bab iii data dan analisis masalah - mcurepository
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Maranatha 11
BAB III
DATA DAN ANALISIS MASALAH
3.1 Data dan Fakta
3.1.1 Lembaga Terkait, Mandatory dan Sponsorship
a) Lembaga yang terkait dengan program yang dirancang penulis adalah:
Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI)
Gambar 3.1 Logo Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika
(sumber www.twitter.com/anbti, 17 Februari 2015, Pukul 22.00 WIB)
Aliansi Bhinneka Tunggal Ika merupakan aliansi keberagaman kebudayaan dan
kepercayaan, yang bekerja untuk mempertahankan Indonesia sebagai sebuah negara
dan bangsa yang beragam serta menjunjung konstitusi.
ANBTI lahir sebagai bentuk keprihatinan masyarakat sipil terhadap maraknya upaya
pengkhianatan terhadap Konstitusi, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika, salah
satunya mantan Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid.
Kelahiran ini ditandai dengan dengan melakukan kritik budaya melalui Pawai
Bhinneka Tunggal Ika, Jakarta, 22 April 2006. Awalnya pawai budaya ini untuk
merespon pembahasan RUU Anti Pornografi dan pornoaksi yang kontroversial di
parlemen nasional karena isinya yang mengancam keberagaman budaya Indonesia,
Universitas Kristen Maranatha 12
digelarlah pawai budaya Bhinneka Tunggal Ika 22 April 2006 di Jakarta.Sejak tahun
2010, Nia Sjarifudin dipercaya sebagai sekjen ANBTI.
b) Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai Mandatory program yang dirancang
penulis adalah:
Komunitas Kami Anak Bangsa (KKAB)
Gambar 3.2 Logo Komunitas Kami Anak Bangsa
(sumber www.kkab.org, 17 Februari 2015, Pukul 22.10 WIB)
Komunitas Kami Anak Bangsa (KKAB) adalah sekumpulan generasi penerus bangsa
Indonesia yang membawa toleransi kebhinnekaan dan keragaman sebagai elemen
membangun dan memajukan Negara Republik Indonesia.
KKABmerupakan kumpulan Generasi Muda Indonesia yang bangga akan identitas
Bhinneka Tunggal Ika dan memiliki tujuan bersama untuk memajukan kemajemukan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Visi dari KKAB adalahmembangun Indonesia dengan toleransi dan kebhinnekaan,
sedangkan misi KKAB adalahmelebur esensi perbedaan kultur, ras dan agama
kepada persamaan untuk membangun masyarakat toleran, guna memajukan bangsa.
Komunitas Kami Anak Bangsa memiliki semboyan “Perbedaan Itu Indah,
Keberagaman Itu Anugrah.”.
Universitas Kristen Maranatha 13
c) Sponsorship
Produk yang akan mensponsori program rancangan penulis adalah:
PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Gambar 3.3 Logo PT. Bank Rakyat Indonesia
(sumber www.bri.co.id, 25 Februari 2015, Pukul 22.10 WIB)
Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar
di Indonesia.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan
Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan
terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik
Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30%
saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Sebelum Indonesia merdeka (1895), BRI sudah mengambil bagian dalam
perekonomian masyarakat atau bumiputera istilahnya saat itu. Bank BRI yang
bermula di Kota Purwokerto Jawa Tengah ikut serta membangun perekonomian
masyarakat.
Setelah merdeka, memasuki orde lama, orde baru, dan orde reformasi, Bank BRI
terus tumbuh secara signifikan hingga saat ini menjadi bank paling produktif secara
nasional. Sebagai bank yang merupakan bagian dari kemajuan bangsa Indonesia,
Bank BRI tidak lupa berbagi dengan masyarakat melalui program corporate social
responsibility (CSR) melalui program BRI Peduli.
Universitas Kristen Maranatha 14
Gambar 3.4 Logo BRI Peduli, Bangga Berindonesia
(sumber www.bri.co.id, 25 Februari 2015, Pukul 22.11 WIB)
Melihat banyak kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, tidak berlebihan jika
program-program BRI Peduli berada di bawah naungan tema Bangga Berindonesia.
Bangga Berindonesia bermakna ganda. Bangga Berindonesia dapat berarti bangga
memberi Indonesia, artinya bangga memberi sesuatu untuk kemajuan dan
kesejahteraan bangsa Indonesia. Adapun Bangga Berindonesia dapat juga bermakna
bangga ber-Indonesia. BRI Peduli bangga menjadi bangsa Indonesia yang secara
tersirat memiliki makna nasionalisme dan patriotisme serta bagaimana kami berbuat
sesuatu yang berarti untuk kejayaan Indonesia.
Kegiatan yang pernah diadakan oleh BRI Peduli sebagai contoh adalah:
a) BRI Bagi Sembako Di 15 Titik Miskin Jakarta.
b) BRI Bantu Peralatan Pengusaha Batik Bayat.
c) BRI Serahkan Buku Wirausaha Kepada KJRI Hongkong.
d) BRI Peduli, Kembali Beri Bantuan ke SD YPK Sota, Papua.
e) Bank BRI Peduli Masyarakat Bantu Pembangunan Rumah Ibadah
3.1.2 Data Permasalahan
Berikut adalah data permasalahan yang diperoleh penulis dengan cara wawancara,
studi pustaka, dan kuesioner.
1. Wawancara
a) Wawancara dengan DR. Ir. Martina Langi, M.Sc, Akademisi dan Pengamat
Sosial Budaya
Tanggal: 27 Februari 2015
Universitas Kristen Maranatha 15
Menurut narasumber, tingkat toleransi antar suku dan ras di Indonesia saat ini telah
berkembang. Perkembangan ini sudah mulai terlihat sejak era kepresidenan
Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, banyak aturan tidak tertulis yang membatasi
penggunaan bahasa tertentu pada nama, juga pembatasan bahkan pelarangan praktik
budaya tertentu.
Walaupun pada tingkat pemerintahan terdapat tujuan positif tentang perubahan,
masih terdapat beberapa orang dengan campur tangan yang kuat dalam komunitas
yang tidak menginginkan perubahan serta masih menjunjung pemikiran pribadi,
terutama mengenai suku dan ras di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada tingkat
toleransi sebagian besar anggota masyarakat. Masyarakat yang terpengaruh tidak
atau belum dapat berpikir secara objektif, mereka lebih memiliki mengikuti cara
pikir orang yang berpengaruh tersebut.
Menurut narasumber, orang Indonesia sangat toleran. Namun, dalam dua dekade
terakhir seiring dengan bertumbuhnya kelompok atau perorangan radikal dalam
masyarakat, terutama dari pulai Jawa, jumlah orang yang “mengikuti” kelompok atau
orang tersebut semakin banyak dan sayangnya ikut mempengaruhi mereka yang
berpendidikan. Tingkat toleransi di Indonesia kembali menjadi sebuah masalah.
Saat pemerintah tidak lagi sibuk dengan kegiatan politik jangka pendek, narasumber
mengungkapkan pemerintah harus membuka mata dan mulai memikirkan masa
depan jangka panjang Indonesia. Masyarakat harus diingatkan bahwa negara
Indonesia telah menjadi negara hebat dengan apresiasi tinggi akan perbedaan budaya,
agama dan ras, tanpa merasa terancam. Pemerintah harus memperhatikan masalah
ini.
Sejauh ini, telah ada regulasi mengenai terorisme, anarki masal, dan lain sebagainya
untuk mengontrol keamanan. Namun untuk masalah toleransi, pemerintah masih
harus mengawasi dan mengembangkan sistem yang tepat.
Jika peraturan dan regulasi mengenai toleransi tidak ditanamkan secara penuh serta
dijaga, maka tingkat toleransi akan mejadi tidak stabil, bahkan berbahaya. Hal ini
Universitas Kristen Maranatha 16
cepat atau lambat akan melemahkan negara mengingat adanya kemungkinan
pertengkaran masyarakat, bahkan perang sipil.
Menurut narasumber, sebagai negara, semua harus mengambil bagian masing-
masing secara bersamaan. Dalam hal ini, legislasi, pelaksaan dan yurisdiksi harus
teguh. Generasi muda harus dapat menyingkirkan masa lalu, pengalaman, dan sikap
buruk mengenai suku dan ras. Kaum muda harus dapat memiliki cara pandang yang
lebih baik. Dengan adanya teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin
berkembang, kaum muda harus dapat memproduksi pemikiran dan motivasi yang
sangat baik demi masa depan negara. Generasi muda harus memiliki pikiran yang
terbuka.
b) Wawancara dengan Lolourien Siwu, BFA, mahasiswa S3 Peacebuilding,
Payap University, Thailand. Beliau pernah bekerja di NGOs United Nations
(Perhimpunan Bangsa-Bangsa).
Tanggal: 28 Februari 2015
Menurut narasbumber, tingkat toleransi antara kelompok etnis bahkan kelompok
agama di provinsi dan kota di Indonesia bervariasi. Di kota-kota besar dimana
terdapat tingkat keberagaman yang tinggi, masyarakat cenderung lebih toleran.
Sedangkan di kota atau daerah yang lebih kecil dengan tingkat keberagaman yang
rendah, sikap toleransi yang rendah sangat terasa serta lebih sulit untuk menerima
keberagaman.
Narasumber mengatakan tingkat toleransi di Indonesia bukan harus diubah
melainkan harus lebih baik dan stabil. Dengan kata lain, toleransi harus dipelihara
dan dijaga karena tingkat toleransi dapat dengan mudah berubah sebagai respon
peristiwa tertentu dalam masyarakat.
Tingkat pemahaman dan keterbukaan masih relatif rendah bagi negara yang sangat
beragam. Masih terdapat kebencian tersembunyi bahkan tindakan diskriminatif atau
rasisme yang terjadi terlalu sering di ruang publik juga media.
Universitas Kristen Maranatha 17
Pemerintah telah mengambil langkah saat terjadi konflik serta sesudah konflik untuk
menghentikan kekerasan, menenangkan masyarakat serta proses perundingan.
Namun masih sangat sedikit tindakan yang diambil untuk menjaga harmonitas,
terutama untuk meningkatkan pengertian dan toleransi.
Toleransi yang lebih baik membawa hubungan dan kerja sama yang lebih baik. Kerja
sama yang baik membawa produktifitas yang lebih baik dan keadaan sosial politik
yang lebih damai dan stabil. Dengan adanya toleransi yang tinggi, akan tercipta
kemungkinan konflik yang kecil, turunnya pelanggaran hak asasi manusia dan
diskriminasi. Semua faktor ini membangun negara yang lebih kuat dan sejahtera.
Generasi muda harus didorong untuk belajar tentang mereka yang berbeda suku dan
ras agar dapat lebih dikenal. Kaum muda harus belajar ataupun bekerja di lingkungan
yang berbeda. Sekolah, terutama universitas harusnya memiliki program untuk
mempromosikan kelompok etnis yang beragam dengan mengutamakan kerjasama
dan pengertian yang baik. Hal yang paling penting adalah pemerintah harus
memberikan contoh melalui perlakuan yang setara kepada semua suku dan ras di
Indonesia.
2. Studi Pustaka
a) Perang Suku di Mimika
Perang antarsuku di bumi Papua sempat berlangsung sejak 4 Maret 2014. Suku Dani
dan Suku Moni yang terlibat saling serang dan membuat Kampung Mimika Gunung,
Jayanti, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika mencekam sejak Jumat 7 Maret
2014.
Perang antar suku ini dipicu sengketa lahan. Sebanyak 4 orang dari kedua suku tewas
dalam peperangan ini, sedangkan ratusan orang lain menderita luka-luka akibat
benda tajam.(Liputan6 : 2014)
Universitas Kristen Maranatha 18
b) Konflik Sampit
Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia yang berawal
pada Februari 2001. Konflik ini berlangsung sepanjang tahun. Konflik Sampit
berawal di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan menyebar ke seluruh provinsi,
termasuk ibu kota Palangka Raya.
Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau
Madura. Konflik pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang
oleh sejumlah warga Dayak. Banyak cerita yang beredar mengenai awal dari konflik
ini sehingga penyebab konflik masih belum pasti.
Profesor Usop (Asosiasi Masyarakat Dayak)mengatakan bahwa pembantaian oleh
suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka
diserang.
Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 korban jiwa, dengan lebih dari
100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal, sertabanyak warga Madura yang
ditemukan kepala dipenggal oleh suku Dayak. (Wikipedia : 2014)
c) Indonesia Butuh Penyegaran Nilai-Nilai Kebangsaan
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Hidayat Nur
Wahid mengatakan saat ini perlu penyegaran kembali nilai-nilai kebangsaan
sehingga bangsa Indonesia dapat tumbuh menjadi bangsa yang senantiasa damai
dalam kebersamaan meski ada perbedaan.
Ia mengatakan di tengah perkembangan politik dan demokrasi saat ini, dikhawatirkan
munculnya berbagai konflik horizontal akibat kurangnya pemahaman mengenai
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kebangsaan Indonesia. Masyarakat terancam lupa
bahwa saat ini sedang berada di negara yang terdiri dari berbagai etnis, golongan,
agama dan sebagainya sehingga tidak memahami adanya perbedaan itu.
Universitas Kristen Maranatha 19
Menurut beliau, masyarakat tidak lagi memahami kalau sedang berada dalam
kebhinnekaan sehingga muncul ego ras, mayoritas dan ego lainnya yang tidak
mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.
"Makanya kita memang perlu penyegaran nilai-nilai kebangsaan sebagai salah satu
cara untuk meredam konflik dan kejahatan yang meluas," (Wahid : 2014).
Apabila hal itu dapat terjadi, bangsa ini akan tumbuh menjadi bangsa yang senantiasa
damai dalam kebersamaan dan perbedaan.
(Republika : 2014)
3. Kuesioner
Kuesioner dibagikan kepada target perancangan yaitu anak muda usia 16-24 tahun
sebanyak 130 responden untuk mengetahui sikap mereka terhadap masyarakat yang
berbeda suku dan ras.
Berikut ini adalah hasil data kuesioner tersebut:
a. Usia
Diagram 3.1 Usia Responden
Responden yang telah mengisi kuesioner 85% berusia 18-22 tahun, 12% berusia di
atas 23 tahun dan 3% berusia 15-17 tahun.
15-17tahun
18-22tahun
>23tahun
0
20
40
60
80
100
15-17 tahun
18-22 tahun
>23 tahun
Universitas Kristen Maranatha 20
b. Pekerjaan
Diagram 3.2 Pekerjaan Responden
Responden yang telah mengisi kuesioner 85% berstatus mahasiswa serta 15%
berstatus siswa.
c. Kota Domisili
Diagram 3.3 Kota Domisili Responden
Responden yang telah mengisi kuesioner 75% berdomisili di kota Bandung, 6%
berdomisili di kota Cimahi, 17% berdomisili di kota Bogor, dan 2% berdomisili di
kota Cianjur.
0
20
40
60
80
100
Mahasiswa Siswa
Mahasiswa
Siswa
BandungCimahi Bogor Cianjur
0
20
40
60
80
Bandung
Cimahi
Bogor
Universitas Kristen Maranatha 21
d. Pendapat Mengenai Banyaknya Suku dan Ras di Indonesia
Diagram 3.4 Pendapat Responden Mengenai Suku dan Ras
Responden yang telah mengisi kuesioner 87% senang akang keberagaman suku dan
ras di Indonesia sedangkan 13% lainnya tidak begitu senang.
e. Tingkat Kepedulian
Diagram 3.5 Tingkat Kepedulian Responden
Responden yang telah mengisi kuesioner 80% peduli dengan suku dan ras yang
berbeda, sedangkan 20% lainnya kurang peduli.
SangatBagus
KurangBagus
0
20
40
60
80
100
Sangat Bagus
Kurang Bagus
SangatPeduli
KurangPeduli
0
20
40
60
80
100
Sangat Peduli
Kurang Peduli
Universitas Kristen Maranatha 22
f. Pertemanan dengan Ras yang berbeda
Diagram 3.6 Pertemanan Responden dengan Ras berbeda
Responden yang telah mengisi kuesioner 70% berteman dengan ras yang berbeda,
30% tidak berteman dengan ras yang berbeda
g. Bully atau ditindas karena masalah Suku dan Ras
Diagram 3.7 Peristiwa Bully atau ditindas
Responden yang telah mengisi kuesioner 65% tidak pernah di bully karena masalah
suku dan ras, sedangkan 35% lainnya pernah di bully karena masalah suku dan ras.
0
20
40
60
80
Ya Tidak bertemankarena suku dan ras
Ya
Tidak berteman karenasuku dan ras
Pernah TidakPernah
0
10
20
30
40
50
60
70
Pernah
Tidak Pernah
Universitas Kristen Maranatha 23
h. Tingkat Kesenangan kepada suatu Suku/Ras
Diagram 3.8 Kesenangan kepada suatu suku dan ras
Responden yang telah mengisi kuesioner 50% tidak senang dengan ras tertentu di
Indonesia, sedangkan 50% lainnya senang.
i. Peristiwa Intoleransi dalam kegiatan sehari-hari
Diagram 3.9 Perisitwa Intoleransi
Responden yang telah mengisi kuesioner 92% pernah melihat tindak intoleransi
terhadapa orang lain dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan 8% lainnya tidak
pernah.
Tidaksenang
Senang
0
10
20
30
40
50
60
Tidak senang
Senang
Pernahmelihat
Tidakpernah
melihat
0
20
40
60
80
100
Pernah melihat
Tidak pernahmelihat
Universitas Kristen Maranatha 24
j. Perhatian Pemerintah terhadap sikap Intoleransi
Diagram 3.10 Perhatian Pemerintah
Responden yang telah mengisi kuesioner 88% mengatakan pemerintah harus
memperhatikan masalah intoleransi di Indonesia, sedangkan 12% lainnya
mengatakan hal tersebut tidak diperlukan.
k. Kontribusi Pemerintah
Diagram 3.11 Kontribusi Pemerintah
Responden yang telah mengisi kuesioner 25% mengatakan pemerintah sudah
berkontribusi dalam meningkatkan sikap toleransi suku dan ras, sedangkan 76%
lainnya mengatakan pemerintah tidak berkontribusi.
0
20
40
60
80
100
Harus Tidak harus
Harus
Tidak harus
0
20
40
60
80
Berkontribusi Tidakberkontribusi
Berkontribusi
Tidak berkontribusi
Universitas Kristen Maranatha 25
l. Media untuk mengakses Informasi
Diagram 3.12 Media Mengakses Informasi
Responden yang telah mengisi kuesioner 72% lebih mengakses media internet untuk
informasi, 26% mengakses media cetak dan 17% mengakses media outdoor.
Kesimpulan hasil data kuesioner:
1) Generasi muda Indonesia khususnya Jawa Barat masih peduli dan tertarik
dengan keberagaman suku dan ras di Indonesia, namun masih ada juga yang
tidak peduli dan tidak tertarik sama sekali dengan suku dan ras atau kasus
intoleransi.
2) Peristiwa bully atau ditindas karena suku dan ras masih terjadi di kalangan
generasi muda.
3) Ternyata 50% anak muda tidak senang dengan ras tertentu, bahkan lebih dari
satu ras.
4) Peristiwa intoleransi dalam kehidupan sehari-hari masih sering ditemui.
5) Menurut responden kuesioner, pemerintah harus menganggap kasus
intoleransi sebagai masalah dan harus segera berkontribusi karena masyarakat
masih merasa kurangnya kontribusi pemerintah.
MediaCetak
MediaOutdoor
MediaInternet
0
20
40
60
80
Media Cetak
Media Outdoor
Media Internet
Universitas Kristen Maranatha 26
3.1.3 Proyek/ Persoalan Sejenis
a. Kampanye Toleransi oleh Bandung Lautan Damai (Balad)
Gambar 3.5 Logo Bandung Lautan Damai tahun 2014
(sumber www.portalkbr.com, 25 Februari 2015, Pukul 22.25 WIB)
Kelompok Bandung Lautan Damai mengajak warga Bandung menjaga perdamaian
kota dan menolak aksi intoleran. Seruan ini muncul dalam rangka peringatan Hari
Toleransi setiap 16 November.
Bandung Lautan Damai membuka rangkaian acara peringatan ini dengan kampanye
di Car Free Day di Dago, Bandung, hari Minggu 2 November 2014. Tujuannya
adalah untuk mendorong hadirnya kota Bandung yang ramah bagi semua kelompok
agama dan suku, termasuk kelompok minoritas.
Gambar 3.6 Aksi kampanye toleransi Bandung Lautan Damai
(sumber www.portalkbr.com, 25 Februari 2015, Pukul 22.25 WIB)
Universitas Kristen Maranatha 27
Bandung sebagai ibukota Jawa Barat memegang peranan penting dalam
mempromosikan toleransi dan perdamaian. Kajian dari The Wahid Institute, Setara
Institute, dan CRCS UGM menyatakan Jawa Barat sebagai daerah dengan aksi
intoleran terbanyak dalam empat tahun terakhir. Jawa Barat juga menyimpan kasus
intoleransi besar seperti GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, GPId Rancaekek Sumedang,
dan pembubaran peringatan Hari Asyura kelompok muslim Syiah.
Kampanye toleransi oleh Balad merupakan kampanye yang lebih mengutamakan
kegiatan daripada visual desain. Dalam kampanye ini, Balad memperbanyak
kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan target audiens.
3.2 Analisis Terhadap Permasalahan berdasarkan Data dan Fakta
3.2.1 Analisis Data
a. Toleransi dan Pluralisme
1) Toleransi
Dari data yang telah didapatkan oleh penulis, toleransi di kaum muda masih sekedar
kata-kata. Nyatanya, 50% kaum muda tidak berteman dengan suku dan ras yang
berbeda, bahkan mereka menyebutkan ketidaksenangan mereka terhadap suatu ras di
Indonesia. Padahal, 80% kaum muda mengakui bagusnya keberagaman suku dan ras
di Indonesia. Bahkan, peristiwa bullying karena masalah suku dan ras masih terjadi
di kaum muda. Tingkat toleransi di Indonesia berkembang sejak era kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid, namun masih tergolong rendah bagi negara yang
memiliki keberagaman yang sangat tinggi.
Menurut penulis, kaum muda belum dengan sepenuhnya menganut toleransi.
Keberagaman suku dan ras memang hal yang bagus menurut mereka, namun sedikit
yang sampai melakukan toleransi tersebut.
2) Pluralisme
Keadaan bersatu antara suku dan ras yang berbeda pun masih belum maksimal. Dari
data yang didapatkan, masih terdapat sebagian besar kaum muda yang hanya
Universitas Kristen Maranatha 28
berteman dengan suku dan ras yang sama. Tidak ada interaksi sosial yang dekat
antara suatu ras yang berbeda dengan yang lain. Menurut data wawancara yang
didapatkan, masih tersimpan kebencian tersembunyi akan suatu ras dikalangan
masyarakat. Belum ada rasa ingin bersatu yang maksimal dari masyarakat karena
masih kurang rasa pengertian dan pengenalan akan suku dan ras di Indonesia.
b. Kampanye Sosial
Kampanye sosial adalah suatu kegiatan berkampanye berupa serangkaian tindakan
atau gerakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan yang berisi tentang masalah
sosial kemasyarakatan, dan bersifal non kamersil. Menurut penulis, isu intoleransi
antar suku dan ras di Indonesia adalah sebuah masalah sosial. Pasalnya, hal ini
menyangkut hak asasi manusia. Tujuan dari kampanye sosial adalah untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat akan masalah sosial yang sedang terjadi.
Menurut data yang didapatkan penulis, keberadaan teknologi dan ilmu pengetahuan
yang sangat berkembang dapat membantu pandangan dan cara berpikir generasi
muda mengenai etnis di Indonesia. Kampanye sosial dapat menggunakan teknologi
yang telah tersedia dengan mempromosikan kelompok etnis yang beragam. Generasi
muda diharapkan dapat memiliki pikiran yang terbuka setelah menyaksikan
kampanye sosial mengenasi etnis di Indonesia.
Dari pemaparan sebelum diketahui ciri pokok kampanye adalah:
a. Ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu.
b. Jumlah khalayak sasaran yang besar.
c. Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu.
d. Melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir.
Dari semua ciri pokok yang telah disebutkan, masalah sosial intoleransi ini dapat
diangkat melalui sebuah kampanye sosial.
c. Pop Art
Dari yang telah disebutkan terlebih dahulu, ciri gaya pop art adalah isi visual
memperlihatkan fenomena budaya populer yang ada di masyarakat, seperti objek,
Universitas Kristen Maranatha 29
tokoh ataupun budaya yang sedang terjadi. Menurut penulis, ini adalah gaya visual
yang cocok guna menarik perhatian kaum muda. Karena pop art menampilkan hal
atau budaya yang tengah populer di dalam masyarakat, khususnya anak muda.
d. Media Cetak
Media cetak adalah media komunikasi dalam bentuk cetakan masal. Contoh media
cetak saat ini adalah koran , tabloid, buletin dan majalah. Penulis merasa media cetak
adalah salah satu media yang cocok digunakan dalam perancangan kampanye sosial
karena lebih dari 20% anak muda masih mengakses media cetak.
e. Media Elektronik
Media elektronik adalah media yang menggunakan energi elektromekanis guna
mengakses kontennya. Media elektronik dapat berupa televisi, radio dan
internet.Dari data yang didapatkan penulis, sebanyak 72% kaum muda mengakses
media elektronik untuk mendapatkan informasi, salah satunya adalah internet.
Kemudahan yang disajikan internet dalam mendapatkan informasi menjadi alasan
mengapa media ini begitu populer. Menurut penulis, media elektronik khususnya
internet adalah salah satu media yang tepat bagi perancangan kampanye sosial.
f. Ambient Media
Ambient media adalah jenis media periklanan yang berbaur dengan lingkungan
sekitar. Target audiens perancangan adalah kaum muda yang setiap hari berinteraksi
dengan lingkungan sekolah, sehingga ambient media merupakan salah satu media
yang dapat menarik perhatian target audiens apabila berada di lingkungan sekolah,
seperti contoh lingkungan universitas.
3.2.2 Analisis SWOT Perancangan
a. Strength
1) Toleransi antar suku dan ras membangkitkan kembali “Bhinneka Tunggal
Ika”.
Universitas Kristen Maranatha 30
2) Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara Indonesia.
3) Toleransi membawa ketenangan bagi semua suku dan ras.
4) Kampanye disponsori oleh Bank BRI yang dikenal baik oleh masyarakat.
b. Weakness
1) Sebagian anak muda tidak menyukai keberagaman suku dan ras di Indonesia.
2) Sebagian besar anak muda tidak peduli dengan suku dan ras yang berbeda.
3) Sebagian besar anak muda tidak memiliki teman yang berbeda suku dan ras.
4) Sebagian besar anak muda mengatakan mereka tidak senang dengan suku dan
ras tertentu.
c. Opportunity
1) Terdapat banyak organisasi dan lembaga yang mendukung toleransi di
Indonesia sehingga dapat mendukung kampanye.
2) Biasanya ketidaksenangan akan suatu suku dan ras karena penilaian kepada
satu orang bukan kepada keseluruhan etnis.
3) Sebagian besar anak muda memiliki teman yang berbeda suku dan ras.
d. Threat
1) Sikap atau pendapat anak muda yang sulit untuk diubah.
2) Ketidaksenangan anak muda terhadap satu suku atau ras karena masalah
pribadi.
3.2.3 Analisis STP Perancangan
a. Segmenting
Demografi
Jenis kelamin : Pria dan wanita
Usia : 18-23 tahun (target primer), 15-17 tahun (target sekunder)
Kelas sosial : Menengah dan menengah atas
Pendidikan : Mahasiswa, siswa
Universitas Kristen Maranatha 31
Geografis
Bandung dan kota besar dan di Jawa Barat
Psikografis
Gaya hidup : Mengikuti trend, hidup ditengah lingkungan budaya yang
beragam, senang berkelompok dan hidup di lingkungan masyarakat urban perkotaan.
Teknografi
Media sosial : Instagram, Path, Facebook, Twitter
Teknologi : Televisi, smartphone
b. Targeting
Dewasa muda berusia 18-23 tahun dari kalangan menengah dan menengah keatas
yang hidup ditengah lingkungan budaya yang beragam dan berkelompok. Kaum
muda yang dalam keseharian menggunakan teknologi seperti smartphone dan
televisi, yang sudah tidak asing dengan berbagai macam media komunikasi.
c. Positioning
Sebagai kampanye sosial yang menjunjung Bhinneka Tunggal Ika dengan
meningkatkan toleransi antar suku dan ras di kaum muda.