jurnal mimbar

35
MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH Abstract. Sitti Hartinah DS Penelitian ini menemukan model kepemimpinan transformasional yang fit di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal? Temuan-temuan empirik atas masalah utama dan masalah khusus itu, sekaligus merupakan tujuan utama dan tujuan khusus. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, dengan desain model pengukuran berpendekatan confirmatory factor analysis . Besar populasi 573 guru SMK Negeri dikedua daerah penelitian, dan terpilih 200 sampel yang ditentukan melalui prosedur proportional random sampling . Penelitian bersifat deskriptif korelasional, desain model pengukuran berpendekatan confirmatory factor analysis . Data yang dijaring melalui angket skala berstruktur. Dalam analisis digunakan teknik statistika koefisien determinasi yang diproses berbantuan komputer (SPSS-13,0) dan (LISREL-8,51). Hasil pengujian menemukan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi secara signifikan oleh; kompetensi kepala sekolah (kontribusi 24,5%); iklim organisasi sekolah (kontribusi 29,4%); etos kerja (kontribusi 28,1%); Model faktor determinan yang mencakupi kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja berkontribusi (85,6%). Model kepemimpinan transformasional kepala sekolah SMK N yang fit adalah yang berkonfigurasi iklim organisasi sekolah, dan kepemilikan kompetensi kepala sekolah, dan etos kerja. Berdasarkan temuan, disarankan agar kepala sekolah, memiliki keterampilan manajerial, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan peningkatan etos kerja kepala secara maksimal Kata Kunci : kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, etos kerja dan kepemimpinan tarnsformasional kepala sekolah. Latar Belakang Masalah Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan segala aspek yang telah direncanakannya perlu didukung oleh kepe- mimpinan kepala sekolah. Hal tersebut dapat dijelaskan 1

Upload: lp3m

Post on 29-Jun-2015

280 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Mimbar

MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH

Abstract.

Sitti Hartinah DS

Penelitian ini menemukan model kepemimpinan transformasional yang fit di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal? Temuan-temuan empirik atas masalah utama dan masalah khusus itu, sekaligus merupakan tujuan utama dan tujuan khusus. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, dengan desain model pengukuran berpendekatan confirmatory factor analysis . Besar populasi 573 guru SMK Negeri dikedua daerah penelitian, dan terpilih 200 sampel yang ditentukan melalui prosedur proportional random sampling . Penelitian bersifat deskriptif korelasional, desain model pengukuran berpendekatan confirmatory factor analysis. Data yang dijaring melalui angket skala berstruktur. Dalam analisis digunakan teknik statistika koefisien determinasi yang diproses berbantuan komputer (SPSS-13,0) dan (LISREL-8,51). Hasil pengujian menemukan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi secara signifikan oleh; kompetensi kepala sekolah (kontribusi 24,5%); iklim organisasi sekolah (kontribusi 29,4%); etos kerja (kontribusi 28,1%); Model faktor determinan yang mencakupi kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja berkontribusi (85,6%). Model kepemimpinan transformasional kepala sekolah SMK N yang fit adalah yang berkonfigurasi iklim organisasi sekolah, dan kepemilikan kompetensi kepala sekolah, dan etos kerja. Berdasarkan temuan, disarankan agar kepala sekolah, memiliki keterampilan manajerial, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan peningkatan etos kerja kepala secara maksimal

Kata Kunci : kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, etos kerja dan kepemimpinan tarnsformasional kepala sekolah.

Latar Belakang Masalah

Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan segala aspek yang telah direncanakannya perlu didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh argumen berikut ini. Kepala sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan merupakan motor penggerak sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Sebesar apa pun input persekolahan ditambah atau diperbaiki, outputnya tidak akan optimal apabila faktor kepemimpinan kepala sekolah tidak diberikan perhatian yang memadai.Tersedianya dana, infrastruktur, fasilitas, dan instrumen pendidikan lainnya kurang dapat didayagunakan secara maksimal, efisien, dan akuntabel tanpa adanya kepemimpinan yang kuat, atau adanya pemimpin yang mampu menggerakkan semua komponen itu.

Kepala sekolah adalah pengelola terdepan yang memuluskan proses dan interaksi positif seluruh input sistem belajar-mengajar. Lebih dari itu, kepala sekolah memainkan peranan penting dalam keseluruhan upaya peningkatan kinerja, baik pada tingkat kelompok maupun organisasi. Kepemimpinan kepala sekolah menempati posisi penting dalam penelaahan manajemen pendidikan. Fungsi dan substansi manajemen pendidikan yang dijalankan oleh kepala sekolah meliputi pengorganisasian sumber

1

Page 2: Jurnal Mimbar

daya pendidikan, proses pendidikan, dan pembelajaran. Kepala sekolah berperan pula sebagai katalisator pendidikan yang mendorong setiap kegiatan di sekolah. Dalam pandangan Krajewsky (1983:178) kepala sekolah merupakan “the key to quality in the school and must be catalyst when its comes to the quality of educational programs”. Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sangat didambakan oleh setiap warga sekolah itu. Kepala sekolah yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, harus bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah, dan diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengemban misi: (1) melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar; (2) menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya; dan (3) mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja dan pendidikan tinggi. Kepala sekolah harus dapat memahami dengan baik tentang kondisi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi berkenaan dengan permasalahan pendidikan kejuruan (Depdikbud 1999:131).

Pemahaman atas misi dan tujuan SMK, lebih lanjut berimplikasi kepada kepemimpinan kepala SMK. Salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan dan keefektifan sekolah ialah kepemimpinan kepala sekolah. Makna kepemimpinan bukan hanya mengambil inisiatif, tetapi juga mengandung makna kemampuan manajerial, yaitu kemampuan mengatur dan menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah (Sumidjo 1999:349).

Dilihat dari misi pendidikan SMK, keberadaan dan berbagai tindakan kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala adalah menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa, dan anggota masyarakat agar mau berbuat sesuatu untuk mendukung keberhasilan program pendidikan di sekolah. Pada masa kini dan masa mendatang, kepemimpinan SMK dituntut memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan; (2) berani dan teguh; (3) memiliki kepercayaan pada orang lain; (4) dapat berperan sebagai value-driven; (5) memiliki sikap pembelajar seumur hidup; (6) mempunyai kemampuan untuk menghadapi kompleksitas, dan ketidak-pastian; dan (7) visioner. (Gaffar 1995:167).

Pemimpin yang demikian itu diyakini dapat memposisikan diri dan memfungsikan lembaga yang dipimpinnya dalam hal: (1) pengartikulasian visi masa depan organisasi; (2) penyediaan suatu model yang tepat; (3) pemelihara penerimaan tujuan kelompok; (4) harapan terhadap kinerja yang tinggi; (5) pemberian dukungan individual; dan (6) stimulasi intelektual (Depdikbud 1999:129). Lebih lanjut Depdikbud (1999:431) menegaskan pentingnya kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.

Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa para kepala sekolah tidak memiliki keberanian manajerial untuk memilih alternatif yang lebih baik dalam

2

2

Page 3: Jurnal Mimbar

mengambil keputusan. Mereka merasa bahwa ketidakberhasilan sekolahnya seolah-olah bukan menjadi tanggung jawabnya (Wongkar sebagaimana dikutip Sudradjat,1997:78). Jalal (1998:5) mengidentifikasi empat masalah pokok pendidikan dalam kerangka otonomi sekolah. Dua masalah di antaranya ialah: (1) kepala sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang dipimpinnya; dan (2) kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah, terutama di sekolah negeri.Wayan Koster (2000) menunjukkan penelitiannya bahwa kepala sekolah tidak dibekali kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan manajerial yang baik, serta kurangnya pelatihan. Pengangkatan kepala sekolah terlalu menekankan pada pertimbangan urutan jenjang kepangkatan dan mengabaikan factor kemampuan dalam memimpin lembaga.

Hasil pengamatan di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal memberikan gambaran sebagai berikut: sekitar 33% dari jumlah responden guru menganggap kompetensi kepala sekolah cukup baik; 40,5% dari jumlah responden guru mempersepsikan iklim organisasi sekolah cukup baik; dan 34,5% dari jumlah responden guru menilai etos kerja cukup baik. Hasil pengamatan tersebut mengindikasikan keterkaitan antara kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja kepala sekolah dengan kepemimpinan kepala sekolah. Isu penting sehubungan dengan hasil pengamatan itu adalah kelangkaan model kepemimpinan kepala sekolah yang relevan untuk menjawab persoalan kekepalasekolahan, misi pendidikan, dan lemahnya relevansi pendidikan SMK. Model kepemimpinan itu secara teoretik dikonsepsikan sebagai kepemimpinan transformasional. Model ini dicirikan oleh adanya proses membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran. Menurut Burn (1978:245), dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikutnya dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai moral.

Latar belakang masalah di atas menjadi alasan yang kuat bagi penulis untuk menemukan model kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan kompetensi sosial; iklim organisasi sekolah yang tercipta; dan etos kerja kepala sekolah.

Rumusan Masalah

Masalah utama penelitian ini adalah: kepemimpinan transformasional bagaimanakah yang fit di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal? Selanjutnya diperinci ke dalam empat masalah khusus yang mempertanyakan besarnya kontribusi variabel-variabel: (1) kompetensi kepala sekolah; (2) iklim organisasi sekolah; dan (3) etos kerja terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah; serta (4) model kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang fit di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menggali dan menghimpun informasi empirik yang dapat menggambarkan kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah SMK Kab

3

3

Page 4: Jurnal Mimbar

dan Kota Tegal terutama dalam hubungannya dengan faktor-faktor kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi, dan etos kerja kepala sekolah. Menganalsis besarnya kontribusi variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja secara bersama-sama terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri.

Penelitian ini difokuskan pada elemen kepemimpinan transformasional kepala sekolah di SMK yang dianggap penting untuk dilakukan pada saat sekarang dalam rangka mencari alternatif bentuk kepemimpinan kepala sekolah yang berorientasi pada mutu layanan dan mutu proses dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Mutu layanan itu berimplikasi pada terciptanya suasana kerja yang kondusif, iklim organisasi sekolah yang nyaman, etos kerja yang tinggi yang berorientasi pada kualitas. Model yang dieksplorasi dalam penelitian ini adalah kepemimpinan transformasional yang dibangun dengan variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja.

Keberadaan pemimpin memegang peranan penting di dalam jalannya organisasi, sesuai dengan perannya sebagai penunjuk arah dan tujuan pada masa depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negositor (spokesperson), dan pembina (coach). Di antara gaya kepemimpinan yang ada saat ini adalah kepemimpinan yang dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Perubahan arah kebijakan dari sentralisasi ke otonomi daerah, sekolah memiliki peranan yang signifikan dalam menentukan kebijakannya. Pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah MBS adalah agar kepala sekolah dapat mengimplementasikan upaya pembaharuan dalam pendidikan.

Kepemimpinan yang kuat dan tangguh serta memiliki komitmen dalam menyelenggarakan visi organisasi amat diperlukan dalam suatu organisasi. Pemahaman kepala sekolah dalam manajemen sekolah menengah kejuruan akan menentukan kualitas pelayanan yang diberikan, tercapai tidaknya tujuan, harapan, visi, misi dari sekolah akan mempengaruhi tingkat iklim organisasi yang ada di sekolah, kepuasan pemberian layanan kepada masyarakat sangat dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah dalam memimpinnya.

Kepala sekolah bertugas mengelola administrasi kegiatan belajar mengajar; menyusun program supervisi pendidikan, dan memanfaatkan hasil supervisi peningkatan kemajuan sekolah; sebagai pembaharu mencari dan melakukan pembaharuan dalam berbagai aspek, mendorong guru dan staf untuk memahami dan memberikan dukungan terhadap pembaharuan atau inovasi; dan sebagai pembangkit minat, bertugas "menyihir" lingkungan kerja, suasana kerja, membangun prinsip penghargaan dan hukuman (reward and punishment) yang sistematis; merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, menentukan bagaimana tujuan sekolah dan tujuan pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan, yang pada akhirnya kualitas pendidikan akan dapat diwujudkan.

Kompetensi kepala sekolah adalah kapasitas dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah yang relevan dengan standar kompetensi yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun pada masa yang akan datang. (Djaswidi 2005:112) menegaskan kepala sekolah disamping sebagai katalis perubahan juga memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistik

4

4

Page 5: Jurnal Mimbar

tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan sasarannya telah tercapai (Covey 1989); (Peters 1992); dan Sergiovanni (1990) menyatakan bahwa keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang berbasis kompetensi tercermin dari tampilan ciri kompetensi yang harus dimilikinya, diidentifikasi dari hubungan interaksional antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan sumber daya. Iklim yang kondusif biasanya dihubungkan dengan etos kerja yang kuat, sebaliknya iklim yang otoriter dan sentralisasi pengambilan keputusan tidak menguntungkan, sementara tingkah laku guru sangat ditentukan oleh peraturan dan prosedur standar kerja bukan menjurus ke arah produktivitas rendah tetapi menghasilkan sedikit kepuasan dan sikap negatif terhadap organisasi (Burhanudin 2002:102).

Iklim yang menyenangkan dan kondusif bila mereka dapat melakukan sesuatu yang membawa kebermanfaatan bagi dirinya maupun organisasi dan menimbulkan perasaan berharga, karena memperoleh tanggungjawab dan kesempatan untuk berhasil. Iklim organisasi yang kondusif bila tercermin pada pencapaian tujuan dan memberi kesempatan kerjasama. Iklim organisasi sekolah yang dipersepsi para guru dan sekaligus mempengaruhi perilaku yang ada di sekolah, adapun sifat atau karakteristik yang terdapat dalam organisasi tercermin kepemimpinan, dimensi birokratis (kebijakan yang telah dibuat), praktek manajemen yang mendukung, struktur tugas, dimensi psikologikal, sosial dan komitmen organisasi yang terjadi dalam organisasi.

Etos kerja yang tinggi akan bermanfaat baik secara individual maupun organisasional, karena akan menjadi sumber motivasi baik. Munculnya etos kerja seseorang dilandasi oleh keyakinan dan tekad yang kuat dari setiap individu untuk menampilkan kinerja yang terbaik. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan visi, misi, komitmen, integritas, kretivitas, daya tahan atas berbagai tantangan dan ancaman dan yang terpenting adalah adanya kemauan untuk bekerja keras demi organisasi.

Berbekal etos kerja profesional yang melatarbelakangi munculnya moral dan perilaku kerja para guru dan karyawan, dapat mendorong organisasi untuk menampilkan kinerja tinggi, yang tercermin dari tampilan moral kerja setiap guru atau karyawan yang sesuai dengan tuntutan organisasi; tingkat absenteisme yang rendah selalu hadir di sekolah, pemanfaatan waktu kerja secara optimal; semangat kerja yang tinggi; memiliki motivasi tinggi; komitmen terhadap visi organisasi dan kesadaran akan tanggungjawabnya; akuntabilitas tinggi yang berorientasi pada kerja serta keunggulan insani berdasarkan the spirit of success. Dengan etos kerja itu diharapkan akan menumbuhkan kemauan, kemampuan, dan kesediaan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan budaya dan tuntutan organisasi, sehingga termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Kepala sekolah dan guru merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu layanan sekolah, dituntut menampilkan suatu kepemimpinan yang berorientasi terhadap tugas lebih menantang, menetapkan sasaran kinerja tinggi, memiliki kepercayaan tinggi, dan memandang pemimpin memiliki kharisma, inspirasi dan stimulasi intelektual tinggi. Pembuatan visi memiliki pengaruh positif pada kualitas kinerja pengikut (yang dimediasikan oleh sasaran yang lebih tinggi dari kualitas), memiliki pengaruh positif peran pengikut,

5

5

Page 6: Jurnal Mimbar

kepuasan kerja, pandangan stimulasi intelektual pemimpin, dan pada kualitas dan kuantitas.

Subfaktor legitimasi kekuasaan kepala sekolah mengalir dari sumber keahlian dan kompetensi profesionalnya sebagai pengelola satuan pendidikan, artinya menguasai bidang pokok yang menjadi tugasnya. Kepala sekolah tersebut dipersyaratkan memiliki kekentalan pemahaman terhadap eksistensi dan misi sekolah. Faktor karakteristik kepemimpinan kepala sekolah ditopang oleh kemampuannya memerankan diri sebagai pemimpin yang visioner, pengelola iklim organisasi, dan pembangun etos kerja.

Dalam menjamin kelangsungan proses pendidikan, kepala sekolah menunaikan dua kapasitasnya, bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan administrasi sekolah dengan seluruh sibstansinya, terhadap mutu dan kemampuan sumber daya manusia yang ada untuk menjalankan tugas-tugas pendidikannya untuk mengembangkan kinerja personel (terutama para guru) ke arah kompetensi profesional yang diharapkan, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang kompetensi kepala sekolah dalam mengubah budaya sekolah, dengan memberdayakan kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer. Pengelolaan pendidikan seperti manajemen berbasis sekolah, pada hakikatnya menuntut kehadiran kepala sekolah yang dapat menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim organisasi sekolah, administrator, pembaharu, dan pembangkit motivasi. Dengan demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang kompetensi kepala sekolah menjadi penting untuk dilakukan.

Kepemimpinan kepala sekolah dalam kerangka revitalisasi, diperlukan suatu proses pengembangan iklim organisasi yang mendukung, dan etos kerja yang kondusif, lebih terbuka, dinamik dan demokratik. Prinsip kerja kepala sekolah seperti peningkatan moral kerja, motivasi, komitmen, kemandirian, kepuasan karyawan, dan sebagainya hanya mungkin dikembangkan secara operasional di dalam iklim organisasi sekolah yang memuat tentang nilai yang sesuai dengan prinsip kerja itu.

Manajemen berbasis sekolahpun pada hakikatnya dapat dijalankan dengan baik di dalam suasana kerja sekolah yang secara kultural telah menyediakan nilai-nilai pendukungnya. Dengan demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan iklim organisasi sekolah menjadi penting untuk dilakukan. Etos kerja yang dimiliki kepala sekolah merujuk pada keyakinan diri yang kuat untuk menampilkan produktivitas tinggi, melalui kerja keras dibarengi kreativitas dan integritas tinggi terhadap visi organisasi.

Pengembangan etos kerja profesional akan memperkuat karakter manusia pekerja, mempertinggi kompetensi profesional mereka, dan menghasilkan kinerja-kinerja unggul sebagai buahnya. Untuk itu diperlukan adanya: kejelasan visi dan misi organisasi, komitmen, integritas, kreativitas, daya tahan atas berbagai tantangan dan ancaman, serta kemauan untuk bekerja keras. Pemberdayaan etos kerja yang optimal akan membangun karakter sebagai manusia produktif, dan akan ditampilkan dalam

6

6

Page 7: Jurnal Mimbar

bentuk kinerja profesional yang dapat diukur secara kualitas, efektivitas, efisiensi, maupun profitabilitas.

Pengelolaan pendidikan dalam kerangkan manajemen berbasis, pada dapat dijalankan dengan baik apabila kepala sekolah memiliki etos kerja yang sesuai dengan nilai-nilai otonomi dan inisiatif. Dengan demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang etos kerja kepala sekolah dalam menciptakan kinerja profesional menjadi penting untuk dilakukan.Kepala sekolah dalam konteks MBS, adalah kemampuan kepala sekolah dalam membentuk dan memperbaiki motif-motif dan tujuan pengikut untuk mencapai perubaan yang signifikan melalui tujuan-tujuan bersama dan enerji kolektif.

Kunci utama yang perlu dilaksanakan adalah perilaku kepemimpinan kepala sekolah meliputi pemberdayaan yaitu kemampuan kepala sekolah mengubah kekuasaan untuk mendorong para pengikut mencapai visi dan merealisasi tujuan-tujuan, membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran. Dalam manajemen berbasis sekolah, pada hakikatnya dapat dijalankan dengan baik apabila kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratik. Dengan demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam konteks manajemen berbasis sekolah menjadi penting untuk dilakukan. Kerangka konseptual penelitian ini dibangun dengan maksud melakukan eksplorasi dan konfirmasi di tingkat empirik mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah, yang secara hipotetis dipahami sebagai variabel terikat atas variabel bebas iklim sekolah, kompetensi kepala sekolah, dan etos kerja kepala sekolah.

Hipotesis

Penelitian ini mengajukan hipotesis-hipotesis sebagai berikut: (1) Ada kontribusi variabel kompetensi kepala sekolah yang terdiri atas dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan kompetensi sosial terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK N Kota dan Kabupaten Tegal. (2) Ada kontribusi variabel iklim organisasi sekolah yang terdiri atas dimensi psikologikal, struktural, sosial dan birokratik terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal. (3) Ada kontribusi variabel etos kerja terdiri atas dimensi moral kerja, absenteisme, akuntabilitas, motivasi, dan komitmen terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal. (4) Ada kontribusi variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja secara bersama-sama terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri Kabupaten dan Kota Tegal.

Metode dan Prosedur Analisis

Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, dengan desain model ditentukan terlebih dahulu melalui landasan teori kemudian model diuji signifikansinya dengan menggunakan data yang dikumpulkan. Besar populasi 573 guru SMK Negeri dikedua daerah penelitian. Dari populasi tersebut terpilih 200 sampel, pengambilan sampel ini, sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam Structural Equation Modeling (SEM) dalam analisis LISREL (Ghozali 2005:13) Data dikumpulkan dengan angket skala berstruktur, yang mengungkap penilaian

7

7

Page 8: Jurnal Mimbar

guru terhadap kepala sekolah. Disain penelitian model pengukurannya berpendekatan confirmatory factor analysis melalui LISREL (Joreskog, Sorbom, 1986, dalam Ghozali, 2005:37).

Data dianalisis melalui statistik deskriptif dengan bantuan soft ware SPSS versi 13.00 for Windows dan analisis koefisien determinasi dengan bantuan soft ware LISREL versi 8,51 windows application melalui media komputer (Ghozali 2005:8). Uji tingkat kesahihan instrumen dilakukan dengan validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity). Instrumen dari sisi konstruk, akan digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Analisis instrumen menggunakan program SPSS dengan menggunakan formula Cronbach’s Alpha yakni matrik interkorelasi antar skor item atau butir instrumen. Dari empat variabel laten, yang diuji reliabilitasnya dengan Cronbach’s Alpha, seluruh butir instrumen dinyatakan reliabel

Dalam permodelan persamaan struktural yang dilakukan meliputi langkah: (1) pengembangan model berbasis teori dengan concise theoretical model. (2) penyusunan diagram alur, dibangun secara nomothetic-explanation, prediction dan control lalu causal model secara diagram alur (path diagram). (3) spesifikasi model dengan model pengukuran (measurement model). (4) identifikasi model yaitu menjaga model agar tidak under-identified atau unidentified. (5) estimasi parameter, membangun data menghasilkan matriks kovarian berdasarkan model (model-based covarians model). (6) penilaian model fit, digunakan indikator goodness of fit (GOF).(7) modifikasi model, ditujukan untuk memperoleh model fit (goodness of fit) yang lebih baik atau dalam bahasa statistik, untuk memperoleh nilai selisih yang terkecil antara kovarian matrik sampel dengan kovarian matrik model. Pengukuran variabel laten dimaksudkan untuk mengukur indikator variabel yang mempengaruhi sebuah variabel laten, untuk kepentingan ini digunakan teknik confimatory factor analiysis.

Hasil Penelitian

Analisis Deskriptif.

Kepemimpinan kepala sekolah pada umumnya baik. deskriptif variabel dan variabel pengukurannya yang terdiri dari kharisma, kepekaan intelektual dan stimulasi intelektual diperoleh mean sebesar 95,805 yang terletak pada interval 89-109 dalam kategori baik, bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal menurut persepsi guru adalah baik.

Variabel kompetensi Kepala Sekolah analisis statistik deskriptif variabel laten beserta variabel pengukurannya (dengan kompetensi-kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial secara rinci terdiri atas 37 butir pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 37 dan skor tertinggi 185, range 148 dan kelas interval 29. Mean atau skor rata-rata sebesar 135,8 yang terletak pada interval 128-156 dalam kategori baik, berarti kompetensi kepala sekolah di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal adalah baik

Deskripsi variabel iklim organisasi sekolah, analisis statistik deskriptif variabel laten beserta variabel pengukurannya yang terdiri atas empat dimensi yaitu dimensi

8

8

Page 9: Jurnal Mimbar

psikologikal, struktural, sosial dan birokratik, secara rinci terdiri atas 14 butir pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 14 dan skor tertinggi 70, range 56 dan kelas interval 11. Mean atau skor rata-rata sebesar 51,635 yang terletak pada interval 49-59 dalam kategori baik, berarti iklim organisasi sekolah di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal adalah baik

Deskripsi variabel etos kerja, analisis statistik deskriptif variabel laten etos kerja beserta variabel pengukurannya yang terdiri dari empat variabel pengukuran yaitu moral kerja, absenteisme yang rendah, akuntabilitas, motivasi kerja, dan komitmen terhadap organisasi. Secara rinci dari tiap-tiap variabel pengukurannya sebanyak 25 butir pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 25 dan skor tertinggi 125, range 100 dan kelas interval 20. Mean atau skor rata-rata sebesar 93,92 yang terletak pada interval 86-105 dalam kategori baik, dapat dijelaskan bahwa etos kerja di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal menurut persepsi guru adalah baik.Analisis Faktor Konfirmatori.

Analisis faktor konfirmatori variabel eksogen dan endogen digunakan untuk menguji kesesuaian model (fit) terhadap data yang digunakan dalam penelitian. Dalam analisis ini ada 3 variabel eksogen yang akan diuji yaitu Kompetensi Kepala Sekolah; Pengukuran konfirmatori variabel kompetensi kepala sekolah sebagai variabel laten eksogen pertama, diukur dengan lima indikator. Hasil pengujian konfirmatori kompetensi kepala sekolah dinyatakan fit secara baik, dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil sebesar 3,345. Nilai itu bila dikonfirmasikan dengan cut of value ( lebih kecil dari tabel chi square pada tingkat = 0,05; DF=5), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 11,075. Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori kompetensi kepala sekolah telah sesuai dengan data empiris.

3.2.2 Variabel Iklim Organisasi Sekolah

Pengukuran konfirmatori variabel iklim organisasi sekolah sebagai variabel latent eksogen kedua, memiliki empat indikator atau variabel pengamatan. Pengujian terhadap variabel itu, dapat dikemukakan bahwa pengujian konfirmatori iklim organisasi sekolah dinyatakan fit secara baik, dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil yaitu sebesar 0,214. (lebih kecil dari tabel chi square pada tingkat = 0,05; DF=5), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 5,992 Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori iklim organiusasi sekolah telah sesuai dengan data empirik.

3.2.3 Variabel Etos Kerja

Pengukuran konfirmatori etos kerja sebagai variabel laten eksogen ketiga memiliki 5 indikator, pengujian terhadap variabel itu, dapat dikemukakan bahwa pengujian konfirmatori pada dimensi etos kerja dinyatakan fit secara baik, ini dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil sebesar 7,138. (lebih kecil dari tabel Chi-Square pada tingkat = 0,05 ; DF = 5), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 11, 075. Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori etos kerja telah sesuai dengan data.

9

9

Page 10: Jurnal Mimbar

3.2.4 Pengujian Konfirmatori Variabel Eksogen

Pengukuran konfirmatori variabel-variabel eksogen, yaitu variabel yang menjelaskan terdiri dari tiga variable laten yaitu : variabel kompetensi kepala sekolah (ξ1) ; variabel iklim organisasi sekolah (ξ2) dan variabel etos kerja (ξ3). Pengujian terhadap variabel eksogen adalah

ETOSKERJA

.73

X13

e13

.69

X12

e12

.56

X11

e11

.57

X10

e10

KOMPETENSIKEPALA

SEKOLAH

.52

X3

e3

.75

X2

e2

.56

X1

e1

IKLIMORGANISASI

SEKOLAH

.66

X8e8

.53

X6e6

.75

X9e9

.45

X4

e4

.61

X5

e5

.68X7e7

PENGUJIAN KONFIRMATORY VARIABEL EXOGEN

Chi Square = 57.983Cmin/df = .784DF =74Prob = .915CFI =.1.000GFI = .960AGFI=. .943TLI=.1.012RMSEA=.000

.84

X14

e14

.83.75.75 .86 .92

.75.87

.34.37

.34

.72.67.78

.73

.83

.87

.81

Gambar 6 Pengujian Konfirmatori Variabel Eksogen

Gambar 6 itu, dapat dikemukankan bahwa pengujian konfirmatori variabel eksogen dinyatakan fit secara baik, ini dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil yaitu sebesar 57,983. (lebih kecil dari tabel Chi-Square pada tingkat = 0,05; DF = 74), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 57,983. Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori variabel eksogen telah sesuai dengan data empiris, dapat dikemukakan bahwa setiap dimensi pada variabel-variabel eksogen dinyatakan signifikan pada taraf /2 (0,025), atau sama dengan ± 1,96. Melalui perbandingan antara nilai CR (critical ratio) dengan nilai Z tabel, ternyata untuk semua dimensi terbukti lebih besar dari nilai Z tabel, atau dilihat dari nilai probability (P) yang semua dimensi lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien factor loading yang dihasilkan untuk semua dimensi pada variabel-variabel eksogen dinyatakan signifikan.3.2.5. Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

Pengukuran konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel laten endogen, dimana memiliki tiga indikator. Pengujian terhadap variabel itu, dapat

10

10

Page 11: Jurnal Mimbar

dikemukakan bahwa pengujian konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah dinyatakan fit secara baik, ini dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil sebesar 2,324. (lebih kecil dari tabel Chi-Square pada tingkat = 0,05 ; DF = 3), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 5,992. Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah telah sesuai dengan data empirik

2.2.6. Pengujian Full Model SEM

Pengujian Full model Structural Equation (SEM) untuk menguji hipotesis yang diajukan dan menjawab rumusan masalah yang ditetapkan didepan.

Pengujian full model Structural Equation Model (SEM) dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

ETOSKERJA

.74

X13

e13

.70

X12

e12

.56

X11

e11

.57

X10

e10

KOMPETENSIKEPALA

SEKOLAH

.53

X3

e3

.45

X4

e4

.61

X5

e5

IKLIMORGANISASI

SEKOLAH.66

X8e8

.53

X6e6

.74X9e9

.75

X2

e2

.56

X1

e1

.69X7e7

.86

.81

.83

.73

PENGUJIAN FULL MODEL SEM

Chi Square = 135.609Cmin/df = 1.169

DF =116Prob = .103CFI =..989GFI = .923

AGFI=..899TLI=..987

RMSEA=.029

.25

KEPEMIMPINANKEPALA

SEKOLAH

.40Y3 e17

.50Y2 e16

.80

Y1 e15

z1

.83

X14

e14

.70

.63

.89.32

.29

.84.75.76 .86 .91

.78.67.73.75 .86

.24

Gambar 8 Full Structural Equation Model (SEM)

2.2.7.Uji Kelayakan Structural Equation Mode

Hasil analisis ini dikemukakan kepemimpinan transformasional kepala sekolah beserta faktor determinan yang mempengaruhinya, yaitu kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja. Hubungan struktural yang diuji mengasumsikan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.

Gambar 8 itu, dapat dikemukakan bahwa model structural equation model (SEM) dinyatakan fit secara baik, hal ini dibuktikan

11

11

Page 12: Jurnal Mimbar

dari kelayakan nilai-nilai uji seperti ditunjukkan dalam Tabel sebagai berikut.

Tabel 5 Indeks Pengujian Kelayakan Structural Equation Modelling

No Goodness of fit index Cut of valueHasil

analisisEvaluasiModel

1 χ2 - Chi-Square < 141.030 135,609 Baik

2 Significancy Probability 0,05 0,103 Baik

CFI 0,90 0,989 Baik

3 GFI 0,90 0,923 Baik

4 AGFI 0,90 0,899 Baik

5 TLI 0,95 0,987 Baik

6 RMSEA < 0,08 0,029 Baik

Tabel 5 itu, menunjukkan bahwa model yang direncanakan fit secara baik, karena setelah diuji kecocokannya nilai Chi Square, GFI, AGFI, TLI, dan RMSEA dibandingkan dengan nilai acuan (cut of value) persamaan model structural, hasilnya baik, nilai probabilitas (p value) chi square 0,103 > 0,05. Uji ini dapat menyimpulkan bahwa model sudah sesuai dengan data atau fit terhadap data yang digunakan dalam penelitian.

Berdasarkan out put LISREL, terlihat bahwa arah hubungan antara variabel eksogen dengan variable endogen menunjukkan arah hubungan positif, dan tidak ada satupun variable yang menunjukkan hubungan negatif.

2.2.8.Pengujian Kausalitas Model

Melalui program statistik AMOS dapat dianalisis dan dihitung hasil bobot regresi antar variabel laten yang sering disebut sebagai estimasi loading factors atau lambda value. Selain itu derajat bebas atau deggre of freedom (DF), nilai CR atau t hitung juga dapat diketahui berdasarkan signifikasi t hitung dengan nilai probabilitas (p) = 0,05. Hasil bobot regresi uji kausalitas sebagai berikut: hubungan antara variabel latent dengan dimensi-dimensinya dapat dijelaskan pada Tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 6 Evaluasi Bobot Regresi Uji Kausalitas

Regression Weights Estimate S.E. C.R. P

Kompetensi Kepala Sekolah Kepemimpinan Kepala Sekolah

0.245 0.074 2.869 0,000

Iklim Organisasi Sekolah Kepemimpinan Kepala Sekolah

0,294 0,112 3,725 0,000

12

12

Page 13: Jurnal Mimbar

Regression Weights Estimate S.E. C.R. P

Etos Kerja Kepemimpinan Kepala Sekolah

0.281 0.053 3.529 0,000

Pembahasan

Hipotesis kerja dapat diterima jika model teoretis yang dibangun sesuai dengan data empiris yang dikumpulkan. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara model yang diajukan. Hasil estimasi regresi seperti tampak pada tabel itu, telah memenuhi kriteria untuk estimasi. Adapun hipotesis statistik yang diajukan ada empat hipotesis yaitu:

Pertama, pengaruh variabel kompetensi kepala sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor kompetensi kepala sekolah, ini menguatkan pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan hipotesis itu dan melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan kompetensi kepala sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,245. Artinya kompetensi kepala sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 24,5%. Hasil analisis juga ditemukan pembentuk konstruk kompetensi kepala sekolah secara berturut-turut kompetensi kepribadian sebesar 74,7%, manajerial 86,5%, kewirausahaan sebesar 72,6%, supervisi 67%, dan kompetensi sosial sebesar 77,9%. Kompetensi kepala sekolah yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepemimpinan kepala sekolah, hasil sesuai dengan teori Spencer (1993:83) yang menyatakan bahwa karakteristik dasar seorang pekerja yang menggunakan bagian kepribadiannya yang paling dalam, dan dapat mempengaruhi perilakunya ketika ia menghadapi pekerjaan yang akhirnya mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan prestasi kerjanya. Kompetensi manajerial kepala sekolah yang membentuk konstruk paling besar yaitu 86,5%, ini sesuai dengan teori yang dikehendaki dan Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang Standar kepala sekolah bahwa komptenasi manajerial seorang kepala sekolah penting untuk mengelola sekolahnya maencapai mutu pendidikan. Kompetensi kepala sekolah akan menentukan kinerjanya dalam hal ini kepemimpinannya yang dapat mendayagunakan sumberdaya secara optimal untuk kepentingan sekolah. Kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh kepala sekolah sangat menentukan kepala sekolah dalam memimpin sekolah dengan pribadi yang mantap, mempunyai moral da etika luhur yang menjadi panutan warga belajar. Kondisi ini menggambarkan bahwa kepala sekolah yang mempunyai kompetensi tinggi maka kepemimpinannya semakin baik dalam mencapai tujuan sekolah sesuai dengan perencanaan sekolah

Kedua, pengaruh variabel iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor iklim organisasi sekolah, ini menguatkan pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan iklim organisasi sekolah

13

13

Page 14: Jurnal Mimbar

terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,294. Artinya iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 29,4,%. Hasil analisis juga membuktikan pembentuk konstruk terbesar dalam iklim organisasi adalah dimensi birokratik yaitu sebesar 86,2%, hal ini menggambarkan bahwa iklim organisasi yang ada di sekolah akan banyak ditentukan oleh birokrasi yang ada di sekolah tesebut. Temuan penelitian ini juga didukung oleh Steve Kelneer (1990) yang dikutip oleh Lila (2002) disebutkan bahwa flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi warga belajar baik guru, tenaga kependidikan dan peserta didik serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada.

Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi sekolah. Iklim organisasi sekolah dari dimensi psikologikal adalah paling kecil yaitu sebesar 72,8%. Semua dimensi iklim organisasi sekolah adalah merupakan satu kesatuan dan sistem pendidikan yang terdiri dari sub sistem-sub sistem yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam mencapai tujuan sekolah diperlukan iklim organisasi sekolah yang kondusif yang diciptakan oleh kepala sekolah selaku headmaster. Kepala sekolah merupakan birokrat sesuai dengan temuan penelitian ini pembentuk dimensi iklim organisasi sekolah yang terbesar, hal ini menunjukkan pula bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah faktor kunci untuk mengelola mencapai visi dan misi sekolah melalui penciptaan kondisi atau iklim yang baik.Secara deskriptif iklim organisasi sekolah dalam kategori baik. Kondisi ini menggambarkan bahwa iklim organisasi sekolah yang baik dapat mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya mengelola sekolah. Semakin baik iklim organisasi sekolah maka kepemimpinan kepala sekolah semakin efektif. Kondisi ini sesuai dengan teori yang diehendaki yang mempunyai arah positif seperti dinyatakan Simamora (2001 : 81) bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.

Ketiga, pengaruh variabel etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor etos kerja, ini menguatkan pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,281. Artinya iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 28,1,%. Hasil analisis juga membuktikan signifikan, nilai probability (P) lebih kecil dari 0,05, yang dapat dilihat dari nilai CR sama dengan 3,529. Angka CR terbukti lebih besar dari nilai tabel Z ±1,96. Kondisi ini menggambarkan bahwa etos kerja yang tinggi akan menentukan kepemimpinan kepala sekolah.

Secara deskriptif etos kerja dalm kategori baik. Pembentuk konstruk terbesar adalah dimensi komitmen terhadap visi organisasi (X14), dengan nilai estimasi sebesar 0,912. Ini berarti pula bahwa adanya komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan

14

14

Page 15: Jurnal Mimbar

organisasi sekolah maka kepemimpinan kepala sekolah akan berjalan semakin baik atau efektif. Komitmen terhadap visi organisasi yang tinggi, dijelaskan oleh Sinamo menjadi tri darma mahardika artinya tiga jalan keberhasilan yang meliputi (1) mencetak prestasi dengan motivasi yang tinggi dan keterampilan yang dimiliki dalam hal ini adalah kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin. Prestasi yang dicapai merupakan budaya mutu; (2) membangun masa depan kepemimpinan yang transformasional dan visioner. Sukses selalu dikaitkan dengan aspirasi kemudian mewujudkan visi, misi, atau purpose of life. Kepemimpinan visisoner adalah piranti utama untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan, cita-cita menjadi realita, dan misi menjadi kondisi; (3) mencipta nilai baru dengan inovatif dan kreatif. Dengan demikian etos kerja yang tinggi dari kepala sekolah maka dapat menjadikan misi menjadi target mutu sesuai dengan program sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan melalui kepemimpinannya.

Keempat, pengaruh variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja secara bersama-sama terhadap kepemimpinan kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja, ini menguatkan pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,281. Artinya iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 28,1,%. Hasil analisis juga membuktikan signifikan, nilai probability (P) lebih kecil dari 0,05, yang dapat dilihat dari nilai CR sama dengan 3,529. Angka CR terbukti lebih besar dari nilai tabel Z ±1,96. Terdapat pengaruh secara secara signifikan bersama-sama kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu sebesar 0,856. Artinya kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 85,6%.

Hasil analisis juga membuktikan bahwa dari ketiga variabel laten yang diteliti secara berturut-turut mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah hampir sama besarnya yaitu kompetensi kepala sekolah sebesar 24,5%, iklim organisasai sekolah sebesar 29,4%, dan etos kerja sebesar 28,1%. Walaupun pengaruhnya hampir sama besarnya, namun demikian pengaruh yang paling besar adalah iklim organisasi sekolah yaitu sebesar 29,4%. Sedangkan pengaruh secara keseluruhan sebesar 85,6% dan terbukti signifikan dengan probability (P) 0,000. Kondisi ini menggambarkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin sangatlah cocok dengan misi daripada sekolah sebagai organisasi terbuka dan agent of change, yang mana sekolah dituntut inovatif, aspiratif dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Kesempatan ini lebih didukung dengan adanya otonomi pendidikan dengan program Manajemen Berbasis sekolah (School based Management).

Dengan program tersebut kepala sekolah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam rangka mengelola sekolah, sehingga dituntut memahami secara komprehensif manajemen sekolah. Kemampuan manajerial yang tinggi menjadikan

15

15

Page 16: Jurnal Mimbar

sekolah efesien. Tetapi juga tidak dikendalikan dengan kemampuan kepemimpinannya yang efektif, maka kepala sekolah akan menjadi manajer yang tangguh yang menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena, dengan kurang begitu memperhatikan aspek-aspek moral, etika dan sosial. Harus diingat bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin harus memegang pada prinsip utama saat melaksanakan tugasnya yaitu bahwa orang lebih penting ketimbang benda-benda mati. kepemimpinan kepala sekolah.

Kata kuncinya, agar kepala sekolah berhasil menggerakkan para guru, staf dan para siswa dalam mencapai tujuan sekolah, sehingga kepala sekolah harus mampu menyakinkan (persuade) dan membujuk (induce) agar para guru, staf dan para siswa percaya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Perbuatan memaksa atau bertindak keras kepada mereka perlu dihindari, namun sebaliknya harus melahirkan kemauan serta semangat bekerja dengan penuh percaya diri dan penuh semangat.

4. Simpulan, Implikasi dan Saran

4.1 Simpulan

Hasil analisis deskripsi dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemodelan kepemimpinan kepala sekolah pada kondisi sesuai (good fit) dengan data empiris. Pemodelan mampu menjelaskan hubungan struktural yang dibangun pada moderl-model tersebut:

1. Faktor dimensi kompetensi kepala sekolah (mencakupi kompetensi-kompetensi manajerial, sosial, kepribadian, kewirausahaan, dan supervisi) terhadap kepemimpinan kepala sekolah. (kontribusi 24,5%), dan pengaruhnya signifikan. Pembentuk konstruk paling besar adalah variabel pengukuran pada kompetensi manajerial dengan nilai estimasi sebesar 0,865 atau 86,5% dan konstruk yang paling kecil adalah kompetensi kepribadian yaitu sebesar 0,670 atau 67,0%. pemodelan untuk pengembangan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah lebih diprioritaskan pada peningkatan jiwa kepemimpinan yang harus dimiliki seorang kepala sekolah.

2. Faktor variabel iklim organisasi sekolah hasilnya baik besarnya pengaruh variabel iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah. (kontribusi 29,4%) dan pengaruhnya signifikan. Pembentuk konstruk paling besar adalah variabel pengukuran pada dimensi birokratik dengan nilai estimasi sebesar 0,862 atau 86,2% dan konstruk yang paling kecil adalah dimensi psikologikal yaitu sebesar 0,728 atau sebesar 72,8%. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan untuk pengembangan iklim organisasi sekolah yang kondusif akan mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah lebih diprioritaskan pada sudut birokratik dimana seorang kepala sekolah harus memahami job diskripsi.

3. Faktor variabel etos kerja hasilnya baik. besarnya pengaruh etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah (kontribusi 28,1%) dan pengaruhnya signifikan. Pembentuk konstruk paling besar adalah variabel pengukuran pada dimensi komitmen terhadap visi organisasi dengan nilai estimasi sebesar 0,912 atau sebesar 91,2%, dan konstruk yang paling kecil adalah dimensi absensiteisme

16

16

Page 17: Jurnal Mimbar

yang rendah yaitu sebesar 0,747 atau sebesar 74,7%. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan untuk pengembangan etos kerja kepala sekolah yang tinggi.

4. Faktor variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam kategori atau hasilnya baik besarnya pengaruh secara bersama-sama variabel kompetensi kepala sekolah (kontribusi 24,5%) , variabel iklim organisasi sekolah (kontribusi 29,4%), dan variabel etos kerja (kontribusi 28,1%) dan pengaruhnya signifikan. Temuan model Full SEM yang fit dalam penelitian adalah model faktor determinan yang mencakupi kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja berkontribusi (85,6%). Model kepemimpinan transformasional kepala sekolah SMK N yang fit adalah yang yang berkonfigurasi iklim organisasi sekolah (dengan dimensi-dimensi birokratik, struktural, sosial, dan psikologikal); (kontribusi 29,4%);, etos kerja (dengan dimensi-dimensi komitmen organisasi, motivasi, akuntabilitas, moral kerja dan absenteisme);;dan kepemilikan kompetensi kepala sekolah (mencakupi kompetensi-kompetensi manajerial, sosial, kepribadian, kewirausahaan, dan supervisi).

Implikasi

Berpijak pada temuan dalam penelitian dari model kepemimpinan yang terbangun, maka dalam merumuskan kepemimpinan kepala sekolah diperlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi manajemennya secara periodik. Peningkatan kemampuan tersebut meliputi upaya peningkatan faktor kompetensi supervisi kepala sekolah kepada guru dan karyawannya disamping faktor jiwa dan mental kewirausahaan bagi guru dan siswa, kompetensi kepribadiaannya, kompetensi sosialnya,dan kompetensi manajerial, disamping minimal mempertahankan kebermaknaan faktor-faktor determinan yang lainnya. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan untuk menetapkan siapa sebagai seorang kepala sekolah. tersusun model konseptual pengembangan kapasitas kepemimpinan transformasional yang relevan dengan kebutuhan dan tantangan yang harus direspons oleh SMK Negeri. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan dan konstruk untuk pengembangan kemampuan kepemimpinan pasca abad 21.

Kompetensi kepala sekolah merupakan modal yang cukup penting bila sering diasah, jika digunakan secara optimal, justru semakin apresiatif, semakin mampu menjabarkan dimensi kompetensi dalam mengelola sekolah dengan manajemen berbasis sekolah, mampu melaksanakan fungsi manajemen dalam melaksanakan manajemen otonomi pendidikan secara tepat dan benar sehingga mampu menciptakan keunggulan kreatif sekolah.

Penciptaan iklim organisasi yang kondusif dapat berdampak pada peningkatan kinerja secara optimal dalam mewujudkan tujuan sekolah yang berbasis kewirausahaan. Kultur yang “sehat” berkorelasi tinggi dengan motivasi kerja guru, produktivitas, dan kepuasaan kerja kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, melihat dari sisi lain dari upaya peningkatan kerja. Mereka berkeyakinan bahwa sistem balas jasa atau sistem imbalan mempunyai

17

17

Page 18: Jurnal Mimbar

dampak sangat besar terhadap motivasi dan etos kerja setiap karyawan, termasuk guru. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mutu pendidikan di sekolah itu akan dapat menjadi motivator kuat bagi kinerja seseorang jika dikelola secara efektif.

Kepemilikan etos kerja bagi setiap warga sekolah akan berdampak pada munculnya moral dan perilaku kerja pegawai/guru. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu mendorong organisasi untuk menampilkan kinerja tinggi, dalam hal ini seorang kepala sekolah harus dapat dan mampu mempengaruhi bawahannya, mampu meyakinkan kepada setiap staf maupun guru selalu hadir tepat waktu, bekerja secara baik, menggerakkan kepada guru dan karyawan untuk dapat mentaati jam kerja secara tepat. Faktor moderator kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja, semua harus direncanakan, dikelola, dan dikendalikan secara sinergistik agar dapat berpengaruh positif terhadap transformasi kepemimpinan kepala sekolah yang menjadi kinerja berbasis mutu.

Saran

Berdasarkan hasil temuan penelitian, pembahasan, dan simpulan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, rekomendasi yang disampaikan kepada berbagai pihak yang terkait adalah sebagai berikut

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi sekolah merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya mengelola sekolah. Kepala sekolah merupakan birokrat sesuai dengan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah faktor kunci untuk mengelola mencapai visi dan misi sekolah melalui penciptaan kondisi atau iklim sekolah yang baik.

2. Pembentuk konstruk yang terkecil adalah kepemilikan kompetensi kepala sekolah (mencakupi kompetensi-kompetensi manajerial, sosial, kepribadian, kewirausahaan, dan supervisi). Temuan ini mengisyaratkan perlunya memperbaiki kelemahan yang memberikan konstribusi yang paling kecil terutama meliputi upaya peningkatan faktor kompetensi supervisi kepada guru dan karyawannya, kompetensi kepribadiaannya, kompetensi sosialnya, dan kompetensi manajerial. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan untuk menetapkan siapa sebagai seorang kepala sekolah. tersusun model konseptual pengembangan kapasitas kepemimpinan transformasional yang relevan dengan kebutuhan dan tantangan yang harus direspons oleh SMK

3. Pembentuk konstruk kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang memiliki konstribusi terkecil adalah faktor stimulasi intelektual berarti rendahnya stimulasi intelektual kepala sekolah dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan rasionalitas dan kreativitas guru dan karyawan serta memberikan kebebasan guru dan karyawan dalam memunculkan ide baru, memiliki wawasan luas sehingga mampu memperbaiki kualitas dalam satu organisasi.

4. Kepala SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal perlu mengetahui faktor determinan pembentuk konstruk kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemodelan kepemimpinan kepala

18

18

Page 19: Jurnal Mimbar

sekolah, faktor iklim organisasi sekolah berkontribusi lebih besar diantara faktor kompetensi kepala sekolah dan etos kerja. Karena itu disarankan kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan lebih menekankan pada faktor kerjasama, penciptaan iklim sekolah yang kondusif, penciptaan inovasi, peninjauan kembali struktur, proses, dan nilai organisasi agar lebih baik.

5. Kepemimpinan Kepala SMK N harus adaptif merespons aneka perubahan internal dan eksternal, berpikir secara visioner berbasis pada potensi yang ada, memberdayakan diri, mengembangkan mental kewirausahaan, kolaborasi dengan kolega, berpikir inklusif tentang seluruh konstituennya, memperhatikan pemeliharaan disiplin, dan menjaga kepemimpinannya, menyiapkan berbagai bentuk solusi dalam pemecahan masalah terhadap perubahan. Untuk itu, perlu dikembangkan hubungan dan kerjasama yang baru, nilai-nilai baru, perilaku baru, dan pendekatan yang baru terhadap pekerjaan.

6. Kepala Dinas Pendidikan disarankan untuk memformulasi pola rekruitmen kepala sekolah memberikan peluang kepada guru yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal sekolah, adalah asfek yang dapat dipertahankan di dalam merekrut kepala sekolah. Aspek lain yang seharusnya mendapat perhatian oleh dinas adalah, kesinambungan pembinaan kepala sekolah, selanjutnya penyerahan tanggungjawab penuh atas kelangsungan sekolah yang dipimpinnya.

7. Bagi para ahli, kalangan pemerhati dan peneliti pendidikan, penelitian ini menyarankan agar senantiasa membuka diskursus, pencarian alternatif mengenai beragam model yang memungkinkan diformulasikannya kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, etos kerja, dan kebermutuan pendidikan yang responsif terhadap perubahan serta tuntutan eksternalnya. Bagi para pakar manajemen pendidikan, hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan untuk membantu para kepala sekolah dan para guru-guru dalam upaya meningkatkan keterampilan manajerial kepala sekolah, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan peningkatan etos kerja kepala sekolah secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muh. Idochi. 2003. Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja dan Performansi Guru SMEA di Kotamadya Bandung : PPS IKIP Bandung.

Bass, Bernard. M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free Press.

Bass, Bernard. M 1997. Does Transactional Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries? Journal American Psychologist, 52: 130-139.

Bass, Bernard. M and Seltzer, J. 1988. Transformational Leadership: Beyond Initiation and Consideration. Journal of Management, 16 (4): 693-703.

19

19

Page 20: Jurnal Mimbar

Beach. Lee Roy 1993. Making the Right Decision: Organizational Culture Vision, and Planning. Addison-Wesley:Reading MA.

Bycio, P., Hackett, R.D., and Allen, J.S. 1995. Further Assessments of Bass’s (1985). Conceptualization of Transactional and Transformational Leadership. Journal of Applied Psychology, 80 (4): 468-478.

Burhanuddin,1994. Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Crawford. M “ The Office Etiquette. Canadian Business”, Mei 2005.p. 22-31Covey, Steven. 1992. Principle Centered Leadership. New York: Simon & Shuster.

Dunphy, D. and Stace, D. 1990. Under New Management. Reseville: Mc Graw-Hill.

Duncon. D.R 1972. “What is the Difference between Organizational Culture and Organization Climate? A native’s point of view on a decade of paradigm wars”. Academy of Management Review, July p 619.

Dubinsky dan A Yamarino. 1984. Foundation of Organization Behavior an Applied Perspective. London :Prentice Hall International Inc

Fandy Tjiptono. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta : Andi offset

Fachrudin. J.S. Pareke. 2004. Kepemimpinan Transformasional dan Perilaku Kerja Bawahan. www.fokus.ekonomi.co.id.Vol.3 No 2 Agustus 2004.

Ferdinand, Augusty. 2000. Structural Equation Modeling dalam Penelitian

Manajemen. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gary A Yulk. 1998. Leadership in Organization. New York : Prentice Hall International. Terjemahan Yusuf Udaya 1994 Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta : Prenhallindo.

Ghozali, I dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8,54. Semarang: Undip

Greertz, Gribbin, J.J 1080. Effective Manajerial Leadership. New York: American Management Association.

Hughes, R.L., Ginnett, R.L., & Curphy. 1993. Leadership: enhanching the lessons of experience. Irwin, Boston.

Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. 1990. Manajemen Perilaku Organisasi Pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta : Erlangga.

Howell, J.M., and Avolio, B.J. 1993. Transformational Leadership, Transactional Leadership, Locus of Control, and Support for Innovation: Key Predictors of

20

20

Page 21: Jurnal Mimbar

Consolidated-Business-Unit Performance. Journal of Applied Psychology, 78 (6): 680-694.

Jalal, Fasli dan Dedi, S. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah Jakarta: Adicita.Joreskog, K & Sorbon, D.2001. The Student Edition of LISREL 8.51 for Windows (Computer Software) Lincolnwood, IL : Scientific Software International, Inc

Krajewsky, J Robert. 1983. The Elementary School Principalship. New York : Holt, Rinehart and Winston.Koontz, H. et.al. 1986. Essential of Management. 4th New York: Mc Graw Hill.Kossen, Kozanas, 1993. The Human Side of Organization. USA: Harper Collins Publisher, IncKoh, W.L., Steers, R.M., and Terborg, J.R. 1995. The Effect of Transformational

Leadership on Teacher Attitudes and Student Performance in Singapore. Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333.

Keller, R.T. 1992. Transformational Leadership and The Performance of Research and Development Project Groups. Journal of Management, 18 (3): 489-501.

Koh, W.L., Steers, R.M., and Terborg, J.R. 1995. The Effect of Transformational Leadership on Teacher Attitudes and Student Performance in Singapore. Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333.

Leithwood, K.A. 1992. The Move toward Transformational Leadership. Educational Leadership, 49 (5), 9-18.

Leithwood, K.A. 1992. The Move toward Transformational Leadership. Educational Leadership, 49 (5), 9-18.

Lengkong, J.S. 1996. Hubungan Kausal ntara Budaya Sekolah, Dinamika Organisasi Informal, dan Iklim organisasi dengan Keefketifan Organisasi. Malang : PPS IKIP Malang.

Mantja, Willem. 2005. Kompetensi Kekepalasekolahan: Landasan, Peran dan Tanggung Jawabnya.” Jurnal: Filsafat, teori dan Praktek Kependidikan. Tahun 23 Nomor 1 Januari 1996. Malang : FIP IKIP Malang

Mintzberg, H. 1973. The Structuring of Organization, Englewood Cliffs. NJ : Prentice-Hall.

Mulyasa, Edward 2002 Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : PT Remaja Rusdakarya

Podsakoff, P., Mac Kenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational Leader Behavior and Substitutes for Leadership as Determinants of Employee Satisfaction, Commitment, Trust, and Organizational Citizenship Behaviors. Journal of Management, 22 (2): 259-298

Pinnes.S. Goodman. Dan Pennings, J.M. 1972. New Perspective on Organizational Effectiveness. San Francisco : Jossey-BassPanji Anoraga. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.

Pinchot Gifford. 1997. Menciptakan Organisasi Dengan Banyak Pemimpin. Jakarta : Elex Media Komputindo.

21

21

Page 22: Jurnal Mimbar

Robin, Steven, P. 1980. Organizational Behavior: Concets, Controversies, Applications, 8th edition, CD-ROM version Prentice Hall.

Rensis Likert and David G Bower. 1969. Organizational Theory and Human Resourc Accounting American Psychologist. Vol 24 6 Jan 1969.

Rost, J. 1991. Leadership and forThe 21 st Century. New York: Praeger.Sanusi, A. 1998. Pendidikan Alternatif. Menyentuh Arus Dasar Persoalan

Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung: PPs IKIP dan Grafindo Media Pratama.

Sillin, H. 1994. The Relationship between Transformational and Transactional Leadership and School Improvement Outcomes. School Effectiveness and School Improvement, 5 (3), 272-298.

Simamora, Henry. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPNSinamo Jansen.2001. Menciptakan Visi Motivatif (in Search of Powerfull Visi ) Majalah Manajemen No 120 Agustus : 9Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alpabeta.Sillin, H. 1994. The Relationship between Transformational and Transactional

Leadership and School Improvement Outcomes. School Effectiveness and School Improvement, 5(3), 272-298.

22

22