resume. filsafat umum

30
RESUME. Filsafat Umum A. Pengertian Filsafat Arti Etimologi Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan Sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”. 1 [1] Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau bijaksana itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata “mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena ituu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur. Konsep Plato Plato 2 [2] memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena, filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang 1 2

Upload: independent

Post on 22-Feb-2023

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESUME. Filsafat Umum

A.    Pengertian Filsafat

Arti Etimologi

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari

kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata

tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal

dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang

berarti cinta, dan Sophia yang berarti kearifan. Dari kata

tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya

diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.1[1]

Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang

sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum

memperlihatkan keaktifan seorang filosof untuk memperoleh

kearifan atau bijaksana itu. Menurut pengertian yang lazim

berlaku di Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut

filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih

kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di

Barat, kata “mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena

ituu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai

pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.

Konsep Plato

Plato2[2] memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni

berdiskusi. Dikatakan demikian karena, filsafat harus berlangsung

sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang

1

2

berlaku. Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh

lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun dengan berdiskusi.

Juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap sifat dasar

yang penghabisan dari kenyataan. Karena seorang filosof akan

selalu mencari sebab-sebab dan asas-asas yang penghabisan

(terakhir) dari benda-benda.

Konsep Cicero

Cicero3[3] menyebutnya sebagai “ibu dari semua seni” (the mother of

all the arts). Juga sebagai arts vitae yaitu filsafat sebagai seni

kehidupan.

Konsep Rene Descartes

Menurut Rene Descartes,4[4] filsafat merupakan kumpulan segala

pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok

penyelidikannya.

Konsep John Deway

Sebagai tokoh pragmatism, John Deway5[5] berpendapat bahwa

filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai

perjuangan manusia secara terus-menerus dalam upaya melakukan

penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap

kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang

baru dan yang tidak sejalan dengan wewenang yang diakui.

Tegasnya, filsafat sebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian-

3

4

5

penyesuaian di antara yang lama dan yang baru dalam suatu

kebudayaan.6[6]

Filsafat Sebagai Ilmu

Dikatakan filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian

filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah,

mengapakah, ke manakah, dan apakah.

Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat

ditangkap atau yang tampak oleh indra. Jawaban atau pengetahuan

yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran). Pertanyaan

mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban

atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab

akibat). Pertanyaan ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa

lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Pertanyaan

apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari

suatu hal.7[7]

Filsafat Sebagai Cara Berfikir

Berfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir

yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global

atau menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut

pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pegetahuan. Berpikir

yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat

dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan, persyaratanya yaitu:

            a.    Harus sitematis

            b.   Harus konsepsional

6

7

            c.    Harus koheren

            d.   Harus rasional

            e.    Harus sinoptik

            f.    Harus mengarah kepada pandangan dunia

Filsafat Sebagai Pandangan Hidup

Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada

hakikatnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia. Hal ini

berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara

total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk

monodualisme. Manusia secara menyeluruh dan sentral di dalamnya

memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam

filsafat sebagai berikut:

            a.    Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan

filsafat biologi

     b.   Manusia denagn unsur rasanya dapat melahirkan filsafat

keindahan (estetika)

     c.    Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat

melahirkan filsafat ketuhanan

d.   Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk social dapat

melahirkan filsafat social

B.     Objek Materi dan Objek Forma Filsafat

Yang disebut objek materi adalah hal atau bahan yang

diselidiki, sedangkan objek forma adalah sudut pandang dari mana

hal atau bahan tersebut dipandang.

Menurut Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah

ada dan yang mungkin ada. Objek materi filsafat tersebut sama

dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Yang menentukan

perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah objek objek

formanya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada

dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi

diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.

C.    Ciri-ciri Pemikiran Filsafat

Menurut Clarence I.Lewis seorang ahli logika mengatakan

bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari

bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses

refleksi adalah berbagai kegiatan atau problema kehidupan

manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan

tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi

dalam kegiatan atau problem yang terdapat beberapa ciri yang

dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut:

1.      Sangat umum atau universal

Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan

tingkat keumumannya sangat tinggi, karena pemikiran filsafat

tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi

bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum.

2.      Tidak factual, Yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan

yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada

bukti.

3.      Berangkutan dengan nila. C.J. Ducasse mengatakan bahwa

filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-

fakta, yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian

adalah tentang yang baik dan buruk, yang susila dan asusila dan

akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai.

4.      Berkaitan dengan arti Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya

penuh dengan arti, agar para filosof dalam mengungkapkan ide-

idenya sarat dengan arti, para filosof harus dapat menciptakan

kalimat-kalimat yang logis dan bahasa yang tepat, semua itu

berguna untuk menghindari adanya kesalahan atau sesat dalam

berpikir.

5.      Implikatif Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu

mengandung implikasi. Dari implikasi tersebut diharapkan akan

mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses

pemikiran yang dinamis.

D.     Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan

1.      Realita Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan

Kita berusaha melihat realita hubungannya, berdasarkan suatu

asumsi, bahwa keduanya merupakan kegiatan manusia. Kegiatan

manusia dapat diartikan dalam prosesnya dan juga dalam hasilnya.

Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil daripada

berfikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi

prosesnya, filsafat dan ilmu menunjukkan suatu kegiatan yang

berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia

(untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan menggunakan

metode-metode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis

dan kritis.8[8]

8

Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu

sama lainnya.9[9][9] Perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu,

bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling mengisi,

saling melengkapi, karena pada hakikatnya, perbedaan itu terjadi

disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Maka dalam hal ini perlu

membandingkan antar filsafat dan ilmu, yang menyangkut perbedaan-

perbedaan maupun titik temu antara keduannya.

1.    Hubungan Filsafat dan Ilmu

Henderson, memberikan gambaran hubungan (dalam hal ini

perbedaan) antara filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:

a.         Ilmu (Science)

1.      Anak filsafat Analitis, memeriksa semua gejala melaui  unsure

terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut

bagiannya

2.      Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan obyeknya, netral dan

mengabstrakkan factor keinginan dan penilaian manusia

3.      Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi

4.      Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara

kerja dan sifat terpenting, menguji sesuatu dengan menggunakan

penginderaan

b.    Filsafat

1.      Induk ilmu

2.     Sinoptis, memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan

untuk dapat menerangkannya, menafsirkannya, dan memahaminya

secara keseluruhan

9

3.     Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari obyek, melainkan

juga bagaimana seharusnya obyek itu. Manusia dan nilai merupakan

factor penting

4.      Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi

5.      Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan, menguji sesuatu

berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran

Ilmu bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap

satu lapangan pengetahuan sebagai obyek formalnya. Sedangkan

filsafat belajar dari ilmu pengetahuan dengan menekankan

keseluruhan dari sesuatu (sinoptis), karena keseluruhan mempunyai

sifat sendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.

Ilmu bersifat deskriptif  tentang obyeknya agar dapat

menemukan fakta-fakta, teknik-teknik dan alat-alat. Filsafat

tidak hanya melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk

mengambil keputusan-keputusan tentang tujuan, nilai-nilai dan

tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak

netral, karena factor-faktor subyektif memegang peranan yang

penting dalam berfilsafat.

Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang

factual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi dan

verifikasi hanya berhubungan sebagian dari aspek kehidupan atau

kejadian yang ada di dunia ini, sedangkan keseluruhan yang

bermakna mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu sebagai

berikut:

a.       Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat

mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman, untuk

memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang

sesuatu

b.      Ilmu menggunakan pendekatan analitis dan deskriptif, sedangkan

filsafat sintetis atau sinopsis, berhubungan dengan sifat-sifat

sintesis atau synopsis berhubungan dengan sifat-sifat dan

kualitas alam dan hidup secara keseluruhan

c.       Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian dari

organize menjadi organ-organ, filsafat mencoba membedakan sesuatu

dalam bentuk sistesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu

secara keseluruhan

d.      Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subyektif,

sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai dan

semua pengalaman

e.       Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana adanya,

sedangkan filsafat tidak hanya kepada bagian-bagian yang nyata,

melainkan juga kepada kemungkinan-kemugkinan yang ideal dari

suatu benda, dan nilai dan maknanya

2. Titik Temu Filsafat dan Ilmu

Ada beberapa titik temu antara filsafat dan ilmu yaitu:

a.  Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-

metode reflective thinking di dalam menghadapi fakta-fakta dunia

dan hidup ini

b.  Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan

terbuka, dan memberikan perhatian yang tidak berat sebelah

terhadap kebenaran

c.  Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan

factual serta esensial bagi pemikiran filsafat

d.  Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah

ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan yang ilmiah

3.      Perbandingan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan

Persamaannya adalah sebagai berikut :

a.       Kedua-duanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki

obyeknya selengkap-lengkapnya sampai habis-habisan

b.      Kedua-duanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau

pertalian yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan

mencoba menunjukkan sebab-sebabnya

c.       Kedua-duanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan

seluruhnya timbul dari hasrat manusia akan kebenaran

(obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendalam yang

mengasas

Perbedaannya adalah sebagai berikut :

a.       Obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal

(umum) yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek

material ilmu pengetahuan itu bersifat khusus dalam arti khusus

masing-masing bidang pengolahannya saja. Inilah yang biasa

disebut disiplin ilmiah dari setiap ilmu pengetahuan itu.

Karena sifat khusus dari ilmu pengetahuan itu, maka ilmu

pengetahuan itu adalah suatu spesifikasi.10[10] Dari spesifikasi

itu orang masih terus menerus mengadakan diferensiasi sampai

kepada spesialisasi. Oleh karena itu ilmu pengetahuan biasanya

10

disebut ilmu special, ilmu pengetahuan mengejar obyektivitas

(kebenaran) dan menyatakan bahwa sesuatu itu benar atau tidak

benar, tetapi ilmu pengetahuan tidak dapat member jawaban apakah

kebenaran itu sendiri. Dilain pihak, filsafat itu bersifat

universal, maka pendekatan (approach) filsafat bermuara kepada

reflection atau contemplation (perenungan pertimbangan).

b.   Obyek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non

fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada

itu secara luas, mendalam dan mengasas. Sedangkan ilmu

pengetahuan bersifat fragmentaris dan abstrak dengan peninjauan

secara ekstensif dan intensif.

Dengan ekstensif berarti ilmu pengetahuan itu dalam meninjau

obyek materialnya hanyalah sebagai daripada realita. Dengan

intensif berarti selalu meninjau obyek materialnya dari sudut

pandangan tertentu yang menuju kepada spesialisasi atau

pengkhususan masing-masing bidang keilmuan itu.

c.    Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang

mementingkan control atau pengawasan. Misalnya untuk mengetahui

sesuatu dalam ilmu pengetahuan haruslah diadakan riset. Oleh

karena itu, nilai ilmu pengetahuan timbul dari kegunaannya,

sedangkan filsafat timbul dari nilainya.

4.      Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan

Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

a.       Filsafat mempunyai obyek yang luas, sifatnya universal,

sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan obyeknya terbatas, khusus

lapangannya saja

b.      Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight atau pemahaman

yang lebih mendalam dengan menunjukkan sebab-sebab yang terakhir

sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi

yang tidak begitu mendalam.

c.       Filsafat memberikan synthesis kepada ilmu-ilmu pengetahuan

yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya

E.     Timbulnya Filsafat

1.      Manusia Adalah “Ens Metaphysicum”

Pengertian tentang filsafat, yaitu dengan menunjukkan

bagaimana filsafat itu timbul dari kodrat manusia, artinya asal

ada manusia, ada filsafat karena sesuai dengan kodratnya manusia

itu.

Mengenai hal ini pokoknya telah diterangkan yaitu bagaimana

dari keinginan akan mengerti, kan kebenaran, timbullah ilmu-ilmu

pengetahuan dan akhirnya muncullah filsafat.

Filsafat adalah bentuk pengetahuan tertentu, bahkan bentuk

pengetahuan manusia yang tersempurna, merupakan perkembangan yang

terakhir daripada “pengetahuan biasa”. Selain ilmu-ilmu

pengetahuan yang semuannya mendorong manusia kearah filsafat,

hingga menjadi jelas bagi kita bahwa manusia memang betul-betul

boleh disebut “ens metaphysicum”, menurut Aristoteles artinya

makhluk yang menurut kodratnya berfilsafat. Untuk menerangkan

jika betul-betul setiap orang kodratnya terdorong akan filsafat,

maka harus membedakan antara :

-          Filsafat sebagai ilmu pengetahuan

-          Filsafat dalam arti yang lebih luas, yaitu dalam arti usaha

mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hidup, menanyakan dan

mempersoalkan segala sesuatu

Maka filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang tersendiri itu

tidak niscaya adanya, itu meminta tingkat kebudayaan yang agak

tinggi. Sebaliknya filsafat dalam arti yang lebih luas, dalam

arti anasir-anasir filsafat dalam pikiran manusia itu dapatlah

kita katakan tentu ada biarpun hanya sedikit. 

2.      Filsafat Bersifat Eksistensial

Filsafat adalah “eksistensial” sifatnya erat hubungannya

dengan hidup kita sehari-hari, dengan adanya manusia sendiri.

Hidup kita sendiri yang memberikan bahan-bahan untuk direnungkan.

Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada manusia yang konkrit,

pada diri kita yang hidup di dalam dunia dengan segala persoalan-

persoalan yang kita hadapi.

Mengenai isi dari filsafat itu berbeda-beda menurut masa

diperkembangkannya, berganti-ganti yang dipersoalkan atau yang

dititikberatkan ialah:

a.       Dunia yang mengelilingi kita

b.      Sikap hidup atau kesusilaan

c.       Hubungan antara manusia dan Tuhan atau sikap religious

d.      Struktur dan susunan pengetahuan

F.     Filsafat Barat Abad Pertengahan

Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaan dengan

hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani.

Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban

Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka

pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran

selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ketangan

kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan

kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan

pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa.

Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana

mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan

dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama

Kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah

filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat

Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.

Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama

Kristen dikatakan seimbang.11[11][11] Apabila tidak seimbang

pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu

formula baru. Walupun agama Kristen relatif masih baru

keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama

terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama,

bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi

umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang

dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati.

Anggapan kedua, bahwa walaupun orang-orang telah mengenal agama

11

baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianggap sebagai

sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

Ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad Pertengahan adalah :

-       Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja

-         Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles

-         Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus

Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai

suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam

kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatic, dengan

menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu

perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.

Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya

untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi

lain dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan

manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-

cita untuk menentukan masa depannya sendiri.12[12]

Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu:

1.      Masa Patristik

Istilah Patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak

yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dari

golongan atas golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir

inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada

yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.

Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan

bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan

12

tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain

seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai

alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran

yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan

filsafatYunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara

berpikir). Juga, walupun filsafat Yunani sebagai kebenaran

manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai

atau menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal

tertentu tidak bertentangan dengan agama.

Akibatnya muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu

para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela

iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman

Kristen tersebut adalah:

a.    Justinus Martir

Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru karena

Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap

sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum

Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah

menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya

dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab

Yahudi.13[13] Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah

Logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani

(Socrates, Plato dll) kurang memahami apa yang terkandung dan

memancar dari logosnya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang

Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mereka 

13

menyimpang karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau

setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pegetahuan yang

benar kemudian dipalsukan.

b.      Klemens (150 – 215)

Ia juga termasuk pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci

filsafat Yunani. Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut :

-          Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk

mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani

-          Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan

menggunakan filsafat Yunani

-          Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela

iman Kristen, dan memikirkan secara mendalam

c.       Tertullianus (160 – 222)

Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah

melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara

fanatic. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani karena Filsafat

dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa

wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi

dengan fisafat, tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat

agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara

gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan

penemuan baru.

d.      Augustinus (354 – 430)

Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran

filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisisme. Ia telah diakui

keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh

besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki

sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di

bidang teologi dan filsafat.

Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya,

tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian

yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal

pikir manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang

lebih tinggi.

2.      Masa Skolastik

Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata

school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau

yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan

corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.

Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai

berikut:

a.       Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak

semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan

abad pertengahan yang religius

b.      Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi

atau filsafat yang rsional memecahkan persoalan-persoalan

mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik

buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik

Yahudi, skolastik Arab dan lainnya14[14]

Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena

beberapa faktor berikut :

14

Faktor Religius

Faktor religious dapat mempengaruhi corak pemikiran

filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan

lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka

beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah

suci Yarussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai

tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan).

Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia

tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya

sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut

sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan

(diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak

Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan

member pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan

jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat

mencapai tanah airnya (surga).

Faktor Ilmu Pengetahuan 

Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang

diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga

istana. Kepustakaannya diambilkan dari para penulis latin, Arab

(islam), dan Yunani.

Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

1.      Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200

2.      Skolastik puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300

3.      Skolastik akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450

1.      Skolastik Awal

Saat ini merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa. Hal ini

ditandai dengan skolastik yang didalamnya banyak diupayakan

pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah. Pada mulanya

skolastik ini timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan

akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.

Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes

liberals, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni

berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan

musik.

            Skolastik Puncak

Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari

tahun 1200-1300 dan masa ini juga disebut masa berbunga. Masa itu

ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo,

yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan

ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai

sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

            Thomas Aquinas (1225-1274)

Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya

Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir, ia

juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca

Secca, Napoli, Italia. Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme,

salah seorang suci gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang

dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja Katolik.

Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan.

Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan

iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar

orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang

terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara

pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan

walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di

luar kekuatan pikir.15[15]

2.      Skolastik Akhir

Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala

macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga

memperlihatkan stagnasi (kemandengan). Diantara tokoh-tokohnya

adalah William Ockham (1285-1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).

3.      Skolastik Arab (Islam)

Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah

skolastik Islam jarang dipakai di kalangan umat Islam. Istilah

yang biasa dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat islam. Dalam

permbahasan antara ilmu kalam dan ilmu filsafat islam biasanya

dipisahkan. 16[16]

Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, tetapi para ahli

pikir Islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi

Eropa, yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam

sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan

Alquran benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara

agama dan filsafat. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk

ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar.

15

16

Dengan demikian dalam pembahasan skolastik Islam terbagi

menjadi dua periode, yaitu :

-          Periode Mutakallimin (700-900)

-          Periode Filsafat Islam (850-1200)

3.   Masa Peralihan

Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa

peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat

pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan embrio masa modern.

Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance,

humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14

hingga ke-16.

Renaissance

Renaissance atau kelahiran kembali Eropa ini merupakan suatu

gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia,

kemudian di Prancis, Spanyol, dan selnjutnya hingga menyebar ke

seluruh Eropa. Di antara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci,

Michelangeo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.

Humanisme

Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian di

kalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya

terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta

perikemanusian. Kemudian Humanisme berubah fungsinya menjadi

gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha

menemukan kembali ssastra Yunani atau Romawi. Diantara para

tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus,

dan Thomas Morre.

Reformasi

Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada

abad ke-16. Revolusi tersebut dimulai dari gerakan terhadap

perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi

asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain Jean Calvin

dan Martin Luther.

Akhirnya dalam filsafat Renaissance salah satu unsure

pokoknya adalah manusia. Suatu pemikiran yang sejajar dengan

Renaissance. Pemikir yang ingin menempatkan manusia pada tempat

yang sentral dalam pandangan kehidupan.

G.    Filsafat Modern

Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai.

Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman

pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai

dengan munculnya gerakan Renaissance. Renaissance berarti

kelahiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan

kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14).

Tujuan utamannya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan

hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani17[17] dengan

ajaran agama Kristen. Selain itu, dimaksudkan untuk mempersatukan

kembali gereja yang terpecah-pecah.

Disamping itu para humanis bermaksud meningkatkan suatu

perkembangan yang harmonis dari kehlian-keahlian dan sifat-sifat

alamiah manusia dengan mengupayakan yang baik dan mengikuti

kultur klasik.

17

Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas.

Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam

lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah.

Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk member tempat

kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih

besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat

menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga

pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap

kepercayaan yang dokmatis dan terhadap orang-orang yang enggan

menggunakan akalnya.

a.   Rasionalisme

Setelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaannya,

yaitu telah tercapainya kedewasaan pemikiran, maka terdapat

keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang secara alamiah dapat

dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri).

Karena orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran

berdasarkan salah satu di antara keduanya, maka kedua-duanya

sama-sama membentuk aliran tersendiri yang saling bertentangan.

Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme

berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah

akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang

memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah.

Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif,

seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.

Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk

membebaskan diri dari segala pemikiran tradisioanal (skolastik),

yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani

hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam

Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh

khayalan-khayalan.

b.   Empirisme

Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David

Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan

manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal

ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi

kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali

manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan

yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra

(empiri), dan emirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran

tersebut lahir dengan nama empirisme.

c.    Kritisisme

Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru di mana

seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan

antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut

zaman Pencerahan. Zaman pencerahan ini muncul di mana manusia

lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafat). Akan

tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap

peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari

otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan atau

peradaban manusia.

Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia

mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia

tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.

Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek

irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya.

d.   Idealisme

Setelah Kant mengetengahkan tentang kemampuan akal manusia,

maka para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal,

alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang

berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar,

yaitu suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar

tindakan: aku sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik

tolak tersebut dipakai sebagai dasar untuk membuat suatu

kesimpulan tentang keseluruhan yang ada.

e.    Positivisme

Filsafat positivism lahir pada abad ke-19. Titik tolak

pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang factual dan

yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif

adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya,

sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta

diperolehnya, fakta-fakta tersebut kita atur dapat memberikan

semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.

f.    Materialisme

Munculnya Positivisme dan Evolusionisme menambah terbukanya

pintu pengingkaran terhadap aspek kerohanian. Julien de Lamattrie

mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada

bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya, badan

tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa badan

tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh

katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.

Menurut pendapatnya, tugas seorang filosof bukan untuk

menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. Hidup manusia itu

ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dari segala hasil

tindakannya: ilmu, seni, agama, kesusilaan, hokum, politik,

semuanya itu hanya endapan dari keadaan itu, sedangkan keadaan

itu sendiri ditentukan benar-benar dalam sejarah.

g.   Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala,

yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Kebalikannya

kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang

dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejala batuk,

pilek. Dalam filsafat fenomenologi, arti di atas berbeda dengan

yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati

oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan

tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan

dalam dirinya sendiri seperti apa adanya.

Pemikirannya, bahwa objek atau benda harus diberi kesempatan

untuk bicara, yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang

didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat

hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif

artinya menghayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang

berbeda. Sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi

yang berbeda-beda. Sehingga akan muncul unsur yang tidak berubah-

ubah yaitu hakikat. Inilah yang dicarinya dalam metode variasi

eidetis.

h.   Eksistensialisme

Kata eksistensialisme berasal dari eks= ke luar, dan

sistensi atau sisto= berdiri, menempatkan. Secara umum berarti,

manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan

segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena

manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai

miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat

menjadikan merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang

konkret. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang

memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya.

Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.

18[1]Filsafat pada mulanya mempunyai makna yang sangat umum yaituupaya untuk mencari keutamaan mental. The Liang Gie Suatu Konsepsi, kearah Penerbitan Bidang Filsafat, Karya Kencana, Yogyakarta, 1977, hal.619[2] Seorang Filosof Yunani Kuno sesudah Sokrates, sekaligus sebagai muridnya.

20[3]Ahli pikir Romawi yang konsep filsafatnya mempengaruhi zaman Renaissance untuk kalangan orang-orang terpelajar.

21[4] Rene Descartes (1596-1650) seorang sarjana dan ahli ilmu pasti terkemuka dan sebagai bapak filosof modern.

18

19

20

21

22[5]Endang Daruni, et.al. filosof-filosof Dunia dalam Gambar. KaryaKencana Yogyakarta, 1982, hlm. 67

23[6] The Liang Gie, op. cit. hal. 724[7] Prof. Dr.H Suhar, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaung Persada

Press, 2009), hlm: 3125[8] Drs. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2008), hlm. 74-81.26[9] Harry Hamersa, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, (Yogyakarta:

Kanisius, 1981), hlm. 14.27[10] Nasroen, Falsafat dan Cara Berfalsafat, Bulan Bintang,

Jakarta, 1967, hlm. 39.28[11]Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, PT

Pembangunan, Jakarta, 1966, hlm. 80.29[12] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2007). Hlm, 65-83.30[13] Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1975), hlm. 26

31[14] Op. cit, hlm. 128.32[15]Samuel Smith, Gagasan-gagasan Besar Tokoh-tokoh dalam Bidang

Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 86

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33[16] Hasbullah Bakry, op. cit, hlm. 934[17] Brouwer, et. Al, Sejarah Filsafat Modern dan Sezamannya (Bandung:

Alumni, 1986), hlm. 2.

33

34