6 bab ii landasan teori 2.1 klasifikasi umum

74
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Klasifikasi Umum Pemahaman mengenai struktur merupakan hal penting yang harus dikuasai agar dapat menyelesaikan masalah yang timbul dalam perencanaan. Struktur bawah sebuah bangunan merupakan struktur yang berfungsi untuk menerima dan menahan beban yang berasal dari struktur atas bangunan ataupun beban yang terjadi akibat beban luar, lalu beban yang terjadi akan diteruskan ke dalam ke dalam tanah oleh suatu pondasi (Daniel, 1998). Beban pada struktur atas dikelompokkan menjadi beban horizontal dan beban vertikal. Dapat dipahami bahwa diantara bagian struktur bangunan yaitu pondasi yang berada pada bagian terbawah suatu struktur atau struktur yang terletak di dalam tanah. Bangunan terdiri dari dua struktur utama yaitu struktur yang terletak di atas permukaan tanah dimana umumnya terdiri dari beberapa komponen struktur seperti kolom, pelat, balok, dinding geser dan atap yang masing-masing memiliki peran yang sangat penting bagi sebuah bangunan atau disebut strukturatas (upper structure)l. Kedua, yaitu struktur yang menjadi pokok pembahasan pada perencanaan ini, dimana struktur bawah yang direncanakan berupa pondasi dalam yang berada dalam tanah atau disebut sebagai struktur bawah (substructure). Ada dua jenis pondasi yang menjadi pokok pembahasan pada studi ini yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi bore pile. Terlebih dahulu perlu diketahui besar beban yang bekerja pada struktur bangunan guna untuk digunakan dalam perencanaan struktur pondasi. Setelah diperoleh beban yang berasal dari struktur atas maka selanjutnya dapat direncanakan struktur bawah (substructure) yaitu pondasi yang akan digunakan untuk sebuah gedung. Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras, padat, dan kuat untuk menahan beban bangunan yang ada di atasnya tanpa menimbulkan penurunan yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian struktur dari bangunan yang sangat penting, karena fungsinya adalah menopang bangunan di atasnya agar tidak terjadi keruntuhan

Upload: khangminh22

Post on 01-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Klasifikasi Umum

Pemahaman mengenai struktur merupakan hal penting yang harus dikuasai

agar dapat menyelesaikan masalah yang timbul dalam perencanaan. Struktur bawah

sebuah bangunan merupakan struktur yang berfungsi untuk menerima dan menahan

beban yang berasal dari struktur atas bangunan ataupun beban yang terjadi akibat

beban luar, lalu beban yang terjadi akan diteruskan ke dalam ke dalam tanah oleh

suatu pondasi (Daniel, 1998). Beban pada struktur atas dikelompokkan menjadi

beban horizontal dan beban vertikal.

Dapat dipahami bahwa diantara bagian struktur bangunan yaitu pondasi

yang berada pada bagian terbawah suatu struktur atau struktur yang terletak di

dalam tanah. Bangunan terdiri dari dua struktur utama yaitu struktur yang terletak

di atas permukaan tanah dimana umumnya terdiri dari beberapa komponen struktur

seperti kolom, pelat, balok, dinding geser dan atap yang masing-masing memiliki

peran yang sangat penting bagi sebuah bangunan atau disebut strukturatas (upper

structure)l. Kedua, yaitu struktur yang menjadi pokok pembahasan pada

perencanaan ini, dimana struktur bawah yang direncanakan berupa pondasi dalam

yang berada dalam tanah atau disebut sebagai struktur bawah (substructure). Ada

dua jenis pondasi yang menjadi pokok pembahasan pada studi ini yaitu pondasi

tiang pancang dan pondasi bore pile.

Terlebih dahulu perlu diketahui besar beban yang bekerja pada struktur

bangunan guna untuk digunakan dalam perencanaan struktur pondasi. Setelah

diperoleh beban yang berasal dari struktur atas maka selanjutnya dapat

direncanakan struktur bawah (substructure) yaitu pondasi yang akan digunakan

untuk sebuah gedung. Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka

pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras, padat, dan

kuat untuk menahan beban bangunan yang ada di atasnya tanpa menimbulkan

penurunan yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian struktur dari bangunan

yang sangat penting, karena fungsinya adalah menopang bangunan di atasnya agar

tidak terjadi keruntuhan

7

2.2 Pembebanan Struktur Atas

Bangunan terdiri dari berbagai komponen struktur dan memiliki peran yang

berbeda-beda sehingga mengakibatkan timbulnya beban yang mempengaruhi

struktur suatu bangunan baik berupa berat sendiri akibat komponen struktur (beban

mati), beban akibat adanya penggunaan bangunan (beban hidup), beban yang

timbul dari luar akibat angin, temperatur dan perubahan suhu, serta beban gempa

yang terjadi secara horizontal akibat adanya getaran yang disebabkan oleh

pergeseran lempeng bumi. Terkadang air juga mengakibatkan timbulnya gaya uplift

dan hidrostatik pada struktur bawah bangunan. Beban beban yang berasal dari

struktur atas suatu bangunan terdiri dari beban yang bersifat dinamis dan beban

yang bersifat statis.

2.2.1 Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bekerja pada suatu struktur yang memiliki

perubahan intensitas beban secara konstan, umumnya beban perlahan-lahan timbul

dengan besaran yang variabelnya bersifat tetap dan bekerja secara terus-menerus

pada struktur bangunan. Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan

intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu

tidak begitu dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban

statis (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statis akan terjadi secara

lambat dan akan mencapai puncaknya jika beban statis yang bekerja mencapai nilai

yang maksimum. Beban Statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban

mati, beban hidup, dan beban khusus yang berupa beban akibat penurunan pondasi.

a. Beban Mati (Dead Load /D)

SNI 1727-2013, merupakan pedoman tentang Beban Minimum untuk

Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, berdasarkan pedoman

tersebut diterangkan bahwa beban mati merupakan total keseluruhan berat yang

berasal dari komponen struktur gedung yang direncanakan, baik berupa dinding

partisi tetap, plafon, finishing, tangga, cladding gedung, atap, lantai komponen

arsitektur, dinding dan struktural lainnya serta peralatan tetap yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari gedung tersebut .

8

Beban mati suatu elemen didasarkan pada material atau penyusun elemen

tersebut dan berdasarkan volume dari elemen tersebut. Berikut merupakan tabel

nilai dari material yang menentukan besarnya beban mati:

Tabel 2.1 Beban Mati

Material Berat Jenis Satuan

Baja 7850 kg/𝑚3

Beton 2200 kg/𝑚3

Batu belah 1500 kg/𝑚3

Beton bertulang 2400 kg/𝑚3

Kayu 1000 kg/𝑚3

Pasir kering 1600 kg/𝑚3

Pasir basah 1800 kg/𝑚3

Pasir kerikil 1850 kg/𝑚3

Atap genting, usuk, dan reng 50 kg/𝑚2

Plafon dan penggantung 20 kg/𝑚2

Atap seng gelombang 10 kg/𝑚2

Adukan/spesi lantai per cm 21 kg/𝑚2

Penutup lantai/ubin per cm 24 kg/𝑚2

Pasangan bata setengah batu 250 kg/𝑚2

Pasangan batako berlubang 200 kg/𝑚2

Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia 1983

b. Beban Hidup (Live Load /L)

Berdasarkan peraturan SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk

Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, beban hidup adalah beban

yang diakibatkan oleh penggunaan atau penghuni bangunan gedung, beban

hidup merupakan berat pada gedung yang bersifat sementara dan memberikan

pengaruh pada struktur dalam waktu tertentu.

Meskipun beban hidup dapat berpindah-pindah dan bersifat sementara pada

suatu bangunan, akan tetapi beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara

perlahan-lahan pada struktur. Yang termasuk ke dalam beban penggunaan

adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan, dan sebagainya.

Beban hidup adalah semua beban yang bersifat tidak tetap, kecuali beban

angin, beban gempa dan pengaruh-pengaruh khusus yang diakibatkan oleh

selisih suhu, pemasangan (erection), penurunan pondasi, susut, dan pengaruh-

pengaruh khusus lainnya. Semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat

berpindah atau, bergerak dengan arah vertikal ke bawah.

9

Tabel 2.2 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, 𝐿0 dan Beban Hidup Terpusat Minimum

Hunian atau penggunaan Beban Merata

(kg/𝒎𝟐)

Ruang Pertemuan 100

Koridor 100

Atap 100

Tangga, Balkon 300

Ruang Kantor 200

Panggung Penonton 500

Ruang makan 100

Lantai Gedung Parkir

- Lantai bawah

- Lantai atas

800

400

Lantai Gudang, masjid, ruang olah raga, toko, ruang peralatan 400

Sumber: SNI 1727-2013

Pada suatu bangunan gedung bertingkat banyak, kecil kemungkinannya

semua lantai akan dibebani secara penuh oleh beban hidup, demikian juga kecil

kemungkinannya suatu struktur bangunan menahan beban maksimum akibat

pengaruh angin atau gempa yang bekerja secara bersamaan. Desain struktur

dengan meninjau beban-beban maksimum yang mungkin bekerja secara

bersamaan, adalah tidak ekonomis karena peluang untuk terjadinya beban hidup

penuh yang membebani semua bagian elemen struktur pemikul secara

bersamaan selama umur rencana bangunan adalah sangat kecil, maka pedoman-

pedoman pembebanan mengijinkan untuk melakukan reduksi terhadap beban

hidup yang dipakai. Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban

hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada

penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk

perencanaan portal struktur gedung, ditentukan sebagai berikut:

- Perumahan: rumah tinggal, asrama hotel, rumah sakit = 0,75

- Gedung pendidikan: sekolah, ruang kuliah = 0,90

- Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop,

restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,90

- Gedung perkantoran: kantor, bank = 0,60

- Gedung perdagangan dan ruang penyimpanan:

toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80

- Tempat kendaraan: garasi, gedung parkir = 0,90

10

c. Beban Khusus

Beban khusus merupakan beban yang disebabkan karena pengaruh khusus

diantaranya berupa pengaruh temperatur / selisih suhu yang mengakibatkan

penyusutan, tekanan air akibat pengaruh kondisi tanah, penurunan yang terjadi

pada pondasi, dan tekanan tanah akibat beban yang menekannya. Basement atau

ruang bawah tanah serta dinding penahan tanah merupakan struktur yang berada

dibawah permukaan tanah sehingga akan lebih mudah mengalami tekanan tanah

dan tekanan akibat air. Oleh karena itu perencanaan strukturnya harus mampu

untuk menahan gaya dan beban yang berupa tekanan tanah lateral, namun jika

struktur tersebut terendam oleh air baik sebagian atau seluruhnya, maka dalam

perencanaan strukturnya harus memperhitungkan tekanan hidrostatis yang

ditimbulkan oleh pengaruh tekanan air pada struktur. sebagaimana bebanan yang

bekerja pada dinding penahan tanah dan lantai bawah dari suatu basement dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Gaya-gaya yang bekerja pada struktur basement

2.2.2 Beban Dinamis

Beban yang bersifat dinamis adalah beban dengan variasi perubahan beban

terhadap waktu yang cepat dan bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada

umumnya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai

karakteristik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur

akibat beban dinamis ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini

terdiri dari beban gempa dan beban angin.

11

a. Beban Angin

Beban angin merupakan gaya yang bekerja pada suatu struktur bangunan

atau komponen bangunan yang disebabkan oleh adanya selisih dalam tekanan

udara. Beban angin yang menekan atau mengisap bangunan bersifat tidak

menentu dan sukar untuk dipastikan.

Muatan angin diperhitungkan dengan menganggap adanya tekanan positif

dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja secara tegak lurus pada komponen-

komponen gedung. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan

dalam satuan kg/m2, beban angin dapat ditentukan dengan mengalikan tekanan

tiup (velocity pressure) yang telah ditentukan dengan koefisien-koefisien angin

yang ditentukan pada Tabel 2.3. Besarnya beban yang diakibatkan oleh angin

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

- Kecepatan angin dan kepadatan udara.

- Permukaan bidang, bentuk dari bangunan

- Ketinggian dan kekakuan struktur bangunan

- Letak geografis

Untuk memperhitungkan pengaruh dari angin yang bekerja pada struktur

bangunan, pedoman yang berlaku di Indonesia mensyaratkan beberapa hal

sebagai berikut:

- Tekanan tiup angin harus diambil minimum 25 kg/m2

- Tekanan tiup angin di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari

pantai, harus diambil minimum 40 kg/m2.

- Untuk tempat-tempat di mana terdapat kecepatan angin yang dapat

mengakibatkan tekanan tiup yang lebih besar, maka tekanan tiup angin

(p) dapat ditentukan berdasarkan rumus empiris:

p = 𝑉2

16 (𝑘𝑔/𝑚2) [2.1]

Keterangan:

p = Tekanan tiup

V = Kecepatan angin dalam satuan m/detik

12

Tabel 2.3 Koefisien Angin

Jenis Gedung /

Struktur Posisi Tinjauan Koefisien

Gedung tertutup :

a. Dinding vertikal

- di pihak angin + 0,9

- di belakang angin 0,4

- sejajar arah angin 0,4

b. Atap segitiga

- di pihak angin (α < 650) (0,02.α - 0,4)

- di pihak angin (650 < α <900) + 0,9

- di belakang angin (semua sudut) - 0,4

c. Atap segitiga

majemuk

- bidang atap di pihak angin (α < 650 ) (0,02.α - 0,4)

- bidang atap di pihak angin (650<α<900) + 0,9

- bidang atap di belakang angin - 0,4

- bidang atap vertikal di belakang angin + 0,4

d. Gedung terbuka

sebelah

Sama dengan No.1, dengan tambahan :

- bidang dinding dalam di pihak angin + 0,6

- bidang dinding dalam di belakang angin - 0,3

Sumber : pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung SKBI-1987

Keterangan : α = sudut atap, + = tekan, - = hisap

Gambar 2.2 Pengaruh Angin pada Gedung

Beban yang terjadi akibat angin akan bekerja pada bangunan akan

menimbulkan tekanan dan hisapan, maka berdasarkan percobaan-percobaan,

telah ditentukan koefisien-koefisien bentuk tekanan dan hisapan untuk berbagai

tipe bangunan dan atap. Tujuan dari penggunaan koefisien-koefisien ini adalah

untuk menyederhanakan analisis. Sebagai contoh, pada bangunan gedung

tertutup, selain dinding bangunan, struktur atap bangunan juga akan mengalami

tekanan dan hisapan akibat angin, di mana besarnya tergantung dari bentuk dan

kemiringan atap. Pada bangunan gedung yang tertutup dan rumah tinggal

dengan tinggi tidak lebih dari 16 m, dengan lantai-lantai dan dinding-dinding

yang memberikan kekakuan yang cukup, struktur utamanya tidak perlu

diperhitungkan terhadap angin.

13

Gambar 2.3 Koefisien Angin untuk Tekanan dan Hisapan pada Bangunan

b. Beban Gempa

Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada

kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu

faktor utamanya adalah benturan/pergeseran kerak bumi yang mempengaruhi

permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut fault zone. Kejutan tersebut akan

menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan

bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar timbul

gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan dari massa

bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.

Gaya-gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya tersebut

bergantung pada banyak faktor diantaranya yaitu sebagai berikut :

- Bangunan dan pendistribusian massa bangunan

- Kekakuan struktur

- Jenis tanah

- Mekanisme redaman dari struktur

- Perilaku, periode dan besar alami getaran itu sendiri

- Daerah atau wilayah gempa

Faktor-faktor utama yang berpengaruh pada beban gempa antara lain:

- Faktor Keutamaan Struktur (I)

- Faktor Reduksi Gempa (R)

- Faktor Respon Gempa (C)

Faktor respon gempa ini bergantung pada spektrum respon gempa yang

besarnya dipengaruhi oleh zona gempa dan jenis tanah. Jenis tanah tergantung

pada kecepatan rambat gelombang geser Sv, nilai hasil test penetrasi standar

N, dan kuat geser niralir Sn.

14

Tabel 2.4 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non gedung untuk Beban Gempa

Jenis pemanfaatan Kategori risiko

Gedung dan nongedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia

pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:

- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko

I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/rumah susun

- Pusat perbelanjaan/mall/pasar

- Bangunan industri/pabrik

- Fasilitas manufaktur

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia

pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan UGD

- Fasilitas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang

memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau

gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi

kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: Fasilitas penanganan air, pusat

pembangkit listrik biasa, fasilitas penanganan limbah, pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,

(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,

penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,

bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) di

mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan

III

Gedung dan non gedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang penting,

termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan monumental, gedung sekolah, dan rumah ibadah

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas

bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi

kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami, angin badai, dan

tempat perlindungan darurat lainnya

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan

pada saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,

tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur

pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang

disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur

bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

IV

Sumber: SNI 1726-2019

15

Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : SNI 1726-2019

1. Parameter Spektrum Response

SNI 1726-2019, digunakan pada peta gempa untuk menentukan nilai dari

spektrum respons yang diakibatkan oleh beban gempa. Denah peta penyebaran

gempa untuk menentukan nilai respons spektrum disajikan pada

gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Ss Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko Tertarget (MCEr) Kelas Situs

Sumber SNI 1726-2019

Gambar 2.5 S1 Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko Tertarget (MCEr) Kelas Situs

Sumber SNI 1726-2019

16

2. Klasifikasi Situs

Desain seismik dapat memberikan faktor-faktor amplifikasi dari suatu

bangunan, maka digunakan klasifikasi situs dengan berdasarkan SNI 1726-2019

29 Pasal yang ke 5, Perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di

permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak

dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, harus diklasifikasikan

terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan Tabel

2.6 dan berdasarkan profil tanah lapisan 30m paling atas. Penetapan kelas situs

harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan

oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan

minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah.

Tabel 2.6 – Klasifikasi Situs

Kelas situs Vs (m/detik) �̅� 𝒂𝒕𝒂𝒖 �̅�𝑪𝑯 �̅�u (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan

batuan lunak) 350 sampai 750 >50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai100

SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m

tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20 ,

2. Kadar air, w ≥ 40 % ,

3. Kuat geser niralir �̅�u < 25 kPa

SF (tanah khusus,yang membutuhkan

investigasi geoteknik spesifik dan

analisis respons spesifik-situs yang

mengikuti 0)

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban

gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat

sensitif, tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan

H > 3 m

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >

7,5 m dengan indeks plastisitas PI > 75)

- Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan

ketebalan H > 35 m dengan �̅�u < 50kPa

Sumber: SNI 1726 (2019:29) Catatan : N/A = tidak dapat dipakai

17

Klasifikasi situs pada suatu daerah didefinisikan sesuai keadaan tanah yang

terletak pada kedalaman minimal 30 m dari permukaan tanah diatasnya. Bila

sebagian lapisan merupakan tanah kohesif dan non-kohesif, maka k adalah jumlah

lapisan kohesif dan m adalah jumlah lapisan non-kohesif. Simbol i mengacu

kepada lapisan antara 1 dan n. Mengacu pada SNI 1726 (2019:30) besaran nilai N

untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif dan lapisan batuan dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut:

𝑁∑ 𝑑𝑖𝑛

𝑖=1

∑𝑑𝑖

𝑁𝑖𝑛𝑖=1

[2.2]

Keterangan:

Ni = Nilai tahanan penetrasi standar 60%

i = Tebal setiap lapisan antra kedalaman 0 - 30 m

3. Kategori Desain Seismik

Berikut merupakan parameter nilai yang digunakan dalam merencanakan

pembebanan yang diakibatkan oleh gempa.

Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Respon Percepatan pada Periode Pendek

Nilai 𝑺𝑫𝑺 Kategori Resiko

I atau II atau III IV

𝑆𝐷𝑆 < 0,167 A A

0,167 ≤ 𝑆𝐷𝑆 < 0,33 B C

0,33 ≤ 𝑆𝐷𝑆 0,50 C D

0,50 ≤ 𝑆𝐷𝑆 D D

Sumber: SNI 1726 (2019:39)

Tabel 2.8 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Respon Percepatan pada Periode 1 Detik.

Nilai 𝑺𝑫𝟏 Kategori Resiko

I atau II atau III IV

𝑆𝐷1 < 0,067 A A

0,067 ≤ 𝑆𝐷1 < 0,133 B C

0,133 ≤ 𝑆𝐷1 0,20 C D

0,20 ≤ 𝑆𝐷1 D D

Sumber: SNI 1726 (2019:39)

18

Tabel 2.9 – Koefisien Situs, Fa

Kelas

situs

Parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) terpetakan pada periode pendek,

T = 0,2 detik, Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss = 1,25 Ss ≥ 1,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0

SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8

SF SS(a) Sumber: SNI 1726 (2019:39)

Tabel 2.10 – Koefisien Situs, Fv

Kelas

situs

Parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) terpetakan pada periode 1 detik,

S1

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 = 0,5 S1 ≥ 0,6

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4

SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7

SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2 2,0

SF SS(a) Sumber: SNI 1726 (2019:39)

Nilai parameter yang diperoleh dari percepatan spektrum desain seismic

pada periode pendek (SDs) dan nilai pada periode 1 detik (SD1) yang akan

dijadikan dasar dalam perencanaan maka harus ditentukan dengan persamaan

berikut untuk menentukan nilai tersebut:

𝑆𝐷𝑆 = 2

3𝑆𝑀𝑆 [2.3]

𝑆𝐷1 = 2

3𝑆𝑀1 [2.4]

𝑆𝑀𝑆 = fa . Ss [2.5]

𝑆𝑀1 = fv . S1 [2.6]

Catatan: Ss dan S1 diperoleh dari peta gempa

Fa dan Fv didapatkan dari koefisien situs

19

4. Gaya Geser Dasar Akibat Gempa

Diantara faktor yang mempengaruhi besarnya beban yang terjadi pada

struktur bangunan akibat gaya gempa adalah tergantung dari massa bangunan

dan kekakuan strukturnya, waktu getar alami ketika terjadi gempa dan pengaruh

akibat adanya redaman dari struktur, kondisi profil tanah, dan letak wilayah

kegempaan dari struktur gedung didirikan. Massa bangunan pada struktur

bangunan merupakan faktor utama sangat penting dan harus diperhitungkan,

karena beban akibat gaya gempa berupa gaya inersia yang timbul pada pusat

massa yang bekerja secara horizontal, dapat dirumuskan dengan konsep gerak

dari hukum Newton sebagai berikut :

V = m.a = (W/g).a [2.7]

Gaya gempa horizontal V = W.(a/g) = W. Cs [2.8]

Koefisien Respon Gempa Cs = 𝑆𝐷𝑠

𝑅

𝐼𝑒

[2.9]

Koefisien respons seismik, nilai CS yang ditentukan sesuai ketentuan diatas

dan tidak boleh melebihi nilai koefisien respons seismik dibawah ini:

Cs = 𝑆𝐷1

𝑇(𝑅

𝐼𝑒) [2.10]

Dan juga nilai Cs harus tidak kurang dari persamaan dibawah ini :

Cs = 0,004 Sds Ie > 0,01 [2.11]

Dan jika struktur berlokasi di daerah di mana S1 ≥ 0,6g, maka Cs tidak boleh

kurang dari nilai persamaan dibawah ini :

Cs = 0,5 . 𝑆𝐷1

𝑅

𝐼𝑒

[2.12]

a = percepatan pergerakan permukaan tanah akibat getaran gempa,

m = massa bangunan

W = berat bangunan

Cs = Koefisien respon gempa

SDs = Parameter percepatan spektrum desain periode pendek

SD1 = Parameter percepatan spektrum desain periode 1 detik

R = Faktor modifikasi respon

Ie = Faktor keutamaan gempa

20

5. Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Beban yang terjadi akibat gempa akan bekerja secara horizontal. Oleh

karena itu, beban gempa harus didistribusikan secara vertikal. Gaya lateral

gempa (Fx) yang terjadi pada setiap tingkat dalam gedung dapat hitung

menggunakan persamaan berikut ini:

Fx= Cvx . V [2.13]

Dengan:

Cvx = 𝑊𝑥 .ℎ𝑥𝑘

∑(𝑊𝑖.ℎ𝑖𝑘) [2.14]

Dimana:

Cvx = Faktor distribusi vertikal

V = Gaya lateral desain total geser dasar struktur, kN

Wi dan Wx = Berat efektif total struktur pada tingkat yang di tinjau

hi dan hx = Tinggi dasar struktur sampai tiingkat yang di tinjau

k = Eksponen yang terkait periode struktur sebagai berikut:

T ≤ 0,5 detik, maka k = 1

T ≥ 2,5 detik, maka k = 2

Jika T antara 0,5 – 2,5 detik, harus dilakukan interpolasi.

2.2. 3 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan untuk gedung, harus merencanakan kekuatan

struktur berdasarkan beban–beban yang bekerja di atasnya. Beban yang bekerja

adalah beban yang merupakan kombinasi antara beban statis dan dinamis. Pada

kombinasi pembebanan ini sering diizinkan untuk mereduksi gaya desain total

dengan faktor yang telah ditentukan. Kemungkinan bekerjanya beban-beban

maksimum pada struktur banguan pada saat yang bersamaan adalah sangat kecil.

Struktur bangunan dapat dirancang untuk memikul semua beban maksimum

yang bekerja pada bangunan secara simultan, akan tetapi struktur yang dirancang

sedemikian akan mempunyai kekuatan yang sangat berlebihan untuk memikul

kombinasi pembebanan yang secara nyata mungkin terjadi selama umur rencana

struktur. Dari sudut pandang rekayasa struktur, konsep desain struktur seperti ini

tidak realistis dan sangat boros.

21

Pembebanan pada struktur bangunan gedung bertingkat tinggi, sangat tidak

mungkin di saat yang bersamaan semua lantai akan memikul beban hidup yang

maksimum secara simultan. Oleh karena itu diijinkan untuk mereduksi beban

hidup untuk perencanaan elemen-elemen struktur dengan memperhatikan

pengaruh yang ditimbulkan dari kombinasi pembebanan dan penempatan beban

hidup pada struktur bangunan. Berkenaan dengan hal ini, maka banyak peraturan

yang merekomendasikan untuk mereduksi beban desain yang digunakan pada

kombinasi pembebanan struktur bangunan tertentu.

Struktur, komponen, dan pondasi suatu bangunan harus dirancang

sedemikian rupa agar kekuatan desainnya sama atau melebihi kekuatan dari

beban terfaktor dalam beban kombinasi sehingga tidak terjadi keruntuhan pada

gedung akibat beban yang bekerja. Kombinasi pembebanan yang menjadi dasar

perhitungan untuk struktur portal gedung berdasarkan SNI 03-2847-2019

tentang Tata cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung:

U = 1,4 D [2.15]

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (𝐿𝑟 atau R) [2.16]

U = 1,2 D + 1,6 (𝐿𝑟 atau R) + (1,0 L atau 0,5 W) [2.17]

U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (𝐿𝑟 atau R) [2.18]

U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L [2.19]

U = 0,9.D +1,0 W [2.20]

U = 0,9.D +1,0 E [2.21]

dimana

D = Beban mati,

L = Beban hidup

𝐿𝑟 = Beban hidup atap

R = Beban hujan

W= Beban angin

E = Beban gempa

22

Perhitungan analisa struktur bangunan gedung dan desain bangunannya

terlebih dahulu memperhitungkan mekanika rekayasa dari portal beton dengan

menggunakan kombinasi pembebanan. Momen lentur (Mu), momen torsi atau

puntir (Tu), gaya geser (Vu), dan gaya normal (Pu) yang terjadi pada elemen-

elemen struktur akibat kombinasi pembebanan, maka akan dipilih nilai yang

paling besar harganya, untuk selanjutnya digunakan pada proses desain struktur.

Kombinasi pembebanan untuk perencanaan struktur bangunan gedung yang

sering digunakan di Indonesia adalah:

2.3 Analisis Pada Struktur Bawah

Struktur bawah (lower structure) merupakan bagian-bagian bangunan

yang terletak di bawah permukaan tanah yang berfungsi untuk meneruskan

semua beban bangunan di atasnya ke tanah di bawahnya dengan stabil dan aman.

Mengingat letaknya yg berada di dalam tanah, maka struktur bawah (lower

structure) harus dibuat kuat, aman, stabil, awet dan mampu mendukung beban

bangunan, karena kerusakan pada pondasi akan sangat sulit untuk

memperbaikinya. Contoh struktur bawah seperti pondasi, basement, sloof, dan

lain-lain.

2.3.1 Pengertian Pondasi

Suatu konstruksi dari bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah

dan terhubung secara langsung dengan tanah serta merupakan bagian dari struktur

bawah disebut dengan pondasi. Pondasi berfungsi untuk memikul keseluruhan

beban bangunan yang timbul akibat adanya penambahan komponen pada struktur

maupun penambahan komponen non struktur, lalu beban tersebut akan diteruskan

oleh pondasi ke dalam tanah sampai mencapai kedalaman tanah pada dan keras

atau tanah yang memiliki daya dukung yang besar untuk menahan beban tersebut.

Pondasi harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap

beban-beban yang bekerja pada bangunan, baik itu beban akibat bangunan itu

sendiri maupun beban akibat gaya-gaya luar seperti tekanan angin gempa bumi,

dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh adanya penurunan pada pondasi yang

melebihi batas yang diizinkan.

23

Beban yang diterima oleh pondasi akibat beban di atasnya akan

menyebabkan terjadinya penurunan pondasi apabila beban melebihi kapasitas

daya dukung dari pondasi, sehingga akan mengakibatkan terjadinya kerusakan

pada struktur banguanan seperti kerusakan pondasi, lantai ubin patah, tembok yang

retak, dan keruntuhan struktur atas lainnya. Perencanaan pondasi harus dibangun

dengan memperhatikan kontur dan kondisi profil tanah yang akan jadikan titik

pemasangan pondasi. Kontur tanah yang bervariasi atau tidak rata, maka

memerlukan penanganan khusus untuk mendapatkan keadaan tanah dasar yang

rata diantaranya dengan melakukan cut and fill pada tanah tidak rata. Pada saat

proses pekerjaan timbunan (fill) harus dilakukan pemadatan tanah agar sesuai

dengan kepadatan pada tanah asli disekitarnya, sebab apabila tanah memiliki

kepadatan yang berbeda maka akan menyebabkan terjadinya perbedaan besar

penurunan yang signifikan dikarenakan perbedaan daya dukung tanahnya.

Perencanaan pondasi pada dasarnya mengharuskan agar didirikan pada

profil tanah yang keras dan padat agar mampu untuk mendukung beban yang

berasal dari bangunan di atasnya. Agar kegagalan fungsi pondasi bangunan dapat

dihindari, maka pondasi bangunan harus diletakkan pada kedalaman tanah yang

cukup keras, padat, dan kuat untuk mendukung beban bangunan tanpa

menimbulkan penurunan yang berlebih. Proses desain pondasi harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

• Cukup kuat menahan muatan geser akibat muatan tegak ke bawah.

• Dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil.

• Tahan terhadap perubahan cuaca.

• Tahan terhadap pengaruh bahan kimia.

Suatu sistem struktur bawah yang direncanakan harus menjamin dan

mampu mendukung bangunan yang ada di atasnya. Untuk itu desain pondasi harus

kuat, stabil, dan aman agar tidak mengalami penurunan yang melebihi batas yang

diizinkan, serta tidak mengalami patah karena akan sulit untuk memperbaiki sistem

pondasi yang mengalami kerusakan. Hal terpenting yang berkaitan dengan

perencanaan pondasi adalah apa yang disebut penyelidikan tanah (soil

investigation).

24

Pondasi harus diletakkan pada kedalaman tanah yang keras dan padat.

Untuk mengetahui letak/kedalaman tanah yang keras dan tegangan tanah/daya

dukung tanah, maka perlu diadakannya penyelidikan tanah di lokasi bangunan akan

dibangun, yaitu dengan cara :

• Pengeboran (Drilling), dari lubang hasil pengeboran akan didapat contoh

contoh tanah yang kemudian dikirim ke laboratorium mekanika tanah untuk

mengetahui kondisi dan jenis tanahnya.

• Percobaan Penetrasi (Penetration Test), dengan menggunakan alat yang

disebut Sondir

Statik Penetrometer. Ujungnya berupa conus yang ditekan masuk ke dalam tanah,

dan secara otomatis akan dibaca hasil sondir tegangan tanah.

2.3.2 Klasifikasi Tanah

Tanah merupakan material yang tersusun dari komponen agregat (butiran)

mineral–mineral padat yang tidak ter sedimentasi secara kimia antara komponen

tanah yang satu dengan tanah lain yang berasal dari bahan organik yang telah

mengalami proses pelapukan dan disertai dengan peleburan zat cair dan gas yang

memenuhi ruang kosong diantara partikel–partikel tanah padat tersebut.

Klasifikasi tanah adalah cara yang digunakan untuk membedakan jenis

tanah yang satu dengan yang lainya. Klasifikasi tanah dilakukan dengan cara

mengumpulkan dan mengelompokkan tanah berdasarkan kesamaan dan kemiripan

sifat dan ciri-ciri dari tanah. Pengklasifikasi tanah dilakukan dengan maksud untuk

menjelaskan bagaimana kondisi dan jenis serta sifat profil dari tanah yang akan

dijadikan sebagai titik pemasangan pondasi pada lokasi tersebut. Pengklasifikasi

tanah dimaksudkan untuk hal-hal dibawah ini :

1. Memperkirakan hasil dari penyelidikan tanah.

2. Perkiraan mengenai kondisi dari kemiringan tanah.

3. Perkiraan presentasi muai susut.

4. Acuan dalam pemilihan jenis alat yang digunakan dalam proses konstruksi.

5. Memperhitungkan bagaimana kinerja dari alat konstruksi.

6. Merencanakan desain untuk dinding penahan dan lereng.

25

Pondasi bangunan dalam bidang teknik sipil, tidak terlepas dari kondisi

suatu tanah karena memiliki peran dan fungsi penting terutama sebagai

pendukung dari struktur bawah. Klasifikasi tanah sangat penting dalam

perencanaan pondasi karena berfungsi untuk menjelaskan secara jelas

mengenai bagaimana kondisi tanah yang ada di wilayah tersebut serta

digunakan untuk memperkirakan perlakuan tanah pada suatu struktur.

Umumnya tanah dapat tersusun dari pasir (sand), atau kerikil (gravel),

lempung (clay), dan lanau (silt) tergantung bagaimana bentuk ukuran dari

partikel penyusunnya yang paling dominan pada profil tanah

tersebut. Dijelaskan dalam karyanya, Das (1985:7) mencantumkan batasan

dari ukuran partikel dari golongan tanah yang disajikan dalam sebagai berikut.

Tabel 2.11 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah

Nama Golongan Ukuran butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute of Technology

(MIT) >2 2-0,06 0,06-0,002 <0,002

U.S Department of Agriculture (USDA) >2 2 – 0,05 0,05 0,002 < 0,002

American Association of State Highway

and Transportation Officials (AASHTO) 76,2-2 2-0,075 0,075 – 0,002 < 0,002

Unified Soil Classification System (U.S.

Army Corps of Engineers, U.S. Bureau of

Reclamation)

76,2-4,75 4,75 - 0,075 Halus (yaitu lanau dan

lempung) <0,0075

Sumber : Das (1985:7)

2.3.3 Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser tanah merupakan kemampuan dari tanah untuk memikul

beban-beban atau yang bekerja yang dapat mengakibatkan terjadinya kelongsoran,

keruntuhan, gelincir dan pergeseran pada tanah. Dalam menghitung besarnya daya

dukung dan kekuatan tekan yang ditimbulkan oleh tanah terhadap dinding penahan

maka diperlukan perhitungan kekuatan geser tanah.

𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 tan ∅ [2.22]

Dimana:

C : Kohesi tanah yang sebenarnya

Ø : Sudut geser tanah

Σ : Tegangan normal yang bekerja

26

2.3.4 Konsolidasi Tanah dan Kemampatan Tanah

Konsolidasi merupakan suatu proses pemampatan tanah, dan berkurangnya

volume pori yang ada di dalam tanah. Hal ini dapat menghasilkan bertambahnya

daya dukung tanah menjadi lebih besar. Namun, selama proses ini terjadi tidak

diperbolehkan adanya bangunan yang sedang berdiri di atas tanah tersebut serta

proses pemampatan tanah ini biasanya memakan waktu yang cukup lama.

Sifat mampat yang dimiliki suatu tanah jauh lebih besar dibandingkan

dengan bahan baja maupun beton. Pori-pori yang terdapat pada suatu tanah tidak

terdapat pada bahan baja serta beton. Deformasi yang terjadi pada tanah disebabkan

adanya pembebanan yang menekan tanah sehingga mempengaruhi tekstur dan

partikel tanah yang menyebabkan terjadinya penurunan pondasi yang akan

merusak struktur dan konstruksi dari bangunan. Permeabilitas dan kekuatan geser

tanah dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki suatu tanah yang dapat berubah

berdasarkan beban yang diterima. Sifat mampat suatu tanah akan semakin besar

apabila angka pori semakin besar, sebaliknya tingkat penekanan pada tanah yang

makin besar akan mengakibatkan terjadinya konsolidasi membuat pemampatannya

berkurang. Tujuan dari konsolidasi tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan

tanah secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan

tanah sehingga dapat mendukung struktur bawah dari sebuah gedung. Proses

konsolidasi di lapangan dapat diuji dengan menggunakan alat piezometer.

Sedangkan pengujian di laboratorium dapat menggunakan alat konsolidometer.

2.3.5 Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah merupakan salah satu sifat lapisan tanah yang

memiliki kemampuan untuk meneruskan air atau udara dan sangat berpengaruh

terhadap terhadap kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang memiliki sifat

permeabilitas tinggi relatif kurang peka terhadap erosi dibandingkan dengan tanah

yang permeabilitasnya rendah. Data permeabilitas tanah juga merupakan salah

satu data sifat fisik yang sangat diperlukan dalam penilaian kesesuaian lahan

dengan rencana desain struktur bangunan. Koefisien permeabilitas tanah (k)

digunakan untuk mengetahui besarnya rembesan.

27

Dengan menggunakan nilai koefisien permeabilitas tanah antara data

lapangan dengan nilai kisaran yang diberikan literatur laboratorium, maka

diharapkan hasilnya dapat digunakan untuk memprediksi nilai awal koefisien

permeabilitas sebagai pertimbangan dalam mendesain struktur bawah.

Koefisien permeabilitas tanah (k) dipengaruhi oleh jenis kerapatan yang

ada pada suatu tanah sehingga nilai koefisien permeabilitas tanah akan berbeda-

beda. Hal yang harus dipertimbangkan dalam permeabilitas tanah sebelum

menentukan jenis konstruksi yang digunakan adalah dengan memprediksi volume

air rembesan yang timbul saat proses galian tanah.

Dengan anggapan bahwa butir-butir tanah memiliki bentuk bola dengan

diameter yang sama, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑘 = 𝐷𝑠 2. 𝛾𝑤 𝜂 . 𝑒3 1 + 𝑒 . 𝐶 [2.23]

Dimana: 𝛾𝑤 : Beret isi air

Ds : Diameter rata-rata butir tanah

𝜂 : Koefisien viskositas air

e : Angka pori

C : Suatu tetapan yang ditentukan oleh bentuk butir dan

keadaan tanah secara keseluruhan

Tabel 2.12 Nilai Koefisien Permeabilitas Secara Kasar

Lempung Lanau

Pasir sangat

halus Pasir halus Pasir sedang Pasir kasar Kerikil kecil

D10 (mm) 0-0.01 0.01-0.05 0.05-0.10 0.10-0.25 0.25-0.50 0.50-1.0 1.0-5.0

K(cm/sec) 3x10-6 4.5 x 10-4 3.5 x 10-3 1.5 x 10-2 8.5 x 10-2 3.5 x 10-1 3.0

2.3.6 Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah merupakan proses untuk memperkecil ukuran antar

partikel tanah agar menjadi lebih rapat. Semakin rapat tanah tersebut maka akan

semakin kecil udara yang masuk dan akan menurunkan tingkat kebocoran

bangunan dalam air. Bangunan yang dibangun dibawah muka air harus memiliki

resiko rembesan yang sangat kecil dan tekanan yang kuat dibandingkan bangunan

yang didirikan di atas permukaan air.

28

Prinsip pemadatan tanah adalah dengan memberikan energi mekanik

dinamis secara berulang-ulang terhadap suatu permukaan tanah agar udara yang

berada dalam tanah berkurang dan kerapatan tanah bertambah. Dengan begitu,

maka tanah tersebut tidak akan mudah bergeser walau diberi air. Fungsi dari

pemadatan tanah ini diantaranya sebagai berikut:

• Membantu memperkuat tanah sehingga memungkinkan untuk dilakukan

perbaikan pada bagian kuat geser tanah.

• Mengurangi permeabilitas dan kompresibilitas atau penurunan akibat

beban

• Mengurangi sifat kembang susut pada terutama pada tanah lempung

• Mengurangi perubahan volume karena perubahan kadar air dalam tanah

• Memperbaiki daya dukung tanah dan mutu tanah itu sendiri

Kekuatan yang dimiliki oleh suatu tanah akan meningkat jika tanah

semakin padat serta akan mengakibatkan permeabilitasnya menjadi lebih sedikit.

Besarnya nilai pemadatan pada tanah tergantung dari jumlah kadar air dalam tanah

sehingga kekuatan suatu tanah juga dipengaruhi jumlah kadar air yang terkandung

dalam tanah. Kriteria suatu tanah sangat menentukan kekuatan dari konstruksi

bangunan itu sendiri.

Gejala yang muncul akibat dari pemadatan tanah diantaranya sebagai berikut:

• Kadar air optimum tanah yang rendah, akan menambah berat isi kering

maksimum pada tanah tersebut

• Gradasi dari tanah berpasir yang semakin baik, maka nilai berat isi kering

maksimum pada tanah juga akan meningkat serta menyebabkan grafik

pemadatan tanah menjadi rendah. Tekstur butir tanah berpasir yang makin

halus, maka besar nilai dari berat isi maksimumnya akan berkurang grafik

pemadatannya akan makin landai.

• Pasir memiliki berat isi kering maksimum yang rendah, sehingga

menyebabkan grafik pemadatannya menjadi datar dan apabila gradasi

tanahnya buruk, maka besar harga maksimumnya menjadi tidak muncul..

• Abu vulkanis yang berupa tanah kohesif memiliki kadar air optimum yang

tinggi sehingga berat isi maksimum menjadi rendah.

29

2.3.7 Klasifikasi Pondasi Dalam (deep foundation)

Sebelum menentukan jenis pondasi dalam yang akan didesain pada sebuah

gedung, maka terlebih dahulu perencana harus memahami mengenai tipe-tipe dari

pondasi dalam beserta kriteria dan kegunaan dari masing-masing pondasi.

Pelaksanaannya suatu proyek harus selalu dibatasi oleh 3 variabel berupa kualitas

atau mutu, biaya dan waktu yang dibutuhkan, sehingga dalam menentukan tipe

pondasi juga harus memperhitungkan 3 variabel pembatas ini guna untuk dijadikan

acuan dalam mendesain suatu pondasi untuk bangunan. Setelah ditentukan jenis

pondasi yang akan dijadikan sebagai alternatif pada suatu konstruksi yang

merupakan hasil dari menganalisis dan akomodasi semua faktor tersebut, maka

pelaksanaan dapat dilaksanakn. Secara umum, pondasi untuk suatu konstruksi

dibedakan menjadi dua macam, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation)

dan pondasi dalam (deep foundation).

Pondasi dalam adalah pondasi yang memerlukan pengeboran atau

pemancangan untuk pemasangannya karena letak lapisan tanah kerasnya berada

pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi dalam dibangun pada kedalam tanah

keras dan pada, dimana besarnya daya dukung pada pondasi sangat dipengaruhi

oleh beban yang berasal struktur atas, letak muka air tanah serta keadaan dari

permukaan tanah, kedalaman minimal dari suatu pondasi adalah lebih dari 3 m di

bawah permukaan tanah.

Pondasi dalam sering digunakan pada bangunan tinggi, bangunan yang

memiliki beban yang besar, jembatan, dermaga, dll. Pondasi dalam dapat berperan

penting untuk menahan beban yang berasal dari bangunan di atasnya kemudian

mentransfer dan meneruskannya ke lapisan tanah keras sampai mencapai

kedalaman sesuai yang direncanakan, yang cukup kuat untuk menopang beban dari

struktur bangunan agar dapat berdiri kokoh untuk jangka waktu yang lama tanpa

mengalami keruntuhan atau keretakan pada bangunan di atasnya. Jenis Pondasi

dalam biasanya dijumpai dalam bentuk pondasi tiang pancang, pondasi bore pile,

franky pile dan caissons atau pondasi kompensasi.

30

2.3.7.1 Pondasi Dalam Tipe Tiang Pancang (pile foundation)

Pondasi dalam tipe tiang pancang merupakan bagian dari struktur

bawah yang berperan penting untuk menahan dan menerima beban yang

berasal dari struktur atas kemudian meneruskannya sampai mencapai

kedalaman tanah penunjang yang keras, pada dan terletak pada kedalaman

tertentu. Baja (steel), kayu, dan beton merupakan bahan utama dalam

pembuatan tiang pondasi. Pondasi tipe tiang pancang yang dibuat dari

campuran beton akan dipasang dengan cara dibor, dipukul, digetarkan atau di

dongkrak ke dalam tanah sampai mencapai tanah padat dan keras. Pile cap

digunakan untuk menghubungkan struktur atas gedung dengan struktur bawah

yaitu pondasi. Penggunaan bahan untuk pondasi tiang pancang tergantung

pada keadaan tanah dan beban yang dipikulnya.

Penggunaan pondasi dalam tipe tiang pancang sebagai struktur bawah

suatu gedung apabila kondisi tanah dasar dari bangunan mempunyai daya

dukung tanah yang rendah atau tanah tersebut tidak mempunyai daya dukung

(bearing capacity) yang cukup kuat untuk memikul berat beban bangunan

yang bekerja pada pondasi tersebut (Sardjono HS, 1988). Atau Pondasi tiang

pancang dapat digunakan apabila tanah mempunyai daya dukung yang cukup

kuat untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada

pada lapisan tanah yang sangat dalam dari permukaan tanah dengan

kedalaman > 8 m (Bowles, 1991).

Pada tahun 1740, Christoffer Polhem menemukan peralatan pile

driving yang mana bentuknya menyerupai mekanisme pile driving yang ada

saat ini. Tiang baja (steel pile) sudah digunakan selama 1800 dan tiang beton

(concrete pile) sejak 1900. Revolusi industri dan kemajuan teknologi,

khususnya di bidang konstruksi mengakibatkan munculnya banyak inovasi

terutama pada alat dengan konsep pile driving yang menggunakan mesin uap

dan mesin diesel. Tipe suatu tanah menjadi faktor utama dalam menentukan

tipe pondasi dalam yang akan digunakan juga dipengaruhi oleh berat beban

yang dipikul, material dan karakteristik penyebaran beban dari tiang pancang.

31

a. Metode Pelaksanaan Pemasangan Pondasi Tiang Pancang

➢ Persiapan Lokasi Pemancangan

Menentukan titik pancang dengan menggunakan alat theodolit dan diberi

tanda dengan patok. Alat pemancangan yang digunakan harus diletakkan

pada lokasi yang dapat menahan alat berat tersebut. Pemasangan elevasi akhir

dari kepala tiang pancang diletakkan di dalam tanah, sehingga terlebih dahulu

perlu dilaksanakan penggalian sebelum proses pemancangan guna untuk

penempatan kepala tiang pancang. Dasar pondasi harus dipertimbangkan

agar tidak mengganggu proses pekerjaan yang lain terutama proses

penggalian tanah.

➢ Mempersiapkan Alat untuk Pemancangan

Alat pemancangan yang akan digunakan untuk memasang tiang pancang

harus berdasarkan dengan kondisi dan tipe tanah agar tiang pancang dapat

menembus masuk sampai mencapai kedalaman tanah padat dan keras atau

mencapai daya dukung yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk

menghindari terjadinya kerusakan pada struktur, maka perlu dilakukan

penyelidikan tanah untuk menentukan kondisi dan profil dari tanah.. Jenis-

jenis alat tiang pancang yang digunakan diantaranya berupa hidrolik, drop

hammer atau diesel . Alat pancang drop hammer sebaiknya menggunakan

palu yang beratnya tidak kurang dari jumlah berat tiang beserta topi

pancangnya. Adapun berat palu dari alat pancang berupa diesel hammer tidak

boleh kurang dari setengah jumlah total berat tiang ditambah topi pelindung

dan ditambah 500 kg dengan minimum beratnya 2,2 ton..

➢ Pemindahan untuk Penyimpanan Tiang Pancang

Metode pengangkatan tiang pancang untuk penyusunan tiang beton, baik

itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke penyusunan tempat

penyimpanan dengan menggunakan dua tumpuan. Persyaratan dengan

metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk

mendapatkan jaraknya maka harus diperhatikan momen maksimum pada

bentangan haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang

sehingga dihasilkan momen yang sama. Pengangkatan dengan dua tumpuan

32

dilakukan dengan menggunakan kawat baja yang diikatkan pada kawat yang

berada pada titik angkat tiang beton yang telah ditentukan.

Sumber: Ilmu beton.com.

Gambar 2.6 Proses Pengangkatan Tiang Pancang 2 Tumpuan

Prosedur penyusunan dan penyimpanan tiang pancang setelah

dipindahkan adalah dengan disusun berbentuk segitiga, dengan terlebih

dahulu diberikan alas berupa kayu dengan ukuran 5/10. Pengelompokkan

tiang untuk disimpan dibedakan berdasarkan diameter, dimensi, dan tipe

yang sama. Untuk memudahkan pemindahan tiang pancang untuk

digunakan saat proses pemancangan maka sebaiknya tiang disimpan di

sekitar lokasi proyek pembangunan.

Gambar 2.7 Penyimpanan Tiang Pancang

Sumber: Metode Pelaksanaan Pancang, Rahmawati Ayudia.

33

➢ Proses Pengangkatan untuk Proses Pemancangan Tiang

Pengangkatan atau pemindahan tiang pada proses pemancangan harus

diangkat dengan hati-hati guna menghindari retak pada tiang maupun

kerusakan yang tidak diinginkan. Metode pengangkatan dengan satu

tumpuan digunakan pada saat tiang pancang sudah siap untuk dipancang oleh

mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan

di lapangan. Persyaratan dari metode satu tumpuan adalah jarak antar kepala

tiang dengan titik angker berjarak 1/3L. Untuk menentukan jarak ini, maka

harus diperhatikan momen maksimum pada tempat pengikatan tiang

sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

Gambar 2.8 Proses Pengangkatan Tiang Pancang 1 Tumpuan

Sumber: Ilmu beton.com.

➢ Proses Pemancangan

Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh

pada patok titik pancang yang telah ditentukan. Tiang didirikan di samping

driving lead dan bagian kepala dari tiang pancang harus dilindungi dengan

bantalan topi atau mandrel yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan

pegangan kepala tiang. Tiang pancang diikatkan pada sling yang terdapat

pada alat, lalu ditarik sehingga tiang pancang masuk pada bagian alat.

Kemudian penyetelan vertikal dilakukan dengan mengatur panjang backstay

sambil diperiksa dengan waterpas sehingga diperoleh posisi yang vertikal.

34

Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah dari tiang di lem dengan

center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama

pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama. Setelah posisi dari tiang

pancang tepat berdasarkan perencanaan maka selanjutnya dilakukan proses

pemancangan tiang dengan cara menjatuhkan palu kepala tiang

menggunakan bantuan mesin, dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan

hammer secara kontinu ke atas helmet yang terpasang di atas kepala tiang.

Bila kedalaman tanah keras atau daya dukung tanah yang direncanakan

untuk struktur pondasi melebihi kedalaman dari batang pondasi dari pabrik,

maka perlu penyambungan dengan tiang pancang yang lain dengan cara guna

agar dapat mencapai kedalaman yang direncanakan. Pemancangan tiang

dapat dihentikan sementara untuk penyambungan batang berikutnya bila

level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah

keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang sebagai berikut:

- Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang

dilakukan pada batang pertama

- Ujung bawah tiang didudukkan di atas kepala tiang yang pertama,

dibuat sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah

berhimpit dan menempel menjadi satu.

- Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karet

- Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat

Pemancangan tiang data dihentikan bila ujung bawah tiang telah

mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan dan dilakukan

pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

35

Gambar 2.9 Pemancangan Tiang Pancang

Sumber: Metode Pelaksanaan Pancang, Rahmawati Ayudia

➢ Kontrol Kualitas (Quality Control)

- Kondisi fisik tiang: seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak,

umur beton telah memenuhi syarat perencanaan, kepala tiang tidak

mengalami keretakan selama proses pemancangan.

- Toleransi, vertikalisasi tiang diperiksa secara periodic selama proses

pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal tiang dibatasi

tidak melebihi dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi

tidak lebih dari 75 mm.

- Penetrasi, tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap

setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi yang

terjadi per setengah meter.

- Final set, pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai

final set yang sesuai dengan perhitungan.

Kedalaman tiang pancang harus disesuaikan dengan kedalaman tanah

keras seperti yang telah direncanakan.

36

Gambar 2.10 Penyambungan Tiang Pancang dengan Pengelasan

Sumber: Metode Pelaksanaan Pancang, Rahmawati Ayudia

b. Gaya yang Bekerja pada Pondasi Tiang

SNI 1727:2019 tentang “Pembebanan Minimum Untuk Gedung dan Non

Gedung” digunakan untuk analisa pembebanan terutama reaksi-reaksi yang

bekerja pada struktur bangunan yang kemudian digunakan untuk mendesain

dan merencanakan pondasi tiang dalam.

• Gaya Lateral

Gaya lateral yang bekerja pada pondasi tiang pancang memiliki arah

horizontal diman besar dari gaya lateral harus mampu ditahan oleh pondasi

besar nilai gaya lateral tergantung berdasarkan jenis rangka yang digunakan

untuk mengirimkan gaya ke struktur kolom yang berada dibawahnya. Beban

horizontal menimbulkan gaya lateral serta momen yang bekerja pada struktur

pondasi tiang yang muncul akibat adanya beban dari luar struktur seperti gaya

gempa akibat pergeseran lempeng bumi dan beban akibat angin.

• Gaya Lateral Ijin

Gaya horizontal mempengaruhi perencanaan pondasi sehingga harus

diperhatikan tegangan yang terjadi serta perpindahan yang timbul dari ujung

atas tiang atau kepala pelindung tiang selama tidak melebihi batas-batas yang

dibolehkan.

37

Kriteria pondasi tiang yang diperbolehkan untuk menerima gaya lateral

adalah sebagai berikut :

1. Beban ultimit dari beban lateral yang diperbolehkan dengan menggunakan

faktor keamanan.

2. Defleksi maksimum dari beban lateral yang diperbolehkan. (Rahardjo,

2005)

Standar perpindahan akibat gaya lateral pada bangunan gedung adalah

6mm, sedang untuk gedung yang lain seperti menara dibolehkan dengan

standar 12 mm atau dibolehkan sedikit lebih besar dengan ketentuan nilai

faktor keamanannya adalah (F) = 3. (McNulty 1956).

• Defleksi Pondasi dan Beban Lateral yang Ditimbulkan

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat adanya

faktor luar seperti gaya gempa, gaya angin pada struktur atas bangunan, dan

beban statik akibat tekanan aktif tanah pada abutment jembatan atau pada

soldier pile, tumbukan kapal, dan lain-lain.

Perkiraan nilai kapasitas dukung lateral pada pondasi tiang, dapat dihitung

dari data fisik pondasi dan parameter tanah, dengan menerapkan prinsip-

prinsip mekanika menggunakan metode Broms dan metode Brinch Hansen.

1) Metode Brom’s

Diagram tekanan tanah digunakan untuk menghitung beban lateral

dengan metode brom’s yang disederhanakan dan sepanjang kedalaman tiang

reaksi atau tahanan tanah dianggap telah mencapai nilai ultimit. Keuntungan

dari penggunaan konsep metode Broms:

- konsep yang universal sehingga dapat dijadikan dasar untuk perhitungan

untuk tiang panjang dan juga tiang pendek

- Dapat digunakan meskipun keadaan kepala pelindung dari tiang kepala

tiang dalam keadaan beban maupun dalam keadaan terjepit.

kerugian dari penggunaan konsep metode Broms, diantaranya yaitu:

- Penggunaanya terbatas karena untuk lapisan tanah yang bersifat

homogen berupa hanya tanah kohesif atau hanya pada tanah non-kohesif.

- Tidak dapat menghitung profil tanah yang memiliki lapisan berlapis.

38

2) Metode Brinch Hansen

Untuk menghitung tahanan lateral ultimit pada tiang yang pendek maka

digunakan konsep Brinch Hansen (1961). konsep ini sesuai teori bahwa

tekanan dalam tanah memiliki keuntungan karena dapat digunakan pada

lapisan tanah berlapis serta dapat digunakan baik pada tanah homogen, dan

tanah dengan c-Ø, namun kerugiannya hanya dapat digunakan untuk tiang

pendek. Menghitung tahanan ultimate sutu tanah dengan kedalam tertnetu

dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

𝑃𝑠𝑢 = 𝜎1 . 𝑣 . + 𝑐 . 𝐾𝑐 [2.24]

Dimana Kc dan Kq merupakan fungsi Ø dan x/D, seperti pada Gambar

2.11 berikut.

Gambar 2.11. Tahanan Lateral Ultimit (Metode Brinch Hansen 1961)

Sumber : https://junaidawally.blogspot.com/

Ditinjau dari tiang yang menerima beban akibat gaya lateral dimana

letaknya berada di dalam tanah yang memiliki sifat gesek dan kohesi (tanah

c – φ). Merencanakan tahanan ultimate lateral suatu tanah yang memiliki

kedalam sembarang z menggunakan persamaan sebagai berikut:

pu = po Kq + c Kc [2.25]

Dimana :

Po = tekanan overburden vertical

c = kohesi Ko

Kq = faktor fungsi 𝜑 dan z/d

39

Jika kepala tiang terjepit (tiang jepit), tinggi ekuivalen e1 dari gaya H

terhadap permukaan tanah dinyatakan dengan :

e1 = (e + zf) /2 [2.26]

Dimana :

e = jarak gaya H terhadap muka tanah

zf = jarak muka tanah terhadap titik jepit Jarak zf yang tidak diketahui,

maka zf dapat diambil 1,5 m bila tanah berupa tanah pasir atau lempung

kaku, dan 3 m untuk tanah lempung lunak atau lanau.

• Tahanan Ujung Tiang (End Bearing Pile)

End bearing berperan untuk meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang

ke dalam lapisan tanah yang padat dan keras yang mampu untuk menahan

beban yang diterima oleh pondasi tiang pancang. Lapisan tanah keras berbeda-

beda, mulai dari tanah lempung yang keras sampai pada batuan-batuan

permanen yang sangat keras.

1.Batuan keras merupakan bagian dari tanah keras diman daya dukung dari

tiang berdasarkan bahan yang digunakan akan menjadi penentu kekuatan tiang

dalam menahan beban.

2. Lapisan pasir menjadi lapisan keras tanah maka daya dukung tiang

dipengaruhi oleh sifat dan kriteria dari lapisan pasir terutama nilai kepadatan

tanah pada lapisan pasir.

Gambar 2.12 Tahanan Ujung Tiang / End Bearing Pile (Masson Albert, 1969)

Sumber : https://eprints.umm.ac.id/

Alat sondir digunakan untuk memperkirakan gaya perlawanan yang

ditimbulkan oleh lapisan tanah keras terhadap tiang. Kedalam tiang yang

direncanakan agar memiliki daya dukung yang keras dapat ditentukan dengan

menggunakan alat sondir.

40

Kemampuan Tiang

- Terhadap kekuatan bahan tiang

𝑃 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝐴 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔

- Terhadap kekuatan tanah

Q tiang = 𝐴 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑃 3

Keterangan

Q tiang : daya dukung keseimbangan tiang (kg)

A tiang : luas penampang tiang (cm2 )

P : nilai konus dari hasil sondir (kg/cm2 )

3 : faktor keamanan

• Tiang Gesek (Friction Pile)

Friction pile digunakan untuk menentukan besarnya nilai kapasitas daya

dukung tiang yang ditentukan dari perlawanan gaya gesek antara dinding tiang

dengan tanah yang berada disekitarnya sebagaimana pada gambar 2.16.

Lapisan tanah yang padat dan keras apabila letaknya berada pada kedalaman

yang sangat dalam maka pemasangan dan proses pemancangan tiang akan

sangat sulit untuk dilaksanakan, oleh karena itu maka digunakan tiang

pancang dengan daya dukung besar sesuai letak tanah (cleef).

Gambar 2.13 Friction Pile / Tiang Gesek (Masson Albert, 1969)

Sumber : https://eprints.umm.ac.id/

Hal ini bisa terjadi apabila proses pemancangan tiang berada pada tanah

lapisan yang lemah seperti lempung, maka perlawanan yang ditimbulkan akan

lebih kecil dibanding perlawanan yang ditimbulkan pada tanah (cleef).

41

Perhitungan daya dukung tiang pancang dengan cara dipancangkan pada

keadaan tanah lempung maka harus menentukan terlebih dahulu besar nilai

dari gaya yang timbul akibat perlekatan tiang tersebut.

Gambar 2.14 Tiang Ditinjau dari Cara Mendukung Bebannya

Sumber : Hardiyatmo.H.C.(2002)

Kemampuan tiang:

Q tiang = 0 𝑥 𝐿 𝑥 𝑐

5 [2.27]

Keterangan

Q tiang : daya dukung tiang (kg)

0 : keliling tiang pancang (cm)

L : Panjang tiang pancang yang masuk dalam tanah (cm)

C : harga cleef rata-rata

5 : angka keamanan (safety factor)

• Combination End Bearing dan Friction Pile

Proses pemancangan tiang harus mencapai tanah yang padat dan keras

sehingga harus melewati beberapa jenis lapisan tanah yang berbeda-beda.

Diantaranya tiang harus terlebih dahulu melewati tanah yang lempung, oleh

karena itu dalam merencanakan daya dukung suatu pondasi harus menghitung

dengan menganggap tiang mengalami proses friction sebelum sampai pada

tanah yang padat dan keras. Perhitungan daya dukung ultimit untuk pondasi

tiang dapat dihitung dengan menggunakan konsep end bearing maupun

konsep friction.

Kemampuan Tiang

42

- Terhadap kekuatan bahan tiang 𝑃 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝐴 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔

- Terhadap kekuatan tanah akibat adanya beban baik berupa beban

sementara, beban tetap/statis maupun beban dinamis

Gambar 2.15 End Bearing Pile dan Friction Pile

Sumber : Hardiyatmo.H.C.,2002)

c. Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang

Bearing Capacity atau yang sering disebut dengan daya dukung tanah

merupakan kemampuan suatu tanah untuk dapat menahan dan mendukung

beban yang berasal dari struktur banguna baik berupa struktur atas maupun

struktur bawah dengan syarat tanpa menyebabkan terjadi keruntuhan geser

atau kerusakan pada struktur gedung. Daya dukung terbesar pada tanah

disebut sebagai daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity), yang mampu

untuk menahan dan mendukung beban dengan anggapan bahwa tanah mulai

mengalami penurunan. Daya dukung tiang merupakan kemampuan dan

kapasitas dari suatu tiang untuk mendukung dan memikul beban yang bekerja

pada struktur atau yang disebut dengan istilah pile carrying capacity.

Daya dukung yang diperbolehkan untuk pondasi tiang ditentukan

berdasarkan besar kekuatan ijin tarik dan kekuatan ijin tekan sebagaimana

didefinisikan oleh Pamungkas (2013:42) . Besar kekuatan tekan dan tarik

dipengaruhi oleh kondisi tanah di suatu lokasi dan kekuatan dari material

penyusun yang digunakan pada pembuatan tiang, hal-hal yang diperhitungkan

dalam menghitung daya dukung pondasi tiang pancang yaitu sebagai berikut.

• Daya Dukung dengan Tahanan Ujung Batas

Untuk menghitung daya dukung pondasi tiang pancang berdasarkan tahan

ujung batas pondasi dapat dengan menggunakan metode meyerhof:

43

𝑄𝑠𝑝 =𝑄𝑐 𝑥 𝐴𝑏

𝐹𝑏+

𝑇𝑓 𝑥 𝑈

𝐹𝑠 [2.28]

Dengan:

Qsp = daya dukung ujung vertikal (Ton)

Qc = Tahanan konus pada ujung tiang (ton/m2)

Ab = Luas penampang ujung tiang (m2)

U = Keliling tiang (m)

TF = Total Friction/ Cleef total sepanjang tiang (ton/m)

Fb = Faktor keamanan 3

Fs = Faktor keamanan 5

• Besar Nilai Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang berdasarkan N-SPT

Nilai daya dukung pondasi tiang pancang dengan menggunakan data

penyelidikan tanah N-SPT dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

menurut metode Meyerhof dibawah ini:

* Tanah Non-Kohesif

- Tahanan ujung tiang : Qp=40 x N-SPT x Li / D x Ap

- Tahanan geser selimut tiang : Qs=2 x N-SPT x p x li

* Tanah Non-Kohesif

- Tanah Kohesif Tahanan ujung tiang : Qp=9 x Cu x Ap

- Tahanan geser selimut tiang : Qs=α x Cu x p x Li

Keterangan:

Qp = Daya dukung batas pondasi tiang pancang (Ton)

Qs = Tahanan geser selimut beton (Ton)

N-SPT = Nilai N-SPT

Lb = Panjang tiang(m)

D = Lebar tiang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

P = Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

Cu = Nilai kohesi (Ton/m2)

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

44

• Besar Nilai Daya Dukung Ijin Vertikal Pondasi Tiang Pancang

Sosrodarsono dan Nakazawa (2000:99) memberikan penjelasan bahwa

jumlah daya dukung terpusat tiang dengan tahanan geser tanah terhadap

dinding menghasilkan daya dukung tiang pada tanah pondasi umumnya

seperti yang terlihat pada Gambar 2.18, dan besarnya nilai daya dukung tanah

yang dibolehkan (Ra), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

dibawah ini :

Ra = 1

𝜼 𝑅𝑎 =

1

𝜼 (𝑅𝑃 + 𝑅𝐹) [2.29]

Keterangan 𝜼 : Faktot keamanan

Ru : Daya dukung batas pada tanah pondasi [Ton]

Rp : Daya dukung terpusat tiang [Ton]

Rf : Gaya geser dinding tiang [Ton]

Gambar 2.16 Mekanisme Daya Dukung Tiang,

Sumber: Sosrodarsono & Nakazawa, 2000

- Jika berat sendiri (dead weight) tiang pancang memiliki berat yang cukup

besar, misalnya pada tiang yang dicor, maka digunakan persamaan sebagai

berikut:

𝑅𝑎 = 1

𝜼 (𝑅u + Ws) + Ws – W [2.30]

- Jika berat sendiri tiang, misalnya pada pondasi tiang pancang dengan cara

pracetak yang berdiameter kecil, maka beratnya dapat diabaikan dan

digunakan persamaan seperti dibawah:

𝑅𝑎 = 1

𝜼 𝑅u [2.31]

𝑅𝑢 = 𝑞𝑑. 𝐴 + 𝑈. ∑ 𝑙𝑖. 𝑓𝑖 [2.32]

45

d. Perencanaan Sambungan Las pada Tiang Pancang

Perencanaan las merupakan tahap untuk menyambungkan dua buah

maupun lebih dari dua buah tiang yang terbuat dari bahan logam

sehingga menghasilkan pelaburan yang dilakukan dengan cara memanaskan

bahan tersebut sampai mencapai suhu tertentu atau tanpa menggunakan

tekanan dalam pemakaian suatu bahan pengisi untuk proses pengelasan.

groove welds atau yang sering disebut dengan las tumpul merupakan

cara pengelasan yang digunakan sebagai penyambung batang yang memiliki

bidang sama. Las tumpul berfungsi untuk meneruskan beban yang bekerja

secara sempurna, oleh karena itu las ini harus direncanakan agar memiliki

kekuatan seperti dengan batang tiang yang akan disambung. Penyatuan antara

las dengan bahan logam yang direncanakan dengan ketebalan sepanjang

sambungan penuh disebut sebagai las tumpul dengan penetrasi penuh.

Sedangkan dikatakan sebagai las tumpul dengan penetrasi sebagian apabila

tebal penetrasi lebih kecil dibanding tebal sambungan penuh. Adapun tebal

pelat yang paling tipis dari dari komponen yang disambung disebut dengan

tebal efektif las tumpul dengan penetrasi penuh. gambar penetrasi sebagai

dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.17 Tebal Efektif Las Tumpul

Sumber : Setiawan, (2013 : 138)

46

Untuk menghitung kuat las tumpul penetrasi penuh dapat ditentukan

sebagai berikut

- Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial

terhadap luas efektif, maka :

Ø.Rnw = 0,90 × 𝑡𝑒 × fy [2.33]

Ø.Rnw = 0,90 × 𝑡𝑒 × fuw [2.34]

- Bila sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap luas efektif,

maka:

Ø.Rnw = 0,90 × te × (0,6 × fy [2.35]

Ø.Rnw = 0,80 × te × (0,6× fuw [2.36]

Dengan fy adalah kuat leleh dan fu adalah kuat tarik putus.

• Perencanaan Beton Pengisi

Beton pengisi merupakan suatu material yang terdiri dari campuran

semen, air, agregat kasar yang berupa beton baru sebagai bahan pengisi

pada bagian dalam tiang pancang. Bagian dalam dari tiang pancang yang

mengalami penambahan beton akan direncanakan dengan

menganggapnya sebagai penampang beton bertulang yang dapat

mencegah perubahan-perubahan volume beton. Dalam hal ini tiang

pancang dengan beton prategang diabaikan. Menentukan luas tulangan

longitudinal (Ast) direncanakan sesuai aturan SNI 2847:2013, dengan

ketentuan luas tulangan struktur komponen tekan tidak boleh kurang dari

0,01 Ag atau lebih dari 0,08 Ag.

𝐴𝑔 = 1

2 . 𝜋 . D2 [2.37]

𝐴𝑠𝑡 = 1

2 . 𝜋 . Dst2. 𝑛 [2.38]

Keterangan:

Ag : Luas penampang beton [𝒎𝒎𝟐]

Ast : Luas tulangan [𝒎𝒎𝟐]

D : Diameter penampang beton [mm]

Dst : Diameter tulangan [mm]

n : Jumlah tulangan

47

e. Kontrol Proses Pengangkatan Tiang Pancang

Kontrol kondisi tiang pancang ketika dalam proses pengangkatan

tiang bertujuan untuk mengetahui apakah tiang pancang tersebut tetap berada

dalam keadaan aman terhadap momen yang bekerja yang disebabkan oleh

berat sendiri tiang ketika dalam proses pemindahan. Di mana dalam proses

pemindahan tiang pancang dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :

• Metode Pengangkatan dengan Satu Titik

Metode pemindahan tiang dengan metode satu titik ditunjukkan pada

Gambar 2.18 sebagai berikut :

𝑀1 = 1

2 . 𝑔. 𝑎2 [2.39]

𝑅1 = 1

2 . 𝑔 . (𝐿 − 𝑎) −

1

2q.a2

(L − a) =

q.(L − a)

2 −

q.a2

2.(L − a) =

q.(𝐿2 − a).a.q.L

2.(L − a)

= 𝑀𝑥 = 𝑅1𝑋 − 1

2 . 𝑔 . 𝑥2

Syarat ekstrim: dMX

dx = 0

𝑅1 – 𝑔 . 𝑥 = 0

Gambar 2.18 Metode Pengangkatan Tiang dengan Satu Titik

Sumber : Sardjono, (1991: 48).

Maka :

𝑥 = R1

g =

𝐿2.2𝑎.𝐿

2.(L−a)

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝑀2 = 𝑅1 𝐿2.2𝑎.𝐿

2.(L−a) −

1

2 . 𝑔 . (

𝐿2.2𝑎.𝐿

2.(L−a))2 =

1

2 . 𝑔 .

𝐿2.2𝑎.𝐿

2.(L−a)

M1 = 1

2 . 𝑔 . 𝑎2

48

Dengan: 𝑔 = Berat sendiri tiang pancang [Kg/m]

.M2 = 1

8 . 𝑔. (L-2𝑎)2 −

1

2 . 𝑔 . 𝑎2 [2.40]

M1 = M2

1

2 . 𝑔 . 𝑎2 =

1

8 . 𝑔. (L-2𝑎)2 −

1

2 . 𝑔 . 𝑎2

𝑎 = 𝐿2.2𝑎.𝐿

2.(L−a)

2𝑎 − 4 . 𝑎 . 𝐿 + 𝐿2 = 0

4 . 𝑎2 + 4. 𝑎 . 𝐿 − 𝐿2 = 0

Keadaan yang paling menentukan dari proses pemindahan tiang adalah

besarnya nilai momen yang timbul dan yang akan diperhitungkan dalam

perencanaan. Penulangan pondasi selanjutnya memiliki cara yang sama persis

dengan penulangan pile cap, yang di mana tiang pancang dianggap sebagai

balok.

• Metode Pengangkatan dengan Dua Titik

Penulangan pondasi tiang pancang dengan metode pengangkatan dua titik

dapat dilihat pada Gambar 2.19 sebagai berikut:

Gambar 2.19 Metode Pengangkatan Tiang dengan Dua Titik

Sumber : Sardjono, (1991: 47)

𝑀1 = 1

2 . 𝑔. 𝑎2

M2 = 1

8 . 𝑔. (L-2𝑎)2 −

1

2 . 𝑔 . 𝑎2

M1 = M2

1

2 . 𝑔 . 𝑎2 =

1

8 . 𝑔. (L-2𝑎)2 −

1

2 .𝑔. 𝑎2

4 . 𝑎2 + 4. 𝑎 . 𝐿 − 𝐿2 = 0

49

f. Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Tiang Pancang

➢ Kelebihan Pondasi Tiang Pancang :

1. Pemeriksaan kualitas pondasi sangat ketat sesuai standar pabrik, sehingga

hasilnya lebih dapat diandalkan karena pemeriksaan dapat dilakukan setiap

saat sesuai kebutuhan

2. Pemancangan lebih cepat, mudah dan praktis.

3. Pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah sehingga mutu beton akan

tetap terjaga

4. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang sehingga

memudahkan proses pengawasan pekerjaan konstruksi.

5. Sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

➢ Kekurangan Pondasi Tiang Pancang:

1. Pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan sehingga akan

mengganggu penduduk disekitarnya.

2. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

3. Kesalahan metode pemancangan dapat menimbulkan kerusakan pondasi.

4. Bila panjang tiang pancang kurang dari kedalaman pondasi yang

direncanakan, maka harus dilakukan penyambungan tiang, di mana proses

penyambungan sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

5. Bila Panjang tiang melebihi kedalaman rencana pondasi, maka

memerlukan pemotongan tiang yang dalam pelaksanaannya akan lebih sulit

dan memerlukan waktu yang lama.

6. Tiang pancang ini di pancangkan setelah cukup keras, hal ini berarti

memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini

dapat dipergunakan

7. Akomodasi alat berat untuk pemancangan memerlukan jalan khusus menuju

ke proyek

8. Kondisi tanah tidak dapat diketahui secara pasti

9. Diameter dan panjang tiang pancang terbatas karena harus melakukan

pemindahan tiang dari pabrik ke proyek yang tidak semua jalur bisa dilewati

10. Membutuhkan biaya transport mahal karena memiliki berat yang besar.

50

1.3.7.2 Pondasi Tiang Bor (Bore Pile)

Pondasi tiang bor atau biasa juga disebut dengan bore pile merupakan

salah satu jenis pondasi dalam yang proses pengerjaannya dengan cara

mengebor tanah terlebih dahulu dengan diameter tertentu hingga mencapai

kedalaman yang telah direncanakan, jika ada air yang menggenang di dalam

lubang tanah yang telah di bor maka dikeluarkan terlebih dahulu dan kemudian

dilanjutkan dengan memasukkan tulangan baja yang telah dirakit sepanjang

kedalaman tanah yang telah dibor dan kemudian dilakukan proses pengecoran

atau pengisian agregat material beton ke dalam lubang.

Apabila tanah dasar di lokasi pembangunan berupa tanah keras atau tanah

yang memiliki daya dukung g tanah yang besar dan berada pada kedalaman

tanah yang dalam, yaitu kurang lebih 15 m maka digunakan pondasi tiang bor.

Pondasi tiang bor berfungsi untuk menjaga agar pondasi gedung tingkat rendah

yang dibangun di keadaan tanah yang lembek agar tetap dalam keadaan stabil

serta berfungsi sebagai struktur utama bangunan yang memiliki kekuatan

penopang yang relatif kuat. Perencanaan pondasi tiang bor memiliki beberapa

tahapan pelaksanaan yang meliputi studi kelayakan dan perencanaan teknis,

guna untuk mencapai hasil akhir suatu konstruksi yang kuat, aman serta

ekonomis untuk digunakan. Pondasi tiang bor memiliki banyak jenis yang

penggunaannya sesuai kebutuhan dan keadaan tanah di lokasi tersebut

sebagaimana pada Gambar 2.20 dibawah ini:

a. Tiang bor (bore pile) lurus untuk tanah keras dengan selubung (casing).

b. Tiang bor (bore pile) lurus untuk tanah keras tanpa selubung (uncased).

c. Tiang bor (bore pile) yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.

d. Tiang bor (bore pile) yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.

e. Tiang bor (bore pile) lurus untuk tanah berbatu-batuan.

51

Gambar 2.20 Jenis-Jenis Pondasi Tiang Bor

Sumbe : Bowles, (1993)”

a. Metode Pelaksanaan Pemasangan Pondasi Bore Pile

➢ Persiapan Lokasi Pengeboran (site preparation)

Pelajari”Layout pondasi dan titik-titik pemasangan pondasi bore pile,

membersihkan lokasi pekerjaan dari gangguan yang ada di lokasi seperti sisa-

sisa bangunan, tanaman atau pohon-pohon, tiang listrik, kabel dan lain-lain.

➢ Rute atau Alur Pengeboran

Merencanakan urutan dalam proses pelaksanaan pengeboran sehingga

setiap pergerakan mesin RCD, Excavator, Crane dan Truck Mixer dapat

terimobilisasi dengan baik tanpa halangan.

➢ Survey Lapangan dan Penentuan Titik Pondasi

Mengukur area koordinat-koordinat tiang bor yang direncanakan dengan

mengacu pada BM (bench mark) yang ada di lokasi pekerjaan dengan bantuan

alat Theodolite, kemudian melaksanakan stripping, cut and fill pada lokasi

pemasangan tiang bor agar kinerja peralatan yang digunakan bekerja efisien

dan stabil. Jika diperlukan, mempersiapkan akses yang akan dilalui truk-truk

mixer dari batching plant ke lokasi pembuatan tiang bor serta pemberian

tanda atau patok untuk menandai titik pondasi.

52

➢ Pemasangan Stand Pipe / casing

Setelah mencapai kedalaman seperti yang direncanakn, maka untuk

menghindari tanah yang berada di tepi lubang berguguran maka perlu

dipasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang

lebih sama dengan diameter lubang bor. Standpipe / casing dipasang dengan

ketentuan bahwa pusat dari stand pipe harus berada pada titik as pondasi yang

telah di survei. Pemasangan standpipe dilakukan dengan bantuan alat berat

seperti excavator. Menurut Sardjono, (1991) secara umum tipe pondasi ini

ditinjau dari segi pemasangan casing dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Sistem Augering

Sistem ini digunakan untuk kondisi tanah yang mudah longsor

sehingga diperlukan casing atau bentonite slurry sebagai penahan longsor.

Penggunaan bentonite slurry untuk kondisi lapisan tanah yang

permeabilitasnya besar tidak disarankan, karena akan membuat bentonite

slurry yang banyak serta mengakibatkan terjadinya perembesan melalui

lapangan permeable tersebut.

b. Sistem Grabbing

Pada penggunaan sistem ini casing (continuous semi rotary motion

casing) diperlukan sebagai penahan longsoran dengan memasukkan

casing ke dalam tanah dengan cara ditekan sambil diputar. Sistem ini

cocok digunakan untuk semua kondisi tanah, tetapi yang paling sesuai

adalah untuk kondisi tanah yang sulit ditembus.

c. Sistem Wash Boring:

Pada sistem ini casing diperlukan sebagai penahan longsoran dan juga

sebagai pompa air untuk sirkulasi air saat proses pengeboran. Sistem ini

cocok untuk kondisi tanah pasir lepas.

➢ Pembuatan Kolam Air Penampungan dan Drainase

Air bersih yang akan digunakan untuk pekerjaan pengeboran disimpan

pada kolom air sekaligus dimanfaatkan sebagai tempat untuk menyimpan air

yang telah bercampur lumpur ketika proses pengeboran tanah.

53

➢ Pengoperasian Alat Mesin RCD (RCD Machine Installation)

Setelah stand pipe selesai dipasang, maka kemudian memasang mata bor

yang sesuai dengan diameter tiang rencana lalu dimasukkan terlebih dahulu

ke dalam stand pipe. Setelah berapa buah pelat selesai dipasang dilanjutkan

dengan memperkuat tanah dasar yang akan digunakan sebagai dudukan untuk

alat mesin RCD (Rotary Circle Dumper), yang diposisikan sesuai dengan

standar yang telah direncanakan. Setelah mesin bor terpasang dengan baik

maka selanjutnya dilakukan proses pengeboran (drilling work).

➢ Instalasi tulangan dan pipa tremie (steel cage and tremie pipe installation)

Setelah proses pengeboran selesai maka selanjutnya memasukkan

tulangan baja yang telah dirakit sepanjang kedalaman tanah yang telah dibor

➢ Proses Pengecoran dengan Ready Mix Concrete

Proses”pengecoran harus segera dilakukan setelah tulangan baja yang

telah dirakit dan pipa tremie selesai dipasang, guna menghindari

kemungkinan terjadinya kelongsoran pada dinding lubang bor. Oleh karena

itu pemesanan ready mix concrete harus dapat diperkirakan waktunya dengan

waktu pengecoran agar tidak terlalu lama selisih waktunya.

➢ Penutupan kembali (backfilling).

b. Daya Dukung Pondasi Tiang bor (Bore Pile)

Daya dukung dari pondasi tiang bor diperoleh dari jumlah daya dukung

ujung tiang dengan daya dukung geser serta daya dukung gesek antara tiang

dengan tanah yang berada disekitarnya. Pondasi tiang bor berkaitan dengan

kekuatan tanah dalam menghasilkan daya dukung tanah yang kuat, aman, dan

mampu untuk menahan beban yang berasal dari struktur diatasnya. Data

penyelidikan tanah diperlukan dalam perencanaan agar diperoleh daya dukung

yang besar sesuai yang diinginkan. Menentukan kapasitas daya dukung

pondasi tiang bor dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan menggunakan

metode dinamis atau dengan metode statis. Perlu diingat bahwa daya dukung

pondasi tiang bor sangat tergantung kepada cara penyebarannya.

54

• Kapasitas Daya Dukung Pondasi tiang bor berdasarkan Nilai N-SPT

dengan metode Meyerhof

𝑃 = (Qd x A) + (U x ∑ 𝑙i x fi)

SF − 𝑊𝐵𝑝 [2.41]

Nilai Qd diambil berdasarkan tabel berikut:

Tabel 2.13 Nilai N-SPT

NILAI SPT Qd (t/𝒎𝟐)

N ≥ 50 750

50 > N ≥ 40 525

40 > N ≥ 30 300

Lempung keras 3 qu

Sumber: Mekanika Tanah & Teknik Pondasi oleh Kazuto Nakazawa

• Kapasitas Daya Dukung Pondasi berdasarkan kedalaman tiang (data

sondir)

𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝑄𝑏𝑥𝐴p [2.42]

𝑄𝑏 = Qca(base)

𝐹𝑏 [2.43]

Keterangan:

Qd = Daya dukung tanah (Ton/𝑚2)

U = Keliling bore pile (m)

SF = Faktor keamanan (2,5- 3)

WBp = Berat bore pile (Ton)

Qult = Kapasitas daya dukung bore pile

Qb = Tahanan ujung sondir

Qca = Perlawanan konus rata-rata 1.5 D di atas ujung tiang.

• Daya Dukung Ijin Vertikal Pondasi Tiang Bor

- Berdasarkan data sondir (Guy Sangerat)

Pa = qc x Ap

𝐹𝐾1 +

Tf x Ast

𝐹𝐾2 [2.44]

- Berdasarkan data N SPT (Mayerhof)

I = 1

2. 4 . D [2.45]

N̅ = N1+ N2

2 [2.46]

Ru = qd x A + U.Ʃ li x fi [2.47]

Ra = qd x A

3 +

Ast x Ʃli . fi

5 [2.48]

55

- Berdasarkan kekuatan material

Pa = 𝜎’b x Ap [2.49]

• Daya Dukung Ijin Tarik Pondasi Tiang Bor

- Berdasarkan data sondir (Guy Sangerat, Mayerhof)

Tug = Tun + W [2.50]

Pta = (Tf x Ast) x 0,70 )

𝐹𝐾2 + W [2.51]

- Berdasarkan data N SPT (Mayerhof)

Pta = (∑ li .fi x Ast) x 0,70)

𝑓𝑘2 + W [2.52]

Ast = 3,14 x D [2.53]

Wp = 2400 kg/m3 x luas alas x kedalaman pondasi [2.54]

Keterangan:

Pa = daya dukung ijin tekan tiang

Ap = Luas penampang bore pile (𝑚2)

Qc = Tahanan ujung konus sondir

𝜎’b = Tegangan tekan ijin bahan tiang

Qd = 20 N untuk Silt/clay dan 40 N untuk sand

Fb = Faktor empiris yang tergantung pada tipe tanah

Ru = daya dukung ultimit tekan tiang

Ra = Daya dukung yang diijinkan untuk tiang tunggal

N̅ = Harga N rata-rata pada panjang ekuivalen dari ujung tiang

I = Panjang ekivalen dari penetrasi ujung tiang

Li = Panjang segmen tiang yang ditinjau

Fi = Gaya geser pada selimut segmen tiang

Ast = Keliling penampang tiang (𝑚𝑚2)

Tf = Total friksi / jumlah hambatan pelekat

FK1, FK2 = Faktor keamanan, 3 dan 5

Tug = Daya dukung ulitimit tarik tiang bruto

Tun = Daya dukung ultimit tarik tiang netto

Pta = Daya dukung ijin tarik tiang

W = Berat pondasi

56

c. Perencanaan Tulangan Pondasi Dalam Tipe Tiang bor (Bore Pile)

Perencanaan tulangan untuk pondasi bore pile serupa dengan perhitungan

tulangan pada kolom, yang membedakan keduanya adalah penampang yang

digunakan untuk pondasi dalam tiang bor berbentuk lingkaran, dengan

mengacu pada SNI 2847:2019 serta mempunyai beberapa langkah seperti

ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.21 Penulangan Tiang Bor

Sumber : Sosrodarsono, (1983)

- Menentukan luas dari tulangan longitudinal (Ast) yang diperlukan dalam

perencanaan. Ketentuan luas penulangan untuk struktur secara keseluruhan

tekan tidak diperbolehkan kurang dari batas minimum yang ditentukan yaitu

sebesar 0,01 Ag ataupun tidak boleh melebih batas maximum dari 0,08 Ag,

sesuai acuan SNI 2847:2019.

Ag = 1

4. 𝜋 . 𝐷2 [2.55]

Ast = 1

4.. 𝜋 . 𝐷𝑠𝑡2 . n [2.56]

Keterangan:

Ag = Luas penampang beton (𝑚𝑚2)

Dst = Diameter tulangan (mm)

n = Jumlah tulangan

D = Diameter penampang beton (mm)

57

- Penampang pondasi tiang bor (bore pile) yang berbentuk lingkaran

selanjutnya diekuivalenkan menjadi penampang berbentuk segi empat guna

untuk menentukan eksentrisitas dalam keadaan yang seimbang (balance)

Gambar 2. 22 (a) Penampang Lingkaran (b) Penampang Ekuivalen Persegi

Sumber: Y.Rusdianto, (2005)

1. Tebal ekivalen penampang segi empat

Heq = 0,8 x D [2.57]

2. Lebar ekivalen penampang segi empat

Beq =

1

4 . π . 𝐷2

heq [2.58]

3. Luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis

As = As’ = 1

2 . 𝐴𝑠𝑡 [2.59]

4. Jarak antar lapis tulangan

Dseq = 2

3 𝑥 𝐷𝑠 [2.60]

Ds = Tinggi efektif penampang (mm)

- Cek eksentrisitas rencana yang diberikan (e) dibandingkan terhadap kondisi

eksentrsitas balance (eb).

Deq = Dseq + heq+Desq

2 [2.61]

Cb = 600

600 +fy 600 + x deq [2.62]

Ab = 𝛽1 x Cb [2.63]

58

- Persamaan untuk penampang bulat dengan hancur tarik menentukan:

Pn = 0,85 . fc’ . ℎ2 (√(0,85 . eb

ℎ− 0,38)2 +

P . g . m . ds

2,5 h−

0,85 . eb

ℎ− 0,38)

- Persamaan untuk penampang bulat dengan hancur tekan menentukan:

Pn = As .fy 3𝑒

𝐷𝑠+1,0

+Ag . fc′

9,6 he

(0,8 ℎ+0,67 𝐷𝑠)2+1,18 [2.65]

Keterangan:

h = Diameter penampang

Ds = Diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu

e = Eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang

𝑃𝑔 = Ast

𝐴𝑔=

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 [2.66]

𝑚 = fy

0,85 𝑓𝑐′. [2.67]

Syarat: ∅Pn ≥ Pu

- Perencanaan Sengkang

Syarat–syarat perencanaan tulangan spiral berdasarkan SNI 2847-2019:

1. Ukuran spiral konstruksi cor di tempat, tidak boleh kurang dari diameter

10 mm.

2. Spasi bersih antar spiral tidak boleh > 75 mm, atau < 25 mm.

3. Rasio volume tulangan spiral s tidak boleh kurang dari nilai yang

diberikan oleh:

Ps = 0,45 (Ag

𝐴𝑐ℎ− 1) .

fc′

𝑓𝑦𝑡 [2.68]

Keterangan:

Ps = Volume tulangan spiral satu putaran

Volume inti kolom setinggi s

Ag = Luas penampang lintang kotor dari kolom

s = Jarak spasi tulangan spiral pusat ke pusat

Ach = Luas penampang lintang inti kolom (tepi luar ke tepi luar spiral)

Fy = Tegangan leleh tulangan baja spiral, tidak lebih dari 400 MPa.

59

- Perhitungan Tulangan Spiral

Dc = D – 2.dc [2.69]

Ac = ¼ x 𝜋 x Dc2 [2.70]

𝜌𝑠 = 0,45 x (Ag

Ac -1) x

fc′

fyt [2.71]

As = 1

4 x 𝜋 x ds2 [2.72]

s = 4 . as . (Dc−ds)

ρs . 𝐷𝑐2 [2.73]

- Perhitungan Tulangan Susut

Ass = 0,0014 . bw . def [2.74]

Ass = 2.1

4. π . 𝐷2 .

1000

150 [2.75]

d. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Pondasi Tiang Bor

➢ Kelebihan Pondasi Tiang Bor (Bore Pile)

- Bore pile untuk tiang kelompok (pile cap) dapat digunakan meskipun hanya

satu buah tiang.

- Diameter tiang bisa divariasikan sesuai kebutuhan begitupun kedalamannya

dapat direncanakan sesuai kebutuhan

- Kekuatan yang tidak lekas rusak pada beban lateral dimiliki oleh pondasi

tiang bor

- Saat proses pemancangan dikerjakan, maka terjadi getaran tanah yang

mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur di sekitarnya, namun ketika

menggunakan pondasi dalam tipe tiang bor maka kondisi itu bisa dihindari

- Proses pemancangan pada tiang pancang pada kondisi tanah lempung akan

mengakibatkan tanah menjadi bergelombang serta tiang yang telah

dipancang bergerak. Masalah tersebut tidak berlaku pada pondasi tiang bor.

- Proses pemasangan pondasi tiang bor tidak menimbulkan suara bising

sebagaimana yang terjadi saat proses pemancangan tiang pancang.

- Pondasi tiang bor dapat diperbesar dasarnya guna untuk memberikan

ketahanan yang lebih besar untuk gaya ke atas.

- Kondisi tanah bisa dicek langsung karen hasil dari pengeboran.

60

➢ Kekurangan Pondasi Tiang Bor (Bore Pile)

- Diperlukan tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya keruntuhan

tanah yang telah di bor, diantaranya dengan memasang casing sebagai

pencegah agar tanah tidak longsor saat proses pelaksanaan.

- Pekerjaan pengeboran menimbulkan pengaruh kerapatan tanah, jika profil

tanah berupa pasir atau berupa kerikil maka untuk mencegah tanah longsong

dapat menggunakan metode Bentonite.

- Jika keadaan lubang tanah dipengaruhi oleh air tanah maka proses

pengecoran akan menjadi rumit karena memerlukan penanganan khusus

untuk menjaga mutu beton agar tetap dalam keadaan baik, diantara

langkahnya adalah dengan memasukkan batang pipa tremie kedalam tanah

yang telah di bor dengan jarak 25-50 cm dari dasar lekukan pada tanah.

- Pekerjaan pengeboran dan pekerjaan pengecoran akan terhambat jika

kondisi cuaca tidak bagus, maka solusi untuk mengantisipasinya dengan

memakai tenda yang dipasang di atasnya atau dengan menghentikan

pekerjaan sementara sampai kondisi cuaca menjadi normal.

- Kapasitas daya dukung tiang akan berkurang apabila lubang untuk tiang bor

terendam oleh air, sehingga terlebih dahulu harus membuang air yang

berada di dalam lubang dengan cara dihisap dengan pipa.

- Biaya pengerjaan akan semakin besar apabila diameter tiang juga semakin

besar, oleh karena itu diameter tiang direncanakan cukup sesuai kebutuhan.

- Lumpur yang tertimbun di dasar tanah akan menyebabkan perbedaan daya

dukung dari yang telah direncanakan sehingga perlu dilakukan perakitan

pada tulangan pondasi tiang bor dengan menggunakan pipa paralon sebagai

injeksi semen untuk tiang.

1.3.7.3 Daya Dukung Ijin Horizontal Pondasi Tiang Pancang dan Bore Pile

Menurut Pamungkas dalam bukunya (2013:60) Dalam analisis gaya

horizontal pada tiang yang terdiri dari berbagai jenis tanah, maka perlu

dibedakan berdasarkan tipe pengikat untuk penutup tiang yang digunakan yaitu

tiang ujung jepit dan tiang ujung bebas

61

Gambar 2.23 Definisi Tiang Jepit dan Tiang Bebas

(Sumber: Hardiyatmo, H.C. 2015:291)

Tiang dengan ujung yang terjepit pada pondasi tiang pancang sebagai

tiang yang ujung atasnya tertanam struktur pile cap dengan ketentuan minimal

60 cm sebagaimana didefinisikan oleh McNulty (1965). Sedangkan tiang

yang bagian ujung atasnya tidak tertanam dalam struktur pile cap maka

dikategorikan sebagai tiang dengan ujung yang bebas (free end pile). Tanah

kohesif dengan ujung terjepit dalam menentukan besar daya dukung nya maka

dinyatakan dengan beberapa persamaan sebagai berikut:

1. Untuk tiang pendek

Daya dukung horizontal pada tiang pendek dirumuskan sebagai berikut:

𝐻𝑢 = 9. 𝑐𝑢.𝐷 (𝐿𝑝 − 3𝐷

2 ) [2.76]

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 ( 𝐿𝑝

2+

3𝐷

2 ) [2.77]

2. Untuk tiang sedang

Daya dukung horizontal pada tiang sedang dirumuskan sebagai berikut

𝑀𝑦 = (9

4 ) 𝐶𝑢.𝐷𝑔2 − 9. 𝐶𝑢.𝐷𝑓 (

3𝐷

2 +

𝑓

2 ) [2.78]

Hu dihitung dengan mengambil:

𝐿𝑝 = 3𝐷

2 + 𝑓 + 𝑔 [2.79]

3. Untuk tiang panjang

Jika Mmax > My maka tiang termasuk tiang panjang, dimana Hu

dinyatakan oleh persamaan berikut ini:

62

𝐻𝑢 = 2 My 3𝐷

2 +

𝑓

2

[2.80]

f = Hu

9xCuxD [2.81]

Untuk mencari korelasi atau hubungan antara nilai penetrasi standar

(N- SPT) dengan undrained shear strength (Cu) Menurut pendekatan

Stroud (1974) adalah sebagai berikut:

𝐶𝑢 = 𝑘 𝑥 𝑁 [2.82]

Keterangan: N : Nilai SPT

Cu : Undrained strength [kN/𝑚2]

Lp : Panjang tiang yang tertanam [m]

K : 3,5 - 6,5 [kN/𝑚2] nilai rata-rata konstanta

Gambar 2.24 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Kohesif. (a) Tiang Pendek, (b) Tiang

Sedang, (c) Tiang Panjang. Studi oleh Hardiyatmo (2010),

Sumber : Broms, (196 4a).

63

1.3.7.4 Tiang Kelompok untuk Pondasi Dalam (Tiang Pancang dan Bore Pile)

Pada keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan jarang sekali ditemukan

atau digunakan tiang pancang single pile atau berjumlah tunggal, namun

kebanyakan yang digunakan pada pondasi tiang pancang adalah pile group atau

tiang berkelompok. Konstruksi footing terkadang diletakkan di bagian atas dari

tiang kelompok yang berfungsi untuk menggabungkan beberapa tiang pancang

tunggal menjadi satu kesatuan kelompok tiang (Sardjono, 1991: 51).

• Menghitung Kebutuhan Jumlah Tiang

Beban yang berupa gaya aksial dikombinasikan dengan beban terfaktor

dan beban tidak terfaktor (DL + LL) guna untuk keperluan dalam menghitung

jumlah kebutuhan tiang. Banyaknya tiang yang dibutuhkan dianalisa dengan

membagi gaya aksial dengan daya dukung tiang.

𝜼p = 𝒑

𝑷𝒂𝒍𝒍 [2.83]

Keterangan :

𝜼𝒑 : Jumlah tiang

𝒑 : Gaya aksial yang terjadi [ton]

𝑷𝒂𝒍𝒍 : Daya dukung ijin tiang [ton]

• Menentukan Jarak Antar tiang dalam satu kesatuan kelompok tiang

Tahap perancangan jarak antar tiang menggunakan acuan standar yaitu 3d

sebagai jarak antar tiang dan 2d sebagai jarak sebenarnya yang akan dipakai di

lokasi pembangunan. Jarak 2,5d ke arah tengah tiang akan memberikan hasil

yang lebih efektif, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.25. Namun

kekurangannya ialah efisiensinya akan semakin rendah. Berdasarkan analisa

daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L disyaratkan

jarak antar tiang sebagai berikut :

S ≥ 2,5D atau S ≥ 3D

Kterangan :

S : Jarak masing-masing tiang dalam

kelompok (spacing) [m] (as ke as)

D : Diameter tiang [m]

Gambar 2.25 Jarak Pusat ke Pusat Tiang

Sumber : Sardjono, (1991:51)

64

• Efisiensi Kelompok Tiang Pancang

Keadaan dimana terjadi tindih - menindih antar garis tegangan yang

berasal dari tiang-tiang padat atau group action akan mengakibatkan

perhitungan analisis kebutuhan jumlah tiang menjadi tidak efektif atau data

analisa yang didapat masih sangat kurang, keadaan ini disebut dengan

Intervensi. Peminimalisiran daya dukung pada group action dengan ketentuan

nilai efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2.26 dibawah ini.

Gambar 2. 26. Susunan Kelompok Tiang

Sumber : Sardjono, (1991)

Perhitungan efisiensi kelompok tiang berdasarkan rumus Converse-

Labarre formula dari Uniform Building Code AASHTO, sebagai berikut:

Eg = 1 – 𝜃 (n−1)m+(m−1)n

90mn [2.84]

Efisiensi kelompok tiang juga dapat didefinisikan sebagai berikut:

𝐸𝑔 = 𝑄𝑔

𝑛𝑄𝑢 [2.85]

Keterangan:

Eg : Efisiensi kelompok tiang.

𝜽 : Arc tg (D/s) (derajat).

m : Jumlah baris tiang

n : Jumlah tiang dalam 1 baris.

Qg : Beban maksimum kelompok tiang

Qu : Beban maksimum tiang tunggal

N : Jumlah kelompok tiang

Daya dukung vertikal kelompok tiang = Eg x jumlah pile x daya dukung

ijin tiang. Daya dukung kelompok tiang harus lebih besar daripada gaya aksial

yang terjadi pada bangunan.

65

Gambar 2.27 Efisiensi Tiang Pancang Kelompok

Sumber: H.C Hardiyatmo, 2015

• Tegangan Maksimum yang Terjadi pada Kelompok Tiang

Tiang akan mengalami gaya berupa tekan dan tarik yang diakibatkan oleh

adanya beban yang berasal dari struktur atas serta dipengaruhi oleh adanya

reformasi pada kelompok tiang. Diperlukan kontrol pada perhitungan tegangan

untuk mengetahui apakah tiang masih dalam keadaan aman dalam menahan

beban yang berasal dari struktur diatasnya.

Pile cap berperan untuk menerima beban axial struktur atas yang

didistribusikan lewat kolom untuk selanjutnya diteruskan ke kelompok tiang

dengan menganggap bahwa pile cap bersifat kaku sempurna maka digunakan

persamaan elastisitas guna untuk menghindari terjadinya deformasi pada pile

cap. Beban maksimum tiang kelompok dapat ditentukan dengan rumus sebagai

berikut :

Pmaks = 𝑷𝒖

𝒏𝒑 ±

𝑴𝒚.𝑿𝒎𝒂𝒙

𝒏𝒚.∑𝑿𝟐 ±

𝑴𝒙.𝒀𝒎𝒂𝒙

𝒏𝒚.∑𝒀𝟐 [2.86]

Keterangan:

Pmaks : Beban maksimum tiang [Ton]

Pu : Gaya aksial yang terjadi (terfaktor) [Ton]

My : Momen yang bekerja tegak lurus sumbu y [Ton.m]

Mx : Momen yang bekerja tegak lurus sumbu x [Ton.m]

Xmax : Jarak tiang arah sumbu x terjauh [m]

Ymax : Jarak tiang arah sumbu y terjauh [m]

∑ 𝑋2 : Jumlah kuadrat X

∑ 𝑌2 : Jumlah kuadrat Y

66

nx : Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu x

ny : Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu y

Gaya tekan pada struktur pile cap akan terjadi apabila tegangan

maksimum bernilai positif, dan sebaliknya Pile cap akan memperoleh gaya

tarik bila nilai tegangan maksimumnya negatif. Dari hasil-hasil tersebut dapat

dilihat apakah masing-masing tiang masih memenuhi daya dukung tekan dan

/atau tarik. Simulasi atau gambaran dari pengaruh beban axial pada pile cap

ditunjukkan pada Gambar 2.28 dibawah ini :

Gambar 2. 28. Beban yang Bekerja pada Pile Cap

Sumber: Pamungkas, (2013)

• Menghitung Besar Penurunan yang Terjadi pada Kelompok Tiang

Tiang kelompok yang tertanam secara keseluruhan pada keadaan tanah

lempung lunak, maka harus meninjau besar keruntuhan yang terjadi pada

kelompok tiangnya. Apabila pemasangan tiang pancang atau tiang bor saling

berdekatan maka akan mengakibatkan terjadinya keruntuhan atau penurunan.

Tanah yang berada disekitar tiang kelompok akan ikut mengalami

penurunan, apabila tiang kelompok mengalami penurunan yang disebabkan

oleh beban yang berasal dari struktur diatasannya. Tanah dan kelompok tiang

akan sama-sama mengalami penurunan karena telah menjadi satu kesatuan

yang saling mempengaruhi, tetapi bila tanah yang berperan sebagai

penyokong dan penopong tiang mengalami keruntuhan maka penurunannya

disebut dengan keruntuhan blok. Perlu dilakukan perbandingan antara daya

dukung tiang tunggal dengan daya dukung tiang kelompok guna untuk

dijadikan sebagai kontrol dan menentukan nilai daya dukung yang akan

67

digunakan dalam perencanaan. Nilai dari daya dukung tiang kelompok dapat

dicari dengan menggunakan persamaan dari metode Terzaghi dan Peck

(1948):

Q = (2.Lp. (B+L). Cu + 1,3Cb .S’. Nc. B. L). 1

𝑆𝐹 [2.87]

Keterangan

Q : Kapasitas dukung kelompok tiang

Lp : Kedalaman tiang di bawah permukaan tanah

B : Lebar kelompok tiang, dihitung dari pinggir tiang

L : Panjang kelompok tiang, dihitung dari pinggir tiang

Cu : Kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang

Cb : Kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang

S’ : Faktor bentuk (Gambar 2.29)

Nc : Faktor kapasitas dukung (Gambar 2.30)

SF : Faktor keamanan

Gambar 2.29 Faktor Bentuk S’ untuk Kelompok Tiang

Gambar 2.30 Faktor Kapasitas Daya Dukung Nc

68

• Penurunan Tiang Kelompok

Penurunan tiang pada kelompok tiang merupakan jumlah penurunan

elastis atau penurunan yang terjadi dalam jangka waktu dekat yang disebut

penurunan segera (settlement elastic atau settlement immediate) diberi simbol

Si dan adapun penurunan membutuhkan jangka waktu yang panjang disebut

penurunan konsolidasi (consolidation settlement atau long term consolidation

settlement) yang diberi simbol Sc.

Penurunan total adalah total penjumlahan dari penurunan kelompok tiang

dalam waktu dekat dengan penurunan kelompok tiang dalam waktu yang

panjang.

S = Si + Sc [2.88]

Keterangan:

S = Penurunan total

Si = Penurunan segera (immediate settlement)

Sc = Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)

1. Penurunan segera (immediate settlement)

Keruntuhan yang disebabkan oleh adanya distorsi massa tanah yang

menimbulkan tekanan dan berpengaruh pada keadaan volume yang

konstan disebut dengan penurunan segera. Menurut Janbu, Bjerrum, dan

Kjaernsli (1965), sebagaimana dapat dirumuskan sebagai berikut :

Si = µi.µ0 q.B

𝐸𝑢 [2.89]

Keterangan:

q = tekanan yang terjadi (Pu/A)

B = lebar kelompok tiang

Eu = modulus deformasi pada kondisi undrained

µi = faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal terbatas H

(Gambar 2.31)

µ0 = faktor koreksi untuk kedalaman pondasi Df (Gambar 2.31)

69

Gambar 2.31 Grafik Faktor Koreksi µi dan µo

Sumber : Janbu, Bjerrum dan Kjaernsli, (1956)

Df = 2/3 x L [2.90]

Eu = 400 . Cu [2.91]

𝐸 = 10 𝑥 (𝑁 + 15)[ k

𝑓𝑡2 ] [2.92]

Dengan 1 k

𝑓𝑡2 = 0,49 kg/cm2 = 48,07 kN/𝑚2

70

2. Penurunan Konsolidasi (consolidation settlement)

Penurunan konsolidasi terjadi pada keadaan tanah lempung yang

terjadi akibat keluarnya air dan udara yang berada dalam pori-pori tanah.

Penurunan terjadi dalam jangka waktu lebih lama namun nilainya cukup

besar. Besar penurunan yang terjadi tergantung dari lamanya waktu

pembebanan. Berdasarkan periodenya, penurunan konsolidasi ada dua,

yang pertama yaitu penurunan konsolidasi primer, terjadi karena akibat

adanya beban yang menekan tanah sehingga membuat keluarnya air dan

udara dari dalam tanah dan yang kedua adalah penurunan konsolidasi

sekunder, terjadi karena akibat adanya perpindahan butiran partikel tanah

menuju kondisi yang lebih stabil. Penurunan konsolidasi dapat

dirumuskan dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

Sc = H

1+e0 . Cc . Log .

Po+∆P

Po [2.93]

Keterangan:

Cc = Indeks pemampatan

H = Tebal lapisan tanah (m)

P’o = Tekanan awal akibat berat tanah (kN/𝑚2)

∆P = Penambahan tekanan (kN/𝑚2)

eo = Angka pori awal

3. Penurunan Izin

Penurunan yang diizinkan pada suatu gedung dipengaruhi oleh beberapa

hal, diantaranya yaitu jenis gedung, tinggi bangunan, kekakuan struktur,

dan fungsi kegunaan dari suatu gedung. Apabila keruntuhan berlangsung

lambat, maka struktur suatu bangunan akan langsung menyesuaikan

terhadap besar penurunan yang terjadi dengan kemungkinan besar tanpa

mengakibatkan terjadi kerusakan pada struktur gedung, oleh karena itu

besar penurunan pondasi pada tanah lempung dan tanah berpasir akan

berbeda-beda. Menurut Pamungkas (2013) terdapat dua jenis penurunan

yang terjadi pada pondasi yaitu penurunan segera dan penurunan

konsolidasi.

71

RSNI Geoteknik (2017:178) Penentuan besar penurunan yang

diperbolehkan pada suatu bangunan didasarkan pada toleransi struktur

yang ada diatasnya serta meninjau bangunan di sekitarnya dengan kasus

berbeda sesuai pada integritas gedung, dan stabilitas struktur serta

kegunaan dari bangunan tersebut, sebagaimana dapat dirumuskan dengan

persamaan berikut ini :

S < 15 + b(cm)

600

Besar beda penurunan (differential settlement) yang dibolehkan pada

struktur bangunan harus ditentukan secara seksama dengan meninjau

pengaruh pada gedung tingkat tinggi untuk memperkirakan nya guna untuk

menjamin bahwa beda penurunan yang terjadi masalh dalam kondisi aman

dan memenuhi kriteria standar kekuatan yang diperbolehkan yaitu sebesar

≤ 1

300, sebagaimana persamaan berikut ini:

Smax−Smin

L ≤

1

300

Keterangan

Smax : Penurunan terbesar [cm]

Smin : Penurunan terkecil [cm]

L : Panjang bangunan [cm]

S : Penurunan ijin [cm]

B : Lebar pondasi [cm]

Gambar 2.32 Rasio Beda Penurunan 300

Penurunan maksimum yang akan terjadi dapat di perkirakan dengan

ketepatan yang mencukupi untuk digunakan sebagai acuan.

Batas penurunan maksimum yang diperbolehkan sebagaimana yang

disarankan oleh Skempton dan MacDonald (1995) dapat dilihat pada tabel

2.14 dibawah ini :

72

Tabel 2. 14. Batas Penurunan Maksimum

Jenis Pondasi Batas penurunan maksimal (mm)

Pondasi terpisah pada lempung 65

Pondasi terpisah pada pasir 40

Pondasi rakit pada lempung 65-100

Pondasi rakit pada pasir 40-65

Sumber: Hardiyanto, 2002.

3. Waktu Penurunan Pondasi

Jangka waktu penurunan pondasi dari suatu bangunan perlu

diperhatikan dan diperhitungkan terutama apabila keruntuhan pondasinya

memiliki nilai yang cukup besar, guna untuk mengetahui apakah waktu

penurunannya masih dalam batas wajar serta aman untuk bagi bangunan.

Persamaan yang digunakan dalam menentukan jangka waktu penurunan

konsolidasi pondasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang

disarankan oleh Hardiyatmo (2014:310) seperti dibawah ini :

𝑇90 = 𝑇𝑣.𝐻𝑡2

𝐶𝑣 [2.94]

St = Si + U x Sc [2.95]

Keterangan:

St = Total Penurunan (m)

t = Waktu konsolidasi (tahun)

Tv = Faktor waktu

Ht = Panjang lapisan drainase

Cv = Koefisien konsolidasi (𝑚2/det)

Besar nilai Tv berhubungan dengan besar persen konsolidasi yang

ingin direncanakan, sebagaimana pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Hubungan Derajat Konsolidasi (U) dengan Faktor Waktu (Tv)

U % Tv

60 0,287

70 0,403

80 0,567

90 0,484

100 ∞

Sumber: Hardiyatmo (2014:311)

73

1.3.7.5 Kontrol Gaya Geser yang bekerja pada Pondasi Dalam

Gaya geser yang terjadi akibat dari perilaku pondasi tidak berbeda jauh

dengan perilaku pada pelat dan balok, dimana gaya geser terjadi pada satu arah

dan terjadi pada dua arah (Rusdianto, 2005).

• Kontrol Terhadap Gaya Geser yang Bekerja Satu Arah

Penampang kritis terhadap gaya geser yang bekerja pada pelat pondasi

terletak sangat berdekatan dengan permukaan yang terletak pada bidang yang

melintang akibat reaksi terpusat pada seluruh lebar pelat struktur. Menurut

Pamungkas, (2013) perhitungan gaya geser yang bekerja terhadap satu arah

pada penampang kritis dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉𝑐 = 0,17 . 𝜆 . √𝑓𝑐′ . 𝑏𝑤 . 𝑑 [2.96]

𝑉𝑢 = ny x Pmax [2.97]

Gambar 2.33 Daerah Geser Aksi Satu Arah pada Pelat Pondasi

Kekuatan geser beton yang diperoleh harus memiliki nilai yang lebih

besar daripada nilai dari gaya geser nominal penampang sehingga Vn ≤ Vc

atau V𝑢 ≤ ∅𝑉𝑐 + 𝑉s

Keterangan:

Vu : Gaya geser satu arah sejarak d dari muka kolom

Vc : Geser beton

Vs : Gaya geser tulangan

74

• Kontrol Terhadap Gaya Geser yang Bekerja Dua Arah (Punching Shear)

Penampang kritis mempunyai keliling yang tegak lurus terhadap bidang

plat struktur dengan masing-masing sisi plat sebesar b0 di mana penampang

kritis memiliki jarak ½.d dari permukaan tumpuan plat sebagaimana

ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.34 Daerah Geser Aksi Dua Arah pada Pelat Pondasi

Untuk nilai tahanan geser terhadap beton (Vc) yang bekerja dengan dua

arah maka harus diambil nilai terkecil dari tiga persamaan dibawah ini:

𝛽 = 𝑏𝑘

ℎ𝑘 [2.99]

Vc = 0,17 (1+ 2

𝛽). 𝜆. √fc ′ . 𝑏0 . d [2.99]

Vc = 0,083 ((𝑎𝑠 . 𝑑)/ 𝑏0 + 2) . 𝜆 . √fc ′ . 𝑏0 . d [2.100]

Vc = 0,33 . 𝜆 . √fc ′ . 𝑏0 . d [2.101]

𝑉𝑐 = 4 . √fc′ . 𝑏0 . d [2.102]

Keterangan:

𝑏0 ∶ keliling daerah kritis [2 ∙ (𝑏𝑘 + ℎ𝑘 )]

𝐵0 ∶ ℎ (sisi panjang kolom) 𝑏 (sisi lebar kolom)

𝑑 ∶ tinggi efektif penampang

bw : Lebar pondasi [m]

75

d : h – d’

h : Tinggi pelat [m]

d’ : Selimut beton [m]

ɸ : 0,75 (reduksi kekuatan untuk geser)

𝜆 : 1,0 untuk beton no

𝑎𝑠 ∶ 40 (kolom interior), 30 (kolom tepi) , 20 (kolom sudut)

𝜆 ∶ 1,0

Untuk kontrol kuat geser dipakai angka paling kecil dari Vc dengan rumus:

𝜑𝑉𝑐 = 𝜑. 𝑉𝑐 [2.103]

Dengan syarat

𝜑𝑉𝑐 > 𝑉𝑢

1.3.7.6 Perencanaan Pile Cap untuk Pondasi Dalam

Pile cap merupakan pelat penutup tiang yang berfungsi untuk menyalurkan

dan menyebarkan beban-beban dari kolom ke tiang-tiang. Pile cap atau yang

disebut sebagai pelat penutup tiang sangat penting untuk dikerjakan secara akurat

ketika proses pekerjaan struktur pondasi. Penutup tiang (pile cap) harus

direncanakan agar mampu menahan beban dari struktur atas dan menopang daya

dukung dari pondasi sampai mencapai batas diizinkan sesuai yang direncanakan,

dan juga harus mampu untuk menopang beban terbesar yang kemungkinan akan

muncul secara tak terduga.

Kelompok tiang merupakan gabungan dari beberapa buah tiang yang

dihubungkan oleh pelat (pile cap) menjadi satu kesatuan struktur guna untuk

memikul beban bangunan struktur atas. Pile cap berperan untuk memindahkan

beban suatu bangunan pada kolom untuk disalurkan ke pondasi. Umumnya pile

cap dibuat dengan menggunakan bahan beton bertulang.

Dikatakan sebagai kelompok tiang apabila terdapat minimal 3 buah tiang

yang dihubungkan oleh pile cap. Apabila jumlah tiang hanya dua buah dalam satu

kolom, maka menggunakan plat yang berupa balok sloof sebagai penghubung

antara kolom yang satu dengan kolom yang lain agar menjadi saling berhubungan.

Tetapi bila tiang yang digunakan berdiameter besar dan cukup satu buah tiang

76

untuk satu kolom, maka tidak dibutuhkan penutup tiang untuk

menghubungkannya.

Tegangan geser yang diperbolehkan pada beton akan sangat berpengaruh pada

ketebalan dari pile cap terutama pada potongan terkritis. Sebelum merencanakan

dimensi pile cap maka terlebih dahulu harus merencanakan jarak antar tiang serta

jumlah tiang yang digunakan. Perencanaan pile cap direncanakan dengan

memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

- Pile cap direncanakan sangat kaku.

- Ujung atas dari tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak ada momen

lentur yang ditimbulkan oleh pelat penutup ke tiang.

- Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi tegangan dan

deformasi yang terjadi akan membentuk bidang rata.

• Perencanaan Dimensi Pile Cap

Dimensi dari pile cap sangat bergantung pada jarak antar tiang dan

banyaknya tiang yang dibutuhkan dalam satu kesatuan kelompok tiang. Jarak tiang

pada kelompok tiang biasanya direncanakan dengan ketentuan 2,5D - 3D di mana

D adalah diameter tiang (Hardiyatmo, 2015). Skema susunan perencanaan

kelompok dapat dilihat seperti pada Gambar 2.35.

Gambar 2.35 Susunan Kelompok Tiang pada Pile Cap

Sumber : Hardiyatmo, (2015) Teknik pondasi 2

77

• Perhitungan Tulangan Pile Cap

Penulangan pile cap dapat direncanakan serupa dengan penulangan

balok. Perhitungan tulangan pile cap dapat ditentukan dengan beberapa

langkah sebagai berikut :

- Merencanakan pile cap dengan bentuk balok persegi

- Menentukan berat pile cap (qu)

qu = A x Berat jenis beton [2.104]

- Menghitung momen yang bekerja pada pile cap (Mu)

Mu = (ny . Pmaks . Xmax) - (1

2 . qu. 𝑥2) [2.105]

Mu tiap 1 meter = Mu

𝐵 [2.106]

- Menentukan Rasio tulangan Tarik

K perlu = Mu

∅ x bw x d2 [2.107]

ω = 0,85 – √0,72 − 1,7 .𝐾

𝑓𝑐′ [2.108]

𝜌 = ω . 𝑓𝑐′

𝑓𝑦 [2.109]

𝜌𝑏 = 0,85 .𝑓𝑐′

𝑓𝑦. β1 .

600

600.𝑓𝑦) [2.110]

ρ𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . ρb [2.111]

ρ𝑚𝑖𝑛 = 1,4

𝑓𝑦 [2.112]

- Untuk perencanaan tulangan maka harus direncanakan dengan

menganggap bahwa beban akan didistribusikan menyeluruh baik pada

jarak sisi pendek mampun sisi panjang dari pondasi dengan pusat berada

pada pedestal atau garis tengah kolom atau pedesta. Kebutuhan tulangan

untuk sisi (1- 𝛾𝑠) 𝐴𝑠 harus disebarkan menyeluruh di luar pusat pondasi

dengan 𝛾𝑠 dihitung menggunakan rumus 𝛾𝑠 = 2β+1 , dimana 𝛽

merupakan selisih nilai antara pondasi dengan sisi panjang dan sisi

pendek serta jarak antar tulangan direncanakan secara seragam pada

semua dimensi dengan syarat ketebalan pondasi harus ditentukan guna

dijadikan sebagai ketebalan efektif untuk tulangan bawah dengan

ketentuan sekurang kurangnya adalah 300mm.

78

Pemeriksaan terhadap rasio tulangan tarik : ρ min < ρ < ρ max

Tabel 2.16 Nilai Rasio Antara Sisi Panjang Terhadap Sisi Pendek Pondasi

Fc’ MPa 𝜷𝟏

17 ≤ 𝐹𝑐′ ≤ 28 0,85

17 ≤ 𝐹𝑐′ ≤ 28 0,85 − 0,05 (𝐹𝑐′ − 28) / 7

𝐹𝑐′ 28 0,6

Sumber : https://eprints.umm.ac.id/

- Jika harga rasio penulangan tarik yang direncanakan memenuhi syarat

maka dilanjut dengan perhitungan luas tulangan menggunakan rumus

sebagai berikut:

𝐴𝑠 = 𝜌 . 𝑏 . 𝑑𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 [2.113]

- Perencanaan diameter dan jarak antar tulangan yang akan

digunakan dapat ditentukan setelah mengetahui luas tulangan yang akan

digunakan dan luas tulangan yang telah direncanakan.

- Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (d pakai > d rencana)

𝑑 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 - 1

2 ∅ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎n [2.114]

- Mengetahui kontrol kapasitas momen

a = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦

0,85 . 𝑓𝑐′. 𝑏𝑤 [2.115]

Mn = As x fy x (d - 𝑎

2) [2.116]

Keterangan

Mu : Momen yang terjadi pada balok [kg.m]

Mn : Kuat nominal penampang akibat lentur [kg.m]

b : Lebar balok [m]

d : Tinggi efektif [m] (h - 60 mm)

h : Tinggi balok [m]

∅ : Faktor reduksi [0,8]

Fc’ : Mutu beton [MPa]

Fy : Mutu tulangan [MPa]

As : Luas tulangan

𝜌 : Rasio tulangan tarik (%)

𝜷 : Rasio antara sisi panjang terhadap sisi pendek

79

• Perencanaan Sambungan antar Tiang Pancang dengan Pile Cap

Menurut Pamungkas (2013) Sambungan tiang pancang spun pile dan pile

cap didesain dengan memasang tulangan tusuk konde auxiliary steel bars

yang dimasukkan ke dalam lubang spun pile dengan kedalaman tertentu.

Tulangan tersebut akan dicor secara monolit dengan pile cap. Sifat monolit

antara beton cor tusuk konde dengan tiang pancang spun pile dipengaruhi

oleh kekuatan lekatan permukaan antara beton tusuk konde dengan

permukaan dalam tiang pancang spun pile. Perencanaan sambungan antara

tiang pancang dengan pile cap harus memperhatikan kedalaman yang dangkal

atau pada keadaan di mana tiang pancang tertimbun akibat tulangan beton,

dengan memanfaatkan tulangan beton, dengan syarat tiang harus mampu

untuk menahan momen yang terjadi sebagaimana ditunjukkan pada gambar

2. 36 dibawah.

Menurut Pamungkas (2013) penyambungan tiang pancang di lapangan

dapat dilakukan dengan metode sambung paku keling, las titik,las lumer, dan

baut. Proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang

menghasilkan peleburan bahan dengan memanasi sampai suhu yang tepat

dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa beton pengisi.

Perencanaan sambungan antar tiang pancang dengan pile cap

ditunjukkan pada Gambar 2.36 berikut ini:

Gambar 2.36 Sambungan Antara Tiang Pancang dengan Pile Cap

Sumber: Ery & Pamungkas 2013