makalah teori kebijakan moneter neww

25
KELOMPOK 2 TEORI KEBIJAKAN MONETER Oleh: Muhamad Adrian H 135020107111003 Annisa Hakim Fidani 135020107111008 Meritta Nurlia Sasanti 135020107111019 Kelas: AA Program Studi Ekonomi Pembangunan

Upload: adrian-

Post on 10-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

KELOMPOK 2TEORI KEBIJAKAN MONETER

Oleh:Muhamad Adrian H135020107111003Annisa Hakim Fidani135020107111008Meritta Nurlia Sasanti135020107111019Kelas: AA

Program Studi Ekonomi PembangunanJurusan Ilmu EkonomiFakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Brawijaya Malang

2015A. KERANGKA KEBIJAKAN UMUM KEBIJAKAN MONETER (INSTRUMEN, SASARAN, dan TUJUAN)1. Instrumen Kebijakan MoneterDidalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan beberapa instrument dalam mencapai sasaran. Diantaranya adalah:a. Reserve Requirement (RR) atau Cadangan WajibReserve Requirement (RR) atau Cadangan Wajib adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank bank untuk memelihara sejumlah alat alat likuid (reserve) sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya.Semakin kecil presentase tersebut, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reservenya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Sebaliknya semakin besar presentase, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi uang beredar. Disinilah posisi RR yang dapat menjadi alat untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar.Penetapan besar kecilnya RR akan berdampak terhadap suku bunga. Makin tinggi RR, akan mengakibatkan suku bunga pinjaman meningkat karena (cost of loanable fund) menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah RR semakin rendah pula suku bunga pinjaman (lending rate).Indikator empirik untuk kebijakan moneter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : Jumlah uang beredar (M2), yaitu jumlah seluruh uang yang beredar yang terdiri dari M1 (uang kartal dan uang giral) ditambah dengan uang kuasi. Bunga deposito 1 bulan (Depo1) Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Inflasib. Open Market Operation atau Operasi Pasar Terbuka (OPT)Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan jual beli surat surat berharga oleh bank sentral.Penjualan surat surat berharga oleh bank sentral akan mempunyai dampak kontraksi moneter karena pengurangan alat alat likuid bank bank akan memperkecil kemampuan bank bank memberikan pinjaman. Sebaliknya pembelian surat surat berharga oleh bank sentral akan membawa dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat alat likuid bank bank akan memperbesar kemampuannya dalam pemberian pinjaman.Operasi pasar terbuka dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah dipasar yang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah melalui fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI).Berdasarkan tujuannya, operasi pasar terbuka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: Dynamic open market operation, yang bertujuan untuk mengubah jumlah cadangan dan monetary base. Defensif open market operation, yang bertujuan untuk mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah cadangan danmonetary base.c. Discount Policy atau Fasilitas DiskontoFasilitas Diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank bank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral, yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapan diskonto yang rendah akan mendorong bank bank meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah uang beredar.d. Foreign Exchange Intervention atau Intervensi Valuta AsingIntervensi Valuta Asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa.Dalam bank sentral ingin mengetatkan likuiditas rupiah pasar uang, bank sentral akan menjual cadangan devisanya. Sebaliknya pembelian va;uta asing oleh bank sentral akan meningkatkan likuiditas rupiah dipasar uang.e. Moral suasion atau imbauanBank sentral juga melakukan imbauan kepada bank bank untuk melakukan kebijakan tertentu. Imbauan bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral biasanya memiliki dampak yang cukup efektif dalam kebijakan moneter.

2. Sasaran Kebijakan Monetera. Tingkat Suku BungaKebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan.b. Uang beredar (Monetary Aggregate)Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melibihi atau kurang dan jumlah yang ditetapkan, bank sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan.Pemilihan monetary aggregate sebagai sasaran menengah memungkinkan terjadinya gejolak suku bunga yang disebabkan oleh gejolak permintaan yang tidak dapat diimbangi oleh penawaran uang. Besaran ini juga lazim disebut dengan jumlah uang beredar.

3. Tujuan Kebijakan MoneterTarget terakhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Target akhir tersebut tidak selalu sama dari satu negara dengan negara lainnya. Tidak pula harus sama dari waktu ke waktu. Target kebijakan moneter bersifat dinamis dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara.Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter, yakni:a. Stabilitas hargab. Kesempatan kerjac. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatand. Neraca pembayarane. Menjaga Stabilitas Harga :Kebijakan moneter selalu dihubungkan dengan jumlah uang beredar dan jumlah barang dan jasa. Interaksi jumlah uang beredar dengan jumlah barang dan jasa akan menghasilkan harga. Ada kalanya harga naik atau turun tidak beraturan, sehingga perubahan harga dapat memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Apabila harga cenderung naik terus-menerus, orang akan membelanjakan semua uangnya yang mengakibatkan terjadinya gejala ekonomi yang disebut inflasi.f. Meningkatkan Kesempatan Kerja :Jika jumlah uang beredar seimbang dengan jumlah barang dan jasa, maka perekonomian akan stabil. Pada keadaan ekonomi stabil, pengusaha akan mengadakan investasi. Investasi akan memungkinkan adanya lapangan pekerjaan baru. Adanya lapangan pekerjaan baru atau perluasan usaha berarti meningkatkan kesempatan kerjag. Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran:Kebijakan moneter dapat memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Jika negara mendevaluasi mata uang rupiah ke mata uang asing, harga-harga barang ekspor akan menjadi lebih murah, sehingga memperkuat daya saing dan meningkatkan jumlah ekspor. Peningkatan jumlah ekspor akan memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran.h. Menjaga Stabilitas Ekonomi: Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan perekonomian yang berjalan sesuai dengan harapan, terkendali, dan berkesinambungan. Artinya, pertumbuhan arus uang yang beredar seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.B. MODEL KEBIJAKAN MONETER (RULE AND DISCRETION)Debat di kalangan ekonom tentang pilihan apakah bank sentral dapat menggunakan kebijakan moneter yang bersifat discretionary atau harus mendasarkan kebijakannya pada suatu rule telah sejak lama menjadi kontroversi. Meskipun pada umumnya kalangan bank sentral lebih memilih pendekatan discretionary policy, namun perubahan kerangka kebijakan moneter yang banyak terjadi akhir-akhir ini telah menghidupkan kembali debat lama ini. Dalam hal ini kebijakan yang bersifat discretionary policy dianggap dapat menimbulkan masalah besar yang dikenal dengan dynamic inconsistency problem atau sering juga disebut time inconsistency problem. Jika persoalan ini muncul, dalam jangka panjang kebijakan moneter justru dapat menghasilkan kondisi perekonomian yang bias terhadap inflasi (inflationary bias). Dengan argumen ini, kebijakan moneter akan lebih optimal dalam jangka panjang jika mendasar pada suatu rule. Dengan penerapan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada suatu rule, bank sentral dipaksa untuk tidak melakukan kecurangan. Meskipun dalam jangka pendek kebijakan moneter dalam kerangka ini tidak dapat melakukan penyesuaian atas perubahan kondisi perekonomian yang dihadapi pada saat tertentu, dalam jangka panjang kebijakannya dapat menjadi optimal karena tidak menghasilkan inflationary bias. Dengan kerangka berpikir seperti ini, kerangka kebijakan moneter yang dipilih bank sentral akan sangat tergantung dari bentuk rule yang dipilih. Pendapat mengenai pilihan di atas merupakan perdebatan antara dua kubu ekstrim dalam Ekonomi Makro Friedman dan pendukungnya lebih menyukai rules, Friedman yang menekankan perlunya suatu bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang bersifat mekanis (automatic servo-mechanism), yaitu menjaga pertumbuhan uang beredar pada suatu tingkat tertentu yang sudah ditetapkan (k% growth). Pengendalian jumlah uang beredar secara teratur dengan cara jumlah uang beredar tumbuh dengan suatu k% secara konstan dengan tujuan jangka panjang. Ini berarti bahwa perubahan jumlah uang beredar tidak tergantung pada nilai-nilai variabel ekonomi makro baik yang telah lampau maupun yang akan datang. Bentuk policy rule yang lain adalah dengan mematok nilai tukar (pegging exchange rate), atau juga mematok suku bunga riil jangka pendek pada suatu rate tertentu. Ketiga bentuk rules tersebut dapat dikelompokkan menjadi satu karena pada dasarnya masing-masing mematok nilai tertentu pada instrumen kebijakan (Blinder, 1998).Sebagai lawan dari cara pengaturan jumlah uang beredar di atas adalah discretionary policy yang secara vocal dihembuskan oleh para penasihat ekonomi Presiden Kennedy dan Johnson di mana kebijaksanaan yang dijalankan ditandai dengan perubahan yang sering terjadi pada jumlah uang beredar yang tergantung pada nilai-nilai variabel ekonomi makro yang telah lampau maupun yang akan datang.Penggunaan policy rules yang bersifat mekanistis, memang tidak dimaksudkan sebagai harga mati yang harus diikuti secara ketat oleh suatu bank sentral. Besarnya kondisi ketidakpastian, menyiratkan masih perlunya pendekatan yang bersifat discretion. Bernanke (1999) dalam kesimpulannya tentang framework kebijakan moneter di negara-negara yang menerapkan target inflasi cenderung mengatakan bahwa kebijakan yang dipakai lebih bersifat discretion yang direstriksi oleh target inflasi. Blinder (1999) mengatakan bahwa debat tentang rules vs discretion lebih banyak dilakukan di kalangan akademisi, sedangkan praktisi bank sentral lebih memilih pendekatan yang bersifat discretion. Demikian halnya, Svenson (1999) sangat berkeberatan dengan pendekatan rules yang kaku, dengan mengatakan bahwa apabila kebijakan moneter dapat diserahkan kepada sebuah policy rules, peran bank sentral dapat didelegasikan kepada seorang staf, atau bahkan kepada sebuah komputer.

C. EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER1. Tolak Ukur Stabilitas MoneterSetiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagian acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menialai kebijakan moneter adalah: Jumlah Uang Beredar (JUB) Laju inflasi yang cukup rendah terkendali.w Suku bunga pada tingkat yang wajar. Nilai tukar rupiah yang realistis. Ekspetasi/harapan masyarakat terhadap moneter.Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari keempat indikator tersebut.

a. Laju InflasiBagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbulkan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpaan kekayaannya dalam bentuk perbankan.Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun jika dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya diluar negeri.Kedua dampak inflasi diatas akan menyebabkan Perbankan kekurangan dana yang berasal dari masyarakat, dan ini berarti kemampuan Bank dalam menyediakan dana untuk investasi juga turut berkurang, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi dan produksi juga akan melambat.Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memicu ketidakpastian dalam banyak aktifitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam hal perencanaan dan operasional perusahaan, termasuk dalam perbankan.b. Suku BungaSelain yang telah sering dijelaskan sebelunya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di Bank, namun disisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha yang mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat terrsalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, kemana dana masyarakat itu akan di salurkan? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan mendapatkan masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya di peroleh.Dengan penjelasan yang sedikit berbeda, rendahnya tingkat bunga memang akan mendorong banyak pelaku dunia usaha untuk mengambil dana di perbankan, namun karena rendahnya tingkat bunga tersebut, apalagi bila dibandingkan dengan tingkat bunga di luar negeri, masyarakat akan lebih tertarik menyimpan dananya di perbankan luar negeri, sehingga perbankan dalam negeri akan kekurangan dana yang sedah dibutuhkan oleh dunia usaha. Lebih jauh lagi adalah terhambatnya investasi yang terjadi di sektor industri karena kesulitan mendapat dana, sehingga produksi akan melambat.c. Nilai Tukar RupiahNilai tukar yang stabil akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat di jadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya. Dengan kejadian ini tentunya akan menguntungkan dunia perbankan.Penyesuaian nilai yukar yang terlalu cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong bergeraknya aliran dana masyarakat ke luar negeri. Dengan demikian anatara nilai tukar dan indikator kebijakan moneter lainnya memiliki hubungan yang sangat erat, khususnya bagi kebijaka pemerintah yang sedang di tempuh untuk menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.d. Ekspektasi/harapan MasyarakatMeskipun lebih sulit untuk di ukur, namun ekspetasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar.Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan ekspor.Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah. Sehingga dapat memicu dana masyarakat ke luar negeri. Apabila hal ini terjadi, maka seperti telah dijelaskan di awal, maka perbankan akan kesulitan dalam menghimpun dana masyarakat yang sangat diperlukan untuk keperluan investasi dunia usaha.Dengan keempat penjelasan indikator moneter tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa stabilitas dan pertumbuhan ekonommi Indonesia, sangatlah di pengaruhi oleh keempat indikator tersebut, sehingga kebijakan moneter yang di tempuh pemerintah akan hal itu, harus membrikan hasil yang baik, dalam arti terkendali, wajar, dan realistis.e. Strategi Kebijakan MoneterUntuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas, pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan stratei yang tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia Secara umum, strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :1. Strategi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy)Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik produksi naik.Namun demikian dalam perekonomian terbuka dan sistem devisa bebas, Sementara itu, kebijakan moneter ketat akan memberi dampak sebaliknya, terutama dalam rangka meredam kenaikan harga atau inflasi yang berlebihan, sehingga tekanan terhadap neraca pembayaran berkurang karena produk dalam negeri kembali dapat bersaing, meskipun dengan kebijakan ini akan berdampak pula pada menurunnya pertumbuhan ekonomi, karena jumlah uang yang beredar dikurangi, yang berarti permintaan juga berkurang produksi berkurang.Sebuah dilema memang akan terjadi, tatkala perekonomian Indonesia menghadapi dua kondisi yang bersamaan, yakni lesunya ekonomi dan tertekannya neraca pembayaran atau melemahnya daya saing produk lokal. Penerapan kebijakan moneter longgar memang akan menyelamatkan ekonomi yang lesu, namun akan memperparah kondisi neraca pembayaran Indonesia. Sementara penerapan kebijakan moneter ketat akan menyelamatkan neraca pembayaran dan manikkan daya saing, namun akan berdampak pada menurunnya/lesunya perekonomian. Kalu sudah demikian, kebijakan mana yang akan dipilih ?Dengan dilema tersebut, pemerintah kemudian memang dituntut untuk dapat meramu kebijakan yang paling pas dan menetapkan skala prioritas pemecahan masalah yang ada, sehingga lesunya perekonomian dapat diatasi dan daya saing produk ekspor Indonesia juga membaik, dan ini memang bukan pekerjaan yang mudah.2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary Policy Countercyclical Monetary PolicyUntuk memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang, yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian mengahadapi masa resesi dan melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu cepat.Saat akan perekonomian cenderung mengalami resesi, maka pemerintah harus segera melaksanakan kebijakan moneter yang lebih ekspansif dengan tujuan meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat. Dengan demikian, hasrat masyarakat atau permintaan konsumsi masyarakat diharapkan akan meningkat, yang berarti akan memberi dorongan bagi dunia usaha untuk meningkatkan produksinya. Pada gilirannya, kondisi ini akan mendorong tumbuhnya ekonomi di Indonesia.Sementara itu, di saat perekonomian mengalami boom, yang cenderung memicu naiknya harga-harga atau inflasi, pemerintah perlu segera menerapkan kebijakan moneter yang ketat, dengan tujuan memperlambat dan mengurangi tingkat konsumsi dan permintaan masyarakat, sehingga laju perekonomian dapat diperlambat.f. Accomodatice Monetery PolicyPendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya pemerintah menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan pada pemikiran :1. Ekspektasi masayarakat dapat mengalahkan dampak dari variabelvariabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah menantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh masayarakat2. Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru ketika perekonomian telah mencapai tahap boom. Begitu pula kebijakan moneter ketat/konstraksi yang diterapkan untuk mengatasi kondisi boom, baru akan terasa dampaknya justru saat ekonomi sedang resesi.Akibatnya adalah, bukan masalah resesi dan boom yang teratasi, tetapi justru kedua kondisi ekonomi itu akan bertambah parah. Oleh karena itu, tidak bijaksana kalau pemerintah melakukan intervensi dengan kebijakan moneter saat terjadi resesi atau boom.Biarkan kedua kejadian itu berlangsung apa adanya. Kalaupun pemerintah akan membantu, lakukan dengan menyeimangkan jumlah uang beredar dengan kebutuhan saat itu.

2. Efektifitas Kebijakan MoneterYang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti : Dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dapat meningkatkan kesempatan kerja Dapat meningkatkan penerimaan devisa negara Serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnyaTeori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini diantaranya adalah :1. Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang2. Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter tidak akan efektif.a. Keterkaitan kebijakan moneter dengan kebijakan makro lainnyaYang perlu diketahui, bahwa dalam perekonomian sebuah negara, kebijakan moneter merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kebijakankebijakan makro pemerintah lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi luar negeri, maupun kebijakan sektor riil lainnya.Dengan demikian apapun pilihan kebijakan moneter yang ditempuh haruslah memiliki keterkaitan dan mendukung sasaran dan tujuan dari kebijakan ekonomi makro lainnya, sehingga secara bersama dapat memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat.Sebagai contoh, kebijakan moneter yang ekspansif memang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di satu sisi, namun di sisi lainnya, kebijakan ini akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi), sehingga akan memberatkan neraca pembayaran luar negeri karena produk dalam negeri akan kehilangan daya saingnya di pasar luar negeri, yang berakibat menurunnya penerimaan devisa negara. Oleh karena itu perlu diimbangi kebijakan sektor luar negeri kondusif yang dapat mengatasi hal tersebut, seperti misalnya dengan memberi kemudahan ekspor dan intensi ekspor lainnya.Begitu pula dengan kebijakan moneter ketat yang ditempuh untuk tujuan menurunkan tingkat inflasi, akan memberi dampak negatif pada sektor riil dalam meningkatkan produksinya. Dalam kasus ini, diperlukan dukungan kebijakan ekonomi makro lainnya agar produksi tetap dapat ditingkatkan. Kebijakan ekonomi makro lain yang perlu dilakukan diantaranya dengan memberikan insentif atau keringan pajak bagi produsen, atau dengan insentif-insentif lainnya seperti penetapan harga khusus untuk bahan bakar industri dan kebijakan kemudahan perijinan usaha misalnya.Dengan dukungan berbagai kebijakan makro lainnya tersebut, kebijakan moneter yang dijalankan pemerintah akan dapat mencapai sasaran dan dapat diminimalkan dampak negatifnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah ramuan dari berbagai kebijakan moneter dan kebijakan makro lainnya, sedemikian rupa, agar berbagai kebijakan tersebut tidak saling bertentangan dan justru saling melengkapi dan mendukung keberhasilannya, dalam arti jangan sampai yang terjadi adalah : Harga-harga semakin naik Daya saing produk dalam negeri semkain menurun Devisa negara semakin berkurang Nilai tukar rupiah semakin melemah Daya beli masyarakat semakin lemah Produksi nasional semkain berkurang Pengangguran semakin meningkat Perekonomian semakin lesu, dan Kesejahteraan masyarakat semakin memburukb. Pengaruh faktor ekternal (Luar Negeri) Terhadap Kebijakan Moneter IndonesiaSaat ini, tidak ada satupun negara yang dapat hidup dan bertahan tanpa berhubungan dengan negara yang lainnya. Alasan utamanya adalah bahwa suatu negara tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri karena tidak setiap sumber daya yang dibutuhkan, ada dan dimiliki di negara tersebut.Sebagai contoh, tidak setiap negara memiliki tambang minya, sehingga membutuhkan minyak dari negara penghasil minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak di negara tersebut. Begitu pula negara penghasil minyak (Negara-negara Arab dan Timur Tengah misalnya), tidak memiliki produk-produk pertanian sehingga perlu mengekspor dari negara agraris lainnya. Demikian seterusnya.Atas dasar itulah ketergantungan suatu negara terhadap negara lainnya selalu ada, meskipun dengan nilai intensitas yang tidak sama, tergantung dari seberapa maju aktivitas ekonomi negara tersebut. Sebagai contoh negara Amerika memang telah sangat maju dan besar transaksi ekonoinya sehingga dalam beberpa hal seperti nilai tukar dan tingkat bunga misalnya, secara umum menjadi acuan bagi negara-negara lainnya, termasuk oleh Indonesia.

Kesimpulan : Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter dalam bentuk pengendalian agregat moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan Moneter terbagi menjadi 2 yaitu : Kebijakan moneter ketatdanKebijakan moneter longgar. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan : Kesempatan Kerja, Kestabilan harga, Neraca Pembayaran Internasional. Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain: Operasi Pasar Terbuka, Fasilitas Diskonto, Rasio Cadangan Wajib, Himbauan Moral, Kredit selektif, Politik sanering.

DAFTAR PUSTAKAPohan, Aulia (2008). Kerangka Kebijakan Moneter Indonesia, edisi A. Jakarta.Pohan, Aulia (2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia, edisi B. Jakarta.https://uasuin.wordpress.com/2012/01/03/instrumen-kebijakan-moneter/http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-jenis-tujuan-moneter-macam-macam.htmlhttp://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/kebijakan-moneter-derfinisi-dan.htmlindraputrabintan.blogspot.com/2013/09/kebijakan-moneter.htmlblogcoebacoeba.blogspot.com/.../alatinstrumen-kebijakan-moneter.htmlhttp://abstraksiekonomi.blogspot.com/2013/11/kebijakan-moneter.htmlhttps://kinantiarin.wordpress.com/kebijakan-moneter/