Download - Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
1/47
i
MODUL
ANALISIS MASALAH
DALAM KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2013
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
2/47
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayaNya semata maka penulis dapat menyelesaikan modul ini sesuai
dengan harapan.
Secara umum modul ini dimaksudkan untuk membelajarkan peserta PLPG BK tentang
konsep dan praktek dalam melakukan asesmen masalkah klien. Secara khusus, setelah
mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan modul ini para peserta PLPG BK
diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara asesmen gunamemperoleh data tentang konfigurasi masalah klien dan kemudian menganalisisnya
dengan menggunakan model konseptualisasi masalah dari pendekatan kognitif perilaku.
Materi dalam model ini disajikan dalam tiga bagian, yakni: bagian awal, bagian inti, dan
bagian akhir. Bagian awal berupa pendahuluan yang terdiri atas pernyataan tujuan,
organisasi materi, garis besar materi, dan petunjuk belajar. Bagian inti berisi tiga bab
kegiatan belajar, yakni: hakekat asesmen dalam konseling, model-model asesmen dari
pendekatan-kognitif perilaku, dan contoh model wawancara asemen dengan
menggunakan pendektan kognitif-perilaku. Pada setiap bab tersebut disajikan
rangkuman, latihan, dan daftar bacaan anjuran. Pada bagian akhir berisikan rangkuman
umum, evaluasi, dan daftar pustaka.
Untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, para peserta diklat diinstruksikan
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar berikut: (1) mengikuti kegiatan belajar tatap
muka di kelas; (2) menanyakan atau meminta penjelasan kepada instruktur jika terdapat
istilah, konsep, dan kalimat dalam modul ini yang tidak jelas, atau penjelasan instruktur
yang kurang jelas; (3) mengerjakan seluruh soal latihan yang terdapat dalam modul; (4)
melaksanakan tugas-tugas latihan yang ada di bagian akhir dari setiap bab kegiatan
belajar; dan (5) meminta umpan balik kepada teman/kolega/instruktur berkenaan dengan
tingkat ketepatan dalam mempraktekkan keterampilan-keterampilan.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis juga mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tak terhingga besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
3/47
iii
penulis dalam menyusun modul ini, baik secara materiil maupun spirituil. Akhir kata,
semoga modul ini memiliki nilai pembelajaran sesuai dengan harapan yang dicanangkan.
Penulis
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
4/47
iv
DAFTAR ISI
BAB HALHALAMAN MUKA i
KATA PENGANTAR . ii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
KEGIATAN BELAJAR I: TEKNIK-TEKNIK PENGUMPULAN
INFORMASI DALAM ASESMEN .................................................................. 4
A. Pengantar ................................................................................................ 4
B.
Kompetensi . 4
C. Materi .. 4
1. Observasi ............................................................................................ 5
2.
Angket ............................................................................................... 9
3. Wawancara ........................................................................................` 11
4. Sosiometri .......................................................................................... 13
5.
Angket Siapa Saya ......................................................................... 16
D. Latihan ..................................................................................................... 18
E.
Daftar Pustaka ......................................................................................... 19
KEGIATAN BELAJAR II: MODEL-MODEL ANALISIS MASALAH 20
A. Pengantar .. 20
B.
Kompetensi . 20
C. Materi ........................................................................................................ 21
1. Model konseptualisasi masalah dari Swensen .. 21
2.
Model konseptualisasi masalah dari Seay . 25
3. Model Konseptualisasi Masalah Lazarus ...27
4. Model Konseptualisasi Masalah ABC 19
D. Soal latihan . 31
E. Daftar Pustaka . 31
KEGIATAN BELAJAR III. WAWANCARA ASESMEN PERILAKU-
KOGNITIF .................................................................................................. 32
A. Pengantar ... 32
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
5/47
v
B.
Kompetensi .... 32
C. Materi ............................................................ 33
1.
Jenis informasi sasaran .................................................................... 332.
Implementasi ................................................................................... 34
D. Tugas & latihan 41
E. Daftar Pustaka 42
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
6/47
vi
PENDAHULUAN
Istilah asesmen (assessment) telah banyak digunakan dalam berbagai teoridan lapangan psikologi, termasuk di dalamnya dalam bidang klinis. Dalam
lapangan teori dan praktek konseling sebagai salah satu cabang bidang
klinis asesmen merupakan satu tahapan dari keseluruhan proses bantuan
yang secara khusus dimakudkan untuk mengungkap masalah konseli beserta
dengan berbagai faktor yang menyebabkannya dan mengembangkan hipotesis
tentang program bantuan yang perlu diberikan guna memecahkannya. Macam
asesmen biasa disebut asesmen klinis (clinical assessment) atau asesmen
masalah (problem assessment). Untuk bahasan selanjutnya akan digunakan
istilah yang kedua (asesmen masalah). Dalam praktek bimbingan dan
konseling, asesmen masalah merupakan suatu proses yang berisikan
prosedur-prosedur dan alat-alat yang digunakan untuk memperoleh danmemproses data/informasi sebagai dasar untuk mengembangkan rencana
program konseling dikembangkan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih
luas tentang pengertian asesmen, berikut ini diberikan definisi asesmen
menurut beberapa ahli.
Cormier & Cormier (1991) mendefinisikan asesmen masalah sebagai suatu
proses mengumpulkan dan mengolah informasi dengan menggunakan
berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk mengembangkan program
bantuan/konseling. Ahli lain, Goldenberg (1983) mendefinisikan asesmen
masalah sebagai suatu upaya untuk memperoleh suatu gambaran tentang
kekuatan, aset, dan kemampuan adaptif, di samping kelemahan, kekurangan,dan perilaku menyimpang konseli agar diperoleh suatu pemahaman yang
memadai tentang masalah konseli baik dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri maupun dalam hubungannya dengan konteks sosial yang lebih luas.
Sedangkan Sundberg (1977) memberikan pengertian asesmen sebagai suatu
proses yang digunakan oleh konselor untuk mengembangkan kesan dan citra
tentang konseli, membuat keputusan dan memeriksa hipotesis tentang pola
dan karakteristik perilaku konseli dan interaksinya dengan orang lain.
Asesmen pada dasarnya merupakan suatu istilah lebih disenangi oleh para
ahli klinis belakangan untuk menggantikan istilah diagnosa. Istilah diagnostik
itu sendiri aslinya berasal dari bahasa Greek, yakni dia = sebagian, dan
gignoskein = mengetahuai. Secara harfiah, diagnosa berarti upaya untuk
membedakan atau melihat dengan jelas (to distinguish) atau untuk
mengetahui sebagian (to know apart) (Achenbach, 1982). Sedangkan
pengertian yang lebih luas, diagnosa berarti suatu penyelidikan atau analisis
tentang sebab atau sifat dari suatu kondisi, situasi, atau masalah, dan suatu
pernyataan atau kesimpulan berkenaan dengan sifat atau sebab dari beberapa
gejala (Woofl, 1977). Konselor yang menguasai keterampilan asesmen akan
lebih mungkin dapat bertindak lebih efektif dalam proses terapeutik,
khususnya untuk mengenali dan menetapkan masalah konseli. Dengan
terampil menggunakan prosedur-prosedur asesmen masalah, maka setidaknya
konselor telah bertindak atau bekerja secara professional.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
7/47
vii
Tujuan umum dari asesmen masalah adalah untuk memperoleh pemahaman
tentang konfigurasi masalah konseli sebagai dasar untuk mengembangkan
rencana bantuan. Cormier & Cormier (1991), mengemukakan lima tujuan
asesmen dalam proses konseling sebagai berikut: Untuk memperoleh informasi yang jelas tentang masalah utama konseli
dan masalah-masalah lain yang terkait.
Untuk mengidentifikasi atau mengenali faktor-faktor atau variabel-
variabel yang menyebabkan dan mempertahankan masalah konseli.
Untuk menetapkan data awal (baseline data) sebagai bahan pertimbangan
(kriteria) untuk menetapkan atau menilai kemajuan konseli dan
keefektifan program perlakuan/intervensi. Penilaian ini penting untuk
mengambil keputusan berkenaan dengan apakah strategi atau program
intervensi perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.
Untuk mendidik dan memotivasi konseli dengan cara
mengkomunikasikan masalah yang telah diidentifikasi atau dikenali
kepada konseli, mendorong penerimaan atau kesediaan konseli untuk
menerima program intervensi.
Untuk menggunakan informasi yang diperoleh dari konseli sebagai bahanpertimbangan guna merancang strategi dan program intervensi yang
efektif. Informasi yang diperoleh dari proses asesmen dapat membantu
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: macam strategi atau
program perlakuan yang manakah yang seharusnya digunakan untuk
membantu konseli yang memiliki problem ini, siapa yang harusmengadministrasikan, dan di bawah kondisi seperti apa?
Dalam keseluruhan proses konseling, asesmen masalah merupkan tahapan
kedua setelah pengembangan hubungan. Dalam keseluruhan proses konseling
itu, asesmen memainkan peran yang sangat krusial. Ini dikarenakan semua
keputusan menyangkut pemilihan program bantuan atau program intervensi
akan didasarkan pada hasil-hasil asesmen. Mengapa demikian? Jawabannya
adalah karena asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan
mengumpulkan dan mengolah informasi dengan menggunakan berbagai
prosedur dan alat sebagai dasar untuk mmahami masalah konseli dankemudian mengembangkan program bantuan. Konsep asesmen pada dasarnya
hampir sama dengan konsep diagnosa dalam bidang klinis atau medis. Dapat
dikatakan, bahwa ketidak mampuan konselor dalam melakukan asesmen
masalah konseli akan menyebabkan ia gagal untuk menolong konseli-
konselinya. Jelas bahwa semua konselor, jika ingin berhasil dalam menolong
konseliya, harus menguasai konsep dan keterampilan dalam asesmen
masalah.
Tanpa memperhatikan orientasi teoretik yang digunakan oleh konselor, secara
umum proses konseling idealnya melibatkan enam tahapan berikut: (1)
mengembangkan hubungan atau rapport; (2) asesmen masalah; (3)
merumuskan tujuan konseling: (4) memilih strategi intervensi; (5)
implementasi strategi; dan (6) evaluasi dan tindak lanjut. Dari tahapan
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
8/47
viii
konseling itu asesmen masalah merupakan tahapan kedua dalam keseluruhan
proses konseling setelah pengembangan hubungan. Asesmen masalahadalah
suatu kegiatan mengklasifikasikan masalah konseli dan faktor-faktor
penyebabnya ke dalam kategori-kategori tertentu untuk memperolehgambaran yang jelas dan utuh tentang masalah tersebut dan dalam rangka
menyediakan data yang obyektif guna pengambilan keputusan tentang teknik,
strategi, atau pendekatan intervensi. Oleh karena itu, proses asesmen pada
dasarnya mengandung kegiatan pengumpulan informasi, membuat analisis,
dan mengembangkan hipotesis. Untuk lebih jelasnya lihatlah bagan alur
proses konseling seperti digambarkan pada bagan 1.
Terminasi
/tindak ljtevaluasi
PENGEMBANGAN HUBUNGAN Impl.
strategi
Seleksi
strategi
Tujuan
Asesmen
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
9/47
ix
KEGIATAN BELAJAR 1:
TEKNIK-TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASIDALAM ASESMEN
___________________________________________________
A.
Pengantar
Telah dikemukakan dalam pengertian asesmen bahwa dalam proses konseling
asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan dan mengolah informasi
dengan menggunakan berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk
mengembangkan program bantuan/konseling. Pada bagian ini akan dikemukakanbeberapa teknik atau metode pengumpulan informasi yang dapat digunakan
dalam proses asesmen. Beberapa teknik ini pada dasarnya tidak berbeda dengan
teknik-teknik yang digunakan dalam pemahaman individu, karena ke dua
kegiatan ini sejatinya tidak jauh berbeda. Dalam literatur bimbingan dan
konseling, pemahaman individu sering pula disebut dengan istilah analisis
individual atau asesmen siswa (Matheson, 2000). Teknik-teknik asesmen dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni teknik tes dan teknik non tes.
Pada bagian ini hanya akan dikemukakan teknik non tes dengan pertimbangan
bahwa teknik ini yang paling mungkin banyak oleh konselor sekolah di samping
dapat dikembangkan sendiri oleh para konselor. Di antara teknik-teknik nontes
yang akan dibicarakan pada bagian berikut adalah yang tergolong populer, yangmeliputi teknik pengamatan atau observasi, angket, wawancara, dokumenter, dan
sosiomeri.
B.Kompetensi
Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran pada unit II ini mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan untuk:
1. Standar kompetensi:
Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentinganmengembangkan hipotesis masalah konseli dan merancang program
bantuannya.
2. Kompetensi dasar:
Dapat merancang dan menggunakan berbagai teknik dan/atau prosedur
pengumpulan data untuk tujuan melakukan asesmen terhadap kebutuhan dan
permasalahan konseli.
3. Indikator:
a. Dapat menyebutkan dan menjelaskan berbagai teknik pengumpulan data
dalam proses asesmen masalah konseli
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
10/47
x
b.
Dapat membedakan masing-masing teknik pengumpul data dilihat dari
tujuan dan cara penggunaannya.
c. Dapat merancang dan menggunakan berbagai bentuk alat bantu atau
pedoman observasi guna mengukur suatu perilaku tertentu.
d.
Dapat merancang dan menggunaka angket untuk mengukur kategori
informasi tertentu.
e. Dapat merancang dan menggunakan beberapa bentuk pedoman
wawancara guna mengumpulkan data tertentu.
f. Dapat merancang dan menggunakan angket sosiometri untuk memperoleh
informasi tentang popularitas konseli.
g. Dapat menggunakan angket siapa saya dan menganalisis hasilnya.
C.
Materi
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi
yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap aktivitas atau
perilaku konseli dalam situsi tertentu. Teknik ini dapat dilakukan secara
berencana atau insidentil. Observasi dikatakan berencana jika ia dipersiapkan
secara sistematis baik mengenai waktunya, tujuannya, alatnya maupun aspek-
aspek yang akan diobservasi. Sedangkan observasi insidentil dilakukan dengan
cara sewaktu-waktu, khususnya jika terjadi sesuatu yang diperlukan untuk
diamati. Observasi juga dapat dibedakan atas situasi yang diamati, yakniobservasi pada situasi bebas dan observasi pada situasi terkondisi. Observasi pada
situasi bebas dilakukan jika konselor mengamati perilaku atau aktivitas konseli
dalam situasi natural sehari-hari. Sedangkan observasi pada situasi terkondisi
adalah observasi yang dilakukan dengan cara menempatkan konseli pada situasi
atau kondisi yang telah dirancang atau dimanipulasikan sedemikian rupa menurut
kebutuhan konselor. Misalnya menempatkan konseli satu meja dengan teman dari
jenis kelamin berbeda untuk mengetahui reakasi konseli tersebut terhadap
heterogenitas.
Dalam observasi, konselor dapat melibatkan dirinya dalam situasi atau kegiatan
konseli (ini disebut observasi partisipan), atau tidak terlibat dan hanya melakukanpengamatan saja terhadap konseli (ini disebut observasi non partisipan). Dalam
prakteknya, konselor sering menggunakan kedua model observasi tersebut secara
kombinatif.
Berdasarkan pada pencatatan hasil observasi, observasi bisa dibedakan menjadi
observasi terstruktur (apabila aspek-aspek tingkah laku yang akan diamati telah
ditentukan dalam suatu daftar pedoman observasi), dan observasi tak terstruktur
(apabila aspek-aspek tingkah laku yang diamati tidak ditentukan terlebih dahulu).
Untuk memudahkan perekaman hasil pengamatan, konselor dapat menggunakan
alat bantu yang disebut pedoman observasi, seperti daftar cek (cheklist); skala
penilaian (rating scale), (3) catatan anekdot (anecdotal records), dan alat-alatmekanik (mechanical devices). Daftar cek merupakan suatu pedoman observasi
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
11/47
xi
yang memuat daftar butir-butir dari aspek-aspek perilaku yang diobservasi.
Melalui daftar itu konselor tinggal membubuhkan tanda cek (V) berkenaan
dengan ada/muncul tidaknya aspek perilaku yang diamati. Daftar cek dapat
digunakan untuk individu atau kelompok. Perhatikan contoh berikut!______________________________________________________________
Daftar Kebiasaan Belajar
1. Nama Siswa : ...............................................................
2. kelas / program : ...............................................................
3. No. Induk / absen : ...............................................................
4. Jenis Kelamin : ...............................................................
5. Tempat / tgl. Lahir : ...............................................................
6. Hari /tgl. Observasi : ...............................................................7. Tempat observasi : ...............................................................
8. Waktu : ...............................................................
No. ASPEK PERILAKU AMATAN Penampakan
Ada Tdk ada
1
2
3
4
5
67
7
8
9
Datang sebelum pelajaran dimulai
Memperhatikan penjelasan guru
Mengajukan pertanyaan
Memberikan pendapat dengan tepat
Mengerjakan soal-soal dengan benar.
Aktif dalam latihan-latihan soalMengoreksi kembali pekerjaannya
Aktif berdiskusi/tanya jawab
Membuat rangkuman
Dst.
Daftar Cek Keterlibatan dalam Diskusi Kelompok
Aspek yang Diamati NAMA SISWA
Joni Rani Togop Mira RamaDatang tepat waktu
Mengucapkan salam
Memperhatikan pengarahan
Dst.
Jika dalam daftar cek aspek yg diamati dinyatakan dalam bentuk ada atau tidak
ada, dalam skala penilaian aspek yang diamati dinyatakan ke dalam tingkatan
skala. Misalnya untuk mengukur tingkat keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran di kelas, tingkat keterlibatan itu dinyatakan dalam bentuk lima
ukuran skala yang mertentang dari skala 1 (terendah) hingga skala 5 (tertinggi).Setiap tingkatan skala tersebut memiliki makna kualitatif, misalnya:
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
12/47
xii
skala 1 : sangat tidak terlibat (pasif)
skala 2 : sedikit terlibat
skala 3 : cukup terlibat
skala 4 : terlibatskala 5 : sangat terlibat (terlibat aktif)
CONTOH:
Skala Penilaian
Keterlibatan Siswa dalam Bimbingan Kelompok
1. Nama : ...............................................................
2. Kelas / program : ...............................................................
3. No. Induk / absen : ...............................................................4. Jenis Kelamin : ...............................................................
5. dst. : .................................................................
No. ASPEK AMATAN Kualitas
1 2 3 4 5
1. Kehadiran
2. Membuatgreeting
3. Menjabat tangan anggota lain
4. Mempersiapkan diri
5. Memperhatikan pengarahan6. Membuka diri
7. Mengemukakan pendapat
8. Membuat pertanyaan
9. Menguji ide
10. Membuat dorongan verbal
11. Sikap badan
Komentar / kesimpulan : ......................................................................................
.................................................................................................................
Jember, ..................... 2010
Pengamat,
..............................................
Catatan anekdot (anecdotal records) digunakan untuk melakukan pengamatan
terhadap peristiwa yang dinilai penting. Berbeda dengan pedoman observasi
yang lain, catatan anekdot tidak mencantumkan aspek-aspek perilaku yang
diamati. Pencatatan peristiwa penting ini harus dibedakan antara berita atau
fakta dengan pendapat (opini) pengamat. Berita/fakta merupakan gambaran
obyektif situasi, keadaan, tingkah laku tanpa penambahan atau pengurangan
apapun sebagai pengaruh kesan pengamat., seperti: merokok di kelas,
meninggalkan pelajaran, berkelahi, menyontek, membuat gaduh di kelas, dansejenisnya.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
13/47
xiii
Menurut bentuknya catatan anekdot dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yakni:
anekdot deskriptif (mendiskripsikan perilaku dan kegiatan atau situasi sesuai
dengan proses berlangsungnya kejadian), anekdot interpretatif (interpretasi
terhadap terjadinya perilaku berdasarkan fakta yang diamati), dan anekdotevaluatif (menggambarkan perilaku, kegiatan atau situasi yang berupa penilaian
oleh pengamat berdasarkan ukuran baik-buruk, benar-salah, dapat diterima-tidak
dapat diterima). Perhatikan contoh berikut:
Contoh 1: Catatan anekdot satu peristiwa
Nama siswa : .
Kelas : .
Tanggal : .
Tempat : .
Peristiwa : ...................................................................................................
Pengamat,
............................
Contoh 2: Catatan anekdot untuk beberapa peristiwa
Siswa :............................................. L/P Kelas :............................
No. Tanggal Tempat Kejadian Komentar/Interpretasi Saran
Pengamat : ............................
Catatan anekdot tidak harus disajikan dalam bentuk tabel yang telah dicontohkan,
tetapi dapa pula berbentuk uraian atau paparan deskriptoif tentang suatu
peristiwa. Perhatikan contoh berikut:
______________________________________________________________
Peristiwa:
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
14/47
xiv
Hari ini, senin tanggal 10 Januari 2010 Joni terlambat hampir tiga puluh menit
untuk mengikuti pelajaran pada jam pertama, yaitu matematika. Wajahnya
tampak murung. Ketika akan masuk kelas Bu Ani memintanya menemui
Konselor sekolah, sekedar melapor dan minta izin masuk kelas. Sampai jampelajaran usai Joni belum juga kembali ke kelas. Setelah ditanyakan pada pihak
konselor sekolah Joni tampaknya tidak datang, dan memilih membolos pada hari
itu.
Komentar :
Joni menunjukkan punya masalah. Sudah tiga kali petemuan datang terlambat,
dan di dalam kelas tidak konsentrasi.
______________________________________________________________
Yang tergolong alat-alat mekanik adalah alat-alat elektronis yang digunakan olehkonselor untuk mempermudah pelaksanaan pengamatan. Alat-alat mekanik ini
biasanya dipergunakan sebagai tambahan bagi teknik yang lain, misalnya
wawancara. Peralatan ini antara lain meliputi: kamera, tape recorder, video-
cassete, VCD atau DVD, dan komputer.
2.
Angket
Angket (sering juga disebut metode self-report) adalah teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara menyajikan pertanyaan/pernyataan tertulis kepada
konseli untuk dijawab/ditanggapi dg cara tertulis pula. Angket digunakan untuk
mengungkap informasi yang tidak dapat diperoleh melalui teknik lain. Umumnya
angket digunakan untuk mengungkap tanggapan, harapan, pendapat, prasangka,
sikap, kecenderungan, dan sebagainya.
Penggunaan angket sebagai teknik untuk mengumpulkan data memiliki kelebihan
dan keterbatasan. Kelebihan angket antra lain adalah: lebih efisien jika ditinjau
dari waktu, biaya, dan tenaga; dapat mengungkap data yang memerlukan
perkembangan dan pemikiran dan bukan jawaban spontan; dapat mengungkap
keterangan yang mungkin bersifat pribadi dan tidak akan diberikan secara
langsung. Sedangkan keterbatasan angket adalah: menuntut kecakapan baca dan
tulis; tidak mampu mengungkap makna psikologis yang diekspresikan secara nonverbal oleh siswa; tidak dapat mengklarifikasikan pernyataan konseli yang tidak
jelas; dan kurang dapat mengungkap informasi secara mendalam.
Dilihat dari konstruksinya angket dapat angket dapat bersifat langsung dan tidak
langsung, angket terstruktur dan tak terstruktur, angket terbuka dan tertutup.
Suatu angket dikatakan langsung jika ia diberikan dan dijawab oleh individu yang
menjadi sasaran. Angket dikatakan tidak langsung jika angket diberikan dan
dijawab oleh sumber data bukan individu sasaran tetapi yang dipkamung
memiliki pengetahuan yang mmadai tentang individu (misalnya orang tuanya).
Angket tak terstruktur adalah angket yang tidak memberikan struktur, artinya
sumber data diberikan keleluasaan untuk menjawab atau menanggapi angket.Salah satu contoh dari bentuk ini adalah angket yang meminta jawaban uraian
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
15/47
xv
atau ceritera. Sedangkan angket terstruktur adalah angket yang membatasi
sumber data untuk menjawab/menanggapi pertanyaan/pernyataan angket. Angket
ini sering disebut sebagai angket tertutup. Dalam angket ini, jawaban telah
disediakan dan sumber data tinggal memilih di antara jawaban yang telahdisediakan tersebut. Pilihan jawaban bisa berupa pilihan ya atau tidak, pilihan
gkamu, atau skala. Perhatikan contoh berikut!
Contoh 1: petikan salah satu butir angket tak langsung tak tak terstruktur
Ceriterakan apa saja yang dilakukan oleh anak Bapak (si Joni) setiap kali anak
Bapak tersebut pulang dari sekolah hingga berangkat tidur pada malam hari: --------
----------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------
Contoh 2: petikan salah satu butir angket langsung tak terstruktur
Ceriterakan apa saja yang kamu lakukan setiap hari setelah pulang sekolah hingga
berangkat tidur pada malam hari: ------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
Contoh 3: petikan salah satu butir angket langsung terstruktur dengan pilihan
jawaban skala
No. Pernyataan Skala Pilihan
1 2 3 4 51. Tugas rumah sebaiknya dikerjakan
bersama-sama dengan teman
2. Dst.
Contoh 4: petikan salah satu butir angket langsung terstruktur dengan pilihan
jawaban ya dan tidak
Ketika mengerjakan soal-soal ulangan harian, saya biasanya menyontek.
a. ya b. tidak
3. Wawancara
Jika angket merupakan suatu teknik pengumpul data yang dilaksanakan dengan
cara mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada sumber data, wawancara
diadministrasikan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan langsung.
Dibandingkan dengan angket, wawancara lebih fleksibel dan memungkinkan
konselor untuk mengajukan pertanyaan lebih rinci, di samping memungkinkan
sumber data untuk menyatakan dengan segera, lengkap, dan utuh berbagai aspek
atau informasi tentang dirinya atau tentang orang lain. Demikian pulan, melalui
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
16/47
xvi
wawancara hal-hal yang mencerminkan intensitas suasana emosional dapat
dikenali.
Untuk dapat melaksanakan wawancara dengan baik, maka konselor tidak hanya
harus menguasai materi wawancara tetapi juga harus memiliki kecakapankomunikasi, khususnya komuniksi interpersonal.
Wawancara dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk atas dasar tujuan, subyek,
dan prosedurnya. Dilihat dari tujuannya, wawancara dapat dibedakan dalam
bentuk wawancara jabatan (untuk mencocokkan kemampuan pelamar pekerjaan
dengan pekerjaanya tertentu), wawancara administrative (wawancara yang
ditujukan untuk menuntut perubahan tingkah laku individu kearah kegiatan
yang diinginkan oleh pewawancara), wawancara konseling (wawancara yang
bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi atau memecahkan
masalahnya, dan wawancara informative (untuk tujuan memperoleh informasi
tertentu).Berdasar subyek yang diwawancarai, wawancara dibedakan atas wawancara
langsung (apabila data dikumpulkan langsung dari individu yang bersangkutan),
dan wawancara tidak langsung (apabila wawancara yang dilakukan dengan
seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain, misalnya
wawancara dengan orangtua siswa).
Dilihat dari prosedur yang digunakan, wawancara dibedakan atas wawancara
berstruktur dan tak berstruktur. Disebut wawancara berstruktur apabila
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara telah disusun secara jelas
dan terperinci sebelumnya. Dengan demikian pelaksanaan wawancara mengacu
pada pedoman pertanyaan tersebut. Sedangkan wawancara tak berstruktur apabilapertanyaan yang diajukan tidak disiapkan secara terperinci tetapi fleksibel.
Wawancara juga dapat dibedakan atas dasar perencanaannya, yakni wawancara
berencana dan wawancara insidentil. Wawancara disebut berencana jika waktu
dan tempat telah disepakati sebelumnya. Dan insidentil bila waktu dan teampat
tidak dijadwal sebelumnya.
Agar dapat melaksanakan wawancara dengan efektif, maka perlu dipenuhi
beberapa kondisi berikut. Pertama, pewawancara harus menciptakan suasana
yang bebas, terbuka, dan menyenangkan, sehingga mampu merangsang siswa
untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih jauh dan mendatanya. Dengan kata
lain, pewawancara harus dapat menciptakan hubungan baik dengan responden(siswa). Dalam hubungan konseling, hubungan baik ini ditandai oleh
berkembangnya rapport, yakni suatu situasi psikologis yang menunjukkan
bahwa reesponden bersedia bekerjasama, bersedia menjawab pertanyaan dan
memberi informasi sesuai dengan pikirannya dan keadaan yang sebenarnya.
Kedua, pewawancara mampu menyampaikan semua pertanyaan dengan baik dan
tepat. Ketiga, pewawancara harus mampu mencatat semua jawaban lisan
responden dengan teliti dan jelas. Kelima, pewawancara harus mampu menggali
tambahan informasi dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan netral.
Macam pertanyaan ini disebut pertenyaan menemukan atau pertanyaan
eksploratif (probing).
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
17/47
xvii
Keektifan wawancara juga dipengaruhi oleh subyek yang diwawancarai. Subyek
harus memiliki kemampuan untuk mengkap dan menjawab pertanyaan. Di
samping itu, subyek juga harus memiliki sikap terbuka, yakni kemauan untuk
membuka diri dan menjawab pertanyaan secara terus terang dan jujur. Padadasarnya situasi wawancara perlu juga diperhatikan selama proses wawancara,
seperti : waktu, tempat, ada tidaknya pihak ketiga.
Seperti halnya dalam observasi yang menggunakan pedoman observasi, ketika
menggunakan teknik wawancara konselor juga dapat menggunakan alat bantu
wawancara yang pedoman wawancara. Pedoman wawancara terdiri atas butir-
butir pertanyaan yang utuh, lengkap, dan tempat untuk mencatat jawabannya
sehingga dapat difahami dan dapat dijawab dengan baik oleh siswa. Perhatikan
contoh berikut!
Pedoman Wawancara1. Wawancara ke : ................................................................
2. Waktu wawancara : ................................................................
3. Tempat Wawancara : ................................................................
4. Masalah : ................................................................
5. Nama siswa : ........................................................
6. Proses wawancara : .......................................................
No. Pertanyaan Jawaban
1. ...................................... ............................................................
2. ...................................... ............................................................3. Dst ............................................................
7. Kesimpulan/catatan : ................................................................
................................................................
............................, ..................... 2010
Pewawancara,
(................................................)
4. Sosiometri
Teknik sosiometri digunakan untuk mengumpulkan data tentang popularitas
siswa. Dari data sosiometri konselor dapat memperoleh informasi tentang siswa-
siswa yang tergolong populer dan siswa terisolir atau tak disenangi. Teknik ini
didasarkan pada asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola struktur hubungan
yang komplek dan hubungan ini dapat diungkap melalui pengukuran kuantitatif
maupun kualitatif. Dapat dikatakan sosiometri adalah metode pengumpulan data
tentang pola dan struktur relasi atau hubungan sosial individu dalam suatu
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
18/47
xviii
kelompok. Situasi sosial kelompok dapat berupa kelompok belajar, kelompok
bermain, persahabatan kelompok kerja, kelompok peminatan, dan sebaginya.
Dari data sosiometri itu selanjutnya pembimbing dapat membuat keputusan-keputusan bimbingan, misalnya membantu siswa-siswa yang terisolir atau untuk
membuat kelompok-kelompok belajar yang efektif.
Sosiometri pada hakekatnya meyerupai angket, tetapi pertanyaan yang diajukan
sangat spesifik, yakni meminta subyek untuk memilih beberapa teman atau
individu yang mereka sukai dan tidak sukai dalam hubungannya dengan situasi
atau kegiatan tertentu. Perhatikan dua contoh berikut!
Contoh 1:
Dengan siapa kamu senang belajar kelompok?
Siapa yang paling kamu inginkan untuk menjadi satu bangku denganmu
di kelas?
Dengan siapakah kamu senang bekerjasama?
Siapa biasanya yang kamu minta tolong jika kamu mengalami kesulitan?
Contoh 2:
Pilihlah 3 (tiga) orang teman yang Kamu senangi untuk diajak belajar bersama di
kelas ini:
a. .......................................... alasannya ............................................b. .......................................... alasannya ............................................
c. .......................................... alasannya ............................................
Pilihlah seorang teman yang Kamu senangi untuk menjadi ketua kelompok
belajar di kelas ini:
a. .......................................... alasannya ............................................
b. .......................................... alasannya ............................................
c .......................................... alasannya ............................................
Pilihlah 3 (tiga) orang teman yang Kamu senangi untuk diajak bermain-main
bersama (misalnya : kesenian, olah raga, dan lain-lain) :a. .......................................... alasannya ............................................
b. .......................................... alasannya ............................................
c. .......................................... alasannya ............................................
Data yang diperoleh dari sosiometri selanjutnya dirangkum dalam matrik
sosiometri. Perhatikan contoh berikut:
Pemilih
DipilihA B C D E
A # 1 - 3 2
B 1 # 2 3 -
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
19/47
xix
C 1 2 # - 3
D 2 1 3 # -
E 1 2 3 - #
Pilihan 1 3 2Pilihan 2 1 2 1 - `1
Pilihan 3 - - 2 2 1
Jumlah
pilihan4 4 3 2 2
Skor pilihan 5 6 8 6 5
Data sosiometri selanjutnya juga perlu disajikan dalam suatu grafik yang disebut
sosiogram. Sosiogram adalah penggambaran garis hubungan sosial yang dibuat atas
dasar data sosiometri. Sosiogram dapat dibuat dalam bentuk lajur, lingkaran atau
bentuk bebas.
SOSIOGRAM BENTUK LAJUR
Jumlah SOSIOGRAM
Pilihan
4
3
2
1
0
Keterangan : : laki-laki
: perempuan
: pilihan pertama
: pilihan kedua
: pilihan ketiga
Berdasarkan data sisometri kita juga dapat menetapkan intensitas hubungan dan indeks
pemilihan. Intensitas hubungan adalah kekuaran relasi sosial antar subye. Intesnsitas ini
dihitung dengan rumus berikut:
)(
)((int)
phanjumlahpili
sskorIntensitas
Sedangkan indeks pemilihan meliputi status pemilihan, status penolakan, dan status
pemilihan dan penolakan yang masing-masing dihitung dengan rumus berikut:
Status pemilihan dihitung dengan rumus :
A
C
E
B
D
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
20/47
xx
1
N
hanjumlahpilihanStatuspili
Status penolakan dihitung dengan rumus:
1
N
lakanjumlahpenolakanStatuspeno
Status pemilihan dan penolakan (Spp) dihitung dengan rumus:
1
N
lakanjumlahpenohanjumlahpiliSpp
Berdasar rumus tersebut maka pada siswa A dapat dihitung :
Intensitas (Int) A = 5 : 4 = 1,25
Status pemilihan = (4 : (5-1) = 1Jadi indeks intensitas pemilihan untuk A = 1,25 dengan status pemilihan 1 berarti semua
anggota kelompok telah memilih A. Dari antara kelima anggota kelompok tidak ada
yang terisolir, dapat dilihat lagi pada sosiogram. Pada sosiogram juga tampak tiga pasang
anak yang saling memilih, yaitu : untuk pilihan pertama, AB; untuk pilihan kedua, B
C; sedang untuk pilihan kegitas, CE. Di samping itu ada dua buah klik yang mencolok
yaitu : A-C-D dan A-B-E yang saling memilih triangle.
Dari harga-harga tersebut maka konselor dapat membuat beberapa kebijakan, misalnya
untuk membentuk kelompok belajar. Untuk membentuk kelompok ini, ada beberapa
alternatif yang dapat dipertimbangkan misalnya:
Kelompok I : A-B-C
Kelompok II : C-D-B
Kelompok III : C-B-E
Untuk mencatat data sosiometri secara individual maka kita dapat menggunakan kartu
sosiometri untuk setiap siswa. Kartu ini selanjujtnya disimpan di dalam kartu pribadi.
Perhatikan contoh berikut!
KARTU SOSIOMETRI
No. ....................................... Nama siswa ........................................... L/PKegiatan : Belajar kelompok
Jumlah siswa : 5 orang
Dipilih oleh : 1. ............................ 3. ............................
2. ............................ 4. ............................
Jumlah pemilih : 4 orang
Indeks pemilih : 1
Teman yang dipilih : I. ....................................................
II. ...................................................
III. ...................................................
Komentar : ....................................................
....................................................
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
21/47
xxi
5. Angket Siapa Saya?
Angket siapa saya (who am I) digunakan untuk memperoleh data berkenaandengan pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri, kelebihan dan
kekurangannya. Teknik ini terdiri atas sejumlah pernyataan tentang sifat-sifat
kepribadian konseli. Teknik ini dilaksanakan dengan cara meminta konseli
menanggapi pernyataan-pernyataan dengan membandingkannya dengan keadaan
dirinya. Hasil perbandingan tersebut kemudian diisikan pada kolom jawaban
yang terdiri atas tiga pilihan yaitu : sangat cocok dengan diri saya, agak cocok
dengan diri saya, dan tidak cocok dengan diri saya. Konselor dapat menggunakan
data hasil tes ini untuk membantu konseli memperoleh pemahaman yang lebih
realistis tentang dirinya. Pemahaman ini sangat penting sebagai langkah awal
untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya. Secara khusus, data hasil
pemeriksaan ini dapat digunakan oleh konselor untuk:
Mengetahui sebagian aspek kepribadian konseli secara garis besarnya, baikkelebihannya maupun kekurangannya;
Memberikan layanan bimbingan untuk mengembangkan dan
mengoptimalkan realisasi potensi konseli;
Membantu konseli untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri, sehingga
mereka dapat membuat penyesuaian lebih baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya.
Pengadministrasian tes siapa saya dilaksanakan dengan urutan langkah berikut:
persiapan, pelaksanaan, dan analisis. Dalam langkah persiapan, konselormempersiapkan format tes WHO AM I dan tempat pelaksanaannya. Dalam
langkah pelaksanaan, konselor melakukan hal-hal berikut:
Memperkenalkan teks WHO AM I
Menjelaskan tentang tujuan dan manfaatnya
Membagikan format tes WHO AM I
Menjelaskan petunjuk tes WHO AM I
Siswa mengerjakan tes WHO AM I
Setelah tes selesai dikerjakan, konselor mengumpulkan hasil pekerjaan siswatersebut.
Langkah analisis meliputi dua kegiatan berikut:
Menghitung jumlah skor jawaban siswa dengan memberikan pembobotanatau nilai dari masing-masing jawaban tiap item berdasarkan tabel skor.
Mencocokkan jumlah skor dengan patokan interpretasi kepribadian peserta
tes berdasarkan tes WHO AM I.
CONTOH:
Menghitung skor dari jawaban subyek sesuai dengan skor ( pembobotan ) di
bawah dan kemudian menjumlahkannya
Pertanyaan Cocok dengansaya
Agak cocok Tidak seperti saya
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
22/47
xxii
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
a 3 2 1
b 3 2 1
c 1 2 3d 1 2 3
e 3 2 1
f 1,5 3 1,5
g 1 2 3
h 1 2 3
i 1 2 3
j 1,5 3 1,5
k 1,5 3 1,5
l 1 2 3
m 3 2 1
n 1 2 3
o 3 2 1
Jumlah
maksimal
Selanjutnya adalah mencocokkan jumlah skor dengan patokan interpretasi kepribadian
subyekberdasarkan tes Siapa Saya berikut ini :
Urutan Jumlah Skor Interpretasi
1
2
3
4
37,5 - 45
30,5 - 37
23,5 - 30
16,5 - 23
Memiliki kepribadian optimis sekali sangat
menyenangkan dan sangat percaya diri sendiri.
Berkepribadian optimis, menyenangkan dalam
bergaul, dan percaya pada diri sendiri.
Cukup optimis, agak menyenangkan, dan cukup
percaya pada diri sendiri.
Kurang optimis, kurang menyenangkan dan kurang
percaya pada diri sendiri.
6. Rangkuman
Hasil asesmen memainkan peran yang sangat penting guna menetapkan
konfigurasi masalah konseli dan kemudian untuk mengembangkan rencana
bantuan. Tanpa adanya data yang lengkap tentang konseli, maka program
bimbingan dan konseling sangat mungkin akan gagal mencapai tujuan. Data
atau informasi tentang konseli dapat dikumpulkan melalui berbagai metode
atau teknik, tes dan non tes. Termasuk ke dalam metode non tes adalah
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
23/47
xxiii
teknik observasi, wawancara, angket, sosiometri, dokumenter, otobiografi,
daftar masalah, dsb. setiap teknik memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam
hal ini pembimbing harus dapat memilih suatu teknik yang cocok sesuai
dengan tujua pengukuran data dan karakteristik konseli atau sumber data.
D.Latihan
Bacalah kembali materi dalam kegiatan belajar ini ditambah dengan materi lain
yang relevan yang dapat Anda ditemukan pada daftar pustaka, kemudian
jawablah pertanyaan/selesaikan tugas-tugas berikut:
a.
Sebut dan jelaskan berbagai teknik pengumpulan data dalam proses
asesmen masalah konseli.
b. Kemukakan perbedaan masing-masing teknik pengumpul data dilihat dari
tujuan dan cara penggunaannya.
c. Rancanglah beberapa bentuk alat bantu atau pedoman observasi guna
mengukur suatu perilaku tertentu dan kemudian praktekkan
penggunaanya (gunakan untuk mengumpulkan data dan kemudian
tabulasikan data yang diperoleh).
d.
Rancanglah sebuah angket untuk mengukur kategori informasi tertentu
dan kemudian gunakan untuk mengumpulkan data yang sebenarnya.
e. Rancanglah beberapa bentuk pedoman wawancara guna mengumpulkan
data tertentu dan kemudian praktekkan penggunaannya.
f. Rancanglah sebuah angket sosiometri untuk memperoleh informasi
tentang popularitas konseli dan kemudian praktekkan penggunaannya.
g. Praktekan penggunaan angket siapa saya dan kemudian interpretasikan
hasilnya!
E.
Daftar Pustaka
Blackham, G. 1977, Counseling:theory, process, and practice. Belmont, California:
Wadsworth Publising Company.Corey, G dan Corey, M. S. , 2001. Group: Processs and practice. Monterey,
California: Brooks/ Cole Co.
Cormier, W.H., & Cormier L. S., 1985. Interviewing Strategies for Helpers,
Monterey California: Brooks/Cole Publishing.
Egan, G., 1998. The skilled helper: A model for systematic helping and interpersonal
relating, Monterey , CA: Brooks/ Cole.
Gambril, E. D, 1977, Behavior modification: Hand book of assesment, intervention,
and evaluation, San Francisco: Jossey-Bass.
George R. L R. dan Cristiani, TS. 2001, Theory, Methods, and Process of Counselingand Psychoterapy, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. \
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
24/47
xxiv
Gibson, R.L., & Mitchell, M.H. 1995.Introduction to Guidance. 4th. Ed. New
Jersey: Englewood Cliffs.
Hackney, H.L., & Cormier, L.S. 2001. The Professional Counselor. A Process Guide
to Helping. 4th.ed. Boston: Allyn & Bacon.
McLeod, J. 2003.Pengantar Konseling. Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa oleh
A.K. Anwar. Jakarta: Kencana
Parrot III, L. 2003. Counseling & Psychotherapy. 2nd. Ed. Australia: Thompson-
Brook/Cole.
Thompson, C.L., & Rudolph, L.B., & Henderson, D. 2004. Counseling Children. 6th.
Ed. Australia: Thompson-Brook/Cole.
Shertzer, B., & Stone, Shelly C. 1981.Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton
Mifflin Company.
____________________________________________
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
25/47
xxv
KEGIATAN BELAJAR 2:
MODEL-MODEL ANALISIS MASALAH
A.Pengantar
Menerapkan berbagai prosedur asesmen hanyalah merupakan bagian dari proses
asesmen dalam konseling. Lebih dari pada itu adalah aktivitas mental konselor itu
sendiri selama dalam proses pengumpulan data. Dalam proses asesmen, konselor
memperoleh sejumlah informasi dari konseli. Tanpa dapat mengintegrasikan dan
mensintesakan data, konselor tak bararti apa-apa. Tugas konselor selama proses
asesmen adalah mengetahui informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana
memperolehnya, menempatkan informasi itu secara bersama-sama sehingga menjadikesatuan yang bermakna, dan menggunakannya untuk mengembangkan hipotesis
klinis guna mengarahkan kepada suatu gagasan tentatif tentang masalah konseli dan
gagasan tentang rancangan program intervensinya. Kegiatan mental konselor ini
disebut sebagai konseptualisasi yang secara simpel berarti Cara konselor berpikir
tentang konfigurasi masalah konseli. Terdapat banyak model konseptualisasi
masalah dari pendekatan kognitif-perilaku, namun yang paling popuper dan banyak
digunakan oleh para ahli dan praktisi konseling kognitif-perilaku adalah model
konseptulisasi perilaku ABC. Model ini akan dipaparkan pada bagian berikut ini.
Namun, untuk m,emberikan pemahaman yang luas sebelumnhya akan dikemukakan
terlebih dahulu model konseptualisasi masalah yang lain yang muncul mendahului
model perilaku ABC.
B.
Kompetensi
1. Standar kompetensi:Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentingan mengembangkan
hipotesis masalah konseli dan merancang program bantuannya.
2. Kompetensi dasar:Dapat merancang dan menggunakan berbagai teknik dan/atau prosedur
pengumpulan data untuk tujuan melakukan asesmen terhadap kebutuhan danpermasalahan konseli
3. Indikator:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini ini para peserta PLPG diharapkan
memiliki kemampuan untuk:
a. Menyebutkan dan menjelaskan model-model konseptualisasi masalah dari
pendekatan kognitif perilaku.
b.
Menggunakan model konseptualisasi masalah model Swensen untuk
menganalisis masalah suatu kasus siswa.
c.
Menggunakan model konseptualisasi masalah model Seay untuk menganalisismasalah suatu kasus siswa.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
26/47
xxvi
d.
Menggunakan model konseptualisasi masalah model Lazarus untuk
menganalisis masalah suatu kasus siswa.
e. Menggunakan model konseptualisasi masalah model perilaku ABC untuk
menganalisis masalah suatu kasus siswa
C.Materi
1. Model Konseptualisasi Masalah dari Swensen
Model konseptual masalah dari Swensen merupakan model awal dalam bidang
asesmen masalah. Secara teoretik, dalam mengembangkan modelnya itu
Swensen diilhami oleh pemikiran Lewin (1951) dan Pascal (1959). Model
konseptualisasi Swensen didasarkan pada formula berikut :
Penjelasan:
Gangguan perilaku =
fungsi dari derajad tekanan dan perilaku, kebiasaan, pertahanan ego maladaptif
versusdukungan, kekuatan, dan kebiasaan dan pertahanan ego adaptif.
Perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang (deviant behaviour) menunjuk padaberbagai bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan harapan, tuntutan, atau nilai yang
diterapkan oleh masyarakat, atau menyimpang dari perilaku yang seharusnyaditampilkan sesuai dengan tingkat perkembangan konseli. Beberapa bentuk konkrit darigangguan perilaku ini antara lain adalah: kecemasan, depresi, agresi anti sosial,kenakalan, senang menyontek, penyalahgunaan narkoba, tindak kriminal, malas,anoreksia, bulimia, dan sebagainya.
Tekanan. Tekanan (stress) meliputi situasi-situasi yang mengandung tekanan atautegangan yang tidak menyenangkan konseli dan selalu menghasilkan sensasi fisiologisseperti denyut jantung berdebar-debar, pusing/sakit kepala, mual atau gangguan perutlainnya, keluar keringat dingin, telapak tangan berkeringat, dan sebaginya.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
27/47
xxvii
Perilaku, kebiasaan, dan pertahanan diri maladaptif. Perilaku, kebiasaan, danpertahanan ego maladaptif menunjuk pada perilaku negatif atau destruktif dan berbagai
bentuk kebiasaan pertahanan ego yang maladaptif konseli dalam kehidupan sehari-hari,baik dalam rangka untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadinya atau dalam hubungannyadengan lingkungan sosialnya.
Perhatikan contoh kasus berikut:Joni dipindah dari kelasnya dan ditempatkan dalam suatu kelas yang berisikan anak-anak yang telah diidentifikasi memiliki gangguan perilaku, seperti memulaiperkelahian, mencuri, dan menentang guru. Menurut orang tuanya, Joni hampir tidakpernah diberi sanksi setiap kali melakukan tindakan-tindakan yang merugikan dan tidakbertanggung jawab. Orang tuanya juga menyatakan bahwa kebiasaan buruk Joni itu
telah menyebabkan terjadinya ketegangan yang terus-menerus di dalam keluarga. Orang
tuanya juga mengatakan bahwa perilaku Joni sangat berbeda dengan perilaku kakaknyadan menggunakan perilaku kakaknya sebagai contoh. Mereka tidak mengerti mengapasi Joni sering bertindak destruktif dan tidak bertanggung jawab, berbeda dengankakaknya. Dalam suatu wawancara dengan si Joni, Joni menyatakan bahwa ia merasa
rendah diri dengan kakaknya dan dengan banyak teman di sekolahnya. Joni jugamengatakan bahwa ia sengaja melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan orang
tuanya agar orang tuanya tidak bercerai, karena mereka akan selalu berdebat tentangperilakunya. Dalam kasus ini, perilaku menyimpang si Joni adalah senang memulaiperkelahian, mencuri, dan menentang guru. Kebiasaan perilaku/pertahanan maladaptif
berawal dari ketidak mampuan dan keyakinannya bahwa masalah dirinyamemberikan suatu alasan yang baik agar orang tuanya tetap bersatu.
Dukungan dan kekuatan. Dukungan (support) meliputi sumber-sumber yang tersediauntuk konseli, seperti adanya orang atau situasi di dalam kehidupan konseli saat iniyang membantu. Kekuatan (strenghts) meliputi potensi atau performansi positif konselidalam beberapa hal. Kekuatan merupakan indikator dari bakat atau kemampuandasar konseli. Bakat atau kecakapan dasar ini merupakan bidang-bidang yang harus
digarap oleh para konselor.
Perilaku, kebiasaan, dan pertahanan adaptif. Perilaku, kebiasaan, dan pertahananadaptif menunjuk pada berbagai bentuk perilaku atau kebiasaan yang positif ataukonstruktif dan pertahanan ego yang adaptif dalam arti dapat diterima oleh masyarakat
dan dapat membantu konseli mencapai tujuan-tujuannya. Perilaku adaptif merupakanperilaku yang dipelajari, perilaku yang tepat menurut situasi/konteks, dan
manghasilkan keberhasilan atau penguat yang optimal untuk konseli. Sebagai contoh,dalam kasus yang telah dikemukakan, konseli juga menjadi anggota darikelompok/team renang di sekolah. Performansi keberhasilan dalam renang merupakansuatu kekuatan bagi konseli. Perilaku yang mendukung keberhasilan ini, sepertimengikuti latihan setiap hari, datang tepat waktu, dan mengikuti instruksi pelatih
semuanya itu merupakan kebiasaan perilaku adaptif atau pola-pola yang secaraoptimal mendukung keberhasilan atau penguat bagi konseli dalam bidang ini.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
28/47
xxviii
Informasi-informasi tersebut dirangkumkan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Model konseptualisasi masalah dari Swensen
Perilaku menyimpang Tekanan Kebiasaan adaptif
Memulai perkelahian
Mengambil milikteman
Menantang guru
Prestasi belajarrendah
Memiliki kakak laki-laki yang lebih unggul
Hubungan denganorang tua tidakharmonis
Kelas yang tak teratur
Kurang bertanggungjawab
Merasa cemas dalamsituasi yang takteratur, khususnya disekolah
Dukungan Potensi Kebiasaan adaptif
Konselor bersediamembantumemecahkan masalahkonseli
Pelatih renang inginmembantu agarkonseli tetap menjadianggota team renang
Menjadi anggota teamrenang
Kinerja dalamkompetisi baik
Kesehatan baik
Pola makan dan tidurbaik
Skor IQ tinggi
Mengikuti latihanrenang secara teratur
Dapat mengvikutiinstruksi pelatihrenang
Mengerjakan tes
dengan jujur
Secara umum dapatmenampilkan dirinyadengan baik dalamsituasi kompetitif danterstruktur
Model konseptualisasi masalah dari Swensen dapat digunakan oleh para konselor
untuk beberapa hal. Pertama, model Swensen dapat digunakan oleh konselor
untuk melihat, mendengar, atau menangkap apa yang sedang terjadi pada diri
konselinya dan untuk mengembangkan beberapa dugaan teoretik atau hipotesis
menyangkut masalah konseli. Sebagai contoh, dari contoh kasus yang telah
dikemukakan kita dapat memperoleh suatu gambaran tentang seorang anak laki-
laki yang menampakkan sejumlah gangguan perilaku yang berkaitan dengan
tekanan yang ia rasakan di sekolah dan di lingkungan keluarganya. Anak ini telah
belajar untuk merespon terhadap tekanan-tekanan tersebut dengan pola kebiasaan
maladaptif, seperti menyetujui pendapat orang tuanya bahwa kakaknya lebih
unggul dari dirinya, bertindak dengan cara yang kurang bertanggung jawab, dan
merasa cemas di dalam situasi yang tak terstruktur, khususnya di sekolah. Namun,
untungnya ia memiliki dua sumber bantuan di sekolah, yaitu konselor dan pelatih
renangnya. Ia juga memiliki beberapa hal positif lain, seperti kesehatan yang baik,
intelegensi yang cukup, dan menjadi anggota perkumpulan atlet renang di sekolah.
Konseli juga memperlihatkan beberapa pola perilaku dan pertahanan adaptif
dalam situasi tertentu, seperti memenuhi situasi-situasi kompetisi dan mengikuti
test. Konselor dapat menggunakan informasi tersebut guna membuat beberapa
hipotesis menyangkut gejala perilaku konseli, meliputi (tetapi tidak terbatas) hal-
hal berikut :
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
29/47
xxix
1.
Terdapat banyak kompetisi di dalam diri konseli dan saudaranya yang
lebih tua untuk memperoleh perhatian orang tua. Konseli seringkali
merasa bahwa saudaranya lebih banyak mengalahkan dirinya.
2.
Konseli tidak pernah merasa harus bertanggung jawab menyangkutdirinya dan perilakunya.
3. Konseli mungkin merasa bahwa masalahnya memberikan suatu alasan
untuk menjaga keutuhan perkawinan orang tuanya.
4. Konseli merasa tidak senang dalam suatu situasi yang tidak terstruktur
dan menampakkan bukti respon adaptif dalam situasi yang terstruktur
dan agak kompetitif. Kenyataannya, konseli sepertinya dapat tumbuh
dengan pesat pada situasi kompetisi sehingga ia dapat membuktikan
bahwa ia mampu berenang dengan baik.
Kedua, model Swensen dapat membantu konselor untuk memutuskan macam
pendekatan perlakuan yang manakah (atau kombinasi strategi) yang dapat
digunakan untuk membantu konseli. Seringkali keputusan ini dibuat sesuai
dengan model-model teoritik, perkiraan, dan dikaitkan dengan potensi/kekuatan.
Sebagai contoh, konselor dari pendekatan berpusat pada pribadi (person-
centered) mungkin memusatkan perhatian pada kurangnya kesadaran,
kongruensi, dan aktualisasi diri konseli. Konselor dari pendekatan realita
mungkin memperhatikan pada perilaku tidak bertanggung jawab konseli dan
bagaimana ia dapat belajar untuk mengambil tanggung jawab bagi tindakan-
tindakannya. Sedangkan konselor Adlerian lebih memusatkan perhatian pada
situasi kompetitif antara konseli dan saudaranya dan berupaya membantu konseli
memperoleh minat sosial atau mengembangkan suatu rasa memiliki yang lebih
baik, di rumah dan di sekolah. Konselor dari perspektif analisisis transaksional
akan memandang konseli dalam hubungannya dengan orang lain dari kondisi
egoanak nya dan kemudian berusaha menemukan kondisi ego yang lain guna
mengubah perilaku konseli. Konselor Gestalt akan berfokus pada keretakan atau
polarisasi, atau tidak adanya kongruensi dalam kehidupan dan kepribadian
konseli, seperti dinampakkan dalam beberapa perasaan dan tindakan konseli, dan
juga pada gagasan introyeksi dan/atau proyeksi yang dibuat konseli. sedangkan
para konselor kognitif akan melihat kemungkinan adanya kognisi, keyakinan,
atau pernyataan-pernyataan diri negatif yang ada di balik kebiasaan dan perilakumaladaptif konseli dan kemudian berusaha untuk membantu konseli untuk
menghentikan atau menggantinya dengan kognisi lain yang lebih positif. Para
konselor keluarga (family counseling) akan memusatkan perhatian pada peran
dan batas-batas hubungan keluarga konseli dan pada hubungan perkawinan orang
tuanya. Sedangkan para konselor perilaku akan lebih memusatkan perhatian pada
pengubahan sebab-sebab yang mempertahankan kebiasaan perilaku maladaptif
konseli dan kemudian memperkuat kebiasaan perilaku adaptif konseli. Idealnya,
keputusan tentang pendekatan mana yang harus digunakan oleh konselor akan
tergantung pada sejumlah faktor, tidak hanya pada kefanatikan (preferensi)
konselor pada suatu teori konseling tertentu. Alih-alih mengedepankan preferensi
teoretiknya, konselor seharusnya memilih pendekatan intervensi yang memiliki
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
30/47
xxx
kemungkinan paling baik untuk membantu konseli memecahkan masalah dan
mencapi tujuan yang diinginkannya.
Ketiga, cara yang lebih umum dimana model konseptualisasi masalah dari
Swensen dapat digunakan adalah dengan memeriksa rasio dari faktor-faktordalam numerator formula dengan faktor-faktor sekarang dalam denominator.
Menurut Swensen (1968, h. 31), Banyak penurunan dalam faktor dalam
numerator formula (stres, kebiasaan maladaptif, dan pertahanan) dapat
mengurangi defisit psikologis; sebaliknya meningkatkan faktor yang didaftar di
dalam denominator (kekuatan, dukungan, pertahanan dan kebiasaan adaptif)
dapat meningkatkan kesehatan psikologis.
2.
Model Konseptualisasi Masalah dari Seay
Model konseptualisasi masalah dari Seay (1978) mengintegrasikan teknikkonseling dan isi tematik. Model ini didasarkan pada tema hidup utama (dan gaya
hidup) yang ditarik dari tiga modalitas utama fungsi manusia yaitu: kognisi
(pikiran), afeksi (perasaan, emosi), dan perilaku (tindakan, kinerja), yang diberi
akronim CAB. Untuk dapat menggunakan model konseptualisasi msalah dari
Seay, perhatikanlah contoh kasus berikut:
Pada suatu hari, Pak Mudah, seorang konselor di suatu SMP, menerima rujukan
seorang siswa perempuan bernama ira dari seorang guru. Guru tersebut
menyatakan bahwa sepertinya Mira memiliki suatu kesulitan yang bisa
mengganggu kegiatan belajarnya dan meminta konselor untuk membantunya.
Konselor selanjutnya menerima rujukan tersebut dan melakukan wawancara awaldan wawancara asesmen den gan Mira. Dari hasil wawancara awal Mira
menyatakan bahwa tidak memiliki banyak pilihan karena ia takut untuk pergi ke
sekolah sendirian. Ia juga melaporkan mengalami depresi karena terus-menerus
dicela dan diolok-olok oleh saudara-saudaranya karena ia sering meminta tolong
dan tidak mandiri. Konseli juga menyatakan bahwa belakangan ini ia mengalami
gangguan tidur dan kehilangan selera makan. Dari hasil wawancara lebih
mendalam diperoleh informasi bahwa Mira sering merasa tertekan dengan sikap
ayahnya yang menurutnya sangat keras dalam mendidik dan saudara-saudaranya
yang sering mencelanya. Namun konseli juga mneyatakan bahwa sebagai seorang
anak perempuan ia sabar menghadapi kekerasan ayahnya. Demikian pula
terhadap kritikan dari saudara-saudaranya ia hanya mendengarkan saja dan tidakmenanggapi, meskipun ia sudah merasa bosan dan terganggu dengan semua itu.
Konseli juga memiliki keyakinan bahwa ia telah menjadi orang yang gagal dan
dan tidak mampu untuk membuat keputusan sendiri. Selama wawancara awal, ia
seringkali menangis dan berbicara dengan suara yang lirih dan tersendat-sendat.
Untuk memperoleh data lebih lanjut, konselor melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen siswa. Dari dokumen hasil tes konselor memperoleh data siswa
tergolong anak yang berkemampuan tinggi (cerdas). Demikian pula prestasi
belajar konseli juga tergolong bagus karena ia masuk ranking sepuluh besar di
kelasnya. Informasi konseli tersebut dapat dirangkumkan dalam tabel 2 berikut:
Tabel 2. Model konseptualisasi masalah darai Seay
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
31/47
xxxi
Kemungkinan
lingkungan
Kesalahan kognitif Gangguan afektif Pola perilaku
1. Cara mendidik
ayah yang keras2.
Saudara terusmenerus
mengkritik3.
Prestasi belajarbaik
4. Masuk rankingsepuluh besar
1. Pikiran gagal
2.
Menyalahkan diri3. Kurang percayadiri
1. Kecemasan/
ketergantuangemosional2. Depresi
1. Tak dapat pergi ke
sekolah sendirian2.
Mendiamkan kritikansaudar-saudaranya
meskipun merasabosan dan terganggu
3. Kadang2 menangisdalam wawancara
4. Bicara pelan,tersendat
5. Gangguan tidur6. Kehilangan nafsu
makan
Informasi yang diungkap tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan
hipotesis tentang masalah konseli dan untuk merencanakan suatu program
bantuan yang komprehensip. Sebagai contoh, dalam kasus yang telah
dikemukakan, satu dari tema utama adalah kognitif dan meliputi persepsi negatif
tentang diri. Tema ini barangkali berawal dari kekerasan ayahnya dan yang
kemudian diperkuat/dipertahankan melalui kritikan yang terus menerus dari
audara-saudaranya. Meskipun kekasaran verbal yang terus menerus tampak
memberikan sumber tekanan, konseli tampaknya juga menggunakannya sebagaialat untuk menguatkan atau membenarkan persepsinya terhadap dirinya sebagai
orang tergantung dan gagal, dan mendorongnya untuk menghindari situasi yang
mendatangkan kecemasan, seperti berangkat ke sekolah sendiri. Gangguan afektif
dalam bentuk kecemasan dan depresi mewakili perasaan marah dan tidak puas
yang ditekan di dalam batin. Emosi tersebut, seperti tema kognitif, menegaskan
kurang adanya rasa percaya diri atau cara konseli mencela/mengutuk dirinya.
Emosi ini sebagai hasil dari peristiwa lingkungan dan kesalahan persepsi.
Perilaku-perilaku yang dapat diamati seperti menangis, bicara pelan dan
tersendat, gangguan tidur, dan kehilangan berat badan mengkonfirmasikan
laporan konseli tentang perasaan depresifnya. Kesalahan persepsi kognitif dan
gangguan afektif tersebut mendukung konseli untuk bertindak pasif terhadapkritikan saudaranya.
Untuk perencanaan perlakuan, fokus awal konselor dapat memusatkan perhatian
pada peristiwa lingkungan dan kesalahan kognitif konseli yang menyebabkan
terbentuknya pola perilaku dan emosi maladaptif. Sebagai contoh, konseli
mungkin dapat dibantu dengan menggunakan strategi Gestalt, analisis
transaksional, atau latihan asertif untuk mengeksplorasi perasaan-perasaannya
yang berkaitan dengan kekasaran ayah dan saudaranya (peristiwa lingkungan)
dan kemudian membantunya mengubah reaksinya terhadap tekanan lingkungan
tersebut. Teknik-teknik kognitif-perilaku dan rasional-emotif mungkin juga
efektif untuk menangani kesalahan persepsi atau kognisi konseli. Konselor juga
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
32/47
xxxii
dapat membantu konseli melalui strategi perilaku dengan cara melatih konseli
untuk berangkat ke sekolah sendirian.
3.
Model Asesmen 3: Analisis masalah dari Lazarus
Lazarus (1976, 1981) menyatakan adanya tujuh modalitas yang dapat dijadikan
sebagai fokus asesmen masalah konseli. Ketujuh modalitas tersebut dinyatakan dalam
akronim BASIC ID dan terdiri ats: perilaku (behavior), emosi (affect), sensasi
(sensation), imajeri (imagery), kognisi (cognition), relasi interpersonal
(interpersonal), dan tampila fisik (drug). Setiap modalitas tersebut berinteraksi satu
sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Berikut adalah penjelasan dari msing-masing
modalitas tersebut.
B: Behavior (perilaku, tindakan yang kasat mata). Modalitas ini berisikan aktivitas
dan keterampilan-keterampilan psikomotor yang sederhana dan kompleks sepertitersenyum, berbicara, menulis, makan, merokok, dan sebaginya.
A: Affect (emosi, perasaan). Modalitas ini meliputi perasaan atau emosi yang
dilaporkan oleh konseli. Termasuk di dalam kategori ini adalah perasaan-perasaan
khusus yang muncul atau tidak muncul di samping perasaan yang tersembunyi atau
didistorsikan.
S: Sensation (perasaan tubuh). Modalitas ini berisikan lima penginderaan utama
dalam kaitannya dengan proses sensory informasi, yakni: visul (sight), kinesthetic
(touch), auditory (hearing), olfactory (smell), dangustation (taste). Modalitas juga
berkaitan dengan keluhan-keluhan perasaan tubuh yang dilontarkan konseli seperti
sakit atau gangguan perut atau kepala pusing. Konselor perlu peka terhadap sensasiyang dilaporkan dengan senang dan tidak senang di samping sensasi yang tidak
disadari konseli.
I: Imagery (imajeri). Imagery terdiri atas macam gambaran mental yang sangat
mempengaruhi kehidupan konseli. Sebagai contoh, seorang suami yang
berprasangka bahwa isterinya telah berselingkuh (punya pria idaman lain atau PIL),
tentu akan merasakan tekanan (terganggu) karena ia mengembangkan suatu
gambaran terus menerus atau imej mental tentang isterinya yang tidur dengan pria
lain.
C: Cognition (kognisi). Kognisi adalah pikiran dan keyakinan konseli tentang diri,
lingkungan, pengalaman, dan masalah yang sedang dialaminya. Gangguan perilakutimbul karena konseli memiliki kognisi pikiran, persepsi, dan keyakinan yang
negatif, tidak realistis, atau tidak rasional.
I: Interpersonal (relasi interpersonal). Banyak ahli dari perspektif psikodinamik
telah menekankan pentingnya hubungan interpersonal. Menurut Lazarus (1976),
masalah yang berkaitan dengan relasi interpersonal dapat dideteksi tidak hanya
melalui laporan diri dan bermain peran tetapi juga dengan mengamati hubungan
konselor-konseli.
D: Drug (tampilan fisik). Drug merupakan suatu modalitas yang penting dalam
asesmen, karena faktor-faktor biologis dan neurologis dapat mempengaruhi perilaku,
respon afektif, kognisi, sensasi, dan sebagainya. Asesmen modalitas ini dapat
meliputi: (1) penampilan menyeluruhcara berpakaian, gangguan kulit atau bicara,
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
33/47
xxxiii
saraf, gangguan psikomotor; (2) keluhan fisik atau penderitaan fisik; dan (3)
kesehatan umumkebugaran tubuh, olah raga, diet, nutrisi, hobi, minat, kegemaran,
dan pengisian waktu luang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari suatu prosedur asesmen, informasi-informasi
modalitas tersebut dapat ditempatkan ke dalam sel-sel dalam tabel berikut:
Modalitas Amatan
B: perilaku
A: emosi
S: sensasi
I: imagery
C: kognisis
I: hubungan interpersonal
D: kesehatan
4.
Model asesmen 4: konseptualisasi perilaku ABC
Konseptualisasi perilaku ABC adalah suatu pendekatan untuk mengidentifikasi
hubungan antara perilaku bermasalah dan peristiwa lingkungan. ABC adalah akronim
dari Antecedent (anteseden) atau pristiwa-peristiwa yang mendahului atau adasebelum perilaku, Behavior (perilaku), dan Consequences (konsekuensi) atau
peristiwa-peristiwa yang mengikuti perilaku dan berpotensi mempertahankannya
Model ini menyatakan bahwa B dipengaruhi oleh A dan C, atau B merupakan fungsi
dari A dan C. A dan C memberikan penjelasan berkenaan dengan bagaimana
seseorang bertindak B dalam suatu situasi. Sebagai contoh, perilaku marah (B) terjadi
karena seseorang menemukan sesuatu yang tidak memuaskannya (A) dan perilaku
marah itu dipertahankan atau diperkuat oleh reaksi-reaksi dari orang lain yang berupa
ketakutan, membujuk, minta maaf, dsb. Mengikuti model ini, wawancara asesmen
atau studi kasus perlu memusatkan perhatian pada upaya mengidentifikasi peristiwa-
peristiwa antaseden dan konsekuensi yang mempengaruhi atau berhubungan secara
fungsional dengan gangguan perilaku konseli.
Contoh lain adalah perilaku berbicara. Perilaku berbicara kita selalu disebabkan oleh
tanda-tanda tertentu, seperti adanya orang lain yang menstimulasi kita untuk
mengajaknya berbicara, atau karena ada orang lain yang mengajukan pertanyaan pad
kita atau membuat perilaku tertentu sehingga mendorong kita untuk mengajukan
pertanyaan. Antaseden yang mungkin dapat memperlemah keinginan kita untuk
berbicara dapat meliputi antara lain adanya perasaan takut jika tidak mendapatkan
persetujuan/tanggapan positif terhadap apa yang kita bicarakan atau bagaimana kita
akan menjawab pertanyaan yang mungkin akan muncul. Perilaku berbicara kita dapat
dipertahankan oleh perhatian verbal dan nonverbal yang kita terima dari orang lain
itu. Konsekuensi positif yang lain yang dapat menjaga perilaku berbicara kita adalahadanya perasaan senang, atau bahagia ketika kita berbicara dengan orang. Kita
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
34/47
xxxiv
mungkin tidak akan bicara banyak jika orang yang sedang kita ajak bicara tidak
memperhatikan (memandang) kearah kita (menatap kemana-mana).
Perilaku(B) meliputi perilaku yang tampak dan tidak tampak. Perilaku tampak adalah
perilaku yang dapat dilihat secara langsung seperti berbicara, tersenyum, menangis,berjalan, menulis, dan sebaginya. Perilaku tidak tampak atau tertutup meliputi
peristiwa-peristiwa internal di dalam diri konseli dan tidak dapat dilihat atau diamati
secara langsung, tetapi dapat dideteksi melalui ekspresi non verbal atau laporan diri
konseli. Contoh perilaku nonverbal adalah berpikir, berkeyakinan, image, dan merasa.
Setiap gangguan perilaku hampir selalu memiliki lebih dari satu komponen. Sebagai
contoh, seorang konseli yang mengeluh cemas atau depresi mungkin melibatkan
komponen afektif (pernyataan perasaan, suasana hati), komponen somatik (sensasi
yang berkaitan dengan tubuh dan fisiologis), komponen perilaku (apa yang dilakukan
dan tidak dilakukan konseli), dan komponen kognitif (pikiran, keyakinan, image, atau
dialog internal). Dan lagi, pengalaman kecemasan atau depresi dapat bervariasi untukkonseli, tergantung pada faktor-faktor kontekstual (waktu, tempat, peristiwa yang
terjadi bersamaan) dan pada faktor relasional seperti ada atau tidak adanya orang lain.
Semua komponen tersebut dapat dikaitkan dengan suatu problem khusus yang
dilaporkan. Sebagai contoh, anggaplah bahwa konseli kita yang menyatakan merasa
cemas adalah takut dengan perbuatan yang mengandung resiko di masyarakat
kecuali di rumah atau di tempat kerja. Ia menyatakan bahwa kecemasannya nampak
menjadi bagian dari rangkaian yang berawal dari munculnya pikiran bahwa ia tak
mampu untuk memecahkan atau memperoleh bantuan dari orang lain jika perlu
(komponen kognitif). Komponen kognitif tersebut menyebabkan konseli sering
merasa ketakutan (afektif) dan berkeringat dingin atau denyut jantungnya meninggi
(somatik). Tiga komponen tersebut bekerja bersama-sama mempengaruhi perilaku
tampak konseli.
Berbagai bentuk perilaku dan reakasi-reaksi emosional dan somatik seperti marah,
takut, gembira, pusing, atau meningkatkan tekanan darah disebabkan oleh adanya
peristiwa-peristiwa yang mendahului atau stimuli (Anteseden). Anteseden
mempengaruhi perilaku dengan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan
kejadiannya. Sebagai contoh, seorang siswa kelas satu SD dapat bertindak secara
berbeda ketika di sekolah dan di rumah, atau berbeda terhadap guru tetap dan guru
pengganti. Suatu anteseden yang berdekatan dengan perilaku menyimpang secara
teknis disebut stimuli (Kantor, 1970). Berbagai bentuk anteseden itu antara lain adalah
usia, traf perkembangan, keadaan fisiologis, karakteristik kerja, rumah, atau kondisisekolah, dan perilaku-perilaku lain yang muncul dan mempengaruhi perilaku-perilaku
berikutnya (Wahler & Fox, 1981). Anteseden juga dapat bersumber pada komponen
afektif (pernyataan perasaan, suasana hati), perilaku (respon verbal, nonverbal, dan
motorik), kognitif (pikiran, keyakinan, image, dialog internal), kontekstual (waktu,
tempat, peristiwa yang terjadi bersamaan), dan relasional (ada atau tidak adanya
seseorang). Sebagai contoh, seorang konseli yang menyatakan cemas mungkin
berkaitan dengan takut kehilangan kontrol (kognitif/afektif), memiliki keyakinan atau
persepsi negatif tentang diri dan orang lain (kognitif), kesadaran tentang sensasi tubuh
yang berkaitan dengan ketakutan, kelelahan, dan kecenderungan hypoglycemic
(somatik), bangun terlambat (perilaku), menghadiri tempat umum (kontekstual), dan
tidak adanya orang lain yang dekat dengan dirinya seperti teman dan keluarga
(relasional).
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
35/47
xxxv
Di samping itu, juga terdapat variasi sumber anteseden yang dapat meniadakan
kecemasan, seperti perasaan rileks, atau mengurangi ketakutan terhadap terjadinya
peristiwa (afektif), istirahat (somatik), makan dengan teratur atau mengurangi perilaku
tergantung pada orang lain (perilaku), menilai diri dan orang lain dengan positif(kognitif), dan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain (relasional). Pengaruh
anteseden pada perilaku dapat bervariasi, tergantung pada pengalaman belajar tiap
individu.
Tidak segala sesuatu yang mengikuti perilaku secara otomatis dipandang sebagai
konsekuensi (C). Sebagai contoh, anggaplah Anda sedang melakukan konseling
dengan seorang siswa putri yang kelebihan berat tetapi menyenangi kegiatan pesta
dan makan-makan. Konseli tersebut menyatakan bahwa dirinya merasa bersalah
setiap kali habis persta makan dan memandang dirinya menjadi tidak menarik, dan
mengalami gangguan tidur. Meskipun peristiwa-peristiwa tersebut sebagai hasil dari
perilaku pesta makan, itu bukanlah konsekuensi, kecuali ia dapat mempengaruhi
kesenangan konseli untuk persta makan. Dalam kasus ini, peristiwa-peristriwa lainyang mengikuti perilaku pesta makan dapat menjadi konsekuensi yang sesungguhnya.
Sebagai contoh, barangkali perilaku senang makan dapat dipertahankan melalui
kenikmatan yang ia peroleh ketika makan. Perilaku tersebut untuk sementara waktu
mungkin dapat dikurangi bila orang lain, misalnya kekasihnya, menegurnya atau
menolak pergi dengannya untuk bermalam mingguan.
Konsekuensi dapat berbentuk ganjaran atau hukuman. Ganjaran adalah sesuatu yang
menyenangkan mengikuti munculnya perilaku yang diharapkan. Sedangkan hukuman
adalah sesuatu yang tak menyenangkan mengikuti munculnya perilaku. Seperti
halnya anteseden, sesuatu yang berfungsi sebagai konsekuensi dapat bervariasi dari
konseli ke konseli. Seperti halnya anteseden, konsekuensi juga selalu memiliki lebihdari satu sumber atau tipe peristiwa. Sumber-sumber konsekuensi tersebut dapat
bersifat afektif, somatik, perilaku, kognitif, kontekstual, dan/atau relasional.
Individu juga cenderung untuk bertindak dalam suatu perilaku yang memiliki banyak
payoffs. Payoff adalah sesuatu yang segera diperoleh oleh individu mengikuti
perilakunya. Sebagai contoh, seorang konseli terus menerus merokok bahkan
meskipun untuk itu ia kehilangan banyak uang karena ia menyenangi perasaan yang
segera diperolehnya ketika merokok, dan merokok dapat membantunya menangani
tekanan. Seorang konseli laki-laki terus-menerus mengeluarkan kata-kata kasar
terhadap kekasihnya bahkan meskipun hal itu sering menimbulkan membuat
ketegangan, karena dengan kekasarannya itu ia memperoleh perasaan kuasa dankontrol. Dalam dua contoh tersebut, perilaku bermasalah seringkali sulit berubah,
karena konsekuensi yang dengan segera membuat orang merasa lebih baik.
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa anteseden, konsekuensi, dan komponen-komponen
masalah harus ditaksir dan diidentifikasi untuk setiap konseli karena komponen-
komponen tersebut berlakunya dapat bervariasi antara konseli ke konseli. Demikian
pula penting juga untuk diingat bahwa seringkali terdapat banyak overlap di antara
anteseden, konsekuensi, dan komponen perilaku bermasalah.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
36/47
xxxvi
D.
Tugas/Latihan
Untuk memperoleh umpan balik berkenaan dengan seberapa jauh Anda telah
menguasai materi dalam bab ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:1. Apakah yang dimaksud dengan konseptualisasi masalah dalam perspektif
konseling kognitif-perilaku?
2. Bagaimanakah formulasi asesmen masalah menurut model Swensen?
3. Bagiamanakah formulasi asesmen masalah menurut model Seay?
4. Bagiamanakah formulasi asesmen masalah menurut model perilaku ABC?
5. Temukan satu kasus yang pernah Anda tangani di lapangan kemudian
lakukan analisis dengan menggunakan ke empat model konseptualisasi
masalah: Swensen, Seay, Lazarus, dan ABC.
Daftar Pustaka
Bootzin, R. S, 1991, Behavior Modifikation and Therapy: An Introduction.
Cambridge: Winthrop Publisher.
Cormier, W.H., & Cormier L. S., 1985. Interviewing Strategies for Helpers,
Monterey California: Brooks/Cole Publishing.
Gibson, R.L., & Mitchell, M.H. 1995.Introduction to Guidance. 4th. Ed. New Jersey:
Englewood Cliffs.
Hackney, H.L., & Cormier, L.S. 2001. The Professional Counselor. A Process Guide
to Helping. 4th.ed. Boston: Allyn & Bacon.Lazarus, A. A, 1981, The practice of multimodal therapy,New York: Mc-Graw-Hill.
McLeod, J. 2003.Pengantar Konseling. Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa oleh
A.K. Anwar. Jakarta: Kencana
Shertzer, B., & Stone, Shelly C. 1981.Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton
Mifflin Company.
Swensen, C. H. 1968,An approach to case conceptualization, Boston: Hougton Mifflin.
_______________________________________
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
37/47
xxxvii
KEGIATAN BELAJAR 3:
WAWANCARA ASESMEN PERILAKU-KOGNITIF_____________________________________________________________
A.
Pengantar
Materi yang diperlakukan dalam konseptualisasi masalah adalah informasi-informasi
yang diperoleh atau dikumpulkan oleh konselor melalui berbagai kegiatan pengumpulan
data atau aplikasi instrumen. Dalam pengumpulan data itu konselor dapat menggunakan
satu atau lebih pendekatan, metode, atau teknik yang dipandang relevan dengan jenis
data yang akan dikumpulkan beserta dengan karakteristik siswa atau konseli. Salah satu
teknik yang banyak digunakan untuk mengumpulkan data konseli adalah wawancara
asesmen. Berikut ini akan diberikan suatu model wawancara asesmen untuk memberikanpemahaman yang lebih mendalam tentang bagiamana konselor mengumpulkan data dari
klein dengan cara-cara yang sistematis dan ilmiah.
Penggunaan wawancara dalam asesmen masalah konseli didasarkan pada beberapa
kelebihan yang ada di dalam pendekatan itu. Beberapa kelebihan itu, seperti
dikemukiakan oleh Cormier & Cormier (1985), antara lain adalah: (1) dalam wawancara
konseli dapat melibatkan pribadinya secara penuh dan keterlibatan pribadi konseli dapat
memperkuat keinginan untuk berubah; (2) percakapan dapat terus berlangsung sehingga
memungkinkan konselor untuk mengidentifikasi bidang permasalahan konseli lebih jauh;
(3) secara tidak langsung konseli mulai mengenal dan dapat belajar tentang metode-
metode pemecahan masalah yang mungkin akan digunakan pada pertemuan-pertemuanatau hubungan terapeutik yang akan dilaksanakan kemudian.
Kelebihan-kelebihan dari wawancara asesmen tersebut dapat diperoleh hanya jika
konselor mampu mendorong konseli untuk terlibat aktif dan memberikan informasi yang
seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya tentang pengalaman, perasaan, pikiran, dan
tindakan khususnya yang terkait dengan masalahnya. Jelas bahwa wawancara asesmen
bukan hanya sekedar peristiwa pengumpulan informasi, tetapi juga suatu peristiwa sosial
yang memungkinkan terjadinya pola-pola komunikasi dan berkembangnya hubungan
interpersonal antara konselor dan konseli. Dalam proses ini, antara konselor dan konseli
dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan yang tercipta ini selanjutnya
memainkan peran penting untuk menentukan apakah tujuan wawancara dapat atau tidakdapat dicapai. Dengan demikian, kemampuan untuk mengembangkan hubungan
interpersonal merupakan keterampilan lain yang perlu dimiliki oleh konselor di samping
ketrampilan dalam komunikasi wawancara itu sendiri.
B.Kompetensi
1. Standar kompetensi:
Dapat melakukan prosedur asesmen masalah untuk kepentingan mengembangkan
hipotesis masalah konseli dan merancang program bantuannya.
-
5/19/2018 Modul Analisis Masalah Dalam Konseling
38/47
xxxviii
2.
Kompetensi dasar:
Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran ini para peserta diklat diharapkan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu proses wawancara asesmen dari
perspektif perilaku-kognitif guna mengungkap berbagai kategori informasipenting sebagai dasar dalam membuat analisis tentang masalah yang dialaminya.
3. Indikator:
Secara khusus, setelah mengikuti kegiatan ini para peserta diklat diharapkan
memiliki kemampuan untuk :
(1)Menjelaskan pengertian wawancara asesmen dari perspektif perilaku-kognitif.
(2)Menjelaskan kategori-kategori informasi yang perlu diungklap dalam proses
wawancara asesmen perilaku-kognitif.
(3)
Mendemonstrasikan pelaksanaan bagian-bagian dari proses wawancara
asesmen perilaku-kognitif secara benar guna mengungkap kategori-kategori
informasi konseli.
C.Materi
1. Jenis informasi sasaran
Meskipun beberapa model konseling mungkin mengakui peran kehidupan masa
lalu konseli sebagai variabel penting yang perlu diungkap dalam proses asesmen
(Goldenberg, 1982), dalam konseling perilaku-kognitif peristiwa masa lalu
disebut histori - tidak perlu diperhatikan (diungkap) kecuali ia berkaitan denganamsalah sekarang (Cormier & Cormier, 1991). Informasi historis tersebut hanya
digunakan sebagai bagian dari proses asesmen secara keseluruhan untuk
membantu konselor mempertalikan potongan-potongan peritiwa yang berkaitan
dengan masalah atau kesulitan hidup konseli saat ini. Proses pengumpulan
informasi semacam ini disebut history taking.
Dalam banyak kasus, history taking terjadi pada proses wawancara wawancara
awal yang disebut intake interview. Wawancara awal ini tidak mengandung
unsur terapeutik melainkan hanya bersifat informasional belaka dan dapat
diadministrasikan oleh orang lain selain konselor. Menurut Cormier & Cormier
(1985), berbagai macam informasi dapat dihimpun dalam proses history takingtetapi yang paling penting adalah:
(1) Informasi tentang konseli
(2) Penampilan dan sikap atau cara bertindak secara umum
(3)
Peristiwa masa lalu (riwayat hidup) yang berkaitan dengan masalah
yang dialami sekarang
(4) Riwayat konseling atau penyembuhan yang pernah dilakukan
(5) Riwayat pendidikan dan pekerjaan
(6)
Riwayat keseha