disertasi pengaruh human placental lactogen, leptin, asupan
TRANSCRIPT
i
DISERTASI
PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA
LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN
Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental
Lactogen Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal
THE INFLUENCE OF HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, CALORIE INTAKES AND PRE-PREGNANCY BMI ON BODY FAT
MASS GAIN IN PREGNANT WOMEN
A Study On Adaptation Of Maternal Energy Hemostasis During
Pregnancy As The Risk Factor Of Obesity In Women And The Role Of Human Placental Lactogen In Continuity Of Fetal Nutrition.
YUANITA ASRI LANGI
P0200313022
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA
LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN
Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental Lactogen
Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Kedokteran
Disusun dan diajukan oleh
YUANITA ASRI LANGI
P0200313022
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : YUANITA ASRI LANGI
Nomor Mahasiswa : P0200313022
Program Studi : Ilmu Kedokteran
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri,bukan merupakan pegambilan tulisan
atau pemikiran orang lain.Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang lain,saya bersedia
menerima sangsi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 2017
Yang menyatakan,
YUANITA ASRI LANGI
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Besar,
Sang Khalik, Pencipta Alam Semesta, atas perkenanNYA sehingga saya
dapat menyelesaikan proses pendidikan yang menghasilkan disertasi ini.
Pembelajaran yang menuntun ke arah tahu untuk menjadi tidak tahu,
kesadaran akan keniscayaan pemikiran manusia di hadapan Kesempurnaan
dan Kebesaran Sang Maha Pencipta.
Untuk ayahanda, almarhum Pdt. William Langi, S.Th, M.Th dan
ibunda, Dra. Patmah, kepada siapa pencapaian ini pertama-tama ananda
persembahkan. Terima kasih yang tidak terhingga atas limpahan cinta kasih
yang membimbing, mendidik, mendorong dan meneguhkan.
Untuk suami Ir. Reinhard Hendrik Moga Wattie, terima kasih atas cinta
kasih dan kesabaran dalam mendukung saya untuk menjalani dan
menyelesaikan pendidikan ini. Anak-anak yang kekasih, Reywulan Gracia
Meralda Wattie (alm), Ezra Aditya Waraney Wattie , S.Ked, Kezia Natalia
Wattie, yang laksana mentari dan pelangi yang menghangatkan serta
memberi sukacita dalam kehidupan ayah dan bunda. Terima kasih untuk
keyakinan yang menyemangati bunda untuk meneruskan dan
menyelesaikan proses pendidikan yang penuh tantangan ini. Untuk ayahanda
dan ibunda mertua, Johannis Watti BA serta Nelly Linuh (almarhum), Pdt.
Bestintje Lahiwu, STh, MTh, terima kasih atas limpahan kasih sayang,
vi
kepercayaan, dukungan d an kesabaran yang senantiasa diberikan pada
saya.Dengan selesainya Disertasi ini, perkenankanlah penulis
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus serta setinggi-
tingginya atas keluangan waktu yang sangat berharga, bimbingan,
kesabaran, kepercayaan dan dukungan moril kepada :
Prof. Dr.dr. Syakib Bakri, SpPD-KGH, sebagai promotor yang telah banyak
memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat berguna
mulai dari awal perencanaan disertasi, pelaksanaan penelitian sampai pada
penyelesaian disertasi ini. Beliau bijak dan sangat teliti dalam melihat
berbagai hal terkait disertasi ini serta menuntun saya untuk belajar
menganalisis, menyimpulkan serta menyampaikan fakta-fakta ilmiah dengan
cara yang benar.
Prof. Dr.dr. Suryani As’ad, M.Sc,SpGK(K) sebagai ko-promotor, yang
senantiasa memberikan semangat, bimbingan, pencerahan dan dorongan
yang sangat berguna sejak saya memulai pendidikan doktoral selanjutnya
pada setiap tahapan perencanaan dan penyusunan disertasi ini. Beliau
banyak memberikan bimbingan mengenai metode dan pelaksanaan
penelitian serta penyusunan publikasi ilmiah. Beliau pula yang mendorong
penulis untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian (grant) dari Yayasan
Institut Danone Indonesia.
vii
Dr.dr.Agussalim Bukhari, PhD, MSc, SpGK (K) sebagai ko-promotor, yang
telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat
berguna sejak awal perencanaan disertasi ini sampai pada penyusunan dan
penyelesaian. Beliau banyak memberikan bimbingan mengenai aktifitas
tingkat biomolekular hemostasis energi serta menuntun saya memahami
metode penelitian di bidang nutrisi serta analisisnya. Beliau juga membimbing
saya untuk menyiapkan dan turut melakukan pemeriksaan laboratorium
ELISA terkait penelitian ini di Laboratorium Hasanuddin University Medical
Research Center (HUM-RC). Hormat dan penghargaan setinggi-tingginya,
diiringi ucapan terima kasih, disampaikan pula kepada :
Prof. Dr.dr. Dwia Aries Tina NK, selaku Rektor Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. dr. Andi As’adul Islam, SpBS, FICS, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D,
SpMK (K) selaku Ketua Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Pascasarjana
Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan
kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Prof. Dr.dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD sebagai penguji eksternal
serta Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K), Prof.dr. Veni Hadju,
M.Sc, Ph.D, Dr.dr. A. Mardiah Tahir, Sp.OG(K), Dr.dr. Burhanuddin
Bahar, MS, yang telah berkenan meluangkan waktu yang sangat berharga
viii
untuk membimbing, mengkoreksi, memberikan saran-saran, selaku penguji,
sejak pengajuan proposal penelitian, seminar hasil, ujian pra-promosi sampai
pada ujian promosi.
Prof.Dr.dr.Karel Pandelaki, SpPD-KEMD, sebagai Guru dan Senior yang
sejak awal senantiasa mendorong dan mendukung saya untuk melanjutkan
pendidikan tingkat doktoral. Beliau pula berkenan sebagai penguji yang
membimbing saya dalam setiap tahapan ujian yang menghasilkan disertasi
ini. Kepada Prof. dr. A.R. Sumual, SpPD-KEMD (almarhum) yang akan
selalu dikenang dengan penuh rasa syukur dan ucapan terima kasih atas
bimbingan, dukungan dan kepercayaan yang senantiasa diberikan kepada
saya, serta secara khusus mendorong saya untuk mendalami bidang
Endokrinologi, Metabolik dan Diabetes. Direktur Utama RSUP Prof.dr. R.D.
Kandou Manado, dr. Maxi R. Rondonuwu, DHSM, MARS yang telah
mengijinkan saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan tahapan Pendidikan
formal tertinggi ini.
Kepada tim peneliti, Iwan R. Tumbel S.Kep (Ns), dr. Ray Rattu, dr. Endrile
G Balansa, dr. Kevin Irawan, dr. Mulyadi Saul, dr. Megawati Sukardi, dr.
Jennifer Sentosa, Febriana Tinamba S.Farm, Esther Lontoh, S.Kep (Ns),
MS, Treesje Rengku, S.Kep (Ns), Djelly Kuhu S.Kep (Ns) dan Kezia
Natalia Wattie yang penuh sukacita dan kesabaran, bersama-sama
membina hubungan dengan para ibu hamil baik di Puskesmas maupun ketika
ix
harus melakukan kunjungan rumah di lokasi-lokasi yang tidak terduga dan
menantang. Kepada tim Laboratorium Klinik Prodia Manado, yang dengan
setia dan sukacita, memenuhi jadwal kunjungan lapangan yang padat
bersama-sama dengan tim peneliti. Laboratorium Klinik Prodia Makassar
yang telah membantu dalam penyimpanan sampel sebelum pengerjaan
dimulai. Kepada Tinjo M. Ginting, DCN, selaku ahli nutrisi, atas kesediaan
untuk melakukan analisis asupan gizi para ibu hamil.
Kepada Prof. dr. Syafruddin, Ph.D selaku pimpinan Laboratorium
Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC) dan dr. Sitti
Wahyuni, Ph.D selaku Kepala Unit Laboratorium Umum HUM-RC yang
telah mengijinkan saya melakukan pengerjaan analisis sampel di
Laboratorium HUM-RC. Secara khusus kepada Sulhidayah ST dan Risma
Gala, A.Md yang telah membantu sekaligus menuntun saya dalam
melakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA. Suatu
pengalaman dan pembelajaran yang mengesankan dan inspiratif.
Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado, dr. Robby Jansen Mottoh
yang telah mendukung dan mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di
Puskesmas-Puskesmas di Kota Manado. Para teman sejawat dr. Jiro
Lanes, Kepala PKM Bahu, dr. Meyni Manumpil, Kepala PKM Tuminting, dr.
Neni Tubagus, Kepala PKM Wawonasa, dr. Anastasya Sampaleng, Kepala
PKM Ranomuut dan dr. Rudi Hartoyo, dokter di PKM Ranomuut, dr. Ritha
x
Pangkerego DK, Kepala PKM Ranotana serta para teman-teman bidan di
masing-masing PKM yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Kepada Yayasan Institut Danone Indonesia yang telah mendukung melalui
kesempatan untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian yang sangat
membantu terlaksananya penelitian ini. Secara khusus kepada dr. Widjaja
Lukito, PhD, SpGK selaku Ketua Yayasan, yang senantiasa terbuka untuk
memberikan bimbingan dan dorongan. Terima kasih banyak atas
kesempatan mengikuti Realtime Manuscript Workshop yang sangat berharga,
sekaligus belajar menggunakan uji statistik yang sesuai dengan disain
penelitian ini.
Banyak pihak yang telah membantu penyelesaian dan penerbitan disertasi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Dengan ketulusan hati, saya
sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Kiranya Allah Yang Maha Besar senantiasa melimpahkan karunia dan
rahmatNYA kepada kita semua, dalam tugas, pekerjaan dan kehidupan
pribadi maupun keluarga masing-masing.
Makassar, Senin 25 September 2017
Yuanita Asri Langi
xi
Abstrak
Yuanita Asri Langi. Pengaruh human placental lactogen, leptin, asupan kalori dan indeks
massa tubuh pra-hamil terhadap peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan
Studi terhadap adaptasi hemostasis energi dalam kehamilan sebagai faktor risiko obesitas
pada perempuan dan peranan human placental lactogen dalam kesinambungan suplai
nutrisi maternal-fetal (Dibimbing oleh Syakib Bakri, Suryani As’ad, dan Agussalim Bukhari)
Latar Belakang. Kehamilan merupakan periode penumpukkan massa lemak maternal (ibu
hamil) fisiologis untuk menjamin kesinambungan nutrisi janin. Dilain pihak, obesitas
maternal merupakan faktor risiko obesitas dan DM tipe 2 baik terhadap ibu maupun anak
yang dilahirkan. Untuk itu diperlukan pengendalian berat-badan ibu hamil yang adekuat.
Pemahaman akan adaptasi dan mekanisme fisiologis hemostasis energi diperlukan untuk
mengevaluasi peningkatan berat-badan yang optimal bagi maternal Indonesia. Plasenta
berperan penting dalam metabolisme intermedier maternal melalui sekresi human
placental lactogen (hPL) dan leptin. Penelitian ini bermaksud mengobservasi peranan hPL
dan leptin disamping IMT pra-hamil dan asupan kalori terhadap peningkatan massa lemak
ibu Indonesia dalam kehamilan. Metode dan Hasil Penelitian. Penelitian dilakukan secara
observasional longitudinal terhadap 70 ibu hamil, berusia 18 – 40 tahun, usia kehamilan saat
mulai dilakukan observasi adalah < 28 minggu. Baik hPL, leptin maupun massa lemak
berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan, secara berurutan, r=0,6, r=0,3, r=0,3, masing-
masing p<0,00. Akan tetapi peningkatan kadar leptin berasosiasi negatif dengan intensitas
penggunaan energi, (p<0,05) dan tidak terkait dengan penurunan asupan kalori (p>0,05).
Kadar hPL berkorelasi signifikan dan konsisten dengan leptin mulai usia kehamilan > 16
minggu. Kadar hPL dan IMT pra-hamil merupakan efektor determinan peningkatan massa
lemak maternal, kehamilan 18-24 minggu, efek tertinggi pada kadar hPL 2,1-3,5 mg/L dan
selanjutnya menurun pada kadar hPL lebih tinggi. Kadar hPL dan leptin merupakan efektor
determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30 minggu, efek
tertinggi pada interaksi antara kadar hPL 5,1-7 mg/L dengan leptin >20-40 µg/L.
Kesimpulan. Peningkatan massa lemak maternal terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin.
Human placental lactogen, disamping indeks masa tubuh (IMT) pra-hamil, merupakan faktor
yang paling berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil.
Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang tinggi mengindikasikan,
bahwa sampai pertengahan usia kehamilan hPL berperan dalam penumpukkan massa lemak
selanjutnya pada masa akhir usia kehamilan hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin
kesinambungan substrat nutrisi janin.
Kata kunci: hamil, hemostasis, energi, lemak, hPL, leptin, IMT,pra-hamil
xii
Abstract
Yuanita Asri Langi. The influence of human placental lactogen, leptin, calorie intakes and pre-pregnancy BMI on body fat mass gain in pregnant women
A study on adaptation of maternal energy hemostasis during pregnancy as the risk factor of obesity in women and the role of human placental lactogen in continuity of fetal nutrition. (Guided by Syakib Bakri, Suryani As'ad, and Agussalim Bukhari)
Background. Pregnancy is a period of physiological maternal fat mass gain to ensure continuity of fetal nutrition. On the other hand, maternal obesity is a risk factor for obesity and type 2 DM on either the mother or the child was born. The appropriate gestational weight gain guideline is important. An understanding of the physiological mechanisms of adaptation of energy hemostasis during pregnancy is needed. Placenta has an important role in maternal intermediary metabolism by secreting human placental lactogen (hPL) and leptin. This research intends to observe the maternal fat mass gain patterns and role of hPL, leptin, in addition to pre-pregnancy BMI and caloric intake on fat mass gain during pregnancy on Indonesian maternal. Methods and results. Longitudinal observational research is carried out. The fat mass gain during pregnancy age of 18-24 weeks and 24-30 weeks, between maternal with pre-pregnancy BMI underweight, normoweight and overweight/obese, is not significantly different, overall p > 0.05. Maternal's hPL, leptin, and fat mass correlated significantly with gestational age, r = 0,6, r=0,3, r=0,3, subsequently, overall p < 0.00. However, higher leptin levels associated negatively with the intensity of energy use, (p < 0.05) and not associated with decreased of caloric intake (p > 0.05). Levels of hPL correlated significantly and consistently with leptin since gestational age > 16 weeks. Levels of hPL and pre-pregnancy BMI were determinant effectors of fat mass gain on pregnancy ages 18-24 weeks, the highest effect was on hPL levels of 2.1-3.5 mg/L and trend decreased at higher levels of hPL. Levels of hPL and leptin were determinant effectors in maternal fat mass gain in pregnancy ages 24-30 weeks, the highest effect was on the interaction between hPL levels of 5.1-7 mg/L with leptin > 20-40 µ g/L. Conclusion. Range of maternal fat mass gain during pregnancy is targeted earliest and occurred following the leptin resistance phenotype. Human placental lactogen, besides pre-pregnancy BMI, is the determinant effector of maternal fat mass gain. The lower fat mass gain at higher levels of hPL indicated, in the mid-early pregnancy, hPL has an important role in maternal fat mass gain but, whereas the last half of pregnancy, hPL has a significant role in lipolysis to guarantee continuity fetal nutrient substrate.
Keywords: pregnancy, hemostasis, energy, fat, hPL, leptin, BMI , pre-pregnancy
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvi
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
a. Aspek Ilmu Pengetahuan 8
b. Aspek aplikasi 9
E. Ruang Lingkup 9
xiv
F. Definisi dan Istilah 9
G. Sistimatika dan Organisasi 10
II. TINJAUAN PUSTAKA 18
A. Faktor determinan peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 18
1.01. Faktor sosial/ lingkungan 18
1.02. Faktor maternal 18
B. Komposisi dan komponen peningkatan berat badan ibu dalam
kehamilan 19
2.01 Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu
hamil 20
2.02 Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil 21
2.03 Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu
hamil 22
C. Mekanisme kendali berat badan manusia : peranan leptin dan
hypothalamus 26
1. Leptin 26
(a) Reseptor leptin 26
(b) Aktifasi jalur JAK/STAT 28
(c) Regulasi STAT3 dan SOCS3 29
2. Hipotalamus 30
D. Model jalur hemostasis energi sentral 30
xv
1. Messenger perifer : leptin 31
2. Neuron penerima pertama 32
(a) Neuron anorexigenik 32
(b) Neuron orexigenik 33
3. Neuron sekunder 33
(a) Neuron anorexigenik 33
(i) Corticotropin-releasing hormone 34
(ii) Thyrotropin-releasing hormone 34
(b) Neuron orexigenik 35
(i) Melanin concentrating hormone 35
(ii) Orexins 35
4.04. Mekanisme efektor ‘downstream’ 36
E. Resistensi leptin 37
F. Adaptasi hemostasis energy dalam kehamilan 38
1. Hiperleptinemia dalam kehamilan 39
2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan 40
3. Hormon plasenta dan resistensi leptin 42
xvi
G. Human placental lactogen 44
H. Kehamilan dan jaringan adiposa 48
I. Implikasi obesitas maternal terhadap janin 49
J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil 50
1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa 50
(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh 50
(b) Asupan lemak dan lemak tubuh 51
(c) Asupan protein dan lemak tubuh 52
III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 53
Kerangka teori 54
Kerangka konsep 55
Hipotesis 56
IV. METODE PENELITIAN 57
I. Rancangan penelitian 57
II. Tempat dan waktu 57
III. Bahan dan Alat 57
IV. Populasi dan Sampel 58
4.01 Variabel 59
4.02 Kriteria inklusi dan eksklusi 59
V. Teknik pengumpulan data 60
VI. Definisi operasional, kriteria objektif dan cara pemeriksaan 61
xvii
VII. Teknik analisa statistik 66
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68
A. Hasil Penelitian 68
I. Pelaksanaan penelitian 68
1.01 Lokasi dan waktu 68
1.02 Partisipan (sampel) 68
1.03 Alur pelaksanaan penelitian 69
II. Data hasil penelitian 73
2.01 Karakteristik Sampel 73
(a) Karaktersitik dasar dan sosio-demografi 73
(b) Usia kehamilan dan antropometri setiap kunjungan 73
2.02 Variabel dependen 76
2.03 Variabel independen 78
(a) Human placental lactogen, leptin, insulin 78
(b) IMT pra-hamil, asupan kalori, penggunaan energi 79
III. Massa Lemak Maternal 80
xviii
3.01 Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT 82
Pra-Hamil
3.02 Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal 83
Menurut IMT Pra-Hamil
3.03 Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT 84
Pra-Hamil yang Kurang
3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan 86
IV. Human Placental Lactogen 87
4.01 Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil 87
4.02 Hubungan Kadar Human Placental Lactogen 89
dengan Usia Kehamilan
4.03 Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia 90
Maternal dan Tingkat Paritas
V. Leptin 93
5.01 Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal 93
Menurut IMT Pra-Hamil
5.02 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan 94
5.03 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak 95
Maternal
VI. Pembuktian hipotesis 1: korelasi antara hPL dengan leptin 96
VII. Tahapan Pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 98
xix
7.01 Perbedaan kadar leptin usia kehamilan < 16 minggu 99
antar IMT pra-hamil
7.02 Hubungan kadar insulin dengan leptin dan massa lemak 101
7.03 Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan 102
penggunaan energi
7.04 Pengujian hipotesis 2 105
(a) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 18-24 minggu 105
(b) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 24-30 minggu 108
7.05 Pengujian hipotesis 3 110
(a) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 18-24 minggu 111
(b) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 24-30 minggu 114
B. Pembahasan 117
1. Massa Lemak Maternal 117
2. Human Placental Lactogen 121
3. Leptin 124
4. Pembuktian Hipotesis 1 126
5. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan 128
Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal
6. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan 131
energi
7. Pengujian Hipotesis 2 132
xx
7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 132
Kehamilan 18-24 minggu
7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 134
Kehamilan 24 – 30 minggu
8. Pengujian Hipotesis 3 138
8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 136
Kehamilan 18-24 minggu
8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 142
Kehamilan 24-30 minggu
9. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal 144
10.Model Peningkatan Berat Badan Maternal 145
C. Keterbatasan Dalam Penelitian 146
VI. Ringkasan, Kesimpulan dan Saran 148
Ringkasan 148
Kesimpulan 149
Saran 150
DAFTAR PUSTAKA 151
LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 175
xxi
LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 176
LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 177
LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 178
LAMPIRAN 5. Informed consent 179
xxii
DAFTAR GAMBAR
Nomor dan Judul Gambar halaman
1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil 20
2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil 21
3. Model regulasi hemostasis energ1 sentral 32
4. Alur pelaksanaan penelitian 74
5. Distribusi IMT pra-hamil 81
6. Profil Asupan Kalori Maternal Menurut Trimester Kehamilan 81
7. Perbandingan massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil 82
8. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 83
usia hamil 18-24 minggu menurut IMT pra-hamil
9. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 84
usia hamil 24-30 minggu menurut IMT pra-hamil
10. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 86
usia hamil 18-24 minggu pada IMT pra-hamil kurang
11. Mean massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil dan usia hamil 87
12. Kadar hPL serum menurut IMT pra-hamil dan Usia Kehamilan 88
13. Kadar hPL serum menurut usia kehamilan 89
14. Kadar hPL serum menurut usia maternal dan paritas 90
15. Perbandingan kadar leptin setiap kunjungan menurut IMT pra-hamil 93
16. Kadar leptin serum menurut usia kehamilan 94
xxiii
17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan 100
< 16 minggu menurut IMT pra-hamil
18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT 107
pra-Hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak
maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu
19. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar 110
leptin usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan
massa lemak maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu
20. Efek kadar hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap peningkatan 113
berat badan maternal selang usia kehamilan 18 – 24 minggu
menurut IMT pra-hamil
21. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan 116
berat badan maternal selang usia kehamilan 24 – 30 minggu
menurut IMT pra-hamil
22. Model efektor peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan 144
23. Model efektor peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 145
_________________
xxiv
DAFTAR TABEL
Nomor dan Judul Tabel halaman
1. Karakteristik Dasar dan Sosio-demografi 75
2. Usia kehamilan, berat badan dan massa lemak maternal pada
kunjungan I,II dan III 76
3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu 77
4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia
Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin 79
5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi
Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan 80
6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap
Kadar Human Placental Lactogen 92
7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal
dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 95
8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal
dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2 96
xxv
9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia
Kehamilan 97
10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu dengan
kadar leptin dan massa lemak maternal. 101
11. Asosiasi antara kadar leptin dengan asupan kalori serta
penggunaan energi maternal 103
12. Efek interaksi usia kehamilan dengan kadar leptin 104
terhadap asupan kalori maternal
13. Efek IMT pra-hamil dan hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap
peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia
kehamilan 18-24 minggu 106
14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin
Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa
Lemak Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu 109
15. Efek IMT pra-hamil, hPL usia kehamilan 18 minggu, intensitas
penggunaan energi terhadap peningkatan berat badan maternal
pada usia kehamilan 18-24 minggu 112
xxvi
16. Efek IMT pra-hamil dan kadar hPL 24 minggu terhadap
peningkatan berat badan maternal pada rentang usia
kehamilan 24-30 minggu 115
________
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 176
LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 177
LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 178
LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 179
LAMPIRAN 5. Informed consent 180
xxviii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/ singkatan Arti dan keterangan
AA asam amino
AgRP agouty-related protein
ARC arcuatus (nukleus)
Β beta
CART cocaine - and amphetamine regulated
transcript
CSH chorionic somatomammotropin hormone
ECF extra cellular fluid
FM fat mass
GH growth hormone
GnRH gonadotropin releasing hormone
HPA hypothalamus pituitary axis
HPL human placental lactogen
IMT indeks massa tubuh
xxix
JAK janus kinase
L liter
LGA large for gestation age
LHA lateral hypothalamic area
LMP last menstrual periods
MC3R melanocortin receptor 3
MC4R melanocortin receptor 4
MCH melanin concentrating hormone
mRNA messenger ribonucleotide acid
MSH melanocyte stimulating hormone=
melanotropin
NPP N-terminal peptide of POMC
NPY neuropeptide Y
ORXs orexins
PGH placental growth hormone
POMC proopiomelanocortin
xxx
PPARα peroxisome proliferator–activated receptor
alpha
PTM penyakit tidak menular
PVN paraventricular nucleus
SGA small for gestation age
SIRT1 sirtuin 1
SOCS suppression of cytokine signalling
STAT signal transducer and activator transcription
TBK total body kalium
TBW total body water
TRH thyrotropin releasing hormone
WBI water balance index
WHO World Health Organization
γ gamma
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obesitas pada wanita hamil (maternal) merupakan masalah
kesehatan yang penting. Obesitas maternal meningkatkan risiko hampir
semua penyulit dalam kehamilan seperti, hipertensi gestasional, pre-
eklampsia, dan diabetes mellitus gestasional serta penyulit persalinan akibat
bayi yang besar menurut umur kehamilan (Poston 2011). Disamping itu,
peningkatan berat badan maternal yang berlebih merupakan faktor risiko
obesitas baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Primipara obes yang
mengalami peningkatan BB > 20 kg, memiliki risiko tinggi untuk mengalami
retensi berat badan paska melahirkan (Lan-Pidhainy 2013).
Hipotesis “fetal origin of adult disease” yang diajukan oleh Barker
(1990) menempatkan masa kehidupan intra uterin bayi sebagai periode yang
amat penting bagi setting metabolik manusia (Barker 1990). Janin yang
dikandung oleh maternal obes berisiko mengalami perubahan epigenetik
program metabolik. Perubahan epigenetik tersebut akan mempengaruhi
ekspresi fenotipe metabolik aktif pada anak yang dilahirkan (Poston 2011).
2
Perubahan epigenetik diduga terkait dengan peningkatan risiko obesitas dan
diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada saat kanak-kanak dan dewasa (Poston
2011, Vaag 2012). Fenomena tersebut tampak pada sejumlah studi, seperti
adanya korelasi positif antara peningkatan berat badan (BB) maternal yang
berlebih selama kehamilan dengan skor Z indeks massa tubuh (IMT) anak di
usia balita (Hinkle 2012). Innes dkk (2002) menunjukkan bahwa terdapat
korelasi berbentuk U shape antara riwayat berat badan lahir ibu dengan risiko
timbulnya DM gestasional pada kehamilan pertama.
Kehamilan merupakan faktor risiko timbulnya gemuk dan obes,
perempuan yang tidak gemuk berisiko menjadi gemuk saat hamil, dan
perempuan gemuk yang hamil berisiko bertambah gemuk bahkan obes. Riset
Kesehatan Dasar 2010 ( Riskesdas 2010 ) menampilkan hal yang menarik
mengenai sebaran data terkait umur dan berat badan pada populasi
perempuan dewasa di Indonesia yakni, pada usia 19 tahun, prevalensi kurus
lebih tinggi ( 21,8%) dibandingkan gemuk (4,0%) dan obes (4,4%).
Memasuki rentang usia 25 – 59 tahun prevalensi gemuk (9,4%) dan obes
(11,7%) melampaui prevalensi kurus (11,3%). Selanjutnya gemuk dan obes
menetap bahkan meningkat dengan puncak tertinggi pada rentang usia 40-44
tahun yakni gemuk 14,8% dan obes 22,1. Usia kenaikan prevalensi gemuk
dan obes tersebut, tidak berbeda dengan puncak usia melahirkan rata-rata
3
perempuan Indonesia, yakni pada umur 20-34 tahun, menurut laman Data
Statistik Indonesia di tahun 1997 (Portal Statistik Indonesia 2013).
Patofisiologi obesitas terkait erat dengan regulasi hemostasis energi.
Aktifitas hemostasis energi manusia tidaklah semata-mata berdasarkan
asupan dan penggunaan energi (Rosen 2006). Mamalia memiliki sistim
keseimbangan kompleks dalam pengendalian homeostasis energi di
berbagai tingkatan ( Yi 2012). Homeostasis energi tidak bersifat statis,
melainkan responsif terhadap aktifitas hormonal dan neural terkait disamping
faktor-faktor psikologis dan kultural (Rosen 2006). Otak secara kontinu
memantau status metabolik tubuh, yang selanjutnya mempengaruh adaptasi
perilaku, baik sebagai luaran humoral maupun neuronal di organ efektor
perifer. Tujuan dasar dari kendali hemostasis energi adalah untuk
memastikan adekuasi suplai energi (Yi 2012).
Pada keadaan balans energi positif yakni asupan energi lebih tinggi
dibandingkan penggunaan, kelebihan sumber energi disimpan sebagai
triasilgliserol di sel adiposit putih (Cinti 2012). Peningkatan simpanan
triasilglserol menyebabkan penambahan massa adiposa putih, baik melalui
peningkatan volume adiposit maupun pembentukan adiposit baru (Cinti
2012). Jaringan adiposit mensintesis dan mensekresi sejumlah peptida yang
berperan dalam integrasi sejumlah besar aray homeostasis tubuh, baik
melalui jalur endokrin maupun non-endokrin (Rosen 2006).
4
Leptin merupakan peptida yang disintesis dan disekresi oleh adiposit
putih. Dalam homeostasis energi, leptin berfungsi sebagai messenger utama
status energi di depot lemak. Leptin menuju ke berbagai nukleus di
hipothalamus, dengan tujuan memelihara stabilitas tingkat cadangan lemak
tubuh (Knight 2010, Remmers 2011). Pada individu normoleptinemia, aktifasi
nukleus hipothalamus oleh leptin akan menginduksi sejumlah kaskade lintas
nukleus dengan luaran perilaku anorexigenik yakni penurunan nafsu makan
dan peningkatan penggunaan energi (Knight 2010, Remmers 2011).
Dalam kehamilan, homeostasis energi bergeser kearah
penumpukkan depot lemak dan ditandai dengan hiperfagia serta penurunan
energy expenditure (Herrera 1991, Augustine 2008, Ladyman 2010,
Ladyman 2012, Faas 2010, Trujillo 2011). Penumpukan depot lemak terjadi
secara fisiologis sebagai jaminan kesinambungan suplai energi bagi
perkembangan janin (Trujillo 2011, Herrera 1991, Augustine 2008). Proses
fisiologis ini diduga terkait dengan adanya resistensi leptin adaptif fisiologis
dalam kehamilan (Augustine 2008, Ladyman 2010, Ladyman 2012, Faas
2010, Trujillo 2011). Mekanisme induksi resistensi leptin fisiologis dalam
kehamilan belum banyak dipahami. Sejumlah studi mengindikasikan bahwa
resistensi leptin dalam kehamilan selayaknya terkait dengan hormon yang
dihasilkan oleh plasenta (Trujillo 2011, Tups 2009).
5
Human placental lactogen adalah produk gen chorionic
somatomammotropin 1 (CHS1) dan CHS2 di plasenta serta merupakan
paralog cluster gen growth hormon. Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke
6 kehamilan. Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, hPL meningkat
tinggi, jauh melebihi kadar prolaktin. Data in vitro mengindikasikan bahwa
hPL terkait dengan metabolisme intermedier maternal. Hormon ini menjaga
kesinambungan suplai energi baik maternal maupun janin. Tingginya kadar
placental lactogen yang disekresi terus menerus oleh plasenta selama
pertengahan kehamilan, menginduksi terjadinya resistensi leptin sentral
(Augustine 2008).
Peningkatan berat badan maternal berhubungan dengan asupan
nutrisi sumber energi (Lagiou 2004). Satu atau lebih nutrien sumber energi
kemungkinan memiliki efek yang berbeda terhadap kenaikan berat badan
maternal. Ibu hamil di Sulawesi Utara memiliki risiko mengkonsumsi diet
tinggi lemak. Dari 41 jenis makanan yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat
Minahasa, terdapat 16 jenis makanan kategori tinggi asam lemak tidak jenuh
(Kandou 2009).
Indeks massa tubuh (IMT) ibu pra hamil diduga berperan penting
dalam luaran kehamilan baik terhadap ibu maupun bayi. Data Riskesdas
2013 menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan propinsi dengan
6
insiden obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) tertinggi di Indonesia, yakni
> 45% (Riskesdas 2013).
Pengelolaan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan hal
penting dalam pencegahan obesitas baik pada ibu maupun bayi yang
dilahirkan. Meskipun demikian, penurunan berat badan maternal berisiko
terjadinya inadekuasi suplai nutrisi ke janin. Diperlukan fenotipe maternal
mengenai status metabolisme energi ibu, terkait tugas suplai nutrisi ke janin,
yang spesifik dan relatif mudah dianalisis.
Studi ini bermaksud menganalisis peranan human placental lactogen
dalam metabolisme energi maternal, terkait tugas suplai nutrisi ke janin.
Hipotesis yang ditegakkan adalah hPL terkait dengan induksi resistensi leptin
fisiologis adaptif maternal. Bila hipotesis ini terbukti, maka akan
meningkatkan pemahaman mengenai peran penting hPL dalam menjamin
kesinambungan suplai energi janin sekaligus menyiapkan depot-depot
sumber energi melalui penumpukan depot lemak maternal dengan cara
induksi resistensi leptin. Sejumlah faktor determinan seperti asupan nutrisi
dan IMT pra hamil serta berbagai faktor confounding dimasukkan dalam
analisis studi ini.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah peranan human placental lactogen, leptin, IMT pra hamil dan
asupan nutrisi maternal terhadap peningkatan massa lemak tubuh pada ibu
hamil di Sulawesi Utara ?
Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil
usia kehamilan 18 minggu, 24 minggu dan 30 minggu ?
2. Bagaimana hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra
hamil dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-
24 minggu dan 24-30 minggu ?
3. Bagaimanakah hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT
pra hamil dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan
18-24 minggu dan 24-30 minggu ?
8
C. Tujuan penelitian
a. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai adaptasi hemostasis energi ibu dalam kehamilan, secara
spesifik mengenai peranan human placental lactogen serta resistensi
leptin dalam metabolism lemak maternal, sebagai latar belakang
teoritis dalam memulai upaya perumusan peningkatan berat badan ibu
Indonesia dalam kehamilan.
b. Tujuan spesifik
Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk mempelajari :
1. Hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil usia kehamilan
18, 24 dan 30 minggu.
2. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil
dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan 18-24
minggu dan 24-30 minggu.
3. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil
dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-24
minggu dan 24-30 minggu.
9
D. Kegunaan Penelitian
a. Aspek pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sepanjang pengetahuan peneliti, belum terdapat publikasi yang
mempelajari hubungan hPL dengan induksi resistensi leptin pada
manusia hamil serta kaitannya dengan peningkatan massa lemak
tubuh maternal. Studi mengenai hal ini belum pernah dilakukan di
Sulawesi Utara terkait pola asupan nutrisi maternal , IMT pra hamil dan
aktifitas harian.
b. Aspek Aplikasi
Bila hipotesis ini terbukti, maka dapat menjadi bagian dukungan
teoritis dalam upaya merumuskan panduan peningkatan berat badan
ibu hamil yang spesifik di Indonesia serta kemungkinan intervensi
penurunan berat badan bagi ibu hamil obes.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Mekanisme hemostasis energi ibu dalam kehamilan yang dipelajari
dalam penelitian ini terbatas pada peningkatan massa lemak. Pembahasan
mencakup pengaruh hormon hPL dan leptin dalam adipogenesis dan lipolisis
pada kehamilan. Efektor lain yang diobservasi dan analisis adalah asupan
10
nutrisi, intensitas penggunaan energi dan IMT pra-hamil. Penelitian ini
dilakukan terhadap ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di
Puskesmas dalam area Kota Manado, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia.
F. Definisi dan Istilah
Yang dimaksudkan dengan maternal adalah ibu yang sedang dalam
kehamilan. Definisi IMT pra-hamil dalam penelitian ini adalah IMT yang
dihitung sesuai rumus standar dengan menggunakan nilai berat badan pra-
hamil berdasarkan anamnesis dan/atau berat badan usia kehamilan < 16
minggu. Kadar hPL, leptin dan insulin merupakan kadar hormon-hormon
tersebut didalam serum partisipan yakni ibu yang sedang dalam kehamilan.
Istilah intensitas penggunaan energi maternal merujuk kepada maternal’s
energy expenditure.
G. Sistimatika dan Organisasi
Bagian penting dalam disertasi ini berada di BAB I mengenai latar
belakang masalah. Kegagalan pengendalian pertambahan jumlah penderita
obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) di dunia agaknya terkait dengan
teori yang dikemukakan Barker yakni pembentukan konsep metabolik suatu
11
individu dipengaruhi mileu hemostasis energi di masa janin, yang kemudian
dikenal sebagai proses epigenetik. Upaya preventif terhadap penyakit
metabolik yang dilakukan setelah bayi lahir dengan konsep metabolik yang
telah terbentuk, sampai saat ini tidak menunjukkan keberhasilan. Hal tersebut
tampaknya mengkonfirmasi teori Barker mengenai pentingnya masa
kehamilan dalam pencegahan penyakit metabolik baik terhadap janin yang
dikandung maupun ibu yang mengandung. Retensi berat badan paska
kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit metabolik pada ibu sekaligus
merupakan lingkungan metabolik yang kurang menguntungkan bagi janin
yang akan dikandung kemudian.
Terkait dengan paparan tersebut di atas, pengendalian berat badan ibu
dalam kehamilan menjadi hal yang amat penting. Ibu hamil Indonesia belum
memiliki panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan yang disusun
berdasarkan studi-studi yang secara spesifik dilakukan terhadap ibu
Indonesia yang hamil. Panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan
yang digunakan ibu Indonesia saat ini adalah panduan peningkatan berat
badan ibu hamil Amerika Serikat yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia.
Penelitian ini adalah upaya untuk memahami pola peningkatan berat
badan, dengan titik berat pada massa lemak, ibu hamil Indonesia sekaligus
mempelajari dan membuktikan teori-teori yang telah dibuktikan pada hewan
coba mengenai proses fisiologis determinan hemostasis energi dalam
12
kehamilan yakni, induksi peningkatan depot lemak maternal dan induksi
resistensi leptin serta peranan plasenta, diwakili oleh hormon produk plasenta
dengan kadar tertinggi yaitu human placental lactogen (hPL). Pengaruh
faktor karakteristik antropometri dasar ibu ( IMT pra-hamil), asupan kalori
serta intensitas penggunaan energi disertakan dalam penelitian.
Pada BAB II mengenai Tinjauan Pustaka, membahas dasar-dasar teori
sebagai latar belakang dan menjelaskan letak penelitian ini dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Pertama-tama dipaparkan mengenai
komponen maternal, antara lain massa lemak maternal yang menjadi titik
penelitian dalam disertasi ini, dan komponen fetal-placental yang
berkontribusi terhadap peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan.
Dipaparkan pula mengenai mekanisme kendali berat badan manusia yang
melibatkan peranan leptin serta nukleus arcuatus hipotalamus. Leptin pada
dasarnya merupakan hormone anorexigenik. Hormon yang pertama kali
diidentifikasi di sel adiposit ini dikenal sebagai produk jaringan adiposit yang
berfungsi sebagai messenger perifer, membawa informasi kecukupan
simpanan energi ke nukleus arkuatus. Kaskade signal selanjutnya adalah
aktifasi neuron proopiomelanocortin (POMC) dan CART yang adalah bagian
penting alur signal anorexigenik, sekaligus inhibisi aktivitas neuron orexigenik
yakni neuropeptide Y (NPY ) dan AgRP.
Pada BAB Tinjauan Pustaka ini dipaparkan pula hipotesis yang dianut
saat ini mengenai mekanisme resistensi leptin yang merupakan keadaan
13
permisif terjadinya penumpukan jaringan lemak meskipun dalam keadaan
hiperleptinemia. Sejumlah studi telah mengkonfirmasi adanya keadaan
hiperleptinemia sekaligus peningkatan massa lemak yang terjadi dalam
kehamilan. Studi-studi biomolekular terhadap jaringan otak hewan coba
mengindikasikan adanya peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan pada
area nukleus hemostasis energi di hipotalamus yang terjadi secara fisiologis,
endokrinologis.
Dijelaskan pula latar belakang teori yang menjadi landasan pemilihan
hPL , hormon yang disintesis dan disekresi oleh jaringan sincitiotropoblast
plasenta, sebagai kandidat induktor resistensi leptin dalam kehamilan. Studi-
studi terhadap hewan coba menunjukkan induksi hormon yang menyerupai
profil biologis hPL mencetuskan keadaan resistensi leptin. Telah dilaporkan
pula adanya neuron-neuron terkait hemostasis energi di hipotalamus yang
memiliki reseptor prolaktin (digunakan oleh hPL) dan sekaligus memiliki
reseptor leptin.
Kerangka teori , kerangka konsep, variabel penelitian dan hipotesis
dijabarkan dalam BAB III. Konsep penelitian ini adalah hPL sebagai variabel
independen akan menginduksi resistensi leptin (variabel intermedier)
selanjutnya keadaan resistensi akan menyebabkan peningkatan nafsu makan
( asupan kalori, variabel antara) dan penurunan intensitas penggunaan
energi, variabel antara ). Luaran dari mekanisme ini adalah terjadinya
peningkatan massa lemak maternal ( variabel dependen) dan selanjutnya
14
berat badan ibu. Sebelum hamil, dalam sirkulasi ibu telah terdapat leptin
pada kadar tertentu, yang disekresi oleh jaringan adiposit. Sejumlah studi
mengindikasikan adanya asosiasi aktifitas leptin dengan insulin. Akhir
trimester 2 kehamilan ditandai dengan keadaan resistensi insulin fisiologis.
Terkait dengan hal-hal tersebut, besaran IMT pra-hamil serta kadar insulin
pada trimester 2 dimasukkan sebagai variabel co-founding. Hipotesis
pertama dalam penelitian ini diajukan untuk mempelajari secara terukur
mengenai profil dan korelasi antara hPL dengan leptin di trimester 2 dan 3
kehamilan. Hipotesis ke dua dimaksudkan untuk mempelajari secara terukur
efek dari semua variabel baik independen, intermedier maupun co-founding
terhadap peningkatan massa lemak maternal. Selanjutnya efek dari variabel -
variabel tersebut terhadap peningkatan berat badan maternal, dipelajari
dalam pengujian hipotesis ke tiga.
Disain penelitian ini adalah observational longitudinal. Disain penelitian,
prasyarat karakteristik sampel, lokasi dan waktu serta cara dan standar
melakukan penelitian tercantum dalam BAB IV mengenai Metode Penelitian.
Penelitian dilakukan di 5 Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Manado, periode rekruimen sampel adalah September 2015 sampai
April 2016. Dari 125 orang sampel yang direkuit pada awal penelitian, 1
orang ibu tidak disertakan dalam kunjungan I Karena terdiagnosis DMT2.
Sejumlah 70 orang maternal menyelesaikan 3 kali pengukuran semua
15
variabel penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Observasi sampel
selesai pada awal Agustus 2016.
Besaran IMT pra-hamil merupakan hasil kalkulasi sesuai rumus standar
berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Berat badan pra-hamil diperoleh
melalui anamnesis, atau berat badan pada usia kehamilan < 16 minggu.
Massa lemak maternal diukur melalui metode bioelectric impedance analysis
(BIA). Kuantitas asupan nutrisi diperoleh melalui analisis hasil wawancara
mengenai 24 hours food recall. Intensitas penggunaan energi diperoleh
melalui perhitungan hasil Pregnancy Physical Activity Questioner (PPAQ).
Kadar hPL dan leptin dianalisis menggunakan metode ELISA monoklonal di
Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC).
Variabel independen, intermedier dan dependen diukur setiap kali kunjungan,
yakni sebanyak 3 kali, minimal selang 4 minggu. Usia kehamilan kunjungan
pertama adalah < 28 minggu.
Hasil penelitian dan pembahasan dijabarkan dalam BAB V. Penelitian
ini mengkonfirmasi adanya peningkatan massa lemak menurut usia
kehamilan. Kadar hPL dan leptin meningkat sesuai usia kehamilan serta
tidak dipengaruhi secara signifikan oleh besaran IMT pra-hamil maternal.
Akan tetapi asosiasi leptin dengan massa lemak sangat berbeda antara
maternal yang sebelum hamil gemuk dan yang tidak gemuk. Kadar leptin
dalam penelitian ini meningkat 3-4 kali lipat dibandingkan rerata kadar leptin
wanita tidak hamil dan pada maternal yang sebelum hamil gemuk, tidak
16
dijumpai korelasi antara massa lemak dengan kadar leptin. Peristiwa ini
mengindikasikan bahwa mayoritas leptin yang beredar dalam sirkulasi
maternal berasal dari plasenta.
Terdapat indikasi, peningkatan massa lemak merupakan tujuan dan
hasil penting dari mekanisme hemostasis energi maternal dan telah
terprogram sejak awal kehamilan. Peristiwa ini ditandai dengan kuatnya
peranan hPL, leptin dan IMT pra-hamil sebagai efektor determinan dalam
peningkatan massa lemak dibandingkan dengan asupan kalori. Analisis
asosiasi kadar hPL dengan massa lemak menyibakkan fakta bahwa
peningkatan massa lemak lebih tinggi terjadi pada rentang kadar hPL yang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar hPL yang tinggi. Sejumlah
studi mengkonfirmasi adanya fenomena ‘setengah awal usia kehamilan
merupakan periode peningkatan massa lemak dan setengah akhir usia
kehamilan adalah periode penurunan massa lemak’ . Penurunan massa
lemak terkait dengan peningkatan sensitifitas induksi aktifitas lipolisis dalam
kehamilan. Produk liposis merupakan bahan nutrisi janin, pertengahan akhir
kehamilan adalah periode perkembangan janin yang pesat sehingga
membutuhkan bahan nutrisi yang lebih banyak.
Sejumlah studi mengkonfirmasi induksi resistensi leptin oleh placental
lactogen dan terdapat pula studi-studi yang mengkonfirmasi efek lipolitik hPL
terutama di trimester akhir kehamilan. Penelitian kami mengindikasikan
adanya peranan hPL di masa peningkatan adipogenesis dan kadar tinggi hPL
17
kemungkinan bersifat lipolitik. Terdapat pula indikasi bahwa efek lipolitik hPL
dalam penelitian kami terjadi lebih dini, pada trimester ke dua. Hal ini
kemungkinan terkait dengan rendahnya asupan kalori maternal yang memicu
proses katabolisme lemak lebih dini.
Fenomena menarik lainnya yang dijumpai dalam penelitian ini adalah,
peningkatan massa lemak tetap terjadi meskipun mayoritas maternal tidak
mencapai kebutuhan asupan kalori seperti yang dianjurkan. Peristiwa ini
mengkonfirmasi paparan yang telah disebutkan di atas bahwa, peningkatan
massa lemak merupakan target penting hemostasis energi dalam kehamilan
sehingga diupayakan untuk terlaksana. Upaya tersebut bersifat terprogram,
melibatkan hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta. Dapat dikatakan,
dalam kehamilan, plasenta adalah regulator sistim hemostasis energi
maternal. Satu-satunya faktor non plasental yang berperan determinan
adalah besaran IMT pra-hamil maternal. Fakta ini mengharuskan
pengelolaan berat badan perempuan usia reproduksi untuk masuk dalam
strategi pengelolaan persiapan kehamilan sekaligus pencegahan primer
penyakit metabolik termasuk obesitas dan DMT2 pada generasi yang akan
datang.
Hormon hPL merupakan efektor paling determinan terhadap
peningkatan massa lemak maupun berat badan maternal , dalam penelitian
ini. Hormon ini cenderung tidak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri
dasar ibu, dan tampak berfluktuasi ke arah tinggi pada kehamilan yang
18
berisiko. Sifat-sifat hPL tersebut di atas menunjukkan bahwa hormon ini patut
dipertimbangkan sebagai kandidat petanda kecukupan nutrisi janin dalam
upaya menetapkan rentang peningkatan berat badan ibu hamil yang adekuat
maupun saat menurunkan berat badan ibu obes yang telah hamil. Sejumlah
studi diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengembangkan hasil-hasil dari
penelitian disertasi ini.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Determinan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil
Faktor determinan peningkatan berat badan ibu hamil dapat
dikelompokkan dalam faktor sosial dan lingkungan serta faktor maternal.
1. Faktor sosial/lingkungan termasuk : (Rasmussen 2009)
(a) Sosial : budaya, institusional ( kebijakan dan pelyanan kesehatan)
serta media.
(b) Lingkungan : geografis, toxikologi lingkungan, bencana alam.
(c) Komunitas : akses terhadap makanan sehat, kesempatan
melakukan aktifitas fisik.
(d) Keluarga : status pernikahan, kultur dan stabilitas keluarga,
dukungan pasangan/ keluarga.
2. Faktor maternal termasuk : (Rasmussen 2009)
(a) Karakteristik genetik, developmental programming dan epigenetik.
(b) Sosiodemografi : umur, ras, status sosioekonomi, food insecurity.
20
(c) Antropometri dan fisiologis : IMT pre pregnansi, milieu hormonal,
tingkat metabolisme basal.
(d) Medis : penyakit-penyakit penyerta, hyperemesis gravidarum,
anorexia nervosa, bulimia nervosa, bedah bariatrik, multiparitas.
(e) Psikologi : depresi, stress, dukungan sosial, sikap terhadap
peningkatan berat badan.
(f) Kebiasaan : asupan makanan, aktifitas fisik, penyalah gunaan
substansi berbahaya, kehamilan tak disengaja.
Faktor-faktor tersebut di atas akan mem pengaruhi keseimbangan
antara asupan nutrisi dan penggunaan energi maternal. Kesinambungan
produk keseimbangan asupan nutrisi dan penggunaan energi akan
menentukan pola dan peningkatan berat badan ibu hamil secara
keseluruhan.
B. Komposisi dan Komponen Peningkatan Berat Badan Ibu hamil
Peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan fenomena
biologis unik dengan tujuan utama untuk mendukung perkembangan fungsi
dan pertumbuhan janin. Plasenta merupakan ‘master mind’ regulator
berbagai adaptasi sistim homeostasis maternal termasuk hemostasis energi
21
yang terkait erat dengan perubahan berat badan maternal. Berat badan ibu
dalam kehamilan ditentukan oleh komponen massa ibu dan janin disamping
berat plasenta itu sendiri. (Gambar 1.)
Gambar 1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil
( Diterjemahkan dari Rasmussen KM, et al. 2009. Weight Gain During
Pregnancy. Reexamining the Guidelines)
1. Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu hamil
Pada kehamilan normal, komponen janin dan plasenta menyumbang
sekitar 35% dari total peningkatan berat-badan maternal. (Gambar 2, hal.19)
Berat optimal janin dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan gaya hidup maternal
dan berbagai faktor lain seperti : ( Rasmussen 2009 )
(a) Jumlah janin : tunggal, kembar 2 atau lebih.
(b) Pertumbuhan janin : kecil/ sesuai/ besar menurut umur kehamilan.
POLA PENINGKATAN BERAT BADAN TOTAL IBU DALAM KEHAMILAN
Janin : Pertumbuhan janin:
Massa bebas lemak Massa lemak
Cairan amnion
Ibu : Massa bebas lemak
Massa lemak
Plasenta
22
(c) Komposisi tubuh janin : dipengaruhi oleh genetik, paritas maternal,
IMT pra hamil maternal, peningkatan berat badan maternal,
gestasional diabetes mellitus, faktor lingkungan (rokok, altitude ).
(d) Cairan amnion
Gambar 2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil (LMP = last
menstrual period)
Sumber : Pitkin 1976. Nutritional support in obstetrics and gynecology. Clinical
Obstetrics and Gynecology 19 (3): 489-513. Dikutip dari Rasmussen KM, et al.
2009.
2. Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil
23
Terdapat hubungan linear antara berat plasenta dengan IMT
maternal, semakin tinggi IMT maka plasenta semakin berat. Pada maternal
dengan berat badan kurang terdapat restriksi pertumbuhan plasenta,
sedangkan plasenta hipertrofi dijumpai pada maternal gemuk, obes dan obes
morbid ( Wallace 2012). Rasio janin terhadap plasenta (efisiensi plasenta)
rendah pada maternal gemuk, obes dan obes morbid sedangkan maternal
normal serta berat badan kurang, efisiensi plasenta normal ( Wallace 2012).
Berat plasenta berkorelasi linear dengan indeks massa tubuh bayi yang
dilahirkan ( Ouyang 2013).
Bleker dan Hoogland (1981) melakukan estimasi volume plasenta
dengan teknik ultrasonografi longitudinal, pada kehamilan 21 minggu adalah
200 cm2, 28 minggu adalah 300 cm2, aterm adalah 500 cm2 (dikutip:
Rasmussen 2009). Penelitian di Aberdeen, Skotlandia, rata-rata berat
plasenta yang dilahirkan, laki-laki 624 + 1,8 gram, perempuan 612 + 1,8 gram
( Wallace 2012). Rata-rata berat plasenta bayi yang dilahirkan oleh wanita
Skandinavia adalah 703 + 161 gram ( Friis 2013).
3. Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu hamil
24
Komponen maternal dalam peningkatan berat badan maternal
dikelompokkan sebagai total body water (TBW), massa bebas lemak (= fat
free mass, FFM), massa lemak ( =fat mass, FM).
(a) Total body water (TBW)
Determinasi TBW melalui teknik bioelectric impedance analysis (BIA)
menunjukkan terdapat peningkatan signifikan, 6-7 L, jumlah total cairan
tubuh maternal pada kehamilan trimester II dan III (Lukaski 1994).
Penggunaan tracer sodium thyocianat mendeskripsikan distribusi
peningkatan cairan pada kenaikan berat badan hamil 12,5 kg sebagai berikut,
janin 2414 gram, plasenta 540 gram, cairan amnion 792 gram, blood-free
uterus 800 gram, kelenjar mammae 304 gram, darah 1267 gram, cairan
ekstraselular (ECF) 1496 gram pada keadaan tanpa edema, sedangkan pada
edema, ECF 4697 gram ( dikutip dari Rasmussen 2009). Water balans index
(WBI, rasio TBW terhadap hematokrit) berkisar 1.35±0.20 l.kg–1. serta
memiliki korelasi kuat, r 0.93, dengan volume sekuncup ( stroke volume )
(Valensise 2004).
Studi di Bangladesh terhadap populasi ibu hamil dengan proporsi
tubuh pendek ( 148.9 + 5.3 cm) dan kurus ( 19.5 + 2.5 kg/m2), total kenaikan
berat badan dalam kehamilan berkisar 5-6 kg, peningkatan ECF hanya
berkisar 1 kg antara trimester I dan III, volume plasma meningkat 16.6 + 15.4
25
% selang trimester I dan II, kemudian turun kembali pada trimester III. Studi
ini menyimpulkan bahwa status nutrisi maternal pada awal kehamilan
berkorelasi negatif dengan peningkatan ECF dan TBW (Gernand 2012).
(b) Massa bebas lemak ( fat free mass, FFM)
Massa bebas lemak yang dominan adalah protein. Estimasi deposisi
protein jaringan dilakukan melalui pengukuran akresi kalium tubuh total (total
body kalium, TBK). Distribusi protein dalam kehamilan terutama terdapat
pada janin yakni 150 mmol, selanjutnya uterus 65 mmol, plasenta 25 mmol,
eritrosit 25 mmol, plasma darah 6 mmol dan jaringan lain termasuk jantung,
ginjal dan otot adalah 229 mmol (dikutip dari Kalhan 2000). Pada maternal
dengan berat badan pre pregnansi 60 kg dan peningkatan berat badan dalam
kehamilan sebesar 10.5 kg, peningkatan protein pada kehamilan 10 minggu
berkisar 36 gram, 20 minggu adalah 165 gram, 30 minggu adalah 498 gram
serta 40 minggu berkisar 925 gram (van Raaij 1988). Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada deposisi protein total dalam kehamilan
antara maternal dengan IMT rendah, normal dan berlebih, rata-rata 611 gram
protein. (Butte 2004).
26
(c) Massa lemak ( fat mass, FM )
Hytten dan Chamberlain (1991) mengembangkan model teoritikal
estimasi kebutuhan energi dalam kehamilan, asumsi kenaikan berat badan
dalam kehamilan 12,5 kg, maka terdiri dari ≈ 0.925 kg protein, ≈ 3.8 kg lemak,
≈ 7,8 kg air. Model ini menjadi dasar dari penetapan jumlah kenaikan berat
badan pada beberapa konsensus (Butte 2004).
Sohlstrom dan Forsum (1995) melakukan analisa volume dan
distribusi jaringan adiposa secara magnetic resonance imaging (MRI) pada
wanita hamil. Volume jaringan adipose meningkat 5.43 + 4.72 L selama
kehamilan, turun 3.18 + 4.61 pada 6 bulan paska melahirkan selanjutnya
terdapat retensi volume jaringan adiposa 2.86 + 2.32 L satu tahun paska
melahirkan (Sohlstrom 1995).
Dalam kehamilan, peningkatan massa jaringan adiposa, terutama
terjadi di sub kutan 76%, volume lemak sub kutan juga yang berkurang
paska melahirkan. Area penumpukan lemak terutama di batang badan (68%),
dan paha (16%). Terdapat perbedaan bermakna deposisi jaringan adiposa
antar maternal dengan IMT kurang ( FM 5.3 kg), normal ( FM 4,6 kg) dan
lebih (FM 8,4 kg) ( Butte 2004).
Peningkatan berat badan dalam kehamilan berkorelasi positif dengan
massa adiposa. Tingkat kenaikan massa adiposa dalam kehamilan
merupakan prediktor kuat atas retensi massa adiposa paska melahirkan
27
(Kopp-Hoolihan 1999). Determinasi kuat massa adiposit dalam peningkatan
berat badan dalam kehamilan juga ditunjukkan dalam studi mengenai
hubungan leptin dan IMT serta tebal lipatan lemak kulit. Terdapat korelasi
kuat antara leptin, IMT dan tebal lipatan lemak kulit (van der Wijden 2013).
C. Mekanisme Kendali Berat Badan Manusia : Peranan Leptin dan
Hipothalamus
Secara fisiologis, berat badan manusia dikendalikan oleh suatu sistim
yang mengatur keseimbangan antara asupan energi dan energy expenditure
dalam jangka panjang. Sistim ini melibatkan sejumlah messenger yang
merupakan signal perifer mengenai status simpanan energi ke hipothalamus.
1. Leptin
Leptin merupakan hormon dengan struktur menyerupai sitokin yang
diidentifikasi pertama kali oleh Zhang dkk pada tahun 1994 (Zhang 1994,
Friedman 2011). Leptin adalah peptida ‘four-helix bundle’, 16-kDa, terdiri
dari 167 asam amino dengan sekuens 21 asam amino berupa amino-
terminal signal sekrektori (Margetic 2002, Mantzoros 2011). Leptin terutama
diproduksi di jaringan adiposa, akan tetapi juga diekspresi dalam berbagai
jaringan termasuk plasenta, ovarium, epitel mammary, sumsum tulang dan
jaringan lymphoid (Margetic 2002, Mantzoros 2011).
28
(a) Reseptor Leptin
Sekuenses gen ob/ob mengkode faktor solubel yang berada dalam
sirkulasi darah, sedangkan db/db mengkode reseptor faktor solubel tersebut.
Faktor solubel selanjutnya dikenal sebagai leptin. Gen reseptor leptin
dipetakan dalam locus db, pada manusia di kromosom 1 p dan tikus (mice) di
kromosom 4 serta termasuk kelas I famili reseptor sitokin ( gp130). Saat ini
telah terdeteksi 6 reseptor leptin di manusia dan mamalia, ObRa, ObRb,
ObRc, ObRd, ObRe dan ObRc (Schultz 2007, Mantzoros 2011). Reseptor
ObRd, ObRe dan ObRf belum dijumpai pada manusia.
Reseptor leptin memiliki domain ekstraselular, tempat terjadinya ikatan
reseptor dengan leptin, pada rasio 1:1 (Lewandowski 1999). Aktifasi reseptor
akan menginduksi signal intraselular melalui jalur Janus kinase / signal
transducer and activator of transcription factor (JaK/STAT pathway ) (Schultz
2007).
Reseptor ObRb ( reseptor panjang) terkait erat dengan aktifasi STAT3
yang merupakan jalur signal utama, terkait peranan leptin dalam regulasi
berat badan ( Ladyman 2013, Friedman 2011). Ekspresi ObRb paling tinggi
dijumpai di hipotalamus, hanya sedikit terdapat pada jaringan lain seperti
bagian lain otak, adrenal, adiposit, jantung, nodus limfatikus dan lien (Schultz
2007, Ladyman 2013).
29
Reseptor pendek, ObRa dan ObRc diduga terkait dengan transpor
leptin melalui sawar otak. Kedua reseptor ini terekspresi tinggi di plexus
choroideus dan endotel kapiler otak (Schultz 2007, Trujillo 2011, Mantzoros
2011). Meskipun demikian, transportasi leptin melalui sawar otak, agaknya
tidak hanya diperantarai oleh kedua reseptor ini, eksperimental tikus Koletsky
tanpa reseptor leptin fungsional menunjukkan kadar leptin cairan
serebrospinal normal pada kadar leptin plasma yang tinggi. Model obes tikus
New Zealand yang dikarakterisasi dengan resistens i leptin perifer, transport
leptin ke otak berkurang tanpa berkorelasi dengan penurunan ekspresi
ObRa atau ObRc (Schultz 2007). Reseptor ObRe merupakan plasma binding
protein leptin dalam sirkulasi plasma manusia (Trujillo 2011, Mantzoros
2011). Fungsi biologis reseptor ObRe belum diketahui secara pasti.
Reseptor ini secara bermakna dijumpai tinggi pada kehamilan, keadaan
puasa dan penurunan berat badan serta rendah pada obesitas. Pada ob/ob,
infus reseptor solubel bersama-sama dengan leptin, meningkatkan efektifitas
terapi leptin. Diduga peningkatan kadar reseptor solubel akan menurunkan
pembersihan leptin dalam sirkulasi (Schultz 2007).
(b) Aktifasi signal intraselular, jalur JAK / STAT
Janus kinase / STAT adalah jalur signal intraselular yang teraktifasi
sebagai respon ikatan sejumlah sitokin, faktor pertumbuhan atau hormon
30
terhadap reseptornya yang selanjutnya mencetuskan sejumlah fungsi
menurut fungsi spesifik ligand yang mengikat reseptor tersebut. Aktifasi JAK
akan menginduksi fosforilase residu tirosin reseptor dan fosforilase molekul
downstream signaling , yaitu STAT. Signal transducer and activators of
transcription (STAT) merupakan molekul protein sitoplasma, ketika
terfosforilase, STAT akan membentuk dimer dan mengalami translokasi
menuju nukleus, selanjutnya memodifikasi transkripsi gen. Terdapat tujuh
gen STAT yang telah diidentifaksi pada mamalia, STAT 1-4, 5A, 5B dan 6.
Signal transducer and activators of transcription 3 (STAT 3) merupakan
molekul kunci yang terlibat dalam aktifitas homeostasis energy terkait leptin
disamping STAT 5 yang diduga berperan dalam aktifitas leptin (Ladyman
2013).
(c) Regulasi aktifitas intraselular leptin, STAT3 dan SOCS3
Aktifitas STAT 3 berhubungan dengan regulasi ekspresi peptide
anorexigenik dan orexigenik. Secara invitro, STAT 3 menstimulasi transkripsi
POMC. Gen POMC mengkode peptide yang termasuk dalam sistim
melanokortin, diantaranya α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH) yang
merupakan signal anorexigenik utama dalam regulasi simpanan dan
penggunaan energi terkait leptin (Ladyman. 2013). Pada tikus obes ob/ob,
31
signaling leptin-STAT3 terganggu, terjadi reduksi ekspresi mRNA POMC di
hipothalamus. Hal ini menunjukkan bahwa leptin dibutuhkan dalam aktifasi
STAT 3 pada regulasi POMC (Ladyman 2013). STAT 3 binding site dijumpai
di promoter TRH (thyrothropin-releasing hormone). Pemberian leptin
menginduksi interaksi STAT3 dengan region promoter TRH sekaligus
peningkatan ekspresi mRNA TRH (Ladyman 2013). Hormon tiroid berperan
dalam regulasi tingkat metabolisme basal manusia, turunnya kadar leptin
akan menurunkan thermogenesis (Lee 2009).
Molekul SOCS (suppressor of cytokine signaling) adalah famili dari
immediate-early genes yang transkripsi gen-nya diregulasi oleh STAT.
Molekul SOCS diinduksi oleh sitokin, dan beraktifitas untuk menurunkan
signaling sitokin melalui umpan balik negatif intraselular (Ladyman 2013).
Induksi fosforilase STAT 3 oleh leptin, sekaligus menginduksi ekspresi
mRNA SOCS3. SOCS3 adalah supresor signaling sitokin yang mereduksi
signaling ObRb –JAK-STAT3, dengan demikian merupakan umpan balik
negatif terhadap aktifitas STAT3 (Schulz 2007, Ladyman 2013).
2. Hipothalamus
Hipotalamus berperan sentral dalam regulasi hemostasis energi
mamalia. Regulasi hemostasis energi tersebut melibatkan sejumlah nukleus
dan aktifasi/inhibisi inter nukleus maupun neuron, secara garis besar terdiri
dari :
32
(i) Nukleus penerima signal metabolik dari perifer : nukleus arcuatus
(ARC)
(ii) Neuron anorexigenic : proopiomelanocortin ( POMC) dan
Cocaine- and amphetamine regulated transcript (CART)
(iii) Neuron orexigenik : neuropeptida Y (NPY) dan Agouti Related
Protein (AgRP).
D. Model Jalur Hemostasis Energi Sentral
Sejumlah peneliti mengajukan model untuk memberikan gambaran
mengenai konsep mekanisme hemostasis energi sentral. Model tersebut
mengikuti pola biologis suatu aktifitas fisiologis yakni, stimulasi- signaling dan
reaksi yang pada homeostasis energi sentral berupa, messenger pembawa
signal perifer – neuron penerima pertama – neuron sekunder – mekanisme
efektor downstream (Remmers 2011, Spiegelman 2001). (Gambar 3 )
1. Messenger perifer : leptin
Leptin merupakan messenger perifer determinan yang menuju
hipothalamus, membawa informasi mengenai status simpanan energi (depot
massa lemak) ke nukleus arkuatus di hipothalamus. Reseptor leptin ObRb,
ditemukan padat di area ARC serta tersebar di berbagai area hipothalamus
33
lainnya (Remmers 2011, Belgardt 2010). Leptin menembus sawar otak
diperantarai oleh reseptor ObRa dan ObRc. Kedua bentuk reseptor ini
terdeteksi di plexus choroideus.
Disamping leptin, terdapat sejumlah signal perifer lain yang mencapai
hipothalamus, yakni insulin serta sejumlah peptida saluran cerna, termasuk
ghrelin, glucagon-like peptide 1, peptide YY, cholecystokinin dan
oxyntomodulin (Remmers. 2011, Belgardt 2010).
Gambar 3. Model regulasi hemostasis energi sentral.
Sumber : Spiegelman BM and Flier JS.2001. Obesity and the regulation
of energy balance. Cell ; 104 : 531-543.
34
2. Neuron penerima pertama (primer)
(a) Neuron anorexigenic
Neuron POMC dan CART merupakan neuron primer anorexigenik di
nukleus Arcuatus. Aktifasi reseptor ObRb oleh leptin di membran neuron
POMC akan mengekspresi dan sekresi neuropeptida α-MSH yang
selanjutnya sebagai signal yang mengaktifasi reseptor MC4R neuron-
neuron sekunder di nukleus paraventrikular hipotalamus (PVN). (Remmers.
2011, Belgardt 2010).
(b) Neuron orexigenik
Neuron NPY dan AgRP merupakan neuron primer orexigenik di
nukleus arkuatus. Peningkatan ekspresi dan sekresi kedua neuropeptida ini
akan menstimulasi asupan nutrisi dan peningkatan depot adiposit putih serta
menurunkan adiposit coklat yang bersifat termogenesis. Regulator utama
neuropeptida ini adalah leptin yang bersifat inhibisi. Aktifasi reseptor ObRb
oleh leptin di membran neuron NPY dan AgRP akan menginhibisi ekspresi
dan sekresi neuropeptida NPY dan AgRP selanjutnya signal orexigenik
menuju hypothalamus lateral (LHA) (Remmers 2011).
Gangguan inhibisi neuron NPY dan AgRP seperti pada keadaan
defisiensi maupun resistensi leptin, akan menyebabkan hilangnya regulasi
35
energi positif, sehingga terjadi peningkatan nafsu makan dan penumpukan
depot lemak.
3. Neuron sekunder
(a) Neuron anorexigenik
Signaling neuropeptida α-MSH dari neuron POMC akan mengaktifasi
reseptor MC4R neuron-neuron sekunder di nukleus paraventrikular
hipotalamus (PVN). Aktifasi MC4R akan menginduksi ekspresi CRH
(corticotropin releasing hormone) dan TRH ( thyrotropin releasing hormone)
pada dua populasi neuron parvocelullar yang berbeda. Reseptor CRH1 dan
TRH2 diekspresi secara luas di area-area berbeda otak, sedangkan reseptor
CRH2 dan TRH1 diekspresi hanya di hypothalamus (Remmers 2011, Belgardt
2010).
(i) Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Peptida CRH telah lama dikenal sebagai releasing hormon pada
aksis hipothalamus- hipofisis- adrenal (HPA). Studi mengenai mekanisme
hemostasis energi sentral mengkonfirmasi keterlibatan hormon ini dalam
regulasi kesimbangan energi. Ekspresi dan kadar CRH turun saat
pembatasan makanan dan meningkat dengan pemberian leptin. Injeksi α-
36
MSH dan CART meningkatkan ekspresi CRH. Intracerebroventrikular CRH
terkait dengan penurunan asupan nutrisi dan berat badan serta induksi
aktifitas lokomotor, jaringan adiposa coklat (brown adipose tissue, BAT).
Data-data tersebut menunjukkan peranan anorexigenik dan katabolik CRH
(Remmers 2011).
(ii) Thyrotropin-releasing hormone (TRH)
Peptida TRH dikenal sebagai TSH- releasing hormon dalam aksis
hipothalamus-hipofisis-tiroid. Ekspresi dan sekresi TRH turun saat puasa,
aktifasi NPY dan AgRP . Sebaliknya, peptida ini meningkat pada
pemberian leptin, α-MSH dan CART. Injeksi TRH sentral dan perifer
menurunkan asupan nutrisi dan meningkatkan suhu tubuh (Remmers
2011).
(b) Neuron orexigenic
Dua populasi neuron yang berbeda di nukleus lateral hipotalamus
(LHA) mengekspresi peptida orexigenik MCH (melanin concentrating
hormone) dan ORXs (orexins). Nukleus LHA juga diinervasi oleh terminal-
terminal saraf yang mengandung peptida NPY, AgRP dan α-MSH serta
37
mengekspresi reseptor peptida- peptida tersebut (Remmers 2011, Belgardt
2010)
(i) Melanin concentrating hormone (MCH)
Ekspresi MCH yang meningkat pada hipothalamus ob/ob terkait
dengan peningkatan nafsu makan. Delesi gen MCH menyebabkan
ekspresi fenotipe langsing (Spiegelman 2001).
(ii) Orexins (ORXs)
Injeksi ORX sentral menstimulasi nafsu makan. Peningkatan
ekspresi dan kadar ORX di LHA menurunkan penggunaan energi.
Meskipun demikian, terdapat sejumlah studi yang gagal mengkonfirmasi
efek orexigenik peptida ini. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
membuktikan peranan ORXs sebagai neuropeptida orexigenik (Remmers
2011).
4. Mekanisme efektor ‘downstream’
Terdapat 3 ‘output’ mendasar dari proses signaling homeostasis
energy di hipothalamus yakni : (Remmers 2011, Belgardt 2010)
a. Signal yang luarannya mempengaruhi perilaku (behaviour). Luaran ini
merupakan hasil integrasi sejumlah signal dari berbagai area di otak
yang berakhir dengan aktifasi motor neuron. Sebagai contoh, efek final
38
dari peningkatan aktifitas orexigenik hipotalamus adalah dimulainya
proses makan.
b. Signal melalui jalur neuroendokrin, mempengaruhi keseimbangan
energi melalui sekresi hormon. Axis HPA dan HPT merupakan bagian
dari jalur neuroendokrin ini. Pada axis HPA, CRH dari PVN akan
menstimulasi sekresi ACTH di hipofisis, selanjutnya ACTH yang
merupakan hormon lipolitik. Sekresi hormon tiroid yang terjadi melalui
aktifasi axis HPT, akan menstimulasi penggunaan energi dan
termogenesis. Hormon tiroid memegang peran utama dalam laju
metabolisme basal manusia.
c. Jalur ketiga adalah sistim saraf otonom. Sejumlah nukleus
hipothalamus, terutama PVN, berhubungan dengan neuron-neuron
otonom di batang otak dan medulla spinalis. Aktifasi sistim otonom
akan mempengaruhi regulasi penggunaan energi, contohnya
mempengaruhi frekuensi denyut jantung dan termogenesis di jaringan
adiposa dan otot.
E. Resistensi Leptin
Penumpukan massa adiposa yang berlebih merupakan tanda
disfungsi leptin. Setidaknya terdapat 3 mekanisme disfungsi leptin yakni
pertama, penurunan ekspresi dan sekresi leptin dari sel adiposit seperti yang
ditunjukkan oleh tikus ob/ob. Kedua, defek regulator sel adiposit, dan yang
39
ketiga adalah resistensi leptin (Friedman 1998). Pada resistensi leptin,
defek terdapat di paska reseptor yakni tingkat aktifitas signal transducer
activity transcription 3 (STAT-3), sedangkan peran sel adiposit normal.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya obesitas disertai hiperleptinemia
(Friedman 2011, Lee 2009).
Mekanisme terjadinya resistensi leptin belum dipahami secara
menyeluruh. Resistensi dapat disebabkan oleh mutasi reseptor , mutasi gen
downstream leptin maupun sindroma obesitas monogenik (jarang).
Resistensi leptin lebih sering terjadi oleh sebab yang multifaktorial.
Hiperleptinemia diperlukan untuk terjadinya resistensi leptin (Knight 2010).
Obesitas menyebabkan gangguan transport leptin melalui sawar otak dan
peningkatan ekspresi SOCS3 yang merupakan inhibitor signaling leptin
(Mantzoros 2011). Produk inflamasi, C-reactive protein (CRP) serta palmitat
diduga mengganggu ikatan leptin dengan reseptornya (Belgardt 2010).
Resistensi leptin dijumpai juga pada keadaan hiperinsulinemia kronis dan
asupan diet tinggi lemak (Lewandowski 1999, Knight 2010).
Manifestasi klinis resistensi leptin adalah timbulnya keadaan
orexigenik berupa hiperfagia dan penurunan penggunaan energi. Keadaan ini
akan menyebabkan penumpukan depot lemak yang mengakibatkan
timbulnya kegemukan dan obesitas.
40
F. Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan
Homeostasis energi terkait erat dengan homeostasis reproduksi
(Garcia-Garcia 2012). Metabolisme energi merupakan faktor terpenting
dalam kendali sukses reproduksi, hormon-hormon gonad mempengaruhi
asupan, penyimpanan dan penggunaan energi. Mempelajari metabolisme
energi dalam konteks sukses reproduksi, seakan membuka jendela ke dalam
pemahaman mengenai obesitas, gangguan pola makan, diabetes dan
kelainan patologik lain terkait hemostasis energi (Schneider 2012).
Kehamilan merupakan model unik investigasi metabolisme jaringan
adiposa. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme sejumlah hormon
yang bersifat adaptif fisiologis. Perubahan hormonal tersebut, termasuk,
hiperinsulinemia dan resistensi insulin, hiperleptinemia dan resistensi leptin,
peningkatan kadar kortisol, estrogen, progesteron dan adanya human
placental lactogen (hPL) (Lewandowski 1999). Dalam kehamilan,
homeostasis energi bergeser kearah penyimpanan depot lemak yang
ditandai dengan hiperfagia dan penurunan energy expenditure (Herrera
1991, Augustine 2008, Ladyman 2010, Faas 2010, Trujillo 2011).
1. Hiperleptinemia dalam kehamilan
Hiperfagia dan peningkatan leptin dijumpai dalam kehamilan. (Trujillo
2011, Faas 2010) Peningkatan leptin mulai nyata pada pertengahan trimester
41
II (Lewandowski 1999). Kadar leptin meningkat secara konsisten mulai
minggu ke 15 kehamilan dan mencapai puncak pada minggu ke 35 (30 μg/L
), baik pada ibu hamil dengan IMT pra hamil kurang, normal maupun lebih
(van der Wijden 2013). Rata-rata kadar leptin minggu ke 15 kehamilan
berada dalam rentang 20 – 25 μg/L, lebih tinggi dibandingkan perempuan
tidak hamil 9.97+1.6 ng/ml ( usia 18-30 tahun) dan 9.35+1.5 ng/ml (usia 31-
40 tahun) (van der Wijden 2013, Ajala 2013). Rentang percentil 15% - 95%
nilai leptin pada perempuan dewasa dengan IMT 22 kg/m2 adalah 3.3 – 18.3
ng/ml dengan nilai rata-rata 7.7 ng/ml (Esoterix, LabCorp. 2009. USA).
Proporsi peningkatan kadar leptin dalam kehamilan lebih tinggi
dibandingkan peningkatan massa lemak maternal ( > 50%) (Lewandowski
1999). Plasenta mengekspresikan mRNA leptin. Leptin disekresi oleh
plasenta dengan kadar lebih tinggi pada maternal normal dibandingkan
gestasional diabetes (Lapaas 2005). Pada perempuan fertil non hamil, kadar
leptin tertinggi dijumpai pada fase ovulasi dan luteal (Ajala 2013).
Progesteron di duga berperan dalam meningkatkan sekresi leptin pada
kehamilan trimester I (Lacasa 2001, Trujillo 2011). Hiperinsulinemia kronis
terkait dengan peningkatan kadar leptin (Cinti 2009). Insulin meningkatkan
stimulasi replikasi dan diferensiasi preadiposit serta diduga mensupresi
apoptosis adiposit (Lewandowski 1999). Kehamilan terkait dengan resistensi
insulin fisiologis adaptif.
42
2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan
Resistensi leptin adaptif fisiologis merupakan keadaan krusial bagi
kelangsungan suatu spesies dan bersifat reversibel (Tups 2009). Setidaknya
dikenal dua keadaan resistensi leptin adaptif fisiologis pada mahluk hidup.
Yang pertama adalah resistensi leptin pada hewan yang bersifat musiman (
seasonal animals) seperti hamster Siberian (Phodoups sungorus) dan tikus
tanah (Microtus agrestis) serta yang kedua adalah pada mamalia hamil
(Tups 2009).
Pemberian leptin intraserebroventrikular pada tikus hamil tidak
meningkatkan aktifitas STAT3 ,yang merupakan jalur signalling leptin
intraselular, di nukleus arkuatus (ARC) dan nukleus hipothalamus
ventromedial (VMH) (Ladyman 2004, Trujillo 2011). Ladyman dkk (2012)
melaporkan, pemberian leptin intra peritoneal meningkatkan fosforilase
STAT3 di nukleus arkuatus baik pada tikus coba hamil maupun non hamil,
akan tetapi tidak terdapat aktifasi fosforilase STAT3 di neuron sekunder,
PVN, pada tikus coba hamil ( Ladyman 2012). Pada tikus mid gestasi,
terdapat peningkatan aktifitas neuron NPY dan AgRP, sedangkan POMC
berkurang. Transportasi leptin melalui sawar otak berkurang pada tikus
gestasi mulai mid gestasi (Trujillo 2011). Pemberian leptin tidak
43
menurunkan nafsu makan pada tikus coba gestasi (Trujillo 2011, Ladyman
2012).
Pada tikus hamil, prolaktin berhubungan dengan perubahan perilaku
dan adaptasi metabolik maternal. Hormon ini juga diduga berkontribusi
terhadap induksi resistensi leptin dalam kehamilan (Grattan 2008, Augustine
2008). Prolaktin diduga berperan dalam adipogenesis, hormon ini
menunjukkan efek peningkatan simpanan lemak dan terjadinya obesitas
pada tikus coba jantan (Le 2011).
Prolaktin menurunkan transportasi leptin melalui sawar otak. (Trujillo
2011) Studi mengenai transpor leptin melalui sawar otak dengan
menggunakan sistim kultur double-chamber yang menyerupai sawar otak
menunjukkan bahwa pretreatment dengan prolaktin kadar tinggi selama 24
jam menurunkan transpor leptin secara signifikan (Trujillo 2011). Dalam
kehamilan dijumpai peningkatan ekspresi mRNA reseptor prolaktin di plexus
choroideus dan nukleus preoptik medial (Grattan 2002). Resistensi leptin
fisiologis adaptif pada hewan musiman mengindikasikan adanya peranan
pleotropik prolaktin dalam fenomena tersebut (Tups 2009). Pemberian infus
prolaktin secara kronis pada tikus pseudogestasi menginduksi terjadinya
resistensi leptin (Augustine 2008).
Teori mengenai peranan prolaktin dalam induksi resistensi leptin
fisiologis dalam kehamilan memiliki sejumlah kelemahan. Peranan prolaktin
44
dalam induksi resistensi leptin tampak pada studi-studi yang ‘mengijinkan’ sel
target kontak dengan prolaktin secara terus menerus (Augustine 2008).
Keadaan ini tidak menyerupai pola sekresi fisiologis prolaktin. Prolaktin
disekresi oleh laktotrop hipofisis anterior secara pulsatif bukan kronis.
‘Kegagalan’ prolaktin dalam menginduksi resistensi leptin tampak pada studi
pseudogestasi yang dilakukan Trujillo dkk melalui intervensi hormonal
maternal dengan pola fisiologis (Trujillo 2011).
Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya
paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya
memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental
lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun
merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan
masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin
bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens
asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing
ligand (Brooks 2012).
3. Hormon plasenta dan resistensi leptin
Pada tikus coba, progesteron meningkat di awal gestasi disertai
hiperfagia dan peningkatan depot lemak. Meskipun demikian, tidak dijumpai
45
peningkatan aktifitas NPY dan AgRP, serta tidak terdapat perubahan
ekspresi mRNA POMC (Trujillo 2011). Tikus coba pseudogestasi tidak
mengalami perubahan respon hipothalamus terhadap leptin serta transportasi
leptin di sawar otak tidak berbeda dengan kontrol (Trujillo 2011). Fakta
tersebut mengindikasikan bahwa resistensi leptin fisiologis adaptif dalam
kehamilan berhubungan dengan plasenta.
Plasenta mensintesis dan mensekresi sejumlah hormon dan sitokin.
Hormon yang disekresi oleh plasenta termasuk, progesteron, estrogen ,
human placental growth hormon (hGH), human placental lactogen (hPL) dan
prolaktin (Trujillo 2011, Lewandowski 1999). Hormon plasenta yang terkait
langsung dengan induksi resistensi leptin belum diketahui secara pasti.
Pada midgestasi, milieu endokrin maternal dipengaruhi oleh kadar
tinggi dari dua hormon laktogenik ( prolaktin dan hPL) serta satu hormon
somatogen, yakni hGH ( placental GH) (Edlow 2014). Selain oleh hipofisis,
prolaktin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan desidua maternal serta
hipofisis janin. Meskipun demikian, kadar prolaktin di sirkulasi maternal
terutama mencerminkan prolaktin yang disekresi oleh hipofisis ibu,
sedangkan prolaktin desidual dan fetus hanya sedikit berkontribusi (Edlow
2014).
46
Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya
paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya
memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental
lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun
merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan
masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin
bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens
asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing
ligand (Brooks 2012).
Inkubasi model sawar otak tikus coba dengan progesteron dan β-
estradiol tidak menginduksi perubahan dalam transportasi leptin. Transportasi
leptin berkurang secara signifikan pada inkubasi sawar otak dengan prolactin
(Trujillo 2011). Infus kronik prolaktin pada tikus coba pseudogestasi
menginduksi resistensi leptin dan hiperfagia (Augustine 2008).
G. Human Placental Lactogen (hPL)
Pada manusia, kluster gen growth hormon yang terdiri dari 5 gen
paralog di kromosom 17, locus q23.3 mengkode growth hormon dan
placental lactogen. Kluster gen growth hormon terdiri dari GH1 yang
mengkode growth hormon hipofisis dan 4 gen yang terekspresi di plasenta
47
yakni GH2 yang mengkode growth hormon placental, CSH1,CSH2 dan
CSHL1. Gen CSH1 dan CSH2 mengkode human placental lactogen,
sedangkan fungsi gen CSHL1 belum diketahui (Papper 2009, Mannik
2010). Ekspresi GH2, CSH1, CSH2 dan CSHL1 terinduksi secara koordinatif
di syncitiotropoblas sisi maternal selama perkembangan janin (Vakili 2013).
Human placental lactogen (hPL) , SwissProt P01243, terdiri dari 217
asam amino dengan 21 sekuens asam amino yang merupakan peptida
signal. Sekuens hPL adalah homolog 85% dengan growth hormon serta 22%
dengan prolactin (Brooks 2012). Sama seperti growth hormon dan
prolaktin, struktur hPL terdiri dari 4 heliks panjang yang membentuk four
helix-bundle. Hormon ini hanya disekresi oleh plasenta, dikenal juga sebagai
chorionic somatomammotropin, termasuk famili sommatotropin/ prolactin.
(Uniprot. P01243)
Di syncitiotropoblas, hPL terkandung dalam sejumlah granula kecil
(0.12-0.25 μm) yang diskret. Pola granul tersebut menyerupai granul-granul
luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon ( FSH) di hipofisis
(Morrish 1988). Sekresi hPL bergantung pada sekretagog yang menginduksi
aktivasi phosphoinositol-protein kinase C dan disekresi cepat setelah kontak
dengan sekretagog (Morrish 1988) Efisiensi produksi chorionic
somatomammotropin terkait erat dengan perkembangan dan massa plasenta
(Vakili 2013).
48
Ekspresi mRNA hPL terdapat secara eksklusif di syncitiotropoblas
plasenta (Hoshina 1982). Induksi sintesis mRNA hPL di mulai pada tahap
lanjut diferensiasi trophoblast yakni setelah tahap formasi syncitial dan
ditranskripsi secara konstan selama perkembangan plasenta (Hoshina 1982).
Berbeda dengan pola pada human chorionic gonadotropin (HCG), tingkat
sekuenses mRNA hPL di syncitiotropoblast plasenta baik pada trimester I
maupun III adalah sebanding. Rasio citotropoblas terhadap syncitiotropoblas
akan turun secara progresif serta lapisan syncitiotropoblas akan menjadi
komponen trophoblast dominan pada kehamilan aterm (Hoshina 1982).
Kedua fakta tersebut mendukung profil hPL plasma yakni kadarnya jauh lebih
tinggi dibandingkan prolaktin sejak mulai terdeteksi, serta meningkat secara
progresif seiring peningkatan massa jaringan syncitiotropoblas.
Human placental lactogen di serum maternal terdeteksi secara
bermakna melalui pemeriksaan antibodi monoklonal spesifik (Mannik 2010,
Handwerger 1994). Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa
komplikasi, menunjukkan bahwa hPL terutama disekresi ke sirkulasi
maternal, dan hanya kurang dari 0,5% disekresi ke sirkulasi fetus
(Linnemann 2000). Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke 6 kehamilan.
Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, terjadi peningkatan bermakna
pada hPL dan prolaktin maternal dengan kadar hPL jauh melebihi prolaktin
maternal. Kadar puncak hPL di minggu ke 34, 5000 – 7000 ng/ml sedangkan
prolaktin 150-180 ng/ml (Handwerger 1994, Freemark 2010). Sejumlah studi
49
menunjukkan bahwa hPL terlibat dalam metabolisme intermedier. Terdapat
indikasi bahwa hormon ini menstimulasi intoleransi glukosa, lipolisis dan
proteolisis maternal. Glukosa, asam lemak bebas (= free fatty acid, FFA) dan
asam amino yang dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya merupakan
sumber nutrisi dan energi janin (Handwerger 1991).
Aktifitas hPL secara fisiologis terjadi melalui ikatannya dengan
reseptor prolaktin. Hormon ini berikatan jauh lebih kuat dengan reseptor
prolaktin dibandingkan reseptor growth hormon , mengindikasikan bahwa
hPL lebih berfungsi sebagai laktogen dibandingkan somatogen (Freemark
2010). Studi menunjukkan bahwa aktifitas reseptor prolaktin diawali dengan
peningkatan konsentrasi ligand-nya (Brooks 2012). Kadar hPL senantiasa
lebih tinggi bahkan sampai 30 kali lipat dibandingkan prolaktin selama masa
kehamilan. Bila ikatan ligand-reseptor turut ditentukan oleh konsentrasi
ligand, maka secara logis hPL memiliki kesempatan lebih tinggi untuk
berikatan dengan reseptor prolaktin dibandingkan prolactin itu sendiri.
Reseptor prolaktin terekspresi secara luas dalam sirkuit-sirkuit penting di otak
dan baik prolaktin maupun hPL dapat melalui sawar otak (Grattan 2011).
Prolaktin dan hPL merupakan kandidat penting dalam mediasi perubahan
adaptif otak maternal.
Peptida yang dikode oleh kluster gen GH/CSH terlibat dalam
pertumbuhan janin, metabolisme janin dan maternal serta laktasi. Pada
antropoda, placental growth hormon dan placental lactogen berperan dalam
50
penggunaan sumber-sumber maternal oleh fetus selama kehamilan (Haig
2008). Hormon hPL diduga terkait langsung dengan regulasi fungsi sel beta
pankreas dalam masa kehamilan ( Brelje 1993). Reseptor prolaktin
dibutuhkan dalam hemostasis glukosa dan modulasi sel beta selama masa
kehamilan (Huang 2009). Ekspresi gen placental growth hormon dan hPL
berkurang pada bayi yang kecil menurut umur kehamilan (SGA), sedangkan
pada bayi yang besar menurut umur kehamilan (LGA) dijumpai peningkatan
ekspresi hPL (Mannick 2010).
Terdapat perbedaan pola sekresi antara prolaktin hipofisis yang
pulsatif 2 kali perhari dengan hPL yang bersifat kronis. Perbedaan ini diduga
menginduksi adaptasi hipothalamus yang antara lain memicu terjadinya
resistensi leptin sentral (Augustine 2008, Trujillo 2011).
H. Kehamilan dan Jaringan Adiposa
Asupan ekstra energi dibutuhkan oleh ibu dengan berat badan
normal yang memasuki kehamilan. Ekstra energi dibutuhkan untuk memenuhi
peningkatan metabolisme basal dalam kehamilan dan peningkatan berat
badan dalam kehamilan (Butte 2004). Perhitungan kebutuhan kalori ibu
hamil didasarkan atas model estimasi kebutuhan energi maternal, yang
dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain (1991), pada kenaikan berat
51
badan maternal normal. Diasumsikan, dengan kenaikan berat badan 12,5 kg,
( ≈0,925 kg protein, ≈3,8 kg lemak, ≈7,8 kg air) akan mencukupi kebutuhan
energi, ≈ 320 MJ, selama masa kehamilan dan laktasi (Butte 2004, van Raaij
1988).
Model yang dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain tidak
memperhitungkan perbedaan massa depot lemak maternal pra hamil
(Sohlstrom 1995). Retensi lemak paska kehamilan pada perempuan di
Eropa berkisar 2 – 5.8 kg. Masa laktasi hanya memobilisasi 1—2.5 kg lemak
ibu ( Sohlstrom 1995).
I. Implikasi Obesitas Maternal Terhadap Janin
Diet tinggi lemak menginduksi hipertrofi adiposit, resistensi leptin dan
resistensi insulin (Kubota 1999). Maternal obesitas dan diet tinggi lemak
mengubah epigenetik ekspresi mRNA circadian dan metabolik ( PPARα,
SIRT1) di hati yang akan merupakan faktor risiko timbulnya obesitas kelak di
masa dewasa (Borengasser 2014).
Hiperleptinemia hipothalamus dan penurunan aktifasi STAT3
dijumpai pada bayi tikus yang dilahirkan oleh maternal obes yang diinduksi
oleh diet tinggi lemak (Gupta 2009, Franco 2012). Adipositas neonatal
berhubungan dengan status nutrisi maternal dan paritas (Veena 2009).
52
Peningkatan berat badan dalam kehamilan berhubungan dengan kejadian
diabetes mellitus gestasional (Gibson 2012) dan risiko obesitas di usia kanak-
kanak (Ludwig 2013). Risiko cedera reperfusi dan iskemia miokard
meningkat pada anak tikus yang dilahirkan oleh maternal obes (Calvert
2009).
J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil
Asupan energi terkait erat dengan peningkatan berat badan maternal.
Lagiou dkk (2004) melaporkan peningkatan berat badan maternal berkorelasi
positif dengan asupan protein dan lemak hewani, sebaliknya negatif dengan
asupan karbohidrat (Lagiou 2004) .
1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa
Asupan dan penggunaan energi cenderung untuk saling
menyesuaikan satu dan lainnya dengan tujuan untuk mempertahankan
stabilitas berat badan. Hal ini dapat terlaksana bila oksidasi campuran
sumber energi adalah ekuivalen, dalam arti komposisi rata-rata nutrient
dalam asupan makanan, yakni tercapainya keseimbangan pada masing-
53
masing makronutrien yaitu protein, karbohidrat dan lemak (Quintela 2007).
Degradasi dan oksidasi protein serta karbohidrat terkait erat dengan
asupannya. Hal ini berbeda dengan lemak, regulasi keseimbangan lemak
hanya sedikit terkait dengan asupannya, lemak sepertinya lebih cenderung
disimpan daripada dioksidasi (Quintela 2007).
(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh
Glukosa dapat digunakan dalam lipogenesis de novo dan asam
lemak yang dihasilkan akan disimpan sebagai triacylglycerol (TAG) dalam
droplet lemak di adiposit setelah mengalami esterifikasi dengan glycerol 3-
fosfat (Haugen 2007). Akan tetapi mekanisme ini dapat berkontribusi secara
kuantitatif terhadap penyimpanan TAG hanya bila terdapat keterbatasan
dalam ketersediaan asam lemak, keadaan yang tidak lazim terjadi pada
asupan diet dengan sumber energi lemak >20% (Haugen 2007). Asupan
energi dan asupan energy-adjusted yang berasal dari karbohidrat secara
signifikan berkorelasi negatif dengan peningkatan berat badan pada ibu
(manusia) hamil (Lagiou 2004). Keadaan ini berbeda dengan tikus, diet tinggi
sukrosa akan meningkatkan berat badan maternal dan lemak tubuh secara
signifikan. Tikus selanjutnya mengalami gangguan metabolik yang lebih
nyata dibandingkan diet tinggi lemak dan tinggi lemak-sukrosa (Boque 2009).
54
(b) Asupan lemak dan lemak tubuh
Triacylglycerol merupakan simpanan energi tinggi dari energi
metabolik oleh karena bersifat dipadatkan dan anhidrous. Satu gram lemak
anhidrous menyimpan energi lebih dari enam kali lipat dibandingkan satu
gram glikogen hidrous (Berg 2002). Asupan asam lemak mempengaruhi
komposisi asam lemak dalam simpanan trigliserida di jaringan lemak subkutis
(Field 1985). Ambilan langsung asam lemak bebas sirkulasi oleh adiposit
subkutis terjadi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan di
adiposit subkutis abdominal terjadi lebih ‘rakus’ lagi (Shadid 2007). Dijumpai
korelasi positif antara kadar asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh
rantai majemuk n-3 (polyunsaturated,PUFA) di jaringan adiposa dengan
prosentasi kandungan asam lemak-asam lemak tersebut dalam asupan
nutrisi (Zatonska 2012). Asupan energi dan asupan energy-adjusted yang
berasal dari lemak hewani berkorelasi positif dengan peningkatan berat
badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).
(c) Asupan protein dan lemak tubuh
Asupan energi dan asupan energy-adjusted protein berhubungan positif
dengan peningkatan berat badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).
Protein mempengaruhi penggunaan energi dan simpanan massa tubuh non
lemak
56
III.A. KERANGKA TEORI
ADIPOSIT
PLASENTA
LEPTIN
SAWAR OTAK
HPL
LEPTIN ↓
H I P O T H A L A M U S
STAT 3 ↓ SOCS 3↑
Neuropeptida orexigenik ↑ Neuropeptida anorexigenik ↓
NPY ↑ AgRP↑
POMC ↓ CART ↓
Perilaku dan aktifitas orexigenik ↑
Hiperfagia dan penurunan penggunaan energi
Depot lemak ↑
Berat badan maternal ↑
Peningkatan ‘fat free mass’ maternal, plasenta
Pertumbuhan janin, cairan amnion
HIPERINSULINEMIA
DIET TINGGI LEMAK
PROGESTERON
FAKTOR SOSIAL/ LINGKUNGAN
KARAKTERISTIK DASAR
GESTASIONAL DM ↑
RETENSI LEMAK PASKA MELAHIRKAN
PERUBAHAN EPIGENETIK JANIN
PROLAKTIN
57
Keterangan : POMC ( proopiomelanocortin), NPY ( neuropeptide Y), AgRP
(agouti related protein),STAT3 ( Signal transducer and activators of
transcription 3), SOCS3 ( suppressor of cytokine signaling)
III. B. KERANGKA KONSEP
Variabel dependen : Massa lemak maternal, BB
Variabel independent : Human placental lactogen (hPL)
Variabel intermedier : Leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik
Variabel cofounding : IMT pra-hamil, Insulin
Peningkatan berat badan maternal
Peningkatan massa lemak maternal
Hamil
hPL Resistensi
leptin (Leptin ↑)
IMT pra-hamil
Hiperfagia &
Energy expenditure
58
Cttn: IMT= indeks massa tubuh , hPL= human placental lactogen ,BB= berat badan, LILA =
lingkar lengan atas
III. C. HIPOTESIS
1. Terdapat hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu dengan usia
kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.
2. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT
berhubungan dengan peningkatan massa lemak pada ibu hamil usia
kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.
3. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT
berhubungan dengan peningkatan berat badan pada ibu hamil usia
kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.
59
BAB IV
METODE PENELITIAN
I. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional longitudinal analitik terhadap
hubungan kadar hormon hPL, leptin dan asupan nutrisi dengan peningkatan
massa lemak pada ibu dengan usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30
minggu.
II. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
di Rumah Sakit BLU RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado, RS dan Klinik
Bersalin, Puskesmas di Manado.
III. Bahan dan Alat
Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich,
monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin
Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL
serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoklonal menggunakan Human
Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Massa lemak
60
maternal dievaluasi menggunakan metode bioelectric impedance analysis
(BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Evaluasi
asupan kalori dilakukan menggunakan 24 hour food recall dengan software
NutriSurvey 2007 dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2009. Evaluasi
intensitas penggunaan energi maternal diperoleh berdasarkan penghitungan
nilai MET.hr/week dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)
(Chasan – Taber, et al, 2004).
IV. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah wanita hamil di Kota Manado. Sampel adalah
wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel
dikalkulasi menggunakan perangkat lunak G*Power 3.1.9.2, t test, means
difference between two dependent groups, apriori: compute required sampel
size, two tail, effect size dz 0,5, α error probability 0,05, power 0,95%.
Diperoleh total sampel yang dibutuhkan minimal 54 orang. Nilai mean dan
standar deviasi menggunakan kadar leptin pada maternal berat badan
berlebih dengan usia kehamilan trimester III di Busan (Korea Selatan), yakni
20,93 + 7.27 ng/ml (Kim 2008). Mempertimbangkan risiko drop out dalam
suatu penelitian longitudinal, maka jumlah sampel yang akan direkruit
pertama kali berjumlah 125 orang.
61
4.01 Variabel
Variabel dependen : massa lemak , berat badan
Variabel independen : hPL
Variabel intermedier : leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik
Variabel confounding : IMT pra-hamil, insulin
4.02. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
Kriteria inklusi :
a. Ibu hamil trimester I berusia > 18 tahun dan < 40 tahun.
b. Usia kehamilan < 16 minggu
c. Bersedia mengikuti penelitian dan menanda-tangani formulir
persetujuan.
Kriteria eksklusi :
Berat badan pra-hamil tidak bisa ditentukan, kehamilan kembar,
eklampsia, hiperemesis gravidarum, IUFD, diabetes mellitus, penyakit
ginjal kronik, gangguan fungsi tiroid dan IMT pra hamil > 35 Kg/m2.
62
V. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan secara terpadu dengan pemeriksaan kehamilan
oleh bidan di Puskesmas. Kunjungan I dengan kriteria usia kehamilan < 16
minggu kehamilan. Dilakukan percakapan dengan pasien mengenai
penelitian dan edukasi individual mengenai pengendalian berat badan dalam
kehamilan. Bila pasien menyetujui untuk mengikuti penelitian, dilakukan
penanda-tanganan formulir persetujuan (informed consent). Selanjutnya
dilakukan pengambilan data pribadi, pengukuran antropometri, wawancara
asupan nutrisi dengan teknik 24 hour food recall, wawancara aktifitas harian
dan pengisian kuesioner PPAQ serta pengambilan sampel darah untuk
kriteria eksklusi, kadar hPL dan kadar leptin.
Kunjungan II, rentang usia kehamilan 24-28 minggu. Dilakukan
pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour
food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta
pengambilan sampel darah untuk kadar hPL, kadar leptin dan insulin.
Kunjungan III, rentang usia kehamilan 32-36 minggu. Dilakukan
pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour
food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta
pengambilan sampel darah untuk kadar hPL dan kadar leptin.
Evaluasi di Puskesmas dilakukan dalam rentang waktu pkl. 08.00 –
10.00. Bila ibu tidak memenuhi jadwal kunjungan di Puskesmas terkait,
dilakukan kunjungan rumah pada rentang jam 07.00 – 10.00.
63
Data petanda biokimiawi tubuh dan hormonal diperoleh melalui
pemeriksaan serum maternal yang diambil secara intravena di vena cubitus.
Sampel darah yang diambil langsung dimasukkan ke dalam tabung terpisah
menurut peruntukan jenis pemeriksaan. Rentang waktu antara pengambilan
sampel darah di Puskesmas/rumah partisipan dengan proses pemisahan
serum di Laboratorium Klinik Prodia Manado, adalah tidak lebih dari 2 jam.
Pemeriksaan untuk kriteria eksklusi dan kadar hormon insulin dilakukan di
Laboratorium Klinik Prodia Manado. Serum untuk analisa leptin dan hPL
disimpan dalam suhu -200C di Laboratorium Klinik Prodia Manado untuk
selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Makassar dan disimpan
dalam suhu -500C sampai analisa dimulai. Analisa kadar leptin dan hPL
dilakukan di Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center
(HUM-RC). Semua transportasi sampel antar kota dilakukan menggunakan
pendingin dry-ice.
VI. Definisi Operasional, Kriteria Objektif dan Cara Pemeriksaan
6.01 Umur kehamilan
Umur kehamilan saat visit pertama ditentukan berdasarkan hari
pertama haid terakhir (HPHT).
64
6.02 Indeks Massa Tubuh (IMT) pra-hamil
Indeks massa tubuh dihitung menurut rumus : Berat Badan ( kg)
Tinggi Badan (m)2
6.03 Berat badan
Berat badan pra-hamil diperoleh berdasarkan anamnesa pada
kunjungan pertama. Bila data berat badan pra hamil tidak diperoleh,
digunakan berat badan pada kunjungan pertama ( < 16 minggu).
Pengukuran berat badan menggunakan metode bioelectric impedance
analysis (BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Ibu
diperkenankan mengenakan pakaian dalam dan satu lapis baju luar dari
bahan katun. Alas kaki dan semua perhiasan dilepas. Pengukuran dilakukan
pada pkl 08.00 – 10.00 pagi.
6.04 Tinggi badan
Pengukuran tinggi badan (cm) dilakukan menggunakan pita ukur
dengan akurasi 0,1 cm. Ukuran cm dalam pita ukur disalin ke dinding
Puskesmas, sampel berdiri tegak, kedua tangan disisi badan, kepala
memandang lurus ke depan, pembatas tinggi badan, menggunakan
penggaris, menyentuh kulit puncak kepala.
6.05 Massa lemak tubuh maternal
65
Pengukuran massa lemak tubuh total diperoleh dengan menggunakan
bioelectric impedance assesment (BIA) , OMRON HBF-358-BW. Nilai %
massa lemak yang ditampilkan oleh alat tersebut, dikalikan berat badan
maternal pada saat yang sama dan diperoleh massa lemak tubuh dalam
satuan kilogram.
6.06 Asupan nutrisi
Informasi asupan nutrisi diperoleh melalui kuesioner 24 hours food recall.
Analisis asupan kalori dan makronutrien dilakukan oleh Ahli Gizi,
menggunakan software NutriSurvey tahun 2007 merujuk kepada Tabel
Komposisi Pangan Indonesia ( TKPI) (Mahmud MK 2009).
6.07 Aktifitas fisik.
Data diperoleh dari kuesioner mengenai aktifitas ibu hamil yang
diterjemahkan dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)
(Chasan – Taber, et al (2004) Biostatistics and Epidemiology, School of
Public Health & Health Sciences, University of Massachusetts). Satuan
intensitas penggunaan energi dalam studi ini adalah metabolic energy
turnover (MET).hour/week.
66
6.08 Sosiodemografis maternal.
Faktor sosiodemografis dalam studi ini menyangkut alamat, alamat
sebelumnya, tempat tanggal lahir, status tempat tinggal, umur , etnis,
tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga setiap bulan, status
perkawinan, rokok ( aktif, pasif), tinggi/berat badan suami, tingkat paritas dan
frekuensi pemeriksaan hamil oleh bidan/ dokter.
6.09 Leptin
Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi,
minimal 3 jam setelah makan terakhir. Serum dipisahkan dalam waktu < 2
jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C.
Analisa menggunakan Quantikine® ELISA, Human Leptin Immunoassay,
Catalog Number DLP00, R&D Systems.
6.10 Human placental lactogen (hPL)
Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-12.00 pagi,
tanpa puasa. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan
darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan
menggunakan Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R,
Biovendor.
67
6.11 Insulin
Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi.
Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah
selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan secara ELISA,
monoclonal antibody terhadap insulin ( Multi-array 96-well Insulin Plate
L451BZA-1 , sulfo-tag Anti-hInsulin Antibody1, Meso Scale Discovery, USA).
Deteksi terendah 7.5 pg/ml dengan kalibrasi 0.023 unit/ μg.
6.12 Kehamilan kembar, eklampsia, IUFD
Kecurigaan akan kehamilan kembar, eklampsia dan IUFD
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan oleh bidan. Diagnosis ditegakkan oleh
dokter ahli Kebidanan dan Kandungan.
6.13 Diabetes mellitus
Diagnosis diabetes mellitus bila pemeriksaan darah vena setelah
ibu puasa 8-10 jam mulai pukul 22.00 malam, menunjukkan kadar gula darah
plasma > 126 mg/dl atau telah terdiagnosa diabetes mellitus sebelumnya.
6.14 Penyakit Ginjal Kronik
Kriteria objektif PGK dalam penelitian ini adalah bila estimasi laju
filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit menurut formula Cockcroft Gault
pada jenis kelamin perempuan.
68
estimasi LFG = (140-umur) x Berat badan (kg) x 0,85
72 x serum kreatinin (mg/dl)
5.15 Gangguan fungsi tiroid
Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00
pagi. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah
selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Serum diperiksa dengan TSH assay
generasi III (Siemens). Sensitivitas 0.01 – 0.02 µIU/mL , variasi interassay
20%. Gangguan fungsi tiroid dalam penelitian ini bila kadar TSH < 0. 2
mIU/L atau > 4.0 mIU/L .
VII. Teknik Analisis Statistik
Analisis hubungan antara IMT pra-hamil, hPL, leptin, asupan nutrisi
dengan peningkatan massa lemak maternal dilakukan dengan
memperhitungkan sejumlah variabel confounding yang potensial seperti
insulin, aktifitas fisik dan faktor sosiodemografis maternal potensial seperti
umur ( kategorik), etnis, IMT suami/ pasangan hidup, tingkat pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, paritas, penghasilan keluarga. Data disajikan dalam mean
(SD) dan median. Metode statistik inferensial yang digunakan dalam studi ini
69
adalah uji korelasi bivariat, Uji T, Oneway ANOVA, Generalized Estimating
Equation (GEE) dan Generalized Linear Model Multivariate (GLM
Multivariate), Multiple Regression Analysis. Nilai α yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 0,05. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak
IBM SPSS Statistic versi 21.
70
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
I. Pelaksanaan Penelitian
1.01 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Bahu, Ranotana Weru, Tuminting,
Wawonasa dan Ranomuut. ( Lampiran 1, Peta Lokasi Puskesmas hal. 179 )
Semua Puskesmas tersebut berada dalam lingkup kerja Dinas Kesehatan
Kota Manado. Pemilihan lokasi Puskesmas berdasarkan tingkat pelayanan
pemeriksaan antenatal. Rekruitmen sampel penelitian dimulai pada
September 2015 sampai April 2016. Rentang waktu observasi adalah
September 2015 sampai Agustus 2016.
1.02 Partisipan (Sampel)
Kriteria inklusi usia kehamilan saat penelitian dimulai adalah < 16
minggu. Selama bulan September 2015 sampai Desember 2015 hanya
71
terjaring 3 maternal. Pada bulan Januari 2016 dilakukan revisi kriteria usia
kehamilan, usia maternal dan IMT pra-hamil. Kriteria usia kehamilan menjadi
< 20 minggu, usia maternal menjadi > 16 tahun dan tanpa pembatasan IMT
pra hamil. Sampai akhir Januari 2016 sampel yang terjaring baru 60% dari N.
Pada bulan Februari 2016, dilakukan revisi kembali kriteria inklusi usia
kehamilan menjadi < 28 minggu.
1.03 Alur Pelaksanaan Penelitian
Rekruitmen dan observasi dilakukan di Puskesmas terkait. Rekruitmen
sampel dilakukan berdasarkan informasi dari Bidan Puskesmas yang telah
mendapat penjelasan mengenai penelitian ini serta kriteria inklusi dan
eksklusi dalam penelitian ini. Bidan melakukan seleksi sampel berdasarkan
usia kehamilan secara konsekutif. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan
hari pertama haid terakhir dengan menggunakan kalkukaltor usia kehamilan.
Selanjutnya semua proses penelitian dilakukan oleh tim peneliti.
Pada saat pertemuan pertama dilakukan percakapan dan penjelasan
mengenai penelitian ini dan menyangkut pengelolaan berat badan serta
nutiris dalam kehamilan. Disampaikan pula bahwa penelitian ini memerlukan
kesediaan ibu untuk dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali dalam rentang
waktu yang ditentukan. Ibu hamil dapat menolak maupun mengundurkan diri
dan tidak melanjutkan proses penelitian setiap saat, tanpa konsekuensi
72
apapun. Jika ibu hamil setuju untuk berpartisipasi dalam studi ini, ibu hamil
menanda-tangani Fromulir Persetujuan yang telah disiapkan. (Lampiran 5,
hal.183)
Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengisian formulir yang
berisikan data sosiodemografi dan ekonomi. Data tersebut terdiri dari, nama
lengkap, usia, tempat tanggal lahir, alamat saat ini, alamat sebelumnya,
kepemilikan rumah ( rumah sendiri, kontrak, seatap dengan ibu kandung,
seatap dengan ibu mertua), suku ibu kandung, suku ayah kandung,
pendidikan, pendidikan suami, penghasilan keluarga, status pernikahan,
rokok, tingkat paritas, kepemilikan mobile phone.
Berat badan (BB) sebelum hamil diperoleh berdasarkan anamnesis.
Bila usia kehamilan < 16 minggu dan ibu tidak mengetahui berat badan
sebelum hamil maka berat-badan saat kunjungan I tersebut digunakan
sebagai BB pra-hamil. Tinggi badan (TB) diukur saat pemeriksaan pertama
menggunakan pita ukur (cm). Berat badan dan massa lemak diukur
menggunakan metode bioelectric impedance analysis (BIA) dengan alat
OMRON HBF-358-BW . Selanjutnya ukuran massa lemak (%) yang
ditampakkan oleh alat tersebut, dikalikan dengan berat badan (kg) sehingga
diperoleh ukuran massa lemak dalam kilogram. Berat badan dan massa
lemak diukur setiap kunjungan. Rerata pengukuran di Puskesmas dilakukan
pada jam 08.00 – 10.00 pagi. Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh melalui
rumus BB (kg)/ TB (m)2.
73
Informasi mengenai asupan nutrisi maternal diperoleh melalui metode
24-h food recall. Tim peneliti melakukan wawancara dan mengisi tabel isian
yang mencakup jenis makanan serta minuman selang 2 jam, mulai pkl 04.00
sampai 02.00. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan perangkat lunak
Nutri-Survey dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) oleh ahli nutrisi.
Observasi nutrisi dilakukan setiap kunjungan.
Data penggunaan energi aktifitas ibu diperoleh melalui analisa hasil
kuesioner PPAQ menurut rumus yang telah ditetapkan dalam manual
penggunaan PPAQ. Tim peneliti melakukan wawancara dengan ibu hamil,
sambil mengisi kuesioner sesuai wawancara dan dilihat serta disetujui oleh
ibu hamil tersebut. Selanjutnya dilakukan kalkulasi penggunaan energi
(MET.hr/weeks) menurut rumus yang terdapat dalam manual PPAQ.
Pada kunjungan pertama, dilakukan pengambilan darah vena
berjumlah 10 cc , dimasukkan ke dalam tabung terpisah masing-masing
untuk analisis TSH, kreatinin dan gula darah serta diproses dan disimpan
untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah pada kunjungan
kedua berjumlah 10 cc, yakni untuk analisa kadar gula darah dan insulin
serta diproses dan disimpan untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Kunjungan
ketiga dilakukan pengambilan darah 8 cc untuk diproses dan disimpan untuk
pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah dilakukan setelah evaluasi
klinis oleh klinisi, bila diperoleh kesan partisipan dalam keadaan anemia klinis
atau partisipan belum bersedia, pengambilan darah ditunda dan dijadwalkan
74
kembali. Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich,
monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin
Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL
serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoclonal, menggunakan
Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Kadar hPL
dan leptin dianalisis di Laboratorium Hasanuddin University Medical
Research Center (HUM-RC).
Untuk meningkatkan kepatuhan partisipan dalam mentaati jadwal
kunjungan, tim peneliti menghubungi partisipan melalui mobile phone atau
bantuan tenaga kesehatan Puskesmas, 1-3 hari sebelum tanggal yang telah
disepakati sebelumnya. Bila partisipan tidak memenuhi jadwal kunjungan ke
Puskesmas maka Tim Peneliti akan berkunjung dan melakukan observasi di
rumah partisipan. Mempertimbangkan keadaan sosio-ekonomi sebagian
besar partisipan, dilakukan pemberian supplemen multivitamin dan mineral
yang lazim diberikan pada ibu hamil yakni mengandung zat besi, asam folat,
B12, kalsium, vitamin D dll. Pemberian suplemen multivitamin dan mineral
dilakukan mulai usia kehamilan > 24 minggu.
Sampel eligibel yang direkrut sampai akhir proses rekruitmen (minggu
I April 2016) berjumlah 125 sampel. Sebanyak 1 sampel tidak diikut-sertakan
(eksklusi) dalam observasi lanjut dikarenakan diabetes mellitus tipe 2
(DMT2). Total sampel dalam kunjungan I berjumlah 124 orang. Jumlah
sampel pada kunjungan II adalah 93 orang. Sejumlah 31 orang ibu hamil
75
tidak melanjutkan observasi pada kunjungan II disebabkan, 1 kasus aborsi, 2
kasus kematian janin intra uterus, 3 orang pindah ke daerah yang berbeda, 2
orang menolak untuk melanjutkan observasi dan hilang kontak berjumlah 23
orang. Sampel yang menyelesaikan observasi sampai kunjungan ke III
berjumlah 70 orang. Sejumlah 23 orang ibu hamil tidak melanjutkan
observasi sampai kunjungan III disebabkan, 10 ibu melahirkan lebih cepat
dari perkiraan waktu kelahiran, 2 ibu melahirkan prematur, 4 ibu kembali ke
tempat asal untuk melahirkan, 1 menolak melanjutkan observasi, 1 ibu
mengalami ketuban pecah dini, 1 ibu mengalami kematian bayi intra uterin
dan 4 ibu hilang kontak. Alur pelaksanaan penelitian tampak dalam Gambar
4 , halaman 74.
II. Data Hasil Penelitian
2.01 Karakteristik Sampel
(a) Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi
Lebih dari 50% ibu hamil berusia 18 – 35 tahun, 39% memiliki IMT>23
Kg/m2 dan 57% tingkat Pendidikan SLTA. Tabel 1 , halaman 75.
(b) Usia Kehamilan dan Antropometri Maternal Setiap Kunjungan
76
Median usia kehamilan pada kunjungan I adalah 18 minggu, II adalah
24 minggu dan kunjungan III adalah 30 minggu. Rerata (mean) massa lemak
maternal pada kunjungan I ( median usia kehamilan 18 minggu) adalah 16,9
kg, kunjungan II ( median usia kehamilan 24 minggu) adalah 18,9 kg dan
kunjungan III ( median usia kehamilan 30 minggu) adalah 20,2 kg. Tabel 2,
halaman 76.
Informed consent
Data dasar, Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik
Sampel darah : GD,Kreatinin,TSHs,Leptin, hPL
Rekruitmen, n = 125
DMT2 n=1
10 partus , 1 menolak lanjut, 1 KPD
2 prematur, 4 pulang ke daerah asal
1 IUFD, 4 hilang kontak
n = 23
Visit 1 , n=124 1 abortus, 2 IUFD,
3 pindah domisili,
2 menolak lanjut
23 hilang kontak
n = 31
Kriteria eksklusi
Visit 2, n = 93
Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik Sampel darah : GD,Insulin, Leptin, hPL
Visit 3 , n = 70
Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik
Sampel darah : Leptin, hPL
77
Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian
Tabel.1. Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi
Sampel
(n=70) %
Usia (tahun) >18 2 3
18-25 25 36
26-35 37 53
>35 6 9
Tinggi Badan (cm) <155 36 51
>155 34 49
IMT pra-hamil (Kg/m2) <18,5 12 17
18,5-22,9 31 44
>23,0 27 39
Tingkat Pendidikan SD 5 7
SLTP 20 29
SLTA 40 57
Universitas 5 7
Pekerjaan Ibu RumahTangga 61 87
Karyawan 6 9
Profesional 3 4
Penghasilan Bulanan Keluarga ( Rupiah, Juta)
<1 3 5
1-2 43 61
> 2-5 22 31
>5 2 3
Paritas 1 24 34
2 28 40
3 12 17
>3 6 9
78
Tabel.2. Usia Kehamilan, Berat Badan dan Massa Lemak Maternal Pada
Kunjungan I, II dan III
Karakteristik
(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median
Usia kehamilan (minggu)
Kunjungan I 7,0 28,0 16,6 4,4 18,0
Kunjungan II 20,0 34,0 24,3 2,7 24,0
Kunjungan III 24,0 39,0 30,6 2,9 30,0
Berat badan maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan
18 minggu 39,5 82,9 57,1 9,2 57,9
24 minggu 43,1 85,8 60,7 9,0 62,0
30 minggu 46,1 91,1 62,9 9,0 64,0
Massa lemak maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan
18 minggu 7,9 29,3 16,9 4,9 16,6
24 minggu 10,1 31,8 18,9 4,7 19,0
30 minggu 12,1 35,3 20,2 4,9 20,3
2.02 Variabel Dependen
79
Variabel dependen penelitian ini adalah peningkatan berat badan
(∆BB, kg) dan ∆ massa lemak maternal (kg). Peningkatan BB pertama
adalah ∆ BB antara kunjungan 2 (median usia kehamilan 24 minggu)
dikurangi BB kunjungan 1 (median usia kehamilan 18 minggu) yakni
M = 3,7 kg, SD = 2,4. Peningkatan BB kedua adalah ∆ BB kunjungan 3
(median usia kehamilan 30 minggu) dikurangi BB pada kunjungan 2 yakni, M
= 2,1 kg, SD = 1,8. Demikian hal yang sama berlaku terhadap massa lemak
maternal. Tabel.3.
Tabel.3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu
Variabel
(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median
Peningkatan Berat Badan Maternal (kg)
18 - 24 minggu -1,6 11,1 3,7 2,4 3,6
24 - 30 minggu -1,6 7,0 2,1 1,8 2,0
Peningkatan Massa Lemak Maternal (kg)
18 - 24 minggu -2,3 5,7 2,0 1,4 2,2
24 - 30 minggu -1,8 6,1 1,3 1,4 1,1
80
2.03 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kadar hPL. Variabel
intermedier adalah leptin, asupan nutrisi dan intensitas penggunaan energi.
Variabel co-founder adalah IMT pra-hamil dan kadar insulin pada usia
kehamilan > 24 minggu. Penyajian deskripsi data dikelompokkan ke dalam 2
tabel yakni bersifat hormonal dan bukan hormonal.
a) Gambaran Kadar Human Placental Lactogen, Leptin dan Insulin Serum
Rerata, mean (SD) kadar hPL pada visit 1 ( median usia kehamilan 18
minggu) adalah M = 3,1 mg/L, SD = 2,4 , visit 2 ( median usia kehamilan 24
minggu) adalah M = 7,4 mg/L, SD = 3,6 dan visit 3 (median usia kehamilan
30 minggu) adalah M = 9,8 mg/L , SD =4,0. Tabel.4.
81
Tabel.4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia
Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin Serum
Variabel
(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median
Kadar hPL (mg/L)
18 minggu 0,2 10,2 3,1 2,4 2,9
24 minggu 0,5 18,3 7,4 3,6 6,9
30 minggu 2,7 22,2 9,8 4,0 9,6
Kadar leptin (µg/L)
18 minggu 2,5 99,1 24,9 18,0 23,4
24 minggu 3,9 153,4 50,2 34,9 39,3
30 minggu 5,8 146,7 46,9 32,6 38,8
Kadar insulin (µIU/mL)
24 minggu 2,0 84,2 17,6 17,4 12,8
b) Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi
Aktifitas Maternal.
82
Nilai IMT pra-hamil paling rendah adalah 15,1 kg/m2 dan tertinggi
adalah 30 kg/m2. Nilai median IMT pra-hamil adalah 22,2 Kg/m2. Tabel 5,
Gambar 5. Mean (SD) rerata asupan kalori pada visit 1 dan 2 adalah
M= 1471 kcal , SD= 333 sedangkan rerata penggunaan energi pada visit 1
dan 2 adalah M = 141,76 MET.hr/week, SD= 60,88. Profil asupan kalori
maternal menurut trimester kehamilan, tampak pada Gambar 6, halaman 82.
Tabel. 5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi
Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan
Variabel
(n = 70) Minimum Maksimum Mean SD Median
IMT pra-Hamil
(kg/m2) 15,1 30,0 22,6 3,8 22,2
Asupan Kalori (kcal)
18 minggu 238 2402 1343 416 1311
24 minggu 760 2949 1599 472 1574
30 minggu 838 2627 1512 452 1512
Penggunaan Energi (MET.hr/week)
18 minggu 25,7 397,4 165,0 79,0 154,4
24 minggu 20,45 331,5 118,6 64,2 108,3
84
Gambar 6. Distribusi Asupan Kalori Menurut Trimester Kehamilan
III. Massa Lemak Maternal
3.01. Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT Pra-Hamil
Massa lemak pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2,
berbeda secara bermakna dibandingkan dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2,
pada setiap kelompok usia kehamilan. Gambar 7.
85
Gambar 7. Perbandingan Massa Lemak Maternal Pada
Setiap Kunjungan Menurut IMT Pra-Hamil
3.02. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal Menurut IMT
Pra-Hamil
Peningkatan massa lemak maternal rentang usia kehamilan 18 – 24
minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 adalah M = 2,1 kg,
SD = 1,6 , 95% CI ( 1,6 – 2,5 ) sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil >
23 kg/m2 adalah M = 2,0 kg, SD = 1,2 , 95% CI ( 1,5 – 2,4) , p= 0,78.
(Gambar 8). Tidak dijumpai perbedaan peningkatan massa lemak rentang
86
usia kehamilan 24 – 30 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23
kg/m2 dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2, p= 0,10. Gambar 9
Gambar 8. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak
Maternal Rentang Usia Kehamilan 18-24 Minggu Menurut
IMT Pra-Hamil
87
Gambar 9. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak
Maternal Rentang Usia Kehamilan 24-30 Minggu Menurut
IMT Pra-Hamil
3.03. Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT Pra-
Hamil yang Kurang
Untuk melihat konsistensi perbandingan peningkatan massa lemak
antar kelompok IMT pra-hamil, dilakukan uji komparasi antara maternal
dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 ( penelitian ini mengikut sertakan 12
orang maternal dalam kelompok IMT tersebut ) dengan IMT pra-hamil
> 18,5 – 22,9 kg/m2 ( n = 12, diambil sekaligus menurut urutan nomor
sampel) dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( n=12, diambil sekaligus mulai dari
IMT tertinggi). Didapatkan rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan
18 – 24 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 adalah M
= 1,9 kg , SD = 1,4 sedangkan IMT pra-hamil > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 2,2 kg
, SD = 2,3, dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 , M = 2,1 kg, SD = 1,5. Analisa
komparasi secara statistic dilakukan menggunakan uji Oneway ANOVA.
Tidak terdapat perbedaan peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan
18-24 minggu pada ke tiga kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,15 , MS = 0,15,
88
F(1,33)= 0,05 , p = 0,83. Rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan
24 – 30 minggu pada maternal < 18,5 kg/m2 adalah M = 1,1 , SD = 1,0
sedangkan maternal > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 1,3 , SD = 0,8 dan IMT pra-
hamil > 23 kg/m2, M= 1,4 kg, SD = 1,5. Tidak terdapat perbedaan
peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada ke tiga
kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,48 , MS = 0,48, F(1,33)= 0,37 , p = 0,55.
Gambar 10. Pembandingan antar kelompok IMT pra-hamil dengan masing-
masing sub kelompok n = 12 orang, hanya dilakukan dalam analisis ini.
89
Gambar 10. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Pada
Maternal dengan IMT Pra-Hamil Kurang di Rentang Usia
Kehamilan 18-24 Minggu
3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan
Analisa korelasi Spearman’s-rho menunjukkan massa lemak
berkorelasi secara positif dengan usia kehamilan, r= 0,3 , p=0,000. (Gambar
11)
91
IV. Human Placental Lactogen
4.01. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil
Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2, rerata kadar hPL
pada usia kehamilan 18 minggu adalah M = 3,7 mg/L , SD = 3,07 , dan IMT
pra-hamil 18,5 – 22,9 kg/m2 adalah M = 3,2 mg/L, SD = 2,3 , serta IMT pra-
hamil > 23 kg/m2 , M= 2,6 mg/L, SD = 2,0. Tidak dijumpai perbedaan kadar
hPL yang signifikan menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan yang sama.
Gambar 12.
92
Gambar 12. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil
dan Rerata Usia Kehamilan Dalam Setiap Kunjungan
4.02. Hubungan Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia
Kehamilan
Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95%
CI dari kadar hPL adalah 2,9 mg/L, SD(2,3) , 95%CI ( 1,5-4,2) Di usia
kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar hPL adalah 7,2 mg/L , SD
(3,6) , 95%CI (6,3 – 8,2). Kadar hPL tertinggi dijumpai pada usia kehamilan >
32 minggu (n=13), yakni mean 12,4 mg/L, SD(4,3), 95%CI ( 9,7 – 14,4).
Gambar 13.
93
Gambar 13. Kadar hPL Serum Menurut Usia Kehamilan
4.03. Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia Maternal
dan Tingkat Paritas
Rerata, mean (SD), 95% Wald CI kadar hPL pada maternal berusia >
35 tahun dengan tingkat paritas 1, 2, 3, dan > 3, masing-masing secara
berurutan adalah, 7,5 mg/L, SD (4,3) , 95% Wald CI (7,5-7,5) ; 7,4 mg/L, SD
(5,8), 95% Wald CI ( 5,1 – 9,8) ; 11,5 mg/L, SD (4,1), 95% Wald CI (11,5-
11,5) ; 8,2 mg/L, SD ( 6,5) , 95% Wald CI ( 2,0 – 14,4). Gambar 14.
94
Gambar 14. Rerata (95%CI) Kadar hPL Serum Menurut Usia Maternal
dan Tingkat Paritas
Untuk melihat asosiasi antara usia kehamilan, usia maternal dan tingkat
paritas dengan kadar hPL serum, dilakukan uji menggunakan generalized
linear model GEE (generalized estimating equations). Dibandingkan dengan
kadar hPL pada usia kehamilan > 32 minggu, kategori referens, kadar hPL
pada semua tingkatan usia kehamilan dibawah 29 minggu, lebih rendah
secara signifikan, yakni di usia kehamilan < 12 minggu (B -10,5 , p 0,00) , 12-
16 minggu ( B -7,8 , p 0,00) , 17-20 minggu (B -12,4 , p 0,00) , 21 – 24
95
minggu ( B -10,0 , p 0,01) dan 25-28 minggu ( B -12,5 , p 0,00). Kadar
hPL pada maternal berusia 18-25 tahun lebih rendah secara signifikan ( B -
7,8 , p 0,00) dibandingkan maternal berusia > 35 tahun. Kadar hPL pada
maternal dengan tingkat paritas > 3, lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan tingkat paritas 3 ( B -1,8 , p 0,00). Tabel.6
Tabel 6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap
Kadar Human Placental Lactogen
Prediktor N B SE
95% Wald CI Uji Hipotesis
Bawah Atas
Wald
Chi-
square
df p
Usia kehamilan (minggu)
< 12 14 -10,5 0,5 -11,4 -9,5 445,7 1 0,00**
12 - 16 13 -7,8 . . . . 1 0,00**
96
17 - 20 40 -12,4 3,9 -19,9 -4,8 10,3 1 0,00**
21 - 24 53 -10,0 3,8 -17,4 -2,5 6,9 1 0,01**
25 - 28 32 -12,5 0,5 -13,5 -11,5 635,7 1 0,00**
29 - 32 44 -4,7 5,0 -14,6 5,1 0,9 1 0,35
> 32 14 Referens
Usia Maternal ( tahun)
< 18 3 -0,4 5,0 -10,2 9,5 0,0 1 0,94
18 – 25 78 -7,8 2,7 -13,1 -2,6 8,6 1 0,00**
26 – 35 111 -3,7 0,5 -4,6 -2,7 55,0 1 0,00**
>35 18 Referens
Paritas
1 75 -4,6 0,5 -5,6 -3,6 86,0 1 0,00**
2 84 0,3 2,6 -4,9 5,4 0,0 1 0,92
3 30 -1,8 0,5 -2,8 -0,8 13,5 1 0,00**
>3 21 Referens
Variabel dependen : kadar hPL serum *p<0,05 , **p<0,01
V. Leptin
5.01. Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal Menurut IMT
Pra-Hamil
Rerata kadar leptin pada usia kehamilan 18 minggu adalah M =
22,6 µgr/L , SD = 14,2 dan M = 25,2 µgr/L, SD = 20,7 serta M = 25,7
µgr/L, SD = 16,5 , pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2,
18,5 – 22,9 kg/m2 dan > 23 kg/m2 secara berurutan. Uji Kruskal Wallis
97
menunjukkan tidak ada perbedaan kadar leptin yang signifikan antar ke
tiga kelompok , p = 0,51. Gambar 15.
Gambar 15. Perbandingan Kadar Leptin Antar IMT Pra-Hamil pada
Usia Kehamilan Setiap Kunjungan
5.02. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan
Analisis korelasi Spearman’s Rho menunjukkan adanya korelasi yang
signifikan antara kadar leptin dengan usia kehamilan, r = 0,34 , p = 0,000.
Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95% CI dari
kadar leptin adalah 20,2 µgr/L, SD (12,6) , 95%CI ( 13,4 – 26,0). Di usia
98
kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar leptin adalah 46,4 µgr/L, SD
(35,8) , 95%CI (35,0 – 56,0). Kadar leptin tertinggi dijumpai pada usia
kehamilan > 32 minggu ( n=13), yakni mean 51,9 µgr/L, SD (36,5) , 95%CI
(34,5 – 69,0). Gambar 16.
Gambar 16. Kadar Leptin Serum Menurut Usia Kehamilan
5.03. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak Maternal
Analisis korelasi antara kadar leptin serum dengan massa lemak
maternal dilakukan menurut kelompok IMT pra-hamil < 23 kg/m2 dan > 23
99
kg/m2. Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2, terdapat korelasi
yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak maternal pada
semua kelompok usia kehamilan dan korelasi paling kuat pada usia
kehamilan kehamilan 18 minggu , r = 0,5 , p = 0,002. Pada kelompok
maternal ini, juga dijumpai korelasi yang kuat kadar leptin antar usia
kehamilan, r = 0,6 , p = 0,000. Tabel 7. Pola tersebut tidak dijumpai pada
kelompok maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2. Tabel 8.
Tabel 7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal
dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2
18 minggu 24 minggu 30 minggu
Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin
Leptin (µgr/L)
(18 minggu)
r 0,47** 1 0,38* 0,66** 0,31* 0,62**
p 0,002 . 0,01 0,000 0,04 0,000
Leptin (µgr/L)
(24 minggu)
r 0,35* 0,66** 0,35* 1 0,30 0,59**
p 0,02 0,000 0,02 . 0,05 0,000
Leptin (µgr/L)
(30 minggu)
r 0,32* 0,62** 0,32* 0,59** 0,36* 1
p 0,04 0,000 0,04 0,000 0,02 .
100
#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01
Tabel 8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal
dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2
18 minggu 24 minggu 30 minggu
Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin
Leptin (µgr/L)
(18 minggu)
r 0,30 1 0,32 0,36 0,29 0,34
p 0,13 . 0,11 0,07 0,15 0,08
Leptin (µgr/L)
(24 minggu)
r 0,13 0,36 0,16 1 0,10 0,57
p 0,52 0,07 0,43 . 0,62 0,002*
Leptin (µgr/L)
(30 minggu)
r -0,06 0,34 -0,06 0,57 -0,04 1
p 0,76 0,08 0,76 0,002 0,86 .
#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01
101
VI. Pembuktian Hipotesis 1
Hipotesis 1 : terdapat hubungan yang positif antara hPL dengan
leptin pada ibu dengan usia kehamilan 24-28 minggu dan 32-36
minggu.
Hipotesis ini diajukan sesuai dengan kerangka konsep bahwa dalam
kehamilan, hPL menginduksi resistensi leptin. Untuk menguji hipotesis
mengenai korelasi antara hPL dan leptin menurut usia kehamilan, sampel
dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan yakni, < 12 minggu, <16 minggu,
< 20 minggu, < 24 minggu, <28 minggu, < 32 minggu, < 36 minggu dan <
39 minggu yang merupakan usia kehamilan tertinggi dalam studi ini. Total
analisis kadar hPL dan leptin adalah tiga kali analisis selang waktu lebih dari
4 minggu terhadap 70 sampel, yakni 210 analisis. Data kadar leptin tidak
terdistribusi secara normal. Dilakukan uji korelasi Spearmans-rho antara
kadar hPL dengan leptin pada setiap kelompok umur. Hasil analisa korelasi
tampak pada Tabel 9.
Tabel 9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia
Kehamilan
102
Usia Kehamilan n r P
< 12 minggu 14 0,10 0,73
< 16 minggu 27 0,28 0,15
< 20 minggu 67 0,44 0,000**
< 24 minggu 119 0,43 0,000**
< 28 minggu 151 0,36 0,000**
< 32 minggu 196 0,34 0,000**
< 36 minggu 207 0,33 0,000**
< 39 minggu 210 0,34 0,000**
**p<0,01
VII. Tahapan Pengujian Hipotesis 2 dan Hipotesis 3
(a) Hipotesis 2 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan
IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan massa
lemak pada ibu hamil, usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30
minggu.
(b) Hipotesis 3 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan
IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan berat badan
103
maternal pada usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30
minggu.
Sesuai dengan kerangka konsep yang diajukan dalam penelitian ini,
peningkatan massa lemak dan berat badan maternal terkait dengan
resistensi leptin yang menyebabkan peningkatan asupan nutrisi dan
penurunan penggunaan energi. Indeks massa tubuh pra hamil dimasukkan
sebagai variabel yang memberikan efek terhadap kadar leptin sebelum
induksi resistensi leptin oleh hPL. Hasil analisis hipotesis 1 (Tabel 9,
halaman 98), menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar hPL
dengan leptin sejak setelah minggu ke 16. Untuk melihat pengaruh IMT-pra
hamil terhadap leptin, kami menganalisis pengaruh IMT pra hamil terhadap
kadar leptin pada usia kehamilan < 16 minggu. Studi ini juga mengajukan
kadar insulin sebagai variabel co-founder terhadap leptin. Berdasarkan
aktifitas fisiologi insulin dalam kehamilan, maka kami melakukan analisis
mengenai asosiasi kadar leptin dengan kadar insulin pada usia kehamilan >
24 minggu. Dengan demikian, sesuai alur dalam kerangka konsep, proses
pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
(i) Perbedaan kadar leptin menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan
< 16 minggu.
104
(ii) Asosiasi kadar insulin pada usia kehamilan > 24 minggu dengan
kadar leptin dan massa lemak maternal.
(iii) Asosiasi antara leptin dengan asupan nutrisi dan penggunaan energi.
(iv) Pengujian hipotesis 2
(v) Pengujian hipotesis 3
7.01. Perbedaan Kadar Leptin Usia Kehamilan < 16 Minggu Antara
IMT pra-Hamil < 23 kg/m2 dengan > 23 kg/m2
Analisis dilakukan menggunakan uji T, leptin mengalami transformasi
menurut square root. Pada usia kehamilan < 16 minggu, maternal dengan
IMT pra-hamil <23 kg/m2 ( n=16) memiliki kadar leptin lebih rendah ( M= 20,7
µgr/L, SD= 5,08) dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2
(n=11), ( M= 29,3 µgr/L, SD= 2,6), akan tetapi tidak berbeda secara
signifikan, t -1,08 , p 0,23. Gambar 17.
105
Gambar 17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan
< 16 minggu antara maternal dengan IMT pra-hamil > 23
kg/m2 dan < 23 kg/m2
7.02. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu Dengan
Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal
106
Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu leptin pada usia kehamilan < 16
minggu berkorelasi negatif secara signifikan dengan kadar leptin pada usia
kehamilan < 16 minggu , r = -0,39 , p = 0,04 . Kadar insulin usia kehamilan
24 minggu berkorelasi secara negatif dengan kadar leptin usia kehamilan 18
minggu ( r = -0,27 , p = 0,06) dan dengan kadar leptin usia kehamilan 30
minggu ( r = -0,23 , p = 0,06). Sedangkan korelasi antara insulin dengan
leptin dalam usia kehamilan yang sama, tidak signifikan ( r = - 0,13, p =
0,27). Tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar insulin 24 minggu
dengan massa lemak maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Tabel
10.
Tabel 10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu
dengan kadar leptin dan massa lemak maternal.
18 minggu 24 minggu 30 minggu
Lemak* Leptin** Lemak Leptin Lemak Leptin
Insulin (µIU/ml)
(24 minggu)
r 0,09 -0,27 0,09 -0,13 0,08 -0,23
p 0,46 0,06 0,45 0,27 0,49 0,06
*kilogram, **µgr/L
107
7.03. Asosiasi Antara Leptin Dengan Asupan Kalori dan Penggunaan
Energi
Sampel disusun kebawah dalam model , 3 x pemeriksaan terhadap 70
sampel= 210 sampel. Selanjutnya dikeluarkan 27 sampel yang berusia
kehamilan < 16 minggu, total sampel yang dianalisis berjumlah 183 sampel.
Oleh karena pengukuran kadar leptin, asupan kalori dan penggunaan energi
dilakukan secara berulang pada individu yang sama, maka analisis dilakukan
menggunakan metode statistik Generalized Estimating Equations (GEE).
Variabel dependen ( respon) masing-masing adalah jumlah asupan kalori dan
jumlah penggunaan energi aktifitas maternal. Prediktor adalah kadar leptin
yang dikelompokkan dalam 4 kategori yakni < 19, 19-30, >30-52, >52 µgr/L
dan kategori usia kehamilan ( <12, 13-24, >24 minggu).
Tidak dijumpai perbedaan asupan kalori yang signifikan antara maternal
dengan kadar leptin < 19µgr/L ( M= 1460 kcal, SD = 488 ) dan maternal yang
memiliki kadar leptin > 52 µgr/L ( M = 1588 kcal, SD = 497), B 0,07, p 0,33.
Kadar leptin berhubungan dengan penggunaan energi maternal, maternal
dengan kadar leptin >30 – 50 µgr/L (M=106,2 METs.hr/week, SD 68,9),
mengeluarkan energi lebih rendah secara signifikan dibandingkan kadar
leptin < 20 µgr/L ( M = 152,2 METs.hr/week, SD = 84,1) , B -0,31, p 0,03.
Tabel 11.
108
Tabel 11. Asosiasi Antara Kadar Leptin dengan Asupan Kalori serta
Penggunaan Energi Maternal.
Prediktor:
Leptin (µgr/L) Respon n Mean SD B p
Referens : < 19
Asupan Kalori#
50
1445 465 0 .
Penggunaan Energi## 154,4 84,9 0 .
19 – 30
terhadap < 19
Asupan Kalori
55
1511 418 -60 0,76
Penggunaan Energi 139,2 78,2 -0,27 0,24
> 30 – 52
terhadap < 19
Asupan Kalori
53
1432 460 -250 0,06
Penggunaan Energi 111,2 69,1 -1,16 0,000**
>52 terhadap
< 19
Asupan Kalori
52
1548 491 168 0,24
Penggunaan Energi 109,4 59,6 -0,31 0,03*
# kcal ,
## METS.hr/week, *p <0,05, **p<0,01
109
Dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat efek interaksi antara kadar
leptin dengan usia kehamilan terhadap asupan kalori menggunakan
generalized linear model GEE (generalized estimating equations). Terdapat
indikasi peningkatan asupan kalori seiring peningkatan usia hamil dan kadar
leptin ( kolom B pada Tabel 12 ), meskipun tidak konsisten. Tabel 12
Tabel 12. Efek Interaksi Usia Kehamilan Dengan Kadar Leptin Terhadap
Asupan Kalori Maternal
Prediktor
B SE
95% Wald CI
p Usia Hamil
(minggu)
Leptin
(µgr/L) Bawah Atas
>32
> 52 305,2 380,2 -440,1 1050,4 0,42
30-52 -292,2 235,0 -752,7 168,3 0,21
19-30 Referens
29-32
> 52 403,8 156,9 96,2 711,4 0,01*
30-52 429,8 223,9 -9,0 868,7 0,05
19-30 273,2 252,5 -221,7 768,2 0,28
<19 Referens
25-28
> 52 197,6 233,9 -260,8 656,0 0,40
30-52 -122,0 264,2 -639,9 395,8 0,64
19-30 -319,0 299,5 -906,0 268,1 0,29
<19 Referens
21-24 > 52 364,4 214,3 -55,6 784,4 0,09
30-52 173,3 204,6 -227,8 574,4 0,40
110
19-30 95,8 217,3 -330,0 521,7 0,66
< 19 Referens
17-20
> 52 653,7 194,1 273,3 1034,2 0,00**
30-52 378,5 213,3 -39,6 796,6 0,08
19-30 325,8 286,0 -234,7 886,4 0,25
<19 Referens
12-16
30-52 302,4 248,5 -184,7 789,4 0,22
19-30 274,1 424,8 -558,4 1106,6 0,52
<19 Referens
<12 Referens
7.04 Pengujian Hipotesis 2
Pengujian hipotesis 2 dilakukan terhadap peningkatan massa lemak
maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan
24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi
dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel
dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut-
sertakan dalam analisis hipotesis 2 dan 3 berjumlah 59 orang.
111
(a) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu
Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak
rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 2,1 kg, SD= 1,2). Variabel
independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL
usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia
kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali
kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan
energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi
analisis regresi multilinier dipenuhi.
Model regresi liniear ini hanya dapat memprediksi sejumlah 8 %
variasi peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,08, SS= 6,19, MS= 1,24,
F(5,53)=0,92, p=0,47). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal,
dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap,
variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat
badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan
dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, asupan kalori dan
aktifitas fisik ( R2= 0,074, SS= 5,74, MS= 2,87, F(2,56)=2,25, p=0,12), akan
tetapi tidak signifikan. Tampak variabel kadar leptin, asupan kalori dan
aktifitas fisik hanya memiliki kontribusi sebesar 0,6% terhadap variasi
peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18-24 minggu. Dibandingkan
dengan variabel-variabel yang lain, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu,
112
memiliki kontribusi cukup bermakna terhadap peningkatan berat badan.
Tabel 13.
Tabel 13. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 18 minggu
terhadap Peningkatan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 18-24 minggu
Prediktor B SE Beta p Part of
Correlations
(Constant) 3,83 1,00 - 0,000 -
Kadar HPL (mg/L)
(usia kehamilan 18 minggu) -0,12 0,07 -0,25 0,069 -0,24
IMT Prahamil
(Kg/m2) -0,06 0,04 -0,20 0,15 -0,19
Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil
terhadap peningkatan massa lemak dilakukan analisis univariat general
linear model, dengan memasukkan peningkatan massa lemak rentang usia
hamil 18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia
kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin
usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan
energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 18.
113
Gambar 18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT
pra-hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak maternal
selang usia kehamilan 18 – 24 minggu
(b) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 24-30 Minggu
Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak
rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 1,3 kg, SD= 1,3). Variabel
independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL
usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia
kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia
kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam
114
3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas
penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=
50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.
Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 11 % (R2=0,11)
varians peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia kehamilan 24-
30 minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 10,49, MS=
1,75, F(6,52)=1,11, p=0,39). Untuk mencari model regresi multilinier yang
optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara
bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap
perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan
dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori, kadar
insulin, IMT pra-hamil, aktifitas fisik (R2= 0,089, SS= 8,41, MS= 4,2,
F(2,56)=2,72, p=0,075). Tampak bahwa variabel asupan kalori, kadar insulin,
IMT pra-hamil, aktifitas fisik memiliki kontribusi sebesar 2,1% terhadap
variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL
dan leptin memiliki kontribusi terbesar dibandingkan variabel-variabel lain,
dalam peningkatan massa lemak usia kehamilan 24-30 minggu. Tabel 14.
Tabel 14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin
Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa Lemak
Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu
115
Prediktor B SE Beta p Part of
Correlations
(Constant) 2,29 0,46 0,000 -
Kadar Leptin
( µg/L) 0,01 0,01 -0,20 0,13 -0,20
Kadar HPL
(mg/L) -0,08 0,05 -0,19 0,14 -0,19
Gambaran profile plots diperoleh melalui analisis general linear
model, univariat dengan memasukkan peningkatan massa lemak usia
kehamilan 24-30 minggu sebagai variabel dependen, kadar hPL usia
kehamilan 24 minggu dan leptin usia kehamilan 24 minggu sebagai fix
factors. Kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu, IMT pra-hamil dan
rerata asupan nutrisi serta rerata intensitas penggunaan energi sebagai
kovariat. Gambar 19.
116
G
a
m
b
a
r
1
9
.
E
f
ek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar leptin usia
kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan massa lemak maternal
selang usia kehamilan 24 – 30 minggu
117
7.05 Pengujian Hipotesis 3
Pengujian hipotesis 3 dilakukan terhadap peningkatan berat badan
maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan
24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi
dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel
dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut-
sertakan dalam analisis hipotesis 3 berjumlah 59 orang.
(a) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu
Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan
rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 3,5 kg, SD= 1,4). Variabel
independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL
usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia
kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali
kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan
energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi
analisis regresi multilinier dipenuhi.
Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 25 % variasi
peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,25, SS= 24,99, MS= 5,40,
118
F(5,53)=3,51, p=0,008). Untuk mencari model regresi multilinier yang
optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara
bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap
perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan
dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori dan kadar
leptin ( R2= 0,23, SS= 24,99, MS= 6,25, F(4,54)=4,04, p=0,006). Tampak
variabel asupan kalori dan kadar leptin hanya memiliki kontribusi sebesar 2%
terhadap variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 18-24 minggu.
Variabel-variabel independen seperti, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu,
IMT pra hamil dan intensitas penggunaan energi merupakan variabel-variabel
yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan berat badan. Tabel
15.
Tabel 15. Efek IMT pra-Hamil , hPL 18 Minggu, dan Intensitas Penggunaan
Energi terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 18-24 minggu
Prediktor B SE Beta p Part of
Correlations
(Constant) 7,55 1,22 - 0,000 -
Kadar HPL
(Usia kehamilan 18 minggu, -0,18 0,07 -0,32 0,02* -0,30
119
mg/L)
IMT Prahamil
(Kg/m2) -0,11 0,05 -0,32 0,01* -0,31
Intensitas Penggunaan
Energi
(METs.hr/week)
-0,01 0,003 -0,26 0,04* -0,26
*p<0,05
Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil
terhadap peningkatan berat badan dilakukan analisis univariat general linear
model, dengan memasukkan peningkatan berat badan rentang usia hamil
18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia
kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin
usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan
energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 20
120
Gambar 20. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 18 Minggu Terhadap
Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu
Menurut IMT pra-Hamil
(b) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 24-30 minggu
Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan
rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 2,3 kg, SD= 1,8). Variabel
independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL
usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia
kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia
121
kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam
3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas
penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=
50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.
Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 10,8 % varians
peningkatan berat badan maternal pada rentang usia kehamilan 24-30
minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 20,30, MS=
3,38, F(6,52)=1,05, p=0,41). Untuk mencari model regresi multilinier yang
optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara
bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap
perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan
dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, intensitas
penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori ( R2= 0,09, SS= 16,17,
MS= 8,09, F(2,56)=2,63, p=0,08). Tampak bahwa variabel kadar leptin,
intensitas penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori hanya memiliki
kontribusi sebesar 2% terhadap variasi peningkatan berat badan usia
kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan IMT pra-
hamil memiliki kontribusi terhadap peningkatan berat badan meskipun kurang
signifikan. Tabel 18.
122
Tabel 16. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 24 minggu
terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan
24-30 minggu
Prediktor B SE Beta p Part of
Correlations
(Constant) 5,84 1,62 - 0,001 -
Kadar HPL
(mg/L) -0,12 0,07 -0,22 0,098 -0,22
IMT Prahamil
(kg/m2) -0,12 0,06 -0,25 0,06 -0,24
Analisis selanjutnya menggunakan general linear model, multivariate,
menunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada maternal dengan IMT
pra-hamil < 23 kg/m2 ( M = 3,7 kg, SD = 1,3 kg) lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( M= 3,1
kg, SD= 1,4 kg), SS = 19,26, F( 1, 48) = 7,87, p =0,01, partial η2 = 0,14.
Pada kadar hPL > 3 - 6 mg/L di usia kehamilan 18 minggu, maternal dengan
IMT pra-hamil < 23 kg/m2 mengalami peningkatan berat badan, M = 2,9
kg, SD = 1,1 kg, sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2
123
hanya mengalami peningkatan berat badan , M = 1,2 kg , SD 1,6 kg.
Gambar 21.
Gambar 21. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap
Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 24 – 30 Minggu
Menurut IMT pra-Hamil
B. Pembahasan
124
A. Massa Lemak Maternal
Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kehamilan merupakan
periode peningkatan massa lemak maternal (Augustine 2008, Trujillo 2011,
Ladyman 2012, Rasi 2012). Terdapat korelasi yang signifikan ( r = 0,3 ,
p<0,01) antara usia kehamilan dengan massa lemak maternal. Analisis
komparasi menunjukkan bahwa peningkatan massa lemak di rentang usia
kehamilan 18-24 minggu maupun 24-30 minggu tidak berbeda signifikan
antara maternal dengan IMT pra-hamil normal ( selanjutnya disebut sebagai
maternal normal ) dan maternal dengan IMT pra-hamil berlebih/ obes
(selanjutnya disebut sebagai maternal gemuk ). (Gambar 8 hal.83, Gambar 9
hal 84 ) bahkan dengan maternal yang memiliki IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2. (
Gambar 10, hal 86). Meskipun demikian pola peningkatan massa lemak
lebih teratur dan konsisten pada maternal normal dibandingkan dengan
maternal gemuk. (Gambar 11, hal.87)
Massa lemak perempuan terkait erat dengan fungsi reproduksi (Garcia-
Garcia 2012). Eksperimen pada hewan oleh Widdowson dan McCance,
1960, menunjukkan bahwa usia terjadinya pubertas lebih terkait dengan
berat badan dibandingkan usia kronologis ( Frisch 1971). Frisch dan Revelle
(1971) mengajukan hipotesis bahwa diperlukan berat badan kritis untuk
menginduksi awal terjadinya menstrusasi (menarche). Kehamilan serta
laktasi merupakan aktifitas fungsi reproduksi yang memerlukan energi yang
125
tinggi. Diperkirakan kebutuhan energi selama masa kehamilan dan laktasi
berkisar ≈ 320 MJ ( Butte 2004 , Van Raaij 1987). Dalam keadaan
keterbatasan energi, terjadi respon adaptif berupa supresi fungsi reproduksi
yang dikenal dengan istilah infertilitas nutrisional dan ditandai dengan
amenorrhea fungsional hipotalamus yang bersifat reversible ( Mantzoros
2011, McCartney 2014) Dengan demikian, berhasilnya proses konsepsi
menunjukkan massa lemak , cadangan energi, ibu berada dalam rentang
permisif untuk terjadinya suatu kehamilan.
Massa lemak diperlukan pula bagi pemeliharaan kehamilan dan
persiapan laktasi. Data-data dalam penelitian ini mengindikasikan adanya
target besaran peningkatan depot lemak dalam kehamilan pada rentang
tertentu yang diupayakan terjadi dan tidak berbeda secara signifkan antara
maternal normal maupun gemuk, bahkan maternal dengan IMT pra-hamil
<18,5 kg/m2. Agaknya besaran tersebut telah dipogram sejak awal kehamilan
dan diupayakan tercapai oleh kinerja hemostasis energi maternal tanpa
banyak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri ibu. Disamping itu, kurang
signifikan-nya perbedaan peningkatan massa lemak pada maternal kurus
dengan gemuk dapat disebabkan oleh karena perubahan dinamis droplet
lemak di sel adiposit subjek langsing (lean) lebih besar dibandingkan subjek
obes. ( Mardinoglu 2013)
Fakta menarik lainnya adalah, mayoritas maternal tidak mencapai
kuantitas kecukupan asupan kalori yang dianjurkan ( recommended dietary
126
allowance, RDA) bagi ibu dalam kehamilan ( Tabel 5, hal.80 dan Gambar 6,
hal.81 ). Meskipun demikian, peningkatan massa lemak tetap terjadi.
Keadaan ini mendukung dugaan bahwa milieu metabolik maternal adalah
peningkatan massa lemak, sehingga kinerja hemostasis energi akan
diarahkan untuk mencapai target tersebut.
Hal tersebut di atas mengindikasikan adanya induksi adipogenesis yang
tidak terkait dengan kelebihan kalori. Sel adiposit memiliki reseptor terhadap
somatogen ( growth hormone) dan laktogen ( prolaktin dan placental
lactogen). Bolander dkk (1976) menunjukkan bahwa placental lactogen
berikatan secara spesifik di jaringan adiposit maternal. Disamping itu, telah
dilaporkan pula adanya aktifitas hPL melalui reseptor growth hormone (GH)
dengan afinitas lebih rendah dibandingkan dengan GH itu sendiri (Costa
MA, 2016). Studi yang dilakukan oleh Fleenor et al (2006) menunjukkan
bahwa hormon somatogen dan laktogen, termasuk hPL, memiliki efek induksi
adipogenesis pada jalur preadiposit ( Fleenor D, 2006). Dalam kehamilan,
plasenta mensekresi hPL dalam jumlah yang besar disamping placental
growth hormone.
Efek adipogenesis dari hormon laktogenik dan growth hormone
menjawab pertanyaan mengenai peningkatan massa lemak yang terjadi
secara konsisten pada sampel penelitian ini, meskipun rerata asupan kalori
kurang dari 75% dari angka kecukupan kalori yang ditetapkan untuk ibu hamil
Indonesia. Studi metabolisme intermedier pada kehamilan menunjukkan
127
bahwa glukosa merupakan sumber droplet lipid utama dalam lipogenesis.
Glukosa secara progresif diubah menjadi gliserol dan gliserid pada 2/3 awal
masa kehamilan tikus, dan selanjutnya menurun secara drastis saat
memasuki 1/3 akhir masa kehamilan (Herrera 1991). Terdapat 2 sumber
utama glukosa yakni asupan karbohidrat ( eksogen) serta produk
glukoneogenesis ( endogen). Glukoneogenesis berperan penting dalam
mempertahankan kadar glukosa darah basal, yakni kadar glukosa darah
yang terutama tidak terkait dengan suplai glukosa eksogen. Sehingga dalam
keadaan suplai glukosa eksogen yang kurang, proses glukoneogenesis akan
memenuhi kebutuhan glukosa. Dalam kehamilan terdapat peningkatan
aktifitas glukoneogenesis. Disamping itu, dalam kehamilan terjadi
peningkatan aktivasi lipoprotein lipase endotel yang selanjutnya
meningkatkan hidrolisis trigliserida di sirkulasi menjadi asam lemak sebagai
sumber droplet lemak (Resi 2012).
Uraian-uraian tersebut di atas mengindikasikan bahwa, peningkatan
massa lemak merupakan target penting kinerja hemostasis energi dalam
kehamilan. Human placental lactogen diduga berperan dalam adipogenesis
bersama-sama dengan placental growth hormon. Peningkatan massa lemak
pada kehamilan merupakan kejadian fisiologis dan endokrinologis.
Data berat badan pra-hamil yang dimasukkan dalam kalkulasi IMT pra-
hamil dalam penelitian ini adalah berdasarkan anamnesis atau bila usia
kehamilan < 16 minggu dan tidak memiliki riwayat hyperemesis gravidarum
128
maka berat badan aktual saat kunjungan pertama digunakan sebagai berat-
badan pra-hamil. Kemungkinan bias adalah besar, pertama alat timbang
berat badan yang digunakan para ibu tidak seragam. Keterbatasan kedua,
prasyarat timbang badan pun tidak seragam. Disamping itu, dijumpai pula ibu
hamil yang justru nafsu makan meningkat saat awal hamil, atau tidak ada
perubahan nafsu makan serta penurunan nafsu makan. Kemungkinan salah
mengingat berat badan sebelum hamil adalah kecil. Hal-hal tersebut di atas
dimasukkan sebagai keterbatasan penelitian.
B. Human Placental Lactogen
Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kadar hPL berkorelasi kuat
dengan usia kehamilan ( r = 0,6, p < 0,01). Tidak dijumpai pengaruh IMT
pra-hamil yang signifikan terhadap kadar hPL baik pada usia kehamilan 18
minggu, 24 minggu dan 30 minggu. Tingkat IMT pra-hamil paling rendah
dalam penelitian ini adalah 15,1 kg/m2 dan yang paling tinggi adalah 30
kg/m2. ( Tabel 5 hal. 80, Gambar 5 hal. 81 ) Dengan demikian, penelitian ini
menunjukkan bahwa kadar hPL tidak dipengaruhi secara signifikan oleh
proporsi antropometri pra-hamil maternal Indonesia dalam rentang IMT 15,1
kg/m2 sampai 30 kg/m2.
Hormon hPL merupakan hormon peptida yang disintesis dan disekresi
oleh jaringan sincitiotropoblast plasenta dalam jumlah yang paling besar,
129
berkisar 1 gr/hari dan sesuai dengan usia kehamilan (Carter 2012). Hormon
ini mampu melewati sawar otak dan diduga terkait dengan induksi dan
pemeliharaan maternal behavior. Aktifitas tersebut memberikan implikasi
biologik yang penting dengan target utama adalah memelihara kehamilan
(Bridges 1996, Grattan 2002).
Aktifitas hPL dalam memelihara kehamilan tampak dalam Gambar 14,
halaman 90 dan Tabel 6, halaman 92. Profil kadar hPL tidak berbeda
signifikan pada maternal dengan usia kehamilan ‘kurang’ optimal yakni < 18
tahun dan > 35 tahun. Sedangkan profil kadar hPL maternal usia optimal
untuk hamil, 18- < 35 tahun, berbeda signifikan dengan maternal berusia >
35 tahun, p < 0,01. Rerata kadar hPL pada maternal berusia > 35 tahun ini,
tidak berbeda dengan usia < 18 tahun (p=0,94). Data-data tersebut di atas
mengindikasikan adanya upaya plasenta, hPL, yang lebih berfluktuasi ke
arah tinggi, untuk memelihara kelangsungan kehamilan pada maternal yang
mengalami kehamilan pada usia yang kurang optimal , < 18 tahun dan > 35
tahun. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL yang signifikan antara maternal
kurus, normal dan gemuk. (Gambar 12, hal.88).
Telah disampaikan dalam uraian sebelumnya bahwa adiposit memiliki
reseptor terhadap somatogen dan laktogen. Bila terhadap preadiposit,
laktogen bersifat adipogenesis, maka terhadap sel adiposit matur, laktogen
dan somatogen bersifat lipolitik (Fleenor D 2006). Efek lipolitik dari
prolaktin tikus dipengaruhi oleh usia gestasi dan kadar prolaktin itu
130
sendiri, yakni lipolitik terjadi pada usia gestasi yang tua dan kadar
prolaktin tinggi (Fielder PJ (1987).
Studi yang menarik dan banyak disitasi mengenai lipolisis dalam
kehamilan adalah yang dilaporkan oleh Williams C & Coltart TM (1978). Studi
ini menunjukkan bahwa tingkatan lipolitik dijumpai lebih tinggi pada keadaan
hamil dibandingkan dengan tidak hamil dan hPL memiliki aktifitas lipolitik
terhadap jaringan adiposa maternal. Studi ini mengemukakan suatu postulat
yakni, hPL meningkatkan sensitifitas lipolitik serta terkait dengan peningkatan
asam lemak pada kehamilan trimester ketiga. (Williams C 1978).
Paparan-paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa hPL memiliki
sifat induksi adipogenesis sekaligus lipolisis. Sejumlah review menyampaikan
bahwa separuh awal usia kehamilan adalah periode penumpukan lemak dan
separuh akhir adalah periode penggunaan cadangan lemak melalui proses
lipolisis ( Herrera 1991). Lipolisis dalam kehamilan, dengan substratnya yaitu
asam lemak dan gliserol, merupakan mekanisme kontinuitas suplai energi
janin. Studi-studi yang dipaparkan di atas menunjukkan efek lipolitik hPL
terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut dan pada kadar yang tinggi.
Human placental lactogen (hPL) agaknya berperan determinan dalam
metabolisme energi ibu dalam kehamilan. Pada pertengahan awal
kehamilan, hormon ini berperan dalam induksi adipogenesis untuk
meningkatkan massa lemak sebagai simpanan energi. Selanjutnya ketika
janin membesar dan membutuhkan suplai energi dan nutrisi yang lebih
131
banyak, maka efek lipolitik hPL dibutuhkan untuk suplai gliserol sebagai
substrat glukoneogenesis dan asam lemak untuk metabolisme benda keton.
Disamping itu, hPL meningkatkan proliferasi sel beta pankreas, menjamin
kecukupan peningkatan kebutuhan insulin dalam kehamilan. (Brelje 1993,
Urreta 2011). Hormon ini terkait pula dengan diferensiasi dan pertumbuhan
adiposit cokelat pada janin yang kelak melindungi bayi dari hipotermia saat
dilahirkan ( Viengchareun 2008).
C. Leptin
Pada usia kehamilan 24 dan 30 minggu, kadar leptin pada maternal
normal sedikit lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk. Meskipun demikian,
perbedaan tersebut tidak signifikan. Gambar 15, hal. 93. Penelitian ini
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan usia
kehamilan (r = 0,3 , p<0,01). Gambar 16, hal. 94.
Pada kelompok maternal normal, kadar leptin secara konsisten
berkorelasi signifikan dengan massa lemak baik di usia kehamilan yang
sama, maupun pada usia kehamilan sebelum atau sesudahnya. Demikian
juga dengan korelasi leptin antar kelompok usia kehamilan. Terdapat
korelasi yang kuat antar kadar leptin pada masing-masing kelompok usia
kehamilan , r = 0,6. ( Tabel 7, hal. 95)
Hal yang berbeda dijumpai pada kelompok maternal gemuk. Tidak
dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak
132
maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Demikian juga dengan
kadar leptin antar usia kehamilan. Dalam kelompok maternal gemuk, hanya
kadar leptin usia kehamilan 24 minggu yang berkorelasi kuat dengan kadar
leptin usia kehamilan 30 minggu, r = 0,6. ( Tabel 8, hal. 96) Hasil analisis
korelasi leptin- massa lemak tersebut di atas sejalan dengan gambaran
korelasi massa lemak dengan usia kehamilan yang tampak pada Gambar 11,
hal.87.
Berdasarkan data-data tersebut di atas terdapat indikasi bahwa kadar
leptin yang berkorelasi secara konsisten dengan massa lemak pada setiap
kelompok usia kehamilan maternal normal pada dasarnya bukan leptin yang
disekresi oleh massa lemak akan tetapi oleh plasenta. Korelasi signifikan
yang terjadi mengindikasikan adanya peran determinan dari leptin plasenta
dalam metabolism lemak maternal. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, terdapat indikasi bahwa peningkatan massa lemak merupakan
target kinerja sistim hemostasis energi dalam kehamilan yang telah
terprogram sejak awal. Diduga program tersebut diregulasi dan dipelihara
oleh plasenta melalui aktifitas hormonal dan sitokin. Leptin berperan
determinan dalam ‘orkestra’ kinerja sistim hemostasis, sehingga harus
dicukupkan dan dikendalikan. Plasenta mensintesis dan mensekresi leptin
sesuai dengan ‘setting program’ yang telah ditetapkan sejak awal kehamilan.
Analisis ini didukung dengan data penelitian yakni tidak dijumpai korelasi
antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal gemuk yang memiliki
133
massa lemak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan maternal normal.
Disamping itu, besaran kadar leptin maternal dalam penelitian kami jauh
melampaui kadar leptin wanita tidak hamil seperti yang dijumpai pada studi
oleh Ajala OM (2013). Hal yang sama dijumpai dalam studi yang dilakukan
di Cina, rerata kadar leptin pada wanita tidak hamil dengan usia berkisar 50
tahun, IMT > 23 kg/m2 adalah 8,32 ng/ml (≈ 8,32 µgr/L). ( Zuo H, 2013)
Rerata kadar leptin maternal dalam penelitian ini berkisar 22,6 – 56,8 µgr/L (
Gambar 15, hal.93). Data-data tersebut mendukung analisis bahwa kadar
leptin yang dominan dalam penelitian ini lebih merupakan leptin yang berasal
dari plasenta.
Selain berperan pada metabolisme lemak maternal, terdapat indikasi
adanya peranan leptin dalam aktifitas limfosit T regulator (Treg) (Vadacca
2011). Limfosit Treg berperan dalam adaptasi imun fetal-maternal. Di lain
pihak, leptin juga memiliki aktifitas yang dapat meningkatkan keadaan
proinflamasi. Sitokin proinflamasi dibutuhkan dalam penggunaan energi.
Subjek dengan knockout gen sitokin proinflamasi menunjukkan penurunan
penggunaan energi ( Jianping 2012, Resi 2012). Leptin juga diduga
memiliki fungsi fisiologis berupa angiogenesis plasenta, modulasi
pertumbuhan janin dan sistim imun di plasenta (Gambino 2012). Berdasarkan
pemahaman bahwa prinsip aktifitas endokrinologi adalah mempertahankan
keseimbangan, maka pola ketidak-teraturan peningkatan massa lemak pada
maternal gemuk seperti yang tampak pada Gambar 11, hal.87 menimbulkan
134
pertanyaan, yakni, mengapa dan apa konsekuensi/ implikasi biologisnya.
Pertanyaan ini akan menjadi studi yang menarik.
D. Pembuktian Hipotesis 1
Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan
antara kadar hPL dengan kadar leptin, dimulai pada usia kehamilan di atas
16 minggu dan konsisten sampai 39 minggu. Tabel 9, hal. 97. Akan tetapi
hasil ini belum dapat secara langsung menterjemahkan dan menkonfirmasi
mengenai peristiwa induksi resistensi leptin oleh hPL seperti yang
ditunjukkan dalam stud-studi terhadap hewan coba. Telah dipaparkan
sebelumnya, seperti hPL, leptin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan
sincitiotropoblast plasenta dan kedua hormon produk plasenta tersebut
disekresi terutama di sirkulasi maternal. Keadaan ini memungkinkan kedua
hormon tersebut berada dalam interval dan fluktasi yang serupa dalam
sirkulasi maternal sehingga secara statistik menunjukkan korelasi yang
signifikan.
Studi oleh Nagaishi (2014) berhasil mengidentifikasi keberadaan
sejumlah neuron di nukleus area hemostasis energi hipotalamus yang
memiliki reseptor baik leptin maupun prolaktin. Studi tersebut mendukung
hipotesis mengenai induksi resistensi leptin oleh placental lactogen dalam
kehamilan. Meskipun terdapat keterbatasan seperti yang telah disebutkan
135
sebelumnya, hasil penelitian ini secara kuat mengindikasikan adanya
peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan. Peningkatan massa lemak dalam
keadaan leptin yang tinggi, merupakan fenotipe utama resistensi leptin.
Masih menjadi pertanyaan, sekiranya hPL menginduksi resistensi leptin,
dalam rentang berapakah kadar hPL dibutuhkan untuk menginduksi
resistensi leptin dan apakah keseluruhan kadar hPL yang tinggi yang
dihasilkan secara progresif oleh plasenta selama kehamilan, semata-mata
untuk keperluan induksi resistensi leptin ?
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara 3
variabel utama yakni massa lemak, hPL dan leptin dengan usia kehamilan.
Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan massa lemak yang sesuai usia
kehamilan terkait dengan kedua hormon tersebut. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pada maternal dengan IMT pra-hamil normal, kadar leptin usia
kehamilan 18 minggu berkorelasi dengan massa lemak usia kehamilan 18,
24 dan 30 minggu serta massa lemak berkorelasi dengan usia kehamilan.
Dengan demikian kadar leptin 18 minggu memiliki asosiasi terhadap
peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18 dan 24 minggu. Telah pula
dipaparkan bahwa kadar hPL berkorelasi kuat dengan usia kehamilan. Data-
data ini mengindikasikan bahwa bila hPL menginduksi resistensi leptin dalam
kehamilan, maka induksi resistensi leptin tersebut terutama terjadi pada
kadar hPL usia kehamilan < 18 minggu, yang dalam penelitian ini, menurut
persentil 25-75 Tukey’s Hinges berada dalam rentang 1,15 mg/L – 4,02 mg/L
136
( n = 44 ). Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan kadar hPL yang
konsisten sesuai usia kehamilan tidak semata-mata untuk ‘kepentingan’
induksi resistensi leptin, dan terdapat mekanisme hemostasis energi lain
yang membutuhkan kadar hPL yang lebih tinggi dibandingkan kadar hPL
yang dibutuhkan untuk induksi resistensi leptin serta mekanisme tersebut
terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut.
E. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan Kadar
Leptin dan Massa Lemak Maternal
Akhir trimester II kehamilan ditandai dengan induksi resistensi insulin
fisiologis oleh hormon plasenta, placental growth hormone merupakan
kandidat dalam proses ini. Sejumlah nukleus di hipotalamus yang terlibat
dalam hemostasis energi, mengekspresi reseptor baik leptin maupun insulin,
fakta tersebut mendukung teori mengenai keterkaitan kedua hormon ini
dalam regulasi hemostasis energi. Keadaan-keadaan tersebut yang menjadi
latar belakang peneliti menempatkan insulin sebagai faktor cofounding dalam
penelitian ini.
Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu dalam penelitian ini merupakan
kadar insulin produk dari induksi resistensi insulin fisiologis di trimester 2
kehamilan. Konsekuensi fisiologis dari peningkatan resistensi insulin adalah
penurunan upaya penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen di sel depo (
137
hepar, otot ) dan penurunan penyimpanan glukosa melalui proses lipogenesis
di jaringan adiposa serta peningkatan produksi glukosa melalui proses
gluconeogenesis di hati. Resistensi insulin juga menginduksi lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas di sirkulasi. Peristiwa – peristiwa tersebut di
atas merupakan mekanisme fisiologis hemostasis energi dalam kehamilan
dengan tujuan utama menyediakan substrat glukosa dan asam lemak
sebagai bahan nutrisi janin secara berkesinambungan.
Patut menjadi pertanyaan, bagaimanakah kaitan antara induksi
resistensi insulin fisiologis dalam kehamilan dengan kadar leptin pada waktu
sebelum, bersamaan dan setelah induksi resistensi insulin itu terjadi.
Pertanyaan ini menarik untuk dijawab mengingat keterkaitan kedua hormon
tersebut dalam mekanisme hemostasis energi.
Hasil penelitian ini menunjukkan kadar insulin 24 minggu berkorelasi
secara negatif dengan kadar leptin pada semua kelompok usia kehamilan.
Tabel 10, hal. 101. Korelasi yang paling kuat adalah dengan kadar leptin
sebelum dan sesudah usia kehamilan 24 minggu, yakni dengan kadar leptin
usia < 16 minggu, r = -0,39 , p < 0,05, dan kadar leptin usia kehamilan 30
minggu, r = -0,23 , p = 0,06. ( Hal. 101) Fakta ini mengindikasikan adanya
komunikasi dan pemograman serta kendali secara endokrinologis terhadap
upaya mencapai keterpenuhan kebutuhan nutrisi janin tanpa meninggalkan
prinsip keseimbangan. Dan mekanisme ini terjadi pada awal usia kehamilan
serta kendali tetap diupayakan terpelihara sampai akhir kehamilan.
138
Penelitian ini juga menunjukkan, tidak ada korelasi yang signifikan
antara kadar lemak setiap usia kehamilan dengan kadar insulin yang
terinduksi secara fisiologis pada trimester II. Pada keadaan tidak hamil,
peningkatan massa lemak merupakan faktor risiko determinan terhadap
terjadinya resistensi insulin. Upaya sel beta dalam milieu resistensi insulin
adalah meningkatkan sekresi insulin agar kadar gula darah dapat
dipertahankan dalam rentang normal. Milieu resistensi insulin adalah
hiperinsulinemia. Fakta bahwa tidak ada asosiasi antara massa lemak usia
sebelum usia kehamilan 24 minggu dengan kadar insulin yang terinduksi
secara fisiologis pada trimester II yang ditunjukkan dalam penelitian ini
mengindikasikan bahwa plasenta, melalui hormon yang dihasilkannya,
merupakan faktor determinan dalam menentukan tingkatan induksi resistensi
insulin dalam kehamilan.
F. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan
energi
Dalam hemostasis energi, leptin merupakan hormon anorexigenik.
Ikatan leptin dengan reseptornya di nukleus arcuatus hipotalamus akan
menginduksi kaskade signal antar tingkatan nukleus dengan hasil akhir
berupa penurunan nafsu makan serta peningkatan penggunaan energi.
Fenotipe resistensi leptin yang terkait dengan hemostasis energi adalah
139
hiperleptinemia yang disertai peningkatan nafsu makan, penurunan
penggunaan energi dan peningkatan massa lemak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi negatif antara
kadar leptin dengan intensitas penggunaan energi maternal. Intensitas
penggunaan energi maternal lebih rendah pada kadar leptin yang tinggi
dibandingkan kadar leptin yang rendah ( tanda negatif pada nilai di kolom B ,
baris penggunaan energi, Tabel 11, hal.103. Pengaruh resistensi leptin
terhadap peningkatan kuantitas asupan kalori maternal tampak pada Tabel
12, hal. 104. Kolom B pada tabel ini menunjukkan, pada rentang usia
kehamilan tertentu, tingkatan kadar leptin yang lebih tinggi cenderung terkait
dengan kuantitas asupan kalori yang lebih tinggi pula. Dengan demikian
penelitian ini mengkonfirmasi adanya peristiwa resistensi leptin dalam
kehamilan melalui fenotipe peningkatan massa lemak, peningkatan
asupan kalori dan penurunan penggunaan energi pada keadaan
hiperleptinemia.
G. Pengujian Hipotesis 2
7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 18-24
minggu
Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil,
kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, kadar leptin usia kehamilan 18
140
minggu, asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai
variabel-variabel efektor terhadap peningkatan massa lemak usia
kehamilan 18-24 minggu menghasilkan 2 efektor determinan yakni, kadar
hPL ( kontribusi efek, beta, 25 % dan kontribusi korelasi, part of
correlations, 24% ) serta IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 20%, dan
kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 13, hal.106.
Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit yakni
6% ( selisih antara R2 awal regresi, 0,08, dengan R2 akhir regresi,
0,074 ), hal. 105-106. Hal menarik dari hasil tersebut adalah arah efek
kedua variabel tersebut terhadap peningkatan massa lemak. Baik kadar
hPL maupun IMT pra-hamil, sama-sama menunjukkan arah negatif (
kolom beta, Tabel 13, hal.106). Pada maternal normal, peningkatan
massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu paling tinggi terjadi
bila kadar hPL usia hamil 18 minggu berkisar 2,1 – 3,5 mg/L. Gambar
18, halaman 107. Bila kadar hPL melampaui 3,5 mg/L , maka rentang
peningkatan massa lemak terjadi lebih rendah.
Terdapat perbedaan pola efek kadar hPL terhadap peningkatan
massa lemak antara maternal normal dengan maternal gemuk. Efek
peningkatan massa lemak pada maternal gemuk paling optimal pada
kadar hPL < 2 mg/L sedangkan maternal normal adalah 2,1-3,5 mg/L. Hal
menarik lainnya pada pola maternal gemuk adalah tampak adanya
upaya menaikkan massa lemak dengan menaikkan kadar hPL.
141
Selanjutnya tampak pula bahwa peningkatan kadar hPL yang lebih tinggi
menyebabkan rentang peningkatan massa lemak yang lebih sedikit baik
pada maternal normal maupun gemuk. Gambar 18, hal. 107
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa kadar hPL meningkat sesuai
usia kehamilan, kadar tinggi hPL bersifat lipolitik dan pertengahan akhir
usia kehamilan ditandai dengan lipolisis. Dalam kehamilan terjadi
modifikasi responsifitas jaringan adiposit terhadap aktifitas fisiologis
katekolamin terutama pada jalur adrenergik α2 dan β3. Perubahan tingkat
responsifitas ini dikaitkan dengan modifikasi kaskade lipolitik paska
reseptor dengan target utama adalah hormone-sensitive lipase (HPL).
(Bousquet-Mélou 1999, Aitchison RED 1982 ) Hasil-hasil yang dilaporkan
oleh studi-studi terdahulu tersebut dapat menerangkan adanya asosiasi
yang negatif antara kadar tinggi hPL dengan besaran rentang
peningkatan massa lemak seperti yang dijumpai dalam penelitian ini.
Hasil penelitian kami mengindikasikan, efek lipolitik sudah terjadi
pada trimester kedua kehamilan. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan
oleh Williams C (1978) yakni pada trimester ketiga. Telah dipaparkan
sebelumnya bahwa mayoritas maternal dalam penelitian ini tidak
mencapai angka kecukupan kalori seperti yang dianjurkan. Keadaan ini
agaknya memicu terjadi proses katabolik, lipolisis, yang lebih dini sebagai
upaya pemenuhan nutrisi janin.
142
Penelitian ini juga menunjukkan adanya asosiasi yang negatif
antara besaran IMT pra-hamil dengan rentang peningkatan massa lemak.
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mardinoglu et al (2013) bahwa
subjek yang langsing memiliki perubahan dinamis droplet lemak yang
lebih besar dibandingkan subjek obes. Terdapat indikasi, peningkatan
massa lemak di awal kehamilan merupakan proses simpanan energi
untuk digunakan pada akhir kehamilan. Droplet lemak adalah presentasi
simpanan energi yang dapat dimobilisasi oleh proses katabolisme.
(Mardinoglu et al 2013)
7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 24–30
minggu
Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil,
kadar hPL usia kehamilan 24 minggu, kadar leptin usia kehamilan 24
minggu, kadar insulin usia kehamilan 24 minggu, asupan kalori dan intensitas
penggunaan energi sebagai variabel-variabel efektor terhadap peningkatan
massa lemak usia kehamilan 24 – 30 minggu menghasilkan 2 efektor
determinan terhadap peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 24-
30 minggu yakni, kadar leptin ( kontribusi efek, beta, 20 % dan kontribusi
korelasi, part of correlations, 20% ) serta kadar hPL ( kontribusi
efek, beta, 19% dan kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 14,
hal.109. Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit
143
yakni 2,1 % ( selisih antara R2 awal regresi, 0,11, dengan R2 akhir regresi,
0,089 ), hal. 108 .
Arah efek kedua efektor determinan tersebut adalah negatif ( kolom
beta, Tabel 14, hal.109), yakni semakin tinggi kadar leptin maupun hPL kadar
24 minggu maka semakin rendah besaran peningkatan massa lemak usia
kehamilan 24-30 minggu. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa hPL memiliki
efek lipolitik baik melalui ikatan dengan reseptor prolaktin serta kemungkinan
juga dengan reseptor growth hormone. Lipolisis merupakan karakter utama
metabolism energi pada trimester 3 kehamilan. Fakta bahwa kadar hPL dan
leptin, masing-masing pada kehamilan 24 minggu, berbanding terbalik
dengan besaran peningkatan massa lemak, mengindikasikan adanya kaitan
antara tingkatan lipolisis dengan kedua hormon produk plasenta ini. Semakin
tinggi kadar hPL dan leptin, maka semakin tinggi pula aktifitas lipolisis.
Analisis GLM univariat ( Gambar 19, hal. 110) mengindikasikan bahwa
peningkatan massa lemak dipengaruhi oleh interaksi antara kadar hPL
dengan leptin. Fenomena ini menkonfirmasi hipotesis bahwa hPL dan leptin
berperan determinan dalam aktifitas hemostasis energi dalam kehamilan.
Lipolisis merupakan output kinerja fisiologis leptin dalam hemostasis
energi. Efek lipolitik leptin secara langsung diperantarai oleh neuro-neuron
simpatis yang mempersarafi adiposit, membentuk ‘neuro-adipose junctions’
(Zeng 2015). Tampaknya kadar leptin yang tinggi pada trimester 3 kehamilan
mampu mengatasi keadaan resistensi leptin sehingga memiliki efek lipolitik.
144
Disamping efek lipolitik hPL yang telah diuraikan sebelumnya, prolaktin
merupakan induktor kadar pyruvate dehydrogenase kinase (PDK)4 yang
poten. Induksi PDK4 akan men-inhibisi ambilan glukosa oleh sel lemak yang
diperantarai oleh insulin, sehingga terdapat indikasi bahwa prolaktin
menginduksi terjadinya resistensi insulin di sel adiposit (White UA 2007).
Resistensi insulin termasuk faktor determinan dalam induksi proses lipolitik.
Pengujian Hipotesis 3
8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 18-24 minggu
Besaran efek dari model regeresi linier multivariat dalam penelitian ini,
paling tinggi dijumpai terhadap peningkatan berat badan usia kehamilan 18-
24 minggu, yakni 25 % ( nilai R2 awal regresi [ 0,25 ] halaman 111 ). Regresi
bertahap yang dilakukan menghasilkan tiga variabel efektor yang determinan
yakni IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 32% dan kontribusi korelasi,
part of correlations, 31 % ) , kadar hPL usia kehamilan 18 minggu ( kontribusi
efek, beta, 32 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 30% ) dan
intensitas penggunaan energi ( kontribusi efek, beta, 26 % dan kontribusi
korelasi, part of correlations, 26% ). Tabel 15, hal.112.
Peningkatan berat badan maternal merupakan kumulatif dari
peningkatan komponen maternal dan komponen fetal. Rerata peningkatan
berat badan rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada penelitian ini adalah
145
M = 3,7 kg, SD = 2,4 kg , sedangkan massa lemak adalah M = 2,0 kg, SD =
1,4 kg. Tabel 3 , hal. 77. Merujuk diagram komponen peningkatan berat
badan maternal oleh Pitkin (1976) pada rentang usia kehamilan 18-24
minggu, selain komponen massa lemak maternal, terjadi pula peningkatan
yang signifikan dari volume darah ibu, berat uterus dan mammae serta
fetus. Gambar 2, hal.21.
Hal menarik dari penelitian ini adalah, meskipun mayoritas maternal
tidak mencapai kecukupan kalori seperti yang dianjurkan, akan tetapi tetap
terjadi peningkatan komponen non massa lemak disamping massa lemak
maternal. Review yang menarik mengenai metabolisme energi dalam
kehamilan oleh King et al ( 1994) memaparkan, terdapat persepsi
sebelumnya ( tradisionil ) bahwa pada kehamilan aterm dibutuhkan
penambahan energi berkisar 1200 kJ/ hari atau 325 MJ. Estimasi tersebut
pada dasarnya dilakukan menurut perkiraan ‘energy costs’ pada wanita
Western yang ‘well-nourished’ . Akan tetapi dalam praktek sehari-hari,
populasi non- Western yang hidup dengan keterbatasan nutrisi juga memiliki
energy expenditure yang lebih rendah. Review tersebut menyimpulkan
bahwa penambahan kebutuhan energi selama kehamilan tidak statis akan
tetapi berada dalam rentang luas, antara 0 sampai 500 MJ, tergantung dari
status energi maternal ( King 1994). Keadaan tersebut mencerminkan
kemampuan maternal untuk melakukan adaptasi hemostasis energi dengan
tujuan utama memelihara kehamilan. Adaptasi dilakukan melalui penggunaan
146
cadangan energi, perubahan perilaku baik terkait pola makan maupun
aktifitas serta penyesuaian kecepatan basal metabolism maupun deposisi
lemak (King 1994).
Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa komplikasi,
menunjukkan bahwa sejumlah 0,5% produksi hPL oleh plasenta disekresi ke
sirkulasi fetus (Linnemann 2000). Studi terhadap burung (ovine)
menunjukkan placental lactogen (PL) memiliki efek pertumbuhan fetus. Hepar
fetus mengandung reseptor spesifik terhadap PL secara predominan.
Terdapat indikasi yang kuat bahwa PL berperan sebagai GH di masa fetus.
Segera setelah lahir, reseptor baru yang spesifik terhadap GH terekspresi
dan teraktivasi sesuai peranan GH dalam regulasi pertumbuhan serta
metabolisme paska lahir ( Freemark 1987). Mannik (2010) melaporkan,
terdapat penurunan ekspresi mRNA GH/hPL pada plasenta bayi kecil
menurut usia kehamilan (SGA) sedangkan plasenta bayi besar menurut usia
kehamilan (LGA) menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA hPL. Janin yang
dikandung oleh ibu dengan mutasi gen hPL, mengalami retardasi
pertumbuhan intra-uterin yang berat ( Rygaard 1998). Hasil-hasil studi
tersebut di atas menkonfirmasi adanya efek pertumbuhan janin oleh hPL
sekaligus sebagai penjelasan mengenai determinasi hPL terhadap
peningkatan berat badan maternal yang ditemukan dalam penelitian ini. Arah
negatif efek hPL terhadap peningkatan berat badan (kolom beta, Tabel 15,
147
hal.112) agaknya dipengaruhi oleh efek kadar hPL terhadap komponen
massa lemak maternal seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Indeks massa tubuh sebelum hamil berpengaruh terhadap peningkatan
berat badan maternal. Gambar 20, hal. 113. Maternal normal memiliki
peningkatan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk ( p
> 0,05). Yang menarik adalah terdapat pola perubahan berat badan menurut
kadar hPL yang hampir sama antara maternal normal dan gemuk pada kadar
hPL usia kehamilan 18 minggu yang tertinggi, yakni sama-sama memiliki
peningkatan berat badan berkisar 3,2 kg.
Studi kohor terhadap 1,2 juta bayi yang dilahirkan di Swedia
menunjukkan adanya peningkatan risiko malformasi kongenital seiring
dengan tingkatan gemuk/obes ibu sebelum hamil ( Persson 2017). Pola
peningkatan massa lemak pada penelitian ini tampak lebih rapih dan
konsisten pada maternal dengan IMT pra-hamil normal dibandingkan
gemuk/obes. Gambar 11, hal 87. Regulasi massa lemak maternal melibatkan
berbagai hormon determinan yang dihasilkan plasenta, dalam penelitian ini
adalah hPL dan leptin. Aktifitas kedua hormon ini tidak terbatas hanya
terhadap regulasi massa lemak akan tetapi menyangkut berbagai aspek
penting pemeliharaan kehamilan yang lain seperti mekanisme imun dan
pertumbuhan janin. Gangguan optimalisasi kedua hormon tersebut akan
menginduksi berbagai kaskade adaptasi yang dalam beberapa keadaan
dapat menjadi patologis. Terdapat indikasi tujuan pemeliharaan kehamilan
148
mulai diprogram oleh plasenta sejak awal kehamilan. Status metabolik
maternal merupakan info penting bagi plasenta dalam regulasi hemostasis
energi selama kehamilan dalam rangka melindungi dan memelihara buah
kehamilan.
Fenotipe resistensi leptin berupa penurunan penggunaan energi tampak
pada hasil studi ini. Dalam studi kami, intensitas penggunaan energi maternal
berbanding terbalik dengan kadar leptin (p<0,05). (Tabel 11, hal.103). Studi di
Cina menunjukkan median penggunaan energi maternal pada setiap
trimester kehamilan berkisar 129,5 – 153,5 METs.hr/week. (Zhang 2014).
Median intensitas penggunaan energi, tanpa memperhitungkan usia
kehamilan, pada ibu hamil di Turki berkisar 209,7 – 225,4 METs.hr/week.
(Çırak 2015) Hasil-hasil tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil dalam studi kami yakni 73,7 – 154,4 MET.hr/week. Tabel 5, hal.80.
Perbedaan intensitas penggunaan energi antara partisipan dalam studi kami
dibandingkan dengan studi-studi di negara lain setidaknya terkait dengan dua
hal yakni, perbedaan iklim dan sosiodemografi.
Intensitas penggunaan energi merupakan kinerja fisiologis termasuk
adaptasi tubuh terhadap lingkungan di sekitarnya. Perbedaan iklim
selayaknya diperhitungkan dalam menganalisis intensitas penggunaan energi
manusia. ( Plasqui 2004 ) Tingkat metabolisme saat tidur di musim salju lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan pada musim semi (p<0,01). ( Plasqui
2003 ) Indonesia termasuk dalam wilayah tropis yang memilik 2 musim, tanpa
149
memiliki rentang suhu yang ekstrim seperti yang dijumpai pada belahan
dunia yang lain. Untuk mempertahankan suhu tubuh basal, energi yang
diperlukan oleh individu yang tinggal di daerah tropis lebih kecil dibandingkan
individu yang tinggal di wilayah bersalju. Studi yang dilakukan oleh Abreu-
Vieira et al (2015) menunjukkan bahwa suhu lingkungan memberikan efek
sebesar 25% dalam penggunaan energi total. Keadaan-keadaan tersebut di
atas, dapat menerangkan lebih rendahnya intensitas penggunaan energi
pada ibu hamil dalam studi ini dibandingkan dengan studi-studi yang
dilakukan di negara ber-salju.
Faktor sosio-demografi selayaknya dipertimbangkan dalam
menganalisis intensitas penggunaan energi dalam kehamilan. Mayoritas
partisipan dalam studi kami tinggal di area padat penduduk dan
berpenghasilan rendah. Tidak tersedia lingkungan dan sarana bagi ibu hamil
untuk melakukan aktifitas fisik, kecuali aktifitas di dalam rumah yang kecil.
Intensitas penggunaan energi ibu hamil di Etiopia lebih rendah secara
signifikan dibandingkan negara-negara berpenghasilan rendah lainnya
(Hjorth 2012). Rendahnya intensitas penggunaan energi dalam kehamilan
juga dilaporkan oleh sebuah studi yang dilakukan di sarana kesehatan primer
di Sao Paolo (Brazil) ( Carvalhaes 2013).
150
8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia
Kehamilan 24-30 minggu
Model regresi ini memberikan efek terhadap peningkatan berat badan
rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu sebesar 10,8% ( R2 = 0,11%, hal.
106). Variabel efektor determinan adalah IMT pra hamil dan kadar hPL (
Tabel 18, hal. 1115). Pada maternal dengan IMT pra-hamil gemuk,
peningkatan berat badan relatif stabil antar tingkatan kadar hPL usia
kehamilan 24 minggu. Hal ini berbeda dengan maternak dengan IMT pra-
hamil normal, peningkatan berat-badan relative stabil sampai kadar hPL usia
hamil 24 minggu < 9 mg/L, kemudian rentang peningkatan berat-badan turun
secara curam pada kadar hPL > 9 mg/L.
Variabel IMT-pra hamil bukan sebagai variabel efektor determinan
dalam model regresi peningkatan massa lemak rentang usia 24 – 30 minggu.
Keadaan ini mengindikasikan, pada rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu,
IMT pra-hamil terutama memberi efek determinan terhadap peningkatan
komponen non massa lemak maternal. Merujuk diagram oleh Pitkin,1976 ,
peningkatan berat badan maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu,
selain komponen massa lemak maternal, terutama terkait dengan
peningkatan volume darah ibu, uterus dan mammae, cairan extraselular dan
fetus. (Gambar 2, hal.21 )
Pada hipertensi yang terinduksi kehamilan terdapat peningkatan
permiabilitas kapiler dan redistribusi cairan extraselular plasma ke interstitial
151
(Brown 1989). Indeks massa tubuh (IMT) pra-hamil gemuk/obes merupakan
faktor risiko terjadinya pre-eklampsia, disamping LGA dan makrosomia (
Hung 2016, Oostvogels 2017). Studi-studi tersebut di atas dan sejumlah
studi-studi lainnya mengkonfirmasi peranan IMT pra-hamil terhadap
peningkatan berat badan maternal yang terkait dengan peristiwa fisiologis
dan patofisiologi dalam kehamilan.
H. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal
*ML=massa lemak
Kehamilan
18 minggu
ML* 16,9 + 4,9 kg
Kehamilan
24 minggu
Kehamilan
30 minggu
ML 18,9 + 4,7 kg ML 20,2 + 4,9 kg
1.hPL 2.IMT pra-hamil 3.Penggunaan energi 4.Asupan kalori 5.Leptin
1.hPL 2.Leptin 3.Penggunaan energi 4.IMT pra-hamil 5.Insulin 6.Asupan Kalori
8 % 11 %
8,9% 7,4%
152
Gambar 22. Model Efektor Peningkatan Massa Lemak (ML) Ibu Dalam
Kehamilan
Studi ini mengkonfirmasi mengenai adanya peningkatan lemak tubuh ibu
dalam kehamilan. Gambar 22 menunjukkan bahwa 7,4% peningkatan lemak
pada ibu dalam kehamilan 18-24 minggu, dipengaruhi oleh kadar hPL dan
kemudian IMT pra-hamil. Terdapat indikasi peningkatan massa lemak pada
usia kehamilan 24-30 minggu terutama dkendalikan oleh faktor hormonal
yakni, kadar hPL dan leptin berkontribusi tinggi, 8,9 %. Dibandingkan dengan
peningkatan massa lemak usia kehamilan 18-24 minggu, intensitas
penggunaan energi, IMT pra-hamil, kadar insulin dan asupan kalori, secara
bersama-sama, berkontribusi cukup berarti yakni 2,1%.
153
I. Model Peningkatan Berat Badan Maternal
Gambar 23. Model Efektor Peningkatan Berat Badan (BB) Ibu Dalam
Kehamilan
Gambar 23 menunjukkan bahwa 25 % peningkatan berat badan pada
rentang usia kehamilan 18-24 minggu terkait dengan, secara berurutan
menurut besaran kontribusi, IMT pra-hamil, kadar hPL, intensitas
penggunaan energi, leptin dan asupan kalori. Indeks massa tubuh pra-hamil
dan kadar hPL berkontribusi paling tinggi yakni, secara bersama-sama, 23%.
Pada rentang usia kehamilan 24-30 minggu, pengaruh variabel -variabel ini,
Kehamilan 18
minggu Kehamilan 24
minggu
Kehamilan 30
minggu
BB 57,1 + 9,2 kg BB 60,7 + 9,0 kg BB 62,9 + 9,0 kg
1.IMT pra hamil 2.hPL 3.Penggunaan energi 4.Leptin 5.Asupan kalori
1.IMT pra hamil 2.hPL 3.Asupan Kalori 4.Insulin 5.Penggunaan energi 6.Leptin
25 %
9% 23%
11 %
154
termasuk kadar insulin 24 minggu, hanya berkisar 11 %. Indeks massa tubuh
pra-hamil dan kadar hPL tetap merupakan variabel yang memiliki kontribusi
paling tinggi, yakni 9%. Pola pengaruh variabel-variabel ini yang berkurang
seiring dengan pertambahan usia kehamilan sesuai dengan perubahan
komponen peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan, yakni semakin
bertambah usia kehamilan, proporsi komponen janin dalam peningkatan
berat badan ibu akan semakin dominan. (Gambar 2, hal. 21, Rasmussen
2009)
C. Keterbatasan Dalam Penelitian
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, data berat badan pra-
hamil dalam penelitian ini diperoleh melalui anamnesis atau berat badan
aktual bila usia kehamilan kunjungan pertama adalah < 16 minggu. Hal
tersebut dimasukkan sebagai keterbatasan dalam penelitian.
Penggunaan bioelectric impedance analysis (BIA) terhadap ibu hamil
yang memiliki rasio cairan intraselular dan ekstraselular yang berubah-ubah
serta bervariasi antar usia kehamilan. Pengukuran berulang pada usia
kehamilan berbeda dan waktu pengukuran pkl 07.00 – 10.00 merupakan
upaya memperbaiki keterbatasan.
Disamping itu, wawancara mengenai 24 hours food recall di lakukan di
ruangan yang sama dengan kegiatan lain dari penelitian ( 5 x 4 m2), sehingga
155
dapat didengar oleh orang-orang di sekitar meja wawancara tersebut.
Mayoritas partisipan penelitian ini berasal dari golongan ekonomi rendah.
Umumnya ibu hamil tahu bahwa kehamilan memerlukan asupan nutrisi yang
lebih banyak dibandingkan sebelum hamil. Keadaan-keadaan ini dapat
mempengaruhi ibu untuk mempertahankan self-pride sehingga risiko
menyampaikan asupan nutrisi yang lebih tinggi dari sebenarnya, tidak dapat
dihindari.
Kuesioner aktifitas fisik ibu hamil yang digunakan dalam penelitian ini
disusun oleh Tim Ahli di School of Public Health and Health Science,
Massachusetts University. Terdapat poin-poin kegiatan yang tidak lazim
dilakukan oleh ibu hamil di Indonesia. Hal ini akan mengurangi nilai total
sehingga menurunkan besaran intensitas penggunaan energi maternal.
156
BAB VI
RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN
Ringkasan
1. Dalam kehamilan terjadi peningkatan massa lemak maternal yang
berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan dan terjadi mengikuti fenotipe
resistensi leptin.
2. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL, kadar leptin dan rentang
peningkatan massa lemak yang signifikan antara maternal yang sebelum
hamil kurus, normal maupun gemuk, pada rerata usia kehamilan yang
sama.
3. Kadar hPL berkorelasi secara signifikan dan konsisten dengan kadar leptin
mulai usia kehamilan > 16 minggu.
4. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil merupakan
efektor determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan
18-24 minggu.
5. Kadar hPL dan leptin usia kehamilan 24 minggu merupakan efektor
determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30
minggu.
157
6. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, IMT pra hamil dan intensitas
penggunaan energi merupakan efektor determinan dalam berat badan
maternal pada kehamilan 18-24 minggu.
7. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan dan IMT pra hamil merupakan
efektor determinan dalam peningkatan berat badan maternal pada
kehamilan 24-30 minggu.
8. Human placental lactogen dan IMT pra-hamil merupakan efektor
determinan pada peningkatan massa lemak dan berat badan ibu selama
kehamilan.
Kesimpulan
Peningkatan massa lemak maternal merupakan target penting kinerja
hemostasis energi dalam kehamilan, yang merupakan kejadian fisiologis dan
endokrinologis, terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin serta memiliki
rentang permisif batas bawah kecukupan kalori yang lebar. Human placental
lactogen, disamping IMT pra-hamil, merupakan factor yang paling
berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil.
Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang lebih
tinggi mengindikasikan, pada pertengahan awal kehamilan hPL berperan
dalam penumpukkan massa lemak sedangkan pertengahan akhir kehamilan
hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin kesinambungan substrat nutrisi
janin.
158
Saran
Untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi penelitian ini serta
meningkatkan pelayanan kesehatan, disarankan:
1. Melakukan penelitian dengan disain serupa yang dimulai sejak sebelum
konsepsi, trimester 1, trimester 2 dan trimester 3.
2. Melakukan penelitian dengan disain serupa, dengan mengganti variabel
hPL dengan placental growth hormone.
3. Pengendalian berat badan perempuan usia reproduksi, sebelum hamil.
4. Peningkatan pelayanan promotif dan edukatif mengenai asupan nutrisi
yang bermutu dalam memelihara kehamilan dan buah kehamilan.
5. Mengadakan pusat pelayanan kesehatan tingkat primer dan sekunder,
sekaligus sebagai institut penelitian sehingga pelayanan dan penelitian
dapat dilakukan sekaligus dan optimal.
__________________
159
DAFTAR PUSTAKA
Abreu-Vieira G, Xiao C, Gavrilova O, Reitman ML. 2015. Integration of body
temperature into the analysis of energy expenditure in the mouse.
MOLECULAR METABOLISM ; 4: 461-470.
Aitchison RED, Clegg RA, Vernon RG. Lipolysis in rat adipocytes during
pregnancy and lactation. The response to noradrenaline.
Biochem. J.(1982); 202: 243-247.
Ajala OM, Ogunro PS, Elusanmi GF, Ogunyemi OE, Bolarinde AA.2013
Changes in serum leptin during phases of menstrual cycle of fertile
women: relationship to age groups and fertility. Int J Endocrinol
Metab.; 11(1): 27-33.
Augustine RA, Grattan DR. 2008. Induction of central leptin resistance in
hyperphagic pseudopregnant rats by chronic prolactin infusion.
Endocrinology ; 149 : 1049-1055.
Augustine RA, Ladyman SR, Grattan DR. 2008. From feeding one to feeding
many : hormone-induced changes in bodyweight homeostasis
during pregnancy. J Physiol 582.2 : 387-397.
Barbour LA, McCurdy CE, Hernandez CE, Kirwan JP, Catalano PM,
Friedman JE. Cellular Mechanisms for Insulin Resistance in
160
Normal Pregnancy and Gestational. DIABETES CARE 2007; 30:
S112-S119.
Barker DJP. 1990. The fetal and infant origins of adult disease. The womb
may be more important than the home. BMJ; 301 :1111.
Belgardt BF, Bruning JC. 2010. CNS leptin and insulin action in the control of
energy hemostasis. Ann. N. Y. Acad.Sci 1212: 97-113.
Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L. Biochemistry, 5th ed. 2002. W H Freeman
and Company. New York .
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22369/. Akses Oktober
2014.
Bispham J, Gardner DS, Gnanalingham MG, Stephenson T, Symonds ME,
Budge H. Maternal Nutritional Programming of Fetal Adipose
Tissue Development: Differential Effects on MessengerRibonucleic
Acid Abundance for Uncoupling Proteins and Peroxisome
Proliferator-Activated and Prolactin Receptors. Endocrinology
2005; 146(9):3943–3949.
Blomberg M . 2011. Maternal and Neonatal Outcomes Among Obese
Women With Weight Gain Below the New Institute of Medicine
Recommendations. Obstet Gynecol 2011;117:1065–70.
161
Bolander Jr FF, Hurley TW, Handwerger S, Fellows RE. Localization and
specificity of binding of subprimate placental lactogen in rabbit
tissues. Proc. NatI. Acad. Sci. 1976; 73 (8): 2932-2935.
Boqué N, Campión J, Paternain L, et al. Influence of dietary macronutrient
composition on adiposity and cellularity of different fat depots in
Wistar rats. J Physiol Biochem 2009: 65 (4) : c1 – c10.
Borengasser SJ, Kang P, Faseke J, et al. 2014. High fat diet and in utero
exposure to maternal obesity disrupts circadian rhytm and leads to
metabolic programming of liver in rat offspring. Plos ONE ;
9(1):e84209. 13 halaman.
Bousquet-Mélou A, Muñoz C, Galitzky J, Berlan M, Lafontan M. 1999.
Pregnancy modifies the α2-β-adrenergic receptor functional
balance in rabbit fat cells. J. Lipid Res. ; 40: 267–274.
Bray GA, Smith SR, de Jonge L, et al. Effect of Dietary Protein Content on
Weight Gain, Energy Expenditure, and Body Composition During
Overeating: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2012 : 307(1) ;
47-55.
Brelje TC, Scharp DW, Lacy PE. 1993. Effects of homologous placental
lactogen, prolactins, and growth hormones on islet B-cell division
and insulin secretion in rat, mouse and human islets: implication for
162
placental lactogen regulation of islet function during pregnancy.
Endocrinology; 132: 879-887.
Bridges RS, Robertson MC, Shiu RPC, Friesen HG, Stuer AM, Mann PE.
Endcorine communication between conceptus and mother :
placental lactogen stimulation of maternal behavior.
Neuroendocrinology 1996; 64: 57-64.
Brooks CL. 2012. Molecular mechanisms of prolactin and its receptor. Endocr
Rev., 33(4), pp. 504-525.
Brown MA, Zammit VC, Lowe SA. 1989. Capillary permeability and
extracellular fluid volumes in pregnancy-induced hypertension. Clin
Sci (Lond). ; 77(6): 599-604.
Butte NF, Wong WW, Treuth MS, Ellis KJ, Smith EOB. 2004. Energy
requirements during pregnancy based on total energy expenditure
and energy deposition. Am J Clin Nutr ; 79 : 1078 – 87.
Butte NF. Carbohydrate and lipid metabolism in pregnancy: normal compared
with gestational diabetes mellitus. Am J Clin Nutr
2000;71(suppl):1256S–61S.
Calvert JW, Lefer DJ, Gundewar S, Poston L, Coetzee WA. 2009.
Developmental programming resulting from maternal obesity:
163
effects on myocardial ischemia/reperfusion injury. Exp Physiol ;
94(7): 805-814.
Carter AM. Evolution of placental function in mammals: the molecular basis of
gas and nutrient transfer, hormone secretion, and immune
responses. Physiol Rev 2012; 92: 1543–1576.
Carvalhaes MABL, Martiniano ACA, Malta MB, Takito MY, Benício MHD.
2013. Physical activity in pregnant women receiving care in
primary health care units. Rev Saúde Pública ;47(5):1-10.
Cinti S. 2009. Transdifferentiation properties of adipocytes in the adipose
organ. Am J Physiol Endocrinol Metab 297: E977-E986.
Cinti S. 2012. The adipose organ at glance. Disease Models & Mechanisms;
5: 588-594.
Çırak Y, Yılmaz GD, Demir YP, Dalkılınç M, Yaman SJ. 2015. Pregnancy
physical activity questionnaire (PPAQ): reliability and validity of
Turkish version. Phys Ther Sci.; 27(12): 3703–3709.
Costa MA. The endocrine function of human placenta: an overview.
Reproductive BioMedicine Online. 2016; 32, 14–43.
Edlow AG, N. E., 2014. Endocrine diseases of pregnancy. In: B. R. Strauss III
JF, ed. Yen&Jaffe’s reproductive endocrinology; physiology,
164
pathophysiology and clinical management. Philadelphia: Elsevier
Saunders, pp. 604-650.
Faas MM, Melgert BN, de Vos P. 2010. A Brief Review on How Pregnancy
and Sex Hormones Interfere with Taste and Food Intake. Chem.
Percept. ; 3:51–56.
Fernandez-Feijoo CD, Carrasco Carrasco C, Francisco NV, Romero JC,
Lorenzo JRF, Jimenez-Chillaron JC, Camprubi M. Influence of
catch up growth on spatial learning and memory in a mouse model
of intrauterine growth restriction. PLoS ONE 2017; 12(5):
e0177468.
Field CJ, Angel A, MD, Clandinin MT. 1985. Relationship of diet to the fatty
acid composition of human adipose tissue structural and stored
lipids. Am J Clin Nutr.; 42 : 1206-1220.
Fielder PJ, Talamantes F. The Lipolytic Effects of Mouse Placental Lactogen
II, Mouse Prolactin, and Mouse Growth Hormone on Adipose
Tissue from Virgin and Pregnant Mice. Endocrinology 1987; 121:
493-497.
Fleenor D, Arumugam R, Freemark M. Growth Hormone and Prolactin
Receptors in Adipogenesis: STAT-5 Activation, Suppressors of
165
Cytokine Signaling, and Regulation of Insulin-Like Growth Factor I.
Horm Res 2006;66:101–110.
Franco JG, Fernandes TP, Rocha CPD, et al. 2012. Maternal high fat diet
induces obesity and adrenal and thyroid dysfunction in male rat
offspring at weaning. J Physiol; 590(21): 5503-5518.
Freemark M, Comer M, Korner G, Handwerger S. 1987. A Unique Placental
Lactogen Receptor: Implications for Fetal Growth. Endocrinology;
120: 1865- 1872.
Freemark M. 2010. Placental hormones and the control of fetal growth. J Clin
Endocrinol Metab ; 95(5) : 2054-2057.
Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in
mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.
Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in
mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.
Friedman JM. 2011. Leptin and regulation of body weight. Keio J Med ; 60:
1-9.
Friis CM, Qvigstad E, Roland MCP. 2013. Newborn body fat : associations
with maternal metabolic ctate and placental size. Plos one ; 8(2) : e
57467 ( 7 halaman)
166
Frisch RE, Revelle R. Height and Weight at Menarche and a Hypothesis of
Menarche. Archives of Disease in Childhood, 1971, 46, 695-701.
Gambino YP, Maymo JL, Perez AP, Calvo JC, Sanchez-Margalet V, Varone
CL. Molecular mechanism underlying estrogen functions in
trophoblastic cells- focus on leptin expression. Trophoblast
Research 2012 ;26:S63-70.
Garcia-Garcia RM. 2012. Integrative control of energy balance and
reproduction in females. ISRN Veterinary Science 2012 : 1-13.
Gernand AD, Christian P, Schulze KJ, et al. 2012. Maternal nutritional status
in early pregnancy is associated with body water and plasma
volume changes in a pregnancy cohort in rural Bangladesh. J.
Nutr. ; 142 : 1109 – 1115.
Gibson KS, Waters TP, Catalano PM. 2012. Maternal weight gain in women
who develop gestasional diabetes mellitus.
Obstetric&Gynecology;119(3): 560-565.
Grattan D. 2011. A mother’s brain knows. Neuro-endocrinology briefings 38.
www.neuroendo.org.uk. Akses Oktober 2013.
Grattan DR, Steyn FJ, Kokay IC, Anderson GM, Bunn SJ. Pregnancy-induced
adaptation in the neuroendocrine control of prolactin secretion.
Journal of Neuroendocrinology 2008 ; 20: 497-507.
167
Grattan, D., 2002. Behavioural significance of prolactin signalling in the
central nervous system during pregnancy and lactation.
Reproduction;123: 497-506.
Gupta A, Srinivasan M, Thamadilok S, Patel M. 2009. Hypothalamic
alterations in foetuses of high fat died-fed obese female rats.
Journal of Endocrinology;200:293-300.
Haig D. 2008. Placental Growth Hormone-Related Proteins and Prolactin-
Related ProteinsTrophoblast Research ; 22 : S36-S41.
Handwerger S, Richards RG, Myers SE. 1994. Novel regulation of synthesis
and release of human placental lactogen by high density
lipoproteins. Trophoblast Research; 8 : 339-354.
Handwerger S. 1991. Clinical counterpoint : the physiology of placental
lactogen in human pregnancy. Endocrine Reviews ;12 (4): 329-
336.
Haugen F, Drevon CA. 2007. The interplay between nutrients and the
adipose tissue. Proceedings of the Nutrition Society ; 66 : 171-182.
Herrera E, Lasuncion MA, Palacin M, Zorzano A, Bonet B. 1991. Intermediary
metabolism in pregnancy. Diabetes; 40: 83-88.
168
Hinkle SN, Sharma AJ, Swan DW, Schieve LA, Ramakrishnan U, Stein AD .
2012. Excess Gestational Weight Gain Is Associated with Child
Adiposity among Mothers with Normal and Overweight
Prepregnancy Weight Status. J. Nutr.; 142: 1851–1858.
Hjorth MF, Kloster S,Girma T, Faurholt-Jepsen D, Andersen G, Kæstel P,
Brage S, Friis H. 2012. Level and intensity of objectively assessed
physical activity among pregnant women from urban Ethiopia.
BMC Pregnancy and Childbirth; 12: 154 (8 pages)
Hoshina M, Boothby M, Boime I. 1982. Cytological localization of chorionic
gonadotropin and placental lactogen mRNAs during development
of the human placenta.. J Cell Biol ; 93 : 190-198.
Huang C, Snider F, Cross JC. 2009. Prolactin receptor is required for normal
glucose homeostasis and modulation of beta cell mass during
pregnancy. Endocrinology ; 150: 1618-1626.
Hung TH, Hsieh TT. 2016. Pre-gestational body mass index, gestational
weight gain, and risks for adverse pregnancy outcomes among
Taiwanese women: A retrospective cohort study. Taiwanese
Journal of Obstetrics & Gynecology ; 55 : 575e581.
169
Innes KE, Byers TE, Marshall JA, Baron A, Orleans M, Hamman RF., 2002.
Association of a women’s own birth weight with subsequent risk for
gestasional diabetes. JAMA, Volume 287, pp. 2534-2541.
Jianping Y, McGuinness OP Inflammation during obesity is not all bad:
evidence from animal and human studies. Am J Physiol Endocrinol
Metab 2012 ; 304: E466-477.
Kalhan SC. 2000. Protein metabolism in pregnancy. Am J Clin Nutr ; 71
(suppl) : 1249S-55S.
Kandou, G., 2009. Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung
Koroner. KESMAS Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
Volume 4(1), pp. 42-48.
Karlsson F, Tremaroli V, Nielsen J, Bäckhed F., 2013. Assessing the Human
Gut Microbiota in Metabolic Diseases. Diabetes, Volume 62, pp.
3341-3349.
Katz AI, Lindheimer MD, Miako AE, Rubenstein AH. Peripheral Metabolism of
Insulin, Proinsulin, and C-Peptide in the Pregnant Rat . The
Jouirnal of Clinical Investigation 1975; 56: 1608-1614.
Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan gizi ibu hamil dan
pengembangan makanan ibu hamil berbasis pangan lokal.
170
Kim KH, Kim YJ, Lee S, et al. Evaluation of plasma leptin levels & BMI as
predictor of postpartum weight retention . Indian J Med Res 2008;
128: 595-600.
King JC, Butte NF, Bronstein MN, Kopp LE, Lindquist SA. 1994. Energy
metabolism during pregnancy: influence of maternal energy status.
Am J Clin Nutr ; 59(suppl):439S-45S.
Knight ZA, Hannan KS, Greenberg ML, Friedman JM, 2010. Hiperleptinemia
is required for the development of leptin resistance. PLoS ONE,
5(6), p. e11376.
Kominiarek MA, Seligman NS, Dolin C. 2013. Gestational weight gain and
obesity: is 20 pounds too much?. American Journal of Obstetrics &
Gynecology ; 209 (3) : 214.e1-214.e11.
Kubota N, Terauchi Y, Miki H. 1999. PPARg Mediates High-Fat Diet–Induced
Adipocyte Hypertrophy and Insulin Resistance. Molecular Cell ; 4 :
597–609.
Kurniati AM, Sunardi D, Sungkar A, Bardosono S, Kartinah NT. Associations
of maternal body composition and nutritional intake with fat content
of Indonesian mothers’ breast milk. Paediatrica Indonesiana 2016;
56(5): 298-304.
171
Lacasa D, Liepvre XL, Ferre P, Dugail I. 2001. Progesterone stimulates
adipocyte determination and differentiation 1/sterol regulatory
element-binding protein 1c gene expression. The Journal of
Biological Chemistry ; 276 (15) : 11512–11516.
Ladyman SR, Augustine RA, Grattan DR. 2010. Hormone interactions
regulating energy balance during pregnancy. J Neuroendocrinol
22 : 805-817.
Ladyman SR, Fieldwick DM, Grattan DR. 2012. Suppression of leptin-induced
hypothalamic JAK/STAT signalling and feeding response during
pregnancy in the mouse. Reproduction 144 : 83-90.
Ladyman SR, Grattan DR. 2013. JAK-STAT and feeding. JAK-STAT 2:2,
e23675 ; April/May/June.
Ladyman SR, Grattan DR., 2004. Region-Specific Reduction in Leptin-
Induced Phosphorylation of Signal Transducer and Activator of
Transcription-3 (STAT3) in the Rat Hypothalamus Is Associated
with Leptin Resistance during Pregnancy. Endocrinology, Volume
145, pp. 3704-3711.
Lagiou P, Tamimi RM, Mucci LA, et al., 2004. Diet during pregnancy in
relation to maternal weight gain and birth size. European Journal of
Clinical Nutrition, Volume 58, pp. 231-237.
172
Lan-Pidhainy X, Nohr EA, Rasmussen KM., 2013. Comparison of gestational
weight gain–related pregnancy outcomes in American primiparous
and multiparous women. Am J Clin Nutr, Volume 97, pp. 1100-
1106.
Lappas M, Yee K, Permezel M, Rice GE. 2005. Release and regulation of
leptin, resistin and adiponectin from human placenta, fetal
membranes, and maternal adip ose tissue and skeletal muscle
from normal and gestational diabetes mellitus-complicated
pregnancies. Journal of Endocrinology ; 186 : 457–465
Le JA, Wilson HM, Shehu A, Sangeeta D, Aguilar T, Gibori G., 2011.
Prolactin activation of the long form ot its cognace receptor causes
increased visceral fat and obesity in male as shown in transgenic
mice expressing only this receptor subtype. Horm Metab Re,
43(13), pp. 931-937.
Lee MJ, Fried SK., 2009. Integration of hormonal and nutrient signals that
regulate leptin synthesis and secretion. Am J Physiol Endocrin ol
Metab, Volume 296, pp. E1230-E1238.
Lewandowski K, Horn R, O’Callaghan CJ, et al., 1999. Free leptin, bound
leptin, and soluble leptin receptor in normal an diabetic
pregnancies. J Clin Endocrinol Metab, Volume 84, pp. 300-306.
173
Linnemann K, Malek A, Sager R, Blum WF, Schneider H, Fusch C, 2000.
Leptin Production and Release in the Dually in Vitro Perfused
Human Placenta. J Clin Endocrinol Metab 85: 4298–4301.
Ludwig DS, Rouse HL, Currie J. 2013. Pregnancy weight gain and childhood
body weight : within-family comparison. Plos Medicine;10.
e1001521. 9 pages.
Lukaski HC, Siders WA, Nielsen EJ, Hall CB. 1994. Total body water in
pregnancy: assesement by using bioelectrical impedance. Am J
Clin Nutr ; 59 : 578-85.
Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA, Rozanna R, Apriyantono, Ngadiarti I,
Hartati B, Bernadus, Tinexcelly, 2009. Tabel komposisi pangan
Indonesia (TKPI). 2nd ed. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mardinoglu A ,Agren R ,Kampf C, Asplund A, Nookaew I, Jacobson P,
Walley AJ, Froguel P, Carlsson LM, Uhlen M, Nielsen J. 2013.
Integration of clinical data with a genome-scale metabolic model of
the human adipocyte. Molecular Systems Biology 9:649 .
doi:10.1038/msb.2013.5.
Mangurian LP, Lewis R, Walsh RJ. Placental lactogen binding sites in the
pregnant rabbit choroid plexus. J. Anat. 1994; 184: 425-428.
174
Mannik J, Vaas P, Rull K, et al. 2010 .Diffrential expression profile of growth
hormone chorionic somatomammatropin genes in placenta of small
and large gestasional age newborns. J Clin Endocrinol Metab ; 95:
2433-2442.
Mantzoros CS, Mgkos F, Brinkoetter M, et al. 2011. Leptin in human
physiology and pathophysiology. Am J Physiol Endocrinol Metab
;301 : E 567-E584.
Margetic S, Gazzola C, Pegg GG, Hill RA. 2002. Leptin : a review of its
peripheral actions and interactions. International Journal of Obesity
; 26 : 1407-1433.
Martin CL, Sotres-Alvarez, Siega-Ri AM. Maternal Dietary Patterns during the
Second Trimester Are Associated with Preterm Birth. J. Nutr. 2015;
145 (8): 1857-1864
McCartney CR, Marshall JC. Neuroendocrinology of reproduction. In: Straus
III JF, Barbieri RL (Eds). Yen & Jaffe’s reproductive endocrinology:
physiology, pathophysiology, and clinical management. 7th ed.
Elsevier Saunders. Philadelphia. 2014.pp 3 – 26 .
Moore VM, Davies MJ, Willson KJ, Worsley A, Robinson JS. Dietary
composition of pregnant women is related to size of the baby at
birth. J Nutr. 2004;134:1820–1826.
175
Morrish DW, Marusyk H, Bhardwa D., 1988. Ultrastructural localization of
human placental lactogen in distinctive granules in human term
placenta: comparison with granules containing human chorinic
gonadotropin. The Journal of Histochemistry and Cytochemistry,
35(2), pp. 193-197.
Nagaishi VS, Cardinali LI, Zampieru TT. Furigo IC, Metzger M, Donato J.
Possible Crosstalk Between Leptin and Prolactin During
Pregnancy. Neuroscience 259 (2014) 71–83.
Oostvogels AJJM, Busschers WB, Spierings EJM, Roseboom TJ, Gademan
MGJ, Vrijkotte TGM. 2017. Pre-pregnancy weight status, early
pregnancy lipid profile and blood pressure course during
pregnancy: The ABCD study. PLoS One ; 19;12(5):e0177554.
Ota E, Harunna M, Suzuki M, et al., 2011. Maternal body mass index and
gestational weight gain and their association with perinatal
outcomes in Viet Nam. Bulletin of the World Health Organization,
Volume 89, pp. 127-136.
Ouyang F, Parker M, Cerda S, Pearson C, et al. 2013. Placental weight
mediates the effects of prenatal factors on fetal growth: the extent
differs by preterm status. Obesity (Silver Spring) ; 21(3) doi:
10.1002/oby.20254. ( 21 pages)
176
Papper Z, Jameson NM, Romero R. 2009. Ancient origin of placental
expression in the growth hormone genes of anthropoid primates.
PNAS ; 106 (40) : 17083–17088.
Persson M, Cnattingius S, Villamor E, Söderling J, Pasternak B, Stephansson
O, Neovius M. Risk of major congenital malformations in relation to
maternal overweight and obesity severity: cohort study of 1.2
million singletons. BMJ 2017;357:j2563
Plasqui G, Kester ADM, Westerterp KR. 2003. Seasonal variation in sleeping
metabolic rate, thyroid activity, and leptin. Am J Physiol Endocrinol
Metab ; 285: E338–E343.
Plasqui G, Westerterp KR. 2004. Seasonal Variation in Total Energy
Expenditure and Physical Activity in Dutch Young Adults.
OBESITY RESEARCH ;12 (14): 688-694.
Portal Data, Statistik Indonesia. akses November 2013.
Poston L, Harthoorn LF, Van der Beek EM., 2011. On behalf of contributors
to the ILSI Europe workshop. Obesity in Pregnancy: Implications
for the Mother and Lifelong Health of the Child.. A Consensus
StatementPediatr Res, Volume 69, pp. 175-180.
Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing
countries. Paediatr Int Child Health. 2014; 34(4): 250–265.
177
Quintela AF, Churruca I, Portillo P., 2007. The role of dietary fat in adipose
tissue metabolism. Public Health Nutrition, 10(10A), pp. 1124-
1131.
Rasmussen KM, Yaktine AL.2009. Weight Gain During Pregnancy:
Reexamining the Guidelines. The National Academies Press.
Washington.
Ravelich SR, Shelling AN, Ramachandran A, Reddy S, Keelan JA, Wells DN,
Peterson AJ, Lee RSF, Breier BH. Altered Placental Lactogen and
Leptin Expression in Placentomes from Bovine Nuclear Transfer
Pregnancies. BIOLOGY OF REPRODUCTION 2004; 71: 1862–
1869.
Rayis DA, Abbaker AO, Salih Y, Diab TE, Adam I., 2010. Epidemiology of
underweight and overweight-obesity among term pregnant
Sudanese women. BMC Research Notes, Volume 3, pp. 327-332.
Remmers F, van der Waal-Delemare HA., 2011. Developmental programming
of energy balance and its hypothalamic regulation. Endocrine
Reviews, Volume 32, pp. 272-311.
Resi V, Basu S, Haghiac M, Presley L, Minium J, Kaufman B, Bernard
S,Catalano P, Hauguel-de Mouzon S. Molecular inflammation and
adipose tissue matrix remodeling precede physiological
178
adaptations to pregnancy. Am J Physiol Endocrinol Metab 303:
E832–E840, 2012.
Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. 2010.
Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI., 2013.
Rosen ED, Spiegelman BM., 2006. Adipocytes as regulators of energy
balance and glucose homeostasis. Nature, 444(7121), pp. 847-
853.
Rozlan N, Hajati, Abas, et al., 2012. The association of gestasional weight
gain and the effect of pregnancy outcome defined by BMI group
among women delivered in HKL Malaysia : a retrospective study.
Asian Journal of Clinical Nutrition, 4(4), pp. 160-167.
Rygaard K, Revol A, Esquivel-Escobedo D, Beck BL, Barrera-Saldana HA.
Absence of human placental lactogen and placental growth
hormone (HGH-V) during pregnancy: PCR analysis of the deletion·
Hum Genet 1998;102 : 87–92
Santos PC, Abreu S, Moreira C, Santos R, Ferreira M, Alves O, Moreira P,
Mota J. Physical Activity Patterns During Pregnancy in a Sample of
179
Portuguese Women: A Longitudinal Prospective Study Iran Red
Crescent Med J. 2016 Mar; 18(3): e22455
Schneider JE, Klingerman CM, Abdulhay A. 2012 Sense and non sense in
metablic control of reproduction. Frontiers in endocrinology ; 3 : 1-
21.
Schulz LC, Widmaier EP. Leptin Receptors. In : Castracane VD, Henson MC,
(Eds). Leptin. XV. 2007. 371 p. ISBN 978-0-387-31415-0. Page
11-21.
Sohlstrom A, Forsum E. 1995. Changes in adipose tissue vilume and
distribution during reproduction in Swedish women as assessed by
magnetic resonance imaging. Am J Clin Nutr ; 61 : 287=95.
Spiegelman BM, Flier JS. 2001. Obesity and the regulation of energy
balance. Cell ; 104: 531-543.
Statistik Indonesia .( http://www.datastatistik
indonesia.com/portal/index.php?option=com_tabel&kat=4&idtabel=
121&Itemid=166 ) akses November 2013
Thangaratinam S, Rogozinska E, Jolly K., 2012. Interventions to reduce or
prevent obesity in pregnant women:a systematic review.. Health
Technology Assessment, 16(31), pp. 1-187.
180
Trujillo ML, Spuch C, Carro E, Senaris R., 2011. Hyperphagia and central
mechanisms for leptin resistance during pregnancy.
Endocrinology, Volume 152, pp. 1355-1365.
Tups A., 2009. Physiological Models of Leptin Resistance. Journal of
Neuroendocrinology, Volume 21, pp. 961-971.
U.S. Department of Health and Human Services, 2008. Physical Activity
Guidelines for Americans Be Active, Healthy, and Happy
www.health.gov/paguidelines. Akses 1 Oktober 2014.
Unicef. Measuring MUAC. Mini-lesson 3.1.3.
http://www.unicef.org/nutrition/training/3.1.3/1.html. diakses 27
Desember 2014.
Urreta I, Oyanguren Castanon S. Tobacco as biofactory for biologically active
hPL production: a human hormone with potential applications in
type-1 diabetes. Transgenic Res 2011; 20:721–733
Vaag A.A, Grunnet LG, Arora GP, Brons C., 2012. The thrifty phenotype
hypothesis revisited. Diabetologia, Volume 55, pp. 2085-2088.
Vadacca M, PE Margiotta DPE, Navarini L, Afeltra A. Leptin in immuno-
rheumatological diseases. Cellular & Molecular Immunology
2011;8 : 203–212.
181
Vakili H, Jin Y, Menticoglou S, Cattini PA., 2013. CCAAT-enhancer-binding
Protein (C/EBP ) and Downstream Human Placental Growth
Hormone Genes Are Targets for Dysregulation in Pregnancies
Complicated by Maternal Obesity. THE JOURNAL OF
BIOLOGICAL CHEMISTRY, 288(31), p. 22849–22861.
Valensise H, Barbara Vasapollo B, Gian Paolo Novelli GP, et al. 2004. Total
body water estimation and maternal cardiac systolic function
assessment in normal and gestational hypertensive pregnant
women. Med Sci Monit, ; 10(1): CR2-CR6.
Van der Wijden CL, van der Waal- Delemare HA, van Mechelen W, van
Poppel MNM. 2013. The concurrent validity between leptin, BMI
and akin folds during pregnancy and the year after. Nutrition &
Diabetes ;3 : e86 ( 6 pages).
Van Raaij JMA, Peek MEM, Vermaat-Miedema SH, Schonk CM, Hautvast
JGAJ . 1987. New equations for estimating fat mass in pregnancy
from body density or total body water. Am J Clin Nutr ; 48 : 24-9.
Veena SR, Krishnaveni GV, Wills AK, Hill JC, Fall CH. 2009. BMC Pediatrics ;
9:16. Doi 10.1186/1471-243-9-16. 11 pages.
Viengchareun S, Servel N, Fe`ve B, Freemark M, Lombe`s M, et al (2008)
Prolactin Receptor Signaling Is Essential for Perinatal Brown
182
Adipocyte Function: A Role for Insulin-like Growth Factor-2. PLoS
ONE 3(2): e1535. doi:10.1371/journal.pone.0001535
Wallace JM, Horgan GW, Bhattacharya S.2012. Placental weight and
efficiency in relation to maternal body mass index and the risk of
pregnancy complications in women delivering singleton babies.
Placenta ; 33 : 611-618.
White UA, Coulter AA, Miles TK, Stephens JM. The STAT5A-Mediated
Induction of Pyruvate Dehydrogenase Kinase 4 Expression by
Prolactin or Growth Hormone in Adipocytes.
Diabetes 2007; 56(6): 1623-1629.
Williams C, Coltart TM. Adipose tissue metabolism in pregnancy: the lipolytic
effect of human placental lactogen. British Journal of Obstetrics
and Gynaecology 1978; 85: 43-46.
Yi CX, Tschop MH., 2012. Brain–gut–adipose-tissue communication
pathways at a glance. Disease Models & Mechanisms, Volume 5,
pp. 583-587.
Zeng W, Pirzgalska RM, Pereira MMA, Kubasova N, Barateiro A, Seixas E,
Lu YH, Kozlova A, Voss H, Martins GG, Friedman JM, Domingos
AI. 2015. Sympathetic Neuro-adipose Connections Mediate
Leptin-Driven Lipolysis. Cell; 163 : 84–94.
183
Zhang Y, Proenca R, Maffei M, Barone M, Leopold L, Friedman JM.1994
Positional cloning of the mouse obese gene and its human
homologue. Nature; 372: 425-432.
Zhang Y,Dong S,Zuo J, Xiangqin Hu X,Zhang H,Zhao Y. 2014. Physical
Activity Level of Urban Pregnant Women in Tianjin, China: A
Cross-Sectional Study. PLoS ONE; 9(10): e109624.
doi:10.1371/journal.pone.0109624.
Zuo H, Shi Z, Yuan B, Dai Y, Wu G, Husain A. 2013. Association between
Serum Leptin Concentrations and Insulin Resistance: A
Population-Based Study from China. PLoS ONE 8(1): e54615.
doi:10.1371/journal.pone.0054615.
______________________