uji antibakteri dari kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella...
TRANSCRIPT
i
UJI ANTIBAKTERI DARI KOMBINASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DAN KITOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus
ANTIBACTERIAL TEST OF THE COMBINATION OF ROSELLE (Hibiscus sabdariffa L.) CALYX EXTRACT AND CHITOSAN AGAINST Staphylococcus aureus
HAERIAH N111 14 080
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
ii
UJI ANTIBAKTERI DARI KOMBINASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DAN KITOSAN TERHADAP
Staphylococcus aureus
ANTIBACTERIAL TEST OF THE COMBINATION OF ROSELLE (Hibiscus sabdariffa L.) CALYX EXTRACT AND CHITOSAN AGAINST
Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
HAERIAH N111 14 080
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
iii
iii
iv
v
v
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul
“Uji Antibakteri Dari Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) dan Kitosan Terhadap Staphylococcus aureus”, yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin ini dapat terselesaikan. Salam dan salawat
tidak lupa pula selalu tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan partisipasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama
kepada Ibu Dr. Sartini, M.Si., Apt. sebagai pembibing utama penulis, Bapak
Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS.,Apt sebagai pembimbing pertama dan Bapak
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si.,Apt. sebagai pembimbing kedua penulis yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan, dan
motivasi yang membangun kepada penulis mulai dari awal penelitian sampai
skripsi ini terselesaikan dengan baik.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih banyak dan setulus-
tulusnya kepada kedua orang tua serta kakak dan adik penulis atas bantuan
berupa dukungan moril, materi, motivasi serta doa yang selalu dipanjatkan
dalam mengiringi setiap langkah penulis untuk menyelesaikan skirpsi ini.
vii
vii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan, Wakil Dekan, serta staf dosen, pegawai, serta para laboran
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-
motivasi yang diberikan.
2. Ibu Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt., Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt
dan Bapak Muhammad Nur Amir, S.Si., M.Si., Apt selaku tim penguji ujian
skripsi yang telah memberi kritik dan saran yang sangat membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Dosen pembimbing akademik, Bapak Firzan Nainu, S.Si., M.Biomed.Sc.,
Ph.D., Apt. yang telah meluangkan waktunya dalam bimbingan dan
motivasi yang membangun kepada penulis.
4. Ibu Haslia, S.Si selaku analis laboratorium Mikrobiologi Farmasi dan Ibu
Sumiati, S.Si selaku analis laboratorium Farmaseutika yang telah
memberi bantuan atas segala kesulitan yang dihadapi penulis mulai dari
awal hingga akhir penelitian.
5. Sabrina Resky Pratiwi sebagai rekan seperjuangan penulis dalam
penelitian ini yang selalu saling menyemangati satu sama lain dan saling
bertukar pendapat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kak Emilia Utomo yang tidak henti-hentinya memberikan bimbingan,
bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis.
7. Sahabat-sahabatku Sri Fauziah, Musfirah dan Muhammad Carnegi yang
selalu saling menyemangati satu sama lain dalam menyelesaikan studi.
viii
viii
8. Muhammad Rahmatullah yang selalu memberikan bantuan dan semangat
serta keceriaan kepada penulis.
9. Korps Asisten Mikrobiologi dan Farmasetika yang selalu memberikan
semangat dan menumbuhkan rasa ingin belajar untuk penulis.
10. Keluarga besar Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
(KEMAFAR) terutama untuk teman-teman angkatan 2014 (Hiosiamin)
yang telah banyak mengukir kenangan dan kebersamaan dalam
menempuh pendidikan selama di Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
11. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas
kebaikan-kebaikan mereka dengan setimpal. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan
dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran penulis hargai demi
penyempurnaan penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan
penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Makassar, 23 April 2018
Haeriah
ix
ix
ABSTRAK
HAERIAH. Uji Antibakteri dari Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) dan Kitosan terhadap Staphylococcus aureus
(dibimbing oleh Sartini, M. Natsir Djide, dan Gemini Alam)
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung berbagai senyawa aktif, salah satunya yaitu flavonoid yang berpotensi sebagai antibakteri. Senyawa kitosan juga diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Salah satu bakteri yang telah mengalami resisten terhadap berbagai jenis antibiotika dan merupakan penyebab infeksi di dunia yaitu bakteri Staphylococcus aureus. Bahan alam merupakan salah satu alternatif sebagai pengganti antibiotika yang mengalami resistensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kombinasi antara ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus ATCC 33592. Metode yang digunakan adalah eksperimen laboratorium yang terdiri atas ekstraksi kelopak bunga rosella menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 80%, uji kadar total polifenol ekstrak kelopak bunga rosella menggunakan metode Folin-Ciocalteau, dan uji antibakteri menggunakan metode dilusi cair (mikrodilusi). Hasil penelitian diperoleh persen rendemen ekstrak kelopak bunga rosella yaitu 22,99% dengan kadar total polifenol 1,02%±0,02. Konsentrasi hambat minimal (KHM) ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan tunggal berturut-turut sebesar 1250 bpj dan 50 bpj sedangkan nilai KHM ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan setelah dikombinasi mengalami penurunan, nilai Fractional Inhibition Concentration Index (FICI) sebesar ≤0,5. Dapat disimpulkan bahwa kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan menunjukkan efek sinergis.
Kata Kunci: Hibiscus sabdariffa L., Kitosan, Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), Staphylococcus aureus ATCC 33592
x
x
ABSTRACT
HAERIAH. Antibacterial Test of The Combination of Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) Calyx Extract and Chitosan Against Staphylococcus aureus (supervised by Sartini, M. Natsir Djide, and Gemini Alam) Roselle calyx (Hibiscus sabdariffa L.) contains various active compounds, one of which is flavonoid that have potential as antibacterial. Chitosan are also known to have antibacterial activity. One of the bacteria that has been resistant to various types of antibiotics and become the most common cause of infection is Staphylococcus aureus. Natural materials is an alternative as a replacement for resistant antibiotics. The aim of this study was to find out the effect of combination roselle calyx extract (Hibiscus sabdariffa L.) and chitosan against the growth of S.aureus ATCC 33592. The method used is laboratory experiments consisting of extraction roselle calyx using maceration method with ethanol 80%, total polyphenol quantitative test of roselle calyx extract used Folin - Ciocalteau method, and antibacterial test used broth dilution (microdilution) method. The result showed that the yield of roselle calyx extract was 22.99% with total polyphenol content of 1.007% ± 0.019. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of roselle calyx extract alone and chitosan were 1250 ppm and 50 ppm respectively, while the minimum inhibitory (MIC) value of roselle calyx extract and chitosan after combination was decreased, the Fractional Inhibitory Concentration Index (FICI) was ≤0.5. The conclusion of this study showed that combination of rosella calyx extract and chitosan has a synergistic effect.
Keywords: Hibiscus sabdariffa L., Chitosan, Minimum Inhibitory Concentration (MIC), Staphlococcus aureus ATCC 33592
xi
xi
DAFTAR ISI
halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Tujuan Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
II.1 Rosella 4
II.1.1 Klasifikasi Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 4
II.1.2 Deskripsi Tanaman 5
II.1.3 Kandungan Senyawa Kelopak Bunga Rosella 5
II.1.4 Khasiat Tanaman 6
II.2 Kitosan 8
II.2.1 Karakteristik Kitosan 8
II.2.2 Manfaat Kitosan 9
xii
xii
II.3 Staphylococcus aureus 10
II.3.1 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus 10
II.3.2 Karakteristik 11
II.3.3 Patogenesis 11
II.3.4 Pengobatan Infeksi Staphylococcus aureus 12
II.4 Metode Pengujian Antimikroba 13
II.4.1 Metode Difusi 14
II.4.2 Metode Dilusi 17
BAB III METODE PENELITIAN 20
III.1 Alat dan Bahan 20
III.2 Metode Kerja 20
III.2.1 Penyiapan Sampel 20
III.2.2 Penyiapan Alat 21
III.2.3 Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri 21
III.2.4 Penyiapan Suspensi Bakteri Uji 21
III.2.5 Ekstraksi Kelopak Bunga Rosella 21
III.2.6 Analisis Kadar Total Polifenol Ekstrak Kelopak Bunga Rosella 22
III.2.6.1 Pembuatan Larutan Standar 22
III.2.6.2 Pengukuran Kadar Total Polifenol 22
III.2.7 Uji Aktivitas Antibakteri 23
III.2.7.1 Pembuatan Larutan Stok Rosella dan Kitosan 23
III.2.7.2 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 24
xiii
xiii
III.2.7.3 Penentuan Fractional Inhibition Concentration Index (FICI) 26
III.2.8 Pengumpulan dan Analisis Data 26
III.2.9 Pembahasan Hasil 27
III.2.10 Pengambilan Kesimpulan 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28
IV.1 Hasil Ekstraksi dan Hasil Analisis Kadar Total Polifenol 28
IV.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 36
V.1 Kesimpulan 36
V.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 41
xiv
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Karakteristik Kitosan 9
2. Hasil Ekstraksi dan Hasil Analisis Kadar Total Polifenol Kelopak Bunga Rosella 28
3. Konsentrasi Hambat Minimal Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan KitosanTunggal dan Kombinasi terhadap Staphylococcus
aureus 32
4. Konsentrasi Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan Kitosan dalam Well Microplate 45
5. Hasil Ekstraksi Kelopak Bunga Rosella 48
6. Hasil Pengukuran Baku Asam Galat 49
7. Hasil Pengukuran Fenolik Ekstrak Kelopak Bunga Rosella 49
8. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri (Kontrol Tanpa Bakteri) 51
9. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Antibakteri 54
xv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Tanaman Rosella 4
2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan Kitosan Tunggal dan Kombinasi terhadap Staphylococcus aureus menggunakan Metode Microdilution Chekerboard Assay 31
3. Kurva Asam Galat 49
4. Kontrol Tanpa Bakteri 51
5. Hasil Uji Antibakteri Replikasi 1 dan Replikasi 2 52 6. Ilustrasi Hasil Uji Antibakteri Pada Microplate Well-96 53
xvi
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1 Skema Kerja Penelitian (Penyiapan Sampel sampai Penarikan Kesimpulan) 41
2 Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Tunggal 42
3 Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) Kitosan
Tunggal 43
4 Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) dan FICI Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Kitosan 44
5 Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan Kitosan 45
6 Gambaran Pada Microplate Well-96 47
7 Perhitungan Persen Rendemen Ekstrak Kelopak Bunga Rosella 48
8 Perhitungan Kadar Total Polifenol 49
9 Hasil Uji Antibakteri Microdilution Checkerboard Assay 51
10 Perhitungan Nilai FICI 55
11 Komposisi Medium 56
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Resistensi antibiotika menjadi salah satu masalah yang sangat serius.
Saat ini, banyak bakteri yang telah mengalami resisten terhadap berbagai
jenis antibiotika, salah satunya adalah Staphylococcus aureus. Bakteri
tersebut merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di dunia. Tingkat
keparahan dari infeksi bakteri ini sangat bervariasi, mulai dari infeksi rendah
di kulit, infeksi traktus urinarius, infeksi trakrus respiratorius, sampai infeksi
pada mata dan Central Nervous system (CNS). Salah satu alternatif yang
dapat digunakan untuk menekan terjadinya resistensi antibiotika terhadap
bakteri yaitu dengan penggunaan bahan alam. (Afifurrahman dkk, 2014).
Bahan alam yang dapat digunakan diantaranya yaitu Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) dan juga kitosan.
Rosella merupakan tanaman yang mengandung sumber vitamin penting,
mineral, dan senyawa bioaktif seperti asam organik, fitosterol, dan polifenol
(Al-Hashimi, 2012). Bagian tanaman rosella yang sering digunakan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri yaitu kelopak bunga rosella.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lovell-anitiaye (2014),
bahwa konsentrasi hambat minimal (KHM) ekstrak etanol kelopak bunga
rosella terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu sebesar 50 mg/ml.
Penelitian yang dilakukan oleh Sirag dkk. (2013), menunjukkan bahwa ekstrak
2
etanol kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan konsentrasi 250
mg/ml memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dengan zona hambat
sebesar 22 mm. Hal tersebut dapat didasari oleh adanya kandungan senyawa
polifenol yang bersifat sebagai antibakteri dan juga antioksidan. Pada
konsentrasi 100 mg/ml ekstrak kelopak bunga rosella dapat menghambat
aktivitas pertumbuhan S.aureus sebesar 20 mm serta efek antioksidannya
sebesar 75,67% dengan total kandungan polifenolnya sebesar 87,7 mg/g
ekstrak kental kelopak bunga rosella dihitung sebagai asam galat (Al-Hashimi,
2012).
Bahan alam lain yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri yaitu
kitosan. Kitosan dapat diperoleh salah satunya dari limbah kulit udang dengan
cara melakukan deasetilasi senyawa kitin yang sebelumnya telah diisolasi dari
limbah kulit udang (Goy dkk, 2009). Kandungan kitin pada limbah kulit udang
sekitar 20%-50% dari berat kering (Dompeipen dkk, 2016). Isolasi kitosan dari
limbah kulit udang telah dilakukan Haeriah dkk. (2017) dengan metode secara
kimia dan dideterminasi menggunakan XRD dan FT-IR.
Kitosan merupakan salah satu senyawa yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Goy, 2009 dan Gulshan dkk,
2013). Menurut Gulshan dkk. (2013), didapatkan bahwa kitosan yang berasal
dari limbah kulit udang memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi terhadap
bakteri gram positif seperti S.aureus dibandingkan bakteri gram negatif seperti
Escherichia coli. Aktivitas antibakteri senyawa kitosan tidak berbeda nyata
dengan kontrol positif Vankomisin (Gulshan dkk, 2013). Penelitian Islam dkk.
3
(2011), menunjukkan bahwa kitosan pada konsentrasi 288 bpj memiliki
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus sebesar 14 mm, serta konsentrasi
hambat minimal (KHM) dari senyawa kitosan terhadap baktreri S. aureus yaitu
sebesar 20 bpj (Goy dkk, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul masalah apakah dengan
adanya kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
dengan kitosan memiliki efek sinergis sebagai antibakteri terhadap bakteri uji
S.aureus. Oleh sebab itu, maka akan dilakukan penelitian mengenai uji
aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) dengan kitosan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 33592.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana aktivitas
antibakteri dari kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.) dengan kitosan terhadap Staphylococcus aureus?
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai aktivitas
antibakteri kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
dengan kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Rosella
II.1.1 Klasifikasi rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
Gambar 1. Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) (Rodrigues, 2010) (a) kelopak bunga (b) mahkota bunga (c) daun
Klasifikasi dari kelopak bunga rosella :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L. (Falusi dkk, 2016).
(a)
(b)
(c)
5
II.1.2 Deskripsi tanaman
Rosella adalah tanaman herba tahunan yang tegak, bersemak belukar,
dan dapat tumbuh setinggi 0,5-3 m. Ketinggian tanaman ini mencapai 600 m
dari permukaan laut serta waktu tumbuh tanaman sekitar 3-4 bulan untuk
mencapai tahap dewasa sebelum bunga dipanen. Tanaman ini cocok untuk
iklim topikal dan dapat mentolerir iklim yang lebih hangat dan lebih lembab
dengan suhu malam hari tidak di bawah 21ºC. Selain itu, tanaman ini
membutuhkan 13 jam sinar matahari selama bulan-bulan pertama
pertumbuhan untuk mencegah pertumbuhan bunga yang tidak sempurna
(Ismail dkk, 2008).
Rosella memiliki batang halus atau hampir halus, berbentuk silinder dan
biasanya berwarna merah. Daunnya terdiri atas 3 sampai 4 daun dengan
panjang 2,5-12,4 cm, berwarna hijau, tangkai daun panjang atau pendek, dan
tepi daun bergigi. Bunga rosella secara tunggal terdapat pada tangkai daun
dengan lebar 12,5 cm, berwarna kuning atau merah marun dan berubah
merah muda saat layu pada penghujung hari. Kelopak bunga rosella terdiri
atas 5 sepal besar, memiliki daun kelopak tambahan 8-12 serta daun
pelindung kecil (bract) pada sekitar dasar kelopak bunga yang berbentuk
runcing (Shruthi dkk, 2016).
II.1.3 Kandungan senyawa kelopak bunga rosella
Kelopak bunga rosella mengandung banyak senyawa bioaktif,
diantaranya yaitu polifenol, asam-asam organik dalam hal ini asam sitrat,
asam malat, asam tartarat dan protocatechuic acid. Kelopak bunga rosella
6
juga diketahui mengandung zat besi, mineral terutama kalium dan magnesium
yang tinggi. Selain itu, vitamin (asam askorbat, niasin dan piridoksin) juga
terkandung dalam kelopak bunga rosella (Shruthi dkk, 2016).
Kelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam kelopak bunga rosella
adalah flavonoid, yang meliputi pigmen tumbuhan yang disebut antosianin.
Kedua pigmen antosianin tersebut yaitu delphinidin-3-sambubiside dan
sianidin-3-sambubiosida yang telah teridentifikasi banyak terdapat dalam
kelopak bunga rosella. Pigmen tersebut bertanggung jawab atas warna merah
pada kelopak bunga rosella dan juga berguna sebagai senyawa utama untuk
aktivitas antioksidan (Higginbotham dkk, 2014). Flavonoid lain yang terdapat
pada kelopak bunga rosella adalah gossypetin yang berkhasiat sebagai
antibakteri (Al-Hashimi, 2012).
II.1.4 Khasiat tanaman
Tanaman rosella berkhasiat sebagai antihipertensi, antiseptik, obat
penenang, diuretik, obat pencernaan, pencahar, emolien, pereda rasa sakit
dan astringent. Kelopak bunga rosella digunakan untuk mengobati penyakit
jantung, leukemia, dan antimikroba serta sebagai obat untuk pyrexia dan
abses sedangkan bunga rosella digunakan untuk pengobatan batuk dan
bronkitis (Shruthi dkk, 2016).
Antosianin yang ada di rosella memberikan manfaat bagi kesehatan
sebagai sumber antioksidan yang sekaligus pewarna makanan alami. Roselle
- Hibiscus anthocyanin (HAs), merupakan kelompok pigmen alami yang ada
di kelopak bunga kering yang berfungsi sebagai antioksidan dan perlindungan
7
hati serta anti-inflammatory dan cardioprotective. Antosianin menghambat
pertumbuhan sel kanker manusia dan oksidasi lipoprotein LDL (Shruthi dkk,
2016).
Salah satu khasiat dari tanaman rosella yaitu sebagai antimikroba. Bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) telah dikenal memiliki efek antibakteri karena
memiliki kandungan metabolit sekunder seperti glikosida, flavonoid, saponin,
triterpenoid dan alkaloid. Hal ini juga telah terbukti bahwa bunga rosella
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus stearothermophilus,
Micrococcus luteus, Staphylococcus aureus, Serratia mascences, Clostridium
sporogenes, Escherichia coli, Klabsiella pneumoniae, Bacillus cereus dan
Pseudomonas fluorescence (Hayati dkk, 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian bahwa sebagian besar senyawa
polifenol yang terdapat pada kelopak bunga rosella menunjukkan efek
antimikroba (Higginbotham dkk, 2014). Kelopak bunga rosella mengandung
senyawa polifenol yaitu flavonoid gossypetin yang berkhasiat sebagai
antibakteri. Mekanisme dari senyawa tersebut diantaranya yaitu
penghambatan proses seluler atau dengan adanya interaksi antara protein
esktraseluler yang akan diikuti oleh perubahan permeabilitas membran
plasma dan akhirnya terjadi kebocoran ion dari sel mikroba (Al-Hashimi, 2012
dan Salem dkk, 2014).
8
II.2 Kitosan
II.2.1 Karakteristik kitosan
Kitosan adalah senyawa turunan kitin atau biasa disebut juga dengan
kitin deasetilasi. Senyawa tersebut merupakan polisakarida dan polikationik
alami yang berasal dari deasetilasi parsial kitin. Kitin merupakan komponen
penyusun kedua terbanyak setelah selulosa yang terdapat pada eksoskeleton
serangga, krustasea (terutama udang, lobster dan kepiting), dan dinding sel
jamur. Keberadaan kitin tersebut umumnya tidak terdapat dalam keadaan
bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral dan gugus asetil
sehingga berdasarkan hal tersebut, maka dalam mengisolasi senyawa kitosan
terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu demineralisasi,
deproteinisasi, dan deasetilasi (Singla dan Cawla, 2001).
Kitosan atau poli (2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa) terdiri atas rantai
panjang glukosamin dan merupakan polimer polikationik. Sifat kationik dari
kitosan agak istimewa karena mayoritas polisakarida biasanya tidak
bermuatan (netral) atau bermuatan negatif dalam lingkungan asam. Hal
tersebut dapat memungkinkan terbentuknya elektrostatik atau multilayer
dengan polimer alami atau sintetik yang bermuatan negatif (Singla dan Cawla,
2001).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Haeriah dkk. (2017)
yang mengisolasi kitosan dari cangkang kulit udang menggunakan metode
kimia dan telah dikarakterisasi menggunakan analisis pengukuran pH,
kelarutan, viskositas, FT-IR, pengukuran derajat deasetilasi, difraksi sinar X,
9
dan Scanning Electron Microscopy (SEM), didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa karakteristik antara kitosan yang telah diisolasi dan
kitosan standar tidak berbeda jauh. Adapun hasil tersebut yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1. Karakteristik kitosan
Karakteristik Kitosan Hasil Isolasi Kitosan Standar Grade Pharmaceutical
pH 4 4 4-6
Kelarutan
1 gram kitosan sama-sama larut dalam
asam asetat glasial 100 ml
1 gram kitosan sama-sama larut dalam asam
asetat glasial 100 ml
1 gram kitosan larut dalam 1-10 ml pelarut
asam
Viskositas 93,33 cps 86,67 cps 260 cps
Derajat Deasetilasi
30% 37,7% > 80-85%
Analisis FT-IR 3724,54-349,12 cm-1 3722,61-352,97 cm-1 -
XRD CrI110 = 18,7048 CrI020 = -75,20
CrI110 = 18,5144 CrI020 = -101,25
-
SEM Partikel kurang halus Partikel kurang halus -
Sumber : Haeriah, dkk. Program Kreativitas Mahasiswa. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. 2017 dan Rowe, dkk. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.2009
II.2.2 Manfaat kitosan
Senyawa kitosan memiliki sifat biologis seperti antitumor, antimikroba,
dan aktivitas antioksidan. Sifat tersebut dipengaruhi oleh derajat deasetilasi
dan berat molekul kitosan. Selain sifat tersebut, kitosan juga dapat digunakan
dalam pengolahan air, bahan penyembuhan luka, eksipien farmasi (pembawa
obat), pengobatan diabetes, dan sebagai perancah rekayasa genetika
(Cheung dkk, 2015).
Aktivitas antimikroba kitosan dipengaruhi oleh berat molekul, derajat
deasetilasi, konsentrasi larutan, dan pH medium. Secara umum, asam asetat,
asam laktat, dan asam format lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan
10
bakteri dari pada asam propionat dan asam askorbat. Kitosan menunjukkan
aktivitas antimikroba yang lebih kuat untuk gram positif dibandingkan bakteri
gram negatif. Mekanisme antimikroba kitosan yaitu dengan cara kelompok
amino yang bermuatan positif berinteraksi dengan membran sel mikroba yang
bermuatan negatif (Ahmed dkk, 2014). Interaksi antara polikationik kitosan
dengan muatan anion di permukaan bakteri yang akan mengubah
permeabilitas membran. Polikationik yang bermuatan positif dari kitosan
tersebut berasal dari gugus NH3+ glukosamin yang merupakan fakor utama
dalam terjadinya interaksi komponen yang bermutan negatif pada bakteri.
Interaksi tersebut menyebabkan perubahan sel yang luas, kebocoran zat
intraseluler, dan akhirnya mengakibatkan penurunan aktivitas vital dari bakteri
(Raafat dan Sahl, 2009).
II.3 Staphylococcus aureus
II.3.1 Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacili
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus (Garrity dkk, 2007 ).
11
II.3.2 Karakteristik
Staphylococcus aureus merupakan salah satu genus staphylococcus.
Genus ini terdiri atas bakteri gram postif dengan diameter 0,5-1,5 µm, ditandai
oleh bulatan (cocci) tunggal yang membelah di lebih dari satu bidang untuk
membentuk kumpulan seperti anggur. Bakteri ini bersifat non-motil, tidak
berspora, bakteri anaerob fakultatif, toleransi terhadap konsentrasi garam
yang tinggi, tahan terhadap panas, serta memiliki kebutuhan nutrisi yang
kompleks untuk tumbuh (Harris dkk, 2002).
Staphylococcus aureus memiliki dinding sel yang kuat dan relatif
berbentuk amorf. Tebal dinding sel S.aureus yaitu 20-40 nm. Bagian bawah
dinding sel terdapat sitoplasma yang tertutup oleh membran sitoplasma.
Komponen dasar penyusun dinding sel bakteri S.aureus yaitu peptidoglikan
sekitar 50% dari massa dinding sel. Konstituen dinding sel lainnya yang
menyumbang sekitar 40% massa dinding sel yaitu polimer yang mengandung
fosfat disebut asam teichoic. Asam theichoic memberi kontribusi muatan
negatif pada permukaan sel bakteri dan berperan dalam akuisisi dan lokalisasi
ion logam terutama kation divalen dan aktivitas enzim autolitik (Harris dkk,
2002).
II.3.3 Patogenesis
Staphylococcus aureus adalah bakteri penyebab utama infeksi pada kulit
dan jaringan lunak yang mungkin terlokalisir. Gejala dari infeksi bakteri ini
sesuai dengan lokasi terinfeksi seperti bakteremia (darah), pneumonia (paru-
12
paru), endokarditis (jantung), abses (otot), osteomielitis (tulang) artritis (sendi),
dan konjungtivitis (mata) (Wiedmann dan Zhang, 2011).
Faktor virulans adalah ciri genetik, biokimia, atau struktur yang
memungkinkan organisme menghasilkan penyakit. Bakteri Staphylococcus
aureus memiliki banyak potensi faktor virulans. Patogenesis untuk sebagian
besar penyakit yang disebabkan oleh S.aureus bergantung pada beberapa
gabungan faktor virulans, sehingga sulit untuk menentukan secara tepat peran
yang diberikan dari setiap faktor. Adapun beberapa faktor virulans tersebut,
yaitu faktor virulans dinding sel yang terdiri atas protein A dan protein pengikat
fibronektin (FnBP); faktor virulans eksotoksin sitolitik yang menyerang sel
mamalia (termasuk sel darah merah), dan sering disebut hemolisme; dan
faktor virulans superantigen eksotoksin yang terdiri atas beberapa jenis, yaitu
enterotoksin, Toxic Shock Syndrome Toxin (TSST-1) dan Exfoliatin (Toksin
eksfoliatif, ET) (Harvey dkk, 2007).
II.3.4 Pengobatan infeksi Staphylococcus aureus
Infeksi S.aureus dapat diatasi dengan cara penghilangan daerah
terinfeksi (nanah), penangkatan alat yang terkait dengan infeksi (misalnya
kateter), dan penggunaan antibiotik. Antibiotik penisilin merupakan salah satu
obat yang berhasil sebagai profilaksis dan pengobatan infeksi S.aureus akan
tetapi, sejak tahun 1960 kurang lebih 80% dari seluruh isolat S.aureus resisten
terhadap penisilin. Generasi penisilin berikutnya yang dihasilkan yaitu metisilin
yang kemudian juga mengalami resisten (Wiedmann dan Zhang, 2011 dan
Goss dan Muhlebach, 2011). Kasus pasien yang alergi terhadap penisilin atau
13
yang terinfeksi MRSA dapat diobati dengan antibiotik vankomisin atau
teicoplanin (Gillespie, 2004).
Penggunaan vankomisin secara tunggal dapat digunakan untuk
pengobatan bakteremia. Selain pada pengobatan tersebut, kombinasi
vankomisin dengan gentamisin dapat dilakukan akan tetapi, tidak cukup baik.
Penggunaan kombinasi ini dapat digunakan 3 sampai 5 hari dengan tujuan
pengobatan pada endokarditis. Alternatif lain untuk kombinasi vankomisin
yaitu dengan menggunakan rifampisin (Gillespie, 2004).
Penggunaan antibiotik pada rumah sakit mengalami peningkatan. Hal
tersebut disebabkan karena pada beberapa daerah, golongan antibiotik
glikopeptida telah menggantikan oxacillin atau flucloxacillin sebagai
antistahpylococcal lini pertama. Glikopeptida adalah satu-satunya golongan
obat antibotik yang tersedia untuk perawatan dalam banyak kasus, misalnya
pasien yang menjalani operasi beresiko terjangkit MRSA dapat diberikan
glikopeptida. Penggunaan antibiotik golongan glikopeptida pada rumah sakit
yang cukup besar ini akan memicu terjadinya resistensi bakteri terhadap
golongan antibiotik glikopeptida (Gillespie, 2004).
II.4 Metode Pengujian Antimikroba
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas
antimikroba dari ekstrak atau senyawa murni. Metode yang paling sering
ditemukan yaitu difusi dan dilusi. Berikut akan diuraikan beberapa metode
yang digunakan dalam pengujian antimikroba, yaitu (Balouiri dkk, 2016):
14
II.4.1 Metode difusi
a. Metode difusi agar
Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 1940 dan merupakan metode
resmi yang banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi klinis dalam
menguji kepekaan antimikroba. Alat yang dapat digunakan pada metode ini
yaitu pencadang atau disk. Prinsip metode ini yaitu agen antimikroba yang
terdapat pada pencadang/disk akan berdifusi ke dalam media agar yang berisi
mikroorganisme uji dan akan menghambat pertumbuhan mikroba yang
ditandai dengan adanya zona hambat (bening).
Adapun prosedur pengerjaan metode ini yaitu dengan cara
menginokulasikan mikroorganisme uji pada media agar. Kemudian,
pencadang/disk (berdiameter kurang lebih 6 mm) yang mengandung senyawa
antimikroba pada konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam media agar yang
telah berisi mikroorganisme uji. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi
pada kondisi yang sesuai.
Kelemahan metode ini yaitu tidak dapat membedakan efek bakterisida
dan bakteriostatik serta tidak sesuai untuk menentukan konsentrasi hambat
minimum karena, tidak diketahui secara pasti jumlah agen antimikroba yang
berdifusi ke dalam media agar. Meskipun demikian, metode ini memiliki
kelebihan seperti sederhana, murah, dan mudah untuk menginterpretasikan
hasil yang diperoleh.
15
b. Metode Gradien Antimikroba (E-test)
Metode ini menggabungkan prinsip metode dilusi dan difusi dalam
menentukan nilai konsentrasi hambat minimal (KHM). Hal ini didasarkan pada
kemungkinan terbentuknya gradien konsentrasi zat antimikroba yang diuji di
media agar. Adapun prosedur kerja metode ini yaitu strip yang mengandung
zat antimikroba dengan gradien konsentrasi meningkat dari satu ujung ke
ujung lainnya dimasukkan ke dalam media agar yang telah berisi mikroba uji.
Kemudian diinkubasi pada kondisi yang sesuai. Nilai KHM ditentukan pada
bagian antar strip yang memiliki zona hambat paling kecil.
Metode ini dapat digunakan untuk penentuan nilai KHM antibiotik,
antijamur, dan antibakteri. Selain itu, metode ini dapat mengetahui interaksi
antara dua zat antimikroba seperti antibiotik. Sinergitas dari kombinasi
terdeteksi oleh penurunan KHM setelah pengkombinasian zat antimikroba
tersebut.
c. Metode Kromatografi Lapis Tipis-Bioautografi
Metode ini menggabungkan kromatografi lapis tipis (TLC) dengan deteksi
biologis dan kimia. Beberapa penelitian telah menggunakan metode ini untuk
menentukan aktivitas antibakteri dan antifungi dari ekstrak organik terutama
ekstrak tumbuhan. Ada tiga metode bioautografi yang dapat digunakan yaitu
sebagai berikut :
1. Metode Kontak
Metode ini merupakan metode yang paling sedikit digunakan. Prinsip dari
metode ini sama dengan difusi agar yaitu zat antimikroba dari kromatogram
16
berdifusi ke dalam media agar yang telah diinokulasikan dengan
mikroorganisme uji. Setelah beberapa menit atau jam untuk memungkinkan
difusi, kromatogram yang dimasukkan ke dalam media agar kemudian
dikeluarkan lalu diinkubasi. Zona hambat muncul pada tempat senyawa
antimikroba kontak dengan media agar.
2. Metode Bioautografi Langsung
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan baik pada
bakteri atau fungi dibandingkan dua metode bioautografi lainnya. Prosedur
pengerjaan metode ini yaitu dengan cara mencelupkan atau menyemprotkan
kromatogram dengan suspensi mikroba. Kemudian bioautogram diinkubasi
pada suhu 25°C selama 48 jam. Pertumbuhan mikroba dapat ditentukan
dengan melihatnya secara visual. Visualisasi pertumbuhan mikroba dapat
dilihat menggunakan indikator yaitu garam tetrazolium. Indikator ini akan
mengalami konversi menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu jika
terdeteksi adanya mikroba sebab konversi terjadi disebabkan adanya
dehidrogenasi dari sel hidup mikroba. Indikator ini disemprotkan ke
bioautogram kemudian bioautogram diinkubasi lagi pada suhu 25°C selama
24 jam atau pada suhu 37°C selama 3-4 jam.
3. Metode Bioautografi Pencelupan
Metode pencelupan merupakan gabungan dari dua metode sebelumnya.
Lempeng kromatogram ditutupi dengan media agar cair yang telah terdapat
mikroorganisme uji. Kemudian ditempatkan pada suhu rendah selama
beberapa jam sebelum inkubasi. Setelah diinkubasi dengan kondisi yang
17
sesuai, pewarnaan dapat dilakukan dengan menggunakan indikator
tetrazolium untuk mendeteksi pertumbuhan mikroba.
d. Metode difusi lainnya
Metode difusi lainnya lebih umum digunakan dalam menetukan aktivitas
antimikroba dari ekstrak, hasil fraksinasi, dan zat murni. Metode yang
dimaksud yaitu difusi agar sumuran, Agar Plug Diffusion Method dan Cross
Streak Method yang digunakan untuk menunjukkan antagonisme yang tinggi
antara mikroorganisme, serta Poisoned Food Method yang digunakan untuk
mengevaluasi efek antifungi terhadap pertumbuhan fungi.
II.4.2 Metode dilusi
Metode dilusi merupakan metode yang paling tepat untuk penentuan
konsentrasi hambat minimal (KHM) karena, konsentrasi zat antimikroba yang
terdapat pada media padat (dilusi padat) dan cair (mikro dan makrodilusi)
dapat diketahui. Dilusi cair dan dilusi padat dapat digunakan secara kuantitatif
untuk mengukur aktivitas antimikroba. Nilai KHM yang didapatkan
didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari zat antimikroba yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan biasanya dinyatakan dalam
mg/L atau mg/ml. Adapun jenis-jenis metode ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Dilusi Cair
Mikrodilusi atau makrodilusi adalah salah satu metode pengujian
kerentanan antimikroba yang paling dasar. Metode ini melibatkan pembuatan
seri konsentrasi zat antimikroba dua kali konsentrasi dari pengenceran
18
sebelumnya (misalnya 1, 2, 4, 8, 16, dan 32 mg/mL) pada media cair dengan
volume minimal 2 mL (makrodilusi) atau volume yang lebih kecil menggunakan
well microplate 96 (mikrodilusi). Setiap tabung atau well microplate
diinokulasikan mikroba dengan standar McFarland 0,5 yang dibuat dalam
media yang sama. Setelah pencampuran, dilakukan inkubasi dalam kondisi
yang sesuai.
Jika dibandingkan antara makrodilusi dan mikrodilusi, makrodilusi
memiliki kelemahan. Kelemahannya yaitu resiko dalam pembuatan larutan zat
antimikroba lebih besar dan membutuhkan jumlah bahan dan ruang
pengerjaan relatif besar. Oleh sebab itu, keuntungan utama dari mikrodilusi
yaitu ruang dan bahan yang dibutuhkan lebih sedikit. Akan tetapi, pengerjaan
dari mikrodilusi harus benar-benar dikontrol sebab sedikit kesalahan dalam
pengerjaan akan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.
Penentuan titik akhir dari KHM pada metode mikrodilusi dapat digunakan
alat untuk mendeteksi dan mencatat hasil dengan membedakan setiap
pertumbuhan mikroba pada well. Selain itu, metode kolorimetrik juga sering
digunakan dalam menentukan titik akhir KHM antibakteri dan antifungi dengan
cara penggunaan indikator warna seperti garam tetrazolium.
Penentuan konsentrasi bakterisida minimal atau konsentrasi fungisida
minimal, yang juga dikenal sebagai konsentrasi mematikan minimal (KBM)
adalah perkiraan aktivitas bakterisidal atau fungisidal yang paling umum. KBM
didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari zat antimikroba yang
dibutuhkan untuk membunuh 99,9% inokulum setelah inkubasi selama 24 jam
19
dengan kondisi yang telah terstandarisasi. KBM dapat ditentukan setelah
dilakukannya makrodilusi atau mikrodilusi dengan cara sub-kultur sampel dari
tabung atau well. KBM menghasilkan pertumbuhan mikroba yang negatif
setelah inkubasi 24 jam pada permukaan media agar nonselektif untuk
menentukan jumah sel bertahan (CFU/mL).
b. Dilusi Padat
Metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan zat antimikroba
dengan media agar yang masih cair pada konsentrasi campuran yang
diinginkan, biasanya menggunakan pengenceran dua kali lipat. Kemudian
dilakukan inokulasi mikroba uji pada permukaan media agar. Titik akhir KHM
dideteksi sebagai konsentrasi terendah dari zat antimikroba yang benar-benar
menghambat pertumbuhan mikroba setelah inkubasi pada kondisi yang
sesuai.
Metode ini cocok untuk untuk pengujian kepekaan antibakteri dan
antifungi. Dilusi padat sering direkomendasikan sebagai metode standar untuk
organisme yang cepat seperti anaerob dan Helicobacter. Metode ini juga
seringkali digunakan untuk kombinasi obat antifungi terhadap Candida sp.,
Aspergillus, dan lainnya. Metode ini memiliki korelasi yang baik dengan
metode E-Test terutama untuk pengujian antibakteri terhadap bakteri gram
positif dan negatif.
20
20
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas (Pyrex®), laminar air flow
(Envirco®), mikropipet (Memmert®), oven (Ecocell®), inkubator (Memmert®),
autoklaf (25X-2®), timbangan analitik (Sartorius®), dan lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan dari
limbah kulit udang (koleksi Haeriah dkk. hasil Program Kreativitas
Mahasiswa), simplisia kelopak bunga rosella (koleksi Ahmad Hidayat dkk.
hasil Program Kreativitas Mahasiswa), alkohol 80%, medium Muller Hinton
Btroth (MHB) (Merck®), reagen Triphenyltetrazolium chloride, well microplate
steril 96, air suling, air suling steril, asam asetat glasial 1%, biakan bakteri S.
aureus, dan lainnya.
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Penyiapan sampel
Simplisia kelopak bunga rosella yang diperoleh dari koleksi Ahmad
Hidayat dkk. hasil Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2017 diserbukkan
sebanyak 100 gram dan diayak menggunakan nomor mesh 20 sehingga
didapatkan serbuk kasar serta disiapkan serbuk kitosan yang telah
dikarakterisasi koleksi Haeriah dkk. hasil Program Kreativitas Mahasiswa
tahun 2017 (Haeriah dkk, 2017).
21
III.2.2 Penyiapan alat
Alat-alat gelas yang berskala dan tidak tahan pemanasan serta medium
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit dan untuk alat
alat yang tidak berskala dan tahan pemanasan disterilkan pada oven suhu
170ºC selama 2 jam.
III.2.3 Pembuatan media pertumbuhan bakteri
Bahan medium MHB ditimbang sesuai bobot yang diinginkan setelah
dikonversi dari bobot yang tertera pada kemasan (21 gram dalam 1 liter air
suling), dan dilarutkan dengan air suling hingga larut (dapat dibantu dengan
pemanasan). Cek pH medium dengan rentang pH 7,3 ± 0,1. Kemudian
disterilkan pada autoklaf suhu 121oC selama 15-20 menit (Zimbro dkk, 2009).
III.2.4 Penyiapan suspensi bakteri uji
Biakan bakteri Staphylococcus aureus diinokulasikan sebanyak 1 ose ke
dalam 5 ml medium MHB dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam.
Kemudian suspensi biakan tersebut disamakan kekeruhannya dengan Mc
Farland 0,5 (1.5 × 108 CFU/mL) dan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer.
III.2.5 Ekstraksi kelopak bunga rosella
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan
perbandingan 1:10 antara serbuk simplisia dengan pelarut. Simplisia kelopak
bunga rosella sebanyak 100 g dibasahi terlebih dahulu dengan menggunakan
400 ml etanol 80% selama 5 menit, setelah semua simplisia terbasahi
22
kemudian ditambahkan etanol 80% sebanyak 600 ml. Proses ekstraksi ini
dilakukan selama 3 × 24 jam di dalam wadah tertutup rapat. Hasil maserasi
kemudian disaring. Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan evaporator pada
suhu 40°C hingga didapatkan ekstrak kental (Hayati dkk, 2012).
III.2.6 Analisis kadar total polifenol ekstrak kelopak bunga rosella
III.2.6.1 Pembuatan larutan standar
Asam gallat sebanyak 10 mg dilarutkan dalam metanol P hingga 10 ml
(1000 bpj). Sebanyak 7,5 µl; 15 µl; 25 µl; 35 µl; 50 µl; dan 75 µl diambil dari
larutan stok sehingga didapatkan seri pengenceran secara berurutan 1,5; 3;
5; 7; 10; dan 15 bpj. Kemudian ditambahkan 2,5 ml reagen Folin-Ciocalteau,
diamkan selama 8 menit dan ditambahkan 2 ml larutan natrium hidroksida
kemudian dicukupkan dengan air suling hingga volume menjadi 5 ml.
Diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan lalu diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 648
nm.
III.2.6.2 Pengukuran kadar total polifenol
Ekstrak kelopak bunga rosella sebanyak 100 mg dalam metanol P hingga
volume mencapai 10 ml (10.000 bpj). Kemudian sebanyak 0,4 ml dari larutan
stok diambil dan ditambahkan 2,5 ml reagen Folin-Ciocalteau, diamkan
selama 8 menit dan ditambahkan 2 ml larutan natrium hidroksida, kemudian
dicukupkan dengan air suling hingga volume menjadi 5 ml (800 bpj). Setelah
itu, diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan lalu diukur absorbansinya
23
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 648
nm.
III.2.7 Uji aktivitas antibakteri
III.2.7.1 Pembuatan larutan stok rosella dan kitosan
Ekstrak rosella ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan dengan air
suling steril hingga volume larutan mencapai 5 ml. Konsentrasi stok awal
ekstrak rosella yang diperoleh yaitu sebesar 10% (b/v) atau 100.000 bpj.
Setelah itu dilakukan pengenceran bertingkat yang dibuat dalam 5 konsentrasi
yaitu 50.0000 bpj; 25.000 bpj; 12.500 bpj; 6.250 bpj; dan 3.125 bpj dengan
cara diambil sebanyak 0,5 ml dari larutan sebelumnya kemudian dimasukkan
dalam tabung efendorf yang telah berisi 0,5 ml air suling steril sehingga
didapatkan 5 konsentrasi stok ekstrak rosella di atas.
Serbuk kitosan ditimbang sebanyak 80 mg kemudian dilarutkan dengan
asam asetat glasial 1% (v/v) hingga volume larutan mencapai 10 ml.
Konsentrasi stok awal kitosan yang diperoleh menjadi 0,8% atau 8.000 bpj.
Setelah itu dilakukan pengenceran bertingkat yang dibuat dalam 11
konsentrasi yaitu 4.000 bpj; 2.000 bpj; 1.000 bpj; 500 bpj; 250 bpj; 125 bpj;
62,50 bpj; 31,25 bpj; 15,62 bpj; 7,81 bpj; dan 3,91 bpj dengan cara diambil
sebanyak 0,5 ml dari larutan stok sebelumnya kemudian dimasukkan dalam
tabung efendorf yang telah berisi 0,5 asam asetat glasial 1% (v/v) sehingga
didapatkan 11 konsentrasi stok kitosan di atas.
24
III.2.7.2 Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM)
Efek antibakteri antara kombinasi ekstrak rosella dengan kitosan dari
limbah kulit udang dilakukan dengan menggunakan alat well plate steril
dengan cara metode Microdilution Checkerboard Assay.
a. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) tunggal ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan
Volume total setiap well yaitu 100 µl yang terdiri atas 5 µl ekstrak rosella
atau 5 µl kitosan, 90 µl medium Muller Hinton Broth (MHB) dan 5 µl biakan
bakteri Staphylococcus aureus (setara dengan McFarland 105 CFU/well).
Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan cara masing-masing larutan
stok ekstrak rosella konsentrasi 50.0000 bpj; 25.000 bpj; 12.500 bpj; 6.250 bpj;
dan 3.125 bpj dan masing-masing larutan stok kitosan konsentrasi 4.000 bpj;
2.000 bpj; 1.000 bpj; 500 bpj; 250 bpj; 125 bpj; 62,50 bpj; 31,25 bpj; 15,62 bpj;
7,81 bpj; dan 3,91 bpj dimasukkan ke dalam well berbeda pada microplate
yang sama sebanyak 5 µl.
Kemudian masing-masing well microplate ditambahkan 5 µl biakan
bakteri S.aureus dan 90 µl medium MHB dilakukan sebanyak 2 replikasi. Well
yang lain diisi dengan sampel kombinasi antara ekstrak kelopak bunga rosella
dengan kitosan, kontrol blanko (5 µl pelarut tanpa ekstrak 5 µl biakan bakteri
Staphylococcus aureus dan 90 µl medium MHB), kontrol negatif (5 µl biakan
bakteri Staphylococcus aureus dan 95 µl medium MHB) dan kontrol medium
(100 µl medium MHB). Kemudian microplate diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 1x24 jam. Setelah inkubasi ditambahkan reagen Triphenyltetrazolium
chloride sebanyak 5 µL kemudian diinkubasi selama 30 menit. Microplate
25
dapat diamati secara visual dengan melihat warna merah muda yang terbentuk
dalam menentukan nilai KHM (Valgas dkk, 2007 dan Petrovic dkk, 2008).
b. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan
Volume total setiap well yaitu 100 µl yang terdiri atas 5 µl ekstrak rosella
dan 5 µl kitosan, 85 µl medium Muller Hinton Broth (MHB) dan 5 µl biakan
bakteri Staphylococcus aureus (setara dengan McFarland 105 CFU/well).
Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan cara masing-masing larutan
stok ekstrak rosella konsentrasi 50.0000 bpj; 25.000 bpj; 12.500 bpj; 6.250 bpj;
dan 3.125 bpj dan masing-masing larutan stok kitosan konsentrasi 4.000 bpj;
2.000 bpj; 1.000 bpj; 500 bpj; 250 bpj; 125 bpj; 62,50 bpj; 31,25 bpj; 15,62 bpj;
7,81 bpj; dan 3,91 bpj dimasukkan ke dalam well pada microplate yang sama
sebanyak 5 µl.
Kemudian masing-masing well microplate ditambahkan 5 µl biakan
bakteri S.aureus dan 85 µl medium MHB dilakukan sebanyak 2 replikasi. Well
yang lain diisi dengan sampel tunggal ekstrak kelopak bunga rosella dan
kitosan, kontrol blanko (5 µl pelarut tanpa ekstrak 5 µl biakan bakteri
Staphylococcus aureus dan 90 µl medium MHB), kontrol negatif (5 µl biakan
bakteri Staphylococcus aureus dan 95 µl medium MHB) dan kontrol medium
(100 µl medium MHB). Kemudian microplate diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 1x24 jam. Setelah inkubasi ditambahkan reagen Triphenyltetrazolium
chloride sebanyak 5 µL kemudian diinkubasi selama 30 menit. Microplate
dapat diamati secara visual dengan melihat warna merah muda yang terbentuk
dalam menentukan nilai KHM (Valgas dkk, 2007 dan Petrovic dkk, 2008).
26
Kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan dari limbah kulit udang
dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel 4.
III.2.7.3 Penentuan fractional inhibition concentration index (FICI) Penentuan nilai FICI dari kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella
dengan kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
FICI = FIC (A) + FIC (B) (1)
Keterangan :
FICI : Fractional Inhibition Concentration Index
FIC (A) =KHM (Rosella dalam kombinasi dengan Kitosan)
KHM Rosella (2)
FIC (B) =KHM (Kitosan dalam kombinasi dengan Rosella)
KHM Kitosan (3)
Kemudian hasil dari perhitungan nilai FICI kombinasi dapat menunjukkan
efek yang dihasilkan pada kombinasi kedua sampel tersebut. Adapun hasilnya
dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Sinergis : FICI ≤0,5
Antagonis : FICI>4
Efek Aditif : FICI >0,5 tapi ≤ 1
Efek berbeda : FICI>1 tapi ≤ 4 (Biakarnga dkk, 2016).
III.2.8. Pengumpulan dan analisis data
Data yang didapatkan berupa angka dari hasil perhitungan FICI
kemudian dilakukan proses analisis.
27
III.2.9. Pembahasan hasil
Pembahasan hasil dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan analisis
data yang diperoleh.
III.2.10. Pengambilan kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pembahasan.
28
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Ekstraksi dan Hasil Analisis Kadar Total Polifenol
Kelopak bunga rosella yang digunakan pada penelitian ini sudah dalam
bentuk simplisia kering. Pengeringan sampel bertujuan untuk menghilangkan
sebagian kadar air yang terdapat pada sampel sehingga mikroba tidak dapat
tumbuh didalamnya. Simplisia kelopak bunga rosella tersebut diserbukkan dan
diayak pada ayakan ukuran mesh 20. Hal tersebut bertujuan karena semakin
kecil ukuran serbuk maka semakin besar luas permukaan sampel yang
berinteraksi dengan pelarut, sehingga ekstraksi akan lebih efektif. Selain itu,
proses penyerbukan sampel juga bertujuan untuk menyeragamkan ukuran
sampel.
Hasil ekstraksi kelopak bunga rosella sebanyak 100 gram yang
diekstraksi dengan 1000 ml etanol 80% serta hasil analisis kadar polifenol
ekstrak kelopak bunga rosella dengan menggunakan asam gallat sebagai
baku standar diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil ekstraksi dan analisis kadar total polifenol kelopak bunga rosella
Konsistensi Ekstrak
Bobot Ekstrak (gram)
Rendemen (%) Kadar Total Polifenol (%)
Kental 22,99 22,99 1,01 ± 0,02
Ekstraksi serbuk kelopak bunga rosella dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Pada saat proses maserasi,
pelarut akan berdifusi ke dalam sampel dan melarutkan senyawa-senyawa
29
yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama dengan pelarut. Kelebihan dari
metode maserasi ini adalah cocok untuk senyawa-senyawa yang bersifat
termolabil (Sam dkk, 2016).
Hasil analisis kadar total polifenol yang dilakukan dengan menggunakan
metode Folin-Ciocalteau menunjukkan bahwa kadar polifenol total yaitu
sebesar 1,01% ± 0,02 atau dalam setiap gram ekstrak kelopak bunga rosella
setara dengan 10,10 ± 0,20 mg asam galat. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sam dkk (Sam dkk, 2016) bahwa ekstrak kelopak bunga rosella
konsentrasi 50 bpj dengan menggunakan cairan penyari etanol 96% memiliki
rata-rata kandungan fenolik total yaitu 1,8537 mgGAE/g berat kering ekstrak
etanol kelopak bunga rosella atau 0,1853% (Jung dkk, 2013). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Jung dkk (Sopirala dkk, 2010) dengan menggunakan
cairan penyari etanol 70% didapatkan hasil bahwa ekstrak kelopak bunga
rosella konsentrasi 250 bpj 7,27 ± 0,20 mg asam galat setara dengan setiap
gram ekstrak kelopak bunga rosella (Sopirala dkk, 2010). Adanya perbedaan
kadar polifenol yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan
konsentrasi ekstrak serta larutan penyari yang digunakan dalam
mengekstraksi.
IV.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak rosella dan kitosan tunggal
maupun kombinasi keduanya dilakukan dengan menggunakan metode
Microdilution Checkerboard Assay. Metode tersebut merupakan salah satu
30
metode dalam menunjukkan efek sinergitas antimikroba dari bahan yang telah
dikombinasi (Abdulhaq, 2017).
Adapun hasil yang diperoleh dari pengujian yang telah dilakukan yaitu
adanya penurunan konsentrasi hambat minimal ketika kedua bahan tersebut
dikombinasi jika dibandingkan ketika bahan tersebut diuji secara tunggal.
Perbedaan aktivitas antibakteri dari metode yang dilakukan dapat dilihat dari
perbedaan warna yang terbentuk pada medium dalam well microplate.
(Lampiran 9)
Perbedaan warna yang dimaksud yaitu ada atau tidaknya perubahan
warna pada medium setelah penambahan reagen Triphenyltetrazolium
chloride (TTC) dan masa inkubasi 30 menit. Adanya perubahan warna merah
yang terjadi menandakan bahwa medium telah ditumbuhi mikroba sebaliknya
jika medium tidak mengalami perubahan warna menjadi merah maka
menandakan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Adanya perubahan warna
pada medium yang ditumbuhi mikroba tersebut didasarkan atas reduksi dari
reagen TTC oleh enzim dehidrogenase pada mikroba. Reduksi TTC tersebut
membentuk senyawa trifenilformazan yang berwarna merah (Petrovic dkk,
2008). Berdasarkan hal tersebut maka hasil aktivitas antibakeri yang diperoleh
pada beberapa konsentrasi yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 2. Adapun konsentrasi yang dimaksud yaitu konsentrasi yang
diperoleh setelah masing-masing konsentrasi stok ekstrak kelopak bunga
rosella dan kitosan diambil sebanyak 5 µl dan diencerkan menjadi 100 µl
sehingga di dalam wells diperoleh konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosella
31
menjadi 2500 bpj; 1250 bpj; 625 bpj; 312,5 bpj; dan 156,25 bpj sedangkan
konsentrasi kitosan menjadi 200 bpj; 100 bpj; 50 bpj; 25 bpj; 12,5 bpj; 6,25 bpj;
3,12 bpj; 1,56 bpj; 0,78 bpj; 0,39 bpj; dan 0,19 bpj, maka hasil aktivitas
antibakeri yang diperoleh dari beberapa konsentrasi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella dengan kitosan tunggal dan kombinasi terhadap Staphylococcus aureus mengggunakan metode
microdilution checkerboard assay Keterangan :
K1 = 200 bpj R1 = 2500 bpj K2 = 100 bpj R2 = 1250 bpj K3 = 50 bpj R3 = 625 bpj K4 = 25 bpj R4 = 312,50 bpj K5 = 12,50 bpj R5 = 156,25 bpj K6 = 6,25 bpj M = Kontrol medium K7 = 3,12 bpj (-) = Kontrol negatif K8 = 1,56 bpj Asam = Kontrol pelarut asam asetat glasial 1% K9 = 0,78 bpj Air = Kontrol pelarut air steril K10 = 0,39 bpj = KHM ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan
tunggal K11 = 0,19 bpj = KHM kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella
dan kitosan - = Menghambat
(Tidak tumbuh) + = Tidak menghambat
(Tumbuh)
R1
R2
R3
R4
R5
M
(-)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11
ASAM AIR
+
+ + + + + + + +
+
+
+
+ + + + + + + +
+ + + + + + + +
+ +
- - - -
- - - - - - - - - - - -
- -
- - -
-
- - -
-
- - -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- - -
-
32
Berdasarkan Gambar 2 di atas terjadi penurunan konsentrasi hambat
minimal terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dalam masing-
masing konsentrasi kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella dengan
konsentrasi 625 bpj (R3) dan kitosan konsentrasi <0,19 bpj (K11) jika
dibandingkan dengan penggunaannya secara tunggal baik untuk ekstrak
kelopak bunga rosella maupun kitosan tunggal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
3 di bawah ini :
Tabel 3. Konsentrasi hambat minimal ekstrak kelopak bunga rosella dan kitosan tunggal dan kombinasi terhadap Staphylococcus aureus
Bahan Konsentrasi Hambat Minimal (bpj)
Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Tunggal 1250
Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan adanya Kitosan Konsentasi <0,19 bpj (K11)
625
Kitosan Tunggal 50
Kombinasi Kitosan dengan adanya Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Konsentrasi 625 bpj (R3)
<0,19
Oleh sebab itu, berdasarkan data Tabel 3 di atas maka nilai FICI
(Fractional Inhibition Concentration Index) dari kombinasi kedua bahan
tersebut yaitu < 0,5004 yang berarti sinergis. Nilai FICI yang diperoleh berasal
dari hasil penjumlahan antara nilai konsentrasi uji terkecil ekstrak kelopak
bunga rosella yang dikombinasi kitosan dibagi dengan nilai konsentrasi uji
terkecil ekstrak kelopak bunga rosella tunggal dan dijumlahkan dengan nilai
konsentrasi uji terkecil kitosan yang dikombinasi ekstrak kelopak bunga rosella
dibagi dengan nilai konsentrasi uji terkecil kitosan tunggal (Biakarnga dkk,
2016). Adanya efek sinergis yang terjadi dari kombinasi kedua bahan tersebut
dapat disebabkan karena efek antibakteri dari masing-masing bahan yang
telah banyak dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba.
33
Kelopak bunga rosella mengandung senyawa polifenol yaitu flavonoid
yang berkhasiat sebagai antibakteri. Mekanisme dari senyawa tersebut
diantaranya yaitu penghambatan proses seluler atau dengan adanya interaksi
antara protein esktraseluler yang akan diikuti oleh perubahan permeabilitas
membran plasma dan akhirnya terjadi kebocoran ion dari sel mikroba (Al-
Hashimi, 2012 dan Salem dkk, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Al-Hashimi (2012) bahwa ekstrak etanol kelopak bunga rosella
menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih besar terhadap Staphylococcus
aureus dibandingkan ekstrak air. Abdulhaq (2017) yang mengektraksi minyak
esensial dari tanaman rosella menggunakan etanol 80% didapatkan
konsentrasi hambat minimal (KHM) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
yaitu sebesar 1,56 µg/ml, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Teerarak
dkk. (2017) didapatkan hasil bahwa ekstrak kelopak bunga rosella yang
diekstraksi menggunakan etanol 95% memiliki nilai KHM terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 25 mg/ml. Adanya perbedaan nilai KHM yang
didapatkan dari setiap penelitian termasuk dengan penelitian yang telah
dilakukan dapat disebabkan dari faktor jenis cairan penyari yang digunakan,
metode ekstraksi, dan jumlah bakteri uji yang digunakan dalam pengujian.
Selain rosella, kitosan juga memiliki aktivitas antibakteri dengan
mekanisme adanya interaksi antara polikationik kitosan dengan muatan anion
di permukaan bakteri yang akan mengubah permeabilitas membran.
Polikationik yang bermuatan positif dari kitosan tersebut berasal dari gugus
NH3+ glukosamin yang merupakan fakor utama dalam terjadinya interaksi
34
komponen yang bermutan negatif pada bakteri. Interaksi tersebut
menyebabkan perubahan sel yang luas, kebocoran zat intraseluler, dan
akhirnya mengakibatkan penurunan aktivitas vital dari bakteri (Sopirala dkk,
2010).
Berdasarkan penelitian Islam dkk. (2011) menunjukkan bahwa kitosan
yang diisolasi dari limbah kulit udang dan memiliki derajat deasetilasi sebesar
75% memiliki konsentrasi hambat minimal terhadap bakteri Staphylococcus
aureus sebesar 288 bpj (0,288 mg/ml), sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Haque dkk. (2011) yang mengisolasi kitosan dari kepiting dan memiliki
derajat deasetilasi sebesar 65% memiliki KHM terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 1200 bpj (1,2 mg/ml). Perbedaan nilai KHM
yang diperoleh sama halnya dengan rosella yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya jenis bahan baku yang digunakan dalam mengisolasi
kitosan dan karakteristik kitosan yang telah diisolasi. Berdasarkan beberapa
penelitian, selain berfungsi sebagai antibakteri kitosan juga dapat digunakan
sebagai eksipien farmasi (polimer) dalam hal ini pembawa obat. Penelitian
yang dilakukan oleh Haeriah dkk. (2017) menggunakan kitosan sebagai
polimer dalam pembuatan patch dengan konsentrasi kitosan yang digunakan
sebesar 2%. Patch yang mengandung kitosan sebagai eksipien sediaan
memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan
zona hambat 6,56 cm.
35
Berdasarkan uraian aktivitas antimikroba dari masing-masing kedua
bahan tersebut maka efek sinergis ketika kedua bahan tersebut
dikombinasikan dapat memungkinkan terjadi.
36
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Aktivitas antibakteri dari kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) dan kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus menunjukkan efek sinergis dengan nilai Fractional Inhibition
Concentration Index (FICI) sebesar ≤0,5.
V.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan uji kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella dan
kitosan menggunakan metode dilusi padat.
2. Sebaiknya dilakukan formulasi kombinasi ekstrak kelopak bunga rosella
dan kitosan sebagai antibakteri Staphylococcus aureus.
37
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhaq, A. 2017. Antibacterial Activity of Extract from Selected Arabian Plants Against Major Human Pathogens Including Multidrug Resistant Strains. Journal of Medicinal Plants Studies. 5. (1): 280-283.
Afifurrahman, K., Samadin, H., dan Aziz, S. 2014. Pola Kepekaan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Antibiotik Vancomycin di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. MKS. 46. (4): 266-270.
Ahmed, S., Ahmad, M., dan Ikram, S. 2014. Chitosan: A Natural Antimicrobial Agent- A Review. Journal of Applicable Chemistry. 3. (2): 493-503.
Al-Hashimi, A.G. 2012. Antioxidant and Antibacterial Activities of Hibiscus sabdariffa L. Extract. African Journal of Food Science. 6. (21): 506-511.
Balouiri, M., Sadiki, M., dan Ibnsouda. 2016. Methods for In Vitro Evaluating Antimicrobial Activity: A Review. Journal of Pharmaceutical Analysis, ELSEVIER. (6): 71-79.
Biakarnga, V.I., Yande, H.K., Kouipou, R.M.T., Kanko, M.I.M., Arc-En-Ce, J.M., Kammalac, T.N., Boyom, F.F. 2016. Effect of Combined Extract from Different Plant Parts of Annona senegalensis on Antibacterial and Antifungal Activities. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research. 8. (1): 162-166.
Cheung, R.C.F., Ng, T.B., Wong, J.H., dan Chan, W.Y. 2015 Chitosan: An Update on Potential Biomedical and Pharmaceutical Applications. Marine Drugs. (13): 5156-5186.
Dompeipen, E.J., Kaimudin, M., dan Dewa, R.P. Isolasi Kitin dan Kitosan dari Limbah Kulit Udang. 2016. Majalah Biam, Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. e-ISSN : 2548-4852l : 32-39.
Falusi, O.A., Dangana, M.C., Daudu, O.A.Y., Oluwajobi, A.O., Abejide, D.R., dan Abubakar, A. 2014. Evaluation of Some Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) germplasm in Nigeria. International Journal of Biotechnology and Food Science. 2. (1): 16-20.
Garrity, G.M., Lilburn, J.R., Cole, S.H., Harrison, J.E., dan Tindall, B.J. 2007. Taxonomic Outline of The Bacteria and Arcaea, Release. Michigan: Michigan State University Board of Trustees. Hal. 364-464.
Gillespie, S.H. 2004. Management of Multiple Drug-Resistant Infections. humana press. London. pp. 80. Available as HTML help file.
38
Goss, C,H., and Muhlebach, M.S. 2011. Review : Staphylococcus aureus and MRSA in cystic fibrosis. Journal of Cystic Fibrosis, ELSEVIER. (10): 298-306.
Goy, R.C., Morais, S.T.B., and Assis, O.B.G. 2009. A Review of The Antimicrobial Activity of Chitosan. Ciencia e Tecnologia. 19.(3): 241-247.
Goy, R.C., Morais, S.T.B., dan Assis, O.B.G. 2016. Evaluation of The Antimicrobial Activity of Chitosan and its Quaternized Derivative on E.coli and S.aureus Growth. Elsevier Journal. (26): 122-127.
Gulshan, R., Sarwar, M.T., Mamun, M.A.A., Alam, M.J., Hossain, S., dan Alam, M.M. 2013. Comparative Study of Antibacterial Activity of Vancomycin and Chemically Treated Chitosan Prepared From Shrimp (Macrobrachium risenbergii) waste. International Journal of Nutrition and Food Sciences. 2.(6): 307-311.
Haeriah., Utomo, E., Indardaya, A., Rahmatullah, M., dan Novianti. 2017.
PALOE-KITA: Inovasi Pengembangan Formula Patch Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) dengan Polimer Kitosan dari Limbah Kulit Udang (Penaeus monodon) sebagai Terapi Penunjang Ulkus Diabetik. Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar. Penelitian Kreativitas Mahasiswa.
Haque, M.Z., Islam, M.M., Masum, S.M., dan Mahbub, K.R. 2011 Antibacterial Activity of Crab-Chitosan Against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Journal of Advanced Scientific Research. 2. (4): 63-66.
Harris, L.G., Foster, S.J., dan Richards, R.G. 2002. An Introduction to Staphylococcus aureus, and Techniques for Identifying and Quantifying S.aureus Adhesins in Relation to Adhesion to Biomaterials: Review. European Cells and Materials. (2): 39-60.me
Harvey, R.A., Champe, P.C., and Fisher, B.D. 2007. Lippincott’s Illstrated Reviews: Microbiology Second Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA. p. 70-72. Available as HTML help file.
Hayati, Z., Yulia, W., Karmil, T.F., dan Azmy, A. 2012. Anti-bacterial Activity of Rosella Flowers Extract (Hibiscus sabdariffa linn) in Inhibiting Bacterial Growth Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Proceedings of The 2nd Annual International Conference Syiah Kuala University 2012 & The 8th IMT-GT Uninet Biosciences Conference Banda Aceh. 2. (1): 416-420.
Higginbotham, K.L., Burris, K.P., Zivanovic, S., Davidson, P.M., dan Stewart, C.N. 2014. Antimicrobial Activity of Hibiscus sabdariffa Aqueous Extracts against Escherichia coli O157:H7 and Staphylococcus aureus in a Microbiological Medium and Milk of Various Fat Concentrations. Journal
39
of Food Protection. 77. (2): 262-268.
Hossain, M.S., dan Iqbail, A. 2014. Production and Characterization of Chitosan from Shrimp Waste. Journal Bangladesh Agricultural University. 12. (1): 153-160.
Islam, M.M., Masum, S.M., dan Mahbub, K.H. 2011. In Vitro Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan Against Salmonella paratyphi and Staphylococcus aureus. Journal of Bangladesh Chemical Society. 24. (2): 185-190.
Ismail, A., Ikram, E.H.K., dan Nazri, H.S.M. 2008. Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Seeds-Nutritional Composition,Protein Quality and Health Benefits. Food, Global Science Book. 2. (1): 1-16.
Jung, E., Kim, Y., dan Joo, N. 2013. Physicochemical Properties and Antimicrobial Activity of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Journal Science Food Agriculture. (93): 3769-3776.
Lovell-antiaye, P.A.N.A. 2014. Antimicrobial Activity of Hibiscus sabdariffa Against Clinical Isolates of Bacteria. Departement of Microbiology, University of Ghana Medical School. Ghana. Tesis. Hal. 33.
Petrovic, O., Petar, K., Jelena, M., dan Srdjan, R. 2008. Screening Method for Detection of Hydrocarbon-oxidizing Bacteria in Oil-contaminated Water and Soil Specimens. Journal of Microbiological Methods. (74): 110-113.
Raafat, D., dan Sahl, H.G. 2009. Chitosan and Its Antimicrobial Potential – A Critical Literature Survey. Microbial Biotechnology. 2. (2): 186-201.
Rodrigues, M.M.R. 2010. Processing Hibiscus Beverage Using Dense Phase Carbon Dioxide. Tulisan disertasi diterbitkan. Florida. Doctor of Philosophy University of Florida.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press. Washington,D.C. 159-160.
Salem, M.Z.M., Perez, J.O., dan Salem, A.Z.M. 2014. Studies on Biological Activities and Phytochemicals Composition of Hibiscus Species- A review. Life Science Journal. 11. (5): 1-8.
Sam, S., Malik, A., dan Handayani, S. 2016. Penetapan Kadar Fenolik Total dari Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella Berwarna Merah (Hibiscus sabdariffa L.) dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka. 3. (2): 182-187.
40
Singla, A.K, dan Cawla, M. 2001. Chitosan: Some Pharmaceutical and Biological Aspectsan Update. Journal of Pharmacy and Pharmacology. (53): 1047-1067.
Shruthi, V.H., Ramachandra, C.T., Nidoni, U., Hiregoudar, S., Naik, N., dan
Kurubar, A.R. 2016. Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) As A Source of Natural Colour: Review. Plant Archives.16. (2): 515-522.
Sirag, N., Ahmed, E.M., Algaili, A.M., dan Hassan, H.M. 2013. Antibacterial Activity of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Calyx Extract. International Journal of Indigenous Medicinal Plants. 46.(4): 1487-1491.Sopirala, M.M., Mangino, J.E., Gebreyes, W.A., Biller, B., Bannerman, T., Llasat, J.M.B., dan Pancholi, P. 2010. Synergy Testing by Etest, Microdilution Checkerboard, and Time-Kill Methods for Pan-Drug-Resistant Acinetobacter baumannii. Antimicrobial Agents and Chemotheraphy. 54. (11): 4678-4683.
Teerarak, M., Laosinwattana, C., Tangwatcharin, P., dan Pilasombut, K. 2017. Antioxidant and Antibacterial Activities Against Food Pathogenic and Spoilage Bacteria by Hibiscus sabdariffa L. (Roselle) Extract. International Journal of Agricultural Technology. 13. (3): 379-391.
Valgas, C., Souza, S.M., Smania, E.F.A., Smania, A. 2007. Screening Methods to Determine Antibacterial Activity of Natural Products. Brazilian Journal of Microbiology. (38): 369-380.
Wiedmann, M., and Zhang, W. 2011. Genomics of Foodborne Bacterial Pathogens. Springer. New York. pp. 239. Available as HTML help file.
Zimbro, M.J., Power, D.A., Miller, S.M., Wilson, G.E., dan Johnson, J.A. 2009. DifcoTM & BBLTM Manual Second Edition. BD Diagnostic. USA. pp. 338. . Available as HTML PDF file.
41
41
diayak menggunakan no.mesh 20
dimaserasi dengan etanol 80% (1:10) selama 72 jam
Diuapkan menggunakan rotary evaporator
Uji kadar total polifenol
Dibuat seri pengenceran ekstrak kelopak bunga rosella dengan konsentrasi 100.000 bpj; 50.0000 bpj; 25.000 bpj; 12.500 bpj; 6.250 bpj; dan 3.125 bpj
Dilakukan penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) ekstrak kelopak bunga rosella tunggal dan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) campuran ekstrak kelopak bunga rosella dengan kitosan menggunakan metode Microdilution Checkerboard Assay
Dibuat seri pengenceran kitosan 8.000; 4.000 bpj; 2.000 bpj; 1.000 bpj; 500 bpj; 250 bpj; 125 bpj; 62,50 bpj; 31,25 bpj; 15,62 bpj; 7,81 bpj; dan 3,91 bpj
Dilakukan penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) kitosan tunggal dan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) campuran kitosan dengan ekstrak kelopak bunga rosella menggunakan metode Microdilution Checkerboard Assay
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian (Penyiapan Sampel sampai Penarikan Kesimpulan)
Simplisia Kelopak Bunga Rosella
Serbuk Simplisia
Kelopak Bunga Rosella
Ekstrak Kental
Kelopak Bunga Rosella
Kitosan
Nilai KHM Ekstrak Kelopak Bunga Rosella
Tunggal dan Nilai KHM Campuran
Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan
Kitosan
Nilai KHM Kitosan dan Nilai KHM
Campuran Kitosan dengan
Ekstrak Kelopak Bunga Rosella
Nilai Fractional Inhibitory
Concentration Index (FICI)
Analisis Data
Pembahasan Hasil
Kesimpulan
42
42
Lampiran 2. Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Tunggal
Inkubasi 1 x 24 jam, suhu 37oC
+Inkubasi 30 menit, suhu 37oC
+Amati perubahan warna
Keterangan :
R1 = 2500 bpj
R2 = 1250 bpj
R3 = 625 bpj
R4 = 312,50 bpj
R5 = 156,25 bpj
Well Microplate
R1
+90 µL MHB dan 5 µL S.aureus
+5 µL Triphenyltetrazolium chloride
Data
Analisis Data
Pembahasan Hasil
R2
R4
R5
5
K1-K8
Penarikan Kesimpulan
R3
+ 5 µL stok ekstrak kelopak bunga rosella
43
Lampiran 3. Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) Kitosan Tunggal
Inkubasi 1 x 24 jam, suhu 37oC
+Inkubasi 30 menit, suhu 37oC
+ Amati perubahan warna
Keterangan :
K1 = 200 bpj K6 = 6,25 bpj K11 = 0,19 bpj
K2 = 100 bpj K7 = 3,12 bpj
K3 = 50 bpj K8 = 1,56 bpj
K4 = 25 bpj K9 = 0,78 bpj
K5 = 12,50 bpj K10 = 0,39 bpj
Well Microplate
K1
+90 µL MHB dan 5 µL S.aureus
+5 µL Triphenyltetrazolium chloride
Data
Analisis Data
Pembahasan Hasil
K2
K4
K5
5
K1-K8
Penarikan Kesimpulan
K3
K6
5
K7
K8
K9
K10
K11
+ 5 µL stok kitosan
44
Lampiran 4. Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) dan FICI Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Kitosan
+ Inkubasi 1 x 24 jam, suhu 37oC
+Inkubasi 30 menit, suhu 37oC
+ Amati perubahan warna
Well Microplate
R1
+85 µl MHB dan 5 µl S.aureus
+5 µl Triphenyltetrazolium chloride
R2
R3
R4
R5
K1- K11
+ 5 µl stok
kitosan
+ 5 µl stok ekstrak kelopak bunga rosella
K1- K11
+ 5 µl stok
kitosan
K1- K11
+ 5 µl stok
kitosan
K1- K11
+ 5 µl stok
kitosan
K1- K11
+ 5 µl stok
kitosan
Data
Analisis Data
Pembahasan Hasil
K1-K8
Penarikan Kesimpulan
45
Lampiran 5. Kombinasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dengan Kitosan
Tabel 4. Konsentrasi kombinasi ekstrak rosella dengan kitosan dalam well microplate
Kombinasi Bahan
Ekstrak Rosella (bpj) Kitosan (bpj)
A1 R1 = 2500 K1 = 200
A2 R1 = 2500 K2 = 100
A3 R1 = 2500 K3 = 50
A4 R1 = 2500 K4 = 25
A5 R1 = 2500 K5 = 12,50
A6 R1 = 2500 K6 = 6,25
A7 R1 = 2500 K7 = 3,12
A8 R1 = 2500 K8 = 1,56
A9 R1 = 2500 K9 = 0,78
A10 R1 = 2500 K10 = 0,39
A11 R1 = 2500 K11 = 0,19
B1 R2 =1250 K1 = 200
B2 R2 =1250 K2 = 100
B3 R2 =1250 K3 = 50
B4 R2 =1250 K4 = 25
B5 R2 =1250 K5 = 12,50
B6 R2 =1250 K6 = 6,25
B7 R2 =1250 K7 = 3,12
B8 R2 =1250 K8 = 1,56
B9 R2 =1250 K9 = 0,78
B10 R2 =1250 K10 = 0,39
B11 R2 =1250 K11 = 0,19
C1 R3 = 625 K1 = 200
C2 R3 = 625 K2 = 100
C3 R3 = 625 K3 = 50
C4 R3 = 625 K4 = 25
C5 R3 = 625 K5 = 12,50
C6 R3 = 625 K6 = 6,25
C7 R3 = 625 K7 = 3,12
C8 R3 = 625 K8 = 1,56
C9 R3 = 625 K9 = 0,78
C10 R3 = 625 K10 = 0,39
C11 R3 = 625 K11 = 0,19
D1 R4 = 312,50 K1 = 200
D2 R4 = 312,50 K2 = 100
D3 R4 = 312,50 K3 = 50
46
Lanjutan Tabel
Kombinasi Bahan
Ekstrak Rosella (bpj) Kitosan (bpj)
D4 R4 = 312,50 K4 = 25
D5 R4 = 312,50 K5 = 12,50
D6 R4 = 312,50 K6 = 6,25
D7 R4 = 312,50 K7 = 3,12
D8 R4 = 312,50 K8 = 1,56
D9 R4 = 312,50 K9 = 0,78
D10 R4 = 312,50 K10 = 0,39
D11 R4 = 312,50 K11 = 0,19
E1 R5 =156,25 K1 = 200
E2 R5 =156,25 K2 = 100
E3 R5 =156,25 K3 = 50
E4 R5 =156,25 K4 = 25
E5 R5 =156,25 K5 = 12,50
E6 R5 =156,25 K6 = 6,25
E7 R5 =156,25 K7 = 3,12
E8 R5 =156,25 K8 = 1,56
E9 R5 =156,25 K9 = 0,78
E10 R5 =156,25 K10 = 0,39
E11 R5 =156,25 K11 = 0,19
47
Lampiran 6. Gambaran pada Well Microplate
Konsentrasi Kitosan
Keterangan :
(-) = Kontrol negatif
K(B1) = Kontrol Blanko Asam Asetat Glasial 1%
K(B2) = Kontrol Blanko Air Steril
M = Kontrol Medium
RT = Rosella Tunggal
KT = KitosanTunggal
(-)
M KT1 KT2 KT3 KT4 KT5 KT6 KT7 KT8 KT9 KT10 KT11
RT1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
RT2 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11
RT3 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
RT4 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11
RT5 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11
K(B1) K(B2)
R1
K1 K2 K3 K4
Konsentrasi
Rosella
K5 K6 K7
R2
R3
R4
R5
K8 K9 K10 K11
48
Lampiran 7. Perhitungan Persen Rendemen Ekstrak Kelopak Bunga Rosella
Tabel 5. Hasil ekstraksi kelopak bunga rosella
Bobot Simplisia Rosella (g) Bobot Ekstrak Kental Kelopak Bunga Rosella (g)
100 22,99
% rendemen ekstrak kental rosella = 22,99
100 x 100%
= 22,99%
49
Lampiran 8. Perhitungan Kadar Total Polifenol
1. Kurva Baku Asam Galat
Tabel 6. Hasil pengukuran baku asam galat
Konsentrasi Absorbansi
1,5 0,064
3 0,154
5 0,312
7 0,442
10 0,612
15 0,958
Gambar 3. Kurva baku asam galat
2. Kadar Total Polifenol Ekstrak Kelopak Bunga Rosella
Tabel 7. Hasil pengukuran fenolik ekstrak kelopak bunga rosella
Konsentrasi Absorbansi Kadar Total Polifenol
(mg/g EAG)
Kadar Total Polifenol
(%)
8,177 0,509 10,22 ± 0,20 1,02 ± 0, 02 8,122 0,505 10,15 ± 0,20 1,02 ± 0, 02 7,890 0,490 9,86 ± 0,20 0,99 ± 0, 02
y = 0.0659x - 0.0322R² = 0.9986
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Ab
so
rba
ns
i
Konsentrasi
KURVA BAKU
50
Perhitungan :
a. Ekivalen asam galat = X x Fp x V.awal
sampel yang ditimbang
= (8,177x 10−3mg
ml)x 12,5 x 10 ml
0,1
= 10,22 mg/g EAG
% (b/b) = 0,01022 g x 100% = 1,02%
b. Ekivalen asam galat = X x Fp x V.awal
sampel yang ditimbang
= (8,122x 10−3mg
ml)x 12,5 x 10 ml
0,1
= 10,15 mg/g EAG
% (b/b) = 0,01015 g x 100% = 1,015% atau 1,02%
c. Ekivalen asam galat = X x Fp x V.awal
sampel yang ditimbang
= (7,890x 10−3mg
ml)x 12,5 x 10 ml
0,1
= 9,86 mg/g EAG
% (b/b) = 0,00986 g x 100% = 0,986% atau 0,99%
51
Lampiran 9. Hasil Uji Antibakteri Microdilution Checkerboard Assay
Gambar 4. Kontrol tanpa bakteri Keterangan :
K1 = 200 bpj K7 = 3,12 bpj R1 = 2500 bpj K2 = 100 bpj K8 = 1,56 bpj R2 = 1250 bpj K3 = 50 bpj K9 = 0,78 bpj R3 = 625 bpj K4 = 25 bpj K10 = 0,39 bpj R4 = 312,50 bpj K5 = 12,50 bpj K11 = 0,19 bpj R5 = 156,25 bpj K6 = 6,25 bpj - = Tidak tumbuh
Tabel 8. Hasil uji aktivitas antibakteri (kontrol tanpa bakteri)
Kitosan (bpj)
20
0
10
0
50
25
12
,5
6,2
5
3,1
2
1,5
6
0,7
8
0,3
9
0,1
9
M - - - - - - - - - - - -
Rose
lla
(bp
j)
2500 - - - - - - - - - - - -
1250 - - - - - - - - - - - -
625 - - - - - - - - - - - -
312,50 - - - - - - - - - - - -
156,25 - - - - - - - - - - - -
Keterangan :
: Rosella tunggal : Kitosan tunggal : Kombinasi
M : Medium - : Menghambat (Tidak tumbuh) + : Tidak menghambat (Tumbuh)
R1
R2
R3
R4
R5
M
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11
- - - - - - - - - - - -
-
- -
-
-
-
- -
- -
-
- -
-
-
-
- -
- -
- -
- -
-
- - - - - - -
-
- - -
-
- - -
- - - - -
- - -
-
- -
-
- -
- -
- - - -
52
s
Gambar 5. Hasil uji antibakteri A. replikasi 1 dan B. replikasi 2 Keterangan :
K1 = 200 bpj R1 = 2500 bpj K2 = 100 bpj R2 = 1250 bpj K3 = 50 bpj R3 = 625 bpj K4 = 25 bpj R4 = 312,50 bpj K5 = 12,50 bpj R5 = 156,25 bpj K6 = 6,25 bpj M = Kontrol medium K7 = 3,12 bpj (-) = Kontrol negative K8 = 1,56 bpj Asam = Kontrol pelarut asam asetat glasial 1% K9 = 0,78 bpj Air = Kontrol pelarut air steril K10 = 0,39 bpj - = Menghambat (tidak tumbuh) K11 = 0,19 bpj + = Tidak menghambat (tumbuh) = KHM Kombinasi = KHM rosella dan kitosan tunggal
A
..
B
R1
R2
R3
R4
R5
M
(-)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11
ASAM AIR
R1
R2
R3
R4
R5
M
-
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11
ASAM AIR
+
+ + + + + + + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + + + + + + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
- - -
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
-
-
- -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- - - -
-
-
-
-
-
- - -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
-
-
- - -
- - -
- - -
-
-
-
- -
-
- - - - -
53
Konsentrasi Kitosan
Gambar 6. Ilustrasi hasil uji antibakteri pada microplate well-96* Keterangan :
(-)
M KT1 KT2 KT3 KT4 KT5 KT6 KT7 KT8 KT9 KT10 KT11
RT1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
RT2 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11
RT3 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
RT4 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11
RT5 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11
K(B1) K(B2)
: Menghambat (Tidak Tumbuh) : Tidak Menghambat (Tumbuh)
* : 2 Replikasi M : Medium (-) : Kontrol negatif K(B1) : Kontrol asam asetat glasial 1% K(B2) : Kontrol air steril RT : Rosella Tunggal KT : KitosanTunggal A-E : Kombinasi rosella dan kitosan
R1
K1 K2 K3 K4
Konsentrasi
Rosella
K5 K6 K7
R2
R3
R4
R5
K8 K9 K10 K11
54
Tabel 9. Hasil pengamatan uji aktivitas antibakteri ekstrak kelopak bunga rosella dengan kitosan tunggal dan kombinasi terhadap Staphylococcus aureus mengggunakan metode microdilution checkerboard assay*
Kitosan (bpj)
0
200
100
50
25
12,5
0
6,2
5
3,1
2
1,5
6
0,7
8
0,3
9
0,1
9
M - - - - + + + + + + + +
Rosella
(bpj)
2500 - - - - - - - - - - - -
1250 - - - - - - - - - - - -
625 + - - - - - - - - - - -
312,50 + - - - + + + + + + + +
156,25 + - - - + + + + + + + +
K(-) +
K(B1) +
K(B2) +
Keterangan :
3 : Dua Replikasi M : Medium K(-) : Kontrol negatif K(B1) : Kontrol asam asetat glasial K(B2) : Kontrol air steril - : Menghambat (Tidak tumbuh) + : Tidak menghambat (Tumbuh)
: Rosella tunggal : Kitosan tunggal : Kombinasi
55
Lampiran 10. Perhitungan Nilai FICI
Diketahui :
KHM Rosella Tunggal : 1250 bpj
KHM Kitosan Tunggal : 50 bpj
KHM (Rosella dalam kombinasi dengan kitosan): 625 bpj
KHM (Kitosan dalam kombinasi dengan Rosella): < 0,19 bpj
Ditanyakan :
FICI (Fractional Inhibition Concentration Index) ?
Penyelesaian :
FICI = FIC (A) + FIC (B)
1. FIC (A) =KHM (Rosella dalam kombinasi dengan Kitosan)
KHM Rosella
FIC (A) =625 bpj
1250 bpj
FIC (A) = 0,5
2. FIC (B) =KHM (Kitosan dalam kombinasi dengan Rosella)
KHM Kitosan
FIC (B) =< 0,19 bpj
50 bpj
FIC (A) = < 0,004
Jadi,
FICI = FIC (A) + FIC (B)
FICI = 0,5 + < 0,004
FICI = < 0,5004 (sinergis)
56
Lampiran 11. Komposisi Medium
Media Mueller Hinton Broth (MHB)
Beef extract 3 g
Bacto Casamino Acids, Technical 17,5 g
Bacto Soluble Strach 1,5 g