artilel scc jurnal mimbar hk - pustaka ilmiah universitas...

23
Eksistensi Small Claim Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. Efa Laela Fakhriah 1 ABSTRAK Secara konvensional penyelesaian sengketa perdata dilakukan melalui mekanisme gugatan ke pengadilan (litigasi) yang pada praktiknya seringkali memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan satu perkara, kadang dapat lebih dari satu tahun baru selesai pemeriksaan di satu tingkat Pengadilan Negeri. Akan semakin panjang waktu yang diperlukan bila ada pihak yang mengajukan upaya hukum, baik banding maupun kasasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Untuk mengatasi hal ini, Mahkamah Agung telah pula mengeluarkan Surat Edaran No. tahun 1992 yang menegaskan bahwa pemeriksaan perkara perdata yang diajukan ke pengadilan “wajib” diselesaikan dalam waktu 6 bulan pada semua tingkat peradilan. Diharapkan dalam waktu paling lama satu tahun setengah perkara yang diajukan ke pengadilan sudah selesai sampai tingkat Mahkamah Agung. Mekanisme yang panjang dan tidak sederhana sangat tidak menguntungkan untuk menyelesaikan sengketa bisnis yang memerlukan penyelesaian secara cepat, terlebih lagi bagi sengketa-sengketa yang nilai gugatannya kecil. Diperlukan suatu mekanisme penyeelesaian sengketa perdata (bisnis) yang prosesnya cepat, sederhana dan biaya ringan; namun hasilnya berupa putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum mengikat seperti halnya yang dikenal dan berkembang di negar-negara maju. Mekanisme demikian dikenal dengan small claim court, yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan dengan acara cepat dan sederhana sehingga biaya dapat lebih ringan, dengan menggunakan prosedur beracara di luar prosedur dalam menangani perkara perdata biasa, yang diperuntukan bagi perkara perdata dengan nilai gugatan kecil. Melalui mekanisme small claim court, penyelesaian sengketa perdata (bisnis) diharapkan dapat memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Kata kunci: small claim court, penyelesaian sengketa 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung pada mata kuliah Hukum Acara Perdata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Hukum Kesehatan.

Upload: trantu

Post on 03-Mar-2018

220 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Eksistensi Small Claim Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan

Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan.

Efa Laela Fakhriah1

ABSTRAK

Secara konvensional penyelesaian sengketa perdata dilakukan melalui mekanismegugatan ke pengadilan (litigasi) yang pada praktiknya seringkali memerlukan waktuyang lama untuk menyelesaikan satu perkara, kadang dapat lebih dari satu tahun baruselesai pemeriksaan di satu tingkat Pengadilan Negeri. Akan semakin panjang waktuyang diperlukan bila ada pihak yang mengajukan upaya hukum, baik bandingmaupun kasasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana danbiaya ringan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang Kekuasaan Kehakiman.Untuk mengatasi hal ini, Mahkamah Agung telah pula mengeluarkan Surat EdaranNo. tahun 1992 yang menegaskan bahwa pemeriksaan perkara perdata yang diajukanke pengadilan “wajib” diselesaikan dalam waktu 6 bulan pada semua tingkatperadilan. Diharapkan dalam waktu paling lama satu tahun setengah perkara yangdiajukan ke pengadilan sudah selesai sampai tingkat Mahkamah Agung.

Mekanisme yang panjang dan tidak sederhana sangat tidak menguntungkan untukmenyelesaikan sengketa bisnis yang memerlukan penyelesaian secara cepat, terlebihlagi bagi sengketa-sengketa yang nilai gugatannya kecil. Diperlukan suatumekanisme penyeelesaian sengketa perdata (bisnis) yang prosesnya cepat, sederhanadan biaya ringan; namun hasilnya berupa putusan hakim yang memiliki kekuatanhukum mengikat seperti halnya yang dikenal dan berkembang di negar-negara maju.Mekanisme demikian dikenal dengan small claim court, yaitu penyelesaian sengketamelalui pengadilan dengan acara cepat dan sederhana sehingga biaya dapat lebihringan, dengan menggunakan prosedur beracara di luar prosedur dalam menanganiperkara perdata biasa, yang diperuntukan bagi perkara perdata dengan nilai gugatankecil. Melalui mekanisme small claim court, penyelesaian sengketa perdata (bisnis)diharapkan dapat memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Kata kunci: small claim court, penyelesaian sengketa

1Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung pada mata kuliah Hukum Acara

Perdata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Hukum Kesehatan.

A. Latar Belakang

Small Claim Court telah lama berkembang baik dinegara-negara yang

bersistem hukum Common Law maupun negara-negara dengan sistem hukum

Civil law. Bahkan tumbuh dan berkembang pesat tidak hanya di negara maju

seperti America, Inggris, Kanada, Jerman, Belanda tetapi juga dinegara-negara

berkembang baik dibenua Amerika Latin, Afrika dan Asia. Hal ini dikarenakan

forum penyelesaian sengketa bisnis melalui pengadilan yang efisien, cepat dan

biaya perkara murah bagi perkara yang jumlah nilai perkaranya kecil diperlukan

dalam dunia bisnis. Pembentukan suatu forum demikian sangat dibutuhkan

terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia, untuk meningkatkan

kepercayaan para investor dalam dan luar negeri guna mengembangkan dunia

bisnis.

Sengketa bisnis memerlukan penyelesaian secara cepat dan sederhana

sehingga biaya perkara relatif lebih sedikit dengan hasil penyelesaian dapat

diterima oleh kedua pihak yang bersengketa tanpa menimbulkan masalah baru

atau memperpanjang sengketa. Berbagai cara dapat dilakukan untuk

menyelesaikan sengketa bisnis, baik melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui

proses di luar pengadilan (non litigasi/perdamaian), namun untuk penyelesaian

sengketa bisnis lebih disukai melalui cara non litigasi meskipun seingkali tidak

dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, sehingga cara non litigasi bukan juga

merupakan pilihan penyelesaian sengketa yang tepat guna.

Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan (litigasi) dianggap tidak efektif

dan efisien sehingga akan mengganggu atau menghambat kegiatan bisnis. Hal ini

disebabkan proses berperkara ke pengadilan harus menempuh prosedur beracara

yang sudah ditetapkan dan tidak boleh di simpangi, sehingga memerlukan waktu

yang lama, tidak melindungi kerahasiaan, serta hasilnya ada pihak yang kalah dan

yang menang, sehingga akan memperpanjang persengketaan karena

dimungkinkannya melanjutkan perkara ke pengadilan tingkat yang lebih tinggi

(upaya hukum); meskipun terdapat asas peradilan yang cepat, sederhana dan

biaya murah.

Di sisi lain, peyelesaian sengketa secara non litigasi (secara damai) yang

didasarkan pada kesepakatan para pihak, ternyata hasilnya tidak memiliki

kekuatan mengikat secara formal bagi para pihak , meskipun undang-undang

mengharuskan agar kesepakatan para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk

akta tertulis dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Selain itu, dalam sistem

hukum acara (perdata) yang berlaku, bahwa terhadap akta hasil kesepakatan yang

telah dicapai tersebut tidak dapat langsung dimohonkan ke pengadilan untuk

dijadikan putusan perdamaian hakim (acta van dading) , melainkan untuk itu para

pihak harus tetap menempuh pengajuan gugatan ke pengadilan dengan

melampirkan akta kesepakatan dimaksud, baru kemudian dalam persidangan

diputus oleh hakim berdasarkan akta perdamain yang telah dicapai para pihak di

luar pengadilan tersebut, dengan putusan perdamaian hakim (acta van dading).

Cara penyelesaian sengketa non litigasi lainnya adalah melalui arbitrase yang

bersifat yudisial (melalui proses peradilan) meskipun Arbitrase bukan merupakan

badan peradilan melainkan adalah lembaga penyelesaian sengketa. Dalam

praktiknya, melalui lembaga arbitrase juga seringkali tidak mencapai

penyelesaian sengketa (bisnis) secara efektif dan efisien, karena sekalipun telah

ada pengaturan yang jelas tentang kompetensi mengadili yang absolut antara

Pengadilan dengan Arbitrase, para pihak yang bersengketa seringkali masih juga

mengajukan sengketanya ke pengadilan dan pengadilan memeriksa serta memutus

perkara tersebut. Karenanya penyelesaian sengketa menjadi tidak efektif dan tidak

efisien lagi.

Upaya yang juga telah dilakukan untuk mengatasi penyelesaian sengketa

perdata secara berlarut larut adalah dengan dibentuknya mekanisme mediasi di

pengadilan berdasarkan Perma No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan, yang mewajibkan seluruh perkara perdata yang diajukan ke

pengadilan (kecuali undang-undang menentukan lain) harus di mediasikan

terlebih dahulu di pengadilan. Tapi ini pun tidak efektif dan tidak mencapai

sasaran untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan.

Demikian pula halnya dengan keberadaan Pengadilan Niaga, yang meskipun

dari namanya (sebagai terjemahan dari comersial court) dapat diartikan sebagai

pengadilan yang menyelesaikan masalah-masalah sengketa perniagaan, tetapi

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, kompetensi dari Pengadilan

Niaga terbatas pada Kepailitan dan sengketa HaKI, bukan pengadilan atas

sengketa bisnis secara keseluruhan.

Dari pemikiran di atas, maka dirasakan perlu adanya suatu bentuk prosedur

penyelesaian sengketa (bisnis), seperti yang dikenal di negara-negara yang

menganut sistem common law dengan memberikan kewenangan pada pengadilan

untuk menyelesaikan perkara didasarkan pada besar kecilnya nilai objek sengketa,

sehingga dapat tercapai penyelesaian sengketa (bisnis) secara cepat, sederhana

dan murah, melalui mekanisme yang dinamakan small claim court.

Berdasarkan penelitian Bank Dunia (The world Bank-International Finance

Corporation-Doing Business 2011) salah satu faktor hambatan dalam

penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia adalah penyelesaian sengketa pada

pengadilan tingkat pertama yang tidak effisien, jangka waktu penyelesaian yang

lama dan biaya perkara yang tinggi serta biaya pengacara yang tinggi.

Selain alasan di atas small claim court sangat dibutuhkan bagi penyelesaian

sengketa yang timbul dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh pengusahan

mikro, kecil dan menengah (UMKM). Perkembangan UMKM di Indonesia terus

meningkat, krisis keuangan global mengintensifkan fokus kebijakan pada usaha

kecil dan menengah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia

UMKM merupakan bisnis perusahaan yang telah memberikan kontribusi pada

pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sekitar 60% dari produk domestic bruto.

(The Central Bureau of Statistics, Indonesia, 2010) UMKM juga merupakan

perusahaan yang menyediakan lapangan kerja terbesar, membuka mata

pencaharian bagi lebih dari 90% tenaga kerja dari suatu negara.2

Small claim court juga menawarkan kepada konsumen untuk

menyelesaikan sengketa mereka melalui sistem pengadilan yang cepat bagi

perolehan ganti rugi bagi mereka. Small claim court merupakan suatu mekanisme

penyelesaian sengketa konsumen untuk mendapatkan kompensasi dalam jumlah

yang tidak besar yang timbul dari suatu transaksi jual beli barang atau jasa.3

Menyadari bahwa sistem pengadilan biasa sering di luar jangkauan konsumen

rata-rata dengan nilai klaim yang rendah, sejumlah besar negara maju telah

memperkenalkan prosedur pengadilan disederhanakan untuk klaim kecil.

Prosedur-prosedur ini dirancang sebagai alternatif tradisional informal dispute

resolution untuk proses pengadilan sipil, yang memungkinkan individu untuk

menyelesaikan sengketa dan pemulihan hak dengan biaya dan beban tidak

proporsional dengan jumlah klaim mereka. Menjadi independen, mengikat dan

dapat dilaksanakan, small claim court menawarkan konsumen manfaat utama

dari sistem peradilan tanpa biaya tinggi, delay dan kompleksitas prosedur

prosedural berhubungan dengan pengadilan biasa.

Dua puluh negara berikut telah menanggapi menyederhanakan prosedur

pengadilan bagi klaim yang nilai perkaranya kecil, seperti: Australia, Austria,

Kanada, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Jepang, Korea,

Meksiko, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia , Swiss, Inggris dan

Amerika Serikat. Prosedur-prosedur ini bervariasi secara signifikan antara negara

dan bahkan antar daerah di negara yang sama. Variasi dapat dilihat pada jenis

prosedur; jenis sengketa dan klaim yang dapat diadili; biaya perkara yang

2The International Finance Corporation (IFC)- Indonesia. Small Enterprise Development Policies in Indonesia:

An Overview. October 2007 dalam Doing Business in Indonesia 2012 A COPUBLICATION OF THE WORLD BANKAND THE INTERNATIONAL FINANCE CORPORATION, Washington, hlm 19.

3CONSUMER DISPUTE RESOLUTION AND REDRESS IN THE GLOBAL MARKET PLACE OECD , page

6 Copyright OECD, 2006.

dibebankan kepada para pihak; dan aksesibilitas secara keseluruhan kepada

konsumen ("consumer friendliness").

B. Permasalahan

1. Bagaimana small claim court sebagai mekanisme penyelesaian sengketa

bisnis dalam praktiknya?

2. Bagaimana hubungan antara penyelesaian sengketa perdata melalui

mekanisme small claim court dengan asas peradilan sederhana, cepat dan

biaya ringan?

3. Bagaimana prospektif small claim court dalam sistem peradilan di Indonesia?

C. Metode Penelitian

Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai eksistensi small claims

court sebagai mekanisme penyelesaian sengketa bisnis yang memerlukan

penyelesaian dengan cepat, sederhana dan murah. Metode pendekatan yang

digunakan adalah metode pendekatan yuridis kualitatif yaitu penelitian hukum

yang mengutamakan penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder berupa

hukum positif yaitu antara HIR, UU No.48 tahun 2009, Perma No. 1 Tahun 2008

dan Rules of The Small Claims Court Ontario. Data yang diperoleh kemudian

akan dianalisis secara kualitatif, kemudian hasil analisis dideskripsikan dalam

bentuk laporan penelitian.

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah penelitian bahan hukum,

meliputi : penelitian terthadap bahan hukum primer berupa hukum positif, antara

lain HIR, Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, Perma No. 1 Tahun 2008, dan

Rules of The Small Claims Court Ontario; Bahan hukum sekunder, yaitu bahan -

bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer antara lain literatur

bidang hukum kepailitan dan hukum acara perdata; dan bahan hukum tersier,

yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan

sekunder, antara lain artikel di koran, majalah, dan browsing internet yang

berkaitan dengan pokok masalah penelitian.

Teknik pengumpulan data terdiri dari: studi literatur, yaitu yang terkait

dengan objek penelitian yang turut didukung data data dari internet sebagai data

baru yang lebih up to date, dan studi peraturan perundang-undangan. Penarikan

kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dilakukan dengan metode

analisis normatif kualitatif. Normatif karena penelitian bertitik tolak dari

peraturan yang ada sebagai hukum positif, asas asas hukum, dan pengertian

hukum. Seluruh data yang diperoleh kemudian akan dianalisis secara kualitatif.

D. Kajian Teoretik

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa penyelesaian sengketa

perdata dapat dilakukan baik secara konvensional melalui pengadilan (litigasi)

maupun melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan

(non litigasi). Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa secara

formal yang didasarkan pada penerapan hukum acara perdata dengan tahapan-

tahapan penyelesaian sesuai prosedur beracara.

Proses litigasi dimulai dari pengajuan surat gugatan melalui pendaftaran

perkara ke pengadilan yang berkompeten, penomoran dan pendistribusian

perkara pada majelis hakim dan panitera yang ditunjuk untuk memeriksa, upaya

perdamaian/mediasi di pengadilan, tahap proses pemeriksaan perkara di

persidangan, dan tindakan pasca putusan hakim sampai dengan pelaksanaan

putusan.

Proses pemeriksaan perkara di persidangan dimulai dari sidang pertama

dengan acara pemeriksaan identitas para pihak dan upaya perdamaian oleh

hakim, kemudian siding-sidang berikutnya dengan acara jawaban tergugat,

replik, duplik, kesimpulan pertama, pembuktian oleh para pihak, kesimpulan

terakhir, dan putusan. Tahapan-tahapan ini memerlukan waktu yang cukup

lama, apalagi bila ada pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan hakim

maka dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi.

Keseluruhan proses beracara di pengadilan sebagaimana diuraikan di atas,

sudah barang tentu memerlukan waktu yang panjang, setidaknya diperlukan

waktu 4 sampai 6 bulan paling cepat untuk persidangan pada pengadilan tingkat

pertama (Pengadilan Negeri). Untuk ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan

Surat Edaran (SEMA) Nomor 6 tahun 1992, yang menegaskan bahwa

pemeriksaan perkara (perdata) pada semua tingkat peradilan “wajib”

diselesaikan dalam waktu paling lama 6 bulan. Apabila terjadi keterlambatan

maka hakim yang memeriksa wajib melaporkannya pada Ketua Pengadilan

Negeri, kemudian KPN mempunyai kewajiban melaporkannya pada pengadilan

yang lebih tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi.

Demikian pula halnya jika keterlambatan pemeriksaan perkara terjadi

pada tingkat banding, maka hakim yang memeriksa perkara wajib

melaporkannya pada Ketua Pengadilan Tinggi, dan selanjutnya KPT

mempunyai kewajiban melaporkannya pada Mahkamah Agung. Namun

demikian, pada praktiknya seringkali pemeriksaan perkara (perdata) di

pengadilan berlangsung lebih dari 6 bulan, bahkan dapat sampai lebih dari satu

tahun untuk setiap tingkat peradilan.

Prosedur yang panjang dalam acara pemeriksaan perkar perdata ini tidak

mencerminkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan; selain itu penyelesaian

yang dihasilkan memposisikan adanya pihak yang menang dan kalah saling

berhadapan, meskipun dituangkan dalam bentuk putusan hakim yang memiliki

kekuatan hukum mengikat bagi para pihak. Asas sederhana, cepat dan biaya

ringan merupakan salah satu asas peradilan yang diamanatkan oleh Undang-

undang No 49 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sederhana adalah acara yang jelas, mudah difahami dan tidak berbelit-

belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diwajibkan atau

diperlukan dalam beracara di muka pengadilan, akan makin baik. Terlalu

banyak formalitas yang sukar difahami, atau peraturan-peraturan yang

berwayuh arti (dubieus), sehingga memungkinkan timbulnya pelbagai

penafsiran, kurangf menjamin adanya kepastian hukum dan menyebabkan

keengganan atau ketakutan untuk beracara di muka pengadilan4

Cepat menunjuk pada jalannya peradilan, terlalu banyak formalitas

merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya

jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka siding saja, tetapi juga

penyelesaian pada berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada

penandatanganan putusan oleh hakim dalam pelaksanaannya. Jalannya

persidangan yang cepat akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan

menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan. Biaya ringan,

dimaksudkan agar dapat dipikul oleh rakyat pada umumnya, biaya perkara yang

tinggi dapat menyebabkan pihak yang berkepentingan enggan untuk

mengajukan tuntutan hak ke pengadilan.

Prosedur pemeriksaan perkara melalui pengadilan sebagaimana di uraikan

di atas, dirasakan tidak efektif dan efisien jika digunakan untuk menyelesaikan

sengketa bisnis yang memerlukan penyelesaian secara cepat dan prosedur yang

lebih sederhana sehingga relatif biaya lebih murah serta hasilnya tidak ada kalah

menang bagi para pihak (win-win solution). Cara penyelesaian yang demikian

dapat diperoleh melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif (non

litigasi), namun hasilnya hanya berupa kesepakatan para pihak yang tidak dapat

dipaksakan pelaksanaannya (tidak memiliki kekuatan hukum mengikat).

Sementara pada kenyataannya di masyarakat banyak terjadi sengketa

perdata yang memerlukan penyelesaian secara cepat dengan biaya murah,

khususnya sengketa bisnis terutama yang nilai gugatannya kecil; Namun

memerlukan hasil penyelesaian yang memiliki kekuatan mengikat bagi para

pihak sehingga dapat dipaksakan pelaksanaannya manakala para pihak tidak

4Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam, Liberty,

Yogyakarta, 2006, hlm. 36

mau melaksanakan putusan secara sukarela. Karenanya perlu difikirkan suatu

bentuk penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan secara sederhana dan

cepat namun hasilnya berupa putusan hakim yang memiliki kekutan hukum

mengikat bagi para pihak, khususnya bagi sengketa-sengketa bisnis yang

memerlukan penyelesaian secara cepat.

Di negara-negara maju dikenal suatu mekanisme penyelesaian sengketa

yang dilakukan melalui pengadilan (proses litigasi) tetapi dengan menerapkan

hukum acara yang sederhana dan singkat, berbeda dengan prosedur beracara di

pengadilan (penerapan hukum acara) pada umumnya dalam menangani

sengketa perdata biasa. Sehingga proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan

secara sederhana dan cepat/singkat, sementara hasil penyelesaian yang

diperoleh berupa putusan hakim yang mempunyai daya paksa untuk

dilaksanakan (kekuatan mengikat).

Mekanisme penyelesaian sengketa dimaksud adalah small claim court,

dan jenis sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme demikian terbatas pada

sengketa (bisnis) yang nilai gugatannya kecil dan memerlukan penyelesaian

yang cepat. Seperti misalnya tuntutan ganti kerugian yang diakibatkan adanya

cacat pada barang yang dibeli oleh konsumen, atau tuntutan ganti kerugian atas

utang piutang (wanprestasi) yang nilainya kecil sehingga tidak akan efisien

kalau diajukan gugatan ke pengadilan dengan acara biasa.

Small claim court didirikan oleh Pengadilan Cleveland pada tahun 1913.

Latar belakang sejarah small claim court di Cleveland, adalah ketika gagasan

itu muncul sebagai pengadilan pertama yang mengakhiri eksploitasi pada orang

miskin dengan menawarkan keadilan yang mengutamakan perdamaian di

Cleveland sejak kota tersebut tidak memiliki pengadilan itu sendiri, masyarakat

dari Cleveland kemudian menyetujui rancangan undang-undang yang

menjadikan terciptanya gagasan small claim court pada tahun 1913.

Tanggung jawab utama dari small claim court/tribunal, atau dalam hal

ini, pengadilan, adalah untuk melaksanakan keadilan. Dalam hal ini,

court/tribunal berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa secara efektif dan

adil dengan menjunjung tinggi aturan hukum dan meningkatkan akses terhadap

keadilan.

Berdasarkan Black’s Law Dictionary5, small claim court diartikan sebagai

suatu pengadilan yang bersifat informal (di luar mekanisme pengadilan pada

umumnya) dengan pemeriksaan yang cepat untuk mengambil keputusan atas

tuntutan ganti kerugian atau utang piutang yang nilai gugatannya kecil.

Baldwin, dalam bukunya mendefinisikan bahwa small claim court merupakan

bentuk jajak pendapat yang bersifat informal, sederhana dan biaya murah, serta

kekuatan hukumnya kurang mengikat. Dalam hal ini, pihak yang berperkara

diharapkan untuk mengajukan kasusnya sendiri tanpa bantuan dari seorang

pengacara dan hakim didorong untuk untuk melakukan pendekatan yang lebih

intensif.6 Adapun Tujuan small claim court adalah untuk dapat menyelesaikan

perkara gugatan dengan waktu yang cepat, biaya murah dan menghindari proses

berperkara yang kompleks dan formal.7

Konsep small claim court adalah badan hukum yang dimaksudkan untuk

memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk menyelesaikan sengketa

yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pada umumnya, small claim court

juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat”8 yang nyata. Hal ini sejalan

dengan maksud dibentuknya small claim court adalah untuk menyediakan

formalitas kecil dan teknis sebagai pertimbangan yang tepat mengenai materi

gugatan9, pemeriksaan perkara yang tidak rumit untuk menyelesaikan sengketa

yang bersifat sederhana yang tidak membutuhkan uang yang banyak untuk

menjamin biaya litigasi formal.10 Selain itu, kedua belah pihak akan

5 Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, West Publishing, 2004.6 John Baldwin, Small Claims in the County Courts in England and Wales, Oxford: Oxford University

Press, 20037 Christopher J. Wheelan, SMall CLaims Courts - A Comparative Study, New York: Oxford University

Press, 1990.8 Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Sue in Small Claims Court, 5th

Edition, 2009, page 1.9 Lokal Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.10 Stephanie Francis Ward, ABA Journal, “Mr. Small Claims Makes a Career on Volume”, Oktober 2011

mengajukan gugatan masing-masing kepada hakim dan biasanya hakim tidak

perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai hukum itu sendiri untuk

diterapkan dalam sebuah sengketa yang bersifat sederhana.

Mekanisme beracara (prosedur) small claim court bervariasi dari satu

negara ke negara yang lain. Di Irlandia, mekanisme ini didefinisikan sebagai

sebuah pelayanan yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri mengenai gugatan

yang diajukan oleh konsumen terhadap penyedia barang atau jasa,11 namun ini

menunjukkan bahwa small claim court di Irlandia hanya berkaitan dengan

gugatan yang melibatkan konsumen yang mengalami kerugian. Namun

demikian, kebanyakan tidak hanya berkaitan dengan gugatan konsumen, tetapi

juga pada setiap sengketa perdata lainnya.

Oleh karena itu, small claim court lebih sering disebut sebagai Tribunal

Small Claim atau Small Claims Procedure, yang lebih lanjut bisa dianggap

sebagai pengadilan dengan prosedur yang cepat yang pada umumnya

dipisahkan tetapi di bawah yurisdiksi pengadilan pertama. Dengan adanya

pengadilan yang memiliki prosedur penyelesaian sengketa yang cepat maka

akan banyak sengketa yang ditangani secara cepat pula dengan verifikasi yang

sederhana.

Di sejumlah negara, klaim konsumen yang membutuhkan biaya yang

kecil diselesaikan oleh pengadilan tingkat pertama berdasarkan prosedur yang

disederhanakan dan/atau prosedur dipercepat. Sangat sering, pengadilan ini

memiliki divisi atau bagian yang terpisah untuk menangani klaim yang

membutuhkan biaya yang kecil.

Sebagai contoh, di Australia, semua negara bagian dan teritori memiliki

small claim court atau administrasi tribunal yang diberikan oleh pengadilan

Magistrates. Di Jepang, small claim berdasarkan yurisdiksi pengadilan

11 Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal e-business practices:Country Report ofIreland, 1998, page 3.

ringkasan, yang memiliki prosedur informal untuk menyelesaikan kasus

secepatnya. Di Jerman, pengadilan dapat menyelesaikan sengketa nilai rendah

sipil dan komersial dengan prosedur disederhanakan. Di Yunani, pengadilan

daerah beroperasi di bawah prosedur disederhanakan ketika menyelesaikan

small claim. Di Irlandia, ada prosedur small claim tersedia di pengadilan distrik.

Di Norwegia, ada prosedur khusus yang tersedia di pengadilan negeri untuk

penyelesaian small claim, dan diskusi sedang berlangsung tentang peningkatan

sistem. Di Polandia, prosedur disederhanakan baru untuk small claim

diperkenalkan ke dalam kode sipil pada tahun 2000. Prosedur ini adalah wajib

bagi semua sengketa jatuh di bawah ambang batas nilai uang tertentu. Di

Swedia, ada prosedur small claim yang tersedia di pengadilan sipil. Di Inggris

ada prosedur khusus, dikenal sebagai jalur small claim yang digunakan dalam

pengadilan daerah untuk menyelesaikan small claim (perkara perdata dengan

nilai gugatan yang kecil).

E. Pembahasan

1. Pelaksanaan mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui Small

Claim Court

Small calim court yang pertama di Amerika Serikat dikembangkan

pada awal abad kedua puluh karena proses formal peradilan sipil yang begitu

kompleks, rumit, dan mahal yang tidak dapat digunakan oleh sebagian besar

orang yang memiliki penghasilan atau pengusaha kecil yang memiliki upah

atau rekening untuk mengumpulkan biaya yang terlalu kecil untuk

membenarkan biaya dan penundaan dari prosedur sipil formal. Sebagai sarana

yang murah penagihan utang, model ini awalnya diadopsi di Amerika Serikat

yang meliputi lima komponen utama.12

12 Steven Weller, John C Ruhnka, and John A Martin, “American Small Claim Courts,” in Small Claim

Courts: A Comparative Study edited by Chiristopher J Whelan, Oxford, Clarendom Press, 1990, page 5

a. pengurangan biaya pengadilan

b. penyederhanaan proses permohonan

c. Prosedur percobaan sebagian besar diserahkan kepada kebijaksanaan

hakim pengadilan, dan aturan formal dari bukti yang telah diseleksi.

d. Hakim dan panitera pengadilan yang diharapkan dapat membantu

berperkara baik dalam persiapan percobaan dan di pengadilan

sehingga perwakilan oleh pengacara akan sebagian besar tidak

diperlukan.

e. Hakim diberi kekuatan untuk pembayaran angsuran secara langsung

Sengketa-sengketa yang dapat diajukan ke small claim court adalah

kasus perdata13, seperti misalnya klaim mereka yang berkaitan dengan:

a. Utang piutang berdasarkan perjanjian: rekening yang belum dibayar

untuk barang atau jasa yang dijual dan dikirimkan, pinjaman yang

belum dibayar, sewa yang belum dibayar, dan upah yang belum

dibayar

b. Klaim untuk: kerusakan property, pengembalian property, cedera

akibat perbuatan, dan pelanggaran kontrak

Beberapa kasus perdata tidak dapat diajukan ke small claim court,

seperti misalnya:14 perbedaan pendapat tentang judul untuk real properti,

pengembalian kepemilikan real properti, penggusuran, klaim terhadap

pemerintah, tindakan untuk menyita atau menegakkan hukum, klaim yang

timbul dari malpraktek professional (misalnya, dugaan malpraktik oleh

13Sioux Falls, Business Journal a Gannett Company, Displaying 100 of 30,566 Small

Claims Court Judgment, 200614 Alaska Court System, Alaska Small Claims Handbook, 19th Edition, 2011, page 1

dokter, dokter gigi atau pengacara), klaim untuk tunjangan perkawinan, klaim

yang timbul dari pengesahan hakim.

Small claim court merupakan mekanisme penyelesaian sengketa

melalui pengadilan (litigasi) dengan prosedur yang terpisah (berbeda) dari

prosedur pengadilan biasa, karenanya dikatakan juga sebagai pengadilan

informal untuk menyelesaikan gugatan perdata dengan nilai gugatan yang

kecil (relatif).

2. Penyelesaian sengketa perdata melalui mekanisme small claim court guna

menunjang asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan

Konsep small claim court adalah badan hukum yang dimaksudkan

untuk memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk menyelesaikan

sengketa yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pada umumnya, small

calim court juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat”15 yang nyata. Hal ini

sejalan dengan maksud dibentuknya small claim court adalah untuk

menyediakan formalitas kecil dan teknis sebagai pertimbangan yang tepat

mengenai materi gugatan16, pemeriksaan perkara yang tidak rumit untuk

menyelesaikan sengketa yang bersifat sederhana yang tidak membutuhkan

uang yang banyak untuk menjamin biaya litigasi formal. Selain itu, kedua

belah pihak akan mengajukan gugatan masing-masing kepada hakim dan

biasanya hakim tidak perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai hukum

itu sendiri untuk diterapkan dalam sebuah sengketa yang bersifat sederhana.

Tuntutan untuk dapat memenuhi asas peradilan yang sederhana, cepat

dan biaya ringan, telah diamanatkan oleh Pasal 2 ayat (4) Undang Undang No.

48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Lebih lanjut di dalam

penjelasannya dikatakan bahwa “sederhana” adalah pemeriksaan

danpenyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Yang

15 Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Sue in Small Claims Court, 5thEdition, 2009, page 1.

16 Local Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.

dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau

oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan

dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak

mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan

keadilan.

Mekanisme beracara (prosedur) small claim court bervariasi dari satu

negara ke negara yang lain. Di Irlandia, small claim court didefinisikan

sebagai sebuah pelayanan yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri mengenai

gugatan yang diajukan oleh konsumen terhadap penyedia barang atau jasa,17

namun ini menunjukkan bahwa small claim court di Irlandia hanya berkaitan

dengan gugatan yang melibatkan konsumen yang mengalami kerugian.

Namun demikian, kebanyakan small claim court tidak hanya berkaitan dengan

gugatan konsumen, tetapi juga pada setiap sengketa perdata lainnya. Hal ini

lebih lanjut akan diuraikan di bawah ini.

Oleh karena itu, smaal claim court lebih sering disebut sebagai

Tribunal Small Claim atau Small Claims Procedure, yang lebih lanjut bisa

dianggap sebagai pengadilan dengan prosedur yang cepat yang pada

umumnya dipisahkan tetapi di bawah yurisdiksi pengadilan pertama. Dengan

adanya pengadilan yang memiliki prosedur penyelesaian sengketa yang cepat

maka akan banyak sengketa yang ditangani secara cepat pula dengan

verifikasi yang sederhana.

Small calim court dimaksudkan untuk meningkatkan akses ke

pengadilan dengan menyediakan “layanan yang bersifat cepat, murah dan adil

bagi para pihak yang kekurangan dari segi finansial. Tingginya biaya proses

hukum dapat menjadi penghalang untuk memperoleh keadilan, terutama

17 Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal e-business practices:Country Reportof Ireland, 1998, page 3.

dalam kasus dimana jumlah gugatannya tidak banyak. Untuk mengatasi hal

ini, biaya pengajuan gugatan ke Pengadilan diupayakan sangat terjangkau.

Untuk menyeimbangkan prosedur beracara, dan meminimalkan biaya

litigasi, tidak ada pihak yang diwakili oleh penasehat hukum. Sebaliknya,

mereka harus muncul secara pribadi dan menyampaikan gugatan mereka

sendiri. Proses peradilan juga dilakukan secara informal. Prosedur informal

dan sederhana dari Pengadilan akan menjadi efektif dan memungkinkan orang

awam pun untuk mengajukan kasusnya sendiri dengan mudah.

Bila dilihat dari pengertian tentang small claim court sebagai

mekanisme penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan tetapi dengan

menggunakan penerapan hukum acara yang singkat, sederhana dan cepat

(berbeda dengan penyelesaian perkara pada umumnya) dan tujuannya adalah

untuk dapat menyelesaikan sengketa perdata (bisnis) yang nilai gugatannya

kecil sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan efektif , maka mekanisme

small claim court dapat dijadikan sebagai salah satu penunjang

tercapainya/terlaksananya asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya

ringan; sebagaimana diharapkan oleh masyarakat pencari keadilan.

3. Prospektif Small Claim Court dalam sistem peradilan di Indonesia

Keberadaan small claim court adalah untuk menjembatani antara

penyelesaian sengketa secara non litigasi yang hasilnya tidak memberikan

kekuatan mengikat dengan penyelesaian secara litigasi yang lebih

memberikan kepastian hukum, sehingga diperoleh suatu mekanisme

penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana dan biaya ringan dengan putusan

yang mempunyai kekuatan mengikat karena diselesaikan dalam jalur litigasi

serta mekanisme pemeriksaan perkara yang terpisah dari pemeriksaan perkara

secara kontradiktoir (biasa).

Mekanisme small claim court berada dalam jalur penyelesaian sengketa

melalui pengadilan, akan tetapi dengan prosedur beracara yang berbeda

dengan proses pemeriksaan perkara perdata biasa, yaiu dengan acara singkat

(sederhana). Karenanya putusan small claim court sama kekuatan hukumnya

dengan putusan hakim pengadilan pada umumnya. Secara kelembagaan,

mekanisme small claim court berada di Pengadilan Negeri, akan tetapi acara

pemeriksaan perkaranya berbeda dengan pemeriksaan perkara secara

kontradiktoir (acara pemeriksaan perkara biara)

Jenis perkara yang dapat diselesaikan melalui small claim court yaitu

perkara-perkara dengan nilai gugatan kecil yang dapat diselesaikan dalam

waktu singkat dengan ditangani oleh hakim tunggal, yaitu perkara perdata

yang nilai ekonomi gugatannya relatif kecil dan tidak memerlukan proses

administrasi perkara serta pembuktian yang kompleks serta dapat diselesaikan

dengan hukum acara singkat/sederhana, seperti antara lain: sengketa

konsumen, utang piutang, jual beli barang, klaim kerusakan barang, biaya

jasa pelayanan, sengketa UMKM, dan sengketa-sengketa lain yang timbul

dari hubungan kontraktual

Dengan demikian dapat diberikan batasan terhadap tolok ukur perkara

untuk dapat digolongkan ke dalam perkara kecil/ringan sehingga dapat

diselesaikan melalui small calim court, yaitu:

a. nilai sengketa/gugatannya kecil

b. tidak kompleks permasalahannya,

c. tuntutan haknya sederhana

d. tidak menggunakan jasa pengacara

e. diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal

f. pelaksanaan sidang maksimal 3 kali sidang dengan lama waktu 1

bulan sudah diputus oleh hakim

g. pembuktiannya sederhana

a. Nilai Gugatan

Tolok ukur suatu perkara dikatakan sebagai gugatan dengan nilai

yang kecil relatif, tidak dapat disamakan untuk setiap wilayah hukum di

Indonesia, tergantung pada keadaan sosial ekonomi masyarakatnya dan

pemahaman serta ketaatan hukum masyarakat. Hal ini mengingat untuk

berhasilnya penyelesaian sengketa melalui small claim court diperlukan

komitmen yang tinggi dari para pihak.

Dengan pertimbangan di atas, nilai gugatan perdata yang dapat

diselesaikan melalui small claim court maksimal 100 juta rupiah.

dengan diberikan kebebasan kepada masing-masing pengadilan untuk

menentukan besaran nilai gugatan lyang dapat diajukan melalui small

claim court melebihi batas maksimal.

b. Bentuk Pengaturan

Idealnya diatur dalam undang-undang yang secara khusus mengatur

tentang acara perdata, dalam hal ini UU Hukum Acara Perdata (yang

sampai saat ini masih berbentuk RUU), namun karena proses untuk

diundangkan menjadi UU lama dan masih belum jelas, maka diusulkan

pengaturan dalam bentuk lain.

Pengaturan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung dianggap

lebih tepat untuk mengatasi penanganan perkara perdata (khususnya

sengketa bisnis) yang menumpuk di pengadilan. Di samping itu juga

memberikan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan yang

menghendaki penyelesaian sengketa secara cepat, murah dan sederhana

tetapi hasilnya (putusannya) tetap mempunyai kekuatan mengikat karena

diputus oleh hakim melalui proses peradilan.

c. Kompetensi Pengadilan

Dalam mekanisme small claim court berlaku asas actor sequitor

forum rei, artinya bahwa pengadilan yang berwenang untuk mengadili

perkara perdata dengan mekanisme small claim court adalah Pengadilan

Negeri di wilayah hukum mana Tergugat bertempat tinggal, atau ke

Pengadilan Negeri tempat dimana perbuatan hukum dimaksud

dilakukan,

d. Mekanisme Pembuktian

Pembuktian dilakukan secara sederhana oleh kedua pihak yang

bersengketa dengan menggunakan alat bukti salah satu diantara: Surat,

saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, dan keterangan

saksi ahli. Sedangkan alat bukti lainnya seperti persangkaan, dan

pemeriksaan setempat tidak digunakan karena dalam pelaksanaannya

akan memerlukan waktu lama sehingga pembuktiannya menjadi tidak

sederhana. Dalam pembuktian yang sederhana, asas unus testis nullus

testis tidak perlu diterapkan.

e. Prosedur/mekanisme beracara

Perkara /gugatan langsung diajukan oleh para pihak yang

berkepentingan sebagai masyarakat pencari keadilan tanpa bantuan

pengacara agar biaya lebih murah dan penyelesaian lebih cepat. Dalam

hal pihak yang mengajukan gugatan perlu bantuan pengacara (karena

sama sekali tidak mengerti hukum) dapat menggunakan bantuan hukum

cuma-Cuma, melalui POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) yang ada di

setiap Pengadilan Negeri.

f. Jangka Waktu Pemeriksaan Perkara

Jangka waktu pemeriksaan dan penyelesaian sengketa sampai

putusan hakim selama 1 bulan/4 minggu dengan rincian sbb

Minggu I: Persiapan pengajuan gugatan, pengajuan gugatan ke

Pengadilan, membayar biaya perkara, penomoran perkara,

pendistribusian perkara kepada hakim pemeriksa, dengan

Hakim pemeriksa tunggal, penunjukan Panitera perkara,

dan pemanggilan para pihak untuk bersidang

Minggu II : Persidangan pertama dengan acara, pemeriksaan gugatan

dan jawab menjawab

Minggu III: Persidangan kedua dengan acara pembuktian para pihak

(dilakukan secara cepat dan sederhana)

Minggu IV: Persidangan ketiga dengan acara penjatuhan putusan oleh

dan pelaksanaan putusan (sifat putusan final dan mengikat,

tidak ada upaya hukum)

F. Kesimpulan

Sebagaiman telah diuraikan di atas bahwa untuk menyelesaikan

sengketa bisnis diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang

cepat, sederhana dan biaya rtelatif murah sehingga dapat lebih efektif dan

efisien. Penyelesaian sengketa yang demikian dapat dilakukan melalui

penyelesaian sengketa secara damai di luar pengadilan (non litigasi), namun

hasil yang didapatkan berupa kesepakatan damai antara para pihak yang

bersengketa tidak memiliki daya paksa (kekuatan hukum) bagi para pihak,

sehingga seringkali tidak kesepakatan yang telah dicapai ditaati/dilaksanakan.

Di sisi lain, penyelesaian sengketa bisnis dapat pula diselesaikan

melalui jalur litigasi, namun penyelesaian sengketa melalui pengadilan

dianggap tidak efisien dan juga tidak efektif meskipun hasilnya yang berupa

putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat (kekuatan eksekutorial) bagi

para pihak yang bersengketa. Mekanisme ini memerlukan waktu penyelesaian

sengketa yang lama dan tidak sederhana prosedurnya sehingga biaya yang

dikeluarkan dapat lebih besar, dan juga hasilnya memposisikan para pihak

yang bersengketa pada posisi kalah dan menang. Karenanya persengketaan

terus berlanjut dan pada gilirannya akan merusak hubungan bisnis yang telah

terjalin sebelumnya.

Dengan melihat kedua kondisi di atas, maka kiranya perlu untuk

difikirkan suatu mekanisme penyelesaian sengketa bisnis yang dilakukan

secara damai dengan kesepakatan para pihak, akan tetapi prosesnya dilakukan

di pengadilan dengan prosedur beracara di luar (berbeda dengan) mekanisme

beracara dalam menangani perkara perdata biasa. Mekanisme beracaranya

dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya menjadi lebih ringan, dan

putusannya berupa putusan hakim yang mempunyai kekuatan mengikat.

Small claim court merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa

yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis secara efisien dan efektif,

mengingat small claim court diartikan sebagai suatu pengadilan yang

bersifat informal (di luar mekanisme pengadilan pada umumnya) dengan

pemeriksaan yang cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan ganti

kerugian atau utang piutang yang nilai gugatannya keci.

G. Daftar Pustaka

Alaska Court System, Alaska Small Claims Handbook, 19th Edition, 2011.

Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, West Publishing,2004.

Christopher J. Wheelan, SMall CLaims Courts - A Comparative Study,New York: Oxford University Press, 1990

CONSUMER DISPUTE RESOLUTION AND REDRESS IN THEGLOBAL MARKET PLACE OECD, Copyright OECD, 2006.

John Baldwin, Small Claims in the County Courts in England and Wales,Oxford: Oxford University Press, 2003

Local Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.

Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal e-business practices:Country Report of Ireland, 1998.

Sioux Falls, Business Journal a Gannett Company, Displaying 100 of30,566 Small Claims Court Judgment, 2006.

Stephanie Francis Ward, ABA Journal, “Mr. Small Claims Makes a Careeron Volume”, Ontario, Oktober 2011

Steven Weller, John C Ruhnka, and John A Martin, “American Small ClaimCourts,” in Small Claim Courts: A Comparative Study edited byChiristopher J Whelan, Oxford, Clarendom Press, 1990.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam,Liberty, Yogyakarta, 2006 Sudikno Mertokusumo, Hukum AcaraPerdata Indonesia, edisi keenam, Liberty, Yogyakarta, 2006.

Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Suein Small Claims Court, 5th Edition, 2009

The International Finance Corporation (IFC)- Indonesia. Small EnterpriseDevelopment Policies in Indonesia: An Overview. October 2007