bab ii landasan teori a. stres kerja 1. definisi stres kerja topik

27
15 BAB II LANDASAN TEORI A. Stres Kerja 1. Definisi stres kerja Topik stres telah menarik banyak peneliti untuk mempelajari stres dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Stres pada umumnya terjadi karena seseorang menerima sebuah kondisi yang tidak diharapkan dari lingkungannya, sehingga menimbulkan reaksi-reaksi tertentu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rollinson (2005) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan respon adaptif individu terhadap interaksi antara individu dengan pekerjaannya, yang mana seberapa tinggi tingkat yang dialami tergantung dari perbedaan individual atau proses psikologis lainnya. Lebih lanjut, Rollinson (2005) menjelaskan bahwa respon adaptif ini mencakup kondisi dan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh individu. Teori yang dikemukakan oleh Rollinson juga disepakati oleh ahli lainnya, seperti Kreitner & Kinicki (2005) yang mendefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan psikologis atau fisik pada individu. Luthans (2006) juga memberikan definisi yang sejalan mengenai stres kerja, yaitu sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisiologis, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

Upload: vuongtruc

Post on 17-Jan-2017

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja

1. Definisi stres kerja

Topik stres telah menarik banyak peneliti untuk mempelajari stres dalam

kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Stres pada umumnya terjadi

karena seseorang menerima sebuah kondisi yang tidak diharapkan dari

lingkungannya, sehingga menimbulkan reaksi-reaksi tertentu. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Rollinson (2005) yang menyatakan bahwa stres kerja

merupakan respon adaptif individu terhadap interaksi antara individu dengan

pekerjaannya, yang mana seberapa tinggi tingkat yang dialami tergantung dari

perbedaan individual atau proses psikologis lainnya. Lebih lanjut, Rollinson

(2005) menjelaskan bahwa respon adaptif ini mencakup kondisi dan perasaan

yang tidak menyenangkan yang dialami oleh individu. Teori yang dikemukakan

oleh Rollinson juga disepakati oleh ahli lainnya, seperti Kreitner & Kinicki (2005)

yang mendefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang merupakan suatu

konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang

memberikan tuntutan psikologis atau fisik pada individu. Luthans (2006) juga

memberikan definisi yang sejalan mengenai stres kerja, yaitu sebagai respon

adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisiologis,

psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

16

Berdasarkan pemaparan mengenai definisi stres kerja, dalam penelitian ini

stres kerja dipandang sebagai respon adaptif berupa kondisi dan perasaan yang

tidak menyenangkan yang dialami oleh individu akibat adanya ketidaksesuaian

antara kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan pekerjaan.

2. Dampak stres kerja

Menurut Rollinson (2005), keberadaan stres kerja dapat diukur melalui

intensitas dampak-dampak yang dialami oleh individu selama bekerja. Adapun

dampak-dampak stres kerja menurut Behr (dalam Rollinson, 2005) yaitu :

a. Dampak fisiologis (physiological outcomes)

Stres kerja dapat berdampak pada kesehatan fisiologis individu. Sebagai

ilustrasinya, sistem endokrin manusia memungkinkan tubuh untuk melawan dari

pengaruh seperti kuman dan mikroba, dan memainkan peran dalam penyediaan

energi adaptif untuk mengatasi hal-hal baru yang masuk ke tubuh, ketidakpastian

dan konflik; kondisi-kondisi yang berhubungan dengan sumber stres kerja. Jika

cadangan endokrin terbatas dan harus digunakan untuk menyediakan energi untuk

mengatasi sumber stres kerja, maka sederhananya, individu tersebut akan

kekurangan energi untuk melawan mikroba. Stres kerja yang berat juga diketahui

sering diiringi dengan meningkatnya kolesterol di dalam darah dan meningkatnya

tekanan darah. Oleh karena fenomena ini berhubungan dengan serangan jantung,

maka hal ini merupakan alsan yang mendasar bahwa stres merupakan faktor

penyumbang utama, dan ada juga yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

beberapa bentuk kanker dan stres kerja. Selain itu, stres kerja juga dapat

mengganggu ritme sirkadian pada individu sehingga dapat menyebabkan masalah

17

pada gastrointestinal (lambung) dan pola tidur. Selanjutnya, stres kerja yang

berkepanjangan juga dapat menyebabkan ketegangan fisik yang menyakitkan dan

umumnya terjadi di jaringan tulang punggung sehingga menyebabkan rasa nyeri

di sekitar punggung hingga area kepala.

b. Dampak psikologis (psychological outcomes)

Dampak dari stres pada kondisi psikologis individu, yaitu :

1) Frustrasi dan agresi

Frustrasi terjadi ketika pencapaian tujuan terhalangi. Terhalangnya

pencapaian tujuan merupakan hal yang selalu ada di dalam kehidupan kerja dan

banyak sumber stres telah dijelaskan dapat memunculkan kondisi frustrasi. Ketika

kondisi frustrasi yang dialami terjadi dalam periode yang panjang atau telah

berlebihan dari ambang batas yang dapat ditoleransi, frustrasi dapat

menggerakkan suatu kondisi emosional yang sangat mudah memburuk menjadi

agresi. Oleh sebab itu, tidak heran apabila stres yang berat berhubungan dengan

perilaku agresif seperti melontarkan kata-kata yang kasar, menggunakan nadayang

meninggi pada saat berbicara, permusuhan di dalam hubungan interpersonal, atau

bahkan sabotase.

2) Kecemasan

Kecemasan terjadi ketika sesorang yakin bahwa ia tidak memiliki solusi yang

efektif untuk menghadapi situasi yang mengganggu; memiliki rasa takut yang

merupakan reaksi terhadap bahaya yang dianggap ada. Banyak sumber stres yang

telah diidentifikasikan di awal berhubungan dengan ambigitas dan ketidakpastian

mengenai masa depan, dan hampir selalu mendorong terjadinya kecemasan. Rasa

18

cemas ini juga dapat menyebabkan perasaan yang kurang bahagia terhadap

kehidupan yang dimiliki, baik kehidupan pribadi, pekerjaan maupun sosial.

3) Depresi

Oleh karena depresi dapat terjadi dalam bentuk yang sangat bervariasi dan

berbeda, maka depresi sangat sulit untuk dijelaskan. Meskipun demikian, Flach

(dalam Rollinson, 2005) memberikan beberapa gejala dari depresi yang kronik,

yaitu tidur yang terganggu, kehilangan selera makan, rendahnya dorongan

seksual, kebimbangan, kelelahan, kurangnya konsentrasi, menghindari kontak

sosial, tidak dapat menemukan kesenangan hampir dalam segala hal, dan merasa

terperangkap dan tidak berdaya.

4) Kelelahan (Burnout)

Kelelahan (burnout) dapat dijelaskan sebagai rasa kelelahan yang

berkembang ketika individu mengalami banyak sekali tekanan dan kurangnya

sumber kepuasan. Meskipun hal ini lebih bersifat umum dibandingkan depresi,

burnout hampir selalu diasosiasikan dengan sumber stres yang berhubungan

dengan pekerjaan dan berhubungan juga dengan dampak-dampak berupa

kelelahan emosional, kelelahan fisik, tidur yang terganggu, ketiadaan perasaan

positif mengenai pekerjaan, perasaan tidak berdaya dan tidak berguna, memiliki

perspektif pesimis terhadap hampir seluruh hal yang berhubungan dengan

pekerjaan.

19

c. Dampak kognitif (cognitive outcomes)

Stres kerja juga berdampak pada proses berpikir individu karena hormon

yang dilepaskan selama mengalami stres kerja dapat berpengaruh terhadap sistem

kerja otak. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, penurunan daya

ingat, penurunan kemampuan untuk memperhatikan, dan penyimpangan persepsi

(hanya pada kasus-kasus yang ekstrim).

d. Dampak perilaku (Behavioural Outcomes)

Stres kerja dapat berdampak pada perilaku individu, seperti performa kerja

menurun, ketidakhadiran, turnover, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan.

3. Pengukuran Stres Kerja

Pengukuran stres kerja melalui intensitas dampak-dampak yang dialami oleh

individu dilakukan dengan teknik self-report measure (Rollinson, 2005 ;

Robbins, 2006). Self-report measure menggunakan kuesioner yang berisikan

pernyataan mengenai intensitas pengalaman fisiologis, psikologis, kognitif, dan

perilaku yang dialami dalam peristiwa kehidupan bekerja seseorang. Pernyataan

yang diajukan tidak bersifat mutlak. Artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi saat itu.

Pengukuran stres kerja dengan teknik self-report measure akan menunjukkan

seberapa berat stres kerja yang dialami dan akan diklasifikasikan ke dalam

berbagai tingkatan stres kerja (Rice, dalam Rollinson 2005 ; Robbins, 2006).

Adapun tingkatan stres kerja sebagai berikut:

a) Stres ringan. Terjadi apabila seorang karyawan dalam melaksanakan

pekerjaannya merasakan adanya sedikit tekanan. Biasanya tekanan yang

20

dialami tidak berlangsung lama, hanya bebnerapa menit atau hitungan jam. Jika

mengalami stres ringan, maka motivasi dan kreativitas kerja karyawan

menurun.

b) Stres sedang. Terjadi apabila seorang karyawan dalam melaksanakan

pekerjaannya merasakan adanya tekanan dalam jumlah optimal dan dapat

memacu dalam melaksanakan pekerjaan. Biasanya tekanan yang dialami

berlangsung lebih lama. Rentang terjadinya tekanan mulai dari beberapa jam

hingga beberapa hari. Jika mengalami stres sedang, akan muncul rasa tidak

puas terhadap pekerjaan dan timbul konflik hubungan interpersonal.

c) Stres berat. Terjadi apabila seorang karyawan apabila dalam melaksanakan

pekerjaannya merasakan tekanan yang berada di luar kemampuannya untuk

menghadapinya. Tekanan yang dihadapi biasanya berlangsung dalam hitungan

minggu hingga beberapa tahun. makin sering dan makin lama situasi stres

maka semakin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Jika mengalami stres

berat, maka akan timbul rasa jenuh dalam bekerja, mudah menyerah/putus asa,

produktivitas kerja menurun, loyalitas berkurang, dan meninggalkan kerja atau

tidak hadir saat bekerja.

B. Beban Kerja Mental

1. Definisi beban kerja mental

Beban kerja mental dicetuskan pertama sekali oleh Henry R. Jex (dalam

Hancock & Meshkati, 1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ; Weigl dkk., 2014)

yaitu persepsi karyawan mengenai selisih yang timbul dari beban atensi (antara

kapasitas karyawan dan tuntutan tugasnya) ketika sedang melakukan suatu tugas

21

tertentu. Selama beberapa tahun terakhir, banyak sekali peneliti yang

mengembangkan riset mengenai beban kerja mental dengan merujuk pada konsep

yang dicetuskan oleh Henry R. Jex, diantaranya adalah Hancock dan Meshkati

(1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ; Weigl dkk., 2014).

Menurut Meshkati (Hancock & Meshkati, 1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ;

Weigl dkk., 2014), pada dasarnya aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi

kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun

masih dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan

dominasi aktivitas mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan

konsekuensi, yaitu munculnya beban kerja fisik dan beban kerja mental.

Hancock dan Meshkati (1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ; Weigl dkk.,

2014) juga menjelaskan bahwa beban kerja mental merupakan evaluasi subjektif

karyawan terhadap jarak antara tuntutan pekerjaan (task demand) dengan

kapasitas pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mental. Sejalan dengan itu,

Wickens & Holland (2000) menyatakan beban kerja mental sebagai hubungan

antara kemampuan kerja dan tuntutan tugas.

Oleh sebab itu, di dalam penelitian ini beban kerja mental dipandang sebagai

persepsi karyawan terhadap kesenjangan antara kapasitas yang dimilikinya

dengan kebutuhan pekerjaan yang harus ia lakukan.

2. Pengukuran beban kerja mental

Beban kerja mental dapat diukur secara subjektif, yaitu pengukuran yang

sumber data yang dioleh adalah data yang bersifat kualitatif dan berasal dari

persepsi individu (Hancock dan Meshkati, 1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ;

22

Weigl dkk., 2014). Terdapat beberapa metode pengukuran beban kerja mental

secara subjektif. Menurut Hancock dan Meshkati (1988 ; Munoz dan Martinez,

2006 ; Weigl dkk., 2014) metode pengukuran yang paling banyak digunakan dan

terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah Subjective Workload

Assesment Technique (SWAT). Pada bidang layanan jasa, SWAT terbukti efektif

untuk mengukur beban kerja mental dalam bidang layanan jasa. Seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh Revalicha & Sami’an (2013) pada perawat di

RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang menggunakan SWAT sebagai alat ukur beban

kerja mental.

Metode pengukuran SWAT dikembangkan oleh Gary B. Reid dari Divisi

Human Engineering pada Armstrong Laboratory, OHIO-USA, yang didasarkan

pada teori Henry R. Jex mengenai beban kerja mental. Metode ini menggunakan 3

dimensi beban kerja mental sebagai acuan pengukurannya (Reid & Nygren, dalam

Wickens dan Holland, 2000), seperti yang dijabarkan pada tabel 1.

Tabel 1. Dimensi Pengukuran Beban Kerja Mental SWAT

NO DIMENSI KETERANGAN

1 Beban Waktu (Time Load) Menunjukkan jumlah waktu yang

tersedia dalam perencanaan,

pelaksanaan dan distribusi tugas.

2 Beban Usaha Mental (Mental

Effort)

Menunjukkan banyaknya usaha mental

dalam melaksanakan suatu pekerjaan ;

berkaitan dengan keterampilan dan

proses kognitif.

3 Beban Tekanan Psikologis

(Psychological Stress)

Menunjukkan tingkat resiko pekerjaan,

kejelasan pekerjaan, kesesuaian

kompensasi yang diperoleh, dan

frustrasi.

Peneliti mengembangkan alat ukur untuk mengukur beban kerja mental

berdasarkan dimensi pengukuran SWAT yang dikemukakan oleh Reid (Reid &

23

Nygren, dalam Wickens dan Holland, 2000). Hal ini dilakukan agar konten alat

ukur yang digunakan sesuai konteks penelitian pada frontliner di Bank Mandiri

area Pematangsiantar.

Pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT akan menunjukkan

seberapa berat beban kerja mental yang dialami dan akan diklasifikasikan ke

dalam berbagai tingkatan beban kerja mental (Reid & Nygren, dalam Wickens

dan Holland, 2000). Adapun tingkatan beban kerja mental sebagai berikut:

a) Beban kerja mental ringan. Terjadi jika karyawan sering memiliki waktu luang.

Interupsi atau penumpukan tugas diantara aktivitas-aktivitas jarang terjadi atau

bahkan tidak ada sama sekali. Selain itu, sangat sedikit usaha mental atau

konsentrasi yang dibutuhkan. Aktivitas hampir bersifat otomatis dan

membutuhkan sedikit perhatian atau bahkan tidak membutuhkan perhatian

sama sekali. Terjadi sedikit kebingungan, resiko, dan kekhawatiran dimana hal-

hal tersebut dapat diakomodasi secara mudah.

b) Beban kerja mental sedang. Terjadi jika karyawan kadang-kadang mempunyai

waktu senggang. Interupsi atau penumpukan aktivitas kadang terjadi.

Membutuhkan usaha mental atau konsentrasi dengan jumlah sedang, yang

mana hal ini disebabkan oleh ketidaktentuan, kesulitan untuk melakukan

prediksi atau kurang terbiasa dengan tugas. Selain itu terjadi tekanan dengan

tingkat sedang yang disebabkan oleh kebingungan dan kekhawatiran yang ada

dalam beban kerja. Hal ini membutuhkan kompensasi yang signifikan untuk

mempertahankan kinerja yang dibutuhkan.

24

c) Beban kerja mental berat. Terjadi jika karyawan hampir tidak memiliki waktu

luang. Interupsi atau penumpukan jumlah aktivitas sering terjadi setiap waktu.

Selain itu juga membutuhkan banyak usaha mental dan konsentrasi. Aktivitas

yang dilakukan sangat kompleks dan membutuhkan perhatian total. Tekanan

yang dihadapi sangat tinggi atau sangat sering terjadi yang disebabkan oleh

kebingungan dan kekhawatiran. Sangat diperlukan determinasi dan kontrol diri

yang kuat untuk mengatasinya.

C. Hardiness

1. Definisi hardiness

Konsep hardiness pertama kali dikemukakan oleh Kobasa (dalam Rollinson,

2005). Kobasa memulai dengan adanya perbedaan-perbedaan interpersonal dalam

kontrol pribadi dan mengkombinasikan variabel ini dengan yang lain, agar dapat

dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif (Smet, 1993).

Konseptualisasinya tentang hardiness adalah sebagai tipe kepribadian yang

penting sekali dalam perlawanan terhadap stres. Hardiness merupakan konstelasi

atau sekumpulan ciri kepribadian yang memampukan individu untuk bertahan

dalam situasi yang penuh tekanan sehingga menjadikannya lebih kuat, tahan,

stabil dan optimis dalam menghadapi stres dan mengurangi efek negatif yang

dihadapi (Kobasa, dalam Rollinson, 2005).

Sejalan dengan itu, DiMatteo dan Martin (2002) juga menjelaskan bahwa

hardiness adalah konstruk psikologi yang merujuk pada kestabilan individu dalam

memberikan respon terhadap peristiwa. Rollinson (2005) juga sependapat dengan

Kobasa bahwa hardiness merupakan karakteristik psikologis yang dapat

25

membantu individu untuk bertahan menghadapi stres. Kreitner dan Kinicki

(2005) juga menyebutkan bahwa hardiness melibatkan kemampuan secara sudut

pandang atau secara keperilakuan mengubah sumber stres yang negatif menjadi

tantangan yang positif. Nelson dan Quick (2011) juga memperkuat gagasan

bahwa hardiness merupakan suatu konstelasi tipe kepribadian yang mampu

bertahan terhadap distress dan dikarakteristikkan oleh komitmen, kontrol dan

tantangan.

Rollinson (2005) menyebutkan bahwa individu dengan hardiness yang

tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres.

Individu yang memiliki hardiness yang rendah dalam kondisi memiliki

ketidakyakinan akan kemampuan dalam mengendalikan situasi. Individu dengan

hardiness yang rendah memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya

serta diatur oleh nasib. Penilaian tersebut menyebabkan kurangnya pengharapan,

membatasi usaha dan mudah menyerah ketika mengalami kesulitan sehingga

mengakibatkan kegagalan.

Pada penelitian ini, hardiness dipandang sebagai sekumpulan ciri

kepribadian yang memampukan individu untuk bertahan dalam situasi yang penuh

tekanan sehingga menjadikannya lebih kuat, tahan, stabil dan optimis dalam

menghadapi stres dan dapat mengurangi efek negatif yang dihadapi.

2. Karakteristik hardiness

Hardiness terdiri dari tiga karakteristik yaitu komitmen, kontrol, dan

tantangan. Menurut Kobasa (Rollinson, 2005 ; Kreitner & Kinicki, 2005). Adapun

penjelasan dari ketiga karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

26

a. Komitmen

Komitmen didefinisikan sebagai sejauh mana keterlibatan individu pada

pekerjaan mereka. Karakteristik komitmen juga melibatkan kemampuan untuk

percaya pada kebenaran, kepentingan, dan nilai-nilai yang menarik dari hal yang

sedang dilakukannya. Orang yang berkomitmen memiliki suatu pemahaman akan

tujuan dan tidak menyerah di bawah tekanan karena mereka cenderung

menginvestasikan diri mereka sendiri dalam situasi tersebut.

b. Tantangan

Tantangan didefinisikan sebagai sejauh mana individu tersebut meyakinii

bahwa perubahan merupakan hal yang wajar. Tantangan merupakan keyakinan

bahwa perubahan merupakan suatu bagian yang normal dari kehidupan. Oleh

karena itu, perubahan dipandang sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan

dan perkembangan dan bukan sebagai ancaman pada keamanan. Pandangan ini

menjadikan individu gigih dan antusias dalam menyongsong masa depan.

c. Kontrol

Kontrol didefinisikan sebagai sejauh mana individu merasa ia mampu

mempengaruhi hasil akhir dari suatu peristiwa. Kontrol melibatkan keyakinan

bahwa individu mampu mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Orang-

orang yang memiliki ciri ini lebih cenderung meramalkan peristiwa yang penuh

stres sehingga dapat mengurangi keterbukaan mereka pada situasi yang

menghasilkan kegelisahan. Selanjutnya, persepsi mereka atas keadaan terkendali

dan mengarahkan potensi internal untuk menggunakan strategi penanggulangan

yang proaktif.

27

Karakteristik hardinessdisajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Karakteristik-Karakteristik Hardiness

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

1 Komitmen Kecenderungan untuk melibatkan diri ke dalam

pekerjaan, kegigihan saat menyelesaikan tugas dan

memperoleh hasil yang baik dalam pekerjaan.

2 Tantangan Kecenderungan untuk memandang hidup sebagai

suatu perubahan dalam hidupnya sebagai sesuatu

yang wajar, dapat mengantisipasi perubahan, dan

dapat menarik pelajaran dari pengalamanyang

sudah dilalui.

3 Kontrol Kecenderungan untuk menerima dan percaya

bahwa ia dapat mengontrol dan mempengaruhi

suatu kejadian ketika berhadapan dengan hal-hal

yang tidak terduga, menghindari resiko yang tinggi

dan mengambil kesempatan yang dapat membuat

dirinya menjadi lebih baik.

Berdasarkan karakteristik tersebut, Kobasa (dalam Rollinson, 2005)

mengasumsikan bahwa ketiganya dapat membantu individu untuk bertahan dan

mengatasi stres dengan menjadikannya pembatas antara dirinya dan sumber stres

di tempat kerja. Hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang melibatkan

kemampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan

dan memberikan makna positif terhadap kejadian tersebut sehingga tidak

menimbulkan stres pada individu yang bersangkutan.

D. Frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar

1. Bank Mandiri area Pematangsiantar

Bank Mandiri area Pematangsiantar merupakan salah satu wilayah kerja Bank

Mandiri yang ada di Indonesia. Bank Mandiri area Pematangsiantar terdiri dari 3

kantor cabang, yaitu kantor cabang Sudirman, kantor cabang Sutomo, dan Kantor

28

Cabang Pembantu Megaland. Saat ini Bank Mandiri area Pematangsiantar

memiliki 79 orang karyawan.

Berikut ini adalah visi dan misi dari Bank Mandiri area Pematangsiantar.

a) Visi

Bank Mandiri area Pematangsiantar memiliki visi yang sama dengan visi

Bank Mandiri secara nasional, yaitu : :

1) Menjadi lembaga keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu

progresif.

2) Menjadi bank terpercaya dan terpilih serta menguasai pangsa pasar semua

segmen bisnis yang menguntungkan di Indonesia.

3) Menjadi bank yang dikenal secara luas sebagai perusahaan publik terkemuka

(Blue Chip Company) di Asia Tenggara (Regional Champion Bank).

b) Misi

Misi yang dibawa oleh Bank Mandiri area Pematangsiantar juga sama dengan

misi Bank Mandiri secara nasional, yaitu :

1) Berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar.

2) Mengembangkan sumber daya manusia profesional.

3) Memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder.

4) Melaksanakan manajemen terbuka.

5) Peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.

29

2. Frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar

Frontliner Bank Mandiri area Pematangsiantar terdiri teller dan customer

service yang berjumlah 56 orang. Adapun job description untuk teller dan

customer service di Bank Mandiri area Pematangsiantar adalah sebagai berikut :

a. Job description teller di Bank Mandiri area Pematangsiantar

1) Pengembangan Bisnis

a) Memberikan pelayanan yang baik, cepat dan tepat kepada nasabah sesuai

“Standar Pelayanan Teller”.

b) Menjaga kerapihan dan kebersihan counter Teller

c) Mendukung / ikut serta melaksanakan Cross Selling atas produk-produk Bank

Mandiri.

d) Menampung usul/saran nasabah dan menyampaikannya kepada atasan.

e) Melaksanakan Cross-Selling atas produk-produk Bank Mandiri kepada

eksisting nasabah.

f) Melaksanakan pemasaran dan promosi produk dan jasa Bank Mandiri dengan

cara menjual dan mempromosikan produk retail, melalui :

(1) Secara proaktif memberikan informasi dan menawarkan produk dan jasa serta

transaksi Bank Mandiri kepada nasabah.

(2) Menyarankan kepada nasabah untuk memanfaatkan produk dan jasa Bank

Mandiri lainnya.

(3) Memberikan brosur-brosur Produk dan Jasa Bank Mandiri

(4) Membantu dan mengantar nasabah ke petugas lainnya.

(5) Membantu nasabah dalam pengisian formulir transaksi.

30

(6) Memelihara nasabah lama dan mencari nasabah baru yang potensial.

2) Kegiatan Operasional

a) Melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan ketentuan dan SOM yang telah

ditetapkan.

b) Memproses / melaksanakan transaksi tunai dan non tunai termasuk warkat-

warkat sesuai batas wewenangnya.

c) Meyakini kebenaran dan keaslian uang tunai/bank notes dan warkat berharga

d) Meyakini kesesuaian jumlah fisik uang dengan warkat transaksi.

e) Melaksanakan pembukuan dan validasi dengan benar.

f) Menjamin kerahasiaan password milik sendiri dan tidak melakukan sharing

password dengan pegawai lainnya.

g) Menjaga keamanan, kebersihan dan ketertiban pemakaian terminal komputer.

h) Melaksanakan penukaran uang lusuh ke Cabang Koordinator/Pooling

cash/Bank Indonesia.

i) Menjaga keamanan dan kerahasiaan kartu specimen tanda tangan nasabah.

j) Menjaga kerapihan dan kebersihan counter Teller.

k) Menjaga kerapihan dan kebersihan counter Teller.

l) Menyediakan uang tunai pada ATM yang berada di bawah kelolaan Outlet.

m) Melakukan verifikasi antara voucher dengan validasi dan laporan transaksi

teller.

n) Meyakini keaslian dan keabsahan specimen tanda tangan nasabah pada warkat

bank dan form transaksi penarikan antar cabang.

o) Memeriksa identitas nasabah dengan benar.

31

p) Menjamin keamanan boks Teller dan kewenangan memegang kunci boks.

q) Melakukan verifikasi dan menandatangani warkat transaksi.

r) Melaksanakan pengambilan dan pengantaran uang ke Cabang Koordinator /

Pooling cash atau nasabah.

s) Melaksanakan tugas lainnya yang ditetapkan atasan sesuai dengan fungsi

jabatannya.

b. Job description customer service di Bank Mandiri area Pematangsiantar

1) Pengembangan Bisnis

a) Melaksanakan Cross-Selling atas produk-produk Bank Mandiri kepada

eksisting nasabah.

b) Melaksanakan pemasaran dan promosi produk dan jasa Bank Mandiri, antara

lain:

(1) Menjual dan mempromosikan produk retail, melalui :

(a) Secara proaktif memberikan informasi dan menawarkan produk dan jasa serta

transaksi Bank Mandiri kepada nasabah.

(b) Menyarankan kepada nasabah untuk memanfaatkan produk dan jasa Bank

Mandiri lainnya.

(c) Memberikan brosur-brosur Produk dan Jasa Bank Mandiri

(d) Membantu dan mengantar nasabah ke petugas lainnya.

(e) Membantu nasabah dalam pengisian formulir transaksi.

(f) Memelihara nasabah lama dan mencari nasabah baru yang potensial.

(2) Pembukaan, pemeliharaan, dan penutupan rekening seluruh produk dana,

antara lain:

32

(a) Menerima permohonan pembukaan dan penutupan rekening giro, tabungan,

deposito berjangka, sertifikat deposito.

(b) Menerima permohonan dan memproses pelayanan jasa-jasa retail lainnya

antara lain : Safe Deposit Box, Kartu ATM Mandiri, Payment Point.

(c) Memasukkan data nasabah kedalam komputer.

(d) Memeriksa keabsahan dokumen antara lain : Kartu Identitas, Akta Pendirian

Perusahan, SIUP, NPWP, TDP.

(e) Meneruskan permohonan nasabah ke CSO untuk diverifikasi.

c) Mengelola data base nasabah sebagai alat bantu dalam pengembangan bisnis

perbankan.

d) Menerima dan meneruskan permohonan consumer loan

e) Memberikan informasi / penjelasan produk dan jasa lainnya kepada nasabah

sesuai dengan kewenangan dan ketentuan yang berlaku.

f) Menangani keluhan / komplain nasabah.

2) Kegiatan Operasional

a) Melaksanakan kegiatan-kegiatan Operasional Cabang sesuai dengan Standar

Operasional Manual (SOM) dan ketentuan yang telah ditetapkan.

b) Melaksanakan pelayanan kepada nasabah sesuai standar pelayanan yang

ditentukan Bank Mandiri.

c) Membuat data base nasabah / update dan mengadministrasikannya dengan

tertib.

d) Melakukan pengamanan, pemeliharaan dan pengelolaan surat-surat berharga

dengan baik sesuai dengan ketentuan.

33

e) Memberikan pelayanan rekening.

f) Memberikan informasi / penjelasan produk dan jasa lainnya kepada nasabah

sesuai dengan kewenangan dan ketentuan yang berlaku.

g) Melaksanakan transaksi trade services sesuai standar prosedur dan kualitas

yang ditetapkan.

h) Mengadministrasikan, mengencode dan menginput data buku cek/BG.

i) Menerima dan membantu menyelesaikan keluhan nasabah.

j) Melaksanakan tugas-tugas administrasi customer service.

k) Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh CSO.

l) Melaksanakan input data ke dalam komputer dengan benar.

m) Bertanggung jawab atas kerahasiaan password milik sendiri dan tidak

melakukan sharing password dengan pegawai lainnya.

n) Mengadministrasikan surat-surat berharga dan dokumen lainnya sesuai

ketentuan.

34

E. Kerangka Penelitian Pengaruh Hardiness Atas Kuat Lemahnya Peranan

Beban Kerja Mental terhadap Stres Kerja pada Frontliner di Bank

Mandiri Area Pematangsiantar

Keterangan :

= Mengalami.

= Mempengaruhi.

Gambar 2. Kerangka Penelitian Pengaruh Hardiness Atas Kuat Lemahnya

Peranan Beban Kerja Mental terhadap Stres Kerja pada Frontliner di Bank

Mandiri Area Pematangsiantar

FRONTLINER

Di Bank Mandiri Area

Pematangsiantar

BEBAN KERJA

MENTAL

1) Beban Waktu

2) Beban Usaha Mental

3) Beban Tekanan

Psikologis

STRES KERJA

1) Dampak fisiologis

2) Dampak Psikologis

3) Dampak Kognitif

4) Dampak Perilaku

HARDINESS

1) Beban Waktu

2) Beban Usaha Mental

3) Beban Tekanan Psikologis

35

F. Dinamika Pengaruh Hardiness atas Kuat Lemahnya Peranan Beban

Kerja Mental terhadap Stres Kerja pada Frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar

Bank dapat dikatakan sebagai salah satu pemain yang memiliki peranan

penting di dalam dunia perekonomian suatu negara. Keberadaan bank sudah tidak

asing di mata masyarakat. Baik bank BUMN maupun bank swasta saling

berkompetisi untuk menduduki posisi teratas dengan masyarakat sebagai pasar

yang dituju. Sehingga tidak mengherankan apabila setiap bank berusaha

melakukan pengembangan-pengembangan dan inovasi agar dapat bertahan di

tengah persaingan yang sangat ketat dalam mendapatkan nasabah. Apabila sebuah

bank tidak dapat menampilkan performa terbaik mereka, terutama dalam proses

pelayanan terhadap nasabah, maka akan berdampak pada penilaian nasabah

terhadap bank tersebut. Keharusan untuk menampilkan performa terbaik ini pada

akhirnya menuntut karyawan bank untuk dapat bekerja dengan optimal. Kondisi

ini juga terjadi pada Bank Mandiri area Pematangsiantar.

Sebagai perusahaan jasa, Bank Mandiri area Pematangsiantar tentu

mengedepankan frontliner sebagai lini terdepan yang berhubungan secara

langsung dengan nasabah. Keberadaan frontliner menjadi sangat penting karena

mereka yang menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan yang baik

kepada nasabah sehingga nasabah tersebut merasa puas dan terdorong untuk

menjadi nasabah yang loyal. Oleh sebab itu, banyak sekali tuntutan yang

dibebankan pada frontliner, seperti tuntutan untuk menerapkan aturan Standar

Layanan, untuk menjalankan proses cross selling produk-produk perbankan,

36

untuk bertanggung jawab atas uang tunai dan transaksi perbankan yang ia proses,

untuk memenuhi penilaian kinerja yang memuaskan, hingga keharusan untuk

mencapai target pencapaian nasabah dan memasarkan produk-produk perbankan

secara langsung kepada nasabah di luar jam layanan kantor.

Seluruh tuntutan ini menyebabkan adanya beban kerja yang harus dijalani

dan dipenuhi oleh frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar. Mengingat

aktivitas di Bank Mandiri area Pematangsiantar lebih didominasi oleh aktivitas

yang melibatkan mental atau pikiran, tidak mengherankan apabila para frontliner

lebih banyak dibebani oleh beban kerja mental. Jika beban kerja mental yang

dirasakan terlalu melebihi kapasitas yang dimiliki frontliner, maka bisa

mempengaruhi kinerja. Hal ini dibuktikan dengan studi yang dilakukan oleh

Kuratsune, dkk (2012) mengenai beban kerja mental yang berlebih dan

berkepanjangan dapat menyebabkan kelelahan pada karyawan. Hal ini terjadi

karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan di saat yang bersamaan sehingga

sangat menyita waktu luang yang dimiliki oleh frontliner. Banyaknya tugas yang

datang dalam rentang waktu yang berdekatan juga membuat frontliner menjadi

bingung mengenai bagaimana cara yang harus dilakukan untuk menyelesaikan

seluruh tugas. Frontliner juga merasa bingung mengenai tugas mana yang harus

dikerjakan terlebih dahulu. Apalagi tugas-tugas yang harus dijalankan oleh

frontliner memiliki tingkat resiko yang tinggi, tentunya sangat membutuhkan

konsentrasi yang tinggi saat mengerjakannya. Frontliner yang setiap harinya terus

menerus menghadapi kondisi seperti ini akan merasa kelelahan.

37

Sejalan dengan itu, Marizki, Wahyuning, & Desrianty (2014) juga

menyatakan bahwa beban kerja mental menyebabkan terganggunya ritme tidur

karyawan. Kondisi ini tidak mengherankan dan wajar saja dialami oleh frontliner.

Ketika frontliner pulang dengan pikiran yang masih dipenuhi oleh tugas-tugas

yang belum terselesaikan tentu merasa gelisah karena teringat mengenai tugas-

tugasnya, sehingga sulit untuk mendapatkan istirahat yang berkualitas. Mubarok

(2007) juga menemukan bahwa beban kerja mental menyebabkan karyawan

mengalami penurunan motivasi. Banyaknya tugas-tugas yang diberikan dan selalu

bertambah dari waktu ke waktu bisa menyebabkan frontliner merasa jenuh dan

kehilangan semangat untuk menyelesaikan dengan tepat dan cepat sehingga

terjadi penurunan motivasi dalam bekerja.

Pemaparan di atas mencerminkan adanya masalah fisiologis, psikologis,

kognitif, dan perilaku yang dialami oleh frontliner yang disebabkan beratnya

beban kerja mental yang dihadapi. Kondisi ini merupakan indikasi dari stres kerja.

Rollinson (2005) menyatakan bahwa keberadaan stres kerja di perusahaan dapat

ditandai dengan adanya masalah yang berkaitan dengan aspek fisiologis, aspek

psikologis, aspek kognitif, dan aspek perilaku karyawan. Kondisi ini juga

didukung oleh fakta bahwa beberapa studi terakhir menyimpulkan bahwa setiap

tahunnya terjadi peningkatan kasus stres kerja di Indonesia dan berpotensi

menimbulkan dampak sosial, emosional, psikologis dan masalah-masalah yang

berhubungan dengan kesehatan (Almasitoh, 2011).

Stres kerja terjadi karena tidak atau kurang adanya kecocokan antara

frontliner dengan lingkungan tempat kerjanya, sehingga menyebabkan

38

ketidakmampuan untuk menghadapi berbagai tuntutan secara efektif. Stres yang

tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan frontliner

untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungan kerjanya. Hal ini sejalan

dengan pandangan Robbins (2006) yang menyatakan bahwa ketidakseimbangan

antara tuntutan dalam pekerjaan dan kemampuan individu untuk mengatasi

tuntutan tersebut akan menyebabkan stres kerja. Sejalan dengan itu, Roslan (2011)

dalam penelitiannya juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

tuntutan perusahaan dengan stres kerja karyawan.

Stres kerja merupakan suatu konsekuensi dari pekerjaan yang tidak dapat

dihindari dan bisa saja menimpa setiap frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar. Kondisi ini didukung oleh beberapa studi yang menemukan

bahwa frontliner bank di Indonesia rentan terhadap stres kerja (Mahardiani dan

Pradhanawati, 2013 ; Permaitiyas, 2013). Sehingga wajar apabila ditemukan

fenomena bahwa ada beberapa frontliner yang akhirnya tidak tahan hingga

memutuskan untuk mengundurkan diri dari bank meskipun harus membayar

sejumlah uang sebagai ganti rugi terhadap perusahaan.

Meskipun begitu, berat ringannya stres kerja yang dialami tiap frontliner di

Bank Mandiri area Pematangsiantar dapat bervariasi. Kemampuan frontliner

untuk bertahan dalam menghadapi situasi yang menekan merupakan salah satu hal

yang menentukan kadar stres yang dialami. Kemampuan untuk bertahan ini

dikenal juga sebagai hardiness. Menurut Kobasa (dalam Rollinson, 2005)

hardiness merupakan karakteristik personal yang penting sekali dalam perlawanan

individu terhadap stres kerja.

39

Seberapa tinggi hardiness yang dimiliki akan menentukan berhasil atau

tidaknya seorang frontliner bertahan dan mengelola segala masalah, tantangan dan

perubahan yang terjadi di lingkungan kerjanya. Semakin tinggi hardiness yang

dimilliki oleh seorang frontliner, maka kemampuannya untuk mengatasi masalah,

tantangan dan perubahan di lingkungan kerja akan semakin baik pula. Hal ini bisa

terjadi karena keberadaan hardiness dalam diri individu menjadikannya lebih

kuat, tahan, stabil dan optimis dalam menghadapi stres kerja dan mengurangi efek

negatif yang dihadapi (Kobasa, dalam Rollinson, 2005).

Sejumlah penelitian juga membuktikan pandangan bahwa hardiness efektif

dalam membantu individu lebih tahan banting terhadap stres kerja. Judkins (2005)

menemukan bahwa hardiness yang tinggi merupakan prediktor yang signifikan

dari rendahnya stres kerja. Sejalan dengan itu, da Silva dkk. (2013) menemukan

bahwa individu dengan hardiness yang tinggi memiliki stres kerja yang ringan.

McCalister dkk. (2006) juga menemukan bahwa hardiness merupakan salah satu

variabel yang mampu mengurangi stres kerja pada karyawan, meningkatkan

kebahagiaan dan penyesuaian. Lambert, Lambert & Yamase (2003) juga

menyatakan bahwa meningkatkan hardiness dapat memfasilitasi kemampuan

individu untuk mengatasi stres di tempat kerja.

Frontliner dengan hardiness tinggi juga terlihat mampu mencapai performa

kerja lebih baik dari yang tidak serta lebih dapat mencapai kepuasan dalam

bekerja. Kondisi ini terjadi karena individu yang memiliki hardiness yang tinggi

memiliki karakteristik untuk mampu mengubah sudut pandangnya dalam melihat

suatu permasalahan di lingkungan kerja sehingga dapat memperoleh hal yang

40

positif dari permasalahan tersebut. Pandangan yang positif terhadap lingkungan

kerja membuat frontliner memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya

sehingga tidak akan mudah menyerah sekalipun menghadapi tugas yang sulit.

Selain itu, setiap kesulitan yang datang bukan dipandang sebagai hambatan

melainkan sebagai sebuah tantangan yang harus ditaklukan. Sejalan dengan itu,

frontliner yang memiliki hardiness yang tinggi cenderung merasa mampu untuk

mengendalikan keberhasilan dari tugas yang dikerjakan. Wajar saja apabila

frontliner yang memiliki karakteristik-karakteristik hardiness seperti itu mampu

bertahan menghadapi segala sumber stres kerja yang muncul dan terhindar dari

stres kerja. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sonnentag &

Frese (dalam Rolllinson, 2005) yang mengemukakan bahwa hardiness merupakan

aspek sentral agar karyawan dapat memandang lingkungan kerja menjadi lebih

komprehensif dan bermakna sehingga tidak rentan mengalami stres kerja. Sindik

& Adzija (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa karakteristik yang

memberikan sumbangsih signifikan dalam membentuk hardiness pada individu

adalah karakteristik komitmen dan kontrol.

G. Hipotesa Penelitian

Adapun Hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Terkait dengan pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban kerja

mental terhadap stress kerja pada frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar : Hardiness secara signifikan mempengaruhi kuat lemahnya

peranan beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank

Mandiri area Pematangsiantar.

41

2. Terkait dengan pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja :

a. Mayor : Beban kerja mental secara signifikan mempengaruhi stres kerja pada

frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

b. Minor : Terdapat perbedaan besar pengaruh di antara ketiga dimensi beban

kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar.

3. Terkait dengan pengaruh hardiness terhadap stres kerja :

a. Mayor : Hardiness secara signifikan mempengaruhi stres kerja pada frontliner

di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

b. Minor : Terdapat perbedaan besar pengaruh di antara ketiga karakteristik

hardiness terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar.