asuhan keperawatan ileus obstruksi

30
1. Definisi a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007). b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ). c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005 dikutip dari (http://www.Files-of- DrsMed.tk ). d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus. 3. Etiologi a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai

Upload: fauzy

Post on 01-Jan-2016

175 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

1.      Definisi

a.       Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus

intestinal (Price & Wilson, 2007).

b.      Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

 merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus

(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).

c.       Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal

isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005 dikutip dari (http://www.Files-of-

DrsMed.tk).

d.      Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik

dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.

3.      Etiologi

a.       Adhesi (perlekatan usus halus)  merupakan  penyebab  tersering  ileus  obstruktif,  sekitar 50-

70%  dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal

sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi

berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.

Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.

b.      Hernia  inkarserata  eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,  atau  parastomal )

merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan

penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia

interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa

menyebabkan hernia.

c.       Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan

tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi

eksternal.

d.      Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang

mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat

sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

e.       Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa

infeksi atau karena striktur yang kronik.

f.       Volvulus sering  disebabkan oleh  adhesi  atau  kelainan  kongenital, seperti  malrotasi  usus.

Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

g.      Batu   empedu   yang    masuk   ke  ileus.  Inflamasi   yang   berat     dari   kantong   empedu

menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan

Page 2: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus

halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan

obstruksi.

h.      Striktur yang  sekunder yang berhubungan dengan  iskhemia, inflamasi,  terapi radiasi, atau

trauma operasi.

i.        Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.

j.        Benda asing, seperti bezoar.

k.      Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.

l.        Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon

kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium

 (Sabara, 2007 dikutip dari ( http://www.Files-of-DrsMed.tk

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis

obstruksi usus, yaitu:

1) Mekanis

Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada

usus, diantaranya :

a. Intususepsi

b. Tumor dan neoplasma

c. Stenosis

d. Striktur

e. Perlekatan (adhesi)

f. Hernia

g. Abses

2) Fungsional

Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.

(Brunner and Suddarth, 2002)

4.      Prevalensi

       Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus obstruksi

(Davidson, 2006 dikuti dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk).

Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus obstruksi setiap tahunnya

(Jeekel, 2008 dikutip dari ( http://www.Files-of-DrsMed.tk ).

Page 3: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat

inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen

Kesehatan Indonesia.

5.      Jenis – jenis Obstruksi

Terdapat 2 jenis obstruksi :

a.       Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi

kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan

kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

b.      Obstruksi mekanik

Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi

mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan

obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat

didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan

pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan obstruksi strangulate

yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai

darah, kematian jaringan dan menyebabkan gangren dinding usus.

 (Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)

6.      Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa

memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik.

Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan,

sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,

dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari.

Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama

pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini  menjadi tempat

perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang

tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.

Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan

intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan

permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan

permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum

mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di

Page 4: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi

penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus

sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada

usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan

bakteri dan toksin  sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan

bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan

peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan

menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan

elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan

cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga

darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi

gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel

menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan

menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan

otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan

hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di

nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan

kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis

metabolic. (Price &Wilson, 2007)

intususepsi, volvulus, hernia, tumor, Stenosis, Striktur, Perlekatan (adhesi), Hernia dan Abses

Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap Terganggu bagian proksimal letak obstruksi

Spingter ani eksterna Distensi abdomen Reaksi hospitalisasi Tidak relaksasi

Refluks lama dalam Tekanan intra lumen meningkat CEMAS Kolon dan rektum

Konstipasi Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob glukosaKontraksi anuler pylorus Merangsang pengeluaran mediator kimia

Page 5: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

(histamin. Bradikinin dan prostaglandin)

Ekspalasi isi lambung Merangsang reseptor nyeri Proliferasi bakteri yang ke usofagus Berlangsung cepat

NYERI Pelepasan bakteri dan Gerakan isi lambung Toksin dari usus yang inpark Ke mulut Merangsang syaraf otonom Aktifasi norepineprin

Bakteri melespaskan Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan endotoksin dan merangsang RAS mengaktifkan kerja organ tubuh tubuh melepaskan zat

Pyrogen oleh leukosit REM menurun Intake kurang Klien terjaga Impuls disampaikan ke hipotalamus

bagian termogulator melalui ductus toracicus

NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN

GANGGUAN POLA TIDUR HIPERTERMI

Kontraksi otot-otot abdomen ke diafragma

Kehilangan H2O dan elektrolit Relaksasi otot-otot diafragma terganggu

Volume ECF menurun Ekspansi paru menurun

RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF

7.      Manifestasi Klinik

a.       Mekanik sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan

bising usus, nyeri tekan abdomen.

b.      Mekanik sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan

abdomen.

c.       Mekanik sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi

muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.

Page 6: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

d.      Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri

abdomen, distensi ringan dan diare.

e.       Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi sedang,

muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau

vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price

&Wilson, 2007)

  Terdapat 4 tanda  kardinal  gejala ileus obstruktif  (Winslet,  2002;  Sabiston,1995)

1.      Nyeri abdomen

2.      Muntah

3.      Distensi

4.      Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

  Gejala  ileus  obstruktif  tersebut  bervariasi  tergantung  kepada  (Winslet,2002; Sabiston,1995).

1.      Lokasi obstruksi

2.      Lamanya obstruksi

3.      Penyebabnya

4.      Ada atau tidaknya iskemia usus

8.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

b.      Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang

tertutup.

c.       Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP

dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena

iritasi pankreas oleh lipatan usus.

d.      Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-of-

DrsMed.tk )

9. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,

menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok

Page 7: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus

kembali normal.

a.       Resusitasi

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi dan

syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan

keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon

terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang

keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube

(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila

muntah dan mengurangi distensi abdomen.

b.      Farmakologis

Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.

Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

c.       Operatif          

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis

sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang

disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau

pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple

obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi

maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan

bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:

1)      Koreksi sederhana (simple correction).

Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya

pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2)      Tindakan operatif by-pass.

Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada

tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

3)      Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada

Ca stadium lanjut.

4)      Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk

mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,

strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan

tindakan operatif  bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan

Page 8: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,

kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. 

(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).

10.  Komplikasi

a.       Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada

organ intra abdomen.

b.      Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

c.       Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

d.      Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi toksin

dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra

abdomen.

e.       Pneumonia aspirasi dari proses muntah,

f.       Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.

g.      Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-

of-DrsMed.tk ).

2.2  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

1)      Identitas klien

Nama               : Ny. R

Umur               : 36 tahun

Jenis kelamin   : perempuan

Suku/Bangsa   : Banjar/Indonesia

Agama             : islam

Pendidikan      : SMU

Alamat            : Jl. Veteran Gang Prona I RT 24 No. 30 Banjarmasin

Diagnosa medis : Ileus obstruksi       

Penanggung jawab: Tn. H(suami)

2)      Keluhan utama pasien

Nyeri pada daerah luka post operasi.

Page 9: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

3)      Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)

Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan operasi cyto

jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada daerah luka

post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/ kanan

perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien

tenang dan tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.

4)      Riwayat penyakit dahulu.

Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu pada tahun

2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD Ulin, tidak ada riwayat

hypertensi, penyakit menular ataupun keganasan.

5)     Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak ada diantara

keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular atau keganasan.

  Diagnostik Test

1)      Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal   dari gas dan cairan dalam

usus.

2)      Pemeriksaan simtologi

3)      Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi

4)      Leukosit: normal atau sedikit meningkat

5)      Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl-  rendah

6)      Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

7)      Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,

hernia).

8)      Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.  (Doenges, Marilynn E, 2000)

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi

1.      Inspeksi

Dapat  ditemukan  tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup

kehilangan  turgor  kulit  maupun  mulut  dan  lidah  kering.  Pada  abdomen

Page 10: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

harus  dilihat  adanya distensi, parut abdomen,  hernia dan massa abdomen.

Terkadang  dapat  dilihat  gerakan  peristaltik  usus  (Gambar  2.4)  yang  bisa

bekorelasi  dengan  mulainya  nyeri  kolik  yang  disertai  mual  dan  muntah. Penderita 

tampak  gelisah  dan  menggeliat  sewaktu  serangan  kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)

2.      Palpasi

Pada  palpasi  bertujuan  mencari  adanya  tanda  iritasi  peritoneum

apapun  atau  nyeri  tekan,  yang  mencakup  ‘defance  musculair’  involunter

atau  rebound  dan  pembengkakan  atau  massa  yang  abnormal  (Sabiston, 1995; Sabara,

2007).

3.      Auskultasi

Pada  ileus  obstruktif  pada  auskultasi  terdengar  kehadiran  episodik

gemerincing  logam  bernada  tinggi  dan  gelora  (rush’)  diantara  masa

tenang.  Tetapi setelah  beberapa  hari   dalam  perjalanan  penyakit dan usus

di  atas  telah  berdilatasi,  maka  aktivitas  peristaltik  (sehingga  juga  bising

usus)  bisa  tidak  ada  atau  menurun  parah.  Tidak  adanya  nyeri  usus  bisa

juga  ditemukan  dalam  ileus  paralitikus  atau  ileus  obstruksi  strangulata

(Sabiston, 1995).

 Bagian  akhir  yang  diharuskan  dari  pemeriksaan  adalah  pemeriksaan  rektum

dan  pelvis.  Ia  bisa  membangkitkan  penemuan  massa  atau  tumor  serta  tidak

adanya  feses  di  dalam  kubah  rektum  menggambarkan  ileus  obstruktif  usus

halus.  Jika  darah  makroskopik  atau  feses  postif  banyak  ditemukan  di  dalam

rektum,  maka  sangat  mungkin  bahwa  ileus  obstruktif  didasarkan  atas  lesi

intrinsik  di  dalam  usus  (Sabiston,  1995).  Apabila  isi  rektum  menyemprot;

penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat dan

ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah, demam

dan diaforesis.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.

e.       Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Page 11: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

(Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-of-

DrsMed.tk )

3. Perencanaan Keperawatan

a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat dan

ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah, demam

dan diaforesis.

Tujuan :

Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti

membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital

stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.

        Kriteria hasil:

1.      Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)

2.      Intake dan output cairan seimbang

3.      Turgor kulit elastic

4.      Mukosa lembab

5.      Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).

Intervensi Rasional

1.  Kaji kebutuhan cairan pasien

2.  Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P,

S

3.  Observasi tingkat kesadaran dan tanda-

tanda syok

4.  Observasi bising usus pasien tiap 1-2

jam

5.  Monitor intake dan output secara ketat

1.  Mengetahui kebutuhan cairan pasien.

2.  Perubahan yang drastis pada tanda-

tanda vital merupakan indikasi

kekurangan cairan.

3.  kekurangan cairan dan elektrolit dapat

mempengaruhi tingkat kesadaran dan

mengakibatkan syok.

4.  Menilai fungsi usus

5.  Menilai  keseimbangan cairan

6.  Menilai keseimbangan cairan dan

elektrolit

Page 12: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

6.  Pantau hasil laboratorium serum

elektrolit, hematokrit

7.  Beri penjelasan kepada pasien dan

keluarga tentang tindakan yang

dilakukan: pemasangan NGT dan puasa.

8.  Kolaborasi dengan medik untuk

pemberian terapi intravena

7.  Meningkatkan  pengetahuan pasien dan

keluarga serta kerjasama antara

perawat-pasien-keluarga.

8.  Memenuhi  kebutuhan cairan dan

elektrolit pasien.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

Tujuan :

 Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

         Kriteria hasil :

1.      Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.       

2.      Berat badan stabil.

3.      Pasien tidak mengalami mual muntah. 

Intervensi Rasional

1.  Tinjau faktor-faktor individual

yang mempengaruhi kemampuan

untuk mencerna makanan, mis:

status puasa, mual, ileus paralitik

setelah selang dilepas.

2.     Auskultasi bising usus; palpasi  

abdomen; catat pasase flatus.

3.  Identifikasi kesukaan /

ketidaksukaan diet dari pasien.

Anjurkan pilihan makanan tinggi

protein dan vitamin C.

1.    Mempengaruhi pilihan intervensi.

2.     Menentukan kembalinya

peristaltik ( biasanya dalam 2-4

hari ).

3.     Meningkatkan kerjasama pasien

dengan aturan diet. Protein/vitamin

C adalah kontributor utuma untuk

pemeliharaan jaringan dan

perbaikan. Malnutrisi adalah fator

dalam menurunkan pertahanan

terhadap infeksi.

4.     Sindrom malabsorbsi dapat

Page 13: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

4.  Observasi terhadap terjadinya

diare; makanan bau busuk dan 

berminyak.

5.  Kolaborasi dalam pemberian

obat-obatan sesuai indikasi:

Antimetik, mis: proklorperazin

(Compazine). Antasida dan

inhibitor histamin, mis: simetidin

(tagamet).

terjadi setelah pembedahan usus

halus, memerlukan evaluasi lanjut

dan perubahan diet, mis: diet

rendah serat.

5.     Mencegah muntah. Menetralkan

atau menurunkan pembentukan

asam untuk mencegah erosi

mukosa dan kemungkinan ulserasi.

c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan :

pola nafas menjadi efektif

         Kriteria hasil :

pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit

Intervensi Rasional

1.  Observasi TTV: P, TD, N,S

2.  Kaji status pernafasan: pola,

frekuensi, kedalaman

3.  Kaji bising usus pasien

1.      Perubahan pada pola nafas akibat

adanya distensi abdomen dapat

mempengaruhi peningkatan hasil

TTV.

2.      Adanya distensi pada abdomen

dapat menyebabkan perubahan pola

nafas.

3.      Berkurangnya/hilangnya bising

usus menyebabkan terjadi distensi

abdomen sehingga mempengaruhi

pola nafas.

Page 14: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

4.  Tinggikan kepala tempat tidur 40-

60 derajat

5.  Observasi adanya tanda-tanda

hipoksia jaringan perifer: cianosis

6.  Monitor hasil AGD

7.  Berikan penjelasan kepada

keluarga pasien tentang penyebab

terjadinya distensi abdomen yang

dialami oleh pasien

8.  Laksanakan program medic

pemberian terapi oksigen

4.      Mengurangi penekanan pada

paru akibat distensi abdomen.

5.      Perubahan pola nafas akibat

adanya distensi abdomen dapat

menyebabkan oksigenasi perifer

terganggu yang dimanifestasikan

dengan adanya cianosis.

6.      Mendeteksi adanya asidosis

respiratorik.

7.      Meningkatkan pengetahuan dan

kerjasama dengan keluarga pasien.

8.      Memenuhi kebutuhan oksigenasi

pasien

d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.

         Kriteria hasil:

Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35 x/menit,

tidak ada distensi abdomen.

Intervensi Rasional

1.  Kaji dan catat frekuensi, warna

dan konsistensi feces

2.  Auskultasi bising usus

3.  Kaji adanya flatus

1. Mengetahui  ada atau tidaknya

kelainan yang terjadi pada

eliminasi fekal.

2. Mengetahui normal atau tidaknya

pergerakan usus.

3. Adanya flatus menunjukan

perbaikan fungsi usus.

Page 15: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

4.  Kaji adanya distensi abdomen

5.  Berikan penjelasan kepada pasien

dan keluarga penyebab terjadinya

gangguan dalam BAB

6.  Kolaborasi dalam pemberian

terapi pencahar (Laxatif)

4. Gangguan motilitas usus dapat

menyebabkan akumulasi gas di

dalam lumen usus sehingga terjadi

distensi abdomen.

5. Meningkatkan pengetahuan pasien

dan keluarga serta untuk

meningkatkan kerjasana antara

perawat-pasien dan keluarga.

6. Membantu dalam pemenuhan

kebutuhan eliminasi

e.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan :

rasa nyeri teratasi atau terkontrol

         Kriteria hasil:

pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat

ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional

1.      Observasi TTV: N, TD, HR, P

tiap shif

2.      Kaji keluhan nyeri, karakteristik

dan skala nyeri yang dirasakan

pesien sehubungan dengan adanya

distensi abdomen

3.      Berikan posisi yang nyaman:

posisi semi fowler

4.      Ajarkan dan anjurkan tehnik

1.      Nyeri hebat yang dirasakan

pasien akibat adanya distensi

abdomen dapat menyebabkan

peningkatan hasih TTV.

2.      Mengetahui kekuatan nyeri yang

dirasakan pasien dan menentukan

tindakan selanjutnya guna

mengatasi nyeri.

3.      Posisi yang nyaman dapat

mengurangi rasa nyeri yang

dirasakan pasien

4.      Relaksasi dapat mengurangi rasa

Page 16: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

relaksasi tarik nafas dalam saat

merasa nyeri

5.      Anjurkan pasien untuk

menggunakan tehnik pengalihan

saat merasa nyeri hebat.

6.      Kolaborasi dengan medic untuk

terapi analgetik

nyeri

5.      Mengurangi nyeri yang

dirasakan pasien.

6.      Analgetik dapat mengurangi rasa

nyeri

f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan:

Kecemasan teratasi.

         Kriteria hasil :

pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan

keterampilan koping positif.

Intervensi Rasional

1.      Observasi adanya peningkatan

kecemasan: wajah tegang, gelisah

2.      Kaji adanya rasa cemas yang

dirasakan pasien

3.      Berikan penjelasan kepada

pasien dan keluarga tentang

tindakan yang akan dilakukan

sehubungan dengan keadaan

penyakit pasien

4.      Berikan kesempatan pada pasien

untuk mengungkapkan rasa takut

atau kecemasan yang dirasakan

5.      Pertahankan lingkungan yang

tenang dan tanpa stres.

1.      Rasa cemas yang dirasakan

pasien dapat terlihat dalam

ekspresi wajah dan tingkah laku.

2.      Mengetahui  tingkat kecemasan

pasien.

3.      Dengan mengetahui tindakan

yang akan dilakukan akan

mengurangi tingkat kecemasan

pasien dan meningkatkan

kerjasama

4.      Dengan mengungkapkan

kecemasan akan mengurangi rasa

takut/cemas pasien

5.      Lingkungan yang tenang dan

nyaman dapat mengurangi stress

Page 17: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Intervensi Rasional

6.      Dorong dukungan keluarga dan

orang terdekat untuk memberikan

support kepada pasien

pasien berhadapan dengan

penyakitnya

6.      Support system dapat mengurani

rasa cemas dan menguatkan pasien

dalam memerima keadaan

sakitnya.

(Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-

DrsMed.tk )

4.                  Evaluasi

Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan

1.      Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang

2.      Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit

3.      Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan

konsistensi

4.      Mendapat nutrisi yang optimal

5.      Tidak adanya depresi pernafasan

6.      Tidur/istirahat tidak ada gangguan

7.      Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal

8.      Menunjukkan rileks dan tidak cemas

9.      Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya

Page 18: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi

usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa

memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.

Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,

sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,

dan akhirnya hilang.

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari

gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air

dan natrium dari lumen usus ke darah.

Page 19: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com. ( Diakses 20  Agustus

2011)

Author :Nova Faradilla, S. Ked  Files of DrsMed – FK UNRI, ileus obstruksi.

http://www.Files-of-DrsMed.tk.  (Diakses 20 Agustus 2011)

Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Black & Hawk, (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive

Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung

Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:

Elsevier Sounders

Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:

Mosby Elsevier.

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi  6,

Volume1. Jakarta: EGC.

Page 20: Asuhan Keperawatan Ileus Obstruksi

Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen

Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi

IV ; 2007. 1405-1410