crs demensia post stroke - edit
DESCRIPTION
case demensiaTRANSCRIPT
Case Report Session
DEMENSIA PASCA STROKE
Oleh:
Oleh :
Cut Mutiara Sabrina
1010313071
Pembimbing:
Prof. DR. dr. Darwin Amir, Sp, S (K)
dr. Syarif Indra, Sp. S
BAGIAN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS. DR. M. DJAMIL PADANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Demensia adalah terjadinya deteriorasi semua kemampuan kognitif atau
intelektual yang mengganggu aktivitas fisik sehari – hari dengan atau tanpa
gangguan kesadaran atau persepsi.1,2 Selain gangguan memori, kemampuan mental
lain juga terganggu, seperti kemampuan berbahasa, visuospasial, kalkulasi,
keputusan, dan pemecahan masalah.1
Demensia vaskuler adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskuler, salah satunya demensia pasca stroke.1 Stroke merupakan
prediktor kuat terjadinya demensia, sebanyak 25% pasien menderita demensia
setelah serangan pertama atau serangan berulang stroke.3 Demensia vaskuler
merupakan penyebab demensia kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer, yaitu
sebanyak 40%.4,5 Insidensi penyakit ini sebesar 2,5 per 1000 orang pertahun.
Prevalensi di negara Barat sebesar 1,5%, meningkat seiring dengan usia, dan lebih
sering diderita laki – laki dibandingkan perempuan.4
Demensia pasca stroke bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu sindrom
klinis, dan merupakan salah satu penyebab ketergantungan pada pasien pasca
stroke, sehingga diperlukannya pengenalan dan pencegahan terjadinya demensia
pasca stroke, terutama pada pasien dengan stroke berulang. 6,7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demensia adalah terjadinya deteriorasi semua kemampuan kognitif atau
intelektual yang mengganggu aktivitas fisik sehari – hari dengan atau tanpa
gangguan kesadaran atau persepsi.1,2 Demensia pasca stroke adalah demensia yang
disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler.4 Pada DSM-V, istilah demensia diganti
menjadi gangguan neurokognitif yang dibagi menjadi gangguan neurokognitif
mayor dan minor, dibedakan dari ada atau tidaknya hambatan pada aktivitas fisik
sehari- hari.8
2.2. Epidemiologi
Demensia vaskuler merupakan penyebab demensia kedua terbanyak setelah
penyakit Alzheimer, yaitu sebanyak 40%.4,5 Sebanyak 20 – 30% pasien
didiagnosis menderita demensia vaskuler dalam 3 bulan setelah terjadinya stroke.8
Insidensi penyakit ini sebesar 2,5 per 1000 orang pertahun. Prevalensi di negara
Barat sebesar 1,5%, meningkat seiring dengan usia, dan lebih sering diderita laki
– laki dibandingkan perempuan.4 Di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 0,2%
pasien berusia 65 – 70 tahun menderita demensia pasca stroke.8 Berdasarkan
penelitian Qu tahun 2015, prevalensi demensia pasca stroke di China adalah
sebesar 48,91 %. 7
2.3. Faktor Risiko
2
a. Usia
Faktor utama demensia pasca stroke. Pada sebuah penelitian di New York,
sebanyak 15% pasien stroke usia 60 – 69 tahun menderita demensia, 26 %
pada usia 70 – 79 tahun, dan 36% pada usia >80 tahun.7,9,10
b. Tingkat pendidikan rendah9
c. Tingkat dependensi
Demensia pasca stroke lebih sering terjadi pada pasien yang dependen
sebelum menderita stroke.9
d. Penurunan kemampuan kognitif prestroke9
e. Hipertensi arterial
Sebuah penelitian (PROGRESS) menyatakan bahwa semakin tinggi tekanan
darah, maka semakin besar pula risiko terjadi demensia pasca stroke.
Penurunan tekanan darah pada pasien dengan riwayat stroke atau transient
ischemic attack (TIA) dapat menurunkan risiko terjadinya demensia pasca
stroke. 9
f. Diabetes mellitus9
g. Fibrilasi atrium7,9
h. Infark miokard7,9
i. Gangguan hypoxic–ischaemic, seperti epilepsi, sepsis, aritimia, dan gagal
jantung.9
j. Riwayat stroke sebelumnya7
2.4. Klasifikasi
3
Klasifikasi gangguan neurokognitif berdasarkan DSM – 5 adalah sebagai
berikut.7
a. Alzheimer’s Disease
Alzheimer’s Disease (AD) merupakan jenis demensia yang paling banyak
ditemukan. Prevalensi AD diperkirakan sebanyak 5% pada pasien berusia 60
tahun dan hampir mencapai 50% pada pasien berusia >85 tahun.6
b. Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskuler, dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : 1
- Multi-infarct dementia
- Diffuse white matter disease (disebut juga leukoaraiosis, subcortical
arteriosclerotic leukoencephalopathy, atau Binswanger’s disease).
c. Dementia dengan Lewy Bodies
d. Degenerasi Lobus Frontotemporal
e. Traumatic Brain Injury
f. Penggunaan obat – obatan
g. Prion’s disease
h. Parkinson’s disease
i. Huntington’s disease
j. Infeksi HIV
k. Akibat kondisi medis lain
l. Akibat etiologi multipel
4
2.5. Etiologi dan Patofisiologi
Letak kerusakan jaringan otak merupakan faktor yang lebih terhadap fungsi
kognitif dibandingkan dengan volume jaringan yang rusak.4
a. Infark atau Perdarahan Tunggal dengan Letak Strategis
Infark atau perdarahan tunggal, jika terletak strategis pada regio otak yang
penting, seperti lobus frontal dorsolateral, nukleus kaudatus, globus pallidus,
atau thalamus, dapat menyebabkan demensia vaskuler. Sebagai contoh, infark
atau perdarahan dorsomedial thalamus akibat oklusi cabang thalamoperforate
dari a. serebri posterior, dapat menimbulkan gejala berupa hilangnya memori,
gerak yang melambat, apati, dan kelumpuhan okular. 4
b. Infark atau Perdarahan Multipel
Infark atau perdarahan yang terletak pada korteks atau subkorteks dapat
menyebabkan demensia tipe ‘korteks’ dengan gejala berupa amnesia, afasia,
apraxia, dan agnosia. Infark biasanya terjadi akibat tromboemboli dari jantung
atau arteri – arteri besar pada cabang – cabang a. serebri anterior, media, dan
posterior. Dapat juga berasal dari pembuluh darah kecil seperti
mikroatheroma.4
c. Infark Difus Substantia Alba
Disebut juga sebagai subcortical arteriosclerotic leukoencephalopathy, atau
Binswanger’s disease. Terjadi difus atau multifokal, sering periventrikuler,
area – area demielinisasi, kehilangan akson, gliosis reaktif di substantia albat,
mungkin terjadi karena anoksia akibat perubahan arteriosklerotik (hialinisasi,
fibrosis, penebablan) pada end arteries dan arteriol di periventrikel.
Ditemukan sebanyak 80%, berkaitan dengan hipertensi, penyakit jantung, dan
5
diabetes. Hal ini diduga menyebabkan demensia dengan cara memutus jalur
antara korteks dan subkorteks.4
Gambar 1. Mekanisme utama gangguan kognitif pasca stroke. AD, Alzheimer’s disease; WML, white matter lesion; CMB, cerebral microbleed; VCI, vascular cognitive impairment. 11
2.6. Gejala Klinik
Gejala demensia vaskuler pada umumnya muncul tiba – tiba dan terjadi
secara bertahap, terutama pada multi-infarct dementia. 1,6 Sementara itu, pada
Binswanger’s disease biasanya disertai dengan disfungsi kandung kemih atau
kelainan cara berjalan. 6
Gejala – gejala demensia vaskuler antara lain adalah hilangnya memori,
gangguan berbahasa, perubahan visuospasial, dan kurangnya pengertian (insight),
menyerupai gejala yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. 6 Gangguan kognitif
pada demensia vaskuler lebih sering berupa subkortikal, yaitu konsentrasi yang
menurun, sering lupa, inersia, lambat dalam berpikir (bradifrenia), apati, dan
gangguan fungsi eksekutif (kemampuan untuk inisiasi, perencanaan, dan
organisasi). 1,6 Dapat juga ditemui gangguan kejiwaan seperti kebingungan ringan,
anxietas, psikosis, ataupun depresi. 1,6
Selain gejala – gejala diatas, juga ditemukan gejala motorik berupa
gangguan cara berjalan, kelemahan 1 sisi tubuh, atau diskoordinasi pada 1 atau
6
lebih ekstremitas. Seiring dengan perjalanan penyakit, dapat dijumpai gejala
pseudobulbar, seperti disfagia, emosi yang labil, inkontinensia urine (akibat
hiperefleksia kandung kemih), dan disartria.1,6
2.7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Modalitas radiologis yang dapat digunakan adalah Computed
Ttomography (CT) scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan
ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab – penyebab demensia yang lain,
selain itu juga dapat mengidentifikasi kelainan vaskuler.4
Gambaran yang ditemukan pada brain CT-scan adalah lesi hipodens di
periventrikel atau subkorteks pada substansia alba, dengan atau tanpa pelebaran
ventrikel. Lesi hipodens ini diduga terjadi akibat iskemia pembuluh darah kecil
dan adanya infark.4 Area yang mengalami infark tampak sebagai lesi hiperintens
multipel pada MRI T2-weighted atau pada fluid-attenuated inversion recovery
(FLAIR) MR.1
7
Gambar 2. MRI T2-weighted pada perempuan usia 78 tahun dengan demensia vaskuler possible. Tampak adanya atrofi otak dan area hiperintens difus di sekitar cornu frontal dan posterior ventrikel lateral, kesan suatu subcortical ischemic leukoencephalopathy. 4
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan jika ada kecurigaan
demensia pasca stroke antara lain adalah : 4
- Profil lipid
- Antinuclear antibodies (ANA)
- Elektroforesis protein serum
- Proteins C and S
- Antithrombin III
2.8. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. MMSE
b. Radiologis
c. Laboratorium
Diagnosis demensia pasca stroke dapat ditegakkan menggunakan kriteria
diagnosis demensia vaskuler oleh DSM – 5, yaitu : 8
A. Harus memenuhi kriteria gangguan neurokognitif mayor atau minor yang
dibedakan dari ada atau tidaknya gangguan pada aktivitas sehari – hari.
8
B. Gejala klinis yang ditemukan harus sejalan dengan penyebab vaskuler,
yaitu :
1. Onset penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan 1 atau lebih
kejadian serebrovaskuler.
2. Bukti penurunan yang menonjol berupa atensi dan fungsi eksekutif
frontal.
C. Adanya bukti penyakit serebrovaskuler dari riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, dan atau pencitraan yang cukup untuk terjadinya suatu gangguan
neurokognitif.
D. Gejala – gejala yang ditemukan tidak seusai dengan gejala penyakit otak
lain atau penyakit sistemik lain.
Didiagnosis sebagai probable gangguan neurokognitif jika ditemukan salah satu
dari gejala dibawah ini :8
1. Kriteria klinis didukung oleh bukti pencitraan adanya kerusakan parenkim
otak akibat penyakit serebrovaskuler.
2. Sindrom neurokognitif berkaitan dengan suatu kejadian serebrovaskuler.
3. Adanya bukti penyakit serebrovaskuler secara klinis dan genetik.
Diagnosis possible gangguan neurokognitif ditegakkan jika ditemukan gejala
klinis tetapi pencitraan tidak tersedia dan kaitan antara kejadian serebrovaskuler
dengan sindrom neurokognitif tidak jelas.8
9
2.9. Diagnosis Banding
a. Penyakit Alzheimer
Adanya riwayat gangguan psikologis seperti depresi yang terjadi di awal
penyakit, perburukan progresif dalam hal memori, berbahasa, fungsi
eksekutif, dan kemampuan motorik perseptual tanpa adanya lesi pada
pemeriksaan radiologis, menunjukkan ke arah penyakit Alzheimer. Selain
itu dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti kadar β – amyloid
dalam cairan serebrospinal.8
b. Demensia dengan Lewy Bodies
Gambaran yang ditemukan berupa kognisi yang berfluktuasi, halusinasi
visual, dan parkinsonisme.8
c. Demensia Frontotemporal
Gangguan perilaku atau gangguan berbahasa dengan onset perlahan dan
progesif merupakan gejala khas pada demensia frontotemporal.8
2.10. Tatalaksana
Penatalaksanaan demensia pasca stroke yang paling penting adalah
mencegah terjadinya kerusakan sel lebih lanjut dengan cara mengobati dan
mengontrol penyebab dasar, seperti hipertensi, diabetes, merokok, dan kurangnya
aktivitas fisik.1,4 Terapi antitrombosit jangka panjang, seperti aspirin dosis rendah
dapat diberikan jika penyebab utama demensia vaskuler adalah stroke iskemik.
Jika penyebab dasar berupa infeksi, contohnya vaskulitis serebral, dapat diberikan
kortikosteroid atau imunosupresan. Selain itu, neuroprotektif juga dapat diberikan.
Milani (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian citicoline pada
10
gangguan kognitif akibat stroke dapat meningkatkan kapasitas kognitif
penderita.13
Fisioterapi diperlukan jika terjadi disfungsi motorik dan spastisitas atau
ketidakstabilan dalam berjalan. Jika ditemui disartria, dapat dianjurkan untuk
speech therapy.4
2.11. Prognosis
Ciri khas dari demensia pasca stroke adalah adanya kognitif yang akan terus
menurun secara bertahan. Sebanyak 50% pasien dapat bertahan hidup rata –r ata
hingga 6,7 tahun. Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit jantung atau
terjadinya stroke berulang.4
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan umur 68 tahun datang ke poli saraf RSUP. DR.
M. Djamil Padang dengan :
Keluhan utama :
Sering lupa sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
11
Pasien sering lupa sejak 3 bulan yang lalu, dan semakin berat sejak 2 minggu
ini, awalnya pasien lupa tanggal dan hari, kesulitan mengingat nama orang
baik yang baru dikenal maupun teman yang telah lama dikenal, dan sering
mengulang pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Kemudian pasien kadang-kadang juga sering tersesat di jalan yang sudah
sering dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung, cemas.
Pasien sudah tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik dan
memerlukan bantuan dalam mengurus diri sendiri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat sebanyak 2 kali. di RS. M. Djamil karena stroke.
Rawatan pertama 3 tahun yang lalu, mengalami kelemahan pada anggota
gerak kanan, dirawat selama 1 minggu dan pasien sudah mulai bisa berjalan
sendiri. Akhir tahun 2011 pasien juga dirawat karena kelemahan anggota
gerak kanan, dirawat selama 2 minggu dan pulang dengan keadaan sudah bisa
berjalan tetapi masih menyeret.
Riwayat menderita tekanan darah tinggi sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu,
namun tidak kontrol secara teratur ke dokter.
Riwayat diabetes dan penyakitjantung tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Tidak ada keluarga yang menderita diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.
12
Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga, dan tinggal bersama anaknya.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Internus
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Napas : 19x/menit
Suhu : 36,5 oC
Status Internus
Rambut : tidak mudah dicabut.
Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Keadaan regional
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
PARU
Inspeksi : simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
13
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-)
JANTUNG
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
ABDOMEN
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Status Neurologis
1. GCS 15 (E4 M6 V5)
2. Tanda Rangsangan Meningeal :
a. Kaku kuduk (-).
b. Brudzinky I (-).
c. Brudzinky II (-).
d. Kernig (-).
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:
a. Muntah proyektil tidak ada.
14
b. Sakit kepala tidak ada.
4. Nn. Kranialis :
o N I : penciuman baik
o N II : visus 5/5, refleks cahaya +/+
o N III,IV,VI : pupil isokor, bentuk bulat, Ø 3mm / 3mm, gerakan bola
mata bebas ke segala arah
o N V : Bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan
ke kanan
o N VII : Bisa menutup mata, bisa mengangkat kedua alis mata,
plica nasolabialis kiri sama dengan kanan.
o N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
o N IX,X : arcus faring simetris, uvula di tengah
o N XI : bisa mengangkat kedua bahu
o N XII : tidak terdapat deviasi lidah saat dijulurkan.
5. Motorik
Ekstremitas Superior :Kanan Kiri
Gerakan hipoaktif aktif Kekuatan 222 555Tonus hipertonus EutonusTropi hipotropi Eutropi
Ekstremitas InferiorKanan Kiri
Gerakan hipoaktif KtifKekuatan 222 555Tonus hipertonus eutonusTropi hipotropi eutropi
15
6. Sensorik
a. Eksteroseptif : baik
b. Proprioseptif : baik
7. Fungsi Otonom
BAK : uninhibited bladder (-)
Defekasi : Normal
Sekresi Keringat : Normal
8. Refleks
a. Refleks fisiologis : Refleks biceps +++/++
Refleks triceps +++/++
Refleks KPR +++/++
Refleks APR +++/++
b. Refleks patologis : Refleks Hoffman Trommer -/-
Refleks Babinsky group +/-
9. Fungsi luhur
Kesadaran Tanda demensia Reaksi bicara Baik Reflek glabella + Fungsi intelek Baik Reflek snout + Reaksi emosi Baik Reflek mengisap +
Reflek memegang + Reflek palmomental -
Mini Mental State Examination : Skor : 14
Kesan : definite gangguan kognitif
16
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,7 g/dl
Ht : 33%
Leukosit : 8100/mm3
LED : 15 mm/jam
Trombosit: 395000/mm3
GDR : 106 g/dL
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Demensia Vaskuler
Diagnosis Topik : Korteks serebri hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : Sekuele stroke
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II
PEMERIKSAAN ANJURAN : -
TATALAKSANA
1. Umum :
Diet rendah garam
2. Khusus :
Captopril 2 x 25 mg po
HCT 1 x 12,5 mg po
Donepezil 1 x 5 mg po
17
Citicoline 2x500mg po
Aspilet 2x80 mg po
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
BAB IV
DISKUSI
18
Telah diperiksa seorang wanita berumur 68 tahun datang ke Poli Saraf
RSUP DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinik demensia vaskuler,
diagnosis topik korteks serebri hemisfer sinistra, diagnosis etiologi sekuele stroke,
diagnosis sekunder hipertensi stage II.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis diketahui pasien berusia 68 tahun, sering dan mudah lupa sejak 3 bulan
ini baik berupa waktu, nama-nama orang yang baru dan yang telah lama dikenal,
alamat, peristiwa yang baru dan telah lama terjadi, yang menunjukkan bahwa
pasien mengalami gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan reflek glabella dan memegang yang menunjukkan
adanya regresi, serta gangguan kognitif melalui pemeriksaan Mini Mental State
Examination.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi
otak dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena
menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami
stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi
bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark
pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu pemberian diet rendah garam
karena hipertensi yang dideritanya. Untuk terapi khusus pasien diberikan
Captopril dari golongan ACE Inhibitor dengan dosis 2x25 mg po dan
Hidroklorotiazid dari golongan diuretik 1x12,5 mg. Untuk demensia yang
19
dideritanya, diberikan terapi dengan donepezil dari golongan kolinesterase
inhibitor dengan dosis 1x5 mg dan asam folat 1x5 mg.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain
program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,
misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan
asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Hauser SL. 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. Thrid Edition.
USA : Mc-Graw Hill, pp: 310-323.
2. Ropper AH & Brown RH. 2005. Adams And Victor’s Principles Of
Neurology. 8th Edition. United States : Mc-Graw Hill, pp: 366.
3. Lenzi GL, De Benedetto, & Altieri M. 2012. The Time Onset of Post Stroke
Dementia. Rome : InTech, pp: 303-318.
4. Gorelick PB, Testai FD, Hankey GJ, & Joanna M. Wardlaw. 2014. Hankey’s
Clinical Neurology. Second Edition. Florida : CRC Press, pp: 564 – 567.
5. Greenberg DA, Aminoff JA, & Simon RP. Clinical Neurology. Eighth edition.
San Fransisco : McGraw-Hill, pp: 258 – 259.
6. C.M John. 2012. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Second
Edition. New York : Mc-Graw Hill, pp: 85 – 87.
7. Qu Yanji, Zhuo Lin, Li Na, Hu Yiqing, Chen W, Zhou Y, et. al. 2015.
Prevalence of Post-Stroke Cognitive Impairment in China: A Community-
Based, Cross-Sectional Study. PLoS ONE 10(4): 1-13.
8. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM V). Fifth Edition. Virginia : American Psychiatric
Association, pp: 611 – 624.
9. Leys D, Hénon H, Mackowiak-Cordoliani, & Pasquier F. 2015. Poststroke
dementia. Lancet Neurol 2005; 4: 752–59.
10. Danovska M, Stamenov B, Alexandrova M, & Peychinska D. 2012. Post-
Stroke Cognitive Impairment – Phenomenology and Prognostic Factors. J of
IMAB 18( 3) :290 – 297.
11. Sun Jia-Hao, Tan L, & Yu Jia-Hao. 2014. Post-stroke cognitive impairment:
epidemiology, mechanisms and management. Annals of Translational
Medicine, 2(8):1-16.
12. Alzheimer’s Association. Differentiating Dementia. Diakses pada
http://www.alz.org/health-care
21
professionals/documents/InBrief_Issue7dd_Final.pdf . Tanggal 15 Agustus
2015.
13. Milani, Massimo. 2013. Citicoline as coadjuvant treatment of cognitive
impairment in chronic degenerative Central Nervous System diseases and in
ischemic stroke: A review of available data. Online J Med Med Sci Res
2(2):13-18.
22