abses hati

22
KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI I. ABSES HATI PENDAHULUAN Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistim gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan 'abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess . AHP ini merupakan kasus yang relative jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis , 1

Upload: bawal-babon

Post on 03-Aug-2015

302 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

I. ABSES HATI

PENDAHULUAN 

Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi

bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistim gastrointestinal

yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari

jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati

terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan 'abses hati piogenik (AHP).

AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering

dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai

hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic

abscess. AHP ini merupakan kasus yang relative jarang, pertama ditemukan oleh

Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

 Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan

strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Sedangkan etiologi

AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci,

klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus,

staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,

yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Pada era pre-

antibotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dengan fileplebitis.

Bakteri pathogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke

dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi

infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis dan infeksi post operasi. Pada

saat ini, karena pemakaian antibiotik yang adekuat sehingga AHP oleh karena apendisitis

sudah hampir tidak ada lagi. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi AHP akibat

komplikasi dari sistim biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-

saluran empedu seperti kolangitis dan kolesistitis. Peningkatan insidensi AHP akibat

komplikasi dari sistim biliaris disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan

semakin banyak orang lanjut usia yang dikenai penyakit sistim biliaris ini. Juga AHP

disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul dan kriptogenik.

1

Page 2: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

A. ABSES HATI AMEBIK

EPIDEMIOLOGI

Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap peneliti

berbeda oleh karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian. Pria lebih

sering menderita abses hati amebik dibanding wanita. Prevalensi terbanyak ditemukan

pada umur antara 30-50 tahun. Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila didapatkan pada

daerah atau masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan penduduk

yang padat.

ETIOLOGI

Abses hati amebik merupakan kombinasi ekstra intestinal yang paling sering

terjadi sesudah infeksi E.Histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 8,1%) penderita dengan

amebiasis intestinalis klinis.

E.Histolytica dalam feces dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetatip

atau trofozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan

suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (10-20mikron) dan berukuran

besar (20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam.

Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease

yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi

jaringan.

PATOGENESIS

Cara penularan pada umumnya fekal oral baik melalui makanan atau minuman

yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan yang

buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens amebiasis lebih tinggi dikaitkan

dengan masalah hubungan oro-anal atau oro-genital yang dilanjutkan dengan genito-oral.

Sesudah masuk per-oral hanya bentuk kista yang bisa sampai kedalam intestin

tanpa dirusak oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit.

2

Page 3: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

Di dalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim

proteolitik yang dimilikinya, dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amuba

kemudian tersangkut menyumbat venul porta intra hepatik, terjadi infark hepatosit

sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian

terbentuk abses. Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan

“anchovy sauce” yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi.

Amebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan didalam

cairan dibagian sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebik mengalami infeksi

sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk. Hanya lebih

kurang 10% penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista E.histolytica dalam

tinjanya pada waktu bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33%. Faktor yang berperanan

dalam keaktivan invasi amuba ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada

kaitannya dengan virulensi parasit, diet, flora bakteri usus dan daya tahan tubuh

seseorang baik humoral maupun seluler.

Abses hati amebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses

tervariasi dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa

liter pus. Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multipel). Walaupun ameba

berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati amebik tidak menunjukkan adanya

amebiasis usus pada saat yang bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun

sebelum infeksi menyebar ke hati.

Istilah hepatitis amebik tidak tepat untuk terus dipertahankan atau dipakai karena

secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal penyakit, lesi ameba

dalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan proses lokal. Proses hepatolitik

tetap asimtomatik dan gejala yang akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu

abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut,

sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan fibrosis. Amebiasis hati tidak pernah

menjadi sirosis hati.

GAMBARAN KLINIK

Riwayat Penyakit

3

Page 4: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi

dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus yaitu

pada 92-96,8 %. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan

atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk.

Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit.

Selain itu dapat pula terjadi terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses

terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya di lobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan

merupakan keluhan yang biasa didapatkan.

Batuk-batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukan (“hiccup”) bisa

ditemukan walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Diare dengan atau tanpa

kolitis amebik, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal hati fulminan sekunder

terhadap abses, merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.

Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya tidak begitu tinggi, kurva suhu bisa intermiten atau remiten.

Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar

kearah kaudal atau kranial, dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal.

Pada perkusi diatas hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi

bisa juga agak keras seperti pada keganasan. Abses yang besar tampak sebagai masa yang

membenjol didaerah dada kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri

yang sering kali terlihat seperti masa yang teraba nyeri didaerah epigastrium.

Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan

abses yang besar atau multiple, atau dekat porta hepatic.

Pada pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin terdapat adanya efusi pleura

atau friction rub dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.

Gambaran klink abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat

bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulityang terjadi.

Pada satu penderita gambaran bias berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik

dan tidak klasik.

Pada gambaran klinik klasik didapatkan:

4

Page 5: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

Penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah,

didapatkan hepatomegali yang nyeri. Didapatkan pada 54-70% kasus.

Gambaran klinik tidak klasik :

Tidak ada gambaran klinik klasik, disebabkan letak abses pada bagian hati yang tertentu

membeikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik.

1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema

kandung empedu atau tumor pancreas.

2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri penggang kanan dan ditemukan masa yang

diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus

kanan hati.

3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus. Disebabkan abses terletak didekat

porta hepatic.

4. colitis akut. Manifestasi klinis colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran

klasik absesnya sendiri

5. gejala kardiak. Rupture abses ke rongga pericardium memberikan gambaran

klinik efusi pericardial

6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa empiema toraks atau abses

paru menutupi gambaran klasik abses hatinya.

7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi kedalam rongga

peritoneum, terjadi distensi perutyang nyeri disertai bising usus yang berkurang.

8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri,

ditemukan pada 1,5 % kasus.

9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan

dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya ditemukan pada abses yang

terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan pada 3,6% kasus.

Pemeriksaan Laboratorium

Ditemukan leukositosis, biasanya antara 13000-16000, bila disertai infeksi

sekunder biasanya diatas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan

5

Page 6: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan

akan kembali normal dengan penyembuhan abses.

Pemeriksaan serologic sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dengan

sensitivitas 91-93% dan spesifisitas 94-99%. Pada pemeriksaan serologic positif berarti

sedang atau pernah terjadi amebiasis infasif. Didaerah endemic amebiasis, seseorang

tanpa sedang menderita amebiasis invasive sering memberikan reaksi serologic positif

akibat antibody yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Oleh karena itu pemeriksaan

kuantitatif lebih bernilai dalam diagnostic.

Titer diatas 1/512 (positif kuat) secara IHA menyokong adanya abses amebic.

Sebaliknya abses stadium awal biasa memberikan serologic negative.

Cara pemeriksaan yang cukup sensitive ialah dengan IHA dan yang paling sensitif ialah

cara ELISA.

Pemeriksaan parasit E.histolytica dilakukan pada isi abses atau cairan aspirasi

lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil positif

ditemukan pada kurang dari 1/3 penderita.

Pemeriksaan Radiologi

Pada sinar tembus toraks tampak diafragma kanan meninggi dengan gerakan

terbatas, dan mungkin ada efusi pleura. Pada foto toraks bisa didapatkan pula kelainan

lain seperti corakan bronkovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat, atelektasis,

garis adesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering dibagian

superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma kanan.

Abses dilobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit

didaerah kurvatura minor pada foto memakai bubur barium. Secara angiografik abses

tampak sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan

hipervaskularisasi.

Pemeriksaan Ultrasonografi

Cara pemeriksaan ini non invasif, murah, mudah dengan sensitivitas kira-kira

90%. Cara ini digunakan rutin untuk diagnosa, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil

terapi. Dengan usg dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan dapat dievaluasi sifat cairan

6

Page 7: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

abses. Hal ini merupakan kelebihan USG dibandingkan dengan sidik hati memakai

radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira 5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis

sentral, heamtom atau abses piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa

memberikan hasil negatif palsu.

Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik ialah

a. Lesi hipoekoik “gain” normal maupun ditinggikan pada gain tinggi jelas tampak

echo halus, homogen tersebar rata.

b. Lesi berentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,

terletak dekat permukaan hati.

c. Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.

Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan pada

37,8% kasus.

Pemeriksaan Sidik Hati

Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu dianjurkan

kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam

diagnosis abses amebik. Lesi abses hati akan tampak kosong (filling defect) pada sidik

hati memakai radiokoloid113m, yodium99m, tegnetium atau 198mAu dan bila dilanjutkan

dengan sidik hati maemakai blood pool isotop misalnya 113mYodium transferin, akan

menunjukkan lesi yang tetap kosong dan sekitar lesi ada gambaran halo akibat sifat

hipervaskularisasi.

Keuntungan sidik hati ialah mampu mendeteksi abses hati pada stadium dini

dimana aktifitas sel kupfer sudah terganggu dan sudah terjadi gangguan penangkapan

isotop.

Pemeriksan Topografi Dengan Komputer

Merupakan cara terbaik untuk melihat gambaran abses terutama untuk abses yang

multipel atau yang letaknya posterior. Senstitivitas 98 % dan dapat mendeteksi lesi

berukuran 5mm. Dibanding USG, pemeriksaan ini mahal.

KRITERIA DIAGNOSIS

7

Page 8: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

1. hati membesar dan nyeri

2. Leukositosis tanpa anemia, pada penderita abses amebik yang akut, atau

leukositosis ringan diseai anemia pada abses kronik

3. adanya pus amebik yang mungkin mengandung trofozoit E. Histolytica

4. Pemeriksaan serologik terhadap E.histolytica positif

5. Gambaran radiologi yang mencurigakan terutama pada fo toraks posteroanterior

dan lateral kanan

6. adanya filling defect pada sidik hati

7. Respon yang terbaik terapi Metronidazol

PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Prinsip pengobatan terdiri dari pemberian amebisid jaringan untuk

kelainan dii hati, disusul amebiasis intestinal untuk E.histolytica didalam usus

sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Sebagai amebisid jaringan Metronidazol

dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari merupakan pilihan pertama.

Pilihan kedua kombinasi Emetin-hidroklorida atau Dehidro emetindengan

klorokuin. Baik emetin maupun dehidro emetin merupakan amebisid sangat kuat,

didapat dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini bisa juga

sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya

toksik terhadap otot jantung dan uterus. Jadi merupakan kontra indikasi pada

penyakit jantung (kecuali perikarditis amebik) dan wanita hamil.

Amebisid jaringan yang lain adalah klorokuin yang mempunyai nilai

kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar

yang tinggi terdapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping retinopati pada

pemakaian lama. Dosis yang diberikan 600mg klorokuinbasa, 6 jam kemudian

300 mg dan selanjutnya 2x150mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan

klorokuin 1gram perhari selam 2 hari diteruskan 500mg/hari selama 21hari.

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai Diloksanid furoad 3x500 mg /

hari selama 10 hari atau Diiodohidroksikuin 3x600mg/hari selama 21 hari atau

klefamid 3x500mg/hari selama 10 hari

8

Page 9: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

2. Aspirasi terapeutik

Indikasi :

a. abses yang dikhawatirkan akan pecah

b. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada

c. abses dilobus kiri karena mudah pecah ke rongga peritonium atau

perikardium.

Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila

sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah

hati atau toraks bawah yang paling mmenonjol atau daerah yang paling nyeri pada

palpasi.

3. Pembedahan

Pembedahan dilakukan bila :

a. abses disertai infeksi sekunder

b. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang nterkostal.

c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.

d. Ruptur abses kedalam rongga intraperitoneal, pleural, perikarditis.

Tindakan bisa berupa drainase terbuka atau tertutup atau tindakan reseksi

misalnya lobektomi.

KOMPLIKASI

1. Infeksi Sekunder

Merupakan komplikasi paling sering. Terjadi pada 10-20% kasus.

2. Ruptur Atau Perjalanan Langsung

Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di

lobus kiri mudah pecah ke perikardium sdan intraperitonium. Perforasi paling

sering ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga intra peritonium 6-9%,

perikardium 0,01% dan organ lain seperti kulit dan ginjal.

3. Komplikasi Vaskular

Ruptur kedalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang

terjadi

4. Parasitemia, Amebiasis Serebral

9

Page 10: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain

misalnya otak yang akan memberikan gamabaran klinik dari lesi fokal intrakranial

PROGNOSIS

Faktor yang mempengaruhi prognosis:

a. Virulensi parasit

b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita

c. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua

d. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk

e. Letak dan jumlah abses, prognosis buruk bila abses di lobus kiri atau multipel

f. Stadium penyakit.

g. Komplikasi

Bila terapi adekuat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak permanen dan

dapat terjadi lagi reinfeksi.

B. ABSES HATI PIOGENIK

EPIDEMIOLOGI

Di negara-negara yang sedang berkembang, Abses Hati Amebik (AHA)

didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibanding Abses Hati Piogenik (AHP).

AHP ini tersebar di seluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan higiene atau

sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP yang

memerlukan perawatan di RS, dan beberapa kepustakaan barat didapatkan prevalensi

autopsi bervariasi antara 0,291,47%, sedangkan prevalensi di RS antara 0,008-0,016%.

AHP lebih  sering terjadi pada pria daripada perempuan, dengan rentang usia >40 tahun

dengan insidensi puncak pada dekade ke-6 

ETIOLOGI

            Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negative dan penyebab terbanyak

adalah E.Coli.  Di samping itu penyebabnya adalah juga S.Faecalis, P.Vulgaris dan

Salmonella Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria,

10

Page 11: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

aktinomises dan ster anaerob. Untuk penetapan kuman penyebab perlu dilakukan biakan

darah, pus, empedu dan swab secara aerob maupun anaerob.

Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari Vena Porta

yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli

septic.

1. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik

menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker,

striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.

2. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses

perinefrik, kecelakaan lalu lintas.

3. Septisemia atau bekterimia akibat di tempat lain.

4. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut

usia.

PATOFISIOLOGI

Hepar merupakan organ yang menerima darah baik dari aliran sistemik maupun

sirkulasi vena portal. Hal ini semakin memudahkan terinfeksinya hati oleh karena

paparan bakteri yang berulang. Tetapi dengan adanya sel Kupffer yang membatasi

sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.

Penyakit traktus biliaris menjadi penyebab yang utama terhadap Abses Hati

Piogenik, sehingga adanya obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya

proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-

cabang dari vena portal dan limfatik sehingga terbentuk formasi abses pylephlebitic.

Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia

sitemik.

Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim

hati sehingga terjadi abses hati piogenik. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan

nekrosis hati, perdaahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga

terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri

ke hati dan terjasi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus.

11

Page 12: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

Lobus kanan hati lebih saring terjadi abses hati piogenik dibandingkan lobus kiri,

hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima aliran darah dari arteri

mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri

mesenterika inferior dan aliran limfatik.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada abses hati amebic.

Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan

perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua

tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan utama, keluhan

lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan gejala syok.

Setelah era pemakaian antibiotic yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah

malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang

menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat

dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu

sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan

muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional,

kelemahan badan, ikterus, buang air besar yang berwarna seperti kapur dan buang air

kecil berwarna gelap.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris hingga demam/panas tinggi, pada

palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat

dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah

menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi

portal.

DIAGNOSTIK

Menegakkan diagnosis Abses Hati Pyogenik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik , dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Diagosis AHP kadang-kadang sulit

ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini

memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat

disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan pengobatan yang terlambat akan meningkatkan

12

Page 13: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya

dengan CT scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT scan mempunyai nilai prediksi

yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes

serologi yang negative menyingkirkan diagnosis Abses Hati Amebik, meskipun terdapat

pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis

berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan

kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.

PENATALAKSANAAN

             Secara konvensional, penatalaksanaan abses hati piogenik ialah dengan drainase

terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses

terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa

aspirasi cairan abses. Saat ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan

menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen

ultrasound atau tomografi computer. Komplikasi yang mungkin timbul adalah

perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan dalam

penempatan kateter untuk drainase. Reseksi hati kadang – kadang diperlukan pada

abses hati piogenik multiple.

 Penicillin digunakan pada terapi awal penatalaksanaan dengan antibiotic.

Selanjutnya dikombinasikan antara ampisillin, aminoglikosida atau sefalosporin generasi

III dan klindamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam belum ada perbaikan

klinis dan laboratoris, maka antibiotik yang digunakan diganti dengan antibiotika yang

sesuai dengan hasil kultur sensitifitas aspirat abses hati. Pengobatan secara parenteral

dapat diubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10-14 hari, dan

kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.

Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi

sistim biliaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.

KOMPLIKASI

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti

septikemia/bakteremia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai peitonitis

13

Page 14: ABSES HATI

KELOMPOK II IPD2 BD ABSES HATI

generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke

dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam

perikard atau retroperitoneum.

Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses

rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.

PROGNOSIS

Pada kasus yang mendapat pengobatan antibiotik yang sesuai dengan bakterial

penyebab dan dilakukan drainase, mortalitas sebesar 10-16 %. Prognosis yang buruk

apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang

memperlihatkan bacterial penyebab multiple, tidak dilakukan drainase pada abses,

adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.

14