bab i abses perianal.doc

27
BAB I PENDAHULUAN Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous. Lokasi klasik abses anorectal tercantum dalam urutan penurunan frekuensi adalah sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intersphincteric 5%, supralevator 4%, dan submukosa 1%. Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki-perempuan 2:01-3:01. Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau intervensi bedah diperlukan. Sebuah insiden yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya sesuai dengan musim semi dan musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas dalam terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas ada di antara berbagai negara atau wilayah di dunia. Adapun hubungan langsung antara pembentukan abses anorektal dan kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan pribadi yang buruk tetap tidak terbukti. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup umum. Mekanisme yang tepat adalah kurang dipahami tetapi tidak 1

Upload: rynaldiandriansya

Post on 09-Nov-2015

81 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous. Lokasi klasik abses anorectal tercantum dalam urutan penurunan frekuensi adalah sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intersphincteric 5%, supralevator 4%, dan submukosa 1%.Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki-perempuan 2:01-3:01. Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau intervensi bedah diperlukan.Sebuah insiden yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya sesuai dengan musim semi dan musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas dalam terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas ada di antara berbagai negara atau wilayah di dunia. Adapun hubungan langsung antara pembentukan abses anorektal dan kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan pribadi yang buruk tetap tidak terbukti.Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup umum. Mekanisme yang tepat adalah kurang dipahami tetapi tidak tampaknya berkaitan dengan sembelit. Untungnya, kondisi ini cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan intervensi operasi pada pasien ini selain drainase sederhana.1Fistula perianal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula perianal adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh yang membentuk traktus akibat inflamasi. Prevalensi fistel perianal sebanyak 8,6 kasus tiap 100.000 populasi. Pada pria 12,3% sedangkan pada wanita berkisar 5,6 % pada 100.000 populasi. Rasio pada pria dan wanita adalah 1,8:1 dengan umur rata-rata penderita adalah 38 tahun. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula. Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta diperbatasan anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit perianal. Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 AnatomiKanalis anal merupakan bagian akhir dari usus besar dan rektum, yang berawal dari diafragma pelvis yang melewati otot levator ani dan berakhir dipinggiran anal. Kanalis ini mempunyai panjang sekitar 4 cm. Dinding otot dari kanalis anal merupakan kelanjutan dari lapisan otot sirkuler rektum yang kemudian menebal dan membentuk sfingter internal.

Secara anatomis kanalis anal memanjang dari pinggiran anal ke linea dentata. Akan tetapi para ahli mendefinisikan kanalis anal memanjang dari pinggiran anal ke cincin anorektal. Cincin anorektal sendiri teraba saat pemeriksaan rektal 1-1,5 cm di atas linea dentata.

Pinggiran anal adalah pertemuan antara anoderm dengan kulit perianal. Anoderm merupakan epitel tersendiri yang kaya akan saraf tapi kurang dalam hal perangkat (folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea). Linea dentata atau linea pectinata yang merupakan pertemuan antara mukokutaneus sebenarnya terletak 1-1,5 cm dari pinggiran anal.

Gambar 1. Anatomi Anal CanalKanalis anal dikelilingi oleh sebuah sfingter internal dan eksternal, yang keduanya menjalankan mekanisme sfingter anal. Sfingter interna merupakan kelanjutan dari bagian dalam otot polos sirkuler rectum (otot involunter) dan normalnya berkontraksi saat istirahat. Bidang intersfingterik merupakan kelanjutan fibrosa dari lapisan otot polos longitudinal rektum.

Sfingter eksternal merupakan otot volunter berlurik yang terbagi atas 3 putaran membentuk U (subkutaneus, superfisial, dan profunda) namun bekerja sebagai satu kesatuan, sfingter ekternal merupakan kelanjutan dari otot-otot levator dari dasar pubis, khususnya otot puborektalis. Otot puborektalis berasal dari pubis dan menyatu pada posterior dari rektum. Normalnya sfingter berkontraksi menghasilkan penyudutan 80 derajat dari sudut pertemuan anorektal.

Dari area setinggi cincin anorektal ke arah distal dan antara otot sfingter internal dan eksternal, lapisan otot longitudinal rektum menyatu dengan serat levator ani dan otot puborektalis yang kemudian membentuk longitudinal conjoined. Serat-serat otot ini yang dapat memotong bagian bawah dari sfingter eksternal untuk kemudian masuk kedalam kulit perianal dan mengerutkan pinggiran anal yang disebut dengan corrugator cutis ani.

Kolumna morgagni terdiri atas 8-14 lipatan mukosa longitudinal yang terletak tepat diatas linea dentata dan membentuk kripta analis pada ujung distalnya. Kelenjar-kelenjar rudimenter kecil membuka pada kripta-kripta ini. Saluran dari kelenjar ini menembus sfingter internal dan badan dari kelenjar ini terletak pada bagian intersfingterik.

Gambar 2. Anatomi Regio Anal

Perianorectal spaceRuang perianal mengelilingi anus dan ke arah lateral berlanjut dengan lemak pada daerah gluteal. Ruang intersfingterik memisahkan sfingter analis interna dan eksterna. Ini berlanjut dengan ruang perianal distal dan meluas ke dinding rektum. Ruang iskiorektalis (fossa ischiorectalis) terletak pada lateral dan posterior dari anus dan dibatasi di sebelah medial oleh sfingter eksternal, di sebelah lateral oleh ischium, di sebelah superior oleh muskulus levator ani, dan di sebelah inferior oleh septum transversal.

Ruang iskiorektalis berisi pembuluh darah rektalis inferior dan limfonodus. Dua ruang iskiorektalis menghubungkan di posterior di atas ligamentum anococcygeal tetapi di bawah muskulus levator ani, membentuk ruang postanal interna. Ruang supralevator terletak di atas muskulus levator ani di kedua sisi rektum dan berhubungan di bagian posterior. Anatomi ruang-ruang tersebut mempengaruhi lokasi dan penyebaran infeksi cryptoglandular.

Gambar 3. Anatomi Perianorectal Space (tampak anterior)2.2 Definisi

Abses perianal meruakan merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis analis, dengan pembentukan rongga abses. Keparahan dan kedalaman abses cukup variable dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistula (fistula tract). Fistula perianal adalah suatu hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula perianal merupakan bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh sehingga membentuk traktus.2.3 Etiologi

Abses dan fistula Perirectal merupakan gangguan anorektal yang timbul didominasi dari obstruksi kriptus dubur. Infeksi dari hasil sekresi kelenjar sekarang statis di nanah dan pembentukan abses dalam kelenjar dubur. Biasanya, abses bentuk awalnya dalam ruang intersphincteric dan kemudian menyebar di sepanjang ruang potensial yang berdekatan. 4Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit perianal. Kadang fistel disebabkan colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus crohn. Fistel dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter atau menembus sfingter. Mungkin fistel terletak anterior, posterior, lateral. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fistel ditemukan tunggal atau kadang-kadang ditemukan kompleks. Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular. Fistula perianal merupakan abses anorektum tahap akhir yang telah didrainase dan membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter anal dan menuju kripta pada linea dendata. Kelenjar dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan dan terperangkapnya feses dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feses yang keras, atau inflamasi. Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal maka akan terbentuk abses di dalam rongga intersfingteric. Abses lama kelamaan akan meninggalkan jalan keluar dengan meninggalkan fistula. Aturan Goodsall dapat membantu untuk mengantisipasi keadaan anatomi dari fistula perianal. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior disekitar m.pubrorektalis dan dapat membentuk satu lubang perforasi atau lebih di sebelah anterior. 2.4 Klasifikasi

Klasifikasi fistula perianal menurut Parks dibagi atas :

1. Intersfingteric : lebih sering terjadi sekitar 70% kasus, melewati internal sfingter ke celah intersfingteric lalu ke perineum. Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses perianal. Pada fistula intersfingteric juga bisa didapatkan traktus buntu yang tinggi dengan arah ke atas ruang intersfingteric menuju ke ruang supralevator. Bukaan eksternalnya biasanya pada kulit perianal yang dekat dengan pinggiran anal. 2. Transfingteric : pada 25% kasus, berjalan dari ruang intersfingteric melewati sfingter eksternal ke fossa ischiorectal lalu ke perineum. Fistula jenis ini banyak diakibatkan oleh abses ischiorektal. Fistula jenis ini dapat mempunyai traktus buntu yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa ischiorectal atau dapat memanjang melalui otot levator ani dan ke dalam pelvis. 3. Suprasfingteric : pada 5% kasus, melalui ruang intersfingteric superior diatas otot puborectalis ke fossa ischiorectalis dan perineum. Traktus buntu dapat juga timbul pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk tapal kuda. 4. Extrasfingteric : hanya pada 1% kasus, dari kulit perianal melalui otot- otot levator ani pada dinding rectum tanpa melewati mekanisme sfingter. Biasanya terjadi karena penetrasi benda asing pada rektum, Morbus Crohn, paling sering karena iatrogenic sekunder setelah pemeriksaan yang terlalu berlebih saat operasi.

Gambar 4. Klasifikasi Fistula Perianal Menurut Parks

Gambar 5. Lokasi Abses2.5 Patofisiologi

Sebagaimana disebutkan di atas, abses dan fistula mewakili perirectal gangguan anorektal yang muncul didominasi dari obstruksi kriptus dubur. Anatomi normal menunjukkan di mana saja 4-10 kelenjar dubur dikeringkan oleh kriptus masing pada tingkat linea dentata. Kelenjar dubur biasanya berfungsi untuk melumasi lubang anus. Obstruksi dubur kriptus hasil dalam stasis sekresi kelenjar dan, ketika kemudian terinfeksi, supurasi dan pembentukan abses dalam hasil kelenjar dubur. Abses biasanya terbentuk di ruang intersphincteric dan dapat menyebar di sepanjang ruang berbagai potensi.

Gambar 6. Patofisiologi abses dan fistula perianal (A=Infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau kelenjar analis lain. Proses primer ini terjadi pada linea dentata ; B dan C=Infeksi menyebar ke jaringanperianal dan perirektal secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung melalui struktur kelenjar ; D=Terbentuk abses ; E=Abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit perianal dan terbentuk fistula komplit ; F=Terbentuk fistula.Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia coli, spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah diidentifikasi sebagai penyebab unik dari abses. Penyebab kurang umum dari abses perianal yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial meliputi TBC, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, actinomycosis, venereum limfogranuloma, penyakit Crohn, trauma, leukemia, dan limfoma. Ini dapat mengakibatkan pengembangan atipikal fistula-in-ano atau fistula rumit yang gagal untuk merespon perawatan bedah konvensional. 1Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah. Abses perianal adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai pembengkakan yang nyeri di ambang analis. Menyebar melalui sphincter eksternal di bawah tingkat puborectalis menghasilkan abses iskiorektalis. Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin tidak terlihat di daerah perianal. Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan pembengkakan yang nyeri di lateral fossa iskiorektalis. Abses Intersfingterik terjadi di ruang intersfingterik dan sangat sulit untuk didiagnosa, sering membutuhkan pemeriksaan di bawah anestesi. Abses pelivik dan supralevator jarang terjadi dan mungkin hasil dari perpanjangan abses intersfingterik atau iskiorektalis ke atas, atau perpanjangan abses intraperitoneal ke bawah.

Gambar 7. Daerah penyebaran infeksi pada perianal space

Gambar 8. Lokasi abses dan fistula perianal2.6 Gejala Klinis

Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan ketidaknyamanan perianal kusam dan pruritus. Nyeri perianal mereka sering diperburuk oleh gerakan dan tekanan perineum meningkat dari duduk atau buang air besar. Pemeriksaan fisik menunjukkan eritematosa, kecil, didefinisikan dengan baik, berfluktuasi, subkutan massa di dekat lubang anus.Pasien dengan abses iskiorektalis sering hadir dengan demam sistemik, menggigil, dan sakit parah dan kepenuhan perirectal konsisten dengan sifat lebih maju dari proses ini. Tanda-tanda eksternal yang minimal dan dapat mencakup eritema, indurasi, atau fluctuancy. Pada pemeriksaan dubur digital (DRE), massa, berfluktuasi indurated mungkin ditemui. Penilaian fisik yang optimal dari suatu abses iskiorektalis mungkin memerlukan anestesi untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang dinyatakan akan membatasi tingkat pemeriksaan.Pasien dengan abses intersphincteric hadir dengan nyeri rektum dan kelembutan menunjukkan terlokalisasi pada Dre. Pemeriksaan fisik mungkin gagal untuk mengidentifikasi abses intersphincteric. Meskipun jarang, abses supralevator menyajikan sebuah tantangan diagnostik yang sama. Akibatnya, kecurigaan klinis abses intersphincteric atau supralevator mungkin memerlukan konfirmasi melalui dihitung (CT) scan tomografi, magnetic resonance imaging (MRI), atau ultrasonografi dubur. Penggunaan modalitas terakhir adalah terbatas untuk mengkonfirmasikan adanya abses intersphincteric.42.7 DiagnosisPemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan fistel perianal harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya karsinoma atau proktitis TB, amuba, morbus Crohn. Fistulografi berguna pada keadaan kompleks. Fistulografi dilakukan dengan injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah EUA (Examination Under Anasthesia), CT Scan, USG endoanal (digunakan untuk menentukan hubungan antara traktus primer dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah simpel atau kompleks dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer) dan MRI (sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula). MRI menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi fistula yang kompleks.

Gambar 9. Fistulografi (anteroposterior)

Gambar 10. USG Endoanal

Gambar 11. CT Scan Abses dan Fistula Perianal

Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membanru dalam kasus-kasus tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap abses ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan adanya obat anestesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah dilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasien dengan kelainan perirektal karena rendahnya risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap terapi.1,5Pemeriksaan Laboratorium

Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.1

Gambar 12. MRI Abses Perianal2.8 PenatalaksanaanPada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan.Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung. Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati abses perianal atau perirektal.Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor, klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. Eksisi Dog ear" yang timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya.5

Gambar 13. Drainase Abses Perianal

Skema Penatalaksanaan Abses Perianal

Penatalaksanaan pada pasien dengan fistel perianal adalah dengan konservatif dan pembedahan. Terapi konservatif medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. Pembedahan yang dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem. Luka biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus.

Terapi pembedahanFistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan terbuka,sembuh per sekundam intentionem. Fistulotomy merupakan tindakan bedah untuk mengobati anal fistula dengan cara membuka saluran yang menghubungkan anal canal dan kulit kemudian mengalirkan pus keluar. Fistulotomy dikerjakan bila saluran fistula melewati spingter ani, dan bila tidak melewati spingter ani maka dilakukan Fistulectomy.Teknik OperasiPosisi pasien litotomi atau knee chest :

1. Dilakukan anestesi regional atau general2. Sebelum melakukan operasi sangat penting untuk meraba adanya jaringan fibrotik saluran fistel di daerah perianal maupun dekat linea dentata, sehingga dapat ditentukan asal dari fistel3. Dengan tuntunan rektoskopi dicari internal opening dengan cara memasukkan methilen blue yang dapat dicampuri perhidrol4. Bila internal opening belum terlihat dilakukan sondage secara perlahan dengan penggunaan sonde tumpul yang tidak kaku kedalam fistula dan ujung sonde diraba dengan jari tangan operator yang ditempatkan dalam rektum5. Bila internal opening telah ditemukan, dengan tuntunan sonde, dapat dilakukan fistulotomi yaitu dengan cara insisi fistula searah panjang fistula dan dinding fistula dilakukan curettage untuk pemeriksaan patologi. Hati-hati jangan sampai memotong sfingter eksterna.6. Luka operasi ditutup dengan tampon

Gambar 14. FistulotomiFistulektomi: Jaringan granulasi harus dieksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.

Gambar 15. Fistulektomi

Seton: benang atau karet diikatkan melalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.

Gambar 16. Placement of a noncutting seton

Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar.

Gambar 17. Advancement FlapFibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.

Gambar 18. Fibrin Glue

Pasca Operasi

Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat-obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama. 2.9 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan fistel perianal adalah fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).

2.10 KomplikasiFistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Fistula Anorectal muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal dan atau kelenjar anal, yang teridentifikasi dengan adanya drainase dari kanal anal atau dari kulit disekitar perianal. Penyebab lainnya dari fistula perianal merupakan multi faktor, termasuk penyakit divertikular, inflammatory bowel disease, keganasan dan infeksi, seperti tuberkulosis dan actinomikosis.Daftar Pustaka

1. Hebra A. 2012. Perianal Abscess. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview

2. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

3. Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

4. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus. Brunicardi F. Charles 9th et all. Schwartzs: Principles of Surgery 9 Edition. 2010.

5. Stamos MJ. Anorectal, Abscess, Fistula And Pilonidal Disease. Diunduh dari : http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/Surgery/CHAPTERS/CH35.PDF

6. Whiteford MH. 2007. Perianal Abscess/Fistula Disease. Diunduh dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780182/

7. Chapter 297. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, oleh Susan L. Gearheart, Harrisons online. Diunduh dari : http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?aID=9132775&searchStr=perianal+abscess#91327758. Andre Hebra and John Geibel. Perianal Abscess.http://emedicine.medscape.com. November 2010.

9. Skandalakis Surgical Anatomy. 200415