bab i dara neww
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal
inilah yang menyebabkan masalah bagi Indonesia dalam mengembangkan
pembangunan dari beberapa aspek. Tidak meratanya penyebaran penduduk ini
dipengaruhi oleh aspek-aspek kependudukan seperti kelahiran (fertilitas),
kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Migrasi adalah
perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat
lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administratif/batas bagian
dalam suatu negara ( Munir, 2000:116 ).
Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama
terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya
faktor-faktor pendorong dan penarik bagi penduduk untuk melakukan migrasi,
kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan pembangunan wilayah dalam
kaitannya dengan desentralisasi pembangunan. Oleh karena itu masalah
kependudukan yang terjadi di Indonesia begitu sensitif dan tak kunjung berhenti
apalagi seperti yang terjadi di kota-kota besar misalnya Jakarta, dan umumnya
pulau Jawa.
Purwokerto merupakan sebuah kota berkembang di bagian barat daya
Propinsi Jawa Tengah, Purwokerto sendiri merupakan ibu kota dari Kabupaten
Banyumas yang terdiri dari wilayah Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto
Barat, Purwokerto Timur dan Purwokerto Selatan. Purwokerto merupakan kota
terbesar ketiga dengan luas wilayah sekitar 1.329,02 km2 dengan jumlah
penduduk 257,034 jiwa pada tahun 2012. Oleh karena itu, Purwokerto merupakan
salah satu kota yang padat penduduknya. Salah satu penyebab padatnya penduduk
Purwokerto yaitu migrasi.
Purwokerto digolongkan kota yang perkembangannya dari tahun ke
tahun tergolong pesat. Sebagai indikatornya adalah hampir semua fasilitas hadir di
kota ini dari mulai pusat perbelanjaan, restoran cepat saji, hotel berbintang, sarana
rekreasi keluarga, dan lain sebagainya. Purwokerto dikenal dengan berbagai
julukan seperti Kota Transit, Kota Pendidikan ssampai Kota Pensiunan.
Purwokerto juga merupakan daerah potensial yang sangat strategis untuk
melakukan investasi dalam bidang industri. Biaya hidup di Purwokerto sangat
terjangkau sebanding dengan upah tenaga kerja yang masih minimum. Hal-hal
tersebut merupakan faktor penarik terjadinya migrasi di kota ini.
Faktor pendorong penduduk migrasi dari kota ini adalah untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik karena masih terbatasnya jenis pekerjaan
yang ada di kota ini. Faktor pendidikan dan perkawinan juga menjadi salah satu
alasan terjadinya migrasi. Dalam bidang pendidikan, kurangnya pendidikan di
daerah terpencil yang sulit dijangkau menyebabkan sebagian orangtua
menyekolahkan anaknya di kota besar yang tingkat dan fasilitas pendidikannya
lebih maju dan memadai, dengan harapan anaknya mendapatkan masa depan yang
lebih cerah. Sedangkan dalam faktor perkawinan, ada anggapan bahwa seorang
istri yang memiliki suami dari luar daerah harus ikut tinggal bersama dengan
suami di daerah asal suaminya. Dari faktor penarik dan faktor pendorong
terjadinya migrasi di Purwokerto sangat memungkinkan tidak meratanya
penyebaran penduduk di kota ini.
Berdasarkan permasalahan di atas, untuk mengetahui perbedaan rata-rata
migrasi penduduk wilayah Purwokerto, penulis tertarik mengetahui apakah
terdapat perbedaan rata-rata migrasi penduduk di wilayah kecamatan Puwokerto.
Uji Kruskal Wallis ( Siegel : 1956 ) dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-
rata migrasi penduduk di Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Selatan,
Purwokerto Barat dan Purwokerto Timur dengan data yang dianalisis adalah data
ordinal. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah setempat dalam menetukan kebijakan yang berkenaan dengan
pemerataan penduduk.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat yang telah dipaparkan pada latar belakang,
dapat dirumuskan masalah yaitu apakah ada perbedaan rata-rata migrasi penduduk
di Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Selatan, Purwokerto Barat dan
Purwokerto Timur.
1.3 Tujuan Kerja Praktik
Tujuan kerja praktik ini adalah mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-
rata migrasi penduduk di wilayah Kecamatan Purwokerto dengan
mengaplikasikan mata kuliah yang diajarkan, khususnya Statistika Nonparametrik
ke dalam permasalahan yang ada di masyarakat.
1.4 Kegunaan Kerja Praktik
Kegunaan yang dapat diperoleh atau dicapai dari kerja praktik ini adalah
mahasiswa dapat mengetahui bagaimana aplikasi bidang matematika, khususnya
statistika. Serta mahasiswa dapat mencari solusi untuk permasalahan umum yang
ada di masyarakat.
1.5 Tempat Kerja Praktik
Kerja praktik dilaksanakan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Banyumas yang beralamat di Jl. Jenderal Soedirman No. 320 Telp
(0281) 621612 Purwokerto, Jawa Tengah.
1.6 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik
Kerja Praktik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dilaksanakan
pada tanggal 24 Februari – 08 Maret 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Tempat Kerja Praktik
Profil mengenai tempat kerja praktik yang meliputi Visi dan Misi Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Tujuan, Strategi, dan Arah Kebijakan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dasar Hukum Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil, Struktur, Susunan Organisasi Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil, Kesekretariatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Bidang
Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan Bidang
Perencanaan dan Informasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
2.1.1 Visi dan Misi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Visi
Terwujudnya tertib Administrasi Kependudukan dan Pencatatan sipil
melalui Pelayanan Prima dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan
hukum kepada masyarakat.
Misi
1. Meningkatkan tertib Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil
secara terpadu.
2. Meningkatkan Pelayanan Prima kepada masyarakat.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat arti penting kepastian hukum dan
perlindungan hukum.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting Dokumen
Kependudukan dan Dokumen Pencatatan sipil.
2.1.2 Tujuan, Strategi, dan Arah Kebijakan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
Tujuan
1. Tercapainya peningkatan kesadaran masyrakat untuk memiliki bukti sah
dokumen kependudukan.
2. Meningkatnya akuntabilitas layanan kependudukan.
3. Tercapainya peningkatan layanan penduduk rentan administrasi
kependudukan.
4. Tercapainya pelayanan pencatatan kelahiran anak usia 0-5 tahun.
5. Terwujudnya peningkatan kapasitas jaringan dan database.
6. Terwujudnya tampilan data kependudukan.
7. Terjaminnya keamanan dan keselamatan dokumen kependudukan.
Strategi
1. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam memiliki otentikasi diri.
2. Peningkatan produk riil kependudukan.
3. Tertib administrasi kependudukan.
4. Pelayanan optimal.
Arah Kebijakan
Penataan penyelenggaraan Sistem Administrasi Kependudukan secara
menyeluruh.
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Tugas Pokok
Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kependudukan dan
Pencatatan Sipil berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Fungsi
1. Perumusan kebijkan teknis dibidang kependudukan dan pencatatan sipil.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kependudukan dan catatan sipil.
3. Pembinaan dan pelaksanaan Tugas bidang pendaftaran penduduk,
pencatatan sipil, pendataan dan perkembangan kependudukan.
4. Pelaksanaan pelayanan ketatausahaan dinas.
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
2.1.4 Dasar Hukum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banyumas,
selanjutnya disebut Dindukcapil merupakan salah-satu SKPD dijajaran
Pemerintah Kabupaten Banyumas. Dindukcapil Kabupaten Banyumas dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) berdasarkan beberapa Peraturan
Perundang-undangan sebagai berikut :
A. Landasan Hukum Lembaga / Aparatur
Landasan hukum SKPD Dindukcapil Kabupaten Banyumas dan
aparaturnya adalah :
1. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 11 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Banyumas.
2. Peraturan Bupati Banyumas No. 39 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas
dan Fungsi Dindukcapil Kabupaten Banyumas.
Sehubungan dengan pada tahun 2009 ada beberapa SKPD yang berubah
sebutan nomenklaturnya, hal ini berdampak pada perubahan landasan hukum
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banyumas, beruah
menjadi:
1. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Banyumas, tanggal 31
Desember 2009.
2. Peraturan Bupati Banyumas No. 17 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas
dan Fungsi Dindukcapil Kabupaten Banyumas, 9 Pebruari 2010.
B. Landasan hukum operasional
Dalam memberikan pelayanan kepada publik dan pemungutan retribusi
penggantian biaya Akta Capil dan KK/KTP, landasan operasionalnya adalah:
1. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 5 Tahun 2005.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 6 Tahun 2005.
3. Peraturan Bupati Banyumas No. 5 Tahun 2006.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 9 Tahun 2005.
5. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 10 Tahun 2005.
6. Peraturan Bupati Banyumas No. 5 Tahun 2006.
C. Landasan hukum rujukan
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Dindukcapil
Kabupaten Banyumas berpedoman kepada beberapa Peraturan perundang-
undangan yang berlaku antara lain :
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
2. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2006.
3. Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
4. Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Perpres No. 26 Tahun
2009.
2.1.5 Struktur, Susunan Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil
Gambar 2.1 Struktur organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2.1.6 Kesekretariatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris adalah unsur staf yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
Tugas
Mengelola urusan kesekretariatan yang meliputi administrasi umum,
keuangan dan Program Dinas.
Fungsi
1. Perumusan Kebijakan teknis di bidang kesekretariatan.
2. Pengelolaan urusan administrasi umum meliputi surat-menyurat,
kearsipan, kepegawaian, pengadaan, perlengkapan, kerumahtanggaan,
hubungan masyarakat dan keprotolan Dinas.
KEPALA DINAS
SEKRETARIS
Subbag Umum
Subbag. Keuangan
Subbag Bina Program
STAF / KARYAWAN
BIDANG PERENCANAAN DAN
INFORMASI
Seksi Perencana
an dan Sosialisasi
Seksi Teknologi Informasi
BIDANG PENCATATAN SIPIL
Seksi Penyimpanan Data & Perubahan
Akta
Seksi Perkawinan
,Perceraian dan dan
Akta
Seksi
Kelahiran
dan
Kematian
tian Akta
BIDANG PENDAFTARAN
PENDUDUK
Seksi Pelayanan Mutasi &
Pengolahan Data
Seksi Penerbitan KK dan KTP
3. Pengelolaan urusan administrasi keuangan Dinas.
4. Pengelolaan Penyusunan Program Dinas.
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sekretaris dibantu oleh unsur
staf yang langsung berada dibawah dan bertanggung jawab kepada sekretaris,
yaitu:
1. Kasubbag Umum
2. Kasubbag Keuangan
3. Kasubbag Program
2.1.7 Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Tugas
1. Perumusan kebijakan teknis bidang pencatatan sipil.
2. Pengelola urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang pencatatan
sipil.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pencatatan kelahiran dan
kematian, pencatatan perkawinan dan perceraian, pengangkatan,
pengakuan dan pengesahan anak.
Pelaksanaan Tugas dalam bidang ini memperhatikan esensi pencatatan sipil,
yaitu :
1. Sebagai wujud pengakuan Negara atas status sipil dan status keperdataan
setiap Warga Negara.
2. Memberikan perlindungan hukum kepada setiap Warga Negara.
3. Potret kehidupan peradaban suatu bangsa.
4. Mewujudkan tertib administrasi diantaranya pengaturan administrasi
pencatatan sipil dapat optimal bila didukung pelayanan yang profesional
dan peningkatan kesadaran penduduk.
5. Penyelenggaraan administrasi pencatatan sipil dilaksanakan secara
komprehensif sebagai bagian dari sistem tata pemerintahan sekaligus
untuk mendukung pelayanan publik.
Pencatatan Sipil ini berazas “peristiwa penting”, maka diperlukan tertib
administrasi kependudukan dalam arti upaya mendokumentasikan fakta yang
berkaitan dengan kejadian peristiwa penting seperti kelahiran, kematian,
perkawinan, perceraian, adopsi, dsb. Oleh karena itu, diharapkan anak Indonesia
tahun 2011 harus tercatat kelahirannya. Hal ini didukung dengan sosialisasi dan
pelayanan langsung (pelayanan ditempat) dikecamatan/desa yang diharapkan akan
meningkatkan keasadaran masyarakat akan pentingnya akta-akta pencatatan sipil.
2.1.8 Bidang Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil
Tugas
Mengelola urusan pemerintahan daerah dibidang pendaftaran penduduk.
Fungsi
1. Perumusan kebijakan dibidang pendaftaran penduduk.
2. Pengelolaan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pendaftaran penduduk.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pengelolaan tanda penduduk,
mutasi dan mobilitas penduduk.
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Jenis Pelayanan
1. Pelayanan Kartu Keluarga
2. Pelayanan Kartu Tanda Penduduk
3. Pelayanan Surat Keterangan Pindah Ke Luar Kabupaten
4. Pelayanan Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri
5. Pelayanan Surat Keterangan Tempat Tinggal
6. Legalisasi
2.1.9 Bidang Perencanaan dan Informasi Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
Bidang Perencanaan dan Informasi dipimpin oleh seorang kepala bidang
adalah unsur pelaksana yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
Kepala Dinas.
Tugas
Mengelola urusan pemerintahan daerah di bidang perencanaan, sosialisasi,
Teknologi Informasi dan Database Kependudukan.
Fungsi
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perencanaan dan sosialisasi
perkembangan kependudukan.
2. Pengelolaan urusan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)
dan Database Kependudukan.
3. Pembinaan dan Pelaksanaan Tugas bidang perencanaan, sosialisasi dan
Teknologi Informasi.
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
2.2 Statistika Nonparametrik
Menurut Djarwanto (1983), uji statistika nonparametrik adalah suatu uji
yang tidak memerlukan anggapan-anggapan tertentu perihal distribusi
populasinya dan juga tidak memerlukan hipotesis-hipotesis yang bersangkut paut
dengan nilai parameter-parameter tertentu. Oleh karena itu, uji ini dikenal juga
sebagai uji statistika bebas distribusi (tidak mensyaratkan bentuk distribusi
parameter populasi, baik normal atau tidak). Berbeda dengan uji parametrik
seperti uji T, uji Z, atau uji F yang hanya berlaku untuk data numerik dengan
distribusi normal, uji nonparametrik dapat digunakan untuk menganalisis data
yang tidak memenuhi asumsi tersebut. Adapun asumsi data yang digunakan pada
uji ini adalah data kategorik yang berskala nominal atau ordinal.
Statistika nonparametrik mempunyai keunggulan dan kelemahan, yaitu:
1. Keunggulan Statistika Nonparametrik :
a. Asumsi dalam uji-uji statistika nonparametrik relatif lebih sedikit (lebih
longgar). Jika pengujian data menunjukkan bahwa salah satu atau
beberapa asumsi yang mendasari uji statistik parametrik (misalnya
mengenai sifat distribusi data) tidak terpenuhi, maka statistika
nonparametrik lebih sesuai diterapkan dibandingkan statistika parametrik.
b. Perhitungan-perhitungannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah,
sehingga hasil pengkajian segera dapat disampaikan.
c. Untuk memahami konsep dan metode-metode yang ditawarkan tidak
memerlukan dasar matematika serta statistika yang mendalam.
d. Uji-uji pada statistika nonparametrik dapat diterapkan jika kita
menghadapi keterbatasan data yang tersedia, misalnya jika data telah
diukur menggunakan skala pengukuran yang lemah (nominal atau
ordinal).
e. Efisiensi teknik-teknik nonparametrik lebih tinggi dibandingkan dengan
metode parametrik untuk jumlah sampel yang sedikit.
2. Kelemahan Statistik Nonparametrik :
a. Jika asumsi uji statistika parametrik terpenuhi maka penggunaan uji
nonparametrik meskipun lebih cepat dan sederhana akan menyebabkan
pemborosan informasi.
b. Prinsip perhitungan dalam statistika nonparametrik memang relatif lebih
sederhana, namun demikian proses atau tahapan perhitungannya seringkali
membutuhkan banyak tenaga serta membosankan.
c. Jika sampel besar, maka tingkat efisiensi nonparametrik relatif lebih
rendah dibandingkan dengan metode parametrik.
Secara sederhana dan berdasarkan prosedur yang sering digunakan, uji-uji
statistika nonparametrik dapat dikelompokkan atas kategori berikut:
a. Prosedur untuk data dari sampel tunggal.
b. Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel bebas
(independent).
c. Prosedur untuk data dari dua kelompok atau lebih sampel berhubungan
(dependent).
d. Korelasi peringkat dan ukuran-ukuran asosiasi lainnya.
Pada Tabel 2.2 disajikan jenis-jenis uji nonparametrik untuk data dari dua
kelompok atau lebih.
Tabel 2.2. Analisis uji nonparametrik untuk data dari dua kelompok atau lebih.
APLIKASI UJI NONPARAMETRIK
Dua sampel saling berhubungan Signed test, Wilcoxon Signed-Rank, Mc Nemar Change test
Dua sampel tidak berhubungan Mann-Whitney U test, Moses Extreme reactions, Chi-Square test, Kolmogorov-Smirnov test, Walt-Wolfowitz runs
Tiga atau lebih sampel saling berhubungan
Friedman test, Kendall W test, Chocran’s Q
Tiga atau lebih sampel tidak berhubungan
Kruskal-Wallis test, Chi-Square test, Median Extention test
2.3 Skala Pengukuran
Menurut Stevens (1946), pengukuran merupakan pemberian angka-angka
terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa menurut kaidah-kaidah tertentu,
dan menunjukkan bahwa kaidah-kaidah yang berbeda menghendaki skala-skala
serta pengukuran-pengukuran yang berbeda pula. Untuk data kategorik ada dua
macam skala pengukuran yang dikenal, yaitu nominal dan ordinal.
2.3.1 Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala yang paling lemah atau rendah di antara
skala pengukuran yang ada. Skala nominal hanya bisa membedakan benda atau
peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama (predikat). Skala
pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasi objek, individual, atau
kelompok dalam bentuk kategori. Pemberian angka atau simbol pada skala nomial
hanya menunjukkan ada atau tidak adanya atribut atau karakteristik pada objek
yang diukur.
2.3.2 Skala Ordinal
Skala ordinal ini lebih tinggi daripada skala nominal, dan sering juga
disebut dengan skala peringkat. Hal ini karena dalam skala ordinal, lambang-
lambang bilangan hasil pengukuran selain menunjukkan pembedaan juga
menunjukkan urutan atau tingkatan objek yang diukur menurut karakteristik
tertentu. Selain itu, yang perlu diperhatikan dari karakteristik skala ordinal adalah
meskipun nilainya sudah memiliki batas yang jelas tetapi belum memiliki jarak
(selisih).
2.4 Hipotesis
Hipotesis secara etimologi dibentuk dari dua kata yaitu, kata hypo yang
berarti kurang dan thesis yang berarti pendapat. Jadi hypothesis artinya suatu
kesimpulan yang masih kurang, yang masih belum sempurna. Pengertian ini
kemudian diperluas dengan maksud sebagai kesimpulan yang belum sempurna,
sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.
Pembuktian ini hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis dengan data di
lapangan.
Hipotesis statistik adalah hipotesis yang dibuat dalam melakukan uji
statistik. Hipotesis statistik terdiri dari dua jenis yaitu hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternatif (H1). Hipotesis H0 adalah hipotesis yang diuji. Prosedur
pengujiannya berlandaskan informasi yang berasal dari data sampel yang tepat
menghasilkan salah satu dari dua keputusan statistik sebagai berikut, yaitu
keputusan untuk menolak hipotesis nol karena dianggap salah atau keputusan
untuk tidak menolak hipotesis nol karena sampel tidak memiliki bukti yang cukup
untuk membenarkan penolakannya. Bila menolak hipotesis nol, berarti menerima
bahwa hipotesis alternatifnya benar. Hal ini dikarenakan hipotesis nol dan
hipotesis alternatif dinyatakan sedemikian rupa sehingga keduanya saling berdiri
sendiri dan melengkapi.
2.5 Uji Kruskal-Wallis
Menurut Siegel (1956), uji Kruskal-Wallis merupakan uji nonparametrik
yang berguna untuk menentukan apakah k sampel independen berasal dari
populasi-populasi yang berbeda atau tidak. Harga-harga sampel hampir selalu
berbeda, persoalannya adalah apakah perbedaan-perbedaan antar harga-harga
sampel tersebut menandai perbedaan-perbedaan populasi yang sesungguhnya,
atau perbedaan itu semata-mata karena variasi yang terjadi secara kebetulan
sebagaimana yang diharapkan dapat terjadi pada sampel-sampel random dari
populasi yang sama. Uji ini sama dengan uji F dalam Analysis of Variance
(ANOVA). Perbedaannya ANOVA memerlukan asumsi bahwa data berdistribusi
normal, sedangkan uji Kruskal-Wallis tidak memerlukan asumsi tersebut.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam uji Kruskal-Wallis adalah sebagai
berikut :
1. Data terdiri atas k sampel acak berukuran n1, n2, n3, …, nk.
2. Tidak mensyaratkan bentuk distribusi parameter populasi, baik normal atau
tidak.
3. Pengamatan diasumsikan saling bebas baik di dalam maupun di antara
sampel-sampel.
4. Variabel yang digunakan bersifat kontinu.
5. Skala pengukuran yang digunakan setidaknya ordinal.
6. Populasi-populasi identik kecuali dalam hal lokasi yang mungkin berbeda
untuk sekurang-kurangnya satu populasi.
Dasar perhitungan uji Kruskal-Wallis adalah masing-masing N observasi
digantikan dengan rankingnya. Semua nilai observasi dalam seluruh k sampel
yang digunakan diurutkan (diranking) dalam satu rangkaian. Nilai observasi
terkecil yang digantikan dengan ranking satu, yang setingkat di atas yang terkecil
digantikan dengan ranking dua, dan yang terbesar digantikan dengan ranking N.
Ranking N adalah jumlah seluruh nilai observasi independen dalam k sampel itu.
Jika hal ini telah dikerjakan, jumlah ranking (Ri) dalam masing-masing sampel
(kolom) dihitung. Uji Kruskal-Wallis menentukan apakah jumlah ranking itu
sangat berlainan sehingga sangat kecil kemungkinan bahwa sampel-sampel itu
ditarik dari populasi yang sama.
Pengujian hipotesis untuk uji Kruskal-Wallis untuk k populasi adalah
sebagai berikut :
1. Hipotesis
H0 : k sampel berasal dari populasi yang sama (identik), dalam hal harga rata-
rata.
H1 : Tidak semua k sampel berasal dari populasi yang sama (identik), dalam
hal harga rata-rata.
2. Statistik Uji
(2.1)
dengan,
k = Ukuran sampel
ni = Banyak pengamatan pada sampel ke-i
Ri = Jumlah ranking sampel ke-i
Ranking dihitung relatif terhadap jumlah data untuk k sampel
N = Jumlah total pengamatan yaitu n1 + n2 +…+ nk
= Menunjukkan penjumlahkan dari jumlah ranking (Ri) seluruh k
sampel (kolom-kolom)
3. Keputusan Penolakan H0
H0 ditolak jika H > χ2α;db pada derajat bebas (k-1)
2.6 Uji Pembandingan Berganda
Apabila prosedur pengujian hipotesis uji Kruskal-Wallis cenderung
mengarah ke penolakan hipotesis H0 dan oleh karena itu harus disimpulkan bahwa
tidak semua populasi asal sampel identik, sudah sewajarnya bila dipertanyakan
populasi-populasi mana yang berbeda dari yang lain secara nyata dan populasi-
populasi mana yang tidak berbeda.
Langkah-langkah dalam perhitungan uji pembandingan berganda adalah
sebagai berikut :
1. Memilih dua sampel berbeda, misal sampel ke-i dan sampel ke-j dengan i, j =
1, 2, …, k,
2. Menghitung sebagai rata-rata peringkat sampel ke-i dan
sebagai rata-
rata peringkat sampel ke-j,
3. Menentukan nilai Z dari Tabel Distribusi Normal Standar dengan acuan luas
daerahnya di sebelah kanan yang memiliki luas α/(k(k-1)) dan menghitung :
(3.1)
4. Menghitung harga mutlak dari selisih antara dan yaitu ,
5. Pengambilan keputusan :
Jika,
maka antara sampel ke-i dan sampel ke-j tidak terdapat perbedaan.
Jika terjadi sebaliknya berarti terdapat perbedaan.
6. Mengulangi langkah 1 sampai 5 untuk pasangan sampel lainnya.
2.7 Mutasi / Migrasi Penduduk
Mutasi Penduduk atau yang lebih dikenal dengan migrasi migasi
penduduk berarti proses berpindahnya suatu penduduk dari daerah yang satu ke
daerah yang lainnya. Misalnya pindah kabupaten, kotamadya attau provinsi
bahkan sampai pindah negara. Proses migrasi dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu:
a. Migrasi Internasional
Pada Migrasi Internasional para migran melintasi batas suatu negara
masuk ke negara lain. Orang yang meninggalkan negara tersebut
disebut emigran, sedangkan orang yang masuk ke suatu negara disebut
immigran.
b. Migrasi Internal
Migrasi Internal terjadi di dalam batas-batas suatu negara. Arus
migrasi ini pada umumnya lebih hebat daripada internasional karena
kurangnya restriksi-restriksi legal dan hambatan-hambatan bahasa atau
kebudayaan. Oleh karena itu, migrasi internal seringkali menjadi
penyebab berlangsungnya perubahan sosial dan ekonomi secara cepat.
Seseorang dikatakan sebagai migran jika ia pindah dari tempat tinggalnya
yang biasa untuk jangka waktu yang cukup lama dan melintasi batas administrasi
suatu wilayah tertentu.
Migrasi Internal yang terjadi di Indonesia sejak zaman dahulu baik secara
perorangan, keluarga maupun kelompok-kelompok. Dalam sejarah kita kenal
misalnya migrasi besar-besaran pada zaman Mataram, dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur. Dewasa ini, banyak pula terjadi migrasi dari daerah-daerah luar Jawa ke
pulau Jawa untuk kepentingan berdagang, menuntut ilmu atau mencari
keuntungan-keuntungan lain. Begitu pula transmigrasi yang disponsori
Pemerintah untuk memindahkan penduduk dari daerah-daerah yang padat
penduduknya ke daerah-daerah yang jarang penduduknya dengan tujuan
pemerataan penduduk, pembangunan wilayah, dan pembangunan masyarakat.
Di Indonesia dan di negara-negara berkembang lainnya banyak terjadi
perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota yang disebut urbanisasi. Di negara-
negara berkembang gejala ini menandakan adanya kelebihan penduduk di daerah
pedesaan, sehingga sebagian penduduk dipaksa pergi menuju kota dengan sikap
untung-untungan tanpa motivasi kuat.
Banyak para urban berpindah karena beberapa motif diantaranya:
Untuk mencari pekerjaan / mutasi kerja ke luar kota.
Alasan keluarganya pindah ke kota.
Alasan perumahan, dan sebagainya