tutorial dr dian

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rhinitis dan sinusitis Biasanya hidup berdampingan dan bersamaan pada Individu, terminologi yang benar sekarang rinosinusitis. Kebanyakan pedoman dan dokumen para ahli sekarang telah mengadopsi rinosinusitis bukannya sinusitis. Diagnosis rinosinusitis dibuat oleh berbagai praktisi, termasuk allergologists, otolaryngologists, pulmonologists, perawatan dokter primer, dokter anak, dan banyak lainnya.olehkarena itu, definisi akurat, efisien, dan dapat diakses dari rinosinusitis diperlukan. 1.2 Tujuan Setelah mempelajari ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan kita sebagai dokter muda mengenali dan mendiagnosa rinosinusitis. Selain itu laporan ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh kepanitraan Rumah Sakit Islam Pondok Kopi stase THT.

Upload: suci-joe-armstrong

Post on 29-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial Dr Dian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rhinitis dan sinusitis Biasanya hidup berdampingan dan bersamaan pada Individu,

terminologi yang benar sekarang rinosinusitis. Kebanyakan pedoman dan dokumen para

ahli sekarang telah mengadopsi rinosinusitis bukannya sinusitis. Diagnosis rinosinusitis

dibuat oleh berbagai praktisi, termasuk allergologists, otolaryngologists, pulmonologists,

perawatan dokter primer, dokter anak, dan banyak lainnya.olehkarena itu, definisi akurat,

efisien, dan dapat diakses dari rinosinusitis diperlukan.

1.2 Tujuan

Setelah mempelajari ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan kita sebagai dokter

muda mengenali dan mendiagnosa rinosinusitis. Selain itu laporan ini untuk memenuhi

tugas yang diberikan oleh kepanitraan Rumah Sakit Islam Pondok Kopi stase THT.

Page 2: Tutorial Dr Dian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rinosinusitis Dewasa

Rinosinusitis pada dewasa didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus

paranasal yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala salah satunya terdapat

obstruksi/kongesti/sumbatan nasal atau nasal discharge anterior/posterior nasal drip).

Nyeri wajah/nyeri tekan, Hilang atau berkurangnya penciuman

Tanda endoskopi:

1. Polip nasal

2. Discharge mukourulen secara primer dari meatus media

3. Udem/sumbatan nasal secara primer di meatus media

CT scan

1. Perubahan mukosa dengan kompleks osteomeatal dan atau sinus.

2.1.1Rinosinusitis Akut Dewasa

Rinosinusitis akut pada dewasa didefinisikan sebagai onset yang tiba-tiba 2 tau

lebih gejala dari :

1. Sumbatan/obstruksi/kongesti nasal.

2. Nasal discharge (antrior.posterior nasal drip)

3. Nyeriwajah/nyeri tekan

4. Berkurang atau hilangnya penciuman

Yang kurang dari 12 minggu :

Dengan gejala bebas interval jika gejala kambuh, dengan validasi oleh telepon atau

wawancara.

2.2 Definisi Rhinosinusitis Anak

Rinisinusitis anak mendefinisikan sebagai inlamasi hidung dan sinus paranasal yang

ditandai oleh 2 tau lebih gejala salah satunya berupa sumbatan/obstruksi/kongesti hidung

atau nasal discharge (anterior/posterior nasal drip). Nyeri wajah/nyeri tekan, batuk.

Tanda endoskopi

1. Polip nasal

Page 3: Tutorial Dr Dian

2. Discharge mukopurulen secra primer di meatus media nasal

3. Udem/obstruksi nasal secara primer di meatus media

CT scan

1. Perubahan mukosa disertai kompleks osteomeatal dan atau sinus

2.2.1 Rinosinusitis akut pada anak

Rinosinusitis akut pada anak di definisikan sebagai onset yang tiba-tiba dari 2

tau lebih gejala :

1. Sumbatan/obstruksi/kongesti nasal

2. Nasal discharge yang kotor

3. Batuk (setiap waktu atau tiap malam hari)

Dengan interval bebas gejala jika masalah kambuh, validasi dengan telepon atau

wawancara. Pertanyaan ada gejala alergi (bersin, rhinorrea water, hidung gatal, dan

mata berair dan gatal) harus dimasukkan. ARS dapat muncul satu kali atau lebih

pada periode watu yang telah ditetapkan. Biasanya disajikan sevagai episode/tahun

tapi harus ada resulusi lengkap dari gejala antara episode itu untuk menegakkan

ARS berulang murni.

Common cold/rinosinusitis virus akut disefinisikan sebagai durasi gejala yang

kurang dari 10 hari.

Post virus sinosinusitis akut didefinisikan sebagai peningkatan gejala setelah 5

hari atau gejala perisisten stelah 10 hari dengn kurang dari durasi 12 minggu.

2.3 Rinosinusitis bakterial akut (ABRS)

Rinosinusitis bakterial akut diusulkan setidaknya 3 gejala/ tanda dari:

1. Discharge yang tidak berwarna (dengan predominan unilateral) dan sekret puulen

pada lubang hidung.

2. Nyeri lokal yang hebat (dengan predominan unilateral)

3. Demam lebih dari 38ºC

4. Elevasi ESR/CRP

5. Double sickening (perburukan setelah awal fase lebih ringan pada penyakit)

Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa NP) pada dewasa didefinisikan sebagai

gambaran dua atau lebih gejala, salah satunya harus ada sumbatan/onstruksi/kongesti

nasal atau nasal discharge (antrior/posterior nasal drip), nyeri wajah/nyeri tekan,

hilang/berkurangnya penciuman yang lebih dari 12 minggu dengan validasi telepon atau

Page 4: Tutorial Dr Dian

wawancara. Pertanyaan gejala alergi (bersin, rinorea seperti air, hidung gatal, mata

beraur dan gata) harus dimasukkan.

Rinosinusitis konik (dengan atau tanpa polip nasal) pada anak didefinisikan

sebgai gambaran 2 tau lebig gejala yang salah satuya terdapat

sumbatan/obstruksi/kongesti nasal, nasal discharge (anterior/posterior nasal drip), nyer

wajah/nyeri tekan, batuk, yag lebih dari 12 minggu dengan validasi melalui telepon atau

wawancara

2.4 Durasi Penyakit:

1. Akut jika lebih dari 12 minggu (resolusi lengkap dari gejala)

2. Kronik jika lebih dari 12 minggu (tanpa resolusi lengkap dari gejala, mungkin dapat

menjadi eksaserbasi).

2.5 Keparahan penyakit pada anak dan dewasa.

Penyakit ini dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total

keparahan visual analogue scale (VAS) skor (0-10cm)

1. ringan : VAS 0-3 CM

2. Sedang : VAS >3-7 cm

3. Berat VAS : >7-10 CM

Untuk mengevaluasi total keparahan, pasien diminta untuk menjawab pertanyaan

VAS. VAS > 5 Mempengaruhi kualitas hidup pasien, divalidasi hanya dalam CRS

dewasa sampai saat ini.

Bagaimana menganggunya gejala rinosinusitismu?

10 cm

Tidak mengganggu sangat menganggu

2.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rinosinusitis Akut.

1. Paparan Lingkungan

Seperti infeksi saluran nafas, lingkungan rumah yang lembab dan berjamur, paparan

rokok, polusi udara, perubahan iklim yang bervariasi, asap kebakaran hutan, iritasi

akibat penggunaan produk farmasi.

2. Faktor anatomi

Pada pasien dengan ARS kambuhan, variasi anatomi termasuk sel haller, septum

deviasi, polip nasal, obstruksi choana oleh jaingan adenoid jinak, atresia choana,

odontogenik.

3. Alergi

Page 5: Tutorial Dr Dian

Alergi atopik lebih tinggi menyebabkan gejala seperti bersin, rinorea, hidung gatal,

mata berair dan gatal.

4. Kerusakan silia

Kerusakan silia berkaitan dengan asap rokok.studi klinis melaporkan bahwa terdapat

peningkatan MMP-9 (Matrix Metalloproteinase 9), gelatinase yang berhubungan

dengan pembentukkan jaringan secara signifikan meningkat pada sekret nasal dari

anak yang terpapar rokok secara pasif dan juga respon alergi akut pada hidung dan

paru.

5. Diskinesia Silia Primer

Diskinesia silia primer berhubungan dengan gejala kronik aluran nafas atas, termasuk

nasal discharge (episodic nyeri wajah dan anosmis) dan bronkiektasis.

6. Merokok

Konsumsi rokok yang tinggi menjadi faktor predisposisi penyakit respirasi akut. Pada

anak yang terpapar rokk secara pasif dapat meningkatkan MMP-9 dan aktivasi

komplemen pada epitel saluran nafas.

7. Reflux laringofaringeal

Sedikit diketahu hubungan antara reflux laringofaringeal dengan sinusitis, tapi ini

berhubungan dengan kejadian GERD dengan sinusitis.

8. Cemas dan depresi

Pengaruh gangguan mental seperti depresi dan cemas mengakibatkan terjadinya

rinosinusitis meskpun patogenesisnya belum diketahui secara pasti.

9. Resistensi obat

Amoxicilin paling banyak digunakan sebagai antibiotik pada ARS ringan. Perubahan

patogenitas bakteri pada rinosinusitis bakterial akut memerlukan pertimbangan terapi

antibiotik.

2.7 Patofisiologi

Rinosinusitis adalah gangguan umum dan dapat dibedakan menjadi rinosinusitis

virus dan rinosinusitis bakterial dan sering didahului oleh rhinitis virus atau common

cold. Penelitian ini mengulang mekanisme yang mendasari rhinitis virus, rhinosinusitis

virus akut, dan rinosinusitis bakterial akut. Pertam, host perlu mengenali adanya

mikroorganisme melalui “pattern recognition”, menginisiasi mekanisme pertahanan host

melalui aktivasi jalur jalur mulptipel signal. Mekenisme pertahanan host terdiri dari

Page 6: Tutorial Dr Dian

respon imun seluler dan melepaskan faktor kimia larut, yang bekerja dalam tubuh

melalui interaksi kompleks dengan sitokin dan mediator lainnya.

Berbagai perlindungan fisik dan biokimia mencegah masunya agen infeksius dalam

tubuh. Pertama tubuh mengandung berbagai macam pertahanan fisik dari benda asing

termasuk mikroorganisme. Paling penting adalah epitel kulit dan saluran nafas. Yang

melepaskan dan mengekspresikan mediator dan reseptor untuk inisiasi mekanisme

eliminasi. Sekret mukus oleh sel goblet mencegah adhesi mikrooranisme dengan sel

epitel, kemudian mencegah masuknya mereka ke dalam tubuh. Mikroorganisme menjadi

terperangkap dalam mukus dan dihilangkan secara mekanis dari saluran nafas oleh

pergerakan sel silia.

2.7.1 Virus

Virus memerlukan mikroorganisme interseluler, yaitu membutuhkan sel host

untuk replikasi. Mereka mengikat sel host, menggunakan intermolekul relatif

spesifik membran inang yang bertindak sebagai reseptor.

Rinovirus menginfeksi epitel saluran nafas melalui pengikatan reseptor ICAM-

1 pada permukaan sel. Kemudian diikuti penetrasi virus ke dalam sel dan replikasi

RNA virus. Ekspresi ICAM-1 diregulasi oleh virus itu sendiri, melalui IL-1 beta

dan nuclear factor (NF)-KB- dependent mechanism. Sehingga meningkatkan

infektivitasnya dan menghasilkan infiltasi sel inflamasi. Ekspresi ICAM-1

ditingkatkan oleh Th2 sitokin IL-13 dalam saluran nafas atopik. Sedangkan infeksi

rinovirus menurunkan level regulasi ICAM-1 di sel yang terinfeksi, menurunkan

tempat pengikatan seluler untuk virus dan membatasi infeksi host.

2.7.2 Bakteri

Superinfeksi bakterial tergantung pada faktof host dan faktor bakterial.

Anatomi yang normal, histologi, dan tempat fungsional dari jaringan host biasanya

mencegah infeksi bakteri. Faktor yang ditampilkan berhubungan dengan ABRS

yang termasuk patogen, kerusakan cilia, allergy, helicobacter pylori dan refluks

laringofaringeal dan intubasi nasotrakeal atau penggunaan nasogastric tube. Karena

infeksi viru, alergy atau faktor lainnya, beberapa perubahan mungkin terjadi di

jaringan nasal dan paranasal. Infeksi virus meninginduksi gangguan epitel,

meningkatkan sel goblet dan menurunkan sel silia. Akhirnya, perubahan itu

mengkontribusi obstruksi nasal. Sementara peningkatan tekanan dalam cavum

nasal karena akumulasi mukus. Secara cepat diikuti oleh tekanan negatif dalam

cavum nasal, karena gangguan sirkulasi udara sinus dengan absorpsi cepat dari

Page 7: Tutorial Dr Dian

oksigen yang meninggalkan cavum sinus. Kemudian , kongesti lokan yang buruk

ini, menghasilkan retensi mukus, merusak pertukaran gas normal tanpa rongga

udara terintegrasi. Menurunkan oksigen dan Ph, menghalangi pembersihan

material infeksius dan debris inflamsi, dan eningkatkan resiko infeksi bakteri

sekunder. Seluruh perubahan lokalpada ruang nasal dan paranasal menjadi tempat

ideal untuk bateri berkolonisasi dan berkembang.

Infeksi virus dari jaringan nasal mungkin secara langsung meningkatkan

adhesi bakteri pada sel epitel. Peningkatan adhesi s. Aureus, s.pnemoniae dan H.

Influenza dalam sel yang terinfeksi rinovirus. Peningkatan ekspresi sel host

molekul adhesi dalam sel epitel cavum nasal. Setelah infeksi rinovirus, mungkin

mekanisme peningkatan kerentanan ABRS berhubungan dengan infeksi saluran

nafas atas yang di induksi oleh rinovrus.

2.8 Diagnosis dan Diagnosa Banding ARS.

ARS adalah kondisi yang sering dikelola sendiri oleh pasien tanpa perawatan

medis, dan biasanya diperbaiki secara spontan atau dengan pengobatan. Ketika pasien

konsultasi, biasanya ke dokter umum. Diagnosis dari gejala tipikal, khususnya sumbatan

nasal, discharge, nyeri wajah atau tekan, dan berkurangnya penghidu. ARS biasanya

terjadi sebagai komplikasi infeksi saluran nafas atas akut, dengan gejala persisten lebih

dari 10 hari atau gejala memburuk setelah lebih dari 5 hari. Gejala persis ten lebih dari

12 minggu menandakan kronik daripada rinosinusitis akut. perbedaan pada kondisi

lainnya seperti URTI virus, rhinitis alergi, penyakit oro-dental dan gejala nyeri wajah

mungkin pada kebanyakan kasus dalam sebeb klinis, meskipun investigasi diperlukan

ketika tetap ragu dalam diagnosis. Komplikasi septic jarang tapi serius dan semua dokter

pelayanan primer harus sadar gejala “red flag” seperti udem periorbital, dan gejala

visual yang memerlukan kegawatdaruratan penilaian spesialis. Meskipun antibiotik

secara umum diresepkan dalam praktek komunitas, gejala ARS dari ARS sering

berhubungan lebih banyak inflamasi dan gangguan mekanisme drainase sinus, dan

kebanyakan kasus antibiotik tidak diperlukan. Imging, investigasi hematology dan

mikrobiologi dan endoskopi tidak diperlukan secara rutin dalam mendiagnosis ARS tapi

mungkin dibutuhkan dalam penelitian pada pasien dengan resiko tinggi.

1. Diagnosis klinis pada pelayanan primer

Penilaian gejala ARS

1. Sumbatan, kongesti atau kesesakan nasal

Page 8: Tutorial Dr Dian

2. Nasal discharge atau postnasal drip, sering mukopurulent

3. Nyei tekan dan nyeri wajah, sakit kepala.

4. Berkurang atau menghilangnya penciuman.

2. Uji klinis

a. Rhinoskopi anterior

Inflamasi nasal, mukosa udem, dan nasal discharge purulen terkadang polip

atau anatomi yang abnormal.

b. Temperatur

Suhu tubuh lebih dari 38 derajat celsius menggambarkan keparahan dan

pengobatan aktif. Secara signifikan berhubungan dengan gambaran positif kultur

bakteri, yang disominasi S. Pnemoniae, H. Influenza yang diperoleh dari aspirasi.

c. Inspeksi dan palpasi sinus

Terlihat membengkak dan tegang, yang mengindikasikan keparahan

penyakit. Diperlukan antibiotik meskipun identifikasi sensitivitas dan specifisitas

belum ditegakkan.

d. Nasal endoskopi

Tidak diperlukan sebagai pemeriksaan rutin dan yang dibutuhkan dalam

menegakkan diagnosis.

2.9 Management ARS

Pengobatan simtomatik diberikan sebagai strategi manegemen awal pada gejala

yang ringan. Kortikosteroid intranasal atau terapi adjuvan untuk antibiotik oral terbukti

efektif, namun pada pasien ARS yang berat, kortikosteroid oral dapat digunakan dalam

jangka waktu pendek meringankan sakit kepala., nyeri wajah, dan gejala akut lainnya.

Terapi antibiotik diberikan pada pasien yang demam tinggi atau nyeri wajah yang berat

(unilateral). Untuk terapi awal, paling banyak agen spectrum kecil terhadap patogen yang

harus digunakan. Komposisi herbal telah digunakan secar umum dalam pengobatan

ARS, tapi hanya sedikit DBPC studi randomyang menunjukkan khasiatnya.

Terapi antibiotik harus diberikan pada pasien dengan ARS berat, khususnya dengan

gambaran demam tinggi atau nyeri wajah yang hebat (uniateral). Dokter harus

Page 9: Tutorial Dr Dian

mempertimbangkan manfaat sedang dari pengobatan antibiotik terhadap potensi efek

yang merugikan.

Kortikosteroid intranasal direkomendasikan untuk pengobatan ARS, baik dalam penyakit

sedang (monoterapi) dan berat (dengan antibiotik oral).

Pengobatan lainnya dapat diberikan antihistamin, namun tidak ada indikasi

penggunaan antihistamin dalam pengobatan ARS post virus, kecuali berdampingan

dengan rhinitis alergi. Pada ARS yang disebabkan infeksi bekteri sekunder terjadi akibat

gangguan mekanis,kerusakan pertahanan humoral dan seluler yang disebabkan infeksi

virus. Antihistamin mungkin efektif menurunkan gejala bersin dan rinore pada 2 hari

dalam rinosinusitis virus.

Dekongestan nasal umum digunakan dalam pengobatan ARS untuk menurunkan

kongesti dan berharap memperbaiki drainase dan ventilasi sinus, serta terbukti

meringankan kongesti nasal.penelitian experimental menyarankan manfaat efek

antiinflamasi dari xylometazoline dan oxymetazoline dengan penurunan sintesa nitrit

oksida dan aksi antioksidannya. Efek menurunkan kongesti pada konka medial dan

inferior dan mukosa infundibular, tapi tidak mempunyai efek pada mukosa sinus

etmoidal dan maksila.

Irigasi nasal atau antral adalh prosedur bilas cavum nasal dengan air, isotonik atau

hipertonik saline solution. Irigasi nasal dengan saline solution mempunyai efek yang

terbatas pada dewasa dengan ARS sedangkan pada anak dengan ARS lebih efektif dan

dapat mencegah infeksi berulang.

Pemanasan, udara lembab telah lama digunakan pada common cold. Secara teori

dapat membantu drainase kongesti mujus dan panas dapat merusak cold virus. Steam

inhalasi tidak menunjukkan manfaat yang konsisten dalam pengobatan common cold,

karenanya tidak direkomendasikan secra rutin.

Pengobatan lainnya seperti vaksinasi, pemeberian vit c, zinc, ipratropium

bromide,probiotik, NSAID, aspirin atau asetominofen, mukolitik, kandungan herbal,

cromoglycate dan echinacea.

Page 10: Tutorial Dr Dian

2.10 Komplikasi

Komplikasi orbital, intrakranial, dan osseus dari ARS jarang tapi scara

potensial kejadian klinis yang serius. Komplikasi periobital termasuk cellulitis

preseptal, cellulitis orbital, subperiosteal, dan abses intraorbital, pengenalan dan

managemen segera (termasuk antibiotik i.v dan drainase yang dibutuhkan) untuk

menghindari sequele jangka panjang. Komplikasi intrakranial termasuk abses epidural

dan subdural sagital dan trombosis sinus kavenosus,. Mereka mungkin digambarkan

dngan gejala dan tanda non spesifik dan diagnosanya membutuhkan indeks yang tinggi

dari kecurigaan. Komplikasi osseus hasil dari osteomilitis dari skeleton fasial yang

berhubungan dengan progress inflamasi dan mungkin hadir sebagai tumor potts puffy

atau fistula frontokutaneus.

Rhinosinusitis Kronik dengan atau Tanpa Polip Nasal (CRSwNP atau CRSsNP)

Page 11: Tutorial Dr Dian

2.11 Rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip nasal (CRSwNP/CRSsNP)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan rinosinusitis kronik :

1. Kerusakan silia

Fungsi silia sangat penting dalam clereance sinus dan mencegah inflamasi kronik.

Diskinesia siia ditemukan pada pasien CRS dan kemungkinan reversibel, meskipun

perbaikan butuh beberapa waktu. Kecuali pada pasien sindrom kartagener dan

diskinesia silia primer, CRS menjadi masalah dan pasien biasanya mempunyai

riwayat infeksi saluran nafas. Pada pasien dengan fibrosis kistik ketidakmampuan

silia untuk transport mukus yang disebabkan malfungsi silia oleh karena itu CRS.

Polip nasal terdapat pada 40% pasien dengan fibrosis kistik.

2. Alergi

Inflamasi alergi menjadi predisposisi untuk berkembang menjadi CRS.

Pembengkakan mukosa nasal pada rinitis alergi pada ostium sinus mungkin

berbahaya untuk ventilasi dan bahkan sumbatan ostium sinus, menjadi retensi

mukus dan infeksi.

Laporan penelitian menyebutkan bahwa penenda atopy lebih banyak pada populasi

dengan CRS. Dilaporkan bahwa 54% pasien dengan CRS skin prick tesnya positif.

3. Asma

CRSwNP dan asma sering berhubunga pada pasien yang sama, tetapi

keterkaitannya masih kurang dimengerti. Penelitian radiografic abnormal sinus,

pada pasien asma menunjukkan prevalensi yang tnngi abnormal mukosa

sinus.semua pasien dengan dengan steroid dependen asma mempunyai perubahan

mukosa yang abnormal pada CT dibandingkan dengan 88% denan asma ringan

sampai sedang.

Wheezing dan ketidaknyamanan saluran nadfas ditunjukkan pada 31 dan 42%

pasien dengan CRSwNP, dan asma dilaporkan oleh 26% pasien dengan CRSwNP,

dibandingkan 6% yang terkontrol.

4. Sensitivitas terhadap aspirin

Pada pasien dengan sensitif terhadap aspirin 36-96% mempunyai CRSwNP dan

hingga 96% erdapat perubahan radiografic dan mepengaruhi sinus paranasal. Pasien

dengan sensitif aspirin, asma, dan nasal polip biasanya non atopik da prevalensi

meningkat lebih dari umur 40 tahun. Pasien anak-anak dengan asma, dan nasal

polip, dan sensitif aspirin biasanya mempunyai nasal polip dan rinosinusitis lebih

sering daripada anakanak yang dikontrol.

Page 12: Tutorial Dr Dian

5. Keadaan immuncompromised

Antara kondisi yang berhubungan dengan disfungsi sistem imun, kongeital

immunodefisiensi menampakkan dirinya dengan gejala lebih awal. Meskipun

disfungsi sistem imun terjadi nanti dalam hidup dan hadir dengan CRS. Pada

penelitian retrospektif pada pasien dengan sinusitis yang sulit disembuhkan,

ditemukan insiden tinggi pada disfungsi imun. Dalam 60 pasien dengan tes fugsi sel

T limfosit secara in vitro , 55% menunjukkan proliferasi abnormal dalam respon

untuk recall antigen. Immunoglobulin rendah, titrasi IgA dan IgM ditemukan 18%,

17% dan 5%, masing-masing pada pasien dengan sinusitis kambuhan. Dilaporkan

bahwa rinosinusitis terdapat pada sebagian dari populasi postitif HIV.

6. Faktor genetik

Meskipun CRSsNP telah diteliti pada sejumlah keluarga, tidak ada abnormalitas

genetik yang telah diidentifikasi berhubungan dengan CRS. Mesipun peran faktor

genetik dalam CRS tlah dilibatkan pada pasien dengan fibrosis kistik dan diskinesia

silia primer dan ada beberapa bukti dalam CRSwNP.

7. Keadaan hamil dan endokrin

Selama kehamila, terjadi kongesi nasal sekitar 1-5 wanita. Patogenesis dari

gangguan ini belum dimengrti. Disamping efek hormonal secara langsung dai

estrogen, progesteron dan GH plasenta pada mukosa nasal, efek hormonal tidak

langsung seperti perbahan pembuluh darah yang terlibat.

8. Faktorlokal host

Variasi anatomi seperti konka bulosa, septum deviasi, dan prosesus uncinatus

displace telah disarankan sebagai potensial faktor resiko untuk berkembang menjadi

CRS. Meskipun beberapa peneitian telah membuat pernyataan seperti ini telah

disamakan penebalan mukosa pada CT dengan CRS. Namun beberapa penelitian

membuktikan tidak ada hubungan kelainan anatomi dengan CRS.

9. Faktor lingkungan

Merokok berhubungan dengan prevalensi CRS yang tinggi di kanada dan paparan

rokok secera signifikan berhubungan dengan CRS.

10. Faktor iatrogenik

Antara faktor resiko CRS , faktor iatrogenik tidak dilupakan karena mereka

berespon terhadap pembedahan sinus. Di antara kelompok dengan 42 pasien dengan

mukokel, 11 harus lebih dulu dibedah dengan gambran 2 tahun sebelumnya. Alasan

lain kegagalan setelah pembedahan dapat resirkulasi dari mukus ostium maxila, dan

Page 13: Tutorial Dr Dian

kembali melalui pemisahan secara bedah dibuat antrostomy mengahasilkan

peningkatan resiko infeksi persisten sinus.

11. Helicobacter pyloi dan larongofaringeal reflux

12. Osteitis

2.12 Mekanisme Rinosunusitis Kronik

Secara spesifik, peningkatan sintesis dari proinflamasi leukotrien dan penurunan

sintesis atiinflamasi prostaglandin telah diusulkan sebagai mekanisme tidak hanya pada

sensitif aspirin polip nasal, tapi juga aspirin toleran CRSwNP. Meskipun, beberapa

bukti teori mendukung dari pendapat CRSwNP, antusias meredam oleh khasiat klinis

yang terbatas dari inhibitor jalut leukotrien. Hipotesis barier imun disulkan bahwa

defek koordinasi barier secar mekanik dan respon imun innate dari epitelium sinonasal

sebagai manifestasi CRS. Defek ini secara teori memicu peningkatan kolonisasi

mikroba dengan pertahanan lengkap dari agen mikroba, menekan kerusakan barier dan

kompensasi respon imun adaptif. Satu mekanisme potensial molekular untuk hipotesis

ini termasuk defak lokal dalam jalur STAT 3 yang telah dikenali dalam beberapa

bentuk dari CRS. Defek sistemik dalam STAT 3 telah dikenali pada penjakit Job’s,

sebuah gangguan dengan beberapa kesamaan terhadap CRSwNP.

Kerusakan epitel dan atau disfungsi barier menghasilkan kolonisasi S. Aureus.

Kemudian menyusul sekresi toksin superantigenik yang berefek pada sel multipel

termasuk sel epitel, limfosit, eosinofil, fibroblast dan sel mast. Secara lokal, efek

jaringan untuk membantu miroorganisme menghindari respon imun hospes. Efek host

primer yaitu condong kepada respon inflamasi pada pelepasan Th2, mengaktifkan

polyclonal lokal IgE, mendorong eosinofil dan sel mast degranulasi dan peubahan

metabolisme eucasonoid. Efek jumlah jaringan lokal ini diyakini membentuk polip.

Kemampuan S. Aureus untuk tinggal dengan sel epitelial janan nafas mungkin hanya

proses bekembang biak.

2.13 Diagnosis

2.13.1 Gejala dan Tanda

Penilaian subjektif rinosinusitis berdasarkan pada :

1. Sumbatan, obstruksi nasal

2. Nasal discharge atau postnasal drip, sering mukopurulen

3. Nyeri wajah dan tekan, sakit kepala

Page 14: Tutorial Dr Dian

4. Kehilangan penciuman.

Gejala lama : iritasi faringeal, laringeal dan trakeal disebabkan oleh nyeri

tenggorokan, disfonia, batuk, dimana gejala umum termasuk menantuk, malaise, dan

demam. Gejala secara umu sama pada ARS dan CRS dengan atau tanpa polip nasal.

Tapi pola gejala dan intensitas bervariasi,. Bentuk akut biasanya lebih jelas dan lebih

berat.

2.13.2 Diagnosis ARS dan CRS

ARS : onset tiba-tiba pada 2 gejala atau lebih, salah satuyahaus ada

sumbatan/obstruksi/kongesti nasal, nasal dischrge (anterior/posterior drip), nyeri

wajah/tekan, berkurang atau hilangnya oenciuman yang kurang dari 12 minggu.

Tanda endoskopik yaitu discharge purulen dari meatus media, udem/mukosa

obstruksi secara primer di eatus media, pencitraan jarag dilakukan kecuali pada

kasus berat/komplikasi.

CRS : dengan atau tanpa polip nasal yaitu inflamasi hidung dan sinus paranasal yang

ditandai oleh 2 gejala atau lebih. Salah satunya harus ada bstruksi/sumbatan nasal,

nasal discharge anterior/posterior nasal drip, nyeri wajah/tekan, berkurang atau

hilangnya penciuman yang lebih dari 12 minggu. Tanda endoskopik didapati polip

nasal atau nasal discharge primer dai meatus media atau udem/obstruksi mukosa

primer pada meatus media.

Pada CT scan terlihat perubahan mukosa dengan kompeks osteomeatal atau sinus.

1. Pengobatan CRSsNP dengan kortikosteroid

Khasiat dari glukokortikoid karena kemampuanya untuk mengurangi infiltrasi

eosinofil di jalan nafas dengan mencegah peningkatan kelangsungan hidup dan

aktivasi. Antara glukokotikoid topikal dan sistemik mempunyai efek yang sama

yaitu secara langsung menurunkan klangsungan hidup dan aktivasi eosinofil.

Contoh obat : beklometason, flutikason, mometason

2. Pengobatan CRSsNP dengan antibiotik

Amoxicilin, amoxicilin klavulanat, siprofloxacin.

3. Antihistamine

4. Mucolytics and expectorants

5. homeopathic remedies,

6. proton pump inhibitors,

7. surfactants including baby shampoo or nasal decongestants

Page 15: Tutorial Dr Dian

Pengobatan CRSwNP dengan kortikosteroid

Fluticasone propionate, Beclomethasone dipropionate, Mometasone furoate, Flunisolide,

Budesonide.

Page 16: Tutorial Dr Dian
Page 17: Tutorial Dr Dian