arja punya.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang
dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan,
manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau
translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan
cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.
Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini belum
dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan
pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap
memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien
dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor
yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara
optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila
pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda
kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik yang
menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit ditentukan atau
diukur secara objektif.
1
BAB II
LATAR BELAKANG
2.1 DEFINISI
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
Usia Kilogram Be
Usia KKilogram Berat (%)
Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa dengan obesitas 40-50
Dewasa kurus 70-75
rat (%)
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara
adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.
2.2 MACAM-MACAM CAIRAN
2
2.2.1 Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar
27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),
sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan
intraselular.
2.2.2 Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi5 :
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.
3
Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
a. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
b. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka
nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
4
Body 100%
Water 60 % (100)
Tissue 40 %
ICS 40 % (60)
ECS 20 % (40)
Intravascular space (5%)
Interstitial space 15 % (30)
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12
Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB
dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces
35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram
NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar
kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, feces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
5
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat feces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler
6
2.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:
2.3.1 Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidakdapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik
plasma darah ialah 285+ 5m Osm/L. Larutan dengan tekananosmotik kira-kira
sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan
tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.
2.3.2 Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut.
Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
2.3.3 Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
7
2.4 Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-
rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml
per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak
rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius
pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari
tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari
insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai
3 - 6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.
2.5 Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
2.5.1 Perubahan volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera
jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka
bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat
terjadi.
8
a. Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus. Macam-macam dehidrasi :
i. Dehidrasi isotonis (isonatremik)
Terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi
natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
ii. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik)
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular.
iii. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik)
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.
Tabel 2. Derajat Dehidrasi
Dehidrasi Dewasa Anak
Dehidrasi Dewasa Anak
Ringan 4 % 4 % - 5 %
Sedang 6 % 5 % - 10 %
Berat 8 % 10 % - 15 %
Shock 15-20 % 15 % - 20 %
9
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung
disesuaikan . Cara rehidrasi :
i. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =
derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
ii. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau
rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
iii. Pemberian cairan :
a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan
tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2.5.2 Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini
dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak
(140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang
sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus :
10
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium :
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
11
Na= Na1 – Na0 x TBW
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk
hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
2.5.3 Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat
dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat
penting.
Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi
yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis
terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk
mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang
terjadi.
Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,
diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol.
Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah
kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien
12
bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi
yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan
potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran
pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
2.6 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.
2.6.1 Faktor-faktor preoperatif
Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.
Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit.
Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi untuk
meminimalkan efek dari anestesi.
2.6.2 Faktor-faktor intraoperatif
Induksi anestesi
13
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
2.6.3 Faktor-faktor postoperatif
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperatif
2.7 Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
2.7.1 Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat
dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau
Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
2.7.1 Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
14
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Body weight Fluid needed per day Fluid needed per hour
First 10 kg body weight 100 ml/kg 4 ml/kg
Second 10 kg 50 ml/kg 2 ml/kg
Subsequent kg 20 ml/kg 1 ml/kg
Tabel 3. Rumus Holiday Segar
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.
Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,
dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan
yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa
elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena
seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan
efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak
mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil\
2.8 Jenis-Jenis Cairan
2.8.1 Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
15
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial.
2.8.2 Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami :
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk
16
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis :
Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan
gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
i. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
17
ii. Urea linked gelatin
iii. Oxypoly gelatin
Tabel 4. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid
Kristaloid Koloid
Keuntunga
n
- Tidak mahal
- Aliran urin lancar
(meningkatkan volume
intravaskular)
- Pilihan cairan pertama u/
resusitasi perdarahan & trauma
- Mengembalikan kehilangan
pada ruang cairan ke-3
- Mempertahankan cairan intravaskular
lebih baik (1/3 cairan bertahan selama
24 jam)
- Meningkatkan tekanan onkotik
plasma
- Membutuhkan volume yang lebih
sedikit
- Mengurangi kejadian edema perifer
- Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik
koloid
- Menginduksi edema perifer
- Insidensi terjadinya edema
pulmonal lebih tinggi
- Membutuhkan volume yg lebih
besar
- Efeknya sementara
- Mahal
- Menginduksi koagulopati (dextran &
helastarch)
- Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt
berpotensi tjd perpindhn cairan ke
interstitial
- Mengencerkan faktor pembekuan dan
trombosit
- Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
- Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
2.9 Trasnfusi Darah
2.9.1 Packed Red Blood Cells (PRC)
Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan
penggunaan dan pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien yang
memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume ( misalnya, pasien anemia
18
dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya
sel darah merah; kristaloid dapat diberikan dengan infuse secara bersama-sama dengan jalur
intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.
Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati dicek dengan
kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung transfusi berisi 170-
J.m untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran sama dan saringan berbeda
digunakan untuk mengurangi leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi febrile
pada pasien yang sensitif. Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai
37°C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan
hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas 2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-
DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan suatu pergeseran
kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi ( lihat Bab 22) dan, menyebabkan
hipoxia jaringan. Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada
aliran rata-rata sampai 150 ml/menit
2.9.2 Fresh Frozen Plasma
Fresh Frozen Plasma (FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor
pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan
warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-
Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada
umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi
faktor pembekuan yang normal.
FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive.
Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic
dapat diberikan FFP transfusi.
Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai unit
darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein plasma. ABO-
COMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib. Seperti butir-butir darah merah, FFP
biasanya dihangatkan 37°C sebelum transfusi.
2.9.3 Platelets
19
Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau
dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan
pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh karena resiko perdarahan spontan.
Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan
perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang mengalami
pembedahan atau prosedur invasive harus diberikan profilaxis transfusi trombosit sebelum
operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas 100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam
dan prosedur bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit yang agak
rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.
Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan 10,000-
20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya enam unit donor
tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet
transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika
trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperatif dengan memeriksa masa perdarahan.
Transfusi platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit dan meningkatkan
perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan tetapi
tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi.
ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-
Negative donor dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-butir darah merah di (dalam) Rh-
Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau anti-B zat darah penyerang kuman di
(dalam) yang 70 mL plasma pada setiap platelet unit dapat menyebabkan suatu reaksi
hemolytic melawan terhadap butir-butir darah merah penerima ketika sejumlah besar ABO-
incompatible platelet unit diberi. Administrasi Rh immuno-globulin ke Rh-Negative Individu
dapat melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi. Pasien
yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap HLA antigens
lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet spesifik antigens memerlukan
HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit. Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh
ber/kurang kemungkinan sensitisasi.
2.9.4 Transfusi Granulocit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien
neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit
mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari
20
transfusi 1010 granulocytes pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan
insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-
paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi
mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte colony-stimulating
faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor,
atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.
3.1 Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
Usia Jumlah Kebutuhan
(ml/Kg/Jam)
Dewasa
Anak
Bayi
Neonatus
1,5 – 2
2 – 4
4 – 6
3
Tabel 5. Pengganti defisit prabedah
3.2 Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
21
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
3.3 Terapi Cairan Postoperatif
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.
Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak
perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma
pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
22
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB III
KESIMPULAN
23
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,
sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan
volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan
kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang
bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
24
DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-
terapi-cairan.html .
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
25