bab iii abses hepar fix

28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. (2,3,4) 17

Upload: randa-dp

Post on 05-Feb-2016

81 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Abses Hepar Fix

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500gr atau 2 %

berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra,

epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu

kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura

segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum

falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson

yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur

yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang

terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati,

sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang

melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus

hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta

hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. (2,3,4)

17

Page 2: BAB III Abses Hepar Fix

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya yaitu: (3,4,5,6)

Pembentukan dan ekskresi empedu

Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu penting untuk

pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di dalam usus.

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah

penyerapan dari saluran pencernaan

a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar, konversi galaktosa

dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta pembentukan banyak senyawa

kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh

yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis

lemak dari protein dan karbohidrat

18

Page 3: BAB III Abses Hepar Fix

c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan

amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, serta interkonversi beragam asam

amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.

Penimbunan vitamin dan mineral

Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12, tembaga, dan besi

dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hati adalah vitamin A,

tetapi sejumlah besar vitamin D dan B12 juga disimpan secara normal.

Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin

Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat

bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena itu, bila

besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin

membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan.

Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan

melepaskan besi.

Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak

Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi meliputi fibrinogen,

protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan beberapa faktor koagulasi lainnya.

Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan

faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat lain

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan detoksifikasi

atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid, penisilin, ampisilin, dan eritromisin

ke dalam empedu. Beberapa hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau

dihambat secara kimia oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti

estrogen, kortisol, dan aldosteron.

Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi

19

Page 4: BAB III Abses Hepar Fix

Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang

bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat

kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari

vena cava (gagal jantung kanan). kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris

dari darah.

3.2 EPIDEMIOLOGI

Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan

jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di

daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi,

didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari

beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 – 1,47%

sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 – 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi

puncak pada dekade ke – 6. (1)

Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal setelah otopsi.

Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT Scan dan MRI lebih mudah

untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan

insidennya 8-15 kasus/100.000 penderita. (2)

Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica

tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti

Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-

15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita

berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui

jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati

adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai

berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi

E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan

kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk. (2,7)

20

Page 5: BAB III Abses Hepar Fix

3,3 ETIOLOGI

3.3.1 Abses Hati Amebik

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-

patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat

menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba

histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis

Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi

berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hati. (2)

Amuba bentuk trofozoit dengan pseupoda ukuran besar(5)

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang mengadakan

pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3 bentuk parasit, yaitu

tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif, mampu memasuki organ dan jaringan,

bentuk kista yang tidak aktif bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara

kedua stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal di

dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri menjadi 2 atau menjadi

kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk

kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati

21

Page 6: BAB III Abses Hepar Fix

terpajan hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran

10-20 um yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar

sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu

hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Bila tidak diare/disentri

tropozoit akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja. (2,6)

Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan dalam

penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan enzim

pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan

dari penderita atau karier ke manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-

20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan

makanan atau perubahan osmolaritas media. (2,9)

3.3.2 Abses Hati Piogenik

Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic

streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus,

staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,

yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme

penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus

vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob ( contohnya

Streptococcus Milleri ). Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab pada

pasien yang juga memiliki penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang

ditemukan sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.

Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam abdomen. Bakteri

dapat mengivasi hati melalui :

1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa menyebabkan

fileplebitis porta

2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik

3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan infeksi

post operasi

22

Page 7: BAB III Abses Hepar Fix

4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau saluran-

saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan kolangitis.

Penyebab lainnya biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor jinak

dan ganas atau pascaoperasi striktur.

5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan cryoablation

massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses piogenik.

6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut usia.

Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker metastatik. (1,7,10,11)

3.4. PATOGENESIS

3.4.1 Abses Hepar Amebik

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang dengan

higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun

anal. (11,12)

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit

invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk

kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus

halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi

lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim

cysteine protease, sehingga melisiskan jasringan maupun eritrosit dan menyebar

keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke

submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati.

Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan

membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai

nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti

dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan menerima

darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima

23

Page 8: BAB III Abses Hepar Fix

darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi

tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai

”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel

darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)

3.4.2 Abses Hepar Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di

Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat

berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen

maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.

Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini

memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi

dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari

terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik dapat memperoleh akses ke

hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang berdekatan atau melalui vena

portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi

aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan

distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik

sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan

menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat

trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi

AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan

intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari

kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi

pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, kal

ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri

mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri

mesenterika inferior dan aliran limfatik. (1,10)

24

Page 9: BAB III Abses Hepar Fix

3.5.1 ``GAMBARAN KLINIS

3.5.1 Abses Hepar Amebik (2,8,9,13,)

Gejala :

a. Demam internitten ( 38-40 oC)

b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar hingga bahu kanan

dan daerah skapula

c. Anoreksia

d. Nausea

e. Vomitus

f. Keringat malam

g. Berat badan menurun

h. Batuk

i. Pembengkakan perut kanan atas

j. Ikterus

k. Buang air besar berdarah

l. Kadang ditemukan riwayat diare

m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

a. Ikterus

b. Temperatur naik

c. Malnutrisi

d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

e. Nyeri perut kanan atas

f. Fluktuasi

3.5.2 Abses hati piogenik (1,2,8,15)

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari

abses hati amuba.

25

Page 10: BAB III Abses Hepar Fix

Keluhan :

a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang disertai menggigil

b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dan kedua

tangan diletakkan di atasnya.

c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam

e. Malaise dan kelelahan

f. Berat badan menurun

g. Berkurangnya nafsu makan

h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali

b. Nyeri tekan perut kanan

c. Ikterus, namun jarang terjadi

d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

e. Buang air besar berwarna seperti kapur

f. Buang air kecil berwarna gelap

g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

3.6 DIAGNOSIS

3.6.1 Abses hati amebik (2,9)

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.

Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat

demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu

bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang

tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi.

Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969),

kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.

26

Page 11: BAB III Abses Hepar Fix

a. Kriteria Sherlock (1969)

1. Hepatomegali yang nyeri tekan

2. Respon baik terhadap obat amebisid

3. Leukositosis

4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

5. Aspirasi pus

6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati

7. Tes hemaglutinasi positif

b. Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Riwayat disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis

5. Respons terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont Dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Kelainan hematologis

3. Kelainan radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologi positif

6. Kelainan sidikan hati

7. Respons terhadap terapi amebisid

3.6.2 Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan

sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan

hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai

27

Page 12: BAB III Abses Hepar Fix

prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang

dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat

pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan

penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil

aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. (1)

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin

10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati

didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,

fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi

kelainan yang didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,

leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai

sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang

spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang banyak

digunakan antara lain hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan

ELISA. Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus

penderita abses hepar. (2,7,9)

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran

ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian

bilirubin, alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin,

berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan

bakterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara

mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan

kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus

vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman anaerib

Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp. (1,2)

28

Page 13: BAB III Abses Hepar Fix

3.7.2 Pemeriksaan Radiologi

Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian kubah

diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura kolaps paru dan

abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa

gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan

air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya

dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval

tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal

bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 %

berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa

hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras

tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 % kasus.

Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. (2)

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang didapatkan

kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma kanan, efusi pleura, atelektasis

basal paru, empiema, atau abses paru. Pada foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus

tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik

abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada

subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan dan MRI

mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat menetapkan lokasi abses

lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan bedah. Gambaran CT scan :

apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari

29

Page 14: BAB III Abses Hepar Fix

mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu

kecil. Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak

besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas

suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan rim

enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah

abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga

membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding kapsul abses

akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area yang hipodens sebagai

reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta,

dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada

infeksi oleh kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.(8)

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan kontras

yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak penyengatan. Cincin

penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2) Sangat sukar dibedakan gambaran USG

antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular.

Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik

(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal. (16)

3.8PENATALAKSANAAN

30

Page 15: BAB III Abses Hepar Fix

3.8.1 Abses hati amebik (2,12,14,17)

1. Medikamentosa

Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang

besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:

a. Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis intestinal

maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual,

mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati

amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah

35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang

dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari,

untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.

b. Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk

mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5

mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih

aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah.

Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak

c. Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300

mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3

minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3

minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari

selama 20 hari.

2. Aspirasi

Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak

berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila

terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu

dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

3. Drainase Perkutan

31

Page 16: BAB III Abses Hepar Fix

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter

abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses dekat dengan

permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu,

drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan

perikardial.

4. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik

dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan

aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang

jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur

abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi

sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi

perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam

mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

3.8.2 Abses hati piogenik (1,2,7,10)

Pencegahan

Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik

yaitu dengan cara:

a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor

dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi

b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

Terapi definitif

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan

menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna.

Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti

pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:

a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis

bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga

seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV

32

Page 17: BAB III Abses Hepar Fix

b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob

terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV

c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.

d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,

aminoglikosida dan siklosporin.

Drainase abses

Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka

terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif. Penatalaksanaan

saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal

dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer.

Drainase bedah

Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi perkutan,

drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang memerlukan

manajemen operasi.

3.9 KOMPLIKASI3.9.1 Abses Hepar Amoeba

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur dapat

terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat

terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah

komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi

serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan

empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim. Fistula

hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan nekrotik mengandung

amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi. Komplikasi pada jantung biasanya

dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri hati dimana ini dapat menimbulkan kematian.

Pecah atau rupturnya abses dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus

pseudoaneurysm arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. (12,13,14)

3.9.2 Abses Hepar Piogenik

33

Page 18: BAB III Abses Hepar Fix

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti

septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis

generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke

dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard

atau retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi

luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

3.10 PROGNOSIS

Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin, metronidazole

dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas menurun

tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang

kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi

mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%.

Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan

renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis

penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta

jumlah abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan

infeksi ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13)

Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat dengan

ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob, pemberian antibiotik

perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah. Faktor utama yang menentukan

mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial

dan gangguan fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir

mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke

rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam

abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit

polikistik dan sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika

yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk

apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan

34

Page 19: BAB III Abses Hepar Fix

dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis

dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia,

efusi pleural atau adanya penyakit lain. (1,2)

3.11 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (18)

Differential Diagnosis Manifestasi Klinis

Hepatoma Merupakan tumor ganas hati primer.

Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan

atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.

Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,

stigmata penyakit hati kronik.

Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali

fosatase

USG : lesi lokal/ difus di hati

Kolesistitis akut Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat

infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut

kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.

Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas

yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.

Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu,

nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,

Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan

adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.

Laboratorium: leukositosis

USG : penebalan dining kandung empedu, sering

ditemukan pula sludge atau batu.

35