crs demensia post stroke - edit

32
Case Report Session DEMENSIA PASCA STROKE Oleh: Oleh : Cut Mutiara Sabrina 1010313071 Pembimbing: Prof. DR. dr. Darwin Amir, Sp, S (K) dr. Syarif Indra, Sp. S

Upload: aghniajolanda

Post on 14-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case demensia

TRANSCRIPT

Page 1: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Case Report Session

DEMENSIA PASCA STROKE

Oleh:

Oleh :

Cut Mutiara Sabrina

1010313071

Pembimbing:

Prof. DR. dr. Darwin Amir, Sp, S (K)

dr. Syarif Indra, Sp. S

BAGIAN ILMU SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RS. DR. M. DJAMIL PADANG

2015

Page 2: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

BAB I

PENDAHULUAN

Demensia adalah terjadinya deteriorasi semua kemampuan kognitif atau

intelektual yang mengganggu aktivitas fisik sehari – hari dengan atau tanpa

gangguan kesadaran atau persepsi.1,2 Selain gangguan memori, kemampuan mental

lain juga terganggu, seperti kemampuan berbahasa, visuospasial, kalkulasi,

keputusan, dan pemecahan masalah.1

Demensia vaskuler adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit

serebrovaskuler, salah satunya demensia pasca stroke.1 Stroke merupakan

prediktor kuat terjadinya demensia, sebanyak 25% pasien menderita demensia

setelah serangan pertama atau serangan berulang stroke.3 Demensia vaskuler

merupakan penyebab demensia kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer, yaitu

sebanyak 40%.4,5 Insidensi penyakit ini sebesar 2,5 per 1000 orang pertahun.

Prevalensi di negara Barat sebesar 1,5%, meningkat seiring dengan usia, dan lebih

sering diderita laki – laki dibandingkan perempuan.4

Demensia pasca stroke bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu sindrom

klinis, dan merupakan salah satu penyebab ketergantungan pada pasien pasca

stroke, sehingga diperlukannya pengenalan dan pencegahan terjadinya demensia

pasca stroke, terutama pada pasien dengan stroke berulang. 6,7

1

Page 3: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Demensia adalah terjadinya deteriorasi semua kemampuan kognitif atau

intelektual yang mengganggu aktivitas fisik sehari – hari dengan atau tanpa

gangguan kesadaran atau persepsi.1,2 Demensia pasca stroke adalah demensia yang

disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler.4 Pada DSM-V, istilah demensia diganti

menjadi gangguan neurokognitif yang dibagi menjadi gangguan neurokognitif

mayor dan minor, dibedakan dari ada atau tidaknya hambatan pada aktivitas fisik

sehari- hari.8

2.2. Epidemiologi

Demensia vaskuler merupakan penyebab demensia kedua terbanyak setelah

penyakit Alzheimer, yaitu sebanyak 40%.4,5 Sebanyak 20 – 30% pasien

didiagnosis menderita demensia vaskuler dalam 3 bulan setelah terjadinya stroke.8

Insidensi penyakit ini sebesar 2,5 per 1000 orang pertahun. Prevalensi di negara

Barat sebesar 1,5%, meningkat seiring dengan usia, dan lebih sering diderita laki

– laki dibandingkan perempuan.4 Di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 0,2%

pasien berusia 65 – 70 tahun menderita demensia pasca stroke.8 Berdasarkan

penelitian Qu tahun 2015, prevalensi demensia pasca stroke di China adalah

sebesar 48,91 %. 7

2.3. Faktor Risiko

2

Page 4: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

a. Usia

Faktor utama demensia pasca stroke. Pada sebuah penelitian di New York,

sebanyak 15% pasien stroke usia 60 – 69 tahun menderita demensia, 26 %

pada usia 70 – 79 tahun, dan 36% pada usia >80 tahun.7,9,10

b. Tingkat pendidikan rendah9

c. Tingkat dependensi

Demensia pasca stroke lebih sering terjadi pada pasien yang dependen

sebelum menderita stroke.9

d. Penurunan kemampuan kognitif prestroke9

e. Hipertensi arterial

Sebuah penelitian (PROGRESS) menyatakan bahwa semakin tinggi tekanan

darah, maka semakin besar pula risiko terjadi demensia pasca stroke.

Penurunan tekanan darah pada pasien dengan riwayat stroke atau transient

ischemic attack (TIA) dapat menurunkan risiko terjadinya demensia pasca

stroke. 9

f. Diabetes mellitus9

g. Fibrilasi atrium7,9

h. Infark miokard7,9

i. Gangguan hypoxic–ischaemic, seperti epilepsi, sepsis, aritimia, dan gagal

jantung.9

j. Riwayat stroke sebelumnya7

2.4. Klasifikasi

3

Page 5: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Klasifikasi gangguan neurokognitif berdasarkan DSM – 5 adalah sebagai

berikut.7

a. Alzheimer’s Disease

Alzheimer’s Disease (AD) merupakan jenis demensia yang paling banyak

ditemukan. Prevalensi AD diperkirakan sebanyak 5% pada pasien berusia 60

tahun dan hampir mencapai 50% pada pasien berusia >85 tahun.6

b. Demensia Vaskuler

Demensia vaskuler adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit

serebrovaskuler, dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : 1

- Multi-infarct dementia

- Diffuse white matter disease (disebut juga leukoaraiosis, subcortical

arteriosclerotic leukoencephalopathy, atau Binswanger’s disease).

c. Dementia dengan Lewy Bodies

d. Degenerasi Lobus Frontotemporal

e. Traumatic Brain Injury

f. Penggunaan obat – obatan

g. Prion’s disease

h. Parkinson’s disease

i. Huntington’s disease

j. Infeksi HIV

k. Akibat kondisi medis lain

l. Akibat etiologi multipel

4

Page 6: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

2.5. Etiologi dan Patofisiologi

Letak kerusakan jaringan otak merupakan faktor yang lebih terhadap fungsi

kognitif dibandingkan dengan volume jaringan yang rusak.4

a. Infark atau Perdarahan Tunggal dengan Letak Strategis

Infark atau perdarahan tunggal, jika terletak strategis pada regio otak yang

penting, seperti lobus frontal dorsolateral, nukleus kaudatus, globus pallidus,

atau thalamus, dapat menyebabkan demensia vaskuler. Sebagai contoh, infark

atau perdarahan dorsomedial thalamus akibat oklusi cabang thalamoperforate

dari a. serebri posterior, dapat menimbulkan gejala berupa hilangnya memori,

gerak yang melambat, apati, dan kelumpuhan okular. 4

b. Infark atau Perdarahan Multipel

Infark atau perdarahan yang terletak pada korteks atau subkorteks dapat

menyebabkan demensia tipe ‘korteks’ dengan gejala berupa amnesia, afasia,

apraxia, dan agnosia. Infark biasanya terjadi akibat tromboemboli dari jantung

atau arteri – arteri besar pada cabang – cabang a. serebri anterior, media, dan

posterior. Dapat juga berasal dari pembuluh darah kecil seperti

mikroatheroma.4

c. Infark Difus Substantia Alba

Disebut juga sebagai subcortical arteriosclerotic leukoencephalopathy, atau

Binswanger’s disease. Terjadi difus atau multifokal, sering periventrikuler,

area – area demielinisasi, kehilangan akson, gliosis reaktif di substantia albat,

mungkin terjadi karena anoksia akibat perubahan arteriosklerotik (hialinisasi,

fibrosis, penebablan) pada end arteries dan arteriol di periventrikel.

Ditemukan sebanyak 80%, berkaitan dengan hipertensi, penyakit jantung, dan

5

Page 7: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

diabetes. Hal ini diduga menyebabkan demensia dengan cara memutus jalur

antara korteks dan subkorteks.4

Gambar 1. Mekanisme utama gangguan kognitif pasca stroke. AD, Alzheimer’s disease; WML, white matter lesion; CMB, cerebral microbleed; VCI, vascular cognitive impairment. 11

2.6. Gejala Klinik

Gejala demensia vaskuler pada umumnya muncul tiba – tiba dan terjadi

secara bertahap, terutama pada multi-infarct dementia. 1,6 Sementara itu, pada

Binswanger’s disease biasanya disertai dengan disfungsi kandung kemih atau

kelainan cara berjalan. 6

Gejala – gejala demensia vaskuler antara lain adalah hilangnya memori,

gangguan berbahasa, perubahan visuospasial, dan kurangnya pengertian (insight),

menyerupai gejala yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. 6 Gangguan kognitif

pada demensia vaskuler lebih sering berupa subkortikal, yaitu konsentrasi yang

menurun, sering lupa, inersia, lambat dalam berpikir (bradifrenia), apati, dan

gangguan fungsi eksekutif (kemampuan untuk inisiasi, perencanaan, dan

organisasi). 1,6 Dapat juga ditemui gangguan kejiwaan seperti kebingungan ringan,

anxietas, psikosis, ataupun depresi. 1,6

Selain gejala – gejala diatas, juga ditemukan gejala motorik berupa

gangguan cara berjalan, kelemahan 1 sisi tubuh, atau diskoordinasi pada 1 atau

6

Page 8: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

lebih ekstremitas. Seiring dengan perjalanan penyakit, dapat dijumpai gejala

pseudobulbar, seperti disfagia, emosi yang labil, inkontinensia urine (akibat

hiperefleksia kandung kemih), dan disartria.1,6

2.7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologis

Modalitas radiologis yang dapat digunakan adalah Computed

Ttomography (CT) scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan

ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab – penyebab demensia yang lain,

selain itu juga dapat mengidentifikasi kelainan vaskuler.4

Gambaran yang ditemukan pada brain CT-scan adalah lesi hipodens di

periventrikel atau subkorteks pada substansia alba, dengan atau tanpa pelebaran

ventrikel. Lesi hipodens ini diduga terjadi akibat iskemia pembuluh darah kecil

dan adanya infark.4 Area yang mengalami infark tampak sebagai lesi hiperintens

multipel pada MRI T2-weighted atau pada fluid-attenuated inversion recovery

(FLAIR) MR.1

7

Page 9: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Gambar 2. MRI T2-weighted pada perempuan usia 78 tahun dengan demensia vaskuler possible. Tampak adanya atrofi otak dan area hiperintens difus di sekitar cornu frontal dan posterior ventrikel lateral, kesan suatu subcortical ischemic leukoencephalopathy. 4

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan jika ada kecurigaan

demensia pasca stroke antara lain adalah : 4

- Profil lipid

- Antinuclear antibodies (ANA)

- Elektroforesis protein serum

- Proteins C and S

- Antithrombin III

2.8. Diagnosis

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Penunjang

a. MMSE

b. Radiologis

c. Laboratorium

Diagnosis demensia pasca stroke dapat ditegakkan menggunakan kriteria

diagnosis demensia vaskuler oleh DSM – 5, yaitu : 8

A. Harus memenuhi kriteria gangguan neurokognitif mayor atau minor yang

dibedakan dari ada atau tidaknya gangguan pada aktivitas sehari – hari.

8

Page 10: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

B. Gejala klinis yang ditemukan harus sejalan dengan penyebab vaskuler,

yaitu :

1. Onset penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan 1 atau lebih

kejadian serebrovaskuler.

2. Bukti penurunan yang menonjol berupa atensi dan fungsi eksekutif

frontal.

C. Adanya bukti penyakit serebrovaskuler dari riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, dan atau pencitraan yang cukup untuk terjadinya suatu gangguan

neurokognitif.

D. Gejala – gejala yang ditemukan tidak seusai dengan gejala penyakit otak

lain atau penyakit sistemik lain.

Didiagnosis sebagai probable gangguan neurokognitif jika ditemukan salah satu

dari gejala dibawah ini :8

1. Kriteria klinis didukung oleh bukti pencitraan adanya kerusakan parenkim

otak akibat penyakit serebrovaskuler.

2. Sindrom neurokognitif berkaitan dengan suatu kejadian serebrovaskuler.

3. Adanya bukti penyakit serebrovaskuler secara klinis dan genetik.

Diagnosis possible gangguan neurokognitif ditegakkan jika ditemukan gejala

klinis tetapi pencitraan tidak tersedia dan kaitan antara kejadian serebrovaskuler

dengan sindrom neurokognitif tidak jelas.8

9

Page 11: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

2.9. Diagnosis Banding

a. Penyakit Alzheimer

Adanya riwayat gangguan psikologis seperti depresi yang terjadi di awal

penyakit, perburukan progresif dalam hal memori, berbahasa, fungsi

eksekutif, dan kemampuan motorik perseptual tanpa adanya lesi pada

pemeriksaan radiologis, menunjukkan ke arah penyakit Alzheimer. Selain

itu dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti kadar β – amyloid

dalam cairan serebrospinal.8

b. Demensia dengan Lewy Bodies

Gambaran yang ditemukan berupa kognisi yang berfluktuasi, halusinasi

visual, dan parkinsonisme.8

c. Demensia Frontotemporal

Gangguan perilaku atau gangguan berbahasa dengan onset perlahan dan

progesif merupakan gejala khas pada demensia frontotemporal.8

2.10. Tatalaksana

Penatalaksanaan demensia pasca stroke yang paling penting adalah

mencegah terjadinya kerusakan sel lebih lanjut dengan cara mengobati dan

mengontrol penyebab dasar, seperti hipertensi, diabetes, merokok, dan kurangnya

aktivitas fisik.1,4 Terapi antitrombosit jangka panjang, seperti aspirin dosis rendah

dapat diberikan jika penyebab utama demensia vaskuler adalah stroke iskemik.

Jika penyebab dasar berupa infeksi, contohnya vaskulitis serebral, dapat diberikan

kortikosteroid atau imunosupresan. Selain itu, neuroprotektif juga dapat diberikan.

Milani (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian citicoline pada

10

Page 12: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

gangguan kognitif akibat stroke dapat meningkatkan kapasitas kognitif

penderita.13

Fisioterapi diperlukan jika terjadi disfungsi motorik dan spastisitas atau

ketidakstabilan dalam berjalan. Jika ditemui disartria, dapat dianjurkan untuk

speech therapy.4

2.11. Prognosis

Ciri khas dari demensia pasca stroke adalah adanya kognitif yang akan terus

menurun secara bertahan. Sebanyak 50% pasien dapat bertahan hidup rata –r ata

hingga 6,7 tahun. Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit jantung atau

terjadinya stroke berulang.4

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan umur 68 tahun datang ke poli saraf RSUP. DR.

M. Djamil Padang dengan :

Keluhan utama :

Sering lupa sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

11

Page 13: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Pasien sering lupa sejak 3 bulan yang lalu, dan semakin berat sejak 2 minggu

ini, awalnya pasien lupa tanggal dan hari, kesulitan mengingat nama orang

baik yang baru dikenal maupun teman yang telah lama dikenal, dan sering

mengulang pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.

Kemudian pasien kadang-kadang juga sering tersesat di jalan yang sudah

sering dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung, cemas.

Pasien sudah tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik dan

memerlukan bantuan dalam mengurus diri sendiri.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah dirawat sebanyak 2 kali. di RS. M. Djamil karena stroke.

Rawatan pertama 3 tahun yang lalu, mengalami kelemahan pada anggota

gerak kanan, dirawat selama 1 minggu dan pasien sudah mulai bisa berjalan

sendiri. Akhir tahun 2011 pasien juga dirawat karena kelemahan anggota

gerak kanan, dirawat selama 2 minggu dan pulang dengan keadaan sudah bisa

berjalan tetapi masih menyeret.

Riwayat menderita tekanan darah tinggi sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu,

namun tidak kontrol secara teratur ke dokter.

Riwayat diabetes dan penyakitjantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Tidak ada keluarga yang menderita diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.

12

Page 14: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi

Pasien seorang ibu rumah tangga, dan tinggal bersama anaknya.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Internus

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)

Tekanan darah : 170/110 mmHg

Nadi : 74 x/menit

Napas : 19x/menit

Suhu : 36,5 oC

Status Internus

Rambut : tidak mudah dicabut.

Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis

KGB : tidak ditemukan pembesaran

Keadaan regional

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : tak ditemukan kelainan

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O

PARU

Inspeksi : simetris kiri=kanan

Palpasi : fremitus kanan=kiri

13

Page 15: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus tidak terlihat

Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : linea sternalis dextra

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : tak tampak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Status Neurologis

1. GCS 15 (E4 M6 V5)

2. Tanda Rangsangan Meningeal :

a. Kaku kuduk (-).

b. Brudzinky I (-).

c. Brudzinky II (-).

d. Kernig (-).

3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:

a. Muntah proyektil tidak ada.

14

Page 16: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

b. Sakit kepala tidak ada.

4. Nn. Kranialis :

o N I : penciuman baik

o N II : visus 5/5, refleks cahaya +/+

o N III,IV,VI : pupil isokor, bentuk bulat, Ø 3mm / 3mm, gerakan bola

mata bebas ke segala arah

o N V : Bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan

ke kanan

o N VII : Bisa menutup mata, bisa mengangkat kedua alis mata,

plica nasolabialis kiri sama dengan kanan.

o N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada

o N IX,X : arcus faring simetris, uvula di tengah

o N XI : bisa mengangkat kedua bahu

o N XII : tidak terdapat deviasi lidah saat dijulurkan.

5. Motorik

Ekstremitas Superior :Kanan Kiri

Gerakan hipoaktif aktif Kekuatan 222 555Tonus hipertonus EutonusTropi hipotropi Eutropi

Ekstremitas InferiorKanan Kiri

Gerakan hipoaktif KtifKekuatan 222 555Tonus hipertonus eutonusTropi hipotropi eutropi

15

Page 17: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

6. Sensorik

a. Eksteroseptif : baik

b. Proprioseptif : baik

7. Fungsi Otonom

BAK : uninhibited bladder (-)

Defekasi : Normal

Sekresi Keringat : Normal

8. Refleks

a. Refleks fisiologis : Refleks biceps +++/++

Refleks triceps +++/++

Refleks KPR +++/++

Refleks APR +++/++

b. Refleks patologis : Refleks Hoffman Trommer -/-

Refleks Babinsky group +/-

9. Fungsi luhur

Kesadaran Tanda demensia Reaksi bicara Baik Reflek glabella + Fungsi intelek Baik Reflek snout + Reaksi emosi Baik Reflek mengisap +

Reflek memegang + Reflek palmomental -

Mini Mental State Examination : Skor : 14

Kesan : definite gangguan kognitif

16

Page 18: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 11,7 g/dl

Ht : 33%

Leukosit : 8100/mm3

LED : 15 mm/jam

Trombosit: 395000/mm3

GDR : 106 g/dL

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Demensia Vaskuler

Diagnosis Topik : Korteks serebri hemisfer sinistra

Diagnosis Etiologi : Sekuele stroke

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II

PEMERIKSAAN ANJURAN : -

TATALAKSANA

1. Umum :

Diet rendah garam

2. Khusus :

Captopril 2 x 25 mg po

HCT 1 x 12,5 mg po

Donepezil 1 x 5 mg po

17

Page 19: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Citicoline 2x500mg po

Aspilet 2x80 mg po

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

BAB IV

DISKUSI

18

Page 20: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

Telah diperiksa seorang wanita berumur 68 tahun datang ke Poli Saraf

RSUP DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinik demensia vaskuler,

diagnosis topik korteks serebri hemisfer sinistra, diagnosis etiologi sekuele stroke,

diagnosis sekunder hipertensi stage II.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis diketahui pasien berusia 68 tahun, sering dan mudah lupa sejak 3 bulan

ini baik berupa waktu, nama-nama orang yang baru dan yang telah lama dikenal,

alamat, peristiwa yang baru dan telah lama terjadi, yang menunjukkan bahwa

pasien mengalami gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang. Dari

pemeriksaan fisik ditemukan reflek glabella dan memegang yang menunjukkan

adanya regresi, serta gangguan kognitif melalui pemeriksaan Mini Mental State

Examination.

Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi

otak dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena

menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami

stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi

bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark

pembuluh darah otak.

Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu pemberian diet rendah garam

karena hipertensi yang dideritanya. Untuk terapi khusus pasien diberikan

Captopril dari golongan ACE Inhibitor dengan dosis 2x25 mg po dan

Hidroklorotiazid dari golongan diuretik 1x12,5 mg. Untuk demensia yang

19

Page 21: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

dideritanya, diberikan terapi dengan donepezil dari golongan kolinesterase

inhibitor dengan dosis 1x5 mg dan asam folat 1x5 mg.

Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain

program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,

misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan

asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri

tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 22: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

1. Hauser SL. 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. Thrid Edition.

USA : Mc-Graw Hill, pp: 310-323.

2. Ropper AH & Brown RH. 2005. Adams And Victor’s Principles Of

Neurology. 8th Edition. United States : Mc-Graw Hill, pp: 366.

3. Lenzi GL, De Benedetto, & Altieri M. 2012. The Time Onset of Post Stroke

Dementia. Rome : InTech, pp: 303-318.

4. Gorelick PB, Testai FD, Hankey GJ, & Joanna M. Wardlaw. 2014. Hankey’s

Clinical Neurology. Second Edition. Florida : CRC Press, pp: 564 – 567.

5. Greenberg DA, Aminoff JA, & Simon RP. Clinical Neurology. Eighth edition.

San Fransisco : McGraw-Hill, pp: 258 – 259.

6. C.M John. 2012. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Second

Edition. New York : Mc-Graw Hill, pp: 85 – 87.

7. Qu Yanji, Zhuo Lin, Li Na, Hu Yiqing, Chen W, Zhou Y, et. al. 2015.

Prevalence of Post-Stroke Cognitive Impairment in China: A Community-

Based, Cross-Sectional Study. PLoS ONE 10(4): 1-13.

8. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders (DSM V). Fifth Edition. Virginia : American Psychiatric

Association, pp: 611 – 624.

9. Leys D, Hénon H, Mackowiak-Cordoliani, & Pasquier F. 2015. Poststroke

dementia. Lancet Neurol 2005; 4: 752–59.

10. Danovska M, Stamenov B, Alexandrova M, & Peychinska D. 2012. Post-

Stroke Cognitive Impairment – Phenomenology and Prognostic Factors. J of

IMAB 18( 3) :290 – 297.

11. Sun Jia-Hao, Tan L, & Yu Jia-Hao. 2014. Post-stroke cognitive impairment:

epidemiology, mechanisms and management. Annals of Translational

Medicine, 2(8):1-16.

12. Alzheimer’s Association. Differentiating Dementia. Diakses pada

http://www.alz.org/health-care

21

Page 23: CRS Demensia Post Stroke - EDIT

professionals/documents/InBrief_Issue7dd_Final.pdf . Tanggal 15 Agustus

2015.

13. Milani, Massimo. 2013. Citicoline as coadjuvant treatment of cognitive

impairment in chronic degenerative Central Nervous System diseases and in

ischemic stroke: A review of available data. Online J Med Med Sci Res

2(2):13-18.

22