

maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan

24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi

dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel

dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut-

sertakan dalam analisis hipotesis 3 berjumlah 59 orang.

(a) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan

rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 3,5 kg, SD= 1,4). Variabel

independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL

usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia

kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali

kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan

energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi

analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 25 % variasi

peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,25, SS= 24,99, MS= 5,40,

118

F(5,53)=3,51, p=0,008). Untuk mencari model regresi multilinier yang

optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara

bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap

perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan

dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori dan kadar

leptin ( R2= 0,23, SS= 24,99, MS= 6,25, F(4,54)=4,04, p=0,006). Tampak

variabel asupan kalori dan kadar leptin hanya memiliki kontribusi sebesar 2%

terhadap variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 18-24 minggu.

Variabel-variabel independen seperti, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu,

IMT pra hamil dan intensitas penggunaan energi merupakan variabel-variabel

yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan berat badan. Tabel

15.

Tabel 15. Efek IMT pra-Hamil , hPL 18 Minggu, dan Intensitas Penggunaan

Energi terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Prediktor B SE Beta p Part of

Correlations

(Constant) 7,55 1,22 - 0,000 -

Kadar HPL

(Usia kehamilan 18 minggu, -0,18 0,07 -0,32 0,02* -0,30

119

mg/L)

IMT Prahamil

(Kg/m2) -0,11 0,05 -0,32 0,01* -0,31

Intensitas Penggunaan

Energi

(METs.hr/week)

-0,01 0,003 -0,26 0,04* -0,26

*p<0,05

Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil

terhadap peningkatan berat badan dilakukan analisis univariat general linear

model, dengan memasukkan peningkatan berat badan rentang usia hamil

18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia

kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin

usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan

energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 20

120

Gambar 20. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 18 Minggu Terhadap

Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Menurut IMT pra-Hamil

(b) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 24-30 minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan

rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 2,3 kg, SD= 1,8). Variabel

independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL

usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia

kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia

121

kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam

3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas

penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=

50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 10,8 % varians

peningkatan berat badan maternal pada rentang usia kehamilan 24-30

minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 20,30, MS=

3,38, F(6,52)=1,05, p=0,41). Untuk mencari model regresi multilinier yang

optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara

bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap

perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan

dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, intensitas

penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori ( R2= 0,09, SS= 16,17,

MS= 8,09, F(2,56)=2,63, p=0,08). Tampak bahwa variabel kadar leptin,

intensitas penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori hanya memiliki

kontribusi sebesar 2% terhadap variasi peningkatan berat badan usia

kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan IMT pra-

hamil memiliki kontribusi terhadap peningkatan berat badan meskipun kurang

signifikan. Tabel 18.

122

Tabel 16. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 24 minggu

terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan

24-30 minggu

Prediktor B SE Beta p Part of

Correlations

(Constant) 5,84 1,62 - 0,001 -

Kadar HPL

(mg/L) -0,12 0,07 -0,22 0,098 -0,22

IMT Prahamil

(kg/m2) -0,12 0,06 -0,25 0,06 -0,24

Analisis selanjutnya menggunakan general linear model, multivariate,

menunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada maternal dengan IMT

pra-hamil < 23 kg/m2 ( M = 3,7 kg, SD = 1,3 kg) lebih tinggi secara

signifikan dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( M= 3,1

kg, SD= 1,4 kg), SS = 19,26, F( 1, 48) = 7,87, p =0,01, partial η2 = 0,14.

Pada kadar hPL > 3 - 6 mg/L di usia kehamilan 18 minggu, maternal dengan

IMT pra-hamil < 23 kg/m2 mengalami peningkatan berat badan, M = 2,9

kg, SD = 1,1 kg, sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2

123

hanya mengalami peningkatan berat badan , M = 1,2 kg , SD 1,6 kg.

Gambar 21.

Gambar 21. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap

Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 24 – 30 Minggu

Menurut IMT pra-Hamil

B. Pembahasan

124

A. Massa Lemak Maternal

Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kehamilan merupakan

periode peningkatan massa lemak maternal (Augustine 2008, Trujillo 2011,

Ladyman 2012, Rasi 2012). Terdapat korelasi yang signifikan ( r = 0,3 ,

p<0,01) antara usia kehamilan dengan massa lemak maternal. Analisis

komparasi menunjukkan bahwa peningkatan massa lemak di rentang usia

kehamilan 18-24 minggu maupun 24-30 minggu tidak berbeda signifikan

antara maternal dengan IMT pra-hamil normal ( selanjutnya disebut sebagai

maternal normal ) dan maternal dengan IMT pra-hamil berlebih/ obes

(selanjutnya disebut sebagai maternal gemuk ). (Gambar 8 hal.83, Gambar 9

hal 84 ) bahkan dengan maternal yang memiliki IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2. (

Gambar 10, hal 86). Meskipun demikian pola peningkatan massa lemak

lebih teratur dan konsisten pada maternal normal dibandingkan dengan

maternal gemuk. (Gambar 11, hal.87)

Massa lemak perempuan terkait erat dengan fungsi reproduksi (Garcia-

Garcia 2012). Eksperimen pada hewan oleh Widdowson dan McCance,

1960, menunjukkan bahwa usia terjadinya pubertas lebih terkait dengan

berat badan dibandingkan usia kronologis ( Frisch 1971). Frisch dan Revelle

(1971) mengajukan hipotesis bahwa diperlukan berat badan kritis untuk

menginduksi awal terjadinya menstrusasi (menarche). Kehamilan serta

laktasi merupakan aktifitas fungsi reproduksi yang memerlukan energi yang

125

tinggi. Diperkirakan kebutuhan energi selama masa kehamilan dan laktasi

berkisar ≈ 320 MJ ( Butte 2004 , Van Raaij 1987). Dalam keadaan

keterbatasan energi, terjadi respon adaptif berupa supresi fungsi reproduksi

yang dikenal dengan istilah infertilitas nutrisional dan ditandai dengan

amenorrhea fungsional hipotalamus yang bersifat reversible ( Mantzoros

2011, McCartney 2014) Dengan demikian, berhasilnya proses konsepsi

menunjukkan massa lemak , cadangan energi, ibu berada dalam rentang

permisif untuk terjadinya suatu kehamilan.

Massa lemak diperlukan pula bagi pemeliharaan kehamilan dan

persiapan laktasi. Data-data dalam penelitian ini mengindikasikan adanya

target besaran peningkatan depot lemak dalam kehamilan pada rentang

tertentu yang diupayakan terjadi dan tidak berbeda secara signifkan antara

maternal normal maupun gemuk, bahkan maternal dengan IMT pra-hamil

<18,5 kg/m2. Agaknya besaran tersebut telah dipogram sejak awal kehamilan

dan diupayakan tercapai oleh kinerja hemostasis energi maternal tanpa

banyak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri ibu. Disamping itu, kurang

signifikan-nya perbedaan peningkatan massa lemak pada maternal kurus

dengan gemuk dapat disebabkan oleh karena perubahan dinamis droplet

lemak di sel adiposit subjek langsing (lean) lebih besar dibandingkan subjek

obes. ( Mardinoglu 2013)

Fakta menarik lainnya adalah, mayoritas maternal tidak mencapai

kuantitas kecukupan asupan kalori yang dianjurkan ( recommended dietary

126

allowance, RDA) bagi ibu dalam kehamilan ( Tabel 5, hal.80 dan Gambar 6,

hal.81 ). Meskipun demikian, peningkatan massa lemak tetap terjadi.

Keadaan ini mendukung dugaan bahwa milieu metabolik maternal adalah

peningkatan massa lemak, sehingga kinerja hemostasis energi akan

diarahkan untuk mencapai target tersebut.

Hal tersebut di atas mengindikasikan adanya induksi adipogenesis yang

tidak terkait dengan kelebihan kalori. Sel adiposit memiliki reseptor terhadap

somatogen ( growth hormone) dan laktogen ( prolaktin dan placental

lactogen). Bolander dkk (1976) menunjukkan bahwa placental lactogen

berikatan secara spesifik di jaringan adiposit maternal. Disamping itu, telah

dilaporkan pula adanya aktifitas hPL melalui reseptor growth hormone (GH)

dengan afinitas lebih rendah dibandingkan dengan GH itu sendiri (Costa

MA, 2016). Studi yang dilakukan oleh Fleenor et al (2006) menunjukkan

bahwa hormon somatogen dan laktogen, termasuk hPL, memiliki efek induksi

adipogenesis pada jalur preadiposit ( Fleenor D, 2006). Dalam kehamilan,

plasenta mensekresi hPL dalam jumlah yang besar disamping placental

growth hormone.

Efek adipogenesis dari hormon laktogenik dan growth hormone

menjawab pertanyaan mengenai peningkatan massa lemak yang terjadi

secara konsisten pada sampel penelitian ini, meskipun rerata asupan kalori

kurang dari 75% dari angka kecukupan kalori yang ditetapkan untuk ibu hamil

Indonesia. Studi metabolisme intermedier pada kehamilan menunjukkan

127

bahwa glukosa merupakan sumber droplet lipid utama dalam lipogenesis.

Glukosa secara progresif diubah menjadi gliserol dan gliserid pada 2/3 awal

masa kehamilan tikus, dan selanjutnya menurun secara drastis saat

memasuki 1/3 akhir masa kehamilan (Herrera 1991). Terdapat 2 sumber

utama glukosa yakni asupan karbohidrat ( eksogen) serta produk

glukoneogenesis ( endogen). Glukoneogenesis berperan penting dalam

mempertahankan kadar glukosa darah basal, yakni kadar glukosa darah

yang terutama tidak terkait dengan suplai glukosa eksogen. Sehingga dalam

keadaan suplai glukosa eksogen yang kurang, proses glukoneogenesis akan

memenuhi kebutuhan glukosa. Dalam kehamilan terdapat peningkatan

aktifitas glukoneogenesis. Disamping itu, dalam kehamilan terjadi

peningkatan aktivasi lipoprotein lipase endotel yang selanjutnya

meningkatkan hidrolisis trigliserida di sirkulasi menjadi asam lemak sebagai

sumber droplet lemak (Resi 2012).

Uraian-uraian tersebut di atas mengindikasikan bahwa, peningkatan

massa lemak merupakan target penting kinerja hemostasis energi dalam

kehamilan. Human placental lactogen diduga berperan dalam adipogenesis

bersama-sama dengan placental growth hormon. Peningkatan massa lemak

pada kehamilan merupakan kejadian fisiologis dan endokrinologis.

Data berat badan pra-hamil yang dimasukkan dalam kalkulasi IMT pra-

hamil dalam penelitian ini adalah berdasarkan anamnesis atau bila usia

kehamilan < 16 minggu dan tidak memiliki riwayat hyperemesis gravidarum

128

maka berat badan aktual saat kunjungan pertama digunakan sebagai berat-

badan pra-hamil. Kemungkinan bias adalah besar, pertama alat timbang

berat badan yang digunakan para ibu tidak seragam. Keterbatasan kedua,

prasyarat timbang badan pun tidak seragam. Disamping itu, dijumpai pula ibu

hamil yang justru nafsu makan meningkat saat awal hamil, atau tidak ada

perubahan nafsu makan serta penurunan nafsu makan. Kemungkinan salah

mengingat berat badan sebelum hamil adalah kecil. Hal-hal tersebut di atas

dimasukkan sebagai keterbatasan penelitian.

B. Human Placental Lactogen

Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kadar hPL berkorelasi kuat

dengan usia kehamilan ( r = 0,6, p < 0,01). Tidak dijumpai pengaruh IMT

pra-hamil yang signifikan terhadap kadar hPL baik pada usia kehamilan 18

minggu, 24 minggu dan 30 minggu. Tingkat IMT pra-hamil paling rendah

dalam penelitian ini adalah 15,1 kg/m2 dan yang paling tinggi adalah 30

kg/m2. ( Tabel 5 hal. 80, Gambar 5 hal. 81 ) Dengan demikian, penelitian ini

menunjukkan bahwa kadar hPL tidak dipengaruhi secara signifikan oleh

proporsi antropometri pra-hamil maternal Indonesia dalam rentang IMT 15,1

kg/m2 sampai 30 kg/m2.

Hormon hPL merupakan hormon peptida yang disintesis dan disekresi

oleh jaringan sincitiotropoblast plasenta dalam jumlah yang paling besar,

129

berkisar 1 gr/hari dan sesuai dengan usia kehamilan (Carter 2012). Hormon

ini mampu melewati sawar otak dan diduga terkait dengan induksi dan

pemeliharaan maternal behavior. Aktifitas tersebut memberikan implikasi

biologik yang penting dengan target utama adalah memelihara kehamilan

(Bridges 1996, Grattan 2002).

Aktifitas hPL dalam memelihara kehamilan tampak dalam Gambar 14,

halaman 90 dan Tabel 6, halaman 92. Profil kadar hPL tidak berbeda

signifikan pada maternal dengan usia kehamilan ‘kurang’ optimal yakni < 18

tahun dan > 35 tahun. Sedangkan profil kadar hPL maternal usia optimal

untuk hamil, 18- < 35 tahun, berbeda signifikan dengan maternal berusia >

35 tahun, p < 0,01. Rerata kadar hPL pada maternal berusia > 35 tahun ini,

tidak berbeda dengan usia < 18 tahun (p=0,94). Data-data tersebut di atas

mengindikasikan adanya upaya plasenta, hPL, yang lebih berfluktuasi ke

arah tinggi, untuk memelihara kelangsungan kehamilan pada maternal yang

mengalami kehamilan pada usia yang kurang optimal , < 18 tahun dan > 35

tahun. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL yang signifikan antara maternal

kurus, normal dan gemuk. (Gambar 12, hal.88).

Telah disampaikan dalam uraian sebelumnya bahwa adiposit memiliki

reseptor terhadap somatogen dan laktogen. Bila terhadap preadiposit,

laktogen bersifat adipogenesis, maka terhadap sel adiposit matur, laktogen

dan somatogen bersifat lipolitik (Fleenor D 2006). Efek lipolitik dari

prolaktin tikus dipengaruhi oleh usia gestasi dan kadar prolaktin itu

130

sendiri, yakni lipolitik terjadi pada usia gestasi yang tua dan kadar

prolaktin tinggi (Fielder PJ (1987).

Studi yang menarik dan banyak disitasi mengenai lipolisis dalam

kehamilan adalah yang dilaporkan oleh Williams C & Coltart TM (1978). Studi

ini menunjukkan bahwa tingkatan lipolitik dijumpai lebih tinggi pada keadaan

hamil dibandingkan dengan tidak hamil dan hPL memiliki aktifitas lipolitik

terhadap jaringan adiposa maternal. Studi ini mengemukakan suatu postulat

yakni, hPL meningkatkan sensitifitas lipolitik serta terkait dengan peningkatan

asam lemak pada kehamilan trimester ketiga. (Williams C 1978).

Paparan-paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa hPL memiliki

sifat induksi adipogenesis sekaligus lipolisis. Sejumlah review menyampaikan

bahwa separuh awal usia kehamilan adalah periode penumpukan lemak dan

separuh akhir adalah periode penggunaan cadangan lemak melalui proses

lipolisis ( Herrera 1991). Lipolisis dalam kehamilan, dengan substratnya yaitu

asam lemak dan gliserol, merupakan mekanisme kontinuitas suplai energi

janin. Studi-studi yang dipaparkan di atas menunjukkan efek lipolitik hPL

terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut dan pada kadar yang tinggi.

Human placental lactogen (hPL) agaknya berperan determinan dalam

metabolisme energi ibu dalam kehamilan. Pada pertengahan awal

kehamilan, hormon ini berperan dalam induksi adipogenesis untuk

meningkatkan massa lemak sebagai simpanan energi. Selanjutnya ketika

janin membesar dan membutuhkan suplai energi dan nutrisi yang lebih

131

banyak, maka efek lipolitik hPL dibutuhkan untuk suplai gliserol sebagai

substrat glukoneogenesis dan asam lemak untuk metabolisme benda keton.

Disamping itu, hPL meningkatkan proliferasi sel beta pankreas, menjamin

kecukupan peningkatan kebutuhan insulin dalam kehamilan. (Brelje 1993,

Urreta 2011). Hormon ini terkait pula dengan diferensiasi dan pertumbuhan

adiposit cokelat pada janin yang kelak melindungi bayi dari hipotermia saat

dilahirkan ( Viengchareun 2008).

C. Leptin

Pada usia kehamilan 24 dan 30 minggu, kadar leptin pada maternal

normal sedikit lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk. Meskipun demikian,

perbedaan tersebut tidak signifikan. Gambar 15, hal. 93. Penelitian ini

menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan usia

kehamilan (r = 0,3 , p<0,01). Gambar 16, hal. 94.

Pada kelompok maternal normal, kadar leptin secara konsisten

berkorelasi signifikan dengan massa lemak baik di usia kehamilan yang

sama, maupun pada usia kehamilan sebelum atau sesudahnya. Demikian

juga dengan korelasi leptin antar kelompok usia kehamilan. Terdapat

korelasi yang kuat antar kadar leptin pada masing-masing kelompok usia

kehamilan , r = 0,6. ( Tabel 7, hal. 95)

Hal yang berbeda dijumpai pada kelompok maternal gemuk. Tidak

dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak

132

maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Demikian juga dengan

kadar leptin antar usia kehamilan. Dalam kelompok maternal gemuk, hanya

kadar leptin usia kehamilan 24 minggu yang berkorelasi kuat dengan kadar

leptin usia kehamilan 30 minggu, r = 0,6. ( Tabel 8, hal. 96) Hasil analisis

korelasi leptin- massa lemak tersebut di atas sejalan dengan gambaran

korelasi massa lemak dengan usia kehamilan yang tampak pada Gambar 11,

hal.87.

Berdasarkan data-data tersebut di atas terdapat indikasi bahwa kadar

leptin yang berkorelasi secara konsisten dengan massa lemak pada setiap

kelompok usia kehamilan maternal normal pada dasarnya bukan leptin yang

disekresi oleh massa lemak akan tetapi oleh plasenta. Korelasi signifikan

yang terjadi mengindikasikan adanya peran determinan dari leptin plasenta

dalam metabolism lemak maternal. Seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya, terdapat indikasi bahwa peningkatan massa lemak merupakan

target kinerja sistim hemostasis energi dalam kehamilan yang telah

terprogram sejak awal. Diduga program tersebut diregulasi dan dipelihara

oleh plasenta melalui aktifitas hormonal dan sitokin. Leptin berperan

determinan dalam ‘orkestra’ kinerja sistim hemostasis, sehingga harus

dicukupkan dan dikendalikan. Plasenta mensintesis dan mensekresi leptin

sesuai dengan ‘setting program’ yang telah ditetapkan sejak awal kehamilan.

Analisis ini didukung dengan data penelitian yakni tidak dijumpai korelasi

antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal gemuk yang memiliki

133

massa lemak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan maternal normal.

Disamping itu, besaran kadar leptin maternal dalam penelitian kami jauh

melampaui kadar leptin wanita tidak hamil seperti yang dijumpai pada studi

oleh Ajala OM (2013). Hal yang sama dijumpai dalam studi yang dilakukan

di Cina, rerata kadar leptin pada wanita tidak hamil dengan usia berkisar 50

tahun, IMT > 23 kg/m2 adalah 8,32 ng/ml (≈ 8,32 µgr/L). ( Zuo H, 2013)

Rerata kadar leptin maternal dalam penelitian ini berkisar 22,6 – 56,8 µgr/L (

Gambar 15, hal.93). Data-data tersebut mendukung analisis bahwa kadar

leptin yang dominan dalam penelitian ini lebih merupakan leptin yang berasal

dari plasenta.

Selain berperan pada metabolisme lemak maternal, terdapat indikasi

adanya peranan leptin dalam aktifitas limfosit T regulator (Treg) (Vadacca

2011). Limfosit Treg berperan dalam adaptasi imun fetal-maternal. Di lain

pihak, leptin juga memiliki aktifitas yang dapat meningkatkan keadaan

proinflamasi. Sitokin proinflamasi dibutuhkan dalam penggunaan energi.

Subjek dengan knockout gen sitokin proinflamasi menunjukkan penurunan

penggunaan energi ( Jianping 2012, Resi 2012). Leptin juga diduga

memiliki fungsi fisiologis berupa angiogenesis plasenta, modulasi

pertumbuhan janin dan sistim imun di plasenta (Gambino 2012). Berdasarkan

pemahaman bahwa prinsip aktifitas endokrinologi adalah mempertahankan

keseimbangan, maka pola ketidak-teraturan peningkatan massa lemak pada

maternal gemuk seperti yang tampak pada Gambar 11, hal.87 menimbulkan

134

pertanyaan, yakni, mengapa dan apa konsekuensi/ implikasi biologisnya.

Pertanyaan ini akan menjadi studi yang menarik.

D. Pembuktian Hipotesis 1

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan

antara kadar hPL dengan kadar leptin, dimulai pada usia kehamilan di atas

16 minggu dan konsisten sampai 39 minggu. Tabel 9, hal. 97. Akan tetapi

hasil ini belum dapat secara langsung menterjemahkan dan menkonfirmasi

mengenai peristiwa induksi resistensi leptin oleh hPL seperti yang

ditunjukkan dalam stud-studi terhadap hewan coba. Telah dipaparkan

sebelumnya, seperti hPL, leptin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan

sincitiotropoblast plasenta dan kedua hormon produk plasenta tersebut

disekresi terutama di sirkulasi maternal. Keadaan ini memungkinkan kedua

hormon tersebut berada dalam interval dan fluktasi yang serupa dalam

sirkulasi maternal sehingga secara statistik menunjukkan korelasi yang

signifikan.

Studi oleh Nagaishi (2014) berhasil mengidentifikasi keberadaan

sejumlah neuron di nukleus area hemostasis energi hipotalamus yang

memiliki reseptor baik leptin maupun prolaktin. Studi tersebut mendukung

hipotesis mengenai induksi resistensi leptin oleh placental lactogen dalam

kehamilan. Meskipun terdapat keterbatasan seperti yang telah disebutkan

135

sebelumnya, hasil penelitian ini secara kuat mengindikasikan adanya

peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan. Peningkatan massa lemak dalam

keadaan leptin yang tinggi, merupakan fenotipe utama resistensi leptin.

Masih menjadi pertanyaan, sekiranya hPL menginduksi resistensi leptin,

dalam rentang berapakah kadar hPL dibutuhkan untuk menginduksi

resistensi leptin dan apakah keseluruhan kadar hPL yang tinggi yang

dihasilkan secara progresif oleh plasenta selama kehamilan, semata-mata

untuk keperluan induksi resistensi leptin ?

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara 3

variabel utama yakni massa lemak, hPL dan leptin dengan usia kehamilan.

Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan massa lemak yang sesuai usia

kehamilan terkait dengan kedua hormon tersebut. Penelitian ini menunjukkan

bahwa pada maternal dengan IMT pra-hamil normal, kadar leptin usia

kehamilan 18 minggu berkorelasi dengan massa lemak usia kehamilan 18,

24 dan 30 minggu serta massa lemak berkorelasi dengan usia kehamilan.

Dengan demikian kadar leptin 18 minggu memiliki asosiasi terhadap

peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18 dan 24 minggu. Telah pula

dipaparkan bahwa kadar hPL berkorelasi kuat dengan usia kehamilan. Data-

data ini mengindikasikan bahwa bila hPL menginduksi resistensi leptin dalam

kehamilan, maka induksi resistensi leptin tersebut terutama terjadi pada

kadar hPL usia kehamilan < 18 minggu, yang dalam penelitian ini, menurut

persentil 25-75 Tukey’s Hinges berada dalam rentang 1,15 mg/L – 4,02 mg/L

136

( n = 44 ). Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan kadar hPL yang

konsisten sesuai usia kehamilan tidak semata-mata untuk ‘kepentingan’

induksi resistensi leptin, dan terdapat mekanisme hemostasis energi lain

yang membutuhkan kadar hPL yang lebih tinggi dibandingkan kadar hPL

yang dibutuhkan untuk induksi resistensi leptin serta mekanisme tersebut

terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut.

E. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan Kadar

Leptin dan Massa Lemak Maternal

Akhir trimester II kehamilan ditandai dengan induksi resistensi insulin

fisiologis oleh hormon plasenta, placental growth hormone merupakan

kandidat dalam proses ini. Sejumlah nukleus di hipotalamus yang terlibat

dalam hemostasis energi, mengekspresi reseptor baik leptin maupun insulin,

fakta tersebut mendukung teori mengenai keterkaitan kedua hormon ini

dalam regulasi hemostasis energi. Keadaan-keadaan tersebut yang menjadi

latar belakang peneliti menempatkan insulin sebagai faktor cofounding dalam

penelitian ini.

Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu dalam penelitian ini merupakan

kadar insulin produk dari induksi resistensi insulin fisiologis di trimester 2

kehamilan. Konsekuensi fisiologis dari peningkatan resistensi insulin adalah

penurunan upaya penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen di sel depo (

137

hepar, otot ) dan penurunan penyimpanan glukosa melalui proses lipogenesis

di jaringan adiposa serta peningkatan produksi glukosa melalui proses

gluconeogenesis di hati. Resistensi insulin juga menginduksi lipolisis dan

pelepasan asam lemak bebas di sirkulasi. Peristiwa – peristiwa tersebut di

atas merupakan mekanisme fisiologis hemostasis energi dalam kehamilan

dengan tujuan utama menyediakan substrat glukosa dan asam lemak

sebagai bahan nutrisi janin secara berkesinambungan.

Patut menjadi pertanyaan, bagaimanakah kaitan antara induksi

resistensi insulin fisiologis dalam kehamilan dengan kadar leptin pada waktu

sebelum, bersamaan dan setelah induksi resistensi insulin itu terjadi.

Pertanyaan ini menarik untuk dijawab mengingat keterkaitan kedua hormon

tersebut dalam mekanisme hemostasis energi.

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar insulin 24 minggu berkorelasi

secara negatif dengan kadar leptin pada semua kelompok usia kehamilan.

Tabel 10, hal. 101. Korelasi yang paling kuat adalah dengan kadar leptin

sebelum dan sesudah usia kehamilan 24 minggu, yakni dengan kadar leptin

usia < 16 minggu, r = -0,39 , p < 0,05, dan kadar leptin usia kehamilan 30

minggu, r = -0,23 , p = 0,06. ( Hal. 101) Fakta ini mengindikasikan adanya

komunikasi dan pemograman serta kendali secara endokrinologis terhadap

upaya mencapai keterpenuhan kebutuhan nutrisi janin tanpa meninggalkan

prinsip keseimbangan. Dan mekanisme ini terjadi pada awal usia kehamilan

serta kendali tetap diupayakan terpelihara sampai akhir kehamilan.

138

Penelitian ini juga menunjukkan, tidak ada korelasi yang signifikan

antara kadar lemak setiap usia kehamilan dengan kadar insulin yang

terinduksi secara fisiologis pada trimester II. Pada keadaan tidak hamil,

peningkatan massa lemak merupakan faktor risiko determinan terhadap

terjadinya resistensi insulin. Upaya sel beta dalam milieu resistensi insulin

adalah meningkatkan sekresi insulin agar kadar gula darah dapat

dipertahankan dalam rentang normal. Milieu resistensi insulin adalah

hiperinsulinemia. Fakta bahwa tidak ada asosiasi antara massa lemak usia

sebelum usia kehamilan 24 minggu dengan kadar insulin yang terinduksi

secara fisiologis pada trimester II yang ditunjukkan dalam penelitian ini

mengindikasikan bahwa plasenta, melalui hormon yang dihasilkannya,

merupakan faktor determinan dalam menentukan tingkatan induksi resistensi

insulin dalam kehamilan.

F. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan

energi

Dalam hemostasis energi, leptin merupakan hormon anorexigenik.

Ikatan leptin dengan reseptornya di nukleus arcuatus hipotalamus akan

menginduksi kaskade signal antar tingkatan nukleus dengan hasil akhir

berupa penurunan nafsu makan serta peningkatan penggunaan energi.

Fenotipe resistensi leptin yang terkait dengan hemostasis energi adalah

139

hiperleptinemia yang disertai peningkatan nafsu makan, penurunan

penggunaan energi dan peningkatan massa lemak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi negatif antara

kadar leptin dengan intensitas penggunaan energi maternal. Intensitas

penggunaan energi maternal lebih rendah pada kadar leptin yang tinggi

dibandingkan kadar leptin yang rendah ( tanda negatif pada nilai di kolom B ,

baris penggunaan energi, Tabel 11, hal.103. Pengaruh resistensi leptin

terhadap peningkatan kuantitas asupan kalori maternal tampak pada Tabel

12, hal. 104. Kolom B pada tabel ini menunjukkan, pada rentang usia

kehamilan tertentu, tingkatan kadar leptin yang lebih tinggi cenderung terkait

dengan kuantitas asupan kalori yang lebih tinggi pula. Dengan demikian

penelitian ini mengkonfirmasi adanya peristiwa resistensi leptin dalam

kehamilan melalui fenotipe peningkatan massa lemak, peningkatan

asupan kalori dan penurunan penggunaan energi pada keadaan

hiperleptinemia.

G. Pengujian Hipotesis 2

7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 18-24

minggu

Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil,

kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, kadar leptin usia kehamilan 18

140

minggu, asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai

variabel-variabel efektor terhadap peningkatan massa lemak usia

kehamilan 18-24 minggu menghasilkan 2 efektor determinan yakni, kadar

hPL ( kontribusi efek, beta, 25 % dan kontribusi korelasi, part of

correlations, 24% ) serta IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 20%, dan

kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 13, hal.106.

Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit yakni

6% ( selisih antara R2 awal regresi, 0,08, dengan R2 akhir regresi,

0,074 ), hal. 105-106. Hal menarik dari hasil tersebut adalah arah efek

kedua variabel tersebut terhadap peningkatan massa lemak. Baik kadar

hPL maupun IMT pra-hamil, sama-sama menunjukkan arah negatif (

kolom beta, Tabel 13, hal.106). Pada maternal normal, peningkatan

massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu paling tinggi terjadi

bila kadar hPL usia hamil 18 minggu berkisar 2,1 – 3,5 mg/L. Gambar

18, halaman 107. Bila kadar hPL melampaui 3,5 mg/L , maka rentang

peningkatan massa lemak terjadi lebih rendah.

Terdapat perbedaan pola efek kadar hPL terhadap peningkatan

massa lemak antara maternal normal dengan maternal gemuk. Efek

peningkatan massa lemak pada maternal gemuk paling optimal pada

kadar hPL < 2 mg/L sedangkan maternal normal adalah 2,1-3,5 mg/L. Hal

menarik lainnya pada pola maternal gemuk adalah tampak adanya

upaya menaikkan massa lemak dengan menaikkan kadar hPL.

141

Selanjutnya tampak pula bahwa peningkatan kadar hPL yang lebih tinggi

menyebabkan rentang peningkatan massa lemak yang lebih sedikit baik

pada maternal normal maupun gemuk. Gambar 18, hal. 107

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa kadar hPL meningkat sesuai

usia kehamilan, kadar tinggi hPL bersifat lipolitik dan pertengahan akhir

usia kehamilan ditandai dengan lipolisis. Dalam kehamilan terjadi

modifikasi responsifitas jaringan adiposit terhadap aktifitas fisiologis

katekolamin terutama pada jalur adrenergik α2 dan β3. Perubahan tingkat

responsifitas ini dikaitkan dengan modifikasi kaskade lipolitik paska

reseptor dengan target utama adalah hormone-sensitive lipase (HPL).

(Bousquet-Mélou 1999, Aitchison RED 1982 ) Hasil-hasil yang dilaporkan

oleh studi-studi terdahulu tersebut dapat menerangkan adanya asosiasi

yang negatif antara kadar tinggi hPL dengan besaran rentang

peningkatan massa lemak seperti yang dijumpai dalam penelitian ini.

Hasil penelitian kami mengindikasikan, efek lipolitik sudah terjadi

pada trimester kedua kehamilan. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan

oleh Williams C (1978) yakni pada trimester ketiga. Telah dipaparkan

sebelumnya bahwa mayoritas maternal dalam penelitian ini tidak

mencapai angka kecukupan kalori seperti yang dianjurkan. Keadaan ini

agaknya memicu terjadi proses katabolik, lipolisis, yang lebih dini sebagai

upaya pemenuhan nutrisi janin.

142

Penelitian ini juga menunjukkan adanya asosiasi yang negatif

antara besaran IMT pra-hamil dengan rentang peningkatan massa lemak.

Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mardinoglu et al (2013) bahwa

subjek yang langsing memiliki perubahan dinamis droplet lemak yang

lebih besar dibandingkan subjek obes. Terdapat indikasi, peningkatan

massa lemak di awal kehamilan merupakan proses simpanan energi

untuk digunakan pada akhir kehamilan. Droplet lemak adalah presentasi

simpanan energi yang dapat dimobilisasi oleh proses katabolisme.

(Mardinoglu et al 2013)

7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 24–30

minggu

Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil,

kadar hPL usia kehamilan 24 minggu, kadar leptin usia kehamilan 24

minggu, kadar insulin usia kehamilan 24 minggu, asupan kalori dan intensitas

penggunaan energi sebagai variabel-variabel efektor terhadap peningkatan

massa lemak usia kehamilan 24 – 30 minggu menghasilkan 2 efektor

determinan terhadap peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 24-

30 minggu yakni, kadar leptin ( kontribusi efek, beta, 20 % dan kontribusi

korelasi, part of correlations, 20% ) serta kadar hPL ( kontribusi

efek, beta, 19% dan kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 14,

hal.109. Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit

143

yakni 2,1 % ( selisih antara R2 awal regresi, 0,11, dengan R2 akhir regresi,

0,089 ), hal. 108 .

Arah efek kedua efektor determinan tersebut adalah negatif ( kolom

beta, Tabel 14, hal.109), yakni semakin tinggi kadar leptin maupun hPL kadar

24 minggu maka semakin rendah besaran peningkatan massa lemak usia

kehamilan 24-30 minggu. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa hPL memiliki

efek lipolitik baik melalui ikatan dengan reseptor prolaktin serta kemungkinan

juga dengan reseptor growth hormone. Lipolisis merupakan karakter utama

metabolism energi pada trimester 3 kehamilan. Fakta bahwa kadar hPL dan

leptin, masing-masing pada kehamilan 24 minggu, berbanding terbalik

dengan besaran peningkatan massa lemak, mengindikasikan adanya kaitan

antara tingkatan lipolisis dengan kedua hormon produk plasenta ini. Semakin

tinggi kadar hPL dan leptin, maka semakin tinggi pula aktifitas lipolisis.

Analisis GLM univariat ( Gambar 19, hal. 110) mengindikasikan bahwa

peningkatan massa lemak dipengaruhi oleh interaksi antara kadar hPL

dengan leptin. Fenomena ini menkonfirmasi hipotesis bahwa hPL dan leptin

berperan determinan dalam aktifitas hemostasis energi dalam kehamilan.

Lipolisis merupakan output kinerja fisiologis leptin dalam hemostasis

energi. Efek lipolitik leptin secara langsung diperantarai oleh neuro-neuron

simpatis yang mempersarafi adiposit, membentuk ‘neuro-adipose junctions’

(Zeng 2015). Tampaknya kadar leptin yang tinggi pada trimester 3 kehamilan

mampu mengatasi keadaan resistensi leptin sehingga memiliki efek lipolitik.

144

Disamping efek lipolitik hPL yang telah diuraikan sebelumnya, prolaktin

merupakan induktor kadar pyruvate dehydrogenase kinase (PDK)4 yang

poten. Induksi PDK4 akan men-inhibisi ambilan glukosa oleh sel lemak yang

diperantarai oleh insulin, sehingga terdapat indikasi bahwa prolaktin

menginduksi terjadinya resistensi insulin di sel adiposit (White UA 2007).

Resistensi insulin termasuk faktor determinan dalam induksi proses lipolitik.

Pengujian Hipotesis 3

8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Besaran efek dari model regeresi linier multivariat dalam penelitian ini,

paling tinggi dijumpai terhadap peningkatan berat badan usia kehamilan 18-

24 minggu, yakni 25 % ( nilai R2 awal regresi [ 0,25 ] halaman 111 ). Regresi

bertahap yang dilakukan menghasilkan tiga variabel efektor yang determinan

yakni IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 32% dan kontribusi korelasi,

part of correlations, 31 % ) , kadar hPL usia kehamilan 18 minggu ( kontribusi

efek, beta, 32 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 30% ) dan

intensitas penggunaan energi ( kontribusi efek, beta, 26 % dan kontribusi

korelasi, part of correlations, 26% ). Tabel 15, hal.112.

Peningkatan berat badan maternal merupakan kumulatif dari

peningkatan komponen maternal dan komponen fetal. Rerata peningkatan

berat badan rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada penelitian ini adalah

145

M = 3,7 kg, SD = 2,4 kg , sedangkan massa lemak adalah M = 2,0 kg, SD =

1,4 kg. Tabel 3 , hal. 77. Merujuk diagram komponen peningkatan berat

badan maternal oleh Pitkin (1976) pada rentang usia kehamilan 18-24

minggu, selain komponen massa lemak maternal, terjadi pula peningkatan

yang signifikan dari volume darah ibu, berat uterus dan mammae serta

fetus. Gambar 2, hal.21.

Hal menarik dari penelitian ini adalah, meskipun mayoritas maternal

tidak mencapai kecukupan kalori seperti yang dianjurkan, akan tetapi tetap

terjadi peningkatan komponen non massa lemak disamping massa lemak

maternal. Review yang menarik mengenai metabolisme energi dalam

kehamilan oleh King et al ( 1994) memaparkan, terdapat persepsi

sebelumnya ( tradisionil ) bahwa pada kehamilan aterm dibutuhkan

penambahan energi berkisar 1200 kJ/ hari atau 325 MJ. Estimasi tersebut

pada dasarnya dilakukan menurut perkiraan ‘energy costs’ pada wanita

Western yang ‘well-nourished’ . Akan tetapi dalam praktek sehari-hari,

populasi non- Western yang hidup dengan keterbatasan nutrisi juga memiliki

energy expenditure yang lebih rendah. Review tersebut menyimpulkan

bahwa penambahan kebutuhan energi selama kehamilan tidak statis akan

tetapi berada dalam rentang luas, antara 0 sampai 500 MJ, tergantung dari

status energi maternal ( King 1994). Keadaan tersebut mencerminkan

kemampuan maternal untuk melakukan adaptasi hemostasis energi dengan

tujuan utama memelihara kehamilan. Adaptasi dilakukan melalui penggunaan

146

cadangan energi, perubahan perilaku baik terkait pola makan maupun

aktifitas serta penyesuaian kecepatan basal metabolism maupun deposisi

lemak (King 1994).

Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa komplikasi,

menunjukkan bahwa sejumlah 0,5% produksi hPL oleh plasenta disekresi ke

sirkulasi fetus (Linnemann 2000). Studi terhadap burung (ovine)

menunjukkan placental lactogen (PL) memiliki efek pertumbuhan fetus. Hepar

fetus mengandung reseptor spesifik terhadap PL secara predominan.

Terdapat indikasi yang kuat bahwa PL berperan sebagai GH di masa fetus.

Segera setelah lahir, reseptor baru yang spesifik terhadap GH terekspresi

dan teraktivasi sesuai peranan GH dalam regulasi pertumbuhan serta

metabolisme paska lahir ( Freemark 1987). Mannik (2010) melaporkan,

terdapat penurunan ekspresi mRNA GH/hPL pada plasenta bayi kecil

menurut usia kehamilan (SGA) sedangkan plasenta bayi besar menurut usia

kehamilan (LGA) menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA hPL. Janin yang

dikandung oleh ibu dengan mutasi gen hPL, mengalami retardasi

pertumbuhan intra-uterin yang berat ( Rygaard 1998). Hasil-hasil studi

tersebut di atas menkonfirmasi adanya efek pertumbuhan janin oleh hPL

sekaligus sebagai penjelasan mengenai determinasi hPL terhadap

peningkatan berat badan maternal yang ditemukan dalam penelitian ini. Arah

negatif efek hPL terhadap peningkatan berat badan (kolom beta, Tabel 15,

147

hal.112) agaknya dipengaruhi oleh efek kadar hPL terhadap komponen

massa lemak maternal seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

Indeks massa tubuh sebelum hamil berpengaruh terhadap peningkatan

berat badan maternal. Gambar 20, hal. 113. Maternal normal memiliki

peningkatan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk ( p

> 0,05). Yang menarik adalah terdapat pola perubahan berat badan menurut

kadar hPL yang hampir sama antara maternal normal dan gemuk pada kadar

hPL usia kehamilan 18 minggu yang tertinggi, yakni sama-sama memiliki

peningkatan berat badan berkisar 3,2 kg.

Studi kohor terhadap 1,2 juta bayi yang dilahirkan di Swedia

menunjukkan adanya peningkatan risiko malformasi kongenital seiring

dengan tingkatan gemuk/obes ibu sebelum hamil ( Persson 2017). Pola

peningkatan massa lemak pada penelitian ini tampak lebih rapih dan

konsisten pada maternal dengan IMT pra-hamil normal dibandingkan

gemuk/obes. Gambar 11, hal 87. Regulasi massa lemak maternal melibatkan

berbagai hormon determinan yang dihasilkan plasenta, dalam penelitian ini

adalah hPL dan leptin. Aktifitas kedua hormon ini tidak terbatas hanya

terhadap regulasi massa lemak akan tetapi menyangkut berbagai aspek

penting pemeliharaan kehamilan yang lain seperti mekanisme imun dan

pertumbuhan janin. Gangguan optimalisasi kedua hormon tersebut akan

menginduksi berbagai kaskade adaptasi yang dalam beberapa keadaan

dapat menjadi patologis. Terdapat indikasi tujuan pemeliharaan kehamilan

148

mulai diprogram oleh plasenta sejak awal kehamilan. Status metabolik

maternal merupakan info penting bagi plasenta dalam regulasi hemostasis

energi selama kehamilan dalam rangka melindungi dan memelihara buah

kehamilan.

Fenotipe resistensi leptin berupa penurunan penggunaan energi tampak

pada hasil studi ini. Dalam studi kami, intensitas penggunaan energi maternal

berbanding terbalik dengan kadar leptin (p<0,05). (Tabel 11, hal.103). Studi di

Cina menunjukkan median penggunaan energi maternal pada setiap

trimester kehamilan berkisar 129,5 – 153,5 METs.hr/week. (Zhang 2014).

Median intensitas penggunaan energi, tanpa memperhitungkan usia

kehamilan, pada ibu hamil di Turki berkisar 209,7 – 225,4 METs.hr/week.

(Çırak 2015) Hasil-hasil tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

hasil dalam studi kami yakni 73,7 – 154,4 MET.hr/week. Tabel 5, hal.80.

Perbedaan intensitas penggunaan energi antara partisipan dalam studi kami

dibandingkan dengan studi-studi di negara lain setidaknya terkait dengan dua

hal yakni, perbedaan iklim dan sosiodemografi.

Intensitas penggunaan energi merupakan kinerja fisiologis termasuk

adaptasi tubuh terhadap lingkungan di sekitarnya. Perbedaan iklim

selayaknya diperhitungkan dalam menganalisis intensitas penggunaan energi

manusia. ( Plasqui 2004 ) Tingkat metabolisme saat tidur di musim salju lebih

tinggi secara signifikan dibandingkan pada musim semi (p<0,01). ( Plasqui

2003 ) Indonesia termasuk dalam wilayah tropis yang memilik 2 musim, tanpa

149

memiliki rentang suhu yang ekstrim seperti yang dijumpai pada belahan

dunia yang lain. Untuk mempertahankan suhu tubuh basal, energi yang

diperlukan oleh individu yang tinggal di daerah tropis lebih kecil dibandingkan

individu yang tinggal di wilayah bersalju. Studi yang dilakukan oleh Abreu-

Vieira et al (2015) menunjukkan bahwa suhu lingkungan memberikan efek

sebesar 25% dalam penggunaan energi total. Keadaan-keadaan tersebut di

atas, dapat menerangkan lebih rendahnya intensitas penggunaan energi

pada ibu hamil dalam studi ini dibandingkan dengan studi-studi yang

dilakukan di negara ber-salju.

Faktor sosio-demografi selayaknya dipertimbangkan dalam

menganalisis intensitas penggunaan energi dalam kehamilan. Mayoritas

partisipan dalam studi kami tinggal di area padat penduduk dan

berpenghasilan rendah. Tidak tersedia lingkungan dan sarana bagi ibu hamil

untuk melakukan aktifitas fisik, kecuali aktifitas di dalam rumah yang kecil.

Intensitas penggunaan energi ibu hamil di Etiopia lebih rendah secara

signifikan dibandingkan negara-negara berpenghasilan rendah lainnya

(Hjorth 2012). Rendahnya intensitas penggunaan energi dalam kehamilan

juga dilaporkan oleh sebuah studi yang dilakukan di sarana kesehatan primer

di Sao Paolo (Brazil) ( Carvalhaes 2013).

150

8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 24-30 minggu

Model regresi ini memberikan efek terhadap peningkatan berat badan

rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu sebesar 10,8% ( R2 = 0,11%, hal.

106). Variabel efektor determinan adalah IMT pra hamil dan kadar hPL (

Tabel 18, hal. 1115). Pada maternal dengan IMT pra-hamil gemuk,

peningkatan berat badan relatif stabil antar tingkatan kadar hPL usia

kehamilan 24 minggu. Hal ini berbeda dengan maternak dengan IMT pra-

hamil normal, peningkatan berat-badan relative stabil sampai kadar hPL usia

hamil 24 minggu < 9 mg/L, kemudian rentang peningkatan berat-badan turun

secara curam pada kadar hPL > 9 mg/L.

Variabel IMT-pra hamil bukan sebagai variabel efektor determinan

dalam model regresi peningkatan massa lemak rentang usia 24 – 30 minggu.

Keadaan ini mengindikasikan, pada rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu,

IMT pra-hamil terutama memberi efek determinan terhadap peningkatan

komponen non massa lemak maternal. Merujuk diagram oleh Pitkin,1976 ,

peningkatan berat badan maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu,

selain komponen massa lemak maternal, terutama terkait dengan

peningkatan volume darah ibu, uterus dan mammae, cairan extraselular dan

fetus. (Gambar 2, hal.21 )

Pada hipertensi yang terinduksi kehamilan terdapat peningkatan

permiabilitas kapiler dan redistribusi cairan extraselular plasma ke interstitial

151

(Brown 1989). Indeks massa tubuh (IMT) pra-hamil gemuk/obes merupakan

faktor risiko terjadinya pre-eklampsia, disamping LGA dan makrosomia (

Hung 2016, Oostvogels 2017). Studi-studi tersebut di atas dan sejumlah

studi-studi lainnya mengkonfirmasi peranan IMT pra-hamil terhadap

peningkatan berat badan maternal yang terkait dengan peristiwa fisiologis

dan patofisiologi dalam kehamilan.

H. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal

*ML=massa lemak

Kehamilan

18 minggu

ML* 16,9 + 4,9 kg

Kehamilan

24 minggu

Kehamilan

30 minggu

ML 18,9 + 4,7 kg ML 20,2 + 4,9 kg

1.hPL 2.IMT pra-hamil 3.Penggunaan energi 4.Asupan kalori 5.Leptin

1.hPL 2.Leptin 3.Penggunaan energi 4.IMT pra-hamil 5.Insulin 6.Asupan Kalori

8 % 11 %

8,9% 7,4%

152

Gambar 22. Model Efektor Peningkatan Massa Lemak (ML) Ibu Dalam

Kehamilan

Studi ini mengkonfirmasi mengenai adanya peningkatan lemak tubuh ibu

dalam kehamilan. Gambar 22 menunjukkan bahwa 7,4% peningkatan lemak

pada ibu dalam kehamilan 18-24 minggu, dipengaruhi oleh kadar hPL dan

kemudian IMT pra-hamil. Terdapat indikasi peningkatan massa lemak pada

usia kehamilan 24-30 minggu terutama dkendalikan oleh faktor hormonal

yakni, kadar hPL dan leptin berkontribusi tinggi, 8,9 %. Dibandingkan dengan

peningkatan massa lemak usia kehamilan 18-24 minggu, intensitas

penggunaan energi, IMT pra-hamil, kadar insulin dan asupan kalori, secara

bersama-sama, berkontribusi cukup berarti yakni 2,1%.

153

I. Model Peningkatan Berat Badan Maternal

Gambar 23. Model Efektor Peningkatan Berat Badan (BB) Ibu Dalam

Kehamilan

Gambar 23 menunjukkan bahwa 25 % peningkatan berat badan pada

rentang usia kehamilan 18-24 minggu terkait dengan, secara berurutan

menurut besaran kontribusi, IMT pra-hamil, kadar hPL, intensitas

penggunaan energi, leptin dan asupan kalori. Indeks massa tubuh pra-hamil

dan kadar hPL berkontribusi paling tinggi yakni, secara bersama-sama, 23%.

Pada rentang usia kehamilan 24-30 minggu, pengaruh variabel -variabel ini,

Kehamilan 18

minggu Kehamilan 24

minggu

Kehamilan 30

minggu

BB 57,1 + 9,2 kg BB 60,7 + 9,0 kg BB 62,9 + 9,0 kg

1.IMT pra hamil 2.hPL 3.Penggunaan energi 4.Leptin 5.Asupan kalori

1.IMT pra hamil 2.hPL 3.Asupan Kalori 4.Insulin 5.Penggunaan energi 6.Leptin

25 %

9% 23%

11 %

154

termasuk kadar insulin 24 minggu, hanya berkisar 11 %. Indeks massa tubuh

pra-hamil dan kadar hPL tetap merupakan variabel yang memiliki kontribusi

paling tinggi, yakni 9%. Pola pengaruh variabel-variabel ini yang berkurang

seiring dengan pertambahan usia kehamilan sesuai dengan perubahan

komponen peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan, yakni semakin

bertambah usia kehamilan, proporsi komponen janin dalam peningkatan

berat badan ibu akan semakin dominan. (Gambar 2, hal. 21, Rasmussen

2009)

C. Keterbatasan Dalam Penelitian

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, data berat badan pra-

hamil dalam penelitian ini diperoleh melalui anamnesis atau berat badan

aktual bila usia kehamilan kunjungan pertama adalah < 16 minggu. Hal

tersebut dimasukkan sebagai keterbatasan dalam penelitian.

Penggunaan bioelectric impedance analysis (BIA) terhadap ibu hamil

yang memiliki rasio cairan intraselular dan ekstraselular yang berubah-ubah

serta bervariasi antar usia kehamilan. Pengukuran berulang pada usia

kehamilan berbeda dan waktu pengukuran pkl 07.00 – 10.00 merupakan

upaya memperbaiki keterbatasan.

Disamping itu, wawancara mengenai 24 hours food recall di lakukan di

ruangan yang sama dengan kegiatan lain dari penelitian ( 5 x 4 m2), sehingga

155

dapat didengar oleh orang-orang di sekitar meja wawancara tersebut.

Mayoritas partisipan penelitian ini berasal dari golongan ekonomi rendah.

Umumnya ibu hamil tahu bahwa kehamilan memerlukan asupan nutrisi yang

lebih banyak dibandingkan sebelum hamil. Keadaan-keadaan ini dapat

mempengaruhi ibu untuk mempertahankan self-pride sehingga risiko

menyampaikan asupan nutrisi yang lebih tinggi dari sebenarnya, tidak dapat

dihindari.

Kuesioner aktifitas fisik ibu hamil yang digunakan dalam penelitian ini

disusun oleh Tim Ahli di School of Public Health and Health Science,

Massachusetts University. Terdapat poin-poin kegiatan yang tidak lazim

dilakukan oleh ibu hamil di Indonesia. Hal ini akan mengurangi nilai total

sehingga menurunkan besaran intensitas penggunaan energi maternal.

156

BAB VI

RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN

Ringkasan

1. Dalam kehamilan terjadi peningkatan massa lemak maternal yang

berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan dan terjadi mengikuti fenotipe

resistensi leptin.

2. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL, kadar leptin dan rentang

peningkatan massa lemak yang signifikan antara maternal yang sebelum

hamil kurus, normal maupun gemuk, pada rerata usia kehamilan yang

sama.

3. Kadar hPL berkorelasi secara signifikan dan konsisten dengan kadar leptin

mulai usia kehamilan > 16 minggu.

4. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil merupakan

efektor determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan

18-24 minggu.

5. Kadar hPL dan leptin usia kehamilan 24 minggu merupakan efektor

determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30

minggu.

157

6. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, IMT pra hamil dan intensitas

penggunaan energi merupakan efektor determinan dalam berat badan

maternal pada kehamilan 18-24 minggu.

7. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan dan IMT pra hamil merupakan

efektor determinan dalam peningkatan berat badan maternal pada

kehamilan 24-30 minggu.

8. Human placental lactogen dan IMT pra-hamil merupakan efektor

determinan pada peningkatan massa lemak dan berat badan ibu selama

kehamilan.

Kesimpulan

Peningkatan massa lemak maternal merupakan target penting kinerja

hemostasis energi dalam kehamilan, yang merupakan kejadian fisiologis dan

endokrinologis, terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin serta memiliki

rentang permisif batas bawah kecukupan kalori yang lebar. Human placental

lactogen, disamping IMT pra-hamil, merupakan factor yang paling

berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil.

Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang lebih

tinggi mengindikasikan, pada pertengahan awal kehamilan hPL berperan

dalam penumpukkan massa lemak sedangkan pertengahan akhir kehamilan

hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin kesinambungan substrat nutrisi

janin.

158

Saran

Untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi penelitian ini serta

meningkatkan pelayanan kesehatan, disarankan:

1. Melakukan penelitian dengan disain serupa yang dimulai sejak sebelum

konsepsi, trimester 1, trimester 2 dan trimester 3.

2. Melakukan penelitian dengan disain serupa, dengan mengganti variabel

hPL dengan placental growth hormone.

3. Pengendalian berat badan perempuan usia reproduksi, sebelum hamil.

4. Peningkatan pelayanan promotif dan edukatif mengenai asupan nutrisi

yang bermutu dalam memelihara kehamilan dan buah kehamilan.

5. Mengadakan pusat pelayanan kesehatan tingkat primer dan sekunder,

sekaligus sebagai institut penelitian sehingga pelayanan dan penelitian

dapat dilakukan sekaligus dan optimal.

__________________

159

DAFTAR PUSTAKA

Abreu-Vieira G, Xiao C, Gavrilova O, Reitman ML. 2015. Integration of body

temperature into the analysis of energy expenditure in the mouse.

MOLECULAR METABOLISM ; 4: 461-470.

Aitchison RED, Clegg RA, Vernon RG. Lipolysis in rat adipocytes during

pregnancy and lactation. The response to noradrenaline.

Biochem. J.(1982); 202: 243-247.

Ajala OM, Ogunro PS, Elusanmi GF, Ogunyemi OE, Bolarinde AA.2013

Changes in serum leptin during phases of menstrual cycle of fertile

women: relationship to age groups and fertility. Int J Endocrinol

Metab.; 11(1): 27-33.

Augustine RA, Grattan DR. 2008. Induction of central leptin resistance in

hyperphagic pseudopregnant rats by chronic prolactin infusion.

Endocrinology ; 149 : 1049-1055.

Augustine RA, Ladyman SR, Grattan DR. 2008. From feeding one to feeding

many : hormone-induced changes in bodyweight homeostasis

during pregnancy. J Physiol 582.2 : 387-397.

Barbour LA, McCurdy CE, Hernandez CE, Kirwan JP, Catalano PM,

Friedman JE. Cellular Mechanisms for Insulin Resistance in

160

Normal Pregnancy and Gestational. DIABETES CARE 2007; 30:

S112-S119.

Barker DJP. 1990. The fetal and infant origins of adult disease. The womb

may be more important than the home. BMJ; 301 :1111.

Belgardt BF, Bruning JC. 2010. CNS leptin and insulin action in the control of

energy hemostasis. Ann. N. Y. Acad.Sci 1212: 97-113.

Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L. Biochemistry, 5th ed. 2002. W H Freeman

and Company. New York .

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22369/. Akses Oktober

2014.

Bispham J, Gardner DS, Gnanalingham MG, Stephenson T, Symonds ME,

Budge H. Maternal Nutritional Programming of Fetal Adipose

Tissue Development: Differential Effects on MessengerRibonucleic

Acid Abundance for Uncoupling Proteins and Peroxisome

Proliferator-Activated and Prolactin Receptors. Endocrinology

2005; 146(9):3943–3949.

Blomberg M . 2011. Maternal and Neonatal Outcomes Among Obese

Women With Weight Gain Below the New Institute of Medicine

Recommendations. Obstet Gynecol 2011;117:1065–70.

161

Bolander Jr FF, Hurley TW, Handwerger S, Fellows RE. Localization and

specificity of binding of subprimate placental lactogen in rabbit

tissues. Proc. NatI. Acad. Sci. 1976; 73 (8): 2932-2935.

Boqué N, Campión J, Paternain L, et al. Influence of dietary macronutrient

composition on adiposity and cellularity of different fat depots in

Wistar rats. J Physiol Biochem 2009: 65 (4) : c1 – c10.

Borengasser SJ, Kang P, Faseke J, et al. 2014. High fat diet and in utero

exposure to maternal obesity disrupts circadian rhytm and leads to

metabolic programming of liver in rat offspring. Plos ONE ;

9(1):e84209. 13 halaman.

Bousquet-Mélou A, Muñoz C, Galitzky J, Berlan M, Lafontan M. 1999.

Pregnancy modifies the α2-β-adrenergic receptor functional

balance in rabbit fat cells. J. Lipid Res. ; 40: 267–274.

Bray GA, Smith SR, de Jonge L, et al. Effect of Dietary Protein Content on

Weight Gain, Energy Expenditure, and Body Composition During

Overeating: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2012 : 307(1) ;

47-55.

Brelje TC, Scharp DW, Lacy PE. 1993. Effects of homologous placental

lactogen, prolactins, and growth hormones on islet B-cell division

and insulin secretion in rat, mouse and human islets: implication for

162

placental lactogen regulation of islet function during pregnancy.

Endocrinology; 132: 879-887.

Bridges RS, Robertson MC, Shiu RPC, Friesen HG, Stuer AM, Mann PE.

Endcorine communication between conceptus and mother :

placental lactogen stimulation of maternal behavior.

Neuroendocrinology 1996; 64: 57-64.

Brooks CL. 2012. Molecular mechanisms of prolactin and its receptor. Endocr

Rev., 33(4), pp. 504-525.

Brown MA, Zammit VC, Lowe SA. 1989. Capillary permeability and

extracellular fluid volumes in pregnancy-induced hypertension. Clin

Sci (Lond). ; 77(6): 599-604.

Butte NF, Wong WW, Treuth MS, Ellis KJ, Smith EOB. 2004. Energy

requirements during pregnancy based on total energy expenditure

and energy deposition. Am J Clin Nutr ; 79 : 1078 – 87.

Butte NF. Carbohydrate and lipid metabolism in pregnancy: normal compared

with gestational diabetes mellitus. Am J Clin Nutr

2000;71(suppl):1256S–61S.

Calvert JW, Lefer DJ, Gundewar S, Poston L, Coetzee WA. 2009.

Developmental programming resulting from maternal obesity:

163

effects on myocardial ischemia/reperfusion injury. Exp Physiol ;

94(7): 805-814.

Carter AM. Evolution of placental function in mammals: the molecular basis of

gas and nutrient transfer, hormone secretion, and immune

responses. Physiol Rev 2012; 92: 1543–1576.

Carvalhaes MABL, Martiniano ACA, Malta MB, Takito MY, Benício MHD.

2013. Physical activity in pregnant women receiving care in

primary health care units. Rev Saúde Pública ;47(5):1-10.

Cinti S. 2009. Transdifferentiation properties of adipocytes in the adipose

organ. Am J Physiol Endocrinol Metab 297: E977-E986.

Cinti S. 2012. The adipose organ at glance. Disease Models & Mechanisms;

5: 588-594.

Çırak Y, Yılmaz GD, Demir YP, Dalkılınç M, Yaman SJ. 2015. Pregnancy

physical activity questionnaire (PPAQ): reliability and validity of

Turkish version. Phys Ther Sci.; 27(12): 3703–3709.

Costa MA. The endocrine function of human placenta: an overview.

Reproductive BioMedicine Online. 2016; 32, 14–43.

Edlow AG, N. E., 2014. Endocrine diseases of pregnancy. In: B. R. Strauss III

JF, ed. Yen&Jaffe’s reproductive endocrinology; physiology,

164

pathophysiology and clinical management. Philadelphia: Elsevier

Saunders, pp. 604-650.

Faas MM, Melgert BN, de Vos P. 2010. A Brief Review on How Pregnancy

and Sex Hormones Interfere with Taste and Food Intake. Chem.

Percept. ; 3:51–56.

Fernandez-Feijoo CD, Carrasco Carrasco C, Francisco NV, Romero JC,

Lorenzo JRF, Jimenez-Chillaron JC, Camprubi M. Influence of

catch up growth on spatial learning and memory in a mouse model

of intrauterine growth restriction. PLoS ONE 2017; 12(5):

e0177468.

Field CJ, Angel A, MD, Clandinin MT. 1985. Relationship of diet to the fatty

acid composition of human adipose tissue structural and stored

lipids. Am J Clin Nutr.; 42 : 1206-1220.

Fielder PJ, Talamantes F. The Lipolytic Effects of Mouse Placental Lactogen

II, Mouse Prolactin, and Mouse Growth Hormone on Adipose

Tissue from Virgin and Pregnant Mice. Endocrinology 1987; 121:

493-497.

Fleenor D, Arumugam R, Freemark M. Growth Hormone and Prolactin

Receptors in Adipogenesis: STAT-5 Activation, Suppressors of

165

Cytokine Signaling, and Regulation of Insulin-Like Growth Factor I.

Horm Res 2006;66:101–110.

Franco JG, Fernandes TP, Rocha CPD, et al. 2012. Maternal high fat diet

induces obesity and adrenal and thyroid dysfunction in male rat

offspring at weaning. J Physiol; 590(21): 5503-5518.

Freemark M, Comer M, Korner G, Handwerger S. 1987. A Unique Placental

Lactogen Receptor: Implications for Fetal Growth. Endocrinology;

120: 1865- 1872.

Freemark M. 2010. Placental hormones and the control of fetal growth. J Clin

Endocrinol Metab ; 95(5) : 2054-2057.

Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in

mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.

Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in

mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.

Friedman JM. 2011. Leptin and regulation of body weight. Keio J Med ; 60:

1-9.

Friis CM, Qvigstad E, Roland MCP. 2013. Newborn body fat : associations

with maternal metabolic ctate and placental size. Plos one ; 8(2) : e

57467 ( 7 halaman)

166

Frisch RE, Revelle R. Height and Weight at Menarche and a Hypothesis of

Menarche. Archives of Disease in Childhood, 1971, 46, 695-701.

Gambino YP, Maymo JL, Perez AP, Calvo JC, Sanchez-Margalet V, Varone

CL. Molecular mechanism underlying estrogen functions in

trophoblastic cells- focus on leptin expression. Trophoblast

Research 2012 ;26:S63-70.

Garcia-Garcia RM. 2012. Integrative control of energy balance and

reproduction in females. ISRN Veterinary Science 2012 : 1-13.

Gernand AD, Christian P, Schulze KJ, et al. 2012. Maternal nutritional status

in early pregnancy is associated with body water and plasma

volume changes in a pregnancy cohort in rural Bangladesh. J.

Nutr. ; 142 : 1109 – 1115.

Gibson KS, Waters TP, Catalano PM. 2012. Maternal weight gain in women

who develop gestasional diabetes mellitus.

Obstetric&Gynecology;119(3): 560-565.

Grattan D. 2011. A mother’s brain knows. Neuro-endocrinology briefings 38.

www.neuroendo.org.uk. Akses Oktober 2013.

Grattan DR, Steyn FJ, Kokay IC, Anderson GM, Bunn SJ. Pregnancy-induced

adaptation in the neuroendocrine control of prolactin secretion.

Journal of Neuroendocrinology 2008 ; 20: 497-507.

167

Grattan, D., 2002. Behavioural significance of prolactin signalling in the

central nervous system during pregnancy and lactation.

Reproduction;123: 497-506.

Gupta A, Srinivasan M, Thamadilok S, Patel M. 2009. Hypothalamic

alterations in foetuses of high fat died-fed obese female rats.

Journal of Endocrinology;200:293-300.

Haig D. 2008. Placental Growth Hormone-Related Proteins and Prolactin-

Related ProteinsTrophoblast Research ; 22 : S36-S41.

Handwerger S, Richards RG, Myers SE. 1994. Novel regulation of synthesis

and release of human placental lactogen by high density

lipoproteins. Trophoblast Research; 8 : 339-354.

Handwerger S. 1991. Clinical counterpoint : the physiology of placental

lactogen in human pregnancy. Endocrine Reviews ;12 (4): 329-

336.

Haugen F, Drevon CA. 2007. The interplay between nutrients and the

adipose tissue. Proceedings of the Nutrition Society ; 66 : 171-182.

Herrera E, Lasuncion MA, Palacin M, Zorzano A, Bonet B. 1991. Intermediary

metabolism in pregnancy. Diabetes; 40: 83-88.

168

Hinkle SN, Sharma AJ, Swan DW, Schieve LA, Ramakrishnan U, Stein AD .

2012. Excess Gestational Weight Gain Is Associated with Child

Adiposity among Mothers with Normal and Overweight

Prepregnancy Weight Status. J. Nutr.; 142: 1851–1858.

Hjorth MF, Kloster S,Girma T, Faurholt-Jepsen D, Andersen G, Kæstel P,

Brage S, Friis H. 2012. Level and intensity of objectively assessed

physical activity among pregnant women from urban Ethiopia.

BMC Pregnancy and Childbirth; 12: 154 (8 pages)

Hoshina M, Boothby M, Boime I. 1982. Cytological localization of chorionic

gonadotropin and placental lactogen mRNAs during development

of the human placenta.. J Cell Biol ; 93 : 190-198.

Huang C, Snider F, Cross JC. 2009. Prolactin receptor is required for normal

glucose homeostasis and modulation of beta cell mass during

pregnancy. Endocrinology ; 150: 1618-1626.

Hung TH, Hsieh TT. 2016. Pre-gestational body mass index, gestational

weight gain, and risks for adverse pregnancy outcomes among

Taiwanese women: A retrospective cohort study. Taiwanese

Journal of Obstetrics & Gynecology ; 55 : 575e581.

169

Innes KE, Byers TE, Marshall JA, Baron A, Orleans M, Hamman RF., 2002.

Association of a women’s own birth weight with subsequent risk for

gestasional diabetes. JAMA, Volume 287, pp. 2534-2541.

Jianping Y, McGuinness OP Inflammation during obesity is not all bad:

evidence from animal and human studies. Am J Physiol Endocrinol

Metab 2012 ; 304: E466-477.

Kalhan SC. 2000. Protein metabolism in pregnancy. Am J Clin Nutr ; 71

(suppl) : 1249S-55S.

Kandou, G., 2009. Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung

Koroner. KESMAS Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,

Volume 4(1), pp. 42-48.

Karlsson F, Tremaroli V, Nielsen J, Bäckhed F., 2013. Assessing the Human

Gut Microbiota in Metabolic Diseases. Diabetes, Volume 62, pp.

3341-3349.

Katz AI, Lindheimer MD, Miako AE, Rubenstein AH. Peripheral Metabolism of

Insulin, Proinsulin, and C-Peptide in the Pregnant Rat . The

Jouirnal of Clinical Investigation 1975; 56: 1608-1614.

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan gizi ibu hamil dan

pengembangan makanan ibu hamil berbasis pangan lokal.

170

Kim KH, Kim YJ, Lee S, et al. Evaluation of plasma leptin levels & BMI as

predictor of postpartum weight retention . Indian J Med Res 2008;

128: 595-600.

King JC, Butte NF, Bronstein MN, Kopp LE, Lindquist SA. 1994. Energy

metabolism during pregnancy: influence of maternal energy status.

Am J Clin Nutr ; 59(suppl):439S-45S.

Knight ZA, Hannan KS, Greenberg ML, Friedman JM, 2010. Hiperleptinemia

is required for the development of leptin resistance. PLoS ONE,

5(6), p. e11376.

Kominiarek MA, Seligman NS, Dolin C. 2013. Gestational weight gain and

obesity: is 20 pounds too much?. American Journal of Obstetrics &

Gynecology ; 209 (3) : 214.e1-214.e11.

Kubota N, Terauchi Y, Miki H. 1999. PPARg Mediates High-Fat Diet–Induced

Adipocyte Hypertrophy and Insulin Resistance. Molecular Cell ; 4 :

597–609.

Kurniati AM, Sunardi D, Sungkar A, Bardosono S, Kartinah NT. Associations

of maternal body composition and nutritional intake with fat content

of Indonesian mothers’ breast milk. Paediatrica Indonesiana 2016;

56(5): 298-304.

171

Lacasa D, Liepvre XL, Ferre P, Dugail I. 2001. Progesterone stimulates

adipocyte determination and differentiation 1/sterol regulatory

element-binding protein 1c gene expression. The Journal of

Biological Chemistry ; 276 (15) : 11512–11516.

Ladyman SR, Augustine RA, Grattan DR. 2010. Hormone interactions

regulating energy balance during pregnancy. J Neuroendocrinol

22 : 805-817.

Ladyman SR, Fieldwick DM, Grattan DR. 2012. Suppression of leptin-induced

hypothalamic JAK/STAT signalling and feeding response during

pregnancy in the mouse. Reproduction 144 : 83-90.

Ladyman SR, Grattan DR. 2013. JAK-STAT and feeding. JAK-STAT 2:2,

e23675 ; April/May/June.

Ladyman SR, Grattan DR., 2004. Region-Specific Reduction in Leptin-

Induced Phosphorylation of Signal Transducer and Activator of

Transcription-3 (STAT3) in the Rat Hypothalamus Is Associated

with Leptin Resistance during Pregnancy. Endocrinology, Volume

145, pp. 3704-3711.

Lagiou P, Tamimi RM, Mucci LA, et al., 2004. Diet during pregnancy in

relation to maternal weight gain and birth size. European Journal of

Clinical Nutrition, Volume 58, pp. 231-237.

172

Lan-Pidhainy X, Nohr EA, Rasmussen KM., 2013. Comparison of gestational

weight gain–related pregnancy outcomes in American primiparous

and multiparous women. Am J Clin Nutr, Volume 97, pp. 1100-

1106.

Lappas M, Yee K, Permezel M, Rice GE. 2005. Release and regulation of

leptin, resistin and adiponectin from human placenta, fetal

membranes, and maternal adip ose tissue and skeletal muscle

from normal and gestational diabetes mellitus-complicated

pregnancies. Journal of Endocrinology ; 186 : 457–465

Le JA, Wilson HM, Shehu A, Sangeeta D, Aguilar T, Gibori G., 2011.

Prolactin activation of the long form ot its cognace receptor causes

increased visceral fat and obesity in male as shown in transgenic

mice expressing only this receptor subtype. Horm Metab Re,

43(13), pp. 931-937.

Lee MJ, Fried SK., 2009. Integration of hormonal and nutrient signals that

regulate leptin synthesis and secretion. Am J Physiol Endocrin ol

Metab, Volume 296, pp. E1230-E1238.

Lewandowski K, Horn R, O’Callaghan CJ, et al., 1999. Free leptin, bound

leptin, and soluble leptin receptor in normal an diabetic

pregnancies. J Clin Endocrinol Metab, Volume 84, pp. 300-306.

173

Linnemann K, Malek A, Sager R, Blum WF, Schneider H, Fusch C, 2000.

Leptin Production and Release in the Dually in Vitro Perfused

Human Placenta. J Clin Endocrinol Metab 85: 4298–4301.

Ludwig DS, Rouse HL, Currie J. 2013. Pregnancy weight gain and childhood

body weight : within-family comparison. Plos Medicine;10.

e1001521. 9 pages.

Lukaski HC, Siders WA, Nielsen EJ, Hall CB. 1994. Total body water in

pregnancy: assesement by using bioelectrical impedance. Am J

Clin Nutr ; 59 : 578-85.

Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA, Rozanna R, Apriyantono, Ngadiarti I,

Hartati B, Bernadus, Tinexcelly, 2009. Tabel komposisi pangan

Indonesia (TKPI). 2nd ed. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Mardinoglu A ,Agren R ,Kampf C, Asplund A, Nookaew I, Jacobson P,

Walley AJ, Froguel P, Carlsson LM, Uhlen M, Nielsen J. 2013.

Integration of clinical data with a genome-scale metabolic model of

the human adipocyte. Molecular Systems Biology 9:649 .

doi:10.1038/msb.2013.5.

Mangurian LP, Lewis R, Walsh RJ. Placental lactogen binding sites in the

pregnant rabbit choroid plexus. J. Anat. 1994; 184: 425-428.

174

Mannik J, Vaas P, Rull K, et al. 2010 .Diffrential expression profile of growth

hormone chorionic somatomammatropin genes in placenta of small

and large gestasional age newborns. J Clin Endocrinol Metab ; 95:

2433-2442.

Mantzoros CS, Mgkos F, Brinkoetter M, et al. 2011. Leptin in human

physiology and pathophysiology. Am J Physiol Endocrinol Metab

;301 : E 567-E584.

Margetic S, Gazzola C, Pegg GG, Hill RA. 2002. Leptin : a review of its

peripheral actions and interactions. International Journal of Obesity

; 26 : 1407-1433.

Martin CL, Sotres-Alvarez, Siega-Ri AM. Maternal Dietary Patterns during the

Second Trimester Are Associated with Preterm Birth. J. Nutr. 2015;

145 (8): 1857-1864

McCartney CR, Marshall JC. Neuroendocrinology of reproduction. In: Straus

III JF, Barbieri RL (Eds). Yen & Jaffe’s reproductive endocrinology:

physiology, pathophysiology, and clinical management. 7th ed.

Elsevier Saunders. Philadelphia. 2014.pp 3 – 26 .

Moore VM, Davies MJ, Willson KJ, Worsley A, Robinson JS. Dietary

composition of pregnant women is related to size of the baby at

birth. J Nutr. 2004;134:1820–1826.

175

Morrish DW, Marusyk H, Bhardwa D., 1988. Ultrastructural localization of

human placental lactogen in distinctive granules in human term

placenta: comparison with granules containing human chorinic

gonadotropin. The Journal of Histochemistry and Cytochemistry,

35(2), pp. 193-197.

Nagaishi VS, Cardinali LI, Zampieru TT. Furigo IC, Metzger M, Donato J.

Possible Crosstalk Between Leptin and Prolactin During

Pregnancy. Neuroscience 259 (2014) 71–83.

Oostvogels AJJM, Busschers WB, Spierings EJM, Roseboom TJ, Gademan

MGJ, Vrijkotte TGM. 2017. Pre-pregnancy weight status, early

pregnancy lipid profile and blood pressure course during

pregnancy: The ABCD study. PLoS One ; 19;12(5):e0177554.

Ota E, Harunna M, Suzuki M, et al., 2011. Maternal body mass index and

gestational weight gain and their association with perinatal

outcomes in Viet Nam. Bulletin of the World Health Organization,

Volume 89, pp. 127-136.

Ouyang F, Parker M, Cerda S, Pearson C, et al. 2013. Placental weight

mediates the effects of prenatal factors on fetal growth: the extent

differs by preterm status. Obesity (Silver Spring) ; 21(3) doi:

10.1002/oby.20254. ( 21 pages)

176

Papper Z, Jameson NM, Romero R. 2009. Ancient origin of placental

expression in the growth hormone genes of anthropoid primates.

PNAS ; 106 (40) : 17083–17088.

Persson M, Cnattingius S, Villamor E, Söderling J, Pasternak B, Stephansson

O, Neovius M. Risk of major congenital malformations in relation to

maternal overweight and obesity severity: cohort study of 1.2

million singletons. BMJ 2017;357:j2563

Plasqui G, Kester ADM, Westerterp KR. 2003. Seasonal variation in sleeping

metabolic rate, thyroid activity, and leptin. Am J Physiol Endocrinol

Metab ; 285: E338–E343.

Plasqui G, Westerterp KR. 2004. Seasonal Variation in Total Energy

Expenditure and Physical Activity in Dutch Young Adults.

OBESITY RESEARCH ;12 (14): 688-694.

Portal Data, Statistik Indonesia. akses November 2013.

Poston L, Harthoorn LF, Van der Beek EM., 2011. On behalf of contributors

to the ILSI Europe workshop. Obesity in Pregnancy: Implications

for the Mother and Lifelong Health of the Child.. A Consensus

StatementPediatr Res, Volume 69, pp. 175-180.

Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing

countries. Paediatr Int Child Health. 2014; 34(4): 250–265.

177

Quintela AF, Churruca I, Portillo P., 2007. The role of dietary fat in adipose

tissue metabolism. Public Health Nutrition, 10(10A), pp. 1124-

1131.

Rasmussen KM, Yaktine AL.2009. Weight Gain During Pregnancy:

Reexamining the Guidelines. The National Academies Press.

Washington.

Ravelich SR, Shelling AN, Ramachandran A, Reddy S, Keelan JA, Wells DN,

Peterson AJ, Lee RSF, Breier BH. Altered Placental Lactogen and

Leptin Expression in Placentomes from Bovine Nuclear Transfer

Pregnancies. BIOLOGY OF REPRODUCTION 2004; 71: 1862–

1869.

Rayis DA, Abbaker AO, Salih Y, Diab TE, Adam I., 2010. Epidemiology of

underweight and overweight-obesity among term pregnant

Sudanese women. BMC Research Notes, Volume 3, pp. 327-332.

Remmers F, van der Waal-Delemare HA., 2011. Developmental programming

of energy balance and its hypothalamic regulation. Endocrine

Reviews, Volume 32, pp. 272-311.

Resi V, Basu S, Haghiac M, Presley L, Minium J, Kaufman B, Bernard

S,Catalano P, Hauguel-de Mouzon S. Molecular inflammation and

adipose tissue matrix remodeling precede physiological

178

adaptations to pregnancy. Am J Physiol Endocrinol Metab 303:

E832–E840, 2012.

Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI. 2010.

Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI., 2013.

Rosen ED, Spiegelman BM., 2006. Adipocytes as regulators of energy

balance and glucose homeostasis. Nature, 444(7121), pp. 847-

853.

Rozlan N, Hajati, Abas, et al., 2012. The association of gestasional weight

gain and the effect of pregnancy outcome defined by BMI group

among women delivered in HKL Malaysia : a retrospective study.

Asian Journal of Clinical Nutrition, 4(4), pp. 160-167.

Rygaard K, Revol A, Esquivel-Escobedo D, Beck BL, Barrera-Saldana HA.

Absence of human placental lactogen and placental growth

hormone (HGH-V) during pregnancy: PCR analysis of the deletion·

Hum Genet 1998;102 : 87–92

Santos PC, Abreu S, Moreira C, Santos R, Ferreira M, Alves O, Moreira P,

Mota J. Physical Activity Patterns During Pregnancy in a Sample of

179

Portuguese Women: A Longitudinal Prospective Study Iran Red

Crescent Med J. 2016 Mar; 18(3): e22455

Schneider JE, Klingerman CM, Abdulhay A. 2012 Sense and non sense in

metablic control of reproduction. Frontiers in endocrinology ; 3 : 1-

21.

Schulz LC, Widmaier EP. Leptin Receptors. In : Castracane VD, Henson MC,

(Eds). Leptin. XV. 2007. 371 p. ISBN 978-0-387-31415-0. Page

11-21.

Sohlstrom A, Forsum E. 1995. Changes in adipose tissue vilume and

distribution during reproduction in Swedish women as assessed by

magnetic resonance imaging. Am J Clin Nutr ; 61 : 287=95.

Spiegelman BM, Flier JS. 2001. Obesity and the regulation of energy

balance. Cell ; 104: 531-543.

Statistik Indonesia .( http://www.datastatistik

indonesia.com/portal/index.php?option=com_tabel&kat=4&idtabel=

121&Itemid=166 ) akses November 2013

Thangaratinam S, Rogozinska E, Jolly K., 2012. Interventions to reduce or

prevent obesity in pregnant women:a systematic review.. Health

Technology Assessment, 16(31), pp. 1-187.

180

Trujillo ML, Spuch C, Carro E, Senaris R., 2011. Hyperphagia and central

mechanisms for leptin resistance during pregnancy.

Endocrinology, Volume 152, pp. 1355-1365.

Tups A., 2009. Physiological Models of Leptin Resistance. Journal of

Neuroendocrinology, Volume 21, pp. 961-971.

U.S. Department of Health and Human Services, 2008. Physical Activity

Guidelines for Americans Be Active, Healthy, and Happy

www.health.gov/paguidelines. Akses 1 Oktober 2014.

Unicef. Measuring MUAC. Mini-lesson 3.1.3.

http://www.unicef.org/nutrition/training/3.1.3/1.html. diakses 27

Desember 2014.

Urreta I, Oyanguren Castanon S. Tobacco as biofactory for biologically active

hPL production: a human hormone with potential applications in

type-1 diabetes. Transgenic Res 2011; 20:721–733

Vaag A.A, Grunnet LG, Arora GP, Brons C., 2012. The thrifty phenotype

hypothesis revisited. Diabetologia, Volume 55, pp. 2085-2088.

Vadacca M, PE Margiotta DPE, Navarini L, Afeltra A. Leptin in immuno-

rheumatological diseases. Cellular & Molecular Immunology

2011;8 : 203–212.

181

Vakili H, Jin Y, Menticoglou S, Cattini PA., 2013. CCAAT-enhancer-binding

Protein (C/EBP ) and Downstream Human Placental Growth

Hormone Genes Are Targets for Dysregulation in Pregnancies

Complicated by Maternal Obesity. THE JOURNAL OF

BIOLOGICAL CHEMISTRY, 288(31), p. 22849–22861.

Valensise H, Barbara Vasapollo B, Gian Paolo Novelli GP, et al. 2004. Total

body water estimation and maternal cardiac systolic function

assessment in normal and gestational hypertensive pregnant

women. Med Sci Monit, ; 10(1): CR2-CR6.

Van der Wijden CL, van der Waal- Delemare HA, van Mechelen W, van

Poppel MNM. 2013. The concurrent validity between leptin, BMI

and akin folds during pregnancy and the year after. Nutrition &

Diabetes ;3 : e86 ( 6 pages).

Van Raaij JMA, Peek MEM, Vermaat-Miedema SH, Schonk CM, Hautvast

JGAJ . 1987. New equations for estimating fat mass in pregnancy

from body density or total body water. Am J Clin Nutr ; 48 : 24-9.

Veena SR, Krishnaveni GV, Wills AK, Hill JC, Fall CH. 2009. BMC Pediatrics ;

9:16. Doi 10.1186/1471-243-9-16. 11 pages.

Viengchareun S, Servel N, Fe`ve B, Freemark M, Lombe`s M, et al (2008)

Prolactin Receptor Signaling Is Essential for Perinatal Brown

182

Adipocyte Function: A Role for Insulin-like Growth Factor-2. PLoS

ONE 3(2): e1535. doi:10.1371/journal.pone.0001535

Wallace JM, Horgan GW, Bhattacharya S.2012. Placental weight and

efficiency in relation to maternal body mass index and the risk of

pregnancy complications in women delivering singleton babies.

Placenta ; 33 : 611-618.

White UA, Coulter AA, Miles TK, Stephens JM. The STAT5A-Mediated

Induction of Pyruvate Dehydrogenase Kinase 4 Expression by

Prolactin or Growth Hormone in Adipocytes.

Diabetes 2007; 56(6): 1623-1629.

Williams C, Coltart TM. Adipose tissue metabolism in pregnancy: the lipolytic

effect of human placental lactogen. British Journal of Obstetrics

and Gynaecology 1978; 85: 43-46.

Yi CX, Tschop MH., 2012. Brain–gut–adipose-tissue communication

pathways at a glance. Disease Models & Mechanisms, Volume 5,

pp. 583-587.

Zeng W, Pirzgalska RM, Pereira MMA, Kubasova N, Barateiro A, Seixas E,

Lu YH, Kozlova A, Voss H, Martins GG, Friedman JM, Domingos

AI. 2015. Sympathetic Neuro-adipose Connections Mediate

Leptin-Driven Lipolysis. Cell; 163 : 84–94.

183

Zhang Y, Proenca R, Maffei M, Barone M, Leopold L, Friedman JM.1994

Positional cloning of the mouse obese gene and its human

homologue. Nature; 372: 425-432.

Zhang Y,Dong S,Zuo J, Xiangqin Hu X,Zhang H,Zhao Y. 2014. Physical

Activity Level of Urban Pregnant Women in Tianjin, China: A

Cross-Sectional Study. PLoS ONE; 9(10): e109624.

doi:10.1371/journal.pone.0109624.

Zuo H, Shi Z, Yuan B, Dai Y, Wu G, Husain A. 2013. Association between

Serum Leptin Concentrations and Insulin Resistance: A

Population-Based Study from China. PLoS ONE 8(1): e54615.

doi:10.1371/journal.pone.0054615.

______________________