bab i pendahuluanjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · indonesia,...

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan sandang, pangan atau papan untuk kelangsungan hidupnya. Individu memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun potensi yang ada pada setiap individu sangat terbatas sehingga harus meminta bantuan kepada individu lain yang sama-sama hidup dilingkungan sekitarnya atau yang dikenal manusia sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena fungsi-fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial manusia yang lainnya, dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat apabila bermanfaat bagi manusia lainnya. Fungsi-fungsi sosial manusia lahir dari kebutuhan akan fungsi tersebut oleh orang lain, dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh berbagai macam kebutuhan manusia. Setiap manusia memiliki kebutuhan masing- masing secara individual maupun kelompok, untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut, maka perlu adanya perilaku selaras yang dapat diadaptasi oleh

Upload: others

Post on 23-Nov-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, mereka

membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan sandang,

pangan atau papan untuk kelangsungan hidupnya. Individu memiliki potensi

untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun potensi yang ada pada setiap

individu sangat terbatas sehingga harus meminta bantuan kepada individu lain

yang sama-sama hidup dilingkungan sekitarnya atau yang dikenal manusia

sebagai makhluk sosial.

Manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam

pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan lainnya. Karena pada

dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan

bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena fungsi-fungsi sosial yang diciptakan

oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial

manusia yang lainnya, dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat

apabila bermanfaat bagi manusia lainnya.

Fungsi-fungsi sosial manusia lahir dari kebutuhan akan fungsi tersebut

oleh orang lain, dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh

berbagai macam kebutuhan manusia. Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-

masing secara individual maupun kelompok, untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan tersebut, maka perlu adanya perilaku selaras yang dapat diadaptasi oleh

Page 2: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

2

masing-masing manusia. Penyelarasan kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan

individu, kelompok dan kebutuhan sosial satu dan lainnya, menjadi konsentrasi

utama pemikiran manusia dalam masyarakat yang beradab (Bungin, 2008:25-26).

Indonesia adalah negara yang multikultural dan multi etnik, akan tetapi

golongan keturunan yang paling sulit kedudukannya dalam masyarakat indonesia

adalah masyarakat etnik cina. Etnik cina memiliki kebudayaan yang berbeda

dengan kebudayaan – kebudayaan yang dimiliki pada umumnya masyarakat di

Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama

sekali dari masyarakat yang terdapat di Indonesia (Suparlan, 1978).

Orang Tionghoa di Indonesia yang meliputi 3% (sekitar enam juta jiwa)

dari penduduk Indonesia, dalam jumlah yang relatif kecil ini orang Tionghoa

tersebar di Seluruh wilayah Indonesia. Meskipun merupakan kelompok

minoritas, keberadaan orang Tionghoa di Indonesia selalu menjadi bahan

perhatian. Dapat dikatakan bahwa hampir selalu ada reaksi bahwa tanggapan dari

masyarakat terhadap kehadiran orang Tionghoa di lingkungan kehidupan mereka.

Terutama jika muncul masalah yang melibatkan orang Tionghoa. Identitas

pribumi dan non pribumi yang sulit dihapus sering menimbulkan masalah yang

dapat memicu terjadinya konflik antar etnis.

Meskipun minoritas, keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia dianggap

berarti karena ada anggapan bahwa mereka sangat berperan dalam menjalankan

roda perekonomian di negara ini. Di negeri asalnya, nenek moyang orang

tionghoa hidup dalam konteks sebagai masyarakat agraris. Namun di perantauan

Page 3: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

3

dengan beratnya kondisi pergulatan hidup yang dihadapi, mereka

mengembangkan diri diluar bidang pertanian, yaitu perdagangan.

Dari sejak zaman VOC sampai beberapa rezim pemerintahan setelah

kemerdekaan, kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia dibatasi oleh berbagai

peraturan pemerintah yang bernuansa diskriminasi. Kondisi itu memaksa mereka

membatasi ekspresi publiknya. Bagi masyarakat pada umumnya sikap hidup

orang Tionghoa yang sangat berhati-hati seringkali memberikan kesan bahwa

orang Tionghoa sangat tertutup dalam kehidupan sosial budayanya atau dengan

kata lain dalam kehidupan sehari-hari orang Tionghoa dianggap bersikap

eksklusif.

Secara umum etnik cina di Indonesia membuat lingkungannya sendiri

untuk dapat hidup secara “eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan

atau tradisi leluhur. Ong Hok Kham ( dalam Ning, 1992) menyatakan bahwa

eksklusivisme orang cina itu disebabkan oleh kehendak mereka sendiri, bukan

disebabkan oleh pemisahan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai

kelompok minoritas. Jika memang demikian, alam pemikiran etnik cina itu masih

seperti pola pikir masa silam pada masa penjajahan.

Era reformasi yang sedang berlangsung di indonesia sejak tahun 1998

mengubah tatanan berbagai segi kehidupan yang ada dalam masyarakat. Peristiwa

kerusuhan Mei 1998 yang melindas orang Tionghoa di Indonesia. Dalam

kaitannya dengan upaya pemerintah pasca orde baru untuk membangun

kesetaraan tanpa diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, langkah nyata

yang dilakukan oleh Abdurrahman Wahid waktu itu adalah dengan mengeluarkan

Page 4: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

4

keputusan Presiden No 6/2000 yang mencabut Intruksi Presiden No 14/1967

yang bersisikan tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Dengan

dikeluarkannya Kepres No 6/2000, orang Tionghoa di Indonesia diperbolehkan

menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat cina tanpa

harus meminta izin khusus (Setiati, Dwi, 2012:.3).

Generasi-generasi yang pada tahun 1998 masih anak-anak mungkin tidak

mengalami secara langsung diskriminasi dan perlakuan buruk dari warga pribumi

terhadap warga keturunan Tionghoa. Kalaupun mengalami, mungkin belum cukup

dewasa untuk memahami sepenuhnya arti dari kejadian-kejadian tersebut,

sehingga kini terbiasa hidup dengan keheterogenan masyarakat Indonesia.

Generasi muda Indonesia kini, baik yang pribumi maupun yang bukan, sudah

tidak memiliki prasangka seburuk orang tuanya terhadap satu sama lain dalam

(Warda, Natia. 2013:2).

Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri garis batas antara warga pribumi

Indonesia dengan warga Indonesia yang kebetulan memiliki nenek moyang

Tionghoa masih ada. Berbagai stereotip masih sering dikenakan pada kelompok

etnis Tionghoa. Generasi muda keturunan Tionghoa pun masih ada yang

mendapat didikan dan ajaran dari orang tuanya untuk tidak berbaur sepenuhnya

dengan warga pribumi, menjunjung tinggi budaya Tionghoa, dan berkiblat ke

Tiongkok. Meskipun masyarakat pada umumnya sudah tidak saling berprasangka

buruk, nilai-nilai yang diturunkan dari orang tua sebagai akibat dari trauma masa

lalu tetap akan membekas dan mempengaruhi pola pikir dan cara hidup (Warda,

Natia. 2013:2).

Page 5: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

5

Hasil penelitian Rochmawati tahun 2004 dengan judul pembauran yang

tak pernah selesai ialah: Pemerintah Hindia Belanda meletakkan masyarakat

Tionghoa kedalam strata kelas dua sedangkan pribumi berada di strata kelas 3,

sehingga Etnis Tionghoa merasa lebih baik dibanding warga pribumi, Masyarakat

Tionghoa yang masih memegang teguh budaya nenek moyang nya dan

memandang suku mereka lebih baik dibanding dengan suku lainnya, serta

dikarenakan Masyarakat Tionghoa adalah menguasai sektor perekonomian,

sehingga timbul kecemburuan sosial dari etnis pribumi.

Hasil penelitian yang dilakukan Erika Revida tahun 2006 dengan judul

Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina dengan pribumi di Kota Medan Sumatera

Utara adalah: karena adanya stereotif (prasangka) masyarakat pribumi terhadap

etnis Tionghoa seperti: faktor ekonomi (yang menganggap etnis Tionghoa tidak

jujur terhadap masyarakat pribumi), serta karena gaya hidup etnis Tionghoa yang

mencolok, serta banyaknya pemukiman elite dan eksklusif warga Tionghoa.

Penelitian Taufik dan Thoyibi Tahun 2009 dengan judul Mengurai Akar

Kekerasan Etnis pada Masyarakat Pluralis hasilnya adalah: perlakukan secara

diskriminatif oleh penjajah Belanda yang menjadikan masyarakat pribumi

statusnya berada di kelas ketiga dibanding etnis Tionghoa yang berada di kelas

kedua sehingga menyebabkan kecemburuan sosial, serta Etnis Tionghoa merasa

kelompoknya lebih baik dibanding masyarakat pribumi.

Hasil penelitan Ganda Setia Gunawan tahun 2011 dengan judul

Eksklusivitas Golongan dan konflik sosial di Surakarta adalah sikap eksklusif

etnis Tionghoa yang tidak mau berbaur dengan masyarakat, sombong, suka

Page 6: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

6

mengadu domba, adanya kesenjangan di bidang ekonomi yang dikuasai etnis

Tionghoa sehingga masyarakat pribumi menjadi terpinggirkan, serta trauma yang

dialami oleh etnis Tionghoa pada masa lalu terkait dengan diskriminasi.

Orang-orang Tionghoa sudah Ratusan Tahun berada di Kota

Tanjungpinang. dalam berbagai sumber disebutkan bahwa komunitas cukup besar

dari orang-orang Cina di Riau bermula pada masa pemerintahan Daeng Celak,

yakni yang dipertuan muda Riau II dalam Tahun 1728 – 1745. Ketika itu sedang

digalakkan pengembangan produk gambir sebagai salah satu komoditas Ekspor

yang cukup bernilai ekonomis tinggi. Orang-orang cina banyak datang dan

bekerja dalam bidang pengolahan gambir. (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kota Tanjungpinang, 2006).

Menurut informasinya, pendapat cina pada masa itu, kemudian oleh yang

dipertuan muda Riau II Daeng Celak, diberi kelonggaran untuk menempati

Senggarang sebagai tempat kediaman atau pemukiman orang cina. mereka pun

membangun kawasan itu sebagai perkampungan dan sejumlah rumah ibadah.

Perhatian semakin diberikan bagi pertumbuh kembangan senggarang ketika

Daeng Kamboja menjadi yang dipertuan muda Riau III. Malahan ada yang

berpendapat, bahwa senggarang adalah kawasan yang dikembangakan secara

nyata sebagai kota kala itu oleh Daeng Kamboja. (Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Tanjungpinang, 2006).

Kemudian pada masa berikutnya, ketika Raja Haji sebagai yang dipertuan

Muda Riau IV (1777-1784) yang wafat pada tanggal 18 Juni 1784 , berdatangan

pula orang-orang cina yang banyak dipekerjakan sebagai pembuat

Page 7: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

7

peluru/proyektol logam dan mesiu/sendawa (obat bedil) untuk kepentingan

penguasa setempat (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang,

2006). Masyarakat Tionghoa yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Pinang

Kota keberadaan nya sudah lama juga, terbukti dengan adanya Kelenteng T’en

Hou Kong yang Diperkirakan dibangun tahun 1857 oleh masyarakat cina kala itu

dari etnis Hokien. Lalu, oleh Masyarakat Tionghoa Tanjungpinang kelenteng

tersebut sudah beberapa kali diubah – suai dan dalam tahun 1975 diresmikan

sebagai Vihara. Terletak di Jl. Merdeka, Tanjungpinang. (Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Tanjungpinang, 2006)

Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota di Indonesia yang

konsentrasi penduduk Tionghoanya cukup besar. Keadaan ini membuat budaya

Tionghoa tampak cukup menonjol dalam kehidupan masyarakat di kota ini,

berdampingan dengan budaya penduduk asli setempat yaitu Melayu dan budaya-

budaya suku pendatang yang sangat beragam. Sampai sejauh ini keberadaan

masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang tidak pernah terusik dengan masalah

pertentangan antar suku seperti yang banyak terjadi di daerah lain.

Rudi Chua, seorang tokoh muda Tionghoa di Kota Tanjungpinang, dalam

pernyataannya yang dimuat dalam Batam Ekpres mengatakan bahwa meskipun

tidak pernah melalui surat pernyataan resmi atau upacara adat, suku melayu,

pemilik sah negeri segantang lada ini telah lama menerima kehadiran orang

Tionghoa sebagai tetangga, teman dan saudara dalam mengisi dan membangun

daerah kepulauan Riau secara bersama-sama tanpa ada perbedaan, serta

berdasarkan hak dan kewajiban yang sama dan dengan semangat yang dijiwai

Page 8: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

8

oleh rasa persatuan. Ia juga menyampaikan pandangan bahwa kesediaan

masyarakat melayu menerima kehadiran masyarakat Tionghoa sejak berabad-abad

yang lalu sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan dari masyarakat Kepulauan

Riau, juga harus diterima oleh warga Tionghoa dengan segala konsekuensi dan

tanggung jawab yang menyertainya. Salah satu tanggung jawab moral yang harus

diwujudkan ialah keikut sertaan mereka mengisi pembangunan di Kepulauan Riau

bersama golongan masyarakat yang lain.

Berbagai suku pendatang yang menetap dan menjadi bagian masyarakat

kota Tanjungpinang dalam hidup kesehariannya masih membawa sebagian adat-

istiadat dari tempat asalnya, begitu juga halnya dengan orang Tionghoa. Budaya

dan sistem kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyang nya tidak hilang

begitu saja meskipun mereka merupakan generasi yang secara turun temurun lahir

diperantauan. Masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang dalam jangka waktu yang

lama telah berinteraksi dengan masyarakat melayu. Oleh karena itu, sedikit

banyak mereka tentu telah menyerap beberapa aspek budaya dari masyarakat

setempat, misalnya dalam hal bahasa, makanan dan sebagainya. Namun, berkaitan

dengan sistem kepercayaan yang masih dianut oleh sebagian besar dari mereka,

maka dalam kehidupan sosial budayanya, mereka memelihara tradisi yang sesuai

dengan sistem kepercayaan tersebut (Setiati, Dwi, 2012:.4-5).

Masyarakat Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota rata-rata

merupakan Masyarakat Tionghoa peranakan dan sudah menjadi Warga Negara

Indonesia dan sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga di

Kelurahan Tanjungpinang Kota. Identitas etnis Tionghoa di masa Kolonial dapat

Page 9: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

9

di identifikasikan dalam dua term, totok dan peranakan. Totok diidentifikasikan

dalam relasinya dengan sejarah kelahiran mereka di Negeri leluhur mereka,

sementara peranakan mengacu pada kelahiran di luar China dan derajat

penyesuaian diri dengan konteks lokal, misalnya bahasa, agama, nasionalisme,

dan sebagainya (Ibrahim, 2013:24).

Pengamatan penulis di lapangan Masyarakat Tionghoa di Kelurahan

Tanjungpinang Kota berbaur dan hidup berkelompok hanya dengan sesamanya

sukunya saja, jarang mau berbaur dengan Suku-suku yang lain di luar suku

mereka. hanya berkaitan dengan perekonomian saja mereka mau berbaur dengan

diluar sukunya, contoh: adanya interaksi di pasar ikan yang bercampur antara

pedagang Tionghoa dengan pedagang orang melayu, adanya pekerjaan bongkar

muat barang yang berada di pelantar 1, pelantar 2 dan Jl. Pasar Ikan yang mana

orang Tionghoa bekerja sama dengan orang melayu untuk mengangkat barang.

Tetapi jika berkaitan dengan kegiatan sosial mereka jarang sekali mau berbaur

dengan diluar suku Tionghoa. Seperti tidak mau aktif berpartisipasi dalam rapat-

rapat yang diundang oleh pihak Ketua RT/RW atau Pihak Kelurahan, juga tidak

mau aktif dalam kegiatan Gotong-royong yang diadakan pihak RT/RW.

Kelenteng T’en Hou Kong merupakan rumah ibadah masyarakat Tionghoa

Kelurahan Tanjungpinang Kota, pada hari-hari peringatan keagamaan akan ramai

dikunjungi oleh masyarakat Tionghoa. Ada juga berasal dari luar daerah seperti

dari Kabupaten Bintan, tetapi itu hanya interaksinya dengan sesama Masyarakat

Tionghoa saja, tidak dengan masyarakat diluar Etnis Tionghoa.

Page 10: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

10

Anak-anak Etnis Tionghoa rata-rata disekolahkan di sekolah-sekolah yang

mayoritas banyak anak-anak Tionghoanya atau di Sekolah swasta milik orang

Tionghoa. juga Pemudanya tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan kepemudaan,

misalnya tidak mau hadir rapat pemuda yang diundang RT/RW, ataupun tidak

hadir ketika mau gotong royong. pemuda Tionghoanya rata-rata akan keluar Kota

Tanjungpinang setelah tamat SMA, baik itu untuk bekerja ataupun kuliah. Serta

Masyarakatnya tidak mau diwawancari jika ada seseorang yang akan melakukan

pendataan Verifikasi dan Validasi Data untuk keperluan di Pemerintahan. Dan

Masyarakatnya apatis terhadap kepemimpinan di Tingkat RT/RW, terbukti dari

beberapa Ketua RT/RW nya yang masih menjabat 15 sampai 25 Tahun menjadi

ketua RT/RW.

Oleh karena itu, Penulis merasa tertarik dengan fenomena ini dan ingin

mengetahui lebih dalam tentang Perilaku Tertutup Masyarakat Tionghoa

Kelurahan Tanjungpinang Kota - Kota Tanjungpinang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut: Mengapa Masyarakat Tionghoa Kelurahan

Tanjungpinang Kota berperilaku Tertutup?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui Perilaku Tertutup Masyarakat Tionghoa

Kelurahan Tanjungpinang Kota.

Page 11: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

11

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1.3.2.1 Bahan masukan dan referensi bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian dengan permasalahan yang sama.

1.3.2.2 Memberikan informasi tentang Kondisi Masyarakat

Tionghoa Kelurahan Tanjungpinang Kota.

1.4 Konsep Operasional

Konsep operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variabel yaitu semacam petunjuk pelaksanaan

dari cara mengukur suatu variabel tersebut. Sedangkan fungsi dari konsep

operasional adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi fenomena yang diamati

dengan jelas, logika atau penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk

menerangkan fenomena-fenomena yang diteliti atau dikaji.

Dalam hal ini Konsep Operasionalnya adalah:

1. Perilaku Tertutup Masyarakat Tionghoa Kelurahan Tanjungpinang Kota

Masyarakat tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota yang sudah lama

berdomisili di Kota Tanjungpinang masih memiliki ketertutupan seperti adanya

fenomena hidup suka mengelompok dengan sesamanya saja seperti keramaian

yang berada di pujasera yang di dominasi oleh Etnis Tionghoa saja, mereka tidak

mau terlibat dalam gotong-royong dan rapat yang diadakan pihak RT atau

Kelurahan. Adanya Sikap sinis Etnis Tionghoa terhadap orang yang mau

melakukan verifikasi data kepada mereka bahkan tidak mau untuk diwawancarai.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, Masyarakat Indonesia dibagi ke dalam 3

strata, pertama orang-orang Eropa, kedua etnis tionghoa dan ketiga pribumi.

Page 12: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

12

Dengan posisi etnis tionghoa berada di strata yang kedua, membuat etnis tionghoa

merasa lebih baik kedudukannya dibanding pribumi.

2. Empat Tipe Tindakan Sosial Max Weber

A. Tindakan yang berorientasi Tujuan:

Etnis Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota merupakan

penguasa di sektor perekonomian di wilayah Kelurahan Tanjungpinang

Kota, sehari-hari mereka selalu sibuk bekerja sehingga menjadikannya

tidak bisa aktif dalam kegiatan sosial.

B. Rasionalitas yang berorientasi nilai :

Perilaku Etnis Tionghoa yang berbaur dan hidup berkelompok hanya

dengan sesamanya saja dan jarang membaur dengan etnis lain nya, karena

mereka merasa aman berbaur dengan sesama etnis tionghoa.

C. Tindakan afektif :

Masyarakat Tionghoa sinis jika berjumpa dengan orang yang baru

dikenalnya, terutama yang bukan berasal dari suku mereka.

D. Tindakan tradisional :

Etnis Tionghoa merasa lebih baik kedudukannya dibanding pribumi,

masih menjunjung tinggi budaya Tionghoa dan berkiblat ke Tiongkok dan

masih mendapat didikan dan ajaran dari orang tuanya untuk tidak berbaur

sepenuhnya dengan warga pribumi.

Page 13: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tindakan Sosial

Max Weber dalam (Damsar,2015:116) Tindakan Sosial merupakan suatu

tindakan individu yang memiliki arti atau makna (meaning) subjektif bagi dirinya

dan dikaitkan dengan orang lain. Contoh: katakanlah anda seorang pria, biasanya

dipandang tidak sebagai pesolek. Ketika gaya rambut anda berubah, dari sisiran

kesamping, dikenal dengan beatle, menjadi belah tengah, membuat para sahabat

anda memberikan bermacam komentar. Jawaban anda adalah. “cari suasana baru

saja!” maka aktivitas mengubah gaya rambut, apapun alasannya, dapat dipandang

sebagai tindakan sosial. Kenapa demikian? Apapun alasan anda, tetap akan

berujung pada keberadaan kaitan dengan orang lain atau dikenal dengan konsep

sosial.

Oleh sebab itu, tindakan anda yang memiliki makna subjektif, seperti “cari

suasana baru saja” berkait dengan orang lain. Kenapa bisa begitu? Sebab anda

perlu “cari suasana baru saja” agar ada sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya

dalam kaitannya dengan orang lain. Inilah dimensi sosial dari suatu tindakan

subjektif.

Weber menemukan bahwa tindakan sosial tidak selalu memiliki dimensi

rasional tetapi terdapat berbagai tindakan non rasional yang dilakukan oleh orang,

termasuk dalam tindakan orang dalam kaitannya dengan berbagai aspek dalam

kehidupan, seperti politik, sosial dan ekonomi.

Page 14: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

14

Menurut Marx Weber tindakan individu yang diarahkan kepada benda

mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain

bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan seseorang melempar batu ke dalam

sungai bukan tindakan sosial. Tapi tindakan tersebut dapat berubah menjadi

tindakan sosial kalau dengan melemparkan batu tersebut dimaksudkannya untuk

menimbulkan reaksi dari orang lain seperti mengganggu seseorang yang sedang

memancing misalnya dalam (George Ritzer,2009).

Max Weber dalam (George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004

mengemukakan empat tipe Tindakan Sosial yaitu:

1. Tindakan Sosial yang berorientasi tujuan atau penggunaan Rasionalitas

instrumental (Werktrational Action)

tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku obyek dalam

lingkungan dan perilaku manusia lain. Artinya tindakan sosial itu sudah

dipertimbangkan dengan benar tujuan dan cara yang digunakan untuk

mencapai tujuan tersebut.

2. Tindakan Sosial yang berorientasi nilai (Zwerk Rational)

tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai

perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang

terlepas dari prospek keberhasilannya.

3. Tindakan Afektif (Affectual Action)

yaitu tindakan yang ditentukan oleh kondisi emosional aktor.

Page 15: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

15

4. Tindakan tradisional (Traditional Action)

yaitu tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang biasa dan

telah lazim dilakukan.

Max Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang diutarakan

adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam kenyataan. Tetapi,

lepas dari soal itu, apa yang hendak disampaikan weber adalah bahwa tindakan

sosial apapun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-

pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan

motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk

berempati pada peranan orang lain.

Page 16: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

16

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Jumlah Etnis Tionghoa

Berdasarkan Data dari Kantor Kelurahan Tanjungpinang Kota, Etnis

Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota berjumlah 5.724 jiwa dengan rincian

sebagai berikut:

Tabel. 3.2

Jumlah Etnis Tionghoa

No. Etnis Tionghoa yang pindah agama Jumlah Jiwa

1. Islam 5

2. Kristen Protestan 21

3. Hindu (semua Tionghoa) 3

4. Budha (semua Tionghoa) 5.655

5. Konghucu (semua Tionghoa) 40

Jumlah 5.724

Penjelasan dari tabel diatas Etnis Tionghoa yang pindah ke agama islam

berjumlah 5 orang dikarenakan terjadi perkawinan diantara mereka. sedangkan

Etnis Tionghoa yang pindah ke Agama Kristen Protestan berjumlah 21 orang juga

dikarenakan terjadi perkawinan dengan non tionghoa. Sedangkan Yang beragama

Hindu, Budha dan Konghucu adalah semua Etnis Tionghoa.

Jumlah terbanyak penganut agama Etnis Tionghoa adalah agama Budha,

terbukti dengan adanya Kelenteng T’en Hou Kong yang sekarang dirubah menjadi

menjadi Vihara Bahtra Sasana yang Diperkirakan dibangun tahun 1857 di

Kelurahan Tanjungpinang Kota. sedangkan agama paling sedikit adalah Hindu

Page 17: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

17

karena Masyarakat Tionghoa dari nenek moyangnya dahulu rata-rata sudah

beragama Budha.

3.2 Peta Kelurahan Tanjungpinang Kota

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjungpinang Kota

Masyarakat Tionghoa yang berdomisili di Kelurahan Tanjungpinang Kota

Rata-rata berada di setiap RW yang ada di Kelurahan tersebut, kecuali di RW I,

RW II dan RW V, karena di RW tersebut didominasi Masyarakat non Tionghoa

RW IX

Page 18: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

18

seperti masyarakat yang berasal dari suku Melayu, jawa, bugis, Batak, dan

Padang.

Ketua RW nya juga rata-rata dari Etnis Tionghoa, kecuali ketua RW I, RW

II dan RW V itu adalah non Tionghoa dan beragama islam. Masyarakat Tionghoa

kebanyakan memiliki rumah-rumah yang berada di pelantar-pelantar atau diatas

laut, dikarenakan dari dahulu mereka mengikuti cara dari nenek moyang membuat

rumah diatas laut salah satu fungsinya adalah mempermudah mereka melakukan

transaksi dalam berdagang atau berjualan dan mudah menyebrang antar pulau,

serta mereka merasa nyaman karena jauh dari jalan raya.

Rumah mayoritas Etnis Tionghoa Kelurahan Tanjungpinang Kota

berbentuk rumah dan toko (ruko) dan berdekatan dengan yang lainnya, juga

kebanyakan setiap rukonya memiliki usaha baik itu usaha menjual makanan atau

barang seperti pakaian, elektronik ataupun perhiasan. Pemilik ruko merupakan

orang-orang tionghoa dan ada juga ruko yang mereka sewakan kepada orang

Padang, Jawa dan Melayu.

Etnis Tionghoa sering berkumpul-kumpul antar sesama mereka di Warung

Kopi pada siang hari, warung kopi yang sering dijadikan berkumpul etnis

tionghoa adalah warung kopi pagi-sore yang berada di jalan merdeka. Pada malam

harinya pusat keramaian juga berada di Pujasera, berada di sepanjang jalan

menuju pelantar II, berada di Pasar malam Jl. Tengku Umar yang mayoritas di

dominasi oleh orang-orang Tionghoa yang berjualan makanan.

Page 19: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

19

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perilaku Tertutup Masyarakat Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota

Perilaku tertutup Masyarakat Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota

adalah perilaku tertutup dari aspek sosial, bukan ketertutupan dari aspek Ekonomi.

Yg dimaksud bukan ketertutupan dari aspek ekonomi adalah terjadi interaksi yang

baik antara penjual Tionghoa dengan non tionghoa yang berada di pasar bongkar

muat barang, pasar ikan ataupun pasar sayur.

Ketertutupan dari aspek sosial seperti tidak bisa mengikuti rapat yang

diadakan pihak Rukun Tetangga (RT) atau Kelurahan juga tidak aktif dalam

kegiatan gotong royong, sinis atau memiliki rasa curiga dengan orang yang baru

dikenalnya. Bahkan jika Penulis ingin menjumpai informan sulit sekali dan harus

melalui perantara Ketua RT/RW, jika tidak melaui Ketua RT/RW maka tidak

akan bisa mewawancarainya, akan terjadi penolakan dari informan/etnis tionghoa

tersebut.

Menurut informasi yang disampaikan oleh salah satu pegawai Kelurahan

Tanjungpinang Kotayang berinisial IS berpendapat bahwa masyarakat tionghoa di

Kelurahan Tanjungpinang Kota ini masih memiliki rasa trauma terkait

diskriminasi pada masa orde baru meskipun anak mudanya sekarang tidak

merasakan diskriminasi tersebut secara langsung tetapi ada nilai-nilai yang

ditanamkan dari orang tuanya terkait sikap diskriminasi masyarakat pribumi

sehingga mereka menganggap orang pribumi (asli indonesia) jahat sehingga orang

tionghoa membatasi berbaur dengan masyarakat pribumi.

Page 20: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

20

menurut salah satu pendapat warga yang ada di RW IV berinisial IJ

mengatakan: orang tionghoa itu sombong, kalau ngumpul maunya hanya dengan

sesama nya saja, sudahlah tidak lancar bicara bahasa Indonesia, mereka tidak

mau belajar lagi. Jadi sampai tua tak pandai bahasa indonesia. kalau berada di

depan orang ramai apalagi didepan orang-orang melayu kan tidak enak didengar

kalau dia ngomong pake bahasa china terus.

Menurut pendapat yang disampaikan oleh warga RW IX berinisial NI

yang berprofesi sebagai pedagang bahwa orang tionghoa kalau berteman sangat

selektif, mereka tidak mau sembarangan berteman. Mereka suka ngumpul dengan

sesamanya saja karena suku yang sama.

Perilaku Tertutup Masyarat Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota

dalam penelitian ini dikelompokkan dalam Tipe Tindakan Sosial oleh Max

Weber, pertama yaitu Tindakan Sosial yang berorientasi tujuan, kedua Tindakan

Sosial yang berorientasi Nilai, ketiga Tindakan Afektif dan keempat Tindakan

Tradisional.

masyarakat Tionghoa di Kelurahan Tanjungpinang Kota pada dasarnya

memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap orang yang bukan dari sukunya baik

itu dari suku melayu, jawa, batak, flores dan padang. Terbukti jarang Adanya

konflik terhadap masyarakat Tionghoa. Mereka berinteraksi dengan baik dengan

orang non tionghoa, seperti terjalinnya kerjasama yang baik dipasar bongkar muat

barang, orang tionghoa dan melayu saling menolong dalam bekerja, juga anak-

anak muda tionghoa yang sekarang sudah banyak berteman dengan orang melayu,

jawa dll. bahkan mereka tidak suka kalau disebut orang cina, mereka lebih suka

Page 21: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

21

dipanggil orang tionghoa. mereka juga sudah mengakui sebagai pribumi karena

dari lahir bahkan sejak nenek moyang mereka sudah berada di Kota

Tanjungpinang, bahkan ada juga yang tidak mengetahui lagi keluarga mereka

yang di China.

Faktor yang mendominasi ketertutupan Masyarakat Tionghoa adalah

dikarenakan mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan mereka

rela untuk membayar apabila tidak bisa hadir gotong-royong. Menurut mereka

mencari kerja di Tanjungpinang lama-kelamaan semakin sulit misal banyak anak

mudanya setelah tamat SMA itu bekerja diluar Tanjungpinang seperti pergi ke

Bali atau Singapore, jadi sekarang mereka harus bersungguh-sungguh untuk

bekerja. karena terlalu sibuk bekerja dari beberapa informan penulis jumpai

mereka bahkan ada yang tidak mengenal Ketua RT nya.

Sikap sinis masyarakat tionghoa terhadap orang yang baru dikenalnya

mungkin akan membuat orang berkata orang Tionghoa itu sombong, tetapi ada

faktor yang menyebabkan mereka berperilaku seperti itu karena mereka masih ada

rasa trauma pada masa lalu sehingga membuat mereka harus waspada terhadap

orang yang baru dikenalnya.

Didalam kehidupan Masyarakat Tionghoa Kelurahan Tanjungpinang Kota

tidak ada nilai-nilai yang diajarkan dari orang tua ataupun nenek moyang mereka

untuk membatasi berbaur dengan orang-orang non tionghoa, juga tidak ada

anggapan bahwa mereka sebagai etnis tionghoa lebih baik statusnya dibandingkan

dengan orang-orang non tionghoa, bagi mereka semua suku itu sama saja ada

orang baik dan ada yang tidak baik.

Page 22: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

22

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa penelitian yang telah dilakukan, maka selanjutnya

hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku tertutup Masyarakat

Tionghoa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

Pertama, Etnis Tionghoa berperilaku tertutup karena sibuk bekerja, bagi

Etnis Tionghoa bekerja merupakan kebutuhan paling utama sehingga mereka

bersedia untuk membayar atau mengupah orang lain untuk menggantikan mereka

karena tidak bisa aktif dalam kegiatan sosial seperti tidak datang gotong-royong

atau rapat yang diundang Ketua RT ataupun dari pihak kelurahan, tindakan ini

merupakan tindakan berorientasi tujuan.

Kedua, perilaku tertutup Masyarakat Tionghoa dikarenakan beberapa

sebab yaitu:

faktor makanan dan minuman yang berbeda, bagi Etnis Tionghoa yang

rata-rata beragama Budha tidak haram kalau mengkonsumsi daging Babi, Juga

minuman seperti minuman beralkohol atau minuman keras lainnya, kalau menurut

yang beragama islam itu diharamkan. Jadi menurut etnis tionghoa hal ini yang

membatasi interaksi mereka.

faktor komunikasi, karena Masyarakat Tionghoa tidak lancar berbahasa

indonesia yang menyebabkan mereka tidak bisa berbaur dengan baik, tindakan ini

merupakan tindakan berorientasi nilai.

Page 23: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

23

Ketiga, perilaku tertutup Masyarakat Tionghoa berupa sinis dan tidak mau

diwawancarai jika bertemu orang yang baru dikenalnya, diakibatkan karena

trauma pada masa dahulu ada orang yang memintai iuran terus menerus kepada

mereka bahkan orang tersebut mengaku dari unsur pemerintah, juga trauma

karena adanya pencurian yang terjadi di lingkungan mereka dan takut kalau

mereka terkena hipnotis sehingga mereka sinis terhadap orang yang baru

dikenalnya, tindakan ini merupakan bentuk tindakan afektif.

5.2 Saran

Untuk menindaklanjuti pembahasan dan kesimpulan yang telah

dikemukakan, maka disampaikan beberapa saran yaitu:

a. sebagai warga negara indonesia yang baik tentunya juga harus bisa

berinteraksi yang baik pula dengan sesama WNI, meskipun masyarakat Tionghoa

selalu sibuk dalam kesehariannya sebaiknya bisa menyempatkan waktu untuk bisa

berbaur dengan baik masyarakat disekitarnya terutama dengan orang-orang diluar

sukunya agar tidak mendapat label eksklusif dan sombong.

b. sebaiknya Masyarakat Tionghoa bisa membiasakan diri untuk nyaman

dan beradaptasi dengan baik kalau berbaur dengan non tionghoa, tidak hanya

berkaitan perekonomian saja, tetapi juga dalam pergaulan sehari-hari. Karena

mereka merasa sudah menjadi masyarakat pribumi di Kota Tanjungpinang.

c. Masyarakat Tionghoa yang belum lancar berbahasa Indonesia sebaiknya

harus belajar Bahasa Indonesia, karena keberadaan mereka sudah lama di Kota

Tanjungpinang tentu harus bisa menyesuaikan cara komunikasinya, agar bisa

berinteraksi dengan baik dengan orang-orang non tionghoa.

Page 24: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

24

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana

Bungin, Burhan. 2015. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-

format Kuantitatif dan Kualitatif Untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik,

Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran. Jakarta: Kencana

Damsar. 2015. Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta: Kencana

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang. 2006. Tanjungpinang

Land of Malay History. Tanjungpinang: Pemerintah Kota Tanjungpinang

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungpinang. 2012. Profil

Perkembangan Kependudukan Kota Tanjungpinang Tahun 2011.

Tanjungpinang: Pemerintah Kota Tanjungpinang

Jones, Pip. 2010. Pengantar Teori-teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Narwoko, J. Dwi & Bagong Suyanto. 2010. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan.

Jakarta: Kencana

Noorkholish. 2009. Sosiologi From Max Weber, Essays in Sosiology, Oxford

University Press, 1946. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern: Dari

Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial

Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Page 25: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

25

Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:

Rajawali Pers

Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Rineka

Cipta

Setiati, Dwi, Suarman. 2012. Budaya Masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang.

Tanjungpinang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:

Alfabeta

Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia

Suryadinata, Leo. 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.

Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia

B. Skripsi

Anggria, Rian. 2014. Budaya Politik Etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang.

Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji

Susilawati, Mely. 2012. Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan anak (studi

kasus masyarakat Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten

Bintan). Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji

Yusriana, Ra. K. Dip. Skripsi Perilaku Sosial Remaja Dalam Memanfaatkan

Ruang Publik Perkotaan

C. Jurnal

Budiman, Didin. Bahan Ajar M.K Psikologi Anak Dalam Penjas PGSD

Page 26: BAB I PENDAHULUANjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232… · Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat

26

eJournal Sosiatri - Sosiologi Konsentrasi, Volume 3, Nomor 1, 2015: 60-70

Juditha, Christiany. 2015. Stereotip dan Prasangka dalam Konflik Etnis Tionghoa

dan Bugis Makassar,Makassar: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Komunikasi dan Informatika Volume 12, Nomor 1, Juni 2015: 87-104.

Revida, Erika. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina dengan pribumi di

Kota Medan Sumatera Utara. Departemen Administrasi Negara FISIP

USU

Rochmawati. 2004. Pembauran yang tak pernah selesai. Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI. Jurnal Masyarakat dan

Budaya, Volume 6 No. 2 Tahun 2004

Setia Gunawan, Ganda. 2011. Eksklusivitas Golongan dan Konflik Sosial. FISIP

Universitas Sebelas Maret

Warda, Natia. 2013. Identitas Tionghoa pada masyarakat Bandung Kontemporer.

Bandung: Institut Teknologi Bandung

Winarta, Frans H. 2004. Hambatan Sosial Budaya Dalam Pembauran Masyarakat

Tionghoa dengan Masyarakat Lokal dalam Law Review, Fakultas Hukum

Universitas Pelita Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004.

D. Internet

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23488/3/Chapter%20II.pdf

diakses 08 Februari 2016

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta dalam http://rayendar.blogspot.co.id/2015/06/metode-penelitian

menurut-sugiyono-2013.html diakses 09 September 2016