keyakinan politik dan aksi-aksi politik

Upload: bintang-aq

Post on 10-Jul-2015

792 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEYAKINAN POLITIK DAN AKSI-AKSI POLITIK

Dalam negara demokrasi modern-fokus utama gagasan-gagasan utama demokrasi adalah negara-secara inheren termaktub legitimasi demokrasi. Dasar pembenarannya dan yang dibenarkan bahwa satu-satunya legitimasi dasar kekuasaan yang sah adalah legitimasi demokrasi, sebagai tipologi kekuasaan berasaskan kesamaan semua anggota masyarakat sebagai manusia dan warga negara, berdasarkan keyakinan bahwa tidak ada orang atau kelompok orang yang begitu saja berhak untuk memerintah orang lain. Jadi dalam pemerintahan demokratis semua hak orang diperhatikan sedemikian rupa dan kebebasan pun dijamin oleh negara. Semua warga negara adalah orang-orang bebas, sehingga dalam negara demokratis, kemerdekaan dan kebebasan merupakan prinsip yang paling utama. Plato mengatakan,.... ...they are free men; the city is full of freedom and liberty of speech, and men in it may do what they like ...mereka adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa yang disukainya. Sedangkan fasisme sebagai sauatu bentuk kekuasaan yang didirikan suatu elite fasis merupakan penguasa yang tidak dapat diganggu gugat. Sementara itu totaliterisme tidak pernah puas memerintah dengan cara-cara dari luar, yaitu lewat negara dan mesin kekerasan, berkat ideologi ini serta peran yang diberikan kepada aparat pemaksa, totaliterisme menemukan suatu cara serta menteror manusia dari dalam. Ini adalah bentuk

1

peran negara menurut konsep neoliberalisme yang mengutamakan developmentalisme, yakni negaralah yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan ekonomi dan model pembangunan politik disuatu negara. Model pembangunan atau State-led development ditetapkan sebagai alternatif sejak krisis liberalisme pada zaman kolonialisme tahun 1930-an, dan sejak saat itu negara diberi peran untuk menkadi aktor utama atau diberi wewenang sebagai pengendali ekonomi dan politik. Demokrasi memerlukan sebuah konstitusi dan demokrasi sebagai suatu sistem politik menuntut pemerintahan yang akuntabilitas dengan tetap berpedoman pada preferensi-preferensi nilai kebebasan manuisa. Metodologi sejarah menjustifikasikan hegemoni masyarakat sipil selalu dapat menerkemahkan makna kekuasaan dengan perumusan konfigurasi pemisahan kekuasaan (Separation of Powers) sebagai kerangka normatif dari konstitusi dengan mekanisme chek and balance. Konstitusi dalam kedudukannya sebagai hukum tertinggi memiliki sifat dan kedudukan yang sangat kuat, sehingga produk hukum yang lainnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Ini berarti seluruh peraturan hukum yang ada dibawahnya harus dijiwai oleh konstitusi tersebut. Selain kedudukannya sebagai hukum tertinggi suatu negara, konstitusi juga berperan sebagai instrumen-instrumen pokok yang efektif untuk mencegah timbulnya penyalahgunaan kekuasan (abuse of power) dan tujuan menghalalkan segala cara, seperti yang tergambar dalam teori Machiavellian dengan the end justifies the means, oleh tindakan sang penguasa negara. Nilai fundamental filsafat Pancasila juga menjadi sumber motivasi (niat dan tekad) nasional dalam menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam wujud negara Indonesia Merdeka, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia

2

yang berkembang dalam kehidupan internasional. Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theismereligious: 1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. 2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta. 3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah: a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I). b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia. Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)

3

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai suatu standar umum bagi prestasi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap individu dan setiap organ masyarakat, yang terus mengingat Deklarasi ini, mengembangkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini melalui pengajaran dan pendidikan, serta melalui langkah-langkah progresif secara nasional dan internasional untuk menjamin pengakuan serta kepatuhan yang universal dan efektif terhadapnya, dikalangan bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota maupun di kalangan bangsa-bangsa di wilayah-wilayah yang berada di bawah yurisdiksinya. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan Hak Asasi Manusia dalam Pasal 19 menyatakan, Setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi; hak ini meliputi kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima, dan mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak terikat garis perbatasan. Dua kovenan penting tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yaitu Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik (SIPOL) dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOSBUD) sesungguhnya memuat jenis-jenis hak yang memiliki sifat berbeda dalam pelaksanaannya. Kovenan Hak SIPOL diantaranya memuat hak-hak seperti hak hidup, hak bebas dari perbudakan dan penghambaan, hak untuk tidak dijadikan obyek dari perlakuan penyiksaan-perlakuan atau penghukuman keji, hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia, hak untuk mendapatkan pemulihan menurut hukum, hak untuk dilindungi dari penerapan hukum pidana karena hutang, hak untuk bebas dari penerapan hukum pidana yang berlaku surut, hak diakui sebagai pribadi didepan hukum, kebebasan

4

berpikir dan berkeyakinan agama. Hak-hak tersebut diatas termasuk hak yang tergolong dalam non derogable rights. Dengan demikian, tidak dibenarkan suatu negara manapun mengurangi, membatasi atau bahkan mengesampaikan pemenuhan dari hak-hak di atas. Jika pembatasan terpaksa harus dilakukan, hanya dan bila hanya syarat-syarat komulatif yang ditentukan oleh Kovenan tersebut dipenuhi oleh negara yang bersangkutan. Syarat komulatif yang dimaksud adalah

pertama: sepanjang ada situasi mendesak yang secara resmi dinyatakan sebagai situasi darurat yang mengancam kehidupan bernegara

kedua: penangguhan atau pembatasan tersebut tidak boleh didasarkan pada diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,

ketiga pembatasan dan penangguhan yang dimaksud harus dilaporkan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB). Pasal 28 A dan Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen

kedua merupakan pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya Pasal 28 A UndangUndang Dasar 1945 amandemen kedua hanya mengatur tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 hak asasi manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hak kebebasan atas Keyakinan Politik dan Hak Asasi Manusia Dalam Peraturan Perundang-undangan untuk bebas terhadap dirinya sendiri bersifat non derogable right. Baik dalam keadaan normal (tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak normal (keadaan darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan

5

sengketa bersenjata) hak hidup tidak dapat dikurangi oleh Negara, Pemerintah, maupun masyarakat. Di luar non derogable right, ada pembatasan hak asasi manusia dalam kerangka hukum (peraturan perundang-undangan). Di dalam Pasal 28 J ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi pertimbangan-pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. .

AKSI-AKSI POLITIKPenolakan Petisi Sutardjo Pada 15 Juli 1936, Soetardjo Kartohadikoesoemo yang mewakili PPBB (Persatuan Pegawai Bestuur/Pamongpraja Bumpiputra) di Volkstraad yang pada bersidang. Diajukan kepada Ratu dan serta Staten Generaal (Parlemen) Belanda. Petisi ini diusulkan di luar tanggung jawab PPBB. Landasan usul adalah 1 Undangundang Dasar Kerajaan Belanda yang berbunyi bahwa kerajaan Nederland meliputi wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname, dan Caracao; dan yan menurut Sutardjo ke empat wilayah itu dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama. Isi petisi Sutadjo ialah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Negeri Belanda dimana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.

6

Petisi ini memiliki tujuan adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-undang Dasar Kerajaan Belanda. Diselenggarakan secara berangsur-angsur selama 10 tahun atau dalam waktu yang ditentukan dalam sidang permusyawaratan tersebut.Penolakan petisi ini menimbulkan kekecewaan bagi yang mengusungnya, sehingga usaha mewujudkan petisi tersebut tidaklah patah begitu saja. Maka dibentuklah CPS (Comitte Petisi Sutradjo) pada bulan Mei 1937, untuk memperkuat tujuan itu maka pada bulan Juli 1937 dilakukan, agar pemerintah Belada tahu apa yang sebaiknya dilakukannya.Pada 4 Oktober 1937 dibentuklah CCPS (Central Comitte Petisi Sutardjo). Pembentukan ini lalu diikuti oleh daerah-daerah dengan membentuk cabang-cabangnya. Organisasi baru ini disokong oleh PNI dan orang-orang Indo-Belanda. Menolak Penolakan Petisi ini kemudian ditolak oleh pemerintah Belanda, karena dinilai Indonesia masih prematur untuk menjadi negara yang menyelenggarakan pemerintahannya sendiri. Menolak petisi yang diajukan itupun mendapatkan penolakan oleh anggota Volkstraad (Dewan Rakyat). Sebab, apa yang mereka usulkan itu, sesuai dengan peraturan yang ada. Penolakan terhadap petisi itu pun juga dilakukan sebelum dan ketika diajukan. Penolakan sebelum diajukan, nampak pada kekecewaan kaum pergerakan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan jerih payah sendiri, dan bukan dengan permintaan. Pengajuan dengan cara menengadahkan tangan ketika diserahkan (diajukan), semakin mendapatkan penolakan.Pembentukan CPS, juga ditolak oleh beberapa

7

kalangan. Sebabnya, ide yang datang justru dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. Ini tentu menyalahi dari apa yang seharusnya. KEYAKINAN POLITIK INDIVIDUAL Penyatuan dalam GAPI Kemunduran PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Partai-Partai Kebangsaan Indonesia) yang dipelopori oleh oleh-oleh Parindra tersebut. Terutama ketika para tokohnya ditangkap dan di asingkan. PPPKI pun mengalami kemunduran, sebagai organisasi yang menyatukan kaum perjuangan, PPPKI dinilai gagal. Kegagalan dari Petisi Sutardjo, dan kemunduran dari PPPKI menjadi alasan langsung untuk membentuk sebuah organisasi yang menyatukan semua organasisasi nasional ini dalam sebuah wadah. Sebelum di bentuk GAPI, ada sebuah badan yang dikenal dengan BAPEPI (Badan Perantara Partai-Partai Politik Indonesia) yang bertujuan untuk memberi wadah bagi kerja sama partai-partai politik Indonesia memberi wadah bagi kerja sama partai-partai politik Indonesia yang mempunyai cita-cita memajukan Indonesia. Namun, nasib badan ini kurang beruntung, berdasarkan pendiriannya saja sudah mengalami kontroversi, dan banyak alasan untuk organisasi lainnya untuk tidak masuk. Lalu, datang inisiatif dari Thamrin, tokoh Parindra untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Hal ini didukung oleh keadaan dunia ketika itu yang semakin genting, serta kemungkinan Indonesia terlibat langsung dalam perang.19 Maret 1939 usul THamrin ini disetujui dan secara umum mendapatkan persetujuan dari organisasi 8

lainnya. Dua bulan kemudian pada 21 Mei 1939, panitia persiapan menyelenggarakan persiapan menyelenggarakan rapat umum di Gedung Permufakatan. Di sini Thamrin menerangkan bahwa, tujuannya adalah membentuk suatu badan persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam pelaksanaan tiap-tiap organisasi tetap bebas untuk melakukan programnya sendiri.Pada hari itu, pendirian GAPI disetujui dan diresmikan. Dalam anggaran dasarnya, tujuan pendirian GAPI ialah mengusahakan kerja sama antara partai-partai politik Indonesia serta menjalankan aksi bersama. Asas yang digunakan ialah penentuan nasib sendiri, kesatuan, dan persatuan nasional serta demokrasi dalam segi politik, sosial dan ekonomi. Di sini juga disetujui untuk mengadakan Kongres Rakyat, di kemudian waktu. Dalam pengurusan sehari-hari dibentuklah kesekretariatan bersama yang diketuai oleh Abikusno (PSII) dan di bantu M.H Thamrin (Parindra) dan Amir Syarifudin (Gerindo). Di dalam anggaran dasarnya GAPI berdasarkan pada: 1. 2. Hak untuk menentukan nasib diri sendiri. Persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasarkan kerakyatan

dalam Paham politik, ekonomi, dan sosial. 3. . persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.

9

Aksi GAPI: Indonesia Berparlemen Progam konkret yang dilakukan GAPI terwujud pada rapat 4 Juli 1939, di sini GAPI memutuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib bangsa Indonesia sendiri serta kesatuan dan persatuan Indonesia. Dalam aksi GAPI ini memiliki semboyan Indonesia berparlemen. Saat Jerman melakukan penyerbuan ke Polandia pada 20 September 1939, GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang dikenal dengan Manifest GAPI. Isinya mengajaknya rakyat Indonesia dan Negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme di mana kerja sama itu akan lebih berhasil apabila kepada rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Dalam usaha mencapai tujuannya tersebut, GAPI disokong oleh pers Indonesia yang memberitakan dengan panjang dan lebar, dan sikap beberapa negara di Asia dalam menghadapi bahaya fasisme.Gapi juga mengadakan rapat umum yang mencapai puncak pada 12 Desember 1939 dimana tidak kurang 100 tempat di Indonesia mengadakan propoganda tujuan GAPI. Jadi, saat itu Indonesia seakan bergemuruh dengan seruan Indonesia Berparlemen. Kongres Rakyat Indonesia (KRI) pertama, 25 Desember 1939 di Jakarta. Tujuannya yaitu Indonesia Raya, bertemakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempurnaan cita-citanya dan sasaran pertama yang ingin dicapai adalah Indonesia Berparlemen penuh. KRI ditetapkan sebagai sebuah badan tetap dengan GAPI sebagai badan eksekutifnya. Keputusan lainnya dari kongres ialah penetapan bendara Merah

10

Putih, dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia serta peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia. Pada awal Januari datang jawaban dari Menteri Jajahan Welter selaku menteri jajahan mengenai masalah aksi Indonesia Berparlemen.Tidak dapat dipenuhi keinginan rakyat Indonesia akan Indonesia Berparlemen, karena rakyat Indonesia umumnya tidak mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup dan perkumpulan-perkumpulan politik hanya mewakili sebagian kecil dari rakyat Indonesia. 23 Februari 1940 GAPI menganjurkan untuk mendirikan pendirian Panitia Perlemen Indonesia untuk meneruskan aksi Indonesia Berparlemen. Kesempatan bergerak bagi GAPI ternyata tidak ada lagi, sebab Belanda diduduki Jerman pada perang dunia II. Sebab dengan alasan keadaan sedang perang, maka perubahan ketatanegaraan harus ditunda sampai perang selesai.Namun sebuah tuntutan GAPI pada bulan Agustus 1940, Meminta pemerintah Belanda mempergunakan hukum tatanegara dalam masa genting untuk melangsungkan perubahan-perubahan ketatanegaraan dan diadakan perlemen penuh menggantikan Volkstraad yang ada. Tuntutan ini dijawab oleh Dr. H.J. Levetl pada 23 Agustus 1940, Bahwa belum waktunya mengadakan suatu rancangan perubahan ketatanegaraan Indonesia, namun pemerintah akan membentuk suatu komisi untuk peninjauan dan pengumpulan alasanalasan yang terdiri dari cerdik pandai bangsa Indonesia.

SYSTEM KEYAKINAN 11

1. System Keyakinan Diantara Masyarakat Jakarta, mediacenter.kpu.go.id- Kepercayaan masyarakat pada sistem politik yang ada merupakan salah satu faktor yang menentukan meningkatknya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) ataupun Pemilukada (Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah). Demikian disampaikan Andry Dewanto, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur dalam sambutan pada kegiatan Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu dalam Upaya Peningakatan Peran Serta Masyarakat dalam Pemilu dan Pemilukada di Surabaya, Senin (19/9) kemarin.Kegiatan sosialisasi tersebut diselenggarakan KPU Provinsi Jawa Timur dengan mengundang seluruh Anggota dan Sekretaris KPU Kabupaten/Kota seluruh Jawa Timur, LSM, Ormas, Partai Politik, BEM se-kota Surabaya, media massa, dan instansi terkait lainnya. Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifulloh Yusuf, yang mengikuti kegiatan tersebut sampai selesai. Dalam sambutan pembukaan, Gus Ipul, demikian sapaan akrab Saifulloh Yusuf, menyampaikan, bahwa salah satu faktor yang menjadikan Pemilu bagus adalah penyelenggara pemilunya yang bagus pula. Di samping apresiasi terhadap kegiatan tersebut, Gus Ipul juga mengharapkan kegiatan sosialisasi ini merupakan wadah latihan bagi KPU untuk dapat menyelenggarakan Pemilu yang lebih bagus.Bertindak sebagai nara sumber adalah Endang Sulastri, Anggota KPU RI, dan Suko Widodo, pengamat komunikasi/media dari Universitas Airlangga, Surabaya. Arif Budiman, Anggota KPU Provinsi Jawa Timur, menjadi moderator.

12

Endang menyampaikan materi strategi peningkatan peran serta masyarakat dalam Pemilu dan Pemilukada. Dalam kajiannya, Endang menyoroti angka partisipasi masyarakat dalam Pemilu 1999 hingga 2009 yang menurun hingga 20 persen, sehingga partisipasi pemilih pada Pemilu 2009 tinggal 70 persen, dan dalam Pemilukada justru tinggal 60 persen, bahkan ada yang di bawah 50 persen. Kami sebagai penyelenggara sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan merosotnya partisipasi pemilih itu. Oleh karena itu, kami menekankan kepada KPU di kabupaten/kota untuk mengadakan pendidikan pemilih sepanjang tahun," tandas Anggota KPU RI yang membidangi Divisi Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat itu. Bentuk dari pendidikan pemilih itu, lanjut Endang, bisa dilakukan sesuai dengan kreasi di tingkat daerah. Di antaranya pendidikan pemilih yang bekerja sama dengan persatuan guru PKn (Pendidikan Kewarganegaraan), lomba cerdas cermat Pemilu, membuka "kelas Pemilu" (semacam short course) untuk pemilih pemula, perempuan dan partai politik, serta pelaksanaan lomba Pemilu OSIS (PEMILOS). Urainya Perilaku masyarakat dalam Pemilu yang semula hanya menjadi supporters, diharapkan meningkat menjadi voters yang rasional dan bertanggungjawab. Sedangkan strategi yang dapat dilakukan adalah dengan sosialisasi atau pendidikan pemilih dengan paduan antara strategi klasik face to face maupun strategi advertising melalui media massa, internet, serta agenda setting, tambah Endang. Sementara itu, Suko Widodo menyatakan, memilih memang merupakan hak dan bukan kewajiban, sehingga tidak bisa dipaksakan. Karena itu Parpol harus memiliki pola komunikasi yang baik untuk memantik partisipasi masyarakat.

13

Politisi itu jangan hanya datang ketika membutuhkan suara saja, karena partisipasi itu membutuhkan kesediaan yang dimulai dari proses kepedulian. Untuk itu, upaya mendorong partisipasi pemilih itu merupakan tugas semua pihak, mulai dari KPU, Parpol, masyarakat, dan media massa. Tanpa keterlibatan multi pihak secara simultan, maka partisipasi pemilih akan terus merosot," katanya. (CN) 2. SYSTEM KEYAKINAN DIANTARA ELIT Evolusi Paradigma: Jalan Panjang Perubahan Elit Tulisan ini pernah saya tulis di detik.com setahun yang lalu, tapi sepertinya masih relevan untuk dibaca kembali.Krisis hukum dan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara mulai meningkat. Terlihat dari beberapa kasus yang muncul belakangan ini kini menandai lembaran sejarah bangsa Indonesia. Lembaran duka ini mengundang banyak kalangan melakukan renungan. Maka lahirlah aneka wacana seputar perubahan. Kita pun sering mendengar orang mendengungkan perubahan dan perbaikan di bidang ekonomi, politik, industri, birokrasi, dan sebagainya. Terdapat salah satu aspek perubahan dan perbaikan aspek kemasyarakatan yang luput dalam perbincangan yaitu evolusi paradigma (Paradigm Evolution) para elit politik. Padahal, di tengah terpuruknya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, ekonomi, dan semua lini kehidupan bangsa seperti saat ini hal tersebut merupakan salah satu agenda krusial yang perlu dipertimbangkan seksama. Bagaimana evolusi ini sebaiknya dijalankan.

Adalah diyakini banyak kalangan bahwa krisis hukum dan kepercayaan yang pahit di atas mempunyai dampak yang dalam terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hal ini memunculkan masalah permasalahan sosial yang mengkhawatirkan.Sebagai contoh 14

fakta menunjukkan bahwa kehancuran kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum bangsa yang terjadi selama enam bulan terakhir ini telah meningkatkan angka apatisme masyarakat Indonesia terhadap penanganan beberapa kasus hukum yang ada. Dari permasalahan KPK, Kejaksaan, POLRI, Prodeo bintang lima sampai kasus DPR dengan pansus bailout Century-nya. Maka, tidaklah mengherankan jika aneka peristiwa kejahatan seperti penipuan, korupsi dengan modus operandi baru yang merugikan kepentingan umum sering kali terulang terus menerus. Hal tersebut menimbulkan kegeraman di kalangan masyarakat. Hal tersebut cukup menjadi bukti mengenai keadaan struktur paradigm berpikir para elit politik kita yang rentan terhadap terpaan serius semisal krisis hukum dan kepercayaan dewasa ini. Dalam perspektif jangka panjang, bahkan, hal di atas jelas akan mengarahkan kondisi elit politik pada keadaan yang memprihatinkan seperti perbedaan tak terjembatani di antara yang mampu secara hukum (powerfull wellness) dengan segala kekuasaan dan kekayaan materi bisa mempermainkan hukum dan orang yang patuh terhadaphukum. Sosiolog Kingsley Davis dan Wilbert Moore setengah abad lalu mengatakan bahwa semua tingkatan dan golongan elit dalam masyarakat ditandai oleh adanya inequality status dari individu dan kelompok. Stratifikasi paradigm elit politik ini dipandang perlu demi menjaga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Namun, melihat perkembangan yang ada di Indonesia, jika perbedaan itu mencolok luar biasa, pergulatan elit politik dapat diidentifikasi sebagai kurang sehat.

15

Sementara itu kemunculan kelompok strategis pemburu kekuasaan dan makelar kasus (maksus), turut pula memperlebar jurang si mampu dan si patuh serta menyumbang keroposnya struktur paradigma berpikir elit politik tentang penegakan hukum. Hal ini diperparah oleh sistem stratifikasi yang cenderung tertutup terhadap pola mobilitas pergantian elit itu sendiri yang serba patriarkis. Kecenderungan urusan politis yang lebih banyak mencampuri paparan penegakan hukum Indonesia dan inisiatif partisipasi masyarakat sangat rendah karena munculnya elit pemegang kebijakan yang tidak mengakar menambah parahnya tatanan demokrasi Negara kita. Singkat kata tatanan seperti ini bersifat rapuh dan tidak dapat diharapkan di masa datang. Hingga di sini kita melihat urgensi evolusi paradigma elit politik kita. Kata evolution biasanya identik dengan pengertian re-inventing and improvement of what is bad or corrupt. Biasanya mengacu pada the act of revolution: the state of being Rebuilded. Secara sosiologis konsep Paradigm Revolution didefinisikan sebagai kebijakan penataan dan pola berpikir (mindset) yang dijalankan dalam rangka mengatasi masalah kepercayaan publik, dengan berbagai rentetan kecil dan dalam jangka waktu yang lama. Jadi, sifat perubahan yang tersirat dari proses ini holistik. Sedangkan, society problems dalam wacana sosiologis, tidak lain adalah aspects of social life seen to warrant concern and intervention. Contoh masalah paradigma dalam masyarakat adalah kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, penegakan hukum, tingkat putus sekolah yang luar biasa, ketidakmerataan hasil pembangunan dan sebagainya.

16

Evolusi paradigm para elit politik di sini bertujuan menata kembali struktur paradigma masyarakat Indonesia melalui kajian ulang. Jika perlu perubahan sistimatis dan strategis terhadap kebijakan sosio-ekonomis. Langkah ini mulai dari evaluasi produk legislasi dan peraturan lainnya yang membawa dampak pada bentukan struktur paradigma hingga penataan peran-peran kelompok sosial yang dominan. Sebagai contoh bukanlah hal yang keliru jika semua kalangan anak bangsa kritis terhadap undang-undang yang lahir dalam konteks tertentu akhir 1960-an dan 98-an ditujukan pada peraihan stabilitas. Produk legislasi dikaji dan revisi agar lebih cocok dengan tingkat kedewasaan bangsa dan era-global. Sehingga, struktur paradigma masyarakat lahirannya dapat bersifat lebih kompetitif. Dalam diskursus akademik struktur seperti ini biasanya dikaitkan dengan hadirnya masyarakat madani. Bentuk masyarakat ini biasanya ditandai oleh keberadaan kelas menengah yang tidak semu. Lapisan masyarakat ini selain secara material menunjukkan tingkatan yang layak juga mempunyai tatanan nilai paradigma dan budaya yang mapan termasuk kecakapan dalam artikulasi di bidang politik dan ekonomi. Dalam situasi seperti ini partisipasi masyarakat dalam segala aspek pembangunan bangsa menjadi marak. Pemerintah sendiri memetik keuntungan yang luar biasa dengan diraihnya legitimasi yang hanya bukan ekonomi. Akan tetapi juga paradigma-budaya. Dengan demikian dalam terminologi Mosca the ruling class tidak perlu dukungan dari lembaga-lembaga eksternal dan menjadikan masyarakat kebanyakan sebagai obyek penguasaan. Karena, elit politik dalam tatanan semacam ini legitimate secara paradigma maupun ekonomi. 17

Masyarakat seperti ini dapat berkompetisi dalam tatanan global. Kokoh terhadap sergapan badai moneter dan ekonomi. Teratur dalam tatanan hukum serta mampu mengatasi masalah paradigma secara alamiah melalui sistem yang well-established: berdaya. Tentu saja pertanyaan kini bergulir pada bagaimana menyikapi dengan masalah paradigma yang kini terlanjur muncul di tengah menggelar agenda holistik-jangka panjang tadi. Agenda evolusi di atas tampaknya perlu dibarengi revitalisasi program pemecahan masalah-masalah bagi masyarakat kebanyakan dalam kerangka management ofcrisis.Revisi produk legislasi yang berkeadilan mutlak dilakukan.Banyak aspek evolusi dan program perubahan paradigm elit politik yang dapat digali dan dikembangkan. Seperti dalam terminology latin qualis rex, talis grex Seperti hal rajanya, demikian pula rakyatnya. Apabila para elit politik mempunyai pola pikir yang berdaya dan memberikan manfaat, secara umum masyarakat akan terkondisikan dengan sistem yang ada. Tatanan kehidupan masyarakat adil makmur tidak akan sulit untuk diwujudkan.

Persoalannya tinggal terletak pada kemauan semua pihak. Terutama elit politik dari berbagai warna, untuk terbuka pada perubahan, bersifat inovatif, dan melihat jauh ke depan. Jika tidak, masyarakat kebanyakan, the silent majority, akan terus tenggelam dalam kesengsaraan. Sementara di atas mereka sekelompok orang berpesta pora penuh rona anggur memabukkan entah itu di Parlemen, Istana, atau Gedung pemerintahan. Jika demikian, apalah yang tersisa bagi cita-cita luhur bangsa yang dikukuhkan dan disepakati bersama setengah abad lalu dalam mukadimah UUD 1945?

18

-AKSI-AKSI POLITIK INDIVIDU INDIVIDU-INDIVIDU SEBAGAI PELAKU POLITIK Pelaku politik adalah orang-orang atau individu-individu yang memainkan

peranan dalam arena politik. Di belakang setiap organisasi, kelompok, lembaga, ataupun suatu gerakan

terdapat individu-individu kongkret yang membuat keputusan-keputusan yang memainkan peranan kunci. Ingat : individu bukanlah subyek pasif yang semata-mata bereaksi

terhadap nilai budaya dan kondisi struktural di luarnya. Mereka tidak hanya menerima suatu peranan yang ada, tetapi juga mungkin menciptakan yang baru. Mereka tidak hanya tanggap terhadap struktur yang telah mapan, tetapi juga mengubah kondisi-kondisi struktural yang ada

1. MODEL-MODEL DARI AKTIVITAS POLITIK Model-model Implementasi Kebijakan Publik Implementasi Sistem Rasional (Top-Down) Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi

19

seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau : Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia. Masih menurut Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut :

1. Van Meter dan Van Horn Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008), implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut : 1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi 2. Karakteristik agen pelaksana/implementor 3. Kondisi ekonomi, social dan politik 4. Kecendrungan (dispotition) pelaksana/implementor

2. George Edward III

20

Menurut Edward III (1980) dalam Yousa (2007), salah satu pendekatan studi implementasi adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan sebagai berikut, yaitu : 1. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan ? 2. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan? Sehingga untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Edward III, mengusulkan 4 (empat) variable yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu : 1. Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi

2. Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah : a. staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan b. informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi c. dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan d. wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

21

3. Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya 4. Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi.

3. Mazmanian dan Sabatier Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka : Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be pursued, and, in a vaiety of ways, structures the implementation process. Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke dalam tiga variable, yaitu (Nugroho, 2008) : a. Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. b. Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi tujuan

22

c. Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana

5. Model Grindle Menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994), implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Pelaksana program 6. Sumber daya yang dikerahkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah : 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap

23

Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Implementasi Kebijakan Bottom Up Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran. Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :

24

1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya 2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan 3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

2. PARTISIPASI POLITIK secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.

25

Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy. Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihng-masing". Sebaliknya jarang kita mende Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:

Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik

Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa memengaruhinya.

Rezim partisipatif - warga bisa memengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.

Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.

26

AKSI-AKSI POLITIK KELOMPOK Aksi-aksi Politik Falun Gong Oleh : Neo Blaster Li Hongzhi dalam Majalah TIME [ August/2/1999 ] menyebut dirinya ordinary wawancara dengan hari people ketika lahir ini, kini atau Li manusia Hongzhi normal. Jawaban mengapa dengan ini hari situasi disebut lahirnya dalam yang

dipertanyakan, Kaitannya

dis

Buddha bagaimana Falun Gong

Gautama. kita yang

perdebatan pernyataan telah

Falun

akhir-akhir Mengingat, Indonesia.

sebaiknya dipimpin oleh

menafsirkan Li Hongzhi

ini

meramba

Surabaya Post [26/5/2001] memuat sebuah acara seminar dan pemutaran film mengenai Falun Gong. Unikny

tersebut diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Kerohanian Katholik Universitas Dr. Soetomo. Sebuah or

mahasiswa keagamaan dimana memiliki dasar doktrin yang berbeda dengan Falun Gong yang banyak berba

pemikiran Buddhis dan Taois. Namun bukan masalah ini yang hendak disorot penulis kali ini. Fenomena i

mengarah pada kenyataan betapa Falun Gong telah hadir begitu dekat di depan hidung kita. Pad antara masyarakat Indonesia nama Falun Gong masih terasa

Pertama kali Falun Gong menjadi perhatian publik Indonesia, adalah kasus pemberangusan kelompok spir di Tahun di Republik 1999. Bagi publik Rakyat Indonesia, di Cina permasalahan dalam dunia negeri. [RRC] ini Falun hanya Gong anta 27 lah dan pada selintas Li

p

antara

masalah-masalah di

aktual

Hongzhi

berada

be

Kini Liman telah sekitar

Falun

Gong [ di

bukan

lagi

sekedar Himpunan Terlebih /

dongeng Falun lagi,

surat Gong mereka Falun

kabar. Indonesia

Menurut ], sejak bahwa di

pengaku 1995

Kurniawan menuyusup 2000

Sekretaris Indonesia. praktisi

mangklaim Gong

telah

pengikut

Ind

Kita tidak

tidak berarti

bisa bisa

tergesa-gesa

membenarkan pengakuan

pernyataan tersebut

Liman begitu

tersebut. saja. pengaruh menonjol mendapat Internasional.

Namun, Bagaimana pada

meremehkan Gong di Walaupun --memiliki Gong seperti

keberadaan sosial namun cukup di

Falun

Indonesia kini yang

akan masih diamati yang luas bisa

memberikan tidak penulis di begitu --dunia

ke

Indonesia. Gong serta Falun

kedudu support

Falun besar

jaringan tidak

Karen

keberadaan

diabaikan

sedemikian

Menurut selalu melalui hegemoni. mensahkan

Antonio menjadi sebuah

Gramsci alat

dalam

Prison bagi

Notebook-nya kelas yang dari

,

sebuah

kelompok Proses ini disebut budaya

kepentingan atas

berkuasa. realitas etis

pemenjaraan meliputi

kesadaran moral,

yang dan

Hegemoni suatu

konsep ideologi

filasafat,

kekuasaan

kelompok

t

Mencermati

pendapat

ini,

penulis

bermaksud

mengajak

pembaca

untuk

me

28

Falun disebut jarak

Gong

tidak

semata-mata Cina ; evil

sebagai cult.

gerakan Adalah yang

spiritual, tidak lebih ada

atau

pun

seperti kita

pemerintah sejenak guna

salahnya baik tentang

men

memperoleh

pemahaman

Falun

Sampai memiliki berpolitik, mematuhi bisa

saat

ini

Falun politik. itu sesuai

Gong Bahkan juga negara

secara secara

terbuka ekstrem

menolak pula

bahwa melarang bagi

gerakannya pengikutnya pengikutnya

tendensi

bersamaan peraturan

ditekankan

kewajiban Walapun

masing-masing. saja

demikian, Falun Gong

kita

tergesa-gesa

mengamini

begitu

pengakuan

t

Penulis praktek politik, Bahkan

merasa yang baik dari

bahwa ada. hanya

argumen-argumen Kenyataannya dalam tataran terhadap terawang

Falun

Gong Gong

sangat sering simbolik

bertolak menyentuh maupun

belakang

Falun

masalah-m dalam kita pada

permainan sejumlah keberpihakan politik

pengamatan secara sangat

aksi politik

poltik Falun

tersebut, Gong

menyaksikan kekuasaan

t

Dalam adalah dengan 1998, ini foto

salah terdapat latar jadi tidak tersebut

satu

dari

sekian di

foto

yang

diplubikasikan Falun DC,

kelompok Gong AS. Foto di

ini, sedang ini Cina.

yang

m

adegan

mana Putih sebelum

pengikut-pengikut di Washington peristiwa

berlati berangka Sekilas

belakang dibuat

Gedung setahun

pemberangusan publikasi Falun

bermasalah. hanya

Seperti menampilkan

halnya

foto-foto

Falun Gong

Gong yang

pengikut-pengikut

be

29

dengan lebih

pose jauh

gerakan-gerakan foto tersebut

latihan akan

ala

Falun

Gong. sejumlah

Namun, pertanyaan

kalau di

kita kepala

menimbulkan

Adalah notabene di dekat

mengherankan adalah Gedung sebuah musuh

bahwa

sebuah bagi

organisasi Amerika Hal asas berlatih lain

spiritual ---

asal

Cina

---

terselubung tanpa sipiritual

mendapat pantas dan yang

kesempatan dipertanyakan sabar di

Putih latihan

dicurigai. dengan

yang baik tempat di ?

mengapa jauh politik lain balik dari

sejati, di

masalah bagi

duniawi Amerika tendensi

memilih ?

memiliki tidak ada

prestisius lebih

Apakah untuk

memang berlatih

Washington Ataukah ini ada

bersih

politik semua

maksud

la

Dari

pertanyaan-pertanyaan betapa simbol di

di

atas, Falun

dapat Gong Gedung peranan betapa ini.

secara dengan Putih simbol ngototnya Lebih

tidak

langsung AS.

kejadian Juga penyebar

menunjukkan pentingnya Falun semakin Cina kini Gong

dekatnya politik

pemerintah bagi

semacam

kepentingan Putih

dunia. dari

Bukti

mencolok

Gedung

bagi Amerika

Falun

terungkap pada kasus

kenyataan

pemerintah lagi

me Li

penindasan menjadi

kelompok

jelas

kemudian,

H

warganegara

Permainan pengikut seakan-akan

simbol Falun

yang Gong

lain, yang bahwa,

juga disiksa Falun

tampak atau

pada sedang

publikasi dipukuli

gambar-gambar oleh aparat tak

dan Cina.

r

D

dikatakan

Gong

adalah

korban

bersalah.

K

30

hitam itu,

dari

paranoia foto PKC,

pemerintah itu sangat

Cina,

demikian

alasannya. bagi Falun

Kalau Gong.

kita

tilik

penyebaran pada

menguntungkan dengan itu

Dengan menarik

mem

sentimen dukungan

bersamaan dari

Falun

Gong publik

berhasil

simpat

Intern

Memang Tetapi, tersembunyi gambar terdekat]. untuk tersebut Bukan itu.

foto-foto dengan

itu

dapat

menunjukkan dengan sangat

betapa

sadis

dan

kejamnya

aparat tersebut

diekspos

vulgar, luas dapatkan dipotret Kita

gambar-gambar ketimbang di pusat dengan bisa hal

menyiratkan rekaman Seringkali

adanya dimaksud

maksud bisa

lebih

tersebut Falun

[m

dan

pembaca tersebut tersebut. di

latihan setengah

korban-korban daerah siksaan

te

menunjukkan dengan hanya Sehingga korban dibuat Falun satu ada bagi atas Gong

membandingkan tabloid bahan panas Ibu

f

gambar-gambar dua, kesan, tapi Falun

sensasional cukup Gong banyak

headlines yang dijadikan

publikasi dimana dalih

se

memanfaatkan Falun

momen-momen Walaupun hal

peng

sebagai tersebut bahwa demi

kepentingan dasar boleh

penyebaran sukarela

Gong.

bahwa tidak

oleh

korban, pengikutnya

tersebut rupa

mengeksploitasi

sedemikian Falun

sema

keuntungan

Berbarengan korban kedudukan Citra Falun dari

dengan

ketika

semakin Cina, citra

dikuatkannya Gong

kesan semakin Cina

bahwa

Falun

Gong dirinya dan Padahal,

pemerintah oposisi Gong dari yang

Falun

mendudukkan yang diktator

pemerintahan semakin

o

demokratis

digembar-gemborkan.

31

kasus yang

ini

kita

tidak oleh

bisa

mengambil Cina

kesimpulan otomatis

menyamaratakan adalah

bahwa

setiap atau Gong Komunis

ditindas

pemerintah diktator mesti

demokratis, Falun Partai

penentang mahasiswa Keduanya

pemerintah Cina

kelompok sama-sama dan

yang adalah maksud

demokratis. musuh yang

1989,

walaupun kerangka

memiliki

jauh

b

Argumen Falun gambar atau dari

pukul Gong artis

rata

semacam korban banyak itu yang Falun

ini dalam

yang

justru

berusaha Foto-foto samar wajah secara

dikuatkan korban mengenai Falun paham dengan yang

dengan

pel

sebagai itu foto-foto

publikasi. secara

dipamerkan ini. sebagai ideologis, Komunisme

menceriterakan akan banyak

maksud Gong

tidak,

memperkuat Padahal

kediktatoran bahwa

demokratis. Gong

ditemukan

benar-benar

bertentangan

Kasus contoh

berkumpulnya yang dan gerakan nama motor dapat

pengikut

Falun

Gong betapa pada

di

Tianamen Falun Gong maksud

pada

1999 adalah

adalah satu tertentu. ada

menunjukkan diarahkan di

k

terorganisir pengalaman protes adanya mereka atas suatu

dapat massa

suatu kita dapat

politik tidak

Indonesia, tertentu Maka itu

ketahui terjadi

bahwa spontan Falun

suatu saja

kelompok penggerak.

begitu Gong

aneh

sekali terjadi

kalau

mengaku

waktu

secara

s

32

Bagaimana waktu dalam dianggap jalan partai. unjuk

mungkin tanpa Li

ratusan adanya Hongzhi.

ribua

massa atau

dari

Falun

Gong dari satu

dapat sosok dengan setiap

berkumpul

singkat hal ini damai,

komando Walaupun,

aba-aba tersebut

kharismati cara-cara tuntutan

aksi

berjalan bahwa dengan Cina 1989

namun massa

seharusnya di Cina diktator

Falun selalu

Gong

sadar

pengerahan Dalam rasa

diasosiakan semacam Tianamen

pembangkangan ada

pemerintahan dengan

komunis Kasus

tidak

kemun contoh

pengerahan

massa.

adalah

mencolok.

Karena Ironisnya menjadi York, Li

itu, lagi,

tindakan akibat popor

pengerahan dari aksi

massa massa polisi Besar

oleh tersebut, dan bebas

Falun banyak

Gong

sangat

sulit

di Gong

pengikut

Falun itu,

santapan Hongzhi Li

senapan Guru

tentara dari

Cina. ancaman ke

Sementara yang

di

Sang

dialami mulut

pengi

Singkatnya,

Hongzhi

mengirim

pengikut-

pengikutnya

dalam

h

Kalau melalui Gong

kita kasus di

bertanya-tanya sensional Cina dengan kini jalan ajarannya yang

lagi, ?

siapakah Yang sedang pasti

sebenarnya jawabannya dan

yang

paling

diun

tersebut kini

bukanlah dibasmi Li

pengikut aparat Hongzhi hal ini

dikejar-kejar peristiwa dunia.

Kepastiannya, Falun Gong

melihat semakin bagi akan para Falun

ekses populer Gong

akibat di

tersebut,

seluruh

Setidaknya keseluruh

mempermulus di saja mana

merentangkan Kalau

sayapnya

penjuru ini,

dibiakan. pengikut

dibandingkan Gong di

dengan Cina

keadaan tidak

pengorbanan

Falun

sangat

s

33

Maksud-maksud sedalam-dalamnya

politis

semacam oleh

contoh

di

atas

yang Falun

berusaha

Seraya apolitik. bahwa kalender

itu,

Falun

Gong mitologi adalah

berupaya dari mesiah untuk ada hanya

menguatkan asal dunia. itu.

topeng

manisnya untuk

yang

Berbagai Falun Gong

beraneka perdamaian kepentingan alien Falun film

dimanfaatkan Dari ramalan Li

meng

Nostradamus Hongzhi angkasa]

Maya kelak bumi,

disetir akan serta

Bahkan, asing dari menjadi Day. bumi

meramalkan menginvansi bagi

[makhluk Gong

luar

yang

satu-satunya Tapi, layaknya di

per sini

manusia.

Kedengarannya peran Falun

seperti Gong

Independence pembela

ditonjolkan

adalah

sebagai ala

superher

dongeng-dongeng

A

Falun tetapi pakaian Bahkan agama

Gong yang dan

tidak lebih pose

hanya juga duduk

berusaha spiritual. mirip

menjadi Li

sentral Hongzhi

dalam sendiri

masalah pernah di kelenteng atas bisa di yang

politik difoto atau

gambar setara

Buddha atau lagi

Gautama bahkan yang di

pengikutnya yang ada betapa di

menganggapnya dunia. Serta

tokoh-tokoh disebut atas semua di

banyak

tidak

menunjukkan dan

Falun falasafah

Gong

ingin

menonjolkan sipiritual

posisinya

34

Namun, Sebagai besar. dikemas terletak

dibalik contoh, Hal ini

semua Falun bisa gaya

ini Gong diamati luks.

ada di

masalah Indonesia

lain

yang

juga

sulit dukungan

dilacak dana dan

kebena yang video

menyebar

dengan

dari

banyaknya

cetakan

buku,

brosur di dapat Falun

dengan di

Pusat-pusat papan Falun

latihan atas. Gong,

Falun Hal

Gong ini

Indonesia dinilai Gong

kompleks-kompleks sebab selama ini

mengherankan, mengaku setiap tersebut tidak

baik dari

Himpunan luar maupun

Ind

menerima Falun ?

sumbangan Gong Hal

dana

pengikutnya. Darimanakah ditelusuri

B

kegiatan

selalu ini

bersifat

non-finansial. perlu

Sedangkan penindasannya diplomasi sebagai Amerika

dalam menjadi

percaturan senjata dengan Hak

politik politik Cina. Asasi

Internasional. paling praktis

Falun bagi

Gong Amerika kecaman

dan untuk dari

kenegaraan negara dalam

Cina

selalu Hal di

mendapat ini WTO

A

pelanggar tawar

Manusia. ekonomi

sangat dengan

menguntungkan pemerintah

menawar

Semua politiknya. bisa

kenyataan Dengan

ini

menunjukkan hanya berkedok

bahwa sebagai

Falun

Gong

tidak spiritual,

bisa

lepas

dari Gong

kelompok politik

Falun

begitu

saja kelompok

menutup ini di

aksi-aksi Surabaya

terselubungnya. beberapa menilai kota

Bersamaan besar di Falun

merebaknya fakta-fakta

dan dalam

Ind

ini

hendaknya

dipertimbangkan

keberadaan

35

36

Kelompok-kelompok kepentingan Revitalisasi Integrasi Kelompok Kepentingan Kebijakan pemerintah terkadang tidak selalu memuaskan semua lapisan masyarakat. Tidak sedikit malah yang mengecewakan masyarakat. Dalam konteks inilah, masyarakat sangat memperhatikan dan memiliki kepentingan dengan segala kebijakan pemerintah. Dalam sistem politik, mereka ini disebut dengan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok kepentingan Sepanjang sejarah, kelompok kepentingan selalu ada beriringan dengan keberadaan negara atau pemerintahan yang ada. Bahkan, dalam sistem politik kerajaan sekalipun, kelompok kepentingan juga ada. Meski dalam kapasitas dan intensitas kegiatan yang minimalis, akibat represi kerajaan yang cenderung despotis. Kelompok kepentingan dalam sistem negara yang menganut demokrasi, seperti Indonesia, mendapatkan ruang yang cukup luas. Namun, sayangnya, ruang ini kerap kali tidak digunakan secara efektif dan maksimal akibat benturan kepentingan pada kelompok kepentingan itu sendiri. Kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam struktur, gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya. Perbedaan-perbedaan tersebut sangat

mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial suatu bangsa. Gabriel A Almond dalam Interest Group and Interest Articulation-nya (Boston: Little Brown and Company, 1974), menyebutkan setidaknya ada empat kelompok kepentingan dalam kehidupan politik.

37

Pertama, kelompok anomik. Kelompok-kelompok anomik ini terbentuk di antara unsurunsur masyarakat secara spontan dan hanya seketika. Dan, karena tidak memiliki nilainilai dan norma-norma yang mengatur, kelompok ini sering tumpang tindih (overlap) dengan bentuk-bentuk partisipasi politik non-konvensional, seperti demonstrasi, kerusuhan, tindak kekerasan politik, dan seterusnya. Sehingga, apa yang dianggap sebagai kelompok anomik ini mungkin saja tidak lebih dari tindakan kelompok-kelompok terorganisasi yang menggunakan cara-cara non-konvensional atau kekerasan. Kedua, kelompok non-asosiasional. Seperti kelompok anomik, kelompok ini jarang sekali yang terorganisasi secara rapi. Selain itu, kegiatannya juga tidak begitu intens, hanya kadang kala. Wujud dari kelompok ini adalah kelompok-kelompok keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status, dan kelas yang menyatakan kepentingan secara kadangkala melalui individu-individu, kepala keluarga, atau pemimpin agama. Secara teoretis, kegiatan kelompok non-asosiasional ini terutama merupakan ciri masyarakat belum maju, di mana kesetiaan kesukuan atau keluarga-keluarga aristokrat mendominasi kehidupan politik, dan kelompok kepentingan yang terorganisasi dan fokus tidak ada atau masih lemah. Ketiga, kelompok institusional. Kelompok ini sifatnya formal dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial lain di samping artikulasi kepentingan. Karena itu, organisasiorganisasi seperti partai politik, korporasi bisnis, badan legislatif, militer, birokrasi, dan ormas-ormas keagamaan sering kali mendukung kelompok ini atau memiliki anggotaanggota yang khusus bertanggung jawab melakukan kegiatan lobi. Sebagai kelompok yang formal seperti itu, kelompok ini bisa menyatakan kepentingannya sendiri maupun

38

mewakili kepentingan dari kelompok-kelompok lain dalam masyarakat. Jika kelompok institusional ini sangat berpengaruh, biasanya akibat dari basis organisasinya yang kuat. Keempat, kelompok asosiasional (lembaga-lembaga swadaya masyarakat). Kelompok asosiasional meliputi serikat buruh, kamar dagang, atau perkumpulan usahawan dan industrialis, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisasi oleh kelompokkelompok agama, dan seterusnya. Secara khas, kelompok ini menyatakan kepentingan dari suatu kelompok khusus, memakai tenaga staf profesional yang bekerja penuh, dan memiliki prosedur teratur untuk untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan. Revitalisasi integrasi Di negeri ini, kelompok-kelompok kepentingan di atas tampaknya berjalan sendirisendiri. Seringnya malah bergesekan dan berbenturan. Padahal, bisa jadi visinya sama. Dalam kasus demonstrasi yang akhir-akhir ini marak di negeri ini, misalnya, yang menyuarakan pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya, yang bergerak hanya kelompok anomik dan asosiasional. Kelompok ini kurang begitu didukung oleh kelompok institusional seperti KPK, karena KPK sendiri sering kali membawa misi atau kepentingan lain di luarnya. Secara institusi, KPK menyebut dirinya independen. Tetapi, faktanya, institusi ini kerap kali mandul ketika berbenturan dengan kepentingan kekuasaan. Kelompok kepentingan berbeda dengan partai politik. Meski tidak cukup mudah untuk membedakannya, karena partai politik antara lain juga memiliki kepentingan atas kebijakan pemerintah. Secara sederhana, Gabriel A Almond, misalnya, membedakan dua

39

hal ini: kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa, pada waktu yang sama, berkehendak memperoleh jabatan publik. Sebaliknya, partai politik benar-benar bertujuan untuk menguasai jabatan-jabatan publik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan kelompok kepentingan bukan untuk meraih kekuasaan, sementara partai politik untuk meraih kekuasaan. Kelompok kepentingan merupakan suara-suara di luar pagar kekuasaan dan partai yang mengkritisi kebijakan pemerintah karena kebijakan itu secara langsung berkaitan dengan kehidupan mereka. Maka, integrasi di antara kelompok kepentingan ini, meski ada cukup banyak perbedaan pada masing-masing jenis kelompok itu, perlu direvitalisasi agar benar-benar menjadi kekuatan konstruktif dan menjadi kekuatan oposisi rakyat yang sesungguhnya. Kelompok anomik perlu memperkuat basis dengan kelompok nonasosiasional, institusional, dan asosiasional sekaligus, untuk bersama-sama menggalang kekuatan rakyat (people power) yang berorientasi konstruktif bagi bangsa dan negara. Akan sangat sulit mencapai tujuan jika kelompok-kelompok kepentingan itu saja sudah berpecah.

40

DAFTAR PUSTAKA

Naisbitt, John, Global Paradox, New York : Avon Books, 1993 E-Learning: Combines Communication, Education, Information, and Training. http://ww.cisco.com/warp/public/10/wwtraining/elearning. Cuban, L. (1996).

41