bab 2
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Konsep MP-ASI
1. Pengertian
MP-ASI yaitu produk makanan yang dipasarkan atau diproduksi
pabrik untuk keperluan khusus atau yang dibuat ditingkat rumah tangga dan
dinyatakan sebagai makanan anak diatas usia 4 bulan sampai dengan umur
2 tahun untuk memenuhi gizi di samping ASI (Depkes RI).
MP-ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi
berusia lebih dari 6 bulan selain ASI (Mahdin A, 1999:32).
MP-ASI adalah tambahan makanan yang diberikan kepada bayi
setelah berusia 6 bulan sampai berusia 24 bulan. Jadi selain MP-ASI,
ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi paling tidak sampai usia 24
bulan (Diah Krisnatuti, 2003: 14).
2. Dampak pemberian MP-ASI dini pada bayi
Menurut IDAI (2002:26) akibat pemberian MP-ASI terlalu dini
antara lain:
a. Bayi lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan cara
menyiapkan makanan yang kurang bersih, juga karena
pembentukan zat anti oleh usus bayi belum sempurna.
7
b. Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, keadaan ini
terjadi akibat usus bayi masih permeable, sehingga mudah dilalui
oleh protein asing.
c. Terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak bila makanan
yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak
menderita KEP (kurang energi protein) dan dapat terjadi sugar
baby atau obesitas bila makanan yang diberikan mengandung
kalori yang terlalu tinggi.
d. Produksi ASI menurun, karena bayi sudah kenyang dengan MP-
ASI, maka frekuensi menyusui menjadi lebih jarang, akibatnya
dapat menurunkan produksi ASI.
3. Syarat-syarat MP- ASI
Syarat-syarat MP-ASI untuk baik sebaiknya memiliki
persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.
b. Memiliki suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan
mineral yang cocok.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Harganya relatif murah.
e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara
lokal.
f. Bersifat pada gizi.
8
g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar diterima dalam
jumlah yang sedikit. Kandungan serat kasar yang terlalu banyak
justru akan mengganggu pencernaan bayi.
(Krisnatuti 2003 : 18)
4. Waktu pemberian MP-ASI
Jenis dan waktu pemberian MP-ASI menurut umur bayi, jenis
makanan dan frekuensi pemberian adalah:
Tabel 2.1 Jenis MP-ASI, Frekuensi dan Umur bayi
Umur bayi Jenis makanan Frekuensi
0-4/6 bulan ASI 10-12 kali sehariKira-kira6 bulan
ASI Kapan diminta Buah
lunak/sari buah Bubur
tepung berat merah
1-2 kali sehari
Kira-kira7 bulan
ASI Kapan diminta Buah-
buahan Hati ayam
atau kacang-kacangan Beras
merah atau ubi Sayuran
(wortel, bayam) Minyak/
santan/alvokad Air tajin
3-4 kali sehari
Kira-kira ASI Kapan diminta
9
9 bulan Buah-buahan
Bubur / roti
Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan
Beras merah/kentang/labu/ jagung
Kacang tanah
Minyak/santan/alvokad
Sari buah tanpa gula
4-6 kali sehari
12 bulan atau lebih
ASI Kapan diminta Makanan
pada umumnya termasuk telur, daging, kuning telur dan jeruk
4-6 kali sehari
(Krisnatuti 2003 : 10)
10
5. Cara membuat MP- ASI
Cara membuat MP- ASI adalah:
a. Pisang
1) Pilih pisang yang sangat matang dan tidak asam, lalu cuci
kulitnya sampai bersih.
2) Cuci dan rebus sendok kecil yang akan digunakan untuk
mengerok pisang beberapa saat dalam air yang mendidih.
3) Kerok pisang secara perlahan dan setipis mungkin dengan
sendok sehingga menghasilkan pisang lumat yang halus (pure),
hasilnya siap untuk disuapkan kepada bayi.
4) Jika kerokan pisang akan ditaruh ke dalam mangkuk, maka
mengkuk pun harus dicuci dan didihkan terlebih dahulu
bersama-sama sendok.
b. Sari buah
1) Pilih buah yang sangat matang dan tidak asam lalu cuci
kulitnya sampai bersih.
2) Cuci dan rebus semua peralatan yang akan digunakan dengan
air mendidih, seperti cangkir dan sendok kecil, pisau, parutan
dan saringan.
3) Kerok buah (pepaya, mangga) dengan sendok, kemudian
lumatkan atau saring untuk mendapatkan sari jeruk. Caranya,
belah buah jeruk menjadi dua bagian, lalu peras dengan
menggunakan saringan atau alat peras jeruk.
11
4) Jika tersedia blender atau juicer akan mempermudah dan
mempercepat pembuatan sari buah, tetapi sebelum
menggunakan peralatan tersebut jangan lupa untuk mencuci
dan mensterilkannya.
5) Agar bayi tidak cepat bosan, sari buah bisa disajikand dengan
dicampur buah lainnya, misalnya pisang dengan jeruk, pepaya
dengan jeruk atau pepaya dengan mangga.
6) Jika rasa buah terasa hambar, bisa ditambahkan sedikit gula.
c. Bubur bayi
1) Siapkan bahan-bahan yang akan dipakai untuk membuat bubur
dan cuci sampai bersih. Apabila ada yang perlu dikupas maka
setelah dikupas bahan harus dicuci lagi.
2) Potong atau cincang kecil-kecil bahan yang perlu diperkecil
ukurannya.
3) Mulailah dengan merebus bahan utama ini membutuhkan
waktu yang cukup lama.
4) Setelah beberapa saat, masukkan kacang-kacangan yang
sebelumnya telah direndam, selanjutnya masukkan daging dan
lauk hewani lainnya.
5) Setelah bubur tampak mengental, tambahkan sayuran.
6) Bahan yang paling akhir dimasukkan (sesaat sebelum diangkat)
adalah lemak dan minya, tunggu sampai mendidih baru
diangkat.
12
7) Kriteria bubur yang baik, berbentuk kental dan setengah padat.
Jika terlalu encer atau cair dikhawatirkan tidak cukup
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi bayi.
8) Sebaiknya bahan-bahan pangan pelengkap bubur dimasak
secara bersama-sama selain lebih praktis, juga mengurangi
kemungkinan hilangnya zat-zat gizi selama proses pemasakan.
9) Untuk bayi yang berumur 7-8 bulan, bubur yang sudah dimasak
harus disaring terlebih dahulu sehingga menghasilkan bubur
yang halus, untuk bayi yang berumur di atas 9 bulan sudah bisa
mengkonsumsi bubur yang tidak disaring, tetapi bahan
pembuatannya harus dipotong atau dicincang sampai halus
(Krisnatuti, 2003: 42)
6. Saran untuk pengenalan makanan tambahan
Menurut Suhardjo (2004:86) saran-saran untuk pengenalan
makanan tambahan antara lain:
a. Dalam memberikan nasihan, harus diperhatikan lingkungan sosial
budaya dari keluarga yang bersangkutan, sikap dari orang tuanya
dan situasi dari hubungan ibu dan anak.
b. Pada umur 6 bulan tidak lebih 50% kebutuhan energi harus berasal
dari makanan tambahan, untuk 6 bulan berikutnya air susu ibu
harus terus diberikan dalam jumlah sekurang-kurangnya 500 ml.
c. Pada umumnya makanan tambahan sebaiknya jangan diberikan
sebelum umur 4 bulan atau lebih dari 6 bulan, sebaiknya dimulai
13
dalam jumlah sedikit dan jenis serta jumlahnya harus ditambah
dengan perlahan-lahan.
d. Tidak terlalu diperinci jenis makanan tambahan (serelia, buah-
buahan, sayuran) yang harus diberikan lebih dahulu. Dalam kaitan
ini kebiasaan-kebiasaan setempat dan faktor-faktor ekonomi harus
dipertimbangkan.
e. Makanan yang mengandung gluten jangan diberikan sebelum umur
4 bulan, bahkan penundaan sampai umur 6 bulan akan lebih baik.
f. Makanan yang mengandung kadar nitrat yang potensial tinggi
seperti bayam harus dihindari selama bulan-bulan pertama.
g. Pertimbangan khusus harus diberikan terhadap pemberian makanan
tambahan kepada bayi yang mempunyai sejarah keluarga alergi
umum, yang harus secara ketat menghindari makanan yang sangat
mudah dapat menimbulkan alergi Menurut Suhardjo 2004 Hal 86
II.1.2 Konsep Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer,
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau
lendir saja (Ngastiyah, 1997:143).
Diare adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari
biasanya dengan konsistensi yang lebih encer (Sri Utami, 2005: 168).
14
Diare adalah frekuensi buang air besar yang lebih dari 4x pada
bayi dan lebih dari 3x pada anak dengan konsistensi faeses encer,
dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur darah atau lendir saja
(FKUI, 1997).
Menurut Susan Martin T. (1998: 8) diare didefinisikan sebagai
individu yang mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang
normal, ditandai dengan seringnya kehilangan cairan dan feses yang
tidak berbentuk.
Arief Mansjoer (2000: 470) berpendapat bahwa diare adalah
defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan atau
lendir dalam tinja.
Bayi-bayi yang mendapat ASI eksklusif mempunyai resiko
terhadap penyakit diare jauh lebih rendah dibanding dengan bayi-bayi
yang lainnya. Walaupun demikian, bayi yang diberi ASI eksklusif
tetap dapat terkena penyakit diare, terutama diare yang disebabkan
karena infeksi virus (Akre, 1994:172).
2. Penyebab Diare
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorbsi (gangguan
penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab
utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya
menyerang sebagai berikut :
15
1) Infeksi bakteri oleh kuman E. Coli salmonella, Vibrio cholerae
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan
dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh
lemah) seperti pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri)
3) Infeksi virus enterovirus dan adenovirus
4) Infeksi parasit oleh cacing (askaris)
5) Infeksi jamur (candidiasis)
6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronkitis, dan
radang tenggorokan.
7) Keracunan makanan
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglubulis dalam susu
formula menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat,
tinja berbau sangat asam, sakit didaerah perut. Jika sering
terkena diare ini, pertumbuhan anak terganggu.
2) Malabsorbsi lemak
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut
trigliserida. Trigliserida dengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus.
Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare
16
dapat jadi muncul karena lemak tidak diserap dengan baik.
Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.
3) Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan
yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah
(sayuran), dan kurang matang.
4) Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang. Jika terjadi pada anak,
dapat menyebabkan diare kronis. (Ngastiyah, 1997: 143).
Selain itu ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya diare, yaitu (Sri Utami; 2005: 169)
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan.
b. Menggunakan botol susu
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, dan sebelum
mengambil makanan
Aspek sosial dan budaya juga mempengaruhi terjadinya diare,
yaitu:
a. Meningkatnya ibu yang bekerja yang akan berdampak pada pola
pengasuhan bayi dan anak, terutama dalam pemberian ASI pola
asuh tersebut, maka kebanyak orang tua mengganti ASI dengan
susu formula atau bahkan MP-ASI, sehingga menyebabkan diare.
17
b. Budaya masyarakat yang belum mendukung, bahkan menghambat
seperti rendahnya tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua
terutama ibu tentang pentingnya ASI.
c. Permukiman yang padat dan tempat tinggal yang kotor yang
menyebabkan kebersihan kurang dan pencemaran makanan oleh
bakteri penyebab diare (Soetjiningsih 1995 : 160)
3. Tanda Dan Gejala Diare
Tanda dan gejala yang umumnya terjadi pada balita yang
mengalami diare adalah :
b. Awalnya bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada.
c. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
e. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
f. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang
g. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare.
h. Dehidrasi (kekurangan cairan)
i. Penurunan berat badan, pada bayi ubun-ubun besar cekung, turgor
kulit berkurang dan selaput lendir dan mulut serta bibir kering.
(Arief Mansjoer 2000: 470)
4. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut
Sri Utami (2005: 170) adalah :
18
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.
Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare.
Patogenesis diare akut:
a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
b. Jasan renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus
halus.
c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diare genik)
19
d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronis:
Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menyebabkan diare adalah
infeksi bakteri, malabsorbsi, malnutrisi, dan lain-lain.
5. Macam Diare
Menurut pedoman dari laboratorium/UPF IKA, Universitas
Airlangga (1994) diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang menjadi mendadak dan berlangsung
paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari.
Sedangkan menurut pedoman MTBS (2000) diare dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, terbagi atas:
1) Diare dengan dehidrasi berat
2) Diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.
3) Diare tanpa dehidrasi.
b. Diare persisten bila diare berlangsung 14 hari atau lebih terbagi
atas:
1) Diare persisten dengan dehidrasi
2) Diare persisten tanpa dehidrasi
c. Disentri apabila diare berlangsung disertai dengan darah.
20
6. Patofisiologi
Menurut Suharyono (1999: 56) sebagai akibat dari diare akut
maupun kronis dapat terjadi hal-hal sebagai berikut
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik,
hipokalemia dan sebagainya) karena:
1) Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja
2) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak
sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh
3) Terjadi penimbangan asam laktat karena adanya anoksia
jaringan.
4) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria)
5) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
b. Hipoglikemia
Terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare, karen:
1) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu
2) Adanya gangguan absorbsi glukosa
3) Gejala hipoglikemi akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
Gejala: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat,
pucat, syok, kejang, sampai koma.
21
c. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi
sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan
karena:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare
atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua
hanya sering memberikan air putih saja.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan
pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.
3) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik usus.
d. Gangguan sirkulasi darah
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa diserta muntah,
maka dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau
syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan
terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun.
e. Komplikasi
Akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara
mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic,
hipertonik)
2) Renjatan hipovolemik
22
3) Hipkalemia
4) Intoleransi sekunder
5) Malnutrisi energi protein
(Suharyono, 1999: 56)
Tabel 2.2 Derajat dehidrasi batasan WHO (World Health Organization)
Tanda dan gejala
Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang
Dehidrasi berat
Keadaan umum
Denyut nadi
Pernafasan
Ubun- ubun
Kelopak mata
Air mata
Selaput lendir
Elastisitas kulit
Air seni
Sakit, gelisah, haus
Normal = kurang dari 120x/mnt
Normal
Normal
Normal
Ada
Lembab
Jika dicubit segera kembali normal
Normal
Gelisah, ngantuk, rewel
Cepat dan lemah
Dalam tapi cepat
Cekung
Cekung
Tidak adaKering
Untuk kembali normal lambat
Berwarna tua
Ngantuk, lemas, dingin, berkeringat, pucat, dapat pingsan
Cepat, halus, kadang tak teraba
Dalam, cepat
Sangat cekung
Sangat cekung
Tidak adaSangat kering
Untuk kembali normal sangat lambat
Tidak kencing
Sumber : Sri Utami, 2005 : 168
7. Gambaran klinik
Menurut Ngastiyah (1997:144) mula-mula pasien cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian
23
timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari lactosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah timbul sebelum atau sesudah diare disebabkan
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit. Bila pasien banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung (pada bayi) selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, dehidrasi (hilangnya
cairan) dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat (Sri Utami,
2005: 173).
8. Faktor yang menyebabkan diare karena penyapihan (pemberian
makanan sebelum waktunya)
Sebagian besar anak yang terkena diare berusia antara 0-6
bulan, ini merupakan saat-saat anak belajar makan makanan dan
minuman lain di samping air susu ibu. Sementara itu makanan yang
dimakan anak mungkin mengandung banyak kuman ini menyebabkan
infeksi usus dan anak terkena diare. Diare disebabkan perubahan pada
makanan anak dari air susu ibu ke makanan (anak mulai disiplin) inilah
sebabnya mengapa disebut diare karena penyapihan (Biddulph,
1999:124).
24
9. Pencegahan Diare
Pencegahan penyakit diare antara lain mengajari orang tua tentang:
a. Pentingnya pemberian air susu ibu
b. Selalu menggunakan makanan dan peralatan makan yang bersih.
c. Berikan makanan mulai umur lebih dari 6 bulan di samping ASI.
d. Selalu cukup air bersih dekat rumah
e. Selalu menggunakan air minum yang sudah dimasak mendidih.
f. Pembuangan sampah atau tinja yang aman untuk mencegah lalat
berkembang biak.
(Akre, 1994 : 495)
II.1.3 Konsep Neonatus
1. Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dan
berat badan lahir 2.500 – 4.000 gram.
2. Ciri-ciri bayi normal:
a. Berat badan: 2.500 – 4.000 gram dengan panjang badan 48-52 cm.
b. Lingkar dada: 30 – 38 cm
c. Lingkar kepala: 33 – 35 cm
d. Bunyi jantung 180x/menit kemudian turun menjadi 120 – 140x/
menit
e. Pernafasan 80x/menit kemudian turun setelah tenang kira-kira
40x/menit.
25
f. Warna kulit kemerahan, licin (jaringan subkutan cukup terbentuk)
diliputi vernix caseosa
g. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala telah sempurna
h. Kuku agak panjang dan lemas
i. Genetalia:
- Perempuan: labia mayora sudah menutupi labia minora
- Laki-laki: testis sudah turun.
j. Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
k. Reflek moro baik (dikagetkan gerakan seperti memeluk)
l. Graff reflek baik (diletakkan berada di telapak tangah
menggenggam)
m. Eliminasi baik, urin dan mekonium (+) 24 jam pertama.
3. Pedoman umum menyusui:
a. Mulai dalam 1 jam setelah bayi lahir
b. Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI sebelum
usia 6 bulan.
c. Pastikan ASI diberikan hingga 6 bulan pertama kehidupan bayi.
d. Berikan ASI setiap saat (siang dan malam) bila bayi
membutuhkannya.
4. Manfaat pemberian ASI secara dini
a. Merangsang reproduksi ASI
b. Memperkuat reflek isap bayi
c. Promosi keterikatan ibu-bayi
26
d. Memberi kekebalan pasif melalui kolostrum
e. Merangsang kontraksi uterus (untuk involusi)
5. Perawatan fisik bayi, meliputi:
a. Kebersihan bayi
b. Perawatan tali pusat
c. Pakaian bayi
d. Pencegahan kecelakaan dan posisi tidur
e. Keputusan untuk dikhitan
f. Imunisasi
(Sri Utami, 2005: 69)
27
II.2 Kerangka Teori
II.2.1 Skema Kerangka Teori MP-ASI dan Diare
Sumber : Krisnatuti (2003), Ngastiyah (1997), Sri Utami (2005).
7
MP- ASI
a. Pengertian
b. Dampak pemberian MP-ASI dini
c. Syarat-syarat MP- ASI
d. Waktu pemberian MP- ASI
e. Cara membuat MP- ASI
f. Saran untuk pengenalan makanan tambahan
Pengertian
Etiologi
Tanda dan Gejala
Patologenesis
Diare pada bayi usia 0-6 bulan
Faktor yang menyebabkan diare karena penyapihan
Macam-macam diare:
a. Diare akutb. Diare
berkepanjanganc. Diare kronikd. Diare persistene. disentri
Patofisiologis Gambaran
Pencegahan
27
II.3 Kerangka Konsep
II.3.1 Skema Kerangka Konsep Dampak Pemberian MP-ASI
Sumber : Krisnatuti (2003), Ngastiyah (1997), Sri Utami (2005).
MP- ASI
Pengertian
Dampak pemberian MP-ASI dini
Syarat-syarat MP-ASI
Waktu pemberian MP-ASI
Cara membuat MP- ASI
Saran untuk pengenalan makanan tambahan
Kejadian Diare pada bayi usia 0-6 bulan
Penyebab diare:
Faktor infeksi
Faktor malabsorbsi
Faktor makanan
Faktor psikologi
Faktor perilaku
Faktor sosial budaya
8
: Diteliti
: Tidak diteliti
28
9
II.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, dimana
jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan duga, dalil sementara
yang kebenarannya akan dibuktikan dari suatu penelitian, maka hipotesis
ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo,
1995:72). Untuk hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ada pengaruh antara pemberian MP-ASI dini terhadap kejadian diare pada
bayi usia 0-6 bulan.
7
29