diskusi kasus infeksi odontogenik

63
BAB I PENDAHULUAN Infeksi odontogenik mempunyai dua penyebab utama : periapikal yang berasal dari nekrosis pulpa yang menyebabkan bakteri menginvasi ke jaringan periapikal dan periodontal, yang disebabkan poket periodontal yang dalam sehingga proses inokulasi bakteri terjadi di dalam jaringan lunak (Peterson, 1998). Gigi geligi dengan karies yang diikuti dengan nekrosis pulpa dan infeksi di periapikal serta infeksi periodontal mempunyai potensi cukup besar untuk menyebarkan infeksi ke berbagai tempat dalam rongga mulut, muka dan leher. Penyebab infeksi ini adalah mikroba komensal dalam mulut yang kemudian menjadi pathogen, yang penyebarannya dipengaruhi oleh meningkatnya virulensi dan kuantitas mikroba dan menurunnya daya tahan tubuh penderita.

Upload: abuubaidah3

Post on 18-Jul-2016

172 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

BM

TRANSCRIPT

Page 1: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi odontogenik mempunyai dua penyebab utama : periapikal yang

berasal dari nekrosis pulpa yang menyebabkan bakteri menginvasi ke jaringan

periapikal dan periodontal, yang disebabkan poket periodontal yang dalam

sehingga proses inokulasi bakteri terjadi di dalam jaringan lunak (Peterson, 1998).

Gigi geligi dengan karies yang diikuti dengan nekrosis pulpa dan infeksi di

periapikal serta infeksi periodontal mempunyai potensi cukup besar untuk

menyebarkan infeksi ke berbagai tempat dalam rongga mulut, muka dan leher.

Penyebab infeksi ini adalah mikroba komensal dalam mulut yang kemudian

menjadi pathogen, yang penyebarannya dipengaruhi oleh meningkatnya virulensi

dan kuantitas mikroba dan menurunnya daya tahan tubuh penderita.

Infeksi menurut Topazian, merupakan proses masuknya mikroorganisme

ke dalam tubuh, dan selanjutnya mikroorganisme tersebut mengadakan penetrasi

dan menghancurkan host secara perlahan-lahan, hingga berkembang biak.

Kebanyakan infeksi yang berasal dari rongga mulut bersifat campuran

(polimikrobial), umumnya terdiri dari dua kelompok mikroorganisme atau lebih.

Karena flora normal di dalam rongga mulut terdiri dari kuman gram positif dan

aerob serta anaerob gram negatif maka yang paling banyak menyebabkan infeksi

adalah kuman-kuman tersebut. Secara umum biasanya diasumsikan bahwa infeksi

di rongga mulut disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus serta

mikrooganisme gram negatif yang berbentuk batang dan anaerob.

Page 2: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Infeksi dapat bersifat akut dan kronis. Suatu kondisi akut biasanya disertai

dengan pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan malaise dan demam yang

berkepanjangan. Bentuk kronis dapat berkembang dari penyembuhan sebagian

keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan tubuh yang kuat. Infeksi

kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan

reaksi ringan dari jaringan sekitarnya, misalnya edema, kemerahan, rasa sakit

tekan, dan manifestasi sistemik episodik yaitu : demam ringan, letalergi dan lemah

badan (Pedersen, 1996).

Page 3: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal

dari gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang

bermanifestasi pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi

odontogenik merupakan penyakit yang paling umum sedunia dan

merupakan alasan mencari perawatan dental (Fragiskos, 2007).

Infeksi odontogenik adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang

merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, sulcus

gingival, dan mukosa mulut yang dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan

periodontitis yang mencapai jaringan lebih dalam yaitu melalui nekrosis

pulpa dan poket periodontal dalam (Pedersen, 1996).

Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi

yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien

infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai

dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang

mengalami gangguan (Topazian et al, 2002).

Page 4: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Fistula Bakteremie-Septikemie

Selulitis Acute-Chronic Infeksi SpasiumPeriapikal Infection yang dalam

Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang lebihAtau jaringan lunak-kutis tinggi – infeksi serebral

Gambar 2.1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenikSumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.

2.2. Etiologi Infeksi Odontogenik

Penyebab utama dari infeksi orofacial adalah gigi nonvital, pericoronitis

(berhubungan dengan gigi mandibula yang semi impaksi), ekstraksi gigi,

granuloma periapikal yang tidak bisa dirawat, dan kista yang terinfeksi. Penyebab

yang lebih jarang adalah trauma pasca bedah, defek karena fraktur, lesi pada

nodus limfa atau glandula saliva, dan infeksi sebagai hasil dari anestesi lokal

(Fragiskos, 2007).

WHO menyatakan bahwa biofilm dental merupakan agen etiologi

terhadap infeksi odontogenik, dan mendefinisikan biofilm sebagai bakteri

proliferatif dengan ekosistem enzympactive. Paling sedikit ada 400 kelompok

Page 5: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

bakteri yang berbeda secara morfologi dan biokimia yang berada dalam rongga

mulut dan gigi. Banyaknya flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi

spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut,

tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif

yang aerob dan anaerob (Fragiskos, 2007)

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari

setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh

bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan

pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus,

Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella)

melaninogenicus, danFusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan

infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri

aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah spesies Streptococcus. Infeksi

odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan

anaerob yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10

organisme pada pemeriksaan kultur (Fragiskos, 2007).

2.3 Tahapan Infeksi

Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka

menjalani resolusi:

1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan

adonannya konsisten.

Page 6: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak

kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin

dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.

3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah

pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang

terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan

jaringan dan jaringan bakteri.

2.4 Patogenesis

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses

dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang

merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke

jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang

dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi

atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah

membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan

dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi

membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan

periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang

supuratif atau abses dentoalveolar.

Page 7: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2.7. Macam-macam Infeksi odontogenik

Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi dentoalveolar,

infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis, flegmon,

osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut.

2.8. Tanda dan Gejala

1. Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada

keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan

perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat

disimpulkan dalam beberapa tanda:

A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan

peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran

darah pada vena.

B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan

nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti

migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah

luka.

D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada

dinding lesi.

E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

Page 8: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada

daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau

edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan

akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam,

meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau

rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan

oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau

faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran

saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan

fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan

bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan

oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan

oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di

sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada

infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung

derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di

sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan

daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme

penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan

Page 9: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan

dan memerlukan insisi dan drainase.

2.9. Definisi Abses Odontogenik

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding

tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan,

dan kerusakan jaringan setempat (Fragiskos, 2007)

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau

tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.Kehadiran abses

dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari alveolar

tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung pada

lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme (Pederson, 1996)

2.10. Perbedaan Abses dan Selulitis

Tabel 2.1. Perbedaan Abses dan Selulitis (Peterson, 2002 ; Topazian, 2002;

Karasutisna, 2007)Karakteristik Selulitis Abses

Durasi Akut KronisSakit Berat dan merata TerlokalisirUkuran Besar KecilPalpasi Indurasi Jelas FluktuatifLokasi Difus Berbatas jelasKehadiran Pus Tidak ada AdaDerajat keparahan Lebih berbahaya Tidak daruratBakteri Aerob (Streptococcus) AnaerobEnzim yang dihasilkan Streptokinase/

fibrinolisin, Hyaluronidase, Streptodornase

Coagulase

Sifat Difus Terlokalisir

Page 10: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2.11. Infeksi Odontogenik yang meluas ke Spasium Wajah dan Leher

Spasium wajah yang langsung terlibat pertama kali dikenal sebagai

spasium wajah primer baik pada maksila maupun mandibula (Tabel 3.1).

Sedangkan perluasan infeksi melebihi daerah spasium primer ini adalah ke daerah

spasium sekunder (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Spasium wajah yang terlibat dalam infeksi odontogenik (Peterson, 2003)

a. Spasium primer maksila1. Spasium kaninus2. Spasium bukal3. Spasium infratemporalb. Spasium primer mandibula1. Spasium submental2. Spasium bukal3. Spasium submandubular4. Spasium sublingalc. Spasium sekunder wajah

1. Spasium maseter2. Spasium pterigomandibular3. Spasium temporal superfisial dan

dalam4. Spasium faringeal lateral5. Spasium retrofaringeal6. Spasium prevertebra

a. Spasium primer maksila

1. Spasium kaninus, merupakan ruangan tipis yang potensial antara muskulus

levator anguli oris dan muskulus levator labii superior. Infeksi gigi kaninus

atas menyebabkan terlibatnya spasium kaninus.

Page 11: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 1. Abses spasium kaninus

2. Spasium bukal, dibatasi oleh kulit superfisial wajah pada bagian lateral dan

muskulus buccinator pada bagian medial. Spasium ini dapat terlibat baik

akibat perluasan infeksi gigi pada maksila maupun mandibula. Selain itu,

spasium bukal terjadi akibat infeksi yang merusak tulang di atas perlekatan

muskulus buccinator.

Gambar 2. Perluasan spasium bukal (Peterson, 2003).

3. Spasium Infratemporal, terletak di posterior maksila. Bagian medial

spasium ini dibatasi oleh lempeng lateral prosesus pterigoideus tulang

Page 12: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

sfenoid, bagian superior dibatasi oleh dasar tengkorak. Sedangkan ke arah

lateral, spasium ini menyambung dengan spasium temporal bagian dalam.

Gambar 3. Abses spasium infratemporal

b. Spasium primer mandibula

1.Spasium submental, Terletak di antara simfisis mandibula dan tulang hyoid.

Bagian lateral dibatasi oleh anterior muskulus digastrikus kanan dan kiri. Di

bagian superior dibatasi oleh muskulus milohyoid dan bagian inferior oleh

kulit . Spasium ini sering terinfeksi oleh insisiv rahang bawah. Gejala klinis

yang ditemukan biasanya pembengkakan keras dengan fluktuasi positif, hampir seperti

gambaran umum selulitis.

Page 13: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 4. Abses Submental

2.Spasium bukal, serupa dengan spasium bukal yang disebabkan oleh infeksi

gigi rahang atas.

3.Spasium submandibula, bagian anteromedial dibatasi oleh muskulus

digastrikus anterio dan bagian posteromedialnya dibatasi oleh muskulus

digastrikus posterior serta muskulus stilohyoid, dasarnya dibentuk oleh

muskulus milohyoid dan muskulus hyoglosus. Di bagian anterior spasium

submandibula terdapat spasium sublingual yang dibatasi oleh muskulus

milohyoideus. Infeksi pada spasium submandibula dan sublingual sering

disebabkan oleh infeksi yang berasal dari gigi molar dan premolar mandibula

yang menembus ke lingual. Apabila spasium submandibula, sublingual dan

submental bilateral terkena infeksi, dikenal sebagai ludwig’s angina. Infeksi

ini merupakan selulitis yang menyebar dengan cepat. Pada infeksi ini hampir

selalu terlihat lidah terangkat, indurasi daerah submandibula dan penderita

biasanya mengalami trismus, saliva menetes serta kesulitan menelan dan

Page 14: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

bernafas. Infeksi ini menyebar dengan cepat dan luas, dapat mengakibatkan

obstruksi saluran pernafasan sehingga dapat menimbulkan kematian.

Gambar 5. Abses submandibular

4.Spasium sublingual, dasarnya dibatasi oleh muskulus milohyoideus, lateral

dibatasi oleh prosesus alveolaris mandibula dan bagian medial dibatasi oleh

muskulus genioglosus dan geniohyoideus. Bagian atap berbatasan dengan dasar

mulut dan lidah. Secara klinis infeksi pada spasium sublingual memperlihatkan

pembengkakan ekstra oral yang kecil atau tidak memperlihatkan pembengkakan,

namun pembengkakan terlihat pada dasar mulut pada sisi yang terkena. Infeksi

pada spasium sublingual bilateral mengakibatkan lidah terangkat. Bagian posterior

sublingual berhubungan dengan spasium submandibula.

Page 15: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 6 Abses sublingual

c. Spasium sekunder wajah

Infeksi pada daerah spasium fasial sekunder dapat terjadi sebagai akibat

dari infeksi pada daerah fasial primer yang tidak dirawat. Jika spasia ini terlibat,

infeksi sering akan menjadi lebih parah, disebabkan karena semakin besarnya

komplikasi dan kerusakan, dan juga perawatannya akan semakin sulit. Karena

sedikitnya suplai darah pada jaringan konektif disekitar spasia, perawatan infeksi

akan semakin sulit tanpa dilakukan pembedahan sebagai drain eksudat purulen.

(Peterson: 2003)

1. Spasium masseter, terletak antara bagian lateral mandibula dan medial

muskulus masseter. Masuknya infeksi ke spasium ini karena penyebaran

dari spasium bukal atau infeksi dari molar ketiga mandibula. Infeksi pada

spasia ini berasal dari gigi molar tiga mandibula, dan merupakan kasus

yang jarang terjadi, yaitu karena perpindahan perjalanan dari abses. Infeksi

pada spasium ini mempunyai ciri-ciri berupa edema dengan tekanan yang

sangat sakit pada regio otot masseter, yang meluas dari batas posterior dari

Page 16: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

ramus mandibula hingga tepi anterior dari otot masseter. Selain itu tampak

juga trismus dan sudut dari mandibula tidak dapat dipalpasi. Secara

intraoral, tampak edema pada daerah retromolar dan pada bagian anterior

dari ramus. Abses ini jarang berfluktuasi, dan dapat juga timbul gejala

sistemik.

Gambar 7. Abses submasseter

2. Spasium pterigomandibular, terletak di sebelah lateral muskulus

pterigomandibula medialis dan medial mandibula. Merupakan tempat

injeksi anestesi lokal untuk blok saraf alveolaris inferior. Penyebaran

infeksi terutama berasal dari spasium submandibula dan sublingual.

Page 17: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 8. Spasium pterigomandibular

Penyebab utama abses pada spasia ini adalah infeksi dari gigi molar tiga

atau akibat dari suatu blok nervus alveolaris inverior, jika sisi penetrasi dari

needle terinfeksi (pericoronitis). Gejala klinis pada infeksi spasium ini

adalah trismus yang parah dan sedikit edema ekstraoral yang tidak

biasanya tampak pada sudut mandibula. Secara intraoral, edema dari

palatum lunak tampak pada sisi yang terinfeksi sehingga terjadi

perpindahan tempat dari uvula dan dinding faringeal lateral.

3. Spasium temporal superfisial dan dalam, terletak posterior dan superior

spasium pterigomandibula dan lateral muskulus pterigomandibula.

Spasium ini membelah muskulus temporalis menjadi dua bagian, bagian

superfisialis yang meluas ke fasia temporal dan bagian dalam yang

berhubungan dengan spasium infratemporal.

Page 18: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 9. Spasium temporalis

Infeksi pada spasium temporalis disebabkan oleh perluasan dari infeksi pada

spasium infratemporalis yang saling berhubungan. Gejala klinis ditandai

dengan edema yang sakit pada fascia temporalis, trismus (temporal dan

muskulus pterygoid mediana terlibat), dan sakit saat palpasi pada edema.

4. Spasium faringeal lateral, merupakan bagian spasium fasial servikal dan

dapat mengancam nyawa dengan adanya obstruksi saluran nafas. Perluasan

ke arah posterior dan spasium pterigomandibula dapat menyebar ke

spasium faringeal lateral. Spasium ini meluas dari dasar tengkorak pada

tulang sphenoid ke inferior menuju tulang hyoid. Bagian medial dibatasi

oleh muskulus pterigoideus medialis dan bagian lateral oleh muskulus

konstriktor faringeus superior. Bagian anterior berbatasan dengan rafe

Page 19: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

posteromandibula dan menuju fasia prevertebra. Prosesus stiloideus dan

muskulus-muskulus sekitarnya membagi spasium faringeal lateral menjadi

kompartemen anterior yang berisi muskulus dan kompartemen posterior

yang berisi sarung karotis dan saraf kranial.

Spasium ini mengandung arteri carotid interna, vena jugularis interna

dengan beberapa pembuluh limfe, nervus glossofaringeal, nervus vagus,

nervus hypoglossus dan nervus asesorius. Ini berhubungan langsung

dengan spasium submandibula, serta otak melalui foramen kranium. Infeksi

pada daerah ini dapat berasal dari gigi molar tiga dan sebagai akibat

perluasan infeksi spasium submandibula dan pterygomandibula. Gejala

klinis dari infeksi ini adalah edema ekstra oral pada bagian letaral dari leher

yang mungkin dapat meluas ke tragus dari telinga, perubahan posisi dari

dinding faring, tonsil dan uvula membengkak sehingga tampak ke midline,

rasa sakit yang menyebar ke telinga, trismus, susah menelan, peningkatan

suhu yang signifikan dan malaise.

Page 20: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 10. Spasia faringeal lateral, terletak antara M. pterigoideus lateral

dan M. konstriktor faringeal superior. Spasia retrofaringeal dan spasia

prevertebral terletak antara faring dan kolumna vertebral. Spasia

retrofaringeal terletak antara M. konstriktor faringeal superior dan portio

alar fascia prevertebral. Spasia prevertebral terletak antara alar dan lapisan

prevertebral dari fascia prevertebral (Peterson, 2003).

5.Spasium retrofaringeal, terletak di belakang faring, antara muskulus

konstriktor faringeal superior dan lapisan alar fasia servikal dan berawal

dari dasar tengkorak meluas ke inferior setinggi servikalis 7 atau torakalis.

Infeksi spasium ini merupakan jalur penyebaran ke spasium prevertebra

dan ke diafragma. Infeksi pada spasium ini mudah menyebar ke atas

melaui foramen menuju otak dan berjalan ke bawah melalui selubung

karotis sampai ke mediastinum. Etiologi dari infeksi pada spasium ini

Page 21: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

adalah infeksi yang berasal dari spasium lateral faringeal yang saling

bersebelahan. Gejala klinis sama dengan yang ditemukan pada abses

faringeal lateral secara klinik, kesulitan dalam pengunyahan yang

disebabkan oleh edema pada dinding posterior dari faring. Jika infeksi ini

tidak dirawat maka akan mengakibatkan obstruksi traktus respiratorius atas,

ruptur bses sehingga terjadi aspirasi dari pus ke dalam paru-paru, dan

perluasan ke daerah mediastinum.

6.Spasium prevertebra, spasium ini meluas dari tuberkel faringeal pada

dasar tengkorak sampai diafragma. Infeksi pada spasium ini dapat meluas

ke inferior setinggi diafragma mencakup torak dan mediastinum.

Gambar 11. Jika spasia retrofaringeal terlibat, mediastinum

posterosuperior dapat juga menjadi terinfeksi sekunder. Jika spasia

prevertebral terinfeksi, tepi inferior merupakan diafragma dan juga

seluruh mediastinum beresiko ikut terinfeksi (Peterson, 2003).

Page 22: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2.12 Menentukan Rencana Perawatan

Pada beberapa pasien, infeksi odontogenik yang dialaminya dapat

mengancam jiwa dan harus ditangani dengan pengobatan dan pembedahan yang

lebih cepat. Jika tidak dilakukan dengan cepat dan adekuat dikhawatirkan akan

berujung kematian dan memperberat kondisi infeksi.

Indikasi untuk perawatan khusus di rumah sakit adalah untuk pasien

dengan infeksi odontogenik yang berat. Demam yang terus meningkat akan

meningkatkan kebutuhan metabolisme dan kehilangan cairan, yang berujung pada

dehidrasi. Dehidrasi secara klinis terlihat melalui kulit yang kering, bibir pecah-

pecah, kehilangan turgor kulit, dan membran mukosa yang kering.

Infeksi pada spasia yang dalam dengan derajat keparahan yang sedang

atau berat dapat menghambat akses terhadap jalan napas. Oleh karena itu, maka

infeksi odontogenik yang melibatkan spasia mastikator, spasia perimandibular

atau spasia yang dalam merupakan indikasi untuk rawat inap.

Berikut adalah kondisi yang merupakan indikasi untuk rawat inap :

- Infeksi yang sangat progresif

- Adanya kesulitan bernafas

- Adanya kesulitan menelan

- Infeksi melibatkan fascia orofasial

- Peningkatan suhu lebih dari 38 derajat celcius

- Trismus yang berat (kurang dari 10 mm)

- Kondisi toksisitas

- Kondisi pasien yang lemah (Compromised patient)

Page 23: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2.13 Melakukan Intervensi Bedah

Prinsip prinsip tindakan bedah pada infeksi odontogenik akut adalah sebagai

berikut:

1. Drainase pus yang terbentuk dalam jaringan dapat dilakukan melalui :

a. Saluran akar

b. Insisi intra oral

c. Insisi ekstra oral

d. Alveolus soket gigi yang telah diekstraksi

Tanpa evakuasi pus, bila hanya dilakukan pemberian antibiotik, maka

tidak dapat mengurangi infeksi dengan cepat.

2. Open bur gigi yang menjadi fokus infeksi saat fase awal inflamasi, untuk

mengeluarkan cairan eksudat lewat saluran akar. Dengan cara ini maka

penyebaran inflamasi dapat dihindari dan mengurangi rasa sakit yang

diderita pasien. Drainase dapat pula dilakukan lewat trepanasi tulang

ketika saluran akar tidak dapat diakses.

3. Antisepsis daerah yang akan diinsisi dengan cairan antiseptik.

4. Anestesi daerah yang akan diinsisi dengan teknik anestesi blok yang

dikombinasikan dengan infiltrasi di daerah tepi inflamasi, untuk

menghindari mikroba menyebar ke daerah yang lebih dalam.

5. Rencanakan daerah insisi agar :

a. Dapat dihindari kerusakan duktus kelenjar liur, pembuluh darah besar

dan saraf.

Page 24: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

b. Dapat menghasilkan drainase yang baik. Insisi dilakukan superfisial,

pada daerah paling rendah dari akumulasi pus untuk mengurangi rasa

sakit dan dapat membantu pengeluaran pus dengan gravitasi.

c. Insisi tidak dilakukan pada daerah yang dapat mengganggu estetik, jika

memungkinkan insisi dilakukan intra oral.

6. Insisi drainase dilakukan pada saat yang tepat, yaitu saat pus telah

terbentuk pada jaringan lunak dan flukstuasi (+), yaitu saat dipalpasi akan

terasa cairan yang bergerak dalam rongga abses. Jika insisi dilakukan

prematur, biasanya hanya akan mengeluarkan sedikit darah, tanpa

pengurangan rasa sakit pasien dan edema tidak berkurang.

7. Jika lokasi pus dalam jaringan lunak tidak dapat ditentukan ( saat fluktuasi

(-)) insisi drainase dilakukan pada daerah yang paling lunak saat palpasi,

daerah yang lebih merah, dan daerah paling sakit saat ditekan. Fluktuasi

dapat dipercepat dengan kumur air hangat.

8. Hindari kompres hangat ekstraoral untuk mencegah drainase spontan

ekstraoral.

9. Drainase awal dilakukan menggunakan hemostat yang dimasukkan dalam

lubang insisi dengan paruh hemostat ditutup, lalu paruh di lebarkan saat

hemostat berada dalam lubang insisi dan selanjutnya lakukan eksplorasi.

Sasat diseksi tumpul tersebut dilakukan daerah sekitar insisi dipijat

perlahan untuk mengeluarkan pus.

10. Tempatkan drain ke dalam lubang insisi.

Page 25: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

11. Ekstraksi gigi penyebab secepatnya apabila gigi tersebut tidak dapat

dipertahankan lagi dan apabila pencabutan gigi merupakan kontra indikasi

bagi pasien.

12. Berikan antibiotik ketika pembengkakan telah meluas, terutama bila

terjadi demam dan infeksi menyebar ke spasia.

Gambar 2.4. Insisi drainase sublingual dan palatal

Incision for drainage of a sublingual abscess. The incision is performed parallel to the submandibular duct

and the lingual nerve

Incision for drainage of a palatal abscess, parallel

to the greater palatine vessels

Incisions for drainage of asubmandibular or parotid (a), and a submasseteric(b) abscess. During cutaneousincisions, the course of the facial artery andvein must be taken into

consideration (a),as well as that of the facial nerve (b)

Page 26: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

2.14 Perbaikan Keadaan Umum

Penatalaksanaan medis pada penderita infeksi odontogenik yang berat

meliputi hidrasi yang adekuat, asupan nutrisi dan kontrol suhu tubuh. Pada

beberapa kasus, keseimbangan elektrolit dan kontrol penyakit sistemik merupakan

hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan terapi infeksi. Demam dengan

suhu dibawah 39,4oC dipertimbangkan masih menguntungkan bagi tubuh itu

sendiri dikarenakan kenaikan suhu tubuh yang ringan meningkatkan aktivitas

fagositosis, meningkatkan aliran darah ke daerah yang terinfeksi, meningkatkan

metabolisme dan fungsi antibodi. Namun apabila suhu melebihi 39,4o dapat

Diagrammatic illustrations showing the incision of an intraoral abscess and the placement of a hemostat to facilitate the drainage of pus

Diagrammatic illustrations showing the placement of a rubber drain in the cavity

and stabilization with a suture on one lip of the incision

Page 27: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

menyebabkan meningkatnya metabolisme dan kardiovaskular melebihi kebutuhan

biasanya. Energi yang tersimpan dapat terkuras dan kehilangan cairan semakin

banyak. Hidrasi yang adekuat merupakan metode yang paling tepat untuk

penanggulangan demam. Sensible fluid loss meningkat 250 ml per derajat

peningkatan suhu saat demam. Sedangkan Insensible fluid loss meningkat 50 – 75

ml per derajat peningkatan suhu demam. Demam juga meningkatkan kebutuhan

metabolisme hampir 5 – 8 % per derajat per hari. Oleh karena itu penting untuk

menambah intake suplemen pasien, baik dengan pemberian suplemen hingga

bahkan dengan menggunakan nutrisi enteral lewat feeding tube.

Penatalaksanaan kontrol demam yang lain adalah penggunaan

asetamenofen atau aspirin. Dapat dilakukan juga kompres hangat atau lap badan

dengan alkohol.

2.15 Pemilihan Obat Antibiotik

Jenis antibiotik yang biasa digunakan dalam penatalaksanaan perawatan

infeksi tercantum dalam tabel berikut ini :

Tingkat keparahan infeksi

Antibiotika pilihan Antibiotik alternative

(bila alergi penisilin)

Ringan Penisilin

Klindamisin

Sefaleksin

Klindamisin

Moksifloksasin

Metronidazol

Berat Klindamisin Klindamisin

Page 28: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Ampisilin + Metronidazol

Ampisilin + Sulbaktam

Sefalosporin gen. III (iv)

Moksifloksasin

Metronidazol

Pilihan antibiotika tersebut dipakai sebelum ada hasil laboratorium kultur

resistensi. Pemeriksaan kultur harus dilakukan bila infeksi sudah berat dan dapat

mengancam jiwa.

Pasien dengan infeksi ringan biasanya akan memberikan respon yang baik

dengan pemberian penisilin per oral. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

hal pengurangan rasa sakit maupun pembengkakan selama 7 hari masa terapi

antara penisilin dengan jenis antibiotic lain seperti klindamisin, amoksisilin,

amoksisilin-klavulanat maupun sefradine. Penisilin masih merupakan antibiotik

yang paling efektif untuk infeksi odontogenik tanpa komplikasi, selain itu harga

murah dan mempunyai efek samping yang minimal.

Untuk penanganan infeksi berat, dimana pasien dirawat di rumah sakit,

penisilin bukanlah antibiotik pilihan karena tingkat kegagalan yang tinggi.

Biasanya untuk keadaan tersebut dipakai klindamisin. Resistensi terhadap

penisilin dikarenakan sintesa β-laktamase. Hampir 25% strain Prevotella dan

Phorphyromonas mampu mensintesa enzim ini. Enzim ini ditemukan pula pada

bakteri jenis Fusobakterium dan Streptokokus. Streptokokus anginosus, S.

konstelatus dan S. intermedius merupakan bagian dari S. viridans yang mana

merupakan grup S. milleri. Grup S. milleri merupakan jenis bakteri yang sering

ditemukan pada abses odotogenik yang mana masih sensitive terhadap penisilin

Page 29: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

natural dan semisintetik seperti penisilin V dan amoksisilin. Namun antibiotik

penisilin + β laktamase inhibitor, seperti ampisilin + sulbaktam atau penisilin +

metronidazol merupakan obat alternative pilihan untuk infeksi odontogenik yang

berat. Penisilin dan metronidazol mampu melewati blood brain barrier.

Sedangkan klindamisin tidak dapat menembusnya. Sehingga penggunaan penisilin

+ metronidazol atau penisilin + sulbaktam merupakan pilihan terbaik jika infeksi

odontogenik diperkirakan dapat meluas ke rongga cranial. Beberapa jenis

sefalosporin dan sefalosforin generasi III seperti ceftadizine mampu menembus

blood brain barrier. Ceftadizine juga sangat efektif melawan steptokokus dan

hampir semua bakteri anaerob oral. Moksifloksasin mampu melawan streptokokus

oral dan bakteri anaerob lain. Dapat diabsorpsi dengan baik lewat pemberian PO

maupun IV. Meski metronidazol hanya efektif melawan bakteri anaerob, namun

dapat berhasil baik apabila pemberian obat disertai dengan terapi bedah seperti

insisi.

2.16 Pemberian Antibiotik dengan Tepat

Antibiotik yang efektif mampu menembus bermacam jaringan tubuh.

Kadar antibiotik dalam jaringan tubuh tergantung dari kadar antibiotik dalam

serum, yang mana antibiotik harus mampu memberikan kadar terapi di jaringan

lunak, tulang, otak dan kavitas abses. Antibiotik yang diberikan PO harus mampu

bertahan melewati asam lambung, sifat kimia dari makanan dan acid intestinal

track. Setelah antibiotik diserap lambung atau mukosa usus, maka akan

dimetabolisme di hati dan sebagian akan dieksresikan lewat empedu. Sebagian

antibiotik yang diekresikan akan diserap kembali oleh usus menghasilkan

Page 30: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

enteropatik resirkulasi. Oleh karena alasan tersebut, maka kadar antibiotik dalam

serum yang diberikan PO akan lebih rendah dari kadar antibiotik yang diberikan

IV.

Namun beberapa jenis antibiotik sama efektifnya baik diberikan secara IV

maupun PO, contohnya moksifloksasin dan ciprofloksasin. Oleh karena itu

antibiotik jenis ini tidak pernah diberikan secara IV kecuali ada kontraindikasi

pemberian secara PO.

2.17 Evaluasi Keadaan Pasien

Pasien infeksi ringan yang telah mendapat terapi disertai pencabutan gigi

maupun insisi drainase sebaiknya kontrol dalam waktu 2 hari post operative.

Untuk pasien dengan infeksi berat yang dirawat di rumah sakit diperlukan

evaluasi dan penanganan luka. Setelah 2 – 3 hari post operative biasanya akan

terdapat perbaikan tanda klinis, seperti pembengkakan yang mereda, drainase

yang mengering, menurunnya kadar sel darah putih dan menurunnya malaise.

Pada saat ini uji kultur bakteri telah ada hasil, hingga terapi dapat dilanjutkan

dengan tipe antibiotik yang lebih tepat

Apabila tidak terdapat perbaikan tanda-tanda klinis, mungkin ada

kegagalan perawatan. Hal yang dapat menyebabkan gagalnya suatu perawatan

adalah :

1. Prosedur bedah yang inadekuat.

2. Menurunnya pertahanan tubuh.

3. Foreign bodies

Page 31: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

4. Problem antibiotik :

- Pasien tidak patuh

- Dosis obat terlalu rendah

- Salah diagnosa bakteri

- Salah antibiotik

Page 32: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Tabel 3.1. Identitas Pasien

Nama An. A IlhamJenis Kelamin Laki-lakiUmur 7 tahunAlamat Kp. CipendeuyAgama IslamStatus Belum KawinNRM 1400009621Waktu Masuk Jumat, 28 Maret 2014 (07.30 WIB)

3.2. Anamnesa

3.2.1. Keluhan Utama

Pembengkakan dan nyeri pada rahang bawah kiri.

3.2.2. Pemeriksaan Subjektif

Pasien anak laki-laki usia 7 tahun dikonsulkan dari RSUD Soreang dengan

keluhan pembengkakan dan nyeri pada rahang bawah kiri. ±5 hari SMRS pasien

mengeluhkan sakit gigi rahang bawah kiri, pasien lalu berobat ke mantri di daerah

Tanjung dan diberi dua macam obat (pasien lupa nama obatnya). Pada ±3hari

SMRS timbul pembengkakan pada rahang bawah kiri disertai dengan demam dan

kejang lalu pasien berobat ke RSUD Soreang dan dirawat inap selama dua hari,

disana dilakukan pemasangan infus dan pemberian obat suntikan (Cefotaxime,

Metronidazole) serta obat sirup (Paracetamol), karena pembengkakan semakin

meluas hingga ke bawah dagu pasien lalu dirujuk ke RSHS.

Page 33: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

3.3. Pemeriksaan Objektif

3.3.1. Tanda Vital

K: CM N: 96x/menit S: 37,8ºC R: 23x/menit

3.3.2. Status Generalisata

- Kulit : turgor (+)

- Kepala : wajah asimetris, pembengkakan a.r Submandibula Sn et

Submental,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

- Leher : JVP tidak meninggi, KGB Submandibula ka teraba,tidak sakit, ki

tdn

- Thorax : B/G simetris, VBS ka=ki, Rh -/-, Wh -/-

BJ murni reguler

- Abdomen: datar lembut, BU (+) N

- Ekstremitas: akral hangat (+) CRT < 2”

3.3.3. Status Lokalisata

- Ekstra Oral

Wajah asimetris, pembengkakan a.r Submandibula Sn yang meluas ke

Submental, uk 7x5x3 cm, warna lebih merah dari jaringan sekitar, suhu febris,

batas jelas, terlokalisir, fluktuasi (+), nyeri tekan (+).

Page 34: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar. 3.1. Profil ekstra oral pasien. Terlihat pembengkakan pada daerah Submandibula kiri dan Submental

- Intra Oral

Lidah : Terangkat Vestibulum : TAK

Dasar mulut : Odem Bibir : TAK

Gingiva : Oedem + hyperemia Palatum : TDN

M. bukal : TAK Tonsil : TDN

Gambar 3.2. Gambaran Intra Oral

Page 35: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

6 V IV III II 1 1 II III IV V 6

6 V IV III II 1 1 II III IV V 6

3.3.4. Pemeriksaan Penunjang

- Foto Thorax

Gambar 3.3. Foto Thorax. Kesan: Tidak tampak TB paru aktif, tidak tampak kardiomegali

- Foto Panoramik

Diagram 1.1. Status Gigi Geligi

Pembukaan mulut ±1cm

CP CM

Page 36: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 3.4. Foto Panoramik

- Hasil Pemeriksaan Lab Lengkap

Tabel 3.2.Pemeriksaan Lab Lengkap

Pemeriksaan Hasil NormalPT 12,8 10,2-14,2 detikINR 2,05 0,84-1,16 detikAPTT 25,3 16,3-36,3 detikHb 13,5 11,5-15,5 g/dLHt 40 35-45%Leukosit 20.300 4500-13.500 mm3

Eritrosit 5,45 4,19-5,96 juta/uLTrombosit 212.000 150.000-450.000/mm3

SGOT 36 L: <50 U/L 37ºCSGPT 22 L: <50 U/L 37ºCUreum 34 15- 50 mg/ dLKeratinin 0,41 L : 0,7-1,2 mg/dLGDS 111 <140 mg/dLNa 124 135-145mEq/LK 4,1 3,6-5,5 mEq/L

Page 37: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

3.4. Diagnosis

Abses Submandibula Sn yang meluas ke Submental dan Sublingual e.c

GR gigi 75

3.5. Diagnosis Banding

Ludwig’s Angina

3.6. Tindakan IGD BM

- Lab Lengkap, PT-APTT

- Foto thorax, foto panoramik

- O2 nasal canul 3liter/menit

- IVFD NaCl rehidrasi sedang

6 jam I (08.00-14.00) 960 cc/6jam (40 gtt/mnt)

- Initial urine 250 ml

- Tapping pus 2 cc kultur resistensi

- Konsul IKA

- R/ Metronidazole inf 120 mg

Cefotaxime inj 750 mg

Ranitidine inj 15 mg

Antrain inj 160 mg

- Insisi drainase EO pus ±10 cc

- Ekstraksi gigi 75

- Pemasangan penrose drain + verban

Page 38: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Gambar 3.4. Tindakan insisi drainase pus a.r. Submandibula Sn dan Submentale

Gambar 3.5. Post treatment

Page 39: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

3.7. Saran

- Observasi NSR

- Diet REE X SF : 1300 kkal tdd makan lunak 3X,Susu 2X

- IVFD RL rehidrasi sedang

18 jam II (05.00-23.00) 1728 cc/18jam (24 gtt/mnt)

- R/ Metronidazole inf 3x 120 mg

Cefotaxime inj 3 x 750 mg

Antrain inj 2 x 160 mg

Ranitidine inj 2 x 15 mg

- Cek produksi urin tamping

- Latihan buka tutup mulut dengan stik es krim

- Kumur-kumur hexetidine gargle setiap habis makan

- Spooling IO dengan NaCl 0,9 %

- GV 2x/ hari

- Ganti penrose POD III tgl 31/3/2014

- Pro penambalan gigi 84, 85 di poli gimul bagian pedodontik pada hari dan

jam kerja

Page 40: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

BAB V

DISKUSI

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari

gigi yang berhubungan dengan patologi. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri yang

mencapai jaringan lebih dalam yaitu melalui nekrosis pulpa dan soket periodontal

yang dalam. Pada kasus ini, infeksi terjadi melalui gigi 75 yang sudah tersisa akar

dengan diagnosa gangren radiks dan sudah terbentuk abses pada submandibular

sinistra yang meluas ke submentale dan sublingual.

Penyebaran infeksi terjadi melalui foramen apikal yang berawal dari

kerusakan gigi, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal. Terdapat

tiga tahap penyebaran infeksi yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang

menyangkut spasium dan tahap yang lebih lanjut.

Dalam kasus ini periodontitis apikalis kronis yang diakibatkan oleh

gangren radiks gigi 75 mengakibatkan terjadinya abses dimana pasien merasakan

bengkak,nyeri dan demam karena pada saat tersebut terjadi proses inflamasi pada

area tersebut lalu pembengkakan semakin besar dalam waktu 3 hari. Proses

penyebaran ini terjadi karena adanya pengikisan pada infeksi yang menembus

sampai ke tulang paling tipis sehingga mengakibatkan infeksi pada jaringan

sekitar (jaringan yang berbatasan dengan tulang) dalam kasus ini spasium mentale

dan sublingual.

Page 41: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

Pada pemeriksaan klinis ditemukan benjolan pada bagian pipi kiri, bawah

dagu dan di bawah lidah dengan konsistensi keras, permukaan licin, fluktuasi (+),

warna lebih merah dari jaringan sekitar dan nyeri saat ditekan. Hal ini sejalan

seperti yang dikatakan oleh Pederson (2003), bahwa infeksi kronis sering ditandai

dengan ketidaknyamanan dalam bebrbagai tindakan dan reaksi ringan dari

jaringan sekitarnya, misalnya edema, kemerahan, rasa sakit tekan, dan manifestasi

sistemik periodik yaitu: demam, dan lemah badan.

Perawatan yang dapat dilakukan dalam kasus ini adalah insisi drainase

dimana abses seudah menyebar ke tiga spasium dan dikhawatirkan bisa

menghambat akses terhadap jalan nafas. Drainase pus dilakukan dengan cara

insisi ekstra oral dan pencabutan gigi 75. Setelah itu dipasang penrose drain dan

verban untuk membantu pengeluaran pus. Pasien juga diberikan obat antibiotik

Metronidazole dan Cexotaxime injeksi karena antibiotik ini memiliki spectrum

yang luas dalam hal ini yang ingin dieliminasi adalah bakteri anaerob. Lalu

diberikan obat anti inflamasi Antrain yang tergolong dalam NSAIDs (Non-

Steroids Anti Inflammatory Drugs) untuk mengurangi pembengkakan.

Pasien lalu dirawat inap selama beberapa hari dan diobservasi vital

signnya karena dikhawatirkan terjadinya penyebaran abses yang lebih luas

sehingga mengganggu sistem respirasi dan lainnya. Lalu verban diganti dua kali

sehari dan dilihat banyaknya pus yang keluar dari hasil insisi drainase tersebut.

Dua minggu pasien datang untuk kontrol ke poli Bedah Mulut untuk membuka

jahitan dan mengevaluasi penurunan pembengkakan yang ada dan hasilnya

pembengkakan sudah minimum dan tidak dikeluhkan rasa nyeri.

Page 42: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

BAB V

KESIMPULAN

Infeksi odontogenik merupakan hal yang sering terjadi dan sering pula

menimbulkan kegawatdaruratan. Hal ini bisa terjadi karena spasium-spasium

fasial memiliki dinding yang tipis yang hanya dibatasi oleh jaringan ikat sehingga

infeksi yang terjadi bisa menyebar dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik.

Dokter gigi harus tau cara-cara menangani infeksi dan bisa melakukan tindakan

agar infeksi ini tidak mengakibatkan kematian pada pasien.

Selain penatalaksanaan yang tepat, pemberian obat antibiotik dan

analgesik juga diperlukan pada perawatan infeksi karena sebelum infeksi meluas

ke spasium lebih baik diberhentikan proses penyebarannya dengan obat dan

menghilangkan sumber infeksi tersebut.

Page 43: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, D. 2007. Oral Surgery. Philadelphia : Springer.

Peterson Larry J, D.D.S., M.S . 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial

Surgery. Fouth Edition. Mosby. St. Louise. p 367-376.

Topazian dkk. 2004. Oral and Maxillofasial Infection, 4 rd ed., WB saunders company,

Philadelphia, USA. p. 157-176.

Page 44: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

INFEKSI ODONTOGENIK( Laporan Kasus)

Oleh :Abu Ubaidah bin Zainal Arifin

160112130520

Pembimbing :DR. Mantra Nandini, drg. Sp. BM (K). MARS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI

Page 45: Diskusi Kasus Infeksi Odontogenik

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2014