tutorial dr. dian

Upload: ayu-indah-lestari

Post on 06-Mar-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

..

TRANSCRIPT

SINUSITIS

DefinisiSinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinositis. Penyebab utama ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinusitis maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus disebut sinusitis dentogen. Sinusis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobatiEtiologi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rinisis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi spetum atau hipertofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, dyskinesia silia seperti pada sindroma kartagnerm dan di luar neri adalah penyakit fibrosis kistik Pada anak hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh kuman yang masuk bersamaan udara pernafasanOrgan organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat, akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen, keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi) inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.Klasifikasi Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik lebih dari 3 bulan.Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.Menurut bagian penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenzae (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak Moraxella catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob. Gejala klinisKeluhan utama rinosinusitis ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip), dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang kadang nyeri juga terasa di tempat lain. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang kadang ada nyeri peralihan ke gigi dan telinga.Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/ anosmia, halitosis, post nasal drip, yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis. Kadang kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik di muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis, bronkiektaksis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior ( pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid) .Pada rinosinusitis akut, mukosa edema hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau ct scan. Foto polos waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus sinus besar. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.Ct scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.TerapiTerapi tujuan sinusitis ialah1. Mempercepat penyembuhan2. Mencegah komplikasi3. Dan mencegah perubahan menjadi kronikPrinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus sinus pulih secara alami.Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten diberikan amoksisilin klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke 2 pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif dan anaerob.Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti mukolitik, steroid oral/ topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke 2.Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.Tindakan operasi Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.Indikasi berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.KomplikasiKomplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut berupa komplikasi orbita atau intrakranial1. Kelainan orbitaDisebabkan oleh kelainan sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudan sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebral, selulitis orbita,abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.

2. Kelainan intrakranialDapat berupa meningitis abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis berupa :1. Osteomyelitis dan abses subperiostealPaling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan apada anak-anak. Pada osteomyelitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.2. Kelainan paruSeperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

OTOTOKSISITAS

Definisi OtotoksisitasOtotoksik adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi pada pendengaran biasanya bermanifestasi menjadi tuli sensoryneural. Yang dapat bersifat reversibel dan bersifat sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen. Macam-macam Obat Ototoksisitas Aminiglikosida Eritromisin Loop diuretics Obat anti inflamasi Obat anti malaria Obat anti tumor Obat tetes telinga

Faktor Risiko OtotoksisitasFaktor-faktor tertentu bisa menempatkan pasien pada peningkatan risiko untuk ototoksisitas. Ototoksisitas aminoglikosida lebih mungkin terjadi dengan dosis yang lebih besar, tingkat darah tinggi, atau lebih lama terapi. Lain pasien risiko tinggi termasuk pasien usia lanjut, mereka yang gagal ginjal, mereka yang memiliki masalah pendengaran yang sudah ada sebelumnya, orang-orang dengan sejarah keluarga ototoxicity, dan mereka yang menerima diuretik loop atau ototoxic lainnya atau obat-obatan nefrotoksik.

MekanismeGambaran Klinis OtotoksisitasTinnitus, gangguan pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas. Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun, dan seringkali mendahului serta lebih mengganggu daripada tulinya sendiri.Tinnitus yang berhubungan dengan ototoksisitas cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz. Pada kerusakan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat, tetapi juga tidak pernah hilang.Loop diuretics dapat menimbulkan tinnitus yang kuat dalam beberapa menit setelah penyuntikan intravena, tetapi pada kasus-kasus yang tidak begitu berat dapat terjadi tuli sensorineural secara perlahan-lahan dan progresif dengan hanya disertai tinnitus yang ringan. Tinitus dan kurang pendengaran yang reversible dapat terjadi pada penggunaan salisilat dan kina serta tuli akut yang disebabkan oleh loop diuretics dapat pulih dengan menghentikan pengobatan dengan segera. Tuli ringan juga pernah dilaporkan sebagai akibat antibiotic Aminoglikosida, tetapi biasanya menetap atau hanya sebagian yang pulih kembali. Kurang pendengaran yang disebabkan oleh pemberian antibiotika biasanya terjadi setelah 3 atau 4 hari, tetapi mungkin akan lebih jelas setelah dosis pertama.Tuli akibat ototoksik yang menetap malahan dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah pengobatan. Biasanya tuli bersifat bilateral, tetapi tidak jarang yang unilateral.Kurang pendengaran akibat pemakaian obat ototoksik bersifat tuli sensorineural. Antibiotika yang bersifat ototoksikmempunyai ciri penrunan yang tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram, sedangkan diuretic yang dapat menimbulkan ototoksisitas biasanya menghasilkan audiogram yang mendatar atau sedikit menurun.Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat dering ditemukan, oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya secara perlahan-lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah obat yang diberikan serta keadaan fungsi ginjalnya.Terdapat juga gangguan keseimbangan badan dan sulit memfiksasikan pandangan terutama setelah perubahan posisi.Antibiotika aminoglikosida dan loop diuretic adalah dua dari obat-obat ototoksik yang potensial berbahaya yang biasa ditemukan.

Penatalaksanaan ototoksisitas Tuli yang diakibatkan obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dapat diketahui secara audiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera dihentikan. Jika ketulian sudah terjadi: Alat bantu dengar Psikoterapi Auditory training Termasuk cara menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar belajar komunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat Pada tuli total bilateral: Cochlear Implant.

PencegahanPrognosis

FRAKTUR MAKSILOFASIALIS

Jenis-jenis fraktur maksilofasialis1. Fraktur tulang hidung.2. Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma.3. Fraktur tulang maksila (mid facial).4. Fraktur tulang orbita.5. Fraktur tulang mandibular.

1) Fraktur tulang hidunga) Fraktur hidung sederhanaJika hanya fraktur tulang hidung saja..

b) Fraktur tulang hidung terbukaFraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiostium rongga hidung.

c) Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleksJika nasal pyramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal. Bagian dari nasal pyramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasimaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele dikemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah:

i) Komplikasi neurologic :(1) Robeknya durameter.(2) Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis.(3) Pneumoensefal.(4) Laserasi otak.(5) Avulsi dari nervus olfaktorius.(6) Hematoma epidural atau subdural.(7) Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak.

ii) Komplikasi pada mata :(1) Telekantus traumatika.(2) Hematoma pada mata.(3) Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan.(4) Epifora.(5) Ptosis.(6) Kerusakan bola mata.(7) Dan lain-lain.

iii) Komplikasi pada hidung :(1) Perubahan bentuk hidung.(2) Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau hematoma pada septum.(3) Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia).(4) Epistaksis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis.(5) Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel.Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut diatas, jika terdapat kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.

2) Fraktur tulang zigoma dan arkus zigomaa) Fraktur zigomaTulang zigoma ini dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal dari tulang temporal, tulang frontal, tulang sfenoid dan tulang maksila. Bagian-bagian dari tulang yang membentuk zigoma ini memberikan sebuah penonjolan pada pipi di bawah mata sedikit kea rah lateral. Fraktur tulang zigoma ini agak berbeda dengan fraktur tripod atau trimalar.Gejala fraktur zigoma antara lain adalah:i) Pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi kontralateral atau sebelum trauma).ii) Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata.iii) Edema periorbita dan ekimosis.iv) Perdarahan subkonjungtiva.v) Enoftalmos (fraktur dasar orbita atau dinding orbita).vi) Ptosis.vii) Terdapatnya hipestesia atau anesthesia karena kerusakan saraf infra-orbitalis.viii) Terbatasnya gerakan mandibula.ix) Emfisema subkutis.x) Epistaksis karena perdarahan yang terjadi pada antrum.

3) Fraktur tulang maksila (mid-facial fracture)Klasifikasi fraktur maksilaMathog menggunakan pembagian klasifikasi fraktur maksila Le Fort dalam 3 kategori yaitu fraktur Le Fort I, II, III dan masih dipakai sampai sekarang gambar 3a, b, c. klasifikasi ini dimodifikasi palatal split dan maksila media.

a) Fraktur maksila Le Fort IFraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maksila dan palatum/arkus alveolar kompleks. Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa uni lateral atau bilateral. Kerusakan pada fraktur Le Fort akibat arah trauma dari anteroposterior bawah yang dapat mengenai:i) Nasomaksila dan zigomatikomaksila vertical buttressii) Bagian bawah lamina pterigoidiii) Anterolateral maksilaiv) Palatum durumv) Dasar hidungvi) Septumvii) Aperture piriformisGerakan tidak normal akibat fraktur ini dapat dirasakan dengan menggerakkan dengan jari pada saat pemeriksaan palpasi. Garis fraktur yang mengarah ke vertical, yang biasanya terdapat pada garis tengah, menjadi muka menjadi dua bagian (palatel split) (gambar 3a).

b) Fraktur maksila Le fort IIGaris fraktur Le Fort II (fraktur piramid) berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari sinus maksilaris juga ke arah lamina pterigoid sampai ke fossa pterigopalatina. Fraktur pada lamina cribriformis dan atap sel ethmoid dapat merusak sistim lakrimalis. Karena fraktur ini sangat mudah digerakkan maka disebut floating maxilla.

c) Fraktur maksila Le Fort IIIFraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) adalah suatu fraktur yang memisahkan secara lengkap antara tulang dan tulang kranial. Garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui fisura orbitalis superior melintang kearah dinging lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan sutura temporozigomatik. Fraktur Le Fort III ini biasanya bersifat kominutif yang disebut kelainan dishface. Fraktur maksila Le Fort III ini sering menimbulkan komplikasi intra kranial seperti timbulnya pengeluaran cairan otak melalui atap sel ethmoid dan lamina cribriformis.

4) Fraktur tulang orbitaFraktur maksila sangat erat hubungannya dengan timbulnya fraktur orbita terutama pada penderita yang menaiki kendaraan bermotor. Akhir-akhir ini fraktur tulang orbita dan fraktur maksila sangat sering terjadi akibat ketidak hati-hatian didalam mengendarai kendaraan. Penggunaan sabuk pengaman, kecepatan kendaraan yang sesuai, tidak meminum alcohol atau obat yang mengganggu kesadaran sangat penting untuk dihindarkan.

Fraktur orbita ini memberikan gejala-gejala:a) Enoftalmosb) Exoftalmosc) DiplopiaKetiga kelainan bentuk mata tersebut harus diperiksa dengan teliti dan dilakukan rekontruksi dari tulang yang fraktur. Hal ini biasanya dikerjakan oleh dokter spesialis matad) Asimetri pada mukaKelainan ini tidak lazim terdapat pada penderita dengan blowout fracture dari dasar orbita. Kelainan ini sangat spesifik, terdapat pada fraktur yang meliputi pinggir orbita inferior atau fraktur yang menyebabkan dislokasi zigoma.e) Gangguan saraf sensorisHipestasia dan anesthesia dari saraf sensoris nervus infra orbitalis berhubungan erat dengan fraktur yang terdapat pada dasar orbita. Bila pada fraktur timbul kelainan ini, sangat mungkin sudah mengenai kanalis infra orbitalis. Selanjutnya gangguan fungsi nervus infra orbita sangat mungkin disebabkan oleh timbulnya kerusakan pada rimaorbita. Bila timbul anesthesia untuk waktu yang lama harus dilakukan eksplorasi dan dekompresi nervus infra orbitalis.

5) Fraktur tulang mandibulaFraktur mandibula ini paling sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh kondisi mandibula yang terpisah dari cranium. Penanganan fraktur mandibular ini sangat penting terutama untuk mendapatkan efek kosmetik yang memuaskan, oklusi gigi yang sempurna.

b. Penatalaksanaan fraktur maksilofasialis1. Penanganan awalPada periode akut (immediate) setelah terjadi kecelakaan, tidak ada tindakan khusus untuk fraktur muka kecuali mempertahankan jalan napas, mengatasi perdarahan dan memperbaikan sirkulasi darah serta cairan tubuh.2. Penanganan masing-masing fraktura) Fraktur tulang hidung sederhanaDapat dilakukan reposisi fraktur dengan analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan penanggulangan memerlukan anastesi umum. Analgesia local dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidocain 1 2% yang dicampur dengan epinefrin 1:1000%.Tampon kapas yang berisi obat analgesia local ini dipasang masing-masing 3 buah, pada setiap lobang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat dibawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dekat foramen sfenopalatina, tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang-kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethaxolin spray beberapa kali, melalui rhinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.Teknik reduksi tertutup pada fraktur tulang hidungPenggunaan analgesia local yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1 2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara local masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Sesudah waktu tersebut, tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan Karen sudah terjadi kalsifikasi sehingga harus dilakukan tindakan rinoplasti osteotomi.b) Fraktur tulang hidung terbukaKerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada tindakan.c) Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleksKonsultasi pada ahli bedah syaraf jika terajadi penurunan kesadaran dan ahli mata jika dicurigai terjadi kerusakan pada mata. Rekonstruksi dilakukan dengan kawat atau plate & screw.d) Fraktur tulang zigomaDilakukan reduksi tidak langsung atau reduksi terbuka tulang zigoma.e) Fraktur arkus zigomaDilakukan reduksi fraktur arkus zigoma. Pada tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena tindakan reduksi pada daerah ini dapat menyebabkan kerusakan cabang frontal dari nervus fasialis sehingga harus dilakukan tindakan proteksi.f) Fraktur tulang maksilaPenanggulangan fraktur maksila (mid facial fracture) sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi intermaksilar sehingga oklusi gigi menjadi sempurna.g) Fraktur tulang orbitaKelainan bentuk mata harus diperiksa dengan teliti dan dilakukan rekonstruksi pada tulang yang fraktur.h) Fraktur mandibulaPenanggulangan tergantung dari lokasi fraktur, luasnya dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan dengan pemeriksaan radiografi Pemeriksaan dapat dilakukan dengan foto polos pada posisi posteroanterior, lateral, towne, lateral oblik, kiri dan kanan. Penggunaan mini atau mikro plate dipasang dengan mempergunakan skrup (screw), bersifat lebih stabil, tidak memberikan reaksi jaringan, dapat dipakai dalam waktu lama, mudah dikerjakan Kekurangannya sulit didapat dan harganya mahal.

SUMBATAN JALAN NAPAS

a. Derajat sumbatan jalan napas menurut Jackson Stadium 1 : cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang. Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar waktu inspirasi. Stadium 3 : cekungan selain di daerah suprasternal dan epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar waktu inspirasi dan ekspirasi. Stadium 4 : cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

b. Gambaran klinis sumbatan jalan napas atas1. Suara serak (disfoni) sampai afoni2. Sesak napas (dyspnea)3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan intercostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

c. penanggulangan sumbatan jalan napasPrinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi. Sumbatan laring dapat disebabkan oleh 1) radang akut dan radang kronis, 2) benda asing, 3) trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan senjata tajam, 4) trauma akibat tindak medic, 5) tumor laring, baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas, 6) kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Penanggulangan sumbatan laringDalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten juga dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan krikotirotomi.Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium 4.Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar analisis gas darah (pemeriksaan astrup).Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi.

Intubasi endotrakeaIndikasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas, 2) membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap secret dari traktus trakeo-bronkial, 4) mencegah aspirasi secret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung.Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinylchloride dengan balon (cuff) pada ujungnya dapat diisi dengan udara. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7 8,5 mm. Pipa endotrakea yang masuk melalui hidung dapat dipertahankan untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi. Komplikasi yang dapat timbul adalah stenosis laring atau trakea.Teknik intubasi endotrakeaIntubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat (lifesaving procedure) dan dapat dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat keatas, sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui celah antara antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dengan cunam Magill ujung pipa endotrakea dimasukkan ke dalam celah antara kedua pita sampai ke trakea.Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien tidur telentang itu, pundaknya harus diganjal dnengan bantal pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.Laringoskop dnegna spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglottis diangkat horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukkan melalui celah pita suara sampai trakea. Kemudia balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan pleister. Memasukkan pipa endotrakea ini harus hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.

Gambar intubasi endotrakeaTrakeostomiTrakeotomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk bernapas.Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan saran sangat kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana yang cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).Indikasi trakeostomi1. Mengatasi obstruksi laring2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal diruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.3. Mempermudah pengisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan secret secara fisiologi, misalnya pada pasien dalam koma.4. Untung memasang respitator (alat bantu pernapasan).5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.Alat-alat trakeostomiAlat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (scalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.Teknik trakeostomiPasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak digaris median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara a dan anti septis dan ditutup dengan kain steril.Obat anestetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fosa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertical di garis tengah leher mulai di bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2 jari di bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai tampak trakea yang berupa pipa yang berupa cincin-cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan kulit dan jaringan di bawahnya di buka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan ditarik ke atas suoaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismus tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membrane antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ketiga dengan gunting yang tajam, kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kassa.Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang pada trakea, perlu dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara mengaspirasi dengan semprit yang berisi novokain. Bila yang ditusuk itu adalah trakea maka pada waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan udara yang terisap akan menimbulkan gelembung udara. Untuk mengurangi reflex batuk dapat disuntikkan novokain 1 cc ke dalam trakea.Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila kanul terlalu kecil, akan menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi rangsangan pada mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkan ke dalam lumen dan ujung kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding trakea. Panjang kanul harus sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar dari lumen trakea dan masuk ke dalam jaringan subkutis sehingga timbul emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia. Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah timbul jaringan granulasi.Perawatan pasca trakeostomiPerawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena secret dapat menyumbat, sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu secret di trakea dan kanul harus sering dihisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2 kali sehari, lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar.Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kasa dibawah kanul harus diganti setiap basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis.

Gambar teknik trakeostomi

KrikotirotomiKrikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.Teknik krikotirotomiPasien tidur terlentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (adams apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membrane krikotiroid terletak diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara.Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah umur 12 tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.

Gambar KrikotirotomiTONSILITIS

a) DefinisiTonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil.

b) Klasifikasii. Tonsilitis Akut1. Tonsilitis Virala. PenyebabPaling sering adalah virus Epstein Barr, virus coxschakie, dan Haemophilus influenzae yang merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. b. Gejala Lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.c. TerapiIstirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala berat.

2. Tonsilitis Bakteria. PenyebabKuman grup A Streptococcus hemolitikus, pneumokokus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. b. PatogenesisInfiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

c. Klasifikasi Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu dan membentuk alur-alur maka terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.d. Gejala dan tandaGejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui nervus glosofaringius (N. IX). Pada pemeriksaan, tampak tonsil yang membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membran semu (pseudomembran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. e. TerapiAntibiotik spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik, analgesik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.f. Komplikasi Pada anak-anak, tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi menjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, (Quincy thorat), abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat infeksi vena jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).ii. Tonsilitis MembranosaPenyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah, antara lain:1. Tonsilitis difteria. Epidemiologi Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada usia dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

b. PenyebabFrekuensi penyakit ini sudah menurun karena keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan dapat mengenai saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas.c. Gejala dan tandaGambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu: Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal, yang tampak adalah berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sehingga menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.d. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari pseudomembran tonsil yang dimana akan ditemukan kuman difteri ini.e. TerapiAnti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis tergantung dari umur dan beratnya penyakit, antibiotik spektrum luas, kortikosteroid, antipiretik digunakan jika perlu untuk menurunkan demam nya. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan non farmalokologi adalah istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.f. KomplikasiLaringitis difteri dapat berlangsung cepat, pseudomembran akan menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien terkena penyakit ini maka akan makin cepat timbul komplikasi. Miokarditis dapat mengakibatkan dekompensasio cordis.kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laringsehingga sulit menelan, suara parau, dan kelumpuhan otot-otot pernapasan. Albuminuria akibat komplikasi ke ginjal.2. Tonsilitis septika. PenyebabStreptococcus haemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Di Indonesia, susu sapi dimasak dengan cara pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diminum sehingga penyakit ini jarang ditemukan.3. Stomatitis ulseromembranosa (Angina Plaut Vincent)a. PenyebabBakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higien mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.b. GejalaDemam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.c. PemeriksaanMukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, foetor ex ore (mulut berbau) dan kelenjar submandibula membesar.d. Terapi Memperbaiki higienis mulut, antibiotik spektrum luas selama 1 minggu, vitamin C dan vitamin B kompleks.4. Penyakit kelainan daraha. Leukimia akut Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi, dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil bengkak dan ditutupi membran semu tertapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.b. Angina agranulositosisDisebabkan oleh keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.c. Infeksi MononukleosisTerjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu dapat diangkat tanpa menimbulkan perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa regional leher, ketiak, dan regio inguinal. Gambaran darah yang khas adalah terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah yang besar. Tanda khas yang lain adalah reaksi Paul Bunnel (kesanggupan serum pasien beraglutinasi terhadap sel darah merah domba).

iii. Tonsilitis Kronisa. PenyebabKuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif. b. Faktor predisposisiFaktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.c. PatologiKarena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.

d. Gejala dan tandaPada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau.e. TerapiTerapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.f. KomplikasiRadang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

c) Derajat pembesaran tonsilMenurut Balley : T0 : post tonsilektomi T1 : tonsil berada di dalam fossa tonsil T2 : tonsil masih berada dalam fossa tonsil, tapi masih berada di antara garis khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula (paramedian line) T3 : tonsil sudah melewati paramedian line T4 : tonsil sudah melewati median line.

Berdasarkan ukuran pembesaran Grade 0 : tonsil dibelakang dinding laring anterior Grade 1 : tonsil terlihat menutupi 25 % luas orofaring Grade 2 : tonsil terlihat menutupi 25-50 % luas orofaring Grade 3 : tonsil terlihat menutupi 51-75 % luas orofaring Grade 4 : tonsil terlihat menutupi > 75 % luas orofaring

d) Tindakan operasi TonsilektomiTindakan operasi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma. Indikasi Tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 :1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat2. Hipertrofi tonsil yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasil.3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, cor pulmonale.4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsilar yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan8. Otitis media efusa / otitis media supuratif

HIPERTROFI ADENOID`Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba Eustachius.Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi (1) fasies adenoid, yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh; (2) faringitis dan bronkitis; serta (3) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan retardasi mental, pertumbuhan fisik berkurang, gangguan tidur dan tidur ngorok.Penegakkan Diagnosis1) Tanda dan gejala klinik2) Pemeriksaan rinoskopi anterior Dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi. 3) Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).4) Pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid5) Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral kepala agar dapat melihat pembesaran adenoid. TatalaksanaTerapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi Operasi dilakukan dengan cara kuretase memakai alat khusus (adenotom).

Indikasi adenoidektomi 1. Sumbatan : sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face).2. Infeksi : adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik, otitis media akut berulang.3. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas KomplikasiKomplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.