tugas skleritis
DESCRIPTION
yyyyTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Skleritis merupakan peradangan serius dari jaringan sclera atau sering disebut
sebagai bagian putih bola mata. Bagian putih bola mata ini merupakan jaringan yang
kuat dan elastis, yang berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata,
serta mepertahankan bentuk bola mata.
Di Indonesia cukup banyak dijumpai skleritis, terutama bentuk skleritis
noduler dan skleritis difus. Skleritis terjadi pada orang-orang usia 30 tahun sampai
dengan 60 tahun., dan jarang terjadi pada anak-anak. Biasanya wanita lebih sering
terkena dibandingkan dengan pria.
Skleritis dapat mengenai satu mata atau dua mata, dengan onset perlahan atau
mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Pada banyak kasus,
skleritis bisa diperantarai oleh proses imunologis dan disertai penyakit sistemik. Pada
beberapa kasus, mungkin terjadi infeksi mikroba langsung.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi
kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskuler yang mangisyaratkan adanya vaskulitis
pada sklera atau bagian putih bola mata. Skleritis merupakan peradangan sklera yang
profunda, sedangkan peradangan sklera yang superfisial disebut episkleritis.
Skleritis mungkin berhubungan dengan penyakit kolagen-vaskular, paling
sering artritis reumatoid. Merupakan penyebab nyeri mata berat. Dapat timbul daerah
inflamasi dan iskemia pada sklera. Yang khas adalah sklera yang terkena
membengkak.
II.2 ANATOMI
Sklera penting untuk mempertahankan bentuk bulbus okuli. Oleh karena itu
sangat kuat, elastis dan warnanya keputih-putihan. Tebalnya 1 mm. Tempat-tempat
yang tipis didapatkan pada insersi otot-otot rekti. Sebelah posterior dari ekuator bola
mata keluar 4 vena vortikosa, sebuah dari setiap kuadran. 4 mm posterior dari limbus,
sklera ditembus oleh 4 arteri dan vena siliaris anterior. 2,5 mm nasal dari polus
posterior, sklera ditembus nervus optikus. Tempat dimana saraf optik menembus
sklera disebut lamina kribrosa. Permukaan luar sklera licin, putih, dihubungkan oleh
jaringan episklera dengan kapsula tenon. Sklera sendiri hanya sedikit mengandung
pembuluh darah, yang banyak pembuluh darahnya adalah episklera yang memberi
nutrisi pada sklera.
2
3
II.3 KLASIFIKASI
Skleritis diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis dan patologisnya.
Dikenal dua jenis utama :
1. Skleritis anterior
Dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
- Tipe difus
- Tipe nodular
- Tipe nekrotikans
Tipe ini dibagi lagi sesuai dengan ada tidaknya peradangan.
Skleritis anterior cenderung progresif, biasanya berupa perluasan dari daerah
yang sebelumnya sudah terkena. Perbedaan utama antara skleritis bentuk
difus, nodular dan nekrotikans adalah skala waktu progresivitas penyakit.
2. Skleritis Posterior
Dapat bermanifestasi sebagai edema periorbita, proptosis, pembatasan
gerakan mata dan penurunan penglihatan. Nyeri atau peradangan sklera
anterior sering ringan, sehingga pada pemeriksaan luar mata tidak tampak
meradang. Tanda-tanda segmen posterior adalah pembengkakan diskus,
edema makula, dan pelepasan retina eksudatif.
II.4 ETIOLOGI
Peradangan pada sklera biasanya dihubungkan dengan penyakit sistemik yang
dijumpai pada sekitar 40% dari semua pasien skleritis, infeksi, alergi, toksis atau
tanpa sebab yang jelas. Penyakit yang sering dihubungkan adalah reumatoid artritis,
sistemik lupus eritematosus, sifilis, gout, pasca herpes. Kadang-kadang disebabkan
tuberkulosis, infeksi bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, alergi benda asing dan pasca
bedah mata. Pada banyak kasus, penyakit ini murni diperantarai oleh proses
imunologis.
Identifikasi penyakit tersebut perlu dilakukan karena penyakit tersebut
cenderung merupakan penyakit jaringan ikat yang parah, dan penyakit itu sendiri
dapat mengancam nyawa pasien. Adanya penyakit itu sendiri mengindikasikan bahwa
skleritisnya kemungkinan besar parah.
4
II.5 GEJALA KLINIS
Peradangan sklera yang sangat serius, dapat mengenai seluruh jaringan sklera
mata dan sering kambuh.
Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan
dagu yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering
kambuh. Mata merah berair, fotopobia, dengan penglihatan kurang jelas.
Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga sering diduga adanya selulitis
orbita. Skleritis tidak mengeluarkan kotoran.
Pada skleritis terlihat benjolan berwarna merah keunguan dengan batas jelas,
disamping konjungtiva yang bengkak dengan pelebaran pembuluh darah konjungtiva
dan episklera. Kadang-kadang mengenai seluruh lingkaran kornea atau limbus,
sehingga terlihat sebagai skleritis anular. Bila ditekan terasa sakit. Bercak merah ini
dapat mengalami ulserasi sehingga jaringan uvea mungkin terlihat, jadi timbul
skleromalasia. Bila terjadi penyembuhan, maka sklera menjadi lemah dan tidak dapat
menahan tekanan intraokuler, sehingga menonjol, disebut sklerektasi atau stafiloma
sklera yang berwarna ungu.
II.6 PEMERIKSAAN FISIK
1. Slitlamp
Membantu manilai kedalaman proses dan mengidentifikasi penyakit kornea
terkait. Pemakaian filter hijau pada slitlamp memperjelas kelainan vaskular. Adanya
daerah-daerah avaskular menunjukan terjadinya vaskulitis oklusif.
2. Penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10%
Untuk membedakan skleritis dengan episkleritis dan konjungtivitis dilakukan
pemeriksaan dengan penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% yang dilakukan
dibawah sinar matahari. Penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% akan
menimbulkan konstriksi vaskular pada episkleritis dan konjungtivitis.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bermanfaat untuk mengidentifikasi penyakit
sistemik terkait atau untuk menentukan sifat reaksi imunologis. Pemeriksaan
laboratorium untuk skleritis, antara lain:
- Hitung darah lengkap dan laju endap darah
- Kadar komplemen serum
- Kompleks imun serum
5
- Faktor reumatoid serum
- Sinar X dada
- Pemeriksaan sinar X orbita untuk menyingkirkan benda asing, terutama
pada pasien skleritis anular
- Kadar asam urat serum
II.7 PENYULIT SKLERITIS
Penyulit skleritis adalah di kornea menimbulkan keratitis sklerotikans. Di
uvea dapat menimbulkan uveitis. Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak
berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan
akibat edema makula. Dapat terjadi glaukoma akibat terapi steroid.
II.8 PENATALAKSANAAN
Terapi awal skleritis adalah obat anti inflamasi non steroid sistemik. Obat
pilihan adalah indometasin 100 mg per hari, atau ibuprofen 300 mg per hari. Pada
sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan.
Apabila tidak timbul respons dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak
penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi.
Steroid ini biasanya diberikan per oral yaitu prednison 80 mg per hari yang
diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg
per hari. Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi intravena berdenyut
dengan metilprednisolon, 1 g setiap minggu.
Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat
bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Terapi steroid
topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat menjadi tambahan untuk terapi sistemik.
Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik.
Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses penyakitnya,
yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau efek dari invasi
langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera
atau kornea. Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan
jarang menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat glaukoma atau terjadi
trauma langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi.
6
II.9 PROGNOSIS
Pada sebagian besar kasus, dengan pengobatan anti inflamasi non-steroid
sistemik nyeri cepat mereda dan diikuti oleh pengurangan peradangnan.
7
BAB III
KESIMPULAN
Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi
kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskuler yang mangisyaratkan adanya vaskulitis
pada sklera atau bagian putih bola mata. Skleritis merupakan peradangan sklera yang
profunda, sedangkan peradangan sklera yang superfisial disebut episkleritis.
Skleritis diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis dan patologisnya,,
sebagai berikut :
1. Skleritis anterior
- Tipe difus
- Tipe nodular
- Tipe nekrotikans
Tipe ini dibagi lagi sesuai dengan ada tidaknya peradangan.
2. Skleritis Posterior
Skleritis biasanya dihubungkan dengan penyakit sistemik, infeksi, alergi,
toksis atau tanpa diketahui sebab yang jelas. Penyakit yang sering dihubungkan
adalah reumatoid artritis, sistemik lupus eritematosus, sifilis, gout, pasca herpes,
tuberkulosis, infeksi bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, alergi benda asing dan pasca
bedah mata. Penyakit ini juga diperantarai oleh proses imunologis.
Keluhan pasien dapat berupa perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar
ke dahi, alis dan dagu, mata merah berair, fotopobia, dengan penglihatan kurang jelas.
Gejala klinis terlihat konjungtiva kemotik dan sakit, terlihat benjolan berwarna merah
keunguan dengan batas jelas. Bercak merah ini dapat mengalami ulserasi sehingga
jaringan uvea mungkin terlihat, jadi timbul skleromalasia. Skleritis tidak
mengeluarkan kotoran.
Pemeriksaan fisik dilakukan denhan menggunakan slitlamp, penetesan
epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% dibawah sinar matahari, dan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan dengan slitlamp membantu manilai kedalaman proses dan
mengidentifikasi penyakit kornea terkait. Penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin
10% untuk membedakan skleritis dengan episkleritis dan konjungtivitis. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit sistemik terkait atau untuk
menentukan sifat reaksi imunologis
8
Penyulit skleritis adalah di kornea menimbulkan keratitis sklerotikans. Di
uvea dapat menimbulkan uveitis. Dapat terjadi glaukoma akibat terapi steroid
Penatalaksanaan skleritis dengan terapi awal obat anti inflamasi non steroid
sistemik, indometasin 100 mg per hari, atau ibuprofen 300 mg per hari. Jika dalam
waktu 1-2 minggu tidak timbul respons atau segera setelah tampak adanya
penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi,
prednison 80 mg per hari yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis
pemeliharaan sekitar 10 mg per hari. Apabila ada penyakit yang mendasari, maka
penyakit tersebut perlu diobati. Siklofosfamid sangat bermanfaat apabila terdapat
banyak kompleks imun dalam darah. Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk
memperbaiki perforasi sklera atau kornea.
Pada sebagian besar kasus, dengan pengobatan anti inflamasi non-steroid
sistemik nyeri cepat mereda dan diikuti oleh pengurangan peradangnan.
9
DAFTAR PUSTAKA
(1) Ilyas,Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, cetakan III, balai penerbitan FKUI,,Jakarta
(2) Ilyas,Sidharta,dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran,edisi II,sagung seto,,Jakarta
(3) Ilyas,Sidharta,dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata, FK UI,. Jakarta
(4) James, Bruce. Et al. Lectures Notes Oftalmology, edisi 9. Erlangga Medical
Series, , Jakarta.
(5) Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, , Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : Sagung Seto
(6) Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum.
Edisi 14. KDT.,Jakarta
(7) Kanski J J. Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta
(8) John C. Morrison, Irvin P. Pollack,glaucoma : science and practice 2011
10