disertasi pascasarjana universitas islam negeri
TRANSCRIPT
i
PENGELOLAAN PROGRAM TAHFIZ AL-QUR’AN DALAM MENINGKATKAN MUTU HAFALAN SANTRI
PONDOK PESANTREN DI PROVINSI JAMBI
DISERTASI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor
Manajemen Pendidikan Islam
OLEH:
H. MOEH DJUDDAH NIM. 901192008
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2022
vii
MOTTO
ل ... ورتل المران ترت
“…dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan (tartil)”.1
“dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk pelajaran,
maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.2
1 Q.S., Al-Muzzamil/73: 4.
2 Q.S., Al-Qamar/54: 22.
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah
Disertasi ini saya persembahkan kepada:
Kedua orang tua terhormat Ayahanda tercinta H. M. Amin (Alm)
dan Ibunda Hj. Atika (Almh)
Kedua mertua terhormat Ayahanda H. Tunreng
dan Ibu mertua HJ. Cambolong (Almh)
Istriku tercinta Hj. Siti Khadijah S. Pd.I
Anak-anakku tersayang Ahmad Faza Fadhlah Hafidzi
dan Faizah Fadhliah Al-Hafidzah
ix
ABSTRAK
Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur‟an Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi Jambi. Disertasi Manajemen Pendidikan Islam, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2022.
Fokus penelitian ini mendeskripsikan secara mendasar dan menemukan konsep manajemen pengelolaan program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan, yang ada di tiga pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, sebagai keterwakilan Pondok Pesantren yang ada di Provinsi Jambi”.
Penelitian ini bertujuan: (a) Mendapatkan data pengelolaan program Tahfiz Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur (b) Mengetahui secara mendalam strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan untuk peningkatan mutu Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.(c) mengungkap peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
Pendekatan deskriptif-analitis dalam penelitian ini menempuh tiga fase, yaitu: pemaparan teori, penggambaran fakta-fakta di lapangan, analisis kesesuaian antara teori dan praktek. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi data.
Hasil penelitian menemukan bahwa Pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan belum secara maksimal mengikuti prinsip manajemen modern, hal ini terlihat belum adanya dokumen perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengawasan secara faktual yang mudah untuk diakses. Strategi kiai dalam peningkatan mutu tahfiz dengan motivasi dan keteladanan kiai berperan sebagai panutan dalam kegiatan tahfiz dan tetap melakukan pengawasan, pembinaan dan penilaian secara periodik maupun secara spontanitas dalam kapasitasnya sebagai pimpinan pondok dan sebagai guru dalam pembinaan tahfiz.
Kata Kunci: pengelolaan, kiyai, mutu tahfiz
x
ABSTRACT
Management of the Tahfiz Al-Qur'an Program in Improving the
Quality of Memorizing Students of Islamic Boarding Schools in Jambi Province. Dissertation on Islamic Education Management, Postgraduate Program at the State Islamic University of Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2022”.
The focus of this research is to describe fundamentally and find the management concept of Tahfiz program management in improving the quality of memorization, which exist in three Islamic boarding schools, namely Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School Muaro Jambi and Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School East Tanjung Jabung, as a representative of Islamic Boarding Schools in Jambi Province”.
This study aims to: (a) To obtain data on the management of the Tahfiz Islamic Boarding School Al-Mubarak Islamic Boarding School Jambi City, Jauharul Falah Islamic Boarding School Al-Islamy Muaro Jambi and Pondok Pesantren Bustanul 'Ulum Tanjung Jabung Timur (b) To know the strategy and quality memorization projected to improve the quality of Tahfiz Al-Qur'an at the Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, the Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School in Muaro Jambi and the Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School in Tanjung Jabung Timur.(c) To know the role of the kiai's leadership in improving the quality of memorization at the Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, the Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School in Muaro Jambi and the Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School in Tanjung Jabung Timur.
The descriptive-analytical approach in this study took three phases, namely: theory presentation, description of facts in the field, analysis of the suitability between theory and practice. Data collection techniques used observation, interviews, and documentation. Data analysis used the Miles and Huberman model and the data validity technique used data triangulation.
The results of the study found that the management of tahfiz activities, from planning, organizing, implementing to supervising runs naturally, with a little touch of modern management, this is not yet the factual planning, organizing, management and supervision documents that are easy to access, the kiai's strategy in improving the quality of tahfiz with motivation and exemplary the kiai acts as a role model in tahfiz activities and continues to supervise, develop and evaluate as well as periodically or spontaneously in his capacity as the leader of the boarding school as a teacher in the development of tahfiz Keywords: management, clerics, quality of tahfiz
xi
ملخص
إدارة برنامج تحفظ المرآن ف تحسن جودة حفظ طلب المدارس الداخلة اإلسلمة بمحافظة جامب. أطروحة ف إدارة التربة اإلسلمة ، برنامج الدراسات العلا ف جامعة
". 0200سلطان طه سف الدن جامب ، اإلسلمة فالدولة ركز هذا البحث على الوصف األساس والعثور على المفهوم اإلداري إلدارة برنامج تحفظ ف تحسن جودة الحفظ ، والموجودة ف ثلث مدارس داخلة إسلمة ،
ح اإلسلم وه مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ف مدنة جامب ، جوهر الفل اإلسلم. المدرسة الداخلة و ، كممثل للمدارس الداخلة اإلسلمة ف مماطعة
نات عن إدارة مدرسة تحفظ الداخلة اإلسلمة ، مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ، مدنة جامب ، ومدرسة جوهار الفلح اإلسلمة الداخلة اإلسلمة ، ومارو جامب ،
لوم تانجونج جابونج. تمور )ب( معرفة االستراتجة وجودة لعسانترن بستان أوبوندون بالحفظ المتولعة لتحسن جودة تحفظ المرآن ف مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ف مدنة
بستان جامب ، ومدرسة جوهر الفلح اإلسلمة الداخلة اإلسلمة ، موارو جامب ، اإلسلمة الداخلة ف تانجونج جابونج تمور. لوملعأ
استغرق المنهج الوصف التحلل ف هذه الدراسة ثلث مراحل ، وه: عرض النظرة ، ووصف الحمائك ف المجال ، وتحلل الملءمة بن النظرة والتطبك.تستخدم
ل البانات نموذج تمنات جمع البانات الملحظة ، والممابلت ، والتوثك. استخدم تحل واستخدمت تمنة صحة البانات تثلث البانات.
ووجدت نتائج الدراسة أن إدارة أنشطة التحفظ ، من التخطط والتنظم والتنفذ إلى اإلشراف تعمل بشكل طبع ، مع الملل من اإلدارة الحدثة ، وهذه ه وثائك التخطط
الت سهل الوصول إلها ، استراتجة كاي ف والتنظم واإلدارة واإلشراف الوالعة تحسن جودة التحفظ بحافز ومثالة ، وعمل كاي كنموذج حتذى به ف أنشطة تحفظ وستمر ف اإلشراف والتطور والتمم وكذلن بشكل دوري أو عفوي بصفته لائدا للمدرسة
ر تحفظالداخلة باعتباره لائدا للمدرسة الداخلة. مدرس ف تطو الكلمات المفتاحة: اإلدارة ، رجال الدن ، جودة التحفز
xii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga dapat
menyelesaikan Disertasi ini. Salawat beriring salam semoga
senantiasa tetap tercurahkan kepada tauladan bagi umat, yakni
baginda Rasulullah Muhammad SAW., karena melalui beliaulah umat
manusia dapat memahami dan mengaktualisasikan ajaran Islam
sehingga mencapai kehidupan yang selamat dan bahagia
sebagaimana yang kita harapkan syafa‟at beliau di akhirat kelak.
Disertasi yang berjudul “Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur‟an
Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi
Jambi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor (S3)
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) pada Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam
penelitian Disertasi ini, peneliti banyak memperoleh ilmu pengetahuan
dan pengalaman serta halangan dan rintangan. Berkat taufik dan
hidayah-Nya Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar- sebarnya
kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi,Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asyari, MA., Ph.D., yang telah
menyediakan fasilitas selama perkuliahan.
2. Direktur Program Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Syukri,
SS., M.Ag., Wakil Direktur Bapak Dr. Badarussyamsi, S. Ag., MA.,
yang telah memberi bantuan berupa kemudahan selama penulis
menempuh pendidikan di Pascasarjana ini.
3. Promotor, Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Syukri, SS., M.Ag dan Co-
Promotor Dr. Badarussyamsi, S. Ag., MA., yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,
mengoreksi, serta memberi petunjuk dalam penyusunan disertasi
xiii
ini.
4. Bapak Dr. H. Kasful Anwar Us, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Lukman
Hakim, M.Pd.I., Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Program Doktoral
Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah
membantu dalam penyelesaian disertasi ini.
5. Kepada bapak dan ibu dosen di jajaran civitas Pascasarjana UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah banyak memberikan
ilmu melalui suatu kegiatan pembelajaran dengan dasar pemikiran
analitis dan pengetahuan yang lebih baik sehingga terselesainya
studi ini.
6. Seluruh staf TU serta karyawan/i yang ada dijajaran civitas
Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah
berupaya dengan cermat dalam proses administrasi demi
terselesainya penyusunan disertasi ini.
7. Seluruh civitas Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, yang telah
mengizinkan dan bersedia memberikan informasi-informasi terkait
fokus penelitian yang diangkat dalam penyusunan disertasi ini.
8. Teman-teman seperjuangan Program Doktor MPI Tahun 2020
Kelas Tembilahan yang telah banyak memberikan support,
motivasi dan dukungannya dalam penyusunan dan penyelasian
disertasi ini, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan
namanya satu-persatu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan studi ini.
Dengan iringan do‟a dan harapan, semoga Allah SWT. senantiasa
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada mereka semua, yang
dengan jasa-jasanya bisa menghantarkan penulis untuk
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN LOGO ....................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PROMOTOR ................................................ iii NOTA DINAS ............................................................................................. iv PENGESAHAN ........................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI .......................... vi MOTTO .................................................................................................. vii PERSEMBAHAN ..................................................................................... viii ABSTRAK .................................................................................................. ix ABSTRACT ................................................................................................. x KATA PENGANTAR ................................................................................. xii DAFTAR ISI .............................................................................................. xv DAFTAR TABEL .................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix DAFTAR GRAFIK ..................................................................................... xx PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .......................................... xxi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 15
C. Fokus Penelitian ................................................................... 16
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 17
BAB II: LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori ..................................................................... 19
B. Penelitian yang Relevan ....................................................... 82
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ......................................................... .. 94
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian .................................... ...95
C. Jenis dan Sumber Data ........................................................ ...97
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................... ...99
E. Teknik Analisis Data ............................................................. .104
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .................................. 106
G. Jadwal Penelitian ................................................................. 109
xvi
BAB IV. TEMUAN UMUM, TEMUAN KHUSUS DAN ANALISIS
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................... .111
B. Temuan Penelitian dan Pembahasan Penelitian .................. .145
1. Pengelolaan Program Tahfiz Pada Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur .................................................................. 145
2. Strategi dan Mutu Hafalan yang diproyeksikan
Pondok Pesantren untuk Peningkatan Mutu Tahfiz
Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur .......................................... 195
3. Peran Kepemimpinan Kiyai dalam Peningkatan
Mutu Hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur ........................... 237
C. Analisis Temuan Penelitian ................................................... 264
1. Manajemen Tahfiz .......................................................... 264
2. Analisis Praktis ............................................................... 279
3. Strategi Peningkatan Mutu Hafalan ................................ 289
4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Hafalan.......... 326
D. Novelty ................................................................................. 336
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 337
B. Implikasi ................................................................................ 339
C. Rekomendasi ........................................................................ 341
xvii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................……344
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ................................................. 360
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
DAFTAR INFORMAN
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1. Pondok Pesantren Tahfiz di Provinsi Jambi .................................... 3
2. Jadwal Penelitian ............................................................................. 110
3. Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak ..................... 118
4. Pengurus Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ................... 123
5 Guru Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .......................... 127
6. Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah-
Islamy .............................................................................................. 133
7. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy .......................................................................................... 135
8. Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur ..................................................................... 141
9. Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum . 143
10.Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ........... 144
11 Program Kerja Bidang Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy .............................................................................................. 163
12. Jumlah Hafalan Santri, dan Pembina Program Tahfiz ................... 167
13. Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .......... 169
14. Buku Target Hafalan Pondok Pesantren Al-Mubarak .................... 210
15.Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ........... 220
16.Data Santri Program Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah ...... 224
17.Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ........................... 231
18.Jumlah Hafalan Santri Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ............. 235
19. Model Takrir Santri Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ................. 258
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .. 126
2. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum .................. 139
xx
DAFTAR GRAFIK
Grafik Hal
1. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
Dari Tahun Ke Tahun ...................................................................... 119
2. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy .............................................................................................. 134
3. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ..... 143
xxi
TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan
bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 danNomor: 0543b/U/1987.
1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya kedalam huruf Latin
dapat di lihat pada halaman berikut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif اTidak
dilambangkan Tidak
dilambangkan
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Tsa Ṡ ثEs (dengan titik di
atas)
Jim J Je ج
Ḥa Ḥ حHa (dengan titik di
bawah)
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż ذZet (dengan titik
diatas)
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ha ش
Șad Ș صEs (dengan titik di
bawah)
Ḍad Ḍ ضDe (dengan titik di
bawah)
Ṭa Ṭ طTe (dengan titik di
bawah)
Ẓa Ẓ ظZet (dengan titik di
bawah)
---„ Ain„ عKoma terbalik di
atas
Gain Gh Ge غ
xxii
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Fa F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ن
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
Ha H Ha هـ
Hamzah ‟ Apostrof ء
Ya Y Ye ي
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apapun.Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan
tanda („).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vocal
tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambingnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fatḥah A A أ
Kasrah I I ٳ
Ḍammah U U ٱ
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fatḥahdanya Ai A dan I ئ
Fatḥahdanwau Au A dan U ئو
xxiii
Contoh:
ف haula : هول Kaifa : ك
3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harkat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan huruf Nama Huruf dan tanda Nama
… أ Fathah dan alif ي.…
atau ya
ā A dan garis di
atas
Kasrah dan ya ī I dan garis di ى……
atas
……… و Dammah dan
wau
Ū U dan garis di
atas
Contoh:
māta : مات
ramā : رمى
ل qila : ل
yamutu : موت
4. Ta marbūtah
Transliterasi untuk ta marbūtah ada dua, yaitu: ta marbūtah yang
hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan dammah, transliterasinya
adalah (t). Sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harkat
sukun, transliterasinya adalah (h).
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbūtah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al-serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka ta marbūtah itu di translitersikan dengan ha (h), contoh:
raudah al-atfāl : روضة األطفال
نة الفاضلة al-madinah al-fādilah : المد
al-hikmah : الحكمة
xxiv
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydid ( ),dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberitanda syaddah.
Contoh:
rabbanā : ربنا
نا najjainā : نج
al-haqq : الحك
al-hajj : الحج
م nu”ima : نع
aduwwun‘ : عدو
Jika huruf ی ber-tasydid di akhir sebuah kata dan di dahului oleh huruf
kasrah (ۍ), maka ia ditranslitersi seperti huruf maddah (ī), contoh:
Ali (bukan „Aliyyatau „Aly)„ : على
Arabi (bukan „Arabiyyatau „Araby)„ : عربى
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
لا (aliflamma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasi seperti, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah
maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf
langsung yang mengikutinya.Kata sandang di tulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), contohnya:
al-syamsu (bukanasy-syamsu) : الشمس
لزلة al-zalzalah (az-zalzalah) : الز
al-falsafah : الفلسفة
xxv
al-bilādu : البلد
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof („) hanya berlaku
bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah
terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam penulisan Arab
ia berupa alif, contohnya:
ta’murŪna : تأمرون
’al-nau : النوء
ئ syai’un : ش
umirtu : أمرت
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata istilah
atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata istilah
atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan
bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa
Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya
kata Al-Qur‟an (darial-Qurān), Sunnah, khusus dan umum.Namun, bila
kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka
mereka harus ditransliterasi secara utuh, contoh:
Fī Zilā al-Qur’ān
Al-Sunnahqabl al-tadwin
Al-‘Ibārāt bi ‘umum al-lafzlā bi khusus al-sabab
9. Lafz al-Jalalah (هللا)
Kata ”Allah” yang di dahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya
atau berkedudukan sebagai mudāfilaih (frasa nominal), ditrasliterasitan
pah uruf hamzah, contoh:
xxvi
ناهلل Dinullāh : د
Billāh : باهللا
Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-ja
lālah, ditrasliterasi dengan huruf (t), contoh:
رحمة هللا Hum fīrahmatillāh هم ف
10. Huruf Kapital
Walau system tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps),
dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang
penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia
yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan
huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama apa
dipermulaan kalimat. Bila nama diri di dahului oleh kata sandang (al-),
maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka
huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (AL).
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi
yang di dahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks mau
pun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR), contoh:
Wamā Muhammadun illārasul
Inna awwal abaitin wudi’alinnāsilallazi bi Bakkatamubārakan
Syahru Ramadānal-laziunzilafih al-Qur’ān
Nasir al-Din al-Tusi
Abu Nasr al-Farābi
Al-Gazāli
Al-Munqiz min al-Dalāl
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung
pada manajemen yang baik, yaitu dapat memobilisasi segala sumber
daya pendidikan, meliputi manajemen kurikulum, manajemen peserta
didik, manajemen pembiayaan, manajemen tenaga pelaksana, dan
manajemen sarana prasarana. Komponen-komponen tersebut merupakan
satu kesatuan dalam upaya mencapai tujuan lembaga pendidikan
(pesantren).3
Dalam rangka mensukseskan program taḥf ẓul Qur’ n di pondok
pesantren maupun madrasah, diperlukan pula sumber daya yang
memenuhi untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan. Dalam hal ini untuk
menunjang pelaksanaan program menghafal Al-Qur‟an (taḥf ẓul Qur’ n)
agar sesuai tujuan taḥf ẓul Qur’ n, perlu adanya suatu kegiatan
manajemen. Manajemen yang dimaksud adalah terkait dalam bagaimana
lembaga merencanakan, melaksanakan, melakukan kegiatan evaluasi.
Dalam sudut pandang Islam, manajemen diistilahkan dengan
menggunakan kata al-tadb r (pengaturan).4 Dalam bahasa Arab
manajemen disebut dengan idarah. Kata idarah diambil dari kata
adartasy-syai’ atau perkataan adarta bih . Dalam Elias‟ Modern
Dictionary English Arabic kata management (Inggris) sepadan dengan
kata tadb r, id rah, siy sah dan qiy dah dalam bahasa Arab. Tadbir
merupakan bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru, tadb ran.
jadi tadb r berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan
persiapan.5
Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang
banyak terdapat dalam Al-Qur‟an seperti firman Allah SWT:
3 Team Dosen UPI, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabetha, 2012), 203.
4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 362.
5 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2015),13.
2
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun
menurut perhitunganmu.”6
Kata يدبر , kata dasarnya adalah dari fi’il m ḍi دبر yang
berarti belakang. Menurut penjelasan dari tafsir Al-Mishbah bahwa
”belakang” yakni dampak atau akibat dari segala pemikiran atau
pengaturan yang diperhitungkan dengan matang.7
Dari isi kandungan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah swt
adalah pengatur alam (Al-Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya ini
merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun,
karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai
khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Manajemen dalam Islam adalah aktifitas menertibkan, mengatur dan
berpikir yang mengandung nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, menata
anggota kelompoknya dengan baik serta menerapkan sistem sesuai
dengan Al-Qur‟an dan sunnah Rasul.
Jadi pengelolaan adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala
aspeknya agar tujuan tercapai secara efektif dan efisien yang didasari
nilai-nilai dan akhlak Islam.
Menurut Ritchy, “perencanaan pembelajaran merupakan suatu ilmu
yang mendesain secara spesifik untuk pengembangan, evaluasi dan
pemeliharaan situasi dengan fasilitas pengetahuan”. Dalam perencanan
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an semua hal yang terkait dengan
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an harus dirumuskan secara spesifik dan
6 Q.S. As-Sajadah/32: 5.
7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an)
Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 205.
3
detail sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an.8
Perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program, jika
perencanaan sudah baik maka program tersebut akan menghasilkan
output yang baik. Perencanaan program taḥf ẓul Qur’ n harus
direncanakan dengan baik dan tepat, sehingga santri yang sudah masuk
program tahfiz bisa khatam 30 juz. Akan tetapi berdasarkan pengalaman
di Pondok Pesantren, banyak santri yang mengikuti program taḥf ẓul
Qur’ n tetapi tidak khatam padahal mereka sekolah formal sudah lulus
dan akhirnya mereka keluar dari pesantren untuk melanjutkan ke jenjang
selanjutnya. Karena santri yang keluar tidak meneruskan di pondok
pesantren akhirnya hafalan santri yang sudah dihafalkan menjadi lupa
atau sudah tidak terjaga lagi.
Hingga saat ini, ada 357 pondok pesantren yang ada di provinsi
Jambi. Terdapat 27 pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan
tahfiz yang tersebar di berbagai kecamatan di kabupaten/kota yang ada di
provinsi Jambi9, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Table 1.1
Pondok Pesantren Tahfiz di Provinsi Jambi.10
NO Nama Pondok Kecamatan Kabupaten/
Kota
(1) (2) (3) (4)
1 Darul Qur‟an Danau Kerinci Kerinci
2 Tahfiẓul Qur‟an Hadiqatu
Qaẓahul Jamil
Muara Siau Merangkin
3 Nahdlotul- Huffaz Pamenang Merangin
4 Tahfiz Al-Qur‟an Wal Hadits
Al-Munawwaroh
Bangko Merangin
8 Martiyono, Perencanaan Pembelajaran (Yogyakarta: Awsaja Pressindo, 2012), 22.
9 Dokumentasi Bidang Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Jambi, 2020. 10
Diolah dari data Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, Tahun 2020.
4
NO Nama Pondok Kecamatan Kabupaten/
Kota
(1) (2) (3) (4)
5 PP. Islahulhadad Tahfiẓil
Qur‟an
Tabir Barat
Merangin
6 Tahfiẓil Qur‟an Lebay Yasin Batang Masumai Merangin
7 Pondok Pesantren Tahfiz Al
Qur'an Hidayatul Qur‟an
Batang Masumai Merangin
8 Tahfiz Al-Qur‟an
Ma'rifatulloh
Merangin Merangin
9 Syekh Maulana Qori Sri Pelayang Sarolangun
10 Darul Qur‟an Al-Islamy Muara Bulian Muara Bulian
11 Arrahman Litahfiẓil Qur‟an Muara Bulian Muara Bulian
12 Pondok Pesantren tahfiẓul Qur‟an Riyadhussolihin
Air Hitam Sarolangun
13 Wadi Muqoddas Mestong Muaro Jambi
14 Tahfiz Daarul Qur‟an Jambi Mestong Muaro Jambi
15 Riyadhul Amien Maro Sebo Muaro Jambi
16 Jauharul Falah Al-Islamiy Kumpe Ulu Muaro Jambi
17 Bustanul Ulum Muara Sabak Timur
Tanjabtim
18 Tahfiz Satu Qur‟an Rantau Rasau Tanjabtim
19 Darul Qur‟an Al-Islamy Rantau Pandan Bungo
20 Arrahman Litahfiẓil Qur‟an Muara Sabak Timur
Tanjabtim
21 Pondok Pesantren tahfiẓul Qur‟an Riyadhussalihin
Rantau Rasau Tanjabtim
22 Tahfiẓul Qur‟an Pelepat Ilir Bungo
23 Tahfiẓul Qur‟an Bahrul Ulum Rimbo Tengah Tebo
24 Tahfiẓul Qur‟an Munawwir Al- Ikhlas
Tebo Tengah Tebo
25 Tahfiẓul Qur‟an Aziziyah Kota baru Kota Jambi
26 Tahfiẓul Qur‟an Kota baru Kota Jambi
27 Pondok Pesantren Al-Mubarak
Pelayangan Kota Jambi
5
Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa pondok pesantren
yang ada di provinsi Jambi terdapat 7,56% yang menjadikan kegiatan atau
program tahfiz sebagai kurikulum pondok.
Penerapan pembelajaran di pondok pesantren pada hakekatnya
adalah sebuah proses, seperti yang disebutkan oleh Mulyasa bahwa pada
hakekatnya adalah “proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pada peserta
didik. Guru sangat bereperan dalam mengantarkan kesuksesan peserta
didiknya. Guru juga harus memiliki kreatifitas dalam menyampaikan materi
sehingga murid tidak bosen mengikuti pelajaran. Begitu juga dengan
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an, ustaz harus memiliki kreatifitas
sehingga peserta didik tidak bosan dalam menghafal Al-Qur‟an.
Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an yang terus-menerus dilakukan dengan cara
melihat, membaca, mengingat, kemudian menghafal dapat membuat
santri tahfiz bosan sehingga malas untuk menghafalkan Al-Qur‟an. Jika
dilakukan seperti itu terus, maka santri tahfiz merasa bosan.11
Selanjutnya, evaluasi yang merupakan bagian akhir dari manajemen,
Menurut Stark dan Thomas “evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan
pemilihan, pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan
program selanjutnya. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui apakah
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an sudah berjalan sesuai perencanaan
atau belum. Dalam pembelajaran mengahafal Al-Qur‟an evaluasi harus
dilakukan sebagai informasi untuk mengetahui kualitas bacaan dan
kuantitas hafalan santri.”12
Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
11
Mulyasa E., Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 100.
12 Eko Putro Widoyoko, S., Evaluasi Program Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), 4.
6
Pada umumnya pondok pesantren berciri khas Islam. Istilah pesantren
merujuk pada kata santri yaitu peserta didik, orang-orang yang belajar di
pesantren. Kata pesantren berarti pula tempat pendidikan manusia baik-
baik. Nurcholish menyebutkan bahwa istilah santri berasal dari kata sastri
(bahasa Sansekerta) diartikan melek huruf. kata santri juga terambil dari
bahasa jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu ikut serta bersama
guru kemanapun guru itu pergi. Keikutsertaannya itu bertujuan untuk
belajar darinya suatu keahlian.13
Keberadaan pondok pesantren menginspirasi sistem-sistem
pendidikan saat ini. Istilah pondok pesantren di Indonesia dimulai sejak
Islam masuk ke negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan
keagamaan yang sebenarnya telah berkembang sebelum kedatangan
Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berakar di negeri ini,
pondok pesantren diakui dan memiliki andil yang sangat besar terhadap
perjalanan sejarah bangsa.14
Pesantren adalah tempat membina manusia menjadi orang baik,
dengan sistem asrama. Artinya para santri dan kiai hidup dalam
lingkungan yang ketat dan disiplin.15 Penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran di pesantren didasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan
ibadah untuk mendapatkan ridha Allah SWT, santri dididik untuk menjadi
mukmin sejati mempunyai integritas pribadi yang kukuh, mandiri dan
mempunyai kualitas intelektual. Sehingga diharapkan seorang santri dapat
menjadi panutan dalam masyarakat, menyebarluaskan citra nilai budaya
pesantrennya dengan penuh keikhlasan dan menyiarkan dakwah Islam.16
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
mengadakan pendidikan nonformal dalam bidang keagamaan Islam.
Dalam mentransfer ilmu-ilmu dari ustaz ke peserta didik atau santri,
13
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 2011), 23. 14
Amin Headari, Transformasi Pesantren (Jakarta: Media Nusantara, 2013), 3. 15
Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 329.
16 Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di
Nusantara (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 91-92.
7
pondok pesantren memiliki dua program yaitu program madrasah diniyah
untuk pembelajaran kitab-kitab kuning dan program taman pendidikan Al-
Qur‟an (TPQ) untuk pembelajaran cara baca Al-Qur‟an yang benar dan
fasih. Bahkan dewasa ini, banyak pondok pesantren ataupun madrasah
yang meyelenggarakan program menghafal Al-Qur‟an (taḥf ẓul Qur’ n).
Menghafal Al-Qur‟an merupakan suatu aktivitas yang sangat mulia di
mata Allah Swt, menghafal Al-Qur‟an sangat berbeda dengan menghafal
kamus atau buku, dalam menghafal Al-Qur‟an harus benar tajwid dan
fasih dalam melafalkanya. Jika penghafal Al-Qur‟an belum bisa membaca
dan belum mengetahui tajwidnya maka akan bisa terjadi kesalahan dalam
melafalkan Al-Qur‟an. Bahkan mungkin di tengah majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi muncul upaya pemalsuan dalam segala
bentuk terhadap isi ataupun redaksi oleh orang kafir. Semua pemalsuan
tersebut adalah salah satu upaya menentang kebenaran Al-Qur‟an. Salah
satu upaya untuk menjaga kemurnian dan keaslian Al-Qur‟an yaitu
dengan menghafalnya.
Menghafal Al-Qur‟an merupakan suatu kegiatan yang mulia di mata
Allah Swt. Namun tidak sedikit para penghafal Al-Qur‟an setelah mereka
tidak di pondok pesantren, mereka lupa untuk melakukan mur ja‘ah
(mengulang hafalan) sendiri, sehingga hafalan yang mereka hafalkan
akan lupa, tanpa merasa berdosa sedikit pun. Hal tersebut mungkin
menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh lembaga-lembaga
penyelenggara program taḥf ẓul Qur’ n. Pada zaman sekarang menghafal
Al-Qur‟an sedang ramai dilakukan, baik itu dari anak-anak sampai orang
dewasa, bahkan menghafal Al-Qur‟an saat ini juga sudah ditayang di
salah satu stasiun televisi. Anak-anak yang belum paham akan tajwid dan
cara baca yang fasih pun sudah banyak yang diajarkan untuk menghafal
Al-Qur‟an, sehingga ketika sudah hafal banyak bacaan-bacaan yang
kurang pas atau bahkan salah. Masih terdapat beberapa lembaga yang
menyelenggarakan program taḥf ẓul Qur’ n tetapi mereka tidak memiliki
mitra kerja dengan lembaga lain, akhirnya para lulusan program
8
taḥf ẓul Qur’ n setelah lulus tidak tahu harus ke mana.
Menghafal Al-Qur‟an seharusnya bisa menjadi fokus utama yang tidak
kalah penting untuk dilakukan oleh para peserta didik. Ilmu yang
dianjurkan oleh Islam untuk dipelajari dan ditunjukkan oleh Al-Qur‟an
untuk digali adalah setiap ilmu pengetahuan yang didasari oleh dalil-
dalil.17
Menghafal Al-Qur‟an tidak dibatasi dengan usia, apalagi pada usia
remaja yang merupakan usia yang sangat produktif. Masa remaja juga
disebut sebagai periode yang penuh resiko karena sebagian besar anak
muda mengalami kesulitan untuk menghadapi begitu banyak perubahan
yang terjadi dalam satu waktu dan membutuhkan bantuan untuk
menghadapi bahaya sepanjang hidupnya. Masa remaja adalah waktu
meningkatnya perbedaan diantara anak muda mayoritas, yang diarahkan
untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif, dan minoritas
(sekitar satu dari lima) yang akan berhadapan dengan masalah besar.18
Salah satu indikator pendidikan bermutu adalah kemampuan institusi
pendidikan tersebut melahirkan sumber daya manusia yang bermutu.
Adapun ciri sumber daya yang bermutu adalah manusia yang memiliki
kemampuan prakarsa, kerja sama, kerja tim, pelatihan kesejawatan,
penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, penggunaan informasi, perencanaan keterampilan belajar dan
keterampilan multibudaya.19
Pendidikan bermutu dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses
pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya di
masyarakat serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.
Oleh karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk, maupun
sisi internal dan kesesuaian. Lebih lanjut, Jerome S. Arcaro
17 Fajarini Andiya dkk., “Model Menghafal Implikasinya pada Layanan
Penguasaan Konten dalam Bimbingan dan Konseling,” JUBK (Online), Vol. VI, No. 1, (Juni, 2012), 187. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/issue/view/1142.
18 Subandi,(Ed) Psikoterafi, (Jogjakarta: Unit Publikasi Ilmiah UGM, 2010, pdf), 32
https://subandi.staff.ugm.ac.id/files/2016/05/psikoterapi.pdf. 19
Abdul Hadis dan Nurhayati B.,Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
2010), 70-71.
9
mengemukakan lima karakteristik pendidikan bermutu, yang diidentifikasi
sebagai pilar mutu, yaitu:
1. “Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pelanggan, baik
pelanggan internal (orang tua, santri, ustaz, dan pengurus pesantren
yang berada dalam sistem pendidikan) maupun pelanggan eksternal
(pihak yang memanfaatkan output proses pendidikan).
2. Mendorong keterlibatan total komunitas dalam program. Setiap orang
harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya
tanggung jawab dewan sekolah atau pengawas, tapi mutu merupakan
tanggung jawab semua pihak.
3. Mengembangkan sistem pengukuran nilai tambah pendidikan
4. Menunjang sistem yang diperlukan oleh staf dan siswa untuk
mengelola perubahan dengan memiliki komitmen pada mutu.
5. Perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat
produk pendidikan menjadi lebih baik”.20
Dalam usaha peningkatan kualitas dan mutu sesuai dengan harapan
pelanggan, pengelolaan pesantren perlu melakukan evaluasi secara
kontinu dengan mengadaptasi dan mengaplikasikan empat teknik, yaitu
school revieu, bencmarking, quality assurence dan quality control.
School reviuw adalah suatu proses keseluruhan komponen pesantren
termasuk orang tua, tenaga profesional berkolaborasi untuk melakukan
evaluasi terhadap efektivitas dan kualitas mutu lulusan. School review
dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah yang
dicapai pesantren sesuai dengan harapan orang tua dan santri sendiri?
Bagaimana prestasi santri? Faktor apa yang menghambat upaya untuk
meningkatkan mutu? Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki
pesantren? School review akan menghasilkan rumusan tentang
kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi santri, serta
20
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata
Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),10-14.
10
rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.21
Realitas yang ada di lapangan, shcool reviuw, belum terlaksana
dengan maksimal, evaluasi terhadap mutu lulusan tidak terlaksana
dengan baik, ketiga pesantren belum memiliki data yang tertata dengan
baik terhadap uotput yang dihasilkan. Standar keberhasilan dan
kegagalan proses tahfiz dan waktu atau masa belajar belum ditentukan,
analisis SWOT sebagai bentuk evaluasi belum berjalan secara maksimal.
Sedangkan benchmarking merupakan suatu kegiatan untuk
menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode
tertentu22 Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok,
organisasi atau lembaga pendidikan melalui analisis tiga pertanyaan yang
mendasar berupa evaluasi intern seberapa baik kondisi kita saat ini, harus
menjadi seberapa baik dan pertanyaan terakhir bagaimana cara untuk
meraih yang baik tersebut.
Untuk menjawab hal tersebut, ditempuh beberapa tahapan, yang
dimulai dengan menentukan fokus, menentukan indikator atau variabel,
menentukan stadardisasi mutu, membandingkan standar yang ditentukan
dengan realitas yang dipunyai, menentukan kesenjangan atau gap yang
terjadi, merencanakan target capaian serta merumuskan strategi dan
program untuk mencapai target tersebut.
Proses benchmarking, pada tiga pesantren lokasi penelitian memiliki
perhatian yang berbeda-beda. Pada Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
memfokuskan pada program tahfiz dengan mengesampingkan
pembelajaran reguler dan kurikulum pesantren pada ummumnya, indikator
keberhasilan adalah output yang dihasilkan adalah alumni hafal Al-Qur‟an,
meskipun pesantren tersebut belum menetapkan standar waktu untuk
menyelesaikan hafalannya, sementara pada Pesantren Jauharul Falah,
program tahfiz merupakan program utama dari pondok, akan tetapi tetap
mengikuti kurikulum pendidikan secara reguler, target keberhasilan
21
Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelolah Lembaga Pendidikan Secara Mandiri (Jogyakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 350-351.
22 Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, 206.
11
menghafal secara keseluruhan tidak dijadikan standar dalam
menyelesaikan pendidikan. Setelah santri menyelesaikan pendidikan
selama tiga tahun (SMP), tiga tahun (SMA), atau 6 tahun apabila memulai
masuk pesantren sejak tamat SD sampai menyelesaikan pendidikannya di
SMA. Dianggap telah meneyelesaikan pendidikannya meskipun belum
khatam hafalan Al-Qur‟annya, hal yang sama juga terjadi di Pesantren
Bustahul „Ulum Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sementara indikator
benchmarking yang lainnya belum terwujud dengan baik.
Adapun quality assurance merupakan suatu teknik untuk menentukan
bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya.
Dengan teknik ini akan dapat dideteksi ada atau tidaknya penyimpangan
yang terjadi pada proses, dan ada tidaknya layanan yang tidak prima.
Teknik ini menekankan pada monitoring yang berkesinambungan dan
melembaga, menjadi subsistem madrasah. Quality assurance akan
menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik bagi pesantren
serta memberikan jaminan untuk orang tua santri bahwa pesantren
senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi santri23
Melaksanakan quality assurance, pesantren harus menekankan pada
kualitas hasil belajar, hasil kerja santri dimonitor terus-menerus, informasi
dan data dari pesantren dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki
proses di pesantren, dan semua pihak harus memiliki komitmen secara
bersama mengadakan evaluasi kondisi riil pesantren secara kritis dan
berupaya untum mencari solusinya, langkah selanjutnya quality control
sebagai sistem untuk mendeteksi secara dini penyimpangan kualitas
output yang tidak sejalan dengan standar yang telah ditetapkan.24
Realitas yang ada di lapangan Quality control, belum dilaksanakan
secara maksimal, buku kontrol dan setoran hafalan tahfiz sebagai konsen
penelitian, hanya ditemukan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
23
Minarti, Manajemen Sekolah, 352-353. 24
Prim Masrokan Mutohar, “Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan”, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. III, Nomor 2, (Desember 2008), 162, http://ojs3.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/view/726.
12
dan Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, sementara pada Pesantren
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur belum ada. Ketiga pesantren
tersebut belum melakukan analisis secara mendetail dalam perbaikan-
perbaikan proses tahfiz.25
Dari hasil studi pendahuluan, Program tahfiz Al-Qur‟an di pondok
pesantren yang ada di Provinsi Jambi, memiliki manajemen atau
pengelolaan yang berbeda-berbeda. Pondok Pesanstren Al-Mubarak yang
terletak di seberang Kota Jambi yang menjadikan tahfiz Al-Qur‟an sebagai
misi utama pondok tersebut, sehingga santri-santri yang menempuh
pendidikan di lembaga pendidikan tersebut tidak mengikuti kurikulum
pendidikan seperti pasantren modern pada umumnya.
Dalam konteks pengelolaan tahfiz belum dilakukan secara modern,
peneliti belum menemukan perencanaan yang matang, belum tersedia
panduan pengembangan kurikulum program tahfiz Al-Qur‟an dari
kementrian agama atau dari pondok pesantren sendiri yang komprehensif.
Sehingga dalam perencanaanya menjadi kurang terukur dan program
yang telah disusun menjadi tidak efektif dan terarah. Pada tahap
pengorganisasian, belum ada penyusunan target materi yang diarahkan
untuk santri dalam menyelesaikan hafalannya. Baik target hafalan harian,
bulanan, maupun tahunan.
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan
di pondok pesantren ini belum menggunakan strategi yang tepat, kegiatan
cenderung monoton, hanya berkutat pada menghafal dan menyetorkan
hafalan saja tanpa ada kreasi metode inovatif untuk mengemas kegiatan
tersebut menjadi lebih menarik dan menyenangkan, sehingga
pelaksanaan program ini kurang efektif dan tidak terukur. Hal ini terbukti
dari bentuk minat dan kedisiplinan santri mengikuti kegiatan tahfiz Al-
Qur‟an di pondok pesantren ini begitu rendah.
Pada tahap pemantauan, pada umumnya pesantren belum menyusun
sistem penilaian yang mencakup semua kompetensi program tahfiz Al-
25
Observasi, 10 Januari 2021.
13
Qur‟an yang akan dinilai, sehingga pelaksanaan evaluasi belum efektif
untuk mengukur keberhasilan tercapainya tujuan program tahfiz Al-Qur‟an,
khususnya untuk menilai keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an,
sehingga berpengaruh pada motivasi santri menjadi menurun.26
Dengan demikian menunjukkan bahwa sangat perlu adanya
pengembangan dan perbaikan dari tahapan manajemen kurikulum
program tahfiz Al-Qur‟an yang telah berjalan. Mengingat sampai saat ini
belum ada pedoman yang dibuat untuk mengatur pelaksanaan program
tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Mubaraq Kota Jambi.
Hal ini berbeda dengan pengelolaan Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy Muaro Jambi. Program tahfiz dijadikan program pilihan,
namun santri tetap mengikuti kurikulum pesantren pada umumnya,
pengelolaannya lebih modern, sehingga pondok pesantren tersebut lebih
dikenal sebagai pondok pesantren modern.
Dari segi perencanaan, pondok tersebut sudah memiliki program dan
target capaian, namun belum mengembangan kurikulum tahfiz, dari segi
mekanisme pelaksanaan tahfiz, pihak pengelola telah mempersiapkan
buku kontrol setoran hafalan bagi setiap santri untuk memudahkan
pengawasan pencapaian target hafalan setiap santri.
Dari segi pelaksanaan, pengelola telah menerapkan sistem yang lebih
variatif, bukan hanya rutinitas menghafal dan menyetor hafalan sebagai
rutinitas santri, sehingga antusias dan semangat santri lebih meningkat.
Sementara dari segi pengawasan, pihak pengelola juga telah
mempersiapkan sistem evaluasi yang lebih komprehensif yang mencakup
semua kompetensi program tahfiz yang akan dinilai, sehingga
pelaksanaan evaluasi lebih mudah dan lebih efektif.27
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum yang berada di Desa Simbur Naik,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dalam lima tahun tarakhir juga telah
membuka program tahfiz, dan animo masyarakat yang ada di daerah
26
Observasi, 10 Januari 2021. 27
Observasi, 20 Januari 2021.
14
sekitar pondok tersebut cukup tinggi, hingga sekarang lembaga
pendidikan tersebut telah membina lebih kurang 200 santri yang
menghafal Al-Qur‟an, yang dibina oleh lima orang hafiz.
Pada awalnya lembaga pendidikan Bustanul „Ulum adalah lembaga
pendidikan madrasah umum, namum dalam perkembangannya telah
mengalami pergeseran pengelolaan dari madrasah biasa menjadi pondok
pesantren, hal ini dibuktikan dengan adanya sistem asrama seperti
pesantren pada umumnya.
Dalam pengelolaan program tahfiz di Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum, dilaksanakan pada sore sampai malam hari, sebab pada pagi
harinya dilaksanakan pembelajaran kurikulum madrasah pada umumnya.
Berdasarkan observasi awal, mekanisme pengelolaan program tahfiz
belum dilaksanakan secara modern, belum memiliki perencanaan dan
program yang jelas, belum memiliki kurikulum tahfiz, belum memiliki buku
kontrol hapalan santri, dalam melaksanakan program tahfiz hanya
menghafal dan menyetorkan hafalan sebagai rutinitas santri pada sore
hingga malam hari. Dalam pelaksanaannya belum tersentuh oleh
manajemen modern.28
Dari ketiga pondok pesantren tersebut di atas, memiliki ciri dan
karakter yang berbeda dari segi pengelolaan program tahfiz, demikian
juga halnya model pesantren, ada yang lebih mendekati salafi, ada yang
modern, ada juga yang memadukan salafi dan modern.
Padahal untuk meningkatkan mutu, pengelolaan merupakan sesuatu
yang harus menjadi perhatian utama. Mutu adalah proses efektivitas dan
efisiensi seluruh faktor berperan dalam proses pendidikan. Faktor-faktor
tersebut, misalnya, kualitas pendidik, sarana prasarana, suasana belajar,
kurikulum yang dilaksanakan, dan manajemen pengelolaannya. Faktor-
faktor tersebut yang akan membedakan mutu pendidikan pesantren, dan
mutu proses pendidikan dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap
lulusannya. Lulusan dari pesantren yang mempunyai faktor-faktor yang
28
Observasi, 10 Pebruari 2021.
15
mendukung proses pembelajaran bermutu tinggi akan mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang tinggi pula. Atau
dengan kata lain, pendidikan yang bermutu pada dasarnya akan
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula.29
Sementara dalam realitasnya pesantren sebagai lembaga yang dapat
menjawab harapan masyarakat tersebut, masih ditemukan kesenjangan
yang perlu pembenahan dalam pengelolaannya. Dari sisi output pondok
pesantren tahfiz yang ada di Jambi belum menghasilkan alumnus yang
dapat membawa nama harum Provinsi Jambi dalam Musabaqah Tilawatil
Qur‟an (MTQ) di tingkat Nasional, hal ini dapat dilihat dari hasil
musabaqah yang diikuti oleh peserta dari Provinsi Jambi belum mampu
menjuarai cabang ḥifẓil Qur’ n khususnya golongan 30 juz dalam lima
tahun terakhir.30
Dari segi jumlah santri baru yang mendaftar cukup banyak, sementara
santri yang berhasil menyelesaikan hafalan sangat terbatas, dengan
demikian ada kesenjangan antara input dan output yang dihasilkan.
Kondisi seperti ini terjadi pada ketiga pondok pesantren tersebut, yaitu
Pondok Pesantren Al-Mubaraka Kota Jambi, Jauharul Falah Muaro Jambi
dan Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
Berdasarkan temuan di atas maka peneliti melihat bahwa hal ini
sangat penting untuk dikaji secara ilmiah dalam bentuk disertasi dengan
judul: “Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur’an Dalam Meningkatkan
Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi Jambi”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan penelitian yang
diuraikan sebelumnya berupa pengelolaan, yang berbeda antara satu
pondok atau lokasi penelitian dengan pondok atau lokasi penelitian yang
lainnya, yang disebabkan perbedaan kedudukan dan status kegiatan atau
program tahfiz dari masing-masing pondok atau lokasi penelitian, strategi
29
M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, Landasan Kependidikan, Konsep dan
Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 83. 30
Dokumen Bagian Kesra Setda Provinsi Jambi, 2021.
16
yang dilaksanakan dalam peningkatan mutu tahfiz masih perlu perhatian
yang lebih intensif karena output yang dihasilkan dari pogram tahfiz belum
maksimal. Dari sisi peran kepemimpinan Kiai pada pondok pesantren
tahfiz berbeda antara satu dengan lainnya, maka pertanyaan pokok yang
muncul dalam penelitian ini “Mengapa program tahfiz yang dilakukan
pondok pesantren di Jambi terkesan tidak mengikuti prinsip-prinsip
manajemen modern sehingga sangat dimungkinkan hal itu berpengaruh
kepada rendahnya kualitas para ḥuffaẓ di tingkat Nasional?” untuk
menjawab pertanyaan pokok ini, maka dirumuskan ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren
Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur?
2. Bagaimana strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok
pesantren untuk peningkatan mutu Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur?
3. Bagaimana peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu
hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur?
C. Fokus Penelitian
Peneliti memfokuskan penelitian ini pada pengelolaan yang terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan, yang ada di tiga
pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi,
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, sebagai keterwakilan
pondok pesantren yang ada di Provinsi Jambi”.
17
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengelolaan
program, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan, mengungkap strategi dalam peningkatan mutu
hafalan, dan peran kepemimpinan kiai dalam program tahfiz di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur secara mendetail yang
dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan data pengelolaan program tahfiz Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
b. Untuk mengetahui secara mendalam strategi dan mutu
hafalan yang diproyeksikan pondok pesantren untuk
peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.
c. Untuk mengungkap peran kepemimpinan kiai dalam
peningkatan mutu hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini akan dilihat baik
secara teoritis maupun secara praktis, meliputi:
a. Manfaat teoritis
Menghasilkan temuan secara subtantif dan formal dalam
menambah khasanah baru tentang manajemen tahfiz dalam
18
lembaga pendidikan pesantren, khususnya manajemen pesantren
yang menjadikan program tahfiz sebagai program utama pondok.
Menemukan konsep baru tentang mutu hafalan sehingga dapat
meningkaktkan kualitas pendidikan di pondok pesantren.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi rujukan dan
bahan informasi dan koreksi bagi stakeholder demi peningkatan
kualitas penyelengaraan tahfiz yang dikelola, merujuk pada
manajemen tahfiz yang ideal, dan dapat dijadikan dasar untuk
memberikan kontribusi bagi pondok pesantren untuk
melaksanakan pendidikan secara berkualitas di lingkungan
pondok pesantren.
19
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Pengelolaan
Pengelolaan merupakan unsur penting dalam pelaksanaan setiap
program organisasi pendidikan. Pendidikan merupakan organisasi
yang memiliki program-program yang direncanakan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pengelolaan pada dasarnya memiliki makna yang
sama dengan manajemen yaitu pengendalian dan pemanfaatan
sumber daya untuk mencapai tujuan.
Sudjana menjelaskan bahwa pengelolaan atau manajemen
merupakan serangkaian kegiatan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan
mengembangkan terhadap segala upaya dalam mengatur dan
mendayagunakan SDM, Sarana dan prasarana secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.31
Secara bahasa manajemen berasal dari bahasa latin, yakni
“menes”, artinya tangan dan “agree”, artinya melakukan kedua kata ini
digabungkan menjadi manager artinya menangani, kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to
manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang
yang melakukan kegiatan manajemen, hingga akhirnya kata
management disadur menjadi kalimat berbahasa Indonesia menjadi
manajemen atau pengelolaan.32
Stoner. James A.F dan R. Edward Freeman terjemahan
Wilhelmus W. Bakowatun menjelaskan “Manajemen adalah proses
31
Imam Sofwan dan Azis Kuntara, “Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Di Salatiga Jawa Tengah” (Online), Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 Nomor 1.56, (Maret, 2014), 52, https://www.researchgate.net/publication/296795241.
32 Beni A., Saebani, Filsafat Manajmen (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 7.
20
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian upaya
anggota organisasi dan proses pemberdayaan semua perangkat
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang ingin dicapai dan
sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini Tony Bush & Les Bel
menjelaskan bahwa “These three levels of management, strategic,
organizational and operational, must work in harmony towards a
common purpose, especially if sitebased management is to work
effectively”.33
Pengelolaan adalah aktivitas yang dipraktekkan dengan berupaya
menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang diawali dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengawasan dan
evaluasi, dengan senantiasa memberdayakan semua stake holder
dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari paparan di atas, diketahui bahwa definisi-definisi yang ada
menunjukkan adanya kesamaan maksud, makna dan fungsi antara
manajemen dan pengelolaan. Manajemen pada dasarnya merupakan
suatu proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran atau tujuan tertentu.
Manajemen merupakan sebuah aktivitas, yaitu tentang mengubah
perilaku dan membuat sesuatu pekerjaan dan mengembangkan
kemampuan dalam bekerja sama dengan beberapa orang dalam
mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.34
Hodgetts yang dikutif oleh Ali Muhammad Jubran Saleh,
mengatakan managemen sebagai proses pengaturan tujuan dan
mengkoordinasikan upaya personil dalam rangka untuk mencapai
33
Hanizar dkk, “Pengelolaan Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat,” Jurnal
Hasil Riset (Online), Vol. III, No II. 3 (Maret, 2014), 87. https://www.e-
jurnal.com/2015/01/pengelolaan-program-pusat-kegiatan.html. 34
Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour (England: Finacial
Times Pitman Publishing, 2010), 425.
21
tujuan mereka35, sementara dalam buku “The School Manager”,
dikatakan manajemen dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian
tujuan organisasi melalui karya anggotanya. Dalam konteks sekolah
manajer tidak hanya orang-orang yang memiliki jabatan tertentu,
seperti kepala sekolah dan kepala tata usaha, tetapi juga seluruh staff
yang didelegasikan tanggung jawab manajerial yang penting, dan
mereka yang memikul tanggung jawab tersebut secara sukarela.36
Menurut Charles O. Jones pengertian program adalah cara yang
disahkan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Jones program
yang baik adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang
jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi
dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada
pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu
terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.37 Jadi pengelolaan
program adalah upaya dalam menerapkan suatu kegiatan dengan
cara yang sudah ditentukan guna terlaksananya suatu kegiatan dan
mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam sudut pandang Islam, manajemen diistilahkan dengan
menggunakan kata al-tadb r (pengaturan).38 Dalam bahasa Arab
manajemen disebut dengan idarah. Kata idarah diambil dari kata
adartasy-syai‟ah atau perkataan adarta bihi. Dalam Elias‟ Modern
Dictionary English Arabic kata management (Inggris) sepadan dengan
kata tadb r, id rah, siy sah dan qiy dah dalam bahasa Arab. Tadb r
merupakan bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru,
35
Ali Muhammad Jubran Saleh, Educational Administration An Islamic Perspective
(AS: Noordeen, tt), 5. 36
C. Turney, dkk., The School Manager (Sydney: National Library of Australia, tt),
45. 37
Salfiah Ramandita, “Peran Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Dalam Mendukung Program-Program Pemerintah Kota Bontang” (Online), E-Journal Ilmu
Pemerintahan, Vol 1 No 3, 987 (Agustus, 2013), 231, https://ejournal.ip.fisip-
unmul.ac.id/site/?cat=19. 38
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 362.
22
tadb ran. jadi tadb r berarti penertiban, pengaturan, pengurusan,
perencanaan dan persiapan.39
Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang
banyak terdapat dalam Al-Qur‟an seperti firman Allah SWT:
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu
naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu
tahun menurut perhitunganmu.”40
Kata يدبر , kata dasarnya adalah dari fi‟il m ḍi دبر yang
berarti belakang. Menurut penjelasan dari Tafsir al-Mishbah bahwa
”belakang” yakni dampak atau akibat dari segala pemikiran atau
pengaturan yang diperhitungkan dengan matang.41
Dari isi kandungan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah swt
adalah pengatur alam (Al-Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya
ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini.
Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan
sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola
bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya
ini.
Manajemen dalam Islam adalah aktifitas menertibkan, mengatur
dan berpikir yang mengandung nilai-nilai keimanan dan ketauhidan,
menata anggota kelompoknya dengan baik serta menerapkan sistem
sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Rasul.
Jadi pengelolaan adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala
39
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2015),13. 40
Q.S. As-Sajadah/32: 5. 41
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an) Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 205.
23
aspeknya agar tujuan tercapai secara efektif dan efisien yang didasari
nilai-nilai dan akhlak Islam.
2. Fungsi Pengelolaan
Manajemen berlangsung dalam suatu proses yang
berkesinambungan secara sistematis, sesuai dengan fungsi
manajemen yang dimulai dengan planning atau perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan serta evaluasi.
Teori proses manajemen menurut R. Alec Macendlei, terdapat tiga
dimensi yang berkenaan dengan pekerjaan seorang manajer, yaitu
gagasan (idies), atau hal atau benda (thing) dan orang (people) yang
direfleksikan dalam tugas-tugas 1) berfikir konseptual, yaitu seorang
yang merumuskan gagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam
organisasi 2) administrasi, yakni merinci proses manajemen dan 3)
kepemimpinan memotivasi orang-orang supaya melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.42
Fungsi-fungsi manajemen secara umum, yaitu:
a. Perencanaan
Perencanaan adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan
tertentu dengan jangka waktu tertentu.43 Khalid Ahmad
mengatakan bahwa perencanaan adalah bagaimana mencapai
target dan pengembangan hirarki rencana yang komprehensif
dalam mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kegiatan dengan mencakup keseluruhan strategi.44 Difinisi yang
dikemukakan oleh Cunningham, perencanaan adalah menyeleksi
dan menggabungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi,
untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan
memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang
42
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 32.
43 Saleh, Educational Administration, 92.
44 Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective (Selangor: Prentice
Hall, 2010), 82-83.
24
diperlukan, dan prilaku dalam batas-batas yang dapat diterima
yang akan digunakan dalam penyelesaian.45
Dalam kaitannya dengan perencanaan, Islam menjelaskan
bahwa setiap manusia (bukan hanya organisasi) hendaknya
memperhatikan apa yang telah diperbuat pada masa yang telah
lalu untuk merencanakan hari esok. Seperti yang dijelaskan di
dalam Al-Qur‟an:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”46
Dalam tafsir Ibnu Katsir47 menjelaskan takwa sendiri
diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan
menjauhkan diri dari larangan-Nya. Jadi, tidak bisa kita
mengatakan “saya telah menegakkan salat,” setelah itu berbuat
maksiat kembali. Karena makna takwa sendiri saling bersinergi,
tidak dapat dipisahkan. Begitu pula penjelasan Al-Qurthubiy yang
menyatakan bahwa perintah takwa (pada ayat ini) bermakna:
“Bertakwalah pada semua perintah dan larangan-Nya, dengan
cara melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh
Allah kepada diri kita, sebagai orang yang beriman, dan menjauhi
larangan-larangan Allah, yang secara keseluruhan harus kita
tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.”48
Konsep ini menjelaskan bahwa perencanaan yang akan
dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi
45Vaithzal Rivai dan Sylviana Murni, Educational Managemet (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), 106. 46
Q.S. Al-Hasyr/59: 18. 47
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Juz 9 (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002), 59.
48 Al Qurtubi, S. I., Tafsir Al-Qurtubi (Jakarta: Pustaka Azzam.2009), 342.
25
pada masa lampau, saat ini, serta prediksi masa datang. Karena
perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah
kesuksesan.49
Perencanaan berfungsi untuk mencapai tujuan dan
menetukan kerangka tindakan yang diperlukan. Perencanaan
dilakukan dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan,
menentukan kesempatan dan ancaman, menentukan taktik
strategi, program dan kebijakan yang dilakukan untuk membuat
keputusan secara ilmiah.50
Dalam buku Prinsiples of Management, Harold Koonts dan
Cyril O‟doneel Harold Koontz Dan Cyril O'Donnell mengemukakan
prinsip-prinsip perencanaan sebagai berikut :
1) Prinsip untuk mencapai tujuan perencaan dan semua
perubahan yang dilakukan harus diarahkan kepada
pencapaian tujuan (principle of contribution to objective).
2) Prinsip mendahulukan planning atau perencanaan
(principle of primacy of planning). Sebagai organizing,
staffing, directing, dan controlling, perencanaan berfungsi
sebagai organizing, staffing, directing, dan controling.
Manajer harus mengetahui tujuan dan pedoman dalam
melaksanakan kebijakan.
3) Prinsip pemerataan perencanaan (principle of
pervasiveness of planning). Walaupun fungsi manajemen
itu sama pentingnya baik dalam ketentuan
maupun pelaksanaannya, tetapi harus diingat bahwa
prinsip pemerataan perencanaan memegang peranan
penting, mengingat manajer dalam tingkat tinggi
banyak mengerjakan perencanaan dan bertanggung
49
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2013),78-79.
50Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), 2.
26
jawab atas berhasilnya rencana tersebut, tidak pernah ada
seorang manajer yang tidak mengerjakan perencanaan.51
Ada beberapa manfaat perencanaan dalam sebuah
aktivitas, yaitu:
a. Menghasilkan rencana yang dapat dijadikan kerangka kerja dan pedoman penyelesaian.
b. Rencana menentukan proses yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan.
c. Dengan adanya rencana setiap langkah dapat diukur atau dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai.
d. Mencegah pemborosan uang, tenaga, dan waktu. e. Mempersempit kemungkinan timbulnya gangguan
atau hambatan.52
Proses penyusunan rencana, hal yang paling penting
dilakukan adalah analisis kebutuhan berdasarkan data yang
dikumpul sebelumnya, selanjutnya adalah merumuskan tujuan
yang hendak dicapai. Program yang dimaksud harus jelas dan
sistematis, sehingga program tersebut akan dilaksanakan
sudah jelas apa, siapa, bagaimana, kapan dan di mana
mengerjakannya, berapa biaya yang dibutuhkan serta apa
hasil yang ingin dicapai.53Perencanaan dapat kelompokan
dalam dua hal, yaitu rencana dalam jangka panjang (long term
plan), yaitu rencana yang memiliki waktu yang cukup lama,
yaitu antara tiga sampai lima tahun; rencana dalam jangka
pendek (short term plan), yaitu rencana yang memiliki jangka
waktu satu sampai tiga tahun.54
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah langkah berikutnya setelah
perencanaan sebagai sarana atau alat yang digunakan untuk
51
Koontz, Harold, Cyril O‟Donnel dan Henz Weihrich. Management. (Singapore: McGrawHill Inc. Tt), 65.
52Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2009), 9. 53
Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 103. 54
Ismail Solihun, Pengantar Manajemen (Jakarta: Airlangga, 2008), 73.
27
meraih apa yang direncanakan. Pengorganisasian adalah proses
menetapkan tugas dan kewajiban, menempatkan sumber daya,
dan mengkomunikasikan kegiatan kerja personal dan grup untuk
melaksanakan rencana.55
Ada beberapa tahapan yang diperlukan dalam proses
pengorganisasian, yaitu:
1) Mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai 2) Deskripsi pekerjaan yang harus dioperasikan dalam aktivitas
tertentu 3) Klasifikasi aktivitas dalam satuan yang praktis 4) Memberikan rumusan yang realistis mengenai kewajiban yang
hendak diselesaikan, sarana dan prasarana fisik serta lingkungan yang diperlukan untuk setiap aktvitas atau kesatuan aktiivitas yang hendak dioperasikan
5) Penunjukan sumber daya manusia yang menguasai bidang keahliannya
6) Mendelegasikan otoritas apabila dianggap perlu kepada bawahan yang di tunjuk.56
George R Terry mengatakan bahwa pengorganisasian
mencakup 1) membagi komponen-komponen kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok;
2) membagi tugas kepada seseorang manajer untuk mengadakan
pengelompokan tersebut, dan 3) menetapkan wewenang di antara
kelompok atau unit-unit organisasi.57
Ghayyur yang dikutip oleh Agus Wibowo, mengatakan bahwa
pengorganisasian merupakan proses penentuan porsonel-
personel yang telibat dengan tugas masing masing sesuai dengan
tupoksinya.58
Pengorganisasian sebagai suatu proses memiliki lima
kegiatan utama sebagai komponen proses pengorganisasian,
yaitu :
55John R. Schermerhorn, Introduction to Management (International Student
Version, John Wiley & Sons, Inc, tt), 17-18. 56
Siswanto, Pengantar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 75-76. 57
George R. Terry. Guide To Management (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 17. 58
Agus wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter Di Lembaga Pendidikan formal (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 55.
28
1) Membagi-bagikan beban yang harus dikerjakan
(workload) menjadi tugas (tasks) yang secara wajar dapat
diselesaikan secara individual maupun kelompok dalam
suatu organisasi.
2) Mengelompokkan tugas-tugas dan sumber daya manusia
(SDM) yang memiki kesamaan profesi dan keahlian dalam
suatu kelompok yang disebut dengan departemen-
departemen.
3) mengembangkan hierarki organisasi yang akan mengelola
pertanggungjawaban masing-masing hierarki pengelolaan
dari semua yang terlibat dalam organisasi.
4) Langkah selanjutnya adalah menyusun struktur organisasi
dengan melakukan pengisian jabatan-jabatan yang ada
dengan personel sumber daya manusia sesuai dengan
prasyaratan jabatan yang akan diisi (Job specification)
5) Langkah yang terakhir adalah pengkoordinasian berbagai
aktivitas untuk memadukan berbagai tugas yang berada
pada departemen atau sub-sub kerja agar keseluruhannya
terintegrasi dan mengarah pada pencapaian tujuan
organisasi.59
Hal ini penting untuk dijadikan panduan dalam kegiatan
pondok pesantren, sebab kegiatan tersebut memerlukan
bimbingan dari para guru (mentor) yang mempunyai keahlian
dalam bidang kegiatan yang dilaksanakan. Tanpa adanya
pembagian tugas yang jelas, pembagian tanggung jawab,
tanpa garis koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan
akan menemukan kesulitan dalam mewujudkan tujuan yang
telah dirumuskan dalam suatu kegiatan.
Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman:
59
Solihun, Pengantar Manajemen, 92- 98.
29
...
“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai...”60
Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan
bawahan. Sementara itu pengorganisasian dalam kaitannya
dengan pendidikan Islam, Ramayulis menyatakan bahwa
“Pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses
penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain
struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas.
Dalam lembaga pendidikan Islam, baik yang bersifat
individual, kelompok, maupun kelembagaan. Sebuah
organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika
konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan
organisasi yaitu kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika
kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten
dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam akan
sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam”.61
c. Pengendalian
Fungsi fundamental ketiga dalam manajemen adalah
bagaimana mengajak manusia secara sukarela untuk melakukan
aktifitas personal yang sesuai dengan tujuan perusahaan.
Menggerakkan merupakan usaha untuk mengajak anggota
kelompok sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk
mencapai sasaran perusahaan yang ingin dicapai tersebut.62
Pengendalian output dan tindak lanjut merupakan perbandingan
60
Q S. li Imr n/3: 103. 61
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 363. 62
Terry, Guide to Management, 313.
30
antara hasil yang dicapai dengan planning yang telah dirumuskan
dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan.63
Menggerakkan (actuating) menurut Tery adalah usaha untuk
mengajak anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan
antusias dan kemauan yang baik64. Tugas yang menggerakkan
anggota adalah pemimpin.
Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang
berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.
Prinsip-prinsip yang ideal dipraktekan seorang leader dalam
melakukan actuating65, yaitu:
1. Prinsip mengarahkan kepada tujuan. Tujuannya adalah
untuk memaksimalkan konstribusi bawahan terhadap
atasan untuk memudahkan pencapaian target dan tujuan.
Efektivitas pengarahan bawahan akan memudahkan
pencapaian tujuan.
2. Prinsip keharmonisan dengan tujuan. Orang-orang
bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang
mungkin tidak sama dengan tujuan perusahaan. Mereka
menghendaki demikian dengan harapan tidak terjadi
penyimpangan yang terlalu besar dan kebutuhan mereka
dapat dijadikan sebagai pelengkap serta harmonis dengan
kepentingan perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh
motivasi masing-masing individu. Motivasi yang baik akan
mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya
dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan
terpenuhi apabila mereka dapat bekerja dengan baik, dan
63
Paul Hesreydan Kenneth H Blanchard, Manajemen Prilaku Organisasi terj. (Jakarta: Erlangga, tt), 5.
64Terry, Guide to Management, 314.
65 http:// ochaamenfreak. blogspot.com/2013/10/ actuating- dalam-manajemen.html,
diakses tanggal 13 September 2020, jam 7.08.
31
pada saat itulah mereka menyumbangkan
kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Prinsip kesatuan komando: Prinsip kesatuan komando ini
sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan
tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan
hanya memiliki satu jalur di dalam melaporkan segala
kegiatannya, dan hanya ditujukan kepada satu pimpinan
saja, maka pertentangan di dalam pemberian instruksi
dapat dikurangi, serta semakin besar tanggung jawab
mereka untuk memperoleh hasil maksimal.
d. Pengawasan
Pengawasan atau controlling adalah fungsi yang berhubungan
dengan pemantauan, pengamatan, pembinaan, dan pengarahan
yang dilakukan oleh pimpinan lembaga pendidikan.66Pengawasan
atau kontrol kata berasal dari bahasa Perancis;dan kata "contre"
berarti "melawan". kata "peran" berarti fungsi yang diasumsikan
oleh seseorang. Koontz dan Donnel mendefinisikan controlling
sebagai "pengukuran dan menghubungkan kegiatan bawahan
untuk memastikan bahwa apa yang terjadi sesuai dengan
rencana”.67
Pengawasan terbagi dalam tiga bentuk, yakni (1) pengawasan
dilakukan dari atas ke bawah; (2) pengawas dari bawahan kepada
atasan; (3) pengawasan yang bersifat melekat, yaitu masing-
masing individu mengawasi dirinya.68
Al-Qur‟an telah memberikan pedoman dasar terhadap proses
pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan
dalam bentuk actuating ini. Allah berfiman dalam surat al–Kahfi
ayat 2 sebagai berikut:
66
Hikmat, Manajemen, 137. 67
Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective (Selangor: Prentice Hall, 2010), 200.
68Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 39.
32
…
“… sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.”69
Dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa (sebagai jalan yang
lurus) bimbingan yang lurus; lafal Qayyiman menjadi hal yang
kedua dari lafal Al-Kitab di atas dan sekaligus mengukuhkan
makna yang pertama (untuk memperingatkan) menakut-nakuti
orang-orang kafir dengan Al-Qur‟an itu (akan siksaan) akan
adanya azab (yang sangat keras dari sisi-Nya) dari sisi Allah (dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang
mengadakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik).70
Pelaksanaan dari fungsi manajemen dapat ditemukan pada
pribadi agung, Nabi Muhammad SAW ketika ia memerintahkan
sesuatu pekerjaan, beliau menjadikan dirinya sebagai model dan
teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW adalah Al-Qur‟an yang
hidup (the living Qur‟an). Artinya, pada diri Rasulullah Saw
tercermin semua ajaran Al-Qur‟an dalam bentuk nyata. Beliau
adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan
meninggalkan semua larangan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat
dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan
meniru perilaku Rasulullah SAW.
Dalam Islam Manajemen bersifat universal, komprehensif, dan
memiliki karakteristik berikut:
69
Q.S. Al-Kahfi/18 :2. 70
Abu Bakar, Bahrun, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 5 (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2013), 95.
33
1. Manajemen dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat
erat, manajemen merupakan bagian dari sistem sosial yang
dipenuhi dengan nilai, etika, akhlak dan keyakinan yang
bersumber dari Islam.
2. Teori manajemen Islami menyelesaikan persoalan kekuasaan
manajemen, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan
karyawan. Perbedaan level kepemimpinan hanya
menunjukkan wewenang dan tanggung jawab atasan dan
bawahan saling bekerja sama tanpa ada perbedaan
kepentingan. Tujuan dan harapan mereka adalah sama dan
akan diwujudkan bersama.
3. Pegawai dan karyawan menjalankan pekerjaan mereka
dengan keikhlasan dan semangat profesionalisme, mereka
ikut berkontribusi dalam menetapkan keputusan, dan taat
kepada atasan sepanjang mereka berpihak pada nilai-nilai
syariah.
4. Kepemimpinan dalam Islam dibangun dengan nilai-nilai syura
(musyawarah) dan saling menasehati, dan para atasan bisa
menerima kritik dan saran demi kemaslahatan masyarakat
publik.71
Dasar dari pandangan di atas adalah firman Allah SWT dalam
surat al- aidah ayat 2:
71
Hendra Safri, “Manajemen dan Organisasi dalam Pandangan Islam”, Kelola: Journal of Islamic Education Management (Vol.II, No.2 Oktober 2017), 163-164, https://www.researchgate.net/publication/342417347.
34
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-Nya, dan binatang-binatang qala-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjid haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka), dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”72
Pada ayat di atas, Allah menerangkan kepada orang-orang
yang beriman; lima larangan penting yang tidak boleh dilanggar
yaitu:
1. Melanggar larangan-larangan Allah, yaitu melanggar amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lainnya.
2. Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.
3. Mengganggu binatang-binatang hadyu, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Ka‟bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin.
4. Mengganggu qala‟id yaitu binatang-binatang hadyu (kurban), yang sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dikurbankan dan dihadiahkan kepada Ka‟bah. Menurut pendapat yang lain, termasuk juga orang-orang yang memakai kalung yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Ka‟bah yang tidak boleh diganggu, seperti yang dilakukan orang Arab pada zaman jahiliah.
72 Q.S. Al- aidah/5: 2.
35
5. Menghalangi dan mengganggu orang yang mengunjungi Baitullah untuk mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Menurut jumhur yang tidak boleh dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin, sedang orang-orang kafir tidak diperbolehkan lagi masuk tanah haram.73
Ayat di atas menjelaskan bahwa Islam memerintahkan kepada
manusia untuk bekerja sama dalam segala hal, kecuali dalam
perbuatan dosa dan melakukan aniaya kepada sesama makhluk.
Abu Sin dalam bukunya Al-Id rah f al-Isl m, sebagaimana
dikutip Adiwarman Karim,74 menjelaskan konsep manajemen
Islami secara panjang lebar, sekaligus membuat kritikan terhadap
manajemen modern. Menurutnya, scientific management hanya
menekankan pada pentingnya efesiensi dan kompensasi
ekonomis sebagai insentif utama bagi pekerja, padahal efisiensi
menjadi kontraproduktif bila pekerja merasa diperlakukan seperti
robot dan berapapun besarnya kompensasi ekonomis akan terasa
kurang bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Bahkan,
konsep ini menimbulkan pertentangan yang tidak ada habisnya
antara pekerja rendahan dengan manajemen atas.
Ahmad Ibrahim Abu Sin, merumuskan empat hal yang harus
terpenuhi untuk dapat dikategorikan manajemen Islami:
a. Manajemen Islami harus didasari nilai-nilai dan akhlak Islami. Etika bisnis Islami yang ditawarkan salafy dan khalafi berlaku universal tanpa mengenal ras dan agama. Boleh saja berbisnis dengan label Islam dengan segala atributnya, namun bila nlai-nilai dan akhlak berbisnis ditinggalkan, cepat atau lambat bisnisnya akan hancur.
b. Kompensasi ekonomis dan penekanan terpenuhinya kebutuhan dasar pekerja. Cukuplah menjadi suatu kezaliman bila perusahaan memanipulasi semangat jihad seorang pekerja dengan menahan haknya, kemudian menghiburnya dengan pahala yang besar. Urusan pahala, Allah yang
73
Anonim, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 5, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007),
145. 74
A. Karim, Adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi ketiga (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 76.
36
mengatur. Urusan kompensasi ekonomis, kewajiban perusahaan membayarnya.
c. Faktor kemanusiaan dan spiritual sama pentingnya dengan kompensasi ekonomis. Pekerja diperlakukan dengan hormat dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Tingkat partisipatif pekerja tergantung pada intelektual dan kematangan psikologisnya. Bila hak-hak ekonomisnya tidak ditahan, pekerja dengan semangat jihad akan mau dan mampu melaksanakan tugasnya jauh melebihi kewajibannya.
d. Sistem dan struktur organisasi sama pentingnya. Kedekatan atasan dan bawahan dalam ukhuwah Islamiyah, tidak berarti menghilangkan otoritas formal dan ketaatan pada atasan selama tidak bersangkut dosa.75
3. Konsep Dasar Program Tahfiz Al-Qur’an
a. Batasan-batasan
Proses pembelajaran akan lebih menarik, apabila unsur-unsur
yang ada aktif dalam sebuah pembelajaran. Agar lebih menarik
diperlukan strategi-strategi yang tepat dan mengoptimalkan
interaksi antara siswa dan guru di mana guru dan siswa tersebut
dapat secara bersama-sama mencapai tujuan yang diinginkan
berdasarkan tahapan yang dilakukan.
Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata
kerja” dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos
merupakan gabungan dari kata stratos (militer) dengan ago
(memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan
(to plan actions). Hardy, Langlay, dan Rose dalam Sudjana,
mengemukakan: “Strategy is perceived as plan or a set of explicit
intention preceeding and controlling actions (strategi dipahami
sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan
mengendalikan kegiatan)”.76
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer
yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer
untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperan
75
Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah (Bandung: Alfabeta, 2010), 23-24. 76
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2013), 3.
37
dalam mengatur strategi untuk memenangkan peperangan
sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang
bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari
kuantitas maupun kualitas.77 Dalam militer strategi digunakan
untuk memenangkan suatu peperangan, sedang taktik digunakan
untuk memenangkan pertempuran”78.Menurut Syaiful Bahri
Djamarah, “Strategi merupakan sebuah cara atau sebuah metode,
sedangkan secara umum strategi memiliki pengertian suatu garis
besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran
yang telah ditentukan”.79
Secara umum strategi diartikan sebagai suatu garis-garis
besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran,
strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan
murid dalam perwujudan interaksi antara keduanya untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan.80
Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan
kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan,
dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang. Ada pengertian penting dan perlu ditekankan dalam
menentukan program yaitu, (1) realisasi atau implementasi suatu
kebijakan, (2) terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama bukan
kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan, dan (3) terjadi
dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.81
77
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 125.
78 Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 138-139. 79
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta.2010), 5.
80 Ibid.
81 Suharsimi dan Safruddin, Evaluasi Program Pendidikan (Bandung: PT Bumi
Aksara, 2009), 4.
38
Program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan, kelompok, dan/atau organisasi (lembaga) yang
memuat komponen-komponen program. Komponen-komponen
program itu meliputi tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses
kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya, organisasi penyelenggara,
da lain sebagainya. Sedangkan manajemen program merupakan
upaya menerapkan fungsi-fungsi pengelolaan baik untuk setiap
kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan maupun untuk satuan
dan jenis pendidikan.82
Sementara itu, kata tahfiz berasal dari bahasa Arab yang
artinya memelihara, menjaga, dan menghafal.83 Pengertian tahfiz
secara etimologi yaitu berarti lawan kata dari lupa, yaitu selalu
ingat dan sedikit lupa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) disebutkan bahwa kata hafal berarti telah masuk dalam
ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan kembali di
luar kepala atau tanpa melihat buku.84
Menghafal dalah bahasa Arab dikenal dengan al–Ḥifẓ (حفظ),
di ambil dari akar kata حافظ –يحفظ –حفظ yang memiliki arti
menjadi hafal dan memelihara dan menjaga hafalannya atau
menghafal dengan baik85 dengan demikian seorang penghafal Al-
Qur‟an dengan istilah Ḥ fiẓ (حافظ), yang dimaknai dengan orang
yang hafal.86
82
Sudjana, S. H. Djudju, Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Bandung: Falah Production, 2004), 1-2.
83 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005), 105.
84Kemendikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal, Diakses pada 12 September 2020, pada pukul
21.23 WIB. 85
A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progresif,1997), 301. 86
A. Rab Nawabuddin, Kaifa Tahfidzul Qur‟an, terj. Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik
Mengha-fal Al-Qur‟an (Bandung: Sinar Baru Algesindo,1996), 23.
39
Ibnu Mandzur sebagaimana dikutip oleh Abdul Rab
Nawabuddin mengartikan hafiz adalah orang yang berjaga-jaga,
yaitu orang yang selalu menekuni pekerjaannya. Hal ini
didasarkan pada Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat
238 sebagai berikut:
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat
wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu'.”87
Kalimat Ḥ fiẓ dalam ayat tersebut di atas dimaknai menjaga
atau memelihara dan juga memiliki makna yang lain,
sebagaimana dalam surat al- Mu‟min n ayat 5 sebagai berikut:
“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.”88
Kata al–Ḥifẓ yang ada dalam ayat tersebut di atas, dimaknai
dengan menahan diri dari segalah hal yang dilarang dan
diharamkan oleh Allah SWT.
Dalam surat al-Anbiy , ayat 32 terdapat kata al–Ḥifẓ dengan
makna yang berbeda
“dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,
sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda
(kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.”89
Tahfiz Al-Quran mengandung arti menghafal atau menjadikan
hafal. Kata dasar Tahfiz yaitu Ḥifẓ banyak disebutkan dalam
87
Q.S. Al-Baqarah/2: 238. 88
Q.S. Al- Mu‟min n/23: 5. 89
Q.S. Al-Anbiya‟ /21: 32.
40
Al-Qur‟an dan dapat berarti banyak hal, sesuai dengan
pemahaman konteks kalimatnya, contohnya adalah firman Allah
SWT yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al- Ḥijr ayat 9:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”90
Dari pengertian tersebut, dapat difahami bahwa makna
menghafal (al–Ḥifẓ) memiliki banyak pengertian. Banyaknya
makna “menghafal” dalam Al-Qur‟an pada dasarnya terletak dari
konteks makna tersebut digunakan.
Abdulrab Nawabuddin sendiri berpendapat bahwa makna
etimologis menghafal Al-Qur‟an berbeda dengan menghafal selain
Al-Qur‟an. Perbedaan ini dikarenakan dua alasan. Pertama,
menghafal Al-Qur‟an adalah hafal secara sempurna seluruh Al-
Qur‟an, sehingga orang yang hafal Al-Qur‟an separuh atau
sepertiganya belum dikatakan sebagai Ḥ fiẓ (orang yang hafal Al-
Qur‟an). Kedua, menghafal Al-Qur‟an harus kontinyu dan
senantiasa menjaga yang dihafal itu supaya tidak lupa. Orang
yang hafal Al-Qur‟an, kemudian lupa sebagian saja atau
seluruhnya karena kealpaan atau karena sebab lain, misalnya
sakit atau menjadi tua, maka tidak berhak menyandang sebagai
Ḥ fiẓ”91
Sedangakan menurut Aziz Abdul Rauf dalam bukunya
menjelaskan bahwa definisi menghafal adalah “proses mengulang
sesuatu baik dengan membaca ataupun mendengar. Hal ini pula
yang disesuaikan bahwa segala sesuatu pekerjaan yang
dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi hafal. Jadi dapat
90
Q.S. Al- Ḥijr/15: 9. 91
M. Ziyad al Abbas, Metode Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Firdaus, 1993), 29-30.
41
kita simpulkan bahwa kata menghafal berarti berusaha
meresapkan sesuatu ke dalam pikiran agar selalu diingat.”92
Menghafal merupakan suatu aktivitas memasukkan suatu
materi verbal ke dalam ingatan, sehingga nantinya akan dapat
diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah sesuai dengan
materi yang asli dan menyimpan kesan-kesan yang suatu waktu
jika diperlukan maka akan mudah untuk diingat kembali melalui
alam bawah sadar.93
Membaca Al-Qur‟an berbeda dengan membaca kitab-kitab
yang berbahasa Arab pada umumnya, Al-Qur‟an yang diatur
mulai dari cara membacanya, panjang pendeknya, dibaca tebal
atau halus, boleh atau tidak boleh memulai dan berhenti, bahkan
diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.94
b. Sejarah Tahfiz Al-Qur’an
Kitab suci Al-Qur‟an adalah kalam Allah swt., yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat pembawa
wahyu yang diterima nabi dalam rentang waktu 23 tahun. Dalam
sejarah Islam, prosen tahfiz ayat Al-Qur‟an yang paling awal ketika
wahyu pertama turun kepada Nabi di Gua Hira, kemudian Nabi
Muhammad kembali dari Gua Hira dan membacakan wahyu yang
diterimanya kepada isterinya Siti Khadijah RA. Kejadian ini dipahami
dari sebuah hadits mengenai wahyu yang pertama.95 Malaikat Jibril
memperdengarkan Al-Qur‟an dari awal sampai akhir, kemudian
semuanya disampaikan oleh nabi melalui proses hafalan.96
Untuk memudahkan para sahabat dan umatnya oleh malaikat
92
Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur‟an (Yogyakarta: Press, 1999), 34.
93 Zakiyah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), 89. 94
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, cet. 6 (Bandung: Mizan, 1997), 3. 95
Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn al Barzabah Al Bukhari. Shahih Bukhari, Juz 7 (Mesir: Dar al Jayl, tt), 64.
96 Muhammad bin Ishaq, Shirrah Nabawiyyah (Bairut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah,
2004), 189.
42
diperintahkan kepada Nabi Muhammad untuk membacakan dengan
perlahan-lahan. Setelah para sahabatnya menghafal kemudian
disebarkan kepada para sahabat lainnya dengan cara ini tidak ada
satu atau dua hari lewat kecuali wahyu Al-Qur‟an sudah dihafal di
dalam dada sekian sahabat.97
Selain Rasulullah, ada sahabat yang mengajarkan hafalan dan
bacaan Al-Qur‟an di awal–awal turunnya wahyu, di antaranya sahabat
Khabbab bin al-Artt (w. 37 H). Khabbab bin al-Artt merupakan guru
privat dengan mendatangi rumah-rumah muridnya untuk mengajarkan
bacaan Al-Qur‟an pada periode awal Islam. Beliau memeluk Islam
sebelum adanya pengajian di rumah Al-Arqam. Sahabat lain yakni „Abd
Allah bin Mas„ud (w. 32 H), beliau termasuk orang pertama belajar Al-
Qur‟an ke Rasulullah. Beliau juga adalah sahabat pertama yang
membacakan Al-Qur‟an dengan terang-terang di hadapan orang kafir
Makkah.98
Rasulullah adalah guru pertama di Mekkah dan Madinah,
kemudian dibantu oleh beberapa sahabat senior yang lain ketika
Rasulullah sibuk dengan urusan yang lain. Dalam sejarahnya Nabi
pernah mengirim beberapa sahabat ke daerah luar kota Madinah.
Sebagai contoh ketika orang-orang Yaman meminta untuk dikirimkan
guru untuk mengajarkan Al-Qur‟an, Nabi mengirim sahabatnya yang
bernama Abi „Ubaidah (w. 18 H). Riwayat lain menyebutnya Mu„adz
bin Jabal (w. 18 H) dan Abu Musa al-Asy‟ari (w. 44 H) ke Yaman
sebagai guru Qur‟an.99
Di masa Rasulullah SAW, kelompok-kelompok penghafal Al-
Qur‟an dalam bentuk halaqah-halaqah di masjid Nabawi. Halaqah Al-
Qur‟an adalah berkumpulnya beberapa orang di dalam suatu tempat
97
Akram „Abd Khalifah al-Dalimi, Jam„ Al-Qur‟an: Dirasah Tahliliyyah li Marwiyyatih, cet. I (Bairut: Dar al-Kutub al-„ilmiyyah, 2006), 27.
98Muhammad, Shirrah Nabawiyyah, 225.
99 Ibirahim al-Ibyaari, T ri>kh al –Qur‟an (Tkp.: Dar al-Qalam, 1965), 49.
43
yang suci untuk belajar Al-Qur‟an dalam beberapa waktu100 Para
sahabat membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Selain itu, para sahabat juga mengajarkan Al-Quran kepada para
istri dan keluarganya di rumah serta mengulang-ulang bacaan Al-
Qur‟an yang mereka peroleh siang dan malam. Halaqah penghafal Al-
Qur‟an tersebut disebut Shubhi Ash-Shalih dengan nama Madrasah
Nabawiyah. Pasca kenabian, di Madinah dibuka halaqah oleh pada
Sahabat dan menjadi rujukan bacaan Al-Quran. Para Sahabat yang
membuka halaqah yaitu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay
bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Abu Darda, dan Abu
Musa Al-Anshari.101
Hingga Rasulullah wafat, tidak ditemukan satu mushaf yang
menghimpun seluruh ayat dan surat Al-Qur‟an, yang ada hanyalah
beberapa lembaran catatan yang terpisah, ditulis diberbagai media
yang sangat sederhana sesuai dengan kondisi pada saat itu. Dalam
sejarah, sahabat nabi yang bisa menulis ketika beliau hijrah ke
Madinah adalah Ubay bin Ka„b (w. 30 H), Zaid bin Tsabit (w. 45 H),
Sa„d bin „Ubadah (w. 14 H), Rafi„ bin Malik (w. 3 H). Orang pertama
yang menulis untuk Nabi di Madinah adalah Ubay, ketika Ubay tidak
ada atau berhalangan maka Nabi mengundang Zaid.102
Pada saat pengkodifikasian Al-Qur‟an di saat pemerintahan
sahabat Usman bin Affan (w. 35 H), di saat beliau mengirimkan
mushaf-mushaf ke beberapa daerah, ia mengikut sertakan guru yang
ditugaskan untuk mengajarkan bacaan-bacaan dengan yang
tercantum dalam mushaf103 dengan tujuan untuk menjaga
100
Attulaimat, Abdul Mu‟ti Muhammad Riyad, Halaqah Al-Qur‟aniah (Jeddah: Dar Nur Al-Maktabah, 2000), 200.
101 Hasan Bisri dan Irfan B., Management Tahfizul Qur‟an Islamic Boarding School
Lkid Model Ta‟dibi ISSN 2442-4994 Volume 5 Nomor 1 (April 2016), 60, file:///C:/Users/Asus/Downloads/unidajump2019,+654-2217-1-PB%20(2), pdf.
102 Syaik Al-Baladzuri, Futuh al-Buldan Penaklukan Negeri-negeri dari Fathu Makkah
sampai Negeri Sind (Jakarta: Pusataka Al-Kautsar, 2015), 280-281. 103
Fahd al-Rumi, Dirasat fi „Ulum Al-Qur‟an al-Karim, cet XIII (Riyadh: t.p, 2004),
99.
44
keorisinalan Al-Qur‟an dan membacanya secara al-talqian al-syaf hi
mempunyai maksud yaitu menjaga kemurnian Al-Qur‟an dengan
membacanya secara benar, menghindari kesalahan dalam ucapan
atau bacaan.
Pada masa kekinian, mushaf yang sudah dicetak menjadi patokan
dan standar hafalan, di mana santri menghafal Al-Qur‟an yang
disetorkan kepada gurunya dari sebuah mushaf. Patokan ayat-ayat
yang akan disetorkan sesuai dengan posisi dan letaknya yang ada di
halaman mushaf. Realitas yang ada, santri biasanya menyetorkan
hafalan satu halaman atau satu lembar, persoalan jumlah ayat
biasanya tidak menjadi persoalan dalam halaman tersebut. Standar
tahfiz adalah halaman mushaf.104
Dalam kenyatannya para ḥuffaẓ memakai mushaf yang dikenal
dengan mushaf al-Ḥuffaẓ atau yang lebih dikenal dalam lingkungan
pesantren dengan istilah Al-Qur‟an pojok pada lembaga pendidikan
pesantren atau rumah tahfiz yang ada di Indonesia, memiliki
kesamaan mushaf al-Ḥuffaẓ yang dicetak di berbagai Negara Islam
dari sisi pojok awal dan akhir ayat pada tiap halaman, seperti yang
dicetak di Turki, Mesir, Suria, Arab Saudi dan Indonesia.
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan sains dan teknologi.
Memberikan akses kemudahan dalam pembelajaran Al-Qur‟an, di
antara kemudahan tersebut ialah perekaman bacaan berupa murattal
yang dapat dengan muda dibawa dan didengar kapan saja diinginkan.
Menurut Abd al-Daa‟im Kahiil,105 kondisi seperti ini sangat sesuai
dengan orang-orang yang mempunyai mobilitas yang tinggi dan tidak
mempunyai cukup waktu untuk mengaji di pesantren, sebagaimana
104
Mushaf yang menjadi standar tahfiz Al-Qur‟an di mayoritas Negara Islam termasuk Indonesia adalah mushaf cetakan Mesir, Madinah, Turki, Damaskus dan Kudus. Di Jawa, mushaf ini lebih terkenal dengan sebutan mushaf pojok.
105 Abdul Jalil, “Studi Historis Komparatif tentang metode tahfidz Al-Qur‟an”, Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadits Vol. 18, No. 1 (Januari 2017), 30, http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/alquran/article/view/1495/1236.
45
yang dialami oleh orang-orang yang tinggal di kota-kota besar,
menurut beliau kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an karena otak kita
belum terbiasa dengan style bahasa Al-Qur‟an.
Abd al-Daa‟im Kahiil106, menyarankan tiga langkah untuk
menghafal Al-Qur‟an:
1) Tahap mendengar rekaman murattal Al-Qur‟an (bacaan yang
benar dan pelan), untuk membiasakan kata-kata atau ayat Al-
Qur‟an di otak dan di telinga. Teknologi digital memberikan
kesempatan kepada siapapun dan di manapun untuk mendengar
murattal, mendengarkan bacaan Al-Qur‟an saat menjelang tidur
sangat berkonstribusi dalam menghafal Al-Qur‟an. Karena otak
manusia dapat membedakan suara-suara yang ada dan mampu
menyimpannya walaupun dalam keadaan tertidur.
2) Tahap memahami isi kandungan Al-Qur‟an untuk membantu
dalam menghafal Al-Qur‟an. Hal ini dapat dilalui dengan cara
membaca terjemahan dan kitab tafsir yang ringan, seperti kitab
Aysar al-Tafsir karya Abu Bakr al-Jaza‟iri atau al-Tafsir al-Wajiz
karya Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 M).
3) Cara menghafal Al-Qur‟an apada umumnya dengan mengulang
berkali-kali atau bisa membagi per ayat atau per halaman menjadi
beberapa bagian atau tema dan alur cerita yang ada surat
tersebut.
Dalam pengajaran bacaan dan hafalan Al-Quran dikenal tiga
macam sistem pengajaran. Ketiga sistem pengajaran telah diterapkan
pada zaman Nabi hingga zaman klasik. Ketiga macam system
pengajaran tersebut, yaitu: “Usariyah yang berarti keluarga,
Masjidiyah melalui lingkungan masjid dan Kutt biyah (Kuttab,
pengajian anak-anak). Sistem yang efektif dan terus berkembang
hingga sekarang di negara-negara Islam seperti di negara-negara
Arab adalah yang terakhir, yaitu sistem Kuttab. Dalam sistem ini anak-
106
Ibid, 31.
46
anak sejak usia dini belajar kepada seorang hafiz setiap pagi dan sore
membawa papan (lauḥ) yang ditulis ayat-ayat yang sedang dihafal.
Setelah hafal tulisan tersebut dihapus dan hafalannya diajukan (tasmi„
atau taḥsin) kepada gurunya. Selanjutnya akan ditulis lagi ayat-ayat
berikutnya untuk dihafal dan begitu seterusnya.”107
c. Kaidah Menghafal Al-Qur’an
Menghafal Al-Qur‟an bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
dilaksanakan, jika tidak meluangkan waktu, usaha dan segenap
kemampuan. Jika segala sesuatu dimulai dengan niat yang sungguh-
sungguh pastinya akan memperoleh keberhasilan. Begitu juga dalam
menerapkan program Taḥf ẓul Qur‟ n.
Pada jenjang awaliyah, yang merupakan jenjang usia anak pada
sekolah tingkat dasar. Oleh Raghib al-Sirjani, disebutkan bahwa
kaidah-kaidah yang ditetapkan merupakan kaidah-kaidah Ijtih diyyah,
yang berarti mengandung pengertian terbuka kepada tambahan-
tambahan dan semua orang berhak menurunkan timba ukurannya
masing-masing, atau dapat menambah cara-cara yang baru, atau
kaidah-kaidah lainnya yang telah teruji dan berguna membantu umat
untuk menghafal Al-Qur‟an”.108
Lebih lanjut disebutkan, terdapat kaidah pokok dan kaidah
pendukung. Kaidah pokok merupakan kaidah-kaidah yang diyakini
tidak bisa dihindari selama-lamanya oleh penghafal Al-Qur‟an.
Sedangkah kaidah pendukung adalah kaidah-kaidah yang bisa
menerima akan perubahan, tambahan dan penghapusan sampai
batas-batas tertentu. Namun demikian, dengan berpegang kepada
kedua kaidah tersebut akan membuahkan hasil yang sangat baik.
Kaidah-kaidah pokok dalam menghafal Al-Qur‟an meliputi:
107
Bisri, Managemenent, 61. 108
Sumarsih Anwar, “Implementasion Of Tahfizul Qur‟an Education At Elementary
School Aged Children At Pesantren Nurul Iman Tasikmalaya” Edukasi: Jurnal Penelitian
Pendidikan Agama dan Keagamaan, P(Iebruari 2017), 268,
https://www.coursehero.com/file/p3i0gsh.
47
a. Ikhlas; merupakan kaidah terpenting dalam menghafal Al-Qur‟an.
Semua pendidik diharapkan dalam memberikan pengajaran
kepada anak didik, tidak untuk mengharapkan kedudukan dengan
Al-Qur‟an atau posisi yang tinggi di atas manusia atau lebih
unggul dari teman-teman sebayanya.
b. Tekad yang kuat; hal ini menjadi pekerjaan orang tua agar
senantiasa mengenalkan Al-Qur‟an kepada anak sejak usia dini
atau sebelum mereka masuk ke sekolah dasar. Keinginan saja
tidaklah cukup, ia mesti diiringi oleh kemauan yang kuat untuk
melakukannya.
c. Paham akan keutamaan menghafal Al-Qur‟an.
d. Berdo‟a kepada Allah; berdoa kepada Allah dengan ikhlas dan
jujur.
e. Memperhatikan kaidah-kaidah tajwid; membaguskan bacaan Al-
Qur‟an.
f. Membaca Al-Qur‟an secara rutin; berusaha menamatkan bacaan
Al-Qur‟an dalam jangka waktu tertentu (bulanan, mingguan, harian
ataupun halaman) merupakan hal yang baik untuk memulai
hafalan Al-Qur‟an. Tetapi untuk pendidikan anak-anak tentunya
berbeda, yaitu lebih menuntun anak-anak didik lebih sering
membaca Al-Qur‟an.
Beberapa kaidah pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an adalah:
1) Perencanaan yang baik dan jelas
2) Bekerja sama dengan orang lain
3) Mendahulukan menghafal surat-surat yang pendek dan
mudah
4) Tetap pada satu jenis mushaf
5) Jangan berpindah ke surat yang baru sebelum yang lama
hafal dengan lancar, dan
6) Mengikuti perlombaan-perlombaan hafalan Al-Qur‟an.
48
Senada dengan kaidah-kaidah yang dikemukakan oleh
Raghib al Sirjani, Badwilan menyebutkan juga tentang kaidah-
kaidah umum yang diharapkan bisa membantu mereka yang ingin
menghafal Al-Qur‟an, agar mereka mendapat kedudukan yang
tinggi atau sebagian darinya jika tidak bisa dicapai seluruhnya.109
Tekad itu harus datang kepada seorang yang memiliki keteguhan.
Beberapa kaidah penting yang harus diperhatikan adalah110:
a. Konsisten dengan satu mushaf hafalan
b. Berguru pada ulama yang hafiz
c. Memilih dan memanage waktu dengan baik
d. Menentukan target hafalan setiap hari
e. Mengulangi secara rutin, dan
f. Penggunaan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal
Lebih lanjut, menurut Badwilan, tahun yang tepat untuk
menghafal Al-Qur‟an yang benar-benar telah disepakati, yaitu dari
umur 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun. Alasannya, manusia pada
usia ini daya hafalannya bagus sekali, bahkan masa ini
merupakan tahun-tahun menghafal cepat. Menghafal pada usia ini
sangat cepat, dan kelupaan masih lambat sekali.111
Pendapat lain adalah Ahsin, bahwa “ada beberapa hal yang
harus dipenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal
Al-Qur‟an, di antaranya adalah: 1) Mampu mengosongkan
benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan
yang sekiranya akan mengganggu, 2) Niat yang ikhlas, 3) Memiliki
keteguhan dan kesabaran, 4) Istiqomah, 5) Menjauhkan diri dari
maksiat dan sifat-sifat tercela, 6) Ijin orang tua, wali, atau suami,
dan 7) Mampu membaca dengan baik”.112
109
Badwilan Ahmad Salim, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur‟an (Yogyakarta: Diva
Press, 2009), 199-202. 110
Ibid, 105. 111
Ibid, 116. 112
Ahsin, W. Al Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 48-54.
49
d. Metode-Metode Menghafal Al-Qur’an
Metode dapat diartikan sebagai jalan yang digunakan untuk
menjalankan rencana yang telah dirumuskan dan disusun dalam
kegiatan nyata, agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan
dapat tercapai secara maksimal.113 Metode yang tepat akan
berpengaruh besar terhadap keberhasilan suatu proses menghafal Al-
Qur‟an:
Dalam perkembangan tahfiz diberbagai tempat dan berbagai
negara merujuk pada satu mushaf, yaitu mushaf al-Huffaẓ,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Yahya al-Gausani.114
Salah satu metode yang ditemukan dengan istilah al-ta‟at al-asyr
(10 kata yang awalnya huruf ta‟):
1) Al-tahyi‟ah al-nafsiyyah (persiapan psikologis), yang berkaitan
dengan ungkapan dalam ilmu psikologi “jauhkan pikiran yang
negatif‟, termasuk di dalamnya tempat yang suci dan nyaman
serta ketenangan
2) Al-takhayyul (membayangkan atau berimajinasi) adalah
memotivasi diri terutama otak agar bersemangat untuk belajar
dan maksimal. Membayangkan kenikmatan setelah menghafal
surat surat utama dalam Al-Qur‟an, terlebih kalau sudah
menghafal keseluruhan. Hal ini untuk membantu dalam otak
untuk mewujudkan target dan tujuan tersebut.
3) Al-taḥsin wa al-tahmiyah (pemanasan), yaitu melakukan
pemanasan dalam menghafal Al-Qur‟an dilakukan dengan
membaca beberapa ayat atau surat sekitar lima menit berupa
mur ja„ah sebelum memulai hafalan baru.
4) Al-tark z wa al-taṣw r (fokus), dengan memfokuskan
pandangan pada ayat yang akan dihafal, dengan
113
Hamruni, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), 12. 114
Abdul Jalil, Metode Menghafal Al-Qur‟an, dalam Meraih Prestasi di Perguruan Tinggi (Jogjakarta: Idea Press, 2009), 321.
50
mengabaikan kesibukan dan pandangan kepada yang lainnya,
tujuannya untuk memotret ayat tersebut kedalam otak.
5) Al-tanaffus (pernafasan), adalah memasukan oksigen ke
dalam tubuh untuk membantu otak dalam proses memasukan
informasi ke dalamnya, setelah menghela nafas baru memulai
membaca Al-Qur‟an.
6) Al-tart l, membaca dengan tartil akan lebih baik daripada
menghafal cepat tanpa tartil, dan sangat membantu dalam
hafalan Al-Qur‟an, di samping membaca dengan suara yang
cukup, bukan membaca dalam hati, kemudian mecoba
membaca tanpa mlihat mushaf sambil memejamkan mata
agar lebih fokus dan membayangkan kata-kata yang sedang
dibaca.
7) Al-takrar (pengulangan), langkah ini dilakukan dengan
mengecek kembali redaksi dan tulisan ayat den: setelah
berhasil membaca dari ingatan dengan bagus dan baik, lalu
perlu dicek kembali redaksi dan tulisan ayat dengan melihat
ke mushaf, kemudian mengulangi lagi bacaannya dari ingatan.
8) Al-tar but, apabia sudah berhasil menghafal dua ayat,
kemudian disambungkan dengan ayat berikutnya dengan
membaca bagian akhir ayat dan disambungkan dengan
bagian awal ayat selanjutnya tanpa henti.
9) At-tahbih wal-mur ja„ah, yaitu mengulang kembali hafalan
secara keseluruhan untuk memastikan dan menguatkan
10) Al-tawakkal „ala Allah, yakni berserah diri kepada allah yang
dibutuhkan disetiap saat dan pase dalam proses menghafal
Al-Qur‟an.
Selain metode-metode di atas, yang dikenal dengan metode
sepuluh T, yang dielaborasi dari mushaf al-Huffaz, ada beberapa
istilah lain yang berkaitan dengan sistem dan metode dalam
menghafal Al-Qur‟an, di antaranya:
51
a. Menghafal dengan menulis atau metode lauḥ
Metode lauḥ masih ada yang memperaktekan hingga
sekarang, apa yang kita tulis kemudian di hafal, makan akan
menjadikan kekuatan hafalan lebih kuat dan melekat. Metode
lauḥ ini banyak diterapkan di negara Maroko, santri-santri
diharuskan menulis ayat ayat terlebih dahulu yang mau dihafal
kemudian diperlihatkannya kepada guru, ayat yang sudah
dikoreksi dan dibenarkan oleh guru dibaca oleh santri secara
berulang ulang hingga hafal, selanjutnya memperdengarkan
hafalan tanpa melihat tulisan.
b. Metode mendengar atau tasmi' atau sim 'i
Metode mendengar juga dapat dipraktekan dalam proses
menghafal Al-Qur‟an. Metode ini umumnya diperuntukan bagi
orang yang terganggu indera penglihatannya, atau anak kecil
yang belum fasih membaca Al-Qur‟an, metode ini disebutkan
dalam Al-Qur‟an surah Al-Qiy mah ayat 18;
“Apabila kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaan itu.”115
Sim 'i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan
metode ini ialah mendengarkan suatu bacaan Al-Qur‟an untuk
dihafalkannya. Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang
memiliki daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra,
atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum
mengenal bacaan dan tulisan Al-Qur‟an.
c. Metode berantai (taṡalṡuli)
Metode taṡalṡuli yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an
dengan cara menghafalkan satu ayat sampai hafal dengan
lancar, kemudian pindah ke ayat kedua sampai benar-benar
115
Q .S. Al-Qiy mah/78: 18.
52
lancar, setalah itu, mengkombinasikan ayat satu dan ayat
lainnya tanpa melihat mushaf, dan tidak berpindah ke ayat
berikutnya kecuali lancar, seterusnya dilakukan seperti
demikian.
Cara taṡalṡuli menghendaki kesabaran yang cukup tinggi
karena harus banyak mengulang-ulang setiap ayat tetapi akan
menghasilkan hafalan yang benar-benar lancar.
d. Metode Penggabungan (Jam„i)
Metode jam„i yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an
dengan cara menghafal satu ayat sampai lancar, kemudian
bepindah ke ayat lainnya. Setelah ayat kedua lancar
berpindah ke ayat ketiga, begitu juga seterusnya sampai satu
halaman. Kemudian setelah dapat menghafal satu halaman,
menggabungkan hafalan dari ayat pertama sampai terakhir
tanpa melihat mushaf. Ini juga kalau mampu digabungkan
satu halaman sekaligus, kalau dianggap sulit, maka dibagi dua
menjadi setengah halaman dengan melihat mushaf terlebih
dahulu dan setelah itu, membacanya tanpa melihat mushaf.
Dan setengah yang kedua pun demikian, setelah lancar, maka
gabungkan setengah pertama dan setengah kedua dengan
cara dihafal.
e. Metode pembagian (milqasam)
Metode milqasam yaitu menghafal satu halaman Al-
Qur‟an dengan cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian,
setiap bagian itu menghafalnya secara tasalsul (mengulangi
dari awal), setelah tiap-tiap bagian telah sempurna (satu
halaman) dihafal, kemudian disatukan/digabungkan antara
satu bagian dengan bagian yang lainnya sampai seluruh
bagian dapat digabungkan tanpa melihat mushaf, metode ini
pertengahan antara metode tasalsul dan jam„i.
f. Metode pengulangan per satu ayat (wahdah)
53
Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu
per satu terhadap ayat yang hendak dihafalnya. Untuk
mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak
sepuluh kali atau dua puluh kali, atau lebih, sehingga proses
ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.
Dengan demikian penghafal akan mampu
mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja
dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar
membentuk gerak refleks pada lisannya.
g. Metode menghafal bersama-sama
Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal
yang dilakukan secara bersama-sama, dipimpin oleh seorang
instruktur/ pembimbing. Pertama, pembimbing membacakan
satu ayat atau beberapa ayat dan kemudian siswa menirukan
secara bersarna-sama. Kemudian instruktur membirnbingnya
dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa
mengikutinya. Kedua, setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca
dengan baik dan benar, selanjutnya rnereka mengikuti bacaan
instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan
mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-
benar hafal.
h. Metode pemahaman makna (fahmun al-ma'na)
Metode ini sebenarnya sangat efektif dan bagus namun
sulit diterapkan di usia dini, karena untuk bisa pada tingkatan
mampu memahami Al-Qur‟an mernbutuhkan waktu yang
lama. Metode ini juga akan sangat membantu seseorang di
dalam menyelesaikan target hafalannya, karena seseorang
yang telah paham dengan isi ayat, maka ia akan lebih cepat
menghafalkannya dan sangat membantu menguatkan hafalan.
Sehingga tidak heran jika ada orang Arab bisa lebih cepat
ketika menghafal Al-Qur‟an dibanding dengan orang asing,
54
karena mereka dibantu dengan kemampuan bahasa mereka
sendiri yaitu bahasa Arab. Maka untuk menggunakan metode
ini, orang asing (a„jam) harus mempelajari bahasa Arab dulu
sebagai perangkat untuk bisa memahami Al-Qur‟an.116
i. Metode DaQu (Daqu Method)
Pondok Pesantren Tahfiz Darul Qur‟an meluncurkan
metode membaca Al-Qur‟an yang disebut dengan Metode
DaQu. Metode DaQu merupakan manhaj yang berisi prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang menjadi panduan setiap insan
Daarul Qur‟an dalam mengembangkan dakwah Al-Qur‟an
ditengah masyarakat untuk menuju peradaban Qur‟ani. Latar
belakang metode ini adalah agar santri mendapatkan materi
pengajaran Al-Qur‟an yang singkat dan praktis hingga anak
didik bisa membaca Al-Qur‟an dengan baik. Metode ini
merupakan metode yang menggabungkan beberapa metode
membaca Al-Qur‟an yang telah dikenal selama ini.
Metode DaQu terdiri dari enam seri tingkatan
pembelajaran Al-Qur‟an. Ciri khas lainnya dalam Metode
DaQu ini juga dilengkapi dengan pembahasan dan contoh-
contoh gar b al-qir ‟ah (bacaan-bacaan asing). Lalu juga
dilengkapi warna pada pojok materi yang bertujuan agar santri
lebih fokus pada setiap materi baru sehingga lebih mudah
dipelajari.
Metode lain yang kenal dalam menghafal Al-Qur‟an, yaitu:
1). Metode Turki Utsmani, yaitu teknik menghafal Al-Qur‟an
dengan tidak berdasarkan susunan juz, melainkan secara
acak tetapi tetap sistematis. Secara teknis, ialah dengan
menghafal satu halaman dalam sautu juz, setelah itu pindah
lagi pada halaman pada juz berikutnya, dan seterusnya.
2) Megtode ODOP (One Day One Page) yaitu teknik menghafal
116
Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur‟an (Yogyakarta: IKAPI, 2015), 100-105.
55
Al-Qur‟an sehari wajib menghafal satu halaman mushaf.117
Selain metode di atas, ada juga dikenal dengan metode
quantum, yang disusun berdasarkan kecerdasan yang terdiri
dari tiga hal pokok yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.
Metode-metode yang masuk dalam katagori metode quantum
yaitu :
a. Metode talaqqi atau metode audio, Ada dua bentuk
metode audio/talaqqi, yaitu;
Pertama, santri mendengar ayat-ayat yang dibacakan oleh
guru, hal ini diperuntukan bagi yanng bermasalah dengan
penglihatan atau anak yang masih kecil.
Kedua, merekan terlebih dahulu ayat yang akan dihafal
dalam alat pita kaset, MP3, MP4, komputer sesuai kebutuhan,
kemudian diputar dan didengarkan dan diikuti secara
perlahan-lahan dan diulangi sampai betul-betul dihafal di luar
kepala.
b. Metode TTS (Teka Teki Silang ) digunakan kepada anak yang
belum mampu belajar bahasa Arab, seperti anak sekolah
dasar dengan menulis Al-Qur‟an sambil melihat mushaf,
tujuannya untuk pembiasaan menulis ayat Al-Qur‟an yang
telah dihafal agar lebih melekat dalam memori.118
Pada dasarnya semua metode baik untuk dijadikan
pedoman dalam menghafal Al-Qur‟an, untuk menghindari
kesan monoton dan menghilangkan kejenuhan, maka boleh
dipakai secara bergantian baik semuanya maupun
sebahagiannya.
117
Ammar Machmud, Kisah Penghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Elex Media komputindo, 2015), 96-103.
118 Fauzan Yayan, Quantum Tahfiz (Jakarta: Erlangga, 2015), 81.
56
e. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menghafal Al-
Qur’an
Untuk meningkatkan kualitas hafalan, faktor penunjang perlu
diperhatikan, di antaranya:
1) Motivasi santri, hal ini mempengaruhi jiwa manusia. Santri
yang menghafal kitab suci Al-Qur‟an pasti termotivasi oleh
sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur‟an. Motivasi bisa
berbentuk kesenangan dan keutamaan yang dimiliki penghafal
Al-Qur‟an.119
2) Kecerdasan yaitu kemampuan psikis untuk merespon
ransangan melalui cara yang tepat. Dengan kecerdasan akan
berpengaruh terhadap kemampuan dalam hafalan Al-Qur‟an.
3) Lingkungan, para santri bisa saja bersemangat dalam
menghafal Al-Qur‟an karena berada dalam lingkungan yang
bersemangat membaca dan menghafal Al-Qur‟an.120
4) Usia yang ideal. Harus diakui bahwa usia berpengaruh pada
daya ingat dalam menghafal Al-Qur‟an.
5) Pengaturan waktu, dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan
waktu khusus agar lebih berkonsentrasi dalam menghafal Al-
Qur‟an yang rileks dan penuh konsentrasi.121
Selain faktor pendukung, ada juga pengaruh faktor
penghambat yang berpengaruh negatif, di antaranya:
a. Malas, walapun Al-Qur‟an tidak menimbulkan kebosanan
dalam membaca dan mendengarnya, tapi masih ditemui
orang-orang yang belum merasakan kenikmatan, hal ini
menimbulkan kemalasan untuk menghafal dan muraja‟ah.122
b. Kesibukan, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk menghafal Al-Qur‟an hal ini merupakan syarat utama
119 Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur‟an Dalam Sebulan (Salo: Qiblat press, 2008), 60.
120 Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode cepat Menghafal Al-Qur‟an
(Yogyakarta: Al-Barokah, 2014), 57-67. 121
Ahsin, Bimbingan Praktis, 56-58. 122
Zamani, Metode Cepat, 69.
57
bagi para penghafal Al-Qur‟an.
c. Kelelahanan sebagai akitbat terlalu banyak aktiivitas sehingga
menyita waktu dan pikiran sehingga menghambat dalam
menghafal Al-Qur‟an.
d. Kesehatan, hal ini akan menghambat para santri dalam
menghafalkan Al-Qur‟an.
e. Persoalan ekonomi juga perpengaruh dalam menghafall Al-
Qur‟an.123
4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Al-
Qur’an
a. Kepemimpinan Kiai
Kepemimpinan secara umum dapat dipahami sebagai sebagai
“a sosial influences process that is comprised of both rational and
emotional elements.124 Sedangkan Lunenburg & Ornstein,125
mendefinisikan kepemimpinan sebagai “the process of influencing
the follower throught the use of power, using power different bases
of power result in diffirent reaction from follower”
Menurut Terry,126kepemimpinan adalah: “the relationship in
which one person, the leader, influences others to work together
willingly on related task to attain that which the leader desire”.
Kepemimpinan seorang kiai dalam tradisi pesantren biasanya
masih berbentuk kharismatik dan individualistik, artinya segala
keputusan yang berkaitan dengan pondok pesantren dalam
segala halnya adalah mutlak keputusan kiai127
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang
123
Machmud, Kisah Penghafal, 113-117. 124
Hoy, W.K. and Miskel. C.G., Educational administration: theory, research, and practice (New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.2005), 374.
125 Lunenburg. F.C. and Ornstein. A.C., Educational administration; concepts and
practices, Third Edition (Belmont, CA: Wadsworth Thomson Learning, 2000), 151. 126
Terry, G.R., Principles of management (6th ed), (London: Richard D. Irwin Inc.tt), 410.
127 B Syamsi, “Akulturasi Pesantren Jawa di Jambi,” Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol.28, No. I (2013), https://kajianpemikiranislam.com.
58
pemimpin, mempenaruhi orang-orang untuk hubungan tugas yang
diinginkan pemimpin. Adanya perbedaan definisi disebabkan sisi
sudut pandang dan penekanan yang menjadi perhatian para ahli,
namun dari perbedaan tersebut definisi tersebut memiliki
kesamaanya itu bahwa kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi orang lain yang ada di bawahnya untuk mencapai
tujuan.
Sedangkan kepemimpinan dalam pendidikan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, menggerakkan,
mengarahkan, memberdayakan seluruh sumber daya pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang dimaksud dengan
sumber daya pendidikan dapat diklaisfikasikan menjadi dua yaitu
sumber daya yang tampak seperti uang, manusia, alat, metode,
dan waktu, sedangkan sumber daya yang tidak tampak antara lain
intellectual capital, social capital, creativity, innovation.
Lunenberg & Ornstein,128mengklasifikasikan tiga tugas utama
pemimpin pendidikan yaitu peran kepemimpinan (leadership role),
peran manajerial (managerial role), dan peran pengembangan
kurikulum dan pembelajaran (curriculume and instructional role).
kepemimpinan merupakan peran seorang pemimpin yang
berkaitan dengan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi
bawahan untuk mengikuti seluruh arahan dalam melaksanakan
penyelenggaraan dalam rangka pengembangan dan peningkatan
lembaga yang dipimpinnya. Peran kepemimpinan yang paling
menonjol antara lain adalah menciptakan suasana kerja yang
harmonis dan kondusif, di mana semua individu yang ada merasa
aman dan nyaman dalam menjalankan tugas-tugas lembaga
dalam suasana kekeluargaan. Semua merasa memiliki dan
bekerja dalam suasana yang bebas dan tidak merasa dalam
pengawasan dan tekanan.
128
Ornstein. A.C., Educational, 329.
59
Pemimpin yang mampu menciptakan suasana kerja yang
informal, rileks, dan penuh kehangatan yang kemudian hal itu
akan berdampak pada peningkatan mutu dan etos kerja yang
positif untuk memajukan lembaga tempat mereka bekerja.
Pemimpin mempunyai peran manajerial, peran ini berkaiatan
dengan kemampuan pemimpin dalam menjalankan prinsi-prinsip
manajemen dalam setiap program penyelenggaraan lembaga
pendidikan. Fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan
(planning), fungsi pengorganisasian (oganizing),
penggerakan/pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling).
Berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen, maka pemimpin
harus mengupayakan tercapainya misi dan tujuan lembaga
dengan memaksimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki. Peran
yang terakhir adalah peran pengembangan kurikulum dan
pembelajaran (curriculume and instructional role). Peran ini
sangatlah penting dan utama bagi pemimpin pendidikan karena
pada prinsipnya pemimpin adalah penyelenggara pendidikan dan
pengajaran, oleh sebab itu pemimpin harus lebih memusatkan
perhatiannya pada pengembangan kurikulum dan proses
pembelajaran. Pemimpin harus mendorong semua guru untuk
dapat mengimplementasikan kurikulum dalam proses
pembelajaran dengan tepat. Meningkatkan kualitas pembelajaran
dengan selalu memotivasi pendidik untuk menggunakan variasi
metode-metode serta media pembelajaran dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
Kepemimpinan pondok pesantren diemban oleh seorang kiai.
Yaitu seorang yang memiliki pengetahuan, akhlak yang mulia
serta amalan-amalan yang sesuai dengnan ilmunya. “Kiai adalah
tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya
pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kiai.
Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kiai di salah satu
60
pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut
merosot karena kiai yang menggantikannya tidak sepopuler kiai
yang telah wafat itu”.129 Sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh
yang memimpin pondok pesantren”.130 Sebutan kiai sangat
populer digunakan di kalangan komunitas santri.
Dalam pelaksanaan kepemimpinannya, ada beberapa Model
Kepemimpinan kiai di pesantren, yaitu:
1) Kepemimpinan individual
Eksistensi kiai sebagai pemimpin pesantren, ditinjau dari
tugas dan fungsinya, dapat dipandang sebagai sebuah
fenomena yang unik. Dikatan unik karena kiai sebagai
pemimpin sebuah lembaga pendidikan Islam tidak sekedar
bertugas menyusun kurikulum, membuat peraturan atau tata
tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus melaksakan
proses belajar-mengajar yang berkaitan dengan ilmu-ilmu
agama di lembaga yang diasunya, melainkan pula sebagai
pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin
masyarakat.
Peran yang begitu sentral yang dilaksanakan oleh kiai
seorang diri menjadikan pesantren sulit berkembangan.
Perkembangan pesat atau tidak, pesantren semacam ini
sangat ditentukan oleh kiai (pengasuh), semakin banyak
masyarakat yang akan berduyun-duyun untuk belajar atau
hanya untuk mencari barakahnya dari kiai, maka pensatren
tersebut akan lebih besar dan berkembang pesat.
Kepempinan individual kiai inilah yang sesungguhnya
mewarnai pola relasi di kalangan pesantren dan telah
berlangsung dalam rentang waktu yang lama, sejak pesantren
129
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kiai dan Pesantren (Yogyakarta: el Qas
press, 2007), 169. 130
Nurhayati djamas, Dinamika Pendidikan Islam Di Indonesia Pasca Kemerdekaan
(Jakarta: Raja Grfinda Persada, 2008), 55.
61
berdiri pertama hingga sekarang dalam kebanyakan kasus.
Lantaran kepemimpinan individual kiai itu pula, kokoh kesan
bahwa pesantren adalah milik pribadi kiai. Karena pesantren
tersebut milik pribadi kiai, kepemimpinan yang dijalankan
adalah kepemimpinan individual.
Dengan kepemimpinan seperti itu, pesantren terkesan
ekslusif. Tidak ada celah yang longgar bagi masuknya
pemikiran atau usulan dari luar walaupun untuk kebaikan dan
pengembangan pesantren karena hal itu wewenang mutlak
kiai. Hal seperti itu biasanya masih berlangsung di pesantren
salaf. Model kepemimpinan tersebut mempengaruhi eksistensi
pesantren. Bahkan belakangan ada pesantren yang dilanda
masalah kepemimpinan ketika ditinggal kiai pendirinya. Hal itu
disebabkan tidak ada anak kiai yang mampu meneruskan
kepemimpinan pesantren yang ditinggalkan ayahnya yang
baik dari segi penguasaan ilmu keislaman maupun
pengelolaan kelembagaan. Karena itu, kesinambungan
pesantren menjadi terancam. Krisis kepemimpinan juga bisa
terjadi ketika kiai terjun kedalam partai praktis. Kesibukannya
di bidang politik akan menurunkan perhatiannya terhadap
pesantren dan tugas utamanya sebagai pembina santri
terabaikan, sehingga kelangsungan aktivitas pesantren
menjadi terbengkalai.131
Dengan demikian jelas bahwa posisi kepemimpinan kiai
adalah posisi yang sangat menentukan kebijaksanaan di
semua segi kehidupan pesantren, sehingga cenderung
menumbuhkan otoritas mutlak, yang ada hakikatnya justru
berakibat fatal. Namun profil kiai di atas pada umumnya
hanyalah terbatas pada kiai pengasuh pesantren tradisional
131 Imam Sibawaihi, “Pola Kepemimpinan Kiai Dalam Pendidikan Pesantren
(Penelitian di Pondok Pesantren As-syi‟ar Leles),”Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907-932X.
62
yang memegang wewenang (otoritas) mutlak dan tidak boleh
diganggu oleh pihak manapun. Sedangkan kiai-kiai di
pesantren salaf atau modern tidak sedemikian otoritas.132
2) Kepemimpinan kolektif
Model kepemimpinan kolektif atau yayasan tersebut
menjadi solusi strategis. Beban kiai menjadi ringan karena
ditangani bersama sesuai dengan tugas masing-masing. Kiai
juga tidak terlalu menanggung beban moral tentang kelanjutan
pesantren di masa depan. Sebagai pesantren yang pernah
menjadi paling berpengaruh se-jawa-madura, pada 1984
pesantren Tebuireng mendirikan yayasan Hasyim Asy‟ari yang
mengelola seluruh mekanisme pesantren secara kolektif.
Namun demikian. Tidak semua kiai pesantren merespon
positif solusi tersebut. Mereka lebih mampu mengungkapkan
kelemahan-kelemahan yang mungkin timbul dibandingkan
kelebihannya.
Keberadan yayasan dipahami sebagai upaya
menggoyahkan kepemimpinan kiai, padahal keberadaan
yayasan justru meringankan beban baik akademik maupun
moral. Kecenderungan untuk membentuk yayasan teryata
hanya diminati pesantren-pesantren yang tergolong modern,
belum berhasil mengikat pesantren tradisional. Kiai pesantren
tradisional cenderung lebih otoriter dari pada kiai pesantren
modern. Pesantren memang sedang melakukan konsolidasi
organisasi kelembagaan, khususnya pada aspek
kepemimpinan dan manejemen.
Secara tradisional, kepemimpinan pesantren dipegang
oleh satu atau dua kiai, yang biasanya merupakan pendiri
pesantren bersangkutan. Tetapi karena diversifikasi
pendidikan yang terselenggarakan, kepemimpinan tunggal kiai
132
Arifin H.M, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 23.
63
tidak memadai lagi. Banyak pesantren kemudian
mengembangkan kelembagaan yayasan yang pada dasarnya
merupakan kepemimpinan kolektif.
Konsekuensi dan pelembagaan yayasan itu adalah
perubahan otoritas kiai yang semula bersifat mutlak menjadi
tidak mutlak lagi, melainkan bersifat kolektif ditangani bersama
menurut pembagian tugas masing-masing individu, kendati
peran kiai masih dominan. Ketentuan yang menyangkut
kebijaksanaan pendidikan merupakan konsensus semua
pihak. Yayasan memiliki peran yang cukup besar dalam
pembagian tugas yang terkait dengan kelangsungan
pendidikan.
3) Kepemimpinan demokratis
Bergesernya pola kepemimpinan individual kekolektif
pesantren membawa perubahan yang mestinya tidak kecil.
Perubahan tersebut menyangkut kewenangan kiai serta
partisipasi para ustaz dan santri, nuansa baru semakin
menguatnya partisipasi ustaz berdampak timbulnya sistem
permasalahannya tidak sederhana.133
b. Konsep Mutu
Mutu atau kualitas tingkatan baik buruknya sesuatu, juga
berarti derajat atau tarap kepandaian, kecakapan dan
sebagainya134 gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan135 mengandung makna sesuatu yang dapat
diamati dan dilihat dan sesuatu yang tidak dapat diamati atau
133As-suwai dan M.Thariq dan U.Basyaril Faishal, Mencetak Pemimpin (Jakarta:
Penerbit Khalifa, 2006), 45. 134
Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia (Bandung: Fokusmedia, 2013),
227. 135
Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah: Konsep Dasar (Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012), 28.
64
dilihat, tetapi dapat dirasakan136 diistilahkan dengan:“quality”
(inggris)137, “j datun”(Arab)138 sesuatu dikatakan bermutu pasti
bernilai baik atau mengandung nilai baik, sebaliknya tidak bermutu
mengandung makna kurang baik.
Batasan di atas menunjukkan bahwa kualitas selalu fokus
pada pelanggan, konteks pendidikan dikatakan bermutu apabila
output nya baik, personel yang ada di dalamnya baik, gedungnya
biak. Untuk memberikan tanda bahwa sesuatu itu baik atau
bermutu atau tidak, biasanya memberikan simbol-simbol atau
gelaran tertentu misalnya sekolah unggulan, sekolah teladan,
sekolah favorit, sekolah model dan sebagainya.139
Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka konsep mutu absolut
bersifat elite karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang dapat
memberikan pendidikan dengan high quality kepada siswa, dan
sebagian besar siswa tidak dapat menjangkaunya. Dalam
pengertian relatif, mutu bukanlah suatu atribut dari suatu produk
atau jasa, tetapi sesuatu yang berasal dari produk atau jasa itu
sendiri. Dalam konsep ini, produk yang bermutu adalah yang
sesuai dengan tujuannya.
Dari sisi pelanggan, mutu adalah kepuasan pelanggan, sejauh
mana ia mampu memberikan kepuasan kebutuhan dan keinginan
pelanggan atau bahkan melebihi, karena kepuasan dan keinginan
merupakan sesuatu yang abstrak maka kualitas ini disebut
kualitas dalam sudut pandang quality in perception.140
136
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 52.
137John M, Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris Ed. Ketiga;
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), 430 138
Toni Pransiska, Kamus Indonesia-Arab Al-Mujaz (Yogyakarta: Diva Press, 2014), 171.
139 Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Penigkatan
Mutu Pendidikan Islam (Jakarta: Teras, 2012), 41-42. 140
Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education (IRCiSoD, 2012), 51-55.
65
Untuk mewujudkan kualitas mutu lulusan diperlukan program
peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik. Empat
tehnik tersebut adalah review, benchmarking, quality assurance,
dan quality control.
1) School review
School reviewa dalah proses yang dilaksanakan oleh
seluruh komponen sekolah dalam mengadakan kerjasama
dengan tenaga ahli, masyarakat dan orang tua dalam rangka
mengevaluasi sekaligus menilai terkait efektivitas dari sekolah
berikut mutu lulusannya output. School review ini berfungsi
untuk mengadakan perbaikan sekolah di tahun yang akan
datang.
School review merupakan suatu proses di mana seluruh
komponen pesantren bekerja sama dengan pihak orang tua
dan tenaga profesional untuk menganalisis, mengevaluasi,
dan menilai terhadap efektivitas pesantren serta mutu lulusan.
School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti: apakah yang dicapai pesantren sesuai
dengan harapan orang tua dan santri sendiri? Bagaimana
prestasi santri? Faktor apa yang menghambat upaya untuk
meningkatkan mutu? Apakah faktor-faktor pendukung yang
dimiliki pesantren? School review akan menghasilkan
rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan
dan prestasi santri, serta rekomendasi untuk pengembangan
program tahun mendatang.141
2) Benchmarking
Benchmarking adalah cara yang digunakan untuk
menetapkan standar dan target yang akan dicapai dari mutu
dalam suatu periode tertentu. Penerapan benchmarking dalam
dunia pendidikan berfungsi untuk mengetahui ancaman,
141
Minarti, Manajemen Sekolah, 350-351.
66
tantangan, kelemahan, keunggulan dan prestasi lembaga
pendidikan atau sekolah baik internal maupun eksternal.
Benchmarking ini juga terus mengadakan perbaikan terus
menerus (continuous improvement) dalam mewujudkan
pendidikan yang bermutu menuju lulusan (output) yang
berkualitas.
Sedangkan benchmarking merupakan suatu kegiatan
untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai
dalam suatu periode tertentu.142 Benchmarking dapat
diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga
melalui tiga pertanyaan mendasar, yaitu: seberapa baik
kondisi kita saat ini? Harus menjadi seberapa baik kita ini?
Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? Untuk
mewujudkan hal tersebut dapat ditempuh dengan langkah-
langkah, yaitu: 1) menentukan fokus; 2) menentukan
aspek/variabel/indikator; 3) menentukan standar mutu; 4)
membandingkan standar tersebut dengan kemampuan yang
dimiliki; 5) menentukan gap/kesenjangan yang terjadi; 6)
merencanakan target; dan 7) merumuskan cara-cara dan
program-program untuk mencapai target tersebut.
3) Penjaminan mutu (quality assurance)
Penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan adalah
seluruh kegiatan terencana dan sistematis yang
diimplementasikan di dalam sistem mutu yang mempelajari
tentang proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pendidikan dalam proses pengelolaan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain
yang berkepentingan memperoleh kepuasan akan produk
atau layanan yang diberikan.
142
Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, 206.
67
Penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan
merupakan kegiatan sistematik dan terpadu oleh satuan atau
program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakat
untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa
melalui pendidikan.143
Adapun quality assurance merupakan suatu teknik untuk
menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung
sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat
dideteksi ada atau tidaknya penyimpangan yang terjadi pada
proses, dan ada tidaknya layanan yang tidak prima. Teknik ini
menekankan pada monitoring yang berkesinambungan dan
melembaga, menjadi subsistem pesantren. quality assurance
akan menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik
bagi pesantren serta memberikan jaminan untuk orang tua
santri bahwa pesantren senantiasa memberikan pelayanan
terbaik bagi santri.144
Untuk melaksanakan quality assurance, pesantren harus
menekankan pada kualitas hasil belajar, hasil kerja santri
dimonitor terus menerus, informasi dan data dari pesantren
dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki proses di
pesantren, dan semua pihak harus memiliki komitmen secara
bersama mengevaluasi kondisi pesantren yang kritis dan
berupaya untuk memperbaiki.
4) Kontrol mutu (quality control)
Kontrol mutu atau yang biasa dikenal dengan quality
control adalah suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan
standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang
143
Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 129.
144 Minarti, Manajemen Sekolah, 352.
68
jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan
kualitas yang terjadi145 Dalam melaksanakan kontol mutu ini
diperlukan adanya kerjasama antara pihak lembaga
pendidikan dengan kementrian terkait serta peran aktif dari
masyarakat.
Pengendalian mutu adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh sekolah untuk mengendalikan laju atau jalannya mutu
sesuai dengan kemampuan masing-masing lembanga
pendidikan. Dalam mengontrol mutu kita juga harus
melakukan kendali mutu. Kontrol mutu pendidikan dapat
diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali
mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan
adalah model PDCA (plan, do, check, action) yang akan
menghasilkan pengembangan berkelanjutan mutu pendidikan
(education quality). Pada tahap check terdapat titik kendali
mutu di mana dalam titik ini setiap pelaksana pendidikan di
sekolah harus mengaudit hasil pelaksanaan tugasnya dengan
standar mutu yang telah ditetapkan.
Setiap lembaga pendidikan termasuk pesantren selalu
berusaha untuk mengendalikan mutu sesuai dengan keadaan
dan kemampuan masing-masing lembaga pendidikan. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah dalam usaha pengendalian
mutu itu sendiri. Usaha pengendalian mutu sekolah dapat
dilakukan dengan: Pertama, pengendalian mutu tidak dapat
menghasilkan suatu manfaat yang optimal. Kedua, usaha
tersebut merupakan suatu kegiatan manajemen ilmiah yang
ditujukan kepada sasaran tertentu dengan mengikuti siklus
manajemen. Ketiga, pengendalian mutu merupakan usaha
memperbaiki kualitas lulusan (output). Keempat, pengendalian
145
Juran, J.M., Quality Planning and Analysis, 3rd Edition (New York: MC-Graw Hill Book Inc ,1989), 165.
69
mutu merupakan usaha untuk mengikuti siklus manajemen
yang di kemukakan oleh Deming dengan mempertimbangkan
unsur 5 M. Unsur 5 M tersebut yaitu: manusia (man), mesin
(machine), bahan (material), uang (money), dan metode.
Quality control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan kualitas luaran yang tidak sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Quality control memerlukan
indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat
ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi sekecil apa
pun.146 Quality control merujuk pada deteksi dan eleminasi
komponen-komponen atau hasil akhir suatu produk yang tidak
sesuai dengan standar.147
Berdasarkan teknik tersebut dapat dikemukakan bahwa
desain perbaikan mutu pendidikan pesantren mengaplikasikan
sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data
kuantitatif-kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen
pesantren untuk secara berkesinambungan meningkatkan
kapasitas dan kemampuan organisasi pesantren guna
memenuhi kebutuhan santri dan masyarakat.
Ada beberapa prinsip mutu dilihat dari ISO148 yaitu:
1) Fokus pada pelanggan (customer focus)
Organisasi bergantung pada pelanggan, oleh karena itu
manajemen organisasi harus memahami kebutuhan
pelanggan di masa seakarang dan akan datang, harus
memenuhi kebutuhan pelanggan dan giat berusaha melebihi
ekspektasi customer.
2) Kepemimpinan (leadershif)
Pemimpin organisasi harus mempunyai visi, tujuan dan
146 Prim Masrokan, Manajemen, 162.
147 Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), 521, dan Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, 58. 148
Saul Purwoyo, “8 Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu,” diakses dari saulpurwoyo. tripod.com/id1.html, pada tanggal 12 September 2020 pukul 19.30 WIB.
70
arah organisasi yang sama, menciptakan dan memelihara
lingkungan internal agar orang-orang dapat terlibat secara
maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.
Semua pegawai atau karyawan pada semua level
merupakan unsur yang sangat urgen dalam sebuah organisasi
dan keterlibatan personel tersebut akan memungkinkan
kemampuan dan keberadaan mereka bermanfaat untuk
organisasi.
3) Pendekatan proses (process orientation)
Keterlibatan semua sumber daya akan memudahkan
ketercapaian hasil yang diinginkan apabila dikelola dengan
baik. Proses adalah integrasi sekuensial dari orang, marterial,
metode, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan guna
menghasilkan nilai lebih output pelanggan.
4) Pendekatan sistem terhadap manajemen (system
approach to management)
Pemahaman, manajemen dan pengidentipikasian adalah
suatu keterkaitan sebagai suatu sistem, ia akan memberikan
konstribusi pada efektivitas dan efesiensi organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
5) Peningkatan terus-menerus (continual inprovement)
Adalah suatu proses yang konsent pada upaya secara
kontiniu meningkatkan efektivitas dan efesiensi organisasi
untuk memenuhi kebijakan dan tujuan organisasi. Untuk
meningkatkan secara terus menerus membutuhkan
konsolidasi progresif, peka terhadap perkembangan
kebutuhan dan keinginan pelanggan dari sistem manajemen
mutu.
6) Pendekatan faktual dalam membuat keputusan (factual
approach to decesion making)
Unntuk merumuskan keputusan yang efektif harus
71
berdasarkan pada analisis faktual dan informamsi untuk
mengantisipasi munculnya akar masalah, sehinggalah
persoalan kualitas dapat diselesaikan secara efektif dan
efesien.
7) Hubungan pemasok yang saling menguntungkan
(mutually beneficial supplier relationship)
Organisasi dan pemasok saling berkaitan dan suatu
hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan
kemampuan bersama dalam menghasilkan nilai tambah.
komponen mutu adalah bagian yang wajib ada dalam
mewujudkan mutu, merupakan bagian pendukung dan
menjadi prasyarat dimilikinya mutu, komponen yang dimaksud
adalah 1)kepemimpinan yang berorientasi pada mutu; 2)
pendidikan dan pelatihan, 3) struktur pendukung 4)
komunikasi 5) ganjaran dan pengakuan serta 6)
pengukuran”.149
Semua komponen tersebut sangat penting dan saling
keterkaitan antara satu dan lainnya. Dalam merumuskan
keputusan, seorang leader harus menggunakan data dan
bukan hanya opini, pendidikan dan pelatihan berkonstribusi
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan untuk perbaikan
mutu dan mencari solusi dari berbagai masalah. Seoarang
leader memerlukan dukungan bawahan untuk bekerjasama
melakukan perubahan dan strategi dalam pencapaian mutu.
Komitmen yang sungguh-sungguh diperlukan dalam
upaya perbaikan mutu, karyawan dan staff yang berhasil
dalam pencapaian mutu wajib diakui dan diberikan reward
agar dapat menjadi panutan bagi karyawan yang lain. Data
149
I Ketut Putra, J., “Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah,” diakses dari http://www.kompasiana.com, pada tanggal 17 September 2020 pukul 19.45 WIB.
72
dari hasil pengukuran tentang pelanggan dan penilaian kerja
yang akurat menjadi informasi yang sangat urgen dalam
upaya menetapkan proses pengelolaan mutu.
c. Meningkatkan Mutu Hafalan
Tingkat adalah kata dasar dari kata peningkatan, yang berarti
cara, proses, perbuatan atau usaha dan kegiatan meningkatkan150
peningkatan adalah segala proses, cara, metode dan segala kegiatan
untuk meningkatkan mutu hafalan Al-Qur‟an.
Mutu diartikan (ukuran) baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau
derajat dan kualitas. Mutu adalah kemampuan yang dimiliki oleh
satuan produk atau jasa, yang dapat memenuhi kebutuhan atau
harapan kepuasan pelanggan.151
Kualitas termasuk kata benda yang berarti kadar, mutu, tingkat
baik buruknya sesuatu (tentang barang dan sebagainya): tingkat,
derajat atau taraf kepandaian, kecakapan dan sebagainya.152
Hafalan secara bahasa berasal dari bahasa Arab hafiz yaitu ḥ fiẓ-
yaḥfaẓu-ḥifẓan yang artinya yaitu memelihara, menjaga, menghafal.153
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menghafal merupakan telah
berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (tanpa
melihat buku atau catatan lain).154
Jadi, mutu hafalan Al-Qur‟an adalah nilai yang menentukan baik
atau buruknya ingatan hafalan Al-Qur‟an seseorang secara
keseluruhan, menghafal dengan sempurna sesuai dengan kaidah/
tajwid, kefasihan, serta senantiasa menekuni, merutinkan,
mencurahkan segenap tenaganya terus-menerus dan sungguh-
sungguh dalam menjaga hafalan dari lupa.
150
Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 1060. 151
Khoirul Anwar, Peran Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Ta‟dibuna. Vol. 1, No. 1, 2018, 44.
152 Anonim, Kamus 603.
153 Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2007), 105. 154
Anonim, Kamus, 381.
73
Dalam kontek peningkatan mutu hafalan, dikatakan bermutu
apabila bacaannya sesuai dengan ilmu tajwid, fasih dan lancar
bacaannya. Usaha untuk mencapai mutu hafalan, yaitu;
1) Takhmis, tasbi„ tasy„ir Al-Qur‟an yaitu menghatamkan setiap 5,
7,atau 10 hari sekali
2) Mengkhususkan mengulang-ulang (satu juz selama seminggu)
sambil melakukan muraja‟ah secara umum
3) Mengkhatamkan muraja‟ah hafalan satu bulan sekali
4) Takr r dalam salat
5) Konsentrasi melakukan muraja‟ah terhadap lima juz terlebih
dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.155
Sa‟adullah, menjelaskan cara memelihara dan meningkatkan
mutu hafalan sebagai berikut:
a. Cara memelihara hafalan yang belum khatam 30 juz
1) Takrir individual untuk menambah hafalan, sementara hafalan
yang baru harus ditakrir dua kali dalam satu minggu,
sementara hafalan yang lama harus ditakrir setiap hari atau
dua hari sekali
2) Takrir dalam salat, baik ketika menjadi imam atau ketika salat
sendirian
3) Takrir bersama orang yang menghafal Al-Qur‟an dengan cara
bergantian dan saling sima‟i
4) Takrir dihadapan guru, seorang penghafal Al-Qur‟an harus
selalu menghadap guru untuk takrir hafalan yang sudah
disetorkan, materi takrir harus lebih banyak dari hafalan baru,
yaitu satu banding sepuluh.
b. Cara memelihara hafalan yang sudah khatam 30 juz
1) Istiqamah takrir dalam salat
2) Istiqamah takrir di luar salat
3) Istiqamah takrir khatam satu minggu.156
155
Qosim, hafalan Al-Qur‟an, 141-142.
74
Adapun strategi-strategi yang diperlukan untuk meningkatkan
kualitas hafalan157 yaitu:
a. Strategi pengulangan ganda untuk mencapai tingkat
hafalan yang baik, tidak cukup dengan sekali proses
hafalan saja. Salah besar apabila seorang menganggap
dan mengharap dengan sekali saja menghafal ia akan
menjadi seorang yang hafal Al-Qur‟an dengan baik dan
lancar. Justru pemikiran yang seperti ini adalah pemikiran
dan anggapan yang salah besar yang hanya akan
menimbulkan kekecewaan jika hafalan yang didapatkan
tidak sesuai dengan harapannya. Rasulullah sendiri telah
menyatakan dalam sebuah hadisnya bahwa ayat-ayat
Al-Qur‟an itu sendiri lebih gesit dari pada unta, dan mudah
lepas dari pada unta yang sudah diikat dan masih mudah
lepas. Untuk menanggulangi masalah seperti ini dan agar
hafalan tidak mudah lepas maka diperlukan sistem
pengulangan ganda. Misalnya, jika pada waktu pagi hari
telah mendapatkan hafalan satu muka, maka untuk
mencapai tingkat kemampuan hafalan yang mantap, perlu
pada sore harinya diulang kembali menghafalkannya.
Semakin banyak pengulangan maka semakin kuat
peletakan hafalan itu dalam ingatannya, lisanpun akan
membentuk gerak refleks sehingga seolah-olah ia tidak
berfikir lagi untuk menghafalkannya, sebagaimana orang
membaca surat al- tiḥah. Karena sudah terlalu sering ia
melafalkan surat tersebut maka surat itu sudah menempel
di lidahnya sehingga mengucapkannya adalah gerak
refleksi.
156
Sa‟dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Gema Islami, 2008), 87-89.
157Ahsin W. Al-Hafid, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: AMZAH,
2008), 67-73.
75
b. Tidak beralih ke ayat berikutnya sebelum benar-benar
hafal. Pada dasarnya kecenderungan seseorang dalam
menghafal Al-Qur‟an adalah cepat selesai, atau cepat
mendapat sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan
proses menghafal sendiri itu tidak stabil. Karena
kenyataannya antara ayat-ayat Al-Qur‟an itu ada sebagian
yang mudah dihafal, dan ada pula sebagian darinya yang
sulit menghafalkannya. Sebagai akibat dari
kecenderungan yang demikian akan menyebabkan
banyak ayat-ayat yang terlewati. Oleh sebab itu, memang
dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan kecermatan dan
ketelitian dalam mengamati kalimat-kalimat dalam suatu
ayat yang hendak dihafalkannya, terutama pada ayat-ayat
yang panjang. Yang perlu diingat, jika menghafalkannya
dengan banyak ayat yang ditinggalkan atau dilompati,
justru akan menjadi beban tambahan dalam proses
menghafal. Oleh karena itu, hendaknya penghafal tidak
beralih ke ayat selanjutnya sebelum melancarkan ayat
yang sedang dihafalkannya walaupun sulit. Biasanya,
ayat-ayat yang sulit dihafal akhirnya dapat dikuasai
walaupun dengan pengulangan yang sebanyak-
banyaknya, akan memiliki peletakan hafalan yang baik
dan kuat, tentunya karena banyak mengulang.
c. Menghafal urutan ayat yang dihafalkannya dalam satu
kesatuan jumlah, setelah benar-benar hafal ayatnya.
Untuk memudahkan proses ini hendaknya memakai Al-
Qur‟an yang memiliki tanda visual:158setiap juz terdiri dari
10 lembar yang dimulai dengan awal ayat dan diakhiri
akhit ayat dalam setiap halamannya.
d. Menggunakan satu jenis mushaf, Karena seseorang yang
158
Ahsin, Bimbingan Praktis, 68.
76
sudah hafal Al-Qur‟an sekalipun akan terganggu dan agak
kesulitan jika tidak memakai mushaf yang biasa dipakai
olehnya ketika proses menghafalkannya. Untuk itu akan
lebih memberikan keuntungan untuk orang yang
menghafal Al-Qur‟an itu menggunakan satu jenis mushaf
saja.
e. Memahami (Pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya,
Memahami pengertian, kisah atau Asb bun Nuẓ l yang
terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya
merupakan unsur yang sangat mendukung dalam
mempercepat proses menghafal Al-Qur‟an. Pemahaman
itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan
pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa dan
struktur kalimat dalam suatu ayat. Dengan demikian,
maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan
memahami struktur bahasanya akan lebih banyak
mendapatkan kemudahan dari pada mereka yang tidak
mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab sebelumnya.
Dan dengan cara seperti ini, maka pengetahuan tentang
ul m Al-Qur‟ n akan banyak sekali terserap oleh para
penghafal ketika dalam proses menghafal Al-Qur‟an
f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa ditinjau dari aspek
makna, lafal dan susunan atau struktur bahasanya di
antara ayat-ayat dalam Al-Qur‟an banyak yang terdapat
keserupaan atau kemiripan antara satu dengan yang
lainnya.159 Ada yang benar-benar sama, ada pula yang
berbeda dalam dua, atau tiga huruf saja, ada pula yang
hanya berbeda susunan kalimatnya saja. Maka dari itu
ketika proses menghafalkan Al-Qur‟an sangat perlu untuk
diperhatikan dengan teliti.
159
Ibid, 70-72.
77
g. Disetorkan kepada pengampu yang menghafal dengan
dua sistem, yaitu sistem tradisional pesantren dan sistem
yang biasa ditempuh oleh pembinaan program menghafal
Al-Qur‟an
h. Memelihara hafalan setelah ayat dan halaman dihafal
secara keseluruhan, hal ini dimaksudkan agar hafalan
melekat dalam ingatan tanpa muraja‟ah.160
5. Perkembangan Pesantren Tahfiz
a. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pesantren
Pondok pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia,
awal mula perkembangan pondok pesantren di pelopori oleh
Sunan Ampel, yang kemudian dikembang oleh sunan Giri. Pada
zaman dahulu pondok pesantren digunakan sebagai tempat untuk
berdakwah oleh para Sunan. Pondok pesantren berasal dari kata
pondok dan pesantren. Pondok berasal dari bahasa Arab yaitu
funduk yang berarti rumah penginapan atau hotel. Sedangkan
istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang
berarti tempat santri. Menurut H.M. Ridlwan Nasir, pondok
pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan agama islam.161
Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasinya,
antara lain: pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang
memberikan pendidikan dan menyebarkan ilmu agama Isam.
Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren.
Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab
yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam
pesantren Indonesia, khususnya di pulau Jawa lebih mirip dengan
pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan
160
Ibid, 72. 161
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 80-81.
78
sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang
merupakan asrama bagi santri.
Sedangkan istilah pesantren secara etimologi asalnya pe-
santri-an yang berarti santri. Santri atau murid mempelajari agama
dari seorang kiai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok
pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan agama dan Islam. Pondok pesantren juga berarti
suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang
pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan
dengan cara non klasikan, tetapi dengan sistem bendongan dan
sorogan.162
Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat
sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang
atau beberapa kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik
serta independen dalam segala hal.163
Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman
perilaku sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren di tengah-
tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat
pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai
pusat penyebaran agama Islam.164
Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak
162
Ibid, 82. 150
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 109. 164
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2012), 2.
79
hanya unik dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik
dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup
yang ditempuh, struktur pembagian kewenangan, dan semua
aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Oleh
sebab itu, tidak ada definisi yang dapat secara tepat mewakili
seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok
memiliki keistimewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh
pondok pesantren lainnya.
Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu pondok pesantren
memiliki persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim
disebut sebagai ciri pondok pesantren, dan selama ini dianggap
dapat mengimplikasi pondok pesantren secara kelembagaan.
Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai pondok
pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya 5 unsur, yaitu:
kiai, santri, pengajian kitab kuning, asrama, dan masjid dengan
segala aktivitas pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya.
Persamaan lain yang terdapat pada pondok pesantren adalah
bahwa semua pondok pesantren melaksanakan 3 fungsi kegiatan
yang dikenal dengan Tri Darma pesantren, yaitu: (1) peningkatan
keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT, (2)
pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan (3) pengabdian
terhadap agama, masyarakat dan Negara.165
b. Kategorisasi Pondok Pesantren
Awal mula berdirinya pondok pesantren itu ada dua jenis,
yaitu jenis pondok pesantren salafi atau tradisional dan khalafi
atau modern . Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Dhofier166 “pesantren ada dua macam yaitu pesantren salafi dan
pesantren khalafi...”. Seiring dengan perkembangan zaman,
165
Ismail SM., Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 174-175.
166 Nasir, Mencari Tipologi, 46.
80
pondok pesantren juga mengalami perkembangan.167 Menurut
H.M. Ridlwan Nasir ada lima klasifikasi pondok pesantren yaitu:
1. Pondok pesantren salaf atau klasik: yaitu pondok pesantren
yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan
sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf,
2. Pondok pesantren semi berkembang: yaitu pondok pesantren
yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan
sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan
kurikulum 90% agama dan 10% umum,
3. Pondok pesantren berkembang: yaitu pondok pesantren
seperti semi berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi
dalam bidang kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30%
umum. Di samping itu juga diselenggarakan madrasah SKB
Tiga Menteri dengan penambahan diniyah,
4. Pondok pesantren khalafi modern: yaitu seperti bentuk
pesantren berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap
lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain
diselenggarakan sistem sekolah umum dengan penambahan
diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik
umum maupun agama) bentuk koperasi dan dilengkapi
dengan takhasus (bahasa Arab dan Inggris),
5. Pondok pesantren ideal: yaitu sebagaimana bentuk pesantren
modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih
lengkap, terutama bidang ketrampilan yang meliputi pertanian,
teknik, perikanan, perbankan dan benar-benar memperhatikan
kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus
kepesantrenannya yang masih relevan dengan kebutuhan di
masyarakat/perkembangan zaman. Dengan adanya bentuk
tersebut diharapkan alumni pondok pesantren benar-benar
berpredikat khalifah fil arḍi.
167
Ibid, 87.
81
Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat
pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan,
sejauh mana sebuah pondok pesantren tetap mempertahankan
pendekatan individual atau kelompok, dan sejauh mana pondok
pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih
mengedepankan klasikal.168 Dari berbagai tingkat konsistensi
dengan sistem lama dan keterpengaruhan dengan sistem modern,
secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke
dalam 3 bentuk, yaitu:169
a. Pondok pesantren salafiyah/tradisional, pembelajaran ilmu-
ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok
dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab.
Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi
berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan cara ini
santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.
b. Pondok pesantren khalafiyah/‟ashriyah atau biasa disebut
modern. Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan dengan pendekatan modern melalui satuan
pendidikan formal baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK),
maupun sekolah SD, SMP, SMA, atau SMK), atau nama
lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran yang
biasa dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan
dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu seperti
catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.
c. Pondok pesantren campuran atau kombinasi. Selain dengan
model pendekatan pendidikan tradisional atau modern, juga
tipologi berdasarkan konsentrasi-konsentrasi ilmu agama yang
diajarkan. Disini dikenal pesantren Al-Qur‟an yang lebih
168
Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Tangerang: PT. Daqu Bisnis Nusantara, 2017), 308.
169 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), 75.
82
berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur‟an, mulai qira‟ah
sampai tahfiz. Ada pesantren hadits, yang lebih
berkonsentrasi pada pembelajaran hadits.
Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada
tipologi agama tetapi tipologi yang dibuat berdasarkan
penyelenggaraan fungsinya sebagai lembaga pengembangan
masyarakat melalui program-program yang berfokus pada
pengembangan dalam kemandirian usaha, seperti: pesantren
pertanian, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis,
pesantren kelautan. Sistem pendidikan pondok pesantren dapat
diartikan serangkaian komponen pendidikan dan pembelajaran
yang saling berkaitan yang menunjang pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan oleh pondok pesantren.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang ditemukan, berkaitan dengan penelitian
ini, antara lain
Pertama, penelitian yang telah dilakukan oleh Abdul Hamid dalam
bentuk disertasi, tahun 2018, dengan judul penelitian “Manajemen
Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an pada Pondok Pesantren di Provinsi
Lampung.170
Temuan penelitian tersebut dari sisi pembelajaran diawali dengan
perencanaan, namun di tiga lokasi penelitian tidak ditemukan
pengembangan silabus dan RPP, hanya memiliki target hafalan yang
disesuaikan dengan santri dan kelompok program, berkaitan dengan
pengorganisasian bahan ajar, memiliki kesamaan, yaitu menggunakan
Al-Qur‟an pojok rasm uṡmani sebagai rujukan utamanya.
Dari sisi materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing dari pondok pesantren, dari sisi strategi pembelajaran,
170
Abdul Hamid, Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an pada pondok pesantren di Provinsi Lampung, Disertasi Tahun 2018, http:// repository. radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.
83
masing-masing menggunakan prinsip menghafal, menyetor, dan
mengulang hafalan, meskipun di tiga lokasi memiliki istilah yang
berbeda, namun secara prinsip sama.
Setiap ingin memulai pembelajaran, guru selalu melakukan
appersepsi dengan menanyakan keadaan santri, menanyakan hafalan
sebelumnya, serta memotivasi santri. Pada kegiatan inti masing-
masing memiliki corak dan warna yang berbeda, baik dari sisi isi
maupun bentuk evaluasi, berkisar pada kegiatan taḥsin, menghafal,
menyetor, dan mengulang hafalan, dan ditutup dengan refleksi
dengan mur ja„ah hafalan.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah terletak pada
pembahasan strategi pembelajaran tahfiz, yaitu masing-masing
menggunakan prinsip menghafal, menyetor, dan mengulang hafalan,
sementara yang membedakannya adalah permasalahan peningkatan
mutu tahfiz dari peran kepemimpinan kiai, perbedaan lainnya adalah
lokasi penelitian.
Kedua, penelitian yang telah dilakukan oleh Erni Zuliana,
Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif Sustainability
Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di
Provinsi Lampung).171 Disertasi tahun 2018. Dalam temuannya,
bahwa implementasi pengelolaan pondok-pondok pesantren alumni
Gontor di Lampung menggunakan pendekatan tripple bottom lines
prinsip dasar dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang terdiri dari tiga tipologi dasar yaitu; (1)
faktor ekonomi (economic factors), (2) faktor sosial (social factors), (3)
faktor lingkungan (environmental factors). Sedangkan dalam menjaga
keberlangsungannya (sustainalbility) dilakukan melalui penerapan
manajemen pendidikan yang mengacu pada prinsip plan, do, check,
dan action. Pada proses transformasi pengelolaan pondok pesantren
171
Erni Zuliana, Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif Sustainability Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di Provinsi Lampung), Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.
84
Gontor pusat dengan pondok alumni Gontor di Lampung yaitu adanya
hubungan kerjasama antara Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo dengan pondok-pondok alumni. Beberapa upaya yang
dilakukan pondok alumni Gontor dalam menjaga keberlanjutannya
yaitu dengan cara mengembangakan unit-unit usaha pesantren yang
dikelola oleh pihak pesantren, dengan mempunyai sejumlah unit
bisnis yaitu untuk memperkuat struktur perekonomian pondok
pesantren sedangkan kendala yang di hadapi yaitu; (a) minimnya
sarana dan prasarana (b) pendanaan kelembagaan (c) belum
diakuinya ijazah pesantren. Adapun faktor-faktor yang menentukan
keberlangsungan pondok-pondok pesantren alumni Gontor di
Lampung yaitu dengan cara menerapkan strategi “Adaptasi Grow”
dalam menjaga keberlanjutan pesantren. Strategi manajemen
“Adaptasi Grow” dalam penelitian ini merupakan sebuah tawaran teori
yang penulis kemas dalam sebuah gambaran pertumbuhan pada
sebuah pohon.
Relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas
manajemen pondok pesantren dan strategi pengembangannya,
sementara yang membedakannya ada pada penekanan
pembahasannya yaitu bagaimana menjaga keberlanjutannya dengan
cara mengembangkan unit-unit usaha pesantren yang dikelola oleh
pihak pesantren, sedangkan penelitian disertasi ini ada pada
peningkatan mutu hafalan santri.
Ketiga, disertasi yang disusun oleh Ahyar, tahun 2015 dengan
judul Manajemen Inovasi Pembelajaran pada Kelas Unggulan (Studi
Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram).172
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembelajaran yang unggul
akan menghasilkan lulusan yang unggul. Kelas unggulan merupakan
salah satu bentuk inovasi pembelajaran dalam upaya melahirkan
172
Ahyar, Manajemen Inovasi Pembelajaran Pada kelas Unggulan (Studi Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram), Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/3587/.
85
lulusan madrasah yang bermutu. Keberadaan kelas unggulan dapat
meningkatkan daya saing madrasah, membangun popularitasnya, dan
posisi tawar madrasah sebagai madrasah unggul semakin kuat.
Untuk meningkatkan daya saing madrasah tersebut sebagai
madrasah yang unggul diperlukan inovasi pembelajaran dengan
manajemen yang tepat. Untuk itu, penelitian ini bertujuan
menemukan: (1), konsep inovasi pembelajaran, (2), implementasi
fungsi-fungsi manajemen inovasi pembelajaran dan (3), implikasi
manajemen inovasi pembelajaran.
Hubungan dengan penelitian disertasi ini adalah dari segi
penerapan fungsi-fungsi manajemen, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan
perbedaannya ada pada pembahasannya terkait dengan inovasi
pembelajaran dan kelas unggulan serta tidak membahas masalah
program tahfiz.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Sulhan, tahun
2015, dengan judul Manajemen Pendidikan Karakter dalam
Mewujudkan Mutu Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah
Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram.173
Pendidikan bermutu dihasilkan oleh proses yang bermutu. Melalui
pembentukan/pengembangan nilai-nilai karakter yang
diinternalisasikan menjadi pribadi yang unggul akan menghasilkan
mutu lulusan yang unggul. Untuk menghasilkan mutu lulusan yang
berkarakter unggul dibutuhkan manajemen, baik perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan yang efektif. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis dan menemukan: (1) konsep mutu pendidikan
melalui nilai-nilai karakter yang dikembangkan di MA Dakwah
Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram,
untuk menemukan (2) model perencanaan, pelaksanaan dan
173
Ahmad Sulhan, Manajemen Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Mutu Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram, Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/10032/.
86
pengawasan pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di
MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2
Mataram, (3) implikasi model manajemen pendidikan karakter dalam
mewujudkan mutu lulusan di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri
Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) konsep mutu
pendidikan yang berkarakter adalah: (a) mutu pendidikan berkarakter
akademik excellent dan religius awareness, (b) nilai-nilai akademik
excellent, nilai: kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, komunikatif,
kontrol diri, dan nilai-nilai religius awareness, nilai: religius, keikhlasan,
keteladanan, mencintai kebaikan, (c) menggunakan prinsip
keterpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action melalui
pendekatan keteladanan dan pendekatan sistem; (2) model
perencanaan pendidikan karakter dilandasi model yang sistemik-
integratif. Model pelaksanaannya menggunakan habitualisasi
(pembiasaan), personifikasi, model keteladanan perilaku seseorang
(role model), pengintegrasian kegiatan dan program ekstrakurikuler,
intra dan ko-kurikuler dan pembentukan lingkungan (bi‟ah) yang
kondusif. Model pengawasan menggunakan manajemen kontrol
internal melalui tata tertib dan buku attitude, dan eksternal melalui
home visit;
Relevansi dengan penelitian ini adalah terkait dengan manajemen
dan peningkatan mutu yang berkarakter, konsep mutu pendidikan
yang berkarakter, nilai-nilai akademik excellent, nilai: kejujuran,
kedisiplinan, tanggung jawab, komunikatif, kontrol diri, dan nilai-nilai
religius awareness, nilai: religius, keikhlasan, keteladanan, mencintai
kebaikan, menggunakan prinsip keterpaduan moral knowing, moral
feeling dan moral action melalui pendekatan keteladanan. Perbedaan
penelitian ini adalah dari segi lokasi penelitian, penelitian ini dilakukan
di MA dan SMA bukan di pondok pesantren, tidak juga membahas
masalah program tahfiz.
87
Kelima, penelitian oleh Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-
Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren
Raudhatul Amin Kandangan tahun 2017.174 Penelitian ini
menunjukkan bahwa aspek konteks hasil wawancara tingkat
kebutuhan program bagi santri sangat tinggi karena perkembangan
generasi tahfiz sudah mulai sedikit. Dukungan yang diberikan dari
pihak pemerintah, masyarakat, maupun kondisi objektif sosial religinya
besar. Aspek input setelah dilakukan analisis data aspek masukan
sub variabel kesiapan peserta didik menunjukkan frekuensi 3.32
(kategori sangat baik). Hasil kesiapan guru ditemukan terdapat 3
orang pengajar yang sudah memiliki pengalaman mengajar rata-rata
diatas 5 tahun dan sudah memenuhinya rasio perbandingan jumlah
siswa dan guru 15/1. Hasil analisis data kesiapan sarana dan
prasarana persepsi guru rerata 3.04 (interpretasi baik), sadapun
persepsi siswa rentan skor rerata 3.20 (interpretasi baik). Aspek
proses dari hasil analisis data proses untuk sub variabel partisipasi
siswa menurut persepsi guru memiliki rerata 3.33 (interpretasi sangat
baik), sedangkan persepsi siswa rerata 3.37 (interpretasi sangat baik).
Dari hasil analisis data proses untuk sub variabel penguasaan guru
persepsi guru menunjukkan bahwa terdapat rerata 3.35 (interpretasi
sangat baik), sedangkan persepsi siswa tentang penguasaan guru
terdapat nilai rerata 3.30 (interpretasi sangat baik). Aspek produk hasil
aspek produk program tahfiz menunjukkan rerata 3.30 (interpretasi
baik).
Relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas
tentang program tahfiz di pondok pesantren, sedangkan
perbedaannya adalah dari segi pembahasan yang lebih menekankan
pada ketertarikan siswa, orang tua, dan pemerintah dari program
tahfiz ini.
174
Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren Raudhatul Amin Kandangan, Disertasi Tahun 2017, http://idr.uin-antasari.ac.id/9837/3/AWAL.pdf.
88
Keenam, penelitian oleh Kussrinaryanto tahun 2014 dengan judul
“Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa Arab Santri
Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Darul Qur‟an
semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran
2013/2014”175. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
hubungan tahfiz Al-Quran dengan prestasi belajar bahasa Arab santri
di SMP PPPA Darul Qur‟an semester gasal Sanggir Paulan Colomadu
Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil analisis data
pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tahfiz Al-Quran dengan bahasa Arab santri di SMP
PPPA Darul Qur‟an semester gasal Sanggir Paulan Colomadu
Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terbukti dari hasil
analisis korelasi yang memperoleh> yaitu 0,518 > 0,334 diterima pada
taraf signifikansi 5%. Nilai koefisiensi bernilai positif (0,518), hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara tahfiz Al-Quran dengan bahasa
Arab bermakna positif, artinya jika tahfiz Al-Quran semakin meningkat,
maka prestasi bahasa Arab santri semakin meningkat pula.
Relevansi dengan penelitian ini adalah dari pembahasan program
tahfiz di pondok pesantren, hanya saja fokus pembahasannya ada
pada hubungan antara program tahfiz dengan pembelajaran Bahasa
Arab di pondok pesantren.
Ketujuh, Penelitian oleh Rabia Julaizah tahun 2015. Berjudul
“Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP Tahfizul Qur‟an
An-Najah Cindai Alus Martapura, Pondok Pesantren Darul Hijrah
Putra Cindai Alus Martapura Dan SMPIT Ukhuwah Banjarmasin”176
pada Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari
175
Kussrinaryanto, Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa Arab Santri Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Daarul Qur‟an semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014, Disertasi Tahun 2014, http://eprints.ums.ac.id/29071/1/00._HALAMAN_DEPAN.pdf.
176 Rabia Julaizah, Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP Tahfizul
Qur‟an An-Najah Cindai Alus Martapura, Disertasi Tahun 2015, https://idr.uin-antasari.ac.id/1590/.
89
Banjarmasin. Fokus masalah pada penelitian ini, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan faktor-faktor pendukung serta
penghambat pembelajaran tahfiz Al-Quran pada SMP Tahfizul Qur‟an
an-Najah Cindai Alus, Pondok Pesantren Darul Hijrah Putra dan
SMPIT Ukhuwah. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
kualitatif yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian Jl. Desa Cindai Alus
Rt.07 Rw.03 Kelurahan Cindai Alus Kecamatan Martapura Kabupaten
Banjar dan Jl. Bumi Mas Raya Komplek Bumi Handayani XII.A
Kelurahan Pemurus Baru Kecamatan Banjarmasin Selatan. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara
dan dokumentasi.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah sama-sama
membahas pengelolaan tahfiz di pondok pesantren dengan melihat
dari segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi,
sementara perbedaannya ada pada pembahasannya yaitu masalah
pembelajarannya yang masuk kepada program tahunan, program
semester, rencana pembelajaran, sedangkan penelitian ini fokus ke
pada program tahfiz dan peningkatan mutunya.
Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Tri Asih Yulianingrum
Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah Aliyah Tahfizul
Qur‟an Istiqamah Sambas Purbalingga, tahun 2021177. Penelitian ini
menemukan bahwa Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an di MA
Tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga antara lain: 1)
perencanaan program tahfiz Al-Qur‟an dilakukan melalui perencanaan
materi (breakdown target hafalan), perencanaan program,
perencanaan pendidik, dan perencanaan instrumen evaluasi program.
2) pengorganisasian dilakukan melalui pembagian tugas dan
tanggungjawab, pembuatan struktur program, pembuatan dokumen
177
Tri Asih Yulianingrum, Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah Aliyah tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga, Disertasi Tahun 2021, http://repository.iainpurwokerto.ac.id/10372/1/Tesis%20Tri%20Asih%20Yulianingrum%20181765011.pdf.
90
job description, prosedur mutu dan SOP. 3) pelaksanaan dan
penggerakan dilakukan melalui pembelajaran tahfiz AlQur‟an. 4)
evaluasi terhadap proses program tahfiz Al-Qur‟an dilakukan dengan
melakukan rapat koordinasi tahfiz Al-Qur‟an secara rutin, sedangkan
untuk evaluasi hasil dilakukan dengan pelaksanaan ujian-ujian tahfiz
peserta didik secara berjenjang. Pengawasan dilakukan melalui
proses audit internal dan supervisi program tahfiz.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah terletak pada
pembahasan tentang manajemen program tahfiz baik dari segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasinya,
hanya saja penelitian ini tidak mengaitkan dengan strategi
peningkatan mutu hafalah Al-Qur‟an.
Kesembilan, jurnal yang ditulis oleh Lia Ariani, Tontowi Jauhari,
Mulyadi dengan judul Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-
Qur‟an, di muat dalam jurnal ilmu dakwah tahun 2019.178 Hasil
penelitian mengambarkan bahwa Pondok Pesantren D rul ḥuff ẓ
menerapan empat fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, akan tetapi dapat
dikatakan fungsi manajemen belum berjalan secara maksimal,
terutama pada fungsi pengawasan atau evaluasi, kurang berjalannya
fungsi evaluasi menyebabkan banyak santri tidak mencapai target
yang telah ditetapkan.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah membahas
masalah manajemen tahfiz dengan melihat dari segi fungsi
manajemen, namun penelitian ini (jurnal) hanya fokus kepada
manajemennya saja tidak masuk pada strategi dan peran kiai dalam
meningkatkan mutu hafalan santri.
Kesepuluh, jurnal yang ditulis oleh Hamzah Kamaluddin, Syamsul
Hidayat dan Muhammad Ali dengan judul Manajemen Pembelajaran
178
Tontowi Jauhari, Mulyadi, “Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-Qur‟an,” jurnal ilmu dakswah, Tahun 2019, https//jurnal+ilmu+dakwah+tahun+2019&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.
91
Tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul
Iman Karanganyar, dimuat dalam profetika,179 Jurnal Studi Islam,
Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa manajemen pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Al-
Kahfi Surakarta dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar meliputi
perencanaan, pengorganisian, pelaksanaan, pengendalian, dan
evaluasi. Namun dalam penerapan manajemen tersebut terdapat
beberapa perbedaan yaitu: (1) Perencanaan. Di Pesantren Al-Kahfi
Surakarta target hafalan santri 5 juz, 3 juz, dan 2 juz per tahun.
Strategi yang ditempuh untuk mencapai target tersebut berupa
halaqoh sedangkan Pesantren Nurul Iman Karanganyar memiliki
target hafalan 30 juz dan 20 juz selama 3 tahun. Strategi yang
dilkukan ada lima tahap, standardisasi, tilawah, ziyadah, juziyah,
tasmi‟ dan muraja‟ah. (2) Pengorganisasian. Di Pesantren Al-Kahfi
Surakarta tidak ada musyrif marhala sedangkan di Pesantren Nurul
Iman Karanganyar terdapat musyrifah marhala yang
bertanggungjawab menyimak santri satu juz satu kali duduk sebagai
syarat pindah juz. (3) Pelaksaanaan. Di Pesantren Al-Kahfi tahapan-
tahapan dalam pembelajaran belum dijalankan dan juga dalam
menyetorkan hafalan para santri menyetorkan hafalan sesuai target
tanpa ada standar perpindahan ke juz berikutnya, sedangkan di
Pesantren Nurul Iman Karanganyar tahapan-tahapan dalam
pelaksanaan pembelajaran sudah dijalankan serta dalam
menyetorkan hafalan para santri menyetorkan hafalannya sesuai
dengan target dengan ada standar juziyah sebagai syarat untuk
pindah ke juz berikutnya. (4) Evaluasi. Dalam hal pelaksanaan
evaluasi pembelajaran tahfiz di Pesantren Al-Kahfi Surakarta,
penilaian diserahkan kepada masing-masing musyrif karena belum
179
Hamzah Kamaluddin, Syamsul Hidayat dan Muhammad Ali, “Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an Di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar,” Jurnal Studi Islam, Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85 https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika.
92
ada strandar penilaian yang jadi pedoman, sedangkan di Pesantren
Nurul Iman Karanganyar dalam pelaksaan evaluasi pembelajaran,
pemberian nilai didasarkan pada standar penilaian yang sudah
ditentukan sebelumnya yang tertuang dalam SOP pembelajaran tahfiz
Al-Qur‟an.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini ada pada manajemen
tahfiznya hanya saja jurnal ini fokus pada pembahasan
pembelajarannya bukan programnya dan hanya fokus pada planning,
organizing, controlling dan actuating.
Kesebelas, jurnal yang ditulis oleh Dudi Badruzaman Metode
Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Miftahul Huda II Kabupaten
Ciamis, Jurnal Humaniora, 2019180, dalam penelitian ditemukan
bahwa pondok pesantren Miftahul Huda II Kabupaten Ciamis
menggunakan berbagai metode dalam membina santrinya mengikuti
kegiatan tahfiz Al-Qur‟an, yaitu dengan cara; membaca secara cermat
ayat per-ayat Al-Qur‟an secara berulang-ulang (an- nazar), menghafal
ayat per-ayat secara berulang-ulang (al-wahdah), menyetorkan atau
mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru
(talaqqi), menghafal sedikit demi sedikit Al-Qur‟an yang telah dibaca
secara berulang-ulang (takrir) dan mendengarkan hafalan kepada
orang lain, baik kepada teman maupun kepada jama‟ah lain (tasmi„).
Relevansi dengan penelitian disertasi ini yaitu penelitian tahfiz Al-
Qur‟an di pondok pesantren, sementara perbedaannya adalah bahwa
penelitian jurnal ini ada pada metodenya saja tidak membahas
program dan strateginya.
Keduabelas, jurnal yang ditulis oleh Eva Fatmawati Manajemen
Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an, tahun 2019181 yang terbitkan dalam
180 Dudi Badruzaman, “Metode Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Miftahul
Huda II Kabupaten Ciamis,” Jurnal Humaniora, 2019, https://id. Qur%E2%80%99an+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Huda+II+Kabupaten+Ciamis%2C+Jurnal+Humaniora&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.
181 Eva Fatmawati, “Manajemen Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an,” Tahun 2019.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/isema.
93
jurnal ISEMA, dalam penelitiannya ditemukan bahwa Pondok
Pesantren Al-Ashr Al-Madani merupakan boarding school dengan
berbasis pada tahfizul Qur‟an. Perencanaan dilakukan dengan empat
tahapan seleksi, pengorganisasian dengan menentukan tugas dan
mekanisme dalam proses pembelajaran, pelaksanaan ditandai
dengan adanyan proses pembelajaran, pengawasan dengan
melakukan pemantauan melihat buku setoran santri dan mengabsen
santri, faktor pendukung ialah dari lingkungan pondok pesantren, yang
menghambat kurangnya istiqamah santri dalam menghafal Al-Qur‟an.
Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah sama-sama
membahas manajemen tahfiz Al-Qur‟an di pondok pesantren dengan
melihat fungsi manajemen, namun perbedaannya ada pada program
tahfiz, strategi, dan peran kiai dalam meningkatkan mutu hafalan
santri.
94
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara terstruktur, terencana dan
terprosedur untuk sebuah penelitian ilmiah dan memadukan dengan
semua potensi dan sumber yang telah disiapkan.182 Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian
(seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat pelaksanaan
penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana
adanya.183
Langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan ini, pada
tahap permulaan bertujuan untuk berusaha mengemukakan gelaja-
gelaja secara komprehensif dalam aspek yang sedang diamati, agar
jelas situasi dan kondisinya, atau dikenal dengan istilah penemuan fakta
seadanya (fact finding), langkah awal ini tidak banyak artinya kalau
hanya sekedar mendiskripsikan fakta-fakta yang ada, maka pendekatan
ini perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang adequat
terhadap fakta-fakta yang ditemukan.
Pendekatan deskriptif-analitis dalam penelitian ini menempuh tiga
fase, yaitu: pemaparan teori, penggambaran fakta-fakta di lapangan,
analisis kesesuaian antara teori dan praktek. Pada akhirnya, melalui
pendekatan penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan secara
mendasar dan menemukan konsep pengelolaan program tahfiz apa
adanya (fact finding), kemudian peneliti melakukan perbandingan antara
182
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Diskriftif Kualitatif (Jakarta: GP Press, 2013),
84. 183
Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), 67.
95
teori pengelolaan dengan pelaksanaan di lapangan, selanjutnya
diadakan analisis untuk menemukan korelasi antara teori dan
pelaksanaannya di tiga pondok pesantren yang bebeda, yaitu Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur.
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi dan realitas sosial yang
unik, komplek dan ganda, artinya pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang tepat untuk mengungkapkan penomena di
lingkungan pondok pesantren. Dalam penelitian kualitatif dapat
dipelajari dan eksplorasi serta dipahami pengalaman manusia atau
kelompok seperti kepercayaan, penderitaan, rasa sakit, frustasi,
keindahan, pengharapan dan cita-cita yang telah terbentuk dan
dialami oleh manusia sebagai hidup yang sesungguhnya dalam
kehidupan sehari-hari. Terhadap sejumlah responden yang
diperlukan, dokumen dan observasi atau pengamatan untuk
mendapatkan informasi penting mengenai data penelitian berdasarkan
persepsi dan pengalaman responden yang saling terkait, yang terdiri
dari unsur pimpinan, ustaz dan santri.
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1. Situasi Sosial
Situasi sosial yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur, hal ini ditentukan setelah melalui sebuah proses
pemikiran dan beberapa pertimbangan yang cukup matang, kemudian
diikuti sebuah proses studi pendahuluan berupa observasi.
Ada beberapa alasan yang mendasari penentuan situasi sosial di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur, peneliti bukan merupakan bagian dari situasi
96
sosial yang diteliti dan tidak ada keterkaitan secara formal antara
peneliti dengan situasi sosial; kedua, situasi sosial merupakan
representatif dari wilayah provinsi Jambi, ketiganya memiliki nama dan
peminat yang cukup tinggi; ketiga, berdasarkan observasi awal pihak
sekolah welcome dan bersedia memberikan data-data dan informasi
yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti, setelah peneliti
memberikan syarat formal kepada pihak sekolah berupa surat izin
untuk mengadakan penelitian; keempat, situasi sosial bukan sesuatu
yang baru bagi peneliti, baik menyangkut lokasi, nama sekolah, sistem
pengelolaan dan eksistensinya di Provinsi Jambi; kelima, Berdasarkan
observasi awal situasi sosial memiliki cukup banyak data dan kegiatan
yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan tahfiz, yang sesuai judul
dan masalah penelitian yang penulis teliti.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang berada dalam situasi sosial
yang ditetapkan sebagai sumber informasi dalam sebuah penelitian atau
yang lebih dikenal dengan informan.184
Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu teknik penarikan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan
tertentu.185alasan menggunakan teknik ini karena dianggap cukup baik
dalam pemenuhan kebutuhan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi key subject adalah pimpinan pondok,
sebagai subjek yang dianggap paling mengerti tentang situasi, pimpinan
pondok dianggap tidak berada dalam komplik dengan stakeholder yang
ada, kepala sekolah mau berbagi informasi dan ilmu pengetahuan,
bertanggung jawab terhadap informasi yang diberikan karena dianggap
kredibel, akuntable dan amanah. Ditambah dengan subjek lain yaitu
wakil para asatiz, pembina, dan tenaga kependidikan lainnya yang
184
Nawari, Metode Penelitian, 89. 185
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), 183.
97
berdomisili di ketiga pondok pesantren, yaitu Al-Mubarak Kota Jambi,
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya186 dalam
penelitian ini data primer yang penulis maksudkan yaitu data yang
diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi secara
langsung dari pihak-pihak terkait. Data primer dapat dipahami
dengan data pokok yakni data yang menyentuh kepada kontent atau
inti dari pada penelitian. Informasi yang digali lewat data primer
adalah:
1) Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.
2) Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok
pesantren untuk peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
3) Peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.
b. Data Sekunder
Data skunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari biro statistik,
186
Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: BP-UII, 2002), 55.
98
majalah, keterangan atau publikasi lainnya.187 Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua berupa
dokumentasi, peristiwa yang bersifat lisan dan tertulis seperti
struktur organisasi madrasah, dan sebagainya yang berkaitan
secara langsung dan tidak langsung kegiatan manajemen
pesantren. Demikian juga data yang diperoleh melalui sebagian
ustaz dan staf tata usaha. Informasi yang bisa diperoleh meliputi:
1) Keadaan historis dan geografis Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur.
2) Keadaan sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.
3) Keadaan ustaz Pondok Pesantren Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro
Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur.
4) Keadaan tenaga kependidikan Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.
Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu
orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti, baik
pertanyaan tertulis maupun lisan.188 Sumber data dapat diperoleh dari
situasi sosial, subjek penelitian, dokumentasi, dan sejarah dari
187
Ibid, l 55. 188
Arikunto, Prosedur Penelitian, 172.
99
lembaga dari situasi sosial yang diteliti. Semua informasi yang
diperoleh merupakan sumber data, namun dalam penggunaannya
diperlukan analisis untuk mengklasifikasikan mana data yang relevan
dan terkait dengan rumusan masalah dan tema penelitian yang telah
ditentukan.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Sumber data berupa manusia (person), yakni yang memberikan
jawaban secara lisan melalui pendekatan wawancara. Sumber
data berupa person dalam penelitian ini adalah yang akan
diwawancarai adalah pimpinan pondok, wakil pimpinan pondok,
majelis guru, tenaga kependidikan dan siswa.
b. Sumber data berupa keadaan diam atau bergerak (place). Dalam
penelitian ini sumber data yang berbentuk diam berupa suasana
ruangan kelas, sarana dan prasarana sekolah, sedangkan data
bergerak berupa aktivitas pimpinan pondok, ustaz dan santri.
c. Sumber data paper atau literatur yaitu referensi yang menjadi
rujukan berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti dan
dapat dijadikan dokumentasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian yang bersipat kualitatif. Penelitian
kualitatif umumnya menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu
observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi adalah proses mengumpulkan informasi secara
langsung dan terbuka dengan mengamati orang-orang dan tempat-
tempat di lokasi tempat penelitian.189
Guba dan Lincoln dalam bukunya “Naturalistic Inquiry”
mengemukakan beberapa alasan tentang pentingnya observasi dalam
penelitian kualitatif, yaitu:
189
John W Creswell, Educational Research (New Jersey: Person Educational, 2008), 221.
100
a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara
langsung, pengalaman langsung merupakan alat ampuh untuk
mengetes suatu kebenaran.
b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian sebagaimana
yang terjadi pada keadaaan sebenarnya.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam
situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada
data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Jalan yang
terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan
jalan memanfaatkan pengamatan.
e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi- situasi yang rumit, situasi yang rumit memungkinkan
terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku
sekaligus, jadi pengamatan menjadi alat yang ampuh untuk
situasi-situasi yang rumit dan untuk prilaku yang kompleks.
f. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya
tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat.190
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi tidak langsung, yaitu peneliti tidak berpartisipasi dalam
kegiatan yang diamati melainkan duduk di sela-sela dan menonton
mereka tidak secara langsung terlibat dalam situasi mereka
mengamati.191
Melalui teknik pengamatan ini diperoleh gambaran mengenai
prilaku seluruh warga sekolah. Setting penelitian yang terkait dengan
culture sekolah, mencakup manajemen pimpinan pondok dan respon
190
Lincol dan Guba, Naturalistic Inquiry (Beverly Hills: Sage Publication, 1985), 191-
193. 191
Jack R Fraenkel and Norman wallen, Haw To Design And Evaluate Research In Education (McGraw Hill Higher education, 2008), 441.
101
ustazh terhadap gaya kepemimpinan, budaya layanan yang meliputi
sikap dan prilaku pimpinan pondok, ustaz dan pegawai dalam
memberikan layanan kepada santri, prilaku manajerial para eksekutif
sekolah serta sikap dan prilaku siswa selaku pelanggan primer
sekolah.
Teknik yang dilakukan ialah dengan melakukan pencatatan,
dengan dua cara, yaitu pencatatan langsung dan juga pencatatan
restropektif. Pencatatan langsung ini biasanya dilakukan saat proses
pengamatan sedang berlangsung. Sedangkan pencatatan restropektif
biasanya dilakukan setelah kegiatan observasi selesai dilakukan,
setelah itu dilakukan pengamatan, artinya kita tidak akan melakukan
pencatatan sama sekali, dan hanya mengamati pola tingkah laku
objek yang kita teliti. dan teknik terakhir ialah dengan Inferensi
(pemaknaan), setelah dicatat dan diamati, selanjutnya peneliti ini akan
melakukan inferensi. ia juga harus bisa mengartikan tingkah laku
objek tersebut sesuai dengan suatu konsep ilmu pernyataan.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan tujuan, biasanya antara dua orang
(tapi kadang-kadang melibatkan lebih) yang diarahkan oleh salah satu
untuk mendapatkan infomasi).192
Wawancara ini dilakukan untuk menghimpun data sosial, terutama
untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan,
motivasi dan cita-cita seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini
menjadikan wawancara sebagai salah satu teknik dalam
mengumpulkan data yang difungsikan sebagai:
a. Alat primer atau alat utama, apabila data yang akan diungkapkan
tidak mungkin diperoleh dengan alat lain yang baik.
b. Alat pelengkap apabila informasi-informasi pokok sebagai data
penelitian telah diungkapkan, akan tetapi beberapa di antaranya
masih perlu disempunakan, maka wawancara dapat dipergunakan
192
Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For Education: An
Introduction To Theory Ang Methods (Boston: London Sydney TorontoINS, tt), 135.
102
sebagai alat pelengkap. Dengan kata lain wawancara akan
menjadi alat pelengkap apabila dipergunakan untuk
mengumpulkan data yang tidak dapat diperoleh dari alat
pengumpul data utama.
c. Alat pengukur atau pembanding, yaitu dipergunakan untuk
mengecek atau menguji kebenaran, ketelitian dan ketepatan data
yang telah diperoleh dengan mempergunakan alat lain. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara dipergunakan sebagai alat
pengukur atau pembanding bagi data yang telah dihimpun melalui
alat pengumpul data lain sebagai alat utama dalam memecahkan
suatu masalah.193
Wawancara dilakukan dengan orang yang dianggap refresentatif
antara lain pimpinan pokok, wakil pimpinan pondok, tata usaha,
majelis guru Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, yaitu dalam
menjawab berbagai pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan fokus penelitian, perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan tahfis. Bila perlu
juga diadakan wawancara dengan komite sekolah, sampai kepada
penajaga sekolah dengan tujuan memperoleh data dan fakta yang
lebih komprehensif dan akurat.
Jenis wawancara yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif ini
adalah semi strukture intervieu yang merupakan bagian dari in depth
intervieu,194 di mana dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan
pertanyaan kepada informan tanpa terikat secara kaku pada pedoman
wawancara. Pedoman wawancara yang dibuat hanya merupakan
193
Nawri, Metode Penelitian, 118-119. 194
Steven J. Taylor dan Robert Bogdan, Introduction to Qualitative Research
Methods (New York-Shichester-Brisbane-Toronto-Singapura, A Wiley- Intersciense
Publication Jhon Wiley & Sons, tt), 77.
103
panduan untuk memberikan arah wawancara, pertanyaan yang
peneliti ajukan di lapangan disesuaikan kondisi dan kebutuhan data.
Cara melakukan pencatatan terhadap hasil wawancara ialah
dengan melakukan perekaman suara terhadap jawaban-jawaban dari
pertanyaan peneliti berdasarkan daftar pertanyaan yang telah
disiapkan, namun tetap bersipat pleksibel tergantung arah
pembicaraan dan kebutuhan data yang dibutuhkan.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi ialah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi
digunakan untuk mendapatkan informasi non manusia, sumber
informasi (data) non manusia ini berupa catatan-catatan,
pengumuman, instruksi, aturan-aturan, laporan keputusan, atau surat-
surat lainnya, catatan-catatan dan arsip-arsip yang ada kaitannya
dengan fokus penelitian. Data yang dikumpulkan mengenai teknik
tersebut berupa kata-kata, tindakan, dan dokumen tertulis lainnya,
dicatat dengan menggunakan catatan-catatan.195 Teknik yang
dilakukan ialah dengan mengumpulkan dokumen yang derkaitan
dengan penelitian, kemudian mengadakan analisis yang intrinsic
(yang hakiki) terhadap sumber yang diawali dengan menentukan sifat
dari sumber, lalu menyoroti pengarang dari dokumen tersebut,
kemudian melakukan komperasi terhadap sumber yang lain yang
berkaitan dengan dokumen yang dibutuhkan
Penelitian ini menggunakan studi dokumentasi untuk
mendapatkan dan membaca data-data yang ditemukan di lapangan.
Data-data yang diperoleh di lapangan dalam bentuk angka peneliti
interpretasikan secara kualitatif, sedangkan dokumentasi lain peneliti
jadikan sebagai data pendukung dan penguat penelitian.
195
Donald Ary, dkk, Intruction to Research in Educatioan (Canada, Nelson
Education, 2010), 442.
104
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pengolahan, pemisahan,
pengelompokan dan memadukan sejumlah data yang dikumpulkan
secara empiris menjadi sebuah kumpulan informasi ilmiah yang
terstruktur dan sistematis yang siap dikemas menjadi sebuah
penelitian.196
Sementara itu, Sugiono mengatakan analisis data kualitatif proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam katagori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih dan
memilah mana yang lebih dibutuhkan dan akan dipelajari, hingga
menarik kesimpulan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh
peneliti maupun orang yang membaca hasil penelitian.197
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menempuh empat
langkah, yaitu:
1. Editing, berupa pengecekan data atau bahan-bahan yang
dikumpulkan untuk mengurangi kesalahan;
2. Kategorisasi yaitu penggolongan data dalam bentuk pola
kedudukan dan untuk melihat kedudukan masing-masing
fenomena dalam keseluruhannya;
3. Tabulasi yaitu merumuskan data ke dalam bentuk tabel atau
grafik;
4. Interpretasi data dalam mencari arti yang lebih luas dari hasil
penelitian.
Selain teknik analisis data di atas, penelitian ini didasarkan pula
dengan analisis data mengalir (flow model). Langkah-langkah yang
terdapat dalam model analisis ini adalah: reduksi data, penyajian data,
196
Mukhtar, Metode Praktis, 120. 197
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2007), 335.
105
dan penarikan kesimpulan. Hal ini dapat dilihat secara rinci pada
diagram di bawah ini.198
(komponen – komponen analisa data model interaksi)
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliiti menggunakan
metode analisis data mengalir (plow model), dengan langkah-langkah
yang ditempuh sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil pengamatan,
wawancara dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, maka
langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data. Langkah ini
berkaitan erat dengan proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan, mengabstrasikan, dan mentransformasikan data
mentah yang diperoleh dari hasil penelitian. Reduksi data dilakukan
selama penelitian berlangsung, bahkan dilakukan sebelum data
benar-benar dikumpulkan.
b. Penyajian Data
Langkah yang ditempuh setelah analisis data adalah menyajikan
data dengan berusaha memunculkan dan menguraikan secara
tranparan tentang apa yang ditemukan dalam peneltian.
Penelitian ini adalah kualitatif, maka datanya yang dimunculkan
berupa narasi untuk memaparkan secara gamblang temuan
penelitian. Temuan naratif ini bisa saja diteruskan dalam bentuk tabel,
198
Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis (a Source
book of New Methods) (Beverly Hills: Sage Publications, 1984), 15-20.
Reduksi Data
Penarikan kesimpulan
Pengumpulan Data
Penyajian
106
grafik atau jaringan kerja. Dalam penelitian ini peneliti mencoba
mengkombinasikan antara teks naratif dengan bentuk tabel.
c. Penarikan Kesimpulan
Bagian akhir dalam proses analisis data adalah penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan
menggunakan analisis model interaktif, artinya analisis yang dilakukan
dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen utama tersebut. Data
yang dikumpul melalui proses observasi, wawancara dan
pemanfaatan dokumentasi kemudian direduksi dipilah dan dipilih
mana yang lebih dibutuhan untuk disajikan. Penyeleksian data
difokuskan pada data yang mengarah pada pemecahan masalah,
penemuan, pemaknaan, dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam penelitian.
Penyajian data secara sistematis lebih memudahkan untuk
dipahami secara mendetail dalam kontek yang utuh sehingga
membuka peluang dalam penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Penarikan kesimpulan berkaitan dengan penomena-penomena yang
diteliti. Hal ini dilakukan sejak peneliti memaknai data yang terkumpul,
dalam artian hubungan kesamaan dari hal hal yang sering timbul.
Peneliti mencoba menarik kesimpulan dari hal yang masih kabur dan
perlu dikaji ulang, setelah proses verifikaksi akan menghasilkan
kesimpulan yang valid.
F. Teknik Pemeriksanaan Keabsahan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan kredibel, Lincoln dan
Guba, mengelompokan teknik pencapaian menjadi a) perpanjangan
waktu, tinggal di lokasi peneltian, b) mengadakan observasi secara
tekun, c) menguji data secara triangulasi, d) mengadakan analisis kasus
negative (negative case analysis); e) mengadakan pengecekan data
(member check); f) mengadakan diskusi dengan teman sejawat (peer
107
debriefing) dan g) mengadakan pengecekan kecukupan referensi
(referential adequacy checks).199
Penelitian ini hanya empat dari beberapa teknik di atas, yakni:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Hal ini dimaknai peneliti berada di tempat peneltian sampai
kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dengan perpanjangan
keikutsertaan akan banyak mempelajari kebudayaan dapat menguji
ketidakbenaran informasi yang diperbolehkan oleh distorsi baik yang
berasal dari diri sendiri, maupun dari responden, yang membangun
kepercayaan subjek, sehingga dapat dipastikan apakah konteks itu di
pahami atau dihayati.
Oleh karena itu, teknik perpanjangan keikutsertaan digunakan
dalam penelitian ini, sehingga data-data tentang pengelolaan program
tahfiz di tiga pondok pesantren, yaitu Al-Mubarak Kota Jambi,
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur secara lebih meyakinkan.
2. Kecermatan Pengamatan
Teknik ini digunakan untuk menemukan ciri khas, unsur-unsur
dalam situasi yang relevan dengan isu dan persoalan yang sedang
dicari, kemudian memusatkan perhatian pada hal-hal tersebut secara
lebih mendetail.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik yang dilakukan untuk menguji
keterpercayaan data atau dengan istilah lain “trustworhiness” dengan
memanfaatkan hal-hal lain di luar data tersebut untuk keperluan
mengadakan pengecekan atau pembanding data yang telah ada.200
Teknik diperlukan agar memperoleh data-data yang lebih akurat dan
199
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry (Baverly Hills: Sage Publiction, tt), 67. 200
Mukhtar, Metode Praktis, 127.
108
valid tentang sasaran peneltian yang berasal dari wawancara,
observasi dan dokumentasi.201
Denzim yang dikutip oleh Moeleong202 membedakan 4 macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu;
a. Triangulasi dengan sumber; menbandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan dengan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi, dan sebagainya.
b. Triangulasi dengan metode, dengan dua strategi, yaitu pengecekan derajat kepercayaan beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data.
d. Triangulasi dengan teori. Lincoln dan Guba beranggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.203
Teknik triangulasi adalah cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks
suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian
dan hubungan dengan berbagai pandangan. Teknik ini pada
umumnya dilakukan dengan jalan pembandingan dan pengecekan
(cross check). Teknik ini dapat dilakukan dengan membandingkan dua
atau lebih sumber data; membandingkan dua atau lebih metode dan
teknik pengumpulan data; atau dengan membandingkan hasil
201
Creswell, John W., Research design: Qualitative and Quantitative approach (India:
Sage Publication, tt), 40. 202
Lexy J. Moeleong, Methodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Dosdakarya, 2010), 330-332. 203
Lincoln, Naturalistic Inquiry, 330.
109
penelitian peneliti lain, maka dalam penelitian ini, akan dilakukan cross
check data, dengan membandingkan sumber data dokumentasi, hasil
observasi, dan wawancara.
4. Pemeriksaan Teman Sejawat
Hal dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil
akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analisis dengan teman
sejawat dan pembimbing akademik. Teknik ini digunakan untuk
membantu peneliti agar tetap mempertahankan sikap terbuka dan
kejujuran.
G. Jadwal Penelitian
Peneltian ini dilaksanakan dengan tahapan sebagaimana tabel
berikut ini:
Tabel 3.1
Pelaksanaan Penelitian
110
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Konsultasi tentang
judul dan proposal
disertasi√ √ √ √
2Penulisan
proposal disertasi√ √ √ √
3
Konsultasi tentang
proposal disertasi
dan persiapan/
pelaksanaan
seminar
√ √ √ √
4
Perbaikan
proposal dan
pengajuan
pengesahan judul
dan izin penelitian
√ √ √ √ √ √ √ √
5Pelaksanaan
penelitian√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6Penyusunan hasil
penelitian√ √ √ √
7Konsultasi
pembimbing√ √ √ √ √ √
8Seminar hasil
penelitian√ √ √ √ √
9Perbaikan hasil
seminar √ √ √ √
10 Ujian tertutup √ √
11Perbaikan hasil
ujian tertutup√ √
12 Ujian terbuka √ √ √ √
No Uraian kegiatanFebruari 2021 Maret 2021
September
2021
Desember
2020Mei 2021April 2021Januari 2021
Desember
2021Oktober 2021Agustus 2021 2021JuliJuni 2021
Nopember
2021
111
BAB IV
TEMUAN UMUM TEMUAN KHUSUS DAN
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab IV ini, peneliti akan memaparkan mengenai temuan hasil
penelitian. Temuan penelitian ini merupakan deskripsi dari data yang
diperoleh dalam pengumpulan data di lapangan melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dalam pembahasan akan
dilakukan analisis hasil penelitian mengenai manajemen tahfiz, strategi
dalam meningkatkan mutu hafalan, dan peran kepemimpinan kiai di
lingkungan pondok pesantren. Data-data yang telah dihasilkan dalam
proses penelitian ini akan dideskripsikan yakni diawali terlebih dahulu oleh
deskripsi mengenai data-data umum.
Data-data umum yang akan diuraikan di antaranya mengenai
deskripsi umum lokasi penelitian yang merupakan lembaga pendidikan
pondok pesantren yang bertempat di Provinsi Jambi dan profil mengenai
lokasi penelitian tersebut, dilanjutkan temuan hasil penelitian dan analisis
data penelitian atau pembahasan.
Temuan dalam penelitian ini merupakan hasil dari wawancara
mendalam dengan informan, lalu melakukan observasi dalam kegiatan
interaksi informan dengan lingkungannya untuk menemukan data yang
diperlukan dan melakukan studi dokumentasi. Uraian hasil penelitian
berupa deskripsi dan tabel yang disusun berdasarkan informasi yang
didapatkan dari informan pokok dan informan pangkal.
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
Sejarah perkembangan Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi adalah sebuah pondok pesantren yang lahir atas dasar
pemikiran atau ide untuk membantu dan lebih memberikan
kesempatan kepada anak-anak yang kurang mampu, anak yatim dan
yatim piatu untuk dapat mengenyam kesempatan belajar, khususnya
112
dalam bidang ilmu baca tulis dan menghafal Al-Qur‟an, hal itu tetap
eksis menjadi sistem belajar dan tujuan pokok di pondok pesantren ini
dengan akidah sebagai pondasi utamanya di samping disiplin ilmu
dan keterampilan lainnya.
Sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Mubarak ini pada
tanggal 14 Februari 1996, Pendiri sekaligus pimpinan pondok
pesantren sekarang ini, H. Ahmad Mubarak HM. Daud Al-Hafiz,
berkomitmen untuk memperjuangkan dan merealisasikan cita-cita dan
tujuan mulia tersebut. Dan berkat dukungan Bapak Drs. H.
Abdurrahman Sayoeti (Gubernur Jambi saat itu) pondok pesantren
terus berkembang dan saat ini jumlah santri/santriwati Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi telah mencapai 930 Orang.
Keadaan santri/santriwati pondok pesantren terus mengalami
peningkatan yang sangat signifikan, begitu juga dari aspek lulusan,
jumlah hafiz/hafizah yang telah hafal Al-Qur‟an sebanyak 30 Juz juga
mengalami peningkatan, sejak tahun 1999 hingga sekarang pondok
pesantren ini terus mencetak hafiz/hafizah setiap tahunnya, bermula
dari sedikit hingga akhirnya mulai pada Tahun 2003 pondok pesantren
melakukan acara haflah khataman Al-Qur‟an bagi santri/santriwati
yang telah hafal Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap bulan Agustus,
hal ini dapat dilihat lebih jelas pada pemaparan data santri dan
santriwati pada bagian data santri.
Di antara para santri/santriwati yang sudah Hafiz/Hafizah,
sekarang ada yang masih mengabdi di pondok pesantren, ada yang
mengajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren, ada yang
kembali dan mengabdi di kampung halamannya, ada yang
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi seperti IAIN, UIN, PTIQ,
IIQ, juga di Malaysia, Mesir dan Yaman, dan ada juga yang mengajar
di Malaysia dan Brunei Darussalam untuk memperluas dan
mengembangkan ilmu dan pengalamannya.
Sejak akhir Tahun 2015 pondok pesantren telah mengikuti dan
113
mendaftarkan diri sebagai Pondok Pesantren Salafiyah (PPS)
Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan
pada tanggal 24 s/d 27 Agustus 2016 yang lalu telah mengikut
sertakan sebanyak 128 orang peserta Ujian Nasional (UNAS)
tingkat Wustha yang semuanya Alhamdulillah dinyatakan lulus. Begitu
juga angkatan berikutnya Tahun 2017, 2018 dan 2019, Alhamdulillah
semua santri/santriwati yang ikut ujian dinyatakan lulus.204
Visi pada intinya adalah pandangan jauh ke depan, visi adalah
daya pandang jauh ke depan, mendalam dan luas yang merupakan
daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan dapat
menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat. Visi adalah
suatu inovasi di dalam dunia menajemen modern, terutama
manajemen strategik. visi dipandang sebagai sebuah inovasi dalam
proses manajeman strategik karena baru pada akhir-akhir ini disadari
dan ditemukan bahwa visi itu amat dominan perannya dalam proses
pembuatan keputusan, termasuk dalam setiap pembuatan kebijakan
dan penyusunan strategi.
Sesuai dengan ketentuan umum penjelasan Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka
Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi pendidikan
Nasional “terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
pendidikan Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah, sejalan dengan hal tersebut, maka visi, misi dan
tujuan pondok pesantren yang menjadi lokasi penelitian, adalah.
Visi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi adalah “Menuju
Pondok Pesantren Hifz Al-Qur‟an terkemuka dan berkaliber Nasional
di Provinsi Jambi”.
Sementara Misinya adalah;
204
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2021.
114
a. Menjadi tempat belajar membaca Al-Qur‟an yang baik dan benar
dari semua aspek, seperti faṣ ḥah, tajwid, murattal dan lain-lain.
b. Menjadi tempat menghafal kitab suci Al-Qur‟an dan melahirkan
hafiz dan hafizah yang beriman, bertakwa, berilmu dan berakhlak
mulia.
c. Sebagai tempat berkumpulnya hafiz/hafizah, dari setiap daerah
serta saling mengikat ukhuwah islamiyah.
d. Sebagai sarana tukar-menukar informasi lembaga pendidikan
Islam, khususnya antara Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi dengan Pondok Pesantren Hafal Al-Qur‟an lain khususnya,
dan semua pondok pesantren pada umumnya.
e. Mempermudah bagi Provinsi Jambi dan Kabupaten/ Kota dalam
Provinsi Jambi untuk mendapatkan kader hafiz/hafizah, untuk
berkecimpung di berbagai ajang dalam Provinsi Jambi dan
selanjutnya dapat di ketengahkan pada setiap MTQ tingkat
kabupaten, provinsi dan nasional.
f. Menghasilkan kader-kader imam dan guru di bidang Al-Qur‟an dan
Tahfiz Al-Qur‟an untuk disebarkan ke berbagai tempat di seluruh
wilayah Provinsi Jambi.
Dari visi dan misi di atas diperoleh gambaran bahwa Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi fokus terhadap program menghafal
Al-Qur‟an dan menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai
daya saing di bidang tahfiz, baik skala regional maupun skala yang
lebih besar, nasional maupun internasional
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi beralamat di
Jl.Temenggung Jakfar Rt.01 Kelurahan Tahtul Yaman Kecamatan
Pelayangan Jambi, berdiri di atas lahan seluas 6.954 M2, tanah seluas
ini merupakan wakaf dari seseorangn yang bernama H. Siyadi, SH,
Nomor akta wakap W2-06-III Tahun 2011. Batas-batas wilayah
sebagai berikut;
a. Sebelah timur berbatasan dengan sungai Batang Hari
115
b. Sebelah barat berbatasan dengan jalan raya
c. Sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk
d. Sebelah selatan berbatasan dengan sungai kecil.205
Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi
dan mengkoordinasikan hubungan kerja antara satu dengan lainnya.
Struktur organisasi merupakan bentuk dari organisasi secara
keseluruhan yang menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen
dan fungsi organisasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
ukuran, jenis teknologi yang digunakan, dan sasaran yang hendak
dicapai. Struktur bersifat relatif stabil (tidak berubah), statis, dan
berubah lambat atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-
penyesuaian.
Struktur organisasi akan menjadi lebih jelas apabila digambarkan
dalam bagan atau skema organisasi. Pada struktur organisasi
terdapat gambaran posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang
harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok,
komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi.
Struktur organisasi menspesifikan pembagian kegiatan kerja dan
menunjukkan bagaimana fungsi atau bagaimana kegiatan yang
berbeda-beda itu dihubungkan. Struktur juga menunjukkan hierarki
dan struktur wewenang organisasi serta memperlihatkan hubungan
pelapornya.
Sebagaimana struktur organisasi pada umumnya, yaitu pengelola,
tata usaha dan majelis guru yang dibingkai dalam bentuk struktur
organisasi seperti yang penulis tuangkan di bawah ini. Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi berada di bawah naungan
Yayasan Hifzhil Al-Qur‟an Al-Mubarak, dengan Akta pendirian Nomor:
05 Tanggal 11 Desember 2018, dalam struktur kepengurusan
sebagaimana tertuang di bawah ini :
205
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
116
Penasehat : KH. Muhammad Daud Abdul Qodir Al-Hafiz
Pimpinan Ma‘had : H. Ahmad Mubarak Daud Al-Hafiz
Wakil Pimpinan : H. Sulhi Muhammad Daud, Lc., MH
: M. Daud H. Ahmad Mubarak Al- Hafiz
Sekretaris : Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz
Bendahara : Izal Azmi Al-Hafiz
: Syarifuddin Amir, SM., Al-Hafiz
Penanggung jawab asrama : M. Musytari Al-Hafiz
: M. Syarifuddin
Operator : Ahmad Munzani Al-Hafiz
Kepala PPS Tsanawiyah : Syarifuddin Amir, SM., Al-Hafiz
Kepala PPS Aliyah : Rifaat, S.Pd.I
Penanggung jawab konsumsi : Ahmad Ridho Al-Hafiz
Berdasarkan struktur organisasi di atas, dipahami bahwa Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, didominasi oleh huffaz dan laki-
laki, sementara perempuan tidak terlibat dalam kepengurusan
yayasan sebagaimana yang tertera dalam struktur kepengurusan di
atas.
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi
yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya
sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu
mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di
alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan
yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-
hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang
membentuk suatu organisasi.
Pada umumnya sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan
pada umumnya dan lembaga pondok pesantren terdiri dari :
a. Guru atau ustaz, yaitu bagian dari sumber daya manusia yang
menempati posisi sentral dalam lembaga pendidikan, di samping
beberapa sumber daya manusia yang lainnya.
117
b. Tata Usaha; bagian dari sumber daya manusia dalam lembaga
pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah tenaga
kependidikan, atau dalam bahwa lain dikenal dengan tata usaha.
c. Siswa (santri), Istilah siswa lazim menjadi sebutan bagi pelajar
pada jenjang pendidikan tingkat pertama dan menengah
(SMP/SMU), dalam lembaga pondok pesantren lebih dikenal
dengan istilah santri. siswa atau santri adalah dari subjek dalam
lembaga pendidikan selain yang penulis uraikan di atas. sebagai
subjek, berarti siswa keberadaanya adalah suatu keniscayaan.
Aktivitas di sekolah akan menjadi lumpuh sekiranya subjek ini
tidak ada dalam suatu lembaga pendidikan.
Sumber daya manusia yang dimiiliki oleh Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, dimulai dari penasehat, pimpinan, wakil
npimpinan hingga majelis guru secara keseluruhan berjumlah 58
orang guru, yang terdiri dari 33 orang ustaz dan 25 ustazah.
Dari 58 tenaga pendidik, ustaz atau ustazah tersebut ada yang
merangkap sebagai pengelola dan yang murni sebagai tenaga
pendidik. Dari keseluruhan tenaga pendidik tersebut hanya 3 orang
yang belum mengkhatamkan hafalannya, selebihnya bergelar Al-
Hafiz, artinya hafal Al-Qur‟an secara utuh.
1) Santri dan Santriwati
Santri dan satriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
terus mengalami perkembangan sejak didirikan hingga sekarang,
sebagaimana tertuang pada tabel di bawah ini:
118
Tabel 4.1
Santri dan Satriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi dari
Tahun Ke Tahun.206
NO TAHUN JUMLAH
JUMLAH PUTRA PUTRI
(1) (2) (3) (4) (5)
1 1996 31 Orang 15 Orang 46 Orang
2 1997 70 Orang 74 Orang 144 Orang
3 1998 82 Orang 100 Orang 182 Orang
4 1999 86 Orang 104 Orang 190 Orang
5 2000 78 Orang 122 Orang 200 Orang
6 2001 68 Orang 145 Orang 213 Orang
7 2002 111 Orang 139 Orang 250 Orang
8 2003 110 Orang 168 Orang 278 Orang
9 2004 112 Orang 193 Orang 305 Orang
10 2005 128 Orang 187 Orang 315 Orang
11 2006 152 Orang 308 Orang 460 Orang
12 2007 154 Orang 361 Orang 515 Orang
13 2008 224 Orang 348 Orang 572 Orang
14 2009 298 Orang 383 Orang 681 Orang
15 2010 328 Orang 384 Orang 712 Orang
16 2011 392 Orang 504 Orang 750 Orang
17 2012 406 Orang 406 Orang 812 Orang
18 2013 420 Orang 430 Orang 850 Orang
19 2014 440 Orang 445 Orang 885 Orang
20 2015 450 Orang 480 Orang 930 Orang
21 2016 475 Orang 490 Orang 965 Orang
22 2017 480 Orang 430 Orang 910 Orang
206
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
119
NO TAHUN JUMLAH
JUMLAH PUTRA PUTRI
(1) (2) (3) (4) (5)
23 2018 440 Orang 445 Orang 885 Orang
24 2019 450 Orang 480 Orang 930 Orang
25 2020 485 Orang 490 Orang 975 Orang
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah santri yang
belajar di pondok pesantren Al-Mubarak dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan dari segi jumlah. Dengan demikian jumlah
santri yang ingin belajar tahfiz Al-Qur‟an secara umum juga
meningkat. Keadaan santri dan santriwati Pondok Pesantren
Al-Mubarak dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik Keadaan santri dan santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak.207
Berdasarkan grafik di atas, dapat dipahami bahwa dari segi jumlah
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun dari grafik
di atas dapat diuraikan bahwa pada tahun 2016 dan 2017 mengalami
207
Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi 2020.
0
200
400
600
800
1000
1200
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
20
20
PUTRA
PUTRI
JUMLAH
120
penurunan karena kondisi sarana yang lagi diperbaiki sehingga
penerimaan santri dibatasi.208
2) Sarana dan Prasarana
Dalam pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena
dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk
menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran, baik secara
lansung maupun tidak lansung dalam suatu lembaga dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan
adalah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah dan
perlu peningkatan terus- menerus seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang canggih.
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat
menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan sebagai
seorang personal pendidikan kita dituntut untuk menguasai dan
memahami administrasi sarana dan prasarana, untuk meningkatkan
daya kerja yang efektif dan efisien serta mampu menghargai etika
kerja sesama personel pendidikan, sehingga tercipta keserasian,
kenyamanan yang dapat menimbulkan kebanggaan dan rasa memiliki
baik dari warga sekolah maupun warga masyarakat sekitarnya.
Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
dikelompokan dalam 10 bagian sebagaimana tertuang di bawah ini.
a. Sebuah gedung utama yang berfungsi sebagai:
1) Tempat belajar mengajar/setoran dan sim ‘an hafalan santri
2) Tempat belajar mengajar/pelajaran agama kelas Aliyah santri/
santriwati
3) Tempat kegiatan tahunan dan hari besar Islam
4) Tempat kegiatan tambahan dan belajar bersama bagi santri
kampung (malam)
5) Tempat olahraga (khusus hari Minggu pagi santriwati dan
Minggu siang santri)
208
Izal Azmi, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
121
6) Tempat pertemuan umum dan lain-lain
b. Sebuah mushalla/masjid yang berfungsi sebagai:
1) Tempat ibadah (setiap waktu, berjama‟ah semua santri)
2) Tempat belajar mengajar/pelajaran agama kelas Tsanawiyah
Putra
3) Tempat belajar mengajar/setoran dan simaan hafalan Putra
4) Tempat kegiatan tambahan dan belajar bersama bagi santri
(malam)
5) Tempat pertemuan umum dan lain-lain
c. 2 buah asrama santri
d. 2 buah asrama santriwati
e. 2 buah perumahan ustaz
f. 1 buah dapur umum
g. 1 buah bangunan depot air
h. 1 buah bangunan poskestren
i. Sarana pendidikan yang dimiliki, meliputi:
1) Ruangan kantor, 2 buah
2) WC 10 buah putra dan 10 buah putri
3) ruang belajar 10 ruangan
4) Buku-buku pelajaran agama (400 eksplar)
5) Buku-buku Pelajaran Umum (tetapi masih terbatas)
6) Ruangan dan sarana pembelajaran lainnya
j. Dan lain-lain yang dibutuhkan sebisa mungkin akan disiapkan.209
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi cukup
banyak dan tidak memiliki ruang kelas khusus untuk belajar seperti
lembaga pendidikan formal pada umumnya. Sarana dan prasarana
yang dimiliki lebih menunjang aktivitas tahfiz kebutuhan sehari bagi
santri dan santriwati.
209
Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
122
Dari hasil observasi terhadap sarana yang ada belum ditata
dengan rafi dan penggunaannya belum maksimal karena konsentrasi
santri leboih focus pada menghafal Al-Qur‟an dan tenaga
kependidikan yang dimiliki untuk mengelola sarana dan prasarana
pondok masih terbatas.
2. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
Sejarah Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai
Terap pendiriannya berasal dari ide masyarakat setempat. Masyarakat
setempat menginginkan didirikannya pondok pesantren dengan tujuan
agar terdapat sebuah pondok pesantren di desa tersebut, dengan
adanya pondok pesantren tersebut maka lokasi pendidikan anak
mudah dijangkau dan penduduk di desa tersebut merupakan
masyarakat agamis. Kemudian pada tahun 2004 barulah pondok
pesantren ini didirikan dan diresmikan, tepatnya pada bulan Mei 2004.
Dilihat dari suksesnya kepemimpinan kepala pondok pesantren, sejak
awal berdiri hingga saat ini masih dipimpin oleh Toni Fadliansyah,
S.Pd.I karena beliau telah dipercayakan oleh masyarakat untuk
memimpin pondok pesantren tersebut. Nama Jauharul Falah diberikan
oleh seorang ulama dari Kota Seberang, namun tidak diketahui
namanya. Latar belakang pemberian nama yang diberi oleh guru
besar pada waktu itu.210
Sejak berdirinya Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Desa Sungai Terap sampai sekarang, maka Toni Fadliansyah, S.Pd.I
sebagai Ketua Yayasan Pondok Pesantren, Iislami, S. Pd sebagai
Kepala Madrasah Ibtidaiyah, Nur Achmadi, S.Th.I sebagai Kepala
Madrasah Tsanawiyah serta M. Zarwan, SS sebagai Kepala SMA
Islam. Berikut susunan kepengurusan Pondok Pesantren Jauharul
Falah hingga saat ini:
210
Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.
123
Tabel 4.2
Pengurus Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Tahun 2021.211
NO NAMA JABATAN
(1) (2) (3)
1 Toni Fadliansyah, S. Pd. I Pendiri dan Pimpinan Pondok
2 H. M. Rifa‟i, A.Ma Pendiri
3 H. M. Nawawi Pendiri
4 Abd. Na‟u Pendiri
5 Bakri H. M. Nur Pendiri
6 Guru Zuhdi Pendiri
7 H. Hasan Basri Pendiri/Donatur
8 KADES Sungai Terap Pelindung/Penasehat
9 Ketua BPD Sungai Terap Pelindung/Penasehat
10 Antoni, S.Sos. I Direktur Pondok Pesantren
11 Zakirudin Rifa‟i Bidang Pembangunan
12 Suadi Sulaiman Bidang Pembangunan
13 Sairozi Ramli Bidang Pembangunan
14 Fathullah Al-Hafiz, S.Pd.I Bidang Kepondokan Pesantren
15 Wahyudi, S.Th.I Bidang Kepondokan Pesantren
16 M. Zarwan, SS Kepala SMA
17 Azkiyatul Fuadah, S.HI Bidang Kepondok Pesantren
18 Indra, A.Ma Bidang Kepondok Pesantren
19 Nur Achmadi, S.Th.I Kepala MTs
20 Mukmin, S.Pd.I Bidang Pendidikan Formal
21 H.M.Alamsyah,S.HI,M.Pd.I Bidang Pendidikan Formal
22 Sukri Hamid Bidang Pendidikan Formal
23 Iislami, S. Pd Kepala MI
211
Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.
124
NO NAMA JABATAN
(1) (2) (3)
24 Mahyudi Umar Bidang Humas
25 Legiono, S.Pd Bidang Humas
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa berdirinya Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap berkat ide
dan partisipasi masyarakat dan para tokoh ulama yang ada di Desa
Sungai Terap. Adapun tujuan didirikannya Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap ini adalah untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berprestasi, disiplin, berjiwa Islami, dan
berakhlak Al-Qur‟an. Pendirian Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Desa Sungai Terap tidak terlepas dari visi dan misi. Adapun
visi dari pondok pesantren ini adalah para santri yang berada di
pondok pesantren harus unggul dalam mutu pendidikan, disiplin ilmu,
berjiwa Islami, berakhlak Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan misi pondok pesantren ini adalah sebagai berikut:
a. Menjadikan santri yang berprestasi dan dapat berkembang secara
optimal sesuai bakat, minat dengan kompetensi yang dimiliki.
b. Menjadikan santri yang disiplin dalam pembelajaran baik formal
dan informal.
c. Menjadikan santri lebih peka terhadap konsep Islam.
d. Menjadikan santri yang disiplin membaca, menghafal dan
mengamalkan Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.
Dari visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi dapat diketahui bahwa pondok pesantren lebih
universal dan mempersiapkan intelektual Islami dan akhlakul karimah.
Kemudian lokasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa
Sungai Terap berada di RT. 07 Desa Sungai Terap yang terletak di
atas sebidang tanah wakaf warga yang bernama Suaidi Sulaiman,
seluas 10246 M2. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa
125
Sungai Terap berada di Desa Sungai Terap Kecamatan Kumpeh Ulu
Kabupaten Muaro Jambi. Jarak Desa Sungai Terap dengan Ibu Kota
Propinsi sekitar 19 KM. Untuk bisa sampai ke Desa Sungai Terap,
dapat ditempuh dengan dua jalur. Jalur pertama dengan melewati
jalan Suak Kandis yang memakan waktu ± 30 menit, sedangkan jalur
kedua dengan melewati jalan Tangkit di mana jika melewati jalan ini
akan memerlukan waktu ± 20 menit.
Lokasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai
Terap ini sangat cocok sebagai sarana pendidikan, karena lokasi
tersebut jauh dari pengaruh luar sebagai penghambat kegiatan proses
belajar mengajar. Lokasi pondok pesantren ini terletak di tengah-
tengah perumahan penduduk Desa Sungai Terap dan di pinggir
sungai. Dengan letak sangat bagus ini maka para masyarakat di
sekitar dapat ikut membantu pondok pesantren tersebut dan santri
lebih berkonsentrasi dalam kegiatan pembelajarannya.212
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap
merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Kecamatan
Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi yang tentunya tidak terlepas
dari berbagai kegiatan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
Maka diperlukan adanya organisasi agar tujuan awal berdirinya
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap
tersebut dapat terwujud.
Adapun struktur organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Desa Sungai Terap ini berdasarkan dokumentasi pondok
pesantren yang ada di dalam ruang kantor Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap sebagai berikut:
212
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.
126
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa
Sungai Terap.213
Dari struktur organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Desa Sungai Terap Tahun 2021 di atas dipahami bahwa
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, di bawah
naungan yayasan Jauharul Falah yang melaksanakan pendidikan
pada tiga jenjang, yaitu MI, MTs dan SMA. Kemudian guru adalah
213
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
SEKRETARIS Abdur Rahman, S. Pd.I
PIMIPINAN PONDOK Toni Fadliansyah, S. Pd. I
YAYASAN JAUHARUL FALAH
DEWAN PENASEHAT Suaidi Sulaeman
KEPALA SMA M. Zarwan, SS KEPALA MTs
Nur Achmadi, S. TH.I KEPALA MI
Iislami, S. Pd
ADM DAN KEUANGAN Hernawati, S. Pd. I
MAJELIS GURU WALI KELAS
SANTRI
127
bagian dari sumber daya manusia yang menempati posisi sentral
dalam lembaga pendidikan, di samping beberapa sumber daya
manusia yang lainnya. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi pada tahun pelajaran 2020-2021 khususnya program
tahfiz diasuh oleh sebanyak 17 tenaga pendidik (guru tahfiz), baik
yang bersifat guru tetap maupun guru tidak tetap.
Bagian dari sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan
yang tidak kalah pentingnya adalah tenaga kependidikan, atau dalam
istilah lain dikenal dengan tata usaha. Sebagai lembaga pendidikan
yang baru berumur lima tahun tenaga kependidikan yang ada hanya
satu orang, yaitu bapak Indra, A.Ma,. Sedangkan tenaga kependidikan
yang lainnya seperti satpam, kebersihan, pelayan kantin, dan petugas
asrama.
Guru/Ustaz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro
Jambi memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, hal ini
dapat dilihat dari data di bawah ini:
Tabel 4.3
Guru/Ustaz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro
Jambi.214
NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR
JABATAN Nama Lembaga Fakultas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Gr.H.M. RIFA'I, A.Ma L IAIN STS JAMBI TARBIYAH PENDIRI &
PENASEHAT
2 Gr. M. TAYIB USMAN L PONPES PENDIRI &
PENASEHAT
3 WALID TONI FADLIANSYAH,
S.Pd.I, AL-HAFIZ L
IAIA AL-AQIDAH
JAKARTA TARBIYAH PIMPINAN
4 INDRA, S.Pd L STAI MA'ARIF
JAMBI TARBIYAH SEKRETARIS
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
5 MUKHLISIN, AL-HAFIZ L SMA MUHAJIRIN WAKIL
214
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2020.
128
NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR
JABATAN Nama Lembaga Fakultas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
6 H. FATHULLAH, S.Pd.I, AL-
HAFIZ L
STAI MA'ARIF
JAMBI TARBIYAH
WAKIL
PIMPINAN
7 H. M. ALAMSYAH, M. Pd.I, AL-
HAFIZ L IAIN STS JAMBI MAGISTER PEND.ISLAM
WAKIL
PIMPINAN
8 M. ZARWAN, SS L IAIN STS JAMBI ADAB
KEPALA
SEKOLAH
SMA
9 NUR ACHMADI, S. TH. I L IAIN STS JAMBI USHULUDDIN
KEPALA
SEKOLAH
MTS
10 SUKRI BAHARI L
PP
SA'ADATUDDAREN
JAMBI
USTAZ
11 MUSLIM L
PP
SA'ADATUDDAREN
JAMBI
USTAZ
12 HAMDANI, S. Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH WAKASIS
MTS
13 HUSNI MUBARAK, S.Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH WAKAKUS
MTS
14 MUKMIN, S. Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ PEN.
B.INGGRIS USTAZ
15 ASNAWI, S.Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZ
16 MIFTAHUR RIZIK, S.Pd.I, M.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH
WAKA
HUMAS &
EKSTRA
17 SABAINI , S.Pd.I L STAI MA'ARIF
JAMBI
WAKA
SARPRAS
18 WILLI OKTAMA , S.Pd L UNBARI FKIP BAHASA & SASTRA
INDONESIA
WAKASIS
SMA
19 FADLI,S.Ag AL- HAFIZ L IAIN JAMBI USHULUDDIN USTAZ
20 FAISAL JANUAR PUTRA,S.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH
PEMBINA
ASRAMA
PUTRA
21 HUSAINI L PONPES
USTAZ
22 IISLAMI, S.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH OPERATOR
23 HENDI MARYANTO, L IAII IBRAHIMY SYARI'AH USTAZ
129
NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR
JABATAN Nama Lembaga Fakultas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
24 AHMAD GHAZALI, SE L IAIN TULUNG
AGUNG
EKONOMI DAN BISNIS
ISLAM USTAZ
25 AHMAD SAIFUL JIHAD, S.Pd.I L STAII JAKARTA PENDIDIKAN ISLAM PEMBINA
BAHASA
26 PITRO DARMAWAN, S.Pd L STAI MA'ARIF
JAMBI PAI
OPERATOR
27 GUNTUR PERDANA L PP SIROJUL
MUKHLASIN
USTAZ
28 M. AGUNG ZIKRI
FANHANSYAH, S.Pd L STAI INDO
USTAZ
29 M. SUBHAN, S.Pd L PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY TARBIYAH
PEMBINA
PRAMUKA
30 M. SYADIKI SAPUTRA L PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZ
31 NS. M. ZARWAN, S.Kep L
FIRMA
NUSANTARA
BUKIT TINGGI
KESEHATAN
PUTRA
32 ROMADHONSYAH L PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZ
33 M. APRIANSYAH, S.Pd L PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZ
34 BAIHAKI.M L PONPES USTAZ
35 ANDRIAN SAIDI L
36 HAMZAH L USTAZ
37 ARYANTO L SMP. NEGERI USTAZ
38 AHMAD SIBAWAIHI L USTAZ
39 NGADISO L SD USTAZ
40 HERMAN L USTAZ
41 AISYAH, S.Pd.I P UIN STS JAMBI TARBIYAH BENDAHARA
42 TUTI WAHYUNI, S.Pd P IAIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH
43 NURHAYATI, S.Pd.I P STAI AL-QOLAM TARBIYAH/PAI WAKA
PESANTREN
44 AZKIYATUL FUADAH, S.HI P IIQ JAKARTA SYARI'AH WAKA AL-
QUR‟AN
45 YULISA, S.SOS.I P IAIN STS JAMBI USHULUDDIN
PEMBINA
ASRAMA
PUTRI
130
NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR
JABATAN Nama Lembaga Fakultas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
46 WINDRIANI, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI
FKIP
PEND.MIPA/PEND.FISIKA
WAKAKUR
SMA
47 SUSANTI, S.Pd.I P STAI MA'ARIF
JAMBI PAI
USTAZAH
48 LILIS SUAIDAH, AL- HAFIZAH P PONPES
MUBAROK
USTAZAH
49 FITRI AHYANI, AL- HAFIZAH P PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZAH
50 IDA ROYANI , S.Pd.I P STAI MA'ARIF
JAMBI TARBIYAH
USTAZAH
51 LINA, S.Pd.I P STAI MA'ARIF
JAMBI TARBIYAH
USTAZAH
52 NUR FADHILA, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI
PEND. BAHASA
INDONESIA USTAZAH
53 RATNA DEWI, S.Pd.I P IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ BAHASA ARAB USTAZAH
54 BAHRIAWATI, S.Pd P STAI INDO USTAZAH
55 MISLIA, S.Pd.I P STAI MA'ARIF TARBIYAH USTAZAH
56 POPY MAYA SARI, M.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI
S2 MATEMATIKA UNJA
JAMBI USTAZAH
57 ISTIQAMAH, S.Pd.I P IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ PEND.
BAHASA ARAB USTAZAH
58 SITI RODITA, M.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI
S2 MATEMATIKA UNJA
JAMBI USTAZAH
59 TUTIK MARYANI,S.Pd P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH
60 NURUL FADILAH, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FKIP.PEND.EKONOMI/PIPS
USTAZAH
61 NUR HASANAH, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FKIP. PEND. KIMIA
USTAZAH
62 EVI ROSITAWATI, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FKIP. PEND. BIOLOGI
USTAZAH
63 NURHASANA I, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FKIP. PEND. KIMIA
USTAZAH
64 DESI KOMARIA, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FIK. PORKES
USTAZAH
65 ANGGUN MARDIAH AL HIFLI,
AL-HAFIZAH P
PP SULTHON
FATTAH JAMBI
USTAZAH
66 HAIRUN NISA P PP MA'HAD ALY USTAZAH
131
NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR
JABATAN Nama Lembaga Fakultas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
67 SOLMAWATI P PP DARUL
HIKMAH
USTAZAH
68 ELIA P
AL-MUBAROK,
GLATIK
UJUNGPANGKAH
GRESIK
AL-QUR‟AN BIL HIFDZI
USTAZAH
69 ELDA SAFITRI P
UNIVERSITAS
ADIWANGSA
JAMBI
KESEHATAN DAN
FARMASI USTAZAH
70 WINDA, S.Pd P UNIVERSITAS
JAMBI FIB. PEND. BAHASA ARAB
USTAZAH
71 MARTINA P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH
72 SAVITRI DWI OKTAVIANI P
MA'HAD ALY
SYEKH IBRAHIM
AL-JAMBI
USTAZAH
73 AGUSTINI P PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZAH
74 ATIKA SARI P PP JAUHARUL
FALAH AL-ISLAMY
USTAZAH
75 MAYA SASMITA, S.Kom. I P IAIN STS JAMBI USHULUDDIN USTAZAH
76 SAHRINI P SMA.N 8 MA.
JAMBI
USTAZAH
77 NOFI FITRIANI, S. Pd P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH
78 REZITA YULIANI, Amd.Keb P
STIK
BAITURRAHIM
JAMBI
KESEHATAN
PUTRI
79 DWI KIKIN WIRIA AGUSTIN,
S.E P UNBARI EKONOMI
USTAZAH
80 ANI ALAWIYAH P
81 ASIA P USTAZAH
82 HUSNIATI P SMP USTAZAH
83 NENI TRIANA P SD USTAZAH
84 HARTATI P SD USTAZAH
85 EMIATI P USTAZAH
86 RAHAYU DWI JAYANTI P USTAZAH
87 KHOLIJAH P USTAZAH
88 MARFIROH P USTAZAH
132
Dilihat dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa tenaga
kependidikan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi cukup bervariasi berdasarkan latar belakang
pendidikan. Dari 88 tenaga kependidikan yang ada, memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda, mulai starata 2 hingga
hanya tamatan SD.
Beberapa tenaga pendidik yang memiliki latar pendidikan tamatan
Sedolah Dasar, diberdayakan bagi santri dan santriwati tingkat awal
atau baru memulai belajar membaca Al-Qur‟an, karena di Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy memiliki tiga jenjang pendidikan,
yaitu MI, MTs dan SMA. Tenaga pendidik tersebut oleh pimpinan
pondok tetap dipertahankan, karena masih dibutuhkan bagi santri dan
santriwati tahap pengenalan Al-Qur‟an dan termasuk bagian dari
pendiri pondok, sekaligus memberdayakan masyarakat yang tinggal di
sekitar lingkungan pondok.
Istilah santri lazim menjadi sebutan bagi anak yang menempuh
pendidikan di lembaga pondok pesantren, santri adalah dari subjek
dalam lembaga pendidikan selain yang penulis uraikan di atas.
sebagai subjek, berarti santri keberadaannya adalah suatu
keniscayaan. Aktivitas di pesantren akan menjadi lumpuh sekiranya
subjek ini tidak ada dalam suatu lembaga pendidikan.
Sebagai lembaga pendidikan yang terus berkembang, sumber
daya fisik masih terus dibangun, siswanya dalam setiap tahun ajaran
baru masih dibatasi sesuai sarana yang ada, hal ini didasari atas
keefektivitas dan keefisienan dalam pembelajaran.215
Berdasarkan dokumen yang penulis dapatkan, jumlah santri dan
santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
sebanyak 1071 orang dengan rincian 524 santri dan 547 santriwati.
Data lengkapnya dapat penulis uraikan di bawah ini:
215
Wahyudi, Wawancara dengan penulis, 2 Juli 2021.
133
Tabel 4.4
Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Muaro Jambi.216
No Jenjang MI sd SMA
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Kelas I (MI) 4 4 8
2 Kelas II (MI) 9 5 14
3 Kelas III (MI) 14 14 28
4 Kelas IV (MI) 4 4 8
5 Kelas V (MI) 13 4 17
6 Kelas VI (MI) 5 15 20
7 Kelas VII (MTs) 133 119 252
8 Kelas VIII (MTs) 119 104 223
9 Kelas IX (MTs) 92 70 162
10 Kelas X (SMA) 51 87 138
11 Kelas XI (SMA) 47 79 126
12 Kelas XII (SMA) 33 42 75
Jumlah 524 547 1.071
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamiy, secara formal melaksanakan pendidikan
dalam tiga jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga
menengah atas. Dari jumlah santri yang dikelola juga cukup banyak,
hal ini membuktikan bahwa pondok pesantren ini mengalami
perkembangan yang cukup baik. Secara rinci keadaan santri dan
santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy dapat dilihat
pada diagram batang dibawah ini:
216
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
134
Grafik Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy Muaro Jambi.217
Grafik di atas menunjukan adanya peningkatan jumlah santri dari
setiap jenjang pendidikan yang disediakan di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamiy Muaro Jambi. Untuk diketahui bahwa
jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah memang masih sedikit
santrinya, bahkan sebahagian besar santrinya adalah anak dari
ustaz/ustazah yang mengajar di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy itu sendiri yang tinggal dilingkungan pondok tersebut,
sementara dari luar belum banyak peminatnya karena sulitnya
berpisah dengan orang tua pada usia MI.
Keadaan sarana prasarana di Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Muaro Jambi sangatlah sederhana. Dari segi fisik, sarana
dan prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi di antaranya adalah areal tanah seluas 10246 m2
dan bangunan gedung seperti kantor, ruang belajar, asrama, dan lain-
lain. Pondok pesantren ini sudah mempunyai masjid, namun dalam
217
Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
0
50
100
150
200
250
300
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
135
tahap pembangunan yang berukuran 21 m x 21 m dengan 2 tingkat,
tetapi tetap bisa digunakan untuk kegiatan santri.
Penulis akan menguraikan kondisi sarana dan prasarana Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap, dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5
Keadaan Sarana dan Prasarana di Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Desa Sungai Terap Tahun 2021.218
No Jenis Jumlah Keterangan
(1) (2) (3) (4)
1 Ruang Kantor 1 unit Baik
2 Ruang Kelas 14 unit Baik
3 Asrama 15 unit Baik
4 Poskestren 1 unit Baik
5 Rumah Pimpinan/Kiai 1 unit Baik
6 Rumah Guru 4 unit Baik
7 Koperasi 1 unit Baik
8 Dapur Umum 2 unit Baik
9 WC Guru 4 unit Baik
10 WC Santri 24 unit Baik
11 Bak Mandi 1 unit Baik
12 Masjid 1 unit Belum Selesai
13 Kursi Santri 290 Baik
14 Meja Santri 290 Baik
15 Kursi Guru 18 Baik
16 Meja Guru 18 Baik
17 Perpustakaan 1 unit Baik
18 Komputer 10 unit Baik
218
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
136
No Jenis Jumlah Keterangan
(1) (2) (3) (4)
19 Jam Dinding 1 Baik
20 Rak Buku 2 Baik
21 Almari 2 Baik
22 Televisi 1 unit Baik
23 Papan Data 2 Baik
24 Papan Pengumuman 1 Baik
Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi belum ideal bila dibandingkan dengan jumlah
santri yang belajar di pondok tersebut. Hingga saat ini pihak
pengelolah pondok terus berusaha melengkapi fasilitas pondok sesuai
dengan standar kelayakan dan kemampuan finansial yang ada.
Mengenai keadaan alat administrasi dan keadaan meubel yang
ada di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
dapat diuraikan sebagai berikut. Seperti adanya komputer, televisi,
jam dinding, alat pengeras suara, almari, kipas angin, kursi dan meja,
papan tulis, papan data, dan papan pengumuman. Dilihat dari segi
alat administrasi dan keadaan meubel yang dimiliki.
Di dalam ruang belajar santri terdapat kursi dan meja belajar,
selain itu juga terdapat gambar presiden dan wakil presiden, garuda
pancasila, koleksi kaligrafi hasil karya dari santri pondok pesantren
serta fasilitas yang dapat menunjang kegiatan proses pembelajaran
seperti papan tulis, spidol, penghapus, meja dan kursi, buku absen
guru dan santri, dan fasilitas lainnya yang dapat menunjang
pengembangan pendidikan santri. Untuk melaksanakan upacara
pondok pesantren ini memiliki halaman yang berada didepan kelas
dan kantor. Ukuran halamannya tidak terlalu luas, hanya cukup untuk
pelaksanaan upacara saja.
137
Pembina santri juga ada yang dilakukan oleh Pembina Organisasi
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap dan
pembinaan Organisasi tersebut belum terorganisir secara administratif
dengan baik terkesan sangat vakum. Sebagai contoh, belum
lengkapnya pembukuan Organisasi pondok pesantren sehingga
peneliti kesulitan mencari data yang berhubungan dengan kegiatan
tersebut secara lengkap. Selain dari faktor fisik yang harus
mendukung dalam proses pembelajaran, faktor lingkungan juga harus
dapat mendukung.
3. Pondok Pesantren Bustanul ‘ULum Tanjung Jabung Timur
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum adalah salah satu rumah tahfiz
pada awalnya yang berlokasi di desa Simbur Naik, Kec. Muara Sabak
Timur, Kab. Tanjung Jabun Timur di bawah naungan yayasan
Bustanul „Ulum. Pada mulanya Pondok Pesantren Bustanul „ULum
dikenal sebagai RTBQ, singkatan dari Rumah Tahfiz Bustanul Al-
Qur‟an yang awalnya hanyalah program belajar Al-Qur‟an di Masjid
Raya Al-Ittihad yang dipelopori oleh salah satu pemuda Simbur Naik
yang baru lulus S1 di UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, pemuda
tersebut adalah seorang hafiz Qur‟an 30 juz jebolan Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, namanya Ustaz Ihsan Daim
Abdullah.
Asal mulanya program ini dilaksanakan pada tanggal 8 oktober
2015 yang pada saat itu hanya terdiri dari tiga murid saja, di mana
salah satu murid (dewasa) baru mulai belajar mengaji dari nol,
sedangkan dua orang lainnya (remaja) belajar memperbaiki bacaan
Al-Qur‟an. Lama kelamaan, banyak remaja maupun dewasa yang
berbondong-bondong ikut belajar tahsin Al-Qur‟an, salah satu di
antara mereka ada yang sebelumnya pernah menghafal Al-Qur‟an,
Aqil Ar-Rozan namanya, sehingga Aqil tidak hanya mengikuti tahsin
Al-Qu‟an, melainkan ia juga harus menyetor ulang hafalan yang
pernah ia hafalkan. Beranjak dari sini, banyak murid-murid yang
138
tertarik mengikuti Aqil, mereka juga menyetorkan hafalan ayat demi
ayat kepada Ustaz Ihsan Daim. Dari sinilah, program tahsin dan tahfiz
dimulai. Beberapa bulan setelahnya, Ustaz Ihsan Daim diundang
untuk menjadi tenaga pengajar di Yayasan Bustanul „Ulum, yang
kebetulan lokasinya berseberangan dengan Masjid Raya Al-Ittihad.
Melihat perkembangan anak-anak yang mengaji di Masjid, beberapa
guru mengusulkan dibentuknya lembaga semisal Rumah Al-Qur‟an.
Usulan ini diterima oleh kepala yayasan Bustanul „Ulum, sehingga
dibentuklah Rumah Tahfiz Bustanul Quran dibawah naungan Yayasan
Bustanul „Ulum yang diresmikan pada tanggal 4 Juni 2016.
Pada setiap bulan ramadhan RTBQ melaksankan wisuda tahfiz.
Wisuda Tahfiz angkatan pertama dilaksankan pada tahun 2017
dengan jumlah 28 wisudawan/wati golongan 1 juz dan 5 juz, wisuda
angkatan kedua dilaksanakan pada tahun 2018 dengan jumlah 25
wisudawan/wati golongan 1, 5 dan 10 juz. Sedangkan tahun 2019,
wisuda tahfiz angkatan ketiga dilaksanakan seminggu setelah lebaran
idul fitri dengan jumlah 50 wisudawan/wati golongan 1, 3, 5, 10, 15
dan 30 juz.219
Dari sejarah berdirinya, dipahami bahwa pada awalnya hanyalah
pengajian biasa untuk memperbaiki bacaan, namun karena animo
masyarakat yang cukup tinggi, sehingga terbentuk rumah tahfiz, yang
dilaksanakan di masjid, hingga dalam perkembangannya dibina oleh
yayasan Bustanul „Ulum, dan hingga dikenal oleh masyarakat Tanjung
Jabung Timur sebagai pondok pesantren yang memiliki kegiatan
tahfiz.
Pondok Pesantren Bustanul „ULum berada di Parit 5 yang terletak
di Jl. H. Muhammad Arsyad, Rt. 14, Dusun Cendrawasi Desa Simbur
Naik Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
219
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, 2020.
139
Adapun batas-batas wilayah Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
adalah:220
a. Sebelah Utara berbatas dengan tanah Tajuddin dan tanah H.
Daeng Parani
b. Sebelah selatan berbatas dengan tanah H. Nawawi
c. Sebelah Barat berbatas dengan jalan raya Desa Simbur Naik
d. Sebelah Timur berbatas dengan tanah H. Ahmadi
Penyusunan struktur organisasi merupakan salah satu hal yang
penting dalam sebuah lembaga. Struktur organisasi disusun untuk
mempermudah seseorang dalam menjalankan tugasnya dalam
rangka memajukan sebuah lembaga. Adapun struktur organisasi di
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3.
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.221
Dilihat dari struktur organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur di atas dipahami bahwa Pondok Pesantren
220
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021. 221
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.
KETUA YAYASAN H. TAHANG TOHA, S.Ag.
SEKRETARIS SHADIQ AT TAQWA, S. Kom.
BENDAHARA DANIAL, S. Sos.I
USTAZ IHSAN DAIM, S.Ud USTAZ GHAZALI ABBAS, S.Pd.I
140
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, tidak melibatkan personel
yang terlalu banyak dalam pengelolaannya, hanya melibatkan lima
personel mulai dari ketua yayasan hingga tenaga pendidik dan
kependidikan.
Visi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur:
Menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
sumber daya insani yang dipercaya untuk mendidik dan menghasilkan
insan Indonesia dewasa yang memiliki karakteristik yang
khas, menghafal, menguasai dan memahami Al-Qur‟an, kitab-kitab
klasik, berakhlak mulia, cerdas, dan mandiri.
Untuk mewujudkan visi di atas, misi yang diemban oleh Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan generasi masa depan yang berwawasan Al-
Qur‟an dan berpegang kepada Sunnah Rasulullah SAW.
b. Menghasilkan lulusan yang profesional dalam bidang ilmunya
masing-masing.
c. Mengembangkan kemampuan dan profesionalisme staff agar siap
menjadi pelayanan umat.
d. Memiliki ilmu dasar mengenai Al-Qur‟an dan syariat Islam serta
mengamalkan secara benar dan bertanggung jawab.
e. Memiliki kemampuan dasar untuk merumuskan dan
menyampaikan dakwah Islamiyah yang sejuk dan membangun
terutama dalam ilmu Al-Qur‟an.
f. Memiliki sikap sendiri dalam kehidupan sehari-hari dan mampu
berinteraksi dengan masyarakat.
Sementara tujuan yang ingin dicapai adalah:
a. Menghasilkan generasi muda Islam yang mempunyai kemampuan
menghafal Al-Qur‟an dengan mutqin dan berakhlakul karimah.
b. Kemampuan memahami Al-Qur‟an, baik secara tekstual maupun
kontekstual.
141
c. Kemampuan membaca, mengartikan dan menguasai khazanah
ilmu-ilmu Islam.
d. Memberikan layanan kepada masyarakat dalam bentuk
pembinaan mental, konsultasi agama Islam dan praktek-praktek
ibadah.
e. Mendidik siswa agar mampu berinteraksi dengan Al-Qur‟an dan
as-Sunnah secara tilawah, hafalan, pemahaman maupun
pengamalan.
f. Menyiapkan siswa yang berkualitas untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi.
g. Mendidik generasi Islam yang terampil dan sensitif terhadap
perkembangan zaman
Berangkat dari visi dan misi Pondok Pesatren Bustanul „Ulum
diketahui bahwa keberadaannya diharapkan dapat mempersiapkan
generasi muda yang islami, berakhlakul karimah serta mempunyai
daya saing yang tinggi baik di bidang agama maupun dibidang umum.
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur diasuh
mayoritas anak muda di bawah 50 tahun, hanya terdapat beberapa
orang tenaga pendidik di atas usia 50 tahun, hal ini dapat dilihat dari
tabel di bawah ini:
Tabel 4.6
Tenaga pendidik dan kependidikan Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur.222
No Nama No. KTP Tempat
Tanggal
Lahir
Jenis
Kelamin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 H.Tahang Toha, S.Ag 1507010704750001 Simbur Naik 07/04/1975 L
2 Ihsan Daim, S.Ud 1507011806870001 Simbur Naik 18/08/1987 L
3 Ghazali Abbas, S.Pd.I 1507010910850003 Simbur Naik 09/10/1985 L
4 Muhammad Sayuti, S.Pd.I 1507010407740004 Simbur Naik 04/07/1974 L
222
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.
142
No Nama No. KTP Tempat
Tanggal
Lahir
Jenis
Kelamin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
5 Syamsuddin Hadi 1507010306670001 Simbur Naik 03/06/1967 L
6 H. M. Arsyad 1507011208640001 Pulau Kecil 12/08/1963 L
7 M. Danial, S.Sos.I 1507012003840001 Simbur Naik 20/03/1984 L
8 Shadiq At-Taqwa, S. Kom 2171090607869004 Kuala Enok 06/07/1986 L
9 Hj. Rukayyah, S.Pd.I 1507014708800002 Simbur Naik 07/08/1980 P
10 Sudirman, S.Sos 1507011902870001 Simbur Naik 19/07/1987 L
11 Nailah Ilmiah, S.Pd 1507014303890001 Simbur Naik 03/03/1989 P
12 M. Nasiruddin , S.Pd 1507010801960000 Simbur Naik 08/01/1996 L
13 Fatimah 1507016903750001 Simbur Naik 29/03/1975 P
14 Samsiah, SE 1507015003740001 K.Tungkal 10/03/1974 P
15 Rosita, S.Pd 1507014411840001 Simbur Naik 04/11/1984 P
16 Nurfikriyati, S.Pd 1507014208880061 Simbur Naik 02/08/1988 P
17 Fitriani, SE.Sy 1507014606850002 Simbur Naik 06/06/1985 P
18 Hidayatullah, S.Pd 1507012310940004 Simbur Naik 23/10/1994 L
19 Ami Rahma, S.Pd 1507011909960001 Simbur Naik 19/09/1996 P
20 Maryatul Qybtia, S.Pd 1507017007960001 Simbur Naik 30/07/1996 P
21 Nurul Hikmah, S.Pd 1507014708960002 Simbur Naik 07/08/1996 P
22 Amil Haq, S.H 1507012704930001 Simbur Naik 27/04/1993 L
Dilihat dari latar belakang pendidikannya, tenaga pendidik dan
kependidikan cukup bervariasi, namum mayoritas adalah alumni UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
1) Santri dan Santriwati
Santri dan santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur mayoritas berasal dari lingkungan pondok pesantren
yang ada di desa Simbur Naik, hanya terdapat beberapa santri dan
santriwati yang berasal dari luar Desa Simbur Naik.
Lebih rinci jumlah santri dan santriwati dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
143
Tabel 4.7
Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.223
No Jenjang
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Kelas VII 24 16 40
2 Kelas VIII 28 16 44
3 Kelas IX 12 24 36
4 Kelas X 13 23 33
5 Kelas XI 17 16 33
6 Kelas XII 16 14 30
Jumlah 120 115 220
Dari data di atas dipahami bahwa Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur, mengelola jenjang pendidikan tingkat
menengah pertama atau Tsanawiyah dan tingkat menengah atas atau
madrasah Aliyah, selanjutnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Grafik Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur.224
223
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX Kelas X Kelas XI Kelas XII
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
144
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur berdiri
di atas tanah seluas 10.000 M2, merupakan wakaf dari beberapa
tokoh masyarakat Simbur Naik, hingga saat sekarang ini, sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Bustanul „Ulum dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8
Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur Tahun 2021.225
No Jenis Jumlah Keterangan
(1) (2) (3) (4)
1 Ruang Kantor 1 Unit Baik
2 Ruang Kelas 3 Unit Baik
3 Rumah Kiai/Asrama 2 lantai Baik
4 Rumah Guru 1 Unit Baik
5 Dapur Umum 1 Unit Baik
6 WC Guru 2 Unit Baik
7 WC Santri 18 Unit Baik
8 Masjid/Perpustakaan 1 Unit Baik
9 Kursi Santri 120 Baik
10 Meja Santri 120 Baik
11 Kursi Guru 18 Baik
12 Meja Guru 18 Baik
13 Komputer 2 Unit Baik
14 Jam Dinding 1 Baik
15 Rak Buku 2 Baik
16 Saung 2 unit Baik
17 Papan Data 2 Baik
18 Papan Pengumuman 1 Baik
224
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.
225Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.
145
No Jenis Jumlah Keterangan
(1) (2) (3) (4)
19 BUS 1 unit Baru
20
Sarana olahraga
(lapangan putsal, volly
ball, takraw, badminton,
catur panahan)
Masing-masing
satu set
Baik
Berdasarkan data sarana dan prasarana di atas, terdapat
kesenjangan antara fasilitas yang tersedia, misalnya WC santri yang
berjumlah 18, sementara fasilitas lainnya masih kurang, hal ini
disebabkan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, pada tahun 2019
mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat (Menteri PUPR) berupa
paket RUSUNAWA yang lengkap sesuai dengan standar
RUSUNAWA, hal ini menyebabkan jumlah WC yang ada cukup
banyak.226
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum belum memiliki sarana dan
prasarana yang lengkap seperti pesantren modern, namun dalam
perkembangannya terus mengalami perubahan yang cukup signifikan
karena adanya dukungan dari beberapa putra daerah Simbur Naik
yang berkarir di level daerah maupun level nasional.
B. Temuan Penelitian dan Pembahasan Penelitian
1. Pengelolaan Program tahfiz Pada Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum
Tanjung Jabung Timur
Pengelolaan kegiatan atau program, paling tidak ada tiga unsur
yang sangat urgen, yaitu pertama, adanya aktivitas yang dilakukan
oleh pimpinan dalam lembaga pendidikan yakni pimpinan pondok
226
Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.
146
bersama dewan guru dan stakeholder yang ada. Hal ini menunjukan
begitu pentingnya ability atau kemampuan dan keterampilan khusus
yang perlu dimiliki pengelola untuk melakukan hubungan
kemanusiaan dengan yang lain dan untuk mempengaruhi orang lain
baik melalui hubungan perorangan maupun hubungan kelompok.
Kemampuan dan keterampilan khusus tersebut dapat dilihat pada
interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin
staff atau bawahan. Kedua, menunjukan kegiatan yang dilakukan
bersama dan melalui orang lain itu mempunyai tujuan yang akan
dicapai. Dimensi ini memberi makna bahwa kegiatan pengelolaan
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ketiga, pengelolaan dilakukan dalam suatu organisasi atau lembaga
pendidikan sehingga tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan
organisasi, bukan tujuan personal yang ada dalam organisasi,
karenanya membutuhkan kehadiran pengelola yang memiliki
kemampuan manajerial dalam mengelola sumber daya yang tersedia.
Ada beberapa unsur yang terkait dengan pengelolaan, dimulai dari
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing)
menggerakkan (actuating) pengawasan (controlling). Bagian-bagian
pengelolaan ini, peneliti tuangkan untuk melihat pengelolaan tahfiz Al-
Qur‟an di tiga lokasi penelitian yang berbeda, yakni pada Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur.
a. Pengelolaan Program tahfiz Pada Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi
Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi adalah:
1) Perencanaan (Planning)
147
Perencanaan merupakan proses awal yang dilakukan secara
sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang
akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Perencanaan
berisi kumpulan kebijakan yang telah disusun dan dirumuskan
secara sistematis berdasarkan analisis kebutuhan dan
kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang pasti di
masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah
perubahan, dan perencanaan merupakan hal yang paling urgen
dalam menjembatani masa kini dan masa akan datang,
meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Perencanaan merupakan proses menentukan apa
yang seharusnya dicapai dan bagaimana membumikannya.
Perencanaan program tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi berangkat dari visi dan misi pondok
pesantren, yakni “Menuju Pondok Pesantren Hifz Al-Qur‟an
Terkemuka dan Berkaliber Nasional di Provinsi Jambi”. dan
sejarah keberadaan pondok pesantren itu sendiri. Dari penelitian
di lapangan, perencanan program tahfiz Al-Qur‟an hampir tidak
mengalami perubahan dari awal berdirinya hingga sekarang,
sehingga tidak ditemukan bukti tertulis secara formal yang
dituangkan dalam bentuk papan program tahfiz Al-Qur‟an. Hal ini
diungkapkan oleh Izal Azmi (yang sehari-harinya dipanggil ustaz
Izal Azmi Al-Hafiz).
“Program tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Al-Mubarak dak
do banyak, dan sudah dirumuskan sejak saman dulu dak ada
perubahan, biarlah pondok lain mengikuti trend zaman kini,
pondok ini mengacu dari program awal, dan tidak berubah yaitu
tahsin dan tahfiz”.227
227
Izal Azmi, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
148
Hal senada juga disampaikan oleh ustaz Syarifuddin Amir,
SM., Al-Hafiz: ”Sejak jadi santri hingga jadi ustaz, program
program yang ada di pondok pesatren ini tidak mengalami
perubahan, hanya dua, bagaimana anak benar membaca Al-
Qur‟an dan selanjutnya mampu menghafalnya, itu aja dari dulu.”228
Dari hasil wawancara di atas, dan observasi di lapangan
peneliti tidak menemukan bukti tertulis yang tuangkan dalam
bentuk pamplet program kerja pondok pesantren.229 Perumusan
program tahsin dan tahfiz berangkat dari pengalaman impiris
ketua yayasan sekaligus pendiri pondok pesantren al-Mubarak,
yakni Ahmad Mubarak Daud (kesehariannya lebih dikenal dengan
panggilan KH. Ahmad Mubarak H. Muhammad Daud Al-Hafiz,
sewaktu beliau menghafal Al-Qur‟an di Makkah al-Mukarramah,
sebagaimana yang diungkapkan oleh beliau;
Apa yang dilaksanakan di pondok ini, cara menghafal,
program perencanannya sebenarnya mengalir saja tidak seperti
pondok modern, ia membenarkan bacaan santri, setelah baru
dilanjutkan dengan menghafal, biarlah tempat lain memiliki cara
tersendiri, di sini tetap seperti ini dari dulu, tidak ada niat untuk
merubahnya, karena kami anggap program ini masih baik dan
hasilnya juga sudah terbukti diakui masyarakat.230
Rumusan program tahsin dan tahfiz setiap awal tahun tetap
dibahas dalam forum rapat tahunan yayasan, pimpinan, para
asatiz, namun realitasnya tetap dipertahankan karena dianggap
masih yang terbaik untuk diterapkan di lingkungan pondok
pesantren ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Izal Azmi;
228
Syarifuddin Amir, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 229
Observasi, 11 Juli 2021. 230
Ahmad Mubarak Daud, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
149
Setiap awal penerimaan santri baru, sebelum anak-anak mulai
menghafal, kami mengadakan rapat memberikan kesempatan
kepada semuanya untuk mengemukakan ide pokok untuk
perbaikan penyusunan program tahfiz, namun ujung-ujungnya
tetap saja kembali kepada program tahsin dan tahfiz, karena
tenaga pengajar di pondok ini mayoritas alumni dari pondok
pesantren ini.231
Berdasarkan paparan di atas dan hasil observasi di lapangan
dapat dipahami bahwa perencanaan program tahfiz di Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sejak awal berdirinya hingga
sekarang tetap mempertahankan program tahsin dan tahfiz,
karena dianggap masih yang terbaik dan terbukti output yang
dihasilkan sudah menyebar di tengah-tengah masyarakat dan
diakui keberadaannya.232
Dari sisi persiapan sumber daya manusia yakni tenaga
pengajar disesuaikan dengan kebutuhan santri yang mendaftar
diawal tahun ajaran baru. Berdasarkan penjelasan Izal Azmi:
“Mayoritas direkrut dari alumni sendiri yang dianggap mumpuni
untuk mengajar, walapun setiap tahunnya pondok melahirkan
hafiz dan hafizah cukup banyak, tapi tidak semua kami rekrut
untuk membantu kami, hanya disesuaikan dengan kebutuhan
santri dan kemampuan yayasan untuk memenuhi kebutuhan para
ustaznya, akan tetapi setiap tahunnya terus mengalami
penambahan karena jumlah santri juga semakin bertambah”.233
Hal senada juga disampaikan oleh Syarifuddin Amir, sebagai
pengelola, sekaligus bendahara pondok. “Persiapan tenaga
pengajar di pondok ini cukup mudah karena banyak alumni setiap
231
Azmi, Wawancara. 232
Observasi, 11 Juli 202 233
Azmi, Wawancara.
150
tahunnya, tinggal diminta untuk mengajar, dan kebanyakan
bersedia, kecuali ada beberapa alumni yang memang ingin
melanjutkan pendidikan formalnya, dan dibutuhkan di daerahnya
atau dikampungnya untuk menjadi imam masjid atau guru,
biasanya yang seperti ini tidak bersedia mengabdi di pondok, tapi
kebanyakan bersedia, hal ini dibuktikan dengan tenaga pengajar
yang ada sekarang, mayoritas alumni dari pondok ini sendiri
termasuk saya sendiri234
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dari
segi tenaga pengajar berjalan secara alamiah sejak berdirinya
pondok hingga sekarang, direkrut dari alumni disesuaikan dengan
kebutuhan pondok berdasarkan jumlah santri dan santriwati.
Dari sisi sarana dan prasarana tahfiz juga berjalan secara
alamiah, karena kegiatan tahfiz tidak membutuhkan banyak
persiapan, cukup ada satu Al-Qur‟an pada setiap santri dan buku
kontrol setoran hafalan. Kedua sarana ini dipersiapkan oleh
pondok dan santri tinggal membelinya, biasanya sudah masuk
dalam pembiayaan pondok di awal tahun pelajaran, sebagaimana
diungkapkan oleh Syarifuddin Amir. “Perencanaan dibidang
sarana dan prasarana berupa persiapan Al-Qur‟an yang dikenal
dengan istilah Al-Qur‟an pojok untuk pegangan pokok para santri
dapat dibeli di pondok dan boleh juga dibawa dari rumah, yang
penting Al-Qur‟an pojok, supaya gampang menentukan batas
hafalannya, juga pondok menyiapkan buku daftar setoran hafalan
yang wajib dimiliki setaip santri sebagai kontrol terhadap
kemajuan hafalannya”.235
234
Amir, Wawancara. 235
Ibid.
151
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti menemukan
santri sedang melakukan aktivitas menghafal Al-Qur‟an sesuai
dengan kelompoknya semuanya memegang Al-Qur‟an dalam
bentuk yang berbeda-beda dalam ukuran, hal ini membuktikan
bahwa para santri memiliki kebebasan untuk membeli Al-Qur‟an,
yang seragam adalah buku kontrol hafalan karena memang
disediakan oleh pondok yang memiliki ciri khas tersendiri. Dengan
demikian dapat disimpulkann bahwa perencanaan pelaksanaan
tahfiz di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi cukup
sederhana dan tidak mengalami perubahan yang berarti sejak
didirikan pondok tersebut.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan langkah manajerial yang
dilakukan dalam mengkoordinasikan semua lini, pengelompokan
dan pengaturan berbagai macam aktivitas, menempatkan orang-
orang pada setiap aktivitas, menyediakan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam kegiatan, menetapkan wewenang, model
pendelegasian antara atasan dan bawahan dan penentuan
schedule, dan job discription dari seluruh aktivitas yang telah
direncanakan dan yang akan dilaksanakan.
Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam
lembaga pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya
penyusunan atau penentuan struktur pengelola, penentuan
prosedur koordinasi, penentuan persyaratan bagi ustaz dan
pembagian para santri yang mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme
pengoranisasian kegiatan tahfiz merupakan representasi dari
unsur pengurus yayasan, kepala sekolah, guru dan santri-
santriwati yang didasarkan atas surat keputusan (SK) dari
yayasan.
152
Berdasarkan data di lapangan pengorganisasian yang ada di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi pada dasarnya dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu pengelompokan para pembina
ustaz-ustazah dan santri itu sendiri. Para asatiz khusus membina
santri, sementara asatizah membina santriwati dan tidak pernah di
satukan dalam satu tempat bahkan antara santri dan santriwati
tidak pernah bertemu, walaupun dalam satu pondok, hal ini
diungkapkan oleh Izal Azmi: Sejak awal berdirinya pondok
pesatren ini antara santri dan santriwati tidak pernah disatukan
dalam satu tempat karena tidak dibolehkan dalam islam, bukan
muhrim, walaupun pada awalnya pembina atau ustaz
membimbing santriwati, karena tenaga pembina atau ustazah
belum ada, namun dalam beberapa tahun kemudian, alumni
santriwati yang dianggap mampu membina santriwati, demikian
beberapa tenaga pembina dari luar pesantren yang ikut serta
sebagai tenaga pendidik di pondok ini.236
Senada dengan hal tersebut di atas, Syarifuddin Amir
menjelaskan: Sejak jadi santri hingga menjadi pembina di pondok
ini, antara laki-laki dan perempuan tidak pernah dikumpulkan
dalam satu tempat baik santri maupun gurunya, karena memang
ciri pondok seperti itu, apalagi ini pondok tahfiz.237
Dari data observasi di lapangan selama peneliti mengadakan
penelitian, tidak pernah bertemu dengan ustazah dan santriwati,
karena mempunyai tempat dan gedung yang berbeda dalam
istirahat dan beraktivitas238.
Selain pengelompokan antara ustaz dan ustazah, santri dan
santriwati seperti pondok pesantren pada umumnya, di Pondok
236
Azmi, Wawancara. 237
Amir, Wawancara. 238
Observasi, 11 Juli 2021.
153
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi juga dikenal dengan ustaz dan
ustazah senior dan junior, hal ini dilihat dari masa kerja, dan
jabatan dalam struktur kepengurusan yayasan di pondok, hal ini
diungkapkan oleh Syarifuddin Amir: Kita di sini ada yang dikenal
dengan istilah ustaz dan ustazah senior, seperti Ustaz Izal Azmi
Al-Hafiz, H. Sulhi Muhammad Daud, Lc., MH, M. Daud H. Ahmad
Mubarak Al-Hafiz, Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz yang
mempunyai tanggung jawab yang cukup besar terhadap
pengelolaan pondok, para asatiz dan santri itu sendiri, di
bawahnya ada ustaz junior, yakni guru yang mengajar atau
bertatap muka langsung dengan para santri.239
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh M. Daud H.
Ahmad Mubarak: Kami para pengurus yayasan jarang bertemu
langsung kepada santri, kecuali santri tersebut telah
menyelesaikan hafalannya dan mau mendapat ijazah atau
sertifikat tahfiz, maka kami para senior yang menguji mereka
untuk menentukan layak atau tidaknya mendapatkan gelar Al-
Hafiz.240
Demikian juga halnya pernyataan yang disampaikan oleh
Juhairi Muhammad Syukur, ia membenarkan pernyataan di atas,
bahwa jarang sekali secara langsung bertemu dengan para santri,
kecuali ada acara pondok, atau persoalan pondok yang tidak
mampu diselesaikan oleh para asatiz, atau persoalan ustaz itu
sendiri.241
Selain adanya pengelompokan para guru berdasarkan
kesenioran dan junior, ustaz dan ustazah, santri dan santriwati
seperti pondok pada umumnya, sistem pengorganisasian santri
239
Amir, Wawancara. 240
M. Daud H. Ahmad Mubarak, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 241
Juhairi Muhammad Syukur, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
154
juga diberlakukan, pengelola pondok mengelompokan santri
secara merata, bukan berdasarkan jumlah hafalan.
Realitas yang ada di lapangan, setiap satu orang ustaz atau
ustazah akan membina 15-20 santri, dan santri tersebut ada baru
masuk, baru tahsin, mulai tahfiz, 1 juz, 5 juz atau sudah mau
khatam hafalannya, bukan berdasarkan jumlah hafalan, hal ini
dimaksudkan agar para pembina atau ustaz atau ustazah terus
mengulang hafalannya sambil membina para santri, serta
menghindari kejenuhan para pembina.242
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ustaz
Syarifuddin Amir: Sekarang sistem pengorganisasian santri dibagi
secara merata, misalnya 1 guru 15-20 santri yang dibina, dalam
15-20 santri tersebut bermacam-macam kemampuan dan jumlah
hafalannya, ada yang tahsin, ada 1 juz dan seterusnya, supaya
pembina dapat membina santri sambil mengulang ngulang
hafalannya, dan ada keadilan di antara para guru.243
Di awal-awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Mubarak ini,
sistem pengorganisasian atau pengelompokan santri dibagi
berdasakan jumlah hafalan, namun dalam perkembangannya
sekitar lima tahun terakhir dirubah, atas saran salah satu pembina
dengan pertimbangan menghindari kebosanan pembina, pembina
dapat muraja‘ah hafalannya secara merata karena menghadapi
santri yang bermacam-macam jumlah hafalan.244
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sistem
pengorganisasian santri di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi didasarkan pada keadilan dan pemerataan agar tidak
menimbulkan kecemburuan antara pembina dengan para pembina
242
Observasi, 11 Juli 2021. 243
Amir, Wawancara. 244
Syukur, Wawancara.
155
yang lainnya dalam melaksanakan aktivitasnya sebagai pembina
sembari mengulang-ulang hafalannya di halaman atau juz yang
berbeda-beda.
3) Menggerakkan (Actuating)
Setelah menata perencanaan dan pengorganisasian, langkah
berikutnya adalah bagaimana cara menggerakkan sumber daya
manusia secara sukarela untuk melakukan aktivitas personal yang
sesuai dengan prosedur yang telah dirumuskan sebelumnya.
Menggerakkan jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi
dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki
kecenderungan berbeda dan dinamis, sehingga membutuhkan
adanya singkronisasi. Dengan demikian actuating erat kaitannya
dengan fungsi leadershif sekalipun semuanya melalui proses
planning dan pengorganisasian terlebih dulu.
Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, fungsi actuating
diemban oleh Izal Azmi, sebagai pengelola yang terlibat langsung
pelaksanaan tahfiz dan pembinaan terhadap ustaz-ustazah,
pimpinan pondok hampir tidak terlibat secara langsung dalam
mekanisme pelaksanaan tahfiz, sebagaimana dikemukakan oleh
Syarifuddin Amir: Yang paling menentukan dalam pengelolaan
kegiatan di pondok Al-Mubarak ini adalah Izal Azmi, dialah yang
dianggap senior dan perpanjangan tangan dari pak kiai, pak kiai
tidak terlibat lagi dalam pengelolaan pondok, beliau hanya
memonitor dan menerima laporan dari Izal Azmi tentang
keadaan pondok.245
Menggerakkan (actuating) berarti merangsang atau
memotivasi semua stake holders untuk melaksanakan tugas-tugas
dengan antusias dan kemauan yang baik yang dilakukan oleh
245
Amir, Wawancara.
156
pemimpin. Oleh karena itu pengelola pondok mempunyai peran
penting dalam menggerakkan personal pondok dalam
melaksanakan program kerja sesuai dengan schedule dan job
discription. Peran leader adalah memotivasi ustaz dan personal
pondok lainnya melaksanakan tugas dengan antusias dan
kemauan yang baik dengan penuh keikhlasan untuk mencapai
tujuan dengan penuh semangat. Leader yang efektif cenderung
mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya mendukung
(suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri menggunakan
kelompok dalam membuat kebijakan. Keefektifan kepemimpinan
menunjukkan pencapaian tugas pada rata-rata kemajuan,
keputusan kerja, moral kerja, dan konstribusi wujud kerja. Prinsip
utama dalam penggerakan adalah bahwa prilaku dapat diatur,
dibentuk, atau diubah dengan sistem imbalan yang positif yang
dikendalikan dengan cermat.
Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang
berhubungan langsung dengan personil-personil dalam pondok
pesantren. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang
berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi
sumber daya manusia dan non manusia pada pelaksanaan tugas.
Semua sumber daya manusia yang ada harus dioftimalkan untuk
mencapai visi, misi dan program kerja lembaga pendidikan. Setiap
SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran,
keahlian dan kompetensi masing-masing, dapat mempengaruhi
orang-orang agar bersedia menjadi pengikut, menaklukan daya
tolak seseorang dan membuat orang dapat mengerjakan tugasnya
dengan baik dan mandiri.
Model actuating yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, dilakukan secara bertahap dan berjenjang,
157
mulai dari pimpinan tertinggi, dalam hal ini pengurus yayasan,
seterusnya kepada kepala sekolah, waka kesiswaan seterusnya
kepada para ustaz dan ustazah yang bersentuhan langsung
dengan santri dan satriwati.246
Prinsip kesatuan komando dan pengawasan berjenjang
sebagai prinsip dari actuating diwujudkan dalam menggerakkan
kegiatan tahfiz, sehingga pengurus yayasan tidak banyak tahu
tentang perkembangan, kemajuan, hambatan dan tantangan
dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz247, demikian juga kepada
kepala sekolah di tiap jenjang, tidak ikut terlibat dalam proses
kegiatan tahfiz, karena telah memberikan amanah dalam bentuk
pembagian tugas kepada ustaz dan ustazah.
Prinsip amanah diimplementasikan dalam mekanisme
actuating kegiatan tahfiz, sebab pimpinan pondok hanya mengatur
pembagian kerja, memberikan arahan kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan dan memotivasi kepada semua
stakeholders yang ada. Kegiatan ini dilakukan secara berkala
dalam forum rapat evaluasi kegiatan-kegiatan secara menyeluruh
yang dilaksanakan di pondok, yang dilaksanakan setiap awal
bulan.248
Dalam pelaksanaan prinsip amanah pimpinan pondok
memberikan kepercyaan penuh kepada para ustaz dan ustazhah
untuk melaksanakan pembinaan kepada para santri, pimpinan
pondok tidak banyak terlibat proses pembelajarannya, kecuali
adanya susuatu yang sangat urgen yang mengharuskan pimpinan
dalam menyelesaikannya.
246
Syukur, Wawancara. 247
Ibid. 248
Mubarak, Wawancara.
158
Tanggung jawab dibebankan kepada para mudarris/mentor
dalam mekanisme kegiatan tahfiz, karena telah diberikan amanah
berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang telah dirumuskan
bersama dalam forum musyawarah pimpinan yayasan, pengelola
dan ustaz-ustazah secara menyuluruh baik yang bertindak
sebagai ustaz dan ustazah maupun yang berprofesi sebagai
administrator, contohnya ustaz dan ustazhah diberikan
kepercayaan penuh dalam membimbing santri, demikian juga
halnya tenaga administrasi atau tenaga kependidikan.
Secara hierarkis, kegiatan tahfiz merupakan TUPOKSI dari
pengelola yayasan, maka yang paling dominan dalam melakukan
fungsi actuating adalah pimpinan yayasan yang bertanggung
jawab atas semua kegiatan pondok baik rutin maupun yang
bersifat insidentil, sementara keterlibatan ustaz dan ustazah lebih
dominan dalam fungsi pelaksanaan.
4) Pengawasan (Controlling)
Guna memastikan jalannya program dan kegiatan yang telah
direncanakan (planning), dan telah dirumuskan dalam schedule,
diperlukan suatu sistem monitoring dan evaluasi. Hal ini untuk
mengetahui tingkat pencapaian dan kesesuaian antara rencana
yang telah ditetapkan dengan realisasi yang ada.
Pengawasan sebuah keniscayaan dalam meraih kesuksesan
suatu kegiatan. Mekanisme pengawasan dalam kegiatan tahfiz
lebih bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan dari
atasan kepada bawahan, dalam realisasinya pimpinan berjalan
dari tempat atau lokasi kegiatan ke tempat kegiatan yang lain,
setelah semua aktivitas tahfiz dilangsungkan, aktivitas controlling
dilakukan secara periodik dalam rangka memastikan
keberlansungannya sebuah kegiatan, sebagaimana yang
159
diungkapkan oleh Syarifuddin Amir: Sebagai orang yang diberikan
amanah oleh pak kiai, Ustaz Izal Azmi Al-Hafiz bertanggung jawab
penuh dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan tahfiz,
bahkan semua yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
ada di pondok, pak kiai hanya terlibat kalau ada persoalan-
persoalan yang dianggap penting dan menyangkut dengan
keberadaan pondok, tapi dalam proses pelaksanaan di lapangan
diawasi oleh beliau.249
Model pengawasan yang lainnya adalah pengawasan yang
bersifat melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk
kepada self control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa
mengawasi dirinya sendiri, pengawasan ini didasarkan pada
kesadaran pribadi, introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah
bagi orang lain. Konsep pengawasan seperti inilah yang selalu
diingatkan oleh pihak pengelola kepada semua stakeholders,
terutama kepada guru-guru dalam setiap kegiatan evaluasi dalam
forum rapat, hal ini diungkapan oleh Ustaz Juhairi Muhammad
Syukur Al-Hafiz: Dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang
paling penting adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang
kita pegang setiap saat, berusaha, berkata, bekerja sesuai
dengan ayat ayat Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari
pimpinan, sebab apalah makna kita takut kepada pimpinan
sementara tidak takut dengan petunjuk yang ada dalam Al-
Qur‟an.250
Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran
pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan
249
Amir, Wawancara. 250
Syukur, Wawancara.
160
secara alamiah, belum tersentuh dengan manajemen modern, hal
ini didasari atas fakta bahwa peneliti menemukan kesulitan
mendapatkan data tertulis tentang mekanisme perencanaan,
karena apa yang dilakukan selama ini telah dicetuskan sejak
berdirinya pondok tahfiz ini.
Dalam pengorganisasian santri-santriwati dalam kegiatan
tahfiz pernah mengalami perubahan dari pengelompokan secara
merata tidak berdasarkan jumlah hafalan, berubah
pengelompokannya berdasarkan evaluasi kembali dibagi secara
merata seperti yang dilaksanakan saat sekarang ini.
Dalam hal pelaksanaan dan evaluasi, sejak awal berdirinya
pondok hingga sekarang lebih menekankan pada kesadaran yang
tinggi, bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan nilai-nilai Al-Qur‟ani,
sehingga fungsi pengawasan dari pimpinan tidak terlalu dominan
dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam lingkungan Pondok
Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.
b. Pengelolaan Program Tahfiz pada Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
1) Perencanaan (Planning)
Untuk melaksanakan suatu program, memerlukan
perencanaan yang matang sebagai langkah awal yang dilakukan
secara sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan
yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Beberapa
kebijakan akan ditempuh yang telah disusun dan dirumuskan
secara sistematis berdasarkan analisis kebutuhan dan
kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang pasti di
masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah
perubahan, dan perencanaan merupakan hal yang paling penting
dalam menjembatani masa kini dan masa akan datang,
161
meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Perencanaan merupakan proses menentukan apa
yang seharusnya dicapai dan bagaimana membumikannya.
Keberadaan kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamiy Muaro Jambi bukanlah program wajib bagi semua
santri dan santriwati yang ada, melainkan sebagai program
tambahan atau program pilihan dari tiga program yang ada, yaitu
dirasah sebagai program wajib bagi semua santri dan santriwati,
pendidikan formal dan tahfiz merupakan pilihan, masing-masing
santri wajib memilih dua program, dirasah dengan pendidikan
formal atau dirasah dengan tahfiz.251
Data di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
pimpinan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy (JFA)
Muaro Jambi: Di JFA ini ada tiga program yang telah di rumuskan
dari awal berdirinya, ada yang kami sebut sebagai program wajib,
yaitu dirasah (ngaji kitab kuning atau kitab gundul), semua santri
dan santriwati wajib mengikuti program ini dan sudah disampaikan
kepada santri sebelum mondok, ado juga program formal, berupa
sekolah pada umumnya, mengikuti kurikulum yang telah
ditetapkan pemerintah sesuai dengan jenjangnya, dan program
yang terkahir adalah tahfiz, masing-masing program ini sudah ada
yang dikasih tanggung jawab untuk mengaturnya.252
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Fathullah: Di
pondok ini ada tigo macam program, bukan jenjang pendidikan
seperti MI, MTs dan MA, kalau yang itu, jenjang pendidikan
formalnya, program pesantren secara umum yakni dirasah atau
251
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 252
Toni Fadlianyah, Wawancara dengan penulis, 19 Juli 2021.
162
ngaji kitab, ada formal, ada tahfiz, kebetulan sayo yang ditunjuk
untuk mengelola Tahfiz ini.253
Program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamiy Muaro Jambi diperuntukan untuk semua santri tanpa
melihat jenjang pendidikan formalnya, maka dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan fisik dan umur yang cukup
jauh, karena ada yang masih tingkat MI sudah mengambil
program tahfiz dan ada juga santri yang sudah masuk jenjang
Madrasah Aliyah (MA), juga memilih program tahfiz.254
Dalam perencanaan prorgam tahfiz Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy Muaro Jambi, ada beberapa
perencanaan yang telah dirumuskan oleh pengelola tahfiz,
kemudian diusulkan kepada pimpinan pondok dan pimpinan
pondok membawa program yang telah dirumuskan tersebut untuk
dibahas secara bersama-sama, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Fathullah: Untuk menyusun persiapan program tahfiz di
pondok JFA ini, saya diberikan kepercayaan penuh untuk
merumuskannya, setelah saya rumuskan, baru saya sampaikan
kepimpinan dan pimpinan selalu membawanya dalam rapat
dewan guru untuk dibahas dan dianalisis program yang telah saya
susun, setelah disetujui baru menjadi program yang siap untuk
dilaksanakan.255
Di antara program yang telah disusun, berlaku untuk semua
santri yang mengambil program tahfiz, yaitu
a. Taḥsin qira‘ah (perbaikan bacaan) Al-Qur‟an
b. Talaqqi (siswa menirukan bacaan guru)
c. Setoran hafalan
253
Fathullah, Wawancara dengan penulis, 19 Juli 2021. 254
Observasi, 19 Juli 2021. 255
Fathullah, Wawancaara.
163
d. Muraja‘ah (mengulang hafalan)
Sementara program tahfiz secara mandiri, ialah
a. Melakukan tambah hafalan
b. Memperlancar hafalan
c. Muraja‘ah mandiri256
Hingga saat ini ada beberapa program yang telah disusun dan
menjadi acuan dalam pelaksanaan program tahfiz, di antaranya
materi tahfiz, buku tahfiz, penentuan metode tahfiz, penentuan
waktu dan tempat tahfiz, pemilihan model evaluasi pembelajaran
tahfiz, penentuan model reward dan funisment.257
Menurut pimpinan pondok, persiapan atau perencanaan ini
penting sebagai acuan atau pedoman bagi guru- guru yang
mengajar tahfiz, agar tidak sembarangan dalam
pelaksanaannya.258
Berdasarkan observasi penulis program-program tersebut
telah dirumuskan secara formal dan dipajang ditempat
pelaksanaan tahfiz di lingkungan Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy.259
Table 4.9
Program Kerja Bidang Tahfiz Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al Islamy.260
No Nama Program Klasifikasi Program
Keterangan Individu Umum
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Taḥsin qira’ah (perbaikan
bacaan) Al-Qur‟an
√ Untuk santri
pemula
2 Talaqqi (siswa menirukan
bacaan guru
√ Untuk santri
pemula
256
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 257
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 258
Fadliansyah, Wawancara. 259
Observasi, 19 Juli 2021. 260
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
164
3 Setoran hafalan √ √ Semua santri
No Nama Program Klasifikasi Program
Keterangan Individu Umum
(1) (2) (3) (4) (5)
4 Muraja‘ah (mengulang) √ √ Semua santri
5 Melakukan tambah hafalan √ Semua santri
6 Memperlancar hafalan √ Semua santri
7 Muraja‟ah mandiri √ Semua santri
Dari data di atas, dapat dipahami bahwa perencanaan
program tahfiz, telah disusun secara kongkrit dan resmi, sehingga
guru-guru tinggal melaksanakannya, dan kepercayaan pimpinan
kepada pengelola tahfiz sangat tinggi.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Setelah perencanaan, tahapan manajemen yang dilakukan
selanjutnya adalah mengkoordinasikan semua lini,
pengelompokan dan pengaturan berbagai macam perencanaan,
menempatkan orang-orang pada setiap lini, menyediakan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan, menetapkan
wewenang, model pendelegasian antara atasan dan bawahan dan
penentuan schedule, dan job discription dari seluruh aktivitas yang
telah direncanakan dan yang akan dilaksanakan.
Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam
lembaga pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya
penyusunan atau penentuan struktur pengelola, penentuan
prosedur koordinasi, penentuan persyaratan bagi ustaz dan
pembagian para santri yang mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme
pengoranisasian kegiatan tahfiz merupakan representasi dari
unsur pengurus yayasan, kepala sekolah, guru dan santri-
santriwati yang didasarkan atas surat keputusan (SK) dari
pimpinan pondok.
165
Berangkat dari data di lapangan, pengorganisasian yang ada
di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi pada
dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu penunjukan para
pembina ustaz-ustazah yang dianggap mempunyai kapabilitas
untuk membina dan membimbing kegiatan tahfiz dan
pengelompokan santri dan satriwati yang memilih program tahfiz.
Berdasarkan data yang ada jumlah santri dan satriwati yang
memilih program tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi sebanyak 270 santri. Jumlah tersebut
dikelopokan menjadi 12 kelompok atau kelas, setiap kelompok
atau kelas dibina satu orang ustaz. Dari pembagian santri
tersebut setiap satu orang ustaz membina 22–23 santri atau
santriwati.261
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ustaz
Fathullah bahwa pengorganisasian santri dibagi secara merata
dari segi jumlah personil, yaitu antara 20 sampai 25 santri setiap
guru, karena sekarang ini ada 270 santri yang memilih program
tahfiz, itu dibagi 12 kelas berarti ada 12 guru yang membinanya.262
Seperti pondok pesantren umumnya, para ustaz atau para
guru laki-laki khusus membina santri, sementara para ustazah
membina santriwati dan tidak disatukan dalam satu tempat
bahkan antara santri dan santriwati tidak pernah bertemu,
walaupun dalam satu pondok, hal ini diungkapkan oleh Toni
Fadliansyah; sejak awal berdirinya pondok pesatren ini antara
santri dan santriwati tidak disatukan dalam satu tempat kegiatan,
karena bertentangan dengan etika Islam, dan sarana yang ada
masih memungkinkan untuk dipisahkan, demikian juga halnya
261
Observasi, 19 Juli 2021. 262
Fathullah, Wawancara.
166
guru atau pembinanya, kami sudah menyiapkan sumber daya
manusia atau guru sesuai dengan kebutuhan program tahfiz.263
Senada dengan hal tersebut di atas, Ustaz Fathullah
menjelaskan: DarI awal program tahfiz ini sudah terpisah antara
laki-laki dan perempuan, kelas laki-laki dibimbing oleh ustaz laki-
laki, kelas perempuan dibimbing ustazah perempuan, kito tidak
campur karena tidak bagus untuk dilihat.264
Dari data observasi di lapangan selama penelitian, sangat
jarang bertemu dengan guru-guru perempuan, kecuali ada urusan
resmi, hal ini di samping ciri khas pondok pesantren, juga memiliki
gedung dan asrama yang terpisah dengan santri laki-laki, namun
tetap dalam lingkungan pondok pesantren.265
Selain pengelompokan antara santri dan santriwati seperdi
pondok pesantren pada umumnya, di Pondok Pesantren Jauharul
Falah Muaro Jambi juga mengelompokan atau membedakan
pembina atau guru tahfiz dengan guru-guru lain, sebab guru tahfiz
harus bahkan wajib memiliki spesialisasi.
Hasil wawancara dengan pimpinan pondok dikatakan bahwa:
Pondok telah mempersiapkan tenaga pengajar sebanyak 14 ustaz
dan ustazah dengan rincian 9 ustaz dan 5 ustazah266 untuk
membina santri yang memilih program tahfiz. Dari 14 guru
tersebut, memiliki jumlah hafalan yang berbeda-beda, ada yang
lengkap 30 juz hafalannya (hafiz-hafizah), dan ada juga yang
masih rendah 5 juz, bagi yang hafiz atau hafizah dikhususkan
untuk membina santri yang hafalannya sudah banyak, sementara
yang ustaz yang masih rendah hafalannya akan membina anak-
anak atau santri yang baru mulai menghafal.267
263
Fadliansyah, Wawancara. 264
Fathullah, Wawancara. 265
Observasi, 11 Juli 2021. 266
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 267
Fadliansyah, Wawancara.
167
Hasil wawancara tersebut di atas didukung oleh hasil
wawancara dengan Fathullah: Dalam membina santri dan
santriwati yang memilih program tahfiz, kami memilih guru sesuai
dengan kemampuan dan jumlah hafalan dengan kebutuhan santri
dan santriwati, kalau gurunya sudah lengkap 30 juz hafalannya, itu
diperuntukan untuk santri yang sudah hafal 15 juz ke atas,
sementara guru yang hafapalannya masih sedikit diperuntukan
untuk santri dan santriwati yang masih baru atau masih sedikit
hafalannya.268
Berikut tabel tentang jumlah hafalan santri, jumlan santri dan
Pembina program tahfiz.
Tabel 4.10 Jumlah Hafalan Santri, Jumlan Santri Dan Pembina Program Tahfiz
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi.269
No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Jumlah pembina
1 1 – 5 102 8
2 6 – 10 17 1
3 11 – 15 16 1
4 16 – 20 3 1
5 20 – 30 7 1
Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa dalam
menentukan guru tahfiz sangat mengutamakan kemampuan guru
atau ustaz dan ustazah yang sudah hafiz untuk membimbing
santri dan santriwati program tahfiz.
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy adalah pondok
modern memadukan pendidikan umum dan agama. Bagi santri
yang telah memilih program tahfiz sebagai pilihan, maka waktu
untuk menghafal lebih banyak forsinya dibandingkan dengan
268
Fathullah, Wawancara. 269
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
168
aktivitas pandok yang lainnya, bahkan kegiatan belajar mengajar
di kelas reguler tidak diikut sertakan, kebijakan ini diambil dengan
pertimbangan agar santri dan santriwati fokus untuk menghafal Al-
Qur‟an, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh ustaz Toni
Fadliansyah: Di JFA ini, ada banyak program dan kegiatan yang
disediakan, namun anak-anak tidak dibolehkan untuk mengikuti
semuanya, hanya memilih dua dari tiga program wajib, bagi anak
yang mengikuti program tahfiz, waktunya banyak dipakai untuk
menghafal Al-Qur‟an ditambah dengan kegiatan dirasah pada
malam harinya, walaupun demikian anak-anak tetap punya waktu
untuk istirahat, olahraga dan bermain, karena dikhawatirkan anak-
anak bosan nantinya.270
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dan data dokumentasi,
Pengaturan jadwal waktu pelaksanaan kegiatan telah diatur
dengan baik agar kegiatan-kegiatan yang telah disusun dan
direncanakan tidak berbenturan antara satu dengan lainnya.
Berikut jadwal pelaksanakan kegiatan tahfiz Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy:
270
Fadliansyah, Wawancara.
169
Tabel 4.11
Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy.271
NO JAM BENTUK KEGIATAN KETERANGAN
1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran Hafalan
Jadwal ini
berlaku setiap
hari kecuali
hari minggu
istirahat total
2 06.30 – 07.30 Istirahat
3 07.30 – 11.00 Setoran Hafalan Baru
4 11.00 - 14.00 ISOMA
5 14.00 – 16.00 Mengulang Setoran Afalan
6 16.00 – 17.30 Istirahat Mandi
7 17.30 – 20.30 Mengulang Hafalan
8 20.30 – 22.00 Belajar Kitab Atau Dirasah
9 22.00 – 04.30 Istirahat Tidur
Berdasarkan jadwal di atas, dapat dipahami bahwa jadwal
kegiatan tahfiz cukup padat, hampir semua waktunya
dipergunakan untuk menghafal Al-Qur‟an.
3) Pelaksanaan (actuating)
Dalam pelaksanaan program yang telah direncanakan, ada
beberapa langkah yang ditempuh oleh pengelola tahfiz Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Kabupaten Muaro Jambi,
yaitu;
Penyampaian tujuan pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an. Tujuan
pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an adalah melahirkan para penghafal
Al-Qur‟an setiap tahunnya di pondok ini. Pelaksanaan
pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Jauharul Falah ini,
mewajibkan santrinya untuk menyetorkan hafalan sebanyak satu
halaman perhari, maka dengan demikian santri akan menghafal 1
juz perbulannya dan menargetkan 5 juz persemester, sehingga
santri akan mengkhatamkan hafalan Al-Qur‟an 30 juz dalam waktu
3 tahun.
271
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
170
Seperti yang dikatakan oleh Vania, santriwati penghafal Al-
Qur‟an mengatakan sebagai berikut: ”Saya mengikuti kelas tahfiz
ini karena senang sekali menghafal Al-Qur‟an dan bahkan ini
benar-benar kemauan saya sendiri, kemudian dengan menghafal
Al-Qur‟an akan dapat banyak pahala dari Allah.272
Hasil wawancara dengan Najma, santriwati belajar tahfiz Al-
Qur‟an mengatakan: ”Saya senang menghafal, karena dapat
pahala dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam
belajar materi lain di sekolah.”273 Dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas ada hubungannya dengan minat santri,
karena dengan adanya minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran
atau kegiatan, maka santri itu akan sungguh-sungguh belajar.
Media pembelajaran, keberadaan media dalam pembelajaran
sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi guru yang mengajar
dan bagi santri yang belajar. Media pembelajaran merupakan
salah satu sarana yang digunakan sebagai alat bantu dalam
pembelajaran juga untuk memudahkan tercapainya tujuan
pembelajaran.
Seorang guru dalam pelaksanakan tugasnya sangat
membutuhkan alat bantu agar tujuan kegiatan yang ia lakukan
mencapai hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, guru harus
mengenal berbagai macam media dan penggunaannya, mampu
memilih media yang tepat, mampu membuat media yang
sederhana yang diperlukannya. Menurut H. Fathullah Al-Hafiz,
hasil wawancara penulis sebagai berikut ia mengatakan: “Media
yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media mushaf Al-
Qur‟an dan media orang (guru tahfiz) yang memperagakan
bacaan Al-Qur‟an yang benar, dan media audio seperti tape
recoder untuk mendengarkan ulang hafalan, sedangkan sarana
272
Vania, Wawancara dengan penulis, 24 Juli 2021. 273
Najma, Wawancara dengan penulis, 24 Juli 2021.
171
yang dipakai adalah 1 kelas dan meja-kursi untuk santri yang
sudah disiapkan untuk ruang tahfiz Al-Qur‟an dan alat yang
dipakai adalah papan tulis.274
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa media
yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media mushaf Al-
Qur‟an dan media orang (guru tahfiz) yang memperagakan
bacaan Al-Qur‟an yang benar, dan media audio seperti tape
recoder untuk mendengarkan ulang hafalan, sedangkan sarana
yang dipakai adalah 1 kelas dan meja-kursi untuk santri yang
sudah disiapkan untuk ruang tahfiz Al-Qur‟an dan alat yang
dipakai adalah papan tulis.
Materi, pelaksanaan pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an ini bisa
terwujud jika memenuhi unsur-unsur yang ada pendidikan atau
guru, ada peserta didik, metode dan materi pembelajaran. Sesuai
dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, materi yang
diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Toni Fadliansyah,
pimpinan pondok dan guru yang mengatakan bahwa: Saya
mengajarkan anak-anak yang menghafal di sini terdapat 3 bagian.
Pertama ada yang mulai menghafal dari awal surat Al-Baqarah
setiap harinya, kedua anak-anak yang menghafal dari juz 30 ada
yang mulai dari surat An-Naba‟, ketiga ada juga yang menghafal
surah yang pendek-pendeknya saja dari juz 30.275
Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak yang
belajar menghafal dari Juz 1, ada juga yang mulai menghafal dari
juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak memulai dari surah an-
Naba yaitu Amma Yatasaa Aluun, dan ada juga sebatas juz
Amma.276 Kemudian wawancara penulis dengan Mukhlisin, guru
mengatakan: “Materi yang saya terapkan dalam menghafal Al-
274
Fathullah, Wawancara. 275
Fadliansyah, Wawancara. 276
Observasi, 24 Juli 2021.
172
Qur‟an dengan tajwid dan makharijul huruf yang pas. Sedikit demi
sedikit perkalimat, perayat sesuai dengan kemampuan anak.
Setelah bisa dan pas baru saya perintahkan untuk menghafal
sesuai dengan kemampuannya”.277
Berdasarkan pengamatan penulis di saat Mukhlisin mengajar
beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an dengan materi tajwid, yang
mana Mukhlisin Al-Hafiz membaca dulu ayat yang ingin dihafal
sesuai dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya
untuk menghafal.278
Masih menurut Mukhlisin, guru yang mengajar menghafal Al-
Qur‟an mengatakan: Saya juga mengajarkan materi setelah anak
hafal baru saya perintahkan anak untuk memperdengarkan
hafalan yang sudah saya ajarkan tadi untuk saya sima‟ apakah
anak sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau
belum tepat tajwidnya terkadang saya suruh anak untuk
melancarakannya lagi sampai benar-benar bisa. Jika
kesalahannya sedikit, saya suruh untuk melanjutkannnya.279
Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan anak-anak
belajar menghafal satu persatu secara bergantian menghadap
Mukhlisin, guru menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang belum
lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Ada juga yang
main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk
memperdengarkan hafalan. Dan anak-anak ini hafalannya jika
belum hafal waktu anak-anak memperdengarkan hafalannya
maka disetorkan kembali setelah salat Isya.280
Seperti yang dikatakan oleh Atika Sari, santri penghafal Al-
Qur‟an mengatakan sebagai berikut: ”Saya senang sekali
menghafal Al-Qur‟an dan bahkan ini benar-benar kemauan saya
277
Mukhlisin, Wawancara dengan penulis 24 Juli 2021. 278
Observasi, 24 Juli 2021. 279
Mukhlisin, Wawancara. 280
Observasi, 27 Juli 2021.
173
sendiri, kemudian dengan menghafal Al-Qur‟an akan dapat
banyak pahala dari Allah.281 Hasil wawancara dengan Fitri Ahyani,
santri belajar Tahfiz Al-Qur‟an mengatakan: ”Saya senang
menghafal, karena dapat pahala dan orang tua senang, dan
terasa kemudahan dalam belajar.282
Dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas ada
hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya minat
yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan, maka santri itu
akan sungguh-sungguh belajar.
Waktu dan Tempat Pembelajaran. Santri masih ada yang
kurang berminat menghafal Al-Qur‟an, hal ini dikarenakan kondisi
hafalan yang setiap harinya semakin banyak. Kemudian dalam
menghafal Al-Qur‟an santri mendapat pengawasan yang ketat.
kegiatannya yaitu pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dilakukan pada
pagi hari, dimulai pada subuh hingga isya. Kegiatan menghafal Al-
Qur‟an dilakukan secara berkelompok yakni kelompok putra dan
putri, kemudian dibagi lagi dalam kelompok kecil, masing-masing
kelompok diawasi oleh seorang Ustaz yang hafal Al-Qur‟an.
Kemudian setelah semuanya hafal maka dipanggil satu persatu
secara bergantian untuk menyetorkan hafalannya. Namun
permasalahannya sering ditemukan santri yang jenuh, dan
keasyikan berbincang-bincang dengan temannya sehingga lupa
akan tugas untuk menghafal Al-Qur‟an.283
Wawancara penulis dengan Toni Fadliansyah, pimpinan
pondok mengatakan bahwa: “Lokasi pembelajaran tahfiz Al-
Qur‟an dipusatkan di masjid pondok, tapi dari hari kehari santri
semakin bertambah dan fasilitas pondok juga semakin dilengkapi,
sekarang sebahagian santri menghafal di saung (bangunan yang
tidak berdinding penuh dengan ukuran sekitar 5x8m) yang ada di
281
Atika Sari, Wawancara, 24 Juli 2021. 282
Fitri Ahyani, Wawancara, 27 Juli 2021. 283
Observasi, 29 Juli 2021.
174
lngkungan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro
Jambi yang dilakukan setiap pagi hari mulai dari subuh hingga
malam, tentunya dengan beberapa waktu untuk istirahat, sholat
dan makan.”284
Wawancara penulis dengan Aulia, santriwati yang
mengatakan bahwa: “Aktivitas menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap dilakukan
setiap pagi hari mulai dari subuh hingga salat isya, setelah isya
dilanjutkan dengan pelajaran dirasah.”285 Wawancara penulis juga
dengan santriwati lain bernama Ningsih, santri yang mengatakan
bahwa: “Meskipun pada waktu menghafal Al-Qur‟an ini diawasi
oleh seorang guru tetapi masih banyak santri yang malas-malasan
belajar.”286
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa
pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dilakukan pada pagi hari, dimulai
pada shubuh hingga isya. Kegiatan menghafal Al-Qur‟an
dilakukan secara berkelompok yakni kelompok putra dan putri.
Dalam kelompok tersebut dibagi lagi dalam beberapa kelompok
kecil, kurang lebih 20-25 santri, dan dibimbing oleh satu orang
mudabbir.
Metode pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an. Ada beberapa metode
pembelajaran tahfiz yang diterapkan di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy. Untuk lebih jelasnya penulis akan
jelaskan satu persatu metode-metode pembelajaran tahfiz Al-
Qur‟an di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy adalah:
Metode Bin-Naẓar, metode ini merupakan cara untuk agar
para santri bisa lebih mudah dalam membaca dengan cermat
ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan dihafal dengan melihat mushaf
284
Fadliansyah, Wawancara. 285
Aulia, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021. 286
Ningsih, Wawancara dengan penulis, 3 Agustus 2021.
175
Al-Qur‟an secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran menyeluruh tentang urutan ayat-ayatnya.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan bahwa, metode
ini disampaikan oleh guru ketika anak-anak mau mulai menghafal
hafalan yang baru dan apalagi anak-anak yang baru mulai mau
menghafal, para guru mengajarkan bacaannya setelah betul, baru
anak diperintahkan untuk menghafal dan para gurupun
mengajarnya sedikit-sedikit satu ayat, dua ayat, sesuai dengan
kemampuan anak-anaknya.287
Dalam hal ini Mukhlisin, salah seorang guru yang juga
menegaskan bahwa: Metode bin-Naẓar saya lakukan sebelum
anak menghafal, saya ajar dulu satu ayat bahkan lebih sesuai
kemampuannya agar anak mudah dalam menghafal dan jika
hukum tajwidnya sudah betul, baru saya perintahkan kepada anak
untuk menghafal. Hal ini saya lakukan karena anak-anak didik
saya ini menghafal hanya di sini saja dan masih anak-anak lagi
jadi tidak bisa terlalu dipaksakan.288
Dari uraian ustaz Mukhlisin di atas, penulis dapat mengetahui
bahwa dengan metode ini santri bisa lebih mudah dalam
menghafal ayat yang ingin dihafalkannya begitu juga dengan
gurunya bisa lebih mudah dalam mengajarkannya. Metode bin-
Naẓar yaitu menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an
yang telah dibaca berulang-ulang secara bin-Nazor tersebut.
Misalnya menghafal satu baris, beberapa kalimat, atau sepotong
ayat sampai tidak salah. Setelah satu baris atau beberapa kalimat
tersebut sudah dapat hafal dengan baik, lalu ditambah dengan
merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sampai sempurna.
Observasi penulis di lapangan bahwa penggunaan metode ini
dalam kegiatan belajar mengajar menghafal Al-Qur‟an di Pondok
287
Observasi, 3 Agustus 2021. 288
Mukhlisin, Wawancara.
176
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, jika anak-anak sudah
diajarkan cara membaca dengan benar dan sudah dinazorkan
kepada guru baru anak diperintahkan menghafal, dan anak-anak
pun langsung menghafal dan setelah mereka lancar mereka
langsung diperintahkan menghadap guru untuk disima‟.289
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Toni Fadliansyah, S.Pd.I,
pimpinan pondok mengatakan: ‟Metode ini sangat penting karena
dalam proses menghafal Al-Qur‟an inilah intinya. Anak-anak
setelah saya ajarkan membaca sekitar 1 (satu) ayat bahkan lebih
sesuai dengan kemampuannya baru saya perintahkan untuk
menghafal dengan baik.”290
Adapun contoh pelaksanaan metode ini, sesuai dengan
pengamatan penulis di lapangan, setelah anak-anak diajari dan
sudah bisa membaca dengan lancar para santri dan santriwati pun
secara bergantian di panggil untuk menghadap kemudian anak
yang sudah diajarkan langsung di perintahkan menghafal, setelah
anak-anak hafal langsung menghafal dan mendengarkan
hafalannya dan anak-anak yang belajar menghafal Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ini menghafalnya
sedikit-sedikit minimal satu halaman maksimal tak terbatas sesuai
dengan kemampuan masing-masing.291
Wawancara penulis dengan Siti Naima, salah seorang santri
yang juga menegaskan: ”Melalui metode ini, guru langsung
memerintahkan menghafal ayat yang dimaksud dengan ketentuan
jika ayatnya pendek-pendek 2 halaman dan jika ayatnya panjang
1 halaman.”292 Berdasarkan hasil observasi penulis dapat
mengetahui metode tahfiz inilah yang sangat penting sekali di
dalam menghafal Al-Qur‟an dan dilakukan dengan serius dan guru
289
Observasi, 3 Agustus 2021. 290
Fadliasnyah, Wawancara. 291
Observasi, 8 Agustus 2021. 292
Siti Naimah, Wawancara dengan penulis, 8 Agustus 2021.
177
pun berusaha untuk meningkatkan metode agar anak bisa lebih
mudah dalam menghafal karena ini adalah intinya, jika tidak maka
tentu proses pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an tidak akan bisa
terlaksana dengan baik293.
Metode Talaqqi. Metode talaqqi yaitu memperdengarkan
hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru atau instruktur.
Metode ini merupakan salah satu cara mengajar dalam
membimbing anak-anak dalam menghafal Al-Qur‟an. Karena jika
tidak diperdengarkan kepada seorang guru maka para penghafal
tidak akan tahu betul hafal/tidak. Oleh karena itu Mukhlisin
sebagai guru tahfiz Al-Qur‟an melaksanakan metode talaqqi,
sebagaimana yang dikatakan saat penulis mewawancarainya
sebagai berikut: ”Setelah saya perintahkan kepada anak-anak
untuk menghafal maka jika ada yang sudah hafal dan lancar maka
dia menghadap langsung untuk disetor, jika tidak lancar maka
saya perintahkan menghafal kembali sampai lancar, jika anak itu
lancar maka saya perintahkan untuk melanjutkan ke ayat
berikutnya.”294
Wawancara penulis dengan Surtina, salah satu santriwati
mengatakan sebagai berikut: ”Setelah saya menghafal, maka guru
memerintahkan kami menghadap langsung untuk mendengarkan
hafalan, jika tidak lancar maka guru memerintahkan menghafal
kembali sampai lancar.”295
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan bahwa dalam
pelaksanaan metode ini diharapkan kepada peserta didik yaitu
setelah diperintahkan menghafal oleh guru maka anak-anak
langsung diperintahkan untuk menghadap guru dengan
memperdengarkan hafalan yang sudah di hafal anak-anak apakah
sudah benar-benar lancar atau belum. Anak-anak menghadap
293
Observasi, 8 Agustus 2021. 294
Mukhlisin, Wawancara. 295
Surtina, Wawancara dengan penulis, 12 Agustus 2021.
178
secara bergantian jika waktunya tidak memungkinkan maka anak-
anak memperdengarkan bacaannya sesudah sholat isya.296
Berdasarkan hasil observasi di atas menurut penulis dapat
dijelaskan bahwa, metode ini sangat bagus karena kelemahannya
ini adalah sering lupa, apalagi dalam menghafal Al-Qur‟an.
Dengan adanya metode ini para penghafal bisa mengetahui
kesalahannya dan mana yang belum benar.
Ada juga metode takrir, yaitu mengulang hafalan atau
memperdengarkan hafalan yang pernah dihafalkan/sudah pernah
diperdengarkan kepada guru. Takrir dimaksudkan agar hafalan
yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik. Selain dengan
guru, takrir juga dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud
melancarakan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak cepat
lupa. Metode ini juga sangat penting jika mengulang hafalan
disima‟kan kepada guru maka hafalan Al-Qur‟an seseorang tetap
terjaga dengan baik karena jika tidak diulang maka hafalan akan
mudah lupa. Berdasarkan hasil observasi di lapangan metode ini
diterapkan oleh guru dikarenakan waktunya cukup lama,
kemudian santri yang belajar menghafal Al-Qur‟an masih bisa
terkontrol oleh ustaz.297
Hal ini juga diakui oleh Toni Fadliansyah, S.Pd.I, ketika
penulis mewawancarainya: ”Metode takrir ini saya lakukan hal ini
disebabkan kondisi waktu yang ada. Saya juga berpesan kepada
anak-anak agar selalu mengulang hafalannya dan saya menguji
lancar atau tidaknya hafalan anak-anak dengan memberi soal
hingga batas terakhir hafalan anak-anak.”298
Hasil wawancara penulis dengan peserta didik dalam hal ini
disampaikan oleh Winda, santri yang mengatakan: ”Saya selalu
296
Observasi, 12 Agustus 2021. 297
Observasi, 23 Juli 2021. 298
Fadliansyah, Wawancara.
179
mengulang hafalan karena takut lupa.”299 Metode ini sangat
penting seharusnya guru menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy harus menerapkan agar
hafalan peserta didik tetap selalu lancar.
Metode Tasmi’. Metode tasmi‟ adalah memperdengarkan
hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupaun
kepada orang banyak. Dengan tasmi‟ ini, seorang penghafal Al-
Qur‟an akan diketahui kekurangan pada dirinya, karena bisa saja
ia lengah dalam mengucapkan huruf atau harakat. Dengan tasmi‟
seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam hafalan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan metode ini
diterapkan oleh guru menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy. Metode ini sangat penting dalam rangka
untuk memperkuat ingatan hafalan anak-anak yang sudah
mempunyai hafalan banyak agar tetap lancar dan mengetahui
kelemahan hafalannya yang tidak lancar.
Menurut Mukhlisin, hasil wawancara penulis sebagai berikut ia
mengatakan: ”Metode ini selalu saya lakukan dengan guru lainnya
untuk meningkatkan hafalan santri.”300 Menurut Elda Safitri, salah
satu santri mengatakan: ” Guru juga mempersilahkan setiap santri
memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada
perseorangan maupaun kepada orang banyak untuk
memperlihatkan kebenaran atau kesalahan hafalannya.”301 Dari
paparan di atas dapat dipahami ada tiga metode yang diterapkann
oleh guru tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy dalam kelas Tahfiz.
Evaluasi Pembelajaran, evaluasi ini bertujuan ingin
mengetahui hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di dalam
menghafal Al-Qur‟an, anak-anak lancar hafalan yang sudah
299 Winda, Wawancara dengan penulis, 23 juli 2021.
300 Mukhlisin, Wawancara.
301 Elda Safitri, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021.
180
dihafalnya, hal ini sangat penting apalagi seorang penghafal Al-
Qur‟an. Begitu juga evaluasi yang dilakukan oleh Fathullah, salah
satu guru mengatakan: ”Saya juga melakukan evaluasi hafalan
anak-anak dengan mengajarkan soal, saya membaca sedikit
sekitar 4 kalimat kemudian anak menyambungnya beberapa ayat.
Saya menyoalnya secara acak hingga batas terakhirnya hafalan
anak-anak.”302
Berdasarkan observasi penulis di lapangan kegiatan evaluasi
dengan mengajarkan soal kepada anak-anak, Mukhlisin
mengajarkan secara acak, anak-anak dikumpulkan dan dibuat
lingkaran bulat kemudian Mukhlisin memberi soal dan anak-anak
menjawab kemudian Mukhlisin memerintahkan anak-anak itu
sendiri mengajarkan ayat untuk dihafal kawan-kawannya secara
bergantian. Tapi evaluasi ini jarang sekali dilakukan oleh Mukhlisin
selama penulis meneliti sekitar 3x penulis melihat evaluasi
dilakukannya. Penulis juga melihat evaluasi dengan santri
diperintah untuk disima‟kan.303
Wawancara penulis dengan Haidir, salah satu santri yang
mengatakan bahwa: Evaluasi hafalan Al-Qur‟an dengan kami
sebagai santri selama ini di mana santri diperintah untuk
disima‟kan hafalannya satu persatu.”304 Keterangan tersebut
sesuai dengan pengamatan penulis dalam penelitian ini, agar
anak tetap lancar dan bisa menjaga hafalannya dengan baik.
Dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz, ada beberapa kendala
yang dihadapi guru dalam pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap
adalah:
Pertama, Tidak Disiplin dalam Menghafal Al-Qur‟an. Sikap
disiplin merupakan integral dari proses pembelajaran. Seorang
302
Fathullah, Wawancara. 303
Observasi, 29 Juli 2021. 304
Haidar, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021.
181
guru mengkondisikan santri dengan baik agar pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik pula. Wawancara dengan Latifah,
seorang santriwati yang mengatakan bahwa: “Minat kami sebagai
santri menghafal Al-Qur‟an terkadang menurun atau berkurang
jika hafalan sudah mencapai juz 15 ke atas, sehingga ada santri
yang bisa bertahan, namun banyak juga yang tidak bisa bertahan,
karena kondisi diri yang kurang disiplin di luar jadwal belajar.”305
Salah satu yang mempengaruhi minat belajar santri adalah
tidak seriusnya santri sewaktu belajar. Wawancara dengan Angga
Saputra, seorang santri yang mengatakan bahwa: “Saya
perhatikan teman-teman ada yang suka ngobrol sewaktu belajar,
kondisi ini menyebabkan santri kesulitan untuk fokus
menghafal.”306
Disiplin santri saat pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an sedang
berlangsung dan santri lain menyampaikan pendapat atau
bertanya tentang pelajaran yang diterangkan bila tidak mengerti
dan siswa tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan lain, selain
pelajaran yang bersangkutan serta siswa tidak boleh
meninggalkan kelas tanpa seizin guru.
Kedua, malas, tidak sabar, dan berputus asa dalam
menghafal Al-Qur‟an. Kesungguhan ini tentu nantinya bisa
mempengaruhi keberhasilannya dalam belajar. Santri yang
memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Wawancara dengan Toni Fadliansyah, S.Pd.I, mudir pondok
mengatakan: “Minat santri menghafal Al-Qur‟an terkadang
nampak menurun dan hal ini kami rasakan betul sebagai guru,
apalagi untuk hafalan juz 11 ke atas. Namun karena kami selalu
mengawasi kondisi ini maka masih ada santri yang bisa bertahan
305
Latifah, Wawancara dengan penulis, 5 Agustus 2021. 306
Angga Saputra, Wawancara dengan penulis, 5 Agustus 2021.
182
dan melanjutkan kegiatan menghafalnya di Pondok Pesantren
Jauharul Falah ini.307
Pengamatan penulis di mana indikator rendahnya minat santri
menghafal Al-Qur‟an seperti terkadang bermasalah dalam
memperdengarkan hafalannya jika sudah mencapai juz 11 ke atas
seperti tidak siap memperdengarkannya, atau berkeinginan untuk
pulang kampung karena tidak sanggup lagi menghadapi tekanan
hafalan yang demikian banyak.308
Wawancara penulis dengan M. Afriansyah, salah satu santri
mengatakan bahwa: “Saya terkadang timbul rasa malas untuk
menghafal Al-Qur‟an dan berkeinginan untuk pulang kampung
karena tidak sanggup lagi menghadapi tekanan hafalan yang
demikian banyak.”309
Pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an harus dilakukan dengan
tenang dan menyenangkan. Hal ini belum dilakukan sebagian
santri di Pondok Pesantren tersebut, di mana ada santri yang
merasa jenuh sewaktu hafalan sudah mencapai 11 juz ke atas.
Kejenuhan ini lambat laun mengurangi minat yang ada untuk
menghafal Al-Qur‟an.
4) Pengawasan (Controlling)
Untuk kelancaran sebuah proses manajemen, program yang
telah disusun, direncanakan, dilaksanakan, suatu sistem
monitoring dan evaluasi. Hal ini untuk mengetahui tingkat
pencapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan
dengan realisasi yang ada.
Seperti pengawasan pada umumnya, pelaksanaan
pengawasan dalam kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul
Falah Al-Islamy, lebih bersifat top down, yaitu pengawasan yang
dilakukan dari atasan kepada bawahan dengan sistem
307
Fadliansyah, Wawancara. 308
Observasi, 5 Agustus 2021. 309
Afriansyah, Wawancara dengan penulis, 9 Agustus 2021.
183
pendelegasian terhadap pengelola program, pimpinan pondok (top
management), lebih bersifat pasif dan menunggu laporang dari
pengelola yang telah dipercayai.
Dalam realisasinya pengelola tahfiz berjalan dari tempat atau
lokasi kegiatan ketempat kegiatan yang lain, setelah semua
aktivitas tahfiz dilangsungkan, aktivitas controlling dilakukan
secara spontanitas dan tidak terjadwal, untuk memastikan
keberlansungannya sebuah kegiatan, sebagaimana yang
diuangkapkan oleh Ustaz Fathullah;
Sebagai orang yang diberikan amanah oleh pimpinan, saya
merasa bertanggung jawab penuh dalam melakukan pengawasan
terhadap kegiatan tahfiz, saya mengawasi santri dan juga guru
gurunya, hal ini untuk memastikan bahkan semua yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan tahfiz yang ada di pondok berjalan
sebagaimana mestinya, dan saya harus melaporkan kepada
pimpinan apabila sewaktu-waktu beliau meminta laporan baik
secara lisan maupun secara tertulis.310
Ada pengawasan yang sering disampaikan oleh pimpinan
pondok, yaitu pengawasan terhadap diri sendiri, artinya
menanamkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab masing-
masing, baik sebagai pengelola maupun sebagai santri yang telah
dititipkan oleh orang tuanya kepondok ini.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh pimpinan pondoknya;
yang paling penting meningkatkan kesadaran akan tugas dan
tanggung jawab, baik sebagai santri maupun sebagai pengelola
termasuk saya, kita ini diawasi langsung oleh malaikat raqib dan
atid dan semua itu akan diminta pertanggung jawaban, kalau itu
kita tanamkan bersama terhadap pribadi masing-masing, insya
Allah akan berjalan dengan baik.311
310
Fathullah, Wawancara. 311
Fadliansyah, Wawancara.
184
Sebagai penanggung jawab tahfiz, Fathullah mengatakan
dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang paling penting
adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang kita baca
setiap hari, berusaha, berkata, bekerja sesuai dengan ayat ayat
Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari pimpinan, sebab
apalah makna kita takut kepada pimpinan sementara tidak takut
dengan petunjuk yang dalam Al-Qur‟an, kecuali santri yang masih
memerlukan bimbingan dan masih dalam tahap belajar wajib
untuk selalu diingatkan akan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai santri.312
Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran
pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan
secara alamiah, dengan manajemen sentuhan manajemen
modern, hal ini adanya dokumen perencanaan, pengorganisasian,
pengelolaan dan pengawasan secara faktual yang mudah untuk
diakses.
c. Pengelolaan Program Tahfiz pada Pondok Pesantren
Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur
Berdasarkan sejarah keberadaan program tahfiz di Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, pada awalnya
adalah pengajian biasa di Masjid Raya Simbur Naik, setelah
mendapat respon positif dimasyarakat, dan adanya putra daerah
alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi yang telah
mengkhatamkan hafalannya dan bersedia mengabdi di daerahnya,
maka tanggal 4 Juni 2016 diresimkan menjadi program pondok.
Dalam pengelolan program tahfiz Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum Tanjung Jabung Timur, banyak mengadopsi pengelolaan tahfiz
yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sebagaimana
312
Fathullah, Wawancara.
185
yang diungkapkan oleh Ihsan Daim (biasa dipanggil Ustaz Ihsan Daim
Al-Hafiz).
Sebagai alumni Al-Mubarak yang merintis program tahfiz bersama
kawan yang bernama Ghazali Abbas yang juga alumni Al-Mubarak,
tentu kami banyak belajar di almamater tentang pengelolaan program
tahfiz, karena kami berdua belum punya pengalaman banyak tentang
bagaimana mengelola secara modern seperti pondok tahfiz yang
sering kita lihat dan dengar di media sosial dan televisi.313
Sejalan dengan pernyataan di atas, H. Tahang Toha sebagai
pimpinan pondok menjelaskan:
Program tahfiz yang ada di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
Tanjung Jabung Timur adalah program baru yang cukup mendapat
tanggapan positif dari masyarakat yang ada di Tanjung Jabung Timur,
namun sebagai pimpinan menyerahkan sepenuhnya kepada Ustaz
Ihsan Daim Al-Hafiz dan Ghazali Abbas Al-Hafiz untuk mengurusnya,
sebab saya bukan alumni tahfiz dan belum punya pengalaman
dengan seluk belum kegiatan tahfiz.314
Namun demikian, dalam realitasnya pengelolaan program tahfiz
tetap memiliki perencanaan, penerapan, maupun evaluasi kegiatan.
Hal ini dapat penulis uraikan sebagai berikut:
1) Perencanaan (Planning)
Pada hakikatnya perencanaan adalah kumpulan kebijakan yang
telah disusun dan dirumuskan secara sistematis berdasarkan analisis
kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang
pasti di masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah
memajukan kegiatan menjadi lebih baik, meningkatkan kemungkinan
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan merupakan
proses menentukan apa yang seharusnya dicapai di masa
mendatang.
313
Ihsan Daim, Wawancara dengan penulis, 6 Juni 2021. 314
Tahang Toha, Wawancara dengan penulis, 6 Juni 2021.
186
Perencanaan program tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
pada awalnya berjalan secara alamiah yakni ada beberapa santri
yang bersedia menghafal di Masjid Raya kemudian peminatnya
semakin bertambah, akhirnya dipindahkan di madrasah yang ada di
sekitar masjid, hingga menjadi program tahfiz seperti sekarang ini.
Hal ini di ungkap oleh Ustaz Ihsan Daim: “program tahfiz pondok
pesantren ini tidak banyak, hanya berjalan secara alamiah
berdasarkan pengalaman waktu mondok di Al-Mubarak Kota Jambi,
dimulai dengan tahsin atau membenarkan bacaan, setelah bacaan
benar, dilanjutkan dengan tahfiz, karena itu yang saya lakukan waktu
mondok dan alhamdulillah bisa hafal Al-Qur‟an dalam waktu kurang
dari tiga tahun.315
Hal senada juga disampaikan oleh ustaz Ghazali Abbas Al-Hafiz:
”Sejak jadi santri dulu di jambi, hingga jadi jadi pengasuh di pondok
ini, program yang ada di pondok pesatren ini sama dengan yang ada
di pondok saya dulu, yaitu, bagaimana anak benar membaca Al-
Qur‟an dan selanjutnya mampu menghafalnya dengan baik.”316
Dari hasil wawancara di atas, dan observasi di lapangan peneliti
tidak menemukan bukti tertulis yang tuangkan dalam bentuk pamplet
program kerja bidang Tahfiz, yang kita temukan hanya program-
program pondok secara global, tidak ditemukan program secara
spesifik untuk kegiatan tahfiz.
Setelah kegiatan tahsin dan tahfiz berjalan dan mendapatkan
tanggapan positif dari masyarakat atas output yang dihasilkan, baru
kegiatan tersebut sering didiskusikan secara formal setiap awal tahun
dalam forum rapat tahunan yayasan, pimpinan, para ustaz, namun
realitasnya tetap dipertahankan karena dianggap masih yang terbaik
untuk diterapkan di lingkungan pondok pesantren ini, sebagaimana
yang diungkapkan oleh pimpinan pondok, yaitu H. Tahang Toha.
315
Ihsan Daim, Wawancara. 316
Ghazali Abbas, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.
187
Setiap awal penerimaan santri baru, sebelum anak-anak mulai
menghafal, kami mengadakan rapat memberikan kesempatan kepada
semuanya untuk mengemukakan ide pokok untuk perbaikan
penyusunan program tahfiz, namun pada akhirnya tetap saja kembali
kepada program tahsin dan tahfiz, karena tenaga pengajar di pondok
ini menganggap program ini sudah terbukti mutu yang dihasilkan.317
Berdasarkan paparan di atas dapat dipahami bahwa perencanaan
program tahfiz di pondok pesantren Bustanul „Ulum, sejak awal
diprogramkannya hingga sekarang tetap mempertahankan program
tahsin dan tahfiz, karena dianggap masih yang terbaik dan terbukti
output yang dihasilkan sudah menyebar di tengah-tengah masyarakat
dan diakui keberadaannya di lingkungan pondok dan masyarakat
Tanjung Jabung Timur.
Dari sisi persiapan sumber daya manusia yakni tenaga pengajar
pada awalnya hanya diasuh oleh satu orang guru tahfiz, yakni ustaz
Ihsan Daim, setelah ustaz Ghazali Abbas mengkhatamkan
hafalannya di pondok al-Mubarak langsung mengabdi dan membantu
ustaz Ihsan Daim. Dalam perkembangannya hingga saat ini telah
diasuh oleh lima orang guru tahfiz, sebagaimana yang dijelaskan oleh
ustaz Ihsan Daim.
Pada awal diadakannya program tahfiz, hanya sendirian sebagai
pembinanya karena tidak ada yang hafal Al-Qur‟an majelis guru yang
ada, setelah itu ditambah oleh ustaz Ghazali Abbas, dalam
perkembangannya sekarang terdapat lima orang tenaga pendidik atau
pembina, satu orang alumni Bustanul „Ulum, atas nama Rizki
Maulana, Muhammad Nasir alumni Pondok Pesantren Ahbabul Ihsan
Pemalang Jawa Tengah, Malik Azis, Alumni Yayasan Kuntum Pusat
Jawa Barat.318
317
Toha, Wawancara. 318
Daim, Wawancara.
188
Untuk membina santri sebanyak 220, pimpinan pondok
mengambil kebijakan untuk memberdayakan santri senior yang
hafalannya lebih dari 20 juz untuk membantu tenaga pendidik yang
ada, karena pimpinan pondok dan tenaga pendidik yang tersedia tidak
mampu melayani semua santri atau kurang efektif, sebagaimana yang
diungkapkan oleh pimpinan pondok.
Semua santri yang berjumlah 220 mengikuti program tahfiz,
sementara kami hanya berlima, kalau mau dibagi rata, kami akan
membina masing-masing 44 santri perorang, tentu akan kesulitan
kalaupun bisa tidak akan efektif, karena itu kami meminta kepada
santri-santri yang hafalannya sudah tinggi, dan dianggap mumpuni
untuk membantu kami, di samping mereka belajar dia juga mengajar,
tapi tidak semuanya, kami selektif dan punya kriteria tersendiri.319
Hal senada juga disampaikan oleh Tahang Toha, sebagai ketua
yayasan: tenaga pengajar di pondok ini, khususnya kegiatan sore
cukup kewalahan, karena santri semakin banyak, sementara guru
tahfiznya cuman 5 orang, makanya pimpinan pondok memberdayakan
santri senior atau yang sudah banyak hafalannya untuk membantu
mereka, terutama pada bagian sima‟i atau memperdengarkan hafalan
yang sudah di hafal.320
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dari segi
tenaga pendidik menyesuaikan dengan kebutuhan santri yang ada
dengan memperdayakan santri senior untuk menutupi tenaga
pembina yang ada karena santri semakin hari semakin bertambah,
sementara kemampuan finansial yayasan tidak mampu membiayai
tenaga pengajar, apabila merekrut tenaga pengajar yang baru.
Dari sisi sarana dan prasaran tahfiz juga berjalan secara alamiah,
karena kegiatan tahfiz tidak membutuhkan banyak persiapan, cukup
ada satu Al-Qur‟an pada setiap santri dan buku kontrol setoran
319
Ibid. 320
Toha, Wawancara.
189
hafalan. Kedua sarana ini dipersiapkan oleh pondok dan santri tinggal
membelinya, biasanya masuk dalam pembiayaan pondok di awal
tahun pelajaran, sebagaimana diungkapkan oleh Ustaz Ihsan Daim
Perencanaan di bidang sarana dan prasarana berupa persiapan
Al-Qur‟an yang dikenal dengan istilah Al-Qur‟an pojok untuk
pegangan pokok para santri dapat dibeli di pondok dan boleh juga
dibawa dari rumah, yang penting Al-Qur’an pojok, supaya gampang
menentukan batas hafalannya, juga pondok menyiapkan buku daftar
setoran hafalan yang wajib dimiliki setiap santri sebagai kontrol
terhadap kemajuan hafalannya.321
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti menemukan
santri sedang melakukan aktivitas menghafal Al-Qur‟an sesuai dengan
kelompoknya semuanya memegang Al-Qur‟an dalam bentuk yang
berbeda-beda dalam ukuran, hal ini membuktikan bahwa para santri
memiliki kebebasan untuk membeli Al-Qur‟an, yang seragam adalah
buku kontrol hafalan karena memang disediakan oleh pondok yang
memiliki ciri khas tersendiri.322
Dengan demikian dapat disimpulkann bahwa perencanaan
pelaksanaan tahfiz di pondok pesantren Bustanul „Ulum, cukup
sederhana dan tidak mengalami perubahan yang berarti sejak
didirikan pondok tersebut.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam lembaga
pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya penyusunan atau
penentuan struktur pengelola, penentuan prosedur koordinasi,
penentuan persyaratan bagi ustaz dan pembagian para santri yang
mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme pengoranisasian kegiatan tahfiz
merupakan representasi dari unsur pengurus yayasan, pimpinan
321
Daim, Wawancara. 322
Observasi, 25 Juni 2021.
190
pondok, guru dan santri-santriwati yang didasarkan atas Surat
Keputusan (SK) dari yayasan.
Berdasarkan data di lapangan pengorganisasian yang ada di
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum berbeda dengan pondok
pesantren pada umumnya, antara santri dan santriwati pembinanya
sama yakni ustaz laki-laki semua karena tenaga pembina yang ada
semuanya laki-laki, namun santri dan santriwatinya tetap terpisahkan
kelompok dalam kegiatan belajar dan tahfiz323, hal ini diungkapkan
oleh Ustaz Ihsan Daim;
Karena sarana dan prasarana pondok yang masih terbatas dan
animo masyarakat untuk memasukan anaknya di pondok cukup tinggi,
maka pemisahan antara santri dan santriwati belum berjalan
sebagaimana mestinya, belajar tetap terpisah, namun tempatnya
masih dalam satu ruangan, demikian tenaga pengajarnya antara
santri dan santriwati tetap kami berlima yang membinanya, sebab
belum ada tenaga pendidik perempuan yang dimiliki pondok.324
Dari data observasi di lapangan selama peneliti mengadakan
penelitian, tidak ada pemisahan yang cukup signifikan antara laki-laki
dan perempuan, karena sarana dan prasarana yang dimiliki masih
minim, namun pelaksanaan tahfiznya tetap kelompok-kelompok yang
berbeda.325
Realitas yang ada di lapangan, sistem pengelompokan santri
mengadopsi sistem yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi, setiap satu orang ustaz atau ustazah akan membina 30-40
santri, dan santri tersebut ada yang baru masuk atau santri baru, baru
tahsin, mulai tahfiz, 1 juz, 5 juz atau sudah mau khatam hafalannya,
bukan berdasarkan jumlah hafalan, hal ini dimaksudkan agar para
323
Observasi, 25 Juni 2021 324
Daim, Wawancara. 325
Observasi, 25 Juni 2021.
191
pembina atau ustaz atau ustazah terus mengulang hafalannya sambil
membina para santri, serta menghindari kejenuhan para pembina.326
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ghazali Abbas:
Pengelompokan santri dibagi secara merata, misalnya 1 guru 30-40
santri yang dibina, santri tersebut bermacam-macam kemampuan dan
jumlah hafalannya, ada yang tahsin, ada 1 juz dan seterusnya, supaya
pembina dapat membina santri sambil mengulang-ulang hafalannya,
dan ada keadilan di antara para ustaz.327
Sejak program tahfiz masuk dalam program wajib pondok model
pengelompokan santri seperti di atas belum pernah mengalami
perubahan, karena pimpinan pondok merasa model ini dianggap tepat
dan baik berdasarkan pengalaman waktu mondok di Al-Mubarak Kota
Jambi.328
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sistem
pengorganisasian santri di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
didasarkan pada keadilan dan pemerataan agar tidak menimbulkan
kecemburuan antara pembina dan para pembina lainnya dalam
melaksanakan aktivitasnya sebagai pembina sembari mengulang
ngulang hafalannya di halaman atau juz yang berbeda-beda, dan
pembina menerapkan sistem ini karena berangkat dari pengalaman
waktu masih menjadi santri di Al-Mubarak Kota Jambi.
3) Menggerakkan (Actuating)
Di Pondok Pesantren Bistanul „Ulum Simbur Naik, fungsi actuating
diemban oleh Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, sebagai pengelola yang
terlibat langsung pelaksanaan tahfiz dan pembinaan terhadap para
ustaz, selain sebagai pimpinan pondok ia juga sebagai tenaga
pendidik yang terlibat secara langsung dalam mekanisme
pelaksanaan tahfiz, sebagaimana di kemukakan oleh Tahang Toha;
326
Observasi, 25 Juni 2021. 327
Abbas, Wawancara. 328
Daim, Wawancara.
192
Yang paling menentukan dalam pengelolaan kegiatan tahfiz di
Pondok Pesantren Bistanul „Ulum ini adalah Ustaz Ihsan Daim Al-
Hafiz, dialah yang dianggap senior dan pelopor pelaksanaan program
tahfiz, pihak yayasan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada
beliau karena beliau punya pengalaman sebagai santri dan dianggap
senior dibanding dengan tenaga pendidik yang lainnya.329
Pengelola pondok mempunyai peran penting dalam
menggerakkan personal pondok melaksanakan program kerja sesuai
dengan schedule dan job dicsription. Peran leader adalah memotivasi
ustaz dan personal pondok lainnya melaksanakan tugas dengan
antusias dan kemauan yang baik dengan penuh keikhlasan untuk
mencapai tujuan dengan penuh semangat. Leader yang efektif
cenderung mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya
mendukung (suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri
menggunakan kelompok dalam membuat kebijakan. Keefektifan
kepemimpinan menunjukkan pencapaian tugas pada rata-rata
kemajuan, keputusan kerja, moral kerja, dan konstribusi wujud kerja.
Prinsip utama dalam penggerakan adalah bahwa prilaku dapat diatur,
dibentuk, atau diubah dengan sistem imbalan yang positif yang
dikendalikan dengan cermat.
Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang
berhubungan langsung dengan personil-personil dalam pondok
pesantren. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang
berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber
daya manusia dan non manusia pada pelaksanaan tugas. Semua
sumber daya manusia yang ada harus dioftimalkan untuk mencapai
visi, misi dan program kerja lembaga pendidikan. Setiap SDM harus
bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan
kompetensi masing-masing, dapat mempengaruhi orang-orang agar
bersedia menjadi pengikut, menaklukan daya tolak seseorang dan
329
Ibid.
193
membuat orang dapat mengerjakan tugasnya dengan baik dan
mandiri.
Model actuating yang diterapkan di Pondok Pesantren Bustanul
„Ulum, dilakukan secara sederhana, pimpinan tertinggi, dalam hal ini
pengurus yayasan, seterusnya kepada kepala sekolah, waka
kesiswaan seterusnya kepada para ustaz dan ustazah yang
bersentuhan langsung dengan santri dan satriwati dilakukan secara
bersama dan tidak menonjol antara atasan dan bawahan, karena dari
usia mareka semua sebaya.330
Prinsip kesatuan komando dan pengawasan berjenjang sebagai
prinsip dari actuating tidak tampak dalam keseharian, lebih menonjol
adalah kebersamaan.
Prinsip amanah diimplementasikan dalam mekanisme actuating
kegiatan tahfiz, sebab pimpinan pondok hanya mengatur pembagian
kerja, memberikan arahan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan dan memotivasi kepada semua stakeholders yang ada.
Kegiatan ini dilakukan secara berkala dalam forum rapat evaluasi
kegiatan-kegiatan secara menyeluruh yang dilaksanakan di pondok,
yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan kebutuhan.331
Tanggung jawab dibebankan kepada para mudarris/mentor dalam
mekanisme kegiatan tahfiz, karena telah diberikan amanah
berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang telah dirumuskan bersama
dalam forum musyawarah pimpinan yayasan, pengelola dan ustaz
dan ustazah secara menyuluruh baik yang bertindak sebagai ustaz
dan ustazah maupun yang berprofesi sebagai administrator.
Secara hierarkis, idealnya kegiatan tahfiz merupakan TUPOKSI
dari pengelola yayasan, maka yang paling dominan dalam melakukan
fungsi actuating adalah pimpinan yayasan yang bertanggung jawab
atas semua kegiatan pondok baik rutin maupun yang bersifat
330
Observasi, 25 Juli 2021. 331
Daim, Wawancara.
194
insidentil, sementara keterlibatan ustaz dan ustazah lebih dominan
dalam fungsi pelaksanaan, namun dalam realitas yang ada, lebih
menonjol adalah kebersamaan, sehingga dalam keseharian susah
untuk membedakan mana pimpinan, pengelola, ustaz semuanya
kelihatan sama.
4) Pengawasan (Controlling)
Pengawasan sebuah keniscayaan dalam meraih kesuksesan
suatu kegiatan. Mekanisme pengawasan dalam kegiatan tahfiz lebih
bersifat kebersamaan, yaitu pengawasan yang dilakukan secara
bersama sama, dalam realisasinya pimpinan dan para ustaz, semua
terlibat secara langsung dalam aktivitas tahfiz, aktivitas controlling
dilakukan secara bersama sama, sebagaimana yang diuangkapkan
oleh Ustaz Ihsan Daim
Sebagai orang yang diberikan amanah oleh yayasan, saya
bertanggung jawab penuh dalam melakukan pengawasan terhadap
kegiatan tahfiz, bahkan semua yang berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan yang ada di pondok, pengurus yayasan hanya terlibat kalau
ada persoalan-persoalan yang dianggap penting dan menyangkut
dengan keberadaan pondok, tapi dalam proses pelaksanaan di
lapangan lebih bersifat kekeluargaan.332
Model pengawasan yang lainnya adalah pengawasan yang
bersifat melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk kepada
self control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa mengawasi
dirinya sendiri, pengawasan ini didasarkan pada kesadaran pribadi,
introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah bagi orang lain.
Konsep pengawasan seperti inilah yang selalu diingatkan oleh pihak
pengelola kepada semua stakeholders, terutama kepada guru-guru
dalam setiap kegiatan evaluasi dalam forum rapat, hal ini diungkapan
oleh ustaz Ihsan Daim.
332
Ibid.
195
Dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang paling penting
adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang kita pegang
setiap saat, berusaha, berkata, bekerja sesuai dengan ayat-ayat
Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari pimpinan,sebab apalah
makna kita takut kepada pimpinan sementara tidak takut dengan
petunjuk yang ada dalam Al-Qur‟an.333
Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran
pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan secara
alamiah, belum tersentuh dengan manajemen modern, lebih bersifat
kekeluargaan dan kebersamaan, hal ini didasari atas fakta bahwa
peneliti menemukan kesulitan mendapatkan data tertulis tentang
mekanisme perencanaan, karena apa yang dilakukan selama ini telah
dicetuskan sejak berdirinya pondok tahfiz ini.
Dalam pengorganisasian santri-santriwati dalam kegiatan tahfiz
pernah mengalami perubahan dari pengelompokan secara merata
tidak berdasarkan jumlah hafalan. Dalam hal pelaksanaan dan
evaluasi, sejak awal berdirinya pondok hingga sekarang lebih
menekankan pada kesadaran yang tinggi, bekerja dengan ikhlas,
bekerja dengan nilai-nilai Al-Qur‟ani, sehingga fungsi pengawasan dari
pimpinan tidak terlalu dominan dalam kegiatan-kegiatan yang ada
dalam lingkungan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung
Timur.
2. Strategi dan Mutu Hafalan yang Diproyeksikan untuk
Peningkatan Mutu Tahfiz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum
Tanjung Jabung Timur
Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan untuk
peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-
333
Ibid.
196
Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur secara berurutan dijelaskan berikut ini:
a. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
Al-Qur‟an merupakan kalamullah yang terjaga kemurniannya
sampai kapanpun dan sudah dijamin kemurniannya oleh Allah
SWT. Sebagai seorang mukmin, salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT
adalah dengan membaca, mengamalkan ataupun menghafalkan
Al-Qur‟an. Menghafal Al-Qur‟an bukan merupakan hal yang
mudah. Di mana bagi seseorang yang mampu menghafalkan Al-
Qur‟an akan dijanjikan dengan pahala yang banyak dan
kemuliaan-kemuliaan lainnya.
Sebagai santri dan santriwati yang belajar di pondok
pesantren Tahfiz yang dituntut dengan kemampuan menghafal
Al-Qur‟an dengan baik, mudah dan cepat. Mereka harus berusaha
keras agar bisa menghafal di tengah-tengah aktivitasnya sebagai
seorang santri. Di Pondok Pesantren Tahfiz Al-Qur‟an Al-Mubarak
Kota Jambi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
didirikan untuk mencetak generasi-generasi penghafal Al-Qur‟an.
Di pondok tersebut mayoritas santrinya adalah usia sekolah.
Oleh karena itu baik dari pengasuh maupun dari santri berusaha
mencari berbagai strategi dalam menghafalkan Al-Qur‟an agar
mampu menghafal Al-Qur‟an 30 juz meskipun memiliki kegiatan-
kegiatan lain sebagai seorang santri. Berikut berbagai strategi
yang digunakan dalam menghafal Al-Qur‟an Pondok Pesantren
Tahfiz Al-Qur‟an Al-Mubarak Kota Jambi.
1) Adanya Tata Tertib Pondok Pesantren
Tata tertib merupakan hal yang tidak asing lagi bagi santri,
dengan adanya tata tertib, santri akan lebih disiplin dalam
melaksanakan program kegiatan yang diadakan di pondok
197
pesantren. Tanpa adanya tata tertib, santri akan bertindak
semaunya sendiri dan tentunya tujuan dari pondok pesantren
tidak akan terwujud. Sesuai dengan kekhususan Ma'had, kegiatan
tahfiz (menghafal Al-Qur‟an menjadi kegiatan utama. Hal ini
dilaksanakan khusus di pagi hari, dari jam 08.00- 11.00, dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Disiplin datang dan belajar mengajar
- Setiap pagi masing-masing ustaz datang mengajar tepat jam
8.00 wib dan pulang tepat jam 11.00 wib;
- Santri yang datang terlambat dikenakan hukuman, berupa
berdiri, denda atau yang lainnya;
- Setiap santri-santriwati/kelas di absen dua kali, pagi jam 7.30
wib dan siang jam. 11 wib, termasuk mengabsen santriwati
yang uzur;
- Santri yang tidak hadir dipanggil;
- Santri yang belum siap setoran/ujian atau tidak siap
nyetor/ujian dihukum tegak sampai siap setoran/ujiannya;
- Jadwal belajar pagi digunakan untuk setoran/ujian baru dan
sima‘an hafalan lama, baik dengan cara disimak atau disoal;
- Masing-masing ustaz mengontrol simaan hafalan anak
didiknya setiap hari;
- Setiap santri/santriwati setiap hari diwajibkan untuk setoran 1
(satu) halaman hari dan simaan 1/4 Juz (dibawah 5 Juz) dan
1/2 Juz (di atas 5 Juz/ustaz-ustazah);
- Masing-masing kelas harus membentuk pasangan
sima‘annya, dan yang tidak melaksanakan simaan pada
jadwal sima‘an harus diberi hukuman;
- Setiap kelas harus duduk pada kelas masing-masing dan tidak
boleh berpencar atau berkeliaran selama jadwal belajar
berlangsung;
- Ustaz/ustazah boleh meninggalkan kelasnya saat nyetor atau
198
sima‟an dengan ustaz masing-masing;
- Dalam memberikan hukuman diharapkan tidak dengan
kekerasan seperti menampar atau menyakiti jasmani lainnya,
tetapi diusahakan yang bermanfaat dan mengandung nilai
pelajaran.
b) Disiplin Berpakaian
- Setiap ustaz/ustazah harus berpakaian rapi, sopan dan tidak
memakai pakaian yang dilarang saat belajar serta
menerapkannya kepada kelas masing-masing;
- Laki-laki hendaknya berpakaian baju seragam, atau kain, baju
kemeja panjang/atau pakai jubah dengan celananya dan
kopiah menutup semua kepala, tidak boleh rambut depan
kelihatan, tidak boleh memakai kaos;
- Perempuan hendaknya berpakaian seragam, atau rok, baju
kurung lengan panjang dan berjilbab rapi, tidak boleh
memakai baju kaos, celana atau baju kemeja serta baju yang
sempit.
c) Disiplin Kegiatan
- Setiap ustaz/ustazah diwajibkan mengikuti semua kegiatan
sebagaimana santri/santriwati lain;
- Masing-masing ustaz/ustazah di samping mengikuti semua
kegiatan, diharapkan juga mengontrol santri/santriwati dalam
kegiatan tersebut;
- Setiap ustaz-ustazah ditunjukkan dan diharapkan
melaksanakan sungguh-sungguh tugas yang telah ditentukan,
sesuai dengan bidang pengawasan masingmasing;
- Diharapkan dengan sangat semua majelis guru dapat dengan
bersungguh-sungguh untuk menunaikan bagian pengawasan
masing-masing, sebagai bentuk keikhlasan, kesungguhan,
pengabdian dan kecintaan kita kepada Al-Qur‟an dan kepada
pondok pesantren;
199
- Hendaknya antara satu bidang dengan bidang lain atau
apabila ada suatu persoalan dikoordinasikan dan dibicarakan
dengan ustaz/ustazah lain atau dengan koordinator umum.334
Tata tertib tersebut di atas dengan mudah dapat dibaca di
kantor ma‟had, di ruang serba guna dengan tujuan semua warga
pondok dapat membaca dan mematuhi tata tertib tersebut agar
mutu pondok tetap baik dan terus berkembang untuk masa
mendatang. Hal ini di ungkapkan oleh Ustaz M. Daud H. Ahmad
Mubarak Al-Hafiz.
Untuk mendisiplinkan santri dalam melaksanakan kegiatan
pondok, khususnya kegiatan tahfiz, kami telah membuat tata tertib
untuk dipatuhi bersama dan dapat dibaca oleh siapa saja yang
datang di pondok ini, bahkan tata tertib ini sudah disampaikan
kepada orang tua santri yang ingin memasukan anaknya di
pondok ini.335
Dalam penerapannya, tata tertib di atas berlaku secara
merata, termasuk pengelola, ustaz dan ustazah dan terlebih
kepada para santri, sebagaimana yang di ungkapkan oleh ustaz
Syarifuddin;
Kalau kita perhatikan tata tertib yang ada di pondok ini,
semuanya kena tidak ada pandang bulu, siapa yang melanggar
akan ada teguran baik secara lisan maupun tertulis, kalau santri
ada sanksi berupa hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran
yang mereka perbuat.336 Bentuk saksi yang diberikan oleh
Pembina pondok bervariasi sesuai dengan tingkat pelanggaran
para santri, seperti membersihkan WC, membersihkan sampah
dan menulis ayat yang belum dihafalnya.337
Menurut pengelola pondok salah satu tujuan adanya tata tertib
334
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2021. 335
Mubarak, Wawancara. 336
Amir, Wawancara. 337
Observasi, 11 Juli 2021.
200
pondok adalah untuk dijadikan rambu rambu dalam keseharian
warga pondok, dan untuk meningkatkan disiplin santri, sebab
menghafal Al-Qur‟an tidak adanya disiplin, maka akan
menemukan kesulitan dalam pelaksanaannya.338
Dengan demikian tata tertib yang ada di Pondok Pesantren Al-
Mubarak dapat diproyeksikan untuk meningkatkan mutu hafalan,
karena salah kunci keberhasilan dan kesuksesan adalah disiplin
dalam mematuhi aturan yang telah ditetapkan secara bersama.
2) Motivasi dari Pengasuh
Salah satu usaha yang dilakukan oleh para pembina tahfiz di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi untuk menumbuhkan
semangat para santri untuk menghafal Al-Qur‟an adalah motivasi
atau dorongan semangat. Motivasi atau semangat baik secara
tertulis terencana, maupun secara lisan dan spontanitas pada saat
aktivitas tahfiz.
Dalam realisasinya, ada beberapa bentuk maotivasi yang
dilakukan oleh pihak pembina tahfiz di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, yaitu:
a) Memberikan Angka
Memberikan angka atau nilai yaitu sebagai suatu simbol
dari hasil aktivitas seorang santri, dalam memberikan angka
atau nilai maka santri akan mengetahui hasil kemampuan diri
sendiri, setiap santri mendapatkan nilai yang bervariasi.
Memberikan nilai kepada santri dapat memberikan dorongan
maupun motivasi agar hasilnya dapat ditingkatkan lagi.
Para pembina atau ustaz berusaha memberikan motivasi
kepada santri agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, memberikan motivasi santri agar dapat mencapai
dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka,
sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
338
Mubarak, Wawancara.
201
berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif.
Santri merupakan individu yang unik. Artinya, tidak ada
dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin
individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya
mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, dan
kemampuan. Di samping itu setiap individu juga adalah
makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan
mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang
menuntut ustaz harus memberikan motivasi kepada santri.
Tugas ustaz adalah menjaga, membimbing, dan
memotivasi agar santri dapat tumbuh dan berkembang sesuai
dengan potensi, minat dan bakatnya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Ustaz M. Daud H. Ahmad Mubarak Al-
Hafiz tentang cara ustaz memotivasi santri dalam
meningkatkan semangat menghafal Al-Qur‟an, ia
mengatakan: “Cara memotivasi santri agar semangat belajar
yaitu memberikan nilai, angka simbol pada buku setoran
hafalan kepada santri agar santri mengetahui hasil dari
kemampuannya masing-masing, dan dalam buku setoran
hafalan tersebut akan diketahui akan tingkat kemampuan dan
apabila rendah maka santri akan mengulang hafalannya dan
tidak dibenarkan untuk menambah hafalan baru sebelum
hafalan yang ada bernilai baik atau sempurna.339
Lebih lanjut Ustaz Syarifuddin Amir menjelaskan, bahwa
di pondok ini kami sediakan buku setoran hafalan yang
diberikan kepada setiap santri, dalam buku tersebut berisi
catatan-catatan hafalan santri, baik hafalan atau setoran baru
maupun hafalan lama, semuanya ada catatan dalam buku
tersebut, dari buku tersebut akan diketahui jumlah hafalan
yang dimiliki oleh masing-masing santri dan diketahui tentang
339
Mubarak, Wawancara.
202
kualitas dan kemampuan jumlah hafalan setiap harinya.340
Berdasarkan uraian ini dapat dikatakan bahwa, ustaz
memberikan nilai sewaktu-waktu dapat berubah sesuai
dengan kualitas dan kuantitas hafalan santri itu sendiri. Dalam
suatu proses pembelajaran, ustaz seharusnya memberikan
penjelasan kepada santri bahwa santri harus bersikap amar
ma„ruf nahi munkar.
b) Pujian
Memberikan pujian terhadap santri dalam meningkatkan
kemampuan hafalan adalah sesuatu yang diterapkan pada
setiap ustaz. Adanya suatu pujian berarti adanya suatu
perhatian yang telah diberikan terhadap santri. Persaingan
sesama santri akan menimbulkan semangat yang tinggi dalam
meningkatkan kemampuan menghafal Al-Qur‟an.
Sebagaimana hasil pemaparan ustaz Syarifuddin Amir: “Saat
santri mendapatkan nilai atau hafalan yang bagus atau
sempurna, maka memberikan pujian baik secara spontan atau
lisan maupun secara tertulis dengan bahasa, mengajimu
sudah bagus dan tingkatkan kembali, atau selamat untuk
kemajuan hafalanmu”.341
Peran motivasi ustaz sangat penting dalam dunia
pendidikan tahfiz karena selain berperan mentransfer ilmu
pengetahuan kepada santri, ustaz juga dituntut memberikan
penanaman pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter
yang baik bagi santri-santrinya.
c) Hadiah
Hadiah merupakan suatu pemberian yang berupa kenang-
kenangan terhadap santri yang telah mendapatkan prestasi
dalam menghafal. Hadiah juga akan meningkatkan semangat
340
Amir, Wawancara. 341
Ibid.
203
karena santri telah menganggap sebagai suatu penghargaan
yang sangat berharga bagi santri itu sendiri. Selain itu
pemberian hadiah yang dilakukan oleh ustaz untuk santri akan
memotivasi santri untuk terus meningkatkan kualitas dan mutu
hafalannya secara konsisten dan terus-menerus.
Dalam realitasnya pemberian hadiah sebagai bentuk
motivasi yang diproyeksikan dapat meningkatkan mutu
hafalan dilakukan sebagai hadiah mingguan, hadiah bulanan
dan hadiah tahunan, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ustaz Syarifuddin Amir;
Untuk memotivasi santri agar semangat dalam menghafal
kami sediakan hadiah berupa buku, Al-Qur‟an, piagam,
biasanya berikan kepada santri disetiap hari Jum‟at pada
berkumpul di aula atas prestasi yang mereka dapatkan dalam
satu minggu, atau dalam satu bulan.342
Menurut santri yang bernama Akbar, hadiah setiap
minggu atau setiap bulan sangat senang dan tambah
semangat untuk belajar dan menambah hafalan, karena
diumumkan di depan kawan-kawan, dan merupakan
kebanggaan tersendiri.343
Berdasarkan data di atas, dapat dipahami bahwa
pemberian hadiah dapat memotivasi santri untuk
meningkatkan hafalannya karena termotivasi adanya hadiah,
walaupun tujuan utamanya bukan untuk mencari hadiah,
melainkan untuk menghafal Al-Qur‟an.
Dari hasil pemaparan di atas dapat diketahui bahwa
bentuk pemberian motivasi ustaz dalam meningkatkan
kemampuan menghafal Al-Qur‟an seperti memberi angka,
hadiah, pujian, sangat berperan penting terhadap santri,
342
Amir, Wawancara. 343
Akbar, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
204
karena santri sudah banyak yang dapat menghafal Al-Qur‟an
dengan baik dan benar.
Pada dasarnya bentuk motivasi yang diterapkan di
Pondok Pesantren Al-Mubarak berupa motivasi instrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi Instrinsik berupa dorongan yang berasal
dari dalam diri santri itu sendiri. Dorongan-dorongan dari
dalam diri santri timbul secara terarah ataupun sadar agar
mencapai suatu tujuan yang ditentukan. Oleh sebab itu
keberadaan motivasi dalam diri santri mempunyai andil dan
peran yang besar. Wujud motivasi dalam bentuk ini dengan
dikumpulkannya santri dalam setiap hari jum‟at dengan
memberikan semangat dan motivasi untuk terus mengulang
dan menambah setoran hafalannya, sebab motivasi dalam
bentuk ini, diyakini hasilnya juga akan baik dan tahan lama.344
Selain motivasi di atas, motivasi ekstrinsik merupakan
tenaga pendorong yang berasal dari luar santri. Seorang ustaz
dapat memberikan motivasi terhadap santri dengan beberapa
cara menghafal, ketepatan dalam menggunakan metode yang
tepat. Sehingga santri dapat lebih aktif dalam menghafal.
Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi
pada aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar juga. Adapun dorongan
ekstrinsik yang dilalukan oleh ustaz agar dapat mendorong
motivasi santri dalam belajar seperti memberikan arahan
belajar yang berkopetensi dan penghargaan karena biar ada
kemajuan dalam menghafal para santri.
3) Penyegaran
Penyegaran merupakan hal yang penting dilakukan, karena
dengan penyegaran dapat menjadikan santri yang sebelumnya
tidak semangat akan lebih semangat, dengan penyegaran juga
344
Observasi, 12 Juli 2021.
205
dapat menghilangkan kebosanan. Apalagi dalam menghafal Al-
Qur‟an sebuah rutinitas yang monoton, sehingga bisa timbul
kebosanan atau rasa malas.
Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi juga
mengadakan kegiatan selingan agar santri lebih semangat dalam
setoran hafalan Al-Qur‟an. Berikut keterangan santri dalam upaya
menghadapi kejenuhan yang dialami ketika menghafalkan Al-
Qur‟an. ”Kalau ngantuk itu biasanya strategi saya keluar kelas
untuk minum atau membasuh muka. Kalau malas, nah itu
menghafal tidak bisa masuk-masuk biasanya saya selingi
kegiatan lain, main dengan kawan-kawan atau jalan-jalan dulu
setelah itu ngaji lagi.345
Santri lain juga mengungkapkan untuk menghilangkan
kebosanan, kami butuh istirahat atau santai santai sejenak,
soalnya apa? Kan kita juga bosan tuh kalau ngaji terus,
terkadang kita memang ya butuh buat jalan-jalan atau main-main,
walaupun masih dalam lingkungan pondok. Jadilah yang penting
bisa santai dan menghilangkan kejenuhan.346
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipapahami bahwa
kegiatan tahfiz adalah kegiatan yang menoton dan rutinitas setiap
hari, karena itu diperlukan waktu-waktu tertentu untuk istirahat
dari aktivitas tersebut, walaupun masih tetap dalam lingkungan
pondok.
4) Tahsin dan Tahfiz
Menghafal Al-Qur‟an membutuhkan metode yang tepat, guru
harus sadar bahwa santri yang datang ke pondok sangat
membutuhkan ilmu terutama dalam mempelajari dan menghafal
Al-Qur‟an sebagai niat utamanya. Hal ini mewujudkan berbagai
persoalan dalam menghafal dari segi pengetahuan dan prinsip
345
Radit, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 346
Aditia, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
206
hidup santri
Keberhasilan sebuah pembelajaran, ustaz atau guru
merupakan komponen yang menentukan, sebab guru merupakan
orang yang secara langsung berhadapan dengan para santri,
ustaz atau guru berperan sebagai perencana pembelajaran,
sebagai implementator dan atau mungkin keduanya.
Dalam implementasinya, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota
Jambi, memulai kegiatan tahfiz atau menghafal Al-Qur‟an dengan
kegiatan tahsin terlebih dahulu, santri tidak akan memulai
menghafal apabila tahsin belum lulus, sebagaimana yang
diungkapkan oleh ustaz syarifuddin;
Untuk memperkenalkan santri pada kegiatan tahfiz, terlebih
dahulu anak-anak yang masuk di pondok ini ditahsinkan terlebih
dahulu, sebab tahsin dianggap paling mendasar atau paling
penting bagi seorang yang ingin membaca atau menghafal Al-
Qur‟an, selagi tahsin belum baik maka anak-anak belum
diperkenalkan untuk memulai menghafal.347
Demikian juga informasi dari santri yang bernama Ihsan,
beliau mengatakan: “Kami belajar pertama kali di sini adalah
belajar mengaji dengan baik, belajar ilmu tajwid, cara menyebut
huruf, mengaji dengan irama tertentu, dan membenarkan bacaan
secara umum, selagi belum lulus di tahsin kami tidak mulai
menghafal.348
Dari data di atas, diketahui bahwa kegiatan tahsin adalah
kegiatan awal bagi para calon penghafal Al-Qur‟an, kegiatan
tersebut adalah kegiatan wajib bagi semua santri yang ada di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.
Realitas yang ada di lapangan bahwa kemampuan membaca
Al-Qur‟an bagi para santri pada awalnya sangat bervariasi. Ada
347
Amir, Wawancara. 348
Ihsan, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
207
santri masuk di pondok sudah dibekali dengan kemampuan
membaca Al-Qur‟an sudah baik, bahkan sudah ada yang hafal
beberapa juz. Santri dengan kemampuan seperti ini tidak banyak
menemukan kesulitan dalam kegiatan tahsin, ada juga santri yang
masuk kepondok ini dengan kemampuan membaca Al-Qur‟an
masih kurang, masih belum tahu hukum-hukum tajwid, mad dan
sebagaimana, bagi santri dengan kondisi seperti ini, biasanya
kegiatan tahsin lebih lama. Ada juga santri yang masuk ke pondok
ini dengan kemampuan membaca Al-Qur‟an sangat kurang,
sehingga kegiatan tahsin bagi mereka memerlukan waktu yang
lama, namun demikian semua santri tetap dibimbing dan
diperlakukan sama, yaitu harus melalui program tahsin terlebih
dahulu, yang membedakan hanya waktu lamanya kegiatan
tahsin.349
Hal tersebut diungkapkan oleh M. Daud H. Ahmad Mubarak:
santri di sini bermacam-macam kemampuannya, ada yang baru
alifan atau bahasa kini masih iqra‟ sudah berkeinginan menghafal,
ada juga sudah bisa membaca, tapi sekedar membaca, tidak ada
hukum-hukum bacaan yang dipraktekan, ada juga yang sudah
bagus bacaannya, bahkan ada yang sudah ada hafalannya
beberapa juz. Anak yang masuk dalam katagori ini tinggal
menyamakan irama sebagai ciri khas Pondok Pesantren Al-
Mubarak.350
Kegiatan tahsin, waktunya bervariasi, sesuai dengan
kemampuan santri, Ustaz Syarifuddin Amir mengatakan: Kegiatan
tahsin bermacam-macam lamanya, pada umumnya paling cepat
dua bulan, biasanya santri yang seperti ini, kemampuan dasar
membaca Al-Qur‟an sudah baik, paling lamanya relatif, ada yang
sampai satu tahun masih berada dalam program tahsin, belum
349
Observasi, 25 Juni 2021. 350
Mubarak, Wawancara.
208
beralih keprogram tahfiz, biasanya anak-anak yang lama dalam
kegiatan tahsin karena mereka masih lemah atau kurang
pengetahuan dasar dalam mengaji.351
Data yang sama disampaikan oleh santri yang bernama
Muslim, ia mengatakan: Saya dulu kegiatan tahsinnya tiga bulan
baru lulus, dan dibolehkan mengikuti tahfiz, padahal saya sudah
bisa mengaji menurut orang tua saya, tapi kenyataannya lama
baru dibolehkan tahfiz, sekarang baru tiga juz hafalan saya
padahal sudah satu tahun mondok di sini.352
Berbeda dengan santri yang bernama Kamaluddin, ia
mengungkapkan, saya sudah satu tahun di sini, baru bulan
kemaren memulai kegiatan tahfiz, selama sepuluh bulan saya
mengikuti kegiatan tahsin karena memang saya masuk pondok
ini, bacaan saya masih kurang, belum tahu panjang pendek,
berdengung atau tidaknya.353
Berdasarkan keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa salah satu prasyarat yang wajib dilewati oleh santri untuk
masuk dalam program atau kegiatan tahfiz adalah memperbaiki
bacaan atau tahsin sebagai modal yang sangat mendasar bagi
penghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.
Setelah santri berada dalam kegiatan tahfiz, kreativitas guru
atau ustaz untuk membimbing atau membina santri sangat di
butuhkan. “Dalam pelaksanaan tahfiz, Metode yang digunakan
bervariasi, sesuai kemampuan dasar yang dimiliki dari masing-
masing santri, pertama-tama secara bersama-sama guru yang
memulai baru peserta didik untuk memudahkan peserta didik
supaya mudah dalam menghafal dan dengan menggunakan
metode sima’i, takrir dan metode kitabah dan gabungan.354
351
Amir, Wawancara. 352
Muslim, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 353
Kamaluddin, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 354
Observasi, 25 Juli 2021.
209
Ustaz memberikan arahan terlebih dahulu dengan
menggunakan metode mendengar dan mengulang hafalan atau
kitabah dan gabungan karena metode juga merupakan hal yang
sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan
direncanakan, sebagian peserta didik belum paham dalam
menghafal karena belum lancar membaca Al-Qur‟an untuk itu
diberikan arahan terlebih dahulu. Sesuai pernyataan seorang
santri yakni Mardianto, mengemukakan bahwa: santri diwajibkan
dalam menghafal secara bertahap setelah satu kalimat dihafal dan
lancar lalu ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya
sehingga sempurna menjadi satu ayat dan mengulang-ulang
hafalan agar tidak mudah lupa.355
Dalam penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi
sangat membantu santri dalam menghafal dan hafalannya terus
meningkat dan bertambah dan tidak merasa bosan dan jenuh
dalam proses pembelajaran seperti yang diungkapkan oleh
Ahmad Yasin bahwa: Memberi pemahaman pada santri agar
mudah dalam menghafal ialah penggunaan berbagai variasi
metode mengajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan santri,
ini akan membuat santri memiliki kemampuan hafalan yang lebih
baik.356
Dari beberapa keterangan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa salah satu langkah yang ditempuh oleh Pondok Pesantren
Al-Mubarak Kota Jambi untuk meningkatkan kualitas dan mutu
hafapan diawali dengan program tahsin, setelah lulus tahsin baru
dilanjutkan dengan program tahfiz, setelah proses tahfiz
dilaksanakan, metode yang digunakan bervariasi sesuai
kebutuhan dan kemampuan dasar santri yang menjadi binaan.
5) Membuat target
355
Mardianto, Wawancara dengan penulis, 25 Juli 2021. 356
Ahmad Yasin, Wawancara dengan penulis, 25 Juli 2021.
210
Perencanaan dikenal dengan membuat daftar harian, untuk
mengelola manajemen waktu yang baik yaitu dengan cara
membuat daftar perencanaan terkait hal-hal yang akan dilakukan,
sehingga akan membantu santri untuk memilah tugas atau
pekerjaan yang penting terlebih dahulu yang harus dilakukan dari
pada melakukan sesuatu hal yang bukan merupakan priotas
utama terlebih dahulu. Untuk itu perlu mengelompokkan setiap
kegiatan yang akan dilakukan dalam buku harian supaya dapat
mengetahui mana tugas yang harus diselesaikan sekarang dan
tugas yang boleh ditunda.
Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, target ini
dituangkan dalam buku setoran hafalan, dalam buku tersebut di
tuangkan waktu setoran hafalan dan mengulang hafalan yang
sudah ada, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 13
Buku Target Hafalan Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.357
NO Hari/Tanggal
SUBUH
MAGHRIB
ISYA`
Juz Pjk Prf Ket
Juz Pjk Prf Ket
Juz Pjk Prf Ket
1 Selasa, 01-01-2019
2 Rabu, 02-01-2019
3 Kamis, 03-01-2019
4 Jum`at, 04-01-2019
5 Sabtu, 05-01-2019
6 Minggu, 06-01-2019
7 Senin, 07-01-2019
8 Selasa,08- 01-2019
9 Rabu, 09-01-2019
10 Kamis, 10-01-2019
11 Jum`at, 11-01-2019
357
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
211
NO Hari/Tanggal
SUBUH
MAGHRIB
ISYA`
Juz Pjk Prf Ket
Juz Pjk Prf Ket
Juz Pjk Prf Ket
12 Sabtu, 12-01-2019
13 Minggu, 13-01-2019
14 Senin, 14-01-2019
15 Selasa, 15-01-2019
16 Rabu, 16-01-2019
17 Kamis, 17-01-2019
18 Jum`at, 18-01-2019
19 Sabtu, 19-01-2019
20 Minggu, 20-01-2019
21 Senin, 21-01-2019
22 Selasa, 22-01-2019
23 Rabu, 23-01-2019
24 Kamis, 24-01-2019
25 Jum`at, 25-01-2019
26 Sabtu, 26-01-2019
27 Minggu, 27-01-2019
28 Senin, 28-01-2019
29 Selasa, 29-01-2019
30 Rabu, 30-01-2019
31 Kamis, 31-01-2019
Buku target hafalan di atas, dicetak dalam bentuk buku dan
para santri wajib memilikinya. Dengan adanya buku setoran
hafalan akan diperoleh gambaran tentang perkembangan hafalan
para santri secara individual karena dalam buku kontrol diuraikan
secara rinci dan di paraf oleh Pembina tahfiz.
Menurut penjelasan ustaz syarifuddin, buku target hafalan di
atas berfungsi untuk mengontrol hafalan santri, dan diberlakukan
kepada semua santri yang ada di Pondok Pesantren Al-
212
Mubarak.358
Kemampuan dalam mengendalikan waktu dan menggunakan
waktu yang ada secara produktif berbeda-beda pada setiap santri.
Kemampuan mengendalikan waktu adalah tata cara atau langkah-
langkah yang harus dilakukan dari mulai perencanaan sampai
dengan evaluasi, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam hal ini santri mampu menggunakan waktu dengan baik
sesuai dengan tujuannya, yaitu dengan membuat jadwal harian
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mempu
menentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menambah wawasan
dan meninggalkan hal-hal yang dapat menghambat dalam
mencapai tujuannya. Prinsipnya adalah dalam menghafal bukan
mencari waktu luang tetapi meluangkan waktu untuk Al-Qur‟an.
Sehingga tidak ada kata sibuk atau alasan berupa banyak
tugas yang harus dikerjakan sehingga tidak membaca Al-Qur‟an,
tetapi santri mencari waktu untuk membaca Al-Qur‟an. Diri kita
sendiri yang mengendalikan waktu, jika pengendalian waktu baik
maka kita akan mudah mencapai tujuan, sebaliknya juga
pengendalian waktu yang kurang maka kita akan dihanyutkan
oleh waktu tersebut tanpa menghasilkan apa-apa atau dengan
kata lain waktu kita akan terbuang sia-sia.
6) Menganggap bahwa menghafal Al-Qur‟an mudah
Seseorang yang memiliki anggapan atau keyakinan
bahwasanya menghafal Al-Qur‟an bukan merupakan hal yang sulit
akan menjadikannya lebih semangat dalam menghafalkan Al-
Qur‟an. Jika dalam diri seseorang sudah tertanam bahwasanya
menghafal Al-Qur‟an itu mudah akan sedikit mengurang rasa
cemas yang ada dalam dirinya. Sebaliknya jika memiliki anggapan
bahwa menghafalkan Al-Qur‟an merupakan hal yang sulit akan
358
Amir, Wawancara.
213
menjadikan seseorang memiliki tekanan batin dan akan
mengganggu pikirannya dalam membghafalkan Al-Qur‟an. Hal ini
disampaikan oleh Khairunnisa sebagai berikut. ”Menurut saya
sebenarnya berat. Tapikan gini tegantung keyakinan. Dulu aku
waktu masih setahun menghafal itu mudah banget. Terus tengah-
tengah agak sulit. Sekarang lebih sulit. Soalnya menjaganya yang
berat.359
Adanya prinsip yang ditanamkan kepada santri seperti ini,
akan menjadikan seseorang lebih semangat dalam menghafalkan
Al-Qur‟an. Karena anggapan bisa jadi akan menjadi kenyataan.
Jika menganggap menghafal Al-Qur‟an adalah mudah, meskipun
ayatnya sulit akan tetap semangat menghafal sampai hafal. Ketika
sebaliknya, menganggap bahwa menghafal itu sulit dan
menemukan ayat yang sulit untuk dihafal akan menjadikan tidak
semangat karena dari awal sudah memiliki anggapan bahwa
menghafal itu sulit. Memiliki anggapan atau keyakinan dalam
menghafal Al-Qur‟an itu mudah sangat penting sebagai faktor
pendukung dalam peningkatan kualitas hafalan Al-Qur‟an bagi
santri.
7) Faktor orang tua
Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dan
penting terhadap seorang anak. Orang tua selain sebagai
pendukung keberhasilan seorang anak dari segi materi
tetapi juga dari segi dorongan berupa semangat dan do‟a. Hal
ini sesuai dengan keterangan santri yang bernama Sudirman.
Kalau motivasi ya yang pertama karena memang usia saya
sudah agak dewasa saya ya pengen segera khatam. Yang kedua
karena orang tualah kan kita tau betapa susahnya orang tua.
Yang ketiga itu karena diri saya sendiri, saya kadang juga mikir-
mikir kalau bukan dari saya sendiri yang memunculkan semangat
359
Khairunnisa, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
214
mau siapa lagi kan semangat paling membara itu, semangat yang
tumbuh dari diri sendiri.360
Dalam menghafalkan Al-Qur‟an salah satu senjata yang paling
ampuh dalam memicu semangat adalah orang tua. Dengan
mengingat perjuangan orang tua akan menjadikan diri merasa
bersalah jika tidak membalasnya dengan balasan yang paling baik
yang mampu diberikan kepada kedua orang tua.
Menghafal Al-Qur‟an adalah salah satu hadiah yang paling
indah yang bisa diberikan kepada kedua orang tua di akhirat nanti.
Hal yang sama juga disampaikan oleh santri yang bernama Arini:
Saya berasal dari kampung yang jauh, orang tuaku seorang
petani, dan kemampuan membaca Al-Qur‟annya pas pasan, tapi
karena perhatiannya yang cukup tinggi untuk menjadikan anak-
anaknya penghafal Al-Qur‟an, maka sebagai anak merasa
bersalah kalau tidak semangat untuk belajar, dan orang tua akan
merasa kecewa terhadap kami nantinya apabila tidak berhasil
khatam hafalannya.361
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ustaz Syarifuddin Amir,
ia mengungkapkan bahwa salah satu bentuk motivasi yang
mampu menyemangati anak-anak adalah pesan dan amanat
orang tua santri dan perhatian yang penuh, sebab ada beberapa
anak yang gagal atau tidak berhasil dalam menghafal Al-Qur‟an di
pondok ini, karena orang tua kurang memberikan motivasi kepada
anak-anaknya.362
Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwasannya orang
tua adalah faktor pendukung seseorang dalam menghafalkan Al-
Qur‟an
8) Mengadakan Wisuda Tahfiz Al-Qur‟an
Adanya wisuda tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap
360
Sudirman, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 361
Arini, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 362
Amir, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
215
tahun yang dihadiri para orang tua santri yang telah
menyelesaikan hafalannya, memberikan efek positif terhadap
motivasi santri lainnya untuk semangat dalam menghafal Al-
Qur‟an, hal ini diungkapkan oleh santri yag bernama Agus;
Melihat kawan-kawan diwisuda, rasanya kepingin juga seperti
itu, tapi kami belum khatam, jadi belum bisa mengikuti wisuda,
apalagi wisudanya dihadiri oleh orang tua, betapa bahagianya
orang tua kalau kita bisa menjadi hafiz Al-Qur‟an.363
Adanya semangat yang timbul setelah melihat teman-
temannya di wisuda membawa efek positif bagi kebanyakan
santri, santri-santri banyak bersemangat untuk cepat-cepat
menghatamkan hafalannya agar wisuda berikutnya dia lagi yang
diwisuda.
9) Mengadakan Lomba Antar santri
Lomba adalah salah satu upaya dalam meningkatkan mutu
pembelajaran bagi santri. Para santri berkompetisi dengan santri
lainnya yang berasal dari intern pesantren. Tujuan utama dibentuk
sebenarnya adalah silaturrahmi dan ta‟aruf. Selain itu, para santri
menunjukkan potensinya masing-masing mereka dapat saling
mengenal satu sama lain dan berintreaksi langsung. Adapun
diperlombakan yaitu lomba tahfiz Al-Qur‟an, lomba diadakan
sebagai salah satu cara meningkatkan mutu bagi santri sendiri,
biasanya kami mengadakan perlombaan ini dalam rangka
memperingati Tahun Baru Islam, yang panitianya adalah
perwakilan dari beberapa guru/ustaz/ustazah. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Jauhari Muhammad Syukur, salah satu
pengelola Pondok Pesantren Al-Mubarak.
Kami setiap tahun mengadakan lomba tahfiz antara santri,
biasanya diadakan dalam rangkat memperingati tahun baru
hijriah, lombat dikelompokan dalam beberapa kelompok, seperti 1
363
Agus, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.
216
juz, 5, 10, 15, 20 dan 30 juz dan terbuka untuk seemua santri,
tujuannya untuk mengetahui kualitas hafalan santri dan sebagai
motivasi bagi santri, sekaligus mengevaluasi kemampuan hafaln
para santri.364
Dari beberapa keterangan di ataas, dipahami bahwa untuk
meningkatkan kualitas dan mutu santri dalam menghafal Al-
Qur‟an, pihak pondok telah melaksanakan beberapaa aksi mulai
dari memotivasi santri hingga mengadakan lomba antara santri.
Selain beberapa strategi yang ditempuh oleh Pondok
Pesantren Al-Mubarak yang telah diuraikan di atas, ada satu
pembiasaan yang dilakukan secara rutin setiap selesai
melaksanakan salat magrib secara jama‟ah yakni pembiasaan
melaksanakan pembacaan surat y s n, baik santri dan
santriwati.365menurut Ustaz Amir Syarifuddin, kegiatan
pembacaan surat y s n yang dilakukan di pondok pesantren ini
telah berjalan semenjak pondok ini didirikan, dan santri yang ada
di pondok ini hampir semuanya hafal surat y s n karena sudah
terbiasa.366
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pembiasaan ini
dapat menunjang kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an, karena
surat y s n merupakan bagian dari Al-Qur‟an.
b. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
Upaya peningkatan mutu pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi adalah
sebagai berikut:
1) Meningkatkan Motivasi Belajar Santri
Upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala
ini adalah memotivasi santri untuk tetap semangat menjadi
364
Syukur, Wawancara. 365
Observasi, 11 Agustus 2021. 366
Amir, wawancara.
217
hafiz Al-Qur‟an, sebagaimana hasil wawancara penulis
dengan Azkiyatul Fuadah, S.H.I, ustazah tahfiz yang
mengatakan,“Upaya menumbuhkan motivasi santri dalam
menghafal Al-Qur‟an di pesantren ini dengan memberikan
semangat kepada santri dan memberikan pemahaman yang
jelas, benar, dan terus menerus kepada santri mengenai
pentingnya menghafal Al-Qur‟an dan keutamaan bagi orang-
orang yang menghafal Al-Qur‟an dihadapan Allah SWT”.367
Wawancara dengan Najma, santriwati di Pondok
Pesantren Jauharul Falah yang mengatakan: “Guru
menasehati jika ditemukan ada santri yang kurang bermotivasi
belajar dan berkeinginan untuk tidak belajar lagi di pondok
pesantren ini lagi.368
Pemberian motivasi bersifat insidentil dan tidak
terprogram secara baku, kapan saja waktunya selalu diberikan
motivasi kepada santri baik secara pribadi maupun secara
keseluruhan. Pemberian secara pribadi biasanya dilakukan
apabila ada santri yang bermasalah secara pribadi, sementara
pemberian motivasi secara menyeluruh biasanya dilakukan
oeh pimpinan dalam acara-acara tertentu, manakala santri
berkumpul semua. Sesuai dengan penjelasan pimpinan
pondok.
Sebagai lembaga pondok pesantren yang santrinya
datang dari berbagai daerah, tentu memiliki permasalahan
yang berbeda, apalagi santri baru, ada yang tidak betah,
susah menyesuaikan diri dengan kebiasaan pondok, mungkin
di rumahnya selalu dilayani oleh orang tuanya, makannya
enak, tempat tidurnya empuk dan sebagainya, sementara
kehidupan di asrama tidak sebagus itu, makanya kami
367
Azkiyatul Fuadah, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 368
Najma, Wawancara.
218
sebagai pimpinan selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada santri supaya mereka menjadi betah dan tetap
semangat.369
Selain pemberian motivasi tersebut di atas, pembina tahfiz
secara klasikal setiap saat selalu memberikan motivasi
kepada santri agar tetap semangat untuk menambah hafalan
dan mengulang hafalan yang sudah ada, agar tidak dilupakan
hal ini diungkapkan oleh koordinator bidang tahfiz, Fathullah
mengatakan, setiap saat apabila dalam kegiatan tahfiz
ditemukan anak-anak yang bermasalah, tidak menambah
setoran hafalan, banyak yang salah apabila muraja‟ah, maka
kami sebagai pembina selalu memberikan motivasi, tidak
memarahi, tidak menghukum mereka.370
Dari wawancara yang dilakukan penulis, dapat diketahui
bahwa upaya guru untuk mengatasi kendala santri dalam
menghafal Al-Qur‟an adalah dengan memberikan motivasi,
semangat dan menjelaskan keutamaan-keutamaan menjadi
Hafiz Al-Qur‟an sehingga para santri menjadi semangat untuk
mencapai cita-cita menjadi hafiz Al-Qur‟an dan mengikuti
semua kurikulum pendidikan yang ada di pondok pesantren
ini.
Realitas bentuk motivasi terhadap para santri ialah
dengan menyampaikan kisah kisah orang sukses dalam
bidang tahfiz dan keutamaan keutamaan yang dimiliki oleh
orang oranng yang hafal Al-Qur‟an.371
2) Santri Mengikuti MTQ
Upaya lain yang dilakukan oleh pihak pondok dan guru
tahfiz dalam meningkatkan motivasi santri dalam mengahafal
Al-Qur‟an adalah Mengikut sertakan santri dalam kegiatan
369
Fadliansyah, Wawancara. 370
Fathullah, Wawancara. 371
Observasi, 5 Agustus 2021.
219
Musabaqah Tilawah Al-Qur‟an (MTQ). Sebagaimana yang
dikatakan oleh Toni Fadliansyah, Pimpinan Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al- Islamy mengatakan bahwa:
“Santri juga mengikuti perlombaan Musabaqah Tilawah
Al-Qur‟an (MTQ), baik ditingkat kabupaten maupun provinsi.
Hal ini dilakukan karena kami ingin kemampuan santri di
Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi ini
lebih baik dalam memahami dan menghayati Al-Qur‟an di
samping ahli dalam pengetahuan dan pengamalan ajaran
agama mereka sendiri”.372
Wawancara dengan salah seorang santriwati yang
bernama Amanda dan ia mengatakan bahwa,“Kami yang
menghafal Al-Qur‟an sering ikut dalam kegiatan Musabaqah
Tilawah Al-Qur‟an (MTQ) baik itu tingkat kabupaten maupun
Provinsi. Hal ini membuat saya bersemangat belajar. Kegiatan
ini diatur oleh guru yang mengajar di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi.373
Upaya untuk meningkatkan motivasi santri dalam
menghafal Al-Qur‟an adalah santri diikutsertakan dalam
Musabaqah Tilawah Al-Qur‟an (MTQ). Banyak santri-santri
yang belajar di pondok pesantren ini mendapatkan prestasi
yang menggembirakan karena memenangkan sejumlah
perlombaan MTQ yang diadakan oleh pemerintah.
3) Mengatur Waktu Menghafal Secara Tertib
Pelaksanaan program tahfiz di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy telah di susun jadwalnya secara
baku dan berbeda dengan jadwal kegiatan pondok pada
umumnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
372
Fadliansyah, Wawancara. 373
Amanda, Wawancara dengan penulis, 11 Aguatus 2021.
220
Tabel 4.14
Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy.374
No Jam Bentuk kegiatan Keterangan
1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran Hafalan
Jadwal ini
berlaku
setiap hari
kecuali hari
minggu
istirahat total
2 06.30 – 07.30 Istirahat
3 07.30 – 11.00 Setoran Hafalan Baru
4 11.00 - 14.00 ISOMA
5 14.00 – 16.00 Mengulang Setoran Hafalan
6 16.00 – 17.30 Istirahat Mandi
7 17.30 – 20.30 Mengulang Hafalan
8 20.30 – 22.00 Belajar Kitab atau Dirasah
9 22.00 – 04.30 Istirahat Tidur
Pelaksanaan pembelajaran menghafal Al-Qur‟an ini bisa
terwujud jika memenuhi unsur-unsur yaitu ada guru, ada
peserta didik, metode dan materi pembelajaran. Sesuai
dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Juaharul Falah Al-Islamy, materi yang
diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Toni Fadliansyah,
S.Pd.I sebagai pimpinan pondok dan juga guru tahfiz
mengatakan bahwa:
“Pesantren ini berusaha mencetak para huffaz (penghafal
Al-Qur‟an) melalui adanya program tahfiz Al-Qur‟an dari hasil
perpaduan dua unsur, yaitu memadukan sistem pendidikan
formal dan sistem pendidikan non formal, setiap santri
diwajibkan menghafal juz amma, sedangkan dari sistem
pendidikan non formal, pihak pondok membuka kelas tahfiz
khusus yakni bagi semua kalangan santri yang ingin
menghafal Al-Qur‟an secara keseluruhan (30 juz), baik yang
masih sekolah maupun yang sudah tidak sekolah. Bagi santri
374
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
221
yang masih sekolah waktu setor mereka pergunakan pada
jam-jam kosong atau pada waktu istirahat sedangkan bagi
santri yang tidak sekolah waktu mengahafal mereka mulai jam
07.30 sampai dengan 12.00. ada yang menghafal dari juz 30
ke bawah dan ada pula yang menghafal dari juz satu ke atas,
tergantung kemampuan dan kemauan masing-masing santri.
Di mana para santri setiap hari diwajibkan setor hafalan
sebanyak satu halaman sehingga dalam sebulan mereka bisa
hafal satu juz karena pihak pondok mempunyai target 5 juz
per semester sehingga dalam waktu tiga tahun santri sudah
bisa mengkhatamkan Al-Qur‟an secara keseluruhan (30
juz).375
Masih menurut Toni Fadliansyah, S.Pd.I, sebagai
pimpinan pondok dan juga ustaz tahfiz mengatakan bahwa:
“Saya mengajarkan anak-anak yang menghafal di sini
terdapat 3 bagian. Pertama ada yang mulai menghafal ayat
dari awal surat Al-Baqarah setiap malamnya, kedua anak-
anak yang menghafal dari juz 30 ada yang mulai dari surat
An-Naba‟, ketiga ada juga yang menghafal surah yang
pendek-pendeknya saja dari juz 30. Santri di sini menghafal
melalui seorang guru untuk membenarkan bacaan santri jika
salah. Hafalan dilakukan setiap hari sebanyak 1 halaman.
Hafalan mulai dari surat An-Nas hingga surat Al-Baqarah
(membalik urutan Al-Qur‟an). Dalam menghafal menggunakan
satu mushaf yang tersedia di pondok ini supaya mudah untuk
menguatkan hafalan.376
Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak
yang belajar menghafal dari juz 1 dan ada juga yang mulai
menghafal dari juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak
375
Fadliansyah, Wawancara. 376
Ibid.
222
memulai dari awal yaitu „Amma Yatas , dan ada juga
surat-surat yang pendek seperti Aḍ -ḍuḥ dan lain-lainnya.377
Kemudian wawancara penulis dengan Fathullah Al-Hafiz,
ustaz tahfiz mengatakan: “Materi yang saya terapkan dalam
menghafal Al-Qur‟an dengan tajwid dan makh rijul ḥur f yaitu
sedikit demi sedikit perkalimat, perayat sesuai dengan
kemampuan anak. Setelah bisa tajwid dan makh rijul ḥur f,
lalu saya perintahkan untuk menghafal sesuai dengan
kemampuannya.378
Berdasarkan pengamatan penulis disaat Fathullah Al-
Hafiz mengajar, beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an
dengan materi tajwid yang mana Fathullah Al-Hafiz membaca
dulu ayat yang akan dihafal anak, lalu anak mengikuti sesuai
dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya untuk
menghafal.379
Kemudian Mukhlisin, ustaz yang mengajar menghafal
Al-Qur‟an mengatakan: “Saya juga mengajarkan materi
setelah anak hafal baru saya perintahkan anak untuk
memperdengarkan hafalan yang sudah saya ajarkan tadi,
untuk memperdengarkan hafalan anak ke saya apakah anak
sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau
belum tepat tajwidnya terkadang saya suruh anak untuk
melancarkannya lagi sampai benar-benar bisa. Jika
kesalahannya sedikit saya suruh untuk melanjutkannya.380
Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan, anak-
anak belajar menghafal satu persatu secara bergantian
menghadap ustaz, menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang
belum lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Tapi
377
Observasi, 18 Juli 2021. 378
Fathullah, Wawancara. 379
Observasi, 18 Juli 2021. 380
Mukhlisin, Wawancara.
223
ada juga yang main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk
memperdengarkan hafalan.381
Hasil wawancara dengan Vania, seorang santriwati tahfiz
mengatakan: “Saya senang menghafal, karena dapat pahala
dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam belajar
materi lain di sekolah khususnya pelajaran yang ada dalil-dalil
Al-Qur‟annya.382
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, ada
hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya
minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan,
maka santri itu akan sungguh-sunggu belajar. Setelah
maghrib hingga pagi subuh santri berada di asrama masing-
masing, kegiatan santri di asrama meliputi aktivitas menghafal
Al-Qur‟an, persiapan untuk hafalan esok hari. Guru selalu
memberi nasehat kepada setiap santri agar rajin menghafal Al-
Qur‟an dan memberi hukuman kepada santri yang melanggar
ketentuan menghafal seperti datang terlambat.
4) Mengadakan Wisuda Tahfiz Al-Qur‟an
Sebagai bentuk apresiasi pondok terhadap keberhasilan
santri dalam menghafal Al-Qur‟an, pihak pondok dalam dua
tahun terakhir ini mengadakan wisuda Tahfiz Al-Qur‟an
dengan memberikan penghargaan berupa piagam dari
yayasan. Santri yang diwisuda bukan yang khatam 30 juz, tapi
di bagi dalam beberapa kelompok, yaitu 5, 10,15,20, 25 dan
30 juz, Adanya wisuda tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap
dua kali dalam setahun, memberikan efek positif terhadap
motivasi santri lainnya untuk semangat dalam menghafal Al-
Qur‟an, hal ini diungkapkan oleh santri yag bernama Wildan:
381
Observasi, 2 Agustus 2021. 382
Vania, Wawanacara dengan penulis, 2 Agustus 2021.
224
Melihat kawan-kawan diwisuda, apalagi yang sudah khatam
30 juz, rasanya bahagia dan terharu, walaupun bukan saya
yang di wisuda, karena kami baru hafal 3 juz, karena baru
satu tahun mondok, apalagi kalau wisudanya dihadiri oleh
orang tua, betapa bahagianya orang tua kalau kita bisa
menjadi hafiz Al-Qur‟an.383
Adanya semangat yang timbul setelah melihat teman-
temannya di wisuda membawa efek positif bagi kebanyakan
santri, para santri semakin bersemangat untuk cepat-cepat
menghatamkan hafalannya agar wisuda berikutnya dia lagi
yang diwisuda.
5) Hasil Pembelajaran
Berhasil tidaknya santri dalam menghafal Al-Qur‟an,
tergantung dari keseriusan santri itu sendiri dalam belajar.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghafal Al-Qur‟an
bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan
dan juga waktu khusus. Secara kuantitas jumlah peminat
program tahfiz terus mengalami peningkatan dari tahun
ketahun, demikian juga output yang dihasilkan terus
mengalami kemajuan, hal ini dapat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.15
Data Santri Program Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah
Al-Islamy Tahun 2021.384
No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Waktu
1 1 – 5 102 1 - 2 tahun
2 6 – 10 17 1 - 2 tahun
3 11 – 15 16 3 - 5 tahun
4 16 – 20 3 3 - 5 tahun
5 20 – 30 7 4 - 5 tahun
383
Wildan, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 384
Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
225
Berdasarkan tabel di atas, dipahami bahwa jumlah hafalan
santri terus mengalami peningkatan dari segi jumlah hafalan,
hal ini salah satu indikator dari adanya peningkatan mutu
hafalan santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy
Muaro Jambi.
Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy adalah suatu program yang sangat
diutamakan oleh pondok yang menjadi ciri khas pondok
tersebut. Seluruh santri diwajibkan untuk menghafal beberapa
juz, utamanya juz 30, walaupun santri tersebut tidak memilih
program tahfiz. Santri yang mempunyai kemampuan untuk
menghafal dan berminat untuk menghafal secara keseluruhan
yaitu 30 juz mereka boleh memilih untuk program tahfiz yaitu
kelas khusus Tahfiz.
Keberhasilan anak menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi ditunjukkan
dengan hafalan 30 juz Al-Qur‟an. Pencapaian ini tentunya
merupakan keinginan semua orang. Wawancara dengan
Mukhlisin, guru yang mengajar mengatakan: “Faktor penentu
yang utama keinginan santri menghafal Al-Qur‟an adalah
dorongan dan keyakinan orang tua selalu berkeyakinan anak-
anak mereka akan menjadi penghafal Al-Qur‟an. Antusiasme
orang tua cukup tinggi memasukkan anak ke pesantren ini,
sehingga tidak heran banyak santri berprestasi dalam
menghafal Al-Qur‟an”.385
Melihat fakta di atas dapat diketahui keseriusan pondok
ini dalam membina dan mencetak hafiz Al-Qur‟an serta
mengupayakan mutu hafalan Al-Qur‟an santri agar menjadi
lebih baik. Dari jumlah para penghafal yang ada di atas
385
Mukhlisin, Wawancara.
226
membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik
beratkan pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri.
Selain beberapa strategi yang telah dilakukan di atas, ada
beberapa pembiasaan yang telah dijadikan tradisi di Pondok
Pesantren Jauharul Falah, yakni pembiasaan salat Duha dan
puasa senin kamis bagi semua santri.386meskipun kegiatan
pembiasaan ini tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan
tahfiz, akan tetapi diharapkan dengan pembiasaan mulia ini
dapat menjadikan santri dekat dengan sang Khalik dan bersih
dari dosa, sehingga memudahkan para santri untuk menuntut
ilmu khususnya dalam menghafal Al-Qur‟an.
Hal ini diungkapkan oleh Ustaz Fathullah Al-Hafiz
“pembiasaan salat Duha dan puasa senin kamis sudah
berjalan sejak pondok ini berdiri, dan alhamdulillah berjalan
sampai sekarang, program ini diharapakan menjadi
pembiasaan bagi santri supaya hati semakin bersih dan
diharapkan mendapatkan kemudahan dalam menghafal
Al-Qur‟an.387
c. Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur
Berdasarkan sejarah keberadaan program tahfiz di Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, pada awalnya
adalah rumah tahfiz, terus mengalami kemajuan, sehingga
pengurus yayasan Bustanul „Ulum berinisiatif untuk menyatukan
rumah tahfiz ke dalam yayasan dan mendirikan pondok pesantren.
Animo masyarakat terhadap keberadaan program tahfiz terus
mengalami kemajuan dan jumlah santri terus mengalami
penambahan dari tahun ke tahun, menuntut pihak pengelola untuk
merespon animo masyarakat tersebut dengan mengadakan
beberapa kegiatan-kegiatan untuk menunjang kelancaran program
386
Observasi, 11 Juli 2021. 387
Fathullah, Wawancara.
227
tahfiz dan mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk meningkatkan mutu hafalan santri.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan
pihak Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur,
ada beberapa langkah yang ditempuh untuk meningkatkan mutu
hafalan, yaitu:
1) Motivasi terhadap Santri
Untuk menumbuhkan semangat para santri dalam
menghafal Al-Qur‟an diperlukan motivasi. Motivasi yang sering
dilakukan ada yang secara tertulis seperti piagam, tertuang
dalam buku setoran tahfiz, maupun motivasi secara lisan dan
spontanitas pada saat aktivitas tahfiz.
Bentuk motivasi yang dilaksanakan oleh pihak pengelola
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, dengan memberikan
penilaian dalam bentuk angka atau simbol, maupun dalam
bentuk pujian atas aktivitas tahfiz santri, mendapatkan nilai
yang bervariasi sesuai dengan keberhasilan yang ia peroleh.
Hasil yang diperolehnya dapat memberikan semangat dan
motivasi agar hasil yang ia peroleh semakin mengalami
kemajuan.
Tugas pembina atau ustaz adalah menjaga, membimbing,
dan memotivasi agar santri dapat semangat dalam menghafal
Al-Qur‟an sebagaimana hasil wawancara dengan Ustaz Ihsan
Daim Al-Hafiz tentang cara ustaz memotivasi santri dalam
meningkatkan semangat menghafal Al-Qur‟an, ia
mengatakan: “Cara memotivasi santri agar semangat belajar
yaitu memberikan pujian secara lisan, menceritakan
pengalaman-pengalaman waktu menjadi santri, menceritakan
kisah-kisah sukses para hafiz, perjuangan untuk menjadi
orang sukses, biasanya para santri semangat untuk
228
mendengarnya.388
Motivasi dalam bentuk tertulis dituangkan dalam buku
setoran hafalan, seperti penjelasan Ustaz Ghazali Abbas,
bahwa di pondok ini kami sediakan buku setoran hafalan
seperti waktu saya mondok di Al-Mubarak Jambi yang
diberikan kepada setiap santri, dalam buku tersebut berisi
catatan-catatan hafalan santri, baik hafalan atau setoran baru
maupun hafalan lama, semuanya ada catatan dalam buku
tersebut, dari buku tersebut akan diketahui jumlah hafalan
yang dimiliki oleh masing-masing santri dan diketahui tentang
kualitas dan kemampuan jumlah hafalan setiap harinya.389
Upaya yang dilakukan untuk memotivasi santri untuk tetap
semangat menjadi hafiz Al-Qur‟an, sebagaimana hasil
wawancara penulis dengan Malik Azis yang mengatakan,
“upaya menumbuhkan motivasi santri dalam menghafal Al-
Qur‟an ialah memberikan semangat kepada santri dan
memberikan pemahaman yang jelas, benar, dan terus
menerus kepada santri mengenai pentingnya menghafal
Al-Qur‟an dan keutamaan bagi orang-orang yang menghafal
Al-Qur‟an dihadapan Allah SWT.390
Pemberian motivasi secara priodik dan tidak terprogram
secara baku, selalu diberikan motivasi kepada santri baik
secara pribadi maupun secara keseluruhan. Pemberian
secara pribadi biasanya dilakukan apabila ada santri yang
bermasalah secara pribadi, sementara pemberian motivasi
secara menyeluruh biasanya dilakukan oeh pimpinan dalam
acara-acara tertentu, manakala santri berkumpul dalam suatu
tempat misalnya di masjid setelah sholat berjama‟ah, hal ini
sesuai dengan penjelasan pimpinan yayasan sekaligus guru di
388
Daim, Wawancara. 389
Abbas, Wawancara. 390
Malik Azis, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.
229
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.
Pondok pesantren ini, santrinya datang dari berbagai
daerah, mempunyai latar belakang yang berbeda, apalagi
santri baru, ada yang tidak betah, susah menyesuaikan diri
dengan kebiasaan pondok, mungkin di rumahnya selalu
makan enak, dilayani orang tuanya, sementara kehidupan di
asrama tidak sebagus itu, harus mandiri. Karena itu sebagai
pimpinan selalu memberikan motivasi dan semangat kepada
santri supaya mereka menjadi betah dan tetap semangat.391
Selain pemberian motivasi tersebut di atas, pembina tahfiz
secara klasikal setiap saat selalu memberikan motivasi
kepada santri agar tetap semangat untuk menambah hafalan
dan mengulang hafalan yang sudah ada, agar tidak dilupakan
hal ini diungkapkan oleh koordinator bidang tahfiz, Ihsan Daim
mengatakan.
Hampir setiap waktu apabila dalam kegiatan tahfiz
ditemukan anak-anak yang bermasalah, banyak main, tidak
menambah setoran hafalan, banyak yang salah apabila
muraja‟ah, maka kami sebagai pembina selalu memberikan
semangat dan motivasi.392
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa upaya
pembina dalam mengatasi permasalahan santri dalam
menghafal Al-Qur‟an adalah dengan memberikan motivasi,
semangat dan menjelaskan keutamaan-keutamaan menjadi
Hafiz Al-Qur‟an sehingga para santri menjadi semangat untuk
mencapai cita-cita menjadi hafiz Al-Qur‟an dan mengikuti
semua kurikulum pendidikan yang ada di pondok pesantren
ini.
391
Toha, Wawancara. 392
Daim, Wawancara.
230
2) Mengikuti MTQ
Salah satu bentuk kegiatan yang cukup ampuh dalam
memotivasi santri dalam mengahafal Al-Qur‟an ialah ikut serta
dalam kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), baik
tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun tingkat
nasional. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ihsan Daim,
Pimpinan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum bahwa:
“Musabaqah Tilawatil Qur‟an (MTQ), cukup baik dalam
memotivasi santri, baik itu tingkat desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional, apalagi di
daerah kami ini orang yang hafiz Al-Qur‟an sangat dihargai
oleh masyarakat, begitu juga kalau berprestasi dalam ajang
MTQ.393
Wawancara dengan salah seorang santriwati yang
bernama Niswa ia mengatakan bahwa,“Kami yang menghafal
Al-Qur‟an sering ikut dalam kegiatan MTQ mulai dari tingkat
desa kabupaten hingga Provinsi. Hal ini membuat saya lebih
bersemangat lagi agar tahun berikutnya bisa ikut dengan
kelompok yang lebih tinggi”.394
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dipahami
bahwa salah satu kegiatan yang dapat memotivasi siswa
untuk menghafal Al-Qur‟an adalah mengikuti MTQ. Dengan
adanya ikut berpartisipasi santri dalam ajang tersebut
membuktikan bahwa kualitas hafalannya sudah baik dan
diakui oleh masyarakat, sebab dengan mengikuti kegiatan
tersebut berarti mereka telah melalui seleksi sehingga layak
ikut berpartisipasi.
393
Ibid. 394
Niswa, Wawancara dengan penulis, 15 Juni 2021.
231
3) Manajemen waktu
Pelaksanaan program tahfiz di Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum, berbeda dengan Pondok Pesantren Al-
Mubarak, dan Jauharul Falah Al-Islamy, ia melaksanakan
pada sore hari hingga malam, setelah jam pelajaran rutin
sekolah selesai. Dimulai dari jam 15.00 hingga jam 21.30 WIB,
sebab santri yang ikut tahfiz wajib mengikuti pelajaran seperti
sekolah pada umumnya, sementara santrinya juga ada dua
model, yaitu santri yang mondok dan santri yang tidak mondok
atau kembali kerumah masing-masing setelah jam pelajaran
selesai.395 jadwalnya secara baku dan berbeda dengan
jadwal kegiatan pondok pada umumnya, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.16
Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.396
No Jam Bentuk kegiatan Keterangan
1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran
Hafalan
Jadwal ini berlaku
setiap hari kecuali
hari minggu
istirahat total
2 06.30 – 07.30 Mandi dan sarapan
3 07.30 – 13.00 Belajar di kelas
4 13.00 - 15.00 ISOMA
5 15.00 – 18.00 Setoran Hafalan
6 18.00 – 19.30 Istirahat Mandi
7 19.30 – 21.30 Mengulang Hafalan
Berdasarkan jadwal di atas, diketahui bahwa kegiatan
santri yang mengikuti program pondok cukup padat, sebab di
pagi hari fokus untuk belajar di kelas sementara sore hingga
malam hari mengikuti kegiatan tahfiz. Pelaksanaan tahfiz Al-
Qur‟an akan terwujud jika memenuhi unsur-unsur yang ada
395 Observasi, 20 Juli 2021.
396 Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.
232
guru, ada peserta didik, metode dan materi pembelajaran.
Sesuai dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-
Qur‟an di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, materi yang
diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Ihsan Daim sebagai
pimpinan pondok dan juga guru tahfiz mengatakan bahwa:
“Pesantren ini berusaha mencetak para huffaz (penghafal
Al-Qur‟an) melalui adanya program tahfiz Al-Qur‟an dari hasil
perpaduan dua unsur, yaitu memadukan sistem pendidikan
formal dan sistem pendidikan non formal, setiap santri
diwajibkan mengikuti kegiatan sekolah, sedangkan dari sistem
pendidikan non formal, pihak pondok membuka kelas tahfiz
khusus yakni bagi semua kalangan santri yang ingin
menghafal Al-Qur‟an secara keseluruhan (30 juz), waktu tahfiz
dari jam 15.00 sampai dengan 21.30. ada yang menghafal
dari juz 30 ke bawah dan ada pula yang menghafal dari juz
satu ke atas, tergantung keinginan dari masing-masing santri.
Di mana para santri setiap hari diwajibkan setor hafalan
sebanyak satu halaman sehingga dalam sebulan mereka bisa
hafal satu juz karena pihak pondok mempunyai target 5 juz
per semester sehingga dalam waktu tiga tahun santri sudah
bisa mengkhatamkan Al-Qur‟an secara keseluruhan (30
juz).397
Masih menurut Ihsan Daim sebagai pimpinan pondok dan
juga ustaz Tahfiz mengatakan bahwa: “Saya mengajarkan
anak-anak yang menghafal di sini terdapat 3 bagian. Pertama
ada yang mulai menghafal ayat dari awal surat Al-Baqarah
setiap malamnya, kedua anak-anak yang menghafal dari juz
30 ada yang mulai dari surat An-Naba‟, ketiga ada juga yang
menghafal surah yang pendek-pendeknya saja dari juz 30.
Santri di sini menghafal melalui bimbingan guru sesuai
397
Daim, Wawancara.
233
dengan kelasnya masing-masing untuk membenarkan bacaan
santri jika ada yang salah. Hafalan dilakukan setiap hari
setelah jam sekolah selesai, Dalam menghafal menggunakan
satu mushaf yang tersedia di pondok ini supaya mudah untuk
menguatkan hafalan”.398
Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak
yang belajar menghafal dari juz 1 dan ada juga yang mulai
menghafal dari juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak
memulai dari awal yaitu Amma Yatasa Aluun, dan ada juga
surat-surat yang pendek seperti Adh-Duha dan lain-lainnya.399
Kemudian wawancara penulis dengan Ghazali Abbas Al-
Hafiz, ustaz Tahfiz mengatakan: “Materi yang saya terapkan
dalam menghafal Al-Qur‟an dengan tajwid dan makharijul
huruf yaitu Sedikit demi sedikit perkalimat, perayat sesuai
dengan kemampuan anak. Setelah bisa tajwid dan makharijul
huruf, lalu saya perintahkan untuk menghafal sesuai dengan
kemampuannya.400
Berdasarkan pengamatan penulis disaat Ghazali Abbas
Al-Hafiz mengajar beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an
dengan materi tajwid. Yang mana Ghazali Abbas Al-Hafiz
membaca dulu ayat yang ingin dihafal, lalu anak sesuai
dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya untuk
menghafal.401
Kemudian Rizki Maulana, ustaz yang mengajar menghafal
Al-Qur‟an mengatakan: “Saya juga mengajarkan materi
setelah anak hafal baru saya perintahkan anak untuk
memperdengarkan hafalan yang sudah saya ajarkan tadi
untuk saya memperdengarkan hafalan anak apakah anak
398
Ibid. 399
Observasi, 18 Juni 2021. 400
Abbas, Wawancara. 401
Observasi, 18 Juni 2021.
234
sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau
belum pas dari segi tajwidnya, maka saya suruh anak untuk
mengulanginya lagi sampai benar-benar pas. Jika
kesalahannya sedikit saya suruh untuk melanjutkannya.402
Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan, anak-
anak belajar menghafal satu persatu secara bergantian
menghadap ustaz, menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang
belum lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Tapi
ada juga yang main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk
memperdengarkan hafalan.
Hasil wawancara dengan Rafiqah, seorang santriwati
tahfiz mengatakan: “Saya senang menghafal, karena dapat
pahala dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam
belajar materi lain di sekolah khususnya pelajaran yang ada
dalil dalil Al-Qur‟annya.403
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, ada
hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya
minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan,
maka santri itu akan sungguh-sunggu belajar. Menjelang
ashar hingga pagi subuh santri berada di asrama masing-
masing, kegiatan santri di asrama meliputi aktivitas menghafal
Al-Qur‟an, persiapan untuk hafalan dan mengulang pelajaran
sekolahnya, para pengasuh pondok selalu memberi nasehat
kepada setiap santri agar rajin menghafal Al-Qur‟an dan
memberi hukuman kepada santri yang melanggar ketentuan
menghafal seperti datang terlambat.
4) Hasil Pembelajaran
keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an, berangkat
dari keseriusan santri itu sendiri dalam belajar. Tidak dapat
402
Rizki Maulana, Wawancara dengan penulis, 20 Juni 2021. 403
Rafiqah, Wawancara dengan penulis, 20 Juni 2021.
235
dipungkiri lagi bahwa menghafal Al-Qur‟an bukanlah
pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga
waktu khusus.
Secara kuantitas jumlah peminat program tahfiz terus
mengalami peningkatan dari tahun ketahun, demikian juga
output yang dihasilkan terus mengalami kemajuan, hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17
Jumlah Hafalan Santri Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur Tahun 2021.404
No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Waktu
1 1 17 1 tahun
2 2 18 1 - 2 tahun
3 3 10 1 - 2 tahun
4 4 7 2 tahun
5 5 1 1 tahun
6 6 11 1 - 2 tahun
7 9 2 2 tahun
8 10 2 2 tahun
9 11 6 2 tahun
10 22 1 1 tahun
Berdasarkan tabel di atas, dipahami bahwa jumlah hafalan
santri terus mengalami peningkatan dari segi jumlah hafalan,
hal ini salah satu indikator dari adanya peningkatan mutu
hafalan santri di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.
Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum adalah program pondok yang cukup diidolakan
oleh santri dan masyarakat setempat. Seluruh santri
diwajibkan untuk menghafal beberapa juz, utamanya juz 30,
404
Domumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.
236
walaupun santri tersebut tidak memilih program tahfiz. Santri
yang mempunyai kemampuan untuk menghafal dan berminat
untuk menghafal secara keseluruhan yaitu 30 juz mereka
boleh memilih untuk program tahfiz.
Keberhasilan anak menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Bustanul „Ulum ditunjukkan dengan adanya santri
yang sudah khatam hafalan 30 juz Al-Qur‟an. Pencapaian ini
tentunya merupakan keinginan semua orang.
Wawancara dengan Rizki Maulana, guru yang mengajar
mengatakan: “Faktor penentu yang utama keinginan santri
menghafal Al-Qur‟an adalah dorongan dan keyakinan orang
tua selalu berkeyakinan anak-anak mereka akan menjadi
penghafal Al-Qur‟an. Antusiasme orang tua cukup tinggi
memasukkan anak ke pesantren ini, sehingga tidak heran
banyak santri berprestasi dalam menghafal Al-Qur‟an”.405
Melithat fakta di atas dapat diketahui keseriusan pondok
ini dalam membina dan mencetak hafiz Al-Qur‟an serta
mengupayakan mutu hafalan Al-Qur‟an santri agar menjadi
lebih baik. Dari jumlah para penghafal yang ada di atas
membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik
beratkan pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri,
akan tetapi kualitas dan mutu hafalan sangat diutamakan.
Di pondok pesantren Bustanul „Ulum ada strategi
pembiasaan yang telah dijadikan tradisi sejak didirikan
pondok, yaitu salat Duha dan salat Tahajjud yang dijadikan
rutinitas.406. menurut Ustaz Ikhsan Daim, kegiatan ini
dimaksudkan untuk membiasakan santri melaksanakan
sunnat dan pendekatan diri kepada Allah SWT, supaya santri
dapat dengan mudah menuntut ilmu di pondok ini dan bagi
405
Maulana, Wawancara. 406
Observasi, 20 Juni 2021.
237
santri yang ikut kegiatan tahfiz dapat melakukan kegiatan
muraja‟ah setelah melaksanakan kedua kegiatan ibadah
sunnat tersebut.407
Dengan demikian dapat dipahami bahwa di pondok
pesantren Bustanul „Ulum, ada strategi lain yang diterapkan
yang tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan tahfiz,
namun dapat menunjang kelancaran dan kemampuan tahfiz.
3. Peran Kepemimpinan Kiai dalam Peningkatan Mutu Hafalan di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren
Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur
Peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan
Pondok Pesantren di Provinsi Jambi adalah:
a. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi
Kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan
salah satu faktor terpenting, karena maju mundur, berkembang
tidaknya lembaga tergantung dari bagaimana seorang pemimpin
mengelola lembaga pendidikan tersebut. Salah satu unsur
pemimpin di sebuah lembaga pondok pesantren adalah adanya
seorang pengasuh atau kiai.
Peran seorang kiai dalam meningkatkan mutu pendidikan
pesantren sangat ditentukan oleh kreatifitas atau ide yang
dimilikinya, yakni kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan
inovasi menjadi hal yang nyata. Ciri pemimpin yang kreatif adalah
harus mempunyai inovasi, mempunyai kekuatan ide melakukan
sesuatu yang belum pernah ada dan belum terfikirkan
sebelumnya, selain menciptakan ide, gagasan, atau inovasi kiai
juga harus menemukan bagaimana semua itu dapat diwujudkan
menjadi kenyataan.
407
Ihksan Daim, wawancara.
238
Sebagai kiai dalam perannya sebagai manajer, ia mempunyai
tugas merencanakan, menyusun pengorganisasian, mengawasi
dan mengevaluasi semua kegiatan pendidikan, sebagai tauladan,
kiai menjadi panutan bagi stakeholder yang ada dalam lembaga
pendidikan pesantren. Hal ini terjadi secara alamiah, karena
adanya kewibawaan, serta keterampilan yang dimiliki dalam hal
menghafal al Qur‟an. serta keikhlasan dalam melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai pimpinan.408
Sebagai pendidik dalam perannya sebagai pendidik tentunya
kiai menjadi tauladan atau panutan utama di pesantren. Begitu
juga di Pondok Pesantren Al-Mubarak peran beliau sebagai
pendidik selain dalam pembelajaran di dalam pondok, beliau juga
menjadi tauladan di luar pondok dari segi akhlak, pemikiran
ataupun segi yang lain.409
Memperbaiki SDM upaya yang dilakukan kiai pertama kali
adalah memperbaiki kualitas para pengajar atau anggota yang
akan menjadi salah satu faktor penting dalam peningkatan mutu
pendidikan, maka kiai merekrut tenaga pendidik yang berkualitas,
baik dari intern maupun dari ekstern pondok. Peningkatkan
kualitas tahfiz harus berangkat dari pembimbing yang berkualitas,
karena itu Pondok Pesantren Al-Mubarak sangat selektif dalam
mengangkat guru atau ustaz yang menjadi pembimbing di pondok
ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh H. Ahmad Mubarak,
pimpinan Pondok Pesantren Al-Mubarak;
Untuk menjadi guru di sini, kami mempunyai standar dan
kriteria tersendiri, tidak semua yang hafiz termasuk alumni al-
Mubarak ini, ia harus hafal 30 juz, suara harus merdu, wara‟
408
Observasi, 20 Juli 2021 409
Observasi, 20 Juli 2021.
239
mengutamakan kesederhanaan, tidak mengejar materi, sabar dan
tentunya berakhlakul karimah.410
Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat
besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga
membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap
hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin.
Dalam mencapai tujuan organisasi, sebuah lembaga
pendidikan pasti mempunyai visi misi ingin dicapai, begitu pun
Pondok Pesantren Al-Mubarak, memiliki enam tujuan utama yang
ingin dicapai, pertama Menjadi tempat belajar membaca Al-Qur‟an
yang baik dan benar dari semua aspek, seperti fashahah, tajwid,
murattal dan lain-lain. Kedua Menjadi tempat menghafal kitab suci
Al-Qur‟an dan melahirkan hafiz dan hafizah yang beriman,
bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia. Ketiga Sebagai tempat
berkumpulnya hafiz/hafizah dari setiap daerah serta saling
mengikat Ukhuwah Islamiyah, keempat Sebagai sarana tukar
menukar informasi lembaga pendidikan Islam, khususnya antara
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi dengan pondok
pesantren hafal Al-Qur‟an lain khususnya, dan semua pondok
pesantren pada umumnya, kelima, mempermudah bagi Provinsi
Jambi dan Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Jambi untuk
mendapatkan kader hafiz/hafizah, untuk berkecimpung di berbagai
ajang dalam Provinsi Jambi dan selanjutnya dapat diketengahkan
pada setiap MTQ tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional. Dan
keenam menghasilkan kader-kader Imam dan Guru di bidang Al-
Qur‟an dan tahfiz Al-Qur‟an untuk disebarkan ke berbagai tempat
di seluruh wilayah Provinsi Jambi.411
Sebagai motivator Peran seorang kiai selain yang disebutkan
di atas adalah sebagai motivator baik kepada para guru, asatiz
410
Mubarak, Wawancara. 411
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
240
maupun pengurus di Pondok Pesantren Al-Mubarak. Beliau
alumni timur tengah, kemampuan hafalannya diakui oleh semua
orang. Ucapannya bukan hanya sekedar kata-kata, ucapan atau
perintah saja tapi beliau merealisasikan motivasi tersebut,
sebagaimana yang disampaikan oleh ustaz Syarifuddin Amir,
salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Al-Mubarak ini;
Pak kiai itu orangnya jarang ngomong kalau beliau bertemu
dengan kita, dia hanya tersenyum, berwibawa dan
mempercayakan urusan pondok kepada kami-kami ini, khususnya
kepada ustaz M. Daud H. Ahmad Mubarak Al-Hafiz, selagi urusan
bisa selesai dengan beliau, maka pak kiai tidak akan turun tangan,
dan selagi tidak ada laporan kepada beliau berarti permasalahan
di pondok tidak ada, karena kepercayan yang begitu tinggi kepada
kami, maka kami merasa bertanggung jawab terhadap apa yang
dibebankan kepada kami.412
Sebagai supervisor semua kegiatan atau progam yang telah
dilaksanakan jika tidak ada pengontrolan akan kurang efektif,
maka dari itu sosok pemimpin dibutuhkan perannya dalam
pengontrolan progam tersebut. Pondok Pesantren al-Mubarak
memiliki pemimpin yang selalu mengawasi berjalannya kegiatan
tahfiz. Karena di Pondok Pesantren Al-Mubarak pak kiai memiliki
orang kepercayaan penuh, yakni ustaz M. Daud H. Ahmad
Mubarak Al-Hafiz, maka beliaulah mengambil peran pak kiai dan
menggantikan peran beliau sebagai supervisor terhadap aktivitas
aktivitas yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak.
Sebagai pimpinan pondok beliau sangat berwibawa dan
dihormati baik di lingkungan pondok maupun di luar pondok
pesantren. Di lingkungan pondok para santri sangat ta‟zim
kepada beliau sebagaimana yang di ungkapkan oleh Ust. Amir
Syarifuddin.
412
Amir, Wawancara.
241
Pak kiai dimata kami para ustaz sangat berwibawa, pada hal
pak kiai dengan kami-kami baik dan sesekali bergurau, tapi kami
sangat menghormati beliau, hal ini mungkin karena kemampuan
beliau dengan bacaan dan hafalan Al-Qur‟an, sehingga
kemukjizatan Al-Qur‟an terpancar dalam keseharian beliau serts di
mata kami beliau sangat berwibawa.413
Berdasarkan observasi di lapangan, bahwa di mata para
pengelola, ustaz, apalagi para santri, keberadaan K.H. Ahmad
Mubarak Al-Hafiz bukan hanya sebagai pimpinan pondok, tapi
sebagai role model yang sangat disegani, dijadikan teladan dalam
kehidupan di intern pondok, dan juga teladan bagi masyarakat
secara umum di Provinsi Jambi.414
Kepemimpinan K.H. Ahmad Mubarak Al-Hafiz dalam
meningkatkan mutu tahfiz tampak dalam bentuk 1) Membangun
kerja sama yang baik dengan kiai atau lembaga lain baik secara
pernonal maupun secara kelembagaan, dengan perturan tenaga
pendidik untuk sama-sama bertukar pengalaman, 2) Kaderisasi
Kiai Dalam pengkaderan kiai , Pondok Pesantren Al-Mubarak
menggunakan sistem pengkaderan lewat para santri senior yang
sudah teruji kemampuannya. 3) Membangun hubungan yang baik
dengan masyarakat. 4) Pondok Pesantren Al-Mubarak dalam
membangun hubungan yang baik dengan masyarakat salah
satunya adalah dengan mengadakan pengajian rutin dengan
menjadikan para tokoh di jambi atau luar kota jambi sebagai tamu
undangan supaya para. masayarakat bisa dan mau datang ke
pondok pesantren dengan tujuan mendapat dukungan dari
masyarakat.415
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa peran kiai
dalam hal ini KH. Ahmad Al-Mubarak saat sekarang sebagai
413
Amir, Wawancara. 414
Observasi. 415
Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.
242
pimpinan pondok yang telah mendelegasikan tanggung jawabnya
kepada anaknya yang bernama ustaz M. Daud H. Ahmad
Mubarak Al-Hafiz, beliau hanya mengawasi dan menunggu
laporan dari orang kepercayaannya tersebut, dan beliau tidak
terlibat secara langsung mengontrol perkembangan tahfiz.
b. Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi
Peran seorang pemimpin dalam meningkatkan mutu hafalan
santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, khususnya
dalam bidang pendidikan dan pengajaran salah satunnya
dipengaruhi oleh lingkungan bermasyarakat. Peran kiai di dalam
pondok pesantren tidak hanya memberikan pengajaran ilmu
agama dan ilmu pengetahuan tetapi juga berperan sebagai guru
pendidik yang membimbing dan mengarahkan santrinya agar
dapat berkembang dengan baik, serta tanggung jawab yang
diajarkan untuk santrinya.
Peran kepemimpinan kiai memberikan contoh beragama
sesuai dengan syariat Islam berdasarkan ajaran Rasulullah
sebagaimana mendidik santri ngaji serta sopan santun terhadap
guru. Kiai di sini mempunyai peranan penting dalam
mempengaruhi, mendorong (memotivasi), mengarahkan serta
menggerakkan santrinya untuk meneladani ilmu agama dan
membina santrinya agar mau bekerja sama dan produktif agar
tercapainya tujuan bersama. Dalam menjalankan peranan kiai
sebagai teladan yang bersifat tegas, kewibawaan serta karismatik
yang memiliki daya tarik tersendiri, dan juga pembawaan yang
luar biasa.416
Dengan demikian peran kiai dalam meningkatkan mutu hafal
santri yang memegang kekuasaan hirarki. Tidak berarti seorang
kiai berbuat otoriter tetapi sikap tersebut didasari dengan
kewibawaan. Peranan kiai dapat terwujud apabila mampu
416
Observasi, 25 Juli 2021.
243
berinteraksi dengan lingkungan bermasyarakat. Sebagai motivator
kiai hendaknya mendorong satrinya agar semangat dan
istiqamah dalam menghafal Al-Qur‟an, serta membimbing dan
mengajarkan suatu tindakan yang harus dilakukan untuk santrinya
agar tercapai tujuan berorganisasi dengan baik.
Tugas kiai dalam membimbing dan mengarahkan sangat
diperlukan sebab dengan adanya kiai santri menjadi manusia
yang berguna dimasyarakat nantinya. tak hanya itu pula seorang
kiai juga berperan dalam hal supervisor yang di mana kiai
mampu membantu, menilai, dan memperbaiki secara kritis
terhadap peningkatan mutu hafalan santri.
Peran kepemimpinan kiai dalam meningkatakan mutu hafalan
santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy sebagai
berikut:
1) Keteladanan
Kiai sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar yang
dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. kiai juga
dipandang sebagai tokoh yang luar biasa di dalam
perkembangan pada aspek kelembagaan. Toni Fadliansyah
sebagai pengasuh pondok pesantren Pondok Pesantren
Jauharul Falah Al-Islamy berperan penting memberikan suri
tauladan bagi kehidupan santri dalam meningkatkan mutu
hafalan santri. di sini kiai memberikan pembelajaran melalui
pengajian kitab maupun setoran hafalan serta Muraja‟ah
dalam meningkatkan hafalan santri.
Dari penuturan Husni Al-Mubarak menjelaskan bahwa
keteladanan kiai dapat dilihat dari peranan kiai sehari-hari
atau keteladanan yang ada pada diri pengasuh adalah
sebagai berikut: Keteladanan kiai dilakukan dari kehidupan
kiai setiap harinya, keteladanan tersebut dilakukan di
lingkungan pondok pesantren yaitu menjaga hafalan Al-Qur‟an
244
dengan takrir dalam sholat, memberikan petunjuk bagaimana
cara belajar maupun menghafal sebagaimana untuk menjaga
hafalnnya.417
Kiai atau pengasuh selalu memberikan keteladanan dalam
peningkatan mutu hafalan santri. Tak lupa pula kiai senantiasa
memberikan teladan untuk santrinya agar para santri bisa
mencontoh teladan yang telah diajarkan oleh kiai.
2) Kewibawaan
Sebagai pimpinan Pondok Pesantren Jauharul Falah, Toni
Fadhliansyah dalam kesehariannya sangat berwibawa, baik
dari segi berpakaian maupun bertutur kata dengan warga
pondok secara umum.
Karena adanya kewibawaan yang dimiliki, sehingga beliau
menjadi sangat dihormati dan disegani bahkan sangat
didengarkan kata-katanya, sebagaimana hasil wawancara
dengan salah seorang santri.
Pak kiai sangat kami hormati, karena beliau berwibawa,
bagus bacaan Al-Qur‟annya dan menegur kami sangat sopan
dan menyayangi kami para santri, sehingga kami patuh dan
hormat kepada beliau.418
Relaitas di lapangan, pimpinan Pondok Pesantren
Jauharul Falah, sangat berwibawa, hal ini tercermin dengan
cara perpakaian, bertutur kata maupun dalam membimbing
para santri terutama ketika beliau membimbing para santri
dalam kegiatan tahfiz.419
3) Pengawasan
Peran kiai sangat aktif baik dengan cara pengawasan
secara langsung maupun tidak langsung. Usaha yang
dilakukan kiai dalam pengawasan untuk memantau kegiatan-
417
Husni Mubarak, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 418
Ahmad Faza, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 419
Observasi.
245
kegiatan yang telah terlaksana. Pengawasan tersebut telah
dilakukan secara langsung oleh pengasuh.
Menurut penuturan Fathullah kaitannya dengan peranan
kiai, beliau bertugas sebagai berikut: Pengasuh menarapkan
pengawasan sebagai dewan pengawas, pengarah,
pembimbing, pendidik, serta, mengawasi di setiap kegiatan
Mur ja’ah mulai dari tingakat pelafalan, kelancaran,
ketepatan, serta daya ingat yang kuat. Akan tetapi pengasuh
tetap memantau di setiap kegiatan lain, baik kegiatan setoran
hafalan maupun Muraja‟ah. Kegiatan tersebut dirancang
dengan baik dan rapi, yang bertujuan untuk melatih
kedisiplinan serta tanggung jawab santri dalam meningkatkan
hafalan Al-Qur‟an. Dengan begitu, pengawasan tersebut
terstruktur dengan baik sehingga kekeliruan serta kesalahan
dapat dibetulkan secara langsung oleh pengasuh apabila
terdapat kesenjangan yang tidak diinginkan.420
4) Pembimbing
Peran kiai adalah mendampingi santri 24 jam secara
intens. Seorang kiai melakukan pengawasan secara langsung
bertujuan agar dapat mengetahui kinerja pengurus dalam
berorganisasi, tak hanya itu, Toni Fadliansyah juga sebagai
pengasuh para santrinya dalam peningkatan mutu hafalan,
sebagai pengasuh juga guru tahfiz yang bertugas sebagai
pembimbing santri. pengasuh sebagai pembimbing santrinya
yaitu memberikan arahan untuk membimbing santrinya agar
hafalan tetap terjaga serta tercapainya target yang bagus.
Oleh karena itu pengasuh selalu memberikan arahan baik
terkait dengan hafalan maupun kepengurusan yang kurang
baik. Menurut penuturan Fathullah kaitannya dengan peranan
kiai, beliau bertugas sebagai berikut: Langkah yang dilakukan
420
Fathullah, Wawancara.
246
pengasuh dalam menghadapi pengawasan santri, pengasuh
memberikan pendekatan kepada santri untuk membimbing
dan menasehati, khususnya pada santri yang mengalami
kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an, kaitannya dengan
bacaan yang kurang jelas maupun pelafalan yang masih
kurang pas. dengan adanya bimbingan dari kiai, hafalan santri
senantiasa semakin bagus dan meningkat.421
5) Pemberi Motivasi
Ilustrasi yang biasa dilakukan kiai adalah pengasuh
memberikan nasehat atau memotivasi santri dengan cara
seluruh santri dikumpulkan menjadi satu kemudian kiai
memberikan nasehat berdasarkaan kebutuhan santri yang
dilihat melalui kebutuhan santri.422
Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi
terkait dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat,
kaitannya dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya
agar mutu yang diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai
motivator dapat memberikan dorongan berupa semangat
serta menumbuhkan rasa sadar diri terhadap kesalahan yang
telah diperbuatnya. tak hanya itu, motivasi diberikan dengan
cara memperhatikan kebutuhan santrinya.
Peran seorang kiai dalam meningkatkan mutu hafalan
santri sangat berpengaruh di lingkungan santri. Faktor
penghambat dalam peningkatan mutu hafalan santri yaitu
berasal dari lingkungan internal maupun eksternal.
Menurut penuturan Rifqi kaitannya dengan hambatan
menghafal Al-Qur‟an, kurang kondusif sebab belum ada ruang
khusus untuk santri tahfiz, kondisi yang sangat ramai, kondisi
421
Fathullah, Wawancara. 422
Fadliasyah, Wawancara.
247
yang kurang baik bagi diri, terjadinya badmood dan malas.423
Adapun faktor internal seorang santri yang terjadi di dalam
pondok pesantren rasa malas yang terjadi pada diri santri,
serta muhasabah diri, kurang memperhatikan tulisan ayat
serta harakat saat menghafalkan, dan lain-lain. Adapun faktor
eksternal yang terjadi pada santri, terdapat foktor lingkungan
yang kurang kondusif, serta godaan yang sering
mempengaruhi santri tahfiz. Oleh karena itu dalam
peningkatan mutu hafalan, diberlakukannya peraturan yang
ekstra ketat di dalam kegitan sehari-hari maupun kebijakan
yang sudah diterapkan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an adalah
sebagai berikut:
1) Manajemen waktu
Pada manajemen waktu ini sangat penting kaitannya
dengan menghahafal Al-Qur‟an. Seorang penghafal Al-Qur‟an
sudah semestinya memiliki waktu khusus baik itu untuk
menghafal atau membuat setoran, mengulang-ulang hafalan,
atau untuk aktivitas lainnya. manajemen waktu sangat perlu
diperhatikan walaupun sebagian santri Jauharul Falah yang
menghafal Al-Qur‟an kebanyakan dari santri huffaẓ yang tidak
diimbangi dengan sekolah formal tersendiri. Akan tetapi
kegiatan mengaji atau kegiatan harian sangat padat, sehingga
penting bagi santri untuk mengatur waktu.
2) Rasa malas
Naluri manusia pasti memliki rasa malas. Terkadang
waktu yang kosong terbuang sia-sia, yang seharusnya waktu
luang itu digunakan untuk menambah hafalan dan Mur ja‘ah,
namun rasa malas itu tiba-tiba muncul.
423
Rifqi, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021.
248
Rasa malas itu sedikit demi sedikit telah mengikis hafalan
yang sudah didapat. Terkadang waktu luang seperti ini sering
kali disepelekan oleh santri, tanpa disadari bahwa hafalan
mereka hilang karena tidak menyadari waktu luang yang
seharusnya kita gunakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini
sesuai dengan yang pernah dialami oleh santri tahfiz Pondok
Pesantren Jauharul Falah.
3) Ayat yang dihafal sulit
Seorang penghafal Al-Qur‟an baik ketika menghafal
maupun mengulang-ulang hafalannya terkait dengan ayat
yang mirip berdasarkan salah satu ayat maupun redaksinya,
biasanya terdapat pada pada ayat sebagai lafalnya, hal ini
yang biasanya dialami santri saat membedakan antara ayat
satu dengan ayat yang lainnya. Tak hanya itu pula penghafal
Al-Qur‟an biasanya terdapat kesalahan pada harakat ayat
terakhir. Hal yang sering terjadi biasanya terdapat pada
harakat yang seharusnya kasroh malah dibaca fathah. Hal ini
sesuai dengan yang pernah dialami oleh santri tahfiz Pondok
Pesantren Jauharul Falah.
4) Terpengaruh dengan lingkungan
Hal yang sering terjadi ketika keadaan lingkungan kurang
kondusif, sehingga sangat mempengaruhi konsentrasi
hafalan. Tak hanya itu pula biasanya terpengaruh dengan
teman untuk melakukan hal yang tidak baik, sehingga waktu
yang seharusnya dibuat nambah setoran dan mengulang
hafalan jadi terbuang sia- sia. Hal ini sesuai dengan apa yang
pernah dialami oleh setiap santri tahfiz Pondok Pesantren
Jauharul Falah.
Seorang santri atau peserta didik yang dibiarkan tanpa
adanya suatu pembinaan dan bimbingan akan ikut terjerumus
dalam pergaulan bebas. oleh karena itu peran Fathullah
249
dalam meningkatkan mutu hafalan santri, beliau selalu
mendukung setiap kegiatan positif terkait dengan hafalan
santri.
Peran kiai secara khusus bertugas dalam peningkatan
mutu hafalan santri. Kiai berperan sebagai penasehat
sebagai motivator dan pendorong bagi satrinya agar
semangat dan istiqamah dalam menghafal Al-Qur‟an, serta
membimbing dan mengajarkan suatu tindakan yang harus
dilakukan untuk santrinya agar tercapai tujuan berorganisasi
dengan baik.
Tugas kiai dalam membimbing dan mengarahkan sangat
diperlukan sebab dengan adanya kiai santri menjadi manusia
yang berguna di masyarakat nantinya. tak hanya itu pula
seorang kiai juga berperan dalam hal supervisor yang di
mana kiai mampu membantu, menilai, dan memperbaiki
secara kritis terhadap peningkatan mutu hafalan santri.
c. Pondok Pesantren Bastanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur
Sebagai pemimpin pesantren, ia juga berperan sebagai
pendidik. Tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga
membimbing dan mengarahkan santri-santrinya agar dapat
berkembang dengan baik. Ia sebagai uswah yang dapat
memberikan contoh beragama sesuai dengan syariat Islam
berdasarkan ajaran Rasulullah sebagaimana mendidik santri
mengaji serta sopan santun terhadap guru lainnya. Pimpinan
mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi, mendorong
(memotivasi), mengarahkan serta menggerakkan santrinya untuk
mendalami ilmu agama dan membina santrinya agar mau
bekerjasama dan produktif agar tercapai tujuan bersama. Sebagai
figur yang mengelola porgram Tahfiz, ia bertanggung jawab atas
hafalan santri. Baik buruknya mutu hafalan santri tergantung pada
kemampuan pimpinan dalam mengelolanya.
250
Berdasarkan hasil observasi, dan wawancara peneliti, peran
kepemimpinan Ihsan Daim Al-Hafiz dalam meningkatkan mutu
hafalan santri di Pondok Pesantren Bastanul „Ulum Tanjung
Jabung Timur adalah sebagai berikut:
1) Keteladanan
Sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar yang
dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. Pimpinan juga
dipandang sebagai tokoh yang luar biasa sebagai tokoh
pelopor kegiatan tahfiz dan pendiri Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum, ia berperan penting memberikan teladan bagi
kehidupan santri dalam meningkatkan mutu hafalan santri.
pimpinan selalu memberikan keteladanan dalam peningkatan
mutu hafalan santri. pimpinan memberikan teladan melalui
kehidupan sehari-harinya maupun kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pengasuh.
Hal ini diungkapkan oleh Tahang Toha, sebagai ketua
yayasan Bustanul „Ulum: Sebagi kiai muda, Ustaz Ihsan Daim
Al-Hafiz, ia menjadi teladan bagi santri, dan masyarakat,
walapun ia masih muda tapi cukup berkharisma, apalagi di
bidang Al-Qur‟an, ketika menjadi imam salat atau membaca
Al-Qur‟an, sangat merdu dan disenangi santri dan masyarakat
yang ada di sekitar pondok.424
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh salah
seorang santriwati yang bernama Tifa Anggraini: Kami sangat
mengidolakan Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, dan hormat
kepadanya, walaupun masih muda tapi akhlaknya sangat
baik, tidak banyak bicara dengan satri sangat dekat, walaupun
dia sebagai kiai di pondok ini.425
Dengan demikian dapat dipahami bahwa keteladan yang
424
Toha, Wawancara. 425
Tifa Angraini, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.
251
ditunjukkan oleh kiai atau Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, lebih
terarah dari sisi kemampuan hafalan, suara yang merdu dan
akhlakul karimah yang ditampilkan dalam prilaku sehari-hari di
lingkungan pondok, maupun di tengah-tengah masyarakat.
2) Keikhlasan
Mengabdi sebagai pimpinan pondok pesantren, sekaligus
sebagai tenaga inti dan ahli dalam mengelola kegiatan tahfiz
membutuhkan keihklasan yang cukup tinggi, karena kegiatan
tahfiz membutuhkan waktu yang cukup banyak dan
konsentrasi yang tinggi, sementara dari sisi penghasilan atau
segi reward dan bentuk materi sangat jauh berbeda dengan
tenaga pendidik lainnya yang berstatus sebagai ASN.
Hal ini diungkapkan oleh Tahang Toha sebagai pengurus
yayasan, beliau mengatakan “sebagai pengurus yayasan saya
melihat Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz dalam mengurus pondok
mendahulukan sifat keihklasan dari pada materi, karena beliau
tidak pernah mempermasalahkan dan mempertanyakan
tentang honor yang ia terima, beliau hanya menerima apa
yang yayasan berikan.426
3) Keterampilan
Sebagai salah satu alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak
Kota Jambi, Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, memiliki keterampilan
dalam melantungkan bacaan Al-Qur‟an yang sangat baik,
sehingga sangat enak untuk didengar, baik ketika beliau
membimbing santri dalam menghafal Al-Qur‟an, maupun
ketika beliau menjadi imam salat.
Kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, menjadi
salah satu daya tarik tersendiri bagi orang tua atau
masyarakat yang pernah mendengarnya, sehingga menjadi
salah satu motivasi untuk memasukkan anak-anaknya dalam
426
Toha, Wawancara.
252
kegiatan tahfiz, hal ini diungkapkan oleh pengurus yayasan.
Dalam melantungkan ayat-ayat Al-Qur‟an, Ustaz Ihsan
Daim Al-Hafiz, sangat merdu dan enak untuk didengar dan
disekitar Desa Simbur Naik khususnya dan Tanjung Jabung
Timur umumnya susah untuk dicari padanannya.427
Dengan demikian keterampilan yang dimiliki pimpinan dan
sekaligus pembimbing kegiatan tahfiz menjadi salah satu
unsur penting dalam meningkatkan mutu hafalan.
4) Pengawasan
Pimpinan sangat aktif melakukan pengawasan baik
dengan cara pengawasan secara langsung maupun tidak
langsung. Pengawasan dilakukan dengan memantau
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan santri. Kinerja pengurus
terkait dengan program tahfiz baik kegiatan harian, kegiatan
mingguan, dan kegiatan bulanan diawasi oleh kiai. Ketika
dalam pengawasan pengasuh menemukan salah satu
kesalahan maka kiai bertugas menegur dan langsung
memperbaiki kesalahan yang terjadi yaitu dengan cara
musyawarah bersama maupun dengan pihak pengurus. Gaya
kepemimpinan kiai ini adalah partisipatif.
Hal ini diungkapkan oleh Ghazali Abbas, rekan sesama
guru tahfiz: Sebagai orang yang diberi amanah untuk menjadi
pimpinan, Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz. Rajin melakukan
pengawasan terhadap kegiatan di pondok, sebab beliau
sangat konsent untuk menciptakan generasi Qur‟ani, dan
menegur serta membimbing langsung kepada kami-kami
majelis guru kalau ada permasalahan yang ditemukan dalam
pelaksanaan tahfiz.428
Terhadap guru-guru atau ustaz, pengawasan dilakukan
427
Toha, Wawancara. 428
Abbas, Wawancara.
253
lebih bersifat persuasif, dan kekeluargaan, sebab tenaga
pendidik yang ada, adalah teman sebaya dan seumuran dan
berasal dari daerah yang sama, hal ini dijelaskan oleh Ustaz
Ihsan Daim Al-Hafiz;
Kepada kawan-kawan atau ustaz-ustaz, saya anggap
sebagai teman, bukan sebagai bawahan, dan pengawasan
yang dilakukan lebih bersifat motivasi, bukan pengawasan dari
atasan kepada bawahan, masih seumur dan seperjuangan
dari kecil, cuman kebetulan duluan sebagai perintis program
tahfiz ustaz.429
Senada dengan penjelasan di atas, Ghazali Abbas
menjelaskan: Kami-kami di sini seperti keluarga sendiri,
sehingga pengelolaan pondok ini, seperti mengurus keluarga,
semangatnya semangat kekeluargaan, walaupun demikian
kami kami tetap mengormati Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz
sebagai pimpinan pondok dan dituakan di pondok ini, apalagi
beliau orangnya sangat sederhana, dan tidak sombong serta
tidak berpenampilan sebagai pimpinan, ia sangat
sederhana.430
5) Pembimbingan
Kiai selalu memberikan arahan untuk membimbing
santrinya agar hafalan tetap terjaga serta mencapai target
hafalan yang diinginkan. Selain membimbing agar santri
mampu mencapai target hafalan secara kuantitas, kiai atau
pimpinan juga memberikan bimbingan terkait kualitas bacaan
tajwid, Makh rijul hur f, serta kelancaran dalam menghafal,
hal ini biasanya dilakukan terhadap santri yang tergolong baru
dalam kegiatan tahfiz. Hal ini dijelaskan oleh beliau: Untuk
bimbingan kepada para santri, kami percayakan kepada para
429
Daim, Wawancara. 430
Abbas, Wawancara.
254
ustaz yang ditunjuk sebagai pembimbing kegiatan tahfiz,
namun demikian sewaktu saya juga melaksanakan bimbingan
secara insidentil kepada anak, walaupun tidak dijadwalkan
secara rutin, biasanya dilaksanakan untuk santri pemula atau
yang baru. Kalau bimbingan secara rutin tetap dilaksanakan
berdasarkan pembagian kelompok, sebab saya tetap menjadi
tenaga pembimbing secara langsung kepada santri
berdasarkan pembagian kelas yang telah disusun secara
bersama-sama.431
Dengan demikian dipahami bahwa bimbingan yang
dilakukan oleh pimpinan, lebih kepada pemantapan dasar-
dasar untuk menghafal Al-Qur‟an, sebab pondasi awal untuk
peningkatapan kualitas hafalan.
6) Pemberian motivasi
Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi
terkait dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat
kaitannya dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya
agar mutu yang diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai
motivator dapat memberikan dorongan agar bersemangat
serta menumbuhkan rasa sadar diri terhadap kesalahan yang
telah diperbuatnya. Pengasuh memberikan nasehat atau
memotivasi santri dengan cara seluruh santri dikumpulkan
menjadi satu kemudian kiai memberikan nasehat
berdasarkan kebutuhan santri.
Motivasi biasanya dilakukan oleh pimpinan setelah sholat
berjama‟ah, atau dalam perayaan hari-hari besar islam,
sebagaimana dijelaskan oleh yang bersangkutan.
Pemberian motivasi kepada santri, biasanya pada hari
tertentu, atau setelah selesai sholat berjama‟ah, sementara
bimbingan secara personal kepada santri diserahkan
431
Daim, Wawancara.
255
kepada ustaz berdasarkan kelasnya masing-masing.432
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran
kiai atau pimpinan dalam memberikan motivasi kepada santri
lebih bersifat umum, sementara pemberian motivasi secara
kelompok, diserahkan kepada gurunya masing-masing,
demikian juga halnya pemberian motivasi secara personal
diserahkan kepada pembimbing masing-masing kelas yang
sudah ditentukan.
Dalam upaya meningkatkan mutu hafalan, secara umum
santri mengalami hambatan antara lain berhubungan dengan
ayat yang sulit, terlupanya ayat yang sudah dihafal, gangguan
lingkungan, keterbatasan waktu, malas, gangguan dari lawan
jenis, dan lainnya.
Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang
mirip sehingga santri sering terbalik-balik dalam
menghafalkannya. Santri juga menghadapi problem ayat-ayat
yang sudah dihafal terlupa meski bukan ayat-ayat mirip.
Kadang-kadang ayat-ayat ketika dihafal diri sendiri sudah
lancar, namun ketika didengar teman atau ustaz jadi terlupa.
Cara mengatasinya ialah hendaknya sebelum
memperdengarkan hafalan kiai, terlebih dahulu hafalan yang
sudah dihafal dengan lancar harus diulangi lagi seperti hafalan
yang baru atau minta bantuan teman untuk menyimak.
Hambatan lain adalah gangguan lingkungan karena
suasana yang ramai dan tidak adanya tempat khusus untuk
santri tahfiz. Baik buruknya keadaan lingkungan sangat
mempengaruhi konsentrasi dalam menghafalkan Al-Qur‟an.
Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz menjelaskan tentang cara
mengatasi lingkungan-lingkungan yang kurang mendukung
dalam proses menghafal Al-Qur‟an diantaranya dengan
432
Ibid.
256
mencari tempat yang sunyi. Beberapa jenis suara orang yang
berbicara dapat mengganggu konsentrasi. Selain kondisi
lingkungan yang ramai, santri kadang juga tergoda untuk
mengobrol dengan temannya sehingga waktu yang
seharusnya untuk menambah hafalan atau muraja‟ah menjadi
terbuang.433
Hambatan lain yang dihadapai santri adalah keterbatasan
waktu yang menyebabkan waktu untuk menghafal dan
muraja‟ah terasa kurang. Selain mengaji, santri juga memiliki
tugas lain sebagai pelajar di kelas umum. Sebagian santri
tahfiz merasa berat dalam menyelesaikan tugas sekolah dan
kewajiban sebagai santri tahfiz.
Santri kadang juga tidak sabar, malas dan putus asa,
sedangkan menghafal Al-Qur‟an diperlukan kerja keras dan
kesabaran yang terus-menerus. terkadang waktu yang kosong
terbuang sia-sia, yang seharusnya waktu luang itu
digunakanakan untuk menambah hafalan dan muraja‟ah,
namun rasa malas itu tiba-tiba muncul. Rasa malas itu sedikit
demi sedikit telah mengikis hafalan yang sudah didapat.
Terkadang waktu luang seperti ini sering kali disepelekan oleh
santri, tanpa disadari bahwa hafalan mereka hilang.
Kurang teliti dalam memperhatikan tulisan ayat serta
harakat saat menghafalkan sehingga hafalan keliru juga
menjadi hambatan menghafal. Hambatan lain adalah godaan
dari lawan jenis. Sebagian santri menghadapi godaan dari
lawan jenis yang menyebabkan mereka sulit untuk
berkonsentrasi karena pikiran mereka terpecah untuk
memikirkan lawan jenis.
Berdasarkan analisis penelitian, peran kiai dalam
meningkatkan mutu hafalan Al-Qur‟an dapat diwujudkan
433
Ibid.
257
melalui manajemen mutu terpadu. Dalam penjaminan mutu
tersebut dilakukan secara menyeluruh, sehingga tidak ada
unsur yang terabaikan dalam perbaikan mutunya selama
terkait dengan program tahfiznya.
Secara singkat strategi yang yang diambil pimpinan atau
kiai dalam meningkatkan mutu hafalan santri adalah sebagai
berikut.
a) Meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat.
Para santri yang mengikuti program tahfiz biasanya
memiliki target. Kiai dibantu oleh ustaz yang lain
memperhatikan hal ini sehingga tahu mana santri yang perlu
diminta untuk meningkatkan jumlah hafalan dan mana yang
sudah mampu jalan sendiri tanpa diminta. Untuk
meningkatkan hafalan, santri perlu tahu kapan waktu yang
tepat untuk menghafal sehingga proses menghafal menjadi
efektif dan efisien. Waktu khusus saat yang baik untuk
menghafal, diantaranya: waktu yang biasanya adalah siang
dan malam karenan tercakup dalam lima waktu salat. Waktu
mesti diatur sesuai dengan kesibukan. Kemudian adanya
target yang sesuai dengan kemampuan, yakni berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk menhghafal sampai khatam.
Dengan adanya target tersebut, seorang penghafal Al-Qur‟an
dapat memperkirakan seberapa banyak hafalan yang harus
disetorkan setiap harinya agar khatam sesuai target.
b) Kiai meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan
ayat yang disetorkan berdasarkan tajwid, makh rijul ḥ f,
serta kelancaran dalam menghafal. Sebelum memulai hafalan,
seorang penghafal Al-Qur‟an harus membetulkan dan
melancarkan bacaannya.
Dalam hal ini hendaknya seorang penghafal terlebih
dahulu melakukkan hal sebagai berikut: meluruskan
258
bacaannya sesuai dengan kaidah tajwid, memperlancar
bacaannya, serta melatih lisan dan bibir untuk senantiasa
membaca ayat-ayat Al-Qur‟an agar bacaannya terbiasa
dengan fasih berdasarkan tajwid. Kiai sangat memperhatikan
hal ini ketika santri memulai menghafal, karena kelancaran
serta ketepatan dalam melafalkan adalah hal sangat penting.
c) Mendorong santri untuk meningkatkan amaliyah
penunjang mudahnya menghafal.
Sebelum memulai untuk menghafal Al-Qur‟an seorang
penghafal hendaknya memenuhi syarat yang berhubungan
dengan naluri insaniyahnya. Kehormatan penghafal Al-Qur‟an
bukan terletak pada hafalannya, melainkan kualitas hidup dan
peradabannya.
d) Meningkatkan kedisiplinan santri dalam menghafal.
Untuk mendisiplinkan santri, kiai dengan pengurus
menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan, dan bulanan.
e) Mendorong santri untuk mengikuti sistem pengulangan.
Untuk mencapai mutu hafalan yang baik tidak lepas dari
cara untuk memelihara hafalan Al-Qur‟an. Adapun untuk
memelihara hafalan Al-Qur‟an atau meningkatkan hafalan Al-
Qur‟an antara lain dengan cara pengulangan atau takrir. Takrir
ini dapat dilakukan dengan cara-cara pada tabel di bawah ini;
Tabel 4.18
Model Takrir Santri Pondok Pesantren
Bustanul ‘Ulum.434
No Metode Rincian
1 Takrir sendiri Seseorang yang menghafalkan Al-
Qur‟an harus memanfaatkan waktu
untuk takrir dan untuk menambah
434
Dokumentasi, Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.
259
No Metode Rincian
hafalan. Hafalan yang baru harus
selalu ditakrir minimal setiap hari dua
kali dalam jangka waktu satu minggu.
Sedangkan hafalan yang lama harus
ditakrir setiap hari atau dua hari
sekali, artinya, semakin banyak
hafalan harus semakin banyak pula
waktu yang dialokasikan untuk takrir.
2 Takrir dalam
salat
Seorang penghafal Al-Qur‟an
hendaknya bisa memanfaatkan
hafalannya sebagai bacaan dalam
salat. Baik sebagai imam atau untuk
salat sendiri. Selain untuk menambah
keutamaan salat, cara demikian juga
akan menambah kemantapan hafalan
Al-Qur‟an
3 Takrir
bersama
Seorang penghafal Al-Qur‟an perlu
melakukan takrir bersama dengan
dua teman atau lebih. Dalam takrir ini
setiap orang membaca materi takrir
yang ditetapkan secara bergantian,
dan ketika seorang membaca, maka
yang lain mendengarkan
4 Takrir di
hadapan guru
Seorang penghafal Al-Qur‟an harus
selalu menghadap guru untuk takrir
hafalan yang sudah
diajukan. Materi takrir yang dibaca
harus lebih banyak dari materi hafalan
baru, yaitu satu banding sepuluh,
260
No Metode Rincian
artinya apabila seorang penghafal
sanggup mengajukan hafalan baru
setiap hari satu halaman dan untuk
takrir 10 halaman
Adanya model takrir yang telah disusun oleh pengelolah
pondok akan memudahkan bagi para Pembina untuk
melaksanakan pembinaan, karena telah ada pedomn yang
baku yang telah disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan
takrir
f) Mengevaluasi hafalan santri
Evaluasi ini dilaukan dengan cara santri menyetorkan
hafalannya kepada kiai, dan kiai mengoreksi setiap
kesalahan dalam setoran Al-Qur‟an dari segi, Makh rijul
ḥ f, sifatul huruf, hukum-hukum tajdwid lainnya serta
kelancaran dalam mengahafal.
Evaluasi hafalan dilaksanakan dengan beberapa tahap,
yakni: evaluasi seperempat juz Al-Qur‟an setelah setoran 5
kaca/halaman, wajib sima‟an ¼ juz berpasangan dengan
temannya, tempat pelaksanaan dilakukan disebelah kanan
kiai saat ngaji; evaluasi setengah juz Al-Qur‟an setelah
setoran 10 kaca/halaman; evaluasi satu juz Al-Qur‟an satu juz,
setelah setoran 20 kaca/halaman sima‟an dilakukan
berpasangan, tempat di masjid, evaluasi awal juz sampai akhir
juz yang dihafal. Setiap santri yang sudah hafal 15 juz ke atas,
kegiatan sima‟an dilakukan bersama orang tua dan juga
seluruh santri Tahfiz untuk menyaksikannya di masjid. Semua
kebijakan dibuat oleh kiai, dan diberikan kepada pengurus
untuk mengolah kembali kebijakan yang telah ditetapkan.
261
1. Perencanaan
Mengacu pada visi dan misi pondok
Tidak mengalami banya perubahan sejak
berdirinya pondok
Berangkat dari pengalaman impris
pendiri pondok
Perencanaan dibahas dalam rapat awal
tahun
SDM direkrut dari alumni secara selektif
Masalah SARPRAS berjalan secara
alamiah
2. Pengorganisasian
Adanya pemisahan santri dan santriwati
Adanya perbedaan peran ustaz senior
dan yunior
Pengelompokan santri secara merata,
tidak berdasarkan jumlah hafalan
3. Pelaksanaan
Pimpinan pondok mendelegasikan kepada ustaz Izal Azmi
Dilakukan secara berjenjang dan
hierarkis
4. Pengawasan
Dibebankan kepada ustaz Izal Azmi
Model pengawasan melekat
Penekanan keikhlasan dalam
pengabdian
Dilakukan secara bersama sama
Self control.
1. Menyusun tata tertib
Disiplin waktui
Disiplin berpakaian
Disiplin kegiatan 2. Motivasi pengasuh
Memberikan penilaian
Pujian
Hadiah 3. Penyegaran 4.Tahsin tahfiz 5.Membuat target 6. Menghafal itu mudah 7. Faktor orang tua 8. Wisuda tahfiz 9. Lomba antar santri 10.Pembiasaan membaca
surat Yasin setiap malam.
1. Sebagai manajer. 2. Sebagai panutan dan
teladan. 3. Memiliki Kewibawaan 4. Memperbaiki kulaitas
hafalan. 5. Selektif dalam memilih
tenaga pendidik. 6. Menjalin kerjasama dengan
lembaga lain. 7. Membangun kerjasama
dengan masyarakat sekitar pondok.
8. Menghadirkan tokoh dari luar.
Rangkuman Temuan di Lapangan
PONDOK PESANTREN AL-MUBARAK
PENGELOLAAN STRATEGI DAN
PENINGKATAN MUTU PERAN KEPEMIMPINAN KIAI
262
Rangkuman Temuan di Lapangan
PONDOK PESANTREN JAUHARUL FALAH
PENGELOLAAN STRATEGI DAN MUTU
HAFALAN PERAN KEPEMIMPINAN
KIAI
1. Perencanaan
Tahfiz bukan program wajib
Program tahfiz boleh dipilih
oleh semua tahfiz
Kegiatan tahfiz dikelolah oleh
ust. Fathullah
Program yang telah disusun,
yaitu perbaikan bacaan, talaqqi,
setoran hafalan dan muraja‟ah
2. Pengorganisasian
Pengangkatan tenaga pendidik
berdasarkan surat keputusan
Satu orang ustaz membina 20-
23 santri
Pemisahan santri dan santriwati
diadakan jadwal tahfiz
3. Pelaksanaan
Setoran hafalan 1 hari/lembar,
1 juz/bulan, 3 tahun khatam
Metode telah di susun
4. Pengawasan
Top down
Tidak terjadwal
Menanamkan kesadaran dan
keikhlasan
1. Motivasi belajar santri
2. Mengikuti MTQ
3. Mengatur tata tertib
4. Wisuda tahfiz
5. Hasil belajar
6. Pembiasaan Salat Duha.
1. Teladan dalam beragama
2. Kewibawaan
3. Keterampilan
3. Pengawasan
4. Pembimbing
5. Motivator
263
Rangkuman Temuan di Lapangan
PONDOK PESANTREN BUSTANUL „ULUM
PENGELOLAAN STRATEGI DAN MUTU HAFALAN
PERAN KEPEMIMPINAN
KIAI
1. Perencanaan
Secara alamiah
Berdasarkan pengalaman
Ada rapat awal tahun
SDM awalnya dua orang,
sekarang lima orang
Sarana dan prasana
berjalan secara alamiah
2. Pengorganisasian
Pembinaan antara santri dan
santriwati sama
Pengelompokan santri
secara merata bukan
berdasarkan jumlah hafalan
3. Pelaksanaan
Ihsan daim sebagai pendiri,
Pembina dan tenaga
pengajar
Secara sederhana dan
secara herarkis
Prinsip amanah
4. Pengawasan
Dilakukan secara bersama
sama dab kekeluargaan
Self control
1. Motivasi
2. Mengikuti MTQ
3. Manajemen waktu
4. Hasil pembelajaran
5. Pembiasaan Salat Duha
dan Tahajjud
1. Keterladanan 2. Pengawasan 3. Keikhlasan 4. Keterampilan 5. Pembimbing 6. Pemberi motivasi 7. Peningkatan jumlah setoran hafalan 8. Meningkatkan kualitas bacaan 9. Peningkatan amaliah penunjang hafalan 10. Meningkatkan disiplin 11. Meningkatkan muraja‟ah 12. Mengevaluasi hafalan santri
264
C. Analisis Temuan Penelitian
1. Manajemen Tahfiz
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya, pada bagian ini akan dikemukakan pembahasan tentang
manajemen program tahfiz. Analisis dalam pembahasan ini mencakup
analisis teoritis yang merupakan tinjauan dari teori-teori keilmuan dan
analisis praktis yang mencakup kekuatan dan keunggulan, masalah
dan tantangan.
Perencanaan pada hakikatnya dalam aktivitas yang berorintasi
kedepan, ada ungkapan yang menyatakan “the future without planning
is nonsense”, atau dalam ungkapan lain tidak memiliki perencanaan
sama dengan merencanakan kegagalan. Seruan untuk melakukan
perencanaan telah disampaikan oleh Allah swt., dalam Al-Qur‟an surat
al-Hasyr ayat 18, yang berbunyi :
أيها ٱلذين ي إن ٱلل وٱتقوا ٱلل ا قدمت لغد ولتنظر نفس م ءامنوا ٱتقوا ٱلل
)٨١,سورة الـحـشـر( خبير بما تعملون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”435
Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok,
dipahami oleh Thabaathabai sebagai perintah untuk melakukan
evaluasi terhadap amalan-amalan yang telah dilakukan,
menyempurnakannya bila telah baik dan memperbaikinya bila masih
ada kekurangan.436
Temuan di lapangan menunjukan bahwa sebelum perumusan
perencanaan telah membentuk sebuah tim kerja yang terdiri dari
perwakilan pihak yayasan, pengelola, pimpinan sekolah, guru-guru
(baik tahfiz maupun guru umum), perwakilan dari orang tua santri
435
Q. S. Al-Hasyr/59:18. 436
Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah (volume 14) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 130.
265
yang diamanatkan oleh pihak yayasan untuk merumuskan planning
kegiatan tahfiz. Tim RENSTRA (rencana strategis) program tahfiz
diamanatkan untuk merumuskan bentuk, jenis, model pelaksanaan
dari kegiatan tahfiz untuk satu tahun pelajaran kedepan.437
Dengan demikian unsur-unsur yang ada dalam perencanaan telah
terpenuhi, sebab perencanaan merupakan langkah nyata paling
pertama dalam mengelompokkan berbagai potensi kekuatan dan
peluang untuk mencapai tujuan. Kegiatan perencanaan atau planning
disusun berdasarkan proses pemilihan, penetapan tujuan, strategi,
kebijakan, program kerja, serta pembuatan prosedur kerja yang akan
dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif.
Perencanaan juga mempunyai definisi, pemilihan atau penetapan-
penetapan organisasi dan penentuan strategi, kebijakan, prosedur,
metode sistem, anggaran dan standar yang dibutuh kan untuk
mencapai tujuan.438
Pijakan tim renstra dalam merumuskan kegiatan tahfiz satu tahun
ke depan adalah kegiatan tahfiz yang telah dilaksanakan pada tahun
berjalan. Idealnya, efektivitas tim sangat penting, karena suatu
pelaksanaan manajemen dipengaruhi ada tidaknya suatu
pelaksanaan tim dalam manajemen tersebut.439
Temuan menunjukan bahwa kelemahan dari tim yang dibentuk
tersebut dalam merumuskan renstra tahfiz adalah tidak semua
personil yang ada terlibat secara total, sebahagian mereka hanya
sebagai partisipan, karena mereka mengaku tidak memiliki
pemahaman yang cukup terhadap kegiatan tahfiz440. Dalam rapat-
rapat perumusan kegiatan tahfiz mengaku tidak terlibat secara
langsung, beberapa personil ketiga pondok menerima semua
437
Observasi, 20 Juli 2021. 438
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), 66.
439 G.W. Terry. Principles of Management (Homewood Illionis: Richard. Irwin, tt), 15.
440 Observasi, 30 Juli 2021.
266
konsekuensi terhadap keputusan yang dihasilkan rapat-rapat
renstra.441Dengan demikian berarti semua yang terlibat dalam tim tahu
persis terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan,
kenyataannya tidak semua guru mempunyai konsep dan pemahaman
yang sama terhadap bentuk dan jenis kegiatan tahfiz yang
diselenggarakan di ketiga pondok tersebut. Antara guru yang satu
dengan yang lainnya berbeda memahami kegiatan tahfiz yang
dilaksanakan di pondok.
Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, perencanaan
program tahfiz bermuara dari satu orang ustaz, yakni Ustaz H.
Mubarak, Di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy
perencanaan program tahfiz bersumber dari koordinator kegiatan
tahfiz, yakni ustaz Fathullah, sementara di Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum, perencanaan kegiatan tahfiz dibahas secara
bersama-sama antara pengurus yayasan, pimpinan pondok, dan
majelis guru, sementara pihak orang tua santri tidak banyak dilibatkan,
karena mereka rata-rata belum paham tentang program tahfiz dan
memberikan kepercayaa kepada pengelolanya.
Temuan lain menunjukan bahwa pemahaman mereka terhadap
kegiatan atau program tahfiz, berbeda-beda, Di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi program tahfiz merupakan materi utama dalam
aktivitas pondok, sementara kegiatan belajar dengan kurikulum
sekolah dikesampingkan, di pondok pesantren Jauharul Falah Al-
Islamy adalah kegiatan pilihan, di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum
dilaksanakan di sore hari dan termasuk kegiatan ekstrakurikuler, yaitu
kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran yang dilaksanakan
secara rutin442, padahal menurut Eka Prihatin, kegiatan
ekstrakurikuler dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu (1) Kegiatan
ekstrakurikuler yang bersifat terus menerus atau berkelanjutan, yaitu
441
Observasi, 30 Juli 2021. 442
Observasi, 30 Juli 2021.
267
jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terus
menerus selama satu periode tertentu. Untuk menyelesaikan satu
program kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya diperlukan waktu yang
lama.(2) Kegiatan ekstrakurikuler yang bersipat priodik atau sesaat,
yaitu kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan waktu-waktu tertentu
saja.443
Satu hal yang menarik dalam proses perencanaan kegiatan tahfiz,
adalah tidak berangkat dari teori dan konsep ekstrakurikuler,
sehingga tidak menyadari bahwa kegiatan yang mereka lakukan
sesungguhnya adalah bagian dari kegiatan ekstrakurikuler, tapi
mereka sendiri tidak menyebutnya sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam proses perencanaan mengarah pada tujuan dan fungsi dari
kegiatan ekstrakurikuler, merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai
dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka. Siswa diproses
untuk menjadi manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan
pendidikan. Bakat, minat, dan kemampuan siswa harus
ditumbuhkembangkan secara oftimal melalui kegiatan kurikuler dan
kegiatan ekstrakurikuler. Dalam manajemen ekstrakurikuler, tidak
boleh ada anggapan bahwa kegiatan kurikuler lebih penting
ekstrakurikuler atau sebaliknya. Kedua kegiatan ini harus
dilaksanakan karena saling menunjang dalam proses pembinaan dan
pengembangan kemampuan siswa.444
Satu hal yang harus menjadi perhatian dalam perencanaan adalah
analisis terhadap sumber daya manusia yang dimiliki, kemampuan
memberdayakan sumber daya yang dimiliki merupakan elemen
penting dalam menunjang keberhasilan, sebab pemberdayaan erat
kaitannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu dimiliki
oleh setiap individu, oleh karena itu pemberdayaan terjadi when power
443
Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2011), 161. 444
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2012), 212.
268
to employees who then experience a sense of ownership and control
over.445 (ketika kekuasaan kepada karyawan yang kemudian
mengalami rasa kepemilikan dan lebih terkontrol).
Ketiga pondok pesantren lokasi penelitian, telah merumuskan
perencanaan yang baik, dengan ketiganya berangkat dari visi dan misi
masing-masing pondok, dan mempersiapkan sarana penunjang
terhadap pencapaian dari sebuah perencanaan, hal ini sejalan dengan
rumusan perencanaan itu sendiri.446
Perencanaaan menurut Bintoro Tjokroaminoto ialah proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaaan menurut
Prajudi Atmosudirdjo ialah perhitungan dan penentuan tentang
sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu,
siapa yang melakukannya, bilamana, di mana, dan bagaimana cara
melakukannya.447
Menurut Daft, perencanaan merupakan sesuatu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dengan mengidentifikasi berbagai tujuan
kinerja organisasi, memutuskan tugas dan penggunaan sumber daya
dimasa mendatang. Perencanaan yaitu pemilihan sekumpulan
kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan,
kapan, bagaimana, dan oleh siapa.448 Perencanaan menurut Richard
L. Daft, berarti mengidentifikasi berbagai tujuan untuk kinerja
organisasi di masa mendatang serta memutuskan tugas dan
penggunaaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya.
perencanaan adalah tindakan yang dilakukan untuk menentukan
tujuan perusahan.449
445
Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Biisnis (Bandung: Alfabeta, 2013), 182-183.
446 Observasi, 2021
447 Saihu, S., “Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa
Turunnya Adam As Ke-Dunia”, Mumtaz: Jurnal Studi Al-Al-Qur’an dan Keislaman, 3(2), (Oktober 2019), 268-279, https://www.researchgate.net/publication/336724958.
448 Richard L. Daft, Era Baru Manajemen (Jakarta: Salemba Empat, 2010), 212.
449 Richard, Era Baru, 214.
269
Perencanaan (planning) adalah fungsi dasar (fundamental)
manajemen, karena organizing, staffing, directing dan controling pun
harus terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis.
Perencanaan ini ditunjukkan untuk masa depan yang penuh dengan
ketidakpastian, karena adanya perubahan dan situasi. Perencanaan
diproses oleh perencana (planner), hasilnya menjadi rencana (plan).
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana450
Perencanaan ini sekaligus menyangkut tujuan (apa yang harus
dikerjakan) dan sarana-sarana (bagaimana harus dilakukan).451
Dari pengertian tersebut di atas bahwa perencanaan merupakan
suatu pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa
yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan, bagaimana harus
dilakukan, dan oleh siapa yang harus melakukan. Hal tersebut telah
dirumuskan dengan baik ketiga lokasi penelitian.
Ketiga lokasi penelitian, telah merumuskan tujuan, sebagai
tahapan dasar manajemen, yaitu keadaan masa depan yang
diinginkan yang ingin direalisasikan organisasi. Tujuan adalah penting
karena organisasi ada untuk suatu alasan, dan tujuan mendefinisikan
dan menegaskan tujuan alasan tersebut.452 Rencana adalah cetak
biru untuk pencapaian tujuan dan menentukan alokasi sumber daya
yang diperlukan, jadwal, tugas, dan tindakan lainnya. Tujuan
menentukan tujuan masa depan; rencana menentukan cara hari ini.
Konsep perencanaan biasanya menggabungkan kedua gagasan
tersebut; artinya menentukan tujuan organisasi dan menetukan untuk
mencapainya.453
450
H. Malayu SP Hasibuan, Dasar Pengertian dan Masalah (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), 91.
451 Stephen P Robbins dan Mary Coulter, Manajemen (Jakarta: PT Prenhalindo,
1999), Ed ke-6, 200. 452
Observasi, 2021 453
Richard L. Dhaft, Management, Ninth Edition (Mason: South-Western Cengage Learning, 2010), 160.
270
Perencanaan mempunyai posisi yang penting dalam sebuah
organisasi, lembaga dan kumpulan pendidikan lainya, tanpa adanya
perencanaan maka jalannya organisasi tidak jelas arah dan tujuannya.
Oleh karena itu perencanaan penting karena pertama, dengan adanya
perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan,
adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan
kepada pencapaian tujuan. Kedua, dengan perencanaan, maka dapat
dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan
yang akan dilalui. Ketiga, perencanaan memberikan kesempatan
untuk memilih berbagai alternative tentang cara terbaik atau
kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik. Keempat,
dengan perencanaan dapat dilakukan skala prioritas. Kelima, dengan
adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar
untuk mengadakan pengawasan454
Dengan demikian perencanaan mempunyai peranan penting
dalam organisasi pendidikan maupun dalam organisasi yang bersifat
pribadi. Dengan adanya perencanaan akan dimungkinkan untuk
memprediksi kerja di masa yang akan datang, bahkan akan mampu
memprediksi kemungkinan hasil yang akan dicapai.
Mengorganisasikan berarti menata pekerjaan untuk melaksanakan
rencana, yang meliputi kegiatan-kegiatan membentuk/mengadakan
struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk baru, dan
menetapkan garis hubungan kerja antar struktur yang ada dengan
struktur baru, merumuskan komunikasi dan hubungan-hubungan,
menciptakan diskripsi kedudukan dan menyusun kualifikasi tiap
kedudukan yang menunjuk apakah rencana dapat dilaksanakan oleh
organisasi yang ada atau diperlukan orang lain yang memerlukan
keterampilan khusus.455
454
Abin Syamsuddin dkk, Perencanaan Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2017), 60.
455 Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), 33.
271
Berkaitan dengan pengorganisasian, maka di dalamnya terdapat
unsur-unsur pertama proses, yakni sebagai proses pengorganisasian
tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajemen lainnya, karena
pengorganisasian dibangun dengan memperhatikan fungsi sebelum
dan sesudahnya, melakukan pengorganisasian dengan mengabaikan
unsur perencanaan akan membawa dampak dalam pencapaian tujuan
organisasi. Kedua efektivitas sasaran, yaitu sejauh mana
pengorganisasian dapat mengantar sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketiga unsur efesiensi sumber
daya, yaitu unsur yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
manusia.456
Dalam kaitan dengan pengorganisasian kegiatan tahfiz ditemukan
beberapa bukti outentik berupa surat keputusan (SK) yang
menunjukan unsur legalitas formal dalam pelaksanaan kegiatan, di
dalamnya tercantum personil yang melibatkan unsur yayasan,
pimpinan sekolah, guru dan siswa sebagai satu kesatuan dari bentuk
pengorganisasian kegiatan, daftar hadir guru dan siswa dalam
kegiatan tahfiz, jadwal tahfiz.457
Penempatan personil dalam menentukan pembina dilakukan
secara selektif didasarkan pada pertimbangan kedudukan, skill,
pengetahuan, kapasitas dan lainnya, hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Randal “placement is concerned with ensuring that
job demands and job organization characteristic tach individual skill,
knowledge, and abilities and preferences, interst, and personalities”458
teori ini menyebutkan bahwa penempatan personil dalam penentuan
guru tahfiz pada hakikatnya untuk memastikan kebutuhan kerja dan
456
Hamzah Hasan Khaeriyah, “Fungsi Manajemen dalam Al-Al-Qur‟an” (Jurnal Al Fikr Volume 16 Nomor 1 tahun 2012), (Ujung Pandang: Fakultas Syariah UIN Alauddin, 2012), 130, http://journal.uin-alauddin.ac.id/.
457 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah Dan Bustanul
„Ulum, Tahun 2020. 458
Randal S. S. Personal and Human Recaurses Management (St. Paul, Wesh Publishing Company,tt), 163.
272
karakteristik kerja sesuai dengan skill, pengetahuan, kemampuan,
minat dan kepribadian individu. Dalam kaitan ini Rasulullah SAW.
bersabda:
إذا ضيعت المانة فانتظر الساعة قال كيف إضاعتها يا رسول للا
ر إلى غير أهلهـافانتظر الساعة )رواه البخارى(إذا أسند الم
"Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; „bagaimana maksud amanat disia-siakan ? Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."459
Kapasitas santri dalam kegiatan tahfiz, adalah sebagai orang yang
belajar, dan dikelompokan berdasarkan kelas masing-masing, dan
setiap kelas atau kelompok di bina oleh ustaz atau ustazah . Hal ini
menunjukan bahwa penempatan santri berdasarkan kelas atau
kelompok karena kapasitasnya sebagai orang pelajar, dan adanya
guru pembina yang dibagi atas setiap kelompok santri tersebut,460 Hal
ini menunjukan bahwa spesialisasi kerja dimunculkan dalam kegiatan
tersebut. Pekerjaan tidak difokuskan oleh satu individu, tetapi dipecah-
pecah menjadi sejumlah bagian, tiap pekerjaan diselesaikan oleh
individu yang berlainan. Individu berspesialisasi dalam mengerjakan
bagian-bagian tertentu, bukan mengerjakan seluruh kegiatan.461
Kegiatan tahfiz telah disusun pembinanya yang melibatkan unsur
yayasan, unsur pimpinan, serta para asatisiz, yang lebih diutamakan
adalah ustaz yang hafal Al-Qur‟an. Dalam pengelolaan kegiatan ini
santri selain sebagai objek juga sebagai subjek, karena siswa
bersama-sama guru aktif sebagai pelaku dalam kegiatan tahfiz. Dari
sisi konten kegiatan, kapasitas guru hanya sebagai pemandu dalam
kegiatan, selebihnya lebih didominasi oleh santri.
459
Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al-Mughirah Ibn al-Barzabah al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 7 (Mesir: Dar al Jayl), 156.
460 Observasi, 11 Agustus 2021.
461Khairul Umam, Manajemen Organisasi (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 62.
273
Hal ini mengindikasikan bahwa pelibatan santri lebih ditonjolkan
dalam kegiatan tersebut, dan merupakan cara yang sangat praktis
dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik, yaitu dengan
cara membagi tugas secara proporsional antara guru dan santri dalam
mengaktifkan kegiatan tahfiz. Moore menyebutkan bahwa salah satu
strategi pelibatan siswa dalam pembelajaran adalah dengan student
centered instuctin.462pendekatan lain adalah active learning yang telah
dikembangkan dalam bentuk collaborative learning, yaitu proses
pembelajaran yang dilakukan bersama-sama antara guru dan
siswa463kegiatan ini merupakan strategi penyajian yang sejalan
dengan prinsip pembelajaran kontruktivistik yang relevan dengan
kebutuhan pembelajaran dewasa ini.
Kegiatan tahfiz pengorganisasiannya menyatu dengan pondok
lainnya, meskipun penanggung jawabnya berbeda-beda, namun
demikian merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
aktivitas pondok, hal ini menunjukan efesiensi administrasi dan tata
kelola kegiatan, berada dalam satu garis koordinasi di bawah
tanggung jawab pimpinan pondok. Prajudi Atmosudirjo mengatakan
prinsip organisasi harus mengikuti garis tata hubungan atasan, mulai
dari bawah sampai berakhir pada satu titik, yaitu puncak dari
organisasi. Semua urusan komando/perintah, laporan, urus informasi,
urus kerja harus memiliki garis hierarki yang jelas. Akan tetapi
sebaiknya tidak terlalu kaku, fleksibel dalam menghadapi
perkembangan dan perubahan situasi dan kondisi.464
Hasil temuan di lapangan, ditemukan struktur kegiatan tahfiz yang
menggambarkan garis koordinasi, arah dan alur kerja pembina, serta
jadwal kegiatan tahfiz. Jadwal akan menjadi pegangan bagi ustaz dan
santri dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, bagi santri menjadi
462
Moore KD. Classroom Teaching Skill (New York: McGraw Hill, 2014), 134. 463
John K. Roth, Inspiring Tesching (Journal) (USA: Anker Publishing Company, tt), 80.
464 Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2019), 188.
274
pedoman dalam merencanakan dan mengikuti kegiatan tahfiz465, bagi
admistrator mempermudah dalam memberikan dukungan sarana dan
prasarana yang diperlukan dan bagi pimpinan pondok mempermudah
dalam mengadakan supervisi.466
Para pembina kegiatan tahfiz dalam menjalankan tugasnya
dibekali surat keputusan (SK) sebagai pembimbing kegiatan, ia
melaksanakan tugas berdasarkan pada jadwal yang telah dilegalkan,
hal sejalan dengan aturan manajerial yang ideal. Allah SWT.
mengingatkan, agar setiap mengadakan kesepakatan selalu
dibuktikan dengan tulisan :
ى فٱكتبوه سم أجل م ا إذا تداينتم بدين إلى أيها ٱلذين ءامنو ...ي
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...”467
Ayat ini berbicara tentang anjuran menulis utang piutang dan
mempersaksikannya dihadapan pihak ketiga, sambil menekankan
pentingnya menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan
ketetapan waktunya.468
Pelaksanaan kegiatan tahfiz didasari atas petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis), berupa buku setoran hafalan, dan
juga berfungsi sebagai absensi siswa, dengan mudah diketahui
berapa jumlah siswa secara rutin mengikuti kegiatan tahfiz. Para
pembina dalam melaksanakan bimbingan telah memiliki target jangka
pendek yang pasti. Menurut Manullang469 dalam pengoranisasian
harus mempunyai tujuan yang jelas yang akan menuntun pada
pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan
465
Observasi, 11 Agustus 2021. 466
Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2011), 164. 467
Q.S., Al-Baqarah/2: 282. 468
Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 1) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 602. 469
Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia, Indonesia, 2016), 71.
275
merupakan arah dan pedoman perencanaan, yaitu koordinasi,
integrasi, simplikasi, singkronisasi dan mekanisme.
Temuan di lapangan menunjukan bahwa pembinaan tahfiz dalam
melaksanakan bimbingan didasari pada jadwal kegiatan, para ustaz
melaksanakan bimbingan sesuai dengan dengan apa yang telah
dirumuskan, masing-masing pondok telah memiliki buku setoran
hafalan yang baku. Kapabilitas pembinan cukup mumpuni, telah
memiliki sertifikat dan bergelar al-Hafiz.470
Dari segi fasilitas pembelajaran, telah dipersiapkan kelas atau
tempat sebagai fasilitas khusus yang ideal untuk dijadikan sarana
tahfiz. Al-Qur‟an sebagai modal/media utama masih bersifat pribadi
dan belum mengarah pada keseragaman, sehingga menemukan
kendala dalam proses pembelajaran.
Realitas ini berdampak pada output yang dihasilkan, Berrl, LL
dan Parasuraman mengemukakan bahwa di antara sepuluh dimensi
mutu dalam layanan terdapat dimensi tangible, yaitu terkait dengan
keadaan fasilitas pembelajaran, termasuk dokumen rencana
pembelajaran dan delivery yaitu kemampuan memberikan pengajaran
dan presentasi secara efektif, kelengkapan pembelajaran, silabus,
rencana pembelajaran, menyajikan informasi yang bermanfaat dan
saluran yang memadai bagi feedback dan ide-ide dari siswa.471
Menurut Gibson, material that is poorly organized when originaly
learned will fade more quickly than material that is whell organized.
Sorenson yang telah mengkaji sejumlah hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pembelajaran yang diorganisasikan dengan
baik bisa bertahan lebih lama dalam ingatan peserta didik dari pada isi
pembelajaran yang tidak terstruktur dengan baik.472
470
Observasi, 11 agustus 2021. 471
Jusoh A, dkk., Service Qaulity In Higher Education: Managemen Student Perspective (2004), 41 (online) http;/eprints.utm.mys2, di akses tanggal 2 September 2021. Jam 8.50.
472 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Menefektifkan pendidikan Agama
Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 57.
276
Institusi pendidikan memiliki kewajiban untuk membuat siswa
sadar terhadap variasi metode pembelajaran yang diberikan kepada
mareka. Institusi pendidikan harus memberi pelajar kesempatan untuk
mencontoh pembelajaran dalam variasi model yang berbeda. Institusi
harus memahami bahwa beberapa pelajar juga suka pada kombinasi
beberapa gaya belajar dan institusi harus mencoba untuk cukup
fleksibel dalam memberikan pilihan tersebut.473
Temuan penelitian di atas semakin memperjelas bahwa
perencanaan dan pengorganisasian tidak hanya penting dirumuskan
oleh pondok, tetapi juga desain perencanaan dan perngoranisasian
harus memperhatikan karakteristik siswa dan kebermaknaan dalam
mengikuti kegiatan tahfiz. Aspek delivery dan competend.
Kemampuan pembina memberikan materi ajar secara menarik dengan
metode yang bervarisi yang mampu merangsang minat santri untuk
mengikuti kegiatan secara maksimal, hal ini ditandai dengan model
pembelajaran yang monoton pada satu metode, belum ada sentuhan
teknologi yang mampu menjadi daya tarik dan meningkatkan minat
siswa, serta penyajian materi yang dapat menimbulkan decak kagum
kepada siswa, sehingga dapat menarik minat siswa yang lain untuk
berpartisipasi mengikuti kegiatan tahfiz ini.
Menurut Brady, terdapat lima kriteria yang dipertimbangkan dalam
penyajian pembelajaran, yaitu 1) variety, metode harus bervariasi
guna mencapai tujuan dan mengakomodasi perbedaan tingkat dan
gaya belajar; 2) scope, metode harus divariasikan untuk mencapai
semua tujuan yang ditetapkan, 3) validity, metode spesifik harus
diseleraskan dengan tujuan tertentu, 4) appropriatness, metode harus
dihubungkan dengan ketertarikan siswa, kemampuan dan kesiapan,
473
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan (Yogyakarta: IRCiSod, 2010), 87.
277
5) relevance, metode yang digunakan sekolah sejalan dengan apa-
apa yang dipersyaratkan setelah sekolah.474
Dari aspek pengawasan (controlling), ditemukan di lapangan
dilakukan secara rutin dan berkala, serta dilakukan control secara
berjenjang yang dilakukan baik secara langsung maupun berdasarkan
laporan dari pengawasan yang berada di bawahnya.475 Dengan
demikian fungsi pendelegasian wewenang diwujudkan dalam kegiatan
tahfiz, berarti dalam pelaksanaan pengawasan memberdayakan
semua unsur yang terlibat dalam kegiatan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Memberdayakan berarti mempercayai
determinasi diri bagi setiap orang, yang mencakup kebutuhan dan hak
bagi setiap orang untuk merasakan bahwa dirinyaa mampu bersikap
efektif dan berprestasi. Bandura menyatakan bahwa seberapa besar
manusia merasakan keefektifan diri mereka, menentukan apakah diri
mereka akan mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.
Kepercayaan mengenai kemampuan diri untuk berbuat banyak
membantu memutuskan berapa banyak usaha yang akan orang
lakukan untuk maju dan berapa lama mereka bertahan dalam kondisi
yang tidak sesuai. Kepala sekolah yang membantu orang merasakan
kesadaran penguasaan pribadi (sense of personal mastery) dalam
tidakan-tindakan mereka, berarti memberdayakan orang lain. Bila
orang diberi tanggung jawab diharapkan untuk berperan serta dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut praktik kerja, mereka
mempunyai kesempatan untuk keefektifan pribadi mereka.476
Pengawasan dibutuhkan terutama dalam 1) memastikan setiap
pekerjaan terlaksana sesuai dengan yang direncanakan, 2) membantu
kepala sekolah dalam mengawal dan mewujudkan keinginan visi dan
474
Braddy, L. Curriculum Development, Third Edition (Sydny: Prantice Hall, 2014), 120-128.
475 Observasi, 11 Agustus 2021
476
R.Wayne Pace dan Don F. Fauler, Komunikasi Organisasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 265.
278
misi sekolah, 3) pengawasan bernilai positif dalam membangun
hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan. Terry dan Rue
mengatakan manajer yang efektif menggambarkan pengawasan untuk
membagi-bagi informasi memuji pelaksanaan yang baik dan
membantu mereka yang memerlukan bantuan jenis apa yang mereka
perlukan 4) pengawasan yang baik memiliki peran dalam menumbuh
kembangkan kayakinan para stakeholder pada organisasi.477
Idealnya, tahapan-tahapan pengawasan yang dilakukan dalam
pelaksanaan tahfiz, diawali dengan pengawasan pendahuluan untuk
mengantisipasi persoalan-persoalan yang mungkin terjadi,
penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan yang
memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan. Dilanjutkan dengan pengawasan yang bersifat
concurrent yaitu pengawasan proses dari suatu prosedur harus
disetujui, atau pernyaratan tertentu harus dipenuhi sebelum kegiatan
dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan double check yang lebih
menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan, pengawasan
terakhir berbentuk umpan balik yang dikenal past action control,
mengukur hasil kegiatan yang telah diselesaikan.478
Temuan di lapangan menunjukan bahwa tahapan-tahapan
pengawasan seperti di atas tidak dilalui satu demi satu. Pengawasan
yang dilakukan hanya bersifat situasional dan kasuistis, sepanjang
kegiatan dilakukan dan tidak ada laporan, dianggap tidak ada masalah
dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz. Pengawasan dilaksanakan
apabila ada gejala-gejala negatif yang muncul. Model pengawasan
bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan dari atasan
langsung kepada bawahan, dalam realisasinya pimpinan/pengelola
program berjalan dari tempat atau lokasi kegiatan ketempat kegiatan
477
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), 238.
478 Irham Fahmi, Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung: Alfabeta, 2011),
86.
279
yang lain, setelah semua aktivitas ekstrakurikuler dilangsungkan,
aktivitas controlling dilakukan secara periodik dalam rangka
memastikan keberlansungannya sebuah kegiatan479. Model
pengawasan yang paling dominan adalah pengawasan yang bersifat
melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk kepada self
control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa mengawasi dirinya
sendiri, pengawasan ini didasarkan pada kesadaran pribadi,
introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah bagi orang lain. Allah
SWT. berfirman dalam surat al An‘am ayat 135 yang berbunyi;
قوم ٱعملوا على مكانتكم إني عامل فسوف تعلمون من قل ي
لمون قبة ٱلدار إنه ل يفلح ٱلظ ).٨١٥,سورة النعام( تكون لهۥ ع
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”480
Berdasarkan ayat di atas, menurut Quraisy Shihab, bahwa janji
dan ancaman pasti datang dan tidak dapat dielakkan, semestinya kita
memikul tanggung jawab untuk melaksanakan dengan sempurna
kewajiban-kewajiban serta membela dalam kesulitan.481
2. Analisis Praktis
Pada bagian ini dikemukakan pembahasan tentang hasil temuan
yang disusun dengan menggunakan cara berfikir/analisis strategis,
meliputi potensi dan kekuatan, masalah dan kelemahan. Analisis ini
dikenal sebagai analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities,
and Threath), yaitu identifikasi berbagai faktor secara matematis untuk
merumuskan strategi yang didasarkan pada hubungan atau interaksi
479
Observasi, 2021. 480
Q.S., Al-An‘am/6: 135. 481
Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 4) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 300.
280
antara unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur
eksternal, yaitu peluang dan ancaman.482
a. Kekuatan dan Keunggulan Manajemen Tahfiz
Potensi dan kekuatan yang dimaksud adalah potensi dan
kekuatan yang sifatnya internal lembaga yang dapat menjadi
driving force bagi sekolah untuk tetap survive dalam
melaksanakan kegiatan tahfiz yang berkualitas dan memberikan
kepuasan kepada siswa selaku pengguna jasa pendidikan.
Pertama, falsafah hidup masyarakat, hasil studi di lapangan
mengindikasikan bahwa kegiatan tahfiz dipengaruhi secara kental
oleh filosofi hidup masyarakat yang religius sehingga membentuk
karakter dan watak para pengelola dan mudarris/mentor sebagai
eksekutor. Filsafat hidup orang Jambi adalah “adat bersendi
syara’, syara’ bersendi kitabullah”. Filosofi ini bermakna bahwa
prilaku dan aktivitas santri didasari ata nilai-nilai syariat, dan
syariat tersebut didasarkan pada Al-Qur‟an, hal ini tercermin dari
visi ketiga pondok pesantren lokasi penelitian.
Keberadaan ketiga pondok pesantren tersebut adalah
manifestasi tanggung jawab religius pengurus yayasan, serta
kegamangan orang tua santri yang telah menamatkan
pendidikannya. Sementara sudah tertanam keyakinan akan
kebermaknaan seorang hafiz, dengan memadukan kurikulum
Islam dan umum, serta dirangkai dengan berbagai aktivitas positif,
khususnya yang bersifat religius.
Realitas ini cukup mewarnai tradisi manajemen pondok, yang
dapat dilihat dengan karakteristik, yaitu: 1) kegiatan tahfiz,
diarahkan untuk menghasilkan output dan outcome yang memiliki
dasar-dasar pengetahuan keagamaan untuk mampu berkiprah
lebih menonjol di tengah-tengah lingkungan keluarga dan
masyarakt setelah selesai menamatkan program tahfiz. 2) tradisi
482
Rachmat, Manajemen Strategik (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 285.
281
manajerial didasari dengan nilai kebersaman, kepercayaan,
kesederhanaan, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab,
hal ini dalam batas-batas tertentu mampu menghasilkan kinerja
positif yang diharapkan. 3) pelaksanaan kegiatan tahfiz didasari
nilai-nilai keikhlasan dan semangat keislaman, pola hubungan
antara guru dan santri didasari prinsip karakter islami, serta
menempatkan siswa dalam posisi sebagai makhluk fitrah dan
potensi yang butuh bimbingan.483
Etos kerja dalam Islam dapat disederhanakan menjadi
kemasan amar ma‘ruf nahi mungkar bisa bersifat diri sendiri dan
orang lain. Artinya makna ini harus terinternalisasi pada setiap diri
manusia untuk kemudian bersifat out ward pada orang lain dan
lingkungannya. Etos kerja dalam islam merupakan perwujudan
nilai-nilai moralitas dan karakter sebagai kesatuan penjelmaan
dari makna hamba dan khaliknya. Moralitas dapat dilihat sebagai
penjelmaan dari wawasan batin seorang hamba, yang fungsinya
memberikan arah, tujuan dan pemaknaan dalam
mengaktualisasikan daya intelektualnya.
Temuan di lapangan menunjukan bahwa ketiga pondok
pesantren ini meletakan landasan filosofis dalam rencana
strategis, landasan tersebut bukan ditemukan pada level simbol,
tapi sudah menjadi roh dari setiap kebijakan dan program kerja
aktual yang diimplementasikan dalam keseharian oleh guru dan
semua stakeholder yang ada di pondok pesantren tersebut.484
Kedua, aspek kesejarahan, salah satu potensi internal yang
dimiliki pondok pesantren terebut, ialah sejarah kehadirannya
yang murni merupakan wujud kebutuhan yang dilatarbelakangi
kebutuhan masyarakat akan kebutuhan santri yang hafal Al-
483
Observasi, 2021. 484
Observasi, 2021.
282
Qur‟an. Kehadirannya dianggap sebagai representasi dari pondok
yang mengadakan program tahfiz.
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sejak berdirinya
hingga sekarang fokus pada program tahfiz, berbeda dengan
Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum, program
tahfiz diselenggarakn setelah kegiatan pondok sudah berproses
beberapa tahun dan terus mengalami perkembangan dan
kemajuan hingga saat ini. Aspek kesejarahan tersebut
menunjukan bahwa lembaga pendidikan ini adalah
pengejawantahan dari ghirah (Semangat) keagamaan
masyarakat, merupakan driving force untuk terus melakukan
inovasi, pembenahan diri, guna berdiri sebagai garda terdepan,
dan sebagai lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan yang
patut menjadi tauladan bagi lembaga pendidikan lain.
Menilik perkembangannya hingga saat ini, dapat dipahami
bahwa telah terjadinya sebua proses dialektika antara kehidupan
masyarakat (stakeholder) dengan lembaga pendidikan. Semakin
banyaknya peminat menjadi indikator yang cukup nyata dari
keinginan lembaga pendidikan ini untuk terus merespon
kebutuhan masyarakat yang terus berubah seiring dengan
perkembangan kegiatan tahfiz dewasa ini.
Ketiga, aspek keberbedaan (different) dan keunggulan
(distinctive). Keunggulan dan kekuatan yang dimiliki ketiga pondok
pesantren ini, menawarkan beberapa kegiatan yang berbeda
dengan pesantren pada umumnya, menjadikan program tahfiz
sebagai program unggulan yang mungkin tidak dimiliki oleh
lembaga pendidikan pada umumnya, mampu menawarkan
program-program kegiatan yang dapat memenuhi harapan dan
kebutuhan orang tua santri, animo masyarakat untuk
menempatkan ketiga pondok pesantren ini sebagai lembaga
283
pendidikan favorit, serta persepsi positif oleh sebagian besar
masyarakat.
Meskipun ketiga pondok pesantren belum begitu lama
berdirinya, namun pada tataran lokal bahkan provinsi jambi cukup
disegani dan diperhitungkan dalam berbagai kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan Tahfiz.485 Tetap menjadi survive di tengah
menjamurnya lembaga pendidikan yang menawarkan program
unggulan, serta kecenderungan masyarakat melanjutkan
pendidikan di lembaga pendidikan yang berstatus negeri di dalam
maupun di luar Jambi.
Program tahfiz dan culture religius yang menjadi program
unggulan, mampu memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan
masyarakat. Program tahfiz memberikan makna positif bagi
masyarakat yang memiliki keinginan untuk mejadikan putra-
putrinya hafal Al-Qur‟an, juga dapat berfungsi ganda sebagai
tempat bagi anak-anaknya belajar secara normal dan belajar
agama, yang umunya dilakukan oleh orang tua mareka atau
belajar di tempat-tempat pengajian di sekitar tempat tinggalnya.
b. Hambatan dan Tantangan
Hambatan dan tantangan pasti ada dalam sebuah aktivitas,
kemampuan manajerial dituntut untuk mengatasi hal tersebut.
Hambatan dan tantangan dapat menjadi pemicu untuk
menaklukannya. Kemampuan menjadikan hambatan dan
tantangan sebagai pemicu untuk mencapai keberhasilan
merupakan suatu keniscayaan dalam mengelola sebuah pondok
pesantren.
485
Observasi, 2021.
284
Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa faktor-faktor
yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengelolaan
kegiatan Program tahfiz dapat penulis uraikan di bawah ini486:
Pertama, masalah manajemen dan kebijakan adalah faktor
yang sangat penting bagi terjaminnya pelaksanaan kegiatan
program tahfiz secara efektif dan oftimal. Problem manajerial
dalam kegiatan program tahfiz dapat teramati dari kurangnya
upaya-upaya untuk membenahi kelemahan-kelemahan dalam
kondisi yang ada, terutama yang berkaitan dengan sistem
penerimaan santri baru. Padahal, hal ini terjadi di Pondok
Pesantren Al-Mubarak Jambi, semua calon santri yang ingin
menghafal Al-Qur‟an diterima di pondok ini, sehingga dengan
adanya perbedaan kemampuan dasar tentang Al-Qur‟an,
menimbulkan persoalan sendiri dalam pembinaannya, sehingga
tidak mengherankan ada beberapa santri yang sudah mondok
beberapa tahun, belum memiliki hafalan satu juz pun karena santri
yang bersangkutan masih belajar dalam mengenal huruf, hal ini
berbeda dengan yang terjadi di Pondok Pesantren Jauharul Falah
dan Bustanul „Ulum. Di sisi lain juga dapat dimengerti, sebab
Pondok Pesantren Al-Mubarak adalah pondok tahfiz, sementara
Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum adalah
pondok modern, salah satu programnya adalah tahfiz.
Berkenaan dengan hal tersebut, Warsah dan Uyun
mengatakan, Menghafal Al-Qur‟an tentu tidak serta merta dimulai
tanpa melalui proses pembelajaran dasar-dasar Al-Qur‟an.
Pembelajaran yang dimaksud dimulai dari mengetahui huruf-huruf
sampai pada kemampuan membaca Al-Qur‟an dengan
menggunakan ilmu tajwid. Jadi, proses belajar mengajar
486
Observasi, 2021.
285
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peran utama.487
Adanya kondisi yang seperti ini menjadi problem tersendiri
dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Al-
Mubarak Jambi, sehingga ada santri yang mondok dalam
beberapa tahun, masih dalam proses belajar membaca Al-Qur‟an,
belum masuk dalam jenjang tahsin apalagi tahfiz. Dalam
menghadapi kondisi yang demikian sampai sekarang pihak
pondok masih terus menerima santri dengan kondisi seperti ini
karena pertimbangan faktor keinginan orang tua dan syiar agama.
Kedua, setiap aktivitas memerlukan waktu dalam
pelaksanaannya, kemampuan dalam mengatur waktu merupakan
salah satu langkah awal dalam mewujudkan keberhasilan, ketidak
mampuan mengatur waktu mengindikasikan akan kegagalan
suatu program kegiatan. Banyaknya aktivitas yang harus
diwujudkan dalam waktu yang bersamaan seringkali menjadi
peroblema dalam menyusun waktu pelaksanaannya, apalagi
akvititas yang ingin diwujudkan tidak mempunyai skala prioritas.
Semua aktivitas dipandang sebagai sesuatu yang urgen untuk
diwujudkan dalam waktu yang bersamaan.
Di sisi lain sumber daya manusia memiliki keterbatasan
kemampuan dan tidak mungkin dapat mewujudkan semua
aktivitas sementara kemampuannya terbatas dari segi personil
maupun dari segi skill, manajemen waktu sangat dibutuhkan untuk
mengatasi hal ini. Persoalan ini terjadi di Pondok Pesantren
Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum.488
Pendidikan di Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul
„Ulum yang memulai aktivitas di sekolah mulai dari jam 04.00
487
Warsah, I., & Uyun, M., “Kepribadian Pendidik: Telaah Psikologi Islami”, Psikis: Jurnal Psikologi Islami (Maret, 2019), 62–73, https://www.academia.edu/42906035/.
488
Observasi, 28 Juni 2021.
286
sampai jam 22.00 memiliki berbagai program kegiatan mulai dari
kegiatan inti (proses pembelajaran) sampai pada kegiatan
penunjang semua diimplementasikan dalam waktu tersebut.
Sementara siswa memerlukan waktu untuk beristirahat untuk
menghilangkan kejenuhan dalam aktivitas rutin dan monoton
setiap harinya. Mengantisipasi kejenuhan dan kebosanan pihak
pesantren merumuskan schedule dengan meliburkan anak pada
setiap hari ahad dari aktivitas tahfiz.
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa aktivitas tahfiz
dilaksanakan setiap hari dengan waktu dan jadwal yang berbeda
di setiap pesantren. Dari hasil observasi terlihat adanya beberapa
santri yang tergabung dalam kegiatan tahfiz sering berjalan keluar
masuk dalam ruangan pada saat kegiatan berlangsung.489
Sementara dari sisi pelaksanaan kegiatan tahfiz yang lain, di
Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, persoalan yang muncul terjadi
ketika diadakan kegiatan tahfiz yang dilaksanakan dari siang
hingga malam hari, sementara santri yang mengikuti kegiatan
tersebut ada yang tidak diinapkan ditempat kegiatan. Jarak antara
rumah siswa dan sekolah ada yang berjauhan, Kondisi seperti ini
akan menjadi kendala tersendiri di saat siswa akan pulang
kerumah dan harus kembali ke pondok lagi.490 Meskipun demikian
hingga sekarang kejadian tersebut tetap berlangsung karena
sarana dan prasarana pondok belum mengakomodir sesuai
kebutuhan santri.
Ketiga, sarana dan prasarana sangat menentukan
keberlangsungan dan kesuksesan dari sebuah program kegiatan.
sarana dan prasarana yang memadai apabila dikelola dengan
baik, sangat terbuka peluang untuk menuju keberhasilan kegiatan,
jika sarana dan prasarana yang ada dikelola secara maksimal,
489
Observasi, 28 Juni dan 7 Juli 2021. 490
Observasi, 25 Juli 2021.
287
sebaliknya sarana dan prasarana seadanya tetapi manajemen
pengelolaannya dilakukan secara maksimal, output yang
dihasilkan akan lebih baik. Idealnya sarana dan prasarana
maksimal pengeloaannya maksimal, maka output yang dihasilkan
akan maksimal pula.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan tahfiz, salah
satu persoalan yang menjadi kendala yang berhubungan dengan
sarana prasarana ialah tempat kegiatan. Dalam realitasnya
kegiatan dilaksanakan dalam ruangan terbuka. Idealnya kegiatan
tahfiz dilaksanakan di tempat yang tenang, namun karena adanya
keterbatasan sarana dan prasarana, maka solusinya kegiatan
yang dilaksanakan di mana saja asalkan tempat tersebut suci dan
bersih.491
Idealnya pondok harus menyediakan tempat yang nyaman,
dengan fasilitas yang memadai, sehingga santri termotivasi untuk
mengikuti kegiatan tahfiz. Demikian juga halnya mushaf yang
menjadi pegangan siswa seyogyanya disediakan oleh sekolah,
sehingga keseragaman akan mudah dikondisikan serta hambatan
yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kegiatan akan
teratasi dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat santri dalam
menghafal Al-Qur‟an sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut,
meliputi faktor internal dan eksternal masing-masing individu,
karena setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dalam
upaya melestarikan Al-Qur‟an melalui hafalan. Perlu diperhatikan
bahwa menghafal Al-Qur‟an membutuhkan sebuah metode dan
cara yang khusus di antara metode dalam menghafal Al-Qur‟an
adalah memperhatikan kondisi tempat.492
491
Observasi, 25 Juli 2021. 492
Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”, Journal of Al-Qur’an And Hadith Studies (April 2015), 1–18, http://journal. uinjkt. ac.id/index.php/ journal-of-quran-and-hadith/article/view/2280.
288
Tempat yang nyaman dan tenang akan berpengaruh terhadap
daya hafalan seseorang. Karena menghafal merupakan olah kerja
otak yang memerlukan konsentrasi tinggi,493 sebaiknya suasana
dan tempat menghafal Al-Qur‟an terhindar dari poster-poster yang
akan mengganggu konsentrasi, terhindar dari suara-suara bising,
jika sebaliknya, hal itu akan mengganggu konsentrasi santri.494
Selain itu untuk mencapai konsentrasi dalam menghafal perlu
diperhatikan beberapa hal yaitu:
a) Lingkungan sekitar haruslah cukup tenang, bebas dari suara-
suara yang terlalu keras yang kiranya dapat mengganggu
ketenangan dan pendengaran ketika sedang melakukan
hafalan.
b) Udara yang menjadi tempat tinggal haruslah cukup nyaman,
bebas dari polusi dan bau yang mengganggu rasa nyaman
menghafal Al-Qur‟an.
c) Suhu sekitar lingkungan harus menunjang kenyamanan dalam
melakukan kegiatan menghafal.495 .
Menghafal Al-Qur‟an bukanlah hal yang susah atau mustazil
tapi merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Bagi orang Islam
yang ingin melakukannya, Allah telah memberikan keringanan
atau kemudahan untuk menghafalnya. Dorongan untuk
menghafalkan Al-Qur‟an sendiri telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an,
Allah SWT berfirman:
493
Siswanto, “Hubungan Kemampuan Menghafal Al Qur‟an Dan Motivasi Belajar Dengan Hasil Belajar PAI Siswa Madrasah Aliyah Al Fathimiyah Banjarwati Paciran Lamongan,” Darajat: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2018) (1), 78 – 94, https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/didaktika/article/view/749.
494 Ulfah, S., & Lisnawati, S., Evaluasi Program Tahfiz Al-Qur’an di SMP ITA
ElMa’mur Bogor (Annual Conference on Madrasah Studies, 2018)1(1), 68–78, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/article/view/15.
495 Saptadi, H., “Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an dan
Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling‟”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2) (Desember 2012), 117-121, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/index.
289
“dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran?”.496
Ayat di atas mengindikasikan kemudahan dalam menghafal
Al-Qur‟an. Menghafal Al-Qur‟an hukumnya fardu kifayah. Artinya
tidak semua orang Islam diwajibkan menghafal Al-Qur‟an,
kewajiban ini sudah cukup terwakili dengan adanya beberapa
orang yang mampu menghafalkannya.497
3. Strategi Peningkatan Mutu Hafalan
Setiap pondok pesantren tentunya memiliki kurikulum
pembelajaran dalam menunjang kualitas, pengetahuan dan
pemahaman santri akan suatu ilmu. ini dapat dilihat dari formulasi
yang digunakan oleh pondok pesantren tersebut. setiap pondok
pesantren tentu punya formulasi atau ciri khas tersendiri guna
menjadikan seorang santri yang mampu menerapkan visi, misi dan
tujuan yang telah dibuat oleh pondok pesantren tersebut.
Formulasi Strategi, Menurut J. David Huger & Thomas L. Wheelen
Formulasi Strategi atau perumusan strategi adalah pengembangan
rencana jangka panjang dalam mengatur faktor eksternal secara
efektif, dan dengan memperhatikan faktor internal perusahaan.
Perumusan strategi terdiri dari penentuan misi dan tujuan perusahaan,
pengembagan strategi dan menetapkan kebijakan.498
496
Q.S., Al-Qamar/54: 22. 497
Aziz, J. A., “Pengaruh Menghafal Al-Qur‟an Terhadap Pembentukan Karakter Peserta Didik Di Roudhotul Atfal (RA) Jamiatul Qurra Cimahi”, Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 1–15, 2017, https://core.ac.uk/download/pdf/230724774.pdf, Susianti, C., “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1) ( Januari, 2017), 1–19, https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/detail?id=4579#!.
498 Wheelen, Manajement Strategis (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2013), 12.
290
Formulasi strategi yang digunakan oleh Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi, seperti tujuan pada awal pendiriannya, bahwa
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi ini punya keinginan besar
untuk mencetak generasi yang mencintai Al-Qur‟an dan memiliki
akhlak Al-Qur‟an. bukan hanya itu, tujuan utama yang menjadi visi,
misi dari pondok pesantren ini adalah Menuju Pondok Pesantren Hifzil
Al-Qur‟an terkemuka dan berkaliber Nasional di Provinsi Jambi.499
Implementasi strategi dikenal dengan sebutan tahapan aksi.
Dalam implementasi strategi, stakeholder dan manajer dituntut untuk
lebih sinkron dalam mengubah formulasi strategi ke dalam tindakan.
Kedisiplinan, komitmen, dan pengorbanan sering kali dibutuhkan
dalam tahap implementasi strategi, hal demikian karena implementasi
strategi digolongkan ke dalam tahap yang paling sulit dalam
manajemen strategi. Kemampuan manajer dalam memberikan
motivasi dan dukungan kepada para bawahannya akan menentukan
keberhasilan implementasi strategi.
Setiap divisi atau bagian dalam lembaga pesantren harus
merumuskan atau menentukan jawaban dari suatu pertanyaan
tentang apa yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan
strategi dan juga seberapa jauh kita melakukan pekerjaan dengan
benar. Rintangan yang dihadapi dalam implementasi strategi adalah
menstimulus pimpinan dan pegawai untuk melakukan pekerjaan
dengan rasa bangga dan antusiasme demi terwujudnya sebuah
tujuan.500
Temuan di lapangan, Pondok Pesantren Al-Mubarak strategi yang
digunakan dan diyakini dapat berpengaruh baik secara langsung,
maupun tidak langsung dapat meningkatkan mutu hafalan santri, di
499
Dokumentasi, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020. 500
David, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing ( Jakarta: Salemba Empat, 2016), 82.
291
antaranya merumuskan tata tertib yang berkaitan dengan disiplin
waktu, berpakaian dan disiplin dalam kegiatan.501
Tata tertib pondok merupakan bentuk aturan yang harus ditaati
dan dilaksanakan oleh siswa, sebagai salah satu perwujudan
kehidupan yang sadar akan hukum dan aturan. Tata tertib sekolah
menjadi rambu-rambu kehidupan bagi santri ketika berada di pondok.
Agar tata tertib yang dibuat pondok dapat berjalan sesuai fungsinya
maka pihak sekolah juga memberikan sanksi terhadap siswa yang
melanggar tata tertib pondok tersebut. Sanksi tersebut dapat berupa
hukuman dan pemberian skor. Dengan adanya pemberian sanksi
tersebut diharapkan dapat menimbulkan efek jera sehingga tidak
mengulangi pelanggaran untuk kedua kalinya.
Pelaksanaan tata tertib dapat dikatakan telah berjalan baik jika
hampir semua santri dapat mentaati dan melaksanakan tata tertib
tersebut dengan baik, namun jika masih banyak yang melanggar tata
tertib yang telah dibuat oleh pondok maka dapat dikatakan
pelaksanaan tata tertib di pondok tersebut kurang berjalan dengan
baik.
Tata tertib adalah serangkaian aturan yang harus ditaati oleh
santri yang bertujuan untuk mengendalikan sikap. pesantren perlu
menetapkan standar tertentu untuk mengatur dan membentuk
kebiasaan positif murid-murid yang ada di sekolah. Tata tertib adalah
“suatu kondisi yang dirancang untuk dapat mengatur dan
mengendalikan sikap atau tingkah laku individu atau siswa-siswa di
sekolah supaya tercipta suasana aman dan tentram di pondok tanpa
adanya gangguan baik dari dalam maupun dari luar”.502
Temuan di Pondok Pesantren Al-Mubarak, para pembina dan para
santri cukup disiplin dalam mematuhi tata tertib yang ada503, hal ini
501
Dokumentasi, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020. 502
Amin, M. H., Pendidikan Karakter Anak Bangsa edisi 2 (Yogyakarta: Calpulis, 2015), 58.
503 Observasi, 20 Juni 2021.
292
menunjukan bahwa tata tertib tersebut bermanfaat karena menjadi
acuan bagi warga pondok dalam berprilaku. Peraturan atau tata tertib
adalah standar bagi perilaku santri untuk mencegah masalah
manajemen.504Tata tertib dapat digunakan untuk meminimalisir
pelanggaran di dalam lingkungan pondok. Di sisi lain kelemahan dari
tata tertib yaitu membentuk sikap siswa menaati peraturan karena ada
tuntutan tertentu. Pembentukkan disiplin melalui tata tertib terkadang
hanya mendiktekan cara siswa untuk bersikap bukan bagaimana cara
siswa harus bekerja.505
Pemasangan tata tertib di pondok secara tertulis, menurut
Setyanta akan menghasilkan kedisiplinan belajar yang lebih tinggi
dibanding dengan kelas yang menerapkan tata tertib tidak tertulis.506
Penerapan tata tertib secara tertulis diharapkan dapat menumbuhkan
disiplin belajar santri di dalam lingkungan pondok.
Santri dan santriwati harus paham terhadap tata tertib yang ada.
Peranan siswa adalah tunduk terhadap tata tertib yang disepakati.
Siswa harus memiliki kesadaran untuk bertindak dengan taat, patuh,
tertib, dan teratu.507 Kesadaran ini akan membentuk santri memiliki
kesiapan dan keinginan untuk taat terhadap tata tertib, sehingga santri
melakukan dan menunjukkan sikap yang sesuai dengan tata tertib.
Salah satu kewajiban siswa yaitu “mematuhi dan menjunjung tinggi
semua aturan dan peraturan yang berkenaan dengan operasi yang
aman dan tertib di sekolah” Danim, dikutip dalam Agustina,508
kesadaran santri untuk taat dan patuh terhadap tata tertib, serta sadar
504
Jacobsen, D. A., Eggen, P., & Kauchak, D. Methods for teaching: Metode-metode pengajaran meningkatkan belajar siswa tk-sma (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), 213.
505 Wong H. K., & Wong, R. T. Menjadi guru efektif: The first days of school
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), 65. 506
Setyanta S., “Pengaruh penerapan peraturan kelas secara tertulis terhadap kedisiplinan siswa kelas ii sd muhammadiyah tegalrejo yogyakarta”, Jurnal PGSD, 2(6), 1-8, (Juni 2013), https://core.ac.uk/download/pdf/33512225.pdf.
507 Kurniawan W. A., Budaya tertib siswa di sekolah (Penguatan pendidikan karakter
siswa) (Sukabumi: Jejak, 2018), 12. 508
Agustina, Perkembangan Peserta Didik (Yogyakarta: Depulish, 2018), 23.
293
akan kewajibannya sebagai peserta didik akan membentuk sikap
disiplin belajar santri.
Dalam Al-Qur‟an, Allah Swt. Berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”509
Ibnu Katsir menjelaskan, taat kepada Allah adalah mengikuti
ajaran Al-Qur‟an. Sedangkan taat kepada Rasulullah adalah dengan
mengamalkan sunnah-sunnahnya, ketaatan kepada ulil amri harus
berlandaskan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak boleh taat
jika perintahnya bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya.510
Realitas yang ada, pada lokasi penelitian tata tertib yang ada
berlaku bagi semua warga pondok, dengan demikian ustaz atau
sebagai uswah harus menjalankan tata tertib dengan konsisten.
Ustaz sebagai manajer kelas berperan penting di dalam mengelola
kelas. Begitu juga dengan penerapan tata tertib di dalam kelas.511
Tata tertib adalah pusat dari program disiplin. Oleh karena itu,
kekonsistenan guru sebagai manajer kelas sangat diperlukan.
509
Q.S. An-Nis 59. 510
Abu Fida‟, Imaduddin Ismail bin Umar Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Juz 4 (Mesir:
Dar al-Kalimah, 1998 ), 211. 511
Observasi, 25 Juli 2021
294
Menurut Wiyani512 memelihara kekonsistenan tidak semudah
membuat aturan, kekonsistenan memerlukan kesadaran semua pihak.
Guru tidak boleh pilih kasih dan hanya menerapkan tata tertib kepada
siswa tertentu saja. Hal ini bertujuan agar siswa mau mengikuti tata
tertib yang ada.
Kekonsistenan ini dapat menciptakan rasa terbiasa kepada para
santri. Kebiasaan yang rutin akan menghasilkan kelas tanpa perintah
yang menjadi ciri umum kelas tersebut tertib.513 Usaha ustaz untuk
meminimalisir terjadinya pelanggaran disiplin belajar diperlukan sikap
kekonsistenan guru terhadap tata tertib.
Prinsipnya ustaz harus tegas di dalam menerapkan tata tertib.
Hukuman harus selalu bertujuan agar siswa menjadi lebih baik di
dalam disiplin belajar. Jika terdapat pelanggaran terhadap tata tertib
disiplin belajar maka guru dapat memberikan konsekuensi. santri juga
harus siap menerima konsekuensi jika dinyatakan melanggar tata
tertib.
Konsekuensi dapat dilakukan secara bertahap, misalnya mulai
dari memberikan teguran, peringatan, menghadap kepala sekolah,
hingga melaporkan kepada orang tua siswa514 ustaz harus berulang-
ulang terus mengingatkan kepada siswa yang melanggar dan
berusaha mengungkapkan harapan bahwa kemungkinan terdapat
siswa lain yang terganggu konsentrasinya.
Salah satu tindakan penting yang harus diiringi dengan penerapan
tata tertib adalah keteladanan ustaz di dalam kelas ataupun
lingkungan pesantren. Menurut Mariyani & Gafur515, pembiasaan yang
paling efektif berasal dari tindakan guru yang positif kepada peserta
512
Wiyani, N. A., Manajemen kelas: Teori dan aplikasi untuk menciptakan kelas yang kondusif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 45.
513 Hughes, A. G., & Hughes, E. H., Psikologi pembelajaran: Teori dan terapan.
(Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), 76. 514
Hughes, A. G., & Hughes, E. H, Psikolog, 76. 515
Mariyani, & Gafur, A. “Strategi Pembentukan Sikap Disiplin Warga Negara Muda Melalui Persekolahan,” Jurnal Publikasi Pendidikan (Mei 2018), 46-54, https://ojs.unm.ac.id/pubpend/article/view/4484.
295
didik, pembiasaan keteladanan ini dapat dilakukan ketika guru
menunjukkan perilaku disiplin juga. Contoh perilaku yang dapat
diberikan misalnya ustaz juga memberikan kesempatan berbicara dan
mendengarkan ketika ada siswa yang mengungkapkan pendapat.
Sikap disiplin lainnya yang dapat ditunjukkan oleh ustaz misalnya
datang tepat waktu, berbicara dengan sopan, dan lain sebagainya.
Keteladanan ustaz sangat penting karena santri akan menjadikan
guru sebagai contoh untuk membangun dan melatih kepribadian yang
disiplin. Oleh karena itu, jika guru menuntut siswa untuk memiliki
disiplin belajar di dalam kelas, maka sebelum itu guru juga harus
menunjukkan sikap disiplinnya.
Selain itu, strategi yang diterapkan di dalam pembentukan disiplin
belajar santri di pondok dengan memberikan bimbingan personal
kepada siswa yang bersangkutan. Pelaksanaan bimbingan yang
berkelanjutan memberikan hasil peningkatan disiplin yang signifikan
dengan cara memberitahu kepada santri yang baik dan yang buruk
serta contoh perilakunya dan akibat di masa yang akan mendatang,
selain itu juga dilakukan pemantauan dan pengecekan sehari-hari
berkaitan dengan kedisiplinan santri.516
Bimbingan personal akan membantu santri di dalam memahami
tata tertib yang berlaku di ruang kelas. Pelaksanaan bimbingan
personal bertujuan untuk meningkatkan pengertian santri terhadap
tata tertib yang ada. Strategi lain yang ditempuh oleh pondok
pesantren lokasi penelitian adalah pemberian motivasi kepada para
santri, dengan bentuk dan sistem berbeda-beda, ada dengan
pemberian hadiah atau reward, dengan kisah-kisah yang sukses para
516
Purnayasa, N. “Bimbingan Individu Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Mengikuti Tata Tertib Sekolah”, Journal of Education Action Research, (Mei, 2018), 97-105, https://123dok.com/document/zx3poewz-pentingnya-tata-tertib-dalam-membentuk-disiplin-belajar-siswa.html.
296
penghafal Al-Qur‟an dan kelebihan-kelebihan serta keutamaan para
penghafal Al-Qur‟an.517
Dalam proses menghafal Al-Qur‟an motivasi memiliki peranan
yang sangat penting. Motivasi adalah syarat mutlak untuk mencapai
tujuan pembelajaran Al-Qur‟an yaitu menjadi hafiz dan hafizah yang
bertanggung jawab menjaga kemutawatiran Al-Qur‟an. Perkembangan
zaman pada dasarnya banyak mempengaruhi sebagian orang
sehingga larut dengan teknologi yang ada, namun minat para siswa
yang memiliki keinginan yang kuat untuk belajar dan menghafal Al-
Qur‟an ditandai dengan banyak sekolah-sekolah untuk menghafal Al-
Qur‟an, halaqah-halaqah penghafal Al-Qur‟an yang banyak diminati
oleh anak-anak sekarang.518
Pemberian motivasi sangat urgen, bagi para penghafal Al-Qur‟an,
sebab menghafal Al-Qur‟an menuntut kesungguhan khusus,
pekerjaan yang berkesinambungan , dan kemauan keras tanpa
mengenal bosan dan jemu. Karena itulah memberikan motivasi
merupakan hal yang urgen.519
Menurut Ahsin W. Al-Hafiz, untuk menumbuhkan motivasi
menghafal Al-Qur‟an dapat diupayakan dengan melalui beberapa
pendekatan sebagai berikut :520
1) Menanamkan sedalam-dalamnya tentang nilai keagungan Al-
Qur‟an dalam jiwa anak didik yang menjadi asuhannya.
2) Memahami keutamaan-keutamaan membaca, mempelajari atau
menghafal Al-Qur‟an.
3) Menciptakan kondisi lingkungan yang benar-benar mencerminkan
Al-Qur‟an.
517
Observasi,20 Juni, 25 Juli 2021. 518
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 61.
519 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik Menghafal Al-Qur’an
(Kaifa Tahfiz al-Al-Qur’an), ( Bandun: Sinar Baru Algesindo, 2015 ), 89. 520
Ahsin W. Al-Hafiidz, Bimbingan Praktis membaca Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 42.
297
4) Mengembangkan objek perlunya menghafal Al-Qur‟an, atau
mempromosikan idealisme suatu lembaga pendidikan yang
bercirikan Al-Qur‟an, sehingga animo untuk menghafal Al-Qur‟an
akan selalu muncul dengan persepsi baru.
5) Mengadakan atraksi-atraksi, atau haflah mudrasati Al-Qur‟an,
tasmi‟an umum bil ghaib (saling menyimak hafalan tanpa melihat
mushaf), dan mengadakan musabaqah hafalan Al-Qur‟an.
6) Mengadakan studi banding dengan mengunjungi lembaga-
lembaga pendidikan, pondok pesantren yang bercirikan Al-Qur‟an
yang memungkinkan dapat memberikan masukan-masukan baru
untuk menyegarkan kembali minat menghafal Al-Qur‟an, sehingga
program yang dilakukan tidak stagnan mandek di tengah jalan.
Pemberian motivasi dengan pencerahan tentang keagungan dan
keutamaan para penghafal Al-Qur‟an, atau lebih dikenal dengan istilah
motivasi realistik, misalnya secara rutin dilaksanakan oleh para
pembina santri ditiga lokasi penelitian, sejalan dengan hal tersebut,
Subandi dan Chairani.521mengatakan akan melahirkan beberapa
motivasi, di antaranya:
a. Kemauan yang kuat untuk menghafal Al-Qur‟an
Ketika seseorang memutuskan untuk menghafalkan Al-Qur‟an
harus ada kemauan yang kuat di dalam dirinya. Kuat lemahnya
kemauan untuk menghafal Al-Qur‟an dipengaruhi oleh niat. Niat akan
menjadi penggerak bagi penghafal Al-Qur‟an untuk dapat
mengerahkan seluruh pikiran, tindakan, dan kemauannya agar dapat
istiqamah dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Menjaga kelurusan niat
merupakan hal yang penting dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Para
penghafal Al-Qur‟an haruslah memiliki niat yang tulus ikhlas karena
Allah, bukan karena tujuan duniawi seperti menginginkan pujian
ataupun penghormatan dari orang lain. Niat yang iklas karena Allah
521
Chairani, Lisya dan M.A Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an (Peranan Regulasi Diri), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 68.
298
akan menimbulkan kekuatan dalam diri penghafal Al-Qur‟an sehingga
dapat konsisten dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Contohnya, seorang
penghafal Al-Qur‟an yang memiliki kemauan yang kuat akan berusaha
untuk membawa Al-Qur‟an kemanapun ia pergi agar tetap dapat
membaca dan menghafalkan Al-Qur‟an.
Dalam Al-Qur‟an, Allah Swt., berfirman;
...
“...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”522
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan
meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa
mereka memiliki derajat-derajat, yakni yang lebih tinggi dari pada yang
sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai
isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang
berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan
akibat dari faktor di luar itu.
Tentu saja yang dimaksud dengan ( اوتواالعلم درجات) adalah mereka
beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti
ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar,
yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua
beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu
yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada
522
Q.S., Al-Muj dalah/58: 1.
299
pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan
keteladanan.523
b. Ketekunan dalam menghafal Al-Qur‟an (istiqamah)
Ketekunan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang
penghafal Al-Qur‟an. Sesuatu yang dilakukan secara tekun akan
menjadi sebuah kebiasaan yang nantinya kebiasaan tersebut akan
menjadi suatu rutinitas yang dilakukan secara otomatis. Ketekunan
memiliki pengaruh. yang lebih besar terhadap pencapaian target
hafalan dibandingkan dengan tingkat kecerdasan pada penghafal Al-
Qur‟an. Strategi yang utama dalam menghafal Al-Qur‟an adalah
melakukan pengulangan. Konsistensi dalam mengulang hafalan Al-
Qur‟an sering disebut dengan istilah istiqamah. Proses pengulangan
hafalan penting dilakukan oleh para penghafal Al-Qur‟an agar menjadi
sebuah kebiasaan. Contoh dari aspek ini yaitu ketika seorang
penghafal Al-Qur‟an berusaha untuk sering mendengarkan murattal
dan juga menetapkan jadwal tersendiri untuk mengulang ayat-ayat Al-
Qur‟an yang telah dihafalkan demi menjaga kefasihan hafalannya
serta untuk membiasakan diri berinteraksi dengan Al-Qur‟an.
c. Ulet menghadapi kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an (tidak
putus asa).
Seorang penghafal Al-Qur‟an haruslah pantang menyerah dan
tidak mudah berputus asa. Setiap penghafal Al-Qur‟an pasti akan
dihadapkan oleh berbagai ujian dan kesabaran merupakan kunci
penting dalam menghafal. Sabar dimaknai dengan adanya keikhlasan
dalam menerima setiap ujian karena mengetahui bahwa adanya ujian
adalah cara Allah untuk menaikkan derajat hamba-Nya. Sabar akan
membuat setiap orang mampu mengambil pelajaran dari setiap ujian
yang menimpanya sehingga orang tersebut tidak akan mudah
berputus asa dan selalu optimis dalam menghadapi berbagai cobaan.
523
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang, Lentera Hati, 2009), cet. 13, 491.
300
Optimis dan berfikir positif akan memberikan kekuatan dan keyakinan
pada diri seorang penghafal Al-Qur‟an bahwa setiap ujian akan dapat
dilalui dengan baik. Contohnya ketika seorang penghafal Al-Qur‟an
harus menghafalkan ayat yang panjang maupun ayat yang memiliki
kesamaan lafaz maka seorang penghafal Al-Qur‟an harus sabar,
optimis, dan tidak mudah putus asa agar tetap mampu menghafalkan
ayat tersebut dengan baik dan benar.
d. Semangat dalam menghafal Al-Qur‟an
Salah satu keutamaan bagi penghafal Al-Qur‟an adalah mampu
menjadi penyelamat bagi keluarga kelak di hari kiamat. Selain itu,
Allah akan memberikan jaminan hidup bagi para penghafal Al-Qur‟an.
Oleh sebab itu, seorang penghafal Al-Qur‟an seharusnya memiliki
semangat dan motivasi tinggi dalam menghafalkan Al-Qur‟an, terlebih
ketika mengetahui bahwa terdapat berbagai keutamaan ketika
menghafalkan Al-Qur‟an. Salah satu contoh yang dapat dilakukan
sebagai bentuk perilaku bersemangat dalam menghafal Al-Qur‟an
yaitu ketika seorang penghafal Al-Qur‟an telah menuliskan target
jangka pendek maupun jangka panjang sebelum memulai untuk
menghafal. Target tersebut dapat berupa penetapan target hafalan
dan menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selama proses
menghafal agar tujuan yang telah ditetapkan dapat terwujud.
Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi jiwa
manusia. Seseorang yang menghafalkan kitab suci ini pasti
termotivasi oleh sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur‟an. Motivasi ini
bisa karena kesenangan pada Al-Qur‟an atau karena bisa karena
keutamaan yang dimiliki oleh para penghafal Al-Qur‟an. Dalam
kegiatan menghafal Al-Qur‟an, dituntut kesungguhan tanpa mengenal
bosan dan putus asa. Untuk itulah motivasi berasal dari diri sendiri
301
sangat penting dalam rangka mencapai keberhasilan menghafal Al-
Qur‟an.524
Selain motivasi realistik yang diterapkan di tiga tempat peneltian,
ia juga memberikan motivasi materialistik yaitu motivasi yang
diberikan kepada santri berupa iming-iming reward bagi santri yang
mau menghafal Al-Qur‟an mencapai target yang sudah di tentukan di
awal. Bentuk motivasi materialistik berupa benda atau piagam
ataupun mushaf Al-Qur‟an bagi santri yang telah mencapai target
yang telah direncanakan.525
Dalam teori kebutuhan yang dicetuskan oleh Abraham Maslow
menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasaan seseorang itu jamak
yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan
nonmaterial.526
Dari dua jenis motivasi yang di berikan pimpinan kepada santri
tergolong dua jenis kebutuhan yaitu pertama, Physiological Needs
(kebutuhan fisik/biologis) yaitu kebutuhan yang diperlakukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan,
minum, udara dan rumah. Kedua, Safety and Security Needs
(keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan keamanan dari
ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan.
Bentuk kegiatan yang dapat digolongkan bermakna motivasi
adalah mengadakan lomba antar santri yang sering dilakukan di
Pondok Pesantren Al-Mubarak, mengadakan wisuda tahfiz yang rutin
diselenggarakan di pondok pesantren Al-Mubarak dan jauharul falah,
kegiatan mengikut sertakan para santrinya dalam ajang musabaqah
tilawatil Al-Qur‟an, baik dalam skala kecil maupun skala besar.527
524
Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur’an Dalam Sebulan (Solo: Qiblat press, 2008), 60. 525
Observasi, 11, 17, 25 Juli 2021. 526
Malayu Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, 5th ed. (Jakarta: PT Bumi Aksara, tt.), 104.
527Observasi, 20 Juni 25 Juli 2021.
302
Menurut teori Abraham Maslow, kebutuhan pokok manusia ada
lima, motivasi di atas tergolong di dalamnya, yaitu;
a. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan fisiologis merupakan hierarki
kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan
kebutuhan untuk dapat bertahan hidup seperti makan, minum,
tempat tinggal, oksigen, air, tidur, dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa aman muncul setelah
kebutuhan fisiologis terpenuhi. Kebutuhan rasa aman ini meliputi
keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan, jaminan
akan kelangsungan pekerjaannya, dan jaminan akan hari tuanya
pada saat mereka tidak lagi bekerja.
c. Kebutuhan sosial, kebutuhan sosial muncul setelah kebutuhan
fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal.
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan untuk persahabatan,
berhubungan dengan orang lain secara lebih erat, adanya
kelompok kerja yang kompak, dan sebagainya.
d. Kebutuhan penghargaan, kebutuhan penghargaan ini meliputi
kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi
seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang,
dan sebagainya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, aktualisasi diri merupakan hierarki
kebutuhan yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan
proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari
seseorang. Kemampuan untuk menunjukkan kemampuan,
keahlian, dan potensi yang dimiliki seseorang.528
Dengan adanya beberapa bentuk motivasi di atas, maka akan
terjadi perubahan tingkah laku pada santri berupa semangat untuk
meningkatkan kualitas hafalan, Hamzah B. Uno mengatakan
Perubahan tingkah laku tersebut yaitu (1) adanya keinginan untuk
528
Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 8.
303
melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan
kegiatan, (3) adanya sebuah harapan dan cita-cita, (4) penghargaan
dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6)
adanya keinginan yang menarik.529
Apabila dianasis lebih mendalam, motivasi yang ada dalam
meningkatkan mutu hafalan di tiga lokasi penelitian, maka dapat
digolongkan dalam dua bentuk motivasi, yaitu;
a. Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan
berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.530
Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah
tujuan tertentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi
instrinsik adalah motivasi yang bersumber dari suatu kebutuhan
dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai seseorang, dalam hal ini
adalah orang tua, atau dengan kata lain motivasi instrinsik tidak
memerlukan rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri orang tua
itu sendiri.
b. Motivasi Ekstrinsik, Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi
instrinsik karena dalam motivasi ini keinginan seseorang untuk
melakukan sesuatu sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan
atau rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik terjadi apabila
individu melakukan sesuatu karena adanya dorongan atau alasan
dari luar, seperti ingin menyenangkan orang lain (guru, orang tua)
atau untuk menghindari hukuman.531 Sumadi Suryabrata
529
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 7.
530 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996), 79. 531
Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2012), 175.
304
berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
terjadi karena adanya rangsangan dari luar.532
Motivasi ekstrinsik terhadap di tiga pondok pesantren muncul
karena kemampuan yang dimiliki oleh para pimpinan pondok
beserta civitasnya, memiliki kemampuan menghafal Al-Qur‟an
yang sangat berkualitas, keteladanan yang selalu ditampilkan
dalam membina para santri serta kewibawaan yang dimiliki
olehnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
motivasi ekstrinsik terjadi karena suatu rangsangan dari luar seperti
alasan seseorang melakukan sesuatu karena untuk mendapat pujian
atau hukuman, atau faktor dari luar yang mendukung timbulnya
motivasi ekstrinsik seperti keadaan lingkungan sekitar.
Strategi lain yang diterapkan untuk meningkatkan mutu hafalan, di
Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, menyusun target hafalan,
sementara di Pondok Pesantren Jauharul Falah, mengenal istilah
pengaturan waktu menghafal, sementara di Pondok Pesantren
Bustanul „Ulum mengenal istilah manajemen waktu, pada prinsipnya
adalah sama.533 Perbedaan istilah ini muncul karena proses dan
waktu pelaksanaan kegiatan tahfiz berbeda, dan kedudukan kegiatan
tahfiz juga berbeda sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk jadwal pelaksanaan tahfiz dari
pagi hingga malam. Dengan perdoman akan jadwal yang disusun
akan melahirkan sikap disiplin dikalangan santri sebagai suatu bentuk
ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah
ditetapkan.534
Pada hakikatnya disiplin ada dua jenis, yaitu disiplin waktu dan
disiplin perbuatan. Hal ini seperti diungkapkan oleh A. S. Moenir
532
Suryadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 1993), 72. 533
Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021. 534
A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 94.
305
sebagai berikut: Mengenai disiplin ada dua jenis yang sangat dominan
dalam usaha menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang
dikehendaki organisasi. Kedua disiplin itu adalah disiplin dalam hal
waktu dan disiplin dalam hal kerja atau perbuatan. Kedua jenis disiplin
tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta
saling mempengaruhi. Dapat saja seseorang hadir tepat waktunya,
tetapi tidak segera melakukan perbuatan sesuai ketentuan organisasi
pada hakekatnya merugikan organisasi.535 Disiplin mendorong santri
belajar secara konkrit dalam praktik hidup di kelas maupun di luar
kelas, Seperti dikemukakan A. S. Moenir536 bahwa “Melalui disiplin
yang tinggi pelaksanaan suatu ukuran dapat mencapai maksud dan
dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.”
Dengan disiplin santri dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Artinya disiplin yang efektif membantu dalam perencanaan tujuan,
harapan dan tanggung jawab pada siswa. Jadi disiplin membantu
santri mencapai tujuannya, tujuan santri dalam belajar adalah
mencapai hasil belajar yang memuaskan. Selain itu, disiplin berperan
penting membentuk individu yang bertanggung jawab.537
Disiplin yang diterapkan dalam rangka peningkatan mutu hafalan,
berupa disiplin preventif dan korektif, menerapkan disiplin dengan
selalu memberikan arahan kepada santri untuk tetap mematuhi aturan
yang telah di tetapkan, dengan memberikan arahan secara periodik,
insidentil, bersama-sama maupun personal.538 Penerapan disiplin
preventif dilanjutkan dengan displin korektif dengan funismant apabila
535
A.S. Moenir, Manajemen, 95-96. 536
A.S. Moenir, Manajemen, 95. 537
Imam Alimaun, Pengaruh kedisiplinan terhadap hasil belajar siswa kelas V sekolah dasar se-daerah binaan R.A Kartini Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, (Semarang: UNNES, 2015) 12.
538 Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021.
306
ada santri yang melanggar aturan, hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Mangkunegara bahwa.539
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan
pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang
telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dari disiplin preventif ini
adalah untuk menggerakkan pegawai berdisiplin diri melakukan
pencegahan terhadap tindakan pelanggaran, dengan cara ini pegawai
dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan.
Disiplin korektif adalah upaya menggerakkan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi
peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan.
Jika disiplin preventif merupakan cara-cara pencegahan agar tidak
terjadi pelanggaran, disiplin korektif ini merupakan tingkatan
selanjutnya. Pegawai yang melakukan pelanggaran akan diberikan
sanksi, tujuannya untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar
sehingga dapat memperbaiki kedisiplinannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam
Mangkunegara,540 mengatakan bahwa disiplin korektif memerlukan
perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur
harus menunjukkan santri yang bersangkutan benar-benar terlibat.
Keperluan proses yang seharusnya dimaksudkan adalah Pertama,
suatu prasangka yang tak bersalah sampai pembuktian santri
berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam
beberapa kasus terwakilkan oleh santri lain. Ketiga, disiplin itu
dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan
pelanggaran.
Secara umum persoalan waktu terdapat dua kalimat hikmah atau
nasihat terkait pentingnya waktu yang pernah didapatkan oleh Imam
539 Agung Setiawan, “Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruan Malang”, Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, No 4; (Juli 2013), 15, https://www.academia.edu/28874845/.
540 Anwar Prabu Mangkunegara, Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan
kedua belas (Bandung: Remaja Rosdakarya 2015), 130.
307
Syafi‟i dari orang sufi. Inti nasehat tersebut terdiri dari penggalan
kalimat: “waktu laksana pedang, jika engkau tidak menggunakannya,
maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak
tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang
sia-sia.541
Manajemen waktu merupakan sebuah perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas
waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber
daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat
dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu:
makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi
waktu menggunakan waktu yang ada.542
Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa begitu pentingnya umat
Islam, untuk mengaplikasikan manajemen waktu adalah karena (1)
Ajaran Islam begitu besar perhatiannya terhadap waktu, baik yang
diamanatkan dalam Al-Qur‟an maupun As Sunnah; (2) Dalam sejarah
orang-orang muslim generasi pertama, terungkap, bahwa mereka
sangat memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya,
sehingga mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang
bermanfaat dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan
panji yang menjulang tinggi; (3) Kondisi nyata, kaum muslimin
belakangan ini justru berbalikan dengan generasi pertama dahulu,
yakni cenderung lebih senang membuang-buang waktu, sehingga kita
tidak mampu berbuat banyak dalam menyejahterakan dunia
sebagaimana mestinya, dan tidak pula berbuat untuk akhirat
sebagaimana harusnya, dan yang terjadi adalah sebaliknya, kita
541
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), 307.
542 Rudy Hariyono, Menapak Jalan Sukses (Surabaya: Putra Pelajar, 2011), 17.
308
meracuni kehidupan dunia dan akhirat sehingga tidak memperoleh
kebaikan dari keduanya.543
Untuk melihat seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan program yang direncakan, maka penghafal perlu
membuat target harian. Target bukanlah merupakan aturan yang
dipaksakan, tetapi hanya sebuah kerangka yang dibuat seseuai
dengan kemampuan dan alokasi waktu yang tersedia. Bagi penghafal
yang waktu sekitar empat jam setiap harinya, maka penghafal dapat
membuat target hafalan satu halaman (satu muka) setiap hari.
Komposisi waktu empat jam untuk tambahan hafalan satu muka
dengan takrirnya adalah ukuran yang ideal.
Alokasi waktu tersebut dikomposisikan sebagai berikut:
a. Menghafal pada waktu pagi selama satu jam dengan target
hafalan satu halaman untuk hafalan awal dan satu jam lagi untuk
hafalan pemantapan pada sore hari.
b. Mengulang (takrir) pada waktu siang selama satu jam dan
mengulang pada waktu malam selama satu jam. Pada waktu
siang untuk takrir atau pelekatan hafalan-hafalan yang masih
baru, sedangkan pada malam hari untuk mengulang dari juz
pertama sampai kepada bagian terakhir yang dihafalnya secara
terjadwal dan tertib, satu hari takrir satu, dua atau tiga juz dan
seterusnya.
Berdasararkan temuan di lapangan, ketiga lokasi penelitian, belum
pernah dilakukan evaluasi secara menyeluruh tentang program tahfiz,
evaluasi yang dlakukan hanya bersifat personal tentang kemajuan
santri dari segi setoran hafalan dengan melihat progress hafalan
melalui buku setoran hafalan, sementara dari segi manajemen
kegiatan berjalan apa adanya, dan hampir tidak mengalami
pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan program, padahal evaluasi
543
Qardhawi, Yusuf, al-Waqtu fî Hayat al-Muslim, diterjemahkan oleh Abu Ulya dengan judul Time is Up, Manajemen Waktu Islami (Yogyakarta: Qudsi Media, 2017), 54.
309
sangat dibutuhkan dalam menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambiilan keputusan544, hal ini sesuai dengan batasan dari
evaluasi itu sendiri, yaitu kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan, sementara fungsi evaluasi adalah
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision
maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan
evaluasi yang telah dilakukan.545
Dalam Al-Qur‟an surah an-Naml, ayat 40:
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI-Kitab "aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”546
Inti dari ayat di atas yaitu Ifrit menunggu Nabi Sulaiman tegak dari
majelisnya, entah itu cepat atau lambat, maka orang yang mendapat
ilmu dari al-Kitab lebih cepat lagi. Yaitu singgasana akan datang
sekejap mata Baginda. Siapa orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab
ini? Riwayat lain mengatakan bahwa itu Nabi Sulaiman sendiri. Yang
benar adalah yang ditulis dalam Al-Qur‟an bahwa ada orang yang
544
Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021. 545
Suharsismi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2019), 2.
546 Q.S., An-Naml/27: 40.
310
mendapat ilmu dari al-Kitab, mungkin dari Lauh Mahfuz yang sanggup
memindahkan singgasana dalam sekejap mata. Adapun nama
orangnya siapa, tidaklah penting. Sebab Al-Qur‟an tidak
mementingkan nama itu. Sebab itu, semata-mata kelebihan yang
diberikan Allah kepada hamba-Nya. Namun dugaan orang yang telah
mendirikan singgasana adalah tertuju kepada nabi Sulaiman. Dengan
sangat terharu nabi Sulaiman mengakui bahwa itu adalah semata-
mata karunia Allah atas dirinya. Kalau dia sendiri maka tidak akan
sanggup mengerjakannya. Maka patutlah dia bersyukur dan berterima
kasih kepada Allah. Sungguhpun demikian Allah jualah yang lebih
tahu.547
Tahfiz sebagai program kegiatan pondok hendaknya selalu
dievaluasi suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk melihat tingkat keberhasilan program.548
Menurut Sukardi, evaluasi program merupakan kombinasi antara
teori yang digunakan untuk mengakomodasi pertaggungjawaban
pengambilan kebijakan dan praktis penilaian yang di dalamnya para
evaluator mengumpulkan data sebagai informasi pendukungnya.
Evaluasi program merupakan evaluasi yang berkaitan erat dengan
suatu program pendidikan, termasuk kurikulum, sumber daya
manusia, penyelenggaraan program, proyek penelitian dalam suatu
lembaga. Evaluasi program merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja dan cermat untuk mengetahui tingkat
keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara
mengetahui efektifitas setiap komponennya, baik terhadap program
yang sedang berjalan maupun program yang telah berlalu.549
547
Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 6: diperkaya dengan Pendekatan Sejarah, Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi (Jakarta: Gema Insani , 2015), 523.
548 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), 290. 549
Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 3.
311
Dalam evaluasi program, evaluator harus mengetahui seberapa
tinggi mutu atau kondisi hasil pelaksanaan program. Setelah itu, data
dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Seorang evaluator
harus mengatahui tingkat ketercapaian program dan mengetahui letak
kekurangan serta sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan
tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil.550
Secara Evaluasi context Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul
Falah dan Bustanul „Ulum memiliki kekuatan pada program
unggulannya yaitu tahfiz Al-Qur‟an, program ini didukung oleh
kebijakan dari pimpinan pondok yang memiliki komitmen dalam
mendidik para santrinya yang memiliki kemampuan dalam menghafal
Al-Qur‟an, di samping mengasah kemampun atau mempersiapkan
santrinya yang memiliki kompetensi di bidang lainnya.551 Untuk
mencapai hal tersebut, pondok pesantren telah mempersiapkan guru
yang hafiz untuk membina para santri dalam program tahfiz Al-Qur‟an
ini. Para “murabbi” atau pengasuh yang mendampingi santri dalam
mengikuti program tahfiz Al-Qur‟an memiliki kompetensi untuk
melaksanakan kegiatan tersebut, hal ini terbukti dengan tidak sedikit
dari santri yang telah menyelesaikan atau menghatamkan hafalannya.
Lingkungan pondok yang mendukung juga menjadi alasan
tersendiri dilaksanakannya program ini, di samping dukungan dari
pemuka masyakarat sekitar terhadap program tahfiz Al-Qur‟an ini.
Walaupun begitu dalam pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an ini,
pengurus pondok menghadapi berbagai permasalahan, seperti;
sarana dan prasarana, biaya operasional, manajemen yang masih
tradisional, sistem evaluasi yang belum berjalan dengan maksimal
menjadi dinamika tersendiri bagi pengurus pondok pesantren, akan
550
Miswanto, Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pesantren Mini di Madrasah Aliyah Patra Mandiri Plaju Palembang, Jurnal Of Islamic Education Management (Vol. 2, No. 2, 2016), 91, https://repository.unsri.ac.id/view/subjects/L7-991.html.
551 Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021.
312
tetapi hal tersebut tidaklah mengurangi tekad dan keinginan para
pengurus pondok untuk melaksanakan program tahfiz Al-Qur‟an ini.
Beberapa usaha telah dilakukan oleh pengurus pondok dalam
rangka meminimalisir permasalahan yang dihadapi oleh pondok
pesantren ini, di antaranya mencari donatur tetap, bekerjasama
dengan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta
dengan cara memberdayakan santri memanfaatkan lahan pondok
pesantren untuk bercocok tanam, tambak ikan serta berteknak
kambing dan sapi.
Input (ruh pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an) Menurut As-Sirjani, dalam
pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an terdapat nilai-nilai yang harus
ditanamkan baik kepada santri apalagi bagi para pengasuh. Nilai-nilai
tersebut di antanya: ”ikhlas, memiliki tekad yang kuat, sadar akan
tinggi nilai menghafal Al-Qur‟an, berusaha semaksimal mungkin
melaksanakan nilai-nilai atau pelajaran yang terkandung dalam
hafalan, menghindari dosa, selalu meningkatkan kemampuan dalam
pemahaman ilmu tajwid, mengulang hafalan, melaksanakan sholat
dengan dengan ayat-ayat yang telah dihafal”.552
Menjadi suatu kewajiban bagi umat manusia khususnya kita yang
beragama Islam untuk dapat menguasai, memelihara dan
mengamalkan Al-Qur‟an. Dengan demikian usaha-usaha yang harus
dilaksanakan adalah dengan cara mempelajari, menghafal, dan
memahami Al-Qur‟an. Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Hijr
ayat 9:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”553
552
Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal Al-Qur’an: Kaifa Tahzafu Al-Qur’an Al-Qarim Al-Qawa’id Az-Zahabiyyah Lihifzi Al-Qur’an, ter. Sarwedi M. Amin Hasibuan, et. Al. (Solo: Aqwam, 2018 ), 45.
553 Q.S., Al-Hijr/15: 9.
313
Ayat di atas menunjukan bahwa Allahlah sebagai pemeliha
kemurnian Al-Qur‟an. Ketentuan Allah telah menetapkan bahwa Allah
menjamin terjaganya Al-Qur‟an secara utuh dan murni. Kata
memelihara dapat juga dimaknakan bahwa Al-Qur‟an harus
ditanamkan ke dalam dada seorang beriman. Sehingga dengan
demikian seseorang akan memiliki kekuatan dan kepribadian Al-
Qur‟ani dalam kehidupannya sehari-hari.554
Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan rahmat bagi alam memberikan
efek dan pengaruh yang luar biasa bagi seseorang baik bagi dirinya
sendiri, bagi orang lain dan bagi lingkungannya. Pengaruh positif Al-
Qur‟an tersebut tentu didapatkan dengan ragam usaha di antaranya
dengan menghafal, memahami dan mengamalkan apa yang
terkandung dalam Al-Qur‟an, sehingga pengaruh tersebut
menciptakan pribadi-pribadi yang kuat baik secara sosial maupun
spritual.555
Dari aspek proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan
Bustanul „Ulum adalah: a). Para santri ada yang secara formal masuk
kelas ada juga yang non formal, dengan berkelompok yang terdiri dari
beberapa orang santri. b). Ustaz mengawali pembelajaran dengan
mengucapkan salam, c). Ustaz memberikan arahan kepada santri
supaya jangan terburu-buru dalam menghafal, perhatikan kefasihan
bacaan dan tajwid sehingga bacaan yang dihafal benar, d). Ustaz
membagi santri menjadi beberapa kelompok sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Yang masing-masing kelompok
dipimpin oleh santri senior yang telah diseleksi, e). Santri kelas 1 dan
2 ditugaskan menyetor hafalannya kepada santri senior yang telah
dipilih ustaz tersebut, sedangkan santri senior ditugaskan menyetor
554
Nasaruddin Umar, Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Al-Qur’an (Jakarta: Al-Ghazali Centre, 2008), 12.
555 Silfia Ulfah, Evaluasi Program Tahfiz Al-Qur’an di SMP ITA Al-Makmur (Bogor:
Universitas Ibnu Khaldun, 2010), 2.
314
hafalan kepada ustaz f). Ustaz meminta para santri untuk menghafal
tiga baris dengan catatan setelah benar-benar hafal baris pertama
baru bisa lanjut menghafal baris ke dua dan begitu selanjutnya. g).
Para santri menghafal ayat yang diperintahkan ustaz dan
mempersiapkan setoran h). Bagi santri yang telah siap hafalannya,
maju satu persatu menemui ustaz/ santri senior untuk mensetor
hafalan i). Ustaz/ santri senior menyimak hafalan santri dengan teliti
dan benar j). Apabila menjelang waktu habis masih ada santri yang
belum setor hafalan, maka santri tersebut disuruh membaca Al-Qur‟an
yang “disimak” oleh ustaz. k). Selesai ustaz memberikan saran, bagi
santri yang tidak melakukan penyetoran hafalan maka diberi tugas
tambahan menghafal untuk besoknya sehingga hafalan yang
dihafalnya besok menjadi enam baris l). Ustaz mengakhiri
pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dengan mengucapkan salam penutup
dan do‟a.556
Proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang dipimpin oleh santri
senior, dilakukan dengan cara santri senior menceklis buku setoran
hafalan santri, jika hafalan yang dibaca santri tersebut telah selesai,
maka disuruh menghadap ustaz dengan membaca kembali hafalan
yang telah diceklis, jika benar, baru diparaf oleh ustaz, namun jika
terdapat kesalahan sampai tiga kali maka ustaz meminta santri
menghafal kembali hingga benar, setelah benar baru diparaf ustaz.
Proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-
Mubarak, Jauharul Falah, dan Bustanul „Ulum, juga menghadapi
beberapa kendala di antaranya, kecepatan santri dalam menghafal
berbeda.557 Untuk mengatasi permasalahan perbedaan kemampuan
tersebut, ustaz menyikapinya dengan mengelompokkan santri sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Di samping perbedaan
kemampuan santri tersebut juga kesungguhan santri dalam menghafal
556
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 557
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
315
Al-Qur‟an berbeda, sehingga santri yang mencapai target juga
berbeda. Setiap kegiatan tentu akan didukung oleh sumber daya lain,
seperti salah satunya dukungan sarana dan prasarana. Begitu juga
halnya program tahfiz Al-Qur‟an. Semestinya harus didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai sehingga para santri merasa
nyaman dalam mengikuti program ini.
Data yang ditemukan di lokasi penelitian memperlihatkan bahwa
keterbatasan sarana dan prasarana menjadi permasalahan klasik
yang dihadapi oleh pengurus pondok pesantren. Kondisi ini
setidaknya pasti mempengaruhi para santri yang sedang mengikuti
program tahfiz Al-Qur‟an di pondok ini. Hal ini diperkuat dengan hasil
observasi yang didapatkan di lapangan di mana ditemukan tidak ada
tempat khusus ataupun tempat-tempat pendukung yang
representative dan nyaman bagi santri untuk menghafal Al-Qur‟an.558
Meskipun demikian, Pondok Pesantren Al-Mubarak, mendapatkan
apresiasi penuh dari masyarakat di wilayah masing-masing.
Sebagaimana yang dinyatakan ustaz Syarifuddin ketika wawancara
bahwa: “di antara kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pelaksanaan Tahfiz Al-Qur‟an di antaranya, berbedannya kecepatan
dan kesungguhan santri dalam menghafal Al-Qur‟an, ditambah lagi
dengan sarana dan prasarana yang monoton dan bisa dikatakan tidak
mendukung sehingga santri menjadi jenuh dan bosan. Yang
menyebabkan pondok pesantren ini jalan sampai saat ini karena yang
mengelolanya putra daerah. Ditambah lagi dengan apresiasi dari
masyarakat. Pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an di pondok pesantren
mendapatkan apresiasi dari masyarakat disebabkan pelaksanaan
tahfiz Al-Qur‟an memberikan dampak positif. Di antaranya para
pengurus TPQ mulai tertarik dan berlomba-lomba untuk
melaksanakan kegiatan tahfiz Al-Qur‟an di TPQ masing-masing serta
perlombaan tahfiz Al-Qur‟an sudah mulai ditingkatkan, yang akhirnya
558
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
316
menyebabkan anak-anak dan para remaja berlomba-lomba menghafal
Al-Qur‟an”559 demikian juga halnya di Jauharul Falah dan Bustanul
„Ulum.
Pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang dilakukan di Pondok Pesantren
Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum diakukan dengan 20
kali pengulangan, yaitu lima kali dengan melihat Al-Qur‟an dalam 1
(satu) ayat, lima kali dengan melihat baca tutup Al-Qur‟an, lima kali
dengan menutup Al-Qur‟an dan yang terakhir kalau sudah hafal tiga
ayat digabung dan diulang lima kali dari ayat satu sampai ayat tiga.560
Beberapa metode yang dipakai dalam program tahfiz Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum
adalah sebagai berikut dalam pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an.561 a).
Metode wahdah. Metode wahdah yaitu, menghafal ayat satu persatu,
di mana setiap ayat dapat dibaca atau dihafal sebanyak 10 kali atau
lebih. Metode ini bertujuan untuk membentuk pola bayangan.
Sementara untuk program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-
Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum. metode ini diterapkan
dengan cara membaca ayat yang hendak dihafal sebanyak 20 kali
pengulangan. b). Metode Sima‟i Metode ini dilakukan dengan cara
santri terlebih dahulu mendengarkan bacaan ayat yang dibacakan
oleh ustaz secara berulang-ulang lalu santri melanjutkan dengan
menghafal ayat yang didengar dari ustaz. Jumlah pengulangan
bacaan tergantung dari kemampuan santri dalam menghafal. Cara ini
cocok untuk santri yang memiliki daya ingat yang tinggi, penghafal
tunanetra atau bagi orang yang belum mengenal tulis baca Quran.562
c. Metode Jama’ Metode menghafal Al-Qur‟an dengan cara bersama-
sama, yang dipimpin oleh seorang ustaz. Adapun langkah-langkahnya
adalah, ustaz membacakan satu atau beberapa ayat lalu santri
559 Wawancara, Syarifuddin, 20 Juli 2021.
560 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
561 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014),
90. 562
Ridwan Abdullah Sani, Inovasi, 91.
317
menirukan secara bersama-sama. Kemudian ustaz mengulang
kembali ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya. Setelah ayat-ayat
yang dibacakan tersebut dapat mereka baca dengan baik dan benar,
maka selanjutnya sedikit demi sedikit para santri mencoba
menghafalkannya secara mandiri. d). Metode Tarki Langkah-langkah
yang ditempuh adalah; pertama, selama satu tahun santri wajib
belajar Al-Qur‟an dengan benar. Kedua santri memulai menghafalkan
Al-Qur‟an, tetapi yang dihafal pertama adalah halaman terakhir dari
setiap juz dan begitu selanjutnya. Metode ini dilakukan oleh ustaz
kepada santri dengan cara memerintahkan santri untuk menghafal
dari halaman terakhir sampai berurutan. Sehingga hafalan pertama
yang dikuasai siswa adalah juz 30.
Target yang ditetapkan adalah 1 juz dalam setahun, namun
karena adanya motivasi sendiri dari siswa, sudah ada diantara siswa
yang hafal 10 juz, 5 juz, 4 juz dan 3 juz. e) Memahami Ayat ini
berusaha memahami arti dari ayat-ayat yang dihafalkan sehingga
dengan mudah mengaitkan lafaz ayat dengan keadaan yang ada.
Metode ini diterapkan dengan cara ustaz mengartikan ayat per ayat
bacaan yang dihafal sehingga santri hafal ayat dan arti dari ayat yang
dibacanya.
Program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak,
Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum, dalam prosesnya tetap dilakukan
evaluasi secara simultan dan berkesinambungan.563 Evaluasi
merupakan rangkaian kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang
kinerja yang sedang dan telah terlaksana. Kegiatan evaluasi
dilaksanakan pada setiap program dalam rangka untuk mengetahui
sejauh mana kseberhasilan pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an.564
Pengumpulan informasi akan digunakan untuk melihat
keberhasilan program ini dapat dilakukan dengan melaksanakan
563
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 564
Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), 16.
318
evelauasi program. Sehingga pengurus pondok pesantren
mendapatkan data dan informasi yang relevan untuk mengambil
kebijakan kedepannya.565 Berbagai upaya dilaksanakan oleh
pengurus pondok pesantren dalam rangka peningkatan kualitas dan
kuantitas program tahfiz Al-Qur‟an. Upaya-upaya tersebut dalam
rangka memperbaiki, meningkatkan, dan menyempurnakan program
yang akan dilaksanakan kedepannya. Sebelum melaksanakan
berbagai langkah-langkah tersebut, terlebih dahulu pengurus pondok
pesantren melaksanakan evaluasi program.
Berdasarkan evaluasi itu didapatkan informasi yang relevan,
komprehensif dan menyeluruh sebagai bahan untuk mengambil
keputusan yang lebih baik kedepannya. Evaluasi di pondok pesantren
Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum
dilakukan dua pendekatan yaitu: evaluasi secara internal dan evaluasi
secara eksternal.566
a. Evaluasi internal adalah evaluasi yang dilakukan terhadap
program dengan tujuan untuk memperbaiki program, baik program
yang sedang berjalan maupun program yang telah dilaksanakan.
Evaluasi jenis ini dikerjakan oleh evaluator dari internal atau dari
dalam institusi. Pendekatan evaluasi secara internal di pondok
pesantren ini dilakukan terhadap ustaz dan santri yang mengikuti
program. Evaluasi terhadap ustaz dilakukan dengan cara
diadakannya rapat untuk mengetahui keaktifan para ustaz dalam
mengajar, apa saja kendala yang ditemukan, kemudian
dimusyawarahkan untuk dipecahkan dan mencarikan solusi
secara bersama dari permasalahan tersebut. Serta merencanakan
strategi dan rencana apa yang akan dilakukan untuk
meningkatkan penerapan tahfiz Al-Qur‟an selanjutnya. Sedangkan
evaluasi terhadap santri dilaksanakan dengan tujuan untuk
565
Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2019), 2.
566 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
319
melihat sejauh mana santri telah mampu menghafal, memahami,
menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat yang dihafal
serta sejauh mana santri mampu mendakwahkan nilai-nilai Al-
Qur‟an yang telah dipelajari kepada masyarakat. Evaluasi internal
ini dilaksanakan setiap minggu dengan mengumpulkan hafalan Al-
Qur‟an siswa yang disetor 3 ayat dalam sehari.
b. Evaluasi eksternal dilakukan untuk menentukan sejauh mana nilai-
nilai kebermaknaan, atau kemanfaatan program tahfiz terhadap
masyarakat terutama masyarakat sekitar. Evaluasi ekternal
dilakukan oleh evaluator yang berasal dari luar. Di mana saat
dilaksanakan wisuda para santri diuji oleh evaluator dari luar
pondok pesantren. Seperti para tamu undangan yang ada pada
acara tersebut.
Berdasarkan evaluasi secara universal terhadap pelaksanaan
program tahfiz, maka outputnya di golongkan bermutu, sebab
kemampuan menghafal Al-Qur‟an dapat dilihat dari beberapa aspek
diantaranya:
a. Kelancaran membaca, kesesuaian bacaan makharijul huruf sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid, diantaranya yaitu:
1) Kesesuaian bacaan dengan makharijul huruf (tempat
keluarnya huruf).
2) Kesesuain bacaan huruf dengan shifatul huruf (sifatsifat
huruf).
3) Kesesuain bacaan dengan Ahkamu tajwid (hukum-hukum
tajwid) seperti ahkamu nun mati (ikhfa‟, izhar, idgham, iqlab)
dan lain.
4) Kesesuaian bacaan dengan ahkamu mad wal qashar (hukum
bacaan panjang dan pendek.
b. Faṣ ḥah di antaranya
1) Al-Wakfu wal-ibtid ’ (ketepatan berhenti dan memulai bacaan
ayat Al-Qur‟an. ḥ
320
2) Mur ’atul huruf wal harakat (menjaga keberadaan huruf dan
harakat).
3) Mur ’atul kalimah wal ayat (menjaga keberadaan kata dan
ayat.
b. Kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an dapat dikatagorikan baik
apabila orang yang menghafal Al-Qur‟an dapat menghafal dengan
benar, sedikit kesalahanya, walaupun ada yang salah ketika
diingatkan langsung bisa menyebut kembali.
Beberapa alumni ketiga pondok pesantren lokasi penelitian,
memenuhi standar seperti yang dikemukakan oleh M. Sukardjo dan
Ukim Kamaruddin mengatakan bahwa pendidikan bermutu dapat
dilihat dari sisi prestasi siswa, proses pembelajaran, kemampuan
lulusan dalam mengembangkan potensinya di masyarakat serta dalam
hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.567
Oleh karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk,
maupun sisi internal dan kesesuaian. Mutu dilihat dari proses adalah
efektivitas dan efisiensi seluruh faktor berperan dalam proses
pendidikan. Faktor-faktor tersebut, misalnya, kualitas pendidik,
sarana-prasarana, suasana belajar, kurikulum yang dilaksanakan, dan
manajemen pengelolaannya.
Faktor-faktor tersebut yang akan membedakan mutu pendidikan
pesantren, dan mutu proses pendidikan dengan sendirinya akan
berpengaruh terhadap lulusannya. Lulusan dari pesantren yang
mempunyai faktor-faktor yang mendukung proses pembelajaran
bermutu tinggi akan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang tinggi pula. Atau dengan kata lain, pendidikan yang
bermutu pada dasarnya akan menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu pula.568
567
M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, landasan pendidikan, konsep dan aplikaksinya (Jakarta: Rajaswali pers, 2015), 67.
568 Siswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya
Keislaman, (2015), 261, http://ejournal.iainmadura.ac.id.
321
Mengutip dari Masditou dalam pencapaian pendidikan yang
berkualitas, pendidikan mempunyai standar acuan agar tercapainya
pendidikan yang diharapkan. Acuan ini dijadikan standar pada sebuah
lembaga pendidikan agar tujuan pendidikan yang berkualitas dapat
tercapai. Di antara standar yang menjadi acuan ialah: standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.569
Menurut Connie Chairunissa dalam mewujudkan mutu pendidikan
terdapat komponen-komponen yang harus ada untuk mewujudkan
mutu di antaranya; kepemimpinan yang berorientasi pada mutu,
pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam menguprade sumber daya
manusia yang dilakukan secara terus menerus, struktur organisasi
yang mendukung untuk melakukan perubahan-perubahan,
komunikasi, ganjaran dan pengakuan, dan juga pengukuran atau
evaluasi, pengukuruan atau evaluasi menjadi sangat penting dalam
proses manajemen mutu.570
Merujuk pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa .yang
dilakukan oleh organisasi, lembaga atau perusahaan di seluruh unit,
bagian, divisi, departemen dalam organsasi tersebut yang dilakukan
secara menyeluruh dan terus menerus, sedangkan quality adalah
hasil kerja yang mengambarkan peningkatan hasil kerja organisasi
dalam mencapai tujuan.
Menurut Umaedi dalam Choerul Fuad Yusuf 571mutu sebagai sifat-
sifat yang dimiliki suatu benda atau jasa yang secara keseluruhan
memberi rasa puas kepada penerima atau penggunanya karena telah
569
Masditou, “Manajemen Pembiyaan Pendidikan Menuju Pendidikan Yang Bermutu”, Jurnal ANSIRU PAI (2017), 120, https://jurnal. umj.ac.id/index. php/Tahdzibi/ article/view/7863.
570 Chairunnissa, C. Manajemen Pendidikan Dalam Multi Perspektif (1 ed.), (Depok:
PT. Rajagrafindo Persada, 2016), 289-290. 571
Choirul Fuad Yusuf, Budaya Sekolah Dan Mutu Pendidikan (Jakarta: Pena Citra Satria, 2018), 75.
322
sesuai atau melebihi apa yang dibutuhkan dan harapkan pada
pelanggannya. Mutu menurut ISO 9000:2000 adalah derajat atau
tingkatan karakteristik yang melekat pada produk yang mencakupi
persyaratan atau keinginan. Menurut Garvin dan Davis dalam Yakub
dan Vico Hisbanarto572, mutu adalah kondisi dinamis terkait dengan
produk, tenaga, tugas dan lingkungan yang dapat memenuhi atau
melebihi keinginan dan harapan. Mutu adalah ukuran terhadap
sesuatu yang diharapkan tercapai dari suatu produk atau layanan bagi
para pelanggan yang ada573 Secara umum, mutu mengandung makna
derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik
berupa barang atau jasa.574
Mutu yang dikemukakan oleh Nanang Fattah575 bahwa mutu
adalah kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa
(service) yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan, kepuasan
(satisfaction) pelanggan (customer) yang dalam pendidikan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal customer dan eksternal.
Internal customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai pembelajar
(learners) dan eksternal customer yaitu masyarakat dan dunia industri.
Mutu dalam dunia pendidikan dapat diartikan sesuatu yang harus
diperjuangkan, diraih dan dipertahankan oleh suatu lembaga
pendidikan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat
menyekolahkan putra-putrinya di lembaga pendidikan tersebut.
Berdasarkan definisi mutu di atas, dapat dikatakan bahwa produk
lembaga pendidikan adalah layanan atau jasa pendidikan yang
diberikan kepada santri. Sementara itu, mutu pendidikan di lembaga
572
Yakub dan Vico Hisbanarto, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 76.
573 Fetty Ernawati, Konstruksi Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Raudhatul Athfal di
Kartasura. IAIN Surakarta. (Online). LP2M IAIN Surakarta: Buana Gender. Vol 1. No 2 (http://ejournal.iainsurakarta.ac.id, diakses 19 April 2020). 23.
574 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.2014), 20. 575
Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), 123.
323
ditentukan pelanggan pendidikan, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal. Pelanggan internal pendidikan adalah ustaz,
tenaga administrasi. Sedangkan pelanggan eksternal pendidikan
adalah santri, orang tua siswa, masyarakat.
Dengan demikian, mutu pendidikan di lembaga ditentukan oleh
input, proses, dan output pendidikan. Oleh sebab itu, mutu pendidikan
atau lembaga merupakan kemampuan mengelola input, proses, dan
mendayagunakan secara optimal untuk meningkatkan kemampuan
belajar dan hasil belajar lulusannya.576
Sedangkan menurut Aan Hasanah,577dalam pandangan
masyarakat umum, mutu lembaga atau keunggulan lembaga dapat
dilihat dari ukuran fisik lembaga pendidikan, seperti gedung dan
jumlah kegiatan yang ada. Jadi, mutu lembaga bukanlah suatu konsep
yang berdiri sendiri melainkan terkait dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat. Di mana kebutuhan masyarakat dan perubahan yang
terjadi bergerak dinamis seiring dengan perkembangan zaman,
sehingga lembaga pendidikan juga harus mampu menyeimbangkan
perubahan yang terjadi secara cepat dan bisa menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Konsep mutu dalam Nur Zazin578 adalah sebagai berikut:
1) Mutu Sebagai Sebuah konsep yang absolut. Sebagai suatu
konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik,
dan benar. Mutu merupakan idealisme yang tidak dapat
dikompromikan. Sebagai suatu makna yang absolut, sesuatu yang
bermutu merupakan bagian standar yang sangat tinggi yang tidak
576
Nurul Hidayah, “Pembelajaran Tematik Integratif Di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2015), https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID885G0&p=Nurul+Hidayah%2C+%E2%80%9CPembelajaran+Tematik+Integratif+Di+Sekolah+Dasar%E2%80%9D%2C+Jurnal+Pendidikan+Dan+Pembelajaran+Dasar%2C+Volume+2%2C+Nomor1%2C+Juni+2015.
577 Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 91.
578 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014), 45.
324
dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu
yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal.
Produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga
para pemiliknya. Dalam konteks mutu pendidikan, konsep mutu
adalah elite karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan
pengalaman dengan mutu tinggi kepada peserta didik.
2) Mutu sebagai sebuah konsep yang relatif. Definisi relatif
memandang bukan sebagai atribut produk atau layanan. Mutu
dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi
spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang
menentukan apakah produk terakhir sudah sesuai dengan
standart atau belum. Produk atau layanan dalam konsep ini tidak
harus mahal dan eksklusif. Dari berbagai uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa mutu dalam konsep absolut adalah
sesuatu standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli.
Sedangkan mutu dalam konsep relatif memiliki dua aspek, yaitu
menyesuaikan diri dengan spesifikasi dan memenuhi kebutuhan
pelanggan.
Indikator Mutu tersebut akan diuraikan di bawah ini:
a) Konteks, pertimbangan terhadap konteks peningkatan mutu
lembaga meliputi aspek-aspek: permintaan pendidikan,
dukungan masyarakat terhadap pendidikan, kebijakan
pemerintah, aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, status
sosial ekonomi masyarakat, keadaan geografi dan lain
sebagainya.
b) Input, dalam konteks ini, aspek-aspek yang dipertimbangkan
dalam penyusunan indikator adalah yang berkenaan dengan
visi, misi, tujuan, sasaran, sumber daya, siswa, kurikulum dan
lain sebagainya.
c) Proses, aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam komponen
ini adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
325
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
pembelajaran, proses penilaian dan lain sebebagainya.
d) Output (hasil), hasil nyata dari pelaksanaan program
peningkatan mutu lembaga adalah berupa prestasi akademik
dan prestasi non akademik.
e) Outcome, aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan
indikator ini adalah manfaat jangka panjang dari kegiatan
peningkatan mutu lembaga, antara lain pendidikan lanjut,
pengembangan karier, kesempatan untuk berkembang dan
lain sebagainya .
f) Evaluasi, ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana
tujuan pendidikan dapat dicapai.579 Kegiatan evaluasi pada
dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan monitoring.
Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dimaksudkan untuk
mengetahui apakah program peningkatan mutu terlaksana
atau tidak, apa saja kendala yang dihadapi, dan bagaimana
cara mengatasi kendala tersebut.580 Pelaksaan monitoring dan
evaluasi adalah untuk mengetahui perkembangan
pelaksanaan program peningkatan mutu. Adapun komponen-
komponen monitoring dan evaluasi yang sekaligus
menggambarkan indikator-indikator program peningkatan
mutu meliputi komponen konteks, input, proses, output dan
outcome.
Mutu hafalan Al-Qur‟an dikatakan baik apabila bacaannya
sesuai dengan tajwid, fasih, dan lancar bacanya. Untuk mencapai
hasil yang seperti itu, tentunya tidak bisa lepas dari cara untuk
memelihara hafalan Al-Qur‟an.
579
Subar Junanto dan Latifah Permatasari Fajrin, “Evaluasi Program Standar Kompetensi Lulusan Alquran (SKL Alquran) Di Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta Tahun 2017”, (Online), IAIN Surakarta: At-Tarbawi. Vol 3. No 1. (2018), 213, http://ejournal.iainsurakarta.ac.id.
580 Minnah El Widdah, dkk., Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu
Madrasah (Bandung: Alfabeta. 2012), 156.
326
Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan
mutu hafalan Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
1) Takhmis Al-Qur‟an yaitu mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap
lima hari sekali.
2) Tasbi‘ Al-Qur‟an adalah mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap
seminggu sekali.
3) Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
4) Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu
juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil
melakukan murajaah secara umum.
5) Mengkhatamkan murajaah hafalan Al-Qur‟an setiap sebulan
sekali.
6) Takrir dalam shalat.
7) Konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih
dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang
ditentukan.581
Berdasarkan uraian di atas dapat di pahami bahwa strategi
yang diterapkan pimpinan pondok pesantren di tiga lokasi
penelitian dapat dikatakan bermutu, karena telah memenuhi
standar mutu tahfiz seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Mutu Hafalan
Kepemimpinan kiai dalam pesantren dimaknai sebagai seni
memanfaatkan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren
untuk mencapai tujuan pesantren. Manifestasi yang paling menonjol
dalam “seni” memanfaatkan daya tersebut adalah cara menggerakkan
dan mengarahkan unsur pelaku pesantren untuk berbuat sesuai
kehendak pemimpin pesantren dalam rangka mencapai tujuan
pesantren.582 Pemimpin yang dimaksud bukanlah setiap warga
581
Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur’an Dalam Sebulan (Solo: Qiblat press, 2008), 141-142.
582 Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok PesantrenTebuireng) (Malang:
Kalimasad Press, 2013), 3.
327
pesantren, melainkan kiai pengasuh yang menjadi tokoh kunci atau
pemimpin pesantren.
Di Pondok Pesantren Al-Mubarak, KH. Ahmad Mubarak M. Daud,
di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, Kiai Toni Fadliansyah,
S,Pd.I, dan di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, Kiai Ihsan Daim,
S.Ud, merupakan figur yang sangat penting keberadaannya dan
kedudukannya dalam pondok pesantrennya masing-masing.
pertumbuhan pondok pesantrennya tergantung dengan pola
kepemimpinannya.583
Ketiga pimpinan pondok tersebut, telah melaksanakan tugas
kepemimpinannya dengan baik, mereka menjadi teladan pada para
santrinya, dalam melaksanakan tugasnya tercermin sikap ikhlas tanpa
pamrih, ketiganya sangat berwibawa di mata para pengasuh dan
santrinya, serta ketiga-tiganya memiliki kemampuan dalam menghafal
Al-Qur‟an yang cukup baik. Searah dengan tugas dan fungsi
pemimpin itu sendiri.584 Dalam hal ini Wuradji mengatakan ada
sejumlah peran yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, di
antaranya adalah:
a. Pemimpin berperan sebagai koordinator terhadap kegiatan
kelompok (coordinator)
b. Pemimpin berperan sebagai perencana kegiatan (planner)
c. Pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan (policy maker)
baik karena atas pertimbangannya sendiri, ataupun setelah
mempertimbangkan pendapat kelompoknya.
d. Pemimpin berperan sebagai tenaga ahli (expert) yang secara
aktual berperan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi
kelompoknya.
e. Pemimpin berperan sebagai pemberi imbalan dan sanksi (as
purpeyor of rewards and punishment)
583
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 584
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
328
f. Pemimpin berperan sebagai atribasi dan mediator (arbitrator and
mediator), khususnya dalam menyelesaikan konflik internal
ataupun perbedaan pendapat di antara para anggotanya.
g. Pemimpin berperan sebagai teladan (example) yang dijadikan
model perilaku yang dapat diteladani pengikutnya)
h. Pemimpin berperan sebagai simbol dan identitas kelompoknya (as
a symbol of the group)
i. Pemimpin berperan sebagai pembenar (scapegoat) yang akan
mengkritisi terhadap sesuatu yang dianggap tidak benar.585
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemimpin
pondok pesantren masing-masing memiliki tipologi tersendiri berbeda
satu dengan yang lainnya, sebab para ahli merincikan tipologi
kepemimpinan kiai di pondok pesantren dengan beberapa tipologi.
Menurut Abdurrahman Mas‟ud memasukkan kiai dalam lima
tipologi, yaitu:
a. Kiai (ulama) yang mengonsentrasikan diri dalam dunia ilmu;
belajar, mengajar, menulis, menghasilkan banyak kitab.
b. Kiai yang ahli dalam spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam,
pesantren mereka biasanya dinamai sesuai denga spesialisasi
mereka, misalnya pesantren Al-Qu‟an.
c. Kiai karismatik yang memperoleh karismanya dari ilmu
pengetahuan keagamaannya, khususnya dari sufisme.
d. Kiai da‟i keliling. Yang perhatian dan keterlibatannya lebih besar
melalui ceramah atau da‟i pada public dengan interaksi yang baik
melalui bahasa retorika yang efektif.
e. Kiai pergerakan. Karena skill dan kepemimpinannya yang luar
biasa, baik dalam masyarakat maupun dalam organisasi sehingga
menjadi pemimpin yang menonjol.586
585
Wuradji, The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional) (Yogyakarta: Gama Media, 2019), 11-12.
586Abdurrahman Mas‟uid, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi
(Yogyakarta: LkiS, 2004), 236-37.
329
Pendapat lain merincikan;
1) Gaya kepemimpinan religio-paternalistic di mana adanya
suatu gaya interaksi antara Kiai dengan para santri atau
bawahan didasarkan atas nilai-nilai keagamaan yang
disandarkan kepada gaya kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW.
2) Gaya kepemimpinan paternalistic-otoriter; di mana pemimpin
pasif, sebagai seorang bapak yang memberi kesempatan
anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu
memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya
anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau
dihentikan.
3) Gaya kepemimpinan legal-formal, mekanisme kerja
kepemimpinan ini adalah menggunakan fungsi kelembagaan,
dalam hal ini masing-masing unsur berperan sesuai dengan
bidangnya, dan secara keseluruhan bekerja mendukung
keutuhan lembaga.
4) Gaya kepemimpinan bercorak alami, gaya kepemimpinan ini
adalah pihak kiai tidak membuka ruang bagi pemikiran-
pemikiran yang menyangkut penentuan kebijakan pesantren,
mengingat hal itu menjadi wewenangnya secara mutlak. Jika
ada usulan-usulan pengembangan yang berasal dari luar
yang berbeda sama sekali dari kebijakan kiai justru direspons
secara negatif.587
Menurut Imam Suprayogo peran kiai a. Sebagai pendidik b.
Sebagai pemuka agama c. Pelayanan sosial Sebagai pengasuh
dan pembimbing e. Sebagai guru ngaji.588 Hamdan Rasyid, a.
Melaksanakan tablig b. Melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar
c. Memberikan contoh dan teladan yang baik d. Memberikan
587
Mardiyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Malang: Aditya Media Publising, 2015), 65-66.
588 Imam Suprayogo, Kiai dan Politik (Jakarta: Rajawali pers, 2017), 4-5.
330
pelajaran tentang Islam e. Memberikan solusi bagi persoalan-
persoalan umat f. Membentuk orientasi santri yang bermoral dan
berbudi pekerti luhur g. Menjadi rahmat bagi seluruh alam.589
Zamaksyari Dhofier: a. Sebagai guru ngaji b. Sebagai tabib c.
Sebagai rois atau imam d. Sebagai pengasuh dan pembimbing e.
Sebagai motivator f. Sebagai orang tua kedua.590
Eksisitensi kiai sebagai pemimpin pesantren, kiai berperan
sebagai guru pendidik yang tidak hanya mengajar tapi juga
membimbing dan mengarahkan santri-santrinya agar dapat
berkembang dengan baik. Kepribadian kiai sangat berpengaruh
terhadap besarnya faktor kharisma dalam menentukan kemajuan
atau kemunduran pondok pesantren, sehingga akan berpengaruh
besar dalam peningkatan mutu hafal santri.
Temuan di lapangan peran kiai terhadap santrinya dalam
meningkatkan mutu hafalan terlaksana dengan baik, sebab ketiga
pimpinan pondok tersebut masing-masing bergelar al-Hafiz atau
hafal Al-Qur‟an 30 juz.591 Peran kiai dalam peningkatan mutu
hafalan dapat dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitas di
antaranya:
a. Peran kiai dalam meningkatan mutu hafalan berdasarkan
kuantitas dapat dilihat melalui tekanan atau target hafalan
yang harus didapatkan berdasarkan peraturan yang
dilaksanakan.
b. Peran kiai dalam meningkatkan hafalan berdasarkan kualitas
dapat dilatih melalui bacaan ayat Al-Qur‟an yang
diperdengarkan oleh guru atau kiai, tajwid maupun makh rijul
huruf yang jelas, serta kiai sebagai korektor yang dapat
membedakan nilai mana yang baik dan mana yang buruk.
589
Hamdan Rasyid, Bimbingan Utama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta, 2017), 18.
590 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 2015), 63.
591 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.
331
Semua nilai yang baik harus dipertahankan dan semua nilai
yang buruk harus ditinggalkan dari diri seorang pemimpin dan
juga anak didiknya. Bila seorang kiai mengabaikan hal
tersebut berarti sang kiai telah mengabaikan peranannya
sebagai korektor.592
Peningkatan mutu dapat diwujudkan melalui manajemen mutu
terpadu. Dalam penjaminan mutu tersebut dilakukan secara
menyeluruh, sehingga tidak ada unsur yang terabaikan mutunya
selama terkait dengan proses tahfiz di pesantren.
Peran kiai dalam meningkatkan mutu hafalan santri ada tiga
macam:
1. Kiai meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat.
Waktu khusus saat yang baik untuk menghafal, di antaranya:
waktu yang biasanya adalah siang dan malam karenan tercakup
dalam lima waktu salat. Waktu mesti diatur sesuai dengan
kesibukan. Kemudian adanya target yang sesuai dengan
kemampuan, yakni berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menghafal sampai khatam. Dengan adanya target tersebut,
seorang penghafal Al-Qur‟an dapat memperkirakan seberapa
banyak hafalan yang harus disetorkan setiap harinya agar khatam
sesuai target.593
2. Kiai meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan ayat
yang disetorkan berdasarkan penguasaan tajwid, makh rijul
huruf, serta kelancaran dalam menghafal.
Sebelum memulai hafalan, seorang penghafal Al-Qur‟an
hendaknya meluruskan bacaannya terlebih dahulu dan
melancarkan bacaannya. Dalam hal ini hendaknya seorang
penghafal terlebih dahulu melakukan hal sebagai berikut:
meluruskan bacaannya sesuai dengan kaidah tajwid,
592
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, 64. 593
Makhyardin, Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: PT. Mizan publika, 2016), 64.
332
memperlancar bacaannya, serta melatih lisan dan bibir untuk
senantiasa membaca ayat-ayat Al-Qur‟an agar bacaannya
terbiasa dengan fasih berdasarkan makh rijul huruf dan tajwid.
Hal yang perlu diperhatikan ketika seorang penghafal Al-Qur‟an
saat memulai menghafalan dapat dilihat dari kelancaran serta
ketepatan dalam melafalkan. Sebagaimana fungsinya dalam
menunjang tercapainya tujuan menghafal Al-Qur‟an Peningkatan
amaliyah penunjang mudahnya menghafal. Menurut Sugianto
sebelum memulai untuk menghafal Al-Qur‟an seorang penghafal
hendaknya memenuhi syarat yang berhubungan dengan naluri
insaniyahnya.594 Kehormatan penghafal Al-Qur‟an bukan terletak
pada hafalannya, melainkan kualitas hidup dan peradabannya.
3. Peningkatan penguasaan kedisiplinan santri dalam
menghafal.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, yang pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu:
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari diri
sendiri yang dapat mendorong kegiatan jasmani maupun kegiatan
rohani. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar individu yang
sering berhadapan dengan lingkungan sekitar. Orang mengahafal
Al-Qur‟an harus memiliki kesiapan mental, agar hafalan lancar dan
berjalan dengan baik.
Secara universal, peran seorang pemimpin atau kiai di tiga
lokasi penelitian, tidak hanya memberikan pengajaran ilmu agama
dan ilmu pengetahuan tetapi juga berperan sebagai guru pendidik
yang membimbing dan mengarahkan santrinya agar dapat
berkembang dengan baik, serta tanggung jawab yang diajarkan
untuk santrinya.595
594
Sugianto, Ilham Agus, Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an (Bandung: Mujahid Pres, 1994), 58.
595 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021
333
Dengan demikian peran kiai dalam meningkatkan mutu hafal
santri yang memegang kekuasaan hirarki. Tidak berarti seorang
kiai berbuat otoriter tetapi sikap tersebut didasari dengan
kewibawaan. Peranan kiai dapat terwujud apabila mampu
berinteraksi dengan lingkungan bermasyarakat. sebagai motivator
kiai hendak mendorong satrinya agar semangat dan istiqamah
dalam menghafal Al-Qur‟an. Serta membimbing dan mengajarkan
suatu tindakan yang harus dilakukan untuk santrinya agar tercapai
tujuan beroganisasi dengan baik. Tugas kiai dalam membimbing
dan mengarahkan sangat diperlukan, sebab dengan adanya kiai
santri menjadi manusia yang berguna dimasyarakat nantinya, tak
hanya itu pula seorang kiai juga berperan dalam hal supervisor
yang di mana kiai mampu membantu, menilai, dan memperbaiki
secara kritis terhadap peningkatan mutu hafalan santri.
Peran kepemimpinan kiai dalam meningkatakan mutu hafalan
santri di Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan
Bustanul „Ulum596 sebagai berikut:
a. Keteladanan, kiai sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar
yang dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. Kiai juga
dipandang sebagai tokoh yang luar biasa di dalam
perkembangan pada aspek kelembagaan. Keteladanan
pengasuh ada kaitannya salah satu empat kompetensi, yaitu
kompetensi kepribadian, sehingga keteladanan dapat dilihat
dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan
dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah
unsur yang menentukan interaksi pengasuh dengan santri
sebagai teladan, pengasuh harus memiliki kepribadian yang
596
Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021
334
dijadikan idola dalam kehidupan santri sebagai figur
paripurna.597
Kiai di tiga lokasi penelitian sebagai pengasuh pondok
pesantren berperan penting memberikan suri tauladan bagi
kehidupan santri dalam meningkatkan mutu hafalan santri. di sini
kiai memberikan pembelajaran melalui pengajian kitab maupun
setoran hafalan serta Mur ja‘ah dalam meningkatkan hafalan
santri. Dari observasi di lapangan, keteladanan kiai dapat dilihat
dari peranan kiai sehari-hari atau keteladanan yang ada pada diri
pengasuh adalah sebagai berikut: Keteladanan kiai dilakukan dari
kehidupan kiai setiap harinya, keteladanan tersebut dilakukan di
lingkungan pondok pesantren yaitu menjaga hafalan Al-Qur‟an
dengan takrir dalam salat, sim ‘an hari ahad bersama warga
sekitar, sima’an alumni dari kader tua sampai kader muda.
meberikan petunjuk bagaimana cara belajar maupun menghafal
sebagaimana untuk menjaga hafalnnya.
Kiai atau pengasuh selalu memberikan keteladanan dalam
peningkatan mutu hafalan santri. Tak lupa pula kiai senantiasa
memberikan teladan untuk santrinya agar para santri bisa
mencontoh teladan yang telah diajarkan oleh kiai.
b. Pengawasan, peran kiai sangat aktif baik dengan cara
pengawasan secara langsung maupun tidak langsung. Usaha
yang dilakukan kiai dalam pengawasan untuk memantau
kegiatan-kegiatan yang telah terlaksana. Pengawasan
tersebut telah dilakukan secara langsung oleh pengasuh.
Seorang kiai melakukan pengawasan secara langsung
bertujuan agar dapat mengetahui kinerja pengurus dalam
berorganisasi. sebagai pengasuh para santrinya dalam
peningkatan mutu hafalan Al-Qur‟an.
597
Facruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru (Jakarta: GP, 2011), 31.
335
Kegiatan tersebut dirancang dengan baik dan rapi, yang
bertujuan untuk melatih kedisiplinan serta tanggung jawab santri
dalam meningkatkan hafalan Al-Qur‟an. Dengan begitu,
pengawasan tersebut terstruktur dengan baik sehingga kekeliruan
serta kesalahan dapat dibetulkan secara langsung oleh pengasuh
apabila terdapat kesenjangan yang tidak diinginkan.
c. Sebagai pembimbing,sebagai pengasuh juga guru tahfiz yang
bertugas sebagai pembimbing santri. pengasuh sebagai
pembimbing santrinya yaitu memberikan arahan untuk
membimbing santrinya agar hafalan tetap terjaga serta
tercapainya target yang bagus. Oleh karena itu pengasuh
selalu memberikan arahan baik terkait dengan hafalan
maupun kepengurusan yang kurang baik.
d. Motivasi ilustrasi yang biasa dilakukan kiai adalah sebagai
berikut: Pengasuh memberikan nasehat atau memotivasi
santri dengan cara seluruh santri dikumpulkan menjadi satu
kemudian kiai memberikan nasehat berdasarkaan kebutuhan
santri yang dilihat melalui kebutuhan santri.
Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi terkait
dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat, kaitannya
dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya agar mutu yang
diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai motivator dapat
memberikan dorongan berupa semangat serta menumbuhkan
rasa sadar diri terhadap kesalahan yang telah diperbuatnya. tak
hanya itu pula, motivasi diberikan dengan cara memperhatikan
kebutuhan santrinya.
D. Novelty
Novelty atau kebaharuan dalam penelitian ini adalah adanya nilai
dan karakter dari pondok pesantren yang mendukung kesinambungan
dan keberhasilan pengelolaan program tahfiz di pondok pesantren.
Nilai dan karakter tersebut telah menjadi kultur pendidikan di
336
pesantren secara turun-temurun, meskipun tidak disebutkan oleh
teori-teori manajemen modern.
Nilai-nilai karakter tersebut antara lain; keteladan, keiklasan,
kewibawaan, dan keterampilan.
1. Keteladan
Pembentukan akhlak atau karakter dari seorang kiai kepada
santrinya menjadi aspek utama keberhasilan santri dalam segala
hal, khususnya dalam kebiasaan mur ja‘ah. Keteladanan dalam
hal kefasihan, tajwid, dan irama dari seorang kiai menjadi
faktor utama dalam keberhasilan santri dalam proses
menghafal Al-Qur‟an.
2. Keikhlasan
Keikhlasan seorang kiai dalam membimbing, mengarahkan
santri menghafal, mengulang hafalan, serta membuat fasih
bacaannya, merupakan bentuk penanaman nilai-nilai yang
sangat penting bagi keberhasilan para santri dalam mengikuti
program tahfiz. Dengan contoh keikhlasan yang ditunjukkan oleh
seorang kiai, maka santri merasa termotivasi dan tidak merasa
jenuh untuk menghabiskan waktunya dalam mengulang hafalan.
3. Kewibawaan
Seorang kiai yang karismatik atau memiliki kewibawaan
menjadikan para santri segan, patuh, nyaman, dan secara sadar
tunduk untuk mengikuti segala arahan serta perintah seorang kiai.
Kewibawaan seorang kiai tanpa disadari telah menjadi aspek
penting dalam proses pengelolaan program tahfiz.
4. Keterampilan
Kemampuan seorang kiai untuk membaca Al-Qur‟an dengan
baik, cepat, fasih, serta dengan suara yang merdu, dikagumi oleh
para santri sehingga menjadi inspirasi dan memotivasi mereka.
Keterampilan kiai dalam membaca Al-Qur‟an telah berkonstribusi
besar dalam keberhasilan penyelenggaraan program tahfiz.
337
BAB V
PENUTUP
Bagian ini merupakan rumusan kesimpulan, implikasi dan
rekomendasi berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya.
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren di Provinsi
Jambi dimulai dari perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan. Program tahsin dan tahfiz merupakan program
yang menjadi pilihan utama dalam perencanaan, masing-masing
pondok telah mempersiapkan jadwal pelaksanaan tahfiz, buku
kontrol tahfiz, sumber daya manusia disesuaikan kebutuhan
kegiatan tahfiz, pengorganisasian santri berdasarkan jenis
kelamin, santri dikelompokkan rata berdasarkan jumlah santri dari
setiap pembimbing, dalam pelaksanaannya diawasi langsung oleh
masing-masing pimpinan pondok dan atau yang telah mendapat
legitimasi dari pengurus yayasan, model actuating dilakukan
secara berjenjang, mengutamakan prinsip amanah. Sistem
pengawasan bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan
dari atasan kepada bawahan dengan sistem pendelegasian
terhadap pengelola program, pimpinan pondok (top management),
lebih bersifat pasif dan menunggu laporan dari pengelola yang
telah dipercayai.
2. Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok pesantren
untuk peningkatan mutu tahfiz Al-Qur’an di Provinsi Jambi di
diawali dengan penyusunan tata tartib untuk dipatuhi bersama,
baik pengelola maupun para santri. Masing-masing pondok
memiliki strategi yang berbeda dalam meningkatkan mutu hafalan,
Pondok Pesantren Al-Mubarak menerapkan strategi memberikan
penilaian, pujian baik lisan maupun tulisan, hadiah, dalam program
tahsin dan tahfiz, menganggap bahwa menghafal Al-Qur’an
338
mudah, mengadakan wisuda tahfiz Al-Qur’an, mengadakan lomba
antar santri. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro
Jambi, memulai dengan tiga pilihan, mulai dari juz 1, ada juz 30
dari surat An-n s, dan ada yang mulai dari juz 30 surat An-naba’,
dengan mentahsinkan bacaan, dengan prioritas mengikuti kaidah
ilmu tajwid, setelah dianggap sempurna, baru dibolehkan untuk
menghafal dengan cara menyetorkan hafalan secara bergiliran
sesuai arahan ustaznya. Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum, yaitu
motivasi santri baik ketika berlangsung kegiatan tahfiz, maupun
dalam momentum lainnya, motivasi baik lisan maupun secara
tertulis yang dituangkan dalam buku setoran tahfiz, memberikan
kesempatan kepada santri untuk mengikuti ajang MTQ,
menerapkan manajemen waktu yang baik, dan selalu mengadakan
evaluasi terhadap hasil pelaksanaan kegiatan tahfiz.
3. Peran kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Al-Mubarak, di
wujudkan dalam bentuk 1) membangun kerja sama yang baik
dengan kiai atau lembaga lain baik secara personal maupun
secara kelembagaan, dengan pertukaran tenaga pendidik untuk
sama-sama bertukar pengalaman, 2) kaderisasi kiai, sistem
pengkaderan lewat para santri senior yang sudah teruji
kemampuannya, 3) membangun hubungan yang baik dengan
masyarakat, 4) mengadakan pengajian rutin dengan menjadikan
para tokoh di Jambi atau luar kota Jambi sebagai tamu undangan
supaya para masayarakat bisa dan mau datang ke pondok
pesantren dengan tujuan mendapat dukungan dari masyarakat. Di
Pondok Pesantren Jauharul Falah diwujudkan dalam bentuk 1).
Keteladanan, 2). Kewibawaan, 3). Pengawasan, 4). Pembimbing
dan berbentuk motivasi, sementrata di Pondok Pesantren Bustanul
‘Ulum, peran kepemimpinan kiai diwujudkan dalam bentuk 1)
meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat. 2) kiai
meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan ayat yang
339
disetorkan berdasarkan kaidah ilmu tajwid, serta kelancaran
dalam menghafal. Sebelum memulai hafalan, seorang penghafal
Al-Qur’an harus membetulkan dan melancarkan bacaannya,
mendorong santri untuk meningkatkan amaliah penunjang
mudahnya menghafal, 3) meningkatkan kedisiplinan santri dalam
menghafal, 4) mendorong santri untuk mengikuti sistem
pengulangan dan mengevaluasi hafalan santri secara rutin.
B. Implikasi
Dengan mengacu pada hasil penelitian dan kesimpulan
sebagaimana di kemukakan di atas, terdapat beberapa implikasi yang
perlu dicermati dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen untuk
peningkatan mutu tahfiz. Hal ini dikarenakan tantangan yang
diakibatkan oleh perubahan yang cepat di era global, di mana
kemampuan daya saing pondok pesantren yang mengadakan
kegiatan tahfiz dengan berbagai inovasi-inovasi dari segi manajemen
tidak bisa dielakkan, untuk ikut dalam persaingan dalam hal positif
tersebut, pada akhirnya akan ditentukan oleh kemampuan SDM
pondok untuk mampu bersaing. Para pimpinan pondok (kiai) dan
ustaz sebagai perancang masa depan hafiz Al-Qur’an sudah barang
tentu dituntut untuk mendidik santri menjadi hafiz yang berkualitas,
dan hal ini dapat dilakukan secara efektif dan efesien, apabila pondok
pesantren melaksanakan kegiatan tahfiz dengan manajemen modern
yang menyenangkan bagi semua warga pesantren:
1. Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan program tahfiz
di pondok pesantren, keberadaanya harus dijadikan pilihan utama
dalam konteks kurikulum pondok Hal ini dimaksudkan agar
peningkatan dan pengembangan kualitas kegiatan tahfiz dijadikan
konsent bagi santri, sementara kegiatan lainnya dijadikan
penunjang seperti yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Al-
Mubarak Kota Jambi.
2. Peningkatan kualitas tahfiz apabila dijadikan pilihan utama harus
340
dikelola dengan manajemen yang lebih modern mulai dari
perencanaan kegiatan hingga output yang dihasilkan. Untuk itu
diperlukan upaya untuk mengintegrasikan berbagai
perkembangan baru dan kebijakan baru dalam bidang kegiatan
tahfiz dengan tataran institusi organisasi dan manajemen,
sehingga pengembangannya akan menjadi komitmen bersama
seluruh warga pesantren. Hal itu berarti bahwa pengembangan
manajemen pesantren perlu didorong untuk dapat menciptakan
kondisi yang kondusif bagi perkembangann sikap kreatif ustaz
yang pada gilirannya kreatif ini akan berdampak pada
kompetensi santri. Kebijakan baru pemerintah untuk mendorong
peningkatan kualitas pendidikan dapat terintegrasi dalam
manajeman pesantren. Dengan terintegrasinya hal tersebut, maka
lembaga pondok pesantren akan terdorong untuk melakukan
pembelajaran dari mulai tataran individu sampai pada tataran
organisasi.
3. Dalam upaya mengintegrasikan berbagai perkembangan baru
dalam bidang tahfiz, baik yang datang dari luar pondok dengan
pengadopsi pondok tahfiz modern maupun dari kreatiivitas dan
inovasi dari intern pondok, dintegrasikan ke dalam manajemen
pondok, maka manajemen berbasis pondok perlu terus diperkuat
dan untuk itu faktor kepemimpinan pondok perlu menjadi
perhatian utama, dari mulai rekrutmen santri sampai pada
pengembangan mutu kepemimpinan pondok pesantren perlu
didorong dan dikembangkan, mengingat kemampuan manajerial
pimpinan pondok akan sangat berpengaruh pada penciptaan dan
perubahan kualitas santri ke arah yang lebih adaptif, antisipatif,
serta kebijakan yang lebih dapat mendorong guru berkinerja
prima/superior, proaktif serta lebih terbuka pada perubahan yang
pada akhirnya berdampak pada kinerja/perilaku guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Untuk itu diperlukan
341
suatu praktek manajemen kompetensi paedagogik guru/SDM
pendidik yang tepat yang dapat memotivasi para ustaz agar
mempunyai sikap kreatif dan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik.
C. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi
sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka berikut ini akan
dikemukakan beberapa rekomendasi:
1. (a) Pimpinan pondok perlu mengembangkan kegiatan yang dapat
mendorong pada peningkatan kompetensi/kemampuan guru baik
yang langsung terkait dengan proses pembelajaran, maupun
kompetensi lain yang dapat menunjang pada peningkatan kualitas
pembelajaran sebagai bagian dari pengembangan profesional
ustaz; (b) pimpinan pondok perlu mendorong tercapainya
lingkungan pondok yang terbuka terhadap berbagai perubahan
yang terjadi di masyarakat. Hal ini akan mendorong pada
pemerolehan wawasan/ide/hal baru yang berkembang, yang
nantinya diharapkan terjadi transfer of learning melalui
pelaksanaan pembinaan kegiatan tahfiz, hal tersebut akan
berpengaruh pada seluruh ustaz yang menjadi anggota organisasi
pesantren. Dan dalam kontek ini peran pimpinan pondok akan
menentukan pada terjadinya pembelajaran organisasi yang bila
hal tersebut berlangsung secara berkesinambungan akan
menjadikan pondok sebagai organisasi pembelajar (learning
schoolI). (c) memperjelas kreteria rekrutmen santri calon
penghafal al-Qur’an, menyusun program dan tahapan yang
seharusnya dilalui oleh santri layaknya pendidikan formal.
2. Untuk Kementerian Agama, dalam hal ini bidang pondok
342
pesantren (a) Perlu upaya/kebijakan yang dapat memperkuat
manajemen pondok agar posisi pimpinan pondok menjadi suatu
profesi tersendiri, bukan hanya sekedar pengabdian dan tugas
suci sebagai pewaris bagi para nabi. (b) Negara harus
memposisikan pimpinan pondok sebagai profesi mulia dalam
membangun bangsa di bidang agama, dan layak diberikan
apresiasi atau insentif walaupun pimpinan pondok itu sendiri tidak
mengharapkannya (c) memperlejas posisi pondok pesantren yang
mengadakan kegiatan tahfiz. Program tahfiz idealnya dijadikan
jurusan yang diakui keberadaanya oleh negara secara formal
sebagai penguatan alumninya setelah menyelesaikan pendidikan
tahfiznya dan khatam Al- Qur’a, 30 juz dan menyandang gelar al
hafiz (d) harus mengeluarkan setifikat atau ijazah tahfiz yang
dapat diakui keberadaannya dan setara dengan setifikat atau
ijazah pendidikan formal pada umumnya, dan tidak dikotomikan
oleh negara (e) Seiring dengan kebijakan sertifikasi pendidik/guru
yang mendasarkan pada kualifikasi pendidikan sarjana serta
penilaian akan kompetensi guru, yang kemudian diiringi dengan
tambahan kompensasi dengan diberikannya tunjangan profesi,
maka Kementerian Agama (bidang pondok pesanteen) perlu
menularkan kebijakan tersebut kedalam pondok pesantren
(kriteria berbeda), hal ini dimaksudkan agar
tambahan/peningkatan financial reward melalui tunjangan profesi
dapat terkait dengan meningkatnya kompetensi paedagogik guru
tahfiz ke arah yang lebih baik.
3. Untuk penelitian lebih lanjut; perlu peningkatan lebih jauh dan
mendalam tentang faktor-faktor yang dapat menunjang mutu
tahfiz. Kualitas pendidikan dengan pendekatan yang berbeda,
misalnya pendekatan kuantitatif, agar dapat diketahui secara lebih
344
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab
Suci Al-Qur‟an Departemen Agama, 2017. _______, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 5, Jakarta: Departemen Agama RI,
2007. Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung: Pustaka Setia,
2012. Abdul Hadis dan Nurhayati B., Manajemen Mutu Pendidikan Bandung:
Alfabeta, 2010.
Abdul Hamid, Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an pada pondok
pesantren di Provinsi Lampung, Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.
Abdul Jalil, Metode Menghafal Al-Qur‟an, dalam Meraih Prestasi di
Perguruan Tinggi, Jogjakarta: Idea Press, 2009. _______,“Studi Historis Komparatif tentang metode tahfidz Al-Qur‟an”,
Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadits Vol. 18, No. 1 (Januari 2017), 30,http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/ alquran/article/view /1495/ 1236.
_______, “Studi Historis Komparatif tentang metode tahfiz al-Qur‟an PP. al-unawwir,” Vol. 18, No. 1, Januari 2017, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an dan Hadits.
Abdulrab Nawabuddin, Kaifa Tahfazul Qur‟an, terj. Bambang Saiful
Ma‟arif,”Teknik Menghafal Al-Qur‟an”, Bandung: Sinar Baru Algesindo,1996.
Abdulrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik Menghafal Al-
Qur‟an (Kaifa Tahfizh al-Qur‟an), Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2015.
Abdurrahman Mas‟ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan
Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2004. Abin Syamsuddin dkk, Perencanaan Pendidikan, Bandung : Rosda Karya,
2017.
345
Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al-Mughirah Ibn al-Barzabah Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 7 Mesir: Dar al Jayl, tt.
Abu Bakar, Bahrun, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul
Jilid 5, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2013. Abu Fida‟, Imaduddin Ismail bin Umar Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Juz 4
Mesir: Dar al-Kalimah, 1998. Agung Setiawan, “Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruan Malang”, Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, No 4; (Juli 2013), 15, https://www.academia.edu/28874845/.
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta,
Pustaka Pelajar, 2011. Agustina, Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta: Depulish, 2018. Ahmad Sulhan, Manajemen Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Mutu
Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram, Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/10032/.
Ahsin W. Al-Hafiidz, Bimbingan Praktis membaca Al-Qur‟an, Jakarta: Bumi
Aksara, 2015. Ahyar, Manajemen Inovasi Pembelajaran Pada kelas Unggulan (Studi
Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram), Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/3587/.
Akram „Abd Khalifah al-Dalimi, Jam„ Al-Qur‟an: Diraasah Tahliliyyah li
Marwiyyatih, cet. I, Bairut: Dar al-Kutub al-„ilmiyyah, 2006. Ali Muhammad Jubran Saleh, Educational Administration An Islamic
Perspective, AS. Noordeen, tt. Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu
Katsir Juz 9, Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002. Al-Qurtubi, S. I., Tafsir Al-Qurtubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Amin Headari, Transformasi Pesantren, Jakarta: Media Nusantara, 2013. Amin, M. H., Pendidikan Karakter Anak Bangsa edisi 2, Yogyakarta:
Calpulis, 2015.
346
Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur‟an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat press, 2008.
Ammar Machmud, Kisah Penghafal Al-Qur‟an, Jakarta :Elex Media
komputindo, 2015. Anwar Prabu Mangkunegara, Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Cetakan XII, Bandung :Remaja Rosdakarya 2015. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi
Aksara, 1995. Attulaimat, Abdul Mu‟ti Muhammad Riyad, Halaqah Al-Quraniah Jeddah:
Dar Nur Al Maktabah, 2000. Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur‟an, Yogyakarta:
Yogyakarta Press, 1999. Aziz, J. A., “Pengaruh Menghafal Al-Quran Terhadap Pembentukan
Karakter Peserta Didik Di Roudhotul Atfal (RA) Jamiatul Qurra Cimahi”, Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 1–15, 2017, https://core.ac.uk/download/pdf/230724774.pdf, Susianti, C., “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1) ( Januari, 2017), 1–19, https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/detail?id=4579#!.
A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010. A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab–Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progresif,1997. Badwilan Ahmad Salim, Panduan Cepat Menghafal Al Qur‟an,
Yogyakarta: Diva Press, 2009. Beni Ahmad Saebani. Filsafat Manajemen, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Braddy, L. Curriculum Development, Third Edition, Sydny: Prantice Hall,
2014. B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.
347
B Syamsi, “Akulturasi Pesantren Jawa di Jambi,” Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.28, No. I (2013), https://kajianpemikiranislam.com.
Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur‟an, Yogyakarta: IKAPI, 2015. Chairani, Lisya dan M.A Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur‟an
(Peranan Regulasi Diri), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Chairunnissa, C., Manajemen Pendidikan Dalam Multi Perspektif, (1 ed.).
Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2016. Choirul Fuad Yusuf, Budaya Sekolah Dan Mutu Pendidikan, Jakarta: Pena
Citra Satria.2018. Creswell, John W., Research design: Qualitative and Quantitative
approach, India: Sage Publication, tt. C. Turney, dkk., The School Manager, Sydney: National Library of
Australia, tt. David, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing,
Jakarta: Salemba Empat, 2016.
Dudi Badruzaman, “Metode Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda II Kabupaten Ciamis,” Jurnal Humaniora, 2019, https://id.Qur%E2%80%99an+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Huda+II+Kabupaten+Ciamis%2C+Jurnal+Humaniora&fr2=sb-top&fr=mcafee type=E210ID885G0.
Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah: Konsep Dasar, Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011. Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2016. Donald Ary, dkk., Intruction to Research in Educatioan, Canada, Nelson
Education, 2010. Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education, IRCiSoD, 2012. _______, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSod,
2010.
348
Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, Bandung: Alfabeta, 2011. Eko Putro Widoyoko, S., Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009. Erni Zuliana, Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif
Sustainability Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di Provinsi Lampung), Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.
Eva Fatmawati, “Manajemen Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an,” Tahun
2019. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/isema.
Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan Yogyakarta: PT Pustaka
Insan Madani, 2012. Facruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru,
Jakarta: GP, 2011. Fahd al-Rumi, Dirasat fi „Ulum Al-Qur‟an al-Karim, cet XIII, Riyadh: t.p,
2004. Fajarini Andiya dkk., “Model Menghafal Al-Qur‟an Implikasinya pada
Layanan Penguasaan Konten dalam Bimbingan dan Konseling”, JUBK (Online), Vol. VI, No. 1, (Juni, 2012), 187. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/issue/view/1142.
Fauzan Yayan, Quantum Tahfidz, Jakarta: Erlangga, Jakarta, 2015.
Fetty Ernawati, Konstruksi Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Raudhatul
Athfal di Kartasura. IAIN Surakarta. (Online). LP2M IAIN Surakarta: Buana Gender. Vol 1. No 2 http://ejournal.iainsurakarta.ac.id, diakses (19 April 2020), 23.
G.W. Terry, Principles of Management, (Homewood Illionis: Richard.
Irwin), tt. George R. Terry, Guide To Management, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar Dasar Manajemen, Jakarta:
Bumi Aksara, 2018. Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007.
349
_______, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013.
Hamdan Rasyid, Bimbingan Utama; Kepada Umara dan Umat, Jakarta:
Pustaka Beta, 2017. Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 6: diperkaya dengan Pendekatan Sejarah,
Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, Jakarta: Gema Insani , 2015.
Hamruni, Strategi Pembelajaran, Yogyakarta :Insan Madani, 2012. Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Hamzah Kamaluddin, Syamsul Hidayat dan Muhammad Ali, “Manajemen
Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an Di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar,” Jurnal Studi Islam, Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85 https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika.
Hamzah Hasan Khaeriyah, “Fungsi Manajemen dalam Al-Al-Qur‟an”
(Jurnal Al Fikr Volume 16 Nomor 1 tahun 2012), (Ujung Pandang: Fakultas Syariah UIN Alauddin, 2012), 130, http://journal.uin-alauddin.ac.id/.
Hanizar dkk, “Pengelolaan Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat,”
Jurnal Hasil Riset (Online), Vol. III, No II. 3 (Maret, 2014), 87. https://www.e-jurnal.com/2015/01/pengelolaan-program-pusat-kegiatan.html.
Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan
Madrasah Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001.
Hasan Bisri dan Irfan B., Management Tahfizul Qur‟an Islamic Boarding
School Lkid Model Ta‟dibi ISSN 2442-4994 Volume 5 Nomor 1 (April 2016), 60, file:///C:/Users/Asus/Downloads/unidajump2019,+654-2217-1-PB%20(2), pdf.
Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2009. Hendra Safri, “Manajemen dan Organisasi dalam Pandangan Islam”,
Kelola: Journal of Islamic Education Management, Vol.II, No.2 Oktober 2017, 163-164.
Hughes, A. G., & Hughes, E. H. Psikologi pembelajaran: Teori dan
terapan. Bandung: Nuansa Cendekia, 2018.
350
Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
http:// ochaamenfreak. blogspot.com/2013/10/ actuating- dalam-
manajemen.html, diakses tanggal 13 September 2020, jam 7.08. H. Malayu SP Hasibuan, Dasar Pengertian dan Masalah, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2011. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2001. Ibrahim al-Ibyari, Tariikh Al-Qur‟an, Tkp: Dar al-Qalam, 1965. Imam Alimaun, Pengaruh kedisiplinan terhadap hasil belajar siswa kelas V
sekolah dasar se-daerah binaan R.A Kartini Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Semarang: UNNES, 2015.
Imam Sibawaihi, “Pola Kepemimpinan Kiai Dalam Pendidikan Pesantren
(Penelitian di Pondok Pesantren As-syi‟ar Leles),”Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907-932X.
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, Jakarta: Rajawali pers, 2017. Imam Sofwan dan Azis Kuntara, “Pengelolaan Program Pembelajaran
Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Di Salatiga Jawa Tengah” (Online), Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 Nomor 1.56, (Maret, 2014), 52, https://www.researchgate.net/publication/29679524.
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok PesantrenTebuireng)
Malang: Kalimasad Press, 2013. Irham Fahmi. Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi, Bandung: Alfabeta,
2011. Ismail SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis
Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Ismail Solihun, Pengantar Manajemen Jakarta: Airlangga, 2008. Iswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan
Budaya Keislaman, 23(2), 258-274, 2015.
351
I Ketut Putra, J., “Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah,”
diakses dari http://www.kompasiana.com, pada tanggal 17
September 2020 pukul 19.45 WIB.
Jack R. Fraenkel And Norman Wallen. Ha to Design and Evaluate Research in Education, New York: McGraw Hill Higher Educatuon, 2008.
Jacobsen, D. A., Eggen, P., & Kauchak, D. Methods for teaching: Metode-
metode pengajaran meningkatkan belajar siswa tk-sma. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019.
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan
dan Tata Langkah Penerapan, terj., Yosal Iriantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
John K. Roth, “Inspiring Tesching”, Journal USA: Anker Publishing
Company, tt. John M, Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, Ed. Ketiga;
Jakarta:Kompas Gramedia, 2014. John R. Schermerhorn, Introduction to Management International Student
Version, John Wiley & Sons, Inc,tt. John W Creswell, Educational Research, New Jersey: Person
Educational, 2008.
Jusoh A, dkk., Service Qaulity In Higher Education: Managemen Student
Perspective (2004), 41 (online) http;/eprints.utm.mys2, di akses tanggal 2 September 2021. Jam 8.50.
Kemendikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal, Diakses pada 12 September 2020, pada pukul 21.23 WIB.
Ketut Putra J., Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management) diSekolah, diakses dari http://www.kompasiana.com,. Khairul Umam. Manajemen Organisasi.Bandung : Pustaka Setia, 2012. Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective, Selangor:
Prentice Hall, 2010. Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2015.
352
Kurniawan, W. A. Budaya tertib siswa di sekolah (Penguatan pendidikan karakter siswa), Sukabumi: Jejak, 2018.
Kussrinaryanto, Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa
Arab Santri Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Daarul Qur‟an semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014, Disertasi Tahun 2014, http://eprints.ums.ac.id/29071/1/00._HALAMAN_DEPAN.pdf.
Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour, England,
Finacial Times Pitman Publishing, 2010. Lexy J. Moeleong, Methodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Dosdakarya, 2010. Lincoln, Y S., & Guba E. G, Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage
Publication, tt. Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung,
2005.
Makhyardin, Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: PT. Mizan
publika, 2016. Malayu Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, 5th ed., Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2015. Manullang, Dasar Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia, Indonesia, 2016. Mardiyah, Kepemimpinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi,
Malang: Aditya Media Publising, 2015. Mariyani, & Gafur, A. “Strategi Pembentukan Sikap Disiplin Warga Negara
Muda Melalui Persekolahan,” Jurnal Publikasi Pendidikan (Mei 2018), 46-54, https://ojs.unm.ac.id/pubpend/article/view/4484.
Martiyono, Perencanaan Pembelajaran, Yogyakarta: Awsaja Pressindo,
2012. Marzuki, Metodologi Riset Yogyakarta, BP-UII, 2002. Masditou, “Manajemen Pembiyaan Pendidikan Menuju Pendidikan Yang
Bermutu”, Jurnal ANSIRU PAI (2017), 120, https://jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi/article/view/7863.
353
Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis (a Source book of New Methods), Beverly Hills: Sage Publications, 1984.
Minnah El Widdah, dkk., Kepemimpinan Berbasis Nilai dan
Pengembangan Mutu Madrasah, Bandung: Alfabeta, 2012. Miswanto, Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pesantren Mini di Madrasah
Aliyah Patra Mandiri Plaju Palembang, Jurnal Of Islamic Education Management (Vol. 2, No. 2, 2016), 91, https://repository.unsri.ac.id/view/subjects/L7-991.html.
Moore KD., Classroom Teaching Skill, New York: McGraw Hill, 2014. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Menefektifkan pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014. Muhammad bin Ishaq, Shirrah Nabawiyyah Bairut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 2004. Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen
Penigkatan Mutu Pendidikan Islam, Jakarta: Teras, 2012. Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokrasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2012. Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Diskriftif Kualitatif, Jakarta: GP Press,
2013.
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1997.
_______, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur‟an)
Volume 9, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, landasan pendidikan, konsep dan aplikaksinya, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam
Perspektif Global , Yogyakarta: Laksbang, 2006. M. Ziyad Abbas, Metode Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: Firdaus,
1993. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
354
_______. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013.
Nasaruddin Umar, Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Qur‟an,
Jakarta: Al-Ghazali Centre, 2008. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014. Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia, Bandung: Fokusmedia,
2013. Nur Zazin. Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2014. Nurul Hidayah, “Pembelajaran Tematik Integratif Di Sekolah Dasar”, Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2015), https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID885G0&p=Nurul+Hidayah%2C+%E2%80%9CPembelajaran+Tematik+Integratif+Di+Sekolah+Dasar%E2%80%9D%2C+Jurnal+Pendidikan+Dan+Pembelajaran+Dasar%2C+Volume+2%2C+Nomor1%2C+Juni+2015.
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012. Paul Hesreydan Kenneth H Blanchard, Manajemen Prilaku Organisasi
terjem., Jakarta: Erlangga, tt. Prim Masrokan Mutohar, “Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan”, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. III, Nomor 2, (Desember 2008), 162, http://ojs3.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/view/726.
Purnayasa, N. “Bimbingan Individu Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan Mengikuti Tata Tertib Sekolah”, Journal of Education Action Research, (Mei, 2018), 97-105, https://123dok.com/document/zx3poewz-pentingnya-tata-tertib-dalam-membentuk-disiplin-belajar-siswa.html.
Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 1, 4 dan 14) Jakarta: Lentera
Hati, 2007. Rabia Julaizah, Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP
Tahfizul Qur‟an An-Najah Cindai Alus Martapura, Disertasi Tahun 2015, https://idr.uin-antasari.ac.id/1590/.
355
Rachmat, Manajemen Strategik, Bandung: Pustaka Setia, 2014. Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal Al-Qur‟an: Kaifa Tahzafu
Qur‟an Al-Qarim Al-Qawa‟id Az-Zahabiyyah Lihifzi Qur‟an, ter. Sarwedi M. Amin Hasibuan, et. Al. Solo: Aqwam, 2018 .
Randal S. S., Personal and Human Recaurses Management, St.Paul,
Wesh Publishing Company, tt. Richard L. Daft, Era Baru Manajemen, Jakarta: Salemba Empat, 2010. _______, Management, Ninth Edition, Mason: South-Western Cengage
Learning, 2010. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2014. Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For
Education: an Inroduction To Theory and Methods, Boston, London Sydney Toronto: Allyn and Bacon, INS,tt.
Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”,
Journal of Al-Qur‟an And Hadith Studies (April 2015), 1–18, http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/ view/2280.
Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”,
Journal of Qur‟an And Hadith Studies, 4(1), 2015, 1–18. Rudy Hariyono, Menapak Jalan Sukses, Surabaya: Putra Pelajar, 2011. R.Wayne Pace dan Don F. Fauler, Komunikasi Organisasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006. Saeful, U. N, “Pengaruh Bimbingan Praktik Tilawah Terhadap Motivasi
Menghafal Al-Quran”, Irsyad: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, Dan Psikoterapi Islam, 7(2), 211–32, 2019.
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Saihu, S., “Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa
Turunnya Adam As Ke-Dunia”, Mumtaz: Jurnal Studi Al-Al-Qur‟an dan
356
Keislaman, 3(2), (Oktober 2019), 268-279, https://www.researchgate.net/publication/336724958.
Salfiah Ramandita, “Peran Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga
(PKK) Dalam Mendukung Program-Program Pemerintah Kota Bontang” (Online), E-Journal Ilmu Pemerintahan, Vol 1 No 3, 987 (Agustus, 2013), 231, https://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/?cat=19.
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam
di Nusantara, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Saptadi, H., “Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
dan Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling‟”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2) (Desember 2012), 117-121, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/index.
Saptadi, H., Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
dan Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2).2012 117-121.
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996. Saul Purwoyo, “8 Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu,” diakses dari
saulpurwoyo. tripod.com/id1.html, pada tanggal 12 September 2020 pukul 19.30 WIB.
Sa‟dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: Gema Islami,
2008. Setyanta, S., “Pengaruh penerapan peraturan kelas secara tertulis
terhadap kedisiplinan siswa kelas II sd muhammadiyah tegalrejo yogyakarta”, Jurnal PGSD, 2(6), 1-8, 2013.
Silfia Ulfah, Evaluasi Program Tahfidz Qur‟an di SMP ITA Al-Makmur,
Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2010.
Siswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan
Budaya Keislaman, (2015), 261, http://ejournal.iainmadura.ac.id. _____,“Hubungan Kemampuan Menghafal Al Qur‟an Dan Motivasi Belajar
Dengan Hasil Belajar PAI Siswa Madrasah Aliyah Al Fathimiyah Banjarwati Paciran Lamongan,” Darajat: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2018) (1), 78 – 94, https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/didaktika/article/view/749.
357
_____, Pengantar Manajemen Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Tangerang: PT.
Daqu Bisnis Nusantara, 2017. Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan secara
Mandiri Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2011. Stephen P Robbins dan Mary Coulter, Manajemen Jakarta: PT
Prenhalindo, 1999, Ed ke-6. Steven J. Taylor dan Robert Bogdan. Introduction to Qualitative Research
Methods. (New York-Shichester-Brisbane-Toronto-Singapura, A Wiley- Intersciense Publication Jhon Wiley & Sons, tt.
Subandi,(Ed) Psikoterafi, (Jogjakarta: Unit Publikasi Ilmiah UGM, 2010,
pdf),32 https://subandi.staff.ugm.ac.id/files/ 2016/ 05/psikoterapi.pdf.
Subar Junanto dan Latifah Permatasari Fajrin, “Evaluasi Program Standar
Kompetensi Lulusan Alquran (SKL Alquran) Di Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta Tahun 2017”, (Online), IAIN Surakarta: At-Tarbawi. Vol 3. No 1. (2018), 213, http://ejournal.iainsurakarta.ac.id.
Sugianto, Ilham Agus. Kiat Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Bandung:
Mujahid Pres, 1994. Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R& D.,
Bandung: Alfabeta, 2014. Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2009. _______, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. _______, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010. _______, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi
Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2019. Suharsismi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi
Program Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2019. Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2014.
358
Sumarsih Anwar, “Implementasion Of Tahfizul Qur‟an Education At Elementary School Aged Children At Pesantren Nurul Iman Tasikmalaya” Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, P(Iebruari 2017), 268, https://www.coursehero.com/file/ p3i0gsh.
Suryadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan Jakarta: Rajawali Press, 1993. Susianti, C. Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini. Tuns Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1),2017, 1–19.
Suwatno dan Donni Juni Priansa. Manajemen SDM dalam Organisasi
Publik dan Biisnis, Bandung: Alfabeta, 2013. Syaikh Al-Baladzuri, Futuhul Buldan Penaklukan Negeri-Negeri dari Fathu
Makkah sampai Negeri Sind, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015.
Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan
Bandung: Alfabeta, 2012. Toni Pransiska, Kamus Indonesia-Arab Al-Mujaz, Yogyakarta: Diva Press,
2014. Tontowi Jauhari, Mulyadi, “Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-
Qur‟an,” jurnal ilmu dakswah, Tahun 2019, https//jurnal+ilmu+dakwah+tahun+2019&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.
Tri Asih Yulianingrum, Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah
Aliyah tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga, Disertasi Tahun 2021, http://repository.iainpurwokerto.ac.id/10372/1/Tesis%20Tri%20Asih%20Yulianingrum%20181765011.pdf.
Ulfah, S., & Lisnawati, S., Evaluasi Program Tahfiz Al-Quran di SMP ITA
ElMa‟mur Bogor (Annual Conference on Madrasah Studies, 2018)1(1), 68–78, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/article/view/15.
Vaithzal Rivai dan Sylviana Murni, Educational Managemet, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009.
359
Vincent Gaspersz, Total Quality Management, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2005. Warsah, I., & Uyun, M., “Kepribadian Pendidik: Telaah Psikologi Islami”,
Psikis: Jurnal Psikologi Islami (Maret, 2019), 62–73, https://www.academia.edu/42906035/.
Wheelen, Manajement Strategis, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2013. Wiyani, N. A., Manajemen kelas: Teori dan aplikasi untuk menciptakan
kelas yang kondusif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014. Wong, H. K., & Wong, R. T., Menjadi guru efektif: The first days of school,
Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009. Wuradji, The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional).
Yogyakarta: Gama Media, 2019. Yakub dan Vico Hisbanarto, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. Yusuf Qardhawi, Al-Waqtu fî Hayat al-Muslim, diterjemahkan oleh Abu
Ulya dengan judul Time is Up, Manajemen Waktu Islami, Yogyakarta: Qudsi Media, 2017.
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode cepat Menghafal Al-Qur‟an,
Yogyakarta: al Barokah, 2014. Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren Raudhatul Amin Kandangan, Disertasi Tahun 2017, http://idr.uin-antasari.ac.id/9837/3/AWAL.pdf.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3S, 2015.
360
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)
Judul Disertasi Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur’an Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren Di Provinsi Jambi
NO ASPEK DATA YANG DIPERLUKAN ITEM PERTANYAAN/PENGAMATAN METODE DAN SUMBER
1 Gambaran umum lokasi peneliitian
Profil Pondok Pesantren 1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren
2. Bagaimana profil, struktur organisasi, sumber daya fisik, sumber daya manusia dan lain-lain
Wawancara : - Pimpinan pondok Dokumen : - Profil Pesantren
2 Managemen kegiatan tahfiz
Prosedur dan aspek aspek yang tertuang dalam perencanaan (Planning)
1. Bagaimana prosedur perencanaan kegiatan tahfiz
2. Siapa saja yang terlibat dalam tim renstra tahfiz, apa pertimbangannya ?
3. Apa dasar filosofis perencanaan kegiatan tahfiz
4. Analisa apa yang digunakan dalam perencanaan dan perumusan kegiatan tahfiz
5. Apa perioritas dalam perencanaan kegiatan tahfiz
6. Bagaiamana keterlibatan pimpinan pondok, , majelis guru, dalam perumusan kegiatan tahfiz
7. Bagaimana sosialisasi renstra kegiatan tahfiz pada orang tua siswa (wali siswa) masyarakat umum
Wawancara :
- Pimpinan pondok Mentor/Pembina tahfiz Mentor/Pembina tahfiz
Dokumen : - Kelender Kegiatan tahfiz - SOP Perencanaan - Schidule Target yang ingin
di capai
Pengorganisasian Kegiatan kegiatan tahfiz (organizing)
1. Program-program apa saja yang dibentuk dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz
2. Bagaimana kordinasi antara Pimpinan pondok, guru, pendamping (mentor) dan siswa kegiatan tahfiz
3. Bagaimana peran kepala sekolah kepala sekolah, guru pendamping (mentor)
Wawancara :
- Pimpinan pondok Mentor/Pembina tahfiz
Dokumen - Jadwal Kegiatan tahfiz SOP
Pelaksanaan tahfiz
361
terhadap kegiatan tahfiz 4. Apa pertimbangan dalam menentukan
metode kegiatan tahfiz 5. Apa kualifikasi dan menentukan guru
pendamping (mentor) kegiatan tahfiz 6. Prinsip apa yang digunakan dalam
menyusun TUPOKSI guru pendamping (mentor)
7. Bagaimana prosedur penyusunan schidule kegiatan tahfiz
8. Pihak-pihak mana saja yang dilibatkan dalam perumusan schidule kegiatan tahfiz Apakah schidulesejalan dengan praktek dilapangan
- Schidule pelaksanaan kegiatan tahfiz
Impelementasi kegiatan tahfiz (actuating)
1. Apa saja bentuk-bentuk kegiatan tahfiz 2. Kedudukan guru pendamping (mentor)
dalam kegiatan tahfiz 3. Posisi santri santriwati dalam kegiatan tahfiz 4. Panduan yang digunakan dalam
pelaksanaan dalam kegiatan tahfiz 5. Korelasi antara panduan dan implementasi
kegiatan tahfiz
Observasi :
- Pelaksanaan tahfiz Strategi guru (mentor)
- Posisi siswa (objek/subjek) Dokumen :
- Panduan tahfiz
Pengawasan (controlling) dalam kegiatan tahfiz
1. Pihak-pihak yang melakukan tahfiz 2. Model-model pelaksanaan tahfiz 3. Prosedur yang digunakan dalam tahfiz 4. Follow uf dari hasil tahfiz 5. Model-model evaluasi dalam tahfiz
Wawancara :
- Pimpinan pondok - Mentor kegiatan tahfiz
Dokumentasi : - Buku catatan tahfiz Observasi :
- Proses pelaksanaan pengawasan
- Sistem pelaksanaan evaluasi kegiatan
362
3 Program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan
Kegiatan-kegiatan tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan
1. Macam-macam kegiatan dalam meningktkan mutu tahfiz
2. Model-model pembinaan tahfiz 3. mutu yang terbina dari kegiatan tahfiz 4. Dampak dari kegiatan tahfiz terhadap mutu
hafalan 5. Sikap santri dalam mengikuti kegiatan tahfiz
dan setelah mengikuti kegiatan tahfiz 6. motivasi pembimbing/mentor dalam
pembentukan mutu hafalan 7. strategi yang digunakan pembimbing/mentor
dalam kegiatan pembimbing/mentor dalam meningkatkan mutu hafalan
Wawancara :
- Pembimbing/mentor tahfiz
Observasi :
- Sikap santri dalam muraja’ah dengan Pembimbing mentor tahfiz
- Sikap Pembimbing/mentor tahfiz dalam muraja’ah
- Model-model motivasi yang diberikan Pembimbing/mentor tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan
- Strategi Pembimbing/mentor tahfiz dalam menngkatkan mutu hafalan
363
4 Hambatan/tantangan
Program tahfiz
dalam meningkatkan
mutu hafalan
Hambatan dan tantangan yang dialami oleh pimpinan pondok, pembina (mentor) dan santri dalam peningkatan mutu hafalan
1. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh pihak pondok ?
2. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh pembina (mentor) ?
3. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh santri ?
4. Solusi yang ditawarkan oleh pondok dalam mengatasi hambatan dan tantangan dalam dalam peningkatan mutu hafalan
5. Strategi yang dijalankan oleh pembina (mentor) dalam mengatasi tantangan/hambatan yang dialami oleh santri
6. Hasil yang dicapai dalam mengatasi hambatan dan tantangan yang dialami oleh pondok, pembina (mentor) dan santri satriwati
Wawancara : - Pimpinan pondok - Majelis ustazhah - Mentor kegiatan Program
tahfiz 7. santri satriwati
Dokumentasi : - dokumen pemetaan
hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan kegiatan tahfiz
dokumen solusi dalam mengatasi hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan tahfiz Observasi : - aktivitas santri dalam
keseharian di lingkungan pondok
364
5. Peran kiyai dalam
peningkatan mutu
hafalan
Peran kepemimpinan kiyai 1. sikap kiyai terhadap Mentor kegiatan Program tahfiz
2. sikap kiyai terhadap satri santriwati yang ikut kegiatan Program tahfiz
3. reward dan funnisment terhadap Mentor kegiatan Program tahfiz
4. reward dan funnisment terhadap satri santriwati yang ikut kegiatan Program tahfiz
Wawancara : - Pimpinan pondok - Majelis ustazhah - Mentor kegiatan Program
tahfiz
Dokumentasi : - dokumen pemetaan
hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan Mentor kegiatan Program tahfiz
- dokumen reward dan funnisment dalam pembinaan tahfiz
Observasi : - aktivitas kiyai dalam
keseharian di lingkungan pondok
- keaktifan kiyai dalam kegiatan tahfiz
Jambi, Maret 2022 Peneliti,
H. MOEH DJUDDAH,
DAFTAR INFORMAN
No Nama Informan Jabatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
KH. Ahmad Mubarak Daud Al-Hafiz Ustazh Toni Fadlianyah Al-Hafiz Ihsan Daim Al Hafiz Ustazh Izal Azmi Al-Hafiz Ustazh Syarifuddin Amir Al-Hafiz Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz Ustaz Fathullah Azkiyatul Fuada Al-Hafizah Wahyudi, S.Th.I Tahang Toha Ghozali Abbas Al-Hafiz Malik Azis Al-Hafiz Husni Mubarak Mukhlisin Ahmad Faza Najma Atika Sari Fitri Ahyani Aulia Ningsih Siti Naimah Surtina Winda Elda Safitri Haidar Latifah Angga Saputra Afriansyah Radit, Akbar Muslim, Kamaluddin Mardianto Ahmad Yasin Khairunnisa Sudirman Agus Amanda Vania Wildan Niswa, Rizki Maulana. Rafiqah Rifqi
Pimpinan Pondok Al-Mubarak Pimpinan Pondok Jauharul Falah Pimpinan Pondok Bustanul ‘Ulum
Wakil Pimpinan Pondok Al-Mubarak Pengurus Pondok Al-Mubarak Pengurus Pondok Al-Mubarak
Koordinator Tahfizh Jauharul Falah Guru PP. Jauharul Falah Guru PP. Jauharul Falah
Ketua Yayasan Bustanul ‘Ulum Guru PP Bustanul ‘Ulum Guru PP Bustanul ‘Ulum
Guru Jauharul Falah Guru Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah
Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak
Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum