crs stroke gaga, raisa,angie

82
CASE REPORT SESSION “STROKE” Disusun oleh: Presentan Angie Erditha S 12100113007 Ganesha Adi Turbaga 12100113024 Raisa As Adila 12100113014 Partisipan: Fandi Dwi Cahyandi 12100113040 Irna Herliani 12100103019 Desy Rizkiani 12100103030 Preceptor: dr. Nuri Amalia, SpS PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG RS AL ISLAM BANDUNG 2014

Upload: fandi-dwi-cahyandi

Post on 24-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

juju

TRANSCRIPT

Page 1: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

CASE REPORT SESSION“STROKE”

Disusun oleh:

Presentan Angie Erditha S 12100113007Ganesha Adi Turbaga 12100113024Raisa As Adila 12100113014

Partisipan:Fandi Dwi Cahyandi 12100113040Irna Herliani 12100103019Desy Rizkiani 12100103030

Preceptor:dr. Nuri Amalia, SpS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNGRS AL ISLAM BANDUNG

2014

Page 2: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

BAB I

PENDAHULUAN

DATA PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan

Status Marital : Menikah

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 30 Juni 2014

Tanggal Pemeriksaan : 7 Juli 2014

ANAMNESA

• Keluhan Utama :

Os mengeluh bicara rero sejak satu jam SMRS

 Riwayat Penyakit sekarang:

Sejak satu jam smrs .Os terjatuh telungkup di kamar. Setelah jatuh Os terlihat berbicara

rero namun masih sadar penuh. Keluhan disertai dengan mulut mencong, kelemahan pada tangan

dan kaki kiri, dan baal pd sisi tubuh kiri. keluhan tidak disertai dengan mual muntah, nyeri

kepala, dan kejang. Diperiksa TD 140/90 mmHg.

2

Page 3: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Sejak satu minggu dirawat di RSAI pasien tampak menurun kesadarannya, jika dipanggil

membuka mata dan menjawab pertanyaan, lalu tidur kembali. Keluhan tidak disertai nyeri

kepala, muntah atau kejang. penglihatan ganda, telinga berdenging, rasa berputar tidak diketahui.

Riwayat Penyakit Dahulu:

  Hipertensi diketahui sejak beberapa tahun yang lalu. Konsumsi obat dan kontrol tak

teratur. Riwayat kencing manis, penyakit jantung, asam urat, kolesterol tinggi, gangguan ginjal,

stroke dan TIA disangkal.

Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok sejak muda. Pasien merupakan perokok

berat.

Riwayat Keluarga

Terdapat anggota keluarga yang pernah mengalami stroke (adik). Terdapat keluarga yang

memiliki riwayat darah tinggi.

PEMERIKSAAN FISIK

KEADAAN UMUM:

Kesadaran : Somnolen

Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

3

Page 4: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Suhu : 38 ºC

Gizi : Baik

STATUS INTERNA

 Kepala : Normochepal

 Mata : k.a - / - s.i -/-

 Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

 Thoraks : bentuk dan gerak simetris

Jantung : bunyi jantung murni regular, murmur (-) , gallop (-)

Paru-paru : VBS kiri=kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Datar, lembut, Hepar/Lien tidak teraba, Tymphani

(+), Bising usus (+) / tidak meningkat

 Ekstremitas : sianosis -/-, edema -/-

STATUS NEUROLOGIKUS

A. Pemeriksaan Umum

Tingkat Kesadaran : Somnolen

Kepala : Normocephal

4

Page 5: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Collum Vertebra : tidak ada deformitas

B. Tanda Rangsangan Selaput otak

Kaku Kuduk : +

 Laseque : ++/++

 Laseque menyilang : ++/++

 Kernig : ++/++

 Brudzinsky I/II/III : -/-/-

C. Koordinasi :

>>Ekwilibrium

Berdiri : Tidak dilakukan

Jalan : Tidak dilakukan

 >> Non ekwilibrium

Tes telunjuk-hidung : Tidak dilakukan

Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan

Tes tumit-lutut : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

5

Page 6: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Rebound : Tidak dilakukan

Cara bicara : Dapat bicara namun tidak jelas

D. Saraf Otak

-N I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan

-NII (Optikus)

Tajam pandang : Tidak dilakukan

Lapang pandang : Tidak dilakukan

Oftalmoskopi : Tidak dilakukan

-N III/IV/VI (okulomotorius, trochlearis, abduscens):

Ptosis : -/-

Posisi mata : di tengah

Eksoftalmus : -/-

Enoftalmus : -/-

Diplopia : tidak dapat dinilai

Tekanan bola mata : tidak dilakukan

Gerakan bola mata : Kesan baik Nistagmus : (-)

6

Page 7: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Nystagmus : -/-

 ukuran pupil : ODS 3mm, isokor

Reaksi cahaya (D/I) : +/+

- N V (trigerminal):

Motorik : tidak dilakukan

Sensorik : tidak dilakukan

Refleks kornea : tidak dilakukan

-N VII (Fasial):

Motorik : Parese (+); kesan parese N VII kiri sentral

Gerakan involunter (-)

Sensorik : Rasa kecap (2/3 bagian depan lidah): Tidak dilakukan

Hiperakusis : (-)

Lakrimasi : (-)

-N VIII (akustik):

Cochlear : tidak dilakukan

Subjektif : tidak dilakukan

7

Page 8: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Hiperakustik : tidak dilakukan

Tajam pendengaran : tidak dilakukan

Rinne : tidak dilakukan

Weber : tidak dilakukan

Vestibular : tidak dilakukan

Kalorik : tidak dilakukan

-N IX/X (Glosofaringeal, vagus) :

Gerakan Palatum dan uvula : dalam batas normal

Refleks muntah : Tidak dilakukan

Menelan : Tidak dilakukan

Tes kalimat/ suara : Dapat berbicara

-N XI (Ascesorius):

Parese : Tidak dilakukan

Tonik : Tidak dilakukan

Spasme : Tidak dilakukan

8

Page 9: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

-NXII ( Hipoglosus) :

Deviasi (+) ke kanan

Fasikulasi (-)

Atrofi (-)

E. Sistem Motorik :

Anggota badan atas : Kekuatan otot 5/0, normotonus, atrofi -, fasikulasi -

Anggota badan bawah : Kekuatan otot 5/0, normotonus, atrofi -, fasikulasi -

Gerakan involunter : (-)

Kekuatan kontraksi : Dengan rangsang nyeri, kesan kiri tertinggal

F. Sistem Sensorik :

 - Eksteroseptif : Sulit dinilai

 - Proprioseptif : Sulit dinilai

 G. Refleks :

>Fisiologis :

Biceps : +/+

Triceps : +/+

9

Page 10: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Radialis : +/+

Patella : +/+

Achilles : +/+

Rahang : +/+

L.A Abdomen : -

L.B Abdomen : -

Kremaster : Tidak dilakukan

Anal : Tidak dilakukan

>>Patologis :

Babinski : -/+

Chaddock : -/+

Hoffman Tromner : -/-

Mendel Bechterew : -/-

Rossolimo : -/-

Klonus: Patella : -/-

Achilles : -/-

10

Page 11: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Memegang : -

Mencucu : -

Palmomental : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

>>Yang dilakukan : Profil lipid, asam urat, GDP, GD 2 PP, Urin rutin, Hb A1C,

konsul URM, foto rontgen, CT scan.

 >> HASIL LABORATORIUM

-Profil lipid:

Kolesterol total : 178

HDL : 53

LDL : 102

Trigliserida : 107

-GDP : 142

-GD 2PP : 164

-GDS : 99

-Asam urat : 4.9

11

Page 12: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

 -Darah Rutin

Hemoglobin :12 (T)

Hematokrit :36.7 (T)

Leukosit :15.500 (N)

Trombosit :154.000 (~)

-Kimia Darah

Ureum :49 (N)

Kreatinin :1.4 (~)

Natrium :138 (~)

Kalium :3.5 (~)

-Foto Thoraks

Kardiomegali tanpa bendungan paru, tidak tampak bronchopneumonia atau TB

-CT scan kepala:

Perdarahan intraserebral di daerah capsula eksterna kanan ukuran 5.1 x 3.3 x 4.2 cm

12

Page 13: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

RESUME

Satu jam SMRS Os terjatuh telungkup di kamar. Setelah jatuh Os terlihat berbicara rero

namun masih sadar penuh. Keluhan disertai dengan mulut mencong, kelemahan pada tangan dan

kaki kiri, dan baal sesisi tubuh kiri. keluhan tidak disertai dengan mual muntah, nyeri kepala, dan

kejang. Diperiksa TD 140/90 mmHg.

Sejak satu minggu dirawat di RSAI pasien tampak menurun kesadarannya, jika dipanggil

membuka mata dan menjawab pertanyaan, lalu tidur kembali. Keluhan tidak disertai nyeri

kepala, muntah atau kejang, dan kelemahan anggota gerak yg baru. Keluhan baal sesisi tubuh,

penglihatan ganda, telinga berdenging, rasa berputar tidak diketahui.

Riwayat hipertensi diakui Os ada sejak beberapa tahun yang lalu. Konsumsi obat dan

kontrol tak teratur. Riwayat kencing manis, penyakit jantung, asam urat, kolesterol tinggi,

gangguan ginjal, stroke dan TIA disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, suhu 38C, hemiplegia

kiri dengan kesan parese N VII kiri sentral.

Hasil laboratorium menunjukan adanya penurunan pada kadar Haemoglobin, Hematokrit,

dan leukosit, dan penurunan pada kadar ureum darah.

Hasil radiologi foto thoraks menunjukan adanya kardiomegali tanpa bendungan paru.

Hasil CT scan kepala menunjukan adanya perdarahan intraserebral di daerah capsula eksterna

kanan ukuran 5.1 x 3.3 x 4.2 cm.

13

Page 14: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 

-Stroke ec perdarahan intra serebri pada sistem vertebrobasiler

-Stroke ec perdarahan subarachnoid

-Stroke ec infark serebri

DIAGNOSA KERJA

Stroke ec perdarahan intra serebri e.c hipertensi

PENATALAKSANAAN UMUM

Tirah baring

Diet 23 kal/kgBB

Khusus:

Manitol 20% 200-150-150

Captopril 3x25 g

PROGNOSA 

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam 

14

Page 15: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Menurut WHO Task Force in Stroke and other

Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik)

atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda

yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.

2.1.2 Menurut WHO Monica Project

Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global)

yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian,

tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vaskular.

2.2 Epidemiologi Stroke

Insiden Stroke di negara maju cenderung menurun karena usaha prevensi primer yang

berhasil terutama dalam hal pencegahan terhadap hipertensi. Akan tetapi di negara berkembang

insiden ini justru menaik akibat pengaruh urbanisasi, perubahan gaya hidup, dan bertambahnya

umur harapan hidup (Alex Kalache 1995). Insiden stroke pada daerah perkotaan (urban) di

Indonesia diperkirakan 5 kali lebih besar daripada insiden di daerah pedesaan (rural) (Medical

15

Page 16: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Research Unit. FK Unpad 1994). Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien stroke yang dirawat di

rumah sakit terutama RS tipe B yang merupakan rumah sakit yang berada didaerah perkotaan.

Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di

rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1

di rumah-rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997).

Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke

meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di Oxfordshire, selama tahun 1981 –

1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57

kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia

85 tahun keatas (Lumbantobing, 2001). Sedangkan di Aucland, Seland ia Baru, insiden stroke

pada kelompok usia 55 – 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk dan di Soderhamn, Swedia,

insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk.

Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di

Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderhamn, Swedia. Berdasarkan jenis

kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada

wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada

wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita.

Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita.

Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Di

Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai dengan

31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut :

16

Page 17: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

(1) Angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk,

(2) Angka insidensi stroke wanita adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki

110,25 per 100.000 penduduk,

(3) Angka insidensi kelompok umur 30 – 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk,

kelompok umur 51 – 70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun

adalah 182,09 per 100.000 penduduk,

(4) Proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke perdarahan

intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid

2.3 Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran

klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang

berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan

prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara

lain :

2.3.1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

Stroke Infark

a. Infark aterotrombotik

b. Infark kardioemboli

17

Page 18: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

c. Infark lakuner

Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intra serebral

b. Perdarahan subarakhnoid

Gambar 2.1 Perbandingan Hemorrhagic dan Ischemic Stroke

18

Page 19: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Gambar 2.2 Perbandingan antara thrombotic, embolic stroke, dan cerebral hemorrhage

2.3.2 Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

b. RIND

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak

lebih dari seminggu.

c. Progressing stroke atau SIE (stroke in evolution)

Gejala neurologik yang makin lama makin berat.

19

Page 20: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

d. Completed stroke

Gejala klinis sudah menetap.

2.3.3 Berdasarkan sistem pembuluh darah :

a. Sistem Karotis

b. Sistem vertebro-basiler.

2.4 Faktor resiko stroke

Dalam penanganan pasien stroke perlu dicari faktor-faktor resiko yang mendasari

terjadinya perubahan patologik pembuluh darah otak.

2.4.1 Non-Modifiable

Umur-semakin tua, semakin beresiko.

Jenis Kelamin-sering pada pria dibanding wanita. Namun, kematian akibat stroke terjadi pada

wanita.

Ras dan etnik-sering pada orang berkulit hitam karena berpotensi untuk terkena hipertensi,

diabetes mellitus dan obesitas.

Herediter-terdapat stroke di kalangan anggota keluarga.

2.4.2 Modifiable/Modification

Hipertensi-antihipertensi

20

Page 21: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Penyakit jantung-antiplatlet, antikoagulan, antiaritmia

Diabetes mellitus-kontrol glukosa

Hiperkolestrolemia-obat penurun lipid

Rokok-berhenti merokok

Peminum alkohol berat-reduksi

TIA atau stroke sebelumnya-antiplatelet, antikoagulan

Stenosis karotis asimptomatik-antiplatelet, endarterektomi

2.5 Patofisiologi dan Gambaran Klinis

2.5.1 Stroke Infark

Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang

menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral

Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke

otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit

terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.

Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan

bersifat reversibel.

Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55

ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai

21

Page 22: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100

gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang

marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan

kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali

normal.

Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium.

Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia,

sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.

Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat

yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang

mendorong jejas sel menjadi irreversibel.

Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,

peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium

yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak

bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin

dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi

trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan

normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi

trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.

Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler

terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).

22

Page 23: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.

Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah

otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

a) Infark Atherotrombotik

Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan

hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan

arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat

mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan ”mendorong”

atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.

Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter

koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa gejala

dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes.

Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah

dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya

plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL

kolesterol darah dan aliran darah otak.

Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan

cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:

– A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.

– A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler

– Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial

23

Page 24: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

– Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah

– A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum

Gambaran Klinis

Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan diagnosis

trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan reversibel.

Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin timbul pada

serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara

dan bahasa, bingung dan lain-lain.

Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia, kebas,

hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.

Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit hingga beberapa

jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.

Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:

a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa jam, setelahnya

terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal dapat berlangsung lebih

lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.

b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien lumpuh pada

tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak

berdaya.

c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga menyerupai tumor

otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk menegakkan diagnosis stroke pada

kasus ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan lengkap.

24

Page 25: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri berhubungan

dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan rlebih regional dibandingkan

dengan perdarahan intraserebral maupun perdarahan subarachnoid.

Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan apda pasien

dengan stroke infark atherotrombotik.

b) Infark Embolik

Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung. Trombus

yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan arteri yang

terlalu kecil untuk dilewati.

Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:

Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,

hipertensi, kongenital aupun sifilis)

Infark miokard dengan trombus mural

Endokarditis bakterial akut dan sub aut

Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral, miokarditis)

Komplikasi bedah jantung

Katup jantung buatan

Vegetasi trombotik endokardial non bakterial

Prolaps katup mitral

Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen ovale)

Myxoma

25

Page 26: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:

Atherosklerosis aorta dan a. carotis

Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler

Trombus pada v. pulmonalis

Lemak, tumor, udara

Komplikasi bedah leher dan thoraks

Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt

Gejala Klinis

Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling cepat.

Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar mandi.

Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia

Pada pencitraan otak :

o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial

o Terdapat kemungkinan infark perdarahan

2.5.2 Infark Lakuner

Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang

mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah

yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona

radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.

26

Page 27: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,

atherosklerosis dengan diabetes melitus.

Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu

hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis

dengan ataksia, sindrom sensorimotor.

2.5.3 Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya

perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang

dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian

distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan

adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil

(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada

suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan

perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke

sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan

bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan

disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai

kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai

pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding

pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,

27

Page 28: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya

dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,

kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat

TIA.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan

thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan

kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke

dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan

pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan

jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian

digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil

yang terisi cairan. .

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa

sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat

terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume

darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik

yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada

pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

28

Page 29: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2.5.4 Stroke Perdarahan Subarachnoid

Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat

mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur

penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma,

kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan.

Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah,

darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya

berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan

aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan

sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen

positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid

pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya

darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah

onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang

kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup

tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

29

Page 30: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Tabel 3.1 Diagnosis banding stroke hemoragik

Perdarahan Intraserebri Perdarahan Subarachnoid

Onset Usia pertengahan - usia tua Usia muda

Jenis Kelamin >> ♂ >> ♀

Etiologi Hipertensi Ruptur aneurisma

Lokasi Ganglia basalis, pons, thalamus,

serebelum

Rongga subarachnoid

Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri

kepala, muntah

Defisit neurologis (+)

Penurunan kesadaran, nyeri

kepala, muntah

Deficit neurologist (-)/ ringan

Rangsang meningen (+)

Pemeriksaan

Penunjang

- CSS seperti air cucian

daging/ xantochrome

(Pungsi lumbal)

- Area hiperdens pada CT

Scan

- Perdarahan subhialoid

(Funduskopi)

- CSS gross hemorrhagic

(Pungsi lumbal)

- Perdarahan dalam rongga

subarachnoid (CT Scan)

30

Page 31: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

gambar 2.3 kiri : Berry Aneurysm, Penyebab Umum Perdarahan Subarachnoid. Kanan :

Micro-Aneurysms, Penyebab Umum Perdarahan Intraserebral.

Tabel 3.2 Perbedaan gejala pada stroke pada sistem karotis dan vertebrobasiler

31

Page 32: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2.6 Penegakan Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi pengertian stroke

sendiri :

Defisit neurologis fokal atau global.

Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian.

Akut atau mendadak.

Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak.

Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa pasien mengalami

stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis etiologi, lokalisasi, dan faktor resiko

stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa, pemeriksaan fisik, neurologis. Berkut tabel yang

menampilkan perbedaan masing-masing jenis stroke :

32

Page 33: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Tabel 3.3 Diagnosis Banding antara Stroke Infark, PIS dan PSA

KRITERIA INFARK PIS PSA

1. Anamnesa

TIA + - -

Istirahat + - -

Aktivitas - + +

Nyeri kepala - + ++

2. Pemeriksaan Fisik

Defisit neurologik + + +

Penurunan kesadaran - + +

Kaku kuduk - + +

Tekanan darah Sedang variasi Sedang

3. Pemeriksaan tambahan

Punksi lumbal Jernih Xantochrome Gross haemorrhagic

Tabel 3.4 Diagnosis Banding Berdasarkan Anamnesis

ANAMNESIS TROMBOSIS EMBOLI PIS PSA

Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun Tak tentu (20-

30 tahun)

Awitan Bangun tidur Aktivitas Aktivitas Aktivitas

Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat

Peringatan + + - -

Sakit kepala - - ++ ++++

33

Page 34: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Muntah - - ++ ++++

Kejang - - ++ ++++

Vertigo +/- - - -

Tabel 3.5 Diagnosis Banding Berdasarkan Gambaran Klinis

Klinis Trombosis Emboli PIS PSA

Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun/Normal

GCS > 7 > 7 < 6 < 6

Kaku kuduk - - -/+ +

Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiplegia

Aphasia ++/- ++/- - -

Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Midline shift Aneurisma/AVM

Parese N 3,4,6 - - + +/-

LP - - +/- ++++

CT Scan Hipodens ke

sentral setelah

4-7 hari

Hipodens

perifer khas

seperti baji

setelah 4-7 hari

Hiperdensitas

seperti massa

darah

Hiperdensitas di

subarachnoid

34

Page 35: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Tabel 3.6 Diagnosis Banding Berdasarkan Faktor Risiko

FAKTOR RISIKO TROMBOSIS EMBOLI PIS PSA

Hipertensi +/- - HT Maligna +/-

Kardial ASHD RHD HHD -

Diabetes Melitus ++ - - -

Dislipidemia ++ - - -

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark

dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah

didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran

hiperdens.

CT scan

Gambar 2.4 Gambaran CT Scan Pada Penderita Stroke

35

Page 36: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2.7.2 Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat

sensitif).

2.7.3 Pemeriksaan Angiografi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau

vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh

darah.

Angiografi

Gambar 2.5 Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke

2.7.4 Pemeriksan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada

tidaknya stenosis arteri karotis.

36

Page 37: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Gambar 2.6 Gambaran USG pada Penderita Stroke

2.7.5 Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan

gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS

yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

2.7.6 Pemeriksaan Penunjang Lain.

Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum,

kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG,

Echocardiografi.

37

Page 38: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Siriraj Stroke Score (SSS)

Gambar 2.7 Siriraj Stroke Score

Cara penghitunga :

SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x

atheroma) – 12

Nilai SSS Diagnosa

• > 1 : Perdarahan otak

• < -1 : Infark otak

• -1 < SSS < 1 : Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

38

Page 39: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Skor Gajah Mada (SGM)

Gambar 2.8 Skor Gajah Mada

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

– Penurunan Kesadaran

– Nyeri Kepala

– Refleks Babinski

2.8 Manajemen Terapi

2.8.1 Pedoman pada stroke iskemik akut

Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut

kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap, yaitu tekanan darah sistolik >220 mmHg atau

diastolik > 120 mmHg. Pendapat lain menyebutkan obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada

sebelum serangan stroke, diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat anti-

hipertensi yang baru sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.

39

Page 40: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

- Tekanan darah diastolik > 140 mmHg atau > 110 mmHg bila akan dilakukan terapi

trombolisis, diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi, berupa drip kontinyu

nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll.

- Tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg,

diberikan labetalol IV selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang tiap 10-20 menit

sampai penurunan darah yang memuaskan. Setelah pemberian dosis awal, labetalol dapat

diberikan 6-8 jam, bila diperlukan (bila emergensi).

- Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 105-120

mmHg terapi darurat harus ditunda tanpa adanya tanda perdarahan intraserebral atau

gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan darah menetap pada dua kali pengukuran selang

60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari. Pengobatan alternative,

selain labetalol, adalah nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau captopril 6,25-12,5 mg tiap 8

jam (urgensi).

- Tekanan sistolik < 180 mmHg dan atau tekanan diastolik < 105 mmHg, terapi hipertensi

biasanya tak diperlukan.

a) Obat Trombolitik rtPA

Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah

yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama

adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam),

agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan

terutama daerah otak yg diperdarahinya. Kriteria eksklusi penggunaan obat ini diantaranya:

40

Page 41: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

- Bila ada riwayat penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin

partial memanjang.

- Trombosit < 100.000/mm.

- Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat 3 bulan sebelumnya.

- Operasi besar dalam waktu 14 hari.

- Sistolik sebelum pengobatan > 185 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.

- Defisit neurologis ringan.

- Riwayat perdarahan intracranial.

- Glukosa darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL.

- Kejang pada permulaan stroke.

- Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari.

- Infark miokard baru.

- Permulaan stroke tidak dapat dipastikan.

Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada

menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit monitor terus di ICU 24 jam akan

adanya perburukan neurologis dan perdarahan.

b) Peranan Neuroprotektif pada Stroke Iskemik Akut

Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang

dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat

dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat

menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis

neuroproteksi :

41

Page 42: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

- Neuroproteksi yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:

Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)

Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)

- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury: Abelximab

Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:

- Piracetam

- Citicholin

Terapi bedah :

- Carotid endarterectomy

- Angioplasty

- Catheter embolectomy

Merupakan terapi terpilih saat ini. Kriteria inklusinya adalah: NIHSS > 10, maksimal 8

jam sejak onset serangan.

2.8.2 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak

penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:

1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.

42

Page 43: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan

pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.

3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.

a) Terapi Umum

1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling sedikit dua

minggu

2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua minggu

pertama

3. Diet makanan sesuai faktor resiko

4. Monitoring tanda-tanda vital

b) Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan

Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan

darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:

1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada dua

kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau

nitrogliserin drip.

2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan

darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit

berikan labetalol injeksi atau enalapril.

3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka pemberian

obat anti-hipertensi ditangguhkan.

43

Page 44: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

c) Terapi Khusus

1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o

atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.

2. Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4 jam. Dapat

digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam

3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat

memperpanjang perdarahan.

4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB tiap 4

jam untuk edema serebri.

5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus

dipertahankan lebih dari 70 mmHg.

6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti propanolol yang

dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.

7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, transfusi,

pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.

8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer.

9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.

10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),

kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8

jam.

44

Page 45: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

d) Pedoman Tatalaksana Hiperglikemia pada Stroke Akut

- Indikasi dan syarat pemberian insulin:

1. Stroke hemoragik dan non-hemoragik dengan IDDM dan NIDDM

2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus

- Kontrol gula darah selama fase akut stroke

Tabel 3.7 Insulin reguler dengan Skala Luncur

Glukosa (mg/dl) Insulin tiap 6 jam subkutan

< 80 Tidak diberikan Insulin

80-150 Tidak diberikan Insulin

151-200 2 unit

201-250 4 unit

251-300 6 unit

301-350 8 unit

351-400 10 unit

> 400 12 unit

1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu

dengan dosis dimulai dengan 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar

gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat

disesuaikan.

2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/dL diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin reguler

tiap jam.

45

Page 46: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

3. Setelah kadar glukosa darahg stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu maka

dimulai pemberian reguler subkutan.

- Kontrol gula darah masa kesembuhan

Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan

insulin basal (NPH atau lente insulin)

1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2 – 0,3 unit/kgBB per

hari

2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan tergantung

pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-200 mg/dL).

3. Bila kadar glukosa darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan kebutuhan insulin

<15 unit/hari, terapi dimulai dengan anti-diabetika oral sebelumnya (pada penderita DM

tipe II)

e) Terapi Pembedahan

Dikeluarkan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,

mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalis akut, juga untuk mencegah perdarahan

ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

- Untuk hidrosefalus akut, dapat dilakukan pemasangan ventriperitoneal shunt.

Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol, atau pungsi lumbal berulang.

- AVM tidakan pembedahan berupa block en resectio atau obliterasi dengan cara ligasi

pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra-arterial lokal. Kala resiko

46

Page 47: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

perdarahan sekunder < pada AVM, dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan

dilakukan secara efektif setelah episode perdarahan.

- Aneurisme terapi perdarahan definit terdiri dari clipping atau wrapping aneurisme.

Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya dengan penurunan kesadaran ringan,

tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang

stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.

2.9 Pencegahan Stroke

a) Mengatur Pola Makan yang Sehat

1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol

Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan

gandum.

Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah

dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan

usus)

Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan

kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.

Mekanisme kerja: menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas

estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas

antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL

Kacang-kacangan: menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah

aterosklerosis

47

Page 48: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke

Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6,

B12 dan riboflavin

Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,

eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung

jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi

risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi

platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi

NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.

Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah

sebagai sumber antioksidan

Buah-buahan dan sayuran

3. Rekomendasi Tentang Makanan :

Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium

Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids

seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.

Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,

monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.

Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah

48

Page 49: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan

kentang)

b) Menghentikan Rokok

Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekan darah,

menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.

c) Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat

Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi

alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan memudahkan

terjadinya stroke.

d) Melakukan Olahraga yang Teratur

Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur

minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki

kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.

Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya

aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

e) Menghindari Stres dan Beristirahat yang Cukup

Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari

49

Page 50: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut

WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri

pada Tuhan YME.

2.10 Tindakan Medis pada Prevensi Sekunder Stroke

Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang stroke atau

TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau stroke berulang

dan kejadian vaskular lainnya. Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari

pengendalian dengan gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah,

terapi farmakologi dan terapi bedah.

Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke

1. Antiplatelet

a) Aspirin

Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase

Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal

b) Clopidogrel

Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

50

Page 51: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal,

purpura trombotik trombositopenia.

c) Ticlopidin

Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal,

purpura trombotik trombositopenia.

d) Aspirin + Dipiridamol

Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan ambilan

kembali adenosin

Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal

e) Cilostazol

Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat

aktivitas fosfodiesterase III

Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan

fungsi hati, rash.

51

Page 52: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

2. Anti Koagulan

Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium

Warfarin

Dikumarol

3. Lain-lain:

Statin

Ace inhibitor

2.11 Komplikasi Stroke

2.11.1 Komplikasi Neurologik :

a) Edema otak (herniasi otak)

Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan. Pada

kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema

mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus

kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift).

Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta

perdarahan di batang otak bagian rostral.

52

Page 53: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

b) Infark berdarah (pada emboli otak)

Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar

ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari

kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai intima,

awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot

intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada

ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya

perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi

akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang

diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia

basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi

lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.

c) Vasospasme (terutama pada PSA)

Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang

dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat

langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada

dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran

(misalnya bingung, disorientasi (”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada

daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau

secara gradual menjadi lebih berat.

53

Page 54: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap

pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan

katekolamin.

d) Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam

sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan

memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan

kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika

dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat

dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan

serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri

kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.

e) Higroma

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

2.11.2 Komplikasi Non-neurologik (Akibat Proses di Otak) :

a) Tekanan darah meninggi

Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap iskemia

otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali. Selian itu

tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau penekanan batang

54

Page 55: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena

penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.

b) Hiperglikemi

Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi hiperglikemi.

Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan pengobatan. Penderita

dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria

dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.

c) Edema paru

Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan

subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer,

misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru

akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan

susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme

vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan simpatis

berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian

permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi

intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.

d) Kelainan jantung

Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada strok

fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa

55

Page 56: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada gangguan

sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat

menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa

kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan

peninggian kadar katekolamin plasma.

e) Kelainan EKG

Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf pusat

terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau terbalik,

pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai

penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan

tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya

dalam 8 hari setelah onset.

f) Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)

Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus atau

SIADH, dengan gejala sebagai berikut:

Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma).

g) Natriuresis.

Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan

natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6

setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.

56

Page 57: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

h) Retensi cairan tubuh.

2.11.3 Komplikasi Non-Neurologik (Akibat Imobilisasi):

a) Bronkopneumonia

Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok. Keadaan ini

sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai gangguan menelan,

gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat

merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya

bronkopneumonia.

b) Tromboplebitis

Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada paha dan

betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu. Trombosis vena dalam

paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis.

Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena

dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam

terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-

10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis,

35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat

menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.

57

Page 58: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

c) Emboli paru

Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-ingiuinal lebih

tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara mendadak dan merupakan

kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang meninggal dan

kadang-kadang sebagai penyebab kematian.

d) Depresi

Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah tersering

pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang, terutama

pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena

adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur

hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada

penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu

kehidupan normal yang ada sebelumnya.

e) Nyeri dan kaku pada bahu

Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya

akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase

akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:

Kontraktur akibat spastis

”Shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy”. Pada

kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.

58

Page 59: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-

klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.

Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler

Fraktur kollum humerus.

Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.

f) Spastisitas umum

Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.

g) Radang kandung kemih

Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.

h) Kelumpuhan saraf tepi

Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi,

terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf tepi

yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.

i) Kontraktur dan deformitas

Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama. Terjadinya

kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat ireversibel.

Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas

equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.

j) Dekubitus

59

Page 60: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.

k) Atrofi otot

60

Page 61: CRS Stroke Gaga, Raisa,Angie

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.

2. Harrison, P. Lewis. Harrison Principles of Internal Medicine. 16 th Edition. Pennsylvania: Mc Graw Hill. 2006.

3. Victor, N. Nelson Textbook Of Pediatric, 16th Edition. New York: McGraw-Hill Professional; 2007.

4. Engelhard, H. Post Primary Tuberculosis. Available from: http://emedicine.medscape.com

5. Adams & Victor's Principles Of Neurology 7th edition, 2000

6. Diktat Neurologi Klinis, Bagian Ilmu penyakit saraf,1993.

61