demensia askep
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN
KOGNITIF
( DEMENSIA )
OLEH
KELOMPOK 8
A3-F
1. Pande Rismayanti (09.321.)
2. Wulandari Dewi (09.321.)
3. Andika Sentana Putra (09.321.)
4. Ni Made Arianti (09.321.0655)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran
tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di
wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan
peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara barat.
Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi
sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau
tidak mampu menemukan kata-katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda
bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak
dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 501tahun. Sebagian besar
orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia,
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini
disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)
B . RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak
kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai bagaimana gambaran
klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan
demensia ?
C . TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
1. Melakukan pengkajian keperawatan pasien lansia dengan demensia
2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pasien lansia dengan demensia
3. Melakukan tindakan keperawatan dalam berbagai pendekatan tindakan keperawatan
pasien lansia dengan demensia
4. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pasien lansia dengan demensia
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley,
A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan
fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social
dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley,
2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral
dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk
mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung,
dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel
atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel
otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60
tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan
hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa
kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia
lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium
awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin
lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil;
tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun
adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian
kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi .
Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus
demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau
sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun
dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami
demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju
Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20%
sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50
– 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C.
2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan
daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan)
juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
Faktor genetic
Faktor infeksi
Faktor lingkungan
Faktor imunologis
Faktor trauma
Faktor neurotransmitter
4. Klasifikasi
a. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini.
Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar
tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif,
Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan
lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi
perubahan.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Peningkatan reflek tendon dalam,
Respontar eksensor,
Palsi pseudobulbar,
Kelainan gaya berjalan,
Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko
misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan
MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
Terdapat gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)
2. Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otak
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10.Morbus Jakob-Creutzfeldt
11.Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12.Prion disease
13.Palsi Supranuklear progresif
14.Multiple sklerosis
15.Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17.Demensia proprius
18.Pseudo-demensia
5.Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang
tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari
suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi
secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang
berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau
sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron
AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan
pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang
abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang
pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron
yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat
pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP
terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket
yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang
membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu
hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan
makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
Pathway (terlampir)
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat
gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana
akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-
sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan
adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga,
sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas
psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori
baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara
lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita mudah bingung, penurunan fungsi
memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak
mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara
lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta
memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa
mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag
lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa
itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan
daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin
Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia.
Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali
gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita
demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai
dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan
tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan
oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah
laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi
spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari
tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
7. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
Pembedaan antara delirium dan demensia
Bagian otak yang terkena
Penyebab yang potensial reversibel
Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan
hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam
proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat
secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang
akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin
melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat
mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan
pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih
setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia
dengan demensia.
8.Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang
mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan
pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar
jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris,
dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik.
Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung,
diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk
berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan
fungsi kognitif.
Obat untuk demensia
a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.
Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada
beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan
keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia
alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga
disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi
kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi
ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem
kardiovaskular.
b. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan
hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk
mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan
lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian
tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif,
walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120
persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan
informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH
dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan
dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya
berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi
serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi
oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta
memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki
perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium
channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat
untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat
untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis
Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa
dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk
lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
9. Pencegahan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
5. Jagalah pikiran anda agar tetap aktif. Kegiatan merangsang mental dapat
meningkatkan kemampuan anda untuk menangani dan mengkompensasi
perubahan yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup teka teki
dan permainan kata,belajar bahasa,bermain alat
music,membaca,menulis,atau menggambar. Tidak hanya kegiatan ini
yang membantu menunda terjadinya demensia,tetapi juga membantu
menurunkan efek. Semakin sering melakukan aktivitas maka semakin
menguntungkan.
6. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga
dosis tinggi vitamin B-asam folat-B6 dan B12 membantu menurunkan
kadar homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan
penyakit Alzheimer.
7. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang
dengan kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab demesia
vaskuler.
8. Pertahankan pola makan sehat. Diet yang sehat adalah penting karena
menurut penelitian bahwa makanan seperti buah-buahan,sayuran dan
omega 3 dan asam lemak. Biasanya ditemukan pada ikan dan kacang-
kacangan tertentu dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan
resiko terkena demensia.
9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk
influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya secara signifikan
mengurangi resiko demensia karena memiliki efek perlindungan terhadap
berkembangnya demensia.
10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir
menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan
perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana).
Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan
kemampuan berbicara.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
1. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia antara lain:
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk
menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang
dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor
predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan,
kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban,
mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,
aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan,
nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba
untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang
lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit
kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu,
penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh
atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli
atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang
( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar
( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk
membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor
akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu
yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat terkait dengan proses
penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah demensia bisa digolongkan dalam pengkajian
sistem saraf secara umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah sebagai
berikut:
Struktur Otak:
Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari neuron
dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.
Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah frontal.
Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel
mengasumsikan posisi yang abnormal.
Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler, penggunaan
glukosa, aliran darah.
Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek neurotransmiter
berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol temperatur, mood mengakibatkan
gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin dan depresi.
Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin oksidase
menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi, penurunan kadar
dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.
Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental (association
retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam pergerakan (kekuatan motorik,
kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi sensory (penglihatan, pendengaran,
penciuman, peraba dan perasa), kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel
(depresi, afek, komunikasi).
Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi dari otak
ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja dari organ dan sistem.
Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan pemanjangan waktu
untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi mengakibatkan kecemasan dan
ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.
Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan penurunan pada
hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi pergerakan dan
berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain yang
matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal menyebabkan
kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi yang lambat untuk melihat
dalam gelap.
Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna menyebabkan kesulitan
dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi hitam).
Perubahan Pola Tidur
Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin membutuhkan
waktu yang lama untuk tertidur.
Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati semua dengan
penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam hari dan penurunan intensitas dari
tidur membuat lebih mudah untuk bangun dan tidak mendapatkan tidur yang cukup.
Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi penuaan
mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM mengakibatkan mudah
terangsang, letargi dan depresi.
Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan tegang.
Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia menyebabkan gangguan
pola tidur dan penyimpangan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak
mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah
tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan
tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan
kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas
kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat
ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan
disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot
tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
3.Intervensi
N
o
Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1 Perubahan proses
pikir berhubungan
dengan perubahan
fisiologis
(degenerasi neuron
ireversibel)
ditandai dengan
hilang ingatan atau
memori, hilang
konsentrsi, tidak
mampu
menginterpretasika
n stimulasi dan
menilai realitas
dengan akurat.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan klien
mampu mengenali
perubahan dalam
berpikir dengan KH:
- Mampu
memperlihatkan
kemampuan
kognitifuntuk
menjalani
konsekuensi
kejadian yang
menegangkan
terhadap emosi
dan pikiran tentang
diri
- Mampu
mengembangkan
strategi untuk
mengatasi
anggapan diri yang
negative
- Mampu mengenali
perubahan dalam
berpikir atau
tingkah laku dan
factor penyebab
Mandiri
a. Kembangkan
lingkungan yang
mendukung dan
hubungan klien-
perawat yang
terapeutik
b. Kaji derajat
gangguan kognitif,
seperti perubahan
orientasi, rentang
perhatian,
kemampuan
berpikir. Bicarakan
dengan keluarga
mengenai
perubahan perilaku
c. Pertahankan
lingkungan yang
Mandiri
a. Mengurangi
kecemasan dan
emosional, seperti
kemarahan,
meningkatkan
pengembangan
evaluasi diri yang
positif dan
mengurangi konflik
psikologis
b. Memberikan dasar
perbandingan yang
akan datang dan
memengaruhi rencan
intervensi. Catatan:
evaluasi orientasi
secara berulang dapat
meningkatkan respon
yang negative/tingkat
frustasi
c. Kebisingan
merupakan sensori
berlebihan yang
meningkatkan
- Mampu
memperlihatkan
penurunan tingkah
laku yang tidak
diinginkan,
ancaman, dan
kebingungan
menyenangkan dan
tenang
d. Lakukan
pendekatan dengan
cara perlahan dan
tenang
e. Tatap wajah ketika
berbicara dengan
klien
f. Panggil klien
dengan namanya
g. Gunakan suara
yang agak rendah
dan berbicara
dengan perlahan
gangguan neuron
d. Pendekatan terburu-
buru menyebabkan
klien bingung,
kesalahan
persepsi/perasaan,
terancam
e. Menimbulkan
perhatian, terutama
pada klien dengan
gangguan perceptual
f. Nama adalah bentuk
identitas diri dan
menimbulkan
pengenalan terhadap
realita dan klien
g. Meningkatkan
pemahaman. Ucapan
tinggi dank eras
menimbulkan
stress/marah yang
mencetuskan
konfrontasi dan
respons marah
h. Seiring
perkembangan
penyakit, pusat
komunikasi dalam
otak terganggu
pada klien
h. Gunakan kata-kata
pendek, kalimat
dan Ulangi
instruksi tersebut
sesuai kebutuhan
i. Berhenti sejenak di
antara
kalimat/pertanyaan.
Beri isyarat
tertentu, gunakan
kalimat terbuka
j. Dengarkan dengan
penuh perhatian
sehingga
menghilangkan
kemampuan klien
dalam respons
penerimaan pesan
dan percakapan
secara keseluruhan
i. Menimbulkan
respons verbal,
meningkatkan
pemahaman. Isyarat
menstimulasi
komunikasi,
memberi pengalaman
positif
j. Mengarahkan
perhatian dan
penghargaan.
Membantu klien
dengan alat bantu
proses kata dalam
menurunkan frustasi
k. Provokasi
menurunkan harga
diri dan merupakan
ancaman yang
mencetuskan agitasi
yang tidak sesuai
l. Lamunan membantu
pembicaraan klien.
Interpretasikan
pertanyaan, arti,
dan kata. Beri kata
yang benar
k. Hindari kritikan,
argumentasi, dan
konfrontasi
negative
l. Gunakan distraksi.
Bicarakan tentang
kejadian yang
sebenarnya saat
klien
mengungkapkan
ide yang salah, jika
tidak meningkatkan
kecemasan
m. Hindari klien dari
dalam meningkatkan
disorientasi.
Orientasi pada realita
meningkatkan
perasaan realita
klien, penghargaan
diri dan kemuliaan
(kebahagiaan)
personal
m. Keterpaksaan
menurunkan
keikutsertaan dan
meningkatkan
kecurigaan, delusi
n. Tertawa membantu
dalam komunikasi
dan meningkatkan
kestabilan emosi
aktivitas dan
komunikasi yang
dipaksakan
n. Gunakan hal yang
humoris saat
berinteraksi pada
klien
Kolaborasi
a. Antisiklotik,
seperti
haloperidol
(haldol);
tioridazin
(Mallril)
b.Vasodilator,
seperti
siklandelat
(Cyclospasmol)
Kolaborasia. Dapat digunakan
untuk mengontrol
agitasi, halusinasi.
Mallril jarang
digunakan karena
adanya beberapa
efek samping
yang bersifat
ekstrapiramidal,
meningkatkan
kekacauan
mental; masalah
penglihatan dan
terutama
gangguan berdiri
dan berjalan.
b.Dapat
c. Titamin meningkatkan
kesadaran mental
tetapi
memerlukan
penelitian lebih
lanjut.
c. Dalam penelitian
merupakan cara
yang dilakukan
terus menerus
untuk menyelidiki
kemanfaatan dari
tiamin dosis
tinggi selama fase
awal penyakit
untuk
memperlambat
berkembangnya
gangguan/mening
katan keadaan
kognisi secara
sederhana
2 Perubahan persepsi
sensori
berhubungan
dengan perubahan
persepsi, transmisi
atau integrasi
sensori (penyakit
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan perubahan
persepsi sensori klien
dapat berkurang atau
terkontrol dengan KH:
- Mengalami
Mandiri
a. kembangkan
lingkungan yang
suportif dan
hubungan perawat –
klien terapeutik
Mandiri
a. Meningkatkan
kenyamanan dan
menurunkan
kecemasan pada klien
b. Meningkatkan koping
neurologis, tidak
mampu
berkomunikasi,
gangguan tidur,
nyeri) ditandai
dengan cemas,
apatis, gelisah,
halusinasi.
penurunan
halusinasi
- Mengembangkan
strategi psikososial
untuk mengurangi
stress atau
mengatur prilaku.
- Mendemonstrasika
n respon yang
sesuai stimulasi
- Perawat mampu
mengidentifikasi
factor eksternal
yang berperan
terhadap
perubahan
- kemampuan
persepsi sensori
b. Bantu klien untuk
memahami
halusinasi
c. beri informasi
tentang sifat
halusinasi ,hubunga
nnya dengan
stresor/pengalaman
emosional yang
traumatic,pengobata
n dan cara
mengatasi
d. kaji derajat sensori
atau gangguan
persepsi dan
bagaimana hal
tersebut
mempengaruhi
klien termasuk
penurunan
penglihatan atau
pendengaran
e. ajarkan strategi
untuk mengurangi
stress
dan menurunkan
halusinasi
c. Untuk membantu
klien dalam
memahami halusinasi
d. Keterlibatan otak
memperlihatkan
masalah yang bersifat
asimetris
menyebabkan klien
kehilangan
kemampuan pada
salah satu sisi tubuh
(gangguan unilateral).
Klien tidak dapat
mengenali rasa lapar .
e. Untuk menurunkan
kebutuahan akan
f. anjurkan untuk
menggunakan kaca
mata atau alat bantu
pendengaran sesuai
keperluan
halusinasi
f. Meningkatkan masukan
sensori,membatasi
/menurunkan
kesalahan interpretasi
stimulasi
3 Sindrom stress
relokasi
berhubungan
dengan perubahan
dalam aktivitas
kehidupan sehari-
hari ditandai
dengan
kebingungan,
keprihatinan,
gelisah, tampak
cemas, mudah
tersinggung,
tingkah laku
defensive,
kekacauan mental,
tingkah laku
curiga, dan tingkah
laku agresif.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan
perubahan aktivitas
sehari- hari dan
lingkungan dengan
KH :
- Mengidentifikasi
perubahan
- Mampu
beradaptasi pada
perubahan
lingkungan dan
aktivitas
kehidupan sehari-
hari
- Mempertahankan
rasa berharga pada
diri dan identitas
pribadi yang
positif
- Membuat
pernyataan positif
tentang lingkungan
Mandiri
a. Jalin hubungan
saling mendukung
dengan klien
b. Orientasikan pada
lingkungan dan
rutinitas baru
c. Kaji tingkat
stressor (seperti
penyesuaian diri,
krisis
perkembangan,
peran keluarga,
akibat perubahan
status kesehatan)
d. Tempatkan pada
ruangan pribadi
jika mungkin dan
bergabung dengan
orang terdekat
dalam aktivitas
perawatan, waktu
Mandiri
a. Untuk membangun
kepercayaan dan
rasa aman
b. Menurunkan
kecemasan dan
perasaan terganggu
c. Untuk menentukan
persepsi klien
tentang kejadian dan
tingkat serangan.
d. Perawatan di rumah
sakit mengubah
aktivitas klien dan
meningkatkan
masalah tingkah
laku. Memberi
kesempatan
mengontrol
lingkungan dan
yang baru
- Memperlihatkan
penerimaan
terhadap
perubahan
lingkungan dan
penyesuaian
kehidupan
- Mampu
menunjukan
tentang perasaan
yang sesuai/tidak
cemas dan rasa
takut berkurang
- Tidak menyimpan
pengalaman
menyakitkan
- Menggunakan
bantuan dari
sumber yang tepat
selama waktu
pengaturan pada
lingkungan baru
makan, dan
sebaginya
e. Tentukan jadwal
aktivitas yang
wajar dan
masukkan dalam
kegiatan rutin
f. Identifikasi
kekuatan klien
yang dimiliki
sebelumnya
g. Berikan penjelasan
dan informasi yang
menyenangkan
mengenai
kegiatan/peristiwa
h. Catat tingkah laku,
munculnya
melindungi dari
kelainan tingkah
laku
e. Konsistensi
mengurangi
kebingungan dan
meningkatkan rasa
kebersamaan
f. Memfasilitasi
bantuan dengan
komunikasi dan
manajemen dari
kekurangan sekarang
serta selanjutnya
g. Menurunkan
ketegangan,
mempertahankan
rasa saling percaya
dan orientasi. Saat
klien mengetahui
secara perlahan
tentang apa yang
terjadi, koping klien
akan meningkat
h. Stress meningkat,
perasaan
curiga/paranoid,
mudah tersinggung,
defensive
i. Pertahankan
keadaan tenang.
Tempatkan dalam
lingkungan tenang
yang memberikan
kesempatan untuk
“beristirahat”
j. Atasi tingkah laku
agresif dengan
pendekatan yang
tenang
k. Gunakan sentuhan
jika tidak
mengalami
paranoid/sedang
mengalami agitasi
sesaat
rasa tidak
nyaman/nyeri fisik
dan kelelahan
mencetuskan
penurunan tingkah
laku dan gangguan
komunikasi.
Perilaku katastropik
ini menimbulkan
panic dan rasa
bermusuhan
i. Menenangkan situasi
dan member klien
waktu untuk
memperoleh kendali
terhadap perilaku
dan emosinya
j. Rasa diterima
menurunkan rasa
takut, dan respons
agresif
k. Memberikan
keyakinan,
menuunkan stress,
dan meningkatkan
kualitas hidup
4 Perubahan pola
tidur berhubungan
dengan perubahan
lingkungan
ditandai dengan
keluhan verbal
tentang kesulitan
tidur, terus-
menerus terjaga,
tidak mampu
menentukan
kebutuhan/ waktu
tidur.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan tidak
terjadi gangguan pola
tidur pada klien
dengan KH :
- Memahami factor
penyebab
gangguan pola
tidur
- Mampu
menentukan
penyebab tidur
inadekuat
- Mampu
memahami
rencana khusus
untuk
menangani/mengor
eksi penyebab
tidur tidak adekuat
- Mampu
menciptakan pola
tidur yang adekuat
dengan penurunan
terhadap pikiran
yang melayang-
layang (melamun)
Mandiri
a. Jangan
menganjurkan klien
tidur siang apabila
berakibat efek
negative terhadap
tidur pada malam
hari
b. Evaluasi efek obat
klien
(steroid ,diuretik)
yang mengganggu
tidur
c. Tentukan kebiasaan
dan rutinitas waktu
tidur malam dengan
kebiasaan klien
(memberi susu
hangat)
d. Memberika
lingkungan yang
nyaman untuk
meningkatkan tidur
Mandiri
a. Irama sirkadian
(siklus tidur-
bangun)yang
tersinkronisasi
disebabkan oleh tidur
siang yang singkat
b. Derangement psikis
terjadi bila terdapat
penggunaan
kortikosteroid,
termasuk perubahan
mood, insomnia
c. Mengubah pola yang
sudah terbiasa dari
asupan makan klien
pada malam hari
terbukti mengganggu
tidur
d. Hambatan kortikal
pada formasi reticular
akan berkurang
selama tidur,
emningkatkan respons
- Tampak atau
melaporkan dapat
beristirahat yang
cukup
(mematikan lampu,
ventilasi ruang
adekuat, suhu yang
sesuai, menghindari
kebisingan)
e. Buat jadwal
intervensi untuk
memungkinkan
waktu tidur lebih
lama(memeriksa
tanda vital,
mengubah posisi)
f. Berikan kesempatan
untuk tidur sejenak,
anjurkan latihan
saat siang hari,
turunkan aktivitas
mental/fisik pada
sore hari
otomatik, karenanya
respons
kardiovaskular
terhadap suara
meningkat selama
tidur
e. Gangguan tidur
terjadi dengan
seringnya tidur dan
mengganggu
pemulihan
sehubungan dengan
gangguan psikologis
dan fisiologis,
sehingga irama
sirkadian terganggu
f. Aktivitas fisik dan
mental yang lama
mengakibatkan
kelelahan yang dapat
meningkatkan
kebingungan,
aktivitas yang
terprogram tanpa
stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu
g. Hindari penggunaan
“pengikatan” secara
terus menerus
h. Evaluasi tingkat
stress/orientasi
sesuai
perkembangan hari
demi hari
i. Buat jadwal tidur
secara teratur.
Katakan pada klien
bahwa saat ini
adalah waktu untuk
tidur
j. Berikan makanan
kecil sore hari, susu
hangat, mandi, dan
masase punggung
k. Turunkan jumlah
tidur
g. Risiko gangguan
sensori, meningkatkan
agitasi dan
menghambat waktu
istirahat
h. Peningkatan
kebingungan,
disorientasi, tingkah
laku tidak kooperatif
(sindrom sundower)
dapat mengurangi
tidur
i. Penguatan bahwa
saatnya tidur dan
mempertahankan
kestabilan
lingkungan. Catatan :
penundaan waktu
tidur diindikasikan
agar klien membuang
kelebihan energy dan
memfasilitasi tidur
j. Meningkatkan
relaksasi dengan
perasaan mengantuk
k. Menurunkan
kebutuhan akan
bangun untuk
minuman sore.
Lakukan berkemih
sebelum tidur
l. Putarkan musik
yang lembut atau
“suara yang jernih”
berkemih selama
malam hari
l. Menurunkan stimulasi
sensori dengan
menghambat suara
lain dari lingkungan
sekitar yang akan
menghambat tidur
5 Kurang perawatan
diri berhubungan
dengan intoleransi
aktivitas,
menurunnya daya
tahan dan kekuatan
ditandai dengan
penurunan
kemampuan
melakukan
aktivitas sehari-
hari.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat
merawat dirinya sesuai
dengan
kemampuannya
dengan KH :
Mampu melakukan
aktivitas perawatan
diri sesuai dengan
tingkat kemampuan.
Mampu
mengidentifikasi dan
menggunakan
sumber pribadi/
komunitas yang
dapat memberikan
bantuan.
Mandiria. Identifikasi kesulitan
dalam berpakaian/
perawatan diri,
seperti: keterbatasan
gerak fisik, apatis/
depresi, penurunan
kognitif seperti
apraksia.
b. Identifikasi
kebutuhan
kebersihan diri dan
berikan bantuan
sesuai kebutuhan
dengan perawatan
rambut/kuku/ kulit,
bersihkan kaca
mata, dan gosok
gigi.
c. Perhatikan adanya
Mandiria.Memahami penyebab
yang mempengaruhi
intervensi. Masalah
dapat diminimalkan
dengan menyesuaikan
atau memerlukan
konsultasi dari ahli lain.
b. Seiring perkembangan
penyakit, kebutuhan
kebersihan dasar
mungkin dilupakan.
c.Kehilangan sensori dan
penurunan fungsi
bahasa menyebabkan
klien mengungkapkan
tanda-tanda
nonverbal yang
fisiologis.
d. Beri banyak waktu
untuk melakukan
tugas.
e. Bantu mengenakan
pakaian yang rapi
dan indah.
kebutuhan perawatan
diri dengan cara
nonverbal, seperti
terengah-engah, ingin
berkemih dengan
memegang dirinya.
d. Pekerjaan yang
tadinya mudah
sekarang menjadi
terhambat karena
penurunan motorik dan
perubahan kognitif.
e.Meningkatkan
kepercayaan untuk
hidup.
6. Koping individu
tidak efektif
berhubungan
dengan pemecahan
masalah tidak
adekuat ditandai
dengan cepat
marah, curiga,
mudah
tersinggung.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan koping
individu menjadi
efektif dengan kriteria
hasil :
- Mampu
menyatakan atau
mengkomunikasika
n dengan orang
terdekat tentang
situasi dan
perubahan yang
Mandiria. Kaji perubahan dari
gangguan persepsi
dan hubungan
dengan derajat
ketidakmampuan
b. Dukung kemampuan
koping
Mandiria. Menentukan bantuan
individual dalam
menyusun rencana
perawatan atau
pemilihan intervensi.
b.Kepatuhan terhadap
program latihan dan
berjalan membantu
memperlambat
kemajuan penyakit.
Dukungan dan sumber
sedang terjadi
- Mampu
menyatakan
penerimaan diri
terhadap situasi
- Mengakui dan
menggabungkan
perubahan ke
dalam konsep diri
dengan cara yang
akurat tanpa haraga
diri yang negatif
c. Pernyataan
pengakuan terhadap
penolakan tubuh,
mengingatkan
kembali fakta
kejadian tentang
realitas bahwa masih
dapat menggunakan
sisi yang sakit dan
belajar mengontrol
sisi yang sehat
d. Beri dukungan
psikologis secara
menyeluruh
bantuan dapat
diberikan melalui
ketekunan berdoa dan
penekanan keluar
terhadap aktivitas
dengan mepertahankan
patisipasi aktif
c. Membantu klien untuk
melihat bahwa perawat
menerima kedua bagian
sebagai bagian dari
seluruh tubuh.
Mengizinkan klien
untuk merasakan
adanya harapan dan
mulai menerima situasi
baru.
d.Klien Demensia sering
merasa malu, apatis,
tidak adekuat, bosan
dan merasa sendiri.
Perasaan ini dapat
disebabkan akibat
keadaan fisik yang
lambat dan upaya yang
besar dibutuhkan
terhadap tugas-tugas
kecil. Klien dibantu
dan didukung untuk
e. Bentuk program
aktivitas pada
keseluruhan hari
f. Anjurkan orang yang
terdekat untuk
mengizinkan klien
melakukan hal-hal
untuk dirinya
semaksimal mungkin
g. Dukung perilaku
atau usaha seperti
peningkatan minat
mencapai tujuan yang
ditetapkan (seperti
meningkatnya
mobilitas)
e. Bentuk program
aktivitas pada
keseluruhan hari untuk
mencegha waktu tidur
yang terlalu banyak
yang dapat mengarah
padda tidak adanya
keinginan dari apatis.
Setiap upaya dibuat
untuk mendukung klien
keluar darii tugas-tugas
yang termasuk koping
dengan kebutuhan
mereka setiap hari dan
untuk membentuk klien
mandiri. Apapun yang
dilakukan hanya untuk
keamanan sewaktu
mencapai tujuan
dengan meningkatnya
kemampuan koping.
f. Menghidupkan kembali
perasaan kemandirian
dan membantu
perkembangan harga
diri serta
mempengaruhi proses
atau partisipasi
dalam aktivitas
rehabilitasi
h. Monitor gangguan
tidur peningkatan
konsentrasi, letargi,
dan withdrawal
Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli
neuropsikologi
dan konseling
bila ada indikasi
rehabilitasi.
g.Klien dapat beradaptasi
terhadap perubahan dan
pengertian tentang
peran individu masa
mendatang.
h.Dapat mengindikasikan
terjadinya depresi
dimana memerlukan
intervensi dan evaluasi
lebih lanjut
Kolaborasi
a. Dapat
memfasilitasi
perubahan peran
yang penting
untuk
perkembangan
perasaan.
Kerjasama
fisioterapi,
psikoterapi, terapi
obat-obatan, dan
dukungan
partisipasi
kelompok dapat
menolong
mengurangi
depresi yang juga
sering muncul
pada kejadian ini.
7. Hambatan
komunikasi verbal
berhubungan
dengan perubahan
persepsi ditandai
dengan disorientasi
tempat, orang dan
waktu.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan,
diharapkan klien
tidak mengalami
hambatan komunikasi
verbal dengan kriteria
hasil :
Membuat
teknik/metode
komunikasi yang
dapat dimengerti
sesuai kebutuhan
dan meningkatkan
kemampuan
berkomunikasi
Mandiria. Kaji kemampuan
klien untuk
berkomunikasi.
b. Menentukan cara-
cara berkomunikasi
seperti
mempertahankan
kontak mata,
pertanyaan dengan
jawaban ya atau
tidak,
menggunakan
kertas dan
pensil/bolpoint,
gambar, atau papan
tulis; bahasa
isyarat, penjelas arti
dari komunikasi
yang disampaikan.
c. Letakkan bel/lampu
panggilan di tempat
mudah dijangkau dan
berikan penjelasan
cara
Mandiria. Untuk menentukan
tingkat kemampuan
klien dalam
berkomunikasi.
b. Untuk membantu
proses
berkomunikasi
dengan klien, dan
agar tidak terjadi
miskomunikasi.
c. Untuk memudahkan
klien dalam
memanggil perawat
saat membutuhkan
bantuan.
menggunakannya.
Jawab panggilan
tersebut dengan
segera. Penuhi
kebutuhan klien.
Katakan kepada
klien bahwa perawat
siap membantu jika
dibutuhkan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi
dengan ahli
wicara bahasa.
Kolaborasi
a. Memberikan terapi
bicara pada klien.
8. Risiko terhadap
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan mudah
lupa, kemunduran
hobi, perubahn
sensori.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan klien
mendapat nutrisi yang
seimbang dengan KH:
Mengubah pola
asupan yang benar.
Mendapat diet
nutrisi yang
seimbang.
Mempertahankan/
mendapat kembali
berat badan yang
sesuai.
Ikut serta dalam
aktifitas yang
mempermudah
Mandiria. Kaji pengetahuan
klien/keluarga
mengenai kebutuhan
makan
b. Usahakan/ berikan
bantuan dalam
memilih menu
c. Berikan makanan
kecil setiap jam
sesuai kebutuhan
d. Hindari makanan
yang terlalu panas
Mandiri a. Identifikasi kebutuhan
untuk membantu
perencanaan
pendidikan
b. Klien tidak mampu
menentukan pilihan
kebutuhan nutrisi
c. Makan makanan kecil
meningkatkan
masukan yang sesuai
d. Makan panas
mengakibatkan mulut
terbakar atau menolak
koping adaptif. Kolaborasi :
a. Rujuk atau
konsultasikan
dengan ahli gizi
b.Pemberian
suppositoria dan
pelumas faeces /
pencahar.
untuk makan
Kolaborasi:
a. Bantuan diperlukan
untuk
mengembangkan
keseimbangan
diet dan
menemukan
kebutuhan /
makan yang
disukai
b.Pertolongan utama
terhadap fungsi
bowell atau BAB
9. Risiko terhadap
cedera
berhubungan
dengan kesulitan
keseimbangan,
kelemahan, otot
tidak terkoordinasi,
aktivitas kejang.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan Risiko
cedera tidak terjadi
dengan KH :
- Meningkatkan
tingkat aktivitas
- Dapat beradaptasi
dengan lingkungan
untuk mengurangi
risiko
trauma/cedera
- Tidak mengalami
trauma/cedera
Mandiri
a. Kaji derajat
gngguan
kemampuan,tingkah
laku impulsive dan
penurunan persepsi
visual. Bantu
keluarga
mengidentifikasi
risiko terjadinya
bahaya yang
mungkin timbul
Mandiri
a. Mengidentifikasi
risiko di lingkungan
dan mempertinggi
kesadaran perawat
akan bahaya. Klien
dengan tingkah laku
impulsif berisiko
trauma karena
kurang mampu
memgendalikan
perilaku. Penurunan
persepsi visual
berisiko terjatuh
- Keluarga
mengenali
potensial di
lingkungan dan
mengidentifikasi
tahap-tahap untuk
memperbaikinya
b. Hilangkan sumber
bahaya lingkungan
c. Alihkan perhatian
saat perilaku
teragitasi
d. Gunakan pakaian
sesuai dengan
lingkungan
fisik/kebutuhan
klien
e. Kaji efek samping
obat, tanda
keracunan (tanda
ekstrapiramidal,hip
b. Klien dengan
gangguan kognitif,
gangguan persepsi
adalah awal terjadi
trauma akibat tidak
bertanggung jawab
terhadap kebutuhan
keamanan dasar
c. Mempertahankan
keamanan dengan
menghindari
konfrontasi yang
meningkatkan risiko
terjadinya trauma
d. Perlambatan proses
metabolisme
mengakibatkan
hipotermia.
Hipotalamus
dipengaruhi proses
penyakit yang
menyebabkan rasa
kedinginan
e. Klien yang tidak
dapat melaporkan
tanda/gejala obat
dapat menimbulkan
kadar toksisitas pada
lansia. Ukuran
dosis/penggantian
otensi
ortostatik,gangguan
penglihatan,
gangguan
gastrointestinal)
f. Hindari penggunaan
restrain terus-
menerus. Berikan
kesempatan
keluarga tinggal
bersama klien
selama periode
agitasi akut
obat diperlukan
untuk mengurangi
gangguan
f. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi
dan timbul risiko
fraktur pada klien
lansia (berhubungan
dengan penurunan
kalsium tulang)
4. Implementasi
(implementasi sesuai dengan intervensi)
5. Evaluasi
No.
DxDiagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Perubahan proses pikir berhubungan
dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel)
ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak
mampu menginterpretasikan stimulasi
dan menilai realitas dengan akurat.
Mampu memperlihatkan kemampuan
kognitifuntuk menjalani konsekuensi
kejadian yang menegangkan terhadap
emosi dan pikiran tentang diri
Mampu mengembangkan strategi untuk
mengatasi anggapan diri yang negative
Mampu mengenali perubahan dalam
berpikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
Mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan
2. Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi atau integrasi
sensori (penyakit neurologis, tidak
mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri) ditandai dengan cemas,
apatis, gelisah, halusinasi.
Mengalami penurunan halusinasi
Mengembangkan strategi psikososial
untuk mengurangi stress atau mengatur
prilaku.
Mendemonstrasikan respon yang sesuai
stimulasi
Perawat mampu mengidentifikasi
factor eksternal yang berperan terhadap
perubahan
kemampuan persepsi sensori
3. Sindrom stress relokasi berhubungan
dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan
kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung,
Mengidentifikasi perubahan
Mampu beradaptasi pada perubahan
lingkungan dan aktivitas kehidupan
sehari- hari
Mempertahankan rasa berharga pada
tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan
tingkah laku agresif.
diri dan identitas pribadi yang positif
Membuat pernyataan positif tentang
lingkungan yang baru
Memperlihatkan penerimaan terhadap
perubahan lingkungan dan penyesuaian
kehidupan
Mampu menunjukan tentang perasaan
yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut
berkurang
Tidak menyimpan pengalaman
menyakitkan
Menggunakan bantuan dari sumber
yang tepat selama waktu pengaturan
pada lingkungan baru
4. Perubahan pola tidur berhubungan
dengan perubahan lingkungan
ditandai dengan keluhan verbal
tentang kesulitan tidur, terus-menerus
terjaga, tidak mampu menentukan
kebutuhan/ waktu tidur.
Memahami factor penyebab gangguan
pola tidur
Mampu menentukan penyebab tidur
inadekuat
Mampu memahami rencana khusus
untuk menangani/mengoreksi penyebab
tidur tidak adekuat
Mampu menciptakan pola tidur yang
adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang
(melamun)
Tampak atau melaporkan dapat
beristirahat yang cukup
5. Kurang perawatan diri berhubungan
dengan intoleransi aktivitas,
Mampu melakukan aktivitas perawatan
diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
menurunnya daya tahan dan kekuatan
ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
Mampu mengidentifikasi dan
menggunakan sumber pribadi/
komunitas yang dapat memberikan
bantuan.
6. Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan pemecahan
masalah tidak adekuat ditandai
dengan cepat marah, curiga, mudah
tersinggung.
Mampu menyatakan atau
mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan
yang sedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri
terhadap situasi
Mengakui dan menggabungkan
perubahan ke dalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa haraga diri yang
negative
7. Hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan
persepsi ditandai dengan disorientasi
tempat, orang dan waktu.
Membuat teknik/metode komunikasi
yang dapat dimengerti sesuai
kebutuhan dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
8. Risiko terhadap perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mudah lupa,
kemunduran hobi, perubahn sensori.
Mengubah pola asupan yang benar.
Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
Mempertahankan/ mendapat kembali
berat badan yang sesuai.
Ikut serta dalam aktifitas yang
mempermudah koping adaptif.
9. Risiko terhadap cedera berhubungan
dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi,
aktivitas kejang.
Meningkatkan tingkat aktivitas
Dapat beradaptasi dengan lingkungan
untuk mengurangi risiko trauma/cedera
Tidak mengalami trauma/cedera
Keluarga mengenali potensial di
lingkungan dan mengidentifikasi tahap-
tahap untuk memperbaikinya
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999
Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002