disertasi pascasarjana universitas islam negeri

392
i PENGELOLAAN PROGRAM TAHFIZ AL-QUR’AN DALAM MENINGKATKAN MUTU HAFALAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI PROVINSI JAMBI DISERTASI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Manajemen Pendidikan Islam OLEH: H. MOEH DJUDDAH NIM. 901192008 PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2022

Upload: khangminh22

Post on 06-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENGELOLAAN PROGRAM TAHFIZ AL-QUR’AN DALAM MENINGKATKAN MUTU HAFALAN SANTRI

PONDOK PESANTREN DI PROVINSI JAMBI

DISERTASI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor

Manajemen Pendidikan Islam

OLEH:

H. MOEH DJUDDAH NIM. 901192008

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2022

ii

vii

MOTTO

ل ... ورتل المران ترت

“…dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan (tartil)”.1

“dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.2

1 Q.S., Al-Muzzamil/73: 4.

2 Q.S., Al-Qamar/54: 22.

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah

Disertasi ini saya persembahkan kepada:

Kedua orang tua terhormat Ayahanda tercinta H. M. Amin (Alm)

dan Ibunda Hj. Atika (Almh)

Kedua mertua terhormat Ayahanda H. Tunreng

dan Ibu mertua HJ. Cambolong (Almh)

Istriku tercinta Hj. Siti Khadijah S. Pd.I

Anak-anakku tersayang Ahmad Faza Fadhlah Hafidzi

dan Faizah Fadhliah Al-Hafidzah

ix

ABSTRAK

Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur‟an Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi Jambi. Disertasi Manajemen Pendidikan Islam, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2022.

Fokus penelitian ini mendeskripsikan secara mendasar dan menemukan konsep manajemen pengelolaan program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan, yang ada di tiga pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, sebagai keterwakilan Pondok Pesantren yang ada di Provinsi Jambi”.

Penelitian ini bertujuan: (a) Mendapatkan data pengelolaan program Tahfiz Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur (b) Mengetahui secara mendalam strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan untuk peningkatan mutu Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.(c) mengungkap peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

Pendekatan deskriptif-analitis dalam penelitian ini menempuh tiga fase, yaitu: pemaparan teori, penggambaran fakta-fakta di lapangan, analisis kesesuaian antara teori dan praktek. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi data.

Hasil penelitian menemukan bahwa Pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan belum secara maksimal mengikuti prinsip manajemen modern, hal ini terlihat belum adanya dokumen perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengawasan secara faktual yang mudah untuk diakses. Strategi kiai dalam peningkatan mutu tahfiz dengan motivasi dan keteladanan kiai berperan sebagai panutan dalam kegiatan tahfiz dan tetap melakukan pengawasan, pembinaan dan penilaian secara periodik maupun secara spontanitas dalam kapasitasnya sebagai pimpinan pondok dan sebagai guru dalam pembinaan tahfiz.

Kata Kunci: pengelolaan, kiyai, mutu tahfiz

x

ABSTRACT

Management of the Tahfiz Al-Qur'an Program in Improving the

Quality of Memorizing Students of Islamic Boarding Schools in Jambi Province. Dissertation on Islamic Education Management, Postgraduate Program at the State Islamic University of Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2022”.

The focus of this research is to describe fundamentally and find the management concept of Tahfiz program management in improving the quality of memorization, which exist in three Islamic boarding schools, namely Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School Muaro Jambi and Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School East Tanjung Jabung, as a representative of Islamic Boarding Schools in Jambi Province”.

This study aims to: (a) To obtain data on the management of the Tahfiz Islamic Boarding School Al-Mubarak Islamic Boarding School Jambi City, Jauharul Falah Islamic Boarding School Al-Islamy Muaro Jambi and Pondok Pesantren Bustanul 'Ulum Tanjung Jabung Timur (b) To know the strategy and quality memorization projected to improve the quality of Tahfiz Al-Qur'an at the Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, the Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School in Muaro Jambi and the Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School in Tanjung Jabung Timur.(c) To know the role of the kiai's leadership in improving the quality of memorization at the Al-Mubarak Islamic Boarding School in Jambi City, the Jauharul Falah Al-Islamy Islamic Boarding School in Muaro Jambi and the Bustanul 'Ulum Islamic Boarding School in Tanjung Jabung Timur.

The descriptive-analytical approach in this study took three phases, namely: theory presentation, description of facts in the field, analysis of the suitability between theory and practice. Data collection techniques used observation, interviews, and documentation. Data analysis used the Miles and Huberman model and the data validity technique used data triangulation.

The results of the study found that the management of tahfiz activities, from planning, organizing, implementing to supervising runs naturally, with a little touch of modern management, this is not yet the factual planning, organizing, management and supervision documents that are easy to access, the kiai's strategy in improving the quality of tahfiz with motivation and exemplary the kiai acts as a role model in tahfiz activities and continues to supervise, develop and evaluate as well as periodically or spontaneously in his capacity as the leader of the boarding school as a teacher in the development of tahfiz Keywords: management, clerics, quality of tahfiz

xi

ملخص

إدارة برنامج تحفظ المرآن ف تحسن جودة حفظ طلب المدارس الداخلة اإلسلمة بمحافظة جامب. أطروحة ف إدارة التربة اإلسلمة ، برنامج الدراسات العلا ف جامعة

". 0200سلطان طه سف الدن جامب ، اإلسلمة فالدولة ركز هذا البحث على الوصف األساس والعثور على المفهوم اإلداري إلدارة برنامج تحفظ ف تحسن جودة الحفظ ، والموجودة ف ثلث مدارس داخلة إسلمة ،

ح اإلسلم وه مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ف مدنة جامب ، جوهر الفل اإلسلم. المدرسة الداخلة و ، كممثل للمدارس الداخلة اإلسلمة ف مماطعة

نات عن إدارة مدرسة تحفظ الداخلة اإلسلمة ، مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ، مدنة جامب ، ومدرسة جوهار الفلح اإلسلمة الداخلة اإلسلمة ، ومارو جامب ،

لوم تانجونج جابونج. تمور )ب( معرفة االستراتجة وجودة لعسانترن بستان أوبوندون بالحفظ المتولعة لتحسن جودة تحفظ المرآن ف مدرسة المبارن اإلسلمة الداخلة ف مدنة

بستان جامب ، ومدرسة جوهر الفلح اإلسلمة الداخلة اإلسلمة ، موارو جامب ، اإلسلمة الداخلة ف تانجونج جابونج تمور. لوملعأ

استغرق المنهج الوصف التحلل ف هذه الدراسة ثلث مراحل ، وه: عرض النظرة ، ووصف الحمائك ف المجال ، وتحلل الملءمة بن النظرة والتطبك.تستخدم

ل البانات نموذج تمنات جمع البانات الملحظة ، والممابلت ، والتوثك. استخدم تحل واستخدمت تمنة صحة البانات تثلث البانات.

ووجدت نتائج الدراسة أن إدارة أنشطة التحفظ ، من التخطط والتنظم والتنفذ إلى اإلشراف تعمل بشكل طبع ، مع الملل من اإلدارة الحدثة ، وهذه ه وثائك التخطط

الت سهل الوصول إلها ، استراتجة كاي ف والتنظم واإلدارة واإلشراف الوالعة تحسن جودة التحفظ بحافز ومثالة ، وعمل كاي كنموذج حتذى به ف أنشطة تحفظ وستمر ف اإلشراف والتطور والتمم وكذلن بشكل دوري أو عفوي بصفته لائدا للمدرسة

ر تحفظالداخلة باعتباره لائدا للمدرسة الداخلة. مدرس ف تطو الكلمات المفتاحة: اإلدارة ، رجال الدن ، جودة التحفز

xii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan Disertasi ini. Salawat beriring salam semoga

senantiasa tetap tercurahkan kepada tauladan bagi umat, yakni

baginda Rasulullah Muhammad SAW., karena melalui beliaulah umat

manusia dapat memahami dan mengaktualisasikan ajaran Islam

sehingga mencapai kehidupan yang selamat dan bahagia

sebagaimana yang kita harapkan syafa‟at beliau di akhirat kelak.

Disertasi yang berjudul “Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur‟an

Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi

Jambi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor (S3)

Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) pada Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam

penelitian Disertasi ini, peneliti banyak memperoleh ilmu pengetahuan

dan pengalaman serta halangan dan rintangan. Berkat taufik dan

hidayah-Nya Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar- sebarnya

kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi,Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asyari, MA., Ph.D., yang telah

menyediakan fasilitas selama perkuliahan.

2. Direktur Program Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Syukri,

SS., M.Ag., Wakil Direktur Bapak Dr. Badarussyamsi, S. Ag., MA.,

yang telah memberi bantuan berupa kemudahan selama penulis

menempuh pendidikan di Pascasarjana ini.

3. Promotor, Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Syukri, SS., M.Ag dan Co-

Promotor Dr. Badarussyamsi, S. Ag., MA., yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,

mengoreksi, serta memberi petunjuk dalam penyusunan disertasi

xiii

ini.

4. Bapak Dr. H. Kasful Anwar Us, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Lukman

Hakim, M.Pd.I., Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi

Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Program Doktoral

Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah

membantu dalam penyelesaian disertasi ini.

5. Kepada bapak dan ibu dosen di jajaran civitas Pascasarjana UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah banyak memberikan

ilmu melalui suatu kegiatan pembelajaran dengan dasar pemikiran

analitis dan pengetahuan yang lebih baik sehingga terselesainya

studi ini.

6. Seluruh staf TU serta karyawan/i yang ada dijajaran civitas

Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang telah

berupaya dengan cermat dalam proses administrasi demi

terselesainya penyusunan disertasi ini.

7. Seluruh civitas Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, yang telah

mengizinkan dan bersedia memberikan informasi-informasi terkait

fokus penelitian yang diangkat dalam penyusunan disertasi ini.

8. Teman-teman seperjuangan Program Doktor MPI Tahun 2020

Kelas Tembilahan yang telah banyak memberikan support,

motivasi dan dukungannya dalam penyusunan dan penyelasian

disertasi ini, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan

namanya satu-persatu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

Dengan iringan do‟a dan harapan, semoga Allah SWT. senantiasa

melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada mereka semua, yang

dengan jasa-jasanya bisa menghantarkan penulis untuk

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN LOGO ....................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PROMOTOR ................................................ iii NOTA DINAS ............................................................................................. iv PENGESAHAN ........................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI .......................... vi MOTTO .................................................................................................. vii PERSEMBAHAN ..................................................................................... viii ABSTRAK .................................................................................................. ix ABSTRACT ................................................................................................. x KATA PENGANTAR ................................................................................. xii DAFTAR ISI .............................................................................................. xv DAFTAR TABEL .................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix DAFTAR GRAFIK ..................................................................................... xx PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .......................................... xxi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 15

C. Fokus Penelitian ................................................................... 16

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 17

BAB II: LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori ..................................................................... 19

B. Penelitian yang Relevan ....................................................... 82

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ......................................................... .. 94

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian .................................... ...95

C. Jenis dan Sumber Data ........................................................ ...97

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................... ...99

E. Teknik Analisis Data ............................................................. .104

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .................................. 106

G. Jadwal Penelitian ................................................................. 109

xvi

BAB IV. TEMUAN UMUM, TEMUAN KHUSUS DAN ANALISIS

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................... .111

B. Temuan Penelitian dan Pembahasan Penelitian .................. .145

1. Pengelolaan Program Tahfiz Pada Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur .................................................................. 145

2. Strategi dan Mutu Hafalan yang diproyeksikan

Pondok Pesantren untuk Peningkatan Mutu Tahfiz

Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur .......................................... 195

3. Peran Kepemimpinan Kiyai dalam Peningkatan

Mutu Hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur ........................... 237

C. Analisis Temuan Penelitian ................................................... 264

1. Manajemen Tahfiz .......................................................... 264

2. Analisis Praktis ............................................................... 279

3. Strategi Peningkatan Mutu Hafalan ................................ 289

4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Hafalan.......... 326

D. Novelty ................................................................................. 336

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 337

B. Implikasi ................................................................................ 339

C. Rekomendasi ........................................................................ 341

xvii

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................……344

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ................................................. 360

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

DAFTAR INFORMAN

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1. Pondok Pesantren Tahfiz di Provinsi Jambi .................................... 3

2. Jadwal Penelitian ............................................................................. 110

3. Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak ..................... 118

4. Pengurus Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ................... 123

5 Guru Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .......................... 127

6. Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah-

Islamy .............................................................................................. 133

7. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy .......................................................................................... 135

8. Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur ..................................................................... 141

9. Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum . 143

10.Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ........... 144

11 Program Kerja Bidang Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy .............................................................................................. 163

12. Jumlah Hafalan Santri, dan Pembina Program Tahfiz ................... 167

13. Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .......... 169

14. Buku Target Hafalan Pondok Pesantren Al-Mubarak .................... 210

15.Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ........... 220

16.Data Santri Program Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah ...... 224

17.Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ........................... 231

18.Jumlah Hafalan Santri Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ............. 235

19. Model Takrir Santri Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ................. 258

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy .. 126

2. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum .................. 139

xx

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal

1. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

Dari Tahun Ke Tahun ...................................................................... 119

2. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy .............................................................................................. 134

3. Grafik Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum ..... 143

xxi

TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan

bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 danNomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya kedalam huruf Latin

dapat di lihat pada halaman berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

Alif اTidak

dilambangkan Tidak

dilambangkan

Ba B Be ب

Ta T Te ت

Tsa Ṡ ثEs (dengan titik di

atas)

Jim J Je ج

Ḥa Ḥ حHa (dengan titik di

bawah)

Kha Kh Ka dan ha خ

Dal D De د

Żal Ż ذZet (dengan titik

diatas)

Ra R Er ر

Zai Z Zet ز

Sin S Es س

Syin Sy Es dan ha ش

Șad Ș صEs (dengan titik di

bawah)

Ḍad Ḍ ضDe (dengan titik di

bawah)

Ṭa Ṭ طTe (dengan titik di

bawah)

Ẓa Ẓ ظZet (dengan titik di

bawah)

---„ Ain„ عKoma terbalik di

atas

Gain Gh Ge غ

xxii

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

Fa F Ef ف

Qaf Q Qi ق

Kaf K Ka ن

Lam L El ل

Mim M Em م

Nun N En ن

Wau W We و

Ha H Ha هـ

Hamzah ‟ Apostrof ء

Ya Y Ye ي

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apapun.Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan

tanda („).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vocal

tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambingnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥah A A أ

Kasrah I I ٳ

Ḍammah U U ٱ

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan

antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥahdanya Ai A dan I ئ

Fatḥahdanwau Au A dan U ئو

xxiii

Contoh:

ف haula : هول Kaifa : ك

3. Maddah

Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harkat dan

huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan huruf Nama Huruf dan tanda Nama

… أ Fathah dan alif ي.…

atau ya

ā A dan garis di

atas

Kasrah dan ya ī I dan garis di ى……

atas

……… و Dammah dan

wau

Ū U dan garis di

atas

Contoh:

māta : مات

ramā : رمى

ل qila : ل

yamutu : موت

4. Ta marbūtah

Transliterasi untuk ta marbūtah ada dua, yaitu: ta marbūtah yang

hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan dammah, transliterasinya

adalah (t). Sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harkat

sukun, transliterasinya adalah (h).

Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbūtah diikuti oleh kata

yang menggunakan kata sandang al-serta bacaan kedua kata itu terpisah,

maka ta marbūtah itu di translitersikan dengan ha (h), contoh:

raudah al-atfāl : روضة األطفال

نة الفاضلة al-madinah al-fādilah : المد

al-hikmah : الحكمة

xxiv

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydid ( ),dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberitanda syaddah.

Contoh:

rabbanā : ربنا

نا najjainā : نج

al-haqq : الحك

al-hajj : الحج

م nu”ima : نع

aduwwun‘ : عدو

Jika huruf ی ber-tasydid di akhir sebuah kata dan di dahului oleh huruf

kasrah (ۍ), maka ia ditranslitersi seperti huruf maddah (ī), contoh:

Ali (bukan „Aliyyatau „Aly)„ : على

Arabi (bukan „Arabiyyatau „Araby)„ : عربى

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

لا (aliflamma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah

maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf

langsung yang mengikutinya.Kata sandang di tulis terpisah dari kata yang

mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), contohnya:

al-syamsu (bukanasy-syamsu) : الشمس

لزلة al-zalzalah (az-zalzalah) : الز

al-falsafah : الفلسفة

xxv

al-bilādu : البلد

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof („) hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah

terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam penulisan Arab

ia berupa alif, contohnya:

ta’murŪna : تأمرون

’al-nau : النوء

ئ syai’un : ش

umirtu : أمرت

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa

Indonesia

Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata istilah

atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata istilah

atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan

bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa

Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya

kata Al-Qur‟an (darial-Qurān), Sunnah, khusus dan umum.Namun, bila

kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka

mereka harus ditransliterasi secara utuh, contoh:

Fī Zilā al-Qur’ān

Al-Sunnahqabl al-tadwin

Al-‘Ibārāt bi ‘umum al-lafzlā bi khusus al-sabab

9. Lafz al-Jalalah (هللا)

Kata ”Allah” yang di dahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai mudāfilaih (frasa nominal), ditrasliterasitan

pah uruf hamzah, contoh:

xxvi

ناهلل Dinullāh : د

Billāh : باهللا

Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-ja

lālah, ditrasliterasi dengan huruf (t), contoh:

رحمة هللا Hum fīrahmatillāh هم ف

10. Huruf Kapital

Walau system tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps),

dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang

penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia

yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan

huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama apa

dipermulaan kalimat. Bila nama diri di dahului oleh kata sandang (al-),

maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka

huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (AL).

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi

yang di dahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks mau

pun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR), contoh:

Wamā Muhammadun illārasul

Inna awwal abaitin wudi’alinnāsilallazi bi Bakkatamubārakan

Syahru Ramadānal-laziunzilafih al-Qur’ān

Nasir al-Din al-Tusi

Abu Nasr al-Farābi

Al-Gazāli

Al-Munqiz min al-Dalāl

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung

pada manajemen yang baik, yaitu dapat memobilisasi segala sumber

daya pendidikan, meliputi manajemen kurikulum, manajemen peserta

didik, manajemen pembiayaan, manajemen tenaga pelaksana, dan

manajemen sarana prasarana. Komponen-komponen tersebut merupakan

satu kesatuan dalam upaya mencapai tujuan lembaga pendidikan

(pesantren).3

Dalam rangka mensukseskan program taḥf ẓul Qur’ n di pondok

pesantren maupun madrasah, diperlukan pula sumber daya yang

memenuhi untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan. Dalam hal ini untuk

menunjang pelaksanaan program menghafal Al-Qur‟an (taḥf ẓul Qur’ n)

agar sesuai tujuan taḥf ẓul Qur’ n, perlu adanya suatu kegiatan

manajemen. Manajemen yang dimaksud adalah terkait dalam bagaimana

lembaga merencanakan, melaksanakan, melakukan kegiatan evaluasi.

Dalam sudut pandang Islam, manajemen diistilahkan dengan

menggunakan kata al-tadb r (pengaturan).4 Dalam bahasa Arab

manajemen disebut dengan idarah. Kata idarah diambil dari kata

adartasy-syai’ atau perkataan adarta bih . Dalam Elias‟ Modern

Dictionary English Arabic kata management (Inggris) sepadan dengan

kata tadb r, id rah, siy sah dan qiy dah dalam bahasa Arab. Tadbir

merupakan bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru, tadb ran.

jadi tadb r berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan

persiapan.5

Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang

banyak terdapat dalam Al-Qur‟an seperti firman Allah SWT:

3 Team Dosen UPI, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabetha, 2012), 203.

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 362.

5 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2015),13.

2

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik

kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun

menurut perhitunganmu.”6

Kata يدبر , kata dasarnya adalah dari fi’il m ḍi دبر yang

berarti belakang. Menurut penjelasan dari tafsir Al-Mishbah bahwa

”belakang” yakni dampak atau akibat dari segala pemikiran atau

pengaturan yang diperhitungkan dengan matang.7

Dari isi kandungan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah swt

adalah pengatur alam (Al-Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya ini

merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun,

karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai

khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan

sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.

Manajemen dalam Islam adalah aktifitas menertibkan, mengatur dan

berpikir yang mengandung nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, menata

anggota kelompoknya dengan baik serta menerapkan sistem sesuai

dengan Al-Qur‟an dan sunnah Rasul.

Jadi pengelolaan adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala

aspeknya agar tujuan tercapai secara efektif dan efisien yang didasari

nilai-nilai dan akhlak Islam.

Menurut Ritchy, “perencanaan pembelajaran merupakan suatu ilmu

yang mendesain secara spesifik untuk pengembangan, evaluasi dan

pemeliharaan situasi dengan fasilitas pengetahuan”. Dalam perencanan

pembelajaran menghafal Al-Qur‟an semua hal yang terkait dengan

pembelajaran menghafal Al-Qur‟an harus dirumuskan secara spesifik dan

6 Q.S. As-Sajadah/32: 5.

7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an)

Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 205.

3

detail sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan

pembelajaran menghafal Al-Qur‟an.8

Perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program, jika

perencanaan sudah baik maka program tersebut akan menghasilkan

output yang baik. Perencanaan program taḥf ẓul Qur’ n harus

direncanakan dengan baik dan tepat, sehingga santri yang sudah masuk

program tahfiz bisa khatam 30 juz. Akan tetapi berdasarkan pengalaman

di Pondok Pesantren, banyak santri yang mengikuti program taḥf ẓul

Qur’ n tetapi tidak khatam padahal mereka sekolah formal sudah lulus

dan akhirnya mereka keluar dari pesantren untuk melanjutkan ke jenjang

selanjutnya. Karena santri yang keluar tidak meneruskan di pondok

pesantren akhirnya hafalan santri yang sudah dihafalkan menjadi lupa

atau sudah tidak terjaga lagi.

Hingga saat ini, ada 357 pondok pesantren yang ada di provinsi

Jambi. Terdapat 27 pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan

tahfiz yang tersebar di berbagai kecamatan di kabupaten/kota yang ada di

provinsi Jambi9, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 1.1

Pondok Pesantren Tahfiz di Provinsi Jambi.10

NO Nama Pondok Kecamatan Kabupaten/

Kota

(1) (2) (3) (4)

1 Darul Qur‟an Danau Kerinci Kerinci

2 Tahfiẓul Qur‟an Hadiqatu

Qaẓahul Jamil

Muara Siau Merangkin

3 Nahdlotul- Huffaz Pamenang Merangin

4 Tahfiz Al-Qur‟an Wal Hadits

Al-Munawwaroh

Bangko Merangin

8 Martiyono, Perencanaan Pembelajaran (Yogyakarta: Awsaja Pressindo, 2012), 22.

9 Dokumentasi Bidang Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Provinsi

Jambi, 2020. 10

Diolah dari data Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, Tahun 2020.

4

NO Nama Pondok Kecamatan Kabupaten/

Kota

(1) (2) (3) (4)

5 PP. Islahulhadad Tahfiẓil

Qur‟an

Tabir Barat

Merangin

6 Tahfiẓil Qur‟an Lebay Yasin Batang Masumai Merangin

7 Pondok Pesantren Tahfiz Al

Qur'an Hidayatul Qur‟an

Batang Masumai Merangin

8 Tahfiz Al-Qur‟an

Ma'rifatulloh

Merangin Merangin

9 Syekh Maulana Qori Sri Pelayang Sarolangun

10 Darul Qur‟an Al-Islamy Muara Bulian Muara Bulian

11 Arrahman Litahfiẓil Qur‟an Muara Bulian Muara Bulian

12 Pondok Pesantren tahfiẓul Qur‟an Riyadhussolihin

Air Hitam Sarolangun

13 Wadi Muqoddas Mestong Muaro Jambi

14 Tahfiz Daarul Qur‟an Jambi Mestong Muaro Jambi

15 Riyadhul Amien Maro Sebo Muaro Jambi

16 Jauharul Falah Al-Islamiy Kumpe Ulu Muaro Jambi

17 Bustanul Ulum Muara Sabak Timur

Tanjabtim

18 Tahfiz Satu Qur‟an Rantau Rasau Tanjabtim

19 Darul Qur‟an Al-Islamy Rantau Pandan Bungo

20 Arrahman Litahfiẓil Qur‟an Muara Sabak Timur

Tanjabtim

21 Pondok Pesantren tahfiẓul Qur‟an Riyadhussalihin

Rantau Rasau Tanjabtim

22 Tahfiẓul Qur‟an Pelepat Ilir Bungo

23 Tahfiẓul Qur‟an Bahrul Ulum Rimbo Tengah Tebo

24 Tahfiẓul Qur‟an Munawwir Al- Ikhlas

Tebo Tengah Tebo

25 Tahfiẓul Qur‟an Aziziyah Kota baru Kota Jambi

26 Tahfiẓul Qur‟an Kota baru Kota Jambi

27 Pondok Pesantren Al-Mubarak

Pelayangan Kota Jambi

5

Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa pondok pesantren

yang ada di provinsi Jambi terdapat 7,56% yang menjadikan kegiatan atau

program tahfiz sebagai kurikulum pondok.

Penerapan pembelajaran di pondok pesantren pada hakekatnya

adalah sebuah proses, seperti yang disebutkan oleh Mulyasa bahwa pada

hakekatnya adalah “proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang utama adalah mengkondisikan

lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pada peserta

didik. Guru sangat bereperan dalam mengantarkan kesuksesan peserta

didiknya. Guru juga harus memiliki kreatifitas dalam menyampaikan materi

sehingga murid tidak bosen mengikuti pelajaran. Begitu juga dengan

pembelajaran menghafal Al-Qur‟an, ustaz harus memiliki kreatifitas

sehingga peserta didik tidak bosan dalam menghafal Al-Qur‟an.

Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an yang terus-menerus dilakukan dengan cara

melihat, membaca, mengingat, kemudian menghafal dapat membuat

santri tahfiz bosan sehingga malas untuk menghafalkan Al-Qur‟an. Jika

dilakukan seperti itu terus, maka santri tahfiz merasa bosan.11

Selanjutnya, evaluasi yang merupakan bagian akhir dari manajemen,

Menurut Stark dan Thomas “evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan

pemilihan, pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan

program selanjutnya. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui apakah

pembelajaran menghafal Al-Qur‟an sudah berjalan sesuai perencanaan

atau belum. Dalam pembelajaran mengahafal Al-Qur‟an evaluasi harus

dilakukan sebagai informasi untuk mengetahui kualitas bacaan dan

kuantitas hafalan santri.”12

Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

11

Mulyasa E., Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 100.

12 Eko Putro Widoyoko, S., Evaluasi Program Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), 4.

6

Pada umumnya pondok pesantren berciri khas Islam. Istilah pesantren

merujuk pada kata santri yaitu peserta didik, orang-orang yang belajar di

pesantren. Kata pesantren berarti pula tempat pendidikan manusia baik-

baik. Nurcholish menyebutkan bahwa istilah santri berasal dari kata sastri

(bahasa Sansekerta) diartikan melek huruf. kata santri juga terambil dari

bahasa jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu ikut serta bersama

guru kemanapun guru itu pergi. Keikutsertaannya itu bertujuan untuk

belajar darinya suatu keahlian.13

Keberadaan pondok pesantren menginspirasi sistem-sistem

pendidikan saat ini. Istilah pondok pesantren di Indonesia dimulai sejak

Islam masuk ke negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan

keagamaan yang sebenarnya telah berkembang sebelum kedatangan

Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berakar di negeri ini,

pondok pesantren diakui dan memiliki andil yang sangat besar terhadap

perjalanan sejarah bangsa.14

Pesantren adalah tempat membina manusia menjadi orang baik,

dengan sistem asrama. Artinya para santri dan kiai hidup dalam

lingkungan yang ketat dan disiplin.15 Penyelenggaraan pendidikan dan

pengajaran di pesantren didasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan

ibadah untuk mendapatkan ridha Allah SWT, santri dididik untuk menjadi

mukmin sejati mempunyai integritas pribadi yang kukuh, mandiri dan

mempunyai kualitas intelektual. Sehingga diharapkan seorang santri dapat

menjadi panutan dalam masyarakat, menyebarluaskan citra nilai budaya

pesantrennya dengan penuh keikhlasan dan menyiarkan dakwah Islam.16

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

mengadakan pendidikan nonformal dalam bidang keagamaan Islam.

Dalam mentransfer ilmu-ilmu dari ustaz ke peserta didik atau santri,

13

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 2011), 23. 14

Amin Headari, Transformasi Pesantren (Jakarta: Media Nusantara, 2013), 3. 15

Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 329.

16 Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di

Nusantara (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 91-92.

7

pondok pesantren memiliki dua program yaitu program madrasah diniyah

untuk pembelajaran kitab-kitab kuning dan program taman pendidikan Al-

Qur‟an (TPQ) untuk pembelajaran cara baca Al-Qur‟an yang benar dan

fasih. Bahkan dewasa ini, banyak pondok pesantren ataupun madrasah

yang meyelenggarakan program menghafal Al-Qur‟an (taḥf ẓul Qur’ n).

Menghafal Al-Qur‟an merupakan suatu aktivitas yang sangat mulia di

mata Allah Swt, menghafal Al-Qur‟an sangat berbeda dengan menghafal

kamus atau buku, dalam menghafal Al-Qur‟an harus benar tajwid dan

fasih dalam melafalkanya. Jika penghafal Al-Qur‟an belum bisa membaca

dan belum mengetahui tajwidnya maka akan bisa terjadi kesalahan dalam

melafalkan Al-Qur‟an. Bahkan mungkin di tengah majunya ilmu

pengetahuan dan teknologi muncul upaya pemalsuan dalam segala

bentuk terhadap isi ataupun redaksi oleh orang kafir. Semua pemalsuan

tersebut adalah salah satu upaya menentang kebenaran Al-Qur‟an. Salah

satu upaya untuk menjaga kemurnian dan keaslian Al-Qur‟an yaitu

dengan menghafalnya.

Menghafal Al-Qur‟an merupakan suatu kegiatan yang mulia di mata

Allah Swt. Namun tidak sedikit para penghafal Al-Qur‟an setelah mereka

tidak di pondok pesantren, mereka lupa untuk melakukan mur ja‘ah

(mengulang hafalan) sendiri, sehingga hafalan yang mereka hafalkan

akan lupa, tanpa merasa berdosa sedikit pun. Hal tersebut mungkin

menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh lembaga-lembaga

penyelenggara program taḥf ẓul Qur’ n. Pada zaman sekarang menghafal

Al-Qur‟an sedang ramai dilakukan, baik itu dari anak-anak sampai orang

dewasa, bahkan menghafal Al-Qur‟an saat ini juga sudah ditayang di

salah satu stasiun televisi. Anak-anak yang belum paham akan tajwid dan

cara baca yang fasih pun sudah banyak yang diajarkan untuk menghafal

Al-Qur‟an, sehingga ketika sudah hafal banyak bacaan-bacaan yang

kurang pas atau bahkan salah. Masih terdapat beberapa lembaga yang

menyelenggarakan program taḥf ẓul Qur’ n tetapi mereka tidak memiliki

mitra kerja dengan lembaga lain, akhirnya para lulusan program

8

taḥf ẓul Qur’ n setelah lulus tidak tahu harus ke mana.

Menghafal Al-Qur‟an seharusnya bisa menjadi fokus utama yang tidak

kalah penting untuk dilakukan oleh para peserta didik. Ilmu yang

dianjurkan oleh Islam untuk dipelajari dan ditunjukkan oleh Al-Qur‟an

untuk digali adalah setiap ilmu pengetahuan yang didasari oleh dalil-

dalil.17

Menghafal Al-Qur‟an tidak dibatasi dengan usia, apalagi pada usia

remaja yang merupakan usia yang sangat produktif. Masa remaja juga

disebut sebagai periode yang penuh resiko karena sebagian besar anak

muda mengalami kesulitan untuk menghadapi begitu banyak perubahan

yang terjadi dalam satu waktu dan membutuhkan bantuan untuk

menghadapi bahaya sepanjang hidupnya. Masa remaja adalah waktu

meningkatnya perbedaan diantara anak muda mayoritas, yang diarahkan

untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif, dan minoritas

(sekitar satu dari lima) yang akan berhadapan dengan masalah besar.18

Salah satu indikator pendidikan bermutu adalah kemampuan institusi

pendidikan tersebut melahirkan sumber daya manusia yang bermutu.

Adapun ciri sumber daya yang bermutu adalah manusia yang memiliki

kemampuan prakarsa, kerja sama, kerja tim, pelatihan kesejawatan,

penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan

keputusan, penggunaan informasi, perencanaan keterampilan belajar dan

keterampilan multibudaya.19

Pendidikan bermutu dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses

pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya di

masyarakat serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.

Oleh karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk, maupun

sisi internal dan kesesuaian. Lebih lanjut, Jerome S. Arcaro

17 Fajarini Andiya dkk., “Model Menghafal Implikasinya pada Layanan

Penguasaan Konten dalam Bimbingan dan Konseling,” JUBK (Online), Vol. VI, No. 1, (Juni, 2012), 187. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/issue/view/1142.

18 Subandi,(Ed) Psikoterafi, (Jogjakarta: Unit Publikasi Ilmiah UGM, 2010, pdf), 32

https://subandi.staff.ugm.ac.id/files/2016/05/psikoterapi.pdf. 19

Abdul Hadis dan Nurhayati B.,Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta,

2010), 70-71.

9

mengemukakan lima karakteristik pendidikan bermutu, yang diidentifikasi

sebagai pilar mutu, yaitu:

1. “Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pelanggan, baik

pelanggan internal (orang tua, santri, ustaz, dan pengurus pesantren

yang berada dalam sistem pendidikan) maupun pelanggan eksternal

(pihak yang memanfaatkan output proses pendidikan).

2. Mendorong keterlibatan total komunitas dalam program. Setiap orang

harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya

tanggung jawab dewan sekolah atau pengawas, tapi mutu merupakan

tanggung jawab semua pihak.

3. Mengembangkan sistem pengukuran nilai tambah pendidikan

4. Menunjang sistem yang diperlukan oleh staf dan siswa untuk

mengelola perubahan dengan memiliki komitmen pada mutu.

5. Perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat

produk pendidikan menjadi lebih baik”.20

Dalam usaha peningkatan kualitas dan mutu sesuai dengan harapan

pelanggan, pengelolaan pesantren perlu melakukan evaluasi secara

kontinu dengan mengadaptasi dan mengaplikasikan empat teknik, yaitu

school revieu, bencmarking, quality assurence dan quality control.

School reviuw adalah suatu proses keseluruhan komponen pesantren

termasuk orang tua, tenaga profesional berkolaborasi untuk melakukan

evaluasi terhadap efektivitas dan kualitas mutu lulusan. School review

dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah yang

dicapai pesantren sesuai dengan harapan orang tua dan santri sendiri?

Bagaimana prestasi santri? Faktor apa yang menghambat upaya untuk

meningkatkan mutu? Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki

pesantren? School review akan menghasilkan rumusan tentang

kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi santri, serta

20

Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata

Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),10-14.

10

rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.21

Realitas yang ada di lapangan, shcool reviuw, belum terlaksana

dengan maksimal, evaluasi terhadap mutu lulusan tidak terlaksana

dengan baik, ketiga pesantren belum memiliki data yang tertata dengan

baik terhadap uotput yang dihasilkan. Standar keberhasilan dan

kegagalan proses tahfiz dan waktu atau masa belajar belum ditentukan,

analisis SWOT sebagai bentuk evaluasi belum berjalan secara maksimal.

Sedangkan benchmarking merupakan suatu kegiatan untuk

menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode

tertentu22 Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok,

organisasi atau lembaga pendidikan melalui analisis tiga pertanyaan yang

mendasar berupa evaluasi intern seberapa baik kondisi kita saat ini, harus

menjadi seberapa baik dan pertanyaan terakhir bagaimana cara untuk

meraih yang baik tersebut.

Untuk menjawab hal tersebut, ditempuh beberapa tahapan, yang

dimulai dengan menentukan fokus, menentukan indikator atau variabel,

menentukan stadardisasi mutu, membandingkan standar yang ditentukan

dengan realitas yang dipunyai, menentukan kesenjangan atau gap yang

terjadi, merencanakan target capaian serta merumuskan strategi dan

program untuk mencapai target tersebut.

Proses benchmarking, pada tiga pesantren lokasi penelitian memiliki

perhatian yang berbeda-beda. Pada Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

memfokuskan pada program tahfiz dengan mengesampingkan

pembelajaran reguler dan kurikulum pesantren pada ummumnya, indikator

keberhasilan adalah output yang dihasilkan adalah alumni hafal Al-Qur‟an,

meskipun pesantren tersebut belum menetapkan standar waktu untuk

menyelesaikan hafalannya, sementara pada Pesantren Jauharul Falah,

program tahfiz merupakan program utama dari pondok, akan tetapi tetap

mengikuti kurikulum pendidikan secara reguler, target keberhasilan

21

Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelolah Lembaga Pendidikan Secara Mandiri (Jogyakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 350-351.

22 Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, 206.

11

menghafal secara keseluruhan tidak dijadikan standar dalam

menyelesaikan pendidikan. Setelah santri menyelesaikan pendidikan

selama tiga tahun (SMP), tiga tahun (SMA), atau 6 tahun apabila memulai

masuk pesantren sejak tamat SD sampai menyelesaikan pendidikannya di

SMA. Dianggap telah meneyelesaikan pendidikannya meskipun belum

khatam hafalan Al-Qur‟annya, hal yang sama juga terjadi di Pesantren

Bustahul „Ulum Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sementara indikator

benchmarking yang lainnya belum terwujud dengan baik.

Adapun quality assurance merupakan suatu teknik untuk menentukan

bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya.

Dengan teknik ini akan dapat dideteksi ada atau tidaknya penyimpangan

yang terjadi pada proses, dan ada tidaknya layanan yang tidak prima.

Teknik ini menekankan pada monitoring yang berkesinambungan dan

melembaga, menjadi subsistem madrasah. Quality assurance akan

menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik bagi pesantren

serta memberikan jaminan untuk orang tua santri bahwa pesantren

senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi santri23

Melaksanakan quality assurance, pesantren harus menekankan pada

kualitas hasil belajar, hasil kerja santri dimonitor terus-menerus, informasi

dan data dari pesantren dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki

proses di pesantren, dan semua pihak harus memiliki komitmen secara

bersama mengadakan evaluasi kondisi riil pesantren secara kritis dan

berupaya untum mencari solusinya, langkah selanjutnya quality control

sebagai sistem untuk mendeteksi secara dini penyimpangan kualitas

output yang tidak sejalan dengan standar yang telah ditetapkan.24

Realitas yang ada di lapangan Quality control, belum dilaksanakan

secara maksimal, buku kontrol dan setoran hafalan tahfiz sebagai konsen

penelitian, hanya ditemukan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

23

Minarti, Manajemen Sekolah, 352-353. 24

Prim Masrokan Mutohar, “Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan”, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. III, Nomor 2, (Desember 2008), 162, http://ojs3.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/view/726.

12

dan Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, sementara pada Pesantren

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur belum ada. Ketiga pesantren

tersebut belum melakukan analisis secara mendetail dalam perbaikan-

perbaikan proses tahfiz.25

Dari hasil studi pendahuluan, Program tahfiz Al-Qur‟an di pondok

pesantren yang ada di Provinsi Jambi, memiliki manajemen atau

pengelolaan yang berbeda-berbeda. Pondok Pesanstren Al-Mubarak yang

terletak di seberang Kota Jambi yang menjadikan tahfiz Al-Qur‟an sebagai

misi utama pondok tersebut, sehingga santri-santri yang menempuh

pendidikan di lembaga pendidikan tersebut tidak mengikuti kurikulum

pendidikan seperti pasantren modern pada umumnya.

Dalam konteks pengelolaan tahfiz belum dilakukan secara modern,

peneliti belum menemukan perencanaan yang matang, belum tersedia

panduan pengembangan kurikulum program tahfiz Al-Qur‟an dari

kementrian agama atau dari pondok pesantren sendiri yang komprehensif.

Sehingga dalam perencanaanya menjadi kurang terukur dan program

yang telah disusun menjadi tidak efektif dan terarah. Pada tahap

pengorganisasian, belum ada penyusunan target materi yang diarahkan

untuk santri dalam menyelesaikan hafalannya. Baik target hafalan harian,

bulanan, maupun tahunan.

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan

di pondok pesantren ini belum menggunakan strategi yang tepat, kegiatan

cenderung monoton, hanya berkutat pada menghafal dan menyetorkan

hafalan saja tanpa ada kreasi metode inovatif untuk mengemas kegiatan

tersebut menjadi lebih menarik dan menyenangkan, sehingga

pelaksanaan program ini kurang efektif dan tidak terukur. Hal ini terbukti

dari bentuk minat dan kedisiplinan santri mengikuti kegiatan tahfiz Al-

Qur‟an di pondok pesantren ini begitu rendah.

Pada tahap pemantauan, pada umumnya pesantren belum menyusun

sistem penilaian yang mencakup semua kompetensi program tahfiz Al-

25

Observasi, 10 Januari 2021.

13

Qur‟an yang akan dinilai, sehingga pelaksanaan evaluasi belum efektif

untuk mengukur keberhasilan tercapainya tujuan program tahfiz Al-Qur‟an,

khususnya untuk menilai keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an,

sehingga berpengaruh pada motivasi santri menjadi menurun.26

Dengan demikian menunjukkan bahwa sangat perlu adanya

pengembangan dan perbaikan dari tahapan manajemen kurikulum

program tahfiz Al-Qur‟an yang telah berjalan. Mengingat sampai saat ini

belum ada pedoman yang dibuat untuk mengatur pelaksanaan program

tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Mubaraq Kota Jambi.

Hal ini berbeda dengan pengelolaan Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy Muaro Jambi. Program tahfiz dijadikan program pilihan,

namun santri tetap mengikuti kurikulum pesantren pada umumnya,

pengelolaannya lebih modern, sehingga pondok pesantren tersebut lebih

dikenal sebagai pondok pesantren modern.

Dari segi perencanaan, pondok tersebut sudah memiliki program dan

target capaian, namun belum mengembangan kurikulum tahfiz, dari segi

mekanisme pelaksanaan tahfiz, pihak pengelola telah mempersiapkan

buku kontrol setoran hafalan bagi setiap santri untuk memudahkan

pengawasan pencapaian target hafalan setiap santri.

Dari segi pelaksanaan, pengelola telah menerapkan sistem yang lebih

variatif, bukan hanya rutinitas menghafal dan menyetor hafalan sebagai

rutinitas santri, sehingga antusias dan semangat santri lebih meningkat.

Sementara dari segi pengawasan, pihak pengelola juga telah

mempersiapkan sistem evaluasi yang lebih komprehensif yang mencakup

semua kompetensi program tahfiz yang akan dinilai, sehingga

pelaksanaan evaluasi lebih mudah dan lebih efektif.27

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum yang berada di Desa Simbur Naik,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dalam lima tahun tarakhir juga telah

membuka program tahfiz, dan animo masyarakat yang ada di daerah

26

Observasi, 10 Januari 2021. 27

Observasi, 20 Januari 2021.

14

sekitar pondok tersebut cukup tinggi, hingga sekarang lembaga

pendidikan tersebut telah membina lebih kurang 200 santri yang

menghafal Al-Qur‟an, yang dibina oleh lima orang hafiz.

Pada awalnya lembaga pendidikan Bustanul „Ulum adalah lembaga

pendidikan madrasah umum, namum dalam perkembangannya telah

mengalami pergeseran pengelolaan dari madrasah biasa menjadi pondok

pesantren, hal ini dibuktikan dengan adanya sistem asrama seperti

pesantren pada umumnya.

Dalam pengelolaan program tahfiz di Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum, dilaksanakan pada sore sampai malam hari, sebab pada pagi

harinya dilaksanakan pembelajaran kurikulum madrasah pada umumnya.

Berdasarkan observasi awal, mekanisme pengelolaan program tahfiz

belum dilaksanakan secara modern, belum memiliki perencanaan dan

program yang jelas, belum memiliki kurikulum tahfiz, belum memiliki buku

kontrol hapalan santri, dalam melaksanakan program tahfiz hanya

menghafal dan menyetorkan hafalan sebagai rutinitas santri pada sore

hingga malam hari. Dalam pelaksanaannya belum tersentuh oleh

manajemen modern.28

Dari ketiga pondok pesantren tersebut di atas, memiliki ciri dan

karakter yang berbeda dari segi pengelolaan program tahfiz, demikian

juga halnya model pesantren, ada yang lebih mendekati salafi, ada yang

modern, ada juga yang memadukan salafi dan modern.

Padahal untuk meningkatkan mutu, pengelolaan merupakan sesuatu

yang harus menjadi perhatian utama. Mutu adalah proses efektivitas dan

efisiensi seluruh faktor berperan dalam proses pendidikan. Faktor-faktor

tersebut, misalnya, kualitas pendidik, sarana prasarana, suasana belajar,

kurikulum yang dilaksanakan, dan manajemen pengelolaannya. Faktor-

faktor tersebut yang akan membedakan mutu pendidikan pesantren, dan

mutu proses pendidikan dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap

lulusannya. Lulusan dari pesantren yang mempunyai faktor-faktor yang

28

Observasi, 10 Pebruari 2021.

15

mendukung proses pembelajaran bermutu tinggi akan mempunyai

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang tinggi pula. Atau

dengan kata lain, pendidikan yang bermutu pada dasarnya akan

menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula.29

Sementara dalam realitasnya pesantren sebagai lembaga yang dapat

menjawab harapan masyarakat tersebut, masih ditemukan kesenjangan

yang perlu pembenahan dalam pengelolaannya. Dari sisi output pondok

pesantren tahfiz yang ada di Jambi belum menghasilkan alumnus yang

dapat membawa nama harum Provinsi Jambi dalam Musabaqah Tilawatil

Qur‟an (MTQ) di tingkat Nasional, hal ini dapat dilihat dari hasil

musabaqah yang diikuti oleh peserta dari Provinsi Jambi belum mampu

menjuarai cabang ḥifẓil Qur’ n khususnya golongan 30 juz dalam lima

tahun terakhir.30

Dari segi jumlah santri baru yang mendaftar cukup banyak, sementara

santri yang berhasil menyelesaikan hafalan sangat terbatas, dengan

demikian ada kesenjangan antara input dan output yang dihasilkan.

Kondisi seperti ini terjadi pada ketiga pondok pesantren tersebut, yaitu

Pondok Pesantren Al-Mubaraka Kota Jambi, Jauharul Falah Muaro Jambi

dan Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

Berdasarkan temuan di atas maka peneliti melihat bahwa hal ini

sangat penting untuk dikaji secara ilmiah dalam bentuk disertasi dengan

judul: “Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur’an Dalam Meningkatkan

Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren di Provinsi Jambi”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan penelitian yang

diuraikan sebelumnya berupa pengelolaan, yang berbeda antara satu

pondok atau lokasi penelitian dengan pondok atau lokasi penelitian yang

lainnya, yang disebabkan perbedaan kedudukan dan status kegiatan atau

program tahfiz dari masing-masing pondok atau lokasi penelitian, strategi

29

M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, Landasan Kependidikan, Konsep dan

Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 83. 30

Dokumen Bagian Kesra Setda Provinsi Jambi, 2021.

16

yang dilaksanakan dalam peningkatan mutu tahfiz masih perlu perhatian

yang lebih intensif karena output yang dihasilkan dari pogram tahfiz belum

maksimal. Dari sisi peran kepemimpinan Kiai pada pondok pesantren

tahfiz berbeda antara satu dengan lainnya, maka pertanyaan pokok yang

muncul dalam penelitian ini “Mengapa program tahfiz yang dilakukan

pondok pesantren di Jambi terkesan tidak mengikuti prinsip-prinsip

manajemen modern sehingga sangat dimungkinkan hal itu berpengaruh

kepada rendahnya kualitas para ḥuffaẓ di tingkat Nasional?” untuk

menjawab pertanyaan pokok ini, maka dirumuskan ke dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren

Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur?

2. Bagaimana strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok

pesantren untuk peningkatan mutu Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur?

3. Bagaimana peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu

hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur?

C. Fokus Penelitian

Peneliti memfokuskan penelitian ini pada pengelolaan yang terdiri

dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan

program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan, yang ada di tiga

pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi,

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, sebagai keterwakilan

pondok pesantren yang ada di Provinsi Jambi”.

17

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengelolaan

program, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengawasan, mengungkap strategi dalam peningkatan mutu

hafalan, dan peran kepemimpinan kiai dalam program tahfiz di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur secara mendetail yang

dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan data pengelolaan program tahfiz Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

b. Untuk mengetahui secara mendalam strategi dan mutu

hafalan yang diproyeksikan pondok pesantren untuk

peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.

c. Untuk mengungkap peran kepemimpinan kiai dalam

peningkatan mutu hafalan di Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini akan dilihat baik

secara teoritis maupun secara praktis, meliputi:

a. Manfaat teoritis

Menghasilkan temuan secara subtantif dan formal dalam

menambah khasanah baru tentang manajemen tahfiz dalam

18

lembaga pendidikan pesantren, khususnya manajemen pesantren

yang menjadikan program tahfiz sebagai program utama pondok.

Menemukan konsep baru tentang mutu hafalan sehingga dapat

meningkaktkan kualitas pendidikan di pondok pesantren.

b. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi rujukan dan

bahan informasi dan koreksi bagi stakeholder demi peningkatan

kualitas penyelengaraan tahfiz yang dikelola, merujuk pada

manajemen tahfiz yang ideal, dan dapat dijadikan dasar untuk

memberikan kontribusi bagi pondok pesantren untuk

melaksanakan pendidikan secara berkualitas di lingkungan

pondok pesantren.

19

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori

1. Pengelolaan

Pengelolaan merupakan unsur penting dalam pelaksanaan setiap

program organisasi pendidikan. Pendidikan merupakan organisasi

yang memiliki program-program yang direncanakan untuk mencapai

tujuan pendidikan. Pengelolaan pada dasarnya memiliki makna yang

sama dengan manajemen yaitu pengendalian dan pemanfaatan

sumber daya untuk mencapai tujuan.

Sudjana menjelaskan bahwa pengelolaan atau manajemen

merupakan serangkaian kegiatan, merencanakan,

mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan

mengembangkan terhadap segala upaya dalam mengatur dan

mendayagunakan SDM, Sarana dan prasarana secara efisien dan

efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.31

Secara bahasa manajemen berasal dari bahasa latin, yakni

“menes”, artinya tangan dan “agree”, artinya melakukan kedua kata ini

digabungkan menjadi manager artinya menangani, kemudian

diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to

manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang

yang melakukan kegiatan manajemen, hingga akhirnya kata

management disadur menjadi kalimat berbahasa Indonesia menjadi

manajemen atau pengelolaan.32

Stoner. James A.F dan R. Edward Freeman terjemahan

Wilhelmus W. Bakowatun menjelaskan “Manajemen adalah proses

31

Imam Sofwan dan Azis Kuntara, “Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Di Salatiga Jawa Tengah” (Online), Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 Nomor 1.56, (Maret, 2014), 52, https://www.researchgate.net/publication/296795241.

32 Beni A., Saebani, Filsafat Manajmen (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 7.

20

perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian upaya

anggota organisasi dan proses pemberdayaan semua perangkat

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang ingin dicapai dan

sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini Tony Bush & Les Bel

menjelaskan bahwa “These three levels of management, strategic,

organizational and operational, must work in harmony towards a

common purpose, especially if sitebased management is to work

effectively”.33

Pengelolaan adalah aktivitas yang dipraktekkan dengan berupaya

menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang diawali dengan

perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengawasan dan

evaluasi, dengan senantiasa memberdayakan semua stake holder

dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Dari paparan di atas, diketahui bahwa definisi-definisi yang ada

menunjukkan adanya kesamaan maksud, makna dan fungsi antara

manajemen dan pengelolaan. Manajemen pada dasarnya merupakan

suatu proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai

sasaran atau tujuan tertentu.

Manajemen merupakan sebuah aktivitas, yaitu tentang mengubah

perilaku dan membuat sesuatu pekerjaan dan mengembangkan

kemampuan dalam bekerja sama dengan beberapa orang dalam

mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.34

Hodgetts yang dikutif oleh Ali Muhammad Jubran Saleh,

mengatakan managemen sebagai proses pengaturan tujuan dan

mengkoordinasikan upaya personil dalam rangka untuk mencapai

33

Hanizar dkk, “Pengelolaan Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat,” Jurnal

Hasil Riset (Online), Vol. III, No II. 3 (Maret, 2014), 87. https://www.e-

jurnal.com/2015/01/pengelolaan-program-pusat-kegiatan.html. 34

Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour (England: Finacial

Times Pitman Publishing, 2010), 425.

21

tujuan mereka35, sementara dalam buku “The School Manager”,

dikatakan manajemen dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian

tujuan organisasi melalui karya anggotanya. Dalam konteks sekolah

manajer tidak hanya orang-orang yang memiliki jabatan tertentu,

seperti kepala sekolah dan kepala tata usaha, tetapi juga seluruh staff

yang didelegasikan tanggung jawab manajerial yang penting, dan

mereka yang memikul tanggung jawab tersebut secara sukarela.36

Menurut Charles O. Jones pengertian program adalah cara yang

disahkan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Jones program

yang baik adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang

jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi

dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada

pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu

terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.37 Jadi pengelolaan

program adalah upaya dalam menerapkan suatu kegiatan dengan

cara yang sudah ditentukan guna terlaksananya suatu kegiatan dan

mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam sudut pandang Islam, manajemen diistilahkan dengan

menggunakan kata al-tadb r (pengaturan).38 Dalam bahasa Arab

manajemen disebut dengan idarah. Kata idarah diambil dari kata

adartasy-syai‟ah atau perkataan adarta bihi. Dalam Elias‟ Modern

Dictionary English Arabic kata management (Inggris) sepadan dengan

kata tadb r, id rah, siy sah dan qiy dah dalam bahasa Arab. Tadb r

merupakan bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru,

35

Ali Muhammad Jubran Saleh, Educational Administration An Islamic Perspective

(AS: Noordeen, tt), 5. 36

C. Turney, dkk., The School Manager (Sydney: National Library of Australia, tt),

45. 37

Salfiah Ramandita, “Peran Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

Dalam Mendukung Program-Program Pemerintah Kota Bontang” (Online), E-Journal Ilmu

Pemerintahan, Vol 1 No 3, 987 (Agustus, 2013), 231, https://ejournal.ip.fisip-

unmul.ac.id/site/?cat=19. 38

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 362.

22

tadb ran. jadi tadb r berarti penertiban, pengaturan, pengurusan,

perencanaan dan persiapan.39

Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang

banyak terdapat dalam Al-Qur‟an seperti firman Allah SWT:

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu

naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu

tahun menurut perhitunganmu.”40

Kata يدبر , kata dasarnya adalah dari fi‟il m ḍi دبر yang

berarti belakang. Menurut penjelasan dari Tafsir al-Mishbah bahwa

”belakang” yakni dampak atau akibat dari segala pemikiran atau

pengaturan yang diperhitungkan dengan matang.41

Dari isi kandungan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah swt

adalah pengatur alam (Al-Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya

ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini.

Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan

sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola

bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya

ini.

Manajemen dalam Islam adalah aktifitas menertibkan, mengatur

dan berpikir yang mengandung nilai-nilai keimanan dan ketauhidan,

menata anggota kelompoknya dengan baik serta menerapkan sistem

sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Rasul.

Jadi pengelolaan adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala

39

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2015),13. 40

Q.S. As-Sajadah/32: 5. 41

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an) Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 205.

23

aspeknya agar tujuan tercapai secara efektif dan efisien yang didasari

nilai-nilai dan akhlak Islam.

2. Fungsi Pengelolaan

Manajemen berlangsung dalam suatu proses yang

berkesinambungan secara sistematis, sesuai dengan fungsi

manajemen yang dimulai dengan planning atau perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan serta evaluasi.

Teori proses manajemen menurut R. Alec Macendlei, terdapat tiga

dimensi yang berkenaan dengan pekerjaan seorang manajer, yaitu

gagasan (idies), atau hal atau benda (thing) dan orang (people) yang

direfleksikan dalam tugas-tugas 1) berfikir konseptual, yaitu seorang

yang merumuskan gagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam

organisasi 2) administrasi, yakni merinci proses manajemen dan 3)

kepemimpinan memotivasi orang-orang supaya melaksanakan

kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.42

Fungsi-fungsi manajemen secara umum, yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan

tertentu dengan jangka waktu tertentu.43 Khalid Ahmad

mengatakan bahwa perencanaan adalah bagaimana mencapai

target dan pengembangan hirarki rencana yang komprehensif

dalam mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kegiatan dengan mencakup keseluruhan strategi.44 Difinisi yang

dikemukakan oleh Cunningham, perencanaan adalah menyeleksi

dan menggabungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi,

untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan

memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang

42

Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 32.

43 Saleh, Educational Administration, 92.

44 Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective (Selangor: Prentice

Hall, 2010), 82-83.

24

diperlukan, dan prilaku dalam batas-batas yang dapat diterima

yang akan digunakan dalam penyelesaian.45

Dalam kaitannya dengan perencanaan, Islam menjelaskan

bahwa setiap manusia (bukan hanya organisasi) hendaknya

memperhatikan apa yang telah diperbuat pada masa yang telah

lalu untuk merencanakan hari esok. Seperti yang dijelaskan di

dalam Al-Qur‟an:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”46

Dalam tafsir Ibnu Katsir47 menjelaskan takwa sendiri

diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan

menjauhkan diri dari larangan-Nya. Jadi, tidak bisa kita

mengatakan “saya telah menegakkan salat,” setelah itu berbuat

maksiat kembali. Karena makna takwa sendiri saling bersinergi,

tidak dapat dipisahkan. Begitu pula penjelasan Al-Qurthubiy yang

menyatakan bahwa perintah takwa (pada ayat ini) bermakna:

“Bertakwalah pada semua perintah dan larangan-Nya, dengan

cara melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh

Allah kepada diri kita, sebagai orang yang beriman, dan menjauhi

larangan-larangan Allah, yang secara keseluruhan harus kita

tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.”48

Konsep ini menjelaskan bahwa perencanaan yang akan

dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi

45Vaithzal Rivai dan Sylviana Murni, Educational Managemet (Jakarta: Rajawali

Pers, 2009), 106. 46

Q.S. Al-Hasyr/59: 18. 47

Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Juz 9 (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002), 59.

48 Al Qurtubi, S. I., Tafsir Al-Qurtubi (Jakarta: Pustaka Azzam.2009), 342.

25

pada masa lampau, saat ini, serta prediksi masa datang. Karena

perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah

kesuksesan.49

Perencanaan berfungsi untuk mencapai tujuan dan

menetukan kerangka tindakan yang diperlukan. Perencanaan

dilakukan dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan,

menentukan kesempatan dan ancaman, menentukan taktik

strategi, program dan kebijakan yang dilakukan untuk membuat

keputusan secara ilmiah.50

Dalam buku Prinsiples of Management, Harold Koonts dan

Cyril O‟doneel Harold Koontz Dan Cyril O'Donnell mengemukakan

prinsip-prinsip perencanaan sebagai berikut :

1) Prinsip untuk mencapai tujuan perencaan dan semua

perubahan yang dilakukan harus diarahkan kepada

pencapaian tujuan (principle of contribution to objective).

2) Prinsip mendahulukan planning atau perencanaan

(principle of primacy of planning). Sebagai organizing,

staffing, directing, dan controlling, perencanaan berfungsi

sebagai organizing, staffing, directing, dan controling.

Manajer harus mengetahui tujuan dan pedoman dalam

melaksanakan kebijakan.

3) Prinsip pemerataan perencanaan (principle of

pervasiveness of planning). Walaupun fungsi manajemen

itu sama pentingnya baik dalam ketentuan

maupun pelaksanaannya, tetapi harus diingat bahwa

prinsip pemerataan perencanaan memegang peranan

penting, mengingat manajer dalam tingkat tinggi

banyak mengerjakan perencanaan dan bertanggung

49

Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2013),78-79.

50Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2013), 2.

26

jawab atas berhasilnya rencana tersebut, tidak pernah ada

seorang manajer yang tidak mengerjakan perencanaan.51

Ada beberapa manfaat perencanaan dalam sebuah

aktivitas, yaitu:

a. Menghasilkan rencana yang dapat dijadikan kerangka kerja dan pedoman penyelesaian.

b. Rencana menentukan proses yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan.

c. Dengan adanya rencana setiap langkah dapat diukur atau dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai.

d. Mencegah pemborosan uang, tenaga, dan waktu. e. Mempersempit kemungkinan timbulnya gangguan

atau hambatan.52

Proses penyusunan rencana, hal yang paling penting

dilakukan adalah analisis kebutuhan berdasarkan data yang

dikumpul sebelumnya, selanjutnya adalah merumuskan tujuan

yang hendak dicapai. Program yang dimaksud harus jelas dan

sistematis, sehingga program tersebut akan dilaksanakan

sudah jelas apa, siapa, bagaimana, kapan dan di mana

mengerjakannya, berapa biaya yang dibutuhkan serta apa

hasil yang ingin dicapai.53Perencanaan dapat kelompokan

dalam dua hal, yaitu rencana dalam jangka panjang (long term

plan), yaitu rencana yang memiliki waktu yang cukup lama,

yaitu antara tiga sampai lima tahun; rencana dalam jangka

pendek (short term plan), yaitu rencana yang memiliki jangka

waktu satu sampai tiga tahun.54

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah langkah berikutnya setelah

perencanaan sebagai sarana atau alat yang digunakan untuk

51

Koontz, Harold, Cyril O‟Donnel dan Henz Weihrich. Management. (Singapore: McGrawHill Inc. Tt), 65.

52Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta, 2009), 9. 53

Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 103. 54

Ismail Solihun, Pengantar Manajemen (Jakarta: Airlangga, 2008), 73.

27

meraih apa yang direncanakan. Pengorganisasian adalah proses

menetapkan tugas dan kewajiban, menempatkan sumber daya,

dan mengkomunikasikan kegiatan kerja personal dan grup untuk

melaksanakan rencana.55

Ada beberapa tahapan yang diperlukan dalam proses

pengorganisasian, yaitu:

1) Mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai 2) Deskripsi pekerjaan yang harus dioperasikan dalam aktivitas

tertentu 3) Klasifikasi aktivitas dalam satuan yang praktis 4) Memberikan rumusan yang realistis mengenai kewajiban yang

hendak diselesaikan, sarana dan prasarana fisik serta lingkungan yang diperlukan untuk setiap aktvitas atau kesatuan aktiivitas yang hendak dioperasikan

5) Penunjukan sumber daya manusia yang menguasai bidang keahliannya

6) Mendelegasikan otoritas apabila dianggap perlu kepada bawahan yang di tunjuk.56

George R Terry mengatakan bahwa pengorganisasian

mencakup 1) membagi komponen-komponen kegiatan yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok;

2) membagi tugas kepada seseorang manajer untuk mengadakan

pengelompokan tersebut, dan 3) menetapkan wewenang di antara

kelompok atau unit-unit organisasi.57

Ghayyur yang dikutip oleh Agus Wibowo, mengatakan bahwa

pengorganisasian merupakan proses penentuan porsonel-

personel yang telibat dengan tugas masing masing sesuai dengan

tupoksinya.58

Pengorganisasian sebagai suatu proses memiliki lima

kegiatan utama sebagai komponen proses pengorganisasian,

yaitu :

55John R. Schermerhorn, Introduction to Management (International Student

Version, John Wiley & Sons, Inc, tt), 17-18. 56

Siswanto, Pengantar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 75-76. 57

George R. Terry. Guide To Management (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 17. 58

Agus wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter Di Lembaga Pendidikan formal (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 55.

28

1) Membagi-bagikan beban yang harus dikerjakan

(workload) menjadi tugas (tasks) yang secara wajar dapat

diselesaikan secara individual maupun kelompok dalam

suatu organisasi.

2) Mengelompokkan tugas-tugas dan sumber daya manusia

(SDM) yang memiki kesamaan profesi dan keahlian dalam

suatu kelompok yang disebut dengan departemen-

departemen.

3) mengembangkan hierarki organisasi yang akan mengelola

pertanggungjawaban masing-masing hierarki pengelolaan

dari semua yang terlibat dalam organisasi.

4) Langkah selanjutnya adalah menyusun struktur organisasi

dengan melakukan pengisian jabatan-jabatan yang ada

dengan personel sumber daya manusia sesuai dengan

prasyaratan jabatan yang akan diisi (Job specification)

5) Langkah yang terakhir adalah pengkoordinasian berbagai

aktivitas untuk memadukan berbagai tugas yang berada

pada departemen atau sub-sub kerja agar keseluruhannya

terintegrasi dan mengarah pada pencapaian tujuan

organisasi.59

Hal ini penting untuk dijadikan panduan dalam kegiatan

pondok pesantren, sebab kegiatan tersebut memerlukan

bimbingan dari para guru (mentor) yang mempunyai keahlian

dalam bidang kegiatan yang dilaksanakan. Tanpa adanya

pembagian tugas yang jelas, pembagian tanggung jawab,

tanpa garis koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan

akan menemukan kesulitan dalam mewujudkan tujuan yang

telah dirumuskan dalam suatu kegiatan.

Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman:

59

Solihun, Pengantar Manajemen, 92- 98.

29

...

“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)

Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai...”60

Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan

bawahan. Sementara itu pengorganisasian dalam kaitannya

dengan pendidikan Islam, Ramayulis menyatakan bahwa

“Pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses

penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain

struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas.

Dalam lembaga pendidikan Islam, baik yang bersifat

individual, kelompok, maupun kelembagaan. Sebuah

organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat

berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika

konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan

organisasi yaitu kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika

kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten

dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam akan

sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam”.61

c. Pengendalian

Fungsi fundamental ketiga dalam manajemen adalah

bagaimana mengajak manusia secara sukarela untuk melakukan

aktifitas personal yang sesuai dengan tujuan perusahaan.

Menggerakkan merupakan usaha untuk mengajak anggota

kelompok sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk

mencapai sasaran perusahaan yang ingin dicapai tersebut.62

Pengendalian output dan tindak lanjut merupakan perbandingan

60

Q S. li Imr n/3: 103. 61

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 363. 62

Terry, Guide to Management, 313.

30

antara hasil yang dicapai dengan planning yang telah dirumuskan

dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan.63

Menggerakkan (actuating) menurut Tery adalah usaha untuk

mengajak anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan

antusias dan kemauan yang baik64. Tugas yang menggerakkan

anggota adalah pemimpin.

Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang

berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.

Prinsip-prinsip yang ideal dipraktekan seorang leader dalam

melakukan actuating65, yaitu:

1. Prinsip mengarahkan kepada tujuan. Tujuannya adalah

untuk memaksimalkan konstribusi bawahan terhadap

atasan untuk memudahkan pencapaian target dan tujuan.

Efektivitas pengarahan bawahan akan memudahkan

pencapaian tujuan.

2. Prinsip keharmonisan dengan tujuan. Orang-orang

bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang

mungkin tidak sama dengan tujuan perusahaan. Mereka

menghendaki demikian dengan harapan tidak terjadi

penyimpangan yang terlalu besar dan kebutuhan mereka

dapat dijadikan sebagai pelengkap serta harmonis dengan

kepentingan perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh

motivasi masing-masing individu. Motivasi yang baik akan

mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya

dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan

terpenuhi apabila mereka dapat bekerja dengan baik, dan

63

Paul Hesreydan Kenneth H Blanchard, Manajemen Prilaku Organisasi terj. (Jakarta: Erlangga, tt), 5.

64Terry, Guide to Management, 314.

65 http:// ochaamenfreak. blogspot.com/2013/10/ actuating- dalam-manajemen.html,

diakses tanggal 13 September 2020, jam 7.08.

31

pada saat itulah mereka menyumbangkan

kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Prinsip kesatuan komando: Prinsip kesatuan komando ini

sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan

tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan

hanya memiliki satu jalur di dalam melaporkan segala

kegiatannya, dan hanya ditujukan kepada satu pimpinan

saja, maka pertentangan di dalam pemberian instruksi

dapat dikurangi, serta semakin besar tanggung jawab

mereka untuk memperoleh hasil maksimal.

d. Pengawasan

Pengawasan atau controlling adalah fungsi yang berhubungan

dengan pemantauan, pengamatan, pembinaan, dan pengarahan

yang dilakukan oleh pimpinan lembaga pendidikan.66Pengawasan

atau kontrol kata berasal dari bahasa Perancis;dan kata "contre"

berarti "melawan". kata "peran" berarti fungsi yang diasumsikan

oleh seseorang. Koontz dan Donnel mendefinisikan controlling

sebagai "pengukuran dan menghubungkan kegiatan bawahan

untuk memastikan bahwa apa yang terjadi sesuai dengan

rencana”.67

Pengawasan terbagi dalam tiga bentuk, yakni (1) pengawasan

dilakukan dari atas ke bawah; (2) pengawas dari bawahan kepada

atasan; (3) pengawasan yang bersifat melekat, yaitu masing-

masing individu mengawasi dirinya.68

Al-Qur‟an telah memberikan pedoman dasar terhadap proses

pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan

dalam bentuk actuating ini. Allah berfiman dalam surat al–Kahfi

ayat 2 sebagai berikut:

66

Hikmat, Manajemen, 137. 67

Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective (Selangor: Prentice Hall, 2010), 200.

68Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 39.

32

“… sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.”69

Dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa (sebagai jalan yang

lurus) bimbingan yang lurus; lafal Qayyiman menjadi hal yang

kedua dari lafal Al-Kitab di atas dan sekaligus mengukuhkan

makna yang pertama (untuk memperingatkan) menakut-nakuti

orang-orang kafir dengan Al-Qur‟an itu (akan siksaan) akan

adanya azab (yang sangat keras dari sisi-Nya) dari sisi Allah (dan

memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang

mengadakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat

pembalasan yang baik).70

Pelaksanaan dari fungsi manajemen dapat ditemukan pada

pribadi agung, Nabi Muhammad SAW ketika ia memerintahkan

sesuatu pekerjaan, beliau menjadikan dirinya sebagai model dan

teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW adalah Al-Qur‟an yang

hidup (the living Qur‟an). Artinya, pada diri Rasulullah Saw

tercermin semua ajaran Al-Qur‟an dalam bentuk nyata. Beliau

adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan

meninggalkan semua larangan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat

dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan

meniru perilaku Rasulullah SAW.

Dalam Islam Manajemen bersifat universal, komprehensif, dan

memiliki karakteristik berikut:

69

Q.S. Al-Kahfi/18 :2. 70

Abu Bakar, Bahrun, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 5 (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2013), 95.

33

1. Manajemen dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat

erat, manajemen merupakan bagian dari sistem sosial yang

dipenuhi dengan nilai, etika, akhlak dan keyakinan yang

bersumber dari Islam.

2. Teori manajemen Islami menyelesaikan persoalan kekuasaan

manajemen, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan

karyawan. Perbedaan level kepemimpinan hanya

menunjukkan wewenang dan tanggung jawab atasan dan

bawahan saling bekerja sama tanpa ada perbedaan

kepentingan. Tujuan dan harapan mereka adalah sama dan

akan diwujudkan bersama.

3. Pegawai dan karyawan menjalankan pekerjaan mereka

dengan keikhlasan dan semangat profesionalisme, mereka

ikut berkontribusi dalam menetapkan keputusan, dan taat

kepada atasan sepanjang mereka berpihak pada nilai-nilai

syariah.

4. Kepemimpinan dalam Islam dibangun dengan nilai-nilai syura

(musyawarah) dan saling menasehati, dan para atasan bisa

menerima kritik dan saran demi kemaslahatan masyarakat

publik.71

Dasar dari pandangan di atas adalah firman Allah SWT dalam

surat al- aidah ayat 2:

71

Hendra Safri, “Manajemen dan Organisasi dalam Pandangan Islam”, Kelola: Journal of Islamic Education Management (Vol.II, No.2 Oktober 2017), 163-164, https://www.researchgate.net/publication/342417347.

34

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-Nya, dan binatang-binatang qala-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjid haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka), dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”72

Pada ayat di atas, Allah menerangkan kepada orang-orang

yang beriman; lima larangan penting yang tidak boleh dilanggar

yaitu:

1. Melanggar larangan-larangan Allah, yaitu melanggar amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lainnya.

2. Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.

3. Mengganggu binatang-binatang hadyu, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Ka‟bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin.

4. Mengganggu qala‟id yaitu binatang-binatang hadyu (kurban), yang sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dikurbankan dan dihadiahkan kepada Ka‟bah. Menurut pendapat yang lain, termasuk juga orang-orang yang memakai kalung yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Ka‟bah yang tidak boleh diganggu, seperti yang dilakukan orang Arab pada zaman jahiliah.

72 Q.S. Al- aidah/5: 2.

35

5. Menghalangi dan mengganggu orang yang mengunjungi Baitullah untuk mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Menurut jumhur yang tidak boleh dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin, sedang orang-orang kafir tidak diperbolehkan lagi masuk tanah haram.73

Ayat di atas menjelaskan bahwa Islam memerintahkan kepada

manusia untuk bekerja sama dalam segala hal, kecuali dalam

perbuatan dosa dan melakukan aniaya kepada sesama makhluk.

Abu Sin dalam bukunya Al-Id rah f al-Isl m, sebagaimana

dikutip Adiwarman Karim,74 menjelaskan konsep manajemen

Islami secara panjang lebar, sekaligus membuat kritikan terhadap

manajemen modern. Menurutnya, scientific management hanya

menekankan pada pentingnya efesiensi dan kompensasi

ekonomis sebagai insentif utama bagi pekerja, padahal efisiensi

menjadi kontraproduktif bila pekerja merasa diperlakukan seperti

robot dan berapapun besarnya kompensasi ekonomis akan terasa

kurang bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Bahkan,

konsep ini menimbulkan pertentangan yang tidak ada habisnya

antara pekerja rendahan dengan manajemen atas.

Ahmad Ibrahim Abu Sin, merumuskan empat hal yang harus

terpenuhi untuk dapat dikategorikan manajemen Islami:

a. Manajemen Islami harus didasari nilai-nilai dan akhlak Islami. Etika bisnis Islami yang ditawarkan salafy dan khalafi berlaku universal tanpa mengenal ras dan agama. Boleh saja berbisnis dengan label Islam dengan segala atributnya, namun bila nlai-nilai dan akhlak berbisnis ditinggalkan, cepat atau lambat bisnisnya akan hancur.

b. Kompensasi ekonomis dan penekanan terpenuhinya kebutuhan dasar pekerja. Cukuplah menjadi suatu kezaliman bila perusahaan memanipulasi semangat jihad seorang pekerja dengan menahan haknya, kemudian menghiburnya dengan pahala yang besar. Urusan pahala, Allah yang

73

Anonim, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 5, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007),

145. 74

A. Karim, Adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi ketiga (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 76.

36

mengatur. Urusan kompensasi ekonomis, kewajiban perusahaan membayarnya.

c. Faktor kemanusiaan dan spiritual sama pentingnya dengan kompensasi ekonomis. Pekerja diperlakukan dengan hormat dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Tingkat partisipatif pekerja tergantung pada intelektual dan kematangan psikologisnya. Bila hak-hak ekonomisnya tidak ditahan, pekerja dengan semangat jihad akan mau dan mampu melaksanakan tugasnya jauh melebihi kewajibannya.

d. Sistem dan struktur organisasi sama pentingnya. Kedekatan atasan dan bawahan dalam ukhuwah Islamiyah, tidak berarti menghilangkan otoritas formal dan ketaatan pada atasan selama tidak bersangkut dosa.75

3. Konsep Dasar Program Tahfiz Al-Qur’an

a. Batasan-batasan

Proses pembelajaran akan lebih menarik, apabila unsur-unsur

yang ada aktif dalam sebuah pembelajaran. Agar lebih menarik

diperlukan strategi-strategi yang tepat dan mengoptimalkan

interaksi antara siswa dan guru di mana guru dan siswa tersebut

dapat secara bersama-sama mencapai tujuan yang diinginkan

berdasarkan tahapan yang dilakukan.

Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata

kerja” dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos

merupakan gabungan dari kata stratos (militer) dengan ago

(memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan

(to plan actions). Hardy, Langlay, dan Rose dalam Sudjana,

mengemukakan: “Strategy is perceived as plan or a set of explicit

intention preceeding and controlling actions (strategi dipahami

sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan

mengendalikan kegiatan)”.76

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer

yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer

untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperan

75

Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah (Bandung: Alfabeta, 2010), 23-24. 76

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2013), 3.

37

dalam mengatur strategi untuk memenangkan peperangan

sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang

bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari

kuantitas maupun kualitas.77 Dalam militer strategi digunakan

untuk memenangkan suatu peperangan, sedang taktik digunakan

untuk memenangkan pertempuran”78.Menurut Syaiful Bahri

Djamarah, “Strategi merupakan sebuah cara atau sebuah metode,

sedangkan secara umum strategi memiliki pengertian suatu garis

besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran

yang telah ditentukan”.79

Secara umum strategi diartikan sebagai suatu garis-garis

besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran

yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran,

strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan

murid dalam perwujudan interaksi antara keduanya untuk

mencapai tujuan yang telah digariskan.80

Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan

kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu

kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan,

dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok

orang. Ada pengertian penting dan perlu ditekankan dalam

menentukan program yaitu, (1) realisasi atau implementasi suatu

kebijakan, (2) terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama bukan

kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan, dan (3) terjadi

dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.81

77

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 125.

78 Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku

Sosial Kreatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 138-139. 79

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta.2010), 5.

80 Ibid.

81 Suharsimi dan Safruddin, Evaluasi Program Pendidikan (Bandung: PT Bumi

Aksara, 2009), 4.

38

Program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan, kelompok, dan/atau organisasi (lembaga) yang

memuat komponen-komponen program. Komponen-komponen

program itu meliputi tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses

kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya, organisasi penyelenggara,

da lain sebagainya. Sedangkan manajemen program merupakan

upaya menerapkan fungsi-fungsi pengelolaan baik untuk setiap

kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan maupun untuk satuan

dan jenis pendidikan.82

Sementara itu, kata tahfiz berasal dari bahasa Arab yang

artinya memelihara, menjaga, dan menghafal.83 Pengertian tahfiz

secara etimologi yaitu berarti lawan kata dari lupa, yaitu selalu

ingat dan sedikit lupa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) disebutkan bahwa kata hafal berarti telah masuk dalam

ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan kembali di

luar kepala atau tanpa melihat buku.84

Menghafal dalah bahasa Arab dikenal dengan al–Ḥifẓ (حفظ),

di ambil dari akar kata حافظ –يحفظ –حفظ yang memiliki arti

menjadi hafal dan memelihara dan menjaga hafalannya atau

menghafal dengan baik85 dengan demikian seorang penghafal Al-

Qur‟an dengan istilah Ḥ fiẓ (حافظ), yang dimaknai dengan orang

yang hafal.86

82

Sudjana, S. H. Djudju, Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Bandung: Falah Production, 2004), 1-2.

83 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005), 105.

84Kemendikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal, Diakses pada 12 September 2020, pada pukul

21.23 WIB. 85

A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progresif,1997), 301. 86

A. Rab Nawabuddin, Kaifa Tahfidzul Qur‟an, terj. Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik

Mengha-fal Al-Qur‟an (Bandung: Sinar Baru Algesindo,1996), 23.

39

Ibnu Mandzur sebagaimana dikutip oleh Abdul Rab

Nawabuddin mengartikan hafiz adalah orang yang berjaga-jaga,

yaitu orang yang selalu menekuni pekerjaannya. Hal ini

didasarkan pada Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat

238 sebagai berikut:

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat

wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan

khusyu'.”87

Kalimat Ḥ fiẓ dalam ayat tersebut di atas dimaknai menjaga

atau memelihara dan juga memiliki makna yang lain,

sebagaimana dalam surat al- Mu‟min n ayat 5 sebagai berikut:

“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.”88

Kata al–Ḥifẓ yang ada dalam ayat tersebut di atas, dimaknai

dengan menahan diri dari segalah hal yang dilarang dan

diharamkan oleh Allah SWT.

Dalam surat al-Anbiy , ayat 32 terdapat kata al–Ḥifẓ dengan

makna yang berbeda

“dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,

sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda

(kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.”89

Tahfiz Al-Quran mengandung arti menghafal atau menjadikan

hafal. Kata dasar Tahfiz yaitu Ḥifẓ banyak disebutkan dalam

87

Q.S. Al-Baqarah/2: 238. 88

Q.S. Al- Mu‟min n/23: 5. 89

Q.S. Al-Anbiya‟ /21: 32.

40

Al-Qur‟an dan dapat berarti banyak hal, sesuai dengan

pemahaman konteks kalimatnya, contohnya adalah firman Allah

SWT yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al- Ḥijr ayat 9:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”90

Dari pengertian tersebut, dapat difahami bahwa makna

menghafal (al–Ḥifẓ) memiliki banyak pengertian. Banyaknya

makna “menghafal” dalam Al-Qur‟an pada dasarnya terletak dari

konteks makna tersebut digunakan.

Abdulrab Nawabuddin sendiri berpendapat bahwa makna

etimologis menghafal Al-Qur‟an berbeda dengan menghafal selain

Al-Qur‟an. Perbedaan ini dikarenakan dua alasan. Pertama,

menghafal Al-Qur‟an adalah hafal secara sempurna seluruh Al-

Qur‟an, sehingga orang yang hafal Al-Qur‟an separuh atau

sepertiganya belum dikatakan sebagai Ḥ fiẓ (orang yang hafal Al-

Qur‟an). Kedua, menghafal Al-Qur‟an harus kontinyu dan

senantiasa menjaga yang dihafal itu supaya tidak lupa. Orang

yang hafal Al-Qur‟an, kemudian lupa sebagian saja atau

seluruhnya karena kealpaan atau karena sebab lain, misalnya

sakit atau menjadi tua, maka tidak berhak menyandang sebagai

Ḥ fiẓ”91

Sedangakan menurut Aziz Abdul Rauf dalam bukunya

menjelaskan bahwa definisi menghafal adalah “proses mengulang

sesuatu baik dengan membaca ataupun mendengar. Hal ini pula

yang disesuaikan bahwa segala sesuatu pekerjaan yang

dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi hafal. Jadi dapat

90

Q.S. Al- Ḥijr/15: 9. 91

M. Ziyad al Abbas, Metode Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Firdaus, 1993), 29-30.

41

kita simpulkan bahwa kata menghafal berarti berusaha

meresapkan sesuatu ke dalam pikiran agar selalu diingat.”92

Menghafal merupakan suatu aktivitas memasukkan suatu

materi verbal ke dalam ingatan, sehingga nantinya akan dapat

diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah sesuai dengan

materi yang asli dan menyimpan kesan-kesan yang suatu waktu

jika diperlukan maka akan mudah untuk diingat kembali melalui

alam bawah sadar.93

Membaca Al-Qur‟an berbeda dengan membaca kitab-kitab

yang berbahasa Arab pada umumnya, Al-Qur‟an yang diatur

mulai dari cara membacanya, panjang pendeknya, dibaca tebal

atau halus, boleh atau tidak boleh memulai dan berhenti, bahkan

diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.94

b. Sejarah Tahfiz Al-Qur’an

Kitab suci Al-Qur‟an adalah kalam Allah swt., yang diwahyukan

kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat pembawa

wahyu yang diterima nabi dalam rentang waktu 23 tahun. Dalam

sejarah Islam, prosen tahfiz ayat Al-Qur‟an yang paling awal ketika

wahyu pertama turun kepada Nabi di Gua Hira, kemudian Nabi

Muhammad kembali dari Gua Hira dan membacakan wahyu yang

diterimanya kepada isterinya Siti Khadijah RA. Kejadian ini dipahami

dari sebuah hadits mengenai wahyu yang pertama.95 Malaikat Jibril

memperdengarkan Al-Qur‟an dari awal sampai akhir, kemudian

semuanya disampaikan oleh nabi melalui proses hafalan.96

Untuk memudahkan para sahabat dan umatnya oleh malaikat

92

Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur‟an (Yogyakarta: Press, 1999), 34.

93 Zakiyah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara,

2007), 89. 94

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, cet. 6 (Bandung: Mizan, 1997), 3. 95

Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn al Barzabah Al Bukhari. Shahih Bukhari, Juz 7 (Mesir: Dar al Jayl, tt), 64.

96 Muhammad bin Ishaq, Shirrah Nabawiyyah (Bairut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah,

2004), 189.

42

diperintahkan kepada Nabi Muhammad untuk membacakan dengan

perlahan-lahan. Setelah para sahabatnya menghafal kemudian

disebarkan kepada para sahabat lainnya dengan cara ini tidak ada

satu atau dua hari lewat kecuali wahyu Al-Qur‟an sudah dihafal di

dalam dada sekian sahabat.97

Selain Rasulullah, ada sahabat yang mengajarkan hafalan dan

bacaan Al-Qur‟an di awal–awal turunnya wahyu, di antaranya sahabat

Khabbab bin al-Artt (w. 37 H). Khabbab bin al-Artt merupakan guru

privat dengan mendatangi rumah-rumah muridnya untuk mengajarkan

bacaan Al-Qur‟an pada periode awal Islam. Beliau memeluk Islam

sebelum adanya pengajian di rumah Al-Arqam. Sahabat lain yakni „Abd

Allah bin Mas„ud (w. 32 H), beliau termasuk orang pertama belajar Al-

Qur‟an ke Rasulullah. Beliau juga adalah sahabat pertama yang

membacakan Al-Qur‟an dengan terang-terang di hadapan orang kafir

Makkah.98

Rasulullah adalah guru pertama di Mekkah dan Madinah,

kemudian dibantu oleh beberapa sahabat senior yang lain ketika

Rasulullah sibuk dengan urusan yang lain. Dalam sejarahnya Nabi

pernah mengirim beberapa sahabat ke daerah luar kota Madinah.

Sebagai contoh ketika orang-orang Yaman meminta untuk dikirimkan

guru untuk mengajarkan Al-Qur‟an, Nabi mengirim sahabatnya yang

bernama Abi „Ubaidah (w. 18 H). Riwayat lain menyebutnya Mu„adz

bin Jabal (w. 18 H) dan Abu Musa al-Asy‟ari (w. 44 H) ke Yaman

sebagai guru Qur‟an.99

Di masa Rasulullah SAW, kelompok-kelompok penghafal Al-

Qur‟an dalam bentuk halaqah-halaqah di masjid Nabawi. Halaqah Al-

Qur‟an adalah berkumpulnya beberapa orang di dalam suatu tempat

97

Akram „Abd Khalifah al-Dalimi, Jam„ Al-Qur‟an: Dirasah Tahliliyyah li Marwiyyatih, cet. I (Bairut: Dar al-Kutub al-„ilmiyyah, 2006), 27.

98Muhammad, Shirrah Nabawiyyah, 225.

99 Ibirahim al-Ibyaari, T ri>kh al –Qur‟an (Tkp.: Dar al-Qalam, 1965), 49.

43

yang suci untuk belajar Al-Qur‟an dalam beberapa waktu100 Para

sahabat membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Quran.

Selain itu, para sahabat juga mengajarkan Al-Quran kepada para

istri dan keluarganya di rumah serta mengulang-ulang bacaan Al-

Qur‟an yang mereka peroleh siang dan malam. Halaqah penghafal Al-

Qur‟an tersebut disebut Shubhi Ash-Shalih dengan nama Madrasah

Nabawiyah. Pasca kenabian, di Madinah dibuka halaqah oleh pada

Sahabat dan menjadi rujukan bacaan Al-Quran. Para Sahabat yang

membuka halaqah yaitu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay

bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Abu Darda, dan Abu

Musa Al-Anshari.101

Hingga Rasulullah wafat, tidak ditemukan satu mushaf yang

menghimpun seluruh ayat dan surat Al-Qur‟an, yang ada hanyalah

beberapa lembaran catatan yang terpisah, ditulis diberbagai media

yang sangat sederhana sesuai dengan kondisi pada saat itu. Dalam

sejarah, sahabat nabi yang bisa menulis ketika beliau hijrah ke

Madinah adalah Ubay bin Ka„b (w. 30 H), Zaid bin Tsabit (w. 45 H),

Sa„d bin „Ubadah (w. 14 H), Rafi„ bin Malik (w. 3 H). Orang pertama

yang menulis untuk Nabi di Madinah adalah Ubay, ketika Ubay tidak

ada atau berhalangan maka Nabi mengundang Zaid.102

Pada saat pengkodifikasian Al-Qur‟an di saat pemerintahan

sahabat Usman bin Affan (w. 35 H), di saat beliau mengirimkan

mushaf-mushaf ke beberapa daerah, ia mengikut sertakan guru yang

ditugaskan untuk mengajarkan bacaan-bacaan dengan yang

tercantum dalam mushaf103 dengan tujuan untuk menjaga

100

Attulaimat, Abdul Mu‟ti Muhammad Riyad, Halaqah Al-Qur‟aniah (Jeddah: Dar Nur Al-Maktabah, 2000), 200.

101 Hasan Bisri dan Irfan B., Management Tahfizul Qur‟an Islamic Boarding School

Lkid Model Ta‟dibi ISSN 2442-4994 Volume 5 Nomor 1 (April 2016), 60, file:///C:/Users/Asus/Downloads/unidajump2019,+654-2217-1-PB%20(2), pdf.

102 Syaik Al-Baladzuri, Futuh al-Buldan Penaklukan Negeri-negeri dari Fathu Makkah

sampai Negeri Sind (Jakarta: Pusataka Al-Kautsar, 2015), 280-281. 103

Fahd al-Rumi, Dirasat fi „Ulum Al-Qur‟an al-Karim, cet XIII (Riyadh: t.p, 2004),

99.

44

keorisinalan Al-Qur‟an dan membacanya secara al-talqian al-syaf hi

mempunyai maksud yaitu menjaga kemurnian Al-Qur‟an dengan

membacanya secara benar, menghindari kesalahan dalam ucapan

atau bacaan.

Pada masa kekinian, mushaf yang sudah dicetak menjadi patokan

dan standar hafalan, di mana santri menghafal Al-Qur‟an yang

disetorkan kepada gurunya dari sebuah mushaf. Patokan ayat-ayat

yang akan disetorkan sesuai dengan posisi dan letaknya yang ada di

halaman mushaf. Realitas yang ada, santri biasanya menyetorkan

hafalan satu halaman atau satu lembar, persoalan jumlah ayat

biasanya tidak menjadi persoalan dalam halaman tersebut. Standar

tahfiz adalah halaman mushaf.104

Dalam kenyatannya para ḥuffaẓ memakai mushaf yang dikenal

dengan mushaf al-Ḥuffaẓ atau yang lebih dikenal dalam lingkungan

pesantren dengan istilah Al-Qur‟an pojok pada lembaga pendidikan

pesantren atau rumah tahfiz yang ada di Indonesia, memiliki

kesamaan mushaf al-Ḥuffaẓ yang dicetak di berbagai Negara Islam

dari sisi pojok awal dan akhir ayat pada tiap halaman, seperti yang

dicetak di Turki, Mesir, Suria, Arab Saudi dan Indonesia.

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan sains dan teknologi.

Memberikan akses kemudahan dalam pembelajaran Al-Qur‟an, di

antara kemudahan tersebut ialah perekaman bacaan berupa murattal

yang dapat dengan muda dibawa dan didengar kapan saja diinginkan.

Menurut Abd al-Daa‟im Kahiil,105 kondisi seperti ini sangat sesuai

dengan orang-orang yang mempunyai mobilitas yang tinggi dan tidak

mempunyai cukup waktu untuk mengaji di pesantren, sebagaimana

104

Mushaf yang menjadi standar tahfiz Al-Qur‟an di mayoritas Negara Islam termasuk Indonesia adalah mushaf cetakan Mesir, Madinah, Turki, Damaskus dan Kudus. Di Jawa, mushaf ini lebih terkenal dengan sebutan mushaf pojok.

105 Abdul Jalil, “Studi Historis Komparatif tentang metode tahfidz Al-Qur‟an”, Jurnal

Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadits Vol. 18, No. 1 (Januari 2017), 30, http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/alquran/article/view/1495/1236.

45

yang dialami oleh orang-orang yang tinggal di kota-kota besar,

menurut beliau kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an karena otak kita

belum terbiasa dengan style bahasa Al-Qur‟an.

Abd al-Daa‟im Kahiil106, menyarankan tiga langkah untuk

menghafal Al-Qur‟an:

1) Tahap mendengar rekaman murattal Al-Qur‟an (bacaan yang

benar dan pelan), untuk membiasakan kata-kata atau ayat Al-

Qur‟an di otak dan di telinga. Teknologi digital memberikan

kesempatan kepada siapapun dan di manapun untuk mendengar

murattal, mendengarkan bacaan Al-Qur‟an saat menjelang tidur

sangat berkonstribusi dalam menghafal Al-Qur‟an. Karena otak

manusia dapat membedakan suara-suara yang ada dan mampu

menyimpannya walaupun dalam keadaan tertidur.

2) Tahap memahami isi kandungan Al-Qur‟an untuk membantu

dalam menghafal Al-Qur‟an. Hal ini dapat dilalui dengan cara

membaca terjemahan dan kitab tafsir yang ringan, seperti kitab

Aysar al-Tafsir karya Abu Bakr al-Jaza‟iri atau al-Tafsir al-Wajiz

karya Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 M).

3) Cara menghafal Al-Qur‟an apada umumnya dengan mengulang

berkali-kali atau bisa membagi per ayat atau per halaman menjadi

beberapa bagian atau tema dan alur cerita yang ada surat

tersebut.

Dalam pengajaran bacaan dan hafalan Al-Quran dikenal tiga

macam sistem pengajaran. Ketiga sistem pengajaran telah diterapkan

pada zaman Nabi hingga zaman klasik. Ketiga macam system

pengajaran tersebut, yaitu: “Usariyah yang berarti keluarga,

Masjidiyah melalui lingkungan masjid dan Kutt biyah (Kuttab,

pengajian anak-anak). Sistem yang efektif dan terus berkembang

hingga sekarang di negara-negara Islam seperti di negara-negara

Arab adalah yang terakhir, yaitu sistem Kuttab. Dalam sistem ini anak-

106

Ibid, 31.

46

anak sejak usia dini belajar kepada seorang hafiz setiap pagi dan sore

membawa papan (lauḥ) yang ditulis ayat-ayat yang sedang dihafal.

Setelah hafal tulisan tersebut dihapus dan hafalannya diajukan (tasmi„

atau taḥsin) kepada gurunya. Selanjutnya akan ditulis lagi ayat-ayat

berikutnya untuk dihafal dan begitu seterusnya.”107

c. Kaidah Menghafal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur‟an bukanlah pekerjaan yang mudah untuk

dilaksanakan, jika tidak meluangkan waktu, usaha dan segenap

kemampuan. Jika segala sesuatu dimulai dengan niat yang sungguh-

sungguh pastinya akan memperoleh keberhasilan. Begitu juga dalam

menerapkan program Taḥf ẓul Qur‟ n.

Pada jenjang awaliyah, yang merupakan jenjang usia anak pada

sekolah tingkat dasar. Oleh Raghib al-Sirjani, disebutkan bahwa

kaidah-kaidah yang ditetapkan merupakan kaidah-kaidah Ijtih diyyah,

yang berarti mengandung pengertian terbuka kepada tambahan-

tambahan dan semua orang berhak menurunkan timba ukurannya

masing-masing, atau dapat menambah cara-cara yang baru, atau

kaidah-kaidah lainnya yang telah teruji dan berguna membantu umat

untuk menghafal Al-Qur‟an”.108

Lebih lanjut disebutkan, terdapat kaidah pokok dan kaidah

pendukung. Kaidah pokok merupakan kaidah-kaidah yang diyakini

tidak bisa dihindari selama-lamanya oleh penghafal Al-Qur‟an.

Sedangkah kaidah pendukung adalah kaidah-kaidah yang bisa

menerima akan perubahan, tambahan dan penghapusan sampai

batas-batas tertentu. Namun demikian, dengan berpegang kepada

kedua kaidah tersebut akan membuahkan hasil yang sangat baik.

Kaidah-kaidah pokok dalam menghafal Al-Qur‟an meliputi:

107

Bisri, Managemenent, 61. 108

Sumarsih Anwar, “Implementasion Of Tahfizul Qur‟an Education At Elementary

School Aged Children At Pesantren Nurul Iman Tasikmalaya” Edukasi: Jurnal Penelitian

Pendidikan Agama dan Keagamaan, P(Iebruari 2017), 268,

https://www.coursehero.com/file/p3i0gsh.

47

a. Ikhlas; merupakan kaidah terpenting dalam menghafal Al-Qur‟an.

Semua pendidik diharapkan dalam memberikan pengajaran

kepada anak didik, tidak untuk mengharapkan kedudukan dengan

Al-Qur‟an atau posisi yang tinggi di atas manusia atau lebih

unggul dari teman-teman sebayanya.

b. Tekad yang kuat; hal ini menjadi pekerjaan orang tua agar

senantiasa mengenalkan Al-Qur‟an kepada anak sejak usia dini

atau sebelum mereka masuk ke sekolah dasar. Keinginan saja

tidaklah cukup, ia mesti diiringi oleh kemauan yang kuat untuk

melakukannya.

c. Paham akan keutamaan menghafal Al-Qur‟an.

d. Berdo‟a kepada Allah; berdoa kepada Allah dengan ikhlas dan

jujur.

e. Memperhatikan kaidah-kaidah tajwid; membaguskan bacaan Al-

Qur‟an.

f. Membaca Al-Qur‟an secara rutin; berusaha menamatkan bacaan

Al-Qur‟an dalam jangka waktu tertentu (bulanan, mingguan, harian

ataupun halaman) merupakan hal yang baik untuk memulai

hafalan Al-Qur‟an. Tetapi untuk pendidikan anak-anak tentunya

berbeda, yaitu lebih menuntun anak-anak didik lebih sering

membaca Al-Qur‟an.

Beberapa kaidah pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an adalah:

1) Perencanaan yang baik dan jelas

2) Bekerja sama dengan orang lain

3) Mendahulukan menghafal surat-surat yang pendek dan

mudah

4) Tetap pada satu jenis mushaf

5) Jangan berpindah ke surat yang baru sebelum yang lama

hafal dengan lancar, dan

6) Mengikuti perlombaan-perlombaan hafalan Al-Qur‟an.

48

Senada dengan kaidah-kaidah yang dikemukakan oleh

Raghib al Sirjani, Badwilan menyebutkan juga tentang kaidah-

kaidah umum yang diharapkan bisa membantu mereka yang ingin

menghafal Al-Qur‟an, agar mereka mendapat kedudukan yang

tinggi atau sebagian darinya jika tidak bisa dicapai seluruhnya.109

Tekad itu harus datang kepada seorang yang memiliki keteguhan.

Beberapa kaidah penting yang harus diperhatikan adalah110:

a. Konsisten dengan satu mushaf hafalan

b. Berguru pada ulama yang hafiz

c. Memilih dan memanage waktu dengan baik

d. Menentukan target hafalan setiap hari

e. Mengulangi secara rutin, dan

f. Penggunaan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal

Lebih lanjut, menurut Badwilan, tahun yang tepat untuk

menghafal Al-Qur‟an yang benar-benar telah disepakati, yaitu dari

umur 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun. Alasannya, manusia pada

usia ini daya hafalannya bagus sekali, bahkan masa ini

merupakan tahun-tahun menghafal cepat. Menghafal pada usia ini

sangat cepat, dan kelupaan masih lambat sekali.111

Pendapat lain adalah Ahsin, bahwa “ada beberapa hal yang

harus dipenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal

Al-Qur‟an, di antaranya adalah: 1) Mampu mengosongkan

benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan

yang sekiranya akan mengganggu, 2) Niat yang ikhlas, 3) Memiliki

keteguhan dan kesabaran, 4) Istiqomah, 5) Menjauhkan diri dari

maksiat dan sifat-sifat tercela, 6) Ijin orang tua, wali, atau suami,

dan 7) Mampu membaca dengan baik”.112

109

Badwilan Ahmad Salim, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur‟an (Yogyakarta: Diva

Press, 2009), 199-202. 110

Ibid, 105. 111

Ibid, 116. 112

Ahsin, W. Al Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 48-54.

49

d. Metode-Metode Menghafal Al-Qur’an

Metode dapat diartikan sebagai jalan yang digunakan untuk

menjalankan rencana yang telah dirumuskan dan disusun dalam

kegiatan nyata, agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan

dapat tercapai secara maksimal.113 Metode yang tepat akan

berpengaruh besar terhadap keberhasilan suatu proses menghafal Al-

Qur‟an:

Dalam perkembangan tahfiz diberbagai tempat dan berbagai

negara merujuk pada satu mushaf, yaitu mushaf al-Huffaẓ,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Yahya al-Gausani.114

Salah satu metode yang ditemukan dengan istilah al-ta‟at al-asyr

(10 kata yang awalnya huruf ta‟):

1) Al-tahyi‟ah al-nafsiyyah (persiapan psikologis), yang berkaitan

dengan ungkapan dalam ilmu psikologi “jauhkan pikiran yang

negatif‟, termasuk di dalamnya tempat yang suci dan nyaman

serta ketenangan

2) Al-takhayyul (membayangkan atau berimajinasi) adalah

memotivasi diri terutama otak agar bersemangat untuk belajar

dan maksimal. Membayangkan kenikmatan setelah menghafal

surat surat utama dalam Al-Qur‟an, terlebih kalau sudah

menghafal keseluruhan. Hal ini untuk membantu dalam otak

untuk mewujudkan target dan tujuan tersebut.

3) Al-taḥsin wa al-tahmiyah (pemanasan), yaitu melakukan

pemanasan dalam menghafal Al-Qur‟an dilakukan dengan

membaca beberapa ayat atau surat sekitar lima menit berupa

mur ja„ah sebelum memulai hafalan baru.

4) Al-tark z wa al-taṣw r (fokus), dengan memfokuskan

pandangan pada ayat yang akan dihafal, dengan

113

Hamruni, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), 12. 114

Abdul Jalil, Metode Menghafal Al-Qur‟an, dalam Meraih Prestasi di Perguruan Tinggi (Jogjakarta: Idea Press, 2009), 321.

50

mengabaikan kesibukan dan pandangan kepada yang lainnya,

tujuannya untuk memotret ayat tersebut kedalam otak.

5) Al-tanaffus (pernafasan), adalah memasukan oksigen ke

dalam tubuh untuk membantu otak dalam proses memasukan

informasi ke dalamnya, setelah menghela nafas baru memulai

membaca Al-Qur‟an.

6) Al-tart l, membaca dengan tartil akan lebih baik daripada

menghafal cepat tanpa tartil, dan sangat membantu dalam

hafalan Al-Qur‟an, di samping membaca dengan suara yang

cukup, bukan membaca dalam hati, kemudian mecoba

membaca tanpa mlihat mushaf sambil memejamkan mata

agar lebih fokus dan membayangkan kata-kata yang sedang

dibaca.

7) Al-takrar (pengulangan), langkah ini dilakukan dengan

mengecek kembali redaksi dan tulisan ayat den: setelah

berhasil membaca dari ingatan dengan bagus dan baik, lalu

perlu dicek kembali redaksi dan tulisan ayat dengan melihat

ke mushaf, kemudian mengulangi lagi bacaannya dari ingatan.

8) Al-tar but, apabia sudah berhasil menghafal dua ayat,

kemudian disambungkan dengan ayat berikutnya dengan

membaca bagian akhir ayat dan disambungkan dengan

bagian awal ayat selanjutnya tanpa henti.

9) At-tahbih wal-mur ja„ah, yaitu mengulang kembali hafalan

secara keseluruhan untuk memastikan dan menguatkan

10) Al-tawakkal „ala Allah, yakni berserah diri kepada allah yang

dibutuhkan disetiap saat dan pase dalam proses menghafal

Al-Qur‟an.

Selain metode-metode di atas, yang dikenal dengan metode

sepuluh T, yang dielaborasi dari mushaf al-Huffaz, ada beberapa

istilah lain yang berkaitan dengan sistem dan metode dalam

menghafal Al-Qur‟an, di antaranya:

51

a. Menghafal dengan menulis atau metode lauḥ

Metode lauḥ masih ada yang memperaktekan hingga

sekarang, apa yang kita tulis kemudian di hafal, makan akan

menjadikan kekuatan hafalan lebih kuat dan melekat. Metode

lauḥ ini banyak diterapkan di negara Maroko, santri-santri

diharuskan menulis ayat ayat terlebih dahulu yang mau dihafal

kemudian diperlihatkannya kepada guru, ayat yang sudah

dikoreksi dan dibenarkan oleh guru dibaca oleh santri secara

berulang ulang hingga hafal, selanjutnya memperdengarkan

hafalan tanpa melihat tulisan.

b. Metode mendengar atau tasmi' atau sim 'i

Metode mendengar juga dapat dipraktekan dalam proses

menghafal Al-Qur‟an. Metode ini umumnya diperuntukan bagi

orang yang terganggu indera penglihatannya, atau anak kecil

yang belum fasih membaca Al-Qur‟an, metode ini disebutkan

dalam Al-Qur‟an surah Al-Qiy mah ayat 18;

“Apabila kami telah selesai membacakannya, maka

ikutilah bacaan itu.”115

Sim 'i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan

metode ini ialah mendengarkan suatu bacaan Al-Qur‟an untuk

dihafalkannya. Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang

memiliki daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra,

atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum

mengenal bacaan dan tulisan Al-Qur‟an.

c. Metode berantai (taṡalṡuli)

Metode taṡalṡuli yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an

dengan cara menghafalkan satu ayat sampai hafal dengan

lancar, kemudian pindah ke ayat kedua sampai benar-benar

115

Q .S. Al-Qiy mah/78: 18.

52

lancar, setalah itu, mengkombinasikan ayat satu dan ayat

lainnya tanpa melihat mushaf, dan tidak berpindah ke ayat

berikutnya kecuali lancar, seterusnya dilakukan seperti

demikian.

Cara taṡalṡuli menghendaki kesabaran yang cukup tinggi

karena harus banyak mengulang-ulang setiap ayat tetapi akan

menghasilkan hafalan yang benar-benar lancar.

d. Metode Penggabungan (Jam„i)

Metode jam„i yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an

dengan cara menghafal satu ayat sampai lancar, kemudian

bepindah ke ayat lainnya. Setelah ayat kedua lancar

berpindah ke ayat ketiga, begitu juga seterusnya sampai satu

halaman. Kemudian setelah dapat menghafal satu halaman,

menggabungkan hafalan dari ayat pertama sampai terakhir

tanpa melihat mushaf. Ini juga kalau mampu digabungkan

satu halaman sekaligus, kalau dianggap sulit, maka dibagi dua

menjadi setengah halaman dengan melihat mushaf terlebih

dahulu dan setelah itu, membacanya tanpa melihat mushaf.

Dan setengah yang kedua pun demikian, setelah lancar, maka

gabungkan setengah pertama dan setengah kedua dengan

cara dihafal.

e. Metode pembagian (milqasam)

Metode milqasam yaitu menghafal satu halaman Al-

Qur‟an dengan cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian,

setiap bagian itu menghafalnya secara tasalsul (mengulangi

dari awal), setelah tiap-tiap bagian telah sempurna (satu

halaman) dihafal, kemudian disatukan/digabungkan antara

satu bagian dengan bagian yang lainnya sampai seluruh

bagian dapat digabungkan tanpa melihat mushaf, metode ini

pertengahan antara metode tasalsul dan jam„i.

f. Metode pengulangan per satu ayat (wahdah)

53

Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu

per satu terhadap ayat yang hendak dihafalnya. Untuk

mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak

sepuluh kali atau dua puluh kali, atau lebih, sehingga proses

ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.

Dengan demikian penghafal akan mampu

mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja

dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar

membentuk gerak refleks pada lisannya.

g. Metode menghafal bersama-sama

Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal

yang dilakukan secara bersama-sama, dipimpin oleh seorang

instruktur/ pembimbing. Pertama, pembimbing membacakan

satu ayat atau beberapa ayat dan kemudian siswa menirukan

secara bersarna-sama. Kemudian instruktur membirnbingnya

dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa

mengikutinya. Kedua, setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca

dengan baik dan benar, selanjutnya rnereka mengikuti bacaan

instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan

mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-

benar hafal.

h. Metode pemahaman makna (fahmun al-ma'na)

Metode ini sebenarnya sangat efektif dan bagus namun

sulit diterapkan di usia dini, karena untuk bisa pada tingkatan

mampu memahami Al-Qur‟an mernbutuhkan waktu yang

lama. Metode ini juga akan sangat membantu seseorang di

dalam menyelesaikan target hafalannya, karena seseorang

yang telah paham dengan isi ayat, maka ia akan lebih cepat

menghafalkannya dan sangat membantu menguatkan hafalan.

Sehingga tidak heran jika ada orang Arab bisa lebih cepat

ketika menghafal Al-Qur‟an dibanding dengan orang asing,

54

karena mereka dibantu dengan kemampuan bahasa mereka

sendiri yaitu bahasa Arab. Maka untuk menggunakan metode

ini, orang asing (a„jam) harus mempelajari bahasa Arab dulu

sebagai perangkat untuk bisa memahami Al-Qur‟an.116

i. Metode DaQu (Daqu Method)

Pondok Pesantren Tahfiz Darul Qur‟an meluncurkan

metode membaca Al-Qur‟an yang disebut dengan Metode

DaQu. Metode DaQu merupakan manhaj yang berisi prinsip-

prinsip dan nilai-nilai yang menjadi panduan setiap insan

Daarul Qur‟an dalam mengembangkan dakwah Al-Qur‟an

ditengah masyarakat untuk menuju peradaban Qur‟ani. Latar

belakang metode ini adalah agar santri mendapatkan materi

pengajaran Al-Qur‟an yang singkat dan praktis hingga anak

didik bisa membaca Al-Qur‟an dengan baik. Metode ini

merupakan metode yang menggabungkan beberapa metode

membaca Al-Qur‟an yang telah dikenal selama ini.

Metode DaQu terdiri dari enam seri tingkatan

pembelajaran Al-Qur‟an. Ciri khas lainnya dalam Metode

DaQu ini juga dilengkapi dengan pembahasan dan contoh-

contoh gar b al-qir ‟ah (bacaan-bacaan asing). Lalu juga

dilengkapi warna pada pojok materi yang bertujuan agar santri

lebih fokus pada setiap materi baru sehingga lebih mudah

dipelajari.

Metode lain yang kenal dalam menghafal Al-Qur‟an, yaitu:

1). Metode Turki Utsmani, yaitu teknik menghafal Al-Qur‟an

dengan tidak berdasarkan susunan juz, melainkan secara

acak tetapi tetap sistematis. Secara teknis, ialah dengan

menghafal satu halaman dalam sautu juz, setelah itu pindah

lagi pada halaman pada juz berikutnya, dan seterusnya.

2) Megtode ODOP (One Day One Page) yaitu teknik menghafal

116

Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur‟an (Yogyakarta: IKAPI, 2015), 100-105.

55

Al-Qur‟an sehari wajib menghafal satu halaman mushaf.117

Selain metode di atas, ada juga dikenal dengan metode

quantum, yang disusun berdasarkan kecerdasan yang terdiri

dari tiga hal pokok yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.

Metode-metode yang masuk dalam katagori metode quantum

yaitu :

a. Metode talaqqi atau metode audio, Ada dua bentuk

metode audio/talaqqi, yaitu;

Pertama, santri mendengar ayat-ayat yang dibacakan oleh

guru, hal ini diperuntukan bagi yanng bermasalah dengan

penglihatan atau anak yang masih kecil.

Kedua, merekan terlebih dahulu ayat yang akan dihafal

dalam alat pita kaset, MP3, MP4, komputer sesuai kebutuhan,

kemudian diputar dan didengarkan dan diikuti secara

perlahan-lahan dan diulangi sampai betul-betul dihafal di luar

kepala.

b. Metode TTS (Teka Teki Silang ) digunakan kepada anak yang

belum mampu belajar bahasa Arab, seperti anak sekolah

dasar dengan menulis Al-Qur‟an sambil melihat mushaf,

tujuannya untuk pembiasaan menulis ayat Al-Qur‟an yang

telah dihafal agar lebih melekat dalam memori.118

Pada dasarnya semua metode baik untuk dijadikan

pedoman dalam menghafal Al-Qur‟an, untuk menghindari

kesan monoton dan menghilangkan kejenuhan, maka boleh

dipakai secara bergantian baik semuanya maupun

sebahagiannya.

117

Ammar Machmud, Kisah Penghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Elex Media komputindo, 2015), 96-103.

118 Fauzan Yayan, Quantum Tahfiz (Jakarta: Erlangga, 2015), 81.

56

e. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menghafal Al-

Qur’an

Untuk meningkatkan kualitas hafalan, faktor penunjang perlu

diperhatikan, di antaranya:

1) Motivasi santri, hal ini mempengaruhi jiwa manusia. Santri

yang menghafal kitab suci Al-Qur‟an pasti termotivasi oleh

sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur‟an. Motivasi bisa

berbentuk kesenangan dan keutamaan yang dimiliki penghafal

Al-Qur‟an.119

2) Kecerdasan yaitu kemampuan psikis untuk merespon

ransangan melalui cara yang tepat. Dengan kecerdasan akan

berpengaruh terhadap kemampuan dalam hafalan Al-Qur‟an.

3) Lingkungan, para santri bisa saja bersemangat dalam

menghafal Al-Qur‟an karena berada dalam lingkungan yang

bersemangat membaca dan menghafal Al-Qur‟an.120

4) Usia yang ideal. Harus diakui bahwa usia berpengaruh pada

daya ingat dalam menghafal Al-Qur‟an.

5) Pengaturan waktu, dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan

waktu khusus agar lebih berkonsentrasi dalam menghafal Al-

Qur‟an yang rileks dan penuh konsentrasi.121

Selain faktor pendukung, ada juga pengaruh faktor

penghambat yang berpengaruh negatif, di antaranya:

a. Malas, walapun Al-Qur‟an tidak menimbulkan kebosanan

dalam membaca dan mendengarnya, tapi masih ditemui

orang-orang yang belum merasakan kenikmatan, hal ini

menimbulkan kemalasan untuk menghafal dan muraja‟ah.122

b. Kesibukan, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup

untuk menghafal Al-Qur‟an hal ini merupakan syarat utama

119 Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur‟an Dalam Sebulan (Salo: Qiblat press, 2008), 60.

120 Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode cepat Menghafal Al-Qur‟an

(Yogyakarta: Al-Barokah, 2014), 57-67. 121

Ahsin, Bimbingan Praktis, 56-58. 122

Zamani, Metode Cepat, 69.

57

bagi para penghafal Al-Qur‟an.

c. Kelelahanan sebagai akitbat terlalu banyak aktiivitas sehingga

menyita waktu dan pikiran sehingga menghambat dalam

menghafal Al-Qur‟an.

d. Kesehatan, hal ini akan menghambat para santri dalam

menghafalkan Al-Qur‟an.

e. Persoalan ekonomi juga perpengaruh dalam menghafall Al-

Qur‟an.123

4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Al-

Qur’an

a. Kepemimpinan Kiai

Kepemimpinan secara umum dapat dipahami sebagai sebagai

“a sosial influences process that is comprised of both rational and

emotional elements.124 Sedangkan Lunenburg & Ornstein,125

mendefinisikan kepemimpinan sebagai “the process of influencing

the follower throught the use of power, using power different bases

of power result in diffirent reaction from follower”

Menurut Terry,126kepemimpinan adalah: “the relationship in

which one person, the leader, influences others to work together

willingly on related task to attain that which the leader desire”.

Kepemimpinan seorang kiai dalam tradisi pesantren biasanya

masih berbentuk kharismatik dan individualistik, artinya segala

keputusan yang berkaitan dengan pondok pesantren dalam

segala halnya adalah mutlak keputusan kiai127

Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang

123

Machmud, Kisah Penghafal, 113-117. 124

Hoy, W.K. and Miskel. C.G., Educational administration: theory, research, and practice (New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.2005), 374.

125 Lunenburg. F.C. and Ornstein. A.C., Educational administration; concepts and

practices, Third Edition (Belmont, CA: Wadsworth Thomson Learning, 2000), 151. 126

Terry, G.R., Principles of management (6th ed), (London: Richard D. Irwin Inc.tt), 410.

127 B Syamsi, “Akulturasi Pesantren Jawa di Jambi,” Jurnal Penelitian Sosial

Keagamaan, Vol.28, No. I (2013), https://kajianpemikiranislam.com.

58

pemimpin, mempenaruhi orang-orang untuk hubungan tugas yang

diinginkan pemimpin. Adanya perbedaan definisi disebabkan sisi

sudut pandang dan penekanan yang menjadi perhatian para ahli,

namun dari perbedaan tersebut definisi tersebut memiliki

kesamaanya itu bahwa kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi orang lain yang ada di bawahnya untuk mencapai

tujuan.

Sedangkan kepemimpinan dalam pendidikan merupakan

kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, menggerakkan,

mengarahkan, memberdayakan seluruh sumber daya pendidikan

untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang dimaksud dengan

sumber daya pendidikan dapat diklaisfikasikan menjadi dua yaitu

sumber daya yang tampak seperti uang, manusia, alat, metode,

dan waktu, sedangkan sumber daya yang tidak tampak antara lain

intellectual capital, social capital, creativity, innovation.

Lunenberg & Ornstein,128mengklasifikasikan tiga tugas utama

pemimpin pendidikan yaitu peran kepemimpinan (leadership role),

peran manajerial (managerial role), dan peran pengembangan

kurikulum dan pembelajaran (curriculume and instructional role).

kepemimpinan merupakan peran seorang pemimpin yang

berkaitan dengan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi

bawahan untuk mengikuti seluruh arahan dalam melaksanakan

penyelenggaraan dalam rangka pengembangan dan peningkatan

lembaga yang dipimpinnya. Peran kepemimpinan yang paling

menonjol antara lain adalah menciptakan suasana kerja yang

harmonis dan kondusif, di mana semua individu yang ada merasa

aman dan nyaman dalam menjalankan tugas-tugas lembaga

dalam suasana kekeluargaan. Semua merasa memiliki dan

bekerja dalam suasana yang bebas dan tidak merasa dalam

pengawasan dan tekanan.

128

Ornstein. A.C., Educational, 329.

59

Pemimpin yang mampu menciptakan suasana kerja yang

informal, rileks, dan penuh kehangatan yang kemudian hal itu

akan berdampak pada peningkatan mutu dan etos kerja yang

positif untuk memajukan lembaga tempat mereka bekerja.

Pemimpin mempunyai peran manajerial, peran ini berkaiatan

dengan kemampuan pemimpin dalam menjalankan prinsi-prinsip

manajemen dalam setiap program penyelenggaraan lembaga

pendidikan. Fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan

(planning), fungsi pengorganisasian (oganizing),

penggerakan/pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling).

Berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen, maka pemimpin

harus mengupayakan tercapainya misi dan tujuan lembaga

dengan memaksimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki. Peran

yang terakhir adalah peran pengembangan kurikulum dan

pembelajaran (curriculume and instructional role). Peran ini

sangatlah penting dan utama bagi pemimpin pendidikan karena

pada prinsipnya pemimpin adalah penyelenggara pendidikan dan

pengajaran, oleh sebab itu pemimpin harus lebih memusatkan

perhatiannya pada pengembangan kurikulum dan proses

pembelajaran. Pemimpin harus mendorong semua guru untuk

dapat mengimplementasikan kurikulum dalam proses

pembelajaran dengan tepat. Meningkatkan kualitas pembelajaran

dengan selalu memotivasi pendidik untuk menggunakan variasi

metode-metode serta media pembelajaran dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

Kepemimpinan pondok pesantren diemban oleh seorang kiai.

Yaitu seorang yang memiliki pengetahuan, akhlak yang mulia

serta amalan-amalan yang sesuai dengnan ilmunya. “Kiai adalah

tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya

pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kiai.

Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kiai di salah satu

60

pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut

merosot karena kiai yang menggantikannya tidak sepopuler kiai

yang telah wafat itu”.129 Sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh

yang memimpin pondok pesantren”.130 Sebutan kiai sangat

populer digunakan di kalangan komunitas santri.

Dalam pelaksanaan kepemimpinannya, ada beberapa Model

Kepemimpinan kiai di pesantren, yaitu:

1) Kepemimpinan individual

Eksistensi kiai sebagai pemimpin pesantren, ditinjau dari

tugas dan fungsinya, dapat dipandang sebagai sebuah

fenomena yang unik. Dikatan unik karena kiai sebagai

pemimpin sebuah lembaga pendidikan Islam tidak sekedar

bertugas menyusun kurikulum, membuat peraturan atau tata

tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus melaksakan

proses belajar-mengajar yang berkaitan dengan ilmu-ilmu

agama di lembaga yang diasunya, melainkan pula sebagai

pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin

masyarakat.

Peran yang begitu sentral yang dilaksanakan oleh kiai

seorang diri menjadikan pesantren sulit berkembangan.

Perkembangan pesat atau tidak, pesantren semacam ini

sangat ditentukan oleh kiai (pengasuh), semakin banyak

masyarakat yang akan berduyun-duyun untuk belajar atau

hanya untuk mencari barakahnya dari kiai, maka pensatren

tersebut akan lebih besar dan berkembang pesat.

Kepempinan individual kiai inilah yang sesungguhnya

mewarnai pola relasi di kalangan pesantren dan telah

berlangsung dalam rentang waktu yang lama, sejak pesantren

129

Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kiai dan Pesantren (Yogyakarta: el Qas

press, 2007), 169. 130

Nurhayati djamas, Dinamika Pendidikan Islam Di Indonesia Pasca Kemerdekaan

(Jakarta: Raja Grfinda Persada, 2008), 55.

61

berdiri pertama hingga sekarang dalam kebanyakan kasus.

Lantaran kepemimpinan individual kiai itu pula, kokoh kesan

bahwa pesantren adalah milik pribadi kiai. Karena pesantren

tersebut milik pribadi kiai, kepemimpinan yang dijalankan

adalah kepemimpinan individual.

Dengan kepemimpinan seperti itu, pesantren terkesan

ekslusif. Tidak ada celah yang longgar bagi masuknya

pemikiran atau usulan dari luar walaupun untuk kebaikan dan

pengembangan pesantren karena hal itu wewenang mutlak

kiai. Hal seperti itu biasanya masih berlangsung di pesantren

salaf. Model kepemimpinan tersebut mempengaruhi eksistensi

pesantren. Bahkan belakangan ada pesantren yang dilanda

masalah kepemimpinan ketika ditinggal kiai pendirinya. Hal itu

disebabkan tidak ada anak kiai yang mampu meneruskan

kepemimpinan pesantren yang ditinggalkan ayahnya yang

baik dari segi penguasaan ilmu keislaman maupun

pengelolaan kelembagaan. Karena itu, kesinambungan

pesantren menjadi terancam. Krisis kepemimpinan juga bisa

terjadi ketika kiai terjun kedalam partai praktis. Kesibukannya

di bidang politik akan menurunkan perhatiannya terhadap

pesantren dan tugas utamanya sebagai pembina santri

terabaikan, sehingga kelangsungan aktivitas pesantren

menjadi terbengkalai.131

Dengan demikian jelas bahwa posisi kepemimpinan kiai

adalah posisi yang sangat menentukan kebijaksanaan di

semua segi kehidupan pesantren, sehingga cenderung

menumbuhkan otoritas mutlak, yang ada hakikatnya justru

berakibat fatal. Namun profil kiai di atas pada umumnya

hanyalah terbatas pada kiai pengasuh pesantren tradisional

131 Imam Sibawaihi, “Pola Kepemimpinan Kiai Dalam Pendidikan Pesantren

(Penelitian di Pondok Pesantren As-syi‟ar Leles),”Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907-932X.

62

yang memegang wewenang (otoritas) mutlak dan tidak boleh

diganggu oleh pihak manapun. Sedangkan kiai-kiai di

pesantren salaf atau modern tidak sedemikian otoritas.132

2) Kepemimpinan kolektif

Model kepemimpinan kolektif atau yayasan tersebut

menjadi solusi strategis. Beban kiai menjadi ringan karena

ditangani bersama sesuai dengan tugas masing-masing. Kiai

juga tidak terlalu menanggung beban moral tentang kelanjutan

pesantren di masa depan. Sebagai pesantren yang pernah

menjadi paling berpengaruh se-jawa-madura, pada 1984

pesantren Tebuireng mendirikan yayasan Hasyim Asy‟ari yang

mengelola seluruh mekanisme pesantren secara kolektif.

Namun demikian. Tidak semua kiai pesantren merespon

positif solusi tersebut. Mereka lebih mampu mengungkapkan

kelemahan-kelemahan yang mungkin timbul dibandingkan

kelebihannya.

Keberadan yayasan dipahami sebagai upaya

menggoyahkan kepemimpinan kiai, padahal keberadaan

yayasan justru meringankan beban baik akademik maupun

moral. Kecenderungan untuk membentuk yayasan teryata

hanya diminati pesantren-pesantren yang tergolong modern,

belum berhasil mengikat pesantren tradisional. Kiai pesantren

tradisional cenderung lebih otoriter dari pada kiai pesantren

modern. Pesantren memang sedang melakukan konsolidasi

organisasi kelembagaan, khususnya pada aspek

kepemimpinan dan manejemen.

Secara tradisional, kepemimpinan pesantren dipegang

oleh satu atau dua kiai, yang biasanya merupakan pendiri

pesantren bersangkutan. Tetapi karena diversifikasi

pendidikan yang terselenggarakan, kepemimpinan tunggal kiai

132

Arifin H.M, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 23.

63

tidak memadai lagi. Banyak pesantren kemudian

mengembangkan kelembagaan yayasan yang pada dasarnya

merupakan kepemimpinan kolektif.

Konsekuensi dan pelembagaan yayasan itu adalah

perubahan otoritas kiai yang semula bersifat mutlak menjadi

tidak mutlak lagi, melainkan bersifat kolektif ditangani bersama

menurut pembagian tugas masing-masing individu, kendati

peran kiai masih dominan. Ketentuan yang menyangkut

kebijaksanaan pendidikan merupakan konsensus semua

pihak. Yayasan memiliki peran yang cukup besar dalam

pembagian tugas yang terkait dengan kelangsungan

pendidikan.

3) Kepemimpinan demokratis

Bergesernya pola kepemimpinan individual kekolektif

pesantren membawa perubahan yang mestinya tidak kecil.

Perubahan tersebut menyangkut kewenangan kiai serta

partisipasi para ustaz dan santri, nuansa baru semakin

menguatnya partisipasi ustaz berdampak timbulnya sistem

permasalahannya tidak sederhana.133

b. Konsep Mutu

Mutu atau kualitas tingkatan baik buruknya sesuatu, juga

berarti derajat atau tarap kepandaian, kecakapan dan

sebagainya134 gambaran dan karakteristik menyeluruh dari

barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam

memenuhi kebutuhan135 mengandung makna sesuatu yang dapat

diamati dan dilihat dan sesuatu yang tidak dapat diamati atau

133As-suwai dan M.Thariq dan U.Basyaril Faishal, Mencetak Pemimpin (Jakarta:

Penerbit Khalifa, 2006), 45. 134

Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia (Bandung: Fokusmedia, 2013),

227. 135

Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah: Konsep Dasar (Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012), 28.

64

dilihat, tetapi dapat dirasakan136 diistilahkan dengan:“quality”

(inggris)137, “j datun”(Arab)138 sesuatu dikatakan bermutu pasti

bernilai baik atau mengandung nilai baik, sebaliknya tidak bermutu

mengandung makna kurang baik.

Batasan di atas menunjukkan bahwa kualitas selalu fokus

pada pelanggan, konteks pendidikan dikatakan bermutu apabila

output nya baik, personel yang ada di dalamnya baik, gedungnya

biak. Untuk memberikan tanda bahwa sesuatu itu baik atau

bermutu atau tidak, biasanya memberikan simbol-simbol atau

gelaran tertentu misalnya sekolah unggulan, sekolah teladan,

sekolah favorit, sekolah model dan sebagainya.139

Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka konsep mutu absolut

bersifat elite karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang dapat

memberikan pendidikan dengan high quality kepada siswa, dan

sebagian besar siswa tidak dapat menjangkaunya. Dalam

pengertian relatif, mutu bukanlah suatu atribut dari suatu produk

atau jasa, tetapi sesuatu yang berasal dari produk atau jasa itu

sendiri. Dalam konsep ini, produk yang bermutu adalah yang

sesuai dengan tujuannya.

Dari sisi pelanggan, mutu adalah kepuasan pelanggan, sejauh

mana ia mampu memberikan kepuasan kebutuhan dan keinginan

pelanggan atau bahkan melebihi, karena kepuasan dan keinginan

merupakan sesuatu yang abstrak maka kualitas ini disebut

kualitas dalam sudut pandang quality in perception.140

136

B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 52.

137John M, Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris Ed. Ketiga;

(Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), 430 138

Toni Pransiska, Kamus Indonesia-Arab Al-Mujaz (Yogyakarta: Diva Press, 2014), 171.

139 Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Penigkatan

Mutu Pendidikan Islam (Jakarta: Teras, 2012), 41-42. 140

Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education (IRCiSoD, 2012), 51-55.

65

Untuk mewujudkan kualitas mutu lulusan diperlukan program

peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik. Empat

tehnik tersebut adalah review, benchmarking, quality assurance,

dan quality control.

1) School review

School reviewa dalah proses yang dilaksanakan oleh

seluruh komponen sekolah dalam mengadakan kerjasama

dengan tenaga ahli, masyarakat dan orang tua dalam rangka

mengevaluasi sekaligus menilai terkait efektivitas dari sekolah

berikut mutu lulusannya output. School review ini berfungsi

untuk mengadakan perbaikan sekolah di tahun yang akan

datang.

School review merupakan suatu proses di mana seluruh

komponen pesantren bekerja sama dengan pihak orang tua

dan tenaga profesional untuk menganalisis, mengevaluasi,

dan menilai terhadap efektivitas pesantren serta mutu lulusan.

School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan seperti: apakah yang dicapai pesantren sesuai

dengan harapan orang tua dan santri sendiri? Bagaimana

prestasi santri? Faktor apa yang menghambat upaya untuk

meningkatkan mutu? Apakah faktor-faktor pendukung yang

dimiliki pesantren? School review akan menghasilkan

rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan

dan prestasi santri, serta rekomendasi untuk pengembangan

program tahun mendatang.141

2) Benchmarking

Benchmarking adalah cara yang digunakan untuk

menetapkan standar dan target yang akan dicapai dari mutu

dalam suatu periode tertentu. Penerapan benchmarking dalam

dunia pendidikan berfungsi untuk mengetahui ancaman,

141

Minarti, Manajemen Sekolah, 350-351.

66

tantangan, kelemahan, keunggulan dan prestasi lembaga

pendidikan atau sekolah baik internal maupun eksternal.

Benchmarking ini juga terus mengadakan perbaikan terus

menerus (continuous improvement) dalam mewujudkan

pendidikan yang bermutu menuju lulusan (output) yang

berkualitas.

Sedangkan benchmarking merupakan suatu kegiatan

untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai

dalam suatu periode tertentu.142 Benchmarking dapat

diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga

melalui tiga pertanyaan mendasar, yaitu: seberapa baik

kondisi kita saat ini? Harus menjadi seberapa baik kita ini?

Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? Untuk

mewujudkan hal tersebut dapat ditempuh dengan langkah-

langkah, yaitu: 1) menentukan fokus; 2) menentukan

aspek/variabel/indikator; 3) menentukan standar mutu; 4)

membandingkan standar tersebut dengan kemampuan yang

dimiliki; 5) menentukan gap/kesenjangan yang terjadi; 6)

merencanakan target; dan 7) merumuskan cara-cara dan

program-program untuk mencapai target tersebut.

3) Penjaminan mutu (quality assurance)

Penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan adalah

seluruh kegiatan terencana dan sistematis yang

diimplementasikan di dalam sistem mutu yang mempelajari

tentang proses penetapan dan pemenuhan standar mutu

pendidikan dalam proses pengelolaan secara konsisten dan

berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain

yang berkepentingan memperoleh kepuasan akan produk

atau layanan yang diberikan.

142

Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, 206.

67

Penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan

merupakan kegiatan sistematik dan terpadu oleh satuan atau

program pendidikan, penyelenggara satuan atau program

pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakat

untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa

melalui pendidikan.143

Adapun quality assurance merupakan suatu teknik untuk

menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung

sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat

dideteksi ada atau tidaknya penyimpangan yang terjadi pada

proses, dan ada tidaknya layanan yang tidak prima. Teknik ini

menekankan pada monitoring yang berkesinambungan dan

melembaga, menjadi subsistem pesantren. quality assurance

akan menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik

bagi pesantren serta memberikan jaminan untuk orang tua

santri bahwa pesantren senantiasa memberikan pelayanan

terbaik bagi santri.144

Untuk melaksanakan quality assurance, pesantren harus

menekankan pada kualitas hasil belajar, hasil kerja santri

dimonitor terus menerus, informasi dan data dari pesantren

dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki proses di

pesantren, dan semua pihak harus memiliki komitmen secara

bersama mengevaluasi kondisi pesantren yang kritis dan

berupaya untuk memperbaiki.

4) Kontrol mutu (quality control)

Kontrol mutu atau yang biasa dikenal dengan quality

control adalah suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya

penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan

standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang

143

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 129.

144 Minarti, Manajemen Sekolah, 352.

68

jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan

kualitas yang terjadi145 Dalam melaksanakan kontol mutu ini

diperlukan adanya kerjasama antara pihak lembaga

pendidikan dengan kementrian terkait serta peran aktif dari

masyarakat.

Pengendalian mutu adalah suatu usaha yang dilakukan

oleh sekolah untuk mengendalikan laju atau jalannya mutu

sesuai dengan kemampuan masing-masing lembanga

pendidikan. Dalam mengontrol mutu kita juga harus

melakukan kendali mutu. Kontrol mutu pendidikan dapat

diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali

mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan

adalah model PDCA (plan, do, check, action) yang akan

menghasilkan pengembangan berkelanjutan mutu pendidikan

(education quality). Pada tahap check terdapat titik kendali

mutu di mana dalam titik ini setiap pelaksana pendidikan di

sekolah harus mengaudit hasil pelaksanaan tugasnya dengan

standar mutu yang telah ditetapkan.

Setiap lembaga pendidikan termasuk pesantren selalu

berusaha untuk mengendalikan mutu sesuai dengan keadaan

dan kemampuan masing-masing lembaga pendidikan. Hal ini

bertujuan untuk mempermudah dalam usaha pengendalian

mutu itu sendiri. Usaha pengendalian mutu sekolah dapat

dilakukan dengan: Pertama, pengendalian mutu tidak dapat

menghasilkan suatu manfaat yang optimal. Kedua, usaha

tersebut merupakan suatu kegiatan manajemen ilmiah yang

ditujukan kepada sasaran tertentu dengan mengikuti siklus

manajemen. Ketiga, pengendalian mutu merupakan usaha

memperbaiki kualitas lulusan (output). Keempat, pengendalian

145

Juran, J.M., Quality Planning and Analysis, 3rd Edition (New York: MC-Graw Hill Book Inc ,1989), 165.

69

mutu merupakan usaha untuk mengikuti siklus manajemen

yang di kemukakan oleh Deming dengan mempertimbangkan

unsur 5 M. Unsur 5 M tersebut yaitu: manusia (man), mesin

(machine), bahan (material), uang (money), dan metode.

Quality control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi

terjadinya penyimpangan kualitas luaran yang tidak sesuai

dengan standar yang ditetapkan. Quality control memerlukan

indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat

ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi sekecil apa

pun.146 Quality control merujuk pada deteksi dan eleminasi

komponen-komponen atau hasil akhir suatu produk yang tidak

sesuai dengan standar.147

Berdasarkan teknik tersebut dapat dikemukakan bahwa

desain perbaikan mutu pendidikan pesantren mengaplikasikan

sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data

kuantitatif-kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen

pesantren untuk secara berkesinambungan meningkatkan

kapasitas dan kemampuan organisasi pesantren guna

memenuhi kebutuhan santri dan masyarakat.

Ada beberapa prinsip mutu dilihat dari ISO148 yaitu:

1) Fokus pada pelanggan (customer focus)

Organisasi bergantung pada pelanggan, oleh karena itu

manajemen organisasi harus memahami kebutuhan

pelanggan di masa seakarang dan akan datang, harus

memenuhi kebutuhan pelanggan dan giat berusaha melebihi

ekspektasi customer.

2) Kepemimpinan (leadershif)

Pemimpin organisasi harus mempunyai visi, tujuan dan

146 Prim Masrokan, Manajemen, 162.

147 Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi

Aksara, 2009), 521, dan Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, 58. 148

Saul Purwoyo, “8 Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu,” diakses dari saulpurwoyo. tripod.com/id1.html, pada tanggal 12 September 2020 pukul 19.30 WIB.

70

arah organisasi yang sama, menciptakan dan memelihara

lingkungan internal agar orang-orang dapat terlibat secara

maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.

Semua pegawai atau karyawan pada semua level

merupakan unsur yang sangat urgen dalam sebuah organisasi

dan keterlibatan personel tersebut akan memungkinkan

kemampuan dan keberadaan mereka bermanfaat untuk

organisasi.

3) Pendekatan proses (process orientation)

Keterlibatan semua sumber daya akan memudahkan

ketercapaian hasil yang diinginkan apabila dikelola dengan

baik. Proses adalah integrasi sekuensial dari orang, marterial,

metode, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan guna

menghasilkan nilai lebih output pelanggan.

4) Pendekatan sistem terhadap manajemen (system

approach to management)

Pemahaman, manajemen dan pengidentipikasian adalah

suatu keterkaitan sebagai suatu sistem, ia akan memberikan

konstribusi pada efektivitas dan efesiensi organisasi dalam

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

5) Peningkatan terus-menerus (continual inprovement)

Adalah suatu proses yang konsent pada upaya secara

kontiniu meningkatkan efektivitas dan efesiensi organisasi

untuk memenuhi kebijakan dan tujuan organisasi. Untuk

meningkatkan secara terus menerus membutuhkan

konsolidasi progresif, peka terhadap perkembangan

kebutuhan dan keinginan pelanggan dari sistem manajemen

mutu.

6) Pendekatan faktual dalam membuat keputusan (factual

approach to decesion making)

Unntuk merumuskan keputusan yang efektif harus

71

berdasarkan pada analisis faktual dan informamsi untuk

mengantisipasi munculnya akar masalah, sehinggalah

persoalan kualitas dapat diselesaikan secara efektif dan

efesien.

7) Hubungan pemasok yang saling menguntungkan

(mutually beneficial supplier relationship)

Organisasi dan pemasok saling berkaitan dan suatu

hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan

kemampuan bersama dalam menghasilkan nilai tambah.

komponen mutu adalah bagian yang wajib ada dalam

mewujudkan mutu, merupakan bagian pendukung dan

menjadi prasyarat dimilikinya mutu, komponen yang dimaksud

adalah 1)kepemimpinan yang berorientasi pada mutu; 2)

pendidikan dan pelatihan, 3) struktur pendukung 4)

komunikasi 5) ganjaran dan pengakuan serta 6)

pengukuran”.149

Semua komponen tersebut sangat penting dan saling

keterkaitan antara satu dan lainnya. Dalam merumuskan

keputusan, seorang leader harus menggunakan data dan

bukan hanya opini, pendidikan dan pelatihan berkonstribusi

untuk memberikan informasi yang dibutuhkan untuk perbaikan

mutu dan mencari solusi dari berbagai masalah. Seoarang

leader memerlukan dukungan bawahan untuk bekerjasama

melakukan perubahan dan strategi dalam pencapaian mutu.

Komitmen yang sungguh-sungguh diperlukan dalam

upaya perbaikan mutu, karyawan dan staff yang berhasil

dalam pencapaian mutu wajib diakui dan diberikan reward

agar dapat menjadi panutan bagi karyawan yang lain. Data

149

I Ketut Putra, J., “Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah,” diakses dari http://www.kompasiana.com, pada tanggal 17 September 2020 pukul 19.45 WIB.

72

dari hasil pengukuran tentang pelanggan dan penilaian kerja

yang akurat menjadi informasi yang sangat urgen dalam

upaya menetapkan proses pengelolaan mutu.

c. Meningkatkan Mutu Hafalan

Tingkat adalah kata dasar dari kata peningkatan, yang berarti

cara, proses, perbuatan atau usaha dan kegiatan meningkatkan150

peningkatan adalah segala proses, cara, metode dan segala kegiatan

untuk meningkatkan mutu hafalan Al-Qur‟an.

Mutu diartikan (ukuran) baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau

derajat dan kualitas. Mutu adalah kemampuan yang dimiliki oleh

satuan produk atau jasa, yang dapat memenuhi kebutuhan atau

harapan kepuasan pelanggan.151

Kualitas termasuk kata benda yang berarti kadar, mutu, tingkat

baik buruknya sesuatu (tentang barang dan sebagainya): tingkat,

derajat atau taraf kepandaian, kecakapan dan sebagainya.152

Hafalan secara bahasa berasal dari bahasa Arab hafiz yaitu ḥ fiẓ-

yaḥfaẓu-ḥifẓan yang artinya yaitu memelihara, menjaga, menghafal.153

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menghafal merupakan telah

berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (tanpa

melihat buku atau catatan lain).154

Jadi, mutu hafalan Al-Qur‟an adalah nilai yang menentukan baik

atau buruknya ingatan hafalan Al-Qur‟an seseorang secara

keseluruhan, menghafal dengan sempurna sesuai dengan kaidah/

tajwid, kefasihan, serta senantiasa menekuni, merutinkan,

mencurahkan segenap tenaganya terus-menerus dan sungguh-

sungguh dalam menjaga hafalan dari lupa.

150

Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 1060. 151

Khoirul Anwar, Peran Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Ta‟dibuna. Vol. 1, No. 1, 2018, 44.

152 Anonim, Kamus 603.

153 Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa

Dzurriyyah, 2007), 105. 154

Anonim, Kamus, 381.

73

Dalam kontek peningkatan mutu hafalan, dikatakan bermutu

apabila bacaannya sesuai dengan ilmu tajwid, fasih dan lancar

bacaannya. Usaha untuk mencapai mutu hafalan, yaitu;

1) Takhmis, tasbi„ tasy„ir Al-Qur‟an yaitu menghatamkan setiap 5,

7,atau 10 hari sekali

2) Mengkhususkan mengulang-ulang (satu juz selama seminggu)

sambil melakukan muraja‟ah secara umum

3) Mengkhatamkan muraja‟ah hafalan satu bulan sekali

4) Takr r dalam salat

5) Konsentrasi melakukan muraja‟ah terhadap lima juz terlebih

dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.155

Sa‟adullah, menjelaskan cara memelihara dan meningkatkan

mutu hafalan sebagai berikut:

a. Cara memelihara hafalan yang belum khatam 30 juz

1) Takrir individual untuk menambah hafalan, sementara hafalan

yang baru harus ditakrir dua kali dalam satu minggu,

sementara hafalan yang lama harus ditakrir setiap hari atau

dua hari sekali

2) Takrir dalam salat, baik ketika menjadi imam atau ketika salat

sendirian

3) Takrir bersama orang yang menghafal Al-Qur‟an dengan cara

bergantian dan saling sima‟i

4) Takrir dihadapan guru, seorang penghafal Al-Qur‟an harus

selalu menghadap guru untuk takrir hafalan yang sudah

disetorkan, materi takrir harus lebih banyak dari hafalan baru,

yaitu satu banding sepuluh.

b. Cara memelihara hafalan yang sudah khatam 30 juz

1) Istiqamah takrir dalam salat

2) Istiqamah takrir di luar salat

3) Istiqamah takrir khatam satu minggu.156

155

Qosim, hafalan Al-Qur‟an, 141-142.

74

Adapun strategi-strategi yang diperlukan untuk meningkatkan

kualitas hafalan157 yaitu:

a. Strategi pengulangan ganda untuk mencapai tingkat

hafalan yang baik, tidak cukup dengan sekali proses

hafalan saja. Salah besar apabila seorang menganggap

dan mengharap dengan sekali saja menghafal ia akan

menjadi seorang yang hafal Al-Qur‟an dengan baik dan

lancar. Justru pemikiran yang seperti ini adalah pemikiran

dan anggapan yang salah besar yang hanya akan

menimbulkan kekecewaan jika hafalan yang didapatkan

tidak sesuai dengan harapannya. Rasulullah sendiri telah

menyatakan dalam sebuah hadisnya bahwa ayat-ayat

Al-Qur‟an itu sendiri lebih gesit dari pada unta, dan mudah

lepas dari pada unta yang sudah diikat dan masih mudah

lepas. Untuk menanggulangi masalah seperti ini dan agar

hafalan tidak mudah lepas maka diperlukan sistem

pengulangan ganda. Misalnya, jika pada waktu pagi hari

telah mendapatkan hafalan satu muka, maka untuk

mencapai tingkat kemampuan hafalan yang mantap, perlu

pada sore harinya diulang kembali menghafalkannya.

Semakin banyak pengulangan maka semakin kuat

peletakan hafalan itu dalam ingatannya, lisanpun akan

membentuk gerak refleks sehingga seolah-olah ia tidak

berfikir lagi untuk menghafalkannya, sebagaimana orang

membaca surat al- tiḥah. Karena sudah terlalu sering ia

melafalkan surat tersebut maka surat itu sudah menempel

di lidahnya sehingga mengucapkannya adalah gerak

refleksi.

156

Sa‟dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: Gema Islami, 2008), 87-89.

157Ahsin W. Al-Hafid, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an (Jakarta: AMZAH,

2008), 67-73.

75

b. Tidak beralih ke ayat berikutnya sebelum benar-benar

hafal. Pada dasarnya kecenderungan seseorang dalam

menghafal Al-Qur‟an adalah cepat selesai, atau cepat

mendapat sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan

proses menghafal sendiri itu tidak stabil. Karena

kenyataannya antara ayat-ayat Al-Qur‟an itu ada sebagian

yang mudah dihafal, dan ada pula sebagian darinya yang

sulit menghafalkannya. Sebagai akibat dari

kecenderungan yang demikian akan menyebabkan

banyak ayat-ayat yang terlewati. Oleh sebab itu, memang

dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan kecermatan dan

ketelitian dalam mengamati kalimat-kalimat dalam suatu

ayat yang hendak dihafalkannya, terutama pada ayat-ayat

yang panjang. Yang perlu diingat, jika menghafalkannya

dengan banyak ayat yang ditinggalkan atau dilompati,

justru akan menjadi beban tambahan dalam proses

menghafal. Oleh karena itu, hendaknya penghafal tidak

beralih ke ayat selanjutnya sebelum melancarkan ayat

yang sedang dihafalkannya walaupun sulit. Biasanya,

ayat-ayat yang sulit dihafal akhirnya dapat dikuasai

walaupun dengan pengulangan yang sebanyak-

banyaknya, akan memiliki peletakan hafalan yang baik

dan kuat, tentunya karena banyak mengulang.

c. Menghafal urutan ayat yang dihafalkannya dalam satu

kesatuan jumlah, setelah benar-benar hafal ayatnya.

Untuk memudahkan proses ini hendaknya memakai Al-

Qur‟an yang memiliki tanda visual:158setiap juz terdiri dari

10 lembar yang dimulai dengan awal ayat dan diakhiri

akhit ayat dalam setiap halamannya.

d. Menggunakan satu jenis mushaf, Karena seseorang yang

158

Ahsin, Bimbingan Praktis, 68.

76

sudah hafal Al-Qur‟an sekalipun akan terganggu dan agak

kesulitan jika tidak memakai mushaf yang biasa dipakai

olehnya ketika proses menghafalkannya. Untuk itu akan

lebih memberikan keuntungan untuk orang yang

menghafal Al-Qur‟an itu menggunakan satu jenis mushaf

saja.

e. Memahami (Pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya,

Memahami pengertian, kisah atau Asb bun Nuẓ l yang

terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya

merupakan unsur yang sangat mendukung dalam

mempercepat proses menghafal Al-Qur‟an. Pemahaman

itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan

pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa dan

struktur kalimat dalam suatu ayat. Dengan demikian,

maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan

memahami struktur bahasanya akan lebih banyak

mendapatkan kemudahan dari pada mereka yang tidak

mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab sebelumnya.

Dan dengan cara seperti ini, maka pengetahuan tentang

ul m Al-Qur‟ n akan banyak sekali terserap oleh para

penghafal ketika dalam proses menghafal Al-Qur‟an

f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa ditinjau dari aspek

makna, lafal dan susunan atau struktur bahasanya di

antara ayat-ayat dalam Al-Qur‟an banyak yang terdapat

keserupaan atau kemiripan antara satu dengan yang

lainnya.159 Ada yang benar-benar sama, ada pula yang

berbeda dalam dua, atau tiga huruf saja, ada pula yang

hanya berbeda susunan kalimatnya saja. Maka dari itu

ketika proses menghafalkan Al-Qur‟an sangat perlu untuk

diperhatikan dengan teliti.

159

Ibid, 70-72.

77

g. Disetorkan kepada pengampu yang menghafal dengan

dua sistem, yaitu sistem tradisional pesantren dan sistem

yang biasa ditempuh oleh pembinaan program menghafal

Al-Qur‟an

h. Memelihara hafalan setelah ayat dan halaman dihafal

secara keseluruhan, hal ini dimaksudkan agar hafalan

melekat dalam ingatan tanpa muraja‟ah.160

5. Perkembangan Pesantren Tahfiz

a. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pesantren

Pondok pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia,

awal mula perkembangan pondok pesantren di pelopori oleh

Sunan Ampel, yang kemudian dikembang oleh sunan Giri. Pada

zaman dahulu pondok pesantren digunakan sebagai tempat untuk

berdakwah oleh para Sunan. Pondok pesantren berasal dari kata

pondok dan pesantren. Pondok berasal dari bahasa Arab yaitu

funduk yang berarti rumah penginapan atau hotel. Sedangkan

istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang

berarti tempat santri. Menurut H.M. Ridlwan Nasir, pondok

pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan agama islam.161

Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasinya,

antara lain: pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang

memberikan pendidikan dan menyebarkan ilmu agama Isam.

Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren.

Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam

pesantren Indonesia, khususnya di pulau Jawa lebih mirip dengan

pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan

160

Ibid, 72. 161

Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 80-81.

78

sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang

merupakan asrama bagi santri.

Sedangkan istilah pesantren secara etimologi asalnya pe-

santri-an yang berarti santri. Santri atau murid mempelajari agama

dari seorang kiai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok

pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan agama dan Islam. Pondok pesantren juga berarti

suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang

pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan

dengan cara non klasikan, tetapi dengan sistem bendongan dan

sorogan.162

Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga

pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat

sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri

menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian yang

sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang

atau beberapa kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik

serta independen dalam segala hal.163

Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga

pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,

mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman

perilaku sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren di tengah-

tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat

pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai

pusat penyebaran agama Islam.164

Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak

162

Ibid, 82. 150

Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 109. 164

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2012), 2.

79

hanya unik dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik

dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup

yang ditempuh, struktur pembagian kewenangan, dan semua

aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Oleh

sebab itu, tidak ada definisi yang dapat secara tepat mewakili

seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok

memiliki keistimewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh

pondok pesantren lainnya.

Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu pondok pesantren

memiliki persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim

disebut sebagai ciri pondok pesantren, dan selama ini dianggap

dapat mengimplikasi pondok pesantren secara kelembagaan.

Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai pondok

pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya 5 unsur, yaitu:

kiai, santri, pengajian kitab kuning, asrama, dan masjid dengan

segala aktivitas pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya.

Persamaan lain yang terdapat pada pondok pesantren adalah

bahwa semua pondok pesantren melaksanakan 3 fungsi kegiatan

yang dikenal dengan Tri Darma pesantren, yaitu: (1) peningkatan

keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT, (2)

pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan (3) pengabdian

terhadap agama, masyarakat dan Negara.165

b. Kategorisasi Pondok Pesantren

Awal mula berdirinya pondok pesantren itu ada dua jenis,

yaitu jenis pondok pesantren salafi atau tradisional dan khalafi

atau modern . Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh

Dhofier166 “pesantren ada dua macam yaitu pesantren salafi dan

pesantren khalafi...”. Seiring dengan perkembangan zaman,

165

Ismail SM., Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 174-175.

166 Nasir, Mencari Tipologi, 46.

80

pondok pesantren juga mengalami perkembangan.167 Menurut

H.M. Ridlwan Nasir ada lima klasifikasi pondok pesantren yaitu:

1. Pondok pesantren salaf atau klasik: yaitu pondok pesantren

yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan

sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf,

2. Pondok pesantren semi berkembang: yaitu pondok pesantren

yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan

sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan

kurikulum 90% agama dan 10% umum,

3. Pondok pesantren berkembang: yaitu pondok pesantren

seperti semi berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi

dalam bidang kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30%

umum. Di samping itu juga diselenggarakan madrasah SKB

Tiga Menteri dengan penambahan diniyah,

4. Pondok pesantren khalafi modern: yaitu seperti bentuk

pesantren berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap

lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain

diselenggarakan sistem sekolah umum dengan penambahan

diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik

umum maupun agama) bentuk koperasi dan dilengkapi

dengan takhasus (bahasa Arab dan Inggris),

5. Pondok pesantren ideal: yaitu sebagaimana bentuk pesantren

modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih

lengkap, terutama bidang ketrampilan yang meliputi pertanian,

teknik, perikanan, perbankan dan benar-benar memperhatikan

kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus

kepesantrenannya yang masih relevan dengan kebutuhan di

masyarakat/perkembangan zaman. Dengan adanya bentuk

tersebut diharapkan alumni pondok pesantren benar-benar

berpredikat khalifah fil arḍi.

167

Ibid, 87.

81

Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat

pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan,

sejauh mana sebuah pondok pesantren tetap mempertahankan

pendekatan individual atau kelompok, dan sejauh mana pondok

pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih

mengedepankan klasikal.168 Dari berbagai tingkat konsistensi

dengan sistem lama dan keterpengaruhan dengan sistem modern,

secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke

dalam 3 bentuk, yaitu:169

a. Pondok pesantren salafiyah/tradisional, pembelajaran ilmu-

ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok

dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab.

Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi

berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan cara ini

santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.

b. Pondok pesantren khalafiyah/‟ashriyah atau biasa disebut

modern. Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan

pendidikan dengan pendekatan modern melalui satuan

pendidikan formal baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK),

maupun sekolah SD, SMP, SMA, atau SMK), atau nama

lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran yang

biasa dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan

dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu seperti

catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.

c. Pondok pesantren campuran atau kombinasi. Selain dengan

model pendekatan pendidikan tradisional atau modern, juga

tipologi berdasarkan konsentrasi-konsentrasi ilmu agama yang

diajarkan. Disini dikenal pesantren Al-Qur‟an yang lebih

168

Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Tangerang: PT. Daqu Bisnis Nusantara, 2017), 308.

169 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), 75.

82

berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur‟an, mulai qira‟ah

sampai tahfiz. Ada pesantren hadits, yang lebih

berkonsentrasi pada pembelajaran hadits.

Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada

tipologi agama tetapi tipologi yang dibuat berdasarkan

penyelenggaraan fungsinya sebagai lembaga pengembangan

masyarakat melalui program-program yang berfokus pada

pengembangan dalam kemandirian usaha, seperti: pesantren

pertanian, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis,

pesantren kelautan. Sistem pendidikan pondok pesantren dapat

diartikan serangkaian komponen pendidikan dan pembelajaran

yang saling berkaitan yang menunjang pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan oleh pondok pesantren.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang ditemukan, berkaitan dengan penelitian

ini, antara lain

Pertama, penelitian yang telah dilakukan oleh Abdul Hamid dalam

bentuk disertasi, tahun 2018, dengan judul penelitian “Manajemen

Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an pada Pondok Pesantren di Provinsi

Lampung.170

Temuan penelitian tersebut dari sisi pembelajaran diawali dengan

perencanaan, namun di tiga lokasi penelitian tidak ditemukan

pengembangan silabus dan RPP, hanya memiliki target hafalan yang

disesuaikan dengan santri dan kelompok program, berkaitan dengan

pengorganisasian bahan ajar, memiliki kesamaan, yaitu menggunakan

Al-Qur‟an pojok rasm uṡmani sebagai rujukan utamanya.

Dari sisi materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing dari pondok pesantren, dari sisi strategi pembelajaran,

170

Abdul Hamid, Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an pada pondok pesantren di Provinsi Lampung, Disertasi Tahun 2018, http:// repository. radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.

83

masing-masing menggunakan prinsip menghafal, menyetor, dan

mengulang hafalan, meskipun di tiga lokasi memiliki istilah yang

berbeda, namun secara prinsip sama.

Setiap ingin memulai pembelajaran, guru selalu melakukan

appersepsi dengan menanyakan keadaan santri, menanyakan hafalan

sebelumnya, serta memotivasi santri. Pada kegiatan inti masing-

masing memiliki corak dan warna yang berbeda, baik dari sisi isi

maupun bentuk evaluasi, berkisar pada kegiatan taḥsin, menghafal,

menyetor, dan mengulang hafalan, dan ditutup dengan refleksi

dengan mur ja„ah hafalan.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah terletak pada

pembahasan strategi pembelajaran tahfiz, yaitu masing-masing

menggunakan prinsip menghafal, menyetor, dan mengulang hafalan,

sementara yang membedakannya adalah permasalahan peningkatan

mutu tahfiz dari peran kepemimpinan kiai, perbedaan lainnya adalah

lokasi penelitian.

Kedua, penelitian yang telah dilakukan oleh Erni Zuliana,

Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif Sustainability

Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di

Provinsi Lampung).171 Disertasi tahun 2018. Dalam temuannya,

bahwa implementasi pengelolaan pondok-pondok pesantren alumni

Gontor di Lampung menggunakan pendekatan tripple bottom lines

prinsip dasar dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) yang terdiri dari tiga tipologi dasar yaitu; (1)

faktor ekonomi (economic factors), (2) faktor sosial (social factors), (3)

faktor lingkungan (environmental factors). Sedangkan dalam menjaga

keberlangsungannya (sustainalbility) dilakukan melalui penerapan

manajemen pendidikan yang mengacu pada prinsip plan, do, check,

dan action. Pada proses transformasi pengelolaan pondok pesantren

171

Erni Zuliana, Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif Sustainability Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di Provinsi Lampung), Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.

84

Gontor pusat dengan pondok alumni Gontor di Lampung yaitu adanya

hubungan kerjasama antara Pondok Modern Darussalam Gontor

Ponorogo dengan pondok-pondok alumni. Beberapa upaya yang

dilakukan pondok alumni Gontor dalam menjaga keberlanjutannya

yaitu dengan cara mengembangakan unit-unit usaha pesantren yang

dikelola oleh pihak pesantren, dengan mempunyai sejumlah unit

bisnis yaitu untuk memperkuat struktur perekonomian pondok

pesantren sedangkan kendala yang di hadapi yaitu; (a) minimnya

sarana dan prasarana (b) pendanaan kelembagaan (c) belum

diakuinya ijazah pesantren. Adapun faktor-faktor yang menentukan

keberlangsungan pondok-pondok pesantren alumni Gontor di

Lampung yaitu dengan cara menerapkan strategi “Adaptasi Grow”

dalam menjaga keberlanjutan pesantren. Strategi manajemen

“Adaptasi Grow” dalam penelitian ini merupakan sebuah tawaran teori

yang penulis kemas dalam sebuah gambaran pertumbuhan pada

sebuah pohon.

Relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas

manajemen pondok pesantren dan strategi pengembangannya,

sementara yang membedakannya ada pada penekanan

pembahasannya yaitu bagaimana menjaga keberlanjutannya dengan

cara mengembangkan unit-unit usaha pesantren yang dikelola oleh

pihak pesantren, sedangkan penelitian disertasi ini ada pada

peningkatan mutu hafalan santri.

Ketiga, disertasi yang disusun oleh Ahyar, tahun 2015 dengan

judul Manajemen Inovasi Pembelajaran pada Kelas Unggulan (Studi

Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram).172

Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembelajaran yang unggul

akan menghasilkan lulusan yang unggul. Kelas unggulan merupakan

salah satu bentuk inovasi pembelajaran dalam upaya melahirkan

172

Ahyar, Manajemen Inovasi Pembelajaran Pada kelas Unggulan (Studi Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram), Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/3587/.

85

lulusan madrasah yang bermutu. Keberadaan kelas unggulan dapat

meningkatkan daya saing madrasah, membangun popularitasnya, dan

posisi tawar madrasah sebagai madrasah unggul semakin kuat.

Untuk meningkatkan daya saing madrasah tersebut sebagai

madrasah yang unggul diperlukan inovasi pembelajaran dengan

manajemen yang tepat. Untuk itu, penelitian ini bertujuan

menemukan: (1), konsep inovasi pembelajaran, (2), implementasi

fungsi-fungsi manajemen inovasi pembelajaran dan (3), implikasi

manajemen inovasi pembelajaran.

Hubungan dengan penelitian disertasi ini adalah dari segi

penerapan fungsi-fungsi manajemen, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan

perbedaannya ada pada pembahasannya terkait dengan inovasi

pembelajaran dan kelas unggulan serta tidak membahas masalah

program tahfiz.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Sulhan, tahun

2015, dengan judul Manajemen Pendidikan Karakter dalam

Mewujudkan Mutu Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah

Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram.173

Pendidikan bermutu dihasilkan oleh proses yang bermutu. Melalui

pembentukan/pengembangan nilai-nilai karakter yang

diinternalisasikan menjadi pribadi yang unggul akan menghasilkan

mutu lulusan yang unggul. Untuk menghasilkan mutu lulusan yang

berkarakter unggul dibutuhkan manajemen, baik perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan yang efektif. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis dan menemukan: (1) konsep mutu pendidikan

melalui nilai-nilai karakter yang dikembangkan di MA Dakwah

Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram,

untuk menemukan (2) model perencanaan, pelaksanaan dan

173

Ahmad Sulhan, Manajemen Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Mutu Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram, Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/10032/.

86

pengawasan pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di

MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2

Mataram, (3) implikasi model manajemen pendidikan karakter dalam

mewujudkan mutu lulusan di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri

Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) konsep mutu

pendidikan yang berkarakter adalah: (a) mutu pendidikan berkarakter

akademik excellent dan religius awareness, (b) nilai-nilai akademik

excellent, nilai: kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, komunikatif,

kontrol diri, dan nilai-nilai religius awareness, nilai: religius, keikhlasan,

keteladanan, mencintai kebaikan, (c) menggunakan prinsip

keterpaduan moral knowing, moral feeling dan moral action melalui

pendekatan keteladanan dan pendekatan sistem; (2) model

perencanaan pendidikan karakter dilandasi model yang sistemik-

integratif. Model pelaksanaannya menggunakan habitualisasi

(pembiasaan), personifikasi, model keteladanan perilaku seseorang

(role model), pengintegrasian kegiatan dan program ekstrakurikuler,

intra dan ko-kurikuler dan pembentukan lingkungan (bi‟ah) yang

kondusif. Model pengawasan menggunakan manajemen kontrol

internal melalui tata tertib dan buku attitude, dan eksternal melalui

home visit;

Relevansi dengan penelitian ini adalah terkait dengan manajemen

dan peningkatan mutu yang berkarakter, konsep mutu pendidikan

yang berkarakter, nilai-nilai akademik excellent, nilai: kejujuran,

kedisiplinan, tanggung jawab, komunikatif, kontrol diri, dan nilai-nilai

religius awareness, nilai: religius, keikhlasan, keteladanan, mencintai

kebaikan, menggunakan prinsip keterpaduan moral knowing, moral

feeling dan moral action melalui pendekatan keteladanan. Perbedaan

penelitian ini adalah dari segi lokasi penelitian, penelitian ini dilakukan

di MA dan SMA bukan di pondok pesantren, tidak juga membahas

masalah program tahfiz.

87

Kelima, penelitian oleh Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-

Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren

Raudhatul Amin Kandangan tahun 2017.174 Penelitian ini

menunjukkan bahwa aspek konteks hasil wawancara tingkat

kebutuhan program bagi santri sangat tinggi karena perkembangan

generasi tahfiz sudah mulai sedikit. Dukungan yang diberikan dari

pihak pemerintah, masyarakat, maupun kondisi objektif sosial religinya

besar. Aspek input setelah dilakukan analisis data aspek masukan

sub variabel kesiapan peserta didik menunjukkan frekuensi 3.32

(kategori sangat baik). Hasil kesiapan guru ditemukan terdapat 3

orang pengajar yang sudah memiliki pengalaman mengajar rata-rata

diatas 5 tahun dan sudah memenuhinya rasio perbandingan jumlah

siswa dan guru 15/1. Hasil analisis data kesiapan sarana dan

prasarana persepsi guru rerata 3.04 (interpretasi baik), sadapun

persepsi siswa rentan skor rerata 3.20 (interpretasi baik). Aspek

proses dari hasil analisis data proses untuk sub variabel partisipasi

siswa menurut persepsi guru memiliki rerata 3.33 (interpretasi sangat

baik), sedangkan persepsi siswa rerata 3.37 (interpretasi sangat baik).

Dari hasil analisis data proses untuk sub variabel penguasaan guru

persepsi guru menunjukkan bahwa terdapat rerata 3.35 (interpretasi

sangat baik), sedangkan persepsi siswa tentang penguasaan guru

terdapat nilai rerata 3.30 (interpretasi sangat baik). Aspek produk hasil

aspek produk program tahfiz menunjukkan rerata 3.30 (interpretasi

baik).

Relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas

tentang program tahfiz di pondok pesantren, sedangkan

perbedaannya adalah dari segi pembahasan yang lebih menekankan

pada ketertarikan siswa, orang tua, dan pemerintah dari program

tahfiz ini.

174

Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren Raudhatul Amin Kandangan, Disertasi Tahun 2017, http://idr.uin-antasari.ac.id/9837/3/AWAL.pdf.

88

Keenam, penelitian oleh Kussrinaryanto tahun 2014 dengan judul

“Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa Arab Santri

Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Darul Qur‟an

semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran

2013/2014”175. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

hubungan tahfiz Al-Quran dengan prestasi belajar bahasa Arab santri

di SMP PPPA Darul Qur‟an semester gasal Sanggir Paulan Colomadu

Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil analisis data

pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara tahfiz Al-Quran dengan bahasa Arab santri di SMP

PPPA Darul Qur‟an semester gasal Sanggir Paulan Colomadu

Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terbukti dari hasil

analisis korelasi yang memperoleh> yaitu 0,518 > 0,334 diterima pada

taraf signifikansi 5%. Nilai koefisiensi bernilai positif (0,518), hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara tahfiz Al-Quran dengan bahasa

Arab bermakna positif, artinya jika tahfiz Al-Quran semakin meningkat,

maka prestasi bahasa Arab santri semakin meningkat pula.

Relevansi dengan penelitian ini adalah dari pembahasan program

tahfiz di pondok pesantren, hanya saja fokus pembahasannya ada

pada hubungan antara program tahfiz dengan pembelajaran Bahasa

Arab di pondok pesantren.

Ketujuh, Penelitian oleh Rabia Julaizah tahun 2015. Berjudul

“Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP Tahfizul Qur‟an

An-Najah Cindai Alus Martapura, Pondok Pesantren Darul Hijrah

Putra Cindai Alus Martapura Dan SMPIT Ukhuwah Banjarmasin”176

pada Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari

175

Kussrinaryanto, Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa Arab Santri Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Daarul Qur‟an semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014, Disertasi Tahun 2014, http://eprints.ums.ac.id/29071/1/00._HALAMAN_DEPAN.pdf.

176 Rabia Julaizah, Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP Tahfizul

Qur‟an An-Najah Cindai Alus Martapura, Disertasi Tahun 2015, https://idr.uin-antasari.ac.id/1590/.

89

Banjarmasin. Fokus masalah pada penelitian ini, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi, dan faktor-faktor pendukung serta

penghambat pembelajaran tahfiz Al-Quran pada SMP Tahfizul Qur‟an

an-Najah Cindai Alus, Pondok Pesantren Darul Hijrah Putra dan

SMPIT Ukhuwah. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

kualitatif yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian Jl. Desa Cindai Alus

Rt.07 Rw.03 Kelurahan Cindai Alus Kecamatan Martapura Kabupaten

Banjar dan Jl. Bumi Mas Raya Komplek Bumi Handayani XII.A

Kelurahan Pemurus Baru Kecamatan Banjarmasin Selatan. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara

dan dokumentasi.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah sama-sama

membahas pengelolaan tahfiz di pondok pesantren dengan melihat

dari segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi,

sementara perbedaannya ada pada pembahasannya yaitu masalah

pembelajarannya yang masuk kepada program tahunan, program

semester, rencana pembelajaran, sedangkan penelitian ini fokus ke

pada program tahfiz dan peningkatan mutunya.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Tri Asih Yulianingrum

Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah Aliyah Tahfizul

Qur‟an Istiqamah Sambas Purbalingga, tahun 2021177. Penelitian ini

menemukan bahwa Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an di MA

Tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga antara lain: 1)

perencanaan program tahfiz Al-Qur‟an dilakukan melalui perencanaan

materi (breakdown target hafalan), perencanaan program,

perencanaan pendidik, dan perencanaan instrumen evaluasi program.

2) pengorganisasian dilakukan melalui pembagian tugas dan

tanggungjawab, pembuatan struktur program, pembuatan dokumen

177

Tri Asih Yulianingrum, Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah Aliyah tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga, Disertasi Tahun 2021, http://repository.iainpurwokerto.ac.id/10372/1/Tesis%20Tri%20Asih%20Yulianingrum%20181765011.pdf.

90

job description, prosedur mutu dan SOP. 3) pelaksanaan dan

penggerakan dilakukan melalui pembelajaran tahfiz AlQur‟an. 4)

evaluasi terhadap proses program tahfiz Al-Qur‟an dilakukan dengan

melakukan rapat koordinasi tahfiz Al-Qur‟an secara rutin, sedangkan

untuk evaluasi hasil dilakukan dengan pelaksanaan ujian-ujian tahfiz

peserta didik secara berjenjang. Pengawasan dilakukan melalui

proses audit internal dan supervisi program tahfiz.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah terletak pada

pembahasan tentang manajemen program tahfiz baik dari segi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasinya,

hanya saja penelitian ini tidak mengaitkan dengan strategi

peningkatan mutu hafalah Al-Qur‟an.

Kesembilan, jurnal yang ditulis oleh Lia Ariani, Tontowi Jauhari,

Mulyadi dengan judul Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-

Qur‟an, di muat dalam jurnal ilmu dakwah tahun 2019.178 Hasil

penelitian mengambarkan bahwa Pondok Pesantren D rul ḥuff ẓ

menerapan empat fungsi manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, akan tetapi dapat

dikatakan fungsi manajemen belum berjalan secara maksimal,

terutama pada fungsi pengawasan atau evaluasi, kurang berjalannya

fungsi evaluasi menyebabkan banyak santri tidak mencapai target

yang telah ditetapkan.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah membahas

masalah manajemen tahfiz dengan melihat dari segi fungsi

manajemen, namun penelitian ini (jurnal) hanya fokus kepada

manajemennya saja tidak masuk pada strategi dan peran kiai dalam

meningkatkan mutu hafalan santri.

Kesepuluh, jurnal yang ditulis oleh Hamzah Kamaluddin, Syamsul

Hidayat dan Muhammad Ali dengan judul Manajemen Pembelajaran

178

Tontowi Jauhari, Mulyadi, “Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-Qur‟an,” jurnal ilmu dakswah, Tahun 2019, https//jurnal+ilmu+dakwah+tahun+2019&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.

91

Tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul

Iman Karanganyar, dimuat dalam profetika,179 Jurnal Studi Islam,

Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa manajemen pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Al-

Kahfi Surakarta dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar meliputi

perencanaan, pengorganisian, pelaksanaan, pengendalian, dan

evaluasi. Namun dalam penerapan manajemen tersebut terdapat

beberapa perbedaan yaitu: (1) Perencanaan. Di Pesantren Al-Kahfi

Surakarta target hafalan santri 5 juz, 3 juz, dan 2 juz per tahun.

Strategi yang ditempuh untuk mencapai target tersebut berupa

halaqoh sedangkan Pesantren Nurul Iman Karanganyar memiliki

target hafalan 30 juz dan 20 juz selama 3 tahun. Strategi yang

dilkukan ada lima tahap, standardisasi, tilawah, ziyadah, juziyah,

tasmi‟ dan muraja‟ah. (2) Pengorganisasian. Di Pesantren Al-Kahfi

Surakarta tidak ada musyrif marhala sedangkan di Pesantren Nurul

Iman Karanganyar terdapat musyrifah marhala yang

bertanggungjawab menyimak santri satu juz satu kali duduk sebagai

syarat pindah juz. (3) Pelaksaanaan. Di Pesantren Al-Kahfi tahapan-

tahapan dalam pembelajaran belum dijalankan dan juga dalam

menyetorkan hafalan para santri menyetorkan hafalan sesuai target

tanpa ada standar perpindahan ke juz berikutnya, sedangkan di

Pesantren Nurul Iman Karanganyar tahapan-tahapan dalam

pelaksanaan pembelajaran sudah dijalankan serta dalam

menyetorkan hafalan para santri menyetorkan hafalannya sesuai

dengan target dengan ada standar juziyah sebagai syarat untuk

pindah ke juz berikutnya. (4) Evaluasi. Dalam hal pelaksanaan

evaluasi pembelajaran tahfiz di Pesantren Al-Kahfi Surakarta,

penilaian diserahkan kepada masing-masing musyrif karena belum

179

Hamzah Kamaluddin, Syamsul Hidayat dan Muhammad Ali, “Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an Di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar,” Jurnal Studi Islam, Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85 https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika.

92

ada strandar penilaian yang jadi pedoman, sedangkan di Pesantren

Nurul Iman Karanganyar dalam pelaksaan evaluasi pembelajaran,

pemberian nilai didasarkan pada standar penilaian yang sudah

ditentukan sebelumnya yang tertuang dalam SOP pembelajaran tahfiz

Al-Qur‟an.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini ada pada manajemen

tahfiznya hanya saja jurnal ini fokus pada pembahasan

pembelajarannya bukan programnya dan hanya fokus pada planning,

organizing, controlling dan actuating.

Kesebelas, jurnal yang ditulis oleh Dudi Badruzaman Metode

Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Miftahul Huda II Kabupaten

Ciamis, Jurnal Humaniora, 2019180, dalam penelitian ditemukan

bahwa pondok pesantren Miftahul Huda II Kabupaten Ciamis

menggunakan berbagai metode dalam membina santrinya mengikuti

kegiatan tahfiz Al-Qur‟an, yaitu dengan cara; membaca secara cermat

ayat per-ayat Al-Qur‟an secara berulang-ulang (an- nazar), menghafal

ayat per-ayat secara berulang-ulang (al-wahdah), menyetorkan atau

mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru

(talaqqi), menghafal sedikit demi sedikit Al-Qur‟an yang telah dibaca

secara berulang-ulang (takrir) dan mendengarkan hafalan kepada

orang lain, baik kepada teman maupun kepada jama‟ah lain (tasmi„).

Relevansi dengan penelitian disertasi ini yaitu penelitian tahfiz Al-

Qur‟an di pondok pesantren, sementara perbedaannya adalah bahwa

penelitian jurnal ini ada pada metodenya saja tidak membahas

program dan strateginya.

Keduabelas, jurnal yang ditulis oleh Eva Fatmawati Manajemen

Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an, tahun 2019181 yang terbitkan dalam

180 Dudi Badruzaman, “Metode Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Miftahul

Huda II Kabupaten Ciamis,” Jurnal Humaniora, 2019, https://id. Qur%E2%80%99an+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Huda+II+Kabupaten+Ciamis%2C+Jurnal+Humaniora&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.

181 Eva Fatmawati, “Manajemen Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an,” Tahun 2019.

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/isema.

93

jurnal ISEMA, dalam penelitiannya ditemukan bahwa Pondok

Pesantren Al-Ashr Al-Madani merupakan boarding school dengan

berbasis pada tahfizul Qur‟an. Perencanaan dilakukan dengan empat

tahapan seleksi, pengorganisasian dengan menentukan tugas dan

mekanisme dalam proses pembelajaran, pelaksanaan ditandai

dengan adanyan proses pembelajaran, pengawasan dengan

melakukan pemantauan melihat buku setoran santri dan mengabsen

santri, faktor pendukung ialah dari lingkungan pondok pesantren, yang

menghambat kurangnya istiqamah santri dalam menghafal Al-Qur‟an.

Relevansi dengan penelitian disertasi ini adalah sama-sama

membahas manajemen tahfiz Al-Qur‟an di pondok pesantren dengan

melihat fungsi manajemen, namun perbedaannya ada pada program

tahfiz, strategi, dan peran kiai dalam meningkatkan mutu hafalan

santri.

94

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara terstruktur, terencana dan

terprosedur untuk sebuah penelitian ilmiah dan memadukan dengan

semua potensi dan sumber yang telah disiapkan.182 Pendekatan

penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian

(seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat pelaksanaan

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana

adanya.183

Langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan ini, pada

tahap permulaan bertujuan untuk berusaha mengemukakan gelaja-

gelaja secara komprehensif dalam aspek yang sedang diamati, agar

jelas situasi dan kondisinya, atau dikenal dengan istilah penemuan fakta

seadanya (fact finding), langkah awal ini tidak banyak artinya kalau

hanya sekedar mendiskripsikan fakta-fakta yang ada, maka pendekatan

ini perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang adequat

terhadap fakta-fakta yang ditemukan.

Pendekatan deskriptif-analitis dalam penelitian ini menempuh tiga

fase, yaitu: pemaparan teori, penggambaran fakta-fakta di lapangan,

analisis kesesuaian antara teori dan praktek. Pada akhirnya, melalui

pendekatan penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan secara

mendasar dan menemukan konsep pengelolaan program tahfiz apa

adanya (fact finding), kemudian peneliti melakukan perbandingan antara

182

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Diskriftif Kualitatif (Jakarta: GP Press, 2013),

84. 183

Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007), 67.

95

teori pengelolaan dengan pelaksanaan di lapangan, selanjutnya

diadakan analisis untuk menemukan korelasi antara teori dan

pelaksanaannya di tiga pondok pesantren yang bebeda, yaitu Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur.

Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi dan realitas sosial yang

unik, komplek dan ganda, artinya pendekatan kualitatif merupakan

pendekatan yang tepat untuk mengungkapkan penomena di

lingkungan pondok pesantren. Dalam penelitian kualitatif dapat

dipelajari dan eksplorasi serta dipahami pengalaman manusia atau

kelompok seperti kepercayaan, penderitaan, rasa sakit, frustasi,

keindahan, pengharapan dan cita-cita yang telah terbentuk dan

dialami oleh manusia sebagai hidup yang sesungguhnya dalam

kehidupan sehari-hari. Terhadap sejumlah responden yang

diperlukan, dokumen dan observasi atau pengamatan untuk

mendapatkan informasi penting mengenai data penelitian berdasarkan

persepsi dan pengalaman responden yang saling terkait, yang terdiri

dari unsur pimpinan, ustaz dan santri.

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian

1. Situasi Sosial

Situasi sosial yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur, hal ini ditentukan setelah melalui sebuah proses

pemikiran dan beberapa pertimbangan yang cukup matang, kemudian

diikuti sebuah proses studi pendahuluan berupa observasi.

Ada beberapa alasan yang mendasari penentuan situasi sosial di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur, peneliti bukan merupakan bagian dari situasi

96

sosial yang diteliti dan tidak ada keterkaitan secara formal antara

peneliti dengan situasi sosial; kedua, situasi sosial merupakan

representatif dari wilayah provinsi Jambi, ketiganya memiliki nama dan

peminat yang cukup tinggi; ketiga, berdasarkan observasi awal pihak

sekolah welcome dan bersedia memberikan data-data dan informasi

yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti, setelah peneliti

memberikan syarat formal kepada pihak sekolah berupa surat izin

untuk mengadakan penelitian; keempat, situasi sosial bukan sesuatu

yang baru bagi peneliti, baik menyangkut lokasi, nama sekolah, sistem

pengelolaan dan eksistensinya di Provinsi Jambi; kelima, Berdasarkan

observasi awal situasi sosial memiliki cukup banyak data dan kegiatan

yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan tahfiz, yang sesuai judul

dan masalah penelitian yang penulis teliti.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang berada dalam situasi sosial

yang ditetapkan sebagai sumber informasi dalam sebuah penelitian atau

yang lebih dikenal dengan informan.184

Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling, yaitu teknik penarikan dengan cara mengambil subjek bukan

didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan

tertentu.185alasan menggunakan teknik ini karena dianggap cukup baik

dalam pemenuhan kebutuhan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi key subject adalah pimpinan pondok,

sebagai subjek yang dianggap paling mengerti tentang situasi, pimpinan

pondok dianggap tidak berada dalam komplik dengan stakeholder yang

ada, kepala sekolah mau berbagi informasi dan ilmu pengetahuan,

bertanggung jawab terhadap informasi yang diberikan karena dianggap

kredibel, akuntable dan amanah. Ditambah dengan subjek lain yaitu

wakil para asatiz, pembina, dan tenaga kependidikan lainnya yang

184

Nawari, Metode Penelitian, 89. 185

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2010), 183.

97

berdomisili di ketiga pondok pesantren, yaitu Al-Mubarak Kota Jambi,

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya186 dalam

penelitian ini data primer yang penulis maksudkan yaitu data yang

diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi secara

langsung dari pihak-pihak terkait. Data primer dapat dipahami

dengan data pokok yakni data yang menyentuh kepada kontent atau

inti dari pada penelitian. Informasi yang digali lewat data primer

adalah:

1) Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.

2) Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok

pesantren untuk peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

3) Peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur.

b. Data Sekunder

Data skunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari biro statistik,

186

Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: BP-UII, 2002), 55.

98

majalah, keterangan atau publikasi lainnya.187 Data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua berupa

dokumentasi, peristiwa yang bersifat lisan dan tertulis seperti

struktur organisasi madrasah, dan sebagainya yang berkaitan

secara langsung dan tidak langsung kegiatan manajemen

pesantren. Demikian juga data yang diperoleh melalui sebagian

ustaz dan staf tata usaha. Informasi yang bisa diperoleh meliputi:

1) Keadaan historis dan geografis Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur.

2) Keadaan sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.

3) Keadaan ustaz Pondok Pesantren Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro

Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur.

4) Keadaan tenaga kependidikan Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi, dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur.

2. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.

Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu

orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti, baik

pertanyaan tertulis maupun lisan.188 Sumber data dapat diperoleh dari

situasi sosial, subjek penelitian, dokumentasi, dan sejarah dari

187

Ibid, l 55. 188

Arikunto, Prosedur Penelitian, 172.

99

lembaga dari situasi sosial yang diteliti. Semua informasi yang

diperoleh merupakan sumber data, namun dalam penggunaannya

diperlukan analisis untuk mengklasifikasikan mana data yang relevan

dan terkait dengan rumusan masalah dan tema penelitian yang telah

ditentukan.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Sumber data berupa manusia (person), yakni yang memberikan

jawaban secara lisan melalui pendekatan wawancara. Sumber

data berupa person dalam penelitian ini adalah yang akan

diwawancarai adalah pimpinan pondok, wakil pimpinan pondok,

majelis guru, tenaga kependidikan dan siswa.

b. Sumber data berupa keadaan diam atau bergerak (place). Dalam

penelitian ini sumber data yang berbentuk diam berupa suasana

ruangan kelas, sarana dan prasarana sekolah, sedangkan data

bergerak berupa aktivitas pimpinan pondok, ustaz dan santri.

c. Sumber data paper atau literatur yaitu referensi yang menjadi

rujukan berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti dan

dapat dijadikan dokumentasi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian yang bersipat kualitatif. Penelitian

kualitatif umumnya menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu

observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi adalah proses mengumpulkan informasi secara

langsung dan terbuka dengan mengamati orang-orang dan tempat-

tempat di lokasi tempat penelitian.189

Guba dan Lincoln dalam bukunya “Naturalistic Inquiry”

mengemukakan beberapa alasan tentang pentingnya observasi dalam

penelitian kualitatif, yaitu:

189

John W Creswell, Educational Research (New Jersey: Person Educational, 2008), 221.

100

a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara

langsung, pengalaman langsung merupakan alat ampuh untuk

mengetes suatu kebenaran.

b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian sebagaimana

yang terjadi pada keadaaan sebenarnya.

c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam

situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun

pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada

data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Jalan yang

terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan

jalan memanfaatkan pengamatan.

e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

situasi- situasi yang rumit, situasi yang rumit memungkinkan

terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku

sekaligus, jadi pengamatan menjadi alat yang ampuh untuk

situasi-situasi yang rumit dan untuk prilaku yang kompleks.

f. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya

tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat

bermanfaat.190

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi tidak langsung, yaitu peneliti tidak berpartisipasi dalam

kegiatan yang diamati melainkan duduk di sela-sela dan menonton

mereka tidak secara langsung terlibat dalam situasi mereka

mengamati.191

Melalui teknik pengamatan ini diperoleh gambaran mengenai

prilaku seluruh warga sekolah. Setting penelitian yang terkait dengan

culture sekolah, mencakup manajemen pimpinan pondok dan respon

190

Lincol dan Guba, Naturalistic Inquiry (Beverly Hills: Sage Publication, 1985), 191-

193. 191

Jack R Fraenkel and Norman wallen, Haw To Design And Evaluate Research In Education (McGraw Hill Higher education, 2008), 441.

101

ustazh terhadap gaya kepemimpinan, budaya layanan yang meliputi

sikap dan prilaku pimpinan pondok, ustaz dan pegawai dalam

memberikan layanan kepada santri, prilaku manajerial para eksekutif

sekolah serta sikap dan prilaku siswa selaku pelanggan primer

sekolah.

Teknik yang dilakukan ialah dengan melakukan pencatatan,

dengan dua cara, yaitu pencatatan langsung dan juga pencatatan

restropektif. Pencatatan langsung ini biasanya dilakukan saat proses

pengamatan sedang berlangsung. Sedangkan pencatatan restropektif

biasanya dilakukan setelah kegiatan observasi selesai dilakukan,

setelah itu dilakukan pengamatan, artinya kita tidak akan melakukan

pencatatan sama sekali, dan hanya mengamati pola tingkah laku

objek yang kita teliti. dan teknik terakhir ialah dengan Inferensi

(pemaknaan), setelah dicatat dan diamati, selanjutnya peneliti ini akan

melakukan inferensi. ia juga harus bisa mengartikan tingkah laku

objek tersebut sesuai dengan suatu konsep ilmu pernyataan.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan tujuan, biasanya antara dua orang

(tapi kadang-kadang melibatkan lebih) yang diarahkan oleh salah satu

untuk mendapatkan infomasi).192

Wawancara ini dilakukan untuk menghimpun data sosial, terutama

untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan,

motivasi dan cita-cita seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini

menjadikan wawancara sebagai salah satu teknik dalam

mengumpulkan data yang difungsikan sebagai:

a. Alat primer atau alat utama, apabila data yang akan diungkapkan

tidak mungkin diperoleh dengan alat lain yang baik.

b. Alat pelengkap apabila informasi-informasi pokok sebagai data

penelitian telah diungkapkan, akan tetapi beberapa di antaranya

masih perlu disempunakan, maka wawancara dapat dipergunakan

192

Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For Education: An

Introduction To Theory Ang Methods (Boston: London Sydney TorontoINS, tt), 135.

102

sebagai alat pelengkap. Dengan kata lain wawancara akan

menjadi alat pelengkap apabila dipergunakan untuk

mengumpulkan data yang tidak dapat diperoleh dari alat

pengumpul data utama.

c. Alat pengukur atau pembanding, yaitu dipergunakan untuk

mengecek atau menguji kebenaran, ketelitian dan ketepatan data

yang telah diperoleh dengan mempergunakan alat lain. Data yang

diperoleh dari hasil wawancara dipergunakan sebagai alat

pengukur atau pembanding bagi data yang telah dihimpun melalui

alat pengumpul data lain sebagai alat utama dalam memecahkan

suatu masalah.193

Wawancara dilakukan dengan orang yang dianggap refresentatif

antara lain pimpinan pokok, wakil pimpinan pondok, tata usaha,

majelis guru Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, yaitu dalam

menjawab berbagai pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan fokus penelitian, perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan tahfis. Bila perlu

juga diadakan wawancara dengan komite sekolah, sampai kepada

penajaga sekolah dengan tujuan memperoleh data dan fakta yang

lebih komprehensif dan akurat.

Jenis wawancara yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif ini

adalah semi strukture intervieu yang merupakan bagian dari in depth

intervieu,194 di mana dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan

pertanyaan kepada informan tanpa terikat secara kaku pada pedoman

wawancara. Pedoman wawancara yang dibuat hanya merupakan

193

Nawri, Metode Penelitian, 118-119. 194

Steven J. Taylor dan Robert Bogdan, Introduction to Qualitative Research

Methods (New York-Shichester-Brisbane-Toronto-Singapura, A Wiley- Intersciense

Publication Jhon Wiley & Sons, tt), 77.

103

panduan untuk memberikan arah wawancara, pertanyaan yang

peneliti ajukan di lapangan disesuaikan kondisi dan kebutuhan data.

Cara melakukan pencatatan terhadap hasil wawancara ialah

dengan melakukan perekaman suara terhadap jawaban-jawaban dari

pertanyaan peneliti berdasarkan daftar pertanyaan yang telah

disiapkan, namun tetap bersipat pleksibel tergantung arah

pembicaraan dan kebutuhan data yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi ialah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi

digunakan untuk mendapatkan informasi non manusia, sumber

informasi (data) non manusia ini berupa catatan-catatan,

pengumuman, instruksi, aturan-aturan, laporan keputusan, atau surat-

surat lainnya, catatan-catatan dan arsip-arsip yang ada kaitannya

dengan fokus penelitian. Data yang dikumpulkan mengenai teknik

tersebut berupa kata-kata, tindakan, dan dokumen tertulis lainnya,

dicatat dengan menggunakan catatan-catatan.195 Teknik yang

dilakukan ialah dengan mengumpulkan dokumen yang derkaitan

dengan penelitian, kemudian mengadakan analisis yang intrinsic

(yang hakiki) terhadap sumber yang diawali dengan menentukan sifat

dari sumber, lalu menyoroti pengarang dari dokumen tersebut,

kemudian melakukan komperasi terhadap sumber yang lain yang

berkaitan dengan dokumen yang dibutuhkan

Penelitian ini menggunakan studi dokumentasi untuk

mendapatkan dan membaca data-data yang ditemukan di lapangan.

Data-data yang diperoleh di lapangan dalam bentuk angka peneliti

interpretasikan secara kualitatif, sedangkan dokumentasi lain peneliti

jadikan sebagai data pendukung dan penguat penelitian.

195

Donald Ary, dkk, Intruction to Research in Educatioan (Canada, Nelson

Education, 2010), 442.

104

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengolahan, pemisahan,

pengelompokan dan memadukan sejumlah data yang dikumpulkan

secara empiris menjadi sebuah kumpulan informasi ilmiah yang

terstruktur dan sistematis yang siap dikemas menjadi sebuah

penelitian.196

Sementara itu, Sugiono mengatakan analisis data kualitatif proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam katagori, menjabarkan ke dalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih dan

memilah mana yang lebih dibutuhkan dan akan dipelajari, hingga

menarik kesimpulan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh

peneliti maupun orang yang membaca hasil penelitian.197

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menempuh empat

langkah, yaitu:

1. Editing, berupa pengecekan data atau bahan-bahan yang

dikumpulkan untuk mengurangi kesalahan;

2. Kategorisasi yaitu penggolongan data dalam bentuk pola

kedudukan dan untuk melihat kedudukan masing-masing

fenomena dalam keseluruhannya;

3. Tabulasi yaitu merumuskan data ke dalam bentuk tabel atau

grafik;

4. Interpretasi data dalam mencari arti yang lebih luas dari hasil

penelitian.

Selain teknik analisis data di atas, penelitian ini didasarkan pula

dengan analisis data mengalir (flow model). Langkah-langkah yang

terdapat dalam model analisis ini adalah: reduksi data, penyajian data,

196

Mukhtar, Metode Praktis, 120. 197

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D (Bandung:

Alfabeta, 2007), 335.

105

dan penarikan kesimpulan. Hal ini dapat dilihat secara rinci pada

diagram di bawah ini.198

(komponen – komponen analisa data model interaksi)

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliiti menggunakan

metode analisis data mengalir (plow model), dengan langkah-langkah

yang ditempuh sebagai berikut :

a. Reduksi Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil pengamatan,

wawancara dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, maka

langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data. Langkah ini

berkaitan erat dengan proses menyeleksi, memfokuskan,

menyederhanakan, mengabstrasikan, dan mentransformasikan data

mentah yang diperoleh dari hasil penelitian. Reduksi data dilakukan

selama penelitian berlangsung, bahkan dilakukan sebelum data

benar-benar dikumpulkan.

b. Penyajian Data

Langkah yang ditempuh setelah analisis data adalah menyajikan

data dengan berusaha memunculkan dan menguraikan secara

tranparan tentang apa yang ditemukan dalam peneltian.

Penelitian ini adalah kualitatif, maka datanya yang dimunculkan

berupa narasi untuk memaparkan secara gamblang temuan

penelitian. Temuan naratif ini bisa saja diteruskan dalam bentuk tabel,

198

Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis (a Source

book of New Methods) (Beverly Hills: Sage Publications, 1984), 15-20.

Reduksi Data

Penarikan kesimpulan

Pengumpulan Data

Penyajian

106

grafik atau jaringan kerja. Dalam penelitian ini peneliti mencoba

mengkombinasikan antara teks naratif dengan bentuk tabel.

c. Penarikan Kesimpulan

Bagian akhir dalam proses analisis data adalah penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan

menggunakan analisis model interaktif, artinya analisis yang dilakukan

dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen utama tersebut. Data

yang dikumpul melalui proses observasi, wawancara dan

pemanfaatan dokumentasi kemudian direduksi dipilah dan dipilih

mana yang lebih dibutuhan untuk disajikan. Penyeleksian data

difokuskan pada data yang mengarah pada pemecahan masalah,

penemuan, pemaknaan, dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

dalam penelitian.

Penyajian data secara sistematis lebih memudahkan untuk

dipahami secara mendetail dalam kontek yang utuh sehingga

membuka peluang dalam penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Penarikan kesimpulan berkaitan dengan penomena-penomena yang

diteliti. Hal ini dilakukan sejak peneliti memaknai data yang terkumpul,

dalam artian hubungan kesamaan dari hal hal yang sering timbul.

Peneliti mencoba menarik kesimpulan dari hal yang masih kabur dan

perlu dikaji ulang, setelah proses verifikaksi akan menghasilkan

kesimpulan yang valid.

F. Teknik Pemeriksanaan Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan kredibel, Lincoln dan

Guba, mengelompokan teknik pencapaian menjadi a) perpanjangan

waktu, tinggal di lokasi peneltian, b) mengadakan observasi secara

tekun, c) menguji data secara triangulasi, d) mengadakan analisis kasus

negative (negative case analysis); e) mengadakan pengecekan data

(member check); f) mengadakan diskusi dengan teman sejawat (peer

107

debriefing) dan g) mengadakan pengecekan kecukupan referensi

(referential adequacy checks).199

Penelitian ini hanya empat dari beberapa teknik di atas, yakni:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Hal ini dimaknai peneliti berada di tempat peneltian sampai

kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dengan perpanjangan

keikutsertaan akan banyak mempelajari kebudayaan dapat menguji

ketidakbenaran informasi yang diperbolehkan oleh distorsi baik yang

berasal dari diri sendiri, maupun dari responden, yang membangun

kepercayaan subjek, sehingga dapat dipastikan apakah konteks itu di

pahami atau dihayati.

Oleh karena itu, teknik perpanjangan keikutsertaan digunakan

dalam penelitian ini, sehingga data-data tentang pengelolaan program

tahfiz di tiga pondok pesantren, yaitu Al-Mubarak Kota Jambi,

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, dan Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur secara lebih meyakinkan.

2. Kecermatan Pengamatan

Teknik ini digunakan untuk menemukan ciri khas, unsur-unsur

dalam situasi yang relevan dengan isu dan persoalan yang sedang

dicari, kemudian memusatkan perhatian pada hal-hal tersebut secara

lebih mendetail.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik yang dilakukan untuk menguji

keterpercayaan data atau dengan istilah lain “trustworhiness” dengan

memanfaatkan hal-hal lain di luar data tersebut untuk keperluan

mengadakan pengecekan atau pembanding data yang telah ada.200

Teknik diperlukan agar memperoleh data-data yang lebih akurat dan

199

Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry (Baverly Hills: Sage Publiction, tt), 67. 200

Mukhtar, Metode Praktis, 127.

108

valid tentang sasaran peneltian yang berasal dari wawancara,

observasi dan dokumentasi.201

Denzim yang dikutip oleh Moeleong202 membedakan 4 macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu;

a. Triangulasi dengan sumber; menbandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan dengan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi, dan sebagainya.

b. Triangulasi dengan metode, dengan dua strategi, yaitu pengecekan derajat kepercayaan beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c. Triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data.

d. Triangulasi dengan teori. Lincoln dan Guba beranggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.203

Teknik triangulasi adalah cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks

suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian

dan hubungan dengan berbagai pandangan. Teknik ini pada

umumnya dilakukan dengan jalan pembandingan dan pengecekan

(cross check). Teknik ini dapat dilakukan dengan membandingkan dua

atau lebih sumber data; membandingkan dua atau lebih metode dan

teknik pengumpulan data; atau dengan membandingkan hasil

201

Creswell, John W., Research design: Qualitative and Quantitative approach (India:

Sage Publication, tt), 40. 202

Lexy J. Moeleong, Methodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja

Dosdakarya, 2010), 330-332. 203

Lincoln, Naturalistic Inquiry, 330.

109

penelitian peneliti lain, maka dalam penelitian ini, akan dilakukan cross

check data, dengan membandingkan sumber data dokumentasi, hasil

observasi, dan wawancara.

4. Pemeriksaan Teman Sejawat

Hal dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil

akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analisis dengan teman

sejawat dan pembimbing akademik. Teknik ini digunakan untuk

membantu peneliti agar tetap mempertahankan sikap terbuka dan

kejujuran.

G. Jadwal Penelitian

Peneltian ini dilaksanakan dengan tahapan sebagaimana tabel

berikut ini:

Tabel 3.1

Pelaksanaan Penelitian

110

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Konsultasi tentang

judul dan proposal

disertasi√ √ √ √

2Penulisan

proposal disertasi√ √ √ √

3

Konsultasi tentang

proposal disertasi

dan persiapan/

pelaksanaan

seminar

√ √ √ √

4

Perbaikan

proposal dan

pengajuan

pengesahan judul

dan izin penelitian

√ √ √ √ √ √ √ √

5Pelaksanaan

penelitian√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

6Penyusunan hasil

penelitian√ √ √ √

7Konsultasi

pembimbing√ √ √ √ √ √

8Seminar hasil

penelitian√ √ √ √ √

9Perbaikan hasil

seminar √ √ √ √

10 Ujian tertutup √ √

11Perbaikan hasil

ujian tertutup√ √

12 Ujian terbuka √ √ √ √

No Uraian kegiatanFebruari 2021 Maret 2021

September

2021

Desember

2020Mei 2021April 2021Januari 2021

Desember

2021Oktober 2021Agustus 2021 2021JuliJuni 2021

Nopember

2021

111

BAB IV

TEMUAN UMUM TEMUAN KHUSUS DAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pada bab IV ini, peneliti akan memaparkan mengenai temuan hasil

penelitian. Temuan penelitian ini merupakan deskripsi dari data yang

diperoleh dalam pengumpulan data di lapangan melalui wawancara,

observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dalam pembahasan akan

dilakukan analisis hasil penelitian mengenai manajemen tahfiz, strategi

dalam meningkatkan mutu hafalan, dan peran kepemimpinan kiai di

lingkungan pondok pesantren. Data-data yang telah dihasilkan dalam

proses penelitian ini akan dideskripsikan yakni diawali terlebih dahulu oleh

deskripsi mengenai data-data umum.

Data-data umum yang akan diuraikan di antaranya mengenai

deskripsi umum lokasi penelitian yang merupakan lembaga pendidikan

pondok pesantren yang bertempat di Provinsi Jambi dan profil mengenai

lokasi penelitian tersebut, dilanjutkan temuan hasil penelitian dan analisis

data penelitian atau pembahasan.

Temuan dalam penelitian ini merupakan hasil dari wawancara

mendalam dengan informan, lalu melakukan observasi dalam kegiatan

interaksi informan dengan lingkungannya untuk menemukan data yang

diperlukan dan melakukan studi dokumentasi. Uraian hasil penelitian

berupa deskripsi dan tabel yang disusun berdasarkan informasi yang

didapatkan dari informan pokok dan informan pangkal.

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

Sejarah perkembangan Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi adalah sebuah pondok pesantren yang lahir atas dasar

pemikiran atau ide untuk membantu dan lebih memberikan

kesempatan kepada anak-anak yang kurang mampu, anak yatim dan

yatim piatu untuk dapat mengenyam kesempatan belajar, khususnya

112

dalam bidang ilmu baca tulis dan menghafal Al-Qur‟an, hal itu tetap

eksis menjadi sistem belajar dan tujuan pokok di pondok pesantren ini

dengan akidah sebagai pondasi utamanya di samping disiplin ilmu

dan keterampilan lainnya.

Sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Mubarak ini pada

tanggal 14 Februari 1996, Pendiri sekaligus pimpinan pondok

pesantren sekarang ini, H. Ahmad Mubarak HM. Daud Al-Hafiz,

berkomitmen untuk memperjuangkan dan merealisasikan cita-cita dan

tujuan mulia tersebut. Dan berkat dukungan Bapak Drs. H.

Abdurrahman Sayoeti (Gubernur Jambi saat itu) pondok pesantren

terus berkembang dan saat ini jumlah santri/santriwati Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi telah mencapai 930 Orang.

Keadaan santri/santriwati pondok pesantren terus mengalami

peningkatan yang sangat signifikan, begitu juga dari aspek lulusan,

jumlah hafiz/hafizah yang telah hafal Al-Qur‟an sebanyak 30 Juz juga

mengalami peningkatan, sejak tahun 1999 hingga sekarang pondok

pesantren ini terus mencetak hafiz/hafizah setiap tahunnya, bermula

dari sedikit hingga akhirnya mulai pada Tahun 2003 pondok pesantren

melakukan acara haflah khataman Al-Qur‟an bagi santri/santriwati

yang telah hafal Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap bulan Agustus,

hal ini dapat dilihat lebih jelas pada pemaparan data santri dan

santriwati pada bagian data santri.

Di antara para santri/santriwati yang sudah Hafiz/Hafizah,

sekarang ada yang masih mengabdi di pondok pesantren, ada yang

mengajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren, ada yang

kembali dan mengabdi di kampung halamannya, ada yang

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi seperti IAIN, UIN, PTIQ,

IIQ, juga di Malaysia, Mesir dan Yaman, dan ada juga yang mengajar

di Malaysia dan Brunei Darussalam untuk memperluas dan

mengembangkan ilmu dan pengalamannya.

Sejak akhir Tahun 2015 pondok pesantren telah mengikuti dan

113

mendaftarkan diri sebagai Pondok Pesantren Salafiyah (PPS)

Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan

pada tanggal 24 s/d 27 Agustus 2016 yang lalu telah mengikut

sertakan sebanyak 128 orang peserta Ujian Nasional (UNAS)

tingkat Wustha yang semuanya Alhamdulillah dinyatakan lulus. Begitu

juga angkatan berikutnya Tahun 2017, 2018 dan 2019, Alhamdulillah

semua santri/santriwati yang ikut ujian dinyatakan lulus.204

Visi pada intinya adalah pandangan jauh ke depan, visi adalah

daya pandang jauh ke depan, mendalam dan luas yang merupakan

daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan dapat

menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat. Visi adalah

suatu inovasi di dalam dunia menajemen modern, terutama

manajemen strategik. visi dipandang sebagai sebuah inovasi dalam

proses manajeman strategik karena baru pada akhir-akhir ini disadari

dan ditemukan bahwa visi itu amat dominan perannya dalam proses

pembuatan keputusan, termasuk dalam setiap pembuatan kebijakan

dan penyusunan strategi.

Sesuai dengan ketentuan umum penjelasan Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka

Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi pendidikan

Nasional “terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata

sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga

pendidikan Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas

sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang

selalu berubah, sejalan dengan hal tersebut, maka visi, misi dan

tujuan pondok pesantren yang menjadi lokasi penelitian, adalah.

Visi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi adalah “Menuju

Pondok Pesantren Hifz Al-Qur‟an terkemuka dan berkaliber Nasional

di Provinsi Jambi”.

Sementara Misinya adalah;

204

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2021.

114

a. Menjadi tempat belajar membaca Al-Qur‟an yang baik dan benar

dari semua aspek, seperti faṣ ḥah, tajwid, murattal dan lain-lain.

b. Menjadi tempat menghafal kitab suci Al-Qur‟an dan melahirkan

hafiz dan hafizah yang beriman, bertakwa, berilmu dan berakhlak

mulia.

c. Sebagai tempat berkumpulnya hafiz/hafizah, dari setiap daerah

serta saling mengikat ukhuwah islamiyah.

d. Sebagai sarana tukar-menukar informasi lembaga pendidikan

Islam, khususnya antara Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi dengan Pondok Pesantren Hafal Al-Qur‟an lain khususnya,

dan semua pondok pesantren pada umumnya.

e. Mempermudah bagi Provinsi Jambi dan Kabupaten/ Kota dalam

Provinsi Jambi untuk mendapatkan kader hafiz/hafizah, untuk

berkecimpung di berbagai ajang dalam Provinsi Jambi dan

selanjutnya dapat di ketengahkan pada setiap MTQ tingkat

kabupaten, provinsi dan nasional.

f. Menghasilkan kader-kader imam dan guru di bidang Al-Qur‟an dan

Tahfiz Al-Qur‟an untuk disebarkan ke berbagai tempat di seluruh

wilayah Provinsi Jambi.

Dari visi dan misi di atas diperoleh gambaran bahwa Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi fokus terhadap program menghafal

Al-Qur‟an dan menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai

daya saing di bidang tahfiz, baik skala regional maupun skala yang

lebih besar, nasional maupun internasional

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi beralamat di

Jl.Temenggung Jakfar Rt.01 Kelurahan Tahtul Yaman Kecamatan

Pelayangan Jambi, berdiri di atas lahan seluas 6.954 M2, tanah seluas

ini merupakan wakaf dari seseorangn yang bernama H. Siyadi, SH,

Nomor akta wakap W2-06-III Tahun 2011. Batas-batas wilayah

sebagai berikut;

a. Sebelah timur berbatasan dengan sungai Batang Hari

115

b. Sebelah barat berbatasan dengan jalan raya

c. Sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk

d. Sebelah selatan berbatasan dengan sungai kecil.205

Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi

dan mengkoordinasikan hubungan kerja antara satu dengan lainnya.

Struktur organisasi merupakan bentuk dari organisasi secara

keseluruhan yang menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen

dan fungsi organisasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,

ukuran, jenis teknologi yang digunakan, dan sasaran yang hendak

dicapai. Struktur bersifat relatif stabil (tidak berubah), statis, dan

berubah lambat atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-

penyesuaian.

Struktur organisasi akan menjadi lebih jelas apabila digambarkan

dalam bagan atau skema organisasi. Pada struktur organisasi

terdapat gambaran posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang

harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok,

komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi.

Struktur organisasi menspesifikan pembagian kegiatan kerja dan

menunjukkan bagaimana fungsi atau bagaimana kegiatan yang

berbeda-beda itu dihubungkan. Struktur juga menunjukkan hierarki

dan struktur wewenang organisasi serta memperlihatkan hubungan

pelapornya.

Sebagaimana struktur organisasi pada umumnya, yaitu pengelola,

tata usaha dan majelis guru yang dibingkai dalam bentuk struktur

organisasi seperti yang penulis tuangkan di bawah ini. Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi berada di bawah naungan

Yayasan Hifzhil Al-Qur‟an Al-Mubarak, dengan Akta pendirian Nomor:

05 Tanggal 11 Desember 2018, dalam struktur kepengurusan

sebagaimana tertuang di bawah ini :

205

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

116

Penasehat : KH. Muhammad Daud Abdul Qodir Al-Hafiz

Pimpinan Ma‘had : H. Ahmad Mubarak Daud Al-Hafiz

Wakil Pimpinan : H. Sulhi Muhammad Daud, Lc., MH

: M. Daud H. Ahmad Mubarak Al- Hafiz

Sekretaris : Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz

Bendahara : Izal Azmi Al-Hafiz

: Syarifuddin Amir, SM., Al-Hafiz

Penanggung jawab asrama : M. Musytari Al-Hafiz

: M. Syarifuddin

Operator : Ahmad Munzani Al-Hafiz

Kepala PPS Tsanawiyah : Syarifuddin Amir, SM., Al-Hafiz

Kepala PPS Aliyah : Rifaat, S.Pd.I

Penanggung jawab konsumsi : Ahmad Ridho Al-Hafiz

Berdasarkan struktur organisasi di atas, dipahami bahwa Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, didominasi oleh huffaz dan laki-

laki, sementara perempuan tidak terlibat dalam kepengurusan

yayasan sebagaimana yang tertera dalam struktur kepengurusan di

atas.

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi

yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya

sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu

mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di

alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan

yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-

hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang

membentuk suatu organisasi.

Pada umumnya sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan

pada umumnya dan lembaga pondok pesantren terdiri dari :

a. Guru atau ustaz, yaitu bagian dari sumber daya manusia yang

menempati posisi sentral dalam lembaga pendidikan, di samping

beberapa sumber daya manusia yang lainnya.

117

b. Tata Usaha; bagian dari sumber daya manusia dalam lembaga

pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah tenaga

kependidikan, atau dalam bahwa lain dikenal dengan tata usaha.

c. Siswa (santri), Istilah siswa lazim menjadi sebutan bagi pelajar

pada jenjang pendidikan tingkat pertama dan menengah

(SMP/SMU), dalam lembaga pondok pesantren lebih dikenal

dengan istilah santri. siswa atau santri adalah dari subjek dalam

lembaga pendidikan selain yang penulis uraikan di atas. sebagai

subjek, berarti siswa keberadaanya adalah suatu keniscayaan.

Aktivitas di sekolah akan menjadi lumpuh sekiranya subjek ini

tidak ada dalam suatu lembaga pendidikan.

Sumber daya manusia yang dimiiliki oleh Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, dimulai dari penasehat, pimpinan, wakil

npimpinan hingga majelis guru secara keseluruhan berjumlah 58

orang guru, yang terdiri dari 33 orang ustaz dan 25 ustazah.

Dari 58 tenaga pendidik, ustaz atau ustazah tersebut ada yang

merangkap sebagai pengelola dan yang murni sebagai tenaga

pendidik. Dari keseluruhan tenaga pendidik tersebut hanya 3 orang

yang belum mengkhatamkan hafalannya, selebihnya bergelar Al-

Hafiz, artinya hafal Al-Qur‟an secara utuh.

1) Santri dan Santriwati

Santri dan satriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

terus mengalami perkembangan sejak didirikan hingga sekarang,

sebagaimana tertuang pada tabel di bawah ini:

118

Tabel 4.1

Santri dan Satriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi dari

Tahun Ke Tahun.206

NO TAHUN JUMLAH

JUMLAH PUTRA PUTRI

(1) (2) (3) (4) (5)

1 1996 31 Orang 15 Orang 46 Orang

2 1997 70 Orang 74 Orang 144 Orang

3 1998 82 Orang 100 Orang 182 Orang

4 1999 86 Orang 104 Orang 190 Orang

5 2000 78 Orang 122 Orang 200 Orang

6 2001 68 Orang 145 Orang 213 Orang

7 2002 111 Orang 139 Orang 250 Orang

8 2003 110 Orang 168 Orang 278 Orang

9 2004 112 Orang 193 Orang 305 Orang

10 2005 128 Orang 187 Orang 315 Orang

11 2006 152 Orang 308 Orang 460 Orang

12 2007 154 Orang 361 Orang 515 Orang

13 2008 224 Orang 348 Orang 572 Orang

14 2009 298 Orang 383 Orang 681 Orang

15 2010 328 Orang 384 Orang 712 Orang

16 2011 392 Orang 504 Orang 750 Orang

17 2012 406 Orang 406 Orang 812 Orang

18 2013 420 Orang 430 Orang 850 Orang

19 2014 440 Orang 445 Orang 885 Orang

20 2015 450 Orang 480 Orang 930 Orang

21 2016 475 Orang 490 Orang 965 Orang

22 2017 480 Orang 430 Orang 910 Orang

206

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

119

NO TAHUN JUMLAH

JUMLAH PUTRA PUTRI

(1) (2) (3) (4) (5)

23 2018 440 Orang 445 Orang 885 Orang

24 2019 450 Orang 480 Orang 930 Orang

25 2020 485 Orang 490 Orang 975 Orang

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah santri yang

belajar di pondok pesantren Al-Mubarak dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan dari segi jumlah. Dengan demikian jumlah

santri yang ingin belajar tahfiz Al-Qur‟an secara umum juga

meningkat. Keadaan santri dan santriwati Pondok Pesantren

Al-Mubarak dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik Keadaan santri dan santriwati Pondok Pesantren Al-Mubarak.207

Berdasarkan grafik di atas, dapat dipahami bahwa dari segi jumlah

terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun dari grafik

di atas dapat diuraikan bahwa pada tahun 2016 dan 2017 mengalami

207

Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi 2020.

0

200

400

600

800

1000

1200

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

20

16

20

17

20

18

20

19

20

20

PUTRA

PUTRI

JUMLAH

120

penurunan karena kondisi sarana yang lagi diperbaiki sehingga

penerimaan santri dibatasi.208

2) Sarana dan Prasarana

Dalam pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena

dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk

menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran, baik secara

lansung maupun tidak lansung dalam suatu lembaga dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan

adalah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah dan

perlu peningkatan terus- menerus seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang canggih.

Sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat

menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan sebagai

seorang personal pendidikan kita dituntut untuk menguasai dan

memahami administrasi sarana dan prasarana, untuk meningkatkan

daya kerja yang efektif dan efisien serta mampu menghargai etika

kerja sesama personel pendidikan, sehingga tercipta keserasian,

kenyamanan yang dapat menimbulkan kebanggaan dan rasa memiliki

baik dari warga sekolah maupun warga masyarakat sekitarnya.

Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

dikelompokan dalam 10 bagian sebagaimana tertuang di bawah ini.

a. Sebuah gedung utama yang berfungsi sebagai:

1) Tempat belajar mengajar/setoran dan sim ‘an hafalan santri

2) Tempat belajar mengajar/pelajaran agama kelas Aliyah santri/

santriwati

3) Tempat kegiatan tahunan dan hari besar Islam

4) Tempat kegiatan tambahan dan belajar bersama bagi santri

kampung (malam)

5) Tempat olahraga (khusus hari Minggu pagi santriwati dan

Minggu siang santri)

208

Izal Azmi, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

121

6) Tempat pertemuan umum dan lain-lain

b. Sebuah mushalla/masjid yang berfungsi sebagai:

1) Tempat ibadah (setiap waktu, berjama‟ah semua santri)

2) Tempat belajar mengajar/pelajaran agama kelas Tsanawiyah

Putra

3) Tempat belajar mengajar/setoran dan simaan hafalan Putra

4) Tempat kegiatan tambahan dan belajar bersama bagi santri

(malam)

5) Tempat pertemuan umum dan lain-lain

c. 2 buah asrama santri

d. 2 buah asrama santriwati

e. 2 buah perumahan ustaz

f. 1 buah dapur umum

g. 1 buah bangunan depot air

h. 1 buah bangunan poskestren

i. Sarana pendidikan yang dimiliki, meliputi:

1) Ruangan kantor, 2 buah

2) WC 10 buah putra dan 10 buah putri

3) ruang belajar 10 ruangan

4) Buku-buku pelajaran agama (400 eksplar)

5) Buku-buku Pelajaran Umum (tetapi masih terbatas)

6) Ruangan dan sarana pembelajaran lainnya

j. Dan lain-lain yang dibutuhkan sebisa mungkin akan disiapkan.209

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa sarana dan prasarana

yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi cukup

banyak dan tidak memiliki ruang kelas khusus untuk belajar seperti

lembaga pendidikan formal pada umumnya. Sarana dan prasarana

yang dimiliki lebih menunjang aktivitas tahfiz kebutuhan sehari bagi

santri dan santriwati.

209

Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

122

Dari hasil observasi terhadap sarana yang ada belum ditata

dengan rafi dan penggunaannya belum maksimal karena konsentrasi

santri leboih focus pada menghafal Al-Qur‟an dan tenaga

kependidikan yang dimiliki untuk mengelola sarana dan prasarana

pondok masih terbatas.

2. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

Sejarah Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai

Terap pendiriannya berasal dari ide masyarakat setempat. Masyarakat

setempat menginginkan didirikannya pondok pesantren dengan tujuan

agar terdapat sebuah pondok pesantren di desa tersebut, dengan

adanya pondok pesantren tersebut maka lokasi pendidikan anak

mudah dijangkau dan penduduk di desa tersebut merupakan

masyarakat agamis. Kemudian pada tahun 2004 barulah pondok

pesantren ini didirikan dan diresmikan, tepatnya pada bulan Mei 2004.

Dilihat dari suksesnya kepemimpinan kepala pondok pesantren, sejak

awal berdiri hingga saat ini masih dipimpin oleh Toni Fadliansyah,

S.Pd.I karena beliau telah dipercayakan oleh masyarakat untuk

memimpin pondok pesantren tersebut. Nama Jauharul Falah diberikan

oleh seorang ulama dari Kota Seberang, namun tidak diketahui

namanya. Latar belakang pemberian nama yang diberi oleh guru

besar pada waktu itu.210

Sejak berdirinya Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Desa Sungai Terap sampai sekarang, maka Toni Fadliansyah, S.Pd.I

sebagai Ketua Yayasan Pondok Pesantren, Iislami, S. Pd sebagai

Kepala Madrasah Ibtidaiyah, Nur Achmadi, S.Th.I sebagai Kepala

Madrasah Tsanawiyah serta M. Zarwan, SS sebagai Kepala SMA

Islam. Berikut susunan kepengurusan Pondok Pesantren Jauharul

Falah hingga saat ini:

210

Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.

123

Tabel 4.2

Pengurus Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Tahun 2021.211

NO NAMA JABATAN

(1) (2) (3)

1 Toni Fadliansyah, S. Pd. I Pendiri dan Pimpinan Pondok

2 H. M. Rifa‟i, A.Ma Pendiri

3 H. M. Nawawi Pendiri

4 Abd. Na‟u Pendiri

5 Bakri H. M. Nur Pendiri

6 Guru Zuhdi Pendiri

7 H. Hasan Basri Pendiri/Donatur

8 KADES Sungai Terap Pelindung/Penasehat

9 Ketua BPD Sungai Terap Pelindung/Penasehat

10 Antoni, S.Sos. I Direktur Pondok Pesantren

11 Zakirudin Rifa‟i Bidang Pembangunan

12 Suadi Sulaiman Bidang Pembangunan

13 Sairozi Ramli Bidang Pembangunan

14 Fathullah Al-Hafiz, S.Pd.I Bidang Kepondokan Pesantren

15 Wahyudi, S.Th.I Bidang Kepondokan Pesantren

16 M. Zarwan, SS Kepala SMA

17 Azkiyatul Fuadah, S.HI Bidang Kepondok Pesantren

18 Indra, A.Ma Bidang Kepondok Pesantren

19 Nur Achmadi, S.Th.I Kepala MTs

20 Mukmin, S.Pd.I Bidang Pendidikan Formal

21 H.M.Alamsyah,S.HI,M.Pd.I Bidang Pendidikan Formal

22 Sukri Hamid Bidang Pendidikan Formal

23 Iislami, S. Pd Kepala MI

211

Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.

124

NO NAMA JABATAN

(1) (2) (3)

24 Mahyudi Umar Bidang Humas

25 Legiono, S.Pd Bidang Humas

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa berdirinya Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap berkat ide

dan partisipasi masyarakat dan para tokoh ulama yang ada di Desa

Sungai Terap. Adapun tujuan didirikannya Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap ini adalah untuk menghasilkan

sumber daya manusia yang berprestasi, disiplin, berjiwa Islami, dan

berakhlak Al-Qur‟an. Pendirian Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Desa Sungai Terap tidak terlepas dari visi dan misi. Adapun

visi dari pondok pesantren ini adalah para santri yang berada di

pondok pesantren harus unggul dalam mutu pendidikan, disiplin ilmu,

berjiwa Islami, berakhlak Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan misi pondok pesantren ini adalah sebagai berikut:

a. Menjadikan santri yang berprestasi dan dapat berkembang secara

optimal sesuai bakat, minat dengan kompetensi yang dimiliki.

b. Menjadikan santri yang disiplin dalam pembelajaran baik formal

dan informal.

c. Menjadikan santri lebih peka terhadap konsep Islam.

d. Menjadikan santri yang disiplin membaca, menghafal dan

mengamalkan Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.

Dari visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi dapat diketahui bahwa pondok pesantren lebih

universal dan mempersiapkan intelektual Islami dan akhlakul karimah.

Kemudian lokasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa

Sungai Terap berada di RT. 07 Desa Sungai Terap yang terletak di

atas sebidang tanah wakaf warga yang bernama Suaidi Sulaiman,

seluas 10246 M2. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa

125

Sungai Terap berada di Desa Sungai Terap Kecamatan Kumpeh Ulu

Kabupaten Muaro Jambi. Jarak Desa Sungai Terap dengan Ibu Kota

Propinsi sekitar 19 KM. Untuk bisa sampai ke Desa Sungai Terap,

dapat ditempuh dengan dua jalur. Jalur pertama dengan melewati

jalan Suak Kandis yang memakan waktu ± 30 menit, sedangkan jalur

kedua dengan melewati jalan Tangkit di mana jika melewati jalan ini

akan memerlukan waktu ± 20 menit.

Lokasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai

Terap ini sangat cocok sebagai sarana pendidikan, karena lokasi

tersebut jauh dari pengaruh luar sebagai penghambat kegiatan proses

belajar mengajar. Lokasi pondok pesantren ini terletak di tengah-

tengah perumahan penduduk Desa Sungai Terap dan di pinggir

sungai. Dengan letak sangat bagus ini maka para masyarakat di

sekitar dapat ikut membantu pondok pesantren tersebut dan santri

lebih berkonsentrasi dalam kegiatan pembelajarannya.212

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap

merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Kecamatan

Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi yang tentunya tidak terlepas

dari berbagai kegiatan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.

Maka diperlukan adanya organisasi agar tujuan awal berdirinya

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap

tersebut dapat terwujud.

Adapun struktur organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Desa Sungai Terap ini berdasarkan dokumentasi pondok

pesantren yang ada di dalam ruang kantor Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap sebagai berikut:

212

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, 2021.

126

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa

Sungai Terap.213

Dari struktur organisasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Desa Sungai Terap Tahun 2021 di atas dipahami bahwa

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, di bawah

naungan yayasan Jauharul Falah yang melaksanakan pendidikan

pada tiga jenjang, yaitu MI, MTs dan SMA. Kemudian guru adalah

213

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

SEKRETARIS Abdur Rahman, S. Pd.I

PIMIPINAN PONDOK Toni Fadliansyah, S. Pd. I

YAYASAN JAUHARUL FALAH

DEWAN PENASEHAT Suaidi Sulaeman

KEPALA SMA M. Zarwan, SS KEPALA MTs

Nur Achmadi, S. TH.I KEPALA MI

Iislami, S. Pd

ADM DAN KEUANGAN Hernawati, S. Pd. I

MAJELIS GURU WALI KELAS

SANTRI

127

bagian dari sumber daya manusia yang menempati posisi sentral

dalam lembaga pendidikan, di samping beberapa sumber daya

manusia yang lainnya. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi pada tahun pelajaran 2020-2021 khususnya program

tahfiz diasuh oleh sebanyak 17 tenaga pendidik (guru tahfiz), baik

yang bersifat guru tetap maupun guru tidak tetap.

Bagian dari sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan

yang tidak kalah pentingnya adalah tenaga kependidikan, atau dalam

istilah lain dikenal dengan tata usaha. Sebagai lembaga pendidikan

yang baru berumur lima tahun tenaga kependidikan yang ada hanya

satu orang, yaitu bapak Indra, A.Ma,. Sedangkan tenaga kependidikan

yang lainnya seperti satpam, kebersihan, pelayan kantin, dan petugas

asrama.

Guru/Ustaz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro

Jambi memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, hal ini

dapat dilihat dari data di bawah ini:

Tabel 4.3

Guru/Ustaz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro

Jambi.214

NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR

JABATAN Nama Lembaga Fakultas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Gr.H.M. RIFA'I, A.Ma L IAIN STS JAMBI TARBIYAH PENDIRI &

PENASEHAT

2 Gr. M. TAYIB USMAN L PONPES PENDIRI &

PENASEHAT

3 WALID TONI FADLIANSYAH,

S.Pd.I, AL-HAFIZ L

IAIA AL-AQIDAH

JAKARTA TARBIYAH PIMPINAN

4 INDRA, S.Pd L STAI MA'ARIF

JAMBI TARBIYAH SEKRETARIS

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

5 MUKHLISIN, AL-HAFIZ L SMA MUHAJIRIN WAKIL

214

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2020.

128

NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR

JABATAN Nama Lembaga Fakultas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

6 H. FATHULLAH, S.Pd.I, AL-

HAFIZ L

STAI MA'ARIF

JAMBI TARBIYAH

WAKIL

PIMPINAN

7 H. M. ALAMSYAH, M. Pd.I, AL-

HAFIZ L IAIN STS JAMBI MAGISTER PEND.ISLAM

WAKIL

PIMPINAN

8 M. ZARWAN, SS L IAIN STS JAMBI ADAB

KEPALA

SEKOLAH

SMA

9 NUR ACHMADI, S. TH. I L IAIN STS JAMBI USHULUDDIN

KEPALA

SEKOLAH

MTS

10 SUKRI BAHARI L

PP

SA'ADATUDDAREN

JAMBI

USTAZ

11 MUSLIM L

PP

SA'ADATUDDAREN

JAMBI

USTAZ

12 HAMDANI, S. Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH WAKASIS

MTS

13 HUSNI MUBARAK, S.Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH WAKAKUS

MTS

14 MUKMIN, S. Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ PEN.

B.INGGRIS USTAZ

15 ASNAWI, S.Pd.I L IAIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZ

16 MIFTAHUR RIZIK, S.Pd.I, M.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH

WAKA

HUMAS &

EKSTRA

17 SABAINI , S.Pd.I L STAI MA'ARIF

JAMBI

WAKA

SARPRAS

18 WILLI OKTAMA , S.Pd L UNBARI FKIP BAHASA & SASTRA

INDONESIA

WAKASIS

SMA

19 FADLI,S.Ag AL- HAFIZ L IAIN JAMBI USHULUDDIN USTAZ

20 FAISAL JANUAR PUTRA,S.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH

PEMBINA

ASRAMA

PUTRA

21 HUSAINI L PONPES

USTAZ

22 IISLAMI, S.Pd L UIN STS JAMBI TARBIYAH OPERATOR

23 HENDI MARYANTO, L IAII IBRAHIMY SYARI'AH USTAZ

129

NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR

JABATAN Nama Lembaga Fakultas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

24 AHMAD GHAZALI, SE L IAIN TULUNG

AGUNG

EKONOMI DAN BISNIS

ISLAM USTAZ

25 AHMAD SAIFUL JIHAD, S.Pd.I L STAII JAKARTA PENDIDIKAN ISLAM PEMBINA

BAHASA

26 PITRO DARMAWAN, S.Pd L STAI MA'ARIF

JAMBI PAI

OPERATOR

27 GUNTUR PERDANA L PP SIROJUL

MUKHLASIN

USTAZ

28 M. AGUNG ZIKRI

FANHANSYAH, S.Pd L STAI INDO

USTAZ

29 M. SUBHAN, S.Pd L PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY TARBIYAH

PEMBINA

PRAMUKA

30 M. SYADIKI SAPUTRA L PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZ

31 NS. M. ZARWAN, S.Kep L

FIRMA

NUSANTARA

BUKIT TINGGI

KESEHATAN

PUTRA

32 ROMADHONSYAH L PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZ

33 M. APRIANSYAH, S.Pd L PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZ

34 BAIHAKI.M L PONPES USTAZ

35 ANDRIAN SAIDI L

36 HAMZAH L USTAZ

37 ARYANTO L SMP. NEGERI USTAZ

38 AHMAD SIBAWAIHI L USTAZ

39 NGADISO L SD USTAZ

40 HERMAN L USTAZ

41 AISYAH, S.Pd.I P UIN STS JAMBI TARBIYAH BENDAHARA

42 TUTI WAHYUNI, S.Pd P IAIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH

43 NURHAYATI, S.Pd.I P STAI AL-QOLAM TARBIYAH/PAI WAKA

PESANTREN

44 AZKIYATUL FUADAH, S.HI P IIQ JAKARTA SYARI'AH WAKA AL-

QUR‟AN

45 YULISA, S.SOS.I P IAIN STS JAMBI USHULUDDIN

PEMBINA

ASRAMA

PUTRI

130

NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR

JABATAN Nama Lembaga Fakultas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

46 WINDRIANI, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI

FKIP

PEND.MIPA/PEND.FISIKA

WAKAKUR

SMA

47 SUSANTI, S.Pd.I P STAI MA'ARIF

JAMBI PAI

USTAZAH

48 LILIS SUAIDAH, AL- HAFIZAH P PONPES

MUBAROK

USTAZAH

49 FITRI AHYANI, AL- HAFIZAH P PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZAH

50 IDA ROYANI , S.Pd.I P STAI MA'ARIF

JAMBI TARBIYAH

USTAZAH

51 LINA, S.Pd.I P STAI MA'ARIF

JAMBI TARBIYAH

USTAZAH

52 NUR FADHILA, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI

PEND. BAHASA

INDONESIA USTAZAH

53 RATNA DEWI, S.Pd.I P IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ BAHASA ARAB USTAZAH

54 BAHRIAWATI, S.Pd P STAI INDO USTAZAH

55 MISLIA, S.Pd.I P STAI MA'ARIF TARBIYAH USTAZAH

56 POPY MAYA SARI, M.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI

S2 MATEMATIKA UNJA

JAMBI USTAZAH

57 ISTIQAMAH, S.Pd.I P IAIN STS JAMBI TARBIYAH/ PEND.

BAHASA ARAB USTAZAH

58 SITI RODITA, M.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI

S2 MATEMATIKA UNJA

JAMBI USTAZAH

59 TUTIK MARYANI,S.Pd P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH

60 NURUL FADILAH, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FKIP.PEND.EKONOMI/PIPS

USTAZAH

61 NUR HASANAH, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FKIP. PEND. KIMIA

USTAZAH

62 EVI ROSITAWATI, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FKIP. PEND. BIOLOGI

USTAZAH

63 NURHASANA I, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FKIP. PEND. KIMIA

USTAZAH

64 DESI KOMARIA, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FIK. PORKES

USTAZAH

65 ANGGUN MARDIAH AL HIFLI,

AL-HAFIZAH P

PP SULTHON

FATTAH JAMBI

USTAZAH

66 HAIRUN NISA P PP MA'HAD ALY USTAZAH

131

NO NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TERAKHIR

JABATAN Nama Lembaga Fakultas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

67 SOLMAWATI P PP DARUL

HIKMAH

USTAZAH

68 ELIA P

AL-MUBAROK,

GLATIK

UJUNGPANGKAH

GRESIK

AL-QUR‟AN BIL HIFDZI

USTAZAH

69 ELDA SAFITRI P

UNIVERSITAS

ADIWANGSA

JAMBI

KESEHATAN DAN

FARMASI USTAZAH

70 WINDA, S.Pd P UNIVERSITAS

JAMBI FIB. PEND. BAHASA ARAB

USTAZAH

71 MARTINA P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH

72 SAVITRI DWI OKTAVIANI P

MA'HAD ALY

SYEKH IBRAHIM

AL-JAMBI

USTAZAH

73 AGUSTINI P PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZAH

74 ATIKA SARI P PP JAUHARUL

FALAH AL-ISLAMY

USTAZAH

75 MAYA SASMITA, S.Kom. I P IAIN STS JAMBI USHULUDDIN USTAZAH

76 SAHRINI P SMA.N 8 MA.

JAMBI

USTAZAH

77 NOFI FITRIANI, S. Pd P UIN STS JAMBI TARBIYAH USTAZAH

78 REZITA YULIANI, Amd.Keb P

STIK

BAITURRAHIM

JAMBI

KESEHATAN

PUTRI

79 DWI KIKIN WIRIA AGUSTIN,

S.E P UNBARI EKONOMI

USTAZAH

80 ANI ALAWIYAH P

81 ASIA P USTAZAH

82 HUSNIATI P SMP USTAZAH

83 NENI TRIANA P SD USTAZAH

84 HARTATI P SD USTAZAH

85 EMIATI P USTAZAH

86 RAHAYU DWI JAYANTI P USTAZAH

87 KHOLIJAH P USTAZAH

88 MARFIROH P USTAZAH

132

Dilihat dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa tenaga

kependidikan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi cukup bervariasi berdasarkan latar belakang

pendidikan. Dari 88 tenaga kependidikan yang ada, memiliki latar

belakang pendidikan yang berbeda-beda, mulai starata 2 hingga

hanya tamatan SD.

Beberapa tenaga pendidik yang memiliki latar pendidikan tamatan

Sedolah Dasar, diberdayakan bagi santri dan santriwati tingkat awal

atau baru memulai belajar membaca Al-Qur‟an, karena di Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy memiliki tiga jenjang pendidikan,

yaitu MI, MTs dan SMA. Tenaga pendidik tersebut oleh pimpinan

pondok tetap dipertahankan, karena masih dibutuhkan bagi santri dan

santriwati tahap pengenalan Al-Qur‟an dan termasuk bagian dari

pendiri pondok, sekaligus memberdayakan masyarakat yang tinggal di

sekitar lingkungan pondok.

Istilah santri lazim menjadi sebutan bagi anak yang menempuh

pendidikan di lembaga pondok pesantren, santri adalah dari subjek

dalam lembaga pendidikan selain yang penulis uraikan di atas.

sebagai subjek, berarti santri keberadaannya adalah suatu

keniscayaan. Aktivitas di pesantren akan menjadi lumpuh sekiranya

subjek ini tidak ada dalam suatu lembaga pendidikan.

Sebagai lembaga pendidikan yang terus berkembang, sumber

daya fisik masih terus dibangun, siswanya dalam setiap tahun ajaran

baru masih dibatasi sesuai sarana yang ada, hal ini didasari atas

keefektivitas dan keefisienan dalam pembelajaran.215

Berdasarkan dokumen yang penulis dapatkan, jumlah santri dan

santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

sebanyak 1071 orang dengan rincian 524 santri dan 547 santriwati.

Data lengkapnya dapat penulis uraikan di bawah ini:

215

Wahyudi, Wawancara dengan penulis, 2 Juli 2021.

133

Tabel 4.4

Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Muaro Jambi.216

No Jenjang MI sd SMA

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

1 Kelas I (MI) 4 4 8

2 Kelas II (MI) 9 5 14

3 Kelas III (MI) 14 14 28

4 Kelas IV (MI) 4 4 8

5 Kelas V (MI) 13 4 17

6 Kelas VI (MI) 5 15 20

7 Kelas VII (MTs) 133 119 252

8 Kelas VIII (MTs) 119 104 223

9 Kelas IX (MTs) 92 70 162

10 Kelas X (SMA) 51 87 138

11 Kelas XI (SMA) 47 79 126

12 Kelas XII (SMA) 33 42 75

Jumlah 524 547 1.071

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamiy, secara formal melaksanakan pendidikan

dalam tiga jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga

menengah atas. Dari jumlah santri yang dikelola juga cukup banyak,

hal ini membuktikan bahwa pondok pesantren ini mengalami

perkembangan yang cukup baik. Secara rinci keadaan santri dan

santriwati Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy dapat dilihat

pada diagram batang dibawah ini:

216

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

134

Grafik Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy Muaro Jambi.217

Grafik di atas menunjukan adanya peningkatan jumlah santri dari

setiap jenjang pendidikan yang disediakan di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamiy Muaro Jambi. Untuk diketahui bahwa

jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah memang masih sedikit

santrinya, bahkan sebahagian besar santrinya adalah anak dari

ustaz/ustazah yang mengajar di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy itu sendiri yang tinggal dilingkungan pondok tersebut,

sementara dari luar belum banyak peminatnya karena sulitnya

berpisah dengan orang tua pada usia MI.

Keadaan sarana prasarana di Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Muaro Jambi sangatlah sederhana. Dari segi fisik, sarana

dan prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi di antaranya adalah areal tanah seluas 10246 m2

dan bangunan gedung seperti kantor, ruang belajar, asrama, dan lain-

lain. Pondok pesantren ini sudah mempunyai masjid, namun dalam

217

Diolah dari Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

0

50

100

150

200

250

300

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

135

tahap pembangunan yang berukuran 21 m x 21 m dengan 2 tingkat,

tetapi tetap bisa digunakan untuk kegiatan santri.

Penulis akan menguraikan kondisi sarana dan prasarana Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap, dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.5

Keadaan Sarana dan Prasarana di Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Desa Sungai Terap Tahun 2021.218

No Jenis Jumlah Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1 Ruang Kantor 1 unit Baik

2 Ruang Kelas 14 unit Baik

3 Asrama 15 unit Baik

4 Poskestren 1 unit Baik

5 Rumah Pimpinan/Kiai 1 unit Baik

6 Rumah Guru 4 unit Baik

7 Koperasi 1 unit Baik

8 Dapur Umum 2 unit Baik

9 WC Guru 4 unit Baik

10 WC Santri 24 unit Baik

11 Bak Mandi 1 unit Baik

12 Masjid 1 unit Belum Selesai

13 Kursi Santri 290 Baik

14 Meja Santri 290 Baik

15 Kursi Guru 18 Baik

16 Meja Guru 18 Baik

17 Perpustakaan 1 unit Baik

18 Komputer 10 unit Baik

218

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

136

No Jenis Jumlah Keterangan

(1) (2) (3) (4)

19 Jam Dinding 1 Baik

20 Rak Buku 2 Baik

21 Almari 2 Baik

22 Televisi 1 unit Baik

23 Papan Data 2 Baik

24 Papan Pengumuman 1 Baik

Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi belum ideal bila dibandingkan dengan jumlah

santri yang belajar di pondok tersebut. Hingga saat ini pihak

pengelolah pondok terus berusaha melengkapi fasilitas pondok sesuai

dengan standar kelayakan dan kemampuan finansial yang ada.

Mengenai keadaan alat administrasi dan keadaan meubel yang

ada di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

dapat diuraikan sebagai berikut. Seperti adanya komputer, televisi,

jam dinding, alat pengeras suara, almari, kipas angin, kursi dan meja,

papan tulis, papan data, dan papan pengumuman. Dilihat dari segi

alat administrasi dan keadaan meubel yang dimiliki.

Di dalam ruang belajar santri terdapat kursi dan meja belajar,

selain itu juga terdapat gambar presiden dan wakil presiden, garuda

pancasila, koleksi kaligrafi hasil karya dari santri pondok pesantren

serta fasilitas yang dapat menunjang kegiatan proses pembelajaran

seperti papan tulis, spidol, penghapus, meja dan kursi, buku absen

guru dan santri, dan fasilitas lainnya yang dapat menunjang

pengembangan pendidikan santri. Untuk melaksanakan upacara

pondok pesantren ini memiliki halaman yang berada didepan kelas

dan kantor. Ukuran halamannya tidak terlalu luas, hanya cukup untuk

pelaksanaan upacara saja.

137

Pembina santri juga ada yang dilakukan oleh Pembina Organisasi

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap dan

pembinaan Organisasi tersebut belum terorganisir secara administratif

dengan baik terkesan sangat vakum. Sebagai contoh, belum

lengkapnya pembukuan Organisasi pondok pesantren sehingga

peneliti kesulitan mencari data yang berhubungan dengan kegiatan

tersebut secara lengkap. Selain dari faktor fisik yang harus

mendukung dalam proses pembelajaran, faktor lingkungan juga harus

dapat mendukung.

3. Pondok Pesantren Bustanul ‘ULum Tanjung Jabung Timur

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum adalah salah satu rumah tahfiz

pada awalnya yang berlokasi di desa Simbur Naik, Kec. Muara Sabak

Timur, Kab. Tanjung Jabun Timur di bawah naungan yayasan

Bustanul „Ulum. Pada mulanya Pondok Pesantren Bustanul „ULum

dikenal sebagai RTBQ, singkatan dari Rumah Tahfiz Bustanul Al-

Qur‟an yang awalnya hanyalah program belajar Al-Qur‟an di Masjid

Raya Al-Ittihad yang dipelopori oleh salah satu pemuda Simbur Naik

yang baru lulus S1 di UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, pemuda

tersebut adalah seorang hafiz Qur‟an 30 juz jebolan Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, namanya Ustaz Ihsan Daim

Abdullah.

Asal mulanya program ini dilaksanakan pada tanggal 8 oktober

2015 yang pada saat itu hanya terdiri dari tiga murid saja, di mana

salah satu murid (dewasa) baru mulai belajar mengaji dari nol,

sedangkan dua orang lainnya (remaja) belajar memperbaiki bacaan

Al-Qur‟an. Lama kelamaan, banyak remaja maupun dewasa yang

berbondong-bondong ikut belajar tahsin Al-Qur‟an, salah satu di

antara mereka ada yang sebelumnya pernah menghafal Al-Qur‟an,

Aqil Ar-Rozan namanya, sehingga Aqil tidak hanya mengikuti tahsin

Al-Qu‟an, melainkan ia juga harus menyetor ulang hafalan yang

pernah ia hafalkan. Beranjak dari sini, banyak murid-murid yang

138

tertarik mengikuti Aqil, mereka juga menyetorkan hafalan ayat demi

ayat kepada Ustaz Ihsan Daim. Dari sinilah, program tahsin dan tahfiz

dimulai. Beberapa bulan setelahnya, Ustaz Ihsan Daim diundang

untuk menjadi tenaga pengajar di Yayasan Bustanul „Ulum, yang

kebetulan lokasinya berseberangan dengan Masjid Raya Al-Ittihad.

Melihat perkembangan anak-anak yang mengaji di Masjid, beberapa

guru mengusulkan dibentuknya lembaga semisal Rumah Al-Qur‟an.

Usulan ini diterima oleh kepala yayasan Bustanul „Ulum, sehingga

dibentuklah Rumah Tahfiz Bustanul Quran dibawah naungan Yayasan

Bustanul „Ulum yang diresmikan pada tanggal 4 Juni 2016.

Pada setiap bulan ramadhan RTBQ melaksankan wisuda tahfiz.

Wisuda Tahfiz angkatan pertama dilaksankan pada tahun 2017

dengan jumlah 28 wisudawan/wati golongan 1 juz dan 5 juz, wisuda

angkatan kedua dilaksanakan pada tahun 2018 dengan jumlah 25

wisudawan/wati golongan 1, 5 dan 10 juz. Sedangkan tahun 2019,

wisuda tahfiz angkatan ketiga dilaksanakan seminggu setelah lebaran

idul fitri dengan jumlah 50 wisudawan/wati golongan 1, 3, 5, 10, 15

dan 30 juz.219

Dari sejarah berdirinya, dipahami bahwa pada awalnya hanyalah

pengajian biasa untuk memperbaiki bacaan, namun karena animo

masyarakat yang cukup tinggi, sehingga terbentuk rumah tahfiz, yang

dilaksanakan di masjid, hingga dalam perkembangannya dibina oleh

yayasan Bustanul „Ulum, dan hingga dikenal oleh masyarakat Tanjung

Jabung Timur sebagai pondok pesantren yang memiliki kegiatan

tahfiz.

Pondok Pesantren Bustanul „ULum berada di Parit 5 yang terletak

di Jl. H. Muhammad Arsyad, Rt. 14, Dusun Cendrawasi Desa Simbur

Naik Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur.

219

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, 2020.

139

Adapun batas-batas wilayah Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

adalah:220

a. Sebelah Utara berbatas dengan tanah Tajuddin dan tanah H.

Daeng Parani

b. Sebelah selatan berbatas dengan tanah H. Nawawi

c. Sebelah Barat berbatas dengan jalan raya Desa Simbur Naik

d. Sebelah Timur berbatas dengan tanah H. Ahmadi

Penyusunan struktur organisasi merupakan salah satu hal yang

penting dalam sebuah lembaga. Struktur organisasi disusun untuk

mempermudah seseorang dalam menjalankan tugasnya dalam

rangka memajukan sebuah lembaga. Adapun struktur organisasi di

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3.

Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.221

Dilihat dari struktur organisasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur di atas dipahami bahwa Pondok Pesantren

220

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021. 221

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.

KETUA YAYASAN H. TAHANG TOHA, S.Ag.

SEKRETARIS SHADIQ AT TAQWA, S. Kom.

BENDAHARA DANIAL, S. Sos.I

USTAZ IHSAN DAIM, S.Ud USTAZ GHAZALI ABBAS, S.Pd.I

140

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, tidak melibatkan personel

yang terlalu banyak dalam pengelolaannya, hanya melibatkan lima

personel mulai dari ketua yayasan hingga tenaga pendidik dan

kependidikan.

Visi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur:

Menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

sumber daya insani yang dipercaya untuk mendidik dan menghasilkan

insan Indonesia dewasa yang memiliki karakteristik yang

khas, menghafal, menguasai dan memahami Al-Qur‟an, kitab-kitab

klasik, berakhlak mulia, cerdas, dan mandiri.

Untuk mewujudkan visi di atas, misi yang diemban oleh Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan generasi masa depan yang berwawasan Al-

Qur‟an dan berpegang kepada Sunnah Rasulullah SAW.

b. Menghasilkan lulusan yang profesional dalam bidang ilmunya

masing-masing.

c. Mengembangkan kemampuan dan profesionalisme staff agar siap

menjadi pelayanan umat.

d. Memiliki ilmu dasar mengenai Al-Qur‟an dan syariat Islam serta

mengamalkan secara benar dan bertanggung jawab.

e. Memiliki kemampuan dasar untuk merumuskan dan

menyampaikan dakwah Islamiyah yang sejuk dan membangun

terutama dalam ilmu Al-Qur‟an.

f. Memiliki sikap sendiri dalam kehidupan sehari-hari dan mampu

berinteraksi dengan masyarakat.

Sementara tujuan yang ingin dicapai adalah:

a. Menghasilkan generasi muda Islam yang mempunyai kemampuan

menghafal Al-Qur‟an dengan mutqin dan berakhlakul karimah.

b. Kemampuan memahami Al-Qur‟an, baik secara tekstual maupun

kontekstual.

141

c. Kemampuan membaca, mengartikan dan menguasai khazanah

ilmu-ilmu Islam.

d. Memberikan layanan kepada masyarakat dalam bentuk

pembinaan mental, konsultasi agama Islam dan praktek-praktek

ibadah.

e. Mendidik siswa agar mampu berinteraksi dengan Al-Qur‟an dan

as-Sunnah secara tilawah, hafalan, pemahaman maupun

pengamalan.

f. Menyiapkan siswa yang berkualitas untuk melanjutkan pendidikan

pada jenjang yang lebih tinggi.

g. Mendidik generasi Islam yang terampil dan sensitif terhadap

perkembangan zaman

Berangkat dari visi dan misi Pondok Pesatren Bustanul „Ulum

diketahui bahwa keberadaannya diharapkan dapat mempersiapkan

generasi muda yang islami, berakhlakul karimah serta mempunyai

daya saing yang tinggi baik di bidang agama maupun dibidang umum.

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur diasuh

mayoritas anak muda di bawah 50 tahun, hanya terdapat beberapa

orang tenaga pendidik di atas usia 50 tahun, hal ini dapat dilihat dari

tabel di bawah ini:

Tabel 4.6

Tenaga pendidik dan kependidikan Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur.222

No Nama No. KTP Tempat

Tanggal

Lahir

Jenis

Kelamin

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 H.Tahang Toha, S.Ag 1507010704750001 Simbur Naik 07/04/1975 L

2 Ihsan Daim, S.Ud 1507011806870001 Simbur Naik 18/08/1987 L

3 Ghazali Abbas, S.Pd.I 1507010910850003 Simbur Naik 09/10/1985 L

4 Muhammad Sayuti, S.Pd.I 1507010407740004 Simbur Naik 04/07/1974 L

222

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.

142

No Nama No. KTP Tempat

Tanggal

Lahir

Jenis

Kelamin

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

5 Syamsuddin Hadi 1507010306670001 Simbur Naik 03/06/1967 L

6 H. M. Arsyad 1507011208640001 Pulau Kecil 12/08/1963 L

7 M. Danial, S.Sos.I 1507012003840001 Simbur Naik 20/03/1984 L

8 Shadiq At-Taqwa, S. Kom 2171090607869004 Kuala Enok 06/07/1986 L

9 Hj. Rukayyah, S.Pd.I 1507014708800002 Simbur Naik 07/08/1980 P

10 Sudirman, S.Sos 1507011902870001 Simbur Naik 19/07/1987 L

11 Nailah Ilmiah, S.Pd 1507014303890001 Simbur Naik 03/03/1989 P

12 M. Nasiruddin , S.Pd 1507010801960000 Simbur Naik 08/01/1996 L

13 Fatimah 1507016903750001 Simbur Naik 29/03/1975 P

14 Samsiah, SE 1507015003740001 K.Tungkal 10/03/1974 P

15 Rosita, S.Pd 1507014411840001 Simbur Naik 04/11/1984 P

16 Nurfikriyati, S.Pd 1507014208880061 Simbur Naik 02/08/1988 P

17 Fitriani, SE.Sy 1507014606850002 Simbur Naik 06/06/1985 P

18 Hidayatullah, S.Pd 1507012310940004 Simbur Naik 23/10/1994 L

19 Ami Rahma, S.Pd 1507011909960001 Simbur Naik 19/09/1996 P

20 Maryatul Qybtia, S.Pd 1507017007960001 Simbur Naik 30/07/1996 P

21 Nurul Hikmah, S.Pd 1507014708960002 Simbur Naik 07/08/1996 P

22 Amil Haq, S.H 1507012704930001 Simbur Naik 27/04/1993 L

Dilihat dari latar belakang pendidikannya, tenaga pendidik dan

kependidikan cukup bervariasi, namum mayoritas adalah alumni UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

1) Santri dan Santriwati

Santri dan santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur mayoritas berasal dari lingkungan pondok pesantren

yang ada di desa Simbur Naik, hanya terdapat beberapa santri dan

santriwati yang berasal dari luar Desa Simbur Naik.

Lebih rinci jumlah santri dan santriwati dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

143

Tabel 4.7

Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.223

No Jenjang

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

1 Kelas VII 24 16 40

2 Kelas VIII 28 16 44

3 Kelas IX 12 24 36

4 Kelas X 13 23 33

5 Kelas XI 17 16 33

6 Kelas XII 16 14 30

Jumlah 120 115 220

Dari data di atas dipahami bahwa Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur, mengelola jenjang pendidikan tingkat

menengah pertama atau Tsanawiyah dan tingkat menengah atas atau

madrasah Aliyah, selanjutnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Grafik Keadaan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur.224

223

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Kelas VII Kelas VIII Kelas IX Kelas X Kelas XI Kelas XII

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

144

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur berdiri

di atas tanah seluas 10.000 M2, merupakan wakaf dari beberapa

tokoh masyarakat Simbur Naik, hingga saat sekarang ini, sarana dan

prasarana yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Bustanul „Ulum dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.8

Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur Tahun 2021.225

No Jenis Jumlah Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1 Ruang Kantor 1 Unit Baik

2 Ruang Kelas 3 Unit Baik

3 Rumah Kiai/Asrama 2 lantai Baik

4 Rumah Guru 1 Unit Baik

5 Dapur Umum 1 Unit Baik

6 WC Guru 2 Unit Baik

7 WC Santri 18 Unit Baik

8 Masjid/Perpustakaan 1 Unit Baik

9 Kursi Santri 120 Baik

10 Meja Santri 120 Baik

11 Kursi Guru 18 Baik

12 Meja Guru 18 Baik

13 Komputer 2 Unit Baik

14 Jam Dinding 1 Baik

15 Rak Buku 2 Baik

16 Saung 2 unit Baik

17 Papan Data 2 Baik

18 Papan Pengumuman 1 Baik

224

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.

225Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.

145

No Jenis Jumlah Keterangan

(1) (2) (3) (4)

19 BUS 1 unit Baru

20

Sarana olahraga

(lapangan putsal, volly

ball, takraw, badminton,

catur panahan)

Masing-masing

satu set

Baik

Berdasarkan data sarana dan prasarana di atas, terdapat

kesenjangan antara fasilitas yang tersedia, misalnya WC santri yang

berjumlah 18, sementara fasilitas lainnya masih kurang, hal ini

disebabkan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, pada tahun 2019

mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat (Menteri PUPR) berupa

paket RUSUNAWA yang lengkap sesuai dengan standar

RUSUNAWA, hal ini menyebabkan jumlah WC yang ada cukup

banyak.226

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum belum memiliki sarana dan

prasarana yang lengkap seperti pesantren modern, namun dalam

perkembangannya terus mengalami perubahan yang cukup signifikan

karena adanya dukungan dari beberapa putra daerah Simbur Naik

yang berkarir di level daerah maupun level nasional.

B. Temuan Penelitian dan Pembahasan Penelitian

1. Pengelolaan Program tahfiz Pada Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum

Tanjung Jabung Timur

Pengelolaan kegiatan atau program, paling tidak ada tiga unsur

yang sangat urgen, yaitu pertama, adanya aktivitas yang dilakukan

oleh pimpinan dalam lembaga pendidikan yakni pimpinan pondok

226

Dokumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2020.

146

bersama dewan guru dan stakeholder yang ada. Hal ini menunjukan

begitu pentingnya ability atau kemampuan dan keterampilan khusus

yang perlu dimiliki pengelola untuk melakukan hubungan

kemanusiaan dengan yang lain dan untuk mempengaruhi orang lain

baik melalui hubungan perorangan maupun hubungan kelompok.

Kemampuan dan keterampilan khusus tersebut dapat dilihat pada

interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin

staff atau bawahan. Kedua, menunjukan kegiatan yang dilakukan

bersama dan melalui orang lain itu mempunyai tujuan yang akan

dicapai. Dimensi ini memberi makna bahwa kegiatan pengelolaan

diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ketiga, pengelolaan dilakukan dalam suatu organisasi atau lembaga

pendidikan sehingga tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan

organisasi, bukan tujuan personal yang ada dalam organisasi,

karenanya membutuhkan kehadiran pengelola yang memiliki

kemampuan manajerial dalam mengelola sumber daya yang tersedia.

Ada beberapa unsur yang terkait dengan pengelolaan, dimulai dari

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing)

menggerakkan (actuating) pengawasan (controlling). Bagian-bagian

pengelolaan ini, peneliti tuangkan untuk melihat pengelolaan tahfiz Al-

Qur‟an di tiga lokasi penelitian yang berbeda, yakni pada Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur.

a. Pengelolaan Program tahfiz Pada Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi

Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi adalah:

1) Perencanaan (Planning)

147

Perencanaan merupakan proses awal yang dilakukan secara

sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang

akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Perencanaan

berisi kumpulan kebijakan yang telah disusun dan dirumuskan

secara sistematis berdasarkan analisis kebutuhan dan

kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang pasti di

masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah

perubahan, dan perencanaan merupakan hal yang paling urgen

dalam menjembatani masa kini dan masa akan datang,

meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Perencanaan merupakan proses menentukan apa

yang seharusnya dicapai dan bagaimana membumikannya.

Perencanaan program tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi berangkat dari visi dan misi pondok

pesantren, yakni “Menuju Pondok Pesantren Hifz Al-Qur‟an

Terkemuka dan Berkaliber Nasional di Provinsi Jambi”. dan

sejarah keberadaan pondok pesantren itu sendiri. Dari penelitian

di lapangan, perencanan program tahfiz Al-Qur‟an hampir tidak

mengalami perubahan dari awal berdirinya hingga sekarang,

sehingga tidak ditemukan bukti tertulis secara formal yang

dituangkan dalam bentuk papan program tahfiz Al-Qur‟an. Hal ini

diungkapkan oleh Izal Azmi (yang sehari-harinya dipanggil ustaz

Izal Azmi Al-Hafiz).

“Program tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Al-Mubarak dak

do banyak, dan sudah dirumuskan sejak saman dulu dak ada

perubahan, biarlah pondok lain mengikuti trend zaman kini,

pondok ini mengacu dari program awal, dan tidak berubah yaitu

tahsin dan tahfiz”.227

227

Izal Azmi, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

148

Hal senada juga disampaikan oleh ustaz Syarifuddin Amir,

SM., Al-Hafiz: ”Sejak jadi santri hingga jadi ustaz, program

program yang ada di pondok pesatren ini tidak mengalami

perubahan, hanya dua, bagaimana anak benar membaca Al-

Qur‟an dan selanjutnya mampu menghafalnya, itu aja dari dulu.”228

Dari hasil wawancara di atas, dan observasi di lapangan

peneliti tidak menemukan bukti tertulis yang tuangkan dalam

bentuk pamplet program kerja pondok pesantren.229 Perumusan

program tahsin dan tahfiz berangkat dari pengalaman impiris

ketua yayasan sekaligus pendiri pondok pesantren al-Mubarak,

yakni Ahmad Mubarak Daud (kesehariannya lebih dikenal dengan

panggilan KH. Ahmad Mubarak H. Muhammad Daud Al-Hafiz,

sewaktu beliau menghafal Al-Qur‟an di Makkah al-Mukarramah,

sebagaimana yang diungkapkan oleh beliau;

Apa yang dilaksanakan di pondok ini, cara menghafal,

program perencanannya sebenarnya mengalir saja tidak seperti

pondok modern, ia membenarkan bacaan santri, setelah baru

dilanjutkan dengan menghafal, biarlah tempat lain memiliki cara

tersendiri, di sini tetap seperti ini dari dulu, tidak ada niat untuk

merubahnya, karena kami anggap program ini masih baik dan

hasilnya juga sudah terbukti diakui masyarakat.230

Rumusan program tahsin dan tahfiz setiap awal tahun tetap

dibahas dalam forum rapat tahunan yayasan, pimpinan, para

asatiz, namun realitasnya tetap dipertahankan karena dianggap

masih yang terbaik untuk diterapkan di lingkungan pondok

pesantren ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Izal Azmi;

228

Syarifuddin Amir, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 229

Observasi, 11 Juli 2021. 230

Ahmad Mubarak Daud, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

149

Setiap awal penerimaan santri baru, sebelum anak-anak mulai

menghafal, kami mengadakan rapat memberikan kesempatan

kepada semuanya untuk mengemukakan ide pokok untuk

perbaikan penyusunan program tahfiz, namun ujung-ujungnya

tetap saja kembali kepada program tahsin dan tahfiz, karena

tenaga pengajar di pondok ini mayoritas alumni dari pondok

pesantren ini.231

Berdasarkan paparan di atas dan hasil observasi di lapangan

dapat dipahami bahwa perencanaan program tahfiz di Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sejak awal berdirinya hingga

sekarang tetap mempertahankan program tahsin dan tahfiz,

karena dianggap masih yang terbaik dan terbukti output yang

dihasilkan sudah menyebar di tengah-tengah masyarakat dan

diakui keberadaannya.232

Dari sisi persiapan sumber daya manusia yakni tenaga

pengajar disesuaikan dengan kebutuhan santri yang mendaftar

diawal tahun ajaran baru. Berdasarkan penjelasan Izal Azmi:

“Mayoritas direkrut dari alumni sendiri yang dianggap mumpuni

untuk mengajar, walapun setiap tahunnya pondok melahirkan

hafiz dan hafizah cukup banyak, tapi tidak semua kami rekrut

untuk membantu kami, hanya disesuaikan dengan kebutuhan

santri dan kemampuan yayasan untuk memenuhi kebutuhan para

ustaznya, akan tetapi setiap tahunnya terus mengalami

penambahan karena jumlah santri juga semakin bertambah”.233

Hal senada juga disampaikan oleh Syarifuddin Amir, sebagai

pengelola, sekaligus bendahara pondok. “Persiapan tenaga

pengajar di pondok ini cukup mudah karena banyak alumni setiap

231

Azmi, Wawancara. 232

Observasi, 11 Juli 202 233

Azmi, Wawancara.

150

tahunnya, tinggal diminta untuk mengajar, dan kebanyakan

bersedia, kecuali ada beberapa alumni yang memang ingin

melanjutkan pendidikan formalnya, dan dibutuhkan di daerahnya

atau dikampungnya untuk menjadi imam masjid atau guru,

biasanya yang seperti ini tidak bersedia mengabdi di pondok, tapi

kebanyakan bersedia, hal ini dibuktikan dengan tenaga pengajar

yang ada sekarang, mayoritas alumni dari pondok ini sendiri

termasuk saya sendiri234

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dari

segi tenaga pengajar berjalan secara alamiah sejak berdirinya

pondok hingga sekarang, direkrut dari alumni disesuaikan dengan

kebutuhan pondok berdasarkan jumlah santri dan santriwati.

Dari sisi sarana dan prasarana tahfiz juga berjalan secara

alamiah, karena kegiatan tahfiz tidak membutuhkan banyak

persiapan, cukup ada satu Al-Qur‟an pada setiap santri dan buku

kontrol setoran hafalan. Kedua sarana ini dipersiapkan oleh

pondok dan santri tinggal membelinya, biasanya sudah masuk

dalam pembiayaan pondok di awal tahun pelajaran, sebagaimana

diungkapkan oleh Syarifuddin Amir. “Perencanaan dibidang

sarana dan prasarana berupa persiapan Al-Qur‟an yang dikenal

dengan istilah Al-Qur‟an pojok untuk pegangan pokok para santri

dapat dibeli di pondok dan boleh juga dibawa dari rumah, yang

penting Al-Qur‟an pojok, supaya gampang menentukan batas

hafalannya, juga pondok menyiapkan buku daftar setoran hafalan

yang wajib dimiliki setaip santri sebagai kontrol terhadap

kemajuan hafalannya”.235

234

Amir, Wawancara. 235

Ibid.

151

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti menemukan

santri sedang melakukan aktivitas menghafal Al-Qur‟an sesuai

dengan kelompoknya semuanya memegang Al-Qur‟an dalam

bentuk yang berbeda-beda dalam ukuran, hal ini membuktikan

bahwa para santri memiliki kebebasan untuk membeli Al-Qur‟an,

yang seragam adalah buku kontrol hafalan karena memang

disediakan oleh pondok yang memiliki ciri khas tersendiri. Dengan

demikian dapat disimpulkann bahwa perencanaan pelaksanaan

tahfiz di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi cukup

sederhana dan tidak mengalami perubahan yang berarti sejak

didirikan pondok tersebut.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian merupakan langkah manajerial yang

dilakukan dalam mengkoordinasikan semua lini, pengelompokan

dan pengaturan berbagai macam aktivitas, menempatkan orang-

orang pada setiap aktivitas, menyediakan sarana dan prasarana

yang dibutuhkan dalam kegiatan, menetapkan wewenang, model

pendelegasian antara atasan dan bawahan dan penentuan

schedule, dan job discription dari seluruh aktivitas yang telah

direncanakan dan yang akan dilaksanakan.

Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam

lembaga pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya

penyusunan atau penentuan struktur pengelola, penentuan

prosedur koordinasi, penentuan persyaratan bagi ustaz dan

pembagian para santri yang mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme

pengoranisasian kegiatan tahfiz merupakan representasi dari

unsur pengurus yayasan, kepala sekolah, guru dan santri-

santriwati yang didasarkan atas surat keputusan (SK) dari

yayasan.

152

Berdasarkan data di lapangan pengorganisasian yang ada di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi pada dasarnya dapat

dikelompokan menjadi dua, yaitu pengelompokan para pembina

ustaz-ustazah dan santri itu sendiri. Para asatiz khusus membina

santri, sementara asatizah membina santriwati dan tidak pernah di

satukan dalam satu tempat bahkan antara santri dan santriwati

tidak pernah bertemu, walaupun dalam satu pondok, hal ini

diungkapkan oleh Izal Azmi: Sejak awal berdirinya pondok

pesatren ini antara santri dan santriwati tidak pernah disatukan

dalam satu tempat karena tidak dibolehkan dalam islam, bukan

muhrim, walaupun pada awalnya pembina atau ustaz

membimbing santriwati, karena tenaga pembina atau ustazah

belum ada, namun dalam beberapa tahun kemudian, alumni

santriwati yang dianggap mampu membina santriwati, demikian

beberapa tenaga pembina dari luar pesantren yang ikut serta

sebagai tenaga pendidik di pondok ini.236

Senada dengan hal tersebut di atas, Syarifuddin Amir

menjelaskan: Sejak jadi santri hingga menjadi pembina di pondok

ini, antara laki-laki dan perempuan tidak pernah dikumpulkan

dalam satu tempat baik santri maupun gurunya, karena memang

ciri pondok seperti itu, apalagi ini pondok tahfiz.237

Dari data observasi di lapangan selama peneliti mengadakan

penelitian, tidak pernah bertemu dengan ustazah dan santriwati,

karena mempunyai tempat dan gedung yang berbeda dalam

istirahat dan beraktivitas238.

Selain pengelompokan antara ustaz dan ustazah, santri dan

santriwati seperti pondok pesantren pada umumnya, di Pondok

236

Azmi, Wawancara. 237

Amir, Wawancara. 238

Observasi, 11 Juli 2021.

153

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi juga dikenal dengan ustaz dan

ustazah senior dan junior, hal ini dilihat dari masa kerja, dan

jabatan dalam struktur kepengurusan yayasan di pondok, hal ini

diungkapkan oleh Syarifuddin Amir: Kita di sini ada yang dikenal

dengan istilah ustaz dan ustazah senior, seperti Ustaz Izal Azmi

Al-Hafiz, H. Sulhi Muhammad Daud, Lc., MH, M. Daud H. Ahmad

Mubarak Al-Hafiz, Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz yang

mempunyai tanggung jawab yang cukup besar terhadap

pengelolaan pondok, para asatiz dan santri itu sendiri, di

bawahnya ada ustaz junior, yakni guru yang mengajar atau

bertatap muka langsung dengan para santri.239

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh M. Daud H.

Ahmad Mubarak: Kami para pengurus yayasan jarang bertemu

langsung kepada santri, kecuali santri tersebut telah

menyelesaikan hafalannya dan mau mendapat ijazah atau

sertifikat tahfiz, maka kami para senior yang menguji mereka

untuk menentukan layak atau tidaknya mendapatkan gelar Al-

Hafiz.240

Demikian juga halnya pernyataan yang disampaikan oleh

Juhairi Muhammad Syukur, ia membenarkan pernyataan di atas,

bahwa jarang sekali secara langsung bertemu dengan para santri,

kecuali ada acara pondok, atau persoalan pondok yang tidak

mampu diselesaikan oleh para asatiz, atau persoalan ustaz itu

sendiri.241

Selain adanya pengelompokan para guru berdasarkan

kesenioran dan junior, ustaz dan ustazah, santri dan santriwati

seperti pondok pada umumnya, sistem pengorganisasian santri

239

Amir, Wawancara. 240

M. Daud H. Ahmad Mubarak, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 241

Juhairi Muhammad Syukur, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

154

juga diberlakukan, pengelola pondok mengelompokan santri

secara merata, bukan berdasarkan jumlah hafalan.

Realitas yang ada di lapangan, setiap satu orang ustaz atau

ustazah akan membina 15-20 santri, dan santri tersebut ada baru

masuk, baru tahsin, mulai tahfiz, 1 juz, 5 juz atau sudah mau

khatam hafalannya, bukan berdasarkan jumlah hafalan, hal ini

dimaksudkan agar para pembina atau ustaz atau ustazah terus

mengulang hafalannya sambil membina para santri, serta

menghindari kejenuhan para pembina.242

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ustaz

Syarifuddin Amir: Sekarang sistem pengorganisasian santri dibagi

secara merata, misalnya 1 guru 15-20 santri yang dibina, dalam

15-20 santri tersebut bermacam-macam kemampuan dan jumlah

hafalannya, ada yang tahsin, ada 1 juz dan seterusnya, supaya

pembina dapat membina santri sambil mengulang ngulang

hafalannya, dan ada keadilan di antara para guru.243

Di awal-awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Mubarak ini,

sistem pengorganisasian atau pengelompokan santri dibagi

berdasakan jumlah hafalan, namun dalam perkembangannya

sekitar lima tahun terakhir dirubah, atas saran salah satu pembina

dengan pertimbangan menghindari kebosanan pembina, pembina

dapat muraja‘ah hafalannya secara merata karena menghadapi

santri yang bermacam-macam jumlah hafalan.244

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sistem

pengorganisasian santri di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi didasarkan pada keadilan dan pemerataan agar tidak

menimbulkan kecemburuan antara pembina dengan para pembina

242

Observasi, 11 Juli 2021. 243

Amir, Wawancara. 244

Syukur, Wawancara.

155

yang lainnya dalam melaksanakan aktivitasnya sebagai pembina

sembari mengulang-ulang hafalannya di halaman atau juz yang

berbeda-beda.

3) Menggerakkan (Actuating)

Setelah menata perencanaan dan pengorganisasian, langkah

berikutnya adalah bagaimana cara menggerakkan sumber daya

manusia secara sukarela untuk melakukan aktivitas personal yang

sesuai dengan prosedur yang telah dirumuskan sebelumnya.

Menggerakkan jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi

dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki

kecenderungan berbeda dan dinamis, sehingga membutuhkan

adanya singkronisasi. Dengan demikian actuating erat kaitannya

dengan fungsi leadershif sekalipun semuanya melalui proses

planning dan pengorganisasian terlebih dulu.

Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, fungsi actuating

diemban oleh Izal Azmi, sebagai pengelola yang terlibat langsung

pelaksanaan tahfiz dan pembinaan terhadap ustaz-ustazah,

pimpinan pondok hampir tidak terlibat secara langsung dalam

mekanisme pelaksanaan tahfiz, sebagaimana dikemukakan oleh

Syarifuddin Amir: Yang paling menentukan dalam pengelolaan

kegiatan di pondok Al-Mubarak ini adalah Izal Azmi, dialah yang

dianggap senior dan perpanjangan tangan dari pak kiai, pak kiai

tidak terlibat lagi dalam pengelolaan pondok, beliau hanya

memonitor dan menerima laporan dari Izal Azmi tentang

keadaan pondok.245

Menggerakkan (actuating) berarti merangsang atau

memotivasi semua stake holders untuk melaksanakan tugas-tugas

dengan antusias dan kemauan yang baik yang dilakukan oleh

245

Amir, Wawancara.

156

pemimpin. Oleh karena itu pengelola pondok mempunyai peran

penting dalam menggerakkan personal pondok dalam

melaksanakan program kerja sesuai dengan schedule dan job

discription. Peran leader adalah memotivasi ustaz dan personal

pondok lainnya melaksanakan tugas dengan antusias dan

kemauan yang baik dengan penuh keikhlasan untuk mencapai

tujuan dengan penuh semangat. Leader yang efektif cenderung

mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya mendukung

(suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri menggunakan

kelompok dalam membuat kebijakan. Keefektifan kepemimpinan

menunjukkan pencapaian tugas pada rata-rata kemajuan,

keputusan kerja, moral kerja, dan konstribusi wujud kerja. Prinsip

utama dalam penggerakan adalah bahwa prilaku dapat diatur,

dibentuk, atau diubah dengan sistem imbalan yang positif yang

dikendalikan dengan cermat.

Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang

berhubungan langsung dengan personil-personil dalam pondok

pesantren. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang

berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi

sumber daya manusia dan non manusia pada pelaksanaan tugas.

Semua sumber daya manusia yang ada harus dioftimalkan untuk

mencapai visi, misi dan program kerja lembaga pendidikan. Setiap

SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran,

keahlian dan kompetensi masing-masing, dapat mempengaruhi

orang-orang agar bersedia menjadi pengikut, menaklukan daya

tolak seseorang dan membuat orang dapat mengerjakan tugasnya

dengan baik dan mandiri.

Model actuating yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, dilakukan secara bertahap dan berjenjang,

157

mulai dari pimpinan tertinggi, dalam hal ini pengurus yayasan,

seterusnya kepada kepala sekolah, waka kesiswaan seterusnya

kepada para ustaz dan ustazah yang bersentuhan langsung

dengan santri dan satriwati.246

Prinsip kesatuan komando dan pengawasan berjenjang

sebagai prinsip dari actuating diwujudkan dalam menggerakkan

kegiatan tahfiz, sehingga pengurus yayasan tidak banyak tahu

tentang perkembangan, kemajuan, hambatan dan tantangan

dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz247, demikian juga kepada

kepala sekolah di tiap jenjang, tidak ikut terlibat dalam proses

kegiatan tahfiz, karena telah memberikan amanah dalam bentuk

pembagian tugas kepada ustaz dan ustazah.

Prinsip amanah diimplementasikan dalam mekanisme

actuating kegiatan tahfiz, sebab pimpinan pondok hanya mengatur

pembagian kerja, memberikan arahan kepada pihak-pihak yang

terlibat dalam kegiatan dan memotivasi kepada semua

stakeholders yang ada. Kegiatan ini dilakukan secara berkala

dalam forum rapat evaluasi kegiatan-kegiatan secara menyeluruh

yang dilaksanakan di pondok, yang dilaksanakan setiap awal

bulan.248

Dalam pelaksanaan prinsip amanah pimpinan pondok

memberikan kepercyaan penuh kepada para ustaz dan ustazhah

untuk melaksanakan pembinaan kepada para santri, pimpinan

pondok tidak banyak terlibat proses pembelajarannya, kecuali

adanya susuatu yang sangat urgen yang mengharuskan pimpinan

dalam menyelesaikannya.

246

Syukur, Wawancara. 247

Ibid. 248

Mubarak, Wawancara.

158

Tanggung jawab dibebankan kepada para mudarris/mentor

dalam mekanisme kegiatan tahfiz, karena telah diberikan amanah

berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang telah dirumuskan

bersama dalam forum musyawarah pimpinan yayasan, pengelola

dan ustaz-ustazah secara menyuluruh baik yang bertindak

sebagai ustaz dan ustazah maupun yang berprofesi sebagai

administrator, contohnya ustaz dan ustazhah diberikan

kepercayaan penuh dalam membimbing santri, demikian juga

halnya tenaga administrasi atau tenaga kependidikan.

Secara hierarkis, kegiatan tahfiz merupakan TUPOKSI dari

pengelola yayasan, maka yang paling dominan dalam melakukan

fungsi actuating adalah pimpinan yayasan yang bertanggung

jawab atas semua kegiatan pondok baik rutin maupun yang

bersifat insidentil, sementara keterlibatan ustaz dan ustazah lebih

dominan dalam fungsi pelaksanaan.

4) Pengawasan (Controlling)

Guna memastikan jalannya program dan kegiatan yang telah

direncanakan (planning), dan telah dirumuskan dalam schedule,

diperlukan suatu sistem monitoring dan evaluasi. Hal ini untuk

mengetahui tingkat pencapaian dan kesesuaian antara rencana

yang telah ditetapkan dengan realisasi yang ada.

Pengawasan sebuah keniscayaan dalam meraih kesuksesan

suatu kegiatan. Mekanisme pengawasan dalam kegiatan tahfiz

lebih bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan dari

atasan kepada bawahan, dalam realisasinya pimpinan berjalan

dari tempat atau lokasi kegiatan ke tempat kegiatan yang lain,

setelah semua aktivitas tahfiz dilangsungkan, aktivitas controlling

dilakukan secara periodik dalam rangka memastikan

keberlansungannya sebuah kegiatan, sebagaimana yang

159

diungkapkan oleh Syarifuddin Amir: Sebagai orang yang diberikan

amanah oleh pak kiai, Ustaz Izal Azmi Al-Hafiz bertanggung jawab

penuh dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan tahfiz,

bahkan semua yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang

ada di pondok, pak kiai hanya terlibat kalau ada persoalan-

persoalan yang dianggap penting dan menyangkut dengan

keberadaan pondok, tapi dalam proses pelaksanaan di lapangan

diawasi oleh beliau.249

Model pengawasan yang lainnya adalah pengawasan yang

bersifat melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk

kepada self control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa

mengawasi dirinya sendiri, pengawasan ini didasarkan pada

kesadaran pribadi, introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah

bagi orang lain. Konsep pengawasan seperti inilah yang selalu

diingatkan oleh pihak pengelola kepada semua stakeholders,

terutama kepada guru-guru dalam setiap kegiatan evaluasi dalam

forum rapat, hal ini diungkapan oleh Ustaz Juhairi Muhammad

Syukur Al-Hafiz: Dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang

paling penting adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang

kita pegang setiap saat, berusaha, berkata, bekerja sesuai

dengan ayat ayat Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari

pimpinan, sebab apalah makna kita takut kepada pimpinan

sementara tidak takut dengan petunjuk yang ada dalam Al-

Qur‟an.250

Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran

pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan

249

Amir, Wawancara. 250

Syukur, Wawancara.

160

secara alamiah, belum tersentuh dengan manajemen modern, hal

ini didasari atas fakta bahwa peneliti menemukan kesulitan

mendapatkan data tertulis tentang mekanisme perencanaan,

karena apa yang dilakukan selama ini telah dicetuskan sejak

berdirinya pondok tahfiz ini.

Dalam pengorganisasian santri-santriwati dalam kegiatan

tahfiz pernah mengalami perubahan dari pengelompokan secara

merata tidak berdasarkan jumlah hafalan, berubah

pengelompokannya berdasarkan evaluasi kembali dibagi secara

merata seperti yang dilaksanakan saat sekarang ini.

Dalam hal pelaksanaan dan evaluasi, sejak awal berdirinya

pondok hingga sekarang lebih menekankan pada kesadaran yang

tinggi, bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan nilai-nilai Al-Qur‟ani,

sehingga fungsi pengawasan dari pimpinan tidak terlalu dominan

dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam lingkungan Pondok

Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.

b. Pengelolaan Program Tahfiz pada Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

1) Perencanaan (Planning)

Untuk melaksanakan suatu program, memerlukan

perencanaan yang matang sebagai langkah awal yang dilakukan

secara sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan

yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Beberapa

kebijakan akan ditempuh yang telah disusun dan dirumuskan

secara sistematis berdasarkan analisis kebutuhan dan

kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang pasti di

masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah

perubahan, dan perencanaan merupakan hal yang paling penting

dalam menjembatani masa kini dan masa akan datang,

161

meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Perencanaan merupakan proses menentukan apa

yang seharusnya dicapai dan bagaimana membumikannya.

Keberadaan kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamiy Muaro Jambi bukanlah program wajib bagi semua

santri dan santriwati yang ada, melainkan sebagai program

tambahan atau program pilihan dari tiga program yang ada, yaitu

dirasah sebagai program wajib bagi semua santri dan santriwati,

pendidikan formal dan tahfiz merupakan pilihan, masing-masing

santri wajib memilih dua program, dirasah dengan pendidikan

formal atau dirasah dengan tahfiz.251

Data di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh

pimpinan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy (JFA)

Muaro Jambi: Di JFA ini ada tiga program yang telah di rumuskan

dari awal berdirinya, ada yang kami sebut sebagai program wajib,

yaitu dirasah (ngaji kitab kuning atau kitab gundul), semua santri

dan santriwati wajib mengikuti program ini dan sudah disampaikan

kepada santri sebelum mondok, ado juga program formal, berupa

sekolah pada umumnya, mengikuti kurikulum yang telah

ditetapkan pemerintah sesuai dengan jenjangnya, dan program

yang terkahir adalah tahfiz, masing-masing program ini sudah ada

yang dikasih tanggung jawab untuk mengaturnya.252

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Fathullah: Di

pondok ini ada tigo macam program, bukan jenjang pendidikan

seperti MI, MTs dan MA, kalau yang itu, jenjang pendidikan

formalnya, program pesantren secara umum yakni dirasah atau

251

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 252

Toni Fadlianyah, Wawancara dengan penulis, 19 Juli 2021.

162

ngaji kitab, ada formal, ada tahfiz, kebetulan sayo yang ditunjuk

untuk mengelola Tahfiz ini.253

Program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamiy Muaro Jambi diperuntukan untuk semua santri tanpa

melihat jenjang pendidikan formalnya, maka dalam

pelaksanaannya terdapat perbedaan fisik dan umur yang cukup

jauh, karena ada yang masih tingkat MI sudah mengambil

program tahfiz dan ada juga santri yang sudah masuk jenjang

Madrasah Aliyah (MA), juga memilih program tahfiz.254

Dalam perencanaan prorgam tahfiz Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy Muaro Jambi, ada beberapa

perencanaan yang telah dirumuskan oleh pengelola tahfiz,

kemudian diusulkan kepada pimpinan pondok dan pimpinan

pondok membawa program yang telah dirumuskan tersebut untuk

dibahas secara bersama-sama, sebagaimana yang diungkapkan

oleh Fathullah: Untuk menyusun persiapan program tahfiz di

pondok JFA ini, saya diberikan kepercayaan penuh untuk

merumuskannya, setelah saya rumuskan, baru saya sampaikan

kepimpinan dan pimpinan selalu membawanya dalam rapat

dewan guru untuk dibahas dan dianalisis program yang telah saya

susun, setelah disetujui baru menjadi program yang siap untuk

dilaksanakan.255

Di antara program yang telah disusun, berlaku untuk semua

santri yang mengambil program tahfiz, yaitu

a. Taḥsin qira‘ah (perbaikan bacaan) Al-Qur‟an

b. Talaqqi (siswa menirukan bacaan guru)

c. Setoran hafalan

253

Fathullah, Wawancara dengan penulis, 19 Juli 2021. 254

Observasi, 19 Juli 2021. 255

Fathullah, Wawancaara.

163

d. Muraja‘ah (mengulang hafalan)

Sementara program tahfiz secara mandiri, ialah

a. Melakukan tambah hafalan

b. Memperlancar hafalan

c. Muraja‘ah mandiri256

Hingga saat ini ada beberapa program yang telah disusun dan

menjadi acuan dalam pelaksanaan program tahfiz, di antaranya

materi tahfiz, buku tahfiz, penentuan metode tahfiz, penentuan

waktu dan tempat tahfiz, pemilihan model evaluasi pembelajaran

tahfiz, penentuan model reward dan funisment.257

Menurut pimpinan pondok, persiapan atau perencanaan ini

penting sebagai acuan atau pedoman bagi guru- guru yang

mengajar tahfiz, agar tidak sembarangan dalam

pelaksanaannya.258

Berdasarkan observasi penulis program-program tersebut

telah dirumuskan secara formal dan dipajang ditempat

pelaksanaan tahfiz di lingkungan Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy.259

Table 4.9

Program Kerja Bidang Tahfiz Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al Islamy.260

No Nama Program Klasifikasi Program

Keterangan Individu Umum

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Taḥsin qira’ah (perbaikan

bacaan) Al-Qur‟an

√ Untuk santri

pemula

2 Talaqqi (siswa menirukan

bacaan guru

√ Untuk santri

pemula

256

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 257

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 258

Fadliansyah, Wawancara. 259

Observasi, 19 Juli 2021. 260

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

164

3 Setoran hafalan √ √ Semua santri

No Nama Program Klasifikasi Program

Keterangan Individu Umum

(1) (2) (3) (4) (5)

4 Muraja‘ah (mengulang) √ √ Semua santri

5 Melakukan tambah hafalan √ Semua santri

6 Memperlancar hafalan √ Semua santri

7 Muraja‟ah mandiri √ Semua santri

Dari data di atas, dapat dipahami bahwa perencanaan

program tahfiz, telah disusun secara kongkrit dan resmi, sehingga

guru-guru tinggal melaksanakannya, dan kepercayaan pimpinan

kepada pengelola tahfiz sangat tinggi.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Setelah perencanaan, tahapan manajemen yang dilakukan

selanjutnya adalah mengkoordinasikan semua lini,

pengelompokan dan pengaturan berbagai macam perencanaan,

menempatkan orang-orang pada setiap lini, menyediakan sarana

dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan, menetapkan

wewenang, model pendelegasian antara atasan dan bawahan dan

penentuan schedule, dan job discription dari seluruh aktivitas yang

telah direncanakan dan yang akan dilaksanakan.

Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam

lembaga pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya

penyusunan atau penentuan struktur pengelola, penentuan

prosedur koordinasi, penentuan persyaratan bagi ustaz dan

pembagian para santri yang mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme

pengoranisasian kegiatan tahfiz merupakan representasi dari

unsur pengurus yayasan, kepala sekolah, guru dan santri-

santriwati yang didasarkan atas surat keputusan (SK) dari

pimpinan pondok.

165

Berangkat dari data di lapangan, pengorganisasian yang ada

di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi pada

dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu penunjukan para

pembina ustaz-ustazah yang dianggap mempunyai kapabilitas

untuk membina dan membimbing kegiatan tahfiz dan

pengelompokan santri dan satriwati yang memilih program tahfiz.

Berdasarkan data yang ada jumlah santri dan satriwati yang

memilih program tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi sebanyak 270 santri. Jumlah tersebut

dikelopokan menjadi 12 kelompok atau kelas, setiap kelompok

atau kelas dibina satu orang ustaz. Dari pembagian santri

tersebut setiap satu orang ustaz membina 22–23 santri atau

santriwati.261

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ustaz

Fathullah bahwa pengorganisasian santri dibagi secara merata

dari segi jumlah personil, yaitu antara 20 sampai 25 santri setiap

guru, karena sekarang ini ada 270 santri yang memilih program

tahfiz, itu dibagi 12 kelas berarti ada 12 guru yang membinanya.262

Seperti pondok pesantren umumnya, para ustaz atau para

guru laki-laki khusus membina santri, sementara para ustazah

membina santriwati dan tidak disatukan dalam satu tempat

bahkan antara santri dan santriwati tidak pernah bertemu,

walaupun dalam satu pondok, hal ini diungkapkan oleh Toni

Fadliansyah; sejak awal berdirinya pondok pesatren ini antara

santri dan santriwati tidak disatukan dalam satu tempat kegiatan,

karena bertentangan dengan etika Islam, dan sarana yang ada

masih memungkinkan untuk dipisahkan, demikian juga halnya

261

Observasi, 19 Juli 2021. 262

Fathullah, Wawancara.

166

guru atau pembinanya, kami sudah menyiapkan sumber daya

manusia atau guru sesuai dengan kebutuhan program tahfiz.263

Senada dengan hal tersebut di atas, Ustaz Fathullah

menjelaskan: DarI awal program tahfiz ini sudah terpisah antara

laki-laki dan perempuan, kelas laki-laki dibimbing oleh ustaz laki-

laki, kelas perempuan dibimbing ustazah perempuan, kito tidak

campur karena tidak bagus untuk dilihat.264

Dari data observasi di lapangan selama penelitian, sangat

jarang bertemu dengan guru-guru perempuan, kecuali ada urusan

resmi, hal ini di samping ciri khas pondok pesantren, juga memiliki

gedung dan asrama yang terpisah dengan santri laki-laki, namun

tetap dalam lingkungan pondok pesantren.265

Selain pengelompokan antara santri dan santriwati seperdi

pondok pesantren pada umumnya, di Pondok Pesantren Jauharul

Falah Muaro Jambi juga mengelompokan atau membedakan

pembina atau guru tahfiz dengan guru-guru lain, sebab guru tahfiz

harus bahkan wajib memiliki spesialisasi.

Hasil wawancara dengan pimpinan pondok dikatakan bahwa:

Pondok telah mempersiapkan tenaga pengajar sebanyak 14 ustaz

dan ustazah dengan rincian 9 ustaz dan 5 ustazah266 untuk

membina santri yang memilih program tahfiz. Dari 14 guru

tersebut, memiliki jumlah hafalan yang berbeda-beda, ada yang

lengkap 30 juz hafalannya (hafiz-hafizah), dan ada juga yang

masih rendah 5 juz, bagi yang hafiz atau hafizah dikhususkan

untuk membina santri yang hafalannya sudah banyak, sementara

yang ustaz yang masih rendah hafalannya akan membina anak-

anak atau santri yang baru mulai menghafal.267

263

Fadliansyah, Wawancara. 264

Fathullah, Wawancara. 265

Observasi, 11 Juli 2021. 266

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021. 267

Fadliansyah, Wawancara.

167

Hasil wawancara tersebut di atas didukung oleh hasil

wawancara dengan Fathullah: Dalam membina santri dan

santriwati yang memilih program tahfiz, kami memilih guru sesuai

dengan kemampuan dan jumlah hafalan dengan kebutuhan santri

dan santriwati, kalau gurunya sudah lengkap 30 juz hafalannya, itu

diperuntukan untuk santri yang sudah hafal 15 juz ke atas,

sementara guru yang hafapalannya masih sedikit diperuntukan

untuk santri dan santriwati yang masih baru atau masih sedikit

hafalannya.268

Berikut tabel tentang jumlah hafalan santri, jumlan santri dan

Pembina program tahfiz.

Tabel 4.10 Jumlah Hafalan Santri, Jumlan Santri Dan Pembina Program Tahfiz

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi.269

No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Jumlah pembina

1 1 – 5 102 8

2 6 – 10 17 1

3 11 – 15 16 1

4 16 – 20 3 1

5 20 – 30 7 1

Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa dalam

menentukan guru tahfiz sangat mengutamakan kemampuan guru

atau ustaz dan ustazah yang sudah hafiz untuk membimbing

santri dan santriwati program tahfiz.

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy adalah pondok

modern memadukan pendidikan umum dan agama. Bagi santri

yang telah memilih program tahfiz sebagai pilihan, maka waktu

untuk menghafal lebih banyak forsinya dibandingkan dengan

268

Fathullah, Wawancara. 269

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

168

aktivitas pandok yang lainnya, bahkan kegiatan belajar mengajar

di kelas reguler tidak diikut sertakan, kebijakan ini diambil dengan

pertimbangan agar santri dan santriwati fokus untuk menghafal Al-

Qur‟an, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh ustaz Toni

Fadliansyah: Di JFA ini, ada banyak program dan kegiatan yang

disediakan, namun anak-anak tidak dibolehkan untuk mengikuti

semuanya, hanya memilih dua dari tiga program wajib, bagi anak

yang mengikuti program tahfiz, waktunya banyak dipakai untuk

menghafal Al-Qur‟an ditambah dengan kegiatan dirasah pada

malam harinya, walaupun demikian anak-anak tetap punya waktu

untuk istirahat, olahraga dan bermain, karena dikhawatirkan anak-

anak bosan nantinya.270

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dan data dokumentasi,

Pengaturan jadwal waktu pelaksanaan kegiatan telah diatur

dengan baik agar kegiatan-kegiatan yang telah disusun dan

direncanakan tidak berbenturan antara satu dengan lainnya.

Berikut jadwal pelaksanakan kegiatan tahfiz Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy:

270

Fadliansyah, Wawancara.

169

Tabel 4.11

Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy.271

NO JAM BENTUK KEGIATAN KETERANGAN

1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran Hafalan

Jadwal ini

berlaku setiap

hari kecuali

hari minggu

istirahat total

2 06.30 – 07.30 Istirahat

3 07.30 – 11.00 Setoran Hafalan Baru

4 11.00 - 14.00 ISOMA

5 14.00 – 16.00 Mengulang Setoran Afalan

6 16.00 – 17.30 Istirahat Mandi

7 17.30 – 20.30 Mengulang Hafalan

8 20.30 – 22.00 Belajar Kitab Atau Dirasah

9 22.00 – 04.30 Istirahat Tidur

Berdasarkan jadwal di atas, dapat dipahami bahwa jadwal

kegiatan tahfiz cukup padat, hampir semua waktunya

dipergunakan untuk menghafal Al-Qur‟an.

3) Pelaksanaan (actuating)

Dalam pelaksanaan program yang telah direncanakan, ada

beberapa langkah yang ditempuh oleh pengelola tahfiz Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Kabupaten Muaro Jambi,

yaitu;

Penyampaian tujuan pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an. Tujuan

pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an adalah melahirkan para penghafal

Al-Qur‟an setiap tahunnya di pondok ini. Pelaksanaan

pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an di Pesantren Jauharul Falah ini,

mewajibkan santrinya untuk menyetorkan hafalan sebanyak satu

halaman perhari, maka dengan demikian santri akan menghafal 1

juz perbulannya dan menargetkan 5 juz persemester, sehingga

santri akan mengkhatamkan hafalan Al-Qur‟an 30 juz dalam waktu

3 tahun.

271

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

170

Seperti yang dikatakan oleh Vania, santriwati penghafal Al-

Qur‟an mengatakan sebagai berikut: ”Saya mengikuti kelas tahfiz

ini karena senang sekali menghafal Al-Qur‟an dan bahkan ini

benar-benar kemauan saya sendiri, kemudian dengan menghafal

Al-Qur‟an akan dapat banyak pahala dari Allah.272

Hasil wawancara dengan Najma, santriwati belajar tahfiz Al-

Qur‟an mengatakan: ”Saya senang menghafal, karena dapat

pahala dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam

belajar materi lain di sekolah.”273 Dalam melaksanakan proses

pembelajaran di kelas ada hubungannya dengan minat santri,

karena dengan adanya minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran

atau kegiatan, maka santri itu akan sungguh-sungguh belajar.

Media pembelajaran, keberadaan media dalam pembelajaran

sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi guru yang mengajar

dan bagi santri yang belajar. Media pembelajaran merupakan

salah satu sarana yang digunakan sebagai alat bantu dalam

pembelajaran juga untuk memudahkan tercapainya tujuan

pembelajaran.

Seorang guru dalam pelaksanakan tugasnya sangat

membutuhkan alat bantu agar tujuan kegiatan yang ia lakukan

mencapai hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, guru harus

mengenal berbagai macam media dan penggunaannya, mampu

memilih media yang tepat, mampu membuat media yang

sederhana yang diperlukannya. Menurut H. Fathullah Al-Hafiz,

hasil wawancara penulis sebagai berikut ia mengatakan: “Media

yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media mushaf Al-

Qur‟an dan media orang (guru tahfiz) yang memperagakan

bacaan Al-Qur‟an yang benar, dan media audio seperti tape

recoder untuk mendengarkan ulang hafalan, sedangkan sarana

272

Vania, Wawancara dengan penulis, 24 Juli 2021. 273

Najma, Wawancara dengan penulis, 24 Juli 2021.

171

yang dipakai adalah 1 kelas dan meja-kursi untuk santri yang

sudah disiapkan untuk ruang tahfiz Al-Qur‟an dan alat yang

dipakai adalah papan tulis.274

Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa media

yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media mushaf Al-

Qur‟an dan media orang (guru tahfiz) yang memperagakan

bacaan Al-Qur‟an yang benar, dan media audio seperti tape

recoder untuk mendengarkan ulang hafalan, sedangkan sarana

yang dipakai adalah 1 kelas dan meja-kursi untuk santri yang

sudah disiapkan untuk ruang tahfiz Al-Qur‟an dan alat yang

dipakai adalah papan tulis.

Materi, pelaksanaan pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an ini bisa

terwujud jika memenuhi unsur-unsur yang ada pendidikan atau

guru, ada peserta didik, metode dan materi pembelajaran. Sesuai

dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, materi yang

diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Toni Fadliansyah,

pimpinan pondok dan guru yang mengatakan bahwa: Saya

mengajarkan anak-anak yang menghafal di sini terdapat 3 bagian.

Pertama ada yang mulai menghafal dari awal surat Al-Baqarah

setiap harinya, kedua anak-anak yang menghafal dari juz 30 ada

yang mulai dari surat An-Naba‟, ketiga ada juga yang menghafal

surah yang pendek-pendeknya saja dari juz 30.275

Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak yang

belajar menghafal dari Juz 1, ada juga yang mulai menghafal dari

juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak memulai dari surah an-

Naba yaitu Amma Yatasaa Aluun, dan ada juga sebatas juz

Amma.276 Kemudian wawancara penulis dengan Mukhlisin, guru

mengatakan: “Materi yang saya terapkan dalam menghafal Al-

274

Fathullah, Wawancara. 275

Fadliansyah, Wawancara. 276

Observasi, 24 Juli 2021.

172

Qur‟an dengan tajwid dan makharijul huruf yang pas. Sedikit demi

sedikit perkalimat, perayat sesuai dengan kemampuan anak.

Setelah bisa dan pas baru saya perintahkan untuk menghafal

sesuai dengan kemampuannya”.277

Berdasarkan pengamatan penulis di saat Mukhlisin mengajar

beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an dengan materi tajwid, yang

mana Mukhlisin Al-Hafiz membaca dulu ayat yang ingin dihafal

sesuai dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya

untuk menghafal.278

Masih menurut Mukhlisin, guru yang mengajar menghafal Al-

Qur‟an mengatakan: Saya juga mengajarkan materi setelah anak

hafal baru saya perintahkan anak untuk memperdengarkan

hafalan yang sudah saya ajarkan tadi untuk saya sima‟ apakah

anak sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau

belum tepat tajwidnya terkadang saya suruh anak untuk

melancarakannya lagi sampai benar-benar bisa. Jika

kesalahannya sedikit, saya suruh untuk melanjutkannnya.279

Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan anak-anak

belajar menghafal satu persatu secara bergantian menghadap

Mukhlisin, guru menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang belum

lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Ada juga yang

main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk

memperdengarkan hafalan. Dan anak-anak ini hafalannya jika

belum hafal waktu anak-anak memperdengarkan hafalannya

maka disetorkan kembali setelah salat Isya.280

Seperti yang dikatakan oleh Atika Sari, santri penghafal Al-

Qur‟an mengatakan sebagai berikut: ”Saya senang sekali

menghafal Al-Qur‟an dan bahkan ini benar-benar kemauan saya

277

Mukhlisin, Wawancara dengan penulis 24 Juli 2021. 278

Observasi, 24 Juli 2021. 279

Mukhlisin, Wawancara. 280

Observasi, 27 Juli 2021.

173

sendiri, kemudian dengan menghafal Al-Qur‟an akan dapat

banyak pahala dari Allah.281 Hasil wawancara dengan Fitri Ahyani,

santri belajar Tahfiz Al-Qur‟an mengatakan: ”Saya senang

menghafal, karena dapat pahala dan orang tua senang, dan

terasa kemudahan dalam belajar.282

Dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas ada

hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya minat

yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan, maka santri itu

akan sungguh-sungguh belajar.

Waktu dan Tempat Pembelajaran. Santri masih ada yang

kurang berminat menghafal Al-Qur‟an, hal ini dikarenakan kondisi

hafalan yang setiap harinya semakin banyak. Kemudian dalam

menghafal Al-Qur‟an santri mendapat pengawasan yang ketat.

kegiatannya yaitu pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dilakukan pada

pagi hari, dimulai pada subuh hingga isya. Kegiatan menghafal Al-

Qur‟an dilakukan secara berkelompok yakni kelompok putra dan

putri, kemudian dibagi lagi dalam kelompok kecil, masing-masing

kelompok diawasi oleh seorang Ustaz yang hafal Al-Qur‟an.

Kemudian setelah semuanya hafal maka dipanggil satu persatu

secara bergantian untuk menyetorkan hafalannya. Namun

permasalahannya sering ditemukan santri yang jenuh, dan

keasyikan berbincang-bincang dengan temannya sehingga lupa

akan tugas untuk menghafal Al-Qur‟an.283

Wawancara penulis dengan Toni Fadliansyah, pimpinan

pondok mengatakan bahwa: “Lokasi pembelajaran tahfiz Al-

Qur‟an dipusatkan di masjid pondok, tapi dari hari kehari santri

semakin bertambah dan fasilitas pondok juga semakin dilengkapi,

sekarang sebahagian santri menghafal di saung (bangunan yang

tidak berdinding penuh dengan ukuran sekitar 5x8m) yang ada di

281

Atika Sari, Wawancara, 24 Juli 2021. 282

Fitri Ahyani, Wawancara, 27 Juli 2021. 283

Observasi, 29 Juli 2021.

174

lngkungan Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro

Jambi yang dilakukan setiap pagi hari mulai dari subuh hingga

malam, tentunya dengan beberapa waktu untuk istirahat, sholat

dan makan.”284

Wawancara penulis dengan Aulia, santriwati yang

mengatakan bahwa: “Aktivitas menghafal Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap dilakukan

setiap pagi hari mulai dari subuh hingga salat isya, setelah isya

dilanjutkan dengan pelajaran dirasah.”285 Wawancara penulis juga

dengan santriwati lain bernama Ningsih, santri yang mengatakan

bahwa: “Meskipun pada waktu menghafal Al-Qur‟an ini diawasi

oleh seorang guru tetapi masih banyak santri yang malas-malasan

belajar.”286

Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa

pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dilakukan pada pagi hari, dimulai

pada shubuh hingga isya. Kegiatan menghafal Al-Qur‟an

dilakukan secara berkelompok yakni kelompok putra dan putri.

Dalam kelompok tersebut dibagi lagi dalam beberapa kelompok

kecil, kurang lebih 20-25 santri, dan dibimbing oleh satu orang

mudabbir.

Metode pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an. Ada beberapa metode

pembelajaran tahfiz yang diterapkan di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy. Untuk lebih jelasnya penulis akan

jelaskan satu persatu metode-metode pembelajaran tahfiz Al-

Qur‟an di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy adalah:

Metode Bin-Naẓar, metode ini merupakan cara untuk agar

para santri bisa lebih mudah dalam membaca dengan cermat

ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan dihafal dengan melihat mushaf

284

Fadliansyah, Wawancara. 285

Aulia, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021. 286

Ningsih, Wawancara dengan penulis, 3 Agustus 2021.

175

Al-Qur‟an secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk

memperoleh gambaran menyeluruh tentang urutan ayat-ayatnya.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan bahwa, metode

ini disampaikan oleh guru ketika anak-anak mau mulai menghafal

hafalan yang baru dan apalagi anak-anak yang baru mulai mau

menghafal, para guru mengajarkan bacaannya setelah betul, baru

anak diperintahkan untuk menghafal dan para gurupun

mengajarnya sedikit-sedikit satu ayat, dua ayat, sesuai dengan

kemampuan anak-anaknya.287

Dalam hal ini Mukhlisin, salah seorang guru yang juga

menegaskan bahwa: Metode bin-Naẓar saya lakukan sebelum

anak menghafal, saya ajar dulu satu ayat bahkan lebih sesuai

kemampuannya agar anak mudah dalam menghafal dan jika

hukum tajwidnya sudah betul, baru saya perintahkan kepada anak

untuk menghafal. Hal ini saya lakukan karena anak-anak didik

saya ini menghafal hanya di sini saja dan masih anak-anak lagi

jadi tidak bisa terlalu dipaksakan.288

Dari uraian ustaz Mukhlisin di atas, penulis dapat mengetahui

bahwa dengan metode ini santri bisa lebih mudah dalam

menghafal ayat yang ingin dihafalkannya begitu juga dengan

gurunya bisa lebih mudah dalam mengajarkannya. Metode bin-

Naẓar yaitu menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an

yang telah dibaca berulang-ulang secara bin-Nazor tersebut.

Misalnya menghafal satu baris, beberapa kalimat, atau sepotong

ayat sampai tidak salah. Setelah satu baris atau beberapa kalimat

tersebut sudah dapat hafal dengan baik, lalu ditambah dengan

merangkaikan baris atau kalimat berikutnya sampai sempurna.

Observasi penulis di lapangan bahwa penggunaan metode ini

dalam kegiatan belajar mengajar menghafal Al-Qur‟an di Pondok

287

Observasi, 3 Agustus 2021. 288

Mukhlisin, Wawancara.

176

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, jika anak-anak sudah

diajarkan cara membaca dengan benar dan sudah dinazorkan

kepada guru baru anak diperintahkan menghafal, dan anak-anak

pun langsung menghafal dan setelah mereka lancar mereka

langsung diperintahkan menghadap guru untuk disima‟.289

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Toni Fadliansyah, S.Pd.I,

pimpinan pondok mengatakan: ‟Metode ini sangat penting karena

dalam proses menghafal Al-Qur‟an inilah intinya. Anak-anak

setelah saya ajarkan membaca sekitar 1 (satu) ayat bahkan lebih

sesuai dengan kemampuannya baru saya perintahkan untuk

menghafal dengan baik.”290

Adapun contoh pelaksanaan metode ini, sesuai dengan

pengamatan penulis di lapangan, setelah anak-anak diajari dan

sudah bisa membaca dengan lancar para santri dan santriwati pun

secara bergantian di panggil untuk menghadap kemudian anak

yang sudah diajarkan langsung di perintahkan menghafal, setelah

anak-anak hafal langsung menghafal dan mendengarkan

hafalannya dan anak-anak yang belajar menghafal Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy ini menghafalnya

sedikit-sedikit minimal satu halaman maksimal tak terbatas sesuai

dengan kemampuan masing-masing.291

Wawancara penulis dengan Siti Naima, salah seorang santri

yang juga menegaskan: ”Melalui metode ini, guru langsung

memerintahkan menghafal ayat yang dimaksud dengan ketentuan

jika ayatnya pendek-pendek 2 halaman dan jika ayatnya panjang

1 halaman.”292 Berdasarkan hasil observasi penulis dapat

mengetahui metode tahfiz inilah yang sangat penting sekali di

dalam menghafal Al-Qur‟an dan dilakukan dengan serius dan guru

289

Observasi, 3 Agustus 2021. 290

Fadliasnyah, Wawancara. 291

Observasi, 8 Agustus 2021. 292

Siti Naimah, Wawancara dengan penulis, 8 Agustus 2021.

177

pun berusaha untuk meningkatkan metode agar anak bisa lebih

mudah dalam menghafal karena ini adalah intinya, jika tidak maka

tentu proses pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an tidak akan bisa

terlaksana dengan baik293.

Metode Talaqqi. Metode talaqqi yaitu memperdengarkan

hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru atau instruktur.

Metode ini merupakan salah satu cara mengajar dalam

membimbing anak-anak dalam menghafal Al-Qur‟an. Karena jika

tidak diperdengarkan kepada seorang guru maka para penghafal

tidak akan tahu betul hafal/tidak. Oleh karena itu Mukhlisin

sebagai guru tahfiz Al-Qur‟an melaksanakan metode talaqqi,

sebagaimana yang dikatakan saat penulis mewawancarainya

sebagai berikut: ”Setelah saya perintahkan kepada anak-anak

untuk menghafal maka jika ada yang sudah hafal dan lancar maka

dia menghadap langsung untuk disetor, jika tidak lancar maka

saya perintahkan menghafal kembali sampai lancar, jika anak itu

lancar maka saya perintahkan untuk melanjutkan ke ayat

berikutnya.”294

Wawancara penulis dengan Surtina, salah satu santriwati

mengatakan sebagai berikut: ”Setelah saya menghafal, maka guru

memerintahkan kami menghadap langsung untuk mendengarkan

hafalan, jika tidak lancar maka guru memerintahkan menghafal

kembali sampai lancar.”295

Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan bahwa dalam

pelaksanaan metode ini diharapkan kepada peserta didik yaitu

setelah diperintahkan menghafal oleh guru maka anak-anak

langsung diperintahkan untuk menghadap guru dengan

memperdengarkan hafalan yang sudah di hafal anak-anak apakah

sudah benar-benar lancar atau belum. Anak-anak menghadap

293

Observasi, 8 Agustus 2021. 294

Mukhlisin, Wawancara. 295

Surtina, Wawancara dengan penulis, 12 Agustus 2021.

178

secara bergantian jika waktunya tidak memungkinkan maka anak-

anak memperdengarkan bacaannya sesudah sholat isya.296

Berdasarkan hasil observasi di atas menurut penulis dapat

dijelaskan bahwa, metode ini sangat bagus karena kelemahannya

ini adalah sering lupa, apalagi dalam menghafal Al-Qur‟an.

Dengan adanya metode ini para penghafal bisa mengetahui

kesalahannya dan mana yang belum benar.

Ada juga metode takrir, yaitu mengulang hafalan atau

memperdengarkan hafalan yang pernah dihafalkan/sudah pernah

diperdengarkan kepada guru. Takrir dimaksudkan agar hafalan

yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik. Selain dengan

guru, takrir juga dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud

melancarakan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak cepat

lupa. Metode ini juga sangat penting jika mengulang hafalan

disima‟kan kepada guru maka hafalan Al-Qur‟an seseorang tetap

terjaga dengan baik karena jika tidak diulang maka hafalan akan

mudah lupa. Berdasarkan hasil observasi di lapangan metode ini

diterapkan oleh guru dikarenakan waktunya cukup lama,

kemudian santri yang belajar menghafal Al-Qur‟an masih bisa

terkontrol oleh ustaz.297

Hal ini juga diakui oleh Toni Fadliansyah, S.Pd.I, ketika

penulis mewawancarainya: ”Metode takrir ini saya lakukan hal ini

disebabkan kondisi waktu yang ada. Saya juga berpesan kepada

anak-anak agar selalu mengulang hafalannya dan saya menguji

lancar atau tidaknya hafalan anak-anak dengan memberi soal

hingga batas terakhir hafalan anak-anak.”298

Hasil wawancara penulis dengan peserta didik dalam hal ini

disampaikan oleh Winda, santri yang mengatakan: ”Saya selalu

296

Observasi, 12 Agustus 2021. 297

Observasi, 23 Juli 2021. 298

Fadliansyah, Wawancara.

179

mengulang hafalan karena takut lupa.”299 Metode ini sangat

penting seharusnya guru menghafal Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy harus menerapkan agar

hafalan peserta didik tetap selalu lancar.

Metode Tasmi’. Metode tasmi‟ adalah memperdengarkan

hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupaun

kepada orang banyak. Dengan tasmi‟ ini, seorang penghafal Al-

Qur‟an akan diketahui kekurangan pada dirinya, karena bisa saja

ia lengah dalam mengucapkan huruf atau harakat. Dengan tasmi‟

seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam hafalan.

Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan metode ini

diterapkan oleh guru menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy. Metode ini sangat penting dalam rangka

untuk memperkuat ingatan hafalan anak-anak yang sudah

mempunyai hafalan banyak agar tetap lancar dan mengetahui

kelemahan hafalannya yang tidak lancar.

Menurut Mukhlisin, hasil wawancara penulis sebagai berikut ia

mengatakan: ”Metode ini selalu saya lakukan dengan guru lainnya

untuk meningkatkan hafalan santri.”300 Menurut Elda Safitri, salah

satu santri mengatakan: ” Guru juga mempersilahkan setiap santri

memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada

perseorangan maupaun kepada orang banyak untuk

memperlihatkan kebenaran atau kesalahan hafalannya.”301 Dari

paparan di atas dapat dipahami ada tiga metode yang diterapkann

oleh guru tahfiz Al-Qur‟an Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy dalam kelas Tahfiz.

Evaluasi Pembelajaran, evaluasi ini bertujuan ingin

mengetahui hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di dalam

menghafal Al-Qur‟an, anak-anak lancar hafalan yang sudah

299 Winda, Wawancara dengan penulis, 23 juli 2021.

300 Mukhlisin, Wawancara.

301 Elda Safitri, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021.

180

dihafalnya, hal ini sangat penting apalagi seorang penghafal Al-

Qur‟an. Begitu juga evaluasi yang dilakukan oleh Fathullah, salah

satu guru mengatakan: ”Saya juga melakukan evaluasi hafalan

anak-anak dengan mengajarkan soal, saya membaca sedikit

sekitar 4 kalimat kemudian anak menyambungnya beberapa ayat.

Saya menyoalnya secara acak hingga batas terakhirnya hafalan

anak-anak.”302

Berdasarkan observasi penulis di lapangan kegiatan evaluasi

dengan mengajarkan soal kepada anak-anak, Mukhlisin

mengajarkan secara acak, anak-anak dikumpulkan dan dibuat

lingkaran bulat kemudian Mukhlisin memberi soal dan anak-anak

menjawab kemudian Mukhlisin memerintahkan anak-anak itu

sendiri mengajarkan ayat untuk dihafal kawan-kawannya secara

bergantian. Tapi evaluasi ini jarang sekali dilakukan oleh Mukhlisin

selama penulis meneliti sekitar 3x penulis melihat evaluasi

dilakukannya. Penulis juga melihat evaluasi dengan santri

diperintah untuk disima‟kan.303

Wawancara penulis dengan Haidir, salah satu santri yang

mengatakan bahwa: Evaluasi hafalan Al-Qur‟an dengan kami

sebagai santri selama ini di mana santri diperintah untuk

disima‟kan hafalannya satu persatu.”304 Keterangan tersebut

sesuai dengan pengamatan penulis dalam penelitian ini, agar

anak tetap lancar dan bisa menjaga hafalannya dengan baik.

Dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz, ada beberapa kendala

yang dihadapi guru dalam pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Desa Sungai Terap

adalah:

Pertama, Tidak Disiplin dalam Menghafal Al-Qur‟an. Sikap

disiplin merupakan integral dari proses pembelajaran. Seorang

302

Fathullah, Wawancara. 303

Observasi, 29 Juli 2021. 304

Haidar, Wawancara dengan penulis, 29 Juli 2021.

181

guru mengkondisikan santri dengan baik agar pembelajaran dapat

berlangsung dengan baik pula. Wawancara dengan Latifah,

seorang santriwati yang mengatakan bahwa: “Minat kami sebagai

santri menghafal Al-Qur‟an terkadang menurun atau berkurang

jika hafalan sudah mencapai juz 15 ke atas, sehingga ada santri

yang bisa bertahan, namun banyak juga yang tidak bisa bertahan,

karena kondisi diri yang kurang disiplin di luar jadwal belajar.”305

Salah satu yang mempengaruhi minat belajar santri adalah

tidak seriusnya santri sewaktu belajar. Wawancara dengan Angga

Saputra, seorang santri yang mengatakan bahwa: “Saya

perhatikan teman-teman ada yang suka ngobrol sewaktu belajar,

kondisi ini menyebabkan santri kesulitan untuk fokus

menghafal.”306

Disiplin santri saat pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an sedang

berlangsung dan santri lain menyampaikan pendapat atau

bertanya tentang pelajaran yang diterangkan bila tidak mengerti

dan siswa tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan lain, selain

pelajaran yang bersangkutan serta siswa tidak boleh

meninggalkan kelas tanpa seizin guru.

Kedua, malas, tidak sabar, dan berputus asa dalam

menghafal Al-Qur‟an. Kesungguhan ini tentu nantinya bisa

mempengaruhi keberhasilannya dalam belajar. Santri yang

memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk

memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.

Wawancara dengan Toni Fadliansyah, S.Pd.I, mudir pondok

mengatakan: “Minat santri menghafal Al-Qur‟an terkadang

nampak menurun dan hal ini kami rasakan betul sebagai guru,

apalagi untuk hafalan juz 11 ke atas. Namun karena kami selalu

mengawasi kondisi ini maka masih ada santri yang bisa bertahan

305

Latifah, Wawancara dengan penulis, 5 Agustus 2021. 306

Angga Saputra, Wawancara dengan penulis, 5 Agustus 2021.

182

dan melanjutkan kegiatan menghafalnya di Pondok Pesantren

Jauharul Falah ini.307

Pengamatan penulis di mana indikator rendahnya minat santri

menghafal Al-Qur‟an seperti terkadang bermasalah dalam

memperdengarkan hafalannya jika sudah mencapai juz 11 ke atas

seperti tidak siap memperdengarkannya, atau berkeinginan untuk

pulang kampung karena tidak sanggup lagi menghadapi tekanan

hafalan yang demikian banyak.308

Wawancara penulis dengan M. Afriansyah, salah satu santri

mengatakan bahwa: “Saya terkadang timbul rasa malas untuk

menghafal Al-Qur‟an dan berkeinginan untuk pulang kampung

karena tidak sanggup lagi menghadapi tekanan hafalan yang

demikian banyak.”309

Pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an harus dilakukan dengan

tenang dan menyenangkan. Hal ini belum dilakukan sebagian

santri di Pondok Pesantren tersebut, di mana ada santri yang

merasa jenuh sewaktu hafalan sudah mencapai 11 juz ke atas.

Kejenuhan ini lambat laun mengurangi minat yang ada untuk

menghafal Al-Qur‟an.

4) Pengawasan (Controlling)

Untuk kelancaran sebuah proses manajemen, program yang

telah disusun, direncanakan, dilaksanakan, suatu sistem

monitoring dan evaluasi. Hal ini untuk mengetahui tingkat

pencapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan

dengan realisasi yang ada.

Seperti pengawasan pada umumnya, pelaksanaan

pengawasan dalam kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Jauharul

Falah Al-Islamy, lebih bersifat top down, yaitu pengawasan yang

dilakukan dari atasan kepada bawahan dengan sistem

307

Fadliansyah, Wawancara. 308

Observasi, 5 Agustus 2021. 309

Afriansyah, Wawancara dengan penulis, 9 Agustus 2021.

183

pendelegasian terhadap pengelola program, pimpinan pondok (top

management), lebih bersifat pasif dan menunggu laporang dari

pengelola yang telah dipercayai.

Dalam realisasinya pengelola tahfiz berjalan dari tempat atau

lokasi kegiatan ketempat kegiatan yang lain, setelah semua

aktivitas tahfiz dilangsungkan, aktivitas controlling dilakukan

secara spontanitas dan tidak terjadwal, untuk memastikan

keberlansungannya sebuah kegiatan, sebagaimana yang

diuangkapkan oleh Ustaz Fathullah;

Sebagai orang yang diberikan amanah oleh pimpinan, saya

merasa bertanggung jawab penuh dalam melakukan pengawasan

terhadap kegiatan tahfiz, saya mengawasi santri dan juga guru

gurunya, hal ini untuk memastikan bahkan semua yang berkaitan

dengan kegiatan-kegiatan tahfiz yang ada di pondok berjalan

sebagaimana mestinya, dan saya harus melaporkan kepada

pimpinan apabila sewaktu-waktu beliau meminta laporan baik

secara lisan maupun secara tertulis.310

Ada pengawasan yang sering disampaikan oleh pimpinan

pondok, yaitu pengawasan terhadap diri sendiri, artinya

menanamkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab masing-

masing, baik sebagai pengelola maupun sebagai santri yang telah

dititipkan oleh orang tuanya kepondok ini.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh pimpinan pondoknya;

yang paling penting meningkatkan kesadaran akan tugas dan

tanggung jawab, baik sebagai santri maupun sebagai pengelola

termasuk saya, kita ini diawasi langsung oleh malaikat raqib dan

atid dan semua itu akan diminta pertanggung jawaban, kalau itu

kita tanamkan bersama terhadap pribadi masing-masing, insya

Allah akan berjalan dengan baik.311

310

Fathullah, Wawancara. 311

Fadliansyah, Wawancara.

184

Sebagai penanggung jawab tahfiz, Fathullah mengatakan

dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang paling penting

adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang kita baca

setiap hari, berusaha, berkata, bekerja sesuai dengan ayat ayat

Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari pimpinan, sebab

apalah makna kita takut kepada pimpinan sementara tidak takut

dengan petunjuk yang dalam Al-Qur‟an, kecuali santri yang masih

memerlukan bimbingan dan masih dalam tahap belajar wajib

untuk selalu diingatkan akan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai santri.312

Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran

pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan

secara alamiah, dengan manajemen sentuhan manajemen

modern, hal ini adanya dokumen perencanaan, pengorganisasian,

pengelolaan dan pengawasan secara faktual yang mudah untuk

diakses.

c. Pengelolaan Program Tahfiz pada Pondok Pesantren

Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur

Berdasarkan sejarah keberadaan program tahfiz di Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, pada awalnya

adalah pengajian biasa di Masjid Raya Simbur Naik, setelah

mendapat respon positif dimasyarakat, dan adanya putra daerah

alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi yang telah

mengkhatamkan hafalannya dan bersedia mengabdi di daerahnya,

maka tanggal 4 Juni 2016 diresimkan menjadi program pondok.

Dalam pengelolan program tahfiz Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum Tanjung Jabung Timur, banyak mengadopsi pengelolaan tahfiz

yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sebagaimana

312

Fathullah, Wawancara.

185

yang diungkapkan oleh Ihsan Daim (biasa dipanggil Ustaz Ihsan Daim

Al-Hafiz).

Sebagai alumni Al-Mubarak yang merintis program tahfiz bersama

kawan yang bernama Ghazali Abbas yang juga alumni Al-Mubarak,

tentu kami banyak belajar di almamater tentang pengelolaan program

tahfiz, karena kami berdua belum punya pengalaman banyak tentang

bagaimana mengelola secara modern seperti pondok tahfiz yang

sering kita lihat dan dengar di media sosial dan televisi.313

Sejalan dengan pernyataan di atas, H. Tahang Toha sebagai

pimpinan pondok menjelaskan:

Program tahfiz yang ada di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

Tanjung Jabung Timur adalah program baru yang cukup mendapat

tanggapan positif dari masyarakat yang ada di Tanjung Jabung Timur,

namun sebagai pimpinan menyerahkan sepenuhnya kepada Ustaz

Ihsan Daim Al-Hafiz dan Ghazali Abbas Al-Hafiz untuk mengurusnya,

sebab saya bukan alumni tahfiz dan belum punya pengalaman

dengan seluk belum kegiatan tahfiz.314

Namun demikian, dalam realitasnya pengelolaan program tahfiz

tetap memiliki perencanaan, penerapan, maupun evaluasi kegiatan.

Hal ini dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1) Perencanaan (Planning)

Pada hakikatnya perencanaan adalah kumpulan kebijakan yang

telah disusun dan dirumuskan secara sistematis berdasarkan analisis

kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki, sebab salah satu hal yang

pasti di masa akan datang dari sebuah lembaga pendidikan adalah

memajukan kegiatan menjadi lebih baik, meningkatkan kemungkinan

untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan merupakan

proses menentukan apa yang seharusnya dicapai di masa

mendatang.

313

Ihsan Daim, Wawancara dengan penulis, 6 Juni 2021. 314

Tahang Toha, Wawancara dengan penulis, 6 Juni 2021.

186

Perencanaan program tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

pada awalnya berjalan secara alamiah yakni ada beberapa santri

yang bersedia menghafal di Masjid Raya kemudian peminatnya

semakin bertambah, akhirnya dipindahkan di madrasah yang ada di

sekitar masjid, hingga menjadi program tahfiz seperti sekarang ini.

Hal ini di ungkap oleh Ustaz Ihsan Daim: “program tahfiz pondok

pesantren ini tidak banyak, hanya berjalan secara alamiah

berdasarkan pengalaman waktu mondok di Al-Mubarak Kota Jambi,

dimulai dengan tahsin atau membenarkan bacaan, setelah bacaan

benar, dilanjutkan dengan tahfiz, karena itu yang saya lakukan waktu

mondok dan alhamdulillah bisa hafal Al-Qur‟an dalam waktu kurang

dari tiga tahun.315

Hal senada juga disampaikan oleh ustaz Ghazali Abbas Al-Hafiz:

”Sejak jadi santri dulu di jambi, hingga jadi jadi pengasuh di pondok

ini, program yang ada di pondok pesatren ini sama dengan yang ada

di pondok saya dulu, yaitu, bagaimana anak benar membaca Al-

Qur‟an dan selanjutnya mampu menghafalnya dengan baik.”316

Dari hasil wawancara di atas, dan observasi di lapangan peneliti

tidak menemukan bukti tertulis yang tuangkan dalam bentuk pamplet

program kerja bidang Tahfiz, yang kita temukan hanya program-

program pondok secara global, tidak ditemukan program secara

spesifik untuk kegiatan tahfiz.

Setelah kegiatan tahsin dan tahfiz berjalan dan mendapatkan

tanggapan positif dari masyarakat atas output yang dihasilkan, baru

kegiatan tersebut sering didiskusikan secara formal setiap awal tahun

dalam forum rapat tahunan yayasan, pimpinan, para ustaz, namun

realitasnya tetap dipertahankan karena dianggap masih yang terbaik

untuk diterapkan di lingkungan pondok pesantren ini, sebagaimana

yang diungkapkan oleh pimpinan pondok, yaitu H. Tahang Toha.

315

Ihsan Daim, Wawancara. 316

Ghazali Abbas, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.

187

Setiap awal penerimaan santri baru, sebelum anak-anak mulai

menghafal, kami mengadakan rapat memberikan kesempatan kepada

semuanya untuk mengemukakan ide pokok untuk perbaikan

penyusunan program tahfiz, namun pada akhirnya tetap saja kembali

kepada program tahsin dan tahfiz, karena tenaga pengajar di pondok

ini menganggap program ini sudah terbukti mutu yang dihasilkan.317

Berdasarkan paparan di atas dapat dipahami bahwa perencanaan

program tahfiz di pondok pesantren Bustanul „Ulum, sejak awal

diprogramkannya hingga sekarang tetap mempertahankan program

tahsin dan tahfiz, karena dianggap masih yang terbaik dan terbukti

output yang dihasilkan sudah menyebar di tengah-tengah masyarakat

dan diakui keberadaannya di lingkungan pondok dan masyarakat

Tanjung Jabung Timur.

Dari sisi persiapan sumber daya manusia yakni tenaga pengajar

pada awalnya hanya diasuh oleh satu orang guru tahfiz, yakni ustaz

Ihsan Daim, setelah ustaz Ghazali Abbas mengkhatamkan

hafalannya di pondok al-Mubarak langsung mengabdi dan membantu

ustaz Ihsan Daim. Dalam perkembangannya hingga saat ini telah

diasuh oleh lima orang guru tahfiz, sebagaimana yang dijelaskan oleh

ustaz Ihsan Daim.

Pada awal diadakannya program tahfiz, hanya sendirian sebagai

pembinanya karena tidak ada yang hafal Al-Qur‟an majelis guru yang

ada, setelah itu ditambah oleh ustaz Ghazali Abbas, dalam

perkembangannya sekarang terdapat lima orang tenaga pendidik atau

pembina, satu orang alumni Bustanul „Ulum, atas nama Rizki

Maulana, Muhammad Nasir alumni Pondok Pesantren Ahbabul Ihsan

Pemalang Jawa Tengah, Malik Azis, Alumni Yayasan Kuntum Pusat

Jawa Barat.318

317

Toha, Wawancara. 318

Daim, Wawancara.

188

Untuk membina santri sebanyak 220, pimpinan pondok

mengambil kebijakan untuk memberdayakan santri senior yang

hafalannya lebih dari 20 juz untuk membantu tenaga pendidik yang

ada, karena pimpinan pondok dan tenaga pendidik yang tersedia tidak

mampu melayani semua santri atau kurang efektif, sebagaimana yang

diungkapkan oleh pimpinan pondok.

Semua santri yang berjumlah 220 mengikuti program tahfiz,

sementara kami hanya berlima, kalau mau dibagi rata, kami akan

membina masing-masing 44 santri perorang, tentu akan kesulitan

kalaupun bisa tidak akan efektif, karena itu kami meminta kepada

santri-santri yang hafalannya sudah tinggi, dan dianggap mumpuni

untuk membantu kami, di samping mereka belajar dia juga mengajar,

tapi tidak semuanya, kami selektif dan punya kriteria tersendiri.319

Hal senada juga disampaikan oleh Tahang Toha, sebagai ketua

yayasan: tenaga pengajar di pondok ini, khususnya kegiatan sore

cukup kewalahan, karena santri semakin banyak, sementara guru

tahfiznya cuman 5 orang, makanya pimpinan pondok memberdayakan

santri senior atau yang sudah banyak hafalannya untuk membantu

mereka, terutama pada bagian sima‟i atau memperdengarkan hafalan

yang sudah di hafal.320

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dari segi

tenaga pendidik menyesuaikan dengan kebutuhan santri yang ada

dengan memperdayakan santri senior untuk menutupi tenaga

pembina yang ada karena santri semakin hari semakin bertambah,

sementara kemampuan finansial yayasan tidak mampu membiayai

tenaga pengajar, apabila merekrut tenaga pengajar yang baru.

Dari sisi sarana dan prasaran tahfiz juga berjalan secara alamiah,

karena kegiatan tahfiz tidak membutuhkan banyak persiapan, cukup

ada satu Al-Qur‟an pada setiap santri dan buku kontrol setoran

319

Ibid. 320

Toha, Wawancara.

189

hafalan. Kedua sarana ini dipersiapkan oleh pondok dan santri tinggal

membelinya, biasanya masuk dalam pembiayaan pondok di awal

tahun pelajaran, sebagaimana diungkapkan oleh Ustaz Ihsan Daim

Perencanaan di bidang sarana dan prasarana berupa persiapan

Al-Qur‟an yang dikenal dengan istilah Al-Qur‟an pojok untuk

pegangan pokok para santri dapat dibeli di pondok dan boleh juga

dibawa dari rumah, yang penting Al-Qur’an pojok, supaya gampang

menentukan batas hafalannya, juga pondok menyiapkan buku daftar

setoran hafalan yang wajib dimiliki setiap santri sebagai kontrol

terhadap kemajuan hafalannya.321

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti menemukan

santri sedang melakukan aktivitas menghafal Al-Qur‟an sesuai dengan

kelompoknya semuanya memegang Al-Qur‟an dalam bentuk yang

berbeda-beda dalam ukuran, hal ini membuktikan bahwa para santri

memiliki kebebasan untuk membeli Al-Qur‟an, yang seragam adalah

buku kontrol hafalan karena memang disediakan oleh pondok yang

memiliki ciri khas tersendiri.322

Dengan demikian dapat disimpulkann bahwa perencanaan

pelaksanaan tahfiz di pondok pesantren Bustanul „Ulum, cukup

sederhana dan tidak mengalami perubahan yang berarti sejak

didirikan pondok tersebut.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Untuk mewujudkan pengorganisasian yang baik dalam lembaga

pendidikan pondok pesantren dilakukan upaya penyusunan atau

penentuan struktur pengelola, penentuan prosedur koordinasi,

penentuan persyaratan bagi ustaz dan pembagian para santri yang

mengikuti kegiatan tahfiz. Mekanisme pengoranisasian kegiatan tahfiz

merupakan representasi dari unsur pengurus yayasan, pimpinan

321

Daim, Wawancara. 322

Observasi, 25 Juni 2021.

190

pondok, guru dan santri-santriwati yang didasarkan atas Surat

Keputusan (SK) dari yayasan.

Berdasarkan data di lapangan pengorganisasian yang ada di

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum berbeda dengan pondok

pesantren pada umumnya, antara santri dan santriwati pembinanya

sama yakni ustaz laki-laki semua karena tenaga pembina yang ada

semuanya laki-laki, namun santri dan santriwatinya tetap terpisahkan

kelompok dalam kegiatan belajar dan tahfiz323, hal ini diungkapkan

oleh Ustaz Ihsan Daim;

Karena sarana dan prasarana pondok yang masih terbatas dan

animo masyarakat untuk memasukan anaknya di pondok cukup tinggi,

maka pemisahan antara santri dan santriwati belum berjalan

sebagaimana mestinya, belajar tetap terpisah, namun tempatnya

masih dalam satu ruangan, demikian tenaga pengajarnya antara

santri dan santriwati tetap kami berlima yang membinanya, sebab

belum ada tenaga pendidik perempuan yang dimiliki pondok.324

Dari data observasi di lapangan selama peneliti mengadakan

penelitian, tidak ada pemisahan yang cukup signifikan antara laki-laki

dan perempuan, karena sarana dan prasarana yang dimiliki masih

minim, namun pelaksanaan tahfiznya tetap kelompok-kelompok yang

berbeda.325

Realitas yang ada di lapangan, sistem pengelompokan santri

mengadopsi sistem yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi, setiap satu orang ustaz atau ustazah akan membina 30-40

santri, dan santri tersebut ada yang baru masuk atau santri baru, baru

tahsin, mulai tahfiz, 1 juz, 5 juz atau sudah mau khatam hafalannya,

bukan berdasarkan jumlah hafalan, hal ini dimaksudkan agar para

323

Observasi, 25 Juni 2021 324

Daim, Wawancara. 325

Observasi, 25 Juni 2021.

191

pembina atau ustaz atau ustazah terus mengulang hafalannya sambil

membina para santri, serta menghindari kejenuhan para pembina.326

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ghazali Abbas:

Pengelompokan santri dibagi secara merata, misalnya 1 guru 30-40

santri yang dibina, santri tersebut bermacam-macam kemampuan dan

jumlah hafalannya, ada yang tahsin, ada 1 juz dan seterusnya, supaya

pembina dapat membina santri sambil mengulang-ulang hafalannya,

dan ada keadilan di antara para ustaz.327

Sejak program tahfiz masuk dalam program wajib pondok model

pengelompokan santri seperti di atas belum pernah mengalami

perubahan, karena pimpinan pondok merasa model ini dianggap tepat

dan baik berdasarkan pengalaman waktu mondok di Al-Mubarak Kota

Jambi.328

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sistem

pengorganisasian santri di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

didasarkan pada keadilan dan pemerataan agar tidak menimbulkan

kecemburuan antara pembina dan para pembina lainnya dalam

melaksanakan aktivitasnya sebagai pembina sembari mengulang

ngulang hafalannya di halaman atau juz yang berbeda-beda, dan

pembina menerapkan sistem ini karena berangkat dari pengalaman

waktu masih menjadi santri di Al-Mubarak Kota Jambi.

3) Menggerakkan (Actuating)

Di Pondok Pesantren Bistanul „Ulum Simbur Naik, fungsi actuating

diemban oleh Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, sebagai pengelola yang

terlibat langsung pelaksanaan tahfiz dan pembinaan terhadap para

ustaz, selain sebagai pimpinan pondok ia juga sebagai tenaga

pendidik yang terlibat secara langsung dalam mekanisme

pelaksanaan tahfiz, sebagaimana di kemukakan oleh Tahang Toha;

326

Observasi, 25 Juni 2021. 327

Abbas, Wawancara. 328

Daim, Wawancara.

192

Yang paling menentukan dalam pengelolaan kegiatan tahfiz di

Pondok Pesantren Bistanul „Ulum ini adalah Ustaz Ihsan Daim Al-

Hafiz, dialah yang dianggap senior dan pelopor pelaksanaan program

tahfiz, pihak yayasan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada

beliau karena beliau punya pengalaman sebagai santri dan dianggap

senior dibanding dengan tenaga pendidik yang lainnya.329

Pengelola pondok mempunyai peran penting dalam

menggerakkan personal pondok melaksanakan program kerja sesuai

dengan schedule dan job dicsription. Peran leader adalah memotivasi

ustaz dan personal pondok lainnya melaksanakan tugas dengan

antusias dan kemauan yang baik dengan penuh keikhlasan untuk

mencapai tujuan dengan penuh semangat. Leader yang efektif

cenderung mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya

mendukung (suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri

menggunakan kelompok dalam membuat kebijakan. Keefektifan

kepemimpinan menunjukkan pencapaian tugas pada rata-rata

kemajuan, keputusan kerja, moral kerja, dan konstribusi wujud kerja.

Prinsip utama dalam penggerakan adalah bahwa prilaku dapat diatur,

dibentuk, atau diubah dengan sistem imbalan yang positif yang

dikendalikan dengan cermat.

Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang

berhubungan langsung dengan personil-personil dalam pondok

pesantren. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang

berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber

daya manusia dan non manusia pada pelaksanaan tugas. Semua

sumber daya manusia yang ada harus dioftimalkan untuk mencapai

visi, misi dan program kerja lembaga pendidikan. Setiap SDM harus

bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan

kompetensi masing-masing, dapat mempengaruhi orang-orang agar

bersedia menjadi pengikut, menaklukan daya tolak seseorang dan

329

Ibid.

193

membuat orang dapat mengerjakan tugasnya dengan baik dan

mandiri.

Model actuating yang diterapkan di Pondok Pesantren Bustanul

„Ulum, dilakukan secara sederhana, pimpinan tertinggi, dalam hal ini

pengurus yayasan, seterusnya kepada kepala sekolah, waka

kesiswaan seterusnya kepada para ustaz dan ustazah yang

bersentuhan langsung dengan santri dan satriwati dilakukan secara

bersama dan tidak menonjol antara atasan dan bawahan, karena dari

usia mareka semua sebaya.330

Prinsip kesatuan komando dan pengawasan berjenjang sebagai

prinsip dari actuating tidak tampak dalam keseharian, lebih menonjol

adalah kebersamaan.

Prinsip amanah diimplementasikan dalam mekanisme actuating

kegiatan tahfiz, sebab pimpinan pondok hanya mengatur pembagian

kerja, memberikan arahan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

kegiatan dan memotivasi kepada semua stakeholders yang ada.

Kegiatan ini dilakukan secara berkala dalam forum rapat evaluasi

kegiatan-kegiatan secara menyeluruh yang dilaksanakan di pondok,

yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan kebutuhan.331

Tanggung jawab dibebankan kepada para mudarris/mentor dalam

mekanisme kegiatan tahfiz, karena telah diberikan amanah

berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang telah dirumuskan bersama

dalam forum musyawarah pimpinan yayasan, pengelola dan ustaz

dan ustazah secara menyuluruh baik yang bertindak sebagai ustaz

dan ustazah maupun yang berprofesi sebagai administrator.

Secara hierarkis, idealnya kegiatan tahfiz merupakan TUPOKSI

dari pengelola yayasan, maka yang paling dominan dalam melakukan

fungsi actuating adalah pimpinan yayasan yang bertanggung jawab

atas semua kegiatan pondok baik rutin maupun yang bersifat

330

Observasi, 25 Juli 2021. 331

Daim, Wawancara.

194

insidentil, sementara keterlibatan ustaz dan ustazah lebih dominan

dalam fungsi pelaksanaan, namun dalam realitas yang ada, lebih

menonjol adalah kebersamaan, sehingga dalam keseharian susah

untuk membedakan mana pimpinan, pengelola, ustaz semuanya

kelihatan sama.

4) Pengawasan (Controlling)

Pengawasan sebuah keniscayaan dalam meraih kesuksesan

suatu kegiatan. Mekanisme pengawasan dalam kegiatan tahfiz lebih

bersifat kebersamaan, yaitu pengawasan yang dilakukan secara

bersama sama, dalam realisasinya pimpinan dan para ustaz, semua

terlibat secara langsung dalam aktivitas tahfiz, aktivitas controlling

dilakukan secara bersama sama, sebagaimana yang diuangkapkan

oleh Ustaz Ihsan Daim

Sebagai orang yang diberikan amanah oleh yayasan, saya

bertanggung jawab penuh dalam melakukan pengawasan terhadap

kegiatan tahfiz, bahkan semua yang berkaitan dengan kegiatan-

kegiatan yang ada di pondok, pengurus yayasan hanya terlibat kalau

ada persoalan-persoalan yang dianggap penting dan menyangkut

dengan keberadaan pondok, tapi dalam proses pelaksanaan di

lapangan lebih bersifat kekeluargaan.332

Model pengawasan yang lainnya adalah pengawasan yang

bersifat melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk kepada

self control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa mengawasi

dirinya sendiri, pengawasan ini didasarkan pada kesadaran pribadi,

introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah bagi orang lain.

Konsep pengawasan seperti inilah yang selalu diingatkan oleh pihak

pengelola kepada semua stakeholders, terutama kepada guru-guru

dalam setiap kegiatan evaluasi dalam forum rapat, hal ini diungkapan

oleh ustaz Ihsan Daim.

332

Ibid.

195

Dalam mengelola kegiatan di pondok ini, yang paling penting

adalah keihklasan dalam mengabdi, Al-Qur‟an yang kita pegang

setiap saat, berusaha, berkata, bekerja sesuai dengan ayat-ayat

Allah, tidak perlu adanya pengawasan dari pimpinan,sebab apalah

makna kita takut kepada pimpinan sementara tidak takut dengan

petunjuk yang ada dalam Al-Qur‟an.333

Berdasarkan paparan-paparan di atas didapatkan gambaran

pengelolaan kegitan tahfiz, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan berjalan secara

alamiah, belum tersentuh dengan manajemen modern, lebih bersifat

kekeluargaan dan kebersamaan, hal ini didasari atas fakta bahwa

peneliti menemukan kesulitan mendapatkan data tertulis tentang

mekanisme perencanaan, karena apa yang dilakukan selama ini telah

dicetuskan sejak berdirinya pondok tahfiz ini.

Dalam pengorganisasian santri-santriwati dalam kegiatan tahfiz

pernah mengalami perubahan dari pengelompokan secara merata

tidak berdasarkan jumlah hafalan. Dalam hal pelaksanaan dan

evaluasi, sejak awal berdirinya pondok hingga sekarang lebih

menekankan pada kesadaran yang tinggi, bekerja dengan ikhlas,

bekerja dengan nilai-nilai Al-Qur‟ani, sehingga fungsi pengawasan dari

pimpinan tidak terlalu dominan dalam kegiatan-kegiatan yang ada

dalam lingkungan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung

Timur.

2. Strategi dan Mutu Hafalan yang Diproyeksikan untuk

Peningkatan Mutu Tahfiz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum

Tanjung Jabung Timur

Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan untuk

peningkatan mutu tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-

333

Ibid.

196

Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi dan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur secara berurutan dijelaskan berikut ini:

a. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

Al-Qur‟an merupakan kalamullah yang terjaga kemurniannya

sampai kapanpun dan sudah dijamin kemurniannya oleh Allah

SWT. Sebagai seorang mukmin, salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT

adalah dengan membaca, mengamalkan ataupun menghafalkan

Al-Qur‟an. Menghafal Al-Qur‟an bukan merupakan hal yang

mudah. Di mana bagi seseorang yang mampu menghafalkan Al-

Qur‟an akan dijanjikan dengan pahala yang banyak dan

kemuliaan-kemuliaan lainnya.

Sebagai santri dan santriwati yang belajar di pondok

pesantren Tahfiz yang dituntut dengan kemampuan menghafal

Al-Qur‟an dengan baik, mudah dan cepat. Mereka harus berusaha

keras agar bisa menghafal di tengah-tengah aktivitasnya sebagai

seorang santri. Di Pondok Pesantren Tahfiz Al-Qur‟an Al-Mubarak

Kota Jambi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

didirikan untuk mencetak generasi-generasi penghafal Al-Qur‟an.

Di pondok tersebut mayoritas santrinya adalah usia sekolah.

Oleh karena itu baik dari pengasuh maupun dari santri berusaha

mencari berbagai strategi dalam menghafalkan Al-Qur‟an agar

mampu menghafal Al-Qur‟an 30 juz meskipun memiliki kegiatan-

kegiatan lain sebagai seorang santri. Berikut berbagai strategi

yang digunakan dalam menghafal Al-Qur‟an Pondok Pesantren

Tahfiz Al-Qur‟an Al-Mubarak Kota Jambi.

1) Adanya Tata Tertib Pondok Pesantren

Tata tertib merupakan hal yang tidak asing lagi bagi santri,

dengan adanya tata tertib, santri akan lebih disiplin dalam

melaksanakan program kegiatan yang diadakan di pondok

197

pesantren. Tanpa adanya tata tertib, santri akan bertindak

semaunya sendiri dan tentunya tujuan dari pondok pesantren

tidak akan terwujud. Sesuai dengan kekhususan Ma'had, kegiatan

tahfiz (menghafal Al-Qur‟an menjadi kegiatan utama. Hal ini

dilaksanakan khusus di pagi hari, dari jam 08.00- 11.00, dengan

kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a) Disiplin datang dan belajar mengajar

- Setiap pagi masing-masing ustaz datang mengajar tepat jam

8.00 wib dan pulang tepat jam 11.00 wib;

- Santri yang datang terlambat dikenakan hukuman, berupa

berdiri, denda atau yang lainnya;

- Setiap santri-santriwati/kelas di absen dua kali, pagi jam 7.30

wib dan siang jam. 11 wib, termasuk mengabsen santriwati

yang uzur;

- Santri yang tidak hadir dipanggil;

- Santri yang belum siap setoran/ujian atau tidak siap

nyetor/ujian dihukum tegak sampai siap setoran/ujiannya;

- Jadwal belajar pagi digunakan untuk setoran/ujian baru dan

sima‘an hafalan lama, baik dengan cara disimak atau disoal;

- Masing-masing ustaz mengontrol simaan hafalan anak

didiknya setiap hari;

- Setiap santri/santriwati setiap hari diwajibkan untuk setoran 1

(satu) halaman hari dan simaan 1/4 Juz (dibawah 5 Juz) dan

1/2 Juz (di atas 5 Juz/ustaz-ustazah);

- Masing-masing kelas harus membentuk pasangan

sima‘annya, dan yang tidak melaksanakan simaan pada

jadwal sima‘an harus diberi hukuman;

- Setiap kelas harus duduk pada kelas masing-masing dan tidak

boleh berpencar atau berkeliaran selama jadwal belajar

berlangsung;

- Ustaz/ustazah boleh meninggalkan kelasnya saat nyetor atau

198

sima‟an dengan ustaz masing-masing;

- Dalam memberikan hukuman diharapkan tidak dengan

kekerasan seperti menampar atau menyakiti jasmani lainnya,

tetapi diusahakan yang bermanfaat dan mengandung nilai

pelajaran.

b) Disiplin Berpakaian

- Setiap ustaz/ustazah harus berpakaian rapi, sopan dan tidak

memakai pakaian yang dilarang saat belajar serta

menerapkannya kepada kelas masing-masing;

- Laki-laki hendaknya berpakaian baju seragam, atau kain, baju

kemeja panjang/atau pakai jubah dengan celananya dan

kopiah menutup semua kepala, tidak boleh rambut depan

kelihatan, tidak boleh memakai kaos;

- Perempuan hendaknya berpakaian seragam, atau rok, baju

kurung lengan panjang dan berjilbab rapi, tidak boleh

memakai baju kaos, celana atau baju kemeja serta baju yang

sempit.

c) Disiplin Kegiatan

- Setiap ustaz/ustazah diwajibkan mengikuti semua kegiatan

sebagaimana santri/santriwati lain;

- Masing-masing ustaz/ustazah di samping mengikuti semua

kegiatan, diharapkan juga mengontrol santri/santriwati dalam

kegiatan tersebut;

- Setiap ustaz-ustazah ditunjukkan dan diharapkan

melaksanakan sungguh-sungguh tugas yang telah ditentukan,

sesuai dengan bidang pengawasan masingmasing;

- Diharapkan dengan sangat semua majelis guru dapat dengan

bersungguh-sungguh untuk menunaikan bagian pengawasan

masing-masing, sebagai bentuk keikhlasan, kesungguhan,

pengabdian dan kecintaan kita kepada Al-Qur‟an dan kepada

pondok pesantren;

199

- Hendaknya antara satu bidang dengan bidang lain atau

apabila ada suatu persoalan dikoordinasikan dan dibicarakan

dengan ustaz/ustazah lain atau dengan koordinator umum.334

Tata tertib tersebut di atas dengan mudah dapat dibaca di

kantor ma‟had, di ruang serba guna dengan tujuan semua warga

pondok dapat membaca dan mematuhi tata tertib tersebut agar

mutu pondok tetap baik dan terus berkembang untuk masa

mendatang. Hal ini di ungkapkan oleh Ustaz M. Daud H. Ahmad

Mubarak Al-Hafiz.

Untuk mendisiplinkan santri dalam melaksanakan kegiatan

pondok, khususnya kegiatan tahfiz, kami telah membuat tata tertib

untuk dipatuhi bersama dan dapat dibaca oleh siapa saja yang

datang di pondok ini, bahkan tata tertib ini sudah disampaikan

kepada orang tua santri yang ingin memasukan anaknya di

pondok ini.335

Dalam penerapannya, tata tertib di atas berlaku secara

merata, termasuk pengelola, ustaz dan ustazah dan terlebih

kepada para santri, sebagaimana yang di ungkapkan oleh ustaz

Syarifuddin;

Kalau kita perhatikan tata tertib yang ada di pondok ini,

semuanya kena tidak ada pandang bulu, siapa yang melanggar

akan ada teguran baik secara lisan maupun tertulis, kalau santri

ada sanksi berupa hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran

yang mereka perbuat.336 Bentuk saksi yang diberikan oleh

Pembina pondok bervariasi sesuai dengan tingkat pelanggaran

para santri, seperti membersihkan WC, membersihkan sampah

dan menulis ayat yang belum dihafalnya.337

Menurut pengelola pondok salah satu tujuan adanya tata tertib

334

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2021. 335

Mubarak, Wawancara. 336

Amir, Wawancara. 337

Observasi, 11 Juli 2021.

200

pondok adalah untuk dijadikan rambu rambu dalam keseharian

warga pondok, dan untuk meningkatkan disiplin santri, sebab

menghafal Al-Qur‟an tidak adanya disiplin, maka akan

menemukan kesulitan dalam pelaksanaannya.338

Dengan demikian tata tertib yang ada di Pondok Pesantren Al-

Mubarak dapat diproyeksikan untuk meningkatkan mutu hafalan,

karena salah kunci keberhasilan dan kesuksesan adalah disiplin

dalam mematuhi aturan yang telah ditetapkan secara bersama.

2) Motivasi dari Pengasuh

Salah satu usaha yang dilakukan oleh para pembina tahfiz di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi untuk menumbuhkan

semangat para santri untuk menghafal Al-Qur‟an adalah motivasi

atau dorongan semangat. Motivasi atau semangat baik secara

tertulis terencana, maupun secara lisan dan spontanitas pada saat

aktivitas tahfiz.

Dalam realisasinya, ada beberapa bentuk maotivasi yang

dilakukan oleh pihak pembina tahfiz di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, yaitu:

a) Memberikan Angka

Memberikan angka atau nilai yaitu sebagai suatu simbol

dari hasil aktivitas seorang santri, dalam memberikan angka

atau nilai maka santri akan mengetahui hasil kemampuan diri

sendiri, setiap santri mendapatkan nilai yang bervariasi.

Memberikan nilai kepada santri dapat memberikan dorongan

maupun motivasi agar hasilnya dapat ditingkatkan lagi.

Para pembina atau ustaz berusaha memberikan motivasi

kepada santri agar dapat menemukan berbagai potensi yang

dimilikinya, memberikan motivasi santri agar dapat mencapai

dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka,

sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan

338

Mubarak, Wawancara.

201

berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif.

Santri merupakan individu yang unik. Artinya, tidak ada

dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin

individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya

mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, dan

kemampuan. Di samping itu setiap individu juga adalah

makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan

mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang

menuntut ustaz harus memberikan motivasi kepada santri.

Tugas ustaz adalah menjaga, membimbing, dan

memotivasi agar santri dapat tumbuh dan berkembang sesuai

dengan potensi, minat dan bakatnya. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Ustaz M. Daud H. Ahmad Mubarak Al-

Hafiz tentang cara ustaz memotivasi santri dalam

meningkatkan semangat menghafal Al-Qur‟an, ia

mengatakan: “Cara memotivasi santri agar semangat belajar

yaitu memberikan nilai, angka simbol pada buku setoran

hafalan kepada santri agar santri mengetahui hasil dari

kemampuannya masing-masing, dan dalam buku setoran

hafalan tersebut akan diketahui akan tingkat kemampuan dan

apabila rendah maka santri akan mengulang hafalannya dan

tidak dibenarkan untuk menambah hafalan baru sebelum

hafalan yang ada bernilai baik atau sempurna.339

Lebih lanjut Ustaz Syarifuddin Amir menjelaskan, bahwa

di pondok ini kami sediakan buku setoran hafalan yang

diberikan kepada setiap santri, dalam buku tersebut berisi

catatan-catatan hafalan santri, baik hafalan atau setoran baru

maupun hafalan lama, semuanya ada catatan dalam buku

tersebut, dari buku tersebut akan diketahui jumlah hafalan

yang dimiliki oleh masing-masing santri dan diketahui tentang

339

Mubarak, Wawancara.

202

kualitas dan kemampuan jumlah hafalan setiap harinya.340

Berdasarkan uraian ini dapat dikatakan bahwa, ustaz

memberikan nilai sewaktu-waktu dapat berubah sesuai

dengan kualitas dan kuantitas hafalan santri itu sendiri. Dalam

suatu proses pembelajaran, ustaz seharusnya memberikan

penjelasan kepada santri bahwa santri harus bersikap amar

ma„ruf nahi munkar.

b) Pujian

Memberikan pujian terhadap santri dalam meningkatkan

kemampuan hafalan adalah sesuatu yang diterapkan pada

setiap ustaz. Adanya suatu pujian berarti adanya suatu

perhatian yang telah diberikan terhadap santri. Persaingan

sesama santri akan menimbulkan semangat yang tinggi dalam

meningkatkan kemampuan menghafal Al-Qur‟an.

Sebagaimana hasil pemaparan ustaz Syarifuddin Amir: “Saat

santri mendapatkan nilai atau hafalan yang bagus atau

sempurna, maka memberikan pujian baik secara spontan atau

lisan maupun secara tertulis dengan bahasa, mengajimu

sudah bagus dan tingkatkan kembali, atau selamat untuk

kemajuan hafalanmu”.341

Peran motivasi ustaz sangat penting dalam dunia

pendidikan tahfiz karena selain berperan mentransfer ilmu

pengetahuan kepada santri, ustaz juga dituntut memberikan

penanaman pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter

yang baik bagi santri-santrinya.

c) Hadiah

Hadiah merupakan suatu pemberian yang berupa kenang-

kenangan terhadap santri yang telah mendapatkan prestasi

dalam menghafal. Hadiah juga akan meningkatkan semangat

340

Amir, Wawancara. 341

Ibid.

203

karena santri telah menganggap sebagai suatu penghargaan

yang sangat berharga bagi santri itu sendiri. Selain itu

pemberian hadiah yang dilakukan oleh ustaz untuk santri akan

memotivasi santri untuk terus meningkatkan kualitas dan mutu

hafalannya secara konsisten dan terus-menerus.

Dalam realitasnya pemberian hadiah sebagai bentuk

motivasi yang diproyeksikan dapat meningkatkan mutu

hafalan dilakukan sebagai hadiah mingguan, hadiah bulanan

dan hadiah tahunan, sebagaimana yang diungkapkan oleh

Ustaz Syarifuddin Amir;

Untuk memotivasi santri agar semangat dalam menghafal

kami sediakan hadiah berupa buku, Al-Qur‟an, piagam,

biasanya berikan kepada santri disetiap hari Jum‟at pada

berkumpul di aula atas prestasi yang mereka dapatkan dalam

satu minggu, atau dalam satu bulan.342

Menurut santri yang bernama Akbar, hadiah setiap

minggu atau setiap bulan sangat senang dan tambah

semangat untuk belajar dan menambah hafalan, karena

diumumkan di depan kawan-kawan, dan merupakan

kebanggaan tersendiri.343

Berdasarkan data di atas, dapat dipahami bahwa

pemberian hadiah dapat memotivasi santri untuk

meningkatkan hafalannya karena termotivasi adanya hadiah,

walaupun tujuan utamanya bukan untuk mencari hadiah,

melainkan untuk menghafal Al-Qur‟an.

Dari hasil pemaparan di atas dapat diketahui bahwa

bentuk pemberian motivasi ustaz dalam meningkatkan

kemampuan menghafal Al-Qur‟an seperti memberi angka,

hadiah, pujian, sangat berperan penting terhadap santri,

342

Amir, Wawancara. 343

Akbar, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

204

karena santri sudah banyak yang dapat menghafal Al-Qur‟an

dengan baik dan benar.

Pada dasarnya bentuk motivasi yang diterapkan di

Pondok Pesantren Al-Mubarak berupa motivasi instrinsik dan

ekstrinsik. Motivasi Instrinsik berupa dorongan yang berasal

dari dalam diri santri itu sendiri. Dorongan-dorongan dari

dalam diri santri timbul secara terarah ataupun sadar agar

mencapai suatu tujuan yang ditentukan. Oleh sebab itu

keberadaan motivasi dalam diri santri mempunyai andil dan

peran yang besar. Wujud motivasi dalam bentuk ini dengan

dikumpulkannya santri dalam setiap hari jum‟at dengan

memberikan semangat dan motivasi untuk terus mengulang

dan menambah setoran hafalannya, sebab motivasi dalam

bentuk ini, diyakini hasilnya juga akan baik dan tahan lama.344

Selain motivasi di atas, motivasi ekstrinsik merupakan

tenaga pendorong yang berasal dari luar santri. Seorang ustaz

dapat memberikan motivasi terhadap santri dengan beberapa

cara menghafal, ketepatan dalam menggunakan metode yang

tepat. Sehingga santri dapat lebih aktif dalam menghafal.

Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi

pada aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan

berdasarkan dorongan dari luar juga. Adapun dorongan

ekstrinsik yang dilalukan oleh ustaz agar dapat mendorong

motivasi santri dalam belajar seperti memberikan arahan

belajar yang berkopetensi dan penghargaan karena biar ada

kemajuan dalam menghafal para santri.

3) Penyegaran

Penyegaran merupakan hal yang penting dilakukan, karena

dengan penyegaran dapat menjadikan santri yang sebelumnya

tidak semangat akan lebih semangat, dengan penyegaran juga

344

Observasi, 12 Juli 2021.

205

dapat menghilangkan kebosanan. Apalagi dalam menghafal Al-

Qur‟an sebuah rutinitas yang monoton, sehingga bisa timbul

kebosanan atau rasa malas.

Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi juga

mengadakan kegiatan selingan agar santri lebih semangat dalam

setoran hafalan Al-Qur‟an. Berikut keterangan santri dalam upaya

menghadapi kejenuhan yang dialami ketika menghafalkan Al-

Qur‟an. ”Kalau ngantuk itu biasanya strategi saya keluar kelas

untuk minum atau membasuh muka. Kalau malas, nah itu

menghafal tidak bisa masuk-masuk biasanya saya selingi

kegiatan lain, main dengan kawan-kawan atau jalan-jalan dulu

setelah itu ngaji lagi.345

Santri lain juga mengungkapkan untuk menghilangkan

kebosanan, kami butuh istirahat atau santai santai sejenak,

soalnya apa? Kan kita juga bosan tuh kalau ngaji terus,

terkadang kita memang ya butuh buat jalan-jalan atau main-main,

walaupun masih dalam lingkungan pondok. Jadilah yang penting

bisa santai dan menghilangkan kejenuhan.346

Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipapahami bahwa

kegiatan tahfiz adalah kegiatan yang menoton dan rutinitas setiap

hari, karena itu diperlukan waktu-waktu tertentu untuk istirahat

dari aktivitas tersebut, walaupun masih tetap dalam lingkungan

pondok.

4) Tahsin dan Tahfiz

Menghafal Al-Qur‟an membutuhkan metode yang tepat, guru

harus sadar bahwa santri yang datang ke pondok sangat

membutuhkan ilmu terutama dalam mempelajari dan menghafal

Al-Qur‟an sebagai niat utamanya. Hal ini mewujudkan berbagai

persoalan dalam menghafal dari segi pengetahuan dan prinsip

345

Radit, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 346

Aditia, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

206

hidup santri

Keberhasilan sebuah pembelajaran, ustaz atau guru

merupakan komponen yang menentukan, sebab guru merupakan

orang yang secara langsung berhadapan dengan para santri,

ustaz atau guru berperan sebagai perencana pembelajaran,

sebagai implementator dan atau mungkin keduanya.

Dalam implementasinya, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota

Jambi, memulai kegiatan tahfiz atau menghafal Al-Qur‟an dengan

kegiatan tahsin terlebih dahulu, santri tidak akan memulai

menghafal apabila tahsin belum lulus, sebagaimana yang

diungkapkan oleh ustaz syarifuddin;

Untuk memperkenalkan santri pada kegiatan tahfiz, terlebih

dahulu anak-anak yang masuk di pondok ini ditahsinkan terlebih

dahulu, sebab tahsin dianggap paling mendasar atau paling

penting bagi seorang yang ingin membaca atau menghafal Al-

Qur‟an, selagi tahsin belum baik maka anak-anak belum

diperkenalkan untuk memulai menghafal.347

Demikian juga informasi dari santri yang bernama Ihsan,

beliau mengatakan: “Kami belajar pertama kali di sini adalah

belajar mengaji dengan baik, belajar ilmu tajwid, cara menyebut

huruf, mengaji dengan irama tertentu, dan membenarkan bacaan

secara umum, selagi belum lulus di tahsin kami tidak mulai

menghafal.348

Dari data di atas, diketahui bahwa kegiatan tahsin adalah

kegiatan awal bagi para calon penghafal Al-Qur‟an, kegiatan

tersebut adalah kegiatan wajib bagi semua santri yang ada di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.

Realitas yang ada di lapangan bahwa kemampuan membaca

Al-Qur‟an bagi para santri pada awalnya sangat bervariasi. Ada

347

Amir, Wawancara. 348

Ihsan, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

207

santri masuk di pondok sudah dibekali dengan kemampuan

membaca Al-Qur‟an sudah baik, bahkan sudah ada yang hafal

beberapa juz. Santri dengan kemampuan seperti ini tidak banyak

menemukan kesulitan dalam kegiatan tahsin, ada juga santri yang

masuk kepondok ini dengan kemampuan membaca Al-Qur‟an

masih kurang, masih belum tahu hukum-hukum tajwid, mad dan

sebagaimana, bagi santri dengan kondisi seperti ini, biasanya

kegiatan tahsin lebih lama. Ada juga santri yang masuk ke pondok

ini dengan kemampuan membaca Al-Qur‟an sangat kurang,

sehingga kegiatan tahsin bagi mereka memerlukan waktu yang

lama, namun demikian semua santri tetap dibimbing dan

diperlakukan sama, yaitu harus melalui program tahsin terlebih

dahulu, yang membedakan hanya waktu lamanya kegiatan

tahsin.349

Hal tersebut diungkapkan oleh M. Daud H. Ahmad Mubarak:

santri di sini bermacam-macam kemampuannya, ada yang baru

alifan atau bahasa kini masih iqra‟ sudah berkeinginan menghafal,

ada juga sudah bisa membaca, tapi sekedar membaca, tidak ada

hukum-hukum bacaan yang dipraktekan, ada juga yang sudah

bagus bacaannya, bahkan ada yang sudah ada hafalannya

beberapa juz. Anak yang masuk dalam katagori ini tinggal

menyamakan irama sebagai ciri khas Pondok Pesantren Al-

Mubarak.350

Kegiatan tahsin, waktunya bervariasi, sesuai dengan

kemampuan santri, Ustaz Syarifuddin Amir mengatakan: Kegiatan

tahsin bermacam-macam lamanya, pada umumnya paling cepat

dua bulan, biasanya santri yang seperti ini, kemampuan dasar

membaca Al-Qur‟an sudah baik, paling lamanya relatif, ada yang

sampai satu tahun masih berada dalam program tahsin, belum

349

Observasi, 25 Juni 2021. 350

Mubarak, Wawancara.

208

beralih keprogram tahfiz, biasanya anak-anak yang lama dalam

kegiatan tahsin karena mereka masih lemah atau kurang

pengetahuan dasar dalam mengaji.351

Data yang sama disampaikan oleh santri yang bernama

Muslim, ia mengatakan: Saya dulu kegiatan tahsinnya tiga bulan

baru lulus, dan dibolehkan mengikuti tahfiz, padahal saya sudah

bisa mengaji menurut orang tua saya, tapi kenyataannya lama

baru dibolehkan tahfiz, sekarang baru tiga juz hafalan saya

padahal sudah satu tahun mondok di sini.352

Berbeda dengan santri yang bernama Kamaluddin, ia

mengungkapkan, saya sudah satu tahun di sini, baru bulan

kemaren memulai kegiatan tahfiz, selama sepuluh bulan saya

mengikuti kegiatan tahsin karena memang saya masuk pondok

ini, bacaan saya masih kurang, belum tahu panjang pendek,

berdengung atau tidaknya.353

Berdasarkan keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa salah satu prasyarat yang wajib dilewati oleh santri untuk

masuk dalam program atau kegiatan tahfiz adalah memperbaiki

bacaan atau tahsin sebagai modal yang sangat mendasar bagi

penghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.

Setelah santri berada dalam kegiatan tahfiz, kreativitas guru

atau ustaz untuk membimbing atau membina santri sangat di

butuhkan. “Dalam pelaksanaan tahfiz, Metode yang digunakan

bervariasi, sesuai kemampuan dasar yang dimiliki dari masing-

masing santri, pertama-tama secara bersama-sama guru yang

memulai baru peserta didik untuk memudahkan peserta didik

supaya mudah dalam menghafal dan dengan menggunakan

metode sima’i, takrir dan metode kitabah dan gabungan.354

351

Amir, Wawancara. 352

Muslim, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 353

Kamaluddin, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 354

Observasi, 25 Juli 2021.

209

Ustaz memberikan arahan terlebih dahulu dengan

menggunakan metode mendengar dan mengulang hafalan atau

kitabah dan gabungan karena metode juga merupakan hal yang

sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan

direncanakan, sebagian peserta didik belum paham dalam

menghafal karena belum lancar membaca Al-Qur‟an untuk itu

diberikan arahan terlebih dahulu. Sesuai pernyataan seorang

santri yakni Mardianto, mengemukakan bahwa: santri diwajibkan

dalam menghafal secara bertahap setelah satu kalimat dihafal dan

lancar lalu ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya

sehingga sempurna menjadi satu ayat dan mengulang-ulang

hafalan agar tidak mudah lupa.355

Dalam penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi

sangat membantu santri dalam menghafal dan hafalannya terus

meningkat dan bertambah dan tidak merasa bosan dan jenuh

dalam proses pembelajaran seperti yang diungkapkan oleh

Ahmad Yasin bahwa: Memberi pemahaman pada santri agar

mudah dalam menghafal ialah penggunaan berbagai variasi

metode mengajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan santri,

ini akan membuat santri memiliki kemampuan hafalan yang lebih

baik.356

Dari beberapa keterangan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa salah satu langkah yang ditempuh oleh Pondok Pesantren

Al-Mubarak Kota Jambi untuk meningkatkan kualitas dan mutu

hafapan diawali dengan program tahsin, setelah lulus tahsin baru

dilanjutkan dengan program tahfiz, setelah proses tahfiz

dilaksanakan, metode yang digunakan bervariasi sesuai

kebutuhan dan kemampuan dasar santri yang menjadi binaan.

5) Membuat target

355

Mardianto, Wawancara dengan penulis, 25 Juli 2021. 356

Ahmad Yasin, Wawancara dengan penulis, 25 Juli 2021.

210

Perencanaan dikenal dengan membuat daftar harian, untuk

mengelola manajemen waktu yang baik yaitu dengan cara

membuat daftar perencanaan terkait hal-hal yang akan dilakukan,

sehingga akan membantu santri untuk memilah tugas atau

pekerjaan yang penting terlebih dahulu yang harus dilakukan dari

pada melakukan sesuatu hal yang bukan merupakan priotas

utama terlebih dahulu. Untuk itu perlu mengelompokkan setiap

kegiatan yang akan dilakukan dalam buku harian supaya dapat

mengetahui mana tugas yang harus diselesaikan sekarang dan

tugas yang boleh ditunda.

Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, target ini

dituangkan dalam buku setoran hafalan, dalam buku tersebut di

tuangkan waktu setoran hafalan dan mengulang hafalan yang

sudah ada, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 13

Buku Target Hafalan Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi.357

NO Hari/Tanggal

SUBUH

MAGHRIB

ISYA`

Juz Pjk Prf Ket

Juz Pjk Prf Ket

Juz Pjk Prf Ket

1 Selasa, 01-01-2019

2 Rabu, 02-01-2019

3 Kamis, 03-01-2019

4 Jum`at, 04-01-2019

5 Sabtu, 05-01-2019

6 Minggu, 06-01-2019

7 Senin, 07-01-2019

8 Selasa,08- 01-2019

9 Rabu, 09-01-2019

10 Kamis, 10-01-2019

11 Jum`at, 11-01-2019

357

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

211

NO Hari/Tanggal

SUBUH

MAGHRIB

ISYA`

Juz Pjk Prf Ket

Juz Pjk Prf Ket

Juz Pjk Prf Ket

12 Sabtu, 12-01-2019

13 Minggu, 13-01-2019

14 Senin, 14-01-2019

15 Selasa, 15-01-2019

16 Rabu, 16-01-2019

17 Kamis, 17-01-2019

18 Jum`at, 18-01-2019

19 Sabtu, 19-01-2019

20 Minggu, 20-01-2019

21 Senin, 21-01-2019

22 Selasa, 22-01-2019

23 Rabu, 23-01-2019

24 Kamis, 24-01-2019

25 Jum`at, 25-01-2019

26 Sabtu, 26-01-2019

27 Minggu, 27-01-2019

28 Senin, 28-01-2019

29 Selasa, 29-01-2019

30 Rabu, 30-01-2019

31 Kamis, 31-01-2019

Buku target hafalan di atas, dicetak dalam bentuk buku dan

para santri wajib memilikinya. Dengan adanya buku setoran

hafalan akan diperoleh gambaran tentang perkembangan hafalan

para santri secara individual karena dalam buku kontrol diuraikan

secara rinci dan di paraf oleh Pembina tahfiz.

Menurut penjelasan ustaz syarifuddin, buku target hafalan di

atas berfungsi untuk mengontrol hafalan santri, dan diberlakukan

kepada semua santri yang ada di Pondok Pesantren Al-

212

Mubarak.358

Kemampuan dalam mengendalikan waktu dan menggunakan

waktu yang ada secara produktif berbeda-beda pada setiap santri.

Kemampuan mengendalikan waktu adalah tata cara atau langkah-

langkah yang harus dilakukan dari mulai perencanaan sampai

dengan evaluasi, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam hal ini santri mampu menggunakan waktu dengan baik

sesuai dengan tujuannya, yaitu dengan membuat jadwal harian

dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mempu

menentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menambah wawasan

dan meninggalkan hal-hal yang dapat menghambat dalam

mencapai tujuannya. Prinsipnya adalah dalam menghafal bukan

mencari waktu luang tetapi meluangkan waktu untuk Al-Qur‟an.

Sehingga tidak ada kata sibuk atau alasan berupa banyak

tugas yang harus dikerjakan sehingga tidak membaca Al-Qur‟an,

tetapi santri mencari waktu untuk membaca Al-Qur‟an. Diri kita

sendiri yang mengendalikan waktu, jika pengendalian waktu baik

maka kita akan mudah mencapai tujuan, sebaliknya juga

pengendalian waktu yang kurang maka kita akan dihanyutkan

oleh waktu tersebut tanpa menghasilkan apa-apa atau dengan

kata lain waktu kita akan terbuang sia-sia.

6) Menganggap bahwa menghafal Al-Qur‟an mudah

Seseorang yang memiliki anggapan atau keyakinan

bahwasanya menghafal Al-Qur‟an bukan merupakan hal yang sulit

akan menjadikannya lebih semangat dalam menghafalkan Al-

Qur‟an. Jika dalam diri seseorang sudah tertanam bahwasanya

menghafal Al-Qur‟an itu mudah akan sedikit mengurang rasa

cemas yang ada dalam dirinya. Sebaliknya jika memiliki anggapan

bahwa menghafalkan Al-Qur‟an merupakan hal yang sulit akan

358

Amir, Wawancara.

213

menjadikan seseorang memiliki tekanan batin dan akan

mengganggu pikirannya dalam membghafalkan Al-Qur‟an. Hal ini

disampaikan oleh Khairunnisa sebagai berikut. ”Menurut saya

sebenarnya berat. Tapikan gini tegantung keyakinan. Dulu aku

waktu masih setahun menghafal itu mudah banget. Terus tengah-

tengah agak sulit. Sekarang lebih sulit. Soalnya menjaganya yang

berat.359

Adanya prinsip yang ditanamkan kepada santri seperti ini,

akan menjadikan seseorang lebih semangat dalam menghafalkan

Al-Qur‟an. Karena anggapan bisa jadi akan menjadi kenyataan.

Jika menganggap menghafal Al-Qur‟an adalah mudah, meskipun

ayatnya sulit akan tetap semangat menghafal sampai hafal. Ketika

sebaliknya, menganggap bahwa menghafal itu sulit dan

menemukan ayat yang sulit untuk dihafal akan menjadikan tidak

semangat karena dari awal sudah memiliki anggapan bahwa

menghafal itu sulit. Memiliki anggapan atau keyakinan dalam

menghafal Al-Qur‟an itu mudah sangat penting sebagai faktor

pendukung dalam peningkatan kualitas hafalan Al-Qur‟an bagi

santri.

7) Faktor orang tua

Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dan

penting terhadap seorang anak. Orang tua selain sebagai

pendukung keberhasilan seorang anak dari segi materi

tetapi juga dari segi dorongan berupa semangat dan do‟a. Hal

ini sesuai dengan keterangan santri yang bernama Sudirman.

Kalau motivasi ya yang pertama karena memang usia saya

sudah agak dewasa saya ya pengen segera khatam. Yang kedua

karena orang tualah kan kita tau betapa susahnya orang tua.

Yang ketiga itu karena diri saya sendiri, saya kadang juga mikir-

mikir kalau bukan dari saya sendiri yang memunculkan semangat

359

Khairunnisa, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

214

mau siapa lagi kan semangat paling membara itu, semangat yang

tumbuh dari diri sendiri.360

Dalam menghafalkan Al-Qur‟an salah satu senjata yang paling

ampuh dalam memicu semangat adalah orang tua. Dengan

mengingat perjuangan orang tua akan menjadikan diri merasa

bersalah jika tidak membalasnya dengan balasan yang paling baik

yang mampu diberikan kepada kedua orang tua.

Menghafal Al-Qur‟an adalah salah satu hadiah yang paling

indah yang bisa diberikan kepada kedua orang tua di akhirat nanti.

Hal yang sama juga disampaikan oleh santri yang bernama Arini:

Saya berasal dari kampung yang jauh, orang tuaku seorang

petani, dan kemampuan membaca Al-Qur‟annya pas pasan, tapi

karena perhatiannya yang cukup tinggi untuk menjadikan anak-

anaknya penghafal Al-Qur‟an, maka sebagai anak merasa

bersalah kalau tidak semangat untuk belajar, dan orang tua akan

merasa kecewa terhadap kami nantinya apabila tidak berhasil

khatam hafalannya.361

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ustaz Syarifuddin Amir,

ia mengungkapkan bahwa salah satu bentuk motivasi yang

mampu menyemangati anak-anak adalah pesan dan amanat

orang tua santri dan perhatian yang penuh, sebab ada beberapa

anak yang gagal atau tidak berhasil dalam menghafal Al-Qur‟an di

pondok ini, karena orang tua kurang memberikan motivasi kepada

anak-anaknya.362

Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwasannya orang

tua adalah faktor pendukung seseorang dalam menghafalkan Al-

Qur‟an

8) Mengadakan Wisuda Tahfiz Al-Qur‟an

Adanya wisuda tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap

360

Sudirman, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 361

Arini, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 362

Amir, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

215

tahun yang dihadiri para orang tua santri yang telah

menyelesaikan hafalannya, memberikan efek positif terhadap

motivasi santri lainnya untuk semangat dalam menghafal Al-

Qur‟an, hal ini diungkapkan oleh santri yag bernama Agus;

Melihat kawan-kawan diwisuda, rasanya kepingin juga seperti

itu, tapi kami belum khatam, jadi belum bisa mengikuti wisuda,

apalagi wisudanya dihadiri oleh orang tua, betapa bahagianya

orang tua kalau kita bisa menjadi hafiz Al-Qur‟an.363

Adanya semangat yang timbul setelah melihat teman-

temannya di wisuda membawa efek positif bagi kebanyakan

santri, santri-santri banyak bersemangat untuk cepat-cepat

menghatamkan hafalannya agar wisuda berikutnya dia lagi yang

diwisuda.

9) Mengadakan Lomba Antar santri

Lomba adalah salah satu upaya dalam meningkatkan mutu

pembelajaran bagi santri. Para santri berkompetisi dengan santri

lainnya yang berasal dari intern pesantren. Tujuan utama dibentuk

sebenarnya adalah silaturrahmi dan ta‟aruf. Selain itu, para santri

menunjukkan potensinya masing-masing mereka dapat saling

mengenal satu sama lain dan berintreaksi langsung. Adapun

diperlombakan yaitu lomba tahfiz Al-Qur‟an, lomba diadakan

sebagai salah satu cara meningkatkan mutu bagi santri sendiri,

biasanya kami mengadakan perlombaan ini dalam rangka

memperingati Tahun Baru Islam, yang panitianya adalah

perwakilan dari beberapa guru/ustaz/ustazah. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Jauhari Muhammad Syukur, salah satu

pengelola Pondok Pesantren Al-Mubarak.

Kami setiap tahun mengadakan lomba tahfiz antara santri,

biasanya diadakan dalam rangkat memperingati tahun baru

hijriah, lombat dikelompokan dalam beberapa kelompok, seperti 1

363

Agus, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021.

216

juz, 5, 10, 15, 20 dan 30 juz dan terbuka untuk seemua santri,

tujuannya untuk mengetahui kualitas hafalan santri dan sebagai

motivasi bagi santri, sekaligus mengevaluasi kemampuan hafaln

para santri.364

Dari beberapa keterangan di ataas, dipahami bahwa untuk

meningkatkan kualitas dan mutu santri dalam menghafal Al-

Qur‟an, pihak pondok telah melaksanakan beberapaa aksi mulai

dari memotivasi santri hingga mengadakan lomba antara santri.

Selain beberapa strategi yang ditempuh oleh Pondok

Pesantren Al-Mubarak yang telah diuraikan di atas, ada satu

pembiasaan yang dilakukan secara rutin setiap selesai

melaksanakan salat magrib secara jama‟ah yakni pembiasaan

melaksanakan pembacaan surat y s n, baik santri dan

santriwati.365menurut Ustaz Amir Syarifuddin, kegiatan

pembacaan surat y s n yang dilakukan di pondok pesantren ini

telah berjalan semenjak pondok ini didirikan, dan santri yang ada

di pondok ini hampir semuanya hafal surat y s n karena sudah

terbiasa.366

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pembiasaan ini

dapat menunjang kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an, karena

surat y s n merupakan bagian dari Al-Qur‟an.

b. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

Upaya peningkatan mutu pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi adalah

sebagai berikut:

1) Meningkatkan Motivasi Belajar Santri

Upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala

ini adalah memotivasi santri untuk tetap semangat menjadi

364

Syukur, Wawancara. 365

Observasi, 11 Agustus 2021. 366

Amir, wawancara.

217

hafiz Al-Qur‟an, sebagaimana hasil wawancara penulis

dengan Azkiyatul Fuadah, S.H.I, ustazah tahfiz yang

mengatakan,“Upaya menumbuhkan motivasi santri dalam

menghafal Al-Qur‟an di pesantren ini dengan memberikan

semangat kepada santri dan memberikan pemahaman yang

jelas, benar, dan terus menerus kepada santri mengenai

pentingnya menghafal Al-Qur‟an dan keutamaan bagi orang-

orang yang menghafal Al-Qur‟an dihadapan Allah SWT”.367

Wawancara dengan Najma, santriwati di Pondok

Pesantren Jauharul Falah yang mengatakan: “Guru

menasehati jika ditemukan ada santri yang kurang bermotivasi

belajar dan berkeinginan untuk tidak belajar lagi di pondok

pesantren ini lagi.368

Pemberian motivasi bersifat insidentil dan tidak

terprogram secara baku, kapan saja waktunya selalu diberikan

motivasi kepada santri baik secara pribadi maupun secara

keseluruhan. Pemberian secara pribadi biasanya dilakukan

apabila ada santri yang bermasalah secara pribadi, sementara

pemberian motivasi secara menyeluruh biasanya dilakukan

oeh pimpinan dalam acara-acara tertentu, manakala santri

berkumpul semua. Sesuai dengan penjelasan pimpinan

pondok.

Sebagai lembaga pondok pesantren yang santrinya

datang dari berbagai daerah, tentu memiliki permasalahan

yang berbeda, apalagi santri baru, ada yang tidak betah,

susah menyesuaikan diri dengan kebiasaan pondok, mungkin

di rumahnya selalu dilayani oleh orang tuanya, makannya

enak, tempat tidurnya empuk dan sebagainya, sementara

kehidupan di asrama tidak sebagus itu, makanya kami

367

Azkiyatul Fuadah, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 368

Najma, Wawancara.

218

sebagai pimpinan selalu memberikan motivasi dan semangat

kepada santri supaya mereka menjadi betah dan tetap

semangat.369

Selain pemberian motivasi tersebut di atas, pembina tahfiz

secara klasikal setiap saat selalu memberikan motivasi

kepada santri agar tetap semangat untuk menambah hafalan

dan mengulang hafalan yang sudah ada, agar tidak dilupakan

hal ini diungkapkan oleh koordinator bidang tahfiz, Fathullah

mengatakan, setiap saat apabila dalam kegiatan tahfiz

ditemukan anak-anak yang bermasalah, tidak menambah

setoran hafalan, banyak yang salah apabila muraja‟ah, maka

kami sebagai pembina selalu memberikan motivasi, tidak

memarahi, tidak menghukum mereka.370

Dari wawancara yang dilakukan penulis, dapat diketahui

bahwa upaya guru untuk mengatasi kendala santri dalam

menghafal Al-Qur‟an adalah dengan memberikan motivasi,

semangat dan menjelaskan keutamaan-keutamaan menjadi

Hafiz Al-Qur‟an sehingga para santri menjadi semangat untuk

mencapai cita-cita menjadi hafiz Al-Qur‟an dan mengikuti

semua kurikulum pendidikan yang ada di pondok pesantren

ini.

Realitas bentuk motivasi terhadap para santri ialah

dengan menyampaikan kisah kisah orang sukses dalam

bidang tahfiz dan keutamaan keutamaan yang dimiliki oleh

orang oranng yang hafal Al-Qur‟an.371

2) Santri Mengikuti MTQ

Upaya lain yang dilakukan oleh pihak pondok dan guru

tahfiz dalam meningkatkan motivasi santri dalam mengahafal

Al-Qur‟an adalah Mengikut sertakan santri dalam kegiatan

369

Fadliansyah, Wawancara. 370

Fathullah, Wawancara. 371

Observasi, 5 Agustus 2021.

219

Musabaqah Tilawah Al-Qur‟an (MTQ). Sebagaimana yang

dikatakan oleh Toni Fadliansyah, Pimpinan Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al- Islamy mengatakan bahwa:

“Santri juga mengikuti perlombaan Musabaqah Tilawah

Al-Qur‟an (MTQ), baik ditingkat kabupaten maupun provinsi.

Hal ini dilakukan karena kami ingin kemampuan santri di

Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi ini

lebih baik dalam memahami dan menghayati Al-Qur‟an di

samping ahli dalam pengetahuan dan pengamalan ajaran

agama mereka sendiri”.372

Wawancara dengan salah seorang santriwati yang

bernama Amanda dan ia mengatakan bahwa,“Kami yang

menghafal Al-Qur‟an sering ikut dalam kegiatan Musabaqah

Tilawah Al-Qur‟an (MTQ) baik itu tingkat kabupaten maupun

Provinsi. Hal ini membuat saya bersemangat belajar. Kegiatan

ini diatur oleh guru yang mengajar di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi.373

Upaya untuk meningkatkan motivasi santri dalam

menghafal Al-Qur‟an adalah santri diikutsertakan dalam

Musabaqah Tilawah Al-Qur‟an (MTQ). Banyak santri-santri

yang belajar di pondok pesantren ini mendapatkan prestasi

yang menggembirakan karena memenangkan sejumlah

perlombaan MTQ yang diadakan oleh pemerintah.

3) Mengatur Waktu Menghafal Secara Tertib

Pelaksanaan program tahfiz di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy telah di susun jadwalnya secara

baku dan berbeda dengan jadwal kegiatan pondok pada

umumnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

372

Fadliansyah, Wawancara. 373

Amanda, Wawancara dengan penulis, 11 Aguatus 2021.

220

Tabel 4.14

Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy.374

No Jam Bentuk kegiatan Keterangan

1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran Hafalan

Jadwal ini

berlaku

setiap hari

kecuali hari

minggu

istirahat total

2 06.30 – 07.30 Istirahat

3 07.30 – 11.00 Setoran Hafalan Baru

4 11.00 - 14.00 ISOMA

5 14.00 – 16.00 Mengulang Setoran Hafalan

6 16.00 – 17.30 Istirahat Mandi

7 17.30 – 20.30 Mengulang Hafalan

8 20.30 – 22.00 Belajar Kitab atau Dirasah

9 22.00 – 04.30 Istirahat Tidur

Pelaksanaan pembelajaran menghafal Al-Qur‟an ini bisa

terwujud jika memenuhi unsur-unsur yaitu ada guru, ada

peserta didik, metode dan materi pembelajaran. Sesuai

dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Juaharul Falah Al-Islamy, materi yang

diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Toni Fadliansyah,

S.Pd.I sebagai pimpinan pondok dan juga guru tahfiz

mengatakan bahwa:

“Pesantren ini berusaha mencetak para huffaz (penghafal

Al-Qur‟an) melalui adanya program tahfiz Al-Qur‟an dari hasil

perpaduan dua unsur, yaitu memadukan sistem pendidikan

formal dan sistem pendidikan non formal, setiap santri

diwajibkan menghafal juz amma, sedangkan dari sistem

pendidikan non formal, pihak pondok membuka kelas tahfiz

khusus yakni bagi semua kalangan santri yang ingin

menghafal Al-Qur‟an secara keseluruhan (30 juz), baik yang

masih sekolah maupun yang sudah tidak sekolah. Bagi santri

374

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

221

yang masih sekolah waktu setor mereka pergunakan pada

jam-jam kosong atau pada waktu istirahat sedangkan bagi

santri yang tidak sekolah waktu mengahafal mereka mulai jam

07.30 sampai dengan 12.00. ada yang menghafal dari juz 30

ke bawah dan ada pula yang menghafal dari juz satu ke atas,

tergantung kemampuan dan kemauan masing-masing santri.

Di mana para santri setiap hari diwajibkan setor hafalan

sebanyak satu halaman sehingga dalam sebulan mereka bisa

hafal satu juz karena pihak pondok mempunyai target 5 juz

per semester sehingga dalam waktu tiga tahun santri sudah

bisa mengkhatamkan Al-Qur‟an secara keseluruhan (30

juz).375

Masih menurut Toni Fadliansyah, S.Pd.I, sebagai

pimpinan pondok dan juga ustaz tahfiz mengatakan bahwa:

“Saya mengajarkan anak-anak yang menghafal di sini

terdapat 3 bagian. Pertama ada yang mulai menghafal ayat

dari awal surat Al-Baqarah setiap malamnya, kedua anak-

anak yang menghafal dari juz 30 ada yang mulai dari surat

An-Naba‟, ketiga ada juga yang menghafal surah yang

pendek-pendeknya saja dari juz 30. Santri di sini menghafal

melalui seorang guru untuk membenarkan bacaan santri jika

salah. Hafalan dilakukan setiap hari sebanyak 1 halaman.

Hafalan mulai dari surat An-Nas hingga surat Al-Baqarah

(membalik urutan Al-Qur‟an). Dalam menghafal menggunakan

satu mushaf yang tersedia di pondok ini supaya mudah untuk

menguatkan hafalan.376

Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak

yang belajar menghafal dari juz 1 dan ada juga yang mulai

menghafal dari juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak

375

Fadliansyah, Wawancara. 376

Ibid.

222

memulai dari awal yaitu „Amma Yatas , dan ada juga

surat-surat yang pendek seperti Aḍ -ḍuḥ dan lain-lainnya.377

Kemudian wawancara penulis dengan Fathullah Al-Hafiz,

ustaz tahfiz mengatakan: “Materi yang saya terapkan dalam

menghafal Al-Qur‟an dengan tajwid dan makh rijul ḥur f yaitu

sedikit demi sedikit perkalimat, perayat sesuai dengan

kemampuan anak. Setelah bisa tajwid dan makh rijul ḥur f,

lalu saya perintahkan untuk menghafal sesuai dengan

kemampuannya.378

Berdasarkan pengamatan penulis disaat Fathullah Al-

Hafiz mengajar, beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an

dengan materi tajwid yang mana Fathullah Al-Hafiz membaca

dulu ayat yang akan dihafal anak, lalu anak mengikuti sesuai

dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya untuk

menghafal.379

Kemudian Mukhlisin, ustaz yang mengajar menghafal

Al-Qur‟an mengatakan: “Saya juga mengajarkan materi

setelah anak hafal baru saya perintahkan anak untuk

memperdengarkan hafalan yang sudah saya ajarkan tadi,

untuk memperdengarkan hafalan anak ke saya apakah anak

sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau

belum tepat tajwidnya terkadang saya suruh anak untuk

melancarkannya lagi sampai benar-benar bisa. Jika

kesalahannya sedikit saya suruh untuk melanjutkannya.380

Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan, anak-

anak belajar menghafal satu persatu secara bergantian

menghadap ustaz, menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang

belum lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Tapi

377

Observasi, 18 Juli 2021. 378

Fathullah, Wawancara. 379

Observasi, 18 Juli 2021. 380

Mukhlisin, Wawancara.

223

ada juga yang main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk

memperdengarkan hafalan.381

Hasil wawancara dengan Vania, seorang santriwati tahfiz

mengatakan: “Saya senang menghafal, karena dapat pahala

dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam belajar

materi lain di sekolah khususnya pelajaran yang ada dalil-dalil

Al-Qur‟annya.382

Dalam melaksanakan proses pembelajaran, ada

hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya

minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan,

maka santri itu akan sungguh-sunggu belajar. Setelah

maghrib hingga pagi subuh santri berada di asrama masing-

masing, kegiatan santri di asrama meliputi aktivitas menghafal

Al-Qur‟an, persiapan untuk hafalan esok hari. Guru selalu

memberi nasehat kepada setiap santri agar rajin menghafal Al-

Qur‟an dan memberi hukuman kepada santri yang melanggar

ketentuan menghafal seperti datang terlambat.

4) Mengadakan Wisuda Tahfiz Al-Qur‟an

Sebagai bentuk apresiasi pondok terhadap keberhasilan

santri dalam menghafal Al-Qur‟an, pihak pondok dalam dua

tahun terakhir ini mengadakan wisuda Tahfiz Al-Qur‟an

dengan memberikan penghargaan berupa piagam dari

yayasan. Santri yang diwisuda bukan yang khatam 30 juz, tapi

di bagi dalam beberapa kelompok, yaitu 5, 10,15,20, 25 dan

30 juz, Adanya wisuda tahfiz Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap

dua kali dalam setahun, memberikan efek positif terhadap

motivasi santri lainnya untuk semangat dalam menghafal Al-

Qur‟an, hal ini diungkapkan oleh santri yag bernama Wildan:

381

Observasi, 2 Agustus 2021. 382

Vania, Wawanacara dengan penulis, 2 Agustus 2021.

224

Melihat kawan-kawan diwisuda, apalagi yang sudah khatam

30 juz, rasanya bahagia dan terharu, walaupun bukan saya

yang di wisuda, karena kami baru hafal 3 juz, karena baru

satu tahun mondok, apalagi kalau wisudanya dihadiri oleh

orang tua, betapa bahagianya orang tua kalau kita bisa

menjadi hafiz Al-Qur‟an.383

Adanya semangat yang timbul setelah melihat teman-

temannya di wisuda membawa efek positif bagi kebanyakan

santri, para santri semakin bersemangat untuk cepat-cepat

menghatamkan hafalannya agar wisuda berikutnya dia lagi

yang diwisuda.

5) Hasil Pembelajaran

Berhasil tidaknya santri dalam menghafal Al-Qur‟an,

tergantung dari keseriusan santri itu sendiri dalam belajar.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghafal Al-Qur‟an

bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan

dan juga waktu khusus. Secara kuantitas jumlah peminat

program tahfiz terus mengalami peningkatan dari tahun

ketahun, demikian juga output yang dihasilkan terus

mengalami kemajuan, hal ini dapat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.15

Data Santri Program Tahfiz Pondok Pesantren Jauharul Falah

Al-Islamy Tahun 2021.384

No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Waktu

1 1 – 5 102 1 - 2 tahun

2 6 – 10 17 1 - 2 tahun

3 11 – 15 16 3 - 5 tahun

4 16 – 20 3 3 - 5 tahun

5 20 – 30 7 4 - 5 tahun

383

Wildan, Wawancara dengan penulis, 11 Juli 2021. 384

Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

225

Berdasarkan tabel di atas, dipahami bahwa jumlah hafalan

santri terus mengalami peningkatan dari segi jumlah hafalan,

hal ini salah satu indikator dari adanya peningkatan mutu

hafalan santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy

Muaro Jambi.

Pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy adalah suatu program yang sangat

diutamakan oleh pondok yang menjadi ciri khas pondok

tersebut. Seluruh santri diwajibkan untuk menghafal beberapa

juz, utamanya juz 30, walaupun santri tersebut tidak memilih

program tahfiz. Santri yang mempunyai kemampuan untuk

menghafal dan berminat untuk menghafal secara keseluruhan

yaitu 30 juz mereka boleh memilih untuk program tahfiz yaitu

kelas khusus Tahfiz.

Keberhasilan anak menghafal Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi ditunjukkan

dengan hafalan 30 juz Al-Qur‟an. Pencapaian ini tentunya

merupakan keinginan semua orang. Wawancara dengan

Mukhlisin, guru yang mengajar mengatakan: “Faktor penentu

yang utama keinginan santri menghafal Al-Qur‟an adalah

dorongan dan keyakinan orang tua selalu berkeyakinan anak-

anak mereka akan menjadi penghafal Al-Qur‟an. Antusiasme

orang tua cukup tinggi memasukkan anak ke pesantren ini,

sehingga tidak heran banyak santri berprestasi dalam

menghafal Al-Qur‟an”.385

Melihat fakta di atas dapat diketahui keseriusan pondok

ini dalam membina dan mencetak hafiz Al-Qur‟an serta

mengupayakan mutu hafalan Al-Qur‟an santri agar menjadi

lebih baik. Dari jumlah para penghafal yang ada di atas

385

Mukhlisin, Wawancara.

226

membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik

beratkan pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri.

Selain beberapa strategi yang telah dilakukan di atas, ada

beberapa pembiasaan yang telah dijadikan tradisi di Pondok

Pesantren Jauharul Falah, yakni pembiasaan salat Duha dan

puasa senin kamis bagi semua santri.386meskipun kegiatan

pembiasaan ini tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan

tahfiz, akan tetapi diharapkan dengan pembiasaan mulia ini

dapat menjadikan santri dekat dengan sang Khalik dan bersih

dari dosa, sehingga memudahkan para santri untuk menuntut

ilmu khususnya dalam menghafal Al-Qur‟an.

Hal ini diungkapkan oleh Ustaz Fathullah Al-Hafiz

“pembiasaan salat Duha dan puasa senin kamis sudah

berjalan sejak pondok ini berdiri, dan alhamdulillah berjalan

sampai sekarang, program ini diharapakan menjadi

pembiasaan bagi santri supaya hati semakin bersih dan

diharapkan mendapatkan kemudahan dalam menghafal

Al-Qur‟an.387

c. Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur

Berdasarkan sejarah keberadaan program tahfiz di Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, pada awalnya

adalah rumah tahfiz, terus mengalami kemajuan, sehingga

pengurus yayasan Bustanul „Ulum berinisiatif untuk menyatukan

rumah tahfiz ke dalam yayasan dan mendirikan pondok pesantren.

Animo masyarakat terhadap keberadaan program tahfiz terus

mengalami kemajuan dan jumlah santri terus mengalami

penambahan dari tahun ke tahun, menuntut pihak pengelola untuk

merespon animo masyarakat tersebut dengan mengadakan

beberapa kegiatan-kegiatan untuk menunjang kelancaran program

386

Observasi, 11 Juli 2021. 387

Fathullah, Wawancara.

227

tahfiz dan mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

untuk meningkatkan mutu hafalan santri.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan

pihak Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur,

ada beberapa langkah yang ditempuh untuk meningkatkan mutu

hafalan, yaitu:

1) Motivasi terhadap Santri

Untuk menumbuhkan semangat para santri dalam

menghafal Al-Qur‟an diperlukan motivasi. Motivasi yang sering

dilakukan ada yang secara tertulis seperti piagam, tertuang

dalam buku setoran tahfiz, maupun motivasi secara lisan dan

spontanitas pada saat aktivitas tahfiz.

Bentuk motivasi yang dilaksanakan oleh pihak pengelola

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, dengan memberikan

penilaian dalam bentuk angka atau simbol, maupun dalam

bentuk pujian atas aktivitas tahfiz santri, mendapatkan nilai

yang bervariasi sesuai dengan keberhasilan yang ia peroleh.

Hasil yang diperolehnya dapat memberikan semangat dan

motivasi agar hasil yang ia peroleh semakin mengalami

kemajuan.

Tugas pembina atau ustaz adalah menjaga, membimbing,

dan memotivasi agar santri dapat semangat dalam menghafal

Al-Qur‟an sebagaimana hasil wawancara dengan Ustaz Ihsan

Daim Al-Hafiz tentang cara ustaz memotivasi santri dalam

meningkatkan semangat menghafal Al-Qur‟an, ia

mengatakan: “Cara memotivasi santri agar semangat belajar

yaitu memberikan pujian secara lisan, menceritakan

pengalaman-pengalaman waktu menjadi santri, menceritakan

kisah-kisah sukses para hafiz, perjuangan untuk menjadi

orang sukses, biasanya para santri semangat untuk

228

mendengarnya.388

Motivasi dalam bentuk tertulis dituangkan dalam buku

setoran hafalan, seperti penjelasan Ustaz Ghazali Abbas,

bahwa di pondok ini kami sediakan buku setoran hafalan

seperti waktu saya mondok di Al-Mubarak Jambi yang

diberikan kepada setiap santri, dalam buku tersebut berisi

catatan-catatan hafalan santri, baik hafalan atau setoran baru

maupun hafalan lama, semuanya ada catatan dalam buku

tersebut, dari buku tersebut akan diketahui jumlah hafalan

yang dimiliki oleh masing-masing santri dan diketahui tentang

kualitas dan kemampuan jumlah hafalan setiap harinya.389

Upaya yang dilakukan untuk memotivasi santri untuk tetap

semangat menjadi hafiz Al-Qur‟an, sebagaimana hasil

wawancara penulis dengan Malik Azis yang mengatakan,

“upaya menumbuhkan motivasi santri dalam menghafal Al-

Qur‟an ialah memberikan semangat kepada santri dan

memberikan pemahaman yang jelas, benar, dan terus

menerus kepada santri mengenai pentingnya menghafal

Al-Qur‟an dan keutamaan bagi orang-orang yang menghafal

Al-Qur‟an dihadapan Allah SWT.390

Pemberian motivasi secara priodik dan tidak terprogram

secara baku, selalu diberikan motivasi kepada santri baik

secara pribadi maupun secara keseluruhan. Pemberian

secara pribadi biasanya dilakukan apabila ada santri yang

bermasalah secara pribadi, sementara pemberian motivasi

secara menyeluruh biasanya dilakukan oeh pimpinan dalam

acara-acara tertentu, manakala santri berkumpul dalam suatu

tempat misalnya di masjid setelah sholat berjama‟ah, hal ini

sesuai dengan penjelasan pimpinan yayasan sekaligus guru di

388

Daim, Wawancara. 389

Abbas, Wawancara. 390

Malik Azis, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.

229

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.

Pondok pesantren ini, santrinya datang dari berbagai

daerah, mempunyai latar belakang yang berbeda, apalagi

santri baru, ada yang tidak betah, susah menyesuaikan diri

dengan kebiasaan pondok, mungkin di rumahnya selalu

makan enak, dilayani orang tuanya, sementara kehidupan di

asrama tidak sebagus itu, harus mandiri. Karena itu sebagai

pimpinan selalu memberikan motivasi dan semangat kepada

santri supaya mereka menjadi betah dan tetap semangat.391

Selain pemberian motivasi tersebut di atas, pembina tahfiz

secara klasikal setiap saat selalu memberikan motivasi

kepada santri agar tetap semangat untuk menambah hafalan

dan mengulang hafalan yang sudah ada, agar tidak dilupakan

hal ini diungkapkan oleh koordinator bidang tahfiz, Ihsan Daim

mengatakan.

Hampir setiap waktu apabila dalam kegiatan tahfiz

ditemukan anak-anak yang bermasalah, banyak main, tidak

menambah setoran hafalan, banyak yang salah apabila

muraja‟ah, maka kami sebagai pembina selalu memberikan

semangat dan motivasi.392

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa upaya

pembina dalam mengatasi permasalahan santri dalam

menghafal Al-Qur‟an adalah dengan memberikan motivasi,

semangat dan menjelaskan keutamaan-keutamaan menjadi

Hafiz Al-Qur‟an sehingga para santri menjadi semangat untuk

mencapai cita-cita menjadi hafiz Al-Qur‟an dan mengikuti

semua kurikulum pendidikan yang ada di pondok pesantren

ini.

391

Toha, Wawancara. 392

Daim, Wawancara.

230

2) Mengikuti MTQ

Salah satu bentuk kegiatan yang cukup ampuh dalam

memotivasi santri dalam mengahafal Al-Qur‟an ialah ikut serta

dalam kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), baik

tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun tingkat

nasional. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ihsan Daim,

Pimpinan Pondok Pesantren Bustanul „Ulum bahwa:

“Musabaqah Tilawatil Qur‟an (MTQ), cukup baik dalam

memotivasi santri, baik itu tingkat desa, kecamatan,

kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional, apalagi di

daerah kami ini orang yang hafiz Al-Qur‟an sangat dihargai

oleh masyarakat, begitu juga kalau berprestasi dalam ajang

MTQ.393

Wawancara dengan salah seorang santriwati yang

bernama Niswa ia mengatakan bahwa,“Kami yang menghafal

Al-Qur‟an sering ikut dalam kegiatan MTQ mulai dari tingkat

desa kabupaten hingga Provinsi. Hal ini membuat saya lebih

bersemangat lagi agar tahun berikutnya bisa ikut dengan

kelompok yang lebih tinggi”.394

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dipahami

bahwa salah satu kegiatan yang dapat memotivasi siswa

untuk menghafal Al-Qur‟an adalah mengikuti MTQ. Dengan

adanya ikut berpartisipasi santri dalam ajang tersebut

membuktikan bahwa kualitas hafalannya sudah baik dan

diakui oleh masyarakat, sebab dengan mengikuti kegiatan

tersebut berarti mereka telah melalui seleksi sehingga layak

ikut berpartisipasi.

393

Ibid. 394

Niswa, Wawancara dengan penulis, 15 Juni 2021.

231

3) Manajemen waktu

Pelaksanaan program tahfiz di Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum, berbeda dengan Pondok Pesantren Al-

Mubarak, dan Jauharul Falah Al-Islamy, ia melaksanakan

pada sore hari hingga malam, setelah jam pelajaran rutin

sekolah selesai. Dimulai dari jam 15.00 hingga jam 21.30 WIB,

sebab santri yang ikut tahfiz wajib mengikuti pelajaran seperti

sekolah pada umumnya, sementara santrinya juga ada dua

model, yaitu santri yang mondok dan santri yang tidak mondok

atau kembali kerumah masing-masing setelah jam pelajaran

selesai.395 jadwalnya secara baku dan berbeda dengan

jadwal kegiatan pondok pada umumnya, dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4.16

Jadwal Tahfiz Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.396

No Jam Bentuk kegiatan Keterangan

1 04.30 – 06.30 Persiapan Setoran

Hafalan

Jadwal ini berlaku

setiap hari kecuali

hari minggu

istirahat total

2 06.30 – 07.30 Mandi dan sarapan

3 07.30 – 13.00 Belajar di kelas

4 13.00 - 15.00 ISOMA

5 15.00 – 18.00 Setoran Hafalan

6 18.00 – 19.30 Istirahat Mandi

7 19.30 – 21.30 Mengulang Hafalan

Berdasarkan jadwal di atas, diketahui bahwa kegiatan

santri yang mengikuti program pondok cukup padat, sebab di

pagi hari fokus untuk belajar di kelas sementara sore hingga

malam hari mengikuti kegiatan tahfiz. Pelaksanaan tahfiz Al-

Qur‟an akan terwujud jika memenuhi unsur-unsur yang ada

395 Observasi, 20 Juli 2021.

396 Dokumentasi Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi, 2021.

232

guru, ada peserta didik, metode dan materi pembelajaran.

Sesuai dengan temuan penulis dengan guru menghafal Al-

Qur‟an di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, materi yang

diajarkan sebagaimana dijelaskan oleh Ihsan Daim sebagai

pimpinan pondok dan juga guru tahfiz mengatakan bahwa:

“Pesantren ini berusaha mencetak para huffaz (penghafal

Al-Qur‟an) melalui adanya program tahfiz Al-Qur‟an dari hasil

perpaduan dua unsur, yaitu memadukan sistem pendidikan

formal dan sistem pendidikan non formal, setiap santri

diwajibkan mengikuti kegiatan sekolah, sedangkan dari sistem

pendidikan non formal, pihak pondok membuka kelas tahfiz

khusus yakni bagi semua kalangan santri yang ingin

menghafal Al-Qur‟an secara keseluruhan (30 juz), waktu tahfiz

dari jam 15.00 sampai dengan 21.30. ada yang menghafal

dari juz 30 ke bawah dan ada pula yang menghafal dari juz

satu ke atas, tergantung keinginan dari masing-masing santri.

Di mana para santri setiap hari diwajibkan setor hafalan

sebanyak satu halaman sehingga dalam sebulan mereka bisa

hafal satu juz karena pihak pondok mempunyai target 5 juz

per semester sehingga dalam waktu tiga tahun santri sudah

bisa mengkhatamkan Al-Qur‟an secara keseluruhan (30

juz).397

Masih menurut Ihsan Daim sebagai pimpinan pondok dan

juga ustaz Tahfiz mengatakan bahwa: “Saya mengajarkan

anak-anak yang menghafal di sini terdapat 3 bagian. Pertama

ada yang mulai menghafal ayat dari awal surat Al-Baqarah

setiap malamnya, kedua anak-anak yang menghafal dari juz

30 ada yang mulai dari surat An-Naba‟, ketiga ada juga yang

menghafal surah yang pendek-pendeknya saja dari juz 30.

Santri di sini menghafal melalui bimbingan guru sesuai

397

Daim, Wawancara.

233

dengan kelasnya masing-masing untuk membenarkan bacaan

santri jika ada yang salah. Hafalan dilakukan setiap hari

setelah jam sekolah selesai, Dalam menghafal menggunakan

satu mushaf yang tersedia di pondok ini supaya mudah untuk

menguatkan hafalan”.398

Berdasarkan observasi penulis di lapangan anak-anak

yang belajar menghafal dari juz 1 dan ada juga yang mulai

menghafal dari juz 30, yang menghafal dari juz 30 ini anak

memulai dari awal yaitu Amma Yatasa Aluun, dan ada juga

surat-surat yang pendek seperti Adh-Duha dan lain-lainnya.399

Kemudian wawancara penulis dengan Ghazali Abbas Al-

Hafiz, ustaz Tahfiz mengatakan: “Materi yang saya terapkan

dalam menghafal Al-Qur‟an dengan tajwid dan makharijul

huruf yaitu Sedikit demi sedikit perkalimat, perayat sesuai

dengan kemampuan anak. Setelah bisa tajwid dan makharijul

huruf, lalu saya perintahkan untuk menghafal sesuai dengan

kemampuannya.400

Berdasarkan pengamatan penulis disaat Ghazali Abbas

Al-Hafiz mengajar beliau hanya mengajar tahfiz Al-Qur‟an

dengan materi tajwid. Yang mana Ghazali Abbas Al-Hafiz

membaca dulu ayat yang ingin dihafal, lalu anak sesuai

dengan tajwid yang benar baru anak diperintahkannya untuk

menghafal.401

Kemudian Rizki Maulana, ustaz yang mengajar menghafal

Al-Qur‟an mengatakan: “Saya juga mengajarkan materi

setelah anak hafal baru saya perintahkan anak untuk

memperdengarkan hafalan yang sudah saya ajarkan tadi

untuk saya memperdengarkan hafalan anak apakah anak

398

Ibid. 399

Observasi, 18 Juni 2021. 400

Abbas, Wawancara. 401

Observasi, 18 Juni 2021.

234

sudah bisa atau belum tajwidnya. Jika belum lancar atau

belum pas dari segi tajwidnya, maka saya suruh anak untuk

mengulanginya lagi sampai benar-benar pas. Jika

kesalahannya sedikit saya suruh untuk melanjutkannya.402

Sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan, anak-

anak belajar menghafal satu persatu secara bergantian

menghadap ustaz, menyuruh menghafal Al-Qur‟an bagi yang

belum lancar dengan semangat melancarkan hafalan. Tapi

ada juga yang main-main tapi mereka siap jika dipanggil untuk

memperdengarkan hafalan.

Hasil wawancara dengan Rafiqah, seorang santriwati

tahfiz mengatakan: “Saya senang menghafal, karena dapat

pahala dan orang tua senang, dan terasa kemudahan dalam

belajar materi lain di sekolah khususnya pelajaran yang ada

dalil dalil Al-Qur‟annya.403

Dalam melaksanakan proses pembelajaran, ada

hubungannya dengan minat santri, karena dengan adanya

minat yang tinggi terhadap suatu pelajaran atau kegiatan,

maka santri itu akan sungguh-sunggu belajar. Menjelang

ashar hingga pagi subuh santri berada di asrama masing-

masing, kegiatan santri di asrama meliputi aktivitas menghafal

Al-Qur‟an, persiapan untuk hafalan dan mengulang pelajaran

sekolahnya, para pengasuh pondok selalu memberi nasehat

kepada setiap santri agar rajin menghafal Al-Qur‟an dan

memberi hukuman kepada santri yang melanggar ketentuan

menghafal seperti datang terlambat.

4) Hasil Pembelajaran

keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an, berangkat

dari keseriusan santri itu sendiri dalam belajar. Tidak dapat

402

Rizki Maulana, Wawancara dengan penulis, 20 Juni 2021. 403

Rafiqah, Wawancara dengan penulis, 20 Juni 2021.

235

dipungkiri lagi bahwa menghafal Al-Qur‟an bukanlah

pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga

waktu khusus.

Secara kuantitas jumlah peminat program tahfiz terus

mengalami peningkatan dari tahun ketahun, demikian juga

output yang dihasilkan terus mengalami kemajuan, hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.17

Jumlah Hafalan Santri Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur Tahun 2021.404

No Jumlah Hafalan (juz) Jumlah Santri Waktu

1 1 17 1 tahun

2 2 18 1 - 2 tahun

3 3 10 1 - 2 tahun

4 4 7 2 tahun

5 5 1 1 tahun

6 6 11 1 - 2 tahun

7 9 2 2 tahun

8 10 2 2 tahun

9 11 6 2 tahun

10 22 1 1 tahun

Berdasarkan tabel di atas, dipahami bahwa jumlah hafalan

santri terus mengalami peningkatan dari segi jumlah hafalan,

hal ini salah satu indikator dari adanya peningkatan mutu

hafalan santri di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum.

Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum adalah program pondok yang cukup diidolakan

oleh santri dan masyarakat setempat. Seluruh santri

diwajibkan untuk menghafal beberapa juz, utamanya juz 30,

404

Domumentasi Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.

236

walaupun santri tersebut tidak memilih program tahfiz. Santri

yang mempunyai kemampuan untuk menghafal dan berminat

untuk menghafal secara keseluruhan yaitu 30 juz mereka

boleh memilih untuk program tahfiz.

Keberhasilan anak menghafal Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Bustanul „Ulum ditunjukkan dengan adanya santri

yang sudah khatam hafalan 30 juz Al-Qur‟an. Pencapaian ini

tentunya merupakan keinginan semua orang.

Wawancara dengan Rizki Maulana, guru yang mengajar

mengatakan: “Faktor penentu yang utama keinginan santri

menghafal Al-Qur‟an adalah dorongan dan keyakinan orang

tua selalu berkeyakinan anak-anak mereka akan menjadi

penghafal Al-Qur‟an. Antusiasme orang tua cukup tinggi

memasukkan anak ke pesantren ini, sehingga tidak heran

banyak santri berprestasi dalam menghafal Al-Qur‟an”.405

Melithat fakta di atas dapat diketahui keseriusan pondok

ini dalam membina dan mencetak hafiz Al-Qur‟an serta

mengupayakan mutu hafalan Al-Qur‟an santri agar menjadi

lebih baik. Dari jumlah para penghafal yang ada di atas

membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik

beratkan pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri,

akan tetapi kualitas dan mutu hafalan sangat diutamakan.

Di pondok pesantren Bustanul „Ulum ada strategi

pembiasaan yang telah dijadikan tradisi sejak didirikan

pondok, yaitu salat Duha dan salat Tahajjud yang dijadikan

rutinitas.406. menurut Ustaz Ikhsan Daim, kegiatan ini

dimaksudkan untuk membiasakan santri melaksanakan

sunnat dan pendekatan diri kepada Allah SWT, supaya santri

dapat dengan mudah menuntut ilmu di pondok ini dan bagi

405

Maulana, Wawancara. 406

Observasi, 20 Juni 2021.

237

santri yang ikut kegiatan tahfiz dapat melakukan kegiatan

muraja‟ah setelah melaksanakan kedua kegiatan ibadah

sunnat tersebut.407

Dengan demikian dapat dipahami bahwa di pondok

pesantren Bustanul „Ulum, ada strategi lain yang diterapkan

yang tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan tahfiz,

namun dapat menunjang kelancaran dan kemampuan tahfiz.

3. Peran Kepemimpinan Kiai dalam Peningkatan Mutu Hafalan di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi dan Pondok Pesantren

Bustanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur

Peran kepemimpinan kiai dalam peningkatan mutu hafalan

Pondok Pesantren di Provinsi Jambi adalah:

a. Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi

Kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan

salah satu faktor terpenting, karena maju mundur, berkembang

tidaknya lembaga tergantung dari bagaimana seorang pemimpin

mengelola lembaga pendidikan tersebut. Salah satu unsur

pemimpin di sebuah lembaga pondok pesantren adalah adanya

seorang pengasuh atau kiai.

Peran seorang kiai dalam meningkatkan mutu pendidikan

pesantren sangat ditentukan oleh kreatifitas atau ide yang

dimilikinya, yakni kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan

inovasi menjadi hal yang nyata. Ciri pemimpin yang kreatif adalah

harus mempunyai inovasi, mempunyai kekuatan ide melakukan

sesuatu yang belum pernah ada dan belum terfikirkan

sebelumnya, selain menciptakan ide, gagasan, atau inovasi kiai

juga harus menemukan bagaimana semua itu dapat diwujudkan

menjadi kenyataan.

407

Ihksan Daim, wawancara.

238

Sebagai kiai dalam perannya sebagai manajer, ia mempunyai

tugas merencanakan, menyusun pengorganisasian, mengawasi

dan mengevaluasi semua kegiatan pendidikan, sebagai tauladan,

kiai menjadi panutan bagi stakeholder yang ada dalam lembaga

pendidikan pesantren. Hal ini terjadi secara alamiah, karena

adanya kewibawaan, serta keterampilan yang dimiliki dalam hal

menghafal al Qur‟an. serta keikhlasan dalam melaksanakan

tanggung jawabnya sebagai pimpinan.408

Sebagai pendidik dalam perannya sebagai pendidik tentunya

kiai menjadi tauladan atau panutan utama di pesantren. Begitu

juga di Pondok Pesantren Al-Mubarak peran beliau sebagai

pendidik selain dalam pembelajaran di dalam pondok, beliau juga

menjadi tauladan di luar pondok dari segi akhlak, pemikiran

ataupun segi yang lain.409

Memperbaiki SDM upaya yang dilakukan kiai pertama kali

adalah memperbaiki kualitas para pengajar atau anggota yang

akan menjadi salah satu faktor penting dalam peningkatan mutu

pendidikan, maka kiai merekrut tenaga pendidik yang berkualitas,

baik dari intern maupun dari ekstern pondok. Peningkatkan

kualitas tahfiz harus berangkat dari pembimbing yang berkualitas,

karena itu Pondok Pesantren Al-Mubarak sangat selektif dalam

mengangkat guru atau ustaz yang menjadi pembimbing di pondok

ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh H. Ahmad Mubarak,

pimpinan Pondok Pesantren Al-Mubarak;

Untuk menjadi guru di sini, kami mempunyai standar dan

kriteria tersendiri, tidak semua yang hafiz termasuk alumni al-

Mubarak ini, ia harus hafal 30 juz, suara harus merdu, wara‟

408

Observasi, 20 Juli 2021 409

Observasi, 20 Juli 2021.

239

mengutamakan kesederhanaan, tidak mengejar materi, sabar dan

tentunya berakhlakul karimah.410

Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat

besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga

membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap

hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin.

Dalam mencapai tujuan organisasi, sebuah lembaga

pendidikan pasti mempunyai visi misi ingin dicapai, begitu pun

Pondok Pesantren Al-Mubarak, memiliki enam tujuan utama yang

ingin dicapai, pertama Menjadi tempat belajar membaca Al-Qur‟an

yang baik dan benar dari semua aspek, seperti fashahah, tajwid,

murattal dan lain-lain. Kedua Menjadi tempat menghafal kitab suci

Al-Qur‟an dan melahirkan hafiz dan hafizah yang beriman,

bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia. Ketiga Sebagai tempat

berkumpulnya hafiz/hafizah dari setiap daerah serta saling

mengikat Ukhuwah Islamiyah, keempat Sebagai sarana tukar

menukar informasi lembaga pendidikan Islam, khususnya antara

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi dengan pondok

pesantren hafal Al-Qur‟an lain khususnya, dan semua pondok

pesantren pada umumnya, kelima, mempermudah bagi Provinsi

Jambi dan Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Jambi untuk

mendapatkan kader hafiz/hafizah, untuk berkecimpung di berbagai

ajang dalam Provinsi Jambi dan selanjutnya dapat diketengahkan

pada setiap MTQ tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional. Dan

keenam menghasilkan kader-kader Imam dan Guru di bidang Al-

Qur‟an dan tahfiz Al-Qur‟an untuk disebarkan ke berbagai tempat

di seluruh wilayah Provinsi Jambi.411

Sebagai motivator Peran seorang kiai selain yang disebutkan

di atas adalah sebagai motivator baik kepada para guru, asatiz

410

Mubarak, Wawancara. 411

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

240

maupun pengurus di Pondok Pesantren Al-Mubarak. Beliau

alumni timur tengah, kemampuan hafalannya diakui oleh semua

orang. Ucapannya bukan hanya sekedar kata-kata, ucapan atau

perintah saja tapi beliau merealisasikan motivasi tersebut,

sebagaimana yang disampaikan oleh ustaz Syarifuddin Amir,

salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Al-Mubarak ini;

Pak kiai itu orangnya jarang ngomong kalau beliau bertemu

dengan kita, dia hanya tersenyum, berwibawa dan

mempercayakan urusan pondok kepada kami-kami ini, khususnya

kepada ustaz M. Daud H. Ahmad Mubarak Al-Hafiz, selagi urusan

bisa selesai dengan beliau, maka pak kiai tidak akan turun tangan,

dan selagi tidak ada laporan kepada beliau berarti permasalahan

di pondok tidak ada, karena kepercayan yang begitu tinggi kepada

kami, maka kami merasa bertanggung jawab terhadap apa yang

dibebankan kepada kami.412

Sebagai supervisor semua kegiatan atau progam yang telah

dilaksanakan jika tidak ada pengontrolan akan kurang efektif,

maka dari itu sosok pemimpin dibutuhkan perannya dalam

pengontrolan progam tersebut. Pondok Pesantren al-Mubarak

memiliki pemimpin yang selalu mengawasi berjalannya kegiatan

tahfiz. Karena di Pondok Pesantren Al-Mubarak pak kiai memiliki

orang kepercayaan penuh, yakni ustaz M. Daud H. Ahmad

Mubarak Al-Hafiz, maka beliaulah mengambil peran pak kiai dan

menggantikan peran beliau sebagai supervisor terhadap aktivitas

aktivitas yang ada di Pondok Pesantren Al-Mubarak.

Sebagai pimpinan pondok beliau sangat berwibawa dan

dihormati baik di lingkungan pondok maupun di luar pondok

pesantren. Di lingkungan pondok para santri sangat ta‟zim

kepada beliau sebagaimana yang di ungkapkan oleh Ust. Amir

Syarifuddin.

412

Amir, Wawancara.

241

Pak kiai dimata kami para ustaz sangat berwibawa, pada hal

pak kiai dengan kami-kami baik dan sesekali bergurau, tapi kami

sangat menghormati beliau, hal ini mungkin karena kemampuan

beliau dengan bacaan dan hafalan Al-Qur‟an, sehingga

kemukjizatan Al-Qur‟an terpancar dalam keseharian beliau serts di

mata kami beliau sangat berwibawa.413

Berdasarkan observasi di lapangan, bahwa di mata para

pengelola, ustaz, apalagi para santri, keberadaan K.H. Ahmad

Mubarak Al-Hafiz bukan hanya sebagai pimpinan pondok, tapi

sebagai role model yang sangat disegani, dijadikan teladan dalam

kehidupan di intern pondok, dan juga teladan bagi masyarakat

secara umum di Provinsi Jambi.414

Kepemimpinan K.H. Ahmad Mubarak Al-Hafiz dalam

meningkatkan mutu tahfiz tampak dalam bentuk 1) Membangun

kerja sama yang baik dengan kiai atau lembaga lain baik secara

pernonal maupun secara kelembagaan, dengan perturan tenaga

pendidik untuk sama-sama bertukar pengalaman, 2) Kaderisasi

Kiai Dalam pengkaderan kiai , Pondok Pesantren Al-Mubarak

menggunakan sistem pengkaderan lewat para santri senior yang

sudah teruji kemampuannya. 3) Membangun hubungan yang baik

dengan masyarakat. 4) Pondok Pesantren Al-Mubarak dalam

membangun hubungan yang baik dengan masyarakat salah

satunya adalah dengan mengadakan pengajian rutin dengan

menjadikan para tokoh di jambi atau luar kota jambi sebagai tamu

undangan supaya para. masayarakat bisa dan mau datang ke

pondok pesantren dengan tujuan mendapat dukungan dari

masyarakat.415

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa peran kiai

dalam hal ini KH. Ahmad Al-Mubarak saat sekarang sebagai

413

Amir, Wawancara. 414

Observasi. 415

Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020.

242

pimpinan pondok yang telah mendelegasikan tanggung jawabnya

kepada anaknya yang bernama ustaz M. Daud H. Ahmad

Mubarak Al-Hafiz, beliau hanya mengawasi dan menunggu

laporan dari orang kepercayaannya tersebut, dan beliau tidak

terlibat secara langsung mengontrol perkembangan tahfiz.

b. Jauharul Falah Al-Islamy Muaro Jambi

Peran seorang pemimpin dalam meningkatkan mutu hafalan

santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, khususnya

dalam bidang pendidikan dan pengajaran salah satunnya

dipengaruhi oleh lingkungan bermasyarakat. Peran kiai di dalam

pondok pesantren tidak hanya memberikan pengajaran ilmu

agama dan ilmu pengetahuan tetapi juga berperan sebagai guru

pendidik yang membimbing dan mengarahkan santrinya agar

dapat berkembang dengan baik, serta tanggung jawab yang

diajarkan untuk santrinya.

Peran kepemimpinan kiai memberikan contoh beragama

sesuai dengan syariat Islam berdasarkan ajaran Rasulullah

sebagaimana mendidik santri ngaji serta sopan santun terhadap

guru. Kiai di sini mempunyai peranan penting dalam

mempengaruhi, mendorong (memotivasi), mengarahkan serta

menggerakkan santrinya untuk meneladani ilmu agama dan

membina santrinya agar mau bekerja sama dan produktif agar

tercapainya tujuan bersama. Dalam menjalankan peranan kiai

sebagai teladan yang bersifat tegas, kewibawaan serta karismatik

yang memiliki daya tarik tersendiri, dan juga pembawaan yang

luar biasa.416

Dengan demikian peran kiai dalam meningkatkan mutu hafal

santri yang memegang kekuasaan hirarki. Tidak berarti seorang

kiai berbuat otoriter tetapi sikap tersebut didasari dengan

kewibawaan. Peranan kiai dapat terwujud apabila mampu

416

Observasi, 25 Juli 2021.

243

berinteraksi dengan lingkungan bermasyarakat. Sebagai motivator

kiai hendaknya mendorong satrinya agar semangat dan

istiqamah dalam menghafal Al-Qur‟an, serta membimbing dan

mengajarkan suatu tindakan yang harus dilakukan untuk santrinya

agar tercapai tujuan berorganisasi dengan baik.

Tugas kiai dalam membimbing dan mengarahkan sangat

diperlukan sebab dengan adanya kiai santri menjadi manusia

yang berguna dimasyarakat nantinya. tak hanya itu pula seorang

kiai juga berperan dalam hal supervisor yang di mana kiai

mampu membantu, menilai, dan memperbaiki secara kritis

terhadap peningkatan mutu hafalan santri.

Peran kepemimpinan kiai dalam meningkatakan mutu hafalan

santri di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy sebagai

berikut:

1) Keteladanan

Kiai sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar yang

dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. kiai juga

dipandang sebagai tokoh yang luar biasa di dalam

perkembangan pada aspek kelembagaan. Toni Fadliansyah

sebagai pengasuh pondok pesantren Pondok Pesantren

Jauharul Falah Al-Islamy berperan penting memberikan suri

tauladan bagi kehidupan santri dalam meningkatkan mutu

hafalan santri. di sini kiai memberikan pembelajaran melalui

pengajian kitab maupun setoran hafalan serta Muraja‟ah

dalam meningkatkan hafalan santri.

Dari penuturan Husni Al-Mubarak menjelaskan bahwa

keteladanan kiai dapat dilihat dari peranan kiai sehari-hari

atau keteladanan yang ada pada diri pengasuh adalah

sebagai berikut: Keteladanan kiai dilakukan dari kehidupan

kiai setiap harinya, keteladanan tersebut dilakukan di

lingkungan pondok pesantren yaitu menjaga hafalan Al-Qur‟an

244

dengan takrir dalam sholat, memberikan petunjuk bagaimana

cara belajar maupun menghafal sebagaimana untuk menjaga

hafalnnya.417

Kiai atau pengasuh selalu memberikan keteladanan dalam

peningkatan mutu hafalan santri. Tak lupa pula kiai senantiasa

memberikan teladan untuk santrinya agar para santri bisa

mencontoh teladan yang telah diajarkan oleh kiai.

2) Kewibawaan

Sebagai pimpinan Pondok Pesantren Jauharul Falah, Toni

Fadhliansyah dalam kesehariannya sangat berwibawa, baik

dari segi berpakaian maupun bertutur kata dengan warga

pondok secara umum.

Karena adanya kewibawaan yang dimiliki, sehingga beliau

menjadi sangat dihormati dan disegani bahkan sangat

didengarkan kata-katanya, sebagaimana hasil wawancara

dengan salah seorang santri.

Pak kiai sangat kami hormati, karena beliau berwibawa,

bagus bacaan Al-Qur‟annya dan menegur kami sangat sopan

dan menyayangi kami para santri, sehingga kami patuh dan

hormat kepada beliau.418

Relaitas di lapangan, pimpinan Pondok Pesantren

Jauharul Falah, sangat berwibawa, hal ini tercermin dengan

cara perpakaian, bertutur kata maupun dalam membimbing

para santri terutama ketika beliau membimbing para santri

dalam kegiatan tahfiz.419

3) Pengawasan

Peran kiai sangat aktif baik dengan cara pengawasan

secara langsung maupun tidak langsung. Usaha yang

dilakukan kiai dalam pengawasan untuk memantau kegiatan-

417

Husni Mubarak, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 418

Ahmad Faza, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021. 419

Observasi.

245

kegiatan yang telah terlaksana. Pengawasan tersebut telah

dilakukan secara langsung oleh pengasuh.

Menurut penuturan Fathullah kaitannya dengan peranan

kiai, beliau bertugas sebagai berikut: Pengasuh menarapkan

pengawasan sebagai dewan pengawas, pengarah,

pembimbing, pendidik, serta, mengawasi di setiap kegiatan

Mur ja’ah mulai dari tingakat pelafalan, kelancaran,

ketepatan, serta daya ingat yang kuat. Akan tetapi pengasuh

tetap memantau di setiap kegiatan lain, baik kegiatan setoran

hafalan maupun Muraja‟ah. Kegiatan tersebut dirancang

dengan baik dan rapi, yang bertujuan untuk melatih

kedisiplinan serta tanggung jawab santri dalam meningkatkan

hafalan Al-Qur‟an. Dengan begitu, pengawasan tersebut

terstruktur dengan baik sehingga kekeliruan serta kesalahan

dapat dibetulkan secara langsung oleh pengasuh apabila

terdapat kesenjangan yang tidak diinginkan.420

4) Pembimbing

Peran kiai adalah mendampingi santri 24 jam secara

intens. Seorang kiai melakukan pengawasan secara langsung

bertujuan agar dapat mengetahui kinerja pengurus dalam

berorganisasi, tak hanya itu, Toni Fadliansyah juga sebagai

pengasuh para santrinya dalam peningkatan mutu hafalan,

sebagai pengasuh juga guru tahfiz yang bertugas sebagai

pembimbing santri. pengasuh sebagai pembimbing santrinya

yaitu memberikan arahan untuk membimbing santrinya agar

hafalan tetap terjaga serta tercapainya target yang bagus.

Oleh karena itu pengasuh selalu memberikan arahan baik

terkait dengan hafalan maupun kepengurusan yang kurang

baik. Menurut penuturan Fathullah kaitannya dengan peranan

kiai, beliau bertugas sebagai berikut: Langkah yang dilakukan

420

Fathullah, Wawancara.

246

pengasuh dalam menghadapi pengawasan santri, pengasuh

memberikan pendekatan kepada santri untuk membimbing

dan menasehati, khususnya pada santri yang mengalami

kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an, kaitannya dengan

bacaan yang kurang jelas maupun pelafalan yang masih

kurang pas. dengan adanya bimbingan dari kiai, hafalan santri

senantiasa semakin bagus dan meningkat.421

5) Pemberi Motivasi

Ilustrasi yang biasa dilakukan kiai adalah pengasuh

memberikan nasehat atau memotivasi santri dengan cara

seluruh santri dikumpulkan menjadi satu kemudian kiai

memberikan nasehat berdasarkaan kebutuhan santri yang

dilihat melalui kebutuhan santri.422

Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi

terkait dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat,

kaitannya dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya

agar mutu yang diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai

motivator dapat memberikan dorongan berupa semangat

serta menumbuhkan rasa sadar diri terhadap kesalahan yang

telah diperbuatnya. tak hanya itu, motivasi diberikan dengan

cara memperhatikan kebutuhan santrinya.

Peran seorang kiai dalam meningkatkan mutu hafalan

santri sangat berpengaruh di lingkungan santri. Faktor

penghambat dalam peningkatan mutu hafalan santri yaitu

berasal dari lingkungan internal maupun eksternal.

Menurut penuturan Rifqi kaitannya dengan hambatan

menghafal Al-Qur‟an, kurang kondusif sebab belum ada ruang

khusus untuk santri tahfiz, kondisi yang sangat ramai, kondisi

421

Fathullah, Wawancara. 422

Fadliasyah, Wawancara.

247

yang kurang baik bagi diri, terjadinya badmood dan malas.423

Adapun faktor internal seorang santri yang terjadi di dalam

pondok pesantren rasa malas yang terjadi pada diri santri,

serta muhasabah diri, kurang memperhatikan tulisan ayat

serta harakat saat menghafalkan, dan lain-lain. Adapun faktor

eksternal yang terjadi pada santri, terdapat foktor lingkungan

yang kurang kondusif, serta godaan yang sering

mempengaruhi santri tahfiz. Oleh karena itu dalam

peningkatan mutu hafalan, diberlakukannya peraturan yang

ekstra ketat di dalam kegitan sehari-hari maupun kebijakan

yang sudah diterapkan.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan santri dalam menghafal Al-Qur‟an adalah

sebagai berikut:

1) Manajemen waktu

Pada manajemen waktu ini sangat penting kaitannya

dengan menghahafal Al-Qur‟an. Seorang penghafal Al-Qur‟an

sudah semestinya memiliki waktu khusus baik itu untuk

menghafal atau membuat setoran, mengulang-ulang hafalan,

atau untuk aktivitas lainnya. manajemen waktu sangat perlu

diperhatikan walaupun sebagian santri Jauharul Falah yang

menghafal Al-Qur‟an kebanyakan dari santri huffaẓ yang tidak

diimbangi dengan sekolah formal tersendiri. Akan tetapi

kegiatan mengaji atau kegiatan harian sangat padat, sehingga

penting bagi santri untuk mengatur waktu.

2) Rasa malas

Naluri manusia pasti memliki rasa malas. Terkadang

waktu yang kosong terbuang sia-sia, yang seharusnya waktu

luang itu digunakan untuk menambah hafalan dan Mur ja‘ah,

namun rasa malas itu tiba-tiba muncul.

423

Rifqi, Wawancara dengan penulis, 11 Agustus 2021.

248

Rasa malas itu sedikit demi sedikit telah mengikis hafalan

yang sudah didapat. Terkadang waktu luang seperti ini sering

kali disepelekan oleh santri, tanpa disadari bahwa hafalan

mereka hilang karena tidak menyadari waktu luang yang

seharusnya kita gunakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini

sesuai dengan yang pernah dialami oleh santri tahfiz Pondok

Pesantren Jauharul Falah.

3) Ayat yang dihafal sulit

Seorang penghafal Al-Qur‟an baik ketika menghafal

maupun mengulang-ulang hafalannya terkait dengan ayat

yang mirip berdasarkan salah satu ayat maupun redaksinya,

biasanya terdapat pada pada ayat sebagai lafalnya, hal ini

yang biasanya dialami santri saat membedakan antara ayat

satu dengan ayat yang lainnya. Tak hanya itu pula penghafal

Al-Qur‟an biasanya terdapat kesalahan pada harakat ayat

terakhir. Hal yang sering terjadi biasanya terdapat pada

harakat yang seharusnya kasroh malah dibaca fathah. Hal ini

sesuai dengan yang pernah dialami oleh santri tahfiz Pondok

Pesantren Jauharul Falah.

4) Terpengaruh dengan lingkungan

Hal yang sering terjadi ketika keadaan lingkungan kurang

kondusif, sehingga sangat mempengaruhi konsentrasi

hafalan. Tak hanya itu pula biasanya terpengaruh dengan

teman untuk melakukan hal yang tidak baik, sehingga waktu

yang seharusnya dibuat nambah setoran dan mengulang

hafalan jadi terbuang sia- sia. Hal ini sesuai dengan apa yang

pernah dialami oleh setiap santri tahfiz Pondok Pesantren

Jauharul Falah.

Seorang santri atau peserta didik yang dibiarkan tanpa

adanya suatu pembinaan dan bimbingan akan ikut terjerumus

dalam pergaulan bebas. oleh karena itu peran Fathullah

249

dalam meningkatkan mutu hafalan santri, beliau selalu

mendukung setiap kegiatan positif terkait dengan hafalan

santri.

Peran kiai secara khusus bertugas dalam peningkatan

mutu hafalan santri. Kiai berperan sebagai penasehat

sebagai motivator dan pendorong bagi satrinya agar

semangat dan istiqamah dalam menghafal Al-Qur‟an, serta

membimbing dan mengajarkan suatu tindakan yang harus

dilakukan untuk santrinya agar tercapai tujuan berorganisasi

dengan baik.

Tugas kiai dalam membimbing dan mengarahkan sangat

diperlukan sebab dengan adanya kiai santri menjadi manusia

yang berguna di masyarakat nantinya. tak hanya itu pula

seorang kiai juga berperan dalam hal supervisor yang di

mana kiai mampu membantu, menilai, dan memperbaiki

secara kritis terhadap peningkatan mutu hafalan santri.

c. Pondok Pesantren Bastanul ‘Ulum Tanjung Jabung Timur

Sebagai pemimpin pesantren, ia juga berperan sebagai

pendidik. Tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga

membimbing dan mengarahkan santri-santrinya agar dapat

berkembang dengan baik. Ia sebagai uswah yang dapat

memberikan contoh beragama sesuai dengan syariat Islam

berdasarkan ajaran Rasulullah sebagaimana mendidik santri

mengaji serta sopan santun terhadap guru lainnya. Pimpinan

mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi, mendorong

(memotivasi), mengarahkan serta menggerakkan santrinya untuk

mendalami ilmu agama dan membina santrinya agar mau

bekerjasama dan produktif agar tercapai tujuan bersama. Sebagai

figur yang mengelola porgram Tahfiz, ia bertanggung jawab atas

hafalan santri. Baik buruknya mutu hafalan santri tergantung pada

kemampuan pimpinan dalam mengelolanya.

250

Berdasarkan hasil observasi, dan wawancara peneliti, peran

kepemimpinan Ihsan Daim Al-Hafiz dalam meningkatkan mutu

hafalan santri di Pondok Pesantren Bastanul „Ulum Tanjung

Jabung Timur adalah sebagai berikut:

1) Keteladanan

Sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar yang

dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. Pimpinan juga

dipandang sebagai tokoh yang luar biasa sebagai tokoh

pelopor kegiatan tahfiz dan pendiri Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum, ia berperan penting memberikan teladan bagi

kehidupan santri dalam meningkatkan mutu hafalan santri.

pimpinan selalu memberikan keteladanan dalam peningkatan

mutu hafalan santri. pimpinan memberikan teladan melalui

kehidupan sehari-harinya maupun kebijakan yang telah

ditetapkan oleh pengasuh.

Hal ini diungkapkan oleh Tahang Toha, sebagai ketua

yayasan Bustanul „Ulum: Sebagi kiai muda, Ustaz Ihsan Daim

Al-Hafiz, ia menjadi teladan bagi santri, dan masyarakat,

walapun ia masih muda tapi cukup berkharisma, apalagi di

bidang Al-Qur‟an, ketika menjadi imam salat atau membaca

Al-Qur‟an, sangat merdu dan disenangi santri dan masyarakat

yang ada di sekitar pondok.424

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh salah

seorang santriwati yang bernama Tifa Anggraini: Kami sangat

mengidolakan Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, dan hormat

kepadanya, walaupun masih muda tapi akhlaknya sangat

baik, tidak banyak bicara dengan satri sangat dekat, walaupun

dia sebagai kiai di pondok ini.425

Dengan demikian dapat dipahami bahwa keteladan yang

424

Toha, Wawancara. 425

Tifa Angraini, Wawancara dengan penulis, 11 Juni 2021.

251

ditunjukkan oleh kiai atau Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, lebih

terarah dari sisi kemampuan hafalan, suara yang merdu dan

akhlakul karimah yang ditampilkan dalam prilaku sehari-hari di

lingkungan pondok, maupun di tengah-tengah masyarakat.

2) Keikhlasan

Mengabdi sebagai pimpinan pondok pesantren, sekaligus

sebagai tenaga inti dan ahli dalam mengelola kegiatan tahfiz

membutuhkan keihklasan yang cukup tinggi, karena kegiatan

tahfiz membutuhkan waktu yang cukup banyak dan

konsentrasi yang tinggi, sementara dari sisi penghasilan atau

segi reward dan bentuk materi sangat jauh berbeda dengan

tenaga pendidik lainnya yang berstatus sebagai ASN.

Hal ini diungkapkan oleh Tahang Toha sebagai pengurus

yayasan, beliau mengatakan “sebagai pengurus yayasan saya

melihat Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz dalam mengurus pondok

mendahulukan sifat keihklasan dari pada materi, karena beliau

tidak pernah mempermasalahkan dan mempertanyakan

tentang honor yang ia terima, beliau hanya menerima apa

yang yayasan berikan.426

3) Keterampilan

Sebagai salah satu alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak

Kota Jambi, Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz, memiliki keterampilan

dalam melantungkan bacaan Al-Qur‟an yang sangat baik,

sehingga sangat enak untuk didengar, baik ketika beliau

membimbing santri dalam menghafal Al-Qur‟an, maupun

ketika beliau menjadi imam salat.

Kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, menjadi

salah satu daya tarik tersendiri bagi orang tua atau

masyarakat yang pernah mendengarnya, sehingga menjadi

salah satu motivasi untuk memasukkan anak-anaknya dalam

426

Toha, Wawancara.

252

kegiatan tahfiz, hal ini diungkapkan oleh pengurus yayasan.

Dalam melantungkan ayat-ayat Al-Qur‟an, Ustaz Ihsan

Daim Al-Hafiz, sangat merdu dan enak untuk didengar dan

disekitar Desa Simbur Naik khususnya dan Tanjung Jabung

Timur umumnya susah untuk dicari padanannya.427

Dengan demikian keterampilan yang dimiliki pimpinan dan

sekaligus pembimbing kegiatan tahfiz menjadi salah satu

unsur penting dalam meningkatkan mutu hafalan.

4) Pengawasan

Pimpinan sangat aktif melakukan pengawasan baik

dengan cara pengawasan secara langsung maupun tidak

langsung. Pengawasan dilakukan dengan memantau

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan santri. Kinerja pengurus

terkait dengan program tahfiz baik kegiatan harian, kegiatan

mingguan, dan kegiatan bulanan diawasi oleh kiai. Ketika

dalam pengawasan pengasuh menemukan salah satu

kesalahan maka kiai bertugas menegur dan langsung

memperbaiki kesalahan yang terjadi yaitu dengan cara

musyawarah bersama maupun dengan pihak pengurus. Gaya

kepemimpinan kiai ini adalah partisipatif.

Hal ini diungkapkan oleh Ghazali Abbas, rekan sesama

guru tahfiz: Sebagai orang yang diberi amanah untuk menjadi

pimpinan, Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz. Rajin melakukan

pengawasan terhadap kegiatan di pondok, sebab beliau

sangat konsent untuk menciptakan generasi Qur‟ani, dan

menegur serta membimbing langsung kepada kami-kami

majelis guru kalau ada permasalahan yang ditemukan dalam

pelaksanaan tahfiz.428

Terhadap guru-guru atau ustaz, pengawasan dilakukan

427

Toha, Wawancara. 428

Abbas, Wawancara.

253

lebih bersifat persuasif, dan kekeluargaan, sebab tenaga

pendidik yang ada, adalah teman sebaya dan seumuran dan

berasal dari daerah yang sama, hal ini dijelaskan oleh Ustaz

Ihsan Daim Al-Hafiz;

Kepada kawan-kawan atau ustaz-ustaz, saya anggap

sebagai teman, bukan sebagai bawahan, dan pengawasan

yang dilakukan lebih bersifat motivasi, bukan pengawasan dari

atasan kepada bawahan, masih seumur dan seperjuangan

dari kecil, cuman kebetulan duluan sebagai perintis program

tahfiz ustaz.429

Senada dengan penjelasan di atas, Ghazali Abbas

menjelaskan: Kami-kami di sini seperti keluarga sendiri,

sehingga pengelolaan pondok ini, seperti mengurus keluarga,

semangatnya semangat kekeluargaan, walaupun demikian

kami kami tetap mengormati Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz

sebagai pimpinan pondok dan dituakan di pondok ini, apalagi

beliau orangnya sangat sederhana, dan tidak sombong serta

tidak berpenampilan sebagai pimpinan, ia sangat

sederhana.430

5) Pembimbingan

Kiai selalu memberikan arahan untuk membimbing

santrinya agar hafalan tetap terjaga serta mencapai target

hafalan yang diinginkan. Selain membimbing agar santri

mampu mencapai target hafalan secara kuantitas, kiai atau

pimpinan juga memberikan bimbingan terkait kualitas bacaan

tajwid, Makh rijul hur f, serta kelancaran dalam menghafal,

hal ini biasanya dilakukan terhadap santri yang tergolong baru

dalam kegiatan tahfiz. Hal ini dijelaskan oleh beliau: Untuk

bimbingan kepada para santri, kami percayakan kepada para

429

Daim, Wawancara. 430

Abbas, Wawancara.

254

ustaz yang ditunjuk sebagai pembimbing kegiatan tahfiz,

namun demikian sewaktu saya juga melaksanakan bimbingan

secara insidentil kepada anak, walaupun tidak dijadwalkan

secara rutin, biasanya dilaksanakan untuk santri pemula atau

yang baru. Kalau bimbingan secara rutin tetap dilaksanakan

berdasarkan pembagian kelompok, sebab saya tetap menjadi

tenaga pembimbing secara langsung kepada santri

berdasarkan pembagian kelas yang telah disusun secara

bersama-sama.431

Dengan demikian dipahami bahwa bimbingan yang

dilakukan oleh pimpinan, lebih kepada pemantapan dasar-

dasar untuk menghafal Al-Qur‟an, sebab pondasi awal untuk

peningkatapan kualitas hafalan.

6) Pemberian motivasi

Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi

terkait dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat

kaitannya dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya

agar mutu yang diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai

motivator dapat memberikan dorongan agar bersemangat

serta menumbuhkan rasa sadar diri terhadap kesalahan yang

telah diperbuatnya. Pengasuh memberikan nasehat atau

memotivasi santri dengan cara seluruh santri dikumpulkan

menjadi satu kemudian kiai memberikan nasehat

berdasarkan kebutuhan santri.

Motivasi biasanya dilakukan oleh pimpinan setelah sholat

berjama‟ah, atau dalam perayaan hari-hari besar islam,

sebagaimana dijelaskan oleh yang bersangkutan.

Pemberian motivasi kepada santri, biasanya pada hari

tertentu, atau setelah selesai sholat berjama‟ah, sementara

bimbingan secara personal kepada santri diserahkan

431

Daim, Wawancara.

255

kepada ustaz berdasarkan kelasnya masing-masing.432

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran

kiai atau pimpinan dalam memberikan motivasi kepada santri

lebih bersifat umum, sementara pemberian motivasi secara

kelompok, diserahkan kepada gurunya masing-masing,

demikian juga halnya pemberian motivasi secara personal

diserahkan kepada pembimbing masing-masing kelas yang

sudah ditentukan.

Dalam upaya meningkatkan mutu hafalan, secara umum

santri mengalami hambatan antara lain berhubungan dengan

ayat yang sulit, terlupanya ayat yang sudah dihafal, gangguan

lingkungan, keterbatasan waktu, malas, gangguan dari lawan

jenis, dan lainnya.

Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang

mirip sehingga santri sering terbalik-balik dalam

menghafalkannya. Santri juga menghadapi problem ayat-ayat

yang sudah dihafal terlupa meski bukan ayat-ayat mirip.

Kadang-kadang ayat-ayat ketika dihafal diri sendiri sudah

lancar, namun ketika didengar teman atau ustaz jadi terlupa.

Cara mengatasinya ialah hendaknya sebelum

memperdengarkan hafalan kiai, terlebih dahulu hafalan yang

sudah dihafal dengan lancar harus diulangi lagi seperti hafalan

yang baru atau minta bantuan teman untuk menyimak.

Hambatan lain adalah gangguan lingkungan karena

suasana yang ramai dan tidak adanya tempat khusus untuk

santri tahfiz. Baik buruknya keadaan lingkungan sangat

mempengaruhi konsentrasi dalam menghafalkan Al-Qur‟an.

Ustaz Ihsan Daim Al-Hafiz menjelaskan tentang cara

mengatasi lingkungan-lingkungan yang kurang mendukung

dalam proses menghafal Al-Qur‟an diantaranya dengan

432

Ibid.

256

mencari tempat yang sunyi. Beberapa jenis suara orang yang

berbicara dapat mengganggu konsentrasi. Selain kondisi

lingkungan yang ramai, santri kadang juga tergoda untuk

mengobrol dengan temannya sehingga waktu yang

seharusnya untuk menambah hafalan atau muraja‟ah menjadi

terbuang.433

Hambatan lain yang dihadapai santri adalah keterbatasan

waktu yang menyebabkan waktu untuk menghafal dan

muraja‟ah terasa kurang. Selain mengaji, santri juga memiliki

tugas lain sebagai pelajar di kelas umum. Sebagian santri

tahfiz merasa berat dalam menyelesaikan tugas sekolah dan

kewajiban sebagai santri tahfiz.

Santri kadang juga tidak sabar, malas dan putus asa,

sedangkan menghafal Al-Qur‟an diperlukan kerja keras dan

kesabaran yang terus-menerus. terkadang waktu yang kosong

terbuang sia-sia, yang seharusnya waktu luang itu

digunakanakan untuk menambah hafalan dan muraja‟ah,

namun rasa malas itu tiba-tiba muncul. Rasa malas itu sedikit

demi sedikit telah mengikis hafalan yang sudah didapat.

Terkadang waktu luang seperti ini sering kali disepelekan oleh

santri, tanpa disadari bahwa hafalan mereka hilang.

Kurang teliti dalam memperhatikan tulisan ayat serta

harakat saat menghafalkan sehingga hafalan keliru juga

menjadi hambatan menghafal. Hambatan lain adalah godaan

dari lawan jenis. Sebagian santri menghadapi godaan dari

lawan jenis yang menyebabkan mereka sulit untuk

berkonsentrasi karena pikiran mereka terpecah untuk

memikirkan lawan jenis.

Berdasarkan analisis penelitian, peran kiai dalam

meningkatkan mutu hafalan Al-Qur‟an dapat diwujudkan

433

Ibid.

257

melalui manajemen mutu terpadu. Dalam penjaminan mutu

tersebut dilakukan secara menyeluruh, sehingga tidak ada

unsur yang terabaikan dalam perbaikan mutunya selama

terkait dengan program tahfiznya.

Secara singkat strategi yang yang diambil pimpinan atau

kiai dalam meningkatkan mutu hafalan santri adalah sebagai

berikut.

a) Meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat.

Para santri yang mengikuti program tahfiz biasanya

memiliki target. Kiai dibantu oleh ustaz yang lain

memperhatikan hal ini sehingga tahu mana santri yang perlu

diminta untuk meningkatkan jumlah hafalan dan mana yang

sudah mampu jalan sendiri tanpa diminta. Untuk

meningkatkan hafalan, santri perlu tahu kapan waktu yang

tepat untuk menghafal sehingga proses menghafal menjadi

efektif dan efisien. Waktu khusus saat yang baik untuk

menghafal, diantaranya: waktu yang biasanya adalah siang

dan malam karenan tercakup dalam lima waktu salat. Waktu

mesti diatur sesuai dengan kesibukan. Kemudian adanya

target yang sesuai dengan kemampuan, yakni berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk menhghafal sampai khatam.

Dengan adanya target tersebut, seorang penghafal Al-Qur‟an

dapat memperkirakan seberapa banyak hafalan yang harus

disetorkan setiap harinya agar khatam sesuai target.

b) Kiai meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan

ayat yang disetorkan berdasarkan tajwid, makh rijul ḥ f,

serta kelancaran dalam menghafal. Sebelum memulai hafalan,

seorang penghafal Al-Qur‟an harus membetulkan dan

melancarkan bacaannya.

Dalam hal ini hendaknya seorang penghafal terlebih

dahulu melakukkan hal sebagai berikut: meluruskan

258

bacaannya sesuai dengan kaidah tajwid, memperlancar

bacaannya, serta melatih lisan dan bibir untuk senantiasa

membaca ayat-ayat Al-Qur‟an agar bacaannya terbiasa

dengan fasih berdasarkan tajwid. Kiai sangat memperhatikan

hal ini ketika santri memulai menghafal, karena kelancaran

serta ketepatan dalam melafalkan adalah hal sangat penting.

c) Mendorong santri untuk meningkatkan amaliyah

penunjang mudahnya menghafal.

Sebelum memulai untuk menghafal Al-Qur‟an seorang

penghafal hendaknya memenuhi syarat yang berhubungan

dengan naluri insaniyahnya. Kehormatan penghafal Al-Qur‟an

bukan terletak pada hafalannya, melainkan kualitas hidup dan

peradabannya.

d) Meningkatkan kedisiplinan santri dalam menghafal.

Untuk mendisiplinkan santri, kiai dengan pengurus

menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan, dan bulanan.

e) Mendorong santri untuk mengikuti sistem pengulangan.

Untuk mencapai mutu hafalan yang baik tidak lepas dari

cara untuk memelihara hafalan Al-Qur‟an. Adapun untuk

memelihara hafalan Al-Qur‟an atau meningkatkan hafalan Al-

Qur‟an antara lain dengan cara pengulangan atau takrir. Takrir

ini dapat dilakukan dengan cara-cara pada tabel di bawah ini;

Tabel 4.18

Model Takrir Santri Pondok Pesantren

Bustanul ‘Ulum.434

No Metode Rincian

1 Takrir sendiri Seseorang yang menghafalkan Al-

Qur‟an harus memanfaatkan waktu

untuk takrir dan untuk menambah

434

Dokumentasi, Pondok Pesantren Bustanul „Ulum Tanjung Jabung Timur, 2021.

259

No Metode Rincian

hafalan. Hafalan yang baru harus

selalu ditakrir minimal setiap hari dua

kali dalam jangka waktu satu minggu.

Sedangkan hafalan yang lama harus

ditakrir setiap hari atau dua hari

sekali, artinya, semakin banyak

hafalan harus semakin banyak pula

waktu yang dialokasikan untuk takrir.

2 Takrir dalam

salat

Seorang penghafal Al-Qur‟an

hendaknya bisa memanfaatkan

hafalannya sebagai bacaan dalam

salat. Baik sebagai imam atau untuk

salat sendiri. Selain untuk menambah

keutamaan salat, cara demikian juga

akan menambah kemantapan hafalan

Al-Qur‟an

3 Takrir

bersama

Seorang penghafal Al-Qur‟an perlu

melakukan takrir bersama dengan

dua teman atau lebih. Dalam takrir ini

setiap orang membaca materi takrir

yang ditetapkan secara bergantian,

dan ketika seorang membaca, maka

yang lain mendengarkan

4 Takrir di

hadapan guru

Seorang penghafal Al-Qur‟an harus

selalu menghadap guru untuk takrir

hafalan yang sudah

diajukan. Materi takrir yang dibaca

harus lebih banyak dari materi hafalan

baru, yaitu satu banding sepuluh,

260

No Metode Rincian

artinya apabila seorang penghafal

sanggup mengajukan hafalan baru

setiap hari satu halaman dan untuk

takrir 10 halaman

Adanya model takrir yang telah disusun oleh pengelolah

pondok akan memudahkan bagi para Pembina untuk

melaksanakan pembinaan, karena telah ada pedomn yang

baku yang telah disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan

takrir

f) Mengevaluasi hafalan santri

Evaluasi ini dilaukan dengan cara santri menyetorkan

hafalannya kepada kiai, dan kiai mengoreksi setiap

kesalahan dalam setoran Al-Qur‟an dari segi, Makh rijul

ḥ f, sifatul huruf, hukum-hukum tajdwid lainnya serta

kelancaran dalam mengahafal.

Evaluasi hafalan dilaksanakan dengan beberapa tahap,

yakni: evaluasi seperempat juz Al-Qur‟an setelah setoran 5

kaca/halaman, wajib sima‟an ¼ juz berpasangan dengan

temannya, tempat pelaksanaan dilakukan disebelah kanan

kiai saat ngaji; evaluasi setengah juz Al-Qur‟an setelah

setoran 10 kaca/halaman; evaluasi satu juz Al-Qur‟an satu juz,

setelah setoran 20 kaca/halaman sima‟an dilakukan

berpasangan, tempat di masjid, evaluasi awal juz sampai akhir

juz yang dihafal. Setiap santri yang sudah hafal 15 juz ke atas,

kegiatan sima‟an dilakukan bersama orang tua dan juga

seluruh santri Tahfiz untuk menyaksikannya di masjid. Semua

kebijakan dibuat oleh kiai, dan diberikan kepada pengurus

untuk mengolah kembali kebijakan yang telah ditetapkan.

261

1. Perencanaan

Mengacu pada visi dan misi pondok

Tidak mengalami banya perubahan sejak

berdirinya pondok

Berangkat dari pengalaman impris

pendiri pondok

Perencanaan dibahas dalam rapat awal

tahun

SDM direkrut dari alumni secara selektif

Masalah SARPRAS berjalan secara

alamiah

2. Pengorganisasian

Adanya pemisahan santri dan santriwati

Adanya perbedaan peran ustaz senior

dan yunior

Pengelompokan santri secara merata,

tidak berdasarkan jumlah hafalan

3. Pelaksanaan

Pimpinan pondok mendelegasikan kepada ustaz Izal Azmi

Dilakukan secara berjenjang dan

hierarkis

4. Pengawasan

Dibebankan kepada ustaz Izal Azmi

Model pengawasan melekat

Penekanan keikhlasan dalam

pengabdian

Dilakukan secara bersama sama

Self control.

1. Menyusun tata tertib

Disiplin waktui

Disiplin berpakaian

Disiplin kegiatan 2. Motivasi pengasuh

Memberikan penilaian

Pujian

Hadiah 3. Penyegaran 4.Tahsin tahfiz 5.Membuat target 6. Menghafal itu mudah 7. Faktor orang tua 8. Wisuda tahfiz 9. Lomba antar santri 10.Pembiasaan membaca

surat Yasin setiap malam.

1. Sebagai manajer. 2. Sebagai panutan dan

teladan. 3. Memiliki Kewibawaan 4. Memperbaiki kulaitas

hafalan. 5. Selektif dalam memilih

tenaga pendidik. 6. Menjalin kerjasama dengan

lembaga lain. 7. Membangun kerjasama

dengan masyarakat sekitar pondok.

8. Menghadirkan tokoh dari luar.

Rangkuman Temuan di Lapangan

PONDOK PESANTREN AL-MUBARAK

PENGELOLAAN STRATEGI DAN

PENINGKATAN MUTU PERAN KEPEMIMPINAN KIAI

262

Rangkuman Temuan di Lapangan

PONDOK PESANTREN JAUHARUL FALAH

PENGELOLAAN STRATEGI DAN MUTU

HAFALAN PERAN KEPEMIMPINAN

KIAI

1. Perencanaan

Tahfiz bukan program wajib

Program tahfiz boleh dipilih

oleh semua tahfiz

Kegiatan tahfiz dikelolah oleh

ust. Fathullah

Program yang telah disusun,

yaitu perbaikan bacaan, talaqqi,

setoran hafalan dan muraja‟ah

2. Pengorganisasian

Pengangkatan tenaga pendidik

berdasarkan surat keputusan

Satu orang ustaz membina 20-

23 santri

Pemisahan santri dan santriwati

diadakan jadwal tahfiz

3. Pelaksanaan

Setoran hafalan 1 hari/lembar,

1 juz/bulan, 3 tahun khatam

Metode telah di susun

4. Pengawasan

Top down

Tidak terjadwal

Menanamkan kesadaran dan

keikhlasan

1. Motivasi belajar santri

2. Mengikuti MTQ

3. Mengatur tata tertib

4. Wisuda tahfiz

5. Hasil belajar

6. Pembiasaan Salat Duha.

1. Teladan dalam beragama

2. Kewibawaan

3. Keterampilan

3. Pengawasan

4. Pembimbing

5. Motivator

263

Rangkuman Temuan di Lapangan

PONDOK PESANTREN BUSTANUL „ULUM

PENGELOLAAN STRATEGI DAN MUTU HAFALAN

PERAN KEPEMIMPINAN

KIAI

1. Perencanaan

Secara alamiah

Berdasarkan pengalaman

Ada rapat awal tahun

SDM awalnya dua orang,

sekarang lima orang

Sarana dan prasana

berjalan secara alamiah

2. Pengorganisasian

Pembinaan antara santri dan

santriwati sama

Pengelompokan santri

secara merata bukan

berdasarkan jumlah hafalan

3. Pelaksanaan

Ihsan daim sebagai pendiri,

Pembina dan tenaga

pengajar

Secara sederhana dan

secara herarkis

Prinsip amanah

4. Pengawasan

Dilakukan secara bersama

sama dab kekeluargaan

Self control

1. Motivasi

2. Mengikuti MTQ

3. Manajemen waktu

4. Hasil pembelajaran

5. Pembiasaan Salat Duha

dan Tahajjud

1. Keterladanan 2. Pengawasan 3. Keikhlasan 4. Keterampilan 5. Pembimbing 6. Pemberi motivasi 7. Peningkatan jumlah setoran hafalan 8. Meningkatkan kualitas bacaan 9. Peningkatan amaliah penunjang hafalan 10. Meningkatkan disiplin 11. Meningkatkan muraja‟ah 12. Mengevaluasi hafalan santri

264

C. Analisis Temuan Penelitian

1. Manajemen Tahfiz

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan

sebelumnya, pada bagian ini akan dikemukakan pembahasan tentang

manajemen program tahfiz. Analisis dalam pembahasan ini mencakup

analisis teoritis yang merupakan tinjauan dari teori-teori keilmuan dan

analisis praktis yang mencakup kekuatan dan keunggulan, masalah

dan tantangan.

Perencanaan pada hakikatnya dalam aktivitas yang berorintasi

kedepan, ada ungkapan yang menyatakan “the future without planning

is nonsense”, atau dalam ungkapan lain tidak memiliki perencanaan

sama dengan merencanakan kegagalan. Seruan untuk melakukan

perencanaan telah disampaikan oleh Allah swt., dalam Al-Qur‟an surat

al-Hasyr ayat 18, yang berbunyi :

أيها ٱلذين ي إن ٱلل وٱتقوا ٱلل ا قدمت لغد ولتنظر نفس م ءامنوا ٱتقوا ٱلل

)٨١,سورة الـحـشـر( خبير بما تعملون

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”435

Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok,

dipahami oleh Thabaathabai sebagai perintah untuk melakukan

evaluasi terhadap amalan-amalan yang telah dilakukan,

menyempurnakannya bila telah baik dan memperbaikinya bila masih

ada kekurangan.436

Temuan di lapangan menunjukan bahwa sebelum perumusan

perencanaan telah membentuk sebuah tim kerja yang terdiri dari

perwakilan pihak yayasan, pengelola, pimpinan sekolah, guru-guru

(baik tahfiz maupun guru umum), perwakilan dari orang tua santri

435

Q. S. Al-Hasyr/59:18. 436

Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah (volume 14) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 130.

265

yang diamanatkan oleh pihak yayasan untuk merumuskan planning

kegiatan tahfiz. Tim RENSTRA (rencana strategis) program tahfiz

diamanatkan untuk merumuskan bentuk, jenis, model pelaksanaan

dari kegiatan tahfiz untuk satu tahun pelajaran kedepan.437

Dengan demikian unsur-unsur yang ada dalam perencanaan telah

terpenuhi, sebab perencanaan merupakan langkah nyata paling

pertama dalam mengelompokkan berbagai potensi kekuatan dan

peluang untuk mencapai tujuan. Kegiatan perencanaan atau planning

disusun berdasarkan proses pemilihan, penetapan tujuan, strategi,

kebijakan, program kerja, serta pembuatan prosedur kerja yang akan

dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif.

Perencanaan juga mempunyai definisi, pemilihan atau penetapan-

penetapan organisasi dan penentuan strategi, kebijakan, prosedur,

metode sistem, anggaran dan standar yang dibutuh kan untuk

mencapai tujuan.438

Pijakan tim renstra dalam merumuskan kegiatan tahfiz satu tahun

ke depan adalah kegiatan tahfiz yang telah dilaksanakan pada tahun

berjalan. Idealnya, efektivitas tim sangat penting, karena suatu

pelaksanaan manajemen dipengaruhi ada tidaknya suatu

pelaksanaan tim dalam manajemen tersebut.439

Temuan menunjukan bahwa kelemahan dari tim yang dibentuk

tersebut dalam merumuskan renstra tahfiz adalah tidak semua

personil yang ada terlibat secara total, sebahagian mereka hanya

sebagai partisipan, karena mereka mengaku tidak memiliki

pemahaman yang cukup terhadap kegiatan tahfiz440. Dalam rapat-

rapat perumusan kegiatan tahfiz mengaku tidak terlibat secara

langsung, beberapa personil ketiga pondok menerima semua

437

Observasi, 20 Juli 2021. 438

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), 66.

439 G.W. Terry. Principles of Management (Homewood Illionis: Richard. Irwin, tt), 15.

440 Observasi, 30 Juli 2021.

266

konsekuensi terhadap keputusan yang dihasilkan rapat-rapat

renstra.441Dengan demikian berarti semua yang terlibat dalam tim tahu

persis terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan,

kenyataannya tidak semua guru mempunyai konsep dan pemahaman

yang sama terhadap bentuk dan jenis kegiatan tahfiz yang

diselenggarakan di ketiga pondok tersebut. Antara guru yang satu

dengan yang lainnya berbeda memahami kegiatan tahfiz yang

dilaksanakan di pondok.

Di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, perencanaan

program tahfiz bermuara dari satu orang ustaz, yakni Ustaz H.

Mubarak, Di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamiy

perencanaan program tahfiz bersumber dari koordinator kegiatan

tahfiz, yakni ustaz Fathullah, sementara di Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum, perencanaan kegiatan tahfiz dibahas secara

bersama-sama antara pengurus yayasan, pimpinan pondok, dan

majelis guru, sementara pihak orang tua santri tidak banyak dilibatkan,

karena mereka rata-rata belum paham tentang program tahfiz dan

memberikan kepercayaa kepada pengelolanya.

Temuan lain menunjukan bahwa pemahaman mereka terhadap

kegiatan atau program tahfiz, berbeda-beda, Di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi program tahfiz merupakan materi utama dalam

aktivitas pondok, sementara kegiatan belajar dengan kurikulum

sekolah dikesampingkan, di pondok pesantren Jauharul Falah Al-

Islamy adalah kegiatan pilihan, di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum

dilaksanakan di sore hari dan termasuk kegiatan ekstrakurikuler, yaitu

kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran yang dilaksanakan

secara rutin442, padahal menurut Eka Prihatin, kegiatan

ekstrakurikuler dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu (1) Kegiatan

ekstrakurikuler yang bersifat terus menerus atau berkelanjutan, yaitu

441

Observasi, 30 Juli 2021. 442

Observasi, 30 Juli 2021.

267

jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terus

menerus selama satu periode tertentu. Untuk menyelesaikan satu

program kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya diperlukan waktu yang

lama.(2) Kegiatan ekstrakurikuler yang bersipat priodik atau sesaat,

yaitu kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan waktu-waktu tertentu

saja.443

Satu hal yang menarik dalam proses perencanaan kegiatan tahfiz,

adalah tidak berangkat dari teori dan konsep ekstrakurikuler,

sehingga tidak menyadari bahwa kegiatan yang mereka lakukan

sesungguhnya adalah bagian dari kegiatan ekstrakurikuler, tapi

mereka sendiri tidak menyebutnya sebagai kegiatan ekstrakurikuler.

Dalam proses perencanaan mengarah pada tujuan dan fungsi dari

kegiatan ekstrakurikuler, merupakan kegiatan pendidikan di luar mata

pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai

dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka. Siswa diproses

untuk menjadi manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan

pendidikan. Bakat, minat, dan kemampuan siswa harus

ditumbuhkembangkan secara oftimal melalui kegiatan kurikuler dan

kegiatan ekstrakurikuler. Dalam manajemen ekstrakurikuler, tidak

boleh ada anggapan bahwa kegiatan kurikuler lebih penting

ekstrakurikuler atau sebaliknya. Kedua kegiatan ini harus

dilaksanakan karena saling menunjang dalam proses pembinaan dan

pengembangan kemampuan siswa.444

Satu hal yang harus menjadi perhatian dalam perencanaan adalah

analisis terhadap sumber daya manusia yang dimiliki, kemampuan

memberdayakan sumber daya yang dimiliki merupakan elemen

penting dalam menunjang keberhasilan, sebab pemberdayaan erat

kaitannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu dimiliki

oleh setiap individu, oleh karena itu pemberdayaan terjadi when power

443

Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2011), 161. 444

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2012), 212.

268

to employees who then experience a sense of ownership and control

over.445 (ketika kekuasaan kepada karyawan yang kemudian

mengalami rasa kepemilikan dan lebih terkontrol).

Ketiga pondok pesantren lokasi penelitian, telah merumuskan

perencanaan yang baik, dengan ketiganya berangkat dari visi dan misi

masing-masing pondok, dan mempersiapkan sarana penunjang

terhadap pencapaian dari sebuah perencanaan, hal ini sejalan dengan

rumusan perencanaan itu sendiri.446

Perencanaaan menurut Bintoro Tjokroaminoto ialah proses

mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaaan menurut

Prajudi Atmosudirdjo ialah perhitungan dan penentuan tentang

sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu,

siapa yang melakukannya, bilamana, di mana, dan bagaimana cara

melakukannya.447

Menurut Daft, perencanaan merupakan sesuatu yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dengan mengidentifikasi berbagai tujuan

kinerja organisasi, memutuskan tugas dan penggunaan sumber daya

dimasa mendatang. Perencanaan yaitu pemilihan sekumpulan

kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan,

kapan, bagaimana, dan oleh siapa.448 Perencanaan menurut Richard

L. Daft, berarti mengidentifikasi berbagai tujuan untuk kinerja

organisasi di masa mendatang serta memutuskan tugas dan

penggunaaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya.

perencanaan adalah tindakan yang dilakukan untuk menentukan

tujuan perusahan.449

445

Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Biisnis (Bandung: Alfabeta, 2013), 182-183.

446 Observasi, 2021

447 Saihu, S., “Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa

Turunnya Adam As Ke-Dunia”, Mumtaz: Jurnal Studi Al-Al-Qur’an dan Keislaman, 3(2), (Oktober 2019), 268-279, https://www.researchgate.net/publication/336724958.

448 Richard L. Daft, Era Baru Manajemen (Jakarta: Salemba Empat, 2010), 212.

449 Richard, Era Baru, 214.

269

Perencanaan (planning) adalah fungsi dasar (fundamental)

manajemen, karena organizing, staffing, directing dan controling pun

harus terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis.

Perencanaan ini ditunjukkan untuk masa depan yang penuh dengan

ketidakpastian, karena adanya perubahan dan situasi. Perencanaan

diproses oleh perencana (planner), hasilnya menjadi rencana (plan).

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana450

Perencanaan ini sekaligus menyangkut tujuan (apa yang harus

dikerjakan) dan sarana-sarana (bagaimana harus dilakukan).451

Dari pengertian tersebut di atas bahwa perencanaan merupakan

suatu pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa

yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan, bagaimana harus

dilakukan, dan oleh siapa yang harus melakukan. Hal tersebut telah

dirumuskan dengan baik ketiga lokasi penelitian.

Ketiga lokasi penelitian, telah merumuskan tujuan, sebagai

tahapan dasar manajemen, yaitu keadaan masa depan yang

diinginkan yang ingin direalisasikan organisasi. Tujuan adalah penting

karena organisasi ada untuk suatu alasan, dan tujuan mendefinisikan

dan menegaskan tujuan alasan tersebut.452 Rencana adalah cetak

biru untuk pencapaian tujuan dan menentukan alokasi sumber daya

yang diperlukan, jadwal, tugas, dan tindakan lainnya. Tujuan

menentukan tujuan masa depan; rencana menentukan cara hari ini.

Konsep perencanaan biasanya menggabungkan kedua gagasan

tersebut; artinya menentukan tujuan organisasi dan menetukan untuk

mencapainya.453

450

H. Malayu SP Hasibuan, Dasar Pengertian dan Masalah (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), 91.

451 Stephen P Robbins dan Mary Coulter, Manajemen (Jakarta: PT Prenhalindo,

1999), Ed ke-6, 200. 452

Observasi, 2021 453

Richard L. Dhaft, Management, Ninth Edition (Mason: South-Western Cengage Learning, 2010), 160.

270

Perencanaan mempunyai posisi yang penting dalam sebuah

organisasi, lembaga dan kumpulan pendidikan lainya, tanpa adanya

perencanaan maka jalannya organisasi tidak jelas arah dan tujuannya.

Oleh karena itu perencanaan penting karena pertama, dengan adanya

perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan,

adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan

kepada pencapaian tujuan. Kedua, dengan perencanaan, maka dapat

dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan

yang akan dilalui. Ketiga, perencanaan memberikan kesempatan

untuk memilih berbagai alternative tentang cara terbaik atau

kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik. Keempat,

dengan perencanaan dapat dilakukan skala prioritas. Kelima, dengan

adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar

untuk mengadakan pengawasan454

Dengan demikian perencanaan mempunyai peranan penting

dalam organisasi pendidikan maupun dalam organisasi yang bersifat

pribadi. Dengan adanya perencanaan akan dimungkinkan untuk

memprediksi kerja di masa yang akan datang, bahkan akan mampu

memprediksi kemungkinan hasil yang akan dicapai.

Mengorganisasikan berarti menata pekerjaan untuk melaksanakan

rencana, yang meliputi kegiatan-kegiatan membentuk/mengadakan

struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk baru, dan

menetapkan garis hubungan kerja antar struktur yang ada dengan

struktur baru, merumuskan komunikasi dan hubungan-hubungan,

menciptakan diskripsi kedudukan dan menyusun kualifikasi tiap

kedudukan yang menunjuk apakah rencana dapat dilaksanakan oleh

organisasi yang ada atau diperlukan orang lain yang memerlukan

keterampilan khusus.455

454

Abin Syamsuddin dkk, Perencanaan Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2017), 60.

455 Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2012), 33.

271

Berkaitan dengan pengorganisasian, maka di dalamnya terdapat

unsur-unsur pertama proses, yakni sebagai proses pengorganisasian

tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajemen lainnya, karena

pengorganisasian dibangun dengan memperhatikan fungsi sebelum

dan sesudahnya, melakukan pengorganisasian dengan mengabaikan

unsur perencanaan akan membawa dampak dalam pencapaian tujuan

organisasi. Kedua efektivitas sasaran, yaitu sejauh mana

pengorganisasian dapat mengantar sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketiga unsur efesiensi sumber

daya, yaitu unsur yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya

manusia.456

Dalam kaitan dengan pengorganisasian kegiatan tahfiz ditemukan

beberapa bukti outentik berupa surat keputusan (SK) yang

menunjukan unsur legalitas formal dalam pelaksanaan kegiatan, di

dalamnya tercantum personil yang melibatkan unsur yayasan,

pimpinan sekolah, guru dan siswa sebagai satu kesatuan dari bentuk

pengorganisasian kegiatan, daftar hadir guru dan siswa dalam

kegiatan tahfiz, jadwal tahfiz.457

Penempatan personil dalam menentukan pembina dilakukan

secara selektif didasarkan pada pertimbangan kedudukan, skill,

pengetahuan, kapasitas dan lainnya, hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Randal “placement is concerned with ensuring that

job demands and job organization characteristic tach individual skill,

knowledge, and abilities and preferences, interst, and personalities”458

teori ini menyebutkan bahwa penempatan personil dalam penentuan

guru tahfiz pada hakikatnya untuk memastikan kebutuhan kerja dan

456

Hamzah Hasan Khaeriyah, “Fungsi Manajemen dalam Al-Al-Qur‟an” (Jurnal Al Fikr Volume 16 Nomor 1 tahun 2012), (Ujung Pandang: Fakultas Syariah UIN Alauddin, 2012), 130, http://journal.uin-alauddin.ac.id/.

457 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah Dan Bustanul

„Ulum, Tahun 2020. 458

Randal S. S. Personal and Human Recaurses Management (St. Paul, Wesh Publishing Company,tt), 163.

272

karakteristik kerja sesuai dengan skill, pengetahuan, kemampuan,

minat dan kepribadian individu. Dalam kaitan ini Rasulullah SAW.

bersabda:

إذا ضيعت المانة فانتظر الساعة قال كيف إضاعتها يا رسول للا

ر إلى غير أهلهـافانتظر الساعة )رواه البخارى(إذا أسند الم

"Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; „bagaimana maksud amanat disia-siakan ? Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."459

Kapasitas santri dalam kegiatan tahfiz, adalah sebagai orang yang

belajar, dan dikelompokan berdasarkan kelas masing-masing, dan

setiap kelas atau kelompok di bina oleh ustaz atau ustazah . Hal ini

menunjukan bahwa penempatan santri berdasarkan kelas atau

kelompok karena kapasitasnya sebagai orang pelajar, dan adanya

guru pembina yang dibagi atas setiap kelompok santri tersebut,460 Hal

ini menunjukan bahwa spesialisasi kerja dimunculkan dalam kegiatan

tersebut. Pekerjaan tidak difokuskan oleh satu individu, tetapi dipecah-

pecah menjadi sejumlah bagian, tiap pekerjaan diselesaikan oleh

individu yang berlainan. Individu berspesialisasi dalam mengerjakan

bagian-bagian tertentu, bukan mengerjakan seluruh kegiatan.461

Kegiatan tahfiz telah disusun pembinanya yang melibatkan unsur

yayasan, unsur pimpinan, serta para asatisiz, yang lebih diutamakan

adalah ustaz yang hafal Al-Qur‟an. Dalam pengelolaan kegiatan ini

santri selain sebagai objek juga sebagai subjek, karena siswa

bersama-sama guru aktif sebagai pelaku dalam kegiatan tahfiz. Dari

sisi konten kegiatan, kapasitas guru hanya sebagai pemandu dalam

kegiatan, selebihnya lebih didominasi oleh santri.

459

Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al-Mughirah Ibn al-Barzabah al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 7 (Mesir: Dar al Jayl), 156.

460 Observasi, 11 Agustus 2021.

461Khairul Umam, Manajemen Organisasi (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 62.

273

Hal ini mengindikasikan bahwa pelibatan santri lebih ditonjolkan

dalam kegiatan tersebut, dan merupakan cara yang sangat praktis

dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik, yaitu dengan

cara membagi tugas secara proporsional antara guru dan santri dalam

mengaktifkan kegiatan tahfiz. Moore menyebutkan bahwa salah satu

strategi pelibatan siswa dalam pembelajaran adalah dengan student

centered instuctin.462pendekatan lain adalah active learning yang telah

dikembangkan dalam bentuk collaborative learning, yaitu proses

pembelajaran yang dilakukan bersama-sama antara guru dan

siswa463kegiatan ini merupakan strategi penyajian yang sejalan

dengan prinsip pembelajaran kontruktivistik yang relevan dengan

kebutuhan pembelajaran dewasa ini.

Kegiatan tahfiz pengorganisasiannya menyatu dengan pondok

lainnya, meskipun penanggung jawabnya berbeda-beda, namun

demikian merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam

aktivitas pondok, hal ini menunjukan efesiensi administrasi dan tata

kelola kegiatan, berada dalam satu garis koordinasi di bawah

tanggung jawab pimpinan pondok. Prajudi Atmosudirjo mengatakan

prinsip organisasi harus mengikuti garis tata hubungan atasan, mulai

dari bawah sampai berakhir pada satu titik, yaitu puncak dari

organisasi. Semua urusan komando/perintah, laporan, urus informasi,

urus kerja harus memiliki garis hierarki yang jelas. Akan tetapi

sebaiknya tidak terlalu kaku, fleksibel dalam menghadapi

perkembangan dan perubahan situasi dan kondisi.464

Hasil temuan di lapangan, ditemukan struktur kegiatan tahfiz yang

menggambarkan garis koordinasi, arah dan alur kerja pembina, serta

jadwal kegiatan tahfiz. Jadwal akan menjadi pegangan bagi ustaz dan

santri dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, bagi santri menjadi

462

Moore KD. Classroom Teaching Skill (New York: McGraw Hill, 2014), 134. 463

John K. Roth, Inspiring Tesching (Journal) (USA: Anker Publishing Company, tt), 80.

464 Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2019), 188.

274

pedoman dalam merencanakan dan mengikuti kegiatan tahfiz465, bagi

admistrator mempermudah dalam memberikan dukungan sarana dan

prasarana yang diperlukan dan bagi pimpinan pondok mempermudah

dalam mengadakan supervisi.466

Para pembina kegiatan tahfiz dalam menjalankan tugasnya

dibekali surat keputusan (SK) sebagai pembimbing kegiatan, ia

melaksanakan tugas berdasarkan pada jadwal yang telah dilegalkan,

hal sejalan dengan aturan manajerial yang ideal. Allah SWT.

mengingatkan, agar setiap mengadakan kesepakatan selalu

dibuktikan dengan tulisan :

ى فٱكتبوه سم أجل م ا إذا تداينتم بدين إلى أيها ٱلذين ءامنو ...ي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya...”467

Ayat ini berbicara tentang anjuran menulis utang piutang dan

mempersaksikannya dihadapan pihak ketiga, sambil menekankan

pentingnya menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan

ketetapan waktunya.468

Pelaksanaan kegiatan tahfiz didasari atas petunjuk pelaksanaan

(juklak) dan petunjuk teknis (juknis), berupa buku setoran hafalan, dan

juga berfungsi sebagai absensi siswa, dengan mudah diketahui

berapa jumlah siswa secara rutin mengikuti kegiatan tahfiz. Para

pembina dalam melaksanakan bimbingan telah memiliki target jangka

pendek yang pasti. Menurut Manullang469 dalam pengoranisasian

harus mempunyai tujuan yang jelas yang akan menuntun pada

pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan

465

Observasi, 11 Agustus 2021. 466

Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2011), 164. 467

Q.S., Al-Baqarah/2: 282. 468

Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 1) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 602. 469

Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia, Indonesia, 2016), 71.

275

merupakan arah dan pedoman perencanaan, yaitu koordinasi,

integrasi, simplikasi, singkronisasi dan mekanisme.

Temuan di lapangan menunjukan bahwa pembinaan tahfiz dalam

melaksanakan bimbingan didasari pada jadwal kegiatan, para ustaz

melaksanakan bimbingan sesuai dengan dengan apa yang telah

dirumuskan, masing-masing pondok telah memiliki buku setoran

hafalan yang baku. Kapabilitas pembinan cukup mumpuni, telah

memiliki sertifikat dan bergelar al-Hafiz.470

Dari segi fasilitas pembelajaran, telah dipersiapkan kelas atau

tempat sebagai fasilitas khusus yang ideal untuk dijadikan sarana

tahfiz. Al-Qur‟an sebagai modal/media utama masih bersifat pribadi

dan belum mengarah pada keseragaman, sehingga menemukan

kendala dalam proses pembelajaran.

Realitas ini berdampak pada output yang dihasilkan, Berrl, LL

dan Parasuraman mengemukakan bahwa di antara sepuluh dimensi

mutu dalam layanan terdapat dimensi tangible, yaitu terkait dengan

keadaan fasilitas pembelajaran, termasuk dokumen rencana

pembelajaran dan delivery yaitu kemampuan memberikan pengajaran

dan presentasi secara efektif, kelengkapan pembelajaran, silabus,

rencana pembelajaran, menyajikan informasi yang bermanfaat dan

saluran yang memadai bagi feedback dan ide-ide dari siswa.471

Menurut Gibson, material that is poorly organized when originaly

learned will fade more quickly than material that is whell organized.

Sorenson yang telah mengkaji sejumlah hasil penelitian

menyimpulkan bahwa pembelajaran yang diorganisasikan dengan

baik bisa bertahan lebih lama dalam ingatan peserta didik dari pada isi

pembelajaran yang tidak terstruktur dengan baik.472

470

Observasi, 11 agustus 2021. 471

Jusoh A, dkk., Service Qaulity In Higher Education: Managemen Student Perspective (2004), 41 (online) http;/eprints.utm.mys2, di akses tanggal 2 September 2021. Jam 8.50.

472 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Menefektifkan pendidikan Agama

Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 57.

276

Institusi pendidikan memiliki kewajiban untuk membuat siswa

sadar terhadap variasi metode pembelajaran yang diberikan kepada

mareka. Institusi pendidikan harus memberi pelajar kesempatan untuk

mencontoh pembelajaran dalam variasi model yang berbeda. Institusi

harus memahami bahwa beberapa pelajar juga suka pada kombinasi

beberapa gaya belajar dan institusi harus mencoba untuk cukup

fleksibel dalam memberikan pilihan tersebut.473

Temuan penelitian di atas semakin memperjelas bahwa

perencanaan dan pengorganisasian tidak hanya penting dirumuskan

oleh pondok, tetapi juga desain perencanaan dan perngoranisasian

harus memperhatikan karakteristik siswa dan kebermaknaan dalam

mengikuti kegiatan tahfiz. Aspek delivery dan competend.

Kemampuan pembina memberikan materi ajar secara menarik dengan

metode yang bervarisi yang mampu merangsang minat santri untuk

mengikuti kegiatan secara maksimal, hal ini ditandai dengan model

pembelajaran yang monoton pada satu metode, belum ada sentuhan

teknologi yang mampu menjadi daya tarik dan meningkatkan minat

siswa, serta penyajian materi yang dapat menimbulkan decak kagum

kepada siswa, sehingga dapat menarik minat siswa yang lain untuk

berpartisipasi mengikuti kegiatan tahfiz ini.

Menurut Brady, terdapat lima kriteria yang dipertimbangkan dalam

penyajian pembelajaran, yaitu 1) variety, metode harus bervariasi

guna mencapai tujuan dan mengakomodasi perbedaan tingkat dan

gaya belajar; 2) scope, metode harus divariasikan untuk mencapai

semua tujuan yang ditetapkan, 3) validity, metode spesifik harus

diseleraskan dengan tujuan tertentu, 4) appropriatness, metode harus

dihubungkan dengan ketertarikan siswa, kemampuan dan kesiapan,

473

Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan (Yogyakarta: IRCiSod, 2010), 87.

277

5) relevance, metode yang digunakan sekolah sejalan dengan apa-

apa yang dipersyaratkan setelah sekolah.474

Dari aspek pengawasan (controlling), ditemukan di lapangan

dilakukan secara rutin dan berkala, serta dilakukan control secara

berjenjang yang dilakukan baik secara langsung maupun berdasarkan

laporan dari pengawasan yang berada di bawahnya.475 Dengan

demikian fungsi pendelegasian wewenang diwujudkan dalam kegiatan

tahfiz, berarti dalam pelaksanaan pengawasan memberdayakan

semua unsur yang terlibat dalam kegiatan, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Memberdayakan berarti mempercayai

determinasi diri bagi setiap orang, yang mencakup kebutuhan dan hak

bagi setiap orang untuk merasakan bahwa dirinyaa mampu bersikap

efektif dan berprestasi. Bandura menyatakan bahwa seberapa besar

manusia merasakan keefektifan diri mereka, menentukan apakah diri

mereka akan mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.

Kepercayaan mengenai kemampuan diri untuk berbuat banyak

membantu memutuskan berapa banyak usaha yang akan orang

lakukan untuk maju dan berapa lama mereka bertahan dalam kondisi

yang tidak sesuai. Kepala sekolah yang membantu orang merasakan

kesadaran penguasaan pribadi (sense of personal mastery) dalam

tidakan-tindakan mereka, berarti memberdayakan orang lain. Bila

orang diberi tanggung jawab diharapkan untuk berperan serta dalam

pembuatan keputusan yang menyangkut praktik kerja, mereka

mempunyai kesempatan untuk keefektifan pribadi mereka.476

Pengawasan dibutuhkan terutama dalam 1) memastikan setiap

pekerjaan terlaksana sesuai dengan yang direncanakan, 2) membantu

kepala sekolah dalam mengawal dan mewujudkan keinginan visi dan

474

Braddy, L. Curriculum Development, Third Edition (Sydny: Prantice Hall, 2014), 120-128.

475 Observasi, 11 Agustus 2021

476

R.Wayne Pace dan Don F. Fauler, Komunikasi Organisasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 265.

278

misi sekolah, 3) pengawasan bernilai positif dalam membangun

hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan. Terry dan Rue

mengatakan manajer yang efektif menggambarkan pengawasan untuk

membagi-bagi informasi memuji pelaksanaan yang baik dan

membantu mereka yang memerlukan bantuan jenis apa yang mereka

perlukan 4) pengawasan yang baik memiliki peran dalam menumbuh

kembangkan kayakinan para stakeholder pada organisasi.477

Idealnya, tahapan-tahapan pengawasan yang dilakukan dalam

pelaksanaan tahfiz, diawali dengan pengawasan pendahuluan untuk

mengantisipasi persoalan-persoalan yang mungkin terjadi,

penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan yang

memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu

diselesaikan. Dilanjutkan dengan pengawasan yang bersifat

concurrent yaitu pengawasan proses dari suatu prosedur harus

disetujui, atau pernyaratan tertentu harus dipenuhi sebelum kegiatan

dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan double check yang lebih

menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan, pengawasan

terakhir berbentuk umpan balik yang dikenal past action control,

mengukur hasil kegiatan yang telah diselesaikan.478

Temuan di lapangan menunjukan bahwa tahapan-tahapan

pengawasan seperti di atas tidak dilalui satu demi satu. Pengawasan

yang dilakukan hanya bersifat situasional dan kasuistis, sepanjang

kegiatan dilakukan dan tidak ada laporan, dianggap tidak ada masalah

dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz. Pengawasan dilaksanakan

apabila ada gejala-gejala negatif yang muncul. Model pengawasan

bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan dari atasan

langsung kepada bawahan, dalam realisasinya pimpinan/pengelola

program berjalan dari tempat atau lokasi kegiatan ketempat kegiatan

477

George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), 238.

478 Irham Fahmi, Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung: Alfabeta, 2011),

86.

279

yang lain, setelah semua aktivitas ekstrakurikuler dilangsungkan,

aktivitas controlling dilakukan secara periodik dalam rangka

memastikan keberlansungannya sebuah kegiatan479. Model

pengawasan yang paling dominan adalah pengawasan yang bersifat

melekat (WASKAT), yaitu pengawasan yang termasuk kepada self

control, yaitu atasan ataupun bawahan senantiasa mengawasi dirinya

sendiri, pengawasan ini didasarkan pada kesadaran pribadi,

introspeksi diri dan upaya untuk menjadi uswah bagi orang lain. Allah

SWT. berfirman dalam surat al An‘am ayat 135 yang berbunyi;

قوم ٱعملوا على مكانتكم إني عامل فسوف تعلمون من قل ي

لمون قبة ٱلدار إنه ل يفلح ٱلظ ).٨١٥,سورة النعام( تكون لهۥ ع

“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”480

Berdasarkan ayat di atas, menurut Quraisy Shihab, bahwa janji

dan ancaman pasti datang dan tidak dapat dielakkan, semestinya kita

memikul tanggung jawab untuk melaksanakan dengan sempurna

kewajiban-kewajiban serta membela dalam kesulitan.481

2. Analisis Praktis

Pada bagian ini dikemukakan pembahasan tentang hasil temuan

yang disusun dengan menggunakan cara berfikir/analisis strategis,

meliputi potensi dan kekuatan, masalah dan kelemahan. Analisis ini

dikenal sebagai analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities,

and Threath), yaitu identifikasi berbagai faktor secara matematis untuk

merumuskan strategi yang didasarkan pada hubungan atau interaksi

479

Observasi, 2021. 480

Q.S., Al-An‘am/6: 135. 481

Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 4) (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 300.

280

antara unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur

eksternal, yaitu peluang dan ancaman.482

a. Kekuatan dan Keunggulan Manajemen Tahfiz

Potensi dan kekuatan yang dimaksud adalah potensi dan

kekuatan yang sifatnya internal lembaga yang dapat menjadi

driving force bagi sekolah untuk tetap survive dalam

melaksanakan kegiatan tahfiz yang berkualitas dan memberikan

kepuasan kepada siswa selaku pengguna jasa pendidikan.

Pertama, falsafah hidup masyarakat, hasil studi di lapangan

mengindikasikan bahwa kegiatan tahfiz dipengaruhi secara kental

oleh filosofi hidup masyarakat yang religius sehingga membentuk

karakter dan watak para pengelola dan mudarris/mentor sebagai

eksekutor. Filsafat hidup orang Jambi adalah “adat bersendi

syara’, syara’ bersendi kitabullah”. Filosofi ini bermakna bahwa

prilaku dan aktivitas santri didasari ata nilai-nilai syariat, dan

syariat tersebut didasarkan pada Al-Qur‟an, hal ini tercermin dari

visi ketiga pondok pesantren lokasi penelitian.

Keberadaan ketiga pondok pesantren tersebut adalah

manifestasi tanggung jawab religius pengurus yayasan, serta

kegamangan orang tua santri yang telah menamatkan

pendidikannya. Sementara sudah tertanam keyakinan akan

kebermaknaan seorang hafiz, dengan memadukan kurikulum

Islam dan umum, serta dirangkai dengan berbagai aktivitas positif,

khususnya yang bersifat religius.

Realitas ini cukup mewarnai tradisi manajemen pondok, yang

dapat dilihat dengan karakteristik, yaitu: 1) kegiatan tahfiz,

diarahkan untuk menghasilkan output dan outcome yang memiliki

dasar-dasar pengetahuan keagamaan untuk mampu berkiprah

lebih menonjol di tengah-tengah lingkungan keluarga dan

masyarakt setelah selesai menamatkan program tahfiz. 2) tradisi

482

Rachmat, Manajemen Strategik (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 285.

281

manajerial didasari dengan nilai kebersaman, kepercayaan,

kesederhanaan, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab,

hal ini dalam batas-batas tertentu mampu menghasilkan kinerja

positif yang diharapkan. 3) pelaksanaan kegiatan tahfiz didasari

nilai-nilai keikhlasan dan semangat keislaman, pola hubungan

antara guru dan santri didasari prinsip karakter islami, serta

menempatkan siswa dalam posisi sebagai makhluk fitrah dan

potensi yang butuh bimbingan.483

Etos kerja dalam Islam dapat disederhanakan menjadi

kemasan amar ma‘ruf nahi mungkar bisa bersifat diri sendiri dan

orang lain. Artinya makna ini harus terinternalisasi pada setiap diri

manusia untuk kemudian bersifat out ward pada orang lain dan

lingkungannya. Etos kerja dalam islam merupakan perwujudan

nilai-nilai moralitas dan karakter sebagai kesatuan penjelmaan

dari makna hamba dan khaliknya. Moralitas dapat dilihat sebagai

penjelmaan dari wawasan batin seorang hamba, yang fungsinya

memberikan arah, tujuan dan pemaknaan dalam

mengaktualisasikan daya intelektualnya.

Temuan di lapangan menunjukan bahwa ketiga pondok

pesantren ini meletakan landasan filosofis dalam rencana

strategis, landasan tersebut bukan ditemukan pada level simbol,

tapi sudah menjadi roh dari setiap kebijakan dan program kerja

aktual yang diimplementasikan dalam keseharian oleh guru dan

semua stakeholder yang ada di pondok pesantren tersebut.484

Kedua, aspek kesejarahan, salah satu potensi internal yang

dimiliki pondok pesantren terebut, ialah sejarah kehadirannya

yang murni merupakan wujud kebutuhan yang dilatarbelakangi

kebutuhan masyarakat akan kebutuhan santri yang hafal Al-

483

Observasi, 2021. 484

Observasi, 2021.

282

Qur‟an. Kehadirannya dianggap sebagai representasi dari pondok

yang mengadakan program tahfiz.

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, sejak berdirinya

hingga sekarang fokus pada program tahfiz, berbeda dengan

Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum, program

tahfiz diselenggarakn setelah kegiatan pondok sudah berproses

beberapa tahun dan terus mengalami perkembangan dan

kemajuan hingga saat ini. Aspek kesejarahan tersebut

menunjukan bahwa lembaga pendidikan ini adalah

pengejawantahan dari ghirah (Semangat) keagamaan

masyarakat, merupakan driving force untuk terus melakukan

inovasi, pembenahan diri, guna berdiri sebagai garda terdepan,

dan sebagai lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan yang

patut menjadi tauladan bagi lembaga pendidikan lain.

Menilik perkembangannya hingga saat ini, dapat dipahami

bahwa telah terjadinya sebua proses dialektika antara kehidupan

masyarakat (stakeholder) dengan lembaga pendidikan. Semakin

banyaknya peminat menjadi indikator yang cukup nyata dari

keinginan lembaga pendidikan ini untuk terus merespon

kebutuhan masyarakat yang terus berubah seiring dengan

perkembangan kegiatan tahfiz dewasa ini.

Ketiga, aspek keberbedaan (different) dan keunggulan

(distinctive). Keunggulan dan kekuatan yang dimiliki ketiga pondok

pesantren ini, menawarkan beberapa kegiatan yang berbeda

dengan pesantren pada umumnya, menjadikan program tahfiz

sebagai program unggulan yang mungkin tidak dimiliki oleh

lembaga pendidikan pada umumnya, mampu menawarkan

program-program kegiatan yang dapat memenuhi harapan dan

kebutuhan orang tua santri, animo masyarakat untuk

menempatkan ketiga pondok pesantren ini sebagai lembaga

283

pendidikan favorit, serta persepsi positif oleh sebagian besar

masyarakat.

Meskipun ketiga pondok pesantren belum begitu lama

berdirinya, namun pada tataran lokal bahkan provinsi jambi cukup

disegani dan diperhitungkan dalam berbagai kegiatan-kegiatan

yang berkaitan dengan Tahfiz.485 Tetap menjadi survive di tengah

menjamurnya lembaga pendidikan yang menawarkan program

unggulan, serta kecenderungan masyarakat melanjutkan

pendidikan di lembaga pendidikan yang berstatus negeri di dalam

maupun di luar Jambi.

Program tahfiz dan culture religius yang menjadi program

unggulan, mampu memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan

masyarakat. Program tahfiz memberikan makna positif bagi

masyarakat yang memiliki keinginan untuk mejadikan putra-

putrinya hafal Al-Qur‟an, juga dapat berfungsi ganda sebagai

tempat bagi anak-anaknya belajar secara normal dan belajar

agama, yang umunya dilakukan oleh orang tua mareka atau

belajar di tempat-tempat pengajian di sekitar tempat tinggalnya.

b. Hambatan dan Tantangan

Hambatan dan tantangan pasti ada dalam sebuah aktivitas,

kemampuan manajerial dituntut untuk mengatasi hal tersebut.

Hambatan dan tantangan dapat menjadi pemicu untuk

menaklukannya. Kemampuan menjadikan hambatan dan

tantangan sebagai pemicu untuk mencapai keberhasilan

merupakan suatu keniscayaan dalam mengelola sebuah pondok

pesantren.

485

Observasi, 2021.

284

Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa faktor-faktor

yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengelolaan

kegiatan Program tahfiz dapat penulis uraikan di bawah ini486:

Pertama, masalah manajemen dan kebijakan adalah faktor

yang sangat penting bagi terjaminnya pelaksanaan kegiatan

program tahfiz secara efektif dan oftimal. Problem manajerial

dalam kegiatan program tahfiz dapat teramati dari kurangnya

upaya-upaya untuk membenahi kelemahan-kelemahan dalam

kondisi yang ada, terutama yang berkaitan dengan sistem

penerimaan santri baru. Padahal, hal ini terjadi di Pondok

Pesantren Al-Mubarak Jambi, semua calon santri yang ingin

menghafal Al-Qur‟an diterima di pondok ini, sehingga dengan

adanya perbedaan kemampuan dasar tentang Al-Qur‟an,

menimbulkan persoalan sendiri dalam pembinaannya, sehingga

tidak mengherankan ada beberapa santri yang sudah mondok

beberapa tahun, belum memiliki hafalan satu juz pun karena santri

yang bersangkutan masih belajar dalam mengenal huruf, hal ini

berbeda dengan yang terjadi di Pondok Pesantren Jauharul Falah

dan Bustanul „Ulum. Di sisi lain juga dapat dimengerti, sebab

Pondok Pesantren Al-Mubarak adalah pondok tahfiz, sementara

Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum adalah

pondok modern, salah satu programnya adalah tahfiz.

Berkenaan dengan hal tersebut, Warsah dan Uyun

mengatakan, Menghafal Al-Qur‟an tentu tidak serta merta dimulai

tanpa melalui proses pembelajaran dasar-dasar Al-Qur‟an.

Pembelajaran yang dimaksud dimulai dari mengetahui huruf-huruf

sampai pada kemampuan membaca Al-Qur‟an dengan

menggunakan ilmu tajwid. Jadi, proses belajar mengajar

486

Observasi, 2021.

285

merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan

guru sebagai pemegang peran utama.487

Adanya kondisi yang seperti ini menjadi problem tersendiri

dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz di Pondok Pesantren Al-

Mubarak Jambi, sehingga ada santri yang mondok dalam

beberapa tahun, masih dalam proses belajar membaca Al-Qur‟an,

belum masuk dalam jenjang tahsin apalagi tahfiz. Dalam

menghadapi kondisi yang demikian sampai sekarang pihak

pondok masih terus menerima santri dengan kondisi seperti ini

karena pertimbangan faktor keinginan orang tua dan syiar agama.

Kedua, setiap aktivitas memerlukan waktu dalam

pelaksanaannya, kemampuan dalam mengatur waktu merupakan

salah satu langkah awal dalam mewujudkan keberhasilan, ketidak

mampuan mengatur waktu mengindikasikan akan kegagalan

suatu program kegiatan. Banyaknya aktivitas yang harus

diwujudkan dalam waktu yang bersamaan seringkali menjadi

peroblema dalam menyusun waktu pelaksanaannya, apalagi

akvititas yang ingin diwujudkan tidak mempunyai skala prioritas.

Semua aktivitas dipandang sebagai sesuatu yang urgen untuk

diwujudkan dalam waktu yang bersamaan.

Di sisi lain sumber daya manusia memiliki keterbatasan

kemampuan dan tidak mungkin dapat mewujudkan semua

aktivitas sementara kemampuannya terbatas dari segi personil

maupun dari segi skill, manajemen waktu sangat dibutuhkan untuk

mengatasi hal ini. Persoalan ini terjadi di Pondok Pesantren

Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum.488

Pendidikan di Pondok Pesantren Jauharul Falah dan Bustanul

„Ulum yang memulai aktivitas di sekolah mulai dari jam 04.00

487

Warsah, I., & Uyun, M., “Kepribadian Pendidik: Telaah Psikologi Islami”, Psikis: Jurnal Psikologi Islami (Maret, 2019), 62–73, https://www.academia.edu/42906035/.

488

Observasi, 28 Juni 2021.

286

sampai jam 22.00 memiliki berbagai program kegiatan mulai dari

kegiatan inti (proses pembelajaran) sampai pada kegiatan

penunjang semua diimplementasikan dalam waktu tersebut.

Sementara siswa memerlukan waktu untuk beristirahat untuk

menghilangkan kejenuhan dalam aktivitas rutin dan monoton

setiap harinya. Mengantisipasi kejenuhan dan kebosanan pihak

pesantren merumuskan schedule dengan meliburkan anak pada

setiap hari ahad dari aktivitas tahfiz.

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa aktivitas tahfiz

dilaksanakan setiap hari dengan waktu dan jadwal yang berbeda

di setiap pesantren. Dari hasil observasi terlihat adanya beberapa

santri yang tergabung dalam kegiatan tahfiz sering berjalan keluar

masuk dalam ruangan pada saat kegiatan berlangsung.489

Sementara dari sisi pelaksanaan kegiatan tahfiz yang lain, di

Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, persoalan yang muncul terjadi

ketika diadakan kegiatan tahfiz yang dilaksanakan dari siang

hingga malam hari, sementara santri yang mengikuti kegiatan

tersebut ada yang tidak diinapkan ditempat kegiatan. Jarak antara

rumah siswa dan sekolah ada yang berjauhan, Kondisi seperti ini

akan menjadi kendala tersendiri di saat siswa akan pulang

kerumah dan harus kembali ke pondok lagi.490 Meskipun demikian

hingga sekarang kejadian tersebut tetap berlangsung karena

sarana dan prasarana pondok belum mengakomodir sesuai

kebutuhan santri.

Ketiga, sarana dan prasarana sangat menentukan

keberlangsungan dan kesuksesan dari sebuah program kegiatan.

sarana dan prasarana yang memadai apabila dikelola dengan

baik, sangat terbuka peluang untuk menuju keberhasilan kegiatan,

jika sarana dan prasarana yang ada dikelola secara maksimal,

489

Observasi, 28 Juni dan 7 Juli 2021. 490

Observasi, 25 Juli 2021.

287

sebaliknya sarana dan prasarana seadanya tetapi manajemen

pengelolaannya dilakukan secara maksimal, output yang

dihasilkan akan lebih baik. Idealnya sarana dan prasarana

maksimal pengeloaannya maksimal, maka output yang dihasilkan

akan maksimal pula.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan tahfiz, salah

satu persoalan yang menjadi kendala yang berhubungan dengan

sarana prasarana ialah tempat kegiatan. Dalam realitasnya

kegiatan dilaksanakan dalam ruangan terbuka. Idealnya kegiatan

tahfiz dilaksanakan di tempat yang tenang, namun karena adanya

keterbatasan sarana dan prasarana, maka solusinya kegiatan

yang dilaksanakan di mana saja asalkan tempat tersebut suci dan

bersih.491

Idealnya pondok harus menyediakan tempat yang nyaman,

dengan fasilitas yang memadai, sehingga santri termotivasi untuk

mengikuti kegiatan tahfiz. Demikian juga halnya mushaf yang

menjadi pegangan siswa seyogyanya disediakan oleh sekolah,

sehingga keseragaman akan mudah dikondisikan serta hambatan

yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kegiatan akan

teratasi dengan baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat santri dalam

menghafal Al-Qur‟an sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut,

meliputi faktor internal dan eksternal masing-masing individu,

karena setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dalam

upaya melestarikan Al-Qur‟an melalui hafalan. Perlu diperhatikan

bahwa menghafal Al-Qur‟an membutuhkan sebuah metode dan

cara yang khusus di antara metode dalam menghafal Al-Qur‟an

adalah memperhatikan kondisi tempat.492

491

Observasi, 25 Juli 2021. 492

Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”, Journal of Al-Qur’an And Hadith Studies (April 2015), 1–18, http://journal. uinjkt. ac.id/index.php/ journal-of-quran-and-hadith/article/view/2280.

288

Tempat yang nyaman dan tenang akan berpengaruh terhadap

daya hafalan seseorang. Karena menghafal merupakan olah kerja

otak yang memerlukan konsentrasi tinggi,493 sebaiknya suasana

dan tempat menghafal Al-Qur‟an terhindar dari poster-poster yang

akan mengganggu konsentrasi, terhindar dari suara-suara bising,

jika sebaliknya, hal itu akan mengganggu konsentrasi santri.494

Selain itu untuk mencapai konsentrasi dalam menghafal perlu

diperhatikan beberapa hal yaitu:

a) Lingkungan sekitar haruslah cukup tenang, bebas dari suara-

suara yang terlalu keras yang kiranya dapat mengganggu

ketenangan dan pendengaran ketika sedang melakukan

hafalan.

b) Udara yang menjadi tempat tinggal haruslah cukup nyaman,

bebas dari polusi dan bau yang mengganggu rasa nyaman

menghafal Al-Qur‟an.

c) Suhu sekitar lingkungan harus menunjang kenyamanan dalam

melakukan kegiatan menghafal.495 .

Menghafal Al-Qur‟an bukanlah hal yang susah atau mustazil

tapi merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Bagi orang Islam

yang ingin melakukannya, Allah telah memberikan keringanan

atau kemudahan untuk menghafalnya. Dorongan untuk

menghafalkan Al-Qur‟an sendiri telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an,

Allah SWT berfirman:

493

Siswanto, “Hubungan Kemampuan Menghafal Al Qur‟an Dan Motivasi Belajar Dengan Hasil Belajar PAI Siswa Madrasah Aliyah Al Fathimiyah Banjarwati Paciran Lamongan,” Darajat: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2018) (1), 78 – 94, https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/didaktika/article/view/749.

494 Ulfah, S., & Lisnawati, S., Evaluasi Program Tahfiz Al-Qur’an di SMP ITA

ElMa’mur Bogor (Annual Conference on Madrasah Studies, 2018)1(1), 68–78, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/article/view/15.

495 Saptadi, H., “Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an dan

Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling‟”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2) (Desember 2012), 117-121, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/index.

289

“dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk

pelajaran, maka adakah orang yang mengambil

pelajaran?”.496

Ayat di atas mengindikasikan kemudahan dalam menghafal

Al-Qur‟an. Menghafal Al-Qur‟an hukumnya fardu kifayah. Artinya

tidak semua orang Islam diwajibkan menghafal Al-Qur‟an,

kewajiban ini sudah cukup terwakili dengan adanya beberapa

orang yang mampu menghafalkannya.497

3. Strategi Peningkatan Mutu Hafalan

Setiap pondok pesantren tentunya memiliki kurikulum

pembelajaran dalam menunjang kualitas, pengetahuan dan

pemahaman santri akan suatu ilmu. ini dapat dilihat dari formulasi

yang digunakan oleh pondok pesantren tersebut. setiap pondok

pesantren tentu punya formulasi atau ciri khas tersendiri guna

menjadikan seorang santri yang mampu menerapkan visi, misi dan

tujuan yang telah dibuat oleh pondok pesantren tersebut.

Formulasi Strategi, Menurut J. David Huger & Thomas L. Wheelen

Formulasi Strategi atau perumusan strategi adalah pengembangan

rencana jangka panjang dalam mengatur faktor eksternal secara

efektif, dan dengan memperhatikan faktor internal perusahaan.

Perumusan strategi terdiri dari penentuan misi dan tujuan perusahaan,

pengembagan strategi dan menetapkan kebijakan.498

496

Q.S., Al-Qamar/54: 22. 497

Aziz, J. A., “Pengaruh Menghafal Al-Qur‟an Terhadap Pembentukan Karakter Peserta Didik Di Roudhotul Atfal (RA) Jamiatul Qurra Cimahi”, Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 1–15, 2017, https://core.ac.uk/download/pdf/230724774.pdf, Susianti, C., “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1) ( Januari, 2017), 1–19, https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/detail?id=4579#!.

498 Wheelen, Manajement Strategis (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2013), 12.

290

Formulasi strategi yang digunakan oleh Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi, seperti tujuan pada awal pendiriannya, bahwa

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi ini punya keinginan besar

untuk mencetak generasi yang mencintai Al-Qur‟an dan memiliki

akhlak Al-Qur‟an. bukan hanya itu, tujuan utama yang menjadi visi,

misi dari pondok pesantren ini adalah Menuju Pondok Pesantren Hifzil

Al-Qur‟an terkemuka dan berkaliber Nasional di Provinsi Jambi.499

Implementasi strategi dikenal dengan sebutan tahapan aksi.

Dalam implementasi strategi, stakeholder dan manajer dituntut untuk

lebih sinkron dalam mengubah formulasi strategi ke dalam tindakan.

Kedisiplinan, komitmen, dan pengorbanan sering kali dibutuhkan

dalam tahap implementasi strategi, hal demikian karena implementasi

strategi digolongkan ke dalam tahap yang paling sulit dalam

manajemen strategi. Kemampuan manajer dalam memberikan

motivasi dan dukungan kepada para bawahannya akan menentukan

keberhasilan implementasi strategi.

Setiap divisi atau bagian dalam lembaga pesantren harus

merumuskan atau menentukan jawaban dari suatu pertanyaan

tentang apa yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan

strategi dan juga seberapa jauh kita melakukan pekerjaan dengan

benar. Rintangan yang dihadapi dalam implementasi strategi adalah

menstimulus pimpinan dan pegawai untuk melakukan pekerjaan

dengan rasa bangga dan antusiasme demi terwujudnya sebuah

tujuan.500

Temuan di lapangan, Pondok Pesantren Al-Mubarak strategi yang

digunakan dan diyakini dapat berpengaruh baik secara langsung,

maupun tidak langsung dapat meningkatkan mutu hafalan santri, di

499

Dokumentasi, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020. 500

David, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing ( Jakarta: Salemba Empat, 2016), 82.

291

antaranya merumuskan tata tertib yang berkaitan dengan disiplin

waktu, berpakaian dan disiplin dalam kegiatan.501

Tata tertib pondok merupakan bentuk aturan yang harus ditaati

dan dilaksanakan oleh siswa, sebagai salah satu perwujudan

kehidupan yang sadar akan hukum dan aturan. Tata tertib sekolah

menjadi rambu-rambu kehidupan bagi santri ketika berada di pondok.

Agar tata tertib yang dibuat pondok dapat berjalan sesuai fungsinya

maka pihak sekolah juga memberikan sanksi terhadap siswa yang

melanggar tata tertib pondok tersebut. Sanksi tersebut dapat berupa

hukuman dan pemberian skor. Dengan adanya pemberian sanksi

tersebut diharapkan dapat menimbulkan efek jera sehingga tidak

mengulangi pelanggaran untuk kedua kalinya.

Pelaksanaan tata tertib dapat dikatakan telah berjalan baik jika

hampir semua santri dapat mentaati dan melaksanakan tata tertib

tersebut dengan baik, namun jika masih banyak yang melanggar tata

tertib yang telah dibuat oleh pondok maka dapat dikatakan

pelaksanaan tata tertib di pondok tersebut kurang berjalan dengan

baik.

Tata tertib adalah serangkaian aturan yang harus ditaati oleh

santri yang bertujuan untuk mengendalikan sikap. pesantren perlu

menetapkan standar tertentu untuk mengatur dan membentuk

kebiasaan positif murid-murid yang ada di sekolah. Tata tertib adalah

“suatu kondisi yang dirancang untuk dapat mengatur dan

mengendalikan sikap atau tingkah laku individu atau siswa-siswa di

sekolah supaya tercipta suasana aman dan tentram di pondok tanpa

adanya gangguan baik dari dalam maupun dari luar”.502

Temuan di Pondok Pesantren Al-Mubarak, para pembina dan para

santri cukup disiplin dalam mematuhi tata tertib yang ada503, hal ini

501

Dokumentasi, Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, 2020. 502

Amin, M. H., Pendidikan Karakter Anak Bangsa edisi 2 (Yogyakarta: Calpulis, 2015), 58.

503 Observasi, 20 Juni 2021.

292

menunjukan bahwa tata tertib tersebut bermanfaat karena menjadi

acuan bagi warga pondok dalam berprilaku. Peraturan atau tata tertib

adalah standar bagi perilaku santri untuk mencegah masalah

manajemen.504Tata tertib dapat digunakan untuk meminimalisir

pelanggaran di dalam lingkungan pondok. Di sisi lain kelemahan dari

tata tertib yaitu membentuk sikap siswa menaati peraturan karena ada

tuntutan tertentu. Pembentukkan disiplin melalui tata tertib terkadang

hanya mendiktekan cara siswa untuk bersikap bukan bagaimana cara

siswa harus bekerja.505

Pemasangan tata tertib di pondok secara tertulis, menurut

Setyanta akan menghasilkan kedisiplinan belajar yang lebih tinggi

dibanding dengan kelas yang menerapkan tata tertib tidak tertulis.506

Penerapan tata tertib secara tertulis diharapkan dapat menumbuhkan

disiplin belajar santri di dalam lingkungan pondok.

Santri dan santriwati harus paham terhadap tata tertib yang ada.

Peranan siswa adalah tunduk terhadap tata tertib yang disepakati.

Siswa harus memiliki kesadaran untuk bertindak dengan taat, patuh,

tertib, dan teratu.507 Kesadaran ini akan membentuk santri memiliki

kesiapan dan keinginan untuk taat terhadap tata tertib, sehingga santri

melakukan dan menunjukkan sikap yang sesuai dengan tata tertib.

Salah satu kewajiban siswa yaitu “mematuhi dan menjunjung tinggi

semua aturan dan peraturan yang berkenaan dengan operasi yang

aman dan tertib di sekolah” Danim, dikutip dalam Agustina,508

kesadaran santri untuk taat dan patuh terhadap tata tertib, serta sadar

504

Jacobsen, D. A., Eggen, P., & Kauchak, D. Methods for teaching: Metode-metode pengajaran meningkatkan belajar siswa tk-sma (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), 213.

505 Wong H. K., & Wong, R. T. Menjadi guru efektif: The first days of school

(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), 65. 506

Setyanta S., “Pengaruh penerapan peraturan kelas secara tertulis terhadap kedisiplinan siswa kelas ii sd muhammadiyah tegalrejo yogyakarta”, Jurnal PGSD, 2(6), 1-8, (Juni 2013), https://core.ac.uk/download/pdf/33512225.pdf.

507 Kurniawan W. A., Budaya tertib siswa di sekolah (Penguatan pendidikan karakter

siswa) (Sukabumi: Jejak, 2018), 12. 508

Agustina, Perkembangan Peserta Didik (Yogyakarta: Depulish, 2018), 23.

293

akan kewajibannya sebagai peserta didik akan membentuk sikap

disiplin belajar santri.

Dalam Al-Qur‟an, Allah Swt. Berfirman;

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”509

Ibnu Katsir menjelaskan, taat kepada Allah adalah mengikuti

ajaran Al-Qur‟an. Sedangkan taat kepada Rasulullah adalah dengan

mengamalkan sunnah-sunnahnya, ketaatan kepada ulil amri harus

berlandaskan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak boleh taat

jika perintahnya bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan

Rasul-Nya.510

Realitas yang ada, pada lokasi penelitian tata tertib yang ada

berlaku bagi semua warga pondok, dengan demikian ustaz atau

sebagai uswah harus menjalankan tata tertib dengan konsisten.

Ustaz sebagai manajer kelas berperan penting di dalam mengelola

kelas. Begitu juga dengan penerapan tata tertib di dalam kelas.511

Tata tertib adalah pusat dari program disiplin. Oleh karena itu,

kekonsistenan guru sebagai manajer kelas sangat diperlukan.

509

Q.S. An-Nis 59. 510

Abu Fida‟, Imaduddin Ismail bin Umar Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Juz 4 (Mesir:

Dar al-Kalimah, 1998 ), 211. 511

Observasi, 25 Juli 2021

294

Menurut Wiyani512 memelihara kekonsistenan tidak semudah

membuat aturan, kekonsistenan memerlukan kesadaran semua pihak.

Guru tidak boleh pilih kasih dan hanya menerapkan tata tertib kepada

siswa tertentu saja. Hal ini bertujuan agar siswa mau mengikuti tata

tertib yang ada.

Kekonsistenan ini dapat menciptakan rasa terbiasa kepada para

santri. Kebiasaan yang rutin akan menghasilkan kelas tanpa perintah

yang menjadi ciri umum kelas tersebut tertib.513 Usaha ustaz untuk

meminimalisir terjadinya pelanggaran disiplin belajar diperlukan sikap

kekonsistenan guru terhadap tata tertib.

Prinsipnya ustaz harus tegas di dalam menerapkan tata tertib.

Hukuman harus selalu bertujuan agar siswa menjadi lebih baik di

dalam disiplin belajar. Jika terdapat pelanggaran terhadap tata tertib

disiplin belajar maka guru dapat memberikan konsekuensi. santri juga

harus siap menerima konsekuensi jika dinyatakan melanggar tata

tertib.

Konsekuensi dapat dilakukan secara bertahap, misalnya mulai

dari memberikan teguran, peringatan, menghadap kepala sekolah,

hingga melaporkan kepada orang tua siswa514 ustaz harus berulang-

ulang terus mengingatkan kepada siswa yang melanggar dan

berusaha mengungkapkan harapan bahwa kemungkinan terdapat

siswa lain yang terganggu konsentrasinya.

Salah satu tindakan penting yang harus diiringi dengan penerapan

tata tertib adalah keteladanan ustaz di dalam kelas ataupun

lingkungan pesantren. Menurut Mariyani & Gafur515, pembiasaan yang

paling efektif berasal dari tindakan guru yang positif kepada peserta

512

Wiyani, N. A., Manajemen kelas: Teori dan aplikasi untuk menciptakan kelas yang kondusif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 45.

513 Hughes, A. G., & Hughes, E. H., Psikologi pembelajaran: Teori dan terapan.

(Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), 76. 514

Hughes, A. G., & Hughes, E. H, Psikolog, 76. 515

Mariyani, & Gafur, A. “Strategi Pembentukan Sikap Disiplin Warga Negara Muda Melalui Persekolahan,” Jurnal Publikasi Pendidikan (Mei 2018), 46-54, https://ojs.unm.ac.id/pubpend/article/view/4484.

295

didik, pembiasaan keteladanan ini dapat dilakukan ketika guru

menunjukkan perilaku disiplin juga. Contoh perilaku yang dapat

diberikan misalnya ustaz juga memberikan kesempatan berbicara dan

mendengarkan ketika ada siswa yang mengungkapkan pendapat.

Sikap disiplin lainnya yang dapat ditunjukkan oleh ustaz misalnya

datang tepat waktu, berbicara dengan sopan, dan lain sebagainya.

Keteladanan ustaz sangat penting karena santri akan menjadikan

guru sebagai contoh untuk membangun dan melatih kepribadian yang

disiplin. Oleh karena itu, jika guru menuntut siswa untuk memiliki

disiplin belajar di dalam kelas, maka sebelum itu guru juga harus

menunjukkan sikap disiplinnya.

Selain itu, strategi yang diterapkan di dalam pembentukan disiplin

belajar santri di pondok dengan memberikan bimbingan personal

kepada siswa yang bersangkutan. Pelaksanaan bimbingan yang

berkelanjutan memberikan hasil peningkatan disiplin yang signifikan

dengan cara memberitahu kepada santri yang baik dan yang buruk

serta contoh perilakunya dan akibat di masa yang akan mendatang,

selain itu juga dilakukan pemantauan dan pengecekan sehari-hari

berkaitan dengan kedisiplinan santri.516

Bimbingan personal akan membantu santri di dalam memahami

tata tertib yang berlaku di ruang kelas. Pelaksanaan bimbingan

personal bertujuan untuk meningkatkan pengertian santri terhadap

tata tertib yang ada. Strategi lain yang ditempuh oleh pondok

pesantren lokasi penelitian adalah pemberian motivasi kepada para

santri, dengan bentuk dan sistem berbeda-beda, ada dengan

pemberian hadiah atau reward, dengan kisah-kisah yang sukses para

516

Purnayasa, N. “Bimbingan Individu Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Mengikuti Tata Tertib Sekolah”, Journal of Education Action Research, (Mei, 2018), 97-105, https://123dok.com/document/zx3poewz-pentingnya-tata-tertib-dalam-membentuk-disiplin-belajar-siswa.html.

296

penghafal Al-Qur‟an dan kelebihan-kelebihan serta keutamaan para

penghafal Al-Qur‟an.517

Dalam proses menghafal Al-Qur‟an motivasi memiliki peranan

yang sangat penting. Motivasi adalah syarat mutlak untuk mencapai

tujuan pembelajaran Al-Qur‟an yaitu menjadi hafiz dan hafizah yang

bertanggung jawab menjaga kemutawatiran Al-Qur‟an. Perkembangan

zaman pada dasarnya banyak mempengaruhi sebagian orang

sehingga larut dengan teknologi yang ada, namun minat para siswa

yang memiliki keinginan yang kuat untuk belajar dan menghafal Al-

Qur‟an ditandai dengan banyak sekolah-sekolah untuk menghafal Al-

Qur‟an, halaqah-halaqah penghafal Al-Qur‟an yang banyak diminati

oleh anak-anak sekarang.518

Pemberian motivasi sangat urgen, bagi para penghafal Al-Qur‟an,

sebab menghafal Al-Qur‟an menuntut kesungguhan khusus,

pekerjaan yang berkesinambungan , dan kemauan keras tanpa

mengenal bosan dan jemu. Karena itulah memberikan motivasi

merupakan hal yang urgen.519

Menurut Ahsin W. Al-Hafiz, untuk menumbuhkan motivasi

menghafal Al-Qur‟an dapat diupayakan dengan melalui beberapa

pendekatan sebagai berikut :520

1) Menanamkan sedalam-dalamnya tentang nilai keagungan Al-

Qur‟an dalam jiwa anak didik yang menjadi asuhannya.

2) Memahami keutamaan-keutamaan membaca, mempelajari atau

menghafal Al-Qur‟an.

3) Menciptakan kondisi lingkungan yang benar-benar mencerminkan

Al-Qur‟an.

517

Observasi,20 Juni, 25 Juli 2021. 518

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 61.

519 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik Menghafal Al-Qur’an

(Kaifa Tahfiz al-Al-Qur’an), ( Bandun: Sinar Baru Algesindo, 2015 ), 89. 520

Ahsin W. Al-Hafiidz, Bimbingan Praktis membaca Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 42.

297

4) Mengembangkan objek perlunya menghafal Al-Qur‟an, atau

mempromosikan idealisme suatu lembaga pendidikan yang

bercirikan Al-Qur‟an, sehingga animo untuk menghafal Al-Qur‟an

akan selalu muncul dengan persepsi baru.

5) Mengadakan atraksi-atraksi, atau haflah mudrasati Al-Qur‟an,

tasmi‟an umum bil ghaib (saling menyimak hafalan tanpa melihat

mushaf), dan mengadakan musabaqah hafalan Al-Qur‟an.

6) Mengadakan studi banding dengan mengunjungi lembaga-

lembaga pendidikan, pondok pesantren yang bercirikan Al-Qur‟an

yang memungkinkan dapat memberikan masukan-masukan baru

untuk menyegarkan kembali minat menghafal Al-Qur‟an, sehingga

program yang dilakukan tidak stagnan mandek di tengah jalan.

Pemberian motivasi dengan pencerahan tentang keagungan dan

keutamaan para penghafal Al-Qur‟an, atau lebih dikenal dengan istilah

motivasi realistik, misalnya secara rutin dilaksanakan oleh para

pembina santri ditiga lokasi penelitian, sejalan dengan hal tersebut,

Subandi dan Chairani.521mengatakan akan melahirkan beberapa

motivasi, di antaranya:

a. Kemauan yang kuat untuk menghafal Al-Qur‟an

Ketika seseorang memutuskan untuk menghafalkan Al-Qur‟an

harus ada kemauan yang kuat di dalam dirinya. Kuat lemahnya

kemauan untuk menghafal Al-Qur‟an dipengaruhi oleh niat. Niat akan

menjadi penggerak bagi penghafal Al-Qur‟an untuk dapat

mengerahkan seluruh pikiran, tindakan, dan kemauannya agar dapat

istiqamah dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Menjaga kelurusan niat

merupakan hal yang penting dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Para

penghafal Al-Qur‟an haruslah memiliki niat yang tulus ikhlas karena

Allah, bukan karena tujuan duniawi seperti menginginkan pujian

ataupun penghormatan dari orang lain. Niat yang iklas karena Allah

521

Chairani, Lisya dan M.A Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an (Peranan Regulasi Diri), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 68.

298

akan menimbulkan kekuatan dalam diri penghafal Al-Qur‟an sehingga

dapat konsisten dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Contohnya, seorang

penghafal Al-Qur‟an yang memiliki kemauan yang kuat akan berusaha

untuk membawa Al-Qur‟an kemanapun ia pergi agar tetap dapat

membaca dan menghafalkan Al-Qur‟an.

Dalam Al-Qur‟an, Allah Swt., berfirman;

...

“...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”522

Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan

meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa

mereka memiliki derajat-derajat, yakni yang lebih tinggi dari pada yang

sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai

isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang

berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan

akibat dari faktor di luar itu.

Tentu saja yang dimaksud dengan ( اوتواالعلم درجات) adalah mereka

beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti

ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar,

yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua

beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat

kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu

yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada

522

Q.S., Al-Muj dalah/58: 1.

299

pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan

keteladanan.523

b. Ketekunan dalam menghafal Al-Qur‟an (istiqamah)

Ketekunan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang

penghafal Al-Qur‟an. Sesuatu yang dilakukan secara tekun akan

menjadi sebuah kebiasaan yang nantinya kebiasaan tersebut akan

menjadi suatu rutinitas yang dilakukan secara otomatis. Ketekunan

memiliki pengaruh. yang lebih besar terhadap pencapaian target

hafalan dibandingkan dengan tingkat kecerdasan pada penghafal Al-

Qur‟an. Strategi yang utama dalam menghafal Al-Qur‟an adalah

melakukan pengulangan. Konsistensi dalam mengulang hafalan Al-

Qur‟an sering disebut dengan istilah istiqamah. Proses pengulangan

hafalan penting dilakukan oleh para penghafal Al-Qur‟an agar menjadi

sebuah kebiasaan. Contoh dari aspek ini yaitu ketika seorang

penghafal Al-Qur‟an berusaha untuk sering mendengarkan murattal

dan juga menetapkan jadwal tersendiri untuk mengulang ayat-ayat Al-

Qur‟an yang telah dihafalkan demi menjaga kefasihan hafalannya

serta untuk membiasakan diri berinteraksi dengan Al-Qur‟an.

c. Ulet menghadapi kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an (tidak

putus asa).

Seorang penghafal Al-Qur‟an haruslah pantang menyerah dan

tidak mudah berputus asa. Setiap penghafal Al-Qur‟an pasti akan

dihadapkan oleh berbagai ujian dan kesabaran merupakan kunci

penting dalam menghafal. Sabar dimaknai dengan adanya keikhlasan

dalam menerima setiap ujian karena mengetahui bahwa adanya ujian

adalah cara Allah untuk menaikkan derajat hamba-Nya. Sabar akan

membuat setiap orang mampu mengambil pelajaran dari setiap ujian

yang menimpanya sehingga orang tersebut tidak akan mudah

berputus asa dan selalu optimis dalam menghadapi berbagai cobaan.

523

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang, Lentera Hati, 2009), cet. 13, 491.

300

Optimis dan berfikir positif akan memberikan kekuatan dan keyakinan

pada diri seorang penghafal Al-Qur‟an bahwa setiap ujian akan dapat

dilalui dengan baik. Contohnya ketika seorang penghafal Al-Qur‟an

harus menghafalkan ayat yang panjang maupun ayat yang memiliki

kesamaan lafaz maka seorang penghafal Al-Qur‟an harus sabar,

optimis, dan tidak mudah putus asa agar tetap mampu menghafalkan

ayat tersebut dengan baik dan benar.

d. Semangat dalam menghafal Al-Qur‟an

Salah satu keutamaan bagi penghafal Al-Qur‟an adalah mampu

menjadi penyelamat bagi keluarga kelak di hari kiamat. Selain itu,

Allah akan memberikan jaminan hidup bagi para penghafal Al-Qur‟an.

Oleh sebab itu, seorang penghafal Al-Qur‟an seharusnya memiliki

semangat dan motivasi tinggi dalam menghafalkan Al-Qur‟an, terlebih

ketika mengetahui bahwa terdapat berbagai keutamaan ketika

menghafalkan Al-Qur‟an. Salah satu contoh yang dapat dilakukan

sebagai bentuk perilaku bersemangat dalam menghafal Al-Qur‟an

yaitu ketika seorang penghafal Al-Qur‟an telah menuliskan target

jangka pendek maupun jangka panjang sebelum memulai untuk

menghafal. Target tersebut dapat berupa penetapan target hafalan

dan menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selama proses

menghafal agar tujuan yang telah ditetapkan dapat terwujud.

Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi jiwa

manusia. Seseorang yang menghafalkan kitab suci ini pasti

termotivasi oleh sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur‟an. Motivasi ini

bisa karena kesenangan pada Al-Qur‟an atau karena bisa karena

keutamaan yang dimiliki oleh para penghafal Al-Qur‟an. Dalam

kegiatan menghafal Al-Qur‟an, dituntut kesungguhan tanpa mengenal

bosan dan putus asa. Untuk itulah motivasi berasal dari diri sendiri

301

sangat penting dalam rangka mencapai keberhasilan menghafal Al-

Qur‟an.524

Selain motivasi realistik yang diterapkan di tiga tempat peneltian,

ia juga memberikan motivasi materialistik yaitu motivasi yang

diberikan kepada santri berupa iming-iming reward bagi santri yang

mau menghafal Al-Qur‟an mencapai target yang sudah di tentukan di

awal. Bentuk motivasi materialistik berupa benda atau piagam

ataupun mushaf Al-Qur‟an bagi santri yang telah mencapai target

yang telah direncanakan.525

Dalam teori kebutuhan yang dicetuskan oleh Abraham Maslow

menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasaan seseorang itu jamak

yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan

nonmaterial.526

Dari dua jenis motivasi yang di berikan pimpinan kepada santri

tergolong dua jenis kebutuhan yaitu pertama, Physiological Needs

(kebutuhan fisik/biologis) yaitu kebutuhan yang diperlakukan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan,

minum, udara dan rumah. Kedua, Safety and Security Needs

(keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan keamanan dari

ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan

keselamatan.

Bentuk kegiatan yang dapat digolongkan bermakna motivasi

adalah mengadakan lomba antar santri yang sering dilakukan di

Pondok Pesantren Al-Mubarak, mengadakan wisuda tahfiz yang rutin

diselenggarakan di pondok pesantren Al-Mubarak dan jauharul falah,

kegiatan mengikut sertakan para santrinya dalam ajang musabaqah

tilawatil Al-Qur‟an, baik dalam skala kecil maupun skala besar.527

524

Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur’an Dalam Sebulan (Solo: Qiblat press, 2008), 60. 525

Observasi, 11, 17, 25 Juli 2021. 526

Malayu Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, 5th ed. (Jakarta: PT Bumi Aksara, tt.), 104.

527Observasi, 20 Juni 25 Juli 2021.

302

Menurut teori Abraham Maslow, kebutuhan pokok manusia ada

lima, motivasi di atas tergolong di dalamnya, yaitu;

a. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan fisiologis merupakan hierarki

kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan

kebutuhan untuk dapat bertahan hidup seperti makan, minum,

tempat tinggal, oksigen, air, tidur, dan sebagainya.

b. Kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa aman muncul setelah

kebutuhan fisiologis terpenuhi. Kebutuhan rasa aman ini meliputi

keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan, jaminan

akan kelangsungan pekerjaannya, dan jaminan akan hari tuanya

pada saat mereka tidak lagi bekerja.

c. Kebutuhan sosial, kebutuhan sosial muncul setelah kebutuhan

fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal.

Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan untuk persahabatan,

berhubungan dengan orang lain secara lebih erat, adanya

kelompok kerja yang kompak, dan sebagainya.

d. Kebutuhan penghargaan, kebutuhan penghargaan ini meliputi

kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi

seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang,

dan sebagainya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, aktualisasi diri merupakan hierarki

kebutuhan yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan

proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari

seseorang. Kemampuan untuk menunjukkan kemampuan,

keahlian, dan potensi yang dimiliki seseorang.528

Dengan adanya beberapa bentuk motivasi di atas, maka akan

terjadi perubahan tingkah laku pada santri berupa semangat untuk

meningkatkan kualitas hafalan, Hamzah B. Uno mengatakan

Perubahan tingkah laku tersebut yaitu (1) adanya keinginan untuk

528

Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 8.

303

melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan

kegiatan, (3) adanya sebuah harapan dan cita-cita, (4) penghargaan

dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6)

adanya keinginan yang menarik.529

Apabila dianasis lebih mendalam, motivasi yang ada dalam

meningkatkan mutu hafalan di tiga lokasi penelitian, maka dapat

digolongkan dalam dua bentuk motivasi, yaitu;

a. Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan

berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap

individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.530

Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah

tujuan tertentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi

instrinsik adalah motivasi yang bersumber dari suatu kebutuhan

dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai seseorang, dalam hal ini

adalah orang tua, atau dengan kata lain motivasi instrinsik tidak

memerlukan rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri orang tua

itu sendiri.

b. Motivasi Ekstrinsik, Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi

instrinsik karena dalam motivasi ini keinginan seseorang untuk

melakukan sesuatu sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan

atau rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik terjadi apabila

individu melakukan sesuatu karena adanya dorongan atau alasan

dari luar, seperti ingin menyenangkan orang lain (guru, orang tua)

atau untuk menghindari hukuman.531 Sumadi Suryabrata

529

Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 7.

530 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996), 79. 531

Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2012), 175.

304

berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang

terjadi karena adanya rangsangan dari luar.532

Motivasi ekstrinsik terhadap di tiga pondok pesantren muncul

karena kemampuan yang dimiliki oleh para pimpinan pondok

beserta civitasnya, memiliki kemampuan menghafal Al-Qur‟an

yang sangat berkualitas, keteladanan yang selalu ditampilkan

dalam membina para santri serta kewibawaan yang dimiliki

olehnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa

motivasi ekstrinsik terjadi karena suatu rangsangan dari luar seperti

alasan seseorang melakukan sesuatu karena untuk mendapat pujian

atau hukuman, atau faktor dari luar yang mendukung timbulnya

motivasi ekstrinsik seperti keadaan lingkungan sekitar.

Strategi lain yang diterapkan untuk meningkatkan mutu hafalan, di

Pondok Pesantren Al-Mubarak Kota Jambi, menyusun target hafalan,

sementara di Pondok Pesantren Jauharul Falah, mengenal istilah

pengaturan waktu menghafal, sementara di Pondok Pesantren

Bustanul „Ulum mengenal istilah manajemen waktu, pada prinsipnya

adalah sama.533 Perbedaan istilah ini muncul karena proses dan

waktu pelaksanaan kegiatan tahfiz berbeda, dan kedudukan kegiatan

tahfiz juga berbeda sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.

Hal ini diwujudkan dalam bentuk jadwal pelaksanaan tahfiz dari

pagi hingga malam. Dengan perdoman akan jadwal yang disusun

akan melahirkan sikap disiplin dikalangan santri sebagai suatu bentuk

ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah

ditetapkan.534

Pada hakikatnya disiplin ada dua jenis, yaitu disiplin waktu dan

disiplin perbuatan. Hal ini seperti diungkapkan oleh A. S. Moenir

532

Suryadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 1993), 72. 533

Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021. 534

A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 94.

305

sebagai berikut: Mengenai disiplin ada dua jenis yang sangat dominan

dalam usaha menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang

dikehendaki organisasi. Kedua disiplin itu adalah disiplin dalam hal

waktu dan disiplin dalam hal kerja atau perbuatan. Kedua jenis disiplin

tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta

saling mempengaruhi. Dapat saja seseorang hadir tepat waktunya,

tetapi tidak segera melakukan perbuatan sesuai ketentuan organisasi

pada hakekatnya merugikan organisasi.535 Disiplin mendorong santri

belajar secara konkrit dalam praktik hidup di kelas maupun di luar

kelas, Seperti dikemukakan A. S. Moenir536 bahwa “Melalui disiplin

yang tinggi pelaksanaan suatu ukuran dapat mencapai maksud dan

dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.”

Dengan disiplin santri dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Artinya disiplin yang efektif membantu dalam perencanaan tujuan,

harapan dan tanggung jawab pada siswa. Jadi disiplin membantu

santri mencapai tujuannya, tujuan santri dalam belajar adalah

mencapai hasil belajar yang memuaskan. Selain itu, disiplin berperan

penting membentuk individu yang bertanggung jawab.537

Disiplin yang diterapkan dalam rangka peningkatan mutu hafalan,

berupa disiplin preventif dan korektif, menerapkan disiplin dengan

selalu memberikan arahan kepada santri untuk tetap mematuhi aturan

yang telah di tetapkan, dengan memberikan arahan secara periodik,

insidentil, bersama-sama maupun personal.538 Penerapan disiplin

preventif dilanjutkan dengan displin korektif dengan funismant apabila

535

A.S. Moenir, Manajemen, 95-96. 536

A.S. Moenir, Manajemen, 95. 537

Imam Alimaun, Pengaruh kedisiplinan terhadap hasil belajar siswa kelas V sekolah dasar se-daerah binaan R.A Kartini Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, (Semarang: UNNES, 2015) 12.

538 Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021.

306

ada santri yang melanggar aturan, hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Mangkunegara bahwa.539

Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan

pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang

telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dari disiplin preventif ini

adalah untuk menggerakkan pegawai berdisiplin diri melakukan

pencegahan terhadap tindakan pelanggaran, dengan cara ini pegawai

dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan.

Disiplin korektif adalah upaya menggerakkan pegawai dalam

menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi

peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan.

Jika disiplin preventif merupakan cara-cara pencegahan agar tidak

terjadi pelanggaran, disiplin korektif ini merupakan tingkatan

selanjutnya. Pegawai yang melakukan pelanggaran akan diberikan

sanksi, tujuannya untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar

sehingga dapat memperbaiki kedisiplinannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam

Mangkunegara,540 mengatakan bahwa disiplin korektif memerlukan

perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur

harus menunjukkan santri yang bersangkutan benar-benar terlibat.

Keperluan proses yang seharusnya dimaksudkan adalah Pertama,

suatu prasangka yang tak bersalah sampai pembuktian santri

berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam

beberapa kasus terwakilkan oleh santri lain. Ketiga, disiplin itu

dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan

pelanggaran.

Secara umum persoalan waktu terdapat dua kalimat hikmah atau

nasihat terkait pentingnya waktu yang pernah didapatkan oleh Imam

539 Agung Setiawan, “Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja

Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruan Malang”, Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, No 4; (Juli 2013), 15, https://www.academia.edu/28874845/.

540 Anwar Prabu Mangkunegara, Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan

kedua belas (Bandung: Remaja Rosdakarya 2015), 130.

307

Syafi‟i dari orang sufi. Inti nasehat tersebut terdiri dari penggalan

kalimat: “waktu laksana pedang, jika engkau tidak menggunakannya,

maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak

tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang

sia-sia.541

Manajemen waktu merupakan sebuah perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas

waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber

daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat

dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan

sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu:

makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi

waktu menggunakan waktu yang ada.542

Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa begitu pentingnya umat

Islam, untuk mengaplikasikan manajemen waktu adalah karena (1)

Ajaran Islam begitu besar perhatiannya terhadap waktu, baik yang

diamanatkan dalam Al-Qur‟an maupun As Sunnah; (2) Dalam sejarah

orang-orang muslim generasi pertama, terungkap, bahwa mereka

sangat memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya,

sehingga mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang

bermanfaat dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan

panji yang menjulang tinggi; (3) Kondisi nyata, kaum muslimin

belakangan ini justru berbalikan dengan generasi pertama dahulu,

yakni cenderung lebih senang membuang-buang waktu, sehingga kita

tidak mampu berbuat banyak dalam menyejahterakan dunia

sebagaimana mestinya, dan tidak pula berbuat untuk akhirat

sebagaimana harusnya, dan yang terjadi adalah sebaliknya, kita

541

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), 307.

542 Rudy Hariyono, Menapak Jalan Sukses (Surabaya: Putra Pelajar, 2011), 17.

308

meracuni kehidupan dunia dan akhirat sehingga tidak memperoleh

kebaikan dari keduanya.543

Untuk melihat seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan program yang direncakan, maka penghafal perlu

membuat target harian. Target bukanlah merupakan aturan yang

dipaksakan, tetapi hanya sebuah kerangka yang dibuat seseuai

dengan kemampuan dan alokasi waktu yang tersedia. Bagi penghafal

yang waktu sekitar empat jam setiap harinya, maka penghafal dapat

membuat target hafalan satu halaman (satu muka) setiap hari.

Komposisi waktu empat jam untuk tambahan hafalan satu muka

dengan takrirnya adalah ukuran yang ideal.

Alokasi waktu tersebut dikomposisikan sebagai berikut:

a. Menghafal pada waktu pagi selama satu jam dengan target

hafalan satu halaman untuk hafalan awal dan satu jam lagi untuk

hafalan pemantapan pada sore hari.

b. Mengulang (takrir) pada waktu siang selama satu jam dan

mengulang pada waktu malam selama satu jam. Pada waktu

siang untuk takrir atau pelekatan hafalan-hafalan yang masih

baru, sedangkan pada malam hari untuk mengulang dari juz

pertama sampai kepada bagian terakhir yang dihafalnya secara

terjadwal dan tertib, satu hari takrir satu, dua atau tiga juz dan

seterusnya.

Berdasararkan temuan di lapangan, ketiga lokasi penelitian, belum

pernah dilakukan evaluasi secara menyeluruh tentang program tahfiz,

evaluasi yang dlakukan hanya bersifat personal tentang kemajuan

santri dari segi setoran hafalan dengan melihat progress hafalan

melalui buku setoran hafalan, sementara dari segi manajemen

kegiatan berjalan apa adanya, dan hampir tidak mengalami

pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan program, padahal evaluasi

543

Qardhawi, Yusuf, al-Waqtu fî Hayat al-Muslim, diterjemahkan oleh Abu Ulya dengan judul Time is Up, Manajemen Waktu Islami (Yogyakarta: Qudsi Media, 2017), 54.

309

sangat dibutuhkan dalam menentukan alternatif yang tepat dalam

mengambiilan keputusan544, hal ini sesuai dengan batasan dari

evaluasi itu sendiri, yaitu kegiatan untuk mengumpulkan informasi

tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam

mengambil keputusan, sementara fungsi evaluasi adalah

menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision

maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan

evaluasi yang telah dilakukan.545

Dalam Al-Qur‟an surah an-Naml, ayat 40:

“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI-Kitab "aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”546

Inti dari ayat di atas yaitu Ifrit menunggu Nabi Sulaiman tegak dari

majelisnya, entah itu cepat atau lambat, maka orang yang mendapat

ilmu dari al-Kitab lebih cepat lagi. Yaitu singgasana akan datang

sekejap mata Baginda. Siapa orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab

ini? Riwayat lain mengatakan bahwa itu Nabi Sulaiman sendiri. Yang

benar adalah yang ditulis dalam Al-Qur‟an bahwa ada orang yang

544

Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021. 545

Suharsismi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2019), 2.

546 Q.S., An-Naml/27: 40.

310

mendapat ilmu dari al-Kitab, mungkin dari Lauh Mahfuz yang sanggup

memindahkan singgasana dalam sekejap mata. Adapun nama

orangnya siapa, tidaklah penting. Sebab Al-Qur‟an tidak

mementingkan nama itu. Sebab itu, semata-mata kelebihan yang

diberikan Allah kepada hamba-Nya. Namun dugaan orang yang telah

mendirikan singgasana adalah tertuju kepada nabi Sulaiman. Dengan

sangat terharu nabi Sulaiman mengakui bahwa itu adalah semata-

mata karunia Allah atas dirinya. Kalau dia sendiri maka tidak akan

sanggup mengerjakannya. Maka patutlah dia bersyukur dan berterima

kasih kepada Allah. Sungguhpun demikian Allah jualah yang lebih

tahu.547

Tahfiz sebagai program kegiatan pondok hendaknya selalu

dievaluasi suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja

untuk melihat tingkat keberhasilan program.548

Menurut Sukardi, evaluasi program merupakan kombinasi antara

teori yang digunakan untuk mengakomodasi pertaggungjawaban

pengambilan kebijakan dan praktis penilaian yang di dalamnya para

evaluator mengumpulkan data sebagai informasi pendukungnya.

Evaluasi program merupakan evaluasi yang berkaitan erat dengan

suatu program pendidikan, termasuk kurikulum, sumber daya

manusia, penyelenggaraan program, proyek penelitian dalam suatu

lembaga. Evaluasi program merupakan rangkaian kegiatan yang

dilakukan dengan sengaja dan cermat untuk mengetahui tingkat

keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara

mengetahui efektifitas setiap komponennya, baik terhadap program

yang sedang berjalan maupun program yang telah berlalu.549

547

Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 6: diperkaya dengan Pendekatan Sejarah, Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi (Jakarta: Gema Insani , 2015), 523.

548 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,

2011), 290. 549

Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 3.

311

Dalam evaluasi program, evaluator harus mengetahui seberapa

tinggi mutu atau kondisi hasil pelaksanaan program. Setelah itu, data

dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Seorang evaluator

harus mengatahui tingkat ketercapaian program dan mengetahui letak

kekurangan serta sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan

tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil.550

Secara Evaluasi context Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul

Falah dan Bustanul „Ulum memiliki kekuatan pada program

unggulannya yaitu tahfiz Al-Qur‟an, program ini didukung oleh

kebijakan dari pimpinan pondok yang memiliki komitmen dalam

mendidik para santrinya yang memiliki kemampuan dalam menghafal

Al-Qur‟an, di samping mengasah kemampun atau mempersiapkan

santrinya yang memiliki kompetensi di bidang lainnya.551 Untuk

mencapai hal tersebut, pondok pesantren telah mempersiapkan guru

yang hafiz untuk membina para santri dalam program tahfiz Al-Qur‟an

ini. Para “murabbi” atau pengasuh yang mendampingi santri dalam

mengikuti program tahfiz Al-Qur‟an memiliki kompetensi untuk

melaksanakan kegiatan tersebut, hal ini terbukti dengan tidak sedikit

dari santri yang telah menyelesaikan atau menghatamkan hafalannya.

Lingkungan pondok yang mendukung juga menjadi alasan

tersendiri dilaksanakannya program ini, di samping dukungan dari

pemuka masyakarat sekitar terhadap program tahfiz Al-Qur‟an ini.

Walaupun begitu dalam pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an ini,

pengurus pondok menghadapi berbagai permasalahan, seperti;

sarana dan prasarana, biaya operasional, manajemen yang masih

tradisional, sistem evaluasi yang belum berjalan dengan maksimal

menjadi dinamika tersendiri bagi pengurus pondok pesantren, akan

550

Miswanto, Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pesantren Mini di Madrasah Aliyah Patra Mandiri Plaju Palembang, Jurnal Of Islamic Education Management (Vol. 2, No. 2, 2016), 91, https://repository.unsri.ac.id/view/subjects/L7-991.html.

551 Observasi, 10, 17, 25 Juli 2021.

312

tetapi hal tersebut tidaklah mengurangi tekad dan keinginan para

pengurus pondok untuk melaksanakan program tahfiz Al-Qur‟an ini.

Beberapa usaha telah dilakukan oleh pengurus pondok dalam

rangka meminimalisir permasalahan yang dihadapi oleh pondok

pesantren ini, di antaranya mencari donatur tetap, bekerjasama

dengan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta

dengan cara memberdayakan santri memanfaatkan lahan pondok

pesantren untuk bercocok tanam, tambak ikan serta berteknak

kambing dan sapi.

Input (ruh pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an) Menurut As-Sirjani, dalam

pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an terdapat nilai-nilai yang harus

ditanamkan baik kepada santri apalagi bagi para pengasuh. Nilai-nilai

tersebut di antanya: ”ikhlas, memiliki tekad yang kuat, sadar akan

tinggi nilai menghafal Al-Qur‟an, berusaha semaksimal mungkin

melaksanakan nilai-nilai atau pelajaran yang terkandung dalam

hafalan, menghindari dosa, selalu meningkatkan kemampuan dalam

pemahaman ilmu tajwid, mengulang hafalan, melaksanakan sholat

dengan dengan ayat-ayat yang telah dihafal”.552

Menjadi suatu kewajiban bagi umat manusia khususnya kita yang

beragama Islam untuk dapat menguasai, memelihara dan

mengamalkan Al-Qur‟an. Dengan demikian usaha-usaha yang harus

dilaksanakan adalah dengan cara mempelajari, menghafal, dan

memahami Al-Qur‟an. Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Hijr

ayat 9:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”553

552

Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal Al-Qur’an: Kaifa Tahzafu Al-Qur’an Al-Qarim Al-Qawa’id Az-Zahabiyyah Lihifzi Al-Qur’an, ter. Sarwedi M. Amin Hasibuan, et. Al. (Solo: Aqwam, 2018 ), 45.

553 Q.S., Al-Hijr/15: 9.

313

Ayat di atas menunjukan bahwa Allahlah sebagai pemeliha

kemurnian Al-Qur‟an. Ketentuan Allah telah menetapkan bahwa Allah

menjamin terjaganya Al-Qur‟an secara utuh dan murni. Kata

memelihara dapat juga dimaknakan bahwa Al-Qur‟an harus

ditanamkan ke dalam dada seorang beriman. Sehingga dengan

demikian seseorang akan memiliki kekuatan dan kepribadian Al-

Qur‟ani dalam kehidupannya sehari-hari.554

Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan rahmat bagi alam memberikan

efek dan pengaruh yang luar biasa bagi seseorang baik bagi dirinya

sendiri, bagi orang lain dan bagi lingkungannya. Pengaruh positif Al-

Qur‟an tersebut tentu didapatkan dengan ragam usaha di antaranya

dengan menghafal, memahami dan mengamalkan apa yang

terkandung dalam Al-Qur‟an, sehingga pengaruh tersebut

menciptakan pribadi-pribadi yang kuat baik secara sosial maupun

spritual.555

Dari aspek proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang

dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan

Bustanul „Ulum adalah: a). Para santri ada yang secara formal masuk

kelas ada juga yang non formal, dengan berkelompok yang terdiri dari

beberapa orang santri. b). Ustaz mengawali pembelajaran dengan

mengucapkan salam, c). Ustaz memberikan arahan kepada santri

supaya jangan terburu-buru dalam menghafal, perhatikan kefasihan

bacaan dan tajwid sehingga bacaan yang dihafal benar, d). Ustaz

membagi santri menjadi beberapa kelompok sesuai dengan

kemampuannya masing-masing. Yang masing-masing kelompok

dipimpin oleh santri senior yang telah diseleksi, e). Santri kelas 1 dan

2 ditugaskan menyetor hafalannya kepada santri senior yang telah

dipilih ustaz tersebut, sedangkan santri senior ditugaskan menyetor

554

Nasaruddin Umar, Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Al-Qur’an (Jakarta: Al-Ghazali Centre, 2008), 12.

555 Silfia Ulfah, Evaluasi Program Tahfiz Al-Qur’an di SMP ITA Al-Makmur (Bogor:

Universitas Ibnu Khaldun, 2010), 2.

314

hafalan kepada ustaz f). Ustaz meminta para santri untuk menghafal

tiga baris dengan catatan setelah benar-benar hafal baris pertama

baru bisa lanjut menghafal baris ke dua dan begitu selanjutnya. g).

Para santri menghafal ayat yang diperintahkan ustaz dan

mempersiapkan setoran h). Bagi santri yang telah siap hafalannya,

maju satu persatu menemui ustaz/ santri senior untuk mensetor

hafalan i). Ustaz/ santri senior menyimak hafalan santri dengan teliti

dan benar j). Apabila menjelang waktu habis masih ada santri yang

belum setor hafalan, maka santri tersebut disuruh membaca Al-Qur‟an

yang “disimak” oleh ustaz. k). Selesai ustaz memberikan saran, bagi

santri yang tidak melakukan penyetoran hafalan maka diberi tugas

tambahan menghafal untuk besoknya sehingga hafalan yang

dihafalnya besok menjadi enam baris l). Ustaz mengakhiri

pembelajaran tahfiz Al-Qur‟an dengan mengucapkan salam penutup

dan do‟a.556

Proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang dipimpin oleh santri

senior, dilakukan dengan cara santri senior menceklis buku setoran

hafalan santri, jika hafalan yang dibaca santri tersebut telah selesai,

maka disuruh menghadap ustaz dengan membaca kembali hafalan

yang telah diceklis, jika benar, baru diparaf oleh ustaz, namun jika

terdapat kesalahan sampai tiga kali maka ustaz meminta santri

menghafal kembali hingga benar, setelah benar baru diparaf ustaz.

Proses pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-

Mubarak, Jauharul Falah, dan Bustanul „Ulum, juga menghadapi

beberapa kendala di antaranya, kecepatan santri dalam menghafal

berbeda.557 Untuk mengatasi permasalahan perbedaan kemampuan

tersebut, ustaz menyikapinya dengan mengelompokkan santri sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Di samping perbedaan

kemampuan santri tersebut juga kesungguhan santri dalam menghafal

556

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 557

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

315

Al-Qur‟an berbeda, sehingga santri yang mencapai target juga

berbeda. Setiap kegiatan tentu akan didukung oleh sumber daya lain,

seperti salah satunya dukungan sarana dan prasarana. Begitu juga

halnya program tahfiz Al-Qur‟an. Semestinya harus didukung oleh

sarana dan prasarana yang memadai sehingga para santri merasa

nyaman dalam mengikuti program ini.

Data yang ditemukan di lokasi penelitian memperlihatkan bahwa

keterbatasan sarana dan prasarana menjadi permasalahan klasik

yang dihadapi oleh pengurus pondok pesantren. Kondisi ini

setidaknya pasti mempengaruhi para santri yang sedang mengikuti

program tahfiz Al-Qur‟an di pondok ini. Hal ini diperkuat dengan hasil

observasi yang didapatkan di lapangan di mana ditemukan tidak ada

tempat khusus ataupun tempat-tempat pendukung yang

representative dan nyaman bagi santri untuk menghafal Al-Qur‟an.558

Meskipun demikian, Pondok Pesantren Al-Mubarak, mendapatkan

apresiasi penuh dari masyarakat di wilayah masing-masing.

Sebagaimana yang dinyatakan ustaz Syarifuddin ketika wawancara

bahwa: “di antara kendala-kendala yang dihadapi dalam proses

pelaksanaan Tahfiz Al-Qur‟an di antaranya, berbedannya kecepatan

dan kesungguhan santri dalam menghafal Al-Qur‟an, ditambah lagi

dengan sarana dan prasarana yang monoton dan bisa dikatakan tidak

mendukung sehingga santri menjadi jenuh dan bosan. Yang

menyebabkan pondok pesantren ini jalan sampai saat ini karena yang

mengelolanya putra daerah. Ditambah lagi dengan apresiasi dari

masyarakat. Pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an di pondok pesantren

mendapatkan apresiasi dari masyarakat disebabkan pelaksanaan

tahfiz Al-Qur‟an memberikan dampak positif. Di antaranya para

pengurus TPQ mulai tertarik dan berlomba-lomba untuk

melaksanakan kegiatan tahfiz Al-Qur‟an di TPQ masing-masing serta

perlombaan tahfiz Al-Qur‟an sudah mulai ditingkatkan, yang akhirnya

558

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

316

menyebabkan anak-anak dan para remaja berlomba-lomba menghafal

Al-Qur‟an”559 demikian juga halnya di Jauharul Falah dan Bustanul

„Ulum.

Pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an yang dilakukan di Pondok Pesantren

Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum diakukan dengan 20

kali pengulangan, yaitu lima kali dengan melihat Al-Qur‟an dalam 1

(satu) ayat, lima kali dengan melihat baca tutup Al-Qur‟an, lima kali

dengan menutup Al-Qur‟an dan yang terakhir kalau sudah hafal tiga

ayat digabung dan diulang lima kali dari ayat satu sampai ayat tiga.560

Beberapa metode yang dipakai dalam program tahfiz Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum

adalah sebagai berikut dalam pelaksanaan tahfiz Al-Qur‟an.561 a).

Metode wahdah. Metode wahdah yaitu, menghafal ayat satu persatu,

di mana setiap ayat dapat dibaca atau dihafal sebanyak 10 kali atau

lebih. Metode ini bertujuan untuk membentuk pola bayangan.

Sementara untuk program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-

Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum. metode ini diterapkan

dengan cara membaca ayat yang hendak dihafal sebanyak 20 kali

pengulangan. b). Metode Sima‟i Metode ini dilakukan dengan cara

santri terlebih dahulu mendengarkan bacaan ayat yang dibacakan

oleh ustaz secara berulang-ulang lalu santri melanjutkan dengan

menghafal ayat yang didengar dari ustaz. Jumlah pengulangan

bacaan tergantung dari kemampuan santri dalam menghafal. Cara ini

cocok untuk santri yang memiliki daya ingat yang tinggi, penghafal

tunanetra atau bagi orang yang belum mengenal tulis baca Quran.562

c. Metode Jama’ Metode menghafal Al-Qur‟an dengan cara bersama-

sama, yang dipimpin oleh seorang ustaz. Adapun langkah-langkahnya

adalah, ustaz membacakan satu atau beberapa ayat lalu santri

559 Wawancara, Syarifuddin, 20 Juli 2021.

560 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

561 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014),

90. 562

Ridwan Abdullah Sani, Inovasi, 91.

317

menirukan secara bersama-sama. Kemudian ustaz mengulang

kembali ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya. Setelah ayat-ayat

yang dibacakan tersebut dapat mereka baca dengan baik dan benar,

maka selanjutnya sedikit demi sedikit para santri mencoba

menghafalkannya secara mandiri. d). Metode Tarki Langkah-langkah

yang ditempuh adalah; pertama, selama satu tahun santri wajib

belajar Al-Qur‟an dengan benar. Kedua santri memulai menghafalkan

Al-Qur‟an, tetapi yang dihafal pertama adalah halaman terakhir dari

setiap juz dan begitu selanjutnya. Metode ini dilakukan oleh ustaz

kepada santri dengan cara memerintahkan santri untuk menghafal

dari halaman terakhir sampai berurutan. Sehingga hafalan pertama

yang dikuasai siswa adalah juz 30.

Target yang ditetapkan adalah 1 juz dalam setahun, namun

karena adanya motivasi sendiri dari siswa, sudah ada diantara siswa

yang hafal 10 juz, 5 juz, 4 juz dan 3 juz. e) Memahami Ayat ini

berusaha memahami arti dari ayat-ayat yang dihafalkan sehingga

dengan mudah mengaitkan lafaz ayat dengan keadaan yang ada.

Metode ini diterapkan dengan cara ustaz mengartikan ayat per ayat

bacaan yang dihafal sehingga santri hafal ayat dan arti dari ayat yang

dibacanya.

Program tahfiz Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Mubarak,

Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum, dalam prosesnya tetap dilakukan

evaluasi secara simultan dan berkesinambungan.563 Evaluasi

merupakan rangkaian kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang

kinerja yang sedang dan telah terlaksana. Kegiatan evaluasi

dilaksanakan pada setiap program dalam rangka untuk mengetahui

sejauh mana kseberhasilan pelaksanaan program tahfiz Al-Qur‟an.564

Pengumpulan informasi akan digunakan untuk melihat

keberhasilan program ini dapat dilakukan dengan melaksanakan

563

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 564

Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), 16.

318

evelauasi program. Sehingga pengurus pondok pesantren

mendapatkan data dan informasi yang relevan untuk mengambil

kebijakan kedepannya.565 Berbagai upaya dilaksanakan oleh

pengurus pondok pesantren dalam rangka peningkatan kualitas dan

kuantitas program tahfiz Al-Qur‟an. Upaya-upaya tersebut dalam

rangka memperbaiki, meningkatkan, dan menyempurnakan program

yang akan dilaksanakan kedepannya. Sebelum melaksanakan

berbagai langkah-langkah tersebut, terlebih dahulu pengurus pondok

pesantren melaksanakan evaluasi program.

Berdasarkan evaluasi itu didapatkan informasi yang relevan,

komprehensif dan menyeluruh sebagai bahan untuk mengambil

keputusan yang lebih baik kedepannya. Evaluasi di pondok pesantren

Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan Bustanul „Ulum

dilakukan dua pendekatan yaitu: evaluasi secara internal dan evaluasi

secara eksternal.566

a. Evaluasi internal adalah evaluasi yang dilakukan terhadap

program dengan tujuan untuk memperbaiki program, baik program

yang sedang berjalan maupun program yang telah dilaksanakan.

Evaluasi jenis ini dikerjakan oleh evaluator dari internal atau dari

dalam institusi. Pendekatan evaluasi secara internal di pondok

pesantren ini dilakukan terhadap ustaz dan santri yang mengikuti

program. Evaluasi terhadap ustaz dilakukan dengan cara

diadakannya rapat untuk mengetahui keaktifan para ustaz dalam

mengajar, apa saja kendala yang ditemukan, kemudian

dimusyawarahkan untuk dipecahkan dan mencarikan solusi

secara bersama dari permasalahan tersebut. Serta merencanakan

strategi dan rencana apa yang akan dilakukan untuk

meningkatkan penerapan tahfiz Al-Qur‟an selanjutnya. Sedangkan

evaluasi terhadap santri dilaksanakan dengan tujuan untuk

565

Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2019), 2.

566 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

319

melihat sejauh mana santri telah mampu menghafal, memahami,

menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat yang dihafal

serta sejauh mana santri mampu mendakwahkan nilai-nilai Al-

Qur‟an yang telah dipelajari kepada masyarakat. Evaluasi internal

ini dilaksanakan setiap minggu dengan mengumpulkan hafalan Al-

Qur‟an siswa yang disetor 3 ayat dalam sehari.

b. Evaluasi eksternal dilakukan untuk menentukan sejauh mana nilai-

nilai kebermaknaan, atau kemanfaatan program tahfiz terhadap

masyarakat terutama masyarakat sekitar. Evaluasi ekternal

dilakukan oleh evaluator yang berasal dari luar. Di mana saat

dilaksanakan wisuda para santri diuji oleh evaluator dari luar

pondok pesantren. Seperti para tamu undangan yang ada pada

acara tersebut.

Berdasarkan evaluasi secara universal terhadap pelaksanaan

program tahfiz, maka outputnya di golongkan bermutu, sebab

kemampuan menghafal Al-Qur‟an dapat dilihat dari beberapa aspek

diantaranya:

a. Kelancaran membaca, kesesuaian bacaan makharijul huruf sesuai

dengan kaidah ilmu tajwid, diantaranya yaitu:

1) Kesesuaian bacaan dengan makharijul huruf (tempat

keluarnya huruf).

2) Kesesuain bacaan huruf dengan shifatul huruf (sifatsifat

huruf).

3) Kesesuain bacaan dengan Ahkamu tajwid (hukum-hukum

tajwid) seperti ahkamu nun mati (ikhfa‟, izhar, idgham, iqlab)

dan lain.

4) Kesesuaian bacaan dengan ahkamu mad wal qashar (hukum

bacaan panjang dan pendek.

b. Faṣ ḥah di antaranya

1) Al-Wakfu wal-ibtid ’ (ketepatan berhenti dan memulai bacaan

ayat Al-Qur‟an. ḥ

320

2) Mur ’atul huruf wal harakat (menjaga keberadaan huruf dan

harakat).

3) Mur ’atul kalimah wal ayat (menjaga keberadaan kata dan

ayat.

b. Kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an dapat dikatagorikan baik

apabila orang yang menghafal Al-Qur‟an dapat menghafal dengan

benar, sedikit kesalahanya, walaupun ada yang salah ketika

diingatkan langsung bisa menyebut kembali.

Beberapa alumni ketiga pondok pesantren lokasi penelitian,

memenuhi standar seperti yang dikemukakan oleh M. Sukardjo dan

Ukim Kamaruddin mengatakan bahwa pendidikan bermutu dapat

dilihat dari sisi prestasi siswa, proses pembelajaran, kemampuan

lulusan dalam mengembangkan potensinya di masyarakat serta dalam

hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.567

Oleh karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk,

maupun sisi internal dan kesesuaian. Mutu dilihat dari proses adalah

efektivitas dan efisiensi seluruh faktor berperan dalam proses

pendidikan. Faktor-faktor tersebut, misalnya, kualitas pendidik,

sarana-prasarana, suasana belajar, kurikulum yang dilaksanakan, dan

manajemen pengelolaannya.

Faktor-faktor tersebut yang akan membedakan mutu pendidikan

pesantren, dan mutu proses pendidikan dengan sendirinya akan

berpengaruh terhadap lulusannya. Lulusan dari pesantren yang

mempunyai faktor-faktor yang mendukung proses pembelajaran

bermutu tinggi akan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan yang tinggi pula. Atau dengan kata lain, pendidikan yang

bermutu pada dasarnya akan menghasilkan sumber daya manusia

yang bermutu pula.568

567

M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, landasan pendidikan, konsep dan aplikaksinya (Jakarta: Rajaswali pers, 2015), 67.

568 Siswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya

Keislaman, (2015), 261, http://ejournal.iainmadura.ac.id.

321

Mengutip dari Masditou dalam pencapaian pendidikan yang

berkualitas, pendidikan mempunyai standar acuan agar tercapainya

pendidikan yang diharapkan. Acuan ini dijadikan standar pada sebuah

lembaga pendidikan agar tujuan pendidikan yang berkualitas dapat

tercapai. Di antara standar yang menjadi acuan ialah: standar

kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan

tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar

pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.569

Menurut Connie Chairunissa dalam mewujudkan mutu pendidikan

terdapat komponen-komponen yang harus ada untuk mewujudkan

mutu di antaranya; kepemimpinan yang berorientasi pada mutu,

pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam menguprade sumber daya

manusia yang dilakukan secara terus menerus, struktur organisasi

yang mendukung untuk melakukan perubahan-perubahan,

komunikasi, ganjaran dan pengakuan, dan juga pengukuran atau

evaluasi, pengukuruan atau evaluasi menjadi sangat penting dalam

proses manajemen mutu.570

Merujuk pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa .yang

dilakukan oleh organisasi, lembaga atau perusahaan di seluruh unit,

bagian, divisi, departemen dalam organsasi tersebut yang dilakukan

secara menyeluruh dan terus menerus, sedangkan quality adalah

hasil kerja yang mengambarkan peningkatan hasil kerja organisasi

dalam mencapai tujuan.

Menurut Umaedi dalam Choerul Fuad Yusuf 571mutu sebagai sifat-

sifat yang dimiliki suatu benda atau jasa yang secara keseluruhan

memberi rasa puas kepada penerima atau penggunanya karena telah

569

Masditou, “Manajemen Pembiyaan Pendidikan Menuju Pendidikan Yang Bermutu”, Jurnal ANSIRU PAI (2017), 120, https://jurnal. umj.ac.id/index. php/Tahdzibi/ article/view/7863.

570 Chairunnissa, C. Manajemen Pendidikan Dalam Multi Perspektif (1 ed.), (Depok:

PT. Rajagrafindo Persada, 2016), 289-290. 571

Choirul Fuad Yusuf, Budaya Sekolah Dan Mutu Pendidikan (Jakarta: Pena Citra Satria, 2018), 75.

322

sesuai atau melebihi apa yang dibutuhkan dan harapkan pada

pelanggannya. Mutu menurut ISO 9000:2000 adalah derajat atau

tingkatan karakteristik yang melekat pada produk yang mencakupi

persyaratan atau keinginan. Menurut Garvin dan Davis dalam Yakub

dan Vico Hisbanarto572, mutu adalah kondisi dinamis terkait dengan

produk, tenaga, tugas dan lingkungan yang dapat memenuhi atau

melebihi keinginan dan harapan. Mutu adalah ukuran terhadap

sesuatu yang diharapkan tercapai dari suatu produk atau layanan bagi

para pelanggan yang ada573 Secara umum, mutu mengandung makna

derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik

berupa barang atau jasa.574

Mutu yang dikemukakan oleh Nanang Fattah575 bahwa mutu

adalah kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa

(service) yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan, kepuasan

(satisfaction) pelanggan (customer) yang dalam pendidikan

dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal customer dan eksternal.

Internal customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai pembelajar

(learners) dan eksternal customer yaitu masyarakat dan dunia industri.

Mutu dalam dunia pendidikan dapat diartikan sesuatu yang harus

diperjuangkan, diraih dan dipertahankan oleh suatu lembaga

pendidikan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat

menyekolahkan putra-putrinya di lembaga pendidikan tersebut.

Berdasarkan definisi mutu di atas, dapat dikatakan bahwa produk

lembaga pendidikan adalah layanan atau jasa pendidikan yang

diberikan kepada santri. Sementara itu, mutu pendidikan di lembaga

572

Yakub dan Vico Hisbanarto, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 76.

573 Fetty Ernawati, Konstruksi Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Raudhatul Athfal di

Kartasura. IAIN Surakarta. (Online). LP2M IAIN Surakarta: Buana Gender. Vol 1. No 2 (http://ejournal.iainsurakarta.ac.id, diakses 19 April 2020). 23.

574 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media.2014), 20. 575

Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), 123.

323

ditentukan pelanggan pendidikan, baik pelanggan internal maupun

pelanggan eksternal. Pelanggan internal pendidikan adalah ustaz,

tenaga administrasi. Sedangkan pelanggan eksternal pendidikan

adalah santri, orang tua siswa, masyarakat.

Dengan demikian, mutu pendidikan di lembaga ditentukan oleh

input, proses, dan output pendidikan. Oleh sebab itu, mutu pendidikan

atau lembaga merupakan kemampuan mengelola input, proses, dan

mendayagunakan secara optimal untuk meningkatkan kemampuan

belajar dan hasil belajar lulusannya.576

Sedangkan menurut Aan Hasanah,577dalam pandangan

masyarakat umum, mutu lembaga atau keunggulan lembaga dapat

dilihat dari ukuran fisik lembaga pendidikan, seperti gedung dan

jumlah kegiatan yang ada. Jadi, mutu lembaga bukanlah suatu konsep

yang berdiri sendiri melainkan terkait dengan tuntutan dan kebutuhan

masyarakat. Di mana kebutuhan masyarakat dan perubahan yang

terjadi bergerak dinamis seiring dengan perkembangan zaman,

sehingga lembaga pendidikan juga harus mampu menyeimbangkan

perubahan yang terjadi secara cepat dan bisa menghasilkan lulusan

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Konsep mutu dalam Nur Zazin578 adalah sebagai berikut:

1) Mutu Sebagai Sebuah konsep yang absolut. Sebagai suatu

konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik,

dan benar. Mutu merupakan idealisme yang tidak dapat

dikompromikan. Sebagai suatu makna yang absolut, sesuatu yang

bermutu merupakan bagian standar yang sangat tinggi yang tidak

576

Nurul Hidayah, “Pembelajaran Tematik Integratif Di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2015), https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID885G0&p=Nurul+Hidayah%2C+%E2%80%9CPembelajaran+Tematik+Integratif+Di+Sekolah+Dasar%E2%80%9D%2C+Jurnal+Pendidikan+Dan+Pembelajaran+Dasar%2C+Volume+2%2C+Nomor1%2C+Juni+2015.

577 Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 91.

578 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2014), 45.

324

dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu

yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal.

Produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga

para pemiliknya. Dalam konteks mutu pendidikan, konsep mutu

adalah elite karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan

pengalaman dengan mutu tinggi kepada peserta didik.

2) Mutu sebagai sebuah konsep yang relatif. Definisi relatif

memandang bukan sebagai atribut produk atau layanan. Mutu

dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi

spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang

menentukan apakah produk terakhir sudah sesuai dengan

standart atau belum. Produk atau layanan dalam konsep ini tidak

harus mahal dan eksklusif. Dari berbagai uraian di atas maka

dapat disimpulkan bahwa mutu dalam konsep absolut adalah

sesuatu standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli.

Sedangkan mutu dalam konsep relatif memiliki dua aspek, yaitu

menyesuaikan diri dengan spesifikasi dan memenuhi kebutuhan

pelanggan.

Indikator Mutu tersebut akan diuraikan di bawah ini:

a) Konteks, pertimbangan terhadap konteks peningkatan mutu

lembaga meliputi aspek-aspek: permintaan pendidikan,

dukungan masyarakat terhadap pendidikan, kebijakan

pemerintah, aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, status

sosial ekonomi masyarakat, keadaan geografi dan lain

sebagainya.

b) Input, dalam konteks ini, aspek-aspek yang dipertimbangkan

dalam penyusunan indikator adalah yang berkenaan dengan

visi, misi, tujuan, sasaran, sumber daya, siswa, kurikulum dan

lain sebagainya.

c) Proses, aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam komponen

ini adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan

325

kelembagaan, proses pengelolaan program, proses

pembelajaran, proses penilaian dan lain sebebagainya.

d) Output (hasil), hasil nyata dari pelaksanaan program

peningkatan mutu lembaga adalah berupa prestasi akademik

dan prestasi non akademik.

e) Outcome, aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan

indikator ini adalah manfaat jangka panjang dari kegiatan

peningkatan mutu lembaga, antara lain pendidikan lanjut,

pengembangan karier, kesempatan untuk berkembang dan

lain sebagainya .

f) Evaluasi, ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana

tujuan pendidikan dapat dicapai.579 Kegiatan evaluasi pada

dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan monitoring.

Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dimaksudkan untuk

mengetahui apakah program peningkatan mutu terlaksana

atau tidak, apa saja kendala yang dihadapi, dan bagaimana

cara mengatasi kendala tersebut.580 Pelaksaan monitoring dan

evaluasi adalah untuk mengetahui perkembangan

pelaksanaan program peningkatan mutu. Adapun komponen-

komponen monitoring dan evaluasi yang sekaligus

menggambarkan indikator-indikator program peningkatan

mutu meliputi komponen konteks, input, proses, output dan

outcome.

Mutu hafalan Al-Qur‟an dikatakan baik apabila bacaannya

sesuai dengan tajwid, fasih, dan lancar bacanya. Untuk mencapai

hasil yang seperti itu, tentunya tidak bisa lepas dari cara untuk

memelihara hafalan Al-Qur‟an.

579

Subar Junanto dan Latifah Permatasari Fajrin, “Evaluasi Program Standar Kompetensi Lulusan Alquran (SKL Alquran) Di Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta Tahun 2017”, (Online), IAIN Surakarta: At-Tarbawi. Vol 3. No 1. (2018), 213, http://ejournal.iainsurakarta.ac.id.

580 Minnah El Widdah, dkk., Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu

Madrasah (Bandung: Alfabeta. 2012), 156.

326

Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan

mutu hafalan Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:

1) Takhmis Al-Qur‟an yaitu mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap

lima hari sekali.

2) Tasbi‘ Al-Qur‟an adalah mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap

seminggu sekali.

3) Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.

4) Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu

juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil

melakukan murajaah secara umum.

5) Mengkhatamkan murajaah hafalan Al-Qur‟an setiap sebulan

sekali.

6) Takrir dalam shalat.

7) Konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih

dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang

ditentukan.581

Berdasarkan uraian di atas dapat di pahami bahwa strategi

yang diterapkan pimpinan pondok pesantren di tiga lokasi

penelitian dapat dikatakan bermutu, karena telah memenuhi

standar mutu tahfiz seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

4. Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Mutu Hafalan

Kepemimpinan kiai dalam pesantren dimaknai sebagai seni

memanfaatkan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren

untuk mencapai tujuan pesantren. Manifestasi yang paling menonjol

dalam “seni” memanfaatkan daya tersebut adalah cara menggerakkan

dan mengarahkan unsur pelaku pesantren untuk berbuat sesuai

kehendak pemimpin pesantren dalam rangka mencapai tujuan

pesantren.582 Pemimpin yang dimaksud bukanlah setiap warga

581

Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur’an Dalam Sebulan (Solo: Qiblat press, 2008), 141-142.

582 Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok PesantrenTebuireng) (Malang:

Kalimasad Press, 2013), 3.

327

pesantren, melainkan kiai pengasuh yang menjadi tokoh kunci atau

pemimpin pesantren.

Di Pondok Pesantren Al-Mubarak, KH. Ahmad Mubarak M. Daud,

di Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy, Kiai Toni Fadliansyah,

S,Pd.I, dan di Pondok Pesantren Bustanul „Ulum, Kiai Ihsan Daim,

S.Ud, merupakan figur yang sangat penting keberadaannya dan

kedudukannya dalam pondok pesantrennya masing-masing.

pertumbuhan pondok pesantrennya tergantung dengan pola

kepemimpinannya.583

Ketiga pimpinan pondok tersebut, telah melaksanakan tugas

kepemimpinannya dengan baik, mereka menjadi teladan pada para

santrinya, dalam melaksanakan tugasnya tercermin sikap ikhlas tanpa

pamrih, ketiganya sangat berwibawa di mata para pengasuh dan

santrinya, serta ketiga-tiganya memiliki kemampuan dalam menghafal

Al-Qur‟an yang cukup baik. Searah dengan tugas dan fungsi

pemimpin itu sendiri.584 Dalam hal ini Wuradji mengatakan ada

sejumlah peran yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, di

antaranya adalah:

a. Pemimpin berperan sebagai koordinator terhadap kegiatan

kelompok (coordinator)

b. Pemimpin berperan sebagai perencana kegiatan (planner)

c. Pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan (policy maker)

baik karena atas pertimbangannya sendiri, ataupun setelah

mempertimbangkan pendapat kelompoknya.

d. Pemimpin berperan sebagai tenaga ahli (expert) yang secara

aktual berperan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi

kelompoknya.

e. Pemimpin berperan sebagai pemberi imbalan dan sanksi (as

purpeyor of rewards and punishment)

583

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021. 584

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

328

f. Pemimpin berperan sebagai atribasi dan mediator (arbitrator and

mediator), khususnya dalam menyelesaikan konflik internal

ataupun perbedaan pendapat di antara para anggotanya.

g. Pemimpin berperan sebagai teladan (example) yang dijadikan

model perilaku yang dapat diteladani pengikutnya)

h. Pemimpin berperan sebagai simbol dan identitas kelompoknya (as

a symbol of the group)

i. Pemimpin berperan sebagai pembenar (scapegoat) yang akan

mengkritisi terhadap sesuatu yang dianggap tidak benar.585

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemimpin

pondok pesantren masing-masing memiliki tipologi tersendiri berbeda

satu dengan yang lainnya, sebab para ahli merincikan tipologi

kepemimpinan kiai di pondok pesantren dengan beberapa tipologi.

Menurut Abdurrahman Mas‟ud memasukkan kiai dalam lima

tipologi, yaitu:

a. Kiai (ulama) yang mengonsentrasikan diri dalam dunia ilmu;

belajar, mengajar, menulis, menghasilkan banyak kitab.

b. Kiai yang ahli dalam spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam,

pesantren mereka biasanya dinamai sesuai denga spesialisasi

mereka, misalnya pesantren Al-Qu‟an.

c. Kiai karismatik yang memperoleh karismanya dari ilmu

pengetahuan keagamaannya, khususnya dari sufisme.

d. Kiai da‟i keliling. Yang perhatian dan keterlibatannya lebih besar

melalui ceramah atau da‟i pada public dengan interaksi yang baik

melalui bahasa retorika yang efektif.

e. Kiai pergerakan. Karena skill dan kepemimpinannya yang luar

biasa, baik dalam masyarakat maupun dalam organisasi sehingga

menjadi pemimpin yang menonjol.586

585

Wuradji, The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional) (Yogyakarta: Gama Media, 2019), 11-12.

586Abdurrahman Mas‟uid, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi

(Yogyakarta: LkiS, 2004), 236-37.

329

Pendapat lain merincikan;

1) Gaya kepemimpinan religio-paternalistic di mana adanya

suatu gaya interaksi antara Kiai dengan para santri atau

bawahan didasarkan atas nilai-nilai keagamaan yang

disandarkan kepada gaya kepemimpinan Nabi Muhammad

SAW.

2) Gaya kepemimpinan paternalistic-otoriter; di mana pemimpin

pasif, sebagai seorang bapak yang memberi kesempatan

anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu

memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya

anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau

dihentikan.

3) Gaya kepemimpinan legal-formal, mekanisme kerja

kepemimpinan ini adalah menggunakan fungsi kelembagaan,

dalam hal ini masing-masing unsur berperan sesuai dengan

bidangnya, dan secara keseluruhan bekerja mendukung

keutuhan lembaga.

4) Gaya kepemimpinan bercorak alami, gaya kepemimpinan ini

adalah pihak kiai tidak membuka ruang bagi pemikiran-

pemikiran yang menyangkut penentuan kebijakan pesantren,

mengingat hal itu menjadi wewenangnya secara mutlak. Jika

ada usulan-usulan pengembangan yang berasal dari luar

yang berbeda sama sekali dari kebijakan kiai justru direspons

secara negatif.587

Menurut Imam Suprayogo peran kiai a. Sebagai pendidik b.

Sebagai pemuka agama c. Pelayanan sosial Sebagai pengasuh

dan pembimbing e. Sebagai guru ngaji.588 Hamdan Rasyid, a.

Melaksanakan tablig b. Melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar

c. Memberikan contoh dan teladan yang baik d. Memberikan

587

Mardiyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Malang: Aditya Media Publising, 2015), 65-66.

588 Imam Suprayogo, Kiai dan Politik (Jakarta: Rajawali pers, 2017), 4-5.

330

pelajaran tentang Islam e. Memberikan solusi bagi persoalan-

persoalan umat f. Membentuk orientasi santri yang bermoral dan

berbudi pekerti luhur g. Menjadi rahmat bagi seluruh alam.589

Zamaksyari Dhofier: a. Sebagai guru ngaji b. Sebagai tabib c.

Sebagai rois atau imam d. Sebagai pengasuh dan pembimbing e.

Sebagai motivator f. Sebagai orang tua kedua.590

Eksisitensi kiai sebagai pemimpin pesantren, kiai berperan

sebagai guru pendidik yang tidak hanya mengajar tapi juga

membimbing dan mengarahkan santri-santrinya agar dapat

berkembang dengan baik. Kepribadian kiai sangat berpengaruh

terhadap besarnya faktor kharisma dalam menentukan kemajuan

atau kemunduran pondok pesantren, sehingga akan berpengaruh

besar dalam peningkatan mutu hafal santri.

Temuan di lapangan peran kiai terhadap santrinya dalam

meningkatkan mutu hafalan terlaksana dengan baik, sebab ketiga

pimpinan pondok tersebut masing-masing bergelar al-Hafiz atau

hafal Al-Qur‟an 30 juz.591 Peran kiai dalam peningkatan mutu

hafalan dapat dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitas di

antaranya:

a. Peran kiai dalam meningkatan mutu hafalan berdasarkan

kuantitas dapat dilihat melalui tekanan atau target hafalan

yang harus didapatkan berdasarkan peraturan yang

dilaksanakan.

b. Peran kiai dalam meningkatkan hafalan berdasarkan kualitas

dapat dilatih melalui bacaan ayat Al-Qur‟an yang

diperdengarkan oleh guru atau kiai, tajwid maupun makh rijul

huruf yang jelas, serta kiai sebagai korektor yang dapat

membedakan nilai mana yang baik dan mana yang buruk.

589

Hamdan Rasyid, Bimbingan Utama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta, 2017), 18.

590 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 2015), 63.

591 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021.

331

Semua nilai yang baik harus dipertahankan dan semua nilai

yang buruk harus ditinggalkan dari diri seorang pemimpin dan

juga anak didiknya. Bila seorang kiai mengabaikan hal

tersebut berarti sang kiai telah mengabaikan peranannya

sebagai korektor.592

Peningkatan mutu dapat diwujudkan melalui manajemen mutu

terpadu. Dalam penjaminan mutu tersebut dilakukan secara

menyeluruh, sehingga tidak ada unsur yang terabaikan mutunya

selama terkait dengan proses tahfiz di pesantren.

Peran kiai dalam meningkatkan mutu hafalan santri ada tiga

macam:

1. Kiai meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat.

Waktu khusus saat yang baik untuk menghafal, di antaranya:

waktu yang biasanya adalah siang dan malam karenan tercakup

dalam lima waktu salat. Waktu mesti diatur sesuai dengan

kesibukan. Kemudian adanya target yang sesuai dengan

kemampuan, yakni berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

menghafal sampai khatam. Dengan adanya target tersebut,

seorang penghafal Al-Qur‟an dapat memperkirakan seberapa

banyak hafalan yang harus disetorkan setiap harinya agar khatam

sesuai target.593

2. Kiai meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan ayat

yang disetorkan berdasarkan penguasaan tajwid, makh rijul

huruf, serta kelancaran dalam menghafal.

Sebelum memulai hafalan, seorang penghafal Al-Qur‟an

hendaknya meluruskan bacaannya terlebih dahulu dan

melancarkan bacaannya. Dalam hal ini hendaknya seorang

penghafal terlebih dahulu melakukan hal sebagai berikut:

meluruskan bacaannya sesuai dengan kaidah tajwid,

592

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, 64. 593

Makhyardin, Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: PT. Mizan publika, 2016), 64.

332

memperlancar bacaannya, serta melatih lisan dan bibir untuk

senantiasa membaca ayat-ayat Al-Qur‟an agar bacaannya

terbiasa dengan fasih berdasarkan makh rijul huruf dan tajwid.

Hal yang perlu diperhatikan ketika seorang penghafal Al-Qur‟an

saat memulai menghafalan dapat dilihat dari kelancaran serta

ketepatan dalam melafalkan. Sebagaimana fungsinya dalam

menunjang tercapainya tujuan menghafal Al-Qur‟an Peningkatan

amaliyah penunjang mudahnya menghafal. Menurut Sugianto

sebelum memulai untuk menghafal Al-Qur‟an seorang penghafal

hendaknya memenuhi syarat yang berhubungan dengan naluri

insaniyahnya.594 Kehormatan penghafal Al-Qur‟an bukan terletak

pada hafalannya, melainkan kualitas hidup dan peradabannya.

3. Peningkatan penguasaan kedisiplinan santri dalam

menghafal.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar, yang pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu:

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari diri

sendiri yang dapat mendorong kegiatan jasmani maupun kegiatan

rohani. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar individu yang

sering berhadapan dengan lingkungan sekitar. Orang mengahafal

Al-Qur‟an harus memiliki kesiapan mental, agar hafalan lancar dan

berjalan dengan baik.

Secara universal, peran seorang pemimpin atau kiai di tiga

lokasi penelitian, tidak hanya memberikan pengajaran ilmu agama

dan ilmu pengetahuan tetapi juga berperan sebagai guru pendidik

yang membimbing dan mengarahkan santrinya agar dapat

berkembang dengan baik, serta tanggung jawab yang diajarkan

untuk santrinya.595

594

Sugianto, Ilham Agus, Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an (Bandung: Mujahid Pres, 1994), 58.

595 Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021

333

Dengan demikian peran kiai dalam meningkatkan mutu hafal

santri yang memegang kekuasaan hirarki. Tidak berarti seorang

kiai berbuat otoriter tetapi sikap tersebut didasari dengan

kewibawaan. Peranan kiai dapat terwujud apabila mampu

berinteraksi dengan lingkungan bermasyarakat. sebagai motivator

kiai hendak mendorong satrinya agar semangat dan istiqamah

dalam menghafal Al-Qur‟an. Serta membimbing dan mengajarkan

suatu tindakan yang harus dilakukan untuk santrinya agar tercapai

tujuan beroganisasi dengan baik. Tugas kiai dalam membimbing

dan mengarahkan sangat diperlukan, sebab dengan adanya kiai

santri menjadi manusia yang berguna dimasyarakat nantinya, tak

hanya itu pula seorang kiai juga berperan dalam hal supervisor

yang di mana kiai mampu membantu, menilai, dan memperbaiki

secara kritis terhadap peningkatan mutu hafalan santri.

Peran kepemimpinan kiai dalam meningkatakan mutu hafalan

santri di Pondok Pesantren Al-Mubarak, Jauharul Falah dan

Bustanul „Ulum596 sebagai berikut:

a. Keteladanan, kiai sebagai pemimpin memiliki pengaruh besar

yang dipercaya oleh sebagaian kalangan publik. Kiai juga

dipandang sebagai tokoh yang luar biasa di dalam

perkembangan pada aspek kelembagaan. Keteladanan

pengasuh ada kaitannya salah satu empat kompetensi, yaitu

kompetensi kepribadian, sehingga keteladanan dapat dilihat

dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan

dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah

unsur yang menentukan interaksi pengasuh dengan santri

sebagai teladan, pengasuh harus memiliki kepribadian yang

596

Observasi, 12, 23, 30 Juli 2021

334

dijadikan idola dalam kehidupan santri sebagai figur

paripurna.597

Kiai di tiga lokasi penelitian sebagai pengasuh pondok

pesantren berperan penting memberikan suri tauladan bagi

kehidupan santri dalam meningkatkan mutu hafalan santri. di sini

kiai memberikan pembelajaran melalui pengajian kitab maupun

setoran hafalan serta Mur ja‘ah dalam meningkatkan hafalan

santri. Dari observasi di lapangan, keteladanan kiai dapat dilihat

dari peranan kiai sehari-hari atau keteladanan yang ada pada diri

pengasuh adalah sebagai berikut: Keteladanan kiai dilakukan dari

kehidupan kiai setiap harinya, keteladanan tersebut dilakukan di

lingkungan pondok pesantren yaitu menjaga hafalan Al-Qur‟an

dengan takrir dalam salat, sim ‘an hari ahad bersama warga

sekitar, sima’an alumni dari kader tua sampai kader muda.

meberikan petunjuk bagaimana cara belajar maupun menghafal

sebagaimana untuk menjaga hafalnnya.

Kiai atau pengasuh selalu memberikan keteladanan dalam

peningkatan mutu hafalan santri. Tak lupa pula kiai senantiasa

memberikan teladan untuk santrinya agar para santri bisa

mencontoh teladan yang telah diajarkan oleh kiai.

b. Pengawasan, peran kiai sangat aktif baik dengan cara

pengawasan secara langsung maupun tidak langsung. Usaha

yang dilakukan kiai dalam pengawasan untuk memantau

kegiatan-kegiatan yang telah terlaksana. Pengawasan

tersebut telah dilakukan secara langsung oleh pengasuh.

Seorang kiai melakukan pengawasan secara langsung

bertujuan agar dapat mengetahui kinerja pengurus dalam

berorganisasi. sebagai pengasuh para santrinya dalam

peningkatan mutu hafalan Al-Qur‟an.

597

Facruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru (Jakarta: GP, 2011), 31.

335

Kegiatan tersebut dirancang dengan baik dan rapi, yang

bertujuan untuk melatih kedisiplinan serta tanggung jawab santri

dalam meningkatkan hafalan Al-Qur‟an. Dengan begitu,

pengawasan tersebut terstruktur dengan baik sehingga kekeliruan

serta kesalahan dapat dibetulkan secara langsung oleh pengasuh

apabila terdapat kesenjangan yang tidak diinginkan.

c. Sebagai pembimbing,sebagai pengasuh juga guru tahfiz yang

bertugas sebagai pembimbing santri. pengasuh sebagai

pembimbing santrinya yaitu memberikan arahan untuk

membimbing santrinya agar hafalan tetap terjaga serta

tercapainya target yang bagus. Oleh karena itu pengasuh

selalu memberikan arahan baik terkait dengan hafalan

maupun kepengurusan yang kurang baik.

d. Motivasi ilustrasi yang biasa dilakukan kiai adalah sebagai

berikut: Pengasuh memberikan nasehat atau memotivasi

santri dengan cara seluruh santri dikumpulkan menjadi satu

kemudian kiai memberikan nasehat berdasarkaan kebutuhan

santri yang dilihat melalui kebutuhan santri.

Peran kepemimpinan kiai dalam memberikan motivasi terkait

dengan peningkatan mutu hafalan santri sangat erat, kaitannya

dengan dorongan yang diberikan untuk santrinya agar mutu yang

diinginkan tercapai dengan baik. Kiai sebagai motivator dapat

memberikan dorongan berupa semangat serta menumbuhkan

rasa sadar diri terhadap kesalahan yang telah diperbuatnya. tak

hanya itu pula, motivasi diberikan dengan cara memperhatikan

kebutuhan santrinya.

D. Novelty

Novelty atau kebaharuan dalam penelitian ini adalah adanya nilai

dan karakter dari pondok pesantren yang mendukung kesinambungan

dan keberhasilan pengelolaan program tahfiz di pondok pesantren.

Nilai dan karakter tersebut telah menjadi kultur pendidikan di

336

pesantren secara turun-temurun, meskipun tidak disebutkan oleh

teori-teori manajemen modern.

Nilai-nilai karakter tersebut antara lain; keteladan, keiklasan,

kewibawaan, dan keterampilan.

1. Keteladan

Pembentukan akhlak atau karakter dari seorang kiai kepada

santrinya menjadi aspek utama keberhasilan santri dalam segala

hal, khususnya dalam kebiasaan mur ja‘ah. Keteladanan dalam

hal kefasihan, tajwid, dan irama dari seorang kiai menjadi

faktor utama dalam keberhasilan santri dalam proses

menghafal Al-Qur‟an.

2. Keikhlasan

Keikhlasan seorang kiai dalam membimbing, mengarahkan

santri menghafal, mengulang hafalan, serta membuat fasih

bacaannya, merupakan bentuk penanaman nilai-nilai yang

sangat penting bagi keberhasilan para santri dalam mengikuti

program tahfiz. Dengan contoh keikhlasan yang ditunjukkan oleh

seorang kiai, maka santri merasa termotivasi dan tidak merasa

jenuh untuk menghabiskan waktunya dalam mengulang hafalan.

3. Kewibawaan

Seorang kiai yang karismatik atau memiliki kewibawaan

menjadikan para santri segan, patuh, nyaman, dan secara sadar

tunduk untuk mengikuti segala arahan serta perintah seorang kiai.

Kewibawaan seorang kiai tanpa disadari telah menjadi aspek

penting dalam proses pengelolaan program tahfiz.

4. Keterampilan

Kemampuan seorang kiai untuk membaca Al-Qur‟an dengan

baik, cepat, fasih, serta dengan suara yang merdu, dikagumi oleh

para santri sehingga menjadi inspirasi dan memotivasi mereka.

Keterampilan kiai dalam membaca Al-Qur‟an telah berkonstribusi

besar dalam keberhasilan penyelenggaraan program tahfiz.

337

BAB V

PENUTUP

Bagian ini merupakan rumusan kesimpulan, implikasi dan

rekomendasi berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya.

A. Kesimpulan

1. Pengelolaan program tahfiz pada Pondok Pesantren di Provinsi

Jambi dimulai dari perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan

dan pengawasan. Program tahsin dan tahfiz merupakan program

yang menjadi pilihan utama dalam perencanaan, masing-masing

pondok telah mempersiapkan jadwal pelaksanaan tahfiz, buku

kontrol tahfiz, sumber daya manusia disesuaikan kebutuhan

kegiatan tahfiz, pengorganisasian santri berdasarkan jenis

kelamin, santri dikelompokkan rata berdasarkan jumlah santri dari

setiap pembimbing, dalam pelaksanaannya diawasi langsung oleh

masing-masing pimpinan pondok dan atau yang telah mendapat

legitimasi dari pengurus yayasan, model actuating dilakukan

secara berjenjang, mengutamakan prinsip amanah. Sistem

pengawasan bersifat top down, yaitu pengawasan yang dilakukan

dari atasan kepada bawahan dengan sistem pendelegasian

terhadap pengelola program, pimpinan pondok (top management),

lebih bersifat pasif dan menunggu laporan dari pengelola yang

telah dipercayai.

2. Strategi dan mutu hafalan yang diproyeksikan pondok pesantren

untuk peningkatan mutu tahfiz Al-Qur’an di Provinsi Jambi di

diawali dengan penyusunan tata tartib untuk dipatuhi bersama,

baik pengelola maupun para santri. Masing-masing pondok

memiliki strategi yang berbeda dalam meningkatkan mutu hafalan,

Pondok Pesantren Al-Mubarak menerapkan strategi memberikan

penilaian, pujian baik lisan maupun tulisan, hadiah, dalam program

tahsin dan tahfiz, menganggap bahwa menghafal Al-Qur’an

338

mudah, mengadakan wisuda tahfiz Al-Qur’an, mengadakan lomba

antar santri. Pondok Pesantren Jauharul Falah Al-Islamy Muaro

Jambi, memulai dengan tiga pilihan, mulai dari juz 1, ada juz 30

dari surat An-n s, dan ada yang mulai dari juz 30 surat An-naba’,

dengan mentahsinkan bacaan, dengan prioritas mengikuti kaidah

ilmu tajwid, setelah dianggap sempurna, baru dibolehkan untuk

menghafal dengan cara menyetorkan hafalan secara bergiliran

sesuai arahan ustaznya. Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum, yaitu

motivasi santri baik ketika berlangsung kegiatan tahfiz, maupun

dalam momentum lainnya, motivasi baik lisan maupun secara

tertulis yang dituangkan dalam buku setoran tahfiz, memberikan

kesempatan kepada santri untuk mengikuti ajang MTQ,

menerapkan manajemen waktu yang baik, dan selalu mengadakan

evaluasi terhadap hasil pelaksanaan kegiatan tahfiz.

3. Peran kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Al-Mubarak, di

wujudkan dalam bentuk 1) membangun kerja sama yang baik

dengan kiai atau lembaga lain baik secara personal maupun

secara kelembagaan, dengan pertukaran tenaga pendidik untuk

sama-sama bertukar pengalaman, 2) kaderisasi kiai, sistem

pengkaderan lewat para santri senior yang sudah teruji

kemampuannya, 3) membangun hubungan yang baik dengan

masyarakat, 4) mengadakan pengajian rutin dengan menjadikan

para tokoh di Jambi atau luar kota Jambi sebagai tamu undangan

supaya para masayarakat bisa dan mau datang ke pondok

pesantren dengan tujuan mendapat dukungan dari masyarakat. Di

Pondok Pesantren Jauharul Falah diwujudkan dalam bentuk 1).

Keteladanan, 2). Kewibawaan, 3). Pengawasan, 4). Pembimbing

dan berbentuk motivasi, sementrata di Pondok Pesantren Bustanul

‘Ulum, peran kepemimpinan kiai diwujudkan dalam bentuk 1)

meminta santri untuk meningkatkan jumlah setoran ayat. 2) kiai

meminta santri untuk meningkatkan kualitas bacaan ayat yang

339

disetorkan berdasarkan kaidah ilmu tajwid, serta kelancaran

dalam menghafal. Sebelum memulai hafalan, seorang penghafal

Al-Qur’an harus membetulkan dan melancarkan bacaannya,

mendorong santri untuk meningkatkan amaliah penunjang

mudahnya menghafal, 3) meningkatkan kedisiplinan santri dalam

menghafal, 4) mendorong santri untuk mengikuti sistem

pengulangan dan mengevaluasi hafalan santri secara rutin.

B. Implikasi

Dengan mengacu pada hasil penelitian dan kesimpulan

sebagaimana di kemukakan di atas, terdapat beberapa implikasi yang

perlu dicermati dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen untuk

peningkatan mutu tahfiz. Hal ini dikarenakan tantangan yang

diakibatkan oleh perubahan yang cepat di era global, di mana

kemampuan daya saing pondok pesantren yang mengadakan

kegiatan tahfiz dengan berbagai inovasi-inovasi dari segi manajemen

tidak bisa dielakkan, untuk ikut dalam persaingan dalam hal positif

tersebut, pada akhirnya akan ditentukan oleh kemampuan SDM

pondok untuk mampu bersaing. Para pimpinan pondok (kiai) dan

ustaz sebagai perancang masa depan hafiz Al-Qur’an sudah barang

tentu dituntut untuk mendidik santri menjadi hafiz yang berkualitas,

dan hal ini dapat dilakukan secara efektif dan efesien, apabila pondok

pesantren melaksanakan kegiatan tahfiz dengan manajemen modern

yang menyenangkan bagi semua warga pesantren:

1. Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan program tahfiz

di pondok pesantren, keberadaanya harus dijadikan pilihan utama

dalam konteks kurikulum pondok Hal ini dimaksudkan agar

peningkatan dan pengembangan kualitas kegiatan tahfiz dijadikan

konsent bagi santri, sementara kegiatan lainnya dijadikan

penunjang seperti yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Al-

Mubarak Kota Jambi.

2. Peningkatan kualitas tahfiz apabila dijadikan pilihan utama harus

340

dikelola dengan manajemen yang lebih modern mulai dari

perencanaan kegiatan hingga output yang dihasilkan. Untuk itu

diperlukan upaya untuk mengintegrasikan berbagai

perkembangan baru dan kebijakan baru dalam bidang kegiatan

tahfiz dengan tataran institusi organisasi dan manajemen,

sehingga pengembangannya akan menjadi komitmen bersama

seluruh warga pesantren. Hal itu berarti bahwa pengembangan

manajemen pesantren perlu didorong untuk dapat menciptakan

kondisi yang kondusif bagi perkembangann sikap kreatif ustaz

yang pada gilirannya kreatif ini akan berdampak pada

kompetensi santri. Kebijakan baru pemerintah untuk mendorong

peningkatan kualitas pendidikan dapat terintegrasi dalam

manajeman pesantren. Dengan terintegrasinya hal tersebut, maka

lembaga pondok pesantren akan terdorong untuk melakukan

pembelajaran dari mulai tataran individu sampai pada tataran

organisasi.

3. Dalam upaya mengintegrasikan berbagai perkembangan baru

dalam bidang tahfiz, baik yang datang dari luar pondok dengan

pengadopsi pondok tahfiz modern maupun dari kreatiivitas dan

inovasi dari intern pondok, dintegrasikan ke dalam manajemen

pondok, maka manajemen berbasis pondok perlu terus diperkuat

dan untuk itu faktor kepemimpinan pondok perlu menjadi

perhatian utama, dari mulai rekrutmen santri sampai pada

pengembangan mutu kepemimpinan pondok pesantren perlu

didorong dan dikembangkan, mengingat kemampuan manajerial

pimpinan pondok akan sangat berpengaruh pada penciptaan dan

perubahan kualitas santri ke arah yang lebih adaptif, antisipatif,

serta kebijakan yang lebih dapat mendorong guru berkinerja

prima/superior, proaktif serta lebih terbuka pada perubahan yang

pada akhirnya berdampak pada kinerja/perilaku guru dalam

melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Untuk itu diperlukan

341

suatu praktek manajemen kompetensi paedagogik guru/SDM

pendidik yang tepat yang dapat memotivasi para ustaz agar

mempunyai sikap kreatif dan dalam melaksanakan tugasnya

sebagai pendidik.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi

sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka berikut ini akan

dikemukakan beberapa rekomendasi:

1. (a) Pimpinan pondok perlu mengembangkan kegiatan yang dapat

mendorong pada peningkatan kompetensi/kemampuan guru baik

yang langsung terkait dengan proses pembelajaran, maupun

kompetensi lain yang dapat menunjang pada peningkatan kualitas

pembelajaran sebagai bagian dari pengembangan profesional

ustaz; (b) pimpinan pondok perlu mendorong tercapainya

lingkungan pondok yang terbuka terhadap berbagai perubahan

yang terjadi di masyarakat. Hal ini akan mendorong pada

pemerolehan wawasan/ide/hal baru yang berkembang, yang

nantinya diharapkan terjadi transfer of learning melalui

pelaksanaan pembinaan kegiatan tahfiz, hal tersebut akan

berpengaruh pada seluruh ustaz yang menjadi anggota organisasi

pesantren. Dan dalam kontek ini peran pimpinan pondok akan

menentukan pada terjadinya pembelajaran organisasi yang bila

hal tersebut berlangsung secara berkesinambungan akan

menjadikan pondok sebagai organisasi pembelajar (learning

schoolI). (c) memperjelas kreteria rekrutmen santri calon

penghafal al-Qur’an, menyusun program dan tahapan yang

seharusnya dilalui oleh santri layaknya pendidikan formal.

2. Untuk Kementerian Agama, dalam hal ini bidang pondok

342

pesantren (a) Perlu upaya/kebijakan yang dapat memperkuat

manajemen pondok agar posisi pimpinan pondok menjadi suatu

profesi tersendiri, bukan hanya sekedar pengabdian dan tugas

suci sebagai pewaris bagi para nabi. (b) Negara harus

memposisikan pimpinan pondok sebagai profesi mulia dalam

membangun bangsa di bidang agama, dan layak diberikan

apresiasi atau insentif walaupun pimpinan pondok itu sendiri tidak

mengharapkannya (c) memperlejas posisi pondok pesantren yang

mengadakan kegiatan tahfiz. Program tahfiz idealnya dijadikan

jurusan yang diakui keberadaanya oleh negara secara formal

sebagai penguatan alumninya setelah menyelesaikan pendidikan

tahfiznya dan khatam Al- Qur’a, 30 juz dan menyandang gelar al

hafiz (d) harus mengeluarkan setifikat atau ijazah tahfiz yang

dapat diakui keberadaannya dan setara dengan setifikat atau

ijazah pendidikan formal pada umumnya, dan tidak dikotomikan

oleh negara (e) Seiring dengan kebijakan sertifikasi pendidik/guru

yang mendasarkan pada kualifikasi pendidikan sarjana serta

penilaian akan kompetensi guru, yang kemudian diiringi dengan

tambahan kompensasi dengan diberikannya tunjangan profesi,

maka Kementerian Agama (bidang pondok pesanteen) perlu

menularkan kebijakan tersebut kedalam pondok pesantren

(kriteria berbeda), hal ini dimaksudkan agar

tambahan/peningkatan financial reward melalui tunjangan profesi

dapat terkait dengan meningkatnya kompetensi paedagogik guru

tahfiz ke arah yang lebih baik.

3. Untuk penelitian lebih lanjut; perlu peningkatan lebih jauh dan

mendalam tentang faktor-faktor yang dapat menunjang mutu

tahfiz. Kualitas pendidikan dengan pendekatan yang berbeda,

misalnya pendekatan kuantitatif, agar dapat diketahui secara lebih

344

DAFTAR PUSTAKA Anonim, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab

Suci Al-Qur‟an Departemen Agama, 2017. _______, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 5, Jakarta: Departemen Agama RI,

2007. Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung: Pustaka Setia,

2012. Abdul Hadis dan Nurhayati B., Manajemen Mutu Pendidikan Bandung:

Alfabeta, 2010.

Abdul Hamid, Manajemen Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an pada pondok

pesantren di Provinsi Lampung, Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.

Abdul Jalil, Metode Menghafal Al-Qur‟an, dalam Meraih Prestasi di

Perguruan Tinggi, Jogjakarta: Idea Press, 2009. _______,“Studi Historis Komparatif tentang metode tahfidz Al-Qur‟an”,

Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadits Vol. 18, No. 1 (Januari 2017), 30,http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/ alquran/article/view /1495/ 1236.

_______, “Studi Historis Komparatif tentang metode tahfiz al-Qur‟an PP. al-unawwir,” Vol. 18, No. 1, Januari 2017, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an dan Hadits.

Abdulrab Nawabuddin, Kaifa Tahfazul Qur‟an, terj. Bambang Saiful

Ma‟arif,”Teknik Menghafal Al-Qur‟an”, Bandung: Sinar Baru Algesindo,1996.

Abdulrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma‟arif, Teknik Menghafal Al-

Qur‟an (Kaifa Tahfizh al-Qur‟an), Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2015.

Abdurrahman Mas‟ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan

Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2004. Abin Syamsuddin dkk, Perencanaan Pendidikan, Bandung : Rosda Karya,

2017.

345

Abu „Abd Muhammmab Ibn Ismail Ibn al-Mughirah Ibn al-Barzabah Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 7 Mesir: Dar al Jayl, tt.

Abu Bakar, Bahrun, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul

Jilid 5, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2013. Abu Fida‟, Imaduddin Ismail bin Umar Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Juz 4

Mesir: Dar al-Kalimah, 1998. Agung Setiawan, “Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja

Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruan Malang”, Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, No 4; (Juli 2013), 15, https://www.academia.edu/28874845/.

Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta,

Pustaka Pelajar, 2011. Agustina, Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta: Depulish, 2018. Ahmad Sulhan, Manajemen Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Mutu

Lulusan (Studi Multikasus di MA Dakwah Islamiyah Putri Kediri Lombok Barat dan SMA Negeri 2 Mataram, Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/10032/.

Ahsin W. Al-Hafiidz, Bimbingan Praktis membaca Al-Qur‟an, Jakarta: Bumi

Aksara, 2015. Ahyar, Manajemen Inovasi Pembelajaran Pada kelas Unggulan (Studi

Multisitus di MTsN Model Praya dan MTsN 1 Model Mataram), Disertasi Tahun 2015, http://etheses.uin-malang.ac.id/3587/.

Akram „Abd Khalifah al-Dalimi, Jam„ Al-Qur‟an: Diraasah Tahliliyyah li

Marwiyyatih, cet. I, Bairut: Dar al-Kutub al-„ilmiyyah, 2006. Ali Muhammad Jubran Saleh, Educational Administration An Islamic

Perspective, AS. Noordeen, tt. Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu

Katsir Juz 9, Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002. Al-Qurtubi, S. I., Tafsir Al-Qurtubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Amin Headari, Transformasi Pesantren, Jakarta: Media Nusantara, 2013. Amin, M. H., Pendidikan Karakter Anak Bangsa edisi 2, Yogyakarta:

Calpulis, 2015.

346

Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur‟an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat press, 2008.

Ammar Machmud, Kisah Penghafal Al-Qur‟an, Jakarta :Elex Media

komputindo, 2015. Anwar Prabu Mangkunegara, Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Cetakan XII, Bandung :Remaja Rosdakarya 2015. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi

Aksara, 1995. Attulaimat, Abdul Mu‟ti Muhammad Riyad, Halaqah Al-Quraniah Jeddah:

Dar Nur Al Maktabah, 2000. Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur‟an, Yogyakarta:

Yogyakarta Press, 1999. Aziz, J. A., “Pengaruh Menghafal Al-Quran Terhadap Pembentukan

Karakter Peserta Didik Di Roudhotul Atfal (RA) Jamiatul Qurra Cimahi”, Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 1–15, 2017, https://core.ac.uk/download/pdf/230724774.pdf, Susianti, C., “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1) ( Januari, 2017), 1–19, https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/detail?id=4579#!.

A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2010. A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab–Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progresif,1997. Badwilan Ahmad Salim, Panduan Cepat Menghafal Al Qur‟an,

Yogyakarta: Diva Press, 2009. Beni Ahmad Saebani. Filsafat Manajemen, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Braddy, L. Curriculum Development, Third Edition, Sydny: Prantice Hall,

2014. B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

347

B Syamsi, “Akulturasi Pesantren Jawa di Jambi,” Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.28, No. I (2013), https://kajianpemikiranislam.com.

Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur‟an, Yogyakarta: IKAPI, 2015. Chairani, Lisya dan M.A Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur‟an

(Peranan Regulasi Diri), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Chairunnissa, C., Manajemen Pendidikan Dalam Multi Perspektif, (1 ed.).

Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2016. Choirul Fuad Yusuf, Budaya Sekolah Dan Mutu Pendidikan, Jakarta: Pena

Citra Satria.2018. Creswell, John W., Research design: Qualitative and Quantitative

approach, India: Sage Publication, tt. C. Turney, dkk., The School Manager, Sydney: National Library of

Australia, tt. David, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing,

Jakarta: Salemba Empat, 2016.

Dudi Badruzaman, “Metode Tahfidz Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren

Miftahul Huda II Kabupaten Ciamis,” Jurnal Humaniora, 2019, https://id.Qur%E2%80%99an+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Huda+II+Kabupaten+Ciamis%2C+Jurnal+Humaniora&fr2=sb-top&fr=mcafee type=E210ID885G0.

Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah: Konsep Dasar, Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011. Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2016. Donald Ary, dkk., Intruction to Research in Educatioan, Canada, Nelson

Education, 2010. Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education, IRCiSoD, 2012. _______, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSod,

2010.

348

Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, Bandung: Alfabeta, 2011. Eko Putro Widoyoko, S., Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009. Erni Zuliana, Manajemen Pondok Pesantren Modern Perspektif

Sustainability Theory (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di Provinsi Lampung), Disertasi Tahun 2018, http://repository.radenintan.ac.id/5258/1/1.%20Cover.pdf.

Eva Fatmawati, “Manajemen Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an,” Tahun

2019. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/isema.

Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan Yogyakarta: PT Pustaka

Insan Madani, 2012. Facruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru,

Jakarta: GP, 2011. Fahd al-Rumi, Dirasat fi „Ulum Al-Qur‟an al-Karim, cet XIII, Riyadh: t.p,

2004. Fajarini Andiya dkk., “Model Menghafal Al-Qur‟an Implikasinya pada

Layanan Penguasaan Konten dalam Bimbingan dan Konseling”, JUBK (Online), Vol. VI, No. 1, (Juni, 2012), 187. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/issue/view/1142.

Fauzan Yayan, Quantum Tahfidz, Jakarta: Erlangga, Jakarta, 2015.

Fetty Ernawati, Konstruksi Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Raudhatul

Athfal di Kartasura. IAIN Surakarta. (Online). LP2M IAIN Surakarta: Buana Gender. Vol 1. No 2 http://ejournal.iainsurakarta.ac.id, diakses (19 April 2020), 23.

G.W. Terry, Principles of Management, (Homewood Illionis: Richard.

Irwin), tt. George R. Terry, Guide To Management, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar Dasar Manajemen, Jakarta:

Bumi Aksara, 2018. Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Jogjakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007.

349

_______, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013.

Hamdan Rasyid, Bimbingan Utama; Kepada Umara dan Umat, Jakarta:

Pustaka Beta, 2017. Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 6: diperkaya dengan Pendekatan Sejarah,

Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, Jakarta: Gema Insani , 2015.

Hamruni, Strategi Pembelajaran, Yogyakarta :Insan Madani, 2012. Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang

Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Hamzah Kamaluddin, Syamsul Hidayat dan Muhammad Ali, “Manajemen

Pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an Di Pesantren Al-Kahfi Surakarta Dan Pesantren Nurul Iman Karanganyar,” Jurnal Studi Islam, Vol.21, No. 1, Juni 2020: 77-85 https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika.

Hamzah Hasan Khaeriyah, “Fungsi Manajemen dalam Al-Al-Qur‟an”

(Jurnal Al Fikr Volume 16 Nomor 1 tahun 2012), (Ujung Pandang: Fakultas Syariah UIN Alauddin, 2012), 130, http://journal.uin-alauddin.ac.id/.

Hanizar dkk, “Pengelolaan Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat,”

Jurnal Hasil Riset (Online), Vol. III, No II. 3 (Maret, 2014), 87. https://www.e-jurnal.com/2015/01/pengelolaan-program-pusat-kegiatan.html.

Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan

Madrasah Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001.

Hasan Bisri dan Irfan B., Management Tahfizul Qur‟an Islamic Boarding

School Lkid Model Ta‟dibi ISSN 2442-4994 Volume 5 Nomor 1 (April 2016), 60, file:///C:/Users/Asus/Downloads/unidajump2019,+654-2217-1-PB%20(2), pdf.

Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2009. Hendra Safri, “Manajemen dan Organisasi dalam Pandangan Islam”,

Kelola: Journal of Islamic Education Management, Vol.II, No.2 Oktober 2017, 163-164.

Hughes, A. G., & Hughes, E. H. Psikologi pembelajaran: Teori dan

terapan. Bandung: Nuansa Cendekia, 2018.

350

Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

http:// ochaamenfreak. blogspot.com/2013/10/ actuating- dalam-

manajemen.html, diakses tanggal 13 September 2020, jam 7.08. H. Malayu SP Hasibuan, Dasar Pengertian dan Masalah, Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2011. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

2001. Ibrahim al-Ibyari, Tariikh Al-Qur‟an, Tkp: Dar al-Qalam, 1965. Imam Alimaun, Pengaruh kedisiplinan terhadap hasil belajar siswa kelas V

sekolah dasar se-daerah binaan R.A Kartini Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Semarang: UNNES, 2015.

Imam Sibawaihi, “Pola Kepemimpinan Kiai Dalam Pendidikan Pesantren

(Penelitian di Pondok Pesantren As-syi‟ar Leles),”Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907-932X.

Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, Jakarta: Rajawali pers, 2017. Imam Sofwan dan Azis Kuntara, “Pengelolaan Program Pembelajaran

Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Di Salatiga Jawa Tengah” (Online), Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 Nomor 1.56, (Maret, 2014), 52, https://www.researchgate.net/publication/29679524.

Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok PesantrenTebuireng)

Malang: Kalimasad Press, 2013. Irham Fahmi. Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi, Bandung: Alfabeta,

2011. Ismail SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis

Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Ismail Solihun, Pengantar Manajemen Jakarta: Airlangga, 2008. Iswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan

Budaya Keislaman, 23(2), 258-274, 2015.

351

I Ketut Putra, J., “Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah,”

diakses dari http://www.kompasiana.com, pada tanggal 17

September 2020 pukul 19.45 WIB.

Jack R. Fraenkel And Norman Wallen. Ha to Design and Evaluate Research in Education, New York: McGraw Hill Higher Educatuon, 2008.

Jacobsen, D. A., Eggen, P., & Kauchak, D. Methods for teaching: Metode-

metode pengajaran meningkatkan belajar siswa tk-sma. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019.

Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan

dan Tata Langkah Penerapan, terj., Yosal Iriantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

John K. Roth, “Inspiring Tesching”, Journal USA: Anker Publishing

Company, tt. John M, Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, Ed. Ketiga;

Jakarta:Kompas Gramedia, 2014. John R. Schermerhorn, Introduction to Management International Student

Version, John Wiley & Sons, Inc,tt. John W Creswell, Educational Research, New Jersey: Person

Educational, 2008.

Jusoh A, dkk., Service Qaulity In Higher Education: Managemen Student

Perspective (2004), 41 (online) http;/eprints.utm.mys2, di akses tanggal 2 September 2021. Jam 8.50.

Kemendikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal, Diakses pada 12 September 2020, pada pukul 21.23 WIB.

Ketut Putra J., Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality

Management) diSekolah, diakses dari http://www.kompasiana.com,. Khairul Umam. Manajemen Organisasi.Bandung : Pustaka Setia, 2012. Khalid Ahmad, Management from an Islamic Perspective, Selangor:

Prentice Hall, 2010. Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2015.

352

Kurniawan, W. A. Budaya tertib siswa di sekolah (Penguatan pendidikan karakter siswa), Sukabumi: Jejak, 2018.

Kussrinaryanto, Korelasi Tahfiz Al-Quran Dengan Prestasi Belajar Bahasa

Arab Santri Di SMP Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur‟an Daarul Qur‟an semester Gasal Sanggir Paulan Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014, Disertasi Tahun 2014, http://eprints.ums.ac.id/29071/1/00._HALAMAN_DEPAN.pdf.

Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour, England,

Finacial Times Pitman Publishing, 2010. Lexy J. Moeleong, Methodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Dosdakarya, 2010. Lincoln, Y S., & Guba E. G, Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage

Publication, tt. Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung,

2005.

Makhyardin, Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: PT. Mizan

publika, 2016. Malayu Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, 5th ed., Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2015. Manullang, Dasar Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia, Indonesia, 2016. Mardiyah, Kepemimpinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi,

Malang: Aditya Media Publising, 2015. Mariyani, & Gafur, A. “Strategi Pembentukan Sikap Disiplin Warga Negara

Muda Melalui Persekolahan,” Jurnal Publikasi Pendidikan (Mei 2018), 46-54, https://ojs.unm.ac.id/pubpend/article/view/4484.

Martiyono, Perencanaan Pembelajaran, Yogyakarta: Awsaja Pressindo,

2012. Marzuki, Metodologi Riset Yogyakarta, BP-UII, 2002. Masditou, “Manajemen Pembiyaan Pendidikan Menuju Pendidikan Yang

Bermutu”, Jurnal ANSIRU PAI (2017), 120, https://jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi/article/view/7863.

353

Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis (a Source book of New Methods), Beverly Hills: Sage Publications, 1984.

Minnah El Widdah, dkk., Kepemimpinan Berbasis Nilai dan

Pengembangan Mutu Madrasah, Bandung: Alfabeta, 2012. Miswanto, Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pesantren Mini di Madrasah

Aliyah Patra Mandiri Plaju Palembang, Jurnal Of Islamic Education Management (Vol. 2, No. 2, 2016), 91, https://repository.unsri.ac.id/view/subjects/L7-991.html.

Moore KD., Classroom Teaching Skill, New York: McGraw Hill, 2014. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Menefektifkan pendidikan

Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014. Muhammad bin Ishaq, Shirrah Nabawiyyah Bairut: Dar al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 2004. Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen

Penigkatan Mutu Pendidikan Islam, Jakarta: Teras, 2012. Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokrasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2012. Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Diskriftif Kualitatif, Jakarta: GP Press,

2013.

Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2009. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1997.

_______, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur‟an)

Volume 9, Jakarta: Lentera Hati, 2006.

M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, landasan pendidikan, konsep dan aplikaksinya, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam

Perspektif Global , Yogyakarta: Laksbang, 2006. M. Ziyad Abbas, Metode Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: Firdaus,

1993. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013.

354

_______. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013.

Nasaruddin Umar, Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Qur‟an,

Jakarta: Al-Ghazali Centre, 2008. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2014. Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia, Bandung: Fokusmedia,

2013. Nur Zazin. Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2014. Nurul Hidayah, “Pembelajaran Tematik Integratif Di Sekolah Dasar”, Jurnal

Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2015), https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID885G0&p=Nurul+Hidayah%2C+%E2%80%9CPembelajaran+Tematik+Integratif+Di+Sekolah+Dasar%E2%80%9D%2C+Jurnal+Pendidikan+Dan+Pembelajaran+Dasar%2C+Volume+2%2C+Nomor1%2C+Juni+2015.

Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2012. Paul Hesreydan Kenneth H Blanchard, Manajemen Prilaku Organisasi

terjem., Jakarta: Erlangga, tt. Prim Masrokan Mutohar, “Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan”, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. III, Nomor 2, (Desember 2008), 162, http://ojs3.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/view/726.

Purnayasa, N. “Bimbingan Individu Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan

Kedisiplinan Mengikuti Tata Tertib Sekolah”, Journal of Education Action Research, (Mei, 2018), 97-105, https://123dok.com/document/zx3poewz-pentingnya-tata-tertib-dalam-membentuk-disiplin-belajar-siswa.html.

Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah (volume 1, 4 dan 14) Jakarta: Lentera

Hati, 2007. Rabia Julaizah, Manajemen Pembelajarn Tahfiz Qur‟an pada SMP

Tahfizul Qur‟an An-Najah Cindai Alus Martapura, Disertasi Tahun 2015, https://idr.uin-antasari.ac.id/1590/.

355

Rachmat, Manajemen Strategik, Bandung: Pustaka Setia, 2014. Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal Al-Qur‟an: Kaifa Tahzafu

Qur‟an Al-Qarim Al-Qawa‟id Az-Zahabiyyah Lihifzi Qur‟an, ter. Sarwedi M. Amin Hasibuan, et. Al. Solo: Aqwam, 2018 .

Randal S. S., Personal and Human Recaurses Management, St.Paul,

Wesh Publishing Company, tt. Richard L. Daft, Era Baru Manajemen, Jakarta: Salemba Empat, 2010. _______, Management, Ninth Edition, Mason: South-Western Cengage

Learning, 2010. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2014. Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For

Education: an Inroduction To Theory and Methods, Boston, London Sydney Toronto: Allyn and Bacon, INS,tt.

Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”,

Journal of Al-Qur‟an And Hadith Studies (April 2015), 1–18, http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/ view/2280.

Romdhoni, A., “Tradisi Hafalan Qur‟an Di Masyarakat Muslim Indonesia”,

Journal of Qur‟an And Hadith Studies, 4(1), 2015, 1–18. Rudy Hariyono, Menapak Jalan Sukses, Surabaya: Putra Pelajar, 2011. R.Wayne Pace dan Don F. Fauler, Komunikasi Organisasi, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006. Saeful, U. N, “Pengaruh Bimbingan Praktik Tilawah Terhadap Motivasi

Menghafal Al-Quran”, Irsyad: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, Dan Psikoterapi Islam, 7(2), 211–32, 2019.

Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Saihu, S., “Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa

Turunnya Adam As Ke-Dunia”, Mumtaz: Jurnal Studi Al-Al-Qur‟an dan

356

Keislaman, 3(2), (Oktober 2019), 268-279, https://www.researchgate.net/publication/336724958.

Salfiah Ramandita, “Peran Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga

(PKK) Dalam Mendukung Program-Program Pemerintah Kota Bontang” (Online), E-Journal Ilmu Pemerintahan, Vol 1 No 3, 987 (Agustus, 2013), 231, https://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/?cat=19.

Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam

di Nusantara, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Saptadi, H., “Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

dan Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling‟”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2) (Desember 2012), 117-121, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/index.

Saptadi, H., Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

dan Implikasinya dalam Bimbingan Dan Konseling”, Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2).2012 117-121.

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996. Saul Purwoyo, “8 Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu,” diakses dari

saulpurwoyo. tripod.com/id1.html, pada tanggal 12 September 2020 pukul 19.30 WIB.

Sa‟dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: Gema Islami,

2008. Setyanta, S., “Pengaruh penerapan peraturan kelas secara tertulis

terhadap kedisiplinan siswa kelas II sd muhammadiyah tegalrejo yogyakarta”, Jurnal PGSD, 2(6), 1-8, 2013.

Silfia Ulfah, Evaluasi Program Tahfidz Qur‟an di SMP ITA Al-Makmur,

Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2010.

Siswanto, “Desain Mutu Pendidikan Pesantren”, Karsa: Jurnal Sosial dan

Budaya Keislaman, (2015), 261, http://ejournal.iainmadura.ac.id. _____,“Hubungan Kemampuan Menghafal Al Qur‟an Dan Motivasi Belajar

Dengan Hasil Belajar PAI Siswa Madrasah Aliyah Al Fathimiyah Banjarwati Paciran Lamongan,” Darajat: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2018) (1), 78 – 94, https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/didaktika/article/view/749.

357

_____, Pengantar Manajemen Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Tangerang: PT.

Daqu Bisnis Nusantara, 2017. Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan secara

Mandiri Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2011. Stephen P Robbins dan Mary Coulter, Manajemen Jakarta: PT

Prenhalindo, 1999, Ed ke-6. Steven J. Taylor dan Robert Bogdan. Introduction to Qualitative Research

Methods. (New York-Shichester-Brisbane-Toronto-Singapura, A Wiley- Intersciense Publication Jhon Wiley & Sons, tt.

Subandi,(Ed) Psikoterafi, (Jogjakarta: Unit Publikasi Ilmiah UGM, 2010,

pdf),32 https://subandi.staff.ugm.ac.id/files/ 2016/ 05/psikoterapi.pdf.

Subar Junanto dan Latifah Permatasari Fajrin, “Evaluasi Program Standar

Kompetensi Lulusan Alquran (SKL Alquran) Di Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta Tahun 2017”, (Online), IAIN Surakarta: At-Tarbawi. Vol 3. No 1. (2018), 213, http://ejournal.iainsurakarta.ac.id.

Sugianto, Ilham Agus. Kiat Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Bandung:

Mujahid Pres, 1994. Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R& D.,

Bandung: Alfabeta, 2014. Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta, 2009. _______, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. _______, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2010. _______, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi

Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2019. Suharsismi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi

Program Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2019. Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan, Jakarta: Bumi

Aksara, 2014.

358

Sumarsih Anwar, “Implementasion Of Tahfizul Qur‟an Education At Elementary School Aged Children At Pesantren Nurul Iman Tasikmalaya” Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, P(Iebruari 2017), 268, https://www.coursehero.com/file/ p3i0gsh.

Suryadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan Jakarta: Rajawali Press, 1993. Susianti, C. Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan

Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini. Tuns Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 2(1),2017, 1–19.

Suwatno dan Donni Juni Priansa. Manajemen SDM dalam Organisasi

Publik dan Biisnis, Bandung: Alfabeta, 2013. Syaikh Al-Baladzuri, Futuhul Buldan Penaklukan Negeri-Negeri dari Fathu

Makkah sampai Negeri Sind, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015.

Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan

Bandung: Alfabeta, 2012. Toni Pransiska, Kamus Indonesia-Arab Al-Mujaz, Yogyakarta: Diva Press,

2014. Tontowi Jauhari, Mulyadi, “Fungsi Evaluasi Dalam Manajemen Tahfiz Al-

Qur‟an,” jurnal ilmu dakswah, Tahun 2019, https//jurnal+ilmu+dakwah+tahun+2019&fr2=sb-top&fr=mcafee&type=E210ID885G0.

Tri Asih Yulianingrum, Manajemen Program Tahfiz Al-Qur‟an Di Madrasah

Aliyah tahfizul Qur‟an Istiqomah Sambas Purbalingga, Disertasi Tahun 2021, http://repository.iainpurwokerto.ac.id/10372/1/Tesis%20Tri%20Asih%20Yulianingrum%20181765011.pdf.

Ulfah, S., & Lisnawati, S., Evaluasi Program Tahfiz Al-Quran di SMP ITA

ElMa‟mur Bogor (Annual Conference on Madrasah Studies, 2018)1(1), 68–78, http://prosiding.uika-bogor.ac.id/index.php/acmas/article/view/15.

Vaithzal Rivai dan Sylviana Murni, Educational Managemet, Jakarta:

Rajawali Pers, 2009.

359

Vincent Gaspersz, Total Quality Management, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2005. Warsah, I., & Uyun, M., “Kepribadian Pendidik: Telaah Psikologi Islami”,

Psikis: Jurnal Psikologi Islami (Maret, 2019), 62–73, https://www.academia.edu/42906035/.

Wheelen, Manajement Strategis, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2013. Wiyani, N. A., Manajemen kelas: Teori dan aplikasi untuk menciptakan

kelas yang kondusif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014. Wong, H. K., & Wong, R. T., Menjadi guru efektif: The first days of school,

Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009. Wuradji, The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional).

Yogyakarta: Gama Media, 2019. Yakub dan Vico Hisbanarto, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. Yusuf Qardhawi, Al-Waqtu fî Hayat al-Muslim, diterjemahkan oleh Abu

Ulya dengan judul Time is Up, Manajemen Waktu Islami, Yogyakarta: Qudsi Media, 2017.

Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode cepat Menghafal Al-Qur‟an,

Yogyakarta: al Barokah, 2014. Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi

Aksara, 2007.

Zailani, Evaluasi Program Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Menggunakan Model CIPP Pada Pondok Pesantren Raudhatul Amin Kandangan, Disertasi Tahun 2017, http://idr.uin-antasari.ac.id/9837/3/AWAL.pdf.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3S, 2015.

360

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

Judul Disertasi Pengelolaan Program Tahfiz Al-Qur’an Dalam Meningkatkan Mutu Hafalan Santri Pondok Pesantren Di Provinsi Jambi

NO ASPEK DATA YANG DIPERLUKAN ITEM PERTANYAAN/PENGAMATAN METODE DAN SUMBER

1 Gambaran umum lokasi peneliitian

Profil Pondok Pesantren 1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren

2. Bagaimana profil, struktur organisasi, sumber daya fisik, sumber daya manusia dan lain-lain

Wawancara : - Pimpinan pondok Dokumen : - Profil Pesantren

2 Managemen kegiatan tahfiz

Prosedur dan aspek aspek yang tertuang dalam perencanaan (Planning)

1. Bagaimana prosedur perencanaan kegiatan tahfiz

2. Siapa saja yang terlibat dalam tim renstra tahfiz, apa pertimbangannya ?

3. Apa dasar filosofis perencanaan kegiatan tahfiz

4. Analisa apa yang digunakan dalam perencanaan dan perumusan kegiatan tahfiz

5. Apa perioritas dalam perencanaan kegiatan tahfiz

6. Bagaiamana keterlibatan pimpinan pondok, , majelis guru, dalam perumusan kegiatan tahfiz

7. Bagaimana sosialisasi renstra kegiatan tahfiz pada orang tua siswa (wali siswa) masyarakat umum

Wawancara :

- Pimpinan pondok Mentor/Pembina tahfiz Mentor/Pembina tahfiz

Dokumen : - Kelender Kegiatan tahfiz - SOP Perencanaan - Schidule Target yang ingin

di capai

Pengorganisasian Kegiatan kegiatan tahfiz (organizing)

1. Program-program apa saja yang dibentuk dalam pelaksanaan kegiatan tahfiz

2. Bagaimana kordinasi antara Pimpinan pondok, guru, pendamping (mentor) dan siswa kegiatan tahfiz

3. Bagaimana peran kepala sekolah kepala sekolah, guru pendamping (mentor)

Wawancara :

- Pimpinan pondok Mentor/Pembina tahfiz

Dokumen - Jadwal Kegiatan tahfiz SOP

Pelaksanaan tahfiz

361

terhadap kegiatan tahfiz 4. Apa pertimbangan dalam menentukan

metode kegiatan tahfiz 5. Apa kualifikasi dan menentukan guru

pendamping (mentor) kegiatan tahfiz 6. Prinsip apa yang digunakan dalam

menyusun TUPOKSI guru pendamping (mentor)

7. Bagaimana prosedur penyusunan schidule kegiatan tahfiz

8. Pihak-pihak mana saja yang dilibatkan dalam perumusan schidule kegiatan tahfiz Apakah schidulesejalan dengan praktek dilapangan

- Schidule pelaksanaan kegiatan tahfiz

Impelementasi kegiatan tahfiz (actuating)

1. Apa saja bentuk-bentuk kegiatan tahfiz 2. Kedudukan guru pendamping (mentor)

dalam kegiatan tahfiz 3. Posisi santri santriwati dalam kegiatan tahfiz 4. Panduan yang digunakan dalam

pelaksanaan dalam kegiatan tahfiz 5. Korelasi antara panduan dan implementasi

kegiatan tahfiz

Observasi :

- Pelaksanaan tahfiz Strategi guru (mentor)

- Posisi siswa (objek/subjek) Dokumen :

- Panduan tahfiz

Pengawasan (controlling) dalam kegiatan tahfiz

1. Pihak-pihak yang melakukan tahfiz 2. Model-model pelaksanaan tahfiz 3. Prosedur yang digunakan dalam tahfiz 4. Follow uf dari hasil tahfiz 5. Model-model evaluasi dalam tahfiz

Wawancara :

- Pimpinan pondok - Mentor kegiatan tahfiz

Dokumentasi : - Buku catatan tahfiz Observasi :

- Proses pelaksanaan pengawasan

- Sistem pelaksanaan evaluasi kegiatan

362

3 Program tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan

Kegiatan-kegiatan tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan

1. Macam-macam kegiatan dalam meningktkan mutu tahfiz

2. Model-model pembinaan tahfiz 3. mutu yang terbina dari kegiatan tahfiz 4. Dampak dari kegiatan tahfiz terhadap mutu

hafalan 5. Sikap santri dalam mengikuti kegiatan tahfiz

dan setelah mengikuti kegiatan tahfiz 6. motivasi pembimbing/mentor dalam

pembentukan mutu hafalan 7. strategi yang digunakan pembimbing/mentor

dalam kegiatan pembimbing/mentor dalam meningkatkan mutu hafalan

Wawancara :

- Pembimbing/mentor tahfiz

Observasi :

- Sikap santri dalam muraja’ah dengan Pembimbing mentor tahfiz

- Sikap Pembimbing/mentor tahfiz dalam muraja’ah

- Model-model motivasi yang diberikan Pembimbing/mentor tahfiz dalam meningkatkan mutu hafalan

- Strategi Pembimbing/mentor tahfiz dalam menngkatkan mutu hafalan

363

4 Hambatan/tantangan

Program tahfiz

dalam meningkatkan

mutu hafalan

Hambatan dan tantangan yang dialami oleh pimpinan pondok, pembina (mentor) dan santri dalam peningkatan mutu hafalan

1. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh pihak pondok ?

2. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh pembina (mentor) ?

3. Hambatan dan tangan apa yang dialami oleh santri ?

4. Solusi yang ditawarkan oleh pondok dalam mengatasi hambatan dan tantangan dalam dalam peningkatan mutu hafalan

5. Strategi yang dijalankan oleh pembina (mentor) dalam mengatasi tantangan/hambatan yang dialami oleh santri

6. Hasil yang dicapai dalam mengatasi hambatan dan tantangan yang dialami oleh pondok, pembina (mentor) dan santri satriwati

Wawancara : - Pimpinan pondok - Majelis ustazhah - Mentor kegiatan Program

tahfiz 7. santri satriwati

Dokumentasi : - dokumen pemetaan

hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan kegiatan tahfiz

dokumen solusi dalam mengatasi hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan tahfiz Observasi : - aktivitas santri dalam

keseharian di lingkungan pondok

364

5. Peran kiyai dalam

peningkatan mutu

hafalan

Peran kepemimpinan kiyai 1. sikap kiyai terhadap Mentor kegiatan Program tahfiz

2. sikap kiyai terhadap satri santriwati yang ikut kegiatan Program tahfiz

3. reward dan funnisment terhadap Mentor kegiatan Program tahfiz

4. reward dan funnisment terhadap satri santriwati yang ikut kegiatan Program tahfiz

Wawancara : - Pimpinan pondok - Majelis ustazhah - Mentor kegiatan Program

tahfiz

Dokumentasi : - dokumen pemetaan

hambatan/ dan tantangan dalam pembinaan Mentor kegiatan Program tahfiz

- dokumen reward dan funnisment dalam pembinaan tahfiz

Observasi : - aktivitas kiyai dalam

keseharian di lingkungan pondok

- keaktifan kiyai dalam kegiatan tahfiz

Jambi, Maret 2022 Peneliti,

H. MOEH DJUDDAH,

DAFTAR INFORMAN

No Nama Informan Jabatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

KH. Ahmad Mubarak Daud Al-Hafiz Ustazh Toni Fadlianyah Al-Hafiz Ihsan Daim Al Hafiz Ustazh Izal Azmi Al-Hafiz Ustazh Syarifuddin Amir Al-Hafiz Juhairi Muhammad Syukur Al-Hafiz Ustaz Fathullah Azkiyatul Fuada Al-Hafizah Wahyudi, S.Th.I Tahang Toha Ghozali Abbas Al-Hafiz Malik Azis Al-Hafiz Husni Mubarak Mukhlisin Ahmad Faza Najma Atika Sari Fitri Ahyani Aulia Ningsih Siti Naimah Surtina Winda Elda Safitri Haidar Latifah Angga Saputra Afriansyah Radit, Akbar Muslim, Kamaluddin Mardianto Ahmad Yasin Khairunnisa Sudirman Agus Amanda Vania Wildan Niswa, Rizki Maulana. Rafiqah Rifqi

Pimpinan Pondok Al-Mubarak Pimpinan Pondok Jauharul Falah Pimpinan Pondok Bustanul ‘Ulum

Wakil Pimpinan Pondok Al-Mubarak Pengurus Pondok Al-Mubarak Pengurus Pondok Al-Mubarak

Koordinator Tahfizh Jauharul Falah Guru PP. Jauharul Falah Guru PP. Jauharul Falah

Ketua Yayasan Bustanul ‘Ulum Guru PP Bustanul ‘Ulum Guru PP Bustanul ‘Ulum

Guru Jauharul Falah Guru Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah Santri Jauharul Falah

Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak Santri Jauharul Al Mubarak

Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum Santri Bustanul ‘Ulum