modul analisis masalah dalam konseling

Upload: rosyidaaziz

Post on 09-Oct-2015

616 views

Category:

Documents


119 download

DESCRIPTION

Berbagai analisis masalah yang dapat di gunakan oleh konselor dalam proses konseling dalam rangka proses pemberian bantuan yang di lakukan konselor kepada konseli. dalam modul ini terdapat empat jenis pembagian analisis bimbingan konseling, yakni analisis masalah menurut lazarus, ABC, BASIC ID, dan Seay.

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    1/47

    i

    MODUL

    ANALISIS MASALAH

    DALAM KONSELING

    UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

    2013

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    2/47

    ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

    rahmat dan hidayaNya semata maka penulis dapat menyelesaikan modul ini sesuai

    dengan harapan.

    Secara umum modul ini dimaksudkan untuk membelajarkan peserta PLPG BK tentang

    konsep dan praktek dalam melakukan asesmen masalkah klien. Secara khusus, setelah

    mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan modul ini para peserta PLPG BK

    diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara asesmen gunamemperoleh data tentang konfigurasi masalah klien dan kemudian menganalisisnya

    dengan menggunakan model konseptualisasi masalah dari pendekatan kognitif perilaku.

    Materi dalam model ini disajikan dalam tiga bagian, yakni: bagian awal, bagian inti, dan

    bagian akhir. Bagian awal berupa pendahuluan yang terdiri atas pernyataan tujuan,

    organisasi materi, garis besar materi, dan petunjuk belajar. Bagian inti berisi tiga bab

    kegiatan belajar, yakni: hakekat asesmen dalam konseling, model-model asesmen dari

    pendekatan-kognitif perilaku, dan contoh model wawancara asemen dengan

    menggunakan pendektan kognitif-perilaku. Pada setiap bab tersebut disajikan

    rangkuman, latihan, dan daftar bacaan anjuran. Pada bagian akhir berisikan rangkuman

    umum, evaluasi, dan daftar pustaka.

    Untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, para peserta diklat diinstruksikan

    melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar berikut: (1) mengikuti kegiatan belajar tatap

    muka di kelas; (2) menanyakan atau meminta penjelasan kepada instruktur jika terdapat

    istilah, konsep, dan kalimat dalam modul ini yang tidak jelas, atau penjelasan instruktur

    yang kurang jelas; (3) mengerjakan seluruh soal latihan yang terdapat dalam modul; (4)

    melaksanakan tugas-tugas latihan yang ada di bagian akhir dari setiap bab kegiatan

    belajar; dan (5) meminta umpan balik kepada teman/kolega/instruktur berkenaan dengan

    tingkat ketepatan dalam mempraktekkan keterampilan-keterampilan.

    Pada kesempatan ini perkenankan penulis juga mengucapkan terima kasih dan

    penghargaan yang tak terhingga besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    3/47

    iii

    penulis dalam menyusun modul ini, baik secara materiil maupun spirituil. Akhir kata,

    semoga modul ini memiliki nilai pembelajaran sesuai dengan harapan yang dicanangkan.

    Penulis

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    4/47

    iv

    DAFTAR ISI

    BAB HALHALAMAN MUKA i

    KATA PENGANTAR . ii

    PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

    KEGIATAN BELAJAR I: TEKNIK-TEKNIK PENGUMPULAN

    INFORMASI DALAM ASESMEN .................................................................. 4

    A. Pengantar ................................................................................................ 4

    B.

    Kompetensi . 4

    C. Materi .. 4

    1. Observasi ............................................................................................ 5

    2.

    Angket ............................................................................................... 9

    3. Wawancara ........................................................................................` 11

    4. Sosiometri .......................................................................................... 13

    5.

    Angket Siapa Saya ......................................................................... 16

    D. Latihan ..................................................................................................... 18

    E.

    Daftar Pustaka ......................................................................................... 19

    KEGIATAN BELAJAR II: MODEL-MODEL ANALISIS MASALAH 20

    A. Pengantar .. 20

    B.

    Kompetensi . 20

    C. Materi ........................................................................................................ 21

    1. Model konseptualisasi masalah dari Swensen .. 21

    2.

    Model konseptualisasi masalah dari Seay . 25

    3. Model Konseptualisasi Masalah Lazarus ...27

    4. Model Konseptualisasi Masalah ABC 19

    D. Soal latihan . 31

    E. Daftar Pustaka . 31

    KEGIATAN BELAJAR III. WAWANCARA ASESMEN PERILAKU-

    KOGNITIF .................................................................................................. 32

    A. Pengantar ... 32

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    5/47

    v

    B.

    Kompetensi .... 32

    C. Materi ............................................................ 33

    1.

    Jenis informasi sasaran .................................................................... 332.

    Implementasi ................................................................................... 34

    D. Tugas & latihan 41

    E. Daftar Pustaka 42

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    6/47

    vi

    PENDAHULUAN

    Istilah asesmen (assessment) telah banyak digunakan dalam berbagai teoridan lapangan psikologi, termasuk di dalamnya dalam bidang klinis. Dalam

    lapangan teori dan praktek konseling sebagai salah satu cabang bidang

    klinis asesmen merupakan satu tahapan dari keseluruhan proses bantuan

    yang secara khusus dimakudkan untuk mengungkap masalah konseli beserta

    dengan berbagai faktor yang menyebabkannya dan mengembangkan hipotesis

    tentang program bantuan yang perlu diberikan guna memecahkannya. Macam

    asesmen biasa disebut asesmen klinis (clinical assessment) atau asesmen

    masalah (problem assessment). Untuk bahasan selanjutnya akan digunakan

    istilah yang kedua (asesmen masalah). Dalam praktek bimbingan dan

    konseling, asesmen masalah merupakan suatu proses yang berisikan

    prosedur-prosedur dan alat-alat yang digunakan untuk memperoleh danmemproses data/informasi sebagai dasar untuk mengembangkan rencana

    program konseling dikembangkan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih

    luas tentang pengertian asesmen, berikut ini diberikan definisi asesmen

    menurut beberapa ahli.

    Cormier & Cormier (1991) mendefinisikan asesmen masalah sebagai suatu

    proses mengumpulkan dan mengolah informasi dengan menggunakan

    berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk mengembangkan program

    bantuan/konseling. Ahli lain, Goldenberg (1983) mendefinisikan asesmen

    masalah sebagai suatu upaya untuk memperoleh suatu gambaran tentang

    kekuatan, aset, dan kemampuan adaptif, di samping kelemahan, kekurangan,dan perilaku menyimpang konseli agar diperoleh suatu pemahaman yang

    memadai tentang masalah konseli baik dalam hubungannya dengan dirinya

    sendiri maupun dalam hubungannya dengan konteks sosial yang lebih luas.

    Sedangkan Sundberg (1977) memberikan pengertian asesmen sebagai suatu

    proses yang digunakan oleh konselor untuk mengembangkan kesan dan citra

    tentang konseli, membuat keputusan dan memeriksa hipotesis tentang pola

    dan karakteristik perilaku konseli dan interaksinya dengan orang lain.

    Asesmen pada dasarnya merupakan suatu istilah lebih disenangi oleh para

    ahli klinis belakangan untuk menggantikan istilah diagnosa. Istilah diagnostik

    itu sendiri aslinya berasal dari bahasa Greek, yakni dia = sebagian, dan

    gignoskein = mengetahuai. Secara harfiah, diagnosa berarti upaya untuk

    membedakan atau melihat dengan jelas (to distinguish) atau untuk

    mengetahui sebagian (to know apart) (Achenbach, 1982). Sedangkan

    pengertian yang lebih luas, diagnosa berarti suatu penyelidikan atau analisis

    tentang sebab atau sifat dari suatu kondisi, situasi, atau masalah, dan suatu

    pernyataan atau kesimpulan berkenaan dengan sifat atau sebab dari beberapa

    gejala (Woofl, 1977). Konselor yang menguasai keterampilan asesmen akan

    lebih mungkin dapat bertindak lebih efektif dalam proses terapeutik,

    khususnya untuk mengenali dan menetapkan masalah konseli. Dengan

    terampil menggunakan prosedur-prosedur asesmen masalah, maka setidaknya

    konselor telah bertindak atau bekerja secara professional.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    7/47

    vii

    Tujuan umum dari asesmen masalah adalah untuk memperoleh pemahaman

    tentang konfigurasi masalah konseli sebagai dasar untuk mengembangkan

    rencana bantuan. Cormier & Cormier (1991), mengemukakan lima tujuan

    asesmen dalam proses konseling sebagai berikut: Untuk memperoleh informasi yang jelas tentang masalah utama konseli

    dan masalah-masalah lain yang terkait.

    Untuk mengidentifikasi atau mengenali faktor-faktor atau variabel-

    variabel yang menyebabkan dan mempertahankan masalah konseli.

    Untuk menetapkan data awal (baseline data) sebagai bahan pertimbangan

    (kriteria) untuk menetapkan atau menilai kemajuan konseli dan

    keefektifan program perlakuan/intervensi. Penilaian ini penting untuk

    mengambil keputusan berkenaan dengan apakah strategi atau program

    intervensi perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

    Untuk mendidik dan memotivasi konseli dengan cara

    mengkomunikasikan masalah yang telah diidentifikasi atau dikenali

    kepada konseli, mendorong penerimaan atau kesediaan konseli untuk

    menerima program intervensi.

    Untuk menggunakan informasi yang diperoleh dari konseli sebagai bahanpertimbangan guna merancang strategi dan program intervensi yang

    efektif. Informasi yang diperoleh dari proses asesmen dapat membantu

    untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: macam strategi atau

    program perlakuan yang manakah yang seharusnya digunakan untuk

    membantu konseli yang memiliki problem ini, siapa yang harusmengadministrasikan, dan di bawah kondisi seperti apa?

    Dalam keseluruhan proses konseling, asesmen masalah merupkan tahapan

    kedua setelah pengembangan hubungan. Dalam keseluruhan proses konseling

    itu, asesmen memainkan peran yang sangat krusial. Ini dikarenakan semua

    keputusan menyangkut pemilihan program bantuan atau program intervensi

    akan didasarkan pada hasil-hasil asesmen. Mengapa demikian? Jawabannya

    adalah karena asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan

    mengumpulkan dan mengolah informasi dengan menggunakan berbagai

    prosedur dan alat sebagai dasar untuk mmahami masalah konseli dankemudian mengembangkan program bantuan. Konsep asesmen pada dasarnya

    hampir sama dengan konsep diagnosa dalam bidang klinis atau medis. Dapat

    dikatakan, bahwa ketidak mampuan konselor dalam melakukan asesmen

    masalah konseli akan menyebabkan ia gagal untuk menolong konseli-

    konselinya. Jelas bahwa semua konselor, jika ingin berhasil dalam menolong

    konseliya, harus menguasai konsep dan keterampilan dalam asesmen

    masalah.

    Tanpa memperhatikan orientasi teoretik yang digunakan oleh konselor, secara

    umum proses konseling idealnya melibatkan enam tahapan berikut: (1)

    mengembangkan hubungan atau rapport; (2) asesmen masalah; (3)

    merumuskan tujuan konseling: (4) memilih strategi intervensi; (5)

    implementasi strategi; dan (6) evaluasi dan tindak lanjut. Dari tahapan

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    8/47

    viii

    konseling itu asesmen masalah merupakan tahapan kedua dalam keseluruhan

    proses konseling setelah pengembangan hubungan. Asesmen masalahadalah

    suatu kegiatan mengklasifikasikan masalah konseli dan faktor-faktor

    penyebabnya ke dalam kategori-kategori tertentu untuk memperolehgambaran yang jelas dan utuh tentang masalah tersebut dan dalam rangka

    menyediakan data yang obyektif guna pengambilan keputusan tentang teknik,

    strategi, atau pendekatan intervensi. Oleh karena itu, proses asesmen pada

    dasarnya mengandung kegiatan pengumpulan informasi, membuat analisis,

    dan mengembangkan hipotesis. Untuk lebih jelasnya lihatlah bagan alur

    proses konseling seperti digambarkan pada bagan 1.

    Terminasi

    /tindak ljtevaluasi

    PENGEMBANGAN HUBUNGAN Impl.

    strategi

    Seleksi

    strategi

    Tujuan

    Asesmen

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    9/47

    ix

    KEGIATAN BELAJAR 1:

    TEKNIK-TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASIDALAM ASESMEN

    ___________________________________________________

    A.

    Pengantar

    Telah dikemukakan dalam pengertian asesmen bahwa dalam proses konseling

    asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan dan mengolah informasi

    dengan menggunakan berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk

    mengembangkan program bantuan/konseling. Pada bagian ini akan dikemukakanbeberapa teknik atau metode pengumpulan informasi yang dapat digunakan

    dalam proses asesmen. Beberapa teknik ini pada dasarnya tidak berbeda dengan

    teknik-teknik yang digunakan dalam pemahaman individu, karena ke dua

    kegiatan ini sejatinya tidak jauh berbeda. Dalam literatur bimbingan dan

    konseling, pemahaman individu sering pula disebut dengan istilah analisis

    individual atau asesmen siswa (Matheson, 2000). Teknik-teknik asesmen dapat

    dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni teknik tes dan teknik non tes.

    Pada bagian ini hanya akan dikemukakan teknik non tes dengan pertimbangan

    bahwa teknik ini yang paling mungkin banyak oleh konselor sekolah di samping

    dapat dikembangkan sendiri oleh para konselor. Di antara teknik-teknik nontes

    yang akan dibicarakan pada bagian berikut adalah yang tergolong populer, yangmeliputi teknik pengamatan atau observasi, angket, wawancara, dokumenter, dan

    sosiomeri.

    B.Kompetensi

    Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran pada unit II ini mahasiswa

    diharapkan memiliki kemampuan untuk:

    1. Standar kompetensi:

    Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentinganmengembangkan hipotesis masalah konseli dan merancang program

    bantuannya.

    2. Kompetensi dasar:

    Dapat merancang dan menggunakan berbagai teknik dan/atau prosedur

    pengumpulan data untuk tujuan melakukan asesmen terhadap kebutuhan dan

    permasalahan konseli.

    3. Indikator:

    a. Dapat menyebutkan dan menjelaskan berbagai teknik pengumpulan data

    dalam proses asesmen masalah konseli

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    10/47

    x

    b.

    Dapat membedakan masing-masing teknik pengumpul data dilihat dari

    tujuan dan cara penggunaannya.

    c. Dapat merancang dan menggunakan berbagai bentuk alat bantu atau

    pedoman observasi guna mengukur suatu perilaku tertentu.

    d.

    Dapat merancang dan menggunaka angket untuk mengukur kategori

    informasi tertentu.

    e. Dapat merancang dan menggunakan beberapa bentuk pedoman

    wawancara guna mengumpulkan data tertentu.

    f. Dapat merancang dan menggunakan angket sosiometri untuk memperoleh

    informasi tentang popularitas konseli.

    g. Dapat menggunakan angket siapa saya dan menganalisis hasilnya.

    C.

    Materi

    1. Observasi

    Observasi atau pengamatan adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi

    yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap aktivitas atau

    perilaku konseli dalam situsi tertentu. Teknik ini dapat dilakukan secara

    berencana atau insidentil. Observasi dikatakan berencana jika ia dipersiapkan

    secara sistematis baik mengenai waktunya, tujuannya, alatnya maupun aspek-

    aspek yang akan diobservasi. Sedangkan observasi insidentil dilakukan dengan

    cara sewaktu-waktu, khususnya jika terjadi sesuatu yang diperlukan untuk

    diamati. Observasi juga dapat dibedakan atas situasi yang diamati, yakniobservasi pada situasi bebas dan observasi pada situasi terkondisi. Observasi pada

    situasi bebas dilakukan jika konselor mengamati perilaku atau aktivitas konseli

    dalam situasi natural sehari-hari. Sedangkan observasi pada situasi terkondisi

    adalah observasi yang dilakukan dengan cara menempatkan konseli pada situasi

    atau kondisi yang telah dirancang atau dimanipulasikan sedemikian rupa menurut

    kebutuhan konselor. Misalnya menempatkan konseli satu meja dengan teman dari

    jenis kelamin berbeda untuk mengetahui reakasi konseli tersebut terhadap

    heterogenitas.

    Dalam observasi, konselor dapat melibatkan dirinya dalam situasi atau kegiatan

    konseli (ini disebut observasi partisipan), atau tidak terlibat dan hanya melakukanpengamatan saja terhadap konseli (ini disebut observasi non partisipan). Dalam

    prakteknya, konselor sering menggunakan kedua model observasi tersebut secara

    kombinatif.

    Berdasarkan pada pencatatan hasil observasi, observasi bisa dibedakan menjadi

    observasi terstruktur (apabila aspek-aspek tingkah laku yang akan diamati telah

    ditentukan dalam suatu daftar pedoman observasi), dan observasi tak terstruktur

    (apabila aspek-aspek tingkah laku yang diamati tidak ditentukan terlebih dahulu).

    Untuk memudahkan perekaman hasil pengamatan, konselor dapat menggunakan

    alat bantu yang disebut pedoman observasi, seperti daftar cek (cheklist); skala

    penilaian (rating scale), (3) catatan anekdot (anecdotal records), dan alat-alatmekanik (mechanical devices). Daftar cek merupakan suatu pedoman observasi

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    11/47

    xi

    yang memuat daftar butir-butir dari aspek-aspek perilaku yang diobservasi.

    Melalui daftar itu konselor tinggal membubuhkan tanda cek (V) berkenaan

    dengan ada/muncul tidaknya aspek perilaku yang diamati. Daftar cek dapat

    digunakan untuk individu atau kelompok. Perhatikan contoh berikut!______________________________________________________________

    Daftar Kebiasaan Belajar

    1. Nama Siswa : ...............................................................

    2. kelas / program : ...............................................................

    3. No. Induk / absen : ...............................................................

    4. Jenis Kelamin : ...............................................................

    5. Tempat / tgl. Lahir : ...............................................................

    6. Hari /tgl. Observasi : ...............................................................7. Tempat observasi : ...............................................................

    8. Waktu : ...............................................................

    No. ASPEK PERILAKU AMATAN Penampakan

    Ada Tdk ada

    1

    2

    3

    4

    5

    67

    7

    8

    9

    Datang sebelum pelajaran dimulai

    Memperhatikan penjelasan guru

    Mengajukan pertanyaan

    Memberikan pendapat dengan tepat

    Mengerjakan soal-soal dengan benar.

    Aktif dalam latihan-latihan soalMengoreksi kembali pekerjaannya

    Aktif berdiskusi/tanya jawab

    Membuat rangkuman

    Dst.

    Daftar Cek Keterlibatan dalam Diskusi Kelompok

    Aspek yang Diamati NAMA SISWA

    Joni Rani Togop Mira RamaDatang tepat waktu

    Mengucapkan salam

    Memperhatikan pengarahan

    Dst.

    Jika dalam daftar cek aspek yg diamati dinyatakan dalam bentuk ada atau tidak

    ada, dalam skala penilaian aspek yang diamati dinyatakan ke dalam tingkatan

    skala. Misalnya untuk mengukur tingkat keterlibatan siswa dalam proses

    pembelajaran di kelas, tingkat keterlibatan itu dinyatakan dalam bentuk lima

    ukuran skala yang mertentang dari skala 1 (terendah) hingga skala 5 (tertinggi).Setiap tingkatan skala tersebut memiliki makna kualitatif, misalnya:

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    12/47

    xii

    skala 1 : sangat tidak terlibat (pasif)

    skala 2 : sedikit terlibat

    skala 3 : cukup terlibat

    skala 4 : terlibatskala 5 : sangat terlibat (terlibat aktif)

    CONTOH:

    Skala Penilaian

    Keterlibatan Siswa dalam Bimbingan Kelompok

    1. Nama : ...............................................................

    2. Kelas / program : ...............................................................

    3. No. Induk / absen : ...............................................................4. Jenis Kelamin : ...............................................................

    5. dst. : .................................................................

    No. ASPEK AMATAN Kualitas

    1 2 3 4 5

    1. Kehadiran

    2. Membuatgreeting

    3. Menjabat tangan anggota lain

    4. Mempersiapkan diri

    5. Memperhatikan pengarahan6. Membuka diri

    7. Mengemukakan pendapat

    8. Membuat pertanyaan

    9. Menguji ide

    10. Membuat dorongan verbal

    11. Sikap badan

    Komentar / kesimpulan : ......................................................................................

    .................................................................................................................

    Jember, ..................... 2010

    Pengamat,

    ..............................................

    Catatan anekdot (anecdotal records) digunakan untuk melakukan pengamatan

    terhadap peristiwa yang dinilai penting. Berbeda dengan pedoman observasi

    yang lain, catatan anekdot tidak mencantumkan aspek-aspek perilaku yang

    diamati. Pencatatan peristiwa penting ini harus dibedakan antara berita atau

    fakta dengan pendapat (opini) pengamat. Berita/fakta merupakan gambaran

    obyektif situasi, keadaan, tingkah laku tanpa penambahan atau pengurangan

    apapun sebagai pengaruh kesan pengamat., seperti: merokok di kelas,

    meninggalkan pelajaran, berkelahi, menyontek, membuat gaduh di kelas, dansejenisnya.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    13/47

    xiii

    Menurut bentuknya catatan anekdot dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yakni:

    anekdot deskriptif (mendiskripsikan perilaku dan kegiatan atau situasi sesuai

    dengan proses berlangsungnya kejadian), anekdot interpretatif (interpretasi

    terhadap terjadinya perilaku berdasarkan fakta yang diamati), dan anekdotevaluatif (menggambarkan perilaku, kegiatan atau situasi yang berupa penilaian

    oleh pengamat berdasarkan ukuran baik-buruk, benar-salah, dapat diterima-tidak

    dapat diterima). Perhatikan contoh berikut:

    Contoh 1: Catatan anekdot satu peristiwa

    Nama siswa : .

    Kelas : .

    Tanggal : .

    Tempat : .

    Peristiwa : ...................................................................................................

    Pengamat,

    ............................

    Contoh 2: Catatan anekdot untuk beberapa peristiwa

    Siswa :............................................. L/P Kelas :............................

    No. Tanggal Tempat Kejadian Komentar/Interpretasi Saran

    Pengamat : ............................

    Catatan anekdot tidak harus disajikan dalam bentuk tabel yang telah dicontohkan,

    tetapi dapa pula berbentuk uraian atau paparan deskriptoif tentang suatu

    peristiwa. Perhatikan contoh berikut:

    ______________________________________________________________

    Peristiwa:

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    14/47

    xiv

    Hari ini, senin tanggal 10 Januari 2010 Joni terlambat hampir tiga puluh menit

    untuk mengikuti pelajaran pada jam pertama, yaitu matematika. Wajahnya

    tampak murung. Ketika akan masuk kelas Bu Ani memintanya menemui

    Konselor sekolah, sekedar melapor dan minta izin masuk kelas. Sampai jampelajaran usai Joni belum juga kembali ke kelas. Setelah ditanyakan pada pihak

    konselor sekolah Joni tampaknya tidak datang, dan memilih membolos pada hari

    itu.

    Komentar :

    Joni menunjukkan punya masalah. Sudah tiga kali petemuan datang terlambat,

    dan di dalam kelas tidak konsentrasi.

    ______________________________________________________________

    Yang tergolong alat-alat mekanik adalah alat-alat elektronis yang digunakan olehkonselor untuk mempermudah pelaksanaan pengamatan. Alat-alat mekanik ini

    biasanya dipergunakan sebagai tambahan bagi teknik yang lain, misalnya

    wawancara. Peralatan ini antara lain meliputi: kamera, tape recorder, video-

    cassete, VCD atau DVD, dan komputer.

    2.

    Angket

    Angket (sering juga disebut metode self-report) adalah teknik pengumpulan data

    yang dilakukan dengan cara menyajikan pertanyaan/pernyataan tertulis kepada

    konseli untuk dijawab/ditanggapi dg cara tertulis pula. Angket digunakan untuk

    mengungkap informasi yang tidak dapat diperoleh melalui teknik lain. Umumnya

    angket digunakan untuk mengungkap tanggapan, harapan, pendapat, prasangka,

    sikap, kecenderungan, dan sebagainya.

    Penggunaan angket sebagai teknik untuk mengumpulkan data memiliki kelebihan

    dan keterbatasan. Kelebihan angket antra lain adalah: lebih efisien jika ditinjau

    dari waktu, biaya, dan tenaga; dapat mengungkap data yang memerlukan

    perkembangan dan pemikiran dan bukan jawaban spontan; dapat mengungkap

    keterangan yang mungkin bersifat pribadi dan tidak akan diberikan secara

    langsung. Sedangkan keterbatasan angket adalah: menuntut kecakapan baca dan

    tulis; tidak mampu mengungkap makna psikologis yang diekspresikan secara nonverbal oleh siswa; tidak dapat mengklarifikasikan pernyataan konseli yang tidak

    jelas; dan kurang dapat mengungkap informasi secara mendalam.

    Dilihat dari konstruksinya angket dapat angket dapat bersifat langsung dan tidak

    langsung, angket terstruktur dan tak terstruktur, angket terbuka dan tertutup.

    Suatu angket dikatakan langsung jika ia diberikan dan dijawab oleh individu yang

    menjadi sasaran. Angket dikatakan tidak langsung jika angket diberikan dan

    dijawab oleh sumber data bukan individu sasaran tetapi yang dipkamung

    memiliki pengetahuan yang mmadai tentang individu (misalnya orang tuanya).

    Angket tak terstruktur adalah angket yang tidak memberikan struktur, artinya

    sumber data diberikan keleluasaan untuk menjawab atau menanggapi angket.Salah satu contoh dari bentuk ini adalah angket yang meminta jawaban uraian

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    15/47

    xv

    atau ceritera. Sedangkan angket terstruktur adalah angket yang membatasi

    sumber data untuk menjawab/menanggapi pertanyaan/pernyataan angket. Angket

    ini sering disebut sebagai angket tertutup. Dalam angket ini, jawaban telah

    disediakan dan sumber data tinggal memilih di antara jawaban yang telahdisediakan tersebut. Pilihan jawaban bisa berupa pilihan ya atau tidak, pilihan

    gkamu, atau skala. Perhatikan contoh berikut!

    Contoh 1: petikan salah satu butir angket tak langsung tak tak terstruktur

    Ceriterakan apa saja yang dilakukan oleh anak Bapak (si Joni) setiap kali anak

    Bapak tersebut pulang dari sekolah hingga berangkat tidur pada malam hari: --------

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------

    ------------------------------------------------------------------------------------

    Contoh 2: petikan salah satu butir angket langsung tak terstruktur

    Ceriterakan apa saja yang kamu lakukan setiap hari setelah pulang sekolah hingga

    berangkat tidur pada malam hari: ------------------------------------------------------------

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------

    -------------------------------------------------------------------------------

    Contoh 3: petikan salah satu butir angket langsung terstruktur dengan pilihan

    jawaban skala

    No. Pernyataan Skala Pilihan

    1 2 3 4 51. Tugas rumah sebaiknya dikerjakan

    bersama-sama dengan teman

    2. Dst.

    Contoh 4: petikan salah satu butir angket langsung terstruktur dengan pilihan

    jawaban ya dan tidak

    Ketika mengerjakan soal-soal ulangan harian, saya biasanya menyontek.

    a. ya b. tidak

    3. Wawancara

    Jika angket merupakan suatu teknik pengumpul data yang dilaksanakan dengan

    cara mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada sumber data, wawancara

    diadministrasikan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan langsung.

    Dibandingkan dengan angket, wawancara lebih fleksibel dan memungkinkan

    konselor untuk mengajukan pertanyaan lebih rinci, di samping memungkinkan

    sumber data untuk menyatakan dengan segera, lengkap, dan utuh berbagai aspek

    atau informasi tentang dirinya atau tentang orang lain. Demikian pulan, melalui

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    16/47

    xvi

    wawancara hal-hal yang mencerminkan intensitas suasana emosional dapat

    dikenali.

    Untuk dapat melaksanakan wawancara dengan baik, maka konselor tidak hanya

    harus menguasai materi wawancara tetapi juga harus memiliki kecakapankomunikasi, khususnya komuniksi interpersonal.

    Wawancara dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk atas dasar tujuan, subyek,

    dan prosedurnya. Dilihat dari tujuannya, wawancara dapat dibedakan dalam

    bentuk wawancara jabatan (untuk mencocokkan kemampuan pelamar pekerjaan

    dengan pekerjaanya tertentu), wawancara administrative (wawancara yang

    ditujukan untuk menuntut perubahan tingkah laku individu kearah kegiatan

    yang diinginkan oleh pewawancara), wawancara konseling (wawancara yang

    bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi atau memecahkan

    masalahnya, dan wawancara informative (untuk tujuan memperoleh informasi

    tertentu).Berdasar subyek yang diwawancarai, wawancara dibedakan atas wawancara

    langsung (apabila data dikumpulkan langsung dari individu yang bersangkutan),

    dan wawancara tidak langsung (apabila wawancara yang dilakukan dengan

    seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain, misalnya

    wawancara dengan orangtua siswa).

    Dilihat dari prosedur yang digunakan, wawancara dibedakan atas wawancara

    berstruktur dan tak berstruktur. Disebut wawancara berstruktur apabila

    pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara telah disusun secara jelas

    dan terperinci sebelumnya. Dengan demikian pelaksanaan wawancara mengacu

    pada pedoman pertanyaan tersebut. Sedangkan wawancara tak berstruktur apabilapertanyaan yang diajukan tidak disiapkan secara terperinci tetapi fleksibel.

    Wawancara juga dapat dibedakan atas dasar perencanaannya, yakni wawancara

    berencana dan wawancara insidentil. Wawancara disebut berencana jika waktu

    dan tempat telah disepakati sebelumnya. Dan insidentil bila waktu dan teampat

    tidak dijadwal sebelumnya.

    Agar dapat melaksanakan wawancara dengan efektif, maka perlu dipenuhi

    beberapa kondisi berikut. Pertama, pewawancara harus menciptakan suasana

    yang bebas, terbuka, dan menyenangkan, sehingga mampu merangsang siswa

    untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih jauh dan mendatanya. Dengan kata

    lain, pewawancara harus dapat menciptakan hubungan baik dengan responden(siswa). Dalam hubungan konseling, hubungan baik ini ditandai oleh

    berkembangnya rapport, yakni suatu situasi psikologis yang menunjukkan

    bahwa reesponden bersedia bekerjasama, bersedia menjawab pertanyaan dan

    memberi informasi sesuai dengan pikirannya dan keadaan yang sebenarnya.

    Kedua, pewawancara mampu menyampaikan semua pertanyaan dengan baik dan

    tepat. Ketiga, pewawancara harus mampu mencatat semua jawaban lisan

    responden dengan teliti dan jelas. Kelima, pewawancara harus mampu menggali

    tambahan informasi dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan netral.

    Macam pertanyaan ini disebut pertenyaan menemukan atau pertanyaan

    eksploratif (probing).

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    17/47

    xvii

    Keektifan wawancara juga dipengaruhi oleh subyek yang diwawancarai. Subyek

    harus memiliki kemampuan untuk mengkap dan menjawab pertanyaan. Di

    samping itu, subyek juga harus memiliki sikap terbuka, yakni kemauan untuk

    membuka diri dan menjawab pertanyaan secara terus terang dan jujur. Padadasarnya situasi wawancara perlu juga diperhatikan selama proses wawancara,

    seperti : waktu, tempat, ada tidaknya pihak ketiga.

    Seperti halnya dalam observasi yang menggunakan pedoman observasi, ketika

    menggunakan teknik wawancara konselor juga dapat menggunakan alat bantu

    wawancara yang pedoman wawancara. Pedoman wawancara terdiri atas butir-

    butir pertanyaan yang utuh, lengkap, dan tempat untuk mencatat jawabannya

    sehingga dapat difahami dan dapat dijawab dengan baik oleh siswa. Perhatikan

    contoh berikut!

    Pedoman Wawancara1. Wawancara ke : ................................................................

    2. Waktu wawancara : ................................................................

    3. Tempat Wawancara : ................................................................

    4. Masalah : ................................................................

    5. Nama siswa : ........................................................

    6. Proses wawancara : .......................................................

    No. Pertanyaan Jawaban

    1. ...................................... ............................................................

    2. ...................................... ............................................................3. Dst ............................................................

    7. Kesimpulan/catatan : ................................................................

    ................................................................

    ............................, ..................... 2010

    Pewawancara,

    (................................................)

    4. Sosiometri

    Teknik sosiometri digunakan untuk mengumpulkan data tentang popularitas

    siswa. Dari data sosiometri konselor dapat memperoleh informasi tentang siswa-

    siswa yang tergolong populer dan siswa terisolir atau tak disenangi. Teknik ini

    didasarkan pada asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola struktur hubungan

    yang komplek dan hubungan ini dapat diungkap melalui pengukuran kuantitatif

    maupun kualitatif. Dapat dikatakan sosiometri adalah metode pengumpulan data

    tentang pola dan struktur relasi atau hubungan sosial individu dalam suatu

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    18/47

    xviii

    kelompok. Situasi sosial kelompok dapat berupa kelompok belajar, kelompok

    bermain, persahabatan kelompok kerja, kelompok peminatan, dan sebaginya.

    Dari data sosiometri itu selanjutnya pembimbing dapat membuat keputusan-keputusan bimbingan, misalnya membantu siswa-siswa yang terisolir atau untuk

    membuat kelompok-kelompok belajar yang efektif.

    Sosiometri pada hakekatnya meyerupai angket, tetapi pertanyaan yang diajukan

    sangat spesifik, yakni meminta subyek untuk memilih beberapa teman atau

    individu yang mereka sukai dan tidak sukai dalam hubungannya dengan situasi

    atau kegiatan tertentu. Perhatikan dua contoh berikut!

    Contoh 1:

    Dengan siapa kamu senang belajar kelompok?

    Siapa yang paling kamu inginkan untuk menjadi satu bangku denganmu

    di kelas?

    Dengan siapakah kamu senang bekerjasama?

    Siapa biasanya yang kamu minta tolong jika kamu mengalami kesulitan?

    Contoh 2:

    Pilihlah 3 (tiga) orang teman yang Kamu senangi untuk diajak belajar bersama di

    kelas ini:

    a. .......................................... alasannya ............................................b. .......................................... alasannya ............................................

    c. .......................................... alasannya ............................................

    Pilihlah seorang teman yang Kamu senangi untuk menjadi ketua kelompok

    belajar di kelas ini:

    a. .......................................... alasannya ............................................

    b. .......................................... alasannya ............................................

    c .......................................... alasannya ............................................

    Pilihlah 3 (tiga) orang teman yang Kamu senangi untuk diajak bermain-main

    bersama (misalnya : kesenian, olah raga, dan lain-lain) :a. .......................................... alasannya ............................................

    b. .......................................... alasannya ............................................

    c. .......................................... alasannya ............................................

    Data yang diperoleh dari sosiometri selanjutnya dirangkum dalam matrik

    sosiometri. Perhatikan contoh berikut:

    Pemilih

    DipilihA B C D E

    A # 1 - 3 2

    B 1 # 2 3 -

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    19/47

    xix

    C 1 2 # - 3

    D 2 1 3 # -

    E 1 2 3 - #

    Pilihan 1 3 2Pilihan 2 1 2 1 - `1

    Pilihan 3 - - 2 2 1

    Jumlah

    pilihan4 4 3 2 2

    Skor pilihan 5 6 8 6 5

    Data sosiometri selanjutnya juga perlu disajikan dalam suatu grafik yang disebut

    sosiogram. Sosiogram adalah penggambaran garis hubungan sosial yang dibuat atas

    dasar data sosiometri. Sosiogram dapat dibuat dalam bentuk lajur, lingkaran atau

    bentuk bebas.

    SOSIOGRAM BENTUK LAJUR

    Jumlah SOSIOGRAM

    Pilihan

    4

    3

    2

    1

    0

    Keterangan : : laki-laki

    : perempuan

    : pilihan pertama

    : pilihan kedua

    : pilihan ketiga

    Berdasarkan data sisometri kita juga dapat menetapkan intensitas hubungan dan indeks

    pemilihan. Intensitas hubungan adalah kekuaran relasi sosial antar subye. Intesnsitas ini

    dihitung dengan rumus berikut:

    )(

    )((int)

    phanjumlahpili

    sskorIntensitas

    Sedangkan indeks pemilihan meliputi status pemilihan, status penolakan, dan status

    pemilihan dan penolakan yang masing-masing dihitung dengan rumus berikut:

    Status pemilihan dihitung dengan rumus :

    A

    C

    E

    B

    D

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    20/47

    xx

    1

    N

    hanjumlahpilihanStatuspili

    Status penolakan dihitung dengan rumus:

    1

    N

    lakanjumlahpenolakanStatuspeno

    Status pemilihan dan penolakan (Spp) dihitung dengan rumus:

    1

    N

    lakanjumlahpenohanjumlahpiliSpp

    Berdasar rumus tersebut maka pada siswa A dapat dihitung :

    Intensitas (Int) A = 5 : 4 = 1,25

    Status pemilihan = (4 : (5-1) = 1Jadi indeks intensitas pemilihan untuk A = 1,25 dengan status pemilihan 1 berarti semua

    anggota kelompok telah memilih A. Dari antara kelima anggota kelompok tidak ada

    yang terisolir, dapat dilihat lagi pada sosiogram. Pada sosiogram juga tampak tiga pasang

    anak yang saling memilih, yaitu : untuk pilihan pertama, AB; untuk pilihan kedua, B

    C; sedang untuk pilihan kegitas, CE. Di samping itu ada dua buah klik yang mencolok

    yaitu : A-C-D dan A-B-E yang saling memilih triangle.

    Dari harga-harga tersebut maka konselor dapat membuat beberapa kebijakan, misalnya

    untuk membentuk kelompok belajar. Untuk membentuk kelompok ini, ada beberapa

    alternatif yang dapat dipertimbangkan misalnya:

    Kelompok I : A-B-C

    Kelompok II : C-D-B

    Kelompok III : C-B-E

    Untuk mencatat data sosiometri secara individual maka kita dapat menggunakan kartu

    sosiometri untuk setiap siswa. Kartu ini selanjujtnya disimpan di dalam kartu pribadi.

    Perhatikan contoh berikut!

    KARTU SOSIOMETRI

    No. ....................................... Nama siswa ........................................... L/PKegiatan : Belajar kelompok

    Jumlah siswa : 5 orang

    Dipilih oleh : 1. ............................ 3. ............................

    2. ............................ 4. ............................

    Jumlah pemilih : 4 orang

    Indeks pemilih : 1

    Teman yang dipilih : I. ....................................................

    II. ...................................................

    III. ...................................................

    Komentar : ....................................................

    ....................................................

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    21/47

    xxi

    5. Angket Siapa Saya?

    Angket siapa saya (who am I) digunakan untuk memperoleh data berkenaandengan pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri, kelebihan dan

    kekurangannya. Teknik ini terdiri atas sejumlah pernyataan tentang sifat-sifat

    kepribadian konseli. Teknik ini dilaksanakan dengan cara meminta konseli

    menanggapi pernyataan-pernyataan dengan membandingkannya dengan keadaan

    dirinya. Hasil perbandingan tersebut kemudian diisikan pada kolom jawaban

    yang terdiri atas tiga pilihan yaitu : sangat cocok dengan diri saya, agak cocok

    dengan diri saya, dan tidak cocok dengan diri saya. Konselor dapat menggunakan

    data hasil tes ini untuk membantu konseli memperoleh pemahaman yang lebih

    realistis tentang dirinya. Pemahaman ini sangat penting sebagai langkah awal

    untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya. Secara khusus, data hasil

    pemeriksaan ini dapat digunakan oleh konselor untuk:

    Mengetahui sebagian aspek kepribadian konseli secara garis besarnya, baikkelebihannya maupun kekurangannya;

    Memberikan layanan bimbingan untuk mengembangkan dan

    mengoptimalkan realisasi potensi konseli;

    Membantu konseli untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri, sehingga

    mereka dapat membuat penyesuaian lebih baik terhadap dirinya maupun

    terhadap lingkungannya.

    Pengadministrasian tes siapa saya dilaksanakan dengan urutan langkah berikut:

    persiapan, pelaksanaan, dan analisis. Dalam langkah persiapan, konselormempersiapkan format tes WHO AM I dan tempat pelaksanaannya. Dalam

    langkah pelaksanaan, konselor melakukan hal-hal berikut:

    Memperkenalkan teks WHO AM I

    Menjelaskan tentang tujuan dan manfaatnya

    Membagikan format tes WHO AM I

    Menjelaskan petunjuk tes WHO AM I

    Siswa mengerjakan tes WHO AM I

    Setelah tes selesai dikerjakan, konselor mengumpulkan hasil pekerjaan siswatersebut.

    Langkah analisis meliputi dua kegiatan berikut:

    Menghitung jumlah skor jawaban siswa dengan memberikan pembobotanatau nilai dari masing-masing jawaban tiap item berdasarkan tabel skor.

    Mencocokkan jumlah skor dengan patokan interpretasi kepribadian peserta

    tes berdasarkan tes WHO AM I.

    CONTOH:

    Menghitung skor dari jawaban subyek sesuai dengan skor ( pembobotan ) di

    bawah dan kemudian menjumlahkannya

    Pertanyaan Cocok dengansaya

    Agak cocok Tidak seperti saya

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    22/47

    xxii

    Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

    a 3 2 1

    b 3 2 1

    c 1 2 3d 1 2 3

    e 3 2 1

    f 1,5 3 1,5

    g 1 2 3

    h 1 2 3

    i 1 2 3

    j 1,5 3 1,5

    k 1,5 3 1,5

    l 1 2 3

    m 3 2 1

    n 1 2 3

    o 3 2 1

    Jumlah

    maksimal

    Selanjutnya adalah mencocokkan jumlah skor dengan patokan interpretasi kepribadian

    subyekberdasarkan tes Siapa Saya berikut ini :

    Urutan Jumlah Skor Interpretasi

    1

    2

    3

    4

    37,5 - 45

    30,5 - 37

    23,5 - 30

    16,5 - 23

    Memiliki kepribadian optimis sekali sangat

    menyenangkan dan sangat percaya diri sendiri.

    Berkepribadian optimis, menyenangkan dalam

    bergaul, dan percaya pada diri sendiri.

    Cukup optimis, agak menyenangkan, dan cukup

    percaya pada diri sendiri.

    Kurang optimis, kurang menyenangkan dan kurang

    percaya pada diri sendiri.

    6. Rangkuman

    Hasil asesmen memainkan peran yang sangat penting guna menetapkan

    konfigurasi masalah konseli dan kemudian untuk mengembangkan rencana

    bantuan. Tanpa adanya data yang lengkap tentang konseli, maka program

    bimbingan dan konseling sangat mungkin akan gagal mencapai tujuan. Data

    atau informasi tentang konseli dapat dikumpulkan melalui berbagai metode

    atau teknik, tes dan non tes. Termasuk ke dalam metode non tes adalah

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    23/47

    xxiii

    teknik observasi, wawancara, angket, sosiometri, dokumenter, otobiografi,

    daftar masalah, dsb. setiap teknik memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam

    hal ini pembimbing harus dapat memilih suatu teknik yang cocok sesuai

    dengan tujua pengukuran data dan karakteristik konseli atau sumber data.

    D.Latihan

    Bacalah kembali materi dalam kegiatan belajar ini ditambah dengan materi lain

    yang relevan yang dapat Anda ditemukan pada daftar pustaka, kemudian

    jawablah pertanyaan/selesaikan tugas-tugas berikut:

    a.

    Sebut dan jelaskan berbagai teknik pengumpulan data dalam proses

    asesmen masalah konseli.

    b. Kemukakan perbedaan masing-masing teknik pengumpul data dilihat dari

    tujuan dan cara penggunaannya.

    c. Rancanglah beberapa bentuk alat bantu atau pedoman observasi guna

    mengukur suatu perilaku tertentu dan kemudian praktekkan

    penggunaanya (gunakan untuk mengumpulkan data dan kemudian

    tabulasikan data yang diperoleh).

    d.

    Rancanglah sebuah angket untuk mengukur kategori informasi tertentu

    dan kemudian gunakan untuk mengumpulkan data yang sebenarnya.

    e. Rancanglah beberapa bentuk pedoman wawancara guna mengumpulkan

    data tertentu dan kemudian praktekkan penggunaannya.

    f. Rancanglah sebuah angket sosiometri untuk memperoleh informasi

    tentang popularitas konseli dan kemudian praktekkan penggunaannya.

    g. Praktekan penggunaan angket siapa saya dan kemudian interpretasikan

    hasilnya!

    E.

    Daftar Pustaka

    Blackham, G. 1977, Counseling:theory, process, and practice. Belmont, California:

    Wadsworth Publising Company.Corey, G dan Corey, M. S. , 2001. Group: Processs and practice. Monterey,

    California: Brooks/ Cole Co.

    Cormier, W.H., & Cormier L. S., 1985. Interviewing Strategies for Helpers,

    Monterey California: Brooks/Cole Publishing.

    Egan, G., 1998. The skilled helper: A model for systematic helping and interpersonal

    relating, Monterey , CA: Brooks/ Cole.

    Gambril, E. D, 1977, Behavior modification: Hand book of assesment, intervention,

    and evaluation, San Francisco: Jossey-Bass.

    George R. L R. dan Cristiani, TS. 2001, Theory, Methods, and Process of Counselingand Psychoterapy, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. \

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    24/47

    xxiv

    Gibson, R.L., & Mitchell, M.H. 1995.Introduction to Guidance. 4th. Ed. New

    Jersey: Englewood Cliffs.

    Hackney, H.L., & Cormier, L.S. 2001. The Professional Counselor. A Process Guide

    to Helping. 4th.ed. Boston: Allyn & Bacon.

    McLeod, J. 2003.Pengantar Konseling. Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa oleh

    A.K. Anwar. Jakarta: Kencana

    Parrot III, L. 2003. Counseling & Psychotherapy. 2nd. Ed. Australia: Thompson-

    Brook/Cole.

    Thompson, C.L., & Rudolph, L.B., & Henderson, D. 2004. Counseling Children. 6th.

    Ed. Australia: Thompson-Brook/Cole.

    Shertzer, B., & Stone, Shelly C. 1981.Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton

    Mifflin Company.

    ____________________________________________

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    25/47

    xxv

    KEGIATAN BELAJAR 2:

    MODEL-MODEL ANALISIS MASALAH

    A.Pengantar

    Menerapkan berbagai prosedur asesmen hanyalah merupakan bagian dari proses

    asesmen dalam konseling. Lebih dari pada itu adalah aktivitas mental konselor itu

    sendiri selama dalam proses pengumpulan data. Dalam proses asesmen, konselor

    memperoleh sejumlah informasi dari konseli. Tanpa dapat mengintegrasikan dan

    mensintesakan data, konselor tak bararti apa-apa. Tugas konselor selama proses

    asesmen adalah mengetahui informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana

    memperolehnya, menempatkan informasi itu secara bersama-sama sehingga menjadikesatuan yang bermakna, dan menggunakannya untuk mengembangkan hipotesis

    klinis guna mengarahkan kepada suatu gagasan tentatif tentang masalah konseli dan

    gagasan tentang rancangan program intervensinya. Kegiatan mental konselor ini

    disebut sebagai konseptualisasi yang secara simpel berarti Cara konselor berpikir

    tentang konfigurasi masalah konseli. Terdapat banyak model konseptualisasi

    masalah dari pendekatan kognitif-perilaku, namun yang paling popuper dan banyak

    digunakan oleh para ahli dan praktisi konseling kognitif-perilaku adalah model

    konseptulisasi perilaku ABC. Model ini akan dipaparkan pada bagian berikut ini.

    Namun, untuk m,emberikan pemahaman yang luas sebelumnhya akan dikemukakan

    terlebih dahulu model konseptualisasi masalah yang lain yang muncul mendahului

    model perilaku ABC.

    B.

    Kompetensi

    1. Standar kompetensi:Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentingan mengembangkan

    hipotesis masalah konseli dan merancang program bantuannya.

    2. Kompetensi dasar:Dapat merancang dan menggunakan berbagai teknik dan/atau prosedur

    pengumpulan data untuk tujuan melakukan asesmen terhadap kebutuhan danpermasalahan konseli

    3. Indikator:

    Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini ini para peserta PLPG diharapkan

    memiliki kemampuan untuk:

    a. Menyebutkan dan menjelaskan model-model konseptualisasi masalah dari

    pendekatan kognitif perilaku.

    b.

    Menggunakan model konseptualisasi masalah model Swensen untuk

    menganalisis masalah suatu kasus siswa.

    c.

    Menggunakan model konseptualisasi masalah model Seay untuk menganalisismasalah suatu kasus siswa.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    26/47

    xxvi

    d.

    Menggunakan model konseptualisasi masalah model Lazarus untuk

    menganalisis masalah suatu kasus siswa.

    e. Menggunakan model konseptualisasi masalah model perilaku ABC untuk

    menganalisis masalah suatu kasus siswa

    C.Materi

    1. Model Konseptualisasi Masalah dari Swensen

    Model konseptual masalah dari Swensen merupakan model awal dalam bidang

    asesmen masalah. Secara teoretik, dalam mengembangkan modelnya itu

    Swensen diilhami oleh pemikiran Lewin (1951) dan Pascal (1959). Model

    konseptualisasi Swensen didasarkan pada formula berikut :

    Penjelasan:

    Gangguan perilaku =

    fungsi dari derajad tekanan dan perilaku, kebiasaan, pertahanan ego maladaptif

    versusdukungan, kekuatan, dan kebiasaan dan pertahanan ego adaptif.

    Perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang (deviant behaviour) menunjuk padaberbagai bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan harapan, tuntutan, atau nilai yang

    diterapkan oleh masyarakat, atau menyimpang dari perilaku yang seharusnyaditampilkan sesuai dengan tingkat perkembangan konseli. Beberapa bentuk konkrit darigangguan perilaku ini antara lain adalah: kecemasan, depresi, agresi anti sosial,kenakalan, senang menyontek, penyalahgunaan narkoba, tindak kriminal, malas,anoreksia, bulimia, dan sebagainya.

    Tekanan. Tekanan (stress) meliputi situasi-situasi yang mengandung tekanan atautegangan yang tidak menyenangkan konseli dan selalu menghasilkan sensasi fisiologisseperti denyut jantung berdebar-debar, pusing/sakit kepala, mual atau gangguan perutlainnya, keluar keringat dingin, telapak tangan berkeringat, dan sebaginya.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    27/47

    xxvii

    Perilaku, kebiasaan, dan pertahanan diri maladaptif. Perilaku, kebiasaan, danpertahanan ego maladaptif menunjuk pada perilaku negatif atau destruktif dan berbagai

    bentuk kebiasaan pertahanan ego yang maladaptif konseli dalam kehidupan sehari-hari,baik dalam rangka untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadinya atau dalam hubungannyadengan lingkungan sosialnya.

    Perhatikan contoh kasus berikut:Joni dipindah dari kelasnya dan ditempatkan dalam suatu kelas yang berisikan anak-anak yang telah diidentifikasi memiliki gangguan perilaku, seperti memulaiperkelahian, mencuri, dan menentang guru. Menurut orang tuanya, Joni hampir tidakpernah diberi sanksi setiap kali melakukan tindakan-tindakan yang merugikan dan tidakbertanggung jawab. Orang tuanya juga menyatakan bahwa kebiasaan buruk Joni itu

    telah menyebabkan terjadinya ketegangan yang terus-menerus di dalam keluarga. Orang

    tuanya juga mengatakan bahwa perilaku Joni sangat berbeda dengan perilaku kakaknyadan menggunakan perilaku kakaknya sebagai contoh. Mereka tidak mengerti mengapasi Joni sering bertindak destruktif dan tidak bertanggung jawab, berbeda dengankakaknya. Dalam suatu wawancara dengan si Joni, Joni menyatakan bahwa ia merasa

    rendah diri dengan kakaknya dan dengan banyak teman di sekolahnya. Joni jugamengatakan bahwa ia sengaja melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan orang

    tuanya agar orang tuanya tidak bercerai, karena mereka akan selalu berdebat tentangperilakunya. Dalam kasus ini, perilaku menyimpang si Joni adalah senang memulaiperkelahian, mencuri, dan menentang guru. Kebiasaan perilaku/pertahanan maladaptif

    berawal dari ketidak mampuan dan keyakinannya bahwa masalah dirinyamemberikan suatu alasan yang baik agar orang tuanya tetap bersatu.

    Dukungan dan kekuatan. Dukungan (support) meliputi sumber-sumber yang tersediauntuk konseli, seperti adanya orang atau situasi di dalam kehidupan konseli saat iniyang membantu. Kekuatan (strenghts) meliputi potensi atau performansi positif konselidalam beberapa hal. Kekuatan merupakan indikator dari bakat atau kemampuandasar konseli. Bakat atau kecakapan dasar ini merupakan bidang-bidang yang harus

    digarap oleh para konselor.

    Perilaku, kebiasaan, dan pertahanan adaptif. Perilaku, kebiasaan, dan pertahananadaptif menunjuk pada berbagai bentuk perilaku atau kebiasaan yang positif ataukonstruktif dan pertahanan ego yang adaptif dalam arti dapat diterima oleh masyarakat

    dan dapat membantu konseli mencapai tujuan-tujuannya. Perilaku adaptif merupakanperilaku yang dipelajari, perilaku yang tepat menurut situasi/konteks, dan

    manghasilkan keberhasilan atau penguat yang optimal untuk konseli. Sebagai contoh,dalam kasus yang telah dikemukakan, konseli juga menjadi anggota darikelompok/team renang di sekolah. Performansi keberhasilan dalam renang merupakansuatu kekuatan bagi konseli. Perilaku yang mendukung keberhasilan ini, sepertimengikuti latihan setiap hari, datang tepat waktu, dan mengikuti instruksi pelatih

    semuanya itu merupakan kebiasaan perilaku adaptif atau pola-pola yang secaraoptimal mendukung keberhasilan atau penguat bagi konseli dalam bidang ini.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    28/47

    xxviii

    Informasi-informasi tersebut dirangkumkan dalam tabel 1 berikut:

    Tabel 1. Model konseptualisasi masalah dari Swensen

    Perilaku menyimpang Tekanan Kebiasaan adaptif

    Memulai perkelahian

    Mengambil milikteman

    Menantang guru

    Prestasi belajarrendah

    Memiliki kakak laki-laki yang lebih unggul

    Hubungan denganorang tua tidakharmonis

    Kelas yang tak teratur

    Kurang bertanggungjawab

    Merasa cemas dalamsituasi yang takteratur, khususnya disekolah

    Dukungan Potensi Kebiasaan adaptif

    Konselor bersediamembantumemecahkan masalahkonseli

    Pelatih renang inginmembantu agarkonseli tetap menjadianggota team renang

    Menjadi anggota teamrenang

    Kinerja dalamkompetisi baik

    Kesehatan baik

    Pola makan dan tidurbaik

    Skor IQ tinggi

    Mengikuti latihanrenang secara teratur

    Dapat mengvikutiinstruksi pelatihrenang

    Mengerjakan tes

    dengan jujur

    Secara umum dapatmenampilkan dirinyadengan baik dalamsituasi kompetitif danterstruktur

    Model konseptualisasi masalah dari Swensen dapat digunakan oleh para konselor

    untuk beberapa hal. Pertama, model Swensen dapat digunakan oleh konselor

    untuk melihat, mendengar, atau menangkap apa yang sedang terjadi pada diri

    konselinya dan untuk mengembangkan beberapa dugaan teoretik atau hipotesis

    menyangkut masalah konseli. Sebagai contoh, dari contoh kasus yang telah

    dikemukakan kita dapat memperoleh suatu gambaran tentang seorang anak laki-

    laki yang menampakkan sejumlah gangguan perilaku yang berkaitan dengan

    tekanan yang ia rasakan di sekolah dan di lingkungan keluarganya. Anak ini telah

    belajar untuk merespon terhadap tekanan-tekanan tersebut dengan pola kebiasaan

    maladaptif, seperti menyetujui pendapat orang tuanya bahwa kakaknya lebih

    unggul dari dirinya, bertindak dengan cara yang kurang bertanggung jawab, dan

    merasa cemas di dalam situasi yang tak terstruktur, khususnya di sekolah. Namun,

    untungnya ia memiliki dua sumber bantuan di sekolah, yaitu konselor dan pelatih

    renangnya. Ia juga memiliki beberapa hal positif lain, seperti kesehatan yang baik,

    intelegensi yang cukup, dan menjadi anggota perkumpulan atlet renang di sekolah.

    Konseli juga memperlihatkan beberapa pola perilaku dan pertahanan adaptif

    dalam situasi tertentu, seperti memenuhi situasi-situasi kompetisi dan mengikuti

    test. Konselor dapat menggunakan informasi tersebut guna membuat beberapa

    hipotesis menyangkut gejala perilaku konseli, meliputi (tetapi tidak terbatas) hal-

    hal berikut :

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    29/47

    xxix

    1.

    Terdapat banyak kompetisi di dalam diri konseli dan saudaranya yang

    lebih tua untuk memperoleh perhatian orang tua. Konseli seringkali

    merasa bahwa saudaranya lebih banyak mengalahkan dirinya.

    2.

    Konseli tidak pernah merasa harus bertanggung jawab menyangkutdirinya dan perilakunya.

    3. Konseli mungkin merasa bahwa masalahnya memberikan suatu alasan

    untuk menjaga keutuhan perkawinan orang tuanya.

    4. Konseli merasa tidak senang dalam suatu situasi yang tidak terstruktur

    dan menampakkan bukti respon adaptif dalam situasi yang terstruktur

    dan agak kompetitif. Kenyataannya, konseli sepertinya dapat tumbuh

    dengan pesat pada situasi kompetisi sehingga ia dapat membuktikan

    bahwa ia mampu berenang dengan baik.

    Kedua, model Swensen dapat membantu konselor untuk memutuskan macam

    pendekatan perlakuan yang manakah (atau kombinasi strategi) yang dapat

    digunakan untuk membantu konseli. Seringkali keputusan ini dibuat sesuai

    dengan model-model teoritik, perkiraan, dan dikaitkan dengan potensi/kekuatan.

    Sebagai contoh, konselor dari pendekatan berpusat pada pribadi (person-

    centered) mungkin memusatkan perhatian pada kurangnya kesadaran,

    kongruensi, dan aktualisasi diri konseli. Konselor dari pendekatan realita

    mungkin memperhatikan pada perilaku tidak bertanggung jawab konseli dan

    bagaimana ia dapat belajar untuk mengambil tanggung jawab bagi tindakan-

    tindakannya. Sedangkan konselor Adlerian lebih memusatkan perhatian pada

    situasi kompetitif antara konseli dan saudaranya dan berupaya membantu konseli

    memperoleh minat sosial atau mengembangkan suatu rasa memiliki yang lebih

    baik, di rumah dan di sekolah. Konselor dari perspektif analisisis transaksional

    akan memandang konseli dalam hubungannya dengan orang lain dari kondisi

    egoanak nya dan kemudian berusaha menemukan kondisi ego yang lain guna

    mengubah perilaku konseli. Konselor Gestalt akan berfokus pada keretakan atau

    polarisasi, atau tidak adanya kongruensi dalam kehidupan dan kepribadian

    konseli, seperti dinampakkan dalam beberapa perasaan dan tindakan konseli, dan

    juga pada gagasan introyeksi dan/atau proyeksi yang dibuat konseli. sedangkan

    para konselor kognitif akan melihat kemungkinan adanya kognisi, keyakinan,

    atau pernyataan-pernyataan diri negatif yang ada di balik kebiasaan dan perilakumaladaptif konseli dan kemudian berusaha untuk membantu konseli untuk

    menghentikan atau menggantinya dengan kognisi lain yang lebih positif. Para

    konselor keluarga (family counseling) akan memusatkan perhatian pada peran

    dan batas-batas hubungan keluarga konseli dan pada hubungan perkawinan orang

    tuanya. Sedangkan para konselor perilaku akan lebih memusatkan perhatian pada

    pengubahan sebab-sebab yang mempertahankan kebiasaan perilaku maladaptif

    konseli dan kemudian memperkuat kebiasaan perilaku adaptif konseli. Idealnya,

    keputusan tentang pendekatan mana yang harus digunakan oleh konselor akan

    tergantung pada sejumlah faktor, tidak hanya pada kefanatikan (preferensi)

    konselor pada suatu teori konseling tertentu. Alih-alih mengedepankan preferensi

    teoretiknya, konselor seharusnya memilih pendekatan intervensi yang memiliki

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    30/47

    xxx

    kemungkinan paling baik untuk membantu konseli memecahkan masalah dan

    mencapi tujuan yang diinginkannya.

    Ketiga, cara yang lebih umum dimana model konseptualisasi masalah dari

    Swensen dapat digunakan adalah dengan memeriksa rasio dari faktor-faktordalam numerator formula dengan faktor-faktor sekarang dalam denominator.

    Menurut Swensen (1968, h. 31), Banyak penurunan dalam faktor dalam

    numerator formula (stres, kebiasaan maladaptif, dan pertahanan) dapat

    mengurangi defisit psikologis; sebaliknya meningkatkan faktor yang didaftar di

    dalam denominator (kekuatan, dukungan, pertahanan dan kebiasaan adaptif)

    dapat meningkatkan kesehatan psikologis.

    2.

    Model Konseptualisasi Masalah dari Seay

    Model konseptualisasi masalah dari Seay (1978) mengintegrasikan teknikkonseling dan isi tematik. Model ini didasarkan pada tema hidup utama (dan gaya

    hidup) yang ditarik dari tiga modalitas utama fungsi manusia yaitu: kognisi

    (pikiran), afeksi (perasaan, emosi), dan perilaku (tindakan, kinerja), yang diberi

    akronim CAB. Untuk dapat menggunakan model konseptualisasi msalah dari

    Seay, perhatikanlah contoh kasus berikut:

    Pada suatu hari, Pak Mudah, seorang konselor di suatu SMP, menerima rujukan

    seorang siswa perempuan bernama ira dari seorang guru. Guru tersebut

    menyatakan bahwa sepertinya Mira memiliki suatu kesulitan yang bisa

    mengganggu kegiatan belajarnya dan meminta konselor untuk membantunya.

    Konselor selanjutnya menerima rujukan tersebut dan melakukan wawancara awaldan wawancara asesmen den gan Mira. Dari hasil wawancara awal Mira

    menyatakan bahwa tidak memiliki banyak pilihan karena ia takut untuk pergi ke

    sekolah sendirian. Ia juga melaporkan mengalami depresi karena terus-menerus

    dicela dan diolok-olok oleh saudara-saudaranya karena ia sering meminta tolong

    dan tidak mandiri. Konseli juga menyatakan bahwa belakangan ini ia mengalami

    gangguan tidur dan kehilangan selera makan. Dari hasil wawancara lebih

    mendalam diperoleh informasi bahwa Mira sering merasa tertekan dengan sikap

    ayahnya yang menurutnya sangat keras dalam mendidik dan saudara-saudaranya

    yang sering mencelanya. Namun konseli juga mneyatakan bahwa sebagai seorang

    anak perempuan ia sabar menghadapi kekerasan ayahnya. Demikian pula

    terhadap kritikan dari saudara-saudaranya ia hanya mendengarkan saja dan tidakmenanggapi, meskipun ia sudah merasa bosan dan terganggu dengan semua itu.

    Konseli juga memiliki keyakinan bahwa ia telah menjadi orang yang gagal dan

    dan tidak mampu untuk membuat keputusan sendiri. Selama wawancara awal, ia

    seringkali menangis dan berbicara dengan suara yang lirih dan tersendat-sendat.

    Untuk memperoleh data lebih lanjut, konselor melakukan pemeriksaan terhadap

    dokumen siswa. Dari dokumen hasil tes konselor memperoleh data siswa

    tergolong anak yang berkemampuan tinggi (cerdas). Demikian pula prestasi

    belajar konseli juga tergolong bagus karena ia masuk ranking sepuluh besar di

    kelasnya. Informasi konseli tersebut dapat dirangkumkan dalam tabel 2 berikut:

    Tabel 2. Model konseptualisasi masalah darai Seay

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    31/47

    xxxi

    Kemungkinan

    lingkungan

    Kesalahan kognitif Gangguan afektif Pola perilaku

    1. Cara mendidik

    ayah yang keras2.

    Saudara terusmenerus

    mengkritik3.

    Prestasi belajarbaik

    4. Masuk rankingsepuluh besar

    1. Pikiran gagal

    2.

    Menyalahkan diri3. Kurang percayadiri

    1. Kecemasan/

    ketergantuangemosional2. Depresi

    1. Tak dapat pergi ke

    sekolah sendirian2.

    Mendiamkan kritikansaudar-saudaranya

    meskipun merasabosan dan terganggu

    3. Kadang2 menangisdalam wawancara

    4. Bicara pelan,tersendat

    5. Gangguan tidur6. Kehilangan nafsu

    makan

    Informasi yang diungkap tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan

    hipotesis tentang masalah konseli dan untuk merencanakan suatu program

    bantuan yang komprehensip. Sebagai contoh, dalam kasus yang telah

    dikemukakan, satu dari tema utama adalah kognitif dan meliputi persepsi negatif

    tentang diri. Tema ini barangkali berawal dari kekerasan ayahnya dan yang

    kemudian diperkuat/dipertahankan melalui kritikan yang terus menerus dari

    audara-saudaranya. Meskipun kekasaran verbal yang terus menerus tampak

    memberikan sumber tekanan, konseli tampaknya juga menggunakannya sebagaialat untuk menguatkan atau membenarkan persepsinya terhadap dirinya sebagai

    orang tergantung dan gagal, dan mendorongnya untuk menghindari situasi yang

    mendatangkan kecemasan, seperti berangkat ke sekolah sendiri. Gangguan afektif

    dalam bentuk kecemasan dan depresi mewakili perasaan marah dan tidak puas

    yang ditekan di dalam batin. Emosi tersebut, seperti tema kognitif, menegaskan

    kurang adanya rasa percaya diri atau cara konseli mencela/mengutuk dirinya.

    Emosi ini sebagai hasil dari peristiwa lingkungan dan kesalahan persepsi.

    Perilaku-perilaku yang dapat diamati seperti menangis, bicara pelan dan

    tersendat, gangguan tidur, dan kehilangan berat badan mengkonfirmasikan

    laporan konseli tentang perasaan depresifnya. Kesalahan persepsi kognitif dan

    gangguan afektif tersebut mendukung konseli untuk bertindak pasif terhadapkritikan saudaranya.

    Untuk perencanaan perlakuan, fokus awal konselor dapat memusatkan perhatian

    pada peristiwa lingkungan dan kesalahan kognitif konseli yang menyebabkan

    terbentuknya pola perilaku dan emosi maladaptif. Sebagai contoh, konseli

    mungkin dapat dibantu dengan menggunakan strategi Gestalt, analisis

    transaksional, atau latihan asertif untuk mengeksplorasi perasaan-perasaannya

    yang berkaitan dengan kekasaran ayah dan saudaranya (peristiwa lingkungan)

    dan kemudian membantunya mengubah reaksinya terhadap tekanan lingkungan

    tersebut. Teknik-teknik kognitif-perilaku dan rasional-emotif mungkin juga

    efektif untuk menangani kesalahan persepsi atau kognisi konseli. Konselor juga

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    32/47

    xxxii

    dapat membantu konseli melalui strategi perilaku dengan cara melatih konseli

    untuk berangkat ke sekolah sendirian.

    3.

    Model Asesmen 3: Analisis masalah dari Lazarus

    Lazarus (1976, 1981) menyatakan adanya tujuh modalitas yang dapat dijadikan

    sebagai fokus asesmen masalah konseli. Ketujuh modalitas tersebut dinyatakan dalam

    akronim BASIC ID dan terdiri ats: perilaku (behavior), emosi (affect), sensasi

    (sensation), imajeri (imagery), kognisi (cognition), relasi interpersonal

    (interpersonal), dan tampila fisik (drug). Setiap modalitas tersebut berinteraksi satu

    sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Berikut adalah penjelasan dari msing-masing

    modalitas tersebut.

    B: Behavior (perilaku, tindakan yang kasat mata). Modalitas ini berisikan aktivitas

    dan keterampilan-keterampilan psikomotor yang sederhana dan kompleks sepertitersenyum, berbicara, menulis, makan, merokok, dan sebaginya.

    A: Affect (emosi, perasaan). Modalitas ini meliputi perasaan atau emosi yang

    dilaporkan oleh konseli. Termasuk di dalam kategori ini adalah perasaan-perasaan

    khusus yang muncul atau tidak muncul di samping perasaan yang tersembunyi atau

    didistorsikan.

    S: Sensation (perasaan tubuh). Modalitas ini berisikan lima penginderaan utama

    dalam kaitannya dengan proses sensory informasi, yakni: visul (sight), kinesthetic

    (touch), auditory (hearing), olfactory (smell), dangustation (taste). Modalitas juga

    berkaitan dengan keluhan-keluhan perasaan tubuh yang dilontarkan konseli seperti

    sakit atau gangguan perut atau kepala pusing. Konselor perlu peka terhadap sensasiyang dilaporkan dengan senang dan tidak senang di samping sensasi yang tidak

    disadari konseli.

    I: Imagery (imajeri). Imagery terdiri atas macam gambaran mental yang sangat

    mempengaruhi kehidupan konseli. Sebagai contoh, seorang suami yang

    berprasangka bahwa isterinya telah berselingkuh (punya pria idaman lain atau PIL),

    tentu akan merasakan tekanan (terganggu) karena ia mengembangkan suatu

    gambaran terus menerus atau imej mental tentang isterinya yang tidur dengan pria

    lain.

    C: Cognition (kognisi). Kognisi adalah pikiran dan keyakinan konseli tentang diri,

    lingkungan, pengalaman, dan masalah yang sedang dialaminya. Gangguan perilakutimbul karena konseli memiliki kognisi pikiran, persepsi, dan keyakinan yang

    negatif, tidak realistis, atau tidak rasional.

    I: Interpersonal (relasi interpersonal). Banyak ahli dari perspektif psikodinamik

    telah menekankan pentingnya hubungan interpersonal. Menurut Lazarus (1976),

    masalah yang berkaitan dengan relasi interpersonal dapat dideteksi tidak hanya

    melalui laporan diri dan bermain peran tetapi juga dengan mengamati hubungan

    konselor-konseli.

    D: Drug (tampilan fisik). Drug merupakan suatu modalitas yang penting dalam

    asesmen, karena faktor-faktor biologis dan neurologis dapat mempengaruhi perilaku,

    respon afektif, kognisi, sensasi, dan sebagainya. Asesmen modalitas ini dapat

    meliputi: (1) penampilan menyeluruhcara berpakaian, gangguan kulit atau bicara,

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    33/47

    xxxiii

    saraf, gangguan psikomotor; (2) keluhan fisik atau penderitaan fisik; dan (3)

    kesehatan umumkebugaran tubuh, olah raga, diet, nutrisi, hobi, minat, kegemaran,

    dan pengisian waktu luang.

    Berdasarkan data yang diperoleh dari suatu prosedur asesmen, informasi-informasi

    modalitas tersebut dapat ditempatkan ke dalam sel-sel dalam tabel berikut:

    Modalitas Amatan

    B: perilaku

    A: emosi

    S: sensasi

    I: imagery

    C: kognisis

    I: hubungan interpersonal

    D: kesehatan

    4.

    Model asesmen 4: konseptualisasi perilaku ABC

    Konseptualisasi perilaku ABC adalah suatu pendekatan untuk mengidentifikasi

    hubungan antara perilaku bermasalah dan peristiwa lingkungan. ABC adalah akronim

    dari Antecedent (anteseden) atau pristiwa-peristiwa yang mendahului atau adasebelum perilaku, Behavior (perilaku), dan Consequences (konsekuensi) atau

    peristiwa-peristiwa yang mengikuti perilaku dan berpotensi mempertahankannya

    Model ini menyatakan bahwa B dipengaruhi oleh A dan C, atau B merupakan fungsi

    dari A dan C. A dan C memberikan penjelasan berkenaan dengan bagaimana

    seseorang bertindak B dalam suatu situasi. Sebagai contoh, perilaku marah (B) terjadi

    karena seseorang menemukan sesuatu yang tidak memuaskannya (A) dan perilaku

    marah itu dipertahankan atau diperkuat oleh reaksi-reaksi dari orang lain yang berupa

    ketakutan, membujuk, minta maaf, dsb. Mengikuti model ini, wawancara asesmen

    atau studi kasus perlu memusatkan perhatian pada upaya mengidentifikasi peristiwa-

    peristiwa antaseden dan konsekuensi yang mempengaruhi atau berhubungan secara

    fungsional dengan gangguan perilaku konseli.

    Contoh lain adalah perilaku berbicara. Perilaku berbicara kita selalu disebabkan oleh

    tanda-tanda tertentu, seperti adanya orang lain yang menstimulasi kita untuk

    mengajaknya berbicara, atau karena ada orang lain yang mengajukan pertanyaan pad

    kita atau membuat perilaku tertentu sehingga mendorong kita untuk mengajukan

    pertanyaan. Antaseden yang mungkin dapat memperlemah keinginan kita untuk

    berbicara dapat meliputi antara lain adanya perasaan takut jika tidak mendapatkan

    persetujuan/tanggapan positif terhadap apa yang kita bicarakan atau bagaimana kita

    akan menjawab pertanyaan yang mungkin akan muncul. Perilaku berbicara kita dapat

    dipertahankan oleh perhatian verbal dan nonverbal yang kita terima dari orang lain

    itu. Konsekuensi positif yang lain yang dapat menjaga perilaku berbicara kita adalahadanya perasaan senang, atau bahagia ketika kita berbicara dengan orang. Kita

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    34/47

    xxxiv

    mungkin tidak akan bicara banyak jika orang yang sedang kita ajak bicara tidak

    memperhatikan (memandang) kearah kita (menatap kemana-mana).

    Perilaku(B) meliputi perilaku yang tampak dan tidak tampak. Perilaku tampak adalah

    perilaku yang dapat dilihat secara langsung seperti berbicara, tersenyum, menangis,berjalan, menulis, dan sebaginya. Perilaku tidak tampak atau tertutup meliputi

    peristiwa-peristiwa internal di dalam diri konseli dan tidak dapat dilihat atau diamati

    secara langsung, tetapi dapat dideteksi melalui ekspresi non verbal atau laporan diri

    konseli. Contoh perilaku nonverbal adalah berpikir, berkeyakinan, image, dan merasa.

    Setiap gangguan perilaku hampir selalu memiliki lebih dari satu komponen. Sebagai

    contoh, seorang konseli yang mengeluh cemas atau depresi mungkin melibatkan

    komponen afektif (pernyataan perasaan, suasana hati), komponen somatik (sensasi

    yang berkaitan dengan tubuh dan fisiologis), komponen perilaku (apa yang dilakukan

    dan tidak dilakukan konseli), dan komponen kognitif (pikiran, keyakinan, image, atau

    dialog internal). Dan lagi, pengalaman kecemasan atau depresi dapat bervariasi untukkonseli, tergantung pada faktor-faktor kontekstual (waktu, tempat, peristiwa yang

    terjadi bersamaan) dan pada faktor relasional seperti ada atau tidak adanya orang lain.

    Semua komponen tersebut dapat dikaitkan dengan suatu problem khusus yang

    dilaporkan. Sebagai contoh, anggaplah bahwa konseli kita yang menyatakan merasa

    cemas adalah takut dengan perbuatan yang mengandung resiko di masyarakat

    kecuali di rumah atau di tempat kerja. Ia menyatakan bahwa kecemasannya nampak

    menjadi bagian dari rangkaian yang berawal dari munculnya pikiran bahwa ia tak

    mampu untuk memecahkan atau memperoleh bantuan dari orang lain jika perlu

    (komponen kognitif). Komponen kognitif tersebut menyebabkan konseli sering

    merasa ketakutan (afektif) dan berkeringat dingin atau denyut jantungnya meninggi

    (somatik). Tiga komponen tersebut bekerja bersama-sama mempengaruhi perilaku

    tampak konseli.

    Berbagai bentuk perilaku dan reakasi-reaksi emosional dan somatik seperti marah,

    takut, gembira, pusing, atau meningkatkan tekanan darah disebabkan oleh adanya

    peristiwa-peristiwa yang mendahului atau stimuli (Anteseden). Anteseden

    mempengaruhi perilaku dengan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan

    kejadiannya. Sebagai contoh, seorang siswa kelas satu SD dapat bertindak secara

    berbeda ketika di sekolah dan di rumah, atau berbeda terhadap guru tetap dan guru

    pengganti. Suatu anteseden yang berdekatan dengan perilaku menyimpang secara

    teknis disebut stimuli (Kantor, 1970). Berbagai bentuk anteseden itu antara lain adalah

    usia, traf perkembangan, keadaan fisiologis, karakteristik kerja, rumah, atau kondisisekolah, dan perilaku-perilaku lain yang muncul dan mempengaruhi perilaku-perilaku

    berikutnya (Wahler & Fox, 1981). Anteseden juga dapat bersumber pada komponen

    afektif (pernyataan perasaan, suasana hati), perilaku (respon verbal, nonverbal, dan

    motorik), kognitif (pikiran, keyakinan, image, dialog internal), kontekstual (waktu,

    tempat, peristiwa yang terjadi bersamaan), dan relasional (ada atau tidak adanya

    seseorang). Sebagai contoh, seorang konseli yang menyatakan cemas mungkin

    berkaitan dengan takut kehilangan kontrol (kognitif/afektif), memiliki keyakinan atau

    persepsi negatif tentang diri dan orang lain (kognitif), kesadaran tentang sensasi tubuh

    yang berkaitan dengan ketakutan, kelelahan, dan kecenderungan hypoglycemic

    (somatik), bangun terlambat (perilaku), menghadiri tempat umum (kontekstual), dan

    tidak adanya orang lain yang dekat dengan dirinya seperti teman dan keluarga

    (relasional).

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    35/47

    xxxv

    Di samping itu, juga terdapat variasi sumber anteseden yang dapat meniadakan

    kecemasan, seperti perasaan rileks, atau mengurangi ketakutan terhadap terjadinya

    peristiwa (afektif), istirahat (somatik), makan dengan teratur atau mengurangi perilaku

    tergantung pada orang lain (perilaku), menilai diri dan orang lain dengan positif(kognitif), dan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain (relasional). Pengaruh

    anteseden pada perilaku dapat bervariasi, tergantung pada pengalaman belajar tiap

    individu.

    Tidak segala sesuatu yang mengikuti perilaku secara otomatis dipandang sebagai

    konsekuensi (C). Sebagai contoh, anggaplah Anda sedang melakukan konseling

    dengan seorang siswa putri yang kelebihan berat tetapi menyenangi kegiatan pesta

    dan makan-makan. Konseli tersebut menyatakan bahwa dirinya merasa bersalah

    setiap kali habis persta makan dan memandang dirinya menjadi tidak menarik, dan

    mengalami gangguan tidur. Meskipun peristiwa-peristiwa tersebut sebagai hasil dari

    perilaku pesta makan, itu bukanlah konsekuensi, kecuali ia dapat mempengaruhi

    kesenangan konseli untuk persta makan. Dalam kasus ini, peristiwa-peristriwa lainyang mengikuti perilaku pesta makan dapat menjadi konsekuensi yang sesungguhnya.

    Sebagai contoh, barangkali perilaku senang makan dapat dipertahankan melalui

    kenikmatan yang ia peroleh ketika makan. Perilaku tersebut untuk sementara waktu

    mungkin dapat dikurangi bila orang lain, misalnya kekasihnya, menegurnya atau

    menolak pergi dengannya untuk bermalam mingguan.

    Konsekuensi dapat berbentuk ganjaran atau hukuman. Ganjaran adalah sesuatu yang

    menyenangkan mengikuti munculnya perilaku yang diharapkan. Sedangkan hukuman

    adalah sesuatu yang tak menyenangkan mengikuti munculnya perilaku. Seperti

    halnya anteseden, sesuatu yang berfungsi sebagai konsekuensi dapat bervariasi dari

    konseli ke konseli. Seperti halnya anteseden, konsekuensi juga selalu memiliki lebihdari satu sumber atau tipe peristiwa. Sumber-sumber konsekuensi tersebut dapat

    bersifat afektif, somatik, perilaku, kognitif, kontekstual, dan/atau relasional.

    Individu juga cenderung untuk bertindak dalam suatu perilaku yang memiliki banyak

    payoffs. Payoff adalah sesuatu yang segera diperoleh oleh individu mengikuti

    perilakunya. Sebagai contoh, seorang konseli terus menerus merokok bahkan

    meskipun untuk itu ia kehilangan banyak uang karena ia menyenangi perasaan yang

    segera diperolehnya ketika merokok, dan merokok dapat membantunya menangani

    tekanan. Seorang konseli laki-laki terus-menerus mengeluarkan kata-kata kasar

    terhadap kekasihnya bahkan meskipun hal itu sering menimbulkan membuat

    ketegangan, karena dengan kekasarannya itu ia memperoleh perasaan kuasa dankontrol. Dalam dua contoh tersebut, perilaku bermasalah seringkali sulit berubah,

    karena konsekuensi yang dengan segera membuat orang merasa lebih baik.

    Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa anteseden, konsekuensi, dan komponen-komponen

    masalah harus ditaksir dan diidentifikasi untuk setiap konseli karena komponen-

    komponen tersebut berlakunya dapat bervariasi antara konseli ke konseli. Demikian

    pula penting juga untuk diingat bahwa seringkali terdapat banyak overlap di antara

    anteseden, konsekuensi, dan komponen perilaku bermasalah.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    36/47

    xxxvi

    D.

    Tugas/Latihan

    Untuk memperoleh umpan balik berkenaan dengan seberapa jauh Anda telah

    menguasai materi dalam bab ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:1. Apakah yang dimaksud dengan konseptualisasi masalah dalam perspektif

    konseling kognitif-perilaku?

    2. Bagaimanakah formulasi asesmen masalah menurut model Swensen?

    3. Bagiamanakah formulasi asesmen masalah menurut model Seay?

    4. Bagiamanakah formulasi asesmen masalah menurut model perilaku ABC?

    5. Temukan satu kasus yang pernah Anda tangani di lapangan kemudian

    lakukan analisis dengan menggunakan ke empat model konseptualisasi

    masalah: Swensen, Seay, Lazarus, dan ABC.

    Daftar Pustaka

    Bootzin, R. S, 1991, Behavior Modifikation and Therapy: An Introduction.

    Cambridge: Winthrop Publisher.

    Cormier, W.H., & Cormier L. S., 1985. Interviewing Strategies for Helpers,

    Monterey California: Brooks/Cole Publishing.

    Gibson, R.L., & Mitchell, M.H. 1995.Introduction to Guidance. 4th. Ed. New Jersey:

    Englewood Cliffs.

    Hackney, H.L., & Cormier, L.S. 2001. The Professional Counselor. A Process Guide

    to Helping. 4th.ed. Boston: Allyn & Bacon.Lazarus, A. A, 1981, The practice of multimodal therapy,New York: Mc-Graw-Hill.

    McLeod, J. 2003.Pengantar Konseling. Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa oleh

    A.K. Anwar. Jakarta: Kencana

    Shertzer, B., & Stone, Shelly C. 1981.Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton

    Mifflin Company.

    Swensen, C. H. 1968,An approach to case conceptualization, Boston: Hougton Mifflin.

    _______________________________________

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    37/47

    xxxvii

    KEGIATAN BELAJAR 3:

    WAWANCARA ASESMEN PERILAKU-KOGNITIF_____________________________________________________________

    A.

    Pengantar

    Materi yang diperlakukan dalam konseptualisasi masalah adalah informasi-informasi

    yang diperoleh atau dikumpulkan oleh konselor melalui berbagai kegiatan pengumpulan

    data atau aplikasi instrumen. Dalam pengumpulan data itu konselor dapat menggunakan

    satu atau lebih pendekatan, metode, atau teknik yang dipandang relevan dengan jenis

    data yang akan dikumpulkan beserta dengan karakteristik siswa atau konseli. Salah satu

    teknik yang banyak digunakan untuk mengumpulkan data konseli adalah wawancara

    asesmen. Berikut ini akan diberikan suatu model wawancara asesmen untuk memberikanpemahaman yang lebih mendalam tentang bagiamana konselor mengumpulkan data dari

    klein dengan cara-cara yang sistematis dan ilmiah.

    Penggunaan wawancara dalam asesmen masalah konseli didasarkan pada beberapa

    kelebihan yang ada di dalam pendekatan itu. Beberapa kelebihan itu, seperti

    dikemukiakan oleh Cormier & Cormier (1985), antara lain adalah: (1) dalam wawancara

    konseli dapat melibatkan pribadinya secara penuh dan keterlibatan pribadi konseli dapat

    memperkuat keinginan untuk berubah; (2) percakapan dapat terus berlangsung sehingga

    memungkinkan konselor untuk mengidentifikasi bidang permasalahan konseli lebih jauh;

    (3) secara tidak langsung konseli mulai mengenal dan dapat belajar tentang metode-

    metode pemecahan masalah yang mungkin akan digunakan pada pertemuan-pertemuanatau hubungan terapeutik yang akan dilaksanakan kemudian.

    Kelebihan-kelebihan dari wawancara asesmen tersebut dapat diperoleh hanya jika

    konselor mampu mendorong konseli untuk terlibat aktif dan memberikan informasi yang

    seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya tentang pengalaman, perasaan, pikiran, dan

    tindakan khususnya yang terkait dengan masalahnya. Jelas bahwa wawancara asesmen

    bukan hanya sekedar peristiwa pengumpulan informasi, tetapi juga suatu peristiwa sosial

    yang memungkinkan terjadinya pola-pola komunikasi dan berkembangnya hubungan

    interpersonal antara konselor dan konseli. Dalam proses ini, antara konselor dan konseli

    dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan yang tercipta ini selanjutnya

    memainkan peran penting untuk menentukan apakah tujuan wawancara dapat atau tidakdapat dicapai. Dengan demikian, kemampuan untuk mengembangkan hubungan

    interpersonal merupakan keterampilan lain yang perlu dimiliki oleh konselor di samping

    ketrampilan dalam komunikasi wawancara itu sendiri.

    B.Kompetensi

    1. Standar kompetensi:

    Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentingan mengembangkan

    hipotesis masalah konseli dan merancang program bantuannya.

  • 5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling

    38/47

    xxxviii

    2.

    Kompetensi dasar:

    Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran ini para peserta diklat diharapkan

    memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu proses wawancara asesmen dari

    perspektif perilaku-kognitif guna mengungkap berbagai kategori informasipenting sebagai dasar dalam membuat analisis tentang masalah yang dialaminya.

    3. Indikator:

    Secara khusus, setelah mengikuti kegiatan ini para peserta diklat diharapkan

    memiliki kemampuan untuk :

    (1)Menjelaskan pengertian wawancara asesmen dari perspektif perilaku-kognitif.

    (2)Menjelaskan kategori-kategori informasi yang perlu diungklap dalam proses

    wawancara asesmen perilaku-kognitif.

    (3)

    Mendemonstrasikan pelaksanaan bagian-bagian dari proses wawancara

    asesmen perilaku-kognitif secara benar guna mengungkap kategori-kategori

    informasi konseli.

    C.Materi

    1. Jenis informasi sasaran

    Meskipun beberapa model konseling mungkin mengakui peran kehidupan masa

    lalu konseli sebagai variabel penting yang perlu diungkap dalam proses asesmen

    (Goldenberg, 1982), dalam konseling perilaku-kognitif peristiwa masa lalu

    disebut histori - tidak perlu diperhatikan (diungkap) kecuali ia berkaitan denganamsalah sekarang (Cormier & Cormier, 1991). Informasi historis tersebut hanya

    digunakan sebagai bagian dari proses asesmen secara keseluruhan untuk

    membantu konselor mempertalikan potongan-potongan peritiwa yang berkaitan

    dengan masalah atau kesulitan hidup konseli saat ini. Proses pengumpulan

    informasi semacam ini disebut history taking.

    Dalam banyak kasus, history taking terjadi pada proses wawancara wawancara

    awal yang disebut intake interview. Wawancara awal ini tidak mengandung

    unsur terapeutik melainkan hanya bersifat informasional belaka dan dapat

    diadministrasikan oleh orang lain selain konselor. Menurut Cormier & Cormier

    (1985), berbagai macam informasi dapat dihimpun dalam proses history takingtetapi yang paling penting adalah:

    (1) Informasi tentang konseli

    (2) Penampilan dan sikap atau cara bertindak secara umum

    (3)

    Peristiwa masa lalu (riwayat hidup) yang berkaitan dengan masalah

    yang dialami sekarang

    (4) Riwayat konseling atau penyembuhan yang pernah dilakukan

    (5) Riwayat pendidikan dan pekerjaan

    (6)

    Riwayat keseha