arja punya.docx

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda- 1

Upload: rya-amelya

Post on 03-Feb-2016

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: arja punya.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang

dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan,

manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau

translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan

cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.

Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan

elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini belum

dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan

pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap

memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien

dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor

yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.

Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,

selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara

optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila

pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda

kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.

Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik yang

menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit ditentukan atau

diukur secara objektif.

1

Page 2: arja punya.docx

BAB II

LATAR BELAKANG

2.1 DEFINISI

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah

tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun

cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air

sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap

berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,

sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :

Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Be

Usia KKilogram Berat (%)

Bayi prematur 80

3 bulan 70

6 bulan 60

1-2 tahun 59

11-16 tahun 58

Dewasa 58-60

Dewasa dengan obesitas 40-50

Dewasa kurus 70-75

rat (%)

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,

luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat

menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara

adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan

kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial.

2.2 MACAM-MACAM CAIRAN

2

Page 3: arja punya.docx

2.2.1 Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang

dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar

27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),

sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan

intraselular.

2.2.2 Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,

jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini

sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi5 :

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12

liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi

baru lahir dibandingkan orang dewasa.

Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya

merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan

platelet.

Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah

sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari

ruang transeluler.

3

Page 4: arja punya.docx

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.

Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation

dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

a. Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan

kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa

terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

b. Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat

(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat

(PO43-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka

nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak

mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

4

Body 100%

Water 60 % (100)

Tissue 40 %

ICS 40 % (60)

ECS 20 % (40)

Intravascular space (5%)

Interstitial space 15 % (30)

Page 5: arja punya.docx

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di

dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12

Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

Left atrial stretch reseptor

Central baroreseptor

Renal afferent baroreseptor

Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

Atrial natriuretic factor

Sistem renin angiotensin

Sekresi ADH

Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB

dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces

35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram

NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial

maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium

(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi

disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti

dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus

berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak

dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan

penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium

dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang

tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar

kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.

Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.

Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, feces 72 mEq/liter dan keringat 10

mEq/liter.

5

Page 6: arja punya.docx

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%

dikeluarkan lewat feces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini

tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium

sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da

hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan

ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

d. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk

pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feces.

e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil

akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali

bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru

dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat

lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler

6

Page 7: arja punya.docx

2.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme

transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan

mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme

transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang

memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung

secara:

2.3.1 Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju

larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan

kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh

kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air

(pelarut), namun tidakdapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik

plasma darah ialah 285+ 5m Osm/L. Larutan dengan tekananosmotik kira-kira

sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan

tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi

disebut hipertonik.

2.3.2 Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak

dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik

pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut.

Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

2.3.3 Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion

natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion

kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk

mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

7

Page 8: arja punya.docx

2.4 Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres

akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,

kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-

rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan

kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml

kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari

karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap

hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,

sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml

per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak

rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan

bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius

pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari

tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari

insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai

3 - 6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.

2.5 Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

2.5.1 Perubahan volume

Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang

paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah

kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare

dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera

jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka

bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda

gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang

lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat

terjadi.

8

Page 9: arja punya.docx

a. Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling

sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar

5-10% dari kasus. Macam-macam dehidrasi :

i. Dehidrasi isotonis (isonatremik)

Terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi

natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama

dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.

ii. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik)

Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih

banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi

kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena

kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke

kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume

intravaskular.

iii. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik)

Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih

sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi

kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena

kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke

kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume

intravaskular.

Tabel 2. Derajat Dehidrasi

Dehidrasi Dewasa Anak

Dehidrasi Dewasa Anak

Ringan 4 % 4 % - 5 %

Sedang 6 % 5 % - 10 %

Berat 8 % 10 % - 15 %

Shock 15-20 % 15 % - 20 %

9

Page 10: arja punya.docx

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan

kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang

berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,

cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung

disesuaikan . Cara rehidrasi :

i. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =

derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc

ii. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau

rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

iii. Pemberian cairan :

a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)

b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot)

Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl

ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun

dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal

jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan

tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2.5.2 Perubahan konsentrasi

Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,

letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L

maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh

euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,

muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini

dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak

(140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang

sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk

hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat

menggunakan rumus :

10

Page 11: arja punya.docx

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan

mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan

cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air

kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan

dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut

kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar

total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus

potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk

hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium :

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal

atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,

11

Na= Na1 – Na0 x TBW

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

Page 12: arja punya.docx

diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,

kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk

hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium

bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

2.5.3 Perubahan komposisi

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk

menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat

dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,

pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan

penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang

adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.

Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat

penting.

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi

yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis

terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk

mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang

terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus

kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah

peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,

diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol.

Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi

bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah

kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan

bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien

12

Page 13: arja punya.docx

bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi

yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan

potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran

pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

2.6 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan

postoperatif.

2.6.1 Faktor-faktor preoperatif

Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres

akibat operasi.

Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek

diuresis osmotik.

Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan

elektrolit.

Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit

dari traktus gastrointestinal.

Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan

sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita

demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi untuk

meminimalkan efek dari anestesi.

2.6.2 Faktor-faktor intraoperatif

Induksi anestesi

13

Page 14: arja punya.docx

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif

karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

Kehilangan darah yang abnormal

Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan

ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang

besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

2.6.3 Faktor-faktor postoperatif

Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

Peningkatan katabolisme jaringan

Penurunan volume sirkulasi yang efektif

Risiko atau adanya ileus postoperatif

2.7 Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-

batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)

secara intravena.

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah

pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang

terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

2.7.1 Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan

tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi

jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat

dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau

Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa

diberikan 2-3 L dalam 10 menit. 

2.7.1 Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan

nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan

elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat

14

Page 15: arja punya.docx

pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan

pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Body weight Fluid needed per day Fluid needed per hour

First 10 kg body weight 100 ml/kg 4 ml/kg

Second 10 kg 50 ml/kg 2 ml/kg

Subsequent kg 20 ml/kg 1 ml/kg

Tabel 3. Rumus Holiday Segar

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan

kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.

Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,

dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan

yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa

elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga

dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena

seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan

efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak

mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat

mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang

peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya

pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil\

2.8 Jenis-Jenis Cairan

2.8.1 Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata

15

Page 16: arja punya.docx

sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume

intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak

digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir

menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan

mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang

sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan

asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar

bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan

lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka

kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit

larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru

serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila

seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid

berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra

kranial.

2.8.2 Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma

substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang

mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan

ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.

Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama

pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia

berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan

pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a. Koloid alami :

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat

dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk

16

Page 17: arja punya.docx

membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

b. Koloid sintetis :

Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran

70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun

Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan

Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat

sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain

itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat

mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan

gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat

dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000,

rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.

Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat

urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid

ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar

serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch

(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma

hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.

Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan

toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch

dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul

rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,

yaitu:

i. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

17

Page 18: arja punya.docx

ii. Urea linked gelatin

iii. Oxypoly gelatin

Tabel 4. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid

Kristaloid Koloid

Keuntunga

n

- Tidak mahal

- Aliran urin lancar

(meningkatkan volume

intravaskular)

- Pilihan cairan pertama u/

resusitasi perdarahan & trauma

- Mengembalikan kehilangan

pada ruang cairan ke-3

- Mempertahankan cairan intravaskular

lebih baik (1/3 cairan bertahan selama

24 jam)

- Meningkatkan tekanan onkotik

plasma

- Membutuhkan volume yang lebih

sedikit

- Mengurangi kejadian edema perifer

- Dapat menurunkan tekanan

intrakranial

Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik

koloid

- Menginduksi edema perifer

- Insidensi terjadinya edema

pulmonal lebih tinggi

- Membutuhkan volume yg lebih

besar

- Efeknya sementara

- Mahal

- Menginduksi koagulopati (dextran &

helastarch)

- Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt

berpotensi tjd perpindhn cairan ke

interstitial

- Mengencerkan faktor pembekuan dan

trombosit

- Berpotensi menghambat tubulus

renalis dan sel retikuloendotelial di

hepar

- Kemungkinan adanya reaksi

anafilaksis (dextran)

2.9 Trasnfusi Darah

2.9.1 Packed Red Blood Cells (PRC)

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan

penggunaan dan pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien yang

memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume ( misalnya, pasien anemia

18

Page 19: arja punya.docx

dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya

sel darah merah; kristaloid dapat diberikan dengan infuse secara bersama-sama dengan jalur

intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.

Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati dicek dengan

kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung transfusi berisi 170-

J.m untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran sama dan saringan berbeda

digunakan untuk mengurangi leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi febrile

pada pasien yang sensitif. Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai

37°C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan

hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas 2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-

DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan suatu pergeseran

kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi ( lihat Bab 22) dan, menyebabkan

hipoxia jaringan. Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada

aliran rata-rata sampai 150 ml/menit

2.9.2 Fresh Frozen Plasma

Fresh Frozen Plasma (FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor

pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan

warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-

Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada

umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi

faktor pembekuan yang normal.

FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive.

Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic

dapat diberikan FFP transfusi.

Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai unit

darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein plasma. ABO-

COMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib. Seperti butir-butir darah merah, FFP

biasanya dihangatkan 37°C sebelum transfusi.

2.9.3 Platelets

19

Page 20: arja punya.docx

Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau

dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan

pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh karena resiko perdarahan spontan.

Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan

perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang mengalami

pembedahan atau prosedur invasive harus diberikan profilaxis transfusi trombosit sebelum

operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas 100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam

dan prosedur bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit yang agak

rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.

Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan 10,000-

20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya enam unit donor

tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet

transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika

trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperatif dengan memeriksa masa perdarahan.

Transfusi platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit dan meningkatkan

perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan tetapi

tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi.

ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-

Negative donor dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-butir darah merah di (dalam) Rh-

Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau anti-B zat darah penyerang kuman di

(dalam) yang 70 mL plasma pada setiap platelet unit dapat menyebabkan suatu reaksi

hemolytic melawan terhadap butir-butir darah merah penerima ketika sejumlah besar ABO-

incompatible platelet unit diberi. Administrasi Rh immuno-globulin ke Rh-Negative Individu

dapat melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi. Pasien

yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap HLA antigens

lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet spesifik antigens memerlukan

HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit. Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh

ber/kurang kemungkinan sensitisasi.

2.9.4 Transfusi Granulocit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien

neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit

mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari

20

Page 21: arja punya.docx

transfusi 1010 granulocytes pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan

insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-

paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi

mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte colony-stimulating

faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor,

atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.

3.1 Terapi Cairan Preoperatif

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus

diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.

Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan

sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup

diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada

penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya

diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan

karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan

(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti

dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

Usia Jumlah Kebutuhan

(ml/Kg/Jam)

Dewasa

Anak

Bayi

Neonatus

1,5 – 2

2 – 4

4 – 6

3

Tabel 5. Pengganti defisit prabedah

3.2 Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar

ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan

21

Page 22: arja punya.docx

penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata

(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk

pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam

berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk

kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

3.3 Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air

untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.

Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya

pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.

Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung

menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak

perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma

pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai

untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai

50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca

bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi

cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C

suhu tubuh

Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

22

Page 23: arja punya.docx

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang

belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan

transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,

frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi

nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

BAB III

KESIMPULAN

23

Page 24: arja punya.docx

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh

didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,

sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan

ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan

elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-

faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan

volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan

kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang

bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

24

Page 25: arja punya.docx

DAFTAR PUSTAKA

Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.

Jakarta: EGC; 258-266

Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-

terapi-cairan.html .

Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.

Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

25