tugas penelanan anatomi terapan

45
BAB I PENDAHULUAN Penelanan merupakan suatu proses fisiologis yang dilakukan semua orang. Menelan merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang komplek, melibatkan beberapa organ tubuh misalnya otot rahang, gigi, dan juga melibatkan kordinasi antara otot dengan otot dan otot dengan rahang. Garlier mengajukan suatu konsep keseimbangan antara 3 group otot utama pada proses penelanan yaitu otot-otot lidah, muskulus masseter dan muskulus buksinator serta muskulus orbikularis oris yang bekerja secara volunter. Sering kita jumpai atau merasakan sendiri kelainan sistem stomatognasi yang mengganggu aktivitas pengunyahan seperti Bruksim dan selama proses penelanan misalnya penelanan abnormal yang sering disebut disfagia. Bila dijumpai keadaan seperti ini perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi fungsi otot-otot dalam proses pengunyahan dan penelanan. Oleh karena itu 1

Upload: madat-yosa

Post on 17-Nov-2015

265 views

Category:

Documents


56 download

DESCRIPTION

anatomi penelanan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Penelanan merupakan suatu proses fisiologis yang dilakukan semua orang. Menelan merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang komplek, melibatkan beberapa organ tubuh misalnya otot rahang, gigi, dan juga melibatkan kordinasi antara otot dengan otot dan otot dengan rahang. Garlier mengajukan suatu konsep keseimbangan antara 3 group otot utama pada proses penelanan yaitu otot-otot lidah, muskulus masseter dan muskulus buksinator serta muskulus orbikularis oris yang bekerja secara volunter. Sering kita jumpai atau merasakan sendiri kelainan sistem stomatognasi yang mengganggu aktivitas pengunyahan seperti Bruksim dan selama proses penelanan misalnya penelanan abnormal yang sering disebut disfagia. Bila dijumpai keadaan seperti ini perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi fungsi otot-otot dalam proses pengunyahan dan penelanan. Oleh karena itu perlu dilakukan diagnosa yang tepat mengenai keadaan seperti ini agar diperoleh hasil perawatan yang sempurna tanpa merusak otot-otot yang berperan selama proses pengunyahan dan penelanan, sehingga proses ini dapat berjalan dengan baik. Pada makalah ini akan dibahas tentang proses penelanan, anatomi dan persyarafannya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Umum Proses Menelan (Deglutisi) Menurut kamus besar Dorland (2008), deglutisi atau deglution diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses penelanan merupakan aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa macam otot didalam mulut, otot palatum lunak, otot faring, dan otot laring. Aktivitas otot penelanan dimulai sebagai kerja volunter kemudian berubah menjadi kerja involunter. Penelitian mengenai proses penelanan belum dapat menunjukkan mekanisme yang pasti dari aksi penelanan ini. Bagian dari proses ini berjalan sangat cepat dan sulit sekali untuk diikuti melalui gambaran radiologi sewaktu material bolus makanan (radioopak) ditelan (Rensburgh, 1995). Menelan merupakan proses mekanisme yang kompleks, terutama karena faring pada hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain disamping menelan dan hanya diubah dalam beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Hal utama yang paling penting adalah proses respirasi tidak terganggu oleh aktivitas menelan (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 1. Bagian-Bagian Kavitas Oral dan Leher yang Berhubungan dengan Proses Menelan(http://www.nidcd.nih.gov)

Gambar 2. Anatomi yang Berhubungan dengan Proses Penelanan (http://legalmedicalexhibits.com)

Urutan proses menelan diawali oleh refleks dari kontraksi otot yang mendorong tertelannya bolus makanan dan air liur yang telah menyatu dari mulut menuju ke perut. Proses ini melibatkan koordinasi mekanisme refleks motoneuron yang kompleks, sehingga proses penelanan dapat berjalan dengan mudah dan lancar. Meskipun menelan dapat dilakukan dalam keadaan sadar, tetapi sebagian besar proses menelan terjadi secara tidak sadar. Selama periode 24 jam, proses menelan terjadi sebanyak 1000 kali. Frekuensi menelan tertinggi terjadi saat makan, tidur, dan sekali per menit pada aktivitas lainnya. Pada saat tidur, proses menelan paling sering terjadi pada fase tertidur lelap, sedangkan pada perubahan tingkatan tidur, proses menelan tidak ada. Menelan secara spontan dilakukan ketika jumlah air liur telah memenuhi ruangan didalam rongga mulut (Bradley, 1995). Proses menelan memiliki peranan yang penting. Selain berperan untuk memberikan asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, berfungsi pula untuk melindungi organ pernapasan dan menelan. Pada hewan mammalia, saluran pernapasannya melintasi saluran penelanan pada organ faring dan laring. Pada saat proses menelan, fungsi pelindung ini berperan saat bolus makanan maupun minuman tidak memasuki organ laring melalui proses interaksi antara sistem kontrol penelanan dan pernapasan, dimana proses respirasi akan terhambat pada saat proses menelan. Selain itu, bila makanan maupun minuman secara tidak sengaja memasuki organ pernapasan saat proses menelan, organ menelan akan memberikan respon berupa refleks, seperti batuk atau tersedak. Hal ini merupakan respon dari organ menelan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas (Bradley, 1995). Proses menelan merupakan aktivitas yang kompleks. Diawali dengan kontraksi dan relaksasi otot-otot yang berperan dalam proses menelan untuk memindahkan bolus makanan yang telah halus dari posisinya di dalam mulut menuju ke perut. Untuk mencapai hal ini, diperlukan aktivitas yang terintegrasi dari sistem fisiologis batang otak, saraf kranial, beberapa reseptor, dan otot. Pusat tertinggi dari sistem saraf pusat juga terlibat dalam proses menelan ini. Hal-hal yang berhubungan dengan proses menelan ini diatur oleh sirkuit saraf yang terletak di batang otak yang dinamakan swallowing center, dan bila sirkuit saraf ini diaktifkan, maka aktivitas menelan sepenuhnya terjadi secara otomatis (Bradley, 1995).

Gambar 3. Proses Menelan yang diatur oleh Pusat Menelan yang terletak di Batang Otak(http://bohone09.wikispaces.com)

2.2 Otot-otot yang Berperan dalam Proses Penelanan Berkovits (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris yang bekerja secara volunter, serta otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum oris terbagi menjadi dua bagian, yaitu vestibulum oris dan kavum oris propium.1) Otot didalam kavum oris propium. Otot-otot yang termasuk didalam kategori ini adalah otot-otot lidah dan palatum lunak. Otot-otot lidah terdiri dari otot-otot intrinsik dan ekstrinsik. Otot intrinsik lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri, yaitu muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua profunda, muskulus transversus lingua, dan muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang berada dibawah lidah yaitu muskulus genioglosus untuk menggerakkan bagian lidah kebelakang. Sedangkan otot-otot palatum lunak meliputi muskulus tensor dan muskulus levator vely palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglosus yang menyebabkan terangkatnya uvula.2) Otot faring. Otot faring terbagi menjadi dua bagian, yaitu otot-otot berjalan secara melingkar dan otot-otot yang berjalan membujur ke faring. Otot-otot melingkar terdiri dari muskulus konstriktor faringis superior, muskulus konstriktor faringis media, muskulus faringis inferior. Sedangkan otot membujur meliputi muskulus stylofaringeus. Faring tertarik kearah medial untuk saling mendekat. Setelah itu, lipatan-lipatan faring membentuk celah sagital yang akan dilewati makanan menuju kedalam faring posterior, celah ini akan melakukan kerja selektif sehingga makanan yang telah dikunyah dengan benar dapat lewat dengan mudah.3) Otot laring. Otot laring terdiri dari dua bagian yaitu otot laring intrinsik dan otot laring ekstrinsik. Otot laring ekstrinsi meliputi muskulus crikotiroideus. Sedangkan otot-otot laring intrinsik yaitu muskulus crikoaritenoideus posterior, muskulus crikoaritenoideus lateral, muskulus tiroaritenoideus, muskulus vokalis, dan muskulus aritenoideus. Pada laring terdapat dua sfingter, meliputi aditus laringis dan rima glotidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan kebelakang diantara lidah dan palatum mole, laring tertarik keatas. Aditus laringis dipersempit oleh kerja muskulus aritenoideus oblique dan muskulus ariepiglotikus. Bolus makanan atau cairan kini masuk kedalam esofagus dengan menggelincir diatas epiglotis. Rima glotidis berfungsi sebagai sfingter pada saat batuk atau bersin. Selain itu, organ lainnya yang berperan dalam proses menelan adalah epiglotis yang berfungsi untuk membantu mencegah bolus makanan agar sejauh mungkin dari pita suara.2.3 Tahapan Fisiologi Menelan Pada umumnya, tahapan menelan terdiri dari tahap oral (fase volunter), tahap faringeral (fase involunter), dan tahap esofageal (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 4. Tahapan Fisiologi Menelan (http://www.elsevierimages.com)

1) Tahap oral dari penelanan. Tahap oral merupakan tahap yang mencetuskan proses menelan, yaitu penyaluran secara sadar bolus makanan dari mulut ke faring. Bila bolus makanan telah siap untuk ditelan, secara sadar bolus makanan akan didorong dan ditekan menuju ke arah posterior dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan kebelakang terhadap palatum. Otot lidah dan otot dasar mulut berperan pada tahap ini (Rensburgh, 1995; Guyton and Hall, 1996). Selanjutnya dari sini, proses menelan menjadi seluruhnya berlangsung secara otomatis dan tidak dapat dihentikan (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 5. Diagram Tahapan Persiapan Oral dari Penelanan(http://www.images.frompo.com).

Mekanisme pada tahap oral ini dimulai saat makanan telah selesai dikunyah dibentuk bolus makanan oleh lidah. Bolus selanjutnya ditempatkan pada dorsum lidah dan bergeser sesuai gerakan lidah terhadap palatum keras. Gerakan lidah ini terjadi karena terdapat aktivitas konstraksi otot mylohyoid dengan otot intrinsik lidah (genioglosus, styloglosus, dan palatoglosus). Aksi berikutnya dimulai ketika ujung lidah ditekan ke palatum, tepat dibelakang insisif, diikuti oleh kontraksi otot bucinator untuk menyalurkan makanan dari vestibulum ke dalam kavitas oral yang selanjutnya akan dijadikan bolus. Gigi bergerak saling mendekati dan lidah menjadi batas bagian lingual geligi rahang atas dan mukosa bagian palatal. Bibir tertarik secara bersamaan untuk menutup mulut. Sekarang bolus siap untuk disalurkan ke faring (Rensburgh, 1995). Tahap selanjutnya dari fase oral penelanan dimulai ketika basis lidah direndahkan dan palatum lunak dinaikkan sebagai hasil dari aksi otot levator palatum dan otot tensor palatum untuk menutup pembukaan nasal posterior. Bagian anterior lidah ditekan dengan cepat melawan gingiva maksila yang berlawanan dan bagian depan dari palatum keras. Lidah melakukan gerakan seperti gerakan peristaltis dari bagian belakang untuk menyalurkan bolus di bagian posterior sepanjang dorsum lidah ke kerongkongan. Hal ini dapat dideskripsikan bahwa aksi ini sebagai fase midpalatal. Fase oral berakhir sewaktu bolus berkontak dengan kerongkongan (Rensburgh, 1995). Proses penelanan makanan solid diawali ketika gigi berkontak, lidah tertekan ke palatal di belakang insisif, dan melawan gingiva palatal, serta bibir menutup mulut. Mekanisme ini dapat terganggu pada beberapa anak yang melakukan proses menelan dengan gigi terbuka. Penelanan jenis ini merupakan lanjutan dari proses penelanan pada bayi (menghisap). Kebiasaan menghisap lidah dapat menyebabkan maloklusi anterior. Tetapi, beberapa penelitian yang telah dilakukan ditemukan beberapa individu yang tidak memiliki kontak gigi sewaktu menelan tetapi tetap memiliki oklusi yang baik (Rensburgh, 1995). Gambar 6. Diagram Tahapan Oral dari Penelanan(http://www.images.frompo.com).

2) Tahap faringeal dari penelanan. Tahap faringeal merupakan fase involunter (fase yang tidak disadari) yang berfungsi untuk membantu jalannya bolus makanan dari faring menuju esofagus. Fase kedua ini dimulai ketika bolus berkontak pada bagian posterior mukosa oral dan mukosa faring. Kontak pada area sensitif ini berperan sebagai stimulus yang masuk kedalam rangkaian sirkuit saraf pusat penelanan di batang otak, yang selanjutnya bertanggung jawab untuk menyalurkan bolus ke esophagus, bukan ke trakea ataupun nasofaring (Bradley, 1995; Rensburgh, 1995). Sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan diseluruh saluran faring, khususnya pada tiang tonsil, selanjutnya rangsangan impuls ini berjalan menuju batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal. Secara umum urutan mekanisme tahapan faringeal dari penelanan dimulai dari menutupnya trakea, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat yang berasal dari faring mendorong bolus makanan masuk kedalam esofagus bagian atas. Proses ini terjadi dalam waktu kurang dari dua detik. Pada dasarnya, tahap faringeal dari penelanan merupakan suatu refleks. Hal ini disebabkan karena tahap ini tidak pernah dimulai oleh rangsangan langsung pada pusat menelan di sistem saraf pusat. Tetapi hampir selalui diawali oleh gerakan makanan secara volunter masuk kebagian belakang mulut, yang kemudian merangsang reseptor-reseptor sensoris yang menimbulkan refleks menelan (Guyton and Hall, 1996). Tahap faringeal dari penelanan akan dijelaskan dibawah ini, meliputi (Guyton and Hall, 1996):(1) Palatum molle tertarik keatas untuk menutupi rongga hidung bagian posterior, sehingga mencegah refluks makanan ke arah hidung.(2) Lipatan palatofaringeal pada kedua sisi faring tertarik kearah medial untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh bolus makanan untuk masuk kedalam faring posterior. Celah ini melaksanakan aktivitas secara selektif, sehingga bolus makanan yang sudah halus dan telah cukup untuk dikunyah dapat dengan mudah melewati celah ini, sementara bolus makanan yang masih besar terhalang jalannya oleh celah ini. Tahapan penelanan ini terjadi kurang dari 1 detik, sehingga bolus makanan yang masih cukup besar sangat dihalangi untuk berjalan melewati faring untuk masuk menuju esofagus.(3) Pita suara laring bertautan secara erat, dan laring ditarik keatas dan anterior oleh otot-otot leher. Aktivitas ini dibantu oleh ligamen otot yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak kebelakang diatas pembukaan laring. Kedua aktivitas ini mencegah masuknya bolus makanan ke dalam trakea. Hal yang paling penting adalah eratnya hubungan antara pita suara dengan faring sebagai tempat masuknya bolus makanan dan laring dengan fungsinya sebagai saluran pernapasan, namun epiglotis membantu mencegah bolus makanan agar sejauh mungkin dari pita suara. Kerusakan dari pita suara maupun otot-otot yang menyertainya dapat menyebabkan strangulasi (gangguan dalam proses penelanan). Namun, pembuangan epiglotis biasanya tidak menyebabkan gangguan yang serius terhadap proses menelan.(4) Gerakan laring keatas juga menarik dan melebarkan pembukaan esofagus. Pada saat yang bersamaan 3-4 cm diatas dinding otot esofagus, suatu area yang dinamakan sfingter esofagus bagian atas (sfingter faringesophangeal) berelaksasi, sehingga bolus makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Diantara proses menelan, sfingter ini tetap berkontraksi dengan kuat (tekanan 60 mmHg didalam lumen usus). Hal ini dapat mencegah udara masuk kedalam esofagus selama proses respirasi. Gerakan laring keatas juga mengangkat glotis keluar dari jalan utama bolus makanan, sehingga bolus makanan biasanya melewati sisi-sisi epiglotis dan tidak melintas diatas permukaannya. Hal ini menambah pencegahan terhadap masuknya makanan kedalam trakea.(5) Pada saat yang bersamaan dengan terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringesophangeal, seluruh otot dinding faring berkontraksi mulai dari bagian bawah superior faring dan menyebar kebawah sebagai gelombang peristaltik yang cepat melintasi daerah faring media dan inferior, selanjutnya ke dalam esofagus, sehingga mendorong bolus makanan kedalam esofagus.

Gambar 7. Diagram Tahapan Faringeal dari Penelanan(http://www.d.umn.edu).

Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu kurang dari dua detik. Dengan demikian dalam siklus respirasi biasa, hal ini dapat mempengaruhi sistem respirasi hanya dalam waktu sedemikian singkat. Pusat menelan secara khusus menghambat pusat respirasi medulla selama waktu ini, menghentikan pernapasan pada titik tertentu dalam siklusnya untuk memungkinkan berlangsungnya proses penelanan. Namun, sewaktu seseorang sedang berbicara, penelanan akan menghentikan pernapasan selama waktu yang sedemikian singkat sehingga sulit untuk diperhatikan (Guyton and Hall, 1996). 3) Tahap esofageal dari penelanan Tahap esofageal merupakan fase involunter (fase yang tidak disadari) lainnya yang mempermudah jalannya bolus makanan dari faring kedalam lambung. Esofagus berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk melaksanakan fungsinya tersebut. Dalam keadaan normal esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik, yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke dalam esofagus selama tahap faringeral dari penelanan. gelombang ini berjalan dari faring menuju lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan dalam posisi tubuh yang tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu sendiri, sekitar lima sampai delapan detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik bolus makanan kebawah. Bila gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua bolus makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadilah gelombang peristaltik sekunder, yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh bolus makanan yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua bolus makanan dikosongkan kedalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai dari sirkuit saraf instrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esofagus ke medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 8. Diagram Tahapan Esofageal dari Penelanan(http://www.d.umn.edu)

Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot lurik. Oleh karena itu, gelombang peristaltik di lokasi ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga bagian bawah esofagus, ototnya berupa otot polos, namun bagian esofagus ini juga diatur secara kuat oleh saraf vagus yang bekerja melalui hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Saat saraf vagus menuju esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus menjadi cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat, bahkan tanpa bantuan dari refleks vagal. Oleh karena itu, setelah paralisis dari refleks penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain kedalam esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk kedalam lambung. Sewaktu gelombang peristaltik esofagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung, bahkan mencapai bagian usus duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke bawah esofagus selama proses penelanan (Guyton and Hall, 1996). Pada ujung bawah esofagus, meluas sekitar dua sampai lima cm diatas perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi sebagai sfingter esofagus bagian bawah atau sfingter gastroesofageal. Secara anatomis, sfingter ini tidak berbeda dengan bagian esofagus yang lain. Secara fisiologis, normalnya sfingter tetap berkontriksi secara tonik (dengan tekanan intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30 mmHg), berbeda dengan bagian tengah esofagus antara sfingter bagian atas dan bagian bawah, yang normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus, relaksasi reseptif akan merelaksasikan sfingter esofagus bagian bawah mendahului gelombang peristaltik dan mempermudah pendorongan makanan yang ditelan kedalam lambung. Isi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim proteolitik. Pada sebagian besar mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus, tidak mampu menahan kerja pencernaan yang lama dari sekresi getah lambung. Kontriksi tonik dari sfingter esofageal bagian bawah akan membantu untuk mencegah refluks dari isi lambung masuk kembali kedalam esofagus kecuali pada keadaan abnormal (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 9. Mekanisme sfingter gastroesofageal saat Bolus Makanan Menuju Lambung(http://hennizulfikar.blogspot.com)

2.4Persarafan yang Berperan dalam Proses Menelan Pengaturan saraf terjadi pada tahap faringeal dari menelan. Daerah taktil paling sensitif dari bagian posterior mulut dan faring untuk mengawali fase penelanan pada faring terletak pada suatu cincin yang mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal dan glososfaringeal kedalam daerah medulla oblongata yang berada didalam atau berhubungan erat dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari mulut. Tahap berikutnya dari proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan yang teratur oleh daerah-daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medula dan bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari satu penelanan ke penelanan yang lainnya, dan waktu untuk seluruh siklus juga tetap sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya. Daerah di medulla dan pons bagian bawah yang mengatur penelanan secara keseluruhan disebut pusat penelanan atau deglutisi. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas yang menyebabkan penelanan dijalarkan oleh saraf kranial ke-5 (trigeminal), ke-9 (glossofaringeal), ke-10 (vagus), dan ke-12 (hipoglosal) serta beberapa saraf servikal posterior (Guyton and Hall, 1996).

Gambar 10. Persarafan yang Berperan dalam Proses Menelan (http://gi.jhsps.org) Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam tiga tahap (Guyton and Hall, 1996):1) Tahap afferen / sensoris dimana begitu ada makanan masuk kedalam orofaring langsung akan berespon dan menyampaikan perintah.2) Perintah diterima oleh pusat penelanan di medulla oblongata (batang otak) kedua sisi pada traktus solitarius di bagian dorsal (berfungsi untuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi untuk mengatur distribus impuls motorik ke motor neuron yang berhubungan dengan proses menelan.3) Tahap efferen / motorik yang menjalankan perintah.

Gambar 11. Persarafan yang Berperan dalam Proses Menelan (http://www.zuniv.net)

2.5Mekanisme Penelanan Terdapat tiga hal penting dalam proses mekanisme penelanan meliputi pergerakan bolus makanan, perubahan tekanan yang terjadi, dan aktivitas otot yang berperan dalam proses penelanan (Bradley, 1995).

Gambar 12. Mekanisme Penelanan (http://doereport.com).

2.5.1 Pergerakan Penelanan Meskipun proses menelan merupakan tindakan yang terjadi secara terus menerus. Tahapan pergerakan penelanan meliputi persiapan penelanan, fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal. Tahap persiapan penelanan merupakan fase akhir dari tahap pengunyahan, yang memberikan hasil pembentukan bolus makanan yang halus. Pada fase oral, bolus makanan didorong dari ujung posterior mulut masuk kedalam faring. Selanjutnya, pada fase faringeal, bolus makanan didorong dari orofaring menuju esofagus. Fase terakhir adalah fase esofangeal. Pada fase ini, bolus makanan bergerak di sepanjang kerongkongan menuju ke lambung (Bradley, 1995).

Gambar 13. Tahapan Pergerakan Penelanan (http://tendiridwansyahpril.blogspot.com/2012/05/klasifikasi-bahan-makanan.html).

Fase oral dan faringeal dari menelan ini berlangsung sangat cepat sekitar satu sampai 1,5 detik. Fase oral berlangsung kira-kira sekitar 0,5 detik dan fase faringeal sekitar 0,7 detik. Fase esofageal berlangsung agak lama, bolus makanan dalam bentuk cairan membutuhkan waktu 3 detik untuk melewati faring menuju ke persimpangan gastroesophageal sedangkan bolus makanan dalam bentuk padatan biasanya membutuhkan waktu 9 detik (Bradley, 1995). Sebelum proses penelanan dimulai, bolus makanan yang telah siap untuk ditelan diposisikan pada dorsum lidah dengan ujung lidah menempel pada regio palatal regio gigi insisif rahang atas. Bolus makanan ini terletak pada dorsum lidah yang telah membentuk spoon-like. Bagian posterior faring menutupi palatum lunak dengan posisi yang mendorong ke bawah untuk mencegah bolus menuju faring. Area ini dinamakan sfingter glossopalatal. Setelah bolus diposisikan pada dorsum lidah, fase oral dari penelanan pun dimulai. Bibir menutup dan gigi geligi anterior rahang atas dan bawah oklusi. Bagian dua pertiga anterior lidah terangkat sejajar terhadap alveolar ridge rahang atas dan palatum keras anterior dalam gerakan peristaltik yang berurutan, mendorong bolus menuju faring. Peristiwa ini terjadi secara bersamaan. Dasar lidah bergerak ke bawah dan ke depan untuk memperluas hipofaring dan memberikan jalan untuk bolus bergerak menuju faring; palatum bergerak ke atas untuk membuka sfingter glossopalatal untuk memfasilitasi lewatnya bolus makanan; palatum berkontak dengan dinding posterior faring dan dinding samping nasofaring untuk melakukan aktivitas menutup nasofaring dan mencegah penetrasi bolus ke dalam rongga hidung (Bradley, 1995).

Gambar 14. Fase Oral dari Penelanan (http://veomed.com)

Variasi individu terjadi pada fase oral dari menelan. Gigi atas dan bawah biasanya berkontak selama proses menelan saat bolus masuk kedalam faring. Berkontaknya gigi rahang atas dan rahang bawah saat proses menelan berfungsi untuk menstabilkan posisi mandibula, saat tulang hyoid dan laring membuat gerakan superior dan anterior. Namun, beberapa individu tidak melakukan kontak gigi, dan tidak menutup bibirnya saat proses menelan, sehingga posisi lidah berada diantara gigi untuk mencegah bolus keluar dari mulut. Beberapa ortodontis mengemukaan kasus ini sebagai tooth-apart swallowers, dengan memberikan hipotesa bahwa posisi lidah yang salah ini akan memberikan kontribusi terhadap bagaimana perkembangan oklusi gigi-geliginya (Bradley, 1995).

Gambar 15. Proses Menelan Normal dan Proses Menelan yang Tidak Normal(http://doctorspiller.com).

Tekanan lidah selama pergerakan penelanan dapat dilihat melalui alat transduksi yang ditempatkan pada bagian yang berbeda pada plat akrilik, ditemukan bahwa tekanan yang dihasilkan lidah ke bagian lateral dan anterior palatum, lebih tinggi daripada bagian tengah. Bentuk palatum dianggap sebagai faktor yang penting, karena menentukan penutupan / seal pada bagian lidah yang berbeda secara alami. Pada palatum yang dalam, tekanan yang diberikan semakin besar di bagian tepi / perifer dibandingkan pada bagian tengah. Pada palatum yang rendah atau lebih dangkal, tekanannya lebih rendah karena bagian tengah lidah memiliki kontak yang lebih baik pada palatum ini. Tekanan yang dihasilkan lidah pada palatum lebih sedikit dibandingkan dengan tekanan yang dihasilkan lidah pada geligi selama proses penelanan. Maka dari itu, fungsi abnormal lidah merupakan faktor penting dalam etiologi maloklusi (Rensburgh, 1995). Pada fase awal faringeal, bagian posterior lidah membuat gerakan cepat seperti piston-like, untuk mendorong bolus melalui orofaring menuju ke hipofaring. Konstriksi faringeal bergerak ke atas dan ke depan, sehingga mulai mendorong bolus melalui faring secara berurutan. Pergererakan bolus makanan memanjang saat melewati faring, karena ujung anterior bolus bergerak lebih cepat dibandingkan bagian posteriornya. Sfingter esofagus bagian atas terbuka dan bolus memasuki esophagus. Diameter pembukaan sfingter tergantung pada volume dan viskositas bolus makanan (Bradley, 1995).

Gambar 16. Kontraksi dan Relaksasi dari Sfingter Esofageal(http://www.legacy.owensboro.kctcs.edu).

Selama fase faringeal, vestibulum laring menutup karena pergerakan epiglotis. Epiglotis bergerak dengan posisi tegak menuju ke posisi horizontal, yang disebabkan oleh tulang hyoid dan laring yang mengalami elevasi serta dengan adanya kontraksi dari otot tiroid. Kontraksi otot ini menyebabkan ujung epiglotis memutar ke arah kaudal melalui vestibulum laringeal (Bradley, 1995). Beberapa mekanisme untuk mencegah aspirasi dari bolus ke dalam saluran napas selama fase faringeal dari menelan. Selama fase faringeal, proses resiprasi akan terhenti sesaat. Elevasi laring dan sfingter esophageal keatas memperpendek jarak bolus makanan berada di persimpangan yang berada dekat dengan saluran pernapasan. Otot-otot intrinsik glotis menutup mendekati pita suara saat proses menelan ini. Sinus Piriform membuat saluran lateral sehingga bolus makanan umumnya menyimpang sekitar pembukaan laring. Setiap sisa bolus makanan yang tertinggal didalam sinus Piriform setelah proses menelan biasanya terletak pada bagian yang lebih rendah dari ruang depan laring, sehingga tidak mungkin terjadi aspirasi sisa bolus makanan ini (Bradley, 1995). Tahap terakhir dari menelan adalah fase esofageal meliputi kontraksi peristaltik, yang dimulai pada saat bolus makanan melewati sfingter esofagus bagian atas. Kontraksi dimulai dari bagian servikal esofagus dengan waktu sekitar 8 detik untuk mencapai sfingter esofagus bagian bawah yang membuka saat bolus makanan akan masuk ke dalam lambung (Bradley, 1995).

Gambar 17. Mekanisme Penelanan (http://lookfordiagnosis.com).

2.5.2Perubahan Tekanan Penelanan Makanan dipindahkan melalui mulut, faring, dan esofagus oleh gelombang positive-pressure. Tekanan ini berkembang melalui aksi piston-like dari lidah dan kontraksi otot peristaltik. Sfingter diantara rongga mulut dan hidung dan di ujung atas dan bawah esofagus berperan penting dalam mengarahkan gelombang tekanan bolus makanan ke arah yang benar. Pada awal urutan proses menelan, tekanan pada mulut dan faring setara dengan tekanan atmosfer, sfingter esofageal atas pada posisi istirahat tertutup berada dalam tekanan 16 dan 60 cm H2O, dan esofagus berada dalam keadaan tekanan subatmosfer karena adanya tekanan negatif dari rongga pleura. Sfingter esofagus yang berada dalam posisi rendah tertutup berada dalam tekanan 10 cm H2O (Bradley, 1995). Perubahan tekanan yang dihasilkan oleh proses menelan dimulai pada fase oral. Setelah mulut dan sfingter nasofaringeal tertutup, tekanan terjadi disebabkan adanya aktivitas piston-like dari lidah. Kontraksi otot dan relaksasi menghasilkan peningkatan tekanan yang dimulai pada dorsum lidah, berjalan melalui rongga mulut dan faring menuju sfingter esofageal bagian atas. Relaksasi sfingter esofagus bagian atas terjadi ketika adanya kontraksi lidah dan faring bagian atas. Sfingter terbuka saat relaksasi faringeal, sehingga bolus dapat melewati sfingter dengan mudah dalam waktu sekitar satu detik. Sfingter kemudian menutup dan tekanan muncul tiba-tiba dari 70 sampai 100 cm H2O selama dua sampai empat detik. Selanjutnya, sfingter akan menutup kembali, saat relaksasi faringeal kembali (Bradley, 1995).

Gambar 4.18 Gerakan Peristaltik yang Mendorong Bolus Makanan dalam Organ Esofagus(http://esthernajeneraw.blogspot.com)

Perubahan tekanan di esofagus saat proses menelan terdiri dari tekanan yang disebabkan oleh gerakan peristaltik dan tekanan tambahan dari bolus makanan yang didorong dari faring menuju ke esofagus. Ketika bolus makanan ditelan, kekuatan masuknya bolus tersebut akan bertambah dengan adanya tekanan dari gerakan peristaltik yang memberikan resultan gelombang. Semakin rendah sfingter esophageal berada dalam posisi istirahat selama tiga detik atau lebih, sebelum gelombang peristaltik esofageal mencapai itu, maka tekanan yang dihasilkan adalah 20 sampai 35 cm H2O setelah bolus makanan telah didorong masuk kedalam perut. Dengan proses menelan yang berulang, maka sfingter berada dalam posisi istirahat saat awal proses penelanan dan tetap istirahat sampai proses menelan terakhir telah selesai (Bradley, 1995).

4.5.3Aktivitas Otot

Gambar 4.19 Aktivitas Otot yang Berperan pada Fase Persiapan Oral dari Penelanan(http://wikispaces/normal-swallow.com)

Sebanyak 31 otot berpasangan terlibat dalam proses menelan yang meliputi fase persiapan, oral, dan fase faringeal. Elektromiografi telah digunakan untuk mempelajari urutan kontraksi dari otot-otot pada fase ini, serta aktivitas otot pada fase esofageal. Selama fase faringeal dari menelan otot yang berperan adalah otot obligat, sedangkan pada fase persiapan dan oral dari menelan, otot yang berperan adalah satu set otot kontras, dan fakultatif (Bradley, 1995). Aktivitas otot pada fase persiapan dan oral sangat bervariasi dan melibatkan berbagai otot yang melibatkan pengendalian wajah dan rahang bawah. Tergantung pada jenis material bolus makanan yang ditelan maka pola otot yang terjadi berbeda. Otot pterygoideus, masseter, dan otot-otot temporalis medial yang mengontrol mandibula merupakan otot-otot utama yang aktif dan berperan dalam membantu proses menelan. Ketegangan pada otot rahang bawah berfungsi untuk menstabilkan dasar lidah selama membentuk gerakan piston-like. Otot-otot wajah yang mengendalikan bibir (otot labial) dan pipi (otot businator) juga aktif selama proses menelan dan berkontribusi terhadap perkembangan oral seal dan stabilisasi mandibula (Bradley, 1995)

Gambar 4.20 Aktivitas Otot yang Berperan pada Fase Oral dari Penelanan(http://wikispaces/normal-swallow.com)

Fase faringeal dari menelan ditandai dengan pola kompleks aktivitas otot mengendalikan hyoid tulang, lidah, faring, laring, dalam urutan stereotip dari kontraksi, relaksasi, dan inhibisi. Otot-otot seperti otot milohioideus, geniohyoid, posterior lidah, palatopfaringeal, palatoglossus, konstriktor superior, stiloglossus, dan stylohyoid disebut sebagai kompleks otot-otot, karena berperan penting dalam aktivitas proses awal penelanan (Bradley, 1995).

Gambar 4.21 Aktivitas Otot yang Berperan pada Fase Faringeal dari Penelanan(http://wikispaces/normal-swallow.com)

Konstriksi otot faringeal terjadi secara bersamaan. Konstriksi superior merupakan komponen otot kompleks ini. Kontriksi otot faringeal tengah dimulai sekitar 125-135 msec setelah dimulainya aktivitas komponen otot kompleks ini. Selanjutnya, 300 msec setelah timbulnya komponen otot kompleks ini, kontriksi otot faringeal bagian bawah menjadi aktif, dan mengikuti konstriksi bagian tengahnya. Otot tiroid dan tiroaritenoid mulai berkontraksi 45-1000 msec setelah komponen otot kompleks ini, tetapi mulai berhenti berkontraksi pada waktu yang sama dengan komponen otot kompleks ini. Aktivitas otot krikotiroid terjadi sangat pendek, dibandingkan komponen otot kompleks ini (Bradley, 1995). Fase esofageal dari menelan dimulai 600-800 msec setelah onset aktivitas pada otot milohioid dan mengarah secara kaudal yang terlihat dari gelombang aktivitas EMG yang berlangsung selama 3 sampai 9 detik. Rekaman EMG dari sfingter esofagus atas dan bawah menunjukkan bahwa gelombang ini terus-menerus aktif. Gelombang ini akan menjadi pasif saat terdapat bolus makanan. Waktu dan urutan otot obligat diprogram sebelum kelahiran. Namun, aktivitas otot fakultatif mengalami perubahan perkembangan. Sebelum erupsi gigi, otot-otot fakultatif yang digunakan dalam proses menelan berbeda dengan saat erupsi gigi. Pada proses menelan infantil, terdapat aktivitas dari otot obicularis oris, dan otot businator yang aktif mendorong lidah kedepan, dan tidak adanya aktivitas pada otot levator mandibula. Setelah gigi-geligi telah erupsi, pola aktivitas otot ini akan menurun diawali dengan menurunnya aktivitas pada otot orbikularis oris dan businator dalam mendorong lidah ke depan, namun terjadi peningkatan aktivitas pada otot levator mandibula. Pada beberapa individu, pola aktivitas otot infantil dipertahankan dan hal ini sering menyebabkan terjadinya maloklusi, seperrti open bite anterior (Bradley, 1995).

BAB III KESIMPULAN 1. Proses penelanan berperan memberikan asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan melindungi organ pernafasan dan menelan.2. Otot otot didalam kavum oris bekerja secara volunter serta otot otot faring dan laring bekerja secara involunter3. Terdapat 31 otot berpasangan terlibat dalam proses menelan yang meliputi fase persiapan, oral, dan fase faringeal.

DAFTAR PUSTAKA

Berkovitz, B. K. B.; G. R. Holland; and B. J. Moxham. 2002. Oral Anatomy, Histology, and Embriology. Third Edition. Edinburg: Mosby International Limited. 1-2, 4-5.Bradley, R.M. 1995. Essentials of Oral Physiology. 1st Ed. United States of America: Mosby, Inc. Page 187-234.Dorland. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih Bahasa dr. Poppy Kumala; dr. Sugiarto Komala; dr. Alexander H; et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Durham, D.W. 1984. TA: Journal Neurology of Comparative. Ed. 223. Wiley-Uss: JohnWiley&Sons, Inc. 424-447.Guyton, A. C.; and J. E. Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran). Editor: I. Setiawan. Dalam: Fisiologi Gastrointestinal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 999-1002.Hilemae, K.M. 1978. Mamalian Mastication In Butler. In Joysey, K.A. Developmeny, Function, and Evolution of Teeth. London: Academic Press, pp.359-398Jacquin M.F.; Stennett R.A.; Renehan; et.al. 1988. Journal of Comparative Neurology. Ed. 267. Wiley-Uss: JohnWiley&Sons, Inc. pp107-130.Norton N, S.; and Netter, F. H., 2007. Netters Head and Neck Anatomy for Dentistry. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier. Rensburgh, B.G. 1995. Oral Biology. 1stEd. Berlin, Germany: Quintessence Publishing Co, Inc.Scheid; and Ricknec. 2007. Woelfels Dental Anatomyits Relevance to Dentistry. 7th edition. Philadelphia : LippincotSihotang, F. M. 2010. Skripsi Karakteristik Penderita Karies Gigi. Available online at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/7/pdf.

Wicaksono, E. N. 2013. Mastikasi. Semarang: UNINSULA. Available online at: http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/15/mastikasi/ (diakses pada 19 Oktober 2014)

29